DISTRIBUSI SPASIAL DAN KARAKTERISTIK HABITAT PERKEMBANGBIAKAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DISTRIBUSI SPASIAL DAN KARAKTERISTIK HABITAT PERKEMBANGBIAKAN"

Transkripsi

1 DISTRIBUSI SPASIAL DAN KARAKTERISTIK HABITAT PERKEMBANGBIAKAN Anopheles spp. SERTA PERANANNYA DALAM PENULARAN MALARIA DI DESA DORO KABUPATEN HALMAHERA SELATAN PROVINSI MALUKU UTARA MULYADI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul : Distribusi Spasial dan Karakteristik Habitat Perkembangbiakan Anopheles spp. serta Peranannya dalam Penularan Malaria di Desa Doro Kabupaten Halmahera Selatan Provinsi Maluku Utara adalah karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada pihak mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Januari 2010 Mulyadi NRP B

3 ABSTRACT MULYADI. A Spatial Distribution, The Breeding Place Characteristics of Anopheles species and The relation with Malaria Transmition in Doro Village, South Halmahera, North Maluku Province. Under direction of UPIK KESUMAWATI HADI, SINGGIH H. SIGIT and SUPRATMAN SUKOWATI. Malaria continued to be a public health problem, it causes morbidity and mortality in remote areas in Indonesia. The understanding of mosquito species, its bioecology, and the characteristis of their habitats are very important to formulate vector control strategy. The study was conducted in Doro village as one of endemic area in South Halmahera district, from March to August The aims of study were to describe the spatial distribution, the breeding place characteristics and the Anophelines as potential vectors. The distribution and characteristics of breeding place were measured based on larval collections, and the Anophelines were collected by indoor and outdoor human baiting in the evening starting from 6 pm to 6 am. The results showed that there were seven types of breeding places i.e. ditches, puddles, mud holes, water ponds, water wells, streams, and swamp areas, and there were five Anopheles species found i.e A. farauti, A. punctulatus, A. vagus, A. kochi, and A. minimus. A. farauti was found in the whole types of habitat, A. vagus and A. punctulatus were found in ditches, puddles, mud holes and small stream, while A. minimus found only in streams and A. kochi was in puddles. The breeding places of Anopheles species were distributed in housing area (42,55%) with distance 5-20 metres, in coconut plantations (38,30%) with distance metres, in bush areas (10,64%) with distance metres, in forest area (8,51%) with distance metres from nearest house. The Anophelines were found in coastal areas with elevation between 1 to 18 metres, and the breeding places characteristics were as follow : water temperature between 25 0 C to 30 0 C, ph 6.8 to 7.1, salinity 0 (except A. farauti in salinity 0 to 7 ), turbid and fresh water, water based on mud, sand, or gravel. A. farauti, A. vagus, and A. punctulatus were found in both stagnan and slow running water except A. kochi was only in stagnan water and A. minimus was only in slow running water. A. farauti and A. punctulatus were suspected as malaria vector in Doro village. The man biting rate (MBR) of A. farauti was from 0,10 to 0,75 bites/man/night, while A. punctulatus was from 0,13 to 2,00 bites/man/night. Their biting activities were exophagic, and biting peak were on 7 pm to 9 pm. Keywords : Anopheline, spatial distribution, breeding place.

4 RINGKASAN MULYADI. Distribusi Spasial dan Karakteristik Habitat Perkembangbiakan Anopheles spp. serta Peranannya dalam Penularan Malaria di Desa Doro Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara. Dibimbing oleh UPIK KESUMAWATI HADI, SINGGIH H. SIGIT dan SUPRATMAN SUKOWATI. Malaria merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia karena menyebabkan kesakitan dan kematian terutama di daerah pedesaan dengan akses layanan kesehatan yang relatif sulit serta tingkat pendidikan yang rendah. Prevalensi kesakitan malaria khususnya di Maluku Utara tahun 2007 sebesar 7,23%, sedangkan di Desa Doro Kabupaten Halmahera Selatan merupakan daerah endemis dengan angka klinis malaria lebih dari 50 pertahun. Endemisitas malaria di Desa Doro diduga terjadi karena keberadaan penderita sebagai sumber infeksi, Plasmodium sebagai patogen penyakit, nyamuk Anopheles sebagai vektor, dan faktor lingkungan. Nyamuk Anopheles sangat beragam jenisnya, penyebaran dan bioekologinya, hal ini menyebabkan Anopheles yang telah dikonfirmasi sebagai vektor di suatu daerah belum tentu menjadi vektor malaria di daerah lain. Informasi spesies vektor, bioekologi, musim dan penyebarannya penting artinya dalam menentukan strategi pengendalian vektor. Informasi tersebut belum banyak diketahui di lokasi penelitian. Penelitian ini merupakan studi eksplorasi selama enam bulan (Maret- Agustus 2009) bertujuan untuk mengetahui distribusi spasial habitat dan karakteristik habitat perkembangbiakan nyamuk Anopheles spp., serta jenis Anopheles yang berpotensi sebagai vektor malaria. Metode penelitian terdiri atas pengamatan larva Anopheles pada perairan, pengukuran karakteristik habitat perkembangbiakan yaitu jenis habitat, suhu air, ph, salinitas, luas, kedalaman, kecepatan air, kekeruhan, dasar habitat, tanaman air dan predator larva, pengukuran koordinat spasial dan ketinggian lokasi, serta penangkapan nyamuk Anopheles spp. dengan umpan orang selama empat malam perbulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat tujuh jenis habitat perkembangbiakan Anopheles spp. yaitu parit, kobakan, kubangan, kolam, sumur, kali dan rawa-rawa. Jumlah habitat berfluktuasi antara 5-10 habitat per bulan. Jenis Anopheles yang ditemukan adalah A. farauti, A. punctulatus, A. vagus, A. kochi, dan A. minimus. Larva A. farauti ditemukan pada semua jenis habitat dengan frekwensi 95.74%. Kobakan merupakan habitat A. farauti, A. Punctulatus, A. vagus, dan A. kochi, pada kali ditemukan A. farauti, A. Punctulatus, A. vagus, dan A. minimus, pada kubangan terdapat A. farauti dan A. vagus, sedangkan pada kolam, sumur dan rawa-rawa hanya ditemukan A. farauti. Habitat perkembangbiakan Anopheles spp. memiliki sebaran spasial di sekitar pemukiman (42.55%), jarak rumah terdekat antara 5-20 meter, di areal perkebunan (38,30%), dengan jarak rumah terdekat meter, di kawasan semak belukar (10.64%) berjarak meter dan di areal hutan (8.51%) dengan jarak meter dari rumah terdekat.

5 Jenis larva Anopheles di sekitar pemukiman dan areal perkebunan adalah A. farauti, A. punctulatus, A. kochi dan A. vagus, pada areal semak belukar ditemukan A. farauti dan A. vagus, sedangkan di kawasan hutan hanya terdapat A. farauti. Semakin dekat habitat dengan pemukiman semakin banyak jenis spesies Anopheles. Ketinggian lokasi habitat berkisar antara 1-18 meter di atas permukaan laut dan ketinggian lokasi tidak mempengaruhi keberadaan larva Anopheles. Hasil analisis menunjukkan bahwa wilayah permukiman masuk zona sebaran nyamuk Anopheles spp. yang berisiko tinggi untuk penularan malaria. Habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp. di Desa Doro mempunyai karakteristik suhu air berkisar antara 25 0 C-30 0 C, salinitas air 0, kecuali A. farauti pada salinitas 0-7, ph air antara , habitat perairan dangkal, larva A. punctulatus dan A. minimus ditemukan pada kedalaman air antara 2-20 cm, A. vagus pada kedalaman 5-80 cm, A. kochi 5-10 cm sedangkan A. farauti memiliki kisaran kedalaman habitat antara cm. Larva A. farauti dan A. punctulatus memiliki kisaran luas habitat antara 0,5-100m 2. A. minimus pada luasan antara 15m 2-100m 2, A. vagus pada luasan habitat 0,5-15m 2, sedangkan A. kochi pada luasan yang kurang dari 1m 2, perairan jernih dan keruh, dasar lumpur dan dasar pasir dan kerikil. Larva A. farauti, A. punctulatus, dan A. vagus ditemukan baik pada air yang tidak mengalir maupun mengalir lambat, sedangkan A. kochi hanya ditemukan pada air yang tidak mengalir, demikian pula A. minimus hanya ditemukan pada kali dengan aliran lambat. Jenis tanaman air adalah ganggang, tanaman permukaan air dan tanaman bakau sedangkan jenis predator terdiri atas ikan kecil, udang, nimfa capung dan berudu. Nyamuk Anopheles yang diduga sebagai vektor malaria adalah A. farauti, dan A. punctulatus. Kedua spesies tersebut mengisap darah pada jam , dengan puncak aktifitas pada jam , dan bersifat eksofagik. Angka MBR A. punctulatus berkisar antara nyamuk/orang/malam, sedangkan angka MBR A. farauti berkisar antara nyamuk/orang/malam. Fluktuasi curah hujan di Desa Doro tidak berhubungan dengan fluktuasi kepadatan bulanan kedua spesies (p value>α:0,05), demikian juga kepadatan nyamuk tidak berhubungan dengan kasus klinis malaria (p value>α:0,05). Penemuan kasus malaria pada kelompok umur 0-9 tahun dan infeksi P. falciparum mengindikasikan penularan malaria terjadi pada wilayah setempat (indigenous transmission), demikian pula penemuan nyamuk Anopheles spp. yang aktif mengisap darah dan penemuan larva pada perairan mengindikasikan Desa Doro termasuk wilayah yang berpotensi malaria. Berdasarkan hasil penelitian, disarankan pengendalian malaria dilakukan melalui pengendalian larva Anopheles spp. dengan cara penutupan habitat perkembangbiakan, pembersihan lumut dan sampah, penggunaan larvasida, serta pemanfaatan pengendali biologis (predator larva). Untuk mencegah gigitan nyamuk Anopheles disarankan penggunaan kelambu berinsektisida, dan penggunaan baju dan celana panjang saat keluar rumah pada malam hari. Kata kunci : Nyamuk Anopheles, distribusi spasial, karakteristik habitat perkembangbiakan.

6 Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1 Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2 Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

7 DISTRIBUSI SPASIAL DAN KARAKTERISTIK HABITAT PERKEMBANGBIAKAN Anopheles spp. SERTA PERANANNYA DALAM PENULARAN MALARIA DI DESA DORO KABUPATEN HALMAHERA SELATAN PROVINSI MALUKU UTARA MULYADI Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Mayor Parasitologi dan Entomologi Kesehatan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

8 HALAMAN PENGESAHAN Judul Tesis : Distribusi Spasial dan Karakteristik Habitat Perkembangbiakan Anopheles spp. serta Peranannya dalam Penularan Malaria di Desa Doro, Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara. Nama : Mulyadi NIM : B Disetujui, Komisi Pembimbing Dr. drh. Upik Kesumawati Hadi, MS Ketua Prof. Dr. drh. Singgih H. Sigit, M.Sc Anggota Prof. Supratman Sukowati, Ph.D Anggota Diketahui Ketua Program Studi/Mayor Parasitologi dan Entomologi Kesehatan Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. drh. Upik Kesumawati Hadi, MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S. Tanggal Ujian: 19 Januari 2010 Tanggal Lulus:

9 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. drh. Susi Soviana, M.Si

10 PRAKATA Alhamdulillah, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat-nya sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan. Tema penelitian ini adalah nyamuk Anopheles dengan judul Distribusi Spasial dan Karakteristik Habitat Perkembangbiakan Anopheles spp. serta Peranannya dalam Penularan Malaria di Desa Doro Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara. Waktu penelitian dimulai dari bulan Maret sampai dengan bulan Agustus Penulis menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Ibu Dr. drh. Upik Kesumawati Hadi, MS, dan Bapak Prof. Dr. drh. Singgih H.Sigit, M.Sc selaku pembimbing pertama dan kedua dari lingkungan IPB, dan kepada Bapak Prof. Supratman Sukowati, Ph.D sebagai pembimbing dari Badan Litbang Depkes RI yang telah memberi arahan dan bimbingan untuk penyelesaian tesis ini, serta Ibu Dr. drh. Susi Soviana, M.Si selaku penguji luar komisi yang banyak memberi masukan pada saat sidang akhir. Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Walikota Bau-Bau dan Kepala Dinas Kesehatan Kota Bau-Bau atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk melanjutkan studi, Kepada Departemen Kesehatan yang telah memberi bantuan belajar (Beasiswa), dan kepada Prof. Supratman selaku PI projek MTC-UNICEF Indonesia yang telah membiayai penelitian di wilayah Kabupaten Halmahera Selatan. Terima kasih juga kepada Bapak Drs. Winarno, MS, selaku Kasubdit. Pengendalian Vektor Dit.Jen PP&PL. Depkes RI, Ibu Zubaedah, DAP&E, Dr.Hasanuddin, Dr. Ridwan Thaha, Ruslan, MPH (Univ. Hasanuddin), Mr.Tom Burkot (CDC-Amerika), Mrs. Brandy St. Lauren (Notherdam Univ.,USA), Bapak Sunardi, Ibu Shinta (Balitbang Depkes RI), dan Firman, SKM (Malaria Centre Halsel) yang telah banyak membantu dan memberi masukan dalam penelitian di lapangan. Kepada Bapak, Ibu dosen dan staf serta teman-teman seangkatan di Mayor Parasitologi & Entomologi Kesehatan terima kasih atas budi baiknya. Ungkapan terima kasih dan penghargaan yang tinggi penulis sampaikan pula kepada Ayahanda, Harusu, A.Ma.Pd dan Ibunda, Wa Musuri serta semua keluarga atas bantuan materil dan dukungan moral selama penulis menyelesaikan pendidikan. Terakhir, terima kasih dan penghargaan yang sangat mendalam penulis sampaikan kepada istri tercinta Nur Arismianti Womal, SE dan anak tersayang Noor Hidayani Rezky Mulya (Dian) atas pengorbanan, kesabaran, dorongan, doa, dan kasih sayangnya. Semoga Allah SWT memberi imbalan yang setimpal dan semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Januari 2010 Mulyadi

11 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Desa Biwinapada, Kecamatan Siompu Kabupaten Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara, pada tanggal 15 Februari 1977 dari pasangan ayah, Harusu dan ibu Wa Musuri. Penulis merupakan putra ketiga dari delapan bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 1 Biwinapada tahun 1989,dan di SMP Negeri Siompu tahun Pada tahun 1995 penulis lulus SMA Negeri 2 Bau-Bau, kemudian melanjutkan pendidikan kesehatan di Akademi Keperawatan Depkes Ujung Pandang pada tahun 1995 dan menyelesaikan pendidikan pada tahun Pada tahun penulis melanjutkan pendidikan pada jurusan Epidemiologi FKM Universitas Hasanuddin Ujung Pandang. Pada tahun 2003 penulis diangkat menjadi PNS dan bekerja sebagi staf Puskesmas Liwuto Dinas Kesehatan Kota Bau-Bau Sulawesi Tenggara sampai sekarang. Pada tahun 2007 penulis berkesempatan melanjutkan pendidikan Magister (S2) di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Mayor Parasitologi dan Entomologi Kesehatan dengan Beasiswa dari Program Peningkatan Sumber Daya Kesehatan (PSDK) Departemen Kesehatan (Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara).

12 DAFTAR ISI ix Halaman DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xv 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Nyamuk Anopheles spp Distribusi Spasial Habitat Perkembangbiakan Anopheles spp Karakteristik Habitat Perkembangbiakan Anopheles spp Suhu air Salinitas air Derajat keasaman (ph) air Kedalaman air Luasan perairan Kekeruhan air Dasar habitat Kecepatan aliran air Tanaman air Predator larva Epidemiologi Malaria Parasit malaria Manusia sebagai inang antara Nyamuk Anopheles spp. sebagai vektor Faktor lingkungan BAHAN DAN METODE Lokasi Penelitian Waktu Penelitian Metode Penelitian Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Distribusi spasial habitat perkembangbiakan Anopheles spp Distribusi spasial habitat bulan Maret Distribusi spasial habitat bulan April Distribusi spasial habitat bulan Mei Distribusi spasial habitat bulan Juni Distribusi spasial habitat bulan Juli Distribusi spasial habitat bulan Agustus Luas distribusi spasial nyamuk Anopheles spp... 36

13 4.2 Habitat Perkembangbiakan Anopheles spp Jenis habitat perkembangbiakan Parit Kobakan Kubangan Kolam Sumur Kali Rawa-rawa Karakteristik fisik, kimia dan biologis habitat perkembangbiakan Anopheles spp Suhu air Salinitas ph air Kedalaman air Luas habitat Kekeruhan air Dasar habitat Kecepatan aliran air Tanaman air Predator larva Karakteristik habitat berdasarkan jenis Anopheles Anopheles farauti Anopheles punctulatus Anopheles vagus Anopheles kochi Anopheles minimus Nyamuk Anopheles yang berpotensi sebagai vektor malaria Aktivitas A. punctulatus dan A. farauti mengisap darah di dalam & di luar rumah Aktivitas A. punctulatus dan A. farauti mengisap darah per jam (MHD) Hubungan indeks curah hujan dengan kepadatan Anopheles Kejadian Malaria di Desa Doro KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN x

14 xi DAFTAR TABEL No. Teks Halaman 1 Jenis habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp., jarak habitat dengan rumah terdekat, pemanfaatan lahan dan ketinggian lokasi habitat di Desa Doro pada Bulan Maret Jenis habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp., jarak habitat dengan rumah terdekat, pemanfaatan lahan dan ketinggian lokasi habitat pada Bulan April Jenis habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp., jarak habitat dengan rumah terdekat, pemanfaatan lahan dan ketinggian lokasi habitat pada Bulan Mei Jenis habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp., jarak habitat dengan rumah terdekat, pemanfaatan lahan dan ketinggian lokasi habitat pada Bulan Juni Jenis habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp., jarak habitat dengan rumah terdekat, pemanfaatan lahan dan ketinggian lokasi habitat pada Bulan Juli Jenis habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp., jarak habitat dengan rumah terdekat, pemanfaatan lahan dan ketinggian lokasi habitat pada Bulan Agustus Jumlah habitat perkembangbiakan, presentase, jarak habitat dengan rumah dan jenis larva Anopheles spp. berdasarkan pemanfaatan lahan di Desa Doro pada Bulan Maret-Agustus tahun Distribusi habitat larva Anopheles spp. berdasarkan ketinggian lokasi di Desa Doro pada Bulan Maret-Agustus tahun Karakteristik habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp di Desa Doro pada Bulan Maret Agustus Jumlah dan frekwensi penemuan larva Anopheles spp. pada habitat perkembangbiakan di desa Doro pada Bulan Maret- Agustus tahun Kelimpahan nisbi, frekwensi, dan dominansi spesies Anopheles spp. di Desa Doro pada Bulan Maret-Agustus tahun Kepadatan (MBR) Anopheles spp. tertangkap di dalam rumah dan di luar rumah di desa Doro, periode Maret Agustus tahun

15 No. Teks Halaman xii 13 Jumlah kasus malaria positif Plasmodium berdasarkan hasil survai darah (mass blood survay) di Desa Doro pada Bulan Juli Angka MBR Anopheles spp. dan kasus klinis malaria di Desa Doro pada Bulan Maret-Agustus

16 xiii DAFTAR GAMBAR No. Teks Halaman 1 Peta Lokasi Penelitian: Desa Doro, Kecamatan Gane Barat, Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara Kegiatan Penelitian di Desa Doro pada bulan Maret tahun Distribusi spasial habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp. di Desa Doro pada bulan Maret tahun Distribusi spasial habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp. di Desa Doro pada bulan April tahun Distribusi spasial habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp. di Desa Doro pada bulan Mei tahun Distribusi spasial habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp. di Desa Doro pada bulan Juni tahun Distribusi spasial habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp. di Desa Doro pada bulan Juli tahun Distribusi spasial habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp. di Desa Doro pada bulan Agustus tahun Distribusi habitat perkembangbiakan larva dan daerah sebaran nyamuk Anopheles spp. di Desa Doro, Kecamatan Gane Barat Kabupaten Halmahera Selatan pada Bulan Maret-Agustus Jenis larva Anopheles dan kepadatan per cidukan pada parit di Desa Doro pada Bulan Maret-Agustus tahun Tipe parit sebagai habitat perkembangbiakan A. farauti, A. punctulatus dan A. vagus di Desa Doro pada bulan Maret- Agustus tahun Jenis larva Anopheles dan kepadatan per cidukan pada kobakan di Desa Doro pada Bulan Maret-Agustus tahun Tipe kobakan sebagai habitat perkembangbiakan A. farauti, A. vagus, A. punctulatus, dan A. kochi di Desa Doro pada Bulan Maret-Agustus tahun Jenis larva Anopheles dan kepadatan per cidukan pada kubangan di Desa Doro pada bulan Maret-Agustus tahun Tipe kubangan sebagai habitat perkembangbiakan A. farauti, dan A. vagus di Desa Doro pada bulan Maret-Agustus Jenis larva Anopheles dan kepadatan per cidukan pada kolam di Desa Doro pada bulan Maret-Agustus tahun

17 No. Teks Halaman xiv 17 Tipe kolam sebagai habitat perkembangbiakan A. farauti di Desa Doro pada bulan Maret-Agustus tahun Jenis larva Anopheles dan kepadatan per cidukan pada sumur di Desa Doro pada bulan Maret-Agustus tahun Tipe sumur sebagai habitat perkembangbiakan A. farauti di Desa Doro pada bulan Maret-Agustus tahun Jenis larva Anopheles dan kepadatan per cidukan pada kali di Desa Doro, pada bulan Maret-Agustus tahun Tipe kali dengan aliran lambat dan aliran tertahan sebagai habitat perkembangbiakan A. farauti, A. punctulatus, A. vagus, dan A. minimus di Desa Doro, pada bulan Maret-Agustus tahun Jenis larva Anopheles dan kepadatan per cidukan di rawa-rawa di Desa Doro pada bulan Maret-Agustus tahun Tipe rawa-rawa sebagai habitat perkembangbiakan A. farauti di Desa Doro pada bulan Maret-Agustus tahun Kepadatan A. punctulatus (MHD) per jam penangkapan di dalam dan di luar rumah di Desa Doro pada bulan Maret- Agustus tahun Kepadatan A. farauti (MHD) per jam penangkapan di dalam dan di luar rumah di Desa Doro pada bulan Maret-Agustus tahun Hubungan antara indeks curah hujan dengan MBR A. punctulatus di Desa Doro, pada bulan Maret-Agustus tahun Hubungan antara indeks curah hujan dengan MBR A. farauti dan indeks curah hujan di Desa Doro pada bulan Maret-Agustus tahun Hubungan antara kepadatan A. farauti dengan kasus klinis malaria di Desa Doro pada Bulan Maret-Agustus tahun Hubungan antara kepadatan A. punctulatus dengan kasus klinis malaria di Desa Doro pada Bulan Maret-Agustus tahun

18 xv DAFTAR LAMPIRAN No. Teks Halaman 1 Distribusi spasial habitat perkembangbiakan Anopheles spp. berdasarkan jarak habitat dengan rumah terdekat, pemanfaatan lahan & ketinggian lokasi di Desa Doro bulan Maret-Agustus Data hasil pengukuran karakteristik habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp. di Desa Doro pada bulan Maret-Agustus Hasil uji korelasi Pearson correlation dengan tingkat kepercayaan 95% (α : 0.05) antara indeks curah hujan (ICH) dengan angka MBR A. farauti, dan A. punctulatus, serta hubungan antara kepadatan Anopheles dengan kasus malaria klinis di Desa Doro pada bulan Maret-Agustus

19 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia karena menyebabkan kesakitan dan kematian terutama di daerah pedesaan dengan akses layanan kesehatan yang relatif sulit serta tingkat pendidikan yang rendah (Sukowati 2008). Pada tahun 2001 dilaporkan adanya KLB di 13 propinsi, 24 kabupaten/kota dengan jumlah kasus dan kematian 439 kasus (Depkes 2004). Pada periode tahun persentase angka kesakitan relatif konstan, yaitu : 31,09 pada tahun 2000, 26.2 tahun 2001, 22.3 tahun 2002, 21.8 tahun 2003, 21.2 tahun 2004 dan tahun 2005 (Depkes 2007a). Prevalensi kesakitan malaria di Propinsi Maluku Utara tahun 2007 sebesar 7,23%, dan secara nasional menempati urutan kelima setelah Papua Barat (26,14%), Papua (18,41%), NTT (12,04%) dan Sulawesi Tengah (7,36%) (Balitbang Depkes 2008). Kabupaten Halmahera Selatan merupakan daerah endemis malaria dengan angka annual malaria incidence (AMI) lebih dari 50. Angka AMI tiga tahun terakhir berturut-turut 77,78 pada tahun 2006, 62,0 tahun 2007 dan tahun ,5 (Dinkes Halmahera Selatan 2008), sedangkan di Kecamatan Gane Barat malaria terjadi sepanjang tahun 2008 dengan AMI sebesar 123,65, di Desa Doro sebesar 72,49 (Puskesmas Saketa 2009). Kejadian malaria merupakan interaksi beberapa faktor yaitu penderita sebagai sumber infeksi, parasit plasmodium sebagai patogen penyakit, nyamuk Anopheles spp. sebagai perantara (vektor), dan faktor-faktor lingkungan yang mendukung penularan. Endemisitas malaria di Desa Doro terjadi karena keberadaan faktor-faktor tersebut sepanjang waktu. Peranan nyamuk Anopheles spp. sebagai vektor di daerah endemis malaria sudah sering dibuktikan dengan penemuan sporozoit pada pembedahan kelenjar ludah nyamuk atau dengan uji ELISA, selain itu frekwensi kontak yang tinggi dengan manusia dapat menjadi indikator sebagai vektor potensial (Hardwood & James 1979). Sejauh ini di Indonesia telah dikonfirmasi sebanyak 22 spesies vektor (Sukowati 2008 dan Depkes 2007b), sedangkan di Halmahera Selatan belum banyak informasi spesies Anopheles yang berperan sebagai vektor malaria.

20 Nyamuk Anopheles spp. sangat beragam berdasarkan daerah sebaran maupun bioekologinya. Penyebarannya mengikuti pola sebaran zoogeografi. Menurut Bonne-Webster (1953) di wilayah Maluku Utara yang dibatasi oleh garis Weber di sebelah baratnya dan garis Lydekker di bagian timur merupakan daerah sebaran nyamuk spesies australasian di antaranya A. farauti, A. punctulatus A. koliensis, A. longirostris, dan A. bancrofti. Beberapa spesies nyamuk oriental juga ditemukan di daerah ini di antaranya A. subpictus, A. vagus, A. kochi, A. aconitus, A. tesselatus, A. maculatus, dan (Soekirno et al. 1997). Faktor-faktor lingkungan yang menentukan penyebaran nyamuk Anopheles spp., di antaranya adalah lingkungan fisik yang terdiri atas ketinggian tempat, pemanfaatan lahan, kondisi cuaca dan lingkungan mikro berupa genangan air sebagai habitat perkembangbiakan. Habitat tersebut dibutuhkan oleh nyamuk untuk peletakan telur, kemudian akan menetas menjadi larva, berkembang menjadi pupa sampai eklosi menjadi nyamuk dewasa awal. Setiap jenis nyamuk Anopheles spp. memiliki karakteristik habitat perkembangbiakan yang berbedabeda pada setiap zona geografi (Sukowati 2008). Perbedaan tersebut berhubungan dengan kemampuan adaptasi nyamuk terhadap kondisi fisika-kimia perairan dan terutama ketersediaan makanan bagi larva nyamuk. Selain itu faktor cuaca khususnya adanya hujan akan berpengaruh terhadap timbulnya genangan air sebagai media bagi tahapan akuatik dari daur hidup nyamuk (Depkes 2007c). Dampak dari keberagaman jenis, penyebaran dan bioekologi Anopheles spp. menyebabkan spesies yang telah dikonfirmasi sebagai vektor di suatu daerah belum tentu menjadi vektor malaria di daerah lainnya (Depkes 2007b). Informasi yang rinci tentang spesies vektor, bioekologi, termasuk musim dan penyebarannya penting artinya dalam menentukan strategi pengendalian vektor di wilayah endemis malaria (Sukowati 2008). Informasi bioekologi nyamuk Anopheles spp. dapat dijabarkan dalam bentuk peta spasial untuk menggambarkan distribusi nyamuk Anopheles spp. berdasarkan tempat dan kaitannya dengan kejadian malaria. Peta yang baik akan sangat berguna bagi petugas kesehatan untuk mengenal daerah terjadinya kasus, letak rumah penderita, sehingga lebih mudah melakukan penyelidikan epidemiologi, supervisi, dan kegiatan pemberantasan malaria (Depkes 2006).

21 Pemetaan sebaran nyamuk Anopheles spp. saat ini telah didukung dengan penggunaan teknologi sistem informasi geografi (SIG). Mardihusodo (1997) menyatakan beberapa kegunaan SIG adalah untuk mengetahui sebaran geografis penyakit, mengetahui perkembangan dan kecenderungan penyakit dalam ruang kejadian, meramalkan terjadinya wabah penyakit, dan melakukan perencanaan untuk intervensi. Sukowati (2008) menyatakan bahwa peta penyebaran vektor, kepadatan vektor di setiap ekosistem dan hubungannya dengan musim penting bagi pemahaman epidemiologi dan sebagai bahan masukan bagi perbaikan program pengendalian vektor. Penelitian bioekologi nyamuk Anopheles spp. dengan kajian khusus distribusi spasial dan karakteristik habitat perkembangbiakan di Desa Doro, Kecamatan Gane Barat, Kabupaten Halmahera Selatan merupakan bagian dari strategi pengendalian malaria di wilayah itu. 1.2 Tujuan Penelitian 1) Mengetahui distribusi spasial habitat perkembangbiakan Anopheles spp. 2) Mengetahui karakteristik habitat perkembangbiakan Anopheles spp. 3) Mengetahui spesies Anopheles yang berpotensi sebagai vektor malaria. 1.3 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini akan menjadi dasar untuk perencanaan pengendalian vektor dan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pengendalian vektor malaria.

22 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nyamuk Anopheles spp. Nyamuk merupakan bagian dari kelompok serangga dari phylum Arthropoda, kelas Insecta (Hexapoda), ordo Diptera, famili Culicidae, yang paling banyak menimbulkan masalah kesehatan masyarakat. Di Indonesia terdapat sebanyak 457 spesies nyamuk dan dikelompokkan menjadi 18 genus, yang terdiri dari 80 spesies Anopheles, 82 spesies Culex, 125 spesies Aedes, dan 8 spesies Mansonia, sisanya sebagai anggota dari genus yang tidak penting dalam penularan penyakit (O Connor dan Sopa 1981). Sejauh ini hanya nyamuk Anopheles yang memiliki peranan penting sebagai vektor malaria dan fauna Anopheles baik yang telah dikonfirmasi sebagai vektor maupun diduga sebagai vektor malaria pada setiap wilayah Indonesia menunjukkan perbedaan spesifik. Spesifikasi tersebut dipengaruhi oleh letak geografis Indonesia sebagai daerah kepulauan yang terletak antara benua Asia dan Australia, sehingga sebaran nyamuk mengikuti pola sebaran hewan yang dikelompokkan menjadi daerah oriental dan daerah australasian. Bonne-Webster (1953) menyatakan bahwa garis perbatasan kelompok sebaran Anopheles spp. terletak antara pulau Halmahera, pulau Seram dan Papua. Di bagian barat terdapat garis Weber yang membatasi kepulauan Maluku dengan pulau Sulawesi. Di sebelah barat pulau Sulawesi terdapat garis Wallace yang menuju selatan melalui selat Makassar kemudian menuju selat Lombok. Nyamuk Anopheles di Indonesia Bagian Barat merupakan spesies oriental di antaranya A. aconitus, A. sundaicus, A. subpictus, A. balabacensis, A. minimus A. leucosphyrus, dan A. barbirostris, sedangkan di Indonesia Timur adalah spesies australasian di antaranya A. punctulatus A. farauti, A. koliensis, A. longirostris, dan A. bancrofti. Beberapa spesies oriental ada yang bermigrasi ke wilayah timur sehingga di daerah Papua ditemukan kelompok oriental. Demikian juga beberapa kelompok autralasian bermigrasi ke bagian barat garis Lydekker sehingga di daerah Maluku dapat ditemukan nyamuk spesies oriental maupun spesies australasian Fauna Anopheles di Pulau Jawa sebagaimana hasil penelitian Boewono dan Ristiyanto (2004) di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah antara lain A. aconitus,

23 A. balabacensis, A. maculatus, A. barbirostris, A. flavirostris, dan A. kochi. Di Kabupaten Purworejo ditemukan A. aconitus, A. flavirostris, A. balabacensis, A. barbirostris, A. vagus, A. kochi, A. maculatus dan A. subpictus (Lestari et al. 2007). Di Kabupaten Sukabumi ditemukan A. aconitus, A. maculatus, A. kochi, A. barbirostris, A. vagus dan A. tesselatus (Munif et al. 2007). Di Kabupaten Trenggalek ditemukan A. vagus, A. sundaicus, A. aconitus, A. maculatus, dan A. tesselatus (Mardiana et al. 2002). Spesies Anopheles di wilayah Sumatera seperti di daerah Muaro Jambi ditemukan 10 spesies Anopheles yaitu A. barbirostris, A. vagus, A. nigerrimus, A. aconitus, A. kochi, A. tesselatus, A. indefinitus, A. umbrosus, A. peditaeniatus, dan A. schueffneri (Maloha 2005), sedangkan di Kecamatan Padang Cermin, Lampung Selatan ditemukan A. sundaicus, A. barbirostris, A. vagus, A. kochi, A. indefinitus, A. maculatus, A. aconitus dan A. subpictus (Safitri 2009). Nyamuk Anopheles di wilayah Kalimantan khususnya di Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan diantaranya A. nigerrimus, A. kochi, A. letifer, A. barbirostris, A. maculatus, A. vagus, A. aconitus, dan A. sinensis (Salam 2005), sedangkan di kawasan reintroduksi orang utan, Nyaru Menteng, Kalimantan Tengah ditemukan A. letifer dan A. umbrosus (Juliawati 2008). Fauna Anopheles di wilayah Sulawesi khususnya di Kabupaten Donggala terdiri atas A. barbirostris, A. barbumbrosus, A. leucosphyrus, A. vagus, A. kochi, A. maculatus, A. nigerrimus, A. tesselatus, A. kochi, dan A. maculatus (Jastal 2005), selain itu terdapat juga A. parengensis A. subpictus, A. aconitus A. indefinitus, dan A. hyrcanus grup (Garjito et al. 2004). Di daerah Maluku ditemukan 10 spesies yaitu A. farauti, A. subpictus, A. vagus, A. maculatus, A. tesselatus, A. kochi, A. aconitus, A. peditaeniatus, A. elegans, dan A. fragilis (Soekirno et al. 1997). Di Papua, komposisi vektor malaria terdiri atas A. farauti, A. punctulatus dan A. koliensis (Benet et al. 2004), sedangkan di daerah Nusa Tenggara khususnya di Kabupaten Sumbawa terdapat spesies A. barbirostris, A. subpictus, A. annularis, A. aconitus, A. compestris, A. vagus, A. umbrosus, A. tesselatus dan A. indefinitus (Soekirno et al. 2006), di Kabupaten Sikka, NTT, fauna Anopheles terdiri atas A. sundaicus, A. barbirostris, A. aconitus, A. subpictus, A. maculatus dan A. vagus (Ompusunggu et al. 1996).

24 Fauna nyamuk Anopheles spp. yang dilaporkan di Indonesia sebanyak 80 spesies dan yang telah dikonfirmasi sebagai vektor malaria adalah 22 spesies yaitu A. sundaicus, A. aconitus, A. nigerrimus, A. maculatus, A. barbirostis A. sinensis, A. letifer, A. balabacensis, A. punctulatus, A. farauti, A. bancrofti, A. karwari, A. koliensis, A. vagus, A. parengensis, A. umbrosus, A. subpictus, A. longirostris, A. flavirostis, A. minimus, A. leucosphirus (Sukowati 2008 dan Depkes 2007b). Beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan nyamuk Anopheles spp. sehingga dapat berperan sebagai vektor antara lain : 1) Kemampuan nyamuk menerima dan mendukung pertumbuhan patogen penyakit, 2) Spesifitas inang vertebrata terhadap patogen penyakit, 3) Mobilitas vektor, 4) Umur vektor, semakin panjang umur nyamuk maka semakin besar kemungkinannya menjadi vektor karena kesempatan hidup patogen menjadi lebih panjang, 5) Frekwensi makan, semakin sering nyamuk mengisap darah maka semakin tinggi potensi penularan, 6) Kepadatan populasi nyamuk yang tinggi, menyebabkan potensi kontak vektor dengan manusia semakin besar, 7) Physiological and behavioral plasticity, kemampuan vektor untuk beradaptasi terhadap pengaruh dari luar tubuh dan pengaruh bahan kimia terutama pestisida (Hardwood & James 1979). Spesies Anopheles yang dikenal dari ciri-ciri morfologi mungkin dapat berperan sebagai vektor malaria, tetapi belum tentu di daerah lainnya. Nyamuk Anopheles dapat disebut sebagai vektor malaria di suatu daerah apabila terbukti positif mengandung sporozoit di dalam kelenjar ludahnya (Depkes 2007b). 2.2 Distribusi Spasial Habitat Perkembangbiakan Anopheles spp. Populasi Anopheles di Indonesia mempunyai keragaman spesies, distribusi, dan bioekologinya. Setiap spesies mempunyai daerah distribusi secara geografi, habitat perkembangbiakan dan ekosistem yang khusus (Sukowati 2008). Distribusi spasial Anopheles spp. meliputi penyebaran berdasarkan wilayah geografis yang dipengaruhi oleh kondisi topografi, ketinggian tempat, kemiringan lereng dan pemanfaatan lahan. Hasil analisis prevalensi malaria menurut ketinggian lokasi di Kabupaten Sukabumi menunjukkan bahwa zona risiko tinggi malaria terkonsentrasi di daerah pantai yang banyak terdapat habitat perkembangbiakan nyamuk yaitu sawah, tambak dan lagun sedangkan zona kurang berisiko terkonsentrasi di daerah pegunungan (Wibowo et al. 2008).

25 Penyebaran nyamuk Anopheles sangat luas seperti dilaporkan di Propinsi Madang Pupua Nugini bahwa nyamuk A. farauti memiliki sebaran yang sangat luas dari daerah pesisir sampai dengan pegunungan. Nyamuk A. punctulatus dan A. farauti ditemukan pada ketinggian tempat kurang dari 15 meter dari permukaan laut dan di daerah perbukitan ketinggian antara meter dari permukaan laut (Benet et al. 2004). Nyamuk A. farauti merupakan spesies utama wilayah pesisir di Espiritu Santo, Papua Nugini (Daggy 1945). Di daerah perbukitan Manoreh Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, nyamuk A. maculatus, dan A. balabacensis ditemukan pada habitat perkembangbiakan berupa belik, kobakan dan sungai berbatu dengan ketinggian lokas antara meter dari permukaan laut (Lestari et al. 2007). Daerah potensial malaria dapat diduga berdasarkan sebaran habitat perkembangbiakan Anopheles spp. menurut penggunaan lahan, sebagaimana dilaporkan oleh Suwito (2007) bahwa tingginya kasus malaria di Kabupaten Bangka disebabkan karena banyaknya habitat perkembangbiakan potensial Anopheles spp. di antaranya sebaran sungai, kolong (bekas galian timah) dan rawa-rawa yang dapat menjadi habitat potensial A. balabacensis, A. aconitus, A. subpictus, A. vagus, A. barbirostris, A. maculatus, A. sundaicus, A. letifer, A. annularis, dan A. minimus. Daerah persawahan berpotensi sebagai habitat vektor A. aconitus, A. subpictus, A. sundaicus, A. barbirostris, A. vagus dan A. annularis, dan sebaran hutan mangrove berpotensi sebagai habitat perkembangbiakan A. sundaicus, A. subpictus, dan A. aconitus. Hasil penelitian Boewono dan Ristiyanto (2004) di Kabupaten Magelang menunjukkan bahwa distribusi spasial habitat perkembangbiakan nyamuk Anopheles terkait dengan penggunaan lahan perkebunan dengan jenis habitat parit dan sungai. Kejadian malaria di Kabupaten Magelang dipetakan berdasarkan distribusi habitat Anopheles dan dibagi menjadi tiga kategori yaitu zona merah dengan radius meter merupakan zona yang sangat berisiko, terdapat 25.81% kasus malaria, zona kuning atau berisiko sedang dengan radius meter terdapat 19.35% kasus malaria, sedangkan pada zona hijau dengan kategori kurang berisiko dengan radius meter, terdapat 9.67% kasus malaria (Boewono dan Ristiyanto 2004).

26 Pendugaan tingkat intensitas penularan malaria dengan dukungan penginderaan jauh di pegunungan Manoreh (Jateng & DIY) dengan unit analisis lima variabel prediktor lingkungan menunjukkan bahwa suhu udara, kelembaban, kebun campur, pekarangan perumahan dan kepadatan vektor bermakna pengaruhnya terhadap terjadinya kejadian malaria (Achmad et al. 2003). Hasil yang berbeda dilaporkan oleh Mendrofa (2008) terhadap analisis spasial kasus malaria di Kecamatan Lahewa, Kabupaten Nias yang menunjukkan bahwa jarak lokasi fasilitas kesehatan, penggunaan lahan, curah hujan dan suhu udara tidak berhubungan dengan kejadian malaria, sedangkan kelembaban lingkungan memiliki hubungan yang signifikan. Pemetaan habitat perkembangbiakan nyamuk Anopheles dan kasus malaria merupakan bagian dari program pemberantasan (Depkes 2006), dan teknologi sistem informasi geografi (SIG) telah banyak diaplikasikan karena mempermudah proses pemetaan. Menurut Mardihusodo (1997) SIG dalam bidang kesehatan dapat digunakan untuk 1) Pemetaan sebaran geografis penyakit, 2) Mengetahui kecenderungan penyakit dalam ruang kejadian, 3) Menurunkan kerugian yang dialami penduduk dengan pemetaan serta menstratifikasi faktor-faktor risiko penyakit, 4) Menggambarkan kebutuhan-kebutuhan dalam pelayanan kesehatan berdasarkan data dari masyarakat dan menilai alokasi sumber daya, 5) Melakukan perencanaan untuk intervensi, 6) Meramalkan terjadinya wabah penyakit, 7) Memudahkan pemantauan penyakit dari waktu ke waktu, 8) Memetakan lingkungan, peralatan dan persediaan dan sumber daya manusia, 9) Memantau kebutuhan tenaga terpusat, dan 10) Penempatan fasilitas kesehatan yang terjangkau oleh masyarakat. 2.3 Karakteristik Habitat Perkembangbiakan Nyamuk Anopheles spp. Nyamuk memiliki tahapan perkembangbiakan (metamorfosis) sempurna. Tahapan tersebut terjadi pada dua jenis habitat yaitu habitat akuatik (perairan) sebagai tempat perkembangbiakan pradewasa mulai dari telur, larva sampai menjadi pupa, dan habitat terestrial sebagai tempat hidup nyamuk dewasa. Karakteristik habitat perkembangbiakan pradewasa nyamuk sangat bervariasi tergantung kepada jenis dan daerah sebarannya (Sukowati 2008).

27 Habitat perkembangbiakan nyamuk menurut Rao (1981) dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu (1) Habitat yang bersifat alamiah seperti danau, rawa, genangan air dan (2) Habitat buatan manusia seperti daerah sawah, irigasi, kolam. Sedangkan menurut Russel (1943), dalam Bruce-Chwatt (1985) habitat perkembangbiakan nyamuk diklasifikasikan dalam lima kelompok yaitu 1) Air tawar yang menggenang permanen atau temporal seperti rawa-rawa yang terbuka luas atau daerah rawa yang merupakan bagian dari danau, kolam, genangan air, dan mata air, 2) Kumpulan air tawar yang sifatnya sementara seperti genangan air terbuka di lapangan dan bekas tapak kaki binatang, 3) Air yang mengalir permanen atau semi permanen seperti sungai yang terbuka dengan vegetasi, air yang mengalir dari selokan, 4) Tempat penampungan air alami seperti lubang pada batu, pohon, lubang buatan hewan, dan tempat penampungan air buatan manusia seperti kaleng, ban, tempurung kelapa, dan 5) Air payau seperti rawarawa pasang surut. Beberapa parameter fisik, kimia dan biologis yang mempengaruhi perkembangan larva nyamuk pada habitat di antaranya jenis genangan air, kedalaman, luasan, kecerahan, kecepatan aliran, dasar air, suhu air, salinitas, ph, keberadaan tanaman dan predator larva, diuraikan sebagai berikut : Suhu Air Pertumbuhan dan kehidupan organisme air dipengaruhi suhu air. Dalam batas-batas tertentu kecepatan pertumbuhan meningkat sejalan dengan naiknya suhu air, sedangkan derajat kelangsungan hidup menurun bila suhu naik (Kordi & Tancung 2007). Suhu air mempengaruhi kelangsungan dan pertumbuhan telur, larva dan pupa nyamuk. Pertumbuhan larva akan lebih optimal pada suhu air yang hangat daripada suhu air yang dingin. Rao (1981) melaporkan bahwa larva nyamuk tidak dapat hidup bertahan pada suhu yang sangat ekstrim tinggi dan kecepatan pertumbuhan larva akan lebih cepat pada suhu air yang lebih panas dan akan lebih lambat pada suhu rendah, sedangkan Muirhead-Thompson dalam Rao (1981) menyatakan bahwa laju tetas telur Anopheles dipengaruhi oleh suhu air pada tempat perindukannya. Semakin tinggi suhu air waktu tetas semakin singkat.

28 WHO (1982) menyatakan bahwa larva nyamuk dapat beradaptasi dengan lingkungan dan sebarannya dibatasi oleh suhu. Suhu optimum untuk pertumbuhan larva berbeda pada berbagai zona geografi. Di daerah tropis suhu air berkisar antara 23ºC-27ºC. Pada suhu tersebut stadium pradewasa nyamuk akan selesai dalam waktu dua minggu Salinitas Air Tingkat salinitas suatu habitat dipengaruhi oleh berubahnya luas genangan air, curah hujan dan aliran air tawar dan evaporasi. Perubahan salinitas selama satu tahun menyebabkan banyak spesies melakukan adaptasi (Mosha & Mutero 1982, dalam Clements 1992). Lincoln (1982), dalam Clements (1992), membagi habitat larva dalam tiga kelompok berdasarkan salinitas yaitu 1) Habitat air tawar jika salinitasnya kurang dari 0,5 atau 0,034 MNaCl, 2) Habitat air payau jika salinitasnya antara air tawar dan air laut (0,55 MNaCl), dan 3) Habitat air asin jika habitat tersebut kaya akan unsur garam. Setiap jenis Anopheles memiliki kemampuan adaptasi yang berbeda-beda terhadap derajat salinitas. Hasil penelitian di pantai Banyuwangi didapatkan larva A. sundaicus pada seluruh tipe perairan (air tawar-air payau) dengan salinitas 0-4. Pada air tawar A. sundaicus ditemukan bersama-sama dengan A. barbirostris dan A. vagus sedangkan pada air payau A. sundaicus ditemukan bersama dengan A. subpictus (Shinta et al. 2003). Di Kabupaten Trenggalek habitat perkembang-biakan A. sundaicus dan A. vagus adalah lagun dengan tanaman bakau, rumput air dan lumut dengan tingkat salinitas air 9 (Mardiana et al. 2002) Derajat Keasaman (ph) Air Derajat keasaman (ph) menunjukkan aktifitas ion hidrogen dalam air. Air murni (H 2 O) berasosiasi sempurna sehingga memiliki ion H+ dan ion H- dalam konsentrasi yang sama dan dalam keadaan demikian ph air menjadi netral : 7. Semakin banyak CO 2 yang dihasilkan dari hasil respirasi maka ph air akan turun, sebaliknya aktifitas fotosintesis yang banyak membutuhkan ion CO 2 menyebabkan ph naik (Kordi & Tancung 2007).

29 ph air mempengaruhi tingkat kesuburan perairan karena mempengaruhi kehidupan jasad renik. Perairan asam kurang baik untuk perkembangbiakan bahkan cenderung mematikan organisme. Pada ph rendah (keasaman yang tinggi) kandungan oksigen terlarut akan berkurang sebagai akibatnya konsumsi oksigen menurun dan menjadi penyebab matinya organisme air (Kordi & Tancung 2007). Swingle (1961), dalam Boyd (1982) membuat klasifikasi ph terhadap kehidupan di air yaitu : (1) ph 6,5-9 : tingkat yang dibutuhkan oleh hewan air untuk bereproduksi, (2) ph 4-6,5 : perkembangan hewan air lambat, (3) ph 4-5 : hewan air tidak bereproduksi, (4) ph 4 : merupakan titik kematian asam, dan (5) ph 11 : merupakan titik kematian basa. ph perairan sebagai habitat larva nyamuk bervariasi dan beberapa jenis nyamuk memiliki kemampuan untuk untuk hidup pada konsentrasi alkali yang tinggi dan kondisi perairan yang asam. Larva A. culicifacies Giles dapat hidup pada kisaran ph 5,4 9,8 dan larva A. plumbeus Stephens mampu hidup pada kisaran ph 4,4 9,3 (Clements 1992). Pada air sumur atau mata air yang memiliki ph 6-11 ditemukan larva nyamuk A. stephensi Liston dan A. varuna Iyengar. Di alam larva A. farauti ditemukan pada perairan yang memiliki ph 6,8-7,4 (Lee et al.1987, dalam Bowolaksono 2001) Kedalaman air Larva nyamuk ditemukan sebagian besar pada habitat air dangkal. Kedalaman air berpengaruh terhadap sumber makanan larva Anopheles spp. dan intensitas cahaya. Peluang yang paling baik untuk kehidupan hewan-hewan air terutama pada perairan dangkal karena mengandung oksigen dan unsur hara cukup tinggi. Pada habitat seperti ini banyak ditemukan hewan-hewan predator misalnya sejenis capung Zygoptera, larva capung (Odonata), kumbang (Gryinidae) dan Peltodytus (Frost 1959, dalam Marsaulina 2002). Larva Anopheles spp. umumnya ditemukan pada perairan dangkal misalnya A. sundaicus pada muara sungai dengan kedalaman air 15 cm, A. vagus dan A. kochi pada kobakan dengan kedalaman air 10 cm (Mardiana et al. 2007). Di persawahan larva A. aconitus didapatkan pada saluran irigasi dengan tinggi permukaan air antara 5-10 cm (Munif et al. 2007).

30 2.3.5 Luas perairan Nyamuk Anopheles spp. memilih perairan untuk peletakan telurnya tidak berbeda-beda menurut luasan. Faktor-faktor yang mendukung perkembangbiakan menjadi lebih penting misalnya ketersediaan makanan. Oleh karenanya luasan habitat perkembangbiakan Anopheles spp. umumnya tidak terbatas, seperti cekungan batu, bekas tapak kaki, bekas injakan ban mobil, bekas galian tanah yang sempit (kubangan) yang hanya terisi air pada saat terjadi hujan maupun habitat yang luas seperti rawa-rawa, lagun, sungai, tambak, sawah, saluran irigasi, dll. (Depkes 2007b). Penghitungan luas habitat perkembangbiakan Anopheles spp. ditujukan untuk merencanakan kebutuhan pengendalian larva (Depkes 2007c) Kekeruhan air Kekeruhan air membatasi kemampuan cahaya matahari yang dibutuhkan untuk proses fotosintesis tanaman air. Hal ini mempengaruhi pertumbuhan biota air. Menurut Kordi & Tancung (2007), kekeruhan air disebabkan oleh banyaknya partikel tanah yang tersuspensi dapat menghambat pertumbuhan organisme karena partikel tanah cenderung menyerap mineral, plankton dan bahan organik. Setiap jenis nyamuk memilih habitat yang berbeda berdasarkan kekeruhan air. Nyamuk Aedes umumnya memilih berkembangbiak pada air jernih, Culex lebih menyenangi air yang kotor dan terpolusi sedangkan beberapa spesies Anopheles dapat hidup pada air jernih maupun keruh misalnya A. maculatus dan A. balabacensis ditemukan pada air keruh (Santoso 2002), A. barbirostris ditemukan pada air keruh maupun jernih (Garjito et al. 2004), sedangkan Chadijah (2005) mendapatkan A. barbirostris pada air yang jernih Dasar habitat Nyamuk betina membutuhkan air sebagai media untuk meletakkan telurnya dan berkembangbiak. Setiap jenis nyamuk memiliki perilaku yang berbeda untuk memilih habitat perkembangbiakannya berdasarkan dasar habitat. Nyamuk Aedes aegypti banyak ditemukan pada tempat penampungan air buatan, nyamuk Culex spp. pada genangan air terkontaminasi, sedangkan nyamuk Anopheles spp. lebih menyukai genangan air yang berhubungan langsung dengan tanah, batu atau lumpur (Depkes 2007c).

31 Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa nyamuk Anopheles spp. memiliki dasar habitat yang berbeda-beda. Habitat dengan dasar batu dan tanah lebih di-sukai oleh A. maculatus, A. balabacensis menyukai dasar pasir dan tanah (Santoso 2002). A. subpictus dan A. maculatus ditemukan pada habitat dengan dasar lumpur (Safitri 2009). Larva A. punctulatus dan A. farauti ditemukan pada habitat permanen yaitu aliran sungai dan rawa-rawa, serta habitat sementara antara lain kolam, kobakan disekitar sungai, dan tapak ban (Beebe 2000) Kecepatan aliran air Habitat perkembangbiakan Anopheles sangat beragam dan setiap jenis Anopheles memiliki kesukaan yang berbeda-beda untuk memilih habitatnya. A. barbirostris menyukai tempat perkembangbiakan dengan air yang statis atau mengalir lambat (Garjito et al. 2004). Larva A. minimus menyenangi aliran deras, A. letifer ditemukan pada air yang tidak mengalir, sedangkan A. maculatus dan A. balabacensis ditemukan pada habitat yang mengalir maupun tidak mengalir (Santoso 2002). Sama dengan A. subpictus yang ditemukan baik pada habitat air tidak mengalir maupun mengalir lambat (Safitri 2009) Tanaman air Larva Anopheles spp. memanfaatkan keberadaan tanaman air untuk menambatkan diri, serta tempat berlindung dari arus air dan serangan predator. Rao (1981) menyatakan bahwa adanya tanaman air termasuk ganggang pada permukaan air yang mendapat sinar matahari langsung sangat membantu perkembangan larva karena mikrofauna dan mikroflora sebagai bahan makanan larva banyak berkumpul di sekitar tanaman. Keberadaan tanaman air yang mengapung diatas permukaan air berpengaruh terhadap populasi larva Anopheles spp. Kirnowardoyo et al. (1982) menemukan puncak kepadatan larva terjadi sebelum dilakukan pembersihan terhadap tanaman air. Budasih (1993) mengidentifikasi adanya tanaman ganggang Enteromorpha dan Cladophora berpengaruh positif sebagai tempat perlindungan larva dari arus air dan serangan predator sedangkan Lemna sp. yang bergorombol padat di atas permukaan air menyulitkan larva Anopheles spp. untuk mengambil udara.

32 Predator larva Predator memiliki peranan yang penting dalam menyeimbangkan kepadatan larva nyamuk, sehingga predator larva terutama ikan pemakan jentik dapat dimanfaatkan untuk pengendalian biotik. Efektifitasnya cukup baik seperti yang dilaporkan oleh Mattimu (1989) bahwa ikan mujair (Oreochormis mossambicus) berukuran 4 cm sangat efektif sebagai pemangsa larva A. aconitus. Dalam waktu 24 jam ikan tersebut dapat menghabiskan 478 larva dari 500 larva yang disediakan. Sama dengan hasil penelitian Arifin (1989) menyatakan bahwa ikan gapi (Poecilia reticulata) dapat memangsa larva A. aconitus dengan rata-rata 87 larva perhari dan kemampuannya menurun setelah ditambahkan makanan lain. 2.4 Epidemiologi Malaria Malaria di suatu daerah dapat ditemukan secara autokton, impor, induksi, introduksi atau reintroduksi. Di daerah autokton, siklus hidup parasit malaria dapat berlangsung karena adanya manusia yang rentan, nyamuk sebagai vektor dan adanya parasit. Introduksi malaria timbul karena adanya kasus infeksi malaria yang didapat dari luar. Malaria reintroduksi bila kasus malaria muncul kembali di suatu daerah yang sebelumnya telah dilakukan eradikasi, sedangkan induksi malaria terjadi akibat transfusi darah atau kongenital (Astuty & Pribadi 2008). Peningkatan kasus malaria disebabkan juga oleh masuknya penderita ke daerah yang dijumpai adanya vektor malaria (malariogenic potential) yang dipengaruhi oleh dua faktor yaitu receptivity dan vulnerability. Receptivity adalah adanya vektor malaria dalam jumlah besar dan terdapatnya faktor-faktor ekologis yang memudahkan penularan. Sedangkan vulnerability menunjukkan masuknya penderita atau vektor yang telah terinfeksi pada suatu daerah (Gunawan 2000). Mardihusodo (1997) menyatakan bahwa kejadian malaria melibatkan multifaktor penentu epidemiologis yaitu agent penyakit dan inang yang dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan yaitu 1) faktor klimatologis yang terdiri dari curah hujan, suhu udara, dan kelembaban, 2) Faktor biologis yang terdiri dari tumbuhtumbuhan, alam dan sumber makanan, 3) Faktor fisik yang terdiri dari ketinggian, garis lintang, jumlah air dan kualitas air, dan 4) Faktor sosial ekonomi meliputi sanitasi pemukiman, pekerjaan, kemiskinan, pergerakan penduduk, dan perilaku.

33 Penyebaran malaria dipengaruhi oleh interaksi antara empat faktor yaitu 1) parasit malaria, 2) manusia yang rentan, 3) nyamuk sebagai vektor dan 4) faktor lingkungan (Depkes 2003) Parasit malaria Jenis parasit malaria yang ditemukan pada ada empat spesies yaitu : Plasmodium falciparum, P. vivax, P. malarie, dan P. ovale. Plasmodium falciparum menyebabkan malaria tropika atau malaria tersiana maligna, banyak ditemukan di wilayah tropis seperti Afrika dan Asia Tenggara. Plasmodium vivax merupakan penyebab malaria tersiana ditemukan di daerah subtropis seperti Korea Selatan, China, Mediterania Timur, Turki, beberapa negara Eropa pada waktu musim panas, Amerika Selatan dan Utara. Di daerah tropik dapat ditemukan di Asia Timur (China, daerah Mekong) dan selatan (Srilanka dan India), Indonesia, Filipina serta wilayah Pasifik seperti Papua Nugini, Kepulauan Salomon dan Vanuatu. Di Indonesia tersebar di seluruh kepulauan dan pada musim kering umumnya di daerah endemi mempunyai frekwensi tertinggi di antara spesies yang lain. Parasit Plasmodium malarie menyebabkan malaria kuartana, ditemukan di daerah tropik, seperti di Afrika bagian barat dan utara, sedangkan di Indonesia di laporkan di Papua Barat, NTT, dan Sumatera Selatan. Plasmodium ovale sebagai penyebab malaria ovale, terutama terdapat di daerah tropik Afrika Barat, Pasifik Barat, dan di Indonesia khususnya di Pulau Owi sebelah selatan Biak, Papua dan di Pulau Timor (Astuty & Pribadi 2008). Plasmodium sebagai penyebab malaria di Indonesia dapat ditemukan sebagai spesies tunggal dalam darah atau campuran antara dua atau tiga spesies (P. falciparum, P. vivax dan P. malarie) Manusia sebagai inang antara Kerentanan manusia terhadap parasit malaria disebabkan oleh banyak faktor di antaranya ras atau suku bangsa, kurangnya suatu enzim tertentu, kekebalan (imunitas), umur, jenis kelamin dan faktor-faktor sosial ekonomi, pekerjaan, pendidikan, perumahan, dan mobilitas penduduk (Depkes 2003).

34 Vektor dan manusia merupakan dua komponen penting dalam penularan malaria. Nyamuk Anopheles spp. sebagai vektor malaria adalah inang definitif bagi parasit malaria sedangkan manusia sebagai inang antara dibutuhkan untuk melengkapi siklus hidup parasit (fase gametosit). Keberadaan parasit malaria dalam tubuh manusia menyebabkan gangguan fisiologis dengan berbagai manifestasi klinis (penyakit malaria) Nyamuk Anopheles spp. sebagai vektor Penularan parasit malaria oleh nyamuk Anopheles betina dipengaruhi oleh : perilaku mengisap darah, umur nyamuk (longevity), semakin panjang umur nyamuk maka semakin besar potensinya untuk menjadi vektor malaria, kerentanan nyamuk terhadap infeksi gametosit, frekwensi mengisap darah, kepadatan populasi dan siklus gonotropik nyamuk (Depkes 2003). Nyamuk Anopheles betina membutuhkan darah untuk pematangan telurnya. Sifat nyamuk Anopheles spp. mengisap darah dapat bersifat antropofilik : lebih suka mengisap darah manusia dan zoofilik : lebih suka mengisap darah hewan. Sifat nyamuk mancari darah hewan sukar ditentukan mengingat beberapa spesies juga menyukai darah manusia seperti yang di laporkan oleh Boewono & Ristiyanto (2004) bahwa A. aconitus dalam mencari mangsa bersitat heterogen, artinya tidak ada selektifitas hospes bagi spesies ini untuk mendapat mangsa sebagai sumber darah. Spesies ini sangat adaptif dan cepat mencari mangsa pengganti, apabila hospes pilihan tidak dijumpai di lingkungan hidupnya. Untuk kepentingan pengendalian vektor, perilaku nyamuk Anopheles mengisap darah berdasarkan tempat perlu diketahui, demikian pula dengan waktu mengisap darah pada malam hari. Perilaku nyamuk dibedakan atas eksofagik (lebih cenderung mengisap darah di luar rumah) dan endofagik (mengisap darah di dalam rumah). Frekwensi kontak vektor yang sering terjadi menjadi satu di antara faktor yang menyebabkan penularan malaria (Hardwood & James 1979). Nyamuk A. sundaicus di daerah pantai Pangandaran, Jawa Barat lebih cenderung kontak dengan manusia di luar rumah daripada di dalam rumah dan puncak kepadatan mengisap darah pada pukul (Situmeang 1991). Di desa Kasimbar, Sulawesi Tengah, A. barbirostris mengisap darah lebih dominan di luar rumah, puncaknya terjadi pada jam (Jastal et al. 2001).

35 2.4.4 Faktor lingkungan Faktor lingkungan meliputi lingkungan fisik yang terdiri atas suhu udara, kelembaban, curah hujan, dan kecepatan angin. Lingkungan fisik, kimiawi dan biologik perairan sebagai habitat perkembangbiakan Anopheles dan lingkungan sosial budaya masyarakat di daerah potensial penularan malaria. Faktor lingkungan fisik berupa iklim makro dan mikro (cuaca) berpengaruh terhadap perkembangbiakan, pertumbuhan, umur dan distribusi vektor malaria, Curah hujan mempengaruhi tipe dan jumlah habitat perkembangbiakan, temperatur serta kelembaban nisbi, dan menyebabkan peningkatan atau penurunan kepadatan populasi nyamuk. Peningkatan suhu dan kelembaban nisbi berdampak terhadap pertumbuhan parasit malaria. Pada populasi vektor yang tinggi dan diikuti dengan percepatan pertumbuhan parasit menjadi stadium infektif akan meningkatkan risiko penularan. Bruce-Chwat (1985) menyatakan bahwa faktor yang paling penting dalam penularan malaria adalah suhu dan kelembaban. Kondisi yang terbaik untuk pengembangan plasmodium pada Anopheles spp. dan penularan infeksi adalah temperatur antara 20 0 C-30 0 C. Pada suhu kurang dari 15 0 C bagi Plasmodium vivax, P.malaria, P. ovale dan suhu kurang dari 19 0 C bagi P. falciparum, siklus sporogoni akan tertunda. Parasit malaria dalam tubuh nyamuk akan berhenti berkembang pada temperatur di bawah 16 0 C. Kelembaban mempengaruhi kelangsungan hidup, kebiasaan mengisap darah, dan istirahat dari nyamuk. Kelembaban yang rendah akan memperpendek umur nyamuk. Pada kelembaban yang tinggi nyamuk akan menjadi lebih aktif dan lebih sering mengisap darah (Gunawan 2000). Nyamuk umumnya menyukai kelembaban di atas 60% (Depkes 2007c). Hujan berperan penting dalam epidemiologi malaria karena menyediakan media bagi tahapan akuatik dari daur hidup nyamuk (Depkes 2007c). Perkembangan larva nyamuk menjadi dewasa memiliki hubungan langsung dengan curah hujan. Besar kecilnya pengaruh tergantung pada curah hujan dan jumlah hari hujan, sebagaimana dilaporkan oleh Santoso (2002) dalam penelitiannya di Kokap Kulonprogo bahwa fluktuasi kepadatan rata-rata A. maculatus dan A. balabacensis yang berada di sungai dan mata air mempunyai

36 pola yang berlawanan dengan indeks curah hujan, kepadatan populasi rendah pada saat indeks curah hujan tinggi dan sebaliknya. Curah hujan yang berlebihan akan mengubah aliran kecil air menjadi aliran yang deras sehingga banyak larva, pupa dan telur nyamuk akan terbawa arus air. Sebaliknya curah hujan yang rendah menyebabkan genangan air menetap pada suatu lokasi yang dapat menjadi habitat potensial bagi perkembangbiakan larva Anopheles spp.

37 3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di desa Doro yang terletak di wilayah pesisir barat Pulau Halmahera Bagian Selatan. Secara administratif Desa Doro termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Gane Barat, Kabupaten Halmahera Selatan, sedangkan letak geografisnya antara BT BT dan LS LS. Struktur wilayah Desa Doro merupakan pesisir pantai dengan ketinggian berkisar antara 1-30 meter dari permukaan laut untuk wilayah pemukiman, sedangkan selebihnya terdiri atas perbukitan dan pegunungan yang ditumbuhi semak belukar, perkebunan, dan hutan alam dengan ketinggian lebih dari 30 meter di atas permukaan laut dengan batas-batas wilayah administratif sebagai berikut : Sebelah Barat : Selat Patinti, Pulau Sali, Kepulauan Bacan, Sebelah Timur : Desa Tanjung Jere, Kecamatan Gane Timur, Sebelah Selatan : Desa Koititi, Kecamatan Gane Barat Sebelah Utara : Desa Boso, Kecamatan Gane Barat Utara. Penduduk Desa Doro berjumlah 453 jiwa dengan jumlah kepala keluarga 124 KK. Sebagian besar bermata pencaharian utama sebagai petani kelapa dan coklat (45%), nelayan (19%), sebagian kecil terdiri atas pegawai negeri (11%), pedagang (6%) dan pekerjaan lain seperti pertukangan, peternak dan buruh (19%). Desa Doro terletak sekitar 10 km dari ibukota kecamatan dan termasuk dalam wilayah kerja Puskesmas Saketa. Berdasarkan data Puskesmas Saketa tahun 2008, wilayah penelitian merupakan daerah endemis malaria (kasus malaria ditemukan sepanjang tahun), angka klinis malaria lebih dari 50 kasus perseribu penduduk pertahun. 3.2 Waktu Penelitian Penelitian dilakukan selama enam bulan mulai dari bulan Maret sampai Agustus Pengamatan larva, pengukuran karakteristik dan penandaan koordinat habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp. dilakukan pada siang hari, sedangkan penangkapan nyamuk Anopheles spp. dilakukan pada malam hari dengan frekwensi empat malam setiap bulan.

38 Kab. Morotai Halmahera Utara #Y Kota Ternate #Y Tidore Pulau Bacan Pulauu Obi Halmahera Timur Halmaheraa Selatan Lokasi Penelitian : Desa Doro, Kec. Gane Barat, Kab. Halsel Gambar 1 Lokasi Penelitian di Desa Doro, Kecamatan Gane Barat, Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Malukuu Utara.

39 3.3 Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian survai eksploratif, yang terdiri dari beberapa kegiatan yaitu : 1) Pengumpulan larva nyamuk di perairan, 2) Pengukuran karakteristik habitat, 3) Penandaan koordinat habitat, 4) Penangkapan nyamuk Anopheles, 5) Identifikasi Anopheles, dan 6) Pengumpulan data pendukung Pengumpulan larva Anopheles spp. Larva Anopheles dikumpulkan pada perairan dengan menggunakan cidukan bervolume 300 ml, dengan titik pencidukan menyebar (Gambar 2.2). Larva yang dikumpulkan dihitung kemudian dimasukkan dalam kantong plastik menggunakan pipet dan diberi label sesuai dengan habitat, selanjutnya dibawa ke laboratorium lapangan untuk dipelihara sampai menjadi nyamuk dewasa (Gambar 2.5) Pengukuran karakteristik habitat perkembangbiakan. Karakteristik habitat perkembangbiakan Anopheles spp. yang diukur dalam penelitian ini adalah karakteristik fisik terdiri atas jenis habitat, luas, kedalaman, kecepatan aliran air, kekeruhan dasar habitat dan suhu air, karakteristik kimia meliputi ph dan salinitas air, serta karakteristik biologis yang terdiri atas keberadaan tanaman air dan predator larva. Pengukuran karakteristik habitat ditunjukkan pada Gambar ) Jenis habitat perkembangbiakan. Jenis habitat potensial perkembangbiakan Anopheles spp. dibedakan tipe perairan yang ditemukan pada saat survai, yaitu : bekas galian (kubangan), kolam, sumur, parit, sungai, rawa-rawa, dan kobakan pada permukaan tanah. 2) Kedalaman air. Tinggi permukaan dari dasar air diukur dengan mencelupkan tangkai cidukan, kemudian diukur bagian basahnya (cm). Pengukuran tinggi permukaan air dilakukan pada beberapa titik kemudian dihitung rata-ratanya. 3) Luas habitat perkembangbiakan. Luas habitat nyamuk diukur dengan memperkirakan panjang, lebar, dan kelilingnya kemudian dihitung perkiraan luasnya (dalam m 2 ).

40 4) Kekeruhan air. Tingkat kekeruhan diketahui berdasarkan pengamatan secara visual berdasarkan klasifikasi jernih atau keruh. 5) Kecepatan aliran air. Kecepatan aliran air diketahui melalui pengamatan visual pada gerakan aliran air apakah mengalir atau tidak. 6) Jenis dasar habitat perkembangbiakan. Jenis dasar habitat perkembangbiakan nyamuk diukur dengan cara mengambil contoh dasar air dengan menggunakan cidukan atau melalui pengamatan visual bila genangan air jernih kemudian diklasifikasi menjadi dasar air berupa : lumpur, pasir, kerikil, dan lain-lain 7) Suhu air. Suhu air diukur dengan menggunakan termometer air berbentuk batang dengan skala 0 o C-100 o C dengan cara dicelupkan ke dalam air habitat kurang lebih dua menit kemudian dibaca skalanya. 8) Salinitas air. Pengukuran salinitas menggunakan refraktometer, dilakukan dengan cara mengoleskan air pada alat dan nilainya akan terbaca pada skala yang ada. 9) ph air. ph air diukur dengan menggunakan ph meter digital kisaran ph Alat ini dicelupkan pada sampel air kemudian akan terbaca hasilnya 10) Tanaman air. Keberadaan tanaman air pada habitat perkembangbiakan diketahui melalui pengamatan visual pada badan air. Tanaman air dicatat berdasarkan jenisnya. 11) Keberadaan predator larva. Keberadaan predator larva pada habitat Anopheles spp. diketahui melalui pengamatan visual. Predator larva dicatat dan dibedakan jenisnya : 1) ikan, 2) berudu, 3) larva capung, 4) udang, 5) dan 6) tidak ada predator.

41 3.3.3 Penandaan koordinat habitat Penandaan koordinat spasial dan ketinggian lokasi habitat perkembangbiakan nyamuk Anopheles spp. dari permukaan laut, menggunakan GPS Garmin etrex (Gambar 2.4). Titik-titik koordinat tersebut kemudian ditransformasi dalam peta digital lokasi penelitian Penangkapan nyamuk Anopheles spp. Penangkapan nyamuk dilakukan dengan umpan orang di dalam rumah dan umpan orang di luar rumah pada tiga rumah dengan kriteria rumah dekat dengan habitat nyamuk Anopheles spp. atau adanya penghuni rumah yang positif Plasmodium berdasarkan hasil pemeriksaan petugas kesehatan. Jumlah kolektor enam orang, masing-masing rumah terdiri atas satu kolektor di dalam rumah dan satu orang diluar rumah. Waktu penangkapan dilakukan pada malam hari selama 12 jam dari jam Setiap jam penangkapan terdiri atas 45 menit. Penangkapan nyamuk dilakukan dengan cara kolektor umpan duduk di dalam atau di luar rumah, celana digulung sampai lutut, bila ada nyamuk yang hinggap atau menggigit ditangkap dengan menggunakan aspirator (Gambar 2.1). Nyamuk yang tertangkap dimasukan dalam gelas kertas (paper cup) dan dibedakan setiap jam Identifikasi nyamuk Anopheles Nyamuk dewasa yang tertangkap dengan umpan orang dan nyamuk yang berasal dari hasil rearing larva di laboratorium lapangan dimatikan dengan kloroform, kemudian diidentifikasi di bawa mikroskop stereo (Gambar 2.6). Identifikasi berdasarkan panduan buku : Kunci Bergambar Nyamuk Anopheles Dewasa di Indonesia (O Connor & Soepanto 1999) Pengumpulan data pendukung Data pendukung terdiri atas : data penduduk dari Kepala Desa Doro, angka kesakitan malaria didapatkan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Halmahera Selatan, dan Puskesmas Gane Barat, data cuaca dari BMG Wilayah Halmahera Selatan di Labuha sedangkan peta lokasi penelitian bersumber dari kantor Badan Perencanaan & Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Halmahera Selatan dan peta bersumber Google earth.

42 3.4 Analisis data Data distribusi spasial habitat perkembangbiakan nyamuk Anopheles spp. dianalisis dengan program komputer ArcView GIS versi 3,3. Peta dasar yang digunakan adalah peta lokasi penelitian yang didapatkan dari kantor BAPPEDA Halmahera Selatan dan peta Google earth. Tahapan analisis dimulai dengan registrasi peta, digitasi peta sesuai batas studi, dan transformasi koordinat habitat. Tahapan akhir adalah membuat buffer area 800 meter sesuai dengan jarak terbang nyamuk Anopheles spp. (Belkin 1945 & Perry 1946, dalam Depkes 2007c) untuk menggambarkan distribusi dan luasan area potensial sebaran nyamuk Anopheles spp. selama periode penelitian. Parameter spasial yang dideskripsikan terdiri atas elevasi, jarak habitat dari pemukiman dan pemanfaatan lahan. Data karakteristik habitat perkembangbiakan Anopheles spp. dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekwensi dan grafik. Sedangkan data populasi nyamuk dewasa Anopheles spp. dianalisis dengan menggunakan beberapa parameter : a) Kelimpahan nisbi Anopheles spp. (%) Dihitung berdasarkan proporsi nyamuk Anopheles spesies tertentu terhadap jumlah total nyamuk Anopheles tertangkap dikali 100% Kelimpahan Nisbi = Jumlah individu spesies tertentu yang tertangkap Jumlah total individu Anopheles tertangkap x 100 % b) Frekwensi nyamuk Anopheles spp. Dihitung berdasarkan jumlah bulan Anopheles spesies tertentu tertangkap dibagi dengan jumlah bulan penangkapan. Frekwensi Spesies = Jumlah bulan tertangkapnya Anopheles spesies tertentu Jumlah bulan penangkapan c) Dominansi spesies (%) Angka dominansi spesies dihitung berdasarkan perkalian antara Kelimpahan Nisbi dengan Frekwensi Anopheles tertangkap setiap spesies Dominansi spesies = Kelimpahan nisbi x Frekwensi Anopheles (Sigit 1968).

43 d) Kepadatan populasi (kepadatan nyamuk tertangkap per orang persatuan waktu). Kepadatan populasi nyamuk dihitung berdasarkan angka : MBR (Man Biting Rate), yaitu rata-rata nyamuk spesies Anopheles tertangkap dengan umpan orang per malam MBR = Jumlah Anopheles tertangkap dengan umpan orang Jumlah malam x jumlah umpan orang MHD (Man Hour Density), yaitu rata-rata nyamuk spesies Anopheles tertangkap dengan umpan orang per jam penangkapan. MHD = Jumlah spesies Anopheles tertangkap dengan umpan orang Jumlah jam penangkapan x jumlah umpan orang e) Analisis hubungan variabel (korelasi) Hubungan variabel (korelasi) antara indeks curah hujan (ICH) dengan kepadatan populasi nyamuk (MBR), dan hubungan antara MBR Anopheles spp. dengan kasus klinis malaria dianalisis dengan Pearson correlation menggunakan program komputer SPSS versi 13,0. Indeks curah hujan (ICH) dihitung berdasarkan rumus matematik : ICH = Jumlah curah hujan dalam sebulan x Jumlah hari hujan pada bulan itu Jumlah hari pada bulan tersebut

44 1. Penangkapan nyamuk dewasa 2. Pengumpulan larva Anopheles 3. Pengukuran karakteristik habitat 4. Penandaan koordinat habitat dengan GPS 5. Pemeliharaan larva 6. Identifikasi nyamuk Anopheles Gambar 2 Kegiatan penelitian di Desa Doro pada bulan Maret- Agustus tahun 2009

45 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Desa Doro ditemukan adanya faktor-faktor yang mendukung terjadinya penularan malaria, yaitu adanya penderita malaria, adanya nyamuk Anopheles spp. yang tertangkap dengan umpan orang dan penemuan pradewasa Anopheles spp. pada habitat perkembangbiakan. Berikut ini dibahas tentang distribusi spasial habitat perkembangbiakan nyamuk Anopheles spp., karakteristik habitat perkembangbiakan larva, dan jenisjenis nyamuk Anopheles yang berpotensi sebagai vektor malaria. 4.1 Distribusi spasial habitat Distribusi spasial habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp. di Desa Doro diuraikan berdasarkan jumlah habitat, jarak rumah terdekat, ketinggian lokasi, pemanfaatan lahan dan luas sebarannnya setiap bulan Distribusi spasial habitat pada bulan Maret 2009 Jenis habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp. di Desa Doro pada bulan Maret 2009 yaitu parit, kobakan, kubangan, sumur dan kali, yang ditemukan di sekitar pemukiman dengan jarak dari rumah terdekat antara 5-20 m dan di perkebunan dengan jarak meter dari rumah terdekat serta ketinggian tempat berkisar antara 4-18 m di atas permukaan laut (dpl.) (Tabel 1 & Gambar 3). Tabel 1 Jenis habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp., jarak dengan rumah terdekat, pemanfaatan lahan dan ketinggian lokasi di Desa Doro pada Bulan Maret 2009 No Jenis habitat Jenis larva Anopheles Jarak rumah terdekat (m) Pemanfaatan lahan Ketinggian tempat (m) 1 Parit A. farauti, A. vagus, A. punctulatus 20 pemukiman 4 2 Parit A. farauti 15 pemukiman 6 3 Kobakan A. punctulatus 30 perkebunan 18 4 Kobakan A. farauti, A. vagus 15 pemukiman 15 5 Kobakan A. farauti, A. vagus, A. punctulatus, A. kochi 5 pemukiman 3 6 Kobakan A. farauti 15 pemukiman 4 7 Kubangan A. farauti 20 pemukiman 3 8 Sumur A. farauti 5 pemukiman 3 9 Kali A. farauti, A. punctulatus 45 perkebunan 12

46 Gambar 3 Distribusi spasial habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp. di Desa Doro pada Bulan Maret Distribusi spasial habitat pada bulan April 2009 Jenis Anopheles yang ditemukan pada bulan April 2009 hanya A. farauti pada habitat perkembangbiakan parit, kubangan dan kali. Habitat ditemukan menyebar di areal pemukiman dengan jarak 5 meter dan di area perkebunan dengan jarak antara meter dari rumah terdekat serta ketinggian lokasi berkisar antara 3-5 meter dpl. (Tabel 2 dan Gambar 4). Tabel 2 Jenis habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp., jarak dengan rumah terdekat, pemanfaatan lahan dan ketinggian lokasi di Desa Doro pada bulan April No Jenis Habitat Jenis larva Anopheles Jarak rumah terdekat (m) Pemanfaatan lahan Ketinggian tempat (m) 1 Parit A. farauti 5 pemukiman 5 2 Kubangan A. farauti 30 perkebunan 3 3 Kubangan A. farauti 25 perkebunan 3 4 Kubangan A. farauti 35 perkebunan 5 5 Kali A. farauti 20 perkebunan 5

47 Gambar 4 Distribusi spasial habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp. di Desa Doro pada bulan April Distribusi spasial habitat pada bulan Mei 2009 Habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp. pada bulan Mei 2009 ditemukan di sekitar pemukiman dengan jarak 10 meter dan di areal perkebunan dengan jarak dari antara meter dari rumah terdekat dengan ketinggian lokasi berkisar antara 3-12 meter dpl. Jenis Anopheles yang ditemukan adalah A. farauti, A. vagus dan A. minimus dengan jenis habitat perkembangbiakan parit, kobakan, kubangan, kolam dan kali (Tabel 3 & Gambar 5). Tabel 3 Jenis habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp., jarak dengan rumah terdekat, pemanfaatan lahan dan ketinggian lokasi di Desa Doro pada bulan Mei 2009 No Jenis Habitat Jenis larva Anopheles Jarak rumah terdekat (m) Pemanfaatan lahan Ketinggian tempat (m) 1 Parit A. farauti 10 pemukiman 10 2 Parit A. farauti 10 pemukiman 12 3 Kobakan A. farauti 10 pemukiman 9 4 Kubangan A. farauti, A. vagus 30 perkebunan 3 5 Kubangan A. farauti 45 perkebunan 4 6 Kolam A. farauti 10 pemukiman 8 7 Kali A. farauti, A. minimus 35 perkebunan 7

48 Gambar 5 Distribusi spasial habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp. di Desa Doro pada bulan Mei Distribusi spasial habitat pada bulan Juni 2009 Semua tipe habitat yang diperiksa (parit, kobakan, kubangan, kolam, sumur, kali dan rawa-rawa) pada bulan Juni 2009 positif larva Anopheles. Habitat perkembangbiakan menyebar di areal pemukiman dengan jarak meter, perkebunan (30-40 m), semak-belukar (25 meter) dan di areal hutan dengan jarak sekitar 100 meter dari rumah terdekat dan ketinggian antara 1-4 meter dpl. Spesies Anopheles yang didapatkan adalah A. farauti dan A. kochi (Tabel 4 & Gambar 6). Tabel 4 Jenis habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp., jarak dengan rumah terdekat, pemanfaatan lahan dan ketinggian lokasi di Desa Doro pada bulan Juni 2009 No Jenis Habitat Jenis larva Anopheles Jarak rumah terdekat (m) Pemanfaatan lahan Ketinggian tempat (m) 1 Parit A. farauti 15 pemukiman 4 2 Kobakan A. farauti, A. kochi 10 pemukiman 4 3 Kobakan A. farauti 30 perkebunan 2 4 Kubangan A. farauti 35 perkebunan 1 5 Sumur A. farauti 10 pemukiman 2 6 Kolam A. farauti 25 semak 1 7 Kali A. farauti 40 perkebunan 2 8 Rawa-rawa A. farauti 100 hutan 8

49 Gambar 6 Distribusi spasial habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp. di Desa Doro pada bulan Juni Distribusi spasial habitat pada bulan Juli 2009 Jenis habitat perkembangbiakan larva Anopheles pada bulan Juli 2009 adalah parit, kobakan, kubangan, kolam, kali dan rawa-rawa, sedangkan spesies yang ditemukan yaitu A. farauti dan A. vagus. Habitat tersebar di sekitar pemukiman dengan jarak meter, di areal perkebunan (15-25 m), areal semak-belukar (30-35 m) dan di areal hutan dengan jarak 200 meter dari rumah terdekat serta ketinggian lokasi antara 3-10 meter dpl. (Tabel 5 & Gambar 7). Tabel 5 Jenis habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp., jarak dengan rumah terdekat, pemanfaatan lahan dan ketinggian lokasi di Desa Doro pada bulan Juli 2009 No Jenis Habitat Jenis larva Anopheles Jarak rumah terdekat (m) Pemanfaatan lahan Ketinggian tempat (m) 1 Parit A. farauti 15 pemukiman 6 2 Kobakan A. farauti 20 pemukiman 10 3 Kubangan A. farauti 15 perkebunan 4 4 Kubangan A. farauti 25 perkebunan 3 5 Kubangan A. vagus 30 semak 10 6 Kolam A. farauti 10 pemukiman 5 7 Kali A. farauti, A. vagus 35 semak 10 8 Rawa-rawa A. farauti 200 hutan 7

50 Gambar 7 Distribusi spasial habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp. di Desa Doro pada bulan Juli Distribusi spasial habitat pada bulan Agustus 2009 Habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp. pada bulan Agustus 2009 tersebar pada area pemukiman dengan jarak meter dari rumah terdekat, di area perkebunan berjarak antara meter, di area semak-belukar dengan jarak 20 meter dari rumah terdekat dan di kawasan hutan jarak habitat antara meter dari rumah terdekat. Ketinggian lokasi habitat berkisar antara 3-5 meter dpl. (Tabel 6 & Gambar 8). Tabel 6 Jenis habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp., jarak dengan rumah terdekat, pemanfaatan lahan dan ketinggian lokasi di Desa Doro pada bulan Agustus 2009 No Jenis Habitat Jenis larva Anopheles Jarak rumah terdekat (m) Pemanfaatan lahan Ketinggian tempat (m) 1 Parit A. farauti 15 pemukiman 13 2 Parit A. farauti 10 pemukiman 13 3 Kobakan A. farauti 20 semak 9 4 Kubangan A. farauti 20 perkebunan 3 5 Kolam A. farauti 20 semak 8 6 Kali A. farauti, A. punctulatus 50 perkebunan 9 7 Kali A. farauti 150 perkebunan 14 8 Kali A. farauti, A. vagus 200 perkebunan 12 9 Rawa-rawa A. farauti 200 hutan 7 10 Rawa-rawa A. farauti 100 hutan 5

51 Gambar 8 Distribusi spasial habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp. di Desa Doro pada bulan Agustus 2009 Jumlah habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp. di Desa Doro pada Bulan Maret-Agustus 2009 berkisar antara 5-10 habitat (Tabel 1-6). Jenis dan jumlah habitat perkembangbiakan yang ditemukan berhubungan dengan fluktuasi curah hujan dan intensitasnya. Jenis habitat kobakan, kubangan, kolam dan parit tergantung pada adanya hujan, apabila tidak ada hujan dalam waktu yang lama menyebabkan keringnya habitat, sebaliknya bila terjadi curah hujan besar dengan intensitas yang tinggi menyebabkan rusaknya habitat atau larva terbawa aliran air. Berdasarkan pemanfaatan lahan, di area sekitar pemukiman penduduk paling banyak ditemukan habitat perkembangbiakan Anopheles spp dengan presentase 42.55% dengan jarak rumah terdekat berkisar antara 5-20 meter, di areal perkebunan (38,30%) dengan jarak meter dengan rumah terdekat, di areal semak belukar (10.64%) dengan jarak meter dan di kawasan hutan (8.51%) dengan jarak meter dari rumah terdekat (Tabel 7). Karakteristik pemukiman Desa Doro terdiri atas perumahan padat terpusat dengan jarak rumah terluar yang berlawanan arah tidak lebih dari 300 meter, di sekelilingnya adalah kawasan perkebunan kelapa, areal hutan bakau dan pohon nipa serta semak belukar. Perairan positif larva Anopheles spp. lebih banyak ditemukan di lingkar luar pemukiman, sedangkan di pusat pemukiman hanya satu habitat yaitu sumur yang merupakan habitat perkembangbiakan A. farauti.

52 Tabel 7 Jumlah habitat perkembangbiakan, presentase dan jarak dengan rumah serta jenis larva Anopheles berdasarkan pemanfaatan lahan di Desa Doro pada bulan Maret-Agustus tahun 2009 Pemanfaatan lahan Jumlah Habitat Persentase (%) Jarak rumah terdekat (m) Area pemukiman A. farauti, A. punctulatus, A. kochi, A. vagus Area perkebunan A. farauti, A. punctulatus, A. vagus, A. minimus Semak-belukar A. farauti, A. vagus Hutan A. farauti Jenis larva Anopheles Daerah sekitar pemukiman penduduk adalah area terbuka, demikian pula perkebunan kelapa memiliki kerapatan tanaman yang jarang menyebabkan penyinaran matahari pada habitat berlangsung sepanjang hari. Sinar matahari dibutuhkan untuk fotosintesis tanaman air dan plankton yang merupakan sumber makanan bagi larva nyamuk Anopheles spp. Areal semak belukar, hutan bakau dan nipa kondisinya sangat rimbun dan rapat, menyebabkan intensitas cahaya menjadi lebih sedikit. Kenyataan ini memungkinkan perbedaan jenis Anopheles pada setiap area pemanfaatan lahan. Pada areal pemukiman terdapat empat spesies yaitu A. farauti, A. punctulatus, A. kochi dan A. vagus, sama dengan pada areal perkebunan (4 spesies), di semak belukar ditemukan dua spesies yaitu A. farauti dan A. vagus sedangkan di areal hutan hanya terdapat spesies A. farauti (Tabel 7). Beberapa hasil penelitian menujukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kepadatan larva Anopheles spp. dengan naungan pada habitat, misalnya Santoso (2002) pada penelitiannya di Kulonprogo menemukan A. maculatus pada habitat perkembangbiakan yang terbuka, demikian halnya Shinta et al. (2005) menyatakan bahwa kekhususan habitat perairan dapat menjadi indikator adanya larva Anopheles spp., seperti di perairan yang luas, terbuka dan terkena sinar matahari secara langsung (lagun, tambak, muara sungai) merupakan indikasi keberadaan A. sundaicus dan A. subpictus. Stoops et al. (2008) mendapatkan ragam Anopheles lebih banyak pada area persawahan yang merupakan area terbuka dibandingkan dengan lahan lain di Sukabumi. Rao (1981) menjelaskan bahwa cahaya matahari dibutuhkan untuk perkembangbiakan larva Anopheles spp. yang akan menghilang jika habitat tertutupi naungan.

53 Perbedaan jarak habitat dengan pemukiman menunjukkan perbedaan jenis Anopheles. Tabel 7 menunjukkan bahwa semakin jauh habitat dari pemukiman penduduk semakin sedikit spesies Anopheles yang ditemukan. Hal ini diduga berhubungan dengan banyaknya habitat perkembangbiakan dan ketersediaan makanan nyamuk pada area tersebut. Di pemukiman darah manusia menjadi sumber makanan bagi nyamuk Anopheles spp., selain itu terdapat hewan ternak kambing dan sapi yang dapat menjadi sumber darah pilihan. Desa Doro merupakan wilayah pesisir pantai dengan ketinggian antara 1-30 meter di atas permukaan laut (dpl). Berdasarkan pengukuran dengan GPS, habitat perkembangbiakan Anopheles spp. terletak antara 1-18 meter dari permukaan laut. Habitat perkembangbiakan larva A. farauti, A. punctulatus dan A. vagus di temukan pada ketinggian 1-18 meter dpl. Habitat larva A. kochi ditemukan pada ketinggian 3-4 meter dpl., sedangkan habitat larva A. minimus berada pada ketinggian 7 meter dpl (Tabel 8). Distribusi A. farauti di Desa Doro sama dengan di daerah Espiritu Santo, Papua Nugini yang juga merupakan daerah pesisir (Daggy 1945). Demikian pula laporan Benet et al. (2004) melaporkan bahwa sebaran habitat perkembangbiakan A. punctulatus dan A. farauti di Propinsi Madang, Papua Nugini terdapat pada ketinggian antara 1-15 meter di atas permukaan laut. Tabel 8 Distribusi habitat larva Anopheles spp. berdasarkan ketinggian lokasi di Desa Doro pada Bulan Maret-Agustus tahun 2009 Jenis larva Anopheles A. farauti 1-18 A. punctulatus 1-18 A. vagus 1-18 A. kochi 3-4 A. minimus 7 Ketinggian lokasi habitat (m dpl.)

54 Distribusi habitat perkembangbiakan larva A. farauti memiliki kesamaan dengan A. sundaicus dan A. subpictus yaitu di daerah pesisir dengan tipe habitat berupa lagun dan rawa-rawa yang diidentifikasi dengan salinitas air lebih dari 0 karena adanya percampuran dengan air laut (Shinta et al. 2003, Harijani dan Sulaksono 2003, Safitri 2009). Penelitian yang dilakukan oleh Wibowo et al. (2008) di daerah Sukabumi, Jawa Barat menunjukkan bahwa daerah pesisir berisiko tinggi malaria karena banyak terdapat sawah, lagun dan sungai sebagai habitat perkembangbiakan Anopheles spp Luas distribusi spasial nyamuk Anopheles spp. Frekwensi penemuan habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp. di sekitar pemukiman lebih tinggi, menyebabkan Desa Doro berisiko tinggi untuk tertular malaria. Nyamuk Anopheles spp. akan mudah mendapatkan darah manusia untuk pematangan telurnya dalam area yang terjangkau jika dihubungkan dengan jarak terbangnya sejauh 800 meter (Belkin 1945 & Perry 1946, dalam Depkes 2007c). Jarak terjauh habitat perkembangbiakan Anopheles spp. adalah sekitar 200 meter dari pemukiman. Analisis sistem informasi geografi dengan menggunakan program ArcView GIS 3.3 dengan buffer area 800 meter, didapatkan luasan area sebaran nyamuk Anopheles spp. pada Bulan Maret-Agustus berkisar antara hektar. Hasil analisis menunjukkan bahwa seluruh wilayah permukiman masuk zona sebaran nyamuk Anopheles spp (Gambar 9). Keadaan ini menyebabkan Desa Doro berisiko tinggi sebagai daerah penularan malaria. Boewono & Ristiyanto (2004) menjelaskan keterkaitan antara jarak habitat dengan rumah penderita malaria dengan tiga zona risiko yaitu: radius meter merupakan zona risiko tinggi, radius antara meter merupakan zona risiko sedang, sedangkan radius meter merupakan zona kurang berisiko. Besaran risiko tertular malaria sebagaimana laporan Kazwaini & Martini (2006) bahwa penularan malaria pada balita berisiko 1,78 kali pada jarak habitat perkembangbiakan dengan tempat hunian kurang dari 1000 meter dibandingkan dengan balita dengan tempat huniannya pada jarak lebih dari 1000 meter dari habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp.

55 Gambar 9 Distribusi habitat perkembangbiakan larva dan daerah sebaran nyamuk Anopheles spp. (buffer 800 meter) di Desa Doro, Kecamatan Gane Barat, Kabupaten Halmahera Selatan pada Bulan Maret-Agustus 2009

56 4.2 Habitat Perkembangbiakan Larva Anopheles spp Jenis habitat perkembangbiakan Habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp. selama periode penelitian terdiri atas tujuh jenis, yaitu parit, kobakan, kubangan, kolam, sumur, kali dan rawa-rawa. Jenis Anopheles yang ditemukan adalah A. farauti, A. punctulatus, A. vagus, A. kochi, dan A. minimus. Pada kobakan kecil di permukaan tanah ditemukan empat jenis larva Anopheles yaitu A. farauti, A. vagus, A. punctulatus, dan A. kochi, pada kali ditemukan empat jenis yaitu A. farauti, A. vagus, A. punctulatus, dan A. minimus, pada parit ditemukan A. farauti, A. punctulatus dan A. vagus, pada kubangan terdapat A. farauti dan A. vagus, sedangkan pada kolam, sumur dan rawa-rawa hanya ditemukan satu jenis larva yaitu A. farauti (Tabel 9) Parit Parit merupakan lubang memanjang di permukaan tanah yang dibuat dengan sengaja untuk mengalirkan air. Kondisi parit yang ditemukan adanya larva Anopheles spp. di Desa Doro yaitu adanya tanaman air (ganggang), serasah, dan tanaman pada permukaan air, serta kondisi air tidak mengalir. Jenis tanaman sekitar adalah semak belukar, pohon jarak dan tanaman lain yang menaungi habitat (Gambar 11). Jenis larva Anopheles yang ditemukan pada parit adalah A. farauti, A. punctulatus dan A. vagus. Larva A. farauti diidentifikasi sebagai jenis dengan kepadatan tertinggi (5.25 larva/cidukan) dibandingkan dengan dua spesies lainnya (Gambar 10). Jenis Anopheles spp. pada Parit Rata-rata larva per cidukan A. farauti A. punctulatus A. vagus A. kochi A.minimus Rata-rata larva Gambar 10 Jenis larva Anopheles dan kepadatan per cidukan pada parit di Desa Doro pada Bulan Maret-Agustus tahun 2009

57 Gambar 11 Tipe parit dengan naungan (A) dan tanpa naungan (B) sebagai habitat perkembang gbiakan A. farauti, A. punctulatus dan A. vagus di Desa Doro pada Bulan Maret-Agustus lobang kecil/lekukk pada tanah berukuran sempit (kurang 1 m 2 ), hanya berisi air pada waktu hujan. Jenis larva Anopheles pada kobakan adalah A. farauti, A. punctulatus dan A. vagus dan A. kochi (Gambar tahun Kobakan Kobakan merupakan 12). Larva A. farauti ditemukan sebagai spesies yang memiliki kepadatan tertinggi (2.4 larva/cidukan). Karakteristik kobakan di Desa Doro yaitu terletak pada areal yang terbuka, kedalaman berkisar antara 5-10 cm, tidak mengalir, jernih ataupun keruh, ada dan tidak ada ganggangg pada permukaan air. Jenis tanaman sekitar adalah semak belukar, atau rerumputan di lapangan (Gambar 13). Jenis Anopheles spp. padaa Kobakan Rata-rata larva per cidukan A. farauti Rata-rataa larva 2.4 A. punctulatus A. vagus A. kochi A. minimus Gambar 12 Jenis larvaa Anopheles dan kepadatan per cidukan pada kobakan di Desa Doro pada Bulan Maret-Agustus tahun 2009

58 Gambar 13 Tipe kobakan yang ditumbuhi ganggang (A), genangan di lapangan bola (B) dan bekas pijakan (C) sebagai habitat perkembangbiakan A. farauti, A. vagus A. punctulatus, dan A. kochi di Desa Doro pada Bulan Maret-Agustus tahun Kubangan Kubangan merupakan genangan air yang menempati lekuk tanah atau pada bekas galian pasir yang lebih luas daripada kobakan (2-15 m 2 ). Ciri-ciri fisik kubangan di Desa Doro yang ditemukan adanya larva Anopheles spp. yaitu kondisi air jernih dan keruh dasar habitat lumpur atau pasir, ada dan tidak ada tanaman air, ada serasah/sampah di permukaan air, dan tidak mengalir. Terdapat bekas galian pasir yang membentuk kubangan dengan kadar garam sampai dengan 7 akibat tercampur air laut saat air pasang, dan menjadi habitat A. farauti. Spesies lain yang ditemukan adalah A. vagus dengan kepadatan 0.7 larva/cidukan (Gambar 14 & 15). Jenis Anopheles spp. pada Kubangan Rata-rata larva per cidukan A. farauti Rata-rata larva 0.52 A. punctulatus 0 A. vagus A. kochi A.minimus 0 Gambar 14 Jenis larva Anopheles dan kepadatan larva per cidukan pada kubangann di Desa Doro pada Bulan Maret-Agustus tahun 2009

59 Gambar 15 Tipe kubangan dengan air jernih (A) dan air keruh (B) sebagai habitat perkembang gbiakan A. farauti, dan A. vagus di Desa Doro pada bulan Maret-Agust tus tahun Kolam Kolam bekas pemeliharaan ikan di Desa Doro merupakan habitat per- kembangbiakan larva A. farauti dengan kepadatan larva/cidukan, sedangkan jenis Anopheles lainnyaa tidak ditemukan (Gambar 16). Kolam tersebut terletak pada areal terbuka di wilayah pemukiman, tanaman sekitar adalah semak belukar, tanaman air terdiri atas ganggang dan tanamann terapung sejenis Pistia, luasnya sekitar 20 m 2, sifat airnya tidak mengalir, dan kedalaman air berkisar antara cm dan dasar habitat berupa lumpur (Gambar 17). Jenis Anophelesspp. pada Kolam Rata-rata larva per cidukan A. farauti A. punctulatus Rata-rata larva A. vagus A. kochi 0 0 A.minimus 0 Gambar 16 Jenis larva Anopheles dan kepadatan per cidukan pada kolam di Desa Doro pada bulan Maret-Agustus tahun 2009

60 G Gambar 17 7 Tipe kolaam sebagai habitat perk kembangbiakkan A. farauuti di Desa Doro padda Bulan Marret-Agustus tahun Sum mur Sumurr yang jaran ng dimanfaaatkan di Dessa Doro menjadi habitaat potensial u untuk perkeembangbiakaan nyamukk Anopheles spp. Pada sumur yangg diperiksa h hanya ditem mukan larvaa A. farautti dengan rata-rata r larrva 1.7 larrva/cidukan ( (Gambar 188). Sumur teersebut mem mpunyai karaakteristik addanya gangggang hijau, d tanamann jenis Pistia dan a pada perm mukaan air. Letak L sumur pada areal pemukiman p y yang terbukaa, kedalaman n berkisar anntara cm, luasnyya 3-4 m2, daasar habitat p pasir dan dinndingnya terrbuat dari sem men (Gambaar 19). Jenis Anop pheles spp. pad da Sumur 1.8 Rata-rata larva percidukan Rata-rata a larva A. fara auti A. punc ctulatus A. vagus v A. kochi A.minimus G Gambar 18 Jenis larva Anopheles dan d kepadataan per cidukkan pada sum mur di Desa Doro pada bulan Marett-Agustus taahun 2009

61 Gambar 19 Tipe sumur terbengkalai yang ditumbuhi tanaman permukaan air (A) dan ganggang (B) sebagai habitat perkembangbiakan A. farauti di Desa Doro pada bulan Maret-Agustus tahun Kali Larva A. farauti dan A. vagus ditemukan pada kali yang tidak mengalir, sedangkan pada kali yang mengalir lambat ditemukan A. farauti, A. punctulatus, A. vagus dan A. minimus. Larva A. farauti memiliki kepadatan larva lebih tinggi (0.86 larva/cidukan) dibandingkan dengan spesies lainnya (Gambar 20). Rata-rata larva per cidukan Jenis Anophelesspp. pada Kali A. farauti A. punctulatus A. vagus A. kochi A.minimus Rata-rata larva Gambar 20 Jenis larva Anopheles dan kepadatan per cidukan pada kali di Desa Doro, pada Bulan Maret-Agustus tahun 2009

62 Gambar 21 Tipe kali dengan aliran lambat (A) dan aliran tertahan (B) sebagai habitat perkembangbiakan A. farauti, A. punctulatus, A. vagus, dan A. minimus di Desa Doro, pada Bulan Maret-Agustus tahun 2009 Kali Desa Doro sebagai habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp. memiliki lebar kurang lebih 10 meter. Volume air kali tergantung pada curah hujan, bila curah hujan tinggi volume air menjadi besar dan alirannya deras sehingga larva nyamuk hanyut. Pada kondisi cuaca yang kering, aliran air menjadi lebih kecil dan air terperangkap pada lekukan-lekukan di badan kali dan membentuk genangan air sebagai habitat perkembangbiakan Anopheles. Larva Anopheles pada Kali Doro ditemukan juga pada aliran air yang tertahan oleh akar pohon bambu dan batang pohon yang tumbang. Luas badan air yang menjadi habitat Anopheles pada kali berkisar antara m 2, kedalaman 5-20 cm, dasar habitat pasir dan kerikil dan air jernih, ditumbuhi ganggang hijau, dan adanya serasah (Gambar 21) Rawa-rawa Rawa-rawa di Desa Doro merupakan genangan air yang luas di dekat pantai yang ditumbuhi banyak vegetasi misalnya tanaman bakau, semak belukar dan pohon nipa dengan kerapatan tanaman yang tinggi. Larva A. farauti ditemukan sebagai spesies tunggal dengan kepadatan larva/cidukan (Gambar 22). Di sekitar pantai, air bersifat payau karena adanya percampuran air laut saat air pasang (salinitas 3 ).

63 Larva A. farauti berlindung pada serasah, potongan kayu yang lapuk atau sampah. Pada permukaan air ditemukan adanya ganggang, dasar habitatnya adalah pasir, kedalaman air berkisar antara 5-20 cm, dan kondisi air jernih dan tidak mengalir (Gambar 23). 1.4 Jenis Anophelesspp. di Rawa-rawa 1.2 Rata-rata larva percidukan A. farauti A. punctulatus A. vagus A. kochi A.minimus Rata-rata larva Gambar 22 Jenis larva Anopheles dan kepadatan per cidukan di rawa-rawa di Desa Doro pada bulan Maret-Agustus tahun 2009 Gambar 23 Tipe rawa-rawa di areal hutan bakau (A) dan di sekitar pemukiman (B) sebagai habitat perkembangbiakan A. farauti di Desa Doro pada Bulan Maret-Agustus tahun 2009

DISTRIBUSI SPASIAL DAN KARAKTERISTIK HABITAT PERKEMBANGBIAKAN

DISTRIBUSI SPASIAL DAN KARAKTERISTIK HABITAT PERKEMBANGBIAKAN DISTRIBUSI SPASIAL DAN KARAKTERISTIK HABITAT PERKEMBANGBIAKAN Anopheles spp. SERTA PERANANNYA DALAM PENULARAN MALARIA DI DESA DORO KABUPATEN HALMAHERA SELATAN PROVINSI MALUKU UTARA MULYADI SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nyamuk Anopheles spp.

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nyamuk Anopheles spp. 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nyamuk Anopheles spp. Nyamuk merupakan bagian dari kelompok serangga dari phylum Arthropoda, kelas Insecta (Hexapoda), ordo Diptera, famili Culicidae, yang paling banyak menimbulkan

Lebih terperinci

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian 3.2 Waktu Penelitian

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian 3.2 Waktu Penelitian 3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di desa Doro yang terletak di wilayah pesisir barat Pulau Halmahera Bagian Selatan. Secara administratif Desa Doro termasuk ke dalam wilayah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 2.1. Kota Pangkalpinang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Kota Pangkalpinang merupakan daerah otonomi yang letaknya di bagian timur Pulau Bangka. Secara astronomi, daerah ini berada pada garis 106 4 sampai dengan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 32 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keragaman dan Kelimpahan Nisbi Larva Anopheles spp. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada 11 spesies Anopheles yang ditemukan berdasarkan survei larva, 1 spesies di Kecamatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dunia. Di seluruh pulau Indonesia penyakit malaria ini ditemukan dengan

I. PENDAHULUAN. dunia. Di seluruh pulau Indonesia penyakit malaria ini ditemukan dengan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit malaria merupakan penyakit yang penyebarannya sangat luas di dunia. Di seluruh pulau Indonesia penyakit malaria ini ditemukan dengan derajat dan berat infeksi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Plasmodium, yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles sp. betina (Depkes R.I.,

1. PENDAHULUAN. Plasmodium, yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles sp. betina (Depkes R.I., 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Malaria merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit ini banyak ditemukan dengan derajat dan infeksi yang bervariasi. Malaria

Lebih terperinci

ABSTRAK

ABSTRAK IDENTIFIKASI NYAMUK spp. DI DELTA LAKKANG KECAMATAN TALLO MAKASSAR SULAWESI SELATAN Andi Sitti Rahma 1, Syahribulan 2, dr. Isra Wahid 3, 1,2 Jurusan Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Hasanuddin 3 Jurusan

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN UMUM

BAB 6 PEMBAHASAN UMUM 132 BAB 6 PEMBAHASAN UMUM Angka annual malaria incidence (AMI) di Kabupaten Halmahera Selatan merupakan yang tertinggi di Provinsi Maluku. Pada tahun 2010 angka AMI mencapai 54,0 (Dinkes Kab. Halmahera

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 7 Frekuensi = Dominasi Spesies Angka dominasi spesies dihitung berdasarkan hasil perkalian antara kelimpahan nisbi dengan frekuensi nyamuk tertangkap spesies tersebut dalam satu waktu penangkapan. Dominasi

Lebih terperinci

3 BAHAN DAN METODE. Lokasi penelitian di Desa Riau Kecamatan Riau Silip Kabupaten Bangka Provinsi Bangka Belitung. Lokasi Penelitian. Kec.

3 BAHAN DAN METODE. Lokasi penelitian di Desa Riau Kecamatan Riau Silip Kabupaten Bangka Provinsi Bangka Belitung. Lokasi Penelitian. Kec. 3 BAHAN DAN METODE 3. 1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Riau, Kecamatan Riau Silip, Kabupaten Bangka, Provinsi Bangka Belitung (Gambar 1). Secara geografis desa ini terletak di wilayah bagian

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anopheles spp. Sebagai Vektor

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anopheles spp. Sebagai Vektor 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anopheles spp. Sebagai Vektor Nyamuk Anopheles merupakan satu genus dari famili Culicidae, ordo Diptera, kelas Insecta. Jentik Anopheles ditandai dengan rambut berbentuk kipas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit malaria merupakan penyakit tropis yang disebabkan oleh parasit

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit malaria merupakan penyakit tropis yang disebabkan oleh parasit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit malaria merupakan penyakit tropis yang disebabkan oleh parasit genus plasmodium yang termasuk golongan protozoa melalui perantaraan gigitan nyamuk Anopheles

Lebih terperinci

Distribusi Spasial Spesies Larva Anopheles Di Daerah Pesisir Kota Makassar Tahun 2013

Distribusi Spasial Spesies Larva Anopheles Di Daerah Pesisir Kota Makassar Tahun 2013 Al-Sihah : Public Health Science Journal 410-423 Distribusi Spasial Spesies Larva Anopheles Di Daerah Pesisir Kota Makassar Tahun 2013 ABSTRAK Muh. Saleh Jastam 1 1 Bagian Keselamatan Masyarakat Fakultas

Lebih terperinci

ARTIKEL VEKTOR MALARIA DIDAERAH BUKIT MENOREH, PURWOREJO, JAWA TENGAH. Enny Wahyu Lestari, Supratman Sukovvati, Soekidjo, R.A.

ARTIKEL VEKTOR MALARIA DIDAERAH BUKIT MENOREH, PURWOREJO, JAWA TENGAH. Enny Wahyu Lestari, Supratman Sukovvati, Soekidjo, R.A. ARTIKEL VEKTOR MALARIA DIDAERAH BUKIT MENOREH, PURWOREJO, JAWA TENGAH Enny Wahyu Lestari, Supratman Sukovvati, Soekidjo, R.A. Wigati* Abstrak Penyakit malaria merupakan salah satu penyakit yang muncul

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit ini mempengaruhi

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit ini mempengaruhi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit ini mempengaruhi tingginya angka

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Malaria dan vektornya Pada dekade terakhir malaria muncul kembali dan menyebar luas dengan dampak yang merugikan bagi kesehatan, sosial ekonomi dan politik. Kemunculan kembali

Lebih terperinci

PERILAKU DAN KARAKTERISTIK HABITAT POTENSIAL NYAMUK Anopheles spp. DI DESA RIAU KECAMATAN RIAU SILIP KABUPATEN BANGKA PROVINSI BANGKA BELITUNG SUWARDI

PERILAKU DAN KARAKTERISTIK HABITAT POTENSIAL NYAMUK Anopheles spp. DI DESA RIAU KECAMATAN RIAU SILIP KABUPATEN BANGKA PROVINSI BANGKA BELITUNG SUWARDI PERILAKU DAN KARAKTERISTIK HABITAT POTENSIAL NYAMUK Anopheles spp. DI DESA RIAU KECAMATAN RIAU SILIP KABUPATEN BANGKA PROVINSI BANGKA BELITUNG SUWARDI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENGERTIAN MALARIA Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa dari genus plasmodium yang ditularkan kepada manusia oleh nyamuk Anopheles dengan gejala demam

Lebih terperinci

STUD1 HABITAT ANOPHELES NIGERRIMUS GILES 1900 DAN EPIDEMIOLOGI MALARIA DI DESA LENGKONG KABUPATEN SUKABUMI OLEH: DENNY SOPIAN SALEH

STUD1 HABITAT ANOPHELES NIGERRIMUS GILES 1900 DAN EPIDEMIOLOGI MALARIA DI DESA LENGKONG KABUPATEN SUKABUMI OLEH: DENNY SOPIAN SALEH STUD1 HABITAT ANOPHELES NIGERRIMUS GILES 1900 DAN EPIDEMIOLOGI MALARIA DI DESA LENGKONG KABUPATEN SUKABUMI OLEH: DENNY SOPIAN SALEH PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2002 ABSTRAK ' DENNY SOPIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria masih merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia, terutama di negara-negara tropis dan subtropis. Kurang lebih satu miliar penduduk dunia pada 104 negara (40%

Lebih terperinci

SEBARAN HABITAT PERKEMBANGBIAKAN LARVA ANOPHELES SPP DI KECAMATAN BULA, KABUPATEN SERAM BAGIAN TIMUR, PROVINSI MALUKU

SEBARAN HABITAT PERKEMBANGBIAKAN LARVA ANOPHELES SPP DI KECAMATAN BULA, KABUPATEN SERAM BAGIAN TIMUR, PROVINSI MALUKU SEBARAN HABITAT PERKEMBANGBIAKAN LARVA ANOPHELES SPP DI KECAMATAN BULA, KABUPATEN SERAM BAGIAN TIMUR, PROVINSI MALUKU Distribution of Anopheles spp larvae breeding places in Bula, Seram Bagian Timur District,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses terjadinya penyakit terdapat tiga elemen yang saling berperan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses terjadinya penyakit terdapat tiga elemen yang saling berperan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam proses terjadinya penyakit terdapat tiga elemen yang saling berperan dan berinteraksi, ketiga nya adalah host, agent dan lingkungan. Ketiga komponen ini dapat

Lebih terperinci

ARTIKEL SISTEM KEWASPADAAN DIM KLB MALARIA BERDASARKAN CURAH HUJAN, KEPADATAN VEKTOR DAN KESAKITAN MALARIA DIKABUPATEN SUKABUMI

ARTIKEL SISTEM KEWASPADAAN DIM KLB MALARIA BERDASARKAN CURAH HUJAN, KEPADATAN VEKTOR DAN KESAKITAN MALARIA DIKABUPATEN SUKABUMI ARTIKEL SISTEM KEWASPADAAN DIM KLB MALARIA BERDASARKAN CURAH HUJAN, KEPADATAN VEKTOR DAN KESAKITAN MALARIA DIKABUPATEN SUKABUMI Lukman Hakim, Mara Ipa* Abstrak Malaria merupakan penyakit yang muncul sesuai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. daerah tropis antara lain adalah malaria dan filariasis merupakan masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. daerah tropis antara lain adalah malaria dan filariasis merupakan masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut WHO (2013) penyakit infeksi oleh parasit yang terdapat di daerah tropis antara lain adalah malaria dan filariasis merupakan masalah kesehatan masyarakat di

Lebih terperinci

3 BAHAN DAN METODE. Sarmi. Kota. Waropen. Jayapura. Senta. Ars. Jayapura. Keerom. Puncak Jaya. Tolikara. Pegunungan. Yahukimo.

3 BAHAN DAN METODE. Sarmi. Kota. Waropen. Jayapura. Senta. Ars. Jayapura. Keerom. Puncak Jaya. Tolikara. Pegunungan. Yahukimo. 3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Dulanpokpok Kecamatan Fakfak Kabupaten Fakfak Provinsi Papua Barat. Desa Dulanpokpok merupakan daerah pantai, yang dikelilingi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari 17% penyakit infeksi ditularkan melalui gigitannya dan lebih dari 1 juta orang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari 17% penyakit infeksi ditularkan melalui gigitannya dan lebih dari 1 juta orang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nyamuk merupakan serangga yang penting dalam ilmu kedokteran karena lebih dari 17% penyakit infeksi ditularkan melalui gigitannya dan lebih dari 1 juta orang meninggal

Lebih terperinci

I. PENGANTAR. Separuh dari keseluruhan penduduk dunia, diperkirakan 3,3 miliar orang,

I. PENGANTAR. Separuh dari keseluruhan penduduk dunia, diperkirakan 3,3 miliar orang, I. PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Separuh dari keseluruhan penduduk dunia, diperkirakan 3,3 miliar orang, hidup di wilayah endemis malaria dengan sekitar 250 juta orang terinfeksi malaria untuk tiap

Lebih terperinci

TABEL HIDUP NYAMUK VEKTOR MALARIA Anopheles subpictus Grassi DI LABORATORIUM.

TABEL HIDUP NYAMUK VEKTOR MALARIA Anopheles subpictus Grassi DI LABORATORIUM. TABEL HIDUP NYAMUK VEKTOR MALARIA Anopheles subpictus Grassi DI LABORATORIUM Nur Rahma 1, Syahribulan 2, Isra Wahid 3 1,2 Jurusan Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Hasanuddin 3 Jurusan Parasitologi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya terdapat sekitar 15 juta penderita malaria klinis yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya terdapat sekitar 15 juta penderita malaria klinis yang mengakibatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Malaria adalah salah satu penyakit yang mempunyai penyebaran luas, sampai saat ini malaria menjadi masalah kesehatan masyarakat Indonesia. Berdasarkan Survei

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan penyakit parasit tropis yang penting didunia dan masih merupakan masalah utama didunia. Malaria adalah penyebab kematian nomor 4 di dunia setelah infeksi

Lebih terperinci

BAB l PENDAHULUAN. Malaria masih menjadi masalah kesehatan utama di 106 negara dan diperkirakan

BAB l PENDAHULUAN. Malaria masih menjadi masalah kesehatan utama di 106 negara dan diperkirakan BAB l PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria masih menjadi masalah kesehatan utama di 106 negara dan diperkirakan menyerang 216 juta orang serta menyebabkan kematian 655.000 jiwa setiap tahunnya Penyakit

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI NYAMUK ANOPHELES SP DEWASA DI WILAYAH ENDEMIS DAN NON ENDEMIS MALARIA KECAMATAN BONTO BAHARI BULUKUMBA

IDENTIFIKASI NYAMUK ANOPHELES SP DEWASA DI WILAYAH ENDEMIS DAN NON ENDEMIS MALARIA KECAMATAN BONTO BAHARI BULUKUMBA IDENTIFIKASI NYAMUK ANOPHELES SP DEWASA DI WILAYAH ENDEMIS DAN NON ENDEMIS MALARIA KECAMATAN BONTO BAHARI BULUKUMBA Identification of Anopheles sp Adult Anopheles sp in Endemic Areas and Non-Endemic Malaria

Lebih terperinci

GAMBARAN AKTIVITAS NYAMUK ANOPHELES PADA MANUSIA DAN HEWAN DI KECAMATAN BONTOBAHARI KABUPATEN BULUKUMBA

GAMBARAN AKTIVITAS NYAMUK ANOPHELES PADA MANUSIA DAN HEWAN DI KECAMATAN BONTOBAHARI KABUPATEN BULUKUMBA GAMBARAN AKTIVITAS NYAMUK ANOPHELES PADA MANUSIA DAN HEWAN DI KECAMATAN BONTOBAHARI KABUPATEN BULUKUMBA Description Activities of Anopheles Mosquitoes in Humans and Animals Subdistrict Bontobahari Bulukumba

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakteristik Iklim dan Cuaca Pesisir Selatan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakteristik Iklim dan Cuaca Pesisir Selatan 6 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Iklim dan Cuaca Pesisir Selatan Pantai Batu Kalang terletak di pinggir pantai selatan Sumatera Barat tepatnya di Kabupaten Pesisir Selatan. Daerah Sumatera

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Perilaku Nyamuk Anopheles

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Perilaku Nyamuk Anopheles 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Perilaku Nyamuk Anopheles Nyamuk Anopheles menurut klasifikasi dalam ilmu hewan berada dalam kingdom Animalia, filum Arthropoda, kelas Heksapoda atau Insecta, ordo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit penyebab masalah kesehatan masyarakat terutama di negara tropis dan sub tropis yang sedang berkembang. Pertumbuhan penduduk yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. klasifikasinya nyamuk dibagi dalam dua subfamili yaitu Culicinae yang terbagi

BAB I PENDAHULUAN. klasifikasinya nyamuk dibagi dalam dua subfamili yaitu Culicinae yang terbagi 1 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Nyamuk merupakan vektor atau penular utama dari penyakit. Menurut klasifikasinya nyamuk dibagi dalam dua subfamili yaitu Culicinae yang terbagi menjadi 109 genus

Lebih terperinci

Keanekaragaman jenis dan karakteristik habitat nyamuk Anopheles spp. di Desa Datar Luas, Kabupaten Aceh Jaya, Provinsi Aceh

Keanekaragaman jenis dan karakteristik habitat nyamuk Anopheles spp. di Desa Datar Luas, Kabupaten Aceh Jaya, Provinsi Aceh Jurnal Entomologi Indonesia Indonesian Journal of Entomology ISSN: 1829-7722 November 2015, Vol. 12 No. 3, 139 148 Online version: http://jurnal.pei-pusat.org DOI: 10.5994/jei.12.3.139 Keanekaragaman jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang. dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang. dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan sebagai vektor penyakit seperti demam berdarah dengue (DBD),

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi nyamuk Anopheles sp. adalah sebagai berikut:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi nyamuk Anopheles sp. adalah sebagai berikut: 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Anopheles sp. 1. Klasifikasi Nyamuk Anopheles sp. Klasifikasi nyamuk Anopheles sp. adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Sub famili Genus : Animalia : Arthropoda

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK HABITAT LARVA Anopheles sundaicus DAN KAITANNYA DENGAN MALARIA DI LOKASI WISATA DESA SENGGIGI KECAMATAN BATULAYAR KABUPATEN LOMBOK BARAT

KARAKTERISTIK HABITAT LARVA Anopheles sundaicus DAN KAITANNYA DENGAN MALARIA DI LOKASI WISATA DESA SENGGIGI KECAMATAN BATULAYAR KABUPATEN LOMBOK BARAT KARAKTERISTIK HABITAT LARVA Anopheles sundaicus DAN KAITANNYA DENGAN MALARIA DI LOKASI WISATA DESA SENGGIGI KECAMATAN BATULAYAR KABUPATEN LOMBOK BARAT IRWAN SULISTIO SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Data statistik WHO menyebutkan bahwa diperkirakan sekitar 3,2 milyar

BAB I PENDAHULUAN. Data statistik WHO menyebutkan bahwa diperkirakan sekitar 3,2 milyar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit tular vektor yang sangat luas distribusi dan persebarannya di dunia, terutama daerah tropis dan subtropis. Data statistik WHO

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keragaman Nyamuk Anopheles spp. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis-jenis nyamuk Anopheles di Desa Riau Kecamatan Riau Silip terdiri atas empat spesies, yaitu An. letifer

Lebih terperinci

Identifikasi Vektor Malaria di Daerah Sekitar PLTU Teluk Sirih Kecamatan Bungus Kota Padang Pada Tahun 2011

Identifikasi Vektor Malaria di Daerah Sekitar PLTU Teluk Sirih Kecamatan Bungus Kota Padang Pada Tahun 2011 584 Artikel Penelitian Identifikasi Vektor Malaria di Daerah Sekitar PLTU Teluk Sirih Kecamatan Bungus Kota Padang Pada Tahun 2011 Rezka Gustya Sari 1, Nurhayati 2, Rosfita Rasyid 3 Abstrak Malaria adalah

Lebih terperinci

PERILAKU NYAMUK Anopheles punctulatus DONITZ DAN KAITANNYA DENGAN EPIDEMIOLOGI MALARIA DI DESA DULANPOKPOK KABUPATEN FAKFAK PROVINSI PAPUA BARAT

PERILAKU NYAMUK Anopheles punctulatus DONITZ DAN KAITANNYA DENGAN EPIDEMIOLOGI MALARIA DI DESA DULANPOKPOK KABUPATEN FAKFAK PROVINSI PAPUA BARAT PERILAKU NYAMUK Anopheles punctulatus DONITZ DAN KAITANNYA DENGAN EPIDEMIOLOGI MALARIA DI DESA DULANPOKPOK KABUPATEN FAKFAK PROVINSI PAPUA BARAT GONDO SUPRAPTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK HABITAT POTENSIAL LARVA NYAMUK ANOPHELES DAN HUBUNGANNYA DENGAN KEJADIAN MALARIA DI KOTA PANGKALPINANG, BANGKA BELITUNG

KARAKTERISTIK HABITAT POTENSIAL LARVA NYAMUK ANOPHELES DAN HUBUNGANNYA DENGAN KEJADIAN MALARIA DI KOTA PANGKALPINANG, BANGKA BELITUNG KARAKTERISTIK HABITAT POTENSIAL LARVA NYAMUK ANOPHELES DAN HUBUNGANNYA DENGAN KEJADIAN MALARIA DI KOTA PANGKALPINANG, BANGKA BELITUNG VIRANTI MANDASARI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes aegypti Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. [2,12] Aedes aegypti tersebar luas di wilayah tropis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nyamuk Anopheles sp. betina yang sudah terinfeksi Plasmodium (Depkes RI, 2009)

I. PENDAHULUAN. nyamuk Anopheles sp. betina yang sudah terinfeksi Plasmodium (Depkes RI, 2009) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang sampai saat ini menjadi masalah bagi kesehatan di Indonesia karena dapat menyebabkan kematian terutama pada bayi, balita,

Lebih terperinci

STUDl KOMUNITAS NYAMUK TERSANGKA VEKTOR FILARIASIS DI DAERAH ENDEMIS DESA GONDANGLEGI KULON MALANG JAWA TIMUR. Oleh : Akhmad Hasan Huda

STUDl KOMUNITAS NYAMUK TERSANGKA VEKTOR FILARIASIS DI DAERAH ENDEMIS DESA GONDANGLEGI KULON MALANG JAWA TIMUR. Oleh : Akhmad Hasan Huda STUDl KOMUNITAS NYAMUK TERSANGKA VEKTOR FILARIASIS DI DAERAH ENDEMIS DESA GONDANGLEGI KULON MALANG JAWA TIMUR Oleh : Akhmad Hasan Huda PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2002 AKHMAD HASAN HUDA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh Plasmodium sp yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh Plasmodium sp yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh Plasmodium sp yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles spp betina. Penyakit malaria bersifat reemerging disease

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit akibat virus yang ditularkan oleh vektor nyamuk dan menyebar dengan cepat. Data menunjukkan peningkatan 30 kali lipat dalam

Lebih terperinci

GAMBARAN FAKTOR LINGKUNGAN DAERAH ENDEMIS MALARIA DI DAERAH BERBATASAN (KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN KABUPATEN TRENGGALEK)

GAMBARAN FAKTOR LINGKUNGAN DAERAH ENDEMIS MALARIA DI DAERAH BERBATASAN (KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN KABUPATEN TRENGGALEK) Ririh Y., Gambaran Faktor Lingkungan Daerah Endemis Malaria GAMBARAN FAKTOR LINGKUNGAN DAERAH ENDEMIS MALARIA DI DAERAH BERBATASAN (KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN KABUPATEN TRENGGALEK) Environmental Factor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit yang masih mengancam kesehatan masyarakat dunia. Penyakit ini menjadi masalah kesehatan lama yang muncul kembali (re-emerging).

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 25 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jenis Nyamuk yang Ditemukan Jenis nyamuk yang menggigit manusia di sekitar Pusat Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng antara lain genus Aedes, Anopheles, Culex dan Mansonia.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi nyamuk Anopheles sp. adalah sebagai berikut:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi nyamuk Anopheles sp. adalah sebagai berikut: 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Anopheles sp. a. Klasifikasi nyamuk Anopheles sp. Klasifikasi nyamuk Anopheles sp. adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthopoda

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK HABITAT LARVA Anopheles sundaicus DAN KAITANNYA DENGAN MALARIA DI LOKASI WISATA DESA SENGGIGI KECAMATAN BATULAYAR KABUPATEN LOMBOK BARAT

KARAKTERISTIK HABITAT LARVA Anopheles sundaicus DAN KAITANNYA DENGAN MALARIA DI LOKASI WISATA DESA SENGGIGI KECAMATAN BATULAYAR KABUPATEN LOMBOK BARAT KARAKTERISTIK HABITAT LARVA Anopheles sundaicus DAN KAITANNYA DENGAN MALARIA DI LOKASI WISATA DESA SENGGIGI KECAMATAN BATULAYAR KABUPATEN LOMBOK BARAT IRWAN SULISTIO SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Malaria 1. Penyakit Malaria Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia dan ditularkan

Lebih terperinci

KERAGAMAN Anopheles spp PADA EKOSISTEM PEDALAMAN DAN PEGUNUNGAN DI KABUPATEN SIGI, SULAWESI TENGAH

KERAGAMAN Anopheles spp PADA EKOSISTEM PEDALAMAN DAN PEGUNUNGAN DI KABUPATEN SIGI, SULAWESI TENGAH Keragaman Anopheles spp pada... (Yusran Udin, et. al) KERAGAMAN Anopheles spp PADA EKOSISTEM PEDALAMAN DAN PEGUNUNGAN DI KABUPATEN SIGI, SULAWESI TENGAH Yusran Udin, Malonda Maksud, Risti, Yuyun Srikandi,

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

NYAMUK Anopheles sp DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DI KECAMATAN RAJABASA, LAMPUNG SELATAN

NYAMUK Anopheles sp DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DI KECAMATAN RAJABASA, LAMPUNG SELATAN [ ARTIKEL REVIEW ] NYAMUK Anopheles sp DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DI KECAMATAN RAJABASA, LAMPUNG SELATAN Gilang Yoghi Pratama Faculty of medicine, Lampung University Abstract Malaria is an infectious

Lebih terperinci

HABITAT YANG POTENSIAL UNTUK ANOPHELES VAGUS DI KECAMATAN LABUAN DAN KECAMATAN SUMUR KABUPATEN PANDEGLANG, PROVINSI BANTEN

HABITAT YANG POTENSIAL UNTUK ANOPHELES VAGUS DI KECAMATAN LABUAN DAN KECAMATAN SUMUR KABUPATEN PANDEGLANG, PROVINSI BANTEN HABITAT YANG POTENSIAL UNTUK ANOPHELES VAGUS DI KECAMATAN LABUAN DAN KECAMATAN SUMUR KABUPATEN PANDEGLANG, PROVINSI BANTEN Potential Habitat Of Anopheles vagus In Labuan And Sumur Sub-Districts In Pandeglang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di seluruh dunia disetiap tahunnya. Penyebaran malaria berbeda-beda dari satu Negara

BAB I PENDAHULUAN. di seluruh dunia disetiap tahunnya. Penyebaran malaria berbeda-beda dari satu Negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang sangat dominan di daerah tropis dan sub tropis serta dapat mematikan atau membunuh lebih dari satu juta manusia

Lebih terperinci

PERILAKU MENGHISAP DARAH AN. BARBIROSTRIS DI LOKASI TAMBAK IKAN BANDENG DAN KAMPUNG SALUPU DESA TUADALE KABUPATEN KUPANG TAHUN 2010

PERILAKU MENGHISAP DARAH AN. BARBIROSTRIS DI LOKASI TAMBAK IKAN BANDENG DAN KAMPUNG SALUPU DESA TUADALE KABUPATEN KUPANG TAHUN 2010 PERILAKU MENGHISAP DARAH AN. BARBIROSTRIS DI LOKASI TAMBAK IKAN BANDENG DAN KAMPUNG SALUPU DESA TUADALE KABUPATEN KUPANG TAHUN 2010 ANOPHELES BARBIROSTRIS BITING HABIT LOCATION ON MILKFISH FISHING POND

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia di seluruh dunia setiap tahunnya. Penyebaran malaria berbeda-beda dari satu

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia di seluruh dunia setiap tahunnya. Penyebaran malaria berbeda-beda dari satu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang sangat dominan di daerah tropis dan sub tropis serta dapat mematikan (membunuh) lebih dari satu juta manusia di

Lebih terperinci

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Gambar 3.2 Waktu Penelitian 3.3 Metode Penelitian

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Gambar 3.2 Waktu Penelitian 3.3 Metode Penelitian 17 3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di sekitar Pusat Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng yaitu Kelurahan Tumbang Tahai Kecamatan Bukit Batu Kota Palangka Raya (Gambar 1).

Lebih terperinci

Identifikasi Nyamuk Anopheles Sebagai Vektor Malaria dari Survei Larva di Kenagarian Sungai Pinang Kecamatan Koto XI Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan

Identifikasi Nyamuk Anopheles Sebagai Vektor Malaria dari Survei Larva di Kenagarian Sungai Pinang Kecamatan Koto XI Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan 656 Artikel Penelitian Identifikasi Nyamuk Anopheles Sebagai Vektor Malaria dari Survei Larva di Kenagarian Sungai Pinang Kecamatan Koto XI Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan Suci Lestari 1, Adrial 2, Rosfita

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Ukuran Stadium Larva Telur nyamuk Ae. aegyti menetas akan menjadi larva. Stadium larva nyamuk mengalami empat kali moulting menjadi instar 1, 2, 3 dan 4, selanjutnya menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makanan Alami Ikan Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam perkembangbiakan ikan baik ikan air tawar, ikan air payau maupun ikan air laut. Fungsi utama

Lebih terperinci

BEBERAPA ASPEK BIOEKOLOGI NYAMUK Anopheles vagus DI DESA SELONG BELANAK KABUPATEN LOMBOK TENGAH

BEBERAPA ASPEK BIOEKOLOGI NYAMUK Anopheles vagus DI DESA SELONG BELANAK KABUPATEN LOMBOK TENGAH SPIRAKEL, Vol 6, Desember 214: 26-32 BEBERAPA ASPEK BIOEKOLOGI NYAMUK Anopheles vagus DI DESA SELONG BELANAK KABUPATEN LOMBOK TENGAH Majematang Mading 1 dan Ira Indriaty P.B. Sopi 1 1 Loka Penelitian dan

Lebih terperinci

DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO

DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menetap dan berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental (WHO,

BAB I PENDAHULUAN. menetap dan berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental (WHO, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Filariasis merupakan salah satu penyakit tertua dan paling melemahkan yang dikenal dunia. Filariasis limfatik diidentifikasikan sebagai penyebab kecacatan menetap dan

Lebih terperinci

Hubungan Kepadatan dan Biting Behaviour Nyamuk Anopheles farauti Dengan Kasus Malaria di Ekosistem Pantai dan Rawa (Kabupaten Biak Numfor dan Asmat)

Hubungan Kepadatan dan Biting Behaviour Nyamuk Anopheles farauti Dengan Kasus Malaria di Ekosistem Pantai dan Rawa (Kabupaten Biak Numfor dan Asmat) Biota Vol. 19 (1): 27 35, Februari 2014 ISSN 0853-8670 Hubungan Kepadatan dan Biting Behaviour Nyamuk Anopheles farauti Dengan Kasus Malaria di Ekosistem Pantai dan Rawa (Kabupaten Biak Numfor dan Asmat)

Lebih terperinci

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA Oleh: Yuri Hertanto C64101046 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian 13 3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Kabupaten Bulukumba secara geografis terletak di jazirah selatan Propinsi Sulawesi Selatan (+150 Km dari Kota Makassar), yaitu antara 0,5 o 20 sampai 0,5 o 40

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. endemik malaria, 31 negara merupakan malaria-high burden countries,

BAB 1 PENDAHULUAN. endemik malaria, 31 negara merupakan malaria-high burden countries, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit malaria masih mendominasi masalah kesehatan di masyarakat dunia, menurut laporan WHO tahun 2009 ada 109 negara endemik malaria, 31 negara merupakan malaria-high

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama, karena mempengaruhi angka kesakitan bayi, balita, dan ibu. melahirkan, serta menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB).

BAB I PENDAHULUAN. utama, karena mempengaruhi angka kesakitan bayi, balita, dan ibu. melahirkan, serta menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama, karena mempengaruhi angka kesakitan bayi, balita, dan ibu melahirkan, serta menimbulkan Kejadian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis terbesar di dunia. Iklim tropis menyebabkan timbulnya berbagai penyakit tropis yang disebabkan oleh nyamuk dan sering

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Salah satu penyakitnya yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD) yang masih menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Filariasis limfatik merupakan penyakit tular vektor dengan manifestasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Filariasis limfatik merupakan penyakit tular vektor dengan manifestasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Filariasis limfatik merupakan penyakit tular vektor dengan manifestasi klinis yang luas yang menyebabkan angka kesakitan dan kecacatan yang tinggi pada mereka yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Bates M The Natural History of Mosquitoes. Gloucester, Mass. Peter Smith, New York.

DAFTAR PUSTAKA. Bates M The Natural History of Mosquitoes. Gloucester, Mass. Peter Smith, New York. DAFTAR PUSTAKA Achmad H, Mardihusodo SJ, Sutanto, Hartono, Kusnanto H. 2003. Estimasi Tingkat Intensitas Penularan Malaria dengan Dukungan Penginderaan Jauh (Studi Kasus di Daerah Endemis Malaria Pegunungan

Lebih terperinci

KAJIAN DESKRIPTIF KEJADIAN MALARIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ROWOKELE KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2011 APRIL Catur Pangesti Nawangsasi

KAJIAN DESKRIPTIF KEJADIAN MALARIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ROWOKELE KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2011 APRIL Catur Pangesti Nawangsasi KAJIAN DESKRIPTIF KEJADIAN MALARIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ROWOKELE KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2011 APRIL 2012 * ) Alumnus FKM UNDIP, ** ) Dosen Bagian Kesehatan Lingkungan FKM UNDIP, ***) Dosen Bagian

Lebih terperinci

Penyakit DBD merupakan masalah serius di Provinsi Jawa Tengah, daerah yang sudah pernah terjangkit penyakit DBD yaitu 35 Kabupaten/Kota.

Penyakit DBD merupakan masalah serius di Provinsi Jawa Tengah, daerah yang sudah pernah terjangkit penyakit DBD yaitu 35 Kabupaten/Kota. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) banyak ditemukan di daerah sub tropis dan tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan bahwa Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita

Lebih terperinci

Spesies yang diperoleh pada saat penelitian

Spesies yang diperoleh pada saat penelitian PEMBAHASAN Spesies yang diperoleh pada saat penelitian Dari hasil identifikasi sampel yang diperoleh pada saat penelitian, ditemukan tiga spesies dari genus Macrobrachium yaitu M. lanchesteri, M. pilimanus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi demam akut yang disebabkan oleh empat serotipe virus dengue dari genus Flavivirus ditularkan melalui gigitan nyamuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Wilayah Penelitian Kabupaten Intan Jaya, adalah kabupaten yang baru berdiri pada tahun 2009, dan merupakan kabupaten pemekaran dari kabupaten sebelumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles,

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles, Culex, Armigeres.

Lebih terperinci

JENIS DAN STATUS ANOPHELES SPP. SEBAGAI VEKTOR POTENSIAL MALARIA DI PULAU SUMBA PROVINSI NUSATENGGARA TIMUR

JENIS DAN STATUS ANOPHELES SPP. SEBAGAI VEKTOR POTENSIAL MALARIA DI PULAU SUMBA PROVINSI NUSATENGGARA TIMUR Jenis dan status anopheles spp...(muhammad K & Majematang M) JENIS DAN STATUS ANOPHELES SPP. SEBAGAI VEKTOR POTENSIAL MALARIA DI PULAU SUMBA PROVINSI NUSATENGGARA TIMUR The Type and Status of Anopheles

Lebih terperinci

3 BAHAN DAN METODE. Kecamatan Batulayar

3 BAHAN DAN METODE. Kecamatan Batulayar 3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi penelitian dan waktu penelitian 3.1.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Lembah Sari Kecamatan Batu Layar Kabupaten Lombok Barat Provinsi Nusa Tenggara Barat (Gambar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Distribusi Spesies Nyamuk Anopheles 1. Spesies Nyamuk Anopheles a. Morfologi Klasifikasi nyamuk Anopheles adalah sebagai berikut : Pylum : Arthopoda Klas : Hexapoda Ordo : Diptera

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever (DHF) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk

Lebih terperinci

V. PEMBAHASAN UMUM. Pengamatan di daerah pasang surut Delta Upang menunjukkan. bahwa pembukaan hutan rawa untuk areal pertanian

V. PEMBAHASAN UMUM. Pengamatan di daerah pasang surut Delta Upang menunjukkan. bahwa pembukaan hutan rawa untuk areal pertanian V. PEMBAHASAN UMUM Pengamatan di daerah pasang surut Delta Upang menunjukkan bahwa pembukaan hutan rawa untuk areal pertanian dan pemukiman mengakibatkan timbulnya berbagai habitat. Habitat yang ada dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkena malaria. World Health Organization (WHO) mencatat setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. terkena malaria. World Health Organization (WHO) mencatat setiap tahunnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan penyakit menular yang sangat dominan di daerah tropis dan sub-tropis dan dapat mematikan. Setidaknya 270 juta penduduk dunia menderita malaria dan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 20 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Hasil penelitian menunjukk an keragaman jenis nyamuk Anopheles spp yang dilaksanakan dari bulan Februari sampai Agustus 2011 di Kelurahan Caile dan Kelurahan Ela-Ela

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kaki gajah, dan di beberapa daerah menyebutnya untut adalah penyakit yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kaki gajah, dan di beberapa daerah menyebutnya untut adalah penyakit yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Filariasis atau elephantiasis dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai penyakit kaki gajah, dan di beberapa daerah menyebutnya untut adalah penyakit yang disebabkan infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Plasmodium merupakan penyebab infeksi malaria yang ditemukan oleh Alphonse Laveran dan perantara malaria yaitu nyamuk Anopheles yang ditemukan oleh Ross (Widoyono, 2008).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Epidemiologi perubahan vektor penyakit merupakan ancaman bagi kesehatan manusia, salah satunya adalah demam berdarah dengue (DBD). Dengue hemorraghic fever (DHF) atau

Lebih terperinci