2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan"

Transkripsi

1 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan Perikanan laut dan lingkungannya merupakan suatu sistem yang kompleks dan dinamis. Dalam sisterm tersebut berlangsung berbagai proses interaksi yang bersifat bioekologis, bioteknologis, bioekonomis maupun sosial, yang kesemuanya itu merupakan fungsi tempat dan waktu (Hilborn dan Walters, 1992). Kehidupan ikan akan berlangsung dengan konstan jika tidak terjadi perubahan lingkungannya secara signifikan. Namun pada kenyataannya sering terjadi adanya perubahan berbagai faktor lingkungan yang menyebabkan berubahnya kehidupan ikan secara nyata (Hilborn dan Walters, 1992). Sumberdaya perikanan laut adalah sumberdaya alam yang dapat pulih kembali. Jika sumberdaya ini terganggu (kolap), maka untuk memperbaikinya memerlukan biaya yang mahal dan waktu yang panjang (Gulland, 1983). Penyelidikan yang menyeluruh tentang masalah makanan, pertumbuhan, reproduksi dan dinamika populasi ikan laut sering disebut biologi perikanan laut (marine fisheries biology). Makanan adalah salah satu faktor dasar yang mempengaruhi kehidupan ikan secara individual maupun populasinya (Effendi, 1979). Dengan adanya keterbatasan suplai makanan pada suatu perairan akan mengakibatkan kompetisi antar individu (bahkan antar spesies) yang menyebabkan penurunan rekruimennya. Makanan, faktor ekologi dan kondisi fisiologi ikan dapat memberikan petunjuk produksi suatu biomasa (Holden dan Raitt, 1975). Pergerakan dan migrasi populasi ikan terutama disebabkan oleh pencarian makanan dan tempat memijah. Pertumbuhan ikan, jenis kelamin, umur dan faktor kondisi merupakan petunjuk yang mendasar untuk memprediksi jumlah stok ikan, apakah stok ikan tersebut masih alami ataukah sudah dieksploitasi secara intensif (Spare dan Venema, 1998). Hubungan panjang berat ikan akan berubah berdasarkan phase dan siklus hidupnya, dan informasi ini akan menjelaskan faktor-faktor yang terbawa karena suatu perubahan lingkungannya (Effendi, 1979). Biologi reproduksi, termasuk periode pemijahan dan fekunditas telur merupakan informasi penting yang menentukan kelangsungan hidup ikan dari waktu ke waktu (King, 1995). Beberapa jenis ikan bermigrasi jauh untuk

2 9 memijah. Reproduksi merupakan potensi dari suatu populasi, hal ini dapat dipelajari dari nilai mutlak fekunditas telur, yang tentunya harus memiliki laju kehidupan tinggi menuju rekruitmen yang baik (Holden dan Raitt, 1975). Secara teoritis, rekruitmen yang kuat dari tahun ketahun kedalam perikanan akan membuat stok ikan tetap terjaga dari eksploitasi penangkanan dengan intesitas yang tinggi (Hilborn dan Walters, 1992). Namun seringkali laju eksploitasi perikanan yang tinggi akan menurunkan kelimpahan stok, hal ini dapat dijelaskan dari turunnya produksi perikanan dan faktor-faktor lainnya. Kelebihan tangkap (over fishing) adalah turunnya hasil tangkapan akibat dari upaya penangkapan yang berlebihan. Akibat dari kelebihan tangkap, maka suatu perairan harus melakukan formulasi pengelolaan yang berdasarkan penelitian dinamika populasi yang akurat. 2.2 Biologi cucut dan pari Pada tahun 1963 dan 1967, Gilbert mempublikasikan dua makalah ilmiah secara lengkap tentang penelitian cucut, ini adalah titik awal (mile stone) dari penelitian ikan bertulang rawan (Elasmobranchii) didunia (Musick, 2003). Cucut (shark) terkenal sebagai hewan paling berbahaya diantara semua hewan laut, meskipun dari 250 spesies yang telah diketahui, ternyata hanya 27 (dua puluh tujuh) spesies saja yang menyerang manusia (Hoeve, 1988). Dari semua jenis yang berbahaya, yang paling berbahaya adalah jenis cucut putih besar (Carcharodon carcarias). Cucut ini suka menyerang manusia, dengan ukurannya yang besar ( panjang berkisar 6-11 meter dengan berat mencapai 3000 kilogram). Cucut dikenal sebagai ikan predator yang memiliki penciuman tajam, terutama terhadap bau darah. Indera penciumannya mampu melacak mangsa hingga beberapa kilometer (Stevens, 1999). Dalam mencari makanan ikan cucut dapat melakukannya pada siang dan malam hari dengan mengandalkan indera penciuman serta dapat menjelajah lapisan perairan yang cukup dalam, meskipun tidak semua ikan cucut pemakan daging (karnivor). Jenis Cetorhinus maximus mendapatkan makanan dengan cara menjaring plangton dari air (Compagno, 1999). Jenis-jenis makanan ikan cucut tidak terbatas, mulai dari ikan kecil hingga

3 10 besar, kepiting, cumi-cumi, penyu, plankton, bahkan cucut dapat memakan jenisnya sendiri atau kanibalisme (Last dan Stevens, 1994). Ikan pari (rays) termasuk dalam sub grup Elasmobranchii, yaitu ikan yang bertulang rawan dan grup Cartilaginous (Last and Stevens, 1994). Ikan pari mempunyai bentuk tubuh gepeng melebar (depressed) dimana sepasang sirip dada (pectoral fins)-nya melebar dan menyatu dengan sisi kiri-kanan kepalanya, sehingga tampak atas atau tampak bawahnya terlihat bundar atau oval. Tidak seperti ikan bertulang sejati, penelitian ikan cucut dan pari (ikan yang bertulang rawan) di perairan Indonesia umumnya dan di Laut Jawa khususnya belum banyak dilakukan. Pemahaman karakteristik biologi ikan, seperti biologi reproduksi, laju pertumbuhan, laju kematian, dapat menjelaskan bagaimana mengeksploitasi dan mengelola ikan ini secara rasional. Seperti sumberdaya hayati lainnya, sumberdaya ikan cucut memang dapat pulih kembali, namun jika salah dalam pengelolaannya akan berdampak negatif pada sumberdaya ini (Gulland, 1983) Morfologi cucut dan pari Ikan cucut termasuk dalam sub group Elasmobranchii, yaitu ikan yang bertulang rawan (tanpa adanya tulang sejati, meskipun tulang rawan ini kadang diperkuat oleh pengapuran) yang mencakup 250 spesies yang terdapat baik di Samudera maupun di perairan air tawar (Last dan Stevens, 1994). Ikan cucut biasanya memiliki bentuk tubuh yang lonjong dan memanjang seperti cerutu, ekor sedikit banyak berujung runcing, dan cuping atas dari ekornya kerap kali menjadi jauh lebih berkembang dari cuping bawahnya. Celah insang ikan cucut terletak pada sisi kepala (pada ikan pari justru terletak dibawah kepala), biasanya berjumlah lima buah, tetapi pada famili Hexanchidae memiliki enam sampai tujuh celah insang (Compagno, 1984). Untuk melakukan pernafasan, air ditarik masuk melalui mulut dan di pompa ke luar melalui celah insang. Gambar 2. menunjukkan terminologi ikan cucut.

4 11 Gambar 2. Terminologi morfologi cucut (Last dan Stevens, 1994). Cucut tidak memiliki gelembung berenang, dan karena badannya lebih berat dari pada masa air, maka ikan ini harus terus menerus berenang agar tidak tenggelam. Dengan demikian, badanya menjadi langsing, dan sisik dadanya yang besar berfungsi sebagai hidrofoil, sehingga memberinya daya apung yang cukup besar. Sebahagian jenis ikan cucut menghabiskan sebahagian waktu tertentunya untuk beristirahat di dasar air, contoh dari jenis ikan cucut ini adalah Steggostoma fasciatum (Hoeve, 1988). Beberapa jenis lainnya menghabiskan seluruh masa hidupnya untuk menjelajah air tengah atau air permukaan, dan jenis ini memiliki ciri khas berupa bentuk ekor yang simetris dengan sirip ekor bagian bawah yang lebih kecil, sirip anus dan sirip punggung kedua yang kecil, serta sirip dada yang berbentuk bulan sabit, contoh dari jenis ini adalah cucut mako (Isurus oxyrinchus). Cucut berenang dengan menggunakan daya dorong yang berasal dari gerakan berkelok-kelok dari badannya, sementara sirip-siripnya yang tidak lentur digunakan sebagai pengendali arah. Sebahagian spesies seperti cucut mako, tidak hanya merupakan perenang cepat, tetapi dapat juga melompat keluar dari permukaan air. Cucut memiliki kulit yang tertutup oleh sisik plakoid yang berupa duri halus dan tajam dengan posisinya yang condong kebelakang, sisik ini sangat kecil dan rapat (Hoeve, 1988). Selain itu karena adanya bulu-bulu halus tubuh ikan cucut terasa kasar.

5 12 Bentuk dari setiap gigi cucut menyerupai bentuk sisiknya. Gigi cucut mirip dengan gigi biasa karena memiliki rongga pembuluh saraf yang dikelilingi oleh dentin (tulang gigi) dan ditutup oleh lapisan tipis . Gigi-geligi cucut pada dasarnya mempunyai struktur yang sama dan berada dalam beberapa deret, yang berfungsi adalah deret paling luar. Deret sebelah dalam tumbuh dan maju terus ke depan (ke arah luar), siap menggantikan deret paling luar yang tanggal, proses pergantian gigi ini berlangsung terus sepanjang hidupnya (Hoeve, 1988). Ikan pari (rays) termasuk dalam sub grup Elasmobranchii, yaitu ikan yang bertulang rawan dan grup Cartilaginous (Last and Stevens, 1994). Ikan pari mempunyai bentuk tubuh gepeng melebar (depressed) di mana sepasang sirip dada (pectoral fins)-nya melebar dan menyatu dengan sisi kiri-kanan kepalanya, sehingga tampak atas atau tampak bawahnya terlihat bundar atau oval. Ikan pari umumnya mempunyai ekor yang sangat berkembang, berukuran panjang menyerupai cemeti. Pada beberapa spesies, ekor ikan pari dilengkapi duri penyengat sehingga disebut sting-rays. Mata ikan pari umumnya terletak di kepala bagian samping. Posisi dan bentuk mulutnya adalah terminal (terminal mouth) dan sebagian besar bersifat predator. Bentuk dan struktur gigi ikan pari serupa dengan ikan cucut, namun dalam ukuran yang lebih kecil (Hoeve, 1988). Alat pernapasan berupa celah insang (gill openings atau gill slits) yang berjumlah 5-6 pasang. Posisi celah insang adalah dekat mulut di bagian ventral. Gambar 3 menunjukan terminologi ikan pari. Ikan pari jantan dilengkapi sepasang alat kelamin yang disebut klasper (clasper) yang letaknya dipangkal ekor. Pada ikan pari betina tidak dilengkapi klasper, tapi lubang kelaminnya mudah dilihat. Ikan pari betina umumnya berbiak secara ovovivipar dengan jumlah anak antara 5-6 ekor. Ukuran ikan pari dewasa bervariasi dari ukuran yang ralatif kecil, yaitu lebar 5 cm dengan panjang 10 cm (famili Narkidae) hingga berukuran sangat besar yaitu labar 610 cm dengan panjang 700 cm dan berat 1 3 ton (pari manta, famili Mobulidae).

6 13 Gambar 3. Terminologi morfologi pari (Sumber : Lasts and Stevens, 1994) Klasifikasi cucut dan pari Klasifikasi adalah tindakan pertama dalam usaha menghimpun segala macam pengetahuan mengenai alam hayati dan segala macam fenomena dengan cara yang beraturan (Saanin, 1984). Selanjutnya Saanin (1984) menjelaskan bahwa sifat ikan yang penting diperhatikan bagi kepentingan identifikasi meliputi: 1) Rumus sirip, yaitu suatu rumus yang menggambarkan bentuk dan jumlah jari-jari sirip. 2) Perbandingan antara panjang, lebar dan tinggi bagian-bagian tertentu atau antara bagian-bagian itu sendiri. 3) Bentuk garis rusuk dan jumlah sisik yang membentuk garis rusuk itu. 4) Jumlah sisik pada garis pertengahan sisi atau garis sisi. 5) Bentuk sisik dan gigi beserta susunan dan tempatnya. 6) Tulang-tulang insang. Ikan cucut tergolong ikan bertulang rawan (sub kelas Elasmobranchii). Ciri-ciri yang sangat jelas, yaitu tidak adanya penutup insang dan tidak mempunyai lembaran-lembaran sisik yang pipih. Celah insang terletak di belakang mata pada kedua sisi kepalanya, masing-masing lima sampai tujuh buah. Kulitnya tertutup oleh sisik plakoid yang berupa duri-duri halus dan tajam dengan

7 14 posisi condong ke arah belakang. Pada umumnya ikan cucut mempunyai mulut yang letaknya di bagian bawah dan agak ke belakang (Nontji, 1987). Berdasarkan katalog FAO (Compagno, 1984), ikan cucut dapat diklasifikasikan dalam delapan ordo, dengan tiga puluh famili yang mewakili berbagai spesies yang ada di dunia ini. Adapun klasifikasi itu adalah sebagai berikut: Phylum : Chordata Sub Phylum : Vertebrata Kelas : Pisces Sub Kelas : Chondrichthyes Ordo 1 :Hexanchiformes Famili : 1.1 Chlamydoselachidae 1.2 Hexanchidae Ordo 2 : Squaliformes Famili : 2.1 Echinorhinidae 2.2 Squalidae 2.3 Oxynotidae Ordo 3 :Pristiophoriformes Famili : 3.1 Pristiophoridae Ordo 4 :Squantiformes Famili : 4.1 Squantinidae Ordo 5 :Heterodontiformes Famili : 5.1 Heterodontidae Ordo 6 :Orectolobiformes Famili : 6.1 Parascylidae 6.2 Brachaeuliridae 6.3 Orectolobidae 6.4 Hemiscylidae 6.5 Stegostomatidae 6.6 Ginglymostomatidae 6.7 Rhiniodontidae Ordo 7 : Lamniformes

8 15 Famili : 7.1 Ondotaspididae 7.2 Mitsukurinidae 7.3 Psedocarchariidae 7.4 Megachasmidae 7.5 Alopiidae 7.6 Cetorhinidae 7.7 Lamnidae Ordo 8 : Cacharhiniformes Famili : 8.1 Scyliorhinidae 8.2 Phoscylidae 8.3 Pseudotriakidae 8.4 Leptochariidae 8.5 Triakidae 8.6 Hemigaleidae 8.7 Carcharhinidae 8.8 Sphyrnidae Klasifikasi dengan berbagai ciri khas utama ikan cucut disajikan pada Gambar 4. Ikan pari (rays) atau batoid (termasuk dalam sub grup Elasmobranchii, yaitu ikan yang bertulang rawan dan grup Cartilaginous (Last and Stevens, 1994). Jumlah jenis ikan pari yang mendiami perairan di seluruh dunia belum ada informasi yang pasti. Compagno (1999) memperkirakan bahwa jenis ikan pari berkisar 512 sampai 596 spesies, yang terdiri dari 20 famili dan 64 genus (estimasi sampai Agustus 1995). Sedangkan ikan pari yang pernah teridentifikasi secara akurat di Indonesia sesuai hasil penelitian Sainsbury et al. (1985) dan Tarp and Kailola (1982) yang dilakukan di Samudra Hindia paling tidak sebanyak 16 spesies. Penelitian lain yang di lakukan di Laut Cina Selatan oleh Isa et al. (1998) mencatat sebanyak 4 spesies. Subani (1985) menyampaikan bahwa ikan pari yang termasuk mempunyai nilai ekonomis penting di Indonesia ada 4 spesies, yaitu: pari kampret-short tailed butterfly (Gimnura miccrura), pari kemban-spotted stingray

9 16 (Trigon kuhlii), pari kelapa-cowtail ray (Trigon sephen) dan pari burung-eagle ray (Naethomilus nichifii). Gambar 4. Klasifikasi cucut (Sumber :Compagno, 1999). Berdasarkan katalog FAO (Compagno, 1984), ikan pari dapat diklasifikasikan dalam lima ordo, dengan sembilan belas famili yang mewakili berbagai spesies yang ada di dunia ini. Adapun klasifikasi itu adalah sebagai berikut: Phylum : Chordata Sub Phylum : Vertebrata Kelas : Pisces Sub Kelas : Chondrichthyes Ordo 1 : Pristiformes Famili : 1.1 Pristidae Ordo 2 : Torpediniformes Famili : 2.1 Narcinidae

10 Hypnidae 2.3 Torpedinidae 2.4 Narkidae Ordo 3 : Rajiformes Famili : 3.1 Rhinobatidae 3.2 Rajidae 3.3 Rhinidae 3.4 Platyrhinidae 3.5 Rhinopteridae 3.6 Anacanthobatidae 3.7 Arhynchobatidae Ordo 4 : Hexatrygoniformes Famili : 4.1 Gymnuridae 4.2 Hexatrygonidae Ordo 5 : Myliobatiformes Famili : 5.1 Dasyatididae 5.2 Gymnuridae 5.3 Myliobatididae 5.4 Mobulidae 5.5 Plesiobatidae 5.6 Urolophidae Biologi reproduksi cucut dan pari Penelitian biologi reproduksi sangat bermanfaat untuk memahami regenarasi tahunan dari stok ikan (Effendi, 1979). Parameter biologi reproduksi seperti ukuran ikan pertama matang gonad, frekwensi pemijahan, fekunditas dan rekruitmen dapat menjelaskan nilai prediksi perikanan dan dapat digunakan untuk menformulasikan pengelolaan perikanan secara rasional (Widodo, 2001). Pemijahan merupakan aspek vital dari kelangsungan hidup ikan, aspek ini tentunya merupakan rangkaian dari siklus kematangan gonad, minimum ukuran matang gonad, fekunditas dan sebagainya. Berbagai aspek biologi reproduksi telah dikembangkan oleh ahli biologi perikanan (Holden dan Raitt, 1975).

11 18 Pada umumnya perkembangbiakan ikan cucut bersifat ovovivipar, yaitu telurnya dilapisi kelenjar kulit kemudian diteruskan kerahim, selanjutnya dilahirkan. Namun ada juga sebagian kecil ikan cucut yang bersifat ovipar atau berbiak dengan bertelur, dan ada juga yang benar-benar bersifat vivipar karena embrionya langsung diberi makan oleh induknya (cucut martil). Ikan cucut jenis Alopias vulpinus menetas di dalam rahim induknya dan kemudian dilahirkan dengan panjang 1,2 sampai 1,5 meter (Hoeve, 1988). Ikan cucut jenis Carcharhinus cautus memiliki panjang pertama kali matang gonad pada ukuran 105 cm dengan umur empat sampai lima tahun di periran Australia Barat (White et al., 2002). Ikan pari jantan dilengkapi sepasang alat kelamin yang disebut klasper (clasper) yang letaknya dipangkal ekor. Pada ikan pari betina tidak dilengkapi klasper, tapi lubang kelaminnya mudah dilihat. Ikan pari betina umumnya berbiak secara ovovivipar dengan jumlah anak antara 5-6 ekor (Hoeve, 1988). Ukuran ikan pari dewasa bervariasi dari ukuran yang ralatif kecil, yaitu lebar 5 cm dengan panjang 10 cm (famili Narkidae) hingga berukuran sangat besar yaitu labar 610 cm dengan panjang 700 cm dan berat 1 3 ton (pari Manta, famili Mobulidae). Tingkat kedewasaan ikan cucut dan pari jantan dilihat pada ukuran klaspernya. Sedangkan ikan pari dan cucut betina didasarkan pada ada tidaknya telur pada indung telur (melalui pembedahan). Gambar 5 menunjukkan berbagai tingkat kedewasaan cucut dan pari jantan Umur dan pertumbuhan cucut dan pari Sparre dan Venema (1998), menjelaskan bahwa untuk mempelajari umur dan pertumbuhan ikan (age and growth) dapat dilakukan melalui dua metode, yaitu: Metode langsung dan Metode tidak langsung. Contoh metode langsung dalam perikanan laut adalah penandaan ikan (tagging experiment). Pertumbuhan ikan dihitung berdasarkan ukuran dan lama waktu saat ikan dilepas sampai ditangkap kembali. Penelitian penandaan ikan ini tidak hanya mahal, tetapi juga memerlukan waktu yang lama.

12 19 Ikan dan Cucut muda (immatur) Panjang clasper lebih pendek dari panjang pelfic fin. Clasper Pelfic fin ekor (1) Ikan cucut mulai (pertama) dewasa (maturing) Clasper Pelfic fin ekor (2) Ikan cucut dewasa (mature) Panjang clasper > Panjang pelfic fin ekor Clasper (3) Pelfic fin Gambar 5. Tiga tingkat kedewasaan cucut dan pari jantan, yaitu muda (1), mulai dewasa (2) dan telah dewasa (3). (Sumber: Holden and Raitt, 1975 vide Compagno,1984). Sedangkan metode tidak langsung dapat dibagi dalam dua cara, yaitu dengan pengukuran distribusi panjang ikan bulanan atau pengukuran bagia keras dari tubuh ikan (seperti otolit). Penelitian dengan menggunakan metode tidak langsung, melalui pengukuran distribusi panjang ikan. Data pengukuran pajang ikan secara harian diambil secara acak dari tempat pendaratan ikan, dan data dikumpulkan secara bulanan dalam waktu satu tahun. Tujuan utama mempelajari umur dan pertumbuhan ikan ada tiga, yaitu: (1) Utuk medapatkan kelas umur yang masuk ke perikanan (2) Untuk mengestimasi laju kematian ikan (3) Untuk mengetahui dan menjaga keberlangsungan stok perikanan. Ikan cucut memiliki ciri tumbuh lambat dan berumur panjang (Compagno, 1984; Last and Stevens, 1994; FAO, 2000). White et al. (2002) melaporkan

13 20 bahwa hasil penelitiannya di perairan Australia Barat dengan menggunakan metode tidak langsung memperoleh umur masimum 16,4 tahun dengan panjang 133 cm untuk ikan cucut jenis Carcharhinus cautus. Ikan pari memiliki ciri laju pertumbuhan yang lambat dan berumur panjang (Compagno, 1984; Last and Stevens, 1994; FAO, 2000) Habitat dan distribusi geografis cucut dan pari Ikan cucut hidup di lautan tropis maupun subtropis. Habitat ikan cucut bervariasi salinitasnya (eurohalin). Ikan cucut dapat hidup di laut dekat pantai (inshore) dan laut lepas (offshore), dan terdiri dari berbagai ukuran dan jenis. Pada umumnya ikan pari hidup di dekat dasar perairan yang lembek (berlumpur), lumpur pasir, tanah keras dan bahkan yang berbatu atau koral. Namun beberapa famili seperti Mobulidae atau devil rays di antaranya genus Manta hidup pada zona epipelagis (Compagno, 1999). Distribusi geografis ikan cucut dan pari sangat luas. Ikan ini dapat ditemukan pada perairan tropis, sub tropis dan perairan dingin. Di samudera Hindia ikan cucut dan pari yang teridentifikasi mencai 36 jenis (Sainsbury et al., 1985) Penelitian lain di Laut China Selatan mencatat 4 jenis ikan pari (Isa et al., 1998) Makanan dan kebiasaan makan cucut dan pari Makanan adalah faktor vital dari setiap organisme untuk tumbuh, berkembang, berkembang biak dan melakukan berbagai aktivitas yang memerlukan energi dari makanan. Ikan juga demikian, informasi tentang makan dan kebiasaan makan ikan sangat penting untuk memahami sejarah hidupnya, termasuk pertumbuhan, pemijahan, migrasi, dan juga untuk pengelolaan perikanan secara komersial. Pengetahuan tentang perairan sumber makanan dari stok ikan komersial memberi pengalaman berharga untuk nelayan dalam menentukan daerah penangkapannya secara lebih menguntungkan. Berdasarkan kebiasaan makan, ikan dapat diklasifikasikan sebagai pemangsa (predator), pemakan rumput (grazers), penyaring (strainers), penghisap (sucker) dan parasit (parasites). Perubahan kebiasaan makan ikan dapat

14 21 terjadi karena perubahan siklus hidup yang diikuti perubahan organ tubuhnya atau tempat hidupnya. Penelitian tentang makanan ikan sebaiknya dapat menjelaskan habitat, penyebaran, migrasi dan faktor-faktor lain yang berkaitan. Jenis makanan ikan terdiri dari satu atau beberapa organisme seperti plangton, nekton, benthos dan detritus. Klsaifikasi ikan berdasarkan makanan (detritus) telah dipelajari secara mendalam oleh Bal dan Rao (1990). Klasifikasi ini dibedakan berdasarkan proporsi makanan, sebagai contoh harbivora memakan 75% tanaman, karnivora memakan 75% binatang dan omnivora minimal memakan 15% binatang atau tumbuhan. Cucut (sharks) dikenal sebagai ikan predaktor yang memiliki penciuman tajam terutama terhadap bau darah. Kemampuan indera penciumannya dapat melacak mangsa hingga beberapa kilometer (Stevens, 1980). Dalam mencari makanan ikan cucut dapat melakukannya pada siang dan malam hari dengan mengandalkan indera penciuman serta dapat menjelajah lapisan perairan yang cukup dalam. Tidak semua cucut pemakan daging (karnivor), jenis Cetorhinus maximus mendapatkan makanan dengan cara menjaring plangton dari air (Compagno, 1999). Jenis-jenis makanan ikan cucut tidak terbatas, mulai dari ikan kecil hingga besar, kepiting, cumi-cumi, penyu, plankton, bahkan cucut dapat memakan jenisnya sendiri atau kanibalisme (Last dan Stevens, 1994). Pari umumnya pemangsa (predator), namun mempunyai bentuk gigi yang kecil-kecil yang berfungsi sebagai penghancur (Hoeve, 1988). Karena ukuran giginya yang kecil-kecil, pari cenderung memangsa ikan-ikan yang berukuran kecil. Mangsa ikan pari bervariasi dari jenis binatang planktonis, invertebrata bentik hingga ikan bertulang keras berukuran kecil. Selain itu ikan pari juga makan binatang bertulang rawan (chondrithian) dan berbagai jenis cephalopoda antara lain cumi-cumi (Compagno, 1999) Nisbah kelamin cucut dan pari Nisbah kelamin atau rasio kelamin (sex ratio) memberi gambaran proporsi perbandingan jantan dan betina dari satu populasi (Effendi, 1979). Secara alamiah perbandinganya adalah satu berbanding satu. Namun dilapangan sering terjadi perbandingan nisbah kelamin yang tidak seimbang. Hal ini umumnya disebabkan

15 22 karena adanya tingkah laku ikan menurut jenis kelamin, kondisi lingkungan, penangkapan ikan dll. Pengumpulan data nisbah kelamin sebaikya dilakukan selama kurun waktu satu tahun (Holden dan Raitt, 1975). Tujuan penelitian nisbah kelamin dilakukan untuk mengetahui perpencaran atau peggerombolan ikan berdasarkan makanan, keturunan, dan tingkah laku selama migrasi. 2.3 Eksploitasi perikanan cucut dan pari Eksploitasi atau pemanfaatan utama dari sumber daya hayati laut adalah usaha penangkapan ikan. Hasil tangkapan per unit upaya (catch per unit effort, CPUE) alat tangkap terhadap sumber daya ikan sering digunakan untuk menggambarkan pemanfaatan sumber daya ikan di suatu wilayah perairan. Widodo et al. (2001) membedakan perkembangan pemanfaatan sumber daya ikan menjadi lima tahap, yaitu : 1. Tahap ekplorasi atau percobaan penangkapan 2. Tahap pembangunan penangkapan ikan terhadap jenis ikan yang paling menguntungkan 3. Tahap peningkatan intensitas penangkapan ikan terhadap spesies yang paling menguntungkan dibarengi dengan inisiasi penangkapan ikan lain yang sebelumnya dianggap kurang menguntungkan 4. Tahap peningkatan intensitas penangkapan ikan terhadap semua jenis yang laku dipasarkan. 5. Tahap penerapan pengelolaan perikanan secara penuh (mungkin mengikuti periode over fishing) Hasil kajian stok oleh komisi Pengkajian Stok Ikan Indonesia tahun 2001 menunjukan bahwa sumber daya ikan di Laut Jawa adalah sebagai berikut: Ikan pelagis besar ton per tahun, pelagis kecil ton per tahun, ikan karang konsumsi ton per tahun, demersal ton per tahun, udang peneid ton per tahun, lobster 500 ton per tahun dan cumi-cumi ton per tahun. Adapun perkiraan stok cucut dan pari serta tingkat pemanfaatannya belum banyak diketahui. Cucut dan pari umumnya didaratkan di pusat-pusat pendaratan ikan di pantai utara Jawa dan pantai selatan Kalimantan. Alat tangkap

16 23 yang selama ini digunakan untuk menangkap cucut dan pari adalah cantrang/dogol (boat seine), jaring insang (gillnet), jaring tramel (trammel net), rawai dasar (bottom long line) perangkap, bubu dan lainnya. Perkembangan teknologi penangkapan cucut dan pari yang terakhir di Laut Jawa adalah munculnya jaring liongbun (large demersal bottom gillnet) dan pancing senggol (rays bottom long line) yang dikhususkan untuk menangkap ikan pari. Jumlah alat tangkap liongbun mencapai 205 unit dan pancing senggol 600 unit. Daerah operasi alat tangkap cucut dan pari umumnya di Laut Jawa. Di perairan Atlantik Utara, ikan cucut telah dieksploitasi sejak tahun 1935, penangkapannya berskala industri maupun rekreasi. Tiga puluh jenis cucut dieksploitasi secara intesif oleh armada berbagai negara seperti Prancis, Inggris, Irlandia, Norwegia dan Spanyol (Pawson dan Vince, 1999). Selanjutnya Joyce (1999) melaporkan sembilan belas jenis cucut dieksploitasi sebagai hasil tangkapan samping di perairan Canada, alat tangkap yang dominan adalah long line. Penangkapan ikan cucut secara komersial di perairan Amerika serikat dimulai tahun 1944 (perang Dunia II), tiga puluh sembilan jenis cucut dieksploitasi secara intensif, termasuk jenis cucut laut dalam (Branstetter, 1999) Pada awalnya komoditas cucut dan pari tidak mendapat perhatian serius di Laut Jawa. Hal ini karena komoditas cucut tidak memiliki nilai harga ekonomis yang tinggi seperti ikan kakap, kerapu, tuna ataupun udang. Ikan cucut yang ikut tertangkap alat tangkap tersebut umumnya hanya digunakan untuk bahan ikan asin atau dibeberapa daerah mengolahnya menjadi ikan asap. Akhir-akhir ini komoditas cucut dan pari telah berubah nilai ekonomisnya. Banyak permintaan sirip dan daging untuk bahan makanan, kulit untuk bahan baku fesyen (tas, dompet dan sepatu) sehingga memicu nelayan untuk memburunya secara lebih intensif. Jika awalnya produksi cucut dan pari dari perairan Indonesia terus meningkat, namun sejak tiga tahun terakhir ini ada penurunan produksi dari Laut Jawa. 2.4 Pengelolaan perikanan cucut dan pari Sumber daya ikan merupakan sumber daya yang dapat pulih kembali, maka di dalam pemanfaatannya tidak boleh melewati batas-batas kemampuan sumber

17 24 daya untuk pulih kembali (King, 1995). Difinisi pengelolaan perikanan menurut FAO (1997) adalah proses terpadu menyangkut pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pengambilan keputusan, pengalokasian sumber daya dan perumusan serta pelaksanaan, dan apabila diperlukan dengan penegakan hukum. Sehubungan dengan difinisi pengelolaan perikanan yang bercakupan luas tersebut adalah bertujuan untuk memastikan sumber daya perikanan dapat dimanfaatkan secara optimal dengan tetap memperhatikan dan menjaga kelestarian sumber daya dan lingkungannya. Adapun langkah pengelolaan sumber daya ikan, dapat dikatagorikan menjadi dua (Purwanto, 2003): 1). Pengendalian penangkapan ikan (control of fishing) 2). Pengendalian upaya penangkapan ikan (control of fishing effort) Pada prinsipnya, pengelolaan perikanan bertujuan untuk mengatur intensitas penangkapan agar diperoleh hasil tangkapan yang optimal dari berbagai aspek (Widodo, 2001). Pengelolaan perikanan juga bertujuan menentukan tingkat hasil tangkapan yang berkelanjutan dalam jangka panjang-long term sustainable (Purwanto, 2003). Selanjutnya langkah-langkah yang berkaitan dengan pengelolaan perikanan mencakup kegiatan mengumpulkan data dasar mengenai biologi, teknologi, ekonomi dan sosial tentang perikanan. Data yang telah diperoleh tersebut ditrasfer kedalam bentuk informasi yang berguna untuk pembuatan berbagai keputusan pengelolaan. Beberapa tehnik yang digunakan untuk menkaji stok Elasmobranchii adalah tehnik demographic analysis. Namun karena keterbatasan data model surplus produksi masih banyak digunakan orang (Simperdorfer, 1999; Au et al., 1997; Enric, 1998). Opsi pengelolaan secara umum bagi perikanan yang telah berkembang antara lain (Merta et al., 2003): 1) Pembatasan ukuran ikan hasil tangkapan (size limitation). 2) Pembatasan alat tangkap dan kapal (vessel and gear limitation) 3) Zona bebas penangkapan (sanctuary zones). 4) Peningkatam monitoring, controlling, surveillance (MCS) 5) Penetapan total allowable catch (TAC) Branstetter (1999) menjelaskan bahwa pengelolaan cucut di perairan Amerika Serikat menggunakan cara pembatasan izin dengan membayar pajak

18 25 penangkapan tertentu (resources access), pembatasan alat tangkap, pembatasan kapal penangkap, pembatasan ukuran dan jenis yang ditangkap dan pembatasan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (total allowable catch). Pada perairan Karabian, pengelolaan cucut dilakukan dengan membatasi ukuran mata jaring yang di kontrol kementrian setempat (Shing, 1999). Di Afrika Selatan pembatasan hanya dilakukan untuk penangkapan jenis cucut Carcharodon carcharias (Japp, 1999). Walaupun ditangkap hanya berupa hasil sampingan dari beberapa alat tangkap (pukat harimau, jaring insang dan rawai), pengelolaan perikanan pari di perairan Canada sudah mencapai pendekatan ke hati-hatian (precauntionary approach), mengingat hasil kajian sumber dayanya yang terus menurun (Kulka dan Mowbray, 1999). Di perairan Indonesia beberapa ahli perikanan bersepakat bahwa perikanan cucut sudah perlu dikelola secara lebih baik (Monintja dan Poernomo, 2000; Priono, 2000; Widodo, 2000). 2.5 Kebutuhan penelitian cucut dan pari di Laut Jawa Cucut dan pari termasuk dalam sub kelompok Elasmobranchii, yaitu ikanikan bertulang rawan. Kedua komoditas ikan tersebut merupakan sumberdaya yang telah lama dieksploitasi di Indonesian, termasuk di Laut Jawa. Menurut perkiraan FAO tahun 2000, Indonesia menduduki tingkat atas dalam hal hasil tangkapan cucut dan pari yakni mencapai ton dengan nilai ekspor US $ 13 juta. Perikanan ini memiliki ciri setiap jenisnya berumur panjang, laju pertumbuhan yang lambat, jumlah pembiakan yang sedikit, oleh karenanya perikanan ini perlu dikelola secara hati-hati (Stevens, 1999). Negara-negara lain yang juga mengeksplotasi perikanan cucut dan pari secara intensif telah melakukan langkah pengelolaan yang sangat terkontrol terhadap perikanan ini (Pawson dan Vince, 1999; Kulka dan Mowbray, 1999; Branstertter, 1999; Shing, 1999; Japp, 1999). Isu utama dari perikanan cucut dan pari di Indonesia adalah langkanya data yang berkaitan dengan perikanan cucut dan pari itu sendiri. Data yang dimaksud meliputi: indikator penangkapan (total catch, upaya penangkapan, CPUE dan operasi penangkapan) dan indikator biologi (ukuran stok, struktur stok, struktur komunitas). Penelitian yang diperlukan untuk perikanan cucut dan pari di

19 26 Laut Jawa adalah penelitian Pengelolaan dan pemanfaatan perikanan cucut dan pari yang berdasarkan informasi ilmiah tentang aspek-aspek biologi dan teknologi secara terpadu.

Bahan Ajar Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan Tarbiyah STAIN Batusangkar TAKSONOMI VERTEBRATA. Pisces: Kelas Chondrichthyes

Bahan Ajar Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan Tarbiyah STAIN Batusangkar TAKSONOMI VERTEBRATA. Pisces: Kelas Chondrichthyes Bahan Ajar Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan Tarbiyah STAIN Batusangkar TAKSONOMI VERTEBRATA 1 Pisces: Kelas Chondrichthyes Chondrichthyes Chondr > cartilage = tulang rawan Ichthys > fish = ikan

Lebih terperinci

DI INDONESIA. Pengelolaan perikanan..., Imam Musthofa Zainudin, FMIPA UI, 2011.

DI INDONESIA. Pengelolaan perikanan..., Imam Musthofa Zainudin, FMIPA UI, 2011. UNIVERSITAS INDONESIA PENGELOLAAN PERIKANAN HIU BERBASIS EKOSISTEM DI INDONESIA TESIS IMAM MUSTHOF FA ZAINUDIN 0806420562 FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) (Gambar 1) merupakan salah satu ikan pelagis kecil yang sangat potensial

Lebih terperinci

BEBERAPA JENIS CUCUT BOTOL (Squalidae) YANG TERTANGKAP PANCING RAWAI DASAR DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA DAN ASPEK BIOLOGINYA

BEBERAPA JENIS CUCUT BOTOL (Squalidae) YANG TERTANGKAP PANCING RAWAI DASAR DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA DAN ASPEK BIOLOGINYA BAWAL: Vol.1 No.2-Agustus 2006: 24-29 BEBERAPA JENIS CUCUT BOTOL (Squalidae) YANG TERTANGKAP PANCING RAWAI DASAR DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA DAN ASPEK BIOLOGINYA *) Dharmadi *) Peneliti pada Pusat Riset

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN PENUH IKAN PARI MANTA

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN PENUH IKAN PARI MANTA KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN PENUH IKAN PARI MANTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Hiu merupakan ikan yang memiliki kerangka tulang rawan dari subkelas

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Hiu merupakan ikan yang memiliki kerangka tulang rawan dari subkelas BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hiu Hiu merupakan ikan yang memiliki kerangka tulang rawan dari subkelas Elasmobranchii. Kelompok Elasmobranchii terdiri dari hiu dan pari memiliki tingkat keanekaragaman yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Lele dumbo merupakan ikan hasil perkawinan silang antara induk betina lele Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan

Lebih terperinci

KOMPOSISI, ASPEK BIOLOGI DAN KEPADATAN STOK IKAN PARI DI LAUT ARAFURA

KOMPOSISI, ASPEK BIOLOGI DAN KEPADATAN STOK IKAN PARI DI LAUT ARAFURA KOMPOSISI, ASPEK BIOLOGI DAN KEPADATAN STOK IKAN PARI DI LAUT ARAFURA Oleh Andina Ramadhani Putri Pane Enjah Rahmat Siswoyo Balai Riset Perikanan Laut Cibinong - Bogor Simposium Hiu Pari ke 2 Jakarta,

Lebih terperinci

USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENGELOLAAN PERIKANAN HIU BERBASIS EKOSISTEM DI PULAU BANGKA BIDANG KEGIATAN : PKM-PENELITIAN DIUSULKAN OLEH :

USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENGELOLAAN PERIKANAN HIU BERBASIS EKOSISTEM DI PULAU BANGKA BIDANG KEGIATAN : PKM-PENELITIAN DIUSULKAN OLEH : USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENGELOLAAN PERIKANAN HIU BERBASIS EKOSISTEM DI PULAU BANGKA BIDANG KEGIATAN : PKM-PENELITIAN DIUSULKAN OLEH : Raju Muslimin 2061311031 ANGKATAN 2013 Ketua Pelaksana

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Semak Daun merupakan salah satu pulau yang berada di Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara. Pulau ini memiliki daratan seluas 0,5 ha yang dikelilingi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Menurut klasifikasi Bleeker, sistematika ikan selanget (Gambar 1) adalah sebagai berikut (www.aseanbiodiversity.org) :

Lebih terperinci

spesies yaitu ikan kembung lelaki atau banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)(sujastani 1974).

spesies yaitu ikan kembung lelaki atau banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)(sujastani 1974). 7 spesies yaitu ikan kembung lelaki atau banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)(sujastani 1974). Ikan kembung lelaki terdiri atas ikan-ikan jantan dan betina, dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati laut yang sangat tinggi dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan bahan industri. Salah satu sumberdaya tersebut adalah

Lebih terperinci

STRUKTUR UKURAN DAN PARAMETER PERTUMBUHAN HIU MACAN (Galeocerdo cuvier Peron & Lesuer, 1822) DI PERAIRAN SELATAN NUSA TENGGARA BARAT

STRUKTUR UKURAN DAN PARAMETER PERTUMBUHAN HIU MACAN (Galeocerdo cuvier Peron & Lesuer, 1822) DI PERAIRAN SELATAN NUSA TENGGARA BARAT STRUKTUR UKURAN DAN PARAMETER PERTUMBUHAN HIU MACAN (Galeocerdo cuvier Peron & Lesuer, 1822) DI PERAIRAN SELATAN NUSA TENGGARA BARAT Umi Chodrijah 1, Agus Arifin Sentosa 2, dan Prihatiningsih 1 Disampaikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya ikan merupakan sumberdaya yang dapat pulih (renewable resources) dan berdasarkan habitatnya di laut secara garis besar dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu

Lebih terperinci

TINGKAT KEMATANGAN KELAMIN DAN FREKUENSI PANJANG PARI GITAR (Rhinobatus sp.1 dan Rhinobatus sp. 2)

TINGKAT KEMATANGAN KELAMIN DAN FREKUENSI PANJANG PARI GITAR (Rhinobatus sp.1 dan Rhinobatus sp. 2) BAWAL: Vol.1 No.1-April 26: 33-37 TINGKAT KEMATANGAN KELAMIN DAN FREKUENSI PANJANG PARI GITAR (Rhinobatus sp.1 dan Rhinobatus sp. 2) **) Dharmadi *) dan Fahmi **) *) Peneliti pada Pusat Riset Perikanan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Wilayah laut Indonesia kaya akan ikan, lagi pula sebagian besar merupakan dangkalan. Daerah dangkalan merupakan daerah yang kaya akan ikan sebab di daerah dangkalan sinar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan industri bioteknologi kelautan merupakan asset yang sangat besar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia,

Lebih terperinci

ASPEK PERTUMBUHAN IKAN CUCUT YANG DIDARATKAN DI PELABUHAN KARANGSONG, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT FAWZAN BHAKTI SOFFA

ASPEK PERTUMBUHAN IKAN CUCUT YANG DIDARATKAN DI PELABUHAN KARANGSONG, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT FAWZAN BHAKTI SOFFA ASPEK PERTUMBUHAN IKAN CUCUT YANG DIDARATKAN DI PELABUHAN KARANGSONG, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT FAWZAN BHAKTI SOFFA SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. organisme laut yang sangat tinggi sehingga menjadikan Indonesia salah satu negara

BAB I PENDAHULUAN. organisme laut yang sangat tinggi sehingga menjadikan Indonesia salah satu negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki keanekaragaman organisme laut yang sangat tinggi sehingga menjadikan Indonesia salah satu negara yang masuk ke dalam

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Ikan kuniran (Upeneus moluccensis).

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Ikan kuniran (Upeneus moluccensis). 5 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Kuniran 2.1.1 Klasifikasi Ikan Kuniran Upeneus moluccensis, Bleeker 1855 Dalam kaitan dengan keperluan pengkajian stok sumberdaya ikan, kemampuan untuk mengidentifikasi spesies

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Lokasi Penelitian Cirebon merupakan daerah yang terletak di tepi pantai utara Jawa Barat tepatnya diperbatasan antara Jawa Barat dan Jawa Tengah. Lokasi penelitian

Lebih terperinci

2.1. Ikan Kurau. Klasiflkasi ikan kurau (Eleutheronema tetradactylum) menurut. Saanin (1984) termasuk Phylum chordata, Class Actinopterygii, Genus

2.1. Ikan Kurau. Klasiflkasi ikan kurau (Eleutheronema tetradactylum) menurut. Saanin (1984) termasuk Phylum chordata, Class Actinopterygii, Genus 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Kurau Klasiflkasi ikan kurau (Eleutheronema tetradactylum) menurut Saanin (1984) termasuk Phylum chordata, Class Actinopterygii, Genus eleutheronema dan Species Eleutheronema

Lebih terperinci

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali didasarkan atas kelompok ikan Pelagis Kecil, Pelagis Besar, Demersal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan sungai Sungai merupakan salah satu dari habitat perairan tawar. Berdasarkan kondisi lingkungannya atau daerah (zona) pada sungai dapat dibedakan menjadi tiga jenis,

Lebih terperinci

5 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN DEMERSAL

5 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN DEMERSAL 5 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN DEMERSAL 5.1 Pendahuluan Pemanfaatan yang lestari adalah pemanfaatan sumberdaya perikanan pada kondisi yang berimbang, yaitu tingkat pemanfaatannya

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Ikan layur (Trichiurus lepturus) (Sumber :

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Ikan layur (Trichiurus lepturus) (Sumber : 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Layur (Tricihurus lepturus) Layur (Trichiurus spp.) merupakan ikan laut yang mudah dikenal dari bentuknya yang panjang dan ramping. Ikan ini tersebar di banyak perairan dunia.

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Perairan Teluk Jakarta merupakan sebuah teluk di perairan Laut Jawa yang terletak di sebelah utara provinsi DKI Jakarta, Indonesia. Terletak

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Klasifikasi lele masamo SNI (2000), adalah : Kingdom : Animalia Phylum: Chordata Subphylum: Vertebrata Class : Pisces

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA Rajungan (Portunus pelagicus)

2. TINJAUAN PUSTAKA Rajungan (Portunus pelagicus) 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rajungan (Portunus pelagicus) Menurut www.zipcodezoo.com klasifikasi dari rajungan adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Malacostrata Ordo : Decapoda

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 02-6730.2-2002 Standar Nasional Indonesia Induk Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok (Parent Stock) Prakata Standar induk kodok lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok disusun

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6485.1-2000 Standar Nasional Indonesia Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock) Prakata Standar induk ikan gurami kelas induk pokok diterbitkan oleh Badan Standardisasi

Lebih terperinci

KOMPOSISI JENIS DAN ASPEK BIOLOGI IKAN PARI LAMPENGAN (Mobulidae) YANG TERTANGKAP DI PERAIRAN SELATAN JAWA

KOMPOSISI JENIS DAN ASPEK BIOLOGI IKAN PARI LAMPENGAN (Mobulidae) YANG TERTANGKAP DI PERAIRAN SELATAN JAWA KOMPOSISI JENIS DAN ASPEK BIOLOGI IKAN PARI LAMPENGAN (Mobulidae) YANG TERTANGKAP DI PERAIRAN SELATAN JAWA RIA FAIZAH DAN DHARMADI faizah.ria@gmail.com PUSAT RISET PERIKANAN JAKARTA, 28-29 MARET 218 Jenis

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA Ikan Terisi Menurut Richardson (1846) (2010) klasifikasi ikan terisi (Gambar 2) adalah sebagai berikut :

2. TINJAUAN PUSTAKA Ikan Terisi Menurut Richardson (1846)  (2010) klasifikasi ikan terisi (Gambar 2) adalah sebagai berikut : 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Terisi Menurut Richardson (1846) www.fishbase.org (2010) klasifikasi ikan terisi (Gambar 2) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata

Lebih terperinci

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 9 dan MSY adalah: Keterangan : a : Perpotongan (intersept) b : Kemiringan (slope) e : Exponen Ct : Jumlah tangkapan Ft : Upaya tangkap (26) Model yang akan digunakan adalah model yang memiliki nilai korelasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. besar maupun sedikit. Di perairan Indo-Pasifik terdapat 3 spesies ikan Kembung

TINJAUAN PUSTAKA. besar maupun sedikit. Di perairan Indo-Pasifik terdapat 3 spesies ikan Kembung TINJAUAN PUSTAKA Ikan Kembung (Rastrelliger spp.) Ikan Kembung merupakan salah satu ikan pelagis yang sangat potensial di Indonesia dan hampir seluruh perairan Indonesia ikan ini tertangkap dalam jumlah

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan 2.2. Pengelolaan Perikanan Berkelanjutan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan 2.2. Pengelolaan Perikanan Berkelanjutan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Pengelolaan perikanan adalah proses terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi

Lebih terperinci

MENJAGA HIU DAN PARI INDONESIA SAMPAI TAHUN 2040 *)

MENJAGA HIU DAN PARI INDONESIA SAMPAI TAHUN 2040 *) Tulisan ini di upload 30 September 2007 dan sudah menjadi rujukan banyak orang. Pandangan ilmiah ini merupakan bentuk kerisauan hati Dr. Priyanto Rahardjo,M.Sc. terhadap ancaman eksploitasi yang berlebihan

Lebih terperinci

4 HASIL PENELITIAN. 4.1 Statistik Produksi Ikan dan Telur Ikan Terbang Produksi tahunan ikan dan telur ikan terbang

4 HASIL PENELITIAN. 4.1 Statistik Produksi Ikan dan Telur Ikan Terbang Produksi tahunan ikan dan telur ikan terbang 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Statistik Produksi Ikan dan Telur Ikan Terbang 4.1.1 Produksi tahunan ikan dan telur ikan terbang Produksi ikan terbang (IT) di daerah ini dihasilkan dari beberapa kabupaten yang

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Pendahuluan

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Pendahuluan 3 METODE PENELITIAN 3.1 Pendahuluan Perikanan cucut dan pari terdiri dari beragam jenis ikan (multi species) dan ditangkap oleh berbagai alat tangkap (multi gear) di Laut Jawa. Jenis data dan informasi

Lebih terperinci

2.2. Morfologi Ikan Tambakan ( H. temminckii 2.3. Habitat dan Distribusi

2.2. Morfologi Ikan Tambakan ( H. temminckii 2.3. Habitat dan Distribusi 4 2.2. Morfologi Ikan Tambakan (H. temminckii) Ikan tambakan memiliki tubuh berbentuk pipih vertikal. Sirip punggung dan sirip analnya memiliki bentuk dan ukuran yang hampir serupa. Sirip ekornya sendiri

Lebih terperinci

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti Sebuah lagu berjudul Nenek moyangku seorang pelaut membuat saya teringat akan kekayaan laut Indonesia. Tapi beberapa waktu lalu, beberapa nelayan Kepulauan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jenis Hasil Tangkapan Hasil tangkapan pancing ulur selama penelitian terdiri dari 11 famili, 12 genus dengan total 14 jenis ikan yang tertangkap (Lampiran 6). Sebanyak 6

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Octinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Osteochilus vittatus ( Valenciennes, 1842)

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Octinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Osteochilus vittatus ( Valenciennes, 1842) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Palau Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Octinopterygii Ordo : Cypriniformes Famili : Cyprinidae Genus : Osteochilus Spesies : Osteochilus vittatus

Lebih terperinci

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T No.714, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN KP. Larangan. Pengeluaran. Ikan. Ke Luar. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PERMEN-KP/2014 TENTANG LARANGAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat I. PENDAHULUAN Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat dengan cara membendung aliran sungai sehingga aliran air sungai menjadi terhalang (Thohir, 1985). Wibowo (2004) menyatakan

Lebih terperinci

- 2 - Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 20 Mei 2013 MENTERl KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SHARIF C. SUTARDJO

- 2 - Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 20 Mei 2013 MENTERl KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SHARIF C. SUTARDJO KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/KEPMEN-KP/2013 TENTANG PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN PENUH IKAN HIU PAUS (Rhincodon typus) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya tersebut diolah dan digunakan sepuasnya. Tidak satupun pihak yang

PENDAHULUAN. Sumberdaya tersebut diolah dan digunakan sepuasnya. Tidak satupun pihak yang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan laut memiliki sifat spesifik, yakni akses terbuka (open access). Sumberdaya perikanan juga bersifat kepemilikan bersama (common property). Semua individu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Clownfish Klasifikasi Clownfish menurut Burges (1990) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Perciformes

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. mata jaring ke arah panjang atau ke arah horizontal (mesh length) jauh lebih

TINJAUAN PUSTAKA. mata jaring ke arah panjang atau ke arah horizontal (mesh length) jauh lebih TINJAUAN PUSTAKA Alat Tangkap Jaring Insang (Gill net) Jaring insang (gill net) yang umum berlaku di Indonesia adalah salah satu jenis alat penangkapan ikan dari bahan jaring yang bentuknya empat persegi

Lebih terperinci

TEKNIK PENGUKURAN MORFOMETRIK PADA IKAN CUCUT DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA

TEKNIK PENGUKURAN MORFOMETRIK PADA IKAN CUCUT DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA TEKNIK PENGUKURAN MORFOMETRIK PADA IKAN CUCUT DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA Enjah Rahmat Teknisi Litkayasa pada Balai Riset Perikanan Laut, Muara Baru-Jakarta Teregistrasi I tanggal: 15 Maret 2011; Diterima

Lebih terperinci

Aspek Biologi Hiu Yang Didaratkan di PPN Brondong Jawa Timur

Aspek Biologi Hiu Yang Didaratkan di PPN Brondong Jawa Timur Aspek Biologi Hiu Yang Didaratkan di PPN Brondong Jawa Timur Eko Setyobudi 1, Suadi 1, Dwi Ariyogagautama 2, Faizal Rachman 1, Djumanto 1, Ranny Ramadhani Yuneni 2, Jhony Susiono 3, Galen Rahardian 3 1)

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah laut Indonesia terdiri dari perairan teritorial seluas 0,3 juta km 2, perairan laut Nusantara seluas 2,8 juta km 2 dan perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang Klasifikasi dan tata nama

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang Klasifikasi dan tata nama 5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang 2.1.1. Klasifikasi dan tata nama Menurut www.fishbase.org (2009) taksonomi ikan tembang (Gambar 3) diklasifikasikan sebagai berikut : Filum : Chordata Subfilum :

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek II. TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek Puntius Orphoides C.V adalah ikan yang termasuk anggota Familia Cyprinidae, disebut juga dengan ikan mata merah. Ikan brek mempunyai garis rusuk

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi Cumi-Cumi Sirip Besar 4.1.1. Distribusi spasial Distribusi spasial cumi-cumi sirip besar di perairan Karang Congkak, Karang Lebar, dan Semak Daun yang tertangkap

Lebih terperinci

VI. ANALISIS BIOEKONOMI

VI. ANALISIS BIOEKONOMI 111 VI. ANALISIS BIOEKONOMI 6.1 Sumberdaya Perikanan Pelagis 6.1.1 Produksi dan Upaya Penangkapan Data produksi yang digunakan dalam perhitungan analisis bioekonomi adalah seluruh produksi ikan yang ditangkap

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu isu penting perikanan saat ini adalah keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya dan lingkungannya. Upaya pemanfaatan spesies target diarahkan untuk tetap menjaga

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6483.1-2000 Standar Nasional Indonesia Induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock) DAFTAR ISI Halaman Pendahuluan 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan... 1 3 Deskripsi...

Lebih terperinci

MENGAPA PRODUKSI TANGKAPAN IKAN SARDINE DI PERAIRAN SELAT BALI KADANG MELEBIHI KAPASITAS PABRIK YANG TERSEDIA KADANG KURANG Oleh.

MENGAPA PRODUKSI TANGKAPAN IKAN SARDINE DI PERAIRAN SELAT BALI KADANG MELEBIHI KAPASITAS PABRIK YANG TERSEDIA KADANG KURANG Oleh. 1 MENGAPA PRODUKSI TANGKAPAN IKAN SARDINE DI PERAIRAN SELAT BALI KADANG MELEBIHI KAPASITAS PABRIK YANG TERSEDIA KADANG KURANG Oleh Wayan Kantun Melimpahnya dan berkurangnya ikan Lemuru di Selat Bali diprediksi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan ekosistem pesisir yang terdapat di sepanjang pantai tropis dan sub tropis atau muara sungai. Ekosistem ini didominasi oleh berbagai jenis

Lebih terperinci

Ikan kakap putih (Lates calcarifer, Bloch 1790) Bagian 1: Induk

Ikan kakap putih (Lates calcarifer, Bloch 1790) Bagian 1: Induk Standar Nasional Indonesia ICS 65.150 Ikan kakap putih (Lates calcarifer, Bloch 1790) Bagian 1: Induk Badan Standardisasi Nasional BSN 2014 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Pesisir Teluk Jakarta terletak di Pantai Utara Jakarta dibatasi oleh garis bujur 106⁰33 00 BT hingga 107⁰03 00 BT dan garis lintang 5⁰48

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai merupakan suatu perairan yang airnya berasal dari air tanah dan air hujan, yang mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran tersebut dapat

Lebih terperinci

Migrasi Ikan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya

Migrasi Ikan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya Migrasi Ikan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya Migrasi ikan adalah adalah pergerakan perpindahan dari suatu tempat ke tempat yang lain yang mempunyai arti penyesuaian terhadap kondisi alam yang menguntungkan

Lebih terperinci

SWAMP EELS (Synbranchus sp.) JENIS YANG BARU TERCATAT (NEW RECORD SPECIES) DI DANAU MATANO SULAWESI SELATAN *)

SWAMP EELS (Synbranchus sp.) JENIS YANG BARU TERCATAT (NEW RECORD SPECIES) DI DANAU MATANO SULAWESI SELATAN *) Swamp Eels (Synbranchus sp.) Jenis... di Danau Matano Sulawesi Selatan (Makmur, S., et al.) SWAMP EELS (Synbranchus sp.) JENIS YANG BARU TERCATAT (NEW RECORD SPECIES) DI DANAU MATANO SULAWESI SELATAN *)

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Kuniran Klasifikasi dan tata nama

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Kuniran Klasifikasi dan tata nama 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Kuniran 2.1.1. Klasifikasi dan tata nama Menurut www.fishbase.org (2010) taksonomi ikan kuniran (Gambar 2) dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6484.1-2000 Standar Nasional Indonesia Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock) Daftar Isi Halaman Prakata... 1 Pendahuluan... 1 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

2. Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup

2. Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup 2. Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup 2.1 Mengidentifikasi kelangsungan hidup makhluk hidup melalui adaptasi, seleksi alam, dan perkembangbiakan 1. Mengaitkan perilaku adaptasi hewan tertentu dilingkungannya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu : 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air

Lebih terperinci

STATUS PERIKANAN LOBSTER (Panulirus spp.) DI PERAIRAN KABUPATEN CILACAP

STATUS PERIKANAN LOBSTER (Panulirus spp.) DI PERAIRAN KABUPATEN CILACAP 52 STATUS PERIKANAN LOBSTER (Panulirus spp.) DI PERAIRAN KABUPATEN CILACAP Arif Mahdiana dan Laurensia SP. Jurusan Perikanan dan Kelautan, Fakultas Sains dan Teknik Unsoed Email : arifmahdiana@gmail.com

Lebih terperinci

4 KERAGAAN PERIKANAN DAN STOK SUMBER DAYA IKAN

4 KERAGAAN PERIKANAN DAN STOK SUMBER DAYA IKAN 4 KERAGAAN PERIKANAN DAN STOK SUMBER DAYA IKAN 4.1 Kondisi Alat Tangkap dan Armada Penangkapan Ikan merupakan komoditas penting bagi sebagian besar penduduk Asia, termasuk Indonesia karena alasan budaya

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6488.1-2000 Standar Nasional Indonesia Induk ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) kelas induk pokok (Parent Stock) Prakata Standar ini diterbitkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang

PENDAHULUAN. Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang bersifat terbarukan (renewable). Disamping itu sifat open access atau common property yang artinya pemanfaatan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan nilai produksi ikan lemuru Indonesia, tahun Tahun

1. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan nilai produksi ikan lemuru Indonesia, tahun Tahun 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lemuru merupakan salah satu komoditas perikanan yang cukup penting. Berdasarkan data statistik perikanan Indonesia tercatat bahwa volume tangkapan produksi ikan lemuru

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 25 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi umum perairan Teluk Banten Perairan Karangantu berada di sekitar Teluk Banten yang secara geografis terletak pada 5 0 49 45 LS sampai dengan 6 0 02

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. : Actinopterygii : Perciformes

2. TINJAUAN PUSTAKA. : Actinopterygii : Perciformes 5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Umum Ikan Kurisi (Nemipterus furcosus) Ikan kurisi merupakan salah satu ikan yang termasuk kelompok ikan demersal. Ikan ini memiliki ciri-ciri tubuh yang berukuran

Lebih terperinci

Bahan Ajar Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan Tarbiyah STAIN Batusangkar TAKSONOMI VERTEBRATA. Pisces: Evolusi Kelas Agnatha

Bahan Ajar Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan Tarbiyah STAIN Batusangkar TAKSONOMI VERTEBRATA. Pisces: Evolusi Kelas Agnatha Bahan Ajar Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan Tarbiyah STAIN Batusangkar TAKSONOMI VERTEBRATA Pisces: Evolusi Kelas Agnatha Kelas Agnatha Merupakan vertebrata pertama kali muncul Muncul pada 500

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan penangkapan ikan merupakan aktivitas yang dilakukan untuk mendapatkan sejumlah hasil tangkapan, yaitu berbagai jenis ikan untuk memenuhi permintaan sebagai sumber

Lebih terperinci

PEMANFAATAN DAN PENGELOLAAN PERIKANAN CUCUT DAN PARI (ELASMOBRANCHII) DI LAUT JAWA PRIYANTO RAHARDJO

PEMANFAATAN DAN PENGELOLAAN PERIKANAN CUCUT DAN PARI (ELASMOBRANCHII) DI LAUT JAWA PRIYANTO RAHARDJO PEMANFAATAN DAN PENGELOLAAN PERIKANAN CUCUT DAN PARI (ELASMOBRANCHII) DI LAUT JAWA PRIYANTO RAHARDJO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 ABSTRAK PRIYANTO RAHARDJO. Pemanfaatan dan Pengelolaan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 16 3. METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Pola reproduksi ikan swanggi (Priacanthus tayenus) pada penelitian ini adalah tinjauan mengenai sebagian aspek reproduksi yaitu pendugaan ukuran pertama

Lebih terperinci

HEWAN YANG HIDUP DI AIR. 1. Hiu Kepala Martil

HEWAN YANG HIDUP DI AIR. 1. Hiu Kepala Martil HEWAN YANG HIDUP DI AIR 1. Hiu Kepala Martil Hiu kepala martil memiliki kepala berbentuk seperti martil. Dengan satu cuping hidung dan satu mata di setiap pangkal "martil"nya, mereka mengayunkan kepalanya

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI Perairan Selat Bali merupakan perairan yang menghubungkan Laut Flores dan Selat Madura di Utara dan Samudera Hindia di Selatan. Mulut selat sebelah Utara sangat sempit

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6138 - 1999 Standar Nasional Indonesia Induk Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok (Parent Stock) Daftar Isi Pendahuluan Halaman 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan... 1 3

Lebih terperinci

Uji Organoleptik Ikan Mujair

Uji Organoleptik Ikan Mujair Uji Organoleptik Ikan Mujair Bahan Mentah OLEH : PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN SEKOLAH TINGGI PERIKANAN JAKARTA I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mutu atau nilai-nilai tertentu yang

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 30 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi perairan Teluk Jakarta Teluk Jakarta terletak di utara kota Jakarta dengan luas teluk 285 km 2, dengan garis pantai sepanjang 33 km, dan rata-rata kedalaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara kepulauan memilki zona maritim yang sangat luas, yaitu 5,8 juta km 2 yang terdiri atas perairan kepulauan 2,3 juta km 2, laut teritorial

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun memiliki hak yang sama untuk mengambil atau mengeksploitasi sumberdaya didalamnya. Nelayan menangkap

Lebih terperinci

telur, dimana setelah jam diinkubasi pada suhu 25 C kista akan menetas

telur, dimana setelah jam diinkubasi pada suhu 25 C kista akan menetas Siklus hidup Artemia (gambar 3) dimulai pada saat menetasnya kista atau telur, dimana setelah 15-20 jam diinkubasi pada suhu 25 C kista akan menetas manjadi embrio. Selanjutnya dalam waktu beberapa jam

Lebih terperinci

IV. MATERI AJAR BERBASIS RISET. A. Jenis Ikan Berpotensi Kulit Tersamak

IV. MATERI AJAR BERBASIS RISET. A. Jenis Ikan Berpotensi Kulit Tersamak IV. MATERI AJAR BERBASIS RISET a. Jenis Ikan Potensial a. Ikan Pari (Dasyatis sp). A. Jenis Ikan Berpotensi Kulit Tersamak Ikan pari tergolong dalam subclass Elasmobranchii dengan ciri-ciri: badan kuat,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan subsektor perikanan tangkap semakin penting dalam perekonomian nasional. Berdasarkan data BPS, kontribusi sektor perikanan dalam PDB kelompok pertanian tahun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Informasi Geografis 2.1.1. Pengertian dan Konsep Dasar Prahasta (2001) menyebutkan bahwa pengembangan sistem-sistem khusus yang dibuat untuk menangani masalah informasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sumber daya perairan, baik tumbuh-tumbuhan maupun hewan. Perikanan adalah

I. PENDAHULUAN. sumber daya perairan, baik tumbuh-tumbuhan maupun hewan. Perikanan adalah 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Perikanan adalah suatu usaha atau kegiatan manusia untuk memanfaatkan sumber daya perairan, baik tumbuh-tumbuhan maupun hewan. Perikanan adalah suatu usaha atau kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan tangkap memiliki peran penting dalam penyediaan pangan, kesempatan kerja, perdagangan dan kesejahteraan serta rekreasi bagi sebagian penduduk Indonesia (Noviyanti

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem perikanan pantai di Indonesia merupakan salah satu bagian dari sistem perikanan secara umum yang berkontribusi cukup besar dalam produksi perikanan selain dari perikanan

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan

5 PEMBAHASAN 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan 5 PEMBAHASAN 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan Hasil tangkapan yang diperoleh selama penelitian menunjukan bahwa sumberdaya ikan di perairan Tanjung Kerawang cukup beragam baik jenis maupun ukuran ikan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rajungan merupakan salah satu komoditas ekspor Indonesia. Berdasarkan data ekspor impor Dinas Kelautan dan Perikanan Indonesia (2007), rajungan menempati urutan ke

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Organ reproduksi Jenis kelamin ikan ditentukan berdasarkan pengamatan terhadap gonad ikan dan selanjutnya ditentukan tingkat kematangan gonad pada tiap-tiap

Lebih terperinci

Pengertian. Kemampuan makhluk hidup untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan

Pengertian. Kemampuan makhluk hidup untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan Adaptasi Pengertian Kemampuan makhluk hidup untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan Adaptasi dibedakan menjadi 3 jenis 1. Adaptasi Morfologi Proses adaptasi yang dilakukan dengan menyesuaikan bentuk

Lebih terperinci