METAFORA ClNTA DALAM BAHASA ANGKOLA. Rumnasari K. Siregar Politeknik Negeri Medall Eddy Setia FIB Universitas Sumatera Utara

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "METAFORA ClNTA DALAM BAHASA ANGKOLA. Rumnasari K. Siregar Politeknik Negeri Medall Eddy Setia FIB Universitas Sumatera Utara"

Transkripsi

1 KaJial1 Linguis{ik, Febman' 2013, Program.':Illldi LJilJ{uisfik SP-s USL~ ISSN 169/J-4660 T'aJlllllRe-J(J, No 1 METAFORA ClNTA DALAM BAHASA ANGKOLA Rumnasari K. Siregar Politeknik Negeri Medall Eddy Setia FIB Universitas Sumatera Utara Abstract This research analyzed the categorization and conseptuai mapping of LOVE metaphors in Angkola language. The data obtained by using the observation and interview methods. The data is analyzed by using the identity method and the appropriateness method of the word with the tianguiation technique. This research uses the Conseptual Methapor Theory. The finding show that conseptualizalion of love in Angko/a language derive nine main methapor such as FLUID, FORCE, ff1ld ANIMAL, PATIENT, JOURNEY, WAR, OBJECT, UNITY, and GAME. Category of LOVE IS A FLUID IN A CONTAINER have subcategory of LOVE IS HEAT and LOvE IS FIRE; category of LOVE IS FORCE have subcategory o/love IS PHYSICAL FORCE, LOVE IS NATURAL FORCE, and LOVE IS PSYCHOLOGICAL FORCE; category of LOVE IS PATIENT have subcategory of LOVE IS MAD; categolyof LOVE IS OBJECT have subcategory of LOVE IS HIDDEN OBJECT, LOVE IS VALUABLE COMAfOD/IT, LOVE IS PLANT, and LOVE IS BUILDING; and category of LOVE IS Wl/fTY have subcategory of LOVE IS ROPE. The mapping of love experience domain consist of fwe basic schema such as schema of CONTAINER, FORCE, SOURCE-PATH GOAL, SPACE, and LINK. In this mapping the systematical relevancy between the source domain and goal domain involves force and control aspect. Key words: Love Methaphors, Categorization, lmage-schemas, and Mapping PENDAHULUAN Metafora berperan penting dalam penggunaan bahasa sehari-hari. Peran metafora dalam bahasa diterangkan oleh Hai-Yun (2007: 34) dengan baik. Menurut Hai-Yon, ada tiga fungsi komunikatif metafora. Pertama, metafora memungkinkan penutur bahasa untuk mengungkapkan gagasan-gagasan yang abstrak dan rumit apabila dia (merasa) terbatas dalarn penggunaan bahasa harfiah. Kedua, metafora merupakan eara komunikasi yang rapi sebab banyak infonnasi dapat disampaikan seeara ringkas. Ketiga, metafora memberikan gambaran yang lebih kaya, lebih hidup, dan Jebih terperinei tentang pengajaman subjektif penutur bahasa daripada pengalaman tersebut diekspresikan secara harfiah (lihatjuga Verspoor, 1993: 5; Croft dan Cruse, 2004: 193). Keadaan emosional sedng dideskripsikan secara metaforis (Verspoor, 1993: 42; Sandstrom, 2006: 1; dan Rajeg, 2009: 4). Ekspresi metaforis untuk keadaan emosional didasari asumsi bahwa kualitas keadaan emosional sulit diungkapkan den gall baik jika menggunakan bahasa harfiah.penutur bahasa lutiumnya terkendala dalam menyediakan deskripsi harfiah tentang kualitas pengalaman emosi tertentu, keeuali menggunakan ekspresi metaforis. Hal ini meneenninkan kegunaan metafora untuk konsep-konsep abstrak. Metafora cinta dalam bahasa Angkola (MCBA) sangat penting untuk diteliti. Setidaknya., ada tiga aiasannya. Pertama, bahasa Angkola kaya akan ekspresi metaforis untuk menyatakall cinta. Dalam masyarakat AngkoJa, konsep holong 'cillta dan kasih sayang' menjadi sumber hukum adat masyarakat:, seperti terdapat pada ungkapan holong manjalahi domu ('kasih sayang akan menumbuhkan persatuan dan kesatuan') dan domu manjalahi holong ('persatuan dan kesatuan akan menumbuhkan kasih sayang') (Lubis, 2006: 25). Contohnya, konsep Ginla diungkapkan dengan kata holong pada (1) dan dibentuk oleh kombinasi kata pan"osuan 'hubungan' dengan bondul makkalang 'aral me.lintang' pada (2). Interpretasinya ialah (1) mengekspresikan CLVTA sebagai KESATUAllf (melalui kata padomu), sedangkan (2) mengekspresikan CINTA sebagai PERJALANAN (meialui kata bondul makkalang).

2 RUll1JJiL~i K. Sircg;lJ- (I) Hami sannari giot padomu holong. Urn sekarang mau AKT.rajut sayang 'Kami sedang merajut einta.' (2) Parrosuan 011 adong bondul makkalang. hubungan PART ada aral melintang 'Hubungan ini mendapat rintangan.' Alasan kedua ialah bahwa penelitian MCBA mempunyai nilai signifikansi yang tinggi. Sebagai sebuah konsep emosi, ciri-eiri semantis pada konsep cillta kadang-kadang bertumpangtindih pada konsep emosi lain (mis. gembira). Hal ini tampak pada eontoh-contoh berikut. (3) Matania bolnang. 3Tg. terbelalak 'Matanya berbinar.' (4) Mukonia ;eges. muka 3.Tg. cantik 'Wajahnya berseri-seri.' (5) P armikimnia manarik. senyum 3Tg. AKT.tarik 'Senyumnya sumringah.' Metafora pada kalimat (3H5) mencerminkan salah satu dari dua keadaan emosional, yakni cinta atau gembira. Tanpa pelibatan konteks, contoh-contoh itu cendemng ditafsirkan sebagai metafora gembira. Hal ini menunjukkan bahwa MCBA mengandung potensi ketaksaan yang tinggi sehingga tingkat analisisnya lebib rum it. Agar diperoleh interpretasi yang tepat perlu disediakan bukti-bukti pendukung tentang fenomena seperti itu. Alasan ketiga iajah bahwa penelitian ini, sejauh yang diketahui, belum pemah diketjakan, lebih-iebih berbasis pada ancangan linguistik kognitif. Perhatian dan minat dari para ahli semantik untuk meneliti metafora emosi bam muneul akhir-akbir ini (lihat Rajeg, 2009; Mulyadi, 2010a, b). Penelitian yang ada umumnya mengandalkan korpus yang terbatas sehingga belum dapat merumuskan generalisasi yang valid tentang metafora emosi. PeneJitian semantik pada bahasa-bahasa daerah meneakup aspek-aspek semantis umum, seperti tipe-tipe makna, sinonim, antonim, ketaksaan makna, dan lain-lain (Silalahi, 2005: 96). Analisis metafora pada bahasa-bahasa daerah, antara lain, dikerjakan ojeh Si1aJahi (2005) dan Nurismilida (2010). Akan tetapi, kedua jenis penelitian itu berbeda dengan penelitian MCBA walaupun ada kontribusinya pada tingkatan tertentu. Dengan korpus data yang luas, penelitian ini dimungkinkan untuk menghasilkan generalisasi yang valid ten tang kategorisasi MCBA dan pemetaan konseptual pada kedua ranahnya. Jelas bahwa penelitian ini membahas relasi cinta (konsep abstrak) dengan berbagai peristiwa konkret seperti perjalanan, cairan, api, perang, atau binatang buas dalam bahasa Angkola. Relasi ini me1iputi dua sllbjek penelitian yang menarik untuk diuji, yaitukategorisasi dan pemetaan konseptual MCBA. TINJAUAN PUSTAKA Metafora Konseptual Penelitian ini menggunakan teori Metafora KonseptuaL Ciri penting teori ini iatah pemanfaatan aspek tertentu dari ranah sumber atau ranah sasaran yang berperan pada metafora. Artinya, jika metafora konseptllal dinyatakan dengan A ADALAH B, illi tidak berarti bahwa seiuruh konsep A atau B tercakup-yang dipilih hanyalah aspek tertentll. Lakoff dan Johnson (1980: 117) memberi i1ustrasi pada ClmA sebaga; PERJALANAN, WAKTU sebagai UANG, dan ALAS AN sebagai PERANG. Pada metafora itu, defmisinya berfokus pada tingkat ranah pengalaman dasar seperti cinta, waktu, dan alasan. Pengalaman ini kemudian dikonseptllalisasikan dan dibatasi dengan bertumpu pada ranah pengalaman dasar seperti petjalanan, uang, dan permlg. Dalam penelitian in~ metafora cinta dianalisis dengan skema-citra. Tanpa penggunaan skema-citra sukar mernahami pengalaman. Alasannya, karena pengalaman fisik manusia hadir 130

3 K<!liaI1 Lill,!JllJSlik, TallllIJ kc- 10. No 1 rebmari 2013 dan bertindak pada dunia-karena mencerap pengalaman, memindahkan tubuh, mengerahkan dan mengalami daya, dan lain-iain---manusia membentuk struktur konseptuaj dasar untuk menata pikiran me/intas] rentang ranah yang lebih abstrak. Johnson (1987), sepert] dikutip Saeed (1997: 308), mengusulkan skema-citra sebagai suatu level struktur kognitif yang lebih primitif yang mendasari metafora dan menyajikan hubungan sistematis antara pengalaman badani dan ranah kognitif yang lebih tinggi seperti bahasa. Sehubungan dengan itu, beberapa skema-citra perseptual diterapkan pada metafora cinta, yaitu skema WADAH, skema HUBUNGAN, skema DAY A, dan skema SUMBER-JALUR TUJUAN (Kovecses, 2006: ). Contohnya, skema WADAH memiliki demen struktural "interior", "batas", dan "ekstenor". Logika dasarnya ialah bahwa segala sesuatunya berada di dalam atau berada di luar wadah. Jika B ada pada A dan C ada pada B disimpulkan bahwa C ada pada A. Misalnya, metafora KEADAAN sebagai WADAH, HUBUNGAN PERSONAL sebagai WADAH, dan BIDANG VISUAL sebagai W ADAH. Elemen struktural pada skema HUBUNGAN mencakup dua "entitas" dan "hubungan" yang mengikatnya.. Logika dasar dari skema ini meliputi keselarasan. Jika A dihubungkan dengan B, B dihubungkan dengan A atau jika A dihubungkan dengan B, A dibatasi oleh B. Skema HUBUNGAN bergllna sebagai ranah sumber pada beberapa metafora. Misalnya, pada HUBUNGAN sebagai SAMBUNGAN, kedua entitasnya dihubungkan dengan sambungan. Skema SUMBER-JALUR-TUJUAN memiliki elemen "sumber", ')alur", "tujuan", dan "arah". Logika dasamya ialah apabila seseorang pergi dari A ke B, dia harns mdewati setiap titik persimpangan yang menghubungkan A dengan B. Metafora HIDUP sebagai PERJALA1vAN mengasurnsikan skema SUI\1BER-JALUR-TUJUAN. Pemetaan dan submetafora pada rnetafora kompleks ini ialah lvfaksud sebagai TUJUAN. Peristiwa kompleks juga melibatkan keadaan awal (SUMBER), tahap tengahan (JALUR), dan tahap akhir (TUJUAN). Skema-citra menyediakan pemahaman tentang dunia, baik secara harfiah maupun secara figuratif. Dasar untuk konstruksi metaforis ini terletak pada pengalaman dasar manusia yang membentuk skema citra dan "menyajikan hubungan pengalaman badani dengan ranah kognitif yang lebih tinggi seperti bahasa" (Saeed 2003: 353). Namun, dalam penggo]ongan makna kata adakalanya diperlukan lebih dari satu skema (Kovecses, 2006: 211). METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Desa Padang Garugur, Kecamatan Padang Bolak, Kabupaten Padang Lawas Utara. Desa ini dipilih karena masyarakatnya berbahasa Angkola sebagai alat komunikasi sehari-hari. Selain itu, masyarakatnya tergolong penutur jati dan hingga kini mereka melaksanakan adat budayanya secara konsisten. Dalam pengumpu]an data diterapkan metode simak dan metode cakap (Sudaryanto, 1993). Pada metode simak, teknik sadap menjadi telmik dasar, yang disertai dengan teknik simak libat cakap, simak bebas libat cakap, rekam, dan catat. Dalam pejaksanaan metode cakap disiapkan daftar pertanyaan untuk mengembangkan strategi percakapan. Teknik dasarnya ialah teknik pancing, yang diikuti dengan teknik cakap semuka, cakap tansemuka, rekanl, dan catal. Seluruh data dianalisis dengan metode padan dan metode agih. Metode padan beroperasi dalam penetapan kategori MCBA. Misalnya, kata mogap 'tenggejam' pada (6a) dimuat pada ranah sumber dan emosi cinta pada ranah sasaran. Untuk menetapkan kategori metafora pada (6a) diidentifikasi ranah pengalaman dasar pada ranah sumber, seperti (6b), yang dikonseptualisasikan sebagai DAYA ALAML Artinya, konsep "cinta" dipahami dati konsep "daya alami". Jadi, kategori metafora pada (6a) ialah CINTA sebagai DAYA ALA/lB. (6) a Mogap do au dibaen hata-hatania. megap PART ltg PAS.bllat kata.3.tg 'Saya tenggelam oleh rayuannya.' b.. Mogap daganak i di sunge. megap anak DEM PREP sungai 131

4 Rumnas;lfl K. 51reg;u' 'Anak itu megap di sungai.' Pemetaan ranah-ranah pengalaman dasar dan cinta pada MCBA dijelaskan dengan menggunakan metode padan. Dalam pemetaan ini, dua entitas pada dua ranah kognitif yang berbeda ditandai oleh perangkat persamaannya. Contohnya, metafora CINTA sebaga; PER.JALANAN terdapat pada kalimat (7) melalui kata tarpatudu 'tertuju' dan kalimat (8) melalui kata lakka 'langkah'. (7) Holongnia tarpatudu tu daboru na posonai. sayang.3tg PAS.tuju PREP istri PART muda.3tg 'Kasih sayangnya tertuju pada istri rnudanya.' (8) Muda giot mandapotkon holongnia diporluhon lakka KONJ ingin AKT.dapat.kan sayang.3tg PAS.perlu.kan langkah na marpatudu. PART AKT.tuju 'Untuk mendapatkan cilltanya diperlukan strategi khusus.' BASIL DAN PEMBABASAN Metafora Cinta dalam Bahasa Angkola Kategorisasi MCBA Kategorisasi MeBA bertumpu pada kesamaan acuan dari kata-kata atau frasa yang membentuk metafora. Berdasaikan kesamaan acuan itu, MeBA memiliki semhilan kategori, yaitu (1) CINTA sebagai CAIRAN DALAM W ADAH, (2) CINTA sebagai DAYA, (3) CINTA sebagai BINATANG BUAS, (4) CIlvTA sebagai PASIEN, (5) CINTA sebagai PERJALANAN, (6) CINTA sebagai PERANG, (7) CINTA sebagai BENDA, (8) CINTA sebagai KESATUAN, dan (9) CLVTA sebagai PERMAINAN. Metafora CINTA sebagai CAIRAN DALAM WADAH rnenggunakan tubuh pengalam sebagai wadah untuk cinta. Dalam tubuh teijadi proses internal pada cairan karena cinta mengandung suatu daya yang dapat meningkatkan skala cairan. Dalam bahasa AngkoJa, peningkatan skaja cairan ini, antara lain, dinyatakan dengan kata mambubung 'membuncah' (secara harfiah, 'penuh') atau kata tarpalobi 'meluap' (secara harfiall, 'berlebihan '). (9) Parasoan holong doppak mambubung di bagasan ni andorania. perasaan sayang sedang AKT.penuh PREP dalam PART dada.3tg 'Perasaaan cinta sedang membuncah di dalam dadanya.' (10) Holongnia tarpalobi inda tarolat. sayang PAS.lebih NEG PAS.haiang 'Luapan cintanya tak terhajang.' Cairan dalam wadah dapat rnendidih dan rneledak. Dua keadaan ini rnembentuk rnetafora CINTA sebagoi PANAS. Metafora ini memiliki dua versi: (1) panas dikenakan pada zat cair dan (2) panas dikenakan pada zat padat. Panas pada zat cair membentuk metafora CINTA sebaga; PANAS, seperti (11). Panas pada zat padat, versi rnetaforanya ialah CINTA sebagai API, seperti (12). (1 I) Borgo ni holongnia mambaen au maraso sonallg ni roha. hangat PART sayang.3tg AKT.buat ITg AKT.rasa senang PART hati 'Kehangatan cintanya membuatku merasa nyaman.' (12) Bope dung gok daganak. hojong ni halahi leng marapi-api. KONJ sudah banyak anak sayang PART 3Jm tetap AKT.api 'Meski sudah mempunyai banyak anak, cinta mereka tetap membara.' 132

5 K;yi"aIllilJ,ijllis/ik, TabuIl kc- 10. No I Fcbmari 20 l3 Metafor CLVTA sebagai DAYA menggambarkan proses interaksi di antara dua daya, yaitu daya emosional pada cinta dan daya rasional pada pengajam. Tipe metafora ini dibagi atas subkategori CINTA sebagai DAYA FISIK, CINTA sebagai DAYA ALAAll, dan C7NTA sebagai DAYA PSIKOLOGIS. Daya fisik pada ranah CINTA meliputi faktor internal (yaitu perubahan mekanis di dalam tubuh) dan faktor eksternal (yaitu perubahan mekanis di luar tubuh, seperti terlihat pada ekspresi wajah). Daya alami rnencakup badai, banjir, atau angin. Daya psikologis mengacu pada sensasi yang mltncul dalam diri pengalam akibat "rangsangan" entitas atau peristiwa. Perhatikan contohnya secara berurutan di bawah ini. (13) Au mangarasoi dosar ni taroktok di ham; na dua. ltg AKT.rasa.LOK getar PART jantung PREP 11m PART dua 'Saya rnerasakan getaran di antara karol' (14) Naposo nauli bulling i naduana!!.1f!j!1!l2 di bagasan pemudagadis daun DEM PART.dua hanyut PREP dalam ni marsiholongan. PART AKT.saling sayang 'Kedua remaja itu hanyut dalam percintaan.' (15) Santak na labo hulala hatiha rap dohot ia. sangat PART enak KONJ sama PREP 3Tg 'Aku rnenikmati saat-saat bersamanya.' Metafora CINTA sebagai BINATANG BU4S menyiratkan pertarungan pemilik dengan binatang buas. Di satu sisi, pemilik mengerahkan tenaganya untuk menangkap binatang buas dan di sisi lain binatang buas berupaya melepaskan diri dari usaha penangkapan. Dari sudut pandang semantik, pertarungan keduanya bertujuan menguasai kendali cinta. Pihak yang berhasij menguasai kendali cinta adalah pemenang dan pihak yang gagal menguasai kendali dnta ialah pecundang. Metafora CINTA sebagai BINATANG BUAS dicontohkan di bawah ini. Pada kalirnat (16) CINTA yang dikonseptualisasikan sebagai binatang buas dapat mengancam kesejamatan man usia. Pada kalimat (11), orang-<>rang berusaha menangkap binatang buas. (16) Parkawinan ni halahi tarancam. pernikahan PART 3Jm PAS.ancam 'Perkawinan mereka terancam.' (17) Au manakkup landa ni holong di matania. ITgAKT.tangkap tandapart sayang PREP mata3tg 'Aku menangkap sinyal cinta di matanya.' Metafora CINTA sebagai PASIEN mendeskripsikan sikap pasif penga]am dajam menghadapi cinta. Pasien ialah orang yang menderita sakit. Ini merupakan pikiran dasar tentang pengamh fisik pada cinta. Selain itu, seorang pasien dapat menurun mentalnya atau tidak mampu berpikirrasional Maka, tipe metafora ini berelasi subordinasi dengan metafora CINTA sebagai KEGILAAN. Dalam bahasa Angkola, metafora.paslen disajikan pada (18) melalui ungkapan hurang martondi 'kurang bersemangat', sementara metafora KEGILAAN disajikan pada (19) melalui kata mabuk. (18) Holongku salonga mate tu sia. sayang.1tg setengah mati PRP 3Tg 'Aku cinta setengah mati pada dirinya.' (19) Halahi mardongan i mabuk harani rap marpor ni roha. 133

6 Rumnas;ui K. Siregar 3Jm AKT.kawan OEM mabuk KONJ sarna AKT.suka PART hati 'Pasangan itu dimabuk asmara.' Metafora CINTA sebagai PERJALANAN ialah metafora konvensional Contoh klasiknya ialah pernikahan, yang dianajogikan dengan <kapal yang berjayar di tengah samudera', dan pengantin laki-iaki disebut sebagai 'nakhoda'. DaJam bahasa Angkola, kata tarpajudu 'tertuju' pada (20), kata dao 'jauh' pada (21), frasa lakka matobang 'melangkah lebib jaub' pada (22), dan kata maradian 'berhenti' pada (23) mendeskripsikan metafora ini. (20) Ate-atennia tarpatudu dohot raso holong tu anak-anaknia. hati.3tg PAS.tuju PREP rasa sayang PREP anak.3tg 'Hatinya penuh dengan Tasa cinta kepada anak-anaknya.' (21) Madung sadia dao parrosuan ni halahi? sudah berapa jauh hubungan PART 3Jm 'Sudah seberapajauh hubungan mereka?' (22) Hami madung markobas lakka matobang. 11m sudah AKT.siap Jangkah AKT.tua 'Kami sudah siap melangkah lebibjauh.' (23) Carito parrosuannia maradian. cerita hubungan.3tg AKT.henti 'Kisah cintanya tak berjanjut.' Metafora CINTA sebagai PERANG mendeskripsikan objek cinta sebagai sebagai musuh. Orang yang mencari cinta akan menyerang sasarannya dan berusaha mempertahankan posisinya. Da)am menyerang, orangkadang-kadang memerlukan bantuan ternan sebagai pemasok infonnasi. Juga diperlukan rencana dan strategi yang matang sebab momentum yang kurang tepat berakibat kekajahan, yaitu penolakan cinta.pertimbangkan contoh-contoh berikut. (24) Halak i manumbas holongnia. orang DEM AKT.balas sayang.3tg 'Orang ini membalas cintanya.' (25) Hubzmgan ni halahi singit sarsar. hubungan PART 3Jm hampirberantakan 'Hubungan mereka hampir berantakan.' (26) Ate-atekku marot-rot di raso holongnia. hati.1tg AKT.tusuk PREP rasa sayang.3tg 'Saya tertusuk oleh panah asmaranya.' Sela~utnya, metafora CINTA sebagai BENDA memiliki subkategori CINTA sebagai OBJEK TERSEMBUNYI, CINTA sebagai KOMODITAS BERHARGA, CLflfTA sebagai TANAMAN, dan CINTA sebagai BANGUNAN. Metafora OBJEK TERSEMBUNYI menyiratkan eotitas abstrak, seperti terlihat pada (27). Metafora KOMODIT AS BERHARGA didasarkan pada pemahaman bahwa konsep '"ciota" merupakan sumber terbatas, seperti kata mararga 'berharga' pada (28). Metafom T ANAMAN mengacu pada entitas konkret, seperti kata manganapui 'memupuk' pada (29). Juga metaforabangunan, seperti katapatureon 'memperbaiki' pada (30). (27) Raso holong ma i mangarot-roti ate-atenia. rasa sayang DEM AKT.rasuk hati.3tg 134

7 KijiaIl fjil,.!juis/ik, TlJ!lllll kc- 10, /Ilo 1 Fchrmu 'Rasa sayang merasuk ke da]am hatinya.' (28) 1a na sangat mararga ni roha di matakku. 3TgPART sangat AKT.harga PART hati PREP mata.ltg 'Dia begitu berharga di mataku.' (29) Hita akkon manganapui holongta. 11m harns AKT.pupuk.LOK sayang.11m 'Kita harns memupuk cinta kita.' (30) Hami doppak palureon hubungan i. Urn sedang perbaiki hubungan DEM 'Karni sedang memperbaiki hubungan ini.' Dalarn bahasa Angkola terdapat ekspresi metaforis dari metafora konseptual ini. MisaInya, kata mardomu 'teijalin' (seeara harfiah, 'berpadu') pada (31) dan kata marholong 'belahan jiwa' (secara harfiah, 'sayang') pada (32)berpusat pada metafora KESATUAN. lni merupakan bentuk turunan dari metafora yang lebih umum, yaitll KESATUAN NONF1S1K sebagai KESATUAN F1SIK. (31) Hubungan ni halahi madzmg mardomu roha salaon. hubungan PART 3Jm sudah AKT.padu hati setahun 'Hubungan mereka sudah teijalin setahun.' (32) Ho maia na marholong tu au. 2Tg sendiri PART AKT.sayang PREP 2Tg 'Kan adalah belahan jiwaku.' Metafora CIlvTA sebagai KESATUAN rnerniliki subkategori CJNTA sebagai TALI. Pemahaman ini sejalan dengan konsep "kesatuan" sebagai superordinatnya Dalam bahasa Angkola, metafora TAU direalisasikan pada kata tartarik 'tertarik', seperti pada (34) dan kata pudunan 'ikatan', seperti pada (34). (33) Adabonl i mambaen rohakku tartarik. gadis DEM AKT.buat hati.1tgpas.tarik 'Gadis itu membuat hatiku terpineut.' (34) Adong pudzman na gogo di antara ni halahi. ada simpui PART kuat PREP an tara PART 3Jm 'Ada ikatan yang erat di antara mereka.' Kategori CINTA sebagai PER.}.;fAINAN memperlakukan cinta sebagai alat pertukaran ekonomis di antara orang-orang. Dalam bahasa Angkola, contohnya tidak banyak ditemukan. Misalnya, ungkapan seperti parmata hepeng 'cewek materi' (seeara harfiah, 'permata uang') dan pahat pahulu na marhahaila 'menjajakan einta' (secara harfiah, 'menjuaj cinta') merupakan ekspresi metaforis dari CllvTA sebagai PERlvlAINAN. (35) 1a bonggal songon adabonl parmata hepeng. 3Tg dikenai sebagai gadis pennata nang 'Dia dikenal sebagai eewek materi.' (36) Humna tiop borngin adaboru i pahae pahulu na marhahaila. hampirtiap malarn gadis DEM hilir mudik PART AKT.jual-cinta 135

8 Hampir tiap malam wan ita itu menjajakan cinta.' Pemetaan Konseptual Pemetaan MCBA diterangkan skema citra. Ada lima skema citra dasar yang terlibat, yaitu WADAH, DAYA, SUMBER-JALUR-TUJUAN, RUANG, dan HUBUNGAN. Skema WADAH menerangkan pemetaan metafora CIl'vTA sebagai CAlRAN DALAM WADAH dan kedua subkategorinya, yakni CINTA sebagai PANAS dan CINTA sebagai API. Namun, metafora CINTA sebagai CAlRAN DALAM WADAH dan CINTA sebagai PANAS dapat dibuat lebih sederhana, yaitu CINTA sebagai CAJRAN PANAS DALAM WADAH. Alasannya, panas dapat dikenakan pada zat cair dalam suatu wadah. Dengan menempatkan CAlRAN (PANAS) pada ranah sumber dan CINTA pada ranah sasaran, metafora CINTA sebagai CAIRAN (PANAS) DALA.M W ADAH dipetakan sebagai berikut. Sumber: CAIRAN (PANAS)DALAM WADAHSasaran: CINTA wadah fisik ~ tubuhpengalam tekanan jnternal pada wadah ~ tekanan internal pada tubuh cairan (panas) dalam wadah ~ cinta tingkat panas cairan ~ intensitas cinta penyebab panas cairan ~ penyebab cinta Skenario CINTA sebagai API lebih kompleks. Skenarionya menggambarkan apa yang tetjadi apabila cinta terlalu hebat dan mampu mengendalikan penga)am. Apabila cinta terlalu hebat, yang berkorespondensi dengan terbakamya wadah pada ranah sumber, pecinta dapat meledak. Ini diilustrasikan sebagai berikut. Sumber: API Sasaran: CINT A wadah fisik tekanan internal pada wadah api dalam wadah penyebab api ledakall pada wadah ~ tubuh pengalam ~ tekanan internal pada tubuh ~ cinta ~ penyebab cinta ~ cinta yang tak terkendali Skema DA YA memetakan metafora CINTA sebagai DAYA, CINTA sebagai BINATANG BUAS, dan CINTA sebagai PASlEN. Skenario CINTA sebagai DAYA memuat upaya menjaga cinta di bawah kendali. Cinta yang terkendali berarti mengendalikan daya. Skenario CINTA sebaga; BINATANG BUAS menekankan hilangnya kendah atas cinta pada diri pengalam. Binatang buas adajah cinta, yang dengar. dayanya berusaha memengaruhi pengalam supaya kehilangan kendali atas daya kausal cinta. Skenario CINTA sebagai PASIEN berisi interaksi daya antara diri (pengalam) dan ciota. Pada metafora P ASIEN, diri adalah agonis yang kadang-kadang bertahan dari perubahan daya; artinya, muncul energi bam pada pasien untuk kesembuhannya. Sebagai ilustrasi, pemetaan metafora ClNTA sebagai DAY A A LAM I, metafora CIATA sebagai BINATANG BUAS, dan metafora CINTA sebagai PASIEN dapat dibandingkan di bawah ini. Sumber: DAY A ALAMI Sasaran: CINTA ruang fisik daya alami tingkat pengaruh daya alami penyebab daya alami kekuatan daya alami Sumber: BlNATANG BUAS ruang fisik binatang buas - tubuh pengalam ~ ciota ~ intensitas cinta ~ penyebab cinta - hilangnya kendali Sasaran: CINT A tubuh pengajam cinta 136

9 KqjiaIl LIi{:;Wslik, TilbuIl kt:- If). No 1 Februali 2013 kekuatan binatang buas ---* penyebab serangan binatang buas penangkapan binatang buas lolosnya binatang buas ---* Sumber: PASIEN ruang fisik -7 pasien pada ruang -7 munculnya energi ---* hilangnya energi ---* penyebab sakit ---* intensitas cinta ---* penyebab cinta ---* pengendalian cinta hilangnya kendali Sasaran: CINTA tubuh pengajam cinta kemajuan hubungan kemunduran hubungan penyebab cinta Skema SUMBER-JALUR-TUJUAN menjelaskan pemetaan CIlvTA sebagai PERJALANAN. Kovecses (2006: ) mengatakan bahwa pengalaman tubuh yang memotivasi skema ini ialah tipe pengalaman yang paling umum sehingga kurang disadari. Faktanya, manusia dapat berpindah dari satu tempat (sumber) ke tempat lain (tujuan) sepanjang urutan tempat yang terusmenerus (jalur). Korespondensi ontologis antara "pe.rjalanan" sebagai ranah sumber dan "cinta" sebagai ranah sasaran tampak pada contoh berikut. Sumber:PERJALANAN pejalan tempat petjalanan tujuan petjalanan jarak yang ditempuh rintangan dalam perjalanan Sasaran: CINT A pecinta cinta tujuan hubllngan kemajuan dalam hubungan kendala dalam hubungan Skema RUANG memetakan CIA'TA sebagai BENDA dan CINTA sebaga; PERANG. Penerapan skema RUANG didasari pemahaman bahwa ruang menjadi tempat peletakan benda (abstrak dan konkret) dan menjadi arena peperangan. Hubungall sistematis antara konsep "cinta" dan konsep "benda" dan konsep "cinta" dengall konsep "perallg" terlhat pada pemetaan konseptual di bawah ini. Sumber: BENDA Sasaran: ClNTA ruang fisik ---* tubuh pengalam benda pada ruang ---* cinta manfaat benda -7 kekuatan cinta penjagaan benda ---* pengendalian cinta pengabaian benda ---* hilangnya kendai.i Sumber: PERANG Sasaran: CINTA orang yang berperang -7 pecinta sasaran perang -7 objek cinta tujuan perang ---* tujuan hubungan kemenangan perang ---* cinta lama perang ---* kendala dalam hubungan 137

10 Rumnasari K Siref(ar KESIMPULAN Dalam bahasa Angkola, metafora CINTA dibangun sembi Ian kategori, yaitu (l) CJNTA sebagai CAIRAN DALAM WADAH, (2) CINTA sebaga; DAYA, (3) CI/llTA sebagai BINATANG BUAS, (4) CINTA sebagai PASIEN, (5) CINTA sebagai PERJAL4NAN, (6) CINTA sebagai PERANG, (7) CINTA sebagai BENDA, (8) CINTA sebagai KESATUAN, dan (9) CINTA sebaga; PERMAINAN. Metafora CAlRAN mempunyai subkategori PANAS dan API. Metafora DAYA mencakup DAYA FISIJ<, DAYA ALAMI, dan DAYA PSIKOLOGIS. Metafora PAStEN berelasi dengan KEGILAAN. Metafora BENDA menderivasi OBJEK TERSEMBUNYI, KOMODITAS BERHARGA, TANAMAN, dan BANGUNAN. Metafora KESATUAN memiliki subkategori TALI. Pemetaan konseptual MCBA ditata oleh skema WADAH, skema DAYA, skema SUMBER-JALUR-TUJUAN, skema RUANG. dan skema HUBUNGAN. Skema WADAH memetakan CINTA sebaga; CAlRAN DALAM WADAH. Skerna DAY A mernetakan CIlvTA sebaga; DAYA, CINTA sebaga; BINATANG BUAS, dan CINTA sebagai PASIEN. Skema SUMBER-JALUR-TUJUAN memetakan Clf.lTA sebaga; PERlALANAN. Skema RUANG memetakan CINTA sebaga; BENDA dan CINTA sebagai PERANG. Skema HUBUNGAN rnemetakan CINTA sebaga; KESATUAN dan CINTA sebagai PERMAINAN. REFERENSI Croft, William. dan D. AHan Cruse Cognitive Linguistic. Cambridge: Cambridge University Press. Hai-Yun, Liu "Metaphor in Expressing Emotions." [dikutip 20 April 2008] Tersedia dari: w.1inguist.org.cnldoc/su /su pdf. Kovecses, Zoltan Language, Mind, and Culture. Oxford: Oxford University Press. Lakoff, George dan Mark Johnson Metaphors We Live By. Chicago: The University of Chicago Press. Lubis, Rosliana "Partuturon dalam Masyarakat Angkola." Logat, 1: Mulyadi. 2010a. "Metafora Emosi dalam Bahasa Indonesia." Makalah pada The Slh International Seminar on Austronesian Language and Literature, Udayana, Denpasar, ]9-20 Ju.li. Mulyadi. 201 Ob. "Dari Gerakan ke Ernosi: PerspektifLinguistik Kognitif." Logat, 1: Nurisrnilida Metqfora Bahasa Minangkabau Dialek Pariaman di Kelurahan Banjai Kecamatan Medan Denai Kota Medan. (Tesis) Medan: Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Rajeg, I Made '"Cintanya Bertepuk Sebelah Tangan: Metaphoric and Metonymic Conceptualisation of LOVE in Indonesian." Makalah pada International Conference of Linguistic Society of Indonesia, Malang, 5-7 November. Saeed, John Semantics. Oxford: Blackwell Sandstrom, Karin "When Motion Becomes Emotion: A Study of Emotion Metaphors Derived from Motion Verbs." [dikutip 27 Maret 2008] Tersedia dari: Silalahi, Roswita "Metafora dalam Bahasa Batak Toba." Logat, 2: Sudaryanto j\"fetode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University. Verspoor, Cornelia M "What are the Characteristics of Emotional Metaphors?" [dikutip 20 April 2008] Tersedia dari: pubs/rice/met-thesis.pdf. 138

BAB I PENDAHULUAN. Metafora berperan penting dalam penggunaan bahasa sehari-hari. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. Metafora berperan penting dalam penggunaan bahasa sehari-hari. Untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Metafora berperan penting dalam penggunaan bahasa sehari-hari. Untuk menarik perhatian pembaca, judul-judul berita pada surat kabar, tabloid, atau majalah sering dinyatakan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA (2) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan baru tentang kategorisasi dan pemetaan metafora konseptual kata penyakit dalam bahasa Indonesia. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Istilah metafora sudah muncul dari hasil interpretasi terhadap Kejadian di

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Istilah metafora sudah muncul dari hasil interpretasi terhadap Kejadian di BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori-Teori yang Relevan 2.1.1 Teori Metafora Klasik Istilah metafora sudah muncul dari hasil interpretasi terhadap Kejadian di Injil ketika Adam dan Eva memakan buah terlarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem lambang bunyi yang bermakna dan dihasilkan oleh alat ucap manusia (Keraf, 2004:1), sedangkan

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN UNTUK PENULISAN TESIS DENGAN JUDUL METAFORA CINTA DALAM BAHASA ANGKOLA

KUESIONER PENELITIAN UNTUK PENULISAN TESIS DENGAN JUDUL METAFORA CINTA DALAM BAHASA ANGKOLA Lamp. 1 KUESIONER PENELITIAN UNTUK PENULISAN TESIS DENGAN JUDUL METAFORA CINTA DALAM BAHASA ANGKOLA Petunjuk Pengisian Kuesioner Kuesioner ini bertujuan memperoleh gambaran tentang pemakaian ungkapan cinta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Verba gerakan, seperti pindah, datang, dan berlari dapat ditemukan pada

BAB I PENDAHULUAN. Verba gerakan, seperti pindah, datang, dan berlari dapat ditemukan pada BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Verba gerakan, seperti pindah, datang, dan berlari dapat ditemukan pada semua bahasa. Hal itu juga terdapat pada bahasa-bahasa daerah di Indonesia, termasuk bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada awalnya, metafora muncul sebagai suatu gaya bahasa atau figure of

BAB I PENDAHULUAN. Pada awalnya, metafora muncul sebagai suatu gaya bahasa atau figure of BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada awalnya, metafora muncul sebagai suatu gaya bahasa atau figure of speech yang membandingkan satu hal dengan istilah lain yang setara. Pada umumnya, metafora menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada bagian ini digambarkan bagan alur penelitian dalam bentuk diagram berikut

BAB III METODE PENELITIAN. Pada bagian ini digambarkan bagan alur penelitian dalam bentuk diagram berikut A. Desaian Penelitian ini. BAB III METODE PENELITIAN Pada bagian ini digambarkan bagan alur penelitian dalam bentuk diagram berikut Tuturan Komentator Indonesia Super League Musim 2013-2014 Pengolahan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu verba AMBIL, komponen semantis, kategorisasi, makna, polisemi, dan sintaksis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara sadar ataupun tidak, manusia seringkali menggunakan gaya bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Secara sadar ataupun tidak, manusia seringkali menggunakan gaya bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara sadar ataupun tidak, manusia seringkali menggunakan gaya bahasa kiasan atau majas untuk mengungkapkan, menyetujui, menggambarkan suatu hal secara tidak langsung.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hubungan antara tanda - tanda linguistik atau tanda-tanda lingual dengan hal yang

BAB I PENDAHULUAN. hubungan antara tanda - tanda linguistik atau tanda-tanda lingual dengan hal yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam linguistik terdapat kajian khusus mengenai makna yang dikenal dengan Semantik. Semantik adalah ilmu tentang makna. Para ahli bahasa memberikan pengertian semantik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, semantik adalah bidang yang fokus mempelajari tentang makna baik yang berupa text

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, semantik adalah bidang yang fokus mempelajari tentang makna baik yang berupa text BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan oleh manusia dalam kehidupan seharihari. Ketika berbahasa ada bentuk nyata dari pikiran yang ingin disampaikan kepada mitra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu masalah diantaranya: pertama; pandangan dari objek yang utama, kedua;

BAB I PENDAHULUAN. satu masalah diantaranya: pertama; pandangan dari objek yang utama, kedua; BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kajian metafora merupakan analogi atau perbandingan suatu yang memiliki kemiripan dengan sesuatu yang lainya. Sebagai contoh sifat manusia yang dianalogikan atau diperbandingkan

Lebih terperinci

Analisis metaforis..., Widya, FIB, UI, 2010.

Analisis metaforis..., Widya, FIB, UI, 2010. 119 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Penggunaan bahasa adalah cerminan dinamika masyarakat penuturnya. Keunikan dan keapikan kemasan sebuah ujaran adalah cerminan keunikan sebuah budaya. Setiap budaya memiliki

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. kategori leksikal, komplemen, keterangan, spesifier, dan kaidah struktur frasa.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. kategori leksikal, komplemen, keterangan, spesifier, dan kaidah struktur frasa. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu frasa, FP, kategori leksikal, komplemen, keterangan, spesifier, dan kaidah

Lebih terperinci

Penggolongan Tahapan Perkembangan Normal Bicara dan Bahasa Pada Anak. Oleh: Ubaii Achmad

Penggolongan Tahapan Perkembangan Normal Bicara dan Bahasa Pada Anak. Oleh: Ubaii Achmad Penggolongan Tahapan Perkembangan Normal Bicara dan Bahasa Pada Anak. Oleh: Ubaii Achmad Manusia berinteraksi satu dengan yang lain melalui komunikasi dalam bentuk bahasa. Komunikasi tersebut terjadi baik

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa digunakan oleh manusia untuk berinteraksi dengan orang lain. Bahasa adalah alat untuk mengungkapkan pikiran, keinginan, pendapat, dan perasaan seseorang kepada

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dalam sebuah karya sastra, namun berkaitan dengan hal-hal yang dianggap sangat

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dalam sebuah karya sastra, namun berkaitan dengan hal-hal yang dianggap sangat BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Metafora tidak terbatas menyangkut pada sebuah gaya bahasa yang terdapat dalam sebuah karya sastra, namun berkaitan dengan hal-hal yang dianggap sangat dekat dengan

Lebih terperinci

FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014

FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014 PEMEROLEHAN LEKSIKON ANAK-ANAK USIA 7 TAHUN DI SD NEGERI 067690 MEDAN TESIS OLEH NOVITA SARI NIM: 127009023/LNG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014 PEMEROLEHAN LEKSIKON ANAK-ANAK

Lebih terperinci

Perkebunan produktif di lereng pegunungan

Perkebunan produktif di lereng pegunungan Khofiffah Mudjiono: Perkebunan produktif di lereng pegunungan Bayangkan anda tengah berada di lereng pegunungan. Sejauh mata anda memandang, terlihat hamparan perkebunan berbagai komoditas. Mungkin teh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian emosi telah dilakukan di banyak bahasa, baik dari bidang psikologi maupun linguistik. Penelitian tentang emosi dari bidang bahasa menarik, karena banyak

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. kejadian, komponen semantis, kategorisasi, dan makna.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. kejadian, komponen semantis, kategorisasi, dan makna. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu verba kejadian, komponen semantis, kategorisasi, dan makna. Verba kejadian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Sampai saat ini tidak banyak penelitian yang memperhatikan tentang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Sampai saat ini tidak banyak penelitian yang memperhatikan tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra anak masih terpinggirkan dalam khazanah kesusastraan di Indonesia. Sampai saat ini tidak banyak penelitian yang memperhatikan tentang sastra anak. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berjalan, berlari, dan pergi. Tidak hanya manusia, hewan juga melakukan

BAB I PENDAHULUAN. berjalan, berlari, dan pergi. Tidak hanya manusia, hewan juga melakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gerakan merupakan suatu peristiwa yang paling mendasar dalam sebuah bahasa. Setiap manusia pasti melakukan gerakan dalam hidupnya, seperti berjalan, berlari, dan pergi.

Lebih terperinci

Mata Kuliah Persepsi Bentuk

Mata Kuliah Persepsi Bentuk Modul ke: Mata Kuliah Persepsi Bentuk Pertemuan 11 Fakultas FDSK Ali Ramadhan S.Sn.,M.Ds Program Studi Desain Produk Grafis Dan Multimedia www.mercubuana.ac.id IDE Dalam dunia seni rupa umumnya dikenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku.setiap suku memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku.setiap suku memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku.setiap suku memiliki acara adat yang berbeda-beda dalam upacara adat perkawinan, kematian dan memasuki rumah baru.dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dita Marisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dita Marisa, 2013 BAB I PENDAHULUAN Dalam bagian ini akan diuraikan, latar belakang penelitian, masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi penulisan. Adapun uraiannya sebagai berikut.

Lebih terperinci

Mata Kuliah Persepsi Bentuk

Mata Kuliah Persepsi Bentuk Modul ke: Mata Kuliah Persepsi Bentuk Pertemuan 11 Fakultas FDSK Nina Maftukha, S.Pd., M.Sn Program Studi Desain Produk www.mercubuana.ac.id IDE Dalam dunia seni rupa umumnya dikenal ada dua struktur,

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. penggunaan gaya bahasa kiasan metafora yang disampaikan melalui ungkapanungkapan

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. penggunaan gaya bahasa kiasan metafora yang disampaikan melalui ungkapanungkapan BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Dalam bahasa politik Nelson Mandela, penulis banyak menemukan penggunaan gaya bahasa kiasan metafora yang disampaikan melalui ungkapanungkapan metaforis linguistik

Lebih terperinci

Pengaruh Menyimak Cerita terhadap Kemampuan Bercerita Fiksi pada Anak

Pengaruh Menyimak Cerita terhadap Kemampuan Bercerita Fiksi pada Anak Pengaruh Menyimak Cerita terhadap Kemampuan Bercerita Fiksi pada Anak Tri Wahyono Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Abstrak Penulisan makalah ini bertujuan untuk 1) mengetahui apakah menyimak cerita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehariannya manusia saling membutuhkan interaksi dengan sesama untuk

BAB I PENDAHULUAN. kesehariannya manusia saling membutuhkan interaksi dengan sesama untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Menyadari bahwa manusia adalah makhluk sosial, maka dalam kesehariannya manusia saling membutuhkan interaksi dengan sesama untuk melangsungkan hidup mereka.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu sama lain, yakni sebagai media informasi, media pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. Fungsi

Lebih terperinci

2015 METAFORA DALAM TUTURAN KOMENTATOR INDONESIA SUPER LEAGUE MUSIM : KAJIAN SEMANTIK KOGNITIF

2015 METAFORA DALAM TUTURAN KOMENTATOR INDONESIA SUPER LEAGUE MUSIM : KAJIAN SEMANTIK KOGNITIF BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepak bola menjadi cabang olahraga yang sangat populer dan digemari oleh masyarakat Indonesia. Selain pertandingannya yang menarik terdapat pula fenomena bahasa

Lebih terperinci

PARADIGMA SASTRA, SEMAKIN MEMUDARKAH...? tentang tanggapannya mengenai dunia sastra. Sastra dianggapnya suatu pekerjaan yang

PARADIGMA SASTRA, SEMAKIN MEMUDARKAH...? tentang tanggapannya mengenai dunia sastra. Sastra dianggapnya suatu pekerjaan yang PARADIGMA SASTRA, SEMAKIN MEMUDARKAH...? Jika sastra ini dinilai privasi (hanya untuk kalangan orang-orang sastra) dan Aku tidak boleh memilikinya, mengapa mereka yang bergelar Dokter dan Insinyur leluasa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan 1. Definisi Kecemasan Kecemasan atau anxietas adalah status perasaan tidak menyenangkan yang terdiri atas respon-respon patofisiologis terhadap antisipasi bahaya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk,

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wacana ialah satuan bahasa yang terdiri atas seperangkat kalimat yang mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk, 2006: 49). Menurut

Lebih terperinci

BENTUK-BENTUK METAFORA MUSIK DALAM BAHASA INDONESIA (TINJAUAN AWAL)

BENTUK-BENTUK METAFORA MUSIK DALAM BAHASA INDONESIA (TINJAUAN AWAL) BENTUK-BENTUK METAFORA MUSIK DALAM BAHASA INDONESIA (TINJAUAN AWAL) Faradila Nurbaiti faradila.nurbaiti@gmail.com S-2 Ilmu Linguistik, Universitas Gadjah Mada Abstract Music is a part of art that requires

Lebih terperinci

VERBA AMBIL DALAM BAHASA BATAK TOBA:

VERBA AMBIL DALAM BAHASA BATAK TOBA: VERBA AMBIL DALAM BAHASA BATAK TOBA: KAJIAN METABAHASA SEMANTIK ALAMI SKRIPSI OLEH PESTARIA SINAGA NIM 130701065 PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2017

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pendidikan merupakan salah satu kebutuhan yang wajib

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pendidikan merupakan salah satu kebutuhan yang wajib BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini pendidikan merupakan salah satu kebutuhan yang wajib dipenuhi bagi setiap insan. Mereka berusaha memenuhi kebutuhan tersebut dengan menghadiri sekolah atau

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. salah satunya adalah teknik Numbered Head Together (NHT). Menurut

II. TINJAUAN PUSTAKA. salah satunya adalah teknik Numbered Head Together (NHT). Menurut 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Kooperatif Teknik NHT Dalam penerapannya pembelajaran kooperatif memiliki beberapa teknik pembelajaran, salah satunya adalah teknik Numbered Head Together (NHT).

Lebih terperinci

MATEMATIKOMIK SEBAGAI ALTERNATIF MEDIA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR SISWA

MATEMATIKOMIK SEBAGAI ALTERNATIF MEDIA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR SISWA 1 MATEMATIKOMIK SEBAGAI ALTERNATIF MEDIA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR SISWA MAULANA Dosen Matematika Universitas Pendidikan Indonesia E-mail: nofearofmath@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat komunikasi secara tidak langsung yakni dalam bentuk tulisan. Pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat komunikasi secara tidak langsung yakni dalam bentuk tulisan. Pada dasarnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai alat komunikasi, bahasa memiliki peranan penting dalam kehidupan. Selain digunakan sebagai alat komunikasi secara langsung, bahasa juga dapat digunakan sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan dengan judul skripsi ini. Untuk mempertanggungjawabkan suatu karya ilmiah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditulis oleh sastrawan terdahulu, namun dewasa ini penggunaan

BAB I PENDAHULUAN. yang ditulis oleh sastrawan terdahulu, namun dewasa ini penggunaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Majas atau gaya bahasa salah satu cara untuk menyatakan sesuatu dengan maksud tertentu. Majas lebih sering digunakan didalam karya sastra walaupun tidak menutup kemungkinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosialnya. Manusia berkomunikasi menggunakan bahasa. Bahasa merupakan

BAB I PENDAHULUAN. sosialnya. Manusia berkomunikasi menggunakan bahasa. Bahasa merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri. Manusia membutuhkan bantuan orang lain untuk melangsungkan kehidupannya. Bahasa sangat penting untuk melakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini beranjak untuk memahami kontruksi nasionalisme dalam film,

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini beranjak untuk memahami kontruksi nasionalisme dalam film, 35 BAB III METODE PENELITIAN A. Tipe penelitian Penelitian ini beranjak untuk memahami kontruksi nasionalisme dalam film, menanggapi fenomena sosial tentang nasionalisme yang disinyalir mulai memudar.

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. Dalam peri ode kehidupan seorang wanita, setelah melalui peri ode usia

BABI PENDAHULUAN. Dalam peri ode kehidupan seorang wanita, setelah melalui peri ode usia BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam peri ode kehidupan seorang wanita, setelah melalui peri ode usia reproduktif, maka tidak lama kemudian mereka akan memasuki peri ode

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap bahasa memiliki sejumlah verba yang bermakna dasar AMBIL

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap bahasa memiliki sejumlah verba yang bermakna dasar AMBIL BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap bahasa memiliki sejumlah verba yang bermakna dasar AMBIL artinya semua bahasa memiliki verba AMBIL yang membedakannya hanyalah bahasa dan maknanya. Misalnya,

Lebih terperinci

SILABUS MATA KULIAH : SEMANTIK

SILABUS MATA KULIAH : SEMANTIK 1. Fakultas / Program Studi : FBS/PBSI 2. Mata Kuliah & Kode : SEMANTIK Kode : IND 405 3. Jumlah SKS : Teori : 3 SKS Praktik : 0 SKS : Sem : V Waktu : 3200 Menit 4. Mata kuliah Prasyarat & Kode : - 5.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. deskriptif. Metode deskriptif digunakan bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk

III. METODE PENELITIAN. deskriptif. Metode deskriptif digunakan bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk III. METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif digunakan bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk interferensi

Lebih terperinci

BAB 2 KERANGKA TEORI

BAB 2 KERANGKA TEORI BAB 2 KERANGKA TEORI 2.1 Pengantar Bab ini akan membahas tentang teori-teori yang digunakan oleh peneliti untuk menganalisis metafora dalam bebasan. Adapun pengertian metafora dan teori yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa siswa, karena siswa tidak hanya belajar menulis, membaca,

BAB I PENDAHULUAN. bahasa siswa, karena siswa tidak hanya belajar menulis, membaca, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar (SD) menjadi sebuah proses belajar bahasa yang berada pada fase paling penting bagi penguasaan bahasa siswa, karena siswa

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa konsep seperti pemerolehan bahasa, morfologi, afiksasi dan prefiks, penggunaan konsep ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan landasan bagi peneliti dalam pengambilan masalah. Kemudian masalah

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan landasan bagi peneliti dalam pengambilan masalah. Kemudian masalah 1 BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini peneliti memaparkan mengenai latar belakang masalah yang dijadikan landasan bagi peneliti dalam pengambilan masalah. Kemudian masalah tersebut peneliti rumuskan dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Media Kartu Bergambar 2.1.1 Pengertian Media Kartu Bergambar Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti perantara. Dengan demikian media dapat

Lebih terperinci

PERNYATAAN EMOSI BERBAHASA INDONESIA SISWA SMP DHARMA WIWEKA DENPASAR: KAJIAN PSIKOLINGUISTIK

PERNYATAAN EMOSI BERBAHASA INDONESIA SISWA SMP DHARMA WIWEKA DENPASAR: KAJIAN PSIKOLINGUISTIK PERNYATAAN EMOSI BERBAHASA INDONESIA SISWA SMP DHARMA WIWEKA DENPASAR: KAJIAN PSIKOLINGUISTIK Maria Imaculada Dc. S email: missysarmento@yahoo.com Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, yang kemudian disebut dengan komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi

Lebih terperinci

2 Namun pembelajaran matematika di sekolah memiliki banyak sekali permasalahan. Majid (2007:226) menyatakan bahwa masalah belajar adalah suatu kondisi

2 Namun pembelajaran matematika di sekolah memiliki banyak sekali permasalahan. Majid (2007:226) menyatakan bahwa masalah belajar adalah suatu kondisi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan pengetahuan dasar yang diperlukan oleh peserta didik untuk menunjang keberhasilan belajarnya dalam menempuh pendidikan yang lebih tinggi.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perancangan 1. Penjelasan Judul Perancangan Pendidikan PAUD saat ini sangatlah penting, sebab merupakan pendidikan dasar yang harus diterima anak-anak. Selain itu untuk

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. aspek tersebut akan dipaparkan sebagai berikut. ini terdiri atas tiga, yakni (1) struktur dan keterpaduan Antarunsur dalam Wacana

BAB V PENUTUP. aspek tersebut akan dipaparkan sebagai berikut. ini terdiri atas tiga, yakni (1) struktur dan keterpaduan Antarunsur dalam Wacana BAB V PENUTUP Bab V ini memuat dua aspek, yakni (1) simpulan dan (2) saran. Kedua aspek tersebut akan dipaparkan sebagai berikut. 5.1 Simpulan Sesuai dengan jumlah masalah yang telah dirumuskan, simpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Manusia adalah mahkluk biologis, psikologis, sosial,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Manusia adalah mahkluk biologis, psikologis, sosial, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia adalah mahkluk biologis, psikologis, sosial, kultural, dan spiritual yang utuh dan unik, artinya yang merupakan satu kesatuan yang utuh dari aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Toba. Bahasa Batak Toba sebagai bahasa ibu sekaligus bahasa sehari-hari sering

BAB I PENDAHULUAN. Toba. Bahasa Batak Toba sebagai bahasa ibu sekaligus bahasa sehari-hari sering BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi yang ditetapkan oleh pemerintah di negara kita sebagai alat komunikasi resmi. Selain bahasa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kebahasaan dan keterampilan berbahasa. Pengetahuan kebahasaan meliputi

BAB 1 PENDAHULUAN. kebahasaan dan keterampilan berbahasa. Pengetahuan kebahasaan meliputi 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran bahasa Indonesia secara formal mencakup pengetahuan kebahasaan dan keterampilan berbahasa. Pengetahuan kebahasaan meliputi pembelajaran mengenai asal-usul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan konseptual dan intelektual anak-anak. Memahami proses. perkembangan kognitif anak-anak secara menyeluruh.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan konseptual dan intelektual anak-anak. Memahami proses. perkembangan kognitif anak-anak secara menyeluruh. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan kemampuan linguistik terjadi di dalam konteks umum perkembangan konseptual dan intelektual anak-anak. Memahami proses pemerolehan bahasa itu akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang anak. Untuk berbahasa, anak-anak harus menghubungkan leksikon yang

BAB I PENDAHULUAN. seorang anak. Untuk berbahasa, anak-anak harus menghubungkan leksikon yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerolehan leksikon sangat penting dalam perkembangan bahasa seorang anak. Untuk berbahasa, anak-anak harus menghubungkan leksikon yang satu dengan yang lainnya untuk

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia Representasi jilbab..., Sulistami Prihandini, FISIP UI, 2008

BAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia Representasi jilbab..., Sulistami Prihandini, FISIP UI, 2008 31 BAB 3 METODOLOGI 3.1. Paradigma Penelitian Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Sebagaimana dikatakan Patton (1990), paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi

Lebih terperinci

TINDAK TUTUR REMAJA KOMPLEK PERUMAHAN UNAND. Sucy Kurnia Wati

TINDAK TUTUR REMAJA KOMPLEK PERUMAHAN UNAND. Sucy Kurnia Wati TINDAK TUTUR REMAJA KOMPLEK PERUMAHAN UNAND Sucy Kurnia Wati Abstrak Artikel ini bertujuan untuk mengetahui menjelaskan tindak ilokusi yang digunakan dalam tuturan remaja komplek perumahan UNAND dan menjelaskan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 52 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Menurut Creswell (2010: 4-5), metode ini bertujuan untuk mengeksplorasi dan memaknai segala sesuatu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sebuah bangunan baru dapat berfungsi apabila bangunan tersebut dapat mengakomodir aktifitas dari fungsi yang terdapat di dalamnya. Pemakai bangunan adalah setiap orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial perlu untuk berinteraksi untuk bisa hidup berdampingan dan saling membantu. Bahasa merupakan alat yang digunakan manusia untuk berinteraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap

BAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Balakang Masalah Remaja dipandang sebagai periode perubahan, baik dalam hal fisik, minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Surat kabar atau dapat disebut koran merupakan lembaran-lembaran kertas

BAB I PENDAHULUAN. Surat kabar atau dapat disebut koran merupakan lembaran-lembaran kertas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Surat kabar atau dapat disebut koran merupakan lembaran-lembaran kertas yang bertuliskan berita-berita dan sebagainya (Sugono ed., 2015:872). Beritaberita dalam surat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah studi mengenai alam sekitar, dalam hal ini berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paling subjektif dan mengandung nilai aktualisasi diri yang tinggi. Pernyataan

BAB I PENDAHULUAN. paling subjektif dan mengandung nilai aktualisasi diri yang tinggi. Pernyataan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menulis adalah sebuah konsep komunikasi tidak langsung yang sifatnya paling subjektif dan mengandung nilai aktualisasi diri yang tinggi. Pernyataan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merasa senang, lebih bebas, lebih terbuka dalam menanyakan sesuatu jika berkomunikasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merasa senang, lebih bebas, lebih terbuka dalam menanyakan sesuatu jika berkomunikasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peran dan fungsi ibu dalam kehidupan seorang anak sangat besar. Anak akan lebih merasa senang, lebih bebas, lebih terbuka dalam menanyakan sesuatu jika berkomunikasi

Lebih terperinci

PATOLOGI BAHASA DAN PRAGMATIK. untuk memenuhi tugas matakuliah Pragmatik yang dibina oleh Prof. Dr. Abdul Syukur Ibrahim dan Dr. Sunoto, M.Pd.

PATOLOGI BAHASA DAN PRAGMATIK. untuk memenuhi tugas matakuliah Pragmatik yang dibina oleh Prof. Dr. Abdul Syukur Ibrahim dan Dr. Sunoto, M.Pd. PATOLOGI BAHASA DAN PRAGMATIK untuk memenuhi tugas matakuliah Pragmatik yang dibina oleh Prof. Dr. Abdul Syukur Ibrahim dan Dr. Sunoto, M.Pd. oleh Kelompok 9 Siti Robiah 130211810262 Ruli Andayani 130211810282

Lebih terperinci

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DAFTAR RIWAYAT HIDUP DAFTAR RIWAYAT HIDUP Ketua Peneliti 1. Keterangan Pribadi a. Nama Prof. Dr. Oktavianus, M.Hum b. Tempat/Tgl lahir Simpang Tj.IV, 26-10-1963 c. Agama Islam d. Jenis Kelamin Laki-laki e. NIP 19631026199031001

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam melaksanakan keterampilan menulis dan hasil dari produk menulis itu.

BAB I PENDAHULUAN. dalam melaksanakan keterampilan menulis dan hasil dari produk menulis itu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Keterampilan menulis dapat kita klasifikasikan berdasarkan dua sudut pandang yang berbeda. Sudut pandang tersebut adalah kegiatan atau aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yakni sebagai bahasa Negara dan Bahasa Nasional. Mengingat fungsi yang

BAB I PENDAHULUAN. yakni sebagai bahasa Negara dan Bahasa Nasional. Mengingat fungsi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia memiliki kedudukan dan fungsi yang sangat penting yakni sebagai bahasa Negara dan Bahasa Nasional. Mengingat fungsi yang diemban oleh Bahasa

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. Negara Jepang telah lama mengenal gaya serta ritual penghancuran diri yang lebih

Bab 1. Pendahuluan. Negara Jepang telah lama mengenal gaya serta ritual penghancuran diri yang lebih Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Negara Jepang telah lama mengenal gaya serta ritual penghancuran diri yang lebih kita kenal sebagai bunuh diri atau disebut juga jisatsu. Jisatsu merupakan suatu bentuk

Lebih terperinci

PENYEBAB INTERFERENSI GRAMATIS

PENYEBAB INTERFERENSI GRAMATIS PENYEBAB INTERFERENSI GRAMATIS BAHASA BATAK ANGKOLA DALAM KARANGAN BERBAHASA INDONESIA SISWA KELAS 5 SDN 105010 SIGAMA KECAMATAN PADANG BOLAK TAPANULI SELATAN Fitriani Lubis Fakultas Bahasa dan Seni Universitas

Lebih terperinci

Bab 5. Ringkasan. Dalam bab pertama yang berisi latar belakang penulisan skripsi ini, saya menjabarkan

Bab 5. Ringkasan. Dalam bab pertama yang berisi latar belakang penulisan skripsi ini, saya menjabarkan Bab 5 Ringkasan 5.1 Ringkasan Dalam bab pertama yang berisi latar belakang penulisan skripsi ini, saya menjabarkan tentang teori psikologi penyakit skizofrenia yang akan saya gunakan untuk membuat analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku X di Kabupaten Papua yang menganut tradisi potong jari ketika salah seorang anggota

Lebih terperinci

15. Lampiran I : Surat Keterangan Bukti Penelitian BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

15. Lampiran I : Surat Keterangan Bukti Penelitian BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 15. Lampiran I : Surat Keterangan Bukti Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah suatu tahap perkembangan antara masa anak-anak dan masa dewasa yang ditandai oleh perubahan-perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konjungsi adalah kata yang berfungsi untuk menghubungkan kata dengan kata, frasa

BAB I PENDAHULUAN. Konjungsi adalah kata yang berfungsi untuk menghubungkan kata dengan kata, frasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konjungsi adalah kata yang berfungsi untuk menghubungkan kata dengan kata, frasa dengan frasa, klausa dengan klausa (Ramlan, 2008:39). Tanpa kehadiran konjungsi, adakalanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembelajaran bahasa Indonesia pada dasarnya merupakan upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembelajaran bahasa Indonesia pada dasarnya merupakan upaya untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran bahasa Indonesia pada dasarnya merupakan upaya untuk meningkatkan keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Pembelajaran Bahasa Indonesia

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 9 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Relevan Sebelum melakukan penelitian ini, peneliti terlebih dahulu meninjau penelitian sebelumnya. Peninjauan pada penelitian lain sangat penting dilakukan. Hal ini

Lebih terperinci

16, Vol. 06 No. 1 Januari Juni 2015 Pada dasarnya, secara semantik, proses dalam klausa mencakup hal-hal berikut: proses itu sendiri; partisipan yang

16, Vol. 06 No. 1 Januari Juni 2015 Pada dasarnya, secara semantik, proses dalam klausa mencakup hal-hal berikut: proses itu sendiri; partisipan yang TRANSITIVITAS DALAM ANTOLOGI CERPEN KAKI YANG TERHORMAT KARYA GUS TF SAKAI Ogi Raditya Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui transitivitas dalam antologi cerpen Kaki yang Terhormat. Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam pembelajaran bahasa Indonesia, keterampilan menulis merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam pembelajaran bahasa Indonesia, keterampilan menulis merupakan digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menerangkan bahwa mata kuliah bahasa Indonesia adalah mata kuliah wajib

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikerjakan, dan diterapkan oleh manusia (budi-daya manusia). Kata kebudayaan berasal

BAB I PENDAHULUAN. dikerjakan, dan diterapkan oleh manusia (budi-daya manusia). Kata kebudayaan berasal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keragaman suku. Pada setiap suku memmpunyai hasil kebudayaan masing-masing. Kebudayaan hadir dari

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Paradigma penelitian ini menggunakan pendekatan kritis melalui metode kualitatif yang menggambarkan dan menginterpretasikan tentang suatu situasi, peristiwa,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menyeluruh dan dengan cara deksripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada

BAB III METODE PENELITIAN. menyeluruh dan dengan cara deksripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada 1 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah kualitatif deskriptif dengan jenis penelitian analisis teks media.

Lebih terperinci

MODEL SIMULASI KREATIF BERBANTU MEDIA VIDEO SEBAGAI ALTERNATIF PEMBELAJARAN INOVATIF

MODEL SIMULASI KREATIF BERBANTU MEDIA VIDEO SEBAGAI ALTERNATIF PEMBELAJARAN INOVATIF MODEL SIMULASI KREATIF BERBANTU MEDIA VIDEO SEBAGAI ALTERNATIF PEMBELAJARAN INOVATIF Oleh: Leli Nisfi Setiana UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG lelisetiana@yahoo.com Abstrak Pembelajaran pada dasarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Jawa disebut tanggap wacana (sesorah). Dalam pernikahan adat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Jawa disebut tanggap wacana (sesorah). Dalam pernikahan adat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa dan budaya merupakan suatu perpaduan yang indah jika diteliti lebih lanjut. Suatu hubungan yang tidak terpisahkan antara keduanya, bahasa melambangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku (etnis) yang masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku (etnis) yang masing-masing BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku (etnis) yang masing-masing suku tersebut memiliki nilai budaya yang dapat membedakan ciri satu dengan yang lainya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akhir-akhir ini berbagai bencana terjadi di Indonesia. Dimulai dari gempa bumi, tsunami, banjir bandang hingga letusan gunung merapi. Semua bencana tersebut tentu saja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia membutuhkan interaksi dengan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia membutuhkan interaksi dengan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia membutuhkan interaksi dengan manusia lain. Proses interaksi tersebut terjadi karena adanya komunikasi antar anggota masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan sebuah konsep "membina" hubungan dengan orang lain dengan saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dan dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu berupa akal, cipta, rasa,

Lebih terperinci