Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder (ADHD) sering dianggap sebagai. cacat kehidupan. Menurut data dari WHO (2005), terdapat ± 7-10% anak
|
|
- Susanti Ida Tedja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder (ADHD) sering dianggap sebagai cacat kehidupan. Menurut data dari WHO (2005), terdapat ± 7-10% anak berkebutuhan khusus dari total populasi anak di dunia. Di Amerika Serikat sekitar 3-7%, sedangkan di negara Jerman, Kanada, dan Selandia Baru sekitar 5-10%. Data Diagnotic and Statistic Manual (DSM IV) menyatakan bahwa, prevalensi anak dengan ADHD pada usia sekolah dasar berkisar antara 3-7%. Hanya saja disayangkan, di Indonesia belum memiliki data akurat dari prevalensi anak dengan ADHD. Namun berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Nasional (BPSN), prevalensi tahun 2007 terdapat 8,3 juta anak dari 82 juta anak Indonesia di antaranya adalah anak berkebutuhan khusus (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010). Hasil survei Saputro (2009) menyatakan bahwa, 4%-12% di antara anak usia sekolah mengalami ADHD dengan perbandingan laki-laki : perempuan = 4 : 1 sampai 9 : 1. Berdasarkan jumlah tersebut, 30%-80% diagnosis menetap hingga usia remaja, dan 65% hingga usia dewasa. Jumah kasus ADHD di Indonesia belum banyak diketahui, padahal kasus ADHD terhitung tidak sedikit. Seperti pada wilayah Jakarta, ditemukan 26,2% dari anak berumur 6-13 tahun mengalami ADHD. Juliarni (2014) menambahkan, meningkatnya permasalahan anak dengan dugaan ADHD yang dilihat berdasarkan hasil survei jurnal, dan artikel yang beberapa tahun terakhir ini menjadi sorotan dan perhatian utama di kalangan profesional maupun di masyarakat umum. Menurut peneliti, salah satu penyebab jumlah kasus ADHD yang terus meningkat adalah karena rasa ingin tahu masyarakat seputar ADHD yang semakin tinggi. Maka dari itu, peneliti melakukan penelitian mengenai ADHD di mana ADHD 3
2 kini menjadi ilmu yang sedang berkembang dan terus dilakukan penelitian dikalangan paraprofesional. Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder (ADHD) dalam bahasa Indonesia diistilahkan menjadi Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPP/H). Kondisi tersebut merupakan kelainan neurobiologi yang dicirikan tidak dapat memusatkan perhatian (inatensi), bertindak tanpa berpikir dahulu (impulsivitas), dan bergerak berlebihan (hiperaktivitas) yang tidak sesuai dengan perkembangannya (APA, 2000). Menurut Rutter (2008), kelainan neurobiologi pada anak dengan ADHD merupakan, gangguan pada fungsi otak (di area prefrontal dan/atau sagital frontal) yang menyebabkan gangguan pemusatan perhatian, dan perilaku. Tonge (2013) menyatakan, ADHD disebabkan juga oleh adanya interaksi yang kompleks dari faktor biopsikososial, gangguan mental penyerta, (Dias, dkk 2013) dan mengalami penurunan yang signifikan disetiap kemampuan sosial, dan pengaturan. Istilah ADHD menurut DSM IV-TR (APA, 2000), pertama kali dikemukakan oleh George Still pada tahun Berdasarkan DSM IV-TR anak dengan ADHD digolongkan menjadi 3 karekteristik gangguan yaitu gangguan pemusatan perhatian, impulsivitas dan/atau hiperaktivitas, dan tipe kombinasi. Berdasarkan hasil penelitian Skogli, Teicher, Andersen, Hovk, dan Oie (2013), anak perempuan dengan ADHD memiliki gejala hiperaktif dan/atau impulsif yang lebih sedikit daripada anak laki-laki dengan ADHD. Namun untuk mengurangi munculnya gejala, anak perempuan dengan ADHD membutuhkan waktu intervensi yang lebih lama dari pada anak laki-laki dengan ADHD. Barkley (2006) mendefenisikan, gangguan pemusatan perhatian pada anak dengan ADHD adalah sebagai gangguan patologis yang menunjukan gejala 4
3 pada kemampuan berprestasi, dan kesulitan penyesuaian diri. Anak dengan gangguan pemusatan perhatian sangat cepat teralihkan perhatiannya pada ransangan-rangsangan baru. Anak sulit untuk berkonsentrasi, dan hanya mampu bertahan pada waktu yang sangat singkat dalam melakukan suatu pekerjaan. Teori Barkely tersebut diperkuat oleh hasil penelitian Das, Cherbuin, Easteal, dan Anstey (2014) yang menjelaskan bahwa, ciri gangguan pemusatan perhatian pada anak ADHD adalah pelupa, tidak dapat diandalkan, dan kinerja yang buruk dalam perencanaan, penyelesaian tugas, pengalihan tugas dan manajemen waktu. Menurut Moghaddam, Assareh, Heidaripoor, Rad, dan Pishijoo (2013), anak dengan impulsivitas dan/atau hiperaktivitas mengalami gangguan perkembangan dalam peningkatan aktivitas motorik. Hingga menyebabkan aktivitas yang tidak lazim, dan cenderung berlebihan. Ditandai dengan berbagai keluhan perasaan gelisah, tidak bisa diam, tidak bisa duduk dengan tenang. Beberapa kriteria lain yang sering digunakan adalah suka meletup-letup, aktivitas berlebihan, dan suka membuat keributan. Paternotte, dan Buitellar (2010) menyatakan, munculnya gejala pada anak dengan ADHD sudah tampak dari usia satu tahun dan tidak mengalami banyak perubahan gejala pada saat dewasa. Beberapa kasus ADHD sering dilihat sebagai gangguan yang berbeda. Barkley (2006) menyatakan, selain dua karakteristik ADHD utama, anak dengan ADHD juga sering menunjukkan sejumlah kondisi kejiwaan komorbid (gangguan penyerta) seperti gangguan tic, masalah perilaku, gangguan mood. Menurut Sacnchez, Velarde, dan Britton (2011), gangguan penyerta lain adalah gangguan kecemasan, depresi, dan gangguan kognitif. Flisher, dan Hawkridge (2013) menambahkan, gejala yang muncul pada anak dengan gangguan tingkah laku 5
4 sering salah didiagnosis sebagai ADHD. Hal tersebut dikarenakan adanya tumpang tindih gejala antara dua gangguan. Pernyataan Flisher, dan Hawkridge diperkuat oleh hasil penelitian Judarwanto (2014) yang menyatakan bahwa, beberapa gejala pada gangguan hiperaktifitas sering dianggap sebagai gangguan perilaku. Terkadang seorang anak dengan ADHD hanya dianggap sebagai anak nakal atau bandel dan bodoh oleh orangtua. Sehingga sering kali anak tidak ditangani secara benar yang akhirnya mengakibatkan suatu tindakan kekerasan yang dilakukan oleh orangtua atau guru. Tseng, dkk (2012) menyatakan bahwa, anak dengan ADHD juga mengalami hambatan penyesuaian sosial, seperti sering ditolak oleh teman atau lingkungan sosial mereka. Patros, dkk (2013) juga menambahkan bahwa, pemberian penanganan yang kurang tepat pada masing-masing karakteristik anak dengan ADHD akan menyebabkan risiko perilaku bunuh diri ketika anak sudah dewasa. Grag, dan Arun (2013) dalam penelitiannya menyatakan bahwa, anak dan remaja dengan ADHD secara signifikan terlihat mengalami gangguan secara kognitif, dan fungsi sosial sehingga berisiko untuk mengembangkan perilaku pemberontak atau sikap menentang, gangguan perilaku, dan depresi. Mash, dan Barkley (2007) menambahkan, maka anak dengan ADHD rentan untuk mengalami masalah pada keselamatan pribadi, dan perilaku kriminal. Penjelasan di atas dapat peneliti simpulkan bahwa, Attention/Deficit- Hyperactivity Disorder (ADHD) adalah gangguan aktifitas dan perhatian yang disertai gangguan hiperaktifitas, dengan gejala utama inatensi (kurangnya perhatian), hiperaktifitas, dan impulsifitas (bertindak tanpa dipikir). Tugas perkembangan pada anak dengan ADHD, tidak sesuai dengan usia 6
5 perkembangannya. Hanya saja, hingga saat ini penyebab ADHD masih menjadi perdebatan antar para profesional. Menurut Barkley (2006), tidak ada penyebab tunggal ADHD tetapi lebih pada multifaktor yang terdiri dari faktor biologis dan lingkungan. Arnaldi, dan Dewi (2013) dalam penelitiannya menemukan bahwa tidak ada hubungan antara remaja ADHD yang mengalami depresi dengan perilaku tawuran. Sangatlah diperlukan analisis yang lebih dalam mengenai gejala yang dimunculkan pada masing-masing anak dengan ADHD. Perlu dipastikan apakah anak memiliki karakteristik ADHD saja, atau ADHD dengan gangguan penyerta. Hal ini di mana nantinya akan menjadi satu solusi yang tepat jika, parapraktisi dapat mengidentifikasi gejala ADHD, dan memberikan terapi yang sesuai dengan gejala dengan tepat. Penelitian ini menggunakan responden anak dengan ADHD tanpa gangguan penyerta. Di Indonesia para profesional (seperti dokter ahli saraf, dokter spesialis anak, ataupun psikolog anak) melakukan analisis lanjutan untuk penegakan sebuah diagnosis ADHD, diantaranya dengan menggunakan EEG (Electroenchefalogram), CT-scan (Computerized axial Tomography Scan), MRI (Magnetic Resonance Imaging), PET (Positron Emission Tomography), dan tes WISC III (Wechsler Intelligence Scale for Children-III). Pada penelitian ini, peneliti melakukan pemetaan karakteristik kemampuan kognitif anak dengan ADHD melalui WISC III. Tes Wechsler Intelligence Scale for Children (WISC) pertama kali diterbitkan pada tahun 1949, sejak saat itu ada tiga revisi untuk WISC. Revisi pertama tahun 1974 sebagai WISC-R, lalu pada tahun 1991 terbit revisi ke dua yaitu WISC III, dan revisi terakhir pada tahun 2004 yaitu WISC IV. WISC III sering 7
6 digunakan untuk mengidentifikasi kekuatan kognitif berbasis subtest dan kelemahan yang kemudian digunakan untuk menghasilkan intervensi (Watkins, dan Canivez 2004). Peneliti menggunakan WISC III, dikarenakan WISC IV belum dapat digunakan di Indonesia. Hal ini disebabkan karena belum adanya adaptasi tes WISC IV di Indonesia. WISC menurut Wechlsler (dalam Glasser, dan Zimmerman, 1967) digunakan tidak hanya sebagai tes kecerdasan, tetapi juga sebagai alat klinis. Capano, Minden, Chen, Schachar, dan Ickowicz (2008) menyatakan bahwa, beberapa praktisi menggunakan WISC sebagai bagian dari penilaian untuk penegakkan diagnosis ADHD, dan ketidakmampuan belajar. Glasser, dan Zimmerman (1967) menambahkan, hal ini biasa dilakukan melalui proses yang disebut dengan analisis pola, di mana membandingkan skor yang tinggi dengan skor yang rendah, serta skor responden dengan gangguan dibandingkan dengan responden tidak dengan gangguan. Tes WISC III adalah tes inteligensi yang biasa digunakan untuk mengukur taraf kecerdasan anak usia 5 tahun hingga 15 tahun. Menurut Arnaldi (2011), tes inteligensi dapat menentukan tingkat fungsi kognitif anak, dan sebagai rekomendasi awal untuk program intervensi. Oner, Oner, dan Alkar (2008) menyatakan, 10 subtes WISC-R dan WISC III dapat menilai gejala-gejala dan kemampuan kognitif anak dengan ADHD yaitu pada subtes informasi, pemahaman, persamaan, berhitung, rentang angka, melengkapi gambar, mengatur gambar, rancang balok, merakit objek, dan simbol. Hanya saja subtes pembendaharaan kata tidak dapat diberikan kepada anak dengan ADHD, karena anak mengalami kesulitan dalam mendefinisikan suatu perkataan. Menurut 8
7 Barkley (2006), permasalahan pada self regulation menghambat fungsi otak anak untuk mempertahankan perhatiannya. Penelitian mengenai profil tes inteligensi WISC III sudah sering dilakukan di negara barat. Secara umum para peneliti bertujuan untuk dapat menegakkan diagnosis yang lebih baik dari responden, dan mendapatkan wawasan yang lebih dalam mengenai kekuatan dan kelemahan yang menjadi ciri kondisi tertentu pada responden (Scheis, dan Timmers, 2009). Koyama, Kamio, dan Inada (2009) menambahkan, dibandingkan dengan anak laki-laki, anak perempuan secara signifikan memiliki nilai yang lebih tinggi pada subtes mengatur gambar, simbol, dan mazes. Tetapi pada subtes rancang balok, laki-laki memiliki nilai yang lebih tinggi dari pada perempuan. Menurut Glasser, dan Zimmerman (1967), subtes merakit objek (object assembly) diartikan untuk melihat gangguan persepsi dan visual motor. Apabila nilai subtes merakit objek tinggi diartikan hanya mengalami gangguan visual motor. Subtes mengatur gambar (picture arrangement) yang disertai dengan nilai rancang balok (block design) yang rendah diartikan sebagai adanya kemungkinan permasalahan organis (neurobiologi), khususnya belahan otak kanan (right hemisphere) atau diffuse disfunctioning. Harrier, dan DeOrnellas (2005) menambahkan, WISC III dapat mengukur perencanaan visual, organisasi, dan respon inhibition (hambatan) pada kontrol perilaku. Menurut Barkley (2007), Inhibition yang buruk menyebabkan gangguan fungsi dalam executive function yang terletak pada working memory, memori verbal, dan self regulation pada emosi, dan motivasi. Gangguan persepsi, visual motor, permasalahan organis (neurobiologi), gangguan perencanaan visual, dan permasalahan pada respon inhibition 9
8 (hambatan) pada kontrol perilaku adalah permasalahan yang ada pada anak dengan ADHD (Barkley, 2007). Bedasarkan penjelasan Barkley dan penelitian sebelumnya, maka peneliti semakin yakin untuk melakukan analisis lanjutan dalam melakukan pemetaan pada karakteristik kemampuan kognitif anak dengan ADHD berdasarkan hasil tes WISC III. Ditinjau dari penelitian terdahulu, WISC III tidak hanya diberikan kepada anak dengan ADHD saja tetapi juga kepada beberapa gangguan mental lainnya. Penelitian Naranjo, dkk (2012), memberikan tes inteligensi WISC III dengan WISC-R untuk menggali tingkat kemampuan inteligensi anak dan remaja dengan Asperger. Hasil IQ (Intelligence Quotient) WISC-R memiliki korelasi yang tinggi dengan hasil IQ WISC III (R 2 = 0,591; p < 0,09). Artinya, kedua tes mampu menggali kecerdasan intelektual anak dan remaja dengan Asperger. Rotsika, dkk (2009) menambahkan, WISC III juga mampu mendeteksi ketidakmampuan belajar pada anak di Yunani. Sampel terdiri dari 180 anak dengan ketidakmampuan belajar (136 anak laki-laki, dan 44 perempuan) berusia 6,11-14,4 tahun. Ratarata PIQ = 96,08; rata-rata VIQ = 96,38; dan rata-rata FIQ = 96,61. Yang, dkk (2013) memperkuat bahwa, WISC III dapat melaporkan gangguan klinis yang spesifik dalam gangguan perkembangan saraf pada anak, seperti autism, dan ADHD. Sagiv, Thurston, Bellinger, Altshul, dan Korrick (2012) menggunakan WISC III dan CPT (Continuous Performance Test) untuk melihat fungsi neuropsikologi pada gangguan perhatian dan impulsifitas antara anak usia 8 tahun yang terkena organoklorin dari pralahir, dan hasilnya sangatlah efektif. Hanya saja di Indonesia, penelitian dikalangan paraprofesional psikologi mengenai WISC III dan anak dengan ADHD tergolong sedikit. Susilawati (2013) melakukan penelitian pada subtes WISC sebagai pendukung diagnosis anak 10
9 dengan ADHD. WISC diberikan kepada 64 anak dengan ADHD, dengan hasil, (1) tidak ada hubungan negatif antara subtes informasi, pemahaman, berhitung, pembendaharaan kata, rentang angka, rancangan balok, dan simbol dari WISC dengan ADHD, (r = 0,393; F = 1,461; p>0,05), (2) ada hubungan negatif antara subtes simbol dengan dengan ADHD (nilai r = 0,297; F = 6,007; p<0,05) dengan R 2 = 0,088 (subtes simbol memberikan pengaruh sebesar 8,8% dan 91,2% dipengaruhi oleh faktor lainnya), (3) dan tidak terdapat faktor yang signifikan antarsubtes WISC. Nanik (2013) dalam penelitiannya, melakukan uji eksplorasi pada WISC kepada 10 anak laki-laki dengan ADHD yang berusia 6-12 tahun di Surabaya. Anak dengan ADHD memiliki skor rendah dalam beberapa subtes WISC. Peringkat dari nilai yang terendah adalah informasi, pemaham, rentang angka, mengatur gambar, dan rancangan balok, dan merakit objek. Hal ini mencerminkan bahwa kapasitas anak dengan ADHD terbatas pada visual motor, visual perception, visual-spatial relationship dan field dependence, sequence ability, planning ability, effects of uncertainly, dan social sensitivity. Oleh sebab itu dapat dimengerti mengapa anak dengan ADHD memiliki masalah dalam perilaku, sosial, kognitif, akademik, dan emosional. Keterbatasan anak-anak dengan ADHD dalam mewujudkan potensi kecerdasan terkait dengan disfungsi otak kanan. Barkley (2006) menyatakan, memberikan analisa lebih jauh terhadap gejala yang dimunculkan oleh anak dengan ADHD sangatlah penting. Hal tersebut berguna untuk menambahkan serangkaian data dari pemeriksaan yang telah ada sebelumnya. Tes WISC III dapat menjadi salah satu alat penunjang untuk assesmen ADHD agar dapat menentukan karakteristik ADHD dengan lebih spesifik, dan menjadi rancangan untuk program awal intervensi. Oleh sebab itu, 11
10 peneliti melakukan pemetaan pada karakteristik kemampuan kognitif anak dengan ADHD (dengan dua karakteriktik ADHD menurut DSM IV-TR) berdasarkan hasil subtes WISC III. Sejauh pengamatan peneliti belum pernah ada, atau sangatlah jarang psikolog klinis melakukan penelitian lebih lanjut tentang pemetaan kemampuan kognitif anak dengan ADHD berdasarkan hasil tes WISC III, terutama pada klien yang ada di klinik psikologi. Data mentah yang ada di klinik psikologi sangat perlu dianalisis dari setiap subtes WISC III. Hal tersebut nantinya sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk membantu para psikolog klinis dalam menegakkan diagnosis, dan melihat permasalahan pada kognitif anak. Serta untuk memberikan program intervensi yang tepat, sesuai dengan karakteristik yang ada dalam diri anak dengan ADHD. Berdasarkan hasil study pendahuluan dari peneliti terdahulu maka hipotesis yang peneliti ajukan adalah : 1. Subtes WISC III dapat digunakan untuk mendukung diagnosis ADHD dengan karakteristik inatensi, impulsivitas dan/atau hiperaktivitas, dan tipe kombinasi. 2. Subtes informasi, pemahaman, berhitung, persamaan, rentang angka, melengkapi gambar, mengatur gambar, rancang balok, merakit objek, dan simbol dapat memprediksi karakteristik kemampuan kognitif pada anak ADHD dengan karakteristik inatensi. 3. Subtes informasi, pemahaman, berhitung, persamaan, rentang angka, melengkapi gambar, mengatur gambar, rancang balok, merakit objek, dan simbol dapat memprediksi karakteristik kemampuan kognitif pada anak ADHD dengan karakteristik hiperaktifitas dan/atau impulsifitas. 12
BAB 1 PENDAHULUAN. karena itu penggunaan komputer telah menjadi suatu hal yang diperlukan baik di
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi komputer saat ini telah berkembang dengan pesat, oleh karena itu penggunaan komputer telah menjadi suatu hal yang diperlukan baik di perusahaan,
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. Disorder(ADHD) atau disebut juga anak dengan Gangguan Pemusatan Perhatian
BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Anak yang mengalami masalah Attention Deficit/ Hiperactivity Disorder(ADHD) atau disebut juga anak dengan Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktifitas (GPPH) seringkali
Lebih terperinciPedologi. Attention Deficit and Hyperactivity Disorder (ADHD) Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi
Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI Pedologi Attention Deficit and Hyperactivity Disorder (ADHD) Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id ADHD (Attention Deficit Hyperactive
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan manusia merupakan perubahan. yang bersifat progresif dan berlangsung secara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan manusia merupakan perubahan yang bersifat progresif dan berlangsung secara berkelanjutan. Keberhasilan dalam mencapai satu tahap perkembangan akan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terjadi pada anak-anak, diantaranya adalah ganguan konsentrasi (Attention
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini banyak dijumpai berbagai macam gangguan psikologis yang terjadi pada anak-anak, diantaranya adalah ganguan konsentrasi (Attention Deficit Disorder) atau yang
Lebih terperinciTES INTELIGENSI DARI WECHSLER (David Wechsler, pimpinan ahli psikologi RS Bellevue, New York)
TES INTELIGENSI DARI WECHSLER (David Wechsler, pimpinan ahli psikologi RS Bellevue, New York) Pendahuluan Diawali oleh adanya pandangan dan keraguan tentang pengukuran inteligensi melalui tes Binet (1937)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ADHD merupakan istilah berbahasa Inggris kependekan dari Attention Deficit Hiperactivity Disorder (Attention = perhatian, Deficit = kekurangan, Hiperactivity
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Bagan 1.1. Bagan Penyebab Gangguan Kesulitan Belajar (Sumber: Koleksi Penulis)
BAB 1 PENDAHULUAN Kesehatan dan lingkungan sosial yang baik perlu diperhatikan bagi orangtua untuk anak-anak mereka. Kesehatan dan lingkungan sosial terhubung dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
Lebih terperinciTes Inteligensi: WISC
Modul ke: Tes Inteligensi: WISC Modul ini akan menjelaskan tentang tes inteligensi WISC dan penggunaannya. Fakultas PSIKOLOGI Karisma Riskinanti, M.Psi Program Studi PSIKOLOGI http://www.mercubuana.ac.id
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Attention Deficit Hiperactivity Disorder (ADHD) merupakan suatu gangguan perkembangan yang mengakibatkan ketidakmampuan mengatur perilaku, khususnya untuk mengantisipasi
Lebih terperinciOleh TIM TERAPIS BALAI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KHUSUS DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH
Oleh TIM TERAPIS BALAI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KHUSUS DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH Pendahuluan Tidak ada anak manusia yang diciptakan sama satu dengan lainnya Tidak ada satupun manusia tidak memiliki
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau Gangguan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) adalah suatu kondisi medis yang ditandai oleh ketidakmampuan
Lebih terperinciPedologi. Review Seluruh Materi. Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi.
Pedologi Modul ke: Review Seluruh Materi Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Fakultas PSIKOLOGI Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id RETARDASI MENTAL Retardasi mental (mental retardation) adalah keterlambatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan sumber kebahagiaan bagi sebagian besar keluarga sejak di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan sumber kebahagiaan bagi sebagian besar keluarga sejak di dalam kandungan. Pertumbuhan serta perkembangan anak yang normal menjadi impian setiap
Lebih terperinciPedologi. Attention-Deficit Hyperactivity Disorder Kesulitan Belajar. Yenny, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi
Modul ke: Pedologi Attention-Deficit Hyperactivity Disorder Kesulitan Belajar Fakultas Psikologi Yenny, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Gangguan attention-deficit hyperactivity
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) atau Attention
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) atau Attention Deficit/Hyperactivity Disorder (ADHD) merupakan gangguan perilaku yang paling sering terjadi pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hasil survei Badan Pusat Statistik pada tahun 2010 menyatakan bahwa dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hasil survei Badan Pusat Statistik pada tahun 2010 menyatakan bahwa dari 237.641.326 jiwa total penduduk Indonesia, 10% diantaranya yaitu sebesar + 22.960.000 berusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan
13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan merupakan
Lebih terperinciPenelusuran Karakteristik Hasil Tes Inteligensi WISC Pada Anak Dengan Gangguan Pemusatan Perhatian Dan Hiperaktivitas
JURNAL PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS GADJAH MADA VOLUME 34, NO. 1, 18 39 ISSN: 0215-8884 Penelusuran Karakteristik Hasil Tes Inteligensi WISC Pada Anak Dengan Gangguan Pemusatan Perhatian Dan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. sampai berusia 18 (delapan belas) tahun. 1. sering ditunjukkan ialah inatensi, hiperaktif, dan impulsif. 2 Analisis meta-regresi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Upaya pemeliharaan kesehatan anak ditujukan untuk mempersiapkan generasi yang akan datang yang sehat, cerdas, dan berkualitas serta untuk menurunkan angka kematian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah individu yang masih bergantung pada orang dewasa dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah individu yang masih bergantung pada orang dewasa dan lingkungannya, artinya membutuhkan lingkungan yang dapat memfasilitasi dalam memenuhi kebutuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Beberapa tahun terakhir gangguan atensi telah mendapatkan lebih banyak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Beberapa tahun terakhir gangguan atensi telah mendapatkan lebih banyak perhatian, baik di kalangan dunia kesehatan maupun masyarakat umum ( Saputro, 2005). Gangguan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia sekolah mempunyai berbagai resiko yang lebih mengarah pada kecerdasan, moral, kawasan sosial dan emosional, fungsi kebahasaan dan adaptasi sosial.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manapun dengan berbagai budaya dan sistem sosial. Keluarga merupakan warisan umat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga merupakan unit sosial penting dalam bangunan masyarakat di belahan dunia manapun dengan berbagai budaya dan sistem sosial. Keluarga merupakan warisan umat manusia
Lebih terperinciASESMEN KLINIS. DITA RACHMAYANI, S.Psi., M.A dita.lecture.ub.ac.id
ASESMEN KLINIS DITA RACHMAYANI, S.Psi., M.A dita.lecture.ub.ac.id PENGERTIAN Evaluasi sistematis dan pengukuran faktor psikologis, biologis dan sosial dari individu yang memungkinkan terjadinya gangguan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan fisik, sosial, psikologis, dan spiritual anak.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anak adalah anugerah yang diberikan oleh Tuhan kepada setiap orang tua untuk dirawat dan dididik sebaik-baiknya agar kelak menjadi anak yang berguna. Anak juga dikatakan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut World Health Organization (WHO), jumlah remaja di dunia cukup tinggi. Pada tahun 2012 sekitar 1,6 miliar orang di dunia berusia 12-24 tahun (WHO, 2012). Sedangkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. anak di Indonesia, mencatat populasi kelompok usia anak di. 89,5 juta penduduk termasuk dalam kelompok usia anak.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pusat data dan informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2014 tentang kondisi pencapaian program kesehatan anak di Indonesia, mencatat populasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian besar anak berkembang dengan kondisi fisik atau mental yang normal. Akan tetapi, sebagian kecil anak mengalami hambatan dalam perkembangannya atau memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Attention Deficit Hyperactivity Disorder, dalam pengertian secara umum berarti
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Attention Deficit Hyperactivity Disorder, dalam pengertian secara umum berarti gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktifitas dimana banyak terjadi pada anak usia
Lebih terperinciModul ke: Tes Inteligensi Wechsler Adult Intelligence Scale Fakultas Psikologi Yenny, M.Psi. Psikolog Program Studi Psikologi
Modul ke: Tes Inteligensi Wechsler Adult Intelligence Scale Fakultas Psikologi Yenny, M.Psi. Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id WAIS-R Verbal Information Digit Span Vocabulary Arithmetic
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehadiran anak dalam suatu lembaga perkawinan merupakan salah satu tujuan bersama dalam pengasuhan pasangan suami istri atau orangtua. Kehadirannya ditunggu-tunggu,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia merupakan makhluk hidup yang unik, tidak ada seorang individu yang sama persis dengan individu yang lain. Salah satunya adalah dalam hal kecepatan dan kemampuan
Lebih terperinciGAMBARAN ANEMIA DAN INTELLIGENCE QUOTIENT (IQ) PADA SANTRI PUTRI PONDOK PESANTREN IMAM SYUHODO KECAMATAN POLOKARTO KABUPATEN SUKOHARJO SKRIPSI
GAMBARAN ANEMIA DAN INTELLIGENCE QUOTIENT (IQ) PADA SANTRI PUTRI PONDOK PESANTREN IMAM SYUHODO KECAMATAN POLOKARTO KABUPATEN SUKOHARJO SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai derajat sarjana
Lebih terperinciPENGERTIAN. Dita Rachmayani., S.Psi., M.A dita.lecture.ub.ac.id 5/9/2017
Dita Rachmayani., S.Psi., M.A dita.lecture.ub.ac.id PENGERTIAN Barkley (Rief, 2005) CHADD (Rief, 2005) Secara Umum Gangguan developmental dalam kontrol diri, termasuk di dalamnya permasalahan dalam hal
Lebih terperinciPENILAIAN PERKEMBANGAN ANAK SANTI E. PURNAMASARI
PENILAIAN PERKEMBANGAN ANAK SANTI E. PURNAMASARI Fak. Psikologi UMBY Tujuan Agar tenaga kesehatan dapat ; a. Mengetahui kelainan perkembangan anak dan hal-hal lain yang merupakan risiko terjadinya kelainan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah proses belajar seumur hidup yang didapatkan baik secara formal maupun nonformal.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah proses belajar seumur hidup yang didapatkan baik secara formal maupun nonformal. Pendidikan berlaku untuk semua anak, tanpa memandang jenis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sangat penting. Untuk menilai tumbuh kembang anak banyak pilihan cara. Penilaian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Deteksi dini untuk mengetahui masalah atau keterlambatan tumbuh kembang sangat penting. Untuk menilai tumbuh kembang anak banyak pilihan cara. Penilaian pertumbuhan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan tindakan pembedahan. Keterlambatan dalam penanganan kasus apendisitis akut sering
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Gangguan pemusatan perhatian/hiperaktivitas (GPP/H) atau attention
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Gangguan pemusatan perhatian/hiperaktivitas (GPP/H) atau attention deficit/ hyperactivity disorder (ADHD) adalah salah satu gangguan neurobehavioral yang
Lebih terperinciModul ke: Tes Inteligensi. Skala Inteligensi Wechsler. Fakultas Psikologi. Yenny, M.Psi. Psikolog. Program Studi Psikologi.
Modul ke: Tes Inteligensi Skala Inteligensi Wechsler Fakultas Psikologi Yenny, M.Psi. Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Asal Mula Tes Wechsler 1932 : merancang sebuah instrumen yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbagai macam gangguan perkembangan yang diderita oleh anak-anak antara
BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Anak merupakan anugerah terindah yang dimiliki oleh orang tua. Namun anugerah tersebut kadang-kadang memiliki kekurangan atau banyak dari mereka yang mengalami gangguan
Lebih terperinciMenurut Jhonson dan Myklebust (1967:244), matematika adalah bahasa. simbolik yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan
KESULITAN BELAJAR MATEMATIKA Oleh: Dra.Hj.Ehan, M.Pd. A. PENDAHULUAN Menurut Jhonson dan Myklebust (1967:244), matematika adalah bahasa simbolik yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Attention Deficit Hyperactivity Disorder. disebabkan karena cedera otak ringan atau disebut Minimal Brain Damage
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) 1. Pengertian Attention Deficit Hyperactivity Disorder Penelitian pertama secara sistematis terhadap gangguan yang kini disebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penjelasan dari individu dengan gejala atau gangguan autisme telah ada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penjelasan dari individu dengan gejala atau gangguan autisme telah ada sejak sekitar abad 18, namun titik kritis dalam sejarah keilmuan gangguan autisme adalah pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Prevalensi anak yang menderita autism dan Attention Deficit
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses tumbuh kembang dimulai dari dalam kandungan, masa bayi, dan masa balita. Setiap tahapan pada tumbuh kembang anak memiliki ciri khas tersendiri, sehingga jika
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dilahirkan akan tumbuh menjadi anak yang menyenangkan, terampil dan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang tua menginginkan dan mengharapkan anak yang dilahirkan akan tumbuh menjadi anak yang menyenangkan, terampil dan pintar. Anak-anak yang patuh, mudah diarahkan,
Lebih terperinciKESULITAN BELAJAR SPESIFIK
KESULITAN BELAJAR SPESIFIK PENGERTIAN IDEA (1997) : Anak-anak yang mengalami hambatan / penyimpangan pada satu / lebih proses-proses psikologis dasar yg mencakup pengertian / penggunaan bahasa baik lisan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. menjadi sumber daya yang berkualitas tidak hanya dilihat secara fisik namun
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan harapan masa depan bangsa yang perlu dipersiapkan agar menjadi sumber daya yang berkualitas tidak hanya dilihat secara fisik namun sehat mental dan sosial
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Tubuh manusia mengalami berbagai perubahan dari waktu kewaktu
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tubuh manusia mengalami berbagai perubahan dari waktu kewaktu sejak lahir yang meliputi pertumbuhan dan perkembangan. Perubahan yang cukup mencolok terjadi
Lebih terperinciPengantar Psikodiagnostik
Modul ke: Pengantar Psikodiagnostik Tes Individu Tes Kelompok Fakultas PSIKOLOGI Muhammad Ramadhan, M.Psi, Psikolog. Program Studi Psikologi http://www.mercubuana.ac.id Tes Individu Tes yang diberikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. menurunnya harga komputer dan software di pasaran, jumlah kepemilikan komputer
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Bersama dengan semakin berkembangnya teknologi informasi dan semakin menurunnya harga komputer dan software di pasaran, jumlah kepemilikan komputer pribadi di rumah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja menurut Organisasi Kesegatan Dunia (WHO) adalah individu yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja menurut Organisasi Kesegatan Dunia (WHO) adalah individu yang berusia 10 19 tahun. Dua puluh sembilan persen penduduk dunia adalah remaja, dan sebanyak 80% di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan. Pendidikan sangat dibutuhkan dalam rangka peningkatan sumber daya manusia. Dalam Kamus Besar Bahasa
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai macam penyakit yang dapat membahayakan. kesehatan manusia, salah satu diantanranya stroke.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin modern menimbulkan berbagai macam penyakit yang dapat membahayakan kesehatan manusia, salah satu diantanranya stroke.
Lebih terperinciGAMBARAN TINGKAT IQ TERHADAP KEMAJUAN TERAPI ANAK AUTISME DI SLB BIMA KOTA PADANG TAHUN 2011 OLEH NOVERY HARIZAL BP
GAMBARAN TINGKAT IQ TERHADAP KEMAJUAN TERAPI ANAK AUTISME DI SLB BIMA KOTA PADANG TAHUN 2011 OLEH NOVERY HARIZAL BP. 0910325120 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG,
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bab ini, akan dibahas mengenai tinjauan pustaka yang digunakan
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini, akan dibahas mengenai tinjauan pustaka yang digunakan peneliti terkait dengan penelitian yang dilakukan, yang nantinya dapat menjadi landasan teoritis dalam mendukung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN survei rutin yang dilakukan rutin sejak tahun 1991 oleh National Sleep
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap tahun angka kejadian insomnia terus meningkat, diperkirakan sekitar 20% sampai 50% orang dewasa melaporkan adanya gangguan tidur atau insomnia, dan sekitar 17%
Lebih terperinciKuliah 3 Adriatik Ivanti, M.Psi, Psi
Kuliah 3 Adriatik Ivanti, M.Psi, Psi Learning disability? LD adalah istilah umum untuk menggambarkan kondisi sso yang mempengaruhi cara belajar dan keberfungsiannya di dalam kehidupan sehari-hari. Di bawah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Autisme merupakan suatu kumpulan gejala (sindrom) yang diakibatkan oleh kerusakan saraf. Gejalanya sudah tampak sebelum anak mencapai usia tiga tahun. Penyandang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Orang tua merupakan sosok yang paling terdekat dengan anak. Baik Ibu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Orang tua merupakan sosok yang paling terdekat dengan anak. Baik Ibu maupun Ayah memiliki hak yang sama dalam merawat dan membesarkan anak. Membesarkan anak bukanlah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kecemasan timbul akibat adanya respon terhadap kondisi stres atau konflik. Hal ini biasa terjadi dimana seseorang mengalami perubahan situasi dalam hidupnya dan dituntut
Lebih terperinciATTENTION DEFICIT/HYPERACTIVITY. Ade Rahmawati S. M.Psi
ATTENTION DEFICIT/HYPERACTIVITY DISORDER Ade Rahmawati S. M.Psi History Penjelasan mengenai ADHD telah ada sejak 100 thn yg lalu 1902 simptoms overactivity pertama kali digambarkan oleh George Still, dokter
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. tahun (Suryanah, 1996). Menurut Havighurst salah satu tugas dan perkembangan. tersebut adalah melalui pendidikan formal di sekolah.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum menikah. Ini ditetapkan berdasarkan pertimbangan usaha kesejahteraan sosial, kematangan pribadi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Attention deficit/hyperactivity disorder (ADHD) atau gangguan pemusatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Attention deficit/hyperactivity disorder (ADHD) atau gangguan pemusatan perhatian/hiperaktivitas (GPPH) merupakan satu di antara beberapa kondisi kesehatan kronis yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. usia tua di Indonesia akan mencapai 23,9 juta atau 9,77% dan usia harapan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penduduk Lanjut usia di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun, ini disebabkan karena meningkatnya usia harapan hidup. Pada tahun 1980 usia harapan hidup di Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terdiagnosis pada masa kanak-kanak dengan bangkitan awal sebelum 18
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Epilepsi merupakan gangguan neurologis yang paling sering diderita oleh anak dan menjadi beban terbesar bagi anak (Novriska, 2013). Epilepsi sering terdiagnosis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pasangan suami istri umumnya mengharapkan adanya anak dalam keluarga mereka. Mereka tentu menginginkan anak-anak untuk melengkapi kehidupan keluarga yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. latihan sehingga mereka belajar untuk mengembangkan segala potensi yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perguruan tinggi merupakan jenjang pendidikan formal yang menjadi bagian dari sistem pendidikan nasional dan mempunyai tujuan untuk menyiapkan peserta didik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. secara fisik maupun psikologis. Sementara anak cenderung di dominasi oleh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan individu yang berbeda dengan orang dewasa, baik secara fisik maupun psikologis. Sementara anak cenderung di dominasi oleh pola pikir yang bersifat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kehidupan manusia (Ramawati, 2011). Kemampuan merawat diri adalah suatu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemampuan merawat diri merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia (Ramawati, 2011). Kemampuan merawat diri adalah suatu kebutuhan yang ditujukan pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. disebabkan gangguan neurologis yang mempengaruhi fungsi otak (American
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gangguan spektrum autis adalah gangguan perkembangan komplek disebabkan gangguan neurologis yang mempengaruhi fungsi otak (American Psychiatric Association,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anngi Euis Siti Sa'adah, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ADHD merupakan kependekan dari attention deficit hyperactivity disorder, (Attention = perhatian, Deficit = berkurang, Hyperactivity = hiperaktif, dan Disorder
Lebih terperinciKONSEP DASAR GANGGUAN TINGKAH LAKU
KONSEP DASAR GANGGUAN TINGKAH LAKU 1. Hakekat Perilaku Manusia 2. Pengertian Gangguan Tingkah Laku 3. Problema Penetapan Gangguan Tingkah Laku pada Anak 4. Klasifikasi Gangguan Tingkah Laku 5. Penyebab
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW. dikenal dengan istilah Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD).
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penelitian Sejak tahun 1990-an, dunia sudah mengenal suatu penyakit yang dikenal dengan istilah Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD). ADHD adalah suatu gangguan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas, cakupan dari disabilitas terdiri dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Disabilitas adalah evolving process yang didukung oleh proses interaksi antara lingkungan, masyarakat serta kebijakan yang menghambat penyandang disabilitas tidak mampu
Lebih terperinciMimi M Lusi/Astrid L. Seminar AD/HD. Universitas Bina Nusantara
Mimi M Lusi/Astrid L. Seminar AD/HD Universitas Bina Nusantara Jakarta/ Senin,24 Juni 2013 Disabilitas, apa itu? 1. Bukan handicap dan bukan impairment 2. Disabilitas = akibat ketidakmampuan / kekurangmampuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 3 tahun) merupakan masa anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan secara
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Anak merupakan anugrah Tuhan yang harus dijaga dengan baik agar mampu melewati setiap fase tumbuh kembang dalam hidupnya. Periode emas atau golden (0-3 tahun)
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Gangguan autistik muncul sekitar tahun 1990-an. Autistik mulai dikenal secara luas sekitar tahun 2000-an (Yuwono, 2009: 1). Berbicara adalah salah satu aspek yang sangat
Lebih terperinciMemahami dan membantu anak-anak yang mengalami ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder)
Memahami dan membantu anak-anak yang mengalami ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) Oleh: H i d a y a t Apakah itu "ADHD"? Sebelumnya para orang tua dan guru menggambarkan anak-anak yang mudah
Lebih terperinciANAK ADHD PERSISTILAHAN DISORDER. DIOTAK KECIL. OTAK KECIL. 1. ADHD= ATTENSION DEFISIT AND HYPERACTIVITY 2. ADD= ATTENSION DEFISIT DISORDER.
ANAK ADHD PERSISTILAHAN 1. ADHD= ATTENSION DEFISIT AND HYPERACTIVITY DISORDER. 2. ADD= ATTENSION DEFISIT DISORDER. 3. MINIMAL BRAIN DISORDER=KETIDAKBERESAN DIOTAK KECIL. 4. MINIMAL BRAIN DEMAGE =KERUSAKAN
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang menghadapi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang menghadapi perubahan pertumbuhan dan perkembangan. Masa remaja mengalami perubahan meliputi perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Depresi merupakan salah satu masalah psikologis yang sering terjadi pada masa remaja dan onsetnya meningkat seiring dengan meningkatnya usia (Al- Qaisy, 2011). Depresi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kualitas masa depan anak dapat dilihat dari perkembangan dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kualitas masa depan anak dapat dilihat dari perkembangan dan pertumbuhan anak yang optimal, sehingga sejak dini, deteksi, stimulasi dan intervensi berbagai
Lebih terperinciABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa
ABSTRAK Halusinasi adalah gangguan jiwa pada individu yang dapat ditandai dengan perubahan persepsi sensori, dengan merasakan sensasi yang tidak nyata berupa suara, penglihatan, perabaan, pengecapan dan
Lebih terperinciBAKAT & INTELEGENSI. 2 Kemampuan Mental. Individual Differences
BAKAT & INTELEGENSI BAKAT INTELEGENSI 2 Kemampuan Mental I. INTELEGENSI Sejarah Intelegensi - Wundt (Jerman) - Galton (Inggris) - Cattel (AS) Melakukan tes thd anak, dgn soal yg mudah Individual Differences
Lebih terperinciPENDIDIKAN BAGI ANAK AUTIS. Mohamad Sugiarmin
PENDIDIKAN BAGI ANAK AUTIS Mohamad Sugiarmin Pengantar Perhatian pemerintah dan masyarakat Upaya bantuan Sumber dukungan Tantangan dan Peluang Konsep Anak Autis dan Prevalensi Autism = autisme yaitu nama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pembangunan (UU Kesehatan No36 Tahun 2009 Pasal 138)
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia lanjut usia adalah seseorang yang karena usianya mengalami perubahan biologis, fisik, kejiwaaan, dan sosial. Perubahan ini akan memberikan
Lebih terperinciKEBAHAGIAAN SAUDARA KANDUNG ANAK AUTIS. Skripsi
i KEBAHAGIAAN SAUDARA KANDUNG ANAK AUTIS Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan oleh: RONA MARISCA TANJUNG F 100 060 062 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sindrom neurokutaneus merupakan sekelompok besar kelainan kongenital
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sindrom neurokutaneus merupakan sekelompok besar kelainan kongenital yang sangat bervariasi, tidak saling terkait, dengan karakteristik klinis, patologis dan genetik
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Untuk mengetahui sampai seberapa jauh perubahan yang terjadi, perlu adanya
BAB 1 PENDAHULUAN A.LATARBELAKANG Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang diinginkan. Belajar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu alat merubah suatu pola pikir ataupun tingkah laku manusia dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak memiliki pengetahuan atau keterampilan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kompleks pada anak, mulai tampak sebelum usia 3 tahun. Gangguan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Autisme dipandang sebagai kelainan perkembangan sosial dan mental yang disebabkan oleh gangguan perkembangan otak akibat kerusakan selama pertumbuhan fetus, atau saat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang berbeda-beda, diantaranya faktor genetik, biologis, psikis dan sosial. Pada setiap pertumbuhan dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO masa remaja merupakan masa peralihan dari masa. anak-anak ke masa dewasa. Masa remaja adalah masa perkembangan yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut WHO masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Masa remaja adalah masa perkembangan yang paling penting, karena pada masa ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skizofrenia adalah gangguan mental yang sangat berat. Gangguan ini ditandai dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi, gangguan
Lebih terperinciPenyuluhan Perkembangan Anak Usia Dini dan Anak Hyperactive Kecamatan Godong Kabupaten Grobogan. Chr Argo Widiharto, Suhendri, Venty.
Penyuluhan Perkembangan Anak Usia Dini dan Anak Hyperactive Kecamatan Godong Kabupaten Grobogan Chr Argo Widiharto, Suhendri, Venty Abstrak Kesibukan orangtua yang bekerja berdampak pada kurang diperhatikannya
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA DIET BEBAS GLUTEN DAN KASEIN DENGAN PERILAKU HIPERAKTIF ANAK AUTIS
HUBUNGAN ANTARA DIET BEBAS GLUTEN DAN KASEIN DENGAN PERILAKU HIPERAKTIF ANAK AUTIS Dita Fiskasila Putri Hapsari, Agung Kurniawan Jurusan Pendidikan Luar Biasa Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang
Lebih terperinciPenyebab, Gejala, dan Pengobatan Kanker Payudara Thursday, 14 August :15
Kanker payudara adalah penyakit dimana selsel kanker tumbuh di dalam jaringan payudara, biasanya pada ductus (saluran yang mengalirkan ASI ke puting) dan lobulus (kelenjar yang membuat susu). Kanker atau
Lebih terperinci