Majalah FASILITATOR, terbit di Jakarta, Edisi III Juli 2006

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Majalah FASILITATOR, terbit di Jakarta, Edisi III Juli 2006"

Transkripsi

1 Majalah FASILITATOR, terbit di Jakarta, Edisi III Juli 2006 PEMBIASAAN BERFIKIR KRITIS ANAK TAMAN KANAK-KANAK Oleh : Ki Supriyoko A. PENGANTAR Ketika masih kuliah pada program doktor pertengahan tahun 90-an lalu dosen saya yang berkebangsaan Inggris, namanya Frank Barrow, sempat menjelaskan pengertian kreativitas (creativity) dan berbagai macam hal yang berkait dengan kreativitas itu, termasuk ciri-ciri orang yang kreatif (creative people). Saya pun masih ingat betul sampai sekarang, dari belasan ciri-ciri orang yang kreatif tersebut salah satunya adalah berfikir kritis (critical thinking). Artinya, apabila ada orang yang suka berfikir kritis hal itu memenuhi salah satu ciri dari orang yang kreatif; padahal keberhasilan seseorang dalam mengarungi bahtera kehidupan di dunia ini konon lebih ditentukan oleh kreativitas daripada tingkat kecerdasannya. Meskipun sampai sekarang saya ingat betul bahwa berfikir kritis itu bagian dari kreativitas, namun ternyata saya tidak ingat lagi apa pengertian operasional atas berfikir kritis tersebut. Masalahnya, sejak dulu pengertian operasional tentang berfikir kritis sangatlah beragam. Keberagaman penger-

2 2 tian operasional itulah yang menyebabkan diskusi tentang berfikir kritis masih sering dilakukan sampai sekarang; baik di perguruan tinggi, sekolah, maupun tempat-tempat diskusi yang lainnya. Pada tahun 2006 ini di Malaysia diselenggarakan Seminar Kebangsaan Pengajaran Bahasa Melayu 2006 dengan menghadirkan puluhan pembicara (pembentang) yang kebanyakan berasal dari universitas ternama di negeri jiran tersebut. Prof. Dr. Abdullah Hassan (UPSI), Prof. Madya Dr. Nor Hashimah Hashim (USM), Prof. Madya Dr. Ishak Ramly (USM), Dr. Zaitul Azma Zainon Hamzah (UPM), dsb. Dari 23 topik yang dibahas di dalam seminar tersebut ada topik yang langsung menjurus masalah berfikir kritis, yaitu Penyerapan Kemahiran Berfikir Kritis dan Kreatif dalam Kefahaman Bacaan Bahasa Melayu Murid Sekolah Rendah di Malaysia (topik 3). Meskipun berbagai seminar dan diskusi sudah sering dilakukan tetapi sampai kini keberagaman pengertian operasional tentang berfikir kritis masih tetap terjadi. B. INDIKATOR YANG SESUAI Biarlah keberagaman pengertian operasional tetap berlangsung; hal itu menandakan bahwa pengetahuan dan ilmu tentang berfikir kritis itu sendiri senantiasa tumbuh dan berkembang. Pengembangan pengetahuan dan ilmu tentang berfikir kritis lebih menjadi tanggung jawab para dosen dan peneliti di perguruan tinggi; sementara itu bagi para pendidik, orang tua, dan siapa saja yang terlibat secara langsung dalam pendidikan anak TK lebih berkepentingan pada cara membiasakan berfikir kritis pada anak-anak TK itu

3 3 sendiri. Indikator apa saja berfikir ktitis itu, bagaimana cara mengajarkan, dan bagaimana cara membiasakan kepada anak-anak TK, dsb. Ini semua merupakan bagian penting bagi praktisi pendidikan TK di Indonesia. Apabila kita membuka situs internet tentang Kemahiran Berfikir dan Startegi Berfikir dalam P&P Sains ( di sana diperoleh definisi tentang berfikir kritis. Dalam definisi tersebut disebutkan dalam Bahasa Melayu sbb: kemahiran berfikir kritis ialah kebolehan untuk menilai kemunasabahan sesuatu idea. Kemahiran yang perlu dikuasai oleh seseorang individu untuk meningkatkan pemikiran kritisnya ialah mencirikan, membandingkan dan membezakan, mengumpulkan dan mengelaskan, membuat urutan, menyusun mengikut keutamaan, menganalisis, mengesan kecondongan, menilai dan membuat kesimpulan. Menurut definisi tersebut di atas indikator berfikir kritis adalah sbb: (1) mengetahui karakter, (2) membandingkan dan membedakan, (3) menggabung dan memisah, (4) mengurutkan, (5) membuat prioritas, (6) membuat analisis, (7) melihat kecenderungan, (8) menilai, dan (9) menyimpulkan. Sudah barang tentu semua itu masih dilakukan dalam pikiran dan belum sampai pada tahap tindakan. Sementara itu kalau kita melihat situs internet lainnya tentang Kemahiran Berfikir Secara Kritis dan Kreatif ( di sana disebutkan dalam Bahasa Melayu sbb: perkataan kritik berasal daripada Bahasa Yunani Kritikos yang bermakna mampu menilai. Pada asalnya perkataan kritis dicipta untuk mengelak kesilapan, kekeliruan dan andaian-andaian yang salah. Secara umumnya kemahiran berfikir secara kritis ialah kecekapan dan keupayaan menggunakan minda untuk menilai

4 4 kemunasabahan dan kewajaran sesuatu idea, meneliti kebernasan dan kelemahan sesuatu hujah, dan membuat pertimbangan yang wajar dengan menggunakan alasan dan bukti. Selanjutnya dalam dokumen tersebut disebutkan indikator berfikir kritis sbb: (1) membandingkan dan membedakan, (2) membuat kategori, (3) meneliti secara detail, (4) menerangkan sebab, (5) membuat urutan, (6) menentukan sumber yang dipercaya, (7) membuat ramalan, (8) memeriksa kemungkinan, dan (9) membuat inferensi. Dalam hal ini pun tentunya masih dalam pikiran, artinya belum sampai pada tindakan. Berbagai indikator tersebut barangkali tidak salah, namun terlalu sulit apabila harus diimplementasikan pada anak TK. Oleh karena itu perlulah kiranya disusun indikator berfikir kritis yang sesuai dengan perkembangan kejiwaan anak TK itu sendiri. Adapun indikator yang dimaksud terdiri dari empat hal sebagai berikut. Pertama, menanyakan kekhasan. Sejauh mana kebiasaan anak menanyakan kekhasan dari benda-benda atau manusia tertentu; misalnya kursi itu terbuat dari apa, berapa lebar kursi, siapa yang membuat kursi, apa warna kulit orang Papua, apa warna rambut orang Kalimantan, dan sebagainya. Kedua, menanyakan perbedaan. Sejauh mana kebiasaan anak menanyakan perbedaan benda atau manusia satu dengan lainnya; misalnya lebih keras mana di antara kursi kayu dengan kursi besi, lebih gelap mana warna kulit orang Papua dengan Sumatera, dan sebagainya.

5 5 Ketiga, menanyakan urutan. Sejauh mana kebiasaan anak menanyakan urutan benda atau manusia tertentu; misalnya di antara pohon jati, pohon sengon dan pohon pisang mana urutan dari yang paling keras, di antara lima pulau besar di Indonesia mana urutan dari barat, dan sebagainya. Keempat, menanyakan sebab. Sejauh mana kebiasaan anak menanyakan sebab mengenai sesuatu menyangkut benda atau manusia tertentu; misalnya apa sebab pohon pisang jauh lebih mudah ditebang daripada pohon jati, apa sebab manusia harus bangun pagi hari, dan sebagainya. Di luar keempat indikator tersebut masih banyak indikator lain yang menunjukkan kemampuan berfikir kritis; namun untuk anak TK kiranya dengan keempat indikator tersebut sudah cukup karena memang sudah sesuai dengan tahap perkembangan kejiwaannya. Dengan keempat indikator tersebut sudah cukup digunakan untuk mengetahui seorang anak kemampuan berfikir kritisnya tinggi atau rendah. C. METODA PEMBIASAN Setelah mengetahui indikator berfikir kritis yang sesuai dengan tahap perkembangan anak TK masalah selanjutnya adalah bagaimana metoda atau cara pembiasaan berfikir kritis. Kalau ditelaah lebih mendalam, pembiasaan tersebut sebenarnya sama substansinya dengan melatih anak untuk berfikir kritis. Pembiasaan itu sama dengan berlatih secara berulang-ulang sehingga menjadi biasa; anak yang dibiasakan berfikir kritis sama artinya dengan dilatih secara berulang-

6 6 ulang. Dalam teori psikologi ada yang disebut naturalisasi (naturalization) yang maksudnya hampir sama dengan pembiasaan; yaitu mengerjakan halhal yang sulit tetapi menjadi mudah karena dilakukan secara berulang-ulang sampai menjadi biasa. Bagaimana membiasakan berfikir kritis pada anak TK? Hal ini tidaklah terlalu sulit asalkan guru bersungguh-sungguh dalam melakukannya; yaitu dengan menyajikan gambar, benda, atau apa pun yang mengandung perbedaan dan keanehan kepada siswa. Contoh konkretnya sbb: guru menyajikan satu gambar anjing dan satu gambar kucing yang dipasang di papan tulis. Kemudian menyilahkan anak untuk menanyakan apa yang ingin ditanyakan. Bagi anak yang mempunyai kemampuan berfikir kritis tentu akan mulai bertanya; apa saja warna kulit anjing (kekhasan), makan apa kucing itu (kekhasan), apakah anjing dan kucing sama-sama makan daging (perbedaan), banyak mana jumlah jari kaki anjing dengan kucing (perbedaan), mana yang badannya lebih besar antara anjing dengan kucing (urutan), cepat mana larinya anjing dengan kucing (urutan), mengapa anjing suka mengejar kucing (sebab), mengapa kucing takut pada anjing (sebab), dan sebagainya. Setelah memasang gambar anjing dan kucing, selanjutnya bisa saja guru memasang satu gambar anjing (misalnya jenis herder) dan satu lagi gambar anjing yang jenisnya berbeda (misalnya jenis pony). Pertanyaan dari anak-anak yang (diharapkan) muncul kira-kira sbb: apa jenis anjing pertama dan kedua (kekhasan), di mana jenis anjing itu dapat ditemukan (kekhasan), apakah kedua anjing tersebut makanannya sama (perbedaan), apakah kedua anjing tersebut benci dengan kucing (perbedaan), mana urutan yang lebih

7 7 besar badannya (urutan), mana yang lebih mahal harganya di antara kedua anjing tersebut (urutan), mengapa anjing herder lebih besar badannya daripada anjing pony (sebab), mengapa anjing herder sangat sedikit di tempat kita (sebab); dan sebagainya. Pada waktu yang lain sang guru dapat menyajikan benda-benda lainnya seperti benda yang berwarna-warni, tongkat yang besar dan yang kecil, meja belajar yang dipakai anak dan guru, ketegapan di antara dua atau tiga anak, warna baju yang dipakai anak, jenis sepatu yang dipakai anak, bentuk tanaman yang ada di halaman sekolah, dan masih banyak yang lainnya. Itu semua dengan catatan, yang disajikan kepada anak haruslah sesuai dengan perkembangan jiwa anak TK itu sendiri. Ini semua kalau dilakukan sudah merupakan pembiasaan berfikir kritis pada anak TK. D. PENUTUP Berfikir kritis bukanlah kegiatan yang statis dan hanya dimiliki oleh kaum dewasa saja akan tetapi merupakan kegiatan yang dinamis dan milik semua orang, baik orang tua, dewasa, remaja maupun anak-anak. Pembiasaan berfikir kritis pada anak TK sama halnya dengan melatih berfikir kritis secara berulang-ulang pada anak yang bersangkutan. Apabila pembiasaan ini bisa dilakukan di TK, ke depannya anak tersebut akan terbiasa berfikir kritis untuk mendorong pengembangan kreativitas yang bermanfaat bagi keberhasilan bahtera hidupnya!!!***** >>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>> Prof. Dr. H. Ki Supriyoko, M.Pd. adalah Ketua Majelis Luhur Tamansiswa, Pengasuh

8 8 Pesantren Ar-Raudhah Yogyakarta, dan Wakil Presiden Pan-Pacific Association of Private Education (PAPE) yang bermarkas di Tokyo, Jepang KAPASITAS: KATA (WORDS)

Majalah Dit-TK-SD Depdiknas FASILITATOR, terbit di Jakarta, Edisi Juli 2007

Majalah Dit-TK-SD Depdiknas FASILITATOR, terbit di Jakarta, Edisi Juli 2007 Majalah Dit-TK-SD Depdiknas FASILITATOR, terbit di Jakarta, Edisi Juli 2007 MENGEMBANGKAN KOMPETENSI PROFESIONAL GURU INDONESIA Oleh : Ki Supriyoko A. PENGANTAR Kalau kita buka Oxford Advance Learner s

Lebih terperinci

Majalah Dit-TK-SD Depdiknas FASILITATOR, terbit di Jakarta, Edisi April 2007

Majalah Dit-TK-SD Depdiknas FASILITATOR, terbit di Jakarta, Edisi April 2007 Majalah Dit-TK-SD Depdiknas FASILITATOR, terbit di Jakarta, Edisi April 2007 MENGEMBANGKAN KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU INDONESIA Oleh : Ki Supriyoko A. PENGANTAR Undang-Undang (UU) Republik Indonesia (RI)

Lebih terperinci

KEMAHIRAN BERFIKIR SECARA KRITIS

KEMAHIRAN BERFIKIR SECARA KRITIS KEMAHIRAN BERFIKIR SECARA KRITIS Definisi : kecekapan dan keupayaan menggunakan minda untuk menilai kemunasabahan atau kewajaran sesuatu idea, meneliti kebernasan, kebaikan dan kelemahan sesuatu hujah,

Lebih terperinci

A. PENGANTAR. MENGEMBANGKAN KOMPETENSI SOSIAL PADA GURU INDONESIA Oleh : Ki Supriyoko

A. PENGANTAR. MENGEMBANGKAN KOMPETENSI SOSIAL PADA GURU INDONESIA Oleh : Ki Supriyoko MENGEMBANGKAN KOMPETENSI SOSIAL PADA GURU INDONESIA Oleh : Ki Supriyoko A. PENGANTAR Kalau dikumpulkan terdapat belasan bahkan puluhan pengertian atau pun definisi kompetensi. Kalau kita buka Oxford Advance

Lebih terperinci

DETERMINAN MUTU PENDIDIKAN DASAR DI INDONESIA. Oleh : Ki Supriyoko

DETERMINAN MUTU PENDIDIKAN DASAR DI INDONESIA. Oleh : Ki Supriyoko DETERMINAN MUTU PENDIDIKAN DASAR DI INDONESIA Oleh : Ki Supriyoko A. PENGANTAR Faktor atau determinan apa saja yang berpengaruh terhadap mutu pendidikan dasar, utamanya SD, di Indonesia? Sejauhmanakah

Lebih terperinci

HHHC9501 KEMAHIRAN PEMIKIRAN KRITIKAL, PENYELESAIAN MASALAH DAN PENDEKATAN SEMESTER 1 SESI 2014/2015 SET 4 TUGASAN 1:

HHHC9501 KEMAHIRAN PEMIKIRAN KRITIKAL, PENYELESAIAN MASALAH DAN PENDEKATAN SEMESTER 1 SESI 2014/2015 SET 4 TUGASAN 1: HHHC9501 KEMAHIRAN PEMIKIRAN KRITIKAL, PENYELESAIAN MASALAH DAN PENDEKATAN SEMESTER 1 SESI 2014/2015 SET 4 TUGASAN 1: PENULISAN TENTANG PEMIKIRAN KRITIS NAMA NO MATRIK NAMA PENSYARAH : UMI NURFAZILAH BINTI

Lebih terperinci

Majalah Dit-TK-SD Depdiknas FASILITATOR, terbit di Jakarta, Edisi Januari 2007

Majalah Dit-TK-SD Depdiknas FASILITATOR, terbit di Jakarta, Edisi Januari 2007 Majalah Dit-TK-SD Depdiknas FASILITATOR, terbit di Jakarta, Edisi Januari 2007 PROFESI, PROFESIONAL, PROFESIONALISME, DAN PROFESIONALITAS GURU DALAM UNDANG-UNDANG Oleh : Ki Supriyoko A. PENGANTAR Semenjak

Lebih terperinci

Majalah Dit-TK-SD Depdiknas FASILITATOR, terbit di Jakarta, Edisi Januari 2007

Majalah Dit-TK-SD Depdiknas FASILITATOR, terbit di Jakarta, Edisi Januari 2007 Majalah Dit-TK-SD Depdiknas FASILITATOR, terbit di Jakarta, Edisi Januari 2007 MENGEMBANGKAN KOMPETENSI KEPRIBADIAN GURU INDONESIA Oleh : Ki Supriyoko A. PENGANTAR Banyak pengertian kompetensi yang dikembangkan

Lebih terperinci

BAB 1: PENGENALAN KEMAHIRAN MENDENGAR

BAB 1: PENGENALAN KEMAHIRAN MENDENGAR BAB 1: PENGENALAN KEMAHIRAN MENDENGAR Pengenalan Kemahiran Mendengar Keupayaan pelajar mendengar dengan teliti dan memahami perkara yang didengar dalam pelbagai situasi pengucapan seperti cerita, arahan,

Lebih terperinci

KEMAHIRAN BERFIKIR DALAM PENGAJARAN DAN PEMBELAJARAN

KEMAHIRAN BERFIKIR DALAM PENGAJARAN DAN PEMBELAJARAN KEMAHIRAN BERFIKIR DALAM PENGAJARAN DAN PEMBELAJARAN MATLAMAT Modul ini bertujuan memberikan pemahaman dan panduan tentang kemahiran berfikir dan pengoperasiannya agar guru dapat menerapkan dalam pengajaran

Lebih terperinci

Surat Kabar Harian YOGYA POS, terbit di Yogyakarta Edisi 12 Oktober KEPENDUDUKAN DAN KEPENDIDIKAN ISLAM Oleh : Ki Supriyoko

Surat Kabar Harian YOGYA POS, terbit di Yogyakarta Edisi 12 Oktober KEPENDUDUKAN DAN KEPENDIDIKAN ISLAM Oleh : Ki Supriyoko Surat Kabar Harian YOGYA POS, terbit di Yogyakarta Edisi 12 Oktober 1990 KEPENDUDUKAN DAN KEPENDIDIKAN ISLAM Oleh : Ki Supriyoko Mencermati dengan seksama terhadap gambaran besar tentang kependudukan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik jasmani maupun rohani sehingga anak memiliki kesiapan untuk memasuki

BAB I PENDAHULUAN. baik jasmani maupun rohani sehingga anak memiliki kesiapan untuk memasuki BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan anak usia dini merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian stimulus

Lebih terperinci

Majalah Bulanan Tamansiswa PUSARA, terbit di Yogyakarta, Edisi Maret 1999

Majalah Bulanan Tamansiswa PUSARA, terbit di Yogyakarta, Edisi Maret 1999 Majalah Bulanan Tamansiswa PUSARA, terbit di Yogyakarta, Edisi Maret 1999 MENGEVALUASI PELAKSANAAN EBTANAS DI SEKOLAH NEGERI DAN SWASTA Oleh : Ki Supriyoko Pada awal s/d pertengahan Mei nanti pemerintah

Lebih terperinci

Majalah PUSARA, Edisi Juli TAMANSISWA DI ERA DESENTRALISASI PENDIDIKAN Oleh : Ki Supriyoko

Majalah PUSARA, Edisi Juli TAMANSISWA DI ERA DESENTRALISASI PENDIDIKAN Oleh : Ki Supriyoko Majalah PUSARA, Edisi Juli 2007 TAMANSISWA DI ERA DESENTRALISASI PENDIDIKAN Oleh : Ki Supriyoko Telah terbuktikan oleh sejarah bahwa perjalanan Tamansiswa telah melewati dua jaman sekaligus; masing-masing

Lebih terperinci

dan istilah. Frasa pemikiran kritis adalah merupakan gabungan atau hubungan antara dua perkataan iaitu pemikiran dan juga

dan istilah. Frasa pemikiran kritis adalah merupakan gabungan atau hubungan antara dua perkataan iaitu pemikiran dan juga Konsep Pemikiran Kritis Definisi Pemikiran kritis dapat dilihat sudut pengertiannya dari segi bahasa dan istilah. Frasa pemikiran kritis adalah merupakan gabungan atau hubungan antara dua perkataan iaitu

Lebih terperinci

PANDUAN PERKEMBANGAN PEMBELAJARAN MURID DUNIA SAINS DAN TEKNOLOGI TAHUN 3 DUNIA SAINS DAN TEKNOLOGI TAHUN 3

PANDUAN PERKEMBANGAN PEMBELAJARAN MURID DUNIA SAINS DAN TEKNOLOGI TAHUN 3 DUNIA SAINS DAN TEKNOLOGI TAHUN 3 PANDUAN PERKEMBANGAN PEMBELAJARAN MURID DUNIA DAN TEKNOLOGI TAHUN 3 MATLAMAT KURIKULUM DUNIA DAN TEKNOLOGI Matlamat Kurikulum Dunia Sains dan Teknologi Sekolah Rendah ini ialah untuk menanam minat dan

Lebih terperinci

Surat Kabar Harian KEDAULATAN RAKYAT, terbit di Yogyakarta, Edisi 20 Juli 1988

Surat Kabar Harian KEDAULATAN RAKYAT, terbit di Yogyakarta, Edisi 20 Juli 1988 Surat Kabar Harian KEDAULATAN RAKYAT, terbit di Yogyakarta, Edisi 20 Juli 1988 ANALISIS POTENSI AKADEMIK YOGYAKARTA UNTUK MENYONGSONG WAJIB BELAJAR SMTP Oleh : Ki Supriyoko Pembicaraan tentang masalah

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian simpulan dapat dibagi dua yaitu :

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian simpulan dapat dibagi dua yaitu : BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian simpulan dapat dibagi dua yaitu : 1. Simpulan Umum Pendidikan karakter dalam pembelajaran IPA di kelas 4 SD Laboratorium UPI sudah diterapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengarahkan pendidikan menuju kualitas yang lebih baik. Berbagai. Satuan Pendidikan adalah kurikulum operasional yang disusun,

BAB I PENDAHULUAN. mengarahkan pendidikan menuju kualitas yang lebih baik. Berbagai. Satuan Pendidikan adalah kurikulum operasional yang disusun, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan senantiasa mengalami perubahan yang bertujuan untuk mengarahkan pendidikan menuju kualitas yang lebih baik. Berbagai pengembangan kebijakan tentang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Saat ini indikator kesehatan jiwa di bagi menjadi tiga bagian, yaitu gangguan jiwa berat, gangguan mental emosional (afektif) juga melalui cakupan pengobatannya, menurut

Lebih terperinci

Majalah METODIKA, terbit di Jakarta, Edisi IV Oktober 2006

Majalah METODIKA, terbit di Jakarta, Edisi IV Oktober 2006 Majalah METODIKA, terbit di Jakarta, Edisi IV Oktober 2006 PEMANTAPAN KINERJA PENDIDIKAN MELALUI PROFESIONALISME GURU Oleh : Ki Supriyoko A. PENGANTAR Kinerja pendidikan nasional telah lama menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. layanan pendidikan diperoleh setiap individu pada lembaga pendidikan secara

BAB I PENDAHULUAN. layanan pendidikan diperoleh setiap individu pada lembaga pendidikan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan hal yang dibutuhkan oleh setiap individu. Sejak lahir, setiap individu sudah membutuhkan layanan pendidikan. Secara formal, layanan pendidikan

Lebih terperinci

Membangun Kreatifitas dengan Mainan Edukatif 'Building Block'

Membangun Kreatifitas dengan Mainan Edukatif 'Building Block' Membangun Kreatifitas dengan Mainan Edukatif 'Building Block' Mainan edukatif (Alat Permainan Edukatif / APE) seperti building block yang terdiri dari balok-balok dengan beberapa bentuk seperti segi tiga,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk berkembang. Pada masa ini anak mempunyai rasa ingin tahu yang besar

BAB I PENDAHULUAN. untuk berkembang. Pada masa ini anak mempunyai rasa ingin tahu yang besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak khususnya anak usia dini merupakan masa yang paling optimal untuk berkembang. Pada masa ini anak mempunyai rasa ingin tahu yang besar dan melakukan apapun untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki persiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. bimbingan dan pengarahan anak tidak akan faham dan tidak tahu cara

BAB I PENDAHULUAN. memiliki persiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. bimbingan dan pengarahan anak tidak akan faham dan tidak tahu cara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan proses interaksi antara pendidik (orang tua, pengasuh, guru) dengan anak usia dini secara terencana untuk mencapai suatu tujuan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan Nasional, anak usia dini adalah anak usia 0 (Sejak Lahir) sampai usia

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan Nasional, anak usia dini adalah anak usia 0 (Sejak Lahir) sampai usia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional, anak usia dini adalah anak usia 0 (Sejak Lahir) sampai usia 6 tahun. Secara alamiah perkembangan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. menggunakan metode yang menarik dan bervariasi dalam mengajar. Bahri (dalam

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. menggunakan metode yang menarik dan bervariasi dalam mengajar. Bahri (dalam 1 BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoretis 2.1.1 Hakikat Metode Demonstrasi Kegiatan belajar mengajar akan lebih bersemangat apabila seorang guru dapat menggunakan metode yang

Lebih terperinci

3/1/2017. Semantik struktural didefinisikan sebagai salah satu daripada komponen tatabahasa yang mengkhususkan representasi semantik kepada ayat.

3/1/2017. Semantik struktural didefinisikan sebagai salah satu daripada komponen tatabahasa yang mengkhususkan representasi semantik kepada ayat. Semantik struktural didefinisikan sebagai salah satu daripada komponen tatabahasa yang mengkhususkan representasi semantik kepada ayat. Prof Madya Dr. Zaitul Azma Zainon Hamzah Jabatan Bahasa Melayu Fakulti

Lebih terperinci

Sejarah Perkembangan Ilmu Semantik

Sejarah Perkembangan Ilmu Semantik Sejarah Perkembangan Ilmu Semantik Prof Madya Dr. Zaitul Azma Zainon Hamzah Jabatan Bahasa Melayu Fakulti Bahasa Moden dan Komunikasi Universiti Putra Malaysia Semantik pada peringkat ini dikenali sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelompok Bermain atau yang biasa disingkat dengan KB termasuk dalam pendidikan yang tidak formal dan berada dibawah TK. Waktu belajar mereka hanya beberapa jam sehari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dirumuskan dari Standar Kelulusan (SKL). Penyusunan kurikulum 2013

BAB I PENDAHULUAN. dirumuskan dari Standar Kelulusan (SKL). Penyusunan kurikulum 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kurikulum 2013 adalah kurikulum berbasis kompetensi, pengembangan kurikulum 2013 diarahkan pada pencapaian kompetensi yang dirumuskan dari Standar Kelulusan (SKL). Penyusunan

Lebih terperinci

PENGARUH METODE EKSPERIMEN SAINS SEDERHANA TERHADAP MINAT BELAJAR ANAK DI KELOMPOK B5 TK AISYIYAH 1 PALU

PENGARUH METODE EKSPERIMEN SAINS SEDERHANA TERHADAP MINAT BELAJAR ANAK DI KELOMPOK B5 TK AISYIYAH 1 PALU PENGARUH METODE EKSPERIMEN SAINS SEDERHANA TERHADAP MINAT BELAJAR ANAK DI KELOMPOK B5 TK AISYIYAH 1 PALU Juwita Nur Afriani¹ ABSTRAK Rumusan masalah pada artikel ini adalah tentang kurangnya minat belajar

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PELAJARAN MALAYSIA

KEMENTERIAN PELAJARAN MALAYSIA KEMENTERIAN PELAJARAN MALAYSIA DOKUMEN STANDARD PRESTASI DUNIA SAINS DAN TEKNOLOGI ELEMEN SAINS STANDARD PRESTASI MATEMATIK TAHUN 1 TAHUN TIGA http://bahankssrdst.blogspot.com www.facebook.com/kssrdst

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Anak adalah makhluk sosial sama seperti dengan orang dewasa. Anak

BAB 1 PENDAHULUAN. Anak adalah makhluk sosial sama seperti dengan orang dewasa. Anak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anak adalah makhluk sosial sama seperti dengan orang dewasa. Anak terlahir dalam keadaan tidak mengetahui apa-apa sehingga membutuhkan orang dewasa dalam membantu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pemecahan Masalah (Problem Solving) Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran yang berlandaskan teori konstruktivisme. Konstruktivisme merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menyelesaikan suatu masalah. Hal tersebut berpengaruh terhadap hasil

BAB I PENDAHULUAN. dalam menyelesaikan suatu masalah. Hal tersebut berpengaruh terhadap hasil BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keaktifan dalam pembelajaran matematika itu penting. Karena merupakan salah satu faktor utama yang berpengaruh terhadap keberhasilan siswa. Belajar adalah berbuat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tubuh manusia merupakan hal yang bisa dipelajari, baik bentuk maupun

BAB I PENDAHULUAN. Tubuh manusia merupakan hal yang bisa dipelajari, baik bentuk maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tubuh manusia merupakan hal yang bisa dipelajari, baik bentuk maupun perilakunya (gerakan anggota tubuh). Tubuh manusia akan terlihat kelenturannya apabila sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan para mahasiswa yang tanggap akan masalah, tangguh, dapat di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan para mahasiswa yang tanggap akan masalah, tangguh, dapat di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah salah satu generasi harapan bangsa dimana masa depan yang dicita-citakan bangsa ini berada di tangan mereka. Banyak orang menganggap bahwa mahasiswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diabaikan, yang jelas disadari bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor

BAB I PENDAHULUAN. diabaikan, yang jelas disadari bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bidang yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Di samping itu, pendidikan dapat mendorong peningkatan kualitas hidup manusia, bentuk

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS PERUSAHAAN

BAB 3 ANALISIS PERUSAHAAN BAB 3 ANALISIS PERUSAHAAN 3.1 Data Perusahaan Westin School adalah sekolah yang mengajarkan siswa dari Kelompok Bermain sampai Sekolah Menengah Atas pelajaran dengan kurikulum pemerintah dan Singapura.Sekolah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Bentuk dan Strategi Penelitian Mengacu pada permasalahan yang dirumuskan, maka skripsi yang berjudul Revitalisasi Pemikiran Ki Hadjar Dewantara Untuk Pendidikan Karakter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kegiatan melukis realis merupakan bentuk ekspresi jiwa seseorang dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kegiatan melukis realis merupakan bentuk ekspresi jiwa seseorang dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan melukis realis merupakan bentuk ekspresi jiwa seseorang dalam menggambar objek seperti apa adanya atau sesuai dengan objek yang nyata (sebenarnya) ke dalam

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN UPAYA GURU DALAM MELATIH KEMANDIRIAN ANAK USIA DINI DI TK PERTIWI PAGUMENGANMAS. A. Gambaran Umum TK Pertiwi Pagumenganmas

BAB III HASIL PENELITIAN UPAYA GURU DALAM MELATIH KEMANDIRIAN ANAK USIA DINI DI TK PERTIWI PAGUMENGANMAS. A. Gambaran Umum TK Pertiwi Pagumenganmas 44 BAB III HASIL PENELITIAN UPAYA GURU DALAM MELATIH KEMANDIRIAN ANAK USIA DINI DI TK PERTIWI PAGUMENGANMAS A. Gambaran Umum TK Pertiwi Pagumenganmas 1. Sejarah TK Pertiwi Pagumenganmas TK Pertiwi Pagumenganmas

Lebih terperinci

UNIT 2 KURIKULUM SAINS SEKOLAH RENDAH

UNIT 2 KURIKULUM SAINS SEKOLAH RENDAH 15 UNIT 2 KURIKULUM SAINS SEKOLAH RENDAH HASIL PEMBELAJARAN Di akhir unit ini, anda diharapkan dapat: 1. Menjelaskan maksud kurikuum 2. Menghuraikan maksud pembelajaran sains 3. Menganalisis keperluan

Lebih terperinci

BAB 5 RUMUSAN DAN SARANAN

BAB 5 RUMUSAN DAN SARANAN BAB 5 RUMUSAN DAN SARANAN 5.1 Pengenalan Hasil daripada kajian strategi membaca teks bahasa Arab dalam kalangan pelajar ini, pengkaji akan mengemukakan cadangan dan saranan dalam dua bentuk yang berbeza,

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN A. Pembahasan Hasil Penelitian 1. Metode Quick On The Draw Dari Hasil penelitian implementasi atau penerapan metode quick on the draw di SMP Islam Parlaungan

Lebih terperinci

PANDUAN PERKEMBANGAN PEMBELAJARAN MURID PENDIDIKAN SENI VISUAL TINGKATAN 2

PANDUAN PERKEMBANGAN PEMBELAJARAN MURID PENDIDIKAN SENI VISUAL TINGKATAN 2 PANDUAN PERKEMBANGAN PEMBELAJARAN MURID PENDIDIKAN SENI VISUAL TINGKATAN 2 MATLAMAT KURIKULUM PENDIDIKAN SENI VISUAL Matlamat Pendidikan Seni Visual sekolah menengah adalah untuk membentuk keperibadian

Lebih terperinci

Surat Kabar Harian KEDAULATAN RAKYAT, terbit di Yogyakarta, Edisi 9 Januari AKHIRNYA SIPENMARU HARUS TURUN TAHTA Oleh : Ki Supriyoko

Surat Kabar Harian KEDAULATAN RAKYAT, terbit di Yogyakarta, Edisi 9 Januari AKHIRNYA SIPENMARU HARUS TURUN TAHTA Oleh : Ki Supriyoko Surat Kabar Harian KEDAULATAN RAKYAT, terbit di Yogyakarta, Edisi 9 Januari 1989 AKHIRNYA SIPENMARU HARUS TURUN TAHTA Oleh : Ki Supriyoko Kalau Direktur Perguruan Tinggi Depdikbud, Prof. Dr. Soekadji Ranoewihardjo

Lebih terperinci

Bab 5. Ringkasan. suatu hal baru dan orang orang tertentu akan turut mengikuti hal tersebut, terutama

Bab 5. Ringkasan. suatu hal baru dan orang orang tertentu akan turut mengikuti hal tersebut, terutama Bab 5 Ringkasan Pada dasarnya, Jepang adalah negara yang mudah bagi seseorang untuk menciptakan suatu hal baru dan orang orang tertentu akan turut mengikuti hal tersebut, terutama remaja putri Jepang yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Dari hasil penelitian yang dilakukan di beberapa SMA di Salatiga

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Dari hasil penelitian yang dilakukan di beberapa SMA di Salatiga 39 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Dari hasil penelitian yang dilakukan di beberapa SMA di Salatiga diperoleh data sebagaimana di paparkan berikut ini : 4.1.1 Sekolah dan Keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan anak usia dini merupakan bentuk pendidikan untuk rentang usia nol sampai dengan enam tahun, yang memiliki peran yang sangat penting untuk mengembangkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecerdasan serta kesehatan anak bisa diperoleh salah satunya adalah dengan mencukupi kebutuhan gizi dan nutrisinya. Pemenuhan zat gizi dan juga nutrisi sangat diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra dapat dikatakan bahwa wujud dari perkembangan peradaban

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra dapat dikatakan bahwa wujud dari perkembangan peradaban BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Karya sastra dapat dikatakan bahwa wujud dari perkembangan peradaban manusia sesuai dengan lingkungan karena pada dasarnya, karya sastra itu merupakan unsur

Lebih terperinci

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN SAVI DAN RME PADA POKOK BAHASAN KUBUS DAN BALOK DITINJAU DARI KREATIVITAS BELAJAR SISWA

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN SAVI DAN RME PADA POKOK BAHASAN KUBUS DAN BALOK DITINJAU DARI KREATIVITAS BELAJAR SISWA EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN SAVI DAN RME PADA POKOK BAHASAN KUBUS DAN BALOK DITINJAU DARI KREATIVITAS BELAJAR SISWA (Pada Siswa Kelas VIII SMP Muhammadiyah 8 Surakarta Tahun

Lebih terperinci

PANDUAN PERKEMBANGAN PEMBELAJARAN MURID SCIENCE TINGKATAN 1

PANDUAN PERKEMBANGAN PEMBELAJARAN MURID SCIENCE TINGKATAN 1 PANDUAN PERKEMBANGAN PEMBELAJARAN MURID SCIENCE TINGKATAN 1 MATLAMAT KURIKULUM SCIENCE Matlamat kurikulum Science untuk sekolah menengah adalah bertujuan untuk membekalkan murid dengan pengetahuan dan

Lebih terperinci

10.0 RUMUSAN DAN REFLEKSI

10.0 RUMUSAN DAN REFLEKSI 10.0 RUMUSAN DAN REFLEKSI Dapatan kajian ini telah menunjukkan teknik ENIS dapat membantu murid menguasai kemahiran sifir 2-5. Selepas penyelidikan tindakan ini, murid melahirkan perasaan yakin dan seronok

Lebih terperinci

Aplikasi Taksonomi Blooms dalam Merekabentuk Program Pembangunan Pelajar

Aplikasi Taksonomi Blooms dalam Merekabentuk Program Pembangunan Pelajar Aplikasi Taksonomi Blooms dalam Merekabentuk Program Pembangunan Pelajar Mohamad Hashim Bin Othman Ph.D Sharifah Amnah binti Syed Ahmad Universiti Sains Malaysia, Pulau Pinang shim@usm.my Abstrak: Program

Lebih terperinci

RANCANGAN PELAJARAN TAHUNAN BAHASA MELAYU TAHUN 4 UNIT 6 ( ARAS 1 )

RANCANGAN PELAJARAN TAHUNAN BAHASA MELAYU TAHUN 4 UNIT 6 ( ARAS 1 ) RANCANGAN PELAJARAN TAHUNAN BAHASA MELAYU TAHUN 4 UNIT 6 ( ARAS 1 ) Minggu 1 akan dapat:- 6.4 Membaca pantas secara luncuran i. Menyatakan gambaran umum tentang 1. Membaca pantas secara untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN 1 BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN A. Pembahasan Hasil Penelitian 1. Metode Quick On The Draw Dari hasil penelitian implementasi atau penerapan metode quick on the draw di SDN Alun-Alun Contong

Lebih terperinci

RANCANGAN PENGAJARAN HARIAN

RANCANGAN PENGAJARAN HARIAN RANCANGAN PENGAJARAN HARIAN Mata Pelajaran : Bahasa Melayu Tahun : 2 Bestari Bil. Murid : 30 orang Tajuk : Haiwan Tarikh : 21 Februari 2008 Masa : 60 minit Objektif : Pada akhir pelajaran murid dapat;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang paling awal atau pra sekolah. Pendidikan anak usia dini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang paling awal atau pra sekolah. Pendidikan anak usia dini merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini merupakan salah satu lembaga pendidikan yang paling awal atau pra sekolah. Pendidikan anak usia dini merupakan lembaga yang di dalamnya

Lebih terperinci

Penilaian Holistik Darjah 1 & 2

Penilaian Holistik Darjah 1 & 2 Penilaian Holistik Darjah 1 & 2 Penilaian Holistik (HA) Darjah 1 & 2 HA merujuk kepada pengumpulan maklumat yang berterusan dari pelbagai sumber dalam pelbagai aspek pembelajaran dan perkembangan kanak-kanak.

Lebih terperinci

Kurikulum Bahasa Melayu Sekolah Rendah Memupuk Pelajar Aktif, Pengguna Cekap

Kurikulum Bahasa Melayu Sekolah Rendah Memupuk Pelajar Aktif, Pengguna Cekap Kurikulum Bahasa Melayu Sekolah Rendah 2015 Memupuk Pelajar Aktif, Pengguna Cekap Kandungan Matlamat Kurikulum Bahasa Melayu (BM) Model Kemahiran Teras Bahasa Kandungan Pengajaran dan Pembelajaran Bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Usia lahir sampai dengan memasuki pendidikan dasar merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Usia lahir sampai dengan memasuki pendidikan dasar merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usia lahir sampai dengan memasuki pendidikan dasar merupakan masa keemasan. Peran dan kesadaran yang dimiliki orang tua untuk menempatkan anak-anak mereka

Lebih terperinci

PENTINGNYA MEMPERHATIKAN GAYA BELAJAR PESERTA DIDIK

PENTINGNYA MEMPERHATIKAN GAYA BELAJAR PESERTA DIDIK PENTINGNYA MEMPERHATIKAN GAYA BELAJAR PESERTA DIDIK Oleh; M. Nur Ghufron Tersebutlah sebuah kisah di hutan belantara yang lebat. Di sana akan diselenggarakan pertandingan lomba multilintasan untuk mencari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Menurut Keraf (1998:14) etika berasal dari kata Yunani ethos, yang dalam bentuk jamaknya berarti adat istiadat atau kebiasaan. Dalam pengertian ini etika berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya anak usia dini sudah mulai belajar untuk mandiri.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya anak usia dini sudah mulai belajar untuk mandiri. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya anak usia dini sudah mulai belajar untuk mandiri. Kemandirian menurut Bukhari (2014:15) diekspresikan dengan rasa ingin tahu yang besar, rasa

Lebih terperinci

STRATEGI PEMBELAJARAN BAHASA ASING YANG AKTIF, KREATIF, EFEKTIF DAN MENYENANGKAN (PAKEM)

STRATEGI PEMBELAJARAN BAHASA ASING YANG AKTIF, KREATIF, EFEKTIF DAN MENYENANGKAN (PAKEM) STRATEGI PEMBELAJARAN BAHASA ASING YANG AKTIF, KREATIF, EFEKTIF DAN MENYENANGKAN (PAKEM) Oleh: Wawan Danasasmita Dosen Pendidikan Bahasa Jepang FPBS UPI Disampaikan pada Pendidikan dan Pelatihan Profesi

Lebih terperinci

STRATEGI PEMBELAJARAN BAHASA ASING YANG AKTIF, KREATIF, EFEKTIF DAN MENYENANGKAN (PAKEM)

STRATEGI PEMBELAJARAN BAHASA ASING YANG AKTIF, KREATIF, EFEKTIF DAN MENYENANGKAN (PAKEM) - 1 - STRATEGI PEMBELAJARAN BAHASA ASING YANG AKTIF, KREATIF, EFEKTIF DAN MENYENANGKAN (PAKEM) Trend Pembelajaran Beralihnya pendidikan dari bentuk formal (teori dan latihan) ke reinvention, proses (activities),

Lebih terperinci

BAB 2 DATA DAN ANALISA. Untuk mempelajari perkembangan anak dari usia 2 tahun, ada baiknya

BAB 2 DATA DAN ANALISA. Untuk mempelajari perkembangan anak dari usia 2 tahun, ada baiknya 4 BAB 2 DATA DAN ANALISA 2.1 Data Perkembangan Balita Untuk mempelajari perkembangan anak dari usia 2 tahun, ada baiknya mengetahui sekelumit pertumbuhan fisik dan sisi psikologinya. Ada beberapa aspek

Lebih terperinci

30 TiPS LULUS TEMUDUGA

30 TiPS LULUS TEMUDUGA 30 TiPS LULUS TEMUDUGA Cr. Zainal Rashid bin Isa Kaunselor Kerjaya Berdaftar (K.B, P.A) www.zainalrashid.net/rujukan-percuma 1- Dalam sesi temuduga di Malaysia, pada kebiasanya ianya dijalankan dalam Bahasa

Lebih terperinci

Majalah Bulanan Tamansiswa PUSARA, terbit di Yogyakarta, Edisi Januari AKTUALISASI KONSEP PEMERATAAN PENDIDIKAN Oleh : Ki Supriyoko

Majalah Bulanan Tamansiswa PUSARA, terbit di Yogyakarta, Edisi Januari AKTUALISASI KONSEP PEMERATAAN PENDIDIKAN Oleh : Ki Supriyoko Majalah Bulanan Tamansiswa PUSARA, terbit di Yogyakarta, Edisi Januari 1990 AKTUALISASI KONSEP PEMERATAAN PENDIDIKAN Oleh : Ki Supriyoko "Oleh karena pengajaran yang hanya terdapat pada sebagian kecil

Lebih terperinci

PENINGKATAN PERKEMBANGAN MOTORIK HALUS ANAK MELALUI KEGIATAN KOLASE DARI BAHAN BEKAS DI TAMAN KANAK-KANAK AISYIYAH SIMPANG IV AGAM.

PENINGKATAN PERKEMBANGAN MOTORIK HALUS ANAK MELALUI KEGIATAN KOLASE DARI BAHAN BEKAS DI TAMAN KANAK-KANAK AISYIYAH SIMPANG IV AGAM. 1 PENINGKATAN PERKEMBANGAN MOTORIK HALUS ANAK MELALUI KEGIATAN KOLASE DARI BAHAN BEKAS DI TAMAN KANAK-KANAK AISYIYAH SIMPANG IV AGAM Effi Kumala Sari ABSTRAK Perkembangan Motorik Halus anak di Taman Kanak-kanak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Usia lahir sampai dengan memasuki pendidikan dasar merupakan masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Usia lahir sampai dengan memasuki pendidikan dasar merupakan masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usia lahir sampai dengan memasuki pendidikan dasar merupakan masa keemasan sekaligus masa kritis dalam tahapan kehidupan manusia, yang akan menentukan perkembangan

Lebih terperinci

SILABUS PEMBELAJARAN TEMATIK SEKOLAH DASAR KELAS 1 TEMA : KEBERSIHAN

SILABUS PEMBELAJARAN TEMATIK SEKOLAH DASAR KELAS 1 TEMA : KEBERSIHAN LAMPIRAN STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR SILABUS PEMBELAJARAN TEMATIK SEKOLAH DASAR KELAS 1 TEMA : KEBERSIHAN INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI LANGKAH PEMBELAJARAN ALOKASI WAKTU SARANA DAN SUMBER PENILAIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman yang semakin pesat menuntut adanya sumber daya manusia. Salah satu wahana untuk meningkatkan kualitas sumber daya

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman yang semakin pesat menuntut adanya sumber daya manusia. Salah satu wahana untuk meningkatkan kualitas sumber daya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman yang semakin pesat menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas. Salah satu wahana untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia tersebut

Lebih terperinci

STRATEGI PEMBELAJARAN DALAM MATA KULIAH BAHASA MANDARIN I DI PRODI S1 PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS FIB UB

STRATEGI PEMBELAJARAN DALAM MATA KULIAH BAHASA MANDARIN I DI PRODI S1 PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS FIB UB STRATEGI PEMBELAJARAN DALAM MATA KULIAH BAHASA MANDARIN I DI PRODI S1 PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS FIB UB Diah Ayu Wulan Dosen Sastra Cina FIB UB diahayuwulan96@yahoo.co.id Abstrak Bahasa Mandarin merupakan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN LEMBAR KERJA SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN PEMAHAMAN MATERI MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK KELAS IX-F SMP NEGERI 1 PADEMAWU TAHUN PELAJARAN

PENGGUNAAN LEMBAR KERJA SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN PEMAHAMAN MATERI MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK KELAS IX-F SMP NEGERI 1 PADEMAWU TAHUN PELAJARAN PENGGUNAAN LEMBAR KERJA SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN PEMAHAMAN MATERI MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK KELAS IX-F SMP NEGERI 1 PADEMAWU TAHUN PELAJARAN 2013 / 2014 ABSTRAK Oleh: Indang Sriyana, S.Pd Tujuan

Lebih terperinci

PENERAPAN KEMAHIRAN PEMIKIRAN SEJARAH (KPS)

PENERAPAN KEMAHIRAN PEMIKIRAN SEJARAH (KPS) PENERAPAN KEMAHIRAN PEMIKIRAN SEJARAH (KPS) Oleh; Hjh. Sharifah Afida Syed Hamid (SM Sains Sultan Ibrahim, K. Terengganu) Azman Achutan Abdullah (SMK Mersing, Johor) Ginawati Raji (SMK Senai, Johor) Kemahiran

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL OBSERVASI SEKOLAH

LAPORAN HASIL OBSERVASI SEKOLAH LAPORAN HASIL OBSERVASI SEKOLAH KATA PENGANTAR Puji syukur kami hadiahkan atas rahmat dan berkah Tuhan Yang Maha Kuasa. Yang mana dengan kemudahan dan karunia-nya lah kami dapat menyelesaikan tugas laporan

Lebih terperinci

Kegiatan Cadangan bagi Pengajaran dan Pembelajaran (Sekolah Menengah)

Kegiatan Cadangan bagi Pengajaran dan Pembelajaran (Sekolah Menengah) Kegiatan Cadangan bagi Pengajaran dan Pembelajaran (Sekolah Menengah) 1 SEKAPUR SIRIH Pembaca budiman Dr Muhammad Ariff Ahmad merupakan tokoh yang tidak asing di negara kita Singapura. Jasa dan sumbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Desain mebel termasuk dalam kategori desain fungsional, yaitu desain

BAB I PENDAHULUAN. Desain mebel termasuk dalam kategori desain fungsional, yaitu desain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desain mebel termasuk dalam kategori desain fungsional, yaitu desain yang memberikan pelayanan atau fasilitas pada kegiatan hidup manusia. Membuat desain mebel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dan nantinya dapat menjadi salah satu jembatan yang

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dan nantinya dapat menjadi salah satu jembatan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guru di Sekolah Dasar merupakan guru yang sangat penting dan sangat berpengaruh bagi berkelanjutannya proses pendidikan yang akan di tempuh. Guru Sekolah Dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tulisan atau isyarat. Bahasa merupakan simbol-simbol yang disepakati dalam

BAB I PENDAHULUAN. tulisan atau isyarat. Bahasa merupakan simbol-simbol yang disepakati dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi antar manusia yang berbentuk lisan, tulisan atau isyarat. Bahasa merupakan simbol-simbol yang disepakati dalam suatu komunitas masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanak, karena penanaman konsep pada tingkat TK merupakan pondasi bagi

BAB I PENDAHULUAN. Kanak, karena penanaman konsep pada tingkat TK merupakan pondasi bagi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa adalah salah satu alat komunikasi. Melalui bahasa manusia dapat saling berhubungan satu dengan yang lainnya, dapat saling berbagi pengalaman, saling belajar

Lebih terperinci

BAB V DAPATAN DAN IMPLIKASI KAJIAN

BAB V DAPATAN DAN IMPLIKASI KAJIAN BAB V DAPATAN DAN IMPLIKASI KAJIAN 5.1 PENDAHULUAN Bab ini memaparkan ringkasan kajian secara menyeluruh yang merangkumi tujuan, kerangka teoretikal kajian, reka bentuk kajian, sampel kajian, instrument

Lebih terperinci

PERSPEKTI Tentang PAUD DAN PENDIDIKAN DASAR

PERSPEKTI Tentang PAUD DAN PENDIDIKAN DASAR PERSPEKTI Tentang PAUD DAN PENDIDIKAN DASAR (Ditinjau dari pandangan dan harapan orangtua) Oleh: Dra. Pudji Asri.M.Pd. Seminar Sehari Pola Pembelajaran PAUD bagi Pembentukan Pribadi Integral, Kompetitif

Lebih terperinci

KEMAHIRAN KOMUNIKASI GURU

KEMAHIRAN KOMUNIKASI GURU KEMAHIRAN KOMUNIKASI GURU KEMAHIRAN KOMUNIKASI LISAN DAN BUKAN LISAN LARAS BAHASA KOMUNIKASI = sangat penting dalam pengurusan bilik darjah Dijelmakan bertutur,penggunaan bahasa badan, penulisan, menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gerakan menjadi ujaran. Anak usia dini biasanya telah mampu. mengembangkan keterampilan berbicara melalui percakapan yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. gerakan menjadi ujaran. Anak usia dini biasanya telah mampu. mengembangkan keterampilan berbicara melalui percakapan yang dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan anak, produk bahasa mereka juga meningkat dalam kuantitas, keluasan dan kerumitan. Anak-anak secara bertahap berubah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan utama dalam proses

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan utama dalam proses BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan utama dalam proses pendidikan. Proses pembelajaran yang dilakukan merupakan penentu keberhasilan dalam mencapai tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendidikan merupakan suatu proses dalam rangka mempengaruhi peserta

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendidikan merupakan suatu proses dalam rangka mempengaruhi peserta BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu proses dalam rangka mempengaruhi peserta didik supaya mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin dengan lingkungannya, dan dengan demikian akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Overseas Publication Ltd, 1959), hlm 4. 1 Frederick Y. Mc. Donald, Educational psychology, (Tokyo:

BAB I PENDAHULUAN. Overseas Publication Ltd, 1959), hlm 4. 1 Frederick Y. Mc. Donald, Educational psychology, (Tokyo: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Madrasah Tsanawiyah Nahdlatul Ulama 07 Patebon merupakan salah satu Madrasah Nahdlatul Ulama di Kabupaten Kendal. MTs NU 07 Patebon dirancang sebagai madrasah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentuk percakapan yang baik, tingkah laku yang baik, sopan santun yang baik

BAB I PENDAHULUAN. bentuk percakapan yang baik, tingkah laku yang baik, sopan santun yang baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh semua orang atau anggota masyarakat untuk bekerjasama, berinteraksi dan mengidentifikasi diri dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) merupakan bentuk pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) merupakan bentuk pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) merupakan bentuk pendidikan untuk anak dalam rentang usia empat sampai dengan enam tahun yang sangat penting untuk mengembangkan

Lebih terperinci

PANDUAN PERKEMBANGAN PEMBELAJARAN MURID

PANDUAN PERKEMBANGAN PEMBELAJARAN MURID PANDUAN PERKEMBANGAN PEMBELAJARAN MURID Panduan Perkembangan Pembelajaran Murid panduan kepada guru memberi pemeringkatan aras penguasaan berdasarkan hasrat kurikulum satu alat untuk menyokong pembelajaran

Lebih terperinci

Abstrak. Sebagai Wahana Memupuk Minat Membaca

Abstrak. Sebagai Wahana Memupuk Minat Membaca 02Cerpen Sebagai Wahana Memupuk Minat Membaca 042 // Menyemai Bahasa Menuai Budi Abstrak Norazlina Abdul Jalil norazlina_abdul_jalil@moe.edu.sg Zulaina Zulkifli Sekolah Menengah Naval Base zulaina_zulkifli@moe.edu.sg

Lebih terperinci

PROSES PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI MI AL HIDAYAH SUMBERSUKO PANDAAN

PROSES PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI MI AL HIDAYAH SUMBERSUKO PANDAAN PROSES PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI MI AL HIDAYAH SUMBERSUKO PANDAAN Rizma Nur Amalia 148620600180 semester 6 A3 S-1 PGSD Universitas Muhammadiyah Sidoarjo Marismaamalia01@gmail.com Abstrak Berpikir kritis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan masalah yang cukup kompleks dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan masalah yang cukup kompleks dalam kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan masalah yang cukup kompleks dalam kehidupan kita. Pendidikan merupakan salah satu fasilitas kita sebagai manusia dan pendidik untuk merangsang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kejadian menghasilkan ke kejadian yang lain (Kuhn, 1991 dalam; John W

BAB I PENDAHULUAN. kejadian menghasilkan ke kejadian yang lain (Kuhn, 1991 dalam; John W BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Di Indonesia tingkat pendidikan formal diawali dari Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi. dan negara. Kemajuan suatu kebudayaan bergantung kepada cara kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi. dan negara. Kemajuan suatu kebudayaan bergantung kepada cara kebudayaan BAB I PENDAHULUAN I.A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Kemajuan suatu

Lebih terperinci