KAJIAN PROFIL VEGETASI TERHADAP KONSERVASI AIR (ALIRAN BATANG, CURAHAN TAJUK, DAN INFILTRASI) DI KEBUN CAMPUR SUMBER TIRTA SENJOYO SEMARANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN PROFIL VEGETASI TERHADAP KONSERVASI AIR (ALIRAN BATANG, CURAHAN TAJUK, DAN INFILTRASI) DI KEBUN CAMPUR SUMBER TIRTA SENJOYO SEMARANG"

Transkripsi

1 KAJIAN PROFIL VEGETASI TERHADAP KONSERVASI AIR (ALIRAN BATANG, CURAHAN TAJUK, DAN INFILTRASI) DI KEBUN CAMPUR SUMBER TIRTA SENJOYO SEMARANG IRFIAH FIROROH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

2 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Profil Vegetasi Terhadap Konservasi Air (Aliran Batang, Curahan Tajuk, dan Infiltrasi) di Kebun Campur Sumber Tirta Senjoyo Semarang adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Juli 2009 Irfiah firoroh NRP G

3 ABSTRACT IRFIAH FIROROH. Study on the Vegetation Profile to Water Conservation (Stem-flow, Trough fall and Infiltration) at Sumber Tirta Senjoyo Mixed Garden Semarang. Under direction of DEDE SETIADI and MUHADIONO. The difference of vegetation profile is having role to hydrological system in certain area. This is due to each vegetation has different model of architecture. Certain models of architecture influence translocation of water to stem-flow, trough fall, and infiltration. In Sumber Tirta Senjoyo Mixed Garden, decision to select the species of trees is based on the function and economical benefit; however soil and water conservation is less concerned. The purpose of this study is to investigate the effect of architecture model to water conservation (stem-flow, through fall, and infiltration) in Sumber Tirta Senjoyo Mixed Garden. According to quadrate method analysis, the result showed that tree is dominated by mahogany (Swietenia macrophylla King). It is Rough model architecture with IVI (Important Value Index) was %. The pole stage is dominated by coffee (Coffea arabica L) with IVI % and to the sapling stage is dominated by mahogany with IVI %. For the seedling stage is dominated by coffee with IVI 27.99%. The highest coverage of underground species is ceplikan (Synedrella nodiflora L) with IVI 37.02%. The result showed that there is positive correlation between precipitation and stem-flow with r value There is also positive correlation between precipitation and trough fall, with r value , and a negative correlation was occur between precipitation and infiltration with r value Regression analysis between precipitation and stem-flow, trough fall or infiltration were as follows, stem flow = precipitation with R 2 was 92 %. Trough fall = precipitation with R 2 was 80% and infiltration = precipitation with R 2 was 87%. Keywords: vegetation profile, stem-flow, trough fall, infiltration.

4 RINGKASAN IRFIAH FIROROH. Kajian Profil Vegetasi Terhadap Konservasi Air (Aliran Batang, Curahan tajuk, dan Infiltrasi) di Kebun Campur Sumber Tirta Senjoyo dibawah bimbingan DEDE SETIADI dan MUHADIONO Perbedaan pengaruh tipe vegetasi terhadap sistem tata air pada suatu area antaralain disebabkan setiap jenis tumbuhan memiliki model arsitektur yang berbeda-beda. Model arsitektur biasanya diterapkan untuk tumbuhan berhabitus pohon yang merupakan gambaran morfologi pada suatu waktu dimana merupakan salah satu fase dari rangkaian pertumbuhan pohon tersebut. Model arsitektur pohon tertentu mempengaruhi translokasi air hujan menjadi laju aliran batang, air tembus tajuk, infiltrasi dan laju aliran permukaan pada suatu area yang terkait dengan peranan suatu vegetasi. Didalam sistem kebun campur, pemilihan jenisjenis pohon yang di tanam pada saat ini lebih banyak berdasarkan pada fungsi dan manfaat ekonominya sedangkan fungsi konservasi tanah dan air masih belum diperhatikan. Pengetahuan dan informasi dalam penelitian tentang profil arsitektur pohon yang berkaitan dengan konservasi tanah dan air masih kurang. Sehingga pada lahan kebun campur yang memiliki sumber air dapat mengalami gangguan baik dari alam maupun aktivitas manusia. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji struktur dan komposisi vegetasi, jenis tanah, profil vegetasi, model arsitektur pohon berkaitan nilai konservasi tanah dan air dengan parameter air antaralain aliran batang, curahan tajuk, dan infiltrasi di kebun campur Sumber Tirta Senjoyo Semarang. Metode kuadrat pada Analisis Vegetasi digunakan untuk mengetahui vegetasi yang dominan. Metode garis menyinggung digunakan untuk mengetahui vegetasi yang dominan pada tumbuhan penutup tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur dan komposisi vegetasi yang mendominasi di kebun campur Sumber Tirta Senjoyo adalah mahoni (Swietinia macrophylla King) untuk fase pohon nilai Indeks Nilai Penting (INP) sebesar 61.87%. Kopi (Coffea arabica L) untuk fase tiang dengan INP sebesar 64.61%, mahoni untuk fase sapihan dengan INP sebesar %, dan kopi (Coffea arabica L) untuk fase anakan dengan INP sebesar %. Jenis lainnya yang kodominan pada fase pohon, tiang, sapihan dan anakan berturut-turut adalah : beringin (Ficus benjamina L), lansep (Lansium domesticum Varr), beringin (Ficus benjamina L), dan waru (Hibiscus tiliacius L). Pada tumbuhan penutup tanah vegetasi dominan ceplikan (Synedrella nodiflora L) dengan INP %. Metode profil vegetasi menunjukkan kriteria pohon masa kini dan masa datang. Pohon masa kini sebesar 29.21% pohon masa datang sebesar 70.79% didominasi model arsitektur Rauh. Kerapatan vegetasi 450 individu/ha. Korelasi antara curah hujan dengan aliran batang menunjukkan hubungan bersifat positif dengan r = Korelasi antara curah hujan dengan curahan tajuk menunjukkan hubungan bersifat positif dengan nilai r = 0.89, dan korelasi antara curah hujan dengan infiltrasi menunjukkan hubungan bersifat negatif dengan nilai r = Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa hubungan curah hujan dengan aliran batang, curahan tajuk, dan infiltrasi menunjukkan hubungan nyata secara linier. Berdasarkan R 2 menunjukkan bahwa nilai curah hujan dapat menerangkan

5 nilai aliran batang, curahan tajuk, dan infiltrasi pada model Rauh, sehingga didapatkan persamaan sebagai berikut : 1). Aliran batang = curah hujan R 2 menunjukkan bahwa nilai curah hujan 92% dapat menerangkan nilai aliran batang 2). Curahan tajuk = curah hujan R 2 menunjukkan bahwa nilai curah hujan 87% dapat menerangkan nilai curahan tajuk 3). Infiltrasi = curah hujan R 2 menunjukkan bahwa nilai curah hujan 80% dapat menerangkan nilai infiltrasi Di kebun campur Sumber Tirta Senjoyo berdasarkan hasil analisis tanah termasuk jenis tanah Kompleks Andosol Kelabu Tua dan tekstur tanah berdebu. Sehingga model arsitektur Rauh pada mahoni (Swietenia macrophylla King) kurang cocok untuk menunjang usaha konservasi tanah dan air. Hal itu disebabkan model arsitektur Rauh memiliki nilai aliran batang kecil, curahan tajuk besar, dan nilai infiltrasi kecil. Kata kunci : profil vegetasi, aliran batang, curahan tajuk, infiltrasi.

6 Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyususnan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

7 KAJIAN PROFIL VEGETASI TERHADAP KONSERVASI AIR (ALIRAN BATANG, CURAHAN TAJUK, DAN INFILTRASI)DI KEBUN CAMPUR SUMBER TIRTA SENJOYO SEMARANG IRFIAH FIROROH Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Mayor Biologi Tumbuhan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

8 Judul Tesis Nama NRP : Kajian Profil Vegetasi Terhadap Konservasi Air (Aliran Batang, Curahan Tajuk, dan Infiltrasi) di Kebun Campur Sumber Tirta Senjoyo Semarang : Irfiah Firoroh : G Disetujui Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir.H. Dede Setiadi, M.S. Ketua Dr. Ir.Muhadiono, M.Sc Anggota Koordinator Mayor Biologi Tumbuhan Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Miftahudin, M.Si Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S. Tanggal Ujian : 22 Juli 2009 Tanggal Lulus : (tanggal pelaksanaan ujian tesis) (tanggal penandatanganan tesis oleh Dekan Sekolah Pascasarjana)

9 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Sulistijorini, Msi.

10 PRAKATA Puji Syukur penulis kehadirat ALLAH SWT karena berkat karunia dan bimbingannya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis. Judul tesis ini adalah Kajian Profil Vegetasi Terhadap Konservasi Air (Aliran Batang, Curahan Tajuk, dan Infiltrasi) di Kebun Campur Sumber Tirta Senjoyo Semarang, yang dilaksanakan mulai bulan Oktober 2008 sampai dengan Mei Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. H. Dede Setiadi, MS, dan Dr. Ir. I. Muhadiono, M.Sc yang telah memberikan bimbingan dan dorongan dalam penyusunan tesis ini. Disamping itu, penulis juga banyak mendapat bantuan dari teman-teman, Bapak Drs. Dalwandi (kepala Dinas Bina Marga Sumber Daya Alam & Sumber Daya Manusia ranting Senjoyo), Bapak Juri (staf kantor PDAM Salatiga), Bapak Ipin (staf Pusat Penelitian Tanah Agroklimat) dalam pengumpulan data, oleh sebab itu terima kasih yang tulus ikhlas atas segala bantuan yang diberikan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, suami, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Bogor, Juli 2009 Irfiah Firoroh

11 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Semarang pada tanggal 31 Desember 1975 dari ayah Rochmat Dz dan ibu Talbiyati. Penulis merupakan putri pertama dari empat bersaudara. Tahun 2000 penulis lulus dari Universitas Muhammadiyah Surakarta Program Pendidikan Biologi Jurusan Matematika Ilmu Pengetahuan Alam dan pada tahun 2007 lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah dari Departemen Agama Replubik Indonesia. Penulis memilih Mayor Tumbuhan, Departemen Biologi. Pada tahun 2000 bekerja sebagai tenaga pendidik pada SMA Negeri 1 Salatiga dan Madrasah Aliyah Negeri 1 Salatiga sampai sekarang. Pada tahun 1999 menikah dengan Drs. M. Khudlori dan dikaruniai seorang putri Azida Kirana Dhofiarahma.

12 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 3 Tujuan Penelitian... 3 Manfaat Penelitian... 3 Hipotesa Penelitian... 3 TINJAUAN PUSTAKA... 4 Kebun Campur... 4 Struktur dan Komposisi Vegetasi... 4 Model Arsitektur Pohon... 5 Curah hujan, aliran batang, curahan tajuk Infiltrasi, kandungan air tanah dan sifat fisik tanah KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Topografi Demografi METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan Penelitian Metode Penelitian Analisa Data... 25

13 HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur dan Komposisi Vegetasi Profil Vegetasi Parameter Air Aliran Batang Curahan Tajuk Infiltrasi Tanah SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

14 DAFTAR TABEL Halaman 1. Tiga jenis vegetasi yang dominan di kebun campur Sumber Tirta Senjoyo Jenis vegetasi penutup tanah di kebun campur Sumber Tirta Senjoyo Jenis pohon dengan model arsitektur Kerapatan jenis pohon/ha dari 10 plot dalam pohon masa kini dan pohon masa datang Hasil uji koefisien korelasi curah hujan dengan aliran batang, curahan tajuk, dan infiltrasi Hasil analisis tekstur tanah... 39

15 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Arsitektur pohon model Rauh Arsitektur pohon model Roux Arsitektur pohon model Massart Arsitektur pohon model Attims Peta lokasi penelitian Luasan petak pada metode kuadrat Aliran batang Curahan tajuk Infiltrasi Profil vegetasi secara vertikal Profil vegetasi secara horisontal Grafik linier antara curah hujan dengan aliran batang Grafik linier antara curah hujan dengan curahan tajuk Grafik linier antara curah hujan dengan infiltrasi Profil tanah Grafik biplot curah hujan dengan aliran batang, curahan tajuk, dan infiltrasi

16 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Hasil analisis vegetasi pada fase pohon, tiang, sapihan, anakan dan tumbuhan penutup tanah beserta model arsitektur A. Jenis fase pohon, tiang, sapihan, anakan dan model arsitekturnya B. Jenis fase anakan dan tumbuhan penutup tanah Hasil Indeks Nilai Penting (INP) analisis vegetasi A. Indeks nilai penting pada fase pohon B. Indeks nilai penting pada fase tiang C. Indeks nilai penting pada fase sapihan D. Indeks nilai penting pada fase anakan E. Indeks nilai penting tumbuhan penutup tanah Aliran batang, curahan tajuk, infiltrasi dan curah hujan selama 30 kali sebagai hasil pengukuran komponen hujan Kerapatan pohon/ha dalam kelompok pohon masa kini dan pohon masa datang A. Kerapatan pohon pada plot 1 sampai plot B. Kerapatan pohon pada plot 5 dan C. Kerapatan pohon pada plot 7 dan D. Kerapatan pohon pada plot 8 dan E. Kerapatan pohon pada plot Hasil uji korelasi dan uji regresi Jenis vegetasi yang ditemukan di kebun campur Sumber Tirta Senjoyo Kunci ilustrasi model arsitektur pohon... 65

17 PENDAHULUAN Kebutuhan akan air oleh setiap makhluk hidup sangat penting. Air merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan, kesehatan, bagi manusia dan makhluk hidup lainnya. Menurut Asdak (2002) sumberdaya air mengalami siklus yang dikenal siklus hidrologi. Akibat energi matahari terjadi proses evaporasi pada permukaan bumi menghasilkan uap air. Uap air mengalami kondensasi dan turun sebagai hujan. Air hujan sebagian tertahan ditajuk tumbuhan dan sebagian lagi jatuh ke tanah. Fungsi air secara alamiah tidak dapat digantikan oleh apapun maka, tanpa air tidak ada kehidupan. Kualitas dan kuantitas air merupakan salah satu faktor penentu kesejahteraan manusia. Salah satu tujuan konservasi air adalah untuk melestarikan manfaat sumber daya air untuk berbagai keperluan termasuk sebagai air minum. Sinukaban (1985) menyatakan konservasi air meliputi kegiatan penggunaan air yang jatuh ke tanah seefisien mungkin dan pengaturan aliran permukaan. Air yang ada di bumi berjumlah 163,84 x 10 3 m 3 dan hanya 0,5% dari jumlah tersebut yang dapat digunakan oleh manusia (Saeni 1989). Sumber air yang dapat di manfaatkan oleh manusia adalah air tanah. Menurut siklus hidrologi, air tanah terdiri dari dua yaitu; 1) Air tanah yang diserap oleh tumbuhan dan terevaporasikan secara langsung dari tanah dan 2) Air yang terkumpul di lapisan dekat batuan induk dan merupakan hasil perkolasi. Penggunaan air perlu diupayakan terciptanya tata guna tanah dan air seoptimal, sehingga dapat meningkatkan produktivitas pertanian dengan tersedianya air yang cukup di musim kemarau dan terhindar banjir dimusim penghujan. Untuk mencapai tujuan tersebut, vegetasi merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan karena peranannya sangat besar untuk peyimpanan air didalam tanah. Perbedaan pengaruh tipe vegetasi terhadap sistem tata air pada suatu area antaralain disebabkan setiap jenis tumbuhan memiliki model arsitektur yang berbeda-beda. Model arsitektur biasanya diterapkan untuk tumbuhan berhabitus pohon yang merupakan gambaran morfologi pada suatu waktu dimana merupakan salah satu fase dari rangkaian pertumbuhan pohon tersebut. Model arsitektur pohon tertentu mempengaruhi translokasi air hujan menjadi laju aliran batang, air

18 tembus tajuk, infiltrasi dan laju aliran permukaan pada suatu area yang terkait dengan peranan suatu vegetasi. Pengetahuan tentang model arsitektur pohon sangat penting untuk mengetahui peranannya dalam mengintersepsi curah hujan. Curah hujan yang turun akan dicegat oleh tajuk vegetasi, sebagian diuapkan ke atmosfer dan sebagian lagi jatuh ke lantai hutan sebagai curahan tajuk (throughfall) (Manokaran 1979). Sedangkan bagian yang dicegat oleh permukaan daun akan mengalir melalui batang menuju tanah sebagai aliran batang (stemflow). Selanjutnya curahan tajuk dan aliran batang mengalir di permukaan tanah membentuk aliran permukaan (surface run off) dan mengangkut partikel-partikel tanah (Tajang 1980). Peranan vegetasi dalam mengurangi aliran permukaan tergantung pada keadaan tanah seperti permeabilitas dan kapasitas menyimpan air, luas daerah yang ditanami dan jenis vegetasi populasi tumbuhan, keadaan pertumbuhan, jenis penyebaran serta tinggi vegetasi sangat menentukan (Stalling 1959; Hudson 1974). Oleh karena tipe vegetasi berperan terhadap konservasi air dan tanah berbeda-beda, maka konservasi tipe vegetasi ke dalam bentuk lain akan mengakibatkan perubahan dalam fungsi dan manfaat vegetasi pada suatu lahan. Berkaitan dengan hal tersebut, Rahim (1988) mengemukakan bahwa konservasi hutan menjadi kebun kakau dan kelapa sawit (yang merubah struktur dan komposisi vegetasi) pada 2 DAS di Malaysia menunjukkan peningkatan yang sangat dratis pada aliran air permukaan sebesar 706mm (157%) dan 822mm (470%). Perbedaan pengaruh tersebut disebabkan cara konservasi hutan menjadi lahan perkebunan yang berbeda, penerapan sistem tebang habis, pembersihan lahan perkebunan dan kontruksi jalan. Di dalam sistem kebun campur, pemilihan jenis-jenis pohon yang di tanam pada saat ini lebih banyak berdasarkan pada fungsi dan manfaat ekonominya sedangkan fungsi konservasi tanah dan air masih belum diperhatikan. Pengetahuan dan informasi dalam penelitian tentang profil vegetasi yang berkaitan dengan konservasi tanah dan air masih kurang. Hal itulah perlunya dilakukan penelitian tentang kajian profil vegetasi terhadap konservasi air (aliran batang, curahan tajuk, dan infiltrasi) di kebun campur Sumber Tirta Senjoyo Semarang.

19 Perumusan Masalah Masyarakat di desa Tegalwaton dalam pengelolaan kebun campur tidak memperhatikan nilai konservasi tanah dan air. Pemilihan jenis pohon yang ditanam berdasarkan pada nilai ekonomi saja. Kebanyakan pohon mahoni, sengon, dan jati yang dapat dijual dan dimanfaatkan sebagai bahan bangunan. Peran vegetasi untuk konservasi tanah dan air dari profil vegetasi belum banyak dimengerti. Apabila hal itu dibiarkan maka akan menimbulkan bencana alam dan gangguan pada ekosistem tersebut. Upaya menciptakan tata guna lahan dan air yang tidak merusak ekosistem. Hal yang perlu diperhatikan peran dari vegetasi. Perlunya penelitian tentang struktur dan komposisi vegetasi, jenis tanah, profil vegetasi, model arsitektur pohon berkaitan nilai konservasi tanah dan air dengan parameter air antaralain aliran batang, curahan tajuk, dan infiltrasi di kebun campur Sumber Tirta Senjoyo Semarang. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji struktur dan komposisi vegetasi, jenis tanah, profil vegetasi, model arsitektur pohon berkaitan nilai konservasi tanah dan air dengan parameter air antaralain aliran batang, curahan tajuk, dan infiltrasi di kebun campur Sumber Tirta Senjoyo Semarang. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi dan pengetahuan bagi masyarakat didalam pengelolahan lahan kebun campur Sumber Tirta Senjoyo berhubungan dengan struktur dan komposisi vegetasi, jenis tanah, profil vegetasi, model arsitektur pohon dalam usaha pelestarian sumber air dan siklus hidrologi. Sebagai upaya konservasi tanah dan air dalam pemilihan jenis pohon yang cocok ditanam di kebun campur Sumber Tirta Senjoyo Semarang. Hipotesa Penelitian Hipotesis dalam penelitian ini adalah struktur dan komposisi vegetasi, jenis tanah, profil vegetasi, model arsitektur pohon berperan terhadap konservasi air (aliran batang, curahan tajuk, dan infiltrasi) di kebun campur Sumber Tirta Senjoyo Semarang.

20 TINJAUAN PUSTAKA Kebun Campur Kebun Campur di Pulau Jawa disebut kebun perkarangan. Foresta et.al (2000) menyebutkan kebun perkarangan di Pulau Jawa memadukan tanaman bermanfaat asal hutan dengan tanaman khas pertanian. Kehadiran dan campur tangan manusia secara terus menerus membuat kebun itu menjadi sistem yang benar-benar buatan (artifisial) meskipun tetap bisa ditemukan sifat khas vegetasi hutan. Lebih lanjut Taufik (2002) menyatakan bahwa kebun campur yang ditanam dengan pola agroforestry pada umumnya terdiri dari berbagai macam tanaman setahun (sayuran dan pangan) yang di sekelilingnya oleh bambu atau pohonpohon. Lokasi kebun campur biasanya agak jauh dari rumah. Singkong, jagung, kacang tanah dan jenis kacang-kacangan lainnya merupakan jenis yang banyak ditanam. Selain tanaman kehutanan yang dapat dimanfaatkan kayunya seperti sengon, jenis pepohonan yang banyak ditanam adalah buah-buahan. Sistem kebun campur yang kompleks (Complex Agroforestry System) merupakan persekutuan dari banyak komponen diantaranya; pohon, liana, semak, trelet (pisang, coklat, kopi) yang semuanya memiliki nilai ekonomi tinggi. Sistem kebun campur merupakan perpaduan dari berbagai jenis tanaman dalam satu areal. Sistem ini hanya ditemui didalam tropik. Di Brazil misalnya, berupa hutan yang dikelola, berkembang dan mengalami transformasi terpadu dari ekosistem yang asli. Sistem kebun di Indonesia terbentuk setelah vegetasi asli punah atau dipunahkan, kemudian ditanami kembali jenis pohon yang lebih beragam (Michon 1991). Potensi kebun campur berguna untuk memecahkan permasalahan yang ada dalam penggunaan lahan yang semakin terbatas dengan mempertahankan lingkungan. Namun pada kenyataannya sistem kebun campur belum diakui oleh banyak instansi khususnya yang bergerak di bidang penelitian dan penyuluhan (Garrity 1994). Struktur dan Komposisi vegetasi Muller dan Ellenberg (1974) membagi struktur vegetasi menjadi lima berdasarkan tingkatannya, yaitu: fisiognomi vegetasi, struktur biomassa, struktur bentuk hidup, struktur floristik, dan struktur tegakan. Struktur suatu

21 vegetasi terdiri dari individu yang membentuk tegakan di dalam suatu ruang. Komunitas tumbuhan terdiri dari sekelompok tumbuhan yang masing-masing individu mempertahankan sifatnya. Struktur vegetasi terdiri dari 3 komponen, yaitu: 1. Struktur vegetasi berupa gambaran vegetasi vertikal, merupakan diagram profil yang melukiskan lapisan pohon, tiang, sapihan, semai dan herba penyusun vegetasi. 2. Sebaran horisotal jenis-jenis penyusun yang menggambarkan letak dari suatu individu terhadap individu lain. 3. Kelimpahan (abundance) setiap jenis dalam suatu komunitas. Kelimpahan jenis ditentukan, frekuensi, kerapatan dan dominasi setiap jenis. Penguasaan suatu jenis terhadap jenis-jenis lain ditentukan berdasarkan Indeks Nilai Penting (INP), voloume, biomassa, persentase penutupan tajuk, luas bidang dasar individu, dan kerapatan. Frekuensi suatu jenis menunjukan penyebaran suatu jenis dalam suatu areal. Jenis yang menyebar secara merata mempunyai nilai frekuensi besar, sebaliknya jenis yang mempunyai nilai frekuensi yang kecil mempunyai daerah sebaran kurang luas. Kerapatan dari suatu jenis merupakan nilai yang menunjukkan jumlah suatu jenis per satuan luas. Makin besar kerapatan suatu jenis, makin banyak individu jenis tersebut per satuan luas. Dominansi suatu nilai menunjukkan penguasaan suatu jenis terhadap komunitas. Model Arsitektur Pohon Arsitektur pohon merupakan gambaran morfologi pada suatu waktu yang merupakan suatu fase pada saat tertentu dari suatu rangkaian seri pertumbuhan pohon, nyata dan dapat diamati setiap waktu. Bentuk pertumbuhan yang menentukan rangkaian fase arsitektur pohon disebut model arsitektur. Elemenelemen dari suatu arsitektur pohon terdiri dari pola pertumbuhan batang, percabangan dan pembentukan pucuk terminal. Pola pertumbuhan pohon dapat berupa ritmik dan kontinu. Pertumbuhan ritmik memiliki suatu periodisitas dalam proses pemanjangannya yang secara morfologi di tandai dengan adanya segmentasi pada batang atau cabang. Pertumbuhan kontinu berbeda dengan

22 pertumbuhan ritmik karena tidak meliki periodisitas dan tidak ada segmentasi pada batang atau cabangnya (Halle et al. 1978). Halle & Oldeman (1975) model arsitektur pohon dibedakan 4 karakterestik utama, yaitu : 1. Pohon tidak bercabang (monoaxial) yaitu bagian vegetatif pohon terdiri satu aksis dan dibangun oleh meristem soliter, contohnya model Holttum dan model Corner. 2. Pohon bercabang dengan axis vegetatif ekuivalen dan orthotropik, contohnya model Tomlinson, dan model Chamberlain. 3. Pohon bercabang dengan aksis vegetatif non ekuivalen, contohnya model Prevost, model Rauh, model Cook. 4. Pohon bercabang dengan aksis vegetatif campuran ada yang ekuivalen dan non ekuivalen, contohnya model Troll, model Champagnat, dan model Mangenot. Vegetasi berperan dalam mengintersepsi curah hujan. Curah hujan yang turun akan dicegat oleh tajuk vegetasi, sebagian diuapkan ke atmosfer dan sebagian lagi jatuh ke lantai hutan sebagai curahan tajuk (throughfall) (Manokaran 1979). Sedangkan bagian yang dicegat oleh permukaan daun akan mengalir melalui batang menuju tanah sebagai aliran batang (stemflow). Selanjutnya curahan tajuk dan aliran batang mengalir di permukaan tanah membentuk aliran permukaan (surface run off) dan mengangkut partikel-partikel tanah (Tajang 1980). Gambar 1 Model arsitektur Rauh Keterangan : aliran batang aliran curahan tajuk

23 Model Rauh merupakan model arsitektur pohon dengan ciri-ciri batang bercabang, poliaksial atau pohon dengan beberapa aksis yang berbeda. Aksis vegetatif yang tidak ekuivalen dengan bentuk homogen, semuanya orthotropik, percabangan monopodial dengan perbungaan lateral dan mempunyai batang pokok yang mengalami pertumbuhan secara ritmik (Gambar 1). Jenis yang memiliki model arsitektur dari famili Lauraceae, Elaeocarpaceae, Theaceae, dan Hamamelidaceae. Gambar 2 Model arsitektur Roux Keterangan : aliran batang aliran curahan tajuk Model Roux merupakan salah satu model arsitektur pohon dengan ciri-ciri batang bercabang, poliaksial atau pohon dengan beberapa aksis berbeda yaitu (1) aksis vegetatif tidak ekuivalen dengan homogen, heterogen atau campuran tetapi selalu mempunyai perbedaan yang jelas antara batang dan cabang, (2) aksis vegetatif homogen (terdiferensiasi dalam bentuk aksis orthotropic dan plagiotropik atau aksis majemuk). Percabangan akrotonik dalam membentuk batang bukan konstruksi modular, seringkali pembungaan lateral, batang monopodium dengan pertumbuhan batang percabangan secara kontinyu. Percabangan flagiotropik bukan karena aposisi, monopodial atau simpodial karena subsitusi, cabang dapat bertahan lama dan tidak menyerupai daun majemuk (Gambar 2). Jenis pohon yang memiliki model arsitektur dari famili Ulmaceae dan Melastomataceae.

24 Model Massart merupakan model arsitektur pohon dengan ciri-ciri batang bercabang, poliaksial, aksis vegetatif tidak ekuivalen, homogen (terdiferensiasi dalam bentuk aksis orthotropik). Percabangan seluruhnya akrotonik dalam membentuk batang, bukan konstruksi modular, perbungaan lateral, pola percabangan monopodium, pertumbuhan batang dan cabang ritmik. Percabangan flagiotropik bukan karena aposisi, monopodial atau simpodial karena substitusi (Gambar 3). Jenis yang memiliki model arsitektur pohon ini dari famili Loganiaceae dan Staphyliaceae. Gambar 3 Model arsitektur Massart Keterangan : aliran batang aliran curahan tajuk Model Attims merupakan model arsitektur pohon dengan ciri-ciri batang bercabang, poliaksial atau pohon dengan beberapa aksis yang berbeda. Aksis vegetatif tidak ekuivalen dengan homogen, semuanya orthotropik. Percabangan monopodial dengan perbungaan lateral dan mempunyai batang pokok yang mengalami pertumbuhan secara kontinyu (Gambar 4). Jenis pohon yang memiliki model arsitektur ini dari famili Moraceae, Rutaceae, dan Sapindaceae.

25 Gambar 4 Model arsitektur Attims Keterangan : aliran batang aliran curahan tajuk Model Scarrone merupakan model arsitektur pohon dengan ciri-ciri batang bercabang, poliaksial atau pohon dengan beberapa aksis yang berbeda, dengan aksis vegetatif yang tidak ekuivalen dengan bentuk homogen, semuanya orthotropik, percabangan monopodial dengan perbungaan terminal, terletak pada bagian peri-peri tajuk, cabang simpodial nampak seperti konstruksi modular, batang dengan pertumbuhan tinggi ritmik. Jenis yang memiliki model arsitektur pohon seperti ini adalah dari famili Lauraceae dan Saurauiaceae. Setiadi (1998) mengemukakan bahwa model arsitektur pohon yang tidak bercabang terdiri dari model Holtum dan model Corner. Model Holtum merupakan jenis pohon dengan ciri-ciri batng lurus, tidak bercabang, monoaksial (pohon yang mempunyai aksis tunggal yang berasal dari satu meristem apikal), dan dengan perbungaan terminal. Contoh tumbuhan yang memiliki model arsitektur Holtum adalah Corypha umbracelifolia (Arecaceae, monokotil) dan Sohuregia exelsa (Rutaceae, dikotil). Model Corner merupakan jenis pohon dengan ciri-ciri batang lurus, tidak bercabang, monoaksial (pohon yang mempunyai aksis tunggal yang berasal dari satu meristem apikal dan perbungaan lateral/axiler). Model Corner ini dibedakan menjadi dua kelompok yaitu kelompok tumbuhan dengan pertumbuhan kontinu yaitu pertumbuhan tidak memperlihatkan pertambahan tunas baru secara bertahap pada selang waktu tertentu (tanpa perbedaan episode pertumbuhan tunas

26 baru),contohnya Cocos nucifera (Aceraceae, monokotil) dan Carica papaya (Caricaceae, dikotil). Kelompok kedua dari model Corner adalah kelompok tumbuhan dengan pertumbuhan ritmik yaitu pertumbuhan pohon yang ditentukan oleh ritme timbulnya tunas baru yang diselingi oleh periode dormansi. Karena adanya ritme pertumbuhan tersebut, maka pada batang pohon nampak adanya ruas-ruas yang nyata sebagai tanda adanya pertumbuhan ritmik. Contoh tumbuhan yang tergolong model Corner untuk untuk pertumbuhan ritmik adalah Cycas circinales (Cycadaceae) dan Trichoscypha ferreginea (Anacardiaceae). Model arsitektur pohon yang bercabang dengan aksis vegetatif yang ekivalen, homogen (tidak ada pembagian batang dan cabang) dan orthotropik (seringkali berupa aksis vertikal serta akrotoni yaitu percabangan terjadi pada bagian distal dari permukaan tanah dengan bentuk percabangan tidak menggarpu). Setiap module terdapat dua atau lebih cabang, simpodium berdimensi tiga, tidak linier, percabangan jelas, perbungaan terminal disebut model Leewenberg. Contohnya Dracaena draco (Agavaceae, monokotil), Ricinus communis dan Manihot esculenta (Euphorbiaceae, dikotil). Pada jenis tumbuhan tertentu, pola percabangannya menunjukkan adanya aksis yang kelihatan seperti campuran antara ortthotropik dan plagiotropik yang disebabkan karena adanya pertumbuhan sekunder. Sebagai contoh pada pertumbuhan pohon yang memiliki pola dasar semua aksisnya orthotropik, tetapi karena dalam pertumbuhan selanjutnya terjadi proses pembekokan pada cabangcabang lateralnya maka membentuk model arsitektur tertentu yang berbeda. Model pertumbuhan pohon yang seperti ini selanjutnya disebut sebagai model Champagant. Contoh tumbuhan yang mengalami pertumbuhan seperti itu adalah Bougianvllae glabra (Nyctaginaceae). Bentuk lain ditemukan pada jenis tumbuhan dengan pola percabangannya menunjukkan adanya aksis seperti campuran antara orthotropik dan plagiotropik yang disebabkan karena adanya pertumbuhan sekunder. Sebagai contoh pada pertumbuhan pohon tertentu memiliki pola dasar dimana semua aksisnya sesungguhnya plagiotropik, tetapi setelah daun luruh sering kali menjadi tegak karena adanya pertumbuhan sekunder atau karena dalam pertumbuhan selanjutnya terjadi proses pembekokan pada cabang-cabang lateralnya maka membentuk

27 model arsitektur tertentu yang berbeda dengan model sebelumnya. Model pertumbuhan pohon yang seperti ini selanjutnya disebut sebagai model Troll. Model arsitektur pertumbuhan dengan model dasar Troll terbagi lagi menjadi dua bagian berdasarkan pola percabangan pokoknya yaitu : (1) model Troll yang mengalami pertumbuhan sekunder dengan pola percabangan pokoknya monopodium. Sebagai contoh Annona muricata (Annonaceae), Allbizia falcataria, dan Leucaena glauca (Mimmosaceae). (2) model Troll yang mengalami pertumbuhan sekunder seperti itu tetapi pola percabangan pokoknya simpodium. Sebagai contoh adalah Parinaria excelsa (Rosaceae) dan Elaeocarpus sphaericus. Pada penelitian lain yang dilakukan di Sumatera, Torquebiau (1985) dalam membuat peta mosaik hutan hujan tropika membagi pohon berdasarkan unit ekologi sebagai berikut : a. Tidak ada pohon atau pohon dengan tinggi kurang dari 2 meter atau pohon yang telah mati dan telah mulai membusuk, disebut Reorganizing eco-unit. b. Pohon masa depan yaitu pohon yang telah mulai menunjukkan model arsitektur yang mengalami pengaturan pola pertumbuhan, di sebut Aggrading eco-unit. c. Pohon masa kini yaitu pohon yang mengalami pertumbuhan stabil dan pola percabangannya telah dapat di kenal dengan baik, disebut Steadystate eco-unit. Jenis ini akan dibagi lagi menjadi c1, c2, c3, dan c4 dalam pembuatan peta mozaiknya sesuai dengan ketinggian masing-masing pohon. d. Pohon masa lampau, yaitu pohon yang telah mati atau mulai mengering atau pohon sudah tua, di sebut Degrading eco-unit. Profil Vegetasi Profil vegetasi merupakan gambaran vertikal dan horisontal serta struktur dan komposisi jenis dari suatu vegetasi meliputi dominasi penutupan tajuk, keanekaragaman jenis, frekuensi jenis, kerapatan jenis dan tumbuhan bawahnya. Profil vertikal dan horizontal ini di bentuk oleh model arsitektur dari jenis-jenis yang ada di dalamnya (Setiadi 1998).

28 Curah hujan, aliran batang, dan curahan tajuk Curah hujan merupakan butir-butir air di atmosfer yang jatuh ke permukaan bumi setelah massa uap air mengalami pengembunan dan dalam jumlah besar membentuk awan yang mengandung air atau butir-butir es (Chow 1964). Jika ukuran butir-butir air atau es cukup besar maka butir-butir air atau es tersebut akan jatuh sebagai hujan. Satu hari hujan adalah periode 24 jam di mana terkumpul curah hujan setinggi 0,5 mm atau lebih dan curah hujan dengan tinggi kurang dari ketentuan ini, hari hujannya dianggap nol. Usaha dalam konservasi tanah dan air, karakteristik hujan perlu diketahui adalah tebal hujan, intensitas hujan dan distribusinya. Tebal hujan adalah jumlah curah hujan yang dinyatakan dalam milimeter biasanya di ukur setiap hari dan disebut hujan harian, sedang tebal hujan dalam sebulan disebut hujan bulanan dan dalam setahun disebut hujan tahunan. Intensitas hujan adalah tebal hujan persatuan waktu (ml/15mnt/30mnt), dan seterusnya 0 yang diukur dengan menggunakan pencatat hujan otomatis. Aliran batang (stemflow) adalah bagian dari curah hujan yang di cegat oleh tajuk vegetasi, lalu mengalir melalui batang, dan sampai ke permukaan tanah (Fellizar 1976). Menurut Manokaran (1979) aliran batang merupakan bagian hujan yang terintersepsi, berkumpul dan mengalir ke permukaan tanah melalui batang. Air hujan yang mengalir ke batang mempunyai koefisien input batang (Pt). Sebelum mencapai permukaan tanah, aliran batang tersebut akan mengisi celah-celah batang yang di sebut sebagai kapasitas batang untuk menyimpan air (St) (Gash 1979). Penguapan dari batang hanya merupakan bagiann kecil bila di bandingkan dengan penguapan dari tajuk, sehingga sering diabaikan ( Rutter & Morton 1977). Hover (1953) dalam Fellizar (1976) menyatakan bahwa tanpa menyertakan faktor aliran batang dalam studi hidroekologi terutama mengenai ketersediaan air dan keadaan kebasahan tanah bagian atas (sub soil moisture condition) akan terjadi tidak sesuai dengan perkiraan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Voigt (1969) bahwa tanah di sekitar pangkal pohon akan menerima air lebih besar dari pada tanah yang berada di bawah tajuk hutan lainnya maupun tanah terbuka. Kondisi ini disebabkan terjadinya akumulasi air pada pangkal

29 pohon yang akan memperbesar jumlah air perlokasi ke dalam tanah (Ovington 1954). Air tembus kanopi secara umum merupakan curah hujan yang mengenai pohon tertentu dan diteruskan ke tanah melalui kanopi bukan melalui batang. Besarnya air tembus kanopi dipengaruhi oleh tebalnya lapisan tajuk, jenis-jenis pohon yang membentuk tegakan, bentuk daun dan tata letak daun pada cabang, suhu sekitarnya dan kecepatan angin pada saat itu (Zinke 1967). Selain itu kondisi daun pada saat turun hujan juga mempengaruhi besarnya air tembus, artinya jika pada saat hujan daun yang sudah dalam keadaan basah, maka air tembusnya akan lebih besar jika dibandingkan dengan daun yang dalam keadaan kering. Air curahan tajuk ( throughfall ) adalah bagian dari air hujan yang jatuh ke atas permukaan tanah melalui celah-celah tajuk dan atau berupa limpasan dari daun, ranting atau cabang pohon (Kittredge 1948 dan Lull 1964). Air infiltrasi, kandungan air tanah, dan sifat-sifat fisik tanah Air hujan yang jatuh di permukaan tanah akan diserap masuk ke dalam tanah atau mengalir di atas permukaan tanah Schwab dkk (1982 ) dan Arsyad (1989) menyatakan bahwa infiltrasi adalah proses masuknya air ke dalam tanah melalui permukaan tanah dan bergerak secara vertikal. Banyaknya air per satuan waktu yang masuk ke dalam tanah disebut laju infiltrasi. Sedangkan jumlah air yang dapat terinfiltrasi dalam suatu selang waktu tertentu disebut infiltrasi kumulatif, yaitu merupakan integral dari laju infiltrasi pada suatu selang waktu tertentu (Skoggs Khaleel, 1982). Faktor-faktor yang mempengaruhi laju infiltrasi adalah penutupan tajuk tumbuhan, kondisi permukaan tanah, suhu tanah, intensitas hujan, sifat fisik tanah, dan kualitas air tanah (Viessman Jr.dkk., 1977). Hal ini sejalan dengan pendapat Skaggs dan Khaleel (1982) bahwa faktor yang mempengaruhui infiltrasi adalah kandungan air tanah awal, sifat fisik tanah, intensitas hujan, kondisi permukaan, pelapisan tanah, dan pergerakan udara dalam tanah. Rendahnya laju infiltrasi pada tanah basah berkaitan erat dengan besarnya potensial matriks tanah untuk menahan air (Hillel 1980). Selanjutnya dikatakan

30 bahwa laju infiltrasi akan terus menurun mendekati nilai konduktivitas hidrolik tanah. Kandungan air tanah setelah terjadinya hujan akan menurun akibat adanya potensial gravitasi air dan evapotranspirasi. Air akan bergerak ke dalam tanah akan menurun dengan menurunnya selisih antara potensial gravitasi dan potensial matriks tanah (Sinukaban 1985). Air dari dalam tanah akan terevapotranspirasi ke atmosfer. Dengan demikian evapotranspirasi akan menyebabkan meningkatnya potensial matriks tanah untuk menahan air. Selanjutnya dengan meningkatnya jumlahnya air yang terevaporasi pada suatu selang waktu tertentu akan meningkatkan laju infiltrasi awal. Hillel (1977), menggambarkan bahwa kandungan air tanah tergantung pada kemampuan tanah untuk mempertahankan air selama tidak terjadi hujan. Adanya kemampuan tanah untuk menyerap air secara maksimum pada selang waktu tanpa hujan, maka akan dapat diketahui perubahan kandungan air tanah selama selang waktu tersebut. Penurunan kandungan air tanah dari kapasitas maksimum tanah memegang air pada selang waktu tertentu akan dapat digunakan untuk menentukan besarnya perubahan simpanan air tanah, yaitu melalui perubahan kandungan air tanah pada kedalaman tanah tertentu. Laju infiltrasi pada tanah pasir, lempung, dan liat akan berbeda akibat adanya kecenderungan tekstur tanah dalam membentuk struktur dan pori tanah. Dengan semakin kecil partikel tanah akan meningkatkan luas bidang sentuh antar partikel tanah, sehingga kemungkinan untuk terbentuknya pori mikro dengan struktur yang teguh. Selama infiltrasi, distribusi kandungan air tanah pada tanah pasir akan lebih luas daripada tanah lempung. Demikian juga distribusi kandungan air tanah lempung lebih besar daripada tanah liat (Hillel 1977). Hubungan antara sifat fisik tanah, vegetasi, dan infiltrasi terletak pada sumbangan bahan organik dan penetrasi perakaran di dalam tanah. Tingginya kandungan bahan organik tanah akan meningkatkan kekuatan agregat.

31 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN TOPOGRAFI Lokasi penelitian merupakan kebun campur terletak di desa Tegalwaton Senjoyo kecamatan Tengaran, kabupaten Semarang, Jawa Tengah yang memiliki sumber mata air untuk pengairan sawah dan PDAM. Daerah ini terletak pada ketinggian 725 m dari permukaan laut (dpl). Luas wilayah kebun campur sekitar ha yang terdiri dari tanah sawah dengan luas sekitar , irigasi teknis luasnya ha, irigasi setengah tehnis dengan luas ha dan tanah kering dengan luas ha, yang terdiri dari perkarangan/perumahan ha, tegalan ha. Temperatur udara rata-rata 30 o C. Curah hujan 800 mm/th. Keterangan : Skala 1 : 100 Gambar 5 Peta Lokasi Desa Tegalwaton Batas wilayah sebelah utara desa Barukan dan desa Tingkir, sebelah selatan desa Karang Duren, sebelah barat desa Bener, dan sebelah timur desa

32 Kebowan. Jarak dari pusat pemerintahan Kecamatan 7 km, jarak dari kabupaten 33 km, jarak dari kota Propinsi 55 km, dan jarak dari ibukota negara 552 km. Desa Tegalwaton terbagi 8 dusun meliputi; dusun Krajan, dusun Gumukan, dusun Jubug, dusun Manggisan, dusun Rekesan, dusun Medongan, dusun Kalijali, dan dusun Kadilobo. Pada wilayah tersebut terdapat berbagai jenis pohon antara lain, pohon mahoni (Swietenia macrophylla King), beringin (Ficus benjamina L), kopi (Coffea arabica L), sengon (Albizzia falcalaria Back), aren (Arenga pinnata Merr), kelapa (Cocos nucifera L), munggur (Samania saman Merr), waru (Hibiscus tiliacius L), tanjung (Mimusop elingi), kenari (Canarium commune L). Tumbuhan penutup tanah paku (Dryopteris fillmaxs L), putri malu (Mimosa pudica L). DEMOGRAFI Kepadatan Penduduk Desa Tegalwaton mempunyai luas wilayah ha atau km 2 dan jumlah penduduk orang. Jadi kepadatan penduduk desa Tegalwaton adalah , setiap kilometer persegi luas wilayah desa Tegalwaton rata-rata dihuni oleh sekitar orang. Distribusi Penduduk Distribusi Penduduk adalah persebaran penduduk dalam ruang tertentu. Desa Tegalwaton memilliki 8 dusun dan terbagi 8 RW dan 34 RT. Jumlah penduduk orang terdiri dari orang laki-laki dan orang perempuan. Dari jumlah penduduk orang 802 orang sebagai Kepala Keluarga. Distribusi penduduk di desa Tegalwato tidak merata ada dusun yang padat dan ada yang jarang (kurang padat). Kehidupan Masyarakat Berdasarkan pemilikan tanah bahwa pemilikan tanah pertanian masih dibawah 0.5 ha/kepala keluarga Penduduk desa Tegalwaton kebanyakan mata pencaharian

33 bercocok tanam (petani), namun tanah yang dimiliki tidak luas. Banyak penduduk yang memiliki tanah kurang dari 0.25 ha tiap kepala keluarga. Dengan demikian tidak dapat menjamin kehidupan apalagi bagi mereka yang berkeluarga besar. Sebagai jalan keluar mereka bekerja sebagai buruh tani, buruh bangunan, dan pekerja pabrik. Pertanian Pertanian di desa Tegalwaton dibagi menjadi empat yaitu; pertanian sawah irigasi, pertanian sawah setengah irigasi, pertanian sawah tadah hujan, dan pertanian tanah kering/tegalan. Pola pertanian lahan kering dan sistem tumpangsari. Peternakan Peternakan di desa Tegalwaton kebanyakan menggunakan cara tradisional misalnya memelihara ayam kampung dibiarkan tidak dikandang secara teratur (liar) makanannya dibiarkan mencari sendiri. Pada peternakan hewan herbivora (sapi, kerbau. kambing dan lain-lain) dibiarkan bergembala di padang rumput (tidak dikandangkan). Industri Kerajinan/ Kerajinan Rakyat Industri kecil merupakan usaha kecil ekonomi masyarakat (home industry) berupa pembuatan gula jawa(gula merah), pembuatan tempe, kerupuk gendar, anyaman kepang, tampah, keranjang, dan lain-lain. Agama (Pelaksanaan Hukum Waris) Penduduk desa Tegalwaton mayoritas beragama Islam. Pelaksanaan kehidupan sehari-hari pengamalan mencerminkan nilai-nilai agama Islam. Hal itu dapat terlihat pada pelaksanaan hukum waris, pembagian warisan ditentukan berdasarkan ilmu hukum waris (Faroidh). Anak perempuan mendapatkan satu bagian dan anak laki-laki mendapatkan dua bagian dari harta warisan dalam bahasa jawa Nggendong Mikul.

34 METODE PENELITIAN Waktu Dan Tempat penelitian Tempat penelitian adalah kebun campur Sumber Tirta Senjoyo Desa Tegalwaton Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang Jawa Tengah. Penelitian dilakukan pada Oktober 2008 sampai Pebruari Bahan Dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah alkohol 70%, alat yang digunakan adalah tali plastik, patok, ombrometer, pipa paralon, ember besar, stopwatch, pita meter, altimeter, termometer, selang plastik, perlengkapan herbarium, dan buku identifikasi. Metode Penelitian Penelitian dilakukan dalam beberapa tahap yaitu analisis vegetasi, profil vegetasi, dan parameter air (aliran batang, curahan tajuk, dan infiltrasi). Penelitian pendahuluan berupa pengamatan lapangan untuk menentukan plot penelitian. Penentuan plot dilakukan secara acak dan sistematik. Analisis vegetasi dilakukan untuk menentukan spesies vegetasi yang dominan berdasarkan Indeks Nilai Penting (INP). Metode kuadrat (Mueller et. al 1974) digunakan untuk analisis dominansi fase pohon, tiang, sapihan, dan anakan dengan luasan kuadrat yang telah ditentukan sebelumnya. Luasan petak 2x2 m untuk anakan, 5x5m untuk sapihan, 10x10m untuk tiang, dan 20x20 m untuk pohon, plot yang digunakan sebanyak 10 plot (Gambar 6). Gambar 6 Luasan petak metode kuadrat

35 Parameter yang dianalisis: Kerapatan Mutlak (KM) jenis i Jumlah individu jenis i KM(i) = Total luas areal penarikan contoh Kerapatan Relatif (KR) jenis i KM(i) KR(i) = x 100% Total KM seluruh jenis Frekuensi Mutlak (FM) jenis i Jumlah plot yang diduduki jenis i FM (i) = x 100% Jumlah total plot Frekuensi Relatif (FR) jenis i FM(i) FR(i) = x 100% FM total seluruh jenis Dominansi Mutlak (DM) jenis i DM (i) = Jumlah luas bidang dasar suatu jenis i Dominansi Relatif (DR) jenis i DM(i) DR(i) = x 100% Total DM seluruh jenis Indeks Nilai Penting ( INP) jenis i INP (i) = KR(i) + DR(i) + FR(i) Keterangan : KM(i) : kerapatan mutlak jenis i KR (i) : kerapatan relatif jenis i FM (i) : frekuensi mutlak jenis i FR (i) : frekuensi relatif jenis i DM (i) : dominansi mutlak jenis i DR (i) : dominansi relatif jenis i INP (i) : indeks nilai penting jenis i Metode garis menyinggung (line intercept) (Muller et. al 1974) digunakan untuk analisis dominansi tumbuhan penutup tanah dengan panjang transek 30 m. Pada daerah penelitian dijadikan contoh dibuat transek titik pertamanya diambil secara acak. Garis-garis transek tersebut dibagi ke dalam interval-interval. Setiap interval dianggap sebagai petak contoh tempat pengambilan data yang diperlukan.

36 Hanya tumbuhan bawah yang tersinggung oleh garis transek yang diamati. Apabila nama spesies tumbuhan tidak dikenal di lapangan maka akan di buat herbarium. Untuk setiap tumbuhan yang tersinggung garis transek, dilakukan 2 pengukuran yang harus di catat yaitu panjang transek yang terpotong (I) dan lebar maksimum tumbuhan tegak lurus pada garis transek (M). Kerapatan Mutlak (KM) jenis i ( 1/Mi) x unit penarikan contoh KM (i) = Total panjang transek Kerapatan Relatif (KR) jenis i KM(i) KR(i) = x 100% Total KM seluruh jenis Frekuensi Mutlak (FM) jenis i Jumlah interval yang diduduki jenis i FM (i) = x 100% Jumlah total interval seluruh transek Faktor penimbang (F) F = ( 1/ M) Jumlah total seluruh jenis Frekuensi tertimbang (Ft) jenis i Ft (i) = F x Jumlah interval diduduki jenis i Frekuensi Relatif (FR) jenis i Ft(i) FR(i) = x 100% Ft total seluruh jenis Dominansi Mutlak (DM) jenis i DM (i) = Total panjang intersepsi jenis i Dominansi Relatif (DR) jenis i DM(i) DR(i) = x 100% Total DM seluruh jenis

37 Indeks Nilai Penting (INP) jenis i INP (i) = KR(i) + DR(i) + FR(i) Keterangan : M(i) : proyeksi tajuk maksimum jenis i KM(i) : kerapatan mutlak jenis i KR (i) : kerapatan relatif jenis i FM (i) : frekuensi mutlak jenis i F : frekuensi penimbang Ft (i) : frekuensi tertimbang jenis i FR (i) : frekuensi relatif jenis i DM (i) : dominansi mutlak jenis i DR (i) : dominansi relatif jenis i INP (i) : indeks nilai penting jenis i Profil Vegetasi Analisis profil vegetasi (Halle et al.1978) dilakukan dalam plot sampling berukuran 20x 30m. Parameter yang diamati pohon (tanaman berkayu berdiameter > 20 cm dan atau tinggi > 2m), diberi nomor dan di lakukan pengukuran diameter setinggi 1.3 m diatas permukaan tanah (diameter setinggi dada), tinggi pohon bebas tajuk dan diameter tajuk pohon. Pohon yang teridentifikasi selanjutnya dibuat profil vegetasinya dalam kertas milimeter dengan skala 1 : 200. Tinggi pohon dan arsitektur tajuknya dibuat secara vertikal kemudian diproyeksikan secara horisontal untuk luas penutupan tajuk. Penentuan pohon yang termasuk ke dalam pohon masa kini, masa datang, dan masa lampau di tentukan dengan rumus : Pohon masa kini Tt < 2.Tbc Tt < 100. Dtd Tbc < ½. Tt Pohon masa datang Tt > 2. Tbc Tt> 100. Dtd

38 Tbc < 1/2. Tt Pohon masa lampau Tt << 2.Tbc Tt << 100.Dtd Tbc >> ½. Tt Keterangan : Tt : tinggi pohon total Tbc : tinggi pohon bebas cabang Dtd : diameter pohon setinggi dada Setelah analisis vegetasi akan diperoleh jenis pohon yang dominan. Selanjutnya untuk penentuan model arsitektur pohon digunakan kunci determinasi Halle (1978) dengan memperhatikan dan mengukur beberapa parameter berikut : 1. Bentuk pertumbuhan batang 2. Bentuk dan susunan cabang pada batang 3. Bentuk dan susunan cabang pada cabang lateral 4. Posisi organ seksual (pembungaan) 5. Tinggi batang bebas cabang Analisis Parameter Air Plot pengambilan data parameter air secara Purposive Radom Sampling.. Parameter air meliputi : 1. Aliran batang Pengukuran aliran batang, terlebih dahulu dilakukan penampungan air yang mengalir pada batang. Penampungan dengan membuat lingkaran spiral pada batang yang terbuat dari selang plastik yang bermuara ke dalam penampungan air (Kaimuddin 1994). Banyaknya aliran batang yang diukur sebanyak 3 pohon. Perhitungan volume aliran batang dilakukan dengan persamaan : Sfi = Vi/Li cm = Vi/Li x 10mm, Dimana ; Sfi = tinggi aliran batang ke i (mm) Vi = volume aliran batang ke i (cm 3 ) Li = luas tajuk pohon ke i (cm 2 )

39 Gambar 7 Aliran Batang 2. Air Curahan Tajuk Pada (Gambar 8) pengukuran air curahan tajuk terlebih dahulu dilakukan penampungan air curahan tajuk dengan kerangka kayu yang diberi alas plastik dengan luas permukaan penampungan 1x1m 2 ditempatkan dibawah tajuk (Kaimuddin 1994). Diukur pada 3 pohon (sebagai ulangan). Volume air curahan tajuk yang tertampung selanjutnya di konversi ke dalam satuan tinggi kolom air (mm) dengan persaman : Tfi = Vi/Li = Vi/Li x 10 mm Dimana ; Tfi = tinggi curahan tajuk ke i (mm) Vi = volume curahan tajuk i (cm 3 ) Li = luas penampungan ke i (cm 2 ) Gambar 8 Air Curahan Tajuk

KAJIAN PROFIL VEGETASI TERHADAP KONSERVASI AIR (ALIRAN BATANG, CURAHAN TAJUK, DAN INFILTRASI) DI KEBUN CAMPUR SUMBER TIRTA SENJOYO SEMARANG

KAJIAN PROFIL VEGETASI TERHADAP KONSERVASI AIR (ALIRAN BATANG, CURAHAN TAJUK, DAN INFILTRASI) DI KEBUN CAMPUR SUMBER TIRTA SENJOYO SEMARANG KAJIAN PROFIL VEGETASI TERHADAP KONSERVASI AIR (ALIRAN BATANG, CURAHAN TAJUK, DAN INFILTRASI) DI KEBUN CAMPUR SUMBER TIRTA SENJOYO SEMARANG IRFIAH FIROROH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kebun Campur Struktur dan Komposisi vegetasi

TINJAUAN PUSTAKA Kebun Campur Struktur dan Komposisi vegetasi TINJAUAN PUSTAKA Kebun Campur Kebun Campur di Pulau Jawa disebut kebun perkarangan. Foresta et.al (2000) menyebutkan kebun perkarangan di Pulau Jawa memadukan tanaman bermanfaat asal hutan dengan tanaman

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu Dan Tempat penelitian

METODE PENELITIAN. Waktu Dan Tempat penelitian METODE PENELITIAN Waktu Dan Tempat penelitian Tempat penelitian adalah kebun campur Sumber Tirta Senjoyo Desa Tegalwaton Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang Jawa Tengah. Penelitian dilakukan pada Oktober

Lebih terperinci

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Pengambilan Data Metode Pengumpulan Data Vegetasi :

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Pengambilan Data Metode Pengumpulan Data Vegetasi : METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Agustus 2008 sampai dengan Februari 2009. Penelitian dilakukan di rumah kaca Departemen Silvikultur Fakultas Kehutaan Institut

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI DI KEBUN CAMPUR SENJOYO SEMARANG JAWA TENGAH SERTA UJI LABORATORIUM ANAKAN MAHONI

PRODUKTIVITAS SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI DI KEBUN CAMPUR SENJOYO SEMARANG JAWA TENGAH SERTA UJI LABORATORIUM ANAKAN MAHONI PRODUKTIVITAS SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI DI KEBUN CAMPUR SENJOYO SEMARANG JAWA TENGAH SERTA UJI LABORATORIUM ANAKAN MAHONI ( Swietenia macrophylla King ) PADA BERAGAM DOSIS KOMPOS YANG DICAMPUR EM4 Sita

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Analisis Vegetasi 5.2 Model Arsitektur Pohon

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Analisis Vegetasi 5.2 Model Arsitektur Pohon 31 BAB V PEMBAHASAN 5.1 Analisis Vegetasi Analisis vegetasi dilakukan dengan tahapan : menghitung nilai kerapatan relatif (KR), frekuensi relatif (FR), dan dominasi relatif (DR) yang penjumlahannya berupa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Vegetasi HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis vegetasi pada ekosistem PHBM, ekosistem hutan dan ekosistem tanpa tegakan seperti dijelaskan pada Lampiran 1, 2 dan 3, didapatkan secara

Lebih terperinci

METODE Waktu dan Tempat Metode Penelitian Analisis Vegetasi

METODE Waktu dan Tempat Metode Penelitian Analisis Vegetasi METODE Waktu dan Tempat Pengumpulan data dilakukan di ekosistem program PHBM di RPH Gambung petak 27, KPH Bandung Selatan (S 07 0 07 25.1 E 107 0 30 35.2, ketinggian 1246 mdpl), kemiringan lereng 36% pada

Lebih terperinci

dan penggunaan sumber daya alam secara tidak efisien.

dan penggunaan sumber daya alam secara tidak efisien. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan komponen penting bagi proses kehidupan di bumi karena semua organisme hidup membutuhkan air dan merupakan senyawa yang paling berlimpah di dalam sistem

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian adalah kawasan Hutan Pusat Konservasi Alam Bodogol (PPKAB) Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP), di Kabupaten Sukabumi,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Model Arsitektur Pohon

TINJAUAN PUSTAKA Model Arsitektur Pohon TINJAUAN PUSTAKA Model Arsitektur Pohon Arsitektur pohon merupakan gambaran morfologi pada suatu waktu yang merupakan suatu fase pada saat tertentu dari suatu rangkaian seri pertumbuhan pohon, nyata dan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan tanggal 22 April sampai 9 Mei 2007 di hutan rawa habitat tembesu Danau Sumbu dan Danau Bekuan kawasan Taman Nasional Danau

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode transek belt yaitu dengan menarik garis lurus memanjang

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode transek belt yaitu dengan menarik garis lurus memanjang BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Penelitian ini dengan menggunakan metode transek belt yaitu dengan menarik garis lurus memanjang kearah

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan 23 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan Hutan Lindung Batutegi Blok Kali Jernih (Gambar 3), bekerjasama dan di bawah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Dalam konteksnya sebagai sistem hidrologi, Daerah Aliran Sungai didefinisikan sebagai kawasan yang terletak di atas suatu titik pada suatu sungai yang oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rasamala (Altingia excelsa Noronha.) Rasamala (A. excelsa) tumbuh optimal hingga ketinggian 1.700 m dpl. Tinggi pohon rasamala (A. excelsa) dapat mencapai lebih dari 45 m.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di dalam areal Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT. Sari Bumi Kusuma, Unit S. Seruyan, Kalimantan Tengah. Areal hutan yang dipilih untuk penelitian

Lebih terperinci

B III METODE PENELITIAN. ada di di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali.

B III METODE PENELITIAN. ada di di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali. B III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Penelitian ini menggunakan metode eksplorasi, yaitu melakukan pengamatan langsung pada mangrove yang ada

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hubungan Curah Hujan dengan Koefisien Regim Sungai (KRS) DAS Ciliwung Hulu Penggunaan indikator koefisien regim sungai pada penelitian ini hanya digunakan untuk DAS Ciliwung

Lebih terperinci

HASIL Keadaan Umum Lokasi Penelitian Status Kawasan Luas dan Batas Wilayah

HASIL Keadaan Umum Lokasi Penelitian Status Kawasan Luas dan Batas Wilayah 27 HASIL Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kawasan arboretum Anggori di buka sejak tahun 1959 pada masa pemerintahan kolonial Belanda. Saat itu pihak pemerintah Kolonial Belanda mempunyai tujuan membuka kawasan

Lebih terperinci

NERACA AIR. Adalah perincian dari masukan (input) dan keluaran (output) air pada suatu permukaan bumi

NERACA AIR. Adalah perincian dari masukan (input) dan keluaran (output) air pada suatu permukaan bumi NERACA AIR Adalah perincian dari masukan (input) dan keluaran (output) air pada suatu permukaan bumi 1. Neraca Air Umum Tanpa memperhatikan pengaruh faktor tanah serta perilaku air di dalam dan di atas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian tentang Perkembangan Tegakan Pada Hutan Alam Produksi Dalam Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) dilaksanakan di areal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Siklus hidrologi dimulai dari proses penguapan pada permukaan tanah dan

I. PENDAHULUAN. Siklus hidrologi dimulai dari proses penguapan pada permukaan tanah dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siklus hidrologi dimulai dari proses penguapan pada permukaan tanah dan permukaan air (evaporasi) serta vegetasi (transpirasi) hingga menghasilkan uap air. Uap air kemudian

Lebih terperinci

KERAGAMAN JENIS ANAKAN TINGKAT SEMAI DAN PANCANG DI HUTAN ALAM

KERAGAMAN JENIS ANAKAN TINGKAT SEMAI DAN PANCANG DI HUTAN ALAM KARYA TULIS KERAGAMAN JENIS ANAKAN TINGKAT SEMAI DAN PANCANG DI HUTAN ALAM OLEH : DIANA SOFIA H, SP, MP NIP 132231813 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2007 KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah,

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI BERBAGAI TIPE DAERAH TEPI (EDGES) TAMAN HUTAN RAYA SULTAN SYARIF HASYIM PROPINSI RIAU DEFRI YOZA

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI BERBAGAI TIPE DAERAH TEPI (EDGES) TAMAN HUTAN RAYA SULTAN SYARIF HASYIM PROPINSI RIAU DEFRI YOZA KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI BERBAGAI TIPE DAERAH TEPI (EDGES) TAMAN HUTAN RAYA SULTAN SYARIF HASYIM PROPINSI RIAU DEFRI YOZA SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Vegetasi Hutan Hutan merupakan ekosistem alamiah yang sangat kompleks mengandung berbagai spesies tumbuhan yang tumbuh rapat mulai dari jenis tumbuhan yang kecil hingga berukuran

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F14104021 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 1 PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau, pada 3 tipe penggunaan lahan gambut yaitu; Hutan Alam, Kebun Rakyat dan Areal HTI Sagu, yang secara geografis

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 12 BAB III METODOLOGI PENELIT TIAN 31 Waktu dan Tempat Penelitian inii dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2010 yang berlokasi di TAHURA Inten Dewata dimana terdapat dua lokasi yaitu Gunung Kunci dan

Lebih terperinci

MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI

MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Definisi daerah aliran sungai dapat berbeda-beda menurut pandangan dari berbagai aspek, diantaranya menurut kamus penataan ruang dan wilayah,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan 31 HASIL DAN PEMBAHASAN Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air Kondisi Saat ini Perhitungan neraca kebutuhan dan ketersediaan air di DAS Waeruhu dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Air di dunia 97,2% berupa lautan dan 2,8% terdiri dari lembaran es dan

PENDAHULUAN. Air di dunia 97,2% berupa lautan dan 2,8% terdiri dari lembaran es dan PENDAHULUAN Latar Belakang Air di dunia 97,2% berupa lautan dan 2,8% terdiri dari lembaran es dan gletser (2,15%), air artesis (0,62%) dan air lainnya (0,03%). Air lainnya ini meliputi danau air tawar

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Bukit Gunung Sulah Kelurahan Gunung Sulah

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Bukit Gunung Sulah Kelurahan Gunung Sulah III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Bukit Gunung Sulah Kelurahan Gunung Sulah Kecamatan Sukarame Kota Bandar Lampung (Gambar 2) pada bulan Juli sampai dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jagung Jagung merupakan tanaman yang dapat hidup di daerah yang beriklim sedang sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat membutuhkan sinar matahari

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penggunaan bejana berjungkit sebagai alat pengukuran memiliki kelebihan tersendiri dibandingkan pengggunaan alat pengkuran konvensional. Kelebihan alat ini memberikan kemudahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Model Arsitektur Pohon

TINJAUAN PUSTAKA Model Arsitektur Pohon 7 TINJAUAN PUSTAKA Model Arsitektur Pohon Gambaran morfologi pohon memunculkan sifat pada waktu dan fase tertentu dari suatu rangkaian seri pertumbuhan, nyata dan dapat diamati setiap waktu disebut arsitektur

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Letak dan Ciri-ciri Lintasan Sepeda Gunung Letak lintasan sepeda gunung di HPGW disajikan dalam Gambar 5. Ciricirinya disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Keadaan plot penelitian

Lebih terperinci

STUDI KONDISI VEGETASI DAN KONDISI FISIK KAWASAN PESISIR SERTA UPAYA KONSERVASI DI NANGGROE ACEH DARUSSALAM FERI SURYAWAN

STUDI KONDISI VEGETASI DAN KONDISI FISIK KAWASAN PESISIR SERTA UPAYA KONSERVASI DI NANGGROE ACEH DARUSSALAM FERI SURYAWAN STUDI KONDISI VEGETASI DAN KONDISI FISIK KAWASAN PESISIR SERTA UPAYA KONSERVASI DI NANGGROE ACEH DARUSSALAM FERI SURYAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PENYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM Muhdi Staf Pengajar Program Studi Teknologi Hasil Hutan Departemen Kehutanan USU Medan Abstract A research was done at natural tropical

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di dua tempat yaitu pengambilan data di lapangan dilakukan di sempadan muara Kali Lamong dan Pulau Galang, serta pengolahan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Pembatasan Masalah Penelitian Keanekaragaman Jenis Burung di Berbagai Tipe Daerah Tepi (Edges) Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim Propinsi Riau selama 6 bulan adalah untuk

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April sampai bulan Juni tahun 2009, pada areal hutan produksi perusahaan pemegang Izin Usaha Pemanfaatan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 bertempat di kawasan sistem

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 bertempat di kawasan sistem III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 bertempat di kawasan sistem agroforestry Register 39 Datar Setuju KPHL Batutegi Kabupaten Tanggamus. 3.2 Objek

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang karakteristik habitat Macaca nigra dilakukan di CA Tangkoko yang terletak di Kecamatan Bitung Utara, Kotamadya Bitung, Sulawesi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taman Nasional Way Kambas Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan lindung. Pendirian kawasan pelestarian alam Way Kambas dimulai sejak tahun 1936

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas, 16 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas, Resort Way Kanan, Satuan Pengelolaan Taman Nasional 1 Way Kanan,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura 12 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura Wan Abdul Rachman yang memiliki luasan 1.143 ha. Secara geografis terletak

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas cahaya dan penutupan tajuk Cahaya digunakan oleh tanaman untuk proses fotosintesis. Semakin baik proses fotosintesis, semakin baik pula pertumbuhan tanaman (Omon

Lebih terperinci

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan Latar Belakang Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang utama memegang posisi penting dalam kelestarian lingkungan. Kemerosotan kemampuan tanah yang ditunjukkan dengan meningkatnya laju erosi dari

Lebih terperinci

θ t = θ t-1 + P t - (ETa t + Ro t ) (6) sehingga diperoleh (persamaan 7). ETa t + Ro t = θ t-1 - θ t + P t. (7)

θ t = θ t-1 + P t - (ETa t + Ro t ) (6) sehingga diperoleh (persamaan 7). ETa t + Ro t = θ t-1 - θ t + P t. (7) 7 Persamaan-persamaan tersebut kemudian dikonversi menjadi persamaan volumetrik (Persamaan 5) yang digunakan untuk mendapatkan nilai kadar air tanah dalam % volume. 3.3.5 Pengukuran Curah Hujan dan Tinggi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hutan merupakan salah satu pusat keanekaragaman jenis tumbuhan yang belum banyak diketahui dan perlu terus untuk dikaji. Di kawasan hutan terdapat komunitas tumbuhan yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

PERBAIKAN TEKNIK GRAFTING MANGGIS (Garcinia mangostana L.) SOFIANDI

PERBAIKAN TEKNIK GRAFTING MANGGIS (Garcinia mangostana L.) SOFIANDI PERBAIKAN TEKNIK GRAFTING MANGGIS (Garcinia mangostana L.) SOFIANDI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 i SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan

Lebih terperinci

PERTEMUAN II SIKLUS HIDROLOGI

PERTEMUAN II SIKLUS HIDROLOGI PERTEMUAN II SIKLUS HIDROLOGI SIKLUS HIDROLOGI Siklus Hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari atmosfir ke bumi dan kembali ke atmosfir melalui kondensasi, presipitasi, evaporasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 )

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 ) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi Pada umumnya ketersediaan air terpenuhi dari hujan. Hujan merupakan hasil dari proses penguapan. Proses-proses yang terjadi pada peralihan uap air dari laut ke

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan pada tegakan Hevea brasiliensis yang terdapat di

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan pada tegakan Hevea brasiliensis yang terdapat di BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada tegakan Hevea brasiliensis yang terdapat di perkebunan rakyat Desa Huta II Tumorang, kabupaten Simalungun Propinsi Sumatera Utara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam mengatur tata air, mengurangi erosi dan banjir. Hutan mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. dalam mengatur tata air, mengurangi erosi dan banjir. Hutan mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan sebagai komunitas tumbuhan juga memiliki fungsi hidrologis dalam mengatur tata air, mengurangi erosi dan banjir. Hutan mempunyai peran yang sangat penting dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hujan adalah jatuhnya air hujan dari atmosfer ke permukaan bumi dalam wujud cair maupun es. Hujan merupakan faktor utama dalam pengendalian daur hidrologi di suatu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Struktur Vegetasi Struktur vegetasi merupakan komponen penyusun vegetasi itu sendiri. Struktur vegetasi disusun oleh tumbuh-tumbuhan baik berupa pohon, pancang,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian 19 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada remnant forest (hutan sisa) Kawasan Konservasi Hutan Duri PT. Caltex Pacifik Indonesia dengan luas 255 hektar di dalam kawasan

Lebih terperinci

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan pada bulan Agustus sampai November 2011 yang berada di dua tempat yaitu, daerah hutan mangrove Wonorejo

Lebih terperinci

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN A. Kondisi Kekinian dan Status Kawasan Gunung Karang Citra Landsat 7 liputan tahun 2014 menunjukkan bahwa kondisi tutupan lahan Gunung Karang terdiri dari hutan, hutan tanaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi

TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi 2 TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi Infiltrasi didefinisikan sebagai proses masuknya air ke dalam tanah melalui permukaan tanah. Umumnya, infiltrasi yang dimaksud adalah infiltrasi vertikal, yaitu gerakan ke

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105. IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 4.1.1. Keadaan Geografis Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.14 sampai dengan 105, 45 Bujur Timur dan 5,15

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan terhadap kondisi hidrologis di Sub Daerah Aliran Ci Karo, maka penulis dapat menarik

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di tiga padang golf yaitu Cibodas Golf Park dengan koordinat 6 0 44 18.34 LS dan 107 0 00 13.49 BT pada ketinggian 1339 m di

Lebih terperinci

Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...)

Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...) Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...) Disampaikan pada PELATIHAN PENGELOLAAN DAS (25 November 2013) KERJASAMA : FORUM

Lebih terperinci

Gambar 1. Lahan pertanian intensif

Gambar 1. Lahan pertanian intensif 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Penggunaan Lahan Seluruh tipe penggunaan lahan yang merupakan objek penelitian berada di sekitar Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm, IPB - Bogor. Deskripsi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Interpretasi Visual Penggunaan Lahan Melalui Citra Landsat Interpretasi visual penggunaan lahan dengan menggunakan citra Landsat kombinasi band 542 (RGB) pada daerah penelitian

Lebih terperinci

Gambar 3. Peta lokasi penelitian

Gambar 3. Peta lokasi penelitian 15 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli-Agustus 2009 di kawasan pesisir Kecamatan Kasemen, Kota Serang, Provinsi Banten, lokasi penelitian mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam daur hidrologi, energi panas matahari dan faktor faktor iklim

BAB I PENDAHULUAN. Dalam daur hidrologi, energi panas matahari dan faktor faktor iklim BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam daur hidrologi, energi panas matahari dan faktor faktor iklim lainnya menyebabkan terjadinya proses evaporasi pada permukaan vegetasi tanah, di laut atau badan-

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januarisampai dengan Februari

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januarisampai dengan Februari BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januarisampai dengan Februari 2013 di dua lokasi bagian Pantai selatan Kabupaten Sampang Madura yaitu Pantai

Lebih terperinci

MODEL AGROFORESTRY BERBASIS TONGKONAN YANG BERWAWASAN KONSERVASI LINGKUNGAN DI KABUPATEN TANA TORAJA. Oleh: SAMUEL ARUNG PAEMBONAN.

MODEL AGROFORESTRY BERBASIS TONGKONAN YANG BERWAWASAN KONSERVASI LINGKUNGAN DI KABUPATEN TANA TORAJA. Oleh: SAMUEL ARUNG PAEMBONAN. MODEL AGROFORESTRY BERBASIS TONGKONAN YANG BERWAWASAN KONSERVASI LINGKUNGAN DI KABUPATEN TANA TORAJA Oleh: SAMUEL ARUNG PAEMBONAN Dosen pada Laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin

Lebih terperinci

Daur Siklus Dan Tahapan Proses Siklus Hidrologi

Daur Siklus Dan Tahapan Proses Siklus Hidrologi Daur Siklus Dan Tahapan Proses Siklus Hidrologi Daur Siklus Hidrologi Siklus hidrologi adalah perputaran air dengan perubahan berbagai bentuk dan kembali pada bentuk awal. Hal ini menunjukkan bahwa volume

Lebih terperinci

STRUKTUR DAN POLA ZONASI (SEBARAN) MANGROVE SERTA MAKROZOOBENTHOS YANG BERKOEKSISTENSI, DI DESA TANAH MERAH DAN OEBELO KECIL KABUPATEN KUPANG

STRUKTUR DAN POLA ZONASI (SEBARAN) MANGROVE SERTA MAKROZOOBENTHOS YANG BERKOEKSISTENSI, DI DESA TANAH MERAH DAN OEBELO KECIL KABUPATEN KUPANG STRUKTUR DAN POLA ZONASI (SEBARAN) MANGROVE SERTA MAKROZOOBENTHOS YANG BERKOEKSISTENSI, DI DESA TANAH MERAH DAN OEBELO KECIL KABUPATEN KUPANG Oleh: Muhammad Firly Talib C64104065 PROGRAM STUDI ILMU DAN

Lebih terperinci

KAJIAN LAJU INFILTRASI TANAH PADA BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN DI DESA SEMPAJAYA KECAMATAN BERASTAGI KABUPATEN KARO

KAJIAN LAJU INFILTRASI TANAH PADA BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN DI DESA SEMPAJAYA KECAMATAN BERASTAGI KABUPATEN KARO KAJIAN LAJU INFILTRASI TANAH PADA BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN DI DESA SEMPAJAYA KECAMATAN BERASTAGI KABUPATEN KARO SKRIPSI OLEH : RIKA ISNAINI PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2004 sampai dengan September 2005 di empat lokasi Taman Nasional (TN) Gunung Halimun-Salak, meliputi tiga lokasi

Lebih terperinci

PERANAN AGROFORESTRY UNTUK KONSERVASI TANAH DAN AIR. Oleh Firmansyah, S.Hut, M.Si Penyuluh Kehutanan Ahli Pusat Penyuluhan Kehutanan BP2SDM

PERANAN AGROFORESTRY UNTUK KONSERVASI TANAH DAN AIR. Oleh Firmansyah, S.Hut, M.Si Penyuluh Kehutanan Ahli Pusat Penyuluhan Kehutanan BP2SDM PERANAN AGROFORESTRY UNTUK KONSERVASI TANAH DAN AIR Oleh Firmansyah, S.Hut, M.Si Penyuluh Kehutanan Ahli Pusat Penyuluhan Kehutanan BP2SDM anah dan air merupakan komponen yang sangat vital dalam menopang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR xiii BAB I PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR..... ii DAFTAR ISI...... iv DAFTAR TABEL..... ix DAFTAR GAMBAR xiii BAB I PENDAHULUAN.... 1 A. Latar Belakang Masalah 1 B. Rumusan Masalah. 7 C. Tujuan Penelitian......

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BB III BHN DN METODE PENELITIN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2013. Tempat penelitian di Desa Brondong, Kecamatan Pasekan, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat dan analisis

Lebih terperinci

HUBUNGAN MODEL ARSITEKTUR MASSART DARI POHON

HUBUNGAN MODEL ARSITEKTUR MASSART DARI POHON HUBUNGAN MODEL ARSITEKTUR MASSART DARI POHON Agathis dammara L.C.Richard DENGAN KONSERVASI TANAH DAN AIR DI RPH GAMBUNG PETAK 27 AREA PHBM, KPH BANDUNG SELATAN NOVI RIZAL UMAM SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keanekaragaman Jenis Burung di Permukiman Keanekaragaman hayati dapat dikategorikan menjadi tiga tingkatan, yaitu keanekaragaman jenis, keanekaragaman genetik, dan keanekaragaman

Lebih terperinci

TINGKAT KERAPATAN DAN POLA PEMETAAN TANAMAN PEKARANGAN DI KECAMATAN KALIWUNGU KABUPATEN SEMARANG JAWA TENGAH SKRIPSI

TINGKAT KERAPATAN DAN POLA PEMETAAN TANAMAN PEKARANGAN DI KECAMATAN KALIWUNGU KABUPATEN SEMARANG JAWA TENGAH SKRIPSI TINGKAT KERAPATAN DAN POLA PEMETAAN TANAMAN PEKARANGAN DI KECAMATAN KALIWUNGU KABUPATEN SEMARANG JAWA TENGAH SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi

Lebih terperinci

Analisis Vegetasi Hutan Alam

Analisis Vegetasi Hutan Alam Analisis Vegetasi Hutan Alam Siti Latifah Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Analisis vegetasi hutan merupakan studi untuk mengetahui komposisi dan struktur hutan.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Neraca Air

TINJAUAN PUSTAKA. Neraca Air TINJAUAN PUSTAKA Neraca Air Neraca air adalah model hubungan kuantitatif antara jumlah air yang tersedia di atas dan di dalam tanah dengan jumlah curah hujan yang jatuh pada luasan dan kurun waktu tertentu.

Lebih terperinci

FORMULASI HAMILTONIAN UNTUK MENGGAMBARKAN GERAK GELOMBANG INTERNAL PADA LAUT DALAM RINA PRASTIWI

FORMULASI HAMILTONIAN UNTUK MENGGAMBARKAN GERAK GELOMBANG INTERNAL PADA LAUT DALAM RINA PRASTIWI FORMULASI HAMILTONIAN UNTUK MENGGAMBARKAN GERAK GELOMBANG INTERNAL PADA LAUT DALAM RINA PRASTIWI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. Adapun yang membedakannya dengan hutan yang lainnya yaitu

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODELOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari 2017 yang berada di Resort Bandealit, SPTN Wilayah II, Taman Nasional

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Jati (Tectona grandis Linn. f) Jati (Tectona grandis Linn. f) termasuk kelompok tumbuhan yang dapat menggugurkan daunnya sebagaimana mekanisme pengendalian diri terhadap

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK DAS Citarum merupakan DAS terpanjang terbesar di Jawa Barat dengan area pengairan meliputi Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Bekasi, Cianjur, Indramayu,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ekologi perilaku ayam hutan hijau (Gallus varius) dilaksanakan di hutan musim Tanjung Gelap dan savana Semenanjung Prapat Agung kawasan Taman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air BAB I PENDAHULUAN I. Umum Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air laut, 1,75% berbentuk es dan 0,73% berada di daratan sebagai air sungai, air danau, air tanah dan sebagainya.

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Lokasi dan Topografi Kabupaten Donggala memiliki 21 kecamatan dan 278 desa, dengan luas wilayah 10 471.71 kilometerpersegi. Wilayah ini

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Taman Nasional Baluran, Jawa Timur dan dilakasanakan pada 28 September

BAB III METODE PENELITIAN. Taman Nasional Baluran, Jawa Timur dan dilakasanakan pada 28 September BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif, dengan objek penelitian tumbuhan mangrove di Pantai Bama hingga Dermaga Lama, Taman Nasional Baluran, Jawa

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL SEKOLAH PASCSARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN PADA LAHAN KELAPA SAWIT DENGAN MODEL KESEIMBANGAN AIR (WATER BALANCE) DI KEBUN PTP. NUSANTARA II TANJUNG GARBUS SKRIPSI

ANALISIS HUJAN PADA LAHAN KELAPA SAWIT DENGAN MODEL KESEIMBANGAN AIR (WATER BALANCE) DI KEBUN PTP. NUSANTARA II TANJUNG GARBUS SKRIPSI ANALISIS HUJAN PADA LAHAN KELAPA SAWIT DENGAN MODEL KESEIMBANGAN AIR (WATER BALANCE) DI KEBUN PTP. NUSANTARA II TANJUNG GARBUS SKRIPSI OLEH : CANDRA KIRANA 090308063 PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN

Lebih terperinci