PEMBERIAN KALSIUM KARBONAT (CaCO 3 ) PADA MEDIA BERSALINITAS UNTUK PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN (Pangasius sp.) KURNIA FATURROHMAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMBERIAN KALSIUM KARBONAT (CaCO 3 ) PADA MEDIA BERSALINITAS UNTUK PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN (Pangasius sp.) KURNIA FATURROHMAN"

Transkripsi

1 PEMBERIAN KALSIUM KARBONAT (CaCO 3 ) PADA MEDIA BERSALINITAS UNTUK PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN (Pangasius sp.) KURNIA FATURROHMAN DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul: PEMBERIAN KALSIUM KARBONAT (CaCO 3 ) PADA MEDIA BERSALINITAS UNTUK PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN (Pangasius sp.) adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, September 2012 KURNIA FATURROHMAN C

3 ABSTRAK KURNIA FATURROHMAN. Pemberian Kalsium Karbonat (CaCO 3 ) Pada Media Bersalinitas untuk Pertumbuhan Benih Ikan Patin (Pangasius sp.) Dibimbing oleh YUNI PUJI HASTUTI dan KUKUH NIRMALA. Pengembangan teknologi dan sistem produksi dalam bidang perikanan budidaya merupakan salah satu solusi utama bagi upaya peningkatan produksi perikanan terutama untuk mengatasi adanya kendala tentang ketersediaan benih ikan patin. Perbaikan kualitas benih patin diupayakan melalui penambahan kapur untuk ketersediaan mineral di perairan dan pengadaan media pemeliharaan bersalinitas 4 g/l yang bertujuan untuk menekan tingkat kerja osmotik sehingga mengurangi energi yang digunakan untuk osmoregulasi dan dapat dialokasikan untuk pertumbuhan ikan patin. Benih ikan patin yang digunakan berukuran 2,69±0,04 cm dengan bobot 0,08±0,01 g. Akuarium yang digunakan berukuran 30 x 15 x 25 cm sebanyak 15 unit dan diisi air bersalinitas 4 g/l sebanyak 9 liter per unit dan ditambahkan kapur CaCO 3 sesuai perlakuan yaitu K (0 mg/l CaCO 3 ), A (150 mg/l CaCO 3 ), B (200 mg/l CaCO 3 ), C (250 mg/l CaCO 3 ) dan D (300 mg/l CaCO 3 ). Selama penelitian, ikan diberi pakan dengan kadar protein 28% sebanyak 3 kali sehari dengan FR 5%. Perlakuan penambahan CaCO 3 untuk semua perlakuan menghasilkan tingkat kelangsungan hidup sebesar 100% (P>0,05). Sedangkan laju pertumbuhan bobot harian masing-masing perlakuan secara berturut-turut yaitu 11,34%; 12,06%; 11,51%; 12,67%; dan 11,58% (P>0,05). Panjang mutlak menghasilkan nilai berbeda nyata yaitu 2,84 cm; 3,62 cm; 3,23 cm; 3,79 cm; dan 3,28 cm (P<0,05). Selama penelitian, kualitas air berada dalam kisaran yang dapat ditoleransi oleh benih ikan patin. Penggunaan kapur CaCO 3 pada salinitas 4 g/l disarankan sebanyak 250 mg/l CaCO 3 dengan pergantian air secara berkala dan pemberian pakan yang cukup. Kata Kunci : patin, CaCO 3, salinitas, dan pertumbuhan

4 ABSTRACT KURNIA FATURROHMAN. The Influence of the Granting of Calcium Carbonate (CaCO3) in the Water Salinity to the Growth of Seedling Catfish (Pangasius sp.) Supervised by YUNI PUJI HASTUTI and KUKUH NIRMALA. The development of technology and production systems in the field of aquaculture is one of the primary solutions for increased production efforts to cope with the presence of fishing is mainly about fish seed availability constraint of catfish. Seed quality improvement through lime addition catfish strived for the availability of minerals in the water supply and maintenance of media in salinity 4 g/l which aims to suppress the level of employment of the inaugural thereby reducing energy used for osmoregulation and can be allocated to growth of catfish. Catfish seed size used 2.69±0.04 cm and weight used 0.08±0.01 g. Aquarium used measuring 30 x 15 x 25 cm by as much as 15 units and filled water in salinity 4 g/l as much as 9 litres per unit and added lime CaCO3 according treatment that is K (0 mg/l CaCO 3 ), A (150 mg/l CaCO 3 ), B (200 mg/l CaCO 3 ), C (250 mg/l CaCO 3 ) and D (300 mg/l CaCO 3 ). For research, fish are feed with levels of a protein 28 % as much as 3 times a day by FR 5 %. The addition of CaCO 3 treatment for all treatment generate a level of survival as much as 100 % (P>0.05). While growth rate of weights daily each treatment in a consecutive manner that is %; %; %; %; and % (P>0.05). Absolute value of different length produce 2.84 cm; 4.63 cm; 3,23 cm; 3.79 cm; and 3.28 cm (P>0.05). During the research, the quality of the water is in the range that can be tolerated by the seed of catfish. The use of lime CaCO 3 on salinity 4 g/l recommended as much as 250 mg/l CaCO 3 with a turn of the water at regular intervals and feeding. Keywords: catfish, CaCO 3, salinity, and growth

5 PEMBERIAN KALSIUM KARBONAT (CaCO 3 ) PADA MEDIA BERSALINITAS UNTUK PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN (Pangasius sp.) KURNIA FATURROHMAN SKRIPSI sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Teknologi & Manajemen Perikanan Budidaya Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

6 Judul Skripsi : Pemberian Kalsium Karbonat (CaCO 3 ) Pada Media Bersalinitas Untuk Pertumbuhan Benih Ikan Patin (Pangasius sp.) Nama Mahasiswa : Kurnia Faturrohman Nomor Pokok : C Disetujui Pembimbing I Pembimbing II Yuni Puji Hastuti, S.Pi., M.Si. NIP Dr. Ir. Kukuh Nirmala, M.Sc. NIP Diketahui Ketua Departemen Budidaya Perairan Dr. Ir. Odang Carman, M.Sc. NIP Tanggal Lulus:

7 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-nya sehingga karya ilmiah ini bisa diselesaikan dengan baik. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Maret 2012 sampai dengan bulan April 2012 di Laboratorium Lingkungan Akuakultur III, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor dengan judul Pemberian Kalsium Karbonat (CaCO 3 ) Pada Media Bersalinitas Untuk Pertumbuhan Benih Ikan Patin (Pangasius sp.). Penulis mengucapkan terima kasih dan rasa hormat kepada ayahanda Widodo S.T., ibunda Sri Sulami S.Pd., yang telah berjasa dalam mendidik, selalu memberikan doa, dan atas kasih sayangnya. Ibu Yuni Puji Hastuti, S.Pi., M.Si. dan Bapak Dr. Ir Kukuh Nirmala, M.Sc. selaku dosen pembimbing atas segala bimbingannya selama proses akademik serta Bapak Dr. Ir. Tatag Budiardi, M.Si. selaku dosen penguji tamu, Bu Dr. Widanarni selaku wakil Ketua Program Studi dan Bapak Dr. M. Agus Suprayudi, M.Sc. selaku dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan kepada penulis. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada adik tersayang Pandu Laksana serta Ai Tety Nurbaety yang senantiasa memberi semangat, dukungan, doa, dan kasih sayangnya. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada segenap warga Laboratorium Lingkungan (Pak Jajang dan Kang Abe), mahasiswa Laboratorium Lingkungan Akuakultur (Maling erz 45+), mahasiswa BDP angkatan 45 (Patmo erz), kelompok belajar Kotak-Kotak Ikan (Randi, Wildan, Milan, Abror, Mayyanti, Fikri, Brilliant, Garry, Sofyan), warga wisma An-Nur segenap warga organisasi mahasiswa daerah PASMAD dan IMAJATIM atas segala dukungan, kerjasama dan persahabatan yang diberikan. Bogor, September 2012 Kurnia Faturrohman

8 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Klaten tanggal 24 September 1989 dari pasangan Widodo, S.T dan Sri Sulami, S.Pd. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Pendidikan formal yang ditempuh oleh penulis adalah SDN Klegen 5 Madiun ( ), SMP Negeri 1 Madiun ( ), dan SMA Negeri 1 Madiun ( ). Penulis melanjutkan kuliah pada tahun 2008 di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan memilih mayor Teknologi Manajemen Perikanan Budidaya, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama masa perkuliahan, penulis aktif di beberapa organisasi yakni menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Akuakultur sebagai Ketua Divisi Pengembangan dan Pengelolaan Sumberdaya Manusia (PPSDM) periode , Ketua I Ikatan Mahasiswa Jawa Timur (IMAJATIM) peride serta Ketua Divisi Pengembangan Sumberdaya Manusia (PSDM) Paguyuban Sedulur Madiun (PASMAD). Penulis pernah menjadi asisten Dasar-Dasar Akuakultur 2010/2011 dan 2011/2012, Dasar-Dasar Genetika Ikan 2010/2011, Manajemen Kualitas Air Semester Ganjil 2011/2012, Fisika Kimia Perairan 2011/2012 dan Engineering Akuakultur 2011/2012. Untuk meningkatkan pengetahuan di bidang perikanan budidaya, penulis mengikuti kegiatan magang di Balai Budidaya Air Payau Situbondo, Jawa Timur dan Praktik Lapangan Akuakultur di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau Jepara, Jawa Tengah dengan komoditas kerapu macan. Selama di IPB penulis mendapatkan beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) periode dan Beasiswa Bantuan Mahasiswa (BBM) periode dan Tugas akhir dalam pendidikan tinggi diselesaikan penulis dengan menulis skripsi yang berjudul Pemberian Kalsium Karbonat (CaCO 3 ) Pada Media Bersalinitas Untuk Pertumbuhan Benih Ikan Patin (Pangasius sp.)

9 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR GAMBAR... iii DAFTAR LAMPIRAN... iv I. PENDAHULUAN... 1 II. BAHAN DAN METODE Prosedur Kerja Rancangan Percobaan Pembuatan Air Kapur Pembuatan Air Bersalinitas 4 g/l Perlakuan dan Pemeliharaan Ikan Uji Parameter Pengamatan Tingkat Kelangsungan Hidup atau Survival Rate Pertumbuhan Bobot Harian atau Spesifik Growth Rate Pertumbuhan Panjang Mutlak Parameter Kualitas Air Analisis Data Diagram Alir Penelitian... 8 III. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Kelangsungan Hidup Laju Pertumbuhan Bobot Harian Bobot Rata-rata Panjang Mutlak Panjang Rata-rata Kandungan Kalsium pada Benih Patin Parameter Kualitas Air Pembahasan IV. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA L A M P I R A N... 31

10 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Penyusunan wadah pemeliharaan Tingkat kelangsungan hidup (%) benih ikan patin Pangasius sp. pada setiap perlakuan selama masa pemeliharaan Rata-rata pertumbuhan harian (%) benih ikan patin Pangasius sp. pada setiap perlakuan selama masa pemeliharaan Grafik rata-rata bobot benih ikan patin Pangasius sp. pada setiap perlakuan selama masa pemeliharaan Panjang mutlak (cm) benih ikan patin Pangasius sp. pada setiap perlakuan selama masa pemeliharaan Grafik rata-rata panjang (cm) benih ikan patin Pangasius sp. pada setiap perlakuan selama masa pemeliharaan Kandungan Ca 2+ benih ikan patin Pangasius sp. pada setiap perlakuan pada akhir masa pemeliharaan Kondisi ph selama pemeliharaan Konsentrasi DO selama pemeliharaan Suhu selama pemeliharaan Konsentrasi total amonia nitrogen selama pemeliharaan Nilai kesadahan total selama pemeliharaan Nilai kesadahan Ca 2+ selama pemeliharaan iii

11 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Pengukuran Uji Kualitas Air Kelangsungan hidup benih ikan patin (%) ANOVA kelangsungan hidup ikan patin Laju pertumbuhan bobot harian benih ikan patin (%) ANOVA laju pertumbuhan bobot harian benih ikan patin Panjang mutlak benih ikan patin (cm) ANOVA Panjang mutlak ikan patin Uji lanjut tuckey Nilai ph Oksigen terlarut Total Amonia Nitrogen Kesadahan Total Kesadahan Ca iv

12 I. PENDAHULUAN Ikan patin (Pangasius sp.) adalah salah satu komoditas ikan air tawar yang sudah banyak dibudidayakan di berbagai wilayah. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) juga telah mencanangkan program yakni dalam kurun waktu kontribusi produksi dari sektor perikanan budidaya khususnya ikan patin ditargetkan dapat meningkat sampai ribu ton (KKP 2011). Pengembangan teknologi dan sistem produksi dalam bidang perikanan budidaya merupakan salah satu solusi utama bagi upaya peningkatan produksi ikan patin tersebut dengan cara mempersingkat lama waktu produksi benih patin. Beberapa faktor yang menyebabkan terbatasnya ketersediaan benih antara lain adalah faktor internal (waktu matang kelamin dan siklus pemijahan) dan faktor ektsternal (teknologi pembenihan yang masih minim dan kualitas lingkungan). Untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas benih sudah banyak dilakukan diantaranya melalui rekayasa lingkungan (Nugrahaningsih 2008). Fujaya (1999) menyatakan, bahwa pengaruh lingkungan terhadap produksi hewan air adalah bersifat ganda yakni tidak hanya berpengaruh terhadap kelangsungan hidup ikan saja tetapi berpengaruh juga terhadap kondisi biota akuatik lainnya dalam lingkungan tersebut. Sedangkan sifat internal yang berupa genetik dan daya tahan terhadap penyakit bersifat tunggal yakni hanya berpengaruh terhadap kondisi ikan tersebut. Pada umumnya kegiatan budidaya ikan patin dibagi menjadi tiga kegiatan yakni pembenihan I, pembenihan II, dan pembesaran. Pembenihan I merupakan kegiatan untuk menghasilkan benih berukuran 1-2 cm dari keadaan awal berupa telur dan membutuhkan waktu normal sekitar 3 minggu. Pembenihan II merupakan kegiatan untuk menghasilkan benih siap tebar di kolam yakni berukuran 5-6 cm dari keadaan awalnya yakni 1-2 cm yang membutuhkan waktu normal 4-5 minggu. Kegiatan pembesaran merupakan kegiatan untuk menghasilkan ikan berukuran konsumsi sebesar kurang lebih 250 g/ekor yang membutuhkan waktu kurang lebih 4 bulan masa pemeliharaan (Khairuman 2008). Penelitian ini bertujuan untuk mempercepat proses produksi pada tahap pembenihan II dengan cara rekayasa lingkungan yaitu penambahan kalsium karbonat (CaCO 3 ) pada media bersalinitas untuk mendukung pertumbuhan benih ikan patin. 1

13 Salinitas berhubungan erat dengan tekanan osmotik dan ionik air. Hal ini disebabkan media bersalinitas mempengaruhi sistem osmoregulasi dalam tubuh ikan. Cairan tubuh ikan air tawar mempunyai tekanan yang lebih tinggi (hiperosmotik) daripada lingkungannya sehingga cenderung mengambil garamgaram yang berupa ion-ion Na + dan Cl - dari air melalui mekanisme difusi. Lingkungan bersalinitas 4 g/l pada pemeliharaan ikan patin akan menjadikan kondisi mendekati isoosmotik sehingga memperkecil penggunaan energi untuk osmoregulasi kemudian dialihkan untuk pertumbuhan. Agar sel organ tubuh ikan dapat berfungsi dengan baik maka sel-sel tersebut harus berada dalam cairan media (ekstraseluler) yang memiliki komposisi dan konsentrasi ionik yang sama dengan cairan dalam sel (intraseluler) (Fujaya 1999). Berdasarkan pernyataan Stickney (1979) channel catfish dapat hidup di air payau dengan salinitas mencapai 14 g/l. Indrati (1992) juga menyatakan bahwa pertumbuhan harian larva ikan patin meningkat dengan meningkatnya salinitas dari 0 sampai dengan 4 g/l. Berdasarkan penelitian tersebut, peningkatan salinitas menjadi 4 g/l pada media pemeliharaan benih ikan patin secara tidak langsung akan meningkatkan pertumbuhan. Optimasi pertumbuhan ikan diupayakan pula melalui penambahan mineral. Mineral tetap diperlukan oleh ikan untuk tumbuh dan berkembang. Sebanyak 2,5 % mineral di tubuh ikan catfish merupakan kalsium yang dapat diserap melalui media perairan (Hargreaves dan Tomasso 2004). Menurut Boyd (1982), kalsium juga dibutuhkan oleh ikan untuk proses osmoregulasi yang terjadi di dalam tubuh ikan dengan lingkungan serta penting untuk pembentukan tulang dan pembentukan kerangka luar dari crustacea. Kalsium merupakan mineral esensial yang diperlukan dalam jumlah yang cukup banyak. Kebutuhan kalsium dapat dipenuhi dengan penambahan kapur. Bahan pengapuran yang sering digunakan untuk pertanian yaitu CaCO 3 (kalsit), CaMg (CO 3 ) 2 (dolomit), dan jenis kapur lainnya seperti Ca(OH) 2 dan CaO. Westers (2001) dalam Permatasari (2010) menyatakan bahwa kandungan kapur yang tersedia di kapur tohor (CaO) (71%), kapur padam (Ca(OH) 2 ) (54%), dan kapur pertanian (CaCO 3 ) (40%) sehingga untuk mendapatkan pengaruh yang sama dibutuhkan masing-masing jenis kapur tersebut dengan perbandingan 1 : 1,5 : 2. Penambahan kalsium ini 2

14 akan meningkatkan pertumbuhan seperti untuk pembentukan tulang dan jaringan, sebagai contoh larva channel catfish tidak akan tumbuh dengan baik jika kandungan kalsium di perairan kurang dari 5 mg/l. (Saputra 2000). Melihat kepentingan tersebut, maka perlu dilakukan penelitian tentang hubungan penambahan kalsium di dalam media pemeliharaan terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan benih ikan patin (Pangasius sp.). Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh penambahan kalsium karbonat (CaCO 3 ) pada media bersalinitas terhadap pertumbuhan benih ikan patin (Pangasius sp.). 3

15 II. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 1 Maret hingga 3 April 2012 bertempat di Laboratorium Lingkungan Akuakultur III, Departemen Budidaya Perairan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini terdiri dari lima perlakuan yang masing-masing diberi tiga kali ulangan. Perlakuan yang diberikan berupa pemberian kapur CaCO 3 yang terdiri dari Kontrol (0 mg/l CaCO 3 ), A (150 mg/l CaCO 3 ), B (200 mg/l CaCO 3 ), C (250 mg/l CaCO 3 ) dan D (300 mg/l CaCO 3 ). 2.1 Prosedur Kerja Rancangan Percobaan Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan, masing-masing diulang sebanyak 3 kali. Perlakuan yang diberikan berupa pemberian kapur CaCO 3 yang terdiri dari Kontrol (0 mg/l CaCO 3 ), A (150 mg/l CaCO 3 ), B (200 mg/l CaCO 3 ), C (250 mg/l CaCO 3 ) dan D (300 mg/l CaCO 3 ) ke dalam media bersalinitas 4 g/l Pembuatan Air Kapur Kapur yang digunakan adalah CaCO 3 dalam bentuk bubuk. Kapur CaCO 3 ditambahkan ke dalam akuarium sesuai dengan dosis masing-masing pada media perlakuan yang sebelumnya sudah diisi air bersalinitas 4 g/l sebanyak 9 liter. Dosis yang diberikan untuk setiap perlakuan adalah 0 mg/l CaCO 3, 150 mg/l CaCO 3, 200 mg/l CaCO 3, 250 mg/l CaCO 3 dan 300 mg/l CaCO Pembuatan Air Bersalinitas 4 g/l Air bersalinitas 4 g/l didapatkan dengan melakukan penambahan garam krosok sebanyak 4 g/l atau 36 gram per akuarium Perlakuan dan Pemeliharaan Ikan Uji Wadah yang digunakan pada penelitian ini adalah 15 unit akuarium berdimensi 30 x 15 x 25 cm 3. Akuarium dan tandon dicuci menggunakan deterjen dan dikeringkan. Setelah itu, akuarium dan tandon didisinfeksi menggunakan larutan KMnO 4 20 mg/l. Desinfeksi dilakukan selama 24 jam selanjutnya akuarium dan tandon dibilas dan dikeringkan selama 2 hari. Air yang digunakan berasal dari tandon yang sebelumnya telah diendapkan selama 3 hari. Akuarium 4

16 yang sudah disiapkan diisi dengan air bersalinitas 4 g/l sebanyak 9 liter, kemudian diberikan perlakuan dengan penambahan kapur CaCO 3 yang terdiri dari K (0 mg/l CaCO 3 ), A (150 mg/l CaCO 3 ), B (200 mg/l CaCO 3 ), C (250 mg/l CaCO 3 ) dan D (300 mg/l CaCO 3 ) masing-masing terdiri dari tiga ulangan. Setelah itu benih ikan patin lokal (Pangasius sp.) dengan ukuran panjang 1-2 cm dan bobot gram dimasukkan kedalamnya masing-masing sebanyak 4 ekor/l atau 36 ekor/akuarium dan dipelihara selama 30 hari. Aklimatisasi dan adaptasi ikan dilakukan terhadap lingkungan pemeliharaan dan pakan komersial. Pakan yang diberikan pada awal pemeliharaan adalah 8% dari biomassa, setelah sampling kedua menggunakan 5% dari biomassa, setelah sampling ketiga menggunakan 3% dari biomassa. Pemberian pakan dilakukan dengan frekuensi tiga kali sehari yaitu pagi, siang dan sore hari. Untuk mempertahankan kualitas air dalam media pemeliharaan dilakukan pergantian air sebanyak 25-30% dari total volume air setiap 10 hari sekali. Kemudian dilakukan pengisian kembali air yang terbuang dengan air yang berasal dari akuarium stok yang berisi air dengan konsentrasi garam dan kapur CaCO 3 sesuai dengan perlakuan masing-masing. Pengukuran parameter kualitas air dilakukan setiap 10 hari sekali yang meliputi oksigen terlarut (DO) dan ph menggunakan ph-meter sedangkan amonia, kesadahan total dan kesadahan Ca 2+ menggunakan metode APHA (1989). Parameter suhu diukur setiap hari menggunakan termometer. Pengukuran pertumbuhan dilakukan setiap 7 hari sekali dengan parameter pengamatan berupa panjang dan bobot benih ikan patin dengan mengukur sebanyak 10 ekor ikan per akuarium. Pengukuran kadar Ca 2+ dalam tubuh ikan (proksimat mineral) dilakukan pada awal dan akhir penelitian. 5

17 Berikut ini adalah skema penyusunan wadah akuarium: P3U3 P4U1 P3U2 P4U3 K1 K3 P2U3 P2U2 P2U1 P4U2 P1U1 P1U3 P1U2 K2 P3U1 Gambar 1. Penyusunan wadah pemeliharaan Keterangan : K = Kontrol (tanpa penambahan CaCO 3 ) P1 = Perlakuan penambahan 150 mg/l CaCO 3 P2 = Perlakuan penambahan 200 mg/l CaCO 3 P3 = Perlakuan penambahan 250 mg/l CaCO 3 P4 = Perlakuan penambahan 300 mg/l CaCO 3 Un = Ulangan ke-n (n = 1, 2, 3) 2.2 Parameter Pengamatan Tingkat Kelangsungan Hidup atau Survival Rate Tingkat kelangsungan hidup (survival rate) merupakan suatu parameter yang digunakan dalam pengukuran tingkat kelangsungan hidup suatu organisme. Dengan kata lain kelangsungan hidup adalah perbandingan antara jumlah ikan yang hidup pada akhir dan awal penelitian. Sehingga dengan demikian dapat diketahui dan dihitung jumlah ikan yang mati (Goddard, 1996). Nt SR = 100% No Keterangan : SR = Survival rate (%) Nt = Jumlah ikan pada akhir pemeliharaan No = Jumlah ikan pada saat awal ( Ekor) 6

18 2.2.2 Pertumbuhan Bobot Harian atau Spesifik Growth Rate Laju pertumbuhan harian adalah persentase pertambahan berat ikan setiap harinya selama pemeliharaan berlangsung. Laju pertambahan harian ditunjukkan dalam satuan persen (%) (Huisman, 1987). Wt SGR = t 1 100% Wo Keterangan: SGR = Pertumbuhan spesifik (%) Wt = Bobot rata-rata ikan saat akhir (gram) Wo = Bobot rata-rata ikan pada saat awal (gram) t = Waktu pemeliharaan ikan lele (hari) Pertumbuhan Panjang Mutlak Pertambahan mutlak adalah pertambahan berat ikan setiap harinya selama pemeliharaan. Pertambahan mutlak ditunjukkan dalam satuan gram/hari (Effendie 1979). PM = Pt Po Keterangan: GR = Pertambahan mutlak (gram/hari) Pt = Bobot rata-rata ikan pada saat akhir (gram) Po = Bobot rata-rata ikan pada saat awal (gram) Parameter Kualitas Air Pengukuran parameter kualitas air meliputi kelarutan oksigen (DO), derajat keasaman (ph), suhu, salinitas, amonia, kesadahan total dan kesadahan Ca 2+ (Lampiran 1). 2.3 Analisis Data Data peningkatan laju pertumbuhan benih ikan patin yang diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan Microsoft Excel Sementara itu, analisis data kinerja pertumbuhan dilakukan dengan analisis statistik menggunakan SPSS 17.0 yang meliputi Analisis Ragam (ANOVA) pada tingkat 7

19 kepercayaan 95%, digunakan untuk menentukan ada atau tidaknya pengaruh perlakuan terhadap kinerja pertumbuhan benih ikan patin (Pangasius sp.). Apabila berpengaruh nyata, untuk melihat perbedaan antar perlakuan (penggunaan kapur CaCO 3 ) akan diuji menggunakan uji Beda Nyata atau Tukey. Selanjutnya data disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. 2.4 Diagram Alir Penelitian Penelitian ini terdiri dari lima perlakuan yang masing-masing diberi tiga kali ulangan. Perlakuan yang diberikan berupa pemberian kapur CaCO 3 yang terdiri dari Kontrol (0 mg/l CaCO 3 ), A (150 mg/l CaCO 3 ), B (200 mg/l CaCO 3 ), C (250 mg/l CaCO 3 ) dan D (300 mg/l CaCO 3 ). Berikut merupakan diagram alir penelitian dari awal sampai akhir masa pemeliharaan. Persiapan ikan uji Persiapan wadah media dan bahan uji Penerapan prosedur penelitian Pemeliharaan ikan uji pada masing-masing perlakuan Analisa pertumbuhan ikan uji masing-masing perlakuan dan parameter lingkungan lainnya 8

20 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Derajat Kelangsungan Hidup Derajat kelangsungan hidup atau survival rate (SR) benih ikan patin yang dipelihara dengan masa pemeliharaan 30 hari memiliki hasil yang sama untuk semua jenis perlakuan 0 mg/l CaCO3, 150 mg/l CaCO 3, 200 mg/l CaCO 3, 250 mg/l CaCO 3, dan 300 mg/l CaCO 3 yakni sebesar 100% (Gambar 2) 100 Survival R ate (%) a a a a a 0 A (150 mg/l CaCO3) B (200 mg/l CaCO3) C (250 mg/l CaCO3) D (300 mg/l CaCO3) Kontrol (0 mg/l CaCO3) Perlakuan Keterangan: Huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p<0,05) Gambar 2. Derajat kelangsungan hidup (%) benih ikan patin Pangasius sp. pada setiap perlakuan selama masa pemeliharaan Laju Pertumbuhan Bobot Harian Laju pertumbuhan bobot harian atau spesific growth rate (SGR) benih ikan patin yang dipelihara selama 30 hari pada perlakuan yang berbeda 0 mg/l CaCO 3, 150 mg/l CaCO 3, 200 mg/l CaCO 3, 250 mg/l CaCO 3, dan 300 mg/l CaCO 3 yakni berturut-turut 11,34%, 12,06%, 11,51%, 12,67% dan 11,58%. Laju pertumbuhan harian didapatkan dari bobot benih ikan patin pada saat pengambilan contoh setiap 7 hari sekali selama masa pemeliharaan pada setiap perlakuan dan kontrol (Gambar 3). 9

21 Laju Pertumbuhan Harian (%) 13, , , ,5 12,67 ± 0,36 12,06 ± 0,38 11,51 ± 0,25 11,58 ± 0,39 11,34 ± 0,32 a ab a b a 10 Kontrol (0 mg/l CaCO3) A (150 mg/l CaCO3) B (200 mg/l CaCO3) C (250 mg/l CaCO3) D (300 mg/l CaCO3) Perlakuan Keterangan: Huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p<0,05) Gambar 3. Rata-rata pertumbuhan harian (%) benih ikan patin Pangasius sp. pada setiap perlakuan selama masa pemeliharaan Nilai laju pertumbuhan harian pada semua perlakuan selama masa pemeliharaan selalu mengalami peningkatan setiap minggunya. Dari hasil analisis statistika (ANOVA) diperoleh bahwa laju pertumbuhan harian pada perlakuan dengan kontrol berpengaruh nyata. Pada masa pemeliharaan laju pertumbuhan harian tertinggi dicapai pada perlakuan 250 mg/l CaCO 3 sebesar 12,67 %, sedangkan laju pertumbuhan harian terendah pada perlakuan kontrol 0 mg/l CaCO 3 sebesar 11,34 % Bobot Rata-rata Hasil pengamatan terhadap peningkatan bobot rata-rata ikan patin selama masa pemeliharaan 30 hari dengan perlakuan yang berbeda yaitu 0 mg/l CaCO 3, 150 mg/l CaCO 3, 200 mg/l CaCO 3, 250 mg/l CaCO 3, dan 300 mg/l CaCO 3 mengalami peningkatan yang cukup signifikan (Gambar 4). 10

22 2,50 Bobot Rata-Rata (g) 2,00 1,50 1,00 0,50 A (150 mg/l CaCO3) B (200 mg/l CaCO3) C (250 mg/l CaCO3) D (300 mg/l CaCO3) kontrol (0 mg/l CaCO3) Hari ke- Gambar 4. Rata-rata bobot benih ikan patin Pangasius sp. pada setiap perlakuan selama masa pemeliharaan Berdasarkan Gambar 4, dapat diketahui bahwa bobot rata-rata ikan patin meningkat hingga akhir pemeliharaan. Peningkatan bobot tertinggi terdapat pada perlakuan C dengan pemberian 250 mg/l CaCO 3 yakni berkisar antara 0,08-2,26 g/ekor. Sedangkan pertumbuhan bobot pada perlakuan yang lain berkisar antara 0,08-1,94 g/ekor Panjang Mutlak Pertumbuhan panjang mutlak benih ikan patin selama masa pemeliharaan untuk setiap perlakuan dan kontrol disajikan pada Gambar 5. Pemeliharaan ikan patin selama 30 hari dengan perlakuan yang berbeda yaitu 0 mg/l CaCO 3, 150 mg/l CaCO 3, 200 mg/l CaCO 3, 250 mg/l CaCO 3, dan 300 mg/l CaCO 3 menghasilkan pertumbuhan panjang mutlak ikan patin secara berturut-turut 2,84 cm, 3,62 cm, 3,23 cm, 3,79 cm, dan 3,28 cm (Gambar 5). 11

23 Panjang Mutlak (cm) 4 3,8 3,6 3,4 3,2 3 2,8 2,6 2,4 2,84 ± 0,21 Kontrol (0 mg/l CaCO3) 3,62 ± 0,25 3,23 ± 0,28 3,79 ± 0,24 3,28 ± 0,18 a b ab b ab A (150 mg/l CaCO3) B (200 mg/l CaCO3) Perlakuan C (250 mg/l CaCO3) D (300 mg/l CaCO3) Keterangan: Huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p<0,05) Gambar 5. Panjang mutlak (cm) benih ikan patin Pangasius sp. pada setiap perlakuan selama masa pemeliharaan Gambar 5 menunjukkan bahwa ikan patin dengan perlakuan 0 mg/l CaCO 3 mengalami pertumbuhan panjang terendah dengan panjang mutlak 2,84 cm. Panjang mutlak dengan nilai tertinggi adalah ikan patin yang dipelihara dengan perlakuan pemberian 250 mg/l CaCO 3 yakni sebesar 3,79 cm. Dari analisis statistika (ANOVA) dinyatakan bahwa perlakuan dan kontrol memiliki perbedaan nyata sehingga perlakuan penambahan CaCO 3 pada media bersalinitas 4 g/l berpengaruh terhadap pertumbuhan panjang mutlak ikan patin Panjang Rata-rata Grafik panjang rata-rata ikan patin dari semua jenis perlakuan menggambarkan peningkatan pertumbuhan panjang hingga akhir pemeliharaan. Peningkatan panjang rata-rata tertinggi terdapat pada perlakuan pemberian CaCO 3 dengan dosis 250 mg/l CaCO 3 yakni berkisar antara 2,71-6,50 cm. Pertumbuhan panjang terendah yaitu ikan patin dengan perlakuan kontrol 0 mg/l CaCO 3 yakni berkisar antara 2,64-5,48 cm (Gambar 6). 12

24 Panjang Rata-Rata (cm) 7,00 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 A (150 mg/l CaCO3) B (200 mg/l CaCO3) C (250 mg/l CaCO3) D (300 mg/l CaCO3) kontrol (0 mg/l CaCO3) Pemeliharaan Hari ke- Gambar 6. Rata-rata panjang (cm) benih ikan patin Pangasius sp. pada setiap perlakuan selama masa pemeliharaan Kandungan Kalsium pada Benih Patin Kandungan Ca 2+ benih ikan patin pada setiap perlakuan pada akhir masa pemeliharaan menunjukkan perbedaan pada setiap perlakuan. Kandungan Ca 2+ paling tinggi terdapat pada perlakuan C (250 mg/l CaCO 3 ) sebesar 0,23 mg sedangkan kandungan Ca 2+ terendah terdapat pada perlakuan kontrol (0 mg/l CaCO 3 ) sebesar 0,11 mg. Secara umum, kandungan Ca 2+ pada benih ikan patin meningkat dari konsentrasi awal sebelum perlakuan yaitu sebesar 0,9 mg (Gambar 7). Kandungan Ca2+ (%) 0,30 0,25 0,20 0,15 0,10 0,05 0,23 ± 0,07 0,17 ± 0,01 0,15 ± 0,02 0,16 ± 0,03 0,11 ± 0,02 b ab ab a ab 0,00 Kontrol (0 mg/l CaCO3) A (150 mg/l CaCO3) B (200 mg/l CaCO3) C (250 mg/l CaCO3) D (300 mg/l CaCO3) Perlakuan Keterangan: Huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p<0,05) Gambar 7. Kandungan Ca 2+ benih ikan patin Pangasius sp. pada setiap perlakuan pada akhir masa pemeliharaan 13

25 3.1.7 Parameter Kualitas Air Nilai ph Grafik berikut menunjukkan nilai ph yang berbeda antar perlakuan penambahan CaCO 3. Nilai ph selama masa pemeliharaan memiliki kisaran 6,94 8,18. Dari grafik di bawah terlihat bahwa nilai ph cenderung stabil hingga akhir pemeliharaan. ph semua perlakuan meningkat pada hari ke-10 dan secara berangsur-angsur turun pada hari berikutnya. Untuk perlakuan kontrol, nilai ph cenderung menurun dari awal sampai akhir masa pemeliharaan (Gambar 8). ph 8,40 8,20 8,00 7,80 7,60 7,40 7,20 7,00 6,80 6,60 6,40 6, Pemeliharaan Hari ke- A (150 mg/l CaCO3) B (200 mg/l CaCO3) C (250 mg/l CaCO3) D (300 mg/l CaCO3) kontrol (0 mg/l CaCO3) Gambar 8. Kondisi ph selama pemeliharaan Oksigen terlarut Konsentrasi oksigen terlarut selama 30 hari pemeliharaan berkisar antara 4,85-5,83 mg/l. Konsentrasi oksigen secara umum menurun secara stabil pada semua perlakuan hingga akhir masa pemeliharaan (Gambar 9).. 14

26 DO (mg/l) 6,00 5,80 5,60 5,40 5,20 5,00 4,80 4,60 4,40 4,20 4, Pemeliharaan Hari ke- A (150 mg/l CaCO3) B (200 mg/l CaCO3) C (250 mg/l CaCO3) D (300 mg/l CaCO3) kontrol (0 mg/l CaCO3) Gambar 9. Konsentrasi DO selama pemeliharaan Suhu Berikut merupakan grafik fluktuasi suhu selama masa pemeliharaan 30 hari. Nilai suhu selama pemeliharaan berkisar antara 25,87-26,73ºC. Dari kisaran tersebut, suhu pada semua perlakuan tidak mengalami perubahan yang signifikan (Gambar 10). 27,00 Suhu ( C) 26,50 26,00 25,50 A (150 mg/l CaCO3) B (200 mg/l CaCO3) C (250 mg/l CaCO3) D (300 mg/l CaCO3) kontrol (0 mg/l CaCO3) 25, Pemeliharaan Hari ke- Gambar 10. Suhu selama pemeliharaan 15

27 Amonia Konsentrasi amonia di media pemeliharaan berkisar antara 0,0002 0,0137 mg/l. Konsentrasi amonia pada semua perlakuan mengalami peningkatan pada hari ke-10 dan menurun sampai akhir masa pemeliharaan. Peningkatan konsentrasi amonia paling signifikan terjadi pada perlakuan B (200 mg/l CaCO 3 ) yakni berkisar antara 0,0030-0,0136 mg/l (Gambar 11). 0,0160 0,0140 0,0120 Amonia (mg/l) 0,0100 0,0080 0,0060 0,0040 0,0020 A (150 mg/l CaCO3) B (200 mg/l CaCO3) C (250 mg/l CaCO3) D (300 mg/l CaCO3) Kontrol (0 mg/l CaCO3) 0, Pemeliharaan Hari ke- Gambar 11. Konsentrasi amonia selama pemeliharaan Kesadahan Total Kesadahan total selama pemeliharaan pada semua perlakuan memiliki nilai yang fluktuatif kecuali pada perlakuan kontrol (0 mg/l CaCO 3 ) dan D (300 mg/l CaCO 3 ) yang cenderung mengalami penurunan selama masa pemeliharaan. Kisaran nilai kesadahan pada awal pemeliharaan adalah 301,50 488,95 mg/l CaCO 3. Kesadahan menurun pada hari ke-10 dengan kisaran nilai 261,73-485,01 mg/l CaCO 3. Pemeliharaan hari ke-20 menunjukkan peningkatan nilai kesadahan dengan kisaran 241,86-500,86 mg/l CaCO 3. Nilai kesadahan kembali menurun pada akhir pemeliharaan dengan kisaran 226,67-326,51 mg/l CaCO 3 (Gambar 12). 16

28 Kesadahan Total (mg/l CaCO3) 600,00 500,00 400,00 300,00 200,00 100,00 0, Pemeliharaan Hari ke- A (150 mg/l CaCO3) B (200 mg/l CaCO3) C (250 mg/l CaCO3) D (300 mg/l CaCO3) kontrol (0 mg/l CaCO3) Gambar 12. Nilai kesadahan total selama pemeliharaan Kesadahan Ca 2+ Kesadahan Ca 2+ selama pemeliharaan memiliki nilai yang fluktuatif pada hampir semua perlakuan. Nilai kesadahan pada awal pemeliharaan sampai pada hari ke-20 cenderung mengalami penurunan yang cukup drastis yakni berkisar antara 172,66 57,06 mg/l CaCO 3. Kesadahan meningkat pada hari ke-30 dengan kisaran nilai 57,06-164,84 mg/l CaCO 3 (Gambar 13). 250,00 Kesadahan Ca 2+ (mg/l CaCO3) 200,00 150,00 100,00 50,00 A (150 mg/l CaCO3) B (200 mg/l CaCO3) C (250 mg/l CaCO3) D (300 mg/l CaCO3) kontrol (0 mg/l CaCO3) 0, Pemeliharaan Hari ke- Gambar 13. Nilai kesadahan Ca 2+ selama pemeliharaan 17

29 3.2. Pembahasan Effendi (1979) menyatakan bahwa kelangsungan hidup dihitung dengan membagi jumlah benih yang hidup pada suatu akhir periode pemeliharaan dengan jumlah benih ikan yang hidup pada awal periode pemeliharaan. Menurut Black (1957), kelangsungan hidup ikan air tawar di dalam lingkungan yang berkadar garam bergantung pada permukaan insang, laju konsumsi oksigen, toleransi jaringan tubuh terhadap garam-garam dan kontrol permeabilitas. Hal ini sesuai dengan pernyataan Survyta (1995) yang menunjukkan bahwa salah satu fungsi ginjal yakni sebagai salah satu organ osmoregulasi berfungsi memompa keluar kelebihan air dan menahan garam-garam mampu menjalankan fungsi secara baik sehingga benih ikan patin dapat bertahan hidup. Data diatas menunjukkan nilai kelangsungan hidup selama pemeliharaan mencapai 100% (Lampiran 2 dan 3). Pertumbuhan merupakan pertambahan bobot atau panjang. Huet (1971) menyatakan bahwa pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal terdiri dari daya tahan terhadap penyakit dan genetik. Faktor eksternal meliputi faktor yang berkaitan dengan lingkungan tempat hidup serta ketersediaan makanan. Penelitian ini menguji faktor eksternal yaitu lingkungan terhadap pertumbuhan benih ikan patin. Penambahan kapur CaCO 3 memberikan pengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan bobot harian benih patin. Lovell (1977) menyatakan bahwa Channel catfish dapat menyerap kalsium dari perairan. Kalsium diserap oleh tubuh melalui insang dan kulit (Lall 1989). Laju pertumbuhan harian selama pemeliharaan berkisar antara 11,51%-12,67%. Laju pertumbuhan harian tertinggi dicapai pada perlakuan C (250 mg/l CaCO 3 ) sebesar 12,67% (Gambar 2). Hal ini dikarenakan pada perlakuan tersebut, ikan patin mampu memanfaatkan kadar Ca 2+ dalam perairan secara optimal untuk memaksimalkan pertumbuhan. Hal ini sesuai dengan data kandungan Ca 2+ di perairan yang menunjukkan laju penurunan kadar Ca 2+ pada selang hari ke-0 sampai hari ke-10 kemudian perlahan meningkat pada selang hari ke-20 sampai akhir masa pemeliharaan. Hal ini membuktikan bahwa Ca 2+ efektif diserap oleh benih ikan patin pada awal masa pemeliharaan. Laju pertumbuhan harian terendah dicapai pada perlakuan kontrol (0 mg/l CaCO 3 ) yakni 11,51% (Gambar 2). Minimnya kandungan mineral Ca 2+ dalam lingkungan kontrol membuat laju 18

30 pertumbuhan harian ikan kurang maksimal. Penambahan kapur CaCO 3 juga memberikan pengaruh nyata terhadap peningkatan bobot rata-rata benih patin. Hal tersebut juga ditunjukkan pada grafik bobot rata-rata (Gambar 3) yang mengalami peningkatan bobot rata-rata pada semua perlakuan dari awal sampai akhir masa perlakuan. Peningkatan bobot rata-rata tertinggi terjadi pada perlakuan C (250 mg/l CaCO 3 ) yakni berkisar antara 0,08-2,26 g/ekor dan terendah pada perlakuan kontrol (0 mg/l CaCO 3 ) yakni berkisar antara 0,08-1,62 g/ekor (Lampiran 4 dan 5). Kapur CaCO 3 juga memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap pertumbuhan panjang ikan patin. Panjang mutlak ikan patin pada semua perlakuan mengalami peningkatan dengan kisaran 2,84 3,79 cm. Panjang mutlak ikan tertinggi terdapat pada perlakuan C yakni penambahan CaCO 3 sebanyak 250 mg/l dengan nilai 3,79 cm sedangkan untuk panjang mutlak terendah terdapat pada perlakuan kontrol yakni penambahan CaCO 3 sebanyak 0 mg/l dengan nilai 2,84 cm. Hal ini juga diperkuat dengan adanya grafik panjang rata-rata (Gambar 5) yang menunjukkan bahwa rata-rata pertambahan panjang tertinggi terdapat pada perlakuan C (250 mg/l CaCO 3 ) yakni berkisar antara 2,71-6,50 cm. Sementara pertumbuhan panjang terendah terdapat pada perlakuan kontrol 0 mg/l CaCO 3 yakni berkisar antara 2,64-5,48 cm. Perbedaan yang nyata ini dipengaruhi oleh kandungan kalsium yang dapat dimanfaatkan oleh ikan pada perlakuan C sehingga fungsi kalsium sebagai pembentuk tulang dan jaringan dapat dimanfaatkan secara optimal untuk pertumbuhan panjang benih patin. Hal tersebut juga sesuai dengan pernyataan Steffens (1989) yang menyatakan kalsium memiliki fungsi sebagai komponen utama pembentuk tulang, gigi, kulit, serta sisik, dan memelihara ketegaran kerangka tubuh, mengentalkan darah, sebagai intracellular regulator atau messenger yaitu membantu regulasi aktivitas otot kerangka, jantung dan jaringan lainnya, konstraksi dan relaksasi otot, membantu penyerapan vitamin B12, menjaga keseimbangan osmotik. Ketersediaan kalsium di perairan sangat dipengaruhi oleh jenis batuan dan tanah penyusun dasar perairan tersebut. Davis dan Gatlin (1991) menyatakan bahwa kalsium merupakan kofaktor proses enzimatik. Kelarutan kalsium yang optimal dalam media akan meningkatkan aktivitas enzim Na +, K +, dan ATPase karena penyerapan kalsium 19

31 dalam rongga usus memerlukan energi yang bergantung pada enzim ATP-ase (Piliang 2005). Selain itu adanya keseimbangan mineral media juga mempengaruhi keseimbangan isoosmotik antara cairan tubuh dan lingkungan. Pada saat kondisi perairan (eksternal) sesuai dengan konsentrasi cairan tubuh ikan (internal) maka kebutuhan energi (beban osmotik) untuk aktivitas enzim Na +, K + dan ATP-ase akan berkurang sehingga tersedia banyak energi (katabolisme) yang dapat digunakan untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan pertumbuhan (Imsland 2003). Tiap jenis ikan membutuhkan jumlah kalsium yang berbeda. Mineral kalsium di lingkungan dapat berasal dari CaCO 3, (Ca(OH) 2 ) dan CaO (Kadarini 2009). Mineral-mineral kalsium tersebut mempunyai reaksi yang berbeda dalam air. Mineral kalsium yang berbeda akan memberikan tingkat pertumbuhan yang berbeda. Kalsium merupakan salah satu komponen dari eksoskeleton dan kofaktor beberapa jenis enzim serta berperan dalam proses osmoregulasi dan aktivitas saraf. Setiap spesies memiliki kebutuhan mineral yang berbeda-beda sesuai dengan kondisi lingkungan media hidupnya. Boyd (2001) menyatakan bahwa ikan memerlukan kadar mineral kalsium dan magnesium tertentu dalam air atau ikan akan cenderung melepaskan mineral-mineral ini dari dalam tubuhnya. Kalsium berbentuk kation yang bermuatan dua ion positif dan tidak terdapat dalam bentuk bebas (Pilliang 2005). Menurut Hargreaves dan Tomasso (2004), ikan dapat memanfaatkan sumber-sumber kalsium dari media dalam jumlah yang tak terbatas. Hal ini sesuai dengan hasil pengamatannya pada ikan Seabream sparatus auratus yang dipelihara pada media 7 bersalinitas 2,5 g/l (konsentrasi kalsium 0,7 mmol/l) dan diberikan pakan yang sufficien dan defisient sehingga menunjukkan adanya peningkatan hormon PTHrP (parathyroid hormon related protein) yang berperan sebagai hormon pertumbuhan. Ikan memanfaatkan kalsium yang ada di media dan pakan melalui insang dan usus. Penyerapan kalsium dalam rongga usus memerlukan energi yang bergantung pada enzim ATP-ase (Piliang 2005). Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa benih ikan patin yang mampu menyerap Ca 2+ dengan baik dari perairan terdapat pada perlakuan C (250 mg/l CaCO 3 ) yaitu dengan nilai kandungan mineral kalsium sebesar 0,23 mg/individu, sedangkan kandungan Ca 2+ terendah terdapat pada 20

32 benih ikan patin perlakuan kontrol (0 mg/l CaCO 3 ) sebesar 0,11 mg/individu. Secara umum, kandungan Ca 2+ pada benih ikan patin meningkat dari konsentrasi awal sebelum perlakuan yaitu sebesar 0,9 mg/individu. Hal ini diperkuat dengan grafik pertumbuhan baik bobot maupun panjang rata-rata selama pemeliharaan (Gambar 2, 3, 4 dan 5) yang terus meningkat. Kualitas air selama pemeliharaan berada dalam kisaran optimal untuk pertumbuhan ikan patin. Biota akuatik memiliki kisaran suhu tertentu untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhannya. Peningkatan suhu menyebabkan kelarutan oksigen menurun dalam air, mempercepat metabolisme dan respirasi, serta peningkatan konsumsi oksigen (Hargreaves dan Tomasso 2004). Suhu selama masa pemeliharaan ikan patin pada semua perlakuan berkisar antara 25,87-26,73ºC. Kisaran suhu tersebut sangat mendukung kehidupan benih ikan patin. Merujuk pada pernyataan Karlina (2009) yang menyatakan suhu tersebut berada dalam kisaran yang optimal terhadap pertumbuhan benih ikan patin yaitu C. Hal tersebut juga dapat dibuktikan dari data sintasan (SR) yang mencapai 100% dan data pertumbuhan (Gambar 2, 3, 4 dan 5) yang menunjukkan peningkatan pada semua perlakuan. Budidaya ikan patin selain menggunakan air tawar ternyata dapat dilakukan di air payau. Berdasarkan pernyataan Indrati (1992) bahwa Channel catfish dapat hidup di air payau dengan salinitas mencapai 14 g/l. Selain itu pertumbuhan harian larva ikan patin meningkat dengan meningkatnya salinitas dari 0 g/l sampai dengan 4 g/l. Berdasarkan penelitian tersebut, peningkatan salinitas menjadi 4 g/l pada media pemeliharaan benih ikan patin secara tidak langsung akan meningkatkan pertumbuhan. Hal ini disebabkan media bersalinitas mempengaruhi sistem osmoregulasi dalam tubuh ikan. Cairan tubuh ikan air tawar mempunyai tekanan yang lebih tinggi (hiperosmotik) daripada cairan yang berada dilingkungannya sehingga cenderung mengambil ion-ion garam seperti Na + dan Cl - dari air melalui proses difusi. Lingkungan bersalinitas 4 g/l pada pemeliharaan ikan patin akan menjadikan kondisi mendekati isoosmotik sehingga memperkecil penggunaan energi untuk osmoregulasi kemudian dialihkan untuk pertumbuhan. Oleh karena itu pada penelitian ini salinitas yang digunakan sebesar 4 g/l. Kisaran nilai salinitas selama pemeliharaan berada pada nilai 4,13-4,82 g/l. 21

33 Kisaran tersebut masih sesuai dengan lingkungan isoosmotik yang diharapkan oleh ikan patin. Nilai ph menunjukkan kadar asam atau basa dan mengekpresikan konsentrasi molar dari ion hidrogen yang berupa logaritma negatif. Nilai ph juga merupakan indikator utama yang digunakan untuk mengevaluasi kualitas air permukaan. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan nilai ph dan menyukai nilai ph berkisar 7-8,5. Nilai ph sangat mempengaruhi proses biokimia perairan, misalnya proses nitrifikasi akan berakhir jika nilai ph rendah (Boyd 1990). Berdasarkan Grafik ph diatas (Gambar 7) Nilai ph selama masa pemeliharaan memiliki kisaran 6,94 8,18. Nilai ph tersebut termasuk dalam kisaran yang diinginkan dalam produksi ikan (Boyd 1990) termasuk ikan patin dan merupakan kisaran bagi budidaya intensif (Wedemeyer 1978). Dengan demikian kapasitas buffer yang terkandung dalam kapur CaCO 3 (dolomit) mampu menyangga dan meminimalkan fluktuasi nilai ph. Pada akhir pemeliharaan, ph cenderung lebih rendah dibandingkan pada awal pemeliharaan. Hal itu disebabkan oleh penurunan konsentrasi oksigen terlarut pada akhir pemeliharan (Effendi 2003). Pada semua perlakuan penambahan CaCO 3, peningkatan nilai ph terjadi pada hari ke-10. Hal ini diakibatkan oleh bertambahnya nilai amonia yang cukup signifikan pada rentan hari ke-0 sampai hari ke-10 (Gambar 10). Hal tersebut dapat diperkuat dengan pernyataan dari Novotny dan Oleum (1994) bahwa senyawa amonium yang dapat terionisasi banyak ditemukan di perairan yang memiliki ph rendah. Namun, pada ph tinggi lebih banyak ditemukan amonia yang tidak terionisasi dan bersifat toksik. Meskipun bersifat toksik, kadar amonia pada hari ke-10 masih dalam tahap yang dapat ditoleransi oleh ikan patin yakni berkisar antara 0,09 mg/l 0,15 mg/l. Hal ini dapat dilihat dari data pertumbuhan panjang dan bobot ikan patin pada rentang hari ke-7 sampai hari ke- 14 (Gambar 3 dan 5) yang memiliki nilai cenderung naik. Nilai ph menurun selama pemeliharaan (Lampiran 9) diakibatkan peningkatan amonia di media pemeliharaan. Boyd (1988) menyatakan bahwa penumpukan amonia mengakibatkan penurunan nilai ph. Menurut Effendi (2003) nilai ph di atas 10 dapat membunuh ikan, sementara nilai ph dibawah 5 mengakibatkan pertumbuhan ikan terhambat. Patin sangat toleran terhadap derajat keasaman 22

34 (ph) air. Ikan ini dapat bertahan hidup di perairan dengan derajat keasaman yang agak asam (ph rendah) sampai di perairan yang sangat basa (ph tinggi) dengan ph 5-9. Oksigen terlarut merupakan gas yang sangat penting untuk kesejahteraan hewan air. Wedemeyer (1978) menyatakan bahwa ketersediaan oksigen terlarut sangat penting dalam budidaya intensif, karena bila kekurangan akan mengakibatkan dampak negatif pada kesehatan ikan bahkan kematian. Dalam budidaya intensif ditambahkan aerasi untuk mencegah terjadinya persaingan oksigen (Lingga dan Susanto 1999). Konsentrasi oksigen terlarut pada pemeliharaan ikan channel catfish sebaiknya tidak kurang dari 3 mg/l (Stickney 1979). Konsentrasi oksigen terlarut selama 30 hari pemeliharaan berkisar antara 4,85-5,83 mg/l (Lampiran 10). Konsentrasi oksigen secara umum menurun secara stabil pada semua perlakuan hingga akhir masa pemeliharaan (Gambar 8). Hal itu terjadi dikarenakan ukuran ikan yang makin besar (Boyd 1982) dan dekomposisi bahan organik yang membutuhkan oksigen. Salinitas juga mempengaruhi tekanan osmotik media dan secara tidak langsung berpengaruh terhadap tingkat konsumsi oksigen. Sesuai dengan pernyataan Farmer dan Beamish (1969) bahwa ikan air tawar yang bersifat euryhalin memiliki tingkat konsumsi oksigen 19% lebih besar daripada saat kondisi isoosmotik. Menurut Boyd (1979), jika oksigen terlarut lebih kecil dari 0.3 mg/l dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan ikan mati. Berdasarkan kisaran yang diperoleh, kandungan oksigen terlarut di wadah perlakuan masih dalam batas toleransi kehidupan benih ikan patin. Stickney (1979) menyatakan bahwa konsentrasi amonia yang dapat ditoleransi oleh ikan adalah kurang dari 1 mg/l. Senyawa ini berasal dari sisa metabolisme ikan dan perombakan bahan organik yang berasal dari sisa pakan yang tidak termakan. Dalam kadar tertentu, senyawa ini bisa menyebabkan keracunan dan kematian bagi ikan. Menurut Steffens (1989), kadar amonia dalam air sebaiknya tidak lebih dari 1,5 mg/l, karena nilai yang lebih besar dari 1,5 mg/l sudah dapat menyebabkan ikan stres dan mati. Kandungan amonia pada media selama pemeliharaan berkisar antara 0,0002 0,0137 mg/l (Lampiran 11). Peningkatan konsentrasi amonia paling signifikan terjadi pada perlakuan B (200 mg/l CaCO 3 ) yakni berkisar antara 0,0030-0,0136 mg/l. Sedangkan konsentrasi 23

35 amonia paling rendah terdapat pada perlakuan kontrol (0 mg/l CaCO 3 ) yakni 0,0002 0,0014 mg/l. Konsentrasi amonia di media pemeliharaan pada semua perlakuan cenderung mengalami peningkatan yang cukup signifikan pada rentang hari ke-0 sampai hari ke-10 (Gambar 9). Keberadaan amonia di perairan tergantung pada suhu, ph dan salinitas. Semakin tinggi suhu dan ph maka nilai konsentrasi amonia semakin meningkat tetapi ph memberikan pengaruh yang lebih besar. Jika nilai ph tubuh lebih rendah dari nilai ph air, ikan akan mengekskresikan amonia darah ke air sehingga konsentrasi amonia di air meningkat (Wedemeyer 1996). Hal ini dapat diperkuat dengan data kenaikan ph pada rentang hari ke-0 sampai hari ke-10 (Gambar 6). Keberadaan ion sodium dan kesadahan juga ikut mempengaruhi konsentrasi amoniak (Wedemeyer 1996). Hal ini dapat terlihat pada grafik amonia (Gambar 10) bahwa kadar amonia masingmasing perlakuan tidak berbeda jauh, namun terlihat bahwa pada kesadahan yang lebih tinggi konsentrasi amonianya secara umum lebih rendah dibanding dengan kesadahan yang lebih rendah. Hal itu menandakan bahwa kesadahan mempengaruhi keberadaan amonia, karena kesadahan akan mereduksi toksisitas amonia (Boyd 1990). Secara umum nilai amonia pada media pemeliharaan berada dalam konsentrasi yang sesuai dengan ketetapan APHA (1989) yang menyatakan konsentrasi amonia tidak boleh melebihi batas minimum ketetapan yaitu 0,01 mg/l. Konsentrasi amonia tertinggi terdapat pada perlakuan B yang mencapai 0,0136 mg/l sedangkan konsentrasi amonia terendah terdapat pada perlakuan kontrol yakni sebesar 0,002 mg/l. Konsentrasi amonia yang tinggi akan mempengaruhi permeabilitas ikan terhadap air dan menurunkan konsentrasi ionion dalam tubuh. Hal itu meningkatkan konsumsi oksigen dalam jaringan sehingga akan mengakibatkan kerusakan pada insang dan mengurangi kemampuan darah dalam mentranspor oksigen (Boyd 1990). Sampai pada tahap konsentrasi amonia dalam air lebih tinggi dari darah ikan, maka akan terjadi penurunan laju ekskresi amonia dari ikan karena adanya penghambatan aliran keluarnya sehingga amonia dalam darah meningkat (Wedemeyer 1996). Hal tersebut menyebabkan rusaknya insang, meningkatnya konsumsi oksigen dan bertambahnya energi untuk keperluan detoksifikasi dan gangguan osmoregulasi (Boyd 1990). Berdasarkan data sintasan (SR) dan pertumbuhan, ikan patin 24

36 memiliki daya toleransi yang cukup tinggi untuk beradaptasi dengan lingkungan yang memiliki kadar amonia yang cukup tinggi. Hal tersebut juga diperkuat dengan manajemen kualitas air yang baik yakni dengan dilakukan penyiponan pada media pemeliharaan tiap 10 hari sekali. Menurut Effendi (2003) kesadahan pada dasarnya menggambarkan kandungan Ca 2+, Mg 2+ dan ion-ion polivalen lainnya seperti Al 3+, Fe 3+, Mn 2+, Sr 2+, dan H + yang terlarut dalam air. Berdasarkan data diketahui bahwa nilai kesadahan pada media pemeliharaan berada pada dua kisaran yakni kesadahan sadah dan sangat sadah. Peavy et al., (1985) menyatakan bahwa perairan menengah berada pada kisaran mg/l CaCO 3 sedangkan perairan sadah pada kisaran mg/l CaCO 3, dan sangat sadah lebih dari 300 mg/l CaCO 3. Nilai tersebut masih dalam kisaran yang baik untuk pemeliharaan. Dari hasil yang diperoleh diketahui bahwa kisaran nilai kesadahan pada awal pemeliharaan adalah 301,50 488,95 mg/l CaCO 3 (Lampiran 12). Kesadahan menurun pada hari ke-10 dengan kisaran nilai 261,73-485,01 mg/l CaCO 3. Pemeliharaan hari ke-20 menunjukan peningkatan nilai kesadahan dengan kisaran 241,86-500,86 mg/l CaCO 3. Nilai kesadahan kembali menurun pada akhir pemeliharaan dengan kisaran 226,67-326,51 mg/l CaCO 3 (Gambar 12). Sedangkan untuk nilai kesadahan Ca 2+ menunjukkan bahwa nilai kesadahan pada awal pemeliharaan sampai pada hari ke-20 cenderung mengalami penurunan yang cukup drastis yakni berkisar antara 172,66 57,06 mg/l CaCO 3. Kesadahan meningkat pada hari ke-30 dengan kisaran nilai 57,06-164,84 mg/l CaCO 3 (Lampiran 13). Menurunnya kadar Ca 2+ dalam perairan menjadi indikasi bahwa ikan patin mampu memanfaatkan Ca 2+ (kalsium) untuk pertumbuhan. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya grafik pertumbuhan bobot dan panjang rata-rata selama pemeliharaan (Gambar 3 dan 5) yang menunjukkan adanya peningkatan bobot serta panjang yang cukup signifikan pada rentang hari ke-0 sampai hari ke-20. Peningkatan kembali nilai Ca 2+ dalam perairan juga menjadi indikasi bahwa ikan sudah tidak bisa memanfaatkan kadar Ca 2+ untuk pertumbuhan. Hal ini juga dapat dilihat dari grafik pertumbuhan bobot dan panjang rata-rata selama pemeliharaan (Gambar 3 dan 5) yang menunjukkan bahwa terjadi peningkatan panjang dan bobot pada ikan patin tetapi tidak signifikan pada rentang hari ke-20 sampai hari 25

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Derajat Kelangsungan Hidup Derajat kelangsungan hidup atau survival rate (SR) benih ikan patin yang dipelihara dengan masa pemeliharaan 30 hari memiliki hasil

Lebih terperinci

KALSIUM KARBONAT PADA MEDIA BERSALINITAS UNTUK PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN (Pangasius sp.)

KALSIUM KARBONAT PADA MEDIA BERSALINITAS UNTUK PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN (Pangasius sp.) Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 5 No. 2 November 2014: 183-190 ISSN 2087-4871 KALSIUM KARBONAT PADA MEDIA BERSALINITAS UNTUK PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN (Pangasius sp.) CALCIUM CARBONATE

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Kualitas Air Kualitas air merupakan parameter lingkungan yang memegang peranan penting dalam kelangsungan suatu kegiatan budidaya. Parameter kualitas air yang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. M 1 V 1 = M 2 V 2 Keterangan : M 1 V 1 M 2 V 2

METODE PENELITIAN. M 1 V 1 = M 2 V 2 Keterangan : M 1 V 1 M 2 V 2 11 METODE PENELITIAN Tempat dan waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lingkungan Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor untuk pemeliharaan

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN KALSIUM KARBONAT PADA MEDIA BERSALINITAS 3 PPT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN Pangasius sp.

PENGARUH PENAMBAHAN KALSIUM KARBONAT PADA MEDIA BERSALINITAS 3 PPT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN Pangasius sp. PENGARUH PENAMBAHAN KALSIUM KARBONAT PADA MEDIA BERSALINITAS 3 PPT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN Pangasius sp. YENI GUSTI HANDAYANI SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pangasianodon, Spesies Pangasianodon hypopthalmus (Saanin 1984).

TINJAUAN PUSTAKA. Pangasianodon, Spesies Pangasianodon hypopthalmus (Saanin 1984). 3 TINJAUAN PUSTAKA Ikan Patin Siam Pangasianodon hypopthalmus Ikan patin siam adalah ikan yang termasuk kedalam Kelas Pisces, Sub Kelas Teleostei, Ordo Ostariophsy, Sub Ordo Siluroidea, Famili Pangasidae,

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan bulan Agustus sampai September 2011, di Instalasi Riset Lingkungan Perikanan Budidaya dan Toksikologi, Cibalagung, Bogor. Analisis kualitas

Lebih terperinci

PENGARUH TEKNIK ADAPTASI SALINITAS TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN, Pangasius sp.

PENGARUH TEKNIK ADAPTASI SALINITAS TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN, Pangasius sp. Jurnal Akuakultur Indonesia, 4 (1): 25 3 (25) 25 Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id PENGARUH TEKNIK ADAPTASI SALINITAS TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2009 sampai dengan bulan September 2009 bertempat di Laboratorium Sistem Produksi dan Manajemen Akuakultur, Departemen

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT PENEBARAN 60, 75 DAN 90 EKOR/LITER TERHADAP PRODUKSI IKAN PATIN

PENGARUH PADAT PENEBARAN 60, 75 DAN 90 EKOR/LITER TERHADAP PRODUKSI IKAN PATIN PENGARUH PADAT PENEBARAN 60, 75 DAN 90 EKOR/LITER TERHADAP PRODUKSI IKAN PATIN Pangasius hypophthalmus UKURAN 1 INCI UP (3 CM) DALAM SISTEM RESIRKULASI FHEBY IRLIYANDI SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Tahap I Berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian diperoleh data sintasan (Gambar 1), sedangkan rata-rata laju pertumbuhan bobot dan panjang harian benih ikan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Fisika Kimia Air Parameter fisika kimia air yang diamati pada penelitian ini adalah ph, CO 2, NH 3, DO (dissolved oxygen), kesadahan, alkalinitas, dan suhu. Pengukuran

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN

PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTEMEN

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Penelitian 2.1.1 Pembuatan Media Pembuatan air bersalinitas 4 menggunakan air laut bersalinitas 32. Penghitungan dilakukan dengan menggunakan rumus pengenceran sebagai

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu tahap pendahuluan dan utama. Pada tahap pendahuluan dilakukan penentuan kemampuan puasa ikan, tingkat konsumsi oksigen,

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil dari penelitian yang dilakukan berupa parameter yang diamati seperti kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, koefisien keragaman

Lebih terperinci

MANIPULASI SUHU MEDIA TERHADAP KINERJA PRODUKSI UDANG RED CHERRY (Neocaradina denticulate sinensis) BONNE MARKUS SKRIPSI

MANIPULASI SUHU MEDIA TERHADAP KINERJA PRODUKSI UDANG RED CHERRY (Neocaradina denticulate sinensis) BONNE MARKUS SKRIPSI MANIPULASI SUHU MEDIA TERHADAP KINERJA PRODUKSI UDANG RED CHERRY (Neocaradina denticulate sinensis) BONNE MARKUS SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTERMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu tahap pendahuluan dan utama. Metodologi penelitian sesuai dengan Supriyono, et al. (2010) yaitu tahap pendahuluan

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT PENEBARAN 10, 15 DAN 20 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN GURAMI Osphronemus goramy LAC.

PENGARUH PADAT PENEBARAN 10, 15 DAN 20 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN GURAMI Osphronemus goramy LAC. PENGARUH PADAT PENEBARAN 10, 15 DAN 20 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN GURAMI Osphronemus goramy LAC. UKURAN 2 CM Oleh : Giri Maruto Darmawangsa C14103056 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Laju Pertumbuhan Mutlak Nila Gift Laju pertumbuhan rata-rata panjang dan berat mutlak ikan Nila Gift yang dipelihara selama 40 hari, dengan menggunakan tiga perlakuan yakni

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan dari penelitian yang dilakukan selama 30 hari, diperoleh bahwa pengaruh salinitas terhadap kelangsungan hidup benih nila

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian 2.2 Prosedur Kerja Penelitian Pendahuluan Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Selama Pemuasaan

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian 2.2 Prosedur Kerja Penelitian Pendahuluan Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Selama Pemuasaan II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian Kegiatan penelitian ini terbagi dalam dua tahap yaitu tahap penelitian pendahuluan dan tahap utama. Penelitian pendahuluan meliputi hasil uji kapasitas serap zeolit,

Lebih terperinci

PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH TAMBAK TERHADAP PERTUMBUHAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei REZQI VELYAN SURYA KUSUMA

PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH TAMBAK TERHADAP PERTUMBUHAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei REZQI VELYAN SURYA KUSUMA PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH TAMBAK TERHADAP PERTUMBUHAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei REZQI VELYAN SURYA KUSUMA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2011 bertempat di. Balai Budidaya Ikan Hias, Natar, Lampung Selatan.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2011 bertempat di. Balai Budidaya Ikan Hias, Natar, Lampung Selatan. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2011 bertempat di Balai Budidaya Ikan Hias, Natar, Lampung Selatan. B. Alat dan Bahan Penelitian

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus

II. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus II. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2013 di Laboratorium Budidaya Perikanan Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Alat dan Bahan 2.2 Tahap Penelitian

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Alat dan Bahan 2.2 Tahap Penelitian II. BAHAN DAN METODE 2.1 Alat dan Bahan Alat yang digunakan adalah akuarium dengan dimensi 50 x 30 x 30 cm 3 untuk wadah pemeliharaan ikan, DO-meter, termometer, ph-meter, lakban, stoples bervolume 3 L,

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Kualitas Air Kualitas air merupakan faktor kelayakan suatu perairan untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan organisme akuatik yang nilainya ditentukan dalam kisaran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Padat Tebar (ekor/liter)

HASIL DAN PEMBAHASAN Padat Tebar (ekor/liter) 9 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut adalah hasil dari perlakuan padat tebar yang dilakukan dalam penelitian yang terdiri dari parameter biologi, parameter kualitas air dan parameter ekonomi.

Lebih terperinci

282 Jurnal Perikanan (J. FISH. Sci) X (2) : ISSN:

282 Jurnal Perikanan (J. FISH. Sci) X (2) : ISSN: 282 Jurnal Perikanan (J. FISH. Sci) X (2) : 282-289 ISSN: 0853-6384 Short Paper Abstract PENGARUH SALINITAS TERHADAP KELULUSAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN BAWAL AIR TAWAR, Colossoma macropomum THE

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PENDEDERAN LOBSTER AIR TAWAR CHERAX QUADRICARINATUS

UPAYA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PENDEDERAN LOBSTER AIR TAWAR CHERAX QUADRICARINATUS UPAYA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PENDEDERAN LOBSTER AIR TAWAR CHERAX QUADRICARINATUS PADA BERBAGAI KEPADATAN DALAM AKUARIUM DENGAN LANTAI GANDA, SERTA PENERAPAN SISTEM RESIRKULASI DEDY AKBAR SKRIPSI PROGRAM

Lebih terperinci

PAPARAN MEDAN LISTRIK 10 VOLT SELAMA 0, 2, 4, DAN 6 MENIT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN IKAN GURAME

PAPARAN MEDAN LISTRIK 10 VOLT SELAMA 0, 2, 4, DAN 6 MENIT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN IKAN GURAME PAPARAN MEDAN LISTRIK 10 VOLT SELAMA 0, 2, 4, DAN 6 MENIT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN IKAN GURAME (Osphronemous gouramy Lac.) PADA MEDIA PEMELIHARAAN BERSALINITAS 3 ppt ADHI KURNIAWAN

Lebih terperinci

II. METODELOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Alat dan Bahan 2.3 Tahap Penelitian

II. METODELOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Alat dan Bahan 2.3 Tahap Penelitian II. METODELOGI 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November sampai dengan Desember 2011 di Laboratorium Lingkungan dan Laboratorium Kesehatan Ikan, Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Berikut adalah hasil dari perlakuan ketinggian air yang dilakukan dalam penelitian yang terdiri dari beberapa parameter uji (Tabel 5). Tabel 5. Pengaruh perlakuan

Lebih terperinci

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA 825 Pengaruh frekuensi pemberian pakan terhadap... (Moch. Nurdin) PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA Mochamad

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2014 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2014 di III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2014 di Laboratorium Jurusan Budidaya Perairan Universitas Lampung. Analisis proksimat

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT TEBAR TINGGI DENGAN PENGUNAAN NITROBACTER TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN LELE (Clarias sp.) FENLYA MEITHA PASARIBU

PENGARUH PADAT TEBAR TINGGI DENGAN PENGUNAAN NITROBACTER TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN LELE (Clarias sp.) FENLYA MEITHA PASARIBU PENGARUH PADAT TEBAR TINGGI DENGAN PENGUNAAN NITROBACTER TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN LELE (Clarias sp.) FENLYA MEITHA PASARIBU 110302072 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN BETOK (Anabas testudineus) YANG DIPELIHARA PADA SALINITAS BERBEDA

PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN BETOK (Anabas testudineus) YANG DIPELIHARA PADA SALINITAS BERBEDA PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN BETOK (Anabas testudineus) YANG DIPELIHARA PADA SALINITAS BERBEDA TUGAS PENGENALAN KOMPUTER ZURRIYATUN THOYIBAH E1A012065 PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE Penelitian tentang budidaya sinodontis dengan densitas yang berbeda ini dilakukan pada bulan Juni sampai Agustus 2010 yang bertempat Laboratorium Teknologi dan Manajemen Produksi Akuakultur,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat 15 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2012. Penelitian dilaksanakan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE. Bahan Pakan

II. BAHAN DAN METODE. Bahan Pakan II. BAHAN DAN METODE 2.1 Pakan Uji Pakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pakan buatan yang di suplementasi selenium organik dengan dosis yang berbeda, sehingga pakan dibedakan menjadi 4 macam

Lebih terperinci

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMANFAATAN PAKAN

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMANFAATAN PAKAN 4. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMANFAATAN PAKAN Faktor lingkungan dapat mempengaruhi proses pemanfaatan pakan tidak hanya pada tahap proses pengambilan, pencernaan, pengangkutan dan metabolisme saja, bahkan

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Total Amonia Nitrogen (TAN) Konsentrasi total amonia nitrogen (TAN) diukur setiap 48 jam dari jam ke-0 hingga jam ke-120. Peningkatan konsentrasi TAN terjadi pada

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Percobaan Penelitian dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) tiga perlakuan dengan masing-masing tiga ulangan yaitu : 1) Perlakuan A dengan pergantian air

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Persiapan Penelitian Penelitian Pendahuluan Tahap 1 Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN Persiapan Penelitian Penelitian Pendahuluan Tahap 1 Waktu dan Tempat 41 METODE PENELITIAN Penelitian ini terdiri atas 2 tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian inti. Penelitian pendahuluan terdiri atas 2 tahap yaitu uji nilai kisaran (range value test) dan uji

Lebih terperinci

II. METODOLOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Tahap Penelitian 2.3 Alat dan Bahan Alat dan Bahan untuk Penentuan Kemampuan Puasa Ikan

II. METODOLOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Tahap Penelitian 2.3 Alat dan Bahan Alat dan Bahan untuk Penentuan Kemampuan Puasa Ikan II. METODOLOGI 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus 2010. Lokasi penelitian bertempat di Laboratorium Basah bagian Lingkungan. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT PENEBARAN TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN GURAMI Osphronemus gouramy Lac. UKURAN 2 CM

PENGARUH PADAT PENEBARAN TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN GURAMI Osphronemus gouramy Lac. UKURAN 2 CM Jurnal Pengaruh Akuakultur padat penebaran Indonesia, terhadap 5(2): 127-135 kelangsungan (2006) hidup Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai 127 http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Hatchery Ciparanje Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran. Waktu pelaksanaan dimulai dari bulan

Lebih terperinci

PENGARUH SUBTITUSI PARSIAL TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG TULANG TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias gariepinus.

PENGARUH SUBTITUSI PARSIAL TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG TULANG TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias gariepinus. e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume III No 2 Februari 2015 ISSN: 2302-3600 PENGARUH SUBTITUSI PARSIAL TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG TULANG TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Penelitian Bahan dan Alat Persiapan Wadah Pemeliharaan Ikan Uji Rancangan Pakan Perlakuan

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Penelitian Bahan dan Alat Persiapan Wadah Pemeliharaan Ikan Uji Rancangan Pakan Perlakuan II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Penelitian Penelitian ini meliputi tahap bahan dan alat, persiapan wadah pemeliharaan, ikan uji, rancangan pakan perlakuan, dan tahap pemeliharaan ikan serta pengumpulan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Air Kualitas hidup ikan akan sangat bergantung dari keadaan lingkunganya. Kualitas air yang baik dapat menunjang pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan hidup

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN PATIN (Pangasius sp.) YANG DIPELIHARA DALAM SISTEM RESIRKULASI

PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN PATIN (Pangasius sp.) YANG DIPELIHARA DALAM SISTEM RESIRKULASI PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN PATIN (Pangasius sp.) YANG DIPELIHARA DALAM SISTEM RESIRKULASI Oleh : AGUNG MAULANA PUTRA 100302052 NIM / 100302052 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil 3.1.1. Tingkat Kelangsungan Hidup (SR) Benih Ikan Lele Rata-rata tingkat kelangsungan hidup (SR) tertinggi dicapai oleh perlakuan naungan plastik transparan sebesar

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS PENAMBAHAN ZEOLIT TERHADAP KINERJA FILTER AIR DALAM SISTEM RESIRKULASI PADA PEMELIHARAAN IKAN ARWANA Sceleropages formosus DI AKUARIUM

EFEKTIFITAS PENAMBAHAN ZEOLIT TERHADAP KINERJA FILTER AIR DALAM SISTEM RESIRKULASI PADA PEMELIHARAAN IKAN ARWANA Sceleropages formosus DI AKUARIUM EFEKTIFITAS PENAMBAHAN ZEOLIT TERHADAP KINERJA FILTER AIR DALAM SISTEM RESIRKULASI PADA PEMELIHARAAN IKAN ARWANA Sceleropages formosus DI AKUARIUM ADITYA PRIMA YUDHA DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

IV. HASIL DA PEMBAHASA

IV. HASIL DA PEMBAHASA IV. HASIL DA PEMBAHASA 4.1 Hasil 4.1.1 Pertumbuhan 4.1.1.1 Bobot Bobot rata-rata ikan patin pada akhir pemeliharaan cenderung bertambah pada setiap perlakuan dan berkisar antara 6,52±0,53 8,41±0,40 gram

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. = data pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = nilai tengah data τ i ε ij

BAHAN DAN METODE. = data pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = nilai tengah data τ i ε ij II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 perlakuan dan 2 kali ulangan. Perlakuan yang akan diterapkan yaitu pemakaian

Lebih terperinci

PENGGUNAAN MEAT AND BONE MEAL (MBM) SEBAGAI SUMBER PROTEIN UTAMA DALAM PAKAN UNTUK PEMBESARAN IKAN NILA Oreochromis niloticus

PENGGUNAAN MEAT AND BONE MEAL (MBM) SEBAGAI SUMBER PROTEIN UTAMA DALAM PAKAN UNTUK PEMBESARAN IKAN NILA Oreochromis niloticus PENGGUNAAN MEAT AND BONE MEAL (MBM) SEBAGAI SUMBER PROTEIN UTAMA DALAM PAKAN UNTUK PEMBESARAN IKAN NILA Oreochromis niloticus DYAH KESWARA MULYANING TYAS PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PT. Peta Akuarium, Jl. Peta No. 83, Bandung, Jawa Barat 40232, selama 20 hari pada bulan Maret April 2013. 3.2 Alat dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Riset Ikan Hias Depok. Penelitian berlangsung pada tanggal 15 Agustus hingga 5 Oktober 2012. Penelitian diawali

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Akuakultur Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjadjaran, Jatinangor Sumedang, Jawa Barat. Penelitian

Lebih terperinci

PRODUKSI IKAN NEON TETRA Paracheirodon innesi UKURAN L PADA PADAT TEBAR 20, 40 DAN 60 EKOR/LITER DALAM SISTEM RESIRKULASI

PRODUKSI IKAN NEON TETRA Paracheirodon innesi UKURAN L PADA PADAT TEBAR 20, 40 DAN 60 EKOR/LITER DALAM SISTEM RESIRKULASI Jurnal Akuakultur Indonesia, 6(2): 211 215 (2007) Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id 211 PRODUKSI IKAN NEON TETRA Paracheirodon innesi UKURAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3 II. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2011 bertempat di Laboratorium Teknik Produksi dan Manajemen Akuakultur, pengambilan data penunjang dilaksanakan

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE. Keterangan : Yij = Hasil pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = Nilai tengah

II. BAHAN DAN METODE. Keterangan : Yij = Hasil pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = Nilai tengah II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan, yaitu: a. Lama pemberian pakan berkarotenoid

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama dua bulan pada bulan September-Oktober 2013,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama dua bulan pada bulan September-Oktober 2013, 22 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama dua bulan pada bulan September-Oktober 2013, bertempat di Laboratorium Program Studi Budidaya Perairan Fakultas

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Jenis nutrien Kandungan (%) 2.2 Metode Penelitian Rancangan Penelitian

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Jenis nutrien Kandungan (%) 2.2 Metode Penelitian Rancangan Penelitian II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Ikan nilem yang digunakan berasal dari Cijeruk. Pada penelitian ini digunakan ikan nilem berumur 4 minggu sebanyak 3.150 ekor dengan ukuran panjang 5,65 ± 0,62

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September sampai dengan bulan Nopember

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September sampai dengan bulan Nopember III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September sampai dengan bulan Nopember 2011, bertempat di laboratorium ikan Clownfish Balai Besar Pengembangan

Lebih terperinci

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Pertumbuhan Laju pertumbuhan merupakan penambahan jumlah bobot ataupun panjang ikan dalam periode waktu tertentu. Pertumbuhan terkait dengan faktor luar dan dalam

Lebih terperinci

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul: PERTUMBUHAN IKAN NILA BEST Oreochromis sp. DALAM BUDIDAYA SISTEM AKUAPONIK DENGAN WAKTU TINGGAL

Lebih terperinci

1) Staf Pengajar pada Prog. Studi. Budidaya Perairan, Fakultas

1) Staf Pengajar pada Prog. Studi. Budidaya Perairan, Fakultas Media Litbang Sulteng 2 (2) : 126 130, Desember 2009 1) Staf Pengajar pada Prog. Studi. Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian Universitas Tadulako, Palu ISSN : 1979-5971 PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP

Lebih terperinci

Nike: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 3, Nomor 1, Maret 2015

Nike: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 3, Nomor 1, Maret 2015 Nike: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 3, Nomor 1, Maret 2015 Pengaruh Salinitas Berbeda terhadap Pertumbuhan dan Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Nila Merah (Oreochromis Niloticus) di

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan bulan Agustus sampai September 2011 bertempat di

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan bulan Agustus sampai September 2011 bertempat di III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan bulan Agustus sampai September 2011 bertempat di Laboratorium Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Penelitian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli hingga Agustus 2011 yang bertempat di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli hingga Agustus 2011 yang bertempat di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli hingga Agustus 2011 yang bertempat di Balai Benih Ikan Hias (BBIH) Natar, Lampung Selatan. B. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT PENEBARAN 75, 100 DAN 125 EKOR/M2 DAN RASIO SHELTER

PENGARUH PADAT PENEBARAN 75, 100 DAN 125 EKOR/M2 DAN RASIO SHELTER PENGARUH PADAT PENEBARAN 75, 100 DAN 125 EKOR/M 2 DAN RASIO SHELTER 1 DAN 0,5 TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP LOBSTER AIR TAWAR, Cherax quadricarinatus Erik Sumbaga SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI

Lebih terperinci

Penambahan kapur CaO pada media bersalinitas untuk pertumbuhan benih ikan patin Pangasius hypopthalmus

Penambahan kapur CaO pada media bersalinitas untuk pertumbuhan benih ikan patin Pangasius hypopthalmus Jurnal Akuakultur Indonesia 11 (2), 168 178 (212) Penambahan kapur CaO pada media bersalinitas untuk pertumbuhan benih ikan patin Pangasius hypopthalmus Additional lime of CaO in rearing medium with salinity

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN IKAN PATIN SIAM (Pangasianodon hypopthalmus) YANG DIPELIHARA DENGAN SISTEM BIOFLOK PADA Feeding Rate YANG BERBEDA

PERTUMBUHAN IKAN PATIN SIAM (Pangasianodon hypopthalmus) YANG DIPELIHARA DENGAN SISTEM BIOFLOK PADA Feeding Rate YANG BERBEDA e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume IV No 1 Oktober 2015 ISSN: 2302-3600 PERTUMBUHAN IKAN PATIN SIAM (Pangasianodon hypopthalmus) YANG DIPELIHARA DENGAN SISTEM BIOFLOK PADA Feeding

Lebih terperinci

V HASIL DAN PEMBAHASAN. pengamatan tersebut diberikan nilai skor berdasarkan kelompok hari moulting. Nilai

V HASIL DAN PEMBAHASAN. pengamatan tersebut diberikan nilai skor berdasarkan kelompok hari moulting. Nilai V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.1 Kecepatan moulting kepiting bakau Pengamatan moulting kepiting bakau ini dilakukan setiap 2 jam dan dinyatakan dalam satuan moulting/hari. Pengamatan dilakukan selama

Lebih terperinci

PENGARUH KETINGGIAN AIR YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUPBENIH IKAN LELE SANGKURIANG

PENGARUH KETINGGIAN AIR YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUPBENIH IKAN LELE SANGKURIANG 1 PENGARUH KETINGGIAN AIR YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUPBENIH IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias gariepinus) DI BALAI BENIH IKAN (BBI) KOTA GORONTALO 1.2 Kasmat Samaun, 2 Hasim, 2

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 2 Oktober sampai 10 November 2014,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 2 Oktober sampai 10 November 2014, III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada 2 Oktober sampai 10 November 2014, bertempat di Laboratorium Budidaya Perikanan, Jurusan Budidaya Perairan Universitas

Lebih terperinci

BAB 4. METODE PENELITIAN

BAB 4. METODE PENELITIAN BAB 4. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama sembilan bulan dari bulan Maret sampai September 2014 di Laboratorium UPT Kolam Pembenihan, Fakultas Perikanan dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April 2013 sampai dengan Mei 2013 di Laboratorium Nutrisi Ikan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjadjaran,

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Akuakultur Gedung IV Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran pada bulan April hingga

Lebih terperinci

Sri Yuningsih Noor 1 dan Rano Pakaya Mahasiswa Program Studi Perikanan dan Kelautan. Abstract

Sri Yuningsih Noor 1 dan Rano Pakaya Mahasiswa Program Studi Perikanan dan Kelautan. Abstract Pengaruh Penambahan Probiotik EM-4 (Evective Mikroorganism-4) Dalam Pakan Terhadap Pertumbuhan Dan Kelangsungan Hidup Ikan Gurame (Osprhronemus gouramy) Sri Yuningsih Noor 1 dan Rano Pakaya 2 1 Staf Pengajar

Lebih terperinci

ke dalam bak filter. Berdasarkan Anonim (2011 ) waktu tinggal dapat dihitung dengan rumus :

ke dalam bak filter. Berdasarkan Anonim (2011 ) waktu tinggal dapat dihitung dengan rumus : ke dalam bak filter. Berdasarkan Anonim (2011 ) waktu tinggal dapat dihitung dengan rumus : DT = Dimana : DT = detention time atau waktu tinggal (menit) V = volume wadah (liter) Q = debit air (liter/detik)

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Kolam Budidaya Ikan Ciburial, Sumedang selama kurang lebih dua bulan, yaitu sejak April - Juni 2011. 2.2 Alat dan Bahan 2.2.1 Wadah

Lebih terperinci

PENAMBAHAN KAPUR CaO PADA MEDIA BERSALINITAS UNTUK PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN IDE PERMATASARI

PENAMBAHAN KAPUR CaO PADA MEDIA BERSALINITAS UNTUK PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN IDE PERMATASARI PENAMBAHAN KAPUR CaO PADA MEDIA BERSALINITAS UNTUK PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN IDE PERMATASARI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 PERNYATAAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kualitas Air Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada masingmasing perlakuan selama penelitian adalah seperti terlihat pada Tabel 1 Tabel 1 Kualitas Air

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Akuakultur Jurusan Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

Pengaruh Metode Aklimatisasi Salinitas Terhadap Kelangsungan Hidup Benih Ikan Nila (Oreochromis sp.)

Pengaruh Metode Aklimatisasi Salinitas Terhadap Kelangsungan Hidup Benih Ikan Nila (Oreochromis sp.) Pengaruh Metode Aklimatisasi Salinitas Terhadap Kelangsungan Hidup Benih Ikan Nila (Oreochromis sp.) The Effect of Salinity Acclimatization on Survival Rate of Nile Fry (Oreochromis sp.) Yuliana Asri 1,*,

Lebih terperinci

PENGGUNAAN TEPUNG ONGGOK SINGKONG YANG DIFERMENTASI DENGAN Rhizopus sp. SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN IKAN NILA MERAH (Oreochromis niloticus) ABSTRAK

PENGGUNAAN TEPUNG ONGGOK SINGKONG YANG DIFERMENTASI DENGAN Rhizopus sp. SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN IKAN NILA MERAH (Oreochromis niloticus) ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume II No 2 Februari 2014 ISSN: 2302-3600 PENGGUNAAN TEPUNG ONGGOK SINGKONG YANG DIFERMENTASI DENGAN Rhizopus sp. SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN IKAN NILA

Lebih terperinci

KERAGAMAN DAN KEBERADAAN PENYAKIT BAKTERIAL DAN PARASITIK BENIH KERAPU MACAN

KERAGAMAN DAN KEBERADAAN PENYAKIT BAKTERIAL DAN PARASITIK BENIH KERAPU MACAN KERAGAMAN DAN KEBERADAAN PENYAKIT BAKTERIAL DAN PARASITIK BENIH KERAPU MACAN Epinephelus fuscoguttatus DI KARAMBA JARING APUNG BALAI SEA FARMING KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA AGNIS MURTI RAHAYU DEPARTEMEN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 19 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian telah dilakukan pada bulan November Desember 2013, bertempat di Laboratorium Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. 3.2 Alat

Lebih terperinci

PENGGUNAAN TEPUNG DAGING DAN TULANG SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER PROTEIN HEWANI PADA PAKAN IKAN NILA MERAH (Oreochromis niloticus) ABSTRAK

PENGGUNAAN TEPUNG DAGING DAN TULANG SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER PROTEIN HEWANI PADA PAKAN IKAN NILA MERAH (Oreochromis niloticus) ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume II No 1 Oktober 2013 ISSN: 2302-3600 PENGGUNAAN TEPUNG DAGING DAN TULANG SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER PROTEIN HEWANI PADA PAKAN IKAN NILA MERAH (Oreochromis

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur kerja Kemampuan puasa ikan Tingkat konsumsi oksigen Laju ekskresi amoniak

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur kerja Kemampuan puasa ikan Tingkat konsumsi oksigen Laju ekskresi amoniak II. BAHAN DAN METODE Kegiatan penelitian ini terbagi dalam dua tahap yaitu tahap penelitian pendahuluan dan tahap utama. Penelitian pendahuluan meliputi hasil uji kapasitas serap zeolit, kapasitas serap

Lebih terperinci

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 4, Desember 2012: ISSN :

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 4, Desember 2012: ISSN : Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 4, Desember 2012: 109-114 ISSN : 2088-3137 PENGARUH KEPADATAN TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis) PADA PENDEDERAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada tanggal 26 Maret - 25 April 2012 di Laboratorium

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada tanggal 26 Maret - 25 April 2012 di Laboratorium III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada tanggal 26 Maret - 25 April 2012 di Laboratorium Basah Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Budidaya Perairan Fakultas

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Budidaya Perairan Fakultas III. METODELOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan April - Juni 2014. 3.2. Alat dan Bahan 3.2.1.

Lebih terperinci

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan % BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih Lele Sangkuriang selama 42 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa tingkat penggunaan limbah ikan tongkol

Lebih terperinci