KONDISI KETIMPANGAN EKONOMI ANTAR KABUPATEN/KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KONDISI KETIMPANGAN EKONOMI ANTAR KABUPATEN/KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DI PROVINSI JAWA TIMUR"

Transkripsi

1 KONDISI KETIMPANGAN EKONOMI ANTAR KABUPATEN/KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DI PROVINSI JAWA TIMUR OLEH SOULMA ARUM MARDIANA H DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

2 RINGKASAN SOULMA ARUM MARDIANA. H Kondisi Ketimpangan Ekonomi Antar Kabupaten/Kota dan Implikasinya terhadap Kebijakan Pembangunan di Provinsi Jawa Timur (dibimbing oleh MANUNTUN PARULIAN HUTAGAOL). Ketimpangan ekonomi antar wilayah disebabkan oleh ketidakseimbangan pertumbuhan ekonomi di setiap wilayah. Trend ketimpangan ekonomi antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur dari tahun 2001 hingga 2010 yang dianalisis menggunakan Indeks Williamson menunjukkan adanya konvergensi. Namun, terdapat perbedaan yang sangat jauh antara PDRB per kapita tertinggi dengan terendah pada kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur, sehingga kecenderungan ketimpangan di Provinsi Jawa Timur masih cukup tinggi. Oleh karena itu, salah satu upaya dalam mengatasi ketimpangan ekonomi antar wilayah adalah dengan memacu pertumbuhan ekonomi di daerah tertinggal. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi trend dan tingkat ketimpangan ekonomi antar kabupaten/kota yang terjadi di Provinsi Jawa Timur, mengidentifikasi daerah relatif tertinggal dan memacu pertumbuhan ekonomi agar dapat mengurangi ketimpangan antar wilayah, serta menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di daerah-daerah miskin agar dapat mengejar ketertinggalan. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) pusat dan Provinsi Jawa Timur. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dan kuantitatif, yakni tujuan pertama diukur menggunakan Indeks Williamson, tujuan kedua diidentifikasi menggunakan Klassen Typology, dan tujuan ketiga dianalisis menggunakan metode data panel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat ketimpangan ekonomi antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur yang diukur menggunakan Indeks Williamson cenderung menurun, namun masih termasuk dalam ketimpangan taraf tinggi dengan nilai indeks ketimpangan antara 0,52-0,58. Ketimpangan ekonomi selama periode analasis berfluktuasi dan cenderung menurun sebesar 0,034 poin pada tahun 2010 apabila dibandingkan dengan tahun Berdasarkan klasifikasi pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2010 menggunakan Klassen Typology, terdapat enam kabupaten/kota yang masuk daerah maju dan pertumbuhan cepat dengan persentase sebesar 15,80 persen dari jumlah total kabupaten/kota, sembilan kabupaten/kota masuk dalam daerah berkembang cepat dengan persentase sebesar 23,68 persen dari jumlah kabupaten/kota, dua kabupaten/kota masuk daerah maju tetapi tertekan dengan persentase sebesar 5,26 persen dari jumlah keseluruhan kabupaten/kota, dan 21 kabupaten/kota masuk daerah relatif tertinggal dengan persentase sebesar 55,26 persen dari keseluruhan kabupaten/kota. Berdasarkan analisis regresi data panel mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi daerah relatif tertinggal, kualitas pendidikan, kualitas kesehatan, jumlah pekerja, tabungan dan anggaran pembangunan signifikan berpengaruh terhadap laju PDRB di daerah relatif tertinggal.

3 Berdasarkan penjelasan di atas, maka kebijakan pemerintah yang sebaiknya dilakukan yaitu meningkatkan jumlah guru di daerah tertinggal agar kualitas pendidikan dapat meningkat dengan cara memberikan insentif dan fasilitas yang memadai kepada guru yang mau mengajar di daerah tersebut, meningkatkan jumlah dokter di daerah tertinggal agar kualitas kesehatan dapat meningkat dengan cara memberikan tunjangan maupun rumah dinas bagi dokter yang bersedia mengabdi di daerah tersebut, dan mengembangkan sektor-sektor yang memiliki peranan besar terhadap pertumbuhan ekonomi agar dapat meningkatkan lapangan pekerjaan di daerah relatif tertinggal. Misalnya mengembangkan sektor pertanian yang memiliki peranan paling besar terhadap pertumbuhan ekonomi di daerah tertinggal. Pengembangan agribisnis dengan basis padat karya sebaiknya dilakukan agar lapangan pekerjaan di daerah tertinggal dapat meningkat dan hal ini juga dapat meningkatkan daya saing dari komoditi yang dihasilkan oleh daerah tersebut. Pemerintah juga perlu meningkatkan anggaran pembangunan di daerah relatif tertinggal untuk pembiayaan perbaikan dan pengembangan infrastruktur maupun kualitas pendidikan dan kesehatan, serta sektor-sektor lain yang mampu mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Sehingga pertumbuhan ekonomi di daerah tertinggal dapat dipacu lebih cepat.

4 KONDISI KETIMPANGAN EKONOMI ANTAR KABUPATEN/KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DI PROVINSI JAWA TIMUR OLEH SOULMA ARUM MARDIANA H Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

5 INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Soulma Arum Mardiana NIM : H Judul Skripsi : Kondisi Ketimpangan Ekonomi Antar Kabupaten/Kota dan Implikasinya terhadap Kebijakan Pembangunan di Provinsi Jawa Timur dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing Manuntun Parulian Hutagaol, Ph.D NIP Mengetahui, Ketua Departemen Dedi Budiman Hakim, Ph.D NIP Tanggal Kelulusan:

6 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. Bogor, Juni 2012 Soulma Arum Mardiana H

7 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Soulma Arum Mardiana lahir pada tanggal 3 Januari 1990 di Kabupaten Ngawi, Provinsi Jawa Timur. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara, dari pasangan Nurud Dhuha dan Sri Supadmi Rahayu. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan, penulis menyelesaikan jenjang sekolah dasar pada SDN Pucang II Sidoarjo, kemudian melanjutkan ke SMPN 1 Sidoarjo dan lulus pada tahun Pada tahun yang sama penulis diterima di SMAN 3 Sidoarjo dan lulus pada tahun Pada tahun 2008, penulis melanjutkan jenjang pendidikan di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di Koperasi Mahasiswa dan beberapa kepanitiaan yang diadakan himpunan mahasiswa.

8 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-nya sehingga penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan. Judul skripsi ini adalah Kondisi Ketimpangan Ekonomi Antar Kabupaten/Kota dan Implikasinya terhadap Kebijakan Pembangunan di Provinsi Jawa Timur. Ketimpangan ekonomi antar wilayah merupakan salah satu permasalahan di Indonesia yang belum mampu diatasi dengan baik. Pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Timur yang tinggi, tidak membuat daerah tersebut terbebas dari masalah ketimpangan antar wilayah. Hal ini menarik untuk diteliti lebih lanjut dan diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi pembangunan perekonomian, terutama pada kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur. Disamping hal tersebut, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Manuntun Parulian Hutagaol, Ph.D selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis selama proses penyusunan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. 2. Dr. Ir. Yeti Lis Purnamadewi, M.Sc. Agr selaku dosen penguji utama yang telah memberikan kritik dan saran untuk perbaikan skripsi ini. 3. Deniey Adi Purwanto, M.SE selaku dosen penguji komisi pendidikan yang telah memberikan masukan untuk skripsi ini.

9 4. Kedua orang tua penulis, Nurud Dhuha dan Sri Supadmi Rahayu, serta seluruh keluarga yang telah memberikan doa dan restu kepada penulis selama menyelesaikan skripsi ini. 5. Dedi Budiman Hakim, Ph.D sebagai Ketua Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. 6. Teman-teman penulis, khususnya Ilmu Ekonomi 45 untuk kebersamaannya. 7. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuannya dalam penyelesaian skripsi ini. Saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan pihak lain yang membutuhkan. Bogor, Juni 2012 Soulma Arum Mardiana H

10 i DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iv DAFTAR LAMPIRAN... v I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Ketimpangan Ekonomi Antar Wilayah Teori Pertumbuhan Ekonomi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Sumber Daya Manusia Infrastruktur Anggaran Pembangunan Tabungan Penelitian Terdahulu Kerangka Pemikiran III. METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Metode Analisis Analisis Ketimpangan EkonomiAntar Wilayah Klasifikasi Pertumbuhan Ekonomi Daerah Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju PDRB Pengujian Penyimpangan Asumsi Klasik Multikolinearitas Autokorelasi... 34

11 ii Heteroskedastisitas IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR Kondisi Geografis Wilayah Administratif dan Kependudukan Kondisi Sosial Kondisi Perekonomian V. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Ketimpangan Ekonomi Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Klasifikasi Pola Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi PDRB Daerah Tertinggal di Provinsi Jawa Timur Implikasi Kebijakan untuk Memacu Pertumbuhan Ekonomi Daerah Relatif Tertinggal di Provinsi Jawa Timur VI. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 64

12 iii DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1.1 Perbandingan Pertumbuhan Ekonomi Provinsi-provinsi di Pulau Jawa dan Nasional Tahun (Persen) PDRB per Kapita Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 (juta Rupiah) Klasifikasi Pola Pertumbuhan Ekonomi Menurut Tipologi Klassen Peranan Sektor-sektor Perekonomian Provinsi Jawa Timur Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Persen) Klasifikasi Pola Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 Menurut Tipologi Klassen Hasil Uji Hausman Hasil Estimasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju PDRB di Daerah Relatif Tertinggal menggunakan Fixed Effect Model Notasi Variabel Bebas dan Deskripsi pada Model Estimasi Laju PDRB Daerah Relatif Tertinggal Provinsi Jawa Timur Peranan Sektor-sektor Perekonomian Daerah Relatif Tertinggal Provinsi Jawa Timur... 52

13 iv DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 2.1 Hubungan Output, Konsumsi, dan Investasi dalam Pertumbuhan Ekonomi Kerangka Pemikiran Laju Pertumbuhan PDRB Provinsi Jawa Timur Atas Dasar Harga Konstan 2000, Tahun (persen) Trend Ketimpangan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Tahun

14 v DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Jumlah Penduduk di Provinsi Jawa Timur Tahun Jumlah Penduduk di Provinsi Jawa Timur Tahun PDRB per Kapita Atas Dasar Harga Konstan di Provinsi Jawa Timur Tahun (Rp Juta) PDRB per Kapita Atas Dasar Harga Konstan di Provinsi Jawa Timur Tahun (Rp Juta) Indeks Williamson Provinsi Jawa Timur Laju Pertumbuhan PDRB dan PDRB per Kapita Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Tahun Hasil Uji Hausman Hasil Estimasi Model Cross Section Effects... 73

15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Isu mengenai ketimpangan ekonomi antar wilayah telah menjadi fenomena global. Permasalahan ketimpangan bukan lagi menjadi persoalan pada negara dunia ketiga saja. Kesenjangan ekonomi telah menjadi permasalahan yang umum terjadi di suatu negara, baik di negara berkembang maupun negara maju. Kesenjangan ekonomi yang terjadi di negara maju timbul karena dianutnya sistem ekonomi kapitalis pada negara tersebut. Sistem tersebut justru menyebabkan kesenjangan semakin melebar, bahkan menimbulkan krisis seperti yang terjadi di Amerika Serikat dan beberapa negara di Eropa. Ketimpangan ekonomi antar wilayah yang terjadi pada negara berkembang umumnya muncul karena adanya proses pembangunan yang sedang berlangsung. Pembangunan ekonomi lebih banyak dilakukan pada daerah-daerah yang memiliki potensi sumber daya yang baik. Sedangkan potensi sumber daya di setiap daerah berbeda. Kemampuan yang dimiliki setiap wilayah untuk membangun daerahnya sangat dipengaruhi oleh potensi sumber daya yang dimiliki daerah tersebut, misalnya sumber daya manusia, sumber daya alam, sumber daya buatan (modal dan infrastruktur), sumber daya sosial yang meliputi ekonomi, budaya, adat istiadat, jumlah dan kepadatan penduduk, letak geografis, sarana dan prasarana yang tersedia serta faktor-faktor lain yang mempengaruhi perkembangan pembangunan dan mengakibatkan tingkat pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan yang dicapai masyarakat di setiap daerah berbeda.

16 2 Pembangunan ekonomi merupakan cara bagi suatu negara untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyatnya. Pembangunan ekonomi dilakukan secara berkesinambungan dan terencana untuk dapat menciptakan kondisi yang lebih baik dari sebelumnya. Program pembangunan ekonomi sebaiknya dilakukan di seluruh penjuru negara agar lebih merata. Pembangunan ekonomi bukan hanya dikerjakan di wilayah pusat pemerintahan saja, tetapi juga di daerah-daerah lain agar manfaatnya dapat dinikmati oleh semua kalangan masyarakat. Program yang sebaiknya dijalankan oleh suatu negara adalah dengan cara memacu sektor industri terutama yang berbasis padat karya, sehingga dapat menyerap tenaga kerja yang banyak dan akan mengurangi pengangguran. Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi (UMKMK) juga dapat dijadikan program untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Negara yang telah sukses mengembangkan program ini adalah India dengan koperasi susunya. Pemerintah juga harus memperhatikan infrastruktur yang ada di wilayahnya. Infrastruktur yang memadai dapat menarik pemodal untuk menginvestasikan dananya di wilayah tersebut. Infrastruktur juga salah satu modal yang dimiliki suatu daerah dalam meningkatkan produktivitasnya. Faktor-faktor lain yang juga mempengaruhi pembangunan adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia, peningkatan pelayanan kesehatan dan pendidikan. Malaysia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki laju pertumbuhan ekonomi tinggi dan tingkat inflasi rendah. Pertumbuhan ekonomi yang baik ini didukung oleh tenaga terdidik dan trampil yang cukup banyak, serta kondisi politik yang stabil. Pemerintah Malaysia telah mengadakan investasi yang besar dalam bidang pendidikan. Berkat keberhasilan investasi pendidikan dan

17 3 program penciptaan lapangan kerja, Malaysia memiliki angka kemiskinan yang tergolong rendah di kalangan negara-negara berkembang, yaitu sekitar 15 persen. Program yang dilakukan oleh Cina pada tahun 1975 untuk meningkatkan perekonomiannya dikenal dengan istilah Program Empat Modernisasi. Program ini bertujuan untuk melipatgandakan produksi pertanian secara cepat, mengembangkan industri, memacu kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta memperkuat pertahanan nasional. Pada tahun 1980, disahkan rencana pembangunan yang mencakup pengembangan reformasi pertanian (pemberian hak sewa tanah dalam jangka panjang dan pemberian ijin kepada para petani untuk melakukan spesialisasi dalam bercocok tanam serta terlibat aktif dalam berbagai kegiatan nonpertanian), hak swamanajemen, pengenalan persaingan pasar yang lebih besar, keringanan pajak bagi perusahaan swasta, dan pemberian aneka fasilitas kemudahan bagi pengusaha Cina untuk menjalin hubungan langsung dengan mitra-mitranya atau semua pengusaha di mancanegara. Reformasi ini membuahkan keberhasilan yang besar. Tingkat pendapatan nasional, output pertanian dan industri meningkat 10 persen per tahun selama periode Pendapatan riil petani meningkat dua kali lipat, penghasilan para pekerja di perkotaan naik setengahnya. Cina juga berhasil dalam swasembada pangan. Sektor industri di pedesaan berkembang pesat dan mampu menyerap surplus tenaga kerja (Todaro, 2003). Penelitian pertama mengenai ketimpangan ekonomi di Indonesia dilakukan oleh Hendra Esmara pada tahun 1975 menggunakan Indeks Williamson sebagai ukuran ketimpangan antar wilayah. Namun penelitian ini belum menghasilkan kesimpulan yang jelas karena keterbatasan data. Kemudian penelitian dilanjutkan

18 4 oleh Uppal dan Handoko pada tahun 1986, dari penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa ketimpangan pembangunan antar wilayah di Indonesia lebih tinggi daripada di negara maju. Selain itu, indeks ketimpangan cenderung meningkat, hal ini menunjukkan bahwa ketimpangan antar wilayah di Indonesia belum mencapai puncaknya. Peningkatan ketimpangan antar wilayah membawa implikasi negatif dan mendorong timbulnya kecemburuan sosial daerah terbelakang terhadap daerah maju yang dapat menimbulkan permasalahan sosial dan politik apabila tidak segera diatasi (Sjafrizal, 2008). Provinsi Jawa Timur menjadi penghubung antara Pulau Jawa dengan Pulau Bali. Lokasi Jawa Timur yang strategis menjadikan provinsi ini sebagai pintu gerbang perdagangan antara Kawasan Tengah, Kawasan Timur dan Kawasan Barat Indonesia. Sehingga Jawa Timur memiliki peluang yang besar dalam pembangunan ekonomi.laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi, diduga dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan ekonomi. Provinsi Jawa Timur menduduki peringkat kedua setelah DKI Jakarta yang memiliki laju pertumbuhan paling tinggi. Tabel 1.1 Perbandingan Pertumbuhan Ekonomi Provinsi-provinsi di Pulau Jawa dan Nasional Tahun (dalam persen) Daerah Tahun DKI Jakarta 5,65 6,01 5,95 6,44 6,23 5,02 6,51 Jawa Barat 4,77 5,60 6,02 6,48 6,21 4,19 6,09 Banten 5,63 5,88 5,57 6,04 22,53 4,69 5,94 Jawa Tengah 5,13 5,35 5,33 5,59 5,61 5,14 5,84 DI Yogyakarta 5,12 4,73 3,70 4,31 5,03 4,43 4,87 Jawa Timur 5,83 5,87 5,80 6,11 6,16 5,01 6,68 Nasional 5,05 5,60 5,19 5,67 6,43 4,74 6,08 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2011 Perekonomian Jawa Timur mampu tumbuh di atas pertumbuhan ekonomi nasional. Hal ini menunjukkan bahwa perekonomian Jawa Timur terus mengalami

19 5 kemajuan. Meskipun perekonomian di Jawa Timur menunjukkan kemajuan, tetapi berdasarkan hasil pendapatan daerah, namun kemajuan ekonominya tidak diimbangi dengan adanya pemerataan antar kabupaten/kota. Hal ini mengindikasikan bahwa Provinsi Jawa Timur tidak terbebas dari masalah ketimpangan ekonomi antar kabupaten/kota. Kesenjangan ekonomi antar wilayah masih banyak terjadi di Indonesia, khususnya di Provinsi Jawa Timur. Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang Kesenjangan ekonomi antar wilayah dapat memberikan dampak negatif, misalnya adanya urbanisasi dari desa ke kota.menurut Todaro (2003), migrasi dapat memperburuk ketidakseimbangan struktural antara desa dan kota secara langsung. Dalam sisi penawaran, migrasi internal secara berlebihan akan meningkatkan jumlah pencari kerja di perkotaan yang melampaui batasan pertumbuhan penduduk. Kehadiran para pendatang cenderung melipatgandakan tingkat penawaran tenaga kerja di perkotaan, sementara persediaan tenaga yang sangat bernilai di pedesaan semakin berkurang. Ketidakseimbangan struktural akibat migrasi dalam sisi permintaan yaitu penciptaan kesempatan kerja di daerah perkotaan lebih sulit dan jauh lebih mahal daripada penciptaan lapangan kerja di pedesaan, sehingga permintaan tenaga kerja di perkotaan cenderung menurun. Dampak negatif yang ditimbulkan oleh migrasi dapat memperburuk tingkat pertumbuhan ekonomi dan menyebabkan keterbelakangan di pedesaan. Migrasi meningkatkan pengangguran di perkotaan yang dapat menimbulkan permasalahan sosial, seperti kriminalitas. Oleh karena itu, masalah ketimpangan ekonomi antar wilayah penting untuk segera diatasi oleh pemerintah, agar tidak terjadi migrasi penduduk dari desa ke kota.

20 6 1.2 Perumusan Masalah Permasalahan ketimpangan ekonomi di Indonesia sudah muncul sejak tahun 1970-an.Perbedaan potensi sumber daya yang dimiliki setiap daerah di Indonesia menjadi salah satu penyebab ketimpangan yang terjadi di negara ini.kurang lancarnya mobilitas barang dan jasa, perbedaan pengelolaan ekonomi wilayah, kondisi demografis juga menjadi penyebab lain dari ketimpangan ekonomi antar wilayah. Masalah ketimpangan ekonomi antara Indonesia bagian barat dengan Indonesia bagian timur pernah menjadi isu politik bahkan menimbulkan gerakan separatisme. Adanya perbedaan pembangunan antara Indonesia bagian barat dengan timur menimbulkan kecemburuan dari masyarakat di Indonesia bagian timur. Pembangunan lebih diutamakan di daerah Indonesia bagian barat, termasuk Pulau Jawa. Sehingga masyarakat di kawasan Indonesia timur melakukan tindakan separatisme dengan membentuk suatu perkumpulan seperti Republik Maluku Selatan (RMS) dan Organisasi Papua Merdeka (OPM). Kesenjangan sosial-ekonomi bukan hanya terjadi diantara Pulau Jawa dengan Luar Jawa. Permasalahan ini juga muncul di dalam Pulau Jawa, khususnya Provinsi Jawa Timur. Pemerintah Indonesia telah melakukan upaya untuk mencapai pemerataan sejak tahun 1969 dengan adanya program pembangunan jangka panjang yang disebut Pembangunan Lima Tahun (Pelita). Namun pada saat itu, pemerataan belum menjadi prioritas utama. Sejak memasuki Pelita III ( ) hingga Repelita VI ( ), pemerataan menjadi prioritas utama. Akan tetapi, program ini belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Kesejahteraan masyarakat di Indonesia meningkat daripada masa-masa sebelumnya, tetapi

21 7 peningkatan ini tidak dengan sendirinya mengurangi ketimpangan ekonomi. Upaya lain yang dilakukan oleh pemerintah pada masa Orde Baru dalam mengatasi ketimpangan ekonomi adalah dengan membuat kebijakan mengenai Otonomi Daerah, kemudian dibentuklah Undang-undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah. Mengacu pada Undang-undang ini, Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Meskipun telah dibentuk UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokokpokok Pemerintahan Daerah, namun pada kenyataannya yang terjadi adalah sentralisasi yang dominan dalam perencanaan maupun implementasi pembangunan Indonesia, ketergantungan Pemerintah Daerah masih relatif tinggi terhadap Pemerintah Pusat. Setelah masa Orde Baru berakhir, UU No. 5 Tahun 1974 kemudian digantikan oleh UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Otonomi Daerah dan desentralisasi fiskal diharapkan dapat mengatasi masalah kesenjangan ekonomi antar wilayah. Keberadaan Otonomi Daerah memberikan kesempatan kepada Pemerintah Daerah untuk membangun wilayahnya dengan lebih baik dan menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat di daerahnya. Pemerintah Daerah memiliki wewenang untuk melakukan pembangunan ekonomi dalam rangka mencapai kesejahteraan bagi masyarakat. Karena wewenang ada pada Pemerintah Daerah maka diharapkan kegiatan pembangunan yang dilakukan dapat lebih merata dan tepat sasaran, sehingga pada akhirnya akan mengurangi kesenjangan antar wilayah.

22 8 Tabel 1.2 menunjukkan bahwa masih ada jarak yang cukup jauh antara PDRB per kapita kabupaten/kota di Jawa Timur. Hal ini terlihat dari nilai PDRB per kapita tertinggi pada tahun 2010 diduduki oleh Kota Kediri dengan nilai sebesar 88,65 juta rupiah. Sedangkan PDRB per kapita terendah hanya sebesar 2,66 juta rupiah, sangat jauh dari rata-rata provinsi yang sebesar 9,49 juta rupiah. Hal ini menunjukkan masih belum meratanya distribusi pendapatan antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur. Tabel 1.2 PDRB per Kapita Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 (juta Rupiah) No. Kode Kabupaten/Kota Nilai No. Kode Kabupaten/Kota Nilai Kota Kediri 88, Kab. Nganjuk 5, Kota Surabaya 33, Kab. Jombang 5, Kota Malang 18, Kab. Kediri 5, Kab. Sidoarjo 14, Kab. Magetan 5, Kab. Gresik 14, Kab. Lamongan 5, Kota Madiun 12, Kab. Blitar 5, Kota Mojokerto 10, Kab. Jember 4, Kota Probolinggo 9, Kab. Bojonegoro 4, Kab. Mojokerto 8, Kab. Sumenep 4, Kab. Tulungagung 8, Kab. Pasuruan 4, Kota Blitar 7, Kab. Madiun 4, Kota Batu 7, Kab. Trenggalek 4, Kab. Banyuwangi 7, Kab. Bondowoso 4, Kab. Tuban 6, Kab. Ponorogo 3, Kab. Lumajang 6, Kab. Bangkalan 3, Kab. Probolinggo 6, Kab. Ngawi 3, Kota Pasuruan 6, Kab. Sampang 3, Kab. Malang 6, Kab. Pacitan 2, Kab. Situbondo 5, Kab. Pamekasan 2,66 Rata-rata Provinsi Jawa Timur 9,49 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2011 Kesenjangan masih menjadi persoalan yang penting untuk diatasi oleh pemerintah Provinsi Jawa Timur. Apabila kesenjangan tidak segera diselesaikan, maka masalah ini dapat menimbulkan dampak yang negatif bagi kondisi sosial, ekonomi, dan politik. Berdasarkan uraian di atas, maka beberapa permasalahan yang menjadi perhatian pada penelitian ini adalah:

23 9 1. Bagaimana kecenderungan ketimpangan ekonomi antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur? 2. Apabila ketimpangan ekonomi antar wilayah semakin melebar atau telah berkurang namun masih cukup tinggi, berapa banyak daerah yang termasuk daerah relatif tertinggal di Provinsi Jawa Timur? 3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di daerah yang tertinggal? 4. Bagaimana implikasi kebijakan yang tepat dalam memacu pertumbuhan ekonomi di daerah relatif tertinggal? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi trend dan tingkat ketimpangan ekonomi antar kabupaten/kota yang terjadi di Provinsi Jawa Timur. 2. Mengidentifikasi daerah relatif tertinggal di Provinsi Jawa Timur. 3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di daerah-daerah miskin agar dapat mengejar ketertinggalan. 4. Merumuskan implikasi kebijakan yang tepat dalam memacu pertumbuhan ekonomi di daerah relatif tertinggal. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi pemerintah daerah Provinsi Jawa Timur dalam

24 10 merumuskan dan menentukan kebijakan yang tepat, sehingga dapat mengatasi kesenjangan ekonomi di masa yang akan datang. Penelitian ini diharapkan juga dapat berguna bagi masyarakat yang akan melakukan penelitian sejenis sebagai bahan acuan untuk pengembangan pembangunan ekonomi khususnya di Provinsi Jawa Timur dan wilayah lain secara umum. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Fokus penelitian ini adalah menganalisis ketimpangan ekonomi antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur. Salah satu cara untuk mengurangi ketimpangan ekonomi adalah dengan meningkatkan pertumbuhan ekonomi pada daerah-daerah tertinggal di Provinsi Jawa Timur. Oleh karena itu, analisis faktorfaktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi dilakukan hanya pada daerah-daerah yang tertinggal.

25 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Ketimpangan Ekonomi Antar Wilayah Ketimpangan ekonomi antar wilayah merupaka ketidakseimbangan pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah merupakan aspek yang umum terjadi dalam kegiatan ekonomi suatu daerah. Ketimpangan muncul karena adanya perbedaan kandungan sumberdaya alam dan perbedaan kondisi demografi yang terdapat pada masing-masing wilayah. Sehingga kemampuan suatu daerah dalam proses pembangunan juga menjadi berbeda. Oleh karena itu, pada setiap daerah terdapat wilayah maju dan wilayah terbelakang. Ketimpangan juga memberikan implikasi terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat antar wilayah yang akan mempengaruhi formulasi kebijakan pembangunan wilayah yang dilakukan oleh pemerintah (Sjafrizal, 2008). Beberapa faktor utama penyebab terjadinya ketimpangan ekonomi menurut Sjafrizal (2008) adalah: a. Perbedaan Kandungan Sumber Daya Alam Adanya perbedaan yang sangat besar dalam kandungan sumberdaya alam pada masing-masing daerah mendorong timbulnya ketimpangan pembangunan antar wilayah. Perbedaan kandungan sumberdaya alam mempengaruhi kegiatan produksi pada daerah yang bersangkutan. Daerah dengan kandungan sumberdaya alam cukup tinggi akan dapat memproduksi barang-barang tertentu dengan biaya relatif murah

26 12 dibandingkan dengan daerah lain yang mempunyai kandungan sumberdaya alam lebih rendah. Sehingga pertumbuhan ekonomi daerah bersangkutan menjadi lebih cepat. b. Perbedaan Kondisi Demografis Kondisi demografis yang dimaksud adalah perbedaan tingkat pertumbuhan dan struktur kependudukan, perbedaan tingkat pendidikan dan kesehatan, perbedaan kondisi ketenagakerjaan dan perbedaan dalam tingkah laku dan kebiasaan serta etos kerja yang dimiliki masyarakat daerah bersangkutan. Daerah dengan kondisi demografis yang baik akan cenderung mempunyai produktivitas kerja yang lebih tinggi sehingga hal ini akan mendorong peningkatan investasi yang selanjutnya akan meningkatkan penyediaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi daerah. c. Kurang Lancarnya Mobilitas Barang dan Jasa Mobilitas barang dan jasa meliputi kegiatan perdagangan antar daerah dan migrasi. Apabila mobilitas tersebut kurang lancar maka kelebihan produksi suatu daerah tidak dapat dijual ke daerah lain yang membutuhkan. Migrasi yang kurang lancar dapat menyebabkan kelebihan tenaga kerja pada suatu daerah. Akibatnya daerah terbelakang sulit mendorong proses pembangunannya. d. Perbedaan Konsentrasi Kegiatan Ekonomi Wilayah Pertumbuhan ekonomi daerah akan cenderung lebih cepat pada daerah yang memiliki konsentrasi kegiatan ekonomi cukup besar. Kondisi ini

27 13 akan mendorong proses pembangunan daerah melalui peningkatan penyediaan lapangan kerja dan tingkat pendapatan masyarakat. e. Alokasi Dana Pembangunan Antar Wilayah Investasi merupakan salah satu yang sangat menentukan pertumbuhan ekonomi suatu daerah. daerah yang mendapat alokasi investasi yang lebih besar dari pemerintah atau dapat menarik lebih banyak investasi swasta akan cenderung mempunyai tingkat pertumbuhan ekonomi daerah yang lebih cepat. Upaya untuk menanggulangi ketimpangan ditentukan oleh faktor-faktor penyebab ketimpangan yang telah diuraikan sebelumnya. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi ketimpangan yaitu (a) penyebaran pembangunan prasarana perhubungan; (b) mendorong transmigrasi dan migrasi spontan; (c) pengembangan pusat pertumbuhan; dan (d) pelaksanaan otonomi daerah. Menurut Todaro (2003), pertumbuhan ekonomi uang dihasilkan oleh beberapa orang saja akan menyebabkan kemiskinan dan ketimpangan yang semakin parah. Kemiskinan dan ketimpangan akan menimbulkan pengaruh negatif yang dapat merugikan masyarakat. Ketimpangan pendapatan yang ekstrim menyebabkan inefisiensi ekonomi, masyarakat yang berpenghasilan rendah tidak mempunyai cukup uang untuk membiayai pendidikan bagi anak mereka ataupun mengembangkan bisnis. Disparitas (kesenjangan) pembangunan antar daerah dapat dilihat dari kesenjangan dalam: (a) pendapatan perkapita, (b) kualitas sumber daya manusia, (c) ketersediaan sarana dan prasarana seperti transportasi, energi dan telekomunikasi, (d) pelayanan sosial seperti kesehatan, pendidikan, dsb., dan (e)

28 14 akses ke perbankan. Kesenjangan pembangunan antar daerah yang terjadi selama ini terutama disebabkan oleh: (a) distorsi perdagangan antar daerah, (b) distorsi pengelolaan sumber daya alam dan (c) distorsi sistem perkotaan-perdesaan. Distorsi sistem perkotaan-perdesaan menggambarkan tidak berfungsinya hierarki sistem kota, sehingga menimbulkan over-concentration pertumbuhan pada kotakota tertentu, terutama kota-kota besar dan metropolitan di Pulau Jawa. Di sisi lain, pertumbuhan kota-kota lain dan perdesaan relatif lebih tertinggal. Padahal idealnya, sebagai suatu sistem perkotaan-perdesaan, terdapat keterkaitan dan interaksi yang positif baik antar tipologi kota maupun antara perkotaan dengan perdesaan. Dalam perspektif tersebut, perkotaan perdesaan merupakan satu kontinum (Daryanto, 2003). Ukuran ketimpangan pembangunan antar wilayah yang pertama kali dikemukakan adalah Indeks Williamson pada tahun Indeks ini digunakan oleh Jeffrey G. Williamson untuk mengukur ketimpangan pembangunan antar wilayah. 2.2 Teori Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi wilayah adalah pertambahan pendapatan masyarakat yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah (added value) yang terjadi di wilayah tersebut. Pertambahan pendapatan itu diukur dalam nilai riil, artinya dinyatakan dalam harga konstan. Hal itu juga sekaligus menggambarkan balas jasa bagi faktor-faktor produksi yang beroperasi di daerah tersebut (tanah, modal, tenaga kerja, dan teknologi) yang berarti secara kasar dapat menggambarkan kemakmuran daerah tersebut. Kemakmuran suatu wilayah

29 15 selain ditentukan oleh besarnya nilai tambah yang tercipta di wilayah tersebut, juga ditentukan oleh seberapa besar terjadi transfer payment yaitu bagian pendapatan yang mengalir keluar wilayah atau mendapat aliran dana dari luar wilayah (Tarigan, 2004). Boediono (1985) mengemukakan bahwa pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang, jadi persentase pertambahan output harus lebih tinggi dari persentase pertambahan jumlah penduduk dan ada kecenderungan dalam jangka panjang bahwa pertumbuhan itu akan berlanjut. Ada ahli ekonomi yang membuat definsi lebih ketat yaitu pertumbuhan harus bersumber dari proses interen perekonomian tersebut, ketentuan yang terakhir ini sangat penting di perhatikan dalam ekonomi wilayah karena bisa saja suatu wilayah mengalami pertumbuhan tetapi petumbuhan itu tercipta karena banyaknya bantuan/suntikan dana dari pemerintah pusat dan pertumbuhan itu terhenti apabila suntikan dana dihentikan. Dalam kondisi seperti ini sulit dikatakan ekonomi wilayah itu bertumbuh. Wajar apabila suatu wilayah terbelakang mendapat suntikan dana dalam proporsi yang lebih besar di bandingkan wilayah lain. Akan tetapi setelah suatu jangka waktu tertentu, wilayah tersebut harus tetap bisa tumbuh walaupun tidak memperoleh alokasi yang berlebihan. Menurut Mankiw (2004), untuk mengukur pertumbuhan ekonomi, para ekonom menggunakan data produk domestik bruto (PDB), yang mengukur pendapatan total setiap orang dalam perekonomian. Model pertumbuhan Solow menunjukkan bagaimana tabungan, pertumbuhan populasi dan kemajuan teknologi mempengaruhi tingkat output perekonomian serta pertumbuhannya

30 16 sepanjang waktu. Model pertumbuhan Solow menunjukkan bahwa dalam jangka panjang, tingkat tabungan perekonomian menunjukkan ukuran persediaan modal dan tingkat produksinya. Semakin tinggi tingkat tabungan, semakin tinggi pula persediaan modal dan semakin tinggi output. y Depresiasi = δk Output = f(k) c Investasi = sf(k) i k Sumber: Mankiw, 2004 Gambar 2.1 Hubungan Output, Konsumsi, dan Investasi dalam Pertumbuhan Ekonomi Terdapat dua kekuatan yang mempengaruhi persediaan modal, yaitu investasi (i) dan depresiasi. Investasi mengacu pada pengeluaran untuk perluasan usaha dan peralatan baru, hal ini menyebabkan persediaan modal bertambah. Depresiasi mengacu pada penggunaan modal, sehingga menyebabkan persediaan modal berkurang. Setiap nilai k, jumlah output ditentukan oleh fungsi produksi f(k), dan alokasi output itu di antara konsumsi (c) dan tabungan ditentukan oleh tingkat tabungan s. Dumairy (1996) menuliskan bahwa PDB secara umum disebut agregat ekonomi, yang berarti angka besaran total yang menunjukkan prestasi ekonomi suatu negara. Dari agregat ekonomi ini dapat diukur pertumbuhan ekonomi. Untuk menghitung pertumbuhan ekonomi riil, harus menghilangkan pengaruh

31 17 perubahan harga yang melekat pada angka-angka agregat ekonomi menurut harga berlaku, sehingga terbentuk angka agregat ekonomi menurut harga konstan. Pola pertumbuhan ekonomi dapat dianalisis menggunakan Klassen Typology. Klassen Typology membagi daerah berdasarkan dua indikator utama, yaitu laju pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita. Terdapat empat karakteristik pola pertumbuhan ekonomi dalam tipologi ini, yaitu daerah maju dan pertumbuhan cepat, daerah maju tapi tertekan, daerah berkembang cepat, dan daerah relatif tertinggal. 2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Kemampuan suatu daerah dalam memajukan wilayahnya pasti dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi perlu diteliti agar dapat menentukan kebijakan yang tepat dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi di daerah relatif tertinggal. Apabila pertumbuhan ekonomi di daerah tertinggal dapat dipacu, maka diharapkan hal ini dapat mengurangi bahkan menghilangkan kesenjangan ekonomi antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia merupakan salah satu modal yang penting bagi pertumbuhan ekonomi. Menurut penelitian Prahara (2010), sumber daya yang dicerminkan pada kualitas pendidikan, kualitas kesehatan, dan jumlah penduduk berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Sumber daya manusia berhubungan dengan proses produksi. Tenaga kerja dianggap sebagai faktor

32 18 positif dalam merangsang pertumbuhan ekonomi. Tenaga kerja merupakan modal utama bagi suatu daerah untuk berproduksi. Kualitas sumber daya manusia juga akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Apabila kualitas sumber daya manusia di suatu daerah baik, maka diharapkan perekonomiannya juga akan lebih baik. Kualitas sumber daya manusia dapat dilihat dari kualitas pendidikan, kesehatan, atau indikatorindikator lainnya. Tingkat pendidikan yang baik akan mempengaruhi perekonomian melalui peningkatan kapabilitas penduduk, sehingga akan meningkatkan produktivitas dan kreativitas, serta menentukan kemampuan dalam menyerap dan mengelola sumber-sumber pertumbuhan ekonomi. Kualitas pendidikan yang tinggi tidak akan berarti jika tingkat kesehatan masyarakat relatif rendah. Tingkat kesehatan yang rendah akan memberikan dampak pada produktivitas yang tidak maksimal. Sehingga kualitas kesehatan harus dijaga dengan cara memberikan pelayanan kesehatan yang memadai bagi masyarakat. Sehingga produktivitas tenaga kerja semakin baik dan mampu meningkatkan produksi yang berarti akan meningkatkan perekonomian Infrastruktur Infrastruktur merupakan penunjang utama terselenggaranya proses usaha, pembangunan, proyek, dan sebagainya. Infrastruktur menjadi elemen penting bagi pertumbuhan ekonomi dan perkembangan suatu daerah karena infrastruktur memfasilitasi dan mengintegrasikan kegiatan-kegiatan ekonomi. Contoh-contoh infrastruktur adalah jalan raya, fasilitas air bersih, telekomunikasi, pertanian teririgasi, dan lain-lain. Dalam penelitian ini, infrastruktur dianalisis melalui panjang jalan, produksi air yang disalurkan kepada masyarakat, dan luas sawah

33 19 yang teririgasi. Kondisi jalan yang baik dapat memperlancar mobilitas barang dan jasa. Fasilitas irigasi dapat memperbaiki kualitas lahan pertanian, sehingga produktivitasnya akan meningkat. Ketersediaan air bersih merupakan penunjang bagi masyarakat untuk dapat hidup sehat. Selain itu air bersih juga menjadi penunjang proses produksi suatu komoditi (Todaro, 2003) Anggaran Pembangunan Anggaran pembangunan merupakan dana yang dialokasikan untuk pembangunan bagi suatu daerah. Pada penelitian yang dilakukan Prahara (2010), anggaran pembangunan menjadi salah satu variabel yang berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Anggaran tersebut menjadi salah satu alat yang berperan penting dalam peningkatan pembangunan agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dengan memperhatikan potensi dan sumber-sumber kekayaan daerah. Masyarakat yang sejahtera merupakan salah satu indikator bahwa daerah tersebut telah berkembang dan mengalami kemajuan perekonomian Tabungan Menurut model pertumbuhan Solow tingkat tabungan dalam jangka panjang pada perekonomian menunjukkan ukuran persediaan modal. Semakin tinggi tingkat tabungan, semakin tinggi pula persediaan modal dan semakin tinggi output (Mankiw, 2004). Dalam model Solow, kenaikan tingkat tabungan memunculkan periode pertumbuhan yang cepat, tetapi akhirnya pertumbuhan itu melambat ketika kondisi mapan yang baru dicapai. Sehingga tabungan diduga dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi pada suatu daerah.

34 Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai ketimpangan regional untuk tingkat nasional pernah dilakukan oleh Prasasti (2006) dengan menggunakan formulasi Williamson. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah kesenjangan ekonomi antar provinsi di Indonesia selama periode semakin merata, sebagaimana terlihat pada Indeks Williamson yang semakin menurun. Nilai ketimpangan distribusi PDRB per kapita pada tahun 1993 sebesar 1,5247. Nilai ketimpangan hingga pada tahun 1996 terus mengalami peningkatan menjadi 1,6794. Namun nilai ketimpangan pada tahun 1997 menjadi 1,6778 dan terus mengalami penurunan. Sehingga pada tahun 2003 nilai ketimpangan ini menjadi 0,8974. Hasil perhitungan konvergensi yang bernilai negatif menunjukkan bahwa PDRB per kapita di daerah miskin tumbuh lebih cepat daripada daerah kaya dan telah terjadi penurunan kesenjangan. Besarnya laju konvergensi adalah 4,5 persen per tahun selama periode Fitria (2006), melakukan penelitian yang menganalisis kesenjangan pendapatan antar kabupaten/kota di Pulau Jawa tahun dengan menggunakan formulasi Williamson. Dari hasil analisis diperoleh bahwa tingkat kesenjangan antar kabupaten/kota di Pulau Jawa sebelum krisis ekonomi periode tinggi, sedangkan setelah krisis pada periode tingkan kesenjangan mulai menurun. Pada tahun 1993 tingkat kesenjangan pendapatan sebesar 0,9908, sedangkan pada tahun 1996 menurun menjadi 0,9900. Pada periode setelah krisis tahun 1998, tingkat kesenjangan kembali meningkat menjadi 0,9924, namun pada tahun 2004 kesenjangan menurun menjadi 0,9910. Menurunnya tingkat kesenjangan ini disebabkan oleh faktor sosial ekonomi yang

35 21 lebih baik dan kualitas sumberdaya manusia yang meningkat juga. Perubahan sistem pemerintahan sentralistik menjadi desentralistis juga turut memberikan pengaruh terhadap adanya penurunan kesenjangan. Otonomi daerah memberikan kesempatan pada masing-masing wilayah untuk dapat mengembangkan potensi sehingga daerahnya semakin maju dan pembagian pendapatn lebih merata. Hasil analisis konvergensi kabupaten/kota di Pulau Jawa selama periode menunjukkan tidak ada konvergensi, dengan kata lain terjadi divergensi. Nilai koefisien regresi lebih besar dari nol, maka tingkat pendapatan antar kabupaten/kota di Pulau Jawa tidak merata. Hasil pengujian faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan PDRB adalah: untuk periode faktor yang signifikan yaitu tingkat pendapatan per kapita dan jumlah penduduk. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan PDRB periode adalah pendapatan per kapita, jumlah penduduk, dan pendidikan. Pada periode yang signifikan berpengaruh adalah jumlah penduduk. Untuk periode tahun yang signifikan mempengaruhi pertumbuhan PDRB antar kabupaten/kota di Pulau Jawa adalah tingkat pendapatan dan jumlah penduduk. Penelitian yang dilakukan oleh Bhinadi (2003) mengenai disparitas pertumbuhan ekonomi Jawa dengan luar Jawa menggunakan metode fixed effect menunjukkan bahwa perbedaan angka pertumbuhan pendapatan per kapita riil antara Jawa dengan luar Jawa terutama disebabkan oleh perbedaan produktivitas faktor total. Pertumbuhan kapital secara positif juga signifikan di dalam mempengaruhi pertumbuhan pendapatan per kapita dan mempunyai peran paling besar dibandingkan pertumbuhan tenaga kerja dan pertumbuhan kualitas sumber daya manusia. Peran pertumbuhan tenaga kerja dan pertumbuhan kualitas SDM

36 22 sangat kecil dan tidak signifikan di dalam model pertumbuhan ekonomi regional. Pertumbuhan tenaga kerja mempunyai kontribusi negatif, dan kontribusi pertumbuhan kualitas SDM kontribusinya positif. Hasil pengujian secara statistik menggunakan uji t dan uji F untuk mengetahui ada tidaknya disparitas regional di Indonesia memberikan hasil bahwa tidak terdapat disparitas pertumbuhan pendapatan per kapita antara Jawa dengan luar Jawa. Permasalahan ketimpangan di Provinsi Jawa Timur pernah diteliti oleh Kristiyanti (2007). Dalam skripsinya yang berjudul Analisis Sektor Basis Perekonomian dan Peranannya dalam Mengurangi Ketimpangan Pendapatan antar Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur, Kristiyanti mengatakan bahwa ketimpangan pendapatan di Propinsi Jawa Timur termasuk dalam kategori ketimpangan sangat tinggi karena nilai indeks ketimpangan lebih besar dari 1 (satu). Penelitian ini difokuskan pada sektor basis di Provinsi Jawa Timur. Alat analisa yang digunakan yaitu Location Quotient(LQ)untuk mengetahui sektor basis ekonomi di Provinsi Jawa Timur dan Indeks Williamson untuk menghitung tingkat ketimpangan pendapatan daerah. Hasil perhitungan nilai LQ diseluruh sektor perekonomian berdasarkan indikator pendapatan daerah atau PDRB atas dasar harga konstan 2000 terdapat lima sektor yang menjadi basis perekonomian Provinsi Jawa Timur pada tahun yaitu sektor pertanian, sektor industri dan pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor pengangkutan dan komunikasi. Pada tahun terdapat tiga sektor basis yaitu sektor pertanian, sektor listrik, gas dan air bersih dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Hal ini ditunjukkan dari nilai LQ sektor tersebut lebih besar

37 23 dari 1 (satu) dan berarti bahwa sektor-sektor tersebut berperan dalam kegiatan ekspor daerah. Sektor basis yang memiliki peranan besar dalam mengurangi tingkat pendapatan terbesar di Jawa Timur adalah sektor pertanian dengan rata-rata sebesar 19 persen. Sektor basis lainnya seperti sektor listrik, gas dan air bersih dan sektor pengangkutan dan komunikasi hanya berperan kecil dalam mengurangi tingkat ketimpangan rata-rata di bawah 3 persen. Namun sektor industri dan pengolahan, dan sektor perdagangan justru memberikan dampak yang negatif terhadap ketimpangan dan menyebabkan kenaikan tingkat ketimpangan rata-rata selama perode pengamatan sebesar 45 persen. Purnamasyari (2010) melakukan penelitian mengenai kesenjangan pendapatan regional antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat periode tahun dengan menggunakan Indeks Ketimpangan Williamson, Klassen Typology dan model data panel. Indeks Ketimpangan Williamson digunakan untuk mengukur tingkat kesenjangan pendapatan serta menganalisa trend kesenjangan yang terjadi antar kabupaten/kota. Berdasarkan Indeks Ketimpangan Williamson pada periode pengamatan tahun kesenjangan pendapatan kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat tergolong dalam kesenjangan taraf tinggi dengan nilai indeks ketimpangan antara 0,61 sampai 0,69 yang berarti berada di atas 0,50 sebagai batas kesenjangan taraf sedang. Ketimpangan selama periode analisis berfluktuasi dan cenderung menurun dengan penurunan sebesar 0,03 poin pada tahun 2008 dibandingkan dengan tahun Klassen Typology digunakan untuk mengetahui kecenderungan pola pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota. Berdasarkan Klassen Typology, selama periode analisis kondisi terbaik terjadi

38 24 pada tahun 2002 dengan kabupaten/kota yang termasuk daerah maju dan pertumbuhan cepat sebanyak 18,18 persen dari jumlah total kabupaten/kota. Sedangkan kondisi terburuk terjadi pada tahun 2007 dengan kabupaten/kota yang termasuk daerah kurang berkembang sebanyak 63,64 persen dari jumlah total kabupaten/kota di Jawa Barat. Sedangkan model data panel digunakan untuk mengestimasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) kabupaten/kota sehingga dapat diketahui faktor-faktor yang dapat mendorong untuk membantu peningkatan PDRB terutama bagi daerah miskin agar dapat mengejar ketertinggalan. Hasil analisis menggunakan data panel menunjukkan bahwa jumlah penduduk berpengaruh positif secara signifikan terhadap PDRB, sedangkan pangsa sektor pertanian dan pangsa sektor industri berpengaruh negatif secara signifikan terhadap PDRB. Indeks pendidikan dan indeks kesehatan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap PDRB. 2.5 Kerangka Pemikiran Karakteristik alam, ekonomi, sosial, dan budaya yang beraneka ragam pada masing-masing daerah menimbulkan pola pembangunan ekonomi yang berbeda. Hal ini menyebabkan adanya beberapa wilayah mampu tumbuh dengan cepat sementara wilayah lain tumbuh dengan lambat. Perbedaan kemampuan untuk bertumbuh menimbulkan kesenjangan ekonomi seperti ketimpangan pendapatan antar wilayah, sektor, golongan, dan desa-kota. Desentralisasi sistem pemerintah merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk mengurangi ketimpangan. Melalui kebijakan otonomi daerah, pemerintah daerah memiliki wewenang dalam mengatur pembangunan wilayahnya. Setiap daerah diharapkan dapat

39 25 mengembangkan potensi yang dimiliki oleh daerahnya agar dapat meningkatkan kesejahteraan dan mengurangi ketimpangan pendapatan. Tujuan pembangunan ekonomi dapat dicapai melalui suatu perencanaan yang baik dan terkendali. Perencanaan yang dibuat harus sesuai dengan karakteristik dan potensi yang dimiliki oleh setiap daerah. Potensi yang ada diharapkan dapat memberikan sumbangan atau kontribusi yang besar dalam penerimaan dan pengeluaran pemerintah sebagai upaya peningkatan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat. Berdasarkan pernyataan di atas, penelitian ini berupaya menjawab beberapa tujuan yaitu mengukur tingkat kesenjangan ekonomi antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur dengan menggunakan Indeks Williamson. Besarnya nilai ketimpangan ekonomi setiap tahun selama periode penelitian dapat diketahui, kemudian diplot ke dalam sebuah grafik agar terlihat trend ketimpangan yang terjadi di Provinsi Jawa Timur. Analisis pola pertumbuhan ekonomi dilakukan menggunakan Klassen Typology. Klassen Typology dianalisis menggunakan data PDRB per kapita dan laju pertumbuhan ekonomi dari masing-masing daerah di Provinsi Jawa Timur. Sehingga diperoleh hasil wilayah-wilayah yang mengalami kemajuan atau kemunduranpada tahun Faktor-faktor yang mempengaruhi laju PDRB di setiap kabupaten/kota yang masuk ke dalam daerah tertinggal pada Klassen Typologydianalisis menggunakan metode data panel dengan beberapa indikator yaitu kualitas pendidikan, kesehatan, jumlah pekerja, panjang jalan, produksi air yang disalurkan, luas pertanian teririgasi, tabungan, dan anggaran pembangunan. Setelah diketahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap laju PDRB, diharapkan pemerintah dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Ketimpangan Ekonomi Antar Wilayah Ketimpangan ekonomi antar wilayah merupaka ketidakseimbangan pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Isu mengenai ketimpangan ekonomi antar wilayah telah menjadi fenomena

BAB I PENDAHULUAN. Isu mengenai ketimpangan ekonomi antar wilayah telah menjadi fenomena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Isu mengenai ketimpangan ekonomi antar wilayah telah menjadi fenomena global. Permasalahan ketimpangan bukan lagi menjadi persoalan pada negara dunia ketiga saja. Kesenjangan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 5.1 Trend Ketimpangan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 5.1 Trend Ketimpangan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Ketimpangan Ekonomi Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Ketimpangan ekonomi antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur dihitung menggunakan data PDRB Provinsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun (juta rupiah)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun (juta rupiah) 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang memiliki pertumbuhan ekonomi cukup tinggi. Selain Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Timur menempati posisi tertinggi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kesenjangan Ekonomi Antar Wilayah Sjafrizal (2008) menyatakan kesenjangan ekonomi antar wilayah merupakan aspek yang umum terjadi dalam kegiatan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, program pembangunan lebih menekankan pada penggunaan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, program pembangunan lebih menekankan pada penggunaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dewasa ini, program pembangunan lebih menekankan pada penggunaan pendekatan regional dalam menganalisis karakteristik daerah yang berbeda-beda. Hal tersebut dikarenakan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG MASALAH Dinamika yang terjadi pada sektor perekonomian Indonesia pada masa lalu

BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG MASALAH Dinamika yang terjadi pada sektor perekonomian Indonesia pada masa lalu BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dinamika yang terjadi pada sektor perekonomian Indonesia pada masa lalu menunjukkan ketidak berhasilan dan adanya disparitas maupun terjadinya kesenjangan pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat dari tahun ketahun. Pertumbuhan ekonomi dapat didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi harus di pandang sebagai suatu proses yang saling

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi harus di pandang sebagai suatu proses yang saling BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan Ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang yang disertai oleh perbaikan

Lebih terperinci

1.2. Perumusan Masalah

1.2. Perumusan Masalah I. PENDAHULUAN Analisis pemetaan potensi ekonomi wilayah memperlihatkan terjadinya disparitas pemanfaatan sumberdaya perikanan antara wilayah pesisir Utara, daratan dan Selatan, hasil analisis PDRB, rasio,

Lebih terperinci

Grafik Skor Daya Saing Kabupaten/Kota di Jawa Timur

Grafik Skor Daya Saing Kabupaten/Kota di Jawa Timur Grafik Skor Daya Saing Kabupaten/Kota di Jawa Timur TOTAL SKOR INPUT 14.802 8.3268.059 7.0847.0216.8916.755 6.5516.258 5.9535.7085.572 5.4675.3035.2425.2185.1375.080 4.7284.4974.3274.318 4.228 3.7823.6313.5613.5553.4883.4733.3813.3733.367

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan

I. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu wilayah meningkat dalam jangka panjang (Sukirno,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik dan potensi daerah. Otonomi daerah memberikan peluang luas bagi

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik dan potensi daerah. Otonomi daerah memberikan peluang luas bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sehingga paradigma kebijakan pembangunan nasional sebaiknya diintegrasikan dengan strategi pembangunan

Lebih terperinci

KABUPATEN/ FAKULTAS OLEH H

KABUPATEN/ FAKULTAS OLEH H ANALISIS KESENJANGANN PENDAPATAN REGIONAL KABUPATEN/ /KOTA PERIODE TAHUN 2001-2008 DI PROVINSI JAWA BARAT OLEH MEIKA PURNAMASYARI H14062577 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR. Provinsi Jawa Timur membentang antara BT BT dan

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR. Provinsi Jawa Timur membentang antara BT BT dan BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR 4. 1 Kondisi Geografis Provinsi Jawa Timur membentang antara 111 0 BT - 114 4 BT dan 7 12 LS - 8 48 LS, dengan ibukota yang terletak di Kota Surabaya. Bagian utara

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Simpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini sebagai berikut.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Simpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini sebagai berikut. BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan Simpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini sebagai berikut. 1. Berdasarkan Tipologi Klassen periode 1984-2012, maka ada 8 (delapan) daerah yang termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang dilaksanakan secara berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya. Tujuan utama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh setiap pemerintahan terutama ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi pendapatan, membuka kesempatan kerja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pusat dan pemerintah daerah, yang mana otonomi daerah merupakan isu strategis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pusat dan pemerintah daerah, yang mana otonomi daerah merupakan isu strategis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diberlakukannya UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama negara berkembang. Pembangunan ekonomi dicapai diantar anya dengan melakukan usaha-usaha untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah Persentase (Juta) ,10 15,97 13,60 6,00 102,10 45,20. Jumlah Persentase (Juta)

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah Persentase (Juta) ,10 15,97 13,60 6,00 102,10 45,20. Jumlah Persentase (Juta) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fenomena kemiskinan telah berlangsung sejak lama, walaupun telah dilakukan berbagai upaya dalam menanggulanginya, namun sampai saat ini masih terdapat lebih dari 1,2

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN REGIONAL ANTAR KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TIMUR SKRIPSI

ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN REGIONAL ANTAR KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TIMUR SKRIPSI ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN REGIONAL ANTAR KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TIMUR SKRIPSI Diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Program

Lebih terperinci

KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR

KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR Ida Nuraini Universitas Muhammadiyah Malang nuirainiida@yahoo.com Abstract Pertumbuhan ekonomi telah lama dijadikan sebagai indikator keberhasilan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH GITA IRINA ARIEF H

IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH GITA IRINA ARIEF H IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH GITA IRINA ARIEF H14050032 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis dan Iklim Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang terletak di Pulau Jawa selain Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta), Banten,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (disparity) terjadi pada aspek pendapatan, spasial dan sektoral. Golongan kaya

BAB I PENDAHULUAN. (disparity) terjadi pada aspek pendapatan, spasial dan sektoral. Golongan kaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang menimbulkan ketimpangan dalam pembangunan (disparity) terjadi pada aspek pendapatan, spasial dan sektoral. Golongan kaya makin kaya sedangkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah pada periode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Program dari kegiatan masing-masing Pemerintah daerah tentunya

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Program dari kegiatan masing-masing Pemerintah daerah tentunya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia telah menerapkan penyelenggaraan Pemerintah daerah yang berdasarkan asas otonomi daerah. Pemerintah daerah memiliki hak untuk membuat kebijakannya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan

I. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan masyarakat meningkat dalam periode

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN LAMONGAN PROFIL KEMISKINAN DI LAMONGAN MARET 2016 No. 02/06/3524/Th. II, 14 Juni 2017 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan

Lebih terperinci

P E N U T U P P E N U T U P

P E N U T U P P E N U T U P P E N U T U P 160 Masterplan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan dan Hortikultura P E N U T U P 4.1. Kesimpulan Dasar pengembangan kawasan di Jawa Timur adalah besarnya potensi sumberdaya alam dan potensi

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2014 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2015

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2014 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2015 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2014 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2015 GUBERNUR JAWA TIMUR. Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pada dasarnya pembangunan ekonomi ditujukan untuk mengatasi kemiskinan, penggangguran, dan ketimpangan. Sehingga dapat terwujudnya masyarakat yang sejahtera, makmur,

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari definisi ini bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting

BAB I PENDAHULUAN. dari definisi ini bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pengertian pembangunan ekonomi secara essensial dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi penelitian Adapun lokasi penelitian ini adalah di provinsi Jawa Timur yang terdiri dari 38 kota dan kabupaten yaitu 29 kabupaten dan 9 kota dengan mengambil 25 (Dua

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perubahan yang cukup berfluktuatif. Pada

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 68 TAHUN 2015 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2016

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 68 TAHUN 2015 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2016 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 68 TAHUN 2015 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2016 GUBERNUR JAWA TIMUR. Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbedaaan kondisi demografi yang terdapat pada daerah masing-masing.

BAB I PENDAHULUAN. perbedaaan kondisi demografi yang terdapat pada daerah masing-masing. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Disparitas perekonomian antar wilayah merupakan aspek yang umum terjadi dalam kegiatan ekonomi suatu daerah. Disparitas ini pada dasarnya disebabkan oleh adanya perbedaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi menunjukkan proses pembangunan yang terjadi di suatu daerah. Pengukuran pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat dilihat pada besaran Pendapatan Domestik

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR

BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 25/04/35/Th. XV, 17 April 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) JAWA TIMUR TAHUN 2016 IPM Jawa Timur Tahun 2016 Pembangunan manusia di Jawa Timur pada

Lebih terperinci

ABSTRAK. ketimpangan distribusi pendapatan, IPM, biaya infrastruktur, investasi, pertumbuhan ekonomi.

ABSTRAK. ketimpangan distribusi pendapatan, IPM, biaya infrastruktur, investasi, pertumbuhan ekonomi. Judul : Analisis Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Biaya Infrastruktur, dan Investasi Terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan Melalui Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Bali Nama : Diah Pradnyadewi

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 78 TAHUN 2013 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2014

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 78 TAHUN 2013 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2014 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 78 TAHUN 2013 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2014 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI KOTA BEKASI PADA MASA OTONOMI DAERAH OLEH PRITTA AMALIA H

ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI KOTA BEKASI PADA MASA OTONOMI DAERAH OLEH PRITTA AMALIA H ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI KOTA BEKASI PADA MASA OTONOMI DAERAH OLEH PRITTA AMALIA H14103119 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. wilayah telah dilaksanakan oleh beberapa peneliti yaitu :

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. wilayah telah dilaksanakan oleh beberapa peneliti yaitu : BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai pertumbuhan ekonomi dan disparitas pendapatan antar wilayah telah dilaksanakan oleh beberapa peneliti yaitu : Penelitian

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 121 TAHUN 2016 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2017

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 121 TAHUN 2016 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2017 \ PERATURAN NOMOR 121 TAHUN 2016 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya

Lebih terperinci

KAJIAN AWAL KETERKAITAN KINERJA EKONOMI WILAYAH DENGAN KARAKTERISTIK WILAYAH

KAJIAN AWAL KETERKAITAN KINERJA EKONOMI WILAYAH DENGAN KARAKTERISTIK WILAYAH KAJIAN AWAL KETERKAITAN KINERJA EKONOMI WILAYAH DENGAN KARAKTERISTIK WILAYAH Hitapriya Suprayitno 1) dan Ria Asih Aryani Soemitro 2) 1) Staf Pengajar, Jurusan Teknik Sipil ITS, suprayitno.hita@gmail.com

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

KETIMPANGAN DAN PENGARUH INFRASTRUKTUR TERHADAP PEMBANGUNAN EKONOMI KAWASAN BARAT INDONESIA (KBI) OLEH RINDANG BANGUN PRASETYO H

KETIMPANGAN DAN PENGARUH INFRASTRUKTUR TERHADAP PEMBANGUNAN EKONOMI KAWASAN BARAT INDONESIA (KBI) OLEH RINDANG BANGUN PRASETYO H KETIMPANGAN DAN PENGARUH INFRASTRUKTUR TERHADAP PEMBANGUNAN EKONOMI KAWASAN BARAT INDONESIA (KBI) OLEH RINDANG BANGUN PRASETYO H14084020 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia ( Sadono Sukirno, 1996:33). Pembangunan ekonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia ( Sadono Sukirno, 1996:33). Pembangunan ekonomi daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi adalah suatu usaha untuk meningkatkan pendapatan perkapita dengan cara mengolah kekuatan ekonomi potensial menjadi ekonomi riil melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dan pengurangan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dan pengurangan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap mental dan lembaga termasuk pula percepatan/akselerasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu daerah. Pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dapat meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. suatu daerah. Pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dapat meningkatkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan gambaran keadaan suatu perekenomian dari suatu daerah. Pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dapat meningkatkan kemakmuran masyarakat.

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KOTA PROBOLINGGO TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KOTA PROBOLINGGO TAHUN 2016 No. 010/06/3574/Th. IX, 14 Juni 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KOTA PROBOLINGGO TAHUN 2016 IPM Kota Probolinggo Tahun 2016 Pembangunan manusia di Kota Probolinggo pada tahun 2016 terus mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses menuju perubahan yang diupayakan suatu negara secara terus menerus dalam rangka mengembangkan kegiatan ekonomi dan taraf

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 20 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada awalnya ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita, dengan asumsi pada saat pertumbuhan dan pendapatan perkapita tinggi,

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERKIRAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU KEPADA PROVINSI JAWA TIMUR DAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI SEKTOR PARIWISATA UNTUK MENINGKATKAN KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN MASYARAKAT PROVINSI BALI. Oleh ARISA SANTRI H

ANALISIS POTENSI SEKTOR PARIWISATA UNTUK MENINGKATKAN KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN MASYARAKAT PROVINSI BALI. Oleh ARISA SANTRI H ANALISIS POTENSI SEKTOR PARIWISATA UNTUK MENINGKATKAN KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN MASYARAKAT PROVINSI BALI Oleh ARISA SANTRI H14050903 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

Laporan Eksekutif Pendidikan Provinsi Jawa Timur 2013 Berdasarkan Data Susenas 2013 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TIMUR Laporan Eksekutif Pendidikan Provinsi Jawa Timur 2013 Nomor Publikasi : 35522.1402

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan serangkaian usaha dalam suatu perekonomian untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak tersedia, perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Definisi

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PERTUMBUHAN EKONOMI DAN MENGURANGI KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PEMERINTAH ACEH OLEH AGUS NAUFAL H

PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PERTUMBUHAN EKONOMI DAN MENGURANGI KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PEMERINTAH ACEH OLEH AGUS NAUFAL H PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PERTUMBUHAN EKONOMI DAN MENGURANGI KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PEMERINTAH ACEH OLEH AGUS NAUFAL H14052333 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

4. DINAMIKA POLA KONSUMSI DAN KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

4. DINAMIKA POLA KONSUMSI DAN KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI JAWA TIMUR 4. DINAMIKA POLA KONSUMSI DAN KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI JAWA TIMUR 4.1 Kondisi Kecukupan Kalori dan Protein Keseimbangan kontribusi diantara jenis pangan yang dikonsumsi masyarakat adalah salah satu

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN DI KABUPATEN BOGOR. Oleh DIYAH RATNA SARI H

ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN DI KABUPATEN BOGOR. Oleh DIYAH RATNA SARI H ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN DI KABUPATEN BOGOR Oleh DIYAH RATNA SARI H14102075 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kedelai merupakan salah satu tanaman yang menjadi komoditas utama di Indonesia. Bagian yang dimanfaatkan pada tanaman kedelai adalah bijinya. Berdasarkan Sastrahidajat

Lebih terperinci

Segmentasi Pasar Penduduk Jawa Timur

Segmentasi Pasar Penduduk Jawa Timur Segmentasi Pasar Penduduk Jawa Timur Sebelum melakukan segmentasi, kita membutuhkan data-data tentang jawa timur sebagaiuntuk dijadikan acuan. Berikut data-data yang dapat dijadikan sebagai acuan. Segmentasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan teori konvergensi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan teori konvergensi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai teori yang menjadi dasar dari pokok permasalahan yang diamati. Teori yang dibahas dalam bab ini terdiri dari pengertian pembangunan ekonomi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. karena sebagian orang tua lebih memilih untuk mempekerjakan anaknya dari pada

BAB 1 PENDAHULUAN. karena sebagian orang tua lebih memilih untuk mempekerjakan anaknya dari pada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang yang masih memiliki masalah pengangguran dan kemiskinan. Telah banyak usaha yang dilakukan pemerintah untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama dalam periode 2004 sampai dengan 2008.

BAB I PENDAHULUAN. terutama dalam periode 2004 sampai dengan 2008. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kondisi perekonomian Indonesia pasca terjadi krisis moneter sampai dengan tahun 2008 menunjukkan perkembangan yang membaik. Hal ini ditunjukkan oleh grafik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Pembangunan di bidang ekonomi ini sangat penting karena dengan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Pembangunan di bidang ekonomi ini sangat penting karena dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap Negara mempunyai tujuan dalam pembangunan ekonomi termasuk Indonesia. Pembangunan di bidang ekonomi ini sangat penting karena dengan meningkatnya pembangunan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Perkembangan Kinerja Keuangan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur dari Sisi Penerimaan dan Sisi Pengeluaran Selama masa desentralisasi fiskal telah terjadi beberapa kali perubahan

Lebih terperinci

LOKASI SEKTOR UNGGULAN di JAWA TIMUR

LOKASI SEKTOR UNGGULAN di JAWA TIMUR LOKASI SEKTOR UNGGULAN di JAWA TIMUR Kondisi Umum Perekonomian Kabupaten/Kota di Jawa Timur Perekonomian di berbagai kabupaten/kota di wilayah Provinsi Jawa Timur terbentuk dari berbagai macam aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kondisi kesenjangan ekonomi antar wilayah dalam suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. kondisi kesenjangan ekonomi antar wilayah dalam suatu negara. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesenjangan ekonomi antar wilayah merupakan fenomena global yang sering terjadi di negara berkembang, termasuk di Indonesia. Bahkan masalah kesenjangan ekonomi ini

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 69 TAHUN 2009 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2010

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 69 TAHUN 2009 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2010 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 69 TAHUN 2009 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2010 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam upaya meningkatkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Menurut Efferin, Darmadji dan Tan (2008:47) pendekatan kuantitatif disebut juga pendekatan

Lebih terperinci

EVALUASI/FEEDBACK KOMDAT PRIORITAS, PROFIL KESEHATAN, & SPM BIDANG KESEHATAN

EVALUASI/FEEDBACK KOMDAT PRIORITAS, PROFIL KESEHATAN, & SPM BIDANG KESEHATAN EVALUASI/FEEDBACK PRIORITAS, PROFIL KESEHATAN, & SPM BIDANG KESEHATAN MALANG, 1 JUNI 2016 APLIKASI KOMUNIKASI DATA PRIORITAS FEEDBACK KETERISIAN DATA PADA APLIKASI PRIORITAS 3 OVERVIEW KOMUNIKASI DATA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pada hakekatnya pembangunan daerah merupakan bagian integral dari. serta kesejahteraan penduduk. Kesenjangan laju pertumbuhan ekonomi

I. PENDAHULUAN. pada hakekatnya pembangunan daerah merupakan bagian integral dari. serta kesejahteraan penduduk. Kesenjangan laju pertumbuhan ekonomi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah tidaklah terpisahkan dari pembangunan nasional, karena pada hakekatnya pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengurus dan mengatur keuangan daerahnya masing-masing. Hal ini sesuai

BAB I PENDAHULUAN. mengurus dan mengatur keuangan daerahnya masing-masing. Hal ini sesuai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah pusat memberikan kebijakan kepada pemerintah daerah untuk mengurus dan mengatur keuangan daerahnya masing-masing. Hal ini sesuai dengan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri Ketenagakerjaan merupakan isu penting dalam sebuah aktivitas bisnis dan perekonomian Indonesia. Angkatan kerja, penduduk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Otonomi daerah yang disahkan melalui Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITAN. Lokasi pada penelitian ini adalah Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur.

BAB III METODE PENELITAN. Lokasi pada penelitian ini adalah Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur. BAB III METODE PENELITAN A. Lokasi Penelitian Lokasi pada penelitian ini adalah Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur. Pemilihan lokasi ini salah satunya karena Provinsi Jawa Timur menepati urutan pertama

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENCIPTAAN KESEMPATAN KERJA DI PROVINSI SUMATERA UTARA SEBELUM DAN PADA MASA OTONOMI DAERAH ( )

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENCIPTAAN KESEMPATAN KERJA DI PROVINSI SUMATERA UTARA SEBELUM DAN PADA MASA OTONOMI DAERAH ( ) ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENCIPTAAN KESEMPATAN KERJA DI PROVINSI SUMATERA UTARA SEBELUM DAN PADA MASA OTONOMI DAERAH (1994-2007) Disusun Oleh : LISBETH ROTUA SIANTURI H14104020 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang Analisis struktur perekonomian kota Depok sebelum dan sesudah otonomi daerah UNIVERSITAS SEBELAS MARET Oleh: HARRY KISWANTO NIM F0104064 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh karena itu perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan jalan mengolah sumberdaya ekonomi potensial menjadi ekonomi riil

I. PENDAHULUAN. dengan jalan mengolah sumberdaya ekonomi potensial menjadi ekonomi riil 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi adalah usaha meningkatkan pendapatan perkapita dengan jalan mengolah sumberdaya ekonomi potensial menjadi ekonomi riil melalui penanaman modal,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Dharmawan (2016) dalam penelitiannya tentang Analisis Pertumbuhan Ekonomi Dan Pengembangan Sektor Potensial Di Kabupaten Pasuruan Tahun 2008-2012 dengan

Lebih terperinci

Jumlah Penduduk Jawa Timur dalam 7 (Tujuh) Tahun Terakhir Berdasarkan Data dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kab./Kota

Jumlah Penduduk Jawa Timur dalam 7 (Tujuh) Tahun Terakhir Berdasarkan Data dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kab./Kota Jumlah Penduduk Jawa Timur dalam 7 (Tujuh) Tahun Terakhir Berdasarkan Data dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kab./Kota TAHUN LAKI-LAKI KOMPOSISI PENDUDUK PEREMPUAN JML TOTAL JIWA % 1 2005 17,639,401

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkandung dalam analisis makro. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik

BAB I PENDAHULUAN. terkandung dalam analisis makro. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai oleh suatu negara diukur dari perkembangan pendapatan nasional riil yang dicapai suatu negara/daerah ini terkandung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah sebagai salah satu wujud perubahan fundamental terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang pernah melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997 telah menimbulkan berbagai dampak yang serius. Dampak yang timbul akibat krisis ekonomi di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah itu sendiri maupun pemerintah pusat. Setiap Negara akan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah itu sendiri maupun pemerintah pusat. Setiap Negara akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesejahteraan adalah tujuan utama yang hendak dicapai oleh suatu Negara dalam melakukan sebuah pembangunan baik yang dicanangkan oleh pemerintah daerah itu sendiri

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN BADAN KOORDINASI WILAYAH PEMERINTAHAN DAN PEMBANGUNAN PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Otonomi Daerah sebagai wujud dari sistem demokrasi dan desentralisasi merupakan landasan dalam pelaksanaan strategi pembangunan yang berkeadilan, merata, dan inklusif. Kebijakan

Lebih terperinci

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Timur

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Timur Disampaikan dalam Acara: World Café Method Pada Kajian Konversi Lahan Pertanian Tanaman Pangan dan Ketahanan Pangan Surabaya, 26 September 2013 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Pemerintah Provinsi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Faktor-faktor yang..., Yagi Sofiagy, FE UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Faktor-faktor yang..., Yagi Sofiagy, FE UI, 2010. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada hakekatnya pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, memperluas lapangan pekerjaan, meratakan pembagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. stabilitas nasional yaitu menciptakan lapangan pekerjaan bagi rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. stabilitas nasional yaitu menciptakan lapangan pekerjaan bagi rakyat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional memiliki hakekat mewujudkan masyarakat aman, damai dan sejahtera. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang terus berupaya melakukan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 75 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 75 TAHUN 2015 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 75 TAHUN 2015 TENTANG PERKIRAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU KEPADA PROVINSI JAWA TIMUR DAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci