APLIKASI METODE RANGE EQUALIZATION DAN ANALISIS KOMPONEN UTAMA PADA KLASIFIKASI PEMBANGUNAN DAERAH DI PROVINSI JAWA BARAT MERDIAN ARIN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "APLIKASI METODE RANGE EQUALIZATION DAN ANALISIS KOMPONEN UTAMA PADA KLASIFIKASI PEMBANGUNAN DAERAH DI PROVINSI JAWA BARAT MERDIAN ARIN"

Transkripsi

1 APLIKASI METODE RANGE EQUALIZATION DAN ANALISIS KOMPONEN UTAMA PADA KLASIFIKASI PEMBANGUNAN DAERAH DI PROVINSI JAWA BARAT MERDIAN ARIN DEPARTEMEN STATISTIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Aplikasi Metode Range Equalization dan Analisis Komponen Utama pada Klasifikasi Pembangunan Daerah di Provinsi Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2014 Merdian Arin NIM G

4 ABSTRAK MERDIAN ARIN. Aplikasi Metode Range Equalization dan Analisis Komponen Utama pada Klasifikasi Pembangunan Daerah di Provinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh ASEP SAEFUDDIN dan I MADE SUMERTAJAYA. Indeks pembangunan manusia (IPM) adalah salah satu alat ukur kinerja pembangunan di suatu wilayah dari sektor ekonomi dan non-ekonomi. Indeks ini sudah digunakan dan diakui di Indonesia selama satu dekade. Pada tahun 2009, Badan Pusat Statistik (BPS) mengajukan Indeks Pembangunan Regional (IPR) sebagai alat untuk mengukur kinerja pembangunan wilayah secara relatif. Pada penelitian ini, IPR wilayah Jawa Barat dihitung dengan metode Range Equalization (RE) dan pembobotan berdasarkan komponen utama (WPCA). Wilayah klasifikasi yang dihasilkan oleh IPR RE dan IPR WPCA menjelaskan perbedaan sebaran kabupaten/kota pada wilayah tersebut. Hal ini disebabkan karena nilai ragam IPR WPCA lebih besar dibandingkan IPR RE. Tahap evaluasi indeks menunjukkan bahwa nilai IPR dengan metode RE memiliki korelasi yang positif dengan IPM. Kata kunci: indeks pembangunan regional, klasifikasi, pembobotan berdasarkan komponen utama, range equalization. ABSTRACT MERDIAN ARIN. Application of Range Equalization Method and Principal Component Analysis on Regional Development Classification in West Java. Supervised by ASEP SAEFUDDIN and I MADE SUMERTAJAYA. Human Development Index (IPM) is a tool to measure human capacity both physical and non-physical condition. It has been avowed and used since a decade ago. In 2009, the Central Bureau of Statistics Indonesia (BPS) was used education, health and economic sectors to measure the development index in provinces level. In this research, the IPR of West Java was analyzed with regional development index using RE (Range Equalization) and WPCA (Weights by Principal Component Analysis). The classification areas that resulted by IPR RE and IPR WPCA explains the differences of regional distribution on that areas. It caused by variance of IPR WPCA is more than variance of IPR RE. The correlation test showed that IPR RE and IPM have a positive correlation. Keywords: classification, range equalization, regional development index, weights by principal component

5 APLIKASI METODE RANGE EQUALIZATION DAN ANALISIS KOMPONEN UTAMA PADA KLASIFIKASI PEMBANGUNAN DAERAH DI PROVINSI JAWA BARAT MERDIAN ARIN Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Statistika pada Departemen Statistika DEPARTEMEN STATISTIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

6

7

8 PRAKATA Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala karunia dan kebaikan-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2013 ini adalah indeks pembangunan regional, dengan judul Aplikasi Metode Range Equalization dan Analisis Komponen Utama pada Klasifikasi Pembangunan Daerah di Provinsi Jawa Barat. Terima kasih penulis ucapkan kepada: 1. Pembimbing satu, Prof. Dr. Ir Asep Saefuddin, MSc, dan Pembimbing kedua, Dr. Ir. I Made Sumertajaya, MSi, atas kesabaran dalam membimbing dan mendidik penulis sampai karya ini selesai. 2. Para staf pengajar dan tata usaha Departemen Statistika atas saran dan dukungan yang telah diberikan. 3. Ayah Budi Santoso, Ibu Ismiyati, Adik Denisa Septiani dan Andreas Destian Santoso atas segala doa, dukungan dan kasih sayang yang telah diberikan. 4. Yerri Usman, Rahmi, Dini, Anggrevita, Harumi, Dyah Ayuning, Ozi, Aep, Linda, Wahyu Sugiarto, Harvey Dalegi, Kak Arista, Kak Iin, Kak Adriana, Woles-seloW Group, Keluarga Besar PSM IPB Agria Swara, Keluarga Statistika 46, Wisma Fahmeda Lt.2, Statistics Centre yang telah menjadi sahabat dan saudara dalam suka duka kehidupan penulis. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, September 2014 Merdian Arin

9 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 1 Tujuan 2 METODOLOGI 2 Data 2 Prosedur Analisis Data 3 HASIL DAN PEMBAHASAN 6 Analisis Biplot 6 Pembentukan Indeks 7 Evaluasi Indeks 9 KESIMPULAN DAN SARAN 9 Simpulan 9 Saran 9 DAFTAR PUSTAKA 9 LAMPIRAN 11 RIWAYAT HIDUP 14

10 DAFTAR TABEL 1 Profil umum provinsi di Pulau Jawa 6 2 Klasifikasi IPR berdasarkan RE 8 3 Klasifikasi IPR berdasarkan WPCA 8 DAFTAR GAMBAR 1 Bobot peubah Yi berdasarkan komponen utama pertama dan kedua 5 2 Grafik biplot Provinsi Jawa Barat 7 DAFTAR LAMPIRAN 1 Profil Provinsi Jawa Barat 11 2 Grafik biplot seluruh provinsi di Pulau Jawa 11 3 Peringkat IPR berdasarkan IPM 12 4 Korelasi antar peubah dengan indeks pembangunan 13

11 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan daerah tingkat kabupaten/kota merupakan salah satu upaya yang dilakukan pemerintah daerah untuk meningkatkan kualitas suatu wilayah, baik dari segi ekonomi maupun non-ekonomi. Menurut Kuncoro (2004) dalam jurnal Model Perencanaan Pembangunan Wilayah dalam Perspektif Klasse Typologi Menuju Pembangunan Wilayah Kabupaten Yang Komprehensif yang ditulis oleh Dina Suryawati, pembangunan daerah adalah salah satu proses kerja antara pemerintah daerah, masyarakat dan sektor swasta dalam mengelola sumber daya dan membentuk pola kemitraan untuk menciptakan lapangan kerja perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut secara fisik maupun non-fisik. Banyak indeks yang telah digunakan untuk mengukur kinerja pembangunan dari berbagai bidang, misalnya indeks tingkat standar hidup yang dikembangkan oleh Ganguli dan Gupta pada 1976, kemudian dikembangkan kembali oleh Morris menjadi indeks kualitas hidup secara fisik pada Pada tahun 1990, United Nations Development Programme (UNDP) mempublikasikan Human Development Report (HDR) yang menyajikan aspek pembangunan manusia dari hampir seluruh negara beserta sejumlah indikator yang digunakan. Beberapa contoh indeks lainnya yaitu Human Development Index oleh UNDP, Social Protection Index oleh ADB, Environmental Performance Index oleh Yale University dan Columbia University, Social Development Index oleh Ray (2008) dan Social Policy Index oleh UNRISD. Indeks yang diajukan oleh United Nations Development Programme (UNDP) untuk mengukur pembangunan wilayah adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Indeks ini sudah diakui dan digunakan selama satu dekade di Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) menyadari bahwa IPM tidak dapat meningkat secara dalam kurun waktu kurang dari lima tahun, sehingga pada tahun 2009, BPS mengajukan Indeks Pembangunan Regional (IPR) sebagai alat ukur kinerja pembangunan wilayah dari berbagai dimensi secara relatif. Perumusan Masalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan sebuah nilai untuk mengukur pembangunan di suatu wilayah. Namun, IPM masih memiliki keterbatasan dari segi waktu dan dana. Oleh karena itu, indeks pembangunan regional (IPR) dibuat untuk memudahkan pengukuran pembangunan suatu wilayah. Komponen yang digunakan dalam menyusun IPR adalah Angka Partisipasi Kasar (APK), Angka Partisipasi Sekolah (APS), Angka Partisipasi Murni (APM), Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB), Headcount Index (P0), dan Angka Harapan Hidup. Metode yang digunakan untuk menghitung IPR adalah Range Equalization dan pembobotan berdasarkan komponen utama dengan harapan IPR yang dihasilkan memiliki korelasi yang tinggi dengan IPM.

12 2 Tujuan Penelitian 1. Membangun indeks pembangunan regional (IPR) kabupaten/ kota dengan teknik penggabungan peubah 2. Menganalisis hubungan anatara IPR dengan IPM 3. Mengevaluasi hubungan IPR dengan IPM METODOLOGI Data Data yang digunakan adalah data sekunder tahun 2012 yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS). Peubah yang akan digunakan dalam penelitian ini dibedakan mejadi tiga dimensi utama yaitu pendidikan, ekonomi dan kesehatan. Definisi dari peubah yang akan digunakan adalah sebagai berikut : a. Dimensi Pendidikan Angka Partisipasi Kasar (APK) adalah rasio antara banyaknya murid dari jenjang pendidikan tertentu dengan banyaknya penduduk usia sekolah pada jenjang yang sama dinyatakan dalam persentase. Angka Partisipasi Murni (APM) adalah rasio antara banyaknya murid pada satu kelompok usia tertentu yang bersekolah pada jenjang yang sesuai dengan banyaknya penduduk usia sekolah pada kelompok usianya dinyatakan dalam persentase. Angka Partisipasi Sekolah (APS) adalah rasio antara banyaknya anak sekolah pada usia jenjang pendidikan tertentu dalam kelompok usia yang sesuai dengan banyaknya penduduk usia sekolah pada jenjang pendidikan tersebut dinyatakan dalam persentase. b. Dimensi Kesehatan Angka Harapan Hidup (HH) adalah rata rata tahun hidup yang masih akan dijalani oleh seseorang yang telah berhasil mencapai umur x pada suatu tahun tertentu dalam situasi mortalitas yang berlaku di lingkungan masyarakatnya. c. Dimensi Ekonomi Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah nilai keseluruhan semua barang dan jasa dalam suatu wilayah pada jangka waktu tertentu yang digunakan sebagai indikator untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi suatu daerah dan produktivitas secara sektoral, serta menjadi alat kontrol untuk menentukan kebijakan pembangunan. Jenis PDRB yang digunakan adalah PDRB atas dasar harga konstan. Persentase penduduk miskin menggunakan istilah Headcount Index (P0) adalah angka proporsi penduduk miskin di suatu wilayah dalam satuan persen. Headcount (P0) memiliki rumus: keterangan : p 0 1 q z yi n i 1 z

13 3 P0 = persentase penduduk miskin z = garis kemiskinan q = banyaknya penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan n = jumlah penduduk yi= rata-rata nilai konsumsi per kapita untuk rumah tangga ke-i ketika rumah tangga diperingkatkan sesuai dengan konsumsi Prosedur Analisis Data Beberapa tahapan yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah: 1. Melakukan eksplorasi data dengan statistika deskriptif 2. Melakukan analisis biplot untuk semua peubah. Analisis Biplot yang pertama kali diperkenalkan oleh Gabriel (1971) merupakan suatu alat analisis statistika yang menyajikan grafik mengenai informasi pada matriks berukuran n x p dalam dua dimensi secara simultan. Misal X adalah matriks berbentuk matriks dengan kolom mewakili peubah dan baris mewakili objek. X X X X X X X X X X p p n1 n2 np Matriks X juga dapat dituliskan sebagai berikut : X U L A' dengan (r {n,p}) n p n r r r r p dengan n = banyaknya objek pengamatan p = banyaknya peubah r = rank matriks A, U = matriks dengan kolom ortonormal U U=A A=Ir L = matriks diagonal berukuran n x r dengan akar ciri dari X X sebagai unsur diagonalnya Penentuan koordinat objek (G) dan koordinat untuk peubah (H) ditentukan oleh kostanta α, sebagai berikut: 1 X UL L A' GH ' Pemilihan nilai α pada G UL 1 dan H ' L A' bersifat sembarang dengan syarat 0 1. Pengambilan nilai ekstrim α=0 dan α=1 berguna dalam interpretasi. Menurut Mattjik dan Sumertajaya, matriks X juga 1 dapat diuraikan menjadi X UL L A' GH ' dengan matriks G adalah titik titik koordinat dari n objek dan matriks H adalah titik titik koordinat dari p peubah. 3. Membangun indeks dari teknik penggabungan peubah Penggabungan peubah adalah salah satu teknik yang bertujuan untuk membangun suatu peubah gabungan. Saat ini telah banyak pendekatan dalam teknik penggabungan peubah, misal metode range equalization,

14 4 division by mean, skor komponen utama pertama dan jarak Hotelling. Teknik ini juga banyak digunakan dalam berbagai penelitian (Sumertajaya 2005; Gusti et al. 2011). Pendekatan yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu: a. Range Equalization Metode range equalization menggunakan informasi nilai minimum dan maksimum dari data peubah asal untuk memperoleh nilai peubah gabungan (Lawrence et al. 2003; Kundu 2004). Lawrence et al. (2003) dan Kundu (2004) menyatakan bahwa nilai yang dihasilkan oleh metode ini berkisar dari nol sampai satu. Nilai tersebut dinamakan Sub Dimension Index Indicator (SDII). Rumus yang digunakan untuk mencari SDII adalah: Yij Yi min SDII i Yimax Yimin dengan i = 1, 2,, p dan j= 1, 2,, n dimana: SDIIi = nilai SDII dari peubah i p = banyaknya peubah asal n = banyaknya objek pengamatan Yij = nilai peubah i pada wilayah ke-j Yimin = nilai minimum peubah i = nilai maksimum peubah i Yimax Dalam penelitian ini, terdapat 6 SDII, yaitu APK, APS, APM, HH, P0 dan PDRB. Nilai indeks dapat dihitung sebagai rata-rata dari seluruh nilai SDII, sebagai berikut: IPR p i 1 SDII Kabupaten memperoleh nilai 1 jika kabupaten tersebut memiliki nilai maksimum pada semua indikator, dan kabupaten akan memperoleh nilai 0 jika kabupaten memiliki nilai minimum pada semua indikator. b. Pembobotan berdasarkan Komponen Utama Analisis komponen utama adalah teknik stastistika untuk mengurangi dimensi dengan membentuk peubah baru (komponen utama) sebagai kombinasi linear peubah dalam kumpulan data peubah ganda. Nilai skor komponen utama pertama akan menjadi nilai peubah gabungan (Abeyasekera 2005; Sumertajaya 2005; Gusti et al. 2011). Vektor ciri dan akar ciri diperoleh dari perhitungan matriks koragam jika peubah peubah yang dianalisis memiliki satuan yang sama, sedangkan jika peubah peubah yang dianalisis memiliki satuan yang berbeda maka perhitungan vector ciri dan akar ciri akan menggunakan matriks korelasi (Sumertajaya 2005; Gusti et al. 2011). Vektor ciri dan akar ciri diperoleh dari persamaan berikut: Sa a atau Ra a p i

15 5 dengan S = matriks koragam berukuran (p x p) a = vektor ciri R = matriks korelasi berukuran (p x p) = akar ciri Setelah nilai vektor ciri dan akar ciri diperoleh, maka akan dihasilkan komponen utama. Jika satuan peubah sama, maka persamaanya sebagai berikut: KU a ' Y 1 1 KU2 a2 ' Y Namun, jika satuan peubah yang digunakan berbeda beda, maka rumus yang digunakan adalah: KU a ' Z 1 1 KU2 a2 ' Z dengan Z adalah peubah Y yang telah dibakukan Peubah gabungan akan ditentukan oleh beberapa komponen utama. Batas minimal persentase keragaman kumulatif yang digunakan adalah 75%. Penentuan bobot untuk kasus dua komponen dilakukan sebagai berikut: Z a Y a Y a Y p p Z2 a21y 1 a22y 2 a2 pyp Bobot untuk peubah ke-i akan diperoleh sebagai berikut: 2 2 a1 i a2i Wi 1 2 Gambar 1 Bobot peubah Yi berdasarkan komponen utama pertama dan kedua Maka, respon gabungan dapat dibentuk dengan persamaan: IPR wy w Y w Y p p Bobot masing-masing peubah mencerminkan besarnya keragaman peubah asal yang dijelaskan komponen utama yang terpilih. 4. Menghitung korelasi antara indeks pembangunan dengan seluruh peubah. 5. Mengevaluasi IPR dengan IPM dengan uji korelasi

16 6 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Biplot Pulau Jawa memiliki 6 provinsi yaitu Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur dan Banten, dan memiliki 118 kabupaten/kota secara keseluruhan pada tahun Tabel 1 Profil umum provinsi di Pulau Jawa Rata rata Peubah Provinsi APK APM APS PDRB P0 HH DKI Jakarta Jawa Barat , Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur , Banten Profil yang ditampilkan dalam Tabel 1 menggunakan rataan masing masing peubah dari setiap provinsi. Provinsi DI Yogyakarta memiliki rata-rata nilai APK, APM, APS, P0 dan HH yang tertinggi. Provinsi yang memiliki rata-rata nilai PDRB paling tinggi adalah DKI Jakarta. Provinsi Jawa Barat dan Banten berada di posisi terakhir karena memiliki nilai PDRB, P0, HH, APK, APS dan APM yang rendah. Analisis Biplot untuk Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Barat terdiri dari 26 kabupaten/kota. Gambar 2 menyajikan titik-titik objek yang dilambangkan dengan kode Kab_1 sampai Kab_26 dan nilai peubah yang digunakan. Sumbu pertama dan kedua pada grafik biplot menjelaskan keragaman yang dapat ditunjukkan sebesar 89.6% dan 6.5%. Total keragaman yang dijelaskan oleh kedua sumbu tersebut adalah 96.1%. Kontribusi keragaman yang diberikan oleh masing-masing dimensi yaitu dimensi 1 sebesar 89.55%, dimensi 2 sebesar 6.52%, dimensi 3 sebesar 2.00%, dimensi 4 sebesar 1.15%, dimensi 5 sebesar 0.55% dan dimensi 6 sebesar 0.23%. Keragaman yang paling tinggi terdapat pada PDRB dan keragaman tertinggi kedua dimiliki oleh P0. Peubah APS memiliki keragaman yang paling rendah. Peubah P0 dan PDRB memiliki sudut yang lebih dari 90 derajat, sehingga dapat diartikan kedua peubah tersebut memiliki korelasi yang negatif. Berbeda dengan P0, PDRB memiliki korelasi positif dengan APK, APM, APS dan HH.

17 7 4 Po kab_25 apm kab_10 kab_9 kab_12 kab_3 kab_5 kab_15 kab_8 kab_11 kab_6 kab_13 kab_17 apk kab_14 kab_7 kab_2 kab_4 kab_21 aps kab_26 kab_19 kab_18 kab_24 kab_22 HH kab_23 kab_1 kab_20 kab_16 pdrb_kdm Dimension 1 (89.6%) Gambar 2 Grafik biplot Provinsi Jawa Barat Kabupaten Bekasi memiliki nilai APK dan PDRB konstan yang paling tinggi diantara seluruh kabupaten di Provinsi Jawa Barat. Nilai APM dan P0 yang paling tinggi dimiliki oleh Kota Tasikmalaya. Kota Cirebon memiliki rata-rata nilai APS paling tinggi. Angka HH yang paling dimiliki oleh Kota Depok merupakan nilai HH yang paling tinggi. Nilai APK yang paling rendah dimiliki oleh Kota Bekasi. Nilai APM dan P0 yang paling rendah dimiliki oleh Kota Depok. Kabupaten Bandung Barat memiliki nilai APS yang paling rendah dan Kabupaten Cirebon memilliki nilai HH yang paling rendah. Beberapa kabupaten memiliki sifat yang menonjol terhadap suatu peubah tertentu yaitu Bekasi, Cirebon, Bogor, Karawang, Bandung, Indramayu, Kota Cirebon, Kota Depok, Kota Cimahi, Kota Tasikmalaya, dan Kota Bandung. Grafik menunjukkan bahwa Bekasi, Bogor, Karawang, Bandung dan Kota Bandung berdekatan dan searah dengan vektor yang dibentuk PDRB. Kedekatan dan searahnya titik objek dengan vektor peubah menjelaskan bahwa Bekasi, Bogor, Karawang, Bandung dan Kota Bandung memiliki nilai yang tinggi pada PDRB. Berdasarkan posisi antar objek, kita dapat melihat bahwa Kota Bandung berdekatan dengan Bogor, begitu juga dengan posisi Karawang dan Bandung, namun Bekasi tidak berdekatan dengan objek mana pun. Hal ini dapat menjelaskan bahwa sifat yang ditunjukkan oleh nilai peubah pada Kota Bandung mirip dengan Bogor, begitu juga dengan Karawang dan Bandung. Kabupaten Bekasi memiliki nilai peubah yang berbeda dibandingkan yang lainnya. Kota Cirebon memiliki nilai HH yang tinggi, sedangkan Kota Depok dan Kota Cimahi tidak terlalu menonjol di semua peubah. Kabupaten Indramayu memiliki nilai APK yang cukup tinggi, dan Cirebon serta Kota Cimahi memiliki nilai yang cukup tinggi untuk P0. Pembentukan Indeks Indeks pembangunan regional atau IPR dibentuk dari teknik penggabungan peubah. Teknik ini menggunaan dua pendekatan yaitu Range Equalization (RE) dan pembobotan berdasarkan komponen utama (WPCA). Hasil

18 8 IPR dibedakan tiga golongan, yaitu Kelas 1 (golongan rendah), Kelas 2 (golongan menengah), Kelas 3 (golongan tinggi). Klasifikasi IPR berdasarkan RE ditunjukkan oleh Tabel 2, sedangkan klasifikasi IPR berdasarkan WPCA ditunjukkan oleh Tabel 3. Tabel 2 Klasifikasi IPR berdasarkan RE Kelas 1 (rendah) Bandung Barat Kabupaten/Kota 2 (menengah) Bogor, Sukabumi, Cianjur, Bandung, Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Kuningan, Cirebon, Majalengka, Sumedang, Indramayu, Subang, Purwakarta, Karawang, Kota Bogor, Kota Sukabumi, Kota Bekasi, Kota Cirebon, Kota Depok, Kota Cimahi, Kota Tasikmalaya, Banjar 3 (tinggi) Bekasi, Kota Bandung Tabel 3 Klasifikasi IPR berdasarkan WPCA Kelas Kabupaten/Kota 1 (rendah) Kota Bandung, Bandung Barat, Sukabumi, Purwakarta, Banjar 2 (menengah) 3 (tinggi) Cianjur, Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Kuningan, Cirebon, Majalengka, Sumedang, Indramayu, Kota Bogor, Kota Sukabumi, Kota Cirebon, Kota Depok, Kota Cimahi Bogor, Bandung, Subang, Karawang, Bekasi, Kota Bandung, Kota Tasikmalaya Klasifikasi kabupaten/kota berdasarkan RE dibagi menjadi 3 kelas, yaitu kelas 1 (golongan rendah) dengan nilai IPR sebesar , kelas 2 (golongan menengah) dengan nilai IPR sebesar , dan kelas 3 (golongan tinggi) dengan nilai IPR sebesar Metode WPCA menghasilkan nilai klasifikasi IPR untuk kelas 1 (golongan rendah) sebesar , kelas 2 (golongan menengah) sebesar dan kelas 3 (golongan tinggi) sebesar Hasil klasifikasi menunjukkan bahwa beberapa kabupaten/kota yang terdapat pada Tabel 2 berada juga dalam kelas yang sama pada Tabel 3. Sebaran kabupaten/kota pada klasifikasi IPR RE dan IPR WPCA berbeda. Hal ini disebabkan oleh nilai ragam yang berbeda cukup jauh. Nilai ragam yang dihasilkan IPR RE dan IPR WPCA adalah dan Nilai ragam yang kecil pada IPR RE menyebabkan sebaran kabupaten/kota terpusat di nilai tengahnya, sehingga kabupaten/kota yang berada di daerah minimum dan maksimumnya merupakan kabupaten/kota dengan nilai ekstrim. Nilai ragam yang dihasilkan IPR WPCA lebih besar daripada nilai ragam IPR RE. Hal ini menyebabkan penyebaran wilayah kelas pada IPR WPCA menjadi lebih luas dan tidak terpusat di nilai

19 9 tengahnya, sehingga kabupaten/kota pada hasil klasifikasi IPR WPCA cenderung tersebar merata pada masing-nasing kelas. Evaluasi Indeks Berdasarkan uji korelasi yang terlampir pada Lampiran 4, tabel menunjukkan bahwa tidak ada korelasi yang signifikan antara IPR RE dan IPR WPCA, begitu juga dengan IPR WPCA dan IPM. Lampiran 4 juga menunjukkan bahwa IPR RE dan IPM memiliki korelasi positif, namun nilai korelasinya hanya sebesar Hasil korelasi positif bermakna bahwa IPR RE dan IPM memiliki hubungan yang searah, sehingga apabila IPM meningkat, maka IPR RE juga cenderung meningkat. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Simpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah klasifikasi IPR RE dan IPR WPCA memiliki kemiripan, sehingga hasil keduanya bisa digunakan. Berdasarkan uji korelasi, IPR RE dan IPM memiliki korelasi positif dengan nilai sebesar Saran Saran untuk penelitian selanjutnya adalah penelitian IPR masih perlu dikaji ulang supaya dapat menjadi indeks yang stabil dan mampu dilihat diukur dari kurun waktu yang lebih singkat. DAFTAR PUSTAKA Abeyasekera, S Chapter XVIII: Multivariate methods for index construction. Reading(UK): University of Reading.hlm Badan Pusat Statistik Penyempurnaan Penyusunan Indeks Pembangunan Regional [Internet]. [diunduh 2014 Jan 3]. Tersedia pada: Badan Pusat Statistik Sistem Informasi Rujukan Statistik [Internet]. [diunduh 2014 Jan 31]. Tersedia pada: Kundu, A ICT and Human Development: Towards Building a Composite Index for Asia. New Delhi(IN): Elsevier.hlm 13. Lawrence P, Meigh J, Sullivan C The Water Poverty Index: an International Comparison. Staffordshire(UK): Keele University.hlm 4. Mattjik, AA, Sumertajaya IM Sidik Peubah Ragam dengan Menggunakan SAS. Departemen Statistika(ID): IPB

20 10 Mattjik AA, Sumertajaya IM, Alfian FH, Gusti Ngurah AW Pemodelan Additive Main-effect & Multiplicative Interaction (AMMI) : Kini Dan Yang Akan Datang. Bogor(ID): IPB Pr Sumertajaya, IM Kajian Pengaruh Inter Blok dan Interaksi pada Uji Lokasi Ganda dan Respon Ganda [disertasi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor Suryawati, D Model Perencanaan Pembangunan Wilayah dalam Perspektif Klassen Typologi Menuju Pembangunan Wilayah Kabupaten yang Komprehensif. Jember(ID): Universitas Jember.hlm 2.

21 11 Lampiran 1 Profil Provinsi Jawa Barat Nama Wilayah Kode Peubah APK APM APS PDRB P0 HH Bogor kab_ Sukabumi kab_ Cianjur kab_ Bandung kab_ Garut kab_ Tasikmalaya kab_ Ciamis kab_ Kuningan kab_ Cirebon kab_ Majalengka kab_ Sumedang kab_ Indramayu kab_ Subang kab_ Purwakarta kab_ Karawang kab_ Bekasi kab_ Bandung Barat kab_ Kota Bogor kab_ Kota Sukabumi kab_ Kota Bandung kab_ Kota Bekasi kab_ Kota Cirebon kab_ Kota Depok kab_ Kota Cimahi kab_ Kota Tasikmalaya kab_ Banjar kab_ Lampiran 2 Grafik biplot seluruh provinsi di Pulau Jawa ahh apk kab_99 kab_98 kab_39 kab_68 kab_35 kab_37 kab_70 kab_85 kab_100 kab_49 kab_36 kab_59 kab_101 kab_31 kab_34 kab_61 apm kab_105 kab_73 kab_38 kab_40 kab_11 kab_14 kab_16 kab_15 kab_18 kab_12 kab_17 kab_19 kab_13 kab_23 kab_20 kab_21 kab_33 kab_48 kab_41 kab_42 kab_44 kab_46 kab_47 kab_53 kab_69 kab_55 kab_57 kab_58 kab_75 kab_50 kab_45 kab_60 kab_10 kab_24 kab_27 kab_7 kab_32 kab_25 kab_52 kab_56 kab_62 kab_66 kab_83 kab_91 kab_93 kab_84 kab_74 kab_43 kab_63 kab_96kab_97 kab_54 kab_64 kab_67 kab_72 kab_77 kab_71 kab_80 kab_86 kab_78 kab_94 kab_95 kab_90 kab_89 kab_81 kab_79 kab_92 kab_76 kab_88 kab_82 kab_106 kab_111 kab_112 kab_51 kab_26 kab_30 kab_113 aps kab_28 kab_65 kab_102 kab_87 kab_115 kab_103kab_104 kab_107 kab_110 kab_108 kab_117 kab_114 kab_116 po kab_118 kab_29 kab_22 kab_4 kab_2 kab_5 kab_3 kab_6 kab_109 pdrb_kdm Dimension 1 (90.0%)

22 12 Lampiran 3 Peringkat IPR berdasarkan IPM Provinsi Kabupaten/Kota IPM IPR RE IPR WPCA Jawa Barat Kota Depok Kota Cirebon Kota Bandung Kota Bogor Kota Cimahi Kota Bekasi Kota Sukabumi Kota Tasikmalaya Bandung Bekasi Bandung Barat Bogor Sumedang Tasikmalaya Purwakarta Ciamis Garut Banjar Kuningan Subang Sukabumi Majalengka Karawang Cianjur Cirebon Indramayu

23 13 Lampiran 4 Korelasi antar peubah dan indeks pembangunan Peubah Peubah APK APM APS PDRB P0 HH IPR RE IPR WPCA APM APS PDRB P HH IPR RE IPR WPCA IPM

24 14 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 24 Maret 1992 dari ayah Budi Santoso dan ibu Ismiyati. Penulis merupakan putri pertama dari tiga bersaudara. Tahun 2009, penulis lulus dari SMA Negeri 2 Pamulang yang telah berubah nama menjadi SMA Negeri 6 Tangerang Selatan, dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Penulis diterima di Departemen Statistika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama masa perkuliahan, penulis aktif mengikuti berbagai kegiatan dan kepanitiaan di departemen maupun fakultas. Penulis juga aktif berorganisasi dalam Unit Kegiatan Mahasiswa Paduan Suara Mahasiswa IPB Agria Swara. Penulis pernah menjadi Presidium PSM IPB Agria Swara pada periode 2011/2012 dan mengikuti berbagai kompetisi paduan suara di dalam maupun luar negeri.

BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara Lintang

BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara Lintang 56 BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBJEK PENELITIAN A. Letak Wilayah dan Luas Wilayah Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 Lintang selatan dan 104 48-108 48 Bujur Timur, dengan luas

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 BPS PROVINSI JAWA BARAT INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 No. 38/07/32/Th. XVIII, 1 Juli 2016 Pembangunan manusia di Jawa Barat pada tahun 2015 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan terus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan di daerah setempat. Penyediaan lapangan kerja berhubungan erat dengan

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan di daerah setempat. Penyediaan lapangan kerja berhubungan erat dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daya beli masyarakat berkaitan erat dengan pendapatan perkapita, Sedangkan pendapatan perkapita dipengaruhi oleh penyediaan lapangan kerja dan distribusi pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dan pengurangan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dan pengurangan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap mental dan lembaga termasuk pula percepatan/akselerasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN DAN KOTA DI PROPINSI JAWA BARAT PERIODE SEBELUM DAN SESUDAH PEMEKARAN WILAYAH OLEH ANGGI MAHARDINI H

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN DAN KOTA DI PROPINSI JAWA BARAT PERIODE SEBELUM DAN SESUDAH PEMEKARAN WILAYAH OLEH ANGGI MAHARDINI H PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN DAN KOTA DI PROPINSI JAWA BARAT PERIODE SEBELUM DAN SESUDAH PEMEKARAN WILAYAH OLEH ANGGI MAHARDINI H14102048 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKUTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Provinsi Jawa Barat Kabupaten dan kota provinsi Jawa Barat berjumlah 26 kabupaten/kota yang terdiri dari 17 kabupaten dan 9 kota dengan 625 kecamatan dan 5.877 desa/kelurahan. Jawa

Lebih terperinci

BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT

BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT 5.1. PDRB Antar Kabupaten/ Kota oda perekonomian yang bergulir di Jawa Barat, selama tahun 2007 merupakan tolak ukur keberhasilan pembangunan Jabar.

Lebih terperinci

BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT

BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT 5.1. PDRB Antar Kabupaten/ Kota eranan ekonomi wilayah kabupaten/kota terhadap perekonomian Jawa Barat setiap tahunnya dapat tergambarkan dari salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 21/4/32/Th XIX, 17 April 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 IPM Jawa Barat Tahun 2016 Pembangunan manusia di Jawa Barat pada tahun 2016 terus mengalami kemajuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penduduk merupakan suatu hal yang penting karena merupakan modal dasar dalam pembangunan suatu wilayah. Sukirno (2006) mengatakan penduduk dapat menjadi faktor pendorong

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER KOTA BEKASI TAHUN 2013

INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER KOTA BEKASI TAHUN 2013 No. 02/11/Th. XIV, 12 November 2014 INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER KOTA BEKASI TAHUN 2013 1. Indeks Pembangunan Gender (IPG) Kota Bekasi Tahun 2013 A. Penjelasan Umum IPG merupakan

Lebih terperinci

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI JAWA BARAT

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI JAWA BARAT V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI JAWA BARAT 5.1 Analisis Model Regresi Data Panel Persamaan regresi data panel digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi

Lebih terperinci

ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA

ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah 5.1. Kondisi Geografis BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT Propinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 o 50 ' - 7 o 50 ' Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pembangunan adalah IPM (Indeks Pembangunan Manusia). Dalam. mengukur pencapaian pembangunan sosio-ekonomi suatu negara yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pembangunan adalah IPM (Indeks Pembangunan Manusia). Dalam. mengukur pencapaian pembangunan sosio-ekonomi suatu negara yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesejahteraan masyarakat merupakan hal yang harus dicapai dalam pembangunan. Adapun salah satu indikator untuk mengukur keberhasilan dalam pembangunan adalah

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Tingkat Kesenjangan Pendapatan dan Trend Ketimpangan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Tingkat Kesenjangan Pendapatan dan Trend Ketimpangan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Tingkat Kesenjangan Pendapatan dan Trend Ketimpangan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Penghitungan kesenjangan pendapatan regional antar kabupaten/kota di Provinsi

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1 Geografis dan Administratif Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 0 50 7 0 50 Lintang Selatan dan 104 0 48 108 0 48 Bujur Timur, dengan batas-batas

Lebih terperinci

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ)

Lebih terperinci

PENDEKATAN LOGNORMAL PADA PERHITUNGAN INDEKS DAYA BELI SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA RICKY STIAWAN

PENDEKATAN LOGNORMAL PADA PERHITUNGAN INDEKS DAYA BELI SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA RICKY STIAWAN PENDEKATAN LOGNORMAL PADA PERHITUNGAN INDEKS DAYA BELI SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA RICKY STIAWAN DEPARTEMEN STATISTIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGTAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Analisis Klaster untuk Pengelompokan Kemiskinan di Jawa Barat Berdasarkan Indeks Kemiskinan 2016

Analisis Klaster untuk Pengelompokan Kemiskinan di Jawa Barat Berdasarkan Indeks Kemiskinan 2016 Analisis Klaster untuk Pengelompokan Kemiskinan di Jawa Barat Berdasarkan Indeks Kemiskinan 2016 Rana Amani Desenaldo 1 Universitas Padjadjaran 1 rana.desenaldo@gmail.com ABSTRAK Kesejahteraan sosial adalah

Lebih terperinci

DIPA BADAN URUSAN ADMINISTRASI TAHUN ANGGARAN 2014

DIPA BADAN URUSAN ADMINISTRASI TAHUN ANGGARAN 2014 TOTAL BAES01 JAWA BARAT 129,401,372,000.00 BELANJA PEGAWAI 100,974,521,000.00 BELANJA BARANG OPERASIONAL 8,203,990,000.00 BELANJA BARANG NON OPERASIONAL 2,838,361,000.00 BELANJA MODAL 17,384,500,000.00

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyampaian laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD merupakan amanah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA BARAT

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA BARAT BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA BARAT Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum Dasar hukum penyusunan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2016, adalah sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang

Lebih terperinci

Daftar Populasi dan Sampel Penelitian

Daftar Populasi dan Sampel Penelitian Lampiran 1 Daftar Populasi dan Sampel Penelitian No Kabupaten/Kota Kriteria Sampel 1 2 1 Bogor Sampel 1 2 Sukabumi Sampel 2 3 Cianjur Sampel 3 4 Bandung Sampel 4 5 Garut Sampel 5 6 Tasikmalaya Sampel 6

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 69 mengamanatkan Kepala Daerah untuk menyampaikan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dinyatakan bahwa penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan

Lebih terperinci

Didin Astriani P, Oki Dwipurwani, Dian Cahyawati (Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sriwijaya)

Didin Astriani P, Oki Dwipurwani, Dian Cahyawati (Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sriwijaya) (M.2) ANALISIS BIPLOT UNTUK MENGETAHUI KARAKTERISTIK PUTUS SEKOLAH PENDIDIKAN DASAR PADA MASYARAKAT MISKIN ANTAR WILAYAH KECAMATAN DI KABUPATEN OGAN ILIR Didin Astriani P, Oki Dwipurwani, Dian Cahyawati

Lebih terperinci

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH Penetapan indikator kinerja daerah bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai ukuran keberhasilan pencapaian visi dan misi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 08 /PMK.07/2011 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 08 /PMK.07/2011 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 08 /PMK.07/2011 TENTANG ALOKASI KURANG BAYAR DANA BAGI HASIL SUMBER DAYA ALAM PERTAMBANGAN PANAS BUMI TAHUN ANGGARAN 2006, TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. dalam perekonomian Indonesia. Masalah kemiskinan, pengangguran, pendapatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. dalam perekonomian Indonesia. Masalah kemiskinan, pengangguran, pendapatan Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kelemahan strategi pembangunan ekonomi di masa lalu dan krisis ekonomi yang berkepanjangan, telah menimbulkan berbagai persoalan yang

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Keadaan Ketenagakerjaan Agustus 2017 No. 64/11/32/Th. XIX, 6 November 2017 BERITA RESMI STATISTIK PROVINSI JAWA BARAT Keadaan Ketenagakerjaan Agustus 2017 Agustus 2017 : Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)

Lebih terperinci

SATU DATA PEMBANGUNAN JAWA BARAT PUSAT DATA DAN ANALISA PEMBANGUNAN (PUSDALISBANG) DAFTAR ISI DAFTAR ISI

SATU DATA PEMBANGUNAN JAWA BARAT PUSAT DATA DAN ANALISA PEMBANGUNAN (PUSDALISBANG) DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR ISI...... i 1. GEOGRAFI Tabel : 1.01 Luas Wilayah Provinsi Jawa Barat Dan Kabupaten/Kota... 1 Tabel : 1.02 Jumlah Kecamatan Dan Desa Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2011... 2 2. KETENAGAKERJAAN

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

IV. KONDISI UMUM WILAYAH 29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan

Lebih terperinci

ANALISIS KONTRIBUSI DAN PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA DI JAWA BARAT

ANALISIS KONTRIBUSI DAN PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA DI JAWA BARAT ANALISIS KONTRIBUSI DAN PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA DI JAWA BARAT Asep Yusup Hanapia 1, Aso Sukarso, Chandra Budhi L.S Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Siliwangi ABSTRACT The

Lebih terperinci

TIPOLOGI DAERAH KABUPATEN DAN KOTA DI WILAYAH JAWA BAGIAN BARAT Oleh: Endang Setiasih 1)

TIPOLOGI DAERAH KABUPATEN DAN KOTA DI WILAYAH JAWA BAGIAN BARAT Oleh: Endang Setiasih 1) EKO-REGIONAL, Vol.3, No.1, Maret 2008 TIPOLOGI DAERAH KABUPATEN DAN KOTA DI WILAYAH JAWA BAGIAN BARAT Oleh: Endang Setiasih 1) 1) Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal Soedirman ABSTRACT Economic potency

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2012 KEMENTERIAN KEUANGAN. Alokasi. Dana. SDA. Pertambangan. Panas Bumi. TA 2012. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01/PMK.07/2012 TENTANG PERKIRAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi yang efektif berlaku sejak tahun 2001

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi yang efektif berlaku sejak tahun 2001 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Otonomi daerah dan desentralisasi yang efektif berlaku sejak tahun 2001 merupakan awal pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Otonomi daerah

Lebih terperinci

CAPAIAN INDIKATOR MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN AREA MANAJEMEN TRIWULAN I TAHUN 2016

CAPAIAN INDIKATOR MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN AREA MANAJEMEN TRIWULAN I TAHUN 2016 CAPAIAN INDIKATOR MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN AREA MANAJEMEN TRIWULAN I TAHUN 2016 NO STANDAR JUDUL INDIKATOR Jan Feb Mar CAPAIAN TRW I ANALISA RTL 1 Manajerial 1 : Pengadaan rutin peralatan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang dilaksanakan secara berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya. Tujuan utama

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian 32 METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengambil lokasi di seluruh kabupaten dan kota yang berada di Provinsi Banten, yaitu Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Serang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. RPJPN) tercantum delapan misi pembangunan nasional Indonesia mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. RPJPN) tercantum delapan misi pembangunan nasional Indonesia mewujudkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional 2005-2025 (UU No. 17 Tahun 2007 tentang RPJPN) tercantum delapan misi pembangunan nasional Indonesia mewujudkan masyarakat berahlak mulia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerataan pembangunan ekonomi bagi bangsa Indonesia sudah lama

BAB I PENDAHULUAN. Pemerataan pembangunan ekonomi bagi bangsa Indonesia sudah lama 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerataan pembangunan ekonomi bagi bangsa Indonesia sudah lama dinantikan serta diinginkan oleh rakyat Indonesia. Harapan dan cita-cita yang diinginkan dapat

Lebih terperinci

diterangkan oleh variabel lain di luar model. Adjusted R-squared yang bernilai 79,8%

diterangkan oleh variabel lain di luar model. Adjusted R-squared yang bernilai 79,8% VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah Irigasi Teknis di Provinsi Jawa Barat Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh pada Tabel 16 menunjukkan bahwa model yang

Lebih terperinci

PERBANDINGAN ANALISIS BIPLOT KLASIK DAN ROBUST BIPLOT PADA PEMETAAN PERGURUAN TINGGI SWASTA DI JAWA TIMUR

PERBANDINGAN ANALISIS BIPLOT KLASIK DAN ROBUST BIPLOT PADA PEMETAAN PERGURUAN TINGGI SWASTA DI JAWA TIMUR Jur. Ris. & Apl. Mat. I (207), no., xx-xx Jurnal Riset dan Aplikasi Matematika e-issn: 258-054 URL: journal.unesa.ac.id/index.php/jram PERBANDINGAN ANALISIS BIPLOT KLASIK DAN ROBUST BIPLOT PADA PEMETAAN

Lebih terperinci

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2014

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2014 BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 46/08/32/Th. XVII, 3 Agustus 2015 PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2014 TAHUN 2014, PRODUKSI CABAI BESAR SEBESAR 253.296 TON, CABAI

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. keterampilan para petani dan petugas melalui sekolah lapangan serta pelatihan pemandu (PL I, PL II, PL III).

KATA PENGANTAR. keterampilan para petani dan petugas melalui sekolah lapangan serta pelatihan pemandu (PL I, PL II, PL III). KATA PENGANTAR Kegiatan SL-PTT merupakan fokus utama program yang dilaksanakan dalam upaya mendorong terjadinya peningkatan produktivitas padi. Kegiatan ini dilaksanakan secara serempak secara nasional

Lebih terperinci

SKRIPSI ANALISIS KINERJA EKONOMI DAERAH KABUPATEN DHARMASRAYA PROVINSI SUMATERA BARAT SEBELUM DAN SESUDAH PEMEKARAN OLEH VARADILA OKAYANDA

SKRIPSI ANALISIS KINERJA EKONOMI DAERAH KABUPATEN DHARMASRAYA PROVINSI SUMATERA BARAT SEBELUM DAN SESUDAH PEMEKARAN OLEH VARADILA OKAYANDA SKRIPSI ANALISIS KINERJA EKONOMI DAERAH KABUPATEN DHARMASRAYA PROVINSI SUMATERA BARAT SEBELUM DAN SESUDAH PEMEKARAN OLEH VARADILA OKAYANDA 120501075 PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI

Lebih terperinci

Analisis Indeks Kekompakan Bentuk Wilayah Terhadap Laju Pertumbuhan Studi Kasus: Daerah Kabupaten/Kota Pesisir di Jawa Barat Abstrak Kata kunci

Analisis Indeks Kekompakan Bentuk Wilayah Terhadap Laju Pertumbuhan Studi Kasus: Daerah Kabupaten/Kota Pesisir di Jawa Barat Abstrak Kata kunci Analisis Indeks Kekompakan Bentuk Wilayah Terhadap Laju Pertumbuhan Studi Kasus: Daerah Kabupaten/Kota Pesisir di Jawa Barat (Analysis of Compactness Index Area due to Regency Growth Rate Case Study: Coastal

Lebih terperinci

ANALISIS KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI MALUKU UTARA TAHUN OLEH ACHMAD SOBARI H

ANALISIS KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI MALUKU UTARA TAHUN OLEH ACHMAD SOBARI H ANALISIS KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI MALUKU UTARA TAHUN 2000-2008 OLEH ACHMAD SOBARI H14094015 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN ACHMAD

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan pembangunan di Indonesia diarahkan untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan pembangunan di Indonesia diarahkan untuk mewujudkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perencanaan pembangunan di Indonesia diarahkan untuk mewujudkan masyarakat yang semakin sejahtera, makmur dan berkeadilan. Kebijaksanaan pembangunan dilakukan

Lebih terperinci

TIPOLOGI WILAYAH HASIL PENDATAAN POTENSI DESA (PODES) 2014

TIPOLOGI WILAYAH HASIL PENDATAAN POTENSI DESA (PODES) 2014 BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 15/02/32/Th.XVII, 16 Februari 2014 TIPOLOGI WILAYAH HASIL PENDATAAN POTENSI DESA (PODES) 2014 Pendataan Potensi Desa (Podes) dilaksanakan 3 kali dalam 10 tahun. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan tersebut diharapkan dapat memberikan trickle down effect yang

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan tersebut diharapkan dapat memberikan trickle down effect yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang umum digunakan dalam menetukan keberhasilan pembangunan. Pertumbuhan ekonomi digunakan sebagai ukuran

Lebih terperinci

PENGUKURAN PRODUKTIVITAS RELATIF DAN ANALISIS TINGKAT UPAH TERHADAP PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI DI JAWA BARAT

PENGUKURAN PRODUKTIVITAS RELATIF DAN ANALISIS TINGKAT UPAH TERHADAP PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI DI JAWA BARAT PENGUKURAN PRODUKTIVITAS RELATIF DAN ANALISIS TINGKAT UPAH TERHADAP PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI DI JAWA BARAT Dewi Shofi Mulyati, Iyan Bachtiar, dan Yanti Sri Rezeki * Abstrak Pentingnya

Lebih terperinci

KARAKTERISASI ALAT PENANGKAP IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA BARAT FIFIANA ALAM SARI SKRIPSI

KARAKTERISASI ALAT PENANGKAP IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA BARAT FIFIANA ALAM SARI SKRIPSI KARAKTERISASI ALAT PENANGKAP IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA BARAT FIFIANA ALAM SARI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 12 Tahun 2010 TENTANG PENGELOLAAN PENGGUNAAN DAN PENGALOKASIAN DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU TAHUN 2010

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 12 Tahun 2010 TENTANG PENGELOLAAN PENGGUNAAN DAN PENGALOKASIAN DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU TAHUN 2010 PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 12 Tahun 2010 TENTANG PENGELOLAAN PENGGUNAAN DAN PENGALOKASIAN DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU TAHUN 2010 GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Abdul Halim Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan Daerah. Edisi Keempat. Jakarta: Salemba Empat.

DAFTAR PUSTAKA. Abdul Halim Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan Daerah. Edisi Keempat. Jakarta: Salemba Empat. 64 DAFTAR PUSTAKA Abdul Halim. 2012. Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan Daerah. Edisi Keempat. Jakarta: Salemba Empat. Ahmad Yani, 2008. Hubungan Keuangan antar pemerintah pusat dan Daerah di

Lebih terperinci

PENGGEROMBOLAN DAN PEMETAAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA BARAT BERDASARKAN NILAI UJIAN NASIONAL SMA DAN AKREDITASI SEKOLAH CHARLES E.

PENGGEROMBOLAN DAN PEMETAAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA BARAT BERDASARKAN NILAI UJIAN NASIONAL SMA DAN AKREDITASI SEKOLAH CHARLES E. PENGGEROMBOLAN DAN PEMETAAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA BARAT BERDASARKAN NILAI UJIAN NASIONAL SMA DAN AKREDITASI SEKOLAH CHARLES E. MONGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN

Lebih terperinci

PENERAPAN PEMBOBOTAN KOMPONEN UTAMA UNTUK PEREDUKSIAN PEUBAH PADA ADDITIVE MAIN EFFECT AND MULTIPLICATIVE INTERACTION GERI ZANUAR FADLI

PENERAPAN PEMBOBOTAN KOMPONEN UTAMA UNTUK PEREDUKSIAN PEUBAH PADA ADDITIVE MAIN EFFECT AND MULTIPLICATIVE INTERACTION GERI ZANUAR FADLI PENERAPAN PEMBOBOTAN KOMPONEN UTAMA UNTUK PEREDUKSIAN PEUBAH PADA ADDITIVE MAIN EFFECT AND MULTIPLICATIVE INTERACTION GERI ZANUAR FADLI DEPARTEMEN STATISTIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

MODAL DASAR PD.BPR/PD.PK HASIL KONSOLIDISASI ATAU MERGER

MODAL DASAR PD.BPR/PD.PK HASIL KONSOLIDISASI ATAU MERGER LAMPIRAN I : PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 30 Tahun 2010 TANGGAL : 31 Desember 2010 TENTANG : PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH GINI RATIO, INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM), DAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA BARAT TAHUN

ANALISIS PENGARUH GINI RATIO, INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM), DAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA BARAT TAHUN ANALISIS PENGARUH GINI RATIO, INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM), DAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012-2016 ANALYSIS INFLUENCE OF GINI RATIO, HUMAN DEVELOPMENT

Lebih terperinci

2015 PENGARUH MINAT BELAJAR DAN FASILITAS BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN EKONOMI

2015 PENGARUH MINAT BELAJAR DAN FASILITAS BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN EKONOMI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dalam melaksanakan fungsi kehidupan tidak terlepas dari pendidikan, karena pendidikan berfungsi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Menyadari pentingnya

Lebih terperinci

LAPORAN REALISASI ANGGARAN BELANJA (TRANSAKSI KAS) BELANJA WILAYAH MELALUI KPPN UNTUK BULAN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2014 (dalam rupiah)

LAPORAN REALISASI ANGGARAN BELANJA (TRANSAKSI KAS) BELANJA WILAYAH MELALUI KPPN UNTUK BULAN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2014 (dalam rupiah) UNTUK BULAN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 214 KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA : 5 MAHKAMAH AGUNG : 2 JAWA BARAT SEMULA SETELAH 1 I. IKHTISAR MENURUT SUMBER DANA 1 RUPIAH MURNI 3 KETERTIBAN DAN KEAMANAN 4 PERADILAN

Lebih terperinci

BAB III OBYEK DAN METODE PENELITIAN. yang menjadi obyek penelitian sebagai variabel bebas

BAB III OBYEK DAN METODE PENELITIAN. yang menjadi obyek penelitian sebagai variabel bebas BAB III OBYEK DAN METODE PENELITIAN 3.1. Obyek Penelitian Adapun yang menjadi obyek penelitian sebagai variabel bebas (independent variable) adalah sumber-sumber PAD yang terdiri dari pajak daerah; retribusi

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH GITA IRINA ARIEF H

IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH GITA IRINA ARIEF H IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH GITA IRINA ARIEF H14050032 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

TESIS. Oleh. Nur Khoiriyah Daulay SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013 L A H PA S C A S A R JA N A

TESIS. Oleh. Nur Khoiriyah Daulay SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013 L A H PA S C A S A R JA N A ANALISIS PENGARUH PENGELUARAN PEMERINTAH SEKTOR PENDIDIKAN DAN KESEHATAN, PERTUMBUHAN EKONOMI, DAN KEMISKINAN TERHADAP INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI SUMATERA UTARA TESIS Oleh Nur Khoiriyah Daulay 117018029

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Timur dan Tenggara. Negara-negara dengan sebutan Newly Industrializing Countries

BAB I PENDAHULUAN. Timur dan Tenggara. Negara-negara dengan sebutan Newly Industrializing Countries BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha Kecil dan Menengah (UKM) merupakan salah satu pendorong yang signifikan pada pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di dunia terutama di Asia Timur dan Tenggara.

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Indeks Kemampuan Keuangan (IKK) Indeks Kemampuan Keuangan (IKK) yang didapatkan dari perhitungan setiap kabupaten/kota di Jawa Barat pada tahu 2015 dibawah ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Investasi infrastruktur transportasi dalam pembangunan ekonomi penting sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai sarana untuk

Lebih terperinci

ANALISIS BIPLOT DAN PROCRUSTES TERHADAP ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT VICHA ANGELA ARISANDHI

ANALISIS BIPLOT DAN PROCRUSTES TERHADAP ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT VICHA ANGELA ARISANDHI ANALISIS BIPLOT DAN PROCRUSTES TERHADAP ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT VICHA ANGELA ARISANDHI DEPARTEMEN STATISTIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU No.

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penerapan otonomi daerah di Indonesia hingga saat ini merupakan wujud dari diberlakukannya desentralisasi. Otonomi daerah ini selaras dengan diberlakukannya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Salah satu komponen dari penelitian adalah menggunakan metode yang

BAB III METODE PENELITIAN. Salah satu komponen dari penelitian adalah menggunakan metode yang BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Salah satu komponen dari penelitian adalah menggunakan metode yang ilmiah, agar metode yang ilmiah ini dapat dilaksanakan dengan relatif lebih mudah dan

Lebih terperinci

PENGARUH UTAMA ADITIF DENGAN INTERAKSI GANDA (UAIG)

PENGARUH UTAMA ADITIF DENGAN INTERAKSI GANDA (UAIG) 1 PENGARUH UTAMA ADITIF DENGAN INTERAKSI GANDA (UAIG) SKRIPSI LASTRI MANURUNG 090823012 DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011 2 PENGARUH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan gaya hidup dan tatanan dalam masyarakat saat kini ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi yang memacu perkembangan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN LITERATUR

BAB 2 TINJAUAN LITERATUR 9 BAB 2 TINJAUAN LITERATUR 2.1 Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi menurut Profesor Simon Kuznets adalah kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai perusahaan penyedia listrik milik pemerintah di tanah air, PT.

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai perusahaan penyedia listrik milik pemerintah di tanah air, PT. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Sebagai perusahaan penyedia listrik milik pemerintah di tanah air, PT. (Persero) Perusahaan Listrik Negara (PLN) berusaha untuk terus meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

Jumlah penduduk Jawa Barat berdasarkan hasil SP2010 sebanyak 43 juta orang dengan laju pertumbuhan sebesar 1,91 persen per tahun

Jumlah penduduk Jawa Barat berdasarkan hasil SP2010 sebanyak 43 juta orang dengan laju pertumbuhan sebesar 1,91 persen per tahun Jumlah penduduk Jawa Barat berdasarkan hasil SP2010 sebanyak 43 juta orang dengan laju pertumbuhan sebesar 1,91 persen per tahun Sekapur Sirih Sebagai pengemban amanat Undang-undang Nomor 16 Tahun 1997

Lebih terperinci

Transformasi Biplot Simetri Pada Pemetaan Karakteristik Kemiskinan

Transformasi Biplot Simetri Pada Pemetaan Karakteristik Kemiskinan Transformasi Biplot Simetri Pada Pemetaan Karakteristik Kemiskinan Desy Komalasari Fakultas MIPA, Universitas Mataram e-mail: Desi_its@yahoo.com Mustika Hadijati Fakultas MIPA, Universitas Mataram e-mail:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung merupakan salah satu kota yang memiliki potensi besar untuk

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung merupakan salah satu kota yang memiliki potensi besar untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bandung merupakan salah satu kota yang memiliki potensi besar untuk melakukan kegiatan ekonomi di dalamnya. Kota Bandung juga memiliki jumlah penduduk yang banyak,

Lebih terperinci

DATA PERKEMBANGAN REALISASI INVESTASI PMA DAN PMDN SE JAWA BARAT PERIODE LAPORAN JANUARI - MARET TAHUN 2017

DATA PERKEMBANGAN REALISASI INVESTASI PMA DAN PMDN SE JAWA BARAT PERIODE LAPORAN JANUARI - MARET TAHUN 2017 DATA PERKEMBANGAN REALISASI INVESTASI PMA DAN PMDN SE JAWA BARAT PERIODE LAPORAN JANUARI - MARET TAHUN 2017 I. REALISASI INVESTASI PMA & PMDN 1. Total Realisasi Investasi PMA dan PMDN berdasarkan Laporan

Lebih terperinci

KOMPARASI ANALISIS GEROMBOL (CLUSTER) DAN BIPLOT DALAM PENGELOMPOKAN

KOMPARASI ANALISIS GEROMBOL (CLUSTER) DAN BIPLOT DALAM PENGELOMPOKAN E-Jurnal Matematika Vol. 2, No.4, Nopember 2013, 17-22 ISSN: 2303-1751 KOMPARASI ANALISIS GEROMBOL (CLUSTER) DAN BIPLOT DALAM PENGELOMPOKAN I MADE ANOM ARIAWAN 1, I PUTU EKA NILA KENCANA 2, NI LUH PUTU

Lebih terperinci

PEMODELAN PRODUKSI KEDELAI NASIONAL DENGAN METODE SUR PAULUS BASUKI KUWAT SANTOSO

PEMODELAN PRODUKSI KEDELAI NASIONAL DENGAN METODE SUR PAULUS BASUKI KUWAT SANTOSO PEMODELAN PRODUKSI KEDELAI NASIONAL DENGAN METODE SUR PAULUS BASUKI KUWAT SANTOSO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Diagram kotak garis

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Diagram kotak garis TINJAUAN PUSTAKA Diagram Kotak Garis Metode diagram kotak garis atau boxplot merupakan salah satu teknik untuk memberikan gambaran tentang lokasi pemusatan data, rentangan penyebaran dan kemiringan pola

Lebih terperinci

LAPORAN REALISASI ANGGARAN BELANJA (TRANSAKSI KAS) BELANJA WILAYAH MELALUI KPPN UNTUK BULAN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2013 (dalam rupiah)

LAPORAN REALISASI ANGGARAN BELANJA (TRANSAKSI KAS) BELANJA WILAYAH MELALUI KPPN UNTUK BULAN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2013 (dalam rupiah) UNTUK BULAN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 213 KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA : 5 MAHKAMAH AGUNG : 2 PROP. JAWA BARAT SEMULA SETELAH 1 I. IKHTISAR MENURUT SUMBER DANA 1 RUPIAH MURNI 3 KETERTIBAN DAN KEAMANAN 4

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Jawa Barat adalah salah satu Provinsi di Indonesia. Provinsi Jawa Barat memiliki luas wilayah daratan 3.710.061,32 hektar, dan Jawa Barat menduduki

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 41 BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penghitungan Indeks Williamson Untuk melihat ketimpangan PDRB per kapita antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat digunakan alat analisis Indeks Williamson.

Lebih terperinci

SKRIPSI. Disusun Oleh: MAS AD DEPARTEMEN STATISTIKA FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2016

SKRIPSI. Disusun Oleh: MAS AD DEPARTEMEN STATISTIKA FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2016 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERSENTASE PENDUDUK MISKIN DI JAWA TENGAH DENGAN METODE GEOGRAPHICALLY WEIGHTED PRINCIPAL COMPONENTS ANALYSIS (GWPCA) ADAPTIVE BANDWIDTH SKRIPSI Disusun Oleh: MAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Sejak otonomi daerah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Sejak otonomi daerah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sejak otonomi daerah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001 diharapkan pembangunan di daerah berjalan seiring dengan pembangunan di pusat. Hal tersebut

Lebih terperinci

ANALISIS KORELASI KANONIK ANTARA CURAH HUJAN GCM DAN CURAH HUJAN DI INDRAMAYU. Oleh : Heru Novriyadi G

ANALISIS KORELASI KANONIK ANTARA CURAH HUJAN GCM DAN CURAH HUJAN DI INDRAMAYU. Oleh : Heru Novriyadi G ANALISIS KORELASI KANONIK ANTARA CURAH HUJAN GCM DAN CURAH HUJAN DI INDRAMAYU Oleh : Heru Novriyadi G4004 PROGRAM STUDI STATISTIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRACT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik material maupun spiritual. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik material maupun spiritual. Untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional merupakan salah satu kegiatan pemerintah Indonesia yang berlangsung terus menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PERTUMBUHAN EKONOMI DAN MENGURANGI KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PEMERINTAH ACEH OLEH AGUS NAUFAL H

PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PERTUMBUHAN EKONOMI DAN MENGURANGI KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PEMERINTAH ACEH OLEH AGUS NAUFAL H PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PERTUMBUHAN EKONOMI DAN MENGURANGI KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PEMERINTAH ACEH OLEH AGUS NAUFAL H14052333 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. (http://www.bps.go.id). Populasi Ternak (000) Ekor Diakses Tanggal 3 Oktober 2011.

PENDAHULUAN. (http://www.bps.go.id). Populasi Ternak (000) Ekor Diakses Tanggal 3 Oktober 2011. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rata-rata laju pertumbuhan populasi ternak unggas selama enam tahun dari tahun 2004 hingga 2010 menunjukkan peningkatan, diantaranya ternak ayam ras petelur dan pedaging

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Sensus Ekonomi 2016 No. 30/05/Th. XIX, 24 Mei 2017 BERITA RESMI STATISTIK PROVINSI JAWA BARAT Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Sensus Ekonomi 2016

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Perhitungan Komponen CDI CDI dihitung pada level kota dan menggambarkan ukuran rata-rata kesejahteraan dan akses terhadap fasilitas perkotaan oleh individu. CDI menurut

Lebih terperinci

Sumber: Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia (2012)

Sumber: Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia (2012) 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pariwisata adalah salah satu sektor penting yang bisa menunjang pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja, mendorong pemerataan pembangunan nasional dan mempercepat

Lebih terperinci