BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Negara Republik Indonesia adalah: melindungi segenap bangsa
|
|
- Sudomo Kusumo
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembukaan UUD 1945 Alinea IV menegaskan bahwa tujuan dibentuknya Pemerintahan Negara Republik Indonesia adalah: melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Kewajiban negara untuk menjamin rakyat nya untuk mendapat hidup yang sejahtera lahir dan batin juga tertuan di pasal 28H Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia ayat (1),(2),(3) yang berbunyi sebagai berikut; 1 (1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,bertempat tinggal, dan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. (2) Setiap orang mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan. (3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat. 1 Pasal 28H ayat (1),(2),(3),UUD Negara Republik Indonesia Tahun
2 2 Selanjutnya di dalam Pasal 34 UUD Negara Republik Indonesia 1945 ditegaskan bahwa: 2 (1) Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara. (2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan. (3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Mandat negara untuk memberi perlindungan, khususnya kepada fakir miskin, anak terlantar, dan memberdayakan masyarakat yang lemah kepada kehidupan yang bermartabat, salah satunya ditujukan bagi warga gelandangan dan pengemis. Gelandangan dan pengemis hidup dalam kondisi miskin dan tidak bermartabat. Kelangsungan hidup mereka tergantung dari belas kasihan orang lain, tidak mempunyai rumah untuk berlindung, sehingga terus berpindah-pindah dan tidur di tempat umum. Gelandangan dan pengemis juga rentan terhadap tindak kekerasan dan perlakuan salah. Gelandangan dan pengemis juga merupakan bagian dari warga masyarakat Indonesia, masyarakat yang kemudian hidup dengan tidak sesuai dengan norma kehidupan bangsa Indonesia. Gelandangan dan pengemis hidup jauh dari kesejahteraan sosial yang diamanatkan Undang-undang. Didalam Undang Undang No 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial, 2 Pasal 34 ayat (1),(2),(3) UUD Negara Republik Indonesa Tahun 1945.
3 3 Kesejahteraan Sosial adalah terpenuhinya kebutuhan material,spritual,dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri,sehingga dapat melaksanakan fungsi sosial nya. 3 Untuk tercapai nya kesejahteraan sosial bagi gelandangan dan pengemis tersbutlah negara melakukan penanggulangan dan pengentasan gelandangan dan pengemis melalui cara preventif, represif, rehabilitatif yang bertujuan agar tidak terjadi pergelandangan dan pengemisan didalam masyarakat. Penanganan ini bertujuan untuk memasyarakatkan gelandangan dan pengemis sehingga gelandangan dan pengemis yang dibina dapat hidup secara bermartabat dengan meningkatkan taraf hidup nya sehingga gelandangan dan pengemis tersebut hidup yang layak sesuai harkat dan martabat serta norma norma hidup yang ada. Penanggulangan gelandangan dan pengemis didalam Peraturan Pemerintah No 31 tahun 1980 Tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis, pelaksanaan usaha-usaha penanganan seperti usaha preventif, represif dan rehabilitatif tersebut diatur lebih lanjut oleh Menteri Sosial, Menteri Dalam Negeri dan kementrian yang tugas dan fungsi nya bergerak bidang sosial. 4 Didalam Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 146/HUK/2013 Tentang Penetapan Kriteria Dan Pendataan Fakir Miskin Dan Orang Tidak Mampu, gelandangan dan pengemis masuk kedalam kriteria fakir miskin dan orang yang tidak mampu. 5 Tujuan dari dimasukkan nya gelandangan dan 3 Pasal 1 ayat (1) Undang Undang No 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial. 4 Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1980 Tentang Penanggulangan Gelandangan Dan Pengemis. 5 Bagian Keenam,Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 146/HUK/2013 Tentang Penetapan Kriteria Dan Pendataan Fakir Miskin Dan Orang Tidak Mampu
4 4 pengemis ini kedalam kriteria fakir miskin adalah agar gelandangan dan pengemis mendapatkan bantuan sosial, bantuan kesehatan serta usaha penanganan baik dari Pemerintah Pusat, baik Pemerintah daerah Provinsi maupun Kabupaten. Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada,sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk melaksanakan pelayanan sosial kemasyarakatan terhadap gelandangan dan pengemis sebagai wujud negara kesejahteraan (welfare state) dalam menyejahterakan masyakarat nya. Implementasi penanganan gelandangan dan pengemis dilaksanakan oleh Kementrian Sosial sebagai tugas dan fungsi nya. Penangaan itu kemudian diteruskan ke tingkat daerah sebagai pelaksana teknis dilapangan. Gelandangan dan pengemis merupakan bagian dari kehidupan sosial dalam masyarakat yang tidak dapat dipisahkan dari realitas kehidupan masyarakat. Pengaturan tentang Fakir miskin dan anak-anak terlantar secara umum yaitu ada di dalam Pasal 34 (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan bahwa: Fakir miskin dan anakanak yang terlantar dipelihara oleh negara 6 Berdasarkan rumusan pasal tersebut negara lah yang berperan aktif dalam mensejahterakan masyarakat nya dengan memelihara masyarakat nya yang pra sejahtera tersebut. Untuk menjalankan Pasal 34 ayat (1) UUD 1945 tersebut dibuatlah Undang-Undang Nomor 13 tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin Dalam ketentuan Umum Undang-Undang ini yang dimaksud dengan Fakir miskin adalah orang yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan/atau mempunyai sumber mata pencaharian tetapi tidak mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan dasar 6 Undang-undang Dasar 1945 dan Amandemen: 2004, Fokusmedia, Bandung, Cet 1, hlm. 24.
5 5 yang layak bagi kehidupan dirinya dan/atau keluarganya. Fakir miskin kurang mendapatkan kesejahteraan sehingga perlu adanya perlindungan sosial. 7 Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta,dengan Ibu kota provinsi adalah Kota Yogyakarta memiliki luas wilayah ,15 Km 2 dengan jumlah penduduk jiwa. Daerah administrasi dibagi menjadi empat (4) Kabupaten, satu Kota kemudian terdiri dari 78 kecamatan, 46 kelurahan dan 392 desa. 8 Sebagai kota pendidikan, kota Perjuangan dan pusat kebudayaan dan daerah tujuan wisata Yogyakarta ternyata juga mempunyai daya tarik bagi warga masyarakat untuk mencari peluang hidup di kota. Masyarakat kurang mampu dari wilayah pedesaan baik yang masih berada di dalam wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta atau dari Provinsi lain berdatangan ke Yogyakarta, namun banyak diantaranya yang hidupnya tetap miskin bahkan menjadi gelandangan dan pengemis, menjadi salah satu bagian dari komunitas jalanan lainnya. 9 Hal ini terbukti dengan hasil pemutakhiran data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) Dinas Sosial Provinsi D.I Yogyakarta Tahun Lihat ketentuan umum Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin. 8 Provinsi D.I Yogyakarta, Diakses Senin Tanggal 23 November 2015 pukul WIB. 9 Y. Argo Twikromo, Gelandangan Yogyakarta suatu kehidupan dalam bingkai tatanan Sosial- Budaya Resmi,Yogyakarta:Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 1999, hlm Bab 3 Buku Cetak Dinas Sosial Provinsi D.I Yogyakarta,Hasil Pemutakhiran Data PMKS Tahun 2013.
6 6 Tabel 1.1 Jumlah PMKS di Provinsi D.I Yogyakarta NO KATEGORI PMKS KETERANGAN 1. Anak Balita Terlantar 2443 Anak 2. Anak Terlantar Anak 3. Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum 119 Anak 4. Anak Jalanan 212 Anak 5. Anak Dengan Kedisabilitasan 3858 Anak 6. Anak Yang menjadi KTK atau diperlakukan salah 796 Anak 7. Anak Yang Memerlukan Perlindungan Khusus 73 Anak 8. Lanjut Usia Terlantar Orang 9. Penyandang Disabilitas Orang 10. Tuna Susila 158 Orang 11. Gelandangan 129 Orang 12. Pengemis 221 Orang 13. Pemulung 126 Orang 14. Kelompok Minoritas 216 Orang 15. Bekas Warga Binaan Lembaga Pemasyarakatan 4168 Orang 16. Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) - HIV Orang - AIDS 744 Orang 17. Korban Penyalahgunaan NAPZA Orang 18. Korban Trafficking 5 Orang 19. Korban Tindak Kekerasan Orang
7 7 20. Pekerja Migran Bermasalah Sosial 292 Orang 21. Korban Bencana Alam 1655 Keluarga 22. Korban Bencana Sosial 158 Keluarga 23. Perempuan Rawan Sosial Ekonomi Orang 24. Fakir Miskin Keluarga Keluarga fakir miskin Keluarga miskin Keluarga hampir miskin Keluarga Keluarga Keluarga 25. Keluarga Bermasalah Sosial Psikologis Keluarga *Sumber Dinas Sosial Provinsi D.I Yogyakarta Secara garis besar jumlah gelandangan dan pengemis setiap tahun meningkat,apabila di telisik dari tahun 2008 hingga tahun Jumlah gelandangan dan pengemis ini belum diklasifikasikan berdasarkan asal daerah dan jenis gelandangan nya sendiri. 11 Tabel 1.2 Jumlah Gelandangan dan Pengemis di Provinsi D.I Yogyakarta JUMLAH GEPENG Jiwa 846 Jiwa 624 Jiwa 451 Jiwa 247 Jiwa 350 Jiwa *Diolah penulis dari data Satpol-PP dan Dinas Sosial D.I Yogyakarta. 11 Tabel Hasil penjumlahan gelandangan dan pengemis dari hasil penjumlahan pada laporan kegiatan Satuan polisi Pamong Praja dan Buku Data Pemutakhiran PMKS Dinas Sosial Provinsi D.I Yogyakarta.
8 8 Gelandangan adalah orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat serta tidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan tetap di wilayah tertentu dan hidup mengembara di tempat umum. 12 Pergelandangan adalah suatu tindakan pengembaraan yang dilakukan oleh individu dan/atau sekelompok orang yang tidak memiliki tempat tinggal dan pekerjaan tetap di wilayah tertentu, serta hidupnya berpindah-pindah di tempat umum. Pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta minta di muka umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain. Pengemisan adalah tindakan meminta-minta yang dilakukan oleh individu dan/atau sekelompok orang dengan berbagai alasan, cara dan alat untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain. 13 Semakin banyaknya gelandangan merupakan contoh yang ada saat ini bahwa kemiskinan adalah faktor utama yang paling berpengaruh dan mendasari kenapa masalah sosial ini terjadi, apalagi fenomena sosial ini banyak kita temukan di perkotaan Gelandangan dan pengemis merupakan salah satu dampak negatif pembangunan, khususnya pembangunan perkotaan. Keberhasilan pembangunan di wilayah perkotaan dan keterlambatan pembangunan di wilayah pedesaan mengakibatkan arus migrasi masyarakat desa menuju kota yang menyebabkan muncul nya gelandangan dan pengemis di daerah perkotaan. 14 Dampak tersebut membuat masalah ini menjadi sangat sulit untuk dihindari. Disini terjadi semacam hubungan sebab-akibat yaitu, ramainya gelandangan dan pengemis ini terjadi 12 Pasal 1 ayat (2) Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2014 tentang penanganan gelandangan dan pengemis. 13 Ibid,hlm Sarwono, Sarlito Wirawan, 2005, Masalah-Masalah Kemasyarakatan di Indonesia., Sinar Harapan, Jakarta.
9 9 karena tingginya angka pembangunan di kota, namun didesa sendiri sangat lambat bahkan tidak ada, yang menyebabkan masyarakat miskin pergi ke kota dan pada akhirnya menjadi gelandangan dan pengemis. Munculnya gelandangan di lingkungan perkotaan merupakan gejala sosial budaya yang relatif menarik. Pada umumnya gejala tersebut dihubungkan dengan perkembangan lingkungan perkotaan. Kondisi semacam ini membawa implikasi terhadap semakin kuatnya dikotomi antara kehidupan resmi kota dan kehidupan lain yang berbeda atau berseberangan dengan konstruksi kehidupan resmi. 15 Kedatangan masyarakat dari desa menuju kota yang kebanyakan tidak dibekali oleh kemampuan untuk mencari kehidupan dengan layak sehingga menjadikan mereka bertahan hidup dengan cara meminta-minta di perkotaan mengharapkan belaskasihan dan rasa iba masyarakat yang hidup di perkotaan. Sejak berlaku nya perda ini Dinas Ketertiban (Dintib) Kota Yogyakarta terus melakukan razia,terhitung selama Januari 2015 saja sebanyak 91 gelandangan dan pengemis di Yogyakarta berhasil diaman kan dari beberapa lokasi di yogyakarta,gepeng yang terjaring dikirim ke panti sosial Bina Karya milik Provinsi D.I Yogyakarta yang berada di Bener, Tegal Rejo, yang sebelum nya di tempatkan di camp assesment Sewon Bantul namun karena sudah overload maka dipindah ke panti tersebut Y. Argo Twikromo,Gelandangan Yogyakarta suatu kehidupan dalam bingkai tatanan Sosial- Budaya Resmi,Yogyakarta:Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 1999, hlm 6 16 Republika Online Selama Januari 91 Gepeng Yogya terjaring Razia gepengyogya-terjaring-razia diakses pada 21 Maret 2015 pukul WIB.
10 10 Dari kondisi ini tidak merupakan hal yang aneh jika jumlah gelandangan dan pengemis beserta masalah sosial prasejahtera marak terjadi di Yogyakarta,kondisi kemiskinan dan tidak memiliki kemampuan untuk mengahasilkan uang (life skill) mendorong penduduk untuk hidup menggelandang dan mengemis. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengurangi jumlah gelandangan dan pengemis,melalui upaya preventif, koersif dan upaya rehabilitatif. 17 Tujuan nya adalah guna memasyarakatkan gelandangan dan pengemis serta mencegah meluasnya pengaruh yang disebabkan oleh gelandangan itu sendiri, gelandangan dan pengemis ini perlu pula diangkat harga dirinya dengan cara dikembangkan kemampuannya agar tercapai nya standar hidup yang layak. Persoalan gelandangan dan pengemis yang didalam nya termasuk anak jalanan,mendorong perlu nya digagas sebuah perda yang mengatur tentang penanggulangan yang meliputi usaha preventif, represif serta rehabilitatif dan reintegrasi sosial yang bertujuan agar tidak terjadi gelandangan dan pengemis sehingga gelandangan dan pengemis itu mencapai taraf kehidupan sesuai dengan harkat dan martabat manusia. Sebagai provinsi yang mengedepankan pariwisata sebagai potensi unggulan masalah gelandangan dan pengemis ini seolah menjadi penghambat, dengan banyak nya gelandangan dan pengemis dan gelandangan di kota Yogyakarta menjadikan Jogja menjadi kumuh. Gelandangan dan pengemis adalah tanggung jawab pemerintah untuk membina nya, Anggaran Pembelanjaan Negara dan Anggaran Pembelanjaan Daerah untuk melakukan Pembinaan bagi mereka. 17 Lihat ketentuan umum Peraturan Daerah D.I Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2014 tentang Penanganan Gelandangan dan pengemis hlm 3.
11 11 Kewajiban negara yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Provinsi D.I Yogyakarta dilaksanakan dengan pembentukan Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Penanganan Gelandangan Dan Pengemis. Berdasarkan hal-hal seperti yang telah diuraikan diatas, maka mendorong penulis untuk menulis skripsi berjudul: Implementasi Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Penanganan Gelandangan Dan Pengemis. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis mengemukakan dua (2) rumusan masalah pokok, yaitu: 1. Apakah urgensi pembentukan Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis dalam penanganan gelandangan pengemis di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta? 2. Bagaimana perananan Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Dinas Sosial Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam menangani gelandangan dan pengemis setelah berlaku nya Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis?
12 12 C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Objektif 1. Untuk mengetahui implementasi Peraturan Daerah Daerah Istimewa Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Gelandangan Dan Pengemis di Provinsi D.I Yogyakarta. 2. Untuk mengetahui bagaimana implementasi hukum terhadap penanganan gelandangan dan pengemis di D.I Yogyakarta kota Yogyakarta serta implementasi Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta No 1 Tahun 2014 tentang Penanganan gelandangan dan pengemis. 3. Untuk memberi saran pada para pihak yang berwenang atas penanganan gelandangan dan pengemis agar penanganan nya semakin baik. 2. Tujuan Subjektif Penelitian dan penulisan ilmiah ini disusun untuk memperoleh data dan informasi yang lengkap serta akurat guna menambah pengetahuan penulis dan pembaca.serta dibutuhkan untuk menyelesaikan penulisan hukum yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.
13 13 D. Keaslian Penelitian Penulis dalam hal untuk memastikan keaslian penulisan ini telah melakukan penelusuran dari beberapa referensi, baik melalui media cetak maupun media elektronik. Selain itu penulis juga telah melakukan penelusuran di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada untuk mencari judul yang sama. Dari hasil penelusuran penulis, penulis belum menemukan penulisan yang berjudul : Implementasi Berlakunya Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Penanganan Gelandangan Dan Pengemis. Judul serupa sepengetahuan penulis belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi. Meskipun sudah ada penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa terkait Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis, dalam bentuk skripsi, Pertama adalah penulisan yang ditulis oleh Faiz Amrizal Satria Dharma di Fakultas Syari ah Hukum Universitas Islam Sunan Kalijaga Judul penulisan nya adalah Implementasi Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Penanganan Gelandangan Pengemis (studi di UPT Panti Karya Kota Yogyakarta) 18 dengan Rumusan masalah Bagaimana Implementasi Perda Daerah Istimewa Yogyakarta No.1 Tahun 2014 Tentang Gelandangan dan pengemis di UPT Panti Karya Kota Yogyakarta?. 18 Faiz Amrizal Satria Dharma, Implementasi Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Penanganan Gelandangan Pengemis (studi di UPT Panti Karya Kota Yogyakarta), Fakultas Syari ah Hukum Universitas Islam Sunan Kalijaga,Yogyakarta,2015.
14 14 Kesimpulan dari penulisan ini adalah Masih kerap terjadi tumpang tindih kewenangan terhadap penanganan gelandangan dan pengemis, hal tersebut terlihat di lapangan bahwa belum ditemukan definisi yang jelas antara gepeng dan anak terlantar. Hal ini terjadi pada UPT Panti Karya dengan UPT Panti Anak Wilosoprojo. Oleh karena yang terjadi adalah lempar kewenangan dan lepas tangan terhadap kewajiban masing-masing Unit Pelaksana Teknis (UPT). Hal yang membedakan antara penulisan ini dengan penulisan yang dilakukan oleh Penulis sebelum nya adalah, penulisan ini ingin meneliti Untuk mengetahui apa urgensi dibentuk nya Perda untuk menangani gelandangan dan pengemis di Kota Yogyakarta serta untuk mengetahui bagaimana penegakan hukum terhadap penanganan gelandangan dan pengemis di D.I Yogyakarta kota Yogyakarta serta implementasi Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2014 tentang Penanganan gelandangan dan pengemis, implementasi didalam penulisan sebelum nya adalah studi kasus di sebuah panti di kota Yogyakarta, sedangkan penulisan ini akan melihat implementasi bukan hanya didalam penanganan setelah berada di panti namun akan melihat proses secara menyeluruh yaitu seperti yang tertulis di perda tersebut yaitu penanganan yang preventif, koersif dan rehabilitatif, reintegrasi sosial. Penulis telah melakukan penelitian dengan lokasi yang lebih luas cakupan nya dari penulis sebelum nya sehingga data yang diperoleh akan lebih sesuai dengan tujuan penelitian ini. Karena itu penulisan ini berbeda dengan karya tulisan diatas, baik dari segi objek yang diteliti maupun terkait lokasi penelitian. Dengan demikian penulis mengatakan bahwa penulisan ini merupakan karya asli penulis.
15 15 Sepengetahuan penulis, belum menemukan karya yang sama dengan penulisan ini. Oleh karena itu apabila dikemudian hari ditemukan tulisan yang sama dengan penulisan ini maka itu bukan merupakan kesengajaan dari penulis. Penulis hanya berharap semoga tulisan ini dapat melengkapi tulisan yang sudah ada, demi memperkaya pengetahuan serta penulisan hukum yang bersifat akademis. E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangsih yang sebaikbaiknya untuk ilmu pengetahuan maupun pemerintah, yakni sebagai berikut: 1. Hasil penelitian dari penyusunan penulisan hukum ini penulis berharap dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu Hukum Administrasi Negara pada khususnya. 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai faktor penyebab marak nya hidup menggelandangan dan mengemis di Daerah Istimewa Yogyakarta dan mekanisme penanganan terhadap gelandangan dan pengemis di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Sehingga dapat menjadi masukan positif bagi kalangan masyarakat umum, khususnya kepada aparatur pemerintah dan penegak hukum yang menangani polemik masalah kesejahteraan sosial ini.
BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Tentunya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dikatagorikan sebagai salah satu Negara berkembang berupaya meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya, hal ini sudah menjadi amanah
Lebih terperinciWALIKOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN
WALIKOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG NOMOR 63 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan yang telah dan sedang dilaksanakan oleh suatu negara pada
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang telah dan sedang dilaksanakan oleh suatu negara pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, memperluas kesempatan kerja dan peluang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan permasalahan kesejahteraan sosial di Kota cenderung meningkat,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan permasalahan kesejahteraan sosial di Kota cenderung meningkat, munculnya berbagai fenomena sosial bersumber baik dari dalam masyarakat maupun akibat
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 10 TAHUN 2013
PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 10 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN BIMBINGAN LANJUT DAN RUJUKAN BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL DI KABUPATEN KARAWANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jalan maupun di berbagai tempat umum. Padahal dalam Pasal 34 Undang-Undang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang tergolong dalam negara berkembang. Infrastruktur yang terus berkembang hingga sarana dan prasarana yang menunjang kehidupan masyarakat
Lebih terperinciBIDANG SOSIAL BUDAYA. Oleh: Dr. Dra. Luluk Fauziah, M.Si Disampaikan saat pembekalan KKN Mahasiswa UMSIDA 9 Juli 2017
BIDANG SOSIAL BUDAYA Oleh: Dr. Dra. Luluk Fauziah, M.Si Disampaikan saat pembekalan KKN Mahasiswa UMSIDA 9 Juli 2017 Meliputi : Pemberdayaan Panti Pendampingan Anak Jalanan Aparatur PemerintahDesa Pembinaan
Lebih terperinciBAB 29 PENINGKATAN PERLINDUNGAN
BAB 29 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL Perlindungan dan kesejahteraan sosial merupakan hal-hal yang berkaitan dengan keterlantaran baik anak maupun lanjut usia, kecacatan, ketunasosialan,
Lebih terperinciBUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH
SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : a. bahwa kesehatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Proses modernisasi menyisakan problematika yang tidak kunjung usai,
BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Proses modernisasi menyisakan problematika yang tidak kunjung usai, contohnya adalah perubahan sosial budaya. Perubahan sosial dan kebudayaan yang mencolok berlangsung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tengah masyarakat, khususnya di negara negara berkembang. Masalah
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan masalah sosial yang senantiasa hadir di tengah tengah masyarakat, khususnya di negara negara berkembang. Masalah kemiskinan
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Gambaran Umum Anak Jalanan, Gelandangan dan Pengemis di Kota
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Gambaran Umum Anak Jalanan, Gelandangan dan Pengemis di Kota Bandar Lampung Selain merupakan pusat kegiatan pemerintahan, sosial, politik, pendidikan dan kebudayaan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang tidak dapat dipisahkan dari realitas kehidupan. masyarakat. Pengaturan tentang Fakir mskin dan anak-anak terlantar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Gelandangan merupakan bagian dari fenomena dalam masyarakat yang tidak dapat dipisahkan dari realitas kehidupan masyarakat. Pengaturan tentang Fakir mskin dan
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL I. UMUM Pembangunan kesejahteraan sosial merupakan perwujudan dari upaya mencapai tujuan
Lebih terperinci- 1 - WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL
- 1 - WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang
Lebih terperinciPENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL
I. UMUM PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL Pembangunan kesejahteraan sosial merupakan perwujudan dari upaya mencapai tujuan bangsa yang
Lebih terperinciRENCANA STRATEGIS DINAS SOSIAL PROVINSI BALI TAHUN
RENCANA STRATEGIS DINAS SOSIAL PROVINSI BALI TAHUN 2013-2018 Tujuan Sasaran Strategis Target Strategi Satuan Uraian Indikator Tujuan Target Tujuan Uraian Indikator Kinerja 2014 2015 2016 2017 2018 Kebijakan
Lebih terperinciDr. Alamsyah, M.Hum. Drs. Sugiyarto, M.Hum
POTRET DI JEPARA Dr. Alamsyah, M.Hum Drs. Sugiyarto, M.Hum Penerbit Madina dan Pemda Kabupaten Jepara. Desember 2012 i Permasalahan Sosial dan Strategi Penanganan Potret di Jepara Diterbitkan Desember
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kesejahteraan (welfare state). Itulah konsep
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kesejahteraan (welfare state). Itulah konsep negara yang dianut oleh bangsa Indonesia sebagaimana pernyataan Jimly Ashiddiqie (dalam
Lebih terperinciLAPORAN KEGIATAN TENAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL KECAMATAN
LAPORAN KEGIATAN TENAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL KECAMATAN BULAN OKTOBER DESEMBER 2009 DAN BULAN JANUARI 2010 DISUSUN OLEH: Rully Abdul Aziz TKSK PACET TENAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL KECAMATAN (TKSK) KECAMATAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tertuang dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945 yakni melindungi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara berkembang seperti Indonesia, secara berkelanjutan melakukan pembangunan baik fisik maupun mental untuk mencapai tujuan negara yang tertuang dalam pembukaan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang : a. bahwa Pemerintah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Secara konsepsional, pembangunan yang telah dan sedang dilaksanakan pada
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara konsepsional, pembangunan yang telah dan sedang dilaksanakan pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, memperluas kesempatan kerja dan
Lebih terperinci7. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Banyuasin di Provinsi Sumatera Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
70 Menimbang : Mengingat : PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUASIN, a. bahwa setiap warga
Lebih terperinci- 1 - PEDOMAN NOMENKLATUR DINAS SOSIAL TIPE C DAERAH KABUPATEN/KOTA (PENGELOMPOKAN TUGAS BERDASARKAN FUNGSI)
- 1 - LAMPIRAN VI PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN NOMENKLATUR DINAS SOSIAL DAERAH PROVINSI DAN DINAS SOSIAL DAERAH KABUPATEN/KOTA. PEDOMAN NOMENKLATUR DINAS
Lebih terperinciREKAPITULASI DATA PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL (PMKS) PER PROVINSI TAHUN 2012 SUMBER DATA : DINAS SOSIAL PROVINSI
REKAPITULASI DATA PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL (PMKS) PER TAHUN 2012 SUMBER DATA : DINAS SOSIAL PUSAT DATA DAN INFORMASI KESEJAHTERAAN SOSIAL Jl. Salemba Raya No. 28 Jakarta Pusat, 10430, telp.
Lebih terperinci- 1 - PEDOMAN NOMENKLATUR DINAS SOSIAL TIPE B DAERAH KABUPATEN/KOTA (PENGELOMPOKAN TUGAS BERDASARKAN FUNGSI)
- 1 - LAMPIRAN V PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN NOMENKLATUR DINAS SOSIAL DAERAH PROVINSI DAN DINAS SOSIAL DAERAH KABUPATEN/KOTA. PEDOMAN NOMENKLATUR DINAS
Lebih terperinciBUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR
BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinci- 1 - PEDOMAN NOMENKLATUR DINAS SOSIAL TIPE A DAERAH KABUPATEN/KOTA (PENGELOMPOKAN TUGAS BERDASARKAN FUNGSI)
- 1 - LAMPIRAN IV PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN NOMENKLATUR DINAS SOSIAL DAERAH PROVINSI DAN DINAS SOSIAL DAERAH KABUPATEN/KOTA. PEDOMAN NOMENKLATUR DINAS
Lebih terperinci- 1 - PEDOMAN NOMENKLATUR DINAS SOSIAL TIPE B DAERAH PROVINSI (PENGELOMPOKAN TUGAS BERDASARKAN FUNGSI)
- 1 - LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN NOMENKLATUR DINAS SOSIAL DAERAH PROVINSI DAN DINAS SOSIAL DAERAH KABUPATEN/KOTA. PEDOMAN NOMENKLATUR DINAS
Lebih terperinciWALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 85 TAHUN 2016 TENTANG
SALINAN WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 85 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS SOSIAL KOTA BATU DENGAN RAHMAT
Lebih terperinci- 1 - PEDOMAN NOMENKLATUR DINAS SOSIAL TIPE A DAERAH PROVINSI (PENGELOMPOKAN TUGAS BERDASARKAN FUNGSI)
- 1 - LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN NOMENKLATUR DINAS SOSIAL DAERAH PROVINSI DAN DINAS SOSIAL DAERAH KABUPATEN/KOTA. PEDOMAN NOMENKLATUR DINAS
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 8 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 8 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang : a. bahwa Pancasila dan Undang Undang
Lebih terperinciRANCANGAN. PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Nomor : Tahun 2016
1 RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Nomor : Tahun 2016 TENTANG PENANGANAN DAN PEMBERDAYAAN PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL SAMARINDA, Pebruari 2016 2 RANCANGAN PERATURAN DAERAH
Lebih terperinciRANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : Mengingat : a. bahwa Pancasila
Lebih terperinciBUPATI KOTAWARINGIN BARAT` PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG
BUPATI KOTAWARINGIN BARAT` PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN BANTUAN SOSIAL PEMULANGAN ORANG TERLANTAR DI PERJALANAN, BEKAS NARAPIDANA, TUNA SUSILA, GELANDANGAN
Lebih terperinciLAMPIRAN III PERATURAN BUPATI KARANGASEM NOMOR 41 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS DINAS DAERAH KABUPATEN KARANGASEM. Dinas Sosial 1.
57 Dinas Sosial 1. KEPALA DINAS LAMPIRAN III PERATURAN BUPATI KARANGASEM NOMOR 41 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS DINAS DAERAH KABUPATEN KARANGASEM Kepala Dinas Sosial Kabupaten Karangasem mempunyai tugas
Lebih terperinciBUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 62 TAHUN 2016
BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 62 TAHUN 2016 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI, KEDUDUKAN, TUGAS POKOK DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang
Lebih terperinciKERTAS KEBIJAKAN. Evaluasi Rancangan Perda Mengenai Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Provinsi Kalimantan Utara. Permasalahan Mendasar
KERTAS KEBIJAKAN Evaluasi Rancangan Perda Mengenai Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Provinsi Kalimantan Utara Permasalahan Mendasar Tujuan dari bernegara sebagaimana diatur dalam Pembukaan
Lebih terperinciPERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 41 TAHUN 2013 TENTANG PENERAPAN DAN RENCANA PENCAPAIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG SOSIAL
SALINAN PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 41 TAHUN 2013 TENTANG PENERAPAN DAN RENCANA PENCAPAIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengembangkan diri dan dapat melaksanakan fungsi sosialnya yang dapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesejahteraan sosial merupakan suatu keadaan terpenuhinya kebutuhan hidup yang layak bagi masyarakat, sehingga mampu mengembangkan diri dan dapat melaksanakan
Lebih terperinciPEMBERDAYAAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS DI KABUPATEN SIDOARJO (Studi Kasus di UPTD Liponsos Sidokare)
PEMBERDAYAAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS DI KABUPATEN SIDOARJO (Studi Kasus di UPTD Liponsos Sidokare) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Administrasi Negara pada Fakultas
Lebih terperinciPENGEMBANGAN KAPASITAS DAERAH UNTUK SISTEM INFORMASI KESEJAHTERAAN SOSIAL APLIKASI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL
PENGEMBANGAN KAPASITAS DAERAH UNTUK SISTEM INFORMASI KESEJAHTERAAN SOSIAL APLIKASI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL PUSAT DATA DAN INFORMASI KESEJAHTERAAN SOSIAL BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KESEJAHTERAAN
Lebih terperinciINDIKATOR KINERJA UTAMA DINAS SOSIAL PROVINSI BALI PERIODE 2013-2018
INDIKATOR KINERJA UTAMA DINAS SOSIAL PROVINSI BALI PERIODE 2013-2018 Tugas Pokok Dinas Provinsi Bali Fungsi Dinas Provinsi Bali : Membantu Gubernur Bali dalam menyelenggarakan Pemerintahan di Bidang Kesejahteraan
Lebih terperinciPERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS SOSIAL
SALINAN NOMOR 29/2016 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Lebih terperinciBAB 28 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL
BAB 28 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL A. KONDISI UMUM Pelaksanaan pembangunan bidang kesejahteraan sosial selama periode 2001-2004 memperlihatkan kondisi yang menggembirakan, terutama
Lebih terperinciBAB 28 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL
BAB 28 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAB 28 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL A. KONDISI UMUM Pelaksanaan pembangunan bidang kesejahteraan sosial selama periode 2001-2004
Lebih terperinciGUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 63 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS SOSIAL PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 63 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS SOSIAL PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyatakan bahwa Indonesia adalah Negara hukum. Setiap hal yang. Ada banyak peristiwa atau kejadian yang terjadi di masyarakat yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara hukum, hal ini tercantum dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3) yang menyatakan bahwa Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. data-data keluarga sejahtera yang dikumpulkannya. Menurut BKKBN yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masalah angka kemiskinan ini menjadi lebih banyak diperdebatkan oleh ekonom dan non-ekonom ketika BKKBN mengumumkan angka kemiskinan dari data-data keluarga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pengemis merupakan salah satu golongan masyarakat yang harus
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengemis merupakan salah satu golongan masyarakat yang harus mendapatkan perhatian khusus dari Pemerintah, terutama tentang kesejahteraan hidup dan kesehatannya.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. ekonomi merosot hingga minus 20% mengakibatkan turunnya berbagai. jumlah masyarakat penyandang masalah sosial di daerah perkotaan.
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 telah membawa dampak yang luas bagi masyarakat sampai saat ini. Pertumbuhan ekonomi merosot
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN PESISIR SELATAN
PEMERINTAH KABUPATEN PESISIR SELATAN RENSTRA ( RENCANA STRATEGIS ) DINAS SOSIAL, TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI KABUPATEN PESISIR SELATAN TAHUN 2011 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang Sejalan dengan arah
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANGANAN PENGEMIS, GELANDANGAN, ORANG TERLANTAR DAN TUNA SUSILA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANGANAN PENGEMIS, GELANDANGAN, ORANG TERLANTAR DAN TUNA SUSILA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang: a. bahwa
Lebih terperinciJURNAL UPAYA DINAS SOSIAL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DALAM PEMBERDAYAAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS KOTA YOGYAKARTA TAHUN
JURNAL UPAYA DINAS SOSIAL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DALAM PEMBERDAYAAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2016-2017 DEVI AMBAR SARI (20130520157) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Lebih terperinciBUPATI JEMBER PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 8 TAHUN 2015
1 BUPATI JEMBER PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 8 TAHUN 2015 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DI KABUPATEN JEMBER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciGUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 44 TAHUN 2012 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 44 TAHUN 2012 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan
Lebih terperinciBUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA
SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 83 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS SOSIAL, PENGENDALIAN PENDUDUK
Lebih terperinciRANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bentuk kepedulian sebuah Negara terhadap rakyatnya. Di Indonesia sendiri,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesejahteraan sosial adalah impian bagi setiap Negara dibelahan dunia termasuk di Indonesia. Upaya untuk mencapai mimpi tersebut adalah bentuk kepedulian sebuah Negara
Lebih terperinciWALIKOTA PALANGKA RAYA
WALIKOTA PALANGKA RAYA PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENANGANAN GELANDANGAN, PENGEMIS, TUNA SUSILA DAN ANAK JALANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALANGKA
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:a.bahwa setiap warga negara berhak untuk
Lebih terperincihalnya lansia yang bekerja di sektor formal. Hal ini menyebabkan semakin kompleksnya permasalahan yang dihadapi oleh lanjut usia terlantar.
digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesejahteraan sosial merupakan suatu keadaan terpenuhinya kebutuhan hidup yang layak bagi masyarakat, sehingga mampu mengembangkan diri dan dapat
Lebih terperinciGUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 111 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS SOSIAL ACEH
1 GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 111 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS SOSIAL ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. dalam kajian ilmu sosial. Di setiap daerah-daerah atau kota besar di Indonesia
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Fenomena gepeng di Indonesia bukan merupakan fenomena yang baru dalam kajian ilmu sosial. Di setiap daerah-daerah atau kota besar di Indonesia fenomena gepeng ini kerap kali
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berlangsung selama 350 tahun lebih, para founding father kita sepakat untuk
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semenjak Bung Karno memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 yang secara tegas mengakhiri penjajahan yang berlangsung selama
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 54 Tahun : 2016
BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 54 Tahun : 2016 PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 54 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS,
Lebih terperinciBUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 40 TAHUN 2014 T E N T A N G PEDOMAN PENANGANAN GELANDANGANN DAN PENGEMIS DI KABUPATEN JEMBER
BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 40 TAHUN 2014 T E N T A N G PEDOMAN PENANGANAN GELANDANGANN DAN PENGEMIS DI KABUPATEN JEMBER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBER, Menimbang:
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN ANAK JALANAN, GELANDANGAN DAN PENGEMIS DI KOTA MATARAM
PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN ANAK JALANAN, GELANDANGAN DAN PENGEMIS DI KOTA MATARAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MATARAM, Menimbang Mengingat :
Lebih terperinci- 1 - PEDOMAN NOMENKLATUR DINAS SOSIAL TIPE C DAERAH PROVINSI (PENGELOMPOKAN TUGAS BERDASARKAN FUNGSI)
- 1 - LAMPIRAN III PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN NOMENKLATUR DINAS SOSIAL DAERAH PROVINSI DAN DINAS SOSIAL DAERAH KABUPATEN/KOTA. PEDOMAN NOMENKLATUR DINAS
Lebih terperinciBUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG
BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PENJABARAN TUGAS DINAS SOSIAL, PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciTENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,
SALINAN PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PELAYANAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DI UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS LINGKUNGAN PONDOK SOSIAL KEPUTIH PADA DINAS SOSIAL
Lebih terperinciBUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH
BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 71 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS SOSIAL, PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kebijakan pemerintah dalam melaksanakan penertiban Pedagang Kaki Lima
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebijakan pemerintah dalam melaksanakan penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) banyak menjadi permasalahan di kota-kota besar, karena pada umumnya kebijakan tersebut
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENANGANAN KESEJAHTERAAN SOSIAL
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENANGANAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka upaya meningkatkan taraf
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang didalam
1 A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang didalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Mereka bersih seperti kertas putih ketika
Lebih terperinciJl. Sukarno Hatta Giri Menang Gerung Telp.( 0370 ) , Fax (0370) Kode Pos TELAAHAN STAF
PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK BARAT DINAS SOSIAL, TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI Jl. Sukarno Hatta Giri Menang Gerung Telp.( 0370 ) 681150, 681156 Fax (0370) 681156 Kode Pos 83363 TELAAHAN STAF Kepada : Bapak
Lebih terperinciPROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 65 TAHUN 2016 TENTANG
1 PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 65 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI, DAN TATA KERJA DINAS SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG
Lebih terperinciBUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PENANGGULANGAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS
BUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PENANGGULANGAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR, Menimbang
Lebih terperinciWALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PEMBINAAN ANAK JALANAN, GELANDANGAN, DAN PENGEMIS
SALINAN WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PEMBINAAN ANAK JALANAN, GELANDANGAN, DAN PENGEMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KEDIRI, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT
BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 50 TAHUN 2016 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS SOSIAL KABUPATEN GARUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang :
Lebih terperinciGUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENANGANAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA
Lebih terperinciBUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR TAHUN 2017 TENTANG
BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR TAHUN 2017 TENTANG TUGAS, FUNGSI, URAIAN TUGAS DAN TATA KERJA UNSUR-UNSUR ORGANISASI DINAS SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciBUPATI PULANG PISAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI PULANG PISAU NOMOR 39 TAHUN 2016 TENTANG
SALINAN BUPATI PULANG PISAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI PULANG PISAU NOMOR 39 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS SOSIAL KABUPATEN
Lebih terperinci~ ~Ja/rmw PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 169 TAHUN 2014 TENTANG
[ SALINAN I ~~ @l5'~{5}faemiv ~ ~Ja/rmw PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 169 TAHUN 2014 TENTANG POLA PENANGANAN PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. menarik orang mendatangi kota. Dengan demikian orang-orang yang akan mengadu nasib di
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan kota yang selalu dinamis berkembang dengan segala fasilitasnya yang serba gemerlapan, lengkap dan menarik serta menjanjikan tetap saja menjadi suatu faktor
Lebih terperinciWALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU
WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA PEKANBARU NOMOR 97 TAHUN 2016 T E N T A N G KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS SOSIAL KOTA PEKANBARU DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciRENCANA KINERJA TAHUNAN TINGKAT SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH
RENCANA KINERJA TAHUNAN TINGKAT SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH : DINAS SOSIAL KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL PEMERINTAH PROVINSI NTB TAHUN ANGGARAN : 2016 SASARAN STRATEGIS
Lebih terperinciBAB 29 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL
BAB 29 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL Perlindungan dan kesejahteraan sosial diperlukan bagi seluruh rakyat Indonesia untuk meningkatkan kualitas kehidupan yang layak dan bermartabat.
Lebih terperinciWALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI
SALINAN WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI PERATURAN WALIKOTA JAMBI NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG PENANGANAN GELANDANGAN, PENGEMIS (GEPENG) DAN ANAK JALANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA JAMBI Menimbang
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Urgensi Pembentukan Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Urgensi Pembentukan Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis Di Provinsi D.I Yogyakarta. Provinsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan tujuan negara yaitu Melindungi segenap
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan tujuan negara yaitu Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
Lebih terperinciRPJMD Kab. Temanggung Tahun I X 101
TARGET SASARAN MISI Rehabilitasi Sosial % 2.7 2.7 2.88 3.08 3.18 3.18 3.18 3.18 Dinas Sosial Jumlah PMKS telah direhabilitasi dalam 1 tahun dibagi Jumlah PMKS direhabilitasi x % sasaran : penyandang cacat
Lebih terperinciBUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH
BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 92 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS SOSIAL KABUPATEN CILACAP DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia merupakan Negara yang berdasarkan pada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia merupakan Negara yang berdasarkan pada Pancasila. Sebagai dasar Negara, Pancasila menjadi tumpuan serta dasar tata cara penyelenggaraan Negara
Lebih terperinciKEPALA DINAS UPTD SEKRETARIAT BIDANG PARTISIPASI SOSIAL DAN MASYARAKAT BIDANG REHABILITASI SOSIAL BIDANG PELAYANAN SOSIAL
DINAS SOSIAL KOTA BANDUNG INFORMASI BERKALA A. Profil Kedudukan SKPD 1. Kedudukan Kedudukan Dinas Sosial yaitu penyelenggara pelayanan dalam bidang kesejahteraan 2. Struktur Struktur Organisasi Dinas Sosial
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
DAFTAR PUSTAKA Peraturan Perudang-Undangan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang
Lebih terperinciPERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR 70 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS SOSIAL PROVINSI RIAU
PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR 70 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS SOSIAL PROVINSI RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU, Menimbang
Lebih terperinci