BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Suspek glaukoma diartikan sebagai suatu keadaan pada orang. dewasa yang mempunyai minimal 1 dari tanda-tanda berikut ini pada

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Suspek glaukoma diartikan sebagai suatu keadaan pada orang. dewasa yang mempunyai minimal 1 dari tanda-tanda berikut ini pada"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Suspek glaukoma diartikan sebagai suatu keadaan pada orang dewasa yang mempunyai minimal 1 dari tanda-tanda berikut ini pada mata: Defek nerve fiber layer atau nervus optikus diduga sebagai glaukoma (pembesaran cup/disc ratio, rasio cup/disc asimetris, penggaungan atau penyempitan neural retinal rim, perdarahan diskus, atau abnormalitas lokal atau difus pada RNFL). Kelainan lapang pandangan sesuai dengan glaukoma. Peningkatan TIO 21 mmhg. (American Academy of Ophthalmology, ) 2.2 Patogenesis Terdapat tiga faktor penting yang menentukan tekanan bola mata, yaitu : 1. Jumlah produksi akuos oleh badan siliar. 2. Tahanan aliran akuos humor yang melalui sistem trabekular meshwork-kanalis Schlem. 3. Level dari tekanan vena episklera (Vaughan D, 1995) 5

2 Tekanan bola mata yang umum dianggap normal adalah mmhg. Pada banyak kasus peningkatan tekanan bola mata dapat disebabkan oleh peningkatan resistensi aliran akuos humor. Beberapa faktor resiko dapat menyertai perkembangan suatu glaukoma termasuk riwayat keluarga, umur, jenis kelamin, ras, genetik, variasi diurnal, olahraga, obat-obatan. Proses kerusakan papil saraf optik (cupping) akibat tekanan intra okuli yang tinggi atau gangguan vaskular ini akan bertambah luas seiring dengan terus berlangsungnya kerusakan jaringan sehingga skotoma pada lapang pandangan makin bertambah luas. Pada akhirnya terjadi penyempitan lapang pandangan dari yang ringan sampai berat. (American Academy of Ophthalmology, ). Glaukomatous optik neuropati adalah tanda dari semua bentuk glaukoma. Cupping glaukomatous awal terdiri dari hilangnya akson-akson, pembuluh darah, dan sel glia. Perkembangan glaukomatous optik neuropati merupakan hasil dari berbagai variasi faktor, baik intrinsik maupun ekstrinsik. Kenaikan TIO memegang peranan utama terhadap perkembangan glaukomatous optik neuropati. Terdapat 2 hipotesa yang menjelaskan perkembangan glaukomatous optik neuropati, teori mekanik dan iskemik. Teori mekanik menekankan pentingnya kompresi langsung serat-serat akson dan struktur pendukung nervus optikus anterior, dengan distorsi lempeng lamina kribrosa, dan interupsi aliran aksoplasmik, yang berakibat pada

3 kematian sel ganglion retina (RGCs). Teori iskemik fokus pada perkembangan potensial iskemik intraneural akibat penurunan perfusi nervus optikus. Penurunan perfusi ini bisa akibat dari penekanan TIO pada pembuluh darah yang menutrisi nervus atau proses intrinsik pada nervus optikus. Gangguan autoregulasi pembuluh darah mugkin menurunkan perfusi dan mengakibatkan gangguan saraf. Pembuluh darah nervus optik secara normal meningkat atau menurunkan tekanannya untuk memelihara aliran darah konstan, tidak tergantung TIO dan variasi tekanan darah.. Temuan tersering mengarahkan diagnosis ke OHT. Perkiraan prevalensi OHT cukup bervariasi, namun dipercaya sebanyak 8 kali hipertensi okuli pasti berkembang menjadi POAG. Dari analisis penelitian, individu dengan IOP yang tinggi untuk periode waktu tertentu menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai IOP, semakin besar pula resiko berkembang menjadi glaukoma. Sangat sulit untuk mendiagnosis antara OHT dengan POAG pada tahap dini. Klinisi harus melihat secara hati-hati tanda-tanda kerusakan dini pada saraf optikus seperti focal notching, asymmetry of cupping, splinter disc hemorrhage, nerve fiber layer dropout. Atau kerusakan lapang pandangan yang ringan. Jika tanda-tanda kerusakan saraf optik ditemukan, diagnosis POAG dini harus dipertimbangkan dan pengobatan dimulai. (Kanski JJ, Mcalister, Salmon JF, 1996), (American Academy of Ophthalmology, ).

4 Klinisi harus mempertimbangkan semua data yang tersedia dalam menilai risiko pasien untuk berkembang menjadi suatu glaukoma dan memutuskan kapan untuk mengobati peningkatan IOP. Faktor faktor resiko berikut harus dipertimbangkan: Level dari IOP CCT (Corneal Central Thickness) cup-disc ratio Riwayat keluarga menderita glaukoma Ras, khususnya ras kulit hitam Usia lebih dari 50 tahun Keterkaitan dengan penyakit sitemik (Diabetes Mellitus, Hipertensi, dan penyakit kardiovaskular). (American Academy of Ophtahlmology, ) 2.3 Pemeriksaan Anamnesis Anamnesis sangat penting dalam evaluasi tanda hipertensi okuli untuk mendeteksi glaukoma atau penyakit mata yang lain yang secara sekunder menyebabkan peninggian TIO. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah : 1. Riwayat penyakit mata terdahulu : riwayat sakit pada mata atau mata merah, halo yang berwarna-warni, sakit kepala, penyakit mata sebelumnya termasuk katarak, uveitis, diabetic retinopathy, oklusi

5 pembuluh darah, riwayat operasi mata sebelumnya (fotokoagulasi atau prosedur refractif), atau trauma pada mata atau kepala. 2. Riwayat pengobatan terdahulu : Tindakan bedah atau penyakit vaskuler sistemik. 3. Riwayat obat-obatan, termasuk obat-obat antihipertensi (yang mana secara langsung menyebabkan fluktuasi TIO) atau kortikosteroid topikal/sistemik. 4. Faktor resiko untuk neuropati optik akibat glaukoma. Faktor resiko yang juga memungkinkan yaitu : penyakit kardiovaskular sistemik, diabetes melitus, migrain, sakit kepala, hipertensi, dan vasospasme. (American Academy of Ophthalmology, ), (Vaughan D, Riordan Eva P, 1995) Pemeriksaan Fisik 1. Visual acuity : bandingkan visual acuity sekarang dengan visual acuity yang diketahui sebelumnya (jika berkurang, singkirkan POAG atau penyebab penyebab sekunder kehilangan penglihatan, seperti juga katarak, age-related macular degeneration, ocular surface disorders (misalnya dry eye), atau efek merugikan yang timbul dari pengobatan topikal (terutama jika menggunakan miotics). 2. Pupil : ada/tidaknya defek afferen dari pupil (Marcus-Gunn). 3. Pemeriksaan slit lamp dari segmen anterior :

6 a. Cornea : lihat tanda-tanda oedema microcystic (ditemukan hanya dengan peninggian TIO yang tiba-tiba), keratic precipitates, pigmen di endothelium (Krukenberg spindle), dan kelainan kongenital. b. Bilik mata depan : periksa apakah ada cell atau flare, uveitis, hyphema, dan sudut tertutup. c. Iris : defek transiluminasi, atrophy iris, synechiae, rubeosis, ectropion uveae, iris bombe, perbedaan dalam pewarnaan iris bilateral (misalnya Fuchs heterochromic iridocyclitis) atau pseudoexfoliation (PXF ) mungkin diobservasi. d. Lensa : periksa apakah ada perkembangan katarak (misalnya phacomorphic glaucoma, PXF, phacolytic glaucoma dengan katarak Morgagni). e. Saraf optik/lapisan serabut saraf : pemeriksaan stereoskopik untuk buktikan tidak adanya kerusakan glaukomatous termasuk ratio cup-todisc pada bidang horizontal dan vertical, penampakan dari disc, pembesaran cup yang progresif, bukti kerusakan lapisan serabut saraf dengan filter red-free, notching atau penipisan dari disc rim (terutama pada pole superior atau inferior), pallor, timbul perdarahan (biasanya daerah inferotemporal), tidak simetrisnya disc, atrophy parapapillary atau abnormalitas saraf kongenital.

7 f. Fundus : abnormalitas lain yang biasa dianggap sebagai defek lapang pandangan nonglaukomatous atau kehilangan penglihatan termasuk disc drusen, optic pits, penyakit retina, perdarahan vitreous, atau retinopathy proliferative.(american Academy of Ophthalmology, ), (Kanski JJ, Mcalister, Salmon JF, 1996) Tonometri TIO bervariasi dari jam ke jam pada setiap individu. Ritme circadian dari TIO biasanya menyebabkan sebagian besar kenaikan di pagi hari. TIO juga meningkat pada posisi tidur telentang. Catat pengukuran pada kedua mata. Metode yang digunakan tonometer applanasi Goldmann merupakan kriteria standard Ulangi pembacaan tonometri Ulangi pengukuran sekurangnya 2-3 waktu pemeriksaan sebelum memutuskan rencana therapy. Ambil pengukuran pada pagi hari dan malam hari untuk memastikan variasi diurnal, jika memungkinkan.(pavan Debora Langston, 2008) Gonioskopi Gonioskopi harus dilakukan untuk menyingkirkan sudut tertutup atau penyebab sekunder peninggian TIO, seperti penyempitan sudut, glaukoma pigmentary, dan PXF.

8 Berdasarkan Shaffer, penilaian sudut terbagi atas: Grade 4 : Sudut antara iris dan permukaan trabekular meshwork 45º Grade 3 : Sudut antara iris dan permukaan trabekular meshwork >20º tetapi <45º Grade 2 : Sudut antara iris dan permukaan trabekular meshwork 20º Grade 1 : Sudut antara iris dan permukaan trabekular meshwork 10º kemungkinan sudut tertutup terjadi setiap waktu Slit : Sudut antara iris dan permukaan trabekular meshwork 10º kemungkinan sudut tertutup terjadi setiap waktu Grade 0 : Sudut antara iris dan permukaan trabekular meshwork sudut tertutup. (American Academy of Ophthalmology, ) Evaluasi Klinis Nervus Optikus Nervus optikus mengandung jaringan neuroglial, matriks ekstraseluler serta pembuluh darah. Nervus optik manusia mengandung kira-kira 1,2-1,5 juta akson dari sel ganglion retina (retinal ganglion cells/rgcs). Papil nervus optikus atau diskus optikus dibagi atas 4 lapisan yaitu : lapisan nerve fiber, prelaminar, laminar dan retrolaminar. Lapisan paling luar atau lapisan nerve fiber dapat dilihat langsung dengan ophthalmoskop. Lapisan ini diperdarahi oleh arteri retina sentral. Lapisan kedua atau prelaminar region secara klinis dapat dievaluasi adalah area sentral papil optik. Daerah ini diperdarahi oleh arteri siliaris posterior. Pada nervus optikus dapat diperiksa dengan ophthalmoskop direk,

9 ophthalmoskop indirek atau slit lamp yang menggunakan posterior pole lens. Kepala nervus optikus atau diskus optik, biasanya bulat atau sedikit oval dan mempunyai suatu cup sentral. Jaringan di antara cup dan pinggir diskus disebut neural rim atau neuroretinal rim. Pada orang normal, rim ini mempunyai kedalaman yang retalif seragam dan warna yang bervariasi dari orange sampai merah muda. Ukuran cup fisiologis secara perkembangannya ditetapkan dan bergantung ukuran diskus. Ukuran cup dapat sedikit meningkat sesuai umur. Orang kulit hitam yang bukan glaukoma rata-rata mempunyai diskus yang lebih lebar dan cup-disc ratio/cdr lebih besar dibanding kulit putih. Rata-rata orang myopia mempunyai mata dan disk rasio yang lebih besar dibanding emetropia dan hiperopia. CDR saja tidak adekuat menentukan bahwa diskus optik mengalami kerusakan glaukomatous. (American Academy of Ophthalmology, ) Penting untuk menbandingkan mata yang satu dengan sebelahnya karena asimetri diskus tidak biasa pada orang normal. CDR vertikal secara normal antara 0,1-0,4, walaupun sekitar 5% individu normal mempunyai rasio CDR yang lebih besar dari 0,6. Asimetri CDR lebih dari 0,2 terdapat pada kurang dari 1% orang normal. Membedakan cup normal dari cup glaukomatous adalah sulit. Perubahan awal dari glaukomatous optik neuropati adalah sangat halus yaitu:

10 Pembesaran umum cup Pembesaran cup secara fokal Splinter haemorrhage Hilangnya nerve fiber layer Menipisnya neuroretinal rim Pembuluh darah menyilang Perbedaan cup yang asimetris antara kedua mata. Atrofi peripapil Perubahan lain yang ditemukan pada glaukoma di klinik adalah adanya penyempitan lapang pandangan dengan pemeriksaan perimetri. Kerusakan serabut saraf oleh proses glaukoma akan menunjukkan bentuk atau gambaran yang khas pada pemeriksaan perimetri, dapat berupa : Depresi umum Paracentral scotoma Arcuarta atau Bjerrum scotoma Nasal step Defek altitudinal Temporal wedge.(pavan D-Langston, 2008), (American Academy of Ophthalmology) Pemeriksaan Lapang Pandangan Lakukan test threshold automatis ( misalnya Humprey 24-2 ) untuk menyingkirkan adanya defek lapang pandangan

11 glaukomatous. Jika tidak tersedia test automatis, perimetri Goldmann dapat juga dilakukan. Ingat hal-hal berikut dalam menganalisa lapang pandangan : 1. Hasil pemeriksaan harus diperhitungkan bahwa defek lapang pandangan tidak kelihatan sampai lebih dari 40% kehilangan lapisan serabut saraf muncul. 2. Catat ukuran pupil pada setiap bagian pemeriksaan, konstriksi dapat mengurangi sensitivitas retina dan dapat menyerupai kehilangan lapang pandangan yang progresif., (Vaughan D, 1995, American Academy of Ophthalmology, ) 2.4 Penatalaksanaan Tidak ada pernyataan yang jelas mengenai apakah peninggian tekanan intra okuli harus diobati tanpa adanya tanda-tanda kerusakan awal. Resiko kerusakan meningkat seiring dengan peninggian tekanan intra okuli. Menurut Ocular Hypertension Study, tidak ada bukti yang jelas apabila tekanan yang meninggi diturunkan, dapat menghambat atau mencegah terjadinya glaukoma. Sebagian besar ahli mata memulai pengobatan jika tekanan intra okuli secara konsisten lebih tinggi daripada 30 mmhg disebabkan oleh resiko tinggi terjadinya kerusakan optic disc. Tetapi sekarang ini sebagian ahli mengobati semua kasus peninggian tekanan intra okuli yang lebih tinggi dari 21 mmhg dengan obat-obatan topical. Namun ada juga beberapa ahli menyarankan observasi yang ketat

12 tanpa pengobatan karena kebanyakan pasien hipertensi okuli beresiko rendah terhadap kehilangan penglihatan (hanya lebih kurang 1%). Beberapa ahli menyeleksi dan mengobati individu yang beresiko besar menderita glukoma. Meskipun telah disebutkan sebelumnya bahwa kerusakan serabut saraf diatas 40% dapat timbul sebelum adanya defek lapang pandangan, jangan melakukan therapy hanya berdasarkan pemeriksaan lapang pandangan saja. Tujuan pengobatan adalah menurunkan tekanan sebelum terjadinya kehilangan penglihatan akibat glaukoma. Beberapa pertanyaan harus diajukan ketika mempertimbangkan pengobatan : 1. Apakah kenaikan tekanan tersebut signifikan? 2. Apakah pasien akan kehilangan penglihatan jika tidak diterapi? 3. Apakah pengobatan memperburuk resiko efek yang timbul akibat pengobatan? (Vaughan D, 1995), (Debora P-Langston, 2008) Untuk alasan tersebut, di bawah ini adalah penuntun penatalaksanaan menurut resiko terjadinya kerusakan akibat glaucoma: 1. Faktor-faktor Resiko Tinggi a) Defek lapisan serabut saraf retina. b) Perubahan-perubahan parapapillary. c) TIO > 30 mmhg. Apabila mengobati pasien dengan faktor-faktor resiko tinggi, perubahan tekanan intra okuli sangat penting dan kalau memungkinkan

13 penurunan tekanan intra okuli sampai 20%. Untuk kelompok ini,obati pasien dan kontrol 1 bulan kemudian untuk melihat apakah pengobatan efektif dan tidak ada efek yang merugikan. Jika tujuan pengobatan terpenuhi, follow-up setiap 3-4 bulan. 2. Faktor-faktor Resiko Sedang a. Tekanan intra okuli mmhg tanpa defek lapisan serabut saraf. b. Riwayat keluarga dengan glaukoma sudut terbuka primer. c. Myopia tinggi. d. cup-disc vertical ratio > 0,7. Follow-up pemeriksaan secara lengkap dalam waktu 2-3 minggu untuk cek ulang tekanan. Jika tekanan intra okuli masih tetap 3 mmhg diatas batas, teruskan follow-up pemeriksaan setiap 3-4 minggu dengan pemeriksaan lapang pandangan dan evaluasi saraf optik setidaknya sekali setahun. (Vaughan D, 1995), (Debora P-Langston, 2008) 3. Faktor-faktor Resiko Rendah Tekanan intra okuli mmhg. Lakukan follow-up pemeriksaan 2-3 bulan kemudian untuk cek ulang tekanan pada waktu yang berbeda dalam sehari ( misalnya jam 8 pagi, jam 11 pagi, jam 1 siang, jam 4 sore ). (Vaughan D, 1995), (Debora P-Langston, 2008) Penatalaksanaan terhadap pasien yang mendapat terapi obat anti glaukoma : 1. Tetapkan tekanan target awal: penurunan 20-30% dari TIO awal

14 2. Pilih obat terhadap individu : - Quality of life - Biaya - Efek samping (Gondhowiharjo, TD, Simanjuntak GWS, 2006) Pengobatan Tabel 2.1 Guideline untuk Follow up Suspek Glaukoma (Gondhowiharjo, TD, Simanjuntak GWS, 2006) Target Pressure (TP) Resiko tinggi untuk terjadi kerusakan Interval follow up Evaluasi papil, saraf optik, serabut saraf retina dan lapang pandang Tidak diobati - Tidak ada 6-18 bulan 6-18 bulan Tidak diobati - ada 3-12 bulan 6-12 bulan Diobati Turun Tidak ada 3-12 bulan 6-12 bulan diobati Turun tetapi tidak mencapai TP ada 2 hari 4 bulan 3-12 bulan 2.5 Obat-obatan Obat-obatan yang ideal untuk terapi hipertensi okuli harus memiliki syarat syarat sebagai berikut : Sangat efektif dalam menurunkan tekanan intra okuli. Tidak ada efek yang merugikan atau eksaserbasi sistemik dari penyakit. Tidak mahal untuk dosis 1 kali sehari. Sekali pengobatan dimulai, lakukan follow-up yang ketat untuk menangani efek samping dari obat-obatan. Lakukan follow-up pertama 3-4 minggu setelah therapy dimulai. Observasi tanda-tanda alergi obat, misalnya hyperemia, skin rash, reaksi follikular.

15 Pertimbangkan therapy 1 mata ketika memulai pemberian obat-obatan, karena tekanan intra okuli mata yang satu lagi dapat digunakan sebagai kontrol untuk mengukur efek dari pengobatan. Perbedaan lebih dari 4 mmhg antara 2 mata setelah pengobatan menunjukkan adanya efek klinis. Kategori obat-obatan : 1. Carbonic Anhydrase Inhibitors (CAIs ) Dengan memperlambat pembentukan ion-ion bicarbonate kemudian mengurangi transport sodium dan cairan, dapat menghambat carbonic anhydrase (CA) di processus ciliaris mata. Efek ini menurunkan sekresi aqueous humor sehingga menurunkan tekanan intra okuli. Contoh : Dorzolamide, Brinzolamide, Acetazolamide, Methazolamide. 2. Kombinasi beta blockers dan carbonic anhydrase inhibitors. Mekanisme kerja anti hipertensive beta adrenergics blockers pada mata masih belum jelas, tetapi dapat mengurangi produksi aqueous humor. Contoh : Timolol/Dorzolamide (Cosopt ). 3. Adrenergics agonists. Dalam kelompok ini alpha2-selective agonists lebih sering digunakan untuk pengobatan hipertensi okuli. Alpha2-adrenergics agonists bekerja dengan menurunkan produksi aqueous humor. Contoh : Brimonidine. 4. Prostaglandin analog. Golongan obat terbaru yang bekerja meningkatkan outflow uveoscleral. Contoh : Latanoprost (Xalatan 0,0005% ).

16 5. Obat-obatan terbaru yang diakui. Unoprostone (Rescula), Bimatoprost (Lumigan), dan Travoprost (Travatan) adalah contoh obat-obat terbaru yang diakui serupa dengan prostaglandin yang dapat menurunkan tekanan intra okuli. Unoprostone menunjukkan penurunan tekanan sekitar 10-15% dan dapat bekerja sebagian melalui saluran-saluran outflowl. Bimatoprost dapat menurunkan tekanan lebih besar tapi dapat menyebabkan hiperemis konjungtiva. Begitu juga dengan Travaprost. 6. Beta-adrenergic blockers. Menurunkan produksi aqueous, mungkin dengan memblok reseptor beta adrenergic muncul di badan siliar. Sayangnya obat-obatan nonselective pada kelompok ini juga berinteraksi dengan beta reseptor di jantung dan paru-paru sehingga dapat menimbulkan efek-efek yang merugikan. Contoh : Betaxolol 0,25%, Carteolol 1%, Timolol 0,25% & 0,5%, Levobunolol 0,25% & 0,5%, Metipranolol 0,3%.(Vaughan D, 1995), (Debora P-Langston, 2008), (American Academy of Ophthalmology, ). 2.6 Tindakan Operasi Secara umum, jika kontrol tidak dapat dicapai dengan 1-2 kali pengobatan pertimbangkan diagnosa hipertensi okuli dengan kemungkinan glaukoma sudut terbuka primer tahap awal. Laser trabeculoplasty jarang diindikasikan untuk mengobati pasien suspek glaukoma. Pada pasien dengan POAG dan OHT,

17 persentase penurunan TIO setelah SLT secara signifikan lebih besar di mata dengan kornea tipis (CCT <555 µm), menunjukkan pasien dengan kornea tipis memiliki kontrol TIO yang lebih baik setelah SLT. (Wills Eye Manual, 2004), (Gondowirdjo,TD, Simanjuntak, GWS, 2006), (Cardakli F, 2011)

HIPERTENSI OKULI NURCHALIZA HAZARIA SIREGAR NIP

HIPERTENSI OKULI NURCHALIZA HAZARIA SIREGAR NIP HIPERTENSI OKULI NURCHALIZA HAZARIA SIREGAR NIP.19700908 200003 2 001 DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 DAFTAR ISI PENDAHULUAN...1 DEFINISI...2 PATHOPHYSIOLOGY...3

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. DEFINISI Glaukoma sudut terbuka primer (Primary Open Angle Glaucoma / POAG), adalah glaukoma yang paling sering, dengan karakteristik kronis/serangan perlahan-lahan, neuropati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik optik neuropati yang berhubungan dengan menyempitnya lapang

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik optik neuropati yang berhubungan dengan menyempitnya lapang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Glaukoma merupakan suatu kumpulan gejala yang mempunyai suatu karakteristik optik neuropati yang berhubungan dengan menyempitnya lapang pandangan, walaupun kenaikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Glaukoma merupakan suatu kumpulan gejala yang mempunyai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Glaukoma merupakan suatu kumpulan gejala yang mempunyai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Glaukoma merupakan suatu kumpulan gejala yang mempunyai suatu karakteristik optik neuropati yang berhubungan dengan hilangnya lapangan pandang. Walaupun kenaikan tekanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki efek yang kuat dalam menurunkan tekanan intraokular (TIO)

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki efek yang kuat dalam menurunkan tekanan intraokular (TIO) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latanoprost merupakan salah satu obat anti glaukoma terkait prostaglandin yang memiliki efek yang kuat dalam menurunkan tekanan intraokular (TIO) dengan meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hilangnya serat saraf optik (Olver dan Cassidy, 2005). Pada glaukoma akan terdapat

BAB I PENDAHULUAN. hilangnya serat saraf optik (Olver dan Cassidy, 2005). Pada glaukoma akan terdapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Glaukoma adalah suatu neuropati optik multifaktorial dengan karakteristik hilangnya serat saraf optik (Olver dan Cassidy, 2005). Pada glaukoma akan terdapat kelemahan

Lebih terperinci

GLAUKOMA DEFINISI, KLASIFIKASI, EPIDEMIOLOGI, ETIOLOGI, DAN FAKTOR RISIKO

GLAUKOMA DEFINISI, KLASIFIKASI, EPIDEMIOLOGI, ETIOLOGI, DAN FAKTOR RISIKO GLAUKOMA DEFINISI, KLASIFIKASI, EPIDEMIOLOGI, ETIOLOGI, DAN FAKTOR RISIKO LTM Pemicu 2 Modul Penginderaan Komang Shary Karismaputri NPM 1206238633 Kelompok Diskusi 16 Outline Pendahuluan Definisi Kesimpulan

Lebih terperinci

ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA

ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA Secara garis besar anatomi mata dapat dikelompokkan menjadi empat bagian, dan untuk ringkasnya fisiologi mata akan diuraikan secara terpadu. Keempat kelompok ini terdiri dari:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menempati ruang anterior dan posterior dalam mata. Humor akuos

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menempati ruang anterior dan posterior dalam mata. Humor akuos BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Humor Akuos a. Anatomi Fungsional Humor Akuos Humor akuos merupakan cairan jernih bersifat alkaline yang menempati ruang anterior dan posterior dalam mata.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut data Riskesdas 2013, katarak atau kekeruhan lensa

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut data Riskesdas 2013, katarak atau kekeruhan lensa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut data Riskesdas 2013, katarak atau kekeruhan lensa kristalin mata merupakan salah satu penyebab kebutaan terbanyak di indonesia maupun di dunia. Perkiraan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karakteristik optik neuropati yang berhubungan dengan menyempitnya lapang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karakteristik optik neuropati yang berhubungan dengan menyempitnya lapang 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Glaukoma merupakan suatu kumpulan gejala yang mempunyai suatu karakteristik optik neuropati yang berhubungan dengan menyempitnya lapang pandangan. Walaupun kenaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama kebutaan yang tidak dapat disembuhkan. Glaukoma umumnya

BAB I PENDAHULUAN. utama kebutaan yang tidak dapat disembuhkan. Glaukoma umumnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Glaukoma merupakan penyebab utama kebutaan setelah katarak di dunia. Penyakit ini mengenai hampir 90 juta populasi dunia dan merupakan penyebab utama kebutaan yang

Lebih terperinci

Glaukoma. 1. Apa itu Glaukoma?

Glaukoma. 1. Apa itu Glaukoma? Glaukoma Glaukoma dikenal sebagai "Pencuri Penglihatan" karena tidak ada gejala yang jelas pada tahap awal terjadinya penyakit ini. Penyakit ini mencuri penglihatan Anda secara diam-diam sebelum Anda menyadarinya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sensibilitas Kornea 2.1.1 Kornea Kornea merupakan suatu jaringan yang tidak berwarna, transparan, dan avaskuler. Secara histologis kornea memiliki 5 lapisan, dari anterior

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Dorland, 2010). Dalam keadaan normal, tekanan intraokular rata rata sekitar 15 mm

BAB I PENDAHULUAN. (Dorland, 2010). Dalam keadaan normal, tekanan intraokular rata rata sekitar 15 mm 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam mata terdapat tekanan, yang disebut dengan tekanan intraokular (Dorland, 2010). Dalam keadaan normal, tekanan intraokular rata rata sekitar 15 mm

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tekanan Intraokuler 2.1.1 Definisi Peningkatan tekanan intraokuler merupakan salah satu faktor resiko penting dalam berkembangnya kerusakan saraf optik pada penyakit glaukoma.

Lebih terperinci

GLUKOMA PENGERTIAN GLAUKOMA

GLUKOMA PENGERTIAN GLAUKOMA GLUKOMA PENGERTIAN GLAUKOMA Glaukoma adalah suatu penyakit dimana tekanan di dalam bola mata meningkat, sehingga terjadi kerusakan pada saraf optikus dan menyebabkan penurunan fungsi penglihatan. 1 Terdapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kebutaan baik di dunia maupun di Indonesia. Menurut World Health. (10,2%), age-macular degeneration (AMD) (8,7%), trakhoma (3,6%),

BAB 1 PENDAHULUAN. kebutaan baik di dunia maupun di Indonesia. Menurut World Health. (10,2%), age-macular degeneration (AMD) (8,7%), trakhoma (3,6%), BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Mata merupakan salah satu indera manusia yang berfungsi untuk memberikan informasi visual ke otak. Apabila terjadi glaukoma pada mata, maka informasi visual ke otak

Lebih terperinci

PREVALENSI KEBUTAAN AKIBAT GLAUKOMA DI KABUPATEN TAPANULI SELATAN TESIS

PREVALENSI KEBUTAAN AKIBAT GLAUKOMA DI KABUPATEN TAPANULI SELATAN TESIS PREVALENSI KEBUTAAN AKIBAT GLAUKOMA DI KABUPATEN TAPANULI SELATAN TESIS Oleh : HERMAN PEMBIMBING : Dr. MASHITA DEWI S, SpM Dr. H. AZMAN TANJUNG, SpM Prof. Dr. H. ASLIM D. SIHOTANG, SpMK Drs. H. ABDUL DJALIL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Glaukoma adalah sekumpulan gejala dengan tanda karakteristik berupa

BAB I PENDAHULUAN. Glaukoma adalah sekumpulan gejala dengan tanda karakteristik berupa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Glaukoma adalah sekumpulan gejala dengan tanda karakteristik berupa adanya neuropati optik glaukomatosa bersamaan dengan defek atau gangguan penyempitan lapang pandangan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Aqueous humor diproduksi oleh corpus ciliare. Setelah memasuki bilik mata belakang, aqueous humor melalui pupil dan masuk ke bilik mata depan, kemudian ke perifer menuju

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pencekungan cupping diskus optikus dan penyempitan lapang pandang yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pencekungan cupping diskus optikus dan penyempitan lapang pandang yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. GLAUKOMA Glaukoma merupakan suatu neuropati optik yang ditandai dengan pencekungan cupping diskus optikus dan penyempitan lapang pandang yang disertai dengan peningkatan tekanan

Lebih terperinci

Agia Dwi Nugraha Pembimbing : dr. H. Agam Gambiro Sp.M. KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA RSUD Cianjur FK UMJ

Agia Dwi Nugraha Pembimbing : dr. H. Agam Gambiro Sp.M. KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA RSUD Cianjur FK UMJ Agia Dwi Nugraha 2007730005 Pembimbing : dr. H. Agam Gambiro Sp.M KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA RSUD Cianjur FK UMJ Fisiologi lensa : Fungsi utama memfokuskan berkas cahaya ke retina. Kerjasama

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Struktur interna dari mata manusia (Junqueria, 2007)

Gambar 2.1. Struktur interna dari mata manusia (Junqueria, 2007) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aliran Aqeuous Humour 2.1.1. Anatomi dan Histologi Struktur dasar mata yang berhubungan dengan aqueous humour adalah korpus siliriaris, sudut kamera okuli anterior dan sistem

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Glaukoma 2.1.1. Definisi Glaukoma Glaukoma adalah suatu penyakit neuropati optik kronik yang ditandai oleh pencekungan diskus optikus dan penyempitan lapang pandang dengan

Lebih terperinci

PREVALENSI KEBUTAAN AKIBAT GLAUKOMA DI KABUPATEN LANGKAT

PREVALENSI KEBUTAAN AKIBAT GLAUKOMA DI KABUPATEN LANGKAT PREVALENSI KEBUTAAN AKIBAT GLAUKOMA DI KABUPATEN LANGKAT OLEH : RENI GUSPITA PEMBIMBING : Dr. Masitha Dewi Sari, SpM Dr. H. Azman Tanjung, SpM Prof. Dr. H. Aslim. D. Sihotang, SpM Drs. H. Abdul Djalil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kecepatan produksi humor aquous, tahanan terhadap aliran keluarnya humor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kecepatan produksi humor aquous, tahanan terhadap aliran keluarnya humor BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tekanan intraokuler 2.1.1. Definisi TIO merupakan salah satu faktor risiko terjadinya penyakit glaukoma saat ini dan merupakan satu-satunya faktor risiko yang dapat diterapi.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan 2.1.1. Definisi Pengetahuan Pengetahuan atau kognitif adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi se telah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. al., 2009). Lebih dari 60 juta penduduk di dunia mengalami Glaukoma (Wong et

BAB I PENDAHULUAN. al., 2009). Lebih dari 60 juta penduduk di dunia mengalami Glaukoma (Wong et 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Glaukoma adalah kelainan mata yang ditandai dengan neuropati optik Glaukomatosa serta hilangnya lapang pandang yang khas, disertai peningkatan tekanan intraokuler

Lebih terperinci

Obat Diabetes Melitus Dapat Menghindari Komplikasi Mata Serius

Obat Diabetes Melitus Dapat Menghindari Komplikasi Mata Serius Obat Diabetes Melitus Dapat Menghindari Komplikasi Mata Serius Konsumsi Obat Diabetes Melitus Memperingan Resiko Komplikasi Mata Anda mungkin pernah mendengar bahwa diabetes menyebabkan masalah mata dan

Lebih terperinci

LAPORAN KASUS GLAUKOMA KRONIK

LAPORAN KASUS GLAUKOMA KRONIK LAPORAN KASUS GLAUKOMA KRONIK NAMA PEMBIMBING : dr. BAMBANG RIANTO, Sp.M DISUSUN OLEH Linda Ayu Permatasari (1102008139) BAGIAN KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT MATA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SUBANG SUBANG 2014

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. diabetes retinopati (1%), penyebab lain (18%). Untuk di negara kita, Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. diabetes retinopati (1%), penyebab lain (18%). Untuk di negara kita, Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan penglihatan masih menjadi sebuah masalah di dunia. Angka kejadian gangguan penglihatan di dunia cukup tinggi yakni mencakup 4,25 % dari penduduk dunia atau

Lebih terperinci

KELAINAN REFRAKSI YANG MENYEBABKAN GLAUKOMA

KELAINAN REFRAKSI YANG MENYEBABKAN GLAUKOMA KELAINAN REFRAKSI YANG MENYEBABKAN GLAUKOMA NURCHALIZA HAZARIA SIREGAR NIP.19700908 200003 2 001 DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008 DAFTAR ISI I. PENDAHULUAN...1

Lebih terperinci

Papil Atrofi. Oleh: Tiffany N. (NIM: )

Papil Atrofi. Oleh: Tiffany N. (NIM: ) Papil Atrofi Oleh: Tiffany N. (NIM: 17120080005) I. ABSTRAK Atrofi papil nervus optikus adalah degenerasi nervus optik yang tampak sebagai papil berwarna pucat akibat hilangnya pembuluh darah kapiler serta

Lebih terperinci

Anita's Personal Blog Glaukoma Copyright anita handayani

Anita's Personal Blog Glaukoma Copyright anita handayani Glaukoma Penyakit glaukoma disebabkan oleh saluran cairan yang keluar dari bola mata terhambat sehingga bola mata akan membesar dan kemudian menekan saraf mata yang berada di belakang bola mata yang akhirnya

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. dikumpulkan melalui indera penglihatan dan pendengaran.

BAB 1 : PENDAHULUAN. dikumpulkan melalui indera penglihatan dan pendengaran. BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Glaukoma adalah suatu neuropati optik multifaktorial dengan karakteristik hilangnya serat saraf optik. Pada glaukoma akan terdapat kelemahan fungsi mata dengan terjadinya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI 1. Anatomi Mata Gambar 1. Penampang bola mata Mata adalah indera penglihatan. Mata dibentuk untuk menerima rangsangan berkas cahaya pada retina, lalu dengan perantaraan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Migren adalah sindroma neurovaskular yang dikarakteristikkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Migren adalah sindroma neurovaskular yang dikarakteristikkan 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. DEFINISI 2.1.1. Definisi Migren Migren adalah sindroma neurovaskular yang dikarakteristikkan dengan nyeri kepala yang berdenyut, unilateral, intensitas sedang hingga berat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kornea merupakan jaringan transparan avaskular yang berada di dinding depan bola mata. Kornea mempunyai fungsi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kornea merupakan jaringan transparan avaskular yang berada di dinding depan bola mata. Kornea mempunyai fungsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kornea merupakan jaringan transparan avaskular yang berada di dinding depan bola mata. Kornea mempunyai fungsi sebagai lapisan pelindung bola mata dan media refraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Glaukoma adalah suatu neuropati kronik di dapat yang ditandai oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Glaukoma adalah suatu neuropati kronik di dapat yang ditandai oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Glaukoma adalah suatu neuropati kronik di dapat yang ditandai oleh pencengkungan (cupping) diskus optikus dan pengecilan lapangan pandang biasanya disertai dengan peningkatan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK. Universitas Sumatera Utara HUBUNGAN STRESS OKSIDATIF MARKER MALONILDIALDEHYDE DAN REDOX ENZYME GLUTHATHION PEROXIDASE DENGAN PROGRESIFITAS SYARAF OPTIK PASKA PEMBERIAN GINKGO BILOBA PADA PENDERITA GLAUKOMA SUDUT TERBUKA PRIMER ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1) Aqueous Humor a. Definisi Aqueous humor adalah cairan jernih yang dibentuk oleh korpus siliaris dan mengisi bilik mata anterior dan posterior. Aqueous humor

Lebih terperinci

AQUEOUS HUMOR. Dr. Rodiah Rahmawaty Lubis, SpM NIP :

AQUEOUS HUMOR. Dr. Rodiah Rahmawaty Lubis, SpM NIP : AQUEOUS HUMOR Dr. Rodiah Rahmawaty Lubis, SpM NIP : 19760417 200501 2 002 DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RSUP H. ADAM MALIK MEDAN 2009 DAFTAR ISI HAL I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut American Heart Association (2015), Penyakit Jantung Bawaan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut American Heart Association (2015), Penyakit Jantung Bawaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut American Heart Association (2015), Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah penyakit dengan kelainan pada struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah penderitadiabetes mellitus (DM) baru di seluruh dunia meningkat secara

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah penderitadiabetes mellitus (DM) baru di seluruh dunia meningkat secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah penderitadiabetes mellitus (DM) baru di seluruh dunia meningkat secara drastis, dari 150 juta penderita pada tahun 2009 dan diperkirakan mencapai 300 juta penderita

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seperti tulang frontal, sphenoid, maxilla, zygomatic, greater wing of. sphenoid, lacrimal, dan ethmoid (Rizzo, 2001).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seperti tulang frontal, sphenoid, maxilla, zygomatic, greater wing of. sphenoid, lacrimal, dan ethmoid (Rizzo, 2001). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Anatomi mata manusia Mata merupakan organ penglihatan yang dimiliki manusia. Mata dilindungi oleh area orbit tengkorak yang disusun oleh berbagai tulang seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Glaukoma merupakan salah satu penyakit mata yang sering terjadi. dan dapat menyebabkan kebutaan yang irreversibel jika tidak segera

BAB I PENDAHULUAN. Glaukoma merupakan salah satu penyakit mata yang sering terjadi. dan dapat menyebabkan kebutaan yang irreversibel jika tidak segera BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Glaukoma merupakan salah satu penyakit mata yang sering terjadi dan dapat menyebabkan kebutaan yang irreversibel jika tidak segera ditangani. Glaukoma sering disebut

Lebih terperinci

(dr. Cut Masdalena, M. Ked (Oph)) Universitas Sumatera Utara

(dr. Cut Masdalena, M. Ked (Oph)) Universitas Sumatera Utara Lampiran 1 LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN Selamat pagi/siang Bapak/Ibu, pada hari ini, saya Dr. Cut Masdalena akan melakukan penelitian yang berjudul Hubungan gangguan lapang pandangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Leber Hereditary Optic Neuropathy (LHON) merupakan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Leber Hereditary Optic Neuropathy (LHON) merupakan penyakit BAB I PENDAHULUAN 1..1Latar Belakang Leber Hereditary Optic Neuropathy (LHON) merupakan penyakit diturunkan secara maternal yang menyebabkan penderitanya mengalami degenerasi pada serabut saraf retina

Lebih terperinci

GLAUKOMA ABSOLUT POST TRABEKULEKTOMI DAN GLAUKOMA POST PERIFER IRIDEKTOMI

GLAUKOMA ABSOLUT POST TRABEKULEKTOMI DAN GLAUKOMA POST PERIFER IRIDEKTOMI LaporanKasus GLAUKOMA ABSOLUT POST TRABEKULEKTOMI DAN GLAUKOMA POST PERIFER IRIDEKTOMI Pembimbing : dr. Djoko Heru, sp.m Disusunoleh : Irene Dwiyanti 406117046 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA

Lebih terperinci

Pengkajian Sistem Penglihatan Mula Tarigan, SKp. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Pengkajian Sistem Penglihatan Mula Tarigan, SKp. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Pengkajian Sistem Penglihatan Mula Tarigan, SKp. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Apa yang dikaji? RIWAYAT KESEHATAN PEMERIKSAAN FISIK PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Lebih terperinci

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB II TINJUAN PUSTAKA BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Anatomi dan Fisiologi Mata Mata adalah organ yang berbentuk bulat berisi cairan yang dibungkus oleh tiga lapisan. Dari bagian paling luar hingga paling dalam,

Lebih terperinci

Nova Faradilla, S. Ked

Nova Faradilla, S. Ked Author : Nova Faradilla, S. Ked Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau 2009 0 Files of DrsMed FK UNRI (http://www.files-of-drsmed.tk GLAUKOMA DEFINISI Glaukoma berasal dari kata Yunani

Lebih terperinci

NORMAL TENSION GLAUCOMA (NTG)

NORMAL TENSION GLAUCOMA (NTG) Laporan Kasus NORMAL TENSION GLAUCOMA (NTG) Disusun Oleh: Elsi Rahmadhani Hardi 0908120328 Pembimbing: dr. Nofri Suriadi, SpM KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. staff, 2010). Berdasarkan survey kesehatan mata yang dilakukan oleh. penyebab kebutaan terbanyak di Indonesia (Depkes, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. staff, 2010). Berdasarkan survey kesehatan mata yang dilakukan oleh. penyebab kebutaan terbanyak di Indonesia (Depkes, 2014). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Glaukoma adalah kelainan optik neuropati disertai kelainan lapang pandang yang karakteristik dan peningkatan tekanan intraokular (TIO) merupakan faktor resiko

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Responden penelitian ini adalah 35 orang pria yang berusia 20 40 tahun. Responden memiliki kebiasaan mengkonsumsi kafein. Penelitian ini dilakukan di Asri Medical Center

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama bulan Mei sampai bulan Agustus 2015 di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta unit

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Penelitian

A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Retinal Vein Occlusion (RVO) adalah sumbatan pada pembuluh darah vena di retina (Bradvica et al. 2012). Pertama kali dilaporkan oleh Liebrich pada tahun

Lebih terperinci

GLAUCOMA. Glukoma adalah sekelompok kelainan mata yang ditandai dengan peningkatan tekanan intraokuler.( Long Barbara, 1996)

GLAUCOMA. Glukoma adalah sekelompok kelainan mata yang ditandai dengan peningkatan tekanan intraokuler.( Long Barbara, 1996) GLAUCOMA A. DEFINISI Glukoma adalah suatu penyakit yang memberikan gambaran klinik berupa peninggian tekanan bola mata, penggaungan papil saraf optik dengan defek lapang pandangan mata.(sidarta Ilyas,2000).

Lebih terperinci

SOP KATARAK. Halaman 1 dari 7. Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon SMF. Ditetapkan Oleh Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon.

SOP KATARAK. Halaman 1 dari 7. Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon SMF. Ditetapkan Oleh Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon. SPO Tanggal Terbit 1 dari 7 Ditetapkan Oleh Direktur PENGERTIAN ANAMNENIS Dr. H. Zainoel Arifin, M. Kes Nip. 19591104 198511 1 001 Pemeriksaan gangguan penglihatan yang disebabkan perubahan lensa mata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit. Lensa menjadi keruh atau berwarna putih abu-abu, dan. telah terjadi katarak senile sebesar 42%, pada kelompok usia 65-74

BAB I PENDAHULUAN. penyakit. Lensa menjadi keruh atau berwarna putih abu-abu, dan. telah terjadi katarak senile sebesar 42%, pada kelompok usia 65-74 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Katarak adalah kekeruhan lensa mata yang dapat menghambat cahaya masuk ke mata. Menurut WHO, kebanyakan katarak terkait dengan masalah penuaan, meskipun kadang-kadang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA Trabecular Meshwork dan Dinamika Humor Aqueous. proses penting dalam mempertahankan tekanan intraokuli dalam batas normal

BAB II KAJIAN PUSTAKA Trabecular Meshwork dan Dinamika Humor Aqueous. proses penting dalam mempertahankan tekanan intraokuli dalam batas normal BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1. Trabecular Meshwork dan Dinamika Humor Aqueous Sekresi dan regulasi outflow humor aqueous secara fisiologis merupakan proses penting dalam mempertahankan tekanan intraokuli dalam

Lebih terperinci

Diagnosa banding MATA MERAH

Diagnosa banding MATA MERAH Diagnosa banding MATA MERAH Konjungtivitis Keratitis Uveitis Anterior Glaukoma Kongestif Akut Visus Normal Tergantung letak infiltrat Menurun perlahan, tergantung Menurun ak letak radang Hiperemi konjungtiva

Lebih terperinci

Muhammadiyah Yogyakarta, 2 Departemen Mata, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ABSTRACT

Muhammadiyah Yogyakarta, 2 Departemen Mata, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ABSTRACT Perbandingan Peningkatan Tekanan Intraokular pada Pasien Post Operasi Ekstraksi Katarak Ekstrakapsular dibandingkan dengan Fakoemulsifikasi di AMC Yogyakarta pada Tahun 2011-2012 The Comparison of Intraocular

Lebih terperinci

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB 2 Tinjauan Pustaka BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1Anatomi Mata Gambar 2.1. Anatomi Mata Yang termasuk media refraksi antara lain kornea, pupil, lensa, dan vitreous. Media refraksi targetnya di retina sentral (macula). Gangguan

Lebih terperinci

HUBUNGAN GANGGUAN LAPANG PANDANGAN DENGAN KETEBALAN RETINA DAN OPTIC DISC PADA PENDERITA GLAUCOMA SUDUT TERBUKA PRIMER (POAG) TESIS

HUBUNGAN GANGGUAN LAPANG PANDANGAN DENGAN KETEBALAN RETINA DAN OPTIC DISC PADA PENDERITA GLAUCOMA SUDUT TERBUKA PRIMER (POAG) TESIS HUBUNGAN GANGGUAN LAPANG PANDANGAN DENGAN KETEBALAN RETINA DAN OPTIC DISC PADA PENDERITA GLAUCOMA SUDUT TERBUKA PRIMER (POAG) TESIS Oleh CUT MASDALENA NIM : 077110007 DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mata adalah organ tubuh yang menentukan kualitas hidup. seseorang, walaupun kerusakan pada mata tidak langsung berhubungan

BAB I PENDAHULUAN. Mata adalah organ tubuh yang menentukan kualitas hidup. seseorang, walaupun kerusakan pada mata tidak langsung berhubungan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mata adalah organ tubuh yang menentukan kualitas hidup seseorang, walaupun kerusakan pada mata tidak langsung berhubungan dengan kematian akan tetapi tanpa penglihatan

Lebih terperinci

Lakukan pemeriksaan visus, refraksi terbaik dan segmen anterior.anamnesis

Lakukan pemeriksaan visus, refraksi terbaik dan segmen anterior.anamnesis Skenario klinik: 1. Seorang laki-laki 36 tahun datang dengan keluhan mata mudah berair, mata pegal dan kabur bila melihat jauh. Lakukan pemeriksaan visus, refraksi terbaik dan segmen anterior. - Keluhan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Pada saat lahir mata bayi normal cukup bulan berukuran kira-kira 2/3 ukuran mata orang dewasa. Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. GLAUKOMA 2.1.1. Defenisi Glaukoma merupakan suatu kumpulan gejala yang mempunyai suatu karakteristik optik neuropati yang berhubungan dengan hilangnya lapangan pandang. Walaupun

Lebih terperinci

Perbandingan keberhasilan monoterapi dengan multiterapi pada pasien glaukoma di RSUD Panembahan Senopati Bantul tahun 2013

Perbandingan keberhasilan monoterapi dengan multiterapi pada pasien glaukoma di RSUD Panembahan Senopati Bantul tahun 2013 Perbandingan keberhasilan monoterapi dengan multiterapi pada pasien glaukoma di RSUD Panembahan Senopati Bantul tahun 2013 Ranum Anggun Nastiti 1, Yunani Setyandriana 2 1 Mahasiswa Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN GLAUKOMA

LAPORAN PENDAHULUAN GLAUKOMA LAPORAN PENDAHULUAN GLAUKOMA 1. KONSEP DASAR A. Pengertian Glaukoma adalah suatu penyakit yang memberikan gambaran klinik berupa peninggian tekanan bola mata, penggaungan papil saraf optik dengan defek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara efektif. Diabetes Melitus diklasifikasikan menjadi DM tipe 1 yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. secara efektif. Diabetes Melitus diklasifikasikan menjadi DM tipe 1 yang terjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit kronik yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah akibat tidak terbentuknya insulin oleh sel-β pankreas atau

Lebih terperinci

Diabetes dan Penyakit Mata

Diabetes dan Penyakit Mata Diabetes dan Penyakit Mata Diabete s dan penyakit mata memiliki kaitan yang sangat erat. Mengapa bisa terjadi demikian? Penyakit diabetes merupakan salah satu penyakit yang beresiko mendatangkan beragam

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEBUTAAN PADA PASIEN BARU DENGAN GLAUKOMA PRIMER DI POLIKLINIK PENYAKIT MATA RSUPN DR CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA JANUARI 2007 - OKTOBER 2009

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. Saraf optik merupakan kumpulan akson yang berasal. dari sel-sel ganglion retina menuju khiasma nervus

BAB I. Pendahuluan. Saraf optik merupakan kumpulan akson yang berasal. dari sel-sel ganglion retina menuju khiasma nervus BAB I Pendahuluan I.1 Latar belakang Saraf optik merupakan kumpulan akson yang berasal dari sel-sel ganglion retina menuju khiasma nervus optikus dan berakhir di korpus genikulatum lateral (Hartono, 1994).

Lebih terperinci

Ketebalan retina kira-kira 0,1 mm pada ora serata dan 0,56 mm pada kutub posterior. Di

Ketebalan retina kira-kira 0,1 mm pada ora serata dan 0,56 mm pada kutub posterior. Di Anatomi Retina Retina adalah lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan semitransparan yang melapisi bagian dalam 2/3 posterior dinding bola mata. Retina membentang ke anterior hampir sejauh korpus

Lebih terperinci

BAB.I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Diabetes Melitus adalah penyakit kelainan metabolik yang memiliki

BAB.I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Diabetes Melitus adalah penyakit kelainan metabolik yang memiliki 14 BAB.I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Diabetes Melitus adalah penyakit kelainan metabolik yang memiliki karakteristik berupa hiperglikemia kronis serta kelainan metabolisme karbohidrat, lemak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mata 2.1.1 Anatomi mata Gambar. 1 Anatomi mata 54 Mata mempunyai 3 lapisan dinding yaitu sklera, koroid, dan retina. Sklera berfungsi untuk melindung bola mata dari gangguan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Miopia (nearsightedness) adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Miopia (nearsightedness) adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 KERANGKA TEORI II.1.1 DEFINISI Miopia (nearsightedness) adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar masuk ke bola mata tanpa akomodasi akan dibiaskan di depan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PENURUNAN TEKANAN INTRAOKULER PADA TERAPI TIMOLOL MALEAT DAN DORSOLAMID PASIEN GLAUKOMA. Jurnal Media Medika Muda

PERBANDINGAN PENURUNAN TEKANAN INTRAOKULER PADA TERAPI TIMOLOL MALEAT DAN DORSOLAMID PASIEN GLAUKOMA. Jurnal Media Medika Muda PERBANDINGAN PENURUNAN TEKANAN INTRAOKULER PADA TERAPI TIMOLOL MALEAT DAN DORSOLAMID PASIEN GLAUKOMA Jurnal Media Medika Muda Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar Sarjana Strata

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Anatomi dan Fisiologi Aqueous humor Aqueous humor adalah cairan jernih yang dibentuk oleh korpus siliaris dan mengisi bilik mata anterior dan posterior. Aqueous

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebutaan merupakan suatu masalah kesehatan di dunia, dilaporkan bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebutaan merupakan suatu masalah kesehatan di dunia, dilaporkan bahwa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutaan merupakan suatu masalah kesehatan di dunia, dilaporkan bahwa terdapat lebih dari 50 juta orang buta di dunia saat ini dan hampir 90%-nya berada di negara berkembang,

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN GLAUKOMA STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH DI RUMAH SAKIT UMUM BANYUMAS. Oleh: Rizka Rahmaharyanti, S.

LAPORAN PENDAHULUAN GLAUKOMA STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH DI RUMAH SAKIT UMUM BANYUMAS. Oleh: Rizka Rahmaharyanti, S. LAPORAN PENDAHULUAN GLAUKOMA STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH DI RUMAH SAKIT UMUM BANYUMAS Oleh: Rizka Rahmaharyanti, S.Kep G4D014001 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

Lebih terperinci

Glaukoma. Apakah GLAUKOMA itu?

Glaukoma. Apakah GLAUKOMA itu? Apakah GLAUKOMA itu? adalah kerusakan penglihatan yang biasanya disebabkan oleh meningkatnya tekanan bola mata. Meningkatnya tekanan di dalam bola mata ini disebabkan oleh ketidak-seimbangan antara produksi

Lebih terperinci

ARTIKEL PENELITIAN. Putu Giani Anabella Bestari Putri 1, I Wayan Eka Sutyawan 2, AA Mas Putrawati Triningrat 2

ARTIKEL PENELITIAN. Putu Giani Anabella Bestari Putri 1, I Wayan Eka Sutyawan 2, AA Mas Putrawati Triningrat 2 E-JURNAL Putu MEDIKA, Giani VOL. Anabella 7 NO. Bestari 1, JANUARI, Putri, 2018 I Wayan : 16 Eka - 21Sutyawan, AA Mas Putrawati Triningrat (Karakteristik penderita glaukoma...) ISSN: 2303-1395 Karakteristik

Lebih terperinci

BAB I LAPORAN KASUS. ANAMNESIS Keluhan utama : Pasien mengeluh penglihatan mata kanan dan kiri buram sejak 4 hari lalu.

BAB I LAPORAN KASUS. ANAMNESIS Keluhan utama : Pasien mengeluh penglihatan mata kanan dan kiri buram sejak 4 hari lalu. BAB I LAPORAN KASUS I. IDENTITAS Nama Umur Jenis kelamin Bangsa Agama Pekerjaan Alamat : Tn. S : 45 tahun : Laki-laki : Indonesia : Islam : Buruh : Teluk Betung II. ANAMNESIS Keluhan utama : Pasien mengeluh

Lebih terperinci

Jari-jari yang lain bersandar pada dahi dan pipi pasien. Kedua jari telunjuk menekan bola mata pada bagian belakang kornea bergantian

Jari-jari yang lain bersandar pada dahi dan pipi pasien. Kedua jari telunjuk menekan bola mata pada bagian belakang kornea bergantian Tonometri digital palpasi Merupakan pengukuran tekanan bola mata dengan jari pemeriksa Alat : jari telunjuk kedua tangan pemeriksa Teknik : Mata ditutup Pandangan kedua mata menghadap kebawah Jari-jari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan menggunakan metode observasional analitik-numerik dengan

BAB III METODE PENELITIAN. dengan menggunakan metode observasional analitik-numerik dengan BAB III METODE PENELITIAN A. DESAIN PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental, dan dilakukan dengan menggunakan metode observasional analitik-numerik dengan rancangan penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan insulin secara efektif. Menurut International Diabetes

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan insulin secara efektif. Menurut International Diabetes BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Diabetes melitus merupakan penyakit kronik yang terjadi ketika tubuh tidak dapat memproduksi cukup insulin maupun karena tidak dapat menggunakan insulin secara efektif.

Lebih terperinci

Author : Aulia Rahman, S. Ked. Faculty of Medicine University of Riau. Pekanbaru, Riau. Files of DrsMed FK UNRI (http://www.files-of-drsmed.

Author : Aulia Rahman, S. Ked. Faculty of Medicine University of Riau. Pekanbaru, Riau. Files of DrsMed FK UNRI (http://www.files-of-drsmed. Author : Aulia Rahman, S. Ked Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau 2009 0 Files of DrsMed FK UNRI (http://www.files-of-drsmed.tk PENDAHULUAN Walaupun mata mempunyai sistem pelindung yang

Lebih terperinci

ACUTE GLAUCOMA ON RIGHT EYE

ACUTE GLAUCOMA ON RIGHT EYE [ LAPORAN KASUS ] ACUTE GLAUCOMA ON RIGHT EYE Laras Maranatha Tobing Faculty of Medicine, Universitas Lampung Abstract Acute glaucoma or primary angle closure glaucoma is a medical emergency case that

Lebih terperinci

Perbandingan Komplikasi Glaukoma Sekunder antara Pasien Post Operasi Tunggal dan Kombinasi Vitrektomi - Sklera Bukle

Perbandingan Komplikasi Glaukoma Sekunder antara Pasien Post Operasi Tunggal dan Kombinasi Vitrektomi - Sklera Bukle ARTIKEL PENELITIAN Wowo Masthuro Mahfud, Perbandingan Komplikasi Glaukoma Sekunder... Mutiara Medika Vol. 14 No. 1: 46-50, Januari 2014 Perbandingan Komplikasi Glaukoma Sekunder antara Pasien Post Operasi

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA KONSEPSIONAL DAN DEFINISI OPERASIONAL. Kerangka konsepsional merupakan kerangka yang menggambarkan dan

BAB III KERANGKA KONSEPSIONAL DAN DEFINISI OPERASIONAL. Kerangka konsepsional merupakan kerangka yang menggambarkan dan BAB III KERANGKA KONSEPSIONAL DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. KERANGKA KONSEPSIONAL Kerangka konsepsional merupakan kerangka yang menggambarkan dan mengarahkan asumsi mengenai elemen-elemen yang di teliti.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Seseorang dengan katarak akan melihat benda seperti tertutupi kabut, lensa mata

II. TINJAUAN PUSTAKA. Seseorang dengan katarak akan melihat benda seperti tertutupi kabut, lensa mata II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Katarak Asal kata katarak dari bahasa Yunani cataracta yang berarti air terjun. Seseorang dengan katarak akan melihat benda seperti tertutupi kabut, lensa mata yang biasanya bening

Lebih terperinci

PERBANDINGAN EFEK TIMOLOL DENGAN KOMBINASI TIMOLOL + ASETAZOLAMID PADA TERAPI INSIAL GLAUKOMA PRIMER SUDUT TERBUKA ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH.

PERBANDINGAN EFEK TIMOLOL DENGAN KOMBINASI TIMOLOL + ASETAZOLAMID PADA TERAPI INSIAL GLAUKOMA PRIMER SUDUT TERBUKA ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH. PERBANDINGAN EFEK TIMOLOL DENGAN KOMBINASI TIMOLOL + ASETAZOLAMID PADA TERAPI INSIAL GLAUKOMA PRIMER SUDUT TERBUKA ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat dalam menempuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Katarak merupakan salah satu penyebab kebutaan yang utama di dunia. Data

BAB I PENDAHULUAN. Katarak merupakan salah satu penyebab kebutaan yang utama di dunia. Data BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Katarak merupakan salah satu penyebab kebutaan yang utama di dunia. Data World Health Organization (WHO) tahun 2002 menyebutkan angka kebutaan diseluruh dunia sekitar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. beristirahat (tanpa akomodasi), semua sinar sejajar yang datang dari benda-benda

PENDAHULUAN. beristirahat (tanpa akomodasi), semua sinar sejajar yang datang dari benda-benda PENDAHULUAN Hipermetropi merupakan kelainan refraksi, dimana dalam keadaan mata beristirahat (tanpa akomodasi), semua sinar sejajar yang datang dari benda-benda pada jarak tak terhingga, dibiaskan dibelakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya prevalensi diabetes melitus (DM) akibat peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya prevalensi diabetes melitus (DM) akibat peningkatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya prevalensi diabetes melitus (DM) akibat peningkatan kemakmuran di negara berkembang banyak disoroti. Peningkatan pendapatan perkapita dan perubahan gaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. hampir 80 % prevalensi diabetes melitus adalah DM tipe 2 (www.depkes.go.id,

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. hampir 80 % prevalensi diabetes melitus adalah DM tipe 2 (www.depkes.go.id, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Secara epidemiologi, diperkirakan bahwa pada tahun 2030 prevalensi Diabetes Melitus (DM) di Indonesia mencapai 21,3 juta orang. Secara umum, hampir 80 % prevalensi

Lebih terperinci