PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH"

Transkripsi

1 PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Peran Model Arsitektur Rauh dan Nozeran terhadap Parameter Konservasi Tanah dan Air di Hutan Pagerwojo, Tulungagung adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, 2009 Agustus Nurhidayah G

3 ABSTRACT NURHIDAYAH. The Role of Rauh and Nozeran Architecture Model to The Parameters of Soil and Water Consevation at Pagerwojo Forest Tulungagung, supervised by DEDE SETIADI and I. MUHADIONO. Tree architecture model have many effects to the function and role of trees in community of the whole ecosystem. One aspect which is connected to the main rule of trees was transformation mechanism of rainfall. Architecture model of tree influence stem flow and throughfall and then would determine run off and soil erotion to Rauh and Nozeran tree architecture model in Pagerwojo Forest, Tulungagung. From the observation, Rauh tree architecture model have mm stem flow, mm throughfall, mm/cm 2 /minute infiltration, kg soil erotion from total mm rainfalls. Nozeran tree architecture model had mm stemflow, mm throughfall, 18 mm/cm 2 /minute infiltration, m 3 run off, kg soil erotion from total mm rainfall. Relationship pattern between rainfall and stem flow, throughfall and run off to Rauh dan Nozeran model were positive. From correlation of biplot analysis it was the rainfall is near to the variable of stemflow, throughfall and run off. However, throughfall is the nearest tendency with rainfall. While the infiltration value to both models were negative relationship to the rainfall. Therefore, the correlation between soil erotion and run off was nearest to both models. The difference of both models the Nozeran tree architecture model is better for soil and wáter conservation, due to stemflow value of Nozeran model is lower than Rauh model, and the infiltration value of Nozeran is higher than Rauh model while the run off and erotion of Nozeran is lower than Rauh model. Keywords: tree architecture model, Rauh dan Nozeran, soil and wáter conservation.

4 RINGKASAN NURHIDAYAH. Peran Model Arsitektur Rauh dan Nozeran terhadap Parameter Konservasi Tanah dan Air di Hutan Pagerwojo, Tulungagung. Dibimbing oleh DEDE SETIADI dan I. MUHADIONO. Setiap model arsitektur pohon memiliki ciri khas dalam rangkaian proses pertumbuhan yang diwariskan secara genetik kepada keturunannya. Variasi model arsitektur pohon akan memberikan dampak bagi fungsi dan peran pohon tersebut dalam komunitas maupun dalam ekosistem secara keseluruhan. Salahsatu aspek yang terkait dengan peran penting pohon adalah mekanisme tranformasi air hujan yang berlangsung pada setiap pohon pada kawasan tersebut. Model arsitektur suatu pohon mempengaruhi besar aliran batang (stemflow) dan curahan tajuk (throughfall). Aliran batang dan curahan tajuk kemudian menghasilkan aliran permukaan, selanjutnya aliran permukaan mempengaruhi besar laju erosi. Besar presentase air hujan yang ditranformasikan ke permukaan tanah melalui aliran batang dan curahan tajuk ditentukan oleh ciri morfologi pohon secara keseluruhan. Perbedaan model arsitektur pohon menyebabkan variasi persentase curah hujan yang ditranformasikan menjadi aliran batang, curahan tajuk atau intersepsi selama hujan berlangsung atau dalam siklus hidrologi. Dalam mendukung upaya konservasi tanah dan air maka diperlukan penelitian untuk mengetahui keterkaitan model arsitektur pohon dengan konservasi tanah dan air untuk mendapat informasi memilih jenis tanaman yang di tanam pada lahan hutan, sehingga dapat mendukung usaha konservasi tanah dan air. Penelitian bertujuan untuk mengetahui besar aliran batang, curahan tajuk, infiltrasi, aliran permukaan dan erosi pada model arsitektur Rauh (Pinus merkusii) dan Nozeran (Theobroma cacao L) di Hutan Pagerwojo, Kabupaten Tulungagung. Penelitian dilakukan pada areal hutan pinus dan kebun kakao yang ditanam pada jenis tanah latosol, dengan kemiringan Tanah di bawah pohon dibersihkan dari vegetasi bawah. Parameter yang diukur adalah aliran batang, curahan tajuk, infiltrasi, aliran permukaan dan erosi tanah. Pengukuran beberapa parameter dilakukan secara bersamaan setelah hujan selesai. Banyak pohon yang diukur untuk aliran batang dan curahan tajuk adalah 3 pohon (ulangan) untuk tiap model.laju infiltrasi tanah menggunakan paralon berukuran diameter 8 cm dan tinggi 50 cm. Pengamatan aliran permukaan dan erosi tanah dilakukan pada petak ukur berukuran 5x10m. Setiap model menggunakan 2 petak ukur (ulangan). Curah hujan diukur dengan alat penakar hujan (ombrometer) yang diletakkan di tempat terbuka. Untuk mengetahui hubungan antara masing-masing model arsitektur pohon dengan besarnya aliran batang dan curahan tajuk dilakukan analisis regresi linier sederhana. Selanjutnya dilakukan analisis Biplot untuk mengetahui pola hubungan antara masing-masing peubah serta untuk melihat hubungan relatif antara peubah dengan obyek pengamatan. Pinus merkusii memiliki arsitektur model Rauh, sedangkan Theobroma cacao L memiliki arsitektur model Nozeran. Model Rauh memiliki karakteristik tinggi pohon, tinggi bebas cabang, kedalaman tajuk, dan diameter batang yang lebih besar daripada model Nozeran. Model Nozeran memiliki sifat percabangan plagiotropik (horizontal), sedangkan percabangan model Rauh yang bersifat orthotropik (vertikal). Model Nozeran memiliki diameter tajuk dan luas tajuk

5 lebih besar daripada model Rauh. Karakter kulit batang kedua pohon ini juga berbeda. Kulit batang pada Pinus merkusii kasar dan beralur dalam dan Theobroma cacao L memiliki permukaan kulit halus. Sudut percabangan pada model Rauh lebih kecil daripada model Nozeran.Hal ini menyebabkan air yang mengalir dari tajuk melewati batang lebih banyak, sehingga aliran batang pada model Rauh lebih besar daripada Nozeran. Di lihat dari ukuran diameter batang Pinus merkusii memiliki ukuran lebih besar daripada diameter batang pada Theobroma cacao L. Perbedaan sudut percabangan, karakter kulit batang dan diameter batang ini berpengaruh terhadap besar aliran batang. Curah hujan yang dicatat selama penelitian sebanyak 30 kali kejadian hujan. Curah hujan bervariasi dari yang terendah 4.6 mm sampai yang tertingg 33.5 mm dengan total curah hujan mm. Arsitektur model Rauh memiliki aliran batang (28.00 mm) lebih besar daripada model Nozeran (3.94 mm), curahan tajuk pada model Rauh lebih kecil ( mm) daripada model Nozeran ( mm), infiltrasi pada model Rauh (11.22 mm/cm 2 /menit) lebih kecil daripada model Nozeran (18 mm/cm 2 /menit), aliran permukaan pada model Rauh (10.57 m 3 ) lebih besar daripada model Nozeran (6.96 m 3 ), erosi tanah pada model Rauh (64.17 kg) lebih besar daripada model Nozeran (28.57 kg ) dari total curah hujan mm. Arsitektur pohon model Nozeran lebih baik untuk konservasi tanah dan air daripada model Rauh karena memiliki nilai aliran batang yang lebih kecil, infiltrasi lebih tinggi, aliran permukaan dan erosi tanah lebih kecil. Pola hubungan antara curah hujan dengan aliran batang, curahan tajuk, dan aliran permukaan pada arsitektur model Rauh dan Nozeran bersifat positip. Parameter yang paling paling dekat dengan curah hujan adalah curahan tajuk. Sedang infiltrasi pada kedua model yaitu Rauh dan Nozeran di lokasi penelitian memiliki pola hubungan dengan curah hujan yang bersifat negatif. Pada kedua model arsitektur yaitu Rauh dan Nozeran, korelasi erosi tanah dengan aliran permukaan lebih dekat jika dibandingkan dengan parameter lain. Kata kunci: model arsitektur pohon, Rauh, Nozeran,konservasi tanah dan air.

6 @ Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

7 PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar magister sains pada Mayor Biologi Tumbuhan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

8 Penguji Luar Komisi Ujian Tesis: Dr. Ir. Sulistijorini, M.Si.

9 Judul Tesis Nama NRP : Peran Model Arsitektur Rauh dan Nozeran terhadap Parameter Konservasi Tanah dan Air di Hutan Pagerwojo, Tulungagung : Nurhidayah : G Disetujui Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Dede Setiadi, M.S. Ketua Dr. Ir. I. Muhadiono, M.Sc. Anggota Diketahui Koordinator Mayor Tumbuhan Pascasarjana Dekan Sekolah Dr. Ir. Miftahudin, M.Si. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S. Tanggal ujian: 17 juli 2009 Tanggal Lulus:

10 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunianya sehingga karya ilmiah dengan judul Peran Model Arsitektur Rauh dan Nozeran Terhadap Parameter Konservasi Tanah dan Air di Hutan Pagerwojo, Tulungagung berhasil diselesaikan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Dede Setiadi, M.S. dan Bapak Dr. Ir. I.Muhadiono, M.Sc. selaku pembimbing yang telah banyak memberi bimbingan dan saran. Disamping itu, penulis sampaikan terima kasih kepada bapak Paulus yang telah membantu selama pengambilan data. Penghargaan dan ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada suami, putraputri, ibu, ayah, mertua atas segala kesabaran, doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Agustus 2009 Nurhidayah

11 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tulungagung pada tanggal 15 Juli 1970 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan bapak Katidjo dan ibu Markomah. Tahun 2000 penulis lulus dari program sarjana Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Malang. Tahun 1991 penulis menikah dengan Suwono dikaruniai dua orang putri dan satu orang putra, Nisa qurrata A yun, Nahla Nurushshafa, dan Abdillah Akmal Firdaus. Kesempatan untuk melanjutkan ke program pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada tahun Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Departemen Agama Republik Indonesia. Penulis memilih mayor Botani, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Penulis bekerja sebagai guru Biologi sejak tahun 2001, ditempatkan di tempatkan di MAN Rejotangan, Tulungagung.

12 DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN DAFTAR ISI 1.1 Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Hipotesis Penelitian... 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Model Arsitektur Pohon Model Arsitektur Pohon Pinus merkusii Model Arsitektur Pohon Theobroma cacao L Curah Hujan Aliran Batang, Curahan Tajuk, Intersepsi, Infiltrasi,Aliran Permukaan Erosi dan Faktor Yang Mempengaruhinya Pengaruh Vegetasi terhadap Erosi III BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Bahan dan Metode Penelitan Analisis Data IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Pohon Curah Hujan Aliran Batang Curahan Tajuk Infiltrasi Pola Hubungan Curah Hujan dengan Aliran batang (Sf), Curahan Tajuk (Tf), Infiltrasi, Aliran Permukaan dan Erosi V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Saran VI DAFTAR PUSTAKA...29

13 DAFTAR TABEL Tabel Hal. 1 Karakteristik pohon pada Pinus (Pinus merkusi) dan Kakao (Theobroma cacao L.)di lokasi penelitian Hutan Pagerwojo, Tulungagung Aliran batang pada arsitektur model Rauh dan Nozeran Curahan tajuk pada arsitektur model Rauh dan Nozeran Infiltrasi pada arsitektur model Rauh dan Nozeran Aliran permukaan dan erosi tanah pada model Rauh dan Nozeran... 27

14 DAFTAR GAMBAR Gambar Hal. 1 Arsitektur pohon model Rauh Arsitektur pohon model Nozeran Grafik linier antara curah hujan (Pg) dengan aliran batang pada arsitektur model Rauh Grafik linier antara curah hujan (Pg) dengan curahan tajuk pada arsitektur model Rauh Grafik linier antara curah hujan (Pg) dengan curahan tajuk pada arsitektur model Nozeran Diagram Biplot model Rauh yang menunjukkan parameter konservasi tanah dan air, erosi serta korelasinya Diagram Biplot model Nozeran yang menunjukkan parameter konservasi tanah dan air, erosi serta korelasinya.26

15 DAFTAR LAMPIRAN Hal. 1 Lokasi Tegakan Pinus merkusii Lokasi Tegakan Theobroma cacao L Pengukuran Aliran batang Pengukuran Curahan Tajuk Pengukuran Infiltrasi Ombrometer Pengukuran Aliran Permukaan dan Erosi Drum penampung aliran permukaan dan erosi tanah Penutup drum penampung aliran permukaan dan erosi tanah Penyaringan tanah ter-erosi Komponen curah hujan (Pg) pada tegakan Pinus ( Pinus merkusii) di Hutan Pagerwojo, Tulungagung Komponen curah hujan (Pg) pada tegakan Kakao (Theobroma cacao L) di HutanPagerwojo, Tulungagung Nilai infiltrasi pada tegakan Pinus ( Pinus merkusii) di Hutan Pagerwojo,Tulungagung Nilai infiltrasi pada tegakan Kakao (Theobroma cacao L) di Hutan Pagerwojo,Tulungagung Jumlah aliran permukaan dan erosi tanah di bawah tegakan Pinus ( Pinus merkusii) di Hutan Pagerwojo, Tulungagung Jumlah aliran permukaan dan erosi tanah di bawah tegakan Kakao (Theobromacacao L) di Hutan Pagerwojo, Tulungagung Data Curah hujan, Aliran batang (Sf),curahan tajuk (Tf),Infiltrasi, Aliran permukaan dan Erosi di bawah tegakan Pinus (Pinus merkusii) Data Curah hujan, Aliran batang (Sf),curahan tajuk (Tf),Infiltrasi, Aliran permukaan dan Erosi di bawah tegakan Kakao (Theobroma cacao L) Sidik ragam hubungan curah hujan (Pg) dengan aliran batang pada model Rauh Sidik ragam hubungan curah hujan (Pg) dengan aliran batang pada model Nozeran... 44

16 21 Sidik ragam hubungan curah hujan (Pg) dengan curahan tajuk pada model Rauh Sidik ragam hubungan curah hujan (Pg) dengan curahan tajuk pada model Nozeran Sidik ragam hubungan curah hujan (Pg) dengan infiltrasi pada model Rauh Sidik ragam hubungan curah hujan (Pg) dengan infiltrasi pada model Nozeran Sifat fisik tanah pada plot penelitian di Hutan Pagerwojo, Tulungagung Kunci determinasi model arsitektur pohon... 47

17 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana alam mengenai tanah longsor yang terjadi setiap tahun pada akhir-akhir ini, disebabkan oleh adanya faktor pencetus, antara lain: karena struktur geologi tanah, hilangnya pohon akibat penebangan. Kejadian longsor sangat meningkat, baik jumlah kejadian longsor maupun volume tanah yang longsor. Kejadian bencana ini juga banyak terjadi pada kawasan hutan yang ada di Indonesia. Banjir adalah akibat dari tidak ada daur air yang efektif, cenderung muncul bersamaan dengan lahan terbuka, permukaan tanah menjadi padat, hilang bahan-bahan organik penutup tanah. Hal tersebut mengakibatkan run-off semakin meningkat di lahan miring, membawa lumpur mengikis permukaan tanah sehingga terjadi erosi. Erosi tanah merupakan salah satu masalah ekologi yang berkaitan dengan konservasi tanah dan air karena mengakibatkan kesuburan tanah yang terus menurun, keseimbangan hidrologi terganggu, sumber air mengering dan ketersediaan air berkurang ( Hardianto et al. 2007). Dua faktor penting yang mempengaruhi konservasi tanah dan air adalah curah hujan dan aliran permukaan. Air hujan jatuh ke daerah bervegetasi terbagi menjadi dua bagian, yaitu bagian jatuh mengenai dan ditahan tajuk dan batang (air intersepsi), dan sebagian langsung jatuh ke permukaan tanah, disebut lolosan tajuk (throughfall). Intersepsi hujan oleh vegetasi mempengaruhi erosi melalui dua cara yaitu mengurangi jumlah air yang sampai ke tanah sehingga mengurangi aliran permukaan, dan mengurangi kekuatan perusak butir hujan yang jatuh menimpa tanah. Kemampuan vegetasi untuk menahan air sebagai air intersepsi ditunjukkan oleh jumlah air hujan yang diintersepsi (simpanan intersepsi), besarnya tergantung jenis tanaman dan curah hujan. Vegetasi merupakan lapisan pelindung atau penyangga antara atmosfir dan tanah. Vegetasi penutup tanah yang baik seperti rumput tebal atau hutan yang lebat akan menghilangkan pengaruh hujan dan topografi terhadap erosi. Vegetasi mempengaruhi siklus hidrologi melalui pengaruh terhadap air hujan yang jatuh dari atmosfir ke permukaan bumi, ke tanah dan batuan di bawahnya. Oleh karena itu ia mempengaruhi volume air yang masuk ke sungai dan danau, ke dalam tanah dan cadangan air bawah tanah.

18 2 Vegetasi di atas permukaan tanah, seperti daun dan batang, menyerap energi perusak hujan, sehingga mengurangi dampak terhadap tanah, sedang bagian vegetasi yang ada di dalam tanah terdiri atas sistem perakaran meningkatkan kekuatan mekanik tanah (Arsyad 2006). Teknik konservasi tanah dan air dapat dilakukan secara vegetatif dalam bentuk pengelolaan tanaman berupa pohon atau semak, baik tanaman tahunan maupun tanaman setahun dan rumput-rumputan. Teknologi ini sering dipadukan dengan tindakan pengelolaan konservasi tanah dan air (Sinukaban 2003). Pengaruh vegetasi terhadap aliran permukaan dan erosi dibagi ke dalam (1) intersepsi air hujan,(2) mengurangi kecepatan aliran permukaan dan kekuatan perusak hujan dan aliran permukaan, (3) pengaruh akar, bahan organik sisa tumbuhan yang jatuh dipermukaan tanah,dan kegiatan biologi yang berhubungan dengan pertumbuhan vegetatif dan pengaruhnya terhadap stabilitas struktur porositas tanah, dan (4) transpirasi yang mengakibatkan berkurang kandungan air tanah(arsyad 2006). Dalam konservasi tanah dan air, pemilihan jenis pohon yang digunakan untuk mendukung usaha konservasi tanah dan air harus diperhatikan. Setiap jenis arsitektur pohon memiliki ciri khas dalam rangkaian proses pertumbuhan yang diwariskan secara genetik kepada keturunannya. Oleh karena sifat yang konsisten, maka model arsitektur pohon pada setiap jenis pohon dapat dijadikan data tambahan dalam membedakan dengan jenis yang lain. Variasi model arsitektur pohon memberi dampak bagi fungsi dan peran pohon tersebut dalam komunitas maupun dalam ekosistem secara keseluruhan. Salahsatu aspek yang terkait dengan peran penting pohon adalah mekanisme tranformasi air hujan yang berlangsung pada setiap pohon pada kawasan tersebut. Model arsitektur suatu pohon mempengaruhi besar aliran batang (stemflow) dan curahan tajuk (throughfall). Aliran batang dan curahan tajuk kemudian menghasilkan aliran permukaan. Selanjutnya aliran permukaan mempengaruhi besar laju erosi. Besar presentase air hujan yang ditranformasikan ke permukaan tanah melalui aliran batang dan curahan tajuk ditentukan oleh ciri morfologi pohon secara keseluruhan. Perbedaan model arsitektur pohon memberi dampak bagi variasi persentase curah hujan yang ditranformasikan menjadi aliran

19 3 batang, curahan tajuk atau intersepsi selama hujan berlangsung atau dalam siklus hidrologi. Felizar (1976) mempelajari hubungan antara jenis pohon dengan besarnya aliran batang Arenga pinnata, Pentacme concorta, dan Parashorea alicata.. Aliran batang Arenga pinnata dengan arsitektur pohon model Corner 3 kali lebih besar dibandingkan dengan kedua jenis lain dengan arsitektur model rauh. Hasil penelitian yang dilakukan Atthorik (2000), menunjukkan aliran batang pada model Rauh (daun lebar) paling kecil dibanding dengan model Rauh (daun jarum) dan model Massart. Curahan tajuk pada model Rauh daun jarum paling kecil dibanding dengan model Rauh daun lebar dan model Massart. Aliran permukaan pada model Rauh daun jarum paling kecil dibanding dengan model Rauh daun lebar dan model Massart. Erosi tanah pada model Rauh daun jarum paling kecil dibanding dengan model Rauh daun lebar dan model Massart. Oleh karena itu di dalam kegiatan reboisasi perlu mempertimbangkan aspek arsitektur pohon dalam pemilihan jenis pohon yang di tanam di samping manfaat ekonomi (tanaman industri). Seperti dikemukakan Setiadi (1998) bahwa, di dalam sistem agroforestry kebun campur, pemilihan jenis pohon yang ditanam pada saat ini lebih banyak berdasarkan pada fungsi dan manfaat ekonomi sedang fungsi konservasi tanah dan air masih belum diperhatikan. Pemilihan obyek penelitian hutan Pinus dan kebun Kakao didasarkan pada:(1) Morfologi kedua jenis pohon memiliki model arsitektur berbeda.(2) Kedua jenis pohon memiliki manfaat ekonomi dan fungsi konservasi tanah dan air. Tanaman Pinus (Pinus merkusii) mempunyai manfaat sebagai bahan mentah untuk industri, antara lain untuk kertas, korek api, penghasil getah terpentin dan sebagai bahan bangunan, sedang Kakao (Theobroma cacao L) mempunyai arti ekonomi dan sosial cukup penting di Indonesia. Usaha pengembangan kakao di Indonesia di mulai awal abad 19 namun pengembangan secara besar- besaran baru dimulai awal 1980-an. Pengusahaan kakao telah menempatkan Indonesia sebagai negara penghasil kakao terbesar ke tiga di dunia setelah Ivory Coast dan Ghana dengan nilai ekspor tidak kurang dari U$ per tahun. Pertumbuhan ekspor kakao Indonesia per tahun pun masih terus meningkat dengan laju 3.3%, di atas rata-rata laju ekspor dunia 1.7%.

20 4 Tanaman kakao memiliki nilai tambah yaitu dapat dijadikan tanaman yang bermanfaat untuk konservasi tanah khususnya merehabilitasi lahan kritis. Teknologi vegetatif (penghutanan) sering dipilih karena selain menurunkan erosi dan sedimentasi di sungai juga memiliki nilai ekonomi (tanaman produktif) serta memulihkan tata air suatu DAS (Hamilton et al.1997). Penelitian keterkaitan model arsitektur pohon dengan konservasi tanah dan air perlu dilakukan untuk mendapat informasi memilih jenis tanaman yang di tanam pada lahan hutan, sehingga dapat mendukung usaha konservasi tanah dan air Tujuan Penelitian Penelitian bertujuan untuk: (1) Mengetahui besar aliran batang, curahan tajuk, infiltrasi, aliran permukaan, dan erosi pada model arsitektur Rauh (Pinus merkusii) dan Nozeran (Theobroma cacao L) di Hutan Pagerwojo, Kabupaten Tulungagung, dan (2) mengkaji keterkaitan curah hujan dengan aliran batang, curahan tajuk, infiltrasi, aliran permukaan, dan erosi pada model Rauh (Pinus merkusii) dan Nozeran (Theobroma cacao L) di Hutan Pagerwojo, Kabupaten Tulungagung Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan memberi informasi peran model arsitektur pohon di daerah Pagerwojo, Kabupaten Tulungagung dalam mengurangi aliran permukaan dan erosi dalam mendukung usaha konservasi tanah dan air Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian yaitu: (1) Model arsitektur Rauh dan Nozeran memiliki perbedaan pengaruh terhadap besar aliran batang, curahan tajuk, infiltrasi, aliran permukaan dan erosi dibawahnya. (2) Hubungan Curah hujan dengan parameter aliran batang, curahan tajuk, infiltrasi, aliran permukaan dan erosi tanah memiliki kedekatan hubungan yang bervariasi.

21 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Model Arsitektur Pohon Model arsitektur pohon merupakan kontruksi bangunan suatu pohon sebagai hasil pola pertumbuhan meristematik yang dikontrol secara morfogenik. Elemen-elemen dari suatu arsitektur pohon terdiri dari pola pertumbuhan batang, percabangan dan pembentukan pucuk terminal. Pola pertumbuhan pohon dapat berupa ritmik dan kontinu. Pertumbuhan ritmik memiliki suatu periodisitas dalam proses pemanjangannya yang secara morfologi ditandai dengan adanya segmentasi pada batang atau cabang. Pertumbuhan kontinu tidak memiliki periodisitas dan tidak ada segmentasi pada batang atau cabangnya. Pola percabangan dapat dibedakan atas pola sylepsis (percabangan yang dibentuk dari meristem lateral dengan perkembangan kontinu) dan pola percabangan prolepsis (percabangan yang terbentuk secara diskontinu dengan beberapa peride istirahat dari meristem lateral). Pertumbuhan tunas pada jenis-jenis pohon juga dapat dibedakan menjadi dua yaitu orthotropik dan plagiotropik. Pertumbuhan tunas jenis orthotropik dicirikan oleh pucuk yang terbentuk berorientasi tumbuh vertikal dan sering tidak berbunga, sedangkan pada pertumbuhan tunas jenis plagiotropik yaitu pucuk yang terbentuk berorientasi tumbuh secara horizontal dan sering menghasilkan bunga (Halle et al 1978). Pengetahuan tentang model arsitektur pohon sangat penting untuk mengetahui peranannya dalam mengintersepsi curah hujan. Curah hujan yang turun akan ditahan oleh tajuk vegetasi, sebagian diuapkan ke atmosfer dan sebagian lagi jatuh ke lantai hutan sebagai curahan tajuk (throughfal) ( Manokaran 1979). Sedangkan bagian yang ditahan oleh permukaan daun akan mengalir malalui batang menuju tanah sebagai aliran batang ( stemflow). Kemudian curahan tajuk dan aliran batang mengalir di permukaan tanah membentuk aliran permukaan (surface run off) dan mengangkut partikel-partikel tanah (Tajang 1980). Model arsitektur pohon dapat dibedakan dalam 4 karakteristik utama: 1. Pohon tidak bercabang yaitu bagian vegetatif pohon hanya terdiri dari satu aksis dan di bangun oleh sebuah meristem soliter, contohnya model Holtum dan Corner.

22 6 2. Pohon bercabang dengan aksis vegetatif yang ekivalen dan orthotropik, contohnya model Tomlinson, Chamberlain, Leuwenberg dan Schoute. 3. Pohon bercabang dengan aksis vegetatif yang nonekivalen, contohnya model Prevost, Rauh, Cook, Kwan-Koriba, Fagerlind, Petit, Aubreville, Theoretical, Scarrone, Attim, Nozeran, Massart dan Rauh. 4. Pohon bercabang dengan aksis vegetatif campuran ada yang ekivalen dan nonekivalen, contohnya model Troll, Champagnat dan Mangenot (Halle & Oldeman 1975) Model Arsitektur Pohon Pinus (Pinus merkusii) Pinus ( Pinus merkusii) merupakan salah satu contoh model Rauh dari golongan Coniferae. Arsitektur pohon model Rauh dibentuk oleh sebuah batang monopodial dan orthotropik dengan pertumbuhan ritmik dan membentuk percabangan yang orthotropik. Cabang-cabang ini secara genetik identik dengan batang (Gambar 1). Pembungaan biasanya lateral tanpa berpengaruh terhadap sistem pertumbuhan tunas. Model ini paling sering dijumpai pada tumbuhan berbiji. Penamaan model ini diberikan oleh W.Rauh yang telah mendiskripsikan arsitektur pohon-pohon temperate ( Halle et al. 1978). Pinus merupakan vegetasi perintis dan mendiami daerah ekologi yang luas mulai dari savana sampai habitat hutan.daerah penyebaran P. merkusii meliputi Burma sebelah timur, Indocina, Cina Selatan, Thailand bagian utara, Philipina dan Indonesia dengan pusat keanekaragaman terletak di Mexico, Amerika Serikat bagian timur dan daratan Asia Timur. Penyebaran vertikalnya pada ketinggian m dpl, dengan batas ketinggian m dpl ( Soerianegara dan Lemmens 1994). Pinus yang sudah dewasa tajuknya berbentuk limas dan selalu bertajuk, tetapi setelah tua melebar seperti payung. Cabang-cabang sewaktu muda tumbuh menuju ke atas dan bekas cabang kelihatan sangat jelas sedang pada umur tua cabang-cabang tumbuh lebih mendatar dengan pucuk cabang ke atas dan bekas cabang kurang jelas. Pinus dapat mencapai tinggi m dengan diameter batang 100 cm. Batang dengan warna kelabu tua, beralur dalam memanjang, bulat panjang serta lurus dan kadang-kadang bengkok. Pinus mempunyai kegunaan

23 7 yang besar sebagai bahan mentah untuk industri, antara lain untuk kertas, korek api, getah, terpentin, dan bahan bangunan. Jenis ini adalah satu-satunya jenis famili Pinaceae yang tumbuh secara alami di Indonesia dan merupakan jenis pinus di daerah tropik yang mempunyai penyebaran luas di Asia Tenggara ( Anonimus 1980 ). Gambar 1. Arsitektur pohon model Rauh 2.3. Model Arsitektur Pohon Kakao ( Theobroma cacao L.) Pohon Kakao (Theobroma cacao L) merupakan salahsatu contoh model Nozeran. Tanaman ini bersifat dwimorfisme, artinya memiliki 2 percabangan atau tunas vegetatif, yaitu tunas arthotrof yang tumbuh ke atas dan tunas plagiotrop yang tumbuh ke samping (Gambar 2). Tanaman Kakao mempunyai daun yang sederhana dan mempunyai sifat khas yaitu pada tangkai daun yang pendek terdapat 2 buah sendi (pulvinus). Pada batang dan cabang arthotrop rumus kedudukan daun 3/8, sedangkan pada cabang plagiotrop rumus kedudukan daun ½. Daun muda (growth flush) terbentuk pada waktu-waktu tertentu sebanyak 3-4 x dalam setahun. Flush berlangsung secara serentak, sedangkan waktunya bergantung pada iklim, kelembaban udara dan status air (Wachyar dan Iskandar 1988). Tanaman Kakao bersifat kauliflorus, bunga berkembang pada batang dan cabang-cabang. Tempat tumbuh bunga tersebut lama kelamaan menebal dan membesar disebut bantalan bunga (chusion). Bunga berwarna putih sampai ungu atau kemerahan.

24 8 Daerah penyebaran kakao secara geografis terletak antara 20 0 LU LS dan untuk penyebaran secara komersial terletak antara 10 0 LU-10 0 LS. Tanaman kakao dapat tumbuh dengan baik pada daerah-daerah dengan ketinggian sampai 1200 m dpl tetapi ketinggian yang optimum sampai dengan 600 m dpl.pada daerah-daerah tinggi menyebabkan pertumbuhan lambat dan pembungaan berkurang. Syarat penting yang umum dibutuhkan tanaman tahunan agar tumbuh dan berkembang dengan baik adalah faktor iklim dan media tumbuh yang baik. Iklim mempunyai peranan yang penting dalam pertumbuhan dan perkembangan Kakao, terutama faktor suhu dan curah hujan. Tanaman Kakao tumbuh dengan baik pada suhu antara C dengan suhu rata-rata tahunan 25 0 C (Wahyar dan Iskandar 1988).. Gambar 2. Arsitektur pohon model Nozeran 2.4. Curah Hujan Dalam usaha konservasi tanah dan air, karakteristik hujan yang perlu diketahui adalah tebal hujan, intensitas hujan dan distribusinya. Tebal hujan adalah jumlah curah hujan yang dinyatakan dalam millimeter yang biasanya diukur setiap hari dan disebut hujan harian, sedang tebal hujan dalam sebulan disebut hujan bulanan dan dalam setahun disebut hujan tahunan. Intensitas hujan adalah tebal hujan persatuan waktu ( ml/15 menit, ml/ 30 menit dan seterusnya) yang diukur dengan menggunakan pencatat hujan otomatis. Distribusi air hujan yang jatuh ke daerah yang bervegetasi dibagi dalam 2 bagian, yaitu (a) bagian yang jatuh mengenai dan di tahan tajuk dan batang

25 9 vegetasi, disebut air intersepsi, dan (b) sebagian lagi langsung jatuh sampai ke permukaan tanah, disebut lolosan tajuk (throughfall) Aliran Batang, Curahan Tajuk, Intersepsi, Infiltrasi, Aliran Permukaan Aliran Batang Aliran batang (stemflow) adalah bagian dari curah hujan yang ditahan oleh tajuk vegetasi, lalu mengalir melalui batang dan sampai ke permukaan tanah. Aliran batang merupakan salah satu peubah yang penting dalam studi ekologi dan kelembaban tanah berhutan (Fellizar 1976). Selanjutnya menurut Lull (1964) selain faktor tersebut aliran batang juga dipengaruhi oleh bentuk batang, curah hujan dan bentuk hujan yang telah diintersepsi atau tanpa intersepsi oleh tajuk. Curahan Tajuk Tajuk tumbuhan merubah sebaran sebaran ukuran butir tetesan hujan yang jatuh setelah menimpa tajuk tumbuhan. Butir-butir tetesan tajuk terdiri dari butirbutir kecil (diameter < 1 mm) yang merupakan pecahan dari butir hujan sewaktu hujan sewaktu hujan menimpa tajuk dan butir-butir besar (diameter > 5 mm) yang terbentuk oleh terkumpulnya air pada permukaan daun dan cabang (Arsyad 2006). Curahan tajuk merupakan bagian dari air hujan yang jatuh ke atas permukaan tanah melalui celah-celah tajuk dan atau berupa limpasan dari daun, ranting atau cabang pohon ( Lul 1964). Sedangkan menurut Manokaran (1979), curahan tajuk merupakan bagian dari curah hujan yang jatuh ke permukaan tanah setelah dicegat oleh tajuk vegetasi. Selain itu kondisi daun pada saat turun hujan juga mempengaruhi besarnya air tembus, artinya jika daun dalam keadaan basah, maka air tembusnya akan lebih besar jika dibandingkan dengan daun yang dalam keadaan kering. Aliran batang dan curahan tajuk ini merupakan curah hujan yang akan mencapai permukaan tanah. Tajuk hutan tropis mengintersepsi curah hujan dan air yang jatuh ditahan sementara (kemudian di evaporasi). Selanjutnya air jatuh ke lantai hutan sebagai curahan tajuk, dan aliran batang. Pengetahuan dari proses pendistribuan ini dibutuhkan untuk memprediksi efek hidrologi dari areal yang luas dari hutan tanaman pada daerah tropis yang lembab (Cameron 2007).

26 10 Intersepsi Intersepsi adalah bagian dari curah hujan yang tertahan oleh tajuk vegetasi sehingga tidak sampai ke permukaan tanah kemudian diuapkan kembali ke atmosfir ( Lutz & Chandler 1965). Menurut Manokaran (1979) di areal yang berhutan hujan yang jatuh akan di tahan oleh tajuk, sebagian jatuh ke lantai hutan dan sebagian lagi akan diuapkan ke atmosfir setelah di tahan lebih dulu oleh kulit batang dan permukaan daun. Secara kuantitatif intersepsi merupakan perbedaan antara curah hujan total dengan jumlah curahan tajuk dan aliran batang (Lee 1988). Jumlah air hujan yang di intersepsi oleh kanopi kemudian di evaporasi selama terjadi atau setelah hujan berhenti adalah sisa curah hujan yang sampai ke lantai hutan sebagai curahan tajuk dan aliran batang (Germer et al 2006). Intersepsi hujan dapat mengurangi erosi melalui dua cara yaitu, (a) mengurangi jumlah air yang sampai ke tanah sehingga mengurangi aliran permukaan, dan (b) mengurangi kekuatan perusak butir-butir hujan yang jatuh menimpa tanah. Kemampuan vegetasi untuk menahan air sebagai air intersepsi ditunjukkan oleh jumlah air hujan yang di intersepsi, yang besarnya tergantung pada jenis tanaman dan curah hujan ( Arsyad 2006 ). Infiltrasi Infiltrasi adalah peristiwa masuknya air ke dalam tanah yang umumnya melalui permukaan dan secara vertikal. Jika cukup air maka infiltrasi akan bergerak terus ke bawah yaitu ke dalam profil tanah. Laju infiltrasi adalah banyaknya air per satuan waktu yang masuk melalui permukaan tanah, dinyatakan dalam mm jam -1 atau cm jam -1 ( Arsyad 2006). Aliran Permukaan Aliran permukaan adalah bagian dari air hujan yang jatuh ke tanah karena tidak dapat di absorbsi oleh tanah dan tidak mengumpul di permukaan kemudian mengalir ke bawah melalui lereng dan akhirnya mengumpul di saluran atau sungai ( Tajang 1980 ). Di kawasan berhutan aliran permukaan berasal dari curah hujan yang tidak dapat diintersepsi oleh tajuk pohon kemudian mengalir ke permukaan tanah melalui aliran batang dan curahan tajuk. Aliran permukaan selanjutnya akan

27 11 mengangkut partikel-partikel tanah sehingga laju,kecepatan dan tingkat turbulensi dari aliran permukaan akan menentukan kemampuannya dalam menimbulkan erosi ( Arsyad 2006) Erosi dan Faktor Yang Mempengaruhinya Erosi adalah suatu proses dimana tanah dihancurkan (detached) dan kemudian dipindahkan (transported) ke tempat lain oleh kekuatan air, angin, sungai atau gravitasi. Arsyad (2006) menjelaskan bahwa erosi adalah hilangnya atau terkikisnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat oleh air atau angin.kerusakan yang dialami pada tanah tempat erosi terjadi berupa kemunduran sifat-sifat kimia dan fisika tanah seperti kehilangan unsur hara dan bahan organic, dan meningkatnya kepadatan dan ketahanan penetrasi tanah, menurunnya kapasitas infiltrasi tanah serta kemampuan tanah menahan air. Erosi dapat terjadi karena sebab alami atau disebabkan oleh aktivitas manusia. Penyebab alami erosi antara lain adalah karakteristik hujan, kemiringan lereng, tanaman penutup dan kemampuan tanah untuk menyerap dam melepas air ke dalam lapisan tanah dangkal. Erosi yang disebabkan oleh aktivitas manusia umumnya disebabkan oleh adanya penggundulan hutan, kegiatan pertambangan, perkebunan dan perladangan. Legowo WD. (2002) menjelaskan empat faktor utama yang dianggap terlibat dalam proses erosi adalah iklim, sifat tanah, topografi dan vegetasi penutup lahan. Dampak dari erosi adalah menipisnya lapisan permukaan tanah bagian atas, yang akan menyebabkan menurunnya kemampuan lahan (degradasi). Akibat lain dari erosi adalah menurunnya kemampuan tanah untuk meresapkan air (infiltrasi).penurunan kemampuan lahan meresapkan air ke dalam lapisan tanah akan meningkatkan limpasan air permukaan yang akan mengakibatkan banjir di sungai. Selain itu butiran tanah yang terangkut oleh aliran permukaan pada akhirnya akan mengendap di sungai (sedimentasi) yang mengakibatkan pendangkalan sungai sehingga akan mempengaruhi kelancaran jalur pelayaran. Faktor yang mempengaruhi erosi adalah akibat interaksi kerja antara faktor iklim(i),topografi(r), sifat dan jenis tanah(t), vegetasi (v), dan manusia (m). Apabila dirumuskan hubungan hubungan tersebut adalah sebagai berikut : E = f

28 12 (i.r.v.t.m.). Faktor-faktor di dalam persamaan di atas, dalam batas-batas tertentu yang dapat diubah yaitu faktor-faktor topografi, sifat tanah, vegetasi, dan ada yang secara langsung tidak dapat di ubah yaitu faktor iklim, sedang faktor manusia tergantung pada perlakuan yang diterapkan dalam penggunaan tanah (Arsyad 2006) Pengaruh Vegetasi terhadap Erosi Vegetasi merupakan lapisan pelindung atau penyangga antara atmosfir dan tanah. Suatu vegetasi penutup tanah yang baik seperti rumput yang tebal atau rimba yang lebat akan menghilangkan pengaruh hujan dan topografi terhadap erosi. Vegetasi mempengaruhi siklus hidrologi melalui pengaruhnya terhadap air hujan yang jatuh dari atmosfir ke permukaan bumi, ke tanah dan batuan di bawahnya. Oleh karena itu ia mempengaruhi volume air yang masuk ke sungai dan danau, ke dalam tanah dan cadangan air bawah tanah. Bagian vegetasi yang ada di atas permukaan tanah, seperti daun dan batang, menyerap energi perusak hujan, sehingga mengurangi dampaknya terhadap tanah, sedangkan bagian vegetasi yang ada di dalam tanah yang terdiri atas sistem perakaran, meningkatkan kekuatan mekanik tanah (Arsyad 2006). Garmer et al (2006) menyebutkan bahwa karakteristik vegetasi penting untuk memahami hidrologi dari semua hutan hujan tropis dengan kerapatan yang tinggi. Tajuk vegetasi dari permukaan bumi bertindak sebagai cadangan sementara untuk bagian dari curah hujan yang diterima. Kapasitas penyimpanan ini mendapat perhatian yang sangat pada hutan tropis basah pada siklus air regional (Elsenbeer et al 1994). Teknik konservasi tanah dan air dapat dilakukan secara vegetatif dalam bentuk pengelolaan tanaman berupa pohon atau semak, baik tanaman tahunan maupun tanaman setahun dan rumput-rumputan. Teknologi ini sering dipadukan dengan tindakan konservasi tanah dan air secara pengelolaan ( Sinukaban 2003). Pengaruh vegetasi terhadap aliran permukaan dan erosi dapat dibagi dalam (1) intersepsi air hujan,(2) mengurangi kecepatan aliran permukaan dan kekuatan perusak hujan dan aliran permukaan, (3) pengaruh akar, bahan organik sisa-sisa tumbuhan yang jatuh dipermukaan tanah,dan kegiatan kegiatan biologi yang berhubungan dengan pertumbuhan vegetatif dan pengaruhnya terhadap

29 13 stabilitas strukur porositas tanah, dan (4) transpirasi yang mengakibatkan berkurangnya kandungan air tanah (Arsyad 2006). Keefektifan vegetasi dalam mengendalikan aliran permukaan dan mengurangi erosi pada lanskap tertentu dipengaruhi oleh sifat-sifat vegetasi itu sendiri antara lain : (1) tinggi tajuk, (2) luas tajuk, ( 3) kerapatan vegetasi, (4) kerapatan perakaran vegetasi (Morgan 1979).

30 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Lokasi Penelitian Lokasi Penelitian adalah Hutan Pagerwojo di Kecamatan Pagerwojo Kabupaten Tulungagung Propinsi Jawa Timur. Luas wilayah hutan ha, terletak pada ketinggian dpl dengan jenis tanah Latosol, sedikit berbatu dan berhumus. Hutan ini ditanami oleh berbagai jenis pohon antara lain Pinus (Pinus merkusii), Mahoni (Swietenia macrophylla), Mindi (Melia azedirachta), Kakao ( Theobroma cacao L). Penelitian dilakukan pada musim hujan (mulai bulan Desember 2008 sampai Maret 2009) Bahan dan Metode Penelitian Bahan penelitian dipergunakan areal hutan Pinus dan kebun Kakao yang ditanam dengan keadaan tanah dan lereng yang sama (Lampiran 1 dan 2). Plot penelitian ditentukan dengan memperhatikan faktor lingkungan yaitu kemiringan dan jenis tanah latosol. Selanjutnya beberapa ciri-ciri pohon dicatat dan diidentifikasi model arsitektur pohon menggunakan kunci determinasi ( Halle et all 1978 ) dengan memperhatikan dan mengukur beberapa parameter yaitu: 1. Bentuk pertumbuhan batang 2. Bentuk dan susunan cabang pada batang. 3. Bentuk dan susunan cabang pada cabang lateral 4. Posisi organ seksual(perbungaan). 5. Tinggi batang bebas cabang. Selanjutnya tanah dibawah pohon dibersihkan dari vegetasi bawah. Parameter yang diukur sebagai berikut: 1. Aliran batang, ditampung dengan cara melingkarkan selang plastik pada sekeliling permukaan batang dengan salahsatu ujung diletakkan lebih rendah menuju jerigen penampungan (Lampiran 3). Banyak pohon yang diukur untuk aliran batang adalah 3 pohon untuk tiap model. Volume aliran batang (cm 3 ) yang tertampung dikonversi kedalam satuan tinggi kolom air (mm) dengan persamaan Sfi = Vi / Li cm = Vi /Li x 10 mm (Kaimuddin 1994)

31 15 Dimana, Sfi = tinggi aliran batang ke i ( mm ) Vi = volume aliran batang ke i ( cm 3 ) Li = Luas tajuk pohon ke i (cm 2 ) 2. Curahan tajuk ditampung dengan lembaran plastik yang diberi kerangka kayu dengan luas penampungan 1 x 1m, kemudian ditempatkan di bawah tajuk pohon (Lampiran 4). Banyak pohon ( ulangan) yang diukur untuk curahan tajuk adalah 3 pohon untuk tiap model. Volume curahan tajuk (cm 3 ) yang tertampung dikonversi ke dalam satuan tinggi kolom air (mm) dengan persamaan : Tfi = Vi / Li = Vi /Li x 10 mm (Kaimuddin 1994) Dimana : Tfi = Tinggi curahan tajuk ke i (mm) Vi = Volume curah hujan ke i (cm 3 ) Li = Luas penampungan ke i (cm 2 ) 3. Laju infiltrasi diukur dengan menggunakan paralon berukuran diameter 8 cm dan tinggi 50 cm (Lampiran 5). Data infiltrasi berupa laju infiltrasi air ke dalam tanah persatuan waktu (mm/cm 2 /menit). Laju infiltrasi diukur dengan menghitung laju penyerapan atau habisnya air dari dalam pipa infiltrasi kedalam tanah per satuan waktu ( Setiadi 1998). 4. Curah hujan harian diukur dengan penakar hujan (ombrometer) yang diletakkan ditempat terbuka (Lampiran 6). 5. Pengamatan aliran permukaan dan erosi untuk suatu kejadian hujan menggunakan metode petak ukur. Petak ukur berukuran 5 x 10 cm yang dibatasi terpal diletakkan memanjang dari atas ke bawah lereng. Jumlah petak ukur sebanyak 2 buah untuk tiap model. Kemudian dibagian ujung bawah petak ukur dibuat penampung aliran permukaan dan erosi dari drum.drum yang digunakan berukuran 100 liter sebanyak 2 buah. Drum 1 dipasang untuk menampung aliran permukaan dan erosi langsung dari petak ukur dan bagian atasnya diberi lubang pembagi sebanyak 11 buah. Lubang pembagi berfungsi untuk menghitung banyaknya air yang luber bila terjadi luapan. Masing-masing lubang berdiameter 1 cm, berkedudukan rata dan berjarak 2 cm satu sama lain. Drum II dipasang untuk menampung luapan yang terjadi pada salah satu lubang pembagi

32 16 dari drum I dengan menghubungkannya memakai selang plastik (Lampiran 7 dan 9). Sehingga jumlah total volume luapan adalah 11x volume drum II. Semua drum diberi penutup untuk menghindari masuknya air secara langsung dari atas. Kemiringan tanah yang digunakan adalah diukur dengan Clinometer Suunto. Pengamatan curah hujan, aliran batang, curahan tajuk, infiltrasi, aliran permukaan dan erosi dilakukan selama 30 kali kejadian hujan. Banyak aliran permukaan yang tertampung pada setiap petak ukur adalah : Vap = V V 2 ( Santosa 1985 ) Dimana : V ap = volume total aliran permukaan (ltr) V 1 = volume aliran permukaan pada drum I (ltr) V 2 = volume aliran permukaan pada drum II (ltr) Penentuan bobot tanah yang tererosi dilakukan dengan cara mengambil contoh air masing-masing 1 liter dari drum I dan II untuk tiap petak ukur dengan terlebih dahulu mengaduk seluruh isi drum sampai homogen. Kemudian contoh air disaring dengan kertas saring yang telah diketahui bobot keringnya (Lampiran 10). Kertas saring dan endapan dikeringkan dalam oven pada temperature C sampai bobot konstan, kemudian di timbang. Bobot tanah yang tererosi adalah : W tc = W 1 + W 2 (Santosa 1985) Dimana : W tc = bobot tanah tererosi(g) W 1 dan W 2 = bobot tanah dalam drum 1 dan drum II (g) W 1 atau W 2 = V d / V s x ( W ksc W ks ) V s W ksc W ks = volume air yang tersaring (L) = bobot kertas saring beserta endapan (g) = bobot kertas saring (g) V d = volume air dalam drum ( L ) 3.3. Analisis Data Untuk mengetahui hubungan antara masing-masing model arsitektur pohon dengan besarnya aliran batang dan curahan tajuk dilakukan analisis regresi linier sederhana. Selanjutnya dianalisis dengan prosedur analisis Biplot yang

33 17 dikembangkan untuk mengetahui pola hubungan antara masing-masing peubah (apakah positif atau negatif) serta untuk melihat hubungan relatif antara peubah dengan obyek pengamatan ( Jollife 1986).

34 18 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Pohon. Hasil penelitian pada tegakan Pinus (Pinus merkusii) umur 13 tahun dan Kakao (Theobroma cacao L) umur 8 tahun di lokasi penelitian terdapat perbedaan karakteristik dan perbedaan nilai dari beberapa parameter konservasi tanah dan air (Tabel 1). Tabel 1. Karakteristik pohon dan nilai beberapa parameter konservasi tanah dan air di lokasi penelitian Hutan Pagerwojo, Tulungagung No Karakteristik pohon dan Jenis tanaman nilai parameter konservasi Pinus merkusii (13 th) Theobroma cacao L(8 th ) tanah dan air 1 Model arsitektur Rauh Nozeran 2 Pertumbuhan Batang Kontinu kontinu 3 Percabangan Orthotropik plagiotropik 4 Tinggi pohon (m) * Tinggi bebas cabang (m) * Sudut percabangan( 0 ) * Ketinggian tajuk (m) * Diameter tajuk (m) * Luas tajuk (m 2 ) * Diameter batang (cm) * Luas bidang dasar (cm 2 ) * Kulit batang Kasar, alur dalam Halus 13 Aliran batang (mm) ** Curahan tajuk (mm) ** Infiltrasi (mm/cm 2 /menit) ** Aliran permukaan (m 3 ) ** Erosi (kg) ** *nilai rata-rata ** nilai total dari total curah hujan selama 30 kali kejadian hujan sebanyak Tabel 1 menunjukkan bahwa Pinus merkusii memiliki arsitektur model Rauh, sedangkan Theobroma cacao L memiliki arsitektur model Nozeran.Model Rauh memiliki karakteristik tinggi pohon, tinggi bebas cabang, kedalaman tajuk,

35 19 dan diameter batang yang lebih besar daripada model Nozeran. Pola percabangan pada model Rauh bersifat Orthotropik (vertikal). Model Nozeran, memiliki diameter tajuk, luas tajuk, dan sudut percabangan lebih besar daripada model Rauh. Pola percabangan bersifat plagiotropik (horizontal). Tabel 1 ini juga menunjukkan bahwa karakter kulit batang kedua pohon ini juga berbeda. Kulit batang pada Pinus merkusii kasar dan beralur dalam dan Theobroma cacao L memiliki permukaan kulit halus Curah Hujan Curah hujan yang diamati sebanyak 30 kali kejadian hujan. Curah hujan bervariasi dari yang terendah 4.6 mm sampai yang tertingg 33.5 mm dengan total curah hujan mm. Berdasarkan kategori hujan menunjukkan bahwa hujan sangat ringan (< 5 mm/ hari) terjadi sebanyak 1 kali, hujan ringan (5 20 mm/ hari) terjadi sebanyak 13 kali dan hujan > 20 mm/hari sebanyak 16 kali. Hasil pengamatan curah hujan selama penelitian di Hutan Pagerwojo dilampirkan pada Lampiran 11. Dari 30 kali kejadian hujan ini semua menghasilkan aliran batang dan curahan tajuk Aliran batang Hasil pengukuran aliran batang untuk masing-masing tegakan pohon selama pengamatan dilampirkan pada Lampiran 11 dan 12. Ringkasan hasil pengukuran disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Aliran batang pada arsitektur model Rauh dan Nozeran Model Arsitektur Pohon Curah Hujan(mm) Aliran Batang mm % Rauh Nozeran Tabel 2 menunjukkan bahwa aliran batang pada model Rauh sebesar mm sedangkan pada model Nozeran sebesar 3.94 mm dari total curah hujan mm. Tinggi aliran batang pada asitektur model Rauh berhubungan dengan pola percabangan orthotropik, karena cabang yang tumbuh vertikal berfungsi sebagai wadah penampung air hujan selanjutnya dialirkan ke batang. Sudut percabangan pada model Rauh lebih kecil daripada model Nozeran. Ukuran diameter batang

36 20 Pinus merkusii lebih besar daripada diameter batang pada Theobroma cacao L. Perbedaan sudut percabangan, karakter kulit batang, dan diameter batang pada kedua model berpengaruh terhadap perbedaan besar aliran batang. Sudut percabangan lebih kecil menyebabkan air yang mengalir dari tajuk melewati batang lebih banyak, sehingga aliran batang pada model Rauh lebih besar daripada Nozeran.Ukuran diameter yang lebih besar, kasar dan beralur membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menjadi kering. Kondisi yang demikian jika terjadi hujan lagi dengan intensitas tinggi maka laju aliran batang akan cepat meningkat karena permukaan kulit sudah lebih dulu jenuh air dan bentuk yang beralur lebih efektif mengalirkan air. Kemudian bentuk permukaan kulit yang beralur merupakan kanal yang efektif mengalirkan air hujan. Hal ini menyebabkan aliran batang pada model Rauh lebih besar daripada Nozeran. Hal ini sesuai dengan Parker (1983) yang menyatakan bahwa jumlah aliran batang dipengaruhi oleh permukaan kulit batang, diameter batang dan sudut antara batang dan cabang. Aliran batang pada arsitektur model Nozeran lebih kecil, karena ukuran ketinggian tajuk lebih besar dan pola percabangan plagiotropik (horizontal). Percabangan yang horizontal ini menyebabkan air hujan banyak melewati tajuk pohon sehingga air yang melewati batang lebih sedikit. Selain itu diameter batang pada model Nozeran juga lebih kecil, sehingga air hujan yang mengalir melalui batang lebih sedikit dibanding dengan arsitektur model Rauh. Selanjutnya berdasarkan análisis data selama pengamatan, diperoleh persamaan regresi linier sederhana antara curah hujan dengan aliran batang tiap model arsitektur, yaitu: 1. Model Rauh : SF (mm) = Pg (mm), r=0.883, r 2 = Model Nozeran : SF (mm) = Pg (mm), r=0.443, r 2 = Hasil sidik ragam aliran batang kedua model (Lampiran 19 dan 20) dan nilai r persamaan regresi menunjukkan bahwa curah hujan dan aliran batang pada model Rauh memiliki hubungan linier yang nyata. Hal ini berarti nilai curah hujan mempengaruhi nilai aliran batang. Setiap penambahan curah hujan akan meningkatkan aliran batang. Nilai koefesien determinasi (r 2 ) yang dihasilkan relatif tinggi yaitu sebesar artinya % dari nilai curah hujan dapat

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian adalah kawasan Hutan Pusat Konservasi Alam Bodogol (PPKAB) Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP), di Kabupaten Sukabumi,

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Analisis Vegetasi 5.2 Model Arsitektur Pohon

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Analisis Vegetasi 5.2 Model Arsitektur Pohon 31 BAB V PEMBAHASAN 5.1 Analisis Vegetasi Analisis vegetasi dilakukan dengan tahapan : menghitung nilai kerapatan relatif (KR), frekuensi relatif (FR), dan dominasi relatif (DR) yang penjumlahannya berupa

Lebih terperinci

KAJIAN PROFIL VEGETASI TERHADAP KONSERVASI AIR (ALIRAN BATANG, CURAHAN TAJUK, DAN INFILTRASI) DI KEBUN CAMPUR SUMBER TIRTA SENJOYO SEMARANG

KAJIAN PROFIL VEGETASI TERHADAP KONSERVASI AIR (ALIRAN BATANG, CURAHAN TAJUK, DAN INFILTRASI) DI KEBUN CAMPUR SUMBER TIRTA SENJOYO SEMARANG KAJIAN PROFIL VEGETASI TERHADAP KONSERVASI AIR (ALIRAN BATANG, CURAHAN TAJUK, DAN INFILTRASI) DI KEBUN CAMPUR SUMBER TIRTA SENJOYO SEMARANG IRFIAH FIROROH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

METODE Waktu dan Tempat Metode Penelitian Analisis Vegetasi

METODE Waktu dan Tempat Metode Penelitian Analisis Vegetasi METODE Waktu dan Tempat Pengumpulan data dilakukan di ekosistem program PHBM di RPH Gambung petak 27, KPH Bandung Selatan (S 07 0 07 25.1 E 107 0 30 35.2, ketinggian 1246 mdpl), kemiringan lereng 36% pada

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan pada tegakan Hevea brasiliensis yang terdapat di

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan pada tegakan Hevea brasiliensis yang terdapat di BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada tegakan Hevea brasiliensis yang terdapat di perkebunan rakyat Desa Huta II Tumorang, kabupaten Simalungun Propinsi Sumatera Utara.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penggunaan bejana berjungkit sebagai alat pengukuran memiliki kelebihan tersendiri dibandingkan pengggunaan alat pengkuran konvensional. Kelebihan alat ini memberikan kemudahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Dalam konteksnya sebagai sistem hidrologi, Daerah Aliran Sungai didefinisikan sebagai kawasan yang terletak di atas suatu titik pada suatu sungai yang oleh

Lebih terperinci

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan Latar Belakang Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang utama memegang posisi penting dalam kelestarian lingkungan. Kemerosotan kemampuan tanah yang ditunjukkan dengan meningkatnya laju erosi dari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Model Arsitektur Pohon

TINJAUAN PUSTAKA Model Arsitektur Pohon 7 TINJAUAN PUSTAKA Model Arsitektur Pohon Gambaran morfologi pohon memunculkan sifat pada waktu dan fase tertentu dari suatu rangkaian seri pertumbuhan, nyata dan dapat diamati setiap waktu disebut arsitektur

Lebih terperinci

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN Penanggulangan Kerusakan Lahan Akibat Erosi Tanah OLEH: RESTI AMELIA SUSANTI 0810480202 PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Model Arsitektur Pohon

TINJAUAN PUSTAKA Model Arsitektur Pohon TINJAUAN PUSTAKA Model Arsitektur Pohon Arsitektur pohon merupakan gambaran morfologi pada suatu waktu yang merupakan suatu fase pada saat tertentu dari suatu rangkaian seri pertumbuhan pohon, nyata dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hujan adalah jatuhnya air hujan dari atmosfer ke permukaan bumi dalam wujud cair maupun es. Hujan merupakan faktor utama dalam pengendalian daur hidrologi di suatu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Vegetasi HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis vegetasi pada ekosistem PHBM, ekosistem hutan dan ekosistem tanpa tegakan seperti dijelaskan pada Lampiran 1, 2 dan 3, didapatkan secara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan Curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu (Arsyad, 2010). Menurut Tjasyono (2004), curah hujan yaitu jumlah air hujan yang turun pada

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu Dan Tempat penelitian

METODE PENELITIAN. Waktu Dan Tempat penelitian METODE PENELITIAN Waktu Dan Tempat penelitian Tempat penelitian adalah kebun campur Sumber Tirta Senjoyo Desa Tegalwaton Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang Jawa Tengah. Penelitian dilakukan pada Oktober

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam mengatur tata air, mengurangi erosi dan banjir. Hutan mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. dalam mengatur tata air, mengurangi erosi dan banjir. Hutan mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan sebagai komunitas tumbuhan juga memiliki fungsi hidrologis dalam mengatur tata air, mengurangi erosi dan banjir. Hutan mempunyai peran yang sangat penting dalam

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hubungan Curah Hujan dengan Koefisien Regim Sungai (KRS) DAS Ciliwung Hulu Penggunaan indikator koefisien regim sungai pada penelitian ini hanya digunakan untuk DAS Ciliwung

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Definisi daerah aliran sungai dapat berbeda-beda menurut pandangan dari berbagai aspek, diantaranya menurut kamus penataan ruang dan wilayah,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Letak dan Ciri-ciri Lintasan Sepeda Gunung Letak lintasan sepeda gunung di HPGW disajikan dalam Gambar 5. Ciricirinya disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Keadaan plot penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN PADA HUTAN PINUS DI TAMAN HUTAN RAYA BUKIT BARISAN TONGKOH KABUPATEN KARO BERDASARKAN MODEL KESEIMBANGAN AIR

ANALISIS HUJAN PADA HUTAN PINUS DI TAMAN HUTAN RAYA BUKIT BARISAN TONGKOH KABUPATEN KARO BERDASARKAN MODEL KESEIMBANGAN AIR ANALISIS HUJAN PADA HUTAN PINUS DI TAMAN HUTAN RAYA BUKIT BARISAN TONGKOH KABUPATEN KARO BERDASARKAN MODEL KESEIMBANGAN AIR (Analysis of Rainfall in Pine Forest in Taman Hutan Raya Bukit Barisan Tongkoh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam daur hidrologi, energi panas matahari dan faktor faktor iklim

BAB I PENDAHULUAN. Dalam daur hidrologi, energi panas matahari dan faktor faktor iklim BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam daur hidrologi, energi panas matahari dan faktor faktor iklim lainnya menyebabkan terjadinya proses evaporasi pada permukaan vegetasi tanah, di laut atau badan-

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F14104021 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 1 PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

KONDISI BEBERAPA KOMPONEN HIDROLOGI PADA TEGAKAN SENGON WURI HANDAYANI DAN EDY JUNAIDI

KONDISI BEBERAPA KOMPONEN HIDROLOGI PADA TEGAKAN SENGON WURI HANDAYANI DAN EDY JUNAIDI KONDISI BEBERAPA KOMPONEN HIDROLOGI PADA TEGAKAN SENGON WURI HANDAYANI DAN EDY JUNAIDI Pendahuluan Sengon merupakan jenis tanaman kayu yang banyak dijumpai di Jawa Barat. Sebagai jenis tanaman kayu fast

Lebih terperinci

PERTEMUAN II SIKLUS HIDROLOGI

PERTEMUAN II SIKLUS HIDROLOGI PERTEMUAN II SIKLUS HIDROLOGI SIKLUS HIDROLOGI Siklus Hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari atmosfir ke bumi dan kembali ke atmosfir melalui kondensasi, presipitasi, evaporasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan tropis di Indonesia meliputi areal seluas 143 juta hektar dengan berbagai tipe dan peruntukan (Murdiyarso dan Satjaprapdja, 1997). Kerusakan hutan (deforestasi) masih

Lebih terperinci

KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik

KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik Latar Belakang: Penghutan kembali atau reboisasi telah banyak dilakukan oleh multipihak untuk menyukseskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hujan memiliki peranan penting terhadap keaadaan tanah di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Hujan memiliki peranan penting terhadap keaadaan tanah di berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hujan memiliki peranan penting terhadap keaadaan tanah di berbagai tempat terutama daerah tropis khususnya di daerah pegunungan yang nantinya akan sangat berpengaruh

Lebih terperinci

BAB I SIKLUS HIDROLOGI. Dalam bab ini akan dipelajari, pengertian dasar hidrologi, siklus hidrologi, sirkulasi air dan neraca air.

BAB I SIKLUS HIDROLOGI. Dalam bab ini akan dipelajari, pengertian dasar hidrologi, siklus hidrologi, sirkulasi air dan neraca air. BAB I SIKLUS HIDROLOGI A. Pendahuluan Ceritakan proses terjadinya hujan! Dalam bab ini akan dipelajari, pengertian dasar hidrologi, siklus hidrologi, sirkulasi air dan neraca air. Tujuan yang ingin dicapai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu dibandingkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. merupakan manfaat yang dirasakan secara tidak langsung (intangible). Selain itu,

TINJAUAN PUSTAKA. merupakan manfaat yang dirasakan secara tidak langsung (intangible). Selain itu, TINJAUAN PUSTAKA Hutan dan Fungsinya Hutan memiliki fungsi sebagai pelindung, dalam hal ini berfungsi sebagai pengaturan tata air, pencegahan banjir, pencegahan erosi, dan pemeliharaan kesuburan tanah.

Lebih terperinci

dan penggunaan sumber daya alam secara tidak efisien.

dan penggunaan sumber daya alam secara tidak efisien. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan komponen penting bagi proses kehidupan di bumi karena semua organisme hidup membutuhkan air dan merupakan senyawa yang paling berlimpah di dalam sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi sehingga rentan terhadap terjadinya erosi tanah, terlebih pada areal-areal

BAB I PENDAHULUAN. tinggi sehingga rentan terhadap terjadinya erosi tanah, terlebih pada areal-areal BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis dengan curah hujan yang tinggi sehingga rentan terhadap terjadinya erosi tanah, terlebih pada areal-areal tidak berhutan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Degradasi lahan atau kerusakan lahan merupakan faktor utama penyebab

I. PENDAHULUAN. Degradasi lahan atau kerusakan lahan merupakan faktor utama penyebab I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Degradasi lahan atau kerusakan lahan merupakan faktor utama penyebab menurunnya produktivitas suatu lahan. Degradasi lahan adalah kondisi lahan yang tidak mampu menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya lahan merupakan komponen sumberdaya alam yang ketersediaannya sangat terbatas dan secara relatif memiliki luas yang tetap serta sangat bermanfaat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Erosi Erosi adalah hilangnya atau terkikisnya tanah dari suatu tempat ke tempat lain melalui media air atau angin. Erosi melalui media angin disebabkan oleh kekuatan angin sedangkan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Data curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun, yaitu Januari 2006 hingga Desember 2010 disajikan dalam Gambar 5.1. CH (mm) 600 500 400

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 13 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2010 sampai Desember 2011 dan terbagi menjadi 2 tempat yakni lapang dan laboratorium. Kegiatan penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan bagi kelangsungan hidup seluruh makhluk, terutama manusia. Dua pertiga wilayah bumi terdiri dari lautan

Lebih terperinci

PAPER KARAKTERISTIK HIDROLOGI PADA BENTUK LAHAN VULKANIK

PAPER KARAKTERISTIK HIDROLOGI PADA BENTUK LAHAN VULKANIK PAPER KARAKTERISTIK HIDROLOGI PADA BENTUK LAHAN VULKANIK Nama Kelompok : IN AM AZIZUR ROMADHON (1514031021) MUHAMAD FAISAL (1514031013) I NENGAH SUMANA (1514031017) I PUTU MARTHA UTAMA (1514031014) Jurusan

Lebih terperinci

KAJIAN ARSITEKTUR POHON MODEL RAUH DALAM UPAYA KONSERVASI AIR DAN TANAH: STUDI KASUS

KAJIAN ARSITEKTUR POHON MODEL RAUH DALAM UPAYA KONSERVASI AIR DAN TANAH: STUDI KASUS KAJIAN ARSITEKTUR POHON MODEL RAUH DALAM UPAYA KONSERVASI AIR DAN TANAH: STUDI KASUS Altingia excelsa Noronha DAN Schima wallichii (DC.) Korth DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO ENI NURAENI SEKOLAH

Lebih terperinci

Memasukkan: Agustus 2013, Diterima: November Keywords: Tree architectural model, stem flow, throughfall, surface run-off, infiltration, erosion

Memasukkan: Agustus 2013, Diterima: November Keywords: Tree architectural model, stem flow, throughfall, surface run-off, infiltration, erosion Jurnal Biologi Indonesia 10(1): 17-26 (2014) Kajian Arsitektur Pohon dalam Upaya Konservasi Air dan Tanah: Studi Kasus Altingia excelsa dan Schima wallichii di Taman Nasional G. Gede Pangrango (Tree Architectural

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi dan Neraca air Menurut Mori (2006) siklus air tidak merata dan dipengaruhi oleh kondisi meteorologi (suhu, tekanan atmosfir, angin, dan lain-lain) dan kondisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Degradasi Lahan Pada sistem pertanian lahan kering yang kurang efektif mengendalikan aliran permukaan dapat mempercepat kehilangan bahan organik yang sangat ringan dan mudah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aliran Permukaan dan Erosi Tanah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aliran Permukaan dan Erosi Tanah 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aliran Permukaan dan Erosi Tanah Aliran permukaan adalah air yang mengalir diatas permukaan tanah atau bumi dan bentuk aliran inilah yang paling penting sebagai penyebab erosi

Lebih terperinci

geografi Kelas X PEDOSFER III KTSP & K-13 H. SIFAT KIMIA TANAH a. Derajat Keasaman Tanah (ph)

geografi Kelas X PEDOSFER III KTSP & K-13 H. SIFAT KIMIA TANAH a. Derajat Keasaman Tanah (ph) KTSP & K-13 Kelas X geografi PEDOSFER III Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami sifat kimia tanah. 2. Memahami vegetasi tanah. 3. Memahami

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. erosi, tanah atau bagian-bagian tanah pada suatu tempat terkikis dan terangkut

TINJAUAN PUSTAKA. erosi, tanah atau bagian-bagian tanah pada suatu tempat terkikis dan terangkut TINJAUAN PUSTAKA Erosi Erosi adalah peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagianbagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami. Pada peristiwa erosi, tanah atau bagian-bagian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Hidrologi

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Hidrologi 4 TINJAUAN PUSTAKA Siklus Hidrologi Siklus hidrologi merupakan perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke permukaan tanah dan kembali lagi ke laut yang terjadi secara terus menerus, air

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan nitrogen tanah bervariasi dari satu tempat ke tempat lainnya. Variasi kandungan nitrogen dalam tanah terjadi akibat perubahan topografi, di samping pengaruh iklim, jumlah

Lebih terperinci

HUBUNGAN MODEL ARSITEKTUR POHON ROUX JENIS

HUBUNGAN MODEL ARSITEKTUR POHON ROUX JENIS HUBUNGAN MODEL ARSITEKTUR POHON ROUX JENIS Koordersiodendron pinnatum Merr DAN KORIBA JENIS Pometia pinnata Forster TERHADAP PARAMETER PERIMBANGAN AIR DI HUTAN TANAMAN ANGGORI MANOKWARI HERU JOKO BUDIRIANTO

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Biomassa Biomassa merupakan bahan organik dalam vegetasi yang masih hidup maupun yang sudah mati, misalnya pada pohon (daun, ranting, cabang, dan batang utama) dan biomassa

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan terhadap kondisi hidrologis di Sub Daerah Aliran Ci Karo, maka penulis dapat menarik

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR xiii BAB I PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR..... ii DAFTAR ISI...... iv DAFTAR TABEL..... ix DAFTAR GAMBAR xiii BAB I PENDAHULUAN.... 1 A. Latar Belakang Masalah 1 B. Rumusan Masalah. 7 C. Tujuan Penelitian......

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan sumber daya alam yang strategis bagi segala pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, seperti sektor pertanian,

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

HASIL Keadaan Umum Lokasi Penelitian Status Kawasan Luas dan Batas Wilayah

HASIL Keadaan Umum Lokasi Penelitian Status Kawasan Luas dan Batas Wilayah 27 HASIL Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kawasan arboretum Anggori di buka sejak tahun 1959 pada masa pemerintahan kolonial Belanda. Saat itu pihak pemerintah Kolonial Belanda mempunyai tujuan membuka kawasan

Lebih terperinci

Daur Siklus Dan Tahapan Proses Siklus Hidrologi

Daur Siklus Dan Tahapan Proses Siklus Hidrologi Daur Siklus Dan Tahapan Proses Siklus Hidrologi Daur Siklus Hidrologi Siklus hidrologi adalah perputaran air dengan perubahan berbagai bentuk dan kembali pada bentuk awal. Hal ini menunjukkan bahwa volume

Lebih terperinci

Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...)

Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...) Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...) Disampaikan pada PELATIHAN PENGELOLAAN DAS (25 November 2013) KERJASAMA : FORUM

Lebih terperinci

TESIS OLEH T. ALIEF ATHTHOIUCK PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

TESIS OLEH T. ALIEF ATHTHOIUCK PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR PENGARUH ARSITEKTUR POHON MODEL MASSART DAN RAUll TERHADAP ALIRAN BATANG, CURAHAN TAJUK,ALIRAN PERMUKAAN DAN EROSI D1IlUTAN I'ENDlI>lKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI TESIS OLEH T. ALIEF ATHTHOIUCK PROGRAM PASCASARJANA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jagung Jagung merupakan tanaman yang dapat hidup di daerah yang beriklim sedang sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat membutuhkan sinar matahari

Lebih terperinci

PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA

PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU TANAH

DASAR-DASAR ILMU TANAH DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2011 KONSERVASI TANAH 1. Pengertian Konservasi Tanah Penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan

Lebih terperinci

EROSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OLEH: MUH. ANSAR SARTIKA LABAN

EROSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OLEH: MUH. ANSAR SARTIKA LABAN EROSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OLEH: MUH. ANSAR SARTIKA LABAN Quis 1. Jelaskan pengertian erosi. 2. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi erosi. 3. Apakah erosi perlu dicegah/dikendalikan?

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi

TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi 2 TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi Infiltrasi didefinisikan sebagai proses masuknya air ke dalam tanah melalui permukaan tanah. Umumnya, infiltrasi yang dimaksud adalah infiltrasi vertikal, yaitu gerakan ke

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Konservasi Lahan Sub DAS Lesti Erni Yulianti PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Erni Yulianti Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. unsur unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air, vegetasi serta

BAB I PENDAHULUAN. unsur unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air, vegetasi serta BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air, vegetasi serta sumberdaya manusia.das

Lebih terperinci

KAJIAN EROSI DAN ALIRAN PERMUKAAN PADA BERBAGAI SISTEM TANAM DI TANAH TERDEGRADASI SKRIPSI. Vivin Alviyanti NIM

KAJIAN EROSI DAN ALIRAN PERMUKAAN PADA BERBAGAI SISTEM TANAM DI TANAH TERDEGRADASI SKRIPSI. Vivin Alviyanti NIM KAJIAN EROSI DAN ALIRAN PERMUKAAN PADA BERBAGAI SISTEM TANAM DI TANAH TERDEGRADASI SKRIPSI Diajukan Guna Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk Menyelesaikan Program Studi Ilmu Tanah (

Lebih terperinci

EROSI DAN SEDIMENTASI

EROSI DAN SEDIMENTASI EROSI DAN SEDIMENTASI I. PENDAHULUAN Konservasi tanah dalam arti yang luas adalah penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai

Lebih terperinci

MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI

MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat manusia. Pengertian lahan dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998), yaitu : Lahan merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Aliran Permukaan dan Infiltrasi dalam suatu DAS. pengangkut bagian-bagian tanah. Di dalam bahasa Inggris dikenal kata run-off

TINJAUAN PUSTAKA. Aliran Permukaan dan Infiltrasi dalam suatu DAS. pengangkut bagian-bagian tanah. Di dalam bahasa Inggris dikenal kata run-off 7 TINJAUAN PUSTAKA Aliran Permukaan dan Infiltrasi dalam suatu DAS Aliran permukaan, yaitu air yang mengalir di atas permukaan tanah. Bentuk aliran inilah yang penting sebagai penyebab erosi, karena merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya,

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

PENDUGAAN EROSI DENGAN METODE USLE (Universal Soil Loss Equation) DI SITU BOJONGSARI, DEPOK

PENDUGAAN EROSI DENGAN METODE USLE (Universal Soil Loss Equation) DI SITU BOJONGSARI, DEPOK PENDUGAAN EROSI DENGAN METODE USLE (Universal Soil Loss Equation) DI SITU BOJONGSARI, DEPOK Oleh: NURINA ENDRA PURNAMA F14104028 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU TANAH

DASAR-DASAR ILMU TANAH DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2009 KONSERVASI TANAH 1. Pengertian Konservasi Tanah Penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gambir (Uncaria gambir Roxb.) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki nilai ekonomi cukup tinggi serta memiliki prospek yang baik bagi petani maupun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum tentang Pinus 2.1.1. Habitat dan Penyebaran Pinus di Indonesia Menurut Martawijaya et al. (2005), pinus dapat tumbuh pada tanah jelek dan kurang subur, pada tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan

Lebih terperinci

INTERSEPSI AIR HUJAN PADA TANAMAN KOPI RAKYAT DI DESA KEBET, KECAMATAN BEBESEN, KABUPATEN ACEH TENGAH

INTERSEPSI AIR HUJAN PADA TANAMAN KOPI RAKYAT DI DESA KEBET, KECAMATAN BEBESEN, KABUPATEN ACEH TENGAH INTERSEPSI AIR HUJAN PADA TANAMAN KOPI RAKYAT DI DESA KEBET, KECAMATAN BEBESEN, KABUPATEN ACEH TENGAH Raifall Interception on Coffee Plants in Kebet Village, Bebesan Sub District, Aceh Tengah District

Lebih terperinci

PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP

PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP PENGERTIAN TANAH Pedosfer berasal dari bahasa latin yaitu pedos = tanah, dan sphera = lapisan. Pedosfer yaitu lapisan kulit bumi yang tipis yang letaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fungsi utama, yaitu sebagai sumber unsur hara bagi tumbuhan dan sebagai matriks

BAB I PENDAHULUAN. fungsi utama, yaitu sebagai sumber unsur hara bagi tumbuhan dan sebagai matriks BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponenkomponen padat, cair dan gas, dan mempunyai sifat serta perilaku yang dinamik (Arsyad, 1989).

Lebih terperinci

PENGARUH MODELING MACAM TANAMAN TERHADAP NILAI EROSI DI LAHAN PERTANIAN. Oleh : Pancadewi Sukaryorini 1) dan Moch. Arifin 1)

PENGARUH MODELING MACAM TANAMAN TERHADAP NILAI EROSI DI LAHAN PERTANIAN. Oleh : Pancadewi Sukaryorini 1) dan Moch. Arifin 1) 96 Jurnal Pertanian MAPETA Vol. 9. No. 2. April 2007 : 96-100 PENGARUH MODELING MACAM TANAMAN TERHADAP NILAI EROSI DI LAHAN PERTANIAN Oleh : Pancadewi Sukaryorini 1) dan Moch. Arifin 1) ABSTRACT Crop can

Lebih terperinci

Panduan konservasi tanah dan air untuk penanggulangan degradasi lahan

Panduan konservasi tanah dan air untuk penanggulangan degradasi lahan Standar Nasional Indonesia Panduan konservasi tanah dan air untuk penanggulangan degradasi lahan ICS 13.020 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii Pendahuluan... iii 1 Ruang

Lebih terperinci

PENDUGAAN EROSI DAN SEDIMENTASI PADA DAS CIDANAU DENGAN MENGGUNAKAN MODEL SIMULASI AGNPS (Agricultural Non Points Source Pollution Model)

PENDUGAAN EROSI DAN SEDIMENTASI PADA DAS CIDANAU DENGAN MENGGUNAKAN MODEL SIMULASI AGNPS (Agricultural Non Points Source Pollution Model) PENDUGAAN EROSI DAN SEDIMENTASI PADA DAS CIDANAU DENGAN MENGGUNAKAN MODEL SIMULASI AGNPS (Agricultural Non Points Source Pollution Model) Oleh : AI MARLINA F14102084 2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

HUBUNGAN MODEL ARSITEKTUR MASSART DARI POHON

HUBUNGAN MODEL ARSITEKTUR MASSART DARI POHON HUBUNGAN MODEL ARSITEKTUR MASSART DARI POHON Agathis dammara L.C.Richard DENGAN KONSERVASI TANAH DAN AIR DI RPH GAMBUNG PETAK 27 AREA PHBM, KPH BANDUNG SELATAN NOVI RIZAL UMAM SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hutan dapat dipandang sebagai suatu sistem ekologi atau ekosistem yang sangat. berguna bagi manusia (Soerianegara dan Indrawan. 2005).

I. PENDAHULUAN. hutan dapat dipandang sebagai suatu sistem ekologi atau ekosistem yang sangat. berguna bagi manusia (Soerianegara dan Indrawan. 2005). I. PENDAHULUAN Hutan adalah masyarakat tetumbuhan dan hewan yang hidup di lapisan permukaan tanah yang terletak pada suatu kawasan, serta membentuk suatu kesatuan ekosistem yang berada dalam keseimbangan

Lebih terperinci

PENDAHULLUAN. Latar Belakang

PENDAHULLUAN. Latar Belakang PENDAHULLUAN Latar Belakang Tanaman kakao sebagai salah satu komoditas andalan subsektor perkebunan Propinsi Sulawesi Tenggara banyak dikembangkan pada topografi berlereng. Hal ini sulit dihindari karena

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Manggis

TINJAUAN PUSTAKA Botani Manggis 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Manggis Tanaman manggis (Garcinia mangostana L.) termasuk famili Clusiaceae yang diperkirakan berasal dari Asia Tenggara khususnya di semenanjung Malaya, Myanmar, Thailand, Kamboja,

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan waktu Penelitian lapangan dilaksanakan di areal IUPHHK PT. Sari Bumi Kusuma Propinsi Kalimantan Tengah. Areal penelitian merupakan areal hutan yang dikelola dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Vegetasi Hutan Hutan merupakan ekosistem alamiah yang sangat kompleks mengandung berbagai spesies tumbuhan yang tumbuh rapat mulai dari jenis tumbuhan yang kecil hingga berukuran

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanfaatan sumber daya alam yang semakin meningkat tanpa memperhitungkan kemampuan lingkungan telah menimbulkan berbagai masalah. Salah satu masalah lingkungan di

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK DAS Citarum merupakan DAS terpanjang terbesar di Jawa Barat dengan area pengairan meliputi Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Bekasi, Cianjur, Indramayu,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan Menurut Lillesand dan Kiefer (1997) penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Penggunaan lahan juga diartikan sebagai setiap

Lebih terperinci

LAJU INFILTRASI TANAH DIBERBAGAI KEMIRINGAN LERENG HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT LINGGA BUANA

LAJU INFILTRASI TANAH DIBERBAGAI KEMIRINGAN LERENG HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT LINGGA BUANA LAJU INFILTRASI TANAH DIBERBAGAI KEMIRINGAN LERENG HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT LINGGA BUANA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

STUDI TERHADAP PRODUKTIVITAS SERASAH, DEKOMPOSISI SERASAH, AIR TEMBUS TAJUK DAN ALIRAN BATANG SERTA LEACHING PADA BEBERAPA KERAPATAN TEGAKAN PINUS

STUDI TERHADAP PRODUKTIVITAS SERASAH, DEKOMPOSISI SERASAH, AIR TEMBUS TAJUK DAN ALIRAN BATANG SERTA LEACHING PADA BEBERAPA KERAPATAN TEGAKAN PINUS STUDI TERHADAP PRODUKTIVITAS SERASAH, DEKOMPOSISI SERASAH, AIR TEMBUS TAJUK DAN ALIRAN BATANG SERTA LEACHING PADA BEBERAPA KERAPATAN TEGAKAN PINUS (Pinus merkusii), DI BLOK CIMENYAN, HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG

Lebih terperinci

DAMPAK PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KETERSEDIAAN SUMBER DAYA AIR DI KOTA TANGERANG OLEH : DADAN SUHENDAR

DAMPAK PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KETERSEDIAAN SUMBER DAYA AIR DI KOTA TANGERANG OLEH : DADAN SUHENDAR DAMPAK PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KETERSEDIAAN SUMBER DAYA AIR DI KOTA TANGERANG OLEH : DADAN SUHENDAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 ABSTRAK DADAN SUHENDAR. Dampak Perubahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Jati (Tectona grandis Linn. f) Jati (Tectona grandis Linn. f) termasuk kelompok tumbuhan yang dapat menggugurkan daunnya sebagaimana mekanisme pengendalian diri terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Hujan atau presipitasi merupakan jatuhnya air dari atmosfer ke permukaan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Hujan atau presipitasi merupakan jatuhnya air dari atmosfer ke permukaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hujan atau presipitasi merupakan jatuhnya air dari atmosfer ke permukaan bumi baik dalam bentuk cairan maupun es. Hujan merupakan faktor utama pengendali daur hidrologis

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian tentang Perkembangan Tegakan Pada Hutan Alam Produksi Dalam Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) dilaksanakan di areal

Lebih terperinci