BAB II LANDASAN TEORI. seorang psikolog dari Inggris pada tahun 1958 bernama John Bowlby. Kemudian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI. seorang psikolog dari Inggris pada tahun 1958 bernama John Bowlby. Kemudian"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI A. ATTACHMENT 1. Pengertian Attachment Istilah attachment atau kelekatan untuk pertama kalinya dikemukakan oleh seorang psikolog dari Inggris pada tahun 1958 bernama John Bowlby. Kemudian formulasi yang lebih lengkap dikemukakan oleh Mary Ainsworth pada tahun 1969 (Mc Cartney dan Dearing, 2002). Attachment merupakan suatu ikatan emosional yang kuat yang dikembangkan anak melalui interaksinya dengan orang yang mempunyai arti khusus dalam kehidupannya, biasanya orang tua (Mc Cartney dan Dearing, 2002). Bowlby (dalam Haditono dkk,1994) menyatakan bahwa hubungan ini akan bertahan cukup lama dalam rentang kehidupan manusia. Pengertian ini sejalan dengan apa yang dikemukakan Ainsworth mengenai attachment. Ainsworth (dalam Hetherington dan Parke, 2001) mengatakan bahwa attachment adalah ikatan emosional yang dibentuk seorang individu dengan orang lain yang bersifat spesifik, mengikat mereka dalam suatu kedekatan yang bersifat kekal sepanjang waktu. Ainsworth menjelaskan bahwa hubungan attachment pada ibu sebagai salah satu hal penting dalam pembentukan hubungan dengan orang lain sepanjang kehidupan. Ia menyebutkan hal ini sebagai affectional bonds. Affectional bonds yaitu ikatan yang secara relatif kekal dimana pasangan merupakan individu yang unik dan tidak dapat tergantikan oleh orang lain.

2 Hubungan ini ditandai dengan adanya kebutuhan untuk mempertahankan kedekatan, distress yang tidak dapat dipahami saat perpisahan, senang atau gembira saat bertemu, dan sedih saat kehilangan. Ikatan ibu-anak, ayah-anak, pasangan seksual, dan hubungan saudara kandung dan teman dekat adalah contoh affectional bonds (dalam Lemme, 1995). Selain itu, Durkin (1995) menyatakan bahwa Attachment merupakan suatu hubungan yang didukung oleh tingkah laku lekat (attachment behavior) yang dirancang untuk memelihara hubungan tersebut. Cicirelli (dalam Lemme, 1995) mendefinisikan attachment sebagai suatu ikatan emosional antara dua orang; yang pada dasarnya untuk diidentifikasi, mencintai, dan memiliki hasrat dengan orang lain, dan merepresentasikan keadaan internal individu. Tidak semua hubungan yang bersifat emosional atau afektif dapat disebut attachment. Adapun ciri afektif yang menunjukkan attachment adalah: hubungan bertahan cukup lama, ikatan tetap ada walaupun figur lekat tidak tampak dalam jangkauan mata anak, bahkan jika figur digantikan oleh orang lain, dan kelekatan dengan figur lekat akan menimbulkan rasa aman (Ainsworth dalam Shaver & Mikulincer, 2004). Berdasarkan beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan attachment adalah suatu hubungan emosional atau hubungan yang bersifat afektif antara satu individu dengan individu lainnya yang mempunyai arti khusus, dalam hal ini biasanya hubungan ditujukan pada ibu atau pengasuhnya. Hubungan dapat bertahan cukup lama, timbal balik, dan memberikan rasa aman walaupun figur lekat tidak tampak dalam pandangan anak.

3 2. Attachment pada Masa Anak-anak A. Proses Attachment Interaksi yang intens antara ibu dan anak biasanya dimulai saat proses pemberian ASI (air susu ibu). Melalui proses pemberian ASI diharapkan akan berkembang attachment dan attachment behavior karena dalam proses ini terjadi kontak fisik yang disertai upaya untuk membangun hubungan psikologis antara ibu dan anak. Berkaitan dengan attachment behavior, Ainsworth (dalam Papalia dan Old, 1986) menyebutkan ada mekanisme yang disebut dengan working model atau istilah Bowlby disebut dengan internal working model. Menurut Bowlby (dalam Shaver & Mikulincer, 2004), manusia dilahirkan dengan suatu innate psychobiological system (the attachment behavioral system) yang mendorong mereka untuk mendekat dengan sifnificant others (figur lekat) pada waktu dibutuhkan. Tujuan sistem ini adalah pencapaian seutuhnya atau mendapat perlindungan dan rasa aman. Sistem ini akan diaktivasi saat ancaman secara nyata atau berpotensi pada rasa aman individu. Individu secara otomatis cenderung mencari perlindungan dan kenyamanan pada figur lekat nyata atau menginternalisasikan representasi mereka, dan mempertahankan attachment baik secara nyata atau simbolik dengan figur tersebut hingga tahap perlindungan dan keamanan dicapai. Berdasarkan kualitas hubungan anak dengan pengasuh, maka anak akan mengembangkan konstruksi mental atau internal working model mengenai diri (self) dan orang lain (others) yang akan menjadi prototip dalam hubungan sosial

4 (Bowlby dalam Pervin et al., 2005). Bolwby (dalam Shaver & Mikulincer, 2004) menyatakan bahwa tidak ada orang di usia berapapun secara sempurna bebas dari ketergantungan dengan orang lain secara nyata dan bahwa sistem attachment akan tetap aktif dalam seluruh rentang kehidupan. Mc Cartney & Dearing (2002) menyatakan bahwa pengalaman awal akan menggiring dan menentukan perilaku dan perasaan melalui internal working model. Adapun penjelasan mengenai konsep ini adalah, Internal : karena disimpan dalam pikiran; working : karena membimbing persepsi dan perilaku dan model : karena mencerminkan representasi kognitif dari pengalaman dalam membina hubungan. Anak akan menyimpan pengetahuannya mengenai suatu hubungan, khususnya pengetahuan mengenai keamanan dan bahaya. Model ini selanjutnya akan menggiring mereka dalam interaksi di masa yang akan datang. Interaksi interpersonal dihasilkan dan diinterpretasikan berdasarkan gambaran mental yang dimiliki seorang anak. Konsep working model selanjutnya dikembangkan oleh Collins dan Read (dalam Ervika, 2005) yang terdiri dari empat komponen yang saling berhubungan, yaitu; a) Memori tentang kelekatan yang dihubungkan dengan pengalaman b) Kepercayaan, sikap, dan harapan mengenai diri dan orang lain yang dihubungkan dengan attachment c) Attachment dihubungkan dengan tujuan dan kebutuhan (goal and needs) d) Strategi dan rencana yang diasosiasikan dengan pencapaian tujuan attachment

5 Model ini diasumsikan bekerja di luar pengalaman sadar (Mc Cartney & Dearing, 2002). Pengetahuan anak didapatkannya dari interaksi dengan pengasuh, khususnya ibu. Anak yang memiliki orang tua yang mencintai dan dapat memenuhi kebutuhannya akan mengembangkan model hubungan yang positif yang didasarkan pada rasa percaya (trust). Selanjutnya secara simultan anak akan mengembangkan model yang paralel dalam dirinya. Anak dengan orang tua yang mencintai akan memandang dirinya berharga. Model ini selanjutnya akan digeneralisasikan anak dari orang tua pada orang lain. Sebaliknya anak yang memiliki pengasuh yang tidak menyenangkan akan mengembangkan kecurigaan (mistrust) dan tumbuh sebagai anak yang pencemas dan kurang mampu menjalin hubungan sosial. Menurut Bowlby (dalam Shaver & Mikulincer, 2004) internal working model dan figur lekat saling melengkapi serta saling menggambarkan dua sisi hubungan tersebut. Anak yang diasuh dengan kehangatan, sensitifitas, dan responsifitas akan mengembangkan internal working model yang positif pada orang tua dan diri sendiri. Internal working model merupakan hasil interpretasi pengalaman secara terus-menerus dan interaksinya dengan figur lekat. Ada dua faktor yang dapat meningkatkan kestabilan internal working model, yaitu : 1) Familiar, yaitu pola interaksi yang berulang, cenderung akan menjadi kebiasaan yang terjadi secara otomatis 2) Dyadic Pattern, merupakan pola yang timbal balik dan cenderung akan mengubah pola individual karena harapan yang timbal balik

6 memerintahkan masing-masing pasangan untuk mengartikan perilaku pihak lainnya. Bowlby juga menjelaskan pentingnya perbedaan individu dalam keberfungsian sistem attachment bergantung pada availability, responsiveness, dan supportiveness dari figur lekat pada waktu yang dibutuhkan. Interaksi dengan figur lekat yang available dan responsiveness dapat memudahkan sistem attachment berfungsi optimal dan mengembangkan sense of attachment security perasaan bahwa dunia pada dasarnya merupakan tempat yang aman, figur lekat pada umumnya membantu dan berguna saat dibutuhkan, dan memungkinkan menjelajahi lingkungan dan menjalin hubungan dengan orang lain. Sebaliknya, jika figur lekat tidak dipercaya available dan suportif, rasa aman menjadi tidak diperoleh. Individu mengalami keraguan dengan self efficacy dan tujuan orang lain. Working model diri dan orang lain dilihat oleh Bowlby sebagai faktor penyebab utama kelancaran antara pengalaman attachment awal dengan kognitif, perasaan, dan perilaku dalam hubungan selanjutnya. Memberi sebuah pola yang hampir konsisten dari interaksi dengan figur attachment selama masa kanakkanak dan remaja, sebagian besar representatif atau bentuk dasar working models dari interaksi ini mengeras dan menjadi bagian pengetahuan individu yang harus diikuti kemudian. Seperti skema mental lainnya, sebagian besar working model yang diperoleh secara kronis menjadi inti dari karakteristik kepribadian, cenderung diaplikasikan dalam situasi dan hubungan baru, dan mempengaruhi

7 fungsi sistem attachment pada umumnya dan rangkaian interaksi sosial serta close relationship berikutnya. B. Aspek Attachment Menurut Cassidy (dalam Wilson dan & Daveport, 2003), Bowlby membedakan tiga aspek attachment menjadi: a. Attachment Behavior Attachment behavior atau perilaku attachment adalah tindakan untuk meningkatkan kedekatan pada figur lekat. Anak akan membuat kontak mata, menangis, atau membuat gesture (sikap tubuh) sebagai cara untuk mendekati orang tua mereka. b. Attachment Bond Attachment bond merupakan suatu ikatan afeksi; ikatan ini bukan diantara dua orang, namun suatu ikatan yang dimiliki seorang individu terhadap individu lainnya yang dirasa lebih kuat dan bijaksana. Individu dapat melekat pada seseorang yang tidak terikat dengannya. Affectional bonds yaitu ikatan yang secara relative kekal dimana pasangan merupakan seseorang yang unik dan tidak dapat tergantikan oleh orang lain. Hubungan ini ditandai dengan adanya kebutuhan untuk mempertahankan kedekatan, distress yang tidak dapat dipahami saat perpisahan, senang atau gembira saat bertemu, dan sedih saat kehilangan. Ikatan ibu-anak, ayah-anak, pasangan seksual, dan hubungan saudara kandung serta teman dekat adalah contoh affectional bonds. Hubungan ini digerakkan oleh

8 sistem perilaku tambahan, seperti reproduktif, pengasuhan, dan sociable system (Ainsworth, Greenberg, & Marvin dalam Lemme, 1995). c. Attachment Behavioral System Attachment behavioral system merupakan suatu rangkaian perilaku khusus yang digunakan individu. Bowlby melihat bahwa attachment berakar dalam sebuah sistem yang disebut dengan attachment behavioral system yang ia yakini berkembang secara universal di semua spesies. Tujuan attachment system adalah untuk mencapai kedekatan antara orang tua dan anak, meningkatkan perlindungan dan kelangsungan hidupnya. Bowlby berpendapat bahwa attachment behavioral system memberikan sebuah fungsi evolusioner karena dapat menyarankan perlindungan anak yang bergantung pada orang dewasa demi keselamatan. Bowlby juga menyatakan bahwa terdapat dua behavioral system lainnya yang berinteraksi dengan attachment behavioral system. Pertama adalah exploratory behavioral system yang meningkatkan kelangsungan hidup karena rasa ingin tahu membantu anak untuk belajar dan beradaptasi pada lingkungan mereka. Sistem ini mengurangi perilaku attachment. Kedua, fear behavioral system menunjukkan keamanan dan sebagai hasilnya, membentuk sistem attachment. Cassidy menjelaskan beberapa hal mengenai teori attachment yaitu: 1. Affectional bond hanya mengutamakan hubungan orang tua dan anak 2. Anak akan mendemonstrasikan perilaku attachment dengan seorang yang tidak berada dalam attachment bond.

9 3. Anak mengalami multiple attachment tapi kualitas affectional bond berbeda di masing-masing hubungan. Kualitas ikatan (bond) dipengaruhi oleh jumlah interaksi, kualitas pemberian kasih sayang, dan emosional yang ditanamkan oleh pengasuh. C. Pola Attachment pada Anak Pola attachment dikelompokkan berdasarkan hasil penelitian Mary Ainsworth dengan menggunakan Strange Situation (SS). Ainsworth membagi dalam tiga pola menjadi secure, avoidant, dan resistant atau ambivalent attachment. Kemudian Main dan Solomon menambahkan kategori keeempat yaitu disorganized/disoriented attachment. a. Pola Secure Attachment Anak dengan pola secure attachment menunjukkan distress pada saat ditinggalkan pengasuh dan ketika bertemu kembali, pengasuh dan anak terlihat senang melihat satu dan lainnya serta langsung memulai berinteraksi. Karakteristik interaksi orang tua dan anak dalam pola ini antara lain: 1. Komunikasi pengasuh dan anak terlihat hangat dan sensitif. Anak tidak kelihatan takut untuk menunjukkan rasa marah. 2. Pengasuh membolehkan autonomi sesuai dengan usia dan kesempatan untuk bereksplorasi. Terdapat fleksibilitas dalam kedekatan: anak dan pengasuh beraktifitas secara independen dan saling bersentuhan satu dan lainnya dari waktu ke waktu.

10 3. Pengasuh terlihat memiliki pandangan yang logis mengenai attachment dan mengetahui pentingnya hal tersebut bagi anak. 4. Pengasuh dan anak terlihat senang dalam berinteraksi. b. Pola Avoidant Attachment Anak dengan pola avoidant terus-menerus menunjukkan tanda-tanda psikologis adanya kecemasan. Anak sering menghindar dari pengasuh. Pengasuh juga tidak terlalu memperhatikan anak dan lebih fokus dengan situasi sekitar. Strategi untuk menarik diri dari pengasuh meskipun psychological arousal menyarankan anak untuk berusaha meniadakan perasaan-perasaan tidak aman dengan fokus pada objek sekitar. Beberapa karakteristik hubungan antara orang tua dan anak dalam pola ini antara lain: 1. Pengasuh merespon secara negatif saat anak berusaha membuat kontak: pengasuh menghindar saat anak merasa sedih. 2. Pengasuh terlihat menunjukkan perilaku menolak (rejecting) pada anak. 3. Anak lebih menunjukkan rasa marah di rumah 4. Perilaku bermain menunjukkan adanya gangguan dari kebutuhankebutuhan attachment. c. Pola Resistant atau Ambivalent Attachment Anak terlihat sangat lengket dengan pengasuh karena pengalamannya yang sebentar-sebentar ditinggal oleh pengasuh. Namun begitu, anak tidak terlihat tenang dengan hadirnya pengasuh, malahan tampak marah dan pasif. Beberapa bentuk hubungan orang tua dan anak pada pola ini adalah:

11 1. Pengasuh terlihat melakukan tugas mengasuhnya namun sering tidak tampak secara emosional. 2. Anak mempelajari bahwa pengasuhnya mampu berespon jika ia terus memperlihatkan perhatian sehingga anak tetap berada dalam jarak yang dekat dengan pengasuh. 3. Beberapa anak berhati-hati terhadap orang tua mereka seperti jalan untuk membentuk interaksi. d. Disorganized/disoriented Attachment Dengan adanya kehadiran pengasuh, anak dengan pola attachment seperti ini akan: 1) Membeku dengan ekspresi kosong 2) Bangkit saat pengasuh datang 3) Jatuh ke lantai 4) Teringat pada pengasuh saat jauh dari pengasuh Disorganized attachment umumnya berhubungan dengan sejarah child abuse dan neglect. Disorganized attachment berasal dari rasa dilema atau kebingungan yang dihadapi anak untuk mengetahui bagaimana seharusnya berkelakuan pada pengasuh yang memenuhi kebutuhan attachment anak dengan memberi siksaan (abusing). 3. Attachment pada Masa Dewasa A. Dimensi Attachment

12 Mengikuti internal working model Bowlby, Bartholomew & Horowitz (dalam Pervin, Cervone, & John, 2005) membagi dimensi attachment ke dalam dua bagian, yakni: a. internal working model of self Bagian positif diri menjelaskan perasaan bahwa diri bernilai dan berharap orang lain merespon individu secara positif. b. internal working model of others Bagian positif orang lain menjelaskan harapan bahwa orang lain akan ada dan mendukung, menjalin kedekatan dengan diri mereka. Masing-masing dimensi tersebut meliputi akhir yang positif dan negatif. Selanjutnya, dimensi ini dihubungkan dengan empat pola attachment seperti yang terdapat dalam gambar di bawah ini. Secure (comfortable with intimacy and autonomy) Positive Others Preoccupied (preoccupied with relationship) Positive Self Negative Self Dismissing (dismissing of intimacy; counterdependent) Negative Other Fearful (fearful of intimacy socially avoidant) Gambar 1. Bortholomew s Dimensions of Self and Other Internal Working Models and Associated Attachment Patterns (Sumber: Pervin, Cervone, & John, 2005)

13 B. Pola Adult Attachment (Close Relationship) Penelitian ini melihat proses attachment pada individu dewasa. Peneliti attachment yang meneliti remaja dan dewasa fokus pada attachment style pola sistematis dari harapan dan emosi, dan perilaku hubungan yang dihasilkan dari pengalaman attachment sebelumnya (Frales, Saver, & Mikulincer, dalam Shaver & Mikulincer, 2004). Bortholomew & Horowitz (dalam Shaver & Mikulincer, 2004) mengelompokkan attachment style pada dua bagian pada hubungan orang dewasa. Bagian attachment style tersebut adalah: a. Attachment Avoidant Style Menggambarkan tingkatan dimana individu tidak percaya kebaikan dari pasangannya dalam suatu hubungan, berusaha untuk mempertahankan kepercayaan diri, dan jarak emosional dari pasangan dan secara kronis menggunakan strategi deactivation untuk sejalan dengan attachment insecurity. b. Attachment Anxiety Style Menggambarkan tingkat dimana seorang individu cemas jika pasangan tidak ada saat dibutuhkan dan secara kronis menggunakan strategi hyperactivation. Individu biasanya menggunakan dua bentuk strategi dalam menghadapi situasi seperti ini. Strategi tersebut (Mikulincer & Shaver, dalam Shaver & Mikulincer, 2004) meliputi: 1. Hyperactivation Yaitu usaha intens untuk memperoleh kedekatan dengan figur lekat dan memastikan perhatian dan dukungan mereka. Individu yang menggunakan strategi

14 hyperactivation secara paksa mencari kedekatan dan perlindungan, menunjukkan hypersensitive jika ditolak atau diabaikan, dan cenderung mengalami personal deficiencies, dan mengancam hubungan. 2. Deactivation Deactivation merupakan kegagalan untuk bertindak mendekat. Individu yang menggunakan strategi ini cenderung memperbesar jarak dengan orang lain, mengalami kegelisahan dengan kedekatan, berusaha menguatkan diri, self reliance, dan menekan pikiran-pikiran dan ingatan buruk. Individu yang dinilai rendah dalam kedua attachment style tersebut dikatakan menjadi aman atau memiliki rasa aman yang kuat dan dikelompokkan dalam secure attachment style. C. Persamaan Attachment Masa Anak-anak dan Attachment Masa Dewasa Aplikasi teori attachment pada hubungan cinta romantis dikembangkan oleh Cindy Hazan dan Philip Shaver (1987), yang menegakkan bahwa gaya attachment yang berasal dari interaksi antara anak dan orang tua mempengaruhi hubungan ini dalam cara-cara penting. Mereka memandang bahwa cinta romantis merupakan sebuah proses biologis yang mengembangkan pencapaian attachment antara pasangan seksual dewasa yang akhirnya menjadi orang tua dari seorang anak yang membutuhkan pengasuhan mereka (Hazan & Shaver, dalam Lemme, 1995). Tabel di bawah ini menjelaskan kesamaan antara perilaku attachment pada anak dan cinta romantis orang dewasa. Tabel 1. Kesamaan perilaku attachment pada anak dengan cinta romantis orang dewasa

15 Attachment Pembentukan dan kualitas attachment bergantung pada sensitivitas dan respon dari figur attachment. Perasaan senang dan sedih pada anak bergantung pada keberadaan dan respon dari figur attachment. Jika hubungan attachment pada anak yang secure, ia akan merasa senang, memiliki batasan terhadap kesedihan, dan lebih berinteraksi pada lingkungan yang tidak dikenal, juga pada orang asing. Perilaku attachment meliputi: pemeliharaan kedekatan dan kontak memeluk, menyentuh, membelai, mencium, mengayun-ayun, tersenyum, membuat kontak mata, mengikuti, dan lainnya. Perpisahan dengan figur attachment menyebabkan distress tinggi, ditandai dengan perilaku yang berlebihan, perhatian sebagai usaha untuk bertemu kembali, dan mengakibatkan keputusasaan jika ternyata tidak memungkinkan untuk bertemu. Hasrat tinggi untuk saling bertemu dan bereaksi dengan figur attachment. Romantic Love Cinta romantis meliputi suatu hasrat tinggi untuk tertarik pada pasangan (baik nyata maupun dalam imajinasi) dan timbale-balik. Mood orang dewasa yang sedang mencintai bergantung pada persepsinya saat ini mengenai balasan atau penolakan dari pasangan. Saat orang dewasa sedang jatuh cinta, mereka sering menyatakan perasaannya lebih tenang, tidak bimbang, tidak defensive, lebih kreatif dan spontan, dan lebih berani. Cinta romantis orang dewasa diindikasikan oleh pelukan, sentuhan, belaian, ciuman, ayunan, senyuman, melakukan kontak mata, mengikuti, dan lain-lain. Perpisahan yang tidak diinginkan dengan pasangan menyebabkan distress tinggi, berusaha untuk bersatu kembali, dan mengakibatkan kesedihan jika tidak memungkinkan untuk bersatu. Hasrat tinggi untuk berbagi penemuan, perasaan, pendapat, dan lainnya serta

16 Anak mengoceh, menyanyi, berbicara bahasa bayi, dan figur attachment berbicara dengan bahasa ibu. memberikan hadiah bagi pasangan kekasihnya. Pasangan kekasih dewasa berbicara, bernyanyi, berbicara bahasa bayi, dan menggunakan nama seperti bayi sebagai wujud kasih sayang satu dengan yang lain. Shaver dan Hazan menyatakan bahwa pada dasarnya attachment behavioral system mendasari dua sistem lainnya yakni sistem pengasuhan dan seksualitas. Tabel di bawah ini menyimpulkan adanya hubungan antara attachment style, pengasuhan, dan seksualitas. Tabel 2. Hubungan Antara Attachment Style, Pengasuhan, Dan Seksualitas Attachment Style Pengasuhan Seksualitas Secure Memberi dan menerima perhatian dengan senang. Anxious/Ambivalent Memberikan perhatian dalam pengorbanan diri, cara yang kompulsif, tidak merasa puas dengan perhatian yang diterima. Avoidant Tidak mampu atau enggan untuk memberi atau menerima perhatian. Berusaha keras untuk saling dekat dan merasa senang. Mencoba untuk memuaskan kebutuhan akan rasa aman dan cinta dengan kontak seksual. Menjaga jarak emosional. Tidak memilih-milih.

17 B. CHILD ABUSE 1. Pengertian Child Abuse Pada awalnya terminologi tindak kekerasan pada anak atau child abuse berasal dari dunia kedokteran. Sekitar tahun 1946, seorang radiologist Caffey (dalam Tower, 2003) menyebutkan kasus ini dengan Caffey Syndrome. Henry (dalam Fitri, 2008) menyebut kasus penelantaran dan penganiayaan yang dialami anak-anak dengan istilah Battered Child Syndrome, yaitu setiap keadaan yang disebabkan kurangnya perawatan dan perlindungan terhadap anak oleh orangtua atau pengasuh lain. Selain Battered Child Syndrome, istilah lain untuk menggambarkan kasus penganiayaan yang dialami anak-anak adalah Maltreatment Syndrome, meliputi gangguan fisik seperti diatas, juga gangguan emosi anak, dan adanya akibat asuhan yang tidak memadai, ekploitasi seksual dan ekonomi, pemberian makanan yang tidak layak bagi anak atau makanan kurang gizi, pengabaian pendidikan dan kesehatan dan kekerasan yang berkaitan dengan medis (Gelles dalam Fitri, 2008). Papalia (2004) menyatakan bahwa child maltreatment atau lebih dikenal dengan child abuse merupakan tindakan yang disengaja dan membahayakan anak baik dilakukan oleh orang tua atau orang lain. Maltreatment sendiri terdiri dari beberapa bentuk. Abuse mengarah pada tindakan yang mengakibatkan kerusakan, dan neglect merupakan tidak adanya tindakan atau pengabaian pengasuhan yang dapat mengakibatkan kerusakan.

18 Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kekerasan terhadap anak adalah segala bentuk perlakuan baik secara fisik maupun psikis yang berakibat penderitaan pada anak. 2. Bentuk-Bentuk Child Abuse Terdapat empat bentuk child abuse (Tower, 2003): 1. Physical Abuse Kekerasan yang menyebabkan luka-luka di seluruh tubuh melalui pukulan, gigitan, tendangan, dan pembakaran. 2. Sexual Abuse Aktivitas seksual yang melibatkan anak dan orang lain. Menurut Child Abuse Prevention Act (dalam Tower, 2003) sexual abuse meliput i: (i) mempekerjakan, menggunakan, membujuk, merangsang, mengajak, atau memaksa anak untuk ikut dalam perilaku seksual secara nyata (atau berupa rangsangan perilaku) untuk tujuan menghasilkan gambaran visual dari perilaku tersebut (ii) pemerkosaan, penganiayaan, prostitusi, atau bentuk lain dari eksploitasi seksual pada anak, ataupun incest pada anak di bawah kondisi yang mengindikasikan bahwa kesehatan atau kesejahteraan anak dirugikan atau terancam oleh hal-hal tersebut 3. Emotional Abuse Meliputi tindakan abuse atau neglect yang menyebabkan gangguan perilaku, kognitif, emosional, atau mental (Papalia, 2004). Garbarino, dan kolega

19 (dalam Tower, 2003) memisahkan emotional abuse dalam dua bagian, yaitu emotional/psychological abuse (meliputi serangan verbal atau emosional, ancaman membahayakan, atau kurungan tertutup) dan emotional/psycological neglect (meliputi pengasuhan yang tidak cukup, kurang kasih-sayang, menolak memberikan perawatan yang cukup, atau dengan sengaja membiarkan perilaku maladaptif seperti kejahatan ata penggunaan obat-obatan). Selanjutnya Garbarino, Guttman, dan Seeley (dalam Tower, 2003) menyatakan bahwa emotional maltreatment atau yang disebut dengan psychological maltreatment merupakan bentuk perilaku merusak secara fisik yang meliputi: 1) rejecting (orang dewasa menolak untuk mengakui anak berharga dan memenuhi kebutuhan anak) 2) isolating (orang dewasa memisahkan anak dari pengalaman sosial normal, mencegah anak membentuk persahabatan, dan membuat anak yakin bahwa ia sendirian di dunia ini) 3) terrorizing (orang dewasa menyerang anak secara verbal, menciptakan suasana takut, mendesak dan menakuti anak, dan meyakini anak bahwa dunia berubahubah dan bermusuhan) 4) ignoring (orang dewasa menghilangkan stimulasi dan respon yang diperlukan sehingga dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan intelektual) 5) corrupting (orang dewasa mis-socializes pada anak, memancing anak untuk melawan dalam perilaku yang merusak dan antisosial, menguatkan

20 penyimpangan, dan membuat anak tidak mampu mengikuti aturan sosial pada umumnya) Tower (2003) mengemukakan bahwa psychological abuse merupakan perilaku merusak yang terus-menerus, berulang, dan tidak sesuai ataupun berkurang esensinya, dan dapat mempengaruhi kemampuan atau proses mental anak yang meliputi inteligensi, ingatan, pengenalan, persepsi, perhatian, bahasa, dan perkembangan moral. Sedangkan emotional abuse merupakan respon emosional yang terus-menerus, berulang, dan tidak sesuai terhadap ekspresi emosi anak dan beriringan dengan perilaku ekspresif. 4. Neglect Depanfilis dan koleganya (dalam Tower, 2003) menyebutkan bahwa neglect sebagai tindakan kelalaian yang dibagi menjadi tiga kategori, yakni physical neglect, educational neglect, dan emotional neglect. Sedangkan Zuravia dan Taylor membagi neglect menjadi delapan bentuk kelalaian orang tua dalam hal: a. physical health care, gagal memberi atau menolak menyediakan kebutuhan fisik b. mental health care, gagal atau menolak untuk memenuhi kebutuhan psikis c. supervision, pengawasan yang tidak cukup di dalam dan luar rumah d. substitute child care, meninggalkan anak atau tidak kembali selama 48 jam untuk memberikan perawatan e. housing hazard, tidak melindungi anak dari bahaya seperti obat-obatan atau benda berbahaya

21 f. household sanitation, tidak memastikan anak terlindung dari makanan basi, sampah, atau kotoran manusia, meliputi toilet yang tidak berfungsi, dan sebagainya g. personal hygiene, tidak menjaga pribadi anak dan kebersihan pakaian, serta bebas dari kotoran h. nutrition, gagal untuk memberikan makanan yang cukup dan teratur, serta tidak melindungi anak dari makanan basi atau diet yang dapat menyebabkan masalah kesehatan fisik.

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Dalam kehidupan, belum ada seorang manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain (www.wikipedia.com).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang tua dengan anak. Orang tua merupakan makhluk sosial pertama yang

BAB I PENDAHULUAN. orang tua dengan anak. Orang tua merupakan makhluk sosial pertama yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Attachment pada manusia pertama kali terbentuk dari hubungan antara orang tua dengan anak. Orang tua merupakan makhluk sosial pertama yang berinteraksi dengan bayinya.

Lebih terperinci

Psikologi Kepribadian I. Psikologi Psikologi

Psikologi Kepribadian I. Psikologi Psikologi MODUL PERKULIAHAN Psikologi Kepribadian I Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 06 61101 Abstract Dalam perkuliahan ini akan didiskusikan pembahasan teori attachment

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lain. Sejak lahir, manusia sudah bergantung pada orang lain, terutama orangtua

BAB 1 PENDAHULUAN. lain. Sejak lahir, manusia sudah bergantung pada orang lain, terutama orangtua BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial, artinya manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dan membentuk hubungan sosial dengan orang lain, karena pada dasarnya manusia tidak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang menguraikan tahap

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang menguraikan tahap 7 BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang menguraikan tahap perkembangan khususnya pada tahapan dewasa muda, hubungan romantis, attachment dan tipe attachment. 2.1 Dewasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa berada pada masa dewasa awal. Pada masa ini, mahasiswa berada pada masa transisi dari masa remaja ke masa dewasa. Pada masa transisi ini banyak hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Perkembangan sosial masa dewasa awal (young adulthood) adalah puncak dari perkembangan sosial masa dewasa. Masa dewasa awal adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mental. Hal ini seringkali membuat orangtua merasa terpukul dan sulit untuk

BAB I PENDAHULUAN. mental. Hal ini seringkali membuat orangtua merasa terpukul dan sulit untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Beberapa pasangan suami istri menginginkan keturunan sebagai bagian dari keluarga mereka. Pasangan suami istri pasti berharap untuk mendapatkan anak yang sehat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Di usia remaja antara 10-13 tahun hingga 18-22 tahun (Santrock, 1998), secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wanita merupakan individu yang memiliki keterbukaan dalam membagi permasalahan kehidupan maupun penilaian mereka mengenai sesuatu ataupun tentang orang lain.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah salah satu tahap penting dalam siklus kehidupan individu di samping siklus kehidupan lainnya seperti kelahiran, perceraian, atau kematian

Lebih terperinci

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah tahap yang penting bagi hampir semua orang yang memasuki masa dewasa awal. Individu yang memasuki masa dewasa awal memfokuskan relasi interpersonal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Sosial. Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Sosial. Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Sosial 1. Pengertian Penyesuaian Sosial Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Attachment menurut Bowlby (dalam Mikulincer & Shaver, 2007) adalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Attachment menurut Bowlby (dalam Mikulincer & Shaver, 2007) adalah BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Attachment 2.1.1 Definisi attachment Attachment menurut Bowlby (dalam Mikulincer & Shaver, 2007) adalah suatu hubungan atau interaksi antara 2 individu yang merasa terikat kuat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Keberadaan manusia sebagai makhluk sosial tidak lepas dari hubungan

BAB 1 PENDAHULUAN. Keberadaan manusia sebagai makhluk sosial tidak lepas dari hubungan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan manusia sebagai makhluk sosial tidak lepas dari hubungan dengan orang lain yang meliputi interaksi di lingkungan sekitarnya. Sepanjang hidup, manusia akan

Lebih terperinci

KELEKATAN PADA ANAK. Oleh : Sri Maslihah

KELEKATAN PADA ANAK. Oleh : Sri Maslihah KELEKATAN PADA ANAK Oleh : Sri Maslihah Anak yang satu tetap nempel pada bundanya padahal sudah saatnya masuk ke kelas, ada juga anak lain menangis begitu melihat ibunya harus keluar dari kelasnya sementara

Lebih terperinci

PROSES PEMBENTUKAN KELEKATAN PADA BAYI

PROSES PEMBENTUKAN KELEKATAN PADA BAYI PROSES PEMBENTUKAN KELEKATAN PADA BAYI Dwi Hardiyanti Program Studi Pendidikan Anak Usia Dini, dwihardiyanti@ymail.com Diterima: April 2017. Disetujui: Mei 2017. Dipublikasikan: Juli 2017 ABSTRAK Kelekatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan relasi antar pribadi pada masa dewasa. Hubungan attachment berkembang melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang artinya manusia membutuhkan orang lain dalam

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang artinya manusia membutuhkan orang lain dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang artinya manusia membutuhkan orang lain dalam hidupnya. Adanya interaksi sosial antara manusia yang satu dengan yang lainnya

Lebih terperinci

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB 2 Tinjauan Pustaka BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1. Kelekatan (attachment) 2.1.1. Definisi Kelekatan (attachment) Bowlby mengatakan bahwa kelekatan (attachment) adalah ikatan antara bayi dan ibu, sedangkan menurut Papalia dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Interaksi Ayah-Anak

TINJAUAN PUSTAKA Interaksi Ayah-Anak TINJAUAN PUSTAKA Interaksi Ayah-Anak Dalam kehidupan berkeluarga, ayah biasanya diidentikkan sebagai orang tua yang banyak meninggalkan rumah, menghukum, mempunyai pengetahuan yang lebih luas, berkedudukan

Lebih terperinci

Henni Anggraini Universitas Kanjuruhan Malang

Henni Anggraini Universitas Kanjuruhan Malang HUBUNGAN KELEKATAN DAN KECERDASAN EMOSI PADA ANAK USIA DINI Henni Anggraini Universitas Kanjuruhan Malang ABSTRAK. Kelekatan (Attachment) merupakan hubungan emosional antara seorang anak dengan pengasuhnya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Istilah Kelekatan (attachment) untuk pertama kalinya. resiprokal antara bayi dan pengasuhnya, yang sama-sama memberikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Istilah Kelekatan (attachment) untuk pertama kalinya. resiprokal antara bayi dan pengasuhnya, yang sama-sama memberikan BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kelekatan 1. Pengertian kelekatan Istilah Kelekatan (attachment) untuk pertama kalinya dikemukakan oleh seorang psikolog dari Inggris pada tahun 1958 bernama John Bowlby. Keterikatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak dapat hidup tanpa berelasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak dapat hidup tanpa berelasi dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak dapat hidup tanpa berelasi dengan orang lain. Setiap manusia, selalu berinteraksi dengan orang-orang yang ada dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menjaga hubungan romantis dengan pasangan romantis (romantic partner) seperti

BAB I PENDAHULUAN. Menjaga hubungan romantis dengan pasangan romantis (romantic partner) seperti 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menjaga hubungan romantis dengan pasangan romantis (romantic partner) seperti saat masih menjadi teman dekat atau pacar sangat penting dilakukan agar pernikahan bertahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sikap orang tua mempengaruhi cara mereka memperlakukan anak, dan perlakuan mereka terhadap anak sebaliknya mempengaruhi sikap anak terhadap mereka dan perilaku mereka.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kelekatan. melekat pada diri individu meskipun figur lekatnya itu tidak tampak secara fisik.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kelekatan. melekat pada diri individu meskipun figur lekatnya itu tidak tampak secara fisik. 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kelekatan 1. Defenisi Kelekatan (attachment) Menurut Bashori (2006) kelekatan adalah ikatan kasih sayang antara anak dengan pengasuhnya. Ikatan ini bersifat afeksional, maka

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini menguraikan teori-teori yang berkaitan dengan kecemburuan, pola

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini menguraikan teori-teori yang berkaitan dengan kecemburuan, pola BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini menguraikan teori-teori yang berkaitan dengan kecemburuan, pola attachment, dewasa awal dan pacaran. 2.1 Attachment 2.1.1 Definisi Attachment Bowlby adalah tokoh pertama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya untuk mempertahankan kelangsungan hidup. Oleh sebab itu manusia

BAB I PENDAHULUAN. lainnya untuk mempertahankan kelangsungan hidup. Oleh sebab itu manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang tidak mungkin dapat hidup sendiri. Di sepanjang rentang kehidupan, setiap manusia membutuhkan manusia lainnya untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Cinta. kehilangan cinta. Cinta dapat meliputi setiap orang dan dari berbagai tingkatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Cinta. kehilangan cinta. Cinta dapat meliputi setiap orang dan dari berbagai tingkatan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Cinta 1. Pengertian Cinta Stenberg (1988) mengatakan cinta adalah bentuk emosi manusia yang paling dalam dan paling diharapkan. Manusia mungkin akan berbohong, menipu, mencuri

Lebih terperinci

Motivasi Dan Prestasi Belajar Siswa Dalam Pembelajaran Matematika Ditinjau Dari Kelekatan Anak-Orang Tua

Motivasi Dan Prestasi Belajar Siswa Dalam Pembelajaran Matematika Ditinjau Dari Kelekatan Anak-Orang Tua Motivasi Dan Prestasi Belajar Siswa Dalam Pembelajaran Matematika Ditinjau Dari Kelekatan Anak-Orang Tua P 7 Dani Nurhayati Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Jalan Marsda Adisucipto No.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendiri dan membutuhkan interaksi dengan sesama. Ketergantungan dengan

BAB I PENDAHULUAN. sendiri dan membutuhkan interaksi dengan sesama. Ketergantungan dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial oleh karena itu manusia tidak dapat hidup sendiri dan membutuhkan interaksi dengan sesama. Ketergantungan dengan manusia lain

Lebih terperinci

Perkembangan dari Attachment (kelekatan) Kita harus memakai orang yang khusus di dalam kehidupan yang dapat membimbing anak-anak untuk merasakan rasa

Perkembangan dari Attachment (kelekatan) Kita harus memakai orang yang khusus di dalam kehidupan yang dapat membimbing anak-anak untuk merasakan rasa PERKEMBANGAN ATTACHMENT (KELEKATAN) Perkembangan dari Attachment (kelekatan) Kita harus memakai orang yang khusus di dalam kehidupan yang dapat membimbing anak-anak untuk merasakan rasa senang. Apabila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah masa dewasa muda. Pada masa ini ditandai dengan telah tiba saat bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah masa dewasa muda. Pada masa ini ditandai dengan telah tiba saat bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu memiliki beberapa tahap dalam kehidupannya, salah satunya adalah masa dewasa muda. Pada masa ini ditandai dengan telah tiba saat bagi individu untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hakikatnya Tuhan menciptakan manusia berpasang-pasangan, antara pria dan

BAB I PENDAHULUAN. hakikatnya Tuhan menciptakan manusia berpasang-pasangan, antara pria dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial, dimana mereka tidak dapat hidup seorang diri. Manusia selalu membutuhkan orang lain, baik untuk saling membantu, bekerja sama, bahkan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Mengacu pada hasil penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa dari 60 jumlah responden berdasarkan teori attachment menurut Bartholomew & Griffin (1994)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya senantiasa membutuhkan orang lain.kehadiran orang lain bukan hanya untuk

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya senantiasa membutuhkan orang lain.kehadiran orang lain bukan hanya untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang dalam menjalankan kehidupannya senantiasa membutuhkan orang lain.kehadiran orang lain bukan hanya untuk

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTAR PRIBADI

HUBUNGAN ANTAR PRIBADI HUBUNGAN ANTAR PRIBADI Modul ke: Fakultas Psikologi Macam-macam hubungan antar pribadi, hubungan dengan orang belum dikenal, kerabat, hubungan romantis, pernikahan, masalah-masalah dalam hubungan pribadi

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Pacaran adalah istilah yang sudah tidak asing lagi didengar oleh masyarakat. Hampir seluruh masyarakat dapat melihat atau menjadi subjek dalam fenomena pacaran ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ibu memiliki lebih banyak peranan dan kesempatan dalam. mengembangkan anak-anaknya, karena lebih banyak waktu yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. Ibu memiliki lebih banyak peranan dan kesempatan dalam. mengembangkan anak-anaknya, karena lebih banyak waktu yang digunakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ibu memiliki lebih banyak peranan dan kesempatan dalam mengembangkan anak-anaknya, karena lebih banyak waktu yang digunakan bersama anak-anaknya dari pada ayah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan luar. Perubahan-perubahan tersebut menjadi tantangan besar bagi

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan luar. Perubahan-perubahan tersebut menjadi tantangan besar bagi BAB I PENDAHULUAN Masa remaja merupakan masa peralihan atau masa transisi dari masa anakanak ke masa dewasa yang disertai dengan perubahan (Gunarsa, 2003). Remaja akan mengalami berbagai perubahan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. afeksional pada seseorang yang ditujukan pada figur lekat dan ikatan ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. afeksional pada seseorang yang ditujukan pada figur lekat dan ikatan ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ainsworth (dalam Helmi, 2004) mengartikan kelekatan sebagai ikatan afeksional pada seseorang yang ditujukan pada figur lekat dan ikatan ini berlangsung lama

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

1.PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah 1 1.PENDAHULUAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran attachment styles yang dialami oleh gay yang berada pada rentang usia dewasa muda. Oleh karena itu, pada bagian ini akan dijelaskan mengenai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian 1. Pendekatan dan jenis penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang bisa diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecerdasan Emosional pada Remaja Akhir. 1. Pengertian Kecerdasan Emosional Pada remaja Akhir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecerdasan Emosional pada Remaja Akhir. 1. Pengertian Kecerdasan Emosional Pada remaja Akhir BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecerdasan Emosional pada Remaja Akhir 1. Pengertian Kecerdasan Emosional Pada remaja Akhir Menurut Goleman (2000) kecerdasan emosional adalah kemampuan yang dimiliki seseorang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kali oleh seorang psikiater asal Inggris bernama John Bowlby pada tahun 1969.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kali oleh seorang psikiater asal Inggris bernama John Bowlby pada tahun 1969. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Attachment Attachment atau kelekatan merupakan teori yang diungkapkan pertama kali oleh seorang psikiater asal Inggris bernama John Bowlby pada tahun 1969. Ketika seseorang

Lebih terperinci

PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA

PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA Oleh: Alva Nadia Makalah ini disampaikan pada Seminar Online Kharisma ke-3, dengan Tema: Kekerasan Pada Anak: Efek Psikis, Fisik, dan Tinjauan Agama Dunia Maya,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini akan dijelaskan mengenai definisi, tahapan, dan faktor-faktor yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini akan dijelaskan mengenai definisi, tahapan, dan faktor-faktor yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Regulasi Diri Berikut ini akan dijelaskan mengenai definisi, tahapan, dan faktor-faktor yang mempengaruhi regulasi diri. 2.1.1. Definisi Regulasi Diri Regulasi diri adalah proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan romantis. Hubungan romantis (romantic relationship) yang juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan romantis. Hubungan romantis (romantic relationship) yang juga digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecemburuan merupakan hal yang wajar terjadi dalam sebuah hubungan antarindividu. Afeksi yang terlibat dalam hubungan tersebut membuat individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena perilaku seks pranikah di kalangan remaja di Indonesia semakin

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena perilaku seks pranikah di kalangan remaja di Indonesia semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Fenomena perilaku seks pranikah di kalangan remaja di Indonesia semakin meningkat prevalensinya dari tahun ke tahun. Hasil survei yang dilakukan oleh Biro

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses pembelajaran peserta didik yang dapat mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

BAB I PENDAHULUAN. proses pembelajaran peserta didik yang dapat mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran peserta didik yang dapat mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. interaksi dengan lingkungan sosial yang lebih luas di masyarakat dan

BAB I PENDAHULUAN. interaksi dengan lingkungan sosial yang lebih luas di masyarakat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia akan bersosialisasi dengan lingkungannya, keluarga, sekolah, tempat les, komunitas, dan lainlain. Manusia pada hakikatnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan generasi penerus bangsa yang diharapkan akan membawa Indonesia menjadi lebih maju. Namun sayangnya, akhir-akhir ini justru banyak pemberitaan mengenai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orangtua Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing,

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN 47 BAB V HASIL PENELITIAN A. Analisis Data 1. Uji Asumsi Uji asumsi merupakan uji data pertama yang dilakukan sebelum menggunakan teknik analisis korelasi product moment untuk menguji hipotesis. Uji asumsi

Lebih terperinci

BUDAYA DAN PROSES PERKEMBANGAN

BUDAYA DAN PROSES PERKEMBANGAN BUDAYA DAN PROSES PERKEMBANGAN OLEH: DR. ASIH MENANTI, MS * CULTURE AND TEMPERAMENT: PERBEDAAN PSIKOLOGIS YANG MUNCUL PADA ANTAR BUDAYA, BANYAK MEMBICARAKAN TENTANG TEMPERAMEN, KELEKATAN, PERKEMBANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan target atau yang disebut sebagai standar keahlian. keahlian atau pun standar keunggulan (standard of excellent).

BAB I PENDAHULUAN. dengan target atau yang disebut sebagai standar keahlian. keahlian atau pun standar keunggulan (standard of excellent). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Motivasi berprestasi sangat penting bagi kehidupan. Motivasi berprestasi yang baik akan membawa dampak positif bagi setiap individu. Hal ini terbukti dengan penelitian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari keluarga, dimana sebagian besar kelahiran disambut bahagia oleh anggota keluarganya, setiap orang tua mengharapkan anak yang sehat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

DATA SUBJEK SUBJEK I SUBJEK II SUBJEK III

DATA SUBJEK SUBJEK I SUBJEK II SUBJEK III DATA SUBJEK SUBJEK I SUBJEK II SUBJEK III Inisial A D V Usia 22 tahun 27 tahun 33 tahun Tempat/Tanggal Jakarta, 24 Mei 1986 Jakarta, 19 Maret 1981 Jakarta Lahir Agama Islam Kristen Protestan Katolik Suku

Lebih terperinci

INFANCY. Psikologi Perkembangan Unita Werdi Rahajeng

INFANCY. Psikologi Perkembangan Unita Werdi Rahajeng INFANCY Psikologi Perkembangan Unita Werdi Rahajeng www.unita.lecture.ub.ac.id MASA SENSORIMOTOR (PIAGET) 1. Substage 1: Simple Reflex 2. Substage 2: Primary Circular Reaction 3. Substage 3: Secondary

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komisi Remaja adalah badan pelayanan bagi jemaat remaja berusia tahun. Komisi

BAB I PENDAHULUAN. Komisi Remaja adalah badan pelayanan bagi jemaat remaja berusia tahun. Komisi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu gereja yang sudah berdiri sejak tahun 1950 di Indonesia adalah Gereja Kristen Indonesia atau yang biasa disebut GKI. GKI adalah sekelompok gereja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini, banyak perubahan-perubahan yang terjadi di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini, banyak perubahan-perubahan yang terjadi di dunia, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di masa sekarang ini, banyak perubahan-perubahan yang terjadi di dunia, terutama dalam gaya hidup masyarakat. Indonesia pun tidak luput dari perubahanperubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa bayi adalah periode dalam hidup yang dimulai setelah kelahiran dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa bayi adalah periode dalam hidup yang dimulai setelah kelahiran dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa bayi adalah periode dalam hidup yang dimulai setelah kelahiran dan berakhir dengan berkembangnya penggunaan bahasa. Masa bayi berlangsung sekitar 18

Lebih terperinci

2015 HUBUNGAN ANTARA ATTACHMENT PADA PENGASUH DENGAN SELF-DISCLOSURE REMAJA DI PANTI SOSIAL ASUHAN ANAK WISMA PUTRA BANDUNG

2015 HUBUNGAN ANTARA ATTACHMENT PADA PENGASUH DENGAN SELF-DISCLOSURE REMAJA DI PANTI SOSIAL ASUHAN ANAK WISMA PUTRA BANDUNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada umumnya, individu dibesarkan dalam sebuah keluarga yang memiliki orang tua lengkap yang terdiri dari seorang ibu dan seorang ayah. Namun, tidak semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asuhan, sebagai figur identifikasi, agen sosialisasi, menyediakan pengalaman dan

BAB I PENDAHULUAN. asuhan, sebagai figur identifikasi, agen sosialisasi, menyediakan pengalaman dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Orang tua berperan sebagai figur pemberi kasih sayang dan melakukan asuhan, sebagai figur identifikasi, agen sosialisasi, menyediakan pengalaman dan berperan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi perkembangan psikologis individu. Pengalaman-pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi perkembangan psikologis individu. Pengalaman-pengalaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Sepanjang rentang kehidupan individu, banyak hal yang dipelajari dan mempengaruhi perkembangan psikologis individu. Pengalaman-pengalaman bersama keluarga dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan individu. Kesepian bukanlah masalah psikologis yang langka,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan individu. Kesepian bukanlah masalah psikologis yang langka, digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesepian merupakan salah satu masalah psikologis yang kerap muncul dalam kehidupan individu. Kesepian bukanlah masalah psikologis yang langka,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu fase dalam kehidupan manusia yang sangat penting dilalui bagi

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu fase dalam kehidupan manusia yang sangat penting dilalui bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu fase dalam kehidupan manusia yang sangat penting dilalui bagi kehidupan setiap orang ialah masa kanak-kanak. Masa kanak-kanak ialah masa yang membutuhkan

Lebih terperinci

xvi BAB I PENDAHULUAN

xvi BAB I PENDAHULUAN xvi BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Bagi banyak orang konsep suatu adiksi biasanya berkaitan dengan obat obatan. Maka tidak mengherankan bahwa definisi adiksi banyak dikaitkan dengan obat obatan yaitu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pet Attachment II.1.1 Pengertian Pet Attachment Konsep pet attachment diambil langsung dari teori Bowlby (dalam Quinn, 2005) mengenai gaya kelekatan atau attachment. Bowlby menjelaskan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kepuasan Kepuasan merupakan hal yang bersifat individu. Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai

TINJAUAN PUSTAKA Kepuasan Kepuasan merupakan hal yang bersifat individu. Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai TINJAUAN PUSTAKA Kepuasan Kepuasan merupakan hal yang bersifat individu. Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan situasi nilai-nilai yang berlaku pada dirinya. Menurut

Lebih terperinci

Bab 2 Tinjauan Pustaka

Bab 2 Tinjauan Pustaka Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Kesepian 2.1.1 Definisi Kesepian Kesepian didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan ketidakpuasan yang dihasilkan oleh ketidaksesuaian antara jenis hubungan sosial yang diinginkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep Diri Akademis 1. Pengertian konsep diri Cara pandang individu tentang dirinya akan membentuk suatu konsep tentang diri sendiri. Konsep tentang diri merupakan hal yang penting

Lebih terperinci

6. KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN

6. KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN 6. KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN Pada bab ini akan disampaikan kesimpulan dari penelitian ini, diskusi mengenai hasil yang disampaikan pada kesimpulan, dan beberapa saran untuk penelitian selanjutnya selanjutnya

Lebih terperinci

Teori Etologi. Rizki Dawanti, M.Psi., Psikolog. Teori etologi Bowlby. Darwin dan Teori Evolusi. Etologi Modern. Evaluasi Teori.

Teori Etologi. Rizki Dawanti, M.Psi., Psikolog. Teori etologi Bowlby. Darwin dan Teori Evolusi. Etologi Modern. Evaluasi Teori. Modul ke: Teori Etologi Fakultas PSIKOLOGI Program Studi PSIKOLOGI Rizki Dawanti, M.Psi., Psikolog. Darwin dan Teori Evolusi Etologi Modern Teori etologi Bowlby Evaluasi Teori Eksperimen Lorenz Daftar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Attachment merupakan istilah yang diperkenalkan pertama kali oleh seorang psikolog dari Inggris John Bowlby pada tahun 1958 mengenai gambaran ikatan antara

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Penyesuaian Diri Penyesuaian berarti adaptasi yang dapat mempertahankan eksistensinya atau bisa bertahan serta memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk pertama kalinya belajar berinteraksi atau melakukan kontak sosial

BAB I PENDAHULUAN. untuk pertama kalinya belajar berinteraksi atau melakukan kontak sosial 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama bagi anak. Anak untuk pertama kalinya belajar berinteraksi atau melakukan kontak sosial dengan orang lain dalam

Lebih terperinci

Santi E. Purnamasari, M.Si., Psi. Fak. Psikologi UMBY

Santi E. Purnamasari, M.Si., Psi. Fak. Psikologi UMBY Santi E. Purnamasari, M.Si., Psi. Fak. Psikologi UMBY Emosi adalah perasaan atau afeksi yang melibatkan gabungan antara aspek fisiologis (detak jantung misalnya) dengan perilaku tampak (tersenyum, misalnya)

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Bullying 2.1.1. Pengertian Bullying Beberapa tokoh mengemukakan bullying dalam berbagai definisi yang beragam. Sullivan (2000) menjelaskan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Attachment 2.1.1 Definisi Attachment Bowlby adalah tokoh pertama yang melakukan penelitian dan mengemukakan teori mengenai attachment dan tetap menjadi dasar teori bagi penelitian-penelitian

Lebih terperinci

Rita Eka Izzaty Staf Pengajar FIP-BK-UNY

Rita Eka Izzaty Staf Pengajar FIP-BK-UNY Rita Eka Izzaty Staf Pengajar FIP-BK-UNY 1. Definisi Permasalahan Perkembangan Perilaku Permasalahan perilaku anak adalah perilaku anak yang tidak adaptif, mengganggu, bersifat stabil yang menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas yang melayani, sehingga masalah-masalah yang terkait dengan sumber

BAB I PENDAHULUAN. kualitas yang melayani, sehingga masalah-masalah yang terkait dengan sumber 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Fungsi utama Rumah Sakit yakni melayani masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan. Seiring dengan berjalannya waktu dan semakin majunya teknologi kedokteran,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paling menarik dari percepatan perkembangan seorang remaja adalah

BAB I PENDAHULUAN. paling menarik dari percepatan perkembangan seorang remaja adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan satu masa yang sangat menyulitkan, di mana terjadi percepatan perkembangan baik secara fisik, seksual, maupun sosial. Hal yang paling menarik dari

Lebih terperinci

Pedologi. Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Yenny, M.Psi. Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

Pedologi. Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Yenny, M.Psi. Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi Modul ke: Pedologi Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga Fakultas Psikologi Yenny, M.Psi. Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Tipe-tipe Penganiayaan terhadap Anak Penganiayaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode penting dalam rentang kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode penting dalam rentang kehidupan BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode penting dalam rentang kehidupan manusia karena banyak perubahan-perubahan yang dialami di dalam dirinya. Seperti yang diungkapkan oleh

Lebih terperinci

2015 HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI PARENTAL ATTACHMENT DAN RELIGIUSITAS DENGAN KESIAPAN MENIKAH PADA MAHASISWA MUSLIM PSIKOLOGI UPI

2015 HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI PARENTAL ATTACHMENT DAN RELIGIUSITAS DENGAN KESIAPAN MENIKAH PADA MAHASISWA MUSLIM PSIKOLOGI UPI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagian besar mahasiswa strata satu adalah individu yang memasuki masa dewasa awal. Santrock (2002) mengatakan bahwa masa dewasa awal adalah masa untuk bekerja

Lebih terperinci

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI HUBUNGAN ANTARA KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS DENGAN POLA KELEKATAN DEWASA PADA IBU BEKERJA Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi Oleh

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan 6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum suatu negara yang dibangun dengan tujuan untuk aktivitas religius. Gereja termasuk ke

BAB I PENDAHULUAN. hukum suatu negara yang dibangun dengan tujuan untuk aktivitas religius. Gereja termasuk ke BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Gereja merupakan sebuah institusi yang dibentuk secara legal dan berada di bawah hukum suatu negara yang dibangun dengan tujuan untuk aktivitas religius. Gereja

Lebih terperinci

Adult Romantic Attachment pada Dewasa Muda yang Mengalami Childhood Abuse

Adult Romantic Attachment pada Dewasa Muda yang Mengalami Childhood Abuse Adult Romantic Attachment pada Dewasa Muda yang Mengalami Childhood Abuse Icha Irdhanie Ika Yuniar Cahyanti Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Abstract. The goal of this research is mapping the model

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Santrock, 2000) yang menyatakan bahwa tugas perkembangan yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Santrock, 2000) yang menyatakan bahwa tugas perkembangan yang menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa dewasa muda merupakan masa dimana individu mulai mengemban tugas untuk menikah dan membina keluarga. Sesuai dengan pendapat Havighurst (dalam Santrock,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. seperti ayah, ibu, dan anak. Keluarga juga merupakan lingkungan yang

PENDAHULUAN. seperti ayah, ibu, dan anak. Keluarga juga merupakan lingkungan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga terdiri dari beberapa orang yang masih memiliki hubungan darah seperti ayah, ibu, dan anak. Keluarga juga merupakan lingkungan yang menyenangkan dan nyaman

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar pelitian. Berikut adalah beberapa teori yang terkait sesuai dengan penelitian ini. 2.1 Anxiety (Kecemasan)

Lebih terperinci