BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Energi Surya Energi surya adalah energi yang didapat dengan mengubah energi panas surya (matahari) melalui peralatan tertentu menjadi sumber daya dalam bentuk lain. Sumber energi surya yang utama diperoleh dari matahari, matahari memancarkan energi yang besar ke permukaan bumi.. Energi matahari dapat dipresentasikan dalam parameter intensitas radiasi yaitu jumlah daya matahari yang datang pada suatu permukaan persatuan luas area. Pada keadaan cuaca cerah, permukaan bumi menyerap sekitar 1000 watt energi matahari permeter persegi. Kurang dari 30% energi tersebut dipantulkan kembali ke angkasa, 47% dikonversikan menjadi panas, 23% digunakan untuk seluruh sirkulasi kerja yang terdapat di atas permukaan bumi, sebagian kecil 0,25% ditampung angin, gelombang dan arus dan masih ada bagian yang sangat kecil 0,025% disimpan melalui proses fotosintesis di dalam tumbuh-tumbuhan yang akhirnya digunakan dalam proses pembentukan batu bara dan minyak bumi (bahan bakar fosil, proses fotosintesis yang memakan jutaan tahun) yang saat ini digunakan secara ekstensif dan eksploratif. Bukan hanya untuk bahan bakar tetapi juga untuk bahan pembuat plastik, formika, bahan sintesis lainnya. Sehingga bisa dikatakan bahwa sumber segala energi adalah energi matahari[1]. Suatu teori yang akhir-akhir ini dapat diterima para ahli mengatakan bahwa radiasi gelombang elektromagnetik merupakan kombinasi dari gelombang elektrik arus bolak-balik berkecepatan tinggi dengan gelombang medan magnet 6

2 yang menumbuhkan partikel-partikel energi dalam bentuk foton. Gelombang energi yang memancar melalui ruangan angkasa memberikan pancaran radiasi dengan panjang gelombang yang berbeda-beda. Radiasi gelombang elektromagnetik dikelompokkan pada panjang gelombang yang memberikan rangsangan energi yang lebih besar dimana semakin pendek panjang gelombangnya semakin besar energinya. Radiasi yang akan dipancarkan melalui permukaan matahari mempunyai variasi panjang gelombang dari yang paling panjang (gelombang radio) sampai yang paling pendek (gelombang sinar X dan sinar gamma). Jarak rata-rata antara bumi dengan matahari RBM = 1,49 x10 11,sedangkan besar rapat radiasi adalah: 2 kalori cm 2 /menit = 2 langleys/menit = 2 x 10 4 kalori/m 2 menit = 1/3 x 10 3 kalori/m 2 dt. Matahari memancarkan energi dalam bentuk radiasi elektromagnetik. Radiasi tersebut hanya sekitar 50% yang dapat diserap oleh bumi. Menurut pengukuran yang dilakukan oleh badan luar angkasa Amerika Serikat NASA (National Aeronautics and Space Administration) melalui misi ruang angkasanya pada tahun 1971,diperoleh data tentang besaran konstanta matahari yang harganya sama dengan 1353 Watt/m 2. Dari besaran tersebut 7,85% atau 105,8 Watt/m 2 dipancarkan melalui sinar ultraviolet, 47,33% atau Watt/m 2 dipancarkan oleh sinar yang dapat dilihat oleh manusia (visible light) dan 44,85% atau 606,8 7

3 Watt/m 2 dipancarkan oleh sinar infra merah. Pada dasarnya energi radiasi yang dipancarkan oleh sinar matahari mempunyai besaran yang tetap (konstan),tetapi karena lintasan bumi berbentuk ellips maka jarak dari matahari ke bumi tidak konstan. Jarak terdekat 1,47 x m terjadi pada 3 januari dan jarak terjauh 1.52 x m pada 4 juli. Potensi energi surya di Indonesia sangat besar yakni sekitar 4.8 KWh/m 2 atau setara dengan GWp, namun yang sudah dimanfaatkan baru sekitar 10 MWp. Energi matahari dapat dimanfaatkan dengan berbagai cara salah satunya menjadi kolektor surya yang dapat menyimpan panas sesuai dengan ukuran kolektor yang dibuat. Penyimpanan panas pada kolektor sangat bergantung pada kondisi matahari. Semakin panas matahari maka semakin banyak panas yang terserap. Kolektor surya beroperasi tanpa mengeluarkan suara (tidak seperti turbin angin besar) sehingga tidak menyebabkan polusi suara. Kolektor surya biasanya memiliki umur yang sangat lama, dan biaya pemeliharaannyasangat rendah karena tidak ada bagian yang bergerak. Kolektor surya juga cukup mudah untuk diinstal. 2.2 Kolektor Surya Kolektor surya dapat didefinisikan sebagai sistem perpindahan panas yang menghasilkan energi panas dengan memanfaatkan radiasi sinar matahari sebagai sumber energi utama. Ketika cahaya matahari menimpa adsorber pada kolektor surya, sebagian cahaya akan dipantulkan kembali ke lingkungan, sedangkan sebagian besarnya akan diserap dan dikonversi menjadi energi panas, lalu panas tersebut dipindahkan kepada fluida yang bersirkulasi di dalam kolektor surya untuk kemudian dimanfaatkan guna berbagai aplikasi. 8

4 Kolektor surya yang pada umumnya memiliki komponen-komponen utama, yaitu [2] : 1. Cover, berfungsi untuk mengurangi rugi panas secara konveksi menuju lingkungan 2. Adsorber, berfungsi untuk menyerap panas dari radiasi cahaya matahari. 3. Kanal, berfungsi sebagai saluran transmisi fluida kerja. 4. Isolator, berfungsi meminimalisasi kehilangan panas secara konduksi dari adsorber menuju lingkungan 5. Frame, berfungsi sebagai struktur pembentuk dan penahan beban kolektor Klasifikasi Kolektor Surya Terdapat tiga jenis kolektor surya yang diklasifikasikan ke dalam Solar Thermal Collector System dan juga memiliki korelasi dengan pengklasifikasian kolektor surya berdasarkan dimensi dan geometri dari receiver yang dimilikinya. A. Kolektor Plat Datar Kolektor surya merupakan sebuah alat yang digunakan untuk memanaskan fluida kerja yang mengalir kedalamnya dengan mengkonversikan energi radiasi matahari menjadi panas. Fluida yang dipanaskan berupa cairan minyak, oli, dan udara. Kolektor surya plat datar mempunyai temperatur keluaran dibawah 95 C dalam aplikasinya kolektor plat datar digunakan untuk memanaskan udara dan air. Keuntungan utama dari sebuah kolektor surya plat datar adalah bahwa memanfaatkan kedua komponen radiasi matahari yaitu melalui sorotan langsung dan sebaran, tidak memerlukan tracking matahari dan juga karena 9

5 desainnya yang sederhana, hanya sedikit memerlukan perawatan dan biaya pembuatan yang murah. Pada umumnya kolektor jenis ini digunakan untuk memanaskan ruangan dalam rumah, pengkondisian udara, dan proses-proses pemanasan dalam industri [2]. Tipe ini dirancang untuk aplikasi yang membutuhkan energi panas pada temperatur di bawah 100 C. Spesifikasi tipe ini dapat dilihat dari adsorber-nya yang berupa plat datar yang terbuat dari material dengan konduktivitas termal tinggi, dan dilapisi dengan cat berwarna hitam. Kolektor pelat datar memanfaatkan radiasi matahari langsung dan terpencar ( beam dan diffuse ), tidak membutuhkan pelacak matahari, dan hanya membutuhkan sedikit perawatan. Aplikasi umum kolektor tipe ini antara lain digunakan untuk pemanas air, pemanas gedung, pengkondisian udara, dan proses panas industri. Komponen penunjang yang terdapat pada kolektor pelat datar antara lain; transparent cover, adsorber, insulasi, dan kerangka. Gambar 2.1 Kolektor surya pelat datar sederhana A. Kolektor Konsentrator 10

6 Jenis ini dirancang untuk aplikasi yang membutuhkan energi panas pada temperatur antara C. Kolektor surya jenis ini mampu memfokuskan energi radiasi cahaya matahari pada suatu receiver, sehingga dapat meningkatkan kuantitas energi panas yang diserap oleh adsorber. Spesifikasi jenis ini dapat dikenali dari adanya komponen konsentrator yang terbuat dari material dengan transmisivitas tinggi. Berdasarkan komponen adsorber-nya jenis ini dikelompokan menjadi dua jenis yaitu Line Focus dan Point Focus. Gambar 2.2 Kolektor Konsentrator[12] Agar cahaya matahari selalu dapat difokuskan terhadap tabung adsorber, concentrator harus dirotasi. Pergerakan ini disebut dengan tracking. Temperatur fluida melebihi 400 o C dapat dicapai pada sistem kolektor ini seperti terlihat pada gambar diatas. B. Kolektor Tabung Vakum Jenis ini dirancang untuk menghasilkan energi panas yang lebih tinggi dibandingkan dengan dua jenis kolektor surya sebelumnya. Keistimewaannya terletak pada efisiensi transfer panasnya yang tinggi dan faktor kehilangan panasnya yang relatif rendah. Hal ini dikarenakan fluida yang terjebak 11

7 diantara adsorber dan cover-nya dikondisikan dalam keadaan vakum, sehingga mampu meminimalisasi kehilangan panas yang terjadi secara konveksi dari permukaan luar adsorber menuju lingkungan. Gambar 2.3 Kolektor Tabung Vakum[13] Manfaat kolektor surya Kolektor surya dewasa ini mulai diterapkan diberbagai bidang seperti bidang pertanian, Industri, dan teknologi. Dibidang pertanian manfaat kolektor surya sama sama kita ketahui yaitu sebagai media pengeringan untuk hasil pertanian, penggunaannya sangat efektif dan efesien walaupun memerlukan waktu yang lama, tetapi sangat hemat baik dari segi tenaga maupun biaya, untuk kedepan tidak mustahil permasalahan waktu akan ditemukan solusinya. Dibidang Industri Koektor surya pun sudah mulai dikembangkan seperti negara Jerman yang memanfaatkan tenaga matahari sebagai bahan bakar untuk kendaraan atau yang biasa disebut mobil dengan tenaga surya prinsipnya ialah mengubah tenaga matahari menjadi energi listrik, hal ini sungguh merupakan penemuan yang mutakhir dibidang industri. Kita mengetahui bahwa bahan bakar minyak dewasa ini semakin menipis, maka dengan pemanfaatan tenaga surya 12

8 sebagai bahan bakar mungkin untuk masa yang akan datang dapat menyelesaikan permasalahn ini. Dibidang teknologi tenaga listrik dapat dihasilkan dari kolektor surya listrik merupakan kebutuhan masyarakat, penggunaan tenaga matahari sebagai bahan yang menggubah sinar menjadi energi listrik patut dikembangkan, seperti yang pernah diterapkan oleh pemerintah pada tahun 2002 di daerah Bireun, Aceh Utara, pemerintah mencoba memberikan listrik tenaga surya bagi masyarakat setempat, tetapi karena peralatan yang tidak mencukupi dan tidak memadai maka proyek ini hanya berjalan ditempat, Output dari tenaga matahari tersebut hanya menghasilkan tenaga sebesar volt dalam semalam. Padahal kalau jika dikembangkan dan diadakan penelitian lebih lanjut kemungkinan besar akan berhasil, tetapi mungkin mengingat dana yang juga sangat besar mungkin pemerintah menunda dulu proyek tersebut. Tetapi pada intinya tenaga surya bisa bermanfaat dan dapat menghasilkan listrik[9] Mesin Pendingin Adsorpsi Siklus Ideal Mesin Pendingin Adsorpsi Adsorpsi dan desorpsi merupakan suatu proses yang dapat berlangsung secara reversibel. Adsorpsi merupakan proses exothermic dimana adsorben (padatan) dan adsorbat (fluida) melepaskan panas sehingga menyebabkan penurunan pergerakan molekul adsorbat yang mengakibatkan adsorbat tersebut menempel pada permukaan adsorben dan membentuk suatu lapisan tipis[3]. Ketika panas diberikan kepada sistem tersebut maka pergerakan molekul adsorbat akan meningkat sehingga pada jumlah panas tertentu akan menghsailkan 13

9 energi kinetik molekul adsorbat yang cukup untuk merusak gaya van der Waals antara adsorben dan adsorbat. Proses pelepasan adsorbat dari adsorben disebut sebagai proses desorpsi, dimana proses ini membutuhkan energi panas sehingga disebut proses endothermic. Jumlah adsorbat yang terkandung didalam adsorban dapat digambarkan oleh garis isosters pada diagram tekanan vs temperatur (Ln P vs -1/T) seperti pada gambar 2.4. Gambar 2.4 Diagram Tekanan vs Temperatur sebagai Penunjuk Garis Isoster [3] Mesin pendingin ini membutuhkan energi panas yaitu energi radiasi matahari yang digunakan sebagi energi untuk berlangsungnya proses pendinginan. Siklus pendingin adsorpsi dapat dilihat pada gambar 2.5. Sistem pendingin adsorpsi ini terdiri atas empat proses yang dapat dijelaskan sebagai berikut. Gambar 2.5 Diagram Clayperon pada Sistem Pendingin Siklus Adsorpsi[4] 14

10 1. Proses Pemanasan (Pemberian Tekanan) Pada gambar 2.5 menjelaskan bahwa proses pemanasan dimulai dari titik A dimana adsorbent berada pada temperatur rendah TA dan pada tekanan rendah Pe (tekanan evaporator). Proses ini berlangsung pada siang hari,proses A ke B: Adsorber menerima panas sehingga temperatur adsorber meningkat dan diikuti oleh peningkatan tekanan Selama proses ini tidak ada aliran metanol yang masuk maupun keluar dari adsorber. 2. Proses Desorpsi Pada gambar 2.5 menjelaskan proses desorpsi berlangsung pada waktu panas diberikan dari titik B ke D sehingga adsorber mengalami peningkatan temperatur yang menyebabkan timbulnya uap desorpsi. Sehingga, sehingga adsorbat yang berada pada adsorben dalam bentuk gas mengalir ke kondensor untuk mengalami proses kondensasi menjadi cair dan mengalir ke kondensor. 3. Proses Pendinginan (Penurunan Tekanan) Pada gambar 2.5 menjelaskan proses pendinginan berlangsung dari titik D ke F yang berlangsung pada malam hari, adsorber melepaskan panas dengan cara didinginkan sehingga suhu di adsorber turun dan diikuti oleh penurunan tekanan dari tekanan kondensasi ke tekanan evaporasi. 4. Proses Adsorpsi Pada gambar 2.5 menjelaskan proses adsorpsi berlangsung dari titik F ke A, Adsorber terus melepaskan panas sehingga adsorber mengalami penurunan temperatur dan tekanan yang menyebabkan timbulnya uap adsorpsi. Adsorbat dalam bentuk uap dihasilkan dari proses penyerapan kalor oleh adsorbat dari air yang ada disekitar evaporator sebesar kalor laten penguapan adsorbat tersebut. 15

11 Perkembangan Mesin Pendingin Adsorpsi Perkembangan mutkahir di bidang refrigeran utamanya didorong oleh dua masalah besar dalam lingkungan, yakni penipisan lapisan ozon dan pemanasan global. Sifat merusak ozon dimiliki oleh refrigeran utama yang digunakan yaitu CFCs (ChloroFluoro Carbons). (Molina dan Rowland 1974, diacu dalam Indartono 2006). Setelah keadaan penipisan ozon dilapisan atmosfer diverisifikasi secara saintifik, perjanjian internasional untuk mengatur dan melarang penggunaan zat-zat perusak disepakati pada tahun 1987 yang terkenal dengan sebutan Protokol Montreal. Penggunaan CFCs dan HCFCs (Hydro Chloro Fluoro Carbons) merupakan dua refrigeran utama yang dijadwalkan untuk dihapuskan masingmasing pada tahun 1996 dan 2030 untuk negara negara maju. Sedangkan untuk negara Negara berkembang dijadwalkan untuk dihapus (phase- out) pada tahun 2010 (CFCs) dan 2040 (HCFCs) (Powell dalam Indartono, 2006). Pada tahun 1997, Protokol Kyoto mengatur pembatasan dan pengurangan gas-gas penyebab rumah kaca, termasuk HCFCs. Munculnya beberapa permasalahan pada refrigerasi siklus kompresi uap dalam dekade belakangan ini membuat para peneliti berusaha memunculkan sistem refrigerasi alternatif yang tidak mengandung permasalahan serupa. Teknologi alternatif tersebut diantaranya adalah refrigerasi sistem adsorpsi padatan (solid adsorption). Sistem adsorpsi padatan ini tidak menggunakan refrigeran yang merusak ozon, serta bisa memanfaatkan matahari dan panas buangan. Teknik pendinginan adsorpsi merupakan salah satu pilihan dari metode 16

12 pendinginan yang dapat digunakan jika sumber listrik tidak ada dan sebagai pengganti refrigeran yang tidak ramah lingkungan. Metode pendinginan ini memerlukan sumber energi panas sebagai penghasil siklus pendinginan. Sumber energi tersebut dapat diperoleh dari biomassa, energi radiasi surya, maupun panas buangan. Perkembangan mesin ini telah dikenal pada tahun 1980 sampai sekarang, dimana M. Pons dan J.J. Guilleminot (1981) membuat alat mesin pendingin dengan menggunakan pasangan Zeolit air dan pasanganan karbon aktif metanol. Sokoda dan Suzuki (1984) dan Critoph et al (1988) melakukan studi kinerja siklus adsorpsi untuk pendingin surya. Vichan Tangkengsirin et al (1997) menggunakan pasangan silicagel air dan sumber panas dari energi surya. Siegfried Kreussler dan Detlef Bolz melakukan penelitian mesin pendingin solar adsorpsi menggunakan zeolit dan air, diperoleh energi pendingin sebesar 350 kj/kg zeolit dan COP 8 %. K Sumanthy (1999) melakukan percobaan alat pendingin solar energi dengan pasangan karbon aktif -methanol, dan berhasil membuat es sebanyak 4 kg/hari dengan luas kolektor 0,92 m 2. Hildrand C, Dind P., Pons M., Butchter F.(2001), melakukan penelitian pada mesin pendingin menggunakan silica gel water dengan sumber panas kolektor surya dengan luas 2 m2 mendapatkan harga COP antara 0.10 sampai Sedangkan Wang D.C, Xia Z.Z, Zhai H, Wang R.Z dan Dou W.D.(2005), melakukan penelitian mesin pendingin adsorpsi menggunakan silica gel dan air, diperoleh Kapasitas pendinginan dan COP sebesar 7,15 kw dan 0,38. Beberapa penelitian pada sistem pendingin adsorpsi telah dilakukan di laboratorium Energi dan Elektrifikasi, diantaranya oleh Aep et al, (2002) telah 17

13 melakukan penelitian mesin pendingin adsorpsi dengan menggunakan silicagel metanol dengan pembangkitan panas dari listrik, dari hasil penelitian dengan 3 kali pengujian dengan tekanan awal sebesar 5,4 kpa diperoleh temperature evaporator 10 C dengan pemanasan pada generator sebesar 72 C. Pada saat proses desorpsi yang berlangsung selama 7 jam, temperatur evaporator meningkat menjadi 26 C dengan lama proses selama 2 jam. Sedangkan pendinginan dengan menggunakan beban pendinginan dan tekanan awal 0.11 kpa (0.88 mmhg) dan suhu evaporator sebesar 24 C menurun menjadi 10 C dan terus meningkat karena adanya beban pendinginan air pada chiller dan berlangsung selama 7 jam yang mencapai 26 C. Pendinginan menghasilkan selisih C perbedaan suhu yang masuk dan keluar dari evaporator. Selain itu penelitian untuk melihat kinerja alat pendingin adsorpsi juga dilakukan oleh Setiono B, (2005) dimana hasil yang didapatkan menunjukkan besaran temperatur di evaporator 9.7 C pada tekanan 26.1 torr (3.48 kpa) tanpa menggunakan beban pendinginan, sedangkan dengan menggunakan beban pendinginan didapatkan suhu evaporator sebesar 13.5 C pada tekanan 38.7 torr (5.16 kpa) dan 13.4 C pada tekanan 45.1 torr (6.01 kpa). Pada percobaan yang dilakukan ini berhasil menurunkan temperatur rata-rata 5 C. Tetapi pada penelitian ini proses awal yang dilakukan adalah proses evaporasi-adsorpsi, kemudian dilanjutkan dengan proses generasi-desorpsi[5]. 2.4 Tinjauan Perpindahan Panas Dalam perencanaan suatu alat dengan pemanfaatan tenaga surya perlu diketahui semua jenis perpindahan panas yang terjadi selama siklus terjadi. 18

14 Seperti ketika kolektor menerima panas dari matahari maka hal itu terjadi dengan cara radiasi, kemudian panas dari pelat dan sisi kolektor berpindah secara konveksi dan konduksi ke udara. Untuk lebih jelasnya dapat kita perhatikan semua jenis perpindahan panas yang terjadi. Gambar 2.6 Perpindahan Panas pada Kolektor Plat Datar[6] Perpindahan panas merupakan perpindahan energi dari suatu daerah ke daerah lain yang terjadi karena perbedaan suhu. Panas ini akan mengalir dari tempat yang mempunyai temperatur tinggi ke tempat yang mempunyai temperatur rendah hingga tercapai temperatur yang sama. Perpindahan panas secara garis besar dapat dibagi menjadi 3 bagian : a. Konduksi b. Konveksi c. Radiasi 19

15 2.4.1 Konduksi Konduksi adalah proses perpindahan panas yang mengalir melalui suatu bahan padat dari daerah yang bersuhu lebih tinggi ke daerah yang bersuhu lebih rendah di dalam suatu medium (padat, cair atau gas). Peristiwa ini menyangkut pertukaran energi pada tingat molekuler. Pegamatan gejala fisika dan serentetan pemikiran telah menghasilkan laju aliran kalor untuk konduksi. Kepadatan aliran (flux) energi perpindahan kalor secara konduksi disebuah batangan padat, sebanding dengan beda suhu dan luas penampang serta berbanding terbalik dengan panjangnya[7]. Pengamatan dibuktikan dengan serentetan percobaan sederhana. Fourter telah memberikan sebuah model matematika untuk proses ini. Dalam hal satu dimensi, model matematikanya yaitu : q = -k.a. dt...(2.1) dx dimana : q = Laju perpindahan panas (W) A = Luas penampang dimana panas mengalir (m 2 ) dt/dx = Gradien suhu pada penampang, atau laju perubahan suhu T terhadap jarak dalam arah aliran panas x (K) k = Konduktivitas termal bahan (W/m.K) Daya hantar termal merupakan suatu karakteristik dari bahan dan perbandingan K/l disebut hantaran (konduktivitas) yang ditentukan oleh struktur molekul bahan. Semakin rapat dan tersusun rapinya molekul-molekul yang umumnya terdapat pada logam akan memindahkan energi yang semakin cepat 20

16 dibandingkan dengan susunan yang acak dan jarang yang pada umumnya terdapat terdapat pada bahan bukan logam. Persamaan untuk laju perpindahan kalor konduksi secara umum dinyatakan dengan bentuk persamaan diferensial di bawah ini : dt q ka... (2.2) dx Bahan yang mempunyai konduktifitas termal yang tinggi dinamakan konduktor, sedangkan bahan yang konduktifitas termal rendah disebut isolator. Nilai angka konduktifitas termal menunjukan beberapa cepat kalor mengalir dalam bahan tertentu. LINGKUNGAN Gambar 2.7 perpindahan panas pada isolasi kolektor surya Peristiwa perpindahan konduksi pada mesin pendingin tenaga surya terjadi pada sisi-sisi kolektor yang diisolasi oleh rockwool, sterofoam,busa hitam dan kayu. Energi panas hilang (Qloss) dan berpindah dari ruang dalam kolektor menuju temperatur yang lebih dingin (temperatur lingkungan) Konveksi Perpindahan kalor konveksi bergantung pada konduksi antara permukaan benda padat dengan fluida terdekat yang bergerak. Persamaan laju perpindahan 21

17 panas secara konveksi secara umum: q ha( T)... (2.3) dengan : q = Laju perpindahan panas konveksi (W) h = koefisien pindahan panas konveksi (W/m 2 K) A = luas penampang (m 2 ) ΔT = perubahan suhu (K) Radiasi Radiasi adalah proses perpindahan panas tanpa melalui media. Bila energi radiasi mengenai permukaan suatu bahan, maka sebagian akan dipantulkan (refleksi), sebagian lagi akan diserap (absorbsi) dan sebagian lagi akan diteruskan (transmisi). Kebanyakan benda padat tidak bisa mentransmisikan radiasi thermal sehingga penerapan transmisivitas dianggap nol [8]. Energi yang diradiasikan dari suatu permukaan ditentukan dalam bentuk daya pancar (emissive power) yang secara termodinamika dapat dibuktikan bahwa daya pancar tersebut sebanding dengan pangkat empat dari temperatur absolutnya. Untuk radiator ideal, biasanya berupa benda hitam (black body). Persamaan untuk mencari perpindahan panas radiasi adalah sebagai berikut : q rad = ε A ζ ( T s 4 -T sur 4 )... (2.4) dimana : q rad = laju perpindahan panas radiasi (W) ε = emisivitas bahan 22

18 A = luas permukaan (m 2 ) ζ = kontanta Stefan Boltzmann (5,67 x 10-8 W/m 2 K 4 ) T s = suhu permukaan (K) T sur = suhu lingkungan (K) Penggunaan energi surya meliputi pengaturan kedudukan permukaan pengumpul (kolektor) pada berbagai sudut dengan bidang horizontal. Sementara pengukuran radiasi pada permukaan horizontal di banyak tempat sudah dilaksanakan,pemanasan pada permukaan miring harus dihitung. Lapisan luar matahari yang disebut fotosfer memancarkan suatu spektrum radiasi yang kontiniu. Perpindahan panas secara radiasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: 1. Luas permukaan benda yang bertemperatur, yang akan menentukan besar kecil jumlah pancaran yang akan dapat dilepaskan. 2. Sifat permukaan yang berhubungan dengan kemudahan memancarkan atau menyerap panas. 3. Kedudukan masing-masing permukaan satu terhadap yang lain akan menentukan besar fraksi pancaran yang dapat diterima oleh permukaan lain. Ketika radiasi sampai ke permukaan, sebagian dari energi itu akan diserap, sebagian lagi ditransmisikan, dan sisanya direfleksikan [9]. Energi radiasi yang diserap disebut dengan absorbtivitas (α ), yang ditransmisikan disebut dengan transimitas (η) dan energi radiasi yang dipantulkan disebut reflektivitas ( ρ). absorbvitas = α = Radiasi Absorbsi Incident Radiation 0 α 1 Radiasi transimitas transimitas = η = Incident Radiation 0 η 1 23

19 Radiasi reflectivitas reflectivitas = ρ = Incident Radiation 0 ρ Intensitas Radiasi Matahari Perbandingann intensitas radiasi matahari pada bidang horizontal dan bidang miring dapat dinyatakan dengan persamaan berikut[2]: R b = G b,t G b = G b,n.cos θ G b,n.cos θ z = cos θ cos θ z. (2.5) dimana : Rb = rasio intensitas radiasi pada bidang miring dengan bidang horizontal G b,t = intensitas radiasi pada bidang miring (W/m 2 ) G b = intensitas radiasi matahari dengan sudut masuk normal pada bidang horizontal (W/m 2 ) θ = sudut datang radiasi; θ z = sudut zenith Berikut ini adalah sudut datang intensitas matahari terhadap bidang kolektor horizontal dan bidang yang dimiringkan ditunjukkan gambar 2.8. G bn G bt θ G b G bn θ z β (a) (b) Gambar 2.8 Intensitas radiasi pada bidang horizontal (a), dan bidang yang dimiringkan (b) 24

20 2.6 Posisi Matahari Untuk menghitung intensitas radiasi matahari langsung pada sebuah permukaan miring dari data intensitas radiasi matahari pada sebuah permukaan horizontal dapat dihitung jika posisi matahari diketahui setiap saat. Posisi matahari juga digunakan untuk menentukan radiasi matahari yang diteruskan melalui kaca, dimana transmisivitas-absorpsivitasnya juga berubah-ubah sesuai dengan sudut matahari.[2] Sudut datang radiasi matahari yang dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut: cos θ = cos ϕ β cos δ. cos ω + sin ϕ β sin δ...(2.6) Untuk permukaan yang dimiringkan, cos θ = cos θ T (tilt). Beberapa parameter pada persamaan di atas dijelaskan sebagai berikut: a. Posisi lintang (φ) Yaitu posisi suatu tempat dari bidang khatulistiwa, utara bernilai positif; -90 o φ 90 o. b. Deklinasi (δ) Yaitu sudut posisi matahari pada siang hari sehubungan dengan bidang khatulistiwa. Utara bernilai positif; -23,45 δ 23,45. Nilai δ dapat ditentukan dengan persamaan berikut: δ = 23,45 sin( n 365 )......(2.7) dimana n adalah hari ke berapa dalam tahun tersebut. 25

21 c. Kemiringan (β) Yaitu sudut antara bidang permukaan tertentu dengan bidang horizontal; 0 o β 90 o (β > 90 o berarti permukaan bidang menghadap ke bawah). d. Sudut Jam Matahari (ω) Yaitu pergeseran sudut dari matahari ke arah timur/barat dari garis bujur lokal akibat rotasi bumi pada porosnya sebesar 15 o per jam; pagi negatif, sore positif. Nilai ω dapat ditentukan dengan persamaan berikut: ω = (ts 12)x (2.8) 2.7. Perhitungan Perpindahan Panas pada Kolektor Plat Datar Perhitungan Panas yang diserap Kolektor Perhitungan panas yang diserap pada kolektor dapat dihitung menggunakan rumus [2]: S = (τα) ave x Q it x A c (2.9) dimana : Q it = intensitas radiasi matahari (J/m 2 ) A c = luas penampang kolektor (m 2 ) τα ave = transmisivitas absorsivitas rata -rata kaca dan absorber dihitung dengan rumus : τα ave = 0,96 x (τα) b...(2.10) dimana : (τα) b = 1,01 x τ x α x α α n...(2.11) τ = τ r x τ a 26

22 Koefisien transmisivitas refleksi (τ r ) diperoleh dengan rumus : τ r = r 1+ r + 1 r 1+ r...(2.12) r = sin 2 (θ 2 θ 1 ) sin 2 (θ 2 + θ 1 )...(2.13) θ 1 = θ 1 Sudut datang matahari terhadap bidang vertical θ 1(12.00) = 0 o. setiap 1 jam +15 o Sudut bias kaca : θ 2 = sin 1 ( n 1 n 2 x sin(θ 1 ). θ 2 = sin 1 ( sin θ 1 n ). n = indeks bias rata-rata kaca = [Duffie] r = tan 2 (θ 2 θ 1 ) tan 2 (θ 2 + θ 1 )...(2.14) Koefisien transmisivitas refleksi (τ r ) diperoleh dengan rumus: τ a = exp KL cosθ 2...(2.15) K = koefisien redam kaca 2 lapis kaca = 16 m -1 [Duffie] L = tebal kaca = 5mm = 0,005m α = absorbsivitas plat stainless steel = 0,97 α αn = 1 1,5879 x 10 3 θ 1 + 2,7314 x 10 4 θ 1 2 2,3026 x 10 5 θ ,0244 x 10 7 θ 1 4 1,8 x 10 8 θ ,7734 x θ 1 6 6, θ (2.16) 27

23 Perhitungan Kerugian Panas pada Kolektor Koefisien kerugian panas yang hilang pada kolektor dapat dihitung menggunakan rumus yaitu : Q L = Q T + Q B + Q E...(2.17) dimana : Q T Q B Q E Q L = total kerugian panas yang hilang pada sisi bagian atas kolektor (J) = total kerugian panas yang hilang pada sisi bagian bawah kolektor (J) = total kerugian panas yang hilang pada sisi bagian samping kolektor (J) = total kerugian panas yang hilang pada setiap sisi kolektor (J) Kerugian panas pada sisi atas (Q T ) diperoleh dengan rumus : Q T = U t x Ac x Tpm sisi atas T......(2.18) dimana : 1 U T = C Tpm N Tpm T N+f e + 1 w + σ T pm + T T 2 pm + T 2 1 εp N w + 2N+f ε p N εg...(2.19) keterangan : N = jumlah lapisan kaca = 2 f = ( 1 + 0,089 w w ε p )( N) C = 520 ( β 2 ) dimana β = 0 o dan β = 30 o e = (1-100/T pm ) β = sudut kemiringan kolektor ε g = emisivitas kaca = 0.88 ε p = emisivitas plat = 0.97 T = temperatur rata - rata lingkungan (K) 28

24 T pm = temperatur rata-rata plat atas(k) w = koefisien perpindahan panas oleh angin 10 W/m 2 K σ = Tetapan Stefan-Boltzman = 5.67 x 10-8 U T = koefisien kerugian panas pada sisi atas kolektor (W/m 2 K) Ac = luas penampang kolektor (m 2 ) Tpm sisi atas = temperatur rata - rata plat atas ( o C) T = temperatur lingkungan ( o C) Kerugian panas pada sisi samping (Q E ) diperoleh dengan rumus : Q E = T R1+ R2 + R3 + R4+ R (2.20) dimana : R = t K x A K = konduktivitas bahan (W/m K) t = tebal isolasi (m) A = luas penampang isolasi (m 2 ) T = Tpm sisi samping T Tpm sisi samping = temperatur rata - rata plat samping ( o C) T = temperatur lingkungan ( o C) Kerugian panas pada sisi bawah (Q B ) diperoleh dengan rumus : Q B = T R1+ R2 + R3 + R4+ R (2.21) dimana : 29

25 R = t K x A K = konduktivitas bahan (W/m K) t = tebal isolasi (m) A = luas penampang isolasi (m 2 ) T = Tpm sisi bawa T Tpm sisi bawah = temperatur rata - rata plat bawah ( o C) T = temperatur lingkungan ( o C) 2.8. Energi Panas Aktual yang Digunakan Kolektor untuk Proses Desorpsi Energi panas yang digunakan kolektor untuk mendesorpsi metanol dari karbon aktif dievaluasi melalui persamaan sebagai berikut: Q ic = m ac. C pac + m r C pr T g + m r sg...(2.22) dimana: Q ic = energi panas aktual yang digunakan kolektor untuk proses desorpsi (J) m ac = massa karbon aktif dalam kolektor (kg) m r = massa refrigeran (metanol) dalam kolektor yang teradsorpsi (kg) C pac = panas spesifik karbon aktif (J/kg K) C pr = panas spesifik metanol (J/kg K) T g = temperatur pemanasan dievaluasi pada temperatur rata-rata kolektor maksimal selama waktu pemanasan optimum ( o K) h sg = entalpi perubahan fasa metanol selama proses desorpsi (KJ/Kg) m r h sg = total energi perubahan fasa refrigeran (metanol) dalam kolektor (J) 30

26 2.9. Efisiensi Kolektor ( η ) Efisiensi aktual kolektor surya selama pengujian dapat dihitung dalam keadaan kosong dan berisi karbon aktif. Efisiensi kolektor kosong dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : η = S Q rad......(2.23) dimana : S = panas yang diserap kolektor (J) Q rad = panas yang diterima kolektor (J) Efisiensi kolektor berisi karbon aktif dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut ini[10]: η = Q ic Q it (2.24) dimana : Q ic = energi panas aktual yang digunakan kolektor untuk proses desorpsi(j) Q it = energi panas yang diterima kolektor selama pemanasan optimum (J) 31

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Self Dryer dengan kolektor terpisah. (sumber : L szl Imre, 2006).

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Self Dryer dengan kolektor terpisah. (sumber : L szl Imre, 2006). 3 BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengering Surya Pengering surya memanfaatkan energi matahari sebagai energi utama dalam proses pengeringan dengan bantuan kolektor surya. Ada tiga klasifikasi utama pengering surya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar BAB NJAUAN PUSAKA Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar 150.000.000 km, sangatlah alami jika hanya pancaran energi matahari yang mempengaruhi dinamika atmosfer

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk membuat agar bahan makanan menjadi awet. Prinsip dasar dari pengeringan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk membuat agar bahan makanan menjadi awet. Prinsip dasar dari pengeringan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Dasar Pengeringan Dari sejak dahulu pengeringan sudah dikenal sebagai salah satu metode untuk membuat agar bahan makanan menjadi awet. Prinsip dasar dari pengeringan

Lebih terperinci

PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA

PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA DIKTAT KULIAH PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARMA PERSADA 009 DIKTAT KULIAH PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA Disusun : ASYARI DARAMI YUNUS Jurusan Teknik Mesin,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kondensor Kondensor adalah suatu alat untuk terjadinya kondensasi refrigeran uap dari kompresor dengan suhu tinggi dan tekanan tinggi. Kondensor sebagai alat penukar

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PERANGKAT LUNAK UNTUK SIMULASI SATU UNIT MESIN PENDINGIN SIKLUS ADSORPSI YANG DIGERAKKAN ENERGI SURYA DENGAN LUAS KOLEKTOR 1,5 m 2

PENGEMBANGAN PERANGKAT LUNAK UNTUK SIMULASI SATU UNIT MESIN PENDINGIN SIKLUS ADSORPSI YANG DIGERAKKAN ENERGI SURYA DENGAN LUAS KOLEKTOR 1,5 m 2 PENGEMBANGAN PERANGKAT LUNAK UNTUK SIMULASI SATU UNIT MESIN PENDINGIN SIKLUS ADSORPSI YANG DIGERAKKAN ENERGI SURYA DENGAN LUAS KOLEKTOR 1,5 m 2 SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan TINJAUAN PUSTAKA A. Pengeringan Tipe Efek Rumah Kaca (ERK) Pengeringan merupakan salah satu proses pasca panen yang umum dilakukan pada berbagai produk pertanian yang ditujukan untuk menurunkan kadar air

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Energi Matahari

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Energi Matahari BAB II DASAR TEORI 2.1 Energi Matahari Matahari merupakan sebuah bola yang sangat panas dengan diameter 1.39 x 10 9 meter atau 1.39 juta kilometer. Kalau matahari dianggap benda hitam sempurna, maka energi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar Dasar Perpindahan Kalor Perpindahan kalor terjadi karena adanya perbedaan suhu, kalor akan mengalir dari tempat yang suhunya tinggi ke tempat suhu rendah. Perpindahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PENGERINGAN Pengeringan adalah proses pengurangan kelebihan air yang (kelembaban) sederhana untuk mencapai standar spesifikasi kandungan kelembaban dari suatu bahan. Pengeringan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 7 Universitas Indonesia

BAB II DASAR TEORI. 7 Universitas Indonesia BAB II DASAR TEORI 2.1 Adsorpsi 2.1.1 Pengertian Adsorpsi Adsopsi adalah proses dimana molekul-molekul fluida menyentuh dan melekat pada permukaan padatan (Nasruddin,2005). Adsorpsi adalah fenomena fisik

Lebih terperinci

ANALISA KOMPONEN KOLEKTOR PADA MESIN PENDINGIN SIKLUS ADSORPSI TENAGA SURYA DENGAN VARIASI SUDUT KOLEKTOR 0 0 DAN 30 0

ANALISA KOMPONEN KOLEKTOR PADA MESIN PENDINGIN SIKLUS ADSORPSI TENAGA SURYA DENGAN VARIASI SUDUT KOLEKTOR 0 0 DAN 30 0 ANALISA KOMPONEN KOLEKTOR PADA MESIN PENDINGIN SIKLUS ADSORPSI TENAGA SURYA DENGAN VARIASI SUDUT KOLEKTOR 0 0 DAN 30 0 Skripsi yang Diajukan untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Oleh:

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Umum Mesin pendingin atau kondensor adalah suatu alat yang digunakan untuk memindahkan panas dari dalam ruangan ke luar ruangan. Adapun sistem mesin pendingin yang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. i ii iii iv v vi

DAFTAR ISI. i ii iii iv v vi DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN HALAMAN PERSEMBAHAN INTISARI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN i ii iii iv v vi viii x xii

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Pengujian alat pendingin..., Khalif Imami, FT UI, 2008

BAB II DASAR TEORI. Pengujian alat pendingin..., Khalif Imami, FT UI, 2008 BAB II DASAR TEORI 2.1 ADSORPSI Adsorpsi adalah proses yang terjadi ketika gas atau cairan berkumpul atau terhimpun pada permukaan benda padat, dan apabila interaksi antara gas atau cairan yang terhimpun

Lebih terperinci

Qs Kalor sensibel zat [J] Q L Kalor laten Zat [J] ΔT Beda temperatur [ C] Δ Pads-evap. laju peningkatan rata-rata temperatur.

Qs Kalor sensibel zat [J] Q L Kalor laten Zat [J] ΔT Beda temperatur [ C] Δ Pads-evap. laju peningkatan rata-rata temperatur. Qs Kalor sensibel zat [J] Q L Kalor laten Zat [J] ΔT Beda temperatur [ C] Δ Pads-evap Perbedaan tekanan antara Adsorber dengan Evaporator [cmhg] laju peningkatan rata-rata temperatur pada adsorber [ ]

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab V Kesimpulan dan Saran Berisi tentang kesimpulan dari hasil pengujian serta analisa yang dilakukan secara teoritis serta saran untuk penelitian selanjutnya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Energi Surya

Lebih terperinci

Konsep Dasar Pendinginan

Konsep Dasar Pendinginan PENDAHULUAN Perkembangan siklus refrigerasi dan perkembangan mesin refrigerasi (pendingin) merintis jalan bagi pertumbuhan dan penggunaan mesin penyegaran udara (air conditioning). Teknologi ini dimulai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) keperluan. Prinsip kerja kolektor pemanas udara yaitu : pelat absorber menyerap

BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) keperluan. Prinsip kerja kolektor pemanas udara yaitu : pelat absorber menyerap BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) Pemanfaatan energi surya memakai teknologi kolektor adalah usaha yang paling banyak dilakukan. Kolektor berfungsi sebagai pengkonversi energi surya untuk menaikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mesin Pendingin Mesin pendingin adalah suatu peralatan yang digunakan untuk mendinginkan air, atau peralatan yang berfungsi untuk memindahkan panas ke suatu tempat yang temperaturnya

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Desorp/melepaskan

BAB II DASAR TEORI. Desorp/melepaskan BAB II DASAR TEORI 2.1 ADSORPSI Adsorpsi adalah suatu proses yang terjadi ketika suatu fluida (cairan maupun gas) terikat kepada suatu padatan dan akhirnya membentuk suatu film (lapisan tipis) pada permukaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Temperatur udara masuk kolektor (T in ). T in = 30 O C. 2. Temperatur udara keluar kolektor (T out ). T out = 70 O C.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Temperatur udara masuk kolektor (T in ). T in = 30 O C. 2. Temperatur udara keluar kolektor (T out ). T out = 70 O C. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Spesifikasi Alat Pengering Surya Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan pada perancangan dan pembuatan alat pengering surya (solar dryer) adalah : Desain Termal 1.

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI 2.1 ADSORPSI

BAB 2 DASAR TEORI 2.1 ADSORPSI BAB 2 DASAR TEORI 2.1 ADSORPSI Adsorpsi adalah suatu proses yang terjadi ketika suatu fluida (cairan maupun gas) terikat kepada suatu padatan dan akhirnya membentuk suatu film (lapisan tipis) pada permukaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Energi surya merupakan energi yang didapat dengan mengkonversi energi radiasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Energi surya merupakan energi yang didapat dengan mengkonversi energi radiasi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Energi Surya Energi surya merupakan energi yang didapat dengan mengkonversi energi radiasi panas surya (Matahari) melalui peralatan tertentu menjadi sumber daya dalam bentuk lain.

Lebih terperinci

LAMPIRAN I. Tes Hasil Belajar Observasi Awal

LAMPIRAN I. Tes Hasil Belajar Observasi Awal 64 LAMPIRAN I Tes Hasil Belajar Observasi Awal 65 LAMPIRAN II Hasil Observasi Keaktifan Awal 66 LAMPIRAN III Satuan Pembelajaran Satuan pendidikan : SMA Mata pelajaran : Fisika Pokok bahasan : Kalor Kelas/Semester

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Matahari atau juga disebut Surya adalah bintang terdekat dengan Bumi dengan jarak sekitar 149.680.000 kilometer (93.026.724 mil). Matahari adalah suatu bola gas yang pijar dan ternyata

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan. Metode pengawetan dengan cara pengeringan merupakan metode paling tua dari semua metode pengawetan yang ada. Contoh makanan yang mengalami proses pengeringan ditemukan

Lebih terperinci

T P = T C+10 = 8 10 T C +10 = 4 5 T C+10. Pembahasan Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X. Contoh soal kalibrasi termometer

T P = T C+10 = 8 10 T C +10 = 4 5 T C+10. Pembahasan Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X. Contoh soal kalibrasi termometer Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X Contoh soal kalibrasi termometer 1. Pipa kaca tak berskala berisi alkohol hendak dijadikan termometer. Tinggi kolom alkohol ketika ujung bawah pipa kaca dimasukkan

Lebih terperinci

9/17/ KALOR 1

9/17/ KALOR 1 9. KALOR 1 1 KALOR SEBAGAI TRANSFER ENERGI Satuan kalor adalah kalori (kal) Definisi kalori: Kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan temperatur 1 gram air sebesar 1 derajat Celcius. Satuan yang lebih sering

Lebih terperinci

SUHU DAN KALOR DEPARTEMEN FISIKA IPB

SUHU DAN KALOR DEPARTEMEN FISIKA IPB SUHU DAN KALOR DEPARTEMEN FISIKA IPB Pendahuluan Dalam kehidupan sehari-hari sangat banyak didapati penggunaan energi dalambentukkalor: Memasak makanan Ruang pemanas/pendingin Dll. TUJUAN INSTRUKSIONAL

Lebih terperinci

MODIFIKASI DAN PENGUJIAN EVAPORATOR MESIN PENDINGIN SIKLUS ADSORPSI YANG DIGERAKKAN ENERGI SURYA

MODIFIKASI DAN PENGUJIAN EVAPORATOR MESIN PENDINGIN SIKLUS ADSORPSI YANG DIGERAKKAN ENERGI SURYA MODIFIKASI DAN PENGUJIAN EVAPORATOR MESIN PENDINGIN SIKLUS ADSORPSI YANG DIGERAKKAN ENERGI SURYA SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik JUNIUS MANURUNG NIM.

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Proses perpindahan panas secara konduksi Sumber : (maslatip.com)

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Proses perpindahan panas secara konduksi Sumber : (maslatip.com) 5 BAB II DASAR TEORI 2.1 Perpindahan Panas Perpindahan panas (heat transfer) adalah proses berpindahnya energi kalor atau panas (heat) karena adanya perbedaan temperatur. Dimana, energi kalor akan berpindah

Lebih terperinci

MARDIANA LADAYNA TAWALANI M.K.

MARDIANA LADAYNA TAWALANI M.K. KALOR Dosen : Syafa at Ariful Huda, M.Pd MAKALAH Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat pemenuhan nilai tugas OLEH : MARDIANA 20148300573 LADAYNA TAWALANI M.K. 20148300575 Program Studi Pendidikan Matematika

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN FISIKA BAB V PERPINDAHAN KALOR Prof. Dr. Susilo, M.S KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

Lebih terperinci

steady/tunak ( 0 ) tidak dipengaruhi waktu unsteady/tidak tunak ( 0) dipengaruhi waktu

steady/tunak ( 0 ) tidak dipengaruhi waktu unsteady/tidak tunak ( 0) dipengaruhi waktu Konduksi Tunak-Tak Tunak, Persamaan Fourier, Konduktivitas Termal, Sistem Konduksi-Konveksi dan Koefisien Perpindahan Kalor Menyeluruh Marina, 006773263, Kelompok Kalor dapat berpindah dari satu tempat

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN KONVERSI ENERGI SURYA MENJADI ENERGI LISTRIK DENGAN MODEL ELEVATED SOLAR TOWER

RANCANG BANGUN KONVERSI ENERGI SURYA MENJADI ENERGI LISTRIK DENGAN MODEL ELEVATED SOLAR TOWER RANCANG BANGUN KONVERSI ENERGI SURYA MENJADI ENERGI LISTRIK DENGAN MODEL ELEVATED SOLAR TOWER Oleh: Zainul Hasan 1, Erika Rani 2 ABSTRAK: Konversi energi adalah proses perubahan energi. Alat konversi energi

Lebih terperinci

KALOR SEBAGAI ENERGI B A B B A B

KALOR SEBAGAI ENERGI B A B B A B Kalor sebagai Energi 143 B A B B A B 7 KALOR SEBAGAI ENERGI Sumber : penerbit cv adi perkasa Perhatikan gambar di atas. Seseorang sedang memasak air dengan menggunakan kompor listrik. Kompor listrik itu

Lebih terperinci

Analisa Efisiensi Prototype Solar Collector Jenis Parabolic Trough dengan Menggunakan Cover Glass Tube pada Pipa Absorber

Analisa Efisiensi Prototype Solar Collector Jenis Parabolic Trough dengan Menggunakan Cover Glass Tube pada Pipa Absorber LAPORAN TUGAS AKHIR Analisa Efisiensi Prototype Solar Collector Jenis Parabolic Trough dengan Menggunakan Cover Glass Tube pada Pipa Absorber Diajukan Guna Memenuhi Syarat Kelulusan Mata Kuliah Tugas Akhir

Lebih terperinci

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-204 Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Prinsip kerja kolektor surya pelat penyerap adalah memindahkan radiasi matahari ke fluida kerja. Radiasi matahari yang jatuh pada cover kaca sebagian akan langsung dipantulkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini setidaknya ada tiga isu umum besar yang terkait dengan bidang refrigerasi, yaitu :

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini setidaknya ada tiga isu umum besar yang terkait dengan bidang refrigerasi, yaitu : BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem refrigerasi merupakan salah satu kebutuhan penting dalam kehidupan manusia sejak zaman dahulu. Tidak serumit saat ini, sejarah awal refrigerasi dahulu sangat

Lebih terperinci

SISTEM DISTILASI AIR LAUT TENAGA SURYA MENGGUNAKAN KOLEKTOR PLAT DATAR DENGAN TIPE KACA PENUTUP MIRING

SISTEM DISTILASI AIR LAUT TENAGA SURYA MENGGUNAKAN KOLEKTOR PLAT DATAR DENGAN TIPE KACA PENUTUP MIRING SISTEM DISTILASI AIR LAUT TENAGA SURYA MENGGUNAKAN KOLEKTOR PLAT DATAR DENGAN TIPE KACA PENUTUP MIRING Mulyanef 1, Marsal 2, Rizky Arman 3 dan K. Sopian 4 1,2,3 Jurusan Teknik Mesin Universitas Bung Hatta,

Lebih terperinci

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu BAB 2 PEMANASAN BUMI S alah satu kemampuan bahasa pemrograman adalah untuk melakukan kontrol struktur perulangan. Hal ini disebabkan di dalam komputasi numerik, proses perulangan sering digunakan terutama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Refrigeran merupakan media pendingin yang bersirkulasi di dalam sistem refrigerasi kompresi uap. ASHRAE 2005 mendefinisikan refrigeran sebagai fluida kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khatulistiwa, maka wilayah Indonesia akan selalu disinari matahari selama jam

BAB I PENDAHULUAN. khatulistiwa, maka wilayah Indonesia akan selalu disinari matahari selama jam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki berbagai jenis sumber daya energi dalam jumlah yang cukup melimpah. Letak Indonesia yang berada pada daerah khatulistiwa, maka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Pendinginan Proses pendinginan merupakan proses pengambilan kalor/panas dari suatu ruang atau benda untuk menurunkan suhunya dengan jalan memindahkan kalor yang terkandung

Lebih terperinci

Tugas akhir BAB III METODE PENELETIAN. alat destilasi tersebut banyak atau sedikit, maka diujilah dengan penyerap

Tugas akhir BAB III METODE PENELETIAN. alat destilasi tersebut banyak atau sedikit, maka diujilah dengan penyerap BAB III METODE PENELETIAN Metode yang digunakan dalam pengujian ini dalah pengujian eksperimental terhadap alat destilasi surya dengan memvariasikan plat penyerap dengan bahan dasar plastik yang bertujuan

Lebih terperinci

menurun dari tekanan kondensasi ( Pc ) ke tekanan penguapan ( Pe ). Pendinginan,

menurun dari tekanan kondensasi ( Pc ) ke tekanan penguapan ( Pe ). Pendinginan, menurun dari tekanan kondensasi ( Pc ) ke tekanan penguapan ( Pe ). Pendinginan, adsorpsi, dan penguapan (4 1) : Selama periode ini, sorber yang terus melepaskan panas ketika sedang terhubung ke evaporator,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN 4.1. Hot Water Heater Pemanasan bahan bakar dibagi menjadi dua cara, pemanasan yang di ambil dari Sistem pendinginan mesin yaitu radiator, panasnya di ambil dari saluran

Lebih terperinci

Fisika Dasar I (FI-321)

Fisika Dasar I (FI-321) Fisika Dasar I (FI-321) Topik hari ini (minggu 15) Temperatur Skala Temperatur Pemuaian Termal Gas ideal Kalor dan Energi Internal Kalor Jenis Transfer Kalor Termodinamika Temperatur? Sifat Termometrik?

Lebih terperinci

BAB V RADIASI. q= T 4 T 4

BAB V RADIASI. q= T 4 T 4 BAB V RADIASI Radiasi adalah proses perpindahan panas melalui gelombang elektromagnet atau paket-paket energi (photon) yang dapat merambat sampai jarak yang sangat jauh tanpa memerlukan interaksi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem refrigerasi telah memainkan peran penting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Sistem refrigerasi telah memainkan peran penting dalam kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Sistem refrigerasi telah memainkan peran penting dalam kehidupan sehari-hari, tidak hanya terbatas untuk peningkatan kualitas dan kenyamanan hidup, namun juga telah

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Penyimpanan Energi Termal Es merupakan dasar dari sistem penyimpanan energi termal di mana telah menarik banyak perhatian selama beberapa dekade terakhir. Alasan terutama dari penggunaan

Lebih terperinci

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik TAMBA GURNING NIM SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik TAMBA GURNING NIM SKRIPSI KAJIAN EKSPERIMENTAL PENGARUH INTENSITAS CAHAYA DAN LAJU ALIRAN TERHADAP EFISIENSI TERMAL DENGAN MENGGUNAKAN SOLAR ENERGY DEMONSTRATION TYPE LS-17055-2 DOUBLE SPOT LIGHT SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk

Lebih terperinci

PENDEKATAN TEORITIS. Gambar 2 Sudut datang radiasi matahari pada permukaan horizontal (Lunde, 1980)

PENDEKATAN TEORITIS. Gambar 2 Sudut datang radiasi matahari pada permukaan horizontal (Lunde, 1980) PENDEKATAN TEORITIS Radiasi Matahari pada Bidang Horisontal Matahari merupakan sumber energi terbesar. Radiasi matahari yang sampai permukaan bumi ada yang diserap dan dipantulkan kembali. Dua komponen

Lebih terperinci

SUDUT PASANG SOLAR WATER HEATER DALAM OPTIMALISASI PENYERAPAN RADIASI MATAHARI DI DAERAH CILEGON

SUDUT PASANG SOLAR WATER HEATER DALAM OPTIMALISASI PENYERAPAN RADIASI MATAHARI DI DAERAH CILEGON SUDUT PASANG SOLAR WATER HEATER DALAM OPTIMALISASI PENYERAPAN RADIASI MATAHARI DI DAERAH CILEGON Caturwati NK, Agung S, Chandra Dwi Jurusan Teknik Mesin Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Jl. Jend. Sudirman

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir BAB I PENDAHULUAN

Laporan Tugas Akhir BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Belakangan ini terus dilakukan beberapa usaha penghematan energi fosil dengan pengembangan energi alternatif yang ramah lingkungan. Salah satunya yaitu dengan pemanfaatan

Lebih terperinci

Ditemukan pertama kali oleh Daniel Gabriel Fahrenheit pada tahun 1744

Ditemukan pertama kali oleh Daniel Gabriel Fahrenheit pada tahun 1744 A. Suhu dan Pemuaian B. Kalor dan Perubahan Wujud C. Perpindahan Kalor A. Suhu Kata suhu sering diartikan sebagai suatu besaran yang menyatakan derajat panas atau dinginnya suatu benda. Seperti besaran

Lebih terperinci

SKRIPSI. Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik PITER H NIM DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK

SKRIPSI. Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik PITER H NIM DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UJI PERFORMANSI MESIN PENDINGIN SIKLUS ADSORPSI BERTENAGA SURYA DENGAN LUAS KOLEKTOR 1 m 2 KEMIRINGAN 30 o MENGGUNAKAN KARBON AKTIF- METANOL SEBAGAI PASANGAN ADSORBEN-ADSORBAT SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan

Lebih terperinci

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS 2.1 Konsep Dasar Perpindahan Panas Perpindahan panas dapat terjadi karena adanya beda temperatur antara dua bagian benda. Panas akan mengalir dari

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 32 BB III METODOLOGI PENELITIN Metode yang digunakan dalam pengujian ini adalah pengujian eksperimental terhadap lat Distilasi Surya dengan menvariasi penyerapnya dengan plastik hitam dan aluminium foil.

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi Pasteurisasi ialah proses pemanasan bahan makanan, biasanya berbentuk cairan dengan temperatur dan waktu tertentu dan kemudian langsung didinginkan secepatnya. Proses

Lebih terperinci

PENGUKURAN KONDUKTIVITAS TERMAL

PENGUKURAN KONDUKTIVITAS TERMAL PENGUKURAN KONDUKTIVITAS TERMAL A. TUJUAN 1. Mengukur konduktivitas termal pada isolator plastisin B. ALAT DAN BAHAN Peralatan yang digunakan dalam kegiatan pengukuran dapat diperhatikan pada gambar 1.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kolektor Surya Plat Datar Kolektor suryaplat datar seperti pada gambar 2.1 merupakan kotak tertutup yang bagian atas dipasang kaca atau plastik transparan dengan lempengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. ENERGI MATAHARI Radiasi matahari dapat digunakan untuk menghasilkan energi termal untuk air, bisa juga digunakan sebagai sumber pemanas pada siklus pemanas mesin sebagai tenaga

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Daya tumbuh benih kedelai dengan kadar air dan temperatur yang berbeda

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Daya tumbuh benih kedelai dengan kadar air dan temperatur yang berbeda BAB II DASAR TEORI 2.1 Benih Kedelai Penyimpanan benih dimaksudkan untuk mendapatkan benih berkualitas. Kualitas benih yang dapat mempengaruhi kualitas bibit yang dihubungkan dengan aspek penyimpanan adalah

Lebih terperinci

SISTEM PEMANFAATAN ENERGI SURYA UNTUK PEMANAS AIR DENGAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR PALUNGAN. Fatmawati, Maksi Ginting, Walfred Tambunan

SISTEM PEMANFAATAN ENERGI SURYA UNTUK PEMANAS AIR DENGAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR PALUNGAN. Fatmawati, Maksi Ginting, Walfred Tambunan SISTEM PEMANFAATAN ENERGI SURYA UNTUK PEMANAS AIR DENGAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR PALUNGAN Fatmawati, Maksi Ginting, Walfred Tambunan Mahasiswa Program S1 Fisika Bidang Fisika Energi Jurusan Fisika Fakultas

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PERNYATAAN... iii. ABSTRAK... iv. ABSTRACT... v. KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PERNYATAAN... iii. ABSTRAK... iv. ABSTRACT... v. KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI LEMBAR PERSETUJUAN... i LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii ABSTRAK... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL x DAFTAR GAMBAR...xii BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Adsorption nomenclature [4].

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Adsorption nomenclature [4]. BAB II DASAR TEORI 2.1 ADSORPSI Adsorpsi adalah fenomena fisik yang terjadi saat molekul molekul gas atau cair dikontakkan dengan suatu permukaan padatan dan sebagian dari molekul molekul tadi mengembun

Lebih terperinci

Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving

Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving PERPINDAHAN PANAS Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving force/resistensi Proses bisa steady

Lebih terperinci

Analisis performansi kolektor surya terkonsentrasi menggunakan receiver berbentuk silinder

Analisis performansi kolektor surya terkonsentrasi menggunakan receiver berbentuk silinder Analisis performansi kolektor surya terkonsentrasi menggunakan receiver berbentuk silinder Ketut Astawa, I Ketut Gede Wirawan, I Made Budiana Putra Jurusan Teknik Mesin, Universitas Udayana, Bali-Indonesia

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 DASAR TEORI Absorbsi adalah proses yang terjadi ketika gas atau cairan berkumpul atau terhimpun pada permukaan benda padat, dan apabila interaksi antara gas atau cairan yang terhimpun

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Deskripsi Alat Pengering Yang Digunakan Deskripsi alat pengering yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Deskripsi Alat Pengering Yang Digunakan Deskripsi alat pengering yang digunakan dalam penelitian ini adalah : BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Alat Pengering Yang Digunakan Deskripsi alat pengering yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Desain Termal 1. Temperatur udara masuk kolektor (T in ). T

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sumber energi pengganti yang sangat berpontensi. Kebutuhan energi di

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sumber energi pengganti yang sangat berpontensi. Kebutuhan energi di 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Matahari adalah sumber energi tak terbatas dan sangat diharapkan dapat menjadi sumber energi pengganti yang sangat berpontensi. Kebutuhan energi di Indonesia masih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 24 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Matahari Matahari merupakan bintang yang dekat dengan bumi dan menyediakan energi yang dibutuhkan oleh kehidupan di bumi secara terus menerus (renewable energy). Sumber

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Universitas Sumatera Utara BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Umum Adsorpsi Adsorpsi atau juga yang biasa disebut dengan penyerapan, adalah suatu proses yang terjadi ketika fluida (cairan ataupun gas) terikat pada suatu padatan atau

Lebih terperinci

PENGARUH JARAK ANTAR PIPA PADA KOLEKTOR TERHADAP PANAS YANG DIHASILKAN SOLAR WATER HEATER (SWH)

PENGARUH JARAK ANTAR PIPA PADA KOLEKTOR TERHADAP PANAS YANG DIHASILKAN SOLAR WATER HEATER (SWH) TURBO Vol. 6 No. 1. 2017 p-issn: 2301-6663, e-issn: 2477-250X Jurnal Teknik Mesin Univ. Muhammadiyah Metro URL: http://ojs.ummetro.ac.id/index.php/turbo PENGARUH JARAK ANTAR PIPA PADA KOLEKTOR TERHADAP

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perpindahan Panas 2.1.1. Perpindahan Panas Konduksi Perpindahan panas konduksi adalah perpindahan panas dari partikel yang memiliki energi lebih besar ke substansi dengan energi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sejarah dan Pengenalan Fenomena termoelektrik pertama kali ditemukan tahun 1821 oleh seorang ilmuwan Jerman, Thomas Johann Seebeck. Ia menghubungkan tembaga dan besi dalam sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Energi panas yang kita peroleh dari matahari adalah energi panas gratis yang kita peroleh secara terus menerus dan dalam jumlah yang besar. Dengan pengolahan yang

Lebih terperinci

Satuan Operasi dan Proses TIP FTP UB

Satuan Operasi dan Proses TIP FTP UB Satuan Operasi dan Proses TIP FTP UB Pasteurisasi susu, jus, dan lain sebagainya. Pendinginan buah dan sayuran Pembekuan daging Sterilisasi pada makanan kaleng Evaporasi Destilasi Pengeringan Dan lain

Lebih terperinci

TOPIK: PANAS DAN HUKUM PERTAMA TERMODINAMIKA. 1. Berikanlah perbedaan antara temperatur, panas (kalor) dan energi dalam!

TOPIK: PANAS DAN HUKUM PERTAMA TERMODINAMIKA. 1. Berikanlah perbedaan antara temperatur, panas (kalor) dan energi dalam! TOPIK: PANAS DAN HUKUM PERTAMA TERMODINAMIKA SOAL-SOAL KONSEP: 1. Berikanlah perbedaan antara temperatur, panas (kalor) dan energi dalam! Temperatur adalah ukuran gerakan molekuler. Panas/kalor adalah

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN SOLAR COLLECTOR TYPE PARABOLIC TROUGH

BAB IV PERHITUNGAN SOLAR COLLECTOR TYPE PARABOLIC TROUGH BAB IV PERHITUNGAN SOLAR COLLECTOR TYPE PARABOLIC TROUGH 4.1. Perhitungan Akibat Gerakan Semu Harian Matahari 4.1.1 Perhitungan Sudut Deklinasi Untuk mengetahui sudut deklinasi (δ) menggunakan persamaan

Lebih terperinci

Pemanasan Bumi. Suhu dan Perpindahan Panas

Pemanasan Bumi. Suhu dan Perpindahan Panas Pemanasan Bumi Meteorologi Suhu dan Perpindahan Panas Suhu merupakan besaran rata- rata energi kine4k yang dimiliki seluruh molekul dan atom- atom di udara. Udara yang dipanaskan akan memiliki energi kine4k

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Energi Matahari. Radiasi matahari dapat digunakan untuk menghasilkan energi termal untuk air, bisa juga digunakan sebagai sumber pemanas pada siklus pemanas mesin sebagai tenaga

Lebih terperinci

HIDROMETEOROLOGI TATAP MUKA KEEMPAT (RADIASI SURYA)

HIDROMETEOROLOGI TATAP MUKA KEEMPAT (RADIASI SURYA) HIDROMETEOROLOGI TATAP MUKA KEEMPAT (RADIASI SURYA) Dosen : DR. ERY SUHARTANTO, ST. MT. JADFAN SIDQI FIDARI, ST., MT 1.PANCARAN RADIASI SURYA Meskipun hanya sebagian kecil dari radiasi yang dipancarkan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Nilai awal siswa No Nama Nilai Keterangan 1 Siswa 1 35 TIDAK TUNTAS 2 Siswa 2 44 TIDAK TUNTAS 3 Siswa 3 32 TIDAK TUNTAS 4 Siswa 4 36 TIDAK

Lampiran 1 Nilai awal siswa No Nama Nilai Keterangan 1 Siswa 1 35 TIDAK TUNTAS 2 Siswa 2 44 TIDAK TUNTAS 3 Siswa 3 32 TIDAK TUNTAS 4 Siswa 4 36 TIDAK Lampiran 1 Nilai awal siswa No Nama Nilai Keterangan 1 Siswa 1 35 TIDAK TUNTAS 2 Siswa 2 44 TIDAK TUNTAS 3 Siswa 3 32 TIDAK TUNTAS 4 Siswa 4 36 TIDAK TUNTAS 5 Siswa 5 40 TIDAK TUNTAS 6 Siswa 6 40 TIDAK

Lebih terperinci

PENGARUH BENTUK PLAT ARBSORBER PADA SOLAR WATER HEATER TERHADAP EFISIENSI KOLEKTOR. Galuh Renggani Wilis ST.,MT. ABSTRAK

PENGARUH BENTUK PLAT ARBSORBER PADA SOLAR WATER HEATER TERHADAP EFISIENSI KOLEKTOR. Galuh Renggani Wilis ST.,MT. ABSTRAK PENGARUH BENTUK PLAT ARBSORBER PADA SOLAR WATER HEATER TERHADAP EFISIENSI KOLEKTOR Galuh Renggani Wilis ST.,MT. ABSTRAK Energi fosil di bumi sangat terbatas jumlahnya. Sedangkan pertumbuhan penduduk dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Adsorpsi. Adsorpsi adalah suatu proses yang terjadi ketika suatu fluida (cairan maupun gas) terikat pada suatu padatan dan akhirnya membentuk suatu film (lapisan tipis) pada permukaan

Lebih terperinci

Analisa Performansi Kolektor Surya Pelat Bergelombang untuk Pengering Bunga Kamboja

Analisa Performansi Kolektor Surya Pelat Bergelombang untuk Pengering Bunga Kamboja Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XIV (SNTTM XIV Analisa Performansi Kolektor Surya Pelat Bergelombang untuk Pengering Bunga Kamboja Ketut Astawa1, Nengah Suarnadwipa2, Widya Putra3 1.2,3

Lebih terperinci

Pengaruh Tebal Plat Dan Jarak Antar Pipa Terhadap Performansi Kolektor Surya Plat Datar

Pengaruh Tebal Plat Dan Jarak Antar Pipa Terhadap Performansi Kolektor Surya Plat Datar Pengaruh Tebal Plat Dan Jarak Antar Pipa Terhadap Performansi Kolektor Surya Plat Datar Philip Kristanto Dosen Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Mesin - Universitas Kristen Petra Yoe Kiem San Alumnus Fakultas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sejarah Termoelektrik Fenomena termoelektrik pertama kali ditemukan tahun 1821 oleh ilmuwan Jerman, Thomas Johann Seebeck. Ia menghubungkan tembaga dan besi dalam sebuah rangkaian.

Lebih terperinci

Fisika Umum (MA101) Kalor Temperatur Pemuaian Termal Gas ideal Kalor jenis Transisi fasa

Fisika Umum (MA101) Kalor Temperatur Pemuaian Termal Gas ideal Kalor jenis Transisi fasa Fisika Umum (MA101) Topik hari ini: Kalor Temperatur Pemuaian Termal Gas ideal Kalor jenis Transisi fasa Kalor Hukum Ke Nol Termodinamika Jika benda A dan B secara terpisah berada dalam kesetimbangan termal

Lebih terperinci

FISIKA IPA SMA/MA 1 D Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah.

FISIKA IPA SMA/MA 1 D Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah. 1 D49 1. Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah. Hasil pengukuran adalah. A. 4,18 cm B. 4,13 cm C. 3,88 cm D. 3,81 cm E. 3,78 cm 2. Ayu melakukan

Lebih terperinci

Termodinamika. Energi dan Hukum 1 Termodinamika

Termodinamika. Energi dan Hukum 1 Termodinamika Termodinamika Energi dan Hukum 1 Termodinamika Energi Energi dapat disimpan dalam sistem dengan berbagai macam bentuk. Energi dapat dikonversikan dari satu bentuk ke bentuk yang lain, contoh thermal, mekanik,

Lebih terperinci

PERPINDAHAN KALOR J.P. HOLMAN. BAB I PENDAHULUAN Perpindahan kalor merupakan ilmu yang berguna untuk memprediksi laju perpindahan

PERPINDAHAN KALOR J.P. HOLMAN. BAB I PENDAHULUAN Perpindahan kalor merupakan ilmu yang berguna untuk memprediksi laju perpindahan Nama : Ahmad Sulaiman NIM : 5202414055 Rombel :2 PERPINDAHAN KALOR J.P. HOLMAN BAB I PENDAHULUAN Perpindahan kalor merupakan ilmu yang berguna untuk memprediksi laju perpindahan energi yang berpindah antar

Lebih terperinci

FISIKA 2014 TIPE A. 30 o. t (s)

FISIKA 2014 TIPE A. 30 o. t (s) No FISIKA 2014 TIPE A SOAL 1 Sebuah benda titik dipengaruhi empat vektor gaya masing-masing 20 3 N mengapit sudut 30 o di atas sumbu X positif, 20 N mnegapit sudut 60 o di atas sumbu X negatif, 5 N pada

Lebih terperinci

PENGUJIAN KOLEKTOR SURYA PLAT DATAR UNTUK PEMANAS AIR LAUT DENGAN MEMBANDINGKAN PERFORMANSI KACA SATU DENGAN KACA BERLAPIS KETEBALAN 5MM SKRIPSI

PENGUJIAN KOLEKTOR SURYA PLAT DATAR UNTUK PEMANAS AIR LAUT DENGAN MEMBANDINGKAN PERFORMANSI KACA SATU DENGAN KACA BERLAPIS KETEBALAN 5MM SKRIPSI PENGUJIAN KOLEKTOR SURYA PLAT DATAR UNTUK PEMANAS AIR LAUT DENGAN MEMBANDINGKAN PERFORMANSI KACA SATU DENGAN KACA BERLAPIS KETEBALAN 5MM SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PENYERAPAN RADIASI MATAHARI PADA SOLAR WATER HEATER MENGGUNAKAN VARIASI SUDUT KEMIRINGAN

OPTIMALISASI PENYERAPAN RADIASI MATAHARI PADA SOLAR WATER HEATER MENGGUNAKAN VARIASI SUDUT KEMIRINGAN Optimalisasi Penyerapan Radiasi Matahari Pada Solar Water Heater... (Sulistyo dkk.) OPTIMALISASI PENYERAPAN RADIASI MATAHARI PADA SOLAR WATER HEATER MENGGUNAKAN VARIASI SUDUT KEMIRINGAN Agam Sulistyo *,

Lebih terperinci

Suhu dan kalor 1 SUHU DAN KALOR

Suhu dan kalor 1 SUHU DAN KALOR Suhu dan kalor 1 SUHU DAN KALOR Pengertian Sifat Termal Zat. Sifat termal zat ialah bahwa setiap zat yang menerima ataupun melepaskan kalor, maka zat tersebut akan mengalami : - Perubahan suhu / temperatur

Lebih terperinci