PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI"

Transkripsi

1 HUBUNGAN ANTARA KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS DENGAN POLA KELEKATAN DEWASA PADA IBU BEKERJA Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi Oleh : Cloudia Metha Hanesthi NIM : PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016

2

3

4 Let s say, today this is our last day that we have so we must do the best Selalu mengucap syukur untuk semua hal yang pernah terjadi dalam hidup Cloudia Metha Hanesthi, 2015 iv

5 Karya ini ku persembahkan untuk: Tuhan Yesus Dan Bunda Maria Terima kasih semua selalu indah pada waktu-nya Bapak dan Ibu tercinta Untuk dukungan, semangat dan doanya Dea, Lauren, Yesa Selalu mendukung dan semangatnya Keluarga besarku Untuk segala perhatiannya Sahabat - sahabatku Untuk selalu ada dan menemani selama ini Teman-teman Seperjuangan Psikologi 2010 v

6

7 HUBUNGAN ANTARA KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS DENGAN POLA KELEKATAN DEWASA PADA IBU BEKERJA Cloudia Metha Hanesthi ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kesejahteraan psikologis ibu bekerja dengan pola kelekatan yang dimilikinya. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pola kelekatan sedangkan variabel tergantungnya adalah kesejahteraan psikologis. Subjek dalam penelitian ini adalah ibu bekerja yang berusia tahun. Jumlah subjek adalah 80 orang. Hipotesis dalam penelitian ini adalah 1) adanya hubungan positif antara pola kelekatan secure dengan kesejahteraan psikologis 2) adanya hubungan negatif antara pola kelekatan preoccupied dengan kesejahteraan psikologis 3) adanya hubungan negatif antara pola kelekatan dismissing dengan kesejahteraan psikologis 4) adanya hubungan negatif antara pola kelekatan fearful dengan kesejahteraan psikologis. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala kesejahteraan psikologis dan skala pola kelekatan. Skala kesejahteraan psikologis disusun berdasarkan enam dimensi kesejahteraan psikologis menurut Ryff (1989). Skala pola kelekatan disusun berdasarkan jenis pola kelekatan menurut menurut Bartholomew & Horowitz (1991). Metode analisis data yang digunakan adalah metode statistic Product-Moment Pearson dan Spearman Rank dengan bantuan program SPSS for Windows version Hasil penelitian ini adalah 1) ada hubungan yang positif dan signifikan antara pola kelekatan secure dengan kesejahteraan psikologis (r=0,589; p=0,000; p<0,05) 2) ada hubungan negatif dan signifikan antara pola kelekatan preoccupied dengan kesejahteraan psikologis (r= -0,342; p=0,001; p<0,05) Kata kunci: pola kelekatan, kesejahteraan psikologis, ibu bekerja vii

8 THE RELATIONSHIP BETWEEN A PSYCHOLOGICAL WELL-BEING AND ADULT ATTACHMENT PATTERN IN WORKING MOTHER Cloudia Metha Hanesthi ABSTRACT The purpose of this research is to know the relationship between a psychological well-being and an adult attachment pattern in working mother. The independent variable was attachment pattern and the dependent variable was psychological well-being. The subjects in this research is a mother (working mother) in the age of years old that is 80 people. The hypothesis of this research is 1) there are positive relationship between a secure attachment pattern and a psychological well-being 2) There are negative relationship between a preoccupied attachment pattern and a psychological wellbeing 3) there are negative relationship between a dismissing attachment pattern and a psychological well-being 4) there are negative relationship between a fearful attachment pattern and a psychological well-being. In this research, the instrument that is used is psychology well-being and attachment behavior scale. Psychological well-being is arranged based on Ryff s 6 dimension of psychological well-being (1989). Attachment behavior scale is arranged based on Bartholomew and Horowitz s kinds of attachment behavior pattern (1991). The analysis method that is used is Pearson s method that is statistic Product-moment and Spearman rank by SPSS for Windows version The result is 1) there is positive and significant relationship between a secure pattern and a psychological well-being (r=0,589; p=0,000; p<0,05) 2) there are negative and significant relationship between a preoccupied pattern and a psychological well-being (r= -0,342; p=0,001; p<0,05) Keywords: patterns of attachment, psychological well-being, working mother viii

9

10 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kepada Allah Bapa yang Maha Kuasa dan Bunda Maria atas segala berkat dan rahmat Roh Kudus yang diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsinya yang berjudul Hubungan Antara Kesejahteraan Psikologis dengan Pola Kelekatan Dewasa pada Ibu Bekerja. Penelitian ini merupakan tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulis menyadari berbagai tantangan dan hambatan yang muncul saat menyusun, melaksanakan dan menyelesaikan penelitian ini. Pelaksanaan penelitian ini dari awal hingga akhir banyak melibatkan berbagai pihak. Penulis juga menyadari banyak pihak yang telah mengisi kehidupan penulis selama menimba ilmu Psikologi. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada mereka yang telah memberikan warna-warni untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini. Mereka adalah : 1. Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria atas penyertaan, bimbingan dan berkat- Nya. Saya menjadi kuat dalam mengerjakan skripsi walaupun banyak tantangan yang dihadapi dan saya mampu menyelesaikan skripsi ini. 2. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M. Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang atas kesempatan yang telah diberikan selama proses studi. 3. Ibu Ratri Sunar Astuti, M. Si. selaku kepala program studi. Terima kasih atas bantuan dan pelajaran yang diberikan dalam kelancaran 4. Ibu Passchedona Henrietta PDADS, S.Psi., M.A. selaku dosen pembimbing akademik. Terima kasih telah membantu dan memberikan bimbingan serta saran selama penulis menempuh masa perkuliahan di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. Terima kasih atas dukungan dan semangat dari semester ke semester yang Mba Etta berikan kepada saya. x

11 5. Ibu Debri Pristinella, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi. Terima kasih Ibu telah membimbing, menyediakan waku, memberikan saran dan dorongan, serta membantu kelancaran penyelesaian skripsi ini. Terima kasih atas kesabaran ibu dalam membimbing saya. Ibu mengajarkan saya untuk berpikir dan menggali rasa ingin tahu saya dengan mencari secara mandiri bahan bacaan atau sumber informasi yang berguna dalam penelitian ini. 6. Ibu Dra. L. Pratidarmanastiti, MS. dan Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.si. selaku dosen penguji. 7. Seluruh Dosen dan Karyawan di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah membagikan ilmu, pengetahuan, pengalamannya, mendampingi dan membimbing penulis selama masa studi atas segala kebaikan yang telah diberikan. 8. Ibu, yang telah mendukung, memberikan kasih sayang dan dukungan tiada henti dan tidak pernah mengeluh untuk selalu mengingatkan penulis dan Bapak, i know you always watch me from heaven. Miss you, pak. 9. Adik-adik, Dea, Lauren dan Yesa yang selalu memberikan semangat dengan canda tawa. 10. Bule Tanti, Mama ning, Om Krido, Om Damar dan seluruh keluarga besar yang selalu memberikan dukungan dengan caranya masing-masing. 11. Sahabat hati Andhyka Yulius Sihaloho untuk segala cinta, ketulusan, perhatian, kepedulian, semangat, kepercayaan, dukungan, kesabaran dan doa yang tak henti selalu diberikan kepada penulis. 12. Sahabat, Desi, Angel, Dita, Grego, Erin, Cha-cha yang telah memberikan semangat dan warna dalam hidup penulis, berbagi kisah dalam perjalanan hidup kita. 13. Para subjek penelitian ini, yang rela menyediakan waktu dan bersedia untuk ikut serta dalam pengambilan data demi keberhasilan penelitian ini. 14. Teman-teman satu dosen pembimbing Bu Debri atas kebersamaan berkeluhkesah, bersukaria saat jenuh mengerjakan skripsi dan belajar bersama. xi

12 15. Teman-teman Psikologi angkatan 2010 (khususnya kelas A) dan berbagai angkatan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah membantu menyebarkan kuesioner, mengisi hari-hari, memberi pengalaman yang berharga bagi penulis dan atas dinamika yang berjalan selama menempuh masa pendidikan di Universitas Sanata Dharma. 16. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih untuk dukungan, doa, dan kerjasamanya baik secara langsung maupun tidak langsung selama ini. Penulis sangat menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis menerima segala bentuk masukan, saran, dan kritik dari pembaca yang sifatnya membangun demi perbaikan penelitian selanjutnya. Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi banyak orang dan kiranya Tuhan senantiasa memberkati kita semua. Yogyakarta, 18 Januari 2016 Penulis, Cloudia Metha Hanesthi xii

13 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii HALAMAN MOTTO... iv HALAMAN PERSEMBAHAN... v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... vi ABSTRAK... vii ABSTRACT... viii LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... ix KATA PENGANTAR... x DAFTAR ISI... xiii DAFTAR TABEL... xvii DAFTAR GAMBAR... xviii DAFTAR LAMPIRAN... xix BAB I: PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian xiii

14 BAB II: LANDASAN TEORI A. Teori Kelekatan Pengertian Kelekatan Proses terbentuknya Kelekatan Perkembangan Kelekatan pada Masa Dewasa Jenis-jenis Kelekatan pada Masa Dewasa B. Kesejahteraan Psikologis Pengertian Kesejahteraan Psikologis Dimensi Kesejahteraan Psikologis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesejahteraan Psikologis C. Ibu Bekerja Pengertian Ibu Bekerja Alasan Ibu Bekerja D. Dinamika Hubungan antara Kesejahteraan Psikologis dengan Pola Kelekatan pada Ibu Bekerja E. Skema F. Hipotesis BAB III: METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian B. Variabel Penelitian C. Definisi Operasional xiv

15 D. Metode Sampling E. Subjek Penelitian F. Metode Pengumpulan Data G. Instrumen Penelitian H. Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian I. Pengujian Instrumen Penelitian Validitas Analisis dan Seleksi Aitem Reliabilitas J. Metode Analisis Data Uji Normalitas Uji Linearitas Uji Hipotesis BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Penelitian B. Deskripsi Subjek Penelitian C. Deskripsi Hasil Penelitian D. Analisis Data Penelitian Uji Normalitas Uji Linearitas Uji Hipotesis E. Pembahasan xv

16 BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran Bagi Ibu Bekerja Bagi Peneliti Selanjutnya Bagi Pembaca DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xvi

17 DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Pola Kelekatan pada Masa Dewasa Tabel 3.1 Blue Print Skala Kesejahteraan Psikologis Tabel 3.2. Blue Print Skala Pola Kelekatan Tabel 3.3 Skala Kesejahteraan Psikologis Tabel 3.4 Distribusi Skala Kesejahteraan Psikologis Setelah Uji Coba Tabel 3.5 Skala Pola Kelekatan Tabel 3.6 Distribusi Skala Pola Kelekatan Setelah Uji Coba Tabel 4.1. Deskripsi Subjek berdasarkan Usia Tabel 4.2. Deskripsi Subjek berdasarkan Jumlah Anak Tabel 4.3. Deskripsi Subjek berdasarkan Lama Bekerja dalam Tahun Tabel 4.4. Deskripsi Subjek berdasarkan Jumlah Jam Bekerja Tabel 4.5 Deskripsi Data Penelitian Tabel 4.6 Uji Normalitas Tabel 4.7 Uji Linearitas Tabel 4.8 Uji Hipotesis Pola Kelekatan secure, Pola Kelekatan preoccupied dengan Kesejahteraan Psikologis xvii

18 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Hierarki Struktur Model Kerja Gambar 2. Skema xviii

19 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Skala Uji coba Lampiran 2. Reliabilitas Lampiran 3. Skala Penelitian Lampiran 5. Uji Normalitas Lampiran 6. Uji Linearitas Lampiran 7. Uji Hipotesis xix

20 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepala keluarga mempunyai tugas yang penting untuk memenuhi kebutuhan keluarga yaitu bekerja. Pernikahan tradisional yang melibatkan pembagian tegas antara peran suami dan istri, suami sebagai kepala keluarga yang bertanggung jawab atas kesejahteraan ekonomi keluarga sedangkan istri melayani suami dan anak serta menciptakan suasana rumah yang baik dan menyenangkan (Berk, 2012). Memasuki abad ke-21, tidak hanya kepala keluarga yang membanting tulang untuk memenuhi kebutuhan keluarga, namun saat ini wanita juga bekerja untuk membantu memenuhi kebutuhan sehari-hari (Brunetta, 1989). Dalam pernikahan egaliter, pasangan memiliki kesetaraan dalam kekuasaan dan otoritas. Suami dan istri berusaha menyeimbangkan antara waktu dan tenaga mereka pada pekerjaan, anak-anak dan hubungan mereka (Berk, 2012). Menurut Hoffman (1989), ibu-ibu bekerja merupakan suatu bagian dari kehidupan masa kini. Hal tersebut bukanlah suatu aspek kehidupan yang menyimpang melainkan suatu respon terhadap perubahan-perubahan sosial-ekonomi (Santrock, 2002). Saat ini, telah banyak wanita yang memasuki dunia kerja. Ada berbagai alasan yang mendorong wanita untuk bekerja. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Papilia, Wendkos-Old dan Feldman (2009) ada beberapa alasan yang 1

21 2 mendorong kaum wanita yang telah berkeluarga untuk bekerja, diantaranya untuk menambah penghasilan keluarga, agar tidak tergantung pada suami, mengisi waktu luang, menghindari kebosanan, mengembangkan diri, memperoleh status dan memperoleh kepuasan. Pekerjaan di berbagai sektor usaha, mulai dari perhotelan, perbankan sampai sektor industri, seperti garment dan farmasi hingga profesi yang tergolong keras, seperti pengemudi angkutan umum dan tenaga operator alatalat berat mulai dimasuki oleh kaum wanita. Tak sedikit juga wanita yang menduduki posisi penting, seperti top manager bahkan hingga menempati posisi direktur eksekutif (Anogara, 1992). Seiring dengan pesatnya pembangunan di Indonesia, mulai tampak adanya pergeseran pada peran kaum wanita. Mereka tidak lagi membatasi perannya sebagai ibu rumah tangga semata, namun banyak yang berpartisipasi sebagai tenaga kerja aktif di luar rumah. Menurut hasil penelitian Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia terdapat kecenderungan peningkatan tenaga kerja wanita, pada tahun hanya mencapai 38,75% dari tenaga kerja keseluruhan dan pada tahun meningkat menjadi 51,65% (Setiasih, 2005). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, jumlah tenaga kerja wanita meningkat secara signifikan. Jumlah tenaga kerja wanita pada tahun 2009 meningkat mencapai 60,54%; pada tahun 2010 sebesar 60,92%; dan meningkat mencapai 61,72% pada tahun 2011 (BPS, 2011). Berdasarkan data tersebut, dapat diartikan bahwa disamping peran ibu sebagai pengelola rumah

22 3 tangga, peran ibu sebagai pekerja sudah menjadi fenomena yang semakin berkembang. Wanita bekerja yang telah menikah mempunyai peran dalam keluarga sebagai istri, ibu dan pengelola rumah tangga. Sebagai wanita yang telah berkeluarga, mereka dituntut untuk dapat memainkan dua peran yang berbeda, di rumah mereka dituntut selalu siap memberikan bantuan pada keluarganya, sedangkan di tempat kerja mereka diharapkan untuk tahu bagaimana menjadi diri sendiri (Rowartt & Rowartt, 1990). Ini merupakan tugas utama dari seorang wanita bekerja yang berperan sebagai ibu. Peran ibu sangat berpengaruh dalam sebuah keluarga terutama bagi pendidikan dan perkembangan anak. Pada hakikatnya, seorang ibu mempunyai tugas yang utama yaitu mengatur urusan rumah tangga, mengurus segala keperluan anak dan suami, mendampingi suami dan termasuk mengatur dan membimbing anak-anaknya. Menurut Barnard & Solchany, ibu masih mempunyai beban tanggung jawab dalam perkembangan anak-anak (Santrock, 2007). Ibu yang bekerja memiliki hubungan dengan prestasi anak di sekolah. Anak yang memiliki ibu yang bekerja di luar rumah, cenderung malas dalam belajar karena tidak mendapat pengawasan dari orangtua. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Crouter di Amerika Serikat menunjukan hasil bahwa anak laki-laki yang memiliki ibu bekerja menunjukkan malas belajar dan tidak memperlihatkan prestasi yang menonjol atau prestasi yang baik selama di sekolah (Anggi, 2011).

23 4 Ketika ibu memutuskan untuk bekerja di luar rumah, maka ia rela kehilangan sebagian waktu bersama anaknya. Ibu yang bekerja tidak memiliki banyak waktu dengan anak dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja (Ninik, 2007). Para ibu yang bekerja dapat merasa kehilangan atau melewatkan peristiwa penting ketika tidak bersama dengan anak selama ia bekerja. Hal ini membuat para ibu akan memanfaatkan waktu dengan kegiatan yang berkualitas untuk menggantikan waktu yang telah hilang bersama anaknya. Ibu dapat memanfaatkan keadaan ini untuk mengajarkan kepada anak dalam menghargai waktu sehingga anak akan belajar dalam menggunakan waktunya sebaik mungkin (Itabiliana, 2012). Misalnya, ibu dapat membuat jadwal aktivitas di rumah dan bukan mengambil dari waktu yang tersisa. Hal ini dapat membuat anak memahami seberapa penting waktu terutama ketika bersama ibu mereka. Banyak persoalan yang dialami oleh ibu rumah tangga yang bekerja di luar rumah, seperti mereka dituntut memiliki kemampuan dalam mengatur waktu dengan suami dan anak hingga mengurus keperluan rumah tangga dengan baik. Putrianti (2007) mengungkapkan hasil penelitiannya bahwa wanita dengan peran ganda berkecenderungan tinggi mengalami situasi dilema karena masing-masing peran menuntut waktu, tenaga, dan pikiran. Ketika bekerja, wanita mempunyai beban dan hambatan yang lebih berat daripada rekan prianya. Wanita harus lebih dahulu mengatasi urusan keluarga, suami dan anak. Sedangkan pria lebih mengutamakan waktu mereka untuk bekerja dibandingkan untuk keluarga, mereka merasa kurang

24 5 terlibat dalam urusan keluarga karena adanya harapan tradisional yang mengatakan bahwa pekerjaan merupakan hal yang utama untuk pria (Namora dan Emy, 2007). Pada kenyataannya, banyak wanita yang tidak cukup mampu mengatasi hambatan tersebut sehingga wanita dituntut memiliki kemampuan untuk menyeimbangkan peran ganda tersebut (Anoraga, 1992). Ketika ibu bekerja tidak mampu untuk menyeimbangkan kedua peran ganda tersebut, maka akan mengganggu proses pencapaian kesejahteraan psikologis (psychological well-being). Seseorang yang mempersepsikan dirinya melalui evaluasi perasaan menyenangkan atau tidak menyenangkan dan evaluasi kepuasaan dalam hidupnya, maka hal ini disebut kesejahteraan subjektif (subjective wellbeing). Berdasarkan aspek subjective well-being, ketika seorang ibu merasa sejahtera atas peran keibuannya, maka ibu akan cenderung mengalami perasaan positif sedangkan ketika seorang ibu merasa kurang atau tidak sejahtera atas peran keibuannya, maka ibu akan cenderung mengalami perasaan-perasaan negatif. Maka dari itu tinggi rendahnya tingkat subjective well-being yang dimiliki seorang ibu akan mewakili tingkat pemenuhan kesejahteraannya ketika menjalani peran keibuannya. Subjective well-being sama halnya dengan psychological well-being. Namun, titik poinnya berbeda karena subjective well-being diartikan sebagai tingkat kepuasan individu saja sedangkan psychological well-being lebih dalam dari itu, mencakup individu yang mampu menunjukkan potensi dirinya, membentuk hubungan yang

25 6 hangat dengan orang lain, mampu mengontrol kehidupan dan lingkungannya serta mampu tumbuh dan berkembang. Levy-Shiff (dalam Papalia, 2009) mengungkapkan bahwa ibu bekerja yang mampu mengatur diri sendiri dan mampu mengatasi berbagai macam tuntutan hidup berhasil mencapai kesejahteraan psikologis (psychological well-being). Menurut Ryff (1989) individu dapat mencapai psychological well-being jika telah memenuhi beberapa kriteria yaitu seseorang memiliki kemampuan menerima diri sendiri apa adanya (self-acceptance), mampu mengembangkan potensi dirinya (personal growth), memiliki keyakinan bahwa hidupnya bermakna dan memiliki tujuan hidup (purpose in life), membentuk hubungan positif atau hangat dengan orang lain (positive relationship with others), mengontrol atau mengatur kehidupannya dan lingkungannya (environmental mastery), dan memiliki kemampuan untuk menentukan tindakan sendiri (autonomy). Keenam kriteria ini berkorelasi tinggi pada fungsi yang positif seperti kepuasaan hidup dan berkorelasi rendah pada fungsi yang negatif seperti depresi (Ryff & Singer, 1996). Berdasarkan hasil penelitian Helmi (1999) yang meneliti pola kelekatan dan konsep diri, mengungkapkan bahwa individu yang memiliki pola kelekatan yang aman atau secure maka individu tersebut mempunyai hubungan yang hangat dengan orang lain dari figur lekat pada masa bayi dan anak-anak. Hal ini berkaitan dengan kesejahteraan psikologis atau psychological well-being bahwa individu yang mampu membentuk hubungan

26 7 yang hangat dengan orang lain maka individu tersebut akan mencapai kesejahteraan psikologis. Hasil penelitian (Shek, 1997; Ferriere & Sastre, 2000; Abma, Linssen, & Van Wel, 2000 dalam Rastogi & Rathi, 2007) menunjukkan bahwa kualitas hubungan dalam keluarga, terutama dengan orangtua merupakan faktor utama psychological well-being. Pencapaian psychological well-being khususnya pada orang dewasa lebih dianggap sebagai hasil kontribusi dari konteks kehidupan sosial. Perjalanan kehidupan individu termasuk ibu memang tidak bisa dipisahkan dari kehadiran orangtua. Armsden dan Greenberg (1987) menemukan bahwa kualitas attachment dengan orangtua merupakan prediktor yang penting dalam well-being individu. Bowbly seorang ahli perkembangan anak (Damayanti, 2003), menyatakan bahwa pondasi awal yang dapat membentuk kepribadian seorang anak adalah hubungan kelekatan yang kuat antara seorang ibu dengan anak. Teori kelekatan (attachment) pertama kali dikembangkan oleh Bowlby (1982), seorang ahli psikoanalisa dari Inggris yang berusaha memahami tekanan yang dialami oleh bayi yang dipisahkan dari orang tua mereka. Menurut Bowlby, ketika seorang bayi yang jauh atau dipisahkan dari orang tuanya maka bayi tersebut akan mengalami suatu reaksi, seperti menangis. Bayi yang jauh dari orang tuanya akan mengalami rasa ketakutan dan bayi akan menangis untuk mencegah orang tuanya pergi darinya. Bowlby 1982 (yang dikutip Budiarto, 2006) mengemukakan bahwa menangis yang dilakukan oleh bayi merupakan perilaku kelekatan (attachment behavior)

27 8 yang merupakan suatu respon yang menunjukkan perpisahan bayi dengan figur kelekatan utama. Yang dimaksud figur kelekatan utama adalah seseorang yang memberi dukungan, kasih sayang dan perlindungan. Kelekatan-kelekatan yang diterima oleh seseorang (anak) dapat memberikan dampak bagi kehidupan selanjutnya. Weiss (dikutip oleh Feeney, 1999)menjelaskan bahwa kelekatan (attachment) antara bayi dengan pengasuhnya akan memberikan dampakpada hubungan individu dengan individu lainnya pada masa dewasa. Selain itu, berdasarkan teori Bowlby (Bartholomew, 1990; Bartholomew & Horowitz, 1991) pengalaman kelekatan dengan pengasuhnya untuk menggambarkan sikap terhadap diri sendiri dan orang lain untuk membangun relasi dengan orang lain di luar anggota keluarga di kehidupan masa depan. Perkembangan seseorang tidak dapat dipisahkan dengan lingkungan sosialnya. Kaum kontekstual tidak melihat individu bagian yang terpisah dari lingkungan namun bagian yang tidak dapat terpisah dengan lingkungan. Menurut teori bioekologi Brofenbrenner, perkembangan seseorang dipengaruhi melalui interaksi dua arah antara individu dengan lingkungan sehari-hari. Interaksi tersebut dimulai dari lingkup yang paling kecil sampai dengan lingkup yang paling besar, seperti rumah, sekolah, tempat kerja dan lingkungan tempat tinggal. Mikrosistem merupakan suatu lingkungan dimanaindividu berinteraksi sehari-hari dan bertatap muka dengan orang lain. Dalam hal ini, individu tersebut mempunyai peran dan hubungan terhadap pola kegiatan dalam sebuah lingkungan, seperti rumah, tempat kerja dan

28 9 lingkungan tempat tinggal. Mikrosistem diperluas menjadi mesosistem. Mesosistem merupakan keterkaitan interaksi dua atau lebih mikrosistem. Mesosistem dapat mencakup antara rumah dengan tempat kerja atau rumah dengan teman sebaya. Sebagai contoh, seorang ibu yang dapat menyelesaikan pekerjaan rumah dengan baik namun kesulitan ketika menyelesaikan tugas di tempat kerja (Papalia, Olds, Feldman, 2009). Griffin dan Bartholomew (1994a, 1994b) memperluas kerja Bowbly pada pola kelekatan pada masa bayi dengan menggambarkan pola kelekatan pada masa dewasa. Kombinasi sikap terhadap diri dan orang lain menghasilkan empat pola kelekatan pada masa dewasa. Pola kelekatan pertama adalah secure dimana individu mencari kedekatan interpersonal dan merasa nyaman dengan orang lain. Pola kelekatan yang kedua adalah fearfulavoidant yang menunjukan bahwa individu meminimalkan kedekatan interpersonal dan menghindari hubungan yang akrab dengan orang lain serta cenderung memandang orang lain negatif. Pola kelekatan yang ketiga adalah preoccupied yang memandang diri negatif, namun memandang orang lain positif. Individu tersebut mencari kedekatan interpersonal namun individu ini merasa tidak layak untuk orang lain. Pola kelekatan keempat adalah dismissing memandang diri layak namun cenderung memandang orang lain negatif. Baron dan Byrne (2005) membangun konsep kelekatan pada orang dewasa yaitu kelekatan pada pasangan sebagai figur lekat. Orang dewasa yang memiliki pola kelekatan aman cenderung lebih puas dalam menjalin

29 10 hubungan dibandingkan dengan orang dewasa dengan pola kelekatan tidak aman. Dalam menjalin hubungan, orang dewasa dengan kelekatan yang aman yakin bahwa pasangan mereka akan ada ketika dibutuhkan, terbuka dengan pasangan, dan memiliki ketergantungan dengan orang lain serta meminta orang lain untuk tergantung dengan dirinya. Orang dewasa dengan pola kelekatan aman akan memandang hubungan cinta dengan pasangan merupakan hal yang menyenangkan, saling percaya dan bersahabat. Selain itu, orang dengan gaya ini akan memiliki pandangan yang positif terhadap diri sendiri, pasangan dan hubungan yang mereka jalin. Orang dewasa dengan pola kelekatan preoccupied cenderung untuk tidak peduli dengan menjalin hubungan dekat dengan orang lain dan tidak bergantung dengan orang lain serta orang lain tidak bergantung pada mereka. Orang dewasa yang memiliki kelekatan cemas cenderung khawatir bahwa orang lain atau pasangannya tidak mencintai mereka sepenuhnya, merasa khawatir orang lain tidak menghargai dirinya, mudah marah, mudah frustasi dan merasa tidak nyaman ketika hubungan interpersonalnya tidak terpenuhi. Orang dewasa dengan pola ini cenderung mencari keintiman dan respon yang lebih dari pasangannya dan kurang positif menilai diri sendiri. Ketika individu merasa nyaman meskipun tidak memiliki hubungan emosional dengan orang lain maka individu ini memiliki pola kelekatan dismissing. Orang dewasa dengan pola kelekatan ini akan merasa nyaman tidak bergantung dengan orang lain dan orang lain tidak bergantung padanya. Maka dari itu, individu ini menyukai kebebasan dan akan menolak untuk

30 11 menjalin hubungan dengan orang lain. Orang dewasa dengan pola kelekatan ini cenderung menghindari kedekatan dengan orang lain, menekan dan menyembunyikan perasaannya. Orang dewasa yang memiliki pola kelekatan fearful-avoidant mempunyai keinginan untuk menjalin hubungan dengan orang lain namun mereka merasa tidak nyaman untuk dekat dengan orang lain. Mereka juga mempunyai pandangan yang negatif terhadap diri sendiri dan pasangannya. Mereka menganggap mendapat respon yang kurang dan kurang percaya pada pasangan. Oleh kerena itu, orang dengan gaya ini akan menghindari keintiman dan menutupi perasaan mereka. Pentingnya pola kelekatan pada masa bayi terhadap perkembangan hubungan interpersonal pada masa dewasa kelak dan kesejahteraan psikologisnya (Woodward, Fergusson, & Belsky, 2000). Penelitian yang dilakukan Pasili dan Canning dengan responden dari Inggris, California, dan Australia menunjukkan hasil bahwa well-being merupakan hal utama dalam kualitas dari hubungan sosial antar individu (Lauer & Lauer, 2000). Kelekatan yang kokoh meningkatkan relasi teman sebaya yang kompeten dan relasi erat yang positif di luar keluarga. Baron dan Byrne (2005) mengungkapkan bahwa kedekatan individu yang secara kokoh dekat dengan orangtua juga dekat secara kokoh dengan teman sebaya, sementara individu yang tidak dekat dengan orangtua juga tidak dekat dengan teman sebaya. Ketika masa remaja, teman sebaya memberikan pengaruh yang besar namun orangtua tetap memainkan peranan yang penting dalam kehidupan remaja.

31 12 Hal ini karena antara hubungan dengan orangtua dan hubungan dengan teman sebaya memberikan pemenuhan akan kebutuhan-kebutuhan yang berbeda dalam perkembangan remaja. Dalam hal kemajuan sekolah dan rencana karir, remaja belajar tentang hubungan social di luar keluarga. Mereka berbicara tentang pengalaman dan minat yang bersifat pribadi. Mereka percaya bahwa teman sebaya akan memahami perasaan mereka dengan lebih baik dibandingkan orang dewasa (Santrock, 2007). Kelekatan tidak sama dengan ketergantungan. Menurut Baron dan Byrne (2005) ketergantungan merupakan suatu asosiasi interpersonal dimana dua orang mempengaruhi kehidupan satu sama lain dan terlibat dalam berbagai aktivitas bersama sedangkan kelekatan merupakan sensasi ketenangan dan keamanan yang dirasakan dari partner untuk jangka waktu panjang. Kebutuhan akan kenyamanan dan keamanan adalah hal yang lumrah dan manusiawi. Begitu juga untuk ibu bekerja, ketika kelekatan dengan pasangan atau suami terputus atau kurang dalam hal kualitas, maka individu tersebut akan mencari figur yang attachmentnya lebih kuat pada dirinya (Ardiani, 2003). Attachment menjadi penting diteliti untuk ibu bekerja untuk melihat bagaimana pola kelekatan yang dimilikinya dan dampaknya terhadap anak dan pasangan. Berdasarkan uraian diatas dan dengan melihat kenyataan yang ada, maka hal ini mendorong peneliti untuk mengetahui kesejahteraan psikologis ibu yang bekerja dilihat dari pola kelekatan yang mereka miliki. Peneliti memilih ibu bekerja karena mereka memiliki dua peran ganda yang

32 13 dijalankan bersama-sama. Dilihat dari sudut kepribadian, ibu rumah tangga yang bekerja sebagian besar berada pada tahap perkembangan dewasa awal. Tahap perkembangan psikososial Erikson masa dewasa awal dituntut untuk saling berkomitmen. Tugas perkembangan pada masa dewasa awal adalah membangun hubungan yang intim dengan orang lain (Papalia, Olds & Feldman, 2009). Berkaitan dengan hubungan yang intim menuntut keterampilan tertentu, seperti kepekaan, empati, kemampuan mengomunikasikan emosi, menyelesaikan konflik, dan mempertahankan komitmen. Penelitian menjadi penting dilakukan karena peneliti ingin melihat pola kelekatan yang dimiliki ibu bekerja dan kelekatan ibu bekerja dengan pasangan dan teman sebaya. Fenomena tersebut menimbulkan pertanyaan dalam diri peneliti Apakah ada hubungan antara kesejahteraan psikologis seorang ibu bekerja dilihat dari pola kelekatan yang dimilikinya? Penelitian ini akan lebih melihat pada kesejahteraan psikologis wanita yang mempunyai peran ganda yaitu dengan pola kelekatan yang diterima dari orangtuanya. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka peneliti merumuskan permasalahan penelitian ini, yaitu apakah ada hubungan antara kesejahteraan psikologis ibu bekerja dengan pola kelekatan yang dimilikinya?

33 14 C. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui hubungan antara kesejahteraan psikologis ibu bekerja dengan pola kelekatan yang dimilikinya. D. Manfaat Penelitian Penelitian yang akan dilaksanakan ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis. 1. Manfaat Teoritis Secara teoretis, penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi yang dapat digunakan sebagai bahan kajian dan memperkaya hasil penelitian dalam bidang psikologi perkembangan, psikologi sosial dan psikologi keluarga terutama berkaitan dengan pola kelekatan dan kesejahteraan psikologis ibu bekerja. 2. Manfaat Praktis : a. Pada ibu bekerja Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi ibu yang bekerja dalam memberikan informasi mengenai tingkat atau dimensi kesejahteraan psikologis didalam dirinya dan memperoleh gambaran mengenai pola kelekatan yang mereka miliki.

34 15 b. Pada suami yang memiliki pasangan yang bekerja Penelitian ini diharapkan dapat memahami mengenai pola kelekatan yang dimiliki oleh pasangannya dan dapat memberikan informasi bagi suami mengenai tingkat kesejahteraan psikologis pasangannya. c. Pada pembaca Penelitian diharapkan bermanfaat bagi pembaca dalam memberikan informasi mengenai macam-macam pola kelekatan dan pengaruhnya terhadap kesejahteraan psikologis individu.

35 BAB II LANDASAN TEORI A. Teori kelekatan (attachment) Manusia dilahirkan dalam keadaan yang sepenuhnya tidak berdaya dan harus menggantungkan diri pada orang lain, terutama ibunya. Oleh karena itu, ibu mempunyai peranan yang penting terhadap perkembangan kepribadian anak (Sarwono, 2009). Interaksi antara ibu dan anak dapat membentuk perkembangan kelekatan yang berperan besar dalam perkembangan segala kemampuan anak, seperti perkembangan kognitif, emosi, sosial, moral, dan sebagainya (Cook, 1972). 1. Pengertian Kelekatan Kelekatan (attachment) adalah suatu ikatan emosional yang kuat antara bayi dengan ibu (Santrock, 2002). Relasi dengan figur sosial yang melibatkan fenomena tertentu akan mewakili karakteristik relasi sehingga membentuk kelekatan. Dalam hal ini periode masa perkembangan saat masa bayi, figur-figur sosial adalah bayi dengan pengasuh dan fenomenanya ialah ikatan yang terjadi diantara mereka. Papalia, Sally dan Ruth Dunskin (2010) mengemukakan kelekatan merupakan ikatan emosional abadi dan resipokal antara bayi dan pengasuh. Pengasuh yang memberikan respon terhadap bayi akan menghasilkan kualitas hubungan yang baik, sedangkan pengasuh yang 16

36 17 suka menyendiri dan kurang konsisten terhadap bayi akan menghasilkan kualitas hubungan yang kurang baik. Hal ini karena antara bayi dan pengasuh sama-sama memberikan kontribusi terhadap kualitas hubungan tersebut. Menurut Robert A. Baron dan Donn Byrne (2005), kelekatan adalah tingkat keamanan individu yang dialami dalam hubungan interpersonal. Pada awal masa bayi, individu membangun pola-pola yang berbeda, namun perbedaan kelekatan yang dimiliki oleh individu akan tampak mempengaruhi perilaku interpersonal sepanjang hidup. Kelekatan yang terbentuk pada masa kecil akan mempengaruhi perilaku individu di masa depan. Saat awal masa bayi tingkat keamanan individu akan terbentuk dari hubungan interpersonal yang terjadi antara bayi dengan pengasuh. Cinta kelekatan orang dewasa adalah suatu ikatan afeksional kuat dengan orang tertentu yang mengalami kesedihan ketika tanpa sengaja terpisah dari orang tersebut dan berusaha untuk dekat dengannya ketika kita merasa terancam (Mercer dan Clayton, 2012). Individu dewasa akan merasakan kesedihan jika terpisah dari orang tertentu atau orang terdekat yang dalam hal ini adalah pasangannya. Kelekatan dewasa (adult attachment) adalah hubungan emosi antara dua orang yang ditandai oleh keinginan untuk bersama orang tersebut dan menyayangi orang tersebut serta kondisi tersebut menggambarkan keadaan diri individu (Hazan & Shaver, 1987). Individu dewasa memiliki

37 18 keinginan hidup bersama dengan figur lekatnya. Figur lekat adalah pasangannya. Bartholomew dan Horowitz (1991) menjelaskan bahwa kelekatan pada masa dewasa adalah pandangan kelekatan (ikatan afeksi) diri individu dewasa terhadap orang lain yang dihasilkan dari model mental diri sendiri dan model mental orang lain, baik secara positif maupun negatif. Model mental diri yang dimaksud adalah keyakinan bahwa diri dicintai (lovability) dan layak mendapatkan perhatian (worthiness of care) dari orang lain sedangkan model mental orang lain dipahami sebagai harapan bahwa orang lain hadir secara emosional dan responsif. Menurut teori-teori Bowlby (1969) dan Ainsworth (1978) kelekatan menunjukkan bahwa cara individu membentuk ikatan dengan pengasuh utama mempengaruhi skema individu tersebut untuk membentuk dan mengembangkan hubungan di masa dewasa (Mercer dan Clayton, 2012). Kelekatan yang terbentuk dapat mempengaruhi kualitas hubungan di masa dewasa. Berdasarkan beberapa pengertian mengenai kelekatan diatas, peneliti mengambil kesimpulan mengenai pengertian dari kelekatan yang sesuai dengan tujuan penelitian. Sejak perkembangan masa bayi akan terbentuk kelekatan. Kelekatan merupakan ikatan yang dibentuk antara bayi dan pengasuhnya. Kelekatan yang terbentuk sejak kecil akan mempengaruhi individu di masa depan. Ketika dewasa, figur kelekatan akan berubah dari ibu atau pengasuh menjadi pasangannya. Individu

38 19 dewasa akan mengalami kesedihan ketika terpisah dari figur lekatnya. Dalam hal ini, figur kelekatannya adalah pasangannya. Jadi yang dimaksud dengan kelekatan dalam penelitian ini adalah ikatan yang terbentuk dari masa bayi yang menjadi dasar dalam memberikan pengaruh pada kehidupan interpersonal individu di masa dewasa yang dimana individu tersebut mempunyai pandangan mengenai model diri sendiri dan model orang lain. 2. Proses terbentuknya Kelekatan Psikoanalisa dari Inggris John Bowlby (1969, 1989) menekankan pentingnya kelekatan pada tahun awal kehidupan bayi dengan respon dari pengasuh bayi tersebut. Bowlby yakin bahwa bayi dan ibunya membentuk suatu kelekatan secara naluriah. Ia juga mengemukakan bahwa secara biologis bayi yang baru lahir diberi kemampuan untuk memperoleh perilaku kelekatan dari ibu. Bayi menangis, menempel, merengek, dan tersenyum. Kemudian bayi akan merangkak perlahan-lahan dan berjalan mengikuti ibu. Hal tersebut dilakukan bayi untuk mempertahankan agar ibu selalu dekat (Santrock, 2002). Penyatuan kembali bayi dengan ibu akan membentuk kelekatan yang kuat. Erikson (1968) yakin bahwa tahun pertama kehidupan merupakan kerangka waktu kunci bagi perkembangan kelekatan. Tahap pertama dari delapan tahap perkembangan psikososial Erikson adalah kepercayaan (trust) dan ketidakpercayaan (mistrust). Tahap ini berlangsung hingga

39 20 berusia 18 bulan. Pada bulan-bulan awal, bayi akan mengembangkan perasaan percaya terhadap individu-individu dan objek-objek dalam dunia mereka. Rasa percaya pada masa bayi akan membentuk harapan seumur hidup bahwa dunia merupakan tempat yang baik dan menyenangkan untuk dihuni (Santrock, 2002). Kelekatan yang aman akan merefleksikan rasa kepercayaan dan kelekatan yang tidak aman akan merefleksikan rasa ketidakpercayaan. Bayi yang mempunyai kelekatan aman telah belajar untuk percaya tidak hanya dengan para pengasuhnya tetapi juga kepada kemampuannya untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan (Papalia, 2010). Jika rasa ketidakpercayaan (mistrust) lebih mendominasi maka anak akan memandang dunia sebagai tempat yang tidak bisa diprediksi dan akan memiliki masalah dalam pembentukan hubungan (Papalia dan Feldman, 2014). Cindy Hazan (dalam Myers, 2012)menjelaskan bahwa pengalaman kelekatan di awal kehidupan membentuk dasar model kerja internal atau karakteristik cara berpikir mengenai suatu hubungan. Oleh karena itu, ibu yang memberikan respon akan memberikan rasa dasar kepercayaan bahwa dunia dapat dipercaya maka bayi akan mempunyai kelekatan dengan rasa aman. Penelitian tentang adult attachment menunjukkan bahwa individu dengan secure attachment dibentuk dengan hubungan yang hangat dengan orang tua dan avoidant attachment terbentuk oleh orang tua memiliki hubungan yang dingin dan menolak kebutuhan anak (Collins & Read,

40 ). Collins dan Read (1994) menunjukkan bahwa model kerja harus berkaitan dengan empat komponen, yaitu: a. Kelekatan berkaitan dengan kenangan dan pengalaman individu (terutama pada figur utama). b. Kelekatan berkaitan dengan keyakinan, sikap dan harapan pada diri sendiri dan orang lain. c. Tujuan dan kebutuhan hidup berkaitan dengan kelekatan. d. Strategi dan rencana merupakan pencapaian tujuan yang berkaitan dengan kelekatan. General Model of Self and Others in Relation to Attachment General Model of Self and Others in Model of Peer Relationships Mother Father Friendship Romantic Relationship Gambar 1. Hierarki Struktur Model Kerja

41 22 Gambar diatas menunjukkan bahwa model umum mengenai diri sendiri dan orang lain yang berkaitan dengan kelekatan. Pada masa anakanak, model atau pola kelekatan terjadi antara hubungan orangtua dan anak dimana ayah dan ibu merupakan figur kelekatan utama. Semakin bertambahnya usia individu kehadiran teman sebaya merupakan hal yang penting selain kehadiran orangtua dalam kehidupan individu. Model kelekatan pada masa remaja terjadi pada teman sebaya yang membentuk suatu hubungan yang dinamakan persahabatan. Individu dewasa akan menjalin hubungan dengan teman sebaya dan akan membentuk suatu ikatan yang kuat. Ikatan tersebut akan semakin kuat dan akan berkembang menjadi hubungan romantik dengan lawan jenis. Berdasarkan data diatas, peneliti menyimpulkan bahwa kelekatan terbentuk pada awal tahun kelahiran bayi. Bayi akan protes dan marah ketika ibu mereka berada jauh. Ini merupakan bentuk kekhawatiran perpisahan dan tekanan emosional yang terlihat pada bayi ketika mereka berpisah dengan ibu yang dianggap sebagai figur kelekatan (attachment). Respon baik yang diberikan ibu dapat membentuk kelekatan yang aman bagi sang bayi. 3. Perkembangan Kelekatan pada Masa Dewasa Pola kelekatan yang dimiliki pada masa anak-anak akan mempengaruhi hubungan dimasa dewasa (Mercer dan Clayton, 2012). Menurut Bowlby,sebelum individu memperoleh keterampilan bahasa

42 23 individu mampu membentuk skema dasar mengenai diri sendiri dan orang lain yang membimbing perilaku interpersonal sepanjang hidup individu tersebut. Pada awal masa bayi akan mempengaruhi interaksi individu dengan anggota keluarga, teman sebaya, sahabat, pasangan romantis, pasangan hidup dan orang asing (Hazan dan Shaver, dalam Myers 2012). Banyak studi yang menggunakan kuesioner dan wawancara menemukan keterkaitan pola kelekatan di masa bayi akan mempengaruhi kualitas hubungan di masa dewasa (Mercer dan Clayton, 2012). Bayi dengan pengasuh yang memberikan respon akan kebutuhan bayi akan memiliki pola kelekatan aman (secure attachment) sehingga bayi cenderung akan memiliki tingkat kepercayaan tinggi, tidak memiliki kekhawatiran akan ditinggalkan oleh orang lain dan memiliki harga diri yang tinggi.pada masa dewasa, individu yang memiliki pola kelekatan ini cenderung mudah untuk dekat dengan orang lain, mempunyai kemampuan untuk mempercayai orang lain serta memiliki kemampuan untuk mengembangkan hubungan yang matang. Dengan hal-hal tersebut individu mampu memiliki hubungan yang bertahan lama dengan pasangannya. Selain itu, mereka cenderung tidak merasa khawatir bila harus bergantung dengan orang lain sehingga menghasilkan kepuasaan dan penyesuaian diri lebih besar. Bayi yang mempunyai pengasuh tidak konsisten dan senang menguasai akan memiliki pola kelekatan cemas/ambivalen (anxiousambivalent attachment) akibatnya bayi memiliki tingkat kecemasan yang

43 24 lebih tinggi daripada rata-rata individu yang lain. Individu dengan pola kelekatan anxious-ambivalent attachment juga dinamakan dengan pola kelekatan preoccupied. Pada masa dewasa, individu ini cenderung memiliki keinginan untuk dekat dengan orang lain namun memiliki kekhawatiran jika orang lain tidak membalas upaya-upaya intimasi atau tidak memiliki kedekatan seperti yang mereka inginkan. Maka dari itu, individu ini cenderung mudah menjalin hubungan dengan orang lain namun mereka cenderung kesulitan mempertahankan hubungan dekat sehingga mereka cenderung memiliki hubungan jangka pendek dan memiliki hubungan yang kurang memuaskan. Selain itu, individu ini memiliki kekhawatiran apabila orang lain tidak menghargai dirinya seperti ia menghargai orang lain. Pengasuh yang menyendiri, menjauh dan menolak upaya-upaya untuk intimasi maka bayi akan menekan kebutuhan untuk kelekatan atau ikatan. Hal ini akan berdampak pada masa dewasa. Maka dari itu, individu ini akan memiliki karakteristik menghindar sehingga memiliki pandangan negatif mengenai orang lain. Individu ini terlihat dalam pola kelekatan dismissing dan fearful. Individu dengan pola kelekatan dismissing akan merasa nyaman meskipun tidak memiliki hubungan emosional dengan orang lain, merasa nyaman tidak bergantung dengan orang lain dan orang lain tidak bergantung pada mereka. Selain itu, individu ini memiliki kesulitan untuk mempercayai orang lain, menolak untuk menjalin hubungan dengan orang

44 25 lain sehingga kemungkinan kecil untuk menjalin suatu hubungan, memiliki komitmen yang rendah dan kesulitan untuk mengembangkan hubungan dekat dengan orang lain. Individu ini juga cenderung menekan dan menyembunyikan perasaan mereka. Individu dengan pola kelekatan fearful memiliki keinginan untuk menjalin hubungan dengan orang lain tetapi merasa tidak nyaman untuk dekat dengan orang lain. Individu ini mempunyai pandangan negatif mengenai diri sendiri dan orang lain sehingga merasa mendapat respon yang kurang dari pasangan dan cenderung memiliki rasa ketidakpercayaan dengan pasangan. Oleh karena itu, individu dengan pola kelekatan ini akan menghindari keintiman dan menutupi perasaan terhadap orang lain. Individu yang memiliki pola kelekatan dismissing dan fearful memiliki karakteristik menghindar dari orang lain. Individu tersebut akan menggambarkan hubungan dengan pasangan bahwa pasangannya penuh kecemburuan dan cenderung kurang rasa ketidakpercayaan dengan pasangannya sehingga hubungan mereka kurang bertahan lama. Selain itu, individu ini memandang diri sendiri sebagai orang yang tidak disukai oleh orang lain dan mandiri. Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa kelekatan yang dibentuk pada saat bayi akan mempengaruhi individu tersebut dalam hubungan interpersonalnya. Setiap individu memiliki pola kelekatan yang berbeda-beda. Setiap pola kelekatan yang dimiliki seseorang akan

45 26 membentuk perilaku yang mempengaruhi dalam hubungan interpersonalnya dan kontrol emosi dimasa dewasa. 4. Jenis-jenis Kelekatan pada Masa Dewasa Berdasarkan konseptualisasinya mengenai interaksi ibu dan anak serta skema yang dipelajari, Bowlby (1982) mengemukakan bahwa bayi membentuk satu dari tiga pola kelekatan yaitu pola kelekatan aman (secure attachment), kelekatan tidak aman-menghindar (insecure-avoidant), dan pola kelekatan tidak aman-ragu-ragu (insecure-ambivalent). Ainsworth (1978) mengobservasi pola-pola yang sama dari masa bayi pada interaksi antara ibu dan anak. Interaksi antara model diri sendiri dan model orang lain akan menghasilkan pola kelekatan. Bartholomew & Horowitz (1991) mengungkapkan bahwa pada masa dewasa individu memiliki empat pola kelekatan (attachment), yaitu secure, preoccupied, dismissing dan fearful. Pola kelekatan secure (aman) mengarah pada secure attachment (kelekatan aman) sedangkan pola kelekatan preoccupied, dismissing dan fearful mengarah pada pola insecure attachment (kelekatan tidak aman). Bartholomew dan Horowitz (1991) mengajukan empat pola kelekatan. Gambar 2 mengilustrasikan empat pola kelekatan pada masa dewasa sebagai berikut:

46 27 MODEL OF SELF (Dependence) Positive (Low) Positive (Low) Area I Secure Comfortable with Negative (High) Area II Preoccupied Preoccupied with MODEL OF OTHER (Avoidance) intimacy and autonomy Area III Dismissive relationship Overly dependent Area IV Fearful Negative(High) Dismissing of attachment Counterdependent Fearful of attachment Socially avoidant Tabel 2.1. Pola kelekatan pada masa dewasa Bartholomew dan Horowitz (1991) menegaskan bahwa pola kelekatan pada masa dewasa dipengaruhi oleh gambaran individu mengenai diri sendiri dan orang lain. Penjelasan ciri khas setiap area dari empat pola kelekatan tersebut adalah sebagai berikut: Area I: Individu dengan pola kelekatan secure memiliki pandangan positif terhadap diri sendiri, orang lain dan hubungan yang mereka jalani.

47 28 Individu ini tidak mudah bergantung dengan orang lain (low dependence) dan tidak ingin menghindar (low avoidance) dari orang lain serta memiliki keseimbangan antara keintiman dan kemandirian. Maka dari itu, individu dengan pola kelekatan secure cenderung memiliki hubungan yang akrab dengan orang lain. Mereka memiliki sikap memandang diri layak sehingga merasa nyaman untuk terlibat dalam hubungan akrab dengan orang lain, memiliki kemampuan untuk mandiri dan mampu untuk membangun rasa kepercayaan terhadap orang lain. Mereka juga terbuka dengan orang lain dan merasa nyaman pada saat dibutuhkan oleh orang lain. Individu ini cenderung memiliki strategi penyelesaian masalah yang efektif dan dapat menyelesaikan konflik secara konstruktif atau membangun. Hal ini dikarenakan individu tidak hanya memiliki pandangan terhadap diri sendiri tetapi juga memiliki pandangan terhadap orang lain secara positif. Area II: Individu dengan pola kelekatan preoccupied memiliki pandangan negatif terhadap diri sendiri namun memiliki pandangan positif terhadap orang lain. Oleh karena itu, individu tersebut cenderung memiliki harapan positif terhadap orang lain tetapi merasa diri mereka tidak berharga sehingga mereka cenderung mudah bergantung (high dependence) dengan orang lain dan cenderung tidak ingin menghindar (low avoidance). Individu ini memiliki kekhawatiran bahwa orang lain mempunyai penilaian yang berbeda dengan penilaian mereka terhadap orang lain. Oleh karena itu, mereka memiliki penerimaan diri sendiri yang bersumber pada penilaian positif dari orang lain sehingga mereka

48 29 cenderung memiliki kepercayaan diri yang rendah. Hal ini berpengaruh terhadap penyelesaian masalah. Dalam penyelesaian masalah, mereka cenderung bergantung kepada orang lain. Hal ini disebabkan karena mereka memiliki pandangan positif terhadap orang lain namun memiliki pandangan yang negatif terhadap diri sendiri. Dengan pandangan positif terhadap orang lain, mereka cenderung mudah bergaul dengan orang lain dan selalu ingin diperhatikan oleh orang lain. Dalam hubungan romantik dengan pasangan, mereka cenderung mencari keintiman dan menginginkan respon yang lebih dari pasangannya. Area III: Individu dengan pola kelekatan dismissing memiliki pandangan positif terhadap diri sendiri tetapi memiliki pandangan negatif terhadap orang lain. Individu ini cenderung tidak mudah bergantung (low dependence) pada orang lain dan cenderung ingin menghindar (high avoidance) dari orang lain. Pola ini mengindikasikan sikap saling menghindar yang ditandai dengan ketidakpercayaan terhadap satu sama lain sehingga mereka cenderung merasa tidak nyaman dalam menjalin suatu hubungan dengan orang lain dan memilih untuk tidak bergantung dengan orang lain. Mereka memiliki sikap memandang diri layak dengan menolak nilai-nilai dalam hubungan akrab dengan orang lain dan tidak memiliki kekhawatiran mengenai kemandirian. Mereka bergantung pada diri sendiri sehingga memiliki kemandirian secara emosional. Ketika mereka terpisah dengan orang lain atau pasangan, mereka tidak mudah cemas atau cemburu. Dalam penyelesaian masalah pun, mereka tidak

49 30 berusaha mencari pertolongan atau dukungan dari orang lain. Hal ini dikarenakan mereka memiliki pandangan positif terhadap diri sendiri namun memiliki pandangan negatif terhadap orang lain. Area IV: Individu dengan pola kelekatan fearful memiliki pandangan negatif terhadap diri sendiri dan orang lain. Individu ini cenderung mudah bergantung (high dependence) dengan orang lain dan cenderung ingin menghindar (high avoidance) dari orang lain. Maka dari itu, individu ini cenderung menghindari keintiman dan menutupi perasaan mereka. Secara umum, individu ini memiliki pandangan negatif terhadap diri sendiri sehingga mereka cenderung memiliki kepercayaan diri yang rendah. Akan tetapi, mereka memiliki keinginan untuk menjalin hubungan akrab dengan orang lain. Disisi lain, mereka merasa tidak nyaman dengan orang lain karena memiliki kekhawatiran terhadap penolakan-penolakan dari orang lain sehingga mereka menghindari keintiman dengan orang lain. Hal ini dikarenakan mereka memiliki pandangan negatif mengenai orang lain sehingga mereka mengalami kesulitan dalam membangun rasa kepercayaan terhadap orang lain. Mereka juga cenderung memiliki ketidakmampuan dalam menyelesaikan masalah secara emosional namun mereka tidak berusaha untuk mencari dukungan dari orang lain.

50 31 B. Kesejahteraan Psikologis (psychological well-being) 1. Pengertian Kesejahteraan Psikologis Menurut Diener dan Jahoda (dalam Ryff, 1989) penelitian mengenai kesejahteraan psikologis (psychological well-being) mulai berkembang pesat sejak para ahli menyadari bahwa ilmu psikologi lebih banyak menaruh perhatian pada rasa ketidakbahagiaan dan gangguan-gangguan psikis yang dialami oleh manusia dibandingkan dengan menaruh perhatian pada faktorfaktor yang dapat mendukung dan mendorong individu dapat berfungsi secara positif (positive function). Penelitian tentang kesejahteraan psikologis (psychological well-being) didasari oleh dua pandangan utama. Pandangan pertama adalah hedonicyang memandang bahwa mencapai kebahagiaan merupakan tujuan hidup yang utama. Hedonic dapat dipahami sebagai well-being yang tersusun atas kebahagiaan subjektif dan berfokus pada pengalaman subjektif dari individu yang menyakini bahwa segala sesuatu berupa kebahagiaan. Maka dari itu, hedonic dapat disebut juga dengan subjective well-being. Pandangan hedonic membentuk well-being dengan konsep kepuasaan hidup dan kebahagiaan (Bradburn, 1969). Pandangan yang kedua menekankan pada kepuasaan hidup merupakan kunci utama dari well-being. Pandangan dari Ryff (1989) ini disebut dengan eudaimonic atau psychological well-being (Ryan & Deci, 2001). Waterman (1993) mengemukakan bahwa konsepwell-being dalam pandangan eudaimonic menekankan pada bagaimana cara individu untuk hidup dalam

51 32 dirinya yang sejati (true self). Diri yang sejati ini terjadi ketika individu melakukan aktivitas yang paling sesuai dengan nilai-nilai yang dianut dan dilakukan secara menyeluruh serta benar-benar terlibat didalamnya (fully engaged) (Ryan & Deci, 2001). Pandangan eudaimonic lebih berfokus pada realisasi diri, ekspresi pribadi dan sejauh mana seorang individu memiliki kemampuan untuk mengaktualisasikan potensi dirinya (Waterman, dalam Ryan & Deci, 2001). Menurut Ryff (1989) psychological well-being merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan kesehatan psikologis individu berdasarkan pemenuhan kriteria fungsi psikologis positif (positive psychological functioning). Ryff (1989) mengemukakan bahwa psychological well-being sebagai pencapaian penuh diri dari potensi psikologis seseorang individu. Individu membutuhkan dimensi-dimensi untuk dapat mencapai penuh seluruh fungsi dalam dirinya atau menjadi sehat secara psikologis (Ryff, 1989). Dimensi-dimensi tersebut antara lain: kemampuan menerima diri sendiri apa adanya (self-acceptance), kemampuan mengembangkan potensi dirinya (personal growth), hidup yang memiliki tujuan (purpose in life), hubungan positif atau hangat dengan orang lain (positive relationship with others), kemampuan mengatur lingkungan sosial (environmental mastery), dan kemampuan untuk menentukan tindakan sendiri (autonomy). Ryff dan Singer (1996) menjelaskan bahwa tingkat kesejahteraan psikologis yang tinggi ditandai dengan individu yang memiliki hubungan baik dengan lingkungan

52 33 sekitarnya, memiliki kepercayaan diri yang baik, mampu membangun hubungan personal yang baik dengan orang lain dan memiliki tujuan pribadi serta tujuan dalam pekerjaannya. Warr (dalam Suryawidjaja, 1998) mengemukakan bahwa psychological well-being merupakan suatu konsep yang berkaitan dengan apa yang dirasakan individu mengenai aktivitas-aktivitasnya dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Bartram dan Boniwell (2007) mengemukakan bahwa psychological well-being berhubungan dengan kepuasaan pribadi, harapan, rasa syukur, stabilitas suasana hati, pemaknaan diri sendiri, harga diri, kegembiraan, kepuasaan dan optimisme. Individu tersebut juga mengetahui kelebihan dan mengembangkan bakat dan minat yang dimilikinya. Psychological well-being memimpin individu untuk menjadi kreatif dan memahami apa yang sedang dilakukannya. Pada awalnya Psychological well-being Ryff merupakan integrasi beberapa teori psikologi klinis dan psikologi perkembangan yang mengarah pada definisi fungsi psikologis positif (positive psychological function). Teori-teori tersebut diantaranya adalah aktualisasi diri (self actualization) menurut Maslow (1968) dan fully functioning person menurut Carl Roger (1961), Erikson (1959) tentang individu yang mencapai integritas. Kesejahteraan psikologis dan psikologi humanistik memiliki kesamaan. Psikologi humanistik mengacu pada konsep kebutuhan hierarki dan meletakkan aktualisasi diri merupakan tingkatan yang paling tinggi. Orangorang yang berhasil mengaktualisasikan dirinya akan lebih menyukai

53 34 kemandirian dan memiliki kemampuan untuk menerima diri sendiri dan orang lain (Boeree, 2010). Kesejahteraan psikologis juga berkaitan dengan teori Rogers yang memiliki konsep orang yang berfungsi sepenuhnya. Rogers memandang bahwa kesehatan mental merupakan proses perkembangan hidup yang alamiah. Rogers juga mempunyai teori kecenderungan aktualisasi yang diartikan sebagai motivasi yang ada dalam diri individu yang bertujuan untuk mengembangkan seluruh potensi-potensi yang ada (Boeree, 2010). Menurut Ryff (1989) konsep-konsep mengenai positive psychological function dapat diintegrasikan menjadi sebuah model psychological wellbeing sebagai pencapaian penuh individu melalui enam dimensi yang multidimensional. Masing-masing dari dimensi tersebut menjelaskan tantangan berbeda-beda yang akan dihadapi oleh individu dalam usahanya berfungsi secara penuh dan positif. Berdasarkan beberapa pengertian psychological well-being yang dikemukakan oleh beberapa tokoh diatas, peneliti menyimpulkan psychological well-being dalam penelitian ini mengacu pada penelitian kesejahteraan psikologis yang dilakukan Ryff (1989) bahwa kesejahteraan psikologis tidak hanya sebatas pencapaian kesenangan namun sebagai perjuangan menuju kesempurnaan yang dapat menggambarkan perwujudan dari potensi sesungguhnya yang dimiliki seseorang individu. Individu memiliki kemampuan dalam menghadapi berbagai hal yang dapat menimbulkan permasalahan dalam kehidupannya, mampu melalui periode

54 35 sulit dalam kehidupan dengan mengandalkan kemampuan yang ada dalam dirinya dan menjalankan fungsi psikologis positif yang ada dalam dirinya sendiri sehingga individu tersebut dapat merasakan adanya kesejahteraan batin dalam hidupnya. 2. Dimesi Kesejahteraan Psikologis Ryff (1989) menjelaskan kesejahteraan psikologis dengan enam dimesi yang dimiliki individu. Keenam dimensi tersebut adalah: a. Penerimaan diri (self-acceptance) Penerimaan diri merupakan sikap yang dapat menerima diri sendiri apa adanya. Penerimaan diri dapat dicapai saat individu mengetahui diri sendiri dengan berusaha memahami tingkah laku diri sendiri, melakukan evaluasi diri, menyadari kesalahan dan keterbatasan diri serta menyadari akan kelebihan dan kelemahan diri sendiri. Individu dapat menerima diri sendiri dengan baik apabila individu tersebut memiliki kesadaran dan penerimaan yang positif terhadap diri sendiri dengan mengakui kelebihan dan kelemahan diri sendiri serta merasa positif pada masa lalu yang individu miliki. Sebaliknya, individu yang merasa kurang puas terhadap dirinya sendiri, merasa kecewa dengan apa yang telah terjadi pada kehidupannya dimasa lalu, memiliki masalah dengan kelebihan maupun kelemahan dirinya dan berharap untuk menjadi orang yang berbeda dengan dirinya

55 36 sendiri dapat dikatakan memiliki nilai yang rendah dalam penerimaan diri. Individu dikatakan memiliki taraf kesejahteraan psikologis dalam aspek penerimaan diri apabila individu tersebut: 1. Memiliki sikap positif terhadap diri sendiri. 2. Mengakui dan menerima diri sendiri apa adanya (baik positif maupun negatif). 3. Merasa positif terhadap kehidupan masa lalu dan masa sekarang. b. Otonomi diri (autonomy) Otonomi diri dicirikan dengan individu yang menentukan pilihan sendiri tanpa bergantung pada orang lain. Dengan kata lain, individu ini memiliki kemampuan untuk mengevaluasi diri tanpa memperhitungkan persetujuan orang lain melainkan mengevaluasi dengan standar personal yang dimiliki. Kemampuan ini ditandai dengan sikap mandiri, dapat membuat keputusan sendiri dan dapat menghadapi tekanan sosial serta mengatur atau mengendalikan diri secara internal. Sebaliknya, individu yang kurang memiliki otonomi diri akan memperhatikan dan mempertimbangkan harapan dan evaluasi dari orang lain, berpegangan pada penilaian orang lain untuk membuat keputusan penting, serta bersikap konformis terhadap tekanan sosial. Jadi, taraf kesejahteraan psikologis (psychological well-being) seorang individu dalam aspek otonomi terlihat dari sejauh mana individu tersebut:

56 37 1. Mampu mengevaluasi standar personal bagi perilakunya. 2. Mampu mengendalikan diri dan bersikap mandiri. 3. Mampu bertahan terhadap tekanan sosial untuk berpikir dan bertindak dengan cara tertentu. c. Hubungan positif dengan orang lain (positive relationship with others) Aspek ini menekankan pentingnya hubungan interpersonal yang hangat dan positif dengan orang lain serta adanya rasa kepercayaan antara individu pada orang lain. Individu yang memiliki hubungan yang positif dengan orang lain mempunyai rasa empati dan afeksi yang kuat pada orang lain, dan mampu memiliki rasa cinta dan persahabatan yang mendalam, membina hubungan yang intim dengan orang lain serta kemampuan untuk mengarahkan atau membimbing orang lain dan juga berkonsentrasi pada kesejahteraan orang lain. Sebaliknya, individu yang kurang baik dalam aspek hubungan positif dengan orang lain ditandai dengan tingkah laku yang tertutup dalam berhubungan dengan orang lain, sulit untuk bersikap hangat, sulit peduli dan terbuka dengan orang lain, terisolasi dan merasa frustasi dalam membina hubungan interpersonal dengan orang lain serta tidak memiliki keinginan untuk berkompromi dalam mempertahankan hubungan dengan orang lain. Jadi, dapat disimpulkan taraf kesejahteraan psikologis individu dalam aspek hubungan positif dengan orang lain dapat dilihat dari sejauh mana ia:

57 38 1. Memiliki hubungan hangat, rasa cinta dan persahabatan yang mendalam. 2. Memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan orang lain. 3. Mampu membina hubungan yang intim pada orang lain. d. Penguasaan lingkungan (environmental mastery) Penguasaan lingkungan merupakan aspek yang menekankan pada kemampuan individu untuk memilih atau menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kondisi psikis dan kepribadiannya. Individu dikatakan mampu menguasai lingkungannya apabila individu tersebutmemiliki kemampuan untuk mengatur dan mengontrol lingkungan yang beragam, berpartisipasi dalam lingkungan diluar dirinya, serta menguasai dan melakukan perubahan secara kreatif melalui aktifitas fisik maupun mental. Dengan kata lain, aspek ini melihat kemampuan individu dalam menghadapi berbagai kejadian di luar dirinya dan mengatur sesuai dengan keadaan dirinya sendiri. Individu yang kurang baik dalam aspek penguasaan lingkungan akan mengalami kesulitan dalam mengatur situasi sehari-hari, merasa tidak mampu untuk mengubah atau meningkatkan keadaan di lingkungan sekitarnya, kurang peka terhadap kesempatan yang ada di lingkungannya dan kurang memiliki kontrol terhadap lingkungan. Taraf kesejahteraan psikologis (psychological well-being) inidvidu dalam aspek penguasaan lingkungan dapat terlihat dari sejauh mana individu tersebut:

58 39 1. Mampu mengelola dan mengontrol lingkungan. 2. Mampu memilih atau menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kondisi dirinya dan kepribadiannya. 3. Memiliki kompetensi dalam mengelola lingkungan. 4. Mampu melakukan perubahan secara kreatif. e. Tujuan hidup (purpose in life) Aspek ini menekankan pada keyakinan perasaan terhadap tujuan dan makna hidup. Kemampuan ini ditunjukkan dengan sikap individu yang memiliki pemahaman menyeluruh mengenai tujuan hidup, mempunyai keyakinan terhadap tujuan hidup, serta memiliki tujuan dan objektif untuk kehidupan. Selain itu, individu memiliki perubahan tujuan dalam hidup seperti menjadi individu yang lebih produktif dan kreatif dalam mencapai integrasi emosional pada tahapan perkembangan selanjutnya. Oleh karena itu, kemampuan tersebut dapat membantu individu dalam menemukan tujuan dan makna hidup melalui pengalaman individu sendiri. Individu dapat dikatakan kurang memiliki tujuan hidup apabila ia kehilangan makna hidup, kurang memiliki tujuan hidup, merasa kehilangan arah dalam hidup, kehilangan keyakinan yang memberikan tujuan hidup dan tidak melihat kejadian masa lalu sebagai makna dalam hidupnya. Jadi, taraf kesejahteraan psikologis individu dalam aspek tujuan hidup terlihat dari sejauh mana ia:

59 40 1. Memiliki pemahaman yang jelas mengenai tujuan hidup. 2. Memiliki tujuan dan makna hidup terhadap peristiwa masa lalu dan masa sekarang. 3. Memiliki perubahan tujuan hidup. f. Pengembangan diri (personal growth) Pengembangan diri (personal growth) merupakan pemahaman keberlanjutan pertumbuhan dan perkembangan individu. Individu yang memiliki pengembangan diri digambarkan sebagai individu yang memiliki keterbukaan terhadap pengalaman baru, melihat kemajuan diri dan memiliki keinginan untuk memperbaiki diri serta memiliki kemampuan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki dengan bertumbuh dan berkembang. Dalam hal ini dapat dikatakan selalu berkembang melainkan bukan hal yang menetap setelah berhasil menyelesaikan sebuah permasalahan. Individu yang memiliki aspek pertumbuhan pribadi yang kurang baik akan merasa dirinya tidak mengalami perkembangan atau stagnan, tidak melihat peningkatan dan pengembangan diri, merasa bosan dan kehilangan minat terhadap kehidupannya, serta merasa tidak mampu dalam mengembangkan sikap dan tingkah laku yang lebih baik. Oleh karena itu, taraf kesejahteraan psikologis (psychological wellbeing) individu dapat terlihat dari sejauh mana seseorang: 1. Terbuka terhadap pengalaman baru. 2. Merealisasikan potensi yang dimiliki.

60 41 3. Menyadari potensi, kemajuan diri dan memperbaiki diri. 4. Memiliki perasaan akan perkembangan yang berkelanjutan. Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa menurut perspektif kesejahteraan psikologis (psychological well-being), kesejahteraan psikologis merupakan proses dimensi yang multidimensional dalam memenuhi potensi individu. Proses tersebut dilakukan untuk menuju proses realisasi diri, yang memperlihatkan keberfungsian penuh individu, kebermaknaan hidup dan aktualisasi diri. Proses dimensi yang multidimensional meliputi penerimaan diri yang positif, melatih kemandirian, memiliki hubungan yang positif dengan orang lain, menguasai lingkungan, pencapaian tujuan dalam hidup serta memiliki kemampuan untuk mengembangkan potensi diri (Ryff dan Keyes, 1995). 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kesejahteraan Psikologis (psychological well-being) Menurut Ryff (1989) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis (psychological well-being) individu. Faktor-faktor tersebut, antara lain: a. Usia Ryff dan Keyes (1995) mengungkapkan bahwa perbedaan usia mempengaruhi perbedaan dalam aspek-aspek kesejahteraan psikologis (psychological well-being). Berdasarkan penelitian Ryff dan Keyes

61 42 (1995) mengungkapkan bahwa bertambahnya usia seseorang akan meningkatkan aspek otonomi diri dan penguasaan lingkungan, terutama pada masa dewasa madya. Oleh karena itu, dengan bertambahnya usia seseorang maka ia akan semakin mengetahui kondisi yang terbaik bagi dirinya. Hal ini ditunjukkan dengan sikap yang dapat memilih dan mengatur lingkungan sekitarnya sesuai dengan kondisi psikis dan kepribadiannya. Seseorang yang berada pada masa dewasa awal memiliki aspek otonomi dan penguasaan lingkungan yang rendah, akan tetapi mengalami peningkatan dalam aspek pengembangan diri. Namun sebaliknya, seseorang yang berada pada tahap perkembangan masa dewasa akhir akan mengalami penurunan dalam aspek tujuan hidup dan pengembangan diri. Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dalam aspek penerimaan diri dan hubungan positif dengan orang lain. b. Status Sosial Ekonomi Perbedaan kelas sosial dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis individu. Menurut Ryff dkk., (dalam Ryan & Decci, 2001) mengungkapkan bahwa status sosial ekonomi berhubungan dengan aspek penerimaan diri, tujuan hidup, penguasaan lingkungan dan pengembangan diri. Individu yang menempati kelas sosial yang tinggi memiliki perasaan yang lebih positif terhadap diri sendiri dan masa lalu individu tersebut serta memiliki rasa keterarahan dalam hidup

62 43 dibandingkan dengan mereka yang berada di kelas sosial yang lebih rendah. c. Jenis Kelamin Jenis kelamin juga mempengaruhi kesejahteraan psikologis individu. Ryff dan Keyes (1995) mengungkapkan bahwa wanita memiliki skor yang lebih tinggi pada aspek hubungan yang positif dengan orang lain dan aspek pengembangan diri dibandingkan dengan pria. Pada aspek otonomi terlihat perbedaan yang signifikan antara pria dan wanita. Pria mempunyai otonomi yang lebih tinggi dibandingkan dengan wanita pada usia 35 tahun sampai 54 tahun, namun pada usia 55 tahun sampai dengan 74 tahun wanita memiliki psychological well-being yang lebih tinggi. Sementara aspek psychological well-being yang lain yaitu penerimaan diri dan penguasaan lingkungan tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (Ryff & Singer, 1996). d. Budaya Budaya merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis (psychological well-being). Christopher (1999) mengungkapkan bahwa kesejahteraan psikologis yang dimiliki oleh suatu kelompok masyarakat dipengaruhi oleh sistem nilai kolektivisme dan individualisme. Masyarakat dalam budaya yang menganut sistem nilai kolektivisme memiliki skor yang tinggi dalam aspek hubungan yang positif dengan orang lain. Hal ini dikarenakan orientasi budaya yang lebih bersifat kolektif dan saling ketergantungan. Sedangkan masyarakat

63 44 yang menganut sistem nilai individualisme memiliki skor yang tinggi pada aspek pengembangan diri, otonomi diri, penerimaan diri dan aspek tujuan hidup. Faktor lain yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis yaitu adanya sikap konsistensi dalam diri individu. Konsistensi merupakan pendekatan kognitif dalam pengambilan suatu keputusan dalam hal komitmen. Individu yang dapat menunjukkan bahwa diri mereka cukup konsisten terhadap situasi dan kondisi lingkungan dengan perbedaan peraturan memiliki kesejahteraan psikologis yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang cenderung kurang konsisten atau memiliki konsep diri yang belum jelas (Cross, 2003). Penelitian yang dilakukan oleh Schmutte dan Ryff (1997) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis (psychological well-being), yaitu: a. Kepribadian Apabila individu memiliki kepribadian yang mengarah pada sifatsifat positif maka individu tersebut akan lebih bahagia dan sejahtera karena mampu melewati tantangan dalam kehidupannya. Sebaliknya, apabila individu memiliki kepribadian yang mengarah pada sifat-sifat negatif, seperti mudah marah, mudah stres, mudah terpengaruh dan cenderung labil maka akan menyebabkan keadaanpsychological wellbeing yang rendah.

64 45 b. Pekerjaan Pekerjaan yang bersifat rentan terhadap korupsi, iklim organisasi yang tidak mendukung dan pekerjaan yang tidak disenangi akan menyebabkan terbentuknya psychological well-being yang rendah. Sebaliknya, apabila iklim organisasi mendukung, menyukai pekerjaan yang dilakukan maka akan terbentuk psychological well-being yang tinggi. c. Kesehatan dan fungsi fisik Individu yang memiliki kesehatan dan fungsi fisik yang baik akan memiliki psychological well-being yang tinggi, namun sebaliknya individu yang mengalami gangguan kesehatan dan fungsi fisik yang tidak optimal dapat menyebabkan psychological well-being yang rendah pada individu tersebut. Selain itu, dukungan sosial juga mempengaruhi kesejahteraan psikologis psychological well-being seseorang individu. Menurut Lemme (1995) bahwa secara umum dukungan sosial dipercaya memiliki efek positif baik pada kesejahteraan fisik maupun kesejahteraan psikologis. Robinson (1991, dalam Rubbyk, 2005) menemukan bahwa orang-orang yang mendapatkan dukungan sosial memiliki tingkat psychological well-being yang lebih tinggi. Dukungan sosial dapat diartikan sebagai rasa nyaman, perhatian, penghargaan atau pertolongan yang dipresepsikan oleh seorang individu yang diterima dari orang lain atau kelompok (Cobb, 1976; Gentry & Kobasa, 1984; Wallston, Alagna, DeVellis & DeVellis, 1983; Wills,

65 , dalam Sarafino, 1990). Dukungan ini dapat berasal dari berbagai sumber, diantara lain pasangan, keluarga, teman sebaya, rekan kerja, dokter maupun organisasi sosial. Dari uraian diatas, dapat dilihat bahwa kesejahteraan psikologis (psychological well-being) individu dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain usia, status sosial ekonomi, jenis kelamin, latar belakang budaya, sikap konsiten pada diri individu, kepribadian, pekerjaan, kesehatan dan fungsi fisik individu serta dukungan sosial. C. Ibu bekerja 1. Pengertian Ibu Bekerja Wanita karir adalah seorang wanita yang melaksanakan suatu tugas pada waktu dan tempat tertentu menjadi pekerja atau karyawan (Nancy Van Vuren dalam Aliyah, 1997). Seseorang wanita yang melakukan suatu pekerjaan pada waktu dan berada ditempat tertentu maka disebut sebagai karyawan. Menurut Encyclopedia of Children s Health, ibu bekerja adalah seorang ibu yang bekerja di luar rumah untuk mendapatkan penghasilan disamping membesarkan dan mengurus anak di rumah. Pengertian bekerja mempunyai anggapan yang berbeda antara Indonesia dengan negara-negara di Barat yang tergolong sebagai negara maju. Konsep bekerja menurut masyarakat di negara-negara Barat (negara maju) adalah seseorang bekerja jika memenuhi kriteria tertentu, misalnya adanya penghasilan tetap dan

66 47 jumlah jam kerja yang pasti. Sedangkan kebanyakan perempuan yang bekerja di Indonesia belum mempunyai penghasilan yang tetap dan jumlah jam kerja yang tidak terbatas (Mastauli, 2007). Menurut Dwijanti (1999), seorang wanita dikatakan bekerja apabila ia mendapat gaji dari seseorang untuk melaksanakan tugas tertentu sehingga waktunya terbatas untuk bertemu anak-anaknya. Ibu bekerja cenderung kesulitan untuk bertemu dengan anak-anaknya karena tidak banyak waktu di rumah. Kartono (1985) mengungkapkan bahwa ibu rumah tangga yang bekerja adalah wanita yang tidak hanya mengurus rumah tangga namun juga memiliki tanggung jawab diluar rumah, baik kantor, yayasan maupun usaha wiraswasta. Ibu rumah tangga yang bekerja mempunyai tanggung jawab didalam rumah (mengurus rumah tangga) dan diluar rumah (tugas atau pekerjaan kantor). Ibu rumah tangga yang bekerja adalah wanita yang melakukan suatu kegiatan untuk mencari nafkah (mata pencaharian), memperoleh perkembangan dan kemajuan dalam pekerjaan dan jabatan (Nanda, 2010). Ibu rumah tangga yang bekerja merupakan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan memperoleh perkembangan dari pekerjaan dan jabatan. Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud ibu rumah tangga yang bekerja adalah seorang ibu yang mengurus keperluan atau kebutuhan rumah tangga dan memiliki tanggung jawab pekerjaan atau aktivitas yang dilakukan secara teratur diluar rumah, baik di

67 48 kantor, lembaga, yayasan, usaha wiraswasta atau sudah terikat dengan pihak lain baik dalam hal penghasilan atau gaji maupun lama waktu bekerja. 2. Alasan Ibu Bekerja Williams (1976) mengelompokkan berbagai alasan ibu bekerja ke dalam dua segi, diantaranya: a. Segi sosial Dilihat dari segi sosial, terdapat beberapa alasan ibu bekerja diantaranya karena adanya suatu keinginan untuk mengembangkan diri, mencapai identitas, bersosialisasi dan keinginan untuk mempertahankan standar hidup. Selain itu, juga karena ada keinginan untuk mengembangkan wawasan dan untuk menerima informasi-informasi baru yang sedang berkembang maupun yang akan datang. b. Segi ekonomi Alasan ibu bekerja karena kebutuhan sehari-hari yang banyak dan tekanan ekonomi. Ibu bekerja karena keadaan atau situasi yang menuntut untuk membantu keuangan keluarga. Rini (dalam jurnal psikologi, 2003) juga mengemukakan mengenai beberapa alasan seorang ibu bekerja, yaitu: a. Finansial Sebagian ibu bekerja bukan karena keinginan mereka melainkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. kebutuhan sehari-hari yang

68 49 mendesak dan besar membuat suami dan istri harus bekerja untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Misalnya, penghasilan suami kurang untuk mencukupi kebutuhan sehari-sehari sehingga ibu harus bekerja karena tidak mempunyai pilihan lain. b. Sosial-relasional Beberapa ibu yang memilih tetap bekerja karena mempunyai kebutuhan sosial-relasional yang tinggi dan tempat kerja mereka sangat mencukupi kebutuhan mereka tersebut. Ibu-ibu ini menyimpan kebutuhan akan penerimaan sosial dan akan adanya identitas sosial yang dapat diperoleh melalui komunitas kerja. Maka dari itu, menjalin relasi dengan rekan-rekan kerja merupakan hal yang menyenangkan dibandingkan tinggal di rumah. c. Aktualisasi diri Alasan ibu bekerja juga untuk memenuhi kebutuhan akan aktualisasi diri. Kebutuhan akan aktualisasi diri melalui profesi atau karir merupakan salah satu pilihan yang banyak diambil oleh para wanita di jaman sekarang. Hal ini dikarenakan semakin terbukanya kesempatan yang sama pada wanita untuk meraih jenjang yang tinggi. Seorang wanita yang bekerja untuk mempertahankan karirnya dengan mengembangkan keahlian yang dimilikinya. Hal ini merupakan wujud dari aktualisasi diri ibu. Misalnya, bila ibu seorang sarjana akan lebih memilih untuk mempunyai pekerjaan.

69 50 Abraham Maslow (Feist dan Feist, 2008) mengembangkan teori hierarki kebutuhan. Ia mengungkapkan bahwa manusia mempunyai kebutuhan akan aktualisasi diri dan menemukan makna hidupnya melalui aktivitas yang dijalaninya. Bekerja merupakan sarana yang dipergunakan oleh manusia dalam menemukan makna hidupnya. Bagian dari proses pemenuhan dan pencapaian diri dengan cara berkarya, berkreasi, mencipta, mengekspresikan diri, membagikan ilmu dan pengalaman, menemukan sesuatu, menghasilkan sesuatu, mengembangkan diri dan orang lain serta mendapatkan penghargaan, penerimaan, prestasi. Berdasarkan data yang diatas, maka dapat disimpulkan bahwa ibu yang bekerja mempunyai peran ganda. Ibu yang bekerja dituntut bijaksana dalam membagi waktunya untuk pekerjaan di kantor dan mengurus rumah tangga. Alasan ibu bekerja untuk menambah penghasilan atau gaji suami atau memenuhi keperluan kebutuhan rumah tangga, sosial-relasional dan aktualisasi diri. Meskipun demikian, ibu yang bekerja tetap bertanggung jawab atas pekerjaan rumah tangga. D. Dinamika Hubungan Kesejahteraan Psikologis (psychological well-being) dan Pola Kelekatan (Attachment) pada Ibu Bekerja Bekerja merupakan bagian fundamental kehidupan bagi hampir semua orang dewasa termasuk wanita. Hal ini dikarenakan dengan bekerja ia mempunyai penghasilan yang dapat memberikan kepuasan. Wanita dapat

70 51 berbagi peran pada saat yang bersamaan: istri, ibu dan karyawan. Perpaduan antarperan tersebut sebagai bentuk peran ganda. Hal ini dikarenakan kedua peran tersebut saling mempengaruhi dalam keluarga dan pekerjaan (Frone, 2003). Banyak persoalan yang dialami oleh ibu rumah tangga yang bekerja di luar rumah, seperti mengatur waktu dengan suami dan anak hingga mengurus keperluan atau kebutuhan rumah tangga dengan baik. Beberapa ibu rumah tangga yang bekerja dapat menikmati peran gandanya, namun terdapat pula ibu rumah tangga yang bekerja merasa kesulitan sehingga menimbulkan persoalanpersoalan yang berkembang dalam kehidupan sehari-hari (Ananda, 2013). Berdasarkan data yang diperoleh Imelda (2013) yang meneliti subjective well-being ibu dari status bekerja, mengungkapkan bahwa terdapat beberapa ibu bekerja yang merasa puas dalam menjalankan dua peran ganda, namun ada juga ibu yang merasa tidak puas dalam menjalankan dua peran tersebut. Dalam penelitian tersebut juga mengungkapkan bahwa status pekerjaan individu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis individu. Peran ganda ibu rumah tangga yang bekerja mempunyai dampak terhadap kesejahteraan psikologisnya, seperti stres dan kelelahan bahkan perasaan atau emosi lainnya, seperti kemarahan, kebingungan, kesedihan dan keharuan. Ibu bekerja cenderung memiliki kesejahteraan psikologis yang rendah. Hal ini dikarenakan mereka merasa tertekan dengan tuntutan-tuntutan kehidupan sehari-hari dan mereka sulit berbicara terbuka dengan pasangannya (Lakoy, 2009). Selain itu, kurangnya dukungan suami dapat membuat peran

71 52 ibu rumah tangga tidak berhasil. Hal ini dikarenakan banyak hal yang harus dikerjakan ibu sementara ia merasa lelah. Dalam hal ini, dukungan keluarga dan suami sangat diperlukan untuk membantu ibu dalam menjalani peran gandanya (Ratnawati, 2008). Ketika dewasa, figur lekat seseorang bukan lagi orang tua melainkan pasangan, biasanya suami. Pola kelekatan (attachment) pada bayi ditentukan olehhubungan interpersonalpertama dengan orang tua (Baron dan Byrne, 2004). Pernyataan tersebut diperkuat bahwa hubungan diantara anggota keluarga mempunyai peran yang penting dalam menentukan pola sikap dan perilaku individu kelak dalam membina atau menjalin hubungan dengan orang lain. Hal ini dikarenakan keluarga merupakan lingkungan awal untuk seorang anak melakukan interaksi (Hurlock, 1997). Pada awal kehidupan, pengalaman kelekatan membentuk dasar model kerja internal atau karakteristik cara berpikir mengenai suatu hubungan dan menjaga relasi sosial kehidupan individu di masa depan (Cindy dalam Myers, 2012). Bartholomew dan Horowitz (1991) menunjukkan bahwa pola kelekatan pada masa dewasa berhubungan dengan konsep diri yaitu penerimaan diri, memecahkan masalah dan harga diri, kemampuan menjalin hubungan dengan orang lain dan masalah interpersonal (tertutup, kompetitif dan ekspresif). Diehl, Elnick, Bourbeau dan Labouvie-Vief (1998) menambahkan bahwa pola kelekatan pada masa dewasa mengindikasikan kepercayaan diri, kesejahteraan psikologis (psychological well-being) dan kemampuan untuk menjalin hubungan dengan orang lain.

72 53 Griffin & Bartholomew (1994) menjelaskan bahwa model mental diri merupakan representasi harapan mengenai kelayakan diri dalam perspektif kelekatan pada masa dewasa. Secure attachment memiliki model diri positif yang mengindikasikan kemampuan untuk menerima diri sendiri. Kemampuan ini diperoleh dari sikap kelayakan diri yang bersumber pada penghargaan diri yang positif (penilaian internal dan tidak bergantung pada penilaian eksternal; Bartholomew, 1990). Individu dengan secure attachment memiliki kemampuan untuk menyeimbangkan antara kemandirian dan keintiman (Merz & Consedine, 2009 dalam Merz dan Consedine, 2012).Selain itu, individu ini menunjukkan kenyamanan dalam hubungan dekat dengan orang lain yang dihasilkan dari keyakinan diri pada situasi sosial yang tinggi (Collin & Read, 1990). Preoccupied attachment memiliki pandangan model diri negatif. Bartholomew (1990) menjelaskan bahwa model diri negatif berhubungan dengan kecemasan akan penerimaan diri dan cenderung ketakutan mempunyai pandangan atau pendapat dari orang lain. Penerimaan diri didapatkan dengan berusaha diterima secara positif oleh orang lain. Selain itu, hasil dari kecemasan tersebut adalah individu cenderung mudah bergantung (high dependency) pada orang lain. Hal ini menyebabkan kemandirian berhubungan negatif dengan preoccupied attachment. Feeney dan Noller (1990) menemukan bahwa individu dengan preoccupied attachment akan cenderung lebih mementingkan orang lain. Hal ini dikarenakan individu ini memiliki pandangan model orang lain positif (Bartholomew & Horowitz, 1991). Namun,

73 54 individu yang memiliki preoccupied attachment cenderung memiliki keinginan untuk memiliki hubungan yang intim dengan orang lain tetapi mereka merasa tidak puas dengan relasi tersebut. Hal ini ditandai dengan kemampuan bersosialisasi yang tinggi dan hangat dalam menjalin relasi dengan orang lain. Erozkan (2009) mengungkapkan bahwa individu dengan model diri negatif cenderung menurunkan kemampuan berkomunikasi dalam mempertahankan dan memelihara hubungan interpersonal. Dismissing attachment memiliki pandangan model diri positif yang dihasilkan dari pengalaman negatif dengan orang lain, yaitu pengalaman hubungan yang relatif dingin dan tidak responsif dengan orang lain (Bartholomew, 1990 dalam Park, Crocker dan Mickelson, 2004). Individu yang memiliki dismissing attachment tidak mudah bergantung (low dependency) secara emosional pada orang lain dan memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Brennan dan Morns (1997) mengungkapkan bahwa individu dengan dismissing attachment memiliki kepercayaan diri yang tinggi merupakan hasil dari kompetensi diri. Griffin dan Bartholomew (1994) mengungkapkan bahwa individu dismissing attachment menghindari kedekatan dengan orang lain. Hal ini dikarenakan individu tersebut cenderung ingin menghindari pengalaman kekecewaan dalam berelasi. Erozkan (2009) juga mengungkapkan bahwa individu dengan dismissing attachment memiliki kesulitan tinggi dalam penyesuaian diri dan kemampuan berkomunikasi. Fearful attachment juga memiliki pandangan model diri negatif. Brennan dan Morris (1997) mengungkapkan bahwa secara umum model diri

74 55 negatif akan memiliki gambaran diri yang negatif (negative self-image), perasaan tidak dicintai dan tidak berharga, serta kepercayaan diri yang rendah. Park, Crocker dan Mickelson (2004) mengemukakan bahwa individu fearful attachment memiliki kepercayaan diri yang rendah. Hal ini ditandai dengan ketidakyakinan (insecure) dan kecemasan (anxious) akan kelayakan diri. Mereka juga cenderung memiliki keyakinan bahwa mereka tidak layak (unworthy) dan tidak pantas untuk mendapatkan cinta dari orang lain sehingga penerimaan diri sangat bergantung pada penilaian positif dari orang lain. Oleh karena itu, individu fearful attachment cenderung memiliki kemandirian yang rendah (Milyavskaya, McClure, Ma, Koestner & Lydon, 2012). Fearful attachment digambarkan sebagai individu yang kurang merasa dicintai dan menghindari orang lain sebagai antisipasi dari penolakkan dari orang lain (Bartholomew & Horowitz, 1991). Hal ini dikarenakan individu ini memiliki pandangan model diri negatif sehingga merasa tidak pantas untuk dicintai dan didukung oleh orang lain. Erozkan (2009) mengungkapkan bahwa fearful attachment merupakan pola attachment yang berhubungan dengan relasi yang tidak sehat. Model relasi yang ditunjukkan oleh individu tersebut adalah keintiman dan kedekatan yang rendah. Hal ini ditandai dengan sikap sensitif akan penolakkan dari orang lain. Ryff (1989) membuat enam dimensi dari kesejahteraan psikologis yaitu meliputi penerimaan diri, otonomi diri, hubungan positif dengan orang lain, penguasaan lingkungan, tujuan hidup dan pengembangan diri. Kesejahteraan psikologis individu dapat berbeda antara individu yang satu dengan individu

75 56 yang lainnya. Hal ini disebabkan oleh sikap individu tersebut dalam mengembangkan diri untuk mencapai makna kehidupan dan refleksi diri sehingga menjadi individu yang berfungsi secara penuh. Ditinjau dari keempat pola kelekatan, individu dengan secure attachment cenderung memiliki kesejahteraan psikologis yang tinggi. Hal ini ditandai dengan sikap individu yang positif terhadap diri sendiri, dapat menerima kelebihan dan kekurangan yang ada dalam dirinya dan memiliki kepuasaan hubungan yang akrab dengan orang lain. Individu dengan preoccupied attachment, dismissing attachment dan fearful attachment cenderung memiliki kesejahteraan psikologis yang rendah. Hal ini dikarenakan individu dengan preoccupied attachment cenderung bergantung dengan orang lain dan memiliki kepercayaan diri yang rendah sehingga individu ini tidak sesuai dengan dimensi otonomi dan penerimaan diri dari kesejahteraan psikologis (psychological well-being). Sedangkanindividu dengan dismissing attachment cenderung memiliki tingkat kepercayaan yang rendah dengan orang lain dan tertutup dengan orang lain sehingga individu dengan pola kelekatan ini bertolak belakang dengan dimensi hubungan yang positif dengan orang lain dari kesejahteraan psikologis. Individu dengan fearful attachment cenderung memiliki kepercayaan diri rendah, bergantung dengan orang lain dan memiliki kelayakan diri yang rendah sehingga individu ini bertolak belakang dengan dimensi penerimaan diri dan otonomi dari kesejahteraan psikologis (Ryff, 1989).

76 57 Penelitian-penelitian diatas menunjukan bahwa pola kelekatan (attachment) memiliki hubungan yang signifikan dengan Ryff psychological well-being. Dalam hal pola kelekatan (attachment), secure attachment memiliki hubungan yang positif dengan dimensi-dimensi dari Ryff psychological well-being. Sedangkan preoccupied attachment, dismissing attachment dan fearful attachment memiliki hubungan yang negatif dengan Ryff psychological well-being.

77 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 58 E. Skema Penelitian Pola Kelekatan Masa Dewasa Secure Attachment (Model diri dan orang lain positif) Preoccupied Attachment (Model diri negatif, model orang lain positif) Dismissive Attachment (Model diri positif, orang lain negatif) Fearful Attachment (Model diri negatif, model orang lain negatif) Penghargaan diri positif Kemampuan untuk mandiri Memiliki kepercayaan, keterbukaan dan rasa nyaman untuk terlibat hubungan akrab dengan orang lain Penghargaan diri negatif Kepercayaan diri rendah Mudah berinteraksi dengan orang lain Cenderung mencari keintiman dengan pasangan Menginginkan respon yang lebih dari pasangannya Penghargaan diri positif Mandiri Tidak nyaman dalam menjalin hubungan dengan orang lain Tingkat kepercayaan pada orang lain rendah Tertutup dengan orang lain Tidak cemas ketika terpisah dengan pasangan Penghargaan diri negatif Kepercayaan diri rendah Tingkat kepercayaan pada orang lain rendah Bergantung dengan orang lain Cenderung menghindari keintiman Positif Negatif Negatif Negatif Psychological Well-Being Ryff

78 59 F. Hipotesis Berdasarkan uraian penjelasan diatas dapat disimpulkan hipotesis penelitian ini yaitu sebagai berikut: 1. Ada hubungan positif antara pola kelekatan secure dengan kesejahteraan psikologis ibu bekerja. Jika ibu bekerja memiliki pola kelekatan secure, maka ibu bekerja akan mengembangkan kesejahteraan psikologis yang positif. 2. Ada hubungan negatif antara pola kelekatan preoccupied dengan kesejahteraan psikologis ibu bekerja. Jika ibu bekerja memiliki pola kelekatan preoccupied, maka ibu bekerja akan mengembangkan kesejahteraan psikologis yang negatif. 3. Ada hubungan negatif antara pola kelekatan dismissing dengan kesejahteraan psikologis ibu bekerja. Jika ibu bekerja memiliki pola kelekatan dismissing, maka ibu bekerja akan mengembangkan kesejahteraan psikologis yang negatif. 4. Ada hubungan negatif antara pola kelekatan fearful dengan kesejahteraan psikologis ibu bekerja. Jika ibu bekerja memiliki pola kelekatan fearful, maka ibu bekerja akan mengembangkan kesejahteraan psikologis yang negatif.

79 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kuantitatif korelasional. Penelitian korelasional bertujuan untuk melihat hubungan antara variabel satu dengan variabel lainnya (Azwar, 2012). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan penelitian kuantitatif korelasional yang bertujuan untuk melihat hubungan antara kesejahteraan psikologis (psychological well-being) dengan pola kelekatan (attachment) pada masa dewasa (secure, preoccupied, dismissing, fearful). B. Variabel Penelitian Variabel adalah suatu atribut dari objek yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti sehingga memperoleh informasi tentang hal tersebut kemudian dipelajari dan ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2013). Penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu: Variabel tergantung adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2013). Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah kesejahteraan psikologis (psychological wellbeing). 60

80 61 Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel tergantung (Sugiyono, 2013). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pola kelekatan (attachment). C. Definisi Operasional Definisi operasional dari variabel-variabel penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Kesejahteraan Psikologis Kesejahteraan psikologis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu keadaan individu yang memiliki kemampuan dalam menghadapi berbagai hal yang dapat menimbulkan permasalahan dalam kehidupannya dengan mengandalkan potensi yang ada dalam dirinya dan berfungsi secara penuh dan positif. Menurut Ryff (1989), kesejahteraan psikologis memiliki enam dimensi yang dimiliki individu, yaitu: kemampuan menerima diri sendiri apa adanya (self-acceptance), kemampuan untuk menentukan tindakan sendiri (autonomy), memiliki kualitas hubungan yang positif dengan orang lain (positive relationship with others), kemampuan untuk mengatur kehidupannya dan lingkungan secara efektif (environmental mastery), hidup yang memiliki tujuan (purpose in life) dan kemampuan mengembangkan potensi diri (personal growth). Kesejahteraan psikologis (psychological well-being) akan diukur dengan skala kesejahteraan psikologis yang disusun berdasarkan enam dimensi kesejahteraan psikologis dari Ryff (1989) dan diwakili oleh skor

81 62 kesejahteraan psikologis. Semakin tinggi skor total yang diperoleh subjek berarti semakin tinggi kesejahteraan psikologis yang dimiliki subjek. Sebaliknya, semakin rendah skor total yang diperoleh subjek berarti semakin rendah pula kesejahteraan psikologis yang dimiliki subjek. 2. Pola Kelekatan Pola kelekatan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ikatan emosional yang terbentuk dari masa bayi yang menjadi dasar dalam memberikan pengaruh pada kehidupan interpersonal individu di masa dewasa. Pola kelekatan ini akan berpengaruh pada kompetensi sosial, fungsi interpersonal, perkembangan kognitif dan kesejahteraan psikologis di masa dewasa. Menurut Bartholomew & Horowitz (1991), pola kelekatan (attachment) terbagi menjadi empat, yaitu secure attachment, preoccupied attachment, dismissing attachment dan fearful attachment. Pola kelekatan akan diukur dengan skala psikologis yang disusun berdasarkan empat pola atau jenis yang dijelaskan oleh Bartholomew & Horowitz (1991). Pola kelekatan (attachment) akan diukur dengan skala pola kelekatan yang disusun berdasarkan karakteristik-karakteristik dari masing-masing pola kelekatan dari Bartholomew & Horowitz (1991) dan diwakili oleh skor pola kelekatan. Skor tertinggi pada salah satu pola kelekatan menunjukkan kecenderungan pola kelekatan yang dimiliki masing-masing individu tersebut.

82 63 D. Metode Sampling Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari subjek atau objek yang mempunyai kualitas dan karakteriastik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2013). Populasi dalam penelitian ini adalah ibu rumah tangga yang bekerja di Yogyakarta dan Jawa Tengah. Wilayah Yogyakarta dan Jawa Tengah cukup luas dengan ibu rumah tangga yang bekerja, maka penelitian ini perlu menggunakan metode sampling. Menurut Sugiyono (2013), sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah non probability sampling dengan melakukan purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2013). E. Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah ibu bekerja. Kriteria subjek dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Wanita berusia tahun, merupakan masa dewasa awal dimana wanita memiliki tugas perkembangan yang berkaitan dengan masalah keluarga dan pekerjaan (Papalia, 2009). 2. Bekerja di luar rumah. 3. Sudah menikah dan memiliki anak karena cenderung akan memiliki konflik antarperan sebagai istri, ibu dan karyawan (Frone, 2003).

83 64 F. Metode Pengumpulan Data Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah skala. Skala adalah sebuah instrumen pengumpul data seperti daftar cocok dengan alternatif jawaban yang disediakan (Arikunto, 2005). Penelitian ini menggunakan dua macam skala, yaitu: 1. Skala Kesejahteraan Psikologis Kesejahteraan psikologis diukur dengan menggunakan skala kesejahteraan psikologis yang disusun berdasarkan enam dimesi menurut Ryff (1989) yang meliputi, yaitu: a. Penerimaan diri (self-acceptance) b. Otonomi diri (autonomy) c. Hubungan positif dengan orang lain (positive relationship with others) d. Penguasaan lingkungan (environmental mastery) e. Tujuan hidup (purpose in life) f. Pengembangan diri (personal growth) Metode penskalaan yang digunakan dalam skala pola kelekatan adalah metode summated rating dengan menggunakan skala Likert. 2. Skala Pola Kelekatan Pola kelekatan diukur dengan menggunakan skala pola kelekatan yang disusun berdasarkan empat pola kelekatan menurut Bartholomew

84 65 & Horowitz (1991), yaitu secure attachment, preoccupied attachment, dismissing attachment dan fearful attachment. Metode penskalaan yang digunakan dalam skala pola kelekatan adalah metode summated rating dengan menggunakan skala Likert. Dalam penelitian ini, setiap subjek merespon dua skala (skala kesejahteraan psikologis dan skala pola kelekatan) dengan membuat tanda pada enam pilihan jawaban skala Likert. Enam pilihan jawaban tersebut adalah sangat tidak setuju, tidak setuju, agak tidak setuju, agak setuju, setuju dan sangat setuju. Pemberian skor untuk setiap pilihan jawaban berdasarkan pada item favorable dan item unfavorable. Pada item-item favorable, pilihan jawaban Sangat Tidak Setuju (STS) mendapat skor 1, Tidak Setuju (TS) mendapat skor 2, Agak Tidak Setuju (ATS) mendapat skor 3, Agak Setuju (AS) mendapat skor 4, Setuju (S) mendapat skor 5 dan Sangat Setuju (SS) mendapat skor 6. Sebaliknya, skor untuk item-item unfavorable adalah 6 untuk pilihan jawaban Sangat Tidak Setuju (STS), 5 untuk pilihan jawaban Tidak Setuju (TS), 4 untuk pilihan jawaban Agak Tidak Setuju (ATS), 3 untuk pilihan jawaban Agak Setuju (AS), 2 untuk pilihan jawaban Setuju (S) dan 1 untuk pilihan jawaban Sangat Setuju (SS). G. Instrumen Penelitian 1. Skala Kesejahteraan Psikologis Kesejahteraan psikologis diukur dengan menggunakan skala kesejahteraan psikologis yang disusun berdasarkan enam aspek

85 66 multidimensional menurut Ryff (1989), yaitu penerimaan diri (selfacceptance), otonomi diri (autonomy), hubungan positif dengan orang lain (positive relationship with others), penguasaan lingkungan (environmental mastery), tujuan hidup (purpose in life) dan pengembangan diri (personal growth). Metode penskalaan yang digunakan dalam skala kesejahteraan psikologis adalah metode summated rating dengan menggunakan skala Likert. Skala terdiri dari sejumlah item pernyataan yang terbagi menjadi dua pernyataan, yaitu pernyataan yang bersifat positif atau mendukung (favorable) dan pernyataan yang bersifat negatif atau tidak mendukung (unfavorable). Setiap item memiliki enam alternatif pilihan jawaban yaitu Sangat Tidak Setuju (STS), Tidak Setuju (TS), Agak Tidak Setuju (ATS), Agak Setuju (AS), Setuju (S) dan Sangat Setuju (SS). Dalam pilihan jawaban terdapat enam pilihan jawaban untuk meminimalisir kecenderungan subjek mengisi pilihan netral atau pilihan yang dianggap benar.

86 67 Tabel 3.1. Blueprint Skala Kesejahteraan Psikologis Aspek Kesejahteraan Item Total Psikologis Favorable Unfavorable Item % Penerimaan diri (self-acceptance) ,67% Otonomi diri (autonomy) ,67% Hubungan positif dengan orang lain (positive ,67% relationship with others) Penguasaan lingkungan (environmental mastery) ,67% Tujuan hidup (purpose in life) ,67% Pengembangan diri (personal growth) ,67% Total % 2. Skala Pola Kelekatan Pola kelekatan diukur dengan menggunakan skala pola kelekatan yang disusun berdasarkan empat pola kelekatan menurut Bartholomew & Horowitz (1991), yaitu secure attachment, preoccupied attachment, dismissing attachment dan fearful attachment. Metode penskalaan yang digunakan dalam skala pola kelekatan adalah metode summated rating dengan menggunakan skala Likert. Skala terdiri dari sejumlah item pernyataan yang terbagi menjadi dua pernyataan, yaitu pernyataan yang bersifat positif atau mendukung (favorable) dan pernyataan yang bersifat negatif atau tidak mendukung (unfavorable). Setiap item memiliki enam

87 68 alternatif pilihan jawaban yaitu Sangat Tidak Setuju (STS), Tidak Setuju (TS), Agak Tidak Setuju (ATS), Agak Setuju (AS), Setuju (S) dan Sangat Setuju (SS). Tabel 3.2. Blueprint Skala Pola Kelekatan Pola Item Total Kelekatan Favorable Unfavorable Item % Secure % Preoccupied % Dismissing % Fearful % Total % H. Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian Skala-skala yang digunakan dalam penelitian ini terlebih dahulu diujicobakan pada ibu bekerja yang tersebar di daerah Yogyakarta. Total subjek dalam uji coba skala berjumlah 40 orang.

88 69 1. Hasil Uji Coba Skala Kesejahteraan Psikologis Tabel 3.3. Skala Kesejahteraan Psikologis No. Kesejahteraan Psikologis Nomor aitem Total 1. Penerimaan diri 1, 2*, 11, 15, 17, 19, 29, 38, 39, 43*, 50, 52, 65, 70, 76*, 87, 90, Otonomi diri 13, 22, 30*, 33, 34, 36*, 42, 44, 46, 49, 57*, 58, 64*, 78, 79*, 93*, 99, 105* , 6, 8*, 9, 21, 23, 24, 25, 26, Hubungan positif dengan 47, 59, 61, 66*, 68, 71, 82, 88, orang lain , 16*, 18, 20, 31*, 32, 56, 60, 4. Penguasaan lingkungan 63, 69*,73, 85, 89, 91, 95, 103, *, 106* 5. Tujuan hidup 3, 7*, 14, 27, 28*, 37, 40, 41, 45, 53, 54, 62, 67, 74, 80, 81*, 18 84, 97, 6. Pengembangan diri 5, 10*, 35, 48, 51, 55, 72, 75, 77*, 83, 86, 92, 96*, 98*, 101, 102, 107, Keterangan: Item dengan tanda bintang (*) adalah item yang gugur Pengujian kualitas item pada skala Kesejahteraan Psikologis menggunakan korelasi item total melalui SPSS for Windows Seleksi item dilakukan untuk memilih item-item yang valid. Pada pengujian pertama, diperoleh nilai koefisien Alpha Cronbach keseluruhan sebesar 0,942.Kemudian dilakukan seleksi pada semua

89 70 item yang mendapat koefisien korelasi minus, yaitu sebanyak 8 item.kemudian dilakukan analisa ulang untuk 100 item sehingga didapat nilai koefisien Alpha Cronbach sebesar 0,952. Kemudian dilakukan seleksi untuk item-item yang mendapat nilai korelasi item kurang dari 0,25, yaitu sebanyak 16 item. Setelah dilakukan eliminasi, maka nilai reliabilitas untuk 84 item adalah sebesar 0,956. Tabel 3.4. Distribusi Skala Kesejahteraan Psikologis Setelah Uji Coba No. Kesejahteraan Psikologis 1. Penerimaan diri 2. Otonomi diri 3. Hubungan positif dengan orang lain 4. Penguasaan lingkungan 5. Tujuan hidup 6. Pengembangan diri Nomor Item Total Favorable Unfavorable 11, 15, 17, 29, 38, 39, 52, 65, 94 22, 33, 42, 49, 58, 78, 99 4, 6, 21, 23, 26, 59, 68, 82, 88 12, 56, 63, 73, 85, 91 3, 41, 53, 67, 74, 80, 84, 97 35, 51, 55, 72, 75, 86, 92, 102, 107 1, 19, 50, 70, 87, , 34, 44, , 24, 25, 47, 61, 71, , 20, 32, 60, 89, 95, , 27, 37, 40, 15 45, 54, 62 5, 48, 83, 101, Total

90 71 2. Hasil Uji Coba Skala Pola Kelekatan Tabel 3.5. Skala Pola Kelekatan No. Pola Kelekatan Nomor Aitem Total 1. Secure 7, 16, 25, 27*, 28,31*, 32*, 38, 39, 42, 44, 47, 50, 53, 59*, 68, 72, 75, 76, 80*, 85, 90*, 91, 28 94, 95, 97, 101*, Preoccupied 5, 10*, 11, 14, 15*, 17, 18*, 19*, 20, 23*, 36, 43, 54, 55, 61, 67, 69, 71, 73, 79, 86, 87, 28 88, 99, 103, 105*, 106, Dismissing 2, 3, 4*, 6, 8*, 12, 13*, 22, 46, 49, 52, 56, 57, 58, 64, 77*, 78, 81, 83, 89, 92, 93*, 96, 98, *, 104, 109, Fearful 1, 9, 21*, 24, 26, 29*, 30*, 33*, 34, 35, 37*, 40*, 41, 45, 48, 51*, 60*, 62, 63, 65*, 66, 70*, 74, 82, 84, 107, 111*, 112* 28 Keterangan: Item dengan tanda bintang (*) adalah item yang gugur Pengujian kualitas item pada skala Pola Kelekatan menggunakan korelasi item total melalui SPSS for Windows Seleksi item dilakukan untuk memilih item-item yang valid. Pada pengujian pertama, diperoleh nilai koefisien Alpha Cronbach keseluruhan sebesar 0,946.Kemudian dilakukan seleksi pada semua

91 72 item yang mendapat koefisien korelasi minus, yaitu sebanyak 10 item.kemudian dilakukan analisa ulang untuk 102 item sehingga didapat nilai koefisien Alpha Cronbach sebesar 0,955. Kemudian dilakukan seleksi untuk item-item yang mendapat nilai korelasi item kurang dari 0,25, yaitu sebanyak 21 item. Setelah dilakukan eliminasi, maka nilai reliabilitas untuk 81 item adalah sebesar 0,960. Tabel 3.6. Distribusi Skala Pola Kelekatan Setelah Uji Coba No. Kesejahteraan Nomor Item Psikologis Favorable Unfavorable Total 1. Secure 25, 28,38, 44, 47, 50, 75, 76, 95, 102 7,16,39,42,53,68,72,85, 91,94, , 17, 20, 36, 5,14,54,61, 67, 71, 2. Preoccupied 43, 55, 69, 73, 88,103, ,86,87,99, , 3, 12, 49, 6,22,46, 58,78,83,92, 3. Dismissing 52, 56, 57, 64, 81, 89, 98, ,109, Fearful 24, 41, 45, 48, 1,9, 26, 34,35,62,63,74 66, 82, 84, Total

92 73 I. Pengujian Instrumen Penelitian 1. Validitas Validitas adalah keadaan yang menggambarkan instrumen atau alat ukur tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak diukur (Arikunto, 2005). Suatu alat ukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur sesuai dengan tujuan dari pengukuran tersebut (Azwar, 2012). Menurut Sarwono (2006), validitas terdiri dari tiga macam yaitu validitas isi (content validity), validitas konstruk (construct validity) dan validitaskriteria (criterion validity). Sedangkan dalam penelitian ini yang digunakan adalah validitas isi atau content validity. Validitas isi menunjuk pada suatu instrumen yang melihat kesesuaian isi dengan mengukur apa yang akan diukur. Validitas isi suatu alat ukur didasarkan pada pendapat profesional (professional judgement) (Suryabrata, 2005). Hal tersebut sesuai dengan penelitian ini, instrumen atau alat ukur yang disusun akan dinilai oleh seseorang yang ahli, dalam hal ini yaitu dosen pembimbing. 2. Analisis dan Seleksi Item Pengujian konsistensi antara fungsi item dengan fungsi tes secara keseluruhan merupakan cara dalam analisis dan seleksi item yang disebut juga dengan konsistensi item-total (Azwar, 2009). Pada penelitian ini, analisis dan seleksi item dengan meguji kualitas item menggunakan metode statistik dengan bantuan program SPSS for Windows version 16.0.

93 74 Seleksi item dilakukan untuk memilih item-item yang valid atau mengukur apa yang dikehendaki oleh peneliti. Prosedur pengujian konsistensi item-total akan menghasilkan koefisien korelasi item-total (r ix ) atau indeks daya item. Daya beda item adalah suatu item yang konsistensi mampu menunjukkan bahwa item tersebut terdapat perbedaan antara individu dengan atribut yang hendak diukur. Koefisien korelasi item-total menggunakan rumus koefisien product-momentpearson. Semakin tinggi korelasi positif antara skor item dengan skor tes maka semakin tinggi konsistensi antara item dengan keseluruhan skala atau semakin tinggi daya bedanya (Azwar, 2009). Kriteria pemilihan item berdasarkan koefisien korelasi item-total ditetapkan batasan r ix 0,30 karena item yang mencapai koefisien minimal 0,30 daya bedanya dianggap memuaskan. Item yang memiliki koefisien korelasi kurang atau dibawah 0,30 dinyatakan gugur (Azwar, 2012). 3. Reliabilitas Reliabilitas merupakan sejauh mana alat ukur yang digunakan dapat memberikan hasil yang konsisten dan dapat dipercaya (Azwar, 2009). Dalam penelitian ini, reliabilitas diperoleh dengan menggunakan koefisien reliabilitas alpha cronbach melalui SPSS for Windows version Pendekatan ini bertujuan untuk melihat konsistensi antar item-item dalam skala yang digunakan dalam penelitian ini. Reliabilitas dinyatakan dalam koefisien reliabilitas yang berada dalam rentang 0,0 sampai 1,0. Semakin

94 75 mendekati 1,0 maka reliabilitasnya semakin tinggi. Semakin mendekati 0,0 maka reliabilitasnya semakin dikatakan rendah. Suatu alat ukur dapat dikatakan reliabel apabila mempunyai koefisien korelasimendekati 1,0 (Azwar, 2009). J. Metode Analisis Data Metode analisis data merupakan suatu metode untuk mengolah data penelitian, menganalisis hasil penelitian dan menguji kebenaran dari penelitian tersebut. 1. Uji Asumsi Uji asumsi merupakan salah satu syarat yang digunakan dalam penggunaan teknik korelasi untuk memperoleh kesimpulan yang benar berdasarkan data yang ada. Uji asumsi dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Uji Normalitas Uji normalitas ini dilakukan untuk mengetahui apakah data yang dikumpulkan dari penyebaran kuisioner terdistribusi secara normal atau tidak. Cara untuk membuktikan data hasil penyebaran kuisioner terdistribusi normal atau tidak dengan menggunakan uji One-Sample Kolmogorov Smirnov melalui SPSS for Windows version Suatu data dinyatakan berdistribusi normal apabila nilai probabilitas (p) uji One-Sample Kolmogorov Smirnov > 0,05. Sebaliknya, apabila nilai uji

95 76 One-Sample Kolmogorov Smirnov < 0,05 maka data tersebut tidak terdistribusi dengan normal (Santoso, 2010). b. Uji Lineritas Uji lineritas dilakukan untuk mengetahui hubungan antar variabel (kesejahteraan psikologis dan pola kelekatan) yang dianalisis mengikuti garis lurus atau tidak (Santoso, 2010). Uji linearitas dilakukan dengan menggunakan uji test for linearity melalui SPSS for Windows version Antarvariabel dapat dinyatakan linear apabila memenuhi syarat p < 0, Uji Hipotesis Uji hipotesis menggunakan teknik korelasi product moment dari Pearson melalui aplikasi SPSS for Windows version Teknik ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara kesejahteraan psikologis dan pola kelekatan (secure attachment, preoccupied attachment, dismissing attachment dan fearful attachment).

96 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Penelitian Dalam penelitian ini data diperoleh dengan cara membagikan skala Pola Kelekatan dan skala Kesejahteraan Psikologis kepada subjek penelitian. Kedua skala tersebut disajikan secara bersamaan dalam bentuk kuesioner yang diisi subjek sesuai dengan petunjuk yang telah tersedia dalam booklet kuesioner tersebut. Pengambilan data dilakukan pada tanggal 22 Juni 2015 sampai dengan tanggal 4 Juli Pada hari pertama pengambilan data, peneliti menyebarkan 10 buah kuesioner kepada beberapa karyawan di Universitas Sanata Dharma III. Pada tanggal 29 Juni 2015, peneliti membagikan 30 buah kuesioner di kantor CIMB Niaga Solo dan pada tanggal 30 Juni 2015, peneliti membagikan 17 buah kuesioner di kantor CIMB Niaga Delanggu. Peneliti juga menitipkan kuesioner kepada mahasiswa Universitas Sanata Dharma untuk diberikan kepada ibu mereka. Total kuesioner yang digunakan sebagai data dalam penelitian ini sebanyak 80 buah kuesioner. B. Deskripsi Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah ibu yang bekerja dan yang mempunyai anak. Berdasarkan hasil penyebaran kuesioner maka didapatkan data subjek sebagai berikut : 77

97 78 Tabel 4.1. Deskripsi Data Subjek Berdasarkan Usia Usia Frekuensi Persentase Dewasa awal (20 40 tahun) 40 50% Dewasa Madya (40-65 tahun) 40 50% Total % Jumlahsubjek dalam penelitian ini adalah 80 orang. Subjek dibagi berdasarkan usia. Subjek yang berusia tahun berada pada masa dewasa awal sedangkan subjek yang memiliki usia tahun berada pada masa dewasa madya (Papalia, Olds, Feldman, 2009). Subjek yang berada dalam masa dewasa awal berjumlah 40 orang dengan persentase sebesar 50% dan subjek yang berada dalam masa dewasa madya berjumlah 40 orang dengan persentase sebesar 50%. Tabel 4.2. Deskripsi Data Subjek Berdasarkan Jumlah Anak Jumlah anak Frekuensi Persentase 1 orang 34 42,5% 2 orang 29 36,25% 3 orang 16 20% 4 orang 1 1,25% Total %

98 79 Sebagian besar subjek dalam penelitian ini memiliki 1 orang anak yang berjumlah 34 orang dengan persentase sebesar 42,5%. Subjek yang memiliki 2 orang anak sejumlah 29 orang atau 36,25% dari total subjek, sedangkan subjek yang memiliki 3 orang anak berjumlah 16 orang atau 20% dari total subjek. Ada 1 subjek yang memiliki 4 orang anak. Tabel 4.3. Deskripsi Data Subjek Berdasarkan Lama Bekerja dalam Tahun Lama bekerja Frekuensi Persentase 1 3 tahun 16 20% 4 6 tahun 7 8,75% 7 9 tahun 5 6,25% tahun 10 12,5% tahun 7 8,75% tahun 5 6,25% tahun 11 13,75% tahun 5 6,25% tahun 8 10% tahun 2 2,5% tahun 4 5% Total % Dari keseluruhan jumlah subjek terdapat 16 orang dengan persentase sebesar 20% yang sudah bekerja antara 1 sampai 3 tahun. Subjek yang bekerja antara 19 sampai 21 tahun berjumlah 11 orang dengan persentase

99 80 sebesar 13,75% dan subjek yang sudah bekerja antara 10 sampai 12 tahun berjumlah 10 orang dengan persentase sebesar 12,5%. Tabel 4.4. Deskripsi Data Subjek Berdasarkan Jumlah Jam Bekerja Lama bekerja (jam) Frekuensi Persentase 6 jam 3 3,75% 7 jam 9 11,25% 8 jam 46 57,5% 9 jam 16 20% 10 jam 5 6,25% 11 jam 1 1,25% Total % Secara keseluruhan rata-rata subjek bekerja selama 8 jam dengan jumlah 46 orang dengan persentase sebesar 57,5% dan 16 orang atau 20% dari total subjek yang bekerja selama 9 jam. Ada 9 orang dengan persentase sebesar 11,25% yang bekerja selama 7 jam, sedangkan sisanya bekerja selama 6 jam, 10 jam dan 11 jam. C. Deskripsi Hasil Penelitian Berdasarkan hasil analisis deskriptif dari data yang diperoleh, maka dapat diketahui nilai mean teoritik dan mean empirik. Mean teoritik merupakan rata-rata yang dihasilkan dari skala, sedangkan mean empirik

100 81 merupakan rata-rata dari data yang diperoleh. Hasil statistik empirik disajikan pada tabel 4.5. Tabel 4.5. Deskripsi Data Penelitian Minimum Maksimum Mean Standar Variabel N Teo Emp Teo Emp Teo Emp Deviasi (SD) PKS ,5 109,55 7,712 PKP ,89 5,036 KP ,5 378,16 29,376 Keterangan: PKS (Pola kelekatan secure), PKP (Pola kelekatan preoccupied), KP (Kesejahteraan Psikologis) Dari tabel diatas dapat terlihat bahwa nilai mean empirik pada skala pola kelekatan secure adalah 109,55dengan standar deviasi sebesar 7,712. Berdasarkan skor perhitungan nilai maksimum dan nilai minimum diperoleh mean teoritik sebesar 73,5. Nilai mean empirik pada skala pola kelekatan preoccupied adalah 106,89 dengan standar deviasi sebesar 5,036. Berdasarkan skor perhitungan nilai maksimum dan nilai minimum diperoleh mean teoritik sebesar 77. Hal ini menunjukkan bahwa skor pola

101 82 kelekatan secure tergolong tinggi sedangkan skor pola kelekatan preoccupied tergolong rendah. Selain itu, pada skala kesejahteraan psikologis diperoleh nilai mean empirik sebesar 378,16 dengan standar deviasi sebesar 29,376. Berdasarkan skor perhitungan nilai maksimum dan nilai minimum diperoleh mean teoritik sebesar 283,5. Hal ini menunjukkan secara keseluruhan bahwa skor kesejahteraan psikologissubjek penelitian tergolong tinggi. D. Analisis Data Penelitian 1. Uji Asumsi Penelitian Uji hipotesis diawali dengan melakukan uji asumsi yang meliputi dari uji normalitas dan uji linearitas. Uji asumsi adalah uji yang dilakukan untuk membuktikan apakah sebaran data yang dimiliki telah mengikuti kurva normal atau tidak (Santoso, 2010). Pengujian asumsi dilakukan dengan bantuan program SPSS for Windows a. Uji Normalitas Uji normalitas adalah pengujian yang dilakukan untuk mengecek data penelitian yang berasal dari populasi yang sebarannya normal atau tidak (Santoso, 2010). Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan metode Kolmogorov-Smirnov Test. Dari hasil uji beda tersebut, dapat disimpulkan dua hal. Pertama, jika

102 83 nilai signifikansi atau probabilitas lebih besar dari 0,05 (p > 0,05) maka dapat dikatakan bahwa data penelitian tidak berbeda secara signifikan dengan data normal. Dengan kata lain, data penelitian memiliki sebaran data yang normal. Kedua, jika nilai signifikansi atau probabilitas lebih kecil dari 0,05 (p < 0,05) maka dapat dikatakan bahwa data penelitian berbeda secara signifikan dengan data normal. Dengan kata lain, data penelitian memiliki sebaran data yang tidak normal. Pada tabel 4.6 hasil uji normalitas sebagai berikut: Tabel 4.6. Uji Normalitas Variabel Kolmogorov- Signifikansi Keterangan Smirnov Secure 0,703 0,707 Normal Preoccupied 0,691 0,726 Normal Kesejahteraan 0,773 0,589 Normal Psikologis Berdasarkan hasil diatas, dapat diketahui bahwa sebaran data dua variabel menunjukkan nilai signifikansi atau probabilitas (p) lebih besar dari 0,05 (p > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa data penelitian mengikuti sebaran data yang normal.

103 84 b. Uji Linearitas Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui hubungan antar variabel yang dianalisis mengikuti garis lurus atau tidak (Santoso, 2010). Uji linearitas dilakukan dengan menggunakan uji test for linearity dalam program SPSS for Windows Jika nilai signifikansi atau probabilitas (p) yang diperoleh lebih kecil dari 0,05 (p < 0,05) maka dapat dikatakan bahwa hubungan antar variabel mengikuti garis lurus. Pada tabel 4.7 hasil uji linearitas sebagai berikut: Tabel 4.7. Uji Linearitas F Signifikansi Keterangan Secure*Kesejahteraan Psikologis Preoccupied*Kesejahteraan Psikologis 40,456 0,000 Linear 7,980 0,007 Linear Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa tidak semua hubungan antar variabel memiliki nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 (p < 0,05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa hubungan antar variabel bersifat linear.

104 85 2. Uji Hipotesis Uji hipotesis dilakukan dengan teknik analisis korelasi menggunakan korelasi Pearson product moment analisis data untuk hubungan antar variabel yang bersifat linear a. Analisis antar variabel bersifat linear Tabel 4.8. Uji Hipotesis Korelasi Pearson Product Moment Pola kelekatan secure, pola kelekatan preoccupied dengan kesejahteraan psikologis Correlations secure kesejahteraan_psikologis Secure Pearson Correlation Sig. (1-tailed).000 N kesejahteraan Pearson Correlation _psikologis Sig. (1-tailed).000 N preoccupied kesejahteraan_psikologis preoccupied Pearson Correlation Sig. (1-tailed).001 N kesejahteraan Pearson Correlation _psikologis Sig. (1-tailed).001 N 80 80

105 86 Berdasarkan hasil analisis korelasi Pearson product moment, dapat diketahui koefisien korelasi (r) antara pola kelekatan secure dengan kesejahteraan psikologis sebesar 0,589 dengan nilai signifikansi atau probabilitas 0,000yang berarti lebih kecil dari 0,05 (p < 0,05). Koefisien korelasi tersebut tergolong sedang dan bernilai positif (Sugiyono, 2008). Hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi kecenderungan seseorang dengan pola kelekatan secure, semakin tinggi pula kesejahteraan psikologis individu. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan positif dan signifikan dengan kesejahteraan psikologis pada ibu bekerja. Berdasarkan hasil analisis korelasi Pearson product moment, dapat diketahui bahwa koefisien korelasi (r) antara pola kelekatan preoccupied dengan kesejahteraan psikologis sebesar -0,342 dengan nilai signifikansi atau probabilitas 0,001 yang berarti lebih kecil dari 0,05 (p < 0,05). Koefisien korelasi tersebut tergolong rendah dan bernilai negatif (Sugiyono, 2008). Hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi kecenderungan seseorang dengan pola kelekatan preoccupied,semakin rendah pula kesejahteraan psikologis individu.dengan demikian, pola kelekatan preoccupied berhubungan negatif dan signifikan antara pola kelekatan secure dengan kesejahteraan psikologis pada ibu bekerja.

106 87 E. Pembahasan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kesejahteraan psikologis dengan pola kelekatan dewasa pada ibu bekerja. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan dan positif antara pola kelekatan secure dengan kesejahteraan psikologis. Hal ini terlihat dari koefisien korelasi sebesar 0,589 dengan signifikansi atau probabilitas (p) sebesar 0,000 sehingga dapat dikatakan bahwa hipotesis tersebut diterima. Penelitian ini sesuai dengan teori Baron dan Byrne (2004) yang menyatakan bahwa individu dengan pola kelekatan secureadalah individu yang dapat menerima diri apa adanya (selfacceptance), cenderung mencari kedekatan interpersonal dengan orang lain dan merasa nyaman dalam menjalin hubungan (positive relationship with others), menyadari dan mengembangkan potensi yang ada didalam dirinya, memiliki kepercayaan diri, dapat menentukan tujuan dan arah hidupnya, serta terbuka terhadap pengalaman baru. Hal ini dapat disebabkan karena individu dengan pola kelekatan secure didasari oleh rasa cinta dan kepercayaan yang diberikan oleh orang tuanya sehingga akan membentuk individu yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi, memiliki kemampuan untuk mempercayai orang lain serta memiliki kemampuan untuk mengembangkan hubungan yang matang (Mercer dan Clayton, 2012). Individu yang memiliki kemampuan untuk membangun rasa kepercayaan terhadap diri sendiri dan orang lain, mampu membangun hubungan personal yang baik dengan orang lain, memiliki hubungan yang

107 88 baik dengan lingkungan sekitarnya, dan memiliki tujuan pribadi serta tujuan dalam pekerjaannya dapat dikatakan bahwa individu tersebut mempunyai tingkat kesejahteraan psikologis yang tinggi (Ryff dan Singer, 1996). Salah satu aspek dari kesejahteraan psikologis adalah penerimaan diri.penerimaan diri dapat dilihat dari individu memandang diri sendiri secara positif. Berdasarkan hasil penelitian, sebesar 97,5% atau 78 dari 80 subjek merespon setuju pada item Saya memiliki kepercayaan yang tinggi pada pasangan saya. Respon subjek menunjukkan adanya kepercayaan diri dan merupakan hasil inteaksi yang hangat dengan pasangannya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa individu dengan pola kelekatan secure akan memiliki kesejahteraan psikologis yang positif. Hasil analisis pada pola kelekatan preoccupied dengan kesejahteraan psikologis pada ibu bekerja menunjukkan koefisien korelasi sebesar -0,342 dengan signifikansi atau probabilitas (p) sebesar 0,001. Hal ini berarti menunjukkan bahwa ada hubungan yang negatif dan signifikan sehingga dapat dikatakan bahwa hipotesis diterima. Bartholomew dan Horowitz (1991) menyatakan bahwa individu dengan pola kelekatan preoccupied adalah individu yang menginginkan kedekatan yang berlebihan dengan orang lain sehingga membuat dirinya menjadi sangat tergantung dengan orang lain dan tidak dapat mengambil keputusan sendiri. Hal ini sesuai dengan hasil penelitan yang menunjukkan bahwa sebesar 70% atau 56 subjek merespon setuju pada item Saya cenderung

108 89 dipengaruhi oleh pendapat orang lain yang lebih tahu. Individu ini juga cenderung takut akan penolakan dan selalu mengalah dengan harapan akan disukai oleh lingkungannya. Individu dengan pola kelekatan preoccupied cenderung memiliki sikap negatif terhadap diri sendiri sehingga individu ini memiliki kepercayaan diri yang rendah. Hal tersebut sesuai dengan data penelitian yang menunjukkan bahwa sebesar 87,5% atau 70 subjek merespon setuju pada item Saya ingin selalu berada dekat dengan pasangan. Individu dengan pola kelekatan ini cenderung mencari keintiman dan respon yang lebih dari pasangannya. Mereka cenderung menilai kedekatan dengan menjadi bergantung pada pasangannya. Ryff (1989) menjelaskan bahwa individu yang mencapai kesejahteraan psikologis apabila individu memiliki sikap positif terhadap diri sendiri, mampu mengendalikan diri dan bersikap mandiri. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa individu dengan pola kelekatan preoccupied memiliki pandangan diri yang negatif sehingga memperlihatkan kemampuan yang rendah dalam pencapaian kesejahteraan psikologis yang baik. Hasil analisis data tambahan mendapati bahwa usia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis (psychological well-being) individu (Ryff, 1989). Ryff dan Keyes (1995) mengungkapkan bahwa bertambahnya usia seseorang akan meningkatkan aspek otonomi diri dan penguasaan lingkungan, terutama pada masa dewasa madya. Dalam penelitian ini, terdapat 40 orang yang berada pada masa dewasa madya. Hal ini ditunjukkan dengan sikap yang dapat

109 90 memilih dan mengatur lingkungan sekitarnya sesuai dengan kondisi psikis dan kepribadiannya. Individu yang berada pada masa dewasa awal mengalami peningkatan dalam aspek pengembangan diri. Dalam penelitian ini, terdapat 40 orang yang berada pada masa dewasa awal.

110 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa terdapat dua pola kelekatan yang terlihat dalam penelitian ini. Kesimpulan hasil analisis penelitian masingmasing variabel sebagai berikut: 1. Terdapat hubungan yang signifikan dan positif antara pola kelekatan secure dengan kesejahteraan psikologis pada ibu bekerja. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi kecenderungan seseorang dengan pola kelekatan secure, semakin tinggi pula kesejahteraan psikologis individu. (p = 0,000 < 0,05). 2. Terdapat hubungan yang signifikan dan negatif antara pola kelekatan preoccupied dengan kesejahteraan psikologis pada ibu bekerja. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi kecenderungan seseorang dengan pola kelekatan preoccupied, semakin tinggi pula kesejahteraan psikologis individu. (p = 0,001 < 0,05). 91

111 92 B. Saran Berdasarkan kesimpulan diatas, peneliti memberikan saran sebagai berikut: 1. Bagi Ibu Bekerja Penelitian ini menemukan bahwa pola kelekatan secure akan memiliki kesejahteraan psikologis yang tinggi. Berdasarkan hasil penelitian, peneliti menyarankan kepada ibu bekerja untuk memandang diri dan orang lain secara positif. Dengan pandangan tersebut, ibu-ibu bekerja akan lebih mudah untuk menerima diri apa adanya, memiliki sikap mandiri, membina hubungan yang hangat dengan orang lain, mampu mengelola lingkungan, memiliki tujuan dan arah hidup serta menyadari dan mengembangkan potensi yang ada dalam diri. Dengan demikian, meskipun ibu bekerja mempunyai dua peran ganda yaitu sebagai ibu rumah tangga dan karyawan, namun ia merasa puas dalam menjalankan dua peran tersebut sehingga ia mencapai atau memiliki kesejahteraan psikologis dalam dirinya. 2. Bagi Peneliti Selanjutnya Peneliti selanjutnya diharapkan untuk dapat meneliti hal lain yang mungkin terkait dengan pola kelekatan dan kesejahteraan psikologis, misalnya suasana di tempat kerja dan faktor kepribadian sebagai faktor yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis, kedekatan orang tua dengan anak sebagai faktor yang membentuk pola kelekatan individu. Peneliti selanjutnya juga dapat memperbanyak jumlah subjek penelitian untuk mendapatkan respon yang semakin bervariasi dan

112 93 gambaran yang lebih lengkap mengenai pola kelekatan dan kesejahteraan psikologis serta menemukan subjek ke empat pola kelekatan. Penggalian yang lebih mendalam seperti wawancara juga diperlukan dalam penelitian ini. Hal ini perlu dilakukan agar peneliti dapat mengetahui bagaimana cara subjek memandang kehidupan dan apakah masalah yang sedang dialami mempengaruhi respok subjek dalam menjawab kuesioner. 3. Bagi Pembaca Individu diharapkan dapat mengetahui pola kelekatan yang dimilikinya dan pengaruhnya terhadap hubungan interpersonal dengan orang lain. Selain itu, dengan mengetahui pola kelekatan yang ada, individu mungkin dapat mengerti pola kelekatan secure. Hal ini diharapkan menjadi bekal bagi individu dalam membesarkan bayinya dengan memberikan kasih sayang secukupnya sehingga anak akan memiliki kelekatan yang aman (secure). Individu juga diharapkan untuk menerima diri sendiri maupun kehidupannya di masa lalu (self-acceptance), belajar menentukan tindakan atau keputusan sendiri (autonomy), memiliki hubungan yang positif dengan orang lain (positive relationship with others), belajar mengatur kehidupan dan lingkungannya secara efektif (environmental mastery), memiliki keyakinan bahwa hidupnya bermakna dan memiliki tujuan (purpose in life), dan terbuka akan pengalaman-pengalaman baru (personal growth) sehingga individu dapat mewujudkan kesejahteraan psikologis yang maksimal.

113 DAFTAR PUSTAKA Ananda, Marissa Rizky. (2013). Self Esteem antara Ibu Rumah Tangga yang Bekerja dengan yang Tidak Bekerja. Jurnal Online Psikologi Vol. 01, No. 01. Fakultas Psikologi. Universitas Muhammadiyah Malang. Malang. Anggi.(2011). Ibu bekerja dan dampaknya terhadap perkembangan anak. Diunduh pada tanggal 18 September 2013 dari : Anogara, Drs. Pandji. (1992). Psikologi Kerja. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Ardiani, Novi. (2013). Kenapa mencinta, mendua, selingkuh?sex drive, romantic love & attachment. Diunduh pada tanggal 12 mei 2014, dari : Arikunto, Prof. Dr. Suharsimi. (2005). Manajemen Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Armsden, G. C., & Greenberg, M. T. (1987). The inventory of parent and peer attachment: Individual differences and their relationship to psychological well-being in adolescence. Journal of Youth and Adolescence, 16(5). Azwar, Dr. Saifuddin. (2009). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Azwar, Dr. Saifuddin. (2012). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Badan Pusat Statistik (BPS). (2009). Persentase Rumah Tangga menurut Provinsi, Jenis Kelamin Kepala Rumah Tangga yang Bekerja, dan Daerah Tempat Tinggal. Diunduh pada tanggal 19 Mei 2014 dari : 40&notab=6 Baron & Byrne. (2004). Social Psychology.10 th ed. Allyn and Bacon. Boston. Baron, Robert A., Byrne Donn.(2005). Psikologi Sosial.Edisi 10. Jakarta: Erlangga Bartholomew, K. (1990). Avoidance of Intimacy: An attachment perspective. Journal of Social amd Personal Relationships, 7,

114 95 Bartholomew, K., & Horowitz, L. M. (1991). Attachment styles among young adults: A test of a four category model. Journal of Personality and Social Psychology, 61, Bartram, D., & Boniwell, L. (2007). The science of happiness: Achieving sustained psychological wellbeing. Journal Positive Psychology in Practice, Berk, Laura E. (2012).Development through the lifespan: Dari masa dewasa awal sampai menjelang ajal.edisi 5.Volume 2. Yogyakarta: Pustaka pelajar Boeree, George C. (2010). Personality Theories: Melacak Kepribadian Anda Bersama Psikolog Dunia. Yogyakarta: Primasophie Bradburn, N. M. (1969). The Structure of Psychological Well-Being. Chicago: Aldine. Bringle, R. C., & Bagby, C. J. (1992).Self-esteem and perceived quality of romantic and family relationships in young adults.journal of Research in Personality, 26, Brunetta, R. Wolfman. (1989). Peran Kaum Wanita. Yogyakarta: Kanisius. Budiarto, Yohanes. (2006). Pengaruh pola kelekatan terhadap jenis cinta pada pasangan suami istri. Jurnal psikologi, Damayanti, Cindy. (2003). Perbedaan Tingkat Kemandirian Remaja Putri yang Ibunya Bekerja dan yang tidak Bekerja. Jurnal psikologi, 1(1), 1, 13-14, Dariyo, Agoes. (2003). Psikologi Perkembangan Dewasa Muda. Jakarta: PT. Grasindo. Feeney, J.A., & Noller, P. (1990).Attachment style as a predictor of adult romantic relationships.journal of Personality and Social Psychology, 58, Feeney, J.A. (1999). Adult Romantic Attachment and Couple Relationship.In J. Cassidy, & P.R. Shaver (Eds). Handbook of Attachment: Theory Research and Clinical Applications. ( ). The Guilford Press: New York. Frone, M. R. (2003). Work-Family Balance dalam Quick, J. M & Tetric, L. E. Handbook of Occupational Health Psychology. Washington, DC: American Psychological Association.

115 96 Griffin, D. W,. & Bartholomew, K. (1994a). The metaphysics of measurement: The case of adult attachment. In K. Bartholomew & D. Perlman (Eds.), Advances in personal relationships: Vol. 5. Attachment processes in adulthood (pp ). London: jessica Kingsley. Griffin, D. W,. & Bartholomew, K. (1994b). Models of the self and other: Fundamental dimensions underlying measures of adult attachment. Journal of Personality and Psychology, 67, Hazan, C., & Shaver, P. R. (1987). Romantic love conceptualized as an attachment process. Journal of Personality and Social Psychology, 52, Helmi, Avin Fadilla. (1999). Gaya Kelekatan dan Konsep Diri.Jurnal Psikologi. No. 1, Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Imelda, Jessy. (2013). Perbedaan subjective well being ibu ditinjau dari status bekerja ibu. Jurnal ilmiah mahasiswa. Universitas Surabaya. Surabaya. Itabiliana, Vera. (2012). Dampak ibu bekerja. Diunduh pada tanggal 18 September 2013 dari : Lakoy, Ferny Santje. (2009). Psychological Well-Being Perempuan Bekerja dengan Status Menikah dan Belum Menikah. Fakultas Psikologi Universitas Esa Unggul. Jakarta. Levy, K. N., Blatt, S. J., & Shaver, P. R. (1998). Attachment styles and parental representations. Journal of Personality and Social Psychology, 74, Lopez, F. C., Cover, M. R., Leskela, J., Sauer, B. M., Schirmer, L., & Wyssmann, J. (1997). Attachment styles, shame, guilt, and collaborative problemsolving orientations. Personal Relationships, 4, Lubis, Namora L., & Syahfitriani, Emy.(2007). Perbedaan Konflik Peran Ganda Suami ditinjau dari Motivasi Kerja Kebutuhan Ekonomi dan Aktualisasi Diri pada Istri. Majalah Kedokteran Nusantara, Vol. 40, No. 1. Universitas Sumatera Utara. Mercer, Jenny., & Clayton, Debbie. (2012). Psikologi Sosial. Jakarta: Erlangga. Merz, E., & Consedine, N. S. (2012). Ethnic group moderates the association between attachment and well-being in later life. Cultural Diversity and Ethnic Minority Psychology, 18 (4),

116 97 Myers, David G. (2012). Psikologi Sosial.Edisi sepuluh buku dua. Jakarta: Salemba Humanika. Ninik, M. Handayani. (2007). Ibu bekerja dan dampak terhadap perkembangan anak. Diunduh tanggal 18 September 2013 dari : Papalia, Diane E,. Olds, Sally Wendkos,. Feldman, Ruth Duskin. (2009). Human development, Edisi 10, Jilid 1.Jakarta: Salemba Humanika. Papalia, Diane E,. Olds, Sally Wendkos,. Feldman, Ruth Duskin. (2009). Perkembangan Manusia, Edisi 10, Buku 2. Terjemahan Human Development. Jakarta: Salemba Humanika. Papalia, Diane E,. Feldman, Ruth Duskin,. Martorell, Gabriela. (2014). Menyelami Perkembangan Manusia, Edisi 12, Buku 1. Jakarta: Salemba Humanika. Park, L. E., Crocker, J., & Mickleson, K. D. (2004). Attachment style and contingencies of self-worth. The Society for Personality and Social Psychology, Inc, 30(10), Putrianti, Flora Grace. (2007). Kesuksesan Peran Ganda Wanita Karir Ditinjau dari Dukungan Suami, Optimisme dan Strategi Coping. Indigenous: Jurnal Ilmiah berkala Psikologi, Vol. 9, No. 1, Hal Rathi, N., & Rastogi, R. (2007). Meaning in life and psychological well-being in pre-adolescents and adolescents. Journal of the Indian Academy of Applied Psychology, 33 (1), Ratnawati, Deni. (2008). Dampak Peran Ganda pada Ibu Bekerja. Skripsi. Fakultas Psikologi. Universitas Katolik Soegijapranata. Semarang. Rowatt, G. W. Dan Rowatt, M. J. (1990). Bila Suami Istri Bekerja. Yogyakarta: Kanisius. Ryan, R. M., Deci, E. L. (2001). On Happiness annd Human Potentials: A Review of Research on Hedonic and Eudaimonic Well-Being. Annual Review Psychology, 52, Ryff, C. D. (1989). Happiness is everything, or is it? Explorations on the meaning of psychological well-being.journal of Personality and Social Psychology, 57 (6),

117 98 Ryff, C. D., & Singer, B. (1996). Psychological well-being: Meaning, measurement, and implications for psychotherapy research. Psychotherapy and Psychosomatics, 65, Santoso, Agung. (2010). Statistik untuk Psikologi dari Blog menjadi Buku. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma. Santrock, John W. (2002). Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup. Edisi 5. Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Santrock, John W. (2007). Remaja. Edisi 11. Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga. Sarafino, E. P. (1990). Health Psychology Biopsychological Interaction. New York: John Wiley & Sons. Setiasih. (2005). Deskripsi tentang Ibu Bekerja. Fakultas Psikologi. Universitas Surabaya. Surabaya. Sugiyono, Prof. Dr. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta Suryabrata, Sumadi. (2005). Pengembangan Alat Ukur Psikologis. Yogyakarta: Andi. Suryadi, Denrich., Damayanti, Cindy. (2003). Perbedaan Tingkat Kemandirian Remaja Puteri yang Ibunya Bekerja dan yang Tidak bekerja.jurnal Psikologi, Vol. 1, No. 1. Fakultas Psikologi. Universitas Tarumanegara. Jakarta. Susanti.(2012). Hubungan Harga Diri dan Psychological Well-Being pada Wanita Lajang ditinjau dari Bidang Pekerjaan.Jurnal Ilmiah Mahasiswa Vol. 1, No. 1. Universitas Surabaya. Surabaya. Wade, Carole., Carol Tavris. (2007). Psikologi. Edisi ke-9. Jakarta: Erlangga. Waterman, A. S. (1993). Two conceptions of happiness: contrasts of personal expressiveness (euidamonia) and hedonic enjoyment. Journal of Personality and Social Psychology, 64, Woodward, L., Fergusson, D. M., & Belsky, J. (2000). Timing of parental separation and attachment to parents in adolescence: results of a prospective study from birth to age 16. Journal of Marriage and Family, 62 (1),

118 99 LAMPIRAN

119 100 Lampiran 1: Skala Penelitian Sebelum Uji Coba SKALA PENELITIAN FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2015

120 101 Yogyakarta, Mei 2015 Kepada : Yth. Para Ibu Dengan hormat, Saya Cloudia Metha, Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, yang sedang menyelesaikan tugas akhir tentang kehidupan seorang Ibu. Ijinkan saya mengharapkan partisipasi Ibu dalam penelitian yang sedang saya lakukan dengan mengisi kuesioner. Kuesioner ini terdiri dari dua bagian yang berisi pernyataan-pernyataan. Diharapkan Ibu memberikan tanggapan atas pernyataan-pernyataan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan sejujurnya. Dimohon Ibu untuk selalu memperhatikan petunjuk pengerjaan dan instruksi yang diberikan. Tidak ada penilaian benar atau salah, apapun jawaban Ibu akan memberikan sumbangsih terhadap pengembangan ilmu. Segala jawaban dan identitas pribadi Ibu akan dijaga kerahasiaannya. Atas parisipasi Ibu, saya mengucapkan terima kasih. Hormat saya, Cloudia Metha

121 102 PERNYATAAN KESEDIAAN Dengan ini saya menyatakan kesediaan saya untuk mengisi kuesioner ini tanpa adanya paksaan ataupun tekanan dari pihak manapun namun saya dengan sukarela mengisi kuesioner ini demi membantu terlaksananya penelitian ilmiah yang disusun. Semua respon yang saya berikan mewakili apa yang saya alami dalam kehidupan saya sehari-hari dan bukan atas pandangan masyarakat pada umumnya. Saya juga memberikan izin agar jawaban saya dapat digunakan sebagai data untuk penelitian ilmiah tanpa mencantumkan identitas pribadi saya. Yogyakarta, Mei 2015 ( )

122 103 DATA DIRI Inisial : Usia : Pekerjaan pasangan : Jumlah anak : anak Usia anak : tahun * (*jika anak lebih dari satu, silahkan menyebutkan semuanya dimulai dari usia anak yang tertua. Contoh jawaban : 21 tahun, 15 tahun, 9 tahun). Jabatan di kantor : Lama bekerja : tahun Lama bekerja dalam sehari : jam Jarak dari rumah ke kantor : km Jumlah penghuni di rumah : orang Penghuni yang tinggal di rumah : * ( * Contoh jawaban : suami, anak, mertua, kakak, ayah, ibu, dll)

123 104 KUESIONER A PETUNJUK PENGERJAAN Berikut ini terdapat pernyataan-pernyataan yang terkait dengan kepribadian dan sifat Anda. Anda hanya diminta untuk memberikan persetujuan Anda terhadap pernyataanpernyataan yang disajikan dengan memberikan tanda silang (X) pada kolom jawaban yang paling mewakili keadaan atau kondisi yang anda alami. Enam pilihan jawaban yang tersedia adalah sebagai berikut : Kolom SS Kolom S Kolom AS : Bila Anda Sangat Setuju dengan pernyataan : Bila Anda Setuju dengan pernyataan : Bila Anda Agak setuju dengan pernyataan Kolom ATS : Bila Anda Agak Tidak Setuju dengan pernyataan Kolom TS : Bila Anda Tidak Setuju dengan pernyataan Kolom STS : Bila Anda Sangat Tidak Setuju dengan pernyataan Dalam kuesioner ini tidak ada jawaban benar atau salah. Setiap orang memiliki jawaban yang berbeda untuk setiap pernyataan, oleh sebab itu pilihlah jawaban yang paling sesuai dengan keadaan diri Anda terhadap pernyataan yang disajikan.

124 105 Berikut contoh menjawab pernyataan : No. Pernyataan SS S AS ATS TS STS 1. Saya adalah orang yang menyukai keramaian X Ketika Anda keliru dalam memilih jawaban dan memberi tanda silang (X), maka Anda dapat mengganti jawaban dengan cara memberi tanda sama dengan pada jawaban yang keliru. Kemudian Anda dapat memberi tanda silang (X) pada pilihan jawaban yang lebih sesuai. Contoh koreksi : No. Pernyataan SS S AS ATS TS STS 1. Saya adalah orang yang menyukai keramaian X X --- Selamat Mengerjakan ---

125 106 Pastikan tidak ada jawaban yang terlewatkan. Selamat mengerjakan! No. Pernyataan STS TS ATS AS S SS Masalah yang saya hadapi, saya selalu ceritakan pada pasangan saya Saya tidak merasa khawatir apabila saya mendapat tugas ke luar kota Kepercayaan saya pada pasangan saya rendah Ketika saya tidak bersama dengan pasangan, saya tidak merasa khawatir Ketika pasangan saya memperhatikan saya, saya merasa terancam Ketika saya memiliki masalah, saya merasa mudah untuk bercerita pada teman saya Berelasi akrab dengan teman membuat saya merasa terancam Saya merasa takut apabila berjauhan dengan pasangan saya Saya merasa hasil dari pekerjaan saya selalu lebih baik dari teman-teman saya Ketika tidak mendapat dukungan dari pasangan, saya merasa biasa saja Kekurangan dalam diri saya membuat saya tidak percaya diri Saya tidak cemas apabila saya sedang tidak bersama pasangan saya Lanjutkan ke halaman berikutnya...

126 107 No. Pernyataan STS TS ATS AS S SS 13. Saya khawatir apabila saya tidak bersama dengan pasangan saya 14. Saya ingin selalu berada dekat dengan pasangan 15. Dalam hal menyelesaikan pekerjaan, saya merasa teman-teman lebih baik daripada saya 16. Ketika menyelesaikan masalah, saya cenderung meminta bantuan dari teman-teman 17. Saya merasa khawatir bahwa pekerjaan saya tidak sebaik yang orang lain kerjakan 18. Ketika saya berada dekat dengan teman-teman, saya tidak merasa takut ditolak oleh teman-teman 19. Saya lebih suka tidak terlalu dekat secara emosi dengan pasangan 20. Saya yakin bahwa tugas yang saya kerjakan sudah yang terbaik 21. Saya tidak sepenuhnya percaya dengan apa yang diceritakan pasangan saya 22. Saya merasa senang menceritakan perasaan saya yang sebenarnya pada pasangan 23. Saya merasa kacau apabila saya tidak mendapat perhatian atau dukungan yang saya butuhkan dari pasangan

127 108 No. Pernyataan STS TS ATS AS S SS saya 24. Tidak bergantung pada teman merupakan hal yang penting 25. Mudah bagi saya untuk bersikap romantis dengan pasangan saya 26. Saya senang bahwa pasangan saya benar-benar mencintai saya Ketika saya mempunyai pekerjaan, 27. saya akan meminta bantuan dari teman-teman 28. Saya memiliki kepercayaan yang tinggi pada pasangan saya 29. Saya merasa tidak nyaman jika saya berada jauh dengan pasangan saya 30. Tidak semua masalah saya ceritakan pada pasangan saya Jika saya punya pekerjaan yang harus 31. dikerjakan, maka saya akan melakukannya sendiri 32. Saya nyaman mempunyai relasi yang akrab dengan teman 33. Saya nyaman tanpa berelasi yang akrab dengan teman-teman 34. Saya terbiasa untuk tidak bergantung dengan pasangan saya 35. Masalah yang saya alami, saya akan ceritakan pada pasangan saya Lanjutkan ke halaman berikutnya...

128 109 No. Pernyataan STS TS ATS AS S SS 36. Kelemahan dalam diri saya dapat saya jadikan kekuatan bagi diri saya 37. Kepercayaan saya pada pasangan cukup tinggi 38. Berada dekat dengan pasangan membuat saya merasa memiliki banyak kelebihan 39. Ketika berada dekat dengan pasangan, saya merasa tidak tenang 40. Saya merasa bahwa teman-teman saya tidak dapat menjaga rahasia saya 41. Saya sering merasa khawatir apabila pasangan saya tidak benar-benar mencintai saya 42. Saya merasa orang lain ingin memiliki hubungan yang akrab dengan saya 43. Saya menginginkan hubungan yang intim dengan pasangan saya 44. Bagi saya, meminta bantuan dari teman adalah pengakuan bahwa saya gagal 45. Saya merasa nyaman untuk bergantung dengan pasangan saya 46. Ketika berelasi dengan teman-teman, saya merasa tidak pantas diterima oleh teman-teman 47. Saya merasa senang apabila orang lain bergantung pada saya 48. Saya tidak menginginkan hubungan

129 110 No. Pernyataan STS TS ATS AS S SS yang dekat dengan pasangan saya 49. Saya merasa kesulitan untuk bergantung pada orang lain 50. Saya mengalami kesulitan untuk bersikap romantis pada pasangan 51. Saya menginginkan hubungan mesra dengan pasangan saya 52. Saya merasa kesulitan untuk percaya dengan teman-teman 53. Berada dekat dengan pasangan membuat saya merasa tenang 54. Saya cenderung tidak ingin dicintai secara berlebihan dengan pasangan saya 55. Saya merasa mudah untuk bergabung dengan sekelompok orang yang baru saya kenal 56. Ketika berelasi dengan teman-teman, saya merasa yakin teman-teman akan menerima saya 57. Menjalin hubungan akrab dengan teman-teman akan membuat saya cemas 58. Ketika bergantung dengan teman, saya tidak merasa khawatir 59. Bergantung pada teman-teman membuat saya merasa nyaman Lanjutkan ke halaman berikutnya...

130 111 No. Pernyataan STS TS ATS AS S SS 60. Saya selalu percaya dengan semua hal yang diceritakan oleh pasangan saya 61. Saya cenderung tidak ingin berhubungan mesra dengan pasangan saya 62. Tidak sulit bagi saya untuk menjalin hubungan yang dekat dengan pasangan saya 63. Saya tidak merasa khawatir apabila pasangan saya tidak mendampingi ketika saya mengalami masa sulit 64. Saya merasa nyaman apabila pasangan saya tidak berada dekat dengan saya 65. Saya lebih suka orang lain tidak bergantung pada saya 66. Saya sulit untuk sepenuhnya mempercayai orang lain 67. Saya tidak merasa khawatir apabila pasangan saya tidak menghargai seperti saya menghargainya 68. Ketika mengalami kesulitan saya meminta bantuan dari teman-teman 69. Berada dekat dengan pasangan membuat saya enggan 70. Saya cenderung mengalami kesulitan untuk membicarakan masalah dan beban pikiran pada pasangan 71. Saya ingin pasangan saya mencintai saya

131 112 No. Pernyataan STS TS ATS AS S SS 72. Ketika saya bergantung dengan teman-teman, saya merasa tidak nyaman 73. Ketika pasangan saya sedang tidak bersama saya, saya akan khawatir 74. Kepercayaan saya pada temanteman cukup tinggi 75. Teman-teman saya yakin bahwa saya orang yang dapat menjaga rahasia 76. Saya merasa orang lain enggan akrab dengan saya seperti yang saya inginkan 77. Saya menceritakan masa lalu saya pada pasangan saya 78. Menurut saya, teman-teman saya dapat menjaga rahasia saya 79. Saya ingin memiliki hubungan yang mesra dengan pasangan saya 80. Saya merasa kesulitan untuk akrab dengan orang lain 81. Saya jarang bercerita tentang masa lalu pada teman-teman saya 82. Saya tidak menceritakan masalah yang sedang terjadi pada pasangan 83. Berelasi akrab dengan teman-teman membuat saya merasa senang Lanjutkan ke halaman berikutnya...

132 113 No. Pernyataan STS TS ATS AS S SS 84. Saya cenderung menghindari hubungan mesra dengan pasangan saya 85. Ketika teman-teman tidak menerima saya, saya tidak merasa khawatir 86. Saya ingin pasangan saya lebih memperhatikan saya 87. Saya merasa kesulitan untuk bergabung dengan orang yang baru saya kenal 88. Saya khawatir pasangan saya tidak menghargai saya seperti saya menghargainya 89. Tidak bergantung pada teman merupakan hal yang penting 90. Dalam menyelesaikan masalah, saya selalu menyelesaikannya sendiri 91. Ketika berada dekat dengan pasangan, saya merasa memiliki banyak kekurangan dalam diri saya 92. Jika saya mendapat tugas ke luar kota, saya merasa cemas 93. Saya bercerita tentang masa lalu saya pada teman-teman 94. Saya memiliki kepercayaan yang rendah pada pasangan saya 95. Dalam menjalin hubungan akrab dengan teman-teman, saya merasa tenang

133 114 No. Pernyataan STS TS ATS AS S SS 96. Masalah yang saya hadapi, saya selalu ceritakan pada pasangan saya 97. Saya mudah akrab dengan orang yang baru saya kenal sekalipun 98. Saya tidak mudah untuk bercerita masalah saya dengan teman 99. Saya cenderung tidak ingin memiliki hubungan yang intim dengan pasangan Saya merasa tidak nyaman menceritakan pendapat dan perasaan 100. saya yang sebenarnya pada pasangan saya Saya merasa tidak yakin jika saya 101. adalah orang yang dapat dipercaya oleh orang lain Saya tidak merasa khawatir apabila 102. saya sedang jauh dengan pasangan Saya mudah mencari teman yang baru 103. saya kenal Saya merasa kesulitan untuk 104. menceritakan masa lalu saya pada pasangan Ketika saya berada dekat dengan 105. teman-teman, saya merasa terasing Saya menyukai hubungan yang dekat 106. secara emosi dengan pasangan saya Lanjutkan ke halaman berikutnya...

134 115 No. Pernyataan STS TS ATS AS S SS Di saat-saat sulit, saya merasa terbantu 107. jika pasangan saya terus mendampingi Berelasi dengan teman baru membuat 108. saya merasa canggung Bergantung dengan teman merupakan 109. hal yang mudah bagi saya Saya mudah untuk percaya pada orang 110. lain Teman-teman tidak pernah ada buat 111. saya saat saya membutuhkan mereka 112. Saya tidak takut jika teman saya tidak mau menerima saya Periksa kembali jawaban Anda. Pastikan tidak ada yang terlewatkan Silahkan ke halaman selanjutnya.

135 116 KUESIONER B PETUNJUK PENGERJAAN Berikut ini terdapat pernyataan-pernyataan yang terkait dengan apa yang Anda rasakan dan Anda alami dalam kehidupan berkeluarga dan bekerja. Anda hanya diminta untuk memberikan persetujuan Anda terhadap pernyataanpernyataan yang disajikan dengan memberikan tanda silang (X) pada kolom jawaban yang paling mewakili keadaan atau kondisi yang anda alami. Enam pilihan jawaban yang tersedia adalah sebagai berikut : Kolom SS Kolom S Kolom AS : Bila Anda Sangat Setuju dengan pernyataan : Bila Anda Setuju dengan pernyataan : Bila Anda Agak setuju dengan pernyataan Kolom ATS : Bila Anda Agak Tidak Setuju dengan pernyataan Kolom TS : Bila Anda Tidak Setuju dengan pernyataan Kolom STS : Bila Anda Sangat Tidak Setuju dengan pernyataan Dalam kuesioner ini tidak ada jawaban benar atau salah. Setiap orang memiliki jawaban yang berbeda untuk setiap pernyataan, oleh sebab itu pilihlah jawaban yang paling sesuai dengan keadaan diri Anda terhadap pernyataan yang disajikan.

136 117 Berikut contoh menjawab pernyataan : No. Pernyataan SS S AS ATS TS STS 1. Saya adalah orang yang menyukai keramaian X Ketika Anda keliru dalam memilih jawaban dan memberi tanda silang (X), maka Anda dapat mengganti jawaban dengan cara memberi tanda sama dengan pada jawaban yang keliru. Kemudian Anda dapat memberi tanda silang (X) pada pilihan jawaban yang lebih sesuai. Contoh koreksi : No. Pernyataan SS S AS ATS TS STS 1. Saya adalah orang yang menyukai keramaian X X --- Selamat Mengerjakan ---

137 118 Pastikan tidak ada jawaban yang terlewatkan. Selamat mengerjakan! No. Pernyataan STS TS ATS AS S SS 1. Sejauh ini, saya merasa kecewa dengan pekerjaan yang saya miliki Masa lalu memiliki masa naik dan 2. turun, namun saya tidak ingin mengubah masa lalu saya 3. Saya mencoba untuk melakukan perbaikan dalam hidup saya Saya merasa senang menjalin 4. hubungan persahabatan dengan temanteman Ketika tahun berganti, saya tidak 5. senang apabila pandangan hidup saya mulai berubah Saya menikmati percakapan personal 6. dan timbal balik dengan anggota keluarga maupun dengan teman-teman saya Lanjutkan ke halaman berikutnya...

138 119 No. Pernyataan STS TS ATS AS S SS Saya merasa puas ketika saya 7. memikirkan apa yang telah saya lakukan di masa lalu dan apa yang saya harapkan terjadi di masa depan 8. Saya dan teman-teman hanya peduli dengan masalah masing-masing Dalam menjalin hubungan dengan 9. pasangan, saya kurang menyukai perlakuan yang romantis Saya selalu berusaha melakukan sesuatu 10. sesuai dengan kemampuan yang saya miliki 11. Terkadang, saya merasa lebih berhasil daripada orang lain Jika di lingkungan tempat bekerja saya 12. sedang terjadi masalah, saya berusaha untuk menyelesaikan Ketika menyampaikan pendapat yang 13. bertentangan dengan orang lain, saya cenderung merasa takut 14. Ketika saya memikirkan apa yang telah saya lakukan di masa lalu dan

139 120 No. Pernyataan STS TS ATS AS S SS apa yang saya harapkan terjadi di masa depan, saya merasa tidak puas Ketika membandingkan diri sendiri 15. dengan teman, saya merasa puas dengan diri saya Jika saya merasa tidak bahagia dengan 16. situasi kehidupan saya, saya akan mengambil langkah efektif untuk mengubahnya Dalam kehidupan berumah tangga, saya 17. memiliki kekurangan tetapi saya terima apa adanya diri saya Tuntutan dalam kehidupan sehari-hari sering membuat saya menyerah Saya iri terhadap kebanyakan orang atas kehidupan yang mereka jalani Jika lingkungan tempat bekerja tidak 20. mendukung, saya cenderung kurang dapat bertahan lama di tempat tersebut Lanjutkan ke halaman berikutnya...

140 121 No. Pernyataan STS TS ATS AS S SS Penting bagi saya untuk menjadi 21. seorang pendengar yang baik ketika teman dekat saya menceritakan masalah-masalah mereka Keputusan saya biasanya tidak 22. dipengaruhi oleh apa yang dilakukan teman-teman Ketika pasangan mengalami kesulitan, 23. saya akan bersedia meluangkan waktu saya Ketika saya butuh untuk bercerita, 24. saya tidak memiliki teman yang mendengarkan masalah saya Saya dan teman-teman hanya peduli dengan masalah masing-masing Saya senang memiliki hubungan yang romantis dengan pasangan Perbaikan dalam hidup akan membuat 27. saya sulit melangkah dengan lebih cepat 28. Saya mempunyai keinginan besar untuk memperbaiki kesalahan saya di

141 122 No. Pernyataan STS TS ATS AS S SS masa lalu 29. Saya merasa bangga dengan pekerjaan yang telah saya capai saat ini Saya yakin dengan pendapat saya, 30. bahkan bila pendapat saya bertentangan dengan kesepakatan umum Ketika saya merasa tidak bahagia, saya tidak mengambil langkah apapun Saya cenderung mudah terpengaruh oleh lingkungan tempat tinggal saya Ketika teman-teman mempunyai 33. pendapat tentang diri saya, saya merasa baik-baik saja Saya cenderung dipengaruhi oleh pendapat orang lain yang lebih tahu Saya senang mencoba tantangantantangan yang baru Saya bersikap sesuai prinsip saya 36. meskipun berlawanan dengan pendapat teman-teman Lanjutkan ke halaman berikutnya...

142 123 No. Pernyataan STS TS ATS AS S SS 37. Saya tidak pernah menyusun dan memikirkan masa depan Ketika saya melihat cerita kehidupan 38. yang saya miliki, saya senang dengan bagaimana peristiwa-peristiwa yang telah terjadi Ada pengalaman masa lalu yang 39. sampai sekarang membuat saya merasa bangga apabila mengingatnya Saya jarang membuat jadwal untuk kegiatan yang akan saya lakukan Masa lalu yang saya miliki mempunyai makna tersendiri Saya menilai diri berdasarkan apa 42. yang saya anggap penting, bukan berdasarkan nilai-nilai yang orang lain anggap penting Ketika saya kembali menghayati 43. pengalaman hidup saya, saya merasa tidak puas dengan semua yang telah terjadi

143 124 No. Pernyataan STS TS ATS AS S SS Ketika memutuskan sesuatu, saya 44. cenderung mengikuti pendapat atau suara yang terbanyak Saya cenderung tidak memikirkan 45. hidup saya di masa lalu, saat ini dan masa yang akan datang Saya khawatir tentang bagaimana 46. teman-teman mengevaluasi pilihanpilihan yang telah saya buat dalam hidup 47. Saya tidak bisa mempercayai temanteman dan teman-teman saya tidak mempercayai dengan saya 48. Bagi saya pengalaman baru tentang hidup tidaklah penting Saya tidak takut mengemukakan 49. pendapat saya, bahkan jika bertentangan dengan pendapat orang banyak Lanjutkan ke halaman berikutnya...

144 125 No. Pernyataan STS TS ATS AS S SS Setiap orang memiliki kelemahan 50. masing-masing, tetapi saya merasa memiliki lebih banyak kelemahan dibandingkan orang lain Saya tidak pernah menyerah untuk 51. melakukan perubahan besar dalam hidup saya 52. Saya merasa puas atas peristiwa yang telah terjadi dalam hidup saya Tujuan-tujuan yang saya miliki dalam 53. hidup telah menjadi sumber kepuasan bagi diri saya Dulu, saya menetapkan tujuan-tujuan 54. bagi diri saya, tetapi sekarang hal tersebut tampak sia-sia Saya senang bahwa pandangan saya 55. telah berubah dan semakin matang seiring tahun berganti Dalam kehidupan sehari-hari, saya 56. tidak mudah menyerah dengan tuntutan sebagai ibu rumah tangga sekaligus sebagai karyawan

145 126 No. Pernyataan STS TS ATS AS S SS Dalam membuat pilihan hidup, saya 57. harus mengikuti penilaian atau pendapat dari pasangan saya Ketika saya membuat pilihan-pilihan 58. dalam hidup, saya cenderung tidak merasa khawatir dengan penilaian teman-teman Saya memiliki teman yang lebih 59. banyak dibandingkan dengan orang lain 60. Lingkungan tempat tinggal saya belum sesuai dengan keinginan saya Ketika melakukan percakapan 61. personal dengan keluarga dan teman, saya cenderung kurang menikmatinya Saya menjalani hidup hari demi hari 62. dan tidak terlalu memikirkan masa depan Dalam kehidupan bermasyarakat, saya 63. merasa dapat bekerja dengan orang yang baru saya kenal Lanjutkan ke halaman berikutnya...

146 127 No. Pernyataan STS TS ATS AS S SS Saya sering berubah pikiran dalam 64. mengambil keputusan jika temanteman atau keluarga tidak setuju 65. Saya memandang diri saya sebagai istri yang bertanggung jawab Saya memiliki teman dekat sehingga 66. membuat saya dapat berbagi masalah dengannya Saya senang menyusun rencana bagi 67. masa depan dan berusaha untuk merealisasikannya 68. Saya selalu terbuka ketika berbicara dengan pasangan Ketika lingkungan tidak mendukung 69. saya, saya berusaha untuk mengatasinya sendiri Saya merasa kecewa saat 70. membandingkan diri sendiri dengan orang lain Dalam mempertahankan hubungan 71. yang akrab dengan orang lain, saya mengalami kesulitan dan membuat

147 128 No. Pernyataan STS TS ATS AS S SS saya frustasi Saya menikmati berada dalam situasi 72. baru yang mengharuskan saya mengubah kebiasan lama dalam bertindak Saya merasa dapat mengatur tanggung 73. jawab sehari-hari baik sebagai ibu maupun karyawan Ketika saya menjalani hidup, saya 74. selalu memikirkan apa yang akan terjadi kedepannya Saya merasa mampu mengatur waktu 75. dengan baik sehingga bisa menyelesaikan segala sesuatu dengan baik Saya merasa kebanyakan orang yang 76. saya kenal lebih berhasil dalam kehidupannya 77. Ketika bekerja, saya merasa tidak bekerja semaksimal mungkin Lanjutkan ke halaman berikutnya...

148 129 No. Pernyataan STS TS ATS AS S SS 78. Saya selalu berpegang teguh pada pendapat saya sendiri Ketika keputusan yang saya ambil 79. berbeda dengan pasangan dan temanteman, saya tidak akan berubah pikiran Saya selalu menetapkan tujuan-tujuan 80. hidup dan saya merasa itu sangat bermanfaat 81. Saya merasa puas dengan hidup saya saat ini Saya mudah dalam mempertahankan 82. hubungan yang akrab dengan temanteman Saya merasa belum menjadi pribadi 83. yang kuat karena tidak mendapatkan pencerahan tentang hidup Saya menyadari bahwa hidup saya 84. saat ini akan berpengaruh pada hidup saya di masa depan 85. Saya merasa mampu mengatur lingkungan tempat tinggal saya

149 130 No. Pernyataan STS TS ATS AS S SS Bagi saya penting memiliki 86. pengalaman baru yang menantang pengetahuan saya tentang diri sendiri dan dunia Ada pengalaman hidup yang sampai 87. saat ini membuat saya marah jika mengingatnya Saya mempunyai teman ketika saya 88. membutuhkannya untuk mendengarkan masalah saya Dalam kehidupan sehari-hari, saya 89. merasa tidak mampu menyelesaikan pekerjaan rumah dan kantor dengan baik Saya memiliki perasaan kecewa 90. tentang bagaimana saya menjalani hidup Saya merasa bahwa lingkungan 91. tempat tinggal saya sudah sesuai dengan diri saya sendiri Lanjutkan ke halaman berikutnya...

150 131 No. Pernyataan STS TS ATS AS S SS 92. Saya adalah tipe orang yang suka untuk mencoba hal-hal baru Saya mengambil keputusan 93. berdasarkan apa yang teman-teman saya lakukan 94. Ketika melihat kehidupan orang lain, saya tidak merasa iri Saya merasa belum berada di 95. lingkungan tempat tinggal yang sesuai dengan diri saya Saya cenderung mudah menyerah dan 96. tidak mencoba untuk membuat perubahan dalam hidup Dalam kehidupan sehari-hari, saya selalu membuat jadwal kegiatan Saya cenderung tidak ingin mencoba hal-hal baru dalam melakukan sesuatu Ketika menyampaikan opini mengenai 99. hal-hal yang kontroversial, saya cenderung tidak mengalami kesulitan 100. Seringkali, saya merasa kesepian karena hanya memiliki sedikit teman

151 132 No. Pernyataan STS TS ATS AS S SS dekat yang bisa saya jadikan teman untuk berbagi masalah Saya merasa tidak mampu untuk 101. melakukan sesuatu dengan kemampuan saya sendiri 102. Ada hal yang dapat saya kendalikan saat bekerja Ketika lingkungan tempat tinggal 103. kurang sesuai dengan harapan saya, saya tidak mengubahnya Saya dapat membangun lingkungan 104. tempat tinggal sesuai dengan keinginan saya 105. Bagi saya, penilaian orang lain mengenai diri saya penting Apabila di lingkungan saya terdapat 106. orang yang tidak suka dengan saya, saya merasa tidak bisa di lingkungan yang sama Lanjutkan ke halaman berikutnya...

152 133 No. Pernyataan STS TS ATS AS S SS Dengan berjalannya waktu, saya 107. merasa bahwa saya telah banyak berkembang sebagai seorang pribadi Saya merasa tidak mampu mengatur 108. waktu dengan baik sehingga tidak dapat menyelesaikan pekerjaan dengan baik Selesai. Periksalah kembali jawaban Anda.. Terimakasih untuk partisipasinya

153 134 A. Skala Kesejahteraan Psikologis Tahap I Lampiran 2 : Uji Validitas dan Reliabilitas Case Processing Summary N % Cases Valid Excluded a 0.0 Total a. Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics Cronbach's Alpha Cronbach's Alpha Based on Standardized Items N of Items Item-Total Statistics Cronbach's Scale Mean if Scale Variance if Corrected Item- Squared Multiple Alpha if Item Item Deleted Item Deleted Total Correlation Correlation Deleted a a a a a a a a a

154 135 a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a

155 136 a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a

156 137 a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a

157 138 Tahap II Reliability Statistics Cronbach's Alpha Cronbach's Alpha Based on Standardized Items N of Items Item-Total Statistics Cronbach's Scale Mean if Scale Variance if Corrected Item- Squared Multiple Alpha if Item Item Deleted Item Deleted Total Correlation Correlation Deleted a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a

158 139 a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a

159 140 a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a

160 141 a a a a a a a a a a a a Reliabilitas Akhir Skala Kesejahteraan Psikologis Reliability Statistics Cronbach's Alpha Cronbach's Alpha Based on Standardized Items N of Items

161 142 B. Skala Pola Kelekatan Tahap I Case Processing Summary N % Cases Valid Excluded a 0.0 Total a. Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics Cronbach's Alpha Cronbach's Alpha Based on Standardized Items N of Items Item-Total Statistics Cronbach's Scale Mean if Scale Variance if Corrected Item- Squared Multiple Alpha if Item Item Deleted Item Deleted Total Correlation Correlation Deleted a a a a a a a a a

162 143 a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a

163 144 a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a

164 145 a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a

165 146 a Tahap II Reliability Statistics Cronbach's Alpha Cronbach's Alpha Based on Standardized Items N of Items Item-Total Statistics Cronbach's Scale Mean if Scale Variance if Corrected Item- Squared Multiple Alpha if Item Item Deleted Item Deleted Total Correlation Correlation Deleted a a a a a a a a a a a a a a a a a

166 147 a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a

167 148 a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a

168 149 a a a a a a a a a a a a a a a a a Reliabilitas Akhir Skala Pola Kelekatan Reliability Statistics Cronbach's Alpha Cronbach's Alpha Based on Standardized Items N of Items

169 150 Lampiran 3: Skala Penelitian SKALA PENELITIAN FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2015

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Dalam kehidupan, belum ada seorang manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain (www.wikipedia.com).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa berada pada masa dewasa awal. Pada masa ini, mahasiswa berada pada masa transisi dari masa remaja ke masa dewasa. Pada masa transisi ini banyak hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wanita merupakan individu yang memiliki keterbukaan dalam membagi permasalahan kehidupan maupun penilaian mereka mengenai sesuatu ataupun tentang orang lain.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah salah satu tahap penting dalam siklus kehidupan individu di samping siklus kehidupan lainnya seperti kelahiran, perceraian, atau kematian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang menguraikan tahap

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang menguraikan tahap 7 BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang menguraikan tahap perkembangan khususnya pada tahapan dewasa muda, hubungan romantis, attachment dan tipe attachment. 2.1 Dewasa

Lebih terperinci

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah tahap yang penting bagi hampir semua orang yang memasuki masa dewasa awal. Individu yang memasuki masa dewasa awal memfokuskan relasi interpersonal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lain. Sejak lahir, manusia sudah bergantung pada orang lain, terutama orangtua

BAB 1 PENDAHULUAN. lain. Sejak lahir, manusia sudah bergantung pada orang lain, terutama orangtua BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial, artinya manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dan membentuk hubungan sosial dengan orang lain, karena pada dasarnya manusia tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Perkembangan sosial masa dewasa awal (young adulthood) adalah puncak dari perkembangan sosial masa dewasa. Masa dewasa awal adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Keberadaan manusia sebagai makhluk sosial tidak lepas dari hubungan

BAB 1 PENDAHULUAN. Keberadaan manusia sebagai makhluk sosial tidak lepas dari hubungan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan manusia sebagai makhluk sosial tidak lepas dari hubungan dengan orang lain yang meliputi interaksi di lingkungan sekitarnya. Sepanjang hidup, manusia akan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian 1. Pendekatan dan jenis penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang bisa diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak dapat hidup tanpa berelasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak dapat hidup tanpa berelasi dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak dapat hidup tanpa berelasi dengan orang lain. Setiap manusia, selalu berinteraksi dengan orang-orang yang ada dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum suatu negara yang dibangun dengan tujuan untuk aktivitas religius. Gereja termasuk ke

BAB I PENDAHULUAN. hukum suatu negara yang dibangun dengan tujuan untuk aktivitas religius. Gereja termasuk ke BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Gereja merupakan sebuah institusi yang dibentuk secara legal dan berada di bawah hukum suatu negara yang dibangun dengan tujuan untuk aktivitas religius. Gereja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menjaga hubungan romantis dengan pasangan romantis (romantic partner) seperti

BAB I PENDAHULUAN. Menjaga hubungan romantis dengan pasangan romantis (romantic partner) seperti 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menjaga hubungan romantis dengan pasangan romantis (romantic partner) seperti saat masih menjadi teman dekat atau pacar sangat penting dilakukan agar pernikahan bertahan

Lebih terperinci

2015 HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI PARENTAL ATTACHMENT DAN RELIGIUSITAS DENGAN KESIAPAN MENIKAH PADA MAHASISWA MUSLIM PSIKOLOGI UPI

2015 HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI PARENTAL ATTACHMENT DAN RELIGIUSITAS DENGAN KESIAPAN MENIKAH PADA MAHASISWA MUSLIM PSIKOLOGI UPI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagian besar mahasiswa strata satu adalah individu yang memasuki masa dewasa awal. Santrock (2002) mengatakan bahwa masa dewasa awal adalah masa untuk bekerja

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN (ATTACHMENT) DAN INTIMACY PADA MAHASISWA YANG BERPACARAN. : Elfa Gustiara NPM : : dr. Matrissya Hermita, M.

HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN (ATTACHMENT) DAN INTIMACY PADA MAHASISWA YANG BERPACARAN. : Elfa Gustiara NPM : : dr. Matrissya Hermita, M. HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN (ATTACHMENT) DAN INTIMACY PADA MAHASISWA YANG BERPACARAN Nama : Elfa Gustiara NPM : 12509831 Pembimbing : dr. Matrissya Hermita, M.si LATAR BELAKANG MASALAH Saat berada dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Di usia remaja antara 10-13 tahun hingga 18-22 tahun (Santrock, 1998), secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi,

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi, dari kehidupan bersama antara seorang laki-laki dan perempuan tetapi lebih dari itu

Lebih terperinci

Henni Anggraini Universitas Kanjuruhan Malang

Henni Anggraini Universitas Kanjuruhan Malang HUBUNGAN KELEKATAN DAN KECERDASAN EMOSI PADA ANAK USIA DINI Henni Anggraini Universitas Kanjuruhan Malang ABSTRAK. Kelekatan (Attachment) merupakan hubungan emosional antara seorang anak dengan pengasuhnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini, banyak perubahan-perubahan yang terjadi di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini, banyak perubahan-perubahan yang terjadi di dunia, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di masa sekarang ini, banyak perubahan-perubahan yang terjadi di dunia, terutama dalam gaya hidup masyarakat. Indonesia pun tidak luput dari perubahanperubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. afeksional pada seseorang yang ditujukan pada figur lekat dan ikatan ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. afeksional pada seseorang yang ditujukan pada figur lekat dan ikatan ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ainsworth (dalam Helmi, 2004) mengartikan kelekatan sebagai ikatan afeksional pada seseorang yang ditujukan pada figur lekat dan ikatan ini berlangsung lama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan relasi antar pribadi pada masa dewasa. Hubungan attachment berkembang melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang tua dengan anak. Orang tua merupakan makhluk sosial pertama yang

BAB I PENDAHULUAN. orang tua dengan anak. Orang tua merupakan makhluk sosial pertama yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Attachment pada manusia pertama kali terbentuk dari hubungan antara orang tua dengan anak. Orang tua merupakan makhluk sosial pertama yang berinteraksi dengan bayinya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendiri dan membutuhkan interaksi dengan sesama. Ketergantungan dengan

BAB I PENDAHULUAN. sendiri dan membutuhkan interaksi dengan sesama. Ketergantungan dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial oleh karena itu manusia tidak dapat hidup sendiri dan membutuhkan interaksi dengan sesama. Ketergantungan dengan manusia lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya untuk mempertahankan kelangsungan hidup. Oleh sebab itu manusia

BAB I PENDAHULUAN. lainnya untuk mempertahankan kelangsungan hidup. Oleh sebab itu manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang tidak mungkin dapat hidup sendiri. Di sepanjang rentang kehidupan, setiap manusia membutuhkan manusia lainnya untuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Attachment menurut Bowlby (dalam Mikulincer & Shaver, 2007) adalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Attachment menurut Bowlby (dalam Mikulincer & Shaver, 2007) adalah BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Attachment 2.1.1 Definisi attachment Attachment menurut Bowlby (dalam Mikulincer & Shaver, 2007) adalah suatu hubungan atau interaksi antara 2 individu yang merasa terikat kuat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini akan dijelaskan mengenai definisi, tahapan, dan faktor-faktor yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini akan dijelaskan mengenai definisi, tahapan, dan faktor-faktor yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Regulasi Diri Berikut ini akan dijelaskan mengenai definisi, tahapan, dan faktor-faktor yang mempengaruhi regulasi diri. 2.1.1. Definisi Regulasi Diri Regulasi diri adalah proses

Lebih terperinci

GAMBARAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PADA DEWASA MUDA DITINJAU DARI POLA ATTACHMENT

GAMBARAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PADA DEWASA MUDA DITINJAU DARI POLA ATTACHMENT GAMBARAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PADA DEWASA MUDA DITINJAU DARI POLA ATTACHMENT Fransisca Iriani, Ninawati Dosen Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara, Jakarta Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah masa dewasa muda. Pada masa ini ditandai dengan telah tiba saat bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah masa dewasa muda. Pada masa ini ditandai dengan telah tiba saat bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu memiliki beberapa tahap dalam kehidupannya, salah satunya adalah masa dewasa muda. Pada masa ini ditandai dengan telah tiba saat bagi individu untuk

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Mengacu pada hasil penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa dari 60 jumlah responden berdasarkan teori attachment menurut Bartholomew & Griffin (1994)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjalin relasi sosial. Kebutuhan individu untuk. membangun relasi sosial meningkat seiring bertambahnya

BAB I PENDAHULUAN. menjalin relasi sosial. Kebutuhan individu untuk. membangun relasi sosial meningkat seiring bertambahnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan manusia lainnya untuk menjalin relasi sosial. Kebutuhan individu untuk membangun relasi sosial

Lebih terperinci

PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI

PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana (S1) Psikologi Disusun oleh : RIZKIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ibu memiliki lebih banyak peranan dan kesempatan dalam. mengembangkan anak-anaknya, karena lebih banyak waktu yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. Ibu memiliki lebih banyak peranan dan kesempatan dalam. mengembangkan anak-anaknya, karena lebih banyak waktu yang digunakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ibu memiliki lebih banyak peranan dan kesempatan dalam mengembangkan anak-anaknya, karena lebih banyak waktu yang digunakan bersama anak-anaknya dari pada ayah.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Istilah Kelekatan (attachment) untuk pertama kalinya. resiprokal antara bayi dan pengasuhnya, yang sama-sama memberikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Istilah Kelekatan (attachment) untuk pertama kalinya. resiprokal antara bayi dan pengasuhnya, yang sama-sama memberikan BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kelekatan 1. Pengertian kelekatan Istilah Kelekatan (attachment) untuk pertama kalinya dikemukakan oleh seorang psikolog dari Inggris pada tahun 1958 bernama John Bowlby. Keterikatan

Lebih terperinci

SM, 2015 PROFIL PENERIMAAN DIRI PADA REMAJA YANG TINGGAL DENGAN ORANG TUA TUNGGAL BESERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA

SM, 2015 PROFIL PENERIMAAN DIRI PADA REMAJA YANG TINGGAL DENGAN ORANG TUA TUNGGAL BESERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA 1 BAB I PENDAHULUAN 1.2 Latar Belakang Masalah Pada tahun 1980-an di Amerika setidaknya 50 persen individu yang lahir menghabiskan sebagian masa remajanya pada keluarga dengan orangtua tunggal dengan pengaruh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Sosial. Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Sosial. Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Sosial 1. Pengertian Penyesuaian Sosial Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan romantis. Hubungan romantis (romantic relationship) yang juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan romantis. Hubungan romantis (romantic relationship) yang juga digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecemburuan merupakan hal yang wajar terjadi dalam sebuah hubungan antarindividu. Afeksi yang terlibat dalam hubungan tersebut membuat individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya 1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai latar belakang masalah, rumusan permasalahan penelitian, tujuan penelitian, signifikansi penelitian, isu etis, cakupan penelitian, dan sistematika penelitian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Kelekatan Orangtua Tunggal Dengan Konsep Diri Remaja Di Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Kelekatan Orangtua Tunggal Dengan Konsep Diri Remaja Di Kota Bandung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Idealnya, di dalam sebuah keluarga yang lengkap haruslah ada ayah, ibu dan juga anak. Namun, pada kenyataannya, saat ini banyak sekali orang tua yang menjadi orangtua

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

1.PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah 1 1.PENDAHULUAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran attachment styles yang dialami oleh gay yang berada pada rentang usia dewasa muda. Oleh karena itu, pada bagian ini akan dijelaskan mengenai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Carol D. Ryff merupakan penggagas teori Psychological well-being.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Carol D. Ryff merupakan penggagas teori Psychological well-being. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PSYCHOLOGICAL WELL-BEING 2.1.1. Definisi Psychological Well-Being Carol D. Ryff merupakan penggagas teori Psychological well-being. Menurut Ryff (1989), psychological well being

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komisi Remaja adalah badan pelayanan bagi jemaat remaja berusia tahun. Komisi

BAB I PENDAHULUAN. Komisi Remaja adalah badan pelayanan bagi jemaat remaja berusia tahun. Komisi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu gereja yang sudah berdiri sejak tahun 1950 di Indonesia adalah Gereja Kristen Indonesia atau yang biasa disebut GKI. GKI adalah sekelompok gereja

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEPRIBADIAN THE BIG FIVE DENGAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PADA PARANORMAL DEWASA MADYA DI KOTA SEMARANG TESIS

HUBUNGAN ANTARA KEPRIBADIAN THE BIG FIVE DENGAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PADA PARANORMAL DEWASA MADYA DI KOTA SEMARANG TESIS HUBUNGAN ANTARA KEPRIBADIAN THE BIG FIVE DENGAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PADA PARANORMAL DEWASA MADYA DI KOTA SEMARANG TESIS Oleh : PUPUT MULYONO 11.92.0003 PROGRAM MAGISTER PSIKOLOGI UNIVERSITAS KATOLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hakikatnya Tuhan menciptakan manusia berpasang-pasangan, antara pria dan

BAB I PENDAHULUAN. hakikatnya Tuhan menciptakan manusia berpasang-pasangan, antara pria dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial, dimana mereka tidak dapat hidup seorang diri. Manusia selalu membutuhkan orang lain, baik untuk saling membantu, bekerja sama, bahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang artinya manusia membutuhkan orang lain dalam

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang artinya manusia membutuhkan orang lain dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang artinya manusia membutuhkan orang lain dalam hidupnya. Adanya interaksi sosial antara manusia yang satu dengan yang lainnya

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS KOMUNIKASI ORANG TUA ANAK DENGAN PENGENDALIAN DORONGAN SEKSUAL SEBELUM MENIKAH PADA REMAJA SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS KOMUNIKASI ORANG TUA ANAK DENGAN PENGENDALIAN DORONGAN SEKSUAL SEBELUM MENIKAH PADA REMAJA SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA KUALITAS KOMUNIKASI ORANG TUA ANAK DENGAN PENGENDALIAN DORONGAN SEKSUAL SEBELUM MENIKAH PADA REMAJA SKRIPSI Disusun Dan Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Gelar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

Abstrak. Kata kunci : Attachment to God, Psychological Well Being, Early Adulthood

Abstrak. Kata kunci : Attachment to God, Psychological Well Being, Early Adulthood Abstrak Penelitian tersebut dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kontribusi dimensi Attachment to God terhadap dimensi Psychological Well Being. Adapun responden dalam penelitian tersebut adalah 200

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya senantiasa membutuhkan orang lain.kehadiran orang lain bukan hanya untuk

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya senantiasa membutuhkan orang lain.kehadiran orang lain bukan hanya untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang dalam menjalankan kehidupannya senantiasa membutuhkan orang lain.kehadiran orang lain bukan hanya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. teknologi informasi yang saat ini sering digunakan oleh banyak orang ialah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. teknologi informasi yang saat ini sering digunakan oleh banyak orang ialah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi saat ini begitu pesat. Salah satu pemanfaatan teknologi informasi yang saat ini sering digunakan oleh banyak orang ialah internet. Menurut data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai kewajiban untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai kewajiban untuk memberikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum anak-anak tinggal dengan orang tua mereka di rumah, tetapi ada juga sebagian anak yang tinggal di panti asuhan. Panti asuhan adalah suatu lembaga

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA SELF REGULATED LEARNING DAN KELEKATAN REMAJA AWAL TERHADAP IBU DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA SMP N 6 DENPASAR

HUBUNGAN ANTARA SELF REGULATED LEARNING DAN KELEKATAN REMAJA AWAL TERHADAP IBU DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA SMP N 6 DENPASAR HUBUNGAN ANTARA SELF REGULATED LEARNING DAN KELEKATAN REMAJA AWAL TERHADAP IBU DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA SMP N 6 DENPASAR SKRIPSI Diajukan Kepada program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang paling dinanti-nantikan. Pada pasangan yang sulit memiliki anak, segala

BAB I PENDAHULUAN. yang paling dinanti-nantikan. Pada pasangan yang sulit memiliki anak, segala BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setelah sepasang pria dan wanita menikah, memiliki anak merupakan hal yang paling dinanti-nantikan. Pada pasangan yang sulit memiliki anak, segala upaya akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Santrock, 2000) yang menyatakan bahwa tugas perkembangan yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Santrock, 2000) yang menyatakan bahwa tugas perkembangan yang menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa dewasa muda merupakan masa dimana individu mulai mengemban tugas untuk menikah dan membina keluarga. Sesuai dengan pendapat Havighurst (dalam Santrock,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan 13 BAB II LANDASAN TEORI A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang hampir tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Namun kalau ditanyakan

Lebih terperinci

HUBUNGAN FORGIVENESS TERHADAP PERISTIWA PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN

HUBUNGAN FORGIVENESS TERHADAP PERISTIWA PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN HUBUNGAN FORGIVENESS TERHADAP PERISTIWA PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN Disusun Oleh Nama : Pandu Perdana NPM : 15512631 Kelas : 4PA05 Keluarga Perceraian

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI MAGISTER PROFESI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG

PROGRAM STUDI MAGISTER PROFESI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG HUBUNGAN ANTARA KELELAHAN EMOSIONAL DAN KETANGGGUHAN PSIKOLOGIS DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA MAHASISWA PROGRAM PROFESI PSIKOLOGI UNIKA SOEGIJAPRANATA SEMARANG TESIS Program Pendidikan Profesi Psikologi

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui psychological well-being pada pasien HIV positif (usia 20-34 tahun) di RS X Bandung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhlik hidup ciptaan Allah SWT. Allah SWT tidak menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup ciptaan Allah yang lain adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan luar. Perubahan-perubahan tersebut menjadi tantangan besar bagi

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan luar. Perubahan-perubahan tersebut menjadi tantangan besar bagi BAB I PENDAHULUAN Masa remaja merupakan masa peralihan atau masa transisi dari masa anakanak ke masa dewasa yang disertai dengan perubahan (Gunarsa, 2003). Remaja akan mengalami berbagai perubahan dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. maka penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yang

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. maka penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yang BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Dalam penelitian ini penulis ingin mengetahui ada tidaknya hubungan antara attachment (X) dengan cinta pada individu dewasa yang telah menikah (Y), maka penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam kehidupannya. Tanpa kehadiran

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTAR PRIBADI

HUBUNGAN ANTAR PRIBADI HUBUNGAN ANTAR PRIBADI Modul ke: Fakultas Psikologi Macam-macam hubungan antar pribadi, hubungan dengan orang belum dikenal, kerabat, hubungan romantis, pernikahan, masalah-masalah dalam hubungan pribadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga merupakan dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena perilaku seks pranikah di kalangan remaja di Indonesia semakin

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena perilaku seks pranikah di kalangan remaja di Indonesia semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Fenomena perilaku seks pranikah di kalangan remaja di Indonesia semakin meningkat prevalensinya dari tahun ke tahun. Hasil survei yang dilakukan oleh Biro

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari keluarga, dimana sebagian besar kelahiran disambut bahagia oleh anggota keluarganya, setiap orang tua mengharapkan anak yang sehat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selayaknya mendapatkan perhatian utama baik dari pemerintah maupun. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,

BAB I PENDAHULUAN. selayaknya mendapatkan perhatian utama baik dari pemerintah maupun. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan tujuan suatu bangsa untuk memberdayakan semua warga negaranya agar berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif

Lebih terperinci

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB 2 Tinjauan Pustaka BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1. Kelekatan (attachment) 2.1.1. Definisi Kelekatan (attachment) Bowlby mengatakan bahwa kelekatan (attachment) adalah ikatan antara bayi dan ibu, sedangkan menurut Papalia dan

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-Undang RI Nomor 34 tahun 2004, Tentara Nasional Indonesia sebagai alat pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia, bertugas melaksanakan kebijakan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ATTACHMENT DAN SIBLING RIVALRY PADA REMAJA AWAL

HUBUNGAN ATTACHMENT DAN SIBLING RIVALRY PADA REMAJA AWAL HUBUNGAN ATTACHMENT DAN SIBLING RIVALRY PADA REMAJA AWAL Shabrina Khairunnisa 16511716 3PA01 LATAR BELAKANG Masa remaja merupakan masa dimana individu mulai berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia

Lebih terperinci

USIA, TINGKAT PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN ANTENATAL CARE IBU PRIMIGRAVIDA DALAM KECEMASAN MENGHADAPI PERSALINAN

USIA, TINGKAT PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN ANTENATAL CARE IBU PRIMIGRAVIDA DALAM KECEMASAN MENGHADAPI PERSALINAN USIA, TINGKAT PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN ANTENATAL CARE IBU PRIMIGRAVIDA DALAM KECEMASAN MENGHADAPI PERSALINAN TESIS Yainanik S300140026 PROGRAM MAGISTER PSIKOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2001). Untuk selanjutnya kaum homoseksual yang berjenis kelamin pria dan

BAB I PENDAHULUAN. 2001). Untuk selanjutnya kaum homoseksual yang berjenis kelamin pria dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Homoseksual adalah orang yang konsisten tertarik secara seksual, romantik, dan afektif terhadap orang yang memiliki jenis kelamin sama dengan mereka (Papalia,

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh: STEFANY DWI RAHARJO

SKRIPSI. Oleh: STEFANY DWI RAHARJO KECEMASAN MENGHADAPI ULANGAN HARIAN PARALEL PADA ANAK SEKOLAH DASAR KELAS V SD PL BERNARDUS SEMARANG DITINJAU DARI PERSEPSI TERHADAP POLA ASUH OTORITER ORANG TUA SKRIPSI Oleh: STEFANY DWI RAHARJO 09.40.0021

Lebih terperinci

DATA SUBJEK SUBJEK I SUBJEK II SUBJEK III

DATA SUBJEK SUBJEK I SUBJEK II SUBJEK III DATA SUBJEK SUBJEK I SUBJEK II SUBJEK III Inisial A D V Usia 22 tahun 27 tahun 33 tahun Tempat/Tanggal Jakarta, 24 Mei 1986 Jakarta, 19 Maret 1981 Jakarta Lahir Agama Islam Kristen Protestan Katolik Suku

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kali oleh seorang psikiater asal Inggris bernama John Bowlby pada tahun 1969.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kali oleh seorang psikiater asal Inggris bernama John Bowlby pada tahun 1969. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Attachment Attachment atau kelekatan merupakan teori yang diungkapkan pertama kali oleh seorang psikiater asal Inggris bernama John Bowlby pada tahun 1969. Ketika seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode dalam rentang kehidupan adalah penting namun kadar kepentingannya berbedabeda. Kadar kepentingan

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 149 5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN Pada bab pendahuluan telah dijelaskan bahwa penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran psychological well-being pada wanita dewasa muda yang menjadi istri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. interaksi dengan lingkungan sosial yang lebih luas di masyarakat dan

BAB I PENDAHULUAN. interaksi dengan lingkungan sosial yang lebih luas di masyarakat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia akan bersosialisasi dengan lingkungannya, keluarga, sekolah, tempat les, komunitas, dan lainlain. Manusia pada hakikatnya

Lebih terperinci

Selviana Elisa. Dibimbing Oleh : Drs. Amir Sjarif Bachtiar, M.Si.

Selviana Elisa. Dibimbing Oleh : Drs. Amir Sjarif Bachtiar, M.Si. Studi Mengenai Gambaran Attachment Style Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran Angkatan 2014 Dalam Menjalin Relasi Dengan Civitas Akademika Selviana Elisa Dibimbing Oleh : Drs. Amir

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Variabel Penelitian & Hipotesis 3.1.1. Variabel Penelitian & Definisi Operasional Dalam penelitian ini, variabel-variabel yang akan diuji adalah: 1. Variable (X): Materialisme

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KETERGANTUNGAN MEDIA SOSIAL DENGAN RELASI INTERPERSONAL SAAT BERPACARAN PADA MAHASISWA SKRIPSI HERTANTY DELLA MAESTRY

HUBUNGAN ANTARA KETERGANTUNGAN MEDIA SOSIAL DENGAN RELASI INTERPERSONAL SAAT BERPACARAN PADA MAHASISWA SKRIPSI HERTANTY DELLA MAESTRY HUBUNGAN ANTARA KETERGANTUNGAN MEDIA SOSIAL DENGAN RELASI INTERPERSONAL SAAT BERPACARAN PADA MAHASISWA SKRIPSI HERTANTY DELLA MAESTRY 13.40.0282 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prostitusi merupakan fenomena yang tiada habisnya. Meskipun telah dilakukan upaya untuk memberantasnya dengan menutup lokalisasi, seperti yang terjadi di lokalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan target atau yang disebut sebagai standar keahlian. keahlian atau pun standar keunggulan (standard of excellent).

BAB I PENDAHULUAN. dengan target atau yang disebut sebagai standar keahlian. keahlian atau pun standar keunggulan (standard of excellent). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Motivasi berprestasi sangat penting bagi kehidupan. Motivasi berprestasi yang baik akan membawa dampak positif bagi setiap individu. Hal ini terbukti dengan penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wellbeing merupakan kondisi saat individu bisa mengetahui dan mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya, menjalin hubungan yang baik dengan orang lain, dan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat seseorang memasuki usia dewasa awal, ia mengalami perubahan dalam hidupnya. Pada usia ini merupakan transisi terpenting dalam hidup manusia, dimana remaja mulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses pembelajaran peserta didik yang dapat mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

BAB I PENDAHULUAN. proses pembelajaran peserta didik yang dapat mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran peserta didik yang dapat mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1 Simpulan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara anxiety dalam menghadapi respon dari orang terdekat dengan masing-masing dimensi pada psychological

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seksual umumnya dibahas seolah-olah hanya merupakan karakteristik individu,

BAB I PENDAHULUAN. seksual umumnya dibahas seolah-olah hanya merupakan karakteristik individu, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Orientasi seksual mengacu pada pola abadi emosional, atraksi romantis, dan seksual dengan laki-laki, perempuan, atau kedua jenis kelamin. Orientasi seksual

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab II ini akan menjelaskan Psychological well-being, dimensidimensi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab II ini akan menjelaskan Psychological well-being, dimensidimensi BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab II ini akan menjelaskan Psychological well-being, dimensidimensi psychological well-being, faktor-faktor yang berkaitan dengan psychological well-being, pengertian remaja,

Lebih terperinci

Seorang wanita yang telah berkeluarga dan memiliki anak, secara otomatis. memegang tanggung j awab membantu anak dalam mengembangkan semua

Seorang wanita yang telah berkeluarga dan memiliki anak, secara otomatis. memegang tanggung j awab membantu anak dalam mengembangkan semua BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1. La tar Belakang Seorang wanita yang telah berkeluarga dan memiliki anak, secara otomatis memegang tanggung j awab membantu anak dalam mengembangkan semua potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia memerlukan norma atau

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. B. Definisi Operasional

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. B. Definisi Operasional BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian 1. Variabel bebas : Psychological Well-Being 2. Variabel tergantung : Komitmen Organisasional B. Definisi Operasional 1. Komitmen Organisasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah sebuah komitmen legal dengan ikatan emosional antara dua orang untuk saling berbagi keintiman fisik dan emosional, berbagi tanggung jawab,

Lebih terperinci

Bab 2 Tinjauan Pustaka

Bab 2 Tinjauan Pustaka Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Kesepian 2.1.1 Definisi Kesepian Kesepian didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan ketidakpuasan yang dihasilkan oleh ketidaksesuaian antara jenis hubungan sosial yang diinginkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asuhan, sebagai figur identifikasi, agen sosialisasi, menyediakan pengalaman dan

BAB I PENDAHULUAN. asuhan, sebagai figur identifikasi, agen sosialisasi, menyediakan pengalaman dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Orang tua berperan sebagai figur pemberi kasih sayang dan melakukan asuhan, sebagai figur identifikasi, agen sosialisasi, menyediakan pengalaman dan berperan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. Setiap individu memiliki harapan untuk bahagia dalam kehidupan perkawinannya. Karena tujuan perkawinan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan generasi penerus bangsa yang diharapkan akan membawa Indonesia menjadi lebih maju. Namun sayangnya, akhir-akhir ini justru banyak pemberitaan mengenai

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Pacaran adalah istilah yang sudah tidak asing lagi didengar oleh masyarakat. Hampir seluruh masyarakat dapat melihat atau menjadi subjek dalam fenomena pacaran ini

Lebih terperinci