Studi Mengenai Ukuran Mesiodistal dan Bukolingual Mahkota Gigi Molar Satu Rahang Atas untuk Menentukan Jenis Kelamin

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Studi Mengenai Ukuran Mesiodistal dan Bukolingual Mahkota Gigi Molar Satu Rahang Atas untuk Menentukan Jenis Kelamin"

Transkripsi

1 Studi Mengenai Ukuran Mesiodistal dan Bukolingual Mahkota Gigi Molar Satu Rahang Atas untuk Menentukan Jenis Kelamin Nuri Lathifah, Mindya Yuniastuti, Widurini Djohan Fakultas Kedokteran Gigi, Pendidikan Dokter Gigi Jakarta, 2013 Abstrak Latar Belakang: Penentuan jenis kelamin penting untuk identifikasi forensik. Salah satu metodenya yaitu berdasarkan ukuran gigi geligi. Tujuan: Mengetahui perbedaan ukuran gigi laki-laki dan perempuan serta menentukan nilai referensi gigi molar satu rahang atas untuk penentuan jenis kelamin. Metode: 30 gigi molar satu rahang atas laki-laki dan 30 perempuan usia tahun diukur lebar mesiodistal dan bukolingual dengan kaliper digital. Hasil: Terdapat perbedaan yang signifikan (p < 0,05) ukuran mahkota gigi molar satu rahang atas laki-laki dan perempuan. Nilai referensi ukuran bukolingual mm (kanan) dan mm (kiri); ukuran mesiodistal mm (kanan) dan mm (kiri). Kesimpulan: Ukuran mahkota gigi molar satu rahang atas dapat digunakan untuk penentuan jenis kelamin. Kata Kunci : Molar satu rahang atas; Penentuan jenis kelamin; Ukuran mesiodistal; Ukuran bukolingual. Latar Belakang Forensik odontologi memiliki peran yang sangat penting dalam identifikasi individu terutama pada kejadian-kejadian seperti kasus kejahatan, kecelakaan, dan bencana massal yang menimbulkan banyak korban jiwa tak dikenal. Beberapa tahun terakhir, di Indonesia telah terjadi bencana massal yang menimbulkan korban jiwa yang sulit diidentifikasi seperti pada kasus Bom Bali I (2002), bencana Tsunami Aceh (2005), Bom Bali II (2005), kecelakaan pesawat Garuda Indonesia di Yogyakarta (2007), dan kecelakaan pesawat Sukhoi Superjet 100 (2012). 1,2 Identifikasi korban-korban kecelakaan dan bencana merupakan hal yang penting untuk dilakukan karena menyangkut alasan kemanusiaan dan hukum, seperti hak dikembalikan kepada keluarga, wasiat, warisan, asuransi, hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan, dan hukum yang perlu diselesaikan. Identifikasi korban-korban kecelakaan dan bencana tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya identifikasi melalui gigi geligi. Gigi merupakan salah satu sumber terbaik dan memiliki keakuratan yang tinggi dalam identifikasi karena gigi merupakan jaringan terkeras dari seluruh tubuh yang tahan terhadap benturan, asam, dan paparan panas yang mungkin terjadi pada saat kejadian kecelakaan atau

2 bencana. 3 Gigi juga merupakan bagian tubuh yang paling resisten dari dekomposisi bakteri. Melalui data gigi, dapat diperoleh berbagai infomasi, antara lain usia, ras, dan jenis kelamin. Identifikasi jenis kelamin merupakan tahap identifikasi pertama untuk menentukan identitas korban. Hal ini penting terutama pada kejadian bencana massal yang menyebabkan kerusakan yang parah atau terpisah-pisahnya bagian tubuh manusia sehingga sulit untuk diidentifikasi. 4 Selain itu, pada keadaan dimana hanya ditemukan fragmen rahang dengan gigi, maka identifikasi jenis kelamin yang paling cepat dan mudah hanya bisa dilakukan melalui gigi. 5 Salah satu cara identifikasi jenis kelamin menggunakan gigi geligi yaitu berdasarkan perbedaan ukuran mahkota gigi antara laki-laki dan perempuan. Walaupun struktur gigi antara laki-laki dan perempuan itu sama, tetapi gigi-gigi tersebut tidak memiliki ukuran yang sama karena ukuran gigi sangat dipengaruhi oleh faktor genetik, lingkungan, dan ras. 6 Perbedaan ukuran antara gigi laki-laki dan perempuan ini merupakan salah satu bentuk dari seksual dimorfisme, yaitu perubahan dimensi pada sebagian jaringan yang disebabkan oleh perbedaan jenis kelamin dimana perubahan dimensi tersebut merujuk pada perbedaan ukuran dan bentuk antara laki-laki dan perempuan. 5,7 Banyak penelitian yang sudah membuktikan bahwa dari semua gigi manusia, gigi kaninus mandibula merupakan gigi yang menunjukan dimorfisme seksual tertinggi, kemudian diikuti oleh gigi molar satu rahang atas sebagai tertinggi kedua (Acharya & Mainali, 2007; Kondo et al, 2005) 8. Kedua gigi ini dapat digunakan untuk menentukan jenis kelamin melalui ukuran mahkotanya. Gigi molar satu rahang atas adalah gigi permanen yang pertama kali erupsi ke rongga mulut. Gigi ini erupsi lebih dulu daripada gigi kaninus, yaitu di usia 6-7 tahun. sehingga dapat digunakan untuk identifikasi pada korban anak-anak. 5 Selain itu, gigi molar satu rahang atas tidak banyak ditemukan impaksi dibandingkan dengan gigi kaninus. 5 Namun, dimorfisme seksual ini relatif pada setiap populasi. 9 Di Indonesia, sampai saat ini, belum ada penelitan spesifik mengenai penentuan jenis kelamin berdasarkan ukuran mahkota gigi molar satu rahang atas. Oleh karena itu, peneliti akan meneliti mengenai ukuran mahkota gigi molar satu rahang atas dan kemudian melihat ketepatan gigi tersebut sebagai pedoman untuk menentukan jenis kelamin di Indonesia, dengan rumusan masalah: Apakah ukuran mesiodistal dan bukolingual

3 mahkota gigi molar satu rahang atas dapat digunakan untuk menentukan jenis kelamin? Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan ukuran mesiodistal dan bukolingual mahkota gigi molar satu rahang atas antara laki-laki dan perempuan. Selain itu juga untuk menentukan nilai referensi untuk menentukan jenis kelamin berdasarkan ukuran mesiodistal dan bukolingual gigi molar satu rahang atas. Tinjauan Pustaka Odontologi forensik adalah suatu cabang ilmu kedokteran gigi yang mempelajari cara penanganan dan pemeriksaan benda bukti gigi serta cara evaluasi dan presentasi temuan gigi untuk kepentingan peradilan. 10 Menurut Arthur D. Golman, ilmu kedokteran gigi forensik adalah suatu ilmu yang berkaitan dengan hukum alam penyelidikan melalui gigi geligi. Kemudian menurut Dr.Robert Bj. Dorion, ilmu kedokteran gigi forensik adalah suatu aplikasi semua ilmu pengantar tentang gigi yang terkait dalam memecahkan hukum pidana dan perdata. Odontologi forensik mencakup identifikasi benda bukti manusia, penentuan umur, jenis kelamin, ras, dan etnik dari gigi, analisis jejas gigit (bite mark), dan pemeriksaan DNA dari gigi. Identifikasi individu melalui gigi geligi merupakan salah satu bentuk identifikasi primer dalam bidang forensik. Identifikasi primer dilakukan melalui pemeriksaan sidik jari, DNA, dan gigi geligi, sedangkan identifikasi sekunder dilakukan melalui pemeriksaan visual, antropometri, dan pemeriksaan medis. 27 Gigi geligi digunakan sebagai salah satu sarana identifikasi karena gigi memiliki beberapa keunggulan, yaitu: 1. Gigi merupakan jaringan keras yang resisten terhadap pembusukan dan pengaruh lingkungan yang ekstrim Gigi memiliki struktur yang kuat dan daya tahan tinggi terhadap kerusakan. Lapisan terluar dari gigi, yaitu jaringan , merupakan jaringan yang paling keras di tubuh manusia. Jaringan tersusun dari bahan anorganik sehingga tahan terhadap benturan, resisten terhadap dekomposisi bakteri dan pengaruh lingkungan seperti suhu dan keasaman. Kondisi ini

4 membuat gigi dapat tetap digunakan dalam identifikasi individu terutama apabila dalam suatu kejadian, ditemukan jenazah korban yang sudah hancur, membusuk, atau terbakar. 2. Derajat individualitas yang tinggi 17 Keadaan gigi geligi sangat khas pada setiap individu karena dipengaruhi oleh pola erupsi dari 20 gigi susu dan 32 gigi permanen, perubahan karena kerusakan gigi, tindakan perawatan seperti restorasi dan pencabutan, serta keadaan-keadaan lain seperti gigi yang malposisi, ukuran lengkung rahang, dan lain-lain. Hal ini membuat kemungkinan untuk menemukan keadaan gigi geligi yang sama pada dua individu menjadi sangat kecil. 3. Kemungkinan tersedianya data antemortem gigi dalam bentuk catatan medis gigi (dental record) dan data radiologis 4. Gigi dilindungi oleh otot-otot bibir dan pipi sehingga apabila terjadi trauma akan mengenai otot-otot tersebut terlebih dahulu Identifikasi melalui gigi geligi dapat dilakukan melalui dua cara. Pertama, pemeriksaan komparatif dengan membandingkan data antemortem dengan data postmortem korban. Data antemortem yaitu semua data yang menyangkut jenazah korban sebelum kematian. Adapun data postmortem yaitu semua data yang ditemukan atau dilihat pada jenazah korban setelah kematian. Cara kedua, pada kasus dimana data antemortem tidak ada dan tidak ada petunjuk adanya identitas, pemeriksaan postmortem, terutama pada gigi geligi, dapat dilakukan untuk menyempitkan identifikasi, hal ini disebut dengan dental profiling. 18 Melalui identifikasi gigi geligi dapat diperoleh beberapa informasi mengenai umur, jenis kelamin, ras, golongan darah, bentuk wajah, dan DNA. 6 Penentuan jenis kelamin adalah hal yang utama dalam mengenali korban yang kondisi tubuhnya sudah hancur dan tidak utuh. 5 Penentuan jenis kelamin pada korban kecelakaan dan bencana dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, bergantung pada ketersediaan tulang dan kondisi dari korban tersebut. Beberapa metode untuk menentukan jenis kelamin berdasarkan gigi geligi antara lain, metode visual yaitu melalui ukuran gigi, panjang akar dan diameter mahkota, dan indeks gigi geligi. Metode mikroskopik, yaitu dengan melihat kromosom X dan Y. Metode

5 lanjutan, yaitu dengan menggunakan polymerase chain reaction (PCR), dan melihat protein gigi. 26 Menurut Krongman, identifikasi jenis kelamin yang paling akurat yaitu berdasarkan tulang pelvis dengan tingkat keakuratan 95%, tulang pelvis dan tengkorak 98%, tengkorak saja 90%, dan tulang panjang 80%. Namun, pada kondisi dimana hanya terdapat fragmen tulang rahang bergigi atau hanya giginya saja yang ditemukan, maka penentuan jenis kelamin dapat dilakukan melalui giginya. 5 Identifikasi jenis kelamin melalui gigi-geligi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan cara histologis atau morfologis. Secara histologis, jenis kelamin dapat ditentukan dari jaringan nekrotik pulpa melalui proses pewarnaan menggunakan quinacrine mustard untuk fluorosensi kromosom Y. Fluorosensi kromosom Y dapat dilihat pada gigi laki-laki. Selain itu, terdapat amelogenin yang merupakan gen jenis kelamin manusia dan merupakan protein utama pada pembentukan manusia. Pada perempuan, gen amelogenin menunjukkan dua alel yang homozigot (XX), sedangkan laki-laki menunjukkan dua alel yang heterozigot (XY). 19 Identifikasi jenis kelamin dengan cara morfologis dapat dilakukan dengan melihat dan mengukur bentuk serta ukuran dari gigi geligi. Berdasarkan penelitianpenelitian yang pernah dilakukan, ukuran mahkota gigi laki-laki cenderung lebih besar daripada gigi perempuan. Hal ini disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan. 6 Dilihat dari faktor genetik, kromosom X dan kromosom Y pada manusia mempengaruhi ketebalan enamel gigi, dimana kromosom X meningkatkan ketebalan enamel tetapi mengurangi ketebalan dentin. Hal ini yang menyebabkan dentin pada gigi laki-laki cenderung lebih tebal daripada perempuan, sehingga ukuran gigi lakilaki juga cenderung lebih besar dibandingkan ukuran gigi perempuan (Alvesalo, et al., 1991). Faktor genetik mempengaruhi kadar hormon yang mengarah pada bentuk dan ukuran tulang mandibula yang secara tidak langsung menyebabkan adanya perbedaan ukuran gigi diantara laki-laki dan perempuan (Garn, 1967). 11 Selain faktor genetik, faktor lingkungan juga dapat mempengaruhi ukuran gigi. Faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut antara lain, nutrisi/diet, penyakit, iklim, dan gaya hidup (Susilowati dan Dekaria, 2007). 11

6 Banyak penelitian menunjukkan bahwa jenis kelamin dapat ditentukan melalui ukuran mesiodistal dan bukolingual mahkota gigi. 12 Perbedaan ukuran mahkota gigi antara laki-laki dan perempuan disebabkan oleh perbedaan ketebalan dentin dimana dentin pada gigi laki-laki cenderung lebih tebal daripada gigi perempuan. Ketebalan dentin ini dipengaruhi oleh adanya kromosom Y yang meningkatkan potensi mitosis pada benih gigi dan menginduksi dentinogenesis, sedangkan kromosom X menginduksi amelogenesis. 5 Ukuran mesiodistal mahkota gigi didapat dari mengukur jarak terbesar antara mesial dan distal mahkota klinis, yaitu pada daerah titik kontak. Ukuran bukolingual mahkota gigi didapat dari mengukur jarak terbesar antara bukal dan lingual mahkota klinis dan sejajar dengan sumbu panjang gigi. Hasil pengukuran lebar mesiodistal dan bukolingual ini diolah untuk mendapatkan angka referensi yang membedakan laki-laki dan perempuan. Rai Balwant, dkk. dalam penelitiannya menyatakan bahwa dari seluruh gigi pada rahang atas, gigi molar satu memiliki perbedaan ukuran mesiodistal dan bukolingual yang paling besar antara laki-laki dan perempuan dibandingkan dengan gigi lainnya. Gigi molar satu memiliki tingkat dimorfisme seksual yang tinggi setelah gigi kaninus rahang bawah. Dimorfisme seksual adalah suatu karakteristik yang dimiliki manusia serta makhluk hidup lain, dimana adanya perubahan dimensi dalam hal bentuk dan ukuran pada sebagian jaringan yang disebabkan oleh perbedaan jenis kelamin. 28 Gigi permanen molar satu rahang atas adalah gigi ke-6 dari midline rahang dan merupakan gigi terbesar pada lengkung rahang atas. Gigi ini berkontak dengan premolar dua di sisi mesial, dan dengan molar dua di sisi distal setelah usia 12 tahun. Ciri khas dari gigi molar satu rahang atas yaitu, terdapat cusp of carabelli di dekat mesiolingual cusp. Cusp of carabelli ini bisa berbentuk tuberkel (tonjolan), groove, atau pit. Kemudian gigi ini memiliki 3 akar dengan 2 akar di bagian bukal, yaitu akar mesiobukal dan akar distobukal, serta 1 akar di bagian palatal.

7 Gambar 1. Gigi molar satu rahang atas Sumber gambar: Berdasarkan tabel tumbuh kembang gigi Schour & Massler, gigi permanen molar satu rahang atas sudah mulai mengalami kalsifikasi dari sejak kelahiran. Pembentukan mahkota akan selesai pada usia 3 tahun. Gigi ini akan erupsi pada usia 6-7 tahun dan akar terbentuk sempurna pada usia 8-9 tahun. Keadaan ini membuat gigi molar satu rahang atas dapat digunakan untuk identifikasi forensik pada anak-anak dibandingkan dengan gigi kaninus rahang bawah yang baru erupsi di usia tahun. 5 Metode Penelitian Penelitian dilakukan di Kampus Universitas Indonesia, antara bulan September sampai dengan November 2012 dengan jenis penelitian potong lintang atau cross-sectional yang bersifat analitik. Sampel penelitian berjumlah 60 model studi gigi molar satu rahang atas pasien RSGM-P FKG UI dalam rentang usia tahun, yang terdiri dari 30 laki-laki dan 30 perempuan. Sampel dipilih yang memenuhi kritera inklusi, yaitu: - Gigi telah erupsi sempurna - Hubungan molar kelas satu

8 - Gigi tanpa kelainan patologis, seperti karies dalam, periodontitis, atrisi, fraktur, gigi dengan perawatan saluran akar, gigi dengan restorasi yang luas - Gigi tidak malposisi - Gigi tidak mengalami kelainan kongenital - Gigi tidak pernah atau sedang dalam perawatan orthodonti Variabel dependen dan variabel independen pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 1. Tabel variabel dependen VARIABEL Jenis kelamin DEFINISI OPERASIONAL Perbedaan antara perempuan dengan laki-laki secara biologis sejak seseorang lahir SKALA PENGUKURAN Numerik Tabel 2. Tabel variabel independen VARIABEL Lebar mesiodistal mahkota gigi molar satu rahang atas DEFINISI OPERASIONAL Lebar mesiodistal mahkota gigi dengan mengukur kontur terbesar gigi (dalam millimeter), yaitu diantara titik kontak dengan gigi premolar dua dan gigi molar dua. SKALA PENGUKURAN Numerik Lebar bukolingual mahkota gigi molar satu rahang atas Lebar bukolingual mahkota gigi dengan mengukur kontur terbesar gigi (dalam millimeter), yaitu diantara permukaan bukal dan lingual mahkota gigi yang paralel terhadap axis panjang gigi. Numerik

9 Pengukuran dilakukan pada model cetak gigi rahang atas menggunakan kaliper digital dengan ketelitian 0.01 mm dan dilakukan oleh dua pengamat, masingmasing dua kali pengukuran. Pengukuran lebar mesiodistal mahkota gigi molar satu rahang atas Pengukuran ini dilakukan di kontur terbesar dari mahkota gigi, yaitu diantara titik kontak dengan gigi premolar dua dan molar dua. Gambar 2. Lebar mesiodistal gigi molar satu rahang atas Pengukuran lebar bukolingual mahkota gigi molar satu rahang atas. Pengukuran ini dilakukan di kontur terbesar antara permukaan bukal dan lingual gigi. Gambar 3. Lebar bukolingual gigi molar satu rahang atas Pengolahan data hasil pengukuran: 1. Dilakukan uji reliabilitas antar pengukuran dan antar pengamat menggunakan formula Dahlberg untuk mendapatkan data pengukuran yang paling akurat untuk digunakan dalam perhitungan selanjutnya. Dari formula Dahlberg akan didapatkan nilai Technical error of measurement (TEM). Semakin kecil nilai TEM yang didapatkan, semakin baik keakuratan pengamat dalam melakukan pengukuran. TEM = Keterangan: di = selisih antara dua hasil pengukuran n = jumlah sampel

10 2. Penghitungan rata-rata lebar mesiodistal dan bukolingual mahkota gigi molar satu rahang atas laki-laki dan perempuan 3. Penentuan nilai referensi untuk membedakan ukuran gigi molar satu rahang atas pada laki-laki dan perempuan sesuai formula yang ditetapkan, yaitu: [( ) ( )] Keterangan: = Rata-rata ukuran lebar mesiodistal atau bukolingual mahkota gigi laki-laki = Rata-rata ukuran lebar mesiodistal atau bukolingual mahkota gigi perempuan SD = Standar deviasi 4. Mencocokan ukuran mesiodistal dan bukolingual pada setiap sampel dengan nilai referensi 5. Menghitung persentase ketepatan penentuan jenis kelamin berdasarkan perbandingan ukuran mesiodistal dan bukolingual pada setiap sampel dengan nilai referensi Hasil Penelitian Penelitian telah dilakukan dengan sampel sejumlah 60 buah model studi rahang atas pasien RSGM-P FKG UI, terdiri dari 30 sampel laki-laki dan 30 sampel perempuan yang telah diseleksi sesuai kriteria inklusi. Pengukuran pada gigi molar satu rahang atas dilakukan oleh dua orang pengamat pada dua kali waktu pengukuran agar didapatkan data yang lebih akurat. Setelah seluruh data didapatkan, dilakukan uji reliabilitas penghitungan intradan interobserver dengan menggunakan formula Dahlberg. Formula ini digunakan untuk menghitung besar kesalahan atau error pada suatu prosedur pengukuran. Besar kesalahan atau yang disebut juga dengan Technical Error of Measurement (TEM) dihitung dengan rumus sebagai berikut: TEM = Keterangan: di = selisih antara dua hasil pengukuran n = Jumlah sampel

11 Menurut formula Dahlberg, nilai toleransi pengukuran yang dapat diterima, measurement tolerance (MT), untuk pengukuran tulang dan gigi adalah sebesar 1 mm, sehingga pada penelitian ini dilakukan pengukuran gigi dengan nilai MT 1 mm. Tabel 5.1 dibawah ini menunjukkan nilai TEM terkecil untuk pengukuran mesiodistal dan bukolingual mahkota gigi molar satu rahang atas pada laki-laki dan perempuan. Data dengan nilai TEM terkecil ini yang akan digunakan untuk penelitian selanjutnya. Tabel 5.1. Hasil Uji Dahlberg dengan Nilai TEM terkecil Ukuran Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan BL Kanan BL Kiri MD Kanan MD Kiri Nilai TEM terkecil untuk pengukuran pada gigi molar satu rahang atas laki-laki yaitu, lebar bukolingual kanan dengan nilai TEM 0.038, lebar bukolingual kiri dengan nilai TEM 0.030, lebar mesiodistal kanan dengan nilai TEM 0.027, dan lebar mesiodistal kiri dengan nilai TEM Nilai TEM terkecil untuk pengukuran pada gigi molar satu rahang atas perempuan yaitu, lebar bukolingual kanan dengan nilai TEM 0.037, lebar bukolingual kiri dengan nilai TEM dan lebar mesiodistal kanan dengan nilai TEM 0.033, serta lebar mesiodistal kiri dengan nilai TEM Setelah nilai reliabilitas dihitung, langkah selanjutnya adalah menghitung ratarata pengukuran mesiodistal dan bukolingual mahkota gigi molar satu rahang atas pada laki-laki dan perempuan. Kemudian, menguji signifikansi perbedaan antara ukuran bukolingual dan mesiodistal mahkota gigi molar satu rahang atas laki-laki dan perempuan. Pengujian dilakukan dengan menggunakan uji statistik independent sample t-test.

12 Tabel 5.2. Hasil Rata-Rata Ukuran Mesiodistal dan Bukolingual Mahkota Gigi Molar Satu Ukuran Rahang Atas pada Laki-Laki dan Perempuan laki-laki + SD (mm) Jenis Kelamin perempuan + SD (mm) p value BL Kanan < BL Kiri <0.001 MD Kanan Keterangan: SD MD Kiri <0.001 = Rata-rata = Standar deviasi Tabel 5.2 memperlihatkan hasil statistik deskriptif pada pengukuran lebar bukolingual dan mesiodistal mahkota gigi molar satu rahang atas. Rata-rata lebar bukolingual yaitu mm (kanan) dan mm (kiri) pada perempuan, sedangkan pada laki-laki yaitu, mm (kanan) dan mm (kiri). Rata-rata lebar mesiodistal yaitu mm (kanan) dan mm (kiri) pada perempuan, sedangkan pada laki-laki yaitu, mm (kanan) dan mm (kiri). Hasil ini menunjukkan bahwa rata-rata ukuran gigi laki-laki lebih besar daripada ukuran gigi perempuan. Hasil T-tes pada tabel 5.2. menunjukkan bahwa seluruh ukuran mahkota gigi molar satu rahang atas, baik bukolingual kanan dan kiri maupus mesiodistal kanan dan kiri, antara laki-laki dan perempuan adalah berbeda secara signifikan (p < 0.05). Selanjutnya, untuk menentukan nilai referensi yang akan membedakan lakilaki dan perempuan, dalam penelitian ini digunakan metode yang digunakan oleh Rao, et al. (1989), dengan rumus sebagai berikut: Keterangan: x l x p SD = rata-rata ukuran gigi laki-laki Nilai referensi = [( ) ( ) = rata-rata ukuran gigi perempuan = standar deviasi

13 Setelah didapatkan nilai referensi, dilakukan uji ketepatan antara pengukuran lebar mesiodistal dan bukolingual pada masing-masing sampel dengan nilai referensinya. Hasil penghitungan dan uji ketepatan ukuran mesiodistal dan bukolingual gigi molar satu rahang atas tertera pada tabel dibawah ini. Tabel 5.3 Nilai Referensi Ukuran Mesiodistal dan Bukolingual Gigi Molar Satu Rahang Atas dan Ketepatan Penentuan Jenis Kelamin Berdasarkan Nilai Referensi yang didapat Ukuran Nilai Referensi (mm) Jenis Kelamin Ketepatan (%) Keterangan: L = Laki laki P = Perempuan BL Kanan BL Kiri MD Kanan MD Kiri P L 70 P L 60 P L 50 P 60 L Berdasarkan hasil pada tabel 5.3, nilai referensi ukuran bukolingual kanan yaitu mm, bukolingual kiri yaitu mm. Sedangkan nilai referensi ukuran mesiodistal kanan yaitu mm, dan mesiodistal kiri yaitu10.51 mm. Persentase keakuratan penentuan jenis kelamin berdasarkan pengukuran lebar bukolingual mahkota gigi molar satu rahang atas pada perempuan yaitu 76.67% (gigi kanan) dan 73.33% (gigi kiri), sedangkan pada laki-laki yaitu 70% (gigi kanan) dan 60% (gigi kiri). Persentase keakuratan penentuan jenis kelamin berdasarkan pengukuran lebar mesiodistal mahkota gigi molar satu rahang atas pada perempuan yaitu, 56.67% (gigi kanan) dan 60% (gigi kiri), sedangkan pada laki-laki yaitu, 50% (gigi kanan) dan 73.33% (gigi kiri). Pembahasan Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui penentuan jenis kelamin berdasarkan ukuran mesiodistal dan bukolingual mahkota gigi molar satu rahang

14 atas, serta untuk menetapkan nilai referensi untuk menentukan jenis kelamin berdasarkan ukuran gigi molar satu rahang atas. Sampel penelitian dipilih dalam rentang usia tahun. Pada usia 14 tahun, gigi sudah erupsi sempurna seluruhnya kecuali gigi molar tiga. Penentuan rentang usia ini dilakukan untuk kemudahan dalam mencari sampel. Pada penelitian ini, diukur lebar terbesar dari bukolingual dan mesiodistal mahkota gigi molar satu rahang atas pada 60 model studi rahang atas pasien RSGM-P FKG UI. Pengukuran dilakukan oleh dua pengamat sebanyak dua kali pengukuran dalam waktu yang berbeda. Uji reliabilitas keakuratan seluruh hasil pengukuran dilakukan dengan menggunakan formula Dahlberg. Menurut formula Dahlberg, nilai toleransi pengukuran yang dapat diterima, measurement tolerance (MT), untuk pengukuran tulang dan gigi adalah sebesar 1 mm. Hasil uji realibilitas pada penelitian ini menunjukkan bahwa seluruh nilai TEM (Technical Error of Measurement) adalah < 1 mm yang artinya seluruh data pada penelitian ini dapat diterima. Data yang dipakai untuk perhitungan selanjutnya adalah rata-rata dari data yang memiliki nilai TEM terkecil yang dimuat pada tabel 5.1. Berdasarkan tabel 5.1, nilai TEM terkecil untuk pengukuran pada gigi molar satu rahang atas laki-laki yaitu, lebar bukolingual kanan dengan nilai TEM 0.038, lebar bukolingual kiri dengan nilai TEM 0.030, lebar mesiodistal kanan dengan nilai TEM 0.027, dan lebar mesiodistal kiri dengan nilai TEM Nilai TEM terkecil untuk pengukuran pada gigi molar satu rahang atas perempuan yaitu, lebar bukolingual kanan dengan nilai TEM 0.037, lebar bukolingual kiri dengan nilai TEM dan lebar mesiodistal kanan dengan nilai TEM 0.033, serta lebar mesiodistal kiri dengan nilai TEM Setelah penghitungan realibilitas data, dilakukan penghitungan rata-rata lebar mesiodistal dan bukolingual gigi molar satu rahang atas. Hasil penghitungan pada tabel 5.2 menunjukkan bahwa rata-rata ukuran mahkota gigi laki-laki baik dari lebar bukolingual maupun lebar mesiodistal lebih besar daripada gigi perempuan. Selain itu, dapat dilihat juga bahwa rata-rata lebar bukolingual lebih besar dari lebar mesiodistal. Rata-rata lebar bukolingual pada gigi perempuan yaitu mm (gigi kanan) dan mm (gigi kiri), sedangkan pada gigi laki-laki yaitu, mm (gigi kanan) dan mm (gigi kiri). Rata-rata lebar mesiodistal pada gigi

15 perempuan yaitu mm (gigi kanan) dan mm (gigi kiri), sedangkan pada gigi laki-laki yaitu, mm (gigi kanan) dan mm (gigi kiri). Pada penghitungan rata-rata ini, dilakukan uji statistik menggunakan independent t-test untuk mengetahui signifikansi perbedaan rata-rata ukuran gigi molar satu rahang atas laki-laki dan perempuan. Hasil uji statistik (tabel 5.2) menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna pada seluruh ukuran dimensi mahkota gigi molar satu rahang atas antara laki-laki dan perempuan dengan p < 0,05. Perbedaan rata-rata dan signifikansi ukuran mahkota gigi molar satu rahang atas antara laki-laki dan perempuan ini sesuai dengan beberapa penelitian yang dilakukan oleh V. Sonika et al. 5 ; Rai B et al.; Suazo GI et al, yang menyatakan bahwa ukuran gigi laki-laki lebih besar dari gigi perempuan dalam semua dimensi. Perbedaan ukuran ini bisa disebabkan karena perbedaan ketebalan dentin dimana dentin pada gigi laki-laki cenderung lebih tebal daripada gigi perempuan. Ketebalan dentin ini dipengaruhi oleh adanya kromosom Y yang meningkatkan potensi mitosis pada benih gigi dan menginduksi dentinogenesis, sedangkan kromosom X menginduksi amelogenesis. 5 Pada penelitian ini didapatkan nilai referensi yang digunakan sebagai nilai acuan untuk menentukan jenis kelamin berdasarkan ukuran mahkota gigi molar satu rahang atas. Hasil penghitungan nilai referensi terlihat pada tabel 5.3. Jika hasil pengukuran mesiodistal atau bukolingual gigi molar satu rahang atas lebih besar dari nilai referensinya, maka jenis kelamin individu tersebut adalah laki-laki. Sebaliknya, jika hasil pengukurannya lebih kecil dari nilai referensi, maka jenis kelamin individu tersebut adalah perempuan. Nilai referensi bukolingual kanan yaitu mm, bukolingual kiri yaitu mm, mesiodistal kanan yaitu mm, dan mesiodistal kiri yaitu mm (tabel 5.3). Pada tabel 5.3 juga dapat dilihat persentase ketepatan penentuan jenis kelamin menggunakan nilai referensi yang didapat. Ketepatan menggunakan ukuran bukolingual kanan yaitu sebesar 76.67% untuk perempuan, dan 70% untuk laki-laki. Ketepatan menggunakan ukuran bukolingual kiri yaitu sebesar 73.33% untuk perempuan, dan 60% untuk laki-laki. Pada dimensi mesiodistal, ketepatan ukuran mesiodistal kanan yaitu 56.67% untuk perempuan, dan 50% untuk laki-laki, sedangkan ketepatan ukuran mesiodistal kiri yaitu 60% untuk perempuan, dan 73.33% untuk laki-laki.

16 Berdasarkan data tersebut, dapat dilihat bahwa persentase ketepatan penentuan jenis kelamin berdasarkan ukuran bukolingual gigi molar satu rahang atas lebih besar dibandingkan ukuran mesiodistal. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Macaluso Jr. (2010); Suazo GI (2008), yang menyatakan bahwa ketepatan prediksi jenis kelamin melalui lebar bukolingual yaitu sebesar 70.5% pada perempuan, dan 76.2% pada laki-laki. Ketepatan penentuan jenis kelamin tertinggi yaitu dari ukuran bukolingual kanan mahkota gigi molar satu rahang atas. Penelitian lain yang dilakukan pada populasi India juga menyatakan bahwa lebar bukolingual kanan mahkota gigi molar satu rahang atas memiliki tingkat ketepatan yang tinggi, dengan nilai referensi 10.7 mm. Pada penelitian tersebut tingkat ketepatan penentuan jenis kelamin laki-laki yaitu 100%, sedangkan perempuan 82%. 14 Kesimpulan 1. Ukuran mesiodistal dan bukolingual gigi molar satu rahang atas pada laki-laki lebih besar dibandingkan dengan perempuan. 2. Didapatkan nilai referensi ukuran bukolingual gigi molar satu rahang atas kanan mm, bukolingual kiri mm, mesiodistal kanan mm, dan mesiodistal kiri mm. 3. Dengan menggunakan nilai referensi tersebut, dapat ditentukan jenis kelamin. Jika hasil pengukuran lebih besar dari nilai referensinya, maka jenis kelaminnya adalah laki-laki. Jika hasil pengukuran lebih kecil dari nilai referensinya, maka jenis kelaminnya adalah perempuan. Saran Diperlukan penelitian lanjutan dengan jumlah sampel yang lebih banyak dan dari berbagai suku agar hasilnya dapat digunakan untuk penentuan jenis kelamin pada masyarakat Indonesia. Kepustakaan 1. Airlangga UA. Peran Dokter Gigi dalam Identifikasi Korban Bencana (diunduh: 21 September 2012) 2. Anwar Khumaini. Pentingnya Foto Gigi untuk Identifikasi Korban Sukhoi (diunduh: 21 September 2012)

17 3. Kaushal S, Patnaik VVG, Agnihotri G. Mandibular Canines in Sex Determination. J. Anat. Soc. India, Boaz K, Gupta C. Dimorphism in Human Maxillary and Mandibular Canines in Establishment of Gender. Journal of Forensic Dental Sciences, V. Sonika, et al. Sexual Dimorphism in the Permanent Maxillary First Molar: A Study of the Haryana Population (India). Journal of Forensic Odontostomatology, Dempsey PJ, Townsend GC. Genetic and Enviromental Contributions to Variation in Human Tooth Size. Heredity, 2001; 86(6) Kieser JA. Human Adult Odontometric. In: The Study of Variation in Adult Tooth Size. Cambridge University Press, Acharya AB, Mainali S. Univariate Sex Dimorphism in Napalese Dentition and the Use of DIscriminant Functions in Gender Assesment. Forensic Science International, 2007; 173(1) Eboh, DEO. A Dimorphic Study of Maxillary First Molar Crown Dimensions of Urhobos in Abraka, South-Southern Nigeria. J. Morphol. Sci., 2012; 29(2) Atmadja DS. Peranan Odontologi Forensik dalam Penyidikan (diunduh: 28 September 2012) 11. Ferizka, GN. Identifikasi Perbedaan Laki-Laki dan Perempuan Melakui Indeks Kaninus Rahang Bawah pada Mahasiswa Suku Sunda FKG UNPAD Angkatan Suazo GI, et al. Sexual Dimorphism in Mesiodistal and Bucolingual Tooth Dimensions in Chilean People. Int. J. Morphol., 2008; 26(3) Macaluso Jr, PJ. Sex Discrimination Potential of Permanent Maxillary Molar Cusp Diameters. Journal of Forensic Odonto-Stomatology, Vol.28(1) Rai, B., Jain, RK., et al. Importance of Maxillary First Molar for Sex Determination. The Internent Journal of Dental Science Vol. 4, no Rai, B., Annand, SC., Dhattarwal SK. Sex Determination from Tooth Vol. 8, no Djohansyah L. Buku Ajar Ilmu Kedokteran Gigi Forensik. 3 ed. Jakarta: CV Sagung Seto; 2006.

18 17. Gadro SA. Peran Odontologi Forensik Sebagai Salah Satu Sarana Pemeriksaan Identifikasi Jenasah Tak Dikenal. Berkala Ilmu Kedokteran September;31(3): Pretty, AI., Sweet D. The Role of Teeth in the Determination of Human Identity. British Dental Journal Vol No Slavkin HC. Sex, Enamel, and Forensic Dentistry: A Search for Identity. J Am Dent Assoc : Astete, JC., San Pedro, VJ., Suazo, GI. Sexual Dimorphism in the Tooth Dimensions of Spanish and Chilean Peoples. Int. J. Odontostomat., 3(1): Patil, K., Mahima, VG., Pratibha, RRM. Bucco-lingual Dimension of Teeth - An Aid in Sex Determination. Journal of Forensic Dental Science. Vol.1, Issue Acharya AB, Mainali S. Sex Discrimination Potential of Buccolingual and Mesiodistal Tooth Dimensions. J. Forensic Sci Jul;53(4): Prabhu S, Acharya AB. Odontometric sex assessment in Indians. Forensic Sci Int Nov 20;192(1-3):129.e Acharya AB, Mainali S. Limitations of The Mandibular Canine Index in Sex Assesment. Journal of Forensic and Legal Medicine. 2008; 16(2): Garn, Sm., Lewis, AB. Buccolingual Size Asymmetry and its Developmental Meaning. Angle Orthod Vol. 37, no.1. p: Hemanth M, Vidya M, Nandaprasad, Bhavana VK. Sex Determination Using Dental Tissue. Yenepoya Dental College Vol. 8, No Bassendale, M. Disaster Victim Identification After Mass Fatality Events. Royal Roads University Frayer, DW., Wolpoff, MH. Sexual Dimorphism. Ann. Rev. Anthropol : Hattab, NF., Al-Momani, AS., Yassin, OM. Odontometric Study of Decidious and Permanent Teeth in Jordanians. Dental News Vol. IV, No. 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Molar Dua Mandibula Fungsi molar dua mandibula permanen adalah melengkapi molar satu mandibula. Seluruh bagian molar dua mandibula lebih kecil sekitar 1mm daripada molar satu.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Ukuran lebar mesiodistal gigi bervariasi antara satu individu dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Ukuran lebar mesiodistal gigi bervariasi antara satu individu dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ukuran lebar mesiodistal gigi bervariasi antara satu individu dengan individu lainnya, antara satu populasi dengan populasi lainnya. 1 Adanya variasi ukuran lebar

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Gigi Gigi merupakan organ tubuh yang turut berperan dalam proses pencernaan, pengunyahan, dan terutama sebagai estetis dalam pembentukan profil wajah. Gigi terbentuk

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Jenis penelitian Jenis penelitian adalah studi cross-sectional (potong-lintang) analitik. Tiap sampel hanya diobservasi satu kali saja dan pengukuran variabel sampel dilakukan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Maloklusi Klas I Angle Pada tahun 1899, Angle mengklasifikasikan maloklusi berdasarkan relasi molar satu permanen rahang bawah terhadap rahang atas karena menurut Angle, yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Ukuran lebar mesiodistal gigi setiap individu adalah berbeda, setiap

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Ukuran lebar mesiodistal gigi setiap individu adalah berbeda, setiap BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Ukuran lebar mesiodistal gigi setiap individu adalah berbeda, setiap populasi juga berbeda dengan populasi lainnya. 1 Data lebar mesiodistal gigi penting sebagai informasi sebelum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kesehatan gigi, estetik dan fungsional individu.1,2 Perawatan dalam

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kesehatan gigi, estetik dan fungsional individu.1,2 Perawatan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Maloklusi merupakan suatu keadaan kedudukan gigi geligi yang menyimpang dari oklusi normal.1 Masalah maloklusi ini mendapat perhatian yang besar dari praktisi dan dokter

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Jenis penelitian Jenis penelitian adalah studi analitik potong lintang (cross sectional). Tiap sampel hanya diobservasi satu kali saja dan pengukuran variabel sampel dilakukan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lengkung Gigi Lengkung gigi merupakan suatu garis imajiner yang menghubungkan sederetan gigi pada rahang atas dan rahang bawah yang dibentuk oleh mahkota gigigeligi dan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Pada kejadian bencana alam banyak korban yang tidak. dikenal hal tersebut menyebabkan kesulitan dalam

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Pada kejadian bencana alam banyak korban yang tidak. dikenal hal tersebut menyebabkan kesulitan dalam BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pada kejadian bencana alam banyak korban yang tidak dikenal hal tersebut menyebabkan kesulitan dalam menentukan identitas mayat seseorang dalam identifikasi forensik.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lengkung Gigi Menurut DuBRUL (1980), bentuk lengkung gigi sangat bervariasi, akan tetapi secara umum lengkung gigi rahang atas berbentuk elips dan lengkung gigi rahang bawah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perawatan ortodontik bertujuan untuk mengoreksi maloklusi sehingga diperoleh oklusi yang normal. Penatalaksanaan perawatan ortodontik sering dihadapkan kepada permasalahan

Lebih terperinci

Definisi Forensik Kedokteran Gigi

Definisi Forensik Kedokteran Gigi Definisi Forensik Kedokteran Gigi Ilmu kedokteran gigi forensik, atau dapat juga disebut dengan forensic dentistry atau odontology forensic. Forensik odontologi adalah suatu cabang ilmu kedokteran gigi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengukuran Maloklusi Suatu kriteria untuk menetapkan tingkat kesulitan perawatan pada American Board of Orthodontic (ABO) adalah kompleksitas kasus. ABO mengembangkan teknik

Lebih terperinci

DENTINO JURNAL KEDOKTERAN GIGI Vol I. No 1. April 2017

DENTINO JURNAL KEDOKTERAN GIGI Vol I. No 1. April 2017 68 DENTINO JURNAL KEDOKTERAN GIGI Vol I. No 1. April 017 PENERAPAN MANDIBULAR CANINE INDEX METODE RAO DALAM PENENTUAN JENIS KELAMIN PADA SUKU DAYAK BUKIT Analisa Tingkat Akurasi Elizabeth Rizky Setyorini,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Identifikasi manusia adalah hal yang sangat. penting di bidang forensik karena identifikasi

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Identifikasi manusia adalah hal yang sangat. penting di bidang forensik karena identifikasi BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Identifikasi manusia adalah hal yang sangat penting di bidang forensik karena identifikasi merupakan hal yang sangat mendasar dalam kehidupan manusia baik dari sisi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. mayat korban susah untuk dapat diidentifikasi. yaitu adalah bencana alam. Kejadian bencana massal

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. mayat korban susah untuk dapat diidentifikasi. yaitu adalah bencana alam. Kejadian bencana massal BAB 1 PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Di Indonesia salah satu penyebab dimana mayat korban susah untuk dapat diidentifikasi yaitu adalah bencana alam. Kejadian bencana massal akan menghasilkan keadaan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 18 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Embriologi Gigi Pembentukan gigi dimulai dengan terbentuknya lamina dental dari epitel oral. Lamina dental kemudian berkembang menjadi selapis sel epitel dan berpenetrasi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Gigi berjejal merupakan jenis maloklusi yang paling sering ditemukan. Gigi berjejal juga sering dikeluhkan oleh pasien dan merupakan alasan utama pasien datang untuk melakukan perawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyidik untuk menentukan identitas seseorang. Identifikasi personal sering merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. penyidik untuk menentukan identitas seseorang. Identifikasi personal sering merupakan suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang. Identifikasi personal sering merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Odontologi forensik adalah ilmu di kedokteran gigi yang terkait dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Odontologi forensik adalah ilmu di kedokteran gigi yang terkait dalam 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Odontologi forensik adalah ilmu di kedokteran gigi yang terkait dalam suatu data penyidikan untuk mengetahui identitas korban bencana massal seperti kecelakaan pesawat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Lengkung gigi merupakan suatu garis lengkung imajiner yang menghubungkan sederetan gigi pada rahang atas dan bawah. 7,9 Bentuk lengkung gigi ini berhubungan dengan bentuk kepala

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesimetrisan Diagnosis dalam ilmu ortodonti, sama seperti disiplin ilmu kedokteran gigi dan kesehatan lainnya memerlukan pengumpulan informasi dan data yang adekuat mengenai

Lebih terperinci

BAB 2 TI JAUA PUSTAKA

BAB 2 TI JAUA PUSTAKA 6 BAB 2 TI JAUA PUSTAKA Ortodonti adalah salah satu cabang ilmu kedokteran gigi yang berhubungan dengan estetika gigi, wajah, dan kepala. Berdasarkan American Board of Orthodontics (ABO), Ortodonti adalah

Lebih terperinci

A. Anatomi dan morfologi Gigi Permanen 1. Gigi Incisivus Tetap Pertama Atas

A. Anatomi dan morfologi Gigi Permanen 1. Gigi Incisivus Tetap Pertama Atas A. Anatomi dan morfologi Gigi Permanen 1. Gigi Incisivus Tetap Pertama Atas Gigi Incisivus sentral atas adalah gigi kesatu di rahang atas, yang terletak dikiri kanan dari garis tengah / median (Itjingningsh,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Masyarakat Malaysia terdiri atas berbagai suku dan etnik sehingga

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Masyarakat Malaysia terdiri atas berbagai suku dan etnik sehingga BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Masyarakat Malaysia terdiri atas berbagai suku dan etnik sehingga memberikan variasi pada ukuran gigi. Ukuran gigi yang bervariasi ini tidak hanya penting dalam bidang kedokteran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini banyak pasien datang ke dokter gigi karena kondisi gigi yang kurang rapi. Gigi yang kurang rapi ini disebut juga dengan maloklusi. Maloklusi merupakan penyimpangan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Gigi-Geligi dan Oklusi Perkembangan oklusi mengalami perubahan signifikan sejak kelahiran sampai dewasa. Perubahan dari gigi-geligi desidui menjadi gigi-geligi

Lebih terperinci

CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR

CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR 1. Crossbite anterior Crossbite anterior disebut juga gigitan silang, merupakan kelainan posisi gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Maturitas adalah proses pematangan yang dihasilkan oleh pertumbuhan dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Maturitas adalah proses pematangan yang dihasilkan oleh pertumbuhan dan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Maturitas adalah proses pematangan yang dihasilkan oleh pertumbuhan dan perkembangan. 11 Evaluasi status maturitas seseorang berperan penting dalam rencana perawatan ortodonti, khususnya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Masyarakat Malaysia terdiri atas berbagai suku dan etnik sehingga memberikan variasi pada ukuran gigi. Ukuran gigi yang bervariasi ini tidak hanya penting dalam bidang kedokteran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indoaustralia dan Pasifik serta terletak pada zona Ring of Fire. Kondisi ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Indoaustralia dan Pasifik serta terletak pada zona Ring of Fire. Kondisi ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara rawan bencana karena kondisi geografisnya. Indonesia berada pada jalur pertemuan tiga lempeng raksasa yaitu lempeng Eurasia, Indoaustralia

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Lengkung gigi terdiri dari superior dan inferior dimana masing-masing

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Lengkung gigi terdiri dari superior dan inferior dimana masing-masing 20 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Lengkung gigi terdiri dari superior dan inferior dimana masing-masing dikenal sebagai maksila dan mandibula. 6 Lengkung gigi adalah berbeda pada setiap individu, tidak ada seorang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan mengevaluasi keberhasilan perawatan yang telah dilakukan. 1,2,3 Kemudian dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. dan mengevaluasi keberhasilan perawatan yang telah dilakukan. 1,2,3 Kemudian dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Pemahaman mengenai pertumbuhan dan perkembangan gigi merupakan salah satu hal penting untuk seorang dokter gigi khususnya dalam melakukan perawatan pada anak,

Lebih terperinci

III. KELAINAN DENTOFASIAL

III. KELAINAN DENTOFASIAL III. KELAINAN DENTOFASIAL PEN DAHULUAN Klasifikasi maloklusi dan oklusi Occlusion = Oklusi Pengertian Oklusi adalah hubungan gigi geligi rahang atas dan rahang bawah bila rahang bawah digerakkan sehingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (Pedersen, 1966). Selama melakukan prosedur pencabutan gigi sering ditemukan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (Pedersen, 1966). Selama melakukan prosedur pencabutan gigi sering ditemukan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Odontektomi atau pencabutan gigi dengan pembedahan merupakan tindakan pembedahan yang sering dilakukan oleh spesialis bedah mulut (Rahayu, 2014). Pencabutan gigi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh keadaan geografis dan demografisnya. Menurut Kementrian

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh keadaan geografis dan demografisnya. Menurut Kementrian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu kawasan rawan bencana di dunia. Kondisi ini disebabkan oleh keadaan geografis dan demografisnya. Menurut Kementrian Sekretariat Negara

Lebih terperinci

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus.

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus. BAB 2 KANINUS IMPAKSI Gigi permanen umumnya erupsi ke dalam lengkungnya, tetapi pada beberapa individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus. Salah satunya yaitu gigi kaninus

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 ALUR PIKIR

LAMPIRAN 1 ALUR PIKIR LAMPIRAN 1 ALUR PIKIR Krakteristi gigi yang terdapat pada suatu ras berbeda dengan ras lainnya. Alvesalo (1975) meneliti tonjol carabelli pada masarakat Eropa (ras Kaukasoid) didapat tonjol carabelli 70-90%

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. gigi permanen bersamaan di dalam rongga mulut. Fase gigi bercampur dimulai dari

BAB 1 PENDAHULUAN. gigi permanen bersamaan di dalam rongga mulut. Fase gigi bercampur dimulai dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fase gigi bercampur adalah suatu fase ditemukan adanya gigi desidui dan gigi permanen bersamaan di dalam rongga mulut. Fase gigi bercampur dimulai dari usia 6 tahun

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu jenis maloklusi yang sering dikeluhkan oleh pasien-pasien

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu jenis maloklusi yang sering dikeluhkan oleh pasien-pasien BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Salah satu jenis maloklusi yang sering dikeluhkan oleh pasien-pasien ortodonti adalah gigi berjejal. 3,7 Gigi berjejal ini merupakan suatu keluhan pasien terutama pada aspek estetik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimana sebanyak 129,98 juta jiwa merupakan penduduk dengan jenis kelamin

BAB I PENDAHULUAN. dimana sebanyak 129,98 juta jiwa merupakan penduduk dengan jenis kelamin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara terbesar di Asia Tenggara serta terdiri dari banyak pulau dan terbagi dalam 34 provinsi. Berdasarkan data sensus penduduk pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat kita salah satu diantaranya adalah bencana alam, kecelakaan, ledakan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat kita salah satu diantaranya adalah bencana alam, kecelakaan, ledakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pada era gobalisasi banyak terjadi permasalahan yang meresahkan masyarakat kita salah satu diantaranya adalah bencana alam, kecelakaan, ledakan bom dan lain-lain. Masyarakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan. tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan. tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang pada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang pada tubuh seseorang yang tidak dikenal, baik

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA xvii BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembentukan Akar Gigi Pembentukan akar gigi terjadi setelah pembentukan mahkota gigi selesai dengan sempurna dan gigi mulai erupsi. Pembentukan akar dimulai dari proliferasi

Lebih terperinci

Persentase Keakuratan Identifikasi Bite Mark oleh Mahasiswa Profesi RSGM UMY Angkatan Tahun 2016 (Kajian di RSGM UMY)

Persentase Keakuratan Identifikasi Bite Mark oleh Mahasiswa Profesi RSGM UMY Angkatan Tahun 2016 (Kajian di RSGM UMY) Persentase Keakuratan Identifikasi Bite Mark oleh Mahasiswa Profesi RSGM UMY Angkatan Tahun 2016 (Kajian di RSGM UMY) Percentage of the Accuracy of Bite Mark Identification by Clinical Student Class of

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. studi. 7 Analisis model studi digunakan untuk mengukur derajat maloklusi,

BAB 1 PENDAHULUAN. studi. 7 Analisis model studi digunakan untuk mengukur derajat maloklusi, studi. 7 Analisis model studi digunakan untuk mengukur derajat maloklusi, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ortodonti adalah cabang ilmu kedokteran gigi yang berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asimetri Asimetri merupakan komposisi yang sering dikaitkan dalam dunia seni dan kecantikan, tetapi lain halnya dalam keindahan estetika wajah. Estetika wajah dapat diperoleh

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan rancangan crosssectional yang bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara konveksitas skeletal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Proses identifikasi dari jenazah dan sisa-sisa. makhluk hidup yang telah meninggal merupakan ranah yang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Proses identifikasi dari jenazah dan sisa-sisa. makhluk hidup yang telah meninggal merupakan ranah yang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Proses identifikasi dari jenazah dan sisa-sisa makhluk hidup yang telah meninggal merupakan ranah yang sangat penting di masyarakat modern pada saat ini untuk konsekuensi

Lebih terperinci

CROSSBITE ANTERIOR. gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang

CROSSBITE ANTERIOR. gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang CROSSBITE ANTERIOR 1. Crossbite anterior Crossbite anterior disebut juga gigitan silang, merupakan kelainan posisi gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang bawah. Istilah

Lebih terperinci

ANATOMI GIGI. Drg Gemini Sari

ANATOMI GIGI. Drg Gemini Sari ANATOMI GIGI Drg Gemini Sari ANATOMI GIGI Ilmu yg mempelajari susunan / struktur dan bentuk / konfigurasi gigi, hubungan antara gigi dgn gigi yang lain dan hubungan antara gigi dengan jaringan sekitarnya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. oklusi sentrik, relasi sentrik dan selama berfungsi (Rahardjo, 2009).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. oklusi sentrik, relasi sentrik dan selama berfungsi (Rahardjo, 2009). BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oklusi Oklusi dalam pengertian yang sederhana adalah penutupan rahang beserta gigi atas dan bawah. Pada kenyataannya oklusi merupakan suatu proses kompleks karena meibatkan gigi

Lebih terperinci

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior Protrusi anterior maksila adalah posisi, dimana gigi-gigi anterior rahang atas lebih ke depan daripada gigi-gigi anterior

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional, yaitu penelitian untuk mencari perbedaan antara variabel bebas (faktor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan. tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan. tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang pada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang pada tubuh seseorang yang tidak dikenal, baik

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertumbuhkembangan Dentofasial Laki-laki dan Perempuan Pertumbuhan merupakan bertambah jumlah dan besarnya sel di seluruh bagian tubuh yang secara kuantitatif dapat diukur, sedangkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Maloklusi a. Definisi Oklusi merupakan hubungan gigi rahang atas dan rahang bawah saat berkontak fungsional selama aktivitas mandibula (Newman, 1998). Oklusi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Periode Perkembangan Gigi Geligi Terdapat empat tahap perkembangan gigi geligi manusia, yaitu periode bantalan gusi (gum pads), periode gigi desidui (primary dentition stage),

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oklusi Oklusi berasal dari kata occlusion, yang terdiri dari dua kata yakni oc yang berarti ke atas (up) dan clusion yang berarti menutup (closing). Jadi occlusion adalah closing

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. keberhasilan perawatan kaping pulpa indirek dengan bahan kalsium hidroksida

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. keberhasilan perawatan kaping pulpa indirek dengan bahan kalsium hidroksida BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN Penelitian telah dilakukan di RSGM UMY mengenai evaluasi klinis keberhasilan perawatan kaping pulpa indirek dengan bahan kalsium hidroksida tipe hard setting.

Lebih terperinci

Gambar 1. Anatomi Palatum 12

Gambar 1. Anatomi Palatum 12 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Palatum 2.1.1 Anatomi Palatum Palatum adalah sebuah dinding atau pembatas yang membatasi antara rongga mulut dengan rongga hidung sehingga membentuk atap bagi rongga mulut. Palatum

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian tentang hubungan Indeks Massa Tubuh dengan maloklusi menggunakan Handicapping Malocclusion Assessment Index (HMAI) pada anak usia diatas

Lebih terperinci

LEBAR MESIODISTAL GIGI PERMANEN RAHANG ATAS DAN RAHANG BAWAH PADA MAHASISWA MALAYSIA DI FKG USU

LEBAR MESIODISTAL GIGI PERMANEN RAHANG ATAS DAN RAHANG BAWAH PADA MAHASISWA MALAYSIA DI FKG USU LEBAR MESIODISTAL GIGI PERMANEN RAHANG ATAS DAN RAHANG BAWAH PADA MAHASISWA MALAYSIA DI FKG USU SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi Syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Nesturkh (1982) mengemukakan, manusia di dunia dibagi menjadi

I.PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Nesturkh (1982) mengemukakan, manusia di dunia dibagi menjadi I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nesturkh (1982) mengemukakan, manusia di dunia dibagi menjadi beberapa golongan ras. Masyarakat negara Indonesia termasuk ke dalam golongan ras Mongoloid. Jacob

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyimpangan dari oklusi normal yang dikenal dengan nama maloklusi merupakan masalah pada gigi yang dapat mempengaruhi estetik, gangguan fungsi pengunyahan, penelanan,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian diperoleh 200 rontgen panoramik pasien di RSGM UMY

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian diperoleh 200 rontgen panoramik pasien di RSGM UMY 30 BAB IV A. HASIL PENELITIAN HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian diperoleh 200 rontgen panoramik pasien di RSGM UMY pada bulan Januari sampai Mei 2016. Berdasarkan rontgen panoramik yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asimetri Dentokraniofasial Simetris berasal dari bahasa Yunani, yaitu symmetria yang berarti ukuran. Simetris dapat didefinisikan sebagai suatu kesesuaian dalam ukuran, bentuk,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Sebagian besar dari penduduk Indonesia termasuk ras Paleomongoloid yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Sebagian besar dari penduduk Indonesia termasuk ras Paleomongoloid yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ras Deutro-Melayu Sebagian besar dari penduduk Indonesia termasuk ras Paleomongoloid yang disebut dengan ras Melayu. Ras Melayu terdiri dari kelompok Proto-Melayu (Melayu tua)

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 19 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan cross sectional (sekali waktu), yaitu untuk mengetahui prevalensi karies

Lebih terperinci

BAB I. dalam kehidupan sehari-hari. Kesehatan pada dasarnya ditunjukan untuk. untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Penyakit gigi dan mulut

BAB I. dalam kehidupan sehari-hari. Kesehatan pada dasarnya ditunjukan untuk. untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Penyakit gigi dan mulut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap insan manusia dalam kehidupan sehari-hari. Kesehatan pada dasarnya ditunjukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan,

Lebih terperinci

ABSTRACT PENDAHULUAN. Kharlina Syafitri 1, Elza Auerkari 2 dan Winoto Suhartono 2 1

ABSTRACT PENDAHULUAN. Kharlina Syafitri 1, Elza Auerkari 2 dan Winoto Suhartono 2 1 Vol. 62, No. 1, Januari-April l 2013, Hal. 11-16 ISSN 0024-9548 11 11 Metode pemeriksaan jenis kelamin melalui analisis histologis dan DNA dalam identifikasi odontologi forensik (Sex determination using

Lebih terperinci

LEMBAR PENJELASAN KEPADA ORANG TUA/ WALI OBJEK PENELITIAN. Kepada Yth, Ibu/ Sdri :... Orang tua/ Wali Ananda :... Alamat :...

LEMBAR PENJELASAN KEPADA ORANG TUA/ WALI OBJEK PENELITIAN. Kepada Yth, Ibu/ Sdri :... Orang tua/ Wali Ananda :... Alamat :... Lampiran 1 LEMBAR PENJELASAN KEPADA ORANG TUA/ WALI OBJEK PENELITIAN Kepada Yth, Ibu/ Sdri :... Orang tua/ Wali Ananda :... Alamat :... Bersama ini saya yang bernama, Nama : Zilda Fahnia NIM : 110600132

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan ortodonti merupakan perawatan yang bertujuan untuk

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan ortodonti merupakan perawatan yang bertujuan untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perawatan ortodonti merupakan perawatan yang bertujuan untuk mengarahkan dan mengoreksi struktur dentofasial yang sedang tumbuh kembang ataupun yang telah dewasa, termasuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan lipatan anatomik berupa garis jaringan ikat fibrous yang iregular dan

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan lipatan anatomik berupa garis jaringan ikat fibrous yang iregular dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rugae palatina atau disebut plicae palatinae transversae dan palatal rugae merupakan lipatan anatomik berupa garis jaringan ikat fibrous yang iregular dan asimetris

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan terhadap 540 kasus perawatan kaping pulpa indirek dengan bahan kalsium hidroksida melalui hasil radiografi periapikal pasien yang

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN Pada penelitian perubahan lengkung oklusal akibat kehilangan gigi posterior ini, didapat sebanyak 103 jumlah sampel kemudian dipilih secara purposive sampling dan didapat sebanyak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental kuasi dengan desaincross sectional. 26

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental kuasi dengan desaincross sectional. 26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental kuasi dengan desaincross sectional. 26 3.2. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1. Tempat penelitian Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia tidak terlepas dari kejadian-kejadian yang sering terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia tidak terlepas dari kejadian-kejadian yang sering terjadi di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia tidak terlepas dari kejadian-kejadian yang sering terjadi di luar dugaan, antara lain bencana alam dan kasus-kasus kriminal yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ditimbulkan oleh gangguan erupsi gigi di rongga mulut, sudah selayaknya bagi dokter

BAB 1 PENDAHULUAN. ditimbulkan oleh gangguan erupsi gigi di rongga mulut, sudah selayaknya bagi dokter BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Besarnya pengaruh erupsi gigi dan banyaknya kelainan yang mungkin ditimbulkan oleh gangguan erupsi gigi di rongga mulut, sudah selayaknya bagi dokter gigi mengetahui

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 1

BAB 1 PENDAHULUAN. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mempunyai 17.504 pulau dengan jumlah penduduk mencapai 249 juta jiwa lebih dan memiliki luas wilayah 1.913.578,68 km 2. Banyaknya jumlah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. gigi dalam melakukan diagnosa dan perencanaan perawatan gigi anak. (4,6,7) Tahap

BAB 1 PENDAHULUAN. gigi dalam melakukan diagnosa dan perencanaan perawatan gigi anak. (4,6,7) Tahap BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses erupsi gigi telah banyak menarik perhatian peneliti yang sebagian besar berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan fisiologis anak. Kebanyakan orangtua menganggap

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Gigi Perkembangan gigi merupakan proses kompleks yang disebut juga morfogenesis gigi atau odontogenesis yang dimulai selama minggu ke-6 perkembangan embrio. Perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dikalangan masyarakat kerap terjadi peristiwa pelanggaran hukum yang menyangkut tubuh dan nyawa manusia. Untuk pengusutan dan penyidikan serta penyelesaian masalah

Lebih terperinci

Differentiation of Comparison beetwen golden Rectangle of Central Incisor Crown and Golden Proportion of Javanese and Chinese Ethnic

Differentiation of Comparison beetwen golden Rectangle of Central Incisor Crown and Golden Proportion of Javanese and Chinese Ethnic Perbedaan Perbandingan Golden Rectangle Mahkota Gigi Incisivus Sentral terhadap Golden Proportion pada Etnis Jawa dan Tionghoa Differentiation of Comparison beetwen golden Rectangle of Central Incisor

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Salzmann mendefinisikan oklusi dalam ortodonti sebagai perubahan inter relasi permukaan gigi maksila dan mandibula yang terjadi selama pergerakan mandibula dan kontak penuh terminal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik

BAB I PENDAHULUAN. hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Maloklusi secara umum dapat diartikan sebagai deviasi yang cukup besar dari hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik maupun secara

Lebih terperinci

PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI

PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI SEMINAR WISATA DENTISTRY YOGYAKARTA 6 FEBRUARI 2009 Oleh Endah Mardiati, drg., MS., Sp.Ort 1 PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI SEMINAR DENTISTRY

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Rugae palatina disebut juga dengan plica palatine transversa atau palatal rugae

BAB 1 PENDAHULUAN. Rugae palatina disebut juga dengan plica palatine transversa atau palatal rugae BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rugae palatina disebut juga dengan plica palatine transversa atau palatal rugae adalah tonjolan pada bagian anterior dari mukosa palatal, terdapat di tiap sisi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebiasaan Buruk Kebiasaan adalah suatu tindakan berulang yang dilakukan secara otomatis atau spontan. Perilaku ini umumnya terjadi pada masa kanak-kanak dan sebagian besar selesai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. telah melakukan identifikasi bitemark menggunakan metode odontometric

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. telah melakukan identifikasi bitemark menggunakan metode odontometric BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian diperoleh 21 mahasiswa profesi angkatan 2016 yang telah melakukan identifikasi bitemark menggunakan metode odontometric triangle.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sederetan gigi pada rahang atas dan rahang bawah (Mokhtar, 2002). Susunan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sederetan gigi pada rahang atas dan rahang bawah (Mokhtar, 2002). Susunan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lengkung gigi adalah lengkung yang dibentuk oleh mahkota gigi geligi. Lengkung gigi merupakan suatu garis lengkung imajiner yang menghubungkan sederetan gigi pada rahang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prevalensi dan Etiologi Trauma gigi sulung anterior merupakan suatu kerusakan pada struktur gigi anak yang dapat mempengaruhi emosional anak dan orang tuanya. Jika anak mengalami

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Setiap individu terdapat 20 gigi desidui dan 32 gigi permanen yang. 2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Setiap individu terdapat 20 gigi desidui dan 32 gigi permanen yang. 2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Setiap individu terdapat 20 gigi desidui dan 32 gigi permanen yang berkembang dari interaksi antara sel epitel rongga mulut dan sel bawah mesenkim. Setiap gigi berbeda secara anatomi,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kehilangan gigi geligi disebabkan oleh faktor penyakit seperti karies dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kehilangan gigi geligi disebabkan oleh faktor penyakit seperti karies dan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor Penyebab Kehilangan Gigi Kehilangan gigi geligi disebabkan oleh faktor penyakit seperti karies dan penyakit periodontal. Faktor bukan penyakit seperti gaya hidup dan faktor

Lebih terperinci

ribbon-shaped yang memutar 180 o dimulai dari mesial (mesiobukal dan atau mesiolingual) melintasi daerah bukal dan berakhir di distal. Sering ditemuka

ribbon-shaped yang memutar 180 o dimulai dari mesial (mesiobukal dan atau mesiolingual) melintasi daerah bukal dan berakhir di distal. Sering ditemuka PERAWATAN SALURAN AKAR PADA GIGI MOLAR 2 MANDIBULAR DENGAN KONFIGURASI C-SHAPED (Laporan Kasus ) Endang Suprastiwi,Estina Sisthaningsih. FKG-UI Konfigurasi C-shape Ditemukan oleh Cooke dan Cox. Potongan

Lebih terperinci

Analisa Ruang Metode Moyers

Analisa Ruang Metode Moyers ANALISA RUANG I. Analisa Ruang Analisis ruang sangat diperlukan untuk membandingkan ruangan yang tersedia dengan ruangan yang dibutuhkan untuk normalnya keteraturan gigi. Adanya ketidakteraturan atau crowding

Lebih terperinci

Dentofasial, Vol.11, No.3, Oktober 2012: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Makassar, Indonesia

Dentofasial, Vol.11, No.3, Oktober 2012: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Makassar, Indonesia 156 Perbedaan ukuran dan bentuk lengkung gigi antara laki-laki dan perempuan suku Bugis, Makassar, dan Toraja Difference of size and shape of dental arch between male and female of Buginese, Makassarese,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 16 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Radiografi Sinar x ditemukan oleh Wilhem Conrad Roentgen, seorang profesor fisika dari Universitas Wurzburg, di Jerman. Hasil radiografi terbentuk karena perbedaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Tumbuh Kembang Anak Perubahan morfologi, biokimia dan fisiologi merupakan manifestasi kompleks dari tumbuh kembang yang terjadi sejak konsepsi sampai maturitas/dewasa.

Lebih terperinci