Types and Origins Analysis of Palatal Rugae in Males and Females for

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Types and Origins Analysis of Palatal Rugae in Males and Females for"

Transkripsi

1 Types and Origins Analysis of Palatal Rugae in Males and Females for Sex Identification Interest Beatrice Intan Kasih, Niniarty Z. Djamal, Mindya Yuniastuti Corresponding address : Department of Oral Biology, Faculty of Dentistry, Universitas Indonesia. Jalan Salemba Raya No. 4 Jakarta Pusat Indonesia. Phone: , Fax: address: beat.classic@gmail.com (Beatrice Intan Kasih)

2 Abstract Background: In forensic identification, sex determination of the victim is important, one of identification methods is palatal rugae analysis. The morphology of palatal rugae is very specific and individualistic, therefore palatal rugae analysis can be used for sex identification quickly and accurately. Methods: The analysis of types and origins palatal rugae by Lysell s classification on 100 maxilla (50 males and 50 females) in preorthodontic patients of Orthodontic Clinic RSGM FKG UI. Results: By using the Mann- Whitney test, secondary rugae s number were higher in males than females and predominantly in the left palate (p<0.05), while fragmentary rugae s number were higher in females than males and predominantly in the right palate (p<0.05). Also number of all types palatal rugae in left palate were higher in males than females (p<0.05). The origins of rugae from raphae were more common in males while the rugae from medial origins were more common in female, these were seen on both sides of palate (p<0.05). Conclusions: Analysis of secondary rugae, fragmentary rugae, and the total of all rugae could be used for sex identification, likewise analysis of rugae from raphae and medial origin could be used to distinguish the sexes. Keywords: Sex identification, types and origins of palatal rugae, Lysell s classification

3 Abstrak Latar Belakang: Dalam identifikasi forensik, penentuan jenis kelamin korban merupakan hal penting. Salah satu metode identifikasinya adalah analisis rugae palatal. Morfologi rugae palatal setiap individu sangat spesifik dan bersifat individualistik, sehingga analisis rugae palatal dapat digunakan untuk identifikasi jenis kelamin dengan cepat dan tepat. Metode: Analisis jenis rugae dan asal rugae palatal pada 100 model cetakan rahang atas pasien pre-ortodontik pasien Klinik Ortodonsia RSGM FKG UI yang terdiri dari 50 cetakan laki-laki dan 50 cetakan perempuan dengan menggunakan klasifikasi Lysell. Hasil: Dengan uji Mann-Whitney, rugae sekunder banyak ditemukan pada laki-laki, terlihat dominan di palatum kiri sedangkan rugae fragmenter banyak ditemukan pada perempuan di palatum kanan, secara statistik keduanya berbeda bermakna (p<0.05). Juga total semua jenis rugae pada palatum kiri laki-laki jumlahnya lebih banyak dibandingkan perempuan dan secara statistik berbeda bermakna (p<0.05). Rugae yang berasal dari raphae banyak ditemukan pada laki-laki sedangkan rugae asal medial banyak ditemukan pada perempuan, hal ini terlihat pada kedua sisi palatum dan secara statistik keduanya berbeda bermakna (p<0.05). Kesimpulan: Analisis jenis rugae sekunder, fragmenter, total semua rugae serta asal rugae dari raphae dan medial dapat digunakan untuk membedakan jenis kelamin. Kata kunci: Penentuan jenis kelamin, jenis dan asal rugae palatal, klasifikasi Lysell

4 PENDAHULUAN Pada peristiwa bencana massal, seringkali identifikasi identitas korban sulit dilakukan terutama pada korban yang tidak utuh lagi, seperti korban kecelakaan pesawat dan ledakan bom. 1,2 Oleh karena itu, diperlukan metode identifikasi yang tepat, akurat, mudah, dan murah untuk digunakan di ruang lingkup odontologi forensik. Terdapat berbagai macam metode identifikasi pada odontologi forensik, antara lain identifikasi gigi geligi, analisis jejas gigitan, analisis sidik bibir, analisis rugae palatal dan papilla incisiva, dll 3 yang dapat digunakan untuk identifikasi usia, jenis kelamin, ras, dll. Analisis rugae palatal dapat dipakai untuk identifikasi jenis kelamin oleh karena keunikan morfologi dan polanya 4 serta mudah mendapatkan data ante mortemnya 5 Rugae palatal atau yang sering disebut plicae palatinae transverse atau rugae palatine, merupakan ridge pada bagian anterior dari mukosa palatal yang berada pada setiap sisi median palatal raphae dan berada dibelakang papilla incisiva. 6 Pada embrio manusia, rugae palatal terlihat cukup jelas dan menempati sebagian besar palatal shelves. Pada tahap 550 mm perkembangan embrio terdapat lima sampai tujuh ridge palatal yang cukup simetris, yang lebih anterior terlihat berasal dekat dengan raphae sedangkan lainnya lebih lateral. Menjelang akhir inta-uterine pola rugae palatal menjadi kurang teratur, ada bagian posterior yang menghilang dan bagian anterior menjadi semakin jelas. 7 Rugae palatal juga memiliki ketahanan yang cukup baik terhadap perubahan, baik dari penyakit, trauma fisik maupun termal, dekomposisi ataupun zat kimia. 5,8 Bahkan pada kasus dekomposisi mayat, ditemukan proses perubahan pada rugae palatal lebih sedikit dibandingkan dengan bagian tubuh lain dari korban. Kemampuan rugae palatal

5 untuk menahan perubahan akibat proses dekomposisi dapat bertahan sampai hari ketujuh sejak kematian. 6 Morfologi rugae palatal pada setiap individu sangat spesifik dan bersifat individualistik, bahkan pada individu kembar sekalipun tidak didapati pola rugae palatal yang sama. 4 Karakteristik rugae palatal yang berbeda satu sama lain menyebabkan analisis rugae palatal dapat langsung menentukan identitas seseorang dengan tepat. Sistem klasifikasi rugae palatal pertama kali dibuat oleh Goria (1911) yang membagi rugae palatal menjadi rugae primitive dan rugae compound, akan tetapi sayangnya klasifikasi ini tidak berkembang. 9 Tahun 1937, Carrea membuat sistem klasifikasi rugae yang terdiri dari empat tipe berdasarkan arah rugae palatal terhadap median raphae. 6 Pada tahun 1955, Lennart Lysell membuat sistem klasifikasi rugae palatal dan dianggap sebagai sistem klasifikasi yang paling signifikan karena bersifat komprehensif dan klasifikasi ini juga memasukan papilla incisiva untuk dianalisis. Oleh karena itu, sistem klasifikasi Lysell (1955) telah banyak dipakai secara luas dalam penelitian rugae palatal. Analisis rugae palatal menurut klasifikasi Lysell dibagi berdasarkan jenis, bentuk, arah, asal, unifikasi, percabangan dan batas posterior rugae palatal serta bentuk dan ukuran papilla incisiva, dan keadaan raphae palatina. 10 Berdasarkan jenisnya, rugae palatal dibagi menjadi tiga yaitu: rugae primer (panjang 5mm atau lebih), rugae sekunder (panjang 3mm sampai <5mm) dan rugae fragmenter (panjang 2mm sampai <3mm). Sebelum diklasifikasikan lebih lanjut, rugae palatal primer pada kedua sisi kanan dan kiri palatum diberi penomoran dengan angka romawi I, II dst, rugae lebih anterior diberi nomor yang lebih kecil. Berdasarkan asalnya, rugae palatal jenis primer dibagi menjadi tiga yaitu: rugae asal raphae, rugae asal medial dan rugae asal lateral. 10

6 Analisis rugae palatal dapat dilakukan dengan 3 cara, pertama dengan pemeriksaan intraoral menggunakan kaca mulut yang dimasukkan langsung dalam rongga mulut untuk melihat rugae palatalnya. Cara ini mudah dan murah, tetapi sulit untuk membandingkan rugae palatal satu individu dengan individu lain. 11 Cara kedua dengan menggunakan fotografi oral yang dilakukan dengan menggunakan kamera intraoral. Cara ini memungkinkan perbandingan rugae palatal antar individu, tetapi harus dilakukan dengan alat yang canggih. 7,12 Cara yang ketiga dengan pembuatan cetakan gigi rahang atas atau calcorrugoscopy. 7 Cara pembuatan cetakan gigi merupakan studi cetakan overlay rugae palatal diatas cetakan gigi rahang atas untuk melakukan analisis perbandingan rugae palatal. 7 Keuntungan cara ini adalah mudah dalam menganalisis rugae palatal dan biayanya yang murah. 11 Prosedur pencetakan dimulai dengan membuat cetakan rahang atas dengan irreversible hydrocolloid yang kemudian diisi dengan bahan cetak gips. Proses pengisian sebaiknya dilakukan diatas alat vibrator untuk mencegah terjadinya porus (gelembung udara yang terperangkap). Cetakan dikeluarkan perlahan setelah mengeras dibawah air yang mengalir. Dengan menggunakan kaca pembesar, rugae palatal model gigi rahang atas diwarnai atau ditebali outlinenya dengan pensil atau pulpen berwarna hitam, agar pola rugae tampak jelas. Pengukuran rugae palatal dapat dilakukan menggunakan kaliper (dengan ketelitian 0.05 cm) atau dengan penggaris (ketelitian 0.1 cm). 11 Meskipun telah banyak penelitian mengenai analisis rugae palatal untuk menentukan jenis kelamin, akan tetapi masih terdapat banyak kontroversi. Sejumlah peneliti menemukan adanya perbedaan jumlah, bentuk dan asal rugae palatal antara laki-laki dan perempuan. Contohnya penelitian Madhankumar et al (2013) menemukan bahwa jumlah

7 rugae palatal perempuan lebih banyak dari laki-laki. 13 Namun Fahmi et al (2001) 14 mengatakan tidak ada perbedaan jumlah rugae palatal yang signifikan antara laki-laki dan perempuan. Penelitian lain tentang asal rugae yang dilakukan Lysell (1955), menemukan tidak ada perbedaan asal rugae palatal antara laki-laki dan perempuan 10, sehingga kontroversi ini yang menjadi dasar pemikiran penulis untuk melakukan penelitian. Oleh karena itu pada penelitian ini akan dianalisis jenis dan asal rugae palatal pada laki-laki dan perempuan dengan sistem klasifikasi Lysell pada model cetakan rahang pasien preorthodontik, yang berkunjung ke klinik Orthodonsia RSGM-FKG UI. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan data awal untuk dapat dikembangkan pada penelitian berikutnya agar diperoleh suatu cara identifikasi jenis kelamin yang cepat, tepat dan murah biayanya untuk diterapkan pada korban-korban yang sulit teridentifikasi terutama di Indonesia. BAHAN DAN METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang atau cross-sectional yang bersifat analitik. Sampel penelitian adalah 100 model cetakan gigi rahang atas yang terdiri dari 50 model cetakan laki-laki dan 50 model cetakan perempuan usia tahun pasien pre-orthodontik Klinik Orthodonsia RSGM FKG-UI yang sudah dilengkapi dengan data riwayat hidup secara lengkap dengan anatomi palatal yang normal dan jumlah gigi lengkap. Pembuatan duplikat 100 model cetakan rahang atas pasien tersebut dilakukan dengan diberi basis cetakan menggunakan mold. Kemudian outline rugae palatal ditebalkan menggunakan pensil 8B yang telah diraut tajam dengan kondisi pencahayaan yang

8 terang. Rugae palatal diukur menggunakan jangka dan penggaris (ketelitiannya 0.1 cm) dengan cara menaruh ujung runcing jangka pada titik asal rugae dan titik akhir rugae, kemudian kedua ujung jangka diletakkan diatas penggaris untuk memperoleh ukuran dalam mm. Pengukuran dilakukan oleh dua pengamat sebanyak dua kali pengukuran. Kemudian dilakukan uji reabilitas intra-observer (pengukuran pengamat yang sama) dan inter-observer (pengukuran pengamat yang berbeda) melalui rumus Technical Error of Measurement (TEM) untuk mendapatkan nilai TEM relatif. Semakin kecil nilai yang diperoleh, semakin baik keakuratan pengukuran pengamat. Selanjutnya rugae palatal ditandai dan ditetapkan berdasarkan sistem klasifikasi Lysell. Kemudian dicatat jenis rugae primer, rugae sekunder, rugae fragmenter, rugae yang berasal dari raphae, medial dan lateral. Data hasil penelitian diolah dengan menggunakan program statistik SPSS versi Analisis jenis dan asal rugae palatal diuji secara statistik dengan menggunakan Mann-Whitney test. Tingkat signifikansi uji statistik penelitian adalah 0,05 (p = 0,05) dan taraf kepercayaan 95% (α = 0,05). HASIL PENELITIAN Pada gambar 1, nilai uji TEM relatif intra-observer setiap jenis rugae pada laki-laki dan perempuan <1.5% dan pada gambar 2 nilai TEM relatif inter-observer setiap jenis rugae <2%. Dari uji TEM relatif intra- dan inter-observer pada penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa hasil pengukuran panjang rugae palatal untuk antopometri pemula dapat diterima dan cukup akurat. Kemudian data penelitian yang diperoleh diolah dengan menggunakan program statistik SPSS versi 20.0 untuk mendapatkan nilai Modus (Mo), Minimum (Min) dan Maksimum (Max) serta diuji statistik dengan Mann-Whitney test.

9 Berdasarkan jenisnya, pada gambar 3 terlihat bahwa frekuensi terbanyak (modus) jumlah rugae primer pada laki-laki (10) sama dengan perempuan (10) dan secara statistik tidak berbeda bermakna (p>0.05). Sedangkan modus (Mo) jumlah rugae sekunder lakilaki (4) lebih banyak dibandingkan perempuan (3) yang secara statistik berbeda bermakna (p<0.05). Untuk jenis rugae fragmenter, nilai modus jumlah rugae pada lakilaki dan perempuan terlihat sama (0) akan tetapi secara statistik berbeda bermakna (p<0.05). Modus jumlah total semua rugae pada laki-laki (14) lebih banyak dibandingkan perempuan (13) namun secara statistik tidak berbeda bermakna (p>0.05). Secara lebih detail, pada gambar 3 terlihat modus jumlah rugae primer di palatum kanan pada laki-laki (6) lebih banyak dibandingkan perempuan (5) namun secara statistik tidak berbeda bermakna (p>0.05). Sedangkan modus jumlah rugae primer di palatum kiri laki-laki dan perempuan sama (5) dan uji statistiknya tidak berbeda bermakna (p>0.05). Modus jumlah rugae sekunder di palatum kanan laki-laki (2) terlihat sama banyak dengan perempuan (2) dan secara statistik tidak berbeda bermakna (p>0.05) sedangkan modus jumlah rugae sekunder di palatum kiri laki-laki (2) terlihat lebih banyak dibandingkan perempuan (1) dan secara statistik berbeda bermakna (p<0.05). Untuk jenis rugae fragmenter, modus jumlahnya pada palatum kanan laki-laki (0) terlihat sama dengan perempuan (0) namun uji statistik hasilnya berbeda bermakna (p<0.05) sedangkan modus jumlah rugae fragmenter pada palatum kiri laki-laki (0) terlihat sama banyak dengan perempuan (0) dan secara statistik tidak berbeda bermakna (p>0.05). Secara keseluruhan, modus dari jumlah semua rugae pada palatum kanan laki-laki (6) terlihat lebih sedikit dibandingkan dengan perempuan (7) akan tetapi secara statistik tidak berbeda bermakna (p>0.05) sedangkan modus jumlah semua rugae pada palatum kiri laki-laki (8) terlihat

10 lebih banyak dibandingkan perempuan (7) dan secara statistik berbeda bermakna (p<0.05). Berdasarkan asalnya, pada gambar 4 terlihat sebaran frekuensi terbanyak (Mo) rugae palatal yang berasal/menyatu dengan raphae pada laki-laki (4) lebih banyak dibandingkan perempuan (3) yang secara uji statistik berbeda bermakna (p<0.05). Sedangkan nilai modus rugae yang berasal medial dari raphae pada laki-laki (3) terlihat lebih sedikit dibandingkan perempuan (4) yang secara uji statistik juga berbeda bermakna (p<0.05). Sebaran frekuensi terbanyak dari rugae asal lateral raphae pada laki-laki dan perempuan sama (1) yang secara uji statistik tidak berbeda bermakna. Secara lebih detail, pada gambar 4 terlihat bahwa nilai modus (Mo) dari jumlah rugae yang berasal/menyatu dengan raphae di palatum kanan laki-laki (2) sama banyak dengan perempuan (2), di sisi kiri pada laki-laki (2) lebih banyak dibandingkan perempuan (1), baik di sisi kanan maupun di sisi kiri keduanya berbeda bermakna. Nilai modus dari asal rugae medial di palatum kanan laki-laki (1) lebih sedikit dibandingkan perempuan (2), demikian juga pada sisi kiri laki-laki (1) terlihat lebih sedikit dibandingkan perempuan (3) yang secara statistik keduanya berbeda bermakna (p<0.05). Modus asal rugae lateral dari raphae di palatum kanan dan kiri pada laki-laki dan perempuan secara statistik tidak berbeda bermakna. DISKUSI Penelitian ini dilakukan pada model cetakan rahang atas pasien pre-orthodontik yang datang ke Klinik Ortodonsia RSGM FKG-UI. Jumlah sampel yang digunakan adalah 100

11 sampel yang terdiri dari 50 laki-laki dan 50 perempuan yang sesuai dengan kriteria inklusi. Berdasarkan hasil analisis rugae dari penelitian (gambar 3) terlihat frekuensi terbanyak (Modus) dari rugae sekunder pada palatum kiri laki-laki disisi lebih banyak dibandingkan dengan perempuan, dan secara statistik berbeda bermakna (p<0.05). Selain itu, rugae fragmenter pada sisi kanan palatum perempuan lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki dan secara statistik berbeda bermakna (p<0.05). Untuk jumlah semua jenis rugae pada laki-laki disisi kiri palatum lebih banyak dibandingkan pada perempuan dan secara statistik berbeda bermakna (p<0.05), sedangkan Bakkannavar et al (2012) 15 melaporkan sebaliknya yaitu jumlah semua rugae lebih banyak ditemukan disisi kanan palatum perempuan. Perbedaan ras sampel yang diteliti diduga mempengaruhi hasil penelitian oleh peneliti terdahulu yang melakukan penelitian di India yang terdiri dari berbagai macam ras: ras Caucasians (Indo-Aryan 72%), Negroid (Dravidian 25%) dan ras lainnya (3%) 16, sedangkan penelitian ini dilakukan di Indonesia pada ras Mongoloid (Jawa dan Sunda). Penelitian ini sesuai dengan yang dilakukan oleh Kapali et al (1997) 17 dan Shetty et al (2005) 18 yang membuktikan adanya perbedaan yang signifikan pola rugae palatal pada ras yang berbeda. Perbedaan jumlah rugae secara keseluruhan pada laki-laki dan perempuan tidak berbeda bermakna pada penelitian ini. Hasil ini sesuai dengan penelitian oleh Kamala et al (2011) 19 dan Saraf et al (2011) 20 yang menyatakan bahwa jumlah rugae antara laki-laki dan perempuan tidak berbeda bermakna sehingga belum tentu dapat digunakan untuk menentukan jenis kelamin pada identifikasi forensik. Hasil analisis asal rugae palatal pada penelitian ini seperti yang terlihat pada gambar 4 rugae yang berasal dari raphae pada laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan

12 perempuan, hal ini terlihat pada kedua sisi palatum dan secara statistik berbeda bermakna (p<0.05). Sedangkan rugae palatal yang berasal dari medial pada perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki, hal ini terlihat pada kedua sisi palatum dan secara statistic berbeda bermakna (p<0.05). Penelitian ini berbeda dengan penelitian terdahulu oleh Lysell (1955) 10 yang meneliti asal rugae palatal yang mengatakan tidak ada perbedaan bermakna asal rugae antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan hasil penelitian ini kemungkinan karena adanya perbedaan ras dari sampel yang diteliti, peneliti terdahulu melakukan penelitian di Inggris yang sebagian besar terdiri dari ras Caucasian (English 83.6%, Scottish 8.6%, Welsh 4.9%, Northern Irish 2.9%) dan ras lainnya (5.9%) 16 sedangkan penelitian ini dilakukan pada ras Mongoloid (Jawa dan Sunda). Dugaan ini didukung oleh penelitian Kapali et al (1997) 17 dan Shetty et al (2005) 18 yang membuktikan adanya perbedaan yang signifikan pola rugae palatal pada ras yang berbeda. Meskipun penelitian hanya menggunakan 100 sampel, namun hasil penelitian ini telah menunjukkan bahwa jenis rugae sekunder, fragmenter dan total rugae serta rugae yang berasal dari raphae dan medial berbeda pada laki-laki dan perempuan. Hal ini merupakan sumbangan data yang baik di bidang odontologi forensik, khususnya untuk identifikasi jenis kelamin. KESIMPULAN Jenis dan asal rugae palatal menurut klasifikasi Lysell berbeda pada laki-laki dan perempuan. Rugae sekunder dan total semua rugae banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan, sedangkan rugae fragmenter lebih banyak ditemukan pada

13 perempuan dibandingkan laki-laki. Rugae primer yang berasal dari raphae banyak ditemukan pada laki-laki, sedangkan yang berasal dari medial banyak ditemukan pada perempuan. SARAN Perlu penelitian lanjutan dengan subjek penelitian yang dapat mewakili suku bangsa di Indonesia sehingga hasilnya dapat digunakan untuk identifikasi jenis kelamin pada masyarakat di Indonesia. Selain itu, penelitian analisis jenis rugae palatal secara computerized juga dapat dilakukan sehingga dapat dibandingkan ketepatannya dengan pengukuran secara manual.

14 DAFTAR PUSTAKA 1. Aries S. Sisa Tubuh Korban Sukhoi Sulit Diidentifikasi. Viva News [internet]. 1 Juni 2012 [cited 27 November 2013]; Available from: 2. Riky F. Tiga Korban Tewas Bom Carlton-Marriott Sulit Diidentifikasi. Tempo.co [internet]. 18 Juli 2009 [cited 27 November 2013]; Available from: Carlton-Marriott-Sulit-Diidentifikasi. 3. Pramod JB, Marya A, Sharma V. Role of forensic odontologist in post mortem person identification. Dent Res J (Isfahan). 2012;9(5): Shamim T, Varghese VI, Shameena PM, Sudha S. Forensic Odontology: A New Perspective. Medicolegal Update. 2006;6(1): Pretty IA, Sweet D. A Look at Forensic Dentistry Part 1: The Role of Teeth in The Determination of Human Identity. British Dental Journal. 2001;190(7): Ines MC, Teresa M, Americo A. Review Establishing identity using cheiloscopy and palatoscopy. Forensic Sci Int. 2007;165(1): Saxena S, Aeran H, Rastogi PK, Kadam A. Rugoscopy- An Emerging Aid for Personal Identification: A Review. Indian J Dent. Sci. 2013;4(5): Muthusubramanian M, Limson KS, Julian R. Analysis of Rugae in Burn Victims and Cadavers to Simulate Rugae Identification in Cases of Incineration and Decomposition. J Forensic Odontostomatol. 2005;23(1): Sanjaya PR, Gokul S, Prithviraj KJ, Rajendra S. Significance of Palatal Rugae: A Review. International Journal of Dental Update. 2012;2(2): Lysell L. Plicae palatinae transversae and papilla incisive in man: A morphologic and genetic study. Acta Odontol Scand. 1955;13(18): Shanty C, Elza IA. Pemanfaatan Ruga Palatal untuk Identifikasi Forensik. Indonesian Journal of Dentistry. 2008;15(3): Ismar EMF, Silvia HCSP, Arsenio SP, Suzana PMC. Palatal Rugae Patterns as Bioindicators of Identification in Forensic Dentistry. RFO. 2009;14(3):

15 13. Madhankumar S, Natarajan S, Maheswari U, Kumar VA, Veeravalli PT, Banu F. Palatal Rugae Pattern for Gender Identification among Selected Student Population in Chennai, India. JSRR. 2013;2(2): Fahmi FM, Al-Shamrani SM, Talic YF. Rugae Pattern in a Saudi Population Sample of Males and Females. Saudi Dental Journal. 2001;13(2): Bakkannavar SM, Manjunanth S, Pradeep KG, Bhat VJ, Prabbu N, Kamath A, RaghavendraBabu YP. Palatal Rugae Patterns among the Indians at Manipal, India. J Pharm Biomed Sci. 2012;20(10): Pearson Education. Ethnicity and Race by Countries [internet] [cited 26 December 2013]; Available from: Kapali S, Townsend G, Richards L, Parish T. Palatal rugae patterns in Australian Aborigines and Caucasians. Aust Dent J. 1997;42: Shetty SK, Kalia S, Patil K, Mahima VG. Palatal rugae pattern in Mysorean and Tibetan populations [abstract]. Indian J Dent Res. 2005;16(2): Kamala R, Neha G, Amol B, Abhishek S. Palatal Rugae Pattern as an Aid for Personal Identification: A Forensic Study. J Indian Aca Oral Med Radiol. 2011;23(3): Saraf A, Bedia S, Indurkar A, Degwekar S, Bhowate R. Rugae Patterns As An Adjunct To Sex Differentiation In Forensic Identification. J Forensic Odontostomatol. 2011;29(1):14-19.

16 Gambar 1. Uji TEM Relatif Terkecil Intra-Observer Gambar 2. Hasil Uji TEM Relatif Terkecil Inter-Observer Gambar 3. Analisis jenis rugae dan semua rugae palatal pada laki-laki dan perempuan Gambar 4. Analisis asal rugae palatal pada laki-laki dan perempuan

BAB 1 PENDAHULUAN. Odontologi forensik adalah ilmu di kedokteran gigi yang terkait dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Odontologi forensik adalah ilmu di kedokteran gigi yang terkait dalam 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Odontologi forensik adalah ilmu di kedokteran gigi yang terkait dalam suatu data penyidikan untuk mengetahui identitas korban bencana massal seperti kecelakaan pesawat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan lipatan anatomik berupa garis jaringan ikat fibrous yang iregular dan

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan lipatan anatomik berupa garis jaringan ikat fibrous yang iregular dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rugae palatina atau disebut plicae palatinae transversae dan palatal rugae merupakan lipatan anatomik berupa garis jaringan ikat fibrous yang iregular dan asimetris

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indoaustralia dan Pasifik serta terletak pada zona Ring of Fire. Kondisi ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Indoaustralia dan Pasifik serta terletak pada zona Ring of Fire. Kondisi ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara rawan bencana karena kondisi geografisnya. Indonesia berada pada jalur pertemuan tiga lempeng raksasa yaitu lempeng Eurasia, Indoaustralia

Lebih terperinci

PEMANFAATAN RUGA PALATAL UNTUK IDENTIFIKASI FORENSIK

PEMANFAATAN RUGA PALATAL UNTUK IDENTIFIKASI FORENSIK Indonesian Journal of Dentistry 2008; 15 (3):261-269 http//www.fkg.ui.edu Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia ISSN 1693-9697 PEMANFAATAN RUGA PALATAL UNTUK IDENTIFIKASI FORENSIK Shanty Chairani,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. mayat korban susah untuk dapat diidentifikasi. yaitu adalah bencana alam. Kejadian bencana massal

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. mayat korban susah untuk dapat diidentifikasi. yaitu adalah bencana alam. Kejadian bencana massal BAB 1 PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Di Indonesia salah satu penyebab dimana mayat korban susah untuk dapat diidentifikasi yaitu adalah bencana alam. Kejadian bencana massal akan menghasilkan keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia tidak terlepas dari kejadian-kejadian yang sering terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia tidak terlepas dari kejadian-kejadian yang sering terjadi di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia tidak terlepas dari kejadian-kejadian yang sering terjadi di luar dugaan, antara lain bencana alam dan kasus-kasus kriminal yang menyebabkan

Lebih terperinci

PENGENALAN INDIVIDU BERDASARKAN POLA RUGAE PALATINA MENGGUNAKAN HISTOGRAM OF ORIENTED GRADIENTS DAN MULTI LAYER PERCEPTRON

PENGENALAN INDIVIDU BERDASARKAN POLA RUGAE PALATINA MENGGUNAKAN HISTOGRAM OF ORIENTED GRADIENTS DAN MULTI LAYER PERCEPTRON PENGENALAN INDIVIDU BERDASARKAN POLA RUGAE PALATINA MENGGUNAKAN HISTOGRAM OF ORIENTED GRADIENTS DAN MULTI LAYER PERCEPTRON Artificial Intelligent and Its Application Abdiyan Nila Rezka 1), Bambang Hidayat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat kita salah satu diantaranya adalah bencana alam, kecelakaan, ledakan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat kita salah satu diantaranya adalah bencana alam, kecelakaan, ledakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pada era gobalisasi banyak terjadi permasalahan yang meresahkan masyarakat kita salah satu diantaranya adalah bencana alam, kecelakaan, ledakan bom dan lain-lain. Masyarakat

Lebih terperinci

PERBEDAAN POLA DAN UKURAN RUGE PALATAL RAS DEUTRO MELAYU DENGAN RAS AUSTRALOID JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

PERBEDAAN POLA DAN UKURAN RUGE PALATAL RAS DEUTRO MELAYU DENGAN RAS AUSTRALOID JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA PERBEDAAN POLA DAN UKURAN RUGE PALATAL RAS DEUTRO DENGAN RAS AUSTRALOID JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat sarjana strata-1 kedokteran umum DONNY

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh keadaan geografis dan demografisnya. Menurut Kementrian

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh keadaan geografis dan demografisnya. Menurut Kementrian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu kawasan rawan bencana di dunia. Kondisi ini disebabkan oleh keadaan geografis dan demografisnya. Menurut Kementrian Sekretariat Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bencana alam, pesawat jatuh, ledakan bom dan lain-lain, menyebabkan banyak

BAB I PENDAHULUAN. bencana alam, pesawat jatuh, ledakan bom dan lain-lain, menyebabkan banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Berbagai masalah dihadapi masyarakat Indonesia saat ini antara lain bencana alam, pesawat jatuh, ledakan bom dan lain-lain, menyebabkan banyak korban meninggal secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Pada kejadian bencana alam banyak korban yang tidak. dikenal hal tersebut menyebabkan kesulitan dalam

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Pada kejadian bencana alam banyak korban yang tidak. dikenal hal tersebut menyebabkan kesulitan dalam BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pada kejadian bencana alam banyak korban yang tidak dikenal hal tersebut menyebabkan kesulitan dalam menentukan identitas mayat seseorang dalam identifikasi forensik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Proses identifikasi dari jenazah dan sisa-sisa. makhluk hidup yang telah meninggal merupakan ranah yang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Proses identifikasi dari jenazah dan sisa-sisa. makhluk hidup yang telah meninggal merupakan ranah yang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Proses identifikasi dari jenazah dan sisa-sisa makhluk hidup yang telah meninggal merupakan ranah yang sangat penting di masyarakat modern pada saat ini untuk konsekuensi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Rugae palatina disebut juga dengan plica palatine transversa atau palatal rugae

BAB 1 PENDAHULUAN. Rugae palatina disebut juga dengan plica palatine transversa atau palatal rugae BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rugae palatina disebut juga dengan plica palatine transversa atau palatal rugae adalah tonjolan pada bagian anterior dari mukosa palatal, terdapat di tiap sisi

Lebih terperinci

PERBEDAAN POLA DAN UKURAN RUGE PALATAL RAS DEUTRO MELAYU DENGAN RAS AUSTRALOID LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

PERBEDAAN POLA DAN UKURAN RUGE PALATAL RAS DEUTRO MELAYU DENGAN RAS AUSTRALOID LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH PERBEDAAN POLA DAN UKURAN RUGE PALATAL RAS DEUTRO MELAYU DENGAN RAS AUSTRALOID LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti ujian proposal Karya Tulis Ilmiah

Lebih terperinci

Perbedaan Pola dan Ukuran Ruge Palatal Ras Deutro Melayu. Dengan Ras Arabik

Perbedaan Pola dan Ukuran Ruge Palatal Ras Deutro Melayu. Dengan Ras Arabik Perbedaan Pola dan Ukuran Ruge Palatal Ras Deutro Melayu Dengan Ras Arabik JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat sarjana strata-1 kedokteran umum Fahreza

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Identifikasi manusia adalah hal yang sangat. penting di bidang forensik karena identifikasi

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Identifikasi manusia adalah hal yang sangat. penting di bidang forensik karena identifikasi BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Identifikasi manusia adalah hal yang sangat penting di bidang forensik karena identifikasi merupakan hal yang sangat mendasar dalam kehidupan manusia baik dari sisi

Lebih terperinci

KEPUSTAKAAN. 6. Pederson GW. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut (Oral Surgery). Alih bahasa: Purwanto, Basoeseno, Jakarta: EGC; 1996, 60-3.

KEPUSTAKAAN. 6. Pederson GW. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut (Oral Surgery). Alih bahasa: Purwanto, Basoeseno, Jakarta: EGC; 1996, 60-3. KEPUSTAKAAN 1. Kapali, S. Townsend,G. Richards, L. dan Parish,T. 1997. Palatal Rugae Patterns in Australian Aborigines and Caucasians. Australia Dental Journal. 42(2):129-133. 2. Saraf,A. Bedia,S. Indurkar,

Lebih terperinci

Persentase Keakuratan Identifikasi Bite Mark oleh Mahasiswa Profesi RSGM UMY Angkatan Tahun 2016 (Kajian di RSGM UMY)

Persentase Keakuratan Identifikasi Bite Mark oleh Mahasiswa Profesi RSGM UMY Angkatan Tahun 2016 (Kajian di RSGM UMY) Persentase Keakuratan Identifikasi Bite Mark oleh Mahasiswa Profesi RSGM UMY Angkatan Tahun 2016 (Kajian di RSGM UMY) Percentage of the Accuracy of Bite Mark Identification by Clinical Student Class of

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini adalah Ilmu Penyakit Gigi

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini adalah Ilmu Penyakit Gigi BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini adalah Ilmu Penyakit Gigi Mulut dan Ilmu Kedokteran Forensik. 4.2. Tempat dan waktu penelitian Penelitian

Lebih terperinci

Identification of Rugae Palatine Using Digital Image Processing Technique with Spatial Processing and Fuzzy Logic Classification

Identification of Rugae Palatine Using Digital Image Processing Technique with Spatial Processing and Fuzzy Logic Classification IDENTIFIKASI POLA RUGAE PALATINA MENGGUNAKAN TEKNIK PENGOLAHAN CITRA DIGITAL DENGAN PROSES SPASIAL DAN KLASIFIKASI FUZZY LOGIC Identification of Rugae Palatine Using Digital Image Processing Technique

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Studi Studi yang dilakukan dalam karya ilmiah ini adalah studi berbentuk deskriptif dengan pendekatan potong lintang (cross-sectional). 3.2 Subyek dan Metode Sampling

Lebih terperinci

Konsep Golden Percentage pada Ras Deutro Melayu (Studi pada

Konsep Golden Percentage pada Ras Deutro Melayu (Studi pada Konsep Golden Percentage pada Ras Deutro Melayu (Studi pada Mahasiswa FKG UI) Brian Vensen Lika, Roselani W. Odang, R.M. Tri Ardi Mahendra Corresponding address: Departemen Prostodonsia, Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Ukuran lebar mesiodistal gigi bervariasi antara satu individu dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Ukuran lebar mesiodistal gigi bervariasi antara satu individu dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ukuran lebar mesiodistal gigi bervariasi antara satu individu dengan individu lainnya, antara satu populasi dengan populasi lainnya. 1 Adanya variasi ukuran lebar

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lengkung Gigi Menurut DuBRUL (1980), bentuk lengkung gigi sangat bervariasi, akan tetapi secara umum lengkung gigi rahang atas berbentuk elips dan lengkung gigi rahang bawah

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI POLA RUGAE PALATINA MENGGUNAKAN GABOR WAVELET DAN DWT DENGAN METODE KLASIFIKASI ANN- BACKPROPAGATION

IDENTIFIKASI POLA RUGAE PALATINA MENGGUNAKAN GABOR WAVELET DAN DWT DENGAN METODE KLASIFIKASI ANN- BACKPROPAGATION IDENTIFIKASI POLA RUGAE PALATINA MENGGUNAKAN GABOR WAVELET DAN DWT DENGAN METODE KLASIFIKASI ANN- BACKPROPAGATION Karyza Niken Siwi Maryanti 1), Bambang Hidayat 2), Yuti Malinda 3) 1) 2) Program Studi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Dibentuk oleh processus palatines ossis maxilla dan lamina horizontalis

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Dibentuk oleh processus palatines ossis maxilla dan lamina horizontalis BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Palatum Palatum merupakan bagian yang memisahkan rongga mulut, rongga hidung, dan sinus maksilaris. Terdiri dari : 2.1.1. Platum durum Dibentuk oleh processus palatines ossis

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGGI BADAN DENGAN PANJANG TULANG FEMUR PADA ETNIS SANGIHE DI MADIDIR URE. Novitasari Mangayun

HUBUNGAN TINGGI BADAN DENGAN PANJANG TULANG FEMUR PADA ETNIS SANGIHE DI MADIDIR URE. Novitasari Mangayun HUBUNGAN TINGGI BADAN DENGAN PANJANG TULANG FEMUR PADA ETNIS SANGIHE DI MADIDIR URE Novitasari Mangayun George. N. Tanudjaja Taufiq Pasiak Bagian Anatomi Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Samratulangi

Lebih terperinci

KORELASI PANJANG LENGAN ATAS DENGAN TINGGI BADAN PADA WANITA SUKU BANJAR

KORELASI PANJANG LENGAN ATAS DENGAN TINGGI BADAN PADA WANITA SUKU BANJAR Amalia, F.dkk. Korelasi Panjang Lengan Atas... KORELASI PANJANG LENGAN ATAS DENGAN TINGGI BADAN PADA WANITA SUKU BANJAR Tinjauan Terhadap Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat Fitria

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. 3.3 Tempat dan Waktu Tempat : Klinik Distribusi RSGMP FKGUI Waktu : 15 Agustus 15 Oktober 2008.

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. 3.3 Tempat dan Waktu Tempat : Klinik Distribusi RSGMP FKGUI Waktu : 15 Agustus 15 Oktober 2008. BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Studi Studi ini merupakan survei epidemiologi deskriptif dengan pendekatan potong lintang (cross-sectional). 3.2 Subjek dan Metode Sampling Subjek penelitian dari

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Jenis penelitian Jenis penelitian adalah studi cross-sectional (potong-lintang) analitik. Tiap sampel hanya diobservasi satu kali saja dan pengukuran variabel sampel dilakukan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Calvin Kurnia, 2011 Pembimbing I : drg. Susiana, Sp.Ort Pembimbing II: dr. Winsa Husin, M.Sc, M.Kes

ABSTRAK. Calvin Kurnia, 2011 Pembimbing I : drg. Susiana, Sp.Ort Pembimbing II: dr. Winsa Husin, M.Sc, M.Kes ABSTRAK PERHITUNGAN INDEKS WAJAH PADA MAHASISWA DAN MAHASISWI ETNIS TIONGHOA UMUR 20-22 TAHUN DI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA PADA TAHUN 2011 Calvin Kurnia, 2011 Pembimbing I : drg.

Lebih terperinci

Kata kunci : palatum, maloklusi Angle, indeks tinggi palatum

Kata kunci : palatum, maloklusi Angle, indeks tinggi palatum ABSTRAK Maloklusi merupakan susunan gigi geligi yang menyimpang dari oklusi normal, dapat menyebabkan gangguan estetik dan fungsional. Maloklusi dapat disebabkan oleh faktor genetik, lingkungan dan psikososial,

Lebih terperinci

Scanned by CamScanner

Scanned by CamScanner Scanned by CamScanner Scanned by CamScanner Scanned by CamScanner Scanned by CamScanner Scanned by CamScanner PALATAL HEIGHT DIFFERENCES IN MALE AND FEMALE OF BUGINESE, MAKASSARESE AND TORAJANESSE. Irene

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pada kasus korban bencana alam atau kecelakaan, sering ditemukan masalah dalam proses identifikasi, disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pada kasus korban bencana alam atau kecelakaan, sering ditemukan masalah dalam proses identifikasi, disebabkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pada kasus korban bencana alam atau kecelakaan, sering ditemukan masalah dalam proses identifikasi, disebabkan karena kondisi utama jenazah yang semakin tidak utuh

Lebih terperinci

Aplikasi String Matching dalam Analisis Cap Bibir

Aplikasi String Matching dalam Analisis Cap Bibir Aplikasi String Matching dalam Analisis Cap Bibir Khoirunnisa Afifah (13512077) Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10 Bandung

Lebih terperinci

Lampiran 1. Skema Alur Pikir

Lampiran 1. Skema Alur Pikir Lampiran 1 Skema Alur Pikir 1. Ilmu kedokteran gigi forensik merupakan cabang dari ilmu kedokteran forensik yang belajar tentang cara-cara penanganan dan pemeriksaan bukti-bukti melalui gigi, jaringan

Lebih terperinci

PERBEDAAN RASIO D2:D4 ANTARA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN USU. Oleh : RATNA MARIANA TAMBA

PERBEDAAN RASIO D2:D4 ANTARA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN USU. Oleh : RATNA MARIANA TAMBA PERBEDAAN RASIO D2:D4 ANTARA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN USU Oleh : RATNA MARIANA TAMBA 110100241 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014 PERBEDAAN RASIO

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. cekat dan cetakan saat pemakaian retainer. 2. Sampel dalam penelitian ini dihitung dengan Rumus Federer sesuai dengan.

BAB III METODE PENELITIAN. cekat dan cetakan saat pemakaian retainer. 2. Sampel dalam penelitian ini dihitung dengan Rumus Federer sesuai dengan. BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, jenis penelitian ini adalah penelitian observational analitik. B. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi dalam

Lebih terperinci

PENGUKURAN SEFALIK INDEKS UNTUK MENENTUKAN JENIS KELAMIN PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA. Oleh : HERNA TRI YULIANTY

PENGUKURAN SEFALIK INDEKS UNTUK MENENTUKAN JENIS KELAMIN PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA. Oleh : HERNA TRI YULIANTY PENGUKURAN SEFALIK INDEKS UNTUK MENENTUKAN JENIS KELAMIN PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Oleh : HERNA TRI YULIANTY 110100240 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan rancangan crosssectional yang bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara konveksitas skeletal

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN TERHADAP PENCABUTAN GIGI DI KLINIK BEDAH MULUT DAN MAKSILOFASIAL RSGM-P FKG UNAIR TAHUN 2014 (Penelitian Deskriptif) SKRIPSI Sampul Depan Oleh: MIRZA BAHAR FIRNANDA NIM:

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 ALUR PIKIR

LAMPIRAN 1 ALUR PIKIR LAMPIRAN 1 ALUR PIKIR Krakteristi gigi yang terdapat pada suatu ras berbeda dengan ras lainnya. Alvesalo (1975) meneliti tonjol carabelli pada masarakat Eropa (ras Kaukasoid) didapat tonjol carabelli 70-90%

Lebih terperinci

LEBAR MESIODISTAL GIGI PERMANEN RAHANG ATAS DAN RAHANG BAWAH PADA MAHASISWA MALAYSIA DI FKG USU

LEBAR MESIODISTAL GIGI PERMANEN RAHANG ATAS DAN RAHANG BAWAH PADA MAHASISWA MALAYSIA DI FKG USU LEBAR MESIODISTAL GIGI PERMANEN RAHANG ATAS DAN RAHANG BAWAH PADA MAHASISWA MALAYSIA DI FKG USU SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi Syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan. tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan. tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang pada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang pada tubuh seseorang yang tidak dikenal, baik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan. tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan. tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang pada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang pada tubuh seseorang yang tidak dikenal, baik

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Universitas Sumatera Utara

DAFTAR PUSTAKA. Universitas Sumatera Utara 62 DAFTAR PUSTAKA 1. Reddy LVK. Lip prints: an overview in forensic dentistry. J Adv Dent Research 2011; 2(1): 17-20. 2. Bajpai M, Mishra N, Yadav P, Kumar S. Efficacy of lip prints in determination of

Lebih terperinci

DENTINO JURNAL KEDOKTERAN GIGI Vol I. No 1. April 2017

DENTINO JURNAL KEDOKTERAN GIGI Vol I. No 1. April 2017 68 DENTINO JURNAL KEDOKTERAN GIGI Vol I. No 1. April 017 PENERAPAN MANDIBULAR CANINE INDEX METODE RAO DALAM PENENTUAN JENIS KELAMIN PADA SUKU DAYAK BUKIT Analisa Tingkat Akurasi Elizabeth Rizky Setyorini,

Lebih terperinci

PERBEDAAN POLA RUGE PALATAL PADA PENDUDUK KETURUNAN DEUTRO MELAYU DENGAN KETURUNAN CINA DI JAWA TENGAH JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

PERBEDAAN POLA RUGE PALATAL PADA PENDUDUK KETURUNAN DEUTRO MELAYU DENGAN KETURUNAN CINA DI JAWA TENGAH JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA PERBEDAAN POLA RUGE PALATAL PADA PENDUDUK KETURUNAN DEUTRO MELAYU DENGAN KETURUNAN CINA DI JAWA TENGAH JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat sarjana

Lebih terperinci

GAMBARAN ORAL HABIT PADA ANAK USIA 6-12 TAHUN

GAMBARAN ORAL HABIT PADA ANAK USIA 6-12 TAHUN GAMBARAN ORAL HABIT PADA ANAK USIA 6-12 TAHUN DI SEKOLAH DASAR LABORATORIUM-PERCONTOHAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA KAMPUS CIBIRU BANDUNG Oleh : WINNY YOHANA ERISKA RIYANTI UNIVERSITAS PADJADJARAN

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN. 5.1 Hasil Analisis Univariat Analisis Statistik Deskriptif Lama Kehilangan, Usia dan Ekstrusi Gigi Antagonis

BAB 5 HASIL PENELITIAN. 5.1 Hasil Analisis Univariat Analisis Statistik Deskriptif Lama Kehilangan, Usia dan Ekstrusi Gigi Antagonis BAB 5 HASIL PENELITIAN Pada penelitian ini, jumlah sampel yang memenuhi kriteria penelitian adalah sebanyak 40 sampel. Sampel pada penelitian ini berupa model studi pasien gigi tiruan sebagian (GTS) dan

Lebih terperinci

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia vii ABSTRAK

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia vii ABSTRAK ABSTRAK Nama : Cynthia Michelle Anggraini Program Studi : Sarjana Kedokteran Gigi Judul : Prevalensi dan Distribusi Variasi Anatomis Normal pada Pasien Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

ABSTRAK KORELASI ANTARA BENTUK WAJAH DAN BENTUK GIGI INSISIVUS SENTRAL MAKSILA PADA ETNIS TIONGHOA USIA TAHUN

ABSTRAK KORELASI ANTARA BENTUK WAJAH DAN BENTUK GIGI INSISIVUS SENTRAL MAKSILA PADA ETNIS TIONGHOA USIA TAHUN ABSTRAK KORELASI ANTARA BENTUK WAJAH DAN BENTUK GIGI INSISIVUS SENTRAL MAKSILA PADA ETNIS TIONGHOA USIA 18 25 TAHUN Latar Belakang. Bentuk gigi merupakan hal yang esensial untuk estetika. Sisi estetik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Fenomena maraknya kriminalitas di era globalisasi. semakin merisaukan segala pihak.

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Fenomena maraknya kriminalitas di era globalisasi. semakin merisaukan segala pihak. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Fenomena maraknya kriminalitas di era globalisasi semakin merisaukan segala pihak. Wikipedia mendefinisikan kriminalitas adalah segala sesuatu perbuatan manusia yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dentofasial termasuk maloklusi untuk mendapatkan oklusi yang sehat, seimbang,

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dentofasial termasuk maloklusi untuk mendapatkan oklusi yang sehat, seimbang, PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu Ortodontik merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari pertumbuhan struktur jaringan pendukung gigi dan kraniofasial, perkembangan oklusi gigi geligi serta mempelajari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. atau rasa. Istilah aesthetic berasal dari bahasa Yunani yaitu aisthetike dan

BAB 1 PENDAHULUAN. atau rasa. Istilah aesthetic berasal dari bahasa Yunani yaitu aisthetike dan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aesthetic dentistry merupakan bidang ilmu dalam kedokteran gigi yang bertujuan untuk memperbaiki estetis rongga mulut pasien, di samping perawatan dan pencegahan

Lebih terperinci

PENGARUH PANJANG JARI TELUNJUK TANGAN DAN JARI MANIS TANGAN TERHADAP TINGGI BADAN SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan

PENGARUH PANJANG JARI TELUNJUK TANGAN DAN JARI MANIS TANGAN TERHADAP TINGGI BADAN SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan PENGARUH PANJANG JARI TELUNJUK TANGAN DAN JARI MANIS TANGAN TERHADAP TINGGI BADAN SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran YUNITA DESY WULANSARI G0012238 FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

ABSTRAK. Fransisca Nathalia, Pembimbing Utama: dr.adrian Suhendra, Sp.PK., M.Kes

ABSTRAK. Fransisca Nathalia, Pembimbing Utama: dr.adrian Suhendra, Sp.PK., M.Kes ABSTRAK PERBANDINGAN NILAI HEMATOLOGI ANTARA PASIEN MEDICAL CHECK UP (MCU) DI RUMAH SAKIT PURI MEDIKA JAKARTA DENGAN NILAI RUJUKAN ALAT SYSMEX XS-800i Fransisca Nathalia, 2014. Pembimbing Utama: dr.adrian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Populasi dalam penelitian ini adalah cetakan gigi pasien yang telah. Rumus Federer = (t-1)(n-1) 15 keterangan = n 16

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Populasi dalam penelitian ini adalah cetakan gigi pasien yang telah. Rumus Federer = (t-1)(n-1) 15 keterangan = n 16 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, jenis penelitian ini adalah penelitian observational deskriptif. B. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi dalam

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN MALOKLUSI PADA SISWA SISWI SDK 6 BPK PENABUR KELOMPOK USIA TAHUN BERDASARKAN KLASIFIKASI ANGLE DAN KLASIFIKASI PROFFIT-ACKERMAN

ABSTRAK GAMBARAN MALOKLUSI PADA SISWA SISWI SDK 6 BPK PENABUR KELOMPOK USIA TAHUN BERDASARKAN KLASIFIKASI ANGLE DAN KLASIFIKASI PROFFIT-ACKERMAN ABSTRAK GAMBARAN MALOKLUSI PADA SISWA SISWI SDK 6 BPK PENABUR KELOMPOK USIA 11 12 TAHUN BERDASARKAN KLASIFIKASI ANGLE DAN KLASIFIKASI PROFFIT-ACKERMAN Arnold Kyoto, 2011 Pembimbing 1 Pembimbing 2 : Susiana,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ditimbulkan oleh gangguan erupsi gigi di rongga mulut, sudah selayaknya bagi dokter

BAB 1 PENDAHULUAN. ditimbulkan oleh gangguan erupsi gigi di rongga mulut, sudah selayaknya bagi dokter BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Besarnya pengaruh erupsi gigi dan banyaknya kelainan yang mungkin ditimbulkan oleh gangguan erupsi gigi di rongga mulut, sudah selayaknya bagi dokter gigi mengetahui

Lebih terperinci

Kata kunci: lebar mesiodistal gigi, indeks Bolton, maloklusi kelas I Angle, overjet, overbite, spacing, crowding

Kata kunci: lebar mesiodistal gigi, indeks Bolton, maloklusi kelas I Angle, overjet, overbite, spacing, crowding ABSTRAK Rasio lebar mesiodistal gigi dapat ditentukan melalui perhitungan analisis Bolton yang selalu dilakukan sebelum perawatan ortodontik karena rasio Bolton mempengaruhi besarnya overjet, overbite,

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. 2. Acharya AB, Sivapathasundharam B. Forensic Odontology. In: Rajendran R,

DAFTAR PUSTAKA. 2. Acharya AB, Sivapathasundharam B. Forensic Odontology. In: Rajendran R, 47 DAFTAR PUSTAKA 1. Saferstein Richard. Criminalistics: An Introduction to Forensic Science 5 th edition. Prentice Hall, Inc. 1995;373-386 2. Acharya AB, Sivapathasundharam B. Forensic Odontology. In:

Lebih terperinci

Symmetric Measures. Asymp. Std. Approx. T b Approx. Measure of Agreement Kappa

Symmetric Measures. Asymp. Std. Approx. T b Approx. Measure of Agreement Kappa LAMPIRAN 1 HASIL PERHITUNGAN STATISTIK UJI INTERRATER RELIABILITY INDEKS PONT S PADA MAHASISWA SUKU INDIA TAMIL FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATER UTARA Symmetric Measures Value Asymp. Std. Approx.

Lebih terperinci

PERBEDAAN JUMLAH LEBAR MESIODISTAL KEEMPAT INSISIVUS PERMANEN RAHANG ATAS PADA PASANGAN KEMBAR (GEMELLI) SKRIPSI

PERBEDAAN JUMLAH LEBAR MESIODISTAL KEEMPAT INSISIVUS PERMANEN RAHANG ATAS PADA PASANGAN KEMBAR (GEMELLI) SKRIPSI 1 PERBEDAAN JUMLAH LEBAR MESIODISTAL KEEMPAT INSISIVUS PERMANEN RAHANG ATAS PADA PASANGAN KEMBAR (GEMELLI) SKRIPSI Oleh Islachul Lailiyah NIM 081610101037 BAGIAN ORTODONSIA FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Tabel 1 : Data ph plak dan ph saliva sebelum dan sesudah berkumur Chlorhexidine Mean ± SD

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Tabel 1 : Data ph plak dan ph saliva sebelum dan sesudah berkumur Chlorhexidine Mean ± SD BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Hasil Penelitian Pengumpulan data klinis dilakukan mulai tanggal 10 November 2008 sampai dengan tanggal 27 November 2008 di klinik orthodonti FKG UI dan di lingkungan FK UI.

Lebih terperinci

Studi Mengenai Ukuran Mesiodistal dan Bukolingual Mahkota Gigi Molar Satu Rahang Atas untuk Menentukan Jenis Kelamin

Studi Mengenai Ukuran Mesiodistal dan Bukolingual Mahkota Gigi Molar Satu Rahang Atas untuk Menentukan Jenis Kelamin Studi Mengenai Ukuran Mesiodistal dan Bukolingual Mahkota Gigi Molar Satu Rahang Atas untuk Menentukan Jenis Kelamin Nuri Lathifah, Mindya Yuniastuti, Widurini Djohan Fakultas Kedokteran Gigi, Pendidikan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Ukuran lebar mesiodistal gigi setiap individu adalah berbeda, setiap

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Ukuran lebar mesiodistal gigi setiap individu adalah berbeda, setiap BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Ukuran lebar mesiodistal gigi setiap individu adalah berbeda, setiap populasi juga berbeda dengan populasi lainnya. 1 Data lebar mesiodistal gigi penting sebagai informasi sebelum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik

BAB I PENDAHULUAN. hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Maloklusi secara umum dapat diartikan sebagai deviasi yang cukup besar dari hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik maupun secara

Lebih terperinci

GAMBARAN PENCABUTAN GIGI MOLAR SATU MANDIBULA BERDASARKAN UMUR DAN JENIS KELAMIN DI BALAI PENGOBATAN RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT MANADO TAHUN 2012

GAMBARAN PENCABUTAN GIGI MOLAR SATU MANDIBULA BERDASARKAN UMUR DAN JENIS KELAMIN DI BALAI PENGOBATAN RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT MANADO TAHUN 2012 GAMBARAN PENCABUTAN GIGI MOLAR SATU MANDIBULA BERDASARKAN UMUR DAN JENIS KELAMIN DI BALAI PENGOBATAN RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT MANADO TAHUN 2012 1 Devid G. Poha 2 Mona P. Wowor 3 Aurelia Supit 1 Kandidat

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Jenis penelitian Jenis penelitian adalah studi analitik potong lintang (cross sectional). Tiap sampel hanya diobservasi satu kali saja dan pengukuran variabel sampel dilakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ekstraoral. Perubahan pada intraoral antara lain resorbsi prosesus alveolaris

BAB 1 PENDAHULUAN. ekstraoral. Perubahan pada intraoral antara lain resorbsi prosesus alveolaris BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasien edentulus mengalami perubahan morfologi baik intraoral maupun ekstraoral. Perubahan pada intraoral antara lain resorbsi prosesus alveolaris sedangkan dilihat

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG KESEHATAN GIGI DAN MULUT DENGAN TINDAKAN MENJAGA KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT PADA MURID SD SHAFIYYATUL AMALIYYAH PADA TAHUN

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG KESEHATAN GIGI DAN MULUT DENGAN TINDAKAN MENJAGA KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT PADA MURID SD SHAFIYYATUL AMALIYYAH PADA TAHUN 1 HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG KESEHATAN GIGI DAN MULUT DENGAN TINDAKAN MENJAGA KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT PADA MURID SD SHAFIYYATUL AMALIYYAH PADA TAHUN 2011. Oleh: IZZATI AFIFAH AZMI 080100307 FAKULTAS

Lebih terperinci

GAMBARAN DATA ODONTOGRAM REKAM MEDIK GIGI DI BALAI PENGOBATAN RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT UNIVERSITAS SAM RATULANGI MANADO

GAMBARAN DATA ODONTOGRAM REKAM MEDIK GIGI DI BALAI PENGOBATAN RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT UNIVERSITAS SAM RATULANGI MANADO GAMBARAN DATA ODONTOGRAM REKAM MEDIK GIGI DI BALAI PENGOBATAN RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT UNIVERSITAS SAM RATULANGI MANADO 1 Hendry H. R. Poluan, 2 Erwin Kristanto, 2 Vonny N. S. Wowor 1 Mahasiswa Program

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Distribusi Usia pada Pengukuran Dimensi Vertikal Fisiologis Pada penelitian ini menggunakan subjek penelitian sebanyak 170 sampel yang memenuhi kriteria penelitian. Pengambilan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Antropometri Antropometri adalah pengukuran manusia dan lebih cenderung terfokus pada dimensi tubuh manusia. Ilmu pengetahuan mengenai antropometri berkembang terutama dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Edentulus penuh merupakan suatu keadaan tak bergigi atau tanpa gigi di dalam mulut. 1 Edentulus penuh memberikan pengaruh pada kesehatan fisik dan mental yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perawatan ortodontik bertujuan untuk mengoreksi maloklusi sehingga diperoleh oklusi yang normal. Penatalaksanaan perawatan ortodontik sering dihadapkan kepada permasalahan

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGGI BADAN DENGAN PANJANG TANGAN PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNSRAT ANGKATAN 2013

HUBUNGAN TINGGI BADAN DENGAN PANJANG TANGAN PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNSRAT ANGKATAN 2013 Jurnal e-biomedik (ebm), Volume 3, Nomor 1, Januari-April 2015 HUBUNGAN TINGGI BADAN DENGAN PANJANG TANGAN PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNSRAT ANGKATAN 2013 1 Christanti Sambeka 2 George N. Tanudjaja

Lebih terperinci

Dermatoglifi tipe pola dan jumlah sulur ujung jari tangan beberapa strata pendidikan masyarakat Indonesia

Dermatoglifi tipe pola dan jumlah sulur ujung jari tangan beberapa strata pendidikan masyarakat Indonesia Universitas Indonesia Library >> UI - Disertasi (Membership) Dermatoglifi tipe pola dan jumlah sulur ujung jari tangan beberapa strata pendidikan masyarakat Indonesia Deskripsi Lengkap: http://lib.ui.ac.id/detail.jsp?id=74094&lokasi=lokal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dikalangan masyarakat kerap terjadi peristiwa pelanggaran hukum yang menyangkut tubuh dan nyawa manusia. Untuk pengusutan dan penyidikan serta penyelesaian masalah

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 23 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif analitik dengan pengambilan data cross sectional. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep Penelitian Sidik Jari Jenis Kelamin Suku 3. Defenisi Operasional No. Defenisi Cara Penilaian Alat Ukur Hasil Ukur 1. Kepadatan alur Menghitung

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: persepsi, minat, remaja, alat ortodontik cekat, maloklusi

ABSTRAK. Kata kunci: persepsi, minat, remaja, alat ortodontik cekat, maloklusi ABSTRAK Persepsi adalah suatu proses menerima dan menginterpretasikan data. Persepsi tentang penggunaan alat ortodontik cekat dapat dilihat dari aspek estetik dan aspek fungsional. Bagi remaja, salah satu

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN ORGAN DALAM

PEMERIKSAAN ORGAN DALAM MODUL-II PEMERIKSAAN ORGAN DALAM PEGANGAN MAHASISWA Diberikan pada mahasiswa Semester 5 FORENSIC MEDICINE - MEDICOLEGAL FACULTY OF MEDICINE HASANUDDIN UNIVERSITY 2010 PEMERIKSAAN ORGAN PADA LUKA / TRAUMA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyidik untuk menentukan identitas seseorang. Identifikasi personal sering merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. penyidik untuk menentukan identitas seseorang. Identifikasi personal sering merupakan suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang. Identifikasi personal sering merupakan suatu

Lebih terperinci

PERBEDAAN LEBAR LENGKUNG GIGI PADA MALOKLUSI KLASIFIKASI ANGLE DI SMPN I SALATIGA JAWA TENGAH

PERBEDAAN LEBAR LENGKUNG GIGI PADA MALOKLUSI KLASIFIKASI ANGLE DI SMPN I SALATIGA JAWA TENGAH PERBEDAAN LEBAR LENGKUNG GIGI PADA MALOKLUSI KLASIFIKASI ANGLE DI SMPN I SALATIGA JAWA TENGAH SKRIPSI Skripsi ini Disusun sebagai Syarat Memperoleh Gelar Strata Satu Kedokteran Gigi Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 JADWAL KEGIATAN. Bulan. Penelusuran kepustakaan. Pembuatan proposal. Seminar proposal. Pengumpulan data. Pengolahan data. 6.

LAMPIRAN 1 JADWAL KEGIATAN. Bulan. Penelusuran kepustakaan. Pembuatan proposal. Seminar proposal. Pengumpulan data. Pengolahan data. 6. LAMPIRAN 1 JADWAL KEGIATAN No. 1. 2. 3. 4. 5. Kegiatan Penelusuran kepustakaan Pembuatan proposal Seminar proposal Pengumpulan data Pengolahan data Bulan Agustus September Oktober November Desember Januari

Lebih terperinci

Definisi Forensik Kedokteran Gigi

Definisi Forensik Kedokteran Gigi Definisi Forensik Kedokteran Gigi Ilmu kedokteran gigi forensik, atau dapat juga disebut dengan forensic dentistry atau odontology forensic. Forensik odontologi adalah suatu cabang ilmu kedokteran gigi

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN BAB V HASIL PENELITIAN A. Uji Validitas dan Reliabilitas Pada penelitian ini, telah dilakukan uji validitas dan reliabilitas pada kuesioner nyeri leher aksial. Pengujian dilakukan dengan uji Cronbach s

Lebih terperinci

Metode pengambilan sidik bibir untuk kepentingan identifikasi individu

Metode pengambilan sidik bibir untuk kepentingan identifikasi individu Vol. 62, No. 3, September-Desember l 2013, Hal. 64-70 ISSN 0024-9548 64 64 Metode pengambilan sidik bibir untuk kepentingan identifikasi individu (Lip print taking methods for the benefit of individual

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN CO-ASSISTANT DI RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT PROF. SOEDOMO FKG UGM YOGYAKARTA

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN CO-ASSISTANT DI RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT PROF. SOEDOMO FKG UGM YOGYAKARTA FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEDISIPLINAN PENGEMBALIAN BERKAS REKAM MEDIS OLEH CO-ASSISTANT DI RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT PROF. SOEDOMO FKG UGM YOGYAKARTA Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah

Lebih terperinci

Kata kunci : Plak gigi, pasta gigi, pasta gigi herbal, metode O Leary

Kata kunci : Plak gigi, pasta gigi, pasta gigi herbal, metode O Leary ABSTRAK Plak gigi merupakan kumpulan lebih dari 500 jenis mikroba yang melekat ataupun berkembang secara bebas pada jaringan lunak dan keras di permukaan rongga mulut seperti epithelium gingival maupun

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesimetrisan Diagnosis dalam ilmu ortodonti, sama seperti disiplin ilmu kedokteran gigi dan kesehatan lainnya memerlukan pengumpulan informasi dan data yang adekuat mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung maupun tidak langsung pada pasien. 1. indeks kepala dan indeks wajah. Indeks kepala mengklasifikasian bentuk kepala

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung maupun tidak langsung pada pasien. 1. indeks kepala dan indeks wajah. Indeks kepala mengklasifikasian bentuk kepala BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menangani setiap kasus dalam kedokteran gigi khususnya bidang ortodontik, para praktisi harus menyusun rencana perawatan yang didasarkan pada diagnosis. Untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perawatan ortodontik dapat dicapai jika diagnosis dan rencana perawatan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perawatan ortodontik dapat dicapai jika diagnosis dan rencana perawatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perawatan ortodontik dapat dicapai jika diagnosis dan rencana perawatan ditegakkan secara tepat sebelum perawatan dilakukan. Diagnosis ortodontik dapat diperoleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menghasilkan bentuk wajah yang harmonis jika belum memperhatikan posisi jaringan

BAB 1 PENDAHULUAN. menghasilkan bentuk wajah yang harmonis jika belum memperhatikan posisi jaringan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini, ilmu ortodonsia tidak hanya terfokus pada susunan jaringan keras tetapi juga pada estetis jaringan lunak wajah. Susunan gigi geligi yang baik tidak akan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Molar Dua Mandibula Fungsi molar dua mandibula permanen adalah melengkapi molar satu mandibula. Seluruh bagian molar dua mandibula lebih kecil sekitar 1mm daripada molar satu.

Lebih terperinci

Hubungan Antara Lebar Panggul Dengan Jenis Kelamin dan Tinggi Badan Stephanie Renni Anindita 1, Arif Rahman Sadad 1, Tuntas Dhanardhono 1

Hubungan Antara Lebar Panggul Dengan Jenis Kelamin dan Tinggi Badan Stephanie Renni Anindita 1, Arif Rahman Sadad 1, Tuntas Dhanardhono 1 Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia The Indonesian Association of Forensic Medicine Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan 2017 Proceeding Annual Scientific Meeting 2017 Hubungan Antara Lebar Panggul Dengan

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI IDENTIFIKASI POLA RUGAE PALATINA MENGGUNAKAN DETEKSI BINARY LARGE OBJECT (BLOB) DAN KLASIFIKASI SUPPORT VECTOR MACHINE (SVM) PADA ANDROID

IMPLEMENTASI IDENTIFIKASI POLA RUGAE PALATINA MENGGUNAKAN DETEKSI BINARY LARGE OBJECT (BLOB) DAN KLASIFIKASI SUPPORT VECTOR MACHINE (SVM) PADA ANDROID ISSN : 2355-9365 e-proceeding of Engineering : Vol.4, No.2 Agustus 2017 Page 1773 IMPLEMENTASI IDENTIFIKASI POLA RUGAE PALATINA MENGGUNAKAN DETEKSI BINARY LARGE OBJECT (BLOB) DAN KLASIFIKASI SUPPORT VECTOR

Lebih terperinci