BAB V PENUTUP. berbeda jenis dan sistem penanganan anak jalanan gelandagan dan pengemis,

Transkripsi

1 BAB V PENUTUP Kesimpulan Dalam Bagian Kesimpulan ini penulis ingin menegaskan mengenai pola relasi yang terjalin antara Lembaga Sosial Hafara sebagai institusi informal dan Pemerintah Kabupaten Bantul sebagai institusi formal. Kedua institusi tersebut berbeda jenis dan sistem penanganan anak jalanan gelandagan dan pengemis, dimana institusi formal lebih berlandaskan pada undang-undang ataupun peraturan resmi dalam penanganan, namun institusi informal tidak berlandaskan pada peraturan resmi melainkan melalui aturan sosial tak tertulis. Walaupun berbeda, kedua institusi tersebut dapat saling bersinggungan dalam penanganan anak jalanan, gelandangan dan pengemis sebagai PMKS. Hal inilah yang menyebabkan tema ini penulis anggap menjadi menarik untuk diteliti, yaitu mengenai model relasi institusi antara Lembaga Sosial Hafara dengan Pemerintah Kabupaten Bantul dalam penanganan anak jalanan, gelandangan dan pengemis. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pemberdayaan Masyarakat dan Teori relasi institusi oleh Steven Levitsky. Pemberdayaan masyarakat disini adalah suatu proses sosial untuk mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran potensi individu atau kelompok agar dapat memperbaiki keadaanya dan meningkatkan taraf kehidupan secara mandiri. Dalam teori relasi institusi menurut Steven Levistky terdapat dua actor yang memiliki peran utama, yaitu institusi informal (Lembaga Sosial Hafara) dan 108

2 institusi formal (Pemerintah Kabupaten Bantul lewat Dinas Sosial Bantul). Berdasarkan pada uraian tiap-tiap bab sebelumnya menyimpulkan beberapa poin penting, seperti: Pertama,Lembaga Sosial Hafara merupakan institusi informal dengan sistem penanganan anak jalanan, gelandangan dan pengemis terorganisir. Sebagai institusi informal, strategi pemberdayaan yang dilakukan oleh Lembaga Sosial Hafara tidak berlandaskan pada aturan resmi. Dalam pemberdayaan, Hafara menekankan pada proses yang dilaksanakan secara bertahap, membutuhkan waktu yang tidak sebentar dan tidak bersifat memaksa bagi anak jalanan, gelandangan dan pengemis yang akan dibina. Ada beberapa kelebihan yang dimiliki Lembaga Sosial Hafara yang tidak dimiliki institusi formal dalam sistem pemberdayaan PMKS. Lembaga Sosial Hafara lahir atas inisiatif mantan anak jalanan dan dibantu oleh masyarakat. Karena lahir dari keprihatinan mantan anak jalanan terhadap kehidupan dan cara penanganan di jalanan, Hafara lebih mengetahui bagaimana seluk beluk dunia jalanan dan cara menangani mental komunitas jalanan. Lembaga Sosial Hafara tidak hanya sebagai pemberi bantuan dan pengajar pelatihan ketrampilan, melainkan juga mengajarkan kepada warga binaan untuk bekerja dengan fasilitas yang dimiliki Lembaga Sosial Hafara, dan mengajarkan bagaimana untuk terjun langsung ke masyarakat. Kedua,Pemerintah Kabupaten Bantul merupakan institusi formal, dalam praktek pemberdayaan PMKS yang dilakukan oleh Pemkab Bantul lewat Dinas Sosial Bantul, memiliki sistem yang sangat berbeda dengan institusi informal yaitu Lembaga Sosial Hafara. Jika dalam pemberdayaan yang dilakukan oleh 109

3 Hafara tidak melewati chanel-chanel resmi (kecuali dalam program kerja sama dengan institusi formal), dan tidak mendasarkan pelaksanaan program menggunakan aturan resmi, pada institusi formal hal tersebut sangat penting. Hal inilah yang menyebabkan proses pemberdayaan oleh institusi formal dianggap tidak efektif. Pemkab Bantul terlebih dahulu membentuk aturan resmi kemudian harus mendelegasikan tugas kepada Dinas Sosial, Dinas Sosial membentuk program kemudian dikomunikasikan dengan SKPD terkait. Walaupun terkesan rumit karena harus melewati beberapa channel, Dinas Sosial sebagai institusi formal telah berupaya dengan baik dalam pemberdayaan anak jalanan, gelandangan dan pengemis. Memberikan pengarahan pada anak jalanan, gelandangan, dan pengemis setelah penjaringan oleh petugas Satpol PP dan Dinas Sosial Bantul merupakan bukti upaya pemerintah dalam pemberdayaan PMKS. Bukan hanya hal tersebut, sistem panti sosial dan berbagai program pemberdayaan juga merupakan upaya pemerintah dalam menangani PMKS. Namun tentu pemberdayaan yang dilakukan oleh pemerintah masih memiliki kelemahan dimana sistem pemberdayaan tersebut belum sepenuhnya mampu merubah mental komunitas jalanan. Kebanyakan dari mereka kembali lagi ke jalan setelah mendapatkan rehabilitasi dari pemerintah. Disinilah peran dari Lembaga Sosial Hafara sebagai institusi informal berupaya membantu penanganan PMKS tersebut. Dengan teori relasi institusi menurut Steven Levitsky, penulis mengidentifikasi bahwa pola relasi yang terjalin antara Lembaga Sosial Hafara dengan Pemerintah Kabupaten Bantul adalah pola komplementer. Kedua institusi 110

4 tersebut menjalin relasi dengan pola komplementer karena antara Lembaga Sosial Hafara dengan Pemerintah Kabupaten Bantul bersifat melengkapi. Disini negara masih berperan efektif dengan relasi yang bersifat mendekat antara institusi informal dan institusi formal. Hal tersebut dapat terjadi walaupun kedua institusi tersebut lahir dari sector yang berbeda, mereka memiliki tujuan yang bersinggungan dan dapat dipertukarkan. Dengan kelebihan dari Lembaga sosial Hafara yang lebih berhasil dalam mempengaruhi anak jalanan, gelandangan dan pengemis menjadikan institusi informal ini dipercaya sebagai pelengkap Pemerintah Kabupaten Bantul khususnya Dinas Sosial dalam penanganan PMKS. Berikut ini adalah bukti-bukti yang memperkuat argument penulis bahwa model relasi yang terbentuk dari kedua institusi tersebut adalah model Komplementer. Pertama, Negara masih berperan efektif. Negara memiliki Panti Sosial Bina Karya sebagai wadah rehabilitasi bagi tuna sosial seperti gelandangan dan pengemis. Walaupun masih memiliki kelemahan dalam kuota dan sistem pemberdayaan, negara berusaha mengevaluasi kelemahan tersebut dengan menambah tempat baru yaitu camp assessment sebagai wadah rehabilitasi bagi tuna sosial. Selain itu pemerintah dalam hal ini Dinas Sosial Bantul membentuk berbagai program pelatihan bagi anak jalanan, gelandangan dan pengemis. Kedua, Relasi bersifat mendekat dan tujuan bersinggungan dengan Lembaga Sosial Hafara. Lembaga Sosial Hafara mengisi kekurangan yang kurang mendapat perhatian dari Institusi formal. Pemerintah baik DIY maupun Bantul dituntut untuk mengurangi dan memberdayakan masalah anak jalanan, gelandangan dan pengemis yang beroprasi di jalan. Namun Dinas Sosial Bantul masih memiliki 111

5 kesulitan dalam membina mental para PMKS tersebut agar tidak beroprasi di jalanan. Sedangkan Lembaga Sosial Hafara lahir melalui keprihatinan mantan anak jalanan, dengan kelebihan tersebut Hafara lebih unggul dalam membina mental PMKS, karena memiliki pengalaman hidup di jalan. Terbukti saat ini ada 20 Anak binaan dan 15 Warga Binaan yang mau berubah, tinggal di rumah singgah Hafara untuk ikut bekerja (khusus warga binaan) dan berpartisipasi dalam kegiatan Hafara. Selain itu juga terdapat 18 Warga Binaan Psikotik yang masih dibina di Hafara. Dengan hal tersebut kedua institusi tersebut memiliki tujuan yang bersinggungan dan dapat saling bekerja sama, kerja sama tersebut terjalin dalam beberapa program seperti Proses penjaringan dan rehabilitasi, Askesos, dan berbagai program usaha ekonomi produktif. Sekali lagi penulis menegaskan bahwa model relasi yang terjalin antara Lembaga Sosial Hafara dengan Pemerintah Kabupaten Bantul adalah pola komplementer atau melengkapi. Dengan argument diatas, penulis menyimpulkan bahwa hubungan antara kedua institusi tersebut bersifat positif karena kedua institusi tersebut dapat saling bekerja sama dalam menangani masalah anak jalanan, gelandangan dan pengemis di Kabupaten Bantul. 112