OPTIMASI BEBERAPA PARAMETER ASSAY KIT RADIOIMMUNOASSAY AFLATOKSIN B 1

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "OPTIMASI BEBERAPA PARAMETER ASSAY KIT RADIOIMMUNOASSAY AFLATOKSIN B 1"

Transkripsi

1 54 ISSN , dkk. OPTIMASI BEBERAPA PARAMETER ASSAY KIT RADIOIMMUNOASSAY AFLATOKSIN B 1, V. Yulianti, Puji Widayati, Gina Mondrida,Wening Lestari, Siti Darwati,, Sutari, Triningsih Pusat Radioisotop dan Radiofarmaka, BATAN Kawasan Puspiptek, Serpong danto@batan.go.id ABSTRAK OPTIMASI BEBERAPA PARAMETER ASSAY KIT RADIOIMMUNOASSAY AFLATOKSIN B 1. Berbagai komoditi pertanian kacang tanah, jagung, kedelai, beras, gandum dan sorghum berisiko tinggi terkontaminasi fungi terutama aflatoksin B 1 pada pasca panen maupun pada masa penyimpanan. Kandungan maksimum aflatoksin yang masih diijinkan oleh Food & Drug Administration (US FDA) dalam makanan adalah 20 ppb sehingga produk pangan tersebut aman dikonsumsi oleh masyarakat. Salah satu metode yang telah dikembangkan untuk pendeteksian kandungan aflatoksin dalam produk pangan adalah metode radioimmunoassay (RIA). Selama ini kit RIA aflatoksin B 1 didapatkan dari impor dengan harga yang cukup mahal. Sehingga perlu dilakukan penyiapan kit RIA ini secara lokal di dalam negeri. Penyiapan kit RIA ini meliputi: pembuatan larutan perunut bertanda radioaktif 125 I, pembuatan larutan standar dan pembuatan pelarut pemisah fasa cair. Selanjutnya untuk mendapatkan kit sesuai dengan kriteria kit yang baik maka perlu dilakukan optimasi terhadap beberapa parameter prosedur assay yang meliputi: optimasi volume perunut, jumlah cacahan, volume larutan standar, waktu inkubasi dan suhu. Dari optimasi assay tersebut diperoleh hasil sebagai berikut: volume perunut: 100 ul, cacahan perunut: ± cpm, volume larutan standar: 25 ul, waktu inkubasi: 30 menit dan suhu inkubasi: suhu kamar (25 o C). Kata kunci : radioimmunoassay (RIA), aflatoksin B 1, 125 I-aflatoksin-B 1, parameter assay ABSTRACT OPTIMATION OF SEVERAL ASSAY PARAMETERS OF RAIOIMMUNOASSAY KIT AFLATOXIN B 1. Several commodities in agriculture such as peanut, corn, soybean, rice, wheat and sorghum are highly risk to be contaminated by fungi especially by aflatoxin B 1 during either post harvest or storage period. Maximum content of aflatoxin allowed by US Food and Drug Administration (FDA) in food is 20 ppb as the limit content to be consumed safely by people. Therefore a method for detection of aflatoxin B 1 is needed to overcome the above mentioned problems. A radioimmunoassay (RIA) method was developed locally by replacing aflatoxin B 1 RIA kit which is imported costly from commercial companies. The aflatoxin B 1 RIA kit were developed by preparing radioactive tracer, standard solution, and antibody solution as liquid phase separation system. Further steps to ascertain good performance of the kits were carried out including optimization of tracer volume, tracer counts, standard volume, length and temperature of incubation. The results showed that optimal conditions for aflatoxin B 1 kits were tracer volume 100 ul, tracer counting 30,000 cpm, standard volume 25 ul, incubation time 30 minutes and incubation temperature was at room temperature (25 o C). Key words: radioimmunoassay (RIA), aflatoxine-b 1, 125 I- aflatoxine-b 1, assay parameter PENDAHULUAN D i Indonesia, Aflatoksin B 1 (AF) yang bersifat kontaminan ini merupakan mikotoksin yang sering ditemukan pada produk-produk pertanian dan hasil olahannya. Hal ini terjadi karena kapang seperti A. flavus bersifat sangat kosmopolit sehingga dapat hidup hampir di semua tempat dan kondisi. Produk aflatoksin 2 mg/kg didapatkan pada substrat alami seperti beras, gandum, kacang tanah, jagung, kedelai, kelapa [1]. Aflatoksin adalah metabolit sekunder yang dapat terdeposit dalam jaringan tubuh hewan maupun manusia. Gangguan kesehatan yang disebabkan oleh aflatoksin telah banyak dilaporkan. Misalnya pada tahun 1974 dilaporkan bahwa 400 orang indian terjangkit penyakit hepatitis yang mengakibatkan 100 orang meninggal, hal ini disebabkan para korban telah mengkonsumsi jagung yang telah terkontaminasi oleh Aspergillus flavus (A. flavus ) dengan kandungan aflatoksinnya mencapai 15 mg/kg [2]. Dalam kasus lain dilaporkan bahwa 80 dari 81 orang pasien (66 orang pria dan 15 orang wanita) penderita kanker hati disebabkan karena mereka telah mengkonsumsi oncom, tempe, kacang goreng, bumbu kacang, kecap dan ikan asin yang

2 , dkk. ISSN terkontaminasi oleh aflatoksin. Toksin AFB 1, AFG 1, dan AFM 1 yang konsentrasi di atas 400 µg/kg terdeteksi pada contoh liver dari 58% pasien dimaksud di atas [3]. Ada dua hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terkonsumsinya bahan pangan atau pakan ternak yang terkontaminasi aflatoksin. Pertama adalah mencegah tumbuhnya fungi pada bahan pangan atau pakan ternak. Kedua adalah memonitor kadar aflatoksin pada bahan pangan dan pakan ternak yang akan dikonsumsi. Walaupun kontaminasi aflatoksin secara total sangat sulit dilakukan, beberapa usaha dapat dilakukan untuk mencegah kontaminasi aflatoksin yang lebih buruk. Upaya-upaya tersebut diantaranya yaitu memilih bahan pangan dan pakan yang utuh, menurunkan kandungan air sampai dengan <14%, menyimpan pada tempat dengan kelembaban dan suhunya terkendali, menambahkan CO 2 atau N 2, pemanasan sampai dengan pengunaan fungisida dan bahan kimia [1]. Pemantauan dan penentuan kadar aflatoksin khususnya aflatoksin B 1 pada bahan pangan dan pakan adalah upaya penting lainnya untuk mencegah terkonsumsinya aflatoksin yang bersifat karsinogenik. Khususnya untuk Indonesia dengan kondisi iklimnya yang sangat mendukung tumbuhnya Aspergillus, pemantauan aflatoksin B 1 pada bahan pangan dan pakan sangat penting untuk mencegah terkonsumsinya bahan pangan dan pakan yang terkontaminasi aflatoksin yang dapat mengakibat gangguan kesehatan yang buruk pada masyarakat yang mengkonsumsinya [4]. Untuk penentuan kadar aflatoksin B1 pada konsentrasi yang rendah dapat dilakukan menggunakan metode radioimmunoassay (RIA). Kespesifikan dan kepekaan metode RIA, telah memungkinkan metode ini banyak digunakan untuk penentuan berbagai jenis senyawa biokimia. Selain itu, metode ini juga reproducible dengan pengerjaan yang sederhana. Dengan demikian maka penggunaan metode radioimmunoassay banyak dipakai baik dalam bidang klinis maupun non-klinis [5]. Dalam mengembangkan suatu kit RIA yang baru seperti kit RIA Aflatoksin B 1 dan agar diperoleh performance assay yang baik, maka perlu dilakukan optimasi rancangan assay agar diperoleh kondisi assay yang optimum [6]. Beberapa parameter yang perlu dioptimasi adalah : Jumlah antibodi bertanda (Ab*) dan antigen (Ag), pengaruh volume pereaksi yang meliputi : volume perunut, cacahan perunut dan volume larutan serta pengaruh kondisi inkubasi (waktu dan suhu). Berdasarkan hal tersebut di atas maka dilakukan optimasi terhadap beberapa parameter assay kit RIA Aflatoksin B 1 dengan tujuan mendapatkan rancangan assay yang optimal sehingga didapatkan kit RIA yang memenuhi kriteria kit yang baik. METODE PENELITIAN Bahan yang dibutuhkan Aflatoksin B 1 (Sigma & Fermentek), aminoxy acetic acid (Sigma), Aflatoksin B 1 BSA konjugate (Sigma), isobutil-khloroformat (Sigma), tributilamin (Sigma), metanol (E merck), khloroform (E merck), Na 125 I (BATAN), histamin (Sigma), etilasetat (Aldrich), NaOH (Emerck), HCl (Emerck), ITLC-SG (Pharmacia), dioksan (Sigma), bovine serum albumin (Sigma), kolom PD-10 (Pharmacia), polietilen glikol (Sigma) Peralatan yang digunakan Bermacam peralatan gelas (Iwaki), mikropipet eppendorf berbagai ukuran, timbangan analitik, waterbath, Lampu UV, UV vis (Jasco Japan), FTIR (Jasco Japan), Rotary evaporator (Buchi RE 140, Swizerland), pencacah gamma (DPC USA), sentrifuge (Beckman USA) 1. Pembuatan Perunut AfB1-CMO- 125 I Pembuatan perunut AfB1-CMO- 125 I dilakukan dengan penandaan tidak langsung. Penandaan dilakukan dua tahap, pertama histamin ditandai dengan 125 I kemudian dikonjugasikan dengan AfB1-CMO yang sudah diaktivasi [9] Penandaan histamin dengan 125 I Sejumlah10 ul histamin (22 ug/ml) ditambah 20 ul Na 125 I (~ 2 mci) dan 10 ul khloramin-t (5 mg/ml), kemudian campuran dikocok dengan vorteks selama 1 menit. Reaksi dihentikan dengan penambahan 10 ul larutan Na metabisulfit (30 mg/ml) dan selanjutnya dikonjugasikan dengan AfB1-CMO yang sudah diaktivasi Konjugasi AfB1-CMO dengan 125 I- histamin Sebanyak 2 mg AfB1-CMO diaktivasi dengan cara dilarutkan dalam 50 ul dioksan bebas air lalu ditambah dengan 10 ul tributilamin yang telah dilarutkan dalam dioksan (1:5) dan didinginkan sampai 10 C. Selanjutnya campuran ditambah dengan 10 ul isobutilkloroformat (1:10 dalam dioksan) dan diinkubasi selama 30 menit pada temperatur 10 C dengan pengadukan. Campuran di atas diencerkan dengan dioksan sampai 2,8 ml, kemudian 50 ul larutan tersebut dimasukkan ke dalam larutan histamin bertanda 125 I dan diaduk selama 2 jam. Setiap 1 jam ph diperiksa dan ph campuran tetap dijaga pada ph 8. Selanjutnya hasil konjugasi ini dimurnikan dengan ekstraksi pelarut.

3 56 ISSN , dkk Pemurnian konjugat AfB1-CMO- 125 I - histamin Hasil konjugasi AfB1-O- CMO dengan 125 I- Histamin diasamkan dengan 1 ml HCl 0,1 N dan diekstraksi dengan 1 ml etil asetat (ekstrak I). Fasa air ditambah 1 ml NaOH 0,1 N dan 1 ml natrium metabisulfit (1 mg/ml) dalam 0,5 M dapar fosfat dan selanjutnya dieksraksi lagi dengan 0,5 ml etil asetat (ekstrak II). Jumlah radioaktivitas yang terdapat pada ekstrak I dan II dibagi radioaktivitas awal dikalikan 100 % adalah rendemen penandaan. Ekstrak I dan II tidak dicampur karena biasanya tingkat imunologinya berbeda. Masing-masing ekstrak selanjutnya diperiksa kemurnian radiokimianya menggunakan kromatografi lapis tipis silika gel dengan fase gerak campuran toluen - metanol asam asetat dengan perbandingan (75:24:1)[5]. Konjugat AfB1-CMO- 125 I-Histamin untuk selanjutnya disebut AFB1 bertanda 125 I dan dilakukan pengujian ikatan imunologinya (% B/T dan % NSB). 2. Pembuatan larutan pemisah fasa cair Pemisahan antara kompleks 125 I- AfB 1 -Ab- AfB 1 dan fraksi 125 I- AfB 1 bebas dilakukan dengan metode pemisahan fase cair menggunakan polietilen glikol (PEG) sebagai pengendap. Larutan pemisah fase cair ini terdiri dari campuran 18 % PEG, 7 % serum kelinci normal (NRS) dan antibodi kedua dilarutkan dalam dapar fosfat salin 0,05 M ph 7,4 3. Pembuatan larutan standard AFB 1 Tabel 1. Pembuatan larutan standar Aflatoksin B 1 Kons. Volume Volume Volume No Standar larutan dapar fosfat Total (ng/ml) stok B (ul) salin (µl) (µl) , , ,5 31, , , , Sebanyak 0,15 mg AfB 1 dilarutkan dalam 1,5 ml metanol sehingga didapatkan larutan AfB 1 dengan konsentrasi 0,1 mg/ml (disebut sebagai larutan stok A). Dari larutan stok A diambil 50 ul dan diencerkan dengan 2450 ul dapar fosfat salin 0,05 M ph 7,5 sehingga diperoleh larutan standar AfB 1 konsentrasi 2000 ng/ml (larutan stok B). Sebanyak 2000 ng/ml larutan stok standar AFB 1 (stok B) diencerkan menjadi beberapa konsentrasi berikut : 1 ng/ml, 2,5 ng/ml, 5 ng/ml, 10 ng/ml,20 ng/ml, 40 ng/ml dan 80 ng/ml menggunakan larutan dapar fosfat 0,05 M ph 7,4 sebagai matrik atau pelarutnya. 4. Optimasi Assay Prosedur baku assay kit RIA Aflatoksin [9] Tabung diberi nomor kemudian sebanyak 100 L larutan standar (kons. 1 ng/ml, 2,5 ng/ml, 5 ng/ml, 10 ng/ml,20 ng/ml, 40 ng/ml dan 80 ng/ml) ditambahkan ke dalam tabung dan ditambahkan 100 l larutan perunut dengan aktivitas cpm, tabung dikocok dengan vorteks hingga homogen. Selanjutnya semua tabung di inkubasikan selama 3 jam pada suhu ruangan. Sebanyak 1000 ml pelarut pemisah ditambahkan ke dalam tabung dan inkubasikan selama 15 menit lalu disentrifuge pada 2000 rpm selama 10 menit. Cairan didekantasi lalu diicacah dengan alat pencacah gamma selama 1 menit Kemudian prosedur assay tersebut dilakukan beberapa variasi untuk mendapatkan kondisi assay yang optimal: a. Variasi jumlah cacahan perunut yaitu: cpm, cpm, cpm dan cpm. b. Variasi volume larutan perunut yaitu: 50 l, 100 l, 150 l dan 200 l c. Variasi volume larutan standar CA 125: 50 l, 100 l, 150 l dan 200 L d. Variasi waktu inkubasi yaitu: 30 menit, 60 menit, 120 menit, 180 menit dan 240 menit e. Variasi suhu inkubasi yaitu: 4 C, 25 C dan 37 C Optimasi assay kit RIA Aflatoksin meliputi: penetapan jumlah cacahan radioaktivitas perunut, volume perunut, volume standar, waktu inkubasi dan suhu inkubasi yang terbaik sehingga diperoleh nilai ikatan maksimum yang disebut % Bound/Total (%B/T) dan nilai ikatan tidak spesifik yang disebut % Non Specific Bounding (%NSB) yang optimum dan dapat digunakan sebagai acuan setiap kali assay HASIL DAN PEMBAHASAN Dari penandaan AfB 1 CMO dengan 125 I menggunakan metode penandaan tidak langsung (melalui histamin) diperoleh rata-rata rendemen hasil penandaan 53,3 % dan ikatan imunologi (%B/T) 30,6 % dengan ikatan tak spesifik (NSB) 2,97 %. Perunut AfB1 bertanda 125 I ini memenuhi syarat untuk digunakan karena nilai ikatan tak spesifiknya masih dibawah 5 %, sehingga dapat digunakan untuk pengujian optimasi pereaksi-pereaksi lainnya. Perunut AfB1 bertanda 125 I ini juga relatif stabil sampai 3 minggu bila disimpan di refrigerator dengan ikatan imunologinya masih diatas 20 %. Dari pembuatan larutan standar, didapatkan kurva standar aflatoksin B 1 yang relatif cukup tajam seperti pada Gambar 1.

4 , dkk. ISSN pada volume 50 ul, hal ini disebabkan terjadinya kejenuhan antibodi aflatoksin yang berikatan sehingga ikatan imunologinya menurun. Gambar 1. Kurva standar kit RIA AfB 1 Gambar 3. Kurva optimasi jumlah cacahan perunut Gambar 2. Kurva optimasi volume perunut AfB 1 Dari optimasi yang dilakukan terhadap volume perunut aflatoksin (Gambar 2) terlihat bahwa volume perunut 100 ul memberikan persen ikatan imunologi yang tertinggi yaitu 29,8 % dan terus menurun sampai kepada volume 1000 ul. Hal ini menunjukkan bahwa dengan bertambahnya volume perunut, keradioaktifan perunut juga meningkat sehingga menimbulkan reaksi radiolisis yang mengakibatkan daya ikatan antara antibodi aflatoksin B 1 dengan perunut Aflatoksin semakin berkurang atau turun. Gambar 3 menunjukkan sejauh mana pengaruh jumlah cacahan perunut terhadap besarnya % ikatan imunulogi (%B/T). Cacahan ± cpm memberikan ikatan imunologi paling tinggi (46,33 %) dan terendah pada cacahan ± cpm, hal ini disebabkan karena cacahan perunut yang ditambahkan cukup tinggi sehingga mengakibatkan terjadinya radiolisis. Dari optimasi volume larutan standar seperti pada Gambar 4, terlihat bahwa volume larutan standar yang optimal adalah 25 ul dengan % ikatan imunologinya 29,7 % dan mulai menurun Gambar 4. Kurva opimasi volume larutan standar Gambar 5 terlihat bahwa ikatan imunologi tertinggi dicapai pada waktu inkubasi 30 menit (% B/T 41,32) dan turun cukup tajam pada waktu inkubasi 60 menit. Ikatan imunologi relatif sama sampai waktu inkubasi 240 menit, hal ini disebabkan karena sudah tercapainya kesetimbangan reaksi antara antibodi aflatoksin B 1 dengan aflatoksin B 1 Untuk melihat pengaruh suhu inkubasi ketika melakukan assay kit ini maka suhu inkubasi divariasikan mulai dari 4 ºC, 25 ºC, 37 ºC dan 45 ºC. Gambar 6 terlihat bahwa dari hasil assay didapatkan rata-rata ikatan imunologinya adalah % ± 0.64 dan suhu inkubasi yang optimal didapatkan pada suhu kamar (25 o C) dengan ikatan imunologi tertinggi 33,9 %.

5 58 ISSN , dkk. Gambar 5. Kurva optimasi penentuan waktu inkubasi 3. SULADRA, M Detoksifikasi aflatoksin B1 oleh komponen ekstraseluler Aspergillus oryzae. Tesis. Yogyakarta. UGM. 4. MAKFOELD, D Mikotoksin Pangan. Pusat antar Universitas Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada. Kanisius. Yogyakarta 5. KOTARI K., PILLAI M.R.A.; Preparation and Characterization of 125 I Labeled Progesterone derivates for The development of A Radioimmunoassay for Progesterone, Journal of radioanalytical and nuclear Chemistry Articles, 177,(1994) W.M. HUNTER, 1982, Assay Design and the Influence of Radioligand Quality, RIA Design, pp KANKAANPAA, P., E. TUOMOLA, H. EL- NEZAMI, J. AHOKAS, S.J. SALMINEN Binding of Aflatoxin B 1 Alters the Adhesion Properties of Lactobacillus rhamnosus Strain GG in a Caco-2 Model. Journal of Food Protection, Vol. 63, No Pages DAVIS, N.D., U.L. DIENER, Food and Bevarage Mycology. Second Edition. 9. EATON, D.L DAN GROOPMAN, J.D. The toxicology of aflatoxin. Academic Press. 10. Anonymous Development of Radioimmunometric Assay and Kits for non Clinical Applications. IAEA-TECDOC-1498 TANYA JAWAB Gambar 6. Kurva optimasi suhu inkubasi KESIMPULAN Dari optimasi yang dilakukan terhadap parameter assay yang meliputi jumlah volume, cacahan perunut, volume larutan standar, waktu serta suhu inkubasi dari kit RIA aflatoksinn B1 ini, adalah sebagai berikut: volume perunut: 100 ul, cacahan perunut : ± cpm, volume larutan standar: 25 ul, waktu inkubasi : 30 menit sedangkan inkubasi dapat dilakukan pada suhu kamar (25 o C). DAFTAR PUSTAKA 1. MUHILAL, D. KARYADI, D.D. PRAWIRANEGARA Kadar aflatoksin dalam kacang tanah dan hasil olahannya. Gizi Indonesia 2 : Cornell Toxic Agent Home Page. Gede Sutresna W Apa tujuan perlunya melakukan / menentukan optimasi volume larutan standar dalam penelitian ini? Dalam kit RIA ada tiga komponen utama yang sangat menentukan kinerja dari kit tersebut, komponen tersebut adalah: larutan perunut, larutan standar dan pereaksi pemisah. Untuk mendaratkan kinerja yang baik dari kit RIA penggunaan tiga komponen tersebut perlu dilakukan optimasi. Cahya Nova Apakah kandungan maksimum aflatoksin yang masih diijinkan oleh US FDA dalam makanan, sama dengan kandungan maksimum aflatoksin yang ditetapkan oleh BPOM? BPOM republik Indonesia dalam menetapkan kandungan aflatoksin B dalam

6 , dkk. ISSN bahan dan produk makanan menggunakan batasan yang sama dengan FDA yaitu maksimum 80 ppb Supriyanto Apakah dilakukan optimasi waktu dan lain-lain sebelum waktu optimum yang ditentukan? Untuk optimasi waktu inkubasi dilakukan dari 30 menit, 60 menit, 120 menit, 180 menit dan 240 menit dan didapatkan waktu inkubasi yang memberikan batas imunologi (% B/T) yang paling fungsi yaitu 41.4% sehingga di waktu inkubasi 30 menit ini dianggap sebagai waktu inkubasi yang optimum. Untuk waktu dibawah 30 menit sudah dilakukan yaitu waktu inkubasi 10 menit dan 20 menit tetapi % B/T rendah rata-rata 25.9% Gunandjar Dengan optimasi assay yang diperoleh, apakah sudah dicoba untuk deteksi aflatoksin B dalam sampel standar produk pangan, dan berapa ketelitian dan ketepatan deteksinya? Setelah dilakukan optimasi assay memang ada tahap validasi terhadap prosedur assay yang sudah kita dapatkan yang meliputi ketelitian, ketepatan dan linearitas kit Radio Imunoassay dan ini sudah dilakukan dengan menggunakan sampel yang sudah ditentukan dengan kit komersial yang sudah ada di pasaran sebagai gold standart dan material reference standart yang didapatkan dari garuda food.

PENGARUH WAKTU DAN SUHU INKUBASI PADA OPTIMASI ASSAY KIT RIA MIKROALBUMINURIA

PENGARUH WAKTU DAN SUHU INKUBASI PADA OPTIMASI ASSAY KIT RIA MIKROALBUMINURIA PENGARUH WAKTU DAN SUHU INKUBASI PADA OPTIMASI ASSAY KIT RIA MIKROALBUMINURIA V. Yulianti Susilo, G. Mondrida, S. Setiyowati, Sutari dan W. Lestari Pusat Pengembangan Radioisotop dan Radiofarmaka (P2RR),

Lebih terperinci

OPTIMASI RANCANGAN ASSAY KIT IRMA CA-125

OPTIMASI RANCANGAN ASSAY KIT IRMA CA-125 OPTIMASI RANCANGAN ASSAY KIT IRMA CA-125 P. Widayati *, A. Ariyanto *, Z. Abidin **, F. Yunita *, Sutari * * PRR-BATAN, Kawasan PUSPIPTEK Serpong ** Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir (STTN) ABSTRAK OPTIMASI

Lebih terperinci

PEMBUATAN KIT RIA AFLATOKSIN B1 : PEMBUATAN ANTIBODI AFLATOKSIN B1 DI PUSAT RADIOISOTOP DAN RADIOFARMAKA TAHUN 2010

PEMBUATAN KIT RIA AFLATOKSIN B1 : PEMBUATAN ANTIBODI AFLATOKSIN B1 DI PUSAT RADIOISOTOP DAN RADIOFARMAKA TAHUN 2010 PEMBUATAN KIT RIA AFLATOKSIN B1 : PEMBUATAN ANTIBODI AFLATOKSIN B1 DI PUSAT RADIOISOTOP DAN RADIOFARMAKA TAHUN 2010, Wening Lestari, Sutari, dan Triningsih Pusat Radioisotop dan Radiofarmaka-BATAN, Kawasan

Lebih terperinci

OPTIMASI RANCANGAN ASSAY KIT TRIIODOTYRONINE (T 3 ) METODE COATED TUBE

OPTIMASI RANCANGAN ASSAY KIT TRIIODOTYRONINE (T 3 ) METODE COATED TUBE OPTIMASI RANCANGAN ASSAY KIT TRIIODOTYRONINE (T 3 ) METODE COATED TUBE Sutari, Veronika Yulianti S, Gina Mondrida,Triningsih, Agus Arianto, Puji Widayati Pusat Radioisotop dan Radiofarmaka BATAN,PUSPIPTEK

Lebih terperinci

OPTIMASI PENANDAAN CA 15.3 DENGAN NA 125 I PRODUKSI PRR SEBAGAI PERUNUT KIT IRMA CA 15.3 ABSTRAK ABSTRACT PENDAHULUAN

OPTIMASI PENANDAAN CA 15.3 DENGAN NA 125 I PRODUKSI PRR SEBAGAI PERUNUT KIT IRMA CA 15.3 ABSTRAK ABSTRACT PENDAHULUAN 94 ISSN 026-328 Gina Mondrida, dkk. OPTIMASI PENANDAAN CA 5.3 DENGAN NA I PRODUKSI PRR SEBAGAI PERUNUT KIT IRMA CA 5.3 Gina Mondrida, Puji Widayati, Siti Darwati, Sutari, Agus Ariyanto, V. Yulianti, W.

Lebih terperinci

UJI BANDING KIT IMMUNORADIOMETRICASSAY

UJI BANDING KIT IMMUNORADIOMETRICASSAY UJI BANDING KIT IMMUNORADIOMETRICASSAY (IRMA) CARBOHYDRATE ANTIGEN 125 (CA-125) LOKAL (PUSAT RADIOISOTOP DAN RADIOFARMAKA) DENGAN KIT IRMA CA-125 IMPOR (IMMUNOTECH) Puji Widayati 1, Sri Hartini 2, Agus

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN 1. Standar DHA murni (Sigma-Aldrich) 2. Standar DHA oil (Tama Biochemical Co., Ltd.) 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, metanol,

Lebih terperinci

Puji Widayati1, Agus Ariyanto\ Triningsih\ Veronika Yulianti Susilo\ Wening Lestari1. IPusat Teknologi Radioisotop dan Radiofarmaka - BATANSerpong

Puji Widayati1, Agus Ariyanto\ Triningsih\ Veronika Yulianti Susilo\ Wening Lestari1. IPusat Teknologi Radioisotop dan Radiofarmaka - BATANSerpong VALIDASI KIT RADIOIMMUNOASSAY AFLATOKSIN 81 Puji Widayati1, Agus Ariyanto\ Triningsih\ Veronika Yulianti Susilo\ Wening Lestari1 IPusat Teknologi Radioisotop dan Radiofarmaka - BATANSerpong IAbstrak VALIDASI

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, Depok, pada

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU DAN WAKTU INKUBASI PADA UJI STANDARISASI HORMON PROGESTERON

PENGARUH SUHU DAN WAKTU INKUBASI PADA UJI STANDARISASI HORMON PROGESTERON PENGARUH SUHU DAN WAKTU INKUBASI PADA UJI STANDARISASI HORMON PROGESTERON Anne Sukmara Balai Penelitian Ternak Ciawi, P.O. Box 221, Bogor 16002 RINGKASAN Hormon merupakan substansi penting dalam pengaturan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Instrumentasi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Instrumentasi III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Instrumentasi Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian konversi lignoselulosa jerami jagung (corn stover) menjadi 5- hidroksimetil-2-furfural (HMF) dalam media ZnCl 2 dengan co-catalyst zeolit,

Lebih terperinci

UJI BANDING KIT RIA T3 PRODUK PRR-BATAN SISTEM COATED TUBE DENGAN PRODUK IZOTOP- HUNGARIA. Triningsih, Puji Widayati, Sutari dan Sri Setiyowati

UJI BANDING KIT RIA T3 PRODUK PRR-BATAN SISTEM COATED TUBE DENGAN PRODUK IZOTOP- HUNGARIA. Triningsih, Puji Widayati, Sutari dan Sri Setiyowati SEMINAR NASIONAL VIII UJI BANDING KIT RIA T3 PRODUK PRRBATAN SISTEM COATED TUBE DENGAN PRODUK IZOTOP HUNGARIA Triningsih, Puji Widayati, Sutari dan Sri Setiyowati Pusat Radioisotop dan Radiofarmaka Kawasan

Lebih terperinci

KAJIAN TEKNOEKONOMI PERANGKAT PENCACAH RADIOIMMUNOASSAY (RIA) IP.8

KAJIAN TEKNOEKONOMI PERANGKAT PENCACAH RADIOIMMUNOASSAY (RIA) IP.8 KAJIAN TEKNOEKONOMI PERANGKAT PENCACAH RADIOIMMUNOASSAY (RIA) IP.8 Joko Waluyo *), Hari Nurcahyadi **), Agus Ariyanto ***) Pusat Kemitraan Teknologi Nuklir BATAN *) Pusat Rekayasa Perangkat Nuklir BATAN

Lebih terperinci

Produksi Kit Immunoradiometricassay (IRMA) CA-125 untuk Deteksi Dini Kanker Ovarium

Produksi Kit Immunoradiometricassay (IRMA) CA-125 untuk Deteksi Dini Kanker Ovarium JURNAL ILMU KEFARMASIAN INDONESIA, September 29, hal. 91-97 ISSN 1693-1831 Vol. 7, No. 2 Produksi Kit Immunoradiometricassay (IRMA) CA-12 untuk Deteksi Dini Kanker Ovarium PUJI WIDAYATI*, AGUS ARIYANTO,

Lebih terperinci

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. 1 I. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium Biokimia, Laboratorium Instrumentasi Jurusan Kimia Fakultas Matematika

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Prosedur Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember 2010 sampai dengan Mei 2011 di Laboratorium Kimia Organik, Departemen Kimia Institut Pertanian Bogor (IPB),

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Analitik

BAB III METODE PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Analitik 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan November 2011 sampai Mei 2012 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Analitik Instrumen

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan preparasi sampel, bahan, alat dan prosedur kerja yang dilakukan, yaitu : A. Sampel Uji Penelitian Tanaman Ara

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung.

III. METODE PENELITIAN di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung. 16 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2012 sampai dengan bulan Maret 2013 di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung. 3.2 Alat

Lebih terperinci

OPTIMASI PEMBUATAN COATED TUBE HUMAN SERUM ALBUMIN (HSA) UNTUK KIT RADIOIMMUNOASSAY (RIA) MIKROALBUMINURIA

OPTIMASI PEMBUATAN COATED TUBE HUMAN SERUM ALBUMIN (HSA) UNTUK KIT RADIOIMMUNOASSAY (RIA) MIKROALBUMINURIA OPTIMASI PEMBUATAN COATED TUBE HUMAN SERUM ALBUMIN (HSA) UNTUK KIT RADIOIMMUNOASSAY (RIA) MIKROALBUMINURIA Sutari, V.Yulianti S, Triningsih, Gina Mondrida, Agus Ariyanto, Sri Setiyowati, Puji Widayati

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pusat Teknologi Farmasi dan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pusat Teknologi Farmasi dan BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pusat Teknologi Farmasi dan Medika Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi di kawasan Puspitek Serpong, Tangerang. Waktu pelaksanaannya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di Laboratorium Kimia Organik, Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian 9 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan mulai bulan November 2010 sampai dengan bulan Juni 2011 di Laboratorium Kimia Analitik Departemen Kimia FMIPA dan Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCBAAN DAN PEMBAHASAN Penandaan falerin dengan 131 I adalah jenis penandaan tak seisotop. Falerin ditandai dengan menggunakan 131 I yang tidak terdapat dalam struktur falerin. Proses yang

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Isolat Aspergillus flavus NTGA7A4UVE10 hasil penelitian terdahulu

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Isolat Aspergillus flavus NTGA7A4UVE10 hasil penelitian terdahulu BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. BAHAN 1. Mikroorganisme Isolat Aspergillus flavus NTGA7A4UVE10 hasil penelitian terdahulu berasal dari Laboratorium Mikrobiologi Departemen Farmasi FMIPA UI. 2. Medium dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode dan Jenis Penelitian 1. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian eksperimen (experiment research) (Notoatmodjo, 2002).

Lebih terperinci

UJI KLINIS KIT RIA MIKROALBUMINURIA

UJI KLINIS KIT RIA MIKROALBUMINURIA Gina Mondrida, dkk. ISSN 0216-3128 77 UJI KLINIS KIT RIA MIKROALBUMINURIA Gina Mondrida, Siti Darwati, Agus Ariyanto, Sri Setiyowati, Puji Widayati, Wening Lestari, Veronica Yulianti Pusat Radioisotop

Lebih terperinci

Lampiran 1 Metode pengujian aktivitas protease (Walter 1984)

Lampiran 1 Metode pengujian aktivitas protease (Walter 1984) LAMPIRAN Lampiran 1 Metode pengujian aktivitas protease (Walter 1984) Pereaksi Blanko (µl) Standar (µl) Sampel (µl) Penyangga Tris HCl (0.2 M) ph 7.5 Substrat kasein for biochemistry (1 %) Ekstrak kasar

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material serta di Laboratorium

Lebih terperinci

METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei-November 2013 di Laboraturium

METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei-November 2013 di Laboraturium 28 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei-November 2013 di Laboraturium Biokimia Jurusan Kimia, Laboraturium Instrumentasi Jurusan Kimia

Lebih terperinci

PREPARASI SAMPEL UNTUK PENGUKURAN HORMON PROGESTERON SAPI PADA APLIKASI TEKNIK RADIOIMMUNOASSAY

PREPARASI SAMPEL UNTUK PENGUKURAN HORMON PROGESTERON SAPI PADA APLIKASI TEKNIK RADIOIMMUNOASSAY PREPARASI SAMPEL UNTUK PENGUKURAN HORMON PROGESTERON SAPI PADA APLIKASI TEKNIK RADIOIMMUNOASSAY Nuning Duria 1, Budi Santoso 1, Nuniek Lelananingtiyas 2, Wiranto Budi Santoso 1 1 PRPN-BATAN, Kawasan Puspiptek,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Analisis Universitas Muhammadiyah Purwokerto selama 4 bulan. Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret

Lebih terperinci

PEMBUATAN KIT RIA 125 I-PROGESTERON UNTUK PENENTUAN PROGESTERON DALAM SUSU SAPI

PEMBUATAN KIT RIA 125 I-PROGESTERON UNTUK PENENTUAN PROGESTERON DALAM SUSU SAPI Siti Darwati, dkk. ISSN 216 3128 19 PEMBUATAN KIT RIA 1 I-PROGESTERON UNTUK PENENTUAN PROGESTERON DALAM SUSU SAPI Siti Darwati, Agus Ariyanto, Fitri Yunita, Gina Mondrida, Triningsih, Sutari dan Sri Setyowati

Lebih terperinci

Analisa Protein. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc.

Analisa Protein. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc. Analisa Protein Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc. Tujuan Pembelajaran Mahasiswa mampu memahami prinsip dasar berbagai metode analisa protein Mahasiswa mampu memilih metode yang tepat untuk mengukur

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penyiapan Sampel Sampel daging buah sirsak (Anonna Muricata Linn) yang diambil didesa Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, terlebih

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dimulai dari bulan April 2010 sampai dengan bulan Januari

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dimulai dari bulan April 2010 sampai dengan bulan Januari BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dimulai dari bulan April 2010 sampai dengan bulan Januari 2011. Penelitian ini sebagian besar dilakukan di Laboratorium Riset Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di 30 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 - Januari 2013, bertempat di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2013 dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2013 dan BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2013 dan dilaksanakan di Laboratorium Patologi, Entomologi dan Mikrobiologi (PEM) Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. adalah Bacillus subtilis dan Bacillus cereus yang diperoleh di Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. adalah Bacillus subtilis dan Bacillus cereus yang diperoleh di Laboratorium 23 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Bacillus subtilis dan Bacillus cereus yang diperoleh di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Maret sampai Juni 2012 di Laboratorium Riset Kimia dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012. 26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Metodologi Penelitian. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi

BAB III METODE PENELITIAN. A. Metodologi Penelitian. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi BAB III METODE PENELITIAN A. Metodologi Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi penelitianeksperimental. Dalam hal ini 3 sampel kecap akan diuji kualitatif untuk mengetahui kandungan

Lebih terperinci

Gambar 6. Kerangka penelitian

Gambar 6. Kerangka penelitian III. BAHAN DAN METODOLOGI A. Bahan dan Alat Bahan baku yang digunakan adalah kayu secang (Caesalpinia sappan L) yang dibeli dari toko obat tradisional pasar Bogor sebagai sumber pigmen brazilein dan sinapic

Lebih terperinci

PENGAPLIKASIAN KIT RIA BATAN UNTUK PENGUKURAN PROGESTERON SUSU SAPI

PENGAPLIKASIAN KIT RIA BATAN UNTUK PENGUKURAN PROGESTERON SUSU SAPI PENGAPLIKASIAN KIT RIA BATAN UNTUK PENGUKURAN PROGESTERON SUSU SAPI (Application of Batan RIA KIT to Detect Progesterone in Cow Milk) T. TJIPTOSUMIRAT, I. SUGORO dan B.J. TUASIKAL Pusat Aplikasi Teknologi

Lebih terperinci

A. Ekstraksi Minyak Buah Makasar (Brucea javanica (L.) Merr.) setiap hari selama 10 menit dilakukan pengadukan. Campuran divorteks

A. Ekstraksi Minyak Buah Makasar (Brucea javanica (L.) Merr.) setiap hari selama 10 menit dilakukan pengadukan. Campuran divorteks LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Kerja Ekstraksi Minyak Buah Makasar (Brucea javanica (L.) Merr.), Pengambilan Sampel Darah, Penetapan Profil Urea Darah (DAM) dan Penentuan Profil Asam Urat Darah (Follin-Wu)

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 sampai dengan bulan Juni 2012 di

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 sampai dengan bulan Juni 2012 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 sampai dengan bulan Juni 2012 di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Optimasi esterifikasi DHA Dilakukan dua metode esterifikasi DHA yakni prosedur Lepage dan Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir DHA

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di 23 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah daun salam, daun jati belanda, daun jambu biji yang diperoleh dari Pusat Studi Biofarmaka (PSB) LPPM-IPB Bogor. Bahan yang digunakan untuk uji

Lebih terperinci

KARAKTERISASI LIMBAH RADIOAKTIF CAIR UMPAN PROSES EVAPORASI

KARAKTERISASI LIMBAH RADIOAKTIF CAIR UMPAN PROSES EVAPORASI KARAKTERISASI LIMBAH RADIOAKTIF CAIR UMPAN PROSES EVAPORASI Endro Kismolo, Nurimaniwathy, Tri Suyatno BATAN, Babarsari Yogyakarta 55281 E-mail :ptapb@batan.go.id ABSTRAK KARAKTERISASI LIMBAH RADIOAKTIF

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2014,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2014, III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2014, bertempat di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Laboratorium Nutrisi dan Pakan Ternak Fakultas Peternakan dan Pertanian,

BAB III MATERI DAN METODE. Laboratorium Nutrisi dan Pakan Ternak Fakultas Peternakan dan Pertanian, 11 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan, Laboratorium Nutrisi dan Pakan Ternak Fakultas Peternakan dan Pertanian, Laboratorium Terpadu Universitas Diponegoro,

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Bioindustri, Pusat

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Bioindustri, Pusat BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Bioindustri, Pusat Teknologi Bioindustri, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (LTB- PTB-BPPT)-Serpong.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu penggunaan amonium

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu penggunaan amonium 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu penggunaan amonium sulfat dalam menghasilkan enzim bromelin dan aplikasinya sebagai koagulan pada produksi keju. 3.1

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Produksi Aflatoksin Metode Davis et al. (1966) Penelitian yang dilakukan oleh N. D. Davis, U. L. Diener, dan D. W. Eldridge di Alabama bertujuan untuk melihat bagaimana kondisi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan November 2006 sampai dengan Januari 2008. Penelitian bertempat di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi,

Lebih terperinci

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g) Lampiran 1. Metode analisis proksimat a. Analisis kadar air (SNI 01-2891-1992) Kadar air sampel tapioka dianalisis dengan menggunakan metode gravimetri. Cawan aluminium dikeringkan dengan oven pada suhu

Lebih terperinci

BAB II METODE PENELITIAN

BAB II METODE PENELITIAN BAB II METODE PENELITIAN A. Kategori Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni untuk mengetahui aktivitas penangkap radikal dari isolat fraksi etil asetat ekstrak etanol herba

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari Bulan Maret sampai Bulan Juni 2013. Pengujian aktivitas antioksidan, kadar vitamin C, dan kadar betakaroten buah pepaya

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Agustus 2013 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Agustus 2013 di 25 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Agustus 2013 di Laboratorium Instrumentasi dan Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: waterbath,

BAB III METODE PENELITIAN. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: waterbath, 31 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 3.1.1 Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: waterbath,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Alat dan Bahan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Alat dan Bahan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian diawali dengan pengambilan sampel susu pasteurisasi impor dari Australia melalui Pelabuhan Udara Soekarno-Hatta. Pengujian dilakukan di Balai Uji

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian tentang konversi biomassa kulit durian menjadi HMF dalam larutan ZnCl 2 berlangsung selama 7 bulan, Januari-Agustus 2014, yang berlokasi

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-November 2013 di Laboratorium

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-November 2013 di Laboratorium 24 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-November 2013 di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Instrumentasi Jurusan Kimia Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai dengan Juli 2010 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA

Lebih terperinci

Peningkatan Kemurnian Radiokimia Iodium-125 Produksi PRR dengan Natrium Metabisulfit dan Reduktor Jones

Peningkatan Kemurnian Radiokimia Iodium-125 Produksi PRR dengan Natrium Metabisulfit dan Reduktor Jones Valensi Vol. 3 No. 1, Mei 2013 (65-70) ISSN : 1978-8193 Peningkatan Kemurnian Radiokimia Iodium-125 Produksi PRR dengan Natrium Metabisulfit dan Reduktor Jones Maiyesni, Mujinah, Witarti, Dede K, Triani

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan, mulai bulan Maret 2011 sampai dengan Agustus 2011. Berlokasi di Laboratorium Jasa Analisis Pangan, Departemen

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 1 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental di laboratorium untuk memperoleh data.data yang dikumpulkan adalah data primer. Pengumpulan data dilakukan

Lebih terperinci

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif Departemen Farmasi FMIPA UI, dalam kurun waktu Februari 2008 hingga Mei 2008. A. ALAT 1. Kromatografi

Lebih terperinci

BAB III. eksperimental komputasi. Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan yang

BAB III. eksperimental komputasi. Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan yang BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian Dalam melakukan penelitian ini, peneliti menggunakan penelitian yang termasuk gabungan dari penelitian jenis eksperimental laboratorik dan eksperimental

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama lima bulan dari bulan Mei hingga September 2011, bertempat di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Bengkel Teknologi Peningkatan

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEMURNIAN RADIOKIMIA IODIUM -125 PRODUKSI PRR DENGAN NATRIUM METABISULFIT DAN REDUKTOR JONES

PENINGKATAN KEMURNIAN RADIOKIMIA IODIUM -125 PRODUKSI PRR DENGAN NATRIUM METABISULFIT DAN REDUKTOR JONES 12 ISSN 0216-3128, dkk. PENINGKATAN KEMURNIAN RADIOKIMIA IODIUM -125 PRODUKSI PRR DENGAN NATRIUM METABISULFIT DAN REDUKTOR JONES, Mujinah, Witarti, Dede K, Triani W., Trianto Pusat Radioisotop dan Radiofarmaka,

Lebih terperinci

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmasi Fisik, Kimia, dan Formulasi Tablet Departemen Farmasi FMIPA UI, Depok. Waktu pelaksanaannya adalah dari bulan Februari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang-

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang- 18 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang- Cihideung. Sampel yang diambil adalah CAF. Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Juni 2013.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Juni 2013. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Juni 2013. 2. Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Patologi,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga Juli 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA Universitas

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret 2011 sampai dengan bulan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret 2011 sampai dengan bulan 26 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret 2011 sampai dengan bulan November 2011 di Laboratorium Mikrobiologi Balai Riset dan Standarisasi Industri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. beras yang dikonsumsi masyarakat Indonesia. Sejumlah produk olahan pangan

I. PENDAHULUAN. beras yang dikonsumsi masyarakat Indonesia. Sejumlah produk olahan pangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung (Zea mays L) merupakan bahan pangan pokok peringkat kedua setelah beras yang dikonsumsi masyarakat Indonesia. Sejumlah produk olahan pangan memanfaatkan jagung yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan April 2013 sampai Agustus 2013 di Laboratoium Kimia Riset Makanan dan Material serta di Laboratorium Instrumen

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi. Departemen Farmasi FMIPA UI Depok selama tiga bulan dari Februari

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi. Departemen Farmasi FMIPA UI Depok selama tiga bulan dari Februari BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi Departemen Farmasi FMIPA UI Depok selama tiga bulan dari Februari sampai April 2008. B. ALAT

Lebih terperinci

UJI STABILITAS FISIK DAN KIMIA SEDIAAN SIRUP RACIKAN

UJI STABILITAS FISIK DAN KIMIA SEDIAAN SIRUP RACIKAN Prosiding SNaPP2012 : Sains, Teknologi, dan Kesehatan ISSN 2089-3582 UJI STABILITAS FISIK DAN KIMIA SEDIAAN SIRUP RACIKAN YANG MENGANDUNG ERDOSTEIN 1 Fetri Lestari, 2 Hilda Aprilia 1,2 Program Studi Farmasi,

Lebih terperinci

Farikha Maharani, Indah Riwayati Universitas Wahid Hasyim, Semarang *

Farikha Maharani, Indah Riwayati Universitas Wahid Hasyim, Semarang * ANALISA KADAR PROTEIN DAN UJI ORGANOLEPTIK SUSU KACANG TOLO (Vigna unguiculata) DAN SUSU KACANG MERAH (Phaseolus vulgaris L) YANG DI KOMBINASI DENGAN KACANG KEDELAI Farikha Maharani, Indah Riwayati Universitas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pelaksanaan Penelitian

BAHAN DAN METODE. Pelaksanaan Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Agustus 2008 sampai dengan Maret 2009. Tempat penelitian di Kebun IPB Tajur I dan analisis laboratorium dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

Uji antibakteri komponen bioaktif daun lobak (Raphanus sativus L.) terhadap Escherichia coli dan profil kandungan kimianya

Uji antibakteri komponen bioaktif daun lobak (Raphanus sativus L.) terhadap Escherichia coli dan profil kandungan kimianya Uji antibakteri komponen bioaktif daun lobak (Raphanus sativus L.) terhadap Escherichia coli dan profil kandungan kimianya UNIVERSITAS SEBELAS MARET Oleh: Jenny Virganita NIM. M 0405033 BAB III METODE

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi Departemen Farmasi FMIPA UI Depok selama lebih kurang 6 (enam) bulan yaitu dari bulan Januari sampai

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April - September 2015. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus hingga bulan Desember 2013 di Laboratorium Bioteknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

Analisis kadar protein

Analisis kadar protein LAMPIRAN Lampiran 1 Bagan alir penelitian Biawak air bagian duodenum, jejenum, ileum, kolon Cuci dengan akuades dan kerok lapisan atasnya (mukosa Ekstraksi enzim protease Analisis kadar protein Pencirian

Lebih terperinci

III. METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari - April 2015 di Laboratorium

III. METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari - April 2015 di Laboratorium 28 III. METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari - April 2015 di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

BAB III BAHAN, ALAT DAN METODA

BAB III BAHAN, ALAT DAN METODA 15 BAB III BAHAN, ALAT DAN METODA 3.1 BAHAN Lactobacillus acidophilus FNCC116 (kultur koleksi BPPT yang didapatkan dari Universitas Gajah Mada), Bacillus licheniformis F11.4 (kultur koleksi BPPT yang didapatkan

Lebih terperinci

AFLATOKSIN dan BAHAN PENGAWET

AFLATOKSIN dan BAHAN PENGAWET AFLATOKSIN dan BAHAN PENGAWET AFLATOKSIN Senyawa metabolik sekunder yang bersifat toksik dan karsinogenik Dihasilkan: Aspergilus flavus & Aspergilus parasiticus Keduanya tumbuh pada biji-bijian, kacang-kacangan,

Lebih terperinci

ANALISIS PROTEIN. Free Powerpoint Templates. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih Page 1

ANALISIS PROTEIN. Free Powerpoint Templates. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih Page 1 ANALISIS PROTEIN Page 1 PENDAHULUAN Merupakan polimer yang tersusun atas asam amino Ikatan antar asam amino adalah ikatan peptida Protein tersusun atas atom C, H, O, N, dan pada protein tertentu mengandung

Lebih terperinci

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN BAB IV PROSEDUR PENELITIAN 4.1. Pengumpulan Bahan Tumbuhan yang digunakan sebagai bahan penelitian ini adalah daun steril Stenochlaena palustris. Bahan penelitian dalam bentuk simplisia, diperoleh dari

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air Pemilihan Eluen Terbaik Pelat Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang digunakan adalah pelat aluminium jenis silika gel G 60 F 4. Ekstrak pekat ditotolkan pada pelat KLT. Setelah kering, langsung dielusi dalam

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah teh hitam yang diperoleh dari PT Perkebunan Nusantara VIII Gunung Mas Bogor grade BP1 (Broken Pekoe 1).

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia dan Laboratorium Kimia Instrumen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia dan Laboratorium Kimia Instrumen 19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2012 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Penentuan kadar air berguna untuk mengidentifikasi kandungan air pada sampel sebagai persen bahan keringnya. Selain itu penentuan kadar air berfungsi untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Termasuk

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Termasuk BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Termasuk penelitian eksperimen karena dalam penelitian ini terdapat kontrol sebagai acuan antara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel Zat warna sebagai bahan tambahan dalam kosmetika dekoratif berada dalam jumlah yang tidak terlalu besar. Paye dkk (2006) menyebutkan,

Lebih terperinci