BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Pengeringan Metode pengawetan pada makanan dengan cara pengeringan merupakan metode yang paling tua dari semua metode pengawetan yang ada. Contoh makanan yang mengalami proses pengeringan ditemukan di Jericho dan berumur sekitar 4000 tahun. Metode ini juga merupakan metode yang sederhana, aman, mudah dan juga dapat memelihara banyak nutrisi pada makanan tersebut. Ada juga bangsa Inca kuno dari Andes di Peru yang memiliki pengetahuan dasar tentang mengawetkan makanan dengan cara pengeringan beku, adapun makanan mereka seperti : kentang dan bahan makanan lainnya diletakkan pada Pegunungan Machu Picchu. Suhu rendah di pegunungan membekukan makanan sehingga Air di dalam makanan perlahan-lahan menguap karena tekanan udara rendah di pada ketinggian tertentu di gunung tersebut. Pada jaman sekarang pengeringan merupakan salah satu unit operasi energi paling intensif dalam pengolahan pasca panen. Unit operasi ini diterapkan untuk mengurangi kadar air pada berbagai produk seperti berbagai buah-buahan, sayuran, dan produk pertanian lainnya setelah panen. Pengeringan adalah proses pemindahan panas dan uap air secara simultan yang memerlukan panas untuk menguapkan air dari permukaan bahan tanpa mengubah sifat kimia dari bahan tersebut. Contoh makanan yang biasa diawetkan dengan menggunakan metode pengeringan adalah buah kering. Buah kering adalah buah yang telah dikeringkan baik sengaja maupun tidak sengaja. Misalnya kismis dan kurma. Selain itu juga ada mie instant. Pada prinsipnya, pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air sampai batas perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukkan terhambat atau terhenti. Sehingga bahan yang dikeringkan dapat mempunyai waktu simpan yang lama.(winarmo,dkk.1980)

2 Proses Pengeringan Tiga tipe dasar proses pengeringan terbagi menjadi 3 jenis, yaitu : a) Pengeringan matahari (kontak langsung) Metode pengeringan ini adalah mengeringkan dengan sinar matahari langsung sebagai energi panas sebagai medium pengering. Pada proses ini uap yang terbentuk terbawa oleh udara. b) Pengeringan vakum (hampa udara) Metode pengeringan ini menggunakan logam sebagai medium pengontak panas atau menggunakan efek radiasi. Pada proses ini penguapan air berlangsung lebih cepat pada tekanan rendah maupun vakum. c) Pengeringan Beku Metode pengeringan yang melibatkan proses sublimasi air dari suatu material beku Jenis-Jenis Pengeringan Jenis-jenis pengeringan berdasarkan karakteristik umum dari beberapa tipe pengeringan, dibagi atas 8 bagian, yaitu : a) Baki atau wadah Pengeringan jenis baki atau wadah adalah dengan meletakkan material yang akan dikeringkan pada baki yang lansung berhubungan dengan media pengering. Cara perpindahan panas yang umum digunakan adalah konveksi dan perpindahan panas secara konduksi juga dimungkinkan dengan memanaskan baki tersebut. Contoh dari alat pengering ini adalah alat yang dirancang pada penelitian ini. b) Rotary Pada jenis ini ruang pengering berbentuk silinder berputar sementara material yang dikeringkan jaruh di dalam ruang pengering. Medium pengering, umumnya udara panas, dimasukkan ke ruang pengering dan bersentuhan dengan material yang dikeringkan dengan arah menyilang. Alat penukar kalor yang dipasang di dalam ruang pengering untuk memungkinkan terjadinya konduksi.

3 Gambar 2.1a Jenis pengering rotary dryer c) Flash Pengering dengan flash (flash dryer) digunakan untuk mengeringkan kandungan air yang ada di permukaan produk yang akan dikeringkan. Materi yang dikeringkan dimasukkan dan mengalir bersama medium pengering dan proses pengeringan terjadi saat aliran medium pengering ikut membawa produk yang dikeringkan. Setelah proses pengeringan selesai, produk yang dikeringkan akan dipisahkan dengan menggunakan hydrocyclone.

4 Gambar 2.1b Jenis pengering flash dryer d) Spray Teknik pengeringan spray umumnya digunakan untuk mengeringkan produk yang berbentuk cair atau larutan suspensi menjadi produk padat. Contohnya, proses pengeringan susu cair menjadi susu bubuk dan pengeringan produk-produk farmasi. Cara kerjanya adalah cairan yang akan dikeringkan dibuat dalam bentuk tetesan oleh atomizer dan dijatuhkan dari bagian atas. Medium pengering (umumnya udara panas) dialirkan dengan arah berlawanan atau searah dengan jatuhnya tetesan. Produk yang dikeringkan akan berbentuk padatan dan terbawa bersama medium pengering dan selanjutnya dipisahkan dengan hydrocyclone.

5 Gambar 2.1c Jenis pengering spray dryer e) Fluidized bed Pengeringan dengan menggunakan kecepatan aliran udara yang relatif tinggi menjamin medium yang dikeringkan terjangkau oleh udara. Jika dibandingkan dengan jenis wadah, jenis ini mempunyai luas kontak yang lebih besar. Gambar 2.1d Jenis pengering fluidized dryer f) Vacuum Pengeringan dengan memanfaatkan ruangan bertekanan udara rendah. Dimana pada ruangan tersebut tidak terjadi perpindahan panas, tetapi yang terjadi adalah perpindahan massa pada suhu rendah.

6 Gambar 2.1e Jenis pengering vacuum dryer g) Membekukan (freeze dryer) Pengeringan dengan menggunakan suhu yang sangat rendah. Biasanya digunakan pada produk-produk yang bernilai sangat tinggi, seperti produk farmasi dan zat-zat kimia lainnya. Gambar 2.1f Jenis pengering freeze dryer h) Batch dryer Pengeringan jenis ini hanya baik digunakan pada jumlah material yang sangat sedikit, seperti penggunaan pompa panas termasuk pompa panas kimia.

7 Gambar 2.1g Jenis pengering batch dryer Berdasarkan tipe pengering di atas, penulis memilih tipe wadah dengan menggunakan matahari sebagai sumber energi pemanas udara pengering. Hal ini dipilih dengan tujuan penggunaan teknologi dengan energi yang murah dan bersih. Sedangkan tipe pengering yang lain menggunakan energi bahan bakar sebagai sumber panasnya Perpindahan Panas Secara umum perpindahan panas dibagi menjadi tiga bagian, yaitu : perpindahan panas konduksi, konveksi dan radiasi Konduksi Konduksi adalah perpindahan panas dari partikel yang lebih panas ke partikel yang lebih dingin sebagai hasil dari interaksi antara partikel tersebut. Karena partikelnya tidak berpindah, umumnya konduksi terjadi pada medium padat, tetapi bisa juga cair dan gas. Perpindahan panas di sini terjadi akibat interaksi antar partikel tanpa diikuti perpindahan partikelnya. Berdasarkan percobaan, dapat dibuktikan bahwa laju perpindahan panas konduksi melalui sebuah plat tergantung pada temperatur plat, bentuk geometri, dan sifat materialnya.

8 Gambar 2.2 Perpindahan panas konduksi melalui sebuah plat Adapun persamaan secara matematik untuk plat pada gambar di atas (gambar 2.1), laju perpindahan panas konduksi dinyatakan dengan persamaan:....(2.1) Dimana : q = laju perpindahan panas (Watt) A = Luas penampang (m 2 ) k = konduktivitas termal (W/m.k) dt/dx = gradien suhu pada penampang atau laju perubahan suhu terhadap jarak dalam arah aliran panas sumbu x (K) Konveksi Perpindahan panas konveksi adalah perpindahan panas antara permukaan padat yang berbatasan dengan fluida yang mengalir. Fluida di sini bisa dalam fasa cair atau fasa gas. Syarat utama mekanisme perpindahan panas konveksi adalah adanya aliran fluida. Mekanisme ini lebih jelas dapat dilihat pada gambar 2.2. Pada gambar tersebut dianggap temperatur T 2 masih lebih tinggi daripada temperatur lingkungan (T 3 ). Anggap udara lingkungan mengalir menuju ke permukaan plat. Partikel udara yang tepat bersentuhan dengan plat akan menerima perpindahan panas secara konduksi dari plat, akibatnya temperatur akan naik. Kemudian aliran udara akan mengangkut udara yang lebih panas ini untuk digantikan oleh udara berikutnya. Fakta ini menunjukkan bahwa di dalam perpindahan panas konveksi, sebenarnya terdapat perpindahan panas konduksi antara partikelnya.

9 Gambar 2.3 Perpindahan panas konveksi dari permukaan plat Laju perpindahan panas konveksi, dinyatakan dengan persamaan : Dimana : = laju perpindahan panas (watt) h = koefisien konveksi (W/m 2.K) A = luas penampang (m 2 ) = temperatur udara lingkungan (K)....(2.2) Nilai koefisien Konveksi dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut:....(2.3) Dimana : h = koefisien konveksi ( W / m 2. K ) N u = Bilangan Nusselt k = konduktivitas termal (W/m.K) L = panjang plat (m) Untuk menghitung nilai heat flux pada perpindahan panas konveksi :....(2.4) Dimana : q = laju aliran panas per satuan luas ( W / m 2 ) Q = laju perpindahan panas (Watt) A = luas bidang perpindahan panas (m 2 )

10 Jenis perpindahan panas secara konveksi dibagi menjadi tiga bagian, yaitu : perpindahan panas konveksi secara paksa pada aliran dalam, konveksi paksa pada aliran luar dan perpindahan panas konveksi secara natural (alami). Konveksi paksa adalah perpindahan panas konveksi yang dipaksa mengalir atau perpindahan panas yang disebabkan oleh adanya gaya luar seperti adanya kerja blower atau fan. Sedangkan konveksi natural adalah perpindahan panas yang terjadi akibat perbedaan temperatur dan massa jenisnya yang berbeda. Dalam mensimulasikan penelitian ini, penulis menggunakan aplikasi dari teori dan persamaan-persamaan yang terdapat dalam konveksi natural Radiasi Perpindahan panas radiasi adalah panas yang dipindahkan dengan cara memancarkan gelombang elegtromagnetik. Berbeda dengan mekanisme konduksi dan konveksi, radiasi tidak membutuhkan medium perpindahan panas. Sampainya sinar matahari ke permukaan bumi adalah contoh yang paling jelas dari perpindahan panas radiasi. Contoh Pada gambar 2.3 laju perpindahan panas radiasinya dapat dihitung dengan persamaan yang digunakan untuk menghitung laju perpindahan panas radiasi antara permukaan plat dan lingkungannya yaitu :....(2.5) Dimana : ε = emisitivitas permukaan plat yang bervariasi antara 0 dan 1 ζ = 5,67 x 10-8 W/m 2.K 4 T 2 = temperatur permukaan plat (K) T 3 = temperatur lingkungan (K) 2.3. Konveksi Alamiah (Natural Convection) Konveksi alamiah adalah perpindahan panas yang fluidanya mengalir secara alami tanpa dipaksa. Hal ini bisa terjadi karena adanya perbedaan massa jenis fluida. Fluida yang memiliki temperatur lebih tinggi, maka massa jenisnya semakin ringan. Fluida dengan temperatur rendah massa jenisnya lebih berat. Akibatnya fluida akan terapung dan naik ke atas dan meninggalkan ruang kosong. Fluida yang bertemperatur rendah akan mengalir untuk mengganti fluida pada

11 daerah yang ditinggalkan oleh fluida yang naik, maka terjadilah aliran fluida secara alami (natural) Persamaan Empirik Konveksi Natural Permukaan Luar Persamaan empirik ini akan dibagi berdasarkan bentuk permukaan dan kondisi permukaan. Maksud dari bentuk permukaan adalah vertikal atau horizontal, sedangkan kondisi permukaan adalah temperatur konstan atau fluks panas yang konstan. 1. Bidang vertikal Arah aliran fluida akibat konveksi alamiah pada bidang vertikal mempunyai dua kemungkinan. Pertama temperatur bidang lebih tinggi dari temperatur fluida sehingga fluidanya mengalir ke atas atau sebaliknya temperatur bidang lebih rendah dari temperatur fluida, sehingga arah aliran ke bawah. Secara kuantitatif persamaan mencari bilangan Nu adalah sama, hanya arahnya saja yang berbeda. a. Bidang vertikal dengan Ts konstan Parameter bilangan Rayleigh dihitung dengan menggunakan panjang bidang L dan dinyatakan dengan Ra L. Untuk kasus ini ada beberapa alternatif yang dapat digunakan. Persamaan yang paling sederhana dapat dijumpai pada McAdams (1954), Warner dan Arpaci (1968), dan Bayley (1955), yaitu : untuk....(2.6) untuk (2.7) Keunggulan persamaan ini adalah bentuknya yang sangat sederhana sehingga mudah untuk digunakan. Tetapi kedua persamaan ini kurang teliti. Untuk meningkatkan ketelitiannya persamaan yang digunakan Churchill dan Chu (1975) dapat digunakan. { [ ] }....(2.8) Persamaan ini diklaim berlaku untuk semua rentang bilangan Ra L. Dan jika ingin lebih teliti lagi, untuk bilangan Rayleigh yang lebih rendah Ra L 10 9, Churchill dan Chu (1975) menyarankan persamaan berikut : [ ]..(2.9)

12 Jika bilangan ini kecil (bilangan ), bagian kanan dari persamaan (2.8) dan persamaan (2.9) akan bisa diabaikan. Sebagai hasilnya bilangan Nu untuk kedua persamaan akan mendekati 0,68 dan 0, ,68. b. Bidang vertikal dengan fluks (q ) konstan Plat vertikal yang dipanasi dengan fluks panas q (W/m 2 ) sangat cocok memodelkan plat vertikal yang disinari dengan cahaya yang tetap. Pada plat seperti ini, temperatur plat tidak diketahui. Karena memang temperatur tidak diketahui, maka temperatur yang digunakan adalah temperatur ratarata, dan dirumuskan dengan persamaan :..(2.10) Dengan menggunakan persamaan ini bilangan Ra L dapat dihitung dengan menggunakan persamaan yang diajukan oleh Churchill dan Chu (1975). { [ ] }.. (2.11) Meskipun semua parameter dapat dihitung tetapi permasalahannya tidak sederhana untuk diselesaikan. Perhatikan persamaan (2.10) untuk menghitung beda temperatur harus diketahui koefisien konveksi rata-rata h. Sementara ini masih harus dihitung pada persamaan (2.11). Oleh karena itu harus diselesaikan dengan trial and error dengan menebak dulu nilai h, kemudian dilanjutkan dengan menghitung beda temperatur. Beda temperatur ini akan digunakan menghitung Ra L, dan akhirnya Nu dapat dihitung. Nilai h hasil tebakan harus dicek lagi dengan menggunakan nilai Nu yang baru didapat. Jika tidak berbeda jauh atau bedanya dapat diterima, maka perhitungan bisa dihentikan. Tetapi jika tidak maka perhitungan harus diulang lagi sampai hasilnya sama atau perbedaanya dapat diterima. 2. Bidang miring Bidang vertikal dapat dianggap sebagai bidang miring dengan kemiringan Dengan kata lain bidang miring adalah bidang vertikal yang sudut kemiringannya kurang dari Jika fakta ini dibawa ke kasus konveksi natural, maka semua persamaan pada bidang vertikal dengan satu catatan kemiringannya

13 harus diperhitungkan. Untuk lebih jelasnya sebuah plat yang panas dimiringkan dengan sudut kemiringan θ < 90 0 terhadap vertikal ditampilkan pada gambar 2.3 dibawah ini. y g cos g T s L T r x Gambar 2.4 Konveksi natural pada bidang miring Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa pada bidang miring dengan sudut θ terhadap vertikal, percepatan gravitasi dapat diproyeksikan menjadi g cos θ yang sejajar dengan bidang. Ini berarti bidang miring dapat dianggap sebagai plat vertikal tetapi percepatan gravitasinya menjadi g cos θ. Maka untuk bidang miring semua persamaan pada kasus bidang vertikal dengan Ts dan q konstan dapat digunakan. Tetapi gravitasi g harus diganti menjadi g cos θ saat menghitung bilangan Ra. (2.13) Setelah menghitung bilangan Ra, maka semua persamaan untuk plat vertikal persamaan (2.7) sampai persamaan (2.12) dapat digunakan. Kita tinggal memilih persamaan mana yang sesuai untuk kasus yang sedang dibahas. 3. Bidang horizontal Meskipun sampai bagian ini yang sudah dijelaskan adalah konveksi natural pada bidang vertikal dan bidang miring, bukan berarti pada bidang horizontal

14 tidak terjadi konveksi natural. Pada kasus konveksi natural pada bidang horizontal yang digunakan menghitung Ra L adalah panjang karakteristik yang didefenisikan dengan persamaan: (2.14) Dimana A menyatakan luas bidang horizontal dan K adalah kelilingnya. Dengan menggunakan panjang karakteristik ini bilangan Ra L dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut..(2.15) Dimana Gr L dirumuskan sebagai berikut..(2.16) Pola konveksi natural pada permukaan horizontal dapat dibagi dua, masingmasing dijelaskan pada bagian berikut. a. Permukaan atas yang panas atau permukaan bawah yang dingin Pola ini ditunjukkan pada gambar 2.4. Pada bagian kiri gambar tersebut bidang horizontal yang panas berada pada fluida yang lebih dingin. Sebagai akibatnya fluida yang bersentuhan dengan permukaan akan lebih ringan karena lebih panas dan akan mengalir naik. Pada bagian kanan digambarkan sebaliknya bidang horizontal yang dingin berada pada fluida yang panas. Fluida yang bersentuhan dengan bidang dingin akan menjadi lebih dingin. Karena lebih dingin akan menjadi lebih berat dan akan mengalir turun. Tr T s T s T s Tr T s Gambar 2.5 Konveksi natural pada bidang horizontal

15 Persamaan bilangan Nu untuk kedua bagian gambar ini adalah sama. Hanya arah alirannya saja yang berbeda. Persamaan menghitung bilangan Nu dapat digunakan persamaan yang diajukan oleh Llyod dan Moran (1974) : Untuk 10 4 < Ra L < 10 7 : 0,25 Nu = 0,54 Ra L..(2.17) Untuk 107 < RaL < 109 : Nu = 0,15 Ra L 1/3.. (2.18) b. Permukaan atas yang dingin atau permukaan bawah yang panas Pola ditunjukkan pada gambar 2.5. Pada bagian kiri gambar ditunjukkan bahwa fluida yang panas akan terdesak dari permukaan yang panas dan mengalir ke sebelah luar. Untuk mengisi kekosongan akibat aliran ini maka fluida di bawahnya akan mengalir ke atas. Hal yang sama tetapi dengan arah yang berbeda ditampilkan pada bagian kanan gambar tersebut. T s Tr T s Tr T s T s Gambar 2.6 Konveksi natural pada bidang horizontal Persamaan untuk menghitung bilangan Nu untuk kasus ini dapat digunakan pada buku Incropera (2006). 0,25 Nu = 0,27 Ra L.. (2.19) Persamaan ini berlaku untuk 10 5 < Ra L < Permukaan silinder Salah satu bentuk permukaan yang umum dijumpaidi bidang engineering adalah silinder. Posisi silinder bisa saja vertikal seperti cerobong atau pada posisi horizontal seperti heat exchanger jenis shell and tube. Pada bagian ini akan

16 dijelaskan persamaan empirik untuk menghitung perpindahan konveksi natural dari bidang silinder. a. Silinder vertikal Sebuah silinder vertikal dengan temperatur permukaan Ts, ditampilkan pada gambar 2.6. Diameter silinder dinyatakan dengan D dan tingginya L berada pada fluida yang mempunyai temperatur Tr. Jika temperatur permukaan silinder lebih panas daripada fluida, maka fluida di sekitar silinder akan mengalir naik. Sebaliknya, jika permukaan silinder lebih dingin daripada fluida maka fluida di sekitar akan turun. Kedua kasus ini akan memberikan bilangan Nu yang sama. T r D L T s Gambar 2.7 Konveksi natural pada silinder vertical Jika diameter silinder cukup besar, maka dapat dianggap sama dengan bidang vertikal. Maka semua persamaan yang sudah dituliskan untuk bidang vertikal berlaku untuk silinder ini. Syarat diameter untuk yang dikategorikan besar adalah :..(2.20) Persamaan (2.6) sampai dengan persamaan (2.11) dapat digunakan asal semua syarat memenuhi. Tetapi jika persamaan (2.6) tidak dipenuhi lagi, silinder vertikal akan dikategorikan tipis dan persamaan menghitung bilangan Nu nya akan khusus. Le Fevre dan Ede (1956) merekomendasikan persamaan berikut[5].

17 * +..(2.21) Sifat fluida pada persamaan ini menggunakan lapisan film kecuali β saat menghitung Ra L menggunakan temperatur fluida. b. Silinder horizontal Pola konveksi natural pada silinder yang mempunyai temperatur lebih panas daripada fluida di sekelilingnya ditampilkan pada gambar 2.7 di bawah ini. T s D L T r Gambar 2.8 Konveksi natural pada silinder horizontal Untuk kasus ini, jika bilangan RaD 1012, persamaan berikut dapat digunakan, Churchill dan Chu (1975) : { [ ] }..(2.22) Konveksi Natural pada Ruang Tertutup Kasus-kasus konveksi natural pada ruang tertutup dapat dibagi antara lain ruang tertutup persegi yang dipanasi dari samping dan ruang tertutup persegi yang dipanasi dari bawah. 1. Konveksi natural pada ruang persegi yang dipanasi dari samping

18 Pada gambar 2.8 ditampilkan sebuah ruang yang mempunyai tinggi L dan lebarnya H. Temperatur dinding kiri yang lebih panas daripada dinding kanan. Temperatur dinding yang panas disimbolkan T h dan dinding yang dingin disimbolkan dengan T c. Sementara dinding atas dan dinding bawah diisolasi. Dengan kondisi batas seperti ini, maka akan terjadi perpindahan panas secara konveksi natural dari dinding kiri ke dinding kanan. H g Panas T H Fluida T C Dingin L Gambar 2.9 Konveksi natural pada ruang persegi yang dipanasi dari samping Fluida yang ada di dekat dinding kiri akan mengalami pemanasan. Karena lebih panas akan mengalami gaya apung ke arah atas dan naik. Sementara fluida di dinding sebelah kanan akan mengalami pendinginan dan gaya apungnya akan negatif, akibatnya akan turun. Gabungan gerakan fluida naik di sebelah kiri dan fluida turun di sebelah kanan akan membuat fluida mengalir berputar mengikuti arah jarum jam. Fluida yang berada di tengah akan cenderung diam atau stagnan. Pergerakan fluida inilah yang akan membawa panas dari dinding kiri ke dinding kanan. Dinding atas dan dinding bawah diisolasi atau tidak ada perpindahan panas pada dinding ini. Maka panas yang keluar dari dinding kiri akan sama dengan yang masuk ke dinding kanan. Koefisien konveksi pada ruang ini aka ada dua yaitu pada dinding kiri dan dinding kanan. Karena besar laju perpindahan panas

19 pada kedua dinding ini sama, maka koefisien konveksi rata-rata pada kedua dinding ini juga akan sama. Perpindahan panas pad aruang seperti ini dinyatakan dengan bilangan Nu yang didefenisikan :..(2.23) Pada persamaan ini dapat dilihat bahwa bilangan Nu itu merupakan perbandingan laju perpindahan panas konveksi dengan laju perpindahan panas konduksi murni (Qc). Seandainya tidak ada aliran fluida maka perpindahan panas yang terjadi antara dinding kiri (panas) dengan dinding kanan (dingin) hanya konduksi atau Nu = 1. Persamaan menghitung bilangan Nu untuk aliran laminar konveksi alamiah pada ruang tertutup seperti gambar 2.9 diajukan oleh Bejan (1979). (2.24) Persamaan ini sangat berlaku umum, artinya tidak ada batasan perbandingan tinggi dan lebar dari sebuah ruang tertutup. Sementara pada aplikasinya, akan banyak dijumpai ruang tertutup dimana perbandingan tinggi dan lebarnya tidak seimbang seperti yang ditampilkan pada gambar 2.10 berikut. H g Panas T H Fluida T C Dingin L H g Panas T H Fluida T C Dingin L Gambar 2.10 Ruang tertutup yang tinggi dan yang rendah Untuk ruang tertutup dengan aspek rasio L/H > 1, rekomendasi Berkovsky da Polevikov (1977) dapat digunakan. Ruan dengan ketinggian sedang 1 < L/H < 2, dan syarat tambahan Ra H Pr/02 + Pr > 10 3 berlaku : ( )..(2.25) Untuk ruang yang lebih tinggi lagi 2 L/H 10, Pr 10 5, dan 103 Ra H berlaku:

20 ( ) ( )..(2.26) McGregor dan Emery (1969) merekomendasikan dua persamaan berikut untuk ruang tertutup dengan rasio ketinggian yang lebih besar lagi. ( )..(2.27) Syarat untuk persamaan ini adalah : 10 L/H 40, 1 Pr 2 x 10 4, dan 10 4 Ra H Kemudian untuk rasio yang lebih tinggi lagi berlaku :..(2.28) Syarat untuk persamaan ini adalah : 1 L/H 40, 1 Pr 20, dan 10 6 Ra H Disini perlu diperhatikan bahwa bilangan Nu dan Ra semua dinyatakan dengan lebar ruang, yaitu H. Diharapkan saat menggunakannya jangan tertukar dengan tinggi L. Untuk ruang tertutup dengan rasio ketinggian kurang dari 1, atau ruang pendek seperti yang ditampilkan pada gambar 2.10, rekomendasi yang diajukan Bejan dan Tien (1978) dapat digunakan : ( )..(2.29) Persamaan-persamaan inilah yang dapat digunakan untuk menghitung laju perpindahan dari dinding panas ke dinding dingin seperti gambar 2.9. Seandainya temperatur dinding kiri dan dinding kanan diganti posisinya, yang panas menjadi di kanan maka rumusnya akan tetap sama, hanya arahnya saja yang berbeda. Berbeda halnya jika dinding bawah dan atas yang diganti, maka rumus-rumus di atas tidak dapat lagi digunakan. 2. Konveksi natural pada ruang persegi yang dipanasi dari bawah Misalkan ruang tertutup seperti yang ditampilkan pada gambar 2.9 diputar 90 0, ada dua kemungkinan yang terjadi. Pertama jika putaran searah jarum jam, maka dinding yang panas akan berada di atas dan dinding bawah akan dingin. Kedua jika putaran berlawanan arah jarum jam, maka dinding yang panas akan berada di bawah dan yang dingin di atas. Pada kemungkinan pertama, dinding yang panas di atas, fluida akan stagnan atau tidak akan terjadi aliran fluida hal ini dikarenakan fluida yang panas sudah berada di atas dan tidak ada gunanya lagi gaya apung. Jijka seperti ini kasusnya, maka perpindahan panas dari permukaan

21 panas ke permukaan dingin adalah konduksi murni. Untuk kasus ini rumus konduksi dapat digunakan atau Nu = 1. Pada kemungkinan kedua, dinding panas berada di bawah sementara yang dingin di atas, akan terjadi aliran fluida di dalam ruangan. Pada gambar 2.11 berikut, ditampilkan ruang tertutup dengan posisi dinding yang panas di bawah. Jika kasusnya seperti ini, pola aliran yang terjadi di dalam ruang akan sangat bervariasi dan sangat tergantung pada bilangan Rayleighnya. Pola aliran yang terjadi tetap memutar, tetapi ada kemungkinan sumbu putaran lebih dari satu ini biasanya dikenal dengan istilah Benard atau Benard Cell. Nama ini disesuaikan dengan nama orang pertama yang mengamati dan melaporkannya tahun H Dingin g T C Fluida L T H Panas Gambar 2.11 Ruang tertutup yang dipanasi dari bawah Jika fluida yang ada di ruangan tertutup ini adalah udara, maka persamaan yang diajukan oleh Jakob (1949) dapat digunakan ; 0,25 Nu = 0,195Ra L untuk 10 4 < Ra L < (2.30) 1/3 Nu = 0,068Ra L untuk 4 x 10 5 < Ra L < (2.31) Meskipun persamaan ini dikhususkan untuk udara tetapi masih dapat digunakan untuk gas yang lain selama bilangan Prandtl memenuhi 0,5 < Pr < 2. Sementara untuk jangkauan fluida selain gas Globe dan Dropkin (1959) mengajukan persamaan berikut. Nu = 0,069Ra 1/3 L Pr 0,074..(2.32) Syarat bilangan Rayleigh agar persamaan ini berlaku adalah 3 x 10 5 < RaL < 7 x Dan yang terbaru Holland dkk. (1976) mengajukan persamaan berikut untuk digunakan pada kasus ini.

22 * + [ ].. (2.33) Syarat penggunaan persamaan ini adalah RaL < 105. Arti dari operator [ ]+ adalah yang diambil hanya nilai positif. Jika nilai di dalam tanda kurung negatif maka hasilnya sama dengan nol. Perhatikan operasi berikut [2] + = 2 tetapi [-2] + = 0. Persamaan (2.33) ini dapat digunakan untuk fluida cairan yang mempunyai bilangan Pr yang moderat misalnya air. 2.4 Computational fluid dinamic (CFD) Computational fluid dinamic (CFD) menggunakan komputer dan matematika terapan untuk memodelkan situasi aliran fluida. Tolak ukur keberhasilannya adalah bagaimana hasil simulasi numerik sesuai dengan percobaan kasus alam dimana percobaan laboratorium dapat dibentuk, dan bagaimana simulasi dapat memprediksikan fenomena yang sangat kompleks yang tidak dapat diisolasi di laboratorium. CFD menjadi bagian terpadu dari desain teknik dan lingkungan analisis dari beberapa perubahan karena kemampuannya memprediksi kinerja rancangan baru atau proses sebelum diciptakan. Dalam rancangan dan pengembangannya, program CFD dianggap sebagai alat numerik standar yang memprediksikan bukan hanya cairan dari perilaku aliran, tetapi juga pemindahan panas, massa (seperti pernafasan atau disolusi), perubahan fase (seperti pembekuan, peleburan, dan pendidihan), reaksi kimia (pembakaran atau pengkaratan), gerakan mekanik (seperti perputaran impeller, piston, kipas), dan tekanan atau deformasi yang berkaitan dengan struktur padatan (seperti tekukan massa pada angin). Dalam memecahkan masalah atau kebutuhan untuk penelitian masalahmasalah di atas, dibutuhkan suatu alat perangkat lunak yang mampu menganalisis atau memprediksi dengan cepat dan akurat. Maka berkembanglah suatu ilmu yang dinamakan Computational Fluid Dynamic (CFD) yang dalam bahasa Indonesia dikenal dengan Komputasi Aliran Fluida Dinamik Pengertian Umum CFD Secara umum CFD terdiri dari dua kata yaitu sebagai berikut :

23 a) Computational : segala sesuatu yang berhubungan dengan matematika dan metode numerik atau komputasi. b) Fluid Dynamic : dinamika dari segala sesuatu yang mengalir. Ditinjau dari istilah di atas, CFD bisa berarti suatu teknologi komputasi yang memungkinkan untuk mempelajari dinamika dari benda-benda atau zat yang mengalir. Maka secara definisi, CFD adalah ilmu yang mempelajari cara memprediksi aliran fluida, perpindahan panas, reaksi kimia, dan fenomena lainnya dengan menyelesaikan persamaan-persamaan matematika (model matematika). Pada dasarnya, persamaan-persamaan pada fluida dibangun dan dianalisis berdasarkan persamaan-persamaan diferensial parsial atau dikenal dengan istilah PDE (Partial Differential Equation) yang mempresentasikan hukum-hukum kekekalan massa (kontinuitas), momentum dan energi yang diubah ke dalam bentuk numerik (persamaan linear) dengan teknik diskritisasi. Pengembangan sebuah perangkat lunak (software) CFD mampu memberikan kekuatan untuk mensimulasikan aliran fluida, perpindahan panas, perpindahan massa, benda-benda bergerak, aliran multifasa, reaksi kimia, interaksi fluida dan struktur, dan sistem akustik hanya dengan permodelan di komputer. Dengan menggunakan software ini, dapat dibuat virtual prototype dari sebuah sistem atau alat yang ingin dianalisa dengan menerapkan kondisi nyata di lapangan. Dengan menggunakan software CFD akan didapatkan data-data, gambar-gambar, atau kurva-kurva yang menujukkan prediksi dari performansi keandalan sistem yang akan didesain Aplikasi penggunaan CFD Dalam aplikasinya, CFD dipergunakan untuk : 1. Insinyur, khususnya dalam hal teknik refrigerasi dan pengkondisian udara untuk mendesain tempat atau ruangan sesuai kebutuhan seperti refrigerator, air-conditioner, termal storage, dan lain sebagainya. 2. Arsitek untuk mendesain ruang atau lingkungan yang aman dan nyaman. 3. Desainer kendaraan untuk meningkatkan karakter aerodinamiknya.

24 4. Analisis kimia untuk memaksimalkan hasil dari reaksi kimia dalam peralatan. 5. Bidang petrokimia untuk strategi optimal dari oil recovery. 6. Bidang kedokteran untuk mengobati penyakit arterial (computational hemodynamics). 7. Metereologis untuk meramalkan cuaca dan memperingkatkan akan terjadinya bencana alam. 8. Analisis failure untuk mencari sumber-sumber kegagalan misalnya pada suatu sistem pembakaran atau aliran uap panas. 9. Organisasi militer untuk mengembangkan senjata dan mengestimasi seberapa besar kerusakan yang diakibatkanya. Penggunaan CFD umumnya berhubungan dengan keempat hal berikut : a) Studi konsep dari desain baru b) Pengembangan produk secara detail c) Analisis kegagalan atau troubleshooting d) Desain ulang (re-design) Manfaat CFD Ditinjau dari segi manfaat terdapat tiga hal yang merupakan alasan kuat kenapa harus menggunakan CFD, yakni : insight, foresight, dan efficiency (Firman Tuakia, 2008). 1. Insight Pemahaman Mendalam Apabila dalam mendesain sebuah sistem atau alat yang sulit untuk dibuat prototype-nya atau sulit untuk dilakukan pengujian, analisis CFD memungkinkan untuk digunakan secara virtual ke dalam alat/sistem yang dapat disaksikan melalui CFD yang belum tentu dapat dilihat dengan cara lainnya. 2. Foresight Prediksi Menyeluruh Dikarenakan CFD adalah alat untuk memprediksi apa yang terjadi pada alat/sistem yang didesain dengan satu atau lebih kondisi batas, maka dapat ditentukan desain yang optimal.

25 3. Efficiency Efisiensi Waktu dan Biaya Foresight yang diperoleh dari CFD dapat membantu untuk mendesain lebih cepat dan lebih hemat biaya. Analisis atau simulasi CFD akan mempersingat waktu riset dan desain sehingga juga akan mempercepat produk untuk sampai ke pasaran Proses Simulasi CFD Pada umumnya terdapat tiga tahapan yang harus dilakukan ketika melakukan simulasi pada solver CFD, yaitu sebagai berikut (Firman Tuakia, 2008) : 1. Preprocessing Hal ini merupakan langkah pertama dalam membangun dan menganalisis sebuah model CFD. Teknisnya adalah membuat model dalam paket CAD (Computer Aided Design), membuat mesh yang sesuai, kemudian menrapkan kondisi batas dan sifat-sifat fluidanya. 2. Solving Solvers (program inti pencari solusi) CFD menghitung kondisi-kondisi yang diterapkan saat preprocessing. 3. Postprocessing Hal ini adalah langkah terakhir dalam analisis CFD. Hal yang dilakukan pada langkah ini adalah mengorganisasi dan menginterpretasi data hasil simulasi CFD yang biasa berupa kurva, gambar, dan animasi. Beberapa prosedur yang digunakan pada semua pendekatan program CFD, yaitu sebagai berikut : a) Pembuatan geometri dari model atau problem. b) Bidang atau volume yang diisi fluida dibagi menjadi sel-sel kecil (meshing). c) Pendefinisian model fisiknya, misalnya : persamaan-persamaan gerak + entalpi + konversi species (zat-zat yang kita defenisikan, biasanya berupa komponen dari suatu reaktan).

26 d) Pendefinisian kondisi-kondisi batas, termasuk di dalamnya sifat-sifat dan perilaku dari batas-batas model atau problem. Untuk kasus transient, kasus awal juga didefinisikan. e) Persamaan-persamaan matematika yang memabangun CFD diselesaikan secara iteratif, bisa dalam kondisi tunak (steady state) atau transient. f) Analisis dan visualisasi dari solusi CFD Metode Diskritisasi CFD Secara matematis CFD mengganti persamaan-persamaan diferensial parsial dari kontinuitas, momentum dan energi dengan persamaan-persamaan linear. CFD merupakan pendekatan dari persoalan yang asalnya kontinum (memiliki jumlah sel tak terhingga) menjadi model yang diskrit (jumlah sel terhingga). Perhitungan atau komputasi aljabar untuk memecahkan persamaanpersamaan diferensial parsial ini ada beberapa metode (metode diskritisasi), diantaranya adalah : - Metode beda hingga (finite difference method) - Metode elemen hingga (finite element method) - Metode volume hingga (finite volume method) - Metode elemen batas (boundary element method) - Metode skema resolusi tinggi (high resolution scheme method) Metode diskritisasi yang dipilih umumnya menetukan kestabilan dari program numerik/cfd yang dibuat program software yang ada. Oleh karena itu diperlukan kehati-hatian dalam cara mendiskritkan model khususnya cara mengatasi bagian yang kosong atau diskontinu Pengenalan Software CFD Menurut Himsar Ambarita (2010), ada beberapa software yang digunakan dalam pengembangan kode CFD seperti Fluent, CFX, dan lain-lain yaitu jenis program CFD yang menggunakan metode volume hingga (finite volum method). CFD menyediakan fleksibilitas mesh yang lengkap, sehingga dapat menyelesaiakan kasus aliran fluida dengan mesh (grid) yang terstruktur sekalipun

27 dengan cara yang relatif mudah. Jenis mesh yang didukung oleh CFD adalah tipe 2D triangular-quadritelar, 3D tetrahedral-hexahedral-pyramid-wedge, dan mesh campuran (hybrid) juga memungkinkan untuk memperhalus atau memperbesar mesh yang sudah ada. Bahasa program ditulis dalam bahasa C, sehingga memiliki struktur data yang efisien dan fleksibel, juga dapat digunakan bersama dengan arsitektur klien/server, sehingga dapat dijalankan sebagai proses terpisah secara simultan pada klien desktop workstation dan komputer server. Semua fungsi yang dibutuhkan untuk menghitung suatu solusi dan menampilkan hasilnya dapat diakses pada melalui menu yang interaktif. Beberapa alasan menggunakan solver CFD, yaitu sebagai berikut : a) Mudah untuk digunakan b) Model yang realistik (tesedia berbagai pilhan solver) c) Diskritisasi meshing model yang efisien (misalnya dalam GAMBIT) d) Cepat dalam penyajian hasil (bisa dengan parallel komputer) e) Visualisasi yang mudah dimengerti Struktur Program CFD Dalam satu paket program CFD terdapat beberapa produk, yaitu : a) CFX, Fluent, dll sebagai solver. b) GAMBIT, dll merupakan preprocessor untuk membuat pemodelan dan meshing. c) Tgrid, preprocessor tambahan yang dapat membuat volume mesh dari boundary mesh yang sudah ada. d) Filter untuk mengimpor mesh permukaan dan atau volume dari program CAD/CAE seperti ANSYS, CGNS, I-DEAS, NASTRAN, PATRAN, dll. Geometri dan mesh dapat dibuat menggunakan GAMBIT. Selain itu dapat juga menggunakan Tgrid untuk membuat mesh volume triangular, tetrahedral, atau hybrid dari mesh bidang yang sudah ada.

28 Langkah Penyelesaian Masalah dan Perencanaan Analisis CFD Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika akan meyelesaikan suatu kasus dengan menggunakan software CFD yang dalam hal ini FLUENT, yaitu : 1) Menentukan tujuan pemodelan 2) Pemilihan model komputasional 3) Pemilihan model fisik 4) Penentuan prosedur Setelah merencanakan analisis CFD pada model, maka langkah-langkah umum penyelesaian analisis CFD pada FLUENT sebagai berikut : 1) Membuat geometri dan mesh pada model 2) Memilih solver yang tepat untuk model tersebut (2D atau 3D) 3) Mengimpor mesh model (grid) 4) Melakukan pemeriksaan pada mesh model 5) Memilih formulasi solver 6) Memilih persamaan dasar yang akan dipakai dalam analisis, misalnya : laminar, turbulen, reaksi kimia, perpindahan kalor dan lain-lain. 7) Menentukan sifat material yang akan dipakai 8) Menentukan kondisi batas 9) Mengatur parameter kontrol solusi 10) Initialize the flow field 11) Melakukan perhitungan/iterasi 12) Memeriksa hasil iterasi 13) Menyimpan hasil iterasi 14) Jika perlu, memperhalus grid kemudian dilakukan iterasi ulang untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.

29 Mulai Pembuatan geometri dan meshing Pendefinisian bidang batas pada geometri Pengecekan mesh Mesh baik Tidak Data sifat fisik Ya Penentuan kondisi batas Proses numerik Ya Iterasi eror? Tidak Plot distribusi temperatur dan vektor kecepatan Selesai Gambar 2.12 Alur penyelesaian masalah CFD (problem solving)

30 Persamaan Pembentuk Aliran (Governing Equation) Metodologi dari Computational Fluid Dynamics (CFD) adalah mengubah (mendiskritisasi) persamaan-persamaan pembentuk aliran yang berbentuk persamaan differensial menjadi sistem persamaan linier pada daerah perhitungan yang telah dibagi menjadi beberapa volume atur. Dalam program CFD, persamaan pembentuk aliran tersebut dikenal juga dengan istilah governing equation. Dalam proses perhitungan aliran fluida, program berjalan sesuai dengan ketentuan persamaan pembentuk aliran ini ada tiga jenis : 1. Persamaan Kontinuitas Persamaan kontinuitas biasa juga disebut penjabaran hukum kekekalan massa. Konsep dari hukum ini adalah rata-rata kenaikan massa pada kontrol volume sama dengan massa yang mengalir masuk dan massa yang mengalir keluar. Secara sederhana dapat ditulis :.. (2.4) Secara umum persamaan kontinuitas (hukum kekekalan massa) dirumuskan sebagai berikut:... (2.5) Gambar 2.13 Hukum Kekekalan Massa pada Sebuah Elemen Fluida 3 Dimensi

31 2. Persamaan Momentum Hukum kekekalan momentum ini merupakan interpretasi dari hukum kedua Newton (arah sumbu-x), yaitu resultan gaya pada suatu objek sama dengan perkalian massa objek terhadap akselerasi. Perumusannya dirumuskan sebagai berikut:.. (2.6) Secara umum hukum kekekalan momentum arah sumbu-x untuk 3 dimensi dapat dirumuskan dengan persamaan berikut :.. (2.7) Dengan cara dan bentuk yang sama persamaan kekekalan momentum untuk 3 dimensi dengan arah sumbu-y dan arah sumbuz dirumuskan dengan persamaan sebagai berikut :.. (2.8).. (2.9) Gambar 2.14 Hukum kekekalan Momentum Arah Sumbu-x pada Sebuah Elemen Fluida 3 Dimensi 3. Persamaan Energi Persamaan ini merupakan aplikasi dari hukum ketiga fisika (termodinamika), yaitu laju perubahan energi dalam suatu elemen sama dengan jumlah dari

32 fluks panas yang masuk ke dalam elemen dan kerja yang digunakan dalam elemen tersebut. Bentuk persamaannya yaitu :.. (2.10) Gambar 2.15 Kerja yang Dikenakan pada Sebuah Elemen Arah Sumbu-x.. (2.11) Gambar 2.16 Fluks Panas yang Melintasi Permukaan Sebuah Elemen

33 Secara umum kerja yang dikenakan arah sumbu-x, sumbu-, dan sumbu-z dapat ditulis dengan persamaan berikut :.. (2.12).. (2.13) Sedangkan persamaan fluks panas yang melintasi permukaan sebuah elemen adalah :.. (2.14) Diskritisasi (metode interpolasi) pada CFD Pada dasarnya FLUENT hanya menghitung pada titik-titik simpul mesh geometri sehingga pada bagian di antara titik simpul tersebut harus dilakukan interpolasi untuk mendapatkan nilai kontinyu pada seluruh domain. Terdapat beberapa skema interpolasi yang sering digunakan, yaitu : - First-order upwind scheme Skema interpolasi yang paing ringan dan cepat mencapai konvergen, tetapi ketelitiannya hanya orde satu. Ketika skema ini dipilih, nilai bidang adalah sama dengan nilai pusat sell dalam sell upstream. Skema ini memungkinkan digunakan pada penyelesaian berbasis tekanan dan rapatan (density) - Second-order upwind scheme Menggunakan persamaan yang lebih teliti sampai orde 2, sangat baik digunaan pada mesh tri/tet dimana arah aliran tidak sejajar dengan mesh. Karena metode interpolasi yang digunakan lebih rumit, maka lebih lambat mencapai konvergen. Ketika skema ini dipilih, nilai bidang dikomputasi mengikuti bentuk :.....(2.15)

34 Dimana, dan adalah nilai pusat sell dan gradient dalam sell upstream, dan adalah vektor perpindahan dari pusat luasan sell upstream ke bidang pusat luasan. - Quadratic Upwind Interpolation (QUICK) scheme Diaplikasikan untuk mesh quad/hex dan hybrid, tetapi jangan digunakan untuk elemen mesh tri, dengan alian fluida yang berputar/swirl. Ketelitiannya mencapai orde 3 pada ukuran mesh yang seragam. Untuk bidang e pada Gambar 3.4, jika aliran dari kiri ke kanan, seperti itu nilai dapat ditulis sebagai berikut : [ ] [ ]..(2.16) Gambar 2.17 Volume control satu dimensi[10] dalam persamaan di atas hasil dalam pusat interpolasi orde 2 dimana hasil nilai orde kedua. Biasanya skema QUICK diperoleh dengan kedaaan dependen nilai. Implementasi pada FLUENT menggunakan variabel, solusi, dipilih supaya menghindari pengenalan solusi ekstrim yang baru.

SIMULASI RUANG INKUBATOR BAYI YANG MENGGUNAKAN PHASE CHANGE MATERIAL SEBAGAI PEMANAS RUANG INKUBATOR

SIMULASI RUANG INKUBATOR BAYI YANG MENGGUNAKAN PHASE CHANGE MATERIAL SEBAGAI PEMANAS RUANG INKUBATOR SIMULASI RUANG INKUBATOR BAYI YANG MENGGUNAKAN PHASE CHANGE MATERIAL SEBAGAI PEMANAS RUANG INKUBATOR Ferdinan A. Lubis 1, Himsar Ambarita 2. Email: loebizferdinan@yahoo.co.id 1,2 Departemen Teknik Mesin,

Lebih terperinci

SIMULASI ALIRAN FLUIDA PADA POMPA HIDRAM DENGAN TINGGI AIR JATUH 2.3 M DENGAN MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK CFD

SIMULASI ALIRAN FLUIDA PADA POMPA HIDRAM DENGAN TINGGI AIR JATUH 2.3 M DENGAN MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK CFD SIMULASI ALIRAN FLUIDA PADA POMPA HIDRAM DENGAN TINGGI AIR JATUH 2.3 M DENGAN MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK CFD Herto Mariseide Marbun 1, Mulfi Hazwi 2 1,2 Departemen Teknik Mesin, Universitas Sumatera Utara,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pompa adalah suatu alat yang digunakan untuk memindahkan suatu cairan dari suatu tempat ke tempat lain dengan cara menaikkan tekanan cairan tersebut. Kenaikan tekanan cairan tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Aliran Fluida adalah zat yang terus menerus mengalami deformasi dibawah penerapan tegangan geser (tangensial) tidak peduli seberapa kecil tegangan geser. Fluida

Lebih terperinci

SIMULASI KOLEKTOR SURYA TIPE PLAT DATAR DENGAN SUDUT 60 0 DAN BOKS PENGERING PADA MESIN PENGERING HASIL PERTANIAN

SIMULASI KOLEKTOR SURYA TIPE PLAT DATAR DENGAN SUDUT 60 0 DAN BOKS PENGERING PADA MESIN PENGERING HASIL PERTANIAN SIMULASI KOLEKTOR SURYA TIPE PLAT DATAR DENGAN SUDUT 60 0 DAN BOKS PENGERING PADA MESIN PENGERING HASIL PERTANIAN Nehemia Sembiring 1,Himsar Ambarita 2 1,2, Departemen Teknik Mesin, Universitas Sumatera

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pompa adalah mesin yang mengkonversikan energi mekanik menjadi energi tekanan. Menurut beberapa literatur terdapat beberapa jenis pompa, namun yang akan dibahas dalam perancangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan Pengeringan adalah proses mengurangi kadar air dari suatu bahan [1]. Dasar dari proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Iklim Mikro Rumah Tanaman Daerah Tropika Basah

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Iklim Mikro Rumah Tanaman Daerah Tropika Basah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Iklim Mikro Rumah Tanaman Daerah Tropika Basah Iklim merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perancangan bangunan. Sebuah bangunan seharusnya dapat mengurangi pengaruh iklim

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Proses Perpindahan Panas Konveksi Alamiah dalam Peralatan Pengeringan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Proses Perpindahan Panas Konveksi Alamiah dalam Peralatan Pengeringan 134 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Perpindahan Panas Konveksi Alamiah dalam Peralatan Pengeringan Prinsip dasar proses pengeringan adalah terjadinya pengurangan kadar air atau penguapan kadar air oleh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kolektor Surya Pelat Datar Duffie dan Beckman (2006) menjelaskan bahwa kolektor surya adalah jenis penukar panas yang mengubah energi radiasi matahari menjadi panas. Kolektor surya

Lebih terperinci

Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga

Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 4, No.2, (2015) 2337-3520 (2301-928X Print) A-13 Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga Vimala Rachmawati dan Kamiran Jurusan

Lebih terperinci

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS 2.1 Konsep Dasar Perpindahan Panas Perpindahan panas dapat terjadi karena adanya beda temperatur antara dua bagian benda. Panas akan mengalir dari

Lebih terperinci

BAB IV KAJIAN CFD PADA PROSES ALIRAN FLUIDA

BAB IV KAJIAN CFD PADA PROSES ALIRAN FLUIDA BAB IV KAJIAN CFD PADA PROSES ALIRAN FLUIDA IV. KAJIAN CFD PADA PROSES ALIRAN FLUIDA 4.1. Penelitian Sebelumna Computational Fluid Dnamics (CFD) merupakan program computer perangkat lunak untuk memprediksi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Nutrient Film Technique (NFT) 2.2. Greenhouse

II. TINJAUAN PUSTAKA Nutrient Film Technique (NFT) 2.2. Greenhouse II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nutrient Film Technique (NFT) Nutrient film technique (NFT) merupakan salah satu tipe spesial dalam hidroponik yang dikembangkan pertama kali oleh Dr. A.J Cooper di Glasshouse

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar Dasar Perpindahan Kalor Perpindahan kalor terjadi karena adanya perbedaan suhu, kalor akan mengalir dari tempat yang suhunya tinggi ke tempat suhu rendah. Perpindahan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 SOLAR COLLECTOR Kolektor energi surya adalah alat penukar kalor jenis khusus yang mengubah energi radiasi matahari ke internal energi. Komponen utama dari setiap sistem surya

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang dan Identifikasi Masalah

1.1 Latar Belakang dan Identifikasi Masalah BAB I PENDAHULUAN Seiring dengan pertumbuhan kebutuhan dan intensifikasi penggunaan air, masalah kualitas air menjadi faktor yang penting dalam pengembangan sumberdaya air di berbagai belahan bumi. Walaupun

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Simulasi Distribusi Suhu Kolektor Surya 1. Domain 3 Dimensi Kolektor Surya Bentuk geometri 3 dimensi kolektor surya diperoleh dari proses pembentukan ruang kolektor menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi yang begitu pesat dewasa ini sangat mempengaruhi jumlah ketersediaan sumber-sumber energi yang tidak dapat diperbaharui yang ada di permukaan

Lebih terperinci

Perpindahan Panas Konveksi. Perpindahan panas konveksi bebas pada plat tegak, datar, dimiringkan,silinder dan bola

Perpindahan Panas Konveksi. Perpindahan panas konveksi bebas pada plat tegak, datar, dimiringkan,silinder dan bola Perpindahan Panas Konveksi Perpindahan panas konveksi bebas pada plat tegak, datar, dimiringkan,silinder dan bola Pengantar KONDUKSI PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI RADIASI Perpindahan Panas Konveksi Konveksi

Lebih terperinci

BAB III ANALISA KONDISI FLUIDA DAN PROSEDUR SIMULASI

BAB III ANALISA KONDISI FLUIDA DAN PROSEDUR SIMULASI BAB III ANALISA KONDISI FLUIDA DAN PROSEDUR SIMULASI 3.1 KONDISI ALIRAN FLUIDA Sebelum melakukan simulasi, didefinisikan terlebih dahulu kondisi aliran yang akan dipergunakan. Asumsi dasar yang dipakai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Besaran dan peningkatan rata-rata konsumsi bahan bakar dunia (IEA, 2014)

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Besaran dan peningkatan rata-rata konsumsi bahan bakar dunia (IEA, 2014) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era modern, teknologi mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hal ini akan mempengaruhi pada jumlah konsumsi bahan bakar. Permintaan konsumsi bahan bakar ini akan

Lebih terperinci

ANALISIS CASING TURBIN KAPLAN MENGGUNAKAN SOFTWARE COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS/CFD FLUENT

ANALISIS CASING TURBIN KAPLAN MENGGUNAKAN SOFTWARE COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS/CFD FLUENT ANALISIS CASING TURBIN KAPLAN MENGGUNAKAN SOFTWARE COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS/CFD FLUENT 6.2.16 Ridwan Arief Subekti, Anjar Susatyo, Jon Kanidi Puslit Tenaga Listrik dan Mekatronik LIPI Komplek LIPI,

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sistem merupakan sekumpulan obyek yang saling berinteraksi dan memiliki keterkaitan antara satu obyek dengan obyek lainnya. Dalam proses perkembangan ilmu pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Desain yang baik dari sebuah airfoil sangatlah perlu dilakukan, dengan tujuan untuk meningkatkan unjuk kerja airfoil

BAB I PENDAHULUAN. Desain yang baik dari sebuah airfoil sangatlah perlu dilakukan, dengan tujuan untuk meningkatkan unjuk kerja airfoil BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Desain yang baik dari sebuah airfoil sangatlah perlu dilakukan, dengan tujuan untuk meningkatkan unjuk kerja airfoil itu sendiri. Airfoil pada pesawat terbang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perpindahan energi yang mungkin terjadi antara material atau benda sebagai akibat

BAB I PENDAHULUAN. perpindahan energi yang mungkin terjadi antara material atau benda sebagai akibat BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Ilmu termodinamika merupakan ilmu yang berupaya untuk memprediksi perpindahan energi yang mungkin terjadi antara material atau benda sebagai akibat dari perbedaan suhu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULAN 1.1 Latar Belakang Fluidisasi adalah proses dimana benda padat halus (partikel) dirubah menjadi fase dengan perilaku menyerupai fluida. Fluidisasi dilakukan dengan cara menghembuskan fluida

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Sebuah modul termoelektrik yang dialiri arus DC. ( https://ferotec.com. (2016). www. ferotec.com/technology/thermoelectric)

Gambar 2.1 Sebuah modul termoelektrik yang dialiri arus DC. ( https://ferotec.com. (2016). www. ferotec.com/technology/thermoelectric) BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Modul termoelektrik adalah sebuah pendingin termoelektrik atau sebagai sebuah pompa panas tanpa menggunakan komponen bergerak (Ge dkk, 2015, Kaushik dkk, 2016). Sistem pendingin

Lebih terperinci

BAB II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI

BAB II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI II DSR TEORI 2. Termoelektrik Fenomena termoelektrik pertama kali ditemukan tahun 82 oleh ilmuwan Jerman, Thomas Johann Seebeck. Ia menghubungkan tembaga dan besi dalam sebuah rangkaian. Di antara kedua

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Aliran Fluida adalah zat yang terus menerus mengalami deformasi dibawah penerapan tegangan geser (tangensial) tidak peduli seberapa kecil tegangan geser. Fluida

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 RANCANGAN OBSTACLE Pola kecepatan dan jenis aliran di dalam reaktor kolom gelembung sangat berpengaruh terhadap laju reaksi pembentukan biodiesel. Kecepatan aliran yang tinggi

Lebih terperinci

STUDI PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI PADA SUSUNAN SILINDER VERTIKAL DALAM REAKTOR NUKLIR ATAU PENUKAR PANAS MENGGUNAKAN PROGAM CFD

STUDI PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI PADA SUSUNAN SILINDER VERTIKAL DALAM REAKTOR NUKLIR ATAU PENUKAR PANAS MENGGUNAKAN PROGAM CFD STUDI PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI PADA SUSUNAN SILINDER VERTIKAL DALAM REAKTOR NUKLIR ATAU PENUKAR PANAS MENGGUNAKAN PROGAM CFD Agus Waluyo 1, Nathanel P. Tandian 2 dan Efrizon Umar 3 1 Magister Rekayasa

Lebih terperinci

Pemodelan Distribusi Suhu pada Tanur Carbolite STF 15/180/301 dengan Metode Elemen Hingga

Pemodelan Distribusi Suhu pada Tanur Carbolite STF 15/180/301 dengan Metode Elemen Hingga Pemodelan Distribusi Suhu pada Tanur Carbolite STF 15/180/301 dengan Metode Elemen Hingga Wafha Fardiah 1), Joko Sampurno 1), Irfana Diah Faryuni 1), Apriansyah 1) 1) Program Studi Fisika Fakultas Matematika

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Sistem GWHP [13]

Gambar 2.1 Sistem GWHP [13] BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengkondisian Udara dengan Groundcooling Pengkondisian udara dengan memanfaatkan efek dingin tanah atau lebih dikenal dengan istilah groundcooling ini sudah banyak diterapkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Perpindahan panas adalah perpindahan energi yang terjadi pada benda atau material yang bersuhu tinggi ke benda atau material yang bersuhu rendah, hingga tercapainya kesetimbangan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN Prosedur Penggunaan Software Ansys FLUENT 15.0

BAB III METODOLOGI PENELITIAN Prosedur Penggunaan Software Ansys FLUENT 15.0 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat Penelitian Pada penelitian ini menggunakan software jenis program CFD Ansys FLUENT 15.0 dengan diameter dalam pipa 19 mm, diameter luar pipa 25,4 dan panjang pipa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan

I. PENDAHULUAN. Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan penting sebagai bahan pangan pokok. Revitalisasi di bidang pertanian yang telah dicanangkan Presiden

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Dalam bab ini dibahas tentang dasar-dasar teori yang digunakan untuk mengetahui kecepatan perambatan panas pada proses pasteurisasi pengalengan susu. Dasar-dasar teori tersebut meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penggunaan energi surya dalam berbagai bidang telah lama dikembangkan di dunia. Berbagai teknologi terkait pemanfaatan energi surya mulai diterapkan pada berbagai

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. RADIASI MATAHARI DAN SH DARA DI DALAM RMAH TANAMAN Radiasi matahari mempunyai nilai fluktuatif setiap waktu, tetapi akan meningkat dan mencapai nilai maksimumnya pada siang

Lebih terperinci

SIMULASI KOLEKTOR SURYA TIPE PLAT DATAR DENGAN SUDUT 60 0 DAN BOKS PENGERING PADA MESIN PENGERING HASIL PERTANIAN

SIMULASI KOLEKTOR SURYA TIPE PLAT DATAR DENGAN SUDUT 60 0 DAN BOKS PENGERING PADA MESIN PENGERING HASIL PERTANIAN SIMULASI KOLEKTOR SURYA TIPE PLAT DATAR DENGAN SUDUT 60 0 DAN BOKS PENGERING PADA MESIN PENGERING HASIL PERTANIAN SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik NEHEMIA

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi Pasteurisasi ialah proses pemanasan bahan makanan, biasanya berbentuk cairan dengan temperatur dan waktu tertentu dan kemudian langsung didinginkan secepatnya. Proses

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-192

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-192 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-192 Studi Numerik Pengaruh Baffle Inclination pada Alat Penukar Kalor Tipe Shell and Tube terhadap Aliran Fluida dan Perpindahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PENGERINGAN Pengeringan adalah proses pengurangan kelebihan air yang (kelembaban) sederhana untuk mencapai standar spesifikasi kandungan kelembaban dari suatu bahan. Pengeringan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Proses Perpindahan Panas Konveksi Alamiah dan Peralatan Pengering

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Proses Perpindahan Panas Konveksi Alamiah dan Peralatan Pengering BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Perpindahan Panas Konveksi Alamiah dan Peralatan Pengering Prinsip dasar proses pengeringan adalah terjadinya pengurangan kadar air atau penguapan kadar air oleh udara

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Januari hingga November 2011, yang bertempat di Laboratorium Sumber Daya Air, Departemen Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat Penelitian Pada Penelitian ini dilakukan secara numerik dengan metode Computer Fluid Dynamic (CFD) menggunakan software Ansys Fluent versi 15.0. dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perpindahan Panas Perpindahan kalor (heat transfer) ialah ilmu untuk meramalkan perpindahan energi yang terjadi karena adanya perbedaan suhu di antara benda atau material.

Lebih terperinci

Studi Numerik Pengaruh Gap Ratio terhadap Karakteristik Aliran dan Perpindahan Panas pada Susunan Setengah Tube Heat Exchanger dalam Enclosure

Studi Numerik Pengaruh Gap Ratio terhadap Karakteristik Aliran dan Perpindahan Panas pada Susunan Setengah Tube Heat Exchanger dalam Enclosure Studi Numerik Pengaruh Gap Ratio terhadap Karakteristik Aliran dan Perpindahan Panas pada Susunan Setengah Tube Heat Exchanger dalam Enclosure R. Djailani, Prabowo Laboratorium Perpindahan Panas dan Massa

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Berikut adalah diagram alir penelitian konduksi pada arah radial dari pembangkit energy berbentuk silinder. Gambar 3.1 diagram alir penelitian konduksi

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat

BAB II DASAR TEORI. ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat BAB II DASAR TEORI 2.. Perpindahan Panas Perpindahan panas adalah proses berpindahnya energi dari suatu tempat ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat tersebut. Perpindahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar BAB NJAUAN PUSAKA Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar 150.000.000 km, sangatlah alami jika hanya pancaran energi matahari yang mempengaruhi dinamika atmosfer

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. RUMAH TANAMAN Rumah tanaman atau greenhouse di kawasan tropika basah berfungsi sebagai bangunan perlindungan tanaman baik pada budidaya tanaman dengan media tanam maupun dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Umum Mesin pendingin atau kondensor adalah suatu alat yang digunakan untuk memindahkan panas dari dalam ruangan ke luar ruangan. Adapun sistem mesin pendingin yang

Lebih terperinci

MAKALAH KOMPUTASI NUMERIK

MAKALAH KOMPUTASI NUMERIK MAKALAH KOMPUTASI NUMERIK ANALISA ALIRAN FLUIDA DALAM PIPA SIRKULAR DAN PIPA SPIRAL UNTUK INSTALASI SALURAN AIR DI RUMAH DENGAN SOFTWARE CFD Oleh : MARIO RADITYO PRARTONO 1306481972 DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

Lebih terperinci

ANALISIS PERPINDAHAN KALOR YANG TERJADI PADA RECTANGULAR DUCT DENGAN ANSYS 11 SP1 DAN PERHITUNGAN METODE NUMERIK

ANALISIS PERPINDAHAN KALOR YANG TERJADI PADA RECTANGULAR DUCT DENGAN ANSYS 11 SP1 DAN PERHITUNGAN METODE NUMERIK TUGAS AKHIR ANALISIS PERPINDAHAN KALOR YANG TERJADI PADA RECTANGULAR DUCT DENGAN ANSYS 11 SP1 DAN PERHITUNGAN METODE NUMERIK Disusun: FATHAN ROSIDI NIM : D 200 030 126 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 27 HASIL DAN PEMBAHASAN Titik Fokus Letak Pemasakan Titik fokus pemasakan pada oven surya berdasarkan model yang dibuat merupakan suatu bidang. Pada posisi oven surya tegak lurus dengan sinar surya, lokasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Panas merupakan suatu bentuk energi yang ada di alam. Panas juga merupakan suatu energi yang sangat mudah berpindah (transfer). Transfer panas disebabkan oleh adanya

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Suhu Udara Hasil pengukuran suhu udara di dalam rumah tanaman pada beberapa titik dapat dilihat pada Gambar 6. Grafik suhu udara di dalam rumah tanaman menyerupai bentuk parabola

Lebih terperinci

TEST KEMAMPUAN DASAR FISIKA

TEST KEMAMPUAN DASAR FISIKA TEST KEMAMPUAN DASAR FISIKA Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan pernyataan BENAR atau SALAH. Jika jawaban anda BENAR, pilihlah alasannya yang cocok dengan jawaban anda. Begitu pula jika

Lebih terperinci

T P = T C+10 = 8 10 T C +10 = 4 5 T C+10. Pembahasan Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X. Contoh soal kalibrasi termometer

T P = T C+10 = 8 10 T C +10 = 4 5 T C+10. Pembahasan Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X. Contoh soal kalibrasi termometer Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X Contoh soal kalibrasi termometer 1. Pipa kaca tak berskala berisi alkohol hendak dijadikan termometer. Tinggi kolom alkohol ketika ujung bawah pipa kaca dimasukkan

Lebih terperinci

STUDI KARAKTERISTIK ALIRAN PADA TUJUH SILINDER VERTIKAL DENGAN SUSUNAN HEKSAGONAL DALAM REAKTOR NUKLIR MENGGUNAKAN PAKET PROGRAM FLUENT

STUDI KARAKTERISTIK ALIRAN PADA TUJUH SILINDER VERTIKAL DENGAN SUSUNAN HEKSAGONAL DALAM REAKTOR NUKLIR MENGGUNAKAN PAKET PROGRAM FLUENT Studi Karakteristik Aliran pada Tujuh Silinder Vertika dengan Susunan Heksagonal (A. Septilarso, et al) STUDI KARAKTERISTIK ALIRAN PADA TUJUH SILINDER VERTIKAL DENGAN SUSUNAN HEKSAGONAL DALAM REAKTOR NUKLIR

Lebih terperinci

INVESTIGASI KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS PADA DESAIN HELICAL BAFFLE PENUKAR PANAS TIPE SHELL AND TUBE BERBASIS COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD)

INVESTIGASI KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS PADA DESAIN HELICAL BAFFLE PENUKAR PANAS TIPE SHELL AND TUBE BERBASIS COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) INVESTIGASI KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS PADA DESAIN HELICAL BAFFLE PENUKAR PANAS TIPE SHELL AND TUBE BERBASIS COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) Mirza Quanta Ahady Husainiy 2408100023 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. 3.2 Tahapan Analisis Persamaan Differensial untuk Transfer Energi

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. 3.2 Tahapan Analisis Persamaan Differensial untuk Transfer Energi BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Studi Pendahuluan Langkah awal dalam penelitian ini adalah mencari dan mengumpulkan sumbersumber seperti: buku, jurnal atau penelitian sebelumnya yang mendukung penelitian.

Lebih terperinci

MEKANISME PENGERINGAN By : Dewi Maya Maharani. Prinsip Dasar Pengeringan. Mekanisme Pengeringan : 12/17/2012. Pengeringan

MEKANISME PENGERINGAN By : Dewi Maya Maharani. Prinsip Dasar Pengeringan. Mekanisme Pengeringan : 12/17/2012. Pengeringan MEKANISME By : Dewi Maya Maharani Pengeringan Prinsip Dasar Pengeringan Proses pemakaian panas dan pemindahan air dari bahan yang dikeringkan yang berlangsung secara serentak bersamaan Konduksi media Steam

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI ANALISA PERPINDAHAN PANAS TERHADAP RECTANGULAR DUCT DENGAN TEBAL m MENGGUNAKAN ANSYS 12 SP1 DAN PERHITUNGAN METODE NUMERIK

NASKAH PUBLIKASI ANALISA PERPINDAHAN PANAS TERHADAP RECTANGULAR DUCT DENGAN TEBAL m MENGGUNAKAN ANSYS 12 SP1 DAN PERHITUNGAN METODE NUMERIK NASKAH PUBLIKASI ANALISA PERPINDAHAN PANAS TERHADAP RECTANGULAR DUCT DENGAN TEBAL 0.075 m MENGGUNAKAN ANSYS 12 SP1 DAN PERHITUNGAN METODE NUMERIK Disusun Sebagai Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Teknik

Lebih terperinci

PENDINGIN TERMOELEKTRIK

PENDINGIN TERMOELEKTRIK BAB II DASAR TEORI 2.1 PENDINGIN TERMOELEKTRIK Dua logam yang berbeda disambungkan dan kedua ujung logam tersebut dijaga pada temperatur yang berbeda, maka akan ada lima fenomena yang terjadi, yaitu fenomena

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN 4.1. Hot Water Heater Pemanasan bahan bakar dibagi menjadi dua cara, pemanasan yang di ambil dari Sistem pendinginan mesin yaitu radiator, panasnya di ambil dari saluran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aerodinamika pesawat terbang adalah mengenai airfoil sayap. pesawat. Fenomena pada airfoil yaitu adanya gerakan fluida yang

BAB I PENDAHULUAN. aerodinamika pesawat terbang adalah mengenai airfoil sayap. pesawat. Fenomena pada airfoil yaitu adanya gerakan fluida yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aerodinamika merupakan ilmu dasar ketika membahas tentang prinsip pesawat terbang. Dan salah satu pembahasan dalam ilmu aerodinamika pesawat terbang adalah mengenai

Lebih terperinci

Sidang Tugas Akhir - Juli 2013

Sidang Tugas Akhir - Juli 2013 Sidang Tugas Akhir - Juli 2013 STUDI PERBANDINGAN PERPINDAHAN PANAS MENGGUNAKAN METODE BEDA HINGGA DAN CRANK-NICHOLSON COMPARATIVE STUDY OF HEAT TRANSFER USING FINITE DIFFERENCE AND CRANK-NICHOLSON METHOD

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai.

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Dalam kehidupan, polusi yang ada di sungai disebabkan oleh limbah dari pabrikpabrik dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di dalam rumah tanaman di Laboratorium Lapangan Leuwikopo dan Laboratorium Lingkungan Biosistem, Departemen Teknik Mesin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembahasan tentang persamaan diferensial parsial terus berkembang baik secara teori maupun aplikasi. Dalam pemodelan matematika pada permasalahan di bidang

Lebih terperinci

PENGERINGAN. Teti Estiasih - PS ITP - THP - FTP - UB

PENGERINGAN. Teti Estiasih - PS ITP - THP - FTP - UB PENGERINGAN 1 DEFINISI Pengeringan merupakan metode pengawetan dengan cara pengurangan kadar air dari bahan sehingga daya simpan dapat diperpanjang Perpanjangan daya simpan terjadi karena aktivitas m.o.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Hukum Kekekalan Massa Hukum kekekalan massa atau dikenal juga sebagai hukum Lomonosov- Lavoiser adalah suatu hukum yang menyatakan massa dari suatu sistem tertutup akan konstan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat Penelitian Pada penelitian ini software yang digunakan untuk simulasi adalah jenis program CFD ANSYS 15.0 FLUENT. 3.1.1 Prosedur Penggunaan Software Ansys 15.0 Setelah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan. Metode pengawetan dengan cara pengeringan merupakan metode paling tua dari semua metode pengawetan yang ada. Contoh makanan yang mengalami proses pengeringan ditemukan

Lebih terperinci

ANALISA LAJU ALIRAN FLUIDA PADA MESIN PENGERING KONVEYOR PNEUMATIK DENGAN MENGGUNAKAN SIMULASI CFD

ANALISA LAJU ALIRAN FLUIDA PADA MESIN PENGERING KONVEYOR PNEUMATIK DENGAN MENGGUNAKAN SIMULASI CFD FLYWHEEL: JURNAL TEKNIK MESIN UNTIRTA Homepagejurnal: http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/jwl ANALISA LAJU ALIRAN FLUIDA PADA MESIN PENGERING KONVEYOR PNEUMATIK DENGAN MENGGUNAKAN SIMULASI CFD Imron

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 Metodologi Umum Penelitian untuk merumuskan sistem berbasis pada penanganan permasalahan di pabrik urea Kaltim-1 ini secara garis besar dilakukan dalam tahapan-tahapan

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN DENGAN METODE VOLUME HINGGA

BAB III PEMODELAN DENGAN METODE VOLUME HINGGA A III PEMODELAN DENGAN METODE VOLUME HINGGA 3.1 Teori Dasar Metode Volume Hingga Computational fluid dnamic atau CFD merupakan ilmu ang mempelajari tentang analisa aliran fluida, perpindahan panas dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Proses Perpindahan Kalor Perpindahan panas adalah ilmu untuk memprediksi perpindahan energi yang terjadi karena adanya perbedaan suhu diantara benda atau material. Perpindahan

Lebih terperinci

PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA

PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA DIKTAT KULIAH PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARMA PERSADA 009 DIKTAT KULIAH PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA Disusun : ASYARI DARAMI YUNUS Jurusan Teknik Mesin,

Lebih terperinci

SIMULASI PERPINDAHAN PANAS GEOMETRI FIN DATAR PADA HEAT EXCHANGER DENGAN ANSYS FLUENT

SIMULASI PERPINDAHAN PANAS GEOMETRI FIN DATAR PADA HEAT EXCHANGER DENGAN ANSYS FLUENT SIMULASI PERPINDAHAN PANAS GEOMETRI FIN DATAR PADA HEAT EXCHANGER DENGAN ANSYS FLUENT Gian Karlos Rhamadiafran Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Indonesia

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian dilaksanakan mulai bulan Februari 2012 sampai dengan Juni 2012 di Lab. Surya Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

Gambar 2.1.(a) Geometri elektroda commit to Gambar user 2.1.(b) Model Elemen Hingga ( Sumber : Yeung dan Thornton, 1999 )

Gambar 2.1.(a) Geometri elektroda commit to Gambar user 2.1.(b) Model Elemen Hingga ( Sumber : Yeung dan Thornton, 1999 ) digilib.uns.ac.id BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Resistance Spot Welding (RSW) atau Las Titik Tahanan Listrik adalah suatu cara pengelasan dimana permukaan plat yang disambung ditekankan satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. halaman belakang untuk memenuhi berbagai kenyamanan bagi para. penghuninya, terutama kenyamanan thermal. Keberadaan space halaman

BAB I PENDAHULUAN. halaman belakang untuk memenuhi berbagai kenyamanan bagi para. penghuninya, terutama kenyamanan thermal. Keberadaan space halaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya rumah tinggal mempunyai halaman depan dan halaman belakang untuk memenuhi berbagai kenyamanan bagi para penghuninya, terutama kenyamanan thermal. Keberadaan

Lebih terperinci

Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving

Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving PERPINDAHAN PANAS Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving force/resistensi Proses bisa steady

Lebih terperinci

Konduksi Mantap 2-D. Shinta Rosalia Dewi

Konduksi Mantap 2-D. Shinta Rosalia Dewi Konduksi Mantap 2-D Shinta Rosalia Dewi SILABUS Pendahuluan (Mekanisme perpindahan panas, konduksi, konveksi, radiasi) Pengenalan Konduksi (Hukum Fourier) Pengenalan Konduksi (Resistensi ermal) Konduksi

Lebih terperinci

PENGARUH HUMIDITY DAN TEMPERATURE TERHADAP KENYAMANAN PEMAKAIAN HELM TENTARA MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMIC (CFD) FLUENT

PENGARUH HUMIDITY DAN TEMPERATURE TERHADAP KENYAMANAN PEMAKAIAN HELM TENTARA MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMIC (CFD) FLUENT Jurnal DISPROTEK Volume 7 no. 2 Juli 206 PENGARUH HUMIDITY DAN TEMPERATURE TERHADAP KENYAMANAN PEMAKAIAN HELM TENTARA MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMIC (CFD) FLUENT Andung Jati Nugroho Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aeroponik Aeroponik adalah metode budidaya tanaman dimana akar tanaman menggantung di udara serta memperoleh unsur hara dan air dari larutan nutrisi yang disemprotkan ke akar

Lebih terperinci

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014 KAJIAN NUMERIK DAN EKSPERIMENTAL PROSES PERPINDAHAN PANAS DAN PERPINDAHAN MASSA PADA PENGERINGAN SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik ARY SANTONY NIM. 090401003

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada musim kemarau yaitu bulan Mei sampai Juli 2007 berlokasi di Laboratorium Lapangan Bagian Ternak Perah, Departemen Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama dalam penyimpanannya membuat salah satu produk seperti keripik buah digemari oleh masyarat. Mereka

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian serta di dalam rumah tanaman yang berada di laboratorium Lapangan Leuwikopo,

Lebih terperinci

4.2 Laminer dan Turbulent Boundary Layer pada Pelat Datar. pada aliran di leading edge karena perubahan kecepatan aliran yang tadinya uniform

4.2 Laminer dan Turbulent Boundary Layer pada Pelat Datar. pada aliran di leading edge karena perubahan kecepatan aliran yang tadinya uniform 4.2 Laminer dan Turbulent Boundary Layer pada Pelat Datar Aliran laminer dan turbulen melintasi pelat datar dapat disimulasikan dengan mengalirkan uniform flow sepanjang pelat (Gambar 4.15). Boundary Layer

Lebih terperinci

Studi Pengaruh Beban Panas terhadap Karakteristik Perpindahan Panas pada Heat Exchanger Vertical Channel

Studi Pengaruh Beban Panas terhadap Karakteristik Perpindahan Panas pada Heat Exchanger Vertical Channel Studi Pengaruh Beban Panas terhadap Karakteristik Perpindahan Panas pada Heat Exchanger Vertical Channel Ary Bachtiar Krishna Putra dan Prabowo Laboratorium Perpindahan Panas dan Massa Jurusan Teknik Mesin

Lebih terperinci

Konsep Dasar Pendinginan

Konsep Dasar Pendinginan PENDAHULUAN Perkembangan siklus refrigerasi dan perkembangan mesin refrigerasi (pendingin) merintis jalan bagi pertumbuhan dan penggunaan mesin penyegaran udara (air conditioning). Teknologi ini dimulai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1 Kajian Pustaka Ristiyanto (2003) menyelidiki tentang visualisasi aliran dan penurunan tekanan setiap pola aliran dalam perbedaan variasi kecepatan cairan dan kecepatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi perangkat mikro berkembang sangat pesat seiring meningkatnya teknologi mikrofabrikasi. Aplikasi perangkat mikro diantaranya ialah pada microelectro-mechanical

Lebih terperinci

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan TINJAUAN PUSTAKA A. Pengeringan Tipe Efek Rumah Kaca (ERK) Pengeringan merupakan salah satu proses pasca panen yang umum dilakukan pada berbagai produk pertanian yang ditujukan untuk menurunkan kadar air

Lebih terperinci