KARAKTERISTIK HABITAT POTENSIAL LARVA NYAMUK ANOPHELES DAN HUBUNGANNYA DENGAN KEJADIAN MALARIA DI KOTA PANGKALPINANG, BANGKA BELITUNG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KARAKTERISTIK HABITAT POTENSIAL LARVA NYAMUK ANOPHELES DAN HUBUNGANNYA DENGAN KEJADIAN MALARIA DI KOTA PANGKALPINANG, BANGKA BELITUNG"

Transkripsi

1 KARAKTERISTIK HABITAT POTENSIAL LARVA NYAMUK ANOPHELES DAN HUBUNGANNYA DENGAN KEJADIAN MALARIA DI KOTA PANGKALPINANG, BANGKA BELITUNG VIRANTI MANDASARI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Karakteristik Habitat Potensial Larva Nyamuk Anopheles dan Hubungannya dengan Kejadian Malaria di Kota Pangkalpinang, Bangka Belitung adalah karya saya sendiri dengan arahan Dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Oktober 2012 Viranti Mandasari B

3 ABSTRACT VIRANTI MANDASARI. Potential habitat Characteristics of Anopheles Mosquitoes larvae and Its Relation to Malaria incidence in Pangkalpinang City. Under directions of UPIK KESUMAWATI HADI. This study aimed to measure the characteristics of potential habitats that become breeding places for Anopheles mosquitoes in the former tin mining (pit) in Pangkalpinang city. The research was conducted in July 2011 to May 2012 and performed in two activities, collection with determination of the larvae habitats characteristics and identification of Anopheles larvae. Anopheles larvae were collected, processed to slide specimen, then identified by using the identification key of the Anopheles larvae (O Cornor and Soepanto 1989). The result showed that larvae species found were An. letifer. Generally the characteristics of the larval breeding potential habitats in Pangkalpinang city had area between m 2, the temperature was C, and the salinity was 0. The age habitats were varied from 1 to 29 years old. The base of habitats were sand, mud, and sand ground. The habitats also had variety of turbidity level from clear, yellow, to brown with a depth of 0.05 to 10 m. In addition, there were aquatic plants such as grasses, algae, ferns, water hyacinth, and taro. Fish, tadpoles, and dragonflies larvae were found in habitats as Anopheles larvae predators. Key words: Anopheles larvae, Bangka Belitung, characteristics of habitat, Pangkalpinang city.

4 ABSTRAK VIRANTI MANDASARI. Karakteristik Habitat Potensial Larva Nyamuk Anopheles dan Hubungannya dengan Kejadian Malaria di Kota Pangkalpinang, Bangka Belitung. Di bawah bimbingan UPIK KESUMAWATI HADI. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur karakteristik habitat potensial yang menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk Anopheles di bekas galian timah (kolong) di kota Pangkalpinang. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2011 sampai dengan Mei 2012 dan dilakukan dalam dua kegiatan, yaitu koleksi larva Anopheles serta penentuan karakteristik habitat dan identifikasi larva. Larva Anopheles yang dikoleksi kemudian dibuat preparat slide untuk dilakukan identifikasi dengan menggunakan kunci identifikasi larva Anopheles (O Cornor dan Soepanto 1989). Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis larva yang ditemukan adalah An. letifer. Secara umum karakteristik habitat potensial perkembangbiakan larva Anopheles di Kota Pangkalpinang memiliki luas m, suhu C, dan salinitas 0. Habitat tersebut memiliki umur yang bervariasi dari 1 hingga 29 tahun. Sebagian habitat memiliki dasar habitat berupa pasir dan sebagian lagi ditemukan dasar habitat pasir bercampur lumpur dan tanah. Tingkat kekeruhan habitat juga bervariasi dari jernih, kuning, dan coklat, dengan kedalaman 0,05-10 m. Selain itu, di sekitar habitat terdapat tanaman air seperti rumput, alga, paku-pakuan, enceng gondok, dan talas. Ikan, berudu, dan larva capung ditemukan di habitat tersebut sebagai predator larva Anopheles. Kata kunci: Bangka Belitung, karakteristik habitat, Kota Pangkalpinang, larva Anopheles.

5 Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah,penulisan laporan, penulisan kritik,atau tinjauan suatu masalah,dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

6 KARAKTERISTIK HABITAT POTENSIAL LARVA NYAMUK ANOPHELES DAN HUBUNGANNYA DENGAN KEJADIAN MALARIA DI KOTA PANGKALPINANG, BANGKA BELITUNG VIRANTI MANDASARI Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

7 Judul Skripsi : Karakteristik Habitat Potensial Larva Nyamuk Anopheles dan Hubungannya dengan Kejadian Malaria di Kota Pangkalpinang, Bangka Belitung Nama Mahasiswa : Viranti Mandasari NIM : B Disetujui: Dr. drh. Upik Kesumawati Hadi, MS Pembimbing Skripsi Diketahui: Dr. drh. Agus Setiyono, MS, APVet Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Tanggal lulus :

8 PRAKATA Puji syukur atas kehadiat Allah SWT atas berkat, rahmat dan karunianya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul Karakteristik Habitat Potensial Larva Nyamuk Anopheles dan Hubungannya dengan Kejadian Malaria di Kota Pangkalpinang, Bangka Belitung. Skripsi merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Proses penulisan dan penyusunan skripsi ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. drh. Upik Kesumawati Hadi, MS sebagai dosen pembimbing skripsi, atas bimbingan, arahan, motivasi, waktu dan pemikiran selama proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini. Terima kasih sebesar-besarnya kepada ayah dan ibu tercinta serta kakak tersayang Septarini, Amd dan Desty Atika, SH atas kasih sayang, doa, motivasi dan nasihat yang luar biasa kepada penulis. Tidak lupa ucapan terima kasih kepada pembimbing akademik drh. R.P. Agus Lelana, SpMp, MS atas bimbingannya selama ini. Penulis juga berterima kasih kepada Riki Afriansyah, ST atas doa, perhatian, motivasi serta pengertiannya. Penulis mengucapkan terimakasih kepada drh. Supriyono atas bimbingan, arahan, motivasi, waktu dan pemikiran yang tak terhingga selama proses penulisan dan teman-teman sepenelitian di Laboratorium Entomologi, Joni, Jamal, dan Rofindra, serta staf pengajar dan pegawai laboratorium Entomologi FKH IPB atas bantuan dan dukungan kepada penulis. Terimakasih untuk anak Wisma Nabila Cempaka B (Nisa, Nova, Cici, Uwie, Adis, Pia dan Wita) dan sahabat penulis (Febriana, Iin, Fitria, Ratih, Gita, Annisa) serta teman seperjuangan Avenzoar FKH 45. Semua pihak dan rekan-rekan yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih atas kerjasama dan dukungannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Oktober 2012 Viranti Mandasari B

9 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Viranti Mandasari, dilahirkan di Pangkalpinang, Bangka Belitung pada tanggal 23 Agustus 1990 dari pasangan Ayah Syamsuyadi dan Ibu Eli Susanti. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Penulis menamatkan Sekolah Dasar Negeri 5 Pangkalpinang Bangka Belitung tahun 2002 dan lulus Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 2 Pangkalpinang Bangka Belitung tahun Pada tahun 2008 penulis menyelesaikan pendidikan menengah umum di SMA Negeri 1 Pangkalpinang Bangka Belitung, kemudian penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (FKH-IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun Selama kuliah di FKH-IPB, penulis aktif sebagai anggota clan sapi potong Himpunan Minat Hewan Ruminansia tahun , anggota divisi Zoolipmask IMAKAHI FKH IPB , anggota divisi Kaderisasi IMAKAHI FKH IPB , sekretaris Veterinary Integrity and Skill Improvement (VISI) III

10 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... ii DAFTAR GAMBAR... ii BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Kota Pangkalpinang Kasus Malaria Vektor Malaria Bioekologi Nyamuk Anopheles Jenis Karakteristik Habitat Siklus Hidup Nyamuk Anopheles... 7 BAB 3 BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Metode Pengumpulan Larva Identifikasi Larva Pengukuran Karakteristik Habitat Pengumpulan Data Analisis Data BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis dan Kepadatan Larva Anopheles spp Jenis Habitat Potensial Perkembangbiakan Larva Anopheles spp Karakteristik Habitat Potensial Perkembangbiakan Larva Anopheles spp Umur, Luas, Kekeruhan, Kedalaman dan Dasar Habitat Potensial Perkembangbiakan Larva Anopheles spp ph, Suhu, Salinitas, Predator dan Tanaman Air Habitat Potensial Perkembangbiakan Larva Anopheles spp Kejadian Penyakit Malaria BAB 5 PENUTUP Simpulan DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 33

11 ii DAFTAR TABEL Halaman 1 Umur, luas, kekeruhan, kedalaman, dan dasar habitat potensial perkembangan larva Anopheles spp. di Kota Pangkalpinang ph, suhu, salinitas, predator, dan tanaman air habitat potensial perkembangbiakan larva Anopheles spp. di Kota Pangkalpinang Angka Kesakitan Malaria di tiga Kecamatan Kota Pangkalpinang Nilai API, Curah Hujan dan ICH di Kota Pangkalpinang DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Nyamuk Anopheles Siklus hidup nyamuk Anopheles Morfologi larva An. letifer Habitat potensial larva Anopheles di Kecamatan Bukit Intan Habitat potensial larva Anopheles di Kecamatan Gerunggang Habitat potensial larva Anopheles di Kecamatan Gabek Tanaman air pada habitat potensial perkembangbiakan larva Anopheles Hubungan ICH dengan Angka Kesakitan Malaria tahun Hubungan ICH dengan Angka Kesakitan Malaria tahun Hubungan ICH dengan Angka Kesakitan Malaria tahun Hubungan ICH dengan Angka Kesakitan Malaria tahun

12 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang masih endemik malaria. Pada tahun 2009 terdapat 1.1 juta kasus malaria klinis dan pada 2010 meningkat menjadi 1.8 juta kasus malaria klinis. Indonesia sebelumnya telah berhasil menekan jumlah kasus malaria dari sebanyak 4.96 kasus per 1000 penduduk pada tahun 1990 menjadi 1.96 per 1000 penduduk pada tahun Pada tahun 2011, jumlah kasus malaria di Indonesia sebanyak orang dari kasus malaria yang diperiksa sampel darahnya dengan tingkat kejadian tahunan 1.75 per 1000 penduduk (Padmaswari 2012). Penyakit malaria merupakan masalah utama bagi kesehatan masyarakat karena mempengaruhi angka kesakitan bayi, balita dan ibu melahirkan. Penyakit ini juga dapat menimbulkan kejadian luar biasa (KLB). Kejadian Luar Biasa adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu berdasarkan Peraturan Menkes RI No. 949/MENKES/SK/VIII/2004. Penyebaran malaria di Indonesia sangat berkaitan erat dengan keadaan wilayah. Penularan penyakit ini dipengaruhi oleh keadaan cuaca dan habitat yang potensial untuk perkembangbiakan nyamuk vektor. Vektor utama malaria adalah nyamuk Anopheles. Nyamuk Anopheles merupakan serangga kosmopolit terutama di daerah tropis dan subtropis. Di Indonesia vektor malaria telah dikonfirmasi (positif mengandung parasit) sebanyak 22 jenis Anopheles yang memiliki habitat yang beragam seperti rawarawa, pegunungan, sawah, dan pantai (Sukowati 2005). Pangkalpinang tergolong daerah yang endemis malaria karena secara epidemiologi dan geografis wilayah ini terdiri dari rawa dan laut yang menjadi habitat potensial nyamuk vektor. Daerah ini merupakan daerah pertambangan timah yang dapat memberikan keuntungan bagi masyarakat setempat. Banyak diantara masyarakat membuka areal hutan dan menjadikannya sebagai tempat pertambangan secara ilegal (tambang inkonvensional) yang memberikan dampak terbentuknya bekas galian timah. Bekas galian tersebut di

13 2 masyarakat dikenal dengan sebutan kolong. Kolong yang tidak dimanfaatkan dapat menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk Anopheles. Angka kasus penyakit malaria di Pangkalpinang pada tahun 2007 adalah per 1000 penduduk. Angka kasus penyakit malaria ini mengalami penurunan pada tahun 2011 menjadi 1.02 per 1000 penduduk (Dinkes 2011). Penyakit malaria masih terdapat di daerah ini dengan annual parrasite incidence (API) yang bervariasi, meskipun mengalami penurunan jumlah kasus. Keberadaan habitat potensial dapat mengakibatkan meningkatnya populasi dan kejadian penyakit malaria sehingga studi habitat potensial tersebut penting dilakukan untuk menentukan tindakan pengendalian yang tepat Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengukur karakteristik habitat potensial yang menjadi tempat perkembangbiakan larva nyamuk Anopheles spp. di areal bekas galian timah (kolong) di Kota Pangkalpinang Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi karakteristik habitat perkembangbiakan larva nyamuk Anopheles di Kota Pangkalpinang yang kelak berguna sebagai informasi dasar dalam melakukan tindakan pengendalian yang tepat.

14 Kota Pangkalpinang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Kota Pangkalpinang merupakan daerah otonomi yang letaknya di bagian timur Pulau Bangka. Secara astronomi, daerah ini berada pada garis sampai dengan Bujur Timur dan garis 2 4 sampai dengan 2 10 Lintang Selatan dengan luas daerah seluruhnya km² berdasarkan PP No.79 Tahun Berdasarkan luas wilayah Kota Pangkalpinang dapat dirinci penggunaan tanahnya. Lahan kering (pekarangan, kebun, ladang, padang rumput, hutan, lahan sementara yang tidak diusahakan) luasnya mencapai hektar, selanjutnya lahan lainnya (rawa-rawa tidak ditanami, tambak dan kolam) luasnya mencapai hektar. Banyaknya lahan yang sementara tidak diusahakan, serta ditunjang dengan kandungan timah di dalamnya membuat masyarakat membuka lahan tambang secara ilegal. Dampak kegiatan penambangan timah ini adalah terbentuknya lobang bekas penambangan timah (kolong). Tambang inkonvensional (TI) sudah sangat dikenal di kalangan rakyat Kepulauan Bangka Belitung yang memanfaatkan peralatan sederhana. Skala penambangan yang lebih kecil biasanya disebut tambang rakyat (TR). TI merupakan usaha yang dimodali dan dikerjakan oleh rakyat. Secara legal formal TI adalah kegiatan penambangan yang melanggar hukum karena umumnya tidak memiliki izin penambangan. Kerusakan yang ditimbulkan TI tidak hanya terjadi di lokasi penambangan wilayah daratan, namun juga terjadi di pantai dan muara sungai yang membawa air dan lumpur dari lokasi TI. Banyak kolong yang belum dimanfaatkan secara optimal, dan banyak ditumbuhi berbagai jenis tumbuhan liar, antara lain ilalang, sungkai (seperti cendana) dan semak belukar. Kolong yang keberadaannya berdekatan dengan pemukiman penduduk dan berair jernih sebesar 15.9% atau sebanyak 141 kolong telah dimanfaatkan sebagai sumber air, mandi dan mencuci. Sebesar 4.28% atau sebanyak 38 kolong yang dimanfaatkan untuk usaha perikanan, pertanian, sumber air dan rekreasi. Selain itu kolong bisa menjadi tempat perkembangbiakan larva nyamuk Anopheles. Nyamuk An. pilipinensis, An. peditaeniatus, An. nigerrimus dan An. barbirostris terdapat pada habitat bekas

15 4 galian timah Kolong Ijo di Kota Pangkalpinang (Qomariah 2004). Saat ini kolong tersebut sudah ditimbun dan hanya sedikit tersisa serta telah terkena limbah dari masyarakat sehingga tidak ditemukan lagi nyamuk Anopheles Kasus Malaria Malaria adalah penyakit menular yang menyerang dalam bentuk infeksi akut maupun kronis. Penyakit ini disebabkan oleh protozoa genus plasmodium bentuk aseksual, yang masuk ke dalam tubuh manusia dan ditularkan oleh nyamuk Anopheles betina. Istilah malaria diambil dari dua kata bahasa italia yaitu mal yang artinya buruk dan area yang berarti udara atau udara buruk karena dahulu banyak terdapat di daerah rawa rawa yang mengeluarkan bau busuk. Penyakit ini juga mempunyai nama lain seperti demam roma, demam rawa, demam tropik, demam pantai, demam charges, demam kura, dan paludisme (Prabowo 2004). Pada manusia terdapat 4 spesies yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium malariae dan Plasmodium ovale. Penularan pada manusia melalui vektor nyamuk Anopheles spp., melalui transfusi darah dan jarum suntik yang tercemar serta dari ibu hamil kepada janinnya (Harijanto 2000) Vektor Malaria Nyamuk di seluruh dunia diketahui sekitar 3453 spesies, 400 spesies diantara jumlah itu adalah Anopheles (Gambar 1). Sebanyak 80 spesies Anopheles ada di Indonesia, dan 18 spesies dipastikan sebagai vektor malaria yang tersebar di banyak pulau. Di antara 18 spesies itu, terdapat 7 spesies yang diketahui paling efisien sebagai vektor malaria yaitu: An. sundaicus, An. aconitus, An. barbirostris, An. sinensis, An. farauti, An. subpictus, dan An. balabacensis (O Connor dan Soepanto 1981). Gambar 1 Nyamuk Anopheles (Sumber : CDC 2010)

16 5 Nyamuk dapat menjadi vektor jika memenuhi beberapa syarat tertentu, antara lain; umur nyamuk, kepadatan, ada kontak dengan manusia, terdapat parasit, dan sumber penularan. Nyamuk yang menjadi vektor di Jawa dan Bali antara lain An. sundaicus, An. aconitus, An. balabancencis, dan An. maculatus. An. sundaicus dan An. subpictus banyak terdapat di daerah pantai, sedangkan An. balabancencis dan An. maculatus ditemukan di daerah pegunungan. Tempat perindukan An. aconitus, An. barbirostris, An. tessellatus, An. nigerimus, dan An. sinensis di Jawa dan Sumatera adalah sawah, terkadang dapat ditemukan juga di genangan-genangan air yang ada disekitar persawahan (Dinkes 2007). An. balabancencis dan An. letifer di Kalimantan dinyatakan sebagai vektor malaria. An. farauti, An. punctulatus, An. bancrofti, An. karwari, dan An. koliensis merupakan nyamuk yang terdapat di Irian Jaya. Spesies nyamuk Anopheles yang banyak ditemukan di NTT adalah An. sundaicus, An. subpictus, dan An. barbirostris. Adapun di Sumatera spesies nyamuk Anopheles yang sudah dinyatakan sebagai vektor adalah An. sundaicus, An. maculatus, An. nigerimus, An. sinensis, An. tessellatus, dan An. letifer (Dinkes 2007). Keanekaragaman spesies Anopheles di Asia Tenggara dalam lingkungan domestik sangat tinggi. Spesies nyamuk Anopheles yang dianggap sebagai vektor utama malaria berbeda setiap daerah. Namun demikian status vektor sangat bervariasi. Pada daerah dengan kasus malaria rendah sering sekali sulit untuk mengidentifikasi spesies Anopheles sebagai vektor. Oleh sebab itu perilaku spesies Anopheles vektor yang berbeda-beda sangat menentukan status mereka. Hal ini menjadi bagian penting untuk mengevaluasi kelayakan vektor kontrol (Trung 2005; CDC 2008) Bioekologi Nyamuk Anopheles Jenis Karakteristik Habitat Larva nyamuk Anopheles spp. ditemukan pada berbagai habitat, tetapi setiap habitat memliki sifat umum dalam penyediaan makanan, terdiri dari mikroorganisme, bahan organik, dan biofilm. Sumber makanan pada setiap habitat berbeda pada lokasi yang berbeda. Permukaan air kaya akan bahan organik dan mikoorganisme yang digunakan larva nyamuk Anopheles spp. untuk mempertahankan hidupnya (Clement 2000).

17 6 Suhu air berpengaruh terhadap perkembangbiakan larva. Suhu mempengaruhi laju pertumbuhan serta perkembangan larva nyamuk (Clement 2000). Selain itu suhu mempengaruhi perkembangan parasit dalam tubuh nyamuk. Suhu yang optimum berkisar C. Semakin tinggi suhu menyebabkan masa inkubasi ekstrinsik (sporogoni) semakin pendek. Sebaliknya semakin rendah suhu maka masa inkubasi ekstrinsik semakin panjang. Larva An. farauti di Desa Doro, Halmahera Selatan ditemukan pada habitat dengan suhu C. Adapun larva An. vagus dan An. punctulatus pada suhu C, An. kochi C, dan An. minimus pada suhu C (Mulyadi 2010). Derajat keasaman (ph) mempunyai pengaruh besar terhadap pertumbuhan organisme yang berkembangbiak di akuatik. Derajat keasaman air tergantung kepada temperatur air, oksigen terlarut, dan adanya berbagai anion dan kation serta jenis stadium organisme. An. sundaicus dan An. peditaniatus dapat hidup pada air dengan ph 6.7 di daerah Pangkalbalam, Kota Pangkalpinang (Sunarsih 2009). Hasil penelitian Mulyadi (2010) di Desa Doro, Halmahera Selatan kisaran air yang paling disukai oleh semua jenis Anopheles adalah ph Beberapa nyamuk Anopheles dapat hidup di air yang mengandung garam. Banyak spesies Anopheles hidup di air payau atau air dengan kadar garam tinggi (air asin) (Sigit dan Hadi 2006). Kadar garam kolam dipengaruhi oleh tumbuhan maupun tanah yang menahan resapan air sungai sebelum memasuki kolam (Sembiring 2005). An. sundaicus tumbuh optimal pada air payau yang kadar garamnya dan tidak dapat berkembang pada kadar garam 40 atau lebih. Namun di Sumatera Utara ditemukan pula tempat perindukan An. sundaicus pada air tawar (Harijanto 2000). Begitu juga An. punctulatus, An. vagus, An. kochi, dan An. minimus di Desa Doro, Halmahera Selatan yang berkembangbiak pada habitat air tawar dengan salinitas 0. Adapun An. farauti ditemukan pada air tawar maupun air payau dengan dengan salinitas antara 0-7 (Mulyadi 2010). Pada dasarnya zat organik merupakan makanan bagi mikroorganisme yang ada di dalam air dan mendukung perkembangbiakannya sehingga menambah kekeruhan air (Sutriati dan Brahmana 2007). Larva An. sundaicus di daerah pasang surut Asahan Sumatera Utara lebih banyak ditemukan pada habitat air keruh (Sembiring 2005). Selain itu beberapa spesies dari An. farauti, An.

18 7 punctulatus, An. vagus, dan An. kochi juga terdapat pada air keruh (Mulyadi 2010). Larva nyamuk ditemukan sebagian besar di tempat yang airnya dangkal. Perairan yang dangkal akan menyebabkan besarnya produktivitas makhluk air dan tumbuhan air, termasuk larva nyamuk. Kedalaman habitat An. punctulatus dan An. minimus antara 2-20 cm, An. vagus 5-80 cm, An. kochi antara 5-10 cm, sedangkan An. farauti pada kedalaman m. Hasil penelitian Mulyadi (2010) juga menyebutkan larva Anopheles ditemukan pada tipe perairan dangkal. Larva Anopheles spp. memanfaatkan tanaman di atas permukaan air sebagai tempat meletakkan telur dan berlindung dari predator (Dinkes 2007). Ketersediaan makanan pada habitat larva sangat dipengaruhi vegetasi di tempat perindukan. Sumber makanan bagi larva adalah berbagai macam organisme bersel satu di perairan, terutama plankton. Makanan larva nyamuk juga berupa ganggang bersel satu, Flagellata, Cilliata, berbagai hewan mengapung, dan tumbuhan. Adanya tanaman yang membusuk mengakibatkan berkumpulnya mikroflora dan mikrofauna tersebut sebagai makanan larva Anopheles (Rao 1981). Habitat larva yang ada di Desa Doro, Halmahera Selatan terdapat tanaman air ganggang dan bakau (Mulyadi 2010). Habitat perairan larva Anopheles di Desa Way Muli, Kecamatan Rajabasa Lampung Selatan terdapat tumbuhan berkayu (Setyaningrum et al. 2007). Predator juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberadaan larva di suatu tempat. Pada habitat larva di Desa Doro, Halmahera Selatan ditemukan predator seperti udang, larva capung, ikan dan berudu (Mulyadi 2010) Siklus Hidup Nyamuk Anopheles Siklus hidup nyamuk pada umumnya mengalami metamorfosis sempurna (holometabola) yaitu stadium telur, larva, pupa dan dewasa serta menyelesaikan daur hidupnya selama 7-14 hari. Tahapan ini dibagi ke dalam dua perbedaan habitatnya yaitu lingkungan air (akuatik) dan di daratan (terestrial) (Foster dan Walker 2002). Nyamuk dewasa muncul dari lingkungan akuatik ke lingkungan teresterial setelah menyelesaikan daur hidupnya secara komplit di lingkungan akuatik. Oleh sebab itu, keberadaan air sangat dibutuhkan untuk kelangsungan hidup nyamuk, terutama masa jentik (larva) dan pupa (Gambar 2).

19 8 Telur nyamuk Anopheles betina dewasa meletakkan telur satu persatu di dalam air atau bergerombolan tetapi saling melepas. Telur Anopheles mempunyai alat pengapung dan untuk menjadi larva dibutuhkan waktu selama 2-3 hari. Pertumbuhan larva berlangsung sekitar 7-20 hari tergantung suhu. Selain itu pertumbuhan larva juga dipengaruhi nutrien dan keberadaan predator (Service dan Thowson 2002). Larva sering ditemukan pada kumpulan air yang dangkal. Pada umumnya Anopheles menghindari air yang tercemar polusi, hal ini berhubungan langsung dengan kandungan oksigen dalam air. Selain itu, terdapat hubungan antara kepadatan larva dengan predator, seperti ikan pemakan larva dan lain-lain. Larva Anopheles ada yang senang sinar matahari (heliofilik), tidak senang matahari (heliofobik) dan suka hidup di habitat yang terlindung dari cahaya matahari (shaded). Jenis air pun memiliki peranan yang cukup penting. Larva Anopheles lebih menyukai air yang mengalir tenang ataupun tergenang. Peningkatan suhu akan mempengaruhi tingkat perkembangan dan distribusi larva. Larva Anopheles berada dipermukaan air supaya bisa bernafas melalui spirakel. Kepompong (pupa) merupakan stadium terakhir di lingkungan akuatik dan tidak memerlukan makanan. Pada stadium ini terjadi proses pembentukan alatalat tubuh nyamuk seperti alat kelamin, sayap dan kaki. Lama stadium pupa pada nyamuk jantan antara 1-2 jam lebih pendek dari pupa nyamuk betina, karenanya nyamuk jantan akan muncul kira-kira satu hari lebih awal daripada nyamuk betina yang berasal dari satu kelompok telur. Suhu yang dibutuhkan untuk pertumbuhan ini berkisar C. Pada stadium pupa ini memakan waktu lebih kurang 2-4 hari (O Connor dan Soepanto 1981 ). Tempat perindukan vektor merupakan tempat yang dipergunakan oleh nyamuk Anopheles untuk berkembang biak untuk memulai proses siklus hidupnya hingga menjadi nyamuk (Foster dan Walker 2002). Jenis air yang dimanfaatkan untuk perkembangbiakan Anopheles berbeda-beda. Beberapa habitat larva dapat hidup di kolam kecil, kolam besar dan genangan air, yang bersifat sementara atau di rawa-rawa yang permanen. Walaupun sebagian besar Anopheles hidup di habitat perairan tawar, tetapi ada beberapa spesies Anopheles berkembang biak di air asin.

20 9 Gambar 2 Siklus hidup nyamuk Anopheles (Sumber :WHO 1997) Aktifitas manusia banyak menyediakan terjadinya tempat perindukan yang cocok untuk pertumbuhan vektor malaria, seperti genangan air, selokan, cekungan-cekungan yang terisi air hujan, sawah dengan aliran air irigasi. Jenis perindukan ini merupakan tempat koloni vektor malaria seperti An. gambie dan An. arabiens di Afrika, An. culicifacies dan An. subpictus di India, An. sinensis di Cina, serta An. aconitus di banyak negara Asia Tenggara ( Services dan Towson 2002). Menurut Takken dan Knols (2008), tempat perindukan vektor dibagi menjadi dua tipe yaitu tipe permanen (rawa-rawa, sawah non teknis dengan aliran air gunung, mata air, kolam) dan tipe temporer (muara sungai tertutup pasir di pantai, genangan air payau di pantai, genangan air di dasar sungai waktu musim kemarau, genangan air hujan dan sawah tadah hujan rawa-rawa). Faktor faktor yang berhubungan dengan perindukan larva Anopheles antara lain vegetasi (tumbuh-tumbuhan).

21 10 BAB 3 BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli-Agustus 2011 dan April-Mei 2012 di bekas galian timah (kolong) yang ada di tiga kecamatan di Kota Pangkalpinang, Bangka Belitung serta di laboratorium Entomologi Kesehatan FKH IPB Metode Pengumpulan Larva Pengumpulan larva dilakukan dengan cara penyidukan larva nyamuk di suatu titik yang ada di sekitar bekas galian. Penyidukan dilakukan menggunakan cidukan yang terbuat dari plastik dengan gagang panjang yang memiliki volume 500 ml. Penyidukan dilakukan di 3-4 titik dengan sepuluh kali cidukan setiap titik. Kolong yang diperiksa adalah 30% dari semua kolong yang ada dan hanya dilakukan dari kolong yang terjangkau, sedangkan kolong yang tidak terjangkau tidak diamati karena berada di tengah hutan sehingga sulit diamati. Larva yang ditemukan dimasukkan ke dalam wadah yang berisi alkohol 70%. Hal ini dilakukan untuk mematikan larva dan menjaga bentuk larva agar tidak cepat hancur. Kemudian larva dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi Identifikasi Larva Untuk mempermudah identifikasi larva maka spesimen larva yang ditemukan dibuat sediaan preparat. Tahapan pembuatan slide preparat yang pertama adalah spesimen larva dimatikan dengan alkohol 70%, kemudian dibilas air biasa lalu dimasukkan dalam larutan KOH 10% di atas api untuk penipisan kitin. Spesimen kemudian dibilas dengan air 2-3 kali, jika abdomen larva mengembung dapat ditusuk dengan jarum halus, kemudian ditekan perlahan menggunakan kuas sampai isi abdomen bersih. Tahapan selanjutnya dehidrasi dengan alkohol bertingkat dari 40-60%, lama setiap fase perendaman 10 menit. Selanjutnya penjernihan (clearing) dilakukan dengan merendam spesimen di dalam minyak cengkeh 60% selama menit. Pencucian lemak dari specimen menggunakan xylol, pencucian pertama akan berkabut, kemudian diganti dengan larutan xylol yang baru, dilakukan beberapa kali sampai bersih. Setelah itu dilakukan pembuatan slide preparat

22 11 dengan media canada balsam, diteteskan 2-3 tetes, spesimen diletakkan di tengah media canada balsam sambil diatur posisi larva agar tetap rapi, diusahakan tidak ada bagian tubuh yang terputus. Sebelumnya xylol dioleskan pada cover glass sebelum digunakan untuk menutup spesimen, kemudian diletakkan perlahan-lahan di atas spesimen. Selanjutnya dilakukan pengeringan spesimen di dalam warmer 1-2 hari dan dilakukan pelabelan serta penyimpanan. Setelah pembuatan preparat selesai, identifikasi larva dilakukan di Laboratorium Entomologi Kesehatan FKH IPB dengan kunci identifikasi larva Anopheles spp. (O Connor dan Soepanto 1989) atau dengan mencocokkan spesimen yang sudah ada di laboratorium Entomologi Kesehatan Pengukuran Karakteristik Habitat Karakteristik habitat yang diamati adalah luas bekas galian timah, kekeruhan air, dasar habitat, pengukuran suhu air (dengan termometer), kadar ph (dengan menggunakan kertas lakmus), salinitas (menggunakan Salinometer), keberadaan tanaman air di pinggir kolong (seperti enceng gondok, kantung semar), keberadaan predator larva (ikan, kecebong, dll), dan umur bekas galian (wawancara). Luas kolong dihitung dengan cara perkiraan atau estimasi panjang dan lebar kolong tersebut dalam satuan meter. Tingkat kekeruhan air kolong dibedakan menjadi tiga, yaitu jernih, kuning (keruh), dan coklat (sangat keruh). Adapun penentuan dasar habitat dilakukan dengan melihat komponen dasar dari kolong yang diperiksa, yaitu tanah, pasir atau lumpur. Contoh dasar air diambil dengan cidukan atau dapat melakukan pengamatan visual bila genangan air jernih. Suhu air dihitung dengan menggunakan termometer raksa dengan nilai maksimal 100 C. Perhitungan suhu dengan cara mencelupkan termometer ke dalam air kolong yang diperiksa kurang lebih 5 menit. Pembacaan hasil pengukuran dengan melihat batas kenaikan air raksa pada skala pengukuran yang tertera pada termometer. Pengukuran parameter ph menggunakan kertas lakmus. Kertas lakmus dicelupkan ke dalam air kolong yang diperiksa, kemudian warna yang muncul dibaca pada tabel warna ph. Salinitas air diukur menggunakan hand refractometer. Hasil pengukuran dengan melihat tingkat beda warna yang terbentuk pada skala ukur. Keberadaan

23 12 tanaman dilihat dengan pengamatan visual berupa alga, lumut, dan tanaman pada permukaan. Adapun pemeriksaan keberadaan predator larva dilakukan dengan penangkapan predator menggunakan cidukan, kemudian diidentifikasi. Predator larva nyamuk antara lain ikan kecil, udang kecil, berudu, dan larva capung Pengumpulan Data Beberapa data diperlukan untuk menunjang hasil penelitian seperti data cuaca dan data kasus malaria di Kota Pangkalpinang. Data cuaca diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kota Pangkalpinang. Data yang diambil adalah data curah hujan tahun Adapun data kasus malaria yang terjadi pada tahun diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Pangkalpinang Analisis Data Data karakteristik habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp. dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel dan gambar. Adapun data nilai angka kesakitan malaria atau annual parasite incidence (API) dan indeks curah hujan dilakukan uji analisis regresi linear. Pengukuran kepadatan larva Anopheles spp. dalam setiap jenis habitat dihitung dengan cara menjumlahkan larva Anopheles spp. dibagi banyaknya cidukan.

24 13 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Jenis dan Kepadatan Larva Anopheles spp. Dari 14 habitat potensial yang diperiksa terdapat satu habitat positif ditemukan larva Anopheles dengan kepadatan 0.5 larva/cidukan. Habitat ini terdapat di Kecamatan Gabek dengan karakteristik ph 4.5, suhu 30.1 C, dan salinitas 0. Larva Anopheles yang ditemukan berkembangbiak di air jernih. Selain itu, ditemukan juga ikan yang berpotensi menjadi predator larva serta tanaman air seperti rumput dan alga. Adapun kedalaman habitat ditemukannya larva Anopheles adalah 0.5 m, dengan lokasi di tepi habitat yang mempunyai kedalaman 5-20 cm (Tabel 1 dan 2). Tiga belas habitat potensial lainnya tidak ditemukan larva Anopheles spp. Hujan yang disertai panas pada bulan April-Mei saat ditemukan larva mengakibatkan perkembangbiakan larva Anopheles meningkat, sedangkan pada bulan Juli-Agustus tidak ditemukan larva. Hal ini kemungkinan akibat pengaruh musim kemarau yang terjadi sehingga larva Anopheles sulit ditemukan. Dari lima larva Anopheles yang ditemukan semuanya merupakan jenis An. letifer. Namun larva An. letifer yang dapat dijadikan sedian preparat hanya satu larva dengan ciri-ciri jarak antara pangkal bulu klipeus dalam berdekatan, cabang bulu antena melebihi tebing batang serta ujung antena yang runcing (Gambar 3A). Larva An. letifer memiliki abdomen tanpa bulu kipas atau hanya pada dua sampai tiga ruas abdomen saja. Bentuk bulu kipas pada larva ini tidak sempurna (Gambar 3B, 3C). Menurut Hodgkin (1950) tempat perindukan An. Letifer ditemukan di dataran dekat pantai dengan kondisi air yang tergenang dan terdapat tumbuhan disekitarnya. Larva An. letifer sangat intoleran terhadap kadar garam air, tidak pernah ditemukan pada kondisi salinitas air lebih dari 3. Hal ini sesuai dengan keadaan habitat ditemukannya larva Anopheles di Pangkalpinang yaitu terdapat tumbuhan di sekitar kolong dengan kondisi air tergenang dan salinitas 0. An. letifer merupakan vektor utama penyakit malaria di Pangkalpinang saat ini dan merupakan vektor paling penting dari kelompok umbrosus, karena tempat berkembangbiaknya dekat dengan pemukiman masyarakat. Selain itu juga

25 14 ditemukan An. sundaicus dan An. nigerrimus sebagai vektor penyakit mlaria (Dinkes 2011). A B C D E F Gambar 3 Morfologi larva An. letifer. Bulu klipeus dan cabang bulu antena di kepala An. letifer 10x (A), Bulu kipas pada abdomen ruas III-IV larva An. letifer 40x (B), Bulu kipas pada abdomen ruas IV larva An. letifer 40x (C), Abdomen ruas III-V larva An. letifer (D), Toraks larva An. letifer bagian dorsal (E), Ujung abdomen larva An. letifer bagian dorsal (F).

26 Jenis Habitat Potensial Perkembangbiakan larva Anopheles spp. Pulau Bangka merupakan suatu pulau penghasil timah di Indonesia. Seiring banyaknya masyarakat yang membuka lahan timah secara ilegal menyebabkan terbentuknya lubang bekas penambangan timah seperti kolam atau danau (lubang camuy). Kolam atau danau bekas penambangan dikenal dengan sebutan kolong. Kolong pasca penambangan timah telah terjadi sejak penambangan timah dimulai, dan tersebar di beberapa kecamatan. Kolong tersebut tidak dimanfaatkan dan direklamasi sehingga berpotensi sebagai habitat perkembangbiakan nyamuk. Jenis habitat potensial nyamuk Anopheles spp. yang diamati di Kota Pangkalpinang sebanyak 14 kolong. Habitat ini tersebar di tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Bukit Intan, Kecamatan Gerunggang dan Kecamatan Gabek. Pada Kecamatan Bukit Intan terdapat sepuluh kolong, yaitu delapan di Desa Air Itam dan dua di Desa Air Mangkok (Gambar 4). Kecamatan Gerunggang terdapat tiga kolong yang berada di Desa Kacang Pedang (Gambar 5). Adapun di Kecamatan Gabek hanya satu kolong, yaitu di Desa Selindung (Gambar 6). Habitat yang ditemukan mempunyai ukuran yang bervariasi dari kecil sampai besar. Kecamatan Bukit Intan memiliki kolong paling banyak dari pada Kecamatan Gerunggang dan Kecamatan Gabek. Hal ini karena di Kecamatan Bukit Intan masih banyak memiliki lahan kosong sehingga banyak masyarakat yang membuka lahan tambang secara ilegal di daerah tersebut. Kolong-kolong yang terdapat di Kota Pangkalpinang pada umumnya terletak tidak jauh dari pemukiman penduduk, ± km. Masyarakat selain melakukan aktifitas menambang juga menggunakan kolong untuk mandi dan mencuci. Aktifitas masyarakat inilah yang berpotensi meningkatkan penularan penyakit malaria.

27 16 A B C D E F G H I J Gambar 4 Habitat potensial larva Anopheles (kolong) di Kecamatan Bukit Intan. Kolong di Desa Air Itam (A-H), Kolong di Desa Air Mangkok (I-J)

28 17 A B C Gambar 5 Habitat potensial larva Anopheles (kolong) di Kecamatan Gerunggang. Kolong di Desa Kacang Pedang (A-C). Gambar 6 Habitat potensial larva Anopheles (kolong) di Kecamatan Gabek, Desa Selindung Karakteristik Habitat Potensial Perkembangbiakan Larva Anopheles spp. Habitat perkembangbiakan larva Anopheles memiliki karakteristik yang beragam. Beberapa spesies Anopheles hidup dengan kondisi lingkungan yang berbeda. Hal ini disebabkan beberapa faktor yang mempengaruhi, seperti luas habitat, ph, salinitas, kedalaman, predator, curah hujan, dan suhu Umur, Luas, Kekeruhan, Kedalaman, dan Dasar Habitat Potensial Perkembangbiakan Larva Anopheles spp. Habitat potensial perkembangbiakan larva Anopheles spp. di Kota Pangkalpinang memiliki umur yang bervariasi, yaitu dari satu tahun sampai dengan 29 tahun (Gambar 4B, 4H). Seiring dengan bertambahnya umur, kondisi

29 18 kolong berubah menjadi hampir menyerupai habitat alami yang dapat menjadi tempat kehidupan organisme air, termasuk larva nyamuk Anopheles, sehingga berpotensi menjadi habitat perkembangbiakan. Luasan habitat potensial perkembangbiakan larva Anopheles spp. yang diperiksa antara m 2. Habitat perkembangbiakan yang paling luas terletak di kecamatan Bukit Intan (Gambar 4E). Selain itu luasan dapat berpengaruh terhadap kelembapan dan masa waktu genangan. Semakin luas genangan maka potensi menjadi habitat potensial semakin lama. Suwito (2010) menemukan larva Anopheles spp. dengan variasi luas habitat yang berbeda di Kabupaten Lampung Selatan dan Pesawaran. Penelitian Amirullah (2012) di Desa Saketa, Halmahera Selatan juga menemukan An. farauti pada habitat dengan luas yang bervariasi mulai dari 5 m m 2, sedangkan An. indefinitus ditemukan di habitat dengan luas 1 35 m 2. Kolong yang terdapat di Kota Pangkalpinang sebagian besar mempunyai dasar perairan berupa pasir. Habitat dengan dasar berupa pasir bercampur lumpur juga ditemukan di Kecamatan Gerunggang. Perairan dengan dasar lumpur banyak terdapat tumbuhan air yang tumbuh sehingga dapat digunakan sebagai tempat persembunyian larva Anopheles dari serangan hewan predator. Selain itu, tumbuhan air juga menyediakan mikroflora dan mikrofauna yang penting untuk kehidupan larva Anopheles. Soekirno et al. (1983) menyatakan larva Anopheles lebih suka pada dasar perairan yang cenderung berpasir. Larva Anopheles juga dapat berkembangbiak di habitat dengan dasar lumpur seperti yang dilaporkan oleh Suwito (2010) di Kecamatan Rajabasa dan Padangcermin, Lampung Selatan. Sebagian besar larva Anopheles ditemukan pada perairan dengan dasar lumpur, yaitu larva An. sundaicus, An. subpictus, An. kochi, An. annularis, An. vagus, An. aconitus, An. barbitoris, An. maculatus, An. minimus, dan An. tesselatus. Selain itu, larva Anopheles sp. juga ditemukan di habitat dengan dasar tanah di Mayong, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah (Mardiana et al dalam Suwito 2010).

30 19 Tabel 1 Umur, luas, kekeruhan, kedalaman, dan dasar habitat potensial perkembangbiakan larva Anopheles spp. di Kota Pangkalpinang Lokasi Umur (tahun) Luas (m 2 ) Dasar Kekeruhan Kedalaman (m) Kecamatan Bukit Intan Situs Lumpur Kuning ±6 - Situs Pasir Jernih ±10 - Situs Tanah Jernih Situs Pasir Kuning ±7 - Situs Pasir Jernih 7 - Situs Tanah Jernih Situs Pasir Jernih ±10 - Situs Pasir dan lumpur Jernih 4 - Situs Pasir Kuning Situs Pasir Coklat Kecamatan Gerunggang Situs Pasir dan lumpur Coklat 8 - Situs Pasir dan lumpur Coklat Situs Pasir dan lumpur Coklat 8 - Kecamatan Gabek Situs Pasir Jernih Larva Keterangan (-) tidak dijumpai larva Anopheles, (+) dijumpai larva Anopheles jenis An. letifer Tingkat kekeruhan air pada habitat dapat ditentukan dengan melihat keadaan air yang jernih, kuning (keruh) atau coklat (sangat keruh). Kekeruhan dapat disebabkan oleh zat yang tersuspensi, baik yang bersifat organik maupun anorganik. Zat organik merupakan makanan bagi bakteri atau mikroorganisme yang ada dalam air dan mendukung perkembangbiakannya. Saleh (2002) menemukan larva Anopheles spp. dapat hidup dan berkembangbiak di air yang jernih, keruh bahkan sangat keruh di Dusun Mataram Lengkong, Kabupaten Sukabumi. Larva An. sundaicus di daerah pasang surut Asahan Sumatera Utara lebih banyak ditemukan pada habitat air keruh (Sembiring 2005). Adapun beberapa spesies dari An. farauti, An. punctulatus, An. vagus, dan An. kochi juga ditemukan di habitat air keruh (Mulyadi 2010). Habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp. di Kota Pangkalpinang mempunyai kedalaman antara m. Pada beberapa tempat, nyamuk Anopheles spp. dapat bertahan hidup dan berkembang dengan kedalaman air yang

31 20 berbeda-beda. Larva Anopheles biasanya ditemukan di perairan yang dangkal. Hal ini dikarenakan kandungan oksigen yang lebih banyak di perairan yang dangkal sehingga produktivitas makhluk air lebih besar, termasuk larva Anopheles. Grieco et al. (2007) menyatakan bahwa larva Anopheles ditemukan pada air dengan kedalaman cm. Suwito (2010) menemukan larva Anopheles di Kecamatan Padangcermin pada kedalaman air yang bervariasi, An. tesselatus (5 cm), An. maculatus ( cm), An. indefinitus ( cm), An. aconitus (10-15 cm), dan An. subpictus ( cm), sedangkan di Kecamatan Rajabasa ditemukan An. tesselatus ( cm), An. indefinitus (10 cm), An. aconitus ( cm) dan An. subpictus ( cm). Mardiana et al. (2007) menemukan larva Anopheles pada perairan dangkal di Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang, Jawa Barat, yaitu larva A. sundaicus pada perairan dengan kedalaman air 15 cm, larva A. vagus dan A. kochi pada kedalaman air 10 cm Derajat Keasaman, Suhu, Salinitas, Predator, dan Tanaman air Habitat Potensial Perkembangbiakan Larva Anopheles spp. Derajat keasaman (ph) habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp. di Kecamatan Bukit Intan adalah 5-7. Sedangkan di Kecamatan Gerunggang dan Gabek mempunyai ph yang lebih rendah, yaitu 4-5. Derajat keasaman air yang kondusif bagi hewan air untuk bereproduksi adalah (Swingle 1961 diacu dalam Boyd 1990). Derajat Keasaman memiliki pengaruh terhadap keberadaan larva Anopheles. Larva nyamuk Anopheles spp. dapat hidup pada berbagai kondisi ph, seperti An. letifer yang dapat bertahan hidup pada ph rendah (Takken et al 1990). Larva An. culicifacies ditemukan hidup pada kisaran ph , An. plumbeus ph , sedangkan An. stephensi dan An. varuna ditemukan pada ph air 6-11 (Clements 1999). Pada ph kurang dari empat dan lebih dari delapan jarang ditemukan larva Anopheles (Kengluecha et al diacu dalam Suwito 2010). Hal ini dikarenakan ph kurang dari empat merupakan titik kematian asam dan ph lebih dari delapan merupakan titik kematian basa. Namun karena adanya perubahan ph dalam setiap tahunnya mengakibatkan larva Anopheles beradaptasi dengan kadar ph yang selalu berubah. Kebanyakan habitat memiliki ph dengan sifat asam (Gambar 4A-F, 4J, 5, 6). Di beberapa tempat menunujukan kisaran ph air yang netral, seperti larva An. farauti di Desa Doro, Halmahera Selatan, Maluku

32 21 Utara ditemukan pada ph air yang yang netral (Mulyadi 2010). Demikian juga di Desa Hargotirto, Kabupaten Kulonprogo ditemukan larva Anopheles pada ph yang netral pada sungai berkisar antara , sedangkan pada pada mata air berkisar antara ph (Santoso 2002). Suhu air mempengaruhi kehidupan larva Anopheles. Suhu mempengaruhi kadar oksigen terlarut dalam air. Semakin tinggi suhu maka kadar oksigen dalam air semakin sedikit. Suhu air dipengaruhi oleh suhu lingkungan dan paparan sinar matahari pada habitat. Adanya paparan sinar matahari mempengaruhi jenis larva Anopheles yang hidup di habitat tersebut. Rata-rata habitat memiliki suhu diantara C. Beberapa tempat menunjukan larva Anopheles spp. dapat hidup dan berkembangbiak pada suhu yang bervariasi. Suhu habitat larva Anopheles spp. yang ditemukan di Desa Way Muli, Kecamatan Rajabasa lebih tinggi, yaitu 33.5 C (Setyaningrum et al. 2007). Adapun larva Anopheles spp. yang ditemukan di Dusun Mataram Lengkong, Kabupaten Sukabumi menunjukan kisaran suhu optimal air di ketiga kolam antara ⁰C (Saleh 2002). Larva An. farauti di Desa Doro, Halmahera Selatan ditemukan pada habitat dengan suhu C, sedangkan larva An. vagus dan An. punctulatus pada suhu C, An. kochi C, dan An. minimus pada suhu C (Mulyadi 2010). Habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp. semuanya memiliki nilai salinitas 0. Hal ini dikarenakan tidak adanya kandungan garam pada semua habitat tersebut. Beberapa jenis larva Anopheles mampu hidup pada salinitas 0, misalnya An.kochi di Desa Saketa, Halmahera Selatan (Amirullah 2012). Hasil ini didukung oleh penelitian Setyaningrum et al. (2007) di Desa Way Muli, Lampung Selatan yang menemukan larva Anopheles di selokan air mengalir dengan salinitas 0, begitu juga di rawa-rawa dan selokan air tergenang. An.sundaicus tumbuh optimal pada air payau yang kadar garamnya dan tidak dapat berkembang pada kadar garam 40 ke atas. Namun di Sumatera Utara ditemukan pula tempat perindukan An. sundaicus pada air tawar (Harijanto 2000). Begitu juga An. punctulatus, An. vagus, An. kochi dan An. minimus di Desa Doro, Halmahera Selatan yang berkembangbiak pada habitat air tawar dengan salinitas 0. Adapun An. farauti ditemukan pada air tawar maupun air payau dengan dengan salinitas antara 0-7 (Mulyadi 2010).

33 22 Tabel 2 Nilai ph, suhu, salinitas, predator, dan tanaman air habitat potensial perkembangbiakan Larva Anopheles spp. di Kota Pangkalpinang pada periode Juli 2011-Mei 2012 Lokasi ph Suhu Salinitas Predator Tanaman air ( C) ( ) Kecamatan Bukit Intan Situs Larva capung Rumput Situs Ikan, udang Tumbuhan paku, alga, rumput Situs Ikan, udang Rumput, alga Situs Larva capung Rumput Situs Ikan Rumput Situs Ikan, udang Rumput Situs Ikan, larva Rumput, alga capung Situs Ikan, larva Rumput, alga capung Situs Ikan, larva Rumput, paku capung Situs Ikan, larva Rumput, paku capung Kecamatan Gerunggang Situs Ikan,larva capung, berudu Enceng gondok, talas, rumput Situs Ikan - Situs Ikan, larva capung Enceng gondok, rumput Kecamatan Gabek Situs Ikan Rumput, alga Predator larva ditemukan di semua habitat, seperti ikan, larva capung, dan berudu. Keberadaan predator pada suatu habitat dapat mengurangi populasi larva nyamuk vektor. Keberadaan predator tersebut memungkinkan menjadi penyebab sulitnya menemukan larva Anopheles spp. Hal ini mengakibatkan berkurangnya jumlah larva sehingga tidak ditemukannya larva saat dilakukan pemeriksaan di kolong. Ikan-ikan kecil juga terdapat terdapat pada habitat larva An. sundaicus di pantai Asahan Sumatera Utara yang diduga sebagai predator (Sembiring 2005).

34 23 Gambar 7 Tanaman air pada habitat (kolong) larva di Desa Kacangpedang, Kecamatan Gerunggang Tanaman air ditemukan pada semua habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp. yang diperiksa. Jenis tanaman air yang ditemukan yaitu rumput, alga, tumbuhan paku, enceng gondok dan talas (Gambar 7). Tanaman air dapat mempengaruhi keberadaan larva Anopheles spp. pada suatu tempat. Larva Anopheles menggunakan tanaman sebagai tempat berlindung dari predator. Beberapa nyamuk Anopheles menyukai habitat air yang ada tanaman air. Larva Anopheles spp. hidup mengambang di permukaan air. Larva ini memerlukan tanaman air atau benda lain yang digunakan untuk menempel atau berlindung sehingga bisa ditemukan di pinggir maupun di tengah perairan. Namun demikian pada umumnya larva Anopheles lebih banyak ditemukan di pinggir. Selain itu keberadaan tanaman air juga dapat menyediakan makanan bagi larva Anopheles berupa mikroflora dan mikrofauna yang berkumpul di sekitar tanaman Kejadian Penyakit Malaria Pengukuran angka kesakitan menggunakan annual parasite incidence (API) dan annual malariae incidence (AMI). API adalah jumlah penderita positif malaria per 1000 penduduk berdasarkan hasil pemeriksaan mikroskopis (laboratorium), sedangkan AMI adalah jumlah penderita malaria klinis per 1000 penduduk berdasarkan gejala klinis. Namun saat ini yang digunakan untuk pengukuran angka kesakitan malaria adalah API karena tingkat akurasinya tinggi terhadap infeksi plasmodium. Pada tahun 2008 nilai API Kecamatan Bukit Intan adalah per 1000 penduduk dengan 590 kasus positif malaria. Nilai API ini mengalami penurunan

35 24 sampai tahun 2011 hingga 1.77 per 1000 penduduk dengan 72 kasus positif malaria. Adapun di Kecamatan Gerunggang nilai API tahun 2008 adalah per 1000 penduduk dengan 373 kasus positif malaria. NIlai API di Kecamatan Gerunggang juga mengalami penurunan hingga tahun 2011 menjadi 0.78 per 1000 penduduk dengan 30 kasus positif malaria (Tabel 3). Pada tahun 2008, Kecamatan Gabek memiliki nilai API 0.7 per 1000 penduduk dengan 7 kasus positif malaria. Namun di tahun 2009 nilai API mengalami peningkatan menjadi 4.3 per 1000 penduduk dengan 44 kasus positif dan mengalami penurunan hingga tahun 2011 menjadi 1.83 per 1000 penduduk dengan 23 kasus positif malaria. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan perilaku masyarakat di Kecamatan Gabek yang sering beraktifitas pada malam hari dibandingkan dengan kecamatan Bukit Intan dan Kecamatan Gerunggang sehingga intensitas kontak dengan nyamuk vektor lebih tinggi. Secara keseluruhan kecamatan Bukit Intan memiliki rata-rata nilai API yang paling tinggi. Hal ini dikarenakan kecamatan tersebut memiliki jumlah kolong terbanyak dibandingkan dengan Kecamatan Gerunggang dan Gabek sehingga banyak habitat potensial yang dapat dijadikan tempat perkembangbiakan larva Anopheles. Selain itu, banyaknya masyarakat yang beraktifitas di kolong memungkinkan meningkatnya potensi penularan penyakit malaria. Namun pada pemeriksaan kolong di Kecamatan Bukit Intan tidak ditemukan larva, karena kemungkinan pada titik yang dilakukan penyidukan larva tidak tepat, sehingga tidak ditemukan larva Anopheles. Selain itu, larva Anopheles kemungkinan hidup di kolong-kolong yang tidak terjangkau untuk diamati. Nilai API dari ketiga kecamatan tersebut dapat mempengaruhi nilai API di Kota Pangkalpinang, yaitu terlihat pada tahun 2008 jumlah kasus positif malaria adalah 1672 kasus dengan nilai API 10.6 per 1000 penduduk. Hal senada juga terjadi pada tahun 2009 hingga 2011, yaitu penurunan nilai API menjadi 1.02 per 1000 penduduk dengan jumlah 179 kasus positif di Kota Pangkalpinang (Tabel 4).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 2.1. Kota Pangkalpinang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Kota Pangkalpinang merupakan daerah otonomi yang letaknya di bagian timur Pulau Bangka. Secara astronomi, daerah ini berada pada garis 106 4 sampai dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dunia. Di seluruh pulau Indonesia penyakit malaria ini ditemukan dengan

I. PENDAHULUAN. dunia. Di seluruh pulau Indonesia penyakit malaria ini ditemukan dengan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit malaria merupakan penyakit yang penyebarannya sangat luas di dunia. Di seluruh pulau Indonesia penyakit malaria ini ditemukan dengan derajat dan berat infeksi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Plasmodium, yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles sp. betina (Depkes R.I.,

1. PENDAHULUAN. Plasmodium, yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles sp. betina (Depkes R.I., 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Malaria merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit ini banyak ditemukan dengan derajat dan infeksi yang bervariasi. Malaria

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 32 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keragaman dan Kelimpahan Nisbi Larva Anopheles spp. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada 11 spesies Anopheles yang ditemukan berdasarkan survei larva, 1 spesies di Kecamatan

Lebih terperinci

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian 3.2 Waktu Penelitian

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian 3.2 Waktu Penelitian 3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di desa Doro yang terletak di wilayah pesisir barat Pulau Halmahera Bagian Selatan. Secara administratif Desa Doro termasuk ke dalam wilayah

Lebih terperinci

3 BAHAN DAN METODE. Lokasi penelitian di Desa Riau Kecamatan Riau Silip Kabupaten Bangka Provinsi Bangka Belitung. Lokasi Penelitian. Kec.

3 BAHAN DAN METODE. Lokasi penelitian di Desa Riau Kecamatan Riau Silip Kabupaten Bangka Provinsi Bangka Belitung. Lokasi Penelitian. Kec. 3 BAHAN DAN METODE 3. 1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Riau, Kecamatan Riau Silip, Kabupaten Bangka, Provinsi Bangka Belitung (Gambar 1). Secara geografis desa ini terletak di wilayah bagian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit ini mempengaruhi

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit ini mempengaruhi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit ini mempengaruhi tingginya angka

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit malaria merupakan penyakit tropis yang disebabkan oleh parasit

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit malaria merupakan penyakit tropis yang disebabkan oleh parasit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit malaria merupakan penyakit tropis yang disebabkan oleh parasit genus plasmodium yang termasuk golongan protozoa melalui perantaraan gigitan nyamuk Anopheles

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Plasmodium, yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles. Ada empat spesies

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Plasmodium, yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles. Ada empat spesies BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Penyakit Malaria merupakan infeksi parasit yang disebabkan oleh Plasmodium, yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles. Ada empat spesies Plasmodium penyebab malaria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses terjadinya penyakit terdapat tiga elemen yang saling berperan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses terjadinya penyakit terdapat tiga elemen yang saling berperan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam proses terjadinya penyakit terdapat tiga elemen yang saling berperan dan berinteraksi, ketiga nya adalah host, agent dan lingkungan. Ketiga komponen ini dapat

Lebih terperinci

PERILAKU DAN KARAKTERISTIK HABITAT POTENSIAL NYAMUK Anopheles spp. DI DESA RIAU KECAMATAN RIAU SILIP KABUPATEN BANGKA PROVINSI BANGKA BELITUNG SUWARDI

PERILAKU DAN KARAKTERISTIK HABITAT POTENSIAL NYAMUK Anopheles spp. DI DESA RIAU KECAMATAN RIAU SILIP KABUPATEN BANGKA PROVINSI BANGKA BELITUNG SUWARDI PERILAKU DAN KARAKTERISTIK HABITAT POTENSIAL NYAMUK Anopheles spp. DI DESA RIAU KECAMATAN RIAU SILIP KABUPATEN BANGKA PROVINSI BANGKA BELITUNG SUWARDI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakteristik Iklim dan Cuaca Pesisir Selatan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakteristik Iklim dan Cuaca Pesisir Selatan 6 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Iklim dan Cuaca Pesisir Selatan Pantai Batu Kalang terletak di pinggir pantai selatan Sumatera Barat tepatnya di Kabupaten Pesisir Selatan. Daerah Sumatera

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 25 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini untuk melihat karakteristik tempat perindukan di laksanakan pada bulan Oktober - November 2014 di Desa Way Muli Kecamatan Rajabasa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nyamuk Anopheles sp. betina yang sudah terinfeksi Plasmodium (Depkes RI, 2009)

I. PENDAHULUAN. nyamuk Anopheles sp. betina yang sudah terinfeksi Plasmodium (Depkes RI, 2009) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang sampai saat ini menjadi masalah bagi kesehatan di Indonesia karena dapat menyebabkan kematian terutama pada bayi, balita,

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anopheles spp. Sebagai Vektor

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anopheles spp. Sebagai Vektor 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anopheles spp. Sebagai Vektor Nyamuk Anopheles merupakan satu genus dari famili Culicidae, ordo Diptera, kelas Insecta. Jentik Anopheles ditandai dengan rambut berbentuk kipas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta semakin luas penyebarannya. Penyakit ini ditemukan hampir di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. serta semakin luas penyebarannya. Penyakit ini ditemukan hampir di seluruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit malaria sampai saat ini merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang cenderung meningkat jumlah klien serta semakin luas penyebarannya.

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 7 Frekuensi = Dominasi Spesies Angka dominasi spesies dihitung berdasarkan hasil perkalian antara kelimpahan nisbi dengan frekuensi nyamuk tertangkap spesies tersebut dalam satu waktu penangkapan. Dominasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Wilayah Penelitian Kabupaten Intan Jaya, adalah kabupaten yang baru berdiri pada tahun 2009, dan merupakan kabupaten pemekaran dari kabupaten sebelumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. klasifikasinya nyamuk dibagi dalam dua subfamili yaitu Culicinae yang terbagi

BAB I PENDAHULUAN. klasifikasinya nyamuk dibagi dalam dua subfamili yaitu Culicinae yang terbagi 1 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Nyamuk merupakan vektor atau penular utama dari penyakit. Menurut klasifikasinya nyamuk dibagi dalam dua subfamili yaitu Culicinae yang terbagi menjadi 109 genus

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi nyamuk Anopheles sp. adalah sebagai berikut:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi nyamuk Anopheles sp. adalah sebagai berikut: 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Anopheles sp. a. Klasifikasi nyamuk Anopheles sp. Klasifikasi nyamuk Anopheles sp. adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthopoda

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia di seluruh dunia setiap tahunnya. Penyebaran malaria berbeda-beda dari satu

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia di seluruh dunia setiap tahunnya. Penyebaran malaria berbeda-beda dari satu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang sangat dominan di daerah tropis dan sub tropis serta dapat mematikan (membunuh) lebih dari satu juta manusia di

Lebih terperinci

STUD1 HABITAT ANOPHELES NIGERRIMUS GILES 1900 DAN EPIDEMIOLOGI MALARIA DI DESA LENGKONG KABUPATEN SUKABUMI OLEH: DENNY SOPIAN SALEH

STUD1 HABITAT ANOPHELES NIGERRIMUS GILES 1900 DAN EPIDEMIOLOGI MALARIA DI DESA LENGKONG KABUPATEN SUKABUMI OLEH: DENNY SOPIAN SALEH STUD1 HABITAT ANOPHELES NIGERRIMUS GILES 1900 DAN EPIDEMIOLOGI MALARIA DI DESA LENGKONG KABUPATEN SUKABUMI OLEH: DENNY SOPIAN SALEH PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2002 ABSTRAK ' DENNY SOPIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama, karena mempengaruhi angka kesakitan bayi, balita, dan ibu. melahirkan, serta menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB).

BAB I PENDAHULUAN. utama, karena mempengaruhi angka kesakitan bayi, balita, dan ibu. melahirkan, serta menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama, karena mempengaruhi angka kesakitan bayi, balita, dan ibu melahirkan, serta menimbulkan Kejadian

Lebih terperinci

DISTRIBUSI SPASIAL DAN KARAKTERISTIK HABITAT PERKEMBANGBIAKAN

DISTRIBUSI SPASIAL DAN KARAKTERISTIK HABITAT PERKEMBANGBIAKAN DISTRIBUSI SPASIAL DAN KARAKTERISTIK HABITAT PERKEMBANGBIAKAN Anopheles spp. SERTA PERANANNYA DALAM PENULARAN MALARIA DI DESA DORO KABUPATEN HALMAHERA SELATAN PROVINSI MALUKU UTARA MULYADI SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

ABSTRAK

ABSTRAK IDENTIFIKASI NYAMUK spp. DI DELTA LAKKANG KECAMATAN TALLO MAKASSAR SULAWESI SELATAN Andi Sitti Rahma 1, Syahribulan 2, dr. Isra Wahid 3, 1,2 Jurusan Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Hasanuddin 3 Jurusan

Lebih terperinci

Distribusi Spasial Spesies Larva Anopheles Di Daerah Pesisir Kota Makassar Tahun 2013

Distribusi Spasial Spesies Larva Anopheles Di Daerah Pesisir Kota Makassar Tahun 2013 Al-Sihah : Public Health Science Journal 410-423 Distribusi Spasial Spesies Larva Anopheles Di Daerah Pesisir Kota Makassar Tahun 2013 ABSTRAK Muh. Saleh Jastam 1 1 Bagian Keselamatan Masyarakat Fakultas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Upaya perbaikan kesehatan masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Upaya perbaikan kesehatan masyarakat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan pembangunan dalam bidang kesehatan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari 17% penyakit infeksi ditularkan melalui gigitannya dan lebih dari 1 juta orang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari 17% penyakit infeksi ditularkan melalui gigitannya dan lebih dari 1 juta orang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nyamuk merupakan serangga yang penting dalam ilmu kedokteran karena lebih dari 17% penyakit infeksi ditularkan melalui gigitannya dan lebih dari 1 juta orang meninggal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. endemik malaria, 31 negara merupakan malaria-high burden countries,

BAB 1 PENDAHULUAN. endemik malaria, 31 negara merupakan malaria-high burden countries, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit malaria masih mendominasi masalah kesehatan di masyarakat dunia, menurut laporan WHO tahun 2009 ada 109 negara endemik malaria, 31 negara merupakan malaria-high

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya terdapat sekitar 15 juta penderita malaria klinis yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya terdapat sekitar 15 juta penderita malaria klinis yang mengakibatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Malaria adalah salah satu penyakit yang mempunyai penyebaran luas, sampai saat ini malaria menjadi masalah kesehatan masyarakat Indonesia. Berdasarkan Survei

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. daerah tropis antara lain adalah malaria dan filariasis merupakan masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. daerah tropis antara lain adalah malaria dan filariasis merupakan masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut WHO (2013) penyakit infeksi oleh parasit yang terdapat di daerah tropis antara lain adalah malaria dan filariasis merupakan masalah kesehatan masyarakat di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes aegypti Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. [2,12] Aedes aegypti tersebar luas di wilayah tropis

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN UMUM

BAB 6 PEMBAHASAN UMUM 132 BAB 6 PEMBAHASAN UMUM Angka annual malaria incidence (AMI) di Kabupaten Halmahera Selatan merupakan yang tertinggi di Provinsi Maluku. Pada tahun 2010 angka AMI mencapai 54,0 (Dinkes Kab. Halmahera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di seluruh dunia disetiap tahunnya. Penyebaran malaria berbeda-beda dari satu Negara

BAB I PENDAHULUAN. di seluruh dunia disetiap tahunnya. Penyebaran malaria berbeda-beda dari satu Negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang sangat dominan di daerah tropis dan sub tropis serta dapat mematikan atau membunuh lebih dari satu juta manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria masih merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia, terutama di negara-negara tropis dan subtropis. Kurang lebih satu miliar penduduk dunia pada 104 negara (40%

Lebih terperinci

TABEL HIDUP NYAMUK VEKTOR MALARIA Anopheles subpictus Grassi DI LABORATORIUM.

TABEL HIDUP NYAMUK VEKTOR MALARIA Anopheles subpictus Grassi DI LABORATORIUM. TABEL HIDUP NYAMUK VEKTOR MALARIA Anopheles subpictus Grassi DI LABORATORIUM Nur Rahma 1, Syahribulan 2, Isra Wahid 3 1,2 Jurusan Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Hasanuddin 3 Jurusan Parasitologi,

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Salah satu penyakitnya yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD) yang masih menjadi

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keragaman Nyamuk Anopheles spp. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis-jenis nyamuk Anopheles di Desa Riau Kecamatan Riau Silip terdiri atas empat spesies, yaitu An. letifer

Lebih terperinci

Proses Penularan Penyakit

Proses Penularan Penyakit Bab II Filariasis Filariasis atau Penyakit Kaki Gajah (Elephantiasis) adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Filariasis disebabkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi nyamuk Anopheles sp. adalah sebagai berikut:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi nyamuk Anopheles sp. adalah sebagai berikut: 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Anopheles sp. 1. Klasifikasi Nyamuk Anopheles sp. Klasifikasi nyamuk Anopheles sp. adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Sub famili Genus : Animalia : Arthropoda

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Ukuran Stadium Larva Telur nyamuk Ae. aegyti menetas akan menjadi larva. Stadium larva nyamuk mengalami empat kali moulting menjadi instar 1, 2, 3 dan 4, selanjutnya menjadi

Lebih terperinci

NYAMUK Anopheles sp DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DI KECAMATAN RAJABASA, LAMPUNG SELATAN

NYAMUK Anopheles sp DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DI KECAMATAN RAJABASA, LAMPUNG SELATAN [ ARTIKEL REVIEW ] NYAMUK Anopheles sp DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DI KECAMATAN RAJABASA, LAMPUNG SELATAN Gilang Yoghi Pratama Faculty of medicine, Lampung University Abstract Malaria is an infectious

Lebih terperinci

ARTIKEL SISTEM KEWASPADAAN DIM KLB MALARIA BERDASARKAN CURAH HUJAN, KEPADATAN VEKTOR DAN KESAKITAN MALARIA DIKABUPATEN SUKABUMI

ARTIKEL SISTEM KEWASPADAAN DIM KLB MALARIA BERDASARKAN CURAH HUJAN, KEPADATAN VEKTOR DAN KESAKITAN MALARIA DIKABUPATEN SUKABUMI ARTIKEL SISTEM KEWASPADAAN DIM KLB MALARIA BERDASARKAN CURAH HUJAN, KEPADATAN VEKTOR DAN KESAKITAN MALARIA DIKABUPATEN SUKABUMI Lukman Hakim, Mara Ipa* Abstrak Malaria merupakan penyakit yang muncul sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit plasmodium yang hidup dan berkembangbiak dalam sel darah merah manusia. Penyakit ini ditularkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian dilakukan di penangkaran PT. Mega Citrindo di Desa Curug RT01/RW03, Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor dan Laboratorium Entomologi Fakultas

Lebih terperinci

Penyakit DBD merupakan masalah serius di Provinsi Jawa Tengah, daerah yang sudah pernah terjangkit penyakit DBD yaitu 35 Kabupaten/Kota.

Penyakit DBD merupakan masalah serius di Provinsi Jawa Tengah, daerah yang sudah pernah terjangkit penyakit DBD yaitu 35 Kabupaten/Kota. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) banyak ditemukan di daerah sub tropis dan tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan bahwa Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit yang masih mengancam kesehatan masyarakat dunia. Penyakit ini menjadi masalah kesehatan lama yang muncul kembali (re-emerging).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENGERTIAN MALARIA Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa dari genus plasmodium yang ditularkan kepada manusia oleh nyamuk Anopheles dengan gejala demam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Fungsi ekologi hutan mangrove merupakan satu dari dua fungsi lain ekosistem

I. PENDAHULUAN. Fungsi ekologi hutan mangrove merupakan satu dari dua fungsi lain ekosistem I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fungsi ekologi hutan mangrove merupakan satu dari dua fungsi lain ekosistem mangrove, yakni sebagai fungsi ekonomi dan fungsi sosial (Kustanti, 2011). Ketiga pengkategorian

Lebih terperinci

Epidemiologi dan aspek parasitologis malaria. Ingrid A. Tirtadjaja Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

Epidemiologi dan aspek parasitologis malaria. Ingrid A. Tirtadjaja Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti Epidemiologi dan aspek parasitologis malaria Ingrid A. Tirtadjaja Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti Malaria Sudah diketahui sejak jaman Yunani Kutukan dewa wabah disekitar Roma Daerah rawa berbau

Lebih terperinci

Summery ABSTRAK. Kata kunci : Malaria, Lingkungan Fisik Kepustakaan 16 ( )

Summery ABSTRAK. Kata kunci : Malaria, Lingkungan Fisik Kepustakaan 16 ( ) Summery ABSTRAK Nianastiti Modeong. 2012. Deskripsi Lingkungan Fisik Daerah Endemik Malaria di Desa Kotabunan Kecamatan Kotabunan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur. Skripsi, Jurusan Kesehatan Masyarakat,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Anopheles 1. Morfologi dan Klasifikasi Nyamuk Anopheles a. Morfologi nyamuk Anopheles sp. Morfologi nyamuk menurut Horsfall (1995) : Gambar 1. Struktur morfologi nyamuk Anopheles

Lebih terperinci

I. PENGANTAR. Separuh dari keseluruhan penduduk dunia, diperkirakan 3,3 miliar orang,

I. PENGANTAR. Separuh dari keseluruhan penduduk dunia, diperkirakan 3,3 miliar orang, I. PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Separuh dari keseluruhan penduduk dunia, diperkirakan 3,3 miliar orang, hidup di wilayah endemis malaria dengan sekitar 250 juta orang terinfeksi malaria untuk tiap

Lebih terperinci

3 BAHAN DAN METODE. Sarmi. Kota. Waropen. Jayapura. Senta. Ars. Jayapura. Keerom. Puncak Jaya. Tolikara. Pegunungan. Yahukimo.

3 BAHAN DAN METODE. Sarmi. Kota. Waropen. Jayapura. Senta. Ars. Jayapura. Keerom. Puncak Jaya. Tolikara. Pegunungan. Yahukimo. 3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Dulanpokpok Kecamatan Fakfak Kabupaten Fakfak Provinsi Papua Barat. Desa Dulanpokpok merupakan daerah pantai, yang dikelilingi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Malaria 1. Penyakit Malaria Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia dan ditularkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. miliar atau 42% penduduk bumi memiliki risiko terkena malaria. WHO mencatat setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. miliar atau 42% penduduk bumi memiliki risiko terkena malaria. WHO mencatat setiap tahunnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan penyakit menular yang sangat dominan di daerah tropis dan sub-tropis serta dapat mematikan. Setidaknya 270 juta penduduk dunia menderita malaria dan

Lebih terperinci

DISTRIBUSI SPASIAL DAN KARAKTERISTIK HABITAT PERKEMBANGBIAKAN

DISTRIBUSI SPASIAL DAN KARAKTERISTIK HABITAT PERKEMBANGBIAKAN DISTRIBUSI SPASIAL DAN KARAKTERISTIK HABITAT PERKEMBANGBIAKAN Anopheles spp. SERTA PERANANNYA DALAM PENULARAN MALARIA DI DESA DORO KABUPATEN HALMAHERA SELATAN PROVINSI MALUKU UTARA MULYADI SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

BAB l PENDAHULUAN. Malaria masih menjadi masalah kesehatan utama di 106 negara dan diperkirakan

BAB l PENDAHULUAN. Malaria masih menjadi masalah kesehatan utama di 106 negara dan diperkirakan BAB l PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria masih menjadi masalah kesehatan utama di 106 negara dan diperkirakan menyerang 216 juta orang serta menyebabkan kematian 655.000 jiwa setiap tahunnya Penyakit

Lebih terperinci

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Gambar 3.2 Waktu Penelitian 3.3 Metode Penelitian

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Gambar 3.2 Waktu Penelitian 3.3 Metode Penelitian 17 3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di sekitar Pusat Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng yaitu Kelurahan Tumbang Tahai Kecamatan Bukit Batu Kota Palangka Raya (Gambar 1).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit akibat virus yang ditularkan oleh vektor nyamuk dan menyebar dengan cepat. Data menunjukkan peningkatan 30 kali lipat dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles,

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles, Culex, Armigeres.

Lebih terperinci

ARTIKEL VEKTOR MALARIA DIDAERAH BUKIT MENOREH, PURWOREJO, JAWA TENGAH. Enny Wahyu Lestari, Supratman Sukovvati, Soekidjo, R.A.

ARTIKEL VEKTOR MALARIA DIDAERAH BUKIT MENOREH, PURWOREJO, JAWA TENGAH. Enny Wahyu Lestari, Supratman Sukovvati, Soekidjo, R.A. ARTIKEL VEKTOR MALARIA DIDAERAH BUKIT MENOREH, PURWOREJO, JAWA TENGAH Enny Wahyu Lestari, Supratman Sukovvati, Soekidjo, R.A. Wigati* Abstrak Penyakit malaria merupakan salah satu penyakit yang muncul

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan kematian (Peraturan Menteri Kesehatan RI, 2013). Lima ratus juta

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan kematian (Peraturan Menteri Kesehatan RI, 2013). Lima ratus juta BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan penyakit infeksi yang mengancam jiwa dan banyak menyebabkan kematian (Peraturan Menteri Kesehatan RI, 2013). Lima ratus juta penduduk di dunia terinfeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit penyebab masalah kesehatan masyarakat terutama di negara tropis dan sub tropis yang sedang berkembang. Pertumbuhan penduduk yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Data statistik WHO menyebutkan bahwa diperkirakan sekitar 3,2 milyar

BAB I PENDAHULUAN. Data statistik WHO menyebutkan bahwa diperkirakan sekitar 3,2 milyar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit tular vektor yang sangat luas distribusi dan persebarannya di dunia, terutama daerah tropis dan subtropis. Data statistik WHO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menetap dan berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental (WHO,

BAB I PENDAHULUAN. menetap dan berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental (WHO, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Filariasis merupakan salah satu penyakit tertua dan paling melemahkan yang dikenal dunia. Filariasis limfatik diidentifikasikan sebagai penyebab kecacatan menetap dan

Lebih terperinci

Project Status Report. Presenter Name Presentation Date

Project Status Report. Presenter Name Presentation Date Project Status Report Presenter Name Presentation Date EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MALARIA Oleh : Nurul Wandasari S Program Studi Kesehatan Masyarakat Univ Esa Unggul 2012/2013 Epidemiologi Malaria Pengertian:

Lebih terperinci

Keanekaragaman jenis dan karakteristik habitat nyamuk Anopheles spp. di Desa Datar Luas, Kabupaten Aceh Jaya, Provinsi Aceh

Keanekaragaman jenis dan karakteristik habitat nyamuk Anopheles spp. di Desa Datar Luas, Kabupaten Aceh Jaya, Provinsi Aceh Jurnal Entomologi Indonesia Indonesian Journal of Entomology ISSN: 1829-7722 November 2015, Vol. 12 No. 3, 139 148 Online version: http://jurnal.pei-pusat.org DOI: 10.5994/jei.12.3.139 Keanekaragaman jenis

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI NYAMUK ANOPHELES SP DEWASA DI WILAYAH ENDEMIS DAN NON ENDEMIS MALARIA KECAMATAN BONTO BAHARI BULUKUMBA

IDENTIFIKASI NYAMUK ANOPHELES SP DEWASA DI WILAYAH ENDEMIS DAN NON ENDEMIS MALARIA KECAMATAN BONTO BAHARI BULUKUMBA IDENTIFIKASI NYAMUK ANOPHELES SP DEWASA DI WILAYAH ENDEMIS DAN NON ENDEMIS MALARIA KECAMATAN BONTO BAHARI BULUKUMBA Identification of Anopheles sp Adult Anopheles sp in Endemic Areas and Non-Endemic Malaria

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan termasuk ke dalam penelitian deskriptif dengan kegiatan secara eksploratif yaitu observasi dengan mengambil sampel secara langsung.

Lebih terperinci

Pasal 3 Pedoman Identifikasi Faktor Risiko Kesehatan Akibat Perubahan Iklim sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak

Pasal 3 Pedoman Identifikasi Faktor Risiko Kesehatan Akibat Perubahan Iklim sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 3. Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit malaria telah diketahui sejak zaman Yunani. Penyakit malaria

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit malaria telah diketahui sejak zaman Yunani. Penyakit malaria BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang Penyakit malaria telah diketahui sejak zaman Yunani. Penyakit malaria tersebar hampir di seluruh dunia yaitu antara garis 60 lintang utara dan 40 lintang selatan, meliputi

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nyamuk Anopheles spp.

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nyamuk Anopheles spp. 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nyamuk Anopheles spp. Nyamuk merupakan bagian dari kelompok serangga dari phylum Arthropoda, kelas Insecta (Hexapoda), ordo Diptera, famili Culicidae, yang paling banyak menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih dari 2 miliar atau 42% penduduk bumi memiliki resiko terkena malaria. WHO

BAB I PENDAHULUAN. lebih dari 2 miliar atau 42% penduduk bumi memiliki resiko terkena malaria. WHO BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Malaria merupakan penyakit menular yang dominan di daerah tropis dan sub tropis dan dapat mematikan. Setidaknya 270 penduduk dunia menderita malaria dan lebih dari

Lebih terperinci

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA Oleh: Yuri Hertanto C64101046 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (Harijanto, 2014). Menurut World Malaria Report 2015, terdapat 212 juta kasus

BAB 1 PENDAHULUAN. (Harijanto, 2014). Menurut World Malaria Report 2015, terdapat 212 juta kasus BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik dunia maupun Indonesia (Kemenkes RI, 2011). Penyakit malaria adalah penyakit

Lebih terperinci

C030 PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP KEJADIAN MALARIA DI KABUPATEN MIMIKA

C030 PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP KEJADIAN MALARIA DI KABUPATEN MIMIKA C030 PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP KEJADIAN MALARIA DI KABUPATEN MIMIKA Nurhadi 1,2, Soenarto Notosoedarmo 1, Martanto Martosupono 1 1 Program Pascasarjana Magister Biologi Universitas Kristen Satya Wacana,

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. 43 BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. Kecamatan Sragi merupakan sebuah Kecamatan yang ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering disebut sebagai vektor borne diseases. Vektor adalah Arthropoda atau

BAB I PENDAHULUAN. sering disebut sebagai vektor borne diseases. Vektor adalah Arthropoda atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penularan penyakit pada manusia melalui vektor penyakit berupa serangga sering disebut sebagai vektor borne diseases. Vektor adalah Arthropoda atau invertebrata lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai adalah Plasmodium Falciparum dan Plasmodium. Vivax. Di Indonesia Timur yang terbanyak adalah Plasmodium

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai adalah Plasmodium Falciparum dan Plasmodium. Vivax. Di Indonesia Timur yang terbanyak adalah Plasmodium BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria di Indonesia tersebar di seluruh pulau dengan derajat endemisitas yang berbeda. Spesies yang terbanyak dijumpai adalah Plasmodium Falciparum dan Plasmodium

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sungai Bone mempunyai panjang 119,13 Km 2 yang melintasi wilayah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sungai Bone mempunyai panjang 119,13 Km 2 yang melintasi wilayah BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Lokasi penelitian Sungai Bone mempunyai panjang 119,13 Km 2 yang melintasi wilayah Kabupaten Bone Bolango dan Kota Gorontalo. Sungai ini bermuara ke

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Lokasi penelitian dilaksanakan di Sungai Bone. Alasan peneliti melakukan penelitian di Sungai Bone, karena dilatar belakangi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Malaria dan vektornya Pada dekade terakhir malaria muncul kembali dan menyebar luas dengan dampak yang merugikan bagi kesehatan, sosial ekonomi dan politik. Kemunculan kembali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit plasmodium yaitu makhluk hidup bersel satu yang termasuk ke dalam kelompok protozoa. Malaria ditularkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh Plasmodium sp yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh Plasmodium sp yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh Plasmodium sp yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles spp betina. Penyakit malaria bersifat reemerging disease

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Malaria merupakan penyakit yang penyebarannya di dunia sangat luas. Di Indonesia, penyakit malaria ditemukan tersebar luas di seluruh pulau dengan derajat dan berat infeksi

Lebih terperinci

KAJIAN DESKRIPTIF KEJADIAN MALARIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ROWOKELE KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2011 APRIL Catur Pangesti Nawangsasi

KAJIAN DESKRIPTIF KEJADIAN MALARIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ROWOKELE KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2011 APRIL Catur Pangesti Nawangsasi KAJIAN DESKRIPTIF KEJADIAN MALARIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ROWOKELE KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2011 APRIL 2012 * ) Alumnus FKM UNDIP, ** ) Dosen Bagian Kesehatan Lingkungan FKM UNDIP, ***) Dosen Bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh parasit Protozoa genus Plasmodium dan ditularkan pada

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh parasit Protozoa genus Plasmodium dan ditularkan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Malaria merupakan penyakit yang mengancam jiwa yang disebabkan oleh parasit Protozoa genus Plasmodium dan ditularkan pada manusia oleh gigitan nyamuk Anopheles

Lebih terperinci

HUBUNGAN KARAKTERISTIK LINGKUNGAN BREEDING SITE DENGAN DENSITAS LARVA ANOPHELES DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS DURIKUMBA KECAMATAN KAROSSA KAB. MAMUJU TENGAH THE RELATIONSHIP BETWEEN ENVIRONMENTAL CHARACTERISTICS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria merupakan salah satu penyakit tropik yang disebabkan oleh infeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria merupakan salah satu penyakit tropik yang disebabkan oleh infeksi 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit tropik yang disebabkan oleh infeksi parasit yaitu Plasmodium yang menyerang eritrosit.malaria dapat berlangsung akut maupun

Lebih terperinci

Environment Factor of Malaria Incidence in Desa Telagah Kecamatan Namu Kabupaten Langkat, 2016

Environment Factor of Malaria Incidence in Desa Telagah Kecamatan Namu Kabupaten Langkat, 2016 ARTIKEL PENELITIAN Gambaran Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Kejadian Malaria di Desa Telagah Kecamatan Namu Kabupaten Langkat Tahun 2016 Hamidah Syukriah Lubis 1, Elman Boy 2 1 Mahasiswa S1 Fakultas

Lebih terperinci

HIDROSFER V. Tujuan Pembelajaran

HIDROSFER V. Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 Kelas X Geografi HIDROSFER V Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami rawa, fungsi, manfaat, dan pengelolaannya.

Lebih terperinci

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air.

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perairan merupakan ekosistem yang memiliki peran sangat penting bagi kehidupan. Perairan memiliki fungsi baik secara ekologis, ekonomis, estetika, politis,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan bagi BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penyakit malaria telah diketahui sejak zaman Yunani. Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan bagi masyarakat dunia yang dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ekosistem air tawar merupakan ekosistem dengan habitatnya yang sering digenangi

I. PENDAHULUAN. Ekosistem air tawar merupakan ekosistem dengan habitatnya yang sering digenangi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem air tawar merupakan ekosistem dengan habitatnya yang sering digenangi air tawar yang kaya akan mineral dengan ph sekitar 6. Kondisi permukaan air tidak selalu

Lebih terperinci

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian 13 3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Kabupaten Bulukumba secara geografis terletak di jazirah selatan Propinsi Sulawesi Selatan (+150 Km dari Kota Makassar), yaitu antara 0,5 o 20 sampai 0,5 o 40

Lebih terperinci

BALAI LITBANG P2B2 BANJARNEGARA IDENTIFIKASI DAN PEMBEDAHAN NYAMUK

BALAI LITBANG P2B2 BANJARNEGARA IDENTIFIKASI DAN PEMBEDAHAN NYAMUK IDENTIFIKASI DAN PEMBEDAHAN NYAMUK Balai Litbang P2B2 Banjarnegara Morfologi Telur Anopheles Culex Aedes Berbentuk perahu dengan pelampung di kedua sisinya Lonjong seperti peluru senapan Lonjong seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air laut merupakan suatu medium yang unik. Sebagai suatu sistem, terdapat hubungan erat antara faktor biotik dan faktor abiotik, karena satu komponen dapat

Lebih terperinci

Faktor Risiko Kejadian Malaria di Wilayah Kerja Puskesmas Kenanga Kecamatan Sungailiat Kabupaten Bangka Propinsi Kepulauan Bangka Belitung

Faktor Risiko Kejadian Malaria di Wilayah Kerja Puskesmas Kenanga Kecamatan Sungailiat Kabupaten Bangka Propinsi Kepulauan Bangka Belitung J Kesehat Lingkung Indones Vol.8 No.1 April 2009 Faktor Risiko Kejadian Malaria Faktor Risiko Kejadian Malaria di Wilayah Kerja Puskesmas Kenanga Kecamatan Sungailiat Kabupaten Bangka Propinsi Kepulauan

Lebih terperinci