TESIS AMELIA PUTRI UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I RADIOLOGI JAKARTA AGUSTUS 2013

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TESIS AMELIA PUTRI UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I RADIOLOGI JAKARTA AGUSTUS 2013"

Transkripsi

1 TINGKAT SENSITIVITAS DAN SPESIFISITAS RADIOGRAFI LUMBOSAKRAL DALAM MENDETEKSI TANDA-TANDA SEKUNDER HNP DIBANDINGKAN PEMERIKSAAN MRI SEBAGAI PEMERIKSAAN BAKU EMAS TESIS AMELIA PUTRI UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I RADIOLOGI JAKARTA AGUSTUS 2013

2 TINGKAT SENSITIVITAS DAN SPESIFISITAS RADIOGRAFI LUMBOSAKRAL DALAM MENDETEKSI TANDA-TANDA SEKUNDER HNP DIBANDINGKAN PEMERIKSAAN MRI SEBAGAI PEMERIKSAAN BAKU EMAS TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar spesialis radiologi AMELIA PUTRI PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA JAKARTA AGUSTUS 2013 i

3 ii

4 iii

5 KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Allah Bapa di Surga dan Yesus Kristus PutraNya yang tunggal karena atas berkat dan kasih karunianya saya dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Spesialis Radiologi di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Saya mensyukuri banyak sekali bantuan dan dukungan baik moral dan material serta bimbingan dari berbagai pihak sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan. Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. dr. Handoko Prayitno, suami saya yang telah banyak memberikan doa, dukungan dan semangat dalam penulisan tesis ini dan sepanjang proses pendidikan ini. 2. Papa, mama ( ) serta keluarga yang telah banyak mendoakan dan memberikan dukungan selama saya menjalani proses pendidikan ini. 3. DR. dr. Jacub Pandelaki, SpRad(K), sebagai pembimbing radiologis yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing dan memberikan masukan serta mengarahkan saya dalam penyusunan tesis ini. 4. dr. S. Dohar AL Tobing, SpOT, sebagai pembimbing klinis yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing dan memberikan masukan serta mengarahkan saya dalam penyusunan tesis ini. 5. DR. dr. Joedo Prihartono, MPH, sebagi pembimbing statistik yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing dan memberikan masukan serta mengarahkan saya dalam penyusunan tesis ini. 6. dr. Sandrawati, SpRad(K) sebagai penguji pokja yang telah memberikan arahan dan masukan yang bermanfaat dalam penyusunan tesis ini. 7. dr. Sawitri Darmiati, SpRad(K) sebagai penguji metodologi dan Ketua Program Studi Departemen Radiologi yang telah memberikan arahan dan masukan yang bermanfaat dalam penyusunan tesis ini. 8. dr. Vally Wulani, SpRad(K) sebagai moderator dan Ketua Komite Penelitian yang telah memberikan persetujuan judul tesis, memberikan semangat dan masukan yang bermanfaat dalam penyusunan tesis ini. iv

6 v

7 vi

8 ABSTRAK Nama Program studi Judul : Amelia Putri : Radiologi : Tingkat Sensitivitas dan Spesifisitas Radiografi Lumbosakral Dalam Mendeteksi Tanda-Tanda Sekunder HNP Dibandingkan Pemeriksaan MRI Sebagai Pemeriksaan Baku Emas Pendahuluan : Nyeri punggung merupakan masalah kesehatan yang sering dikeluhkan di seluruh dunia dengan prevalensi sekitar 12% 35%. Sekitar 10% berkembang menyebabkan ketidakmampuan kronik akibat nyeri punggung. Berbagai penelitian telah dilakukan selama ini menggunakan pemeriksaan standar baku emas yaitu MRI lumbosakral dalam mendiagnosis HNP, namun modalitas ini mahal dan tidak terdistribusi merata di Indonesia sehingga perlu dicari modalitas pencitraan lain yang lebih murah dan terdistribusi merata sebagai modalitas screening. Tujuan : Menghitung tingkat akurasi, sensitivitas, dan spesifisitas radiografi lumbosakral proyeksi lateral tegak, lateral fleksi, lateral ekstensi, dan penggabungan seluruh proyeksi dibandingkan modalitas baku emas MRI lumbosakral dalam mendiagnosis tanda-tanda sekunder HNP sebagai modalitas screening. Metode : Penelitian ini merupakan penelitian uji diagnostik cross sectional dengan menggunakan data-data pasien yang mengalami gejala HNP di RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta. Hasil : Tingkat akurasi, sensitivitas, dan spesifisitas radiografi lumbosakral dalam mendiagnosis tanda-tanda sekunder HNP pada proyeksi lateral posisi tegak 87,3%, 100%, 66,6%, pada proyeksi lateral fleksi 91%, 100%, 76,2%, pada proyeksi lateral ekstensi 92,7% 100%, 80,9% dan penggabungan seluruh proyeksi yaitu sebesar 91%, 100%, 76,2%. Kesimpulan : Pemeriksaan radiografi lumbosakral dapat digunakan sebagai modalitas screening dalam mendiagnosis tanda-tanda sekunder HNP. Penambahan proyeksi lateral ekstensi selain dari proyeksi lateral tegak yang selama ini umum digunakan meningkatkan tingkat spesifisitas dan akurasi dalam mendiagnosis HNP. Kata kunci : HNP, Radiografi lumbosakral, MRI lumbosakral vii

9 ABSTRACT Name Study Program Title : Amelia Putri : Radiology : The Sensitivity and Specificity Level of Lumbosacral Radiography in Detecting Secondary Signs of Hernia Nucleus Pulposus Compared to MRI Examination as Gold Standard Diagnostic Tools Introduction : Back pain is a common health problem worldwide with prevalence of approximately 12% - 35%. Approximately 10% developing chronic incapacity due cause back pain. Various studies have been conducted to diagnosing HNP using lumbosacral MRI as gold standard examination, but this modality is expensive and not well distributed in Indonesia so we have to find other imaging modality that more inexpensive and well distributed in Indonesia as screening modality. Objective : To assess the accuracy, sensitivity, and specificity of lumbosacral radiography with erect lateral projection, lateral flexion projection, lateral extension projection, and dynamic lumbar projection compared to MRI as the gold standard examination in patient with herniated nucleus pulposus as a screening modality. Methods : This study is a diagnostic study by cross sectional design using data from patient with symptoms of herniated nucleus pulposus in Cipto Mangunkusumo National General Hospital Jakarta. Results : The accuracy, sensitivity, and specificity of lumbosacral radiography in diagnosis patient with secondary sign of herniated nucleus pulposus with lateral erect projection are 87,3%, 100%, 66,6%, with lateral flexion projection are 91%, 100%, 76,2%, with lateral extention projection are 92,7% 100%, 80,9%, and with all projection are 91%, 100%, 76,2%. Conclusions : Lumbosacral radiographs can be used for screening modality in diagnosis secondary signs of HNP. The addition of a lateral extensions projection apart from the lateral erect upright projection which is commonly used can increasing the level of specificity and accuracy in diagnosing HNP. Key Words : Hernia Nucleus Pulposus, Lumbosacral Radiography, MRI viii

10 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS... HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS... ABSTRAK... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iii iv vi vii viii ix xi xii xiii BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang Rumusan masalah Hipotesis Tujuan penelitian Manfaat penelitian... 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Anatomi Diskus intervertebralis Ligamentum dan sendi Vaskularisasi dan persarafan Degenerasi diskus intervertebralis Kaskade degenerasi Etiologi dan patofisiologi degenerasi diskus Herniasi Nukleus Pulposus (HNP) Gejala klinis Pemeriksaan radiologi MRI lumbosakral Radiografi lumbosakral Terapi Kerangka teori Kerangka konsep BAB 3 METODE PENELITIAN ix

11 3.1 Desain Penelitian Tempat dan Waktu Penelitian Populasi dan Sampel Penelitian Subyek Penelitian Jumlah Sampel Cara Kerja Alur Penelitian Analisis Data Batasan Operasional Etika Penelitian Pendanaan BAB 4 HASIL PENELITIAN Karakteristik subjek penelitian Hasil temuan HNP berdasarkan radiografi lumbosacral dengan MRI lumbosakral BAB 5 PEMBAHASAN BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran.. 36 DAFTAR PUSTAKA x

12 DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Jadwal kegiatan penelitian. 19 Tabel 4.1. Karakteristik dasar subyek penelitian 26 Tabel 4.2 Sebaran subyek menurut hasil pemeriksaan MRI dan radiografi lumbosakral.. 27 Tabel 4.3. Hasil radiografi lumbosakral proyeksi lateral posisi tegak, fleksi, ekstensi dibandingkan dengan MRI lumbosakral sebagai pemeriksaan baku emas dalam menilai tanda-tanda sekunder HNP Tabel 4.4 Hasil radiografi lumbosakral proyeksi lateral posisi tegak dibandingkan dengan MRI lumbosakral sebagai pemeriksaan baku emas dalam menilai tanda-tanda sekunder HNP 29 Tabel 4.5 Hasil radiografi lumbosakral proyeksi lateral posisi fleksi dibandingkan dengan MRI lumbosakral sebagai pemeriksaan baku emas dalam menilai tanda-tanda sekunder HNP. 30 Tabel 4.6 Hasil radiografi lumbosakral proyeksi lateral posisi ekstensi dibandingkan dengan MRI lumbosakral sebagai pemeriksaan baku emas dalam menilai tanda-tanda sekunder HNP 31 Tabel 4.7 Perbandingan hasil radiografi lumbosakral berbagai posisi dibandingkan dengan MRI lumbosakral dalam menilai tanda-tanda sekunder HNP.. 32 Tabel 1. Tabel induk.. 45 Tabel 2. Dummy table 46 xi

13 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Anatomi vertebra lumbal 5 Gambar 2. Diskus intervertebralis 7 Gambar 3. Ligamentum dan sendi 8 Gambar 4. Vaskularisasi dan persarafan vertebra lumbal 9 Gambar 5. Kaskade degenerasi Gambar 6. Penonjolan diskus intervertebralis 12 Gambar 7. Lokasi herniasi diskus intervertebralis. 12 Gambar 8. Herniasi dan degenerasi diskus intervertebralis 14 Gambar 9. Pengukuran sudut diskus intervertebralis dan pergeseran korpus vertebra lumbosakral 16 xii

14 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Surat keterangan lolos kaji etik.. 42 Lampiran 2 Penjelasan penelitian kepada subjek penelitian Lampiran 2 Surat persetujuan penelitian Lampiran 3 Formulir penelitian Lampiran 4 Analisa Statistik xiii

15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri punggung merupakan masalah kesehatan yang sering dikeluhkan di seluruh dunia dengan prevalensi sekitar 12% 35%. Sekitar 10% berkembang menyebabkan ketidakmampuan kronik akibat nyeri punggung. Nyeri punggung terutama bagian bawah merupakan alasan kedua terbanyak selain infeksi saluran pernafasan yang membuat seseorang datang berobat ke dokter atau rumah sakit. Nyeri punggung bawah juga merupakan penyebab kedua disabilitas di Amerika Serikat pada dewasa dan merupakan salah satu penyebab tersering tidak masuk kerja yang bila diperhitungkan secara perekonomian akibat dari pengurangan produktivitas kerja berdampak pada kerugian ekonomi. Freburger dkk 3 melaporkan dalam dua dekade terakhir terdapat peningkatan penderita nyeri punggung yang datang untuk berobat mencari pengobatan di berbagai negara seperti Amerika Serikat, Inggris, Finlandia, dan Jerman. Disabilitas akibat nyeri punggung meningkat di Amerika Serikat sebesar 15,2% pada tahun 1992 menjadi 28,2% pada tahun Nyeri punggung berhubungan erat dengan penyakit degeneratif diskus. Degeneratif diskus dapat asimptomatik, namun proses degeneratif diskus ini dapat berkembang menjadi herniasi nukleus pulposus (HNP). Proses degenerasi diskus maupun HNP menyebabkan ruang diskus intervertebralis menyempit serta terjadinya pergeseran korpus vertebra pada posisi fleksi dan ekstensi yang dapat dinilai sebagai salah satu tanda-tanda sekunder dari HNP pada pemeriksaan radiografi lumbosakral dan berpengaruh terhadap mekanika dari kolumna vertebra, akibat perubahan struktur vertebra seperti otot dan ligamentum, dan memberikan gejala gangguan nyeri dan ketidakmampuan pada usia tua. Degenerasi diskus meningkat sejalan dengan pertambahan usia, sekitar 60% penduduk berusia 70 tahun mengalami degenerasi berat pada diskus. Sekitar 39% 1

16 2 penderita nyeri punggung perlu tindakan lebih lanjut selain medikamentosa. Penatalaksaan nyeri punggung dengan operasi vertebra lumbal meningkat sebesar 157% dari tahun 1997 sampai ke Vertebra lumbal merupakan vertebra yang menerima tekanan dan regangan paling besar dalam menyanggah berat tubuh. Hal ini menyebabkan lumbal menerima resiko paling tinggi untuk kerusakan karena pergerakkan lumbal yang besar sehingga frekuensi terjadinya herniasi nukleus pulposus paling tinggi di antara seluruh vertebra. Sekitar 98% dari HNP pada vertebra lumbal muncul pada level L4-5 dan L5-S1. White dkk melaporkan jangkauan pergerakan L4-5 dan L5-S1 yang luas dalam posisi fleksi dan ekstensi menjadi alasan terhadap frekuensi yang tinggi pada lokasi penyakit degenerasi diskus pada level tersebut. European Foundation melaporkan puncak usia terjadinya insidensi HNP adalah sekitar usia 30 tahun sampai 55 tahun sementara WHO melaporkan puncak insidensi terjadinya nyeri punggung pada usia 25 tahun sampai 64 tahun. Tidak ada perbedaan antara prevalensi laki-laki dan wanita. Mayoritas herniasi diskus muncul pada arah posterolateral. 5,6,7 Magnetic Resonance Imaging (MRI) merupakan modalitas pencitraan yang paling baik dalam menilai morfologi diskus dan merupakan standar baku emas dalam mendiagnosa HNP dengan angka sensitifitas sebesar 100% dan spesifisitas sebesar 97%. 8 Pemeriksaan MRI memiliki kekurangan yaitu biaya pemeriksaan yang mahal dan modalitas pencitraan ini tidak dimiliki secara menyeluruh di Indonesia. Data dari Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menunjukkan modalitas MRI hanya sebanyak 73 buah seluruh Indonesia, diantaranya 16 buah berada di wilayah Sumatera, 43 buah di wilayah Jawa dan Bali, 5 buah di wilayah Kalimantan, 6 buah di wilayah Sulawesi dan Maluku dan tidak ada di wilayah Papua. Harga dan keterbatasan modalitas MRI merupakan alasan untuk mencari kemungkinan pemeriksaan dengan modalitas lain yang lebih murah, lebih mudah diakses, tersedia lebih banyak dan lebih sederhana, dan dapat membantu mendiagnosis HNP yaitu pemeriksaan radiografi lumbosakral. Modalitas pencitraan radiografi lebih banyak

17 3 tersedia di seluruh Indonesia dengan jumlah sebanyak 888 buah, tersebar sebanyak 222 buah di wilayah Sumatera, 499 buah di wilayah Jawa dan Bali, 53 buah di wilayah Kalimantan, 107 buah di wilayah Sulawesi dan Maluku, dan 7 buah di wilayah Papua. 9 Modalitas radiografi lumbosakral yang diharapkan dapat membantu mendiagnosa dengan proyeksi lateral posisi tegak, fleksi dan ekstensi. Uji diagnostik terhadap modalitas radiografi lumbosakral belum pernah diteliti sampai saat ini, berbagai penelitian terdahulu hanya melaporkan berbagai tandatanda sekunder yang dapat membantu mendiagnosis HNP Rumusan masalah Berbagai penelitian mencoba mencari alternatif diagnostik menggunakan modalitas radiologi lain untuk membantu screening HNP seperti pemeriksaan CT scan mielografi, mielografi konvensional maupun discografi, namun pemeriksaan tersebut merupakan pemeriksaan yang invasif. 10,11 Modalitas pencitraan yang diharapkan dapat membantu dalam screening adalah radiografi tanpa kontras vertebra lumbosakral mengingat pemeriksaan ini lebih mudah dikerjakan, murah, dan tersedia banyak di seluruh Indonesia, namun uji diagnostik terhadap modalitas ini belum pernah diteliti sebelumnya, berbagai penelitian hanya melaporkan mengenai tanda sekunder yang dapat dinilai untuk membantu mendiagnosa HNP sebagai screening. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui tingkat sensitivitas dan spesifisitas radiografi lumbosakral dalam menilai HNP dibandingkan pemeriksaan MRI sebagai baku emas, sehingga timbul pertanyaan penelitian : Berapa tingkat sensitivitas radiografi lumbosakral dalam menilai tandatanda sekunder HNP dibandingkan pemeriksaan MRI? Berapa tingkat spesifisitas radiografi lumbosakral dalam menilai tandatanda sekunder HNP dibandingkan pemeriksaan MRI?

18 Hipotesis Terdapat akurasi yang mendekati pemeriksaan MRI sebagai pemeriksaan baku emas dalam mendiagnosis tanda-tanda sekunder HNP secara radiografi lumbosakral Tujuan penelitian Tujuan umum Menilai tingkat akurasi radiografi lumbosakral dalam menilai tanda-tanda sekunder HNP sebagai metode screening Tujuan khusus Menghitung tingkat sensitivitas radiografi lumbosakral dalam menilai tanda-tanda sekunder HNP Menghitung tingkat spesifisitas radiografi lumbosakral dalam menilai tanda-tanda sekunder HNP Manfaat penelitian Segi pendidikan: penelitian ini merupakan bagian dari proses pendidikan, dan melatih cara melakukan penelitian Segi pengembangan penelitian: penelitian ini dapat memberikan informasi tambahan dalam memahami dan membedakan mengenai penyakit degeneratif diskus dan herniasi nukleus pulposus, serta dapat menjadi masukan untuk penelitian lanjutan yang lebih mendalam Segi pelayanan masyarakat dan pasien: diharapkan dengan diketahui tingkat akurasi radiografi lumbosakral dapat membantu mendiagnosa HNP terutama di wilayah yang tidak memiliki MRI sebagai modalitas standar baku emas.

19 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Vertebra terdiri dari 33 tulang yang terbagi menjadi 7 tulang vertebra cervical, 12 tulang vertebra thorakal, 5 tulang vertebra lumbal, 5 tulang yang berfusi membentuk vertebra sakrum, dan 4 tulang ireguler coccygeus. Vertebra lumbal terdiri dari lima tulang vertebra yang disebut berdasarkan urutannya yaitu L1, L2, L3, L4 dan L5. L1 merupakan struktur vertebra lumbal paling superior dan berhubungan dengan vertebra thorakal dan L5 merupakan struktur vertebra lumbal paling inferior yang berhubungan dengan vertebra sacral. Bagian anterior dari struktur vertebra adalah korpus vertebra. Korpus vertebra lumbal merupakan struktur vertebra yang paling besar, lebar dan tebal, tidak memiliki foramen transversal atau artikulasi facet dengan kosta. Bagian medial dari korpus vertebra dan semakin ke inferior vertebra lumbal maka ukuran corpus vertebra akan semakin besar yang berfungsi untuk menahan beban dan tekanan. Bagian posterior dari struktur vertebra terdiri dari struktur arkus yang membentuk lingkaran membentuk canalis spinalis. Struktur pembentuk arkus diantaranya adalah tujuh processus yang terdiri dari satu processus spinosus, empat processus artikularis dan dua processus transversus; dua pedikel; dua lamina; dan sendi facet. Sendi facet berada antara processus artikularis superior dan processus artikularis inferior. Canalis spinalis pada sisi anterior melekat pada ligamentum longitudinal posterior yang berada pada permukaan corpus vertebra bagian posterior. Bagian lateral dari canalis spinalis adalah pedikel dan bagian posterior dari canalis spinalis adalah lamina dan ligamentum flavum. 6,12,13 Gambar 1. Anatomi vertebra lumbal 6 5

20 Diskus intervertebralis Diskus intervertebralis merupakan struktur avaskular terbesar pada tubuh, dan merupakan struktur melekatkan korpus vertebra. Diskus intervertebralis merupakan sendi utama dalam kolumna vertebra dengan fungsi utama sebagai mekanika yang menahan beban tubuh dan aktivitas otot pada kolumna vertebra. Diskus intervertebralis berada diantara tulang rawan endplate tulang belakang dengan ketebalan bervariasi dan diameter sekitar 4 cm pada regio lumbal. Diskus intervertebralis berada diantara korpus vertebra dan pada potongan melintang akan berbentuk oval. Tinggi diskus intervertebralis dari perifer sampai ke tengah berbentuk bikonveks. Ligamentum longitudinal yang melekat pada korpus vertebra, melekat juga pada diskus intervertebralis pada anterior dan posterior, dan diskus intervertebralis melekat dengan korpus vertebra pada tulang rawan endplate. Diskus intervertebralis merupakan salah satu komponen sebagai titik tumpu tubuh dalam kolumna vertebra. Diskus intervertebralis tidak memiliki pembuluh darah, namun terdapat beberapa saraf terutama pada bagian luar dari annulus fibrosus yang terdapat saraf proprioseptif. Pembuluh darah berada pada ligamentum longitudinal yaitu arteri vertebralis. 1,14,15 Struktur diskus intervertebralis berbentuk annular dengan komposisi bagian luar adalah annulus fibrosus yang berbentuk cincin dengan komposisi kolagen tipe 1. Annulus terdiri dari cincin konsentrik atau lamellar dengan jaringan ikat kolagen yang parallel setiap lamelarnya. Jaringan ikat ini memiliki orientasi sekitar 60 terhadap aksis vertical ke kanan dan ke kiri sehingga memungkinkan terjadinya gerakan rotasi isovolumik, sehingga diskus intervertebralis dapat berrotasi atau miring tanpa perubahan volume yang signifikan dan tidak mempengaruhi tekanan hidrostatik pada bagian dalam diskus yaitu nukleus pulposus. Jaringan ikat elastin juga berada diantara lamellar yang akan membantu diskus intervertebralis untuk kembali ke posisi semula sebelum melakukan pergerakan baik fleksi, ekstensi maupun rotasi. Annulus fibrosus memiliki komponen mikrostruktur utama yaitu air sebanyak 60-70% dari berat annulus,

21 7 kolagen mencapai 50-60% dari berat kering annulus, dan proteoglikan sebanyak 20% dari berat kering annulus. 1,14,15 Nukleus pulposus merupakan struktur yang terletak lebih dalam, 70-90% dari struktur ini merupakan air yang jumlahnya bervariasi bergantung usia. Komponen kedua terbesar adalah proteoglikan sebanyak 65% dari berat basah nukleus, komponen proteoglikan memiliki regio dengan komponen sangat hidrofilik dan percabangan pada sisi rantai berikatan dengan rantai panjang hialuronat, sekitar duapertiga dari agregat proteoglikan pada nukleus pulposus memiliki unit proteoglikan yang berikatan dengan rantai pendek asam hialuronat. Komponen berikutnya adalah kolagen tipe II yang mengikatkan agregat proteoglikan satu dengan yang lainnya. Kolagen berada sebanyak 15-20% dari berat kering nukleus. Percampuran dari proteoglikan, agregat proteoglikan, dan kolagen membentuk matriks nukleus pulposus. Komponen lainnya adalah kumpulan fibrin termasuk diantaranya adalah jaringan elastin, beberapa protein non kolagen, dan tipe kolagen seperti fibronektin, dekorin, dan lumikan. Efek hidraulik dari nukleus yang terhidrasi pada annulus dapat bersifat sebagai peredam tekanan pada kolumna vertebra. 1,14,15 Gambar 2. Diskus intervertebralis Ligamentum dan sendi Terdapat beberapa ligamentum pada vertebra diantaranya ligamentum longitudinal anterior yang menutupi bagian ventral dari korpus vertebra lumbal dan diskus intervertebralis, melekat pada bagian anterior annulus fibrosus dan berada sepanjang kolumna vertebralis. Fungsi dari ligamentum longitudinal anterior adalah menjaga stabilisasi sendi dan untuk pergerakan ekstensi.

22 8 Ligamentum longitudinal posterior berada pada canalis vertebralis dan melekat kuat pada bagian posterior korpus vertebra dan diskus intervertebralis. Fungsi ligamentum longitudinal posterior adalah untuk pergerakan fleksi dari kolumna vertebra. Struktur ligamentum longitudinal posterior akan semakin menyempit dan tipis ke inferior terutama di lumbosakral. Adanya herniasi diskus intervertebralis akan disertai kerusakan ligamentum longitudinal posterior. Ligamentum supraspinosus berhubungan dengan ujung processus spinosus dengan vertebra. Ligamentum interspinosus berhubungan antara processus spnosus. Ligamentum supraspinosus dan interspinosus merupakan suatu kompleks yang menjaga kolumna vertebra berada dalam satu kedudukan dan pada pergerakan fleksi. Ligamentum iliolumbar berasal dari ujung processus transversus L5 dan berhubungan dengan bagian posterior dari tepi dalam crista iliaka, berfungsi dalam menstabilisasi sendi lumbosakral. 11,16,17 Unit fungsional dari kolumna vertebra adalah kombinasi dari diskus intervertebralis dan sendi facet, selain untuk memproteksi elemen neural juga untuk fungsi stabilisasi. Sendi facet berhubungan dengan korpus vertebra pada kedua sisinya dengan struktur yang dinamakan lamina yang membentuk arkus posterior. Sendi ini berhubungan dengan setiap tingkatnya dengan ligamentum flavum yang berwarna kuning karena komposisinya yang tinggi elastin sehingga memungkinkan untuk terjadi ekstensi dan fleksi maksimal dari kolumna vertebra. Stabilisasi dari vertebra merupakan kemampuan vertebra secara fisiologi untuk mencegah pergeseran korpus vertebra atau iritasi terhadap medula spinalis atau akar saraf, dan untuk mencegah deformitas akibat kapasitas yang berlebihan atau nyeri akibat perubahan struktural. Kerusakan dari struktur yang menyanggah vertebra baik ligamentum, diskus intervertebralis dan sendi facet dapat menurunkan stabilitas dari vertebra. 11,16,17 Gambar 3. Ligamentum dan sendi 6

23 Vaskularisasi dan persarafan Cabang meningeal saraf vertebra bernama saraf sinovertebra rekuren mempersarafi area disekitar diskus intervertebralis. Saraf ini berasal dari ganglion akar saraf dorsalis dan masuk melalui foramen kemudian bercabang menjadi ascendens mayor dan descenden minor. Bagian luar dari annulus memperoleh persarafan sementara nukleus pulposus tidak memiliki persarafan. Ligamentum longitudinal anterior juga mendapat persarafan dari cabang ganglion akar saraf dorsal, dan ligamentum longitudinal posterior mendapat persarafan dari cabang ascendens mayor saraf sinovertebra. Diskus intervertebralis merupakan struktur yang avaskuler dan mendapat nutrisi dari kapiler yang berada pada endplate vertebra. Kapiler ini mendapat aliran darah dari cabang distal arteri interosseus yang memberikan perdarahan bagi korpus vertebra. 17,18 Gambar 4. Vaskularisasi dan persarafan vertebra lumbal Degenerasi diskus intervertebralis Kaskade degenerasi Kirkaldy-Willis dan Burton melaporkan tiga fase degeneratif yaitu fase disfungsi, instabilisasi, dan stabilisasi. Fase disfungsi umumnya dialami oleh pasien yang mengalami nyeri dan berrespon baik terhadap terapi. Gejala yang ditimbulkan pasien umumnya adalah nyeri yang unilateral dan dapat menyebar sesuai dengan distribusi sklerotom dan nyeri membaik dengan terapi. Fase instabilisasi memiliki gejala klinis yang sama namun perbedaannya adalah nyeri merupakan nyeri kronik dan hanya berrespon sementara terhadap terapi, terdapat disfungsi dan imobilisasi serta keterbatasan aktivitas akibat dari kelainan mekanik dan sel pada

24 10 ligamentum dan jaringan lainnya. Ligamentum kehilangan karakteristik elastis dan sendi menjadi tidak stabil sementara diskus intervertebralis mengalami ruptur. Hal ini merupakan proses degenerasi kompleks dari persendian. Fase stabilisasi merupakan kondisi yang berat dari degenerasi namun gejala klinis yang dikeluhkan umumnya pengurangan nyeri namun terasa kaku. Proses penuaan menyebabkan ligamentum mengkerut dan lebih stabil. 18,19,20 Gambar 5. Kaskade degenerasi Etiologi dan patofisiologi degenerasi diskus Penyebab pasti dari degenerasi diskus belum diketahui. Beberapa penelitian melaporkan berbagai teori terutama mengenai proses penuaan. Berbagai teori menyebutkan bahwa hal lain yang berkaitan dengan terjadinya degenerasi diskus intervertebralis diantaranya adalah genetik, lingkungan, autoimun, proses inflamasi, trauma, infeksi, toksin, dan faktor lain seperti rokok. Bertambahnya usia akan menyebabkan nukleus pulposus akan kehilangan elastisitas karena komponen gelatin akan berkurang dan menjadi lebih fibrotik. Lamellar annulus akan menjadi ireguler dan kolagen serta elastin akan terlihat tidak beraturan membentuk celah didalam diskus intervertebralis terutama pada nukleus. Saraf dan vaskular akan meningkat dengan adanya proses degenerasi. Proliferasi sel akan berlangsung dan membentuk formasi kluster pada nukleus, adanya kematian sel juga menimbulkan sel nekrotik dan gambaran apoptosis secara histopatologi. Biokimia yang berubah dalam proses degenerasi adalah proteoglikan. Molekul aggrecan mengalami degradasi menjadi fragmen lebih kecil, selain itu akibat dari berkurangnya glikosaminoglikan adalah pengurangan tekanan osmotik pada matriks diskus dan mengalami dehidrasi. Komponen lain yang berubah adalah fibronektin meningkat dengan peningkatan proses degenerasi dan lebih terlihat fragmentasi sesuai dengan kaskade degenerasi. 1,20-22

25 11 Hilangnya proteoglikan pada degenerasi diskus memiliki efek berat terhadap kemampuan diskus intervertebralis dalam menahan beban karena tekanan osmotik diskus intervertebralis akan berkurang dan mengalami dehidrasi. Pemberian beban pada keadaan diskus yang degenerasi akan menyebabkan diskus mengalami penonjolan. Penambahan beban akan memberikan tekanan yang tidak seimbang pada annulus dan endplate korpus vertebra, hal ini akan memicu kelainan lain baik pada sendi facet maupun ligamentum. Perubahan awal berupa pengurangan tinggi diskus intervertebralis yang menyebabkan tekanan yang meningkat pada ligamentum flavum sehingga menyebabkan remodeling dan penebalan sehingga kehilangan elastisitas dan cenderung menonjol pada canalis spinalis menyebabkan stenosis spinalis. Efek dari berkurangnya proteoglikan juga berpengaruh pada kemampuan pergerakan dari diskus intevertebralis. 1,20,21 Martin dkk melaporkan genetik juga berpengaruh terhadap terjadinya proses degenerasi diskus, berhubungan dengan kolagen tipe II dan pengurangan konsentrasi glukosaminoglikan pada endplate vertebra dan annulus fibrosus. Proses mekanika berpengaruh terjadinya degenerasi diskus. Adanya tekanan akan memacu terjadinya rangkaian biokimia dalam diskus. Fibronektin akan meningkat akibat respon cedera diskus sehingga terjadi proses proteolitik, peningkatan aktivitas matriks metalloproteinase (MMP) 2 dan 9 yang akan melemahkan diskus intervertebralis, selain itu komponen prostaglandin E2 dan interleukin-6 juga terlihat pada diskus yang mengalami herniasi. Proses lain yang berlangsung adalah pengurangan ekspresi kolagen tipe II sehingga terjadi disorganisasi dari annulus fibrosus. Herniasi diskus intervertebralis akan memicu terjadinya proses inflamasi sehingga terjadi peningkatan limfosit, makrofag dan fibroblast. 17, Herniasi Nukleus Pulposus (HNP) HNP merupakan kelainan tersering dari gangguan diskus intervertebralis yang mengalami proses degenerasi dan memerlukan tidakan operasi tulang belakang akibat prolaps nukleus pulposus akibat rupturnya diskus intervertebralis berupa protrusio atau ekstrusi diskus intervertebralis ke posterior atau posterolateral dan

26 12 menyebabkan penekanan pada akar saraf pada canalis spinalis. American Society of Spine Radiology, American Society of Neurology dan North American Spine Society mendefinisikan HNP sebagai pergeseran lokal nukleus, kartilago, jaringan annular pada rongga diskus intervertebralis. Bulging diskus tidak digolongkan dalam HNP. Bulging diskus merupakan penonjolan diskus intervertebralis dengan lebar > 50% dari tepi cincin apofisis (>180 tepi diskus), menonjol kurang dari 3 mm tepi bulging dapat simetris maupun asimetris. HNP dibagi menjadi protrusio dan ekstrusio, protrusio adalah penonjolan diskus intervertebralis fokal namun masih terdapat hubungan dengan diskus intervertebralis, jarak terjauh antara tepi dari diskus intervertebralis melewati jarak diskus lebih kecil dari jarak antara lebar basis diskus pada level yang sama (<180 tepi diskus). Ekstrusio diskus adalah keadaan dimana nukleus pulposus sudah tidak berhubungan dengan diskus intervertebralis. Smithuis melaporkan lokasi aksial herniasi diskus intervertebralis adalah sentral atau medial, parasentral atau recessus lateral, foraminal atau subartikular, lateral atau ekstraforaminal. Ligamentum longitudinal posterior tebal pada regio sentral sehingga herniasi tidak umum terjadi pada regio ini, sementara ligamentum ini lebih tipis pada regio parasentral sehingga seringkali terjadi pada regio parasentral. Herniasi diskus pada regio foraminal hanya terjadi sekitar 5-10%, herniasi di regio ini akan menimbulkan gejala nyeri hebat dan skiatika akibat adanya penekanan dan kerusakan pada saraf. Herniasi pada regio ekstraforaminal sangat jarang terjadi. 8,23 Gambar 6. Penonjolan diskus intervertebralis 8,23 Gambar 7. Lokasi herniasi diskus intervertebralis 23

27 Gejala klinis Herniasi nukleus pulposus merupakan penyebab paling sering gejala nyeri punggung bagian bawah dan nyeri radikular pada tungkai. Nyeri radikuler seperti skiatika biasanya dikeluhkan berupa nyeri tumpul, nyeri tajam, atau rasa terbakar. 24 Gejala HNP dapat bervariasi mulai dari asimptomatik sampai paraplegia dan yang jarang terjadi adalah gangguan berkemih. Gejala sensorik diantaranya adalah parestesia, disesthesia, hiperesteria atau anestesi yang melibatkan dermatom lumbosakral. Sekitar 63-72% penderita mengeluhkan parestesia, nyeri radikular terjadi sekitar 35% dan rasa kebas sebanyak 27%. Progresivitas penyakit dapat mengakibatkan paraplegia dan sindroma cauda equine. 22, Pemeriksaan radiologi MRI lumbosakral MRI merupakan pencitraan baku emas yang memiliki sensitivitas 100% dan sensitivitas 97% dalam mendiagnosa HNP. MRI merupakan modalitas yang sangat baik dalam memperlihatkan struktur jaringan lunak dan keunggulan lain dari MRI adalah tidak menggunakan radiasi. Sekuens MRI yang digunakan dalam pemeriksaan MRI lumbosakral T1WI dan T2WI potongan aksial dan sagital. Pada sekuens T2WI memperlihatkan gambaran yang sangat baik karena annulus yang kaya akan jaringan ikat akan memberikan gambaran hipointens sementara nukleus pulposus yang kaya akan air terlihat hiperintens. Pemeriksaan MRI memang merupakan standar baku emas dalam mendiagnosa HNP namun pemeriksaan MRI mahal dan pemeriksaan yang dilakukan lama serta tidak tersedia secara menyeluruh di Indonesia. Pemeriksaan MRI merupakan kontraindikasi bagi pengguna pace maker maupun pada klaustrofobia. 8,9,25 Degenerasi diskus intervertebralis akibat reduksi oksigen dan suplai nutrisi akibat proses penuaan. Endplate vertebra memegang peranan yang penting dalam memberikan nutrisi pada diskus intervertebralis. Sebagai akibatnya pada proses degenerasi akan terjadi perubahan pada endplate vertebra. Modic membagi

28 14 perubahan endplate vertebra karena proses degenerasi menjadi tiga tipe. Tipe I terlihat hipointens pada T1WI dan hiperintens pada T2WI menunjukkan adanya proses edema dari endplate vertebra. Tipe II terlihat hiperintens pada T1WI dan T2WI namun hipointens pada T2WI Fat Sat menunjukkan lemak. Tipe III terlihat hipointens pada T1WI dan T2WI menunjukkan adanya sklerosis dari endplate vertebra. Herniasi diskus intervertebralis akan terlihat berupa penonjolan <180 dari lebar diskus. Penonjolan dapat berupa protrusio maupun ekstrusio. 28,29 Gambar 8. Herniasi dan degenerasi diskus intervertebralis Radiografi vertebra lumbosakral Pemeriksaan radiografi untuk vertebra lumbosakral diantaranya proyeksi AP, lateral, oblik dan lumbal dinamik. Pemeriksaan lumbal dengan posisi tegak dan dinamik dapat membantu mengidentifikasi instabilitas, anterolisthesis atau retrolisthesis sebagai tanda tidak langsung dari proses degeneratif diskus intervertebralis. Radiografi dapat membantu pula menyingkirkan diagnosis lain yang dapat menyebabkan nyeri punggung. Radiografi dilakukan sebagai pemeriksaan pertama dalam menilai kelainan anatomi dan kedudukan antara tulang-tulang. 28 Humphreys dkk melaporkan pemeriksaan radiografi merupakan pemeriksaan awal yang dilakukan pada penderita nyeri punggung karena selain pemeriksaan ini murah dapat membantu untuk melihat kelainan pada tulang dan tanda sekunder dari kelainan pada ligamentum dan jaringan lunak sekitar.

29 15 Pemeriksaan radiografi merupakan pemeriksaan yang paling baik untuk screening. 30 Pada awal proses degenerasi perubahan pada diskus intervertebralis tidak dapat dievaluasi secara radiografi, namun pada pemeriksaan lumbal dinamik dapat terlihat adanya spasme otot dan penurunan pergerakan serta instabilitas dari vertebra lumbal, seringkali pada pasien dengan gambaran radiografi normal namun disertai nyeri ditemukan adanya kelainan pada pemeriksaan radiografi lumbal dinamik. Degenerasi diskus yang terlihat pada gambaran radiografi berupa penyempitan ruang diskus intervertebralis dapat disertai dengan pembentukan osteofit. Adanya udara dalam diskus intervertebralis dapat terlihat sebagai salah satu tanda degenerasi diskus intervertebralis disebut vacuum phenomen. Kekurangan pemeriksaan radiografi diantaranya selain tidak dapat memperlihatkan jaringan lunak adalah menggunakan radiasi. 28,30 International Atomic Energy Agency (IAEA) dan World Health Organization (WHO) membatasi dosis radiasi yang dapat diterima oleh populasi adalah sebesar 1 msv sementara bagi para pekerja dosis radiasi yang dapat diterima adalah sebesar 20 msv. Batas maksimal dosis radiasi bagi pekerja yang dalam keadaan hamil adalah 2 msv. Compagnone dkk pada tahun 2006 melaporkan mengenai perbedaan dosis radiasi dengan tipe alat radiografi. Pemeriksaan radiografi lumbal proyeksi AP dan lateral dengan menggunakan alat radiografi screen film adalah sebesar 0,3 msv, menggunakan alat computed radiography sebesar 0,4 msv, dan menggunakan direct digital radiography sebesar 0,17 msv. Pemeriksan radiografi lumbosakral tidak dianjurkan pada kehamilan trimester pertama kecuali dalam keadaan mengancam nyawa. 31 Naido M melaporkan sudut diskus intervertebralis L4-5 dan L5-S1 normal pada dewasa adalah Yochum dan Rowe juga melaporkan sudut normal diskus intervertebralis L4-L5 dan L5-S1 adalah 14 pada proyeksi lateral posisi tegak. 33 Cara pengukuran sudut diskus intervertebralis adalah dengan menarik garis pada vertebra endplate superior dan inferior sehingga didapatkan sudut. Pengukuran sudut dapat membantu menyingkirkan penyebab nyeri punggung. Pada kelainan sendi facet sudut akan meningkat dan adanya herniasi pada diskus akan memperlihatkan pengurangan dari sudut normal tersebut. Pengukuran stabilisasi

30 16 lumbal dapat diukur berdasarkan pengukuran Van Akkerveeken s dari pemeriksaan lumbal dinamik dengan cara ditarik garis dari vertebra endplate superior dan inferior vertebra kemudian diukur pergeseran pada posisi fleksi dan ekstensi. Pengukuran dikatakan normal bila pergeseran kurang dari 1,5 mm terutama pada posisi ekstensi, bila pengukuran lebih dari 1,5 mm maka terdapat kerusakan baik pada nukleus, annulus dan ligamentum longitudinal posterior. Adanya kerusakan ligamentum longitudinal posterior seringkali disertai dengan kelainan diskus intervertebralis pada level tersebut. 33 Gambar 9. Pengukuran sudut intervertebralis dan pergeseran korpus vertebra lumbosakral Terapi Terapi dapat berupa perubahan perilaku hidup, medikamentosa dan operasi. Perubahan perilaku hidup diantaranya dengan mengurangi faktor resiko seperti mengangkat beban berat, pengurangan berat tubuh, tidak merokok, dan olahraga. Medikamentosa yang dapat diberikan diantaranya obat untuk relaksasi otot dan obat anti nyeri serta anti inflamasi pada akar saraf. Medikamentosa lain yang dapat diberikan adalah suntikan kortikosteroid berupa metilprednisolon pada epidural untuk mengurangi respon imun dan menghambat sintesis prostaglandin. Operasi merupakan indikasi bila terapi konservatif gagal atau adanya progresivitas defisit neurologis serta sindroma cauda equina. 6,25

31 Kerangka teori Vertebra lumbosakral Genetik Faktor mekanik Imunitas Nutrisi / metabolik Trauma Infeksi Toxin Proses penuaan Perubahan struktur kimia diskus intervertebralis Penyempitan diskus intervertebralis L4-5 dan atau L5-S1 serta pergeseran korpus vertebra L4-5 dan atau L5-S1 Radiografi lumbosakral CT scan lumbosakral MRI lumbosakral

32 Kerangka konsep Degenerasi diskus intervertebralis MRI lumbosakral Protrusio dan ekstrusio diskus intervertebralis yang terlihat pada sekuens T1WI dan T2WI potongan aksial dan sagital Radiografi lumbosakral Penyempitan diskus intervertebralis < 15 setinggi L4-5 dan atau L5-S1 pada proyeksi lateral tegak dan pergeseran korpus vertebra >15 mm setinggi L4-5 dan atau L5- S1 pada proyeksi lateral posisi fleksi dan ekstensi

33 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Desain penelitian Desain penelitian merupakan penelitian studi diagnostik dengan pendekatan potong lintang untuk mengetahui tingkat akurasi radiografi lumbosakral dalam menilai tanda-tanda sekunder HNP dibandingkan dengan pemeriksaan MRI sebagai pemeriksaan baku emas. Penelitian ini menggunakan data-data dari bagian MRI Departemen Radiologi RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di Departemen Radiologi RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta yang dilakukan dalam kurun waktu 10 bulan dari bulan Oktober 2012 sampai Juli Kegiatan penelitian diantaranya adalah membuat usulan penelitian, administrasi penelitian, perijinan penelitian dari komite etik, pengumpulan sampel penelitian, analisa data penelitian dan pelaporan data penelitian. Tabel 3.1 Jadwal kegiatan penelitian Kegiatan Bulan Bulan Bulan Bulan Bulan Bulan Bulan Bulan Bulan Bulan I II III IV V VI VII VII IX X Usulan penelitian Administrasi + + Perijinan + Pengumpulan data Analisa data + Pelaporan

34 Populasi dan sampel penelitian Populasi adalah seluruh pasien dengan kecurigaan ke arah HNP. Populasi terjangkau adalah pasien dengan kecurigaan ke arah HNP yang datang ke RSUPN Cipto Mangunkusumo. Sampel adalah pasien-pasien dengan kecurigaan ke arah HNP yang datang ke RSUPN Cipto Mangunkusumo dan melakukan pemeriksaan MRI lumbosakral serta sesuai dengan kriteria penerimaan penelitian Subyek penelitian Kriteria penerimaan Pasien yang dicurigai mengalami HNP pada vertebra L4-L5 dan L5-S1 yang akan melakukan pemeriksaan MRI lumbosakral di RSCM Pria dan wanita dengan usia lebih dari 30 tahun Bersedia mengikuti penelitian dengan menandatangani surat persetujuan penelitian Kriteria penolakan Pasien dengan infeksi tulang vertebra (spondylitis), riwayat trauma dan terdapat destruksi vertebra lumbosakral; fraktur; fraktur kompresi, kelainan kongenital seperti skoliosis vertebra; sakralisasi; lumbalisasi, lumbosacral transitional vertebrae (LSTV); riwayat operasi vertebra lumbosakral; dan straight lumbal Jumlah sampel Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus 34,35 : Zα 2 pq n = L 2 P n = besar sampel Zα = tingkat kemaknaan yang dikehendaki, digunakan α 5%, dari tabel dua arah didapatkan Zα = 1,96

35 21 p = sensitivitas alat yang diinginkan, ditetapkan sebesar 80% q = 1 p (100% - 80% = 20%) L = kesalahan yang masih dapat diterima yaitu 15% P = Prevalensi HNP dari pemeriksaan MRI lumbosakral di RSCM selama 6 bulan adalah sebesar 49,9%, dibulatkan menjadi 50% Sehingga didapatkan besar sampel : (0,8) (0,2) n = = 54,6 (dibulatkan menjadi 55) (0,15) 2 0, Cara kerja Pasien dengan gejala curiga ke arah HNP yang melakukan pemeriksaan MRI lumbosakral di Departemen Radiologi RSUPN Cipto Mangunkusumo akan didata, subyek penelitian dipilih sesuai kriteria penerimaan. Seluruh subyek penelitian yang memenuhi kriteria penelitian akan diberikan penjelasan mengenai penelitian dan bila subyek penelitian menyetujui untuk ikut dalam penelitian akan dimintakan tanda tangan pada surat persetujuan penelitian, kemudian dilakukan pemeriksaan tambahan radiografi vertebra lumbosakral proyeksi lateral posisi tegak, fleksi maksimal dan ekstensi maksimal. Dilakukan evaluasi kriteria inklusi dan eksklusi terhadap MRI lumbosakral dan radiografi lumbosakral. Subyek penelitian dengan kriteria inklusi akan dievaluasi pada pemeriksaan MRI terdapat atau tidak HNP pada vertebra L4-5 dan atau L5-S1. Pada radiografi vertebra lumbosakral dilakukan pengukuran sudut intervertebralis L4-L5 dan atau L5-S1 pada proyeksi lateral posisi tegak dan pergeseran corpus vertebra L4-5 dan atau L5-S1 pada proyeksi lateral posisi fleksi dan ekstensi maksimal vertebra lumbosakral di workstation PACS Infinitt oleh peneliti dan pembimbing radiologi, bila terdapat ketidaksesuaian terhadap hasil yang diperoleh oleh peneliti dan pembimbing maka akan ditanyakan pendapat kepada dokter spesialis radiologi divisi neurologi Departemen Radiologi RSUPN Cipto Mangunkusumo. Seluruh data yang telah dikumpulkan akan dilakukan analisa.

36 22 Pemeriksaan radiografi vertebra lumbosakral proyeksi lateral dilakukan sesuai dengan standar operasi prosedur radiografi vertebra lumbal di Departemen Radiologi RSCM dengan posisi pasien berdiri menyamping dengan sisi tubuh menempel pada film dan kedua lengan diangkat ke atas, tungkai lurus dan paralel, panggul dalam posisi true lateral, kvp 81-85, mas 22-28, sentrasi di vertebra L3 (2-3 cm diatas krista iliaka), focus film distance 100 cm pada posisi tegak, fleksi dan ekstensi maksimal dengan menggunakan pesawat Philips Optimus Kriteria radiografi yang dapat dibaca adalah kondisi densitas tulang, proyeksi true lateral, mencakup vertebra Th12 sampai os sacrum dan tidak ada struktur vertebra yang terpotong, ruang diskus intervertebralis terbuka, vertebra lumbosakral berada di tengah film, kelengkungan vertebra lumbal lordosis, tidak ada artefak yang menutup struktur vertebra. Dilakukan pengukuran sudut intervertebralis L4-L5 dan L5-S1 pada radiografi lumbosakral proyeksi lateral posisi tegak dan pergeseran corpus vertebra L4-5 dan L5-S1 pada radiografi lumbosakral proyeksi lateral posisi fleksi dan ekstensi di workstation Picture Archiving and Communication System (PACS) Infinitt. Pemeriksaan MRI lumbosakral dilakukan sesuai dengan standar operasi prosedur radiografi vertebra lumbal di Departemen Radiologi RSCM yaitu pasien berada dalam posisi supine dengan pemasangan coil pada regio lumbosakral dengan menggunakan MRI 1,5 Tesla pesawat Siemens Magnetom Avanto 8 channel 32 elemen. Protokol MRI lumbosakral adalah sekuens T1WI dan T2WI potongan aksial dan sagital, T2WI FatSat potongan sagital. Sekuens T1WI dikerjakan dengan TR 550 dan TE 12, sekuens T2WI dan T2WI FatSat dikerjakan dengan TR 4000 dan TE

37 Alur penelitian Pasien dengan kecurigaan HNP L4-5 dan L5-S1 yang diambil dari data di bagian MRI Departemen Radiologi RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta Kriteria eksklusi Kriteria inklusi MRI lumbosakral Radiografi Vertebra Lumbosakral Proyeksi Lateral Kriteria eksklusi Kriteria inklusi Kriteria inklusi Kriteria eksklusi Pengukuran sudut intervertebralis L4-L5 dan L5-S1 pada posisi tegak dan pergeseran corpus vertebra L4-5 dan L5-S1 pada posisi fleksi dan ekstensi vertebra lumbosakral Analisa Data 3.8. Analisis data Data yang diperoleh dicatat pada formulir penelitian kemudian dilakukan penyuntingan dan pemberian kode untuk menjaga kualitasnya. Data yang sudah diberi kode lalu direkam ke dalam cakram magnetik komputer untuk dilakukan proses validasi untuk pembersihan data. Pada data yang telah bersih dilakukan tabulasi dan kalkulasi secara elektronik dengan program SPSS 17 menjadi bentuk tabel sesuai tujuan penelitian. Dibuat table 2 x 2 kemudian dilakukan perhitungan

38 24 sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif, dan nilai prediksi negatif. Uji hipotesis menggunakan uji McNemar. 33, Batasan operasional HNP secara pemeriksaan MRI adalah ditemukannya protrusio dan ekstrusi diskus intervertebralis yang terlihat pada sekuen T1 dan T2 weighted image MRI lumbosakral. Protrusio adalah ditemukannya penonjolan diskus intervertebralis ke posterior dengan jarak penonjolan diskus intervertebralis ke posterior lebih besar dari jarak diskus dari tepi basis pada MRI lumbosakral. Ekstrusi adalah ditemukannya penonjolan diskus intervertebralis ke posterior dengan jarak penonjolan diskus intervertebralis ke posterior lebih besar dari jarak diskus dari tepi basis dan ditemukan adanya leher dari diskus intervertebralis pada MRI lumbosakral. HNP secara radiografi lumbosakral adalah positif dua diantara tiga kriteria pengukuran pada salah satu level vertebra antara L4-L5 dan L5-S1. Pengukuran yang akan dilakukan diantaranya pengukuran sudut diskus intervertebralis L4-L5 dan atau L5-S1 yang kurang dari 15 pada proyeksi lateral posisi tegak dan pergeseran korpus vertebra L4-5 dan atau L5-S1 lebih dari 15 mm pada proyeksi lateral posis fleksi dan ekstensi maksimal. Sudut yang diukur dalam penelitian ini adalah sudut diskus intervertebralis L4-5 dan L5-S1 dalam proyeksi tegak, diukur dengan cara membuat garis yang sejajar endplate korpus vertebra L4-L5 dan L5-S1 dan diperpanjang ke posterior hingga membentuk sudut. Pergeseran korpus vertebra L4-L5 dan L5-S1 diukur dengan cara menarik garis dari vertebra endplate superior dan inferior vertebra kemudian diukur jarak dari titik temu garis vertebra endplate dengan korpus vertebra superior dan inferior dari diskus intervertebralis.

39 Etika penelitian Penelitian dilakukan setelah mendapat persetujuan Komite Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran dengan nomor keterangan lolos kaji etik 377/H2.F1/ETIK/2013. Subyek penelitian telah setuju ikut serta dalam penelitian dan menandatangani surat persetujuan penelitian (informed consent). Data-data yang digunakan dalam penelitian ini diperlakukan dengan hormat dan rahasia serta anonimus. Data-data yang dapat mengarahkan ke identitas pasien tidak ditampilkan Pendanaan Sumber dana ditanggung sendiri oleh peneliti termasuk dana untuk persiapan, pelaksanaan pemeriksaan dan evaluasi, biaya pengadaan literatur, alat tulis kantor, pembuatan makalah serta pengumpulan dan penyimpanan data.

40 BAB 4 HASIL PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional. Data pasien diambil dari datadata dari bagian MRI Departemen Radiologi RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta. Sampel adalah pasien-pasien dengan gejala klinis yang mengarahkan kepada HNP yang datang melakukan pemeriksaan MRI lumbosakral dan radiografi lumbosakral di Departemen Radiologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi penelitian sebanyak 63 subyek penelitian, terdapat 8 subyek penelitian yang setelah dilakukan pemeriksaan radiografi lumbosakral dan MRI lumbosakral memiliki kelainan yang disebutkan pada kriteria eksklusi sehingga 8 subyek penelitian tersebut dieksklusi, namun pengurangan 8 subyek penelitian tersebut tidak mengakibatkan jumlah subyek penelitian lebih rendah dari jumlah minimal subyek penelitian yang telah ditetapkan pada perhitungan sampel Karakteristik subyek penelitian Karakteristik subyek penelitian terlihat dalam tabel 1 dibawah ini : Tabel 1. Karakteristik dasar subyek penelitian Karakteristik Subyek Jumlah Persen (%) Usia : < 50 tahun tahun > 60 tahun Jenis kelamin : Laki-laki Perempuan Gejala klinis : LBP Ischialgia ,2 21,8 26

41 27 Karakteristik rentang usia subyek penelitian bervariasi dari usia termuda yaitu 31 tahun sampai usia tertua yaitu 76 tahun dengan median usia 54 tahun. 29% pasien berusia kurang dari 50 tahun, 42% berusia antara 50 tahun sampai 60 tahun dan 29% berusia lebih dari 60 tahun. 40% subyek penelitian berjenis kelamin lakilaki, yaitu sebanyak 22 orang dan 60% subyek penelitian berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 33 orang. Gejala klinis utama yang dikeluhkan pasien adalah nyeri punggung belakang dan ischialgia, sebanyak 78,2% mengeluhkan nyeri punggung belakang dan 21,8% mengeluhkan ischialgia sebagai keluhan utama. Tabel 4.2. Sebaran subyek menurut hasil pemeriksaan MRI dan radiografi lumbosakral Hasil pemeriksaan Jumlah Persen MRI lumbosakral HNP 35 63,6 Non HNP 20 36,4 Radiografi lumbosakral proyeksi lateral tegak HNP 40 72,7 Non HNP 15 27,3 Radiografi lumbosakral proyeksi lateral fleksi HNP 38 69,1 Non HNP 17 30,9 Radiografi lumbosakral proyeksi lateral ekstensi HNP 36 65,5 Non HNP 19 34,5 Radiografi lumbosakral proyeksi gabungan HNP Non HNP Berdasarkan analisa tabel sebaran subyek berdasarkan hasil pemeriksaan MRI lumbosakral dan radiografi lumbosakral maka didapatkan 63,6% dari seluruh subyek terdapat HNP dalam pemeriksaan MRI lumbosakral. Radiografi

42 28 lumbosakral dalam mendiagnosis tanda-tanda sekunder HNP pada proyeksi lateral tegak didapatkan 70,7% subyek ditemukan adanya penyempitan diskus intervertebralis dengan jumlah subyek yang mengalami penyempitan diskus intervertebralis pada level L4-L5 sebanyak 36 subyek dengan sudut rerata diskus intervertebralis yaitu 7,52, pada level L5-S1 sebanyak 29 subyek dengan sudut rerata diskus intervertebralis 9,56. Radiografi lumbosakral dalam mendiagnosis tanda-tanda sekunder HNP pada proyeksi lateral fleksi didapatkan 69,1% subyek yang ditemukan pergeseran korpus vertebra lebih dari 15 mm pada level L4-L5 sebanyak 29 subyek dengan rerata pergeseran korpus vertebra sejauh 5 mm, pada level L5-S1 sebanyak 27 subyek dengan rerata pergeseran korpus vertebra sejauh 3,8 mm. Radiografi lumbosakral dalam mendiagnosis tanda-tanda sekunder HNP pada proyeksi lateral ekstensi didapatkan 65,5% subyek ditemukan pergeseran korpus vertebra lebih dari 15 mm pada level L4-L5 sebanyak 27 subyek dengan rerata pergeseran korpus vertebra sejauh 5,96 mm, pada level L5-S1 sebanyak 25 subyek dengan rerata pergeseran korpus vertebra sejauh 9,56 mm Hasil temuan tanda=tanda sekunder HNP berdasarkan radiografi lumbosakral dan MRI lumbosakral sebagai baku emas. Hasil analisa kriteria HNP berdasarkan radiografi lumbosakral dengan menggabungkan tiga posisi lateral yaitu tegak, fleksi dan ekstensi, dibandingkan dengan standar baku emas yaitu MRI lumbosakral terlihat dalam tabel berikut : Tabel 4.3 Hasil radiografi lumbosakral proyeksi lateral posisi tegak, fleksi, ekstensi dibandingkan dengan MRI lumbosakral sebagai pemeriksaan baku emas dalam menilai tanda-tanda sekunder HNP MRI lumbosakral P HNP Non HNP Jumlah Radiografi HNP ,25 lumbosakral Non HNP Jumlah Sensitivitas = 100%

43 29 Spesifisitas = 76,2% Nilai duga positif = 87,2% Nilai duga negatif = 100% Rasio kemungkinan positif = 4,2% Rasio kemungkinan negatif = 0% Akurasi = 91% Uji McNemar = 0,25 ( > 0,05) = tidak ada perbedaan bermakna antara kedua pemeriksaan Berdasarkan analisa tabel 2 x 2 didapatkan sensitivitas radiografi lumbosakral dalam mendiagnosis tanda-tanda sekunder HNP dibandingkan dengan pemeriksaan MRI lumbosakral sebagai pemeriksaan baku emas bila menggunakan proyeksi lateral posisi tegak, fleksi dan ekstensi maka didapatkan sensitivitas 100%, spesifisitas 76,2%, nilai duga positif 87,2%, nilai duga negatif 100%, rasio kemungkinan positif 4,2%, rasio kemungkinan negatif 0%, dan akurasi 91% Uji statistik menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna antara pemeriksaan radiografi lumbal dinamik dalam mendiagnosis tanda-tanda sekunder HNP dibandingkan pemeriksaan MRI lumbosakral Tabel 4.4 Hasil radiografi lumbosakral proyeksi lateral posisi tegak dibandingkan dengan MRI lumbosakral sebagai pemeriksaan baku emas dalam menilai tandatanda sekunder HNP MRI lumbosakral P HNP Non HNP Jumlah Radiografi HNP ,227 lumbosakral Non HNP Jumlah Sensitivitas = 100% Spesifisitas = 66,6% Nilai duga positif = 82,9% Nilai duga negatif = 100%

44 30 Rasio kemungkinan positif = 2,94% Rasio kemungkinan negatif = 0% Akurasi = 87,3% Uji McNemar = 0,227 ( > 0,05) = tidak ada perbedaan bermakna antara kedua pemeriksaan Berdasarkan analisa tabel 2 x 2 didapatkan sensitivitas radiografi lumbosakral dalam mendiagnosis tanda-tanda sekunder HNP dibandingkan pemeriksaan MRI sebagai pemeriksaan baku emas bila menggunakan proyeksi lateral posisi tegak maka didapatkan tingkat sensitivitas yang sama yaitu 100% namun nilai spesifisitas sebesar 66,6% lebih rendah dibandingkan dengan menggabungkan ketiga posisi. Uji statistik menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna antara pemeriksaan radiografi lumbal dinamik dalam mendiagnosis tanda-tanda sekunder HNP dibandingkan pemeriksaan MRI lumbosakral Tabel 4.5 Hasil radiografi lumbosakral proyeksi lateral posisi fleksi dibandingkan dengan MRI lumbosakral sebagai pemeriksaan baku emas dalam menilai tandatanda sekunder HNP MRI lumbosakral P HNP Non HNP Jumlah Radiografi HNP ,508 lumbosakral Non HNP Jumlah Sensitivitas = 100% Spesifisitas = 76,2% Nilai duga positif = 87,2% Nilai duga negatif = 100% Rasio kemungkinan positif = 4,2% Rasio kemungkinan negatif = 0% Akurasi = 91%

45 31 Uji McNemar = 0,508 ( > 0,05) = tidak ada perbedaan bermakna antara kedua pemeriksaan Berdasarkan analisa tabel 2 x 2 didapatkan sensitivitas radiografi lumbosakral dalam mendiagnosis tanda-tanda sekunder HNP dibandingkan pemeriksaan MRI sebagai pemeriksaan baku emas, bila menggunakan proyeksi lateral posisi fleksi maka didapatkan tingkat sensitivitas dan spesifisitas yang sama dengan hasil tingkat sensitivitas dan spesifisitas menggunakan posisi penggabungan yaitu sebesar 100% dan 76,2%. Uji statistik menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna antara pemeriksaan radiografi lumbal dinamik dalam mendiagnosis tanda-tanda sekunder HNP dibandingkan pemeriksaan MRI lumbosakral Tabel 4.6 Hasil radiografi lumbosakral proyeksi lateral posisi ekstensi dibandingkan dengan MRI lumbosakral sebagai pemeriksaan baku emas dalam menilai tanda-tanda sekunder HNP MRI lumbosakral P HNP Non HNP Jumlah Radiografi HNP ,000 lumbosakral Non HNP Jumlah Sensitivitas = 100% Spesifisitas = 80,9% Nilai duga positif = 89,5% Nilai duga negatif = 100% Rasio kemungkinan positif = 5% Rasio kemungkinan negatif = 0% Akurasi = 92,7% Uji McNemar = 1 ( > 0,05) = tidak ada perbedaan bermakna antara kedua pemeriksaan

46 32 Berdasarkan analisa tabel 2 x 2 didapatkan sensitivitas radiografi lumbosakral dalam mendiagnosis tanda-tanda sekunder HNP dibandingkan pemeriksaan MRI sebagai pemeriksaan baku emas, bila menggunakan proyeksi lateral posisi ekstensi maka didapatkan tngkat sensitivitas yang sama yaitu 100% namun tingkat spesifisitas yang lebih baik dibandingkan proyeksi lateral posisi tegak, posisi fleksi maupun penggabungan ketiga posisi yaitu sebesar 80,9%. Uji statistik menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna antara pemeriksaan radiografi lumbal dinamik dalam mendiagnosis tanda-tanda sekunder HNP dibandingkan pemeriksaan MRI lumbosakral sebagai pemeriksaan baku emas. Tabel 4.7 Perbandingan hasil radiografi lumbosakral berbagai posisi dibandingkan dengan MRI lumbosakral dalam menilai tanda-tanda sekunder HNP Radiografi lumbosakral proyeksi lateral Tegak Fleksi Ekstensi Penggabungan Sensitivitas 100% 100% 100% 100% Spesifisitas 66,6% 76,2% 80,9% 76,2% Nilai duga positif 82,9% 87,2% 89,5% 87,2% Nilai duga negative 100% 100% 100% 100% Rasio duga positif 2,94% 4,2% 5% 4,2% Rasio duga negative 0% 0% 0% 0% Akurasi 87,3% 91% 92,7% 91% Dari tabel perbandingan hasil diatas terlihat bahwa masing-masing posisi memberikan sensitivitas yang sama dalam screening diagnosa HNP yaitu sebesar 100%, namun spesifisitas dan akurasi yang dihasilkan bervariasi dengan proyeksi lateral ekstensi menunjukkan hasil yang paling baik dibandingkan proyeksi lateral lainnya.

47 BAB 5 PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan di Departemen Radiologi Pusat RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta. Data didapatkan dari data di bagian MRI RSUPN Cipto Mangunkusumo antara tanggal 1 Oktober 2012 sampai 31 Juli Dalam jangka waktu 10 bulan didapatkan jumlah pasien yang melakukan pemeriksaan MRI sebanyak 1246 orang. 10% diantaranya merupakan kasus tumor, 8% merupakan kasus infeksi, 3,8% dengan riwayat trauma, 2% dengan kelainan kongenital, 1,5% pernah melakukan operasi sebelumnya pada tulang belakang, 16,3% berusia kurang dari 30 tahun, 0,2% menggunakan terapi steroid jangka panjang, dan 1% ditemukan adanya straight lumbal. 52,8% pasien datang akibat proses degeneratif, klinis bervariasi diantaranya berupa nyeri punggung belakang, ischialgia, canal stenosis, kompresi atau iritasi radiks, spondylolisthesis, dan curiga HNP. Sampel penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dari seluruh pasien yang melakukan pemeriksaan MRI lumbosakral dengan klinis proses degeneratif adalah sebanyak 10% yaitu 63 orang. Terdapat eksklusi dari hasil pemeriksaan radiografi lumbosakral dan MRI lumbosakral karena ditemukan adanya kelainan lain selain proses degeneratif sehingga didapatkan jumlah sampel sebanyak 55 orang. Sampel sejumlah 55 orang tidak mengakibatkan jumlah subyek penelitian lebih rendah dari jumlah minimal subyek penelitian yang telah ditetapkan pada perhitungan sampel. Hasil penelitian ini menunjukkan karakteristik rentang usia subyek penelitian bervariasi dari usia termuda yaitu 31 tahun sampai usia tertua yaitu 76 tahun dengan median usia 54 tahun. European Foundation melaporkan puncak usia terjadinya insidensi HNP adalah sekitar usia 30 tahun sampai 55 tahun. 5 Penelitian lain 4 melaporkan 60% penduduk berusia diatas 70 tahun akan mengalami penyakit ini. Pada penelitian ini ditemukan 29% pasien berusia kurang dari 50 tahun, 42% berusia antara 50 tahun sampai 60 tahun dan 29% berusia lebih dari 60 tahun. 33

48 34 HNP dialami oleh perempuan dan laki-laki dengan prevalensi yang sama menurut literatur 5,6,7, sedangkan pada penelitian ini ditemukan 40% subyek penelitian berjenis kelamin laki-laki, yaitu sebanyak 22 orang dan 60% subyek penelitian berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 33 orang. Gejala klinis utama yang dikeluhkan penderita HNP adalah nyeri punggung belakang dan nyeri menjalar, hal ini sesuai dengan hasil yang ditemukan dalam penelitian ini bahwa sebanyak 78,2% mengeluhkan nyeri punggung belakang dan 21,8% mengeluhkan nyeri menjalar sebagai keluhan utama. Berbagai penelitian melakukan uji diagnostik menggunakan berbagai modalitas radiologi untuk screening HNP dibandingkan dengan pemeriksaan MRI, diantaranya yang sudah dilakukan adalah terhadap modalitas CT scan mielografi, mielografi konvensional maupun discografi, namun pemeriksaan tersebut merupakan pemeriksaan yang invasif. 10,11 Pada penelitian ini dilakukan uji diagnostik terhadap radiografi tanpa kontras vertebra lumbosakral karena pemeriksaan ini lebih mudah dikerjakan, murah, dan tersedia banyak di seluruh Indonesia, namun uji diagnostik terhadap modalitas ini belum pernah diteliti sebelumnya, berbagai penelitian terdahulu hanya melaporkan mengenai tanda sekunder yang dapat dinilai untuk membantu mendiagnosa HNP sebagai screening. 28,30 Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa radiografi lumbosakral proyeksi lateral posisi tegak, fleksi dan ekstensi memberikan sensitivitas yang sangat baik yaitu sebesar 100% baik pada saat digabungkan menggunakan ketiga posisi maupun ketika dianalisa setiap posisi dengan tingkat spesifisitas yang bervariasi pada tiap posisinya yaitu sebesar 66,6% pada posisi lateral tegak, 76,2% pada posisi lateral fleksi, 80,9% pada posisi lateral ekstensi, dan ketika digabungkan sebesar 76,2%. Modalitas radiografi lumbosakral yang umum dikerjakan saat ini adalah radiografi lumbosakral proyeksi AP dan lateral. Adanya penambahan posisi fleksi dan ekstensi menurut literatur 28,30 dapat memperlihatkan adanya spasme otot dan penurunan pergerakan serta instabilitas dari vertebra lumbal, seringkali penderita dengan gambaran radiografi lumbosakral proyeksi AP dan lateral yang

49 35 menunjukkan gambaran normal dapat ditemukan adanya kelainan pada pemeriksaan radiografi lumbal dinamik. Uji statistik menggunakan uji McNemar menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna antara radiografi lumbosakral proyeksi lateral dengan posisi tegak, fleksi maupun ekstensi dibandingkan MRI lumbosakral dalam mendiagnosa HNP. Penelitian ini memiliki keterbatasan, diantaranya perhitungan jumlah sampel menggunakan kesalahan yang dapat diterima sebesar 15% dan jumlah sampel yang dievaluasi hanya 55 subyek yang hanya sebanyak 10% dari seluruh pasien yang datang melakukan pemeriksaan MRI lumbosakral dengan klinis proses degeneratif.

50 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Pemeriksaan radiografi lumbosakral proyeksi lateral tegak yang selama ini umum digunakan ternyata memberikan tingkat sensitivitas yang sama dengan menggunakan proyeksi lumbal dinamik dalam mendiagnosis tanda tanda sekunder HNP. Tingkat sensitivitas radiografi lumbosakral dalam menilai tanda-tanda sekunder HNP dibandingkan pemeriksaan MRI pada proyeksi lateral tegak, proyeksi lateral fleksi, proyeksi lateral ekstensi, maupun proyeksi lumbal dinamik sama, yaitu sebesar 100%. Tingkat spesifisitas radiografi lumbosakral dalam menilai tanda-tanda sekunder HNP dibandingkan pemeriksaan MRI didapatkan hasil yang bervariasi pada tiap proyeksi, yaitu sebesar 66,6% pada proyeksi lateral tegak, 76,2% pada proyeksi lateral fleksi, 80,9% pada proyeksi lateral ekstensi, dan ketika digabungkan tingkat spesifisitas yang didapatkan sebesar 76,2%. Penambahan proyeksi fleksi dan ekstensi dapat meningkatkan spesifisitas serta akurasi dalam mendiagnosis HNP, terutama dengan penambahan proyeksi lateral ekstensi. 6.2 Saran Pemeriksaan radiografi lumbosakral proyeksi lateral posisi tegak yang selama ini dikerjakan memiliki sensitivitas sebesar 100% dalam mendiagnosis tanda-tanda sekunder HNP. Adanya penambahan proyeksi lateral ekstensi dapat meningkatkan spesifisitas serta akurasi dalam mendiagnosis tanda-tanda sekunder HNP. Bila didapatkan adanya hasil positif dari proyeksi lateral tegak dan lateral ekstensi, serta subyek setuju untuk dilakukan operasi sebagai tatalaksana lebih lanjut, maka baru perlu dilakukan pemeriksaan MRI lumbosakral. Hal ini penting agar tidak terjadi penggunaan modalitas yang tidak diperlukan secara berlebihan, 36

51 37 selain itu dapat sangat membantu dalam screening terutama di daerah yang tidak memiliki modalitas standar baku emas yaitu MRI lumbosakral. Penelitian ini dapat dijadikan dasar bagi penelitian selanjutnya dengan menggunakan jumlah sampel yang lebih besar serta dengan mengeksklusi adanya kelainan degeneratif lain.

52 Daftar Pustaka 1. Urban JPG, Roberts S. Review Degeneration of the intervertebral disc. Arthritis Res Ther. 2003; 5: Jensen GM. Biomechanics of the lumbal intervertebral disk : a review. Phys Ther. 1980; 60: Freburger JK, Holmes GM, Agans RP, Jackman AM, Darter JD, Wallace AS, et al. The rising prevalence of chronic low back pain. Arch Intern Med. 2009; 169(3): Falavigna A, Teles AR, Mazzocchin T, Lisboa de Braga G, Kleber FD, Barreto F. Increased prevalence of low back pain among physiotherapy students compared to medical students. Eur Spine J. 2011; 20: Atlas S, Deyo RA. Evaluating and managing acute low back pain in the primary care setting. J Gen Intern Med. 2001; 16: American Association of Neuroscience Nurses. Dalam : Lumbar spine surgery a guide to preoperative and postoperative patient care. Lake Avenue: Medtronic, Kimura S, Steinbach G, Adusumalli M, Abitbol J, Watenpaugh D, Hargens A. Lumbar spine length and curvature respons to an axial load using an MRI compatible compression harness. First Interdisciplinary World Congress on Spinal Surgery and Related Diciplines. 2000: Roudsari B, Jarvik JG. Lumbar spine MRI for low back pain : indications and yield. AJR. 2010; 195: Direktorat Jendral Bina Upaya Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Rekapitulasi ketersediaan MRI di RS Indonesia. Data Rumah Sakit Online. Diunduh dari : ind Diunduh tanggal 5 Maret Jackson RP, Becker GJ, Jacobs RR, Montesano PX, Cooper BR, McManus GE. The neuroradiographic diagnosis of lumbar herniated nucleus pulposus: I. A comparison of computed tomography (CT), myelography, CTmyelography, discography, and CT-discography. Spine. 1990; 15(1) :

53 Bischoff RJ, Rodriguez RP, Gupta K, Righi A, Dalton JE, Whitecloud TS. A comparison of computed tomography-myelography, magnetic resonance imaging, and myelography in the diagnosis of herniated nucleus pulposus and spinal stenosis. J Spinal Disord. 1993; 6(4) : Ross JS. Normal anatomy. Dalam : Ross JS, Moore KR, Shah LM, Borg B, Crim J, eds. Diagnostic imaging spine. Edisi 2. Canada: Amirsys, 2010: I Thompson JC. Spine. Dalam : Thomposon JC, eds. Netter s concise orthopaedic anatomy. Edisi 2. Philadelphia: Saunders, 2010: Bodguk N. The interbody joint and the intervertebral discs. Dalam : Bodguk N, eds. Clinical and radiological anatomy of the lumbar spine. Edisi 5. China: Elsevier, 2012: Foster MR. Herniated nucleus pulposus. Juli Diunduh dari Diunduh tanggal 27 Januari Kishner S. Lumbar spine anatomy. Desember Diunduh dari : Diunduh tanggal 27 Januari Martin MD, Boxell CM, Malone DG. Pathophysiology of lumbar disc degeneration : a review of the literature. Neurosurg Focus. 2002; 13 : Colledge A, Alfred C. Degenerative disc disease Diunduh dari : Diunduh tanggal 27 Januari Marcus A. Three phases of degeneration. Dalam : Marcus A, eds. Foundations for integrative musculoskeletal medicine an east-west approach. California: North Atlantic Books, 2006: Patel RV. Lumbar degenerative disk disease. November Diunduh dari : Diunduh tanggal 27 Januari 2013.

54 Hadjipavlou AG, Tzermiadianos MN, Bogduk N, Zindrick MR. The pathophysiology of disc degeneration a critical review. J Bone Joint Surg. 2008; 90-B: American Academy of Orthopedic Surgeons. Herniated disk in the lower back. Diunduh dari : Diunduh tanggal 5 Maret Smithuis R. Disc nomenclature Diunduh dari : Diunduh tanggal 27 Januari Takada E, Takahash M, Shimada K. Natural history of lumbar disc hernia with radicular leg pain : spontaneous MRI changes of the herniated mass and correlation with clinical outcome. Jurnal of Orthopedic Surgery. 2001; 9(1): Carragee EJ. Persistent low back pain. N Engl J Med. 2005; 352: American Society of Aerospace Medicine Specialists. Clinica practice guideline for herniated nucleus pulposus Diunduh dari : Diunduh tanggal 5 Maret Autio R. MRI of herniated nucleus pulposus correlation with clinical findings, determinants of spontaneous resorption and effects of anti-inflammatory treatments on spontaneous resorption. Oulu: Oulu University Press. 2006: Hasz MW. Diagnostic testing for degenerative disc disease Diunduh dari : Diunduh tanggal 5 Maret Carrino JA, Morrison WB. Imaging of lumbar degenerative disc disease. Seminars in spine surgery. 2003; 15(4): Humphreys SC, Eck JC, Hodges SD. Neuroimaging in low back pain. American Academy Family Physician. 2002; 65(11): Compagnone G, Baleni MC, Pagan L, Calzalaio FL, Barozzi L, Bergamini C. Comparison of radiation doses to patients undergoing standard radiographic examination with conventional screen-film radiography, computed

55 41 radiography, and direct digital radiography. The British Journal of Radiology. 2006; 79: Naidoo M. The evaluation of normal radiographic measurements of the lumbar spine in young to middle aged Indian females in Durban. Disertation Rowe LJ, Yochum TR. Measurements in skeletal radiology. Dalam: Yochum TR, Rowe LJ, eds. Essentials of skeletal radiology. Edisi 3. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2005: 1; Pusponegoro HD, Wirya IGNW, Pudjiadi AH, Bisanto J, Zulkarnain SZ. Uji diagnostik. Dalam : Sastroasmoro S, Ismael S, eds. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi 3. Jakarta: Sagung Seto, 2010: Dahlan S. Penelitian diagnostik. Jakarta: Sagung Seto, 2010: Departemen Radiologi Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr.Cipto Mangunkusumo. Standar Operasi Prosedur

56 42 Lampiran 1

dengan processus spinosus berfungsi sebagai tuas untuk otot-otot dan ligamenligamen

dengan processus spinosus berfungsi sebagai tuas untuk otot-otot dan ligamenligamen 6 ke lateral dan sedikit ke arah posterior dari hubungan lamina dan pedikel dan bersama dengan processus spinosus berfungsi sebagai tuas untuk otot-otot dan ligamenligamen yang menempel kepadanya. Processus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi tertinggi menyerang wanita (Hoy, et al., 2007). Di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi tertinggi menyerang wanita (Hoy, et al., 2007). Di Indonesia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nyeri leher adalah masalah yang sering dikeluhkan di masyarakat. Prevalensi nyeri leher dalam populasi umum mencapai 23,1% dengan prevalensi tertinggi menyerang

Lebih terperinci

Instabilitas Spinal dan Spondilolisthesis

Instabilitas Spinal dan Spondilolisthesis Instabilitas Spinal dan Spondilolisthesis Akhmad Imron*) Departemen Bedah Saraf FK.Unpad/RSHS Definisi Instabilitas Spinal : adalah hilangnya kemampuan jaringan lunak pada spinal (contoh : ligamen, otot

Lebih terperinci

Anatomi Vertebra. Gambar 1. Anatomi vertebra servikalis. 2

Anatomi Vertebra. Gambar 1. Anatomi vertebra servikalis. 2 Anatomi Vertebra Tulang belakang (vertebra) dibagi dalam dua bagian. Di bagian ventral terdiri atas korpus vertebra yang dibatasi satu sama lain oleh discus intervebra dan ditahan satu sama lain oleh ligamen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bebas dari kecacatan sehingga untuk dapat melakukan aktivitas dalam

BAB I PENDAHULUAN. bebas dari kecacatan sehingga untuk dapat melakukan aktivitas dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan satu hal yang sangat penting dalam kehidupan setiap makhluk Tuhan yang ada di dunia ini terutama manusia. Bagi manusia kesehatan mencakup

Lebih terperinci

ANATOMI FISIOLOGI TULANG BELAKANG

ANATOMI FISIOLOGI TULANG BELAKANG ANATOMI FISIOLOGI TULANG BELAKANG Tulang punggung atau vertebra adalah tulang tak beraturan yang membentuk punggung yang mudah digerakkan. Terdapat 33 tulang punggung pada manusia, 5 di antaranya bergabung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman, tingkat aktivitas masyarakat Indonesia semakin tinggi. Hal ini disebabkan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Nyeri punggung bawah adalah nyeri yang dirasakan di daerah punggung bawah, dapat merupakan nyeri lokal maupun nyeri radikular atau keduanya (Meliala dkk., 2000). Nyeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melakukan aktivitas fungsional sehari-hari. yang lama dan berulang, akan menimbulkan keluhan pada pinggang bawah

BAB I PENDAHULUAN. melakukan aktivitas fungsional sehari-hari. yang lama dan berulang, akan menimbulkan keluhan pada pinggang bawah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada perkembangan jaman sekarang ini, kesehatan merupakan sesuatu hal yang sangat penting. Sehat adalah suatu kondisi yang terbebas dari segala jenis penyakit, baik

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang berkembang kian pesat sangat berpengaruh pula aktivitas yang terjadi pada

PENDAHULUAN. yang berkembang kian pesat sangat berpengaruh pula aktivitas yang terjadi pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan mempunyai peranan penting dalam pembangunan yang bertujuan meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemauan untuk hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang lebih modern masyarakat juga mengalami perubahan dan

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang lebih modern masyarakat juga mengalami perubahan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era yang lebih maju dan berkembang disertai dengan peningkatan teknologi yang lebih modern masyarakat juga mengalami perubahan dan perilaku hidup, hal ini mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi sebagai penyanggah berat badan, yang terdiri dari beberapa bagian yakni salah

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi sebagai penyanggah berat badan, yang terdiri dari beberapa bagian yakni salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tubuh manusia dibentuk oleh struktur tulang belakang yang sangat kuat dimana berfungsi sebagai penyanggah berat badan, yang terdiri dari beberapa bagian yakni

Lebih terperinci

II. INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI

II. INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI OSTEOARTHRITIS Osteoartritis adalah gangguan yang terjadi pada satu atau lebih sendi, awalnya oleh adanya gangguan yang bersifat lokal pada kartilago dan bersifat progresif degeneratif dari kartilago,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan peradaban manusia sudah semakin berkembang pesat di

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan peradaban manusia sudah semakin berkembang pesat di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan peradaban manusia sudah semakin berkembang pesat di segala bidang kehidupan. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini menjadi bagian yang tidak terpisahkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Columna vertebralis merupakan poros tulang rangka tubuh yang memungkinkan untuk bergerak. Terdapat 33 columna vertebralis, meliputi 7 columna vertebra cervical, 12

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. - Tempat : Ruang Skill Lab Gedung E Fakultas Kedokteran. Universitas Diponegoro Semarang. bulan April Mei 2016.

BAB III METODE PENELITIAN. - Tempat : Ruang Skill Lab Gedung E Fakultas Kedokteran. Universitas Diponegoro Semarang. bulan April Mei 2016. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini mencakup bidang ilmu anatomi dan kinesiologi. 3.2 Tempat dan waktu penelitian - Tempat : Ruang Skill Lab Gedung E Fakultas

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4" BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nyeri Punggung Bawah 2.1.1. Definisi Nyeri punggung bawah adalah perasaan nyeri diantara sudut kosta sampai daerah bokong yang dapat menjalar sampai ke kedua kaki (Casazza,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbebas dari penyakit, cacat dan kelemahan. Dalam paradigma kesehatan ini

BAB I PENDAHULUAN. terbebas dari penyakit, cacat dan kelemahan. Dalam paradigma kesehatan ini BAB I PENDAHULUAN Dalam rangka mewujudkan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya, maka setiap warga negara Indonesia berhak memperoleh derajat yang setinggitingginya dalam hal kesehatan jasmani, rohani

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. seumur hidup sebanyak 60% (Demoulin 2012). Menurut World Health

BAB 1 PENDAHULUAN. seumur hidup sebanyak 60% (Demoulin 2012). Menurut World Health BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nyeri punggung merupakan keluhan yang sering dijumpai pada kehidupan sehari-hari. Diperkirakan hampir semua orang pernah mengalami nyeri punggung semasa hidupnya. Nyeri

Lebih terperinci

Insidens Dislokasi sendi panggul umumnya ditemukan pada umur di bawah usia 5 tahun. Lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan.

Insidens Dislokasi sendi panggul umumnya ditemukan pada umur di bawah usia 5 tahun. Lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Dislokasi Sendi Panggul Dislokasi sendi panggul banyak ditemukan di Indonesia akibat trauma dan sering dialami oleh anak-anak. Di Negara Eropa, Amerika dan Jepang, jenis dislokasi sendi panggul yang sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagian yakni salah satunya bagian leher yang mempunyai peranan sangat

BAB I PENDAHULUAN. bagian yakni salah satunya bagian leher yang mempunyai peranan sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tubuh manusia dibentuk oleh struktur tulang belakang yang sangat kuat dimana berfungsi sebagai penyanggah berat badan, yang terdiri dari beberapa bagian yakni

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Hasil Penelitian Penelitian dilaksanakan di RSUD Kebumen pada bulan Juni 2015 Juli 2015. Dari penelitian didapatkan sebanyak 74 orang yang memeriksakan LBP ke RSUD Kebumen dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengguna jasa asuransi kesehatan. Pengertian sehat sendiri adalah suatu kondisi

BAB I PENDAHULUAN. pengguna jasa asuransi kesehatan. Pengertian sehat sendiri adalah suatu kondisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kesehatan saat ini merupakan hal yang sangat penting dikarenakan meningkatnya jumlah pasien di rumah sakit dan meningkat juga pengguna jasa asuransi kesehatan.

Lebih terperinci

makalah low back pain akibat kerja LOW BACK PAIN ( NYERI PUNGGUNG BAWAH) AKIBAT KERJA

makalah low back pain akibat kerja LOW BACK PAIN ( NYERI PUNGGUNG BAWAH) AKIBAT KERJA makalah low back pain akibat kerja LOW BACK PAIN ( NYERI PUNGGUNG BAWAH) AKIBAT KERJA PENDAHULUAN 1). Latar Belakang Low back pain (LBP) merupakan permasalah yang sering muncul dalam suatu asuhan keperawatan

Lebih terperinci

HUBUNGAN BERATNYA PEKERJAAN DENGAN KEJADIAN HERNIA NUKLEUS PULPOSUS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN PADA TAHUN 2014

HUBUNGAN BERATNYA PEKERJAAN DENGAN KEJADIAN HERNIA NUKLEUS PULPOSUS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN PADA TAHUN 2014 HUBUNGAN BERATNYA PEKERJAAN DENGAN KEJADIAN HERNIA NUKLEUS PULPOSUS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN PADA TAHUN 2014 Oleh : THAMRIN CIATAWI 120100368 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI PASKA OPERASI HERNIA NUCLEUS PULPOSUS DI VERTEBRA L5-S1 DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI PASKA OPERASI HERNIA NUCLEUS PULPOSUS DI VERTEBRA L5-S1 DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI PASKA OPERASI HERNIA NUCLEUS PULPOSUS DI VERTEBRA L5-S1 DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA Disusun Oleh FITRI ISTIQOMAH NIM. J100.060.056 KARYA TULIS ILMIAH Diajukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan peran serta masyarakat untuk lebih aktif. Aktivitas manusia sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan peran serta masyarakat untuk lebih aktif. Aktivitas manusia sangat BAB 1 PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pembangunan yang semakin meningkat otomatis disertai dengan peningkatan peran serta masyarakat untuk lebih aktif. Aktivitas manusia sangat erat hubungannya dengan gerak

Lebih terperinci

FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA

FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA Fraktur tibia umumnya dikaitkan dengan fraktur tulang fibula, karena gaya ditransmisikan sepanjang membran interoseus fibula. Kulit dan jaringan subkutan sangat tipis pada bagian

Lebih terperinci

kemungkinan penyebabnya adalah multifactorial sehingga sulit untuk mengetahui penyebab pasti dari keluhan tersebut dan kebanyakan LBP pada usia

kemungkinan penyebabnya adalah multifactorial sehingga sulit untuk mengetahui penyebab pasti dari keluhan tersebut dan kebanyakan LBP pada usia BAB V PEMBAHASAN Nyeri punggung bawah atau LBP merupakan penyakit muskuloskeletal yang dapat berasal dari mana saja seperti sendi, periosteum, otot, annulus fibrosus bahkan saraf spinal. LBP bukan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. punggung antara lain aktifitas sehari-hari seperti, berolahraga, bekerja, dan

BAB I PENDAHULUAN. punggung antara lain aktifitas sehari-hari seperti, berolahraga, bekerja, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Punggung merupakan salah satu dari bagian tubuh manusia yang sering digunakan untuk beraktifitas. Banyak aktifitas yang melibatkan pergerakan punggung antara lain aktifitas

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA LOW BACK PAIN SPONDYLOSIS LUMBALIS 4-5 DENGAN MWD ULTRA SOUND DAN WILLIAM FLEXION EXERCISE DI RSUD SRAGEN

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA LOW BACK PAIN SPONDYLOSIS LUMBALIS 4-5 DENGAN MWD ULTRA SOUND DAN WILLIAM FLEXION EXERCISE DI RSUD SRAGEN PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA LOW BACK PAIN SPONDYLOSIS LUMBALIS 4-5 DENGAN MWD ULTRA SOUND DAN WILLIAM FLEXION EXERCISE DI RSUD SRAGEN KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Guna Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah. Osteoarthritis (OA), atau yang biasa dikenal. dengan penyakit sendi degeneratif, merupakan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah. Osteoarthritis (OA), atau yang biasa dikenal. dengan penyakit sendi degeneratif, merupakan penyakit BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Osteoarthritis (OA), atau yang biasa dikenal dengan penyakit sendi degeneratif, merupakan penyakit dengan kerusakan sendi diarthrodial (sendi yang dapat bergerak

Lebih terperinci

Kelainan Degeneratif SPINE Dr. Nuryani Sidarta,SpRM

Kelainan Degeneratif SPINE Dr. Nuryani Sidarta,SpRM Kelainan Degeneratif SPINE Dr. Nuryani Sidarta,SpRM Proses degeneratif sendi (1) Dimulai pada usia dewasa, terus mengalami progresifitas lambat sepanjang hidup Terjadi perubahan bertahap permukaan cartilago

Lebih terperinci

ABSTRAK. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Insidensi Nyeri Pungggung Bawah. Januari-Desember 2009

ABSTRAK. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Insidensi Nyeri Pungggung Bawah. Januari-Desember 2009 ABSTRAK Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Insidensi Nyeri Pungggung Bawah (Low Back Pain) pada Pasien Rumah Sakit Immanuel Bandung Periode Januari-Desember 2009 Santi Mariana Purnama, 2010, Pembimbing I

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN HNP

LAPORAN PENDAHULUAN HNP LAPORAN PENDAHULUAN HNP Hernia Nukleus Pulposus (HNP) sering disebut juga dengan ruptur diskus intervertebralis. Diskus intervertebralis adalah lempengan kartilago yang membentuk sebuah bantalan diantara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nyeri pinggang bawah atau dalam istilah medisnya Low Back Pain (LBP)

BAB I PENDAHULUAN. Nyeri pinggang bawah atau dalam istilah medisnya Low Back Pain (LBP) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nyeri pinggang bawah atau dalam istilah medisnya Low Back Pain (LBP) merupakan masalah bagi setiap klinisi dewasa ini. Adapun penyebab dan faktorfaktor risiko

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pegal yang terjadi di daerah pinggang bawah. Nyeri pinggang bawah bukanlah

BAB I PENDAHULUAN. pegal yang terjadi di daerah pinggang bawah. Nyeri pinggang bawah bukanlah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nyeri pinggang bawah atau low back pain merupakan rasa nyeri, ngilu, pegal yang terjadi di daerah pinggang bawah. Nyeri pinggang bawah bukanlah diagnosis tapi hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Dengan tingkat kesehatan yang optimal maka akan dapat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Dengan tingkat kesehatan yang optimal maka akan dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin berkembangnya ilmu kesehatan, semakin maju juga tingkat kesadaran manusia untuk hidup sehat. Hal ini dibuktikan dengan semakin tingginya tingkat kesadaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Angka kejadian Ischialgia bawah hampir sama pada semua populasi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Angka kejadian Ischialgia bawah hampir sama pada semua populasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ischialgia merupakan salah satu keluhan nyeri yang sering didapatkan di masyarakat. Angka kejadian Ischialgia bawah hampir sama pada semua populasi masyarakat

Lebih terperinci

Karya Tulis Ilmiah Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III Fisioterapi

Karya Tulis Ilmiah Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III Fisioterapi PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI LOW BACK PAIN KARENA ISCHIALGIA DENGAN MODALITAS SHORT WAVE DIATHERMY (SWD) DAN TERAPI LATIHAN DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI Karya Tulis Ilmiah Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

REHABILITASI PADA NYERI PUNGGUNG BAWAH. Oleh: dr. Hamidah Fadhil SpKFR RSU Kab. Tangerang

REHABILITASI PADA NYERI PUNGGUNG BAWAH. Oleh: dr. Hamidah Fadhil SpKFR RSU Kab. Tangerang REHABILITASI PADA NYERI PUNGGUNG BAWAH Oleh: dr. Hamidah Fadhil SpKFR RSU Kab. Tangerang SKDI 2012 : LBP Tingkat kompetensi : 3A Lulusan dokter mampu : Membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab 40% kunjungan pasien berobat jalan terkait gejala. setiap tahunnya. Hasil survei Word Health Organization / WHO

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab 40% kunjungan pasien berobat jalan terkait gejala. setiap tahunnya. Hasil survei Word Health Organization / WHO BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nyeri menurut International Association For Study Of Pain / IASP yang dikutuip oleh Kuntono, 2011 adalah suatu pengalaman sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI LOW BACK PAIN SUSPECT HERNIA NUCLEUS PULPOSUS DI RS PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA

NASKAH PUBLIKASI PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI LOW BACK PAIN SUSPECT HERNIA NUCLEUS PULPOSUS DI RS PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI LOW BACK PAIN SUSPECT HERNIA NUCLEUS PULPOSUS DI RS PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA Disusun Oleh: FITRANDA HANINA ULFAH J100090010 Diajukan Guna Melengkapi

Lebih terperinci

Volume 2 No. 6 Oktober 2016 ISSN :

Volume 2 No. 6 Oktober 2016 ISSN : PENGARUH CENTRAL RAY TERHADAP HASI RADIOGRAF FORAMEN INTERVERTEBRALIS PADA PEMERIKSAAN RADIOGRAFI CERVICAL RIGH POSTERIOR OBLIQUE 1) Farida Wahyuni, 2) Surip, 3) Ganis Rizki Agita 1,2,3) Program Studi

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI ISCHIALGIA SINISTRA et causa HERNIA NUKLEUS PULPOSUS (HNP) DI RUMKITAL DR.

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI ISCHIALGIA SINISTRA et causa HERNIA NUKLEUS PULPOSUS (HNP) DI RUMKITAL DR. PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI ISCHIALGIA SINISTRA et causa HERNIA NUKLEUS PULPOSUS (HNP) DI RUMKITAL DR. RAMELAN SURABAYA KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Guna Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Disfungsi dasar panggul merupakan salah satu penyebab morbiditas yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Disfungsi dasar panggul merupakan salah satu penyebab morbiditas yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Disfungsi dasar panggul merupakan salah satu penyebab morbiditas yang dapat menurunkan kualitas hidup wanita. Disfungsi dasar panggul memiliki prevalensi

Lebih terperinci

BAB I. gejala utama nyeri di daerah tulang punggung bagian bawah. 1

BAB I. gejala utama nyeri di daerah tulang punggung bagian bawah. 1 BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Nyeri punggung bawah (NPB) adalah sindroma klinik yang ditandai dengan gejala utama nyeri di daerah tulang punggung bagian bawah. 1 NPB merupakan penyebab tersering

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERSALINAN BY ADE. R. SST

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERSALINAN BY ADE. R. SST FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERSALINAN BY ADE. R. SST FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERSALINAN A. JALAN LAHIR (PASSAGE) B. JANIN (PASSENGER) C. TENAGA atau KEKUATAN (POWER) D. PSIKIS WANITA (IBU)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keselamatan kerja. Hal ini disebabkan karena 65% penduduk Indonesia. adalah usia kerja 30% bekerja disektor formal dan 70% disektor

BAB I PENDAHULUAN. keselamatan kerja. Hal ini disebabkan karena 65% penduduk Indonesia. adalah usia kerja 30% bekerja disektor formal dan 70% disektor 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia sebagai salah satu dari negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia, sangat berkepentingan terhadap masalah kesehatan dan keselamatan kerja. Hal ini

Lebih terperinci

Nama: Anugerah Ramadhaan Putra Nim: Pembimbing: dr. Haidar Nasution

Nama: Anugerah Ramadhaan Putra Nim: Pembimbing: dr. Haidar Nasution Nama: Anugerah Ramadhaan Putra Nim: 04101401005 Pembimbing: dr. Haidar Nasution HNP (Hernia Nukleus Pulposus) yaitu keluarnya nucleus pulposus dari discus melalui robekan annulus fibrosus keluar ke belakang/dorsal

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini berlokasi di RSUP Dr. Kariadi Semarang bagian saraf dan rehabilitasi medik

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini berlokasi di RSUP Dr. Kariadi Semarang bagian saraf dan rehabilitasi medik BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Ruang Lingkup Penelitian 1. Ruang Lingkup Keilmuan Penelitian ini mencakup bidang ilmu saraf dan rehabilitasi medik 2. Ruang Lingkup Tempat Penelitian ini berlokasi di RSUP

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Foramen Mentale Foramen mentale adalah suatu saluran terbuka pada korpus mandibula. Melalui foramen mentale dapat keluar pembuluh darah dan saraf, yaitu arteri, vena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baru. (Millson, 2008). Sedangkan menurut pendapat Departement of Trade and

BAB I PENDAHULUAN. baru. (Millson, 2008). Sedangkan menurut pendapat Departement of Trade and BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Inovasi adalah perbuatan mengenalkan sesuatu yang baru dengan cara yang baru. (Millson, 2008). Sedangkan menurut pendapat Departement of Trade and Industry,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode analitik observasional dengan pendekatan Cross Sectional yang menghubungkan antara perbedaan jenis kelamin dengan derajat

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA CERVICAL ROOT SYNDROME DI RSUD SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA CERVICAL ROOT SYNDROME DI RSUD SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA CERVICAL ROOT SYNDROME DI RSUD SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh: EKO BUDI WIJAYA J 100 090 032 KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Guna Melengkapi Tugas -Tugas dan Memenuhi

Lebih terperinci

Volume 3 No. 1 April 2017 ISSN :

Volume 3 No. 1 April 2017 ISSN : PENGARUH PEMERIKSAAN LUMBOSACRAL DENGAN PROYEKSI LATERAL TERHADAP HASIL RADIOGRAF VERTEBRA PADA KASUS LOW BACK PAIN Agus Wiyantono 1), Sri Wagiarti 2) 1,2) Program Studi D3 Radiodiagnostik dan Radioterapi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti HNP, spondyloarthrosis, disc migration maupun patologi fungsional

BAB I PENDAHULUAN. seperti HNP, spondyloarthrosis, disc migration maupun patologi fungsional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Vertebra memiliki struktur anatomi paling kompleks dan memiliki peranan yang sangat penting bagi fungsi dan gerak tubuh. Patologi morfologi seperti HNP, spondyloarthrosis,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif kronik non inflamasi yang berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi. Penyakit ini bersifat progresif lambat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan keadaan dinamis dan dapat ditingkatkan sehingga manusia dapat

BAB I PENDAHULUAN. merupakan keadaan dinamis dan dapat ditingkatkan sehingga manusia dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Setiap orang mendambakan bebas dari penyakit, baik fisik maupun mental serta terhindar dari kecacatan. Sehat bukan suatu keadaan yang sifatnya statis tapi merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. populasi pada usia>50 tahun dan sering terjadi pada usia didapatkan pada usia tahun. Di Amerika Serikat, kasusnyeri

BAB I PENDAHULUAN. populasi pada usia>50 tahun dan sering terjadi pada usia didapatkan pada usia tahun. Di Amerika Serikat, kasusnyeri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nyeri pinggang dilaporkan terjadi setidaknya 1 kali dalam 85% populasi pada usia>50 tahun dan sering terjadi pada usia 30-50 tahun.setiap tahun prevalensi nyeri pinggang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tingkat derajad kesehatan masyarakat secara makro. Berbagai

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tingkat derajad kesehatan masyarakat secara makro. Berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Menuju Indonesia Sehat 2010 merupakan program pemerintah dalam mencapai tingkat derajad kesehatan masyarakat secara makro. Berbagai macam kondisi yang dapat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Usia, Jenis Kelamin, dan Indeks Masa Tubuh dengan Osteoartritis Lutut.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Usia, Jenis Kelamin, dan Indeks Masa Tubuh dengan Osteoartritis Lutut. digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian mengenai hubungan antara Usia, Jenis Kelamin, dan Indeks Masa Tubuh dengan Osteoartritis

Lebih terperinci

MEKANICAL CERVICAL & LUMBAR TRACTION. Oleh: Sugijanto

MEKANICAL CERVICAL & LUMBAR TRACTION. Oleh: Sugijanto MEKANICAL CERVICAL & LUMBAR TRACTION Oleh: Sugijanto Pengertian Traksi: proses menarik utk meregangkan jarak antar suatu bagian. Traksi spinal: tarikan utk meregangkan jarak antar vertebra. Traksi Non

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Untuk itu peran serta masyarakat sangat diperlukan dalam rangka menciptakan. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Untuk itu peran serta masyarakat sangat diperlukan dalam rangka menciptakan. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN Pendidikan kesehatan merupakan bagian dari keseluruhan upaya kesehatan (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif) yang menitikberatkan pada upaya untuk meningkatkan perilaku hidup

Lebih terperinci

Prosedur Pemeriksaan Radiologi. Untuk Mendeteksi Kelainan dan Cedera Tulang Belakang

Prosedur Pemeriksaan Radiologi. Untuk Mendeteksi Kelainan dan Cedera Tulang Belakang Prosedur Pemeriksaan Radiologi Untuk Mendeteksi Kelainan dan Cedera Tulang Belakang Sanksi Pelanggaran Pasal 72 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan

Lebih terperinci

ABSTRACT DENTAL MALOCCLUSION AND SKELETAL MALOCCLUSION INFLUENCE AGAINST TEMPOROMANDIBULAR DYSFUNCTION

ABSTRACT DENTAL MALOCCLUSION AND SKELETAL MALOCCLUSION INFLUENCE AGAINST TEMPOROMANDIBULAR DYSFUNCTION ABSTRACT DENTAL MALOCCLUSION AND SKELETAL MALOCCLUSION INFLUENCE AGAINST TEMPOROMANDIBULAR DYSFUNCTION Problems in temporomandibular joint, can be a pain and clicking mostly called by temporomandibular

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA LOW BACK PAIN MIOGENIK DI RST. Dr. SOEJONO MAGELANG

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA LOW BACK PAIN MIOGENIK DI RST. Dr. SOEJONO MAGELANG PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA LOW BACK PAIN MIOGENIK DI RST. Dr. SOEJONO MAGELANG Karya Tulis Ilmiah Diajukan guna melengkapi tugas-tugas dan syarat-syarat untuk Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dari Jabir bin Abdullah radhiallahu anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu

BAB I PENDAHULUAN. Dari Jabir bin Abdullah radhiallahu anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Islam merupakan agama yang sempurna, dan telah mengatur segala aspek kehidupan manusia dari yang terbesar hingga yang terkecil sekalipun. Salah satu kelebihan islam

Lebih terperinci

TUGAS CASE LBP E.C. SPONDILOSIS. 1. Pemeriksaan Lasegue, Cross Lasegue, Patrick, dan Contra-Patrick

TUGAS CASE LBP E.C. SPONDILOSIS. 1. Pemeriksaan Lasegue, Cross Lasegue, Patrick, dan Contra-Patrick TUGAS CASE LBP E.C. SPONDILOSIS Nama : Meiustia Rahayu No.BP : 07120141 1. Pemeriksaan Lasegue, Cross Lasegue, Patrick, dan Contra-Patrick a. Pemeriksaan Lasegue (Straight Leg Raising Test) Cara pemeriksaan:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahwa prevalensi LBP dalam 1 tahun, adalah dari 3,9% hingga 65% (Andersson,

BAB I PENDAHULUAN. bahwa prevalensi LBP dalam 1 tahun, adalah dari 3,9% hingga 65% (Andersson, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Low Back Pain (LBP) atau nyeri punggung bawah (NPB) merupakan masalah umum yang dialami kebanyakan orang dalam hidup mereka. Dilaporkan bahwa prevalensi LBP dalam 1

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patologis dimana terjadi protusi dari anulus fibrosus beserta nukleus pulposus ke

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patologis dimana terjadi protusi dari anulus fibrosus beserta nukleus pulposus ke BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hernia Nukleus Pulposus (HNP) Hernia Nukleus Pulposus (HNP) didefinisikan sebagai suatu keadaan patologis dimana terjadi protusi dari anulus fibrosus beserta nukleus pulposus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ergonomi 2.1.1. Pengertian Ergonomi Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan baik dalam

Lebih terperinci

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung HERNIA NUKLEUS PULPOSUS LUMBAL RINGAN PADA JANDA LANJUT USIA YANG TINGGAL DENGAN KEPONAKAN DENGAN USIA YANG SAMA Leksana JS 1) 1) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung Abstrak Latar Belakang.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sekitar 5%-10% dari seluruh kunjungan di Instalasi Rawat Darurat bagian pediatri merupakan kasus nyeri akut abdomen, sepertiga kasus yang dicurigai apendisitis didiagnosis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian belah lintang (Cross Sectional) dimana

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian belah lintang (Cross Sectional) dimana 39 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian belah lintang (Cross Sectional) dimana dimana antara variabel bebas dan terikat diukur pada waktu yang bersamaan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai hasil yang optimal. Upaya kesehatan yang semula dititikberatkan pada

BAB I PENDAHULUAN. mencapai hasil yang optimal. Upaya kesehatan yang semula dititikberatkan pada BAB I PENDAHULUAN Pembangunan Nasional adalah pembangunan yang meliputi segala aspek kehidupan termasuk salah satunya bidang kesehatan. Pembangunan di bidang kesehatan, pada hakekatnya adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. maupun ganas atau disebut dengan kanker paru. Tumor paru dapat bersifat primer

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. maupun ganas atau disebut dengan kanker paru. Tumor paru dapat bersifat primer BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Tumor paru adalah tumor pada jaringan paru yang dapat bersifat jinak maupun ganas atau disebut dengan kanker paru. Tumor paru dapat bersifat primer maupun sekunder.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sikap yang biasa saja oleh penderita, oleh karena tidak memberikan keluhan

I. PENDAHULUAN. sikap yang biasa saja oleh penderita, oleh karena tidak memberikan keluhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembesaran kelenjar (nodul) tiroid atau struma, sering dihadapi dengan sikap yang biasa saja oleh penderita, oleh karena tidak memberikan keluhan yang begitu berarti

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 37 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian A.1 Deskripsi Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Poliklinik Saraf dan Radiologi Rumah Sakit di Kota Yogyakarta,yaitu Rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah menyelenggarakan. bagian-bagian integral dari pembangunan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah menyelenggarakan. bagian-bagian integral dari pembangunan nasional. BAB I PENDAHULUAN Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah menyelenggarakan upaya kesehatan untuk mencapai kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk, demi terwujudnya kesehatan masyarakat yang optimal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan termasuk salah satunya di bidang kesehatan. Pembangunan di bidang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan termasuk salah satunya di bidang kesehatan. Pembangunan di bidang BAB I PENDAHULUAN Pembangunan Nasional adalah pembangunan yang meliputi segala aspek kehidupan termasuk salah satunya di bidang kesehatan. Pembangunan di bidang kesehatan, pada hakekatnya adalah untuk

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini meliputi Ilmu Gizi khususnya bidang antropometri dan Ilmu Kesehatan Anak, khususnya bidang respirologi. 4.2 Tempat dan

Lebih terperinci

KADAR INTERLEUKIN-6 (IL-6) YANG TINGGI SEBAGAI PENANDA TERJADINYA OSTEOARTHRITIS LUMBAL PENDERITA NYERI PINGGANG BAWAH BERUMUR DIATAS 55 TAHUN

KADAR INTERLEUKIN-6 (IL-6) YANG TINGGI SEBAGAI PENANDA TERJADINYA OSTEOARTHRITIS LUMBAL PENDERITA NYERI PINGGANG BAWAH BERUMUR DIATAS 55 TAHUN TESIS KADAR INTERLEUKIN-6 (IL-6) YANG TINGGI SEBAGAI PENANDA TERJADINYA OSTEOARTHRITIS LUMBAL PENDERITA NYERI PINGGANG BAWAH BERUMUR DIATAS 55 TAHUN Dewa Gede Kurnia Pratama PEMBIMBING : Prof.DR.dr Putu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Spine merupakan tulang penopang tubuh yang tersusun atas cervical

BAB I PENDAHULUAN. Spine merupakan tulang penopang tubuh yang tersusun atas cervical 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Spine merupakan tulang penopang tubuh yang tersusun atas cervical spine, thoracic spine dan lumbal spine. Lumbal spine merupakan area yang paling mobile diantara bagian-bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, maka pada

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, maka pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Salah satu tujuan dari bangsa Indonesia yang tercantum pada Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, maka pada dewasa ini tingkat partisipasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Gangguan nyeri pinggang dapat dialami oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Gangguan nyeri pinggang dapat dialami oleh 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nyeri pinggang bawah merupakan salah satu keluhan yang cukup sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Gangguan nyeri pinggang dapat dialami oleh semua, tidak memandang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Lama Duduk Sebelum Istirahat Dalam Berkendara

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Lama Duduk Sebelum Istirahat Dalam Berkendara BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Lama Duduk Sebelum Istirahat Dalam Berkendara Sopir atau pengemudi adalah orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang telah memiliki Surat Ijin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan teori 1. Articulatio Genu Definisi umum articulatio genu Persendian pada articulatio genu, merupakan persendian sinovial berdasarkan klasifikasi struktural. Penilaian

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS CERVICAL ROOT S SYNDROME DI RSU AISYIYAH PONOROGO

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS CERVICAL ROOT S SYNDROME DI RSU AISYIYAH PONOROGO PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS CERVICAL ROOT S SYNDROME DI RSU AISYIYAH PONOROGO Oleh: ARNI YULIANSIH J100141115 NASKAH PUBLIKASI Diajukan guna Melengkapi Tugas dan Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.000 wanita didiagnosa dengan kanker ovarium di seluruh dunia dan 125.000

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Osteoarthritis 1. Definisi Osteoarthritis merupakan penyakit kerusakan tulang rawan sendi yang berkembang lambat dan berhubungan dengan usia lanjut. Secara klinik ditandai

Lebih terperinci

ABSTRAK. Pembimbing II : Penny S M., dr., Sp.PK., M.Kes

ABSTRAK. Pembimbing II : Penny S M., dr., Sp.PK., M.Kes iv ABSTRAK UJI DIAGNOSTIK PEMERIKSAAN IMUNOSEROLOGI IgM ANTI SALMONELLA METODE IMBI DAN RAPID TEST TERHADAP BAKU EMAS KULTUR Salmonella typhi PADA PENDERITA TERSANGKA DEMAM TIFOID Gabby Ardani L, 2010.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia memiliki aktivitas yang bermacam-macam dalam usaha memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini menuntut manusia untuk memiliki kondisi tubuh yang baik tanpa ada gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan kerusakan kartilago articulatio serta menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan kerusakan kartilago articulatio serta menimbulkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Osteoarthritis (OA) adalah penyakit articulatio degeneratif yang berhubungan dengan kerusakan kartilago articulatio serta menimbulkan disabilitas. Osteoarthritis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri punggung bawah (low back pain) merupakan keluhan yang sering dijumpai di praktek sehari-hari, dan diperkirakan hampir semua orang pernah mengalami nyeri punggung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas atau kelebihan berat badan dapat menjadikan masalah kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas atau kelebihan berat badan dapat menjadikan masalah kesehatan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Obesitas atau kelebihan berat badan dapat menjadikan masalah kesehatan. Kecenderungan terjadinya obesitas dapat disebabkan karena pola makan dan ketidakseimbangan

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN KLINIK DAN RADIOLOGI KASUS LOW BACK PAIN DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE TAHUN

ABSTRAK GAMBARAN KLINIK DAN RADIOLOGI KASUS LOW BACK PAIN DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE TAHUN ABSTRAK GAMBARAN KLINIK DAN RADIOLOGI KASUS LOW BACK PAIN DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE TAHUN 2002-2005 Irwan Suhadi Pembimbing utama: Winsa Husin, dr., MSc. M.Kes Pembimbing pendamping: Dedeh

Lebih terperinci

Biomekanika Spine. Sistem muskuloskeletal batang tubuh terdiri dari spine (tulang

Biomekanika Spine. Sistem muskuloskeletal batang tubuh terdiri dari spine (tulang Biomekanika Spine Sistem muskuloskeletal batang tubuh terdiri dari spine (tulang belakang), tulang iga, pelvis dan fasia serta otot-otot yang terkait. Spine terdiri dari 24 semirigid presacral vertebra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat (UU RI, NO 36 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat (UU RI, NO 36 Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun

Lebih terperinci

PENGARUH TERAPI TRANSCUTANEUS ELECTRICAL NERVE STIMULATION DAN ULTRASOUND PADA LOW BACK PAIN KINETIK

PENGARUH TERAPI TRANSCUTANEUS ELECTRICAL NERVE STIMULATION DAN ULTRASOUND PADA LOW BACK PAIN KINETIK PENGARUH TERAPI TRANSCUTANEUS ELECTRICAL NERVE STIMULATION DAN ULTRASOUND PADA LOW BACK PAIN KINETIK SKRIPSI DISUSUN SEBAGAI PERSYARATAN DALAM MERAIH GELAR SARJANA SAINS TERAPAN FISIOTERAPI Disusun Oleh

Lebih terperinci