ANALISIS FAKTOR FAKTOR PENYEBAB PERSISTENSI PENGANGGURAN BERDASARKAN PERSPEKTIF PERUSAHAAN OLEH FITRI FARAHNITA H

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS FAKTOR FAKTOR PENYEBAB PERSISTENSI PENGANGGURAN BERDASARKAN PERSPEKTIF PERUSAHAAN OLEH FITRI FARAHNITA H"

Transkripsi

1 ANALISIS FAKTOR FAKTOR PENYEBAB PERSISTENSI PENGANGGURAN BERDASARKAN PERSPEKTIF PERUSAHAAN OLEH FITRI FARAHNITA H DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

2 RINGKASAN FITRI FARAHNITA. Analisis Faktor-Faktor Penyebab Persistensi Pengangguran berdasarkan Perspektif Perusahaan (dibimbing oleh IMAN SUGEMA). Pertumbuhan perekonomian Indonesia pada tahun-tahun terakhir cenderung menunjukkan peningkatan, namun pertumbuhan tersebut masih didorong sebagian besar oleh sektor konsumsi. Sedangkan kontribusi sektor investasi masih sangat rendah terhadap PDB. Sehingga dapat disimpulkan dengan kontribusi yang rendah dari sektor investasi tersebut akan menyebabkan lambatnya kinerja sektor riil. Sedangkan sektor riil merupakan penyedia lapangan kerja, sehingga mengakibatkan penyerapan tenaga kerja berkurang. Dengan demikian, pengangguran akan semakin meningkat. Selain akibat lemahnya pertumbuhan perkonomian yang belum mampu mendorong penyerapan tenaga kerja, besarnya tingkat pengangguran juga disebabkan oleh kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang rendah. Tingkat pengangguran di Indonesia tergolong tinggi, data menunjukkan bahwa antara tahun , tingkat pengangguran rata-rata sebesar 5.49 persen yang kemudian selama tahun mengalami peningkatan menjadi 9.57 persen. Dengan demikian, terjadi perubahan rata-rata tingkat pengangguran di antara kedua periode tersebut. Selain itu, tingkat pengangguran terbuka di Indonesia pada Februari 2007 masih mencapai 9.57 persen dari angkatan kerja atau sebesar juta jiwa. Pengangguran yang cenderung terus meningkat dan relatif sulit untuk turun tersebut merupakan indikasi terjadinya kondisi pengangguran yang persisten. Menurut Blanchard dan Summer (1986), persistensi pengangguran terjadi manakala penyesuaian (adjustment) terhadap tingkat kesetimbangan berjalan dengan lambat. Walaupun dengan adjustment yang lambat, tingkat pengangguran yang berada pada kondisi persisten memiliki kecenderungan untuk dapat kembali ke tingkat semula atau tingkat sebelumnya (mean reversion). Adapun yang menjadi sumber-sumber persistensi pengangguran yang dianalisis dalam penelitian ini, yaitu terbagi menjadi tiga kelompok diantaranya penyebab kekakuan upah, proses pencarian pekerja yang menyebabkan semakin lamanya proses pencarian pekerja yang dilakukan oleh perusahaan dan faktor lainnya yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah dan kelembagaan pasar tenaga kerja. Sumber-sumber persistensi pengangguran akan dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan analisis tabel silang (crosstabs), sehingga dapat menjawab tujuan dari penelitian ini, yaitu untuk menganalisis faktor-faktor penyebab persistensi pengangguran, dan menganalisis keefektifan kebijakan inflation targeting dalam mempengaruhi tingkat pengangguran. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat (LPPM) International Center for Applied Finance and Economics (InterCAFE). Berdasarkan hasil penelitian, kekakuan upah terdiri dari kekakuan upah nominal dan kekakuan upah riil. Kekakuan upah nominal telah membuat upah gagal untuk menjadi penyeimbang antara penawaran dan permintaan tenaga kerja (market

3 clearing mechanism) sehingga tingkat pengangguran menjadi lebih tinggi dari seharusnya (Elmeskov, 1993). Penyebab kekakuan upah nominal yaitu kekakuan upah ke bawah (downward wage rigidity), penyesuaian upah terhadap inflasi (indeksasi), kebijakan upah minimum, upah relatif dan upah efisiensi. Indeksasi yang dilakukan oleh pekerja dapat menyebabkan peningkatan pengangguran, sehingga kebijakan inflation targeting dengan sasaran inflasi jangka panjang yang lebih rendah menjadi lebih relevan digunakan untuk mengatasi masalah pengangguran. Hasil penelitian juga menyimpulkan bahwa tidak ada bukti kuat yang memperlihatkan upah relatif dan upah efisiensi merupakan sumber kekakuan upah nominal. Sedangkan, kekakuan upah riil disebabkan upah riil gagal menyesuaikan dengan Marjinal Productivity for Labor (MPL). Kekakuan upah riil dapat diatasi dengan meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Sumber persistensi pengangguran lainnya yaitu waktu pencarian pekerja yang dilakukan oleh perusahaan, yang dipengaruhi oleh proses pencarian pekerja seperti ketidaksesuaian antara kualifikasi yang dimiliki pekerja dengan yang dibutuhkan oleh perusahaan (mismatch), pergeseran sektoral (sectoral shift), ketidaksempurnaan informasi lowongan kerja, dan mobilitas geografis. Selain itu, faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi persistensi pengangguran adalah regulasi pemerintah tentang perlindungan tenaga kerja dalam bentuk pembelakuan jaminan sosial bagi pekerja, peran serikat pekerja dalam memperjuangkan kepentingan pekerja (misalnya; kenaikan upah), dan mekanisme penyesuaian yang dilakukan oleh perusahaan, seperti penambahan jam kerja (lembur) bagi pekerja ketika kinerja perusahaan meningkat.

4 ANALISIS FAKTOR FAKTOR PENYEBAB PERSISTENSI PENGANGGURAN BERDASARKAN PERSPEKTIF PERUSAHAAN OLEH FITRI FARAHNITA H Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

5 INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Fitri Farahnita Nomor Registrasi Pokok : H Program Studi : Ilmu Ekonomi Judul Skripsi : Analisis Faktor-Faktor Penyebab Persistensi Pengangguran berdasarkan Perspektif Perusahaan dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Intitut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing, Iman Sugema, Ph.D NIP Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi, Rina Oktaviani, Ph.D NIP Tanggal Kelulusan :

6 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. Bogor, September 2008 Fitri Farahnita H

7 RIWAYAT HIDUP Fitri Farahnita. Dilahirkan di Tangerang pada hari Rabu tanggal 04 Juni 1986 dari pasangan Bapak Syarifudin Daud dan Ibu Siti Sualiah. Penulis merupakan putri kedua dari dua bersaudara. Penulis menjalani pendidikan di bangku sekolah dasar dari tahun 1992 sampai dengan tahun 1998 di SD Negeri 2 Balaraja Tangerang. Selanjutnya meneruskan ke pendidikan lanjutan tingkat pertama dari tahun 1998 sampai tahun 2001 di SLTP Negeri 1 Balaraja Tangerang. Setelah itu, penulis melanjutkan pendidikan menengah umum di SMU Negeri 1 Balaraja Tangerang dan lulus pada tahun Pada tahun 2004 penulis diterima sebagai mahasiswi Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan terdaftar sebagai mahasiswa Departemen Ilmu ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM).

8 KATA PENGANTAR Assalamu alaikum Wr. Wb. Segala puji hanya untuk Allah SWT atas berkat rahmat dan karunia-nya penulis mendapat kemudahan dan kemampuan dalam setiap langkah penyusunan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Qudwah Hasanah kita, Rasulullah Saw, yang telah mengajarkan al-islam sebagai jalan hidup sehingga membawa keselamatan bagi umat manusia sejagad raya. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (IPB). Adapun judul skripsi ini adalah Analisis Faktor-Faktor Penyebab Persistensi Pengangguran berdasarkan Perspektif Perusahaan. Penelitian ini merujuk pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat (LPPM) International Center for Applied Finance and Economics (InterCAFE), pada bab enam yang membahas persistensi pengangguran dari perspektif perusahaan. Penulis terlibat dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh LPPM InterCAFE tersebut, yang bertindak sebagai kelompok peneliti. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Iman Sugema, Ph.D selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan ilmu dan membimbing penulis dengan sabar dalam proses penyusunan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. 2. Noer Azam Acshani, Ph.D selaku dosen penguji utama yang telah memberikan ilmu dan kritikan yang membangun sehingga skripsi ini dapat diperbaiki menjadi lebih baik. 3. Syamsul H Pasaribu, M.Si selaku dosen penguji dari Komisi Pendidikan (Komdik) Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM), yang telah memberikan ilmu dan kritikan yang membangun sehingga skripsi ini dapat diperbaiki menjadi lebih baik.

9 4. Kedua orang tua penulis yaitu Ayahanda Syarifudin Daud dan Ibunda Siti Sualiah, Kakakku Fariz beserta keluarga besar Bapak Supriyanto dan Ibu Tati atas doa, kasih sayang, perhatian, bimbingan, dan dukungan yang telah dicurahkan. 5. Dosen dan staf penunjang LPPM InterCAFE atas ilmu dan bantuan yang diberikan. 6. Dosen dan staf penunjang Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM), atas ilmu dan bantuan yang diberikan. 7. My best Friends, Eby, Ery, Ulfa, Idha, Mitha, Eya, Ntit, Reshe, dan Asay atas doa, dukungan, semangat dan bantuan selama proses pembuatan skripsi. 8. Teman satu bimbingan Dila, Dado (Arif), dan Irwan atas bantuan, semangat, dan dukungannya. Dan juga seluruh mahasiswa IE 41 atas persahabatan dan bantuan selama proses pembuatan skripsi. Akhirnya penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini. Semoga hasil skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun semua pihak yang membutuhkan. Wassalamu alaikum Wr. Wb. Bogor, September 2008 Fitri Farahnita H

10 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iv DAFTAR LAMPIRAN... v I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian... 6 II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Definisi Definisi pengangguran Penduduk Usia Kerja, Pekerja, Penganggur Persistensi Pengangguran Sumber-Sumber Persistensi Pengangguran Kerangka Teoritis Pertumbuhan Serikat Pekerja berdasarkan Model Ashenfelter-Pencavel Kurva Phillips dalam Jangka Pendek dan Jangka Panjang Penelitian Terdahulu Kerangka Pemikiran Hipotesis Penelitian III. GAMBARAN UMUM Kondisi Umum Pengangguran di Indonesia Struktur Pengangguran berdasarkan Usia, Gender, dan Tingkat Pendidikan IV. METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data... 30

11 4.2. Metode Pengolahan Data V. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Umum Responden Kekakuan Upah Kekakuan Upah Nominal Kekakuan Upah Riil Proses Pencarian Pekerja Mismatch Pergeseran Sektoral dan Friksi Informasi Lowongan Kerja Mobilitas Geografis Faktor Lainnya Regulasi pemerintah Mekanisme penyesuaian Peran Serikat Pekerja VI. KESIMPULAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 64

12 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Tingkat Pengangguran di Indonesia Struktur Pengangguran berdasarkan Usia dan Gender Penurunan Upah yang Tidak terkait Kinerja Kenaikan Upah yang Terjadi dalam Setahun Terakhir Kebijakan Pengupahan Tindakan Pekerja dalam Penyesuaian Upah Faktor untuk Penyesuaian Upah Minimum Acuan Penentuan Upah Relatif Apresiasi Perusahaan terhadap Pekerja yang lebih Produktif Faktor-Faktor Motivasi Bekerja Penyesuaian Upah Riil Tingkat Kesulitan Mencari Pekerja yang Sesuai Kualifikasi Tingkat Kemudahan Pekerja untuk Mencari Pekerjaan Baru Sumber Informasi Lowongan Pekerjaan Kemudahan Perusahaan Memperoleh Pekerja dari Luar Wilayah Asal Tenaga Kerja Fasilitas Jamsostek dan Asuransi Lainnya Bekerja Lembur Upah Lembur Pekerja Efektivitas Serikat Pekerja dalam Memperjuangkan Kenaikan Upah... 56

13 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Struktur Populasi Penduduk berdasarkan Pasar Tenaga Kerja Kurva Phillips Jangka Pendek Kurva Phillips Jangka Panjang Kerangka Pemikiran Persentase Sebaran Responden menurut Sektor dan Ketersediaan Tenaga Kerja Lepas Persentase Sebaran Responden menurut Provinsi dan Kabupaten... 34

14 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Analisis Crosstabs Sektor dengan Kebijakan Pengupahan terhadap Pekerja Tetap dan Pekerja Lepas Analisis Crosstabs Sektor dengan Pemberlakuan Upah Relatif terhadap Pekerja Tetap dan Pekerja Lepas Analisis Crosstabs Sektor dengan Pemberlakuan Upah Efisiensi terhadap Pekerja Tetap dan Pekerja Lepas Analisis Crosstabs Waktu Pencarian Pekerja dengan Kesulitan Mencari Pekerja sesuai dengan Kualifikasi (Mismatch) terhadap pekerja tetap dan pekerja lepas Analisis Crosstabs waktu Pencarian Pekerja dengan Kesulitan Pekerja untuk Pindah Kerja terhadap Pekerja Tetap dan Lepas Analisis Crosstabs Waktu Pencarian Pekerja dengan Media Informasi Lowongan Kerja Analisis Crosstabs Waktu Pencarian Pekerja dengan Kemudahan Memperoleh Pekerja dari Luar Wilayah terhadap Pekerja Tetap dan Pekerja Lepas.(Mobilitas Geografis)... 75

15 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di setiap negara dipengaruhi oleh beberapa komponen, seperti akumulasi modal (yang meliputi semua investasi baru pada tanah, peralatan fisik dan sumber daya manusia), pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja serta kemajuan teknologi (Todaro, 1994). Begitu juga dengan pertumbuhan ekonomi di Indonesia dipengaruhi oleh ketiga komponen tersebut. Pertumbuhan perekonomian Indonesia pada tahun-tahun terakhir cenderung menunjukkan peningkatan, namun pertumbuhan tersebut masih didorong sebagian besar oleh sektor konsumsi. Pada tahun 2005 triwulan III, pertumbuhan konsumsi swasta (year of year) adalah 4.43 persen dan konsumsi pemerintah persen. Konsumsi masyarakat memiliki kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tercatat sekitar 68 persen, sedangkan sektor investasi masih sangat rendah yakni sekitar 17 persen dari PDB (InterCAFE, 2008). Sehingga dapat disimpulkan dengan kontribusi yang rendah dari sektor investasi tersebut akan menyebabkan lambatnya kinerja sektor riil. Sedangkan sektor riil merupakan penyedia lapangan kerja, sehingga penyerapan tenaga kerja akan berkurang. Dengan demikian, pengangguran akan semakin meningkat. Selain akibat pertumbuhan ekonomi yang belum mampu mendorong pertumbuhan kesempatan kerja yang tinggi dan menyerap angkatan kerja dalam jumlah besar, besarnya jumlah penganggur juga disebabkan oleh kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang rendah dan hanya mengandalkan pengetahuan umum yang dimiliki. Kondisi tersebut menyebabkan

16 angkatan kerja sangat sulit diserap oleh perusahaan-perusahaan yang menyediakan lowongan kerja. Sementara saat ini, masih banyak angkatan kerja Indonesia yang tidak memiliki kompetensi yang diperlukan oleh dunia kerja. Disisi lain produktivitas dunia usaha Indonesia juga masih rendah yang mengakibatkan daya saing di pasar global sangat rendah serta sulit untuk mengembangkan usaha dan menyerap tambahan tenaga kerja. Penyebab utama rendahnya produktivitas dan daya saing Indonesia dalam pasar global adalah karena secara keseluruhan kualitas SDM Indonesia masih rendah, hal ini ditunjukkan oleh tingkat pendidikan penduduk usia 15 tahun keatas sebesar 53.1 persen berpendidikan sekolah dasar ke bawah, 41.2 persen berpendidikan sekolah menengah, dan hanya 5.6 persen berpendidikan diploma atau sarjana. Pengangguran adalah masalah makroekonomi yang mempengaruhi manusia secara langsung dan merupakan masalah yang paling berat. Tingkat pengangguran Indonesia berada di posisi paling atas di antara negara-negara Association of South East Asian Nations (ASEAN). Sejak krisis 1997, tingkat pengangguran Indonesia tergolong tinggi. Data menunjukkan bahwa antara tahun , tingkat pengangguran rata-rata sebesar 5.49 persen yang kemudian selama tahun mengalami peningkatan menjadi 9.57 persen (InterCAFE, 2008). Dengan demikian, terjadi perubahan rata-rata tingkat pengangguran di antara kedua periode tersebut. Selain itu, tingkat pengangguran terbuka di Indonesia pada Februari 2007 masih mencapai 9.57 persen dari angkatan kerja atau sebesar juta jiwa (BPS, 2008). Pengangguran yang cenderung terus meningkat dan relatif sulit untuk turun tersebut

17 merupakan indikasi terjadinya kondisi pengangguran yang persisten. Hal ini merupakan masalah yang serius sehingga berbagai upaya untuk menanggulangi masalah tersebut mutlak dilakukan. Tabel 1.1. Tingkat Pengangguran di Indonesia Rata-rata Rata-rata Perubahan rata-rata tahun terhadap rata-rata tahun % 9.57 % % % Sumber : InterCAFE (2008) Pengangguran di Indonesia yang menggambarkan tingkat pengangguran yang terus meningkat, yang mengindikasikan kondisi pengangguran yang telah mencapai tahap persisten, mendorong penulis untuk melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang menyebabkan persistensi pengangguran tersebut. Selain itu, penelitian ini akan lebih diarahkan kepada perspektif perusahaan dalam mengkaji faktor-faktor yang menyebabkan persistensi pengangguran. Dengan demikian, penelitian ini diharapkan secara umum dapat memberikan informasi kepada para pembuat kebijakan agar penentuan kebijakan tentang pengangguran dapat tepat mengatasi masalah pengangguran di Indonesia Perumusan Masalah Tingkat pengangguran di Indonesia terus meningkat dan bahkan telah mencapai kondisi persistensi, sehingga perlu adanya kebijakan yang dapat mengatasi masalah pengangguran. Pengangguran merupakan masalah krusial yang belum bisa diselesaikan secara sistematis sampai saat ini. Perlu adanya upaya yang bersifat mendasar dan menyeluruh untuk mengatasi masalah

18 pengangguran tersebut, dengan mempelajari secara mendalam karakteristik pengangguran Indonesia. Peningkatan pertumbuhan ekonomi dan indikatorindikator makro lainnya tampaknya belum cukup untuk digunakan sebagai dasar pengambilan kebijakan dalam menyelesaikan masalah pengangguran. Faktor-faktor lain yang dapat digunakan dalam membuat kebijakan untuk mengatasi masalah pengangguran antara lain terkait erat dengan aspek kebijakan pemerintah khususnya masalah hukum dan perundang-undangan, kualitas tenaga kerja, dan masalah serta kendala yang dihadapi oleh sektor industri sehingga terjadi keengganaan terhadap permintaan tenaga kerja. Dengan demikian, masalah pengangguran yang terjadi dapat dirangkum dalam pertanyaan-pertanyaan di bawah ini, yaitu sebagai berikut : 1) Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya persistensi pengangguran berdasarkan perspektif perusahaan? 2) Bagaimana efektifitas kebijakan moneter inflation targeting dalam mempengaruhi tingkat pengangguran? Mengingat berbagai permasalahan di atas, maka diperlukan suatu penelitian yang dapat menjawab masalah pengangguran dengan rekomendasi strategi yang tepat untuk mengatasi permasalahan tersebut. Sehingga penulis dalam hal ini akan melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang menyebabkan persistensi pengangguran, dimana penelitian ini akan diarahkan kepada perspektif perusahaan dalam mengkaji faktor-faktor penyebab persistensi pengangguran tersebut. Dengan demikian, diharapkan kondisi pengangguran di Indonesia yang telah mencapai persisten dapat diatasi dengan sistematis dan menyeluruh.

19 1.3. Tujuan Penelitian Sejalan dengan latar belakang dan permasalahan di atas, tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Menganalisis faktor-faktor apa saja yang menyebabkan persistensi pengangguran berdasarkan perspektif perusahaan. 2) Menganalisis efektifitas kebijakan moneter inflation targeting dalam mempengaruhi tingkat pengangguran Manfaat Penelitian Penelitian yang menganalisis faktor-faktor penyebab persistensi pengangguran ini, diharapkan dapat menjawab permasalahan-permasalahan yang menyebabkan terjadinya persistensi pengangguran di Indonesia. Sehingga, secara umum penelitian ini dapat bermanfaat bagi pemerintah khususnya Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter dalam menentukan kebijakan yang tepat dalam mengatasi masalah pengangguran, dan memperkirakan apakah kebijakan moneter inflation targeting yang telah dilakukan oleh BI tepat digunakan untuk mengatasi pengangguran di Indonesia. Selain itu, secara khusus penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi salah satu literatur bagi penelitian-penelitian selanjutnya, dan terutama semoga hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

20 1.5. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini membahas tentang faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya persistensi pengangguran di Indonesia. Dalam penelitian ini, akan menganalisis faktor-faktor penyebab persistensi pengangguran yang lebih mengarah bukan pada indikator makroekonomi. Selain itu, pembahasannya juga dihubungkan dengan kebijakan moneter inflation targeting. Penelitian dilakukan berdasarkan data sekunder berupa data-data perusahaan yang diklasifikasikan menjadi tiga sektor, yaitu; pertanian, industri manufaktur, dan jasa. Oleh karena itu, penelitian ini akan berdasarkan pada perspektif perusahaan dalam menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan persistensi pengangguran.

21 II. TINJAUAN PUSTAKA Bab ini akan menguraikan teori-teori yang berhubungan dengan pengangguran secara umum serta teori-teori yang berhubungan dengan faktorfaktor yang menyebabkan persistensi pengangguran secara khusus. Selain itu, juga mencakup tentang penelitian terdahulu, kerangka teoritis dan kerangka pemikiran serta hipotesis yang dibuat berdasarkan tujuan yang akan dicapai dengan penelitian ini Pengertian dan Definisi Definisi Pengangguran Pengangguran ditinjau dari interpretasi ekonomi oleh para ekonom dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu pengangguran friksional, struktural dan siklis. Menurut Bellante dan Jackson (1990), secara konseptual dapat dibedakan antara pengangguran friksional, struktural dan pengangguran karena kurangnya permintaan (demand deficiency unemployment) atau pengangguran siklis. Pengangguran karena kurangnya permintaan timbul apabila pada tingkat upah dan harga yang sedang berlaku, tingkat permintaan tenaga kerja secara keseluruhannya terlalu rendah, akibatnya jumlah tenaga kerja yang diminta perekonomian secara keseluruhan lebih rendah dibandingkan dengan penawaran tenaga kerjanya. Sedangkan, pengangguran struktural dikatakan ada apabila lowongan yang tersedia membutuhkan keahlian yang berbeda dengan yang dimiliki oleh penganggur atau lowongan pekerjaan yang tersedia berada dalam

22 wilayah geografis yang berbeda dengan lokasi tempat tinggal pekerja yang menganggur. Seperti juga halnya dengan pengangguran struktural, pengangguran friksional terjadi diakibatkan oleh proses pencarian kerja dan penyebabnya adalah informasi lowongan kerja yang kurang sempurna serta biaya untuk mengakses informasi tersebut terlalu mahal. Menurut Lipsey, et al. (1997), pengangguran dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu pengangguran siklis, pengangguran friksional, dan pengangguran struktural. Pengangguran siklis mengacu kepada pengangguran yang terjadi jika permintaan total tidak memadai untuk membeli semua keluaran potensial ekonomi, sehingga menyebabkan senjang resesi dimana keluaran aktual lebih kecil daripada keluaran potensial. Orang-orang yang menganggur secara siklis dikatakan sebagai orang yang menganggur terpaksa (involuntary unemployed), dalam arti mereka ingin bekerja dengan tingkat upah yang berlaku tetapi pekerjaan tidak tersedia. Pengangguran struktural dapat didefinisikan sebagai pengangguran yang disebabkan ketidaksesuaian antara struktur angkatan kerja berdasarkan keterampilan, pekerjaan, industri atau lokasi geografis dan juga struktur permintaan akan tenaga kerja. Sedangkan pengangguran friksional diakibatkan oleh perputaran (turn-over) normal tenaga kerja. Sumber penting pengangguran friksional adalah orang-orang muda yang memasuki angkatan kerja dan mencari pekerjaan. Sumber lainnya adalah orang-orang yang keluar dari pekerjaannya, baik karena tidak puas dengan kondisi pekerjaan yang sekarang maupun karena diberhentikan.

23 Selain itu, menurut Moore dan Elkin (1987), pengangguran friksional merupakan akibat dari fluktuasi jangka pendek di dalam pasar tenaga kerja, informasi yang tidak sempurna dan tenaga kerja yang tidak bergerak. Sedangkan, pengangguran struktural merupakan karakteristik jangka panjang, dimana terjadi persistensi ketidaksesuaian (mismatch) antara permintaan dan penawaran tenaga kerja dengan skill dan atau lokasi kerja Penduduk Usia Kerja, Pekerja, Penganggur Penduduk usia kerja adalah penduduk yang berusia di atas 15 tahun. Penduduk usia kerja terbagi menjadi dua kelompok besar yakni angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Bukan angkatan kerja adalah penduduk usia kerja yang masih sekolah, ibu rumah tangga, atau pensiunan. Angkatan kerja terbagi menjadi dua, yakni bekerja dan menganggur atau mencari pekerjaan. Menurut BPS, bekerja didefinisikan sebagai kegiatan dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan selama paling sedikit satu jam dalam seminggu yang lalu dan tidak boleh terputus. Kegiatan tersebut termasuk pula kegiatan pekerja tidak dibayar yang membantu dalam suatu usaha atau kegiatan ekonomi. Sedangkan menurut McConnell (2005), pekerja adalah seseorang yang berusia diatas 15 tahun, ketika survei dilakukan termasuk penduduk yang: (1) dipekerjakan oleh perusahaan swasta atau pemerintah, atau (2) bekerja sendiri (wiraswasta), atau (3) bekerja tapi tidak sedang bekerja yang dikarenakan sakit, cuaca buruk, adanya perselisihan tenaga kerja (misalnya: demonstrasi, mogok kerja, dan lain-lain), dan sedang melakukan liburan.

24 Menurut BPS, seseorang dikategorikan sebagai menganggur atau mencari pekerjaan apabila termasuk penduduk usia kerja yang: (1) tidak bekerja, atau (2) sedang mencari pekerjaan baik bagi mereka yang belum pernah bekerja sama sekali maupun yang sudah penah bekerja, atau (3) sedang mempersiapkan suatu usaha, atau (4) yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin untuk mendapatkan pekerjaan, atau (5) yang sudah memiliki pekerjaan tetapi belum mulai bekerja. Populasi Penduduk Bukan Angkatan Kerja Usia di bawah 16 Tahun Angkatan Kerja Penganggur Pekerja Sumber : McConnell (2005) Gambar 2.1. Struktur Populasi Penduduk berdasarkan Pasar Tenaga Kerja Persistensi Pengangguran Persistensi pengangguran dapat didefinisikan sebagai terjadinya peningkatan tingkat pengangguran secara terus menerus. Dengan kata lain, gangguan dalam kesetimbangan pasar tenaga kerja menyebabkan terjadinya pengangguran yang persisten.

25 Menurut Blanchard dan Summer (1986), persistensi pengangguran terjadi manakala penyesuaian (adjustment) terhadap tingkat kesetimbangan berjalan dengan lambat. Walaupun dengan adjustment yang lambat, tingkat pengangguran yang berada pada kondisi persisten memiliki kecenderungan untuk dapat kembali ke tingkat semula atau tingkat sebelumnya (mean reversion) Sumber-Sumber Persistensi Pengangguran Menurut Bruno dan Sachs (1985), pengangguran yang persisten terjadi karena adanya peran dari shock seperti kenaikan harga minyak dunia dan slowdown pertumbuhan produktivitas, sehingga menyebabkan kekakuan upah riil (real wage rigidities) dan kekakuan upah nominal (nominal wage rigidities). Selain itu, menurut Jonas Agell dan Per Lundborg (1990), Kekakuan upah nominal telah membuat upah gagal menjadi market clearing mechanism sehingga tingkat pengangguran menjadi lebih tinggi dari seharusnya. Ada dua hal yang menjadi penyebabnya di Indonesia yakni: (1) biaya untuk menurunkan upah nominal dianggap lebih tinggi dibandingkan manfaatnya, dan (2) indeksasi upah minimum terhadap inflasi baik secara backward maupun forward. Penyebab kekakuan upah nominal tersebut, diakibatkan oleh adanya faktor-faktor, seperti kekakuan upah ke bawah (downward wage rigidity), pemberlakuan kebijakan upah minimum, penyesuaian upah terhadap inflasi (indeksasi), upah relatif, dan upah efisiensi. Upah nominal bersifat kaku ke bawah (downward rigidity) dan kekakuan tersebut bersifat asimetrik dalam arti upah nominal mudah mengalami kenaikan

26 tetapi sulit untuk turun (Nickell et al, 2003). Penurunan upah yang bersifat kaku, menurut John Maynard Keynes merupakan fakta sosial dari kehidupan (social fact of life), dan kemungkinan besar disebabkan oleh besarnya perceived cost yang berasosiasi dengan penurunan upah sehingga perusahaan cenderung sulit mengalami penurunan upah. Ongkos penurunan upah dimanifestasikan dalam bentuk demo buruh, kehilangan pekerja yang produktif, dan turunnya produktivitas rata-rata pekerja. Kekakuan upah ke bawah ini juga dijelaskan dalam model kontrak implisit yang dikembangkan oleh Friedman dan Phelps (1968), yang menekankan proses memaksimumkan perilaku untuk pasar tenaga kerja. Secara ringkas model ini menunjukan bahwa upah pekerja di suatu perusahaan ditentukan secara kontrak antara pemilik perusahaan dan serikat pekerja. Dengan adanya serikat pekerja yang kuat, tingkat upah tidak dapat dengan mudah berubah seperti pada pasar persaingan sempurna. Selain itu, kekakuan upah bisa juga merupakan akibat dari pemberlakuan kebijakan upah minimum. Dalam kebijakan ini, perusahaan secara legal tidak boleh melakukan kebijakan pengupahan di bawah floor wage, sehingga upah minimum sering dijadikan alasan oleh serikat buruh untuk mencegah terjadinya penurunan upah di bawah upah minimum. Dan upah minimum merupakan kewajiban legal dan harus diikuti oleh setiap perusahaan serta memiliki kekuatan hukum (Jonas Agell dan Per Lundborg, 1990). Kekakuan upah nominal juga disebabkan oleh adanya indeksasi upah terhadap inflasi ( Per Lundborg dan Hans Sackhen, 2003). Ketika terjadi inflasi (kenaikan biaya hidup) pekerja akan menuntut kenaikan upah, sehingga

27 kemungkinan besar perusahaan akan menaikan upah, karena adanya biaya yang harus ditanggung (perceived cost) dari tindakan pekerja jika tuntutan kenaikan upah oleh pekerja tidak dikabulkan oleh perusahaan (misalnya; mogok kerja, demonstrasi, mediasi pemerintah). Selain itu, Upah relatif dan upah efisiensi juga dapat menyebabkan kekakuan upah nominal. Upah relatif merupakan upah yang diberikan oleh suatu perusahaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan lain yang sejenis. Upah tersebut adalah upah persaingan yang bertujuan untuk mencegah tenaga kerja pindah dari suatu perusahaan atau untuk menarik tenaga kerja produktif dari perusahaan lain (Bewley, 1998). Sedangkan upah efisiensi juga menyebabkan perusahaan cenderung untuk menetapkan upah yang lebih tinggi daripada upah kesetimbangan pasar persaingan sempurna. Upah efisiensi pertama kali diperkenalkan oleh Henry Ford, pada saat dilakukannya produksi mobil secara massal, memberikan upah pada pekerja sebesar $5 per hari yang lebih tinggi dari upah rata-rata perusahaan sejenis pada waktu itu, sebesar $2 per hari (Mankiw, 2003). Beberapa alasan dilakukan upah efisiensi, yaitu: 1. Upah efisiensi yang lebih banyak diterapkan di negara-negara miskin, yaitu perusahaan membayar upah di atas tingkat ekuilibrium untuk menjaga agar tenaga kerjanya tetap sehat sehingga akan lebih produktif. 2. Menghindari adverse selection, yaitu kecenderungan orang yang memiliki lebih banyak informasi (dalam hal ini, pekerja yang mengetahui peluang

28 mereka sendiri di luar) untuk menyeleksi sendiri dalam cara yang merugikan orang-orang yang memiliki lebih sedikit informasi (perusahaan). 3. Menghindari moral hazard. Teori ini menegaskan bahwa perusahaan tidak dapat memantau dengan sempurna upaya para pekerja, dan para pekerja harus memutuskan sendiri sejauh mana mereka akan bekerja keras. Dengan membayar upah yang lebih tinggi, perusahaan memotivasi lebih banyak pekerja agar rajin bekerja dan dengan demikian meningkatkan produktivitas para pekerja. 4. Menciptakan opportunity cost yang tinggi bagi pekerja untuk keluar dari perusahaan, hal ini lebih relevan bagi negara-negara maju. Upah yang tinggi dapat menurunkan perputaran tenaga kerja. Semakin besar perusahaan membayar pekerjanya, semakin besar insentif mereka untuk tetap bekerja dalam perusahaan tertentu. Dengan membayar upah yang tinggi, perusahaan juga mengurangi waktu dan biaya yang dibutuhkan perusahaan untuk menarik dan melatih pekerja baru. Konsep kekakuan upah riil (real wage rigidity) sedikit berbeda dengan kekakuan upah nominal. Secara teoritis, untuk mempertahankan tingkat pengangguran alamiah (natural rate of unemployment) sama dengan tingkat aktualnya (actual rate of unemployment), maka harus dijaga agar tingkat upah riil sama dengan MPL (Marjinal Productivity to Labor). Upah riil menyesuaikan MPL sehingga ketika MPL turun maka upah riil seharusnya juga turun. Tetapi jika tidak terjadi penurunan, maka upah riil tersebut kaku (Bruno and Sachs,

29 1985). Pada saat pertumbuhan upah riil lebih tinggi dari pertumbuhan produktivitas perusahaan maka akan menyebabkan pertambahan pengangguran. Sedangkan menurut Phelps (1994), peran dari institusi pasar tenaga kerja seperti proteksi tenaga kerja dan asuransi pengangguran, tingginya arus keluar masuk tenaga kerja, adjustment cost, pajak ketenagakerjaan, serta ketentuan upah minimum dapat mengakibatkan peningkatan pengangguran dan tingkat pengangguran menjadi persisten. Menurut Elmeskov (1993), pencarian pekerja oleh perusahaan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti Pergeseran Sektoral (sectoral shift), kesulitan perusahaan mencari pekerja sesuai dengan kualifikasi (mismatch), ketidaksempurnaan media penyampaian informasi lowongan kerja, dan Mobilitas Geografis. Selain itu, Arthur Pigou mengungkapkan bahwa mobilitas geografis diantara para pencari kerja merupakan salah satu faktor yang menyebabkan pengangguran. Salah satu faktor lainnya yang menyebabkan persistensi pengangguran adalah mekanisme penyesuaian yang dilakukan oleh perusahaan berkaitan dengan kinerja perusahaan, seperti penumpukan tenaga kerja (labor hoarding). Implikasi penumpukan tenaga kerja yang dilakukan oleh perusahaan yaitu penambahan jam kerja bagi pekerja (lembur) (Elmeskov, 1993).

30 2.3. Kerangka Teoritis Pertumbuhan Serikat Pekerja berdasarkan Model Ashenfelter- Pencavel Ashenfelter dan pencavel, pertama kali memulai dengan cara mengidentifikasikan dan mengkuantitaskan perubahan dalam biaya dan keuntungan yang didapat dari keanggotaan serikat pekerja. Argumen yang dikemukakan adalah selama periode pertumbuhan ekonomi, tingkat harga berubah melebihi kenaikan upah, sehingga upah riil mengalami penurunan. Jika salah satu dari pendekatan utama serikat pekerja adalah untuk memperjuangkan kenaikan upah pekerja, maka keuntungan yang diharapkan dari bergabungnya pekerja dengan serikat pekerja akan meningkat dengan adanya kenaikan tingkat harga. Sama halnya, ketika terjadi pertumbuhan ekonomi penggunaan tenaga kerja oleh perusahaan semakin meningkat. Sehingga semakin bertambahnya lowongan kerja akan mengurangi biaya imbalan bagi perusahaan dan harapannya bagi keberhasilan organisasi. Selain itu, Ashenfelter dan pencavel juga melengkapi model mereka dengan memasukkan kedalamnya tiga variabel penjelasan lainnya, yang dimaksudkan untuk melihat dampak beberapa kekuatan sosial dan politik. Salah satu kekuatan sosial, yaitu serikat pekerja sebagai wadah penyalur aspirasi tenaga kerja. Meskipun hal ini merupakan suatu konsep yang sulit dihitung kuantitasnya, tapi semakin besarnya kepercayaan pekerja terhadap serikat pekerja sebagai wadah aspirasi pekerja, maka semakin besar keberhasilan keanggotaan serikat pekerja. Sedangkan tingkat penggunaan tenaga kerja pada masa resesi

31 sebelumnya, dapat menjadi variabel yang menetukan tingkat keresahan dan ketidakpuasan pekerja. Semakin besar nilai tersebut, maka semakin besar perolehan keanggotaan serikat pekerja, ceteris paribus. Sedangkan variabel politik yang digunakan menjelaskan bahwa keanggotaan serikat pekerja akan lebih besar keberhasilannya, jika semakin besar pula jumlah anggota yang duduk di Dewan Perwakilan Rakyat, ceteris paribus. Argumen terakhir yang dikemukakan adalah yang dapat digambarkan sebagai argument pengembalian marjinal yang semakin berkurang terhadap organisasi (diminishing marginal returns to organizing). Dalam pandangan mereka, semakin besar persentase pekerja di sektor serikat pekerja yang telah bergabung dalam serikat pekerja, maka semakin kecil tingkat keberhasilan keanggotaan serikat pekerja. Dengan demikian dapat disimpulkan model Ashenfelter dan pencavel, mengemukakan bahwa perubahan dalam keanggotaan serikat pekerja haruslah dihubungkan secara positif dengan: (1) perubahan dalam tingkat harga, (2) perubahan dalam penggunaan tenaga kerja, (3) tingkat penggunaan tenaga kerja pada kurun waktu resesi yang sebelumnya, (4) persentase keanggotaan dalam Dewan Perwakilan Rakyat. Tetapi secara negatif dikaitkan dengan keanggotaan serikat pekerja sebagai satu persentase penggunaan tenaga kerja dalam sektor serikat pekerja ekonomi (Bellante dan Jackson, 1990) Kurva Phillips dalam Jangka Pendek dan Jangka Panjang Kenaikan tingkat harga akan menyebabkan penurunan upah riil. Dengan upah riil yang rendah, maka upah tenaga kerja semakin murah sehingga

32 perusahaan akan menambah tenaga kerja. Dengan demikian, dapat mengurangi tingkat pengangguran. Tingkat Inflasi Aktual B A 0 U* Un U Tingkat Pengangguran C SRPCo Sumber : Bellante dan Jackson (1990) Gambar 2.2. Kurva Phillips Jangka Pendek Keseimbangan awal pada titik A, yaitu tingkat pengangguran alamiah dan tingkat inflasi pada titik nol. Suatu kenaikan yang tidak diharapkan dalam inflasi mencapai tingkat tiga persen mengurangi tingkat pengangguran sampai U*. Sama pula halnya, suatu tingkat deflasi yang tidak diharapkan sebesar dua persen meningkatkan tingkat pengangguran sampai ke U. Hubungan Phillips jangka pendek SRPCo mengandung semua kemungkinan kombinasi tingkat inflasi aktual dan tingkat pengangguran, dimana baik perusahaan maupun pekerja mengharapkan suatu tingkat inflasi pada titik nol. Sedangkan hubungan kurva Phillips dalam jangka panjang, menjelaskan ketika terjadi inflasi pekerja akan sadar bahwa upah nominal yang mereka dapatkan tidak sesuai dengan upah riil, sehingga merangkum permintaan upah

33 nominal yang lebih tinggi dimasa yang akan datang dalam kontrak upah mereka. Dengan demikian, mereka menuntut kenaikan upah nominal, sehingga upah riil akan naik dan perusahaan akan mengurangi permintaannya terhadap tenaga kerja. Hal ini karena upah tenaga kerja akan semakin mahal dengan adanya ekspektasi inflasi oleh pekerja melalui kenaikan upah nominal. Hubungan kurva Phillips dalam jangka panjang dapat dilihat dari kurva dibawah ini : Tingkat Inflasi Aktual LRPC B D A U* Un U Tingkat Pengangguran Sumber : Bellante dan Jackson (1990) E C SRPC3 SRPCo SRPC2 Gambar 2.3. Kurva Phillips Jangka Panjang Keseimbangan awal pada titik A (SRPCo) suatu tingkat inflasi yang tidak diharapkan sebesar tiga persen mengurangi tingkat pengangguran sampai U* (B). Sama halnya, suatu deflasi yang tidak diharapkan sebesar dua persen meningkatkan pengangguran sampai tingkat U (C). Kemudian adanya ekspektasi inflasi, sehingga kurva Phillips jangka pendek pun bergeser. Pada kasus pertama SRPCo bergeser sampai ke SRPC3, sedangkan pada kasus kedua, SRPCo bergeser

34 ke kiri (SRPC2). Jadi, hubungan kurva Phillips jangka panjang LRPC melukiskan bahwa keseimbangan dalam pasar tenaga kerja pada tingkat pengangguran alamiah mungkin terjadi pada setiap tingkat inflasi aktual sampai tingkat inflasi tersebut menjadi seperti yang diharapkan Penelitian Terdahulu Studi-studi yang menjelaskan mengapa tingkat pengangguran begitu tinggi dilakukan penelitian untuk menguji eksistensi persistensi pengangguran oleh Wu (2003). Penelitian ini menguji eksistensi persistensi pengangguran serta sumber persistensi yang terjadi di Cina. Studinya difokuskan pada perbedaan yang terjadi antara pengangguran total dan kaum muda (total dan youth unemployment), tingkat nasional dan regional dalam fenomena persistensi pengangguran di Cina. Hasil empiris menunjukkan tiga esensi penting. Pertama, pengangguran di tingkat provinsi (provincial unemployment) lebih persisten dibanding pengangguran agregat nasional (national aggregate unemployment). Kedua, pengangguran total lebih persisten daripada pengangguran kaum muda. Ketiga, walaupun wilayah barat Cina memiliki tingkat pengangguran provinsi tertinggi tetapi persistensi pengangguran regionalnya terendah. Kemudian, metode data panel digunakan untuk menganalisis sumber-sumber dari persistensi pengangguran. Hasil estimasi data panel menunjukkan bahwa persistensi pengangguran relatif regional di Cina disebabkan bukan hanya dari high output share by state sector tetapi juga dari high output share by collective sector. Semakin tinggi share

35 output industri terhadap state sector dan collective sector maka persistensi pengangguran regional semakin eksis. Elmeskov (1993), juga melakukan penelitian tentang eksistensi pengangguran dengan judul High and Persistent Unemployment : Assesment of the Problem and Its Causes. Penelitian ini, menjelaskan perkembangan pasar tenaga kerja bagi negara-negara anggota OECD (Organisation for Economic Cooperation and Development) dan faktor-faktor penyebabnya. Analisis penelitian ini, dimulai dengan menyimpulkan ukuran yang tepat untuk menentukan tingkat pengangguran, sehingga adanya perbedaan tingkat penganggguran antar beberapa negara dan dari tahun ke tahun. Dan juga menyatakan bahwa adanya peningkatan dalam ukuran pengangguran, hal ini mempresentasikan adanya penurunan dalam tingkat kebenaran perhitungan pengangguran. Penelitian ini juga mengungkapkan bahwa terjadi peningkatan tren pengangguran di beberapa negara, kemudian disimpulkan apakah peningkatan tren pengangguran tersebut juga mempresentasikan peningkatan dalam tingkat pengangguran alamiah dan kesetimbangan. Dan peningkatan tren pengangguran tersebut disebabkan oleh pengaruh kebijakan dan bukan kebijakan, yang mempengaruhi ekuilibrium pengangguran dan kecepatan penyesuaian pasar tenaga kerja. Linblad (1997) dalam penelitiannya mengenai persistensi pengangguran di Swedia, menemukan bukti yang cukup kuat bahwa komponen permanen dalam tingkat pengangguran meningkat secara substansial selama beberapa periode penelitiannya. Adapun penyebab pengangguran persisten adalah natural rate shocks, siklus pengangguran yang panjang, spill-over pengangguran siklikal

36 menjadi pengangguran permanen, dan kombinasi dari guncangan siklikal dan permanen dalam efek spill-over. Hasil temuan juga menunjukkan bahwa dalam kasus pengangguran terbuka, komponen permanen meningkat dari 1.4 persen (tahun 1990) menjadi 9.2 persen (tahun 1994) dan dari 3 persen menjadi 13.9 persen pada periode yang sama pada kasus pengangguran total. Catatan terpenting dari penelitian ini adalah bahwa hasil estimasi (untuk sampel jangka panjang) menunjukkan peningkatan 1 persen dalam pengangguran siklikal akan meningkatkan tingkat alamiah pengangguran (NAIRU) sekitar persen. Selain itu, total pengangguran dan pengangguran terbuka di Swedia menunjukkan pola pengangguran yang persisten.

37 2.5. Kerangka Pemikiran Sumber Persistensi Pengangguran Proses Pencarian Pekerja Mismatch Pergeseran Sektoral Informasi Lowongan Kerja Mobilitas Geografis Waktu Pencarian Pekerja oleh Perusahaan Kekakuan Upah Kekauan Upah ke Bawah Upah Relatif Upah Efisiensi Kebijakan Upah Minimum Kekakuan Upah Riil Indeksasi Faktor Lainnya Regulasi Pemerintah Peran Serikat Pekerja Mekanisme Penyesuaian Persistensi Pengangguran Implikasi Kebijakan Gambar 2.4. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran digunakan sebagai panduan dalam pelaksanaan penelitian, yaitu untuk menjawab tujuan dari penelitian ini. Kerangka pemikiran

38 ini menggambarkan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan dalam tingkat pengangguran dan akhirnya menyebabkan tingkat pengangguran menjadi persisten. Sumber-sumber yang menyebabkan persistensi pengangguran dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu faktor yang berkaitan dengan proses pencarian pekerja oleh perusahaan, yang dapat menyebabkan waktu yang dibutuhkan perusahaan dalam mendapatkan pekerja semakin lama, faktor yang menyebabkan kekakuan upah sehingga upah yang diberikan perusahaan kepada pekerja lebih tinggi dari upah kesetimbangan di pasar tenaga kerja, dan faktor lainnya seperti adanya regulasi pemerintah, peran serikat pekerja dalam memperjuangkan kepentingan pekerja (misalnya; kenaikan upah), dan mekanisme penyesuaian yang dilakukan perusahaan yang berhubungan dengan kondisi kinerja perusahaan. Faktor-faktor tersebut dapat menjelaskan secara deskriptif tentang penyebab persistensi pengangguran, sehingga dapat ditentukan kebijakan yang tepat untuk mengatasi masalah pengangguran Hipotesis Penelitian 1) Kekakuan upah berpengaruh terhadap tingkat upah berada diatas upah kesetimbangan, sehingga mengakibatkan peningkatan dalam tingkat pengangguran. 2) Proses pencarian pekerja (yang dipengaruhi oleh pergeseran sektoral, mismatch, informasi lowongan, dan mobilitas geografis) mempengaruhi

39 lamanya waktu pencarian pekerja oleh perusahaan, sehingga menyebabkan tingkat pengangguran semakin meningkat. 3) Regulasi pemerintah (pemberlakuan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi semua pekerja) berpengaruh terhadap tingkat upah berada di atas upah kesetimbangan, sehingga mempengaruhi peningkatan tingkat pengangguran. 4) Mekanisme penyesuaian (penambahan jam kerja bagi pekerja), berpengaruh terhadap peningkatan tingkat pengangguran. 5) Keefektifan serikat pekerja dalam memperjuangkan kepentingan pekerja (kenaikan upah), berpengaruh terhadap tingkat upah berada di atas upah kesetimbangan sehingga mempengaruhi peningkatan pengangguran.

40 III. GAMBARAN UMUM 3.1. Kondisi Umum Pengangguran di Indonesia Badan Pusat Statistik (BPS) menjelaskan bahwa tingkat pengangguran pada Agustus 2007 lebih rendah jika dibandingkan dengan Agustus 2006 yang tercatat sebesar persen. Penurunan angka pengangguran tersebut yaitu sebesar ribu orang, dengan kondisi angka pengangguran pada Agustus 2006 sebesar orang. Penurunan angka pengangguran sebesar 921 ribu orang dari Agustus 2006 ke Agustus 2007 tersebut, 720 ribu orang diantaranya adalah penganggur perempuan. Sedangkan penurunan penganggur laki-laki hanya 201 ribu orang. Selain itu, menurunnya angka penggangguran juga terjadi pada Agustus 2007 yaitu sebanyak ribu orang jika dibanding dengan kondisi Februari Penurunan tersebut dari juta orang pada Februari 2007 menjadi juta pada Agustus Meskipun angka pengangguran tersebut menurun, penurunan jumlah pengangguran tidak sebanding dengan penambahan angkatan kerja. Jumlah angkatan kerja pada Agustus 2007 tercatat sebanyak juta orang atau bertambah sebesar 1.81 juta orang dibandingkan dengan angkatan kerja pada Februari 2007 yang mencapai juta orang. Jika dibandingkan dengan kondisi Agustus 2006, jumlah angkatan kerja meningkat sebesar 3.55 juta orang. Sehingga, dapat disimpulkan tingkat pengangguran Indonesia tetap mengalami peningkatan.

41 Fenomena lain yang terjadi adalah peningkatan jumlah penduduk Indonesia yang bekerja di sektor informal, pada Agustus 2007 jumlah penduduk yang bekerja mencapai juta orang, bertambah 2.35 juta orang jika dibandingkan Februari 2007 yang tercatat sebesar juta orang. Sebagian besar penduduk tersebut adalah angkatan kerja yang masuk dalam kategori under employment atau bekerja kurang dari 35 jam per minggu. Artinya, dapat disimpulkan penyerapan tenaga kerja lebih banyak di sektor informal, terutama sektor jasa dan perdagangan. Sedangkan sektor industri yang merupakan sektor formal memiliki daya serap tenaga kerja yang rendah. Hal ini disebabkan lambatnya pertumbuhan industri di Indonesia. Dengan demikian, angkatan kerja yang setiap tahun bertambah tidak sepenuhnya dapat diserap dan akhirnya mengakibatkan peningkatan jumlah pengangguran Struktur Pengangguran Berdasarkan Usia, Gender, dan Tingkat Pendidikan Hal yang umumnya terjadi adalah tingkat pengangguran usia muda lebih tinggi dibandingkan tingkat pengangguran usia dewasa. Demikian pula yang terjadi di Indonesia. Data menunjukkan bahwa sejak tahun 1996 rasio pengangguran usia muda berjumlah sekitar dua kali lebih besar dibandingkan rasio pengangguran usia dewasa. Salah satu faktor yang ditengarai menjadi penyebab tingginya pengangguran usia muda adalah lemahnya sistem pendidikan dalam mempersiapkan siswa-nya untuk memasuki dunia kerja. Sistem pendidikan yang terbentuk selama ini tampaknya masih menghasilkan angkatan kerja usia

42 muda dengan kemampuan yang terbatas (lack of skill). Kondisi ini juga semakin diperparah dengan kurangnya pengalaman (lack of experience) angkatan kerja usia muda tersebut. Tabel 3.1. Struktur Pengangguran Berdasarkan Usia dan Gender Perbandingan antara tingkat pengangguran usia muda (usia tahun) terhadap tingkat pengangguran dewasa (usia tahun) Perbandingan antara tingkat pengangguran tua (usia tahun) terhadap tingkat pengangguran usia produktif (usia tahun) Perbandingan antara tingkat pengangguran Wanita terhadap tingkat pengangguran Laki-laki Sumber : InterCAFE (2008) Perbandingan pengangguran kelompok usia lainnya, yaitu rasio tingkat pengangguran usia tua (55-64 tahun) lebih rendah dibandingkan usia produktif (25-54 tahun). Salah satu aspek yang mendapat perhatian dalam studi ekonomi tenaga kerja adalah scarring theory of unemployment. Ide dasarnya adalah bahwa pengalaman menganggur akan mempengaruhi prospek seseorang dalam kesempatan kerja yang akan datang. Semakin lama seseorang menganggur akan semakin berdampak pada perkembangan karirnya seperti kemampuan yang semakin berkurang, pendapatan yang cenderung menurun, rendahnya kesempatan untuk memperoleh pekerjaan yang baru serta semakin tingginya peluang untuk memperoleh pekerjaan dengan pendapatan yang cenderung kurang stabil. Dampak scarring unemployment ini terutama dirasakan oleh angkatan kerja yang lebih terampil (more skilled), berpendidikan tinggi (high educated), dan tenaga kerja terlatih (trained).

ANALISIS FAKTOR FAKTOR PENYEBAB PERSISTENSI PENGANGGURAN BERDASARKAN PERSPEKTIF PERUSAHAAN OLEH FITRI FARAHNITA H

ANALISIS FAKTOR FAKTOR PENYEBAB PERSISTENSI PENGANGGURAN BERDASARKAN PERSPEKTIF PERUSAHAAN OLEH FITRI FARAHNITA H ANALISIS FAKTOR FAKTOR PENYEBAB PERSISTENSI PENGANGGURAN BERDASARKAN PERSPEKTIF PERUSAHAAN OLEH FITRI FARAHNITA H14104049 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERSISTENSI PENGANGGURAN DI INDONESIA DARI PERSPEKTIF PEKERJA OLEH DILA VINDAYANI H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERSISTENSI PENGANGGURAN DI INDONESIA DARI PERSPEKTIF PEKERJA OLEH DILA VINDAYANI H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERSISTENSI PENGANGGURAN DI INDONESIA DARI PERSPEKTIF PEKERJA OLEH DILA VINDAYANI H14104123 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS EKSISTENSI PERSISTENSI PENGANGGURAN DI INDONESIA OLEH ARIF RAHMAN H

ANALISIS EKSISTENSI PERSISTENSI PENGANGGURAN DI INDONESIA OLEH ARIF RAHMAN H ANALISIS EKSISTENSI PERSISTENSI PENGANGGURAN DI INDONESIA OLEH ARIF RAHMAN H14104062 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN ARIF RAHMAN. Analisis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Ketenagakerjaan Penduduk suatu negara dapat dibagi menjadi dua yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Tenaga kerja adalah penduduk yang berusia kerja

Lebih terperinci

ANALISIS EKSISTENSI PERSISTENSI PENGANGGURAN DI INDONESIA OLEH ARIF RAHMAN H

ANALISIS EKSISTENSI PERSISTENSI PENGANGGURAN DI INDONESIA OLEH ARIF RAHMAN H ANALISIS EKSISTENSI PERSISTENSI PENGANGGURAN DI INDONESIA OLEH ARIF RAHMAN H14104062 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN ARIF RAHMAN. Analisis

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA TERHADAP PELUANG PERMINTAAN KREDIT SEPEDA MOTOR OLEH MOCHAMAD GIRI AKBAR H

ANALISIS PENGARUH KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA TERHADAP PELUANG PERMINTAAN KREDIT SEPEDA MOTOR OLEH MOCHAMAD GIRI AKBAR H ANALISIS PENGARUH KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA TERHADAP PELUANG PERMINTAAN KREDIT SEPEDA MOTOR OLEH MOCHAMAD GIRI AKBAR H14103098 DEPERTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 1, tenaga kerja adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 1, tenaga kerja adalah 7 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Pengertian Tenaga Kerja Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 1, tenaga kerja adalah tiap orang yang mampu melaksanakan pekerjaan baik di dalam

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN PENGURANGAN PENGANGGURAN DI INDONESIA OLEH ARDIANTI NIKEN MUSLIKHAH H

PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN PENGURANGAN PENGANGGURAN DI INDONESIA OLEH ARDIANTI NIKEN MUSLIKHAH H PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN PENGURANGAN PENGANGGURAN DI INDONESIA 1976 2006 OLEH ARDIANTI NIKEN MUSLIKHAH H 14104067 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

laporan penelitian ini dan menyajikan hipotesis. dan sumber data, metode pengumpulan data, dan teknik analisis data.

laporan penelitian ini dan menyajikan hipotesis. dan sumber data, metode pengumpulan data, dan teknik analisis data. penelitian sebelumnya yang dipakai sebagai acuan dalam penulisan laporan penelitian ini dan menyajikan hipotesis. Bab III : Metode Penelitian Metode penelitian, menjelaskan mengenai metode penelitian yang

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H14102092 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

ANALISIS PERANAN USAHA KECIL DAN MENENGAH SEKTOR INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH ANGGI DESTRIA H

ANALISIS PERANAN USAHA KECIL DAN MENENGAH SEKTOR INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH ANGGI DESTRIA H ANALISIS PERANAN USAHA KECIL DAN MENENGAH SEKTOR INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH ANGGI DESTRIA H14050283 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH UANG TERHADAP BUSINESS CYCLE INDONESIA OLEH SITI MASYITHO H

ANALISIS PENGARUH UANG TERHADAP BUSINESS CYCLE INDONESIA OLEH SITI MASYITHO H ANALISIS PENGARUH UANG TERHADAP BUSINESS CYCLE INDONESIA OLEH SITI MASYITHO H14102062 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN SITI MASYITHO. H14102062.

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH FLUKTUASI NILAI TUKAR PADA EKSPOR KOMODITI UNGGULAN PERTANIAN (KARET DAN KOPI) DI INDONESIA

ANALISIS PENGARUH FLUKTUASI NILAI TUKAR PADA EKSPOR KOMODITI UNGGULAN PERTANIAN (KARET DAN KOPI) DI INDONESIA ANALISIS PENGARUH FLUKTUASI NILAI TUKAR PADA EKSPOR KOMODITI UNGGULAN PERTANIAN (KARET DAN KOPI) DI INDONESIA OLEH : RATIH NURALITHA PRATIKA H14103051 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH GITA IRINA ARIEF H

IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH GITA IRINA ARIEF H IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH GITA IRINA ARIEF H14050032 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA Definisi Pengangguran

II.TINJAUAN PUSTAKA Definisi Pengangguran II.TINJAUAN PUSTAKA Bab ini akan menguraikan teori-teori yang berhubungan dengan pengangguran secara umum serta teori-teori yang berhubungan dengan faktor-faktor yang menyebabkan pengangguran di tingkat

Lebih terperinci

ANALISIS PRODUKTIVITAS FAKTOR PRODUKSI PADA INDUSTRI ALAS KAKI DI INDONESIA OLEH SITTI NURYANI H

ANALISIS PRODUKTIVITAS FAKTOR PRODUKSI PADA INDUSTRI ALAS KAKI DI INDONESIA OLEH SITTI NURYANI H ANALISIS PRODUKTIVITAS FAKTOR PRODUKSI PADA INDUSTRI ALAS KAKI DI INDONESIA OLEH SITTI NURYANI H14103002 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ANALISIS PRODUKTIVITAS

Lebih terperinci

ANALISIS BANK LENDING CHANNEL DALAM TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA OLEH DESY ANDRIYANI H

ANALISIS BANK LENDING CHANNEL DALAM TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA OLEH DESY ANDRIYANI H ANALISIS BANK LENDING CHANNEL DALAM TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA OLEH DESY ANDRIYANI H14103010 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lapangan atau peluang kerja serta rendahnya produktivitas, namun jauh lebih

BAB I PENDAHULUAN. lapangan atau peluang kerja serta rendahnya produktivitas, namun jauh lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dimensi masalah ketenagakerjaan bukan hanya sekedar keterbatasan lapangan atau peluang kerja serta rendahnya produktivitas, namun jauh lebih serius dengan penyebab

Lebih terperinci

Ilmu Ekonomi Pengangguran dan Inflasi

Ilmu Ekonomi Pengangguran dan Inflasi Ilmu Ekonomi Pengangguran dan Inflasi 23/12/2013 1 Pengangguran Salah satu ukuran keberhasilan pengelolaan ekonomi suatu negara tingkat pengangguran Pengangguran (unemployment), tidak berkaitan dengan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH KABUPATEN KARAWANG PERIODE Penerapan Analisis Shift-Share. Oleh MAHILA H

PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH KABUPATEN KARAWANG PERIODE Penerapan Analisis Shift-Share. Oleh MAHILA H PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH KABUPATEN KARAWANG PERIODE 1993-2005 Penerapan Analisis Shift-Share Oleh MAHILA H14101003 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau bahkan tercapainya full employment adalah kondisi ideal perekonomian yang

BAB I PENDAHULUAN. atau bahkan tercapainya full employment adalah kondisi ideal perekonomian yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tingkat inflasi yang terkendali, nilai tukar dan tingkat suku bunga yang stabil serta tingkat pengangguran yang rendah atau bahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya,

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara umum angka inflasi yang menggambarkan kecenderungan umum tentang perkembangan harga dan perubahan nilai dapat dipakai sebagai informasi dasar dalam pengambilan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH EKSPOR-IMPOR KOMODITAS PANGAN UTAMA DAN LIBERALISASI PERDAGANGAN TERHADAP NERACA PERDAGANGAN INDONESIA OLEH Y U S U F H

ANALISIS PENGARUH EKSPOR-IMPOR KOMODITAS PANGAN UTAMA DAN LIBERALISASI PERDAGANGAN TERHADAP NERACA PERDAGANGAN INDONESIA OLEH Y U S U F H ANALISIS PENGARUH EKSPOR-IMPOR KOMODITAS PANGAN UTAMA DAN LIBERALISASI PERDAGANGAN TERHADAP NERACA PERDAGANGAN INDONESIA OLEH Y U S U F H14103064 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN KONSUMEN MENGGUNAKAN PILIHAN JASA LEMBAGA PEMBIAYAAN (KREDIT KONSUMSI MOBIL)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN KONSUMEN MENGGUNAKAN PILIHAN JASA LEMBAGA PEMBIAYAAN (KREDIT KONSUMSI MOBIL) ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN KONSUMEN MENGGUNAKAN PILIHAN JASA LEMBAGA PEMBIAYAAN (KREDIT KONSUMSI MOBIL) OLEH RATU DEWI HILNA ANGGRAENI H14104072 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS PENINGKATAN INVESTASI PEMERINTAH DI SEKTOR KONSTRUKSI TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS INPUT-OUTPUT SISI PERMINTAAN

ANALISIS PENINGKATAN INVESTASI PEMERINTAH DI SEKTOR KONSTRUKSI TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS INPUT-OUTPUT SISI PERMINTAAN ANALISIS PENINGKATAN INVESTASI PEMERINTAH DI SEKTOR KONSTRUKSI TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS INPUT-OUTPUT SISI PERMINTAAN OLEH HASNI H14102023 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN. Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang

BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN. Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang digunakan pada penelitian ini. Hal yang dibahas pada bab ini adalah: (1) keterkaitan penerimaan daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pokok penelitian. Teori yang dibahas dalam bab ini meliputi definisi kemiskinan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pokok penelitian. Teori yang dibahas dalam bab ini meliputi definisi kemiskinan, BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai teori yang menjadi dasar pokok penelitian. Teori yang dibahas dalam bab ini meliputi definisi kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, inflasi, pengangguran,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keputusan migrasi didasarkan pada perbandingan untung rugi yang berkaitan

I. PENDAHULUAN. Keputusan migrasi didasarkan pada perbandingan untung rugi yang berkaitan 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Migrasi merupakan perpindahan orang dari daerah asal ke daerah tujuan. Keputusan migrasi didasarkan pada perbandingan untung rugi yang berkaitan dengan kedua daerah

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MOBIL DI INDONESIA OLEH ANINDITO AJIRESWARA H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MOBIL DI INDONESIA OLEH ANINDITO AJIRESWARA H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MOBIL DI INDONESIA OLEH ANINDITO AJIRESWARA H14050754 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 2 RINGKASAN

Lebih terperinci

ANALISIS KESEMPATAN KERJA DAN MIGRASI PENDUDUK DI PROVINSI JAWA TENGAH PADA PRA DAN ERA OTONOMI DAERAH OLEH LINA SULISTIAWATI H

ANALISIS KESEMPATAN KERJA DAN MIGRASI PENDUDUK DI PROVINSI JAWA TENGAH PADA PRA DAN ERA OTONOMI DAERAH OLEH LINA SULISTIAWATI H ANALISIS KESEMPATAN KERJA DAN MIGRASI PENDUDUK DI PROVINSI JAWA TENGAH PADA PRA DAN ERA OTONOMI DAERAH OLEH LINA SULISTIAWATI H14053044 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengangguran merupakan salah satu masalah utama yang selalu dihadapi

BAB I PENDAHULUAN. Pengangguran merupakan salah satu masalah utama yang selalu dihadapi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengangguran merupakan salah satu masalah utama yang selalu dihadapi setiap negara. Jika berbicara tentang masalah pengangguran, berarti tidak hanya berbicara

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORITIS

III. KERANGKA TEORITIS III. KERANGKA TEORITIS 3.1. Kebijakan Fiskal dan Kebijakan Moneter Kebijakan fiskal mempengaruhi perekonomian (pendapatan dan suku bunga) melalui permintaan agregat pada pasar barang, sedangkan kebijakan

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN PENDAPATAN NASIONAL INDONESIA Oleh : Amalia Dwi Syahputri Lubis H

PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN PENDAPATAN NASIONAL INDONESIA Oleh : Amalia Dwi Syahputri Lubis H PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN PENDAPATAN NASIONAL INDONESIA 1976-2006 Oleh : Amalia Dwi Syahputri Lubis H14104101 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI dan MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat banyak, serta memiliki sumber kekayaan alam yang melimpah, hal ini membuat Indonesia pantas disebut

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN DAN KOTA DI PROPINSI JAWA BARAT PERIODE SEBELUM DAN SESUDAH PEMEKARAN WILAYAH OLEH ANGGI MAHARDINI H

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN DAN KOTA DI PROPINSI JAWA BARAT PERIODE SEBELUM DAN SESUDAH PEMEKARAN WILAYAH OLEH ANGGI MAHARDINI H PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN DAN KOTA DI PROPINSI JAWA BARAT PERIODE SEBELUM DAN SESUDAH PEMEKARAN WILAYAH OLEH ANGGI MAHARDINI H14102048 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKUTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam. perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam. perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat.

Lebih terperinci

ANALISIS INFLASI DI INDONESIA DARI SISI PERMINTAAN UANG OLEH NOVA MARDIANTI H

ANALISIS INFLASI DI INDONESIA DARI SISI PERMINTAAN UANG OLEH NOVA MARDIANTI H ANALISIS INFLASI DI INDONESIA DARI SISI PERMINTAAN UANG OLEH NOVA MARDIANTI H14102107 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN NOVA MARDIANTI. Analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak sekedar memenuhi kebutuhan hayati saja, namun juga menyangkut kebutuhan lainnya seperti

Lebih terperinci

Pengant eng ant Ilmu E o k nomi

Pengant eng ant Ilmu E o k nomi PIEw12 1 PIEw12 2 Pengantar Ilmu Ekonomi PIEw12 3 Pengantar Ilmu Ekonomi Pengangguran dan Inflasi PIEw12 4 Pengangguran Tingkat pengangguran Salah satu ukuran keberhasilan pengelolaan ekonomi suatu negara

Lebih terperinci

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H14101038 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SUKU BUNGA DEPOSITO PADA BANK-BANK UMUM PEMERINTAH DI INDONESIA OLEH FEBRI DWIASTUTI H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SUKU BUNGA DEPOSITO PADA BANK-BANK UMUM PEMERINTAH DI INDONESIA OLEH FEBRI DWIASTUTI H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SUKU BUNGA DEPOSITO PADA BANK-BANK UMUM PEMERINTAH DI INDONESIA OLEH FEBRI DWIASTUTI H14102081 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses multidimensional yang mencakup berbagai

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses multidimensional yang mencakup berbagai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi nasional,

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PENGGUNAAN ALAT PEMBAYARAN DENGAN MENGGUNAKAN KARTU DAN VARIABEL-VARIABEL MAKROEKONOMI TERHADAP PERMINTAAN UANG DI INDONESIA

ANALISIS PENGARUH PENGGUNAAN ALAT PEMBAYARAN DENGAN MENGGUNAKAN KARTU DAN VARIABEL-VARIABEL MAKROEKONOMI TERHADAP PERMINTAAN UANG DI INDONESIA ANALISIS PENGARUH PENGGUNAAN ALAT PEMBAYARAN DENGAN MENGGUNAKAN KARTU DAN VARIABEL-VARIABEL MAKROEKONOMI TERHADAP PERMINTAAN UANG DI INDONESIA OLEH ZAINAL MUTTAQIN H14102105 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS HUBUNGAN INFLASI DAN PENGANGGURAN DI INDONESIA PERIODE : PENDEKATAN KURVA PHILIPS. Oleh: SRI MULYATI H

ANALISIS HUBUNGAN INFLASI DAN PENGANGGURAN DI INDONESIA PERIODE : PENDEKATAN KURVA PHILIPS. Oleh: SRI MULYATI H ANALISIS HUBUNGAN INFLASI DAN PENGANGGURAN DI INDONESIA PERIODE 1985-2008: PENDEKATAN KURVA PHILIPS Oleh: SRI MULYATI H14050975 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS PERKEMBANGAN PASAR TENAGA KERJA INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DKI JAKARTA)

ANALISIS PERKEMBANGAN PASAR TENAGA KERJA INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DKI JAKARTA) ANALISIS PERKEMBANGAN PASAR TENAGA KERJA INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DKI JAKARTA) DITA FIDIANI H14104050 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengimbangi pertambahan angkatan kerja yang masuk ke pasar kerja. memungkinkan berlangsungnya pertumbuhan ekonomi secara terus-menerus

I. PENDAHULUAN. mengimbangi pertambahan angkatan kerja yang masuk ke pasar kerja. memungkinkan berlangsungnya pertumbuhan ekonomi secara terus-menerus 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bidang ketenagakerjaan merupakan salah satu hal yang sangat esensial dalam usaha memajukan perekonomian bangsa. Usaha yang dimaksud dalam bidang ini adalah penyediaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam

I. PENDAHULUAN. Inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam suatu perekonomian. Tingkat inflasi berbeda dari satu periode ke periode lainnya,

Lebih terperinci

Mekanisme transmisi. Angelina Ika Rahutami 2011

Mekanisme transmisi. Angelina Ika Rahutami 2011 Mekanisme transmisi Angelina Ika Rahutami 2011 the transmission mechanism Seluruh model makroekonometrik mengandung penjelasan kuantitatif yang menunjukkan bagaimana perubahan variabel nominal membawa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. Tenaga Kerja adalah penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut

BAB II TINJAUAN TEORI. Tenaga Kerja adalah penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut BAB II TINJAUAN TEORI 2.1. Ketenagakerjaan Tenaga Kerja adalah penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, yang disebut sebagai tenaga kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ketenagakerjaan merupakan masalah yang selalu menjadi perhatian utama

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ketenagakerjaan merupakan masalah yang selalu menjadi perhatian utama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketenagakerjaan merupakan masalah yang selalu menjadi perhatian utama pemerintah dari masa ke masa. Permasalahan ini menjadi penting mengingat erat kaitannya dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci

OLEH ISMAIL HADIKUSUMAH H

OLEH ISMAIL HADIKUSUMAH H ANALISIS EFEKTIVITAS PENETAPAN SUKU BUNGA SERTIFIKAT BANK INDONESIA (SBI) TERHADAP PENYALURAN KREDIT SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP PETUMBUHAN EKONOMI NASIONAL OLEH ISMAIL HADIKUSUMAH H14102125 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN INVESTASI SEKTOR INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA : ANALISIS INPUT-OUTPUT

ANALISIS PERTUMBUHAN INVESTASI SEKTOR INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA : ANALISIS INPUT-OUTPUT ANALISIS PERTUMBUHAN INVESTASI SEKTOR INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA : ANALISIS INPUT-OUTPUT OLEH MIMI MARYADI H14103117 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusi-institusi nasional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi diartikan juga sebagai peningkatan output masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi diartikan juga sebagai peningkatan output masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan bagian penting dari pembangunan suatu negara bahkan bisa dikatakan sebagai salah satu indikator dalam menentukan keberhasilan

Lebih terperinci

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Sebelum penelitian ini terdapat penelitian sejenis yang sudah dilakukan oleh beberapa orang. Penelitian terdahulu yang menjadi refrensi

Lebih terperinci

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEMPATAN KERJA DI SUMATERA BARAT ( )

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEMPATAN KERJA DI SUMATERA BARAT ( ) SKRIPSI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEMPATAN KERJA DI SUMATERA BARAT (1996-2010) Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Pada Program Studi S1 Ilmu Ekonomi Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keahlian-keahlian, kemampuan untuk berfikir yang dimiliki oleh tenaga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keahlian-keahlian, kemampuan untuk berfikir yang dimiliki oleh tenaga BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Tenaga Kerja Menurut Sudarso (1991), tenaga kerja merupakan manusia yang dapat digunakan dalam proses produksi yang meliputi keadaan fisik jasmani, keahlian-keahlian,

Lebih terperinci

ANALISIS KEBERADAAN TRADEOFF INFLASI DAN PENGANGGURAN (KURVA PHILLIPS) DI INDONESIA

ANALISIS KEBERADAAN TRADEOFF INFLASI DAN PENGANGGURAN (KURVA PHILLIPS) DI INDONESIA ANALISIS KEBERADAAN TRADEOFF INFLASI DAN PENGANGGURAN (KURVA PHILLIPS) DI INDONESIA Abstract Inflasi dan pengangguran adalah masalah pelik yang selalu dihadapi oleh Negara Indonesia terkait belum berkualitasnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004 pasal 7

I. PENDAHULUAN. rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004 pasal 7 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004 pasal 7 tentang Bank Indonesia.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menganggap pengangguran bukan masalah ketenagakerjaan yang serius

I. PENDAHULUAN. menganggap pengangguran bukan masalah ketenagakerjaan yang serius I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Sampai era tahun 1980-an, para analis ketenagakerjaan pada umumnya menganggap pengangguran bukan masalah ketenagakerjaan yang serius (Depnakertrans, 2004a).

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN MONETER TERHADAP KINERJA SEKTOR RIIL DI INDONESIA

DAMPAK KEBIJAKAN MONETER TERHADAP KINERJA SEKTOR RIIL DI INDONESIA DAMPAK KEBIJAKAN MONETER TERHADAP KINERJA SEKTOR RIIL DI INDONESIA LIRA MAI LENA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2 0 0 7 ABSTRAK Lira Mai Lena. Dampak Kebijakan Moneter terhadap Kinerja Sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi banyak dilakukan di beberapa daerah dalam

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi banyak dilakukan di beberapa daerah dalam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi bertujuan antara lain pencapaian pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, mengentaskan kemiskinan, menjaga kestabilan harga dengan memperhatikan tingkat

Lebih terperinci

ANALISIS FENOMENA DISINTERMEDIASI PERBANKAN DI INDONESIA PASCA KRISIS TERHADAP PERKEMBANGAN SEKTOR RIIL DAN PERTUMBUHAN EKONOMI

ANALISIS FENOMENA DISINTERMEDIASI PERBANKAN DI INDONESIA PASCA KRISIS TERHADAP PERKEMBANGAN SEKTOR RIIL DAN PERTUMBUHAN EKONOMI 1 ANALISIS FENOMENA DISINTERMEDIASI PERBANKAN DI INDONESIA PASCA KRISIS TERHADAP PERKEMBANGAN SEKTOR RIIL DAN PERTUMBUHAN EKONOMI OLEH TATU NIA WULANDARI H14104055 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA 4.1. Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia 4.1.1. Uang Primer dan Jumlah Uang Beredar Uang primer atau disebut juga high powered money menjadi sasaran

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP LAYANAN KREDIT PT. BPR X OLEH UJANG JAYA SUKENDAR H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP LAYANAN KREDIT PT. BPR X OLEH UJANG JAYA SUKENDAR H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP LAYANAN KREDIT PT. BPR X OLEH UJANG JAYA SUKENDAR H14102015 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH KEBIJAKAN MONETER TERHADAP VOLATILITAS RETURN DI PASAR SAHAM BURSA EFEK INDONESIA OLEH : MARIO DWI PUTRA H

ANALISIS PENGARUH KEBIJAKAN MONETER TERHADAP VOLATILITAS RETURN DI PASAR SAHAM BURSA EFEK INDONESIA OLEH : MARIO DWI PUTRA H ANALISIS PENGARUH KEBIJAKAN MONETER TERHADAP VOLATILITAS RETURN DI PASAR SAHAM BURSA EFEK INDONESIA OLEH : MARIO DWI PUTRA H14050206 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya di dalam pembangunan nasional. Dalam konteks pembangunan nasional maupun

Lebih terperinci

DERIVASI FUNGSI DAN KURVA AS (AGGREGATE SUPPLY) 1. Fungsi Produksi Untuk Satu Produk Barang/Jasa

DERIVASI FUNGSI DAN KURVA AS (AGGREGATE SUPPLY) 1. Fungsi Produksi Untuk Satu Produk Barang/Jasa DERIVI FUNGSI DAN KURVA (AGGREGATE SUPPLY) 1. Fungsi Produksi Untuk Satu Produk Barang/Jasa Bahan 8 Kurva Seperti telah dikemukakan pada awal perkuliahan bahwa Tuhan Yang Maha Kuasa menganugerahi manusia

Lebih terperinci

PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI BANGKA BELITUNG (ANALISIS INPUT OUTPUT) Oleh: SIERA ANINDITHA CASANDRI PUTRI H

PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI BANGKA BELITUNG (ANALISIS INPUT OUTPUT) Oleh: SIERA ANINDITHA CASANDRI PUTRI H PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI BANGKA BELITUNG (ANALISIS INPUT OUTPUT) Oleh: SIERA ANINDITHA CASANDRI PUTRI H14104109 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

EVALUASI PENERAPAN INFLATION TARGETING DI INDONESIA OLEH YOGI H

EVALUASI PENERAPAN INFLATION TARGETING DI INDONESIA OLEH YOGI H EVALUASI PENERAPAN INFLATION TARGETING DI INDONESIA OLEH YOGI H14103055 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN YOGI. Evaluasi Penerapan Inflation

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT INTEGRASI VERTIKAL INDUSTRI MOBIL DI INDONESIA OLEH FITRI ATIKAH H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT INTEGRASI VERTIKAL INDUSTRI MOBIL DI INDONESIA OLEH FITRI ATIKAH H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT INTEGRASI VERTIKAL INDUSTRI MOBIL DI INDONESIA OLEH FITRI ATIKAH H14104051 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. terdahulu oleh Arifatul Chusna (2013) dalam penelitiannya Pengaruh Laju

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. terdahulu oleh Arifatul Chusna (2013) dalam penelitiannya Pengaruh Laju BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Dalam melakukan penelitian ini diambil acuan dari penelitian terdahulu oleh Arifatul Chusna (2013) dalam penelitiannya Pengaruh Laju

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Pembangunan Ekonomi Pembangunan menurut Todaro dan Smith (2006) merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI PROVINSI JAWA BARAT SEBELUM, PADA MASA, DAN SETELAH KRISIS EKONOMI OLEH ANA PERTIWI H

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI PROVINSI JAWA BARAT SEBELUM, PADA MASA, DAN SETELAH KRISIS EKONOMI OLEH ANA PERTIWI H ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI PROVINSI JAWA BARAT SEBELUM, PADA MASA, DAN SETELAH KRISIS EKONOMI OLEH ANA PERTIWI H14103069 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

PENGARUH INVESTASI DAN PERTUMBUHAN DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP JUMLAH TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN SKRIPSI MUHAMMAD ISMAIL MAHIR RANGKUTI A

PENGARUH INVESTASI DAN PERTUMBUHAN DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP JUMLAH TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN SKRIPSI MUHAMMAD ISMAIL MAHIR RANGKUTI A PENGARUH INVESTASI DAN PERTUMBUHAN DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP JUMLAH TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN SKRIPSI MUHAMMAD ISMAIL MAHIR RANGKUTI A14104585 PROGRAM EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor keuangan memegang peranan yang sangat signifikan dalam memacu pertumbuhan ekonomi suatu negara. Sektor keuangan menjadi lokomotif pertumbuhan sektor riil melalui

Lebih terperinci

STABILITAS MONETER PADA SISTEM PERBANKAN GANDA DI INDONESIA OLEH HENI HASANAH H

STABILITAS MONETER PADA SISTEM PERBANKAN GANDA DI INDONESIA OLEH HENI HASANAH H STABILITAS MONETER PADA SISTEM PERBANKAN GANDA DI INDONESIA OLEH HENI HASANAH H14103001 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 STABILITAS MONETER PADA SISTEM

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN IKLIM INVESTASI: INDONESIA VERSUS BEBERAPA NEGARA LAIN OLEH: SUSI SANTI SIMAMORA H

ANALISIS PERBANDINGAN IKLIM INVESTASI: INDONESIA VERSUS BEBERAPA NEGARA LAIN OLEH: SUSI SANTI SIMAMORA H ANALISIS PERBANDINGAN IKLIM INVESTASI: INDONESIA VERSUS BEBERAPA NEGARA LAIN OLEH: SUSI SANTI SIMAMORA H14102059 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang diarahkan untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya. Keberhasilan sebuah pemerintah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah 16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Ekonomi Pembangunan Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah perekonomian nasional yang kondisi-kondisi ekonomi awalnya kurang lebih bersifat

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR MEUBEL KAYU INDONESIA KE AMERIKA SERIKAT

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR MEUBEL KAYU INDONESIA KE AMERIKA SERIKAT 1 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR MEUBEL KAYU INDONESIA KE AMERIKA SERIKAT OLEH ERIKA H14104023 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 2 RINGKASAN

Lebih terperinci

Keadaan Ketenagakerjaan Agustus 2017 Di Provinsi Sulawesi Barat

Keadaan Ketenagakerjaan Agustus 2017 Di Provinsi Sulawesi Barat Keadaan Ketenagakerjaan No. 69/11/76/Th. XI, 6 November BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SULAWESI BARAT Keadaan Ketenagakerjaan Di Provinsi Sulawesi Barat : Tingkat Pengangguran Terbuka di Sulawesi Barat

Lebih terperinci

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO RINGKASAN ISVENTINA. H14102124. Analisis Dampak Peningkatan Ekspor Karet Alam Terhadap Perekonomian Indonesia: Suatu Pendekatan Analisis Input-Output. Di bawah bimbingan DJONI HARTONO. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

ANALISIS PERAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI SUMATERA UTARA OLEH OKTAVIANITA BR BANGUN H

ANALISIS PERAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI SUMATERA UTARA OLEH OKTAVIANITA BR BANGUN H ANALISIS PERAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI SUMATERA UTARA OLEH OKTAVIANITA BR BANGUN H 14104017 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KEMISKINAN DI INDONESIA OLEH DADAN HUDAYA H14103O74

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KEMISKINAN DI INDONESIA OLEH DADAN HUDAYA H14103O74 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KEMISKINAN DI INDONESIA OLEH DADAN HUDAYA H14103O74 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN DADAN HUDAYA.

Lebih terperinci

RINGKASAN ANGGIT GUMILAR. Pengaruh Suku Bunga Terhadap Penyaluran Berbagai Jenis Kredit UMKM di Indonesia. Dibimbing oleh MUHAMMAD FIRDAUS. Peran UMKM

RINGKASAN ANGGIT GUMILAR. Pengaruh Suku Bunga Terhadap Penyaluran Berbagai Jenis Kredit UMKM di Indonesia. Dibimbing oleh MUHAMMAD FIRDAUS. Peran UMKM PENGARUH SUKU BUNGA TERHADAP PENYALURAN BERBAGAI JENIS KREDIT UMKM DI INDONESIA Oleh: ANGGIT GUMILAR H 14104103 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara kesetaraan jender dengan proses pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara kesetaraan jender dengan proses pembangunan ekonomi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan antara kesetaraan jender dengan proses pembangunan ekonomi merupakan hal penting untuk memutuskan sebuah kebijakan, hal ini karena bagian dari pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatur masuk dan keluarnya perusahaan dari sebuah indutri, standar mutu

BAB I PENDAHULUAN. mengatur masuk dan keluarnya perusahaan dari sebuah indutri, standar mutu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu Negara, pemerintah mempunyai berbagai kekuasaan untuk mengatur masuk dan keluarnya perusahaan dari sebuah indutri, standar mutu produk, menetapkan

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PRA DAN PASCA OTONOMI DAERAH DI PROPINSI DKI JAKARTA ( ) OLEH ESTI FITRI LESTARI H

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PRA DAN PASCA OTONOMI DAERAH DI PROPINSI DKI JAKARTA ( ) OLEH ESTI FITRI LESTARI H ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PRA DAN PASCA OTONOMI DAERAH DI PROPINSI DKI JAKARTA (1996-2004) OLEH ESTI FITRI LESTARI H14102060 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. of The Republic of Indonesia. Jakarta, 1992, page 18. Universitas Indonesia. Pengaruh upah minimum..., Gianie, FE UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. of The Republic of Indonesia. Jakarta, 1992, page 18. Universitas Indonesia. Pengaruh upah minimum..., Gianie, FE UI, 2009 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Setiap kali perekonomian suatu negara mengalami guncangan (shock), masyarakat langsung terkena imbasnya. Biasanya harga-harga kebutuhan pokok yang mencerminkan tingkat

Lebih terperinci

PENGANTAR EKONOMI MAKRO. Masalah Utama dalam perekonomian, Alat Pengamat Kegiatan Ekonomi dan Kebijakan Ekonomi Makro

PENGANTAR EKONOMI MAKRO. Masalah Utama dalam perekonomian, Alat Pengamat Kegiatan Ekonomi dan Kebijakan Ekonomi Makro PENGANTAR EKONOMI MAKRO Masalah Utama dalam perekonomian, Alat Pengamat Kegiatan Ekonomi dan Kebijakan Ekonomi Makro EKONOMI MAKRO DAN MIKRO Pengertian Ekonomi Makro ilmu yang mempelajari fenomena ekonomi

Lebih terperinci

ANALISIS LEADING INDICATOR UNTUK PAJAK DI INDONESIA OLEH SINTA AGUSTINA H

ANALISIS LEADING INDICATOR UNTUK PAJAK DI INDONESIA OLEH SINTA AGUSTINA H ANALISIS LEADING INDICATOR UNTUK PAJAK DI INDONESIA OLEH SINTA AGUSTINA H14104030 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN SINTA AGUSTINA. H14104030.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan oleh program pembangunan nasional ( Propenas ) yakni di

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan oleh program pembangunan nasional ( Propenas ) yakni di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu proses prioritas pembangunan nasional sebagaimana dimanfaatkan oleh program pembangunan nasional ( Propenas ) 2005-2009 yakni di bidang sumber daya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat memperluas

I. PENDAHULUAN. yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat memperluas I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi pada hakekatnya adalah serangkaian usaha kebijaksanaan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat memperluas kesempatan kerja dan mengarahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam rangka mencapai tujuan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. dalam rangka mencapai tujuan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh aspek kehidupan dalam rangka mencapai

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN KREDIT PERUM PEGADAIAN OLEH YUSTIANA RATNA NURAINI H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN KREDIT PERUM PEGADAIAN OLEH YUSTIANA RATNA NURAINI H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN KREDIT PERUM PEGADAIAN OLEH YUSTIANA RATNA NURAINI H14104059 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI KOTA TANGERANG PADA MASA OTONOMI DAERAH ( ) OLEH NITTA WAHYUNI H

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI KOTA TANGERANG PADA MASA OTONOMI DAERAH ( ) OLEH NITTA WAHYUNI H ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI KOTA TANGERANG PADA MASA OTONOMI DAERAH (2001-2005) OLEH NITTA WAHYUNI H14102083 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. rata-rata pendapatan riil dan standar hidup masyarakat dalam suatu wilayah. Oleh

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. rata-rata pendapatan riil dan standar hidup masyarakat dalam suatu wilayah. Oleh BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Konsep Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses kenaikan output yang terus menerus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam penetapan tingkat upah. Kebijakan ini disebut dengan kebijakan upah

I. PENDAHULUAN. dalam penetapan tingkat upah. Kebijakan ini disebut dengan kebijakan upah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu bentuk keterlibatan pemerintah dalam hubungan industrial adalah dalam penetapan tingkat upah. Kebijakan ini disebut dengan kebijakan upah minimum. Upah minimum

Lebih terperinci