TINJAUAN PUSTAKA Kepuasan Kepuasan merupakan hal yang bersifat individu. Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA Kepuasan Kepuasan merupakan hal yang bersifat individu. Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai"

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA Kepuasan Kepuasan merupakan hal yang bersifat individu. Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan situasi nilai-nilai yang berlaku pada dirinya. Menurut Anorog dan Widiyanti (1990) diacu dalam Hanifa (2005), semakin banyak yang sesuai dengan aspek keinginan individu, semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakan dan sebaliknya, semakin banyak aspek-aspek yang tidak sesuai dengan keinginan individu, semakin rendah tingkat kepuasan yang dirasakan. Menurut Worldnet Dictionary dalam Hardiono (2008), kepuasan merupakan perasaan senang ketika telah berhasil memenuhi kebutuhan atau keinginan. Kepuasan hidup juga didefinisikan sebagai penilaian subjektif seseorang terhadap kualitas hidupnya baik secara keseluruhan atau hanya pada bagian tertentu saja, serta merupakan kekuatan psikologi yang dapat membantu individu untuk mengembangkan kemampuan beradaptasi. Kepuasan hidup merupakan kualitas dari kehidupan seseorang yang telah teruji secara keseluruhan berdasarkan kriteria yang telah ditentukan (Antaramian et all 2008). Menurut Schrodt, Witt, dan Messermith (2008) kepuasan dalam hubungannya dengan keluarga adalah pengalaman atau persepsi yang dirasakan seseorang mengenai kualitas hubungannya dengan keluarga. Tipe komunikasi yang digunakan untuk berinteraksi dengan anggota keluarga akan mempengaruhi persepsi mengenai kepuasan hubungan. Teori whole life satisfaction menyatakan bahwa setiap orang di setiap tahapan usia dalam hidupnya memiliki tujuan yang ingin dicapai. Seiring berubahnya tahapan usia tersebut, maka akan berubah pula tujuan yang diterapkan dalam kehidupannya. Meskipun dalam setiap tahapan kehidupan seorang individu memiliki tujuan yang berbeda, namun tetap saja individu tersebut ingin mencapai semua tujuannya dengan sukses. Kepuasan hidup yang dirasakan akan tercermin dari seberapa besar individu tersebut mampu merealisasikan tujuan-tujuannya (Suikkanen 2011). Terdapat lima aspek yang berpengaruh terhadap kepuasan hidup remaja dalam hubungan orang tua-anak, yaitu kelekatan, konflik orang tua-anak, gaya pengasuhan demokratis, kehangatan, dan dukungan orang tua. Remaja yang mendapatkan kehangatan yang cukup, penerimaan serta dukungan dari orang tua akan memiliki kepuasan hidup yang tinggi. Sebaliknya, remaja yang banyak

2 7 memiliki konflik dengan orang tuanya akan memiliki kepuasan hidup yang rendah (Chappel 2011). Gaya Pengasuhan Orang tua mempunyai peranan pertama dan utama bagi anak-anaknya selama anak-anak belum dewasa dan mampu berdiri sendiri. Untuk mengajarkan remaja pada kedewasaan, orang tua harus memberi contoh yang baik karena sifat dasar anak-anak adalah suka meniru yang lebih tua atau orang tuanya. Dalam memberikan pengarahan kepada anak, hendaknya menggunakan cara demokratis, sebab memungkinkan untuk menghasilkan anak yang percaya diri, mandiri, imajinatif, mudah beradaptasi dan disukai banyak orang (Karamoy 2008). Baumrind (1967) mengemukakan gaya pengasuhan dengan elemen gaya pendisiplinan (parental disciplinary styles). Menurut Baumrind, gaya pengasuhan memiliki dua komponen utama, yaitu demandingness (kontrol) dan responsiveness (kehangatan). Demandingness adalah kecendrungan untuk menetapkan peraturan secara ketat dan kontrol yang kuat agar anak berlaku matang dan dewasa, sedangkan responsiveness merupakan kecendrungan bersikap hangat dan menerima permintaan serta perasaan anak. Pada praktek pengasuhan, Baumrind lebih menyoroti segi pelimpahan kekuasaan antara orang tua dan anak atau gaya pengasuhan dimensi arahan (disiplin). Gaya pengasuhan dimensi arahan (disiplin) dikelompokkan menjadi 4 (empat) macam gaya pengasuhan orang tua, yaitu authoritarian (otoriter), authoritative (demokratis), permissive (permisif), dan uninfolved (tak terlibat). Keempat gaya pengasuhan itu memiliki ciri khasnya sendiri-sendiri dan masingmasing memberikan efek yang berbeda terhadap tingkah laku anak. 1. Authoritarian (otoriter) Gaya pengasuhan otoriter merupakan suatu bentuk pengasuhan orang tua yang pada umumnya sangat ketat dan kaku ketika berinteraksi dengan anaknya. Orang tua yang bergaya otoriter menekankan adanya kepatuhan seorang anak terhadap peraturan yang mereka buat tanpa banyak basabasi, tanpa penjelasan kepada anaknya mengenai sebab dan tujuan diberlakukannya peraturan tersebut, cenderung menghukum anaknya yang melanggar peraturan atau menyalahi norma yang berlaku. Orang tua yang demikian yakin bahwa cara yang keras merupakan cara yang terbaik dalam mendidik anaknya. Gaya pengasuhan ini menyebabkan seorang anak akan

3 8 kehilangan aktivitas kreatifnya dan akan tumbuh menjadi anak yang tidak efektif dalam kehidupan dan interaksinya dengan lingkungan sosial (Santrock 2003). 2. Authoritative (demokratis) Bentuk perlakuan orang tua saat berinteraksi dengan anaknya dengan cara melibatkan anak dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan keluarga dan diri anaknya merupakan gaya pengasuhan otoritatif. Orang tua yang otoritatif bersikap terbuka, fleksibel dan memberikan kesempatan kepada anaknya untuk dapat tumbuh dan berkembang dengan peraturan yang rasional (Baumrind 1967). Hal ini menyebabkan orang tua mempunyai hubungan yang dekat dengan anak-anaknya dan selalu mendorong anaknya untuk ikut terlibat dalam membuat peraturan dan melaksanakan peraturan dengan penuh kesadaran. Orang tua yang memiliki gaya pengasuhan otoritatif bertingkah laku hangat tetapi tetap tegas (Baumrind 1967). Kebiasaan-kebiasaan demokrasi, saling menghargai dan menghormati hak-hak orang tua dan anak-anak ditanamkan dalam keluarga yang otorotatif. Keputusan-keputusan yang penting akan diputuskan secara bersama-sama walaupun keputusan akhir seringkali berasa di tangan orang tua. Anak-anak diberi kesempatan untuk memberikan alasan mengapa mereka ingin memutuskan atau akan melakukan sesuatu. Apabila alasan-alasan itu masuk akal dan dapat diterima, maka orang tua yang otoritatif akan memberikan dukungan. Tetapi jika orang tua tidak menerima, maka orang tua akan menjelaskan alasannya mengapa dirinya tidak menerima keputusan anaknya tersebut. Orang tua yang otoritatif selalu berusaha menanamkan nilai-nilai kemandirian dan pengendalian diri yang tinggi pada anaknya, sekaligus tetap bertanggung jawab penuh terhadap tingkah laku anak-anaknya. Kebiasaan yang rasional, berorientasi pada masalah, terlibat dalam perbincangan dan penjelasan dengan anak-anak, dan memegang teguh tingkah laku yang disiplin selalu ditanamkan oleh orang tua yang menerapkan gaya pengasuhan otoritatif. Santrock (2003) berpendapat bahwa kualitas pola interaksi dan gaya pengasuhan orang tua yang otoritatif akan memunculkan keberanian, motivasi, dan kemandirian anak-anaknya dalam menghadapi masa depannya. Gaya pengasuhan seperti ini dapat mendorong tumbuhnya

4 9 kemampuan sosial, meningkatnya rasa percaya diri, dan tanggung jawab sosial pada seorang anak. 3. Permissive (permisif) Pola-pola perlakuan orang tua saat berinteraksi dengan anaknya dengan memberikan kelonggaran atau kebebasan kepada anaknya tanpa kontrol atau pengawasan yang ketat merupakan gaya pengasuhan yang permisif (Baumrind 1967). Orang tua yang permisif akan memberikan kebebasan penuh kepada anak-anaknya untuk bertindak sesuai dengan keinginan anaknya. Orang tua membuat sebuah peraturan tertentu, namun anak-anak tidak menyetujui atau tidak memamtuhinya, maka orang tua yang permisif cenderung akan bersikap mengalah dan akan mengikuti kemauan anak-anaknya. Ketika anak-anaknya melanggar suatu peraturan di dalam keluarga, orang tua dengan gaya pengasuhan permisif jarang menghukum anakanaknya, bahkan cenderung berusaha untuk mencari pembenaran terhadap tingkah laku anaknya yang melanggar peratauran tersebut. Orang tua yang seperti demikian umumnya membiarkan anak untuk menentukan tingkah lakunya sendiri. Mereka tidak menggunakan kekuasaan atau wewenangnya sebagai orang tua dengan tegas saat mengasuh dan membesarkan anaknya (Baumrind 1967). Akibatnya tingkah laku sosial anak kurang matang, kadang-kadang menunjukkan tingkah laku agresif, pengendalian dirinya amat buruk, tidak mampu mengarahkan diri, dan tidak bertanggung jawab (Santrock 2003). 4. Uninvolved (tak terlibat) Gaya pengasuhan tidak terlibat adalah gaya pengasuhan dimana orang tua tidak mau terlibat dan tidak mau pula pusing-pusing dengan kehidupan anaknya (Baumrind 1967). Gaya pengasuhan orang tua yang tidak terlibat lebih berdampak buruk dibandingkan dengan gaya pengasuhan permisif karena tidak adanya ikatan emosi ditambah dengan penerapan batasan kabur. Orang tua yang demikian hanya fokus pada pemenuhan kebutuhan materi atau fisik saja terhadap anak-anaknya, pemenuhan kebutuhan immateri atau psikis anaknya terabaikan atau bahkan sama sekali tidak pernah diperhatikan (Baumrind 1967).

5 10 Pola Komunikasi Komunikasi didefinisikan sebagai suatu proses simbolik transaksional dan menciptakan berbagai makna. Simbol dalam komunikasi terdiri dari berbagai bentuk, yaitu verbal atau kata-kata dan nonverbal seperti ekpresi wajah, kontak mata, gerakan, postur tubuh, penampilan, dan jarak spasial. Komunikasi keluarga merupakan suatu simbiosis, proses transaksional menciptakan dan membagi arti dalam keluarga. Seperti halnya setiap orang yang mempunyai gaya komunikasi yang berbeda, setiap keluarga pun mempunyai gaya dan pola komunikasi yang unik dan berbeda. Komunikasi merupakan cara individu untuk bisa berbagi ide dan perasaannya atau menanggapi ide dan perasaan orang lain. Dengan adanya komunikasi akan membantu individu untuk mendefinisikan dirinya sendiri dan cara individu itu bergaul dengan orang lain (Galvin dan Brommel 2008). Dalam komunikasi keluarga terdapat proses intersubjektivitas dan interaktivitas. Intersubjektivitas terkait dengan kemampuan kognitif dalam menangkap dan menerima pesan antar anggota keluarga, sedangkan interaktivitas terkait dengan perilaku keluarga yang membuat bentuk interaksi dan memelihara unit sosial (Koerner dan Fitzpatrick 2002). Tipe Komunikasi Penelitian mengenai komunikasi keluarga telah dilakukan lebih dari tiga dekade dan dirasakan memiliki banyak manfaat baik bagi kalangan akademisi maupun praktisi. Komunikasi dalam keluarga menghasilkan berbagai efek. Efek tersebut yaitu menyangkut gaya konflik, kemampuan berkomunikasi, sosialisasi anak, kepuasan keluarga, kebiasaan gaya hidup sehat, dan masih banyak lagi (Burns dan Pearson 2011). Penelitian mengenai skema komunikasi keluarga merupakan hasil dari pengembangan dua teori umum yaitu Fitzpatrick (1988) mengenai tipologi komunikasi pasangan menikah dan Ritchie (1991) mengenai pola komunikasi keluarga. Kedua peneliti ini setuju bahwa tipe komunikasi pasangan menikah dan tipe komunikasi antara orangtua anak menggambarkan skema komunikasi keluarga. Adanya kesamaan pada kedua penelitian tersebut Fitzpatrik dan Ritchie (1994) dalam Burns dan Pearson (2011) menganalisis dan mengidentifikasi tiga dimensi berdasarkan pada skema komunikasi pasangan menikah dan hubungan orang tua anak. Dimensi ini mewakili bentuk dari family

6 11 communication environment (FCE) atau lingkungan komunikasi keluarga. FCE ini terdiri dari tiga dimensi yaitu, family expresiveness, structural traditionalism, dan conflict avoidance. Dimensi family expresiveness menunjukkan komunikasi keluarga yang tinggi dalam diskusi dan mendorong setiap anggota keluarga untuk mengeluarkan pendapatnya. Keluarga yang menerapkan tipe komunikasi family expresiveness lebih sering mendorong anggota keluarganya untuk berdiskusi mengenai ide dan perasaannya daripada kedua tipe komunikasi lainnya. Anggota keluarga yang sering menerapkan tipe ini akan memiliki kemampuan komunikasi yang baik. Dimensi structural traditionalism menggunakan pemaksaan dan kekuasaan orang tua dalam mengkomunikasikan berbagai hal kepada anaknya. Keluarga yang menggunakan tipe komunikasi ini cenderung masih memegang teguh nilai-nilai tradisional dalam kehidupan keluarga dan pernikahan. Tipe komunikasi ini juga digunakan untuk menghindari topik yang tidak menyenangkan serta untuk menyamakan nilai dan kepercayaan dalam keluarga. Anggota keluarga structural traditionalism ini hanya memiliki sedikit kemampuan mengenai komunikasi interpersonal dan lebih rendah dari keluarga yang menerapkan family expresiveness. Dimensi yang terakhir adalah conflict avoidance, pada dimensi ini orang tua sebisa mungkin menghindari konflik dengan anaknya yaitu dengan menggunakan kekuasaannya. Tidak pernah ada penjelasan bagi setiap masalah sehingga tidak pernah terselesaikan dengan baik. Dimensi ini merupakan dimensi dengan level terendah dalam kemampuan komunikasi interpersonal dan menyelesaikan masalah (Burns dan Pearson 2011). Alokasi Waktu Komunikasi Sumber daya waktu adalah sumber daya yang tidak dapat dimasukkan sebagai sumber daya materi ataupun sumber daya manusia. Biasanya yang menjadi titik perhatian dari masalah sumber daya waktu adalah penggunaannya oleh setiap individu yang belum optimal. Hal ini mengingat bahwa konsep waktu adalah sumber daya yang tidak dapat diperbaharui dan tidak dapat digantikan, bersifat terbatas serta dimiliki oleh setiap individu dalam jumlah yang sama yaitu 24 jam dalam sehari (Guharja, et all 1992). Pemanfaatan waktu antara satu individu dengan individu lainnya berbeda. Dilihat dari jenis penggunaannya, waktu dibagi dalam empat tipe yaitu :

7 12 1. Waktu produktif atau waktu bekerja 2. Waktu subsisten atau waktu yang digunakan untuk makan, tidur, perawatan diri dan kesehatan 3. Waktu antara yaitu waktu yang digunakan selama perjalanan ke tempat kerja (work related time), dan 4. Waktu luang (free time) Komunikasi sangat dibutuhkan baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Untuk dapat memenuhi kuantitas dalam komunikasi, orang tua bekerja tetap bisa menjalin komunikasi secara hangat dengan anak-anak baik melalui telepon ataupun . Sebab pada dasarnya anak sangat membutuhkan kedekatan dengan orang tuanya baik kedekatan fisik, seperti mengobrol, bersenda gurau, memeluk, mencium, dan mengusap, maupun kedekatan psikis, seperti rasa kasih sayang dan kehangatan (Chomaria 2011). Selain komunikasi dengan kuantitas yang cukup, kualitas komunikasi antara ibu dan anak juga perlu diciptakan agar dapat mencapai hubungan yang harmonis. Pembagian waktu yang tepat antara pekerjaan dan keluarga perlu disiasati dengan cermat agar dapat mencapai komunikasi yang berkualitas, sebab jika ibu lebih banyak mengalokasikan waktunya untuk pekerjaan maka sudah pasti anaknya akan terabaikan. Namun tidak ada jaminan pula bagi ibu yang tidak bekerja atau ibu rumah tangga untuk dapat melakukan komunikasi yang berkualitas, jika ibu hanya mementingkan dirinya sendiri dan tidak memperdulikan anaknya, meskipun secara fisik berada pada tempat yang sama (Barrazidni 2011). Orang tua harus memiliki waktu khusus untuk berkomunikasi dengan anaknya. Akan sangat sulit jika orang tua menggunakan waktu sisa dalam berkomunikasi dengan anak. Sebab kondisi orang tua harus dalam keadaan yang prima agar dapat memberikan anak nasehat dan ilmu yang berguna untuk kehidupannya kelak (Syarbini dan Khusaeri 2012). Kelekatan Secara umum kelekatan didefinisikan sebagai ikatan afeksional yang terbentuk akibat adanya intensitas hubungan yang sering antara anak dengan figur lekatnya. Salah satu ahli kelekatan yaitu John Bolwby, mencetuskan konsep mengenai bentuk kelekatan individu saat bayi dan pengaruhnya terhadap kehidupan individu tersebut di masa depan. Bowlby menyatakan bahwa adanya

8 13 gangguan emosi atau psikologi yang terjadi pada individu saat ini, bisa dilihat penyebabnya dengan menelusuri hubungan individu tersebut dengan figur lekatnya di masa kecil. Mary Ainsworth, sebagai ahli kelekatan lainnya mengklasifikasikan kelekatan individu kedalam dua jenis yaitu secure dan insecure (ambivalent atau avoidant). Jika Bowlby melakukan penelitian pada bayi, Ainsworth melakukan penelitian pada anak usia pra sekolah. Peneliti selanjutnya yang melihat kelekatan saat ini merupakan pengaruh dari kehidupan masa lalunya dalah Weiss. Penelitian Weiss dilakukan pada anak remaja. Weiss menyatakan bahwa remaja yang matang dan percaya diri mempunyai orang tua yang konsisten dan percaya diri dalam mengasuh remajanya. Artinya remaja mencontoh apa yang dilakukan oleh orang tuanya (Armsdern dan Greenberg 1987). Remaja tidak dapat dengan mudahnya keluar dari pengaruh orang tua menuju kebebasan untuk dapat membuat keputusan sendiri. Seiring dengan menjadi lebih bebasnya remaja, sebaiknya secara psikologis remaja memiliki kelekatan yang kuat dengan orang tuanya (Santrock, 2003). Kelekatan (attachment) adalah pengalaman seseorang dalam hubungan antar pribadi yang terjadi secara berkesinambungan terhadap figur tertentu yang membentuk suatu ikatan dan berperan terhadap kualitas dari hubungan tersebut (Utami 2007). Para ahli teori kelekatan seperti berpendapat bahwa kelekatan yang aman pada masa bayi adalah pokok bagi perkembangan kecakapan sosial. Dalam kelekatan yang aman (secure attachment), bayi menggunakan pengasuhnya, biasanya ibu sebagai landasan rasa aman untuk memulai mengeksplorasi lingkungan. Kelekatan yang aman dicirikan sebagai landasan penting bagi perkembangan psikologis berikutnya pada masa kanak-kanak, remaja, dan dewasa. Pada kelekatan yang tak aman (insecure attachment), bayi agak menghindari pengasuhnya, atau menunjukkan perlawanan atau keduanya, terhadap pengasuhnya. Kelekatan tak aman berkaitan dengan kesulitan berhubungan dan masalah-masalah perkembangan selanjutnya. Mengacu pada teori kelekatan sebelumnya, Armsden dan Greenberg (1987) membuat tiga dimensi mengenai kelekatan antara orang tua dengan anak. Dimensi tersebut mencakup kepercayaan (trust), komunikasi (communication), dan pengasingan (alienation). Dimensi kepercayaan (trust) didefinisikan sebagai perasaan aman dan percaya bahwa orang lain bisa memenuhi kebutuhannya, serta timbulnya perasaan saling tergantung terhadap

9 14 orang lain. Kepercayaan merupakan salah satu komponen hubungan yang kuat antara anak dengan figur lekatnya. Rasa percaya ini dibangun oleh pembelajaran dan pengalaman anak yang positif terhadap figur lekatnya secara konsisten. Dimensi yang kedua adalah komunikasi (communication). Komunikasi yang baik antara ibu dan anak akan membantu menciptakan ikatan emosi yang kuat diantara keduanya. Ikatan tersebut dapat terbentuk dengan adanya harmonisasi dan timbal balik antara pemberi dan penerima pesan (ibu dan anak). Untuk menciptakan iklim komunikasi yang bagus dibutuhkan keterbukaan antara ibu dan anak. Keterbukaan ini merupakan modal penting dalam menjalin hubungan antara ibu dengan anak remaja, sehingga kemampuan untuk dapat berkomunikasi secara terbuka harus sudah dilatih sejak dini. Kemampuan untuk menciptakan komunikasi yang terbuka antara ibu dan anak dipengaruhi oleh rasa aman diantara keduanya. Dimensi terakhir dalam kelekatan adalah pengasingan. Pengasingan diartikan sebagai penghindaran dan penolakan oleh figur lekat dimana kedua hal tersebut merupakan hal yang sangat mempengaruhi kelekatan anaknya. Ketika sosok figur lekat menjadi tidak berfungsi sebagaimana mestinya, maka hal ini dapat menciptakan kelekatan yang tidak aman antara anak dengan figur lekatnya. Remaja Masa remaja merupakan transisi dari kanak-kanak menuju dewasa. Dalam masa ini, remaja berkembang ke arah kematangan seksual, memantapkan identitas sebagai individu yang terpisah dari keluarga, dan menghadapi tugas menentukan cara mencari mata pencaharian. Suatu tahap transisi menuju ke status dewasa mempunyai beberapa keuntungan. Tahap transisi memberi remaja itu suatu masa yang lebih panjang untuk mengembangkan berbagai keterampilan serta untuk mempersiapkan masa depan, tetapi masa itu cenderung menimbulkan masa pertentangan (konflik) kebimbangan antara ketergantungan dan kemandirian. Sulit untuk merasakan sepenuhnya kemampuan memenuhi kebutuhan sendiri jika masih tinggal di rumah atau menerima bantuan keuangan dari orang tua. Masa remaja merupakan masa untuk mencari identitas diri. Persepsi mengenai identitas para remaja berkembang secara perlahan-lahan melalui berbagai identifikasi masa kanak-kanak. Nilai dan standar moral anak-anak

10 15 sebagian besar merupakan nilai dan standar dari orang tuanya. Pada saat remaja sudah mengenal dunia yang lebih luas nilai-nilai kelompok sebaya menjadi lebih penting. Jika pandangan orang tua sangat berbeda dengan nilai teman sebaya serta tokoh penting lain, kemungkinan akan terjadi konflik dan remaja akan mengalami kebingungan peran (Atkinson,Atkinson 1987). Agar dapat memperkecil terjadinya konflik antara orang tua dan remaja dibutuhkan kerjasama antara ayah dan ibu dalam pengasuhan, meskipun pada kenyataannya tanggung jawab utama pengasuhan berada pada pundak ibu. Selama ini masyarakat meyakini bahwa ibu merupakan pengasuh utama dalam membesarkan anak-anaknya, sehingga apabila terjadi gangguan pada perkembangan anaknya maka masyarakat akan dengan mudah menyalahkan ibu, meskipun sebenarnya hal itu bukan merupakan faktor utama. Ibu membutuhkan pengetahuan yang luas agar dapat mendidik anak remajanya dengan tepat. Remaja tidak suka dikekang, namun remaja juga tidak ingin dibiarkan begitu saja. Oleh sebab itu ibu harus mengetahui kapan remaja butuh diatur dan butuh dilepas (Santrock 2003). Disisi lain tugas dan tanggung jawab ibu di rumah tidak hanya sekedar mengasuh anak-anaknya melainkan harus juga mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti memasak, mencuci dan merapikan rumah. Untuk itu adalah keputusan yang bijak jika ayah dan ibu secara seimbang berbagi tanggung jawab dalam membesarkan anak (Santrock 2003).

TINJAUAN PUSTAKA Interaksi Ayah-Anak

TINJAUAN PUSTAKA Interaksi Ayah-Anak TINJAUAN PUSTAKA Interaksi Ayah-Anak Dalam kehidupan berkeluarga, ayah biasanya diidentikkan sebagai orang tua yang banyak meninggalkan rumah, menghukum, mempunyai pengetahuan yang lebih luas, berkedudukan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Pola Asuh 1.1 Definisi Pengasuhan adalah kegiatan kompleks yang mencakup berbagai tingkah laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh anak (Darling,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Di usia remaja antara 10-13 tahun hingga 18-22 tahun (Santrock, 1998), secara

Lebih terperinci

Materi kuliah e-learning HUBUNGAN ORANG TUA DENGAN ANAK REMAJA oleh : Dr. Triana Noor Edwina DS, M.Si Dosen Fakultas Psikologi Universitas Mercu

Materi kuliah e-learning HUBUNGAN ORANG TUA DENGAN ANAK REMAJA oleh : Dr. Triana Noor Edwina DS, M.Si Dosen Fakultas Psikologi Universitas Mercu Materi kuliah e-learning HUBUNGAN ORANG TUA DENGAN ANAK REMAJA oleh : Dr. Triana Noor Edwina DS, M.Si Dosen Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta Selamat membaca, mempelajari dan memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah tahap yang penting bagi hampir semua orang yang memasuki masa dewasa awal. Individu yang memasuki masa dewasa awal memfokuskan relasi interpersonal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan kearah yang lebih baik tetapi perubahan ke arah yang semakin buruk pun terus berkembang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk

BAB I PENDAHULUAN. banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya dunia pendidikan, kini orangtua semakin memiliki banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk mendaftarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wanita merupakan individu yang memiliki keterbukaan dalam membagi permasalahan kehidupan maupun penilaian mereka mengenai sesuatu ataupun tentang orang lain.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Memasuki era globalisasi yang penuh dengan persaingan dan tantangan, bangsa Indonesia dituntut untuk meningkatkan Sumber

PENDAHULUAN Latar Belakang Memasuki era globalisasi yang penuh dengan persaingan dan tantangan, bangsa Indonesia dituntut untuk meningkatkan Sumber 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Memasuki era globalisasi yang penuh dengan persaingan dan tantangan, bangsa Indonesia dituntut untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai modal penting untuk membangun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orangtua Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap perkembangan yang harus dilewati. Perkembangan tersebut dapat menyebabkan perubahan-perubahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara berpikir remaja mengarah pada tercapainya integrasi dalam hubungan sosial (Piaget dalam Hurlock, 1980).

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kali oleh seorang psikiater asal Inggris bernama John Bowlby pada tahun 1969.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kali oleh seorang psikiater asal Inggris bernama John Bowlby pada tahun 1969. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Attachment Attachment atau kelekatan merupakan teori yang diungkapkan pertama kali oleh seorang psikiater asal Inggris bernama John Bowlby pada tahun 1969. Ketika seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. interaksi dengan lingkungan sosial yang lebih luas di masyarakat dan

BAB I PENDAHULUAN. interaksi dengan lingkungan sosial yang lebih luas di masyarakat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia akan bersosialisasi dengan lingkungannya, keluarga, sekolah, tempat les, komunitas, dan lainlain. Manusia pada hakikatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bandung saat ini telah menjadi salah satu kota pendidikan khususnya

BAB I PENDAHULUAN. Bandung saat ini telah menjadi salah satu kota pendidikan khususnya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bandung saat ini telah menjadi salah satu kota pendidikan khususnya pendidikan di perguruan tinggi. Hal ini dikarenakan begitu banyak perguruan tinggi seperti

Lebih terperinci

SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi

SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN DIRI DENGAN KOMPETENSI INTERPERSONAL PADA REMAJA PANTI ASUHAN SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan oleh:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia terlahir dalam keadaan yang lemah, untuk memenuhi kebutuhannya tentu saja manusia membutuhkan orang lain untuk membantunya, artinya ia akan tergantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan terbesar yang dihadapi siswa adalah masalah yang berkaitan dengan prestasi, baik akademis maupun non akademis. Hasil diskusi kelompok terarah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting bagi kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting bagi kehidupan manusia. Pendidikan nasional di Indonesia memiliki tujuan sebagaimana tertulis dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bagi remaja itu sendiri maupun bagi orang-orang yang berada di sekitarnya.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bagi remaja itu sendiri maupun bagi orang-orang yang berada di sekitarnya. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang menarik untuk dikaji, karena pada masa remaja terjadi banyak perubahan yang dapat mempengaruhi kehidupan, baik bagi remaja itu

Lebih terperinci

ASERTIVITAS DALAM PEMILIHAN STUDI LANJUT SISWA KELAS XII SMA DITINJAU DARI PERSEPSI TERHADAP POLA ASUH ORANGTUA NASKAH PUBLIKASI

ASERTIVITAS DALAM PEMILIHAN STUDI LANJUT SISWA KELAS XII SMA DITINJAU DARI PERSEPSI TERHADAP POLA ASUH ORANGTUA NASKAH PUBLIKASI ASERTIVITAS DALAM PEMILIHAN STUDI LANJUT SISWA KELAS XII SMA DITINJAU DARI PERSEPSI TERHADAP POLA ASUH ORANGTUA NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. afeksional pada seseorang yang ditujukan pada figur lekat dan ikatan ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. afeksional pada seseorang yang ditujukan pada figur lekat dan ikatan ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ainsworth (dalam Helmi, 2004) mengartikan kelekatan sebagai ikatan afeksional pada seseorang yang ditujukan pada figur lekat dan ikatan ini berlangsung lama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi segala kebutuhan dan keinginan dan keinginan, misalnya dalam bersosialisasi dengan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan bebas, sumber daya manusia yang diharapkan adalah yang

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan bebas, sumber daya manusia yang diharapkan adalah yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bangsa Indonesia saat ini sedang menghadapi era globalisasi dan perdagangan bebas, sumber daya manusia yang diharapkan adalah yang berkualitas. Maka untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Perkembangan sosial masa dewasa awal (young adulthood) adalah puncak dari perkembangan sosial masa dewasa. Masa dewasa awal adalah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kematangan Emosi Chaplin (2011) mengartikan kematangan (maturation) sebagai: (1) perkembangan, proses mencapai kemasakan/usia masak, (2) proses perkembangan, yang dianggap berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial setiap manusia mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai dorongan untuk bersosialisasi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pendidikan Formal Ibu 1. Pengertian Ibu Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada pada diri anaknya dalam hal mengasuh, membimbing dan mengawasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan tergantung pada orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya

BAB I PENDAHULUAN. akan tergantung pada orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya. Individu akan tergantung pada orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya dan ketergantungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentuk perilaku sosial anak menjadi lebih baik dan berakhlak.

BAB I PENDAHULUAN. membentuk perilaku sosial anak menjadi lebih baik dan berakhlak. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tugas dan kewajiban orang tua bukan hanya memberikan kewajiban secara jasmani anak melainkan juga secara rohani yaitu dengan memberikan pendidikan akhlak yang baik,yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa merupakan komponen yang sangat penting dalam sistem pendidikan, sebab seseorang tidak bisa dikatakan

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN. Tabel 2 Jumlah penduduk Kelurahan Panaragan berdasarkan jenis kelamin

HASIL PENELITIAN. Tabel 2 Jumlah penduduk Kelurahan Panaragan berdasarkan jenis kelamin HASIL PENELITIAN Gambaran Umum Lokasi Secara administratif, Kelurahan Panaragan terletak di tengah Kota Bogor, tepatnya berada di Kecamatan Bogor Tengah, memiliki luas 27 hektar dengan 34 RT yang tersebar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan. Bahkan hubungan seksual yang sewajarnya dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan. Bahkan hubungan seksual yang sewajarnya dilakukan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Zaman yang bertambah modern ini nilai-nilai yang bersifat baik atau nilai moral menjadi semakin berkurang didalam kehidupan bermasyarakat. Pergaulan yang salah dan terlalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka diperlukan partisipasi penuh dari putra-putri bangsa Indonesia di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. maka diperlukan partisipasi penuh dari putra-putri bangsa Indonesia di berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang giatgiatnya membangun. Agar pembangunan ini berhasil dan berjalan dengan baik, maka diperlukan partisipasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia pasti melewati tahap-tahap perkembangan yaitu masa bayi, masa kanak-kanak, masa remaja, dan masa dewasa. Namun ada suatu masa dimana individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tugas perkembangan yang sangat penting yaitu mencapai status

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tugas perkembangan yang sangat penting yaitu mencapai status BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mahasiswa termasuk di dalam kategori remaja akhir dan dewasa awal. Pada masa itu umumnya merupakan masa transisi. Mereka masih mencari jati diri mereka masing-masing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian

BAB I PENDAHULUAN. Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi hampir bersamaan antara individu satu dengan yang lain, dan

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi hampir bersamaan antara individu satu dengan yang lain, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia selalu mengalami perubahan sepanjang kehidupan yakni sejak dalam kandungan sampai meninggal. Fase-fase perkembangan yang terjadi hampir bersamaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Sosial. Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Sosial. Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Sosial 1. Pengertian Penyesuaian Sosial Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam kehidupannya. Tanpa kehadiran

Lebih terperinci

MENJADI ORANGTUA TERBAIK UNTUK ANAK DENGAN METODE PENGASUHAN YANG TEPAT

MENJADI ORANGTUA TERBAIK UNTUK ANAK DENGAN METODE PENGASUHAN YANG TEPAT MENJADI ORANGTUA TERBAIK UNTUK ANAK DENGAN METODE PENGASUHAN YANG TEPAT Dwi Retno Aprilia, Aisyah Program Studi PGPAUD Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang, Jalan Semarang 5 Malang Email:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. SMP Negeri 1 Dramaga. Siswa kelas 8 (9 kelas) Siswa kelas 8.4 dan 8.6 n= siswa laki-laki 30 siswa perempuan

METODE PENELITIAN. SMP Negeri 1 Dramaga. Siswa kelas 8 (9 kelas) Siswa kelas 8.4 dan 8.6 n= siswa laki-laki 30 siswa perempuan 18 METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian interaksi keluarga yang memfokuskan pada interaksi antara ibu dengan anak. Desain yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Dalam kehidupan, belum ada seorang manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain (www.wikipedia.com).

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini akan dijelaskan mengenai definisi, tahapan, dan faktor-faktor yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini akan dijelaskan mengenai definisi, tahapan, dan faktor-faktor yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Regulasi Diri Berikut ini akan dijelaskan mengenai definisi, tahapan, dan faktor-faktor yang mempengaruhi regulasi diri. 2.1.1. Definisi Regulasi Diri Regulasi diri adalah proses

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Prestasi Akademik A.1. Pengertian Prestasi Akademik Prestasi akademik merupakan perubahan dalam hal kemampuan yang disebabkan karena proses belajar. Bentuk hasil proses belajar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertanyaan tersebut dapat dinyatakan tanpa berbelit-belit dan dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertanyaan tersebut dapat dinyatakan tanpa berbelit-belit dan dapat BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Asertif 1. Pengertian Asertif menurut Corey (2007) adalah ekspresi langsung, jujur dan pada tempatnya dari pikiran, perasaan, kebutuhan, atau hak-hak seseorang tanpa

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. lingkungan (Semiun, 2006). Penyesuaian diri diistilahkan sebagai adjustment.

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. lingkungan (Semiun, 2006). Penyesuaian diri diistilahkan sebagai adjustment. BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Pada umumnya individu melakukan interaksi dengan individu lain. Proses interaksi tidak lepas dari adanya penyesuaian diri. Penyesuaian diri dilakukan untuk membantu menjaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Belajar merupakan istilah kunci yang penting dalam kehidupan manusia,

BAB I PENDAHULUAN. Belajar merupakan istilah kunci yang penting dalam kehidupan manusia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belajar merupakan istilah kunci yang penting dalam kehidupan manusia, khususnya dalam setiap dunia pendidikan, sehingga tanpa belajar tak pernah ada pendidikan. Belajar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Santrock menyebutkan bahwa remaja (adolescene) diartikan sebagai masa. perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Santrock menyebutkan bahwa remaja (adolescene) diartikan sebagai masa. perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Remaja Santrock menyebutkan bahwa remaja (adolescene) diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kemampuan Sosialisasi Anak Prasekolah 1. Pengertian Sosialisasi Sosialisasi menurut Child (dalam Sylva dan Lunt, 1998) adalah keseluruhan proses yang menuntun seseorang, yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa.

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Masa ini sering disebut dengan masa pubertas. Istilah pubertas juga istilah dari adolescent yang

Lebih terperinci

PERAN KELUARGA STRATEGIS DAN KRUSIAL

PERAN KELUARGA STRATEGIS DAN KRUSIAL PERAN KELUARGA STRATEGIS DAN KRUSIAL Belum memiliki budi pekerti tertentu, belum memiliki bentuk jiwa yang tetap dan masih bersifat global. Anak masih mudah menerima pengaruh dari lingkungan POTENSI KELUARGA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pada Bab I dikemukakan latar belakang penelitian, identifikasi masalah penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, manfaat penelitian, asumsi penelitian, metode, lokasi dan sampel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Orang tua adalah komponen keluarga yang di dalamnya terdiri dari ayah dan ibu, dan

BAB I PENDAHULUAN. Orang tua adalah komponen keluarga yang di dalamnya terdiri dari ayah dan ibu, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Orang tua adalah komponen keluarga yang di dalamnya terdiri dari ayah dan ibu, dan merupakan hasil dari sebuah ikatan perkawinan sah yang dapat membentuk sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendapatnya secara terbuka karena takut menyinggung perasaan orang lain. Misalnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendapatnya secara terbuka karena takut menyinggung perasaan orang lain. Misalnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini masih terdapat orang - orang tidak mampu untuk menyatakan pendapatnya secara terbuka karena takut menyinggung perasaan orang lain. Misalnya mengemukakan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG

BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG Kesepian merupakan salah satu masalah psikologis yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia. Setiap manusia pernah menghadapi situasi yang dapat menyebabkan kesepian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan dalam masa transisi itu remaja menjajaki alternatif dan mencoba berbagai pilihan sebagai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kualitas hidup anak yang diwakili oleh dimensi pertumbuhan dan perkembangan anak merupakan cerminan kualitas bangsa dan peradaban dunia. Pertumbuhan anak, dapat dilihat dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. biologis dan ditutup dengan aspek kultural. Transisi dari masa kanak-kanak ke remaja

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. biologis dan ditutup dengan aspek kultural. Transisi dari masa kanak-kanak ke remaja BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu masa transisi yang diawali dengan perubahan biologis dan ditutup dengan aspek kultural. Transisi dari masa kanak-kanak ke remaja ditandai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Teori Komunikasi Keluarga Pengertian Komunikasi

TINJAUAN PUSTAKA Teori Komunikasi Keluarga Pengertian Komunikasi 7 TINJAUAN PUSTAKA Teori Komunikasi Keluarga Pengertian Komunikasi Komunikasi merupakan suatu cara untuk memengaruhi individu agar si pemberi pesan (sender) dan si penerima pesan (receiver) saling mengerti

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Motivasi Berprestasi 2.1.1. Pengertian Motivasi Berprestasi Motivasi berasal dari kata latin movere yang berarti dorongan atau daya penggerak. Motivasi adalah penting karena dengan

Lebih terperinci

Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya. agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup secara

Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya. agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup secara BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1. LA TAR BELAKANG MASALAH Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. latin adolensence, diungkapkan oleh Santrock (2003) bahwa adolansence

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. latin adolensence, diungkapkan oleh Santrock (2003) bahwa adolansence BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perkembangan dari masa kanak-kanak menuju dewasa ditandai dengan adanya masa transisi yang dikenal dengan masa remaja. Remaja berasal dari kata latin adolensence,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan Nasional, anak usia dini adalah anak usia 0 (Sejak Lahir) sampai usia

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan Nasional, anak usia dini adalah anak usia 0 (Sejak Lahir) sampai usia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional, anak usia dini adalah anak usia 0 (Sejak Lahir) sampai usia 6 tahun. Secara alamiah perkembangan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola asuh merupakan interaksi yang diberikan oleh orang tua dalam berinteraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di sepanjang kehidupannya sejalan dengan pertambahan usianya. Manusia merupakan individu

Lebih terperinci

TAHAP-TAHAP KEHIDUPAN / PERKEMBANGAN KELUARGA

TAHAP-TAHAP KEHIDUPAN / PERKEMBANGAN KELUARGA Perkembangan keluarga merupakan proses perubahan yang terjadi pada sistem keluarga meliputi; perubahan pola interaksi dan hubungan antar anggota keluarga disepanjang waktu. Perubahan ini terjadi melalui

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode penting dalam rentang kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode penting dalam rentang kehidupan BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode penting dalam rentang kehidupan manusia karena banyak perubahan-perubahan yang dialami di dalam dirinya. Seperti yang diungkapkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan sebuah konsep "membina" hubungan dengan orang lain dengan saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah perilaku seksual pada remaja saat ini menjadi masalah yang tidak dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih menganggap tabu untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wellbeing merupakan kondisi saat individu bisa mengetahui dan mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya, menjalin hubungan yang baik dengan orang lain, dan secara

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN (ATTACHMENT) DAN INTIMACY PADA MAHASISWA YANG BERPACARAN. : Elfa Gustiara NPM : : dr. Matrissya Hermita, M.

HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN (ATTACHMENT) DAN INTIMACY PADA MAHASISWA YANG BERPACARAN. : Elfa Gustiara NPM : : dr. Matrissya Hermita, M. HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN (ATTACHMENT) DAN INTIMACY PADA MAHASISWA YANG BERPACARAN Nama : Elfa Gustiara NPM : 12509831 Pembimbing : dr. Matrissya Hermita, M.si LATAR BELAKANG MASALAH Saat berada dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan kehadiran orang lain untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diharapkan oleh kelompok sosial, serta merupakan masa pencarian identitas untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diharapkan oleh kelompok sosial, serta merupakan masa pencarian identitas untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa yang penuh konflik, karena masa ini adalah periode perubahan dimana terjadi perubahan tubuh, pola perilaku dan peran yang diharapkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan luar. Perubahan-perubahan tersebut menjadi tantangan besar bagi

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan luar. Perubahan-perubahan tersebut menjadi tantangan besar bagi BAB I PENDAHULUAN Masa remaja merupakan masa peralihan atau masa transisi dari masa anakanak ke masa dewasa yang disertai dengan perubahan (Gunarsa, 2003). Remaja akan mengalami berbagai perubahan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yudi Fika Ismanto, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yudi Fika Ismanto, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permainan bola voli di Indonesia merupakan salah satu cabang olahraga yang banyak digemari masyarakat, karena dapat dilakukan oleh anak-anak hingga orang dewasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengasuhan anak, dilakukan orang tua dengan menggunakan pola asuh

BAB I PENDAHULUAN. Pengasuhan anak, dilakukan orang tua dengan menggunakan pola asuh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengasuhan anak, dilakukan orang tua dengan menggunakan pola asuh tertentu. Penggunaan pola asuh ini memberikan sumbangan dalam mewarnai perkembangan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak tumbuh dan berkembang di bawah asuhan orang tua. Melalui orang tua,

BAB I PENDAHULUAN. Anak tumbuh dan berkembang di bawah asuhan orang tua. Melalui orang tua, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak tumbuh dan berkembang di bawah asuhan orang tua. Melalui orang tua, anak beradaptasi dengan lingkungannya dan mengenal dunia sekitarnya serta pola pergaulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Valentina, 2013). Menurut Papalia dan Olds (dalam Liem, 2013) yang dimaksud

BAB I PENDAHULUAN. Valentina, 2013). Menurut Papalia dan Olds (dalam Liem, 2013) yang dimaksud BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode transisi perkembangan yang terjadi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, yang melibatkan perubahan-perubahan baik itu secara biologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Kelekatan Orangtua Tunggal Dengan Konsep Diri Remaja Di Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Kelekatan Orangtua Tunggal Dengan Konsep Diri Remaja Di Kota Bandung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Idealnya, di dalam sebuah keluarga yang lengkap haruslah ada ayah, ibu dan juga anak. Namun, pada kenyataannya, saat ini banyak sekali orang tua yang menjadi orangtua

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Peran Orang Tua 2.1.1. Definisi Peran Orang Tua Qiami (2003) menjelaskan bahwa orangtua adalah unsur pokok dalam pendidikan dan memainkan peran penting dan terbesar dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 KonteksMasalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 KonteksMasalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 KonteksMasalah Keluarga merupakan sebuah kelompok primer yang pertama kali kita masuki dimana didalamnya kita mendapatkan pembelajaran mengenai norma-norma, agama maupun proses sosial

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lain. Sejak lahir, manusia sudah bergantung pada orang lain, terutama orangtua

BAB 1 PENDAHULUAN. lain. Sejak lahir, manusia sudah bergantung pada orang lain, terutama orangtua BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial, artinya manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dan membentuk hubungan sosial dengan orang lain, karena pada dasarnya manusia tidak

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka 147 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan: a. Remaja kelas XII SMA PGII 1 Bandung tahun ajaran 2009/2010

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERFIKIR, HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERFIKIR, HIPOTESIS BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERFIKIR, HIPOTESIS A. Pola Asuh 1. Definisi Pola Asuh Baumrind (dalam Bee & Boyd, 2007) menyatakan bahwa para orangtua tidak boleh menghukum dan mengucilkan anak, tetapi

Lebih terperinci

S A N T I E. P U R N A M A S A R I U M B Y

S A N T I E. P U R N A M A S A R I U M B Y PERKEMBANGAN SOSIAL : KELUARGA S A N T I E. P U R N A M A S A R I U M B Y PENGANTAR Keluarga adalah tempat dan sumber perkembangan sosial awal pada anak Apabila interaksi yang terjadi bersifat intens maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu untuk menuju kedewasaan atau kematangan adalah masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. individu untuk menuju kedewasaan atau kematangan adalah masa remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu periode perkembangan yang harus dilalui oleh seorang individu untuk menuju kedewasaan atau kematangan adalah masa remaja (Yusuf, 2006). Masa remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa kanak-kanak merupakan bagian dari perjalanan panjang bagi setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa kanak-kanak merupakan bagian dari perjalanan panjang bagi setiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa kanak-kanak merupakan bagian dari perjalanan panjang bagi setiap individu yang meletakkan dasar bagi kehidupannya di masa dewasa. Masa kanak-kanak ini

Lebih terperinci

BE SMART PARENTS PARENTING 911 #01

BE SMART PARENTS PARENTING 911 #01 BE SMART PARENTS PARENTING 911 #01 Coffee Morning Global Sevilla School Jakarta, 22 January, 2016 Rr. Rahajeng Ikawahyu Indrawati M.Si. Psikolog Anak dibentuk oleh gabungan antara biologis dan lingkungan.

Lebih terperinci

BAB I. A. Latar Belakang Masalah

BAB I. A. Latar Belakang Masalah BAB I A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa perkembangan transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa yang mengalami perubahan biologis, kognitif sosial-emosional yang dimulai dari rentan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kekayaan sumber daya alam di masa depan. Karakter positif seperti mandiri,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kekayaan sumber daya alam di masa depan. Karakter positif seperti mandiri, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia membutuhkan manusia berkompeten untuk mengolah kekayaan sumber daya alam di masa depan. Karakter positif seperti mandiri, disiplin, jujur, berani,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memfungsikan secara maksimal fungsi fisik maupun psikisnya. pergolakan dalam dalam jiwanya untuk mencari jati diri.

BAB I PENDAHULUAN. memfungsikan secara maksimal fungsi fisik maupun psikisnya. pergolakan dalam dalam jiwanya untuk mencari jati diri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan tahap perkembangan antara masa anak-anak dan masa dewasa yang ditandai oleh perubahan fisik umum serta perkembangan kognitif dan sosial. Masa remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam jangka panjang. Pola hubungan yang terbangun pada masa kanak-kanak dapat

BAB I PENDAHULUAN. dalam jangka panjang. Pola hubungan yang terbangun pada masa kanak-kanak dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hubungan dengan saudara merupakan jenis hubungan yang berlangsung dalam jangka panjang. Pola hubungan yang terbangun pada masa kanak-kanak dapat bertahan hingga

Lebih terperinci