BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pendidikan merupakan salah satu kebutuhan yang wajib

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pendidikan merupakan salah satu kebutuhan yang wajib"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini pendidikan merupakan salah satu kebutuhan yang wajib dipenuhi bagi setiap insan. Mereka berusaha memenuhi kebutuhan tersebut dengan menghadiri sekolah atau perguruan tinggi untuk memperoleh pendidikan terbaik. Di lembaga pendidikan tersebut, peserta didik melakukan kegiatan belajar yang dibimbing oleh tenaga pendidik profesional. Dengan menempuh pendidikan, peserta didik berkesempatan memperoleh pengetahuan atau keterampilan yang diharapkan akan berguna bagi masa depan mereka. Pentingnya pendidikan bagi masa depan seseorang diamini oleh Ed Markey yang mengungkapkan bahwa education is not only a ladder of opportunity, but it is also an investment in our future pendidikan tidak hanya merupakan tangga kesempatan, tetapi juga investasi untuk masa depan ( Namun, sejatinya pendidikan tidak hanya diperoleh dengan menghadiri lembaga pendidikan formal. Maryati dan Suryawati menyatakan bahwa seseorang tetap bisa mendapatkan pengetahuan atau keterampilan, meskipun hanya belajar dari keluarga atau kerabatnya (2001: 72). Dengan kata lain, pendidikan tidak selalu dikaitkan dengan pengetahuan yang besifat akademis. Chandra dan Sharma (2004: 1) mengungkapkan bahwa education is the process of developing the inner abilities and powers of an individual pendidikan adalah proses untuk mengembangkan kemampuan dan kekuatan dari dalam diri seseorang. 1

2 2 Pernyataan ini menyiratkan bahwa pendidikan adalah segala bentuk pembelajaran yang mampu membawa perubahan terhadap cara orang berpikir, merasakan, maupun bertindak ke arah yang lebih baik. Dalam menjelaskan konsep pendidikan, Ed Markey, Chandra dan Sharma melakukan satu hal yang sama, yaitu sama-sama menggunakan metafora. Burke menyatakan bahwa metafora merupakan sebuah instrumen yang digunakan untuk melihat sesuatu dari segi yang lain (1945, dalam Ritchie, 2013: 6). Ed Markey memandang pendidikan sebagai investasi, sedangkan Chandra dan Sharma melihat pendidikan sebagai proses. Menurut ketiganya, pendidikan m emiliki karakteristik yang sama dengan karakteristik yang dim iliki oleh investasi dan proses. Hal ini dikarenakan metafora melibatkan proses transfer dan analogi dimana karakteristik suatu hal dipindahkan ke hal lain yang berbeda, namun secara tidak langsung memiliki persamaan (Oxford English Dictionary). Dalam hal ini, metafora digunakan untuk menjelaskan konsep pendidikan karena konsep pendidikan bukanlah hal yang mudah untuk dipahami. Pendidikan mengandung pengertian yang sangat luas dan cukup rum it. Danim mengatakan bahwa sebagian dari fenomena kependidikan bersifat kompleks yang sama sekali tidak dimengerti oleh pikiran, tanpa menjelaskannya dengan metafora (2013: 5). Oleh karena itu, sebagian orang menggunakan metafora untuk menangkap gagasan utama yang terkandung dalam sebuah konsep yang cukup rumit dan sulit dimengerti, seperti konsep pendidikan. Berdasarkan penjelasan di atas, metafora mampu menjembatani manusia untuk memikirkan hal-hal yang ada di sekitarnya, khususnya hal-hal yang bersifat

3 3 rumit dan abstrak. Ungerer dan Schmid (2006: 118) mengatakan bahwa metafora tidak hanya berfungsi untuk memperindah bahasa yang digunakan untuk mengungkapkan gagasan, tetapi menunjukkan cara berpikir seseorang terhadap hal-hal dalam kehidupannya. Hal ini membuktikan bahwa metafora memiliki peran kognitif. Dalam pandangan kognitif, metafora sering disebut sebagai metafora konseptual. Metafora konseptual dirumuskan sebagai sebuah proses kognitif yang memungkinkan seseorang membicarakan sebuah konsep sebagai ranah sasaran yang biasanya bersifat abstrak melalui konsep lain sebagai ranah sumber yang biasanya lebih konkret (Lakoff dan Johnson, 1980). Proses kognitif untuk menghasilkan metafora konseptual menunjukkan bahwa bahasa memiliki hubungan yang sangat erat dengan kognisi manusia. Charteris-Black mengungkapkan bahwa pengalaman sehari-hari menentukan bagaimana seseorang berpikir tentang dunia dan hal tersebut diwujudkan dalam bahasa (2004: 15). Selain itu, beberapa penelitian telah dilaksanakan untuk membuktikan hubungan antara metafora dan kognisi manusia. Penelitian tersebut dilakukan antara lain oleh Mc Neill (1992), Gibbs (1994), dan Gentner (2001) (dalam Rahmawati, 2014: 3). Hubungan ini mengisyaratkan bahwa kognisi manusia bisa dilihat dari bahasa yang digunakan. Dengan demikian, bagaimana seseorang memandang suatu konsep dapat ditelusuri dengan menelaah metafora yang terkandung dalam tuturan yang dihasilkan. Namun, untuk mengetahui kognisi manusia melalui metafora konseptual, ada aspek utama yang harus diperhatikan. Pemetaan merupakan bagian yang esensial dari metafora konseptual karena pemetaan inilah yang mampu

4 4 menjelaskan makna yang terkandung dalam ungkapan metaforis tersebut (Kövecses, 2010: 16). Pemetaan tercipta dari korespondensi yang sistematis antara konsep dari ranah sumber dan konsep dari ranah sasaran. Korespondensi yang sistematis tersebut merupakan hasil dari proses transfer beberapa fitur semantik yang dimiliki konsep dalam ranah sasaran kepada konsep dalam ranah sumber. Dengan demikian, terciptala h metafora yang dihubungkan oleh kedua konsep dari dua ranah yang berbeda. Metafora konseptual terdiri dari tiga bagian penting, yaitu ranah sasaran (target domain), ranah sumber (source domain), dan pemetaan antara kedua ranah tersebut (mapping) (Kövecses, 2010: 17). Hubungan dari ketiga elemen metafora konseptual ini dapat dilihat secara lebih konkret melalui contoh ungkapan metaforis yang disampaikan oleh Aristotle berikut ini: the roots of education are bitter, but the fruit is sweet. Dalam ungkapan metaforis ini, dapat diketahui bahwa kata education pendidikan berperan sebagai ranah sasaran, sedangkan roots (akar) dan fruit (buah) berperan sebagai ranah sumber. Dengan demikian, pendidikan dianggap seperti tanaman yang dapat menghasilkan buah. Sebuah contoh sederhana di atas memperjelas hubungan yang dimiliki antara metafora dan kognisi manusia bahwa kognisi manusia menentukan metafora yang diproduksi. Ketika penutur menyampaikan suatu konsep melalui konsep lain, penutur tersebut mengetahui bahwa fitur semantik yang terkandung dalam kedua konsep tersebut saling berkorelasi. Dengan memahami korelasi yang terbentuk tersebut, kognisi penutur dalam memandang sebuah konsep (sebagai ranah sasaran) melalui konsep lain (ranah sumber) dapat dike tahui.

5 5 Seperti halnya dengan konsep pendidikan yang seringkali disampaikan atau dipahami oleh sebagian besar penutur, terutama penutur bahasa Inggris, melalui konsep lain. Kognisi penuturlah yang akan menentukan konsep-konsep lain yang dipakai untuk menggambarkan konsep pendidikan. Kognisi penutur tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain faktor budaya, pengalaman penutur selama menempuh pendidikan, dan lain-lain. Sebagian besar penutur m enggunakan kata education dalam menyampaikan opini mereka tentang konsep pendidikan. Namun, penutur lain menggunakan katakata lain untuk mewakili konsep pendidikan, baik secara eksplisit maupun implisit. Kata-kata tersebut masih memiliki hubungan semantik dengan kata education, misalnya melalui hubungan hiponimi dan metonim i. Dengan demikian, dalam konstruksi metafora, konsep pendidikan dapat direalisasikan dengan kata education dan kata-kata lain yang masih memiliki relasi semantik. Fakta bahwa kognisi manusia dapat diketahui melalui metafora konseptual membuat peneliti tertarik untuk menelaah lebih dalam tentang metafora konsep pendidikan. Pendidikan sebagai konsep yang abstrak, rumit, dan sangat luas tentu saja akan mendorong sebagian besar penutur, khususnya penutur bahasa Inggris, untuk mengungkapkan pandangan mereka tentang konsep pendidikan menggunakan metafora. Oleh karena itulah, peneliti merasa terdorong untuk mengetahui kognisi penutur bahasa Inggris dalam memandang pendidikan melalui metafora.

6 6 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti merangkum beberapa rumusan masalah yang akan dijawab melalui hasil penelitian sebagai berikut. 1. Apa saja realisasi konsep pendidikan sebagai ranah sasaran dalam metafora berbahasa Inggris? 2. Apa saja realisasi ranah sumber pada pembentukan metafora pendidikan dalam bahasa Inggris? 3. Bagaimana korespondensi metaforis yang terbentuk antara ranah sasaran dan ranah sumber dalam metafora pendidikan dalam bahasa Inggris? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menjawab rumusan masalah yang sudah disebutkan di atas sebagai berikut. 1. Mendeskripsikan realisasi konsep pendidikan sebagai ranah sasaran dalam metafora berbahasa Inggris 2. Mendeskripsikan realisasi ranah sumber pada pembentukan metafora pendidikan bahasa Inggris 3. Menjelaskan korespondensi metaforis yang terbentuk antara ranah sasaran dan ranah sumber dalam metafora pendidikan dalam bahasa Inggris 1.4 Ruang Lingkup Penelitian Dalam penelitian ini, masalah dibatasi pada lingkup konsep pendidikan yang berperan sebagai ranah sasaran. Hal ini dikarenakan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kognisi penutur Bahasa Inggris secara umum dalam memandang pendidikan melalui metafora. Oleh karena itu, ungkapan

7 7 metaforisyang digunakan sebagai data haruslah mengandung konsep pendidikan sebagai ranah sasaran yang dimetaforakan melalui ranah sumber. Di samping itu, penelitian ini juga membatasi konsep pendidikan yang dimaksud. Hal ini dikarenakan pendidikan dapat ditinjau dari dua macam makna, yaitu makna sempit dan makna luas. Penelitian ini difokuskan pada konsep pendidikan dalam makna sempit. Hal ini berpengaruh terhadap penyaringan katakata yang merealisasikan konsep pendidikan dalam metafora yang diproduksi penutur bahasa Inggris. 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi baik secara praktis maupun teoritis. Secara praktis, penelitian ini bermanfaat dalam memberikan gambaran secara mendalam tentang kognisi penutur bahasa Inggris dalam memandang konsep pendidikan. Metafora yang terkandung dalam tuturan-tuturan yang dihasilkan oleh penutur bahasa Inggris dianalisa untuk menemukan cara pandang mereka dalam menganggap pendidikan. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi dalam memperkaya penelitian di bidang ilmu linguistik kognitif, khususnya tentang metafora konseptual, untuk memverifikasi teori yang sudah ada. Di samping itu, penelitian ini diharapkan pula mampu menjadi acuan referensi bagi peneliti yang tertarik untuk mengkaji metafora konseptual. 1.6 Tinjauan Pustaka Metafora merupakan salah satu topik bahasa yang sangat menarik untuk dikaji. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila telah banyak orang yang

8 8 melakukan penelitian dalam bidang metafora. Berikut merupakan gambaran mengenai beberapa kajian metafora yang telah menginspirasi penelitian ini. Penelitian tentang metafora konseptual dilakukan oleh Rahmawati dari Universitas Gadjah Mada pada tahun 2015 dalam tesisnya yang berjudul Metafora Konseptual Language dalam Bahasa Inggris. Dalam penelitian ini, Rahmawati membahas mengenai metafora konseptual tentang konseplanguage yang terkandung dalam tuturan-tuturan yang diungkapkan oleh penutur Bahasa Inggris. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui realisasi language sebagai ranah sasaran, ranah sasaran yang terbentuk, dan korespondensi metaforisnya. Dengan memadukan kerangka linguistik kognitif, metafora konseptual, dan analisi komponensial makna, hasil penelitian Rahmawati menunjukkan bahwa metafora dapat digunakan sebagai sarana untuk melihat kognisi penutur tentang konsep bahasa melalui tuturan yang diproduksi. Penelitian Rahmawati memberikan inspirasi kepada peneliti untuk melakukan penelitian dalam bidang yang sama sehingga terdapat kemiripan antara penelitian Rahmawati dan penelitian ini. Kemiripan tersebut tampak pada tujuan yang ingin dicapai, teori yang digunakan, metode analisis data atau langkah-langkah yang digunakan untuk menganalisis data, dan objek kajian yang sama -sama ungkapan metaforis yang dihasilkan oleh penutur bahasa Inggris. Meskipun begitu, terdapat perbedaan mendasar antara kedua penelitian ini, yaitu ranah sasaranyang dikaji. Dalam tesisnya, Rahmawati mengkaji metafora konseptual tentang konsep bahasa, sedangkan penelitian ini dilaksanakan untuk mengkaji metafora konseptual tentang konsep pendidikan. Hal ini menyebabkan perbedaan dalam realisasi ranah

9 9 sumber dan ranah sasaran, serta identifikasi korespondensi metaforis yang terbentuk antara ranah sumber dan ranah sasaran. Metafora konseptual juga menjadi pusat perhatian dalam penelitian yang dilakukan oleh W ulansari dari Universitas Gadjah Mada dalam tesisnya yang bertajuk Pemetaan Metafora dalam Naskah Pidato Nelson Mandela pada tahun Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mendeskripsikan makna dan ranah metafora dalam naskah pidato Nelson Mandela berdasarkan elemen -elemen pembentuknya dan untuk mendeskripsikan konsep-konsep metafora yang tercermin dalam naskah pidato Nelson Mandela. Dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif dan pendekatan semantik kognitif, Wulansari berhasil memperoleh kesimpulan bahwa ranah dan konsep yang ditemukan menunjukkan keefektifan dan keunikan metafora sebagai penanda realitas. Terdapat kemiripan antara penelitian ini dan penelitian W ulansari dikarenakan penelitian Wulansari juga turut memberikan inspirasi kepada peneliti untuk melakukan penelitian mengenai metafora konseptual. Kemiripan terletak pada pendekatan yang digunakan, yaitu pendekatan semantik kognitif yang diajukan oleh Kövecses, Lakoff dan Johnson. Sementara itu, terdapat perbedaan yang mendasar antara penelitian ini dan penelitian Wulansari, yaitu tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian. Penelitian Wulansari bertujuan untuk mencari tahu nilai-nilai kehidupan dan perjuangan yang dimiliki seorang negarawan, sedangkan penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai cara pandang penutur bahasa Inggris terhadap konsep pendidikan yang sangat dekat dengan kehidupan mereka.

10 10 Penelitian mengenai metafora konseptual juga pernah dilakukan oleh Pasaribu pada tahun Dalam jurnalnya yang berjudul A Cognitive Linguistic Analysis of Indonesian Love Metaphors, dapat diketahui bahwa Pasaribu bertujuan untuk mengkaji metafora konseptual yang digunakan oleh penutur bahasa Indonesia dalam mengungkapkan konsep cinta. Dengan demikian, kognisi penutur bahasa Indonesia dalam memikirkan konsep cinta dapat diketahui. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep abstrak seperti cinta dikonseptualisasikan menjadi berbagai macam metafora konseptual dalam bahasa Indonesia. Dapat dikatakan bahwa penelitian Pasaribu dan penelitian ini berangkat dari tujuan yang sama, yaitu melihat kognisi penutur dalam memandang suatu konsep. Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian Pasaribu dan penelitian ini sama -sama menggunakan kutipan-kutipan atau tuturan-tuturan yang dihasilkan oleh penutur bahasa. Namun, terdapat perbedaan antara penelitian Pasaribu dan penelitian ini dalam hal objek, data, dan metode pengum pulan data. Selain itu, penelitian Pasaribu dilakukan untuk melihat kognisi penutur bahasa Indonesia sedangkan penelitian ini dilakukan untuk melihat kognisi penutur bahasa Inggris. Metafora juga menjadi fokus dalam kajian yang dilakukan oleh Skinnemoen pada tahun Dalam tesisnya yang berjudul Metaphors in Climate Change Discourse, Skinnemoen memusatkan perhatiannya terhadap metafora yang digunakanoleh media massa ketika memberitakan isu climate change perubahan iklim yang saat ini lebih banyak bermuatan politik. Hasil penelitian menunjukkan bahwaterdapat empat (4) ranah sumber yang paling banyak digunakan untuk

11 11 membicarakan perubahan iklim, yaitu MOVEMENT, WAR, PERSONAL RELATIONSHIP, dan HOUSE. Terdapat beberapa persamaan dan perbedaan antara penelitian Skinnemoen dan penelitian ini. Penelitian Skinnemoen dan penelitian ini sama-sama bertujuan untuk mengetahui bagaimana penutur bahasa memandang suatu hal. Oleh ka rena itu, salah satu teori yang digunakan hampir sama pula, yaitu teori metafora konseptual. Sementara itu, perbedaannya terletak pada ranah sasaran yang dikaji: Skinnemoen memilih perubahan iklim, sedangkan dalam penelitian ini konsep pendidikan dipilih untuk dijadikan sebagai ranah sasaran. Selain itu, perbedaan lain terletak pada metode analisis data dan sumber data dimana dalam penelitian kedua hal tersebut berkaitan dengan kajian terhadap wacana surat kabar. 1.7 Landasan Teori Mengingat tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kognisi penutur bahasa Inggris dalam memandang konsep pendidikan, peneliti menggunakan kerangka teori semantik kognitif, yaitu teori metafora konseptual dan analisis komponen makna. Untuk menganalisis data yang berupa metafora, peneliti menerapkan teori metafora konseptual oleh Lakoff dan Johnson (1980) untuk menentukan jenis-jenis metafora dan ranah sumber yang terbentuk dalam data metafora bahasa Inggris mengenai pendidikan. Sementara itu, pendekatan analisis komponen makna diaplikasikan untuk menentukan fitur-fitur semantik yang dimiliki oleh ranah sumber dan ranah target sehingga konseptualisasi metafora bisa diketahui. Berikut adalah penjelasan yang lebih detail mengenai teori dan pendekatan tersebut.

12 Metafora Konseptual Secara umum, metafora diartikan sebagai salah satu gaya bahasa yang mengandung perbandingan atau persamaan antara suatu hal dengan hal lain. Kedua hal tersebut dibandingkan secara implisitatau dengan cara menciptakan analogi. Dalam the Oxford English Dictionary yang dikutip dari Ritchie (2013: 4), metafora didefinisikan sebagai gaya bahasa yang mengandung proses pemindahan dan analogi dimana karakteristik suatu hal dipindahkan ke hal lain yang berbeda, namun secara tidak langsung memiliki persamaan. Diartikan sebagai gaya bahasa mengakibatkan banyak orang beranggapan bahwa metafora hanya dapat ditemui atau digunakan dalam karya sastra, seperti puisi dan novel. Akhirnya metafora seringkali dipahami sebagai gaya bahasa yang secara garis besar berfungsi untuk tujuan estetika dan retoris. Meskipun fakta bahwa metafora seringkali digunakan dalam karya sastra dan untuk tujuan estetika tidak dapat dihindari, sesungguhnya metafora mudah sekali ditemukan dalam kegiatan sehari-hari. Hanya saja manusia seringkali tidak menyadarinya. Tidak hanya digunakan untuk kegiatan yang berhubungan dengan bahasa, metafora juga kerap kali digunakan sebagai cara seseorang dalam memikirkan sesuatu dan seringkali tercermin dalam tindakan. Manusia berbicara menggunakan metafora, melakukan tindakan sehari-hari dengan memakai metafora, dan berpikir menggunakan metafora. Kenyataan inimenunjukkan bahwa terdapat aspek kognitif dalam metafora. Lakoff dan Johnson, dalam bukunya yang berjudul Metaphors We Live By, mengatakan bahwa our ordinary conceptual system, in terms of which we both

13 13 think and act, is fundamentally metaphorical in nature(1980: 3). Pernyataan ini membuktikan bahwa metafora tidak hanya dilihat sebagai fenomena bahasa biasa yang digunakan untuk mengungkapkan ide atau gagasan secara menarik; namun, lebih dari itu metafora memiliki hubungan erat dengan kognisi seseorang. Sistem konseptual manusia yang bersifat metaforis menjadikan tindakan dan cara berpikirnya juga metaforis. Oleh karena itu,dapat dikatakan bahwa metafora berperan dalam menjembatani manusia dalam memikirkan hal-hal yang terjadi di sekitarnya dan dapat digunakan untuk mengetahui kognisi manusia. Terdapat cabang ilmu linguistik yang secara khusus membicarakan tentang hubungan antara bahasa dan kognisi manusia, yaitu linguistik kognitif. Linguistik kognitif meyakini bahwa bahasa merupakan salah satu bagian yang penting dalam sistem kognitif manusia. Bahasa dianggap memiliki kedudukan yang sama dengan kemampuan kognitif yang lain, seperti persepsi, emosi, penalaran, dan lain sebagainya. Dirven and Verspoor (1998, dalamskinnemoen, 2009: 17) menyatakanbahwathese other cognitive abilities interact with and are influenced by language. Dalam sistem kognisi manusia, bahasa berperan dalam mempengaruhi kemampuan kognitif yang lain. Dalam bidang linguistik kognitif, metafora lebih sering disebut sebagai metafora konseptual. Istilah metafora dan metafora konseptual sama-sama dipahami sebagai usaha tidak hanya untuk memahami suatu konsep, tetapi juga melakukan sesuatu dengan cara memandangnya dari segi lain atau dari konsep lain yang berbeda. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lakoff dan Johnson:the essence of metaphor misunderstanding and experiencing one kind of thing in

14 14 terms of another(1980: 5). Sebagai contoh, terdapat ungkapan metaforis LIFE IS A JOURNEY kehidupan adalah perjalanan. Metafora ini menunjukkan bahwa mansuia memahami konsep LIFE kehidupan dengan cara memandangnya dari konsep lain, yaitu JOURNEY perjalanan. Dengan begitu dapat dikatakan bahwa cara yang digunakan manusia dalam memikirkan konsep LIFE sama dengan cara yang digunakan dalam memikirkan konsep JOURNEY Domain atau Ranah dalam Metafora Konseptual Selain definisi yang perlu dipahami secara menyeluruh, ada hal lain yang perlu diketahui lebih mendalam tentang metafora konseptual, yaitu domain atau ranah yang terkandung dalam metafora konseptual. Domain atau ranah dalam metafora konseptual dapat diartikan sebagai rangkaian informasi atau struktur pengetahuan yang logis dan jelas tentang hal-hal atau peristiwa-peristiwa yang dialami manusia (Brown dan Miller, 2013: 141). Kövecses menyatakan bahwa terdapat dua domain atau ranah dalam metafora konseptual dimana suatu konsep dari ranah satu digunakan untuk memahami konsep dari ranah yang lain (2010: 4). Kedua ranah yang terdapat dalam metafora konseptual tersebut memiliki nama khusus, yaitu ranah sumber (source domain) dan ranah target (target domain). Ranah sumber adalah ranah yang berfungsi sebagai sarana untuk menyampaikan metafora, sedangkan ranah sasaran adalah ranah yang mengandung gagasan yang ingin disampaikan melalui metafora. Dalam metafora konseptual, ranah sumber umumnya menggunakan konsep-konsep yang sudah akrab atau dekat dengan kehidupan manusia. Konsep-konsep tersebut bersifat lebih konkret. Ranah sumber umumnya berasal dari peristiwa-peristiwa yang

15 15 dialami oleh manusia dengan lingkungan nyata di sekitarmya (Charteris-Black, 2004: 15). Konsep-konsep seperti perang, perjalanan, makanan, dan tumbuhan merupakan beberapa contoh konsep konkrit dimana manusia secara nyata mengalami dan berinteraksi langsung dengan konsep-konsep tersebut. Sementara itu, ranah sasaran biasanya menggunakan konsep-konsep yang lebih abstrak. Konsep yang abstrak merupakan konsep yang sukar digambarkan. Karena sifatnya yang abstrak tersebut, manusia seringkali menemukan kesulitan dalam memahami makna yang terkandung dalam konsep tersebut. Konsep-konsep seperti argumen, cinta, gagasan, dan emosi merupakan beberapa contoh konsep yang sifatnya abstrak. Konsep-konsep abstrak ini merupakan konsep-konsep yang ingin dipahami dan dideskripsikan dengan lebih jelas dan menyeluruh oleh manusia. Hurford, dkk. (2007: 331), mengatakan bahwa konsep dalam ranah sumber yang pada umumnya mengandung aspek-aspek yang sudah dikenal dan sering dialami oleh manusia mendorong manusia untuk menjadikan konsepkonsep konkret tersebut sebagai dasar untuk memudahkan mereka dalam memahami konsep-konsep yang lebih abstrak. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan ungkapan sehari-hari yang sering diproduksi oleh penutur bahasa Inggris, antara lain sebagai berikut: He s without direction in life. I m where I want to be in life. I m at a crossroads in my life. He s never let anyone get in his way. She s gone through a lot in life. (Kövecses, 2010: 3) Beberapa contoh di atas menunjukkan bahwa penutur bahasa Inggris memandang konsep yang abstrak dari konsep lain yang lebih konkret. Konsep

16 16 LIFE kehidupan merupakan suatu konsep yang abstrak dan tidak mudah untuk dipahami. Di sisi lain, konsep JOURNEY perjalanan adalah konsep yang lebih konkrit, terlebih lagi sering dialami oleh manusia. Hal ini mempermudah para penutur bahasa Inggris dalam memahami konsep LIFE kehidupan. Kata -kata seperti without direction, where I want to be, at a crossroads, go places, let anyone get in his way, dan to have gone through adalah kata-kata yang lazim digunakan penutur bahasa Inggris untuk menceritakan perjalanan. Dengan kata lain, penutur bahasa Inggris memikirkan dan memaknai konsep kehidupan yang bersifat abstrak dengan cara yang sama ketika mereka membicarakan tentang konsep perjalanan yang sifatnya lebih konkrit Pemetaan Konseptual Seringkali suatu konsep dari ranah sumber yang digunakan untuk memahami konsep lain dari ranah sasaran merupakan dua hal yang sangat berbeda dan tidak ada kaitan sama sekali. Namun, manusia tetap dapat memahami makna yang terkandung dalamungkapan metaforis tersebut. Beberapa contoh ungkapan metaforis tentang LIFE IS A JOURNEY di atas mengungkapkan bahwa sejatinya LIFE kehidupan dan JOURNEY perjalanan adalah dua hal yang berbeda. Namun, kedua konsep ini saling dikaitkan dalam ungkapan metaforis. Konsep kehidupan dan perjalanan tersebut diyakini saling berkorelasi. Ungerer dan Schmid menyatakan bahwa dalam metafora, manusia menciptakan hubungan antara dua konsep yang tampaknya tidak berkorelasi sama sekali (2006: 118). Kedua konsep yang berasal dari dua ranah berbeda tersebut sebenarnya memiliki hubungan yang mendasar. Hubungan yang mendasar itu

17 17 tercipta karena adanya korespondensi yang sistematis antara konsep dari ranah sumber dan konsep dari ranah sasaran. Gagasan ini didukung oleh Kövecses yang menyatakan bahwa terdapat seperangkat korespondensi yang sistematis antara ranah sumber dan ranah sasaran dimana elemen-elemen yang dimiliki konsep sasaran berkorespondensi dengan elemen-elemen yang dimiliki konsep sumber (2010: 7). Dengan memahami korespondensi antara konsep sumber dan sasaran, makna sebenarnya yang terkandung dalam ungkapan metaforis dapat dimengerti dengan lebih jelas. Seperangkat korespondensi yang sistematis tercipta melalui prosesmapping atau pemetaan. Mapping pemetaan adalah suatu proses dalam metafora konseptual dimana elemen-elemen suatu konsep dalam ranah sumber dipetakan ke dalam elemen-elemen konsep laindalam ranah sasaran. Kövecses mengungkapkan bahwa pemetaan inilah yang mampu menjelaskan makna yang terkandung dalam ungkapan metaforis karena pemetaan menciptakan korespondensi yang sistematis antara elemen-elemen dalam ranah sumber dan elemen-elemen dalam ranah sasaran (2010: 16). Oleh karena itu, metafora konseptual dapat pula dipahami sebagai suatu proses pemetaan satuan ekspresi kebahasaan yang dimiliki oleh suatu konsep kepada satuan ekspresi kebahasaan lain yang dimiliki oleh konsep lain (Arimi, 2015: 126). Pemetaan dari ranah sumber ke ranah sasaran dalam metafora konseptual bersifat parsial, bukan total. Lakoff and Johnson menyatakan bahwa apabila pemetaan dalam metafora konseptual bersifat total, hal ini berarti bahwa suatu konsep adalah konsep lain (1980: 13). Asumsi ini bertentangan dengan apa yang

18 18 sebenarnya dimaksud dengan metafora konseptual dimana metafora konseptual memungkinkan manusia untuk memandang atau memaknai suatu konsep dari konsep lain. Dalam kenyataannya, hanya sebagian aspek dari suatu konsep dalam ranah sasaran yang dipetakan ke dalam konsep lain dalam ranah sumber. Begitu pula sebaliknya; aspek-aspek yang dimiliki ranah sumber tidak seluruhnya terlibat dalam pemetaan dari ranah sasaran (Kövecses, 2010: 91). Oleh karena itu, metafora konseptual menuntun manusia untuk memahami secara parsial apa yang dimaksud dengan suatu konsep. Sifat parsial ini tidak dapat dihindari dalam pemetaan metaforis antara ranah sumber dan ranah sasaran. Lakoff dan Johnson sering menyebutnya dengan istilah highlighting dan hiding (1980: 10). Setiap konsep mengandung beberapa elemen atau aspek yang menyusunnya. Ketika sebuah konsep dalam ranah sumber dibandingkan dengan konsep lain dalam ranah sasaran, hanya satu atau dua elemen yang menyusun konsep-konsep tersebut yang difokuskan atau ditonjolkan; inilah yang disebut highlighting. Dengan kata lain, dalam pemetaan metafora memfokuskan atau menonjolkan hanya satu atau beberapa elemen yang dim iliki suatu konsep. Pada waktu yang bersamaan, aspek-aspek lain yang dim iliki oleh suatu konsep tersebut menjadi tidak menonjol atau biasa disebut dengan istilah hiding. Ketika metafora hanya memusatkan satu aspek dari suatu konsep, beberapa aspek lainnya dari konsep tersebut menjadi tersamarkan atau bahkan hilang. Penjelasan ini didukung oleh Kövecses yang mengungkapkan bahwa the metaphors highlight certain aspects of a concep t and at the same time hide other aspects of it (2010: 92).

19 Metafora Universal dan Metafora Terikat Budaya Salah satu karakteristik yang dimiliki oleh metafora konseptual adalah universal dan beragam. Beberapa metafora konseptual bersifat universal, tetapi beberapa metafora konseptual yang lain terikat budaya. Metafora konseptual yang bersifat universal memungkinkan metafora yang sama hadir di bahasa dan budaya yang berbeda-beda. Sementara itu, metafora konseptual yang terikat budaya merupakan metafora yang terbatas dan hanya hadir dalam satu budaya aja. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa metafora yang bersifat universal merupakan metafora primer, sedangkan metafora yang terikat budaya merupakan me tafora yang lebih kompleks yang terbentuk dari metafora primer. M etafora konseptual mampu hadir dalam bahasa dan budaya yang berbeda - beda dikarenakan adanya pandangan yang sama terhadap hal-hal yang dialami secara jasmaniah dengan dunia sekitarnya oleh beberapa golongan masyarakat yang berasal dari latar belakang budaya yang beraneka ragam (Kövecses, 2010: 200). Menurut Kövecses, hal ini disebabkan oleh keberadaan metafora primer yang terlahir dari fungsi-fungsi tubuh manusia dan interaksinya dengan dunia sekitar (2005: 4). Dengan kata lain, metafora primer bersifat universal karena metafora primer berakar pada hal-hal yang paling dasar yang dialami oleh setiap manusia. Salah satu contoh metafora primer yang bersifat universal adalah HAPPINESS IS UP. Metafora primer ini tidak hanya hadir dalam budaya Inggris, tetapi juga ditemukan dalam budaya Cina. Meskipun bersifat universal, m etafora konseptual juga memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan budaya. Budaya mempengaruhi seseorang yang berasal

20 20 dari suatu masyarakat tertentu dalam memikirkan hal-hal yang terjadi di sekitarnya. Nilai-nilai yang terkandung dalam suatu budaya akan menentukan cara berpikir seseorang yang menganut budaya tersebut. Dengan demikian, cara pandang suatu masyarakat akan berbeda dari masyarakat lainnya. Metafora seringkali digunakan oleh manusia untuk menjembatani mereka dalam memahami hal-hal yang terjadi di sekitar mereka. Menurut Lakoff dan Johnson (1980), manusia memandang dunia dan memahami hal-hal yang terjadi di sekitarnya dengan menggunakan metafora. Dengan adanya perbedaan cara pandang yang digunakan, metafora yang digunakan suatu masyarakat untuk memikirkan dan memahami dunia dan isinya akan berbeda pula dari masyarakat lainnya Analisis Komponensial Untuk mengungkapkan gagasan, pikiran, perasaan, maupun informasi kepada sesamanya, manusia memilih bahasa sebagai instrumen utama untuk menyampaikan pesan. Pesan tersebut disampaikan melalui kalimat-kalimat yang terdiri dari kata-kata yang dirangkai secara sistematis sesuai dengan tata bahasa yang dimiliki oleh suatu bahasa. Kata merupakan elemen bahasa yang digunakan untuk menyampaikan pesan. Hal ini dikarenakan setiap kata memiliki makna. Makna yang dimiliki oleh suatu kata berbeda dengan kata yang lain. Perbedaan makna antara kata yang satu dengan kata lainnya disebabkan oleh adanya perbedaan kom ponen-komponen makna yang menyusun setiap kata. Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Palmer (1976: 85): the total meaning of a word is seen in terms of a number of distinct elements or components of meaning. Komponen-komponen makna berfungsi sebagai fitur

21 21 pembeda dalam hal makna antara kata satu dan kata lainnya. Dengan kata lain, makna suatu kata secara keseluruhan dapat dipahami dengan cara melihat sejumlah komponen makna yang menyusun kata tersebut sehingga dapat diketahui perbedaan makna antara kata yang satu dengan kata yang lain. Untuk mengetahui komponen-komponen makna yang dim iliki oleh sebuah kata, analisis komponensial dapat diterapkan. Jackson menyebutkan bahwa melalui analisis komponensial, kom ponen-komponen makna yang membangun sebuah kata dapat dijelaskan secara lebih terperinci sehingga dapat dibandingkan dengan komponen-komponen makna yang membangun kata lain (2013: 79). Wijana dan Rohmadi menambahkan bahwa selain untuk kata-kata yang mengandung makna yang sama, analisis komponensial juga dapat digunakan untuk menganalisa kata-kata yang berasal dari medan makna yang sama (2008: 89). Analisis komponensial dapat pula digunakan untuk menganalisa metafora untuk diketahui makna yang terkandung di dalamnya. Dengan metode analisis komponensial, komponen-komponen makna yang menyusun leksikon ranah sumber yang kemudian ditransfer ke dalam komponen-komponen makna yang menyusun leksikon ranah sasaran dapat diketahu i. Dengan demikian, korespondensi yang tercipta antara ranah sumber dan ranah sasaran dapat diperoleh secara akurat. Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Nida (1964, dalam Eesa, 2003) bahwa komponen makna dapat digunakan untuk membantu menentukan makna metafora dengan cara membandingkan komponen

22 22 makna yang membangun leksikon kedua ranah untuk dicari persamaan komponen makna antara keduanya. Dalam melakukan analisis komponensial untuk metafora, terdapat dua metode yang ditawarkan oleh Cohen (1993) dan Leech (1981) (dalam Eesa, 2003). Kedua metode ini memiliki kemiripan dalam hal membagi dan mengelompokkan komponen makna (Eesa, 2003). Metode yang dilakukan Cohen (1993) adalah dengan membagi komponen makna menjadi dua macam, yaitu komponen makna dasar (basic features) dan komponen makna konotatif (connotative). Sementara itu, Leech (1981) membagi komponen makna menjadi dua, yaitu komponen makna empiris dan komponen makna inferensial. Komponen makna konotatif dan inferensial merupakan komponen makna yang dipertimbangkan untuk menentukan makna metafora. 1.8 Metode Penelitian Dalam melakukan penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif karena instrumen utama yang menguraikan dan menjelaskan karakteristik data yang sebenarnya adalah peneliti sendiri. Kemudian penelitian ini juga menggunakan metode deskriptif karena peneliti mengerjakan penelitian ini dengan cara menguraikan data dan karena hasil penemuan terakhir penelitian berwujud deskripsi (Poedjosoedarmo, 2012, 13). Pelaksanaan metode ini dilakukan melalui tiga tahap, yaitu tahap pengumpulan data, tahap analisis data, dan tahap penyajian hasil analisis data.

23 23 Ketiga tahap pelaksanaan penelitian ini akan dijelaskan secara lebih rinci sebagai berikut Metode Pengumpulan Data Data untuk penelitian ini adalah ungkapan-ungkapan metaforis dalam bahasa Inggris yang mengandung konsep pendidikan. Dalam penelitian ini, data dikum pulkan dengan mengaplikasikan metode simak dengan teknik simak bebas libat cakap dan teknik catat. Metode simak adalah cara yang digunakan untuk memperoleh data dengan menyimak penggunaan bahasa. Sementara itu, teknik simak bebas libat cakap diterapkan dalam penelitian ini karena data yang diambil merupakan data dari sumber tulisan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sudaryanto (dalam Kesuma, 2007: 44) bahwa teknik simak bebas libat cakap tidak hanya dapat diterapkan untuk menelaah data dari sumber lisan, tetapi juga diterapkan untuk mengamati data dari sumber tertulis. Pada tahap ini, peneliti menyimak data yang berupa kutipan-kutipan dalam bahasa Inggris yang diungkapkan oleh para tokoh dunia tentang cara pandang mereka terhadap pendidikan. Kutipan-kutipan tersebut diambil dari laman-laman internet bertajuk BrainyQuote dan Goodreads dan dari buku berjudul Pengantar Kependidikan: Landasan, Teori, dan 234 Metafora Pendidikan karya Danim tahun Laman-laman internet dan buku tersebut memuat kutipan-kutipan mengenai pendidikan dalam jumlah yang cukup signifikan yang dilontarkan oleh tokoh-tokoh penting dari berbagai profesi, misalnya presiden, politikus, penulis, ilmuwan, negarawan, filsuf, dan lain sebagainya. Di samping itu, dalam melakukan pencarian data tersebut, peneliti memfokuskan perhatiannya pada

24 24 variasi data secara kualitatif, yaitu variasi ranah sumber yang terbentuk dan ranah sasaran yang digunakan dalam metafora pendidikan. Oleh sebab itu, peneliti menghentikan pencarian data apabila data yang diperoleh telah dirasa cukup. Teknik yang selanjutnya dilakukan adalah teknik catat. Setelah melakukan penyimakan, peneliti mencatat kutipan-kutipan tentang pendidukan yang bersifat metaforis saja. Berdasarkan hasil pengamatan, kutipan-kutipan dalam bahasa Inggris tentang konsep pendidikan yang berhasil didapatkan dan dicatat kurang lebih sebanyak137 buah. Kutipan-kutipan yang terkumpul ini dijadikan data untuk penelitian ini yang selanjutnya akan dianalisis di tahap berikutnya Metode Analisis Data Setelah data berhasil terkumpul, tahap selanjutnya adalah melakukan analisis data. Berikut merupakan langkah-langkah yang dilaksanakan oleh peneliti untuk menganalisis data. Langkah pertama adalah mengklasifikasikan data. Klasifikasi data dilakukan berdasarkan jenis data yang didapat. Oleh karena itu, data yang terkumpul diklasifikasikan menjadi dua macam berdasarkan realisasi konsep pendidikan yang berperan sebagai ranah sasaran, yaitu 1) realisasi pendidikan secara eksplisit dan 2) realisasi pendidikan secara implisit. Langkah kedua adalah menentukan ranah sumber. Menentukan ranah sumber atau pembanding dalam data metafora yang tersedia sangat penting untuk dilakukan. Langkah ini dilakukan dengan menerapkan teori metafora konseptual yang diusung oleh Lakoff dan Johnson (1980) dan Kövecses (2010).

25 25 Langkah ketiga adalah mencari hubungan korespondensi antara ranah sasaran dan ranah sumber dalam data metafora pendidikan bahasa Inggris. Hal ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan analisis komponen makna. Untuk mengetahui komponen makna yang menyusun sebuah kata, peneliti menggunakan Cambridge Advanced Learner s Dictionary dan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Offline versi yang menyediakan definisi setiap kata secara lengkap dan memadai. Komponen makna menuntun peneliti dalam menentukan fitur-fitur semantik ranah sumber yang ditransfer ke dalam fitur-fitur semantik ranah sasaran. Untuk mengetahui fitur-fitur semantik yang ditransfer tersebut, konteks yang terkandung dalam ungkapan metaforis ditinjau secara lebih mendalam karena juga dijadikan sebagai penentu. Dengan demikian, dapat diketahui korespondensi antara ranah sasaran dan ranah sumber yang terbentuk dalam metafora bahasa Inggris Metode Penyajian Hasil Analisis Data Metode yang digunakan untuk menyajikan hasil analisis data dalam penelitian ini adalah metode informal. Metode ini dianggap tepat untuk penelitian ini karena peneliti akan mendeskripsikan hasil analisis data dengan kata -kata. Sudaryanto menyatakan bahwa metode informal adalah metode yang diaplikasikan untuk menyajikan hasil analisis data dengan kata-kata biasa (1993: 145). Kata-kata biasa yang dimaksud bisa juga berupa istilah-istilah yang bersifat teknis. Dengan ini metode ini,berbagai realisasi konsep pendidikan dalam metafora bahasa Inggris, ranah sumber dari konsep pendidikan dalam metafora bahasa

26 26 Inggris, dan korespondensi metaforis yang terbentuk dapat dipaparkan, dideskripsikan, dan diberi argumentasi dengan berpegangan pada konsep da n kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini. 1.9 Sistematika Penyajian Laporan penelitian ini akan disajikan dengan sistematika sebagai berikut. Bab I berisi tentang pendahuluan yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan, manfaat, tinjauan pustaka,landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penyajian. Selanjutnya adalah Bab II yang berisi tentang hasil analisis yang menjawab pertanyaan nomor satu dalam rumusan masalah, yaitu tentang realisasi konsep pendidikan sebagai ranah sasaran dalam metafora berbahasa Inggris. Kemudian dilanjutkan oleh Bab III yang menyajikan hasil analisis yang menjawab pertanyaan nomor dua dalam rumusan masalah, yaitu tentang ranah sumber yang terbentuk dalam metafora berbahasa Inggris tentang pendidikan. Diteruskan oleh Bab IV yangberisi tentang pemetaan atau korespondensi metaforis yang terbentuk antara ranah sumber dan ranah sasaran dalam metafora pendidikan berbahasa Inggris. Terakhir adalah Bab V yang menyajikan kesimpulan dari hasil penelitian dan saran yang diajukan penul is untuk penelitian selanjutnya.

2015 METAFORA DALAM TUTURAN KOMENTATOR INDONESIA SUPER LEAGUE MUSIM : KAJIAN SEMANTIK KOGNITIF

2015 METAFORA DALAM TUTURAN KOMENTATOR INDONESIA SUPER LEAGUE MUSIM : KAJIAN SEMANTIK KOGNITIF BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepak bola menjadi cabang olahraga yang sangat populer dan digemari oleh masyarakat Indonesia. Selain pertandingannya yang menarik terdapat pula fenomena bahasa

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA (2) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan baru tentang kategorisasi dan pemetaan metafora konseptual kata penyakit dalam bahasa Indonesia. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Istilah metafora sudah muncul dari hasil interpretasi terhadap Kejadian di

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Istilah metafora sudah muncul dari hasil interpretasi terhadap Kejadian di BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori-Teori yang Relevan 2.1.1 Teori Metafora Klasik Istilah metafora sudah muncul dari hasil interpretasi terhadap Kejadian di Injil ketika Adam dan Eva memakan buah terlarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem lambang bunyi yang bermakna dan dihasilkan oleh alat ucap manusia (Keraf, 2004:1), sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkandung dalam setiap kata. Maka tanpa bahasa, seseorang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. terkandung dalam setiap kata. Maka tanpa bahasa, seseorang tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan sarana untuk mengekspresikan perasaan dan pikiran yang ada dalam diri seseorang. Setiap ekspresi disampaikan melalui makna yang terkandung dalam setiap

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dalam sebuah karya sastra, namun berkaitan dengan hal-hal yang dianggap sangat

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dalam sebuah karya sastra, namun berkaitan dengan hal-hal yang dianggap sangat BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Metafora tidak terbatas menyangkut pada sebuah gaya bahasa yang terdapat dalam sebuah karya sastra, namun berkaitan dengan hal-hal yang dianggap sangat dekat dengan

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. penggunaan gaya bahasa kiasan metafora yang disampaikan melalui ungkapanungkapan

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. penggunaan gaya bahasa kiasan metafora yang disampaikan melalui ungkapanungkapan BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Dalam bahasa politik Nelson Mandela, penulis banyak menemukan penggunaan gaya bahasa kiasan metafora yang disampaikan melalui ungkapanungkapan metaforis linguistik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara sadar ataupun tidak, manusia seringkali menggunakan gaya bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Secara sadar ataupun tidak, manusia seringkali menggunakan gaya bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara sadar ataupun tidak, manusia seringkali menggunakan gaya bahasa kiasan atau majas untuk mengungkapkan, menyetujui, menggambarkan suatu hal secara tidak langsung.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Metafora berperan penting dalam penggunaan bahasa sehari-hari. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. Metafora berperan penting dalam penggunaan bahasa sehari-hari. Untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Metafora berperan penting dalam penggunaan bahasa sehari-hari. Untuk menarik perhatian pembaca, judul-judul berita pada surat kabar, tabloid, atau majalah sering dinyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada awalnya, metafora muncul sebagai suatu gaya bahasa atau figure of

BAB I PENDAHULUAN. Pada awalnya, metafora muncul sebagai suatu gaya bahasa atau figure of BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada awalnya, metafora muncul sebagai suatu gaya bahasa atau figure of speech yang membandingkan satu hal dengan istilah lain yang setara. Pada umumnya, metafora menggunakan

Lebih terperinci

KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA INTERAKTIF DALAM KOLOM DETEKSI HARIAN JAWA POS EDISI JUNI 2007 SKRIPSI

KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA INTERAKTIF DALAM KOLOM DETEKSI HARIAN JAWA POS EDISI JUNI 2007 SKRIPSI KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA INTERAKTIF DALAM KOLOM DETEKSI HARIAN JAWA POS EDISI JUNI 2007 SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA. Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana.

BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA. Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana. BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana. Relevansi Dalam perkuliahan ini mahasiswa diharapkan sudah punya

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK STRUKTUR PERCAKAPAN DAN KONTEKS PADA RUBRIK KARTUN OPINI DALAM HARIAN KOMPAS

KARAKTERISTIK STRUKTUR PERCAKAPAN DAN KONTEKS PADA RUBRIK KARTUN OPINI DALAM HARIAN KOMPAS KARAKTERISTIK STRUKTUR PERCAKAPAN DAN KONTEKS PADA RUBRIK KARTUN OPINI DALAM HARIAN KOMPAS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa memegang peranan penting dalam komunikasi manusia. Melalui bahasa, manusia dapat mengungkapkan perasaan (emosi), imajinasi, ide dan keinginan yang diwujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilakukan secara lisan maupun tertulis. Melalui bahasa, manusia berinteraksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilakukan secara lisan maupun tertulis. Melalui bahasa, manusia berinteraksi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi utama bagi manusia. Manusia menggunakan bahasa sebagai media untuk mengungkapkan pikirannya, baik yang dilakukan secara lisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Sampai saat ini tidak banyak penelitian yang memperhatikan tentang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Sampai saat ini tidak banyak penelitian yang memperhatikan tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra anak masih terpinggirkan dalam khazanah kesusastraan di Indonesia. Sampai saat ini tidak banyak penelitian yang memperhatikan tentang sastra anak. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang. Cabang-cabang itu diantaranya adalah fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, pragmatik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bersama. Untuk menjalani kehidupan sehari-hari antara orang yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bersama. Untuk menjalani kehidupan sehari-hari antara orang yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam kelangsungan hidupnya manusia selalu membutuhkan orang lain untuk hidup bersama. Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial perlu untuk berinteraksi untuk bisa hidup berdampingan dan saling membantu. Bahasa merupakan alat yang digunakan manusia untuk berinteraksi

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia Representasi jilbab..., Sulistami Prihandini, FISIP UI, 2008

BAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia Representasi jilbab..., Sulistami Prihandini, FISIP UI, 2008 31 BAB 3 METODOLOGI 3.1. Paradigma Penelitian Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Sebagaimana dikatakan Patton (1990), paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hubungan antara tanda - tanda linguistik atau tanda-tanda lingual dengan hal yang

BAB I PENDAHULUAN. hubungan antara tanda - tanda linguistik atau tanda-tanda lingual dengan hal yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam linguistik terdapat kajian khusus mengenai makna yang dikenal dengan Semantik. Semantik adalah ilmu tentang makna. Para ahli bahasa memberikan pengertian semantik

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA TEORETIS

BAB 3 KERANGKA TEORETIS BAB 3 KERANGKA TEORETIS 3.1 Pengantar Cara berpikir dan bertindak setiap individu selalu terkait dengan metafora. Gambaran mengenai realitas dan pengalaman sehari-hari dapat dipahami dengan mudah melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sarana mengungkapkan ide, gagasan, pikiran realitas, dan sebagainya. dalam berkomunikasi. Penggunaan bahasa tulis dalam komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. sarana mengungkapkan ide, gagasan, pikiran realitas, dan sebagainya. dalam berkomunikasi. Penggunaan bahasa tulis dalam komunikasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam kehidupannya tidak pernah terlepas dari komunikasi. Manusia memerlukan bahasa baik secara lisan maupun tertulis sebagai sarana mengungkapkan ide,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. atau persamaan; misal kaki gunung, kaki meja, berdasarkan kias pada kaki manusia (Harimurti, 2008: 152).

BAB 1 PENDAHULUAN. atau persamaan; misal kaki gunung, kaki meja, berdasarkan kias pada kaki manusia (Harimurti, 2008: 152). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa sebagai sistem komunikasi merupakan alat untuk mengekspresikan pikiran kita, perasaan kita, dan pendapat kita. Tentunya ketika berbicara kepada seseorang tentang

Lebih terperinci

Bagan 3.1 Desain Penelitian

Bagan 3.1 Desain Penelitian 26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Peneliti mencoba mengilustrasikan desain penelitian dalam menganalisis wacana pemberitaan Partai Demokrat dalam Media Indonesia. Penelitian ini menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. realitas, dan sebagainya. Sarana yang paling vital untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. realitas, dan sebagainya. Sarana yang paling vital untuk memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir-hampir tidak pernah dapat terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana untuk mengungkapkan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah

METODOLOGI PENELITIAN. kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah penelitian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, baik dalam bidang pendidikan, pemerintahan, maupun dalam berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi dan interaksi yang dimiliki oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi dan interaksi yang dimiliki oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa memiliki fungsi yang sangat penting bagi manusia, terutama fungsi komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi dan interaksi yang dimiliki oleh manusia dan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerjemahan merupakan suatu kegiatan pengalihan makna atau pengungkapan

BAB I PENDAHULUAN. Penerjemahan merupakan suatu kegiatan pengalihan makna atau pengungkapan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penerjemahan merupakan suatu kegiatan pengalihan makna atau pengungkapan kembali isi suatu teks ke bahasa lain. Mengalihkan dan memindahkan makna serta memilih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditulis oleh sastrawan terdahulu, namun dewasa ini penggunaan

BAB I PENDAHULUAN. yang ditulis oleh sastrawan terdahulu, namun dewasa ini penggunaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Majas atau gaya bahasa salah satu cara untuk menyatakan sesuatu dengan maksud tertentu. Majas lebih sering digunakan didalam karya sastra walaupun tidak menutup kemungkinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, yang kemudian disebut dengan komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang 59 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk membuat deskripsi tentang suatu fenomena atau deskripsi sejumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau kelompok individu terutama kelompok minoritas atau kelompok yang

BAB I PENDAHULUAN. atau kelompok individu terutama kelompok minoritas atau kelompok yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seseorang dapat bertutur dengan bahasa tertentu secara tiba-tiba dalam situasi penuturan baik bersifat formal maupun yang bersifat informal. Mengganti bahasa diartikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada bagian ini digambarkan bagan alur penelitian dalam bentuk diagram berikut

BAB III METODE PENELITIAN. Pada bagian ini digambarkan bagan alur penelitian dalam bentuk diagram berikut A. Desaian Penelitian ini. BAB III METODE PENELITIAN Pada bagian ini digambarkan bagan alur penelitian dalam bentuk diagram berikut Tuturan Komentator Indonesia Super League Musim 2013-2014 Pengolahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Menulis merupakan salah satu cara manusia untuk mengungkapkan sebuah ide atau gagasan kepada orang lain melalui media bahasa tulis. Bahasa tulis tentu berbeda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu sistem yang dibutuhkan bagi manusia untuk dapat saling berkomunikasi satu sama lain. Bahasa menyampaikan pesan, konsep, ide, perasaan atau pemikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah bahan utama kesusastraan. Harus disadari bahwa bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah bahan utama kesusastraan. Harus disadari bahwa bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahasa adalah bahan utama kesusastraan. Harus disadari bahwa bahasa adalah ciptaan manusia dan mempunyai muatan budaya dan linguistik dari kelompok pemakai bahasa

Lebih terperinci

1. Paragraf dalam Bahasa Indonesia a. Macam-macam paragraf 1. Berdasarkan sifat dan tujuan (a) Paragraf pembuka (b) Paragraf penghubung

1. Paragraf dalam Bahasa Indonesia a. Macam-macam paragraf 1. Berdasarkan sifat dan tujuan (a) Paragraf pembuka (b) Paragraf penghubung 1. Paragraf dalam Bahasa Indonesia Paragraf atau sering disebut dengan istilah alenia, dalam satu sisi kedunya memiliki pengertian yang sama. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995), disebutkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Standard Kualifikasi Akademik dan Kompetensi, guru sebagai pendidik

BAB I PENDAHULUAN. Standard Kualifikasi Akademik dan Kompetensi, guru sebagai pendidik 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahan ajar merupakan komponen penting dalam pembelajaran. Bahan ajar diperlukan sebagai pedoman beraktivitas dalam proses pembelajaran sekaligus merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 35 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitian deskriptif adalah penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, semantik adalah bidang yang fokus mempelajari tentang makna baik yang berupa text

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, semantik adalah bidang yang fokus mempelajari tentang makna baik yang berupa text BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan oleh manusia dalam kehidupan seharihari. Ketika berbahasa ada bentuk nyata dari pikiran yang ingin disampaikan kepada mitra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia terdapat berbagai macam profesi khususnya bidang pendidikan, misalnya sebagai : guru, dosen, guru bimbingan belajar, guru konseling dan lain sebagainya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. linguistik (Austin & Sallabank, 2011). Melalui bahasa, seseorang dapat. dimaksudkan oleh penyampai pesan kepada orang tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. linguistik (Austin & Sallabank, 2011). Melalui bahasa, seseorang dapat. dimaksudkan oleh penyampai pesan kepada orang tersebut. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah kapasitas khusus yang ada pada manusia untuk memperoleh dan menggunakan sistem komunikasi yang kompleks, dan sebuah bahasa adalah contoh spesifik dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan bagian dari kehidupan kita sehari-hari. Paradigma inilah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan bagian dari kehidupan kita sehari-hari. Paradigma inilah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menulis sebenarnya bukanlah sesuatu hal yang asing bagi kita. Kita mengenal bentuk dan produk bahasa tulis yang akrab dalam kehidupan kita, seperti artikel,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. realitas, dan sebagainya. Sarana yang paling utama dan vital untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. realitas, dan sebagainya. Sarana yang paling utama dan vital untuk memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir-hampir tidak pernah dapat terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam berkomunikasi manusia memerlukan sarana untuk

Lebih terperinci

ANALISIS WACANA LIRIK LAGU OPICK ALBUM ISTIGFAR (TINJAUAN INTERTEKSTUAL, ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL)

ANALISIS WACANA LIRIK LAGU OPICK ALBUM ISTIGFAR (TINJAUAN INTERTEKSTUAL, ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL) ANALISIS WACANA LIRIK LAGU OPICK ALBUM ISTIGFAR (TINJAUAN INTERTEKSTUAL, ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL) SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa Sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, manfaat penelitian, dan kerangka teori yang digunakan.

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, manfaat penelitian, dan kerangka teori yang digunakan. BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan kerangka teori yang digunakan. 1.1 Latar Belakang Penelitian Masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesinambungan pelanggan dengan potensi profitable dengan membangun sebuah

BAB I PENDAHULUAN. kesinambungan pelanggan dengan potensi profitable dengan membangun sebuah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pelanggan merupakan kunci keberhasilan bisnis. Oleh sebab itu, perusahaan melakukan berbagai cara untuk membuat pelanggan meningkat dan tetap setia, namun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasionalisme, menumbuh kembangkan kecintaan kepada Bahasa Indonesia

I. PENDAHULUAN. nasionalisme, menumbuh kembangkan kecintaan kepada Bahasa Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelajaran Bahasa disampaikan kepada para siswa mulai dari jenjang pendidikan tingkat dasar, menengah sampai pendidikan tinggi bertujuan untuk meningkatkan nasionalisme,

Lebih terperinci

PRAGMATIK. Disarikan dari buku:

PRAGMATIK. Disarikan dari buku: PRAGMATIK Disarikan dari buku: Nadar, F.X. 2009. Pragmatik dan Penelitian Pragmatik. Graha Ilmu: Yogyakarta. Cutting, Joan. 2006. Pragmatics and Discourse 2 nd Edition. New York: Rouledge. Wijana, I Dewa

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN Pada bagian ini akan diuraikan secara berturut-turut: simpulan, implikasi, dan saran A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat

Lebih terperinci

PENANDA KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA TAJUK RENCANA SURAT KABAR SEPUTAR INDONESIA EDISI MARET 2009

PENANDA KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA TAJUK RENCANA SURAT KABAR SEPUTAR INDONESIA EDISI MARET 2009 PENANDA KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA TAJUK RENCANA SURAT KABAR SEPUTAR INDONESIA EDISI MARET 2009 SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-I PEndidikan

Lebih terperinci

2015 FAKTOR-FAKTOR PREDIKTOR YANG MEMPENGARUHI KESULITAN MEMBACA PEMAHAMAN PADA SISWA YANG MENGALAMI KESULITAN MEMBACA PEMAHAMAN

2015 FAKTOR-FAKTOR PREDIKTOR YANG MEMPENGARUHI KESULITAN MEMBACA PEMAHAMAN PADA SISWA YANG MENGALAMI KESULITAN MEMBACA PEMAHAMAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keterampilan membaca merupakan modal utama peserta didik. Dengan berbekal kemampuan membaca, siswa dapat mempelajari ilmu, mengkomunikasikan gagasan, dan mengekspresikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting agar suatu maksud dari pembicara dapat sampai dengan baik

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting agar suatu maksud dari pembicara dapat sampai dengan baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Segala hal yang dilakukan seseorang tak terlepas dari bagaimana ia memaknai tindakannya, begitu pula dalam berkomunikasi yang menjadikan bahasa sebagai kunci pokoknya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan perkotaan. Kekotaan menyangkut sifat-sifat yang melekat pada kota dalam artian fisikal, sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak hanya dipakai dalam berkomunikasi secara lisan akan tetapi juga

BAB I PENDAHULUAN. tidak hanya dipakai dalam berkomunikasi secara lisan akan tetapi juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemakaian gaya bahasa di kalangan masyaakat sangat beragam, tidak hanya dipakai dalam berkomunikasi secara lisan akan tetapi juga dipakai dalam menyampaikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keinginan, dan perbuatan-perbuatannya, serta sebagai alat untuk memengaruhi

I. PENDAHULUAN. keinginan, dan perbuatan-perbuatannya, serta sebagai alat untuk memengaruhi 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah alat yang dipakai manusia untuk membentuk pikiran, perasaan, keinginan, dan perbuatan-perbuatannya, serta sebagai alat untuk memengaruhi dan dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk,

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wacana ialah satuan bahasa yang terdiri atas seperangkat kalimat yang mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk, 2006: 49). Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mudah dalam mengakses informasi dalam pelbagai hal. Kita semakin dimudahkan

BAB I PENDAHULUAN. mudah dalam mengakses informasi dalam pelbagai hal. Kita semakin dimudahkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini perkembangan zaman dan teknologi membuat kita semakin mudah dalam mengakses informasi dalam pelbagai hal. Kita semakin dimudahkan dengan semakin majunya

Lebih terperinci

ANALISIS PENGGUNAAN DIKSI PADA ARTIKEL SURAT KABAR SOLOPOS EDISI APRIL - MEI 2010

ANALISIS PENGGUNAAN DIKSI PADA ARTIKEL SURAT KABAR SOLOPOS EDISI APRIL - MEI 2010 ANALISIS PENGGUNAAN DIKSI PADA ARTIKEL SURAT KABAR SOLOPOS EDISI APRIL - MEI 2010 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat sehari-hari. Masyarakat menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat sehari-hari. Masyarakat menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan salah satu alat paling penting dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Masyarakat menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi untuk berinteraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia tidak terlepas dengan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia tidak terlepas dengan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia tidak terlepas dengan manusia yang lain. Ia selalu berhubungan dengan orang lain dalam memenuhi kebutuhannya. Hubungan ini dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan mempertentangkan aspek-aspek dua bahasa yang berbeda untuk menemukan

BAB I PENDAHULUAN. dan mempertentangkan aspek-aspek dua bahasa yang berbeda untuk menemukan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan menerjemahkan bukanlah sesuatu yang baru bagi manusia karena sudah sejak lama manusia melaksanakannya. Seiring dengan perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS Kedudukan Pembelajaran Menyimpulkan Isi Bacaan dalam KTSP

BAB II KAJIAN TEORITIS Kedudukan Pembelajaran Menyimpulkan Isi Bacaan dalam KTSP BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1. Kedudukan Pembelajaran Menyimpulkan Isi Bacaan dalam KTSP 2.1.1 Standar Kompetensi Standar kompetensi mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia merupakan kualifikasi kemampuan

Lebih terperinci

PENANDA KOHESI SUBSITUSI PADA WACANA KOLOM TAJUK RENCANA SUARA MERDEKA BULAN AGUSTUS 2009 SKRIPSI

PENANDA KOHESI SUBSITUSI PADA WACANA KOLOM TAJUK RENCANA SUARA MERDEKA BULAN AGUSTUS 2009 SKRIPSI PENANDA KOHESI SUBSITUSI PADA WACANA KOLOM TAJUK RENCANA SUARA MERDEKA BULAN AGUSTUS 2009 SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi atau berinteraksi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi atau berinteraksi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Interaksi sosial memainkan peran dalam masyarakat individu atau kelompok. Interaksi diperlukan untuk berkomunikasi satu sama lain. Selain itu, masyarakat membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya, menurut Pradja. AL (2008, hlm. 24) menyatakan bahwa: (Praja, 2008) Pendidikan merupakan usaha agar manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk melakukan sastra. Pada intinya kegiatan bersastra sesungguhnya adalah media

BAB I PENDAHULUAN. untuk melakukan sastra. Pada intinya kegiatan bersastra sesungguhnya adalah media BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari tidak terlepas dari sebuah kesusastraan, terlepas dari apakah kegiatan bersastra dilakukan didasari ataupun tanpa didasari kesadaran untuk

Lebih terperinci

EPILOG (ditujukan untuk memenuhi salah satu Tugas Mata Kuliah Analisis Framing)

EPILOG (ditujukan untuk memenuhi salah satu Tugas Mata Kuliah Analisis Framing) EPILOG (ditujukan untuk memenuhi salah satu Tugas Mata Kuliah Analisis Framing) oleh : Erma Restiani (056056) Galih Pratiwi (056471) Irma Yulita Silviani (057160) Rini Septiani (056411) FAKULTAS PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kompetensi adalah kemampuan yang dapat dilakukan peserta didik yang

BAB I PENDAHULUAN. Kompetensi adalah kemampuan yang dapat dilakukan peserta didik yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kompetensi adalah kemampuan yang dapat dilakukan peserta didik yang mencakup pengetahuan, keterampilan dan perilaku. Melalui proses belajar disekolah siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekolah, sidang di pengadilan, seminar proposal dan sebagainya.

BAB I PENDAHULUAN. sekolah, sidang di pengadilan, seminar proposal dan sebagainya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peristiwa tutur terjadinya atau berlangsung pada interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu disiplin ilmu pengetahuan yang memegang peranan penting dalam kehidupan dan kehadirannya sangat terkait erat dengan dunia pendidikan adalah Matematika.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 25 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Tipe atau jenis penelitian ini adalah penelitian interpretif dengan pendekatan kualitatif. Paradigma merupakan sebuah konstruksi manusia yaitu gagasan

Lebih terperinci

ANALISIS WACANA CELATHU BUTET PADA SURAT KABAR SUARA MERDEKA: TINJAUAN DARI SEGI KULTURAL, SITUASI, SERTA ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL SKRIPSI

ANALISIS WACANA CELATHU BUTET PADA SURAT KABAR SUARA MERDEKA: TINJAUAN DARI SEGI KULTURAL, SITUASI, SERTA ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL SKRIPSI ANALISIS WACANA CELATHU BUTET PADA SURAT KABAR SUARA MERDEKA: TINJAUAN DARI SEGI KULTURAL, SITUASI, SERTA ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan insan yang produksi, kreatif, inovatif, dan berkarakter.

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan insan yang produksi, kreatif, inovatif, dan berkarakter. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan salah satu kebutuhan manusia sehingga memegang peranan penting dalam hidup kita. Penerapan Kurikulum 2013 diharapkan dapat menghasilkan insan

Lebih terperinci

dan menentukan jalannya pengajaran. Pembelajaran tidak lagi satu arah, tetapi

dan menentukan jalannya pengajaran. Pembelajaran tidak lagi satu arah, tetapi BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Proses Pembelajaran Proses pembelajaran merupakan suatu rangkaian peristiwa yang kompleks dan akan terjalin komunikasi timbal balik antara guru sebagai pengajar dan siswa sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bermasyarakat manusia tidak lagi sebagai individu, tetapi sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bermasyarakat manusia tidak lagi sebagai individu, tetapi sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sosiolinguistik sebagai cabang linguistik memandang atau menempatkan kedudukan bahasa di dalam masyarakat, karena dalam kehidupan bermasyarakat manusia tidak lagi sebagai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Digital Communications Award for Social Media Presence pada News Overview

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Digital Communications Award for Social Media Presence pada News Overview BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Paradigma Penelitian Paradigma dalam penelitian berita berjudul Maersk Line Wins European Digital Communications Award for Social Media Presence pada News Overview menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 37 BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian atau metode riset berasal dari Bahasa Inggris. Metode berasal dari kata method, yang berarti ilmu yang menerangkan cara-cara. Kata penelitian merupakan terjemahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Analisis turutan..., Bima Anggreni, FIB UI, 2008

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Analisis turutan..., Bima Anggreni, FIB UI, 2008 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat berkomunikasi menggunakan bahasa, manusia saling menyampaikan informasi yang dapat berupa pikiran, gagasan, maksud, perasaan, maupun emosi secara langsung

Lebih terperinci

MATA KULIAH BAHASA INDONESIA

MATA KULIAH BAHASA INDONESIA Modul ke: 08 Fakultas EKONOMI DAN BISNIS Program Studi Akuntansi www.mercubuana.ac.id MATA KULIAH BAHASA INDONESIA PENULISAN KARYA ILMIAH SUPRIYADI, S.Pd., M.Pd. HP. 0815 1300 7353/0812 9479 4583 E-Mail:

Lebih terperinci

KISI UJI KOMPETENSI 2014 MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA

KISI UJI KOMPETENSI 2014 MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA KISI UJI KOMPETENSI 2014 MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA Standar Guru C C2 C3 C4 C5 C6 Menggunakan secara lisan wacana wacana lisan untuk wawancara Menggunakan wacana lisan untuk wawancara Disajikan penggalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalihasandian. Keberlangsungan ini pada akhirnya akan membentuk suatu pola

BAB I PENDAHULUAN. pengalihasandian. Keberlangsungan ini pada akhirnya akan membentuk suatu pola BAB I PENDAHULUAN To effectively communicate, we must realize that we are all different in the way we perceive the world and use this understanding as a guide to our communication with others. (Anthony

Lebih terperinci

90. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa

90. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa 90. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa A. Latar Belakang Mata pelajaran Bahasa Indonesia untuk Program Bahasa ini berorientasi pada hakikat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan berbahasa erat hubungannya dengan kemampuan berpikir.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan berbahasa erat hubungannya dengan kemampuan berpikir. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemampuan berbahasa erat hubungannya dengan kemampuan berpikir. Semakin terampil seseorang berpikir, semakin jelas dan cerah jalan pikirannya. Kemampuan ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. film memiliki realitas yang kuat salah satunya menceritakan tentang realitas

BAB 1 PENDAHULUAN. film memiliki realitas yang kuat salah satunya menceritakan tentang realitas 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk mengkomunikasikan tentang suatu realita yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, film memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Untuk menjalin hubungan tersebut diperlukan suatu alat komunikasi. Alat

BAB I PENDAHULUAN. lain. Untuk menjalin hubungan tersebut diperlukan suatu alat komunikasi. Alat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang selalu berhubungan dengan manusia lain. Untuk menjalin hubungan tersebut diperlukan suatu alat komunikasi. Alat komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengertian secara umum, bahasa merupakan suatu bentuk alat komunikasi manusia yang berupa lambang bunyi melalui alat ucap yang dikeluarkannya akan memunculkan sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa tidak akan lepas dari dunia pembelajaran. Kita semua sebagai elemen di dalamnya memerlukan bahasa yang baik dan benar dalam proses pembelajaran. Pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan sehari-hari karena bahasa merupakan alat komunikasi antar manusia. Secara luas dapat diartikan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Metafora bagi sebagian besar orang merupakan sebuah sarana puitika dan

BAB I PENDAHULUAN. Metafora bagi sebagian besar orang merupakan sebuah sarana puitika dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Metafora bagi sebagian besar orang merupakan sebuah sarana puitika dan penghias retorika yang mempermasalahkan bentuk bahasa yang tidak biasa jika dibandingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan salah satu hasil budaya manusia yang bernilai

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan salah satu hasil budaya manusia yang bernilai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan salah satu hasil budaya manusia yang bernilai sangat tinggi. Hal ini terlihat dari manfaat bahasa yang dapat digunakan manusia untuk berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rencana Revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi bukan lagi menjadi isu baru di Indonesia. Rencana tersebut sudah ada sejak tahun 2010. Dikutip dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya metafora adalah suatu bentuk kekreatifan makna dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya metafora adalah suatu bentuk kekreatifan makna dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya metafora adalah suatu bentuk kekreatifan makna dalam menggunakan bahasa saat berkomunikasi baik bahasa lisan maupun bahasa tulisan. Di dalam berbahasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Maka dari itu, diperlukan pengetahuan mengenai tata bahasa. Pengetahuan mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Maka dari itu, diperlukan pengetahuan mengenai tata bahasa. Pengetahuan mengenai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan suatu alat komunikasi yang berperan penting bagi kehidupan manusia, karena bahasa merupakan suatu sistem yang dapat menghubungkan seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia tidak akan lepas dari kegiatan berbahasa. Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan manusia dalam berkomunikasi dengan tujuan menyampaikan ide,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Film The Great Gatsby adalah film visual 3D karya Baz Luhrmann yang

BAB I PENDAHULUAN. Film The Great Gatsby adalah film visual 3D karya Baz Luhrmann yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Film The Great Gatsby adalah film visual 3D karya Baz Luhrmann yang dirilis pada 10 Mei 2013, banyak pro dan kontra dalam pembuatanya, seperti yang dikutip oleh penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selalu terlibat dalam komunikasi, baik bertindak sebagai komunikator

BAB I PENDAHULUAN. selalu terlibat dalam komunikasi, baik bertindak sebagai komunikator BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat sebagai sarana komunikasi. Setiap anggota masyarakat dan komunitas tertentu selalu terlibat dalam

Lebih terperinci