KORELASI ARSITEKTUR POHON MODEL RAUH DARI RASAMALA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KORELASI ARSITEKTUR POHON MODEL RAUH DARI RASAMALA"

Transkripsi

1 KORELASI ARSITEKTUR POHON MODEL RAUH DARI RASAMALA (Altingia excelsa Noronha.) DAN MODEL ARSITEKTUR ROUX DARI JENIS KOPI (Coffea arabica L.) TERHADAP KONSERVASI TANAH DAN AIR DI AREA PHBM RPH GAMBUNG KPH BANDUNG SELATAN MARINA SURYA UTAMI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Korelasi Arsitektur Pohon Model Rauh dari Rasamala (Altingia excelsa Noronha.) dan Model Arsitektur Roux dari jenis Kopi (Coffea arabica L.) Terhadap Konservasi Tanah dan Air di Area PHBM RPH Gambung KPH Bandung Selatan adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasala ataua dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini. Bogor, Juni 2011 Marina Surya Utami NIM G

3 RINGKASAN MARINA SURYA UTAMI. Korelasi Arsitektur Pohon Model Rauh dari Rasamala (Altingia excelsa Noronha.) dan Model Arsitektur Roux dari Jenis Kopi (Coffea arabica L.) terhadap Konservasi Tanah dan Air di Area PHBM RPH Gambung KPH Bandung Selatan. Program pengelolaan hutan bersama masyarakat diharapkan dapat mengurangi terjadinya penurunan fungsi hutan, dengan demikian kerusakan hutan yang mengakibatkan terjadinya bencana alam seperti erosi dan longsor dapat dihindari. Erosi merupakan indikator dari konservasi tanah. Konservasi tanah berhubungan dengan konservasi air. Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya erosi yaitu curah hujan, jenis tanah dan tumbuhan penutup tanah, serta kemiringan lereng. Curah hujan berkaitan dengan proses sampainya air hujan ke permukaan tanah yang meliputi laju aliran permukaan, infiltrasi, laju aliran batang dan curahan tajuk. Laju aliran permukaan, infiltrasi, laju aliran batang dan curahan tajuk dipengaruhi oleh model arsitektur tanaman. Setiap spesies tumbuhan mempunyai jenis arsitektur pohon yang khas. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan peran arsitektur pohon model rauh pada jenis pohon rasamala (A. excelsa Noronha.) berdasarkan curahan tajuk, aliran batang, aliran permukaan, dan tingkat erosi terhadap konservasi tanah dan air di area PHBM yang ditanami kopi di kawasan petak 28 RPH Gambung, KPH Bandung Selatan. Untuk menentukan jenis vegetasi yang dominan di area PHBM dan hutan dilakukan analisis vegetasi dengan metode kuadrat, pada lahan terbuka analisis vegetasi dilakukan dengan metode line intercept. Hasil analisis vegetasi pada area hutan untuk tegakan pohon didominasi oleh rasamala (A. excelsa Noronha.) dengan model arsitektur rauh, tegakan tiang didominasi oleh seuseureuhan (Piper aduncum L.), tegakan sapihan didominasi oleh damar (Agathis damara L.), tumbuhan bawah pada area hutan didominasi oleh jampang piit (Oplismenus compositus (L.)P.Beauv.). Pada area PHBM, tegakan pohon didominasi oleh rasamala (A.excelsa Noronha.), sedangkan pada tegakan anakan didominasi oleh kopi arabika (Coffea Arabica L.) dan tumbuhan bawah yang dominan adalah rumput jampang piit (Oplismenus compositus (L.)P.Beauv.). Pada lahan terbuka hanya terdiri dari jenis tumbuhan bawah yang didominasi oleh babadotan (Ageratum conyzoides L.). Curah hujan yang terukur selama pengamatan adalah mm, jumlah curahan tajuk pada pohon rasamala di area PHBM lebih kecil ( mm) dari pada pohon rasamala di area hutan ( mm). Pada model arsitektur yang sama (model rauh) dan pada jenis tumbuhan yang sama, individu berdiameter batang yang lebih besar memiliki jumlah aliran batang yang lebih rendah dari pada individu berdimeter batang yang lebih kecil. Namun demikian, jumlah aliran permukaan pada area hutan lebih tinggi dari pada jumlah aliran permukaan pada area PHBM. Hal ini berkaitan dengan adanya tanaman kopi dengan arsitektur pohon model roux yang berperan sebagai fase tiang dan sapihan di area tersebut. Sehingga kombinasi antara model arsitektur rauh pada rasamala dan model arsitektur roux pada kopi sangat baik untuk mengkonservasi tanah dan air.

4 Hasil analisis komponen utama menunjukan bahwa aliran batang merupakan komponen utama yang mempengaruhi jumlah tanah yang tererosi. Sedangkan pada lahan terbuka, curah hujan sangat berpengaruh terhadap jumlah tanah yang tererosi. Kata Kunci: Model arsitektur pohon, konservasi tanah dan air, curah hujan

5 ABSTRACT MARINA SURYA UTAMI. Correlation between Rauh Model s of Tree Architecture Rasamala (Altingia excelsa Noronha.) and Roux Model s of Coffee (Coffea arabica L.) with Soil and Water Conservation in CBFM (Community Based Forest Management) area of RPH Gambung KPH Bandung Selatan Some factors influencing the occurrence of erosion including rainfall, soil type ground cover, and slope. Rainfall associated with translocation of water to the soil surface, that includes surface runoff, infiltration, stemflow and throughfall. Translocation of water was influenced by tree architecture model. This study was aimed to assess the level of erosion that occurred at CBFM area, forest and opened land related to soil and water conservation based on tree architecture model. The experiment was conducted from August 2010 to January Vegetation analysis at CBFM area and forest used a quadrate method, and line intercept used at opened land. Measurement of rainfall, throughfall, stemflow and runoff were conducted each rainfall. The results showed that throughfall of rasamala at CBFM areas is smaller ( mm) than rasamala at forest area (976.80mm). Stemflow at CBFM area are mm and 1.35 mm at the forest area. The number of surface runoff at opened land is highest than CBFM areas and forests, it is liters. At opened land, the amount of soil erosion is highest tons/ha/yr than CBFM area (1.53 tons/ha/yr) and forest (4.08 tons/ha/yr). Principle component analisys results showed that runoff is the most affected variable to the amount of soil erosion at PHBM area. The number of stemflow had a high effect to the soil erosion at the forest. While at open land, the most influential factor of soil erosion was runoff. Keywords: Tree architecture, soil and water conservation, rainfall.

6 Hak Cipta milik IPB, Tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

7 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Sulistijorini M.Si

8 KORELASI ARSITEKTUR POHON MODEL RAUH DARI RASAMALA (Altingia excelsa Noronha.) DAN MODEL ARSITEKTUR ROUX DARI JENIS KOPI (Coffea arabica L.) TERHADAP KONSERVASI TANAH DAN AIR DI AREA PHBM RPH GAMBUNG KPH BANDUNG SELATAN MARINA SURYA UTAMI Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Biologi Tumbuhan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

9 Judul Tesis : Korelasi Arsitektur Pohon Model Rauh dari Rasamala (Altingia excelsa Noronha.) dan Model Arsitektur Roux dari Jenis Kopi (Coffea arabica L.) terhadap Konservasi Tanah dan Air di Area PHBM RPH Gambung KPH Bandung Selatan. Nama : Marina Surya Utami NIM : G Disetujui Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. H. Dede Setiadi, MS. Ketua Ir. Lies Bahunta, M.Sc.forest trop Anggota Diketahui Ketua Program Studi Biologi Tumbuhan Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Miftahudin, M.Si Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr Tanggal Ujian: 27 Juni 2011 Tanggal Lulus:

10 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tangerang pada tanggal 4 September 1985 dari ayah Irim Suryana S.Pd dan ibu Tati Maryanah. Penulis merupakan putri pertama dari tiga bersaudara. Tahun 2003 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Kabupaten Tangerang dan pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan di Universitas Negeri Sultan Ageng Tirtayasa (UNTIRTA) Banten. Penulis memilih program studi Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Penulis bekerja sebagai staf pengajar untuk mata pelajaran Biologi di MTs. Rudhatut tullab Tangerang sejak tahun 2005 hingga sekarang. Penulis melanjutkan studi pada tahun 2009 di IPB melalui program beasiswa Departemen Agama. Penulis memilih mayor Biologi Tumbuhan, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

11 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Penelitian yang dilakukan memiliki tema Korelasi Arsitektur Pohon Model Rauh dari Jenis Pohon Rasamala (Altingia excelsa Noronha.) dan Model Arsitektur Roux dari Jenis Kopi (Coffea arabica L.) Terhadap Konservasi Tanah dan Air di Area PHBM RPH Gambung KPH Bandung Selatan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Dede Setiadi, MS. dan Ibu Ir. Lies Bahunta, M.Sc. forest. trop. selaku pembimbing, serta Ibu Dr. Ir. Sulistijorini, M. Si sebagai penguji dan Bapak Dr. Ir. Miftahudin M.Si sebagai ketua mayor Biologi Tumbuhan yang telah banyak memberikan saran kepada penulis. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Administratur PERHUTANI KPH Bandung Selatan beserta staf, Bapak Ayi (Ketua LMDH Gambung), dan Bapak Lili Suhaeli (Litbang Tanah) yang telah banyak membantu mengenai teknis penelitian yang dilakukan, serta Departemen Agama yang telah mendanai seluruh kegiatan studi penulis. Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penulisan usulan penelitian ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Juni 2011 Marina Surya Utami

12 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan dengan komposisi tumbuhan yang beranekaragam memberikan oksigen yang dibutuhkan oleh manusia dan hewan untuk dapat melaksanakan metabolisme tubuhnya. Selain menyediakan oksigen, hutan juga memiliki fungsi lain yang penting bagi kelangsungan kehidupan di bumi. Beberapa fungsi hutan yaitu, memberikan sumber air untuk dapat dimanfaatkan oleh makhluk hidup, mengurangi radiasi ultraviolet yang dalam kadar tertentu dapat merugikan kesehatan manusia, mencegah terjadinya bencana alam seperti longsor ataupun banjir. Namun, sejalan dengan perkembangan dan pertambahan jumlah penduduk, terjadi peningkatan kebutuhan hidup terutama kebutuhan primer, seperti sandang, pangan dan papan. Masyarakat pedesaan yang bermukim di sekitar kawasan batas hutan berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya cenderung berpola ekstensif, dan banyak melakukan perambahan hutan sebagai bagian dari mata pencaharian, dengan demikian maka kawasan batas hutan (forest margin) merupakan daerah yang sangat rawan terjadi perambahan oleh penduduk di sekitar hutan tersebut. Perubahan hutan menjadi perkebunan sayuran maupun perkebunan teh dan bangunan rumah (villa) juga menyebabkan berkurangnya fungsi hutan, sehingga bencana alam seperti banjir dan longsor tidak dapat dihindarkan lagi. Kegiatan eksploitasi hutan sudah dilakukan sejak zaman kolonial belanda. Pihak kolonial Belanda mengubah hutan di wilayah gunung terutama di Jawa barat menjadi area perkebunan teh, sehingga bencana alam banjir sudah terjadi sejak era tersebut. Kerusakan hutan semakin parah dengan adanya perambahan liar terhadap tumbuhan hutan oleh masyarakat yang tidak memperdulikan kelestarian lingkungan dan hanya mempertimbangkan keuntungan material. Oleh karena itu, perlu dilakukan tindakan yang mengarah kepada pelestarian hutan yang akan mendatangkan keuntungan baik dari segi kelestarian lingkungan maupun dari segi ekonomi masyarakat.

13 2 Kelestarian hutan merupakan tanggung jawab semua elemen masyarakat, bukan hanya tanggung jawab instansi tertentu saja. Program penanaman kopi dibawah tegakan hutan yang dikoordinir dalam Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) merupakan salah satu usaha untuk menggugah kesadaran masyarakat bahwa kelestarian hutan merupakan tanggung jawab semua elemen masyarakat. Program PHBM diharapkan dapat mengurangi terjadinya penurunan fungsi hutan di wilayah tersebut, sehingga kerusakan hutan yang mengakibatkan terjadinya bencana alam seperti erosi tanah dapat dikendalikan. Selain itu, dengan adanya program tersebut diharapkan masyarakat sekitar hutan menjadi petani kopi yang dapat meningkatkan taraf ekonominya. Dalam laporan penelitian yang dilakukan oleh Yuniandra et al. (2007) PHBM telah memberi kesempatan bagi masyarakat desa sekitar hutan untuk meningkatkan pendapatannya dan juga berpartisipasi dalam menjaga kelestarian hutan. Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya erosi yaitu curah hujan, jenis tanah, tumbuhan penutup tanah, serta kemiringan lereng. Hutan dan rumput tebal merupakan tipe vegetasi yang lebih efektif dalam menahan erosi jika dibandingkan dengan tanaman tumpang gilir, tanaman kapas dan tanaman jagung (Bennet 1995). Curah hujan berkaitan dengan proses sampainya air hujan ke permukaan tanah yang meliputi laju aliran permukaan, infiltrasi, laju aliran batang, dan curahan tajuk. Laju aliran permukaan, infiltrasi, laju aliran batang, dan curahan tajuk dipengaruhi oleh model arsitektur tumbuhan. Setiap spesies tumbuhan mempunyai jenis arsitektur pohon yang khas (Halle et al. 1978). Erosi menyebabkan hilangnya lapisan tanah yang subur dan baik untuk pertumbuhan tanaman serta berkurangnya kemampuan tanah untuk menyerap dan menahan air. Erosi merupakan indikator dari konservasi tanah. Dalam arti yang sempit, konservasi tanah diartikan sebagai upaya untuk mencegah kerusakan tanah oleh erosi dan memperbaiki tanah yang rusak oleh erosi. Konservasi tanah mempunyai hubungan yang erat dengan konservasi air. Tindakan konservasi tanah juga merupakan tindakan konservasi air. Setiap perlakuan yang diberikan pada sebidang tanah akan mempengaruhi tata air pada tempat itu dan tempattempat dibagian hilirnya (Arsyad 2006).

14 3 Air sungai yang meluap dan membanjiri kota dan pedesaan atau lahan pertanian pada musim hujan terjadi sebagai akibat tidak tertampungnya aliran permukaan, yaitu air yang mengalir di permukaan tanah oleh sungai dan saluran air lainnya (Arsyad 2006). Air merupakan salah satu indikator kualitas lingkungan yang perlu mendapatkan perhatian khusus. Pengelolaan wilayah yang tidak memperhatikan kelestarian lingkungan dapat menurunkan kualitas lingkungan, dan kemudian kualitas hidup makhluk yang ada di dalamnya. Pengaruh teknik konservasi tanah dan air yang sangat penting adalah berkurangnya aliran permukaan (aliran cepat) dan meningkatnya aliran dasar (aliran lambat), yaitu aliran yang berasal dari air bawah tanah. Penelitian mengenai konservasi tanah dan air dengan parameter tingkat erosi, dan curah hujan yang berkaitan dengan model arsitektur pohon rasamala pada area PHBM KPH Bandung Selatan yang ditanami kopi penting untuk dilakukan, karena hal tersebut dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi dan dapat memberikan solusi untuk masalah-masalah yang berkaitan dengan konservasi tanah dan air pada wilayah tersebut. 1.2 Perumusan masalah Beberapa rumusan masalah yang terdapat dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah peran arsitektur pohon model rauh pada rasamala (Altingia excelsa) terhadap konservasi air dalam bentuk variabel curahan tajuk, aliran batang, dan aliran permukaan? 2. Bagaimanakah peran arsitektur pohon model rauh pada rasamala (A. excelsa Noronha.) terhadap tingkat erosi yang terjadi di area PHBM yang ditanami kopi di RPH Gambung KPH Bandung Selatan? 1.3 Tujuan penelitian Beberapa hal yang menjadi tujuan dilaksankannya penelitian ini adalah: 1. Menentukan peran arsitektur pohon model rauh pada rasamala (A. excelsa Noronha.) terhadap konservasi air berdasarkan curahan tajuk, aliran batang, dan aliran permukaan, di area PHBM RPH Gambung, desa Cibodas KPH Bandung Selatan.

15 4 2. Menentukan peran arsitektur pohon model rauh pada rasamala terhadap tingkat erosi yang terjadi di area PHBM yang ditanami kopi di RPH Gambung, desa Cibodas, KPH Bandung selatan 1.4 Manfaat penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi Perum Perhutani dalam melaksanakan upaya konservasi tanah dan air dengan mempertimbangkan model arsitektur pohon sebagai salah satu parameter yang dijadikan pilihan dan penentuan jenis tanaman yang dipilih di area PHBM KPH Bandung Selatan

16 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rasamala (Altingia excelsa Noronha.) Rasamala (A. excelsa) tumbuh optimal hingga ketinggian m dpl. Tinggi pohon rasamala (A. excelsa) dapat mencapai lebih dari 45 m. Tinggi bebas cabang mencapai m, diameter batang cm ( bplhdjabar.go.id). Rasamala tumbuh alami terutama pada daerah yang lembab dengan curah hujan 100 mm/ bulan dan tanah vulkanik. Rasamala merupakan kayu keras berbobot sedang. Warnanya merah muda agak gelap, merah atau coklat kemerahan yang berangsur-angsur menyatu dengan kayu yang kekuningan atau coklat kemerahan. Rasamala merupakan pohon monoecius (berumah satu), evergreen, besar dan tingginya mencapai m; batang utama bebas cabang m; diameter cm, sering agak bergalur dibagian pangkal; tajuk membulat tidak teratur, tajuk spesimen yang masih muda berbentuk kerucut dan lancip, cabang-cabang umumya mengarah ke atas secara tajam. Daun-daun tersusun spiral, helaian daun satu, jorong hingga lonjong, atau bundar telur hingga lanset. Perbungaan terdiri dari kepala jantan atau kepala betina bergagang. Rasamala merupakan unsur khas hutan hujan campuran perbukitan dan pegunungan. Jenis ini sering terdapat banyak sekali dan menjadi tulang punggung hutan pada ketinggian antara m dengan curah hujan sekurang-kurangnya 100 mm selama bulan paling kering. Rasamala terdapat pada tanah-tanah vulkanik yang subur dan berdrainase baik atau kadang-kadang pada tanah yang lebih baik yang terletak di atas batuan sedimen. Rasamala terutama berasosiasi dengan jenis-jenis Eugenia, Sloanea, Schima, Castanopsis, Dysoxylum, Engelhardita, Magnolia, Michelia, dan Elaeocarpus (Sutisna et al. 1998). 2.2 Kopi Arabika (Coffea arabica L.) Secara umum kopi merupakan tumbuhan dengan perawakan berupa semak atau pohon. Susunan daun pada kopi saling berhadapan. Sistem pembungaan terdapat dibagian aksilar, bunga biseksual, terkadang berwarna putih.

17 6 Letak stamen lebih rendah dari kepala putik. Kopi arabika (C. Arabica L.) merupakan pohon rendah dengan tinggi mencapai 4 m hingga 5 m. Panjang akar kopi arabika tidak lebih dari 1 dari 1 m, akar serabut pada kopi arabika terjalin pada kedalaman 30 cm dari permukaan tanah. Sistem pembungaan pada kopi arabika sama dengan kopi pada umumnya yaitu pada aksilar. Kopi merupakan tanaman tahunan yang memiliki perakaran pendek. Secara alami kopi memiliki akar tunggang sehingga tidak mudah rebah. Tetapi akar tunggang tersebut hanya dimiliki oleh tanaman kopi yang bibitnya berupa bibit semaian atau bibit sambungan (grafting). Secara umum tanaman kopi membutuhkan tanah yang gembur, subur, dan kaya bahan organik. Kopi arabika dapat hidup pada tanah dengan ph antara 5-6,5 (Najiyati & Danarti 2005). Pada area PHBM, kopi ditanam di bawah tegakan pohon pelindung. Pohon pelindung diperlukan oleh kopi untuk mengatur intensitas sinar matahari, karena tanaman kopi membutuhkan intensitas sinar matahari yang tidak penuh dengan penyinaran yang teratur. Selain sebagai pengatur sinar matahari, pohon pelindung juga mempunyai manfaat lain yaitu, menghasilkan bahan organik yang dapat menyuburkan tanah, dapat menahan erosi karena tajuk dan daun-daunnya menahan aliran permukaan, dan tajuk pohon pelindung dapat menahan angin. Terdapat beberapa syarat untuk tanaman pelindung kopi yaitu tanaman mudah tumbuh, memiliki tajuk yang rindang dan tinggi, pertumbuhannya cepat dan tahan pemangkasan, perakarannya dalam, batang dan cabangnya keras sehingga tidak mudah patah serta tidak mudah terserang hama dan penyakit. Pohon rasamala (A.excelsa) merupakan tumbuhan utama hutan yang menjadi pohon pelindung tanaman kopi yang terdapat di KPH Bandung Selatan yang akan diteliti. 2.3 Model Arsitektur Pohon Arsitektur pohon merupakan gambaran morfologi pada suatu waktu yang merupakan fase pada saat tertentu dari suatu rangkaian seri pertumbuhan pohon, nyata dan dapat diamati setiap waktu (Arrijani et al. 2006b). Model arsitektur biasanya diterapkan untuk tumbuhan berhabitus pohon (Arrijani et al. 2006a). Model arsitektur pohon tertentu mempengaruhi translokasi air hujan menjadi laju

18 7 aliran batang, air tembus tajuk (curahan tajuk), infiltrasi dan laju aliran permukaan pada suatu area yang terkait dengan peranan vegetasi dalam mengurangi laju erosi pada daerah tersebut. Halle & Oldeman (1975) menggolongkan pohon-pohon yang terdapat di dalam suatu komunitas hutan alam tropika berdasarkan pada kemampuan arsitektur, ukuran, dan keadaan biologi pohon menjadi 3 golongan pohon, yaitu: 1. Pohon pada masa mendatang (trees of future), yaitu pohon-pohon yang mempunyai kemampuan untuk berkembang lebih lanjut atau pada masa datang. Biasanya merupakan pohon kodominan dan akan menggantikan pohon yang sekarang dominan. 2. Pohon pada masa kini (trees of present), yaitu pohon-pohon yang sedang berkembang penuh dan merupakan pohon yang dominan. 3. Pohon pada masa lampau (trees of past), yaitu pohon-pohon yang sudah tua dan mengalami kerusakan dan selanjutnya akan mati. Biasanya pohonpohon ini sudah tidak produktif lagi. Di daerah tropika, dijumpai 23 model arsitektur yang meliputi berbagai jenis pohon dan tumbuhan hutan (Halle et al. 1978), beberapa bentuk model arsitektur pohon ditunjukkan pada Gambar 1. (a) (b) (c) (d) (e) (f) (g) Gambar 1 Model-model arsitektur pohon (a) Rauh, (b) Roux, (c) Prevost, (d) Troll, (e) Aubreville, (f) Scarrone, (g) Massart (Halle & Oldeman 1975).

19 8 Untuk menentukan model arsitektur pohon maka perlu dikenali terlebih dahulu bagian-bagian pohon dan sifat-sifatnya, yang meliputi: 1. Perkembangan batang pokok: simpodial dan monopodial 2. Perkembangan cabang a. Letak cabang: ritmik dan menerus b. arah pertumbuhan cabang: ortotropik dan plagiotropik c. pembagian meristem cabang atau ranting: Simpodial dan monopodial 3. Letak bunga atau perbungaan: bunga di ujung batang, cabang atau ranting (terminal) dan bunga di bagian samping batang, cabang atau ranting (bunga lateral) Dari 23 model arsitektur pohon tersebut dapat diklasifikasikan lagi ke dalam 4 kelompok, yaitu: 1. Pohon yang tidak bercabang, yaitu bagian vegetatif pohon hanya terdiri dari satu aksis dan dibangun oleh sebuah meristem soliter. Sebagai contoh yaitu model holtum dan model corner. 2. Pohon bercabang dengan aksis vegetatif yang ekivalen dan orthotropik, contohnya model tomlinson, model chamberlain, model leuwenberg dan model schoute. 3. Pohon bercabang dengan aksis vegetatif yang non ekivalen, contohnya model rauh, model cook, model kwan-koriba, model fagerlind, model petit, model aubreville, model theoretical, model scharrone, model attim, model nozeran, model massart dan model roux. 4. Pohon bercabang dengan aksis vegetatif campuran antara ekivalen dan non ekivalen. Contohnya model troll, model champagnant, dan model mangenot Model Arsiterktur pohon tidak bercabang Model arsitektur pohon tidak bercabang terdapat dua macam yaitu model holtum dan corner. Model holtum terdapat pada tumbuhan dengan sistem perbungaan terminal, batang lurus, tidak becabang dan monoaksial. Meristem apikal disusun dari satu atau lebih meristem lateral. Model holtum terdapat pada

20 9 tumbuhan herbaseus dengan batang monocarpik (Halle et al. 1978). Beberapa tumbuhan yang memiliki model arsitektur Holttum yaitu tumbuhan Monocotyledon antara lain Avagaceae, Bromeliaceae, Musaceae, Palmae, dan lain-lain. Tumbuhan dicotil yang memiliki model arsitektur holttum antara lain, Boraginaceae, Lopeliaceae, dan Rutaceae. Model arsitektur corner dimiliki oleh tumbuhan tropis modern. model arsitektur corner terdapat pada tumbuhan dengan batang monokarpik dengan pertumbuhan ritmik dan perbungaan lateral. beberapa famili tumbuhan yang memiliki model arsitektur corner antara lain: Cyatheaceae, Dicksionaceae, Cycadaceae, Liliaceae, Musaceae, Palmae, Phytelephasiceae, Anacardiaceae, Araliaceae, Cactaceae, Capparidaceae, Caricaceae, Compositaceae, Connaraceae, Flacourtiaceae dan lain-lain Model arsitektur pohon Bercabang dengan Aksis Vegetatif yang Ekivalen Pada model arsitektur ini tidak terdapat pembaian antara batang dengan cabang sehingga homogen dan orthtotropik. Terdapat beberapa macam model arsitektur yang terdapat pada pohon bercabang dengan aksis vegetatif yang ekivalen yaitu: 1. Pohon dengan percabangan yang terjadi di bagian bawah module, umumnya di bawah permukaan tanah (basitoni), pertumbuhan kontinu dan aksis berupa hapaxanthy atau pleonanthy disebut dengan model tomlinson. Contoh tumbuhan yang tergolong dalam model arsitektur ini adalah famili Musaceae, Labeliaceae, dan Arecaceae. 2. Model arsitektur pohon yang bercabang dengan aksis vegetatif yang ekivalen, homogen dan orthtotropik serta akrotoni (percabangan terjadi pada bagian distal dari permukaan tanah dengan bentuk percabangan dikotom) disebut dengan model schoute. Contoh tumbuhannya adalah Nympha fraticans. 3. Pohon dengan percabangan simpodium (aksis tunggal yang terbentuk dari kumpulan meristem lateral dalam suatu rangkaian) dan monokaulus yaitu pohon dengan batang tunggal yang dihasilkan oleh satu atau lebih

21 10 meristem apikal yang berfungsi sebagai suatu rangkaian. Pohon dengan deskripsi seperti ini disebut dengan model chamberlain. Contohnya adalah Cycas circinali (Cycadceae), Cordyline indivisa (Agavaceae) dan Talisia mollis ( Sapindaceae). 4. Model arsitektur pohon dengan aksis vegetatif yang ekivalen, homogen, orthotropik, akrotoni dan percabangan terdiri dari dua atau lebih cabang, disebut dengan model leeuwenberg. Contohnya adalah Dracaena draco (Agavaceae), Ricinus communis dan Manihot esculenta (Euphorbiaceae) Model Arsitektur Pohon Bercabang Dengan Aksis Vegetatif Non Ekivalen Tumbuhan dengan model arsitektur seperti ini kelihatan seperti tidak bercabang, poliaksial, aksis vegetatifnya tidak ekivalen. 1. Model arsitektur Mc Clure. Contohnya adalah Bambosa arundinaceae (Poaceae) dan Polygonum cuspiolatum (Polygonaceae). Model Mc Clure aksis vegetatifnya homogen (plagiotropik) atau heterogen (terdiferensiasi dalam bentuk aksis vegetatif plagiotropik dan orthotropik) dengan percabangan basitoni. 2. Model Kwan-Koriba, contohnya adalah Alstonia macrophyllum (Apocynaceae), Grossera vignei Hoyle. (Cochlospermaceae), dan lainlain. Model arsitektur ini mempunyai ciri-ciri poliaksial, aksis vegetatif tidak ekuivalen dan homogen atau heterogen, percabangan akrotoni dengan konstruksi modular, perbungaan terminal, percabangan terbatas dan simpodial. 3. Model Prevost. Contohnya Alstonia boonei (Apocynaceae), Cordia abyssinica (Boraginaceae), Euphorbia pulcherrima (Euphorbiaceae). Simpodial, batang pokok berbeda jelas dengan cabang, percabangan akrotoni dengan pola konstruksi modular, dan memiliki pola perbungaan terminal. 4. Theoretical Model I, yaitu pohon yang memiliki batang monopodial dengan pertumbuhan kontinyu, plagiotrop, dan perbungaan lateral.

22 11 5. Theoretical Model II, yaitu pohon yang pertumbuhan batangnya ritmik dan struktur artikulasi, plagiotropik, dan perbungaan lateral. Model arsitektur ini mirip dengan model arsitektur aubreville s dan model arsitektur prevost. yang termasuk dalam theoretical model ii ini adalah model scarrone, contohnya Mangifera indica. 6. Theoretical model III, yaitu pohon dengan batang monopodial dan pola pertumbuhan kontinyu. Percabangan tersusun secara kontinyu, orthotropik, perbungaan apikal. Beberapa model arsitektur pohon yang termasuk dalam moel teoretikal III yaitu; Model rauh yang terdistribusi pada beberapa famili diantaranya adalah Araucariaceae, Pinaceae, Legumonceae, Hammamelidae, dan lain-lain; model roux yang terdistribusi pada famili Rubiaceae contohnya kopi arabika (C. Arabica), famili Gnetaceae, dan lain-lain; model attim; model massart, model campagnant, model cook, model troll dan model mangenot Model Arsitektur Pohon Bercabang dengan Aksis Vegetatif Campuran Model arsitektur pohon ini memiliki aksis vegetatif campuran antara plagiotropik dan orthotropik dengan pola pertumbuhan primer. Aksis vegetatif campuran tersebut terjadi karena bentuk pertumbuhannya terjadi dalam dua tahap yaitu, tahapan permulaan terjadi pada bagian proksimal dengan bentuk orthotropik, dan tahapan kedua terjadi pada bagian distal dengan bentuk plagiotropik. Semua jenis tumbuhan seperti ini dinamai dengan model mangenot. Contohnya Dicranolepsis persei (Thymeleaceae) dan Gautteria sp. (Annonaceae). 2.4 Konservasi Tanah dan Air Tanah dan air mudah mengalami kerusakan atau terdegradasi. Arsyad (2005) menyatakan bahwa tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponen-komponen padat, cair dan gas, dan mempunyai sifat serta perilaku yang dinamis. Pendapat lain dikemukakan oleh Sutanto (2005) yang menyatakan bahwa tanah merupakan hasil transformasi zat-zat mineral dan bahan organik di muka daratan bumi. Sebagai sumber daya alam, tanah mempunyai dua fungsi di bidang pertanian, fungsi pertama yaitu sebagai matriks tempat tumbuhnya akar

23 12 dan tempat tersimpannya air tanah, fungsi yang kedua yaitu sebagai unsur hara bagi tumbuhan. Kerusakan tanah dapat terjadi oleh beberapa faktor, yaitu: 1. Kehilangan unsur hara dan bahan organik dari daerah perakaran 2. Terakumulasinya garam di daerah perakaran (salinisasi), terkumpulnya unsur atau senyawa racun bagi tumbuhan 3. Penjenuhan tanah oleh air (water logging) 4. Erosi Kerusakan sumber air yang terjadi berupa hilangnya atau mengeringnya mata air atau menurunnya kualitas air. Hilangnya atau mengeringnya mata air berkaitan erat dengan erosi, sedangkan penurunan kualitas air dapat disebabkan oleh kandungan sedimen serta unsur yang terbawa masuk akibat erosi. Konservasi tanah dalam arti luas adalah penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai denga syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Dalam arti sempit konservasi tanah diartikan sebagai upaya untuk mencegah kerusakan tanah oleh erosi dan memperbaiki tanah yang rusak oleh erosi. Konservasi air pada prinsipnya adalah penggunaan air hujan untuk pertanian seefisien mungkin dan mengatur waktu aliran agar tidak terjadi banjir dan terdapat cukup air pada waktu musim kemarau. Konservasi tanah dan koservasi air merupakan dua hal yang berkaitan erat. Berbagai tindakan konservasi tanah juga merupakan tindakan konservasi air. Hutan memiliki peran penting dalam usaha konservasi tanah dan air. Tumbuh-tumbuhan yang terdapat pada kawasan yang tidak terganggu mempunyai peranan sebagai berikut, daya tahan dari daun-daunan dan ranting tumbuhan terhadap curah hujan dapat menahandaya tumbuk air hujan ke permukaan tanah dan menghambat aliran permukaan (run off), dengan adanya humus juga memperkecil laju aliran permukaan, akar-akar tumbuhan akan mengikat butirbutir tanah sehingga sulit dihancurkan dan porositas tanah terhadap air akan menjadi lebih besar sehingga mengurangi erosi (Kartasapoetra 2005).

24 Erosi Erosi adalah hilangnya atau terkikisnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat oleh air atau angin. Erosi menyebabkan hilangnya lapisan tanah yang subur dan baik untuk pertumbuhan tanaman serta berkurangnya kemampuan tanah untu menyerap dan menahan air. Terdapat beberapa macam erosi, yaitu: 1. Erosi Geologi Erosi geologi adalah erosi yang terjadi sejak permukaan bumi terbentuk yang menyebabkan terkikisnya batuan sehingga terbentuk morfologi permukaan bumi yang seperti sekarang ini. Erosi ini tidak berbahaya karena lajunya seimbang dengan pembentukan tanah ditempat terjadinya erosi tersebut (Rahim 2006) 2. Erosi Normal Erosi normal atau erosi alami merupakan proses pengangkutan tanah atau bagian-bagian tanah yang terjadi dibawah keadaan alami. 3. Erosi Dipercepat Erosi dipercepat merupakan pengangkutan tanah dengan laju yang lebih cepat dari erosi normal dan lebih cepat dari pembentukan tanah, sebagai akibat perbuatan manusia. Menurut bentuknya, erosi dibedakan dalam erosi lembar, erosi alur, erosi parit, erosi tebing sungai, longsor dan erosi internal. Daerah yang paling banyak mengalami erosi umumnya terbatas pada daerah di dalam zona 40º lintang utara dan 40º lintang selatan. Di dalam zona ini, tanah-tanah di daerah tropika paling banyak tererosi. Keadaan iklim menentukan kecenderungan erosi karena mencerminkan tidak hanya besarnya dan pola curah hujan, tetapi juga menetukan jenis dan pertumbuhan vegetasi serta jenis tanah (Arsyad 2006). Rahim (2006) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi erosi tanah meliputi, hujan, angin, limpasan permukaan, jenis tanah, kemiringan lereng, penutupan tanah baik oleh vegetasi atau lainnya, dan ada atau tidaknya tindakan konservasi. Selain itu, hasil penelitian yang dilakukan oleh Tambunan (2004) mengenai pengaruh hujan maksimum terhadap erosi dengan parameter curah hujan dan jenis tanah, diperoleh hasil bahwa curah hujan maksimum dan jenis

25 14 tanah memberi pengaruh efektif terhadap erosi. Dari beberapa faktor tersebut Morgan (1988) mengelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu: 1. Kelompok Energi, merupakan kemampuan potensial hujan, limpasan permukaan, atau angin. Kemampuan ini disebut eriosivitas. 2. Kelompok kepekaan tanah (Erodibilitas) yang bergantung pada sifat fisika-mekanika dan kimia tanah. 3. Kelompok proteksi, bertitik tolak pada faktor-faktor yang berhubungan dengan penutupan tanah. Arsyad (2005) menyimpulkan bahwa erosi adalah akibat interaksi kerja antara faktor-faktor iklim, topografi, vegetasi, dan manusia terhadap tanah yang dinyatakan dalam persamaan berikut: E = f (i,r,v,t,m) Keterangan: E : Erosi f : faktor peubah i : iklim r : topografi v : vegetasi m: manusia Faktor iklim yang mepengaruhi erosi adalah hujan. Besarnya curah hujan, intensitas, dan distribusi hujan menentukan kekuatan dispersi hujan terhadap tanah, jumlah dan kekuatan aliran permukaan serta tingkat kerusakan erosi yang terjadi. Faktor topografi yang paling berpengaruh terhadap aliran permukaan dan erosi adalah kemiringan dan panjang lereng. Unsur topografi lain yang mungkin berpengaruh adalah konfigurasi, keseragaman dan arah lereng. Faktor vegetasi mempengaruhi siklus hidrologi melalui air hujan. Vegetasi merupakan lapisan pelindung antara atmosfer dan tanah. 2.5 Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) merupakan salah satu program pembangunan kehutanan. Latar belakang diadakannya program PHBM adalah untuk mengimplementasikan pengelolaan hutan lestari

26 15 dengan melibatkan peran masyarakat melalui sistem pengelolaan hutan bersama masyarakat. Program ini dilakukan untuk mengoptimalkan kelanjutan fungsi dan manfaat sumber daya hutan. Dengan adanya program PHBM diharapkan mampu memfasilitasi kegiatan pengelolaan hutan bersama masyarakat pada kawasan hutan dengan memperhatikan kondisi sumber daya hutan dan kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat (DEPHUT 2005). Area PHBM itu sendiri merupakan bagian dari hutan lindung yang dikelola bersama masyarakat. Berdasarkan Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang kehutanan, hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai pelindung sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) adalah sistem pengelolaan sumberdaya hutan dengan pola kolaborasi yang bersinergi antara Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan atau pihak yang berkepentingan dalam upaya mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan yang optimal. Sistem PHBM dibentuk untuk memberikan arah pengelolaan sumberdaya hutan dengan memadukan aspek ekonomi, ekologi, dan sosial secara proporsional dan profesional ( Hasil penelitian Susilowati (2007) menyatakan bahwa sistem PHBM efektif dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan dan melestrikan hutan. Jatminingsih (2009) semakin menguatkan pernyataan tersebut, berdasarkan penelitiannya bahwa dengan adanya sistem PHBM di KPH Kendal, terjadi penurunan gangguan hutan yang signifikan.

27 16 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Agustus 2010 hingga bulan Januari 2011, yang berlokasi di area hutan lindung dan area PHBM petak 28 RPH Gambung, serta di lahan terbuka milik masyarakat yang berada didekat petak 28 RPH Gambung Desa Cibodas, KPH Bandung selatan- Jawa barat. 3.2 Alat-alat dan Bahan Peralatan yang digunakan antara lain, meteran, tali plastik (tali rapia), patok, milimeter block, alat tulis, seng, bak penampung, drum, pipa/ pralon, selang plastik, abney level, ombrometer, kompas, mistar dan kamera. Sedangkan bahan atau objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah area PHBM dengan tegakan utama rasamala (A. excelsa Noronha.) dan yang ditanami kopi, hutan serta lahan terbuka. 3.3 Metode Analisis vegetasi Analisis vegetasi pada area PHBM dan hutan lindung dilakukan menggunakan metode kuadrat, dengan membuat petak-petak kuadrat berukuran 20 m x 20 m untuk pohon, 10 m x 10 m untuk tiang, 5 m x 5 m untuk sapihan dan 2 m x 2 m untuk anakan (Gambar 2). Penentuan jenis tumbuhan (pohon/ tiang/ sapihan/ anakan) dilakukan dengan mengukur diameter setinggi dada. T Keterangan: T : Trees (pohon) P : Pole (Tiang) P Sp : Sapling (Sapihan) Sp Sd : Seedling (Anakan) S Gambar 2 Petak kuadrat yang digunakan pada analisis vegetasi di area PHBM dan hutan.

28 17 Pada lahan terbuka analisis vegetasi bawah (tumbuhan bawah) dilakukan dengan metode line intercept. Metode line intercept dilakukan dengan cara menarik garis transek sepanjang 20 m yang dibagi dalam 10 interval. Masingmasing interval berukuran 2 m. Setiap individu yang tersinggung garis transek dalam tiap interval dicatat nama jenis dan jumlahnya (Aththorick 2005). Identifikasi untuk menentukan nama ilmiah dan nama lokal masingmasing tumbuhan yang ditemukan dilakukan secara langsung dilokasi penelitian. Untuk species tumbuhan yang belum diketahui nama latinnya, dilakukan koleksi terhadap sampel tumbuhan tersebut dan identifiaksai dilakukan di Herbarium Bogoriense. Selanjutnya dilakukan analisis data sehingga diperoleh nilai kerapatan jenis (KR), Frekuensi relatif (FR), dominansi relatif (DR) dan index nilai penting (INP) (Mueller & Ellenberg. 1974). KM = J J KR = K K Χ 100 FM = J J FR = F F Χ 100 DM = Jumlah luas bidang dasar suatu jenis i DR = J J Χ 100 INP = KR + FR + DR Identifikasi model arsitektur pohon Penentuan model arsitektur dilakukan dengan mencatat ciri-ciri pohon yang sudah tumbuh dan diidentifikasi model arsitektur pohon menggunakan kunci identifikasi Halle et al (1978) (Lampiran 1). Metode identifikasi model arsitektur dilakukan dengan mencocokakan ciri-ciri morfologi pohon dengan kunci identifikasi model arsitektur pohon dengan memperhatikan beberapa parameter, yaitu: 1. Bentuk pertumbuhan batang 2. Bentuk dan susunan cabang pada batang 3. Bentuk dan susunan cabang pada cabang lateral

29 18 4. Posisi organ seksual (Perbungaan) 5. Tinggi batang bebas cabang Pengamatan parameter konservasi tanah dan air 1. Pngukuran Curah Hujan Curah hujan diukur menggunakan ombrometer (Gambar 3) yang ditempatkan pada lahan terbuka yang tidak terdapat tumbuhan tinggi, sehingga air hujan langsung tertampung dalam ombrometer. Gambar 3 Ombrometer untuk mengukur curah hujan yang diletakkan di lahan tanpa tegakan pohon di area penelitian RPH Gambung. 2. Pengukuran laju aliran batang (stem flow) Laju aliran batang diukur dengan membuat saluran berbentuk spiral yang melilit batang dengan selang yang bermuara pada bak penampungan (Gambar 4). Jumlah aliran batang diperoleh dari rumus berikut ini: Sfi = Vi/Li Keterangan: Sfi: Tinggi aliran batang ke-i Vi : Volume aliran batang ke-i Li : Luas tajuk pohon ke-i

30 19 Gambar 4 Pengukuran aliran batang pada pohon rasamala (A. excelsa) di area PHBM rasamala RPH Gambung. 3. Pengukuran curahan tajuk (trough fall) Pengukuran curahan tajuk dilakukan dengan merentangkan plastik yang diletakkan di bawah tajuk pohon yang diamati. Plastik tersebut berukuran 1 m x 1 m yang ditumpu oleh 4 patok dengan tinggi masingmasing 1 m. Bagian tengah plastik diberi lubang sehingga air yang tertampung pada permukaan plastik dapat mengalir ke bak penampungan (Gambar 5). Gambar 5 Pengukuran curahan tajuk pada pohon rasamala (A. excelsa) di area PHBM rasamala RPH Gambung.

31 20 Jumlah curahan tajuk dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut ini: Tfi = Vi/Li Keterangan: Tfi : Tinggi curahan tajuk ke-i Vi: Volume Curah hujan ke-i Li : Luas penampungan ke-i 4. Pengukuran laju aliran permukaan (run of) dan laju erosi tanah Pengukuran laju aliran permukaan (run of) dan laju erosi dilakukan dengan membuat petak sampel dengan ukuran 4 m x 12 m yang memanjang searah lereng pada kemiringan lereng yang seragam yaitu lebih dari 36% (Gambar 6). Abney level digunakan untuk mengukur kemiringan lahan. Panjang petak searah lereng dan lebar petak memotong lereng atau searah kontur. Petak ini bermuara pada bak penampungan, sehingga tanah yang terbawa oleh aliran permukaan tertampung. Tanah dan air yang terbawa aliran permukaan ditampung pada bak penampungan yang sudah dilubangi dengan diameter sebanyak 11 pada area PHBM dan hutan, sedangkan untuk petak erosi pada lahan terbuka bak penampung diberi lubang sebanyak 15. Pemberian lubang pada bak penampungan bertujuan agar ketika curah hujan tinggi, air yang tertampung tidak meluap. 4 meter 12 meter Kemiringan lereng Bak penampung 1 Bak penampung 2 Gambar 6 Petak pengukuran erosi dan aliran permukaan pada area penelitian di RPH Gambung.

32 21 Laju aliran permukaan diukur dengan menjumlahkan volume air pada bak penampungan ke-1 dengan volume air pada bak penampungan ke-2 sebagaimana terlihat pada rumus berikut ini: Vpu = V V 2 Keterangan: Vpu : Volume aliran permukaan dari setiap petak ukur V 1 dan V 2 : volume aliran permukaan dari bak penampungan ke- 1 dan ke-2 Laju erosi tanah dilakukan dengan menimbang tanah yang terbawa pada laju aliran permukaan. Penimbangan bobot tanah dilakukan dengan mengambil contoh air dari drum pada masing-masing petak sebanyak 1 liter. Sebelum diambil, air yang tertampung dalam drum penampungan diaduk terlebih dahulu supaya homogen. Sampel air ditimbang untuk mengetahui bobot basahnya. Sampel air kemudian disaring dan dikeringkan dengan oven pada suhu 80 ºC sampai bobotnya konstan. Bobot tanah yang tererosi dapat diketaahui melalui perhitungan berikut: 1 2 keterangan: Wtc : Bobot tanah tererosi (g) W1 : Bobot tanah dalam bak penampung 1 W2 : Bobot tanah dalam bak penampung 2 2 Vd : Volume air dalam drum (L) Vs : Volume air yang tersaring (L) Wksc : Bobot kertas saring beserta endapan (g) Wks : Bobot kertas saring (g)

33 22 5. Analisis Tanah Analisis tanah dilakukan di laboratorium analisis tanah Badan Penelitian Tanah Departemen Pertanian, Bogor. Analisis tanah dilakukan untuk mengetahui sifat fisika dan kimia tanah pada masing-masing area. Metode pengambilan sampel tanah dilakukan secara purposive Analisis Data Analisis data dilakukan dengan metode analisis komponen utama/ Principle componen analysis (PCA) untuk mengetahui komponen utama yang paling berpengaruh terhadap terjadinya erosi.

34 23 BAB IV HASIL 4.1 Hasil Analisis Vegetasi Hasil analisis vegetasi yang dilakukan pada area PHBM menunjukkan bahwa rasamala (A. excelsa) merupakan tumbuhan yang dominan pada fase pohon, hal ini ditunjukkan dengan indeks nilai penting (INP) yang tinggi. Rasamala (A. excelsa) juga merupakan tumbuhan yang dominan pada area hutan. Terdapat perbedaan jumlah individu antara tumbuhan rasamala yang terdapat pada area PHBM dengan jumlah individu rasamala (A. excelsa) yang terdapat pada area hutan (Tabel 1). Tabel 1 Hasil analisis vegetasi pada areal penelitian No Areal Penelitian Tingkat vegetasi Jenis tumbuhan ΣN INP (%) Keterangan 1 Hutan Pohon Altingia excels Noronha Tertinggi lindung Castanopsis argentea Korth Terendah Tiang Piper aduncum L Tertinggi Schima wallichii Korth Terendah Sapihan Agathis dammara L Tertinggi Villebrunea rubescens Terendah Blume. Anakan Aneilema nudiflorum (L.)R.Br Tumbuhan Oplismenus compositus Tertinggi bawah (L.)P.Beauv Bidens pilosa L Terendah 2 PHBM Pohon A. excelsa Noronha Tertinggi Rasamala S. wallichii Korth Terendah Anakan Coffea arabica L Tertinggi A. nudiflorum (L.) R.Br Terendah Tumbuhan O. compositus (L.)P.Beauv Tertinggi bawah Crassocephalum Terendah crepidiodes Benth. 3 Lahan Tumbuhan Ageratum conyzoides L Tertinggi terbuka bawah Saliara Terendah ΣN : Jumlah individu

35 24 Puspa (Schima wallichii) merupakan jenis tumbuhan pada fase pohon dengan INP yang rendah pada area PHBM yaitu 30.65% (Tabel 1). Pada area hutan Puspa (S. wallichii) memiliki INP tertinggi kedua setelah rasamala (A. excelsa), sehingga puspa (S. wallichii) merupakan tumbuhan kodominan pada area hutan. Sedangkan jenis tumbuhan dengan INP terendah pada fase pohon di area hutan adalah saninten (Castanopsis argentea) dengan INP 20.30% (Lampiran 2). Pada area PHBM tidak terdapat tumbuhan pada fase tiang dan sapihan. Berbeda dengan area PHBM, pada area hutan terdapat tumbuhan pada fase tiang dan sapihan. Tumbuhan pada fase tiang yang dominan di area hutan yaitu Seserehan (Piper aduncum). Damar (Agathis dammara) adalah jenis tumbuhan yang dominan pada fase sapihan yang terdapat di area hutan (Tabel 1). Pada area PHBM terdapat dua jenis tumbuhan pada fase anakan, yaitu kopi arabika (C. arabica) dan gewor (Aneilema nudiflorum). Dari dua jenis tumbuhan tersebut, kopi arabika merupakan jenis yang dominan dengan INP 125% (Lampiran 2). Sedangkan pada area hutan terdapat 7 jenis tumbuhan yang termasuk fase anakan dan memiliki INP yang sama (28.57%). Tumbuhan fase anakan pada area hutan tersebut adalah bubuay (Plectocomia elongate), gewor (Aneilema nudiflorum), huru (Litsea umbellate), kareumbi (Homalanthus populneus), kihampelas (Ficus ampelas), kitoke (Archidendron clypearia), dan suangkung (Caryota mitis) (Lampiran 3). Hasil analisis vegetasi tumbuhan bawah pada area PHBM, hutan dan lahan terbuka menunjukkan hasil yang berbeda. Terdapat 23 jenis tumbuhan bawah pada area PHBM dengan jenis yang dominan adalah Jampang piit (Oplismenus compositus) yang memiliki INP sebesar 43.39% (Lampiran 4 dan 5). Jumlah jenis tumbuhan bawah pada area PHBM tersebut lebih banyak dari jumlah jenis tumbuhan bawah yang terdapat di area hutan dan lahan terbuka. Terdapat 18 jenis tumbuhan bawah pada area hutan, dan jenis yang dominan adalah jampang piit (O. compositus) dengan INP 44.91% (Lampiran 6). Tumbuhan bawah yang terdapat di lahan terbuka terdiri dari 20 jenis, dengan jenis yang dominan adalah babadotan (Ageratum conyzoides) yang memiliki INP 50.20% (Lampiran 7 dan 8).

36 Hasil Identifikasi Model Arsitektur Pohon Berdasarkan hasil identifikasi model arsitektur pohon, hanya terdapat 1 jenis model arsitektur pohon pada area PHBM yaitu model arsitektur rauh. Tumbuhan rasamala (A. excelsa) pada area PHBM diketahui memiliki model arsitektur pohon jenis rauh. Begitu pula dengan pohon puspa (S. wallichii) memiliki model arsitektur jenis rauh. Pada area hutan terdapat 5 jenis model arsitektur pohon yang ditemukan, yaitu model arsitektur rauh, prevost, roux, attims, dan stone (Tabel 2). Tabel 2 Model arsitektur pohon pada vegetasi di area hutan Nama local Nama spesies Model arsitektur Puspa S. wallichii Korth. Rauh Kibancet Turpinia sphaerocarpa Hassk. Prevost Kokopian Plectronia glabra Benth.&Hook.f.ex Roux Kihonje Pittosporum ferrugineum W.T.Aiton Attims Huru batu Litsea noronhae Blume. Rauh Rasamala A. excelsa Noronha. Rauh Saninten C. argentea Korth. Stone Tumbuhan rasamala (A. excelsa) dan puspa (S. wallichii) memiliki model arsitektur pohon rauh karena memiliki batang monopodial dengan pola pertumbuhan ritmik, percabangan orthotropik, cabang yang tumbuh identik dengan batang (ekivalen), serta perbungaan lateral. Model arsitektur pohon jenis prevost yang ditemukan pada vegetasi di area hutan memiliki ciri-ciri batang yang simpodial, pola percabangan plagiotropik, memiliki aksis hapaxanthy (setiap module yang tumbuh memiliki perbungaan terminal). Model arsitektur roux pada pohon kokopian (P. glabra) memiliki ciri-ciri batang monopodial, pola percabangan kontinyu, plagiotrop, dan sistem pembungaan lateral. Pohon Kihonje (P. ferrugineum) memiliki model arsitektur jenis attims karena pohon kihonje memiliki cir-ciri batang monopodial, percabangan kontinyu, dan sistem pembungaan lateral. Model arsitektur pohon stone pada pohon saninten (C. argentea) memiliki ciri-ciri batang monopodial namun percabangan simpodial, pola pertumbuhan batang kontinyu, orthotropik, dan sistem pembungaan terminal.

37 Hasil Pengukuran Parameter Konservasi Tanah dan Air Curah hujan Total kejadian hujan yang terjadi pada bulan Oktober 2010 hingga Januari 2011 sebanyak 34 kali (Lampiran 9). Intensitas hujan untuk setiap kejadian hujan sangat beragam. Dari 34 kejadian hujan, Hanya terdapat beberapa kejadian hujan yang tergolong dalam hujan deras, sebagaimana terlihat pada Gambar Curah Hujan (mm) Kejadian hujan Gambar 7 Curah hujan yang terjadi selama bulan Oktober 2010 hingga bulan Januari Jumlah curah hujan yang terjadi pada 34 kali kejadian hujan adalah mm. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Desember 2010, sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan Oktober Curah hujan terendah terjadi pada kejadian hujan ke-6 dengan curah hujan mm. Sedangkan curah hujan tertinggi terjadi pada kejadian hujan ke-24, 25, 26, dan 27, dengan curah hujan masing-masing mm, mm, mm, dan mm Curahan Tajuk Curahan tajuk diukur setiap kejadian hujan, sehingga terdapat 34 data curahan tajuk yang diperoleh selama pengamatan. Pada curah hujan mm, curahan tajuk yang terjadi di area PHBM yaitu mm dan rata-rata mm. Curahan tajuk pada area PHBM lebih rendah dari pada curahan tajuk yang terjadi di hutan yaitu mm dan rata-rata mm (Lampiran 10 dan 11). Selisih antara curahan tajuk yang terjadi pada area PHBM dan hutan sebesar 0.34 mm (Tabel 3).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rasamala (Altingia excelsa Noronha.) Rasamala (A. excelsa) tumbuh optimal hingga ketinggian 1.700 m dpl. Tinggi pohon rasamala (A. excelsa) dapat mencapai lebih dari 45 m.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Vegetasi HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis vegetasi pada ekosistem PHBM, ekosistem hutan dan ekosistem tanpa tegakan seperti dijelaskan pada Lampiran 1, 2 dan 3, didapatkan secara

Lebih terperinci

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

METODE Waktu dan Tempat Metode Penelitian Analisis Vegetasi

METODE Waktu dan Tempat Metode Penelitian Analisis Vegetasi METODE Waktu dan Tempat Pengumpulan data dilakukan di ekosistem program PHBM di RPH Gambung petak 27, KPH Bandung Selatan (S 07 0 07 25.1 E 107 0 30 35.2, ketinggian 1246 mdpl), kemiringan lereng 36% pada

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu Dan Tempat penelitian

METODE PENELITIAN. Waktu Dan Tempat penelitian METODE PENELITIAN Waktu Dan Tempat penelitian Tempat penelitian adalah kebun campur Sumber Tirta Senjoyo Desa Tegalwaton Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang Jawa Tengah. Penelitian dilakukan pada Oktober

Lebih terperinci

KAJIAN PROFIL VEGETASI TERHADAP KONSERVASI AIR (ALIRAN BATANG, CURAHAN TAJUK, DAN INFILTRASI) DI KEBUN CAMPUR SUMBER TIRTA SENJOYO SEMARANG

KAJIAN PROFIL VEGETASI TERHADAP KONSERVASI AIR (ALIRAN BATANG, CURAHAN TAJUK, DAN INFILTRASI) DI KEBUN CAMPUR SUMBER TIRTA SENJOYO SEMARANG KAJIAN PROFIL VEGETASI TERHADAP KONSERVASI AIR (ALIRAN BATANG, CURAHAN TAJUK, DAN INFILTRASI) DI KEBUN CAMPUR SUMBER TIRTA SENJOYO SEMARANG IRFIAH FIROROH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Analisis Vegetasi 5.2 Model Arsitektur Pohon

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Analisis Vegetasi 5.2 Model Arsitektur Pohon 31 BAB V PEMBAHASAN 5.1 Analisis Vegetasi Analisis vegetasi dilakukan dengan tahapan : menghitung nilai kerapatan relatif (KR), frekuensi relatif (FR), dan dominasi relatif (DR) yang penjumlahannya berupa

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian adalah kawasan Hutan Pusat Konservasi Alam Bodogol (PPKAB) Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP), di Kabupaten Sukabumi,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Model Arsitektur Pohon

TINJAUAN PUSTAKA Model Arsitektur Pohon TINJAUAN PUSTAKA Model Arsitektur Pohon Arsitektur pohon merupakan gambaran morfologi pada suatu waktu yang merupakan suatu fase pada saat tertentu dari suatu rangkaian seri pertumbuhan pohon, nyata dan

Lebih terperinci

HUBUNGAN MODEL ARSITEKTUR MASSART DARI POHON

HUBUNGAN MODEL ARSITEKTUR MASSART DARI POHON HUBUNGAN MODEL ARSITEKTUR MASSART DARI POHON Agathis dammara L.C.Richard DENGAN KONSERVASI TANAH DAN AIR DI RPH GAMBUNG PETAK 27 AREA PHBM, KPH BANDUNG SELATAN NOVI RIZAL UMAM SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fungsi utama, yaitu sebagai sumber unsur hara bagi tumbuhan dan sebagai matriks

BAB I PENDAHULUAN. fungsi utama, yaitu sebagai sumber unsur hara bagi tumbuhan dan sebagai matriks BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponenkomponen padat, cair dan gas, dan mempunyai sifat serta perilaku yang dinamik (Arsyad, 1989).

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kebun Campur Struktur dan Komposisi vegetasi

TINJAUAN PUSTAKA Kebun Campur Struktur dan Komposisi vegetasi TINJAUAN PUSTAKA Kebun Campur Kebun Campur di Pulau Jawa disebut kebun perkarangan. Foresta et.al (2000) menyebutkan kebun perkarangan di Pulau Jawa memadukan tanaman bermanfaat asal hutan dengan tanaman

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Pengambilan Data Metode Pengumpulan Data Vegetasi :

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Pengambilan Data Metode Pengumpulan Data Vegetasi : METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Agustus 2008 sampai dengan Februari 2009. Penelitian dilakukan di rumah kaca Departemen Silvikultur Fakultas Kehutaan Institut

Lebih terperinci

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN Penanggulangan Kerusakan Lahan Akibat Erosi Tanah OLEH: RESTI AMELIA SUSANTI 0810480202 PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Lebih terperinci

KORELASI ARSITEKTUR POHON MODEL RAUH DARI JENIS

KORELASI ARSITEKTUR POHON MODEL RAUH DARI JENIS KORELASI ARSITEKTUR POHON MODEL RAUH DARI JENIS Pinus merkusii Junghuhn & de Vriese DENGAN KONSERVASI TANAH DAN AIR DI AREA PHBM YANG DITANAMI Coffea arabica L. RPH GAMBUNG KPH BANDUNG SELATAN RITA SUGIHARTI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taman Nasional Way Kambas Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan lindung. Pendirian kawasan pelestarian alam Way Kambas dimulai sejak tahun 1936

Lebih terperinci

HASIL Keadaan Umum Lokasi Penelitian Status Kawasan Luas dan Batas Wilayah

HASIL Keadaan Umum Lokasi Penelitian Status Kawasan Luas dan Batas Wilayah 27 HASIL Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kawasan arboretum Anggori di buka sejak tahun 1959 pada masa pemerintahan kolonial Belanda. Saat itu pihak pemerintah Kolonial Belanda mempunyai tujuan membuka kawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Menurut Bocco et all. (2005) pengelolaan sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Menurut Bocco et all. (2005) pengelolaan sumber daya alam BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sumber daya alam merupakan suatu bentuk kekayaan alam yang pemanfaatannya bersifat terbatas dan berfungsi sebagai penunjang kesejahteraan makhluk hidup khususnya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya lahan merupakan komponen sumberdaya alam yang ketersediaannya sangat terbatas dan secara relatif memiliki luas yang tetap serta sangat bermanfaat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hutan dapat dipandang sebagai suatu sistem ekologi atau ekosistem yang sangat. berguna bagi manusia (Soerianegara dan Indrawan. 2005).

I. PENDAHULUAN. hutan dapat dipandang sebagai suatu sistem ekologi atau ekosistem yang sangat. berguna bagi manusia (Soerianegara dan Indrawan. 2005). I. PENDAHULUAN Hutan adalah masyarakat tetumbuhan dan hewan yang hidup di lapisan permukaan tanah yang terletak pada suatu kawasan, serta membentuk suatu kesatuan ekosistem yang berada dalam keseimbangan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang karakteristik habitat Macaca nigra dilakukan di CA Tangkoko yang terletak di Kecamatan Bitung Utara, Kotamadya Bitung, Sulawesi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Dalam konteksnya sebagai sistem hidrologi, Daerah Aliran Sungai didefinisikan sebagai kawasan yang terletak di atas suatu titik pada suatu sungai yang oleh

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan di perkebunan kopi Sumber Rejo Way Heni

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan di perkebunan kopi Sumber Rejo Way Heni III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di perkebunan kopi Sumber Rejo Way Heni Lampung Barat pada bulan Juni sampai bulan Oktober 2012. Penelitian ini berada

Lebih terperinci

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan Latar Belakang Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang utama memegang posisi penting dalam kelestarian lingkungan. Kemerosotan kemampuan tanah yang ditunjukkan dengan meningkatnya laju erosi dari

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI DI KEBUN CAMPUR SENJOYO SEMARANG JAWA TENGAH SERTA UJI LABORATORIUM ANAKAN MAHONI

PRODUKTIVITAS SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI DI KEBUN CAMPUR SENJOYO SEMARANG JAWA TENGAH SERTA UJI LABORATORIUM ANAKAN MAHONI PRODUKTIVITAS SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI DI KEBUN CAMPUR SENJOYO SEMARANG JAWA TENGAH SERTA UJI LABORATORIUM ANAKAN MAHONI ( Swietenia macrophylla King ) PADA BERAGAM DOSIS KOMPOS YANG DICAMPUR EM4 Sita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan akan lahan untuk berbagai kepentingan manusia semakin lama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan akan lahan untuk berbagai kepentingan manusia semakin lama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan lahan untuk berbagai kepentingan manusia semakin lama semakin meningkat. Seiring dengan semakin meningkatnya populasi manusia. Dengan kata lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hujan adalah jatuhnya air hujan dari atmosfer ke permukaan bumi dalam wujud cair maupun es. Hujan merupakan faktor utama dalam pengendalian daur hidrologi di suatu

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Konservasi Lahan Sub DAS Lesti Erni Yulianti PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Erni Yulianti Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di dua tempat yaitu pengambilan data di lapangan dilakukan di sempadan muara Kali Lamong dan Pulau Galang, serta pengolahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan bagian bentang alam (landscape) yang mencakup komponen fisik yang terdiri dari iklim, topografi (relief), hidrologi dan keadaan vegetasi alami (natural

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Model Arsitektur Pohon

TINJAUAN PUSTAKA Model Arsitektur Pohon 7 TINJAUAN PUSTAKA Model Arsitektur Pohon Gambaran morfologi pohon memunculkan sifat pada waktu dan fase tertentu dari suatu rangkaian seri pertumbuhan, nyata dan dapat diamati setiap waktu disebut arsitektur

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas, 16 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas, Resort Way Kanan, Satuan Pengelolaan Taman Nasional 1 Way Kanan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam daur hidrologi, energi panas matahari dan faktor faktor iklim

BAB I PENDAHULUAN. Dalam daur hidrologi, energi panas matahari dan faktor faktor iklim BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam daur hidrologi, energi panas matahari dan faktor faktor iklim lainnya menyebabkan terjadinya proses evaporasi pada permukaan vegetasi tanah, di laut atau badan-

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejak awal kehidupan manusia, sumberdaya alam sudah merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejak awal kehidupan manusia, sumberdaya alam sudah merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak awal kehidupan manusia, sumberdaya alam sudah merupakan sumber kehidupan manusia dan sebagai pendukung kelangsungan hidup manusia sekaligus merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lingkungan hidup menyediakan sumberdaya alam bagi kelangsungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lingkungan hidup menyediakan sumberdaya alam bagi kelangsungan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan hidup menyediakan sumberdaya alam bagi kelangsungan hidup manusia, berupa sumberdaya hutan, tanah, dan air. Antara manusia dan lingkungan hidupnya

Lebih terperinci

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau, pada 3 tipe penggunaan lahan gambut yaitu; Hutan Alam, Kebun Rakyat dan Areal HTI Sagu, yang secara geografis

Lebih terperinci

MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI

MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT

Lebih terperinci

ANGKA BENTUK DAN MODEL VOLUME KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT DIANTAMA PUSPITASARI

ANGKA BENTUK DAN MODEL VOLUME KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT DIANTAMA PUSPITASARI ANGKA BENTUK DAN MODEL VOLUME KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT DIANTAMA PUSPITASARI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS.

BAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan hujan tropis merupakan salah satu tipe ekosistem hutan yang sangat produktif dan memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi. Kawasan ini terletak di

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang 1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Erosi adalah proses terkikis dan terangkutnya tanah atau bagian bagian tanah oleh media alami yang berupa air. Tanah dan bagian bagian tanah yang terangkut dari suatu

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di dalam areal Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT. Sari Bumi Kusuma, Unit S. Seruyan, Kalimantan Tengah. Areal hutan yang dipilih untuk penelitian

Lebih terperinci

Dampak pada Tanah, Lahan dan Ruang Dampak pada Komponen Udara Dampak pada Kualitas Udara Dampak pada Komponen Iklim Dampak pada Fauna dan Flora

Dampak pada Tanah, Lahan dan Ruang Dampak pada Komponen Udara Dampak pada Kualitas Udara Dampak pada Komponen Iklim Dampak pada Fauna dan Flora AMDAL (AGR77) Dampak pada Tanah, Lahan dan Ruang Dampak pada Komponen Udara Dampak pada Kualitas Udara Dampak pada Komponen Iklim Dampak pada Fauna dan Flora Dampak pada Komponen Iklim Dampak pada Hidroorologis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Pada saat jagung berkecambah, akar tumbuh dari calon akar yang berada dekat ujung biji yang menempel pada janggel, kemudian memanjang dengan diikuti oleh akar-akar samping.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Erosi Erosi adalah hilangnya atau terkikisnya tanah dari suatu tempat ke tempat lain melalui media air atau angin. Erosi melalui media angin disebabkan oleh kekuatan angin sedangkan

Lebih terperinci

KAJIAN ARSITEKTUR POHON MODEL RAUH DALAM UPAYA KONSERVASI AIR DAN TANAH: STUDI KASUS

KAJIAN ARSITEKTUR POHON MODEL RAUH DALAM UPAYA KONSERVASI AIR DAN TANAH: STUDI KASUS KAJIAN ARSITEKTUR POHON MODEL RAUH DALAM UPAYA KONSERVASI AIR DAN TANAH: STUDI KASUS Altingia excelsa Noronha DAN Schima wallichii (DC.) Korth DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO ENI NURAENI SEKOLAH

Lebih terperinci

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM Muhdi Staf Pengajar Program Studi Teknologi Hasil Hutan Departemen Kehutanan USU Medan Abstract A research was done at natural tropical

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Vegetasi Hutan Hutan merupakan ekosistem alamiah yang sangat kompleks mengandung berbagai spesies tumbuhan yang tumbuh rapat mulai dari jenis tumbuhan yang kecil hingga berukuran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Jagung (Zea Mays L.) Jagung (Zea mays L) adalah tanaman semusim dan termasuk jenis rumputan/graminae yang mempunyai batang tunggal, meski terdapat kemungkinan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Terdegradasi ,

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Terdegradasi , II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Terdegradasi Degradasi lahan adalah proses menurunnya kapasitas dan kualitas lahan untuk mendukung suatu kehidupan (FAO 1993). Degradasi lahan mengakibatkan hilang atau

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumberdaya alam merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu ekosistem, yaitu lingkungan tempat berlangsungnya hubungan timbal balik antara makhluk hidup yang

Lebih terperinci

KAJIAN EROSI DAN ALIRAN PERMUKAAN PADA BERBAGAI SISTEM TANAM DI TANAH TERDEGRADASI SKRIPSI. Vivin Alviyanti NIM

KAJIAN EROSI DAN ALIRAN PERMUKAAN PADA BERBAGAI SISTEM TANAM DI TANAH TERDEGRADASI SKRIPSI. Vivin Alviyanti NIM KAJIAN EROSI DAN ALIRAN PERMUKAAN PADA BERBAGAI SISTEM TANAM DI TANAH TERDEGRADASI SKRIPSI Diajukan Guna Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk Menyelesaikan Program Studi Ilmu Tanah (

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 13 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2010 sampai Desember 2011 dan terbagi menjadi 2 tempat yakni lapang dan laboratorium. Kegiatan penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan pada bulan Agustus sampai November 2011 yang berada di dua tempat yaitu, daerah hutan mangrove Wonorejo

Lebih terperinci

MODEL ALOMETRIK BIOMASSA PUSPA (Schima wallichii Korth.) BERDIAMETER KECIL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI RENDY EKA SAPUTRA

MODEL ALOMETRIK BIOMASSA PUSPA (Schima wallichii Korth.) BERDIAMETER KECIL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI RENDY EKA SAPUTRA MODEL ALOMETRIK BIOMASSA PUSPA (Schima wallichii Korth.) BERDIAMETER KECIL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI RENDY EKA SAPUTRA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai dan Permasalahannya Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Degradasi lahan atau kerusakan lahan merupakan faktor utama penyebab

I. PENDAHULUAN. Degradasi lahan atau kerusakan lahan merupakan faktor utama penyebab I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Degradasi lahan atau kerusakan lahan merupakan faktor utama penyebab menurunnya produktivitas suatu lahan. Degradasi lahan adalah kondisi lahan yang tidak mampu menjadi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan bagi kelangsungan hidup seluruh makhluk, terutama manusia. Dua pertiga wilayah bumi terdiri dari lautan

Lebih terperinci

KERAGAMAN JENIS ANAKAN TINGKAT SEMAI DAN PANCANG DI HUTAN ALAM

KERAGAMAN JENIS ANAKAN TINGKAT SEMAI DAN PANCANG DI HUTAN ALAM KARYA TULIS KERAGAMAN JENIS ANAKAN TINGKAT SEMAI DAN PANCANG DI HUTAN ALAM OLEH : DIANA SOFIA H, SP, MP NIP 132231813 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2007 KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 3 Lokasi penelitian ( ) Alat dan Bahan

BAHAN DAN METODE. Gambar 3 Lokasi penelitian ( ) Alat dan Bahan 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli - Agustus 2010 di Hutan Tanaman Pelawan Desa Trubus, Hutan Kawasan Lindung Kalung Desa Namang, dan Hutan Dusun Air

Lebih terperinci

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hutan merupakan salah satu pusat keanekaragaman jenis tumbuhan yang belum banyak diketahui dan perlu terus untuk dikaji. Di kawasan hutan terdapat komunitas tumbuhan yang

Lebih terperinci

STRUKTUR DAN POLA ZONASI (SEBARAN) MANGROVE SERTA MAKROZOOBENTHOS YANG BERKOEKSISTENSI, DI DESA TANAH MERAH DAN OEBELO KECIL KABUPATEN KUPANG

STRUKTUR DAN POLA ZONASI (SEBARAN) MANGROVE SERTA MAKROZOOBENTHOS YANG BERKOEKSISTENSI, DI DESA TANAH MERAH DAN OEBELO KECIL KABUPATEN KUPANG STRUKTUR DAN POLA ZONASI (SEBARAN) MANGROVE SERTA MAKROZOOBENTHOS YANG BERKOEKSISTENSI, DI DESA TANAH MERAH DAN OEBELO KECIL KABUPATEN KUPANG Oleh: Muhammad Firly Talib C64104065 PROGRAM STUDI ILMU DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam mengatur tata air, mengurangi erosi dan banjir. Hutan mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. dalam mengatur tata air, mengurangi erosi dan banjir. Hutan mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan sebagai komunitas tumbuhan juga memiliki fungsi hidrologis dalam mengatur tata air, mengurangi erosi dan banjir. Hutan mempunyai peran yang sangat penting dalam

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan tanggal 22 April sampai 9 Mei 2007 di hutan rawa habitat tembesu Danau Sumbu dan Danau Bekuan kawasan Taman Nasional Danau

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Letak dan Ciri-ciri Lintasan Sepeda Gunung Letak lintasan sepeda gunung di HPGW disajikan dalam Gambar 5. Ciricirinya disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Keadaan plot penelitian

Lebih terperinci

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN A. Kondisi Kekinian dan Status Kawasan Gunung Karang Citra Landsat 7 liputan tahun 2014 menunjukkan bahwa kondisi tutupan lahan Gunung Karang terdiri dari hutan, hutan tanaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang semula berkembang dari buku di ujung mesokotil, kemudian set akar

TINJAUAN PUSTAKA. yang semula berkembang dari buku di ujung mesokotil, kemudian set akar TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Tanaman Jagung - Akar Jagung mempunyai akar serabut dengan tiga macam akar, yaitu akar seminal, akar adventif, dan akar kait atau penyangga. Akar seminal adalah akar yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Saninten (Castanopsis argentea Blume A.DC) Sifat Botani Pohon saninten memiliki tinggi hingga 35 40 m, kulit batang pohon berwarna hitam, kasar dan pecah-pecah dengan permukaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu dibandingkan

Lebih terperinci

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT. SARMIENTO PARAKANTJA TIMBER KALIMANTAN TENGAH Oleh : SUTJIE DWI UTAMI E 14102057 DEPARTEMEN MANAJEMEN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan Curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu (Arsyad, 2010). Menurut Tjasyono (2004), curah hujan yaitu jumlah air hujan yang turun pada

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April sampai bulan Juni tahun 2009, pada areal hutan produksi perusahaan pemegang Izin Usaha Pemanfaatan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hubungan Curah Hujan dengan Koefisien Regim Sungai (KRS) DAS Ciliwung Hulu Penggunaan indikator koefisien regim sungai pada penelitian ini hanya digunakan untuk DAS Ciliwung

Lebih terperinci

dan penggunaan sumber daya alam secara tidak efisien.

dan penggunaan sumber daya alam secara tidak efisien. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan komponen penting bagi proses kehidupan di bumi karena semua organisme hidup membutuhkan air dan merupakan senyawa yang paling berlimpah di dalam sistem

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan 31 HASIL DAN PEMBAHASAN Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air Kondisi Saat ini Perhitungan neraca kebutuhan dan ketersediaan air di DAS Waeruhu dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 12 BAB III METODOLOGI PENELIT TIAN 31 Waktu dan Tempat Penelitian inii dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2010 yang berlokasi di TAHURA Inten Dewata dimana terdapat dua lokasi yaitu Gunung Kunci dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Erosi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Erosi 3 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Erosi Erosi berasal dari bahasa latin erodere yang berarti menggerogoti atau untuk menggali. Istilah erosi ini pertama kali digunakan dalam istilah geologi untuk menggambarkan

Lebih terperinci

PERANAN AGROFORESTRY UNTUK KONSERVASI TANAH DAN AIR. Oleh Firmansyah, S.Hut, M.Si Penyuluh Kehutanan Ahli Pusat Penyuluhan Kehutanan BP2SDM

PERANAN AGROFORESTRY UNTUK KONSERVASI TANAH DAN AIR. Oleh Firmansyah, S.Hut, M.Si Penyuluh Kehutanan Ahli Pusat Penyuluhan Kehutanan BP2SDM PERANAN AGROFORESTRY UNTUK KONSERVASI TANAH DAN AIR Oleh Firmansyah, S.Hut, M.Si Penyuluh Kehutanan Ahli Pusat Penyuluhan Kehutanan BP2SDM anah dan air merupakan komponen yang sangat vital dalam menopang

Lebih terperinci

PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE

PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE Untuk merancang suatu sistem drainase, yang harus diketahui adalah jumlah air yang harus dibuang dari lahan dalam jangka waktu tertentu, hal ini dilakukan untuk menghindari

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Data curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun, yaitu Januari 2006 hingga Desember 2010 disajikan dalam Gambar 5.1. CH (mm) 600 500 400

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lahan merupakan sumberdaya yang sangat penting untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lahan merupakan sumberdaya yang sangat penting untuk memenuhi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan merupakan sumberdaya yang sangat penting untuk memenuhi segala kebutuhan hidup, sehingga dalam pengelolaannya harus sesuai dengan kemampuannya agar tidak menurunkan

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2 SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2 1. Berikut ini yang tidak termasuk kegiatan yang menyebabkan gundulnya hutan adalah Kebakaran hutan karena puntung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pangan saat ini sedang dialami oleh masyarakat di beberapa bagian belahan dunia.

BAB I PENDAHULUAN. pangan saat ini sedang dialami oleh masyarakat di beberapa bagian belahan dunia. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kehidupan manusia senantiasa berkembang dari masa ke masa, konsekuensinya kebutuhan primer semakin bertambah terutama pangan. Krisis pangan saat ini sedang dialami

Lebih terperinci

KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik

KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik Latar Belakang: Penghutan kembali atau reboisasi telah banyak dilakukan oleh multipihak untuk menyukseskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan nama latin Syzygium aromaticum atau Eugenia aromaticum. Tanaman

BAB I PENDAHULUAN. dengan nama latin Syzygium aromaticum atau Eugenia aromaticum. Tanaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cengkeh adalah tumbuhan asli Maluku, Indonesia. Cengkeh dikenal dengan nama latin Syzygium aromaticum atau Eugenia aromaticum. Tanaman asli Indonesia ini tergolong

Lebih terperinci

PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE API-API

PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE API-API PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE API-API (Avicennia marina Forssk. Vierh) DI DESA LONTAR, KECAMATAN KEMIRI, KABUPATEN TANGERANG, PROVINSI BANTEN Oleh: Yulian Indriani C64103034 PROGRAM

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

3. BAHAN DAN METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian 10 3. BAHAN DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian lapangan dilakukan di Kampung Arca Baru Sawah, Desa Sukaresmi, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Analisis tanah dan air dilaksanakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Biomassa Biomassa merupakan bahan organik dalam vegetasi yang masih hidup maupun yang sudah mati, misalnya pada pohon (daun, ranting, cabang, dan batang utama) dan biomassa

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN PADA HUTAN PINUS DI TAMAN HUTAN RAYA BUKIT BARISAN TONGKOH KABUPATEN KARO BERDASARKAN MODEL KESEIMBANGAN AIR

ANALISIS HUJAN PADA HUTAN PINUS DI TAMAN HUTAN RAYA BUKIT BARISAN TONGKOH KABUPATEN KARO BERDASARKAN MODEL KESEIMBANGAN AIR ANALISIS HUJAN PADA HUTAN PINUS DI TAMAN HUTAN RAYA BUKIT BARISAN TONGKOH KABUPATEN KARO BERDASARKAN MODEL KESEIMBANGAN AIR (Analysis of Rainfall in Pine Forest in Taman Hutan Raya Bukit Barisan Tongkoh

Lebih terperinci

KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) TANAH ANDEPTS PADA PENGGUNAAN LAHAN TANAMAN KACANG TANAH DI KEBUN PERCOBAAN KWALA BEKALA USU

KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) TANAH ANDEPTS PADA PENGGUNAAN LAHAN TANAMAN KACANG TANAH DI KEBUN PERCOBAAN KWALA BEKALA USU KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) TANAH ANDEPTS PADA PENGGUNAAN LAHAN TANAMAN KACANG TANAH DI KEBUN PERCOBAAN KWALA BEKALA USU DELIMA LAILAN SARI NASUTION 060308013 DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

Ekologi Padang Alang-alang

Ekologi Padang Alang-alang Ekologi Padang Alang-alang Bab 2 Ekologi Padang Alang-alang Alang-alang adalah jenis rumput tahunan yang menyukai cahaya matahari, dengan bagian yang mudah terbakar di atas tanah dan akar rimpang (rhizome)

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Definisi daerah aliran sungai dapat berbeda-beda menurut pandangan dari berbagai aspek, diantaranya menurut kamus penataan ruang dan wilayah,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 15 s.d 20 September 2011 di Taman hutan raya R. Soerjo yang terletak di Kota Batu, Provinsi Jawa Timur

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI BERBAGAI TIPE DAERAH TEPI (EDGES) TAMAN HUTAN RAYA SULTAN SYARIF HASYIM PROPINSI RIAU DEFRI YOZA

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI BERBAGAI TIPE DAERAH TEPI (EDGES) TAMAN HUTAN RAYA SULTAN SYARIF HASYIM PROPINSI RIAU DEFRI YOZA KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI BERBAGAI TIPE DAERAH TEPI (EDGES) TAMAN HUTAN RAYA SULTAN SYARIF HASYIM PROPINSI RIAU DEFRI YOZA SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 10 SUMBERDAYA LAHAN Sumberdaya Lahan Lahan dapat didefinisikan sebagai suatu ruang di permukaan bumi yang secara alamiah dibatasi oleh sifat-sifat fisik serta bentuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan Menurut Lillesand dan Kiefer (1997) penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Penggunaan lahan juga diartikan sebagai setiap

Lebih terperinci

geografi Kelas X PEDOSFER III KTSP & K-13 H. SIFAT KIMIA TANAH a. Derajat Keasaman Tanah (ph)

geografi Kelas X PEDOSFER III KTSP & K-13 H. SIFAT KIMIA TANAH a. Derajat Keasaman Tanah (ph) KTSP & K-13 Kelas X geografi PEDOSFER III Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami sifat kimia tanah. 2. Memahami vegetasi tanah. 3. Memahami

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F14104021 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 1 PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN

Lebih terperinci