BAB I PENDAHULUAN. instruction, yang banyak dipakai dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat. Istilah ini
|
|
- Shinta Salim
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia model berarti pola, contoh, acuan, ragam dari sesuatu yang akan dibuat atau hasilkan. 1 Sedangkan pembelajaran adalah terjemahan dari instruction, yang banyak dipakai dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat. Istilah ini menempatkan anak sebagai pusat dari kegiatan. 2 Dengan kata lain, model pembelajaran adalah suatu acuan atau rencana yang digunakan dalam proses belajar mengajar yang melibatkan anak secara aktif. Sara Little mengatakan bahwa mengajar bagi seorang pengajar adalah juga berarti merancang sebuah rencana mengajar yang memungkinkan naradidik secara bertahap tertarik pada pokok bahasan lalu mendorong dirinya untuk memahami dan merelasikan arti yang ia temukan ke dalam hidupnya sendiri. 3 Untuk melakukan hal tersebut, pengajar memilih model yang tepat dengan keberadaan naradidik. Model tersebut diyakini akan melibatkan naradidik secara aktif dalam proses menemukan makna yang dicari. Berbicara mengenai model pembelajaran, berarti berbicara tidak hanya model pembelajaran dalam ranah pendidikan formal namun juga dalam pendidikan non formal (Pendidikan Agama). Pendidikan Agama merupakan tugas tanggung jawab dari komunitas iman atau agama. Salah satu tujuan dari Pendidikan Agama adalah agar manusia dapat memahami dan mengenal siapa Tuhan yang disembahnya dan bagaimana cara membangun hubungan dengan Tuhan dan sesama. Oleh karena itu, kehadiran PAK (Pendidikan Agama Kristen) diharapkan mampu menumbuhkan nilai-nilai Kristiani dalam diri orang-orang Kristen. PAK adalah suatu usaha pendidikan (yang sadar, sistematis, dan berkesinambungan) 1 Tim Penyusun Kamus, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta;Balai Pustaka,2002), H. Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2010),27. 3 Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan,(Jakarta:BPK GM,2003), 91. 1
2 yang khusus yakni untuk mewariskan, membangkitkan atau memperoleh baik pengetahuan, sikap-sikap maupun nilai-nilai dalam dimensi religius manusia yang menunjuk kepada persekutuan iman yang melakukan tugas pendidikan agamawi (persekutuan iman Kristen). 4 Gereja sebagai salah satu setting atau lembaga yang melaksanakan PAK, dalam menjalankan misinya mengadakan pelayan untuk setiap kategorial, salah satunya gereja mengadakan SM (Sekolah Minggu). Sekolah Minggu ( Sunday School) hadir sebagai wadah untuk memperoleh Pendidikan Agama Kristen (PAK) bagi anak. PAK di Sekolah Minggu dikhususkan untuk anak-anak dari balita sampai praremaja (usia 0-12 tahun). "Biarkanlah anak-anak itu, janganlah menghalang-halangi mereka datang kepada-ku; sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Sorga (Mat.19:14). Ayat ini sering kali dipakai sebagai dasar alkitabiah dalam pelaksanaan pendidikan anak. Dalam ayat ini tersiratkan bahwa sebagaimana Yesus menerima dan menghargai anak-anak, maka demikian pulalah Gereja harus dapat menerima dan menghargai mereka melalui pendidikan anak. Mengingat pendidikan sebagai suatu tugas transmisi atau pewarisan, maka Gereja selayaknya lebih memperhatikan kualitas pendidikannya, karena sama halnya masa depan bangsa yang terletak dalam tangan generasi muda, masa depan Gereja terletak pada pendidikan Sekolah Minggu (SM), karena SM merupakan fondasi awal bagi pertumbuhan dan perkembangan Gereja. Agar Sekolah Minggu dapat menjalankan fungsinya sebagai pondasi Gereja maka Sekolah Minggu membutuhkan model pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan anak yang dilayani. Seiring dengan kemajuan dibidang pendidikan, maka secara perlahan-lahan telah terjadi perubahan paradigma pendidikan, seperti perubahan paradigma dari teacher centered ke student centered. Perubahan paradigma tidak hanya berlaku untuk pendidikan formal, tetapi Sekolah Minggu juga perlu mengalami perubahan paradigma agar terjadi suatu 4 Daniel Nuhamara,Pembimbing PAK,(Bandung:Jurnal Info Media,2007),
3 pertumbuhan baik secara kualitas maupun secara kuantitas. Melihat realita sekarang ini di mana dalam proses pembelajaran khususnya di SM, pengajar masih menggunakan paradigma pembelajaran lama dalam arti bahwa proses kebaktian yang di dalamnya terdapat unsur-unsur liturgi (pujian, doa, persembahan), jarang sekali anak dilibatkan untuk menyalurkan kemampuan mereka, misalnya memimpin pujian, doa dan lain sebagainya. Selain itu, komunikasi dalam pembelajaran cenderung berlangsung satu arah yaitu proses penyampaian informasi atau pengetahuan dari pengajar ke anak. Pengajar memposisikan diri sebagai satusatunya sumber belajar yang bertugas menyampaikan informasi sehingga pengajar lebih mendominasi pembelajaran, sedangkan anak pasif sebagai penerima informasi, meskipun paradigma baru sudah mengarah pada student centered. Tidak heran jika proses pembelajaran cenderung monoton yang mengakibatkan peserta didik merasa jenuh atau bosan. Berdasarkan pengalaman penulis dalam mengamati sekaligus menjadi salah satu pengajar SM, penulis melihat pembelajaran PAK di Sekolah Minggu umumnya mengembangkan model pembelajaran yang berpusat pada pengajar/guru. Artinya, pembinaan untuk anak (anak Sekolah Minggu), kegiatan, dan acara Sekolah Minggu dimulai dari pemikiran menurut pengajar. 5 Bahkan dalam penyampaian materi di dominasi metode ceramah yang berorientasi pada materi yang tercantum dalam kurikulum dan buku ajar, serta jarang mengkaitkan yang dibahas dengan masalah-masalah nyata yang ada dalam kehidupan Kristen dan pergumulan hidup sehari-hari. Proses pembelajaran cenderung kearah pembahasan tematik teoritik sehingga terkesan bahwa pengajaran PAK terdiri dari materi hafalan belaka. Padahal PAK berbeda dengan mata pelajaran lain karena implikasi PAK berisikan ajaran/doktrin Kristen, norma dan didikan yang bertujuan memampukan peserta didik memahami kasih dan karya Allah serta membantu peserta didik mentransformasikan nilai-nilai Kristiani dalam kehidupan sehari-hari. 5 Paulis Lie, Mereformasi Sekolah Minggu,(Yogyakarta:ANDI,2003),2-7. 3
4 Implikasi PAK yang berisikan doktrin atau ajaran Kristen di masing-masing gereja tentunya berbeda-beda. Hal ini terjadi karena adanya berbagai denominasi. Denominasi Gereja merupakan suatu kelompok dalam Kekristenan yang berdiri di bawah satu nama, struktur dan doktrin. Di Indonesia terdapat aliran Calvinis dan aliran Pentakostal/Pentakosta. Gereja aliran Calvinis ini dapat dilihat dari bentuk ibadah, kelembagaan maupun pemahaman iman yang nampak pada Gereja seperti GPIB (Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat). 6 Sedangkan kelompok/aliran Pentakostal merupakan kelanjutan dari Gerakan Kesucian berasal dari Amerika Utara. Menurut Charles W. Conn gerakan ini yang menekankan pertobatan dan kesempurnaan Kristen. 7 Salah satu anggota Gereja dari aliran ini adalah Gereja Sidang Jemaat Allah (GSJA). Kehadiran Sekolah Minggu di sebuah Gereja merupakan pelayanan yang sangat penting, karena proses pembentukan awal dari identitas diri terjadi pada anak-anak. Pendidikan iman yang di dapat anak-anak akan menjadi dasar pertumbuhan dan perkembangan iman anak untuk mengenal Tuhan Allah lewat FirmanNya dalam Alkitab, memuji Tuhan serta mengasihi pekerjaannya. Pada dasarnya, anak-anak jemaat adalah generasi jemaat masa depan Gereja. Dengan demikian Sekolah Minggu hadir untuk mengembangkan iman anak-anak sehingga hal ini bukan hanya menjadi tanggung jawab pengajar/pendidik tetapi menjadi tanggung jawab Gereja secara umum. GPIB Tamansari dan GSJA Bukit Horeb memanfaatkan SM sebagai wadah untuk memberikan PAK kepada anakanak sesuai dengan tumbuh kembang anak. GSJA Bukit Horeb sebagai salah satu kelompok/aliran Pantekostal mengadakan SM setiap hari Minggu pukul Segala perencanaan dalam pembelajaran disusun atau dirancang oleh masing-masing pengajar berdasarkan buku ajar yang diterbitkan oleh Gandum Mas. GSJA dikenal sebagai Gereja dengan bahan pelajaran SM terlengkap. Masing-masing 6 Jan S. Aritonang, Berbagai Aliran di Dalam dan di Sekitar Gereja,(Jakarta: BPK GM,2008),6. 7 Steven H. Talumewo, Sejarah Gerakan Pentakosta,(Yoyakarta:ANDI,2008),4. 4
5 kelas dibagi sesuai usia anak mulai dari kanak-kanak (4-6 tahun), pratama (7-9 tahun), dan madya (10-12 tahun) memiliki buku panduan/ajar bagi pengajar yang diterbitkan oleh PT. Gandum Mas. Para pengajar pada umumnya merupakan pemuda atau jemaat yang memiliki kerinduan untuk melayani serta memiliki relasi yang baik dengan Allah. Anak-anak diajar untuk bernyanyi (nyanyi yang tidak hanya bernuansa anak-anak tetapi juga pujian-pujian penyembahan dengan gerakan-gerakan yang disesuaikan dengan lagu), mengerjakan aktivitas, mendengarkan cerita/firman Tuhan serta menghafal ayat dalam Alkitab. Metode pembelajaran yang digunakan cukup bervariasi yaitu metode bercerita dengan menggunakan papan flanel, tanya jawab, perjamuan kasih, nonton bareng, ceramah dan bermain. Sedangkan GPIB (Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat) Tamansari mengadakan SM setiap hari Minggu pukul Pengajar terdiri dari mahasiswa teologi dan warga jemaat. Sebelum seorang pengajar SM mengajar, mereka diwajibkan untuk mengikuti persiapan yang dilakukan setiap hari sabtu pukul Persiapan ini dilakukan semata-mata untuk membekali pengajar agar dapat mempersiapkan model pembelajaran serta aktivitas yang berpatokan pada buku ajar (Sabda Bina Anak). SBA terdiri dari kelas inri (batita dan balita), kecil dan tanggung. Sekolah Minggu dimulai dengan mengabungkan anak dalam kelas besar dan dibagi ketika Firman akan dimulai. Anak-anak diajar menyanyi (pujian yang bernuansa anak-anak dengan gerakan-gerakan yang mengundang anak untuk memuji Tuhan tidak hanya dengan mulut tetapi dengan seluruh tubuh mereka), mendengarkan Firman Tuhan dan mengerjakan aktivitas. Metode pembelajaran yang digunakan berupa metode mendongeng, ceramah/bercerita, nonton bareng, dan lain sebagainya. Pada kenyataannya, setiap gereja memiliki pendekatan, strategi (rencana pembelajaran) serta metode tertentu dalam merangkai sebuah model pembelajaran di Sekolah Minggu masing-masing. Model pembelajaran yang diterapkan tergantung kreativitas para 5
6 pengajar dalam memilih model pembelajaran yang sesuai dengan potensi dan kebutuhan anak. Dengan kenyataan seperti ini, maka sudah saatnya bagi pengajar untuk mencoba mengembangkan model-model pembelajaran yang benar-benar mampu mengaktifkan dan menciptakan kondisi pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Dua ahli pendidikan yang berasal dari Amerika yang meneliti model pembelajaran yaitu Joyce dan Weil menyatakan bahwa salah satu hal yang perlu dipertimbangkan dalam menyusun model pembelajaran adalah model pembelajaran harus memberi tekanan yang seimbang dari sisi pengajar dan peserta didik. 8 Tekanan yang seimbang dalam hal ini mengarah kepada keaktifan baik pengajar maupun anak di dalam kelas. Dengan demikian anak akan merasakan makna belajar bagi hidupnya dan akhirnya dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Baik GPIB Tamansari maupun GSJA Bukit Horeb tentunya mengetahui pentingnya model pembelajaran yang diterapkan di Sekolah Minggu. Oleh sebab itu dengan mengingat peran penting Sekolah Minggu sebagai wadah mempersiapkan anak-anak sebagai generasi masa depan Gereja yang menjangkau keberadaan Gereja di masa depan baik dalam mempraktekkan iman berdasarkan visi maupun misi Gereja serta kelangsungannya sebagai lembaga yang menerangi dunia maka penulis penulis tertarik untuk meneliti secara empiris model pembelajaran di kedua Sekolah Minggu yang berasal dari dua denominasi berbeda apakah kedua model pembelajaran di kedua Sekolah Minggu tersebut sudah mengarah kepada paradigma pembelajaran dengan membuat skripsi yang berjudul : STUDI PERBANDINGAN TERHADAP MODEL PEMBELAJARAN SEKOLAH MINGGU DI GPIB TAMANSARI DENGAN GSJA BUKIT HOREB - SALATIGA 8 Dien Sumiyatiningsih, Mengajar dengan Kreatif & Menarik,(Yogyakarta:ANDI,2006),
7 1.2 RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana model pembelajaran Sekolah Minggu GPIB Tamansari dan GSJA Bukit Horeb Salatiga? 2. Bagaimana model pembelajaran Sekolah Minggu di GPIB Tamansari dan GSJA Bukit Horeb ditinjau dari perspektif paradigma pembelajaran? 1.3 TUJUAN PENELITIAN 1. Mendeskripsikan perbedaan dan persamaan model pembelajaran Sekolah Minggu di GPIB Tamansari dan GSJA Bukit Horeb Salatiga. 2. Membuat tinjauan kritis terhadap model pembelajaran Sekolah Minggu di GPIB Tamansari dengan GSJA Bukit Horeb Salatiga dari perspektif paradigma pembelajaran. 1.4 MANFAAT PENELITIAN 1. Setelah melakukan penelitian, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberi sumbangan pemikiran secara objektif dalam memilih dan menerapkan model pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan dan kecerdasaan anak sehingga acara SM tidak monoton dan membosankan. 2. Memberikan sumbangan pemikiran kepada SM baik di GPIB Tamansari maupun di GSJA Bukit Horeb dalam upaya meningkatkan kapabilitas anak sehingga tujuan PAK dapat tercapai dengan baik. 7
8 1.5 METODOLOGI PENELITIAN 1. Metode Penelitian Deskriptif Deskriptif, yaitu suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Penelitian deskriptif dapat bersifat komparatif dengan membandingkan persamaan dan perbedaan fenomena tertentu. Tujuannya adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai faktafakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. 9 Terutama dalam membandingkan model pembelajaran baik di GPIB maupun di GSJA. 2. Jenis Penelitian Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang menghasilkan data deskriptif mengenai kata-kata lisan maupun tertulis, dan tingkah laku yang dapat diamati dari orang-orang yang diteliti (Taylor dan Bogdan, 1984:5). 10 Penelitian Kualitatif berusaha memahami dan menafsirkan makna suatu peristiwa interaksi dan tingkah laku manusia dalam situasi tertentu menurut perspektif peneliti Teknik Pengumpulan Data a. Wawancara (interview) Wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu (Sugiyono,2009:72). 12 Menurut Esterberg (2002) Interview sebagai 9 Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988), Bagong Suyanto dan Sutinah, Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif dan Pendekatan, (Jakarta: Prenada Media Group, 2007), Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), Kaelan M.S, Metode Penelitian Agama Kualitatif interdisipliner,(yogyakarta:paradigma,2010),
9 salah satu cara pengambilan data melalui komunikasi lisan terdiri dari tiga macam bentuk yaitu wawancara tidak terstruktur, terstruktur, dan semistruktur Wawancara yang tidak terstruktur merupakan bentuk wawancara yang bebas di mana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang secara sistematis terstruktur dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Panduan serta pedoman wawancara hanya bersifat garis besar permasalahan yang ditanyakan dalam wawancara. Dalam wawancara terstruktur, peneliti mengajukan suatu pertanyaan yang terstruktur secara tertulis. Sedangkan dalam wawancara semiterstruktur, peneliti hanya berfokus pada pusat-pusat permasalahan tanpa diikat format-format tertentu. 13 b. Pengamatan (observasi) Pengertian observasi secara terminologis dimaknai sebagai pengamatan atau peninjauan secara cermat. Observasi berbeda dengan interview, karena observasi cangkupannya lebih luas. Observasi adalah suatu pengamatan terhadap objek yang diteliti baik secara langsung maupun secara tidak langsung, untuk memperoleh data yang harus dikumpulkan dalam penelitian. c. Studi Kepustakaan dan Dokumen-dokumen Terkait : mengumpulkan data melalui bahan-bahan tertulis dari buku-buku untuk mendapatkan teori-teori yang diperlukan, bahan ajar serta dokumen lain yang terkait. 13 Ibid,
10 d. Informan Informan adalah orang dalam, pada lokasi tempat penelitian diadakan. Informan yang akan menjadi sasaran wawancara adalah tiga pengajar dari masing-masing Gereja, Pengurus Sekolah Minggu, Pendeta jemaat, dan lima anak dari kelas kecil dan tanggung. Beberapa informan ini penulis anggap penting dan memiliki informasi yang berkaitan dengan penelitian yang akan penulis lakukan. e. Waktu Penelitian Alokasi waktu penelitian adalah Bulan November-Desember SISTEMATIKA PENULISAN Skripsi ini terdiri dari lima bab yaitu pendahuluan, teori, hasil penelitian, analisa penelitian dan kesimpulan. Bab satu berisi latarbelakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian serta sistematika penelitian. Pada bab dua akan berisi teori yang menjelaskan mengenai Gereja dan sejarah Sekolah Minggu, teori model pembelajaran, kecerdasan majemuk menurut Howard Gardner serta paradigma pembelajaran. Hasil penelitian akan dipaparkan pada bab tiga, dimana berisi mengenai model pembelajaran di GPIB Tamansari dengan GSJA Bukit Horeb. Pada bab empat penulis akan memaparkan analisa perbandingan baik persamaan dan perbedaan model pembelajaran SM di GPIB Tamansari dengan SM di GSJA Bukit Horeb Salatiga serta tinjauan kritis model pembelajaran dari perspektif paradigma pembelajaran. Sedangkan bab lima merupakan kesimpulan dari hasil penelitian, serta saran yang bersifat praktis dan teoritis. 10
UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Metode merupakan cara, teknik, jalan, atau prosedur yang digunakan sebagai alat perantara untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Dalam kalimat sederhana, metode
Lebih terperinciBAB IV. Perbandingan dan Tinjauan Kritis terhadap Model Pembelajaran Sekolah Minggu Di
BAB IV Perbandingan dan Tinjauan Kritis terhadap Model Pembelajaran Sekolah Minggu Di GPIB Tamansari dan GSJA Bukit Horeb dari Persepktif Paradigma Pembelajaran Pendahuluan Pada bab ini penulis akan menguraikan
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Setelah penulis mengkaji nilai keadilan yang diterapkan dalam kehidupan
BAB V PENUTUP Setelah penulis mengkaji nilai keadilan yang diterapkan dalam kehidupan keluarga di Jemaat GPIB Immanuel Semarang, maka penulis membuat suatu kesimpulan berdasarkan pembahasan-pembahasan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. termasuk kepada anak-anak. Mandat ini memberikan tempat bagi anak-anak untuk
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ketika Tuhan Yesus naik ke surga, Ia memberikan mandat kepada seluruh murid untuk pergi ke seluruh dunia dan menjadikan semua bangsa menjadi muridnya (Matius
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai Bapa, Anak dan Roh Kudus. Roh Kudus adalah pribadi Tuhan dalam konsep Tritunggal.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak di dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, Tuhan Allah menyatakan diri sebagai Bapa, Anak dan Roh Kudus. Roh Kudus adalah pribadi Tuhan dalam konsep Tritunggal.
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH
BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Ibadah etnik merupakan salah satu bentuk ibadah yang memberi ruang bagi kehadiran unsurunsur budaya. Kehadiran unsur-unsur budaya yang dikemas sedemikian rupa
Lebih terperinciBAB III. Model Pembelajaran Sekolah Minggu di GPIB Tamansari dan Model Pembelajaran. Sekolah Minggu di GSJA Bukit Horeb
BAB III Model Pembelajaran Sekolah Minggu di GPIB Tamansari dan Model Pembelajaran Sekolah Minggu di GSJA Bukit Horeb Pada bab ini penulis akan memaparkan hasil penelitian yang penulis dapatkan dari penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tempat ibadah merupakan salah satu wadah dimana orang-orang berkumpul dengan teman-teman seiman, memuji, dan menyembah Tuhan yang mereka percayai. Di Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gereja adalah sebuah persekutuan orang-orang percaya, sebagai umat yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gereja adalah sebuah persekutuan orang-orang percaya, sebagai umat yang terpanggil dan dihimpun oleh Allah Bapa, keluar dari kegelapan menuju kepada Yesus Kristus
Lebih terperinciBAB IV. Pandangan jemaat GPIB Bukit Harapan Surabaya tentang diakonia
BAB IV Pandangan jemaat GPIB Bukit Harapan Surabaya tentang diakonia 4.1. Diakonia sebagai perwujudan Hukum Kasih Gereja dapat dikatakan sebagai gereja apabila dia sudah dapat menjalankan fungsinya, yaitu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memanggil mereka di dalam dan melalui Yesus Kristus. 1 Ada tiga komponen. gelap kepada terang, dari dosa kepada kebenaran.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gereja adalah kumpulan orang-orang yang telah dipanggil Allah keluar dari dunia ini untuk menjadi miliknya, umat kepunyaan Allah sendiri. Allah memanggil mereka di
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Perjamuan kudus merupakan perintah Tuhan sendiri, seperti terdapat dalam Matius 26:26-29, Mar
BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam pengajaran gereja sakramen disebut sebagai salah satu alat pemelihara keselamatan bagi umat Kristiani. Menurut gereja-gereja reformasi hanya ada dua sakramen,
Lebih terperinciUKDW. BAB I Pendahuluan. A. Latar Belakang
BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Kehidupan umat beragama tidak bisa dipisahkan dari ibadah. Ibadah bukan hanya sebagai suatu ritus keagamaan tetapi juga merupakan wujud respon manusia sebagai ciptaan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan semua kajian dalam bab-bab yang telah dipaparkan di atas, pada bab ini akan dikemukakan beberapa kesimpulan dan rekomendasi. Rekomendasi ini terutama bagi gereja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. A.1. Latar Belakang Masalah
9 BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan A.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal penting dalam kehidupan manusia untuk memperoleh bekal pengetahuan dalam menjalani hidup ini. Salah satu pendidikan
Lebih terperinciBAB I. Pendahuluan UKDW
BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Permasalahan Belakangan ini banyak gereja mencoba menghadirkan variasi ibadah dengan maksud supaya ibadah lebih hidup. Contohnya dalam lagu pujian yang dinyanyikan dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. material sampai pada segi yang bersifat mental, sehingga tidak mudah untuk menemukan dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan masalah serius yang sedang diperhadapkan dalam kehidupan bermasyarakat. Kemiskinan mempunyai banyak segi dan dimensi mulai dari yang bersifat
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbicara akan persoalan Perjamuan Kudus maka ada banyak sekali pemahaman antar jemaat, bahkan antar pendeta pun kadang memiliki dasar pemahaman berbeda walau serupa.
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. 1. Tradisi Piring Nazar sebagai sebuah kenyataan sosio-religius dapat dijadikan sebagai
BAB V PENUTUP Dari penjelasan serta pembahasan yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya, maka pada bab yang terakhir ini akan dipaparkan kesimpulan yang berisi temuan-temuan mengenai Piring Nazar
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. beberepa saran berdasarkan hasil analisa dalam bab sebelumnya.
BAB V PENUTUP Dalam bab penutup ini penulis akan menarik beberapa kesimpulan dan mengusulkan beberepa saran berdasarkan hasil analisa dalam bab sebelumnya. V.1 Kesimpulan Pertama, pembangunan karakter
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. GPIB, 1995 p. 154 dst 4 Tata Gereja GPIB merupakan peraturan gereja, susunan (struktur) gereja atau sistem gereja yang ditetapkan
10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Secara umum gereja berada di tengah dunia yang sedang berkembang dan penuh dengan perubahan secara cepat setiap waktunya yang diakibatkan oleh kemajuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Gereja Kristen Pasundan (GKP) berada dalam konteks masyarakat Jawa bagian barat yang majemuk baik suku, agama, budaya daerah dan status sosial ekonomi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kepada semua orang agar merasakan dan mengalami sukacita, karena itu pelayan-pelayan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gereja Kristen Sumba (GKS) Nggongi adalah salah satu dari sekian banyak gereja yang ada di Indonesia. Gereja hadir untuk membawa misi menyampaikan kabar baik
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kehidupan di perkotaan diperhadapkan dengan sebuah realita kehidupan yang kompleks. Pembangunan yang terus berlangsung membuat masyarakat berlomba-lomba untuk
Lebih terperinciHIMNE GMIT : Yesus Kristus Tiang Induk Rumah Allah. Bagian I. Pendahuluan
HIMNE GMIT : Yesus Kristus Tiang Induk Rumah Allah (Suatu Kajian Sosio-Teologis mengenai Pemahaman Jemaat GMIT Kota Baru tentang Himne GMIT) Bagian I. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan. Pelayanan kepada anak dan remaja di gereja adalah suatu bidang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Pelayanan kepada anak dan remaja di gereja adalah suatu bidang pelayanan yang penting dan strategis karena menentukan masa depan warga gereja. Semakin
Lebih terperinciGereja Menyediakan Persekutuan
Gereja Menyediakan Persekutuan Pada suatu Minggu pagi sebelum kebaktian Perjamuan Tuhan, lima orang yang akan diterima sebagaianggota gereja berdiri di depan pendeta dan sekelompok diaken. Salah seorang
Lebih terperinciMILIK UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan bernyanyi menjadi bagian yang penting dalam rangkaian peribadahan. Peribadahan-peribadahan yang dilakukan di gereja-gereja Protestan di Indonesia mempergunakan
Lebih terperinciPEMAHAMAN MAKNA LITURGI (Studi Mengenai Makna Warna-warna Liturgis dalam Pemahaman Jemaat Gereja Kristen Protestan Bali/GKPB)
PEMAHAMAN MAKNA LITURGI (Studi Mengenai Makna Warna-warna Liturgis dalam Pemahaman Jemaat Gereja Kristen Protestan Bali/GKPB) Diajukan Kepada Fakultas Teologi Sebagai Salah Satu Persyaratan Uji Kelayakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal dengan keanekaragaman Suku, Agama, Ras dan Antar
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal dengan keanekaragaman Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan (SARA). Luasnya wilayah Indonesia yang terdiri atas beribu pulau tersebar dari
Lebih terperinciBab 4. Tinjauan Kritis Ibadah, Nyanyian dan Musik Gereja di GKMI Pecangaan
Bab 4 Tinjauan Kritis Ibadah, Nyanyian dan Musik Gereja di GKMI Pecangaan 4.1. Pendahuluan Pada bab ini penulis akan menyampaikan hasil tinjauan kritis atas penelitian yang dilakukan di GKMI Pecangaan
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Katekisasi merupakan salah satu bentuk pelayanan pendidikan kristiani yang dilakukan oleh gereja. Istilah katekisasi berasal dari kerja bahasa Yunani: katekhein yang
Lebih terperinciBAB V. Penutup. GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus
BAB V Penutup 5.1 Kesimpulan dan Refleksi Upacara slametan sebagai salah satu tradisi yang dilaksanakan jemaat GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus sebagai juruslamat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi seperti sekarang ini, segala sesuatu berkembang secara pesat dan sangat cepat.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi seperti sekarang ini, segala sesuatu berkembang secara pesat dan sangat cepat. Globalisasi ini juga meliputi dalam perkembangan ilmu pengetahuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. guru, isi atau materi pelajaran, dan siswa. 1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan rangkaian kegiatan komunikasi antar manusia, sehingga dapat tumbuh dan berkembang sebagai manusia yang utuh. Pendidikan memegang peranan penting
Lebih terperinciyang tunggal Yesus Kristus, maka tugas jemaat adalah menanggapi penyataan kasih
Bab 5 Penutup 5.1. Kesimpulan Berdasarkan analisa yang penulis sampaikan pada bab 4 tentang praktek nyanyian dan musik gereja di GKMI Pecangaan dalam peribadatan, maka penulis menarik beberapa kesimpulan
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. dan pada akhirnya informasi yang disampaikan oleh media, harus dipahami dalam
34 3.1 Paradigma penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini termasuk dalam kategori paradigma kritis. Paradigma ini mempunyai pandangan tertentu bagaimana pandangan tertentu bagaimana media
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia terdiri dari beranekaragam suku bangsa dan memiliki berbagai macam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia terdiri dari beranekaragam suku bangsa dan memiliki berbagai macam kebudayaan. Kebudayaan merupakan hasil cipta, karya, rasa manusia untuk memenuhi
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gereja hidup di tengah masyarakat. Gereja kita kenal sebagai persekutuan orangorang percaya kepada anugerah keselamatan dari Allah melalui Yesus Kristus. Yesus Kristus
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gereja Kristen Jawa Kutoarjo merupakan salah satu gereja dari 11 Gereja Kristen Jawa yang berada dibawah naungan Klasis Purworejo. GKJ Kutoarjo merupakan sebuah gereja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kehidupan di kota saat ini mulai dipenuhi dengan aktivitas yang semakin padat dan fasilitas yang memadai. Kenyataan tersebut tidak dapat dipungkiri oleh gereja-gereja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan
1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Pada saat ini, bangsa Indonesia dilanda dan masih berada di tengah-tengah krisis yang menyeluruh, krisis multidimensi. Kita dilanda oleh krisis politik,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Prestasi Pustaka, 2007), hlm Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstrutivistik, (Jakarta:
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam situasi masyarakat yang selalu berubah, idealnya pendidikan tidak hanya berorientasi pada masa lalu dan masa kini, tetapi sudah seharusnya merupakan proses
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan A.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan A.1. Latar Belakang Masalah Gereja Kristen Pemancar Injil (GKPI) lahir pada tanggal 30 Mei 1959 di Tanjung Lapang, Kecamatan Malinau, Kabupaten Bulungan, Propinsi Kalimantan
Lebih terperinciANAK BATITA: USIA ± 15 BULAN 3 TAHUN
ANAK BATITA: USIA ± 15 BULAN 3 TAHUN 1. Pesat tapi tidak merata. - Otot besar mendahului otot kecil. - Atur ruangan. - Koordinasi mata dengan tangan belum sempurna. - Belum dapat mengerjakan pekerjaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi dengan cepat dan mudah dari berbagai sumber dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ibadah merupakan sebuah bentuk perjumpaan manusia dengan Allah, pun juga dengan corak masing-masing sesuai dengan pengalaman iman dari setiap individu atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bandung, 1999, hlm 30
1 BAB I PENDAHULUAN A. Pendahuluan A.1. Latar belakang permasalahan Harus diakui bahwa salah satu faktor penting di dalam kehidupan masyarakat termasuk kehidupan bergereja adalah masalah kepemimpinan.
Lebih terperinciDasar Kebersatuan Umat Kristen. Efesus 2: Pdt. Andi Halim, S.Th.
Dasar Kebersatuan Umat Kristen Efesus 2:11-22 Pdt. Andi Halim, S.Th. Bicara soal kebersatuan, bukan hanya umat Kristen yang bisa bersatu. Bangsa Indonesia pun bersatu. Ada semboyan Bhineka Tunggal Ika,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah Salah satu ciri khas dari semua agama adalah berdoa. Semua agama yang ada di Indonesia mengajarkan kepada umat atau pengikutnya untuk selalu berdoa. Doa diyakini
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Pendampingan dan konseling pastoral adalah alat-alat berharga yang melaluinya gereja tetap relevan kepada kebutuhan manusia. 1 Keduanya, merupakan cara
Lebih terperinciOleh Pdt. Daniel Ronda. Latar Belakang Pergumulan Pendidik
Oleh Pdt Daniel Ronda Latar Belakang Pergumulan Pendidik Profesi pendidik agama Kristen di sekolah negeri maupun swasta memiliki keistimewaan, karena dia sedang menolong kebutuhan anak didik dalam menemukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN
BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN A.1. Latar Belakang Masalah Memberitakan Injil dalam wacana kekristenanan dipandang sebagai tugas dan tanggung jawab melanjutkan misi Kristus di tengah dunia. Pemahaman
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Manajemen pembelajaran adalah sebuah proses perencanaan, pelaksanaan dan penilaian kegiatan pembelajaran sehingga akan didapatkan sistem pembelajaran
Lebih terperinciBAB II MODEL DAN PARADIGMA PEMBELAJARAN. bagaikan hubungan antara anggota tubuh dengan anggota tubuh lainnya (band. I Kor 12). 1
BAB II MODEL DAN PARADIGMA PEMBELAJARAN 2.1 Pendahuluan Gereja adalah persekutuan orang-orang yang mengaku tubuh Kristus. Konsep ini menekankan suatu keterkaitan atau hubungan orang percaya satu dengan
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN 1.1.1 Latar Belakang Masalah Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) adalah Gereja mandiri bagian dari Gereja Protestan Indonesia (GPI) sekaligus anggota Persekutuan Gereja-Gereja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Khotbah merupakan salah satu bagian dari rangkaian liturgi dalam
BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Khotbah merupakan salah satu bagian dari rangkaian liturgi dalam kebaktian yang dilakukan oleh gereja. Setidaknya khotbah selalu ada dalam setiap kebaktian minggu.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mendorong dan memfasilitasi kegiatan belajar mereka. Pendidikan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi sumber daya manusia peserta didik dengan cara mendorong dan memfasilitasi kegiatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan proses mengubah tingkah laku siswa menjadi manusia
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses mengubah tingkah laku siswa menjadi manusia dewasa yang mampu hidup dan sebagai anggota masyarakat di lingkungan alam sekitarnya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diri siswa supaya dapat meningkatkan prestasi belajarnya. 1. dan menyukainya. Dengan kreatifitas guru dalam mengajar itulah yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kreativitas adalah sebuah karya yang harmonis dalam pembelajaran yang berdasarkan tiga aspek cipta, rasa dan karsa yang akan menghasilkan sesuatu yang baru agar dapat
Lebih terperinciPENGARUH PEMBINAAN ROHANI TERHADAP KEAKTIFAN KAUM MUDA DALAM PELAYANAN DI GEREJA KRISTEN HOLISTIK JEMAAT SERENITY MAKASSAR SKRIPSI
PENGARUH PEMBINAAN ROHANI TERHADAP KEAKTIFAN KAUM MUDA DALAM PELAYANAN DI GEREJA KRISTEN HOLISTIK JEMAAT SERENITY MAKASSAR SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat-syarat dalam Menyelesaikan Stratum
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. diberikan saran penulis berupa usulan dan saran bagi GMIT serta pendeta weekend.
BAB V PENUTUP Setelah melalui tahap pembahasan dan analisis, maka selanjutnya pada bab ini akan dipaparkan mengenai kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dilakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ketika seseorang akan melakukan sesuatu hal, pasti orang tersebut memiliki hal-hal
BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH Ketika seseorang akan melakukan sesuatu hal, pasti orang tersebut memiliki hal-hal tertentu yang mempengaruhi dalam dirinya untuk bertindak. Sesuatu yang mempengaruhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
kesan. 1 Bermain peran (role play) adalah metode pembelajaran A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bermain peran (role play) adalah cara penguasaan bahanbahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. gereja, tetapi di sisi lain juga bisa membawa pembaharuan ketika gereja mampu hidup dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Gereja tidak bisa lepas dari proses perubahan yang terjadi dalam masyarakat seperti modernisasi dan sekularisasi. Perubahan akan menimbulkan permasalahan dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Prinsip dasar bahwa untuk beriman kita membutuhkan semacam jemaat dalam bentuk atau wujud manapun juga. Kenyataan dasar dari ilmu-ilmu sosial ialah bahwa suatu ide atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ajarannya akan berbeda dengan mainstream, bahkan memiliki kemungkinan terjadi
BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Dalam suatu masyarakat terdapat sebuah sistem dan komponen yang mendukung eksistensi komunitas. Komponen itu antara lain agama, kewarganegaraan, identitas suku,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang diharapkan. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam proses pendidikan keberhasilan pengajaran di lembaga pendidikan tergantung pada keefektifan pembelajaran dalam mengubah tingkah laku para peserta didik ke arah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan suatu proses pembelajaran tidaklah lepas dari berbagai hal
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan suatu proses pembelajaran tidaklah lepas dari berbagai hal yang menjadi komponen dalam pembelajaran tersebut. Salah satunya adalah kesesuaian antara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh guru, ketika menyampaikan materi yang diajarkan kepada siswa dalam suatu lembaga pendidikan agar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam dunia pendidikan mengalami perubahan konsep. Diawali dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan begitu penting baik itu pendidikan formal maupun nonformal. Pendidikan adalah sebuah pembelajaran pengetahuan melalui pengajaran dan di amalkan dari
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, data yang muncul dalam penelitian kualitatif berwujud kata-kata, bukan rangkaian angka. Menurut Creswell penelitian
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah investasi jangka panjang yang memerlukan usaha dan dana yang cukup besar, hal ini diakui oleh semua orang atau suatu bangsa demi kelangsungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sistem Pendidikan Nasional (BNSP, 2006) menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Belajar pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Belajar pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar dapat dipandang sebagai proses yang diarahkan kepada
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. seseorang individu agar bisa dan mampu hidup dengan baik di lingkungannya
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses yang berkelanjutan untuk menyiapkan seseorang individu agar bisa dan mampu hidup dengan baik di lingkungannya sendiri. Sesuai dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Permasahan. 1. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Permasahan 1. Latar Belakang Masalah Gereja sebagai suatu kehidupan bersama religius yang berpusat pada Yesus Kristus 1 hadir di dunia untuk menjalankan misi pelayanan yaitu melakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hidup dalam komunitas sebagai anggota gereja (Gereja sebagai Institusi). 1
BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Nabeel Jabbour menepis pemahaman tentang gereja hanya sebatas bangunan, gedung dan persekutuan yang institusional. Berangkat dari pengalaman hidup Nabeel Jabbour selama
Lebih terperincino mate galitõ da õ. Suatu ungkapan yang hendak mengatakan bahwa tidak
STRATEGI PENYAJIAN MATERI PA PADA SEKOLA WANGANDRŐ BNKP CONTOH PENERAPAN NATS : LUKAS 7:36-50 Oleh : Dr. Etiknius Harefa, MTh,MPd.K =========================================== A. Pengantar Pelaksanaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kualitas hidupnya. Mengingat pentingnya kedudukan dan fungsi Bahasa
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kedudukan bahasa Indonesia baik sebagai Bahasa Nasional maupun sebagai Bahasa Negara sangat strategis dalam kehidupan bangsa dan Negara. Sebagai salah satu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bertemunya masyarakat yang beragama, yang disebut juga sebagai jemaat Allah. 1
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Persekutuan di dalam Yesus Kristus dipahami berada di tengah-tengah dunia untuk dapat memberikan kekuatan sendiri kepada orang-orang percaya untuk dapat lebih kuat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan pondasi utama dalam upaya memajukan bangsa.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan pondasi utama dalam upaya memajukan bangsa. Suatu bangsa dapat dikatakan maju apabila pendidikan di negara tersebut maju dan dapat mengelola
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN Dalam suatu penelitian, metode menjadi sangat penting bagi seorang peneliti. Ketepatan dalam menggunakan suatu metode akan dapat menghasilkan data yang tepat pula dan dapat dipertanggungkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hasil wawancara penulis dengan AK pada tanggal 17 Oktober
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Greja Kristen Jawi Wetan (GKJW) para pelayanan kebaktian anak dan remaja dikenal dengan sebutan pamong. Istilah pamong ini tidak ada dalam buku Tata Pranata GKJW
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menimbulkan, atau memperoleh pengetahuan, sikap-sikap, nilai-nilai, keahlian-keahlian atau
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pendidikan mendapat perhatian khusus dari pemerintah Indonesia, seperti adanya program wajib belajar 12 tahun. Hal ini menandakan bahwa pendidikan merupakan hal yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Jurnal Teologi Gema Duta Wacana edisi Musik Gerejawi No. 48 Tahun 1994, hal. 119.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya, musik merupakan suatu bagian yang tidak dapat dipisahkan dari suatu kegiatan peribadatan. Pada masa sekarang ini sangat jarang dijumpai ada suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Teknologi yang terus berkembang dewasa ini, sangat membutuhkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat menuntut sumber daya manusia yang berkualitas. Peningkatan sumber daya manusia juga merupakan syarat untuk
Lebih terperinci1 Hisyam Zaini, Strategi Pembelajaran Aktif, (Yogyakarta: Pustaka Insan, 2008), hlm.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akidah Akhlak merupakan ilmu yang mempelajari tentang keimanan dan akhlak mulia, mempunyai peran penting dalam rangka pembentukan karakter peserta didik agar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendidikan juga berimplikasi besar terhadap kemajuan suatu bangsa. Oleh karena itu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan. Hal ini karena pendidikan kini telah menjadi salah satu kebutuhan mendasar bagi manusia.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Pendidikan adalah proses perubahan sikap dan tingkah laku
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah proses perubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan. Pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional, pasal 1 ayat (1): Pendidikan adalah usaha sadar dan. akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, pasal 1 ayat (1): Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
Lebih terperinciPENINGKATAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR MELALUI STRATEGI INDEX CARD MATCH
PENINGKATAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR MELALUI STRATEGI INDEX CARD MATCH PADA TEMA ORGAN TUBUH MANUSIA DAN HEWAN SISWA KELAS V SD NEGERI 01 GEBYOG MOJOGEDANG KARANGANYAR TAHUN AJARAN 2014/2015 NASKAH PUBLIKASI
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH
BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Perempuan di berbagai belahan bumi umumnya dipandang sebagai manusia yang paling lemah, baik itu oleh laki-laki maupun dirinya sendiri. Pada dasarnya hal-hal
Lebih terperinciBab I Pendahuluan Latar Belakang Permasalahan Pertumbuhan iman
Bab I Pendahuluan Latar Belakang Permasalahan Pertumbuhan iman merupakan sebuah konsep yang telah lama ada dan berkembang diantara orang-orang percaya. Umumnya mereka selalu menghubungkan konsep pertumbuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Cahyo Budi Santoso, 2015
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan Nasional berkaitan dengan peningkatan kualitas manusia karena saat ini peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi isu strategis Nasional.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa tidak akan lepas dari dunia pembelajaran. Kita semua sebagai elemen di dalamnya memerlukan bahasa yang baik dan benar dalam proses pembelajaran. Pembelajaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pendidikan, sampai kapanpun dan dimanapun ia berada.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Setiap manusia membutuhkan pendidikan, sampai kapanpun dan dimanapun ia berada. Pendidikan adalah usaha sadar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Jakarta: Rajawali Pers, 2009, h Kunandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah investasi sumber daya manusia jangka panjang yang mempunyai nilai strategis bagi kelangsungan peradapan manusia di dunia. Oleh sebab itu, hampir
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Cibeunying Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung. Kelurahan Cibeunying merupakan satu
Lebih terperinci