PEMANFAATAN MIKROALGA LAUT Scenedesmus sp. SEBAGAI PENYERAP BAHAN KIMIA BERBAHAYA DALAM AIR LIMBAH INDUSTRI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMANFAATAN MIKROALGA LAUT Scenedesmus sp. SEBAGAI PENYERAP BAHAN KIMIA BERBAHAYA DALAM AIR LIMBAH INDUSTRI"

Transkripsi

1 PEMANFAATAN MIKROALGA LAUT Scenedesmus sp. SEBAGAI PENYERAP BAHAN KIMIA BERBAHAYA DALAM AIR LIMBAH INDUSTRI DORI IRIANTO SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini, saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul : PEMANFAATAN MIKROALGA LAUT Scenedesmus sp. SEBAGAI PENYERAP BAHAN KIMIA BERBAHAYA DALAM AIR LIMBAH INDUSTRI adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan pada Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini. Bogor, Maret 2011 DORI IRIANTO C

3 RINGKASAN DORI IRIANTO. Pemanfaatan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. sebagai Penyerap Bahan Kimia Berbahaya dalam Air Limbah Industri. Dibimbing oleh MUJIZAT KAWAROE dan ADRIANI SUNUDDIN. Pencemaran perairan akibat kegiatan industri, baik sektor pertanian, makanan, minuman maupun mesin berat, memberikan dampak buruk bagi lingkungan perairan baik perairan hulu maupun perairan pesisir. Limbah industri dikategorikan dalam dua kelompok yaitu limbah influent dan limbah effluent. Apabila limbah tersebut dibuang ke perairan umum dapat mengubah komposisi alami parameter fisika, kimia dan biologi perairan tersebut. Salah satu tipe pencemaran laut akibat limbah industri adalah pencemaran logam berat. Dalam upaya meminimalisir dampak pencemaran yang akan ditimbulkan, salah satu metode yang saat ini berkembang adalah bioremediasi, yaitu dengan memanfaatkan mikroorganisme untuk mengurangi kandungan bahan pencemar, baik zat berbahaya ataupun logam berat yang terdapat dalam limbah tersebut. Mikroalga merupakan mikroorganisme tumbuhan air yang memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Salah satu spesies mikroalga potensial untuk dikembangkan adalah Scenedesmus sp. Scenedesmus sp. merupakan spesies mikroalga bersifat kosmopolitan dan memiliki laju pertumbuhan yang tinggi. Kenyataan tersebut menjadi dasar digunakannya mikroalga laut Scenedesmus sp. sebagai penyerap bahan kimia berbahaya, terutama Cr dan Cu yang terkandung dalam air limbah industri. Tujuan penelitian ini adalah membandingkan pola pertumbuhan mikroalga laut Scenedesmus sp. yang dikultivasi pada limbah influent dan effluent dan melihat pengaruh mikroalga tersebut terhadap logam berat kromium (Cr) dan tembaga (Cu). Penelitian dimulai pada tanggal 23 Maret 2010 sampai dengan 5 Juli 2010 di Surfactant And Bioenergy Research Center (SBRC) LPPM IPB Baranangsiang, Bogor. Penelitian terbagi menjadi empat tahap. Tahap pertama merupakan tahap persiapan penelitian. Tahap kedua merupakan tahap kultivasi Scenedesmus sp. yang dilakukan sebanyak tiga kali ulangan pada setiap perlakuan selama sepuluh hari. Tahap ketiga merupakan tahap analisis kualitas air pada limbah yang digunakan sebagai media kultivasi. Metode yang digunakan adalah metode kultivasi mikroalga laut. Kelimpahan sel Scenedesmus sp. tertinggi terdapat pada media kontrol sebesar sel/ml di hari kelima dan menurun dengan kelimpahan mencapai sel/ml pada hari kesepuluh. Kemudian media influent dengan angka kelimpahan sel Scenedesmus sp. tertinggi yaitu sel/ml pada hari ketujuh. Sedangkan pada media effluent menunjukkan fase logaritmik yang cenderung lambat yaitu dengan angka kelimpahan sebesar 1,5x10 6 sel/ml pada hari pertama sampai hari kelima sebesar 11,5x10 6 sel/ml hingga akhirnya mengalami fase mortalitas hingga hari kesepuluh dengan angka kelimpahan sel Scenedesmus sp. sebesar 3,6x10 6 sel/ml. Setelah dilakukan kultivasi konsentrasi kromium menjadi menurun sebanyak 99% (limbah influent) 98% (limbah effluent) menjadi setelah dilakukan kultivasi. Begitu pula dengan nilai tembaga yang menurun sebanyak 85% (limbah influent) dan 88% (limbah effluent). Penurunan konsentrasi logam berat kromium (Cr) dan tembaga (Cu) diduga disebabkan oleh kemampuan tubuh mikroalga laut Scenedesmus sp. yang dapat menyerap logam berat, sehingga konsentrasi logam dalam media menjadi berkurang.

4 PEMANFAATAN MIKROALGA LAUT Scenedesmus sp. SEBAGAI PENYERAP BAHAN KIMIA BERBAHAYA DALAM AIR LIMBAH INDUSTRI DORI IRIANTO SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

5 Hak cipta milik Dori Irianto, tahun 2011 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya

6 SKRIPSI Judul Nama NRP Departemen : PEMANFAATAN MIKROALGA LAUT Scenedesmus sp. SEBAGAI PENYERAP BAHAN KIMIA BERBAHAYA DALAM AIR LIMBAH INDUSTRI : Dori Irianto : C : Ilmu dan Teknologi Kelautan Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II Dr. Ir. Mujizat Kawaroe, M.Si Adriani Sunuddin, S.Pi, M.Si NIP NIP Mengetahui, plh. Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc NIP Tanggal Lulus: 23 Maret 2011

7 SUMMARY DORI IRIANTO. Utilization of Marine Microalgae Scenedesmus sp. as Absorber Hazardous Chemicals in Industrial Waste Water. Under direction of MUJIZAT KAWAROE and ADRIANI SUNUDDIN. Water pollution due to industrial activities, may pose, adverse impacts to the aquatic environment both upstream and coastal waters. Industrial waste is categorized into two groups: waste influent and effluent wastewater. If the waste is discharged into public waters can alter the natural composition of physical parameters, chemical and 98]lgfqpollution. In an effort to minimize the impact of pollution that will be generated, one method that is developing is bioremediation, by utilizing microorganisms to reduce the content of pollutants, whether hazardous substances or heavy metals contained in the waste. Microalgae are microorganisms that have the potential to be developed. One of the potential to develop microalgae species are Scenedesmus sp. Scenedesmus sp. is a microalgae species are cosmopolitan and have high growth rates (Sri Cahyaningsih and Slamet Subyakto, 2008). The fact is the basis for the use of marine microalgae Scenedesmus sp. as an absorber of harmful chemicals, especially Cr and Cu contained in industrial waste water. The purpose of this study was to compare the patterns of marine microalgae growth of Scenedesmus sp. are cultivated on the sewage influent and effluent and see the impact of these microalgae to heavy metals chromium (Cr) and copper (Cu). Research began on March 23, 2010 until July 5, 2010 in Surfactant and Bioenergy Research Center (SBRC) Bogor Agricultural Unversity, Bogor. The study is divided into four stages. The first stage is the preparatory stage of research. The second stage is the stage of cultivation of Scenedesmus sp. are conducted for three replicates at each treatment for ten days. The third stage is the stage of water quality analysis on the waste that is used as a medium of cultivation. The method used is the method of cultivation of marine microalgae. Scenedesmus sp. cell abundance was observed at us control media for cells/ml on the day 5 and decreased gradually to cells/ml on the day 10. at the influent media with an abundance of cell numbers Scenede98]lgfqsmus sp. The highest is cells/ml on the seventh day. While the effluent media shows that tend to slow logarithmic phase by the number abundance of cells/ml on the first day until the fifth day of cells/ml until eventually went through a phase of mortality until the tenth day with an abundance of cell numbers Scenedesmus sp. of cells/ml. After the cultivation the concentration of chromium was decreased by 99% (influent) 98% (effluent) to be after the cultivation. Similarly, the value of copper is decreased by 85% (influent) and 88% (effluent). Decrease the concentration of heavy metals chromium (Cr) and copper (Cu) allegedly caused by the body's ability marine microalgae Scenedesmus sp. that can absorb heavy metals, so that the metal concentration in the media is reduced.

8 KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Allah SWT atas semua rahmat dan karunia yang telah diberikan-nya kepada penulis sehingga penelitian ini dapat selesai. Dalam penyusunannya, Penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua dan seluruh keluarga atas dukungannya baik secara moril maupun materil selama penyusunan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Mujizat Kawaroe, M.Si dan Adriani Sunuddin, S.Pi, M.Si selaku dosen pembimbing. 3. Dr. Ir. Henry M. Manik, M.T sebagai Ketua Komisi Pendidikan Departemen ITK, FPIK, IPB. 4. Prof. Dr. Ir. Dedi Soedharma, DEA selaku dosen penguji sidang skripsi. 5. Surfactan and Bioenergy Research Center (SBRC) LPPM, IPB Barangsiang, Bogor yang telah memberikan kesempatan penulis melakukan penelitian ini. 6. PT. Bukit Indah, Cikampek yang telah membantu dalam penyediaan bahan pada penelitian ini. 7. Anissa Kusuardini yang telah memberikan moril maupun materil 8. Seluruh Teman-teman, khususnya ITK 43 yang selalu berbagi suka dan duka serta saran-saran dan informasi yang dapat membangun penulisan skripsi ini. 9. Pihak-pihak lain yang turut membantu dalam penulisan skripsi. Penulis berharap skripsi ini dapat berguna baik untuk penulis maupun pihak lain yang membutuhkan. Bogor, Maret 2011 Dori Irianto

9 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman iv v vi 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan morfologi Scenedesmus sp Kondisi lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan mikroalga Suhu Salinitas Keasaman derajat (ph) Nutrien (Unsur hara) Intensitas cahaya fase pertumbuhan mikroalga Pupuk Urea ZA TSP BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Rancangan penelitian Alat dan bahan Tahap persiapan penelitian Pengamatan penelitian Metode pengambilan data petumbuhan mikroalga Perhitungan kelimpahan sel Scenedesmus sp Metode pengambilan data kualitas air dan contoh Metode analisis sampel contoh HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan mikroalga laut Scenedesmus sp Kelimpahan sel Scenedesmus sp. pada media kontrol Kelimpahan sel Scenedesmus sp. pada media influent Kelimpahan sel Scenedesmus sp. pada media effluent Parameter fisika dan kimia pada kultivasi mikroalga laut Scenedesmus sp ii

10 4.2.1 Pengaruh temperature pada media kultivasi Pengaruh salinitas pada media kultivasi Pengaruh ph pada media kultivasi Penyerapan bahan kimia berbahaya pada kultivasi mikroalga laut Scenedesmus sp KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP iii

11 DAFTAR TABEL Halaman 1. Alat dan bahan Hasil uji kandungan kimia pada limbah influent Hasil uji kualitas air sebelum dan sesudah dilakukan kultivasi iv

12 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Sel Scenedesmus sp Kurva pertumbuhan mikroalga Pupuk Urea Pupuk ZA Pupuk TSP Skema susunan peralatan kultivasi Skema Haemocytometer neubauer improved Kurva kelimpahan rata-rata mikroalga Scenedesmus sp Media kultivasi media kontrol Media kultivasi effluent Kurva perubahan rata-rata temperatur Kurva perubahan rata-rata salinitas Kurva perubahan rata-rata keasaman derajat (ph) v

13 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Contoh perhitungan kelimpahan sel (sel/ml) Scenedesmus sp Tabel Hasil Perhitungan Kelimpahan Sel (sel/ml) Scenedesmus sp Tabel Hasil Perhitungan Salinitas (ppm) Media Kultivasi Tabel Hasil Perhitungan Temperatur ( o C) Media Kultivasi Tabel Hasil Perhitungan Keasaman Derajat (ph) Media Kultivasi Dokumentasi Penelitian vi

14 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran perairan akibat kegiatan industri, baik sektor pertanian, makanan, minuman maupun mesin berat, memberikan dampak lingkungan yang tidak hanya dirasakan di sistem perairan hulu tetapi juga di perairan pesisir. Limbah industri dapat dikategorikan dalam dua kelompok yaitu limbah influent dan limbah effluent. Apabila limbah tersebut dibuang ke perairan umum dapat mengubah komposisi alami parameter fisika, kimia dan biologi perairan tersebut. Limbah influent merupakan kategori limbah hasil produksi yang belum diolah. Effluent adalah limbah yang telah mengalami pengolahan awal, yang salah satunya adalah penstabilan ph. Di dalam air limbah industri, baik influent maupun effluent, terkandung beberapa senyawa berbahaya yang berpotensi menimbulkan pencemaran perairan dan bersifat toksik bagi biota yang hidup di dalamnya. Salah satu tipe pencemaran laut akibat limbah industri adalah pencemaran bahan kimia berbahaya seperti logam berat. Kromium (Cr) dan tembaga (Cu) adalah jenis logam berat yang sering dihubungkan dengan adanya masalah pencemaran dan toksisitas. Dalam upaya meminimalisir dampak pencemaran yang akan ditimbulkan, sangat perlu dilakukan pengolahan lebih lanjut terhadap limbah industri sebelum dibuang ke perairan laut. Salah satu metode yang saat ini berkembang adalah bioremediasi, yaitu dengan memanfaatkan mikroorganisme untuk mengurangi kandungan bahan pencemar, baik zat berbahaya ataupun logam berat yang terdapat dalam limbah tersebut. 1

15 2 Mikroalga merupakan tumbuhan air yang berukuran mikroskopik serta memiliki berbagai potensi yang dapat dikembangkan sebagai sumber pakan, pangan, dan bahan kimia lainnya. Selama ini mikroalga sudah dikenal sebagai bahan baku industri farmasi (Nugraheni, 2000), kosmetika, dan biofuel (minyak mentah). Selain itu beberapa spesies mikroalga ada yang dimanfaatkan sebagai penyerap unsur logam berat yang mencemari perairan. Salah satu spesies mikroalga potensial untuk dikembangkan adalah Scenedesmus sp. Scenedesmus sp. merupakan spesies mikroalga bersifat kosmopolitan dan memiliki laju pertumbuhan yang tinggi (Cahyaningsih dan Subyakto, 2008). Perbanyakan biomassa Scenedesmus sp. dapat dimanipulasi dengan menggunakan teknik kultivasi. Kultivasi mikroalga sangat menarik karena memiliki laju pertumbuhan yang tinggi, mampu menyesuaikan pada kondisi lingkungan yang bervariasi (Brown, 1997). Mikroalga mampu memanfaatkan berbagai mineral yang terdapat dalam kolom air hingga dasar perairan yang masih terpapar dengan matahari serta memiliki fase hidup yang singkat membuat mikroalga menjadi alternatif pencemaran lingkungan. Kenyataan tersebut menjadi dasar digunakannya mikroalga laut Scenedesmus sp. sebagai penyerap bahan kimia berbahaya, terutama Cr dan Cu yang terkandung dalam air limbah industri.

16 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Membandingkan kelimpahan mikroalga laut Scenedesmus sp. yang dikultivasi pada limbah influent dan effluent. 2. Melihat pengaruh mikroalga Scenedesmus sp. terhadap logam berat kromium (Cr) dan tembaga (Cu).

17 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Morfologi Scenedesmus sp. Scenedesmus sp. merupakan mikroalga yang bersifat kosmopolit dan sebagian besar dapat hidup di lingkungan akuatik seperti perairan tawar dan payau. Sel Scenedesmus sp. memiliki warna hijau (Gambar 1) dan tidak motil. Pada umumnya Scenedesmus sp. membentuk koloni, koloni Scenedesmus sp. yang terdiri atas 2, 4, 8 dan 16 sel. Scenedesmus berbentuk silindris dan umumnya membentuk koloni berukuran lebar µm dan panjang µm. Selnya berbentuk elips hingga lanceolate (panjang dan ramping) dan beberapa spesies memiliki duri atau tanduk. Berikut adalah taksonomi dari Scenedesmus sp. menurut Meyen (1829): Kingdom : Divisi : Kelas : Plantae Chlorophyta Chlorophycea Ordo : Famili : Sphaeropleales Scenedesmaceae Genus : Spesies : Scenedesmus Scenedesmus sp. Scenedesmus sp. dapat melakukan reproduksi secara aseksual maupun seksual. Reproduksi aseksual autospora dengan 2-32 per sporangium, reproduksi seksual oleh Scenedesmus obliquus. Scenedesmus sp. biasanya hidup dalam danau dan kolam air tawar yang eutrofik, hanya sedikit yang dijumpai di air payau. Fisiologi dan biokimianya 4

18 5 relatif seragam, dengan 28 buah strain diketahui memiliki hidrogenase dan menghasilkan karoten sekunder dalam kondisi nitrogen yang sedikit dan setiap spesiesnya berbeda dalam kemampuan menghidrolisis pati. Spesiesnya bertoleransi atau lebih memilih air eutrofik dengan ph rendah. Suhu optimal untuk Scenedesmus sp. adalah pada rentang C. Beberapa spesies dari Scenedesmus sp. bersifat polimorfik tinggi pada kultivasi dengan berbagai variasi tergantung kondisi kultivasi yang berbeda-beda. Menurut Becker (1994) Scenedesmus sp. mengandung 8-56% protein, 10-52% karbohidrat, 2-40% lemak serta 3-6% asam nukleat. Asam lemak pada Scenedesmus terdiri atas 25,161% berupa linoleat, 23,459% oleat serta 20,286% Palmitat. Gambar 1. Sel Scenedesmus sp. (di foto pada 13 April 2010) Kondisi Lingkungan yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroalga Menurut Boyd dan Wynne (1985), pertumbuhan mikroalga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: medium, nutrien atau unsur hara, cahaya, temperatur, ph, serta salinitas.

19 Suhu Setiap penelitian suatu ekosistem akuatik, pengukuran suhu air merupakan hal yang mutlak untuk dilakukan. Hal ini disebabkan karena kelarutan berbagai jenis gas dan air serta semua aktivitas biologis di dalam ekosistem akuatik sangat dipengaruhi oleh suhu. Menurut hukum Van t Hoffs in Effendi (2003) kenaikan suhu sebesar 10 o C (hanya pada kisaran suhu yang masih ditolerir) akan meningkatkan aktivitas fisiologis (misalnya respirasi) dari organisme sebesar 2-3 kali lipat. Pola suhu akuatik dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara air dan udara sekelilingnya dan juga faktor kanopi (penutupan pada vegetasi). Hutapea (1990) in Azwar 2001 menyatakan bahwa perbedaan suhu pada suatu perairan dipengaruhi oleh empat faktor, yakni: (1) variasi jumlah panas yang diserap, (2) pengaruh konduksi panas, (3) pertukaran tempat massa air, (4) pertukaran air secara vertikal. Menurut Soetjipta (1993) in Azwar (2001), bahwa suhu yang dapat ditolerir oleh organisme pada suatu perairan berkisar antara o C, selanjutnya Isnansetyo dan Kurniastuty (1995) mengatakan suhu yang sesuai dengan fitoplankton berkisar antara o C. Menurut Reynolds (1990) suhu optimal bagi pertumbuhan mikroalga adalah o C. Temperatur memepengaruhi proses-proses fisika, kimia dan biologi yang berlangsung dalam sel mikroalga. Peningkatan temperatur hingga batas tertentu akan merangsang aktivitas molekul, meningkatnya laju difusi dan juga laju fotosintesis (Sachlan, 1982).

20 Salinitas Salinitas adalah jumlah keseluruhan garam yang terlarut dalam volume air tertentu. Salinitas ini dinyatakan sebagai bagian garam per seribu bagian air ( ). Salinitas rata-rata air laut dalam samudra adalah 35. Salinitas menggambarkan padatan total di dalam air, setelah semua karbonat dikonversi menjadi oksida, semua bromida dan iodida digantikan oleh klorida, dan semua bahan organik telah dioksidasi (Effendi, 2003) Derajat keasaman (ph) Nilai ph merupakan faktor pengontrol yang menentukan kemampuan biologis mikroalga dalam memanfaatkan unsur hara. Nilai ph yang terlalu tinggi misalnya, akan mengurangi aktifitas fotosintesis mikroalga (Noue dan Pauw, 1988). Proses fotosintesis merupakan proses mengambil CO 2 yang terlarut di dalam air, dan berakibat pada penurunan CO 2 terlarut dalam air. Penurunan CO 2 akan meningkatkan ph. Dalam keadaan basa ion bikarbonat akan membentuk ion karbonat dan melepaskan ion hidrogen yang bersifat asam sehingga keadaan menjadi netral. Sebaliknya dalam keadaan terlalu asam, ion karbonat akan mengalami hidrolisa menjadi ion bikarbonat dan melepaskan ion hidrogen oksida yang bersifat basa, sehinggga keadaan netral kembali, dapat dilihat pada reaksi berikut: HCO 3 H + + CO 3 CO 3 + H 2 O HCO 3 + OH - Rata-rata ph untuk kultivasi sebagian besar spesies mikroalga antara 7-9, dengan optimum rata-rata ph berkisar antara 8,2-8,7 (Lavens dan Sorgeloos, 1996).

21 Nutrien (Unsur Hara) Nutrien terdiri atas unsur-unsur hara makro (macronutrient) dan unsur hara mikro (micronutrient). Contoh unsur hara mikro untuk pertumbuhan mikroalga adalah senyawa organik seperti N, K, Mg, S, P dan Cl. Unsur hara mikro adalah Fe, Cu, Zn, Mn, B, dan Mo (Oh-hama dan Miyachi, 1988). Unsur hara tersebut diperoleh dalam bentuk persenyawaan dengan unsur hara lain (Bold, 1980). Khusus bagi mikroalga yang memiliki kerangka dinding sel yang mengandung silikat, misalnya Diatom, unsur Si berperan sebagai faktor pembatas. Secara umum defisiensi nutrien pada mikroalga mempengaruhi penurunan protein, pigmen fotosintesis serta kandungan produk karbohidrat dan lemak. Konsentrasi mikroalga yang dikultivasi secara umum lebih tinggi dari pada yang di alam. Dalam kultivasi alga ditambahkan nutrien antara lain nitrat, phospat dan silikat untuk memenuhi nutrien pada media kultivasi (Lavens dan Sorgeloos, 1996) Intensitas Cahaya Seperti halnya semua tanaman, mikroalga juga melakukan proses fotosintesis, yaitu mengasimilasi karbon anorganik untuk dikonversi menjadi materi organik. Bersama dengan cahaya yang merupakan sumber energi sangat berperan dalam proses fotosintesis pada alga. Oleh karena itu intensitas cahaya memegang peranan yang sangat penting, namun intensitas cahaya yang diperlukan tiap-tiap alga untuk dapat tumbuh secara maksimum berbeda-beda. Intensitas cahaya yang diperlukan tergantung volume kultivasi dan densitas alga.

22 Fase Pertumbuhan Mikroalga Pertumbuhan mikroalga dapat diamati dengan melihat pertumbuhan besar ukuran sel mikroalga atau dengan mengamati pertumbuhan jumlah sel dalam satuan tertentu. Cara kedua sering digunakan untuk mengetahui petumbuhan mikroalga, yaitu dengan menghitung kelimpahan atau kepadatan sel mikroalga dari waktu ke waktu. Menurut Isnansetyo dan Kuniastuty (1995) terdapat dua cara penghitungan kepadatan mikroalga yaitu dengan menggunakan sedgwick rafter dan menggunakan haemocytometer. Penggunaan haemocytometer lebih sering digunankan dibandingkan dengan sedgwick rafter karena kemudahan dalam penggunaanya. Selama pertumbuhan mikroalga dapat mengalami beberapa fase pertumbuhan (Becker,1994) yaitu: (1) Fase Lag (Istirahat) Fase ini dimulai setelah penambahan inokulan ke dalam media kultivasi hingga beberapa saat setelahnya. Metabolisme berjalan tetapi pembelahan sel belum terjadi sehingga kepadatan sel belum meningkat karena mikroalga masih beradaptasi dengan lingkungan barunya. (2) Fase logaritmik (log) atau Eksponensial Fase ini dimulai dengan pembelahan sel dengan laju pertumbuhan yang meningkat secara intensif. Bila kondisi kultivasi optimum maka laju pertumbuhan pada fase ini dapat mencapai nilai maksimum. Pada fase ini merupakan fase terbaik memanen mikroalga untuk keperluan pakan ikan atau industri. Menurut Isnansetyo dan Kurniastuty (1995) Scenedesmus sp. dapat mencapai fase ini dalam waktu 4-7 hari.

23 10 (3) Fase Penurunan Laju Perumbuhan Fase ini ditandai oleh pembelahan sel tetap terjadi, namun tidak sentensif pada fase sebelumnya sehingga laju pertumbuhannya pun menjadi menurun dibandingkan fase sebelumnya. (4) Fase Stasioner Fase ini ditandai oleh laju reproduksi dan laju kematian relatif sama sehingga peningkatan jumlah sel tidak lagi terjadi atau tetap sama dengan sebelumnya (stasioner). Kurva kelimpahan yang dihasilkan dari fase ini adalah membentuk suatu garis datar, garis ini menandai laju produksi dan laju kematian sebanding. (5) Fase Kematian (Mortalitas) Fase ini ditandai dengan angka kematian yang lebih besar dari pada angka pertumbuhannya sehngga terjadilah penurunan jumlah kelimpahan sel dalam wadah kultivasi. Fase ini ditandai dengan perubahan kondisi media seperti warna, ph dan temperatur dalam medium. Gambar 2 adalah kurva pertumbuhan mikroalga menurut Becker (1994). Gambar 2. Kurva pertumbuhan mikroalga.

24 Pupuk Nitrogen merupakan unsur penting bagi pertumbuhan tanaman terutama pada fase vegetatif. Pada saat ini terjadi tiga proses penting yaitu pembelahan sel, pemanjangan sel dan tahap diferensiasi sel (Hladka, 1971). Organisme berklorofil yang kekurangan nitrogen akan berubah warna selnya menjadi kekuning-kuningan karena adanya hambatan sintesis klorofil. Kekurangan N juga akan membatasi pertumbuhan karena tidak ada pembentukan protoplasma baru. Pemupukan nitrogen yang berlebihan juga akan mengakibatkan pertumbuhan vegetatif yang berlebihan. Salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan N tanaman (mengatur nisbah C/N) adalah dengan cara penambahan pupuk N ke tanah. Pupuk yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah pupuk urea, ZA, dan TSP yang dimasukan kedalam medium kontrol Urea Urea merupakan senyawa organik yang dikenal dengan rumus kimia CO(NH 2 ) 2 atau dengan nama lain Carbamide. Senyawa ini pertama kali ditemukan oleh Hilaire Rouelle (1773). Pada tahun 1828, Frierich Woehler berhasil menemukan urea secara sintetis melalui persamaan reaksi 1. AgNCO + NH 4 Cl (NH 2 ) 2 CO + AgCl (1) Pada Tahun 1922, Bosh dan Meiser berhasil menemukan cara untuk memproduksi urea menggunakan bahan dasar amonia dan karbondioksida. Proses ini dinilai lebih efisien dibandingkan dengan proses yang ditemukan oleh Woehler (Overdahl dan Meredith, 1991). Reaksi Bosh dan Meiser adalah persamaan reaksi 2.

25 12 2NH 3 + CO 2 H 2 N-COONH 4 (2) H 2 N-COONH 4 (NH 2 ) 2 CO + H 2 O. (3) Tampilan fisik pupuk urea yang tersedia di pasaran pada umumnya berbentuk kristal dengan berbagai ukuran tergantung pada produsen yang membuatnya (Overdahl dan Meredith, 1991). Salah satu urea yang umum ditemukan di pasaran dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Pupuk Urea (di foto pada 17 Juli 2010) Urea memiliki sifat yang mudah menyerap uap air yang ada di udara dan memiliki kelarutan yang tinggi di dalam air. Urea akan terurai kembali menjadi komponen dasar pembentuknya melalui persamaan reaksi 4. CO(NH 2 ) 2 + H 2 O 2NH 3 + CO 2. (4) ZA (Zwavelzure Amoniak) Pupuk ZA adalah pupuk kimia buatan yang dirancang untuk memberi tambahan hara nitrogen dan belerang bagi tanaman. Nama ZA adalah singkatan dari istilah bahasa Belanda, Zwavelzure Amoniak, yang berarti amonium sulfat (NH 4 ) 2 SO 4. Senyawa garam anorganik ini memiliki kandungan nitrogen sekitar

26 13 20% dan sulfur sekitar 24% sehingga tujuan dari produksi pupuk ini adalah sebagai pupuk pertanian (George dan Sussot, 1971). Pembuatan pupuk ZA pada umumnya melalui reaksi kimia amonia dengan asam sulfat dengan persamaan reaksi 5. 2NH 3 + H 2 SO 4 (NH 4 ) 2 SO 4. (5) Adapun reaksi lain yang dapat digunakan pula untuk membuat pupuk ZA adalah dengan mereaksikan garam gypsum dengan amonium karbonat melalui persamaan reaksi 6. (NH 4 )CO 3 + CaSO 4 (NH 4 ) 2 SO 4 +CaCO 3. (6) Bentuk pupuk ZA yang sering dijumpai di pasaran adalah seperti bubuk yang mudah larut dalam air (Potnaik, 2002). Penggunaan pupuk ZA dalam bidang pertanian yang berlebihan dapat menyebabkan turunnya ph tanah. Tampilan fisik pupuk ZA dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4. Pupuk ZA (di foto pada 17 Juli 2010)

27 TSP (Triple Sugar Phosphate) Fosfor (P) merupakan salah satu unsur makro primer yang dibutuhkan oleh tanaman (Tisdale dan Nelson, 1975 in Dana, 2007). Kekurangan unsur P dapat dilihat dari adanya gejala tertundanya pematangan sel. Menurut Bold dan Wynne (1985), gejala kekurangan P juga biasanya tampak pada fase awal pertumbuhan. Pada tumbuhan tingkat tinggi, tanaman yang kekurangan P akan terlihat pada daun tua, warna daun akan menjadi keunguan, perakaran menjadi dangkal dan sempit penyebaranya, dan batang menjadi lemah. Salah satu pupuk fosfor yang digunakan dalam penelitian ini adalah pupuk TSP (Triple Sugar Phosphate). Pupuk TSP merupakan senyawa yang terbentuk melalui reaksi kompleks berikut: 3Ca 3 (PO 4 ) 2.CaF 2 + 4H 3 PO 4 + 9H 2 O 9Ca (H 2 PO 4 ) 2 + CaF 2 (7) Reaksi tersebut akan menghasilkan pupuk TSP dengan kadar fosfor (P) sebesar 45% dalam bentuk P 2 O 5, sehingga pupuk TSP juga dkategorikan sebagai pupuk fosfor (Havlin et al., 2005). Bentuk umum yang sering dijumpai berupa butiran kecil kasar dengan warna kecoklatan, abu-abu, atau kekuningan dan bahan penyusunnya seperti tanah yang mengering (Havlin et al., 2005). Bentuk TSP seperti pada Gambar 5. Gambar 5. Pupuk TSP (di foto pada 17 Juli 2010)

28 3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dimulai pada tanggal 23 Maret 2010 sampai dengan 5 juli 2010 di Surfactant and Bioenergy Research Center (SBRC) LPPM, IPB Baranangsiang, Bogor. Penelitian terbagi menjadi empat tahap. Tahap pertama merupakan tahap persiapan penelitian yang di antaranya adalah persiapan alat dan bahan yang akan digunakan pada penelitian utama pada tanggal Maret Tahap kedua merupakan tahap kultivasi Scenedesmus sp. yang dilakukan sebanyak tiga kali ulangan pada setiap perlakuan yaitu pada tanggal 29 Maret 5 Juli Tahap ketiga merupakan tahap analisis kualitas air pada limbah yang digunakan sebagai media kultivasi yang dilakukan di laboratorium Produktivitas Lingkungan Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, FPIK-IPB di setiap akhir kultivasi pada setiap ulangan. Tahap keempat adalah pengolahan data hasil penelitian Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan merupakan penelitian dalam skala semi missal karena dilakukan tanpa masukan cahaya buatan dalam skala L (BBPBL, 2007). Penelitian utama dilakukan pada bath tub yang diletakan di lantai atas gedung SBRC sehingga asupan cahaya yang didapat maksimal. Pupuk yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas tiga jenis pupuk, yaitu pupuk Urea, ZA, dan TSP yang hanya digunakan sebagai sumber nutrien pada media kontrol. 15

29 Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Tabel 1. Alat dan Bahan No Alat dan bahan I Alat Unit/Satuan Keterangan 1 Bath tub 200 L 1/buah Digunakan sebagai media limbah dan kontrol 2 Pipa PVC 0.5'' 3/meter Digunakan sebagai penyalur udara dari blower ke selang 3 Selang pipa 2/m Digunakan sebagai penyalur udara dari pipa ke bath tub 4 Kaca penutup 3/meter Digunakan sebagai penutup bath tub 5 Blower 1/buah Digunakan sebagai aerator 6 Ember 1/Liter Digunakan untuk menampung limbah saat panen 7 Spons 1/- Digunakan untuk membersihkan bath tub saat panen 8 kain satin 1/meter Digunakan sebagai penyaring mikroalga saat panen 9 Erlenmeyer 3/10 ml Digunakan sebagai wadah sampel 10 Pipet 2/0.05 ml/tetes Digunakan untuk memindahkan sampel ke haemocytometer 11 Tisu 3 gulung/rol Digunakan untuk membersihkan haemocytometer 12 Haemocytometer 1/ sel/ml Digunakan sebagai wadah sampel yang akan diamati 13 ph-meter 1/- Digunakan untuk mengetahui nilai ph 14 Termometer 1/ o C Digunakan untuk mengetahui nilai suhu 15 Mikroskop Cahaya 1/buah Digunakan untuk mengamati sampel II Bahan 1 Limbah influent 570/Liter Digunakan sebagai media tumbuh Scenedesmus sp. 2 Limbah effluent 570/Liter Digunakan sebagai media tumbuh Scenedesmus sp. 3 Kontrol/air tawar 570/Liter Digunakan sebagai media tumbuh Scenedesmus sp. 4 Inokulan Scenedesmus 90/Liter Digunakan sebagai induk 5 Urea 6/gr Digunakan sebagai sumber nutrien pada media kontrol 6 TSP 3/gr Digunakan sebagai sumber nutrien pada media kontrol 7 ZA 6/gr Digunakan sebagai sumber nutrien pada media kontrol 8 Kaporit 100/gr Digunakan saat panen dan persiapan kultivasi 9 Alkohol 1/Liter Digunakan untuk membersihkan haemocytometer

30 Tahap Persiapan Penelitian Persiapan penelitian dilakukan guna seluruh alat, bahan dan kondisi lingkungan kultivasi dapat mendukung setiap tahap penelitian dengan optimal. Persiapan terdiri atas beberapa tahap yaitu sterilisasi alat dan medium kultivasi, persiapan limbah sebagai medium kultivasi mikroalga, penyiapan inokulan, penyiapan pupuk serta penyusunan alat kultivasi dan aerasi. 1. Sterilisasi alat dan media kultivasi Sterilisasi bertujuan untuk menghilangkan atau meminimalkan keberadaan mikroorganisme atau zat pengganggu pada alat dan media kultivasi yang akan digunakan selama penelitian. Dalam penelitian ini media kultivasi dilakukan dengan menggunakan bath tub dengan volume 200 L. 2. Persiapan Limbah sebagai Media Kultivasi Scenedesmus sp. Air limbah yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah dari beberapa industri seperti otomotif (mobil), tekstil, dan minuman (pepsi) yang diambil dari PT. Bukit Indah Tirta Alam, Purwakarta sebagai pengolah limbah dari industriindustri tersebut. Limbah yang diambil terbagi menjadi dua jenis yaitu limbah influent dan effluent. 3. Persiapan Bibit Scenedesmus sp. Bibit Scenedesmus sp. yang digunakan diambil secara langsung di perairan laut Batam, Kepulauan Riau. Bibit tersebut kemudian dikultivasi di Surfactant and Bioenergy Research Center (SBRC) yang bertempat di Baranangsiang, Bogor. Bibit yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 10 liter pada masingmasing perlakuan.

31 18 4. Penyiapan Pupuk Pupuk berfungsi sebagai sumber pertumbuhan sel Scenedesmus sp. dalam medium kultivasi. Dalam penelitian ini pupuk yang digunakan adalah pupuk Urea, TSP, dan ZA. Pemberian pupuk urea dalam penelitian ini hanya diberikan pada medium kontrol. Tidak diberikannya pupuk pada medium influent dan effluent dimaksudkan untuk melihat seberapa besar mikroalga Scenedesmus sp. dapat memanfaatkan nutrient yang ada dalam limbah tersebut. 5. Instalasi Peralatan Penelitian Susunan peralatan dilakukan diruangan terbuka sehingga dapat terkena cahaya matahari secara langsung. Dalam penelitian ini penyusunan peralatan penelitian dilakukan di SBRC. Wadah yang digunakan berupa bath tub bervolume 200 liter yang disusun berjajar. Proses aerasi disalurkan dengan menggunakan pipa PVC menuju bak kultivasi. Pengukuran temperatur dan ph dilakukan secara langsung dengan menyelupkan alat pengukur suhu dan ph pada media kultivasi. Susunan peralatan kultivasi disajikan pada Gambar 6. PVC Selang Kontak Kabel Blower Bath tub influent effluent kontrol Gambar 6. Skema susunan peralatan kultivasi.

32 Pengamatan Penelitian Parameter yang diamati selama penelitian meliputi: (1) Kelimpahan sel Scenedesmus sp. (sel/ml) setiap hari selama 10 hari pada penelitian utama. (2) Parameter tambahan yang meliputi temperatur ( o C), salinitas (ppt), dan ph air pada media kultivasi yang dilakukan masing-masing sebanyak dua kali yaitu pada pagi dan sore hari Metode Pengambilan Data Pertumbuhan Mikroalga Pengambilan data pertumbuhan mikroalga dilakukan dengan cara pengambilan sampel yang kemudian akan dihitung jumlah kelimpahan setiap harinya. Limbah yang digunakan berasal dari PT. Bukit Indah, Cikampek. PT. Bukit Indah berperan sebagai industri yang mengolah limbah dari beberapa limbah industri yang dihasilkan dari industri-industri disekitarnya yang diantaranya adalah limbah industri tekstil, minuman, dan otomotif. Limbah yang masuk ke PT Bukit Indah ini digolongkan ke dalam dua bagian, yaitu limbah influent dan effluent. Limbah influent adalah limbah yang belum terjadi penambahan zat kimia ke dalam limbah tersebut, limbah effluent adalah limbah yang telah mengalami pengolahan yang diantaranya adalah penambahan bahan-bahan kimia guna menstabilkan ph dalam limbah tersebut. Penulis menggunakan kedua limbah tersebut sebagai media kultivasi dan satu media dari air tawar yang digunakan sebagai kontrol. Penelitian dilakukan dalam skala semi massal dan volume media yang digunakan sebanyak 200 L dengan komposisi 190 L air limbah dan 10 L inokulan.

33 Perhitungan Kelimpahan Sel Scenedesmus sp. Penghitungan kelimpahan sel Scenedesmus sp. pada setiap tahap penelitian dilakukan dengan menggunakan Haemocytometer Neubauer Improved (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Penghitungan dengan haemocytometer beserta perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 1. Estimasi kelimpahan sel Scenedesmus sp. menggunakan rumus kelimpahan sel menurut Punchard (2006) dan Taw (1990): D = { N 1 +N 2 (25 x 10 4 ) x 2 n } x DF...(8) Keterangan: D = Jumlah sel/ml N 1 = Jumlah mikroalga pada bidang atas Haemocytometer N 2 = Jumlah mikroalga pada bidang bawah Haemocytometer n = Jumlah Kotak yang diamati 25 x 10 4 = Konstanta Haemocytometer Neubauer DF = Faktor Dilusi (volume total/volume inokulan) Penampang haemocytometer disajikan pada Gambar 7. Hasil penghitungan kelimpahan sel Scenedesmus sp. per hari kemudian diplotkan untuk membuat kurva pertumbuhan sel dengan sumbu X menunjukan hari kultivasi dan sumbu Y sebagai kelimpahan sel Scenedesmus sp. Cell 0.1 mm 1 Count all cells within the 4 Corner areas Gambar 7. Skema Haemocytometer neubauer improved (sumber: 17 Juli 2010).

34 Metode Pengambilan Data Kualitas Air dan Contoh Parameter kualitas air yang diamati adalah suhu, salinitas dan derajat keasaman (ph). Pengambilan data suhu dilakukan dengan menggunakan termometer. Data salinitas diambil dengan menggunakan hand refraktometer, pengambilan data ph dilakukan dengan menggunakan ph-meter yang dilakukan sebanyak dua kali ulangan dalam sehari yaitu pada pagi dan sore hari. Sampel contoh diambil sebanyak dua kali pada setiap ulangan, yaitu pada awal dan akhir kultivasi Metode Analisis Sampel Contoh Analisis sampel contoh dilakukan di laboratorium Produktivitas Lingkungan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Analisis sampel meliputi BOD, Amonia, Nitrat, Kromium (Cr), dan Tembaga (Cu). Analisis sampel dilakukan guna mengetahui kadar kandungan kimia dalam limbah tersebut setelah dilakukan kultivasi. Data hasil uji kualitas air sebelum kultivasi merupakan data hasil uji analisis yang dilakukan langsung oleh PT. Bukit Indah, Cikampek. Data hasil uji analisis kualitas air sesudah dilakukan kultivasi merupakan hasil uji analisis di Laboratorium Produktivitas Lingkungan FPIK-IPB.

35 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan limbah influent dan effluent serta air tawar sebagai media kultivasi disajikan pada Gambar 8. Gambar 8 diperoleh data kelimpahan yang berbeda-beda di setiap perlakuan pada setiap harinya. Gambar 8. Kurva kelimpahan rata-rata mikroalga Scenedesmus sp. Gambar 8 menunjukan bahwa kurva kelimpahan Scenedesmus sp. pada hari pertama menunjukkan kelimpahan yang berbeda di masing-masing perlakuan. Perhitungan kelimpahan dimaksudkan untuk melihat seberapa besar mikroalga Scenedesmus sp. dapat memanfaatkan kandungan organik maupun anorganik yang ada dalam media kultur. Oleh karena itu laju pertumbuhan dalam penelitian ini tidak diperhatikan. Perbedaan tersebut menyebabkan tidak bisanya analisis 22

36 23 statistik diterapkan untuk mengolah data pertumbuhan Scenedesmus sp. pada penelitian ini, karena kultivasi dengan kelimpahan sel yang lebih tinggi cenderung dinyatakan kultivasi yang berasal dari kelimpahan inokulan yang tinggi Kelimpahan Sel Scenedesmus sp. pada Media Kontrol Kelimpahan Scenedesmus sp. pada hari pertama di media kontrol lebih tinggi dibandingakan dengan media influent dan effluent. Pada media kontrol kelimpahannya 8x10 6 sel/ml, di media influent kelimpahannnya 2,5x10 6 sel/ml dan media effluent 1,5x10 6 sel/ml. Pada kurva media kontrol, kelimpahan Scenedesmus sp. terus meningkat di setiap harinya dengan kelimpahan tertinggi sebesar sel/ml di hari kelima, namun pada saat hari keenam kelimpahan Scenedesmus sp. menurun dengan kelimpahan mencapai sel/ml pada hari kesepuluh. Peningkatan pertumbuhan tersebut menunjukkan mikroalga mengalami fase log (logaritmik) dan kemudian mengalami fase mortalitas. Angka kelimpahan pada media kontrol, diduga disebabkan karena jumlah nutrien yang berasal dari pupuk yang digunakan dapat mendukung perkembangan dan pertumbuhan sel dari hari pertama hingga hari kelima yang ditunjukan dengan kurva yang cenderung naik dari hari pertama hingga hari kelima yang kemudian menurun pada hari berikutnya hingga hari kesepuluh. Peningkatan pertumbuhan pada hari pertama hingga hari kelima ini disebabkan oleh ketersediannya nutrisi dalam media terutama N, P, dan Fe. Meningkatnya pertumbuhan sel ini mengakibatkan meningkatnya kebutuhan akan nutrisi dan jumlah ketersediaannya tidak bertambah. Hal ini mengakibatkan terjadinya penurunan populasi yang menunjukan media kultivasi berada dalam kondisi terbatas baik volume dan kandungan nutrisinya seperti pada gambar 9.

37 24 (a) (b) (c) Gambar 9. (a) Hari pertama kultivasi, (b) hari kelima kultivasi, (c) hari kedelapan kultivasi pada media kontrol Kelimpahan Sel Scenedesmus sp. pada Media Influent Hasil pengamatan kelimpahan sel Scenedesmus sp. pada media influent menunjukan pola kurva kelimpahan Scenedesmus sp. tidak berbeda jauh dengan kurva media kontrol. Namun, angka kelimpahan pada media influent relatif rendah jika dibandingkan dengan angka kelimpahan sel Scenedesmus sp. pada media kontrol, Gambar 8 menunjukan kelimpahan tertinggi yaitu sel/ml. Pada kurva kultivasi media influent menunjukan bahwa pola pertumbuhan berada pada fase logaritmik dari hari ketiga hingga hari ketujuh. Pertumbuhan yang signifikan terjadi pada hari ketiga sebesar sel/ml hingga hari kelima yaitu sebesar sel/ml. Fase mortalitas terjadi dari hari ketujuh hingga hari kesepuluh dengan angka kelimpahan sel sebesar sel/ml. Pertumbuhan ini diduga disebabkan oleh faktor dari kandungan kimia air limbah tersebut (Tabel 2).

38 25 Tabel 2. Hasil uji kandungan kimia pada limbah influent Parameter Satuan INFLUENT BOD 5 mg/l Amonia (NH 3 N) mg/l 5.56 Nitrat (NO 3 N) mg/l 2.88 Dari tabel hasil uji tersebut menunjukan angka BOD 5 relatif tinggi yang menunjukkan bahwa bahwa pemanfaatan oksigen terlarut oleh mikroalga Scenedesmus sp. tinggi. Nilai BOD berbanding terbalik dengan DO dalam perairan (Effendi, 2003). DO yang rendah menunjukkan bahwa pada media tersebut proses nitrifikasi yang akan menghasilkan nitrat pada akhir prosesnya tidak banyak terjadi. DO yang rendah menyebabkan ammonia dalam perairan tersebut menjadi meningkat. Peningkatan angka kelimpahan Scenedesmus sp. pada media influent diduga disebabkan oleh faktor lain seperti kandungan ammonia yang tinggi pada media tersebut. Ammonia bersifat racun bagi mikroalga, namun berbeda halnya jika ammonia yang tinggi disertai dengan ph perairan < 7, maka akan terjadi proses ionisasi ammonia yang pada akhir prosesnya akan menghasilkan ammonium. Ammonium inilah yang merupakan sumber nutrien bagi mikroalga tersebut. Menurut Oh-Hama dan Miyachi (1988), bentuk senyawa nitrogen yang lebih disukai oleh mikroalga adalah ammonium (NH + 4 ), karena proses transportasi dan asimilasi ion ammonium oleh sel fitoplankton membutuhkan energi yang lebih sedikit dibandingkan dengan transportasi dan asimilasi ion nitrat (NO - 3 ). Dari Tabel 2 dapat kita lihat bahwa Scenedesmus sp. dapat memanfaatkan ammonia sebanyak 64% dan nitrat sebanyak 98% selama proses kultivasi.

39 Kelimpahan Sel Scenedesmus sp. pada Media Effluent Hasil pengamatan kelimpahan sel Scenedesmus sp. pada media effluent menunjukkan angka kelimpahan yang sangat rendah dibandingkan dengan angka kelimpahan mikroalga tersebut pada media kontrol dan influent. Pada kurva kelimpahan (Gambar 8) menunjukan sel Scenedesmus sp. mengalami fase logaritmik yang cenderung lambat yaitu dengan angka kelimpahan sebesar 1,5x10 6 sel/ml pada hari pertama sampai hari kelima sebesar 11,5x10 6 sel/ml hingga akhirnya mengalami fase mortalitas pada hari keenam hingga hari kesepuluh dengan angka kelimpahan sel Scenedesmus sp. sebesar 3,6x10 6 sel/ml. Turunnya angka kelimpahan sel Scenedesmus sp. pada media effluent tersebut dapat disebabkan oleh tiga hal, yaitu berkurangnya mikronutrien sebagai faktor pembatas karena telah banyak dimanfaatkan selama fase eksponensial, adanya toksik yang dihasilkan oleh mikroalga itu sendiri sebagai hasil dari metabolisme yang meracuni mikroalga itu sendiri dan berkurangnya proses fotosintesis akibat bertambahnya jumlah sel sehingga hanya bagian permukaan kultur saja yang memperoleh cahaya (Riley dan Chester, 1971 in Nugraheny, 2001). Mikronutrien yang dimanfaatkan antara lain adalah nitrat sebanyak 91% selama proses kultivasi. Gambar 10 menunjukan bahwa mikroalga Scenedesmus sp. lebih produktif saat di kultivasi pada media influent dibandingkan dengan hasil kultivasi pada media kontrol dan effluent. Perbedaan warna media pada setiap fase yang terjadi selama kultivasi penelitian t pada media influent disajikan pada Gambar 10.

40 27 (a) (b) (c) Gambar 10. (a) kultivasi pada hari pertama, (b) kultivasi pada hari kelima, (c) kultivasi pada hari kedelapan pada limbah effluet. Gambar 10 menunjukan perbedaan warna media setiap rentang harinya, hal ini diduga disebabkan oleh aktifitas mikroalga Scenedesmus sp. dalam media kultivasi Parameter Fisika dan Kimia pada Kultivasi Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Perbedaan bentuk kurva pertumbuhan kultivasi Scenedesmus sp. pada penelitian utama skala semi massal ini diduga disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor yang mempengaruhi kultivasi selama dilakukannya penelitian berlangsung, yaitu temperatur, ph, dan kandungan kimia yang terkandung pada media tersebut.

41 Pengaruh Temperatur ( o C) pada Media Kultivasi Selama penelitian ini berlangsung nilai rata-rata temperatur yang tercatat pada media kultivasi berkisar antara 29,5-30,5 o C. Kurva rata-rata temperatur pada meda kultivasi disajikan pada Gambar 11: Gambar 11. Kurva perubahan rata-rata temperatur ( o C) medium kultivasi Scenedesmus sp. Gambar 11 menunjukkan kurva yang relatif sama antara ketiga media tersebut. Angka tersebut diduga disebabkan oleh faktor penempatan bath tub masing-masing perlakuan yang ditempatkan sejajar di tempat yang sama sehingga asupan panas dari sinar matahari merata pada setiap perlakuan. Jika dibandingkan dengan angka kelimpahan sel Scenedesmus sp. pada setiap media kultivasi, temperatur bukanlah faktor pembatas bagi pertumbuhan Scenedesmus sp. Temperatur menurut Soeder dan Hegewald (1992) in Cahyaningsih dan Subyakto (2008) yang optimum untuk pertumbuhan Scenedesmus sp. adalah antara o C, pada temperatur antara o C Scenedesmus sp. akan berhenti

42 29 tumbuh dan akan mati. Perubahan temperatur tersebut diduga dipengaruhi oleh siklus penyinaran harian matahari terhadap media kultivasi Pengaruh Salinitas pada Media Kultivasi Gambar 12: Selama penelitian berlangsung nilai salinitas yang tercatat disajikan pada Gambar 12. Kurva perubahan rata-rata salinitas (ppt) medium kultivasi Scenedesmus sp. Gambar 12 menunjukkan angka salinitas berkisar antara 3-4 ppt untuk kultivasi pada media kontrol. Pada media influent dan effluent nilai salinitas yang tercatat berkisar antara 14,8-17,3 ppt, nilai tersebut dikarenakan kondisi media kultivasi yang cenderung payau. Kisaran salinitas pada media kontrol cenderung tawar hal ini dikarenakan nilai perbandingan antara air tawar dan inokulan yaitu 19:1 liter. Menurut Rostini (2007), kenaikan salinitas kultur dapat terjadi karena adanya hasil metabolisme sel ataupun pengendapan garam dan nutrien dalam

43 30 medium. Gambar 8 menunjukan kurva kelimpahan pada medium kontrol cenderung meningkat hingga hari kelima pada kisaran salinitas 3,33-3,67 ppt dan menurun di hari berikutnya pada salinitas 3,1-4 ppt. Pada kurva kelimpahan, medium influent cenderung mengalami peningkatan setiap harinya meskipun kenaikan tersebut terjadi secara perlahan. Kenaikan tertinggi terjadi pada hari ketujuh yaitu mencapai nilai 44x10 6 sel/ml pada salinitas 16,2 ppt. Pada kurva kelimpahan effluent menunjukkan pertumbuhan yang lambat dari hari pertama hingga hari kelima dan mengalami fase mortalitas pada hari keenam hingga hari kesepuluh pada kisaran salinitas 14,8-15,8 ppt. Nilai-nilai tersebut menunjukkan bahwa Scenedesmus sp. dapat mentoleransi salinitas yang berbeda dari habitat aslinya dan menunjukan bahwa salinitas bukan menjadi faktor pembatas pada penelitian ini Pengaruh Keasaman Derajat (ph) pada Media Kultivasi Selama penelitian berlangsung ph yang tercatat pada setiap medium berkisar antara 6-8,5 seperti disajikan pada Gambar 13. Gambar 13. Kurva perubahan rata-rata keasaman derajat (ph) medium kultivasi Scenedesmus sp.

44 31 Gambar 13 menunjukan bahwa medium influent cenderung bersifat asam yang ditunjukan dengan nilai ph yang berkisar antara 5,9-7,1. Pada medium kontrol dan effluent medium cenderung bersifat basa yang ditunjukan dengan nilai ph yang berkisar antara 7,1-8,4. Kurva kelimpahan (Gambar 8) medium influent cenderung mengalami peningkatan hingga hari ketujuh sebesar 44x10 6 sel/ml seiring dengan ph medium yang cenderung bersifat asam. Tingginya angka kelimpahan tersebut diduga disebabkan oleh proses ionisasi ammonia yang terjadi pada medium influent yang pada akhir proses akan menghasilkan ammonium yang merupakan sumber nutrien bagi mikroalga Scenedesmus sp tersebut. Pada medium effluent ph cenderung bersifat basa yang menyebabkan ammonia tidak dapat terionisasi sehingga tetap menjadi ammonia bebas yang bersifat racun dalam medium tersebut. Hal tersebut yang diduga menjadi penyebab angka kelimpahan sel Scenedesmus sp. pada medium effluent rendah. Perbandingan nilai ph dengan angka kelimpaan sel Scenedesmus sp. pada masing-masing media menunjukan bahwa ph menjadi faktor pembatas pada penelitian ini Penyerapan Bahan Kimia dan Logam Berbahaya pada Kultivasi Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Kultivasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa limbah organik dan anorganik (influent dan effluent), proses yang selalu terjadi salah satunya adalah proses dekomposisi. Dekomposisi adalah proses penguraian yang melibatkan organisme dan reaksi kimia. Dekomposisi bahan organik pada dasarnya terjadi melalui dua tahap (Effendi, 2003). Tahap pertama bahan organik diuraikan menjadi bahan anorganik. Tahap kedua, bahan anorganik yang tidak stabil mengalami oksidasi menjadi bahan

45 32 organik yang lebih stabil, misalnya saat amonia mengalami oksidasi menjadi nitrit dan nitrat melalui proses nitrifikasi. Proses dekomposisi bahan organik, mikroba memanfaatkan bahan organik sebagai sumber makanan dari suatu rangkaian reaksi biokimia yang kompleks. Penelitian ini digunakan limbah industri dengan kandungan kimia yang cukup berbahaya (mengandung toksik), karena dimaksudkan mikroalga Scenedesmus sp. disini dapat berperan sebagai biofilter yang berfungsi untuk menurunkan kandungan kimia berbahaya seperti kromium (Cr) dan tembaga (Cu), untuk menduga peran Scenedesmus sp. tersebut maka dilakukanlah uji kualitas air pada saat sebelum dilakukan kultivasi dan sesudah dilakukan kultivasi Scenedesmus sp. Data hasil uji kualitas air sebelum dan sesudah kultivasi disajikan pada Tabel 3. Parameter Tabel 3. Hasil Uji Kualitas Air Sebelum dan Sesudah Dilakukan Kultivasi Satuan Sebelum Kultivasi Sesudah Kultivasi Standar Baku Mutu *) Influent Effluent Influent Effluent BOD 5 mg/l 385,33 113,88 65,57 48, Amonia (NH 3 -N) mg/l 5,56 3,78 1,99 0,612 5 Nitrat (NO 3 -N) mg/l 2,88 0,22 0,04 0,02 30 Kromium (Cr) mg/l 0,3 0,11 <0,002 <0,002 1 Tembaga (Cu) mg/l 0,22 0,14 <0,034 0,016 3 Keterangan: *) Standar Baku Mutu Menurut SK Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 202 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Limbah Cair Kegiatan Industri. Data hasil uji kualitas air diatas menunjukan bahwa terjadi perbedaan nilai pada hasil uji antara limbah influent dan effluent. Nilai hasil uji analisis kualitas air untuk BOD sebelum kultivasi yang tercatat pada limbah influent adalah mg/l, pada limbah effluent adalah mg/l. BOD (Biochemical Oxygen Demand) merupakan jumlah oksigen yang digunakan oleh mikroba untuk

46 33 mengoksidasi bahan organik dan nilai BOD selalu berbanding terbalik dengan nilai DO (Disolved Oxygen) (Effendi, 2003). Nilai BOD influent sebelum kultivasi tergolong lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai BOD pada effluent. Hal tersebut disebabkan oleh banyaknya mikroba yang berada pada limbah influent, sehingga oksigen yang ada dalam limbah tersebut dimanfaatkan oleh mikroba untuk mengoksidasi bahan organik dan proses respirasi. Nilai BOD sesudah kultivasi cenderung mengalami penurunan baik pada medium influent maupun effluent. Hal tersebut diduga disebabkan oleh berkurangnya mikroba akibat tingginya aktivitas mikroalga Scenedesmus sp. yang memanfaatkan bahan anorganik untuk proses fotosintesis yang kemudian akan menghasilkan oksigen terlarut menjadi tinggi. Nilai ammonia pada medium influent pada saat sebelum kultivasi tergolong tinggi jika dibandingkan dengan standar baku mutu menurut SK Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 202 Tahun Kadar nitrat tergolong rendah yang menunjukan bahwa pada media influent sebelum kultivasi proses nitrifikasi kurang berjalan karena jumlah oksigen terlarut dalam media tersebut rendah yang menyebabkan ammonia bebas menjadi bertambah. Kondisi medium yang asam menyebabkan proses ionisasi ammonia berjalan dengan baik yang menyebabkan ammonium dalam medium tersebeut berlimpah. Diduga ammonium inilah yang dimanfaatkan oleh mikroalga Scenedesmus sp. untuk pertumbuhan pada saat kultivasi. Nilai ammonia dan nitrat pada medium effluent tergolong rendah (Tabel 3) jika dibandingkan dengan medium influent dan standar baku mutu menurut SK Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 202 Tahun Namun, oksigen terlarut pada medium effluent tinggi yang menunjukan proses nitrifikasi berjalan

47 34 dengan baik. Kondisi medium yang basa menyebabkan proses ionisasi ammonia menjadi terhambat sehingga terjadi penumpukan ammonia bebas dalam medium tersebut. Konsentrasi kromium (Cr) dan tembaga (Cu) pada media influent dan effluent pada saat sebelum kultivasi tergolong rendah jika dibandingkan dengan standar baku mutu menurut SK Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 202 Tahun Setelah dilakukan kultivasi konsentrasi kromium menjadi menurun sebanyak 99% (limbah influent) 98% (limbah effluent) menjadi setelah dilakukan kultivasi. Begitu pula dengan nilai tembaga yang menurun sebanyak 85% (limbah influent) dan 88% (limbah effluent) setelah dilakukan kultivasi. Penurunan konsentrasi logam berat kromium (Cr) dan tembaga (Cu) diduga disebabkan oleh kemampuan tubuh mikroalga laut Scenedesmus sp. yang dapat menyerap logam berat, sehingga konsentrasi logam dalam media menjadi berkurang. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Brady et al. (1994) yang menyebutkan bahwa beberapa spesies mikroalga, termasuk Scenedesmus sp. mampu mengakumulasi logam berat seperti Cu, Pb, dan Cr hingga 98%. Kemampuan tersebut menjadikan mikroalga dikembangkan sebagai salah satu teknik untuk memperbaiki kualitas air yang tercemar limbah. Vyzamal (1984) dalam Brady et.al (1994) menyatakan bahwa akumulasi logam berat oleh mikroalga yang dilakukan dengan cara mengikat kation logam berat pada permukaan dinding sel mikroalga tersebut. Tingginya persentase penyerapan logam berat kromium dan tembaga tersebut menjadikan mikroalga laut Scenedesmus sp. dapat digunakan sebagai penyerap bahan kimia berbahaya dalam air limbah indistri.

48 35 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Kelimpahan mikroalga Scenedesmus sp. pada media kultivasi dengan menggunakan limbah influent lebih besar dibandingkan dengan kelimpahan pada media limbah effluent. Scenedesmus sp. dapat bertoleransi pada salinitas yang berbeda dari habitat aslinya. Penurunan unsur logam berbahaya seperti kromium (Cr) dan tembaga (Cu) disebabkan oleh kemampuan mikroalga laut Scenedesmus sp. yang dapat mengikat logam tersebut pada permukaan dinding selnya. Hal tersebut menjadikan mikroalga Scenedesmus sp. dapat berperan sebagai biofilter. 5.2 Saran Sebaiknya pengujian perbandingan kelimpahan mikroalga Scenedesmus sp. pada limbah influent dan effluent dilakukan pada kondisi temperatur dan ph medium yang konstan agar terlihat bahwa pengaruh pertumbuhan hanya berasal dari kandungan limbah tersebut dan bukan dari faktor lainnya. Selain itu analisis kimia pemanfaatan ammonium dan nitrat (nutrien) perlu dilakukan setiap hari untuk mengetahui efektifitas pemanfaatan nitrogen oleh mikroalga Scenedesmus sp. selama penelitian berlangsung.

49 36 DAFTAR PUSTAKA Azwar, E Pengaruh Aktivitas Pabrik Semen Andalas Terhadap Penyimpangan, Diversitas dan Produktivitas di Perairan Pantai Lhok Nga Kabupaten Aceh Barat. Fakultas MIPA UNSYAH. Banda Aceh. BBPBL Budidaya Fitoplankton dan Zooplankton. Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut. Bandar Lampung. Becker, B. J. (1994). Combining significance levels. In H.M. Cooper & L.V. Hedges (Eds.), The handbook of research synthesis. Russell Sage. New York Bold, C.H Morphology of Plants and Fungi. 4 th Edition. Harper International Edition. San Antonio. Brady, D, B. Letebele, JR. Duncan, PD. Rose Bioaccumulation of metals by Scenedesmus, Selenastrum and Chlorella algae. 3: 20 Brown, Jr Identification of a new gene in an operon for cellulose biosynthesis in Acetobacter xylinum. Plant Molecular Biology. 169: Buckman, H.O dan N.C. Brady Ilmu Tanah. Terjemahan Prof. Dr. Soegiman. Penerbit Bhratara Karya Aksara. Jakarta. Cahyaningsih, S. dan S. Subyakto Kuktur Massal Scenedesmus sp. Sebagai Upaya Penyedia Pakan Rotifera Dalam Bentuk Alami maupun Konsentrat. Berkala Ilmiah Perikanan. 3 (1): Dana. M Water Solubility and Physical Losses and Sulfur and Phosphorus from S-Coated Triple Superphosphates. Agritrop. 26: De La Noue, J. dan N. De. Pauw The Potential of Microalgal Biotechnology: A Review of Production and Uses of Microalgae in Biotechnology. Volume 6. Pergammon. Press London. Effendi, H Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta. George, C.W. dan R.A. Sussot Effect of Ammonium Phosphate and Sulphate on the Pyrolysis and Combustion of Cellulose. USDA Forest Service. Washington DC. Havlin, J.L., J.D. Beaton, S.L Tisdale, W.L Nelson Soil Fertility and Fertilizers. Prentice Hall. New Jersey.

50 37 Hladka, J.D A Comparison of Growth Rate of Algae as Influenced by Variation in Nitrogen Nutrition in Chorella pyrenoidosa dan Scenedesmus obligus. Biologia Plantarum. 13: Isnansetyo, A dan Kurniastuty Teknik Kultur Phytoplankton dan Zooplankton: Pakan Alami untuk Pembenihan Organisme Laut. Cetakan Pertama. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Lavens, P. dan P. Sorgeloos (eds) Manual on the Production and Use of Live Food for Aquaculture. FAO Fisheries Technical Paper. No Food and Agriculture Organization of the United Nations. Rome. Meyen, F.J.F. (1829). Beobachtungen iiber einige niedere Algenformen. Nova Acta Physico-Medica Academiae Caesareae Leopoldino-Carolinae Nature. 14: Oh-Hama, T. dan S. Miyachi Microalgal Biotechnology, M. Borowitzka dan L Borowitzka (Eds). Cambridge University Press. New York. Overdahl. C.J., G.W. Rehm dan H.L. Meredith Fertilizer Urea. University of Minnesota Exstension. Minnesota. Prabowo, D.A Optimasi Pengembangan Media Kultivasi Untuk Pertumbuhan Cchlorella sp. Pada Skala Laboratorium (Skripsi). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Punchard, N.A Haemocytometer instruction Sheet For Neubauer Improved. University of East London. London. Reynolds, C. S The Ecology of Freshwater Phytoplankton. Cambridge University Press. Cambridge. Rostini, I Kultur Fitoplankton (Chlorella sp. dan Tetraselmis chuii) pada Skala Laboratorium (Skripsi). Universitas Padjajaran. Bandung. Sachlan, M Planktonologi. Fakultas Peternakan dan Perikanan. Universitas Diponegoro. Semarang. Taw, N Petunjuk Pemeliharaan Kultivasi Murni dan massal Mikoalga. UNDP FAO. Rome. (23 Januari 2011)

51 LAMPIRAN 38

52 39 Lampiran 1. Contoh perhitungan kelimpahan sel (sel/ml) Scenedesmus sp. dengan menggunakan Haemocytometer neubauer improved. Contoh: Kelimpahan influent pada hari kesepuluh: Rumus: N 1 +N 2 (25x10 4 ) D = { x } x DF 2 n Diketahui: Jumlah sel terhitung pada pengamatan 1 (N1) = 33 Jumlah sel terhitung pada pengamatan 2 (N2) = 37 Jumlah kotak pengamatan pada Haemocytometer yang digunakan (n) = 5 kotak Konstanta Haemocytometer neubauer improved = 25x10 4 Dillution Factor (DF) = 20 Dillution Factor diperoleh dengan membandingkan jumlah volume total dengan volume inokulan. Perbandingan volume medium dengan inokulan adalah 200:10, sehingga DF = 20 Jawaban: Kelimpahan Scenedesmus sp. = { (25x10 4 ) x 2 5 } x 20 = sel/ml

53 40 Lampiran 2. Tabel Hasil Perhitungan Kelimpahan Sel (sel/ml) Scenedesmus sp. Day Influent Effluent Kontrol Rata-rata Rata-rata F1 F2 F3 F1 F2 F3 F1 F2 F3 Rata-rata

54 41 Lampiran 3. Tabel Hasil Perhitungan Salinitas (ppm) Media Kultivasi Scenedesmus sp. Day Influent Effluent Kontrol Rata-rata Rata-rata F1 F2 F3 F1 F2 F3 F1 F2 F3 Rata-rata

55 42 Lampiran 4. Tabel Hasil Perhitungan Temperatur ( o C) Media Kultivasi Scenedesmus sp. Day Influent Effluent Kontrol Rata-rata Rata-rata F1 F2 F3 F1 F2 F3 F1 F2 F3 Rata-rata

56 43 Lampiran 5. Tabel Hasil Perhitungan Keasaman Derajat (ph) Media Kultivasi Scenedesmus sp. Day Influent Effluent Kontrol Rata-rata Rata-rata F1 F2 F3 F1 F2 F3 F1 F2 F3 Rata-rata

57 44 Lampiran 6. Dokumentasi Penelitian Media Kultur Scenedesmus sp. pada Hari Pertama Penelitian

58 45 Lanjutan Lampiran 6 Pengamatan Parameter Penelitian Wadah Kultivasi Proses Panen Mikroalga Scenedesmus sp.

59 46 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Purwokerto pada tanggal 13 Juli 1988 dan merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Jaka Saputra dan Ibu Kustina. Pada tahun 2006 penulis menyelesaikan pendidikan menengahnya di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 3 Rangkasbitung. Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2006, dan tercatat resmi sebagai mahasiswa Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan (ITK), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) pada tahun Selama menjadi mahasiswa di IPB penulis aktif berorganisasi di Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan (HIMITEKA) sebagai staf Departemen Kewirausahaan ( ) dan aktif dalam organisasi Marine Instrumentation and Telemetry (MIT). Selain itu penulis juga pernah menjadi asisten pada mata kuliah Dasar-dasar Instrumentasi Kelautan periode dan mata kuliah Instrumentasi kelautan periode Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, penulis melaksanakan penelitian dengan judul Pemanfaatan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Sebagai Penyerap Bahan Kimia Berbahaya dalam Air Limbah Industri.

PEMANFAATAN MIKROALGA LAUT Scenedesmus sp. SEBAGAI PENYERAP BAHAN KIMIA BERBAHAYA DALAM AIR LIMBAH INDUSTRI

PEMANFAATAN MIKROALGA LAUT Scenedesmus sp. SEBAGAI PENYERAP BAHAN KIMIA BERBAHAYA DALAM AIR LIMBAH INDUSTRI PEMANFAATAN MIKROALGA LAUT Scenedesmus sp. SEBAGAI PENYERAP BAHAN KIMIA BERBAHAYA DALAM AIR LIMBAH INDUSTRI DORI IRIANTO SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Scenedesmus sp. merupakan mikroalga yang bersifat kosmopolit dan

2. TINJAUAN PUSTAKA. Scenedesmus sp. merupakan mikroalga yang bersifat kosmopolit dan 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Morfologi Scenedesmus sp. Scenedesmus sp. merupakan mikroalga yang bersifat kosmopolit dan sebagian besar dapat hidup di lingkungan akuatik seperti perairan tawar

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm.

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm. 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Nannochloropsis sp Mikroalga adalah tumbuhan tingkat rendah yang memiliki klorofil, yang dapat digunakan untuk melakukan proses fotosintesis. Mikroalga tidak memiliki

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Biologi Tetraselmis sp. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tetraselmis sp. Menurut B u t c h e r ( 1 9 5 9 ) klasifikasi Tetraselmis sp. adalah sebagai berikut: Filum : Chlorophyta Kelas : Chlorophyceae Ordo : Volvocales Sub ordo Genus

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Chaetoceros sp. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi parameter kualitas air terkontrol (Lampiran 4). Selama kultur berlangsung suhu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama

TINJAUAN PUSTAKA. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Nannochloropsis sp. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama hidupnya tetap dalam bentuk plankton dan merupakan makanan langsung bagi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. fotosintesis (Bold and Wynne, 1985). Fitoplankton Nannochloropsis sp., adalah

TINJAUAN PUSTAKA. fotosintesis (Bold and Wynne, 1985). Fitoplankton Nannochloropsis sp., adalah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Nannochloropsis sp. 2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Mikroalga diartikan berbeda dengan tumbuhan yang biasa dikenal walaupun secara struktur tubuh keduanya memiliki klorofil

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelimpahan Nannochloropsis sp. pada penelitian pendahuluan pada kultivasi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelimpahan Nannochloropsis sp. pada penelitian pendahuluan pada kultivasi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Pendahuluan Kelimpahan Nannochloropsis sp. pada penelitian pendahuluan pada kultivasi kontrol, kultivasi menggunakan aerasi (P1) dan kultivasi menggunakan karbondioksida

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. pembagian tugas yang jelas pada sel sel komponennya. Hal tersebut yang

TINJAUAN PUSTAKA. pembagian tugas yang jelas pada sel sel komponennya. Hal tersebut yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Nannochloropsis sp. 2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Nannochloropsis sp. Mikroalga merupakan tanaman yang mendominasi lingkungan perairan. Morfologi mikroalga berbentuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang umumnya dikenal dengan nama fitoplankton. Organisme ini merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang umumnya dikenal dengan nama fitoplankton. Organisme ini merupakan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroalga Mikroalga merupakan organisme tumbuhan paling primitif berukuran seluler yang umumnya dikenal dengan nama fitoplankton. Organisme ini merupakan produsen primer perairan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. kondisi yang sulit dengan struktur uniseluler atau multiseluler sederhana. Contoh

2. TINJAUAN PUSTAKA. kondisi yang sulit dengan struktur uniseluler atau multiseluler sederhana. Contoh 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroalga Nannochloropsis sp. Mikroalga merupakan mikroorganisme prokariotik atau eukariotik yang dapat berfotosintesis dan dapat tumbuh dengan cepat serta dapat hidup dalam kondisi

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS DAN KESUBURAN PERAIRAN

PRODUKTIVITAS DAN KESUBURAN PERAIRAN PRODUKTIVITAS DAN KESUBURAN PERAIRAN SAHABUDDIN PenelitiPada Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau Dan Penyuluhan Perikanan Dipresentasikan pada Kuliah umum Praktik Lapang Terpadu mahasiswa Jurusan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mikroalga dikenal sebagai organisme mikroskopik yang hidup dari nutrien

I. PENDAHULUAN. mikroalga dikenal sebagai organisme mikroskopik yang hidup dari nutrien I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mikroalga merupakan organisme air fotoautropik uniseluler atau multiseluler (Biondi and Tredici, 2011). Mikroalga hidup dengan berkoloni, berfilamen atau helaian pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan bahan persediaan bahan bakar fosil berkurang. Seiring menipisnya

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan bahan persediaan bahan bakar fosil berkurang. Seiring menipisnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan bahan bakar fosil saat ini semakin meningkat sehingga dapat menyebabkan bahan persediaan bahan bakar fosil berkurang. Seiring menipisnya persediaan bahan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga bulan Juni 2012

3. BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga bulan Juni 2012 11 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga bulan Juni 2012 bertempat di Laboratorium Kultivasi Mikroalga di Pusat Penelitian Surfaktan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mikroalga merupakan jasad renik dengan tingkat organisasi sel yang

I. PENDAHULUAN. Mikroalga merupakan jasad renik dengan tingkat organisasi sel yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mikroalga merupakan jasad renik dengan tingkat organisasi sel yang termasuk dalam tumbuhan tingkat rendah, dikelompokan dalam filum Thalophyta karena tidak memiliki akar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha budidaya ikan pada dewasa ini nampak semakin giat dilaksanakan baik secara intensif maupun ekstensif. Usaha budidaya tersebut dilakukan di perairan tawar, payau,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp. Spirulina sp. merupakan mikroalga yang menyebar secara luas, dapat ditemukan di berbagai tipe lingkungan, baik di perairan payau, laut dan tawar. Spirulina

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk

Lebih terperinci

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA BY: Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya, karena hasil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan titik kritis pengenceran limbah dan kondisi mulai mampu beradaptasi hidup pada limbah cair tahu. Limbah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memerlukan area yang luas untuk kegiatan produksi. Ketersediaan mikroalga

I. PENDAHULUAN. memerlukan area yang luas untuk kegiatan produksi. Ketersediaan mikroalga I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Perairan laut Indonesia memiliki keunggulan dalam keragaman hayati seperti ketersediaan mikroalga. Mikroalga merupakan tumbuhan air berukuran mikroskopik yang memiliki

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Dari pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh data mengenai biomassa panen, kepadatan sel, laju pertumbuhan spesifik (LPS), waktu penggandaan (G), kandungan nutrisi,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mikroalga Tetraselmis sp. merupakan salah satu mikroalga hijau.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mikroalga Tetraselmis sp. merupakan salah satu mikroalga hijau. 1 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tetraselmis sp. Mikroalga Tetraselmis sp. merupakan salah satu mikroalga hijau. Klasifikasi Tetraselmis sp. menurut Bold & Wynne (1985) adalah sebagai berikut: Filum Kelas Ordo

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perbedaan Suhu Terhadap Pertumbuhan Scenedesmus sp. yang Dibudidayakan Pada Media Limbah Cair Tapioka

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perbedaan Suhu Terhadap Pertumbuhan Scenedesmus sp. yang Dibudidayakan Pada Media Limbah Cair Tapioka BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perbedaan Suhu Terhadap Pertumbuhan Scenedesmus sp. yang Dibudidayakan Pada Media Limbah Cair Tapioka Berdasarkan hasil analisis statistik One Way Anova tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri tahu merupakan salah satu industri yang menghasilkan limbah organik. Limbah industri tahu yang dihasilkan dapat berupa limbah padat dan cair, tetapi limbah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Chlorella sp. tiap perlakuan. Data di analisa menggunakan statistik One Way

BAB III METODE PENELITIAN. Chlorella sp. tiap perlakuan. Data di analisa menggunakan statistik One Way BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Pengambilan data penelitian diperoleh dari perhitungan kelimpahan sel Chlorella sp. tiap perlakuan. Data di analisa menggunakan statistik One Way Anova

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kesuksesan budidaya. Kebutuhan pakan meningkat seiring dengan meningkatnya

I. PENDAHULUAN. kesuksesan budidaya. Kebutuhan pakan meningkat seiring dengan meningkatnya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pakan merupakan kebutuhan penting dan berpengaruh besar dalam kesuksesan budidaya. Kebutuhan pakan meningkat seiring dengan meningkatnya usaha budidaya perikanan. Pakan

Lebih terperinci

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK 1. Siklus Nitrogen Nitrogen merupakan limiting factor yang harus diperhatikan dalam suatu ekosistem perairan. Nitrgen di perairan terdapat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mikroalga Scenedesmus sp. sebagai bioremidiator limbah cair tapioka. Hal ini

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mikroalga Scenedesmus sp. sebagai bioremidiator limbah cair tapioka. Hal ini BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Scenedesmus sp. Sebagai Bioremidiator Limbah Cair Tapioka Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan bahwa ada pengaruh mikroalga Scenedesmus sp. sebagai bioremidiator

Lebih terperinci

4. Jenis pupuk. Out line. 1. Definisi pupuk 2. Nutrien pada tanaman dan implikasinya 3. Proses penyerapan unsur hara pada tanaman

4. Jenis pupuk. Out line. 1. Definisi pupuk 2. Nutrien pada tanaman dan implikasinya 3. Proses penyerapan unsur hara pada tanaman PUPUK Out line 1. Definisi pupuk 2. Nutrien pada tanaman dan implikasinya 3. Proses penyerapan unsur hara pada tanaman 4. Jenis pupuk 5. Proses pembuatan pupuk 6. Efek penggunaan pupuk dan lingkungan Definisi

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Suhu Tinggi rendahnya suhu suatu badan perairan sangat mempengaruhi kehidupan plankton. Semakin tinggi suhu meningkatkan kebutuhan

Lebih terperinci

SNTMUT ISBN:

SNTMUT ISBN: PENAMBAHAN NUTRISI MAGNESIUM DARI MAGNESIUM SULFAT (MgSO 4.7H 2 O) DAN NUTRISI KALSIUM DARI KALSIUM KARBONAT (CaCO 3 ) PADA KULTIVASI TETRASELMIS CHUII UNTUK MENDAPATKAN KANDUNGAN LIPID MAKSIMUM Dora Kurniasih

Lebih terperinci

PRODUKSI BIOMASSA Spirulina sp. DENGAN VARIASI KONSENTRASI CO2 DAN FOTOPERIODE. Okta Nugraha 1) dan Elida Purba 1)

PRODUKSI BIOMASSA Spirulina sp. DENGAN VARIASI KONSENTRASI CO2 DAN FOTOPERIODE. Okta Nugraha 1) dan Elida Purba 1) PRODUKSI BIOMASSA Spirulina sp. DENGAN VARIASI KONSENTRASI CO2 DAN FOTOPERIODE Okta Nugraha 1) dan Elida Purba 1) 1) Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Lampung Jl. Prof. Dr. Soemantri Brodjonegoro

Lebih terperinci

PEMANFAATAN PUPUK CAIR TNF UNTUK BUDIDAYA Nannochloropsis sp ABSTRAK

PEMANFAATAN PUPUK CAIR TNF UNTUK BUDIDAYA Nannochloropsis sp ABSTRAK ejurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume II No 1 Oktober 013 ISSN: 303600 PEMANFAATAN PUPUK CAIR TNF UNTUK BUDIDAYA Nannochloropsis sp Leonardo Bambang Diwi Dayanto *, Rara Diantari dan

Lebih terperinci

Gambar 8. Kelimpahan Sel Chlorella Selama Kultur

Gambar 8. Kelimpahan Sel Chlorella Selama Kultur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelimpahan Sel Chlorella sp. Hasil penelitian menunjukan bahwa kultur Chlorella yang diberi pupuk berupa ekstrak etanol bayam mengalami peningkatan kelimpahan sel yang tinggi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kualitas Air Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada masingmasing perlakuan selama penelitian adalah seperti terlihat pada Tabel 1 Tabel 1 Kualitas Air

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Benih ikan berkualitas baik dibutuhkan dalam tahapan utama pembesaran ikan.

I. PENDAHULUAN. Benih ikan berkualitas baik dibutuhkan dalam tahapan utama pembesaran ikan. 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Benih ikan berkualitas baik dibutuhkan dalam tahapan utama pembesaran ikan. Peningkatan benih berkualitas mampu didapatkan dengan pengontrolan panti benih dan pakan

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Data 1. Kondisi saluran sekunder sungai Sawojajar Saluran sekunder sungai Sawojajar merupakan aliran sungai yang mengalir ke induk sungai Sawojajar. Letak

Lebih terperinci

dari reaksi kimia. d. Sumber Aseptor Elektron

dari reaksi kimia. d. Sumber Aseptor Elektron I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan didefenisikan sebagai pertambahan kuantitas konstituen seluler dan struktur organisme yang dapat dinyatakan dengan ukuran, diikuti pertambahan jumlah, pertambahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. konsentrasi limbah cair tapioka (10%, 20%, 30%, 40%, 50% dan 0% atau kontrol)

BAB III METODE PENELITIAN. konsentrasi limbah cair tapioka (10%, 20%, 30%, 40%, 50% dan 0% atau kontrol) 34 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian disusun menggunakan metoda statistika rancangan acak lengkap (RAL) satu faktor, dimana faktor yang diujikan adalah pengaruh konsentrasi

Lebih terperinci

MANAJEMEN KUALITAS AIR

MANAJEMEN KUALITAS AIR MANAJEMEN KUALITAS AIR Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya,

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Fisika Kimia Air Parameter fisika kimia air yang diamati pada penelitian ini adalah ph, CO 2, NH 3, DO (dissolved oxygen), kesadahan, alkalinitas, dan suhu. Pengukuran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode deskriptif kualitatif. Perlakuan dalam penelitian ini diulang

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode deskriptif kualitatif. Perlakuan dalam penelitian ini diulang BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimental. Data yang diperoleh dianalisa menggunakan metode deskriptif kualitatif. Perlakuan dalam penelitian ini diulang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tanaman Klasifikasi tanaman padi adalah sebagai berikut: Divisi Sub divisi Kelas Keluarga Genus Spesies : Spermatophyta : Angiospermae : Monotyledonae : Gramineae (Poaceae)

Lebih terperinci

Oleh: Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Sri Rachmania Juliastuti, M. Eng. Ir. Nuniek Hendrianie, M. T.

Oleh: Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Sri Rachmania Juliastuti, M. Eng. Ir. Nuniek Hendrianie, M. T. SIDANG SKRIPSI Peran Mikroorganisme Azotobacter chroococcum, Pseudomonas putida, dan Aspergillus niger pada Pembuatan Pupuk Cair dari Limbah Cair Industri Pengolahan Susu Oleh: Fitrilia Hajar Pambudi Khalimatus

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Chaetoceros sp. adalah salah satu spesies diatom. Diatom (filum

2. TINJAUAN PUSTAKA. Chaetoceros sp. adalah salah satu spesies diatom. Diatom (filum 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fitoplankton Chaetoceros sp. Chaetoceros sp. adalah salah satu spesies diatom. Diatom (filum Heterokontophyta, kelas Bacillariophyta) berbentuk uniseluler, walaupun demikian terdapat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang baik yaitu : sebagai tempat unsur hara, harus dapat memegang air yang

TINJAUAN PUSTAKA. yang baik yaitu : sebagai tempat unsur hara, harus dapat memegang air yang TINJAUAN PUSTAKA Kompos Kulit Buah Kakao Ada empat fungsi media tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman yang baik yaitu : sebagai tempat unsur hara, harus dapat memegang air yang tersedia bagi tanaman,

Lebih terperinci

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Chironomida Organisme akuatik yang seringkali mendominasi dan banyak ditemukan di lingkungan perairan adalah larva serangga air. Salah satu larva serangga air yang dapat ditemukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam budidaya perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari biaya produksi. Pakan

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2009 hingga bulan April

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2009 hingga bulan April 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2009 hingga bulan April 2010 bertempat di Laboratorium Kultivasi Mikroalga di Pusat Penelitian Surfaktan

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Dekomposisi material organik akan menyerap oksigen sehingga proses nitrifikasi akan berlangsung lambat atau bahkan terhenti. Hal ini ditunjukkan dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pupuk Pupuk didefinisikan sebagai material yang ditambahkan ke tanah dengan tujuan untuk melengkapi ketersediaan unsur hara. Bahan pupuk yang paling awal digunakan adalah kotoran

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Kualitas Air Kualitas air merupakan faktor kelayakan suatu perairan untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan organisme akuatik yang nilainya ditentukan dalam kisaran

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Pertumbuhan beberapa tanaman air Pertumbuhan adalah perubahan dimensi (panjang, berat, volume, jumlah, dan ukuran) dalam satuan waktu baik individu maupun komunitas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini pesatnya perkembangan industri di berbagai daerah di tanah air

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini pesatnya perkembangan industri di berbagai daerah di tanah air BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini pesatnya perkembangan industri di berbagai daerah di tanah air memberikan dampak bagi lingkungan, baik dampak positif maupun dampak negatif. Dampak positif

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Hanura Lampung pada bulan Juli - Agustus 2011. B. Materi Penelitian B.1. Biota Uji Biota

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kesatuan. Di dalam ekosistem perairan danau terdapat faktor-faktor abiotik dan

TINJAUAN PUSTAKA. kesatuan. Di dalam ekosistem perairan danau terdapat faktor-faktor abiotik dan 17 TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Danau Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponenkomponen biotik dan abiotik yang saling berintegrasi sehingga membentuk satu kesatuan. Di dalam ekosistem

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian

TINJAUAN PUSTAKA. tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian TINJAUAN PUSTAKA Ikan Patin Sektor perikanan memang unik beberapa karakter yang melekat di dalamnya tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian penanganan masalah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dapat melakukan fotosintesa. Klasifikasi Nannochloropsis sp. menurut Renny

II. TINJAUAN PUSTAKA. dapat melakukan fotosintesa. Klasifikasi Nannochloropsis sp. menurut Renny II. TINJAUAN PUSTAKA A. Nannochloropsis sp. A.1. Klasifikasi dan Morfologi Nannochloropsis sp. Fitoplankton Nannochloropsis sp., adalah salah satu jenis Chlorophyta yang dapat melakukan fotosintesa. Klasifikasi

Lebih terperinci

Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018

Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018 Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018 Faktor Pembatas Keadaan yang mendekati atau melampaui batas toleransi. Kondisi batas

Lebih terperinci

KINERJA ALGA-BAKTERI UNTUK REDUKSI POLUTAN DALAM AIR BOEZEM MOROKREMBANGAN, SURABAYA

KINERJA ALGA-BAKTERI UNTUK REDUKSI POLUTAN DALAM AIR BOEZEM MOROKREMBANGAN, SURABAYA Program Magister Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya KINERJA ALGA-BAKTERI UNTUK REDUKSI POLUTAN DALAM AIR BOEZEM MOROKREMBANGAN,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. a b c. Pada proses pembentukan magnetit, urea terurai menjadi N-organik (HNCO), NH + 4,

HASIL DAN PEMBAHASAN. a b c. Pada proses pembentukan magnetit, urea terurai menjadi N-organik (HNCO), NH + 4, 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis Magnetit Pembentukan magnetit diawali dengan reaksi reduksi oleh natrium sitrat terhadap FeCl 3 (Gambar 1). Ketika FeCl 3 ditambahkan air dan urea, larutan berwarna jingga.

Lebih terperinci

4 KULTIVASI Chaetoceros gracilis DALAM MEDIUM NPSi 4.1 Pendahuluan

4 KULTIVASI Chaetoceros gracilis DALAM MEDIUM NPSi 4.1 Pendahuluan 4 KULTIVASI Chaetoceros gracilis DALAM MEDIUM NPSi 4.1 Pendahuluan 4.1.1 Latar belakang Indonesia memiliki potensi keanekaragaman hayati perairan yang luar biasa besarnya. Sumberdaya yang tidak dapat secara

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus-Oktober 2009 bertempat di Laboratorium Nutrisi Ikan Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penelitian pembuatan pupuk organik cair ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Limbah Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Secara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR Limbah cair tepung agar-agar yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair pada pabrik pengolahan rumput laut menjadi tepung agaragar di PT.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Efek Laju Pembebanan Gas CO 2 terhadap Laju Pertumbuhan Mikroalga Pada penelitian ini, laju pembebanan gas CO 2 dibuat bervariasi untuk mengetahui efek laju pembebanan gas

Lebih terperinci

OPTIMASI PENGEMBANGAN MEDIA UNTUK PERTUMBUHAN Chlorella sp. PADA SKALA LABORATORIUM

OPTIMASI PENGEMBANGAN MEDIA UNTUK PERTUMBUHAN Chlorella sp. PADA SKALA LABORATORIUM OPTIMASI PENGEMBANGAN MEDIA UNTUK PERTUMBUHAN Chlorella sp. PADA SKALA LABORATORIUM Oleh: Danang Ambar Prabowo C64104007 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke perairan yang menyebabkan pencemaran. Limbah tersebut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Dalam penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Dalam penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Dalam penelitian ini dibandingkan beberapa parameter polutan dalam limbah cair tapioka yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Protein merupakan salah satu kelompok bahan makronutrien. Protein berperan

I. PENDAHULUAN. Protein merupakan salah satu kelompok bahan makronutrien. Protein berperan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Protein merupakan salah satu kelompok bahan makronutrien. Protein berperan penting dalam pembentukan biomolekul, namun demikian apabila organisme sedang kekurangan energi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pencemaran masalah lingkungan terutama perairan sekarang lebih diperhatikan,

I. PENDAHULUAN. Pencemaran masalah lingkungan terutama perairan sekarang lebih diperhatikan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pencemaran masalah lingkungan terutama perairan sekarang lebih diperhatikan, terutama setelah berkembangnya kawasan industri baik dari sektor pertanian maupun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi Chlorella SP 1. Klasifikasi Penamaan Chlorella sp karena memiliki kandungan klorofil yang tinggi dan juga merupakan produsen primer dalam rantai makanan (Sidabutar, 1999).

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan Januari di Balai Besar Pengembangan Budidaya

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan Januari di Balai Besar Pengembangan Budidaya III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan Januari di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Hanura Lampung dan uji proksimat di Politeknik Lampung 2012. B. Materi

Lebih terperinci

1 Asimilasi nitrogen dan sulfur

1 Asimilasi nitrogen dan sulfur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumbuhan tingkat tinggi merupakan organisme autotrof dapat mensintesa komponen molekular organik yang dibutuhkannya, selain juga membutuhkan hara dalam bentuk anorganik

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan 4 TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan unsur-unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman (Hadisuwito, 2008). Tindakan mempertahankan dan

Lebih terperinci

III. METODE KERJA. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zooplankton, Balai Besar

III. METODE KERJA. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zooplankton, Balai Besar III. METODE KERJA A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zooplankton, Balai Besar Perikanan Budidaya Laut Lampung, Desa Hanura, Kecamatan Teluk Pandan, Kabupaten Pesawaran, Provinsi

Lebih terperinci

PENENTUAN KUALITAS AIR

PENENTUAN KUALITAS AIR PENENTUAN KUALITAS AIR Analisis air Mengetahui sifat fisik dan Kimia air Air minum Rumah tangga pertanian industri Jenis zat yang dianalisis berlainan (pemilihan parameter yang tepat) Kendala analisis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Organik Cair Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab pencemaran berupa zat atau bahan yang dianggap tidak memiliki manfaat bagi masyarakat.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. diperoleh dari perhitungan kepadatan sel dan uji kadar lipid Scenedesmus sp. tiap

BAB III METODE PENELITIAN. diperoleh dari perhitungan kepadatan sel dan uji kadar lipid Scenedesmus sp. tiap BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimental. Pengambilan data penelitian diperoleh dari perhitungan kepadatan sel dan uji kadar lipid Scenedesmus sp. tiap

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Fisika Kimia Perairan Lokasi budidaya rumput laut diketahui memiliki dasar perairan berupa substrat pasir dengan serpihan karang mati. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PLANKTON Plankton merupakan kelompok organisme yang hidup dalam kolom air dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas (Wickstead 1965: 15; Sachlan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil dari penelitian yang dilakukan berupa parameter yang diamati seperti kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, koefisien keragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benih ikan mas (Cyprinus carpio) tergolong ikan ekonomis penting karena ikan ini sangat dibutuhkan masyarakat dan hingga kini masih belum dapat dipenuhi oleh produsen

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pemupukan

TINJAUAN PUSTAKA Pemupukan TINJAUAN PUSTAKA Pemupukan Pupuk adalah penyubur tanaman yang ditambahkan ke tanah untuk menyediakan unsur-unsur yang diperlukan tanaman. Pemupukan merupakan suatu upaya untuk menyediakan unsur hara yang

Lebih terperinci

PEMANFAATAN GAS KARBONDIOKSIDA (CO 2 ) PADA KULTIVASI OUTDOOR MIKROALGA Nannochloropsis sp.

PEMANFAATAN GAS KARBONDIOKSIDA (CO 2 ) PADA KULTIVASI OUTDOOR MIKROALGA Nannochloropsis sp. PEMANFAATAN GAS KARBONDIOKSIDA (CO 2 ) PADA KULTIVASI OUTDOOR MIKROALGA Nannochloropsis sp. ADITYA HIKMAT NUGRAHA SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang dibutuhkan untuk pertumbuhan larva (Renaud et.al, 1999). Pemberian pakan

I. PENDAHULUAN. yang dibutuhkan untuk pertumbuhan larva (Renaud et.al, 1999). Pemberian pakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pakan alami memiliki peran penting dalam usaha akuakultur, terutama pada proses pembenihan. Peran pakan alami hingga saat ini belum dapat tergantikan secara menyeluruh.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA. Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Laut Belawan Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia yang berjarak ± 24 km dari kota Medan berhadapan dengan Selat Malaka yang sangat padat lalu lintas kapalnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Jambu Biji Merah Nama ilmiah jambu biji adalah Psidium guajava. Psidium berasal dari bahasa yunani yaitu psidium yang berarti delima, guajava

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. diperoleh dari perhitungan kepadatan sel dan uji kadar lipid Scenedesmus sp. tiap

BAB III METODE PENELITIAN. diperoleh dari perhitungan kepadatan sel dan uji kadar lipid Scenedesmus sp. tiap BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimental. Pengambilan data penelitian diperoleh dari perhitungan kepadatan sel dan uji kadar lipid Scenedesmus sp. tiap

Lebih terperinci

TARIF LINGKUP AKREDITASI

TARIF LINGKUP AKREDITASI TARIF LINGKUP AKREDITASI LABORATORIUM BARISTAND INDUSTRI PALEMBANG BIDANG PENGUJIAN KIMIA/FISIKA TERAKREDITASI TANGGAL 26 MEI 2011 MASA BERLAKU 22 AGUSTUS 2013 S/D 25 MEI 2015 Bahan Atau Produk Pangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Biotani Sistimatika Sawi. Sawi adalah sekelompok tumbuhan dari marga Brassica yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Biotani Sistimatika Sawi. Sawi adalah sekelompok tumbuhan dari marga Brassica yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biotani Sistimatika Sawi Sawi adalah sekelompok tumbuhan dari marga Brassica yang dimanfaatkan daun atau bunganya sebagai bahan pangan (sayuran), baik segar maupun diolah. Sawi

Lebih terperinci