II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan
|
|
- Fanny Lesmana
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan Pengeringan adalah proses penurunan kadar air sampai tingkat kadar air tertentu. Secara spesifik pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air bahan sampai batas dimana perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan kerusakan (fisika/kimia) terhambat atau terhenti, sehingga bahan dapat mempunyai waktu simpan yang lebih lama. Menurut Hall (1980), pada proses pengeringan komoditas pertanian terjadi dua proses dasar yaitu pindah panas untuk menguapkan cairan bahan dan pindah massa akibat adanya perbedaan tekanan uap. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mengontrol perpindahan kadar air dalam bahan adalah: a) difusi antara cairan dan uap, b) gaya kapilaritas, c) gradien penyusutan dan tekanan uap, d) gravitasi, dan e) penguapan kadar air. Dalam suatu proses pengeringan, dikenal adanya suatu laju pengeringan yang dibedakan menjadi dua tahap utama, yaitu laju pengeringan konstan dan laju pengeringan menurun. Laju pengeringan konstan terjadi pada lapisan air bebas yang terdapat pada permukaan biji-bijian. Laju pengeringan ini terjadi sangat singkat selama proses pengeringan berlangsung, kecepatan penguapan air pada tahap ini dapat disamakan dengan kecepatan penguapan air bebas. Besarnya laju pengeringan ini tergantung dari: a) lapisan yang terbuka, b) perbedaan kelembaban antara aliran udara dan daerah basah, c) koefisien pindah massa, dan e) kecepatan aliran udara pengering. Laju pengeringan menurun terjadi setelah periode pengeringan konstan selesai. Pada tahap ini kecepatan aliran air bebas dari dalam biji ke permukaan lebih kecil dari kecepatan pengambilan uap air maksimum dari biji. Kadar air kritis (critical moisture content) menjadi batas antara laju pengeringan konstan dan laju pangeringan menurun (Hall 1980). Kadar air kritis adalah kadar air terendah pada saat kecepatan aliran air bebas dari dalam biji ke permukaan sama dengan kecepatan pengambilan uap air maksimum dari biji ( Henderson & Perry 1976).
2 Proses Pengeringan Proses pengeringan terjadi dengan cara penguapan air. Cara ini dilakukan dengan menurunkan kelembaban nisbi udara melalui aliran udara panas atau udara bertekanan sehingga tekanan uap air bahan lebih besar dari tekanan uap air udara. Perbedaan tekanan uap ini menyebabkan terjadinya aliran uap air dari bahan ke udara. Proses pengeringan biji-bijian dapat dianggap sebagai proses adiabatik. Selama proses pengeringan berlangsung, entalpi dan suhu bola basah udara pengering tetap, sedangkan suhu bola kering berkurang yang diikuti dengan kenaikan kelembaban mutlak, kelembaban nisbi, tekanan parsial uap air dan suhu pengembunan udara pengering. Terjadinya proses pengeringan dengan udara pengering yang dipanaskan pada kurva psikometrik dapat dilihat pada Gambar 1. Pengeringan dengan menggunakan udara alami berarti proses pemanasan udara (1)-(2) ditiadakan. Kenaikan suhu udara alami karena gesekan atau turbulensi udara dapat dianggap sebagai proses pemanasan udara sebelum masuk ruang pengering. Gambar 1 Proses pengeringan pada kurva psychrometric Keterangan : (1)-(2) : Proses pemanasan udara (2)-(3) : Proses pengeringan i : udara masuk alat pengering p : udara pengering o : udara keluar dari alat pengering
3 8 Kelembaban relatif (RH) yang dinyatakan dalam persen merupakan perbandingan antara tekanan uap terhadap tekanan jenuh air pada suhu ruang pengering, yang dinyatakan dalam persamaan (Brooker et al. 1974):... (1) sedangkan kelembaban mutlak (H) konstan, maka :.... (2) dimana T o K dan P v < P atm, sehingga tekanan uap (P v ) juga konstan. Bila kelembaban udara lingkungan (RH a ) dan kelembaban udara pengering (RH r ), maka :... (3)... (4) dimana T o K (Keenan & Keyes 1936 dalam ASAE Standard 1994), dimana : R = D = x 10-3 A = E = x 10-7 B = F = C = G = x Paramater Pengeringan Menurut Brooker et al. (1974), beberapa parameter yang mempengaruhi lama waktu yang dibutuhkan pada proses pengeringan antara lain: a. Suhu udara pengering Suhu udara pengering akan mempengaruhi laju penguapan air bahan dan mutu pengeringan. Semakin tinggi suhu maka panas yang digunakan untuk penguapan air akan meningkat sehingga waktu pengeringan akan menjadi lebih singkat. Agar bahan yang dikeringkan tidak sampai rusak, suhu harus dikontrol terus menerus. b. Kelembaban relatif (RH) udara pengering Kelembaban relatif menentukan kemampuan udara pengering untuk menampung kadar air bahan yang telah diuapkan. Jika RH semakin rendah maka
4 9 semakin banyak uap air yang diserap udara pengering, demikian juga sebaliknya. RH dan suhu pengering akan menentukan tekanan uap jenuh. Perbedaan tekanan uap air pada udara pengering dan permukaan bahan akan mempengaruhi laju pengeringan. Untuk proses pengeringan yang baik diperlukan RH yang rendah sesuai dengan kondisi bahan yang akan dikeringkan. c. Kecepatan aliran udara pengering Aliran udara pada proses pengeringan berfungsi membawa panas untuk menguapkan kadar air bahan serta mengeluarkan uap air hasil penguapan tersebut. Uap air hasil penguapan bahan dengan panas harus segera dikeluarkan agar tidak membuat jenuh udara pada permukaan bahan, yang akan mengganggu proses pengeringan. Semakin besar volume udara yang mengalir maka akan semakin besar kemampuannya dalam membawa dan menampung air dari permukaan bahan. d. Kadar air bahan Keragaman kadar air awal bahan sering dijumpai pada proses pengeringan dan hal ini juga menjadi suatu masalah. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi masalah ini adalah dengan mengurangi ketebalan tumpukan bahan yang dikeringkan, mempercepat aliran udara pengering, menurunkan suhu udara pengering dan dilakukan pengadukan bahan. Kadar air akhir bahan merupakan tujuan akhir proses pengeringan, besarnya kadar air akhir akan menentukan lamanya proses pengeringan berlangsung. Menurut Brooker et al. (1974), Kadar air dapat dinyatakan dalam dua cara, yaitu kadar air basis basah (M w ) dan kadar air basis kering (M). Untuk dipasarkan biasanya kadar air biji-bijian ditentukan berdasarkan basis basah, sementara kadar air basis kering sering digunakan dalam perhitungan-perhitungan engineering. Untuk menghitung kadar air biji-bijian digunakan Persamaan (5) dan (6)....(5)...(6) Pada proses pengeringan sering dijumpai adanya variasi kadar air dari bijibijian yang dikeringkan. Variasi kadar air ini dipengaruhi oleh ketebalan tumpukan biji-bijian, kelembaban nisbi udara pengering, dan kadar air biji-bijian
5 10 itu sendiri. Brooker et al. (1974) mengemukakan bahwa variasi kadar air bijibijian yang dikeringkan dapat dikurangi dengan cara (1) menipiskan tumpukan biji-bijian, (2) menggunakan kecepatan aliran udara tinggi, (3) mempertahankan suhu udara pengering tetap rendah, dan (4) melakukan pengadukan. Kerusakan fisik dan kimia biji-bijian dapat terjadi akibat pengeringan pada suhu udara pengering yang melebihi batas suhu udara pengering yang diizinkan untuk setiap jenis biji-bijian seperti ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1 Suhu udara pengering beberapa jenis biji-bijian menurut tujuan penggunaannya No Jenis biji-bijian Suhu udara pengering maksimum ( o C) Benih Dipasarkan Makanan ternak 1 Tongkol jagung Biji jagung Wheat Oats Barley Butir sorgum Kacang kedelai Padi Sumber : Hall (1970) Aliran Udara Pengeringan Pada proses pengeringan, udara berfungsi sebagai pendistribusi panas untuk menguapkan kandungan air dari biji-bijian dan mengeluarkan uap air tersebut. Menurut Soemartono (1968), suhu udara dan kecepatan aliran udara pengering berpengaruh penting terhadap proses pengeringan. Air yang dikeluarkan dalam bentuk uap harus segera dipindahkan dan dijauhkan dari biji-bijian sehingga tidak menyebabkan udara jenuh pada permukaan biji-bijian yang dapat memperlambat pengeluaran air selanjutnya. Aliran udara yang cepat akan membawa uap air dari permukaan biji-bijian dan mencegah penjenuhan udara disekitar permukaan bijibijian. Volume udara yang lebih besar dapat menampung dan membawa uap air lebih banyak. Semakin kering udara maka akan semakin cepat pula proses pengeringan yang terjadi. Udara kering dapat menampung uap air lebih banyak dari pada udara lembab. Tekanan statik aliran udara pengering yang melalui tumpukan biji-bijian akan memiliki nilai yang berbeda pada saat udara pengering masuk dan keluar tumpukan biji-bijian. Perbedaan tekanan statik ini disebabkan
6 11 oleh adanya gesekan antara udara pengering dengan biji-bijian dan pengaruh turbulensi aliran udara pengering. Brooker et al. (1974) mengemukakan bahwa tekanan statik aliran udara pengering yang melalui tumpukan bebijian tergantung pada: (a) kecepatan aliran udara pengering, (b) karakteristik bentuk dan permukaan bebijian, (c) jumlah, ukuran dan konfigurasi ruang antar bebijian, (d) variasi ukuran bebijian dan (e) tebal tumpukan bebijian. Faktor lain yang dapat mempengaruhi tekanan statik aliran udara pengering adalah prosentase lubang lantai ruang pengering dan panjang pipa penyalur udara pengering (Hall & Davis 1979). Kebutuhan volume aliran udara pengering untuk biji-bijian menurut cara pengeringan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Kebutuhan volume aliran udara pengering pada berbagai cara pengeringan. Volume aliran udara Cara pengeringan (m 3 /m 3 det) Aerasi 2.67 x 10-4 Tempering Udara pengering tanpa pemanasan Tumpukan tipis Udara pengering dengan pemanasan Sumber : Brooker et al. (1974) Karakteristik Pengeringan Jagung Brooker et al. (1992) mengemukakan suatu persamaan untuk konstanta pengeringan jagung yang diambil dari persamaan Pabis dan Henderson (1961) yaitu: (7) dimana k dalam (dtk -1 ) dan T dalam ( o R). Kadar air keseimbangan (equilibrium moisture content) merupakan kadar air minimum yang dapat dicapai pada kondisi udara pengeringan yang tetap atau pada suhu dan kelembaban relatif yang tetap. Suatu bahan dalam keadaan setimbang apabila laju kehilangan air dari bahan ke udara sekelilingnya sama dengan laju penambahan air ke bahan dari udara di sekelilingnya. Kadar air pada keadaan setimbang disebut juga dengan kadar air keseimbangan atau keseimbangan higroskopis (Henderson & Perry 1979).
7 12 Salah satu persamaan kadar air keseimbangan pada jagung pipilan adalah persamaan Henderson termodifikasi (Brooker et al. 1992) yaitu: 1 exp (8) (9) dimana Me adalah kadar air keseimbangan basis kering, T adalah suhu mutlak udara ( o C) dan RH adalah kelembaban nisbi. Apabila persamaan di atas digunakan untuk kondisi udara alami yang umum di Indonesia, sebagai contoh pada suhu 30 o C dan RH 70%, maka nilai kadar air keseimbangan jagung pipilan yang diperoleh adalah 16.0% b.k. Tabel 3 menyajikan beberapa nilai yang diuji pada studi pendahuluan. Dari tabel tersebut, dapat dilihat bahwa udara alami tanpa pemanasan mempunyai potensi untuk menurunkan kadar air jagung pipilan sampai 13.8%b.k. Kadar air ini sudah memadai untuk penyimpanan dalam waktu yang cukup lama. Tabel 3 Hasil perhitungan kadar air berdasarkan Persamaan (8) T ( o C) RH (%) Me (%b.k) Penggunaan udara lingkungan tanpa pemanasan sebagai udara pengering telah diuji di Korea selama empat tahun (Kim et al. 1989). Kondisi udara lingkungan yang digunakan mempunyai suhu udara rata-rata o C dengan RH rata-rata berkisar antara %. Dengan kondisi tersebut sebanyak kg gabah dapat dikeringkan dari kadar air awal % sampai kadar air akhir % Sorpsi Isotermi Sorpsi isotermi adalah suatu plot kadar air keseimbangan terhadap kelembaban relatif pada suatu temperatur tertentu. Isotermi yang diperoleh dengan memaparkan padatan pada udara yang kelembabannya meningkat dikenal dengan isotermi adsorpsi, sedangkan isotermi yang diperoleh dengan memaparkan
8 13 padatan pada udara yang kelembabannya menurun dikenal dengan isotermi desorpsi. Isotermi desorpsi merupakan perhatian utama pengeringan karena kadar air padatan menurun secara progresif. Kebanyakan bahan yang dikeringkan menunjukkan hysterisiss dimana kedua isotermi tersebut tidak samaa sebangun (Devahastin 2000). Gambar 2 menunjukkan bentuk umumm isotermi sorpsi tipikal. Bentuk tersebut dicirikan oleh tiga wilayah secara tegas, A, B dan C, yang merupakan pertanda mekanisme pengikatan air yang berbeda pada tempat terpisah dalam matrik padatan. Pada wilayah A, air terikat kuat pada tempat tersebutt dan tidak dapat digunakan untuk reaksi. Padaa wilayah ini, terutama terdapat adsorpsi lapis tunggal uap air dan tidak tampak perbedaan tegas antara isotermi adsorpsi dan desorpsi. Pada wilayah B, air terikat lebih longgar. Penurunan tekanan uap air hingga di bawah tekanan keseimbangan uap air pada suhu yang sama adalah karena air tersebut terkurung dalam kapiler yang lebih kecil. Air dalam wilayah C bahkan terikat lebih longgar dalam kapiler yang lebih besar, air ini dapat digunakan untuk reaksi dan sebagai pelarut (Devahastin 2000). Gambar 2 Sorpsi isotermi yang menunjukkan hysterisis Aktivitas Air Devahastin (2000) mengemukakan bahwaa dalam pengeringan bahan pangan atau pakan, ketersediaan air untuk pertumbuhan mikroorganisme, perkecambahan spora dan kontribusi dalam beberapa reaksi kimia, memerlukan perhatian penting. Hal ini dikarena aktivitas tersebut akan mengakibatkan kerusakan bahan. Aktivitas air didefinisikan sebagai perbandingan antara tekanan parsial air (p)
9 14 pada sistem padatan basah terhadap tekanan keseimbangan uap air (p w ) pada suhu yang sama, dalam persamaan dituliskan sebagai :... (10) atau,... (11) Daftar nilai a w minimum terukur untuk pertumbuhan mikroba dan perkecambahan spora disajikan pada Tabel 4. Jika a w diturunkan dibawah nilai ini dengan cara pengeringan atau dengan menambahkan agen pengikat seperti gula, gliserol atau garam, maka pertumbuhan mikroba dapat dihambat. Akan tetapi seharusnya penambahan tersebut tidak mempengaruhi aroma, rasa atau kriteria mutu lainnya, sehingga proses pengeringan merupakan solusi yang baik untuk menurunkan a w pada bahan pangan dengan kadar air tinggi. Tabel 4 Aktivitas air (a w ) minimum untuk pertumbuhan mikroba dan perkecambahan spora Mikroorganisme Aktivitas air Organisme penghasil lendir pada daging 0.98 Spora Pseudomonas, Bacillus cereus 0.97 Spora B.subtilis, C.botulinum 0.95 C.Botulinum, Salmonela 0.93 Bakteri pada umumnya 0.91 Ragi pada umumnya 0.88 Aspergillus niger 0.85 Jamur pada umumnya 0.80 Bakteri halofolik 0.75 Jamur Xerofilik 0.65 Ragi Osmifilik 0.62 Sumber : Brockmann 1973 dalam Devahastin Penyimpanan Penyimpanan adalah suatu cara pengamanan yang selalu berkaitan dengan waktu. Hasil pertanian terutama bebijian selama penyimpanan masih mengalami proses respirasi karena bahan tersebut masih hidup. Proses respirasi merupakan proses produksi energi yang digunakan oleh sel-sel tanaman, pada proses respirasi terjadi pemindahan energi dari ikatan kimia dalam bahan kepada ikatan kimia Adenosin Tri Phospat (ATP) yang berenergi tinggi dan langsung digunakan dalam proses kehidupan (Suseno 1974). Menurut Hall (1970), air dan panas yang dihasilkan dari proses respirasi akan menaikkan kadar air bahan dan suhu,
10 15 sehingga laju respirasi meningkat. Kadar air dan panas hasil respirasi membuat kondisi yang baik bagi pertumbuhan kapang. Wijandi (1988) mengemukakan bahwa penyimpanan dimaksudkan untuk menjaga dan mempertahankan mutu komoditi yang disimpan dengan jalan menghindari, mengurangi atau menghilangkan berbagai faktor yang dapat mengurangi mutu komoditi yang disimpan. Menurut Soesarsono (1977), penyimpanan dapat dibagi dalam berbagai tahapan/kelompok antara lain: berdasarkan perjalanan hasil panen, waktu, tempat, modifikasi udara dan berdasarkan teknologi. Dalam penyimpanan berdasarkan perjalanan hasil panen, dikenal penyimpanan tingkat panen, tingkat petani, tingkat pengumpul, tingkat penyalur, transit, tingkat pengecer dan tingkat konsumen. Berdasarkan waktu dilakukan penyimpanan jangka panjang, jangka menengah, jangka pendek, transit dan penyimpanan panjang. Penyimpanan berdasarkan tempat digolongkan menjadi penyimpanan di atas atmosfer, di dalam tanah, di udara dan di bawah permukaan air. Berdasarkan modifikasi udara dikenal penyimpanan alami, penyimpanan atmosfir yang dimodifikasi (modified atmosfer storage) dan penyimpanan atmosfr yang dikendalikan (control atmosfer storage). Sedangkan berdasarkan teknologi, penyimpanan dapat digolongkan menjadi penyimpanan tradisional dan penyimpanan modern. Cara penyimpanan modern merupakan pengembangan dari penyimpanan tradisional. Menurut Wiliam (1991), ada beberapa faktor yang berpengaruh pada penyimpanan biji-bijian antara lain: tipe dari bebijian, periode penyimpanan, metode penyimpanan, suhu lingkungan, kadar air bahan, kandungan bahan asing, proteksi fisik dan kelembaban relatif. Jagung dapat disimpan dalam beberapa cara seperti curah (pipilan), kemas (pipilan) dan gantung (dengan tongkol). Berdasarkan pengaruh udara lingkungan pada kondisi penyimpanan, penyimpanan dapat dibedakan menjadi penyimpanan udara bebas dan penyimpanan rapat udara (Thahir et al. 1988). Penyimpanan udara bebas adalah penyimpanan yang dilakukan pada kondisi udara bebas dengan suhu kamar, pada kondisi ini lingkungan berpengaruh langsung terhadap proses penyimpanan. Sistem penyimpanan udara bebas kurang menguntungkan bagi biji dengan kadar air awal rendah pada daerah dengan
11 16 kelembaban yang tinggi, karena kadar air biji akan naik menyesuaikan dengan kelembaban udara lingkungan. Kerusakan akan tetap terjadi meskipun telah diterapkan persyaratan penyimpanan yang cukup baik (Thahir et al. 1988). Penyimpanan rapat udara merupakan sistem penyimpanan dengan prinsip membatasi dampak negatif dari udara lingkungan sehingga laju kerusakan dapat dihambat. Penyimpanan ini juga sering disebut penyimpanan kedap udara. Tujuan dari sistem penyimpanan tersebut adalah untuk memperpanjang daya simpan. Kerusakan butir bijian terjadi karena kegiatan biologis hama, kapang dan bakteri. Kegiatan biologis berupa pernafasan dapat dihambat dengan cara kemasan diisi biji penuh, kadar air butiran rendah pada awal penyimpanan, digunakan wadah dengan sistem kedap udara. Tingkat pernafasan dapat dihambat dengan cara pemberian CO 2, pengurangan O 2. Keuntungan dari sistem penyimpanan ini memperpanjang daya simpan jagung dari tiga bulan menjadi paling sedikit 12 bulan, serta tidak membutuhkan insektisida dan fungisida, yang diperlukan adalah kadar air yang rendah (Thahir et al. 1988) Pengaruh Kadar Air terhadap Penyimpanan Dalam mencegah kerusakan selama masa penyimpanan, pengendalian kadar air merupakan faktor terpenting. Pengendalian kadar air adalah faktor yang paling mudah dan murah sebelum dilakukan penyimpanan terhadap bahan. Perkembangan kapang dapat ditekan dengan adanya pengurangan kadar air selama penyimpanan (Wiliam 1991). Pengeringan yang berlanjut dengan menggunakan sinar matahari dapat menyebabkan biji-bijian retak dan kehilangan daya hidupnya (Covanic 1991 dalam Dharmaputra et al. 1997). Selama masa penyimpanan kadar air bahan pangan akan bergerak menuju kadar air keseimbangan. Henderson dan Perry (1976) mengemukakan bahwa kadar air keseimbangan terjadi pada saat biji-bijian tidak lagi menyerap atau melepaskan uap air. Pengeringan mekanis untuk menurunkan kadar air sampai 14% selama 2.5 hari efektif untuk mengontrol aflatoksin pada jagung yang diproduksi pada musim hujan. Untuk menghemat biaya, pengeringan mekanis dipadukan dengan metode pengeringan field drying, yaitu dengan membiarkan jagung tetap di pohon meskipun jagung tersebut telah siap panen. Perlakuan ini dimaksudkan untuk
12 17 mencapai titik keseimbangan dengan kelembaban relatif. Di Thailand selama musim hujan menggunakan field drying selama 1 sampai 4 minggu efektif mengeringkan jagung dari kadar air >26% menjadi 18 22%, juga menjaga dari kerusakan fisik serta mengontrol aflatoksin (Negler et al. 1986) Kelembaban dan Suhu Penyimpanan Chikubu (1974) mengemukakan bahwa kelembaban dan suhu ruang merupakan faktor lingkungan yang penting dalam penyimpanan. Kelembaban lebih berperan dalam menentukan mutu bahan dan proses kerusakan selama penyimpanan. Kelembaban akan mempengaruhi kadar air bahan, dan kadar air bahan juga selalu dipengaruhi oleh kelembaban ruangan, sehingga terjadi suatu keseimbangan. Selain itu suhu ruangan juga sangat menentukan tingkat keseimbangan kelembaban dengan kadar air tersebut. Batas suhu dan kadar air aman pada penyimpanan biji-bijian dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3 Batas-batas suhu dan kadar air yang aman pada penyimpanan biji-bijian (Hall 1970) Kelembaban ruangan, suhu dan kadar air bahan selain mempengaruhi aktifitas di dalam bahan juga akan mempengaruhi kegiatan hidup organisme perusak. Setiap organisme perusak memerlukan syarat hidup tertentu sehingga dapat tumbuh dan berkembang biak dengan baik. Soesarsono (1977) mengemukakan bahwa pada umumnya aktivitas serangga tidak dipengaruhi oleh
13 18 kelembaban, tetapi dipengaruhi oleh perubahan suhu. Sedangkan jamur dipengaruhi oleh kadar air dan relatif tidak terpengaruh oleh suhu. Menurut Hall (1970), kondisi yang sesuai untuk mencegah kerusakan selama penyimpanan dan perdagangan adalah pada kelembaban sebesar 70%. Pada kelembaban 70% dan suhu 27 o C jagung memiliki kadar air keseimbangan 13.5%. Selanjutnya dijelaskan bahwa suhu yang tinggi (berkisar antara o C) akan mempercepat kehidupan organisme, disamping itu reaksi kimia juga akan meningkat karena peningkatan suhu. Kenaikan suhu bahan juga disebabkan oleh kegiatan respirasi, aktifitas serangga, aktifitas kapang dan bakteri Hubungan Antara Penyimpanan dan Kerusakan Bahan Pakan Menurut Francis dan Wood (1982), kondisi lingkungan yang berpengaruh pada penyimpanan adalah suhu dan kelembaban relatif, dan hanya terpengaruh kecil oleh oksigen dan cahaya. Suhu dan kelembaban relatif tidak hanya berpengaruh terhadap laju perubahan kimia tapi juga berpengaruh pada perkembangan serangga dan kapang. Perubahan kimia berhubungan erat dengan aktivitas kapang dan serangga. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Perubahan biologi dan kimia pada pakan konsentrat Kadar air (%) RH pada o C (%) Aktivitas Biologis Aktivitas Kimia < 8 30 Tidak nyata oksidasi lemak, peningkatan peroksida >60 Serangan serangga Serangan serangga Peningkatan asam urat Reaksi Maillard Serangan serangga Pertumbuhan kapang Serangan serangga Pertumbuhan kapang Produksi mikotoksin Peningkatan produksi mikotoksin > 25 - Pertumbuhan bakteri Sumber : Francis dan Wood (1982) Kehilangan fisik dan depolimerisasi pati dan protein Persyaratan Mutu Jagung Persyaratan mutu jagung untuk perdagangan menurut SNI dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu persyaratan kualitatif dan persyaratan kuantitatif (Kristanto 2007). Persyaratan kualitatif jagung meliputi: 1. Produk harus terbebas dari hama dan penyakit.
14 19 2. Produk terbebas dari bau busuk maupun zat kimia lainnya (berupa asam). 3. Produk harus terbebas dari bahan dan sisa-sisa pupuk maupun pestisida. 4. Memiliki suhu normal. Sedangkan persyaratan kuantitatif jagung dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Persyaratan mutu jagung No Komponen Utama Persyaratan Mutu (% Maks) I II III IV 1 Kadar air Butir rusak Butir warna lain Butir pecah Kotoran Sumber: SNI dalam Kristanto, 2007 Standar Mutu jagung yang digunakan untuk bahan baku pakan meliputi zat makanan dan kandungan bahan berbahaya/racun serta kemurnian, standar tersebut dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Standar mutu jagung bahan baku pakan ternak No Komponen Persyaratan 1 Kadar air (maksimum) % Kadar protein kasar (minimum) % Kadar serat kasar (maksimum) % Kadar abu (maksimum) % Kadar lemak (minimum) % Mikotoksin: a) Aflatoksin (maksimum) ppb b) Okratoksin (maksimum) ppb Butir pecah (maksimum) % Warna lain (maksimum) % Benda asing (maksimum) % Kepadatan minimum kg/m Sumber: SNI Untuk dijadikan benih, biji jagung hibrida harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: Tabel 8 Spesifikasi persyaratan mutu benih jagung hibrida di laboratorium No Komponen Persyaratan (%) 1 Kadar air (maksimum) Benih murni (minimum) Daya berkecambah (minimum) Kotoran Benih (maksimum) 2.0 Sumber: SNI
15 Perkembangan Penelitian In-Store Dryer Gagasan yang mutakhir mengenai proses penyimpanan yang disatukan dengan pengeringan telah banyak dilakukan dengan berbagai bentuk bangunan maupun metode pengeringan dan penyimpanannya. Di beberapa negara ASEAN yang beriklim tropis dan sub-tropis, telah berkembang penelitian serta percobaan untuk mengetahui sejauh mana sistem penyatuan proses pengeringan dan penyimpanan dapat mengurangi susut bahan pascapanen. Koto (1983) telah melakukan penelitian mengenai penyimpanan dalam silo besi kedap udara. Penelitian menggunakan gabah sebagai bahan uji ini bertujuan untuk melihat perubahan kadar air selama penyimpanan akibat pengaruh fluktuasi suhu udara dan radiasi sinar surya. Percobaan menggunakan gabah varietas bolon, yang disimpan dalam silo besi dengan diameter 150 cm dan tinggi 100 cm, yang diletakkan pada udara terbuka sehingga dinding silo dapat terkena sinar matahari langsung. Hasil pengamatan selama 100 hari penyimpanan menunjukkan adanya perbedaan kadar air antara hasil perhitungan sebesar 0.62% dan hasil pengamatan sebesar 0.58%. Pada lokasi pusat lapisan bawah silo dan di lokasi sepanjang 5 cm dari dinding terjadi penurunan kadar air sebesar 3%. Selama penyimpanan tidak terjadi perubahan warna beras, sementara peningkatan butir retak paling banyak terjadi di sekitar dinding dan paling sedikit pada lokasi pusat silo. Peningkatan populasi kapang sangat kecil dan pengaruhnya tidak nyata terhadap mutu beras. Beberapa percobaan modifikasi lumbung pengering telah dibuat oleh Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta dan Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian di Serpong. Soemangat et al. (1987) melakukan studi implementasi pengering tipe lahat dalam tanah untuk jagung. Karakteristik utama alat ini adalah; (a) berukuran 4.6 m x 2.1 m x 1.8 m, terdiri atas ruang piramida, tungku, plenum, cerobong dan atap, (b) kapasitas pengering 1 ton, (c) waktu pengeringan 13 jam pada suhu 68 o C untuk menurunkan kadar air dari 35% menjadi 17% basis basah, (d) beroperasi pada malam hari dan musim hujan pada suhu lingkungan 24 o C dan RH 96%. Pengering ini pertama kali dikembangkan oleh SUCA (Silliman University College of Agriculture) pada tahun 1984 di Afrika.
16 21 Lumbung pengering bahan bakar non-konvensional IRRI (Harlos et al. 1983) dikembangkan lebih lanjut oleh Jeon et al. (1983), dengan kapasitas pengeringan 8 ton/proses dapat mengeringkan gabah dari kadar air 20% menjadi 14% basis basah selama 6-12 jam pada suhu o C dan laju hisapan udara sebesar 9.83 m 3 / m 3 /mnt. Komar (1988) meneliti sebuah alat penyimpan sekaligus pengering berupa sebuah sistem lumbung pengering gabah bahan bakar sekam. Penelitian ini menghasilkan suatu bangunan lumbung berukuran 3 m x 2 m x 3 m yang dapat menghasilkan antara lain: suhu udara panas o C, RH %, laju aerasi 3.09 x 10-3 kg/dtk selama pengeringan dan suhu udara ruangan o C, RH % dengan laju aerasi 1.12 x 10-4 kg/dtk selama penyimpanan. Lumbung dengan muatan 500 kg gabah ini dapat menurunkan kadar airnya dari 27.63% basis kering menjadi 15% b.k dalam jangka waktu 36 jam, dengan konsumsi bahan bakar selama pengeringan adalah 3.3 kg/jam, efisiensi panas tungku yang digunakan adalah 60%. Percobaan penyimpanan gabah dalam lumbung selama dua bulan, dengan memanfaatkan panas surya yang dipindahkan melalui atap seng gelombang ke ruang lumbung untuk menurunkan dan mempertahankan kadar air gabah. Penyimpanan ini menghasilkan indeks kerusakan antara 1-5 dan susut bahan kering antara 1-1.5, dari nilai indeks tersebut lumbung dapat digunakan untuk penyimpanan gabah jangka panjang. Widodo et al. (1994) di BBP MEKTAN Serpong melakukan analisis teknis dan ekonomis pada pengering padi dengan menggunakan Drying and Storage System (DS System). DS Sytem tersebut terdiri dari 8 kotak pengering, motor penggerak dan kipas penghembus. Pengering ini mampu mengeringkan gabah dari kadar air % b.b menjadi 11.4% b.b dalam waktu 16 jam, dengan laju pengeringan 0.98% per jam. Kelima model pengering dan penyimpan tersebut masih memanfaatkan mekanisme pindah panas konveksi alami dan aliran udara dengan sumber panas dari bahan bakar pada tungku maupun sinar matahari.
17 Teknik Simulasi Computational Fluid Dynamics (CFD) Computational Fluid Dynamics (CFD) adalah suatu analisis sistem yang meliputi aliran fluida, perpindahan panas dan fenomena lain seperti reaksi kimia yang menggunakan simulasi dengan bantuan software komputer. CFD telah dikenal sejak tahun 1960-an untuk mendisain mesin jet dan aircraft. Perkembangan selanjutnya metoda ini digunakan untuk mendisain mesin pembakaran internal, tabung pembakaran dalam turbin gas dan tungku, kendaraan bermotor dan aliran udara yang menyelimuti casing mobil. Metode CFD menggunakan analisa numerik yaitu kontrol volume sebagai elemen dari integrasi persamaan-persamaan yang terdiri dari persamaan keseimbangan massa, momentum dan energi (Versteeg & Malalasekera 1995). Wulandani (2005) telah menggunakan teknik CFD untuk mensimulasi udara pengering pada pengeringan ERK tipe rak. Dalam riset ini dilakukan analisis distribusi aliran udara yang mencakup kecepatan, suhu dan RH serta dilanjutkan dengan melakukan validasi model tersebut terhadap hasil percobaan. Analisis ini penting untuk mengoptimisasikan bentuk saluran udara yang harus didisain untuk menyeragamkan aliran udara pada pengering, sehingga diperoleh keseragaman kadar air yang berarti juga keseragaman kualitas biji. Dalam CFD, pola aliran udara digambarkan secara kuantitatif dalam besaran suhu dan kecepatan melalui persamaan diferensial berupa koordinat cartesian. Pemecahan secara matematik dalam CFD dilakukan melalui analisis numerik tiga dimensi dengan metode volume hingga melalui diskretisasi dan iterasi. Analisis distribusi dan simulasi suhu dan kecepatan udara pada ruangan ISD dalam CFD dapat dilakukan dengan menggunakan software gambit (meshing dan boundary condition) dan fluent (mendefinisikan model 3D, pemakaian energi, viscous model, jenis material dan sifat termofisik fluida, input nilai boundary condition, inisialisasi, iterasi dan visualisasi). Computational Fluid Dynamics (CFD) mengandung 3 komponen utama, yaitu : pre-processor, solver dan post-processror (Versteeg & Malalasekera 1995) Pre-processor Komponen pre-processor merupakan komponen input dari permasalahan aliran ke dalam program CFD dengan menggunakan interface yang memudahkan
18 23 operator, berfungsi sebagai transformer input berikutnya ke dalam bentuk yang sesuai dengan pemecahan oleh solver. Pada tahapan pre-processor, dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut: 1) mendefinisikan geometri daerah yang dikehendaki (perhitungan domain); 2) pembentukan grid (mesh) pada setiap domain; 3) pemilihan fenomena kimia dan fisik yang dibutuhkan; 4) menentukan sifat-sifat fluida (konduktivitas, viskositas, panas jenis, massa jenis dan sebagainya); 5) menentukan kondisi batas yang sesuai dengan keperluan. Ketepatan aliran dalam geometri yang dibentuk dalam CFD ditentukan oleh jumlah sel di dalam grid yang dibangun. Semakin besar jumlah sel, ketepatan atau ketelitian dari hasil pemecahan semakin baik. Mesh optimal tidak harus selalu seragam, dapat dilakukan dengan memperhalus mesh pada bagian yang memiliki variasi cukup besar dan semakin kasar untuk bagian yang relatif tidak banyak mengalami perubahan Solver Proses pada solver merupakan proses pemecahan secara matematika dalam CFD dengan software fluent Metode yang digunakan adalah metode volume hingga (finite volume) yang dikembangkan dari metode beda hingga (finite difference) khusus. Proses pemecahan matematika pada solver digambarkan sebagai diagram alir metode SIMPLE (Semi-Implicit Method for Pressure-Linked Equation) (Lampiran 6). Proses pemecahan matematika pada solver memiliki 3 tahapan yaitu: 1) aproksimasi aliran yang tidak diketahui dilakukan dengan menggunakan fungsi sederhana; 2) diskretisasi dengan mensubstitusi hasil aproksimasi ke dalam persamaan aliran disertai dengan manipulasi matematis; 3) penyelesaian persamaan aljabar. Pada proses solver, terdapat 3 persamaan atur aliran fluida yang menyatakan hukum kekekalan fisika, yaitu : 1) massa fluida kekal; 2) laju perubahan momentum sama dengan resultansi gaya pada partikel fluida (Hukum II Newton); 3) laju perubahan energi sama dengan resultansi laju panas yang ditambahkan dan laju kerja yang diberikan pada partikel fluida (Hukum I Termodinamika).
19 24 Hukum Kekalan Massa 3 Dimensi Steady State Keseimbangan massa untuk elemen fluida dinyatakan sebagai berikut: laju kenaikan massa dalam elemen fluida = laju net aliran massa ke dalam elemen terbatas. Adapun bentuk matematis dapat ditulis sebagai berikut (Versteeg & Malalasekera 1995) : 0... (12) Persamaan (10) merupakan persamaan kontinyuitas untuk fluida. Ruas kiri menggambarkan laju netto massa keluar dari elemen melewati batas dan dinyatakan sebagai faktor konveksi. Persamaan Momentum 3 Dimensi Steady State Persamaan momentum dikembangkan dari persamaan Navier-Stokes dalam bentuk yang sesuai dengan metode finite volume (Versteeg & Malalasekera 1995) sebagai berikut : Momentum arah x: Momentum arah y : Momentum arah z:... (13)... (14)... (15) Persamaan Energi 3 Dimensi Steady State Persamaan energi diturunkan dari Hukum I Termodinamika (Versteeg & Malalasekera 1995) yang menyatakan bahwa : laju perubahan energi partikel fluida = laju penambahan panas ke dalam partikel fluida ditambahkan dengan laju kerja yang diberikan pada partikel. Secara matematika dapat ditulis sebagai berikut :
20 25 Persamaan state:... (16) Kecepatan fluida selalu mencari keseimbangan secara termodinamika, kecuali adanya gangguan. Jika digunakan variabel ρ dan p, maka persamaan state untuk p dan i (Versteeg & Malalasekera 1995) adalah sebagai berikut :,... (17),... (18) Untuk gas ideal, dimana : dan Post-processor Post-processor merupakan tahapan akhir dari simulasi CFD, tahap ini berupa penampilan hasil yang diperoleh dari proses sebelumnya dalam preprocessor dan solver. Tampilan tersebut dapat berupa: a) tampilan geometri domain dan grid; b) plot vektor; c) plot permukaan 2 dan 3 dimensi; d) pergerakan partikel; e) manipulasi pandangan; f) output warna. 2.5 Model Pengeringan Tumpukan (Deep Bed Drying) Brooker et al. (1992) mengemukakan bahwa suatu model pengeringan tumpukan diturunkan berdasarkan keseimbangan panas dan massa. Menurut Sharp (1982) dalam Napitupulu (1993), ada beberapa model pengeringan lapis tebal yang dapat digunakan untuk menggambarkan kondisi pengeringan tumpukan diantaranya adalah: model keseimbangan, model logaritmik dan model persamaan differensial parsial. Nugroho (1986) mengemukakan bahwa hasil simulasi yang didapatkan dengan model differensial parsial lebih mendekati hasil percobaan dibandingkan dengan model keseimbangan. Suatu model persamaan differensial parsial merupakan analisis keseimbangan kalor dan massa melalui kontrol volume seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.
21 26 Gambar 4 Elemen pada bak (Bala 1997) Menurut Brooker et al. (1992), untuk mempermudah penyelesaian dari persamaan pengeringan yang ada, beberapa asumsi digunakan untuk menurunkan persamaan model tersebut yaitu: 1) selama proses pengeringan, penciutan volume bahan biji-bijian diabaikan, 2) gradien temperatur dalam setiap bahan diabaikan, 3) konduksi antar biji-bijian diabaikan, 4) aliran udara bersifat plug type dan konstan, 5) / dan / dapat diabaikan terhadap / dan /, 6) dinding alat pengering bersifat adiabatis selama proses pengeringan dan kapasitas panasnya diabaikan, dan 7) kapasitas panas uap air dan biji-bijian dianggap tetap selama pengeringan. Bala (1997), juga mengemukakan beberapa asumsi untuk penurunan persamaan deep bed drying, antara lain: a) aliran udara satu dimensi, b) tidak ada kehilangan panas tegak lurus aliran udara, c) kehilangan panas konduksi di dalam bak diabaikan, d) panas spesifik bijian kering, moisture dan udara konstan, e) panas laten penguapan dipengaruhi oleh moisture content, f) penyusutan bijian di dalam bak dipengaruhi oleh moisture content, g) bulk density bijian dipengaruhi oleh penyusutan, h) kontribusi (dh/dt) dan (dt a /dt) diabaikan. Dari parameter keseimbangan entalpi dan massa pada elemen bak yang ditunjukkan pada Gambar 4, ada empat parameter yang belum ditentukan dalam model ini, yaitu: a) kadar air biji-bijian (M), b) kelembaban mutlak udara (H), c) suhu udara pengering (T) dan d) suhu bahan biji-bijian (T g ). Berdasarkan asumsi-asumsi di atas, Bala (1997) menurunkan persamaan model matematis diferensial parsial tipe bak, meliputi: a) keseimbangan massa, b) laju pengeringan, c) keseimbangan panas dan d) laju perpindahan panas.
22 Keseimbangan Massa Dalam unit waktu tertentu, aliran uap air yang masuk ke dalam elemen bak dituliskan sebagai dan keluar sebagai. Selisih antara keduanya adalah uap air yang bertambah ke udara dari bijian. Sehingga dalam unit waktu tertentu dituliskan sebagai:...(19) Dengan menggunakan deret Taylor untuk H dan dengan mengabaikan semua batasan dz 2, maka Persamaan (19) ditulis menjadi :...(20)...(21) Persamaan (21) jika ditulis dalam bentuk finite difference adalah:...(22) dengan mengacu pada grid (Gambar 5) maka :...(23) Gambar 5 Grid finite different untuk persamaan deep bed drying
23 Laju Pengeringan Kadar air pada suatu lapis tipis biji-bijian sesuai dengan ekspresi persamaan lapis tipis yaitu:...(24) integrasi persamaan ini dari step 1 ke 2 pada Gambar 5 menjadi:...(25) sehingga bila t 2 -t 1 = Δt, maka: 1...(26) Persamaan (26) ditulis dalam page equation (Hall 1970; Van Rest & Isaacs 1968 dalam Bala 1997) maka: dimana :...(27) / /...(28) Keseimbangan Panas Perubahan entalpi udara = perpindahan panas konveksi ke bijian panas yang dibawa oleh uap ke udara. Panas yang masuk ke dalam elemen (z, z+dz) dalam suatu waktu tertentu adalah:...(29) dan panas yang keluar adalah:...(30) dari Persamaan (29) dan Persamaan (30)...(31)
24 29 dengan menggunakan deret Taylor, Persamaan (31) ditulis sebagai :...(32) subsitusi (dh/dz)= -(ρd/ga)(dm/dt):...(33) Persamaan (33) menjadi :...(34) jika / diasumsikan P dan T g konstan untuk interval Δz (Gambar 5), Persamaan (34) menjadi:...(35) integrasi step 2 ke 4 didapatkan:...(36) jika z 4 -z 2 =Δz, maka: 1...(37) Laju Perpindahan Panas Perubahan entalpi bijian = perpindahan panas konveksi ke bijian panas yang di supply untuk menguapkan uap air ke udara. Pada awal waktu dt, panas bijian adalah :...(38) dan pada t+dt adalah:...(39)
25 30 sehingga perubahan entalpi bijian:...(40) dengan menggunakan deret Taylor, Persamaan (40) menjadi :...(41) Persamaan (41) disusun ulang menjadi : Jika / /...(42) Diasumsikan P dan Q konstan terhadap waktu untuk interval dt, maka:...(43) Integrasi step 1 ke 2 (Gambar 5) didapatkan: / /...(44) jika t 2 - t 1 = Δt, maka Persamaan (44) dapat dituliskan : 1 /...(45) Model pengeringan tumpukan bebijian pada prinsipnya disusun dengan membagi tumpukan (lapisan tebal) menjadi beberapa lapisan tipis, keluaran dari lapisan sebelumnya merupakan masukan untuk lapisan berikutnya dan pada setiap lapisan diasumsikan bahwa suhu dan kadar air bebijian dalam kondisi seragam. Model persamaan differensial parsial biasanya digunakan untuk mempelajari pengeringan pada suhu tinggi. Tidak banyak model persamaan diferensial parsial yang memberikan hasil memuaskan untuk kondisi pengeringan dengan suhu rendah, kecepatan aliran udara rendah dan kedalaman bak cukup besar (Sharp 1982 dalam Napitupulu 1993).
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan utama dalam pascapanen komoditi biji-bijian adalah susut panen dan turunnya kualitas, sehingga perlu diupayakan metode pengeringan dan penyimpanan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA Nutrient Film Technique (NFT) 2.2. Greenhouse
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nutrient Film Technique (NFT) Nutrient film technique (NFT) merupakan salah satu tipe spesial dalam hidroponik yang dikembangkan pertama kali oleh Dr. A.J Cooper di Glasshouse
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengeringan Pengeringan merupakan proses pengurangan kadar air bahan sampai mencapai kadar air tertentu sehingga menghambat laju kerusakan bahan akibat aktivitas biologis
Lebih terperinciANALISIS DISTRIBUSI SUHU, ALIRAN UDARA, RH DAN KADAR AIR DALAM IN-STORE DRYER (ISD) UNTUK BIJI JAGUNG DISWANDI NURBA
ANALISIS DISTRIBUSI SUHU, ALIRAN UDARA, RH DAN KADAR AIR DALAM IN-STORE DRYER (ISD) UNTUK BIJI JAGUNG DISWANDI NURBA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
Lebih terperinciBAB IV KAJIAN CFD PADA PROSES ALIRAN FLUIDA
BAB IV KAJIAN CFD PADA PROSES ALIRAN FLUIDA IV. KAJIAN CFD PADA PROSES ALIRAN FLUIDA 4.1. Penelitian Sebelumna Computational Fluid Dnamics (CFD) merupakan program computer perangkat lunak untuk memprediksi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan penting sebagai bahan pangan pokok. Revitalisasi di bidang pertanian yang telah dicanangkan Presiden
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengujian Tanpa Beban Untuk mengetahui profil sebaran suhu dalam mesin pengering ERK hibrid tipe bak yang diuji dilakukan dua kali percobaan tanpa beban yang dilakukan pada
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Iklim Mikro Rumah Tanaman Daerah Tropika Basah
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Iklim Mikro Rumah Tanaman Daerah Tropika Basah Iklim merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perancangan bangunan. Sebuah bangunan seharusnya dapat mengurangi pengaruh iklim
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK PENGERINGAN LAPISAN TIPIS Menurut Brooker et al. (1974) terdapat beberapa kombinasi waktu dan suhu udara pengering dimana komoditas hasil pertanian dengan kadar
Lebih terperinciBAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hardware Sistem Kendali Pada ISD Pada penelitian ini dibuat sistem pengendalian berbasis PC seperti skema yang terdapat pada Gambar 7 di atas. Pada sistem pengendalian ini
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. RADIASI MATAHARI DAN SH DARA DI DALAM RMAH TANAMAN Radiasi matahari mempunyai nilai fluktuatif setiap waktu, tetapi akan meningkat dan mencapai nilai maksimumnya pada siang
Lebih terperinciPENDEKATAN TEORITIS. Pre-processor
PENDEKAAN EORIIS eknik Simulasi Menggunakan Computational Fluid Dnamics (CFD) Pola distribusi suhu dan kelembaban udara relatif (RH) pada suatu ruangan tertentu dapat dianalisis menggunakan CFD. Dalam
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. ditingkatkan dengan penerapan teknik pasca panen mulai dari saat jagung dipanen
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman jagung ( Zea mays L) sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia dan hewan. Jagung merupakan komoditi tanaman pangan kedua terpenting setelah padi. Berdasarkan urutan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KENTANG (SOLANUM TUBEROSUM L.) Tumbuhan kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan komoditas sayuran yang dapat dikembangkan dan bahkan dipasarkan di dalam negeri maupun di luar
Lebih terperinciANALISIS PENYEBARAN PANAS PADA ALAT PENGERING JAGUNG MENGGUNAKAN CFD (Studi Kasus UPTD Balai Benih Palawija Cirebon)
ANALISIS PENYEBARAN PANAS PADA ALAT PENGERING JAGUNG MENGGUNAKAN CFD (Studi Kasus UPTD Balai Benih Palawija Cirebon) Engkos Koswara Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Majalengka Email : ekoswara.ek@gmail.com
Lebih terperinciMEKANISME PENGERINGAN By : Dewi Maya Maharani. Prinsip Dasar Pengeringan. Mekanisme Pengeringan : 12/17/2012. Pengeringan
MEKANISME By : Dewi Maya Maharani Pengeringan Prinsip Dasar Pengeringan Proses pemakaian panas dan pemindahan air dari bahan yang dikeringkan yang berlangsung secara serentak bersamaan Konduksi media Steam
Lebih terperinciPengeringan Untuk Pengawetan
TBM ke-6 Pengeringan Untuk Pengawetan Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan
Lebih terperinciPANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG
PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG Oleh : Sugeng Prayogo BP3KK Srengat Penen dan Pasca Panen merupakan kegiatan yang menentukan terhadap kualitas dan kuantitas produksi, kesalahan dalam penanganan panen dan pasca
Lebih terperinciGambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Suhu Ruang Pengering dan Sebarannya A.1. Suhu Lingkungan, Suhu Ruang, dan Suhu Outlet Udara pengering berasal dari udara lingkungan yang dihisap oleh kipas pembuang, kemudian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama dalam penyimpanannya membuat salah satu produk seperti keripik buah digemari oleh masyarat. Mereka
Lebih terperinciBAB V. ALIRAN UDARA DALAM ALAT PENGERING ERK
BAB V. ALIRAN UDARA DALAM ALAT PENGERING ERK 5.1. PENDAHULUAN 5.1.1. Latar Belakang Kadar air merupakan salah satu parameter mutu yang perlu diperhatikan dalam mengeringkan produk. Masalah yang terjadi
Lebih terperinciTEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS
TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI Oleh : Ir. Nur Asni, MS Peneliti Madya Kelompok Peneliti dan Pengkaji Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian
Lebih terperinci1.1 Latar Belakang dan Identifikasi Masalah
BAB I PENDAHULUAN Seiring dengan pertumbuhan kebutuhan dan intensifikasi penggunaan air, masalah kualitas air menjadi faktor yang penting dalam pengembangan sumberdaya air di berbagai belahan bumi. Walaupun
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN
METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada musim kemarau yaitu bulan Mei sampai Juli 2007 berlokasi di Laboratorium Lapangan Bagian Ternak Perah, Departemen Ilmu
Lebih terperinciII TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Tanaman
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Tanaman Rumah tanaman merupakan suatu tempat tanaman untuk tumbuh dan berkembang dengan kondisi lingkungan mikro yang telah diatur agar mendekati kondisi yang optimum. Khusunya
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Batch Dryer, timbangan, stopwatch, moisturemeter,dan thermometer.
III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2013, di Laboratorium Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung B. Alat dan Bahan Alat yang
Lebih terperinciPETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG
PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG 1. DEFINISI Panen merupakan pemetikan atau pemungutan hasil setelah tanam dan penanganan pascapanen merupakan Tahapan penanganan hasil pertanian setelah
Lebih terperinciTEKNOLOGI PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN UNTUK MENINGKATKAN MUTU JAGUNG DITINGKAT PETANI. Oleh: Ir. Nur Asni, MS
TEKNOLOGI PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN UNTUK MENINGKATKAN MUTU JAGUNG DITINGKAT PETANI Oleh: Ir. Nur Asni, MS Jagung adalah komoditi penting bagi perekonomian masyarakat Indonesia, termasuk Provinsi
Lebih terperinciBAB 9. PENGKONDISIAN UDARA
BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA Tujuan Instruksional Khusus Mmahasiswa mampu melakukan perhitungan dan analisis pengkondisian udara. Cakupan dari pokok bahasan ini adalah prinsip pengkondisian udara, penggunaan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karet Alam Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet termasuk tanaman tahunan yang tergolong dalam famili Euphorbiaceae, tumbuh baik di dataran
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA A. RUMAH TANAMAN Rumah tanaman atau greenhouse di kawasan tropika basah berfungsi sebagai bangunan perlindungan tanaman baik pada budidaya tanaman dengan media tanam maupun dengan
Lebih terperinciV. PERCOBAAN. alat pengering hasil rancangan, berapa jenis alat ukur dan produk gabah sebagai
BAB V PERCOBAAN V. PERCOBAAN 5.1. Bahan dan alat Bahan dan peralatan yang digunakan dalam percobaan ini terdiri dari model alat pengering hasil rancangan, berapa jenis alat ukur dan produk gabah sebagai
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai Maret 2013 di
III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai Maret 2013 di Laboratorium Daya dan Alat Mesin Pertanian Jurusan Teknik Pertanian,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara yang dilalui garis khatulistiwa, negara kita Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara yang dilalui garis khatulistiwa, negara kita Indonesia memperoleh sinar matahari sepanjang tahun. Kondisi ini memberi peluang dan tantangan dalam usaha
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Beras adalah buah padi, berasal dari tumbuh-tumbuhan golongan rumputrumputan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beras adalah buah padi, berasal dari tumbuh-tumbuhan golongan rumputrumputan (gramineae) yang sudah banyak dibudidayakan di Indonesia sejak lama. Beras merupakan kebutuhan
Lebih terperinciMENENTUKAN JUMLAH KALOR YANG DIPERLUKAN PADA PROSES PENGERINGAN KACANG TANAH. Oleh S. Wahyu Nugroho Universitas Soerjo Ngawi ABSTRAK
112 MENENTUKAN JUMLAH KALOR YANG DIPERLUKAN PADA PROSES PENGERINGAN KACANG TANAH Oleh S. Wahyu Nugroho Universitas Soerjo Ngawi ABSTRAK Dalam bidang pertanian dan perkebunan selain persiapan lahan dan
Lebih terperinciPENYIMPANAN DAN PENGGUDANGAN PENDAHULUAN
PENYIMPANAN DAN PENGGUDANGAN PENDAHULUAN Kegunaan Penyimpangan Persediaan Gangguan Masa kritis / peceklik Panen melimpah Daya tahan Benih Pengendali Masalah Teknologi Susut Kerusakan Kondisi Tindakan Fasilitas
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISTIK PENGERINGAN LAPISAN TIPIS SINGKONG 4.1.1. Perubahan Kadar Air Terhadap Waktu Proses pengeringan lapisan tipis irisan singkong dilakukan mulai dari kisaran kadar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbeda dibandingkan sesaat setelah panen. Salah satu tahapan proses pascapanen
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penanganan pascapanen komoditas pertanian mejadi hal yang tidak kalah pentingnya dengan penanganan sebelum panen. Dengan penanganan yang tepat, bahan hasil pertanian
Lebih terperinciPengeringan. Shinta Rosalia Dewi
Pengeringan Shinta Rosalia Dewi SILABUS Evaporasi Pengeringan Pendinginan Kristalisasi Presentasi (Tugas Kelompok) UAS Aplikasi Pengeringan merupakan proses pemindahan uap air karena transfer panas dan
Lebih terperinciBAB 3. METODE PENELITIAN
BAB 3. METODE PENELITIAN Metode yang akan diterapkan dalam pelaksanaan penelitian diuraikan melalui pentahapan sebagai berikut: 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Bagian buah dan biji jarak pagar.
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Spesifikasi Biji Jarak Pagar Tanaman jarak (Jatropha curcas L.) dikenal sebagai jarak pagar. Menurut Hambali et al. (2007), tanaman jarak pagar dapat hidup dan berkembang dari dataran
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penanganan Pasca Panen Lateks Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang masih segar 35 jam setelah penyadapan. Getah yang dihasilkan dari proses
Lebih terperinciKAJI EKSPERIMENTAL SISTEM PENGERING HIBRID ENERGI SURYA-BIOMASSA UNTUK PENGERING IKAN
ISSN 2302-0245 pp. 1-7 KAJI EKSPERIMENTAL SISTEM PENGERING HIBRID ENERGI SURYA-BIOMASSA UNTUK PENGERING IKAN Muhammad Zulfri 1, Ahmad Syuhada 2, Hamdani 3 1) Magister Teknik Mesin Pascasarjana Universyitas
Lebih terperinciPrinsip proses pengawetan dengan penurunan kadar air pada bahan pangan hasil ternak. Firman Jaya
Prinsip proses pengawetan dengan penurunan kadar air pada bahan pangan hasil ternak Firman Jaya OUTLINE PENGERINGAN PENGASAPAN PENGGARAMAN/ CURING PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN
Lebih terperinciJURNAL RONA TEKNIK PERTANIAN ISSN : Analisis Sebaran Kadar Air Jagung Selama Proses Pengeringan dalam In-Store Dryer (ISD) Bogor
JURNAL RONA TEKNIK PERTANIAN ISSN : 2085-2614 JOURNAL HOMEPAGE : http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/rtp Analisis Sebaran Kadar Air Jagung Selama Proses Pengeringan dalam In-Store Dryer (ISD) Diswandi Nurba
Lebih terperincidengan optimal. Selama ini mereka hanya menjalankan proses pembudidayaan bawang merah pada musim kemarau saja. Jika musim tidak menentu maka hasil
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era Globalisasi perdagangan internasional memberi peluang dan tantangan bagi perekonomian nasional, termasuk didalamnya agribisnis. Kesepakatankesepakatan GATT, WTO,
Lebih terperinciPENGELOMPOKAN DAN PEMILIHAN MESIN PENGERING
PENGELOMPOKAN DAN PEMILIHAN MESIN PENGERING Tujuan Instruksional Khusus (TIK) Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa akan dapat mengelompokkan mesin pengeringan dan memilih mesin pengering berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi yang begitu pesat dewasa ini sangat mempengaruhi jumlah ketersediaan sumber-sumber energi yang tidak dapat diperbaharui yang ada di permukaan
Lebih terperinciPENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN
PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ALAT PENGKONDISIAN UDARA Alat pengkondisian udara merupakan sebuah mesin yang secara termodinamika dapat memindahkan energi dari area bertemperatur rendah (media yang akan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Suhu Udara Hasil pengukuran suhu udara di dalam rumah tanaman pada beberapa titik dapat dilihat pada Gambar 6. Grafik suhu udara di dalam rumah tanaman menyerupai bentuk parabola
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PENGERINGAN Pengeringan adalah proses pengurangan kelebihan air yang (kelembaban) sederhana untuk mencapai standar spesifikasi kandungan kelembaban dari suatu bahan. Pengeringan
Lebih terperinciFAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN PADA BIJI-BIJIAN
1 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN PADA BIJI-BIJIAN Kelompok biji-bijian meliputi : 1. kelompok serealia 2. kelompok kacang-kacangan Karakteristik biji-bijian yang erat kaitannya dengan penyimpanan
Lebih terperinciANALISA LAJU ALIRAN FLUIDA PADA MESIN PENGERING KONVEYOR PNEUMATIK DENGAN MENGGUNAKAN SIMULASI CFD
FLYWHEEL: JURNAL TEKNIK MESIN UNTIRTA Homepagejurnal: http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/jwl ANALISA LAJU ALIRAN FLUIDA PADA MESIN PENGERING KONVEYOR PNEUMATIK DENGAN MENGGUNAKAN SIMULASI CFD Imron
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Termal Kayu Meranti (Shorea Leprosula Miq.) Karakteristik termal menunjukkan pengaruh perlakuan suhu pada bahan (Welty,1950). Dengan mengetahui karakteristik termal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sirkulasi udara oleh exhaust dan blower serta sistem pengadukan yang benar
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini masih banyak petani di Indonesia terutama petani padi masih menggunakan cara konvensional dalam memanfaatkan hasil paska panen. Hal ini dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kaum Petani dengan kultur agraris khas pedesaan Indonesia bermukim di perumahan dengan bentuk bangunan yang mempunyai tata ruang dan tata letak sederhana. Hampir seluruh
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
27 HASIL DAN PEMBAHASAN Titik Fokus Letak Pemasakan Titik fokus pemasakan pada oven surya berdasarkan model yang dibuat merupakan suatu bidang. Pada posisi oven surya tegak lurus dengan sinar surya, lokasi
Lebih terperinciLampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas
LAMPIRAN 49 Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas 1. Jumlah Air yang Harus Diuapkan = = = 180 = 72.4 Air yang harus diuapkan (w v ) = 180 72.4 = 107.6 kg Laju penguapan (Ẇ v ) = 107.6 / (32 x 3600) =
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan. Metode pengawetan dengan cara pengeringan merupakan metode paling tua dari semua metode pengawetan yang ada. Contoh makanan yang mengalami proses pengeringan ditemukan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang sangat peting, selain padi dan gandum. Jagung juga berfungsi sebagai sumber makanan dan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Sumber : Esmay and Dixon (1986 )
TINJAUAN PUSTAKA Produksi Panas Hewan Dalam Kandang Ternak menghasilkan sejumlah panas metabolisme tergantung dari tipe ternak yaitu bobot badan, jumlah makanan yang dikonsumsi dan kondisi lingkungan mikro.
Lebih terperinciTeknologi Penyimpanan Jagung Oleh : Sri Sudarwati PENDAHULUAN
Teknologi Penyimpanan Jagung Oleh : Sri Sudarwati PENDAHULUAN Sampai saat ini mutu jagung di tingkat petani pada umumnya kurang memenuhi persyaratan kriteria mutu jagung yang baik, karena tingginya kadar
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan Pengeringan adalah proses mengurangi kadar air dari suatu bahan [1]. Dasar dari proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays) adalah tanaman semusim yang berasal dari Amerika
4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman jagung Jagung (Zea mays) adalah tanaman semusim yang berasal dari Amerika Tengah (Meksiko Bagian Selatan). Budidaya jagung telah dilakukan di daerah ini, lalu teknologi
Lebih terperinciSIMPULAN UMUM 7.1. OPTIMISASI BIAYA KONSTRUKSI PENGERING ERK
VII. SIMPULAN UMUM Berdasarkan serangkaian penelitian yang telah dilakukan dan hasil-hasil yang telah dicapai, telah diperoleh disain pengering ERK dengan biaya konstruksi yang optimal dan dapat memberikan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Penyusunan Buah Dalam Kemasan Terhadap Perubahan Suhu Penelitian ini menggunakan dua pola penyusunan buah tomat, yaitu pola susunan acak dan pola susunan teratur. Pola
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pompa adalah mesin yang mengkonversikan energi mekanik menjadi energi tekanan. Menurut beberapa literatur terdapat beberapa jenis pompa, namun yang akan dibahas dalam perancangan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Buah Mahkota Dewa
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Buah Mahkota Dewa 1. Perubahan Kadar Air terhadap Waktu Pengeringan buah mahkota dewa dimulai dari kadar air awal bahan sampai mendekati
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Pelet Daun Indigofera sp. Pelet daun Indigofera sp. yang dihasilkan pada penelitian tahap pertama memiliki ukuran pelet 3, 5 dan 8 mm. Berdasarkan hasil pengamatan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung
5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tapioka Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung tapioka mempunyai banyak kegunaan, antara lain sebagai bahan pembantu dalam berbagai industri.
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN
III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian serta di dalam rumah tanaman yang berada di laboratorium Lapangan Leuwikopo,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan bahan yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan fungsinya tidak pernah digantikan oleh senyawa lain. Sebuah molekul air terdiri dari sebuah atom
Lebih terperinciPENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING
PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING Bambang Setyoko, Seno Darmanto, Rahmat Program Studi Diploma III Teknik Mesin Fakultas Teknik UNDIP Jl. Prof H. Sudharto, SH, Tembalang,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruang Penyimpanan Penyimpanan adalah salah satu tindakan pengamanan yang bertujuan untuk mempertahankan dan menjaga kualitas produk. Penyimpanan pakan dalam industri
Lebih terperinciPrinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri
Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering
15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering Sebuah penelitian dilakukan oleh Pearlmutter dkk (1996) untuk mengembangkan model
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Df adalah driving force (kg/kg udara kering), Y s adalah kelembaban
TINJAUAN PUSTAKA Mekanisme Pengeringan Udara panas dihembuskan pada permukaan bahan yang basah, panas akan berpindah ke permukaan bahan, dan panas laten penguapan akan menyebabkan kandungan air bahan teruapkan.
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENYIMPANAN KOPI Penyimpanan kopi dilakukan selama 36 hari. Penyimpanan ini digunakan sebagai verifikasi dari model program simulasi pendugaan kadar air biji kopi selama penyimpanan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. tersedia di pasaran umum (Mujumdar dan Devhastin, 2001) Berbagai sektor industri mengkonsumsi jumlah energi berbeda dalam proses
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan peralatan pengering berlangsung seiring dengan tuntutan tingkat performansi alat yang tinggi dengan berbagai faktor pembatas seperti ketersediaan sumber
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA Pengasapan Ikan. Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengasapan Ikan Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan untuk mempertahankan daya awet ikan dengan mempergunakan bahan bakar kayu sebagai penghasil
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. menjadi permasalahan yang dihadapi oleh para peternak. Faktor penghambat. kemarau terjadi kekurangan hijauan pakan ternak.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang berpotensi besar untuk penyediaan hijauan pakan, namun sampai saat ini ketersedian hijauan pakan ternak masih menjadi permasalahan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kolektor Surya Pelat Datar Duffie dan Beckman (2006) menjelaskan bahwa kolektor surya adalah jenis penukar panas yang mengubah energi radiasi matahari menjadi panas. Kolektor surya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Besaran dan peningkatan rata-rata konsumsi bahan bakar dunia (IEA, 2014)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era modern, teknologi mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hal ini akan mempengaruhi pada jumlah konsumsi bahan bakar. Permintaan konsumsi bahan bakar ini akan
Lebih terperinciIBM KELOMPOK USAHA (UKM) JAGUNG DI KABUPATEN GOWA
NO. 2, TAHUN 9, OKTOBER 2011 140 IBM KELOMPOK USAHA (UKM) JAGUNG DI KABUPATEN GOWA Muh. Anshar 1) Abstrak: Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas jagung yang dihasilkan agar sesuai
Lebih terperinciBab IV Data Percobaan dan Analisis Data
Bab IV Data Percobaan dan Analisis Data 4.1 Data Percobaan Parameter yang selalu tetap pada tiap percobaan dilakukan adalah: P O = 1 atm Panci tertutup penuh Bukaan gas terbuka penuh Massa air pada panci
Lebih terperinciRANCANG BANGUN OVEN UNTUK MENGERINGKAN TOKEK DENGAN SUMBER PANAS UDARA YANG DIPANASKAN KOMPOR LPG
RANCANG BANGUN OVEN UNTUK MENGERINGKAN TOKEK DENGAN SUMBER PANAS UDARA YANG DIPANASKAN KOMPOR LPG Oleh: ANANTA KURNIA PUTRA 107.030.047 Dosen Pembimbing: Ir. JOKO SASETYANTO, MT D III TEKNIK MESIN FTI-ITS
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Prinsip pengeringan lapisan tipis pada dasarnya adalah mengeringkan bahan sampai kadar air bahan mencapai kadar air keseimbangannya. Sesuai
Lebih terperinciPada proses pengeringan terjadi pula proses transfer panas. Panas di transfer dari
\ Menentukan koefisien transfer massa optimum aweiica BAB II LANDASAN TEORI 2.1. TINJAUAN PUSTAKA Proses pengeringan adalah perpindahan masa dari suatu bahan yang terjadi karena perbedaan konsentrasi.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kabupaten Lampung Barat merupakan salah satu kabupaten penghasil sayuran
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kabupaten Lampung Barat merupakan salah satu kabupaten penghasil sayuran terbesar di Provinsi Lampung. Terdapat 4 kecamatan yang merupakan penghasil sayuran
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Pengeringan Pengeringan lapisan tipis merupakan pengeringan partikel atau biji-bijian secara individu yang seluruh bahan terkena udara pengering. Proses pengeringan
Lebih terperinciPEMBUATAN TEPUNG JAGUNG
PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG Qanytah Tepung jagung merupakan butiran-butiran halus yang berasal dari jagung kering yang dihancurkan. Pengolahan jagung menjadi bentuk tepung lebih dianjurkan dibanding produk
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. air pada tubuh ikan sebanyak mungkin. Tubuh ikan mengandung 56-80% air, jika
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengeringan Ikan Pengeringan merupakan cara pengawetan ikan dengan mengurangi kadar air pada tubuh ikan sebanyak mungkin. Tubuh ikan mengandung 56-80% air, jika kandungan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pokok di Indonesia karena sebagian besar
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pokok di Indonesia karena sebagian besar penduduk Indonesia mengkonsumsi nasi sebagai makanan pokok. Tidak hanya di Indonesia,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Tinjauan Pustaka Ikan merupakan sumber protein hewani dan juga memiliki kandungan gizi yang tinggi di antaranya
Lebih terperinciGambar. Diagram tahapan pengolahan kakao
PENDAHULUAN Pengolahan hasil kakao rakyat, sebagai salah satu sub-sistem agribisnis, perlu diarahkan secara kolektif. Keuntungan penerapan pengolahan secara kolektif adalah kuantum biji kakao mutu tinggi
Lebih terperinciBAB IV ANALISA. Gambar 4.1. Fenomena case hardening yang terjadi pada sampel.
BAB IV ANALISA 4.1 FENOMENA DAN PENYEBAB KERUSAKAN KUALITAS PRODUK 4.1.1 Fenomena dan penyebab terjadinya case hardening Pada proses pengeringan yang dilakukan oleh penulis khususnya pada pengambilan data
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN Proses respirasi sangat mempengaruhi penyimpanan dari buah melon yang terolah minimal, beberapa senyawa penting
Lebih terperinciAir dalam atmosfer hanya merupakan sebagian kecil air yang ada di bumi (0.001%) dari seluruh air.
KELEMBABAN UDARA 1 Menyatakan Kandungan uap air di udara. Kelembapan adalah konsentrasi uap air di udara. Angka konsentasi ini dapat diekspresikan dalam kelembapan absolut, kelembapan spesifik atau kelembapan
Lebih terperinci