PENGARUH SUHU DAN WAKTU INKUBASI PADA UJI STANDARISASI HORMON PROGESTERON

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH SUHU DAN WAKTU INKUBASI PADA UJI STANDARISASI HORMON PROGESTERON"

Transkripsi

1 PENGARUH SUHU DAN WAKTU INKUBASI PADA UJI STANDARISASI HORMON PROGESTERON Anne Sukmara Balai Penelitian Ternak Ciawi, P.O. Box 221, Bogor RINGKASAN Hormon merupakan substansi penting dalam pengaturan fungsi fisiologis tubuh, karenanya sering kali diperlukan data mengenai kadar hormon di dalam cairan tubuh (termasuk darah) pada penelitian yang berkaitan dengan fisiologi produksi dan reproduksi. Salah satu hormon yang berperan dalam kelangsungan fisiologi reproduksi adalah progesteron. Metode analisis yang sering digunakan untuk penentuan kadar progesteron adalah den gan teknik Radioimmunoassay (RIA), dimana dalam hal ini digunakan isotop H- Progesteron sebagai perunut. Salah satu bahan lain yang diperlukan adalah antiserum spesifik, yang secara komersial tersedia di pasaran. Akan tetapi, antiserum serupa juga dapat dibuat, seperti yang dilakukan di Balai Penelitian Ternak (AS-BPT 331). Dalam kaitannya dengan penggunaan antiserum tersebut dalam analisis progesteron, serangkaian percobaan telah dilakukan untuk menguji pengaruh berbagai waktu dan suhu inkubasi dalam preparasi bahan untuk analisis secara RIA. Kombinasi waktu dan suhu yang digunakan untuk inkubasi adalah selama 2 dan 16 jam pada 4 dan 28 C, dengan serangkaian konsentrasi standar progesteron sebanyak 0 ; 0,25 ; 0,5 ; 1 ; 2 ; 4 ; 8 dan 16 ng/ml. Hasil percobaan menunjukkan adanya inkonsistensi penurunan % daya ikat antiserum - antigen pada perlakuan dengan masa inkubasi 2 jam pada suhu 28 C, yang berbanding terbalik dengan peningkatan kadar progesteron standar. Sedangkan untuk % standar relatif, nilainya menurun secara konsisten untuk setiap kombinasi perlakuan waktu dan suhu inkubasi, berbanding terbalik dengan peningkatan kadar progesteron standar, dengan pola kurva berbentuk linier hingga sigmoid. Dari data yang diperoleh, kombinasi suhu dan waktu inkubasi terbaik adalah pada suhu 4 C selama 16 jam. Pada pengujian kadar progesteron dalam plasma sapi, hasil terbaik juga dicapai pada perlakuan masa inkubasi 16 jam dengan suhu 4 C maupun 28 C, dengan nilai pengembalian (recovery) kadar progesteron sebesar 80%. Kata kunci : Inkubasi, progesteron, radioimmunoassay PENDAHULUAN Hormon adalah suatu substansi kimia yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin yang berfungsi mengatur dan mengkatalisa proses metabolisme di dalam organ atau jaringan sasaran (Shahib, 1984). Struktur kimia hormon 165

2 dapat berupa protein, polipeptida, asam amino (amina), atau steroida. Struktur kimia ini penting untuk identifikasi dan aktivitas biologisnya. Hormon progesteron merupakan hormon steroid, salah satu hormon reproduksi wanita/betina yang disintesa di dalam korpus luteum, plasenta, dan korteks adrenal. Aktivitas fisiologis hormon ini muncul setelah ovulasi, yaitu untuk mempersiapkan uterus pada saat menerima embrio, merangsang perkembangan kelenjar susu, dan bersama-sama hormon folikel berperan dalam siklus haid. Hormon merupakan suatu substansi yang kadar/ konsentrasinya sangat kecil di dalam serum atau plasma. Oleh karenanya, diperlukan cara khusus untuk mendeteksinya, dan cara yang umum dilakukan adalah dengan menggunakan teknik Radioimmunoassay (RIA). Teknik ini mempunyai tingkat efisiensi tinggi, karena dapat mengukur suatu substansi yang konsentrasinya sangat rendah, dalam satuan mikrogram, nanogram, bahkan hingga pikogram. Radioimmunoassay adalah suatu teknik pengukuran kadar hormon dengan cara menghitung jumlah hormon yang berikatan dengan radioaktif penanda. Reaksi ini tergantung pada reaksi kompetisi antara Antigen Progesteron di dalam contoh (Ag) dan penanda/perunut 3 H-Progesteron (Ag) untuk berikatan pada Antibodi (Ab) spesifik progesteron (Horrock, 1974). Reaksi antara Ag dan Ag terhadap antibodi berlangsung selama inkubasi, di mana suhunya hares stabil agar proses reaksi berjalan dengan baik. Suhu dan waktu inkubasi ini berpengaruh terhadap perolehan hasil analisis. Faktor suhu dan masa inkubasi merupakan faktor yang saling berkaitan, keduanya mempengaruhi daya gabung dan kepekaan reaksi. Oleh karenanya, dalam metode penggunaan RIA, selalu dilakukan pengukuran kadar hormon pada standar untuk melihat hasil pengikatan yang tinggi, dengan menentukan suhu dan waktu inkubasi optimum. Makalah ini mengulas penentuan waktu dan suhu inkubasi optimum untuk pengukuran kadar hormon progesteron. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Untuk standar progesteron, perlu dipersiapkan serangkaian larutan dengan berbagai konsentrasi progesteron dari 0 hingga 16 ng/ml (0 ; 0,25 ; 0,5 ; 1 ; 2 ; 4 ;8 dan 16 ng/ml). Untuk keperluan pengujian pengaruh suhu dan waktu inkubasi dalam ketepatan pengukuran kadarnya, diperlukan pula bahan contoh plasma sapi berupa Plasma-1 dan Plasma-2, yang sebelumnya telah diketahui kadar progesteronnya (masing-masing 0,5 dan 2,0 ng/ml). Untuk keperluan kalibrasi larutan standar tersebut di atas, dibuat juga larutan pengikat plasma non-spesifik (Plasma Non Specific Binding/PNSB) dan larutan pengikat penyangga non-spesifik (Buffer Non Specific Binding/BNSB) berupa larutan fosfat ph 7,4. Untuk mengikat antigen, digunakan antiserum tertentu (AS-BPT 331). Sedangkan untuk penanda/perunut seberapa banyak progesteron yang 1 66

3 Lokakarya Fungsionai Non Peneliti 1997 terikat oleh antiserum, disiapkan isotop 3 H-Progesteron (aktivitas Ci/mmol). Selain itu, dibuat larutan karbon aktif dekstran, yang diperlukan untuk pemisahan antigen yang terikat dan yang tidak terikat. Larutan sintilasi (scintillation) diperlukan untuk menghitung jumlah 3 H-Progesteron yang terikat. Pembacaan jumlah 3H-Progesteron dilakukan dengan menggunakan Spektrometer Sintilasi Karbon Cair model Packard Metode Analisis Masing-masing larutan standar, plasma, PNSB dan BNSB dipipet sebanyak 100.td, dengan dua ulangan. Ke dalam larutan tersebut kemudian ditambahkan 100 µl Antiserum, kecuali pada PNSB dan BNSB ditambahkan larutan dapar 100µd, kemudian dikocok. Selanjutnya ditambahkan juga perunut radioaktif 3H-Progesteron dan dikocok kembali. Inkubasi dilakukan sesuai dengan beberapa perlakuan suhu dan waktu, yaitu pada suhu ruang (28 C) selama 2 jam ; 28 C selama semalam (16 jam) ; pada 4 C selama 2 jam ; dan 4 C selama 16 jam. Setelah diinkubasi, ditambahkan 1 ml larutan karbon aktif dekstran, lalu dikocok. Setelah itu, disentrifus selama 15 menit pada suhu 4 C dengan kecepata 2400 rpm. Kemudian supernatan dituang ke dalam botol pencacah dan ditambahkan 10 ml larutan sintilasi. Botol ditutup dan dikocok kembali, selanjutnya ditempatkan pada Spektrometer Sintilasi Karbon Cair untuk pembacaan jumlah 3H-Progesteron. Dari jumlah 3 H-Progesteron yang terhitung, kadar Progesteron dalam plasma dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut B standar/contoh Aktivitas Daya Ikat (%) = x 100 Total Count Standar Relatif (%) B standar/contoh Bo (0 Standar) x100% Keterangan B Standar Bo (0 Standar) Total Count = Rata-rata jumlah 3H-Progesteron (cpm) dalam standar = Rata-rata jumlah 0 Standar = Total Radioaktif HASIL DAN PEMBAHASAN Dad hasil perhitungan daya ikat dan standar relatif progesteron pada percobaan ini. Pada perlakuan masa inkubasi selama 2 jam pada berbagai suhu inkubasi baik suhu 4 C maupun suhu 28 C untuk pengukuran kadar hormon progesteron pada kasus ini kurang layak digunakan dalam preparasi sampel dengan metode RIA. Hal ini disebabkan hasil yang diperoleh tidak mengalami 1 6 7

4 penurunan yang stabil atau reaksi belum mencapai kesetimbangan (Tabel 1). Sementara itu pada kondisi inkubasi 28 C selama 16 jam, walaupun sudah mencapai kesetimbangan atau penurunan hasil yang stabil, namun kandungan/ konsentrasi yang diperoleh lebih rendah bila dibandingkan dengan kondisi inkubasi 4 C selama 16 jam (Tabel 2). Tabel 1. Hasil perhitungan daya ikat dan standar relatif progesteron pada berbagai suhu dan waktu inkubasi Suhu lnkubasi Kadar Standar Daya Ikat (%) Standar Relatif (%) ( C) (ng/ml) 2 jam 16 jam 2 jam 16 jam 0 37,0 40,7 100,0 100,0 0,25 31,8 39,9 87,8 98,3 0,5 32,0 34,3 88,4 86, ,3 33,3 74,7 84,5 2 20,4 28,6 61,0 74,5 4 14,6 21,9 47,4 60,5 8 10,8 17,9 38,3 51,9 16 7,3 13,6 30,2 42,9 0 26,3 32,0 100,0 100,0 0,25 22,6 28,0 87,8 90,5 0,5 24,4 27,6 93,8 89, ,6 24,3 94,3 81,4 2 19,4 21,1 77,0 73,7 4 15,3 17,9 63,3 65,9 8 9,9 13,2 45,3 54,6 16 7,9 11,7 38,7 51,1 Karena adanya saling keterkaitan antara suhu dan waktu inkubasi terhadap pengukuran kadar hormon progesteron, maka hasil yang lebih baik dicapai dengan bertambah lamanya masa inkubasi, dan hal ini konsisten untuk kedua perlakuan suhu inkubasi. Artinya jumlah progesteron yang terdeteksi juga akan sempurna. Hal ini perlu ditekankan, karena tidak berlaku sama untuk jenis hormon lainnya. Menurut Horrock (1974), setiap hormon memiliki spesifikasi dalam hal afinitasnya dengan antibodi. Bila dilihat dari hasil persen standar relatif dan persen daya ikat yang diperoleh, kondisi inkubasi dan waktu yang paling balk untuk berlangsungnya reaksi pengikatan terdapat pada kombinasi perlakuan suhu 4 C dengan waktu inkubasi salama 16 jam. Dalam kondisi tersebut, reaksi mencapai kesetimbangan, hal ini tampak dari kecenderungan (pola) penurunan nilai persen daya ikat yang konsisten berbanding terbalik dengan peningkatan kadar standar progesteron (Gambar 1 dan Tabel 1)

5 Tabel 2. Hasil analisis kadar progesteron dalam plasma sapi pada berbagai suhu dan masa inkubasi Kadar Suhu Waktu Kadar "Pengembalian Progesteron Inkubasi Inkubasi Progesteron (Recoven) Plasma (ng/ml) ( C) (jam) (ng/ml) Progesteron (%) 4 2 0,7 140 Plasma-1 (0,5) 16 0, , , ,4 70 Plasma-2 (2,0) 16 1, , ,5 75 *Nilai pengembalian (recoven) ditentukan terhadap kadar progesteron plasma WL A Y a 4 s N Kadar Stander Progcatcron (nghnl) 1-4 C ; 2 jam +4 C; 16 jam " "'28 C; 2 jam )K29 C; 16 jam I Gambar 1. Kurva standar relatif pada berbagai suhu dan waktu inkubasi Untuk mengetahui kadar progesteron yang terdapat di dalam contoh, biasanya digunakan kurva standar dimana dibuat grafik hubungan persen standar relatif (% B/Bo) terhadap kadar standar progesteron (ny/ml) yang telah diketahui sebelumnya, dengan cara memplotkan nilai kadar H-Progesteron. (Gambar 1). Semakin tinggi kadar standar progesteron, daya ikat dan persen relatif standar semakin rendah, dengan kecenderungan (pola) penurunan 1 69

6 Lokakarya Fungsionai Non Peneliti 1997 kurva berbentuk linier hingga sigmoid. Kecenderungan tersebut dikarenakan semakin tingginya kadar standar progesteron mengakibatkan semakin sedikitnya kesempatan untuk berkompetisi antara Ag (berlabel) dan Ag tak bertanda) untuk mengikat antibodi. Dalam gambar, kurva pada kondisi suhu inkubasi 4 C terlihat lebih linier, juga daya ikat selama 16 jam dengan kondisi suhu yang berbeda menunjukkan hasil lebih baik atau lebih sensitif karena dapat mengukur kadar progesteron lebih optimum. Walaupun demikian, kondisi inkubasi pada suhu 4 C selama 16 jam masih lebih sensitif/baik. Plum-1 (0.5 ng/ml) Plum-2 (2.0 ng/ml) Gambar 2. Kadar Progesleron Plasma M4 C ; 2 jam M4 C; 16 jam 2g C; 2 jam M29 C ; 16 jam Tingkat pengembalian (rekoven) kadar progesteron pada berbagai suhu dan masa inkubasi Perlakuan suhu dan waktu inkubasi kemudian diuji pula pada plasma sapi (Tabel 2). Dari perbandingan hasil pada Plasma-1 dengan suhu inkubasi 4 C selama 16 jam, tingkat pengembalian (rekoven) progesteron yang diperoleh mencapai 80%, atau kesetimbangan tercapai pada konsentrasi standar progesteron 0,4 ng/ml, sedangkan pada plasma 2 mencapai 85%. Pada kondisi suhu inkubasi 4 C selama 2 jam, tingkat rekoveri progesteron lebih tinggi 40% (Plasma 1), sementara pada Plasma 2 lebih rendah 30%. Pada kondisi inkubasi suhu 28 C selama 2 jam tingkat rekoveri mencapai 95%, tetapi pada Plasma 1 hanya mencapai 40%, lebih rendah 60% dari kadar contoh. Hal ini berhubungan dengan daya ikat dan standar relatif yang diperoleh, pada kondisi ini reaksi belum mencapai kesetimbangan karena tidak mengalami penurunan yang stabil (Tabel 1). Pada kondisi inkubasi suhu 28 C selama 16 jam, rekoveri progesteron lebih rendah dari suhu 4 C selama 16 jam. Pada Plasma 1 menunjukkan 80 %, tetapi pada Plasma 2 hanya 75% 170

7 atau Iebih rendah. Dapat disimpulkan untuk penentuan kadar progesteron plasma darah sebaiknya dilakukan pada 4 C selama 16 jam (Gambar 2). KESIMPULAN Hasil percobaan menunjukkan adanya saling keterkaitan antara suhu dan waktu inkubasi terhadap persen daya ikat progesteron. Kondisi suhu inkubasi yang Iebih rendah (4 C) dan waktu yang lebih lama (16 jam) menghasilkan kesetimbangan atau daya ikat yang lebih tinggi. Kesempurnaan pengembalian (rekoveri) konsentrasi progesteron dipengaruhi oleh lamanya inkubasi daripada suhu inkubasi. DAFTAR BACAAN Horrocks, D. L Applications of Liquid Scintillation Counting. Academic Press, Inc., New York, USA. IAEA Laboratory Training Manual on Radioimmunoessay in Animal Reproduction. International Atomic Energy Agency, Vienna. Jaffe, B. M Methods of Hormone Radioimmunoessay. Academic Press, Inc., New York, USA. Shahib, N. M Ringkasan Biokimia Hormon. Universitas Padjadjaran, Bandung

PREPARASI SAMPEL UNTUK PENGUKURAN HORMON PROGESTERON SAPI PADA APLIKASI TEKNIK RADIOIMMUNOASSAY

PREPARASI SAMPEL UNTUK PENGUKURAN HORMON PROGESTERON SAPI PADA APLIKASI TEKNIK RADIOIMMUNOASSAY PREPARASI SAMPEL UNTUK PENGUKURAN HORMON PROGESTERON SAPI PADA APLIKASI TEKNIK RADIOIMMUNOASSAY Nuning Duria 1, Budi Santoso 1, Nuniek Lelananingtiyas 2, Wiranto Budi Santoso 1 1 PRPN-BATAN, Kawasan Puspiptek,

Lebih terperinci

PENGAPLIKASIAN KIT RIA BATAN UNTUK PENGUKURAN PROGESTERON SUSU SAPI

PENGAPLIKASIAN KIT RIA BATAN UNTUK PENGUKURAN PROGESTERON SUSU SAPI PENGAPLIKASIAN KIT RIA BATAN UNTUK PENGUKURAN PROGESTERON SUSU SAPI (Application of Batan RIA KIT to Detect Progesterone in Cow Milk) T. TJIPTOSUMIRAT, I. SUGORO dan B.J. TUASIKAL Pusat Aplikasi Teknologi

Lebih terperinci

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Pendahuluan 5. PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Hormon steroid merupakan derivat dari kolesterol, molekulnya kecil bersifat lipofilik (larut dalam lemak) dan

Lebih terperinci

kalsium dengan menggunakan plasma darah yang ditambahkan pereaksi TCA pada berbagai ternak. Bahan Bahan yang digunakan meliputi : (1) Larutan Stronsiu

kalsium dengan menggunakan plasma darah yang ditambahkan pereaksi TCA pada berbagai ternak. Bahan Bahan yang digunakan meliputi : (1) Larutan Stronsiu PENETAPAN KALSIUM DALAM PLASMA DARAH DAN SERUM DARAH DENGAN TEKNIK AAS Eni Ariyani Balai Penelitian Ternak Ciawi, P.O. Box 221, Bogor 16002 PENDAHULUAN. Mineral merupakan salah satu unsur yang sangat penting

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sel Darah Merah Jumlah sel darah merah yang didapatkan dalam penelitian ini sangat beragam antarkelompok perlakuan meskipun tidak berbeda nyata secara statistik. Pola kenaikan

Lebih terperinci

Rijalul Fikri FISIOLOGI ENDOKRIN

Rijalul Fikri FISIOLOGI ENDOKRIN Rijalul Fikri FISIOLOGI ENDOKRIN Kemampuan suatu sel atau jaringan untuk berkomunikasi satu sama lainnya dimungkinkan oleh adanya 2 (dua) sistem yang berfungsi untuk mengkoordinasi semua aktifitas sel

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilaksanakan selama 2 bulan dari tanggal 5 Agustus

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilaksanakan selama 2 bulan dari tanggal 5 Agustus 15 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian telah dilaksanakan selama 2 bulan dari tanggal 5 Agustus sampai dengan 30 September 2015. Kegiatan penelitian ini bertempat di P.T. Naksatra Kejora Peternakan Sapi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu ternak penghasil daging dan merupakan komoditas peternakan yang sangat potensial. Dalam perkembangannya, populasi sapi potong belum mampu

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September sampai Oktober 2009. Pengambilan sampel susu dilakukan di beberapa daerah di wilayah Jawa Barat yaitu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis levofloksasin secara KCKT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis levofloksasin secara KCKT BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Pencarian kondisi analisis optimum levofloksasin a. Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis levofloksasin secara KCKT Pada penelitian ini digunakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian 34 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni sampai dengan Desember 2007. Penelitian ini dilakukan pada beberapa tempat yaitu : pembuatan tepung kedelai dan

Lebih terperinci

VI. BAHAN TAMBAHAN (ADDITIVES)

VI. BAHAN TAMBAHAN (ADDITIVES) VI. BAHAN TAMBAHAN (ADDITIVES) Additif atau preservative biasanya mereka disebut, ditambahkan pada beberapa radiofarmasetik atau senyawa berlabel agar mencegah integritas mereka dan efikasi. Seperti diterangkan

Lebih terperinci

1. Filtrat enzim mananase didapatkan dari hasil produksi kapang Eupenisilium javanicum pada substrat bungkil kelapa 3%. 2. Pereaksi yang digunakan ada

1. Filtrat enzim mananase didapatkan dari hasil produksi kapang Eupenisilium javanicum pada substrat bungkil kelapa 3%. 2. Pereaksi yang digunakan ada PERSYARATAN BATAS WAKTU PENYIMPANAN SUBSTRAT PENENTUAN AKTIFITAS ENZIM 0- MANANASE Emma Ludia Balai Penelitian Ternak Ciawi, P.O. Box 221, Bogor 16002 PENDAHULUAN Enzim mananase merupakan suatu kelompok

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU DAN SUHU INKUBASI PADA OPTIMASI ASSAY KIT RIA MIKROALBUMINURIA

PENGARUH WAKTU DAN SUHU INKUBASI PADA OPTIMASI ASSAY KIT RIA MIKROALBUMINURIA PENGARUH WAKTU DAN SUHU INKUBASI PADA OPTIMASI ASSAY KIT RIA MIKROALBUMINURIA V. Yulianti Susilo, G. Mondrida, S. Setiyowati, Sutari dan W. Lestari Pusat Pengembangan Radioisotop dan Radiofarmaka (P2RR),

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Keberadaan antibodi sebagai respon terhadap vaksinasi dapat dideteksi melalui pengujian dengan teknik ELISA. Metode ELISA yang digunakan adalah metode tidak langsung. ELISA

Lebih terperinci

OPTIMASI RANCANGAN ASSAY KIT TRIIODOTYRONINE (T 3 ) METODE COATED TUBE

OPTIMASI RANCANGAN ASSAY KIT TRIIODOTYRONINE (T 3 ) METODE COATED TUBE OPTIMASI RANCANGAN ASSAY KIT TRIIODOTYRONINE (T 3 ) METODE COATED TUBE Sutari, Veronika Yulianti S, Gina Mondrida,Triningsih, Agus Arianto, Puji Widayati Pusat Radioisotop dan Radiofarmaka BATAN,PUSPIPTEK

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada 4 April 2016 sampai 16 Agustus 2016. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Riset Kimia Material dan Hayati Departemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Estrogen merupakan hormon steroid yang dihasilkan oleh sel granulosa dan sel teka dari folikel de Graaf pada ovarium (Hardjopranjoto, 1995). Estrogen berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji pendahuluan Mikrokapsul memberikan hasil yang optimum pada kondisi percobaan dengan

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metoda analisis dengan menggunakan elektroda yang telah dimodifikasi dengan buah pisang dan buah alpukat untuk menentukan kadar parasetamol.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian validasi metode dan penentuan cemaran melamin dalam susu formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium Kimia Instrumen

Lebih terperinci

OLIMPIADE SAINS NASIONAL Medan, 1-7 Agustus 2010 BIDANG KIMIA. Ujian Praktikum KIMIA ANALISIS. Waktu 150 menit

OLIMPIADE SAINS NASIONAL Medan, 1-7 Agustus 2010 BIDANG KIMIA. Ujian Praktikum KIMIA ANALISIS. Waktu 150 menit LIMPIADE SAINS NASINAL 2010 Medan, 1-7 Agustus 2010 BIDANG KIMIA Ujian Praktikum KIMIA ANALISIS Waktu 150 menit Kementerian Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah

Lebih terperinci

FISIOLOGI HORMON STRUKTUR KELENJAR ENDOKRIN STRUKTUR KELENJAR ENDOKRIN

FISIOLOGI HORMON STRUKTUR KELENJAR ENDOKRIN STRUKTUR KELENJAR ENDOKRIN FISIOLOGI HORMON Fisiologi hormon By@Ismail,S.Kep, Ns, M.Kes 1 STRUKTUR KELENJAR ENDOKRIN Sistem endokrin terdiri dari kelenjarkelenjar endokrin Kelenjar endokrin merupakan sekelompok susunan sel yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2013 dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2013 dan BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2013 dan dilaksanakan di Laboratorium Patologi, Entomologi dan Mikrobiologi (PEM) Fakultas

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi. Departemen Farmasi FMIPA UI Depok selama tiga bulan dari Februari

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi. Departemen Farmasi FMIPA UI Depok selama tiga bulan dari Februari BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi Departemen Farmasi FMIPA UI Depok selama tiga bulan dari Februari sampai April 2008. B. ALAT

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM PEMERIKSAAN KUANTITATIF MANNAN-BINDING LECTIN (MBL) PADA PLASMA DARAH DENGAN TEKNIK ELISA

LAPORAN PRAKTIKUM PEMERIKSAAN KUANTITATIF MANNAN-BINDING LECTIN (MBL) PADA PLASMA DARAH DENGAN TEKNIK ELISA LAPORAN PRAKTIKUM PEMERIKSAAN KUANTITATIF MANNAN-BINDING LECTIN (MBL) PADA PLASMA DARAH DENGAN TEKNIK ELISA Ade Sinaga Seri Rayani Bangun Kamis 9 Januari 2014, pukul 09.00-16.00 1. TUJUAN PRAKTIKUM Agar

Lebih terperinci

PENGARUH SUPEROVULASI PADA LAJU OVULASI, SEKRESI ESTRADIOL DAN PROGESTERON, SERTA PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN UTERUS DAN KELENJAR SUSU TIKUS PUTIH (Rattus Sp.) SELAMA SIKLUS ESTRUS TESIS OLEH : HERNAWATI

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 43 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada pelaksanaannya validasi dilakukan dengan 2 tahap, tahap pertama adalah uji pendahuluana dan tahap kedua adalah validasi metode analisis dan uji coba dilakukan terhadap

Lebih terperinci

Prosedur pembuatan suspensi alginat

Prosedur pembuatan suspensi alginat LAMPIRA 39 Lampiran 1. Prosedur pembuatan suspensi alginat 1. Pembuatan suspensi alginat tanpa filler Aquades Na-alginat Pencampuran Sterilisasi 121 o C, 15 menit Pendinginan suhu ruang Suspensi alginat

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu Penelitian. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2011 sampai dengan bulan April Bahan dan Alat.

METODE PENELITIAN. Waktu Penelitian. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2011 sampai dengan bulan April Bahan dan Alat. 23 METODE PENELITIAN Tempat Penelitian Pengambilan sampel daging sapi impor untuk penelitian ini dilakukan di Instalasi Karantina Produk Hewan (IKPH). Pengujian sampel dilakukan di laboratorium Balai Besar

Lebih terperinci

ADLN - Perpustakaan Unair

ADLN - Perpustakaan Unair BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perkembangan populasi kuda di Indonesia belum mencapai keadaan yang menggembirakan bahkan Di Jawa Timur pada tahun 2001 terjadi penurunan populasi ternak

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan November 2006 sampai dengan Januari 2008. Penelitian bertempat di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi,

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK ELISA PEMERIKSAAN KUANTITATIF MANNAN BINDING LECTIN PADA PLASMA DARAH

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK ELISA PEMERIKSAAN KUANTITATIF MANNAN BINDING LECTIN PADA PLASMA DARAH LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK ELISA PEMERIKSAAN KUANTITATIF MANNAN BINDING LECTIN PADA PLASMA DARAH NAMA PRAKTIKAN : Amirul Hadi KELOMPOK : I HARI/TGL. PRAKTIKUM : Kamis, 9 Januari 2014 I. TUJUAN PRAKTIKUM

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan α-amilase adalah enzim menghidrolisis ikatan α-1,4-glikosidik pada pati. α-amilase disekresikan oleh mikroorganisme, tanaman, dan organisme tingkat tinggi. α-amilase memiliki peranan

Lebih terperinci

LARUTAN ASAM-BASA DAN LARUTAN PENYANGGA

LARUTAN ASAM-BASA DAN LARUTAN PENYANGGA LARUTAN ASAM-BASA DAN LARUTAN PENYANGGA A. Pengertian Larutan Penyangga Larutan penyangga biasa disebut juga dengan larutan Buffer atau larutan Dapar. Dimana larutan penyangga merupakan larutan yang mampu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus merupakan penyakit kronis pada homeostasis glukosa yang ditandai dengan beberapa hal yaitu, meningkatnya kadar gula darah, kelainan kerja insulin,

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN KALSIUM DARAH (Metode CPC Photometric)

PEMERIKSAAN KALSIUM DARAH (Metode CPC Photometric) 1 PEMERIKSAAN KALSIUM DARAH (Metode CPC Photometric) A. Tujuan Instruksional Khusus 1. Mahasiswa akan dapat mengukur kadar kalsium darah dengan metode CPC photometric. 2. Mahasiswa akan dapat menganalisis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan tujuan untuk menghasilkan daging, susu, dan sumber tenaga kerja sebagai

I. PENDAHULUAN. dengan tujuan untuk menghasilkan daging, susu, dan sumber tenaga kerja sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerbau merupakan salah satu ternak ruminansia yang dikembangkan dengan tujuan untuk menghasilkan daging, susu, dan sumber tenaga kerja sebagai hasil utama serta pupuk organik

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. 1. Materi Penelitian, Lokasi dan Waktu Penelitian

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. 1. Materi Penelitian, Lokasi dan Waktu Penelitian 5 II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 1. Materi Penelitian, Lokasi dan Waktu Penelitian 1.1. Materi Penelitian 1.1.1. Alat Alat yang digunakan adalah akuarium berukuran 40 X 60 X 60 cm 3 dan ketinggian air

Lebih terperinci

umum digunakan untuk brucellosis yang di Indonesia umumnya menggunakan teknik Rose Bengal Plate Test (RBPT), Serum Agglutination Test (SAT), dan Compl

umum digunakan untuk brucellosis yang di Indonesia umumnya menggunakan teknik Rose Bengal Plate Test (RBPT), Serum Agglutination Test (SAT), dan Compl DIAGNOSA PENYAKIT BRUCELLOSIS PADA SAP] DENGAN TEKNIK UJI PENGIKATAN KOMPLEMEN Yusuf Mukmin Balai Penelitian Veteriner, Jalan R.E. Martadinata 30, Bogor 11614 PENDAHULUAN Brucellosis adalah penyakit bakterial

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Juni 2013.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Juni 2013. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Juni 2013. 2. Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Patologi,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pelaksanaan Penelitian

BAHAN DAN METODE. Pelaksanaan Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Agustus 2008 sampai dengan Maret 2009. Tempat penelitian di Kebun IPB Tajur I dan analisis laboratorium dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian 14 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Unit Pelayanan Mikrobiologi Terpadu, Bagian Mikrobiologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2011 sampai September 2011 bertempat

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2011 sampai September 2011 bertempat III. METODE PENELITIAN A. Waktu Dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2011 sampai September 2011 bertempat di Balai Benih Ikan Sentral (BBIS) Probolinggo, Lampung Timur dan analisis sampel

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Hasil pengukuran Nilai OD pada Media NB. Tabel 1. Pengukuran Nilai OD pada Media NB. Waktu OD (Optical Density)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Hasil pengukuran Nilai OD pada Media NB. Tabel 1. Pengukuran Nilai OD pada Media NB. Waktu OD (Optical Density) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil dan Pembahasan. 1. Hasil pengukuran Nilai OD pada Media NB Tabel 1. Pengukuran Nilai OD pada Media NB. Waktu OD (Optical Density) inkubasi D75 D92 D110a 0 0,078 0,073

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2013 - Februari 2014.

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2013 - Februari 2014. III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2013 - Februari 2014. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan UIN SUSKA Riau.

Lebih terperinci

Y ij = µ + B i + ε ij

Y ij = µ + B i + ε ij METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September 2008 sampai bulan September 2009. Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Bagian Teknologi Hasil Ternak Perah dan Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. adalah Bacillus subtilis dan Bacillus cereus yang diperoleh di Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. adalah Bacillus subtilis dan Bacillus cereus yang diperoleh di Laboratorium 23 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Bacillus subtilis dan Bacillus cereus yang diperoleh di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua bagian dari tubuh rusa dapat dimanfaatkan, antara lain daging, ranggah dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua bagian dari tubuh rusa dapat dimanfaatkan, antara lain daging, ranggah dan 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rusa Timor (Rusa timorensis) Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan salah satu contoh rusa yang ada di Indonesia yang memiliki potensi cukup baik untuk dikembangkan. Hampir

Lebih terperinci

Bahan kimia : * Asam sulfat pekat 98%, Asam borat 2 % Natrium salisilat, Natrium nitroprusida, Natrium hypokhlorida, Natrium hidroksida, Kalium hidrog

Bahan kimia : * Asam sulfat pekat 98%, Asam borat 2 % Natrium salisilat, Natrium nitroprusida, Natrium hypokhlorida, Natrium hidroksida, Kalium hidrog Senyawa nitrogen yang terdapat didalam tumbuhan, sebagian besar adalah protein. Protein terdiri dari 50-55% unsur karbon, 6-8% hidrogen, 20-23% oksigen, 15-18% nitrogen dan 2-4 % sulfur. Protein rata-rata

Lebih terperinci

Umumnya bungkil kedelai didatangkan dari beberapa negara seperti Amerika, Argentina, Brazil, Cina dan India., sehingga mutu dan komposisinyapun sangat

Umumnya bungkil kedelai didatangkan dari beberapa negara seperti Amerika, Argentina, Brazil, Cina dan India., sehingga mutu dan komposisinyapun sangat PENGARUH CARA EKSTRAKSI DALAM UJI TINGKAT KEMATANGAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN METODE MERAH-KRESOL SAULINA SITOMPUL Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002 RINGKASAN Bungkil kedelai yang digunakan

Lebih terperinci

BAB 3 PERCOBAAN. Pada bab ini dibahas mengenai percobaan yang dilakukan meliputi bahan dan alat serta prosedur yang dilakukan.

BAB 3 PERCOBAAN. Pada bab ini dibahas mengenai percobaan yang dilakukan meliputi bahan dan alat serta prosedur yang dilakukan. BAB 3 PERCOBAAN Pada bab ini dibahas mengenai percobaan yang dilakukan meliputi bahan dan alat serta prosedur yang dilakukan. 3.1 Bahan Buah jeruk nipis, belimbing, jeruk lemon, vitamin C baku (PPOMN),

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan Oktober 2011,

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan Oktober 2011, III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan Oktober 2011, pengambilan sampel dilakukan di Sungai Way Kuala Bandar Lampung,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1.Preparasi Sampel Larutan standar dibuat dengan melarutkan standar tetrasiklin sebanyak 10 mg dalam metanol 100 ml dari larutan standar tersebut lalu dibuat larutan baku dengan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi Enzim α-amilase Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan menanam isolat bakteri dalam media inokulum selama 24 jam. Media inokulum tersebut

Lebih terperinci

BAB 6. Jika ke dalam air murni ditambahkan asam atau basa meskipun dalam jumlah. Larutan Penyangga. Kata Kunci. Pengantar

BAB 6. Jika ke dalam air murni ditambahkan asam atau basa meskipun dalam jumlah. Larutan Penyangga. Kata Kunci. Pengantar Kimia XI SMA 179 BAB 6 Larutan Penyangga Tujuan Pembelajaran: Setelah mempelajari bab ini, Anda diharapkan mampu: 1. Menjelaskan pengertian larutan penyangga dan komponen penyusunnya. 2. Merumuskan persamaan

Lebih terperinci

10/17/2009 KONSEP DASAR. Kelenjar dalam sistem endokrin

10/17/2009 KONSEP DASAR. Kelenjar dalam sistem endokrin KONSEP DASAR Sistem Endokrin : berfungsi sebagai regulator berbagai macam proses yg terjadi dalam tubuh melalui hormon Hormon : suatu senyawa kimia yg disintesa didalam kelenjar dg pengontrolan genetik

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Ternak itik mulai diminati oleh masyarakat terutama di Indonesia. Karena,

I PENDAHULUAN. Ternak itik mulai diminati oleh masyarakat terutama di Indonesia. Karena, 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak itik mulai diminati oleh masyarakat terutama di Indonesia. Karena, menghasilkan produk peternakan seperti telur dan daging yang memiliki kandungan protein hewani

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk modifikasi elektroda pasta karbon menggunakan zeolit, serbuk kayu, serta mediator tertentu. Modifikasi tersebut diharapkan mampu menunjukkan sifat

Lebih terperinci

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. 1 I. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium Biokimia, Laboratorium Instrumentasi Jurusan Kimia Fakultas Matematika

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas

I. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi pesisir merupakan salah satu bangsa sapi lokal yang banyak di pelihara petani-peternak di Sumatera Barat, terutama di Kabupaten Pesisir Selatan. Sapi pesisir dapat

Lebih terperinci

Anatomi/organ reproduksi wanita

Anatomi/organ reproduksi wanita Anatomi/organ reproduksi wanita Genitalia luar Genitalia dalam Anatomi payudara Kelainan organ reproduksi wanita Fisiologi alat reproduksi wanita Hubungan ovarium dan gonadotropin hormon Sekresi hormon

Lebih terperinci

Peking. Gambar 6 Skema persilangan resiprokal itik alabio dengan itik peking untuk evaluasi pewarisan sifat rontok bulu terkait produksi telur.

Peking. Gambar 6 Skema persilangan resiprokal itik alabio dengan itik peking untuk evaluasi pewarisan sifat rontok bulu terkait produksi telur. 23 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Pengamatan terhadap sifat rontok bulu dan produksi telur dilakukan sejak itik memasuki periode bertelur, yaitu pada bulan Januari 2011 sampai Januari 2012.

Lebih terperinci

FISIOLOGI SISTEM ENDOKRIN

FISIOLOGI SISTEM ENDOKRIN FISIOLOGI SISTEM ENDOKRIN STRUKTUR KELENJAR ENDOKRIN Sistem endokrin terdiri dari kelenjar-kelenjar Endokrin Kelenjar endokrin merupakan sekelompok susunan sel yang mempunyai susunan mikroskopis sangat

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM METABOLISME GLUKOSA, UREA, DAN PROTEIN (TEKNIK SPEKTROFOTOMETRI)

LAPORAN PRAKTIKUM METABOLISME GLUKOSA, UREA, DAN PROTEIN (TEKNIK SPEKTROFOTOMETRI) LAPORAN PRAKTIKUM METABOLISME GLUKOSA, UREA, DAN PROTEIN (TEKNIK SPEKTROFOTOMETRI) Nama : T.M. Reza Syahputra Henny Gusvina Batubara Tgl Praktikum : 14 April 2016 Tujuan Praktikum : 1. Mengerti prinsip-prinsip

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Albumin Albumin merupakan protein plasma yang paling banyak dalam tubuh manusia, yaitu sekitar 55-60% dan total kadar protein serumnormal adalah 3,85,0 g/dl. Albumin terdiri

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Materi Prosedur Pembuatan MOL Tapai dan Tempe Pencampuran, Homogenisasi, dan Pemberian Aktivator

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Materi Prosedur Pembuatan MOL Tapai dan Tempe Pencampuran, Homogenisasi, dan Pemberian Aktivator MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai pembuatan pupuk cair dan karakteristik pupuk cair ini dilaksanakan dari bulan November sampai Desember 200 yang dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

Lokakarya Fungsiona! Non Peneliti 1997 Bahan Mated Pakan Ternak (Homogen) IKadar Air I Bahan Kering Kandungan Organik Abu (An-Organik) I Mikro Mineral

Lokakarya Fungsiona! Non Peneliti 1997 Bahan Mated Pakan Ternak (Homogen) IKadar Air I Bahan Kering Kandungan Organik Abu (An-Organik) I Mikro Mineral Lokakarya Fungsional Non Peneiit1 1997 MODIFIKASI FAKTOR SUHU DAN WAKTU PADA METODA PENETAPAN KADAR ABU Endang Nugraha Balai Penelitian Ternak Ciawi, P.O. Box 221, Bogor 16002 PENDAHULUAN Bahan organik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pendidikan Biologi FPMIPA UPI dan protease Bacillus pumilus yang diperoleh

BAB III METODE PENELITIAN. Pendidikan Biologi FPMIPA UPI dan protease Bacillus pumilus yang diperoleh 31 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Objek Dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah proteas Bacillus subtilis diperoleh dari laboratorium Mikrobiologi Jurusan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM SEROLOGI IMUNOLOGI IMUNODIFUSI GANDA

LAPORAN PRAKTIKUM SEROLOGI IMUNOLOGI IMUNODIFUSI GANDA LAPORAN PRAKTIKUM SEROLOGI IMUNOLOGI IMUNODIFUSI GANDA DI SUSUN OLEH : Maulina (0801027) Kelompok III` Tanggal praktikum: 22 Desember 2011 Dosen: Adriani Susanty, M.Farm., Apt Asisten: Gusti Wahyu Ramadhani

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. pada Ransum Sapi FH dilakukan pada tanggal 4 Juli - 21 Agustus Penelitian

BAB III MATERI DAN METODE. pada Ransum Sapi FH dilakukan pada tanggal 4 Juli - 21 Agustus Penelitian 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitan dengan judul Tampilan Protein Darah Laktosa dan Urea Susu akibat Pemberian Asam Lemak Tidak Jenuh Terproteksi dan Suplementasi Urea pada Ransum Sapi FH dilakukan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sehingga dapat memudahkan dalam pemeliharaannya. Kurangnya minat terhadap

PENDAHULUAN. sehingga dapat memudahkan dalam pemeliharaannya. Kurangnya minat terhadap I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kambing merupakan ternak ruminansia kecil yang dikenal di Indonesia sebagai ternak penghasil daging dan susu. Kambing adalah salah satu ternak yang telah didomestikasi

Lebih terperinci

Lampiran A : Komposisi Media MS

Lampiran A : Komposisi Media MS Lampiran A : Komposisi Media MS Komposisi Media MS (Murashige & Skoog, 1962) Bahan Kimia Konsentrasi dalam mesia (mg/l) Makro Nutrient NH 4 NO 3 1650,000 KNO 3 1900,000 CaCl 2.H 2 O 440,000 MgSO 4.7H 2

Lebih terperinci

ANALISIS PERHITUNGAN KETEBALAN PERISAI RADIASI PERANGKAT RIA IP10.

ANALISIS PERHITUNGAN KETEBALAN PERISAI RADIASI PERANGKAT RIA IP10. ABSTRAK ANALISIS PERHITUNGAN KETEBALAN PERISAI RADIASI PERANGKAT RIA IP10. Benar Bukit, Kristiyanti, Hari Nurcahyadi Pusat Rekayasa Perangkat Nuklir-BATAN ANALISIS PERHITUNGAN KETEBALAN PERISAI RADIASI

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi Bali (Bos sondaicus, Bos javanicus, Bos/Bibos banteng) merupakan plasma

BAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi Bali (Bos sondaicus, Bos javanicus, Bos/Bibos banteng) merupakan plasma BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi Bali (Bos sondaicus, Bos javanicus, Bos/Bibos banteng) merupakan plasma nutfah nasional Indonesia, hasil domestikasi dari banteng liar beratus-ratus tahun yang lalu.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah Jurusan Agroteknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah Jurusan Agroteknologi III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari Bulan Juni 2014 sampai Januari

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2014

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2014 33 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2014 di laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

PERUBAHAN KANDUNGAN OKSALAT SELAMA PROSES SILASE RUMPUT SETARIA

PERUBAHAN KANDUNGAN OKSALAT SELAMA PROSES SILASE RUMPUT SETARIA PERUBAHAN KANDUNGAN OKSALAT SELAMA PROSES SILASE RUMPUT SETARIA NANI IRIANI Balai Penelitian Ternak, P.O. Box 221 Bogor 16002 RINGKASAN Rumput setaria adalah salah satu jenis rumput yang banyak ditanam

Lebih terperinci

Jenis hormon berdasarkan pembentuknya 1. Hormon steroid; struktur kimianya mirip dengan kolesterol. Contoh : kortisol, aldosteron, estrogen,

Jenis hormon berdasarkan pembentuknya 1. Hormon steroid; struktur kimianya mirip dengan kolesterol. Contoh : kortisol, aldosteron, estrogen, SISTEM ENDOKRIN Hormon adalah bahan kimia yang dihasilkan oleh sebuah sel atau sekelompok sel dan disekresikan ke dalam pembuluh darah serta dapat mempengaruhi pengaturan fisiologi sel-sel tubuh lain.

Lebih terperinci

OPTIMASI RANCANGAN ASSAY KIT IRMA CA-125

OPTIMASI RANCANGAN ASSAY KIT IRMA CA-125 OPTIMASI RANCANGAN ASSAY KIT IRMA CA-125 P. Widayati *, A. Ariyanto *, Z. Abidin **, F. Yunita *, Sutari * * PRR-BATAN, Kawasan PUSPIPTEK Serpong ** Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir (STTN) ABSTRAK OPTIMASI

Lebih terperinci

PETUNJUK PELAKSANAAN ANALISIS CONTOH PAKAN TERNAK DI LABORATORIUM PROKSIMAT.

PETUNJUK PELAKSANAAN ANALISIS CONTOH PAKAN TERNAK DI LABORATORIUM PROKSIMAT. PETUNJUK PELAKSANAAN ANALISIS CONTOH PAKAN TERNAK DI LABORATORIUM PROKSIMAT. ENDANG NUGRAHA Balai Penelitian Ternak, P.O. Box 221, Bogor 16002 RINGKASAN Ketelitian hasil data analisis contoh di laboratorium

Lebih terperinci

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang Anatomi sistem endokrin Kelenjar hipofisis Kelenjar tiroid dan paratiroid Kelenjar pankreas Testis dan ovum Kelenjar endokrin dan hormon yang berhubungan dengan sistem reproduksi wanita Kerja hipotalamus

Lebih terperinci

laporan praktikum penentuan kadar protein metode biuret

laporan praktikum penentuan kadar protein metode biuret laporan praktikum penentuan kadar protein metode biuret V.1 HASIL PENGAMATAN 1. TELUR PUYUH BJ = 0,991 mg/ml r 2 = 0,98 VOLUME BSA ( ml) y = 0,0782x + 0,0023 KONSENTRASI ( X ) 0,1 0,125 0,010 0,2 0,25

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pembuatan homogenat hati tikus dan proses sentrifugasi dilakukan pada suhu 4 o C untuk menghindari kerusakan atau denaturasi enzim karena pengaruh panas. Kebanyakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dimulai dari bulan April 2010 sampai dengan bulan Januari

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dimulai dari bulan April 2010 sampai dengan bulan Januari BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dimulai dari bulan April 2010 sampai dengan bulan Januari 2011. Penelitian ini sebagian besar dilakukan di Laboratorium Riset Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam upaya menjadikan subsektor peternakan sebagai pendorong kemandirian pertanian Nasional, dibutuhkan terobosan pengembangan sistem peternakan. Dalam percepatan penciptaan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PERCOBAAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai Juni 2015 di

III. METODOLOGI PERCOBAAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai Juni 2015 di 30 III. METODOLOGI PERCOBAAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai Juni 2015 di Laboratorium Kimia Analitik dan Instrumentasi Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan

Lebih terperinci

Tugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif

Tugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif Tugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif Kelompok 3 Aswar Anas 111810401036 Antin Siti Anisa 121810401006 Nenny Aulia Rochman 121810401036 Selvi Okta Yusidha 121810401037 Qurrotul Qomariyah

Lebih terperinci

VALIDASI METODA ANALISIS ISOTOP U-233 DALAM STANDAR CRM MENGGUNAKAN SPEKTROMETER ALFA

VALIDASI METODA ANALISIS ISOTOP U-233 DALAM STANDAR CRM MENGGUNAKAN SPEKTROMETER ALFA ISSN 1979-2409 Validasi Metoda Analisis Isotop U-233 Dalam Standar CRM Menggunakan Spektrometer Alfa ( Noviarty, Yanlinastuti ) VALIDASI METODA ANALISIS ISOTOP U-233 DALAM STANDAR CRM MENGGUNAKAN SPEKTROMETER

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Sel Darah Merah Pemeriksaan darah dilakukan selama tiga puluh hari dari awal kebuntingan, yaitu hari ke-1, 3, 6, 9, 12, 15, dan 30. Pemilihan waktu pemeriksaan dilakukan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. berasal dari daerah Gangga, Jumna, dan Cambal di India. Pemeliharaan ternak

I PENDAHULUAN. berasal dari daerah Gangga, Jumna, dan Cambal di India. Pemeliharaan ternak 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kambing Peranakan Etawah atau kambing PE merupakan persilangan antara kambing kacang betina asli Indonesia dengan kambing Etawah jantan yang berasal dari daerah Gangga,

Lebih terperinci

HIPOTALAMUS DAN KELENJAR HIPOFISIS

HIPOTALAMUS DAN KELENJAR HIPOFISIS HIPOTALAMUS DAN KELENJAR HIPOFISIS Hipotalamus merupakan bagian kecil otak yang menerima input baik langsung maupun tidak dari semua bagian otak. Hipofisis adalah kelenjar endokrin kecil yang terletak

Lebih terperinci

PENGARUH KUAT ARUS PADA ANALISIS LIMBAH CAIR URANIUM MENGGUNAKAN METODA ELEKTRODEPOSISI

PENGARUH KUAT ARUS PADA ANALISIS LIMBAH CAIR URANIUM MENGGUNAKAN METODA ELEKTRODEPOSISI ISSN 1979-2409 PENGARUH KUAT ARUS PADA ANALISIS LIMBAH CAIR URANIUM MENGGUNAKAN METODA ELEKTRODEPOSISI Noviarty, Darma Adiantoro, Endang Sukesi, Sudaryati Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir BATAN ABSTRAK

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM. ph Meter dan Persiapan Larutan Penyangga

LAPORAN PRAKTIKUM. ph Meter dan Persiapan Larutan Penyangga LAPORAN PRAKTIKUM ph Meter dan Persiapan Larutan Penyangga Oleh : Adenin Dian Musrifani (147008020) Islah Wahyuni (147008024) Tanggal Praktikum : Selasa, 10 Maret 2015 A. Tujuan: 1. Mampu menggunakan alat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap penyiapan templat mtdna, amplifikasi fragmen mtdna pada daerah D-loop mtdna manusia dengan teknik PCR, deteksi

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. 1. Materi Penelitian, Lokasi dan Waktu Penelitian

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. 1. Materi Penelitian, Lokasi dan Waktu Penelitian II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 1. Materi Penelitian, Lokasi dan Waktu Penelitian 1.1. Materi Penelitian 1.1.1. Alat Alat yang digunakan adalah akuarium berukuran 40 X 60 X 60 cm 3 dan ketinggian air

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi Departemen Farmasi FMIPA UI Depok selama lebih kurang 6 (enam) bulan yaitu dari bulan Januari sampai

Lebih terperinci

EFISIENSI METODE INKUBASI DAN PENAMBAHAN NAOHDALAM MENENTUKAN KEBUTUHAN KAPUR UNTUK PERTANIAN DI LAHAN PASANG SURUT RINGKASAN

EFISIENSI METODE INKUBASI DAN PENAMBAHAN NAOHDALAM MENENTUKAN KEBUTUHAN KAPUR UNTUK PERTANIAN DI LAHAN PASANG SURUT RINGKASAN EFISIENSI METODE INKUBASI DAN PENAMBAHAN NAOHDALAM MENENTUKAN KEBUTUHAN KAPUR UNTUK PERTANIAN DI LAHAN PASANG SURUT HUSIN KADERI, TATY INDRIAN DAN HARYATUN Balai Peneitian Tanaman Pangan Lahan Rawa, Jl.

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI ISOLASI TOTAL DNA TUMBUHAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA PHYTOPURE Halaman : 1 dari 5 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan tumbuhan, dapat dari daun, akar, batang,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sel Darah Merah Hasil penghitungan jumlah sel darah merah setiap bulan selama lima bulan dari setiap kelompok perlakuan memberikan gambaran nilai yang berbeda seperti terlihat

Lebih terperinci