Endang Sulismini A

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Endang Sulismini A"

Transkripsi

1 Fluktuasi Asimetri Sayap Parasitoid Eriborus argenteopilosus Cameron (Hymenoptera: Ichneumonidae) Asal Pertanaman Kubis di Kecamatan Cibodas, Kabupaten Cianjur dan Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Endang Sulismini A PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

2 ABSTRAK ENDANG SULISMINI. Fluktuasi Asimetri Sayap Parasitoid Eriborus argenteopilosus Cameron (Hymenoptera: Ichneumonidae) Asal Pertanaman Kubis di Kecamatan Cibodas, Kabupaten Cianjur Dan Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung. Dibimbing oleh ENDANG SRI RATNA dan R. YAYI MUNARA KUSUMAH. Larva Crocidolomia pavonana (F) (Lepidoptera: Pyralidae) merupakan hama penting pada pertanaman kubis yang dapat menimbulkan kerusakan yang cukup besar sehingga menyebabkan gagal panen. Salah satu metode pengendalian yang dapat dilakukan untuk menekan C. pavonana di lapang adalah dengan menggunakan pengendalian secara hayati yaitu dengan memanfaatkan musuh alaminya. E. argenteopilosus merupakan salah satu kelompok parasitoid yang berperan sebagai endoparasitoid pada serangga hama C. pavonana. Akan tetapi pada kenyatannya di lapang populasinya rendah. Rendahnya populasi diduga akibat penggunaan insektisida oleh petani secara berlebih. Selain itu penggunaan insektisida dapat menyebabkan penurunan kebugaran parasitoid akibat iunromental stress. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Tumbuhan dan Laboratorium Bioekologi Parasitoid dan Predator, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dari bulan Maret 2006 sampai dengan Juli Tujuan penelitian ini adalah untuk mengamati fekunditi dan fluktuasi asimetri sayap sebagai parameter kebugaran E. argenteopilosus dari tiga tempat pengambilan contoh daerah Lembang dan Cibodas. Penangkapan sampel parasitoid E. argenteopilosus dilakukan di tiga lokasi yaitu Cibodas datar, Cibodas lereng dan Lembang. Penangkapan dilakukan secara acak dengan menggunakan jaring serangga. Waktu penangkapan parasitoid dipisahkan ke dalam empat periode masing-masing setiap mulai dari pukul WIB. Parameter kebugaran yang diamati selama penelitian antara lain populasi, luas sayap, fluktuasi asimetri (FA) dan produksi telur dalam ovari E. argenteopilosus. Imago parasitoid E. argenteopilosus yang terdapat di lahan pertanaman kubis Cibodas lereng dan Lembang cenderung aktif terbang sekitar pukul , dengan rerata jumlah 33,5 ± 0,72 ekor/jam nyata lebih tinggi dari jumlah parasitoid yang tertangkap pada dua jam sebelumnya berturut-turut jam dan serta jam adalah 10,7 ± 0,21, 18,3 ± 0,38, dan 19,9 ± 0,71. Rerata jumlah parasitoid E. argenteopilosus di Cibodas daerah lereng tertangkap lebih tinggi pada setiap jam penangkapan yaitu 57,3% dibandingkan dengan parasitoid yang tertangkap di Lembang daerah lereng dan Cibodas daerah datar yaitu berturut turut hanya 35,8% dan 6,9%. Cibodas datar menunjukkan produksi telur paling tinggi yaitu 141 ± 40,1 dengan ratio 4,7:1 (betina:jantan), sedangkan Cibodas lereng dan lembang menunjukkan produksi telur yang lebih sedikit yaitu 121,6 ± 67,2 dan 133,1 ± 79,8 dengan rasio betina dan jantan hampir sebanding yaitu 1:0,5 dan 1:0,8. Produksi telur di ketiga lokasi menunjukkan tidak berbeda nyata.

3 Populasi parasitoid jantan di Cibodas daerah datar memiliki luas sayap depan nyata lebih kecil yaitu sekitar 1,8 mm2 (FA= 0,20) dibandingkan dengan luas sayap parasitoid yang tertangkap di Cibodas lereng (FA= 0,10) maupun Lembang (FA= 0,17) yaitu sekitar 1,9 mm2. Sebaliknya luas sayap populasi parasitoid betina yang diperoleh dari ketiga lokasi penangkapan masing-masing tidak berbeda nyata yaitu sekitar 2,0-2,1 mm2 dengan nilai FA terkecil dimiliki oleh sayap Cibodas datar. Fluktuasi asimetri sayap Cibodas datar dan Cibodas lereng korelasi negatif terhadap produksi telur (r = -0,08; r = -0,11), sedangkan FA sayap di lembang berkorelasi positif terhadap produksi telurnya (r = 0,27).

4 Fluktuasi Asimetri Sayap Parasitoid Eriborus argenteopilosus Cameron (Hymenoptera: Ichneumonidae) Asal Pertanaman Kubis di Kecamatan Cibodas, Kabupaten Cianjur dan Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Endang Sulismini A Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

5 Judul Skripsi : Fluktuasi Asimetri Sayap Parasitoid Eriborus argenteopilosus Cameron (Hymenoptera: Ichneumonidae) Asal Pertanaman Kubis di Kecamatan Cibodas, Kabupaten Cianjur dan Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Nama Mahasiswa : Endang Sulismini NRP Program Studi : A : Hama dan Penyakit Tumbuhan Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II Dra. Endang Sri Ratna, PhD NIP Dr. Ir. R. Yayi Munara Kusumah, M.Si NIP Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian Prof. Dr. Ir. H. Supiandi Sabiham, M.Agr NIP Tanggal lulus :

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Mataram pada tanggal 14 Oktober 1983, sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan suami istri Muslimin dan Sunarti. Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 08 Mataram pada tahun Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikannya di Madrasah Tsanawiayah Nurul Hakim Kediri Lombok Barat. Selanjutnya penulis melanjutkan lagi di Madrasah Aliyah Nurul Hakim Kediri Lombok Barat dan lulus pada tahun Kemudian pada tahun 2002, penulis mendapatkan kesempatan untuk belajar di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada program studi Hama dan Penyakit Tumbuhan. Selama menjalani pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis pernah aktif sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (HIMASITA) periode , dan menjadi asisten dosen dari mata kuliah Proteksi Tanaman pada periode

7 PRAKATA Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat, hidayah dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul fluktuasi asimetri sayap parasitoid Eriborus argenteopilosus Cameron (Hymenoptera:Ichneumonidae) di Kecamatan Cibodas, Kabupaten Cianjur dan kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung. Skripsi ini sebagai salah satu kelengkapan tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program studi Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada Dra. Endang Sri Ratna, PhD sebagai dosen pembimbing pertama dan Dr.Ir. R. Yayi Munara Kusumah M.Si sebagai pembimbing kedua yang telah memberikan bantuan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini, serta kepada Dr. Ir. Gede Suastika, M.Sc sebagai dosen penguji tamu yang telah banyak memberikan saran dan kritik dalam penulisan skripsi ini. Selain itu, penulis juga menyampaikan terima kasih kepada mama dan ayahanda tercinta yang selalu memberikan kasih sayang, doa, dukungan, dan semangat untuk keberhasilan penulis. Rasa terima kasih juga penulis sampaikan kepada staf laboran (Pak Yusuf dan Pak Agus), Mba Nana, Sahabat-sahabatku : Reyna, Mia, Dede, Ipunk, Lusie, Leni, Warti, Aa, Dona, Hari, Widya, Tata, Ninit, Dewi dan temen-teman HPT 39, dan tema n-teman WISMA Blobo serta pihak-pihak yang telah membantu penulisan skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari masih terdapat kekurangan di dalam penulisan skripsi ini, sehingga penulis mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan dan dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi dunia ilmu pengetahuan dan pertanian. Penulis juga berharap semoga Allah SWT senantiasa memberikan rahmat dan ridha-nya. Bogor, September 2006 Endang Sulismini

8 DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 3 Manfaat Penelitian... 3 Hipotesis... 3 TINJAUAN PUSTAKA... 4 Eriborus argenteopilosus... 4 Ukuran Sayap dan Fluktuasi Asimetri... 6 Produksi telur... 7 Kepadatan Populasi... 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Metode Penelitian Penetapan lahan dan pengambilan contoh serangga Luas sayap dan fluktuasi asimetri sayap depan parasitoid E. argenteopilosus Produksi telur Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Populasi Parasitoid Larva E. argenteopilosus Ukuran Sayap Parasitoid Larva E. argenteopilosus KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN Halaman vi vii viii

9 DAFTAR TABEL No Halaman Teks 1. Seks ratio dan jumlah telur Eriborus argenteopilosus yang tertangkap di tiga lokasi penangkapan Ukuran luas sayap depan dan fluktuasi asimetri (FA) sayap E. argenteopilosus di tiga lokasi penangkapan... 17

10 DAFTAR GAMBAR No Halaman Teks 1. Karakter sayap berdasarkan System Comstock-Needhanm, c-sc : crossveins antara costa dan subcosta, r: crossvein yang berdekatan dengan cabag radius, r-m: crossveins antara radius dan media, m-cu : crossveins antara media dan cubitus Sistem reproduksi serangga betina; covd, saluran telur umum; ovd, saluran telur; ovl, ovariol; ovy, ovarium; sl, ligamen penggantung; spth, spermateka; spthg, kelenjar spermateka; vag, vagina (Borror et al.(1996) Landmark titik pada venasi sayap depan parasitoid larva Eriborus argentopilosus Jumlah Parasitoid Eriborus argenteopilosus yang tertangkap di daerah Lembang dan Cibodas Persentase Parasitoid E. argenteopilosus yang tertangkap di tiga lokasi penangkapan Korelasi jumlah telur dengan fluktuasi asimetri (FA) sayap... 18

11 DAFTAR LAMPIRAN No Halaman Teks 1. Sidik ragam luas sayap depan parasitoid Eriborus argenteopilosus jantan Sidik ragam luas sayap depan parasitoid Eriborus argenteopilosus betina Sidik ragam jumlah telur Eriborus argenteopilosus pada tiap perlakuan Sidik ragam Fluktuasi (FA) sayap Eriborus argenteopilosus jantan pada tiap perlakuan Sidik ragam Fluktuasi (FA) sayap Eriborus argenteopilosus betina pada tiap perlakuan Rata-rata suhu udara (ºC) pada setiap jam di lapangan selama penelitian Rata-rata kelembaban udara (%) pada setiap jam di lapangan selama penelitian... 28

12 PENDAHULUAN Latar Belakang Kubis-kubisan digolongkan ke dalam famili Brassicaceae atau lebih dikenal dengan nama Cruciferae. Tanaman kubis merupakan sayuran yang mempunyai peran penting untuk kesehatan manusia karena banyak mengandung vitamin dan mineral yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Kubis di Indonesia pada awalnya hanya ditanam di daerah dataran tinggi yang bersuhu dingin, namun dalam perkembangan saat ini kubis sudah mulai banyak ditanam di daerah bersuhu sedang, bahkan di dataran rendah bersuhu panas (Pracaya 2001). Perkembangan produksi dan luas panen kubis di beberapa wilayah di Indonesia mulai tahun belum menunjukkan adanya peningkatan yang memuaskan bahkan cenderung terus menurun (BPS 2005). Penurunan produksi kubis ini diakibatkan oleh serangan organisme pengganggu tanaman, diantaranya adalah hama. Kehilangan hasil yang disebabkan oleh gangguan hama sangat besar nilainya, sehingga dapat menyebabkan gagal panen di lapang. Menurut Permadi dan Sastrosiswojo (1993), salah satu hama kubis yang banyak menimbulkan kerugian adalah ulat krop kubis Crocidolomia pavonana (F) (Lepidoptera: Pyralidae). Ulat ini menyerang sejak awal pembentukan krop hingga panen. Kehilangan hasil akibat serangan ulat C. pavonana dapat mencapai 65,8% (Uhan 1993). Bahkan pada musim kemarau, kehilangan hasil akibat serangan ulat C. pavonana bersama hama kubis lain yaitu ulat Plutella xylostella (Lepidoptera: Yponomeutidae) dapat mencapai 100% (Sastrosiswojo dan Setiawati 1993). Hingga kini populasi hama di lapang tetap tinggi dan masih memerlukan upaya pengendalian. Metode pengendalian hama secara kimiawi dengan menggunakan insektisida masih digunakan oleh para petani (Rauf et al. 1993). Suatu kenyataan bahwa sasaran penggunaan insektisida tidak hanya spesifik mematikan hama, tetapi juga dapat menimbulkan dampak samping berupa peracunan terhadap organisme lain di dalam ekosistem, diantaranya adalah musuh alami (Van den Bosch 1973). Untuk mengatasi masalah tersebut, kiat pengurangan atau penghentian penggunaan insektisida sangat dianjurkan dan

13 2 digantikan dengan pengendalian lain yaitu pemanfaatan parasitoid yang hidup secara alami di habitat aslinya. Penggunaan parasitoid pada praktek pengendalian hama merupakan komponen dasar dari pengendalian hayati, serta merupakan alternatif pengendalian hama yang tetap melestarikan lingkungan. Peran dan potensi parasitoid di lapangan dapat ditingkatkan dengan teknik konservasi agar dapat menekan populasi hama di lapangan. Kiat pengendalian C. pavonana dengan memanfaatkan parasitoid belum banyak dilakukan di Indonesia atau masih dalam taraf penelitian. Tabuhan Eriborus argenteopilosus (Cameron) (Hymenoptera: Ichneumonidae) dilaporkan hidup di dalam inang ulat C. pavonana, dan perannya dapat diandalkan untuk membunuh dan mengurangi populasi hama ini. Endoparasitoid larva E. argenteopilosus potensial digunakan untuk pengendalian hayati. Pada kenyataan di lapang populasi parasitoid tersebut rendah. Hal ini diduga berkaitan dengan maraknya penggunaan insektisida oleh petani pada pertanaman kubis dalam mengendalikan hama. Departemen kesehatan RI tahun 1997 dalam Oginawati (2006) melaporkan bahwa penyemprotan insektisida oleh petani telah mencapai 73,29% di lapangan. Musnanya populasi hama dapat menyebabkan terputusnya kehidupan parasitoid yang hidup di dalam tubuh inang hama. Speight et al. (1999) melaporkan bahwa dinamika populasi musuh alami dan serangga inangnya dipengaruhi oleh kepadatan, mortalitas, distribusi umur, pola pemencaran, serta potensi biotik dan abiotik. Dengan demikian, keberadaan populasi parasitoid di lapangan akan mengikuti keberadaan larva inangnya. Selain itu dampak langsung penggunaan insektisida dapat menurunkan kebugaran parasitoid. Kebugaran parasitoid sebagai informasi dasar penting diteliti untuk mendukung berjalannya program konservasi musuh alami dalam pengendalian hayati. Kemampuan terbang dan kapasitas reproduksi berpengaruh terhadap kebugaran parasitoid. Kebugaran parasitoid dapat dikaitkan dengan variasi morfologi sayap, produksi telur, tingkat parasitisasi dan lama hidup (Godfray 1994). Hoffmann and Shirriffs (2002) melaporkan bahwa perubahan bentuk sayap meskipun kecil dapat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Contohnya parasitoid

14 3 telur Trichogramma yang dipelihara dalam laboratorium dengan di alam bisa memiliki bentuk sayap yang berbeda (Kolliker-Ott et al. 2004). Pengaruh pengukuran sayap terhadap kebugaran parasitoid di lapang dapat diketahui dengan menggunakan suatu proses pengukuran yaitu fluktuasi asimetri (FA) sayap. Analisis fluktuasi asimetri sayap memiliki potensi yang baik untuk memantau lingkungan yang tercemar (Mpho et al. 2000). Kebugaran parasitoid E. argenteopilosus asal lapang hingga kini belum pernah diteliti. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk meneliti fekunditi dan fluktuasi asimetri sayap sebagai parameter kebugaran E. argenteopilosus dari tiga tempat pengambilan contoh daerah Lembang dan Cibodas. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan sebagai dasar pengetahuan untuk mendukung kegiatan konservasi parasitoid dalam program pengendalian hayati hama kubis C. pavonana bila diperlukan. Hipotesis Sayap yang lebih luas memiliki fluktuasi asimetri sayap yang kecil. Kapasitas telur di dalam alat reproduksi parasitoid betina tinggi menunjukkan fekunditi dan kebugaran yang tinggi.

15 TINJAUAN PUSTAKA Eriborus argenteophilosus Parasitoid larva Eriborus argenteopilosus (Cameron) tergolong dalam ordo Hymenoptera, subordo Apocrita, superfamili Ichneumonidea, famili Ichneumonidae, genus Eriborus (CPC 2002). Parasitoid ini merupakan salah satu kelompok musuh alami serangga hama yang paling banyak diintroduksikan untuk pengendalian serangga hama. Salah satu inangnya yang menjadi hama penting pada tanaman kubis-kubisan adalah Crocidolomia pavonana (Zell.) (Lepidoptera: Pyralidae). E. argenteopilosus bersifat soliter dan dilaporkan dapat hidup di dalam inang C. pavonana, Spodoptera litura (Lepidoptera: Noctuidae), S. exigua (Lepidoptera: Noctuidae) dan Helicoverpa armigera (Hubner) (Lepidoptera: Noctuidae) (Kalshoven 1981). Telur parasitoid E. argenteopilosus berukuran mikroskopis yaitu, mulai 0,18 x 0,004 mm sampai 0,52 x 0,11 mm (Othman 1982). Telur ini berwarna putih dan berbentuk seperti kacang buncis, diletakkan secara tunggal di dalam tubuh larva inang. Masa inkubasi telur parasitoid ini hampir sama dengan spesies famili Ichneumonidae pada umumnya yaitu relatif pendek, berkisar 1-3 hari dengan rata-rata persentase penetasan telur parasioid 96,1%. Larva berwarna keputih-putihan dan dapat dibedakan antara kepala dan ruas abdomen terakhir. Stadium larva membutuhkan waktu 10 sampai 13 hari atau rata-rata 9,3 hari (Hadi 1985). Imago parasitoid mempunyai toraks yang berwarna hitam dan abdomen berwarna coklat kemerahan. Ukuran tubuh imago jantan umumnya lebih kecil dari imago betina (Sahari 1999). Panjang tubuh imago betina 7-8 mm dengan rentang sayap mm. Panjang tubuh jantan 5,5-8,5 mm dan rentang sayap 9-12 mm (Othman 1982). Beberapa penelitian menunjukkan adanya keragaman tingkat parasitisasi yang berdeda di laboratorium pada perlakuan pemaparan dengan jumlah inang tertentu. Tingkat parasitisasi ini ditunjukkan dengan kemampuan seekor parasitoid meletakkan telur pada inangnya. Parasitisasi pada larva C. pavonana instar II dapat mencapai 79%, dan pada S. litura mencapai 86% (Sahari 1999). Tingkat parasitisasi pada inang lain yaitu larva H. armigera dapat mencapai 80%

16 5 (Utami 2001). Keberhasilan parasitoid dalam melakukan oviposisi tergantung pada kemampuan parasitoid untuk menemukan habitat, menemukan inang, penerimaan inang dan kesesuaian inang. Penemuan habitat inang oleh parasitoid biasanya didasarkan pada jenis tanaman, dan kondisi lingkungan habitat inang (Quicke 1997; Gordh et al. 1999). Di dalam aktivitas penemuan habitat inang, biasanya parasitoid menggunakan indera penerima rangsang kimia, visual, suara dan panas. Satu contoh adalah senyawa kimia kairomon dihasilkan oleh tanaman yang dapat memikat serangga parasitoid untuk menentukan tanaman tempat serangga inang hidup. Habitat inang digunakan oleh serangga parasitoid untuk mengetahui keberadaan inangnya (Godfray 1994; Quicke 1997). Proses penemuan habitat inang dengan menggunakan indera penglihatan dan penciuman oleh parasitoid E. argenteopilosus dinyatakan bahwa parasitoid tertarik pada lekuk-lekuk dan tepi daun kubis serta bagian daun yang berlubang bekas gigitan ulat, serta bau bahan kimia yang berasal dari faeses yang dikeluarkan larva. Dalam pengendalian hayati, pemilihan jenis inang untuk peletakkan telur sangat penting diperhatikan, karena akan mempengaruhi kualitas parasitoid yang berkembang di dalam tubuhnya. Faktor-faktor yang menentukan kualitas inang adalah jenis inang, umur inang, ukuran inang dan kandungan nutrisi inang (Godfray 1994). Setelah parasitoid menemukan inang, belum tentu parasitoid akan menerima inang dan parasitisme belum tentu terjadi tanpa suatu rangsangan tertentu. Rangsangan berupa bau, lokasi, ukuran, bentuk atau gerakan inang dapat mempengaruhi perilaku parasitoid terhadap penerimaan inang (Hadi 1985). Dalam hal ini parasitoid akan berusaha untuk menemukan inang yang spesifik (Utami 2001). Kemamp uan terbang parasitoid dalam menemukan habitat dan inang dipengaruhi oleh kebugaran. Menurut Godfray (1994), kebugaran parasitoid berhubungan dengan kemampuan reproduksi yaitu dan eksistensi serangga, yaitu keperidian yang tinggi atau potensi produksi telur, efisiensi mencari inang, kemampuan berkompetisi, dapat mengkoloni dengan cepat, spesifik terhadap inang tertentu, kemampuan beradaptasi dan sinkron dengan inangnya.

17 6 Ukuran Sayap dan Fluktuasi Asimetri Sayap pada serangga dewasa merupakan alat gerak atau embelan yang potensial terutama dalam aktivitas pemencaran suatu populasi spesies (Meyer 2005). Pada serangga parasitoid, sayap digunakan untuk terbang terutama berkaitan dalam potensi penemuan habitat inang dan penemuan inang. Umumnya serangga memiliki dua pasang sayap yaitu sayap depan yang berpangkal di bagian dorsal mesotoraks dan sayap belakang berpangkal di bagian dorsal metatoraks. Fungsi sayap pada setiap individu atau kelompok spesies dapat bervariasi, sebagai contohnya adalah fungsi adaptasi terhadap lingkungan sekitar atau melindungi diri yaitu pada serangga ordo Coleoptera dan Dermaptera, mengumpulkan panas (Lepidoptera), mengatur keseimbangan (Diptera), menghasilkan suara (Orthoptera), atau sebagai isyarat pendengaran untuk mengenal spesies dan jenis sex serangga lain (Lepidoptera). Pembuluh darah (veins) ini merupakan perpanjangan dari system sirkulasi tubuh. Sistem ini diisi dengan hemolymph dan diisi oleh sebuah pembuluh trakea dan sebuah saraf. Dalam membran sayap, pembuluh darah menyediakan kekuatan selama terbang. Bentuk sayap, tekstur dan venansi merupakan suatu kekhususan, oleh karena itu dapat digunakan untuk identifikasi. Pembuluh darah merupakan nama yang sesuai untuk menemukan sebuah sistem dari John Comstock dan George Needham. Sistem Comstock-Needhanm : Costa (C), Subcosta (Sc), Radius (R), Media (M), Cubitus (Cu), Anal veins (A1,A2,A3). Gambar 1 Karakter sayap berdasarkan System Comstock-Needhanm, c-sc: crossveins antara costa dan subcosta, r: crossvein yang berdekatan dengan cabag radius, r-m: crossveins antara radius dan media, m- cu: crossveins antara media dan cubitus Tofilski (2004) melaporkan bahwa ada sebuah pembuluh darah pada sayap serangga. Pola tersebut biasanya spesifik dari tiap spesies dan digunakan sebagai

18 7 identifikasi taksonomi. Sebagai contoh titik koordinat dari beberapa karakteristik pola sayap yang digunakan untuk membandingkan pola pembuluh darah. Karakteristik-karakterintik tersebut sering merupakan persimpangan atau akhir dari pembuluh darah. Gambaran suatu sayap serangga digunakan untuk menentukan batas luar dari sayap dan pembuluh darah. Kerangka dari pembuluh darah didapat dengan menggunakan suatu algoritma. Sumber dari program tersebut tersedia dalam GNU General Public License. Berdasarkan penelitiannya program tersebut secara otomatis diperoleh ukuran sayap serangga berdasarkan angka. Hal tersebut meliputi gambar dari sayap serangga yang tersusun oleh titiktitik koordinat pada persimpangan pembuluh darah dan diagram sayap yang dapat digunakan sebagai uraian hasil. Titik koordinat pada persimpangan pembuluh darah dihasilkan oleh program dari gambar sayap yang telah berhasil digunakan untuk membedakan Dolichovespula sylvestris dan D. saxonica. Kolliker-Ott et al. (2003) melaporkan bahwa Telenomus brassicae dan Telenomus pretiosum dengan ukuran sayap lebih besar dan bentuk sayap relatif berbeda dengan populasi perbanyakan massal memiliki kemampuan menemukan inang lebih baik. Variasi pada bentuk sayap kemungkinan berhubungan dengan kemampuan terbang sehingga perubahan kecil pada bentuk dan ukuran sayap akan mempengaruhi kemampuan parasitoid. Anggara (2005) melaporkan bahwa kemampuan mencari inang Telenomus remus di lapangan terbukti cukup baik dan potensial dikembangkan sebagai agens pengendali hayati. Meskipun beragam ukuran sayapnya, setiap individu T. remus memiliki kemampuan terbang, mencari, menemukan dan mengoviposisi inangnya di lapangan. Parasitoid populasi tangkapan memiliki ukuran sayap lebih seragam daripada parasitoid populasi perbanyakan massal dan mengumpul pada ukuran kecil hingga sedang. Produksi Telur Lama waktu parasitoid larva Eriborus argenteopilosus tidak mendapatkan inang ternyata mempengaruhi kemampuan reproduksi parasitoid. Pemuasaan parasitoid yang lama terhadap inang menyebabkan jumlah telur yang diletakkan relatif rendah, begitu juga dengan sisa telur dalam ovari E. argenteopilosus

19 8 dimana makin lama parasitoid tersebut tidak menemukan inangnya makin sedikit telur yang diproduksi (Heriano 2000). Parasitoid yang sejak kemunculannya dari inang sudah dilengkapi dengan sejumlah sel telur. Pada spesies yang bersifat proovigenik jumlah sel telur tidak akan bertambah selama hidupnya sedangkan parasitoid yang bersifat sinovigenik jumlah sel telur dapat bertambah dan pematangan telur terjadi selama hidupnya (Godfray 1994; Heimpel dan Rosenheim 1998). Potensi produksi telur parasitoid merupakan jumlah sel telur (oosit) yang diproduksi oleh imago betina (Bounchier 1993). Parasitod yang bersifat sinovigenik biasanya merupakan parasitoid idiobion, yaitu parasitoid yang memiliki inang yang tidak berkembang bila terparasit; dan parasitoid yang bersifat proovigenik biasanya merupakan sebagian dari parasitoid koinobion, yaitu parasitoid yang memiliki inang yang masih dapat berkembang walaupun terparasit (Quicke 1997; Johnson 2000). Gambar 2 Sistem reproduksi serangga betina; covd, saluran telur umum; ovd, saluran telur; ovl, ovariol; ovy, ovarium; sl, ligamen penggantung; spth, spermateka; spthg, kelenjar spermateka; vag, vagina (Borror et al. 1996) Kebugaran parasitoid berhubungan dengan kemampuan reproduksi dan eksistensi serangga, yaitu keperidian yang tinggi, efisiensi mencari inang, kemampuan berkompetisi, dapat mengkoloni dengan cepat, spesifik terhadap inang tertentu, kemampuan beradaptasi dan sinkron dengan. Serangga yang berukuran besar cenderung hidup lebih lama, dan memiliki potensi produksi telur

20 9 yang besar, tetapi keberhasilan reproduksi lebih dipengaruhi oleh ketersediaan nutrisi dan inangnya (Godfray 1994). Ke padatan Populasi Islamiah (2003) melaporkan bahwa parasitisasi larva di pertanaman kubis Cibodas memiliki kecendrungan lebih tinggi pada pola monokultur dibandingkan tumpang sari. Hal ini mununjukkan bahwa perbedaan kondisi fisik lingkungan asli dan lingkungan perlakuan dari parasitoid larva E. argenteopilosus diduga menyebabkan rendahnya tingkat parasitisasi. Sehingga setiap individu parasitoid memiliki kemampuan beradaptasi yang berbeda-beda (Umayah 2003). Abduchalek (2000) melaporkan bahwa keberadaan larva Crocidolomia binotalis dan Helicoverpa armigera di areal pertanaman selama musim hujan menunjukkan adanya hubungan positif dengan kerapatan populasi E. argenteopilosus. Jumlah populasi larva inang yang semakin sedikit, mengakibatkan menurunnya persentasi keberhasilan hidup E. argenteopilosus. Persentase keberhasilan hidup parasitoid larva E. argenteopilosus betina di lapangan sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan parasitoid jantan (Heriyano 2000).

21 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di dua lahan pertanaman kubis petani di Desa Rarahan, Kecamatan Cibodas, Kabupaten Cianjur dan satu lahan pertanaman kubis di Desa Cibedug, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung. Penimbangan bobot tubuh dilakukan di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi, dan pengukuran serta pengambilan foto sayap dilakukan di Laboratorium Bioekologi Parasitoid dan Predator Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, mulai dari bulan Maret sampai Juli Metode Penelitian Penetapan Lahan dan Pengambilan Contoh Serangga Lokasi pengambilan contoh ditentukan berdasarkan letak topografis habitat imago parasitoid E. argenteopilosus di pertanaman kubis petani Cibodas dan Lembang (sebelumnya didahului dengan survei lapangan). Penangkapan imago parasitoid di desa Rarahan ditetapkan di dua tempat yaitu lahan pertanaman kubis berlereng curam dan lahan pertanaman kubis dengan permukaan datar, sedangkan penangkapan parasitoid di Lembang dilaksanakan di lahan pertanaman kubis berlereng. Luas area tempat penangkapan parasitoid secara umum berukuran ± 3000 m², dan di area tersebut tanaman kubis mulai berumur 8 MST sampai 10 MST. Di setiap area pengambilan parasitoid dilakukan pengukuran garis lintang dan ketinggian tempat dengan menggunakan alat Global Position System (GPS). Selain itu suhu serta kelembaban lingkungan diukur dengan menggunakan termohygrometer. Parasitoid E. argenteopilosus yang sedang terbang di atas permukaan kanopi tanaman ditangkap secara acak dengan menggunakan jaring serangga. Waktu penangkapan parasitoid dipisahkan kedalam empat periode masing-masing setiap satu jam mulai dari pukul hingga WIB. Parasitoid yang tertangkap dikelompokkan dalam satu tabung untuk setiap waktu penangkapan. Parasitoid

22 11 tersebut diberi pakan madu encer 70% selama berada dalam kurungan di lapangan, kemudian dibawa ke laboratorium untuk diteliti. Parasitoid E. argenteopilosus yang tertangkap sari lapang segera di data untuk di hitung persentase tangkapan. Perhitungan persentase jumlah tangkapan E. argenteopilosus dilakukan dengan rumus sebagai berikut : PJT = n N x 100% Keterangan: PJT = persentase jumlah tangkapan n = jumlah tangkapan setiap jam N = total tangkapan Luas Sayap dan Fluktuasi Asime tri Sayap Depan Parasitoid E. argenteopilosus Parasitoid hasil tangkapan di lapang dibunuh dengan cara dimasukkan ke dalam freezer. Bagian sayap depan parasitoid jantan maupun betina dicabut dan diisolasi untuk diukur, sedangkan sisa bagian tubuh parasitoid betina direndam di dalam larutan fisiologi Ringer dingin untuk diamati jumlah telur yang dikandung di dalam abdomen. Proses pembuatan preparat morfologi sayap dimulai dengan mencabut sayap parasitoid kiri dan kanan parasitoid, kemudian dilekapkan pada permukaan atas gelas objek yang telah ditempeli dobel selotip. Pencabutan sayap dilakukan dengan hati-hati agar sayap tidak rusak, yaitu menggunakan sepasang pinset halus di bawah mikroskop binokuler. Sayap yang sudah ditempelkan ditutup dengan gelas preparat, kemudian disimpan dan dikoleksi di dalam kotak koleksi dan siap untuk diambil fotonya. Foto preparat sayap diambil dengan menggunakan kamera mikroskop Olympus DP 11D. Selanjutnya luas sayap diukur dengan menentukan 13 titik tertentu pada venasi sayap hasil pemotretan melalui program analisis morfometri tpsutil2 dan tps digg (Gambar 1) ( Rohlf 1998 ). Acuan program diperoleh dengan

23 12 cara mengutip program dari jaringan internet dengan alamat (Benet & Hoffmann 1998). Pengukuran setiap titik landmark secara otomatis dirubah dalam program tersebut ke dalam koordinat x dan y (pada tahap digitasi) dalam bentuk lembaran data bmp di dalam microsoft excel software program sehingga dapat diketahui masingmasing jarak antar titik tersebut. Data luas sayap dan fluktuasi asimetri sayap disimpan di dalam file microsoft excel software program. Gambar 3 Landmark titik pada venasi sayap depan parasitoid E. argentopilosus Produksi Telur Bagian abdomen yang telah diambil sayapnya seperti diuraikan di atas dibedah di dalam media Ringer dengan menggunakan pinset tajam dan halus (jarum mikro) yang sudah dibersihkan dengan ethanol 70% di bawah mikroskop binokuler. Bagian ovari diisolasi dan dipindahkan di atas gelas objek yang telah ditetesi larutan Ringer. Jumlah seluruh telur yang berada di saluran kaliks dan telur di dalam setiap ovariol (T-1) dihitung dan dicatat. Analisis Data Rancangan percobaan di dalam penelitian ini digunakan rancangan acak kelompok dengan tiga perlakuan pengambilan contoh yaitu Cibodas datar, Cibodar berlereng, dan Lembang dengan jumlah ulangan yang tidak sama. Analisis keragaman data digunakan program Statistical Analysis System (SAS) for windows V6.12 dan nilai beda nyata rerata antar perlakuan dianalisa dengan uji selang ganda Duncan pada taraf a = 5 %. Sedangkan hubungan antara luas sayap, dan produksi telur dilihat dengan korelasi menggunakan Spearman Rank Correlation pada statistik versi 6.0.

24 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Populasi Parasitoid Larva Eriborus argenteopilosus Imago parasitoid Eriborus argenteopilosus yang terdapat di lahan pertanaman kubis Cibodas dan Lembang cenderung aktif terbang sekitar pukul Rerata jumlah parasitoid yang tertangkap pada pukul adalah 33,5 ± 12,8 ekor/jam nyata lebih tinggi dari jumlah parasitoid yang tertangkap pada dua jam sebelumnya berturut-turut jam dan serta jam adalah 10,7 ± 3,7, 18,3 ± 6,8, dan 19,9 ± 12,6 (Gambar 4). Jumlah parasitoid yang diperoleh pada masing-masing tiga waktu penangkapan pertama, kedua dan terakhir tidak berbeda nyata. Aktivitas terbang imago parasitoid E. argenteopilosus pada waktu tersebut diduga berkaitan erat dengan perilaku mencari makan dan mencari inang untuk meletakkan telurnya (Borror and De Long, 1954). rerata jumlah parasitoid (ekor/jam) waktu penangkapan (jam) Gambar 4 Jumlah Parasitoid Eriborus argenteopilosus yang tertangkap di daerah Lembang dan Cibodas Meningkatnya jumlah tangkapan pada setiap jam dan kemudian mengalami penurunan setelah meningkat pada jam diduga karena adanya aktifitas E. argenteopilosus dimana pada pagi hari mereka lebih memilih berada dalam semak-semak atau tanaman liar untuk melindungi dari embun pagi. Tingginya jumlah tangkapan pada jam diduga karena kondisi lingkungan yang mulai stabil, sehingga memudahkan parasitoid untuk terbang mencari inang, makan dan kawin.

25 14 Apabila ditinjau dari hasil tangkapan parasitoid di setiap areal contoh maka rerata 57,3% parasitoid E. argenteopilosus di Cibodas daerah lereng tertangkap lebih tinggi pada setiap jam penangkapan dibandingkan dengan parasitoid yang tertangkap di Lembang daerah lereng dan Cibodas daerah datar yaitu berturut turut hanya 35,8% dan 6,9%. Perbedaan persentase hasil tangkapan di tiga lahan pertanaman pada setiap jam diduga dipengaruhi oleh keberadan populasi larva serangga inang Crocidolomia pavonana (Lepidoptera: Pyralidae). Van Driesche & Thomas (1996) melaporkan bahwa keberadaan populasi parasitoid di lapangan akan mengikuti keberadaan larva serangga inangnya. Islamiah (2003) melaporkan bahwa rata-rata persentase instar larva C. pavonana yang ditemui di lokasi pertanaman kubis monokultur Cibodas lebih banyak dibandingkan pertanaman kubis tumpangsari Cibodas dan tumpangsari pertanian organik Cisarua. Selain itu dilaporkan juga bahwa tingkat parasitisme E. argenteopilosus pada larva C. pavonana di lokasi pertanaman kubis monokultur Cibodas lebih tinggi dibandingkan pertanaman kubis tumpangsari Cibodas dan tumpangsari pertanian organik Cisarua. % penangkapan waktu penangkapan (jam) Cibodas datar Cibodas lereng Lembang Gambar 5 Persentase Parasitoid E. argenteopilosus yang tertangkap di tiga lokasi penangkapan Pada saat pengukuran suhu dan kelembaban diketahui bahwa rata-rata suhu dan kelembaban di Cibodas datar, Cibodas berlereng, dan Lembang berturut-turut adalah 33,9 o C, 55,1%; 33 o C, 63% dan 25 o C, 76%. Dari hasil pengukuran tersebut

26 15 terlihat bahwa suhu dan kelembaban di Cibodas datar dan Cibodas berlereng memiliki suhu dan kelembaban yang sama, tetapi persentase jumlah serangga yang tertangkap berbeda-beda yaitu berturut-turut 6,9% dan 57,3%. Perbedaan jumlah tersebut diduga karena adanya perbedaan kondisi lingkungan dari masingmasing lokasi. Zultika (1996) melaporkan bahwa potensi abiotik meliputi habitat dari tanaman inang yang merupakan faktor fisik berupa lingkungan seperti temperatur, kelembaban, pencahayaan, curah hujan dan lainnya yang juga berpengaruh terhadap kemampuan parasitoid untuk berinteraksi dengan inangnya. Faktor iklim, teknik budidaya dan keragaman tumbuhan disuatu tempat juga dapat mempengaruhi tingkah laku, jumlah populasi, karakteristik hama dan musuh alaminya. Daerah yang berbeda dari segi karakteristik baik teknik budidaya, tanaman inang dan junis inang yang berbeda dapat mengakibatkan tekanan seleksi yang berbeda pada tingkat keberadaan hama serta serangannya. Lahan pertanaman kubis di Cibodas datar tidak lebih luas dibandingkan Cibodas berlereng dan Lembang, selain itu lokasi Cibodas datar dekat dengan rumah penduduk dengan ketinggian 1200 mdpl dan jarang ditemukan tanaman liar sebagai inang alternatif atau gulma bunga yang merupakan sumber pakan nektar bagi imago parasitoid. Pada lahan pertanaman kubis di Cibodas lereng dan Lembang memiliki suhu dan kelembaban yang berbeda tetapi dua lokasi ini memiliki kesamaan dalam hal kondisi lingkungan, seperti kondisi lahan yang berlereng dengan ketinggian berturut-turut 1330 mdpl dan 1342 mdpl, lokasi pertanaman jauh dari rumah penduduk, banyak ditemukan tanaman liar atau gulma berbunga, dan banyak lahan yang tidak terurus atau diberakan. Populasi parasitoid E. argenteopilosus yang tertangkap di lapang menunjukkan ratio jantan dan betina yang bervariasi (Tabel 1). Populasi parasitoid yang terdapat di Cibodas dan Lembang daerah lereng memiliki ratio betina lebih kecil dibandingkan dengan jantan, sedangkan di Cibodas daerah datar memiliki ratio betina lebih besar dibandingkan dengan jantan. Apabila ditinjau dari jumlah populasi parasitoid yang diperoleh maka jumlah total parasitoid dari lokasi Cibodas dan Lembang daerah lereng relatif lebih tinggi dibandingkan jumlah parasitoid dari lokasi Cibodas daerah datar. Dari hasil tersebut di atas dapat

27 16 dikaitkan bahwa jumlah parasitoid betina meningkat ketika populasi dilapang rendah, sebaliknya jumlah jantan akan meningkat ketika populasi di lapang tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hamilton (1967) dalam Gauthier et al. (1997) bahwa parasitoid betina akan meletakkan lebih banyak telur yang tidak fertil atau telur jantan pada saat kepadatan parasitoid pada sekelompok inang yang tetap mulai bertambah. Tabel 1 Seks ratio dan jumlah telur Eriborus argenteopilosus yang tertangkap di tiga lokasi penangkapan Tempat jumlah parasitoid (ekor/hari) seks ratio betina : jantan jumlah telur ± SD (butir/betina) 1) Lembang 29 1 : 0,8 133,1 ± 79,8 a (n=26) Cibodas Lereng 46 1 : 0,5 121,6 ± 67,2 a (n=75) Cibodas datar 5 4,7 : 1 141,1 ± 40,1 a (n=12) 1) Angka rerata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata dengan uji duncan pada taraf nyata (a=0,05) Populasi E. argenteopilosus betina di Cibodas lereng lebih banyak yaitu rata-rata 47 ekor setiap kali penangkapan, tetapi produksi telurnya paling sedikit (121,6 ± 67,2) dibandingkan di dua lahan lainnya yaitu Cibodas datar dan Lembang dengan rata-rata tangkapan dan jumlah telur berturut-turut yaitu 6 ekor per hari, 141,1 ± 40,1 butir telur dan 30 ekor per hari, 133,1 ± 79,8 butir telur. Beragamnya jumlah telur E. argenteopilosus tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata pada setiap lokasi. Hal ini diduga produksi telur di dalam ovari tidak dapat dijadikan ukuran kebugaran tubuh E. argenteopilosus, karena kemampuan memproduksi telur dimiliki oleh setiap individu E. argenteopilosus betina. Kebugaran tersebut akan terukur jika diketahui kemampuan besarnya imago betina memarasit inang. Hal ini tidak dilakukan selama penelitian karena di lakukan pada skala lapang yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Kemampuan menghasilkan telur pada saat kemunculan pertamanya sebagai imago dan tidak memproduksi lagi selama hidupnya disebut proovigenik (Quicke 1997; Johnson 2000). Ukuran Sayap Parasitoid Larva E. Argenteopilosus Luas dan fluktuasi asimetri sayap depan parasitoid E. argenteopilosus dari tiga lokasi penangkapan, Cibodas daerah lereng, Cibodas daerah datar dan

28 17 Lembang daerah lereng ditunjukkan pada Tabel 2. Populasi parasitoid jantan yang tertangkap di Cibodas daerah datar memiliki luas sayap depan nyata lebih kecil yaitu sekitar 1,8 mm2 dibandingkan dengan luas sayap parasitoid yang tertangkap di kedua lokasi Cibodas maupun Lembang daerah lereng yaitu sekitar 1,9 mm2, sedangkan luas sayap dari kedua lokasi tersebut masing-masing tidak berbeda nyata. Sebaliknya luas sayap populasi parasitoid betina yang diperoleh dari ketiga lokasi penangkapan masing-masing tidak berbeda nyata yaitu sekitar 2,0-2,1 mm2. Apabila ditinjau dari fluktuasi asimetri (FA) sayap E. argenteopilosus jantan menunjukkan bahwa FA sayap parasitoid yang tertangkap di Cibodas daerah datar memiliki kisaran lebih lebar yaitu 0,2 mm dibandingkan dengan kedua sayap yang terdapat di Cibodas dan Lembang daerah lereng berturut-turut yaitu 0,1 dan 0,17 mm. Sebaliknya FA sayap parasitoid betina dari populasi Cibodas daerah datar memiliki kisaran yang nyata paling sempit yaitu 0,06 mm, diikuti FA populasi daerah Lembang 0,1 mm dan nyata paling lebar dari populasi Cibodas daerah lereng yaitu 0,13 mm. Bonn et al. (1996) melaporkan bahwa fluktuasi asimetri merupakan sebuah ukuran yang diperoleh dari selisih bagian kanan dan kiri ukuran tubuh bilateral yang simetri dan digunakan untuk memonitoring lingkungan sebagai akibat adanya tekanan (stress). Stress lingkungan dapat meningkatkan FA pada kondisi populasi yang stabil (Moller and Swaddle 1997 dalam Rourke 2004). Tabel 2 Daerah Ukuran luas sayap depan dan fluktuasi asimetri (FA) sayap E. argenteopilosus di tiga lokasi penangkapan Sayap jantan ± SD 1) Luas sayap depan (mm 2 ) FA (mm) n Sayap betina ± SD Luas sayap depan (mm 2 ) n FA (mm) Cibodas lereng 154 1,91 ± 0,07 a 0,10 ± 0,07 b 75 2,07 ± 0,09 a 0,13 ± 0,10 a Cibodas datar 2 1,78 ± 0,06 b 0,20 ± 0,02 a 12 2,03 ± 0,09 a 0,06 ± 0,11 b Lembang 32 1,87 ± 0,07 a 0,17 ± 0,07 b 26 2,06 ± 0,09 a 0,10 ± 0,09 ab 1) Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama pada masing-masing karakter morfologi tidak berbeda nyata dengan uji duncan pada taraf nyata (a=0,05) Dari hasil di atas menunjukkan bahwa parasitoid E. argenteopilosus jantan di Cibodas daerah lereng yang memiliki luas sayap lebih besar nyata lebih bugar

29 18 dibandingkan dengan parasitoid dari Cibodas datar dan Lembang, sebaliknya parasitoid betina di Cibodas datar yang relatif memiliki luas sayap lebih kecil menunjukkan kebugaran paling tinggi dibandingkan parasitoid dari daerah lainnya. Populasi parasitoid E. argenteopilosus betina tidak selalu menghasilkan produksi telur yang banyak pada saat populasinya tinggi. Produksi telur di Cibodas 1 lebih tinggi dibandingkan Cibodas 2 dan Lembang meskipun populasi di lapang paling rendah jumlah telur (butir/betina) jumlah telur (butir/betina) ,1 0,2 0,3 0,4 y = 312,35x + 105,9 R 2 = 0,073 Lembang y = -198,76x + 143,22 R 2 = 0,0057 Cibodas datar jumlah telur (butir/betina) ,1 0,2 0,3 0,4 0 0,1 0,2 0,3 0,4 fluktuasi asimetri (mm) Gambar 6 Korelasi jumlah telur dengan fluktuasi asimetri (FA) sayap y = -74,656x + 128,39 R 2 = 0,0115 Cibodas lereng Produksi telur E. argenteopilosus dapat memberikan pengaruh terhadap kebugaran. Menurut Godfray (1994), kebugaran parasitoid berhubungan dengan kemampuan reproduksi dan eksistensi serangga, yaitu keperidian yang tinggi, efisiensi mencari inang, kemampuan berkompetisi, dapat mengkoloni dengan

30 19 cepat, spesifik terhadap inang tertentu, kemampuan beradaptasi dan sinkron dengan inangnya, serta potensi produksi telur. Dari hasil korelasi pada grafik 3 menunjukkan bahwa adanya variasi pengaruh antara jumlah telur dengan FA di tiga lokasi penangkapan. Jumlah telur yang diproduksi E. argenteopilosus betina daerah Lembang menggambarkan korelasi positif (r = 0,27) terhadap FA, artinya jika FA sayap kecil maka produksi telurnya sedikit dan jika FA sayap besar maka produksi telurnya banyak. Sementara produksi E. argenteopilosus betina daerah Cibodas datar dan lereng menggambarkan korelasi negatif (r = -0,08; r = -0,11) terhadap FA, artinya jika FA sayap kecil maka produksi telurnya banyak dan jika FA sayap besar maka produksi telurnya sedikit. Meskipun produksi telur tidak dapat dijadikan faktor kebugaran hasil pengamatan pada gambar 3 dapat dijadikan sebagai informasi tambahan bahwa produksi telur tidak dipengaruhi oleh FA sayap meskipun selang kepercayaannya kecil yaitu 8-27%.

31 20 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Ukuran sayap depan jantan E. argenteopilosus di Cibodas lereng memiliki FA paling kecil dengan luas sayap yang besar dibandingkan FA di Cibodas datar dan Lembang. Sedangkan luas sayap depan betina E. argenteopilosus di Cibodas datar memiliki FA dan luas sayap paling kecil dibandingkan FA dan luas sayap di Cibodas lereng dan Lembang. E. argenteopilosus betina di tiga lokasi memiliki kemampuan menghasilkan telur (fekunditi) yang sama. Saran Perlu dilakukan penelitian sejenis untuk melihat pengaruh fluktuasi asimetri dengan luas sayap E. argenteopilosus yang dipelihara di laboratorium. Melakukan pengukuran kondisi lingkungan sebagai salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kebugaran parasitoid sebagai aspek pendukung agens pengendalian hayati di lapang.

32 DAFTAR PUSTAKA Abduchalek B Kepadatan populasi Parasitoid Larva Eriborus argenteopilosus Cameron (Hymenoptera: Ichneumonidae) pada Dua Jenis Inang di Pertanaman Brokoli dan Tomat Petani di Daerah Cibodas, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor: Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Anggara AW Pemencaran dan Kemampuan Parasitoid Telenomus remus (Nixon) (Hymenoptera: Scelionidae) Pada Dua Tipe Agroekosistem [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Bennet DM, Hofmann AA Effect of size and fluactuating asymmetry on field fitness of parasitoid Trichogramma carverae (Hymenoptera: Trichogrammatidae). Entomological 67, Bouchier RS, Smith SM, Song SJ Host acceptance and parasitoid size as predictors of parasitoid quality for mass-reared Trichogramma minutum. Bio Con 3: [BPS] Biro Pusat Statistik Data produksi kubis di Indonesia. Agustus 2006]. Bonn A, Gasse M, Rolff J, Martens A Increased fluctuating asymmetry in the damselfly Coenagrion puella is correlated with ectoparasitic water mites: implications for fluctuating asymmetry theory. Oecologia 108, Borror DJ, Triplehorn CA, Johnson NF Pengenalan pelajaran serangga. Partosoedjono S, penterjemah. Yogyakarta: Gadjah Mada Univ pr. 1083h. Crop Protection Compendium [CPC] CPC Global Module. Wallingford. Gauthier N, Monge JP, Huignard J Sex-allocation behaviour of solitary ectoparasitoid: effects of host-patch characteristics and female density. Entomol Exp Appl 82: Godfray HCJ Parasitoid: Behaviour and Evolutionary Ecology. New Jersey: Princeton Univercity Press. Gordh G, Legner EF, Caltagirone LE Biology of Parasitic Hymenoptera. In: Bellows TS, Fisher TW (Eds) Handbook of biological control. California: Academic Press. Pp Hadi S Biologi dan Perilaku Inareolata sp. (Hymenoptera: Ichneumonidae) Parasitoid Larva pada Hama Kubis Crocidolomia binotalis

33 (Zell) (Lepidoptera: Pyralidae) [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Heimpel GE, Rosenheim JA Egg limitation in parasitoids: a review of evidence and a case study. Bio Con 11: Heriyano N Perubahan strategi reproduksi Eriborus argenteopilosus Cameron (Hymenoptera: Ichneumonidae) sebagai tanggap terhadap ketiadaan inang Crocidolomia binotalis (Zell) (Lepidoptera: Pyralidae). [Skripsi]. Bogor: Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hoffmann AA, Shirriffs J Geographic variation for wing shape in Drosophila serrata. Evolution 56, Islamiah M Populasi Parasitoid Eriborus argenteopilosus Cameron (Hymenoptera: Ichneumonidae) di Pertanaman Kubis di Daerah Cibodas dan Cisarua. [Skripsi]. Bogor: Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Johnson MW Biological control of pest. Online page: www2.ctahr.hawaii.edu/ento/faculty%20and%20post_docs/marshall/text/fa ll_2000_bc.pdf. Kalshoven LGE Pest of Crops in Indonesia. Jakarta: PT Ichtiar Baru, Van Hoeve. Kolliker-Ott UM, Bigler F, Hoffman AA Field dispersal and host location of Trichogramma brassicae is influenced by wing size but not wing shape. Biocontrol 31, Meyer JR External Anatomy Wings. In General Entomology ENT 425. Australia. ( Mpho M, Holloway GJ, Callaghan A Fluctuating wing asymmetry and larva density stress in Culex quinquefasciatus (Diptera: Culicidae). Bulletin of Entomological Reseach 90, Oginawati K Analisis risiko penggunaan insektisida Organofosfat terhadap kesehatan petani penyemprot. Othman N Biology of Crocidolomia binotalis (Zell) (Lepidoptera: Pyralidae) and its parasites fro Cipanas area, West Java (a report of training course research). Bogor: SEAMEO Regional Centre for Tropical Biology. Permadi AH, Sastrosiswojo S Kubis. Edisi Pertama. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai Penelitian Hortikultura. Lembang. Pracaya Kol alias kubis [edisi dua]. Jakarta. Penebar Swadaya. 22

34 23 Quicke DLJ Parasitic wasps. Chapman & Hall.London. Rauf A, Hindayana D, Widodo, Anwar R Studi baseline identifikasi dan pengembangan teknologi pengendalian hama terpadu pada sayuran dataran tinggi (survei eksplorasi), penelitian pendukung pengendalian hama terpadu pada sayuran dataran tinggi [Laporan Proyek]. Kerjasama Balai Penelitian Hortikultura Lembang dengan Fakultas Pertanian, IPB. Rohlf FJ Shape statistics: Procructes superimpositions and tangent spaces. State university of new york at stony brook. Journal of Classification 16: Rourke JW An evaluation of fluctuating asymmetry as a tool in identifying imperiled Bird Populations. [Thesis]. Departemen of Biology, Faculty of San Diego State University. Sahari B Studi Enkapsulasi Parasitoid Eriborus argenteopilosus Cameron (Hymenoptera: Ichneumonidae) dan Implikasinya pada Inang Crocidolomia binotalis (Zell) (Lepidoptera: Pyralidae), dan Spodoptera litura (Fabr.) (Lepidoptera: Noctuidae) [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Sastrosiswojo S, Setiawati W Hama-hama tanaman kubis dan cara pengendalian. Lembang: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai Penelitian Hortikultura. Speight MR, Mark DH, Allan DW Ecology of insect: Concepts and Applications. Oxford: Blackwell Science Ltd. Tofilski A Draw Wing, a program for numerical description of insect wings. Journal of Insect Science, 4:7, Available online: insectscience.org/4.17 Uhan ST Kehilangan panen karena ulat krop kubis (Crocidolomia binotalis Zell.) dan cara pengendaliannya. Jurnal Hort 3(2): Umayah S Pengaruh Perlakuan Insektisida Terhadap Parasitisasi Eriborus argenteopilosus Cameron (Hymenoptera: Ichneumonidae) pada Larva Crocidolomia binotalis (Zell) (Lepidoptera: Pyralidae) di Pertanaman Kubis. [Skripsi]. Bogor: Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Utami S Tanaman Brokoli (Brassica oleraceae var.italica), Pakan Larva Helicoverpa armigera (Hubn.) (Lepidoptera: Noctuidae) Meningkatkan Keberhasilan Hidup Parasitoid Eriborus argenteopilosus Cameron (Hymenoptera: Ichneumonidae) [Skripsi]. Bogor: Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Endang Sulismini A

Endang Sulismini A Fluktuasi Asimetri Sayap Parasitoid Eriborus argenteopilosus Cameron (Hymenoptera: Ichneumonidae) Asal Pertanaman Kubis di Kecamatan Cibodas, Kabupaten Cianjur dan Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung

Lebih terperinci

Kelimpahan Populasi Parasitoid Sturmia Sp. (Diptera: Tachinidae) Pada Crocidolomia pavonana

Kelimpahan Populasi Parasitoid Sturmia Sp. (Diptera: Tachinidae) Pada Crocidolomia pavonana Kelimpahan Populasi Parasitoid Sturmia Sp. (Diptera: Tachinidae) Pada Crocidolomia pavonana F. (Lepidoptera: Pyralidae) Di Daerah Alahan Panjang Sumatera Barat Novri Nelly Staf pengajar jurusan Hama dan

Lebih terperinci

KAJIAN PARASITOID: Eriborus Argenteopilosus Cameron (Hymenoptera : Ichneumonidae) PADA Spodoptera. Litura Fabricius (Lepidoptera : Noctuidae)

KAJIAN PARASITOID: Eriborus Argenteopilosus Cameron (Hymenoptera : Ichneumonidae) PADA Spodoptera. Litura Fabricius (Lepidoptera : Noctuidae) 53 KAJIAN PARASITOID: Eriborus Argenteopilosus Cameron (Hymenoptera : Ichneumonidae) PADA Spodoptera. Litura Fabricius (Lepidoptera : Noctuidae) (Novri Nelly, Yaherwandi, S. Gani dan Apriati) *) ABSTRAK

Lebih terperinci

TANGGAP FUNGSIONAL PARASITOID TELUR Trichogramma pretiosum Riley terhadap TELUR INANG Corcyra cephalonica Stainton pada PERTANAMAN KEDELAI

TANGGAP FUNGSIONAL PARASITOID TELUR Trichogramma pretiosum Riley terhadap TELUR INANG Corcyra cephalonica Stainton pada PERTANAMAN KEDELAI TANGGAP FUNGSIONAL PARASITOID TELUR Trichogramma pretiosum Riley terhadap TELUR INANG Corcyra cephalonica Stainton pada PERTANAMAN KEDELAI Oleh : Mia Nuratni Yanti Rachman A44101051 PROGRAM STUDI HAMA

Lebih terperinci

KEBUGARAN PREDATOR Cyrtorhinus lividipennis (HEMIPTERA: MIRIDAE) PADA BERBAGAI VARIETAS INANG PADI, ASAL POPULASI LABORATORIUM DAN LAPANG FITRINNISYA

KEBUGARAN PREDATOR Cyrtorhinus lividipennis (HEMIPTERA: MIRIDAE) PADA BERBAGAI VARIETAS INANG PADI, ASAL POPULASI LABORATORIUM DAN LAPANG FITRINNISYA KEBUGARAN PREDATOR Cyrtorhinus lividipennis (HEMIPTERA: MIRIDAE) PADA BERBAGAI VARIETAS INANG PADI, ASAL POPULASI LABORATORIUM DAN LAPANG FITRINNISYA PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi Acerophagus papayae merupakan endoparasitoid soliter nimfa kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus. Telur, larva dan pupa parasitoid A. papayae berkembang di dalam

Lebih terperinci

UJI INSEKTISIDA EMAMEKTIN BENZOAT TERHADAP MORTALITAS LARVA CROCIDOLOMIA PA VONANA (FABRICIUS) PADA TANAMAN KUBIS DI CISARUA BANDUNG

UJI INSEKTISIDA EMAMEKTIN BENZOAT TERHADAP MORTALITAS LARVA CROCIDOLOMIA PA VONANA (FABRICIUS) PADA TANAMAN KUBIS DI CISARUA BANDUNG A / P'T 9006 57 ' UJI INSEKTISIDA EMAMEKTIN BENZOAT TERHADAP MORTALITAS LARVA CROCIDOLOMIA PA VONANA (FABRICIUS) PADA TANAMAN KUBIS DI CISARUA BANDUNG Oleh : SIT1 MUAMALAH A06400027 DEPARTEMEN PROTEKSI

Lebih terperinci

Pengaruh Instar Larva Inang Spodoptera litura Fabricius (Lepidoptera: Noctuidae) terhadap Keberhasilan Hidup

Pengaruh Instar Larva Inang Spodoptera litura Fabricius (Lepidoptera: Noctuidae) terhadap Keberhasilan Hidup Perhimpunan Entomologi Indonesia J. Entomol. Indon., April 2011, Vol. 8, No. 1, 36-44 Pengaruh Instar Larva Inang Spodoptera litura Fabricius (Lepidoptera: Noctuidae) terhadap Keberhasilan Hidup Parasitoid

Lebih terperinci

Nila Wardani Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung Abstrak

Nila Wardani Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung   Abstrak Aktivitas Parasitoid Larva (Snellenius manilae) Ashmead (Hymenoptera : Braconidae) dan Eriborus Sp (Cameron) (Hymenoptera : Ichneumonidae) dalam Mengendalikan Hama Tanaman Nila Wardani Balai Pengkajian

Lebih terperinci

ANALISIS MUTU PARASITOID TELUR Trichogrammatidae (Quality assessment of Trichogrammatid) DAMAYANTI BUCHORI BANDUNG SAHARI ADHA SARI

ANALISIS MUTU PARASITOID TELUR Trichogrammatidae (Quality assessment of Trichogrammatid) DAMAYANTI BUCHORI BANDUNG SAHARI ADHA SARI ANALISIS MUTU PARASITOID TELUR Trichogrammatidae (Quality assessment of Trichogrammatid) DAMAYANTI BUCHORI BANDUNG SAHARI ADHA SARI ANALISIS STANDAR MUTU PARASITOID UNGGUL PELEPASAN MASAL PEMBIAKAN MASAL

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lapang dan di Laboratorium Bioekologi Parasitoid dan Predator Departemen Proteksi Tanaman Institut Pertanian Bogor, pada bulan Mei

Lebih terperinci

KISARAN HAMA SASARAN FORMULASI INSEKTISIDA BOTANI FTI-1 DAN KEAMANANNYA PADA BIBIT BEBERAPA FAMILI TANAMAN

KISARAN HAMA SASARAN FORMULASI INSEKTISIDA BOTANI FTI-1 DAN KEAMANANNYA PADA BIBIT BEBERAPA FAMILI TANAMAN 1 KISARAN HAMA SASARAN FORMULASI INSEKTISIDA BOTANI FTI-1 DAN KEAMANANNYA PADA BIBIT BEBERAPA FAMILI TANAMAN R. PANJI FERDY SURYA PUTRA A44101063 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kebugaran T. chilonis pada Dua Jenis Inang Pada kedua jenis inang, telur yang terparasit dapat diketahui pada 3-4 hari setelah parasitisasi. Telur yang terparasit ditandai dengan perubahan

Lebih terperinci

STRUKTUR POPULASI Eriborus argenteopilosus Cameron (Hymenoptera: Ichneumonidae) PADA BEBERAPA TIPE LANSEKAP DI SUMATERA BARAT

STRUKTUR POPULASI Eriborus argenteopilosus Cameron (Hymenoptera: Ichneumonidae) PADA BEBERAPA TIPE LANSEKAP DI SUMATERA BARAT STRUKTUR POPULASI Eriborus argenteopilosus Cameron (Hymenoptera: Ichneumonidae) PADA BEBERAPA TIPE LANSEKAP DI SUMATERA BARAT Novri Nelly 1) dan Yaherwandi 2) 1) Staf pengajar Jurusan Hama dan Penyakit

Lebih terperinci

TUNGAU PADA TANAMAN STROBERI. Oleh: NURFITRI YULIANAH A

TUNGAU PADA TANAMAN STROBERI. Oleh: NURFITRI YULIANAH A TUNGAU PADA TANAMAN STROBERI Oleh: NURFITRI YULIANAH A44103045 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 ABSTRAK NURFITRI YULIANAH. Tungau pada Tanaman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Sebaran Jumlah Telur S. manilae Per Larva Inang

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Sebaran Jumlah Telur S. manilae Per Larva Inang HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Sebaran Jumlah Telur S. manilae Per Larva Inang Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa rata-rata jumlah inang yang terparasit lebih dari 50%. Pada setiap perlakuan inang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pengaruh Ketiadaan Inang Terhadap Oviposisi di Hari Pertama Setelah Perlakuan Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin lama S. manilae tidak mendapatkan inang maka

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Persiapan Penelitian Koleksi dan Perbanyakan Parasitoid Perbanyakan Serangga Inang Corcyra cephalonica

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Persiapan Penelitian Koleksi dan Perbanyakan Parasitoid Perbanyakan Serangga Inang Corcyra cephalonica BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2005 sampai dengan Maret 2006 bertempat di Laboratorium Bioekologi Parasitoid dan Predator, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas

Lebih terperinci

INTERAKSI POPULASI WERENG BATANG COKELAT

INTERAKSI POPULASI WERENG BATANG COKELAT INTERAKSI POPULASI WERENG BATANG COKELAT Nilaparvata lugens Stål. (HEMIPTERA: DELPHACIDAE) DENGAN KEPIK PREDATOR Cyrtorhinus lividipennis Reuter. (HEMIPTERA: MIRIDAE) PADA PADI VARIETAS CIHERANG ZULFIRMAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keperidian WBC N. lugens Stål pada varietas tahan dan rentan

HASIL DAN PEMBAHASAN Keperidian WBC N. lugens Stål pada varietas tahan dan rentan 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Keperidian WBC N. lugens Stål pada varietas tahan dan rentan Nilai keperidian imago WBC N. lugens brakhiptera dan makroptera biotipe 3 generasi induk yang dipaparkan pada perlakuan

Lebih terperinci

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Embriani BBPPTP Surabaya Pendahuluan Adanya suatu hewan dalam suatu pertanaman sebelum menimbulkan kerugian secara ekonomis maka dalam pengertian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

PERLUASAN HAMA SASARAN FORMULASI INSEKTISIDA NABATI RSA1 PADA TIGA SPESIES SERANGGA HAMA SAYURAN NUR ASYIYAH

PERLUASAN HAMA SASARAN FORMULASI INSEKTISIDA NABATI RSA1 PADA TIGA SPESIES SERANGGA HAMA SAYURAN NUR ASYIYAH PERLUASAN HAMA SASARAN FORMULASI INSEKTISIDA NABATI RSA1 PADA TIGA SPESIES SERANGGA HAMA SAYURAN NUR ASYIYAH DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 ABSTRAK NUR

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Metode Penelitian Penyediaan Koloni Lalat Puru C. connexa untuk Penelitian Lapangan

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Metode Penelitian Penyediaan Koloni Lalat Puru C. connexa untuk Penelitian Lapangan BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian merupakan penelitian lapangan yang dilaksanakan pada bulan April 005 Februari 006. Penelitian biologi lapangan dilaksanakan di salah satu lahan di

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN SERANGGA HYMENOPTERA (KHUSUSNYA PARASITOID) PADA AREAL PERSAWAHAN, KEBUN SAYUR DAN HUTAN DI DAERAH BOGOR TJUT AHMAD PERDANA R.

KEANEKARAGAMAN SERANGGA HYMENOPTERA (KHUSUSNYA PARASITOID) PADA AREAL PERSAWAHAN, KEBUN SAYUR DAN HUTAN DI DAERAH BOGOR TJUT AHMAD PERDANA R. KEANEKARAGAMAN SERANGGA HYMENOPTERA (KHUSUSNYA PARASITOID) PADA AREAL PERSAWAHAN, KEBUN SAYUR DAN HUTAN DI DAERAH BOGOR TJUT AHMAD PERDANA R. DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan daun,

TINJAUAN PUSTAKA. berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan daun, TINJAUAN PUSTAKA Chilo sacchariphagus (Lepidoptera: Pyralidae) Biologi Telur penggerek batang tebu berbentuk oval, pipih dan diletakkan berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan

Lebih terperinci

ARTIKEL PENELITIAN HIBAH BERSAING XIII TAHUN II/2006

ARTIKEL PENELITIAN HIBAH BERSAING XIII TAHUN II/2006 ARTIKEL PENELITIAN HIBAH BERSAING XIII TAHUN II/2006 Struktur Populasi Eriborus argenteopilosus Cameron (Hymenoptera: Ichneumonidae) Parasitoid Crocidolomia pavonana Fabricius (Lepidoptera: Pyralidae)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kubis merupakan produk urutan ketiga sayuran yang dibutuhkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Kubis merupakan produk urutan ketiga sayuran yang dibutuhkan oleh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kubis merupakan produk urutan ketiga sayuran yang dibutuhkan oleh hotel-hotel di Bali setelah tomat dan wortel. Prospek pengembangan budidaya kubis diperkirakan masih

Lebih terperinci

INVENTARISASI HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN BUNGA MATAHARI (Helianthus annuus LINN) LAELA NUR RAHMAH

INVENTARISASI HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN BUNGA MATAHARI (Helianthus annuus LINN) LAELA NUR RAHMAH INVENTARISASI HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN BUNGA MATAHARI (Helianthus annuus LINN) LAELA NUR RAHMAH DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 ABSTRAK LAELA NUR RAHMAH. Inventarisasi

Lebih terperinci

JENIS DAN PADAT POPULASI HAMA PADA TANAMAN PERANGKAP Collard DI SAYURAN KUBIS

JENIS DAN PADAT POPULASI HAMA PADA TANAMAN PERANGKAP Collard DI SAYURAN KUBIS JENIS DAN PADAT POPULASI HAMA PADA TANAMAN PERANGKAP Collard DI SAYURAN KUBIS Eva L. Baideng Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan, Universitas Sam Ratulangi Email : eva.baideng@yahoo.co.id;eva.baideng@unsrat.ac.id

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi dan siklus hiduptrichogramma spp. (Hymenoptera : Famili Trichogrammatidae merupakan parasitoid telur yang

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi dan siklus hiduptrichogramma spp. (Hymenoptera : Famili Trichogrammatidae merupakan parasitoid telur yang 5 TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan siklus hiduptrichogramma spp. (Hymenoptera : Trichogrammatidae) Famili Trichogrammatidae merupakan parasitoid telur yang bersifatgeneralis. Ciri khas Trichogrammatidae terletak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) TINJAUAN PUSTAKA Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) Biologi Gambar 1. Telur C. sacchariphagus Bentuk telur oval, datar dan mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN SERANGGA PARASITOID UNTUK PENGENDALIAN HAMA PADA TANAMAN KEHUTANAN

KEANEKARAGAMAN SERANGGA PARASITOID UNTUK PENGENDALIAN HAMA PADA TANAMAN KEHUTANAN KEANEKARAGAMAN SERANGGA PARASITOID UNTUK PENGENDALIAN HAMA PADA TANAMAN KEHUTANAN Yeni Nuraeni, Illa Anggraeni dan Wida Darwiati Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Kampus Balitbang Kehutanan, Jl.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam sebelum

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam sebelum TINJAUAN PUSTAKA Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) Biologi Telur diletakkan pada permukaan daun, berbentuk oval, datar dan mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam

Lebih terperinci

(HEMIPTERA: MIRIDAE) TERHADAP HAMA WERENG BATANG COKELAT

(HEMIPTERA: MIRIDAE) TERHADAP HAMA WERENG BATANG COKELAT TANGGAP FUNGSIONAL PREDATOR Cyrtorhinus lividipennis REUTER (HEMIPTERA: MIRIDAE) TERHADAP HAMA WERENG BATANG COKELAT Nilaparvata lugens STÅL. (HEMIPTERA: DELPHACIDAE) RITA OKTARINA DEPARTEMEN PROTEKSI

Lebih terperinci

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep)

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep) HAMA PENGGEREK BATANG PADI DAN CARA PENGENDALIANNYA Status Penggerek batang padi merupakan salah satu hama utama pada pertanaman padi di Indonesia. Berdasarkan luas serangan pada tahun 2006, hama penggerek

Lebih terperinci

EKSPLORASI PARASITOID TELUR Plutella xylostella PADA PERTANAMAN KUBIS Brassica oleracea DI DAERAH MALANG DAN KOTA BATU ABSTRACT

EKSPLORASI PARASITOID TELUR Plutella xylostella PADA PERTANAMAN KUBIS Brassica oleracea DI DAERAH MALANG DAN KOTA BATU ABSTRACT Jurnal HPT Volume 2 Nomor 3 April 2014 ISSN: 2338-4336 EKSPLORASI PARASITOID TELUR Plutella xylostella PADA PERTANAMAN KUBIS Brassica oleracea DI DAERAH MALANG DAN KOTA BATU Lukmanul Hakim, Sri Karindah,

Lebih terperinci

PENGARUH PEMUASAAN TERHADAP KONSUMSI, BOBOT TUBUH, DAN LAMA HIDUP TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L.) DAN TIKUS POHON (Rattus tiomanicus Miller)

PENGARUH PEMUASAAN TERHADAP KONSUMSI, BOBOT TUBUH, DAN LAMA HIDUP TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L.) DAN TIKUS POHON (Rattus tiomanicus Miller) PENGARUH PEMUASAAN TERHADAP KONSUMSI, BOBOT TUBUH, DAN LAMA HIDUP TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L.) DAN TIKUS POHON (Rattus tiomanicus Miller) NUR RACHMAN A44104056 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus 12 HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus Telur Telur parasitoid B. lasus berbentuk agak lonjong dan melengkung seperti bulan sabit dengan ujung-ujung yang tumpul, transparan dan berwarna

Lebih terperinci

EVALUASI TINGKAT PARASITISASI PARASITOID TELUR DAN LARVA TERHADAP PLUTELLA XYLOSTELLA L. (LEPIDOPTERA: YPONOMEUTIDAE) PADA TANAMAN KUBIS-KUBISAN

EVALUASI TINGKAT PARASITISASI PARASITOID TELUR DAN LARVA TERHADAP PLUTELLA XYLOSTELLA L. (LEPIDOPTERA: YPONOMEUTIDAE) PADA TANAMAN KUBIS-KUBISAN Wardani & Nazar: Parasitoid telur dan larva Plutella xylostella pada tanaman kubis-kubisan EVALUASI TINGKAT PARASITISASI PARASITOID TELUR DAN LARVA TERHADAP PLUTELLA XYLOSTELLA L. (LEPIDOPTERA: YPONOMEUTIDAE)

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL MASYARAKAT BIODIVERSITAS INDONESIA UNAND PADANG, 23 APRIL Biodiversitas dan Pemanfaatannya untuk Pengendalian Hama

SEMINAR NASIONAL MASYARAKAT BIODIVERSITAS INDONESIA UNAND PADANG, 23 APRIL Biodiversitas dan Pemanfaatannya untuk Pengendalian Hama SEMINAR NASIONAL MASYARAKAT BIODIVERSITAS INDONESIA UNAND PADANG, 23 APRIL 26 Biodiversitas dan Pemanfaatannya untuk Pengendalian Hama Seminar Nasional Biodiversitas 23 April 26 Grand Inna Muara Hotel

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Fase Pradewasa Telur Secara umum bentuk dan ukuran pradewasa Opius sp. yang diamati dalam penelitian ini hampir sama dengan yang diperikan oleh Bordat et al. (1995) pada

Lebih terperinci

H. armigera. Berdasarkan pengaruh ketiga faktor lingkungan tersebut, pada

H. armigera. Berdasarkan pengaruh ketiga faktor lingkungan tersebut, pada BAB V PEMBAHASAN UMUM Hasil-hasil penelitian mengungkapkan bahwa faktor curah hujan, fenologi tanaman dan parasitoid berpengaruh banyak terhadap kelimpahan populasi hama H. armigera. Berdasarkan pengaruh

Lebih terperinci

KETAHANAN DAN PENGARUH FITOTOKSISITAS CAMPURAN EKSTRAK Piper retrofractum & Annona squamosa PADA PENGUJIAN SEMI LAPANG. Oleh: Nur Isnaeni A

KETAHANAN DAN PENGARUH FITOTOKSISITAS CAMPURAN EKSTRAK Piper retrofractum & Annona squamosa PADA PENGUJIAN SEMI LAPANG. Oleh: Nur Isnaeni A KETAHANAN DAN PENGARUH FITOTOKSISITAS CAMPURAN EKSTRAK Piper retrofractum & Annona squamosa PADA PENGUJIAN SEMI LAPANG Oleh: Nur Isnaeni A44101046 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

AKTIVITAS INSEKTISIDA EKSTRAK BUAH CABAI JAWA

AKTIVITAS INSEKTISIDA EKSTRAK BUAH CABAI JAWA AKTIVITAS INSEKTISIDA EKSTRAK BUAH CABAI JAWA (Piper retrofractum Vahl., PIPERACEAE) TERHADAP LARVA Crocidolomia pavonana (F.) (LEPIDOPTERA: PYRALIDAE) FERDI PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) diletakkan secara berkelompok dalam 2-3 baris (Gambar 1). Bentuk telur jorong

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) diletakkan secara berkelompok dalam 2-3 baris (Gambar 1). Bentuk telur jorong TINJAUAN PUSTAKA Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) Biologi Ngengat meletakkan telur di atas permukaan daun dan jarang meletakkan di bawah permukaan daun. Jumlah telur yang diletakkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Serangan O. furnacalis pada Tanaman Jagung Larva O. furnacalis merusak daun, bunga jantan dan menggerek batang jagung. Gejala serangan larva pada batang adalah ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB VII SINTESIS Strategi Pengendalian Hayati Kepik Pengisap Buah Lada

BAB VII SINTESIS Strategi Pengendalian Hayati Kepik Pengisap Buah Lada BAB VII SINTESIS Strategi Pengendalian Hayati Kepik Pengisap Buah Lada Ada empat pendekatan dalam kegiatan pengendalian hayati yaitu introduksi, augmentasi, manipulasi lingkungan dan konservasi (Parella

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN KUBIS PADA TIGA SISTEM BUDI DAYA A. MUBARRAK

PERKEMBANGAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN KUBIS PADA TIGA SISTEM BUDI DAYA A. MUBARRAK PERKEMBANGAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN KUBIS PADA TIGA SISTEM BUDI DAYA A. MUBARRAK SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 ABSTRAK A. MUBARRAK. Perkembangan Hama dan Penyakit Tanaman

Lebih terperinci

PENGELOLAAN HAMA SECARA HAYATI Oleh : Awaluddin (Widyaiswara)

PENGELOLAAN HAMA SECARA HAYATI Oleh : Awaluddin (Widyaiswara) PENGELOLAAN HAMA SECARA HAYATI Oleh : Awaluddin (Widyaiswara) A. Pendahuluan Konsepsi Integrated Pest Control atau Pengendalian Hama Terpadu (PHT) mulai diperkenalkan pada tahun 1959 yang bertujuan agar

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat 7 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengendalian Hayati, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada bulan Februari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aturan karantina di negara-negara tujuan ekspor komoditi buah-buahan

BAB I PENDAHULUAN. Aturan karantina di negara-negara tujuan ekspor komoditi buah-buahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aturan karantina di negara-negara tujuan ekspor komoditi buah-buahan Indonesia telah disusun sedemikian ketat. Ketatnya aturan karantina tersebut melarang buah-buahan

Lebih terperinci

Markamah, G Pengaruh Pola Ketiadaan Inang Terhadap Ekologi Reproduksi Snellenius manilae ASHMEAD (Hymenoptera : Braconidae)

Markamah, G Pengaruh Pola Ketiadaan Inang Terhadap Ekologi Reproduksi Snellenius manilae ASHMEAD (Hymenoptera : Braconidae) Bachelor 2012 Akbar, ME. 2012. Pengaruh Lama Ketiadaan Inang Spodoptera litura F. (Lepidoptera:Noctuidae) Terhadap Pola Reproduksi Parasitoid Snellenius manilae ASHMEAD (Hymenoptera : Braconidae) Markamah,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) TINJAUAN PUSTAKA Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) Seekor imago betina dapat meletakkan telur sebanyak 282-376 butir dan diletakkan secara kelompok. Banyaknya telur dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik lokasi Penelitian dilakukan di Desa Padajaya Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur. Lokasi penelitian termasuk dataran tinggi dengan ketinggian sekitar 1300 meter di atas

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Penelitian Ketinggian wilayah di Atas Permukaan Laut menurut Kecamatan di Kabupaten Karanganyar tahun 215 Kecamatan Jumantono memiliki ketinggian terendah 3 m dpl

Lebih terperinci

TAHLIYATIN WARDANAH A

TAHLIYATIN WARDANAH A PEMANFAATAN BAKTERI PERAKARAN PEMACU PERTUMBUHAN TANAMAN (PLANT GROWTH- PROMOTING RHIZOBACTERIA) UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT MOSAIK TEMBAKAU (TOBACCO MOSAIC VIRUS) PADA TANAMAN CABAI TAHLIYATIN WARDANAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Intensitas serangannya dapat mencapai 90% di lapang, sehingga perlu

BAB I PENDAHULUAN. Intensitas serangannya dapat mencapai 90% di lapang, sehingga perlu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggerek batang padi adalah salah satu hama utama pada tanaman padi. Intensitas serangannya dapat mencapai 90% di lapang, sehingga perlu mendapatkan perhatian serius.

Lebih terperinci

PEMANFAATAN PARASITOID Tetrastichus schoenobii Ferr. (Eulopidae, Hymenoptera) DALAM PENGENDALIAN PENGGEREK BATANG PADA TANAMAN PADI

PEMANFAATAN PARASITOID Tetrastichus schoenobii Ferr. (Eulopidae, Hymenoptera) DALAM PENGENDALIAN PENGGEREK BATANG PADA TANAMAN PADI PEMANFAATAN PARASITOID Tetrastichus schoenobii Ferr. (Eulopidae, Hymenoptera) DALAM PENGENDALIAN PENGGEREK BATANG PADA TANAMAN PADI Arifin Kartohardjono Balai Besar Penelitian Tanaman padi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Parasitoid yang ditemukan di Lapang Selama survei pendahuluan, telah ditemukan tiga jenis parasitoid yang tergolong dalam famili Eupelmidae, Pteromalidae dan Scelionidae. Data pada

Lebih terperinci

Parasitoid E. argenteopilosus sebagai Agens Pengendali Hayati Hama H. armigera, S. litura, dan C. pavonana pada Tumpangsari Tomat dan Brokoli

Parasitoid E. argenteopilosus sebagai Agens Pengendali Hayati Hama H. armigera, S. litura, dan C. pavonana pada Tumpangsari Tomat dan Brokoli Setiawati, W., et al.: Parasitoid E. argenteopilosus J. Hort. 15(4):279-287, 2005 Parasitoid E. argenteopilosus sebagai Agens Pengendali Hayati Hama H. armigera, S. litura, dan C. pavonana pada Tumpangsari

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. = pengamatan minggu kedua = Pengamatan minggu berikutnya

BAHAN DAN METODE. = pengamatan minggu kedua = Pengamatan minggu berikutnya BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan dari April 2005 sampai Februari 2006. Kegiatan ini dibagi dua bagian, yaitu penelitian lapangan dan penelitian laboratorium. Penelitian

Lebih terperinci

Struktur Komunitas Hama Pemakan Daun Kubis dan Investigasi Musuh Alaminya

Struktur Komunitas Hama Pemakan Daun Kubis dan Investigasi Musuh Alaminya AGROTROP, 2(2): 191-196 (2012) ISSN: 2088-155X C Fakultas Pertanian Universitas Udayana Denpasar Bali - Indonesia Struktur Komunitas Hama Pemakan Daun Kubis dan Investigasi Musuh Alaminya KETUT AYU YULIADHI

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and Development, PT Gunung Madu Plantations (PT GMP), Kabupaten Lampung Tengah.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM. i PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI. ii ABSTRACT.... iii ABSTRAK..... iv RINGKASAN. v HALAMAN PERSETUJUAN viii TIM PENGUJI. ix RIWAYAT HIDUP. x KATA PENGANTAR. xi DAFTAR ISI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun TINJAUAN PUSTAKA 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) 1.1 Biologi Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun seperti atap genting (Gambar 1). Jumlah telur

Lebih terperinci

PENGARUH TANAMAN PENUTUP TANAH TERHADAP SERANGAN PENGGEREK POLONG

PENGARUH TANAMAN PENUTUP TANAH TERHADAP SERANGAN PENGGEREK POLONG PENGARUH TANAMAN PENUTUP TANAH TERHADAP SERANGAN PENGGEREK POLONG Maruca vitrata (F.) (Lepidoptera: Pyralidae) SERTA HASIL PANEN PADA PERTANAMAN KACANG PANJANG MOHAMAD AFIAT PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah (S. coarctata) Secara umum tampak bahwa perkembangan populasi kepinding tanah terutama nimfa dan imago mengalami peningkatan dengan bertambahnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Spodoptera litura F. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Filum Kelas Ordo Famili Subfamili Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Parasitoid

TINJAUAN PUSTAKA. Parasitoid TINJAUAN PUSTAKA Parasitoid Parasitoid adalah serangga yang stadia pradewasanya menjadi parasit pada atau di dalam tubuh serangga lain, sementara imago hidup bebas mencari nektar dan embun madu sebagai

Lebih terperinci

Kupersembahkan karya kecilku untuk yang kusayangi: Bapa, Mamah, Aa, Ceu 'Ndah, Evan, Ayu, dan Opi

Kupersembahkan karya kecilku untuk yang kusayangi: Bapa, Mamah, Aa, Ceu 'Ndah, Evan, Ayu, dan Opi Xiuplhli engtau lhksana Lietiah liinggap di dalian y ay rapuli takpentali goyah makan makanan dari 6unga yang 6ersili mengelii$an kotoran 6erupa madu yang 6cnnanfaat se6agai o6at liidup rukun dalhm sarang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Berbentuk oval sampai bulat, pada permukaan atasnya agak datar. Jumlah telur

TINJAUAN PUSTAKA. Berbentuk oval sampai bulat, pada permukaan atasnya agak datar. Jumlah telur TINJAUAN PUSTAKA 1. Penggerek Batang Tebu Raksasa Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi penggerek batang tebu raksasa adalah sebagai berikut : Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus Spesies : Animalia :

Lebih terperinci

TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua)

TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua) TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua) SKRIPSI Diajukan Untuk Penulisan Skripsi Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Sarjana Pendidikan (S-1)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruangan Rata-rata suhu dan kelembaban ruangan selama penelitian pada pagi hari 22,4 0 C dan 78,6%, siang hari 27,4 0 C dan 55%, sore hari 25 0 C dan 75%. Hasil

Lebih terperinci

Pengaruh lama ketiadaan inang terhadap kapasitas reproduksi parasitoid Snellenius manilae Ashmead (Hymenoptera: Braconidae)

Pengaruh lama ketiadaan inang terhadap kapasitas reproduksi parasitoid Snellenius manilae Ashmead (Hymenoptera: Braconidae) Jurnal Entomologi Indonesia Indonesian Journal of Entomology ISSN: 1829-7722 April 2012, Vol. 9 No. 1, 14-22 Online version: http://jurnal.pei-pusat.org DOI: 10.5994/jei.9.1.14 Pengaruh lama ketiadaan

Lebih terperinci

Penggerek Pucuk Tebu dan Teknik Pengendaliannya

Penggerek Pucuk Tebu dan Teknik Pengendaliannya Penggerek Pucuk Tebu dan Teknik Pengendaliannya Produksi gula nasional Indonesia mengalami kemerosotan sangat tajam dalam tiga dasawarsa terakhir. Kemerosotan ini menjadikan Indonesia yang pernah menjadi

Lebih terperinci

DAMAYANTI BUCHOR1, ERNA DWI HERAWATI, ADHA SARI. Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

DAMAYANTI BUCHOR1, ERNA DWI HERAWATI, ADHA SARI. Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor Perhimpunan Entomologi Indonesia J. Entomol. Indon., September 28, Vol. 5, No. 2, 81-95 Keefektifan Telenomus remus (Nixon) (Hymenoptera: Scelionidae) Dalam Mengendalikan Hama Tanaman Bawang Daun Spodoptera

Lebih terperinci

STUDI PALATABILITAS UMPAN PENDETEKSI TIKUS PADA TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L) DI LABORATORIUM FAJAR ANALIS A

STUDI PALATABILITAS UMPAN PENDETEKSI TIKUS PADA TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L) DI LABORATORIUM FAJAR ANALIS A STUDI PALATABILITAS UMPAN PENDETEKSI TIKUS PADA TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L) DI LABORATORIUM FAJAR ANALIS A44102030 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PREFERENSI PETANI SAYURAN DAN JAGUNG DALAM PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN DI WILAYAH BOGOR DAN CIANJUR DAN ANALISIS EKONOMINYA

PREFERENSI PETANI SAYURAN DAN JAGUNG DALAM PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN DI WILAYAH BOGOR DAN CIANJUR DAN ANALISIS EKONOMINYA PREFERENSI PETANI SAYURAN DAN JAGUNG DALAM PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN DI WILAYAH BOGOR DAN CIANJUR DAN ANALISIS EKONOMINYA ANDES HERYANSYAH PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PENGARUH KERAPATAN PREDATOR TERHADAP PEMANGSAAN LARVA Spodoptera litura F. (LEPIDOPTERA: NOCTUIDAE) Oleh: Triana Aprilizah A

PENGARUH KERAPATAN PREDATOR TERHADAP PEMANGSAAN LARVA Spodoptera litura F. (LEPIDOPTERA: NOCTUIDAE) Oleh: Triana Aprilizah A PENGARUH KERAPATAN PREDATOR TERHADAP PEMANGSAAN LARVA Spodoptera litura F. (LEPIDOPTERA: NOCTUIDAE) Oleh: Triana Aprilizah A44101017 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU DAN KERAPATAN INANG TERHADAP SUPERPARASISTISME OLEH ERIBORUS ARGENTEOPILOSUS: IMPLIKASI BAGI PENGENDALIAN HAYATI

PENGARUH SUHU DAN KERAPATAN INANG TERHADAP SUPERPARASISTISME OLEH ERIBORUS ARGENTEOPILOSUS: IMPLIKASI BAGI PENGENDALIAN HAYATI J. HPT Tropika. ISSN 1411-7525 90 J. HPT Tropika Vol. 16 No. 1, 2016: 90-97 Vol. 16, No. 1: 90 97, Maret 2016 PENGARUH SUHU DAN KERAPATAN INANG TERHADAP SUPERPARASISTISME OLEH ERIBORUS ARGENTEOPILOSUS:

Lebih terperinci

Pengaruh Pakan terhadap Lama Hidup dan Kebugaran Imago Eriborus argenteopilosus Cameron (Hymenoptera: Ichneumonidae)

Pengaruh Pakan terhadap Lama Hidup dan Kebugaran Imago Eriborus argenteopilosus Cameron (Hymenoptera: Ichneumonidae) Perhimpunan Entomologi Indonesia J. Entomol. Indon., April 8, Vol. 5, No. 1, 1-9 Pengaruh Pakan terhadap Lama Hidup dan Kebugaran Imago Eriborus argenteopilosus Cameron (Hymenoptera: Ichneumonidae) NOVRI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai TINJAUAN PUSTAKA Pentingnya predasi sebagai strategi eksploitasi dapat diringkas dalam empat kategori utama. Pertama, predator memainkan peran penting dalam aliran energi pada kumunitasnya. Kedua, predator

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Parasit Lalat S. inferens Towns. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Arthropoda

Lebih terperinci

STUDI MORFO-ANATOMI DAN PERTUMBUHAN KEDELAI (Glycine max (L) Merr.) PADA KONDISI CEKAMAN INTENSITAS CAHAYA RENDAH. Oleh

STUDI MORFO-ANATOMI DAN PERTUMBUHAN KEDELAI (Glycine max (L) Merr.) PADA KONDISI CEKAMAN INTENSITAS CAHAYA RENDAH. Oleh STUDI MORFO-ANATOMI DAN PERTUMBUHAN KEDELAI (Glycine max (L) Merr.) PADA KONDISI CEKAMAN INTENSITAS CAHAYA RENDAH Oleh Baiq Wida Anggraeni A34103024 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

TERHADAP UMPAN DAN RODENTISIDA. Rizka Yudha Aryata A

TERHADAP UMPAN DAN RODENTISIDA. Rizka Yudha Aryata A PREFERENSI (Rattus tiomanicus MAKAN TIKUS MILLER) POHON TERHADAP UMPAN DAN RODENTISIDA Rizka Yudha Aryata A44102051 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

J. Agroland 15 (1) : 27-31, Maret 2008 ISSN : X

J. Agroland 15 (1) : 27-31, Maret 2008 ISSN : X J. Agroland 15 (1) : 27-31, Maret 2008 ISSN : 0854 641X JUMLAH INANG DAN KEPADATAN PARASITOID: PENGARUHNYA TERHADAP PERILAKU SELFSUPERPARASITISM PARASITOID Trichogramma chilotraeae NAGARAJA & NAGARKATTI

Lebih terperinci

DENSITAS TRIKOMA DAN DISTRIBUSI VERTIKAL DAUN BEBERAPA VARIETAS KEDELAI

DENSITAS TRIKOMA DAN DISTRIBUSI VERTIKAL DAUN BEBERAPA VARIETAS KEDELAI DENSITAS TRIKOMA DAN DISTRIBUSI VERTIKAL DAUN BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max Linnaeus) TERHADAP PREFERENSI OVIPOSISI Spodoptera litura Fabricius SKRIPSI Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk

Lebih terperinci

PENGARUH EMPAT JENIS EKSTRAK DAN SERBUK TANAMAN TERHADAP AKTIVITAS PENELURAN Sitophilus zeamais Motsch. (Coleoptera: Curculionidae)

PENGARUH EMPAT JENIS EKSTRAK DAN SERBUK TANAMAN TERHADAP AKTIVITAS PENELURAN Sitophilus zeamais Motsch. (Coleoptera: Curculionidae) PENGARUH EMPAT JENIS EKSTRAK DAN SERBUK TANAMAN TERHADAP AKTIVITAS PENELURAN Sitophilus zeamais Motsch. (Coleoptera: Curculionidae) INTAN WIJI EKAWATI PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Jenis jenis Hama Pada Caisim Hasil pengamatan jenis hama pada semua perlakuan yang diamati diperoleh jenis - jenis hama yang sebagai berikut : 1. Belalang hijau Phylum :

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. antara telur dan tertutup dengan selaput. Telur mempunyai ukuran

TINJAUAN PUSTAKA. antara telur dan tertutup dengan selaput. Telur mempunyai ukuran TINJAUAN PUSTAKA Ulat kantong Metisa plana Walker Biologi Hama Menurut Borror (1996), adapun klasifikasi ulat kantong adalah sebagai berikut: Kingdom Phyllum Class Ordo Family Genus Species : Animalia

Lebih terperinci

KERAGAMAN UKURAN DAN WARNA Thrips parvispinus (Thysanoptera: Thripidae) PADA TANAMAN CABAI (Capsicum annuum) DI BERBAGAI KETINGGIAN TEMPAT MAGDALENA

KERAGAMAN UKURAN DAN WARNA Thrips parvispinus (Thysanoptera: Thripidae) PADA TANAMAN CABAI (Capsicum annuum) DI BERBAGAI KETINGGIAN TEMPAT MAGDALENA KERAGAMAN UKURAN DAN WARNA Thrips parvispinus (Thysanoptera: Thripidae) PADA TANAMAN CABAI (Capsicum annuum) DI BERBAGAI KETINGGIAN TEMPAT MAGDALENA PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor struktur tanah, pencemaran, keadaan udara, cuaca dan iklim, kesalahan cara

BAB I PENDAHULUAN. faktor struktur tanah, pencemaran, keadaan udara, cuaca dan iklim, kesalahan cara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan pada tanaman dapat disebabkan oleh faktor biotik ataupun abiotik. Faktor pengganggu biotik adalah semua penyebab gangguan yang terdiri atas organisme atau makhluk

Lebih terperinci

PERAN AGENS ANTAGONIS DAN TEKNIK BUDIDAYA DALAM PENGENDALIAN TERPADU PENYAKIT LAYU FUSARIUM PADA PISANG LANDES BRONSON SIBARANI

PERAN AGENS ANTAGONIS DAN TEKNIK BUDIDAYA DALAM PENGENDALIAN TERPADU PENYAKIT LAYU FUSARIUM PADA PISANG LANDES BRONSON SIBARANI PERAN AGENS ANTAGONIS DAN TEKNIK BUDIDAYA DALAM PENGENDALIAN TERPADU PENYAKIT LAYU FUSARIUM PADA PISANG LANDES BRONSON SIBARANI PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Alat dan bahan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Alat dan bahan 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Rumah Kaca Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Kebun Percobaan Muara, Bogor dan di laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mudah ditembus oleh alat-alat pertanian dan hama atau penyakit tanaman

BAB I PENDAHULUAN. mudah ditembus oleh alat-alat pertanian dan hama atau penyakit tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kubis merupakan salah satu jenis sayuran yang banyak dikonsumsi karena berbagai manfaat yang terdapat di dalam kubis. Kubis dikenal sebagai sumber vitamin A, B, dan

Lebih terperinci

POPULASI LARVA Plutella xylostella Linn. PADA TANAMAN KUBIS DI KELURAHAN PASLATEN KECAMATAN TOMOHON TIMUR KOTA TOMOHON

POPULASI LARVA Plutella xylostella Linn. PADA TANAMAN KUBIS DI KELURAHAN PASLATEN KECAMATAN TOMOHON TIMUR KOTA TOMOHON POPULASI LARVA Plutella xylostella Linn. PADA TANAMAN KUBIS DI KELURAHAN PASLATEN KECAMATAN TOMOHON TIMUR KOTA TOMOHON 1 POPULATION LARVA Plutella xylostella Linn. ON PLANT SPROUTS IN EAST VILLAGE PASLATEN

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI TONGGERET (HEMIPTERA: CICADIDAE) DI KEBUN RAYA BOGOR DAN KEBUN RAYA CIBODAS BERDASARKAN REKAMAN SUARA ARUNIKA ANGGRADEWI

IDENTIFIKASI TONGGERET (HEMIPTERA: CICADIDAE) DI KEBUN RAYA BOGOR DAN KEBUN RAYA CIBODAS BERDASARKAN REKAMAN SUARA ARUNIKA ANGGRADEWI IDENTIFIKASI TONGGERET (HEMIPTERA: CICADIDAE) DI KEBUN RAYA BOGOR DAN KEBUN RAYA CIBODAS BERDASARKAN REKAMAN SUARA ARUNIKA ANGGRADEWI PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS ISOLAT DAN METODE PAPARAN Beauveria bassiana (Balsamo) Vuillemin TERHADAP MORTALITAS DAN MIKOSIS Spodoptera litura Fabricius

EFEKTIVITAS ISOLAT DAN METODE PAPARAN Beauveria bassiana (Balsamo) Vuillemin TERHADAP MORTALITAS DAN MIKOSIS Spodoptera litura Fabricius EFEKTIVITAS ISOLAT DAN METODE PAPARAN Beauveria bassiana (Balsamo) Vuillemin TERHADAP MORTALITAS DAN MIKOSIS Spodoptera litura Fabricius NASKAH SKRIPSI Diajukan guna memenuhi salah satu persyaratan untuk

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN GUANO KELELAWAR DAN MIKROORGANISME STARTER KOMPOS TERHADAP KESEHATAN TANAMAN CABAI (Capsicum annuum.l)

PENGARUH PENGGUNAAN GUANO KELELAWAR DAN MIKROORGANISME STARTER KOMPOS TERHADAP KESEHATAN TANAMAN CABAI (Capsicum annuum.l) PENGARUH PENGGUNAAN GUANO KELELAWAR DAN MIKROORGANISME STARTER KOMPOS TERHADAP KESEHATAN TANAMAN CABAI (Capsicum annuum.l) Oleh : DEDI MULYONO A44101015 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS

Lebih terperinci