BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
|
|
- Suhendra Susman
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehadiran anak dalam suatu lembaga perkawinan merupakan salah satu tujuan bersama dalam pengasuhan pasangan suami istri atau orangtua. Kehadirannya ditunggu-tunggu, tidak saja untuk mempererat tali cinta pasangan suami istri, tetapi juga sebagai generasi penerus yang sangat diharapkan oleh keluarga. Setiap orangtua menginginkan anaknya berkembang sempurna. Namun, sering terjadi keadaan anak memperlihatkan masalah dalam perkembangannya sejak usia dini, salah satu contoh masalah yang dapat terjadi adalah pada anak ADHD. Anak dengan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas atau disebut ADHD (attention deficit and hiperactivity disorder) dalam Statistical Manual of Mental Disorder Fourth edition (DSM IV; APA, 1994), disebut sebagai gangguan hiperkinetik pada Pedoman dan Penggolongan Gangguan Jiwa III PPDGJ (Depkes RI, 1993). Anak ADHD ditandai oleh gangguan memusatkan perhatian, hiperaktivitas motorik dan impulsivitas yang kronis, sering menetap sejak anak-anak hingga remaja (DSM-IV, APA,1994). Orangtua tidak mudah dapat memahami anak dengan perilaku seperti pada anak ADHD, berbagai upaya dilakukan dan dicari agar anaknya dapat seperti anak pada umumnya. Namun, ada pula orangtua yang membiarkan keadaan anaknya. Hal ini dapat disebabkan karena: keberadaan sosial ekonomi tidak mampu untuk berupaya, tidak mengerti cara mengasuh anak, terdapat gangguan jiwa pada orangtua, terdapat masalah psikologis
2 2 dalam keluarga, sehingga seolah-olah orangtua tidak berdaya dalam mengasuh anak. Meskipun telah dilakukan riset selama lebih dari 40 tahun, penyebab pasti dan patofisiologi ADHD tetap saja belum diketahui. Anak dengan ADHD merupakan suatu kondisi yang sangat heterogen dan mempunyai banyak penyebab. Oleh karena tidak satupun faktor yang bisa dikatakan sebagai penyebab tunggal, maka ADHD dipahami sebagai suatu keadaan proses perkembangan otak yang kompleks. Secara umum, faktor-faktor penyebab ADHD adalah: faktor genetika, faktor pranatal dan perinatal, proses kimia di otak, stresor psikososial dalam keluarga dan lingkungan, struktur otak dan abnormalitas fungsi otak. Estimasi perbedaan struktur otak pada anak dengan ADHD, menunjukkan penurunan 5% - 10% dibandingkan dengan kontrol (Jensen, 2000). Angka prevalensi gangguan pemusatan perhatian/hiperaktivitas di antara anak- anak di Jakarta sebesar 26,2% pada rentang usia 6-13 tahun, dengan rasio laki-laki : perempuan = 2 : 1 (Saputro, 2004). Didapatkan angka prevalensi anak ADHD: 30% di sekolah dasar di pedesaan dan 21% di sekolah dasar di Kota Yogyakarta (Pratiti, 2009). Estimasi prevalensi ADHD berkisar antara 2 7% pada anak-anak usia masuk sekolah, dan pernah dilaporkan mencapai angka prevalensi 17,1% dalam survei di komunitas (Castello dkk., 1988; Cohen dkk., 1993 dalam DSM-IV-TR, 2004). Penelitian di India yang dilakukan di klinik anak, melalui screening terhadap anak dengan kriteria ADHD berdasarkan DSM-III-R, menunjukkan prevalensi 5,2% anak usia 3 4 tahun, sementara pada anak usia tahun ditemukan prevalensi sebesar 29% (Barkley, 2003).
3 3 Gangguan ADHD pada anak berdampak pada beberapa aspek kehidupan anak, termasuk nilai hasil belajar di sekolah, fungsi sosial, dan hubungan dengan orangtua (Barkley, 1990). Peran orangtua terhadap anak dengan gangguan ADHD tidak hanya berupa perhatian untuk kemajuan prastasi di sekolah saja, tetapi banyak hal lain yang harus diperhatikan demi kemajuan masa depan anak di kelak kemudian hari, misalnya cara orangtua berinteraksi dengan guru, cara orangtua berinteraksi dengan orangtua anak lain di sekolah. Peranan keluarga, khususnya orangtua, terhadap anak ADHD sangat diperlukan menuju keberhasilan masa depan anak. Gangguan ini juga berdampak pada konflik pasangan suami istri, karena orangtua dapat menaruh dendam terhadap anak mereka dan dapat pula menjadikan orangtua frustrasi dengan dirinya sendiri, sikap menyalahkan dan marah terhadap anak, dan sikap penyangkalan terhadap problem perilaku anak (PDSKJI, 2006). Penelitian tentang peran orangtua dan peran hubungan antara orangtua dengan anak ADHD membuktikan bahwa, orangtua berperan besar dalam kepatuhan minum obat anak ADHD. Di sisi lain, membuktikan bahwa apabila orangtua menunjukkan perhatian dan empati terhadap anaknya berakibat anak akan lebih diterima oleh teman sebayanya, seperti yang telah diketahui bahwa anak ADHD mempunyai kekurangan tidak disenangi oleh teman karena perilaku nakal (Warren, 2003; Durrant 2003). Reaksi orangtua ketika anaknya dinyatakan sebagai anak bermasalah dapat berupa tidak percaya, shock, sedih, kecewa, merasa bersalah, marah atau menolak. Tidak mudah bagi orangtua yang mempunyai anak bermasalah, walaupun akhirnya sampai pada tahap penerimaan (acceptance). Terdapat masa ketika orangtua
4 4 merenung dan tidak mengetahui tindakan tepat yang harus diperbuat untuk anaknya, orangtua tidak berdaya terhadap pengelolaan anaknya. Tidak sedikit orangtua yang kemudian memilih tidak terbuka mengenai keadaan anaknya kepada teman, tetangga bahkan keluarga dekat sekalipun, kecuali kepada dokter yang menangani anak tersebut (Rahmayanti, 2007). Oleh karena itu, penulis berpendapat bahwa diperlukan waktu dan upaya bagi orangtua untuk dapat menerima keadaan anaknya serta diperlukan alat ukur yang mudah, tepat dan akurat untuk menilai penerimaan orangtua terhadap anak agar orangtua dapat merawat, dan menangani anaknya dengan sepenuh hati. Penerimaan orangtua terhadap anak adalah, orangtua dapat memberikan kehangatan dan kasih sayang, kenyamanan, kepedulian dan pengasuhan, memberi dukungan atau cinta yang dirasakan dan diekspresikan pada anak baik dalam bentuk ekspresi secara fisik maupun verbal (Rohner, 2005). Bagi anak, hubungan antara orangtua dengan anak mempunyai arti yang penting. Telah banyak penelitian (ditambah beberapa kajian) yang menunjukkan bahwa kualitas hubungan orangtua - anak ditandai dengan penerimaan (cinta) dan penolakan (tidak adanya cinta), dan hal tersebut merupakan pradiktor utama yang berpengaruh terhadap fungsi psikologis dan faktor perkembangan pada anak maupun remaja (Rohner, 2010). Penelitian membuktikan bahwa terdapat korelasi antara penerimaan - penolakan orangtua dengan terjadinya permasalahan perilaku dan fungsi sosial anak (Rohner dan Khaleque, 2010). Oleh karena itu, diperlukan alat ukur yang mudah dan tepat untuk mengetahui kualitas penerimaan orangtua terhadap anaknya agar selanjutnya dapat membantu mengetahui pengaruh hubungan orangtua dan anak. Menurut teori
5 5 kelekatan (attachment theory), keterikatan orangtua kepada anaknya pada saat bayi akan membantu kemampuan penyesuaian diri pada anak. Anak dengan kelekatan yang aman akan merasa percaya bahwa pemberi asuhan akan selalu ada untuknya, responsif, dan banyak membantu ketika anak menemukan situasi yang tidak menyenangkan atau menakutkan (Bowlby, 1980). Sayangnya, seringkali terjadi orangtua baru menyadari masalah seorang anak setelah anak mulai masuk sekolah dasar. Mungkin orangtua telah lama curiga ada suatu masalah pada anak mereka, tetapi tidak ada orang yang benar-benar membicarakan masalah yang terjadi pada anak tersebut, sampai anak mengalami kesulitan di sekolah. Sering pula terjadi guru prasekolah atau dokter, cenderung enggan membicarakan problema seorang anak prasekolah karena menganggap anak belum matang, sehingga menunda masalah anak tersebut pada tahun berikutnya pada saat anak masuk sekolah dasar (Barkley, 1997). Penanganan anak ADHD memerlukan terapi multimodal sejak anak-anak sampai remaja, yang meliputi terapi farmakologis dan non farmakologis. Terapi farmakologis adalah terapi dengan menggunakan obat, sedangkan terapi non farmakalogis adalah terapi tanpa menggunakan obat yang antara lain meliputi: penanganan anak ADHD di sekolah atau di dalam kelas, penanganan di rumah oleh orangtua atau keluarga, terapi perilaku, terapi keterampilan sosial. Terapi multimodal dapat dilakukan oleh berbagai macam profesi yang diberikan sesuai dengan kebutuhan anak, misalnya oleh profesi dokter, okupasi terapi, terapi wicara, terapi edukasi oleh guru yang berpendidikan khusus, psikolog anak dan pemerhati anak yang kompeten (Colbert, 2008). Pemberian obat atau psikofarmaka saja tidak
6 6 mencukupi untuk terapi anak ADHD karena pemberian obat-obatan tersebut hanya berfungsi untuk memperbaiki atau menghambat perilaku ADHD. Hasil terapi akan lebih baik apabila diberikan kombinasi terapi obat dan terapi bukan obat atau non farmako terapi (Stubbe dkk., 2000). Penelitian lain menyimpulkan bahwa penanganan anak ADHD memerlukan ketelitian dan keahlian dalam menegakkan gejala-gejala atau tanda-tanda anak ADHD serta memerlukan pengawasan rutin dalam pengelolaan terapi. Pemberian pelatihan pada orangtua dengan memberikan perhatian dan pujian terhadap perilaku anak pada waktu yang tepat dan memberikan harapan dapat menurunkan gejalagejala perilaku menentang pada anak ADHD dan meningkatkan hubungan orangtua dengan anak bila dibandingkan dengan pemberian obat saja (AGP, 1999). Penanganan anak ADHD oleh orangtua yang berfokus pada keterampilan orangtua berupa mengajarkan perilaku yang benar, mengajarkan belajar yang baik sering merupakan cara utama mengajarkan perilaku-perilaku yang diinginkan pada anak ADHD, sehingga dapat membantu memperbaiki fungsi anak di lingkungan keluarga, di lingkungan sosial sekolah, di lingkungan rumah yang dapat mengurangi stres anggota keluarga dan yang terpenting adalah diharapkan dapat memperbaiki nilai akademik anak ADHD (Colbert, 2008). Penanganan anak ADHD di rumah oleh orangtua atau keluarga merupakan keterampilan khusus yang harus dimengerti dan dipahami serta memerlukan pembelajaran yang khusus pula agar dapat dilakukan secara konsisten dan intensif. Teori pemberdayaan mengartikan bahwa pemberdayaan berhubungan dengan kekuatan atau kompetensi seseorang yang dapat terjadi secara alami,
7 7 dituangkan dalam perilaku proaktif untuk mencapai suatu perubahan (Rappaport, 1981, 1984 dalam Perkins, 1995). Dalam kesehatan mental, pemberdayaan berhubungan dengan suatu aksi atau tindakan yang diperjuangkan agar dapat saling bekerjasama, berkreasi dan berespon terhadap suatu keadaan dalam masyarakat untuk mencapai suatu tujuan atau perubahan nilai-nilai perilaku. Pemberdayaan merupakan suatu proses dan hasil yang terjadi dengan cara memberikan aksi, aktivitas berupa daya atau kekuatan yang dimiliki seseorang untuk mencapai nilainilai kehidupan. Pemberdayaan orangtua terhadap anak ADHD merupakan suatu proses dalam bentuk kegiatan atau aktivitas orangtua yang harus diperjuangkan, saling bekerjasama dan berrespon dalam perawatan anak ADHD untuk menghasilkan perubahan nilai-nilai perilaku anak ADHD, orangtua dapat menerima anaknya serta dapat berinteraksi dengan anak. Dalam proses pemberdayaan orangtua diperlukan pelatihan atau training yang berupa pemberian materi pengetahuan tentang anak ADHD, prinsip-prinsip dan strategi mengatasi anak ADHD, misalnya cara mengatur waktu, cara memusatkan perhatian, dan perilaku lain yang tidak sesuai atau tidak lazim dalam kehidupan anak sehari-hari. Hasil pemberdayaan orangtua dalam penanganan anak ADHD yang diharapkan adalah orangtua dapat mengerti tentang anak ADHD, dapat saling berinteraksi antara orangtua-anak, mempunyai daya atau kekuatan untuk merawat anaknya serta dapat mengubah perilaku anak ADHD seperti yang diinginkan (Perkins, 1995). Orangtua yang mempunyai anak ADHD dengan gangguan belajar di sekolah akan mengalami stres lebih besar jika dibandingkan dengan orangtua yang anaknya tidak mengalami gangguan belajar di sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa diperlukan
8 8 pemberdayaan orangtua untuk penanganan anaknya (Nachsen, 2005). Walaupun pelatihan orangtua ini tidak menunjukkan manfaat secara langsung terhadap gejala utama pada anak ADHD, tetapi cukup membantu dalam memperbaiki fungsi kegiatan di dalam rumah bagi anak ADHD. Hasil studi pada pelatihan orangtua menunjukkan bahwa orangtua dapat lebih mengenal seluk-beluk anak ADHD, dan hasilnya terlihat lebih nyata pada anak ADHD usia prasekolah dibandingkan dengan usia anak yang lebih besar (Stubbe dkk., 2000). Lebih dari 4 dekade, ADHD telah dapat didiagnosis dengan baik dan dinyatakan sebagai gangguan yang diwariskan. Studi pewarisan ADHD tersebut disimpulkan setelah variasi beberapa studi keluarga dan studi tentang adopsi. Goodman dan Stevenson mengestimasi pewarisan genetika ADHD mencapai 0,75 pada tahun Dalam dekade terakhir, telah semakin jelas bahwa ADHD dapat ditunjukkan dengan cara melihat struktur dan fungsi otak melalui pemeriksaan magnetic resonance imaging. Estimasi terjadinya penurunan struktur dan fungsi otak diperkirakan sekitar 10-15% dibandingkan dengan rata-rata (Jensen, 2000). Pencegahan untuk mengurangi insiden ADHD sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Meskipun demikian, deteksi dan intervensi dini dapat mengurangi beratnya gejala-gejala pada anak ADHD, menurunkan gejala perilaku yang menghambat fungsi anak di sekolah, meningkatkan proses pertumbuhan dan perkembangan anak secara normal dan meningkatkan kualitas hidup anak yang dialaminya, baik pada masa kanak-kanak ataupun remaja (Cincinati, 2010). Penelitian di Jakarta menunjukkan prevalensi anak ADHD sebesar 26,2%, di Indonesia 16% (Saputro, 2004). Pada penelitian anak ADHD di Kota
9 9 Yogyakarta, penapisan menggunakan instrumen SPPAHI, menunjukkan persentase sebesar 21% (Pratiti, 2009). Sampai saat ini, kausa anak ADHD masih belum diketahui secara jelas, namun diduga kuat karena faktor penyebab biologi otak yang lebih ditekankan karena kekacauan sistem kimia otak, dan karena faktor lingkungan. Anak dengan ADHD berdampak stres pada orangtua serta fungsi masa depan anak ADHD sendiri (PPDGJ III, 1993). Penanganan anak ADHD masih memerlukan penanganan multimodal, yaitu terapi dengan obat dan bukan obat atau terapi psikososial dan kombinasi dua-duanya. Sekitar 2%-2,5% orangtua menerima terapi dengan obat dan 30-40% anak ADHD ditangani secara klinis (Paykina, 2008). Di era tahun 2000 terdapat peningkatan cara terapi psikososial, dan cara terapi ini dianggap efektif (Zwi, 2011), namun di Indonesia belum ada bukti evidence base keberhasilan terapi psikososial. Dampak penurunan fungsi otak pada anak ADHD 10-15% (Jensen, 2000), dan diperkirakan 25% anak ADHD mengalami drop out di tingkat sekolah menengah (Saputro, 2004; Paykina 2008). Penerimaan-penolakan orangtua terhadap anak mempunyai korelasi dengan terjadinya gangguan perilaku pada anak (Rohner, 2010). Manfaat pemberdayaan orangtua dalam penanganan anak ADHD di Indonesia belum menunjukkan bukti-bukti berhasil, dan masih mengandalkan penanganan di klinik-klinik pelayanan anak atau pelayanan oleh dokter di pelayanan kesehatan misalnya di rumah sakit dan di pelayanan kesehatan lainnya. Menurut teori pemberdayaan, masalah pemberdayaan merupakan suatu proses untuk mencapai tujuan atau untuk mendapatkan outcome yang ingin dicapai orangtua. Dalam pemberdayaan orangtua, maka orangtua sebagai agent untuk
10 10 mencapai tujuan atau outcome. Konsep pemberdayaan berupa suatu program pemberdayaan orangtua dalam bentuk pelatihan yang berfokus pada edukasi kepada orangtua untuk penanganan anaknya, dalam penelitian ini adalah penanganan perilaku anak ADHD (Olin, 2009). Pelatihan orangtua secara efektif dapat berguna untuk meningkatkan kemampuan anak ADHD dan mengubah perilaku agresi dan impulsif (Cousins dan Weiss, 1993; Barbara dkk., 2009). Oleh karena itu, masalah pemberdayaan orangtua berbasis penerimaan terhadap anak dalam penanganan anak ADHD akan mendukung pelayanan yang dilakukan oleh dokter dan terapis lainnya, manfaat lebih jauh adalah sebagai faktor protektif terhadap perkembangan fungsi sebagai anak ADHD. B. Perumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang di atas, dapat disampaikan bahwa tidak mudah bagi orangtua untuk dapat menerima anaknya yang mempunyai kebutuhan khusus seperti anak ADHD, walaupun akhirnya sampai pada tahap dapat menerima (Rahmayanti, 2007). Hubungan antara orangtua dan anak sangat penting dan sangat berarti bagi anak. Kualitas hubungan orangtua dan anak merupakan faktor protektif terhadap perkembangan anak yang bermanfaat dalam fungsi psikologis anak, yang antara lain ditandai dengan tingkat penerimaan orangtua terhadap anaknya yang ADHD (Rohner, 2010). Dengan demikian, diperlukan alat ukur yang mudah dan akurat untuk mengukur kualitas penerimaan orangtua terhadap anak. Terdapat berbagai upaya penanganan anak, khususnya anak pada ADHD, dan upaya tersebut antara lain dilakukan oleh berbagai profesi, yaitu: terapis
11 11 okupasi, terapis wicara, terapis edukasi atau guru, psikolog, dokter spesialis anak, psikiater/psikiater anak, orangtua dan keluarga serta masyarakat di lingkungannya, serta pemerhati anak lainnya. Walaupun pemberdayaan orangtua tidak secara langsung berpengaruh terhadap perubahan perilaku anak, tetapi merupakan suatu proses yang masih harus diperjuangkan oleh orangtua agar mencapai tujuan perbaikan perubahan perilaku anak ADHD seperti yang diinginkannya. Oleh karena itu, diperlukan pelatihan bagi orangtua untuk menambah pengetahuan, untuk menambah daya dan percaya diri orangtua agar lebih mengenal cara penanganan atau perawatan anak ADHD dengan pedoman yang terstruktur. Diperlukan petunjuk yang mudah bagi orangtua untuk penanganan anak ADHD, dalam bentuk model pemberdayaan orangtua yang bermanfaat sebagai faktor protektif bagi proses perkembangan anak ADHD. Berdasarkan masalah tersebut di atas, maka rumusan masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut : 1. Apakah program pemberdayaan orangtua untuk mengubah perilaku anak ADHD pada kelompok perlakuan lebih baik dibandingkan dengan kelompok kontrol? 2. Apakah program perilaku persiapan pergi ke sekolah anak ADHD kelompok perlakuan lebih baik dibandingkan dengan kelompok yang tidak mendapat perlakuan pemberdayaan orangtua? 3. Apakah program perilaku disiplin anak ADHD kelompok perlakuan lebih baik dibandingkan dengan kelompok yang tidak mendapat perlakuan pemberdayaan orangtua?
12 12 4. Apakah program perilaku persiapan belajar anak ADHD kelompok perlakuan lebih baik dibandingkan dengan kelompok yang tidak mendapat perlakuan pemberdayaan orangtua? 5. Apakah program perilaku persiapan tidur anak ADHD kelompok perlakuan lebih baik dibandingkan dengan kelompok yang tidak mendapat perlakuan pemberdayaan orangtua? 6. Apakah program perilaku lain bersama orangtua anak ADHD kelompok perlakuan lebih baik dibandingkan dengan kelompok yang tidak mendapat perlakuan pemberdayaan orangtua? 7. Apakah perilaku anak ADHD yang diukur dengan instrumen SPPAHI pasca perlakuan 3 bulan pada kelompok perlakuan lebih baik dibandingkan dengan kelompok yang tidak mendapat perlakuan pemberdayaan orangtua? Permasalahan lain: 1. Bagaimanakah alat ukur yang tepat untuk menilai kualitas penerimaan orangtua terhadap anak ADHD di Yogyakarta? 2. Bagaimana model pemberdayaan orangtua berbasis penerimaan orangtua terhadap anak ADHD yang dapat diterapkan di Yogyakarta. C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah : 1. Mengetahui program pemberdayaan orangtua untuk merubah perilaku anak ADHD pada kelompok perlakuan lebih baik dibandingkan dengan kelompok kontrol
13 13 2. Mengetahui perilaku program persiapan pergi ke sekolah anak ADHD kelompok perlakuan lebih baik dibandingkan dengan kelompok yang tidak mendapat perlakuan pemberdayaan orangtua 3. Mengetahui perilaku program disiplin anak ADHD kelompok perlakuan lebih baik dibandingkan dengan kelompok yang tidak mendapat perlakuan pemberdayaan orangtua 4. Mengetahui perilaku program persiapan belajar anak ADHD kelompok perlakuan lebih baik dibandingkan dengan kelompok yang tidak mendapat perlakuan pemberdayaan orangtua 5. Mengetahui perilaku program persiapan tidur anak ADHD kelompok perlakuan lebih baik dibandingkan dengan kelompok yang tidak mendapat perlakuan pemberdayaan orangtua 6. Mengetahui perilaku program lain bersama orangtua anak ADHD kelompok perlakuan lebih baik dibandingkan dengan kelompok yang tidak mendapat perlakuan pemberdayaan orangtua 7. Mengetahui perilaku anak ADHD yang diukur dengan instrumen SPPAHI pasca perlakuan 3 bulan pada kelompok perlakuan lebih baik dibandingkan dengan kelompok yang tidak mendapat perlakuan pemberdayaan orangtua Tujuan lain: 1. Tersedianya alat ukur yang tepat untuk menilai kualitas penerimaan orang tua terhadap anak ADHD di Yogyakarta. 2. Tersedianya model pemberdayaan orangtua berbasis penerimaan terhadap anak ADHD yang dapat diterapkan di Yogyakarta.
14 14 D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi pengembangan ilmu kedokteran jiwa anak dan remaja dan bermanfaat dalam pelayanan kesehatan jiwa, khususnya pelayanan kesehatan jiwa anak dan remaja di Indonesia. Diharapkan dapat bermanfaat untuk terbangunnya faktor protektif bagi anak ADHD agar dapat mencapai taraf perkembangan yang optimal. 1. Manfaat bagi guru dan orangtua Guru dapat mengenali dan memahami perilaku anak ADHD, sehingga anak dapat diperlakukan sesuai dengan kemampuan dan usianya, sehingga prestasi belajar dan masa depan anak ADHD menjadi lebih baik. Demikian juga orangtua, dapat lebih mengenal dan menerima serta melakukan intervensi diri sendiri dalam memperhatikan anak ADHD untuk meningkatkan prestasi belajar atau prestasi sekolah anak ADHD. 2. Manfaat bagi institusi pendidikan dan kesehatan Dapat memberikan kebijakan, sarana dan prasarana dalam pembelajaran yang memadai terhadap anak ADHD di sekolah. Selain itu, juga dapat memberikan fasilitas pelayanan kesehatan dalam penatalaksanaan terapi bagi anak ADHD, baik berupa psikoterapi, farmakoterapi, maupun fasilitas lain yang diperlukan untuk anak ADHD. 3. Manfaat bagi masyarakat umum Masyarakat umum dapat mengenal anak ADHD dan memperlakukan mereka secara wajar serta tidak memberi label pada anak, yang merugikan kehidupan sosial anak ADHD.
15 15 4. Manfaat bagi anak Anak dapat memperoleh tempat di fasilitas pendidikan di sekolah umum tanpa menerima label dari masyarakat maupun dari teman sebayanya yang merugikan kehidupan masa depan anak. Dengan demikian, anak ADHD dapat memperbaiki perilakunya yang merugikan diri sendiri dan orang lain untuk mencapai masa depan yang lebih baik. E. Keaslian Penelitian Telah banyak dilakukan penelitian tentang penerimaan - penolakan orangtua terhadap anak mereka, terutama yang dilakukan oleh Rohner. Masih ada pandangan yang bertentangan dan menyulitkan bagi orangtua ketika harus memutuskan bahwa anaknya menunjukkan perilaku sebagai anak ADHD, dan permasalahan ini menjadi semakin tidak baik karena tidak banyak penelitian yang membantu orangtua untuk mengambil keputusan tentang penerimaan - penolakan anak ADHD sebagai diagnosis yang dapat diterima oleh orangtua (Dillon dkk., 2008). Penelitian tentang pemberdayaan lebih banyak digunakan pada penelitianpenelitian dalam ilmu sosial. Dalam ilmu kesehatan masalah pemberdayaan tidak langsung berpengaruh sebagai makna terapi, namun pemberdayaan merupakan suatu proses dimana hasil aktivitas proses diduga berpengaruh terhadap hasil yang diinginkan. Berikut ini beberapa penelitian tentang penerimaan - penolakan orangtua dan penelitian tentang pemberdayaan orangtua dan anak ADHD: 1. Ahmed dkk. (2012) melakukan penelitian tentang penerimaan orangtua, keluarga, guru dan teman teman dekat pada anak usia tahun,
16 16 menggunakan instrument Child PARQ dari Rohner dan instrumen lainnya yang berhubungan dengan penerimaan teman dekat dan guru yang telah dikembangkan oleh Rohner. Penelitian tersebut bertujuan untuk melihat penerimaan orangtua, teman dekat dan guru terhadap anak laki-laki dan anak perempuan. Persamaan dengan penelitian penulis adalah mengukur penerimaan orangtua terhadap anak menggunakan instrumen Child PARQ dari Rohner yang dikembangkan di Yogyakarta, sedangkan perbedaan dengan penelitian Ahmed, dilakukan di Kuwait dan tanpa dilakukan intervensi pada anak. 2. Lila (2007) melakukan penelitian tentang penerimaan orangtua terhadap anak usia 7 13 tahun, menggunakan instrument Child PARQ dari Rohner dan instrumen CBCL. Penelitian tersebut bertujuan untuk melihat penerimaan orangtua terhadap anak yang mempunyai problem psikologis cemas, depresi dan problem perilaku. Persamaan dengan penelitian penulis adalah mengukur penerimaan orangtua menggunakan instrumen Child PARQ dan CBCL, sedangkan perbedaannya adalah: penelitian Lila dilakukan di tempat yang berbeda untuk pengembangan instrument Child PARQ dan penilaian problem perilaku bukan pada anak ADHD serta tidak dilakukan intervensi pemberdayaan orangtua. 3. Pratiti (2009) melakukan penelitian studi kualitatif potong lintang yang diambil secara random terhadap anak ADHD di sekolah dasar di daerah rural dan di sekolah dasar di daerah urban di Yogyakarta. Penelitian ini untuk mengetahui perhatian guru terhadap anak ADHD di sekolah dasar di daerah rural dan di daerah urban. Hasil penelitian tersebut adalah, perhatian guru terhadap anak
17 17 ADHD di daerah rural lebih besar daripada di daerah urban, dan perlakuan khusus terhadap anak ADHD di daerah rural lebih besar daripada di daerah urban. Penelitian ini merupakan penelitian pendahuluan untuk melihat praduga persentase anak ADHD di sekolah dasar menggunakan instrumen penapis SPPAHI dan untuk mengetahui perbedaan perhatian guru terhadap anak ADHD di daerah rural dan di daerah urban. 4. Barbara (2009) melakukan penelitian tentang perilaku pada orangtua untuk caring rutin terhadap anak ADHD. Penelitian tersebut bertujuan untuk melihat hasil pelatihan orangtua sebagai tambahan terapi untuk anak ADHD yang mempunyai problem perilaku, hasilnya dilaporan oleh orangtua di pelayanan anak ADHD. Persamaan dengan penelitian penulis adalah pelatihan orangtua yang mempunyai anak ADHD, problem perilaku anak ADHD dinilai dengan instrumen CBCL. Perbedaannya: pelatihan orangtua untuk penanganan anak ADHD tidak berbasis penerimaan orangtua dan menggunakan instrumen Conners untuk penapisan anak ADHD. 5. Martin dan Schein (2000) melakukan penelitian untuk mengukur dan meningkatkan pemberdayaan dan kapasitas orangtua untuk perawatan anaknya. Penelitian tersebut dilakukan pada keluarga pasien rawat jalan. Orangtua sering mempunyai perasaan stres, tidak berdaya, merasa memerlukan pertolongan, helpless dengan situasi keluarga karena perilaku anaknya yang sulit dikontrol. Penelitian tersebut bertujuan untuk membantu client agar merasa lebih dapat mengontrol diri dengan perubahan situasinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengurangan yang bermakna terhadap
18 18 parenting dalam keluarga yang berhubungan dengan konflik keluarga. Perbedaan dengan penelitian penulis adalah, meneliti pemberdayaan orangtua terhadap penanganan anak ADHD yang berbasis penerimaan orangtua sebagai dasar untuk perawatan anaknya. Persamaannya adalah mengukur kemampuan orangtua atau pemberdayaan orangtua dalam merawat anaknya. Penelitian tentang pemberdayaan orangtua tidak banyak dilakukan dalam penelitian kesehatan, tetapi banyak dilakukan dalam penelitian sosial. Berdasarkan keaslian penelitian yang telah diuraikan di atas, maka kebaruan dalam penelitian ini adalah: belum tersedianya alat ukur penerimaan orangtua terhadap anak ADHD di Indonesia dan belum tersedianya model pemberdayaan orangtua berbasis penerimaan orangtua terhadap anak dalam penanganan perilaku anak ADHD di Indonesia. Intervensi yang dipilih dalam penelitian ini adalah: intervensi psikoedukasi dan pelatihan pemberdayaan orangtua untuk penanganan perilaku anak ADHD berbasis penerimaan terhadap anak. Perilaku-perilaku yang menjadi program dalam penelitian ini adalah: perilaku persiapan pergi ke sekolah, perilaku disiplin mengerjakan tugas sebagai anak sekolah, perilaku mempersiapkan belajar di rumah, perilaku persiapan pergi tidur, perilaku lainnya yang diprogram oleh orangtua dengan kesepakatan bersama anak. Program merubah perilaku anak ADHD dengan harapan terjadi perubahan perilaku anak ADHD yang diinginkan antara orangtua dan anak menuju perilaku yang lebih baik. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan melakukan pre-test - postest group design.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Attention Deficit Hiperactivity Disorder (ADHD) merupakan suatu gangguan perkembangan yang mengakibatkan ketidakmampuan mengatur perilaku, khususnya untuk mengantisipasi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dilahirkan akan tumbuh menjadi anak yang menyenangkan, terampil dan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang tua menginginkan dan mengharapkan anak yang dilahirkan akan tumbuh menjadi anak yang menyenangkan, terampil dan pintar. Anak-anak yang patuh, mudah diarahkan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ADHD merupakan istilah berbahasa Inggris kependekan dari Attention Deficit Hiperactivity Disorder (Attention = perhatian, Deficit = kekurangan, Hiperactivity
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan fisik, sosial, psikologis, dan spiritual anak.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anak adalah anugerah yang diberikan oleh Tuhan kepada setiap orang tua untuk dirawat dan dididik sebaik-baiknya agar kelak menjadi anak yang berguna. Anak juga dikatakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skizofrenia adalah gangguan mental yang sangat berat. Gangguan ini ditandai dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi, gangguan
Lebih terperinciASUHAN KEPERAWATAN PADA Nn. L DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI: HARGA DIRI RENDAH DI RUANG SRIKANDI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Nn. L DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI: HARGA DIRI RENDAH DI RUANG SRIKANDI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mendapatkan Gelar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan sumber kebahagiaan bagi sebagian besar keluarga sejak di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan sumber kebahagiaan bagi sebagian besar keluarga sejak di dalam kandungan. Pertumbuhan serta perkembangan anak yang normal menjadi impian setiap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa yang terjadi di Era Globalisasi dan persaingan bebas
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan jiwa yang terjadi di Era Globalisasi dan persaingan bebas cenderung meningkat. Peristiwa kehidupan yang penuh tekanan seperti kehilangan orang yang dicintai,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manapun dengan berbagai budaya dan sistem sosial. Keluarga merupakan warisan umat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga merupakan unit sosial penting dalam bangunan masyarakat di belahan dunia manapun dengan berbagai budaya dan sistem sosial. Keluarga merupakan warisan umat manusia
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker adalah pertumbuhan abnormal dari sel-sel yang disebabkan oleh beberapa perubahan dalam ekspresi gen yang menyebabkan ketidakseimbangan regulasi proliferasi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau Gangguan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) adalah suatu kondisi medis yang ditandai oleh ketidakmampuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gangguan jiwa atau mental menurut DSM-IV-TR (Diagnostic and Stastistical
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gangguan jiwa atau mental menurut DSM-IV-TR (Diagnostic and Stastistical Manual of Mental Disorder, 4th edition) adalah perilaku atau sindrom psikologis klinis
Lebih terperinciPedologi. Attention Deficit and Hyperactivity Disorder (ADHD) Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi
Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI Pedologi Attention Deficit and Hyperactivity Disorder (ADHD) Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id ADHD (Attention Deficit Hyperactive
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bab ini, akan dibahas mengenai tinjauan pustaka yang digunakan
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini, akan dibahas mengenai tinjauan pustaka yang digunakan peneliti terkait dengan penelitian yang dilakukan, yang nantinya dapat menjadi landasan teoritis dalam mendukung
Lebih terperinciPROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS 1 PSIKIATRI DEPARTEMEN/SMF ILMU KEDOKTERAN JIWA FK UNAIR - RSU dr.soetomo SURABAYA 2015
LAPORAN PENELITIAN PENGARUH PEMBERIAN EDUKASI TERSTRUKTUR PADA PENGASUH UTAMA ANAK ADHD TERHADAP PENURUNAN DERAJAT KEPARAHAN ADHD DI UNIT RAWAT JALAN PSIKIATRI ANAK RSUD dr SOETOMO SURABAYA Oleh: Saiful
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat ditemukan pada semua lapisan sosial, pendidikan, ekonomi dan ras di
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Skizofrenia merupakan gangguan jiwa berat dengan tanda dan gejala yang beraneka ragam, baik dalam derajat maupun jenisnya dan seringkali ditandai suatu perjalanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Autisme merupakan suatu kumpulan gejala (sindrom) yang diakibatkan oleh kerusakan saraf. Gejalanya sudah tampak sebelum anak mencapai usia tiga tahun. Penyandang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dari Tuhan. Selain itu, orang tua juga menginginkan yang terbaik bagi anaknya,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi setiap orang yang telah menikah, memiliki anak adalah suatu anugerah dari Tuhan. Selain itu, orang tua juga menginginkan yang terbaik bagi anaknya, tumbuh dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Attention Deficit Hyperactivity Disorder, dalam pengertian secara umum berarti
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Attention Deficit Hyperactivity Disorder, dalam pengertian secara umum berarti gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktifitas dimana banyak terjadi pada anak usia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan manusia merupakan perubahan. yang bersifat progresif dan berlangsung secara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan manusia merupakan perubahan yang bersifat progresif dan berlangsung secara berkelanjutan. Keberhasilan dalam mencapai satu tahap perkembangan akan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari keluarga, dimana sebagian besar kelahiran disambut bahagia oleh anggota keluarganya, setiap orang tua mengharapkan anak yang sehat,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hasil survei Badan Pusat Statistik pada tahun 2010 menyatakan bahwa dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hasil survei Badan Pusat Statistik pada tahun 2010 menyatakan bahwa dari 237.641.326 jiwa total penduduk Indonesia, 10% diantaranya yaitu sebesar + 22.960.000 berusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian setiap orang. Ketika menikah, tentunya orang berkeinginan untuk mempunyai sebuah keluarga yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wanita merupakan individu yang memiliki keterbukaan dalam membagi permasalahan kehidupan maupun penilaian mereka mengenai sesuatu ataupun tentang orang lain.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. genetik, faktor organo-biologis, faktor psikologis serta faktor sosio-kultural.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan jiwa merupakan proses interaksi yang kompleks antara faktor genetik, faktor organo-biologis, faktor psikologis serta faktor sosio-kultural. Telah terbukti
Lebih terperinciBABI PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak kemasa
BABI PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak kemasa dewasa. Pada masa ini, remaja mengalami perkembangan mencapai kematangan fisik, mental, sosial
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terjadi pada anak-anak, diantaranya adalah ganguan konsentrasi (Attention
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini banyak dijumpai berbagai macam gangguan psikologis yang terjadi pada anak-anak, diantaranya adalah ganguan konsentrasi (Attention Deficit Disorder) atau yang
Lebih terperinciTIME OUT : ALTERNATIF MODIVIKASI PERILAKU DALAM PENANGANAN ANAK ADHD (ATTENTION DEFICIT/HYPERACTIVITY DISORDER)
TIME OUT : ALTERNATIF MODIVIKASI PERILAKU DALAM PENANGANAN ANAK ADHD (ATTENTION DEFICIT/HYPERACTIVITY DISORDER) SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyimpangan dari fungsi psikologis seperti pembicaraan yang kacau, delusi,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skizofrenia merupakan sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi berbagai area fungsi individu, termasuk fungsi berfikir dan berkomunikasi, menerima dan menginterpretasikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
54321 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Enuresis adalah inkontinensia urin pada usia dimana seharusnya seorang anak sudah mampu berkemih secara normal namun anak tidak dapat melakukannya sehingga
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kehadiran seorang bayi dalam keluarga merupakan berkah yang luar
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kehadiran seorang bayi dalam keluarga merupakan berkah yang luar biasa. Setiap orang tua mengharapkan anak yang dilahirkan kelak tumbuh menjadi anak yang menyenangkan,
Lebih terperinciPedologi. Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Yenny, M.Psi. Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi
Modul ke: Pedologi Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga Fakultas Psikologi Yenny, M.Psi. Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Tipe-tipe Penganiayaan terhadap Anak Penganiayaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Chaplin,gangguan jiwa adalah ketidakmampuan menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa yang terjadi di Era Globalisasi dan persaingan bebas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan jiwa yang terjadi di Era Globalisasi dan persaingan bebas cenderung meningkat. Peristiwa kehidupan yang penuh tekanan seperti kehilangan orang yang dicintai,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang menghadapi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang menghadapi perubahan pertumbuhan dan perkembangan. Masa remaja mengalami perubahan meliputi perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian. perjalanan kronik dan berulang. Skizofrenia biasanya memiliki onset pada masa
digilib.uns.ac.id 14 BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Skizofrenia merupakan gangguan jiwa berat dengan tanda dan gejala yang beraneka ragam, baik dalam derajat maupun jenisnya dan seringkali ditandai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengalami gangguan fungsi mental berupa frustasi, defisit perawatan diri, menarik diri
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif (NAPZA) merupakan salah satu permasalahan yang menjadi ancaman serius bagi Bangsa Indonesia. Penyalahgunaan NAPZA
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. oleh banyak faktor, baik faktor dari petugas (perawat, dokter dan tenaga
BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Hospitalisasi (rawat inap) pada pasien anak dapat menyebabkan kecemasan dan stres pada semua tingkat usia. Penyebab dari kecemasan ini dipengaruhi oleh banyak faktor,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Padahal deteksi dini dan penanganan yang tepat terhadap depresi dapat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Depresi merupakan masalah psikologis yang banyak terjadi pada lanjut usia. Masalah tersebut ditandai dengan perasaan sedih mendalam yang berdampak pada gangguan interaksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kusta adalah penyakit menular yang menahun, disebabkan oleh mycobacterium leprae yang menyerang kulit saraf tepi dan jaringan tubuh lainnya. Pada sebagian besar
Lebih terperinciKEBAHAGIAAN SAUDARA KANDUNG ANAK AUTIS. Skripsi
i KEBAHAGIAAN SAUDARA KANDUNG ANAK AUTIS Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan oleh: RONA MARISCA TANJUNG F 100 060 062 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. latin adolensence, diungkapkan oleh Santrock (2003) bahwa adolansence
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perkembangan dari masa kanak-kanak menuju dewasa ditandai dengan adanya masa transisi yang dikenal dengan masa remaja. Remaja berasal dari kata latin adolensence,
Lebih terperinciGAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA PADA ANAK PENYANDANG EPILEPSI USIA BALITA DI POLIKLINIK ANAK RSUP.PERJAN DR. HASAN SADIKIN BANDUNG.
GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA PADA ANAK PENYANDANG EPILEPSI USIA BALITA DI POLIKLINIK ANAK RSUP.PERJAN DR. HASAN SADIKIN BANDUNG Dyna Apriany ABSTRAK Usia balita merupakan masa-masa kritis sehingga diperlukan
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. Disorder(ADHD) atau disebut juga anak dengan Gangguan Pemusatan Perhatian
BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Anak yang mengalami masalah Attention Deficit/ Hiperactivity Disorder(ADHD) atau disebut juga anak dengan Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktifitas (GPPH) seringkali
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI II. A. DUKUNGAN SOSIAL II. A. 1. Definisi Dukungan Sosial Menurut Orford (1992), dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, dan penghargaan yang diandalkan pada saat individu mengalami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW. dikenal dengan istilah Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD).
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penelitian Sejak tahun 1990-an, dunia sudah mengenal suatu penyakit yang dikenal dengan istilah Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD). ADHD adalah suatu gangguan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sakit dan dirawat di rumah sakit khususnya bagi anak-anak dapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sakit dan dirawat di rumah sakit khususnya bagi anak-anak dapat menimbulkan dampak, baik terhadap fisik maupun psikologis diantaranya kecemasan, merasa asing akan lingkungan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam
BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Skizofrenia merupakan suatu penyakit otak persisten dan serius yang mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam memproses informasi, hubungan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) adalah salah satu diantara penyakit tidak menular
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) adalah salah satu diantara penyakit tidak menular yang akan meningkat jumlahnya di masa datang. Diabetes sudah merupakan salah satu ancaman utama
Lebih terperinciLAPORAN PENDAHULUAN (LP) ISOLASI SOSIAL
LAPORAN PENDAHULUAN (LP) ISOLASI SOSIAL A. Pengertian Isolasi social adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. karena itu penggunaan komputer telah menjadi suatu hal yang diperlukan baik di
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi komputer saat ini telah berkembang dengan pesat, oleh karena itu penggunaan komputer telah menjadi suatu hal yang diperlukan baik di perusahaan,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Pola Asuh Orangtua a. Pengertian Dalam Kamus Bahasa Indonesia pola memiliki arti cara kerja, sistem dan model, dan asuh memiliki arti menjaga atau merawat dan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Keluarga 2.1.1. Defenisi Keluarga Banyak ahli yang mendefenisiskan tentang keluarga berdasarkan perkembangan sosial di masyarakat. Hal ini bergantung pada orientasi yang
Lebih terperinciS A N T I E. P U R N A M A S A R I U M B Y
PERKEMBANGAN SOSIAL : KELUARGA S A N T I E. P U R N A M A S A R I U M B Y PENGANTAR Keluarga adalah tempat dan sumber perkembangan sosial awal pada anak Apabila interaksi yang terjadi bersifat intens maka
Lebih terperincidicintai, putusnya hubungan sosial, pengangguran, masalah dalam pernikahan,
A. Latar Belakang Gangguan jiwa yang terjadi di era globalisasi dan persaingan bebas cenderung meningkat. Peristiwa kehidupan yang penuh tekanan seperti kehilangan orang yang dicintai, putusnya hubungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia (aging structured population) karena dari tahun ke tahun, jumlah penduduk Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Skizofrenia merupakan gangguan jiwa berat yang masih merupakan masalah dalam pelayanan kesehatan di Rumah Sakit maupun di masyarakat. Anggaran besar harus dialokasikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adanya dan mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain (Depkes RI,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan UU Kesehatan No. 36 tahun 2009, kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kehadiran anak umumnya merupakan hal yang dinanti-nantikan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehadiran anak umumnya merupakan hal yang dinanti-nantikan oleh orang tua. Anak merupakan harta berharga dan anugerah dari Tuhan. Anak juga merupakan pemacu harapan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mental dan sosial yang lengkap dan bukan hanya bebas dari penyakit atau. mengendalikan stres yang terjadi sehari-hari.
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan
BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Dalam kehidupan, belum ada seorang manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain (www.wikipedia.com).
Lebih terperinciHUBUNGAN PERAN SERTA KELUARGA DALAM PERAWATAN STROKE DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA PENDERITA PASCA STROKE DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR
HUBUNGAN PERAN SERTA KELUARGA DALAM PERAWATAN STROKE DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA PENDERITA PASCA STROKE DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Statistik (2013), angka harapan hidup perempuan Indonesia dalam rentang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan berdampak pada penurunan angka kelahiran, angka kesakitan dan angka kematian serta peningkatan angka harapan hidup penduduk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. setelah India, Cina dan Amerika Serikat (PERKENI, 2011). Menurut estimasi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu diantara lima negara dengan penderita Diabetes Melitus (DM) terbanyak di dunia dan menempati urutan ke empat setelah India, Cina dan Amerika
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. banyak anak yang menjadi korban perlakuan salah. United Nations Children s
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kekerasan pada anak telah menjadi perhatian dunia, begitu banyak anak yang menjadi korban perlakuan salah. United Nations Children s Fund (UNICEF) (2012)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh adanya penyempitan arteri koroner, penurunan aliran darah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah penyakit jantung yang terjadi akibat ketidakseimbangan antara suplai dengan kebutuhan oksigen miokardium yang disebabkan
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA SUPPORT SYSTEM KELUARGA DENGAN KEPATUHAN BEROBAT KLIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA
HUBUNGAN ANTARA SUPPORT SYSTEM KELUARGA DENGAN KEPATUHAN BEROBAT KLIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA SKRIPSI Disusun Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan pengurus pondok pesantren tersebut. Pesantren memiliki tradisi kuat. pendahulunya dari generasi ke generasi.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa yang penuh dengan kekalutan emosi, instropeksi yang berlebihan, kisah yang besar, dan sensitivitas yang tinggi. Masa remaja adalah masa pemberontakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. anak (Undang-Undang Perlindungan Anak, 2002).
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Anak adalah tunas bangsa, potensi dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa. Oleh karena itu anak perlu mendapat kesempatan yang seluasluasnya untuk tumbuh
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan jiwa tidak lagi hanya berupa gangguan jiwa yang berat
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan jiwa tidak lagi hanya berupa gangguan jiwa yang berat termasuk penyalahgunaan narkotika dan zat adiktif lain (NAPZA), tetapi juga meliputi berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia sekolah mempunyai berbagai resiko yang lebih mengarah pada kecerdasan, moral, kawasan sosial dan emosional, fungsi kebahasaan dan adaptasi sosial.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kata kanker merupakan kata yang paling menakutkan di seluruh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kata kanker merupakan kata yang paling menakutkan di seluruh dunia. Satu dari empat kematian yang terjadi di Amerika Serikat disebabkan oleh penyakit kanker (Nevid et
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan jiwa merupakan bagian penting dalam rangka tercapainya peningkatan kualitas hidup manusia secara menyeluruh. Transformasi kehidupan masyarakat dari pola agraris
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk menjaga homeostatis dan kehidupan itu sendiri. Kebutuhan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia mempunyai kebutuhan tertentu yang harus dipenuhi secara memuaskan melalui proses homeostasis, baik fisiologis maupun psikologis. Kebutuhan merupakan suatu hal
Lebih terperinciProses Adaptasi Psikologi Ibu Dalam Masa Nifas
Proses Adaptasi Psikologi Ibu Dalam Masa Nifas Masa nifas adalah masa 2 jam setelah lahirnya plasenta sampai enam minggu berikutnya. Pengawasan dan asuhan postpartum masa nifas sangat diperlukan yang tujuannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melihat sisi positif sosok manusia. Pendiri psikologi positif, Seligman dalam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menjalani kehidupan ini, tentunya seseorang pasti pernah mengalami beberapa masalah. Sesuatu dirasakan atau dinilai sebagai suatu masalah ketika kenyataan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN Pada Bab I dikemukakan latar belakang penelitian, identifikasi masalah penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, manfaat penelitian, asumsi penelitian, metode, lokasi dan sampel
Lebih terperinciBABI PENDAHULUAN. Anak adalah permata bagi sebuah keluarga. Anak adalah sebuah karunia
BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak adalah permata bagi sebuah keluarga. Anak adalah sebuah karunia dan perhiasan dunia bagi para orangtua. Banyak pasangan muda yang baru
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORI
2.1 Gangguan Jiwa BAB II TINJAUAN TEORI 2.1.1 Pengertian Gangguan Jiwa Gangguan jiwa merupakan perubahan sikap dan perilaku seseorang yang ekstrem dari sikap dan perilaku yang dapat menimbulkan penderitaan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. otak (Dipiro et.al, 2005). Epilepsi dapat dialami oleh setiap orang baik laki-laki
I. PENDAHULUAN Epilepsi adalah terganggunya aktivitas listrik di otak yang disebabkan oleh beberapa etiologi diantaranya cedera otak, keracunan, stroke, infeksi, dan tumor otak (Dipiro et.al, 2005). Epilepsi
Lebih terperinciTAHAP-TAHAP KEHIDUPAN / PERKEMBANGAN KELUARGA
Perkembangan keluarga merupakan proses perubahan yang terjadi pada sistem keluarga meliputi; perubahan pola interaksi dan hubungan antar anggota keluarga disepanjang waktu. Perubahan ini terjadi melalui
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti melahirkan anak, merawat anak, menyelesaikan suatu permasalahan, dan saling peduli antar anggotanya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) atau Attention
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) atau Attention Deficit/Hyperactivity Disorder (ADHD) merupakan gangguan perilaku yang paling sering terjadi pada
Lebih terperinciLAMPIRAN. Depresi. Teori Interpersonal Depresi
LAMPIRAN Depresi Teori depresi dalam ilmu psikologi, banyak aliran yang menjelaskannya secara berbeda.teori psikologi tentang depresi adalah penjelasan predisposisi depresi ditinjau dari sudut pandang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sejak dulu sudah dikenal adanya gangguan jiwa, misalnya dalam cerita Mahabarata dan Ramayana dikenal adanya Srikandi Edan, Gatot Kaca Gandrung. Pada
Lebih terperinciGAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA
GAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Keperawatan Disusun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan hiperaktif merupakan salah satu kelainan yang sering dijumpai pada gangguan perilaku anak. Namun dalam ADHD (Attention Deficit Hyperactive Disorder) dimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya terlahir sempurna tanpa ada
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya terlahir sempurna tanpa ada kekurangan baik fisik maupun mentalnya. Akan tetapi, terkadang terjadi keadaan dimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. semakin meningkat dari tahun ke tahun. Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit yang prevalensinya semakin meningkat dari tahun ke tahun. Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan
Lebih terperinciPedologi. Review Seluruh Materi. Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi.
Pedologi Modul ke: Review Seluruh Materi Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Fakultas PSIKOLOGI Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id RETARDASI MENTAL Retardasi mental (mental retardation) adalah keterlambatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. baik dari pihak penyedia jasa pelayanan kesehatan itu sendiri, maupun dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mutu pelayanan kesehatan saat ini sudah sangat sering dibicarakan, baik dari pihak penyedia jasa pelayanan kesehatan itu sendiri, maupun dari pihak masyarakat sebagai
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN 1. Dampak skizofrenia bagi keluarga sangatlah besar, ini menyebabkan seluruh keluarga ikut merasakan penderitaan tersebut. Jika keluarga tidak siap dengan hal ini,
Lebih terperinciSkizofrenia. 1. Apa itu Skizofrenia? 2. Siapa yang lebih rentan terhadap Skizofrenia?
Skizofrenia Skizofrenia merupakan salah satu penyakit otak dan tergolong ke dalam jenis gangguan mental yang serius. Sekitar 1% dari populasi dunia menderita penyakit ini. Pasien biasanya menunjukkan gejala
Lebih terperinciPenyuluhan Perkembangan Anak Usia Dini dan Anak Hyperactive Kecamatan Godong Kabupaten Grobogan. Chr Argo Widiharto, Suhendri, Venty.
Penyuluhan Perkembangan Anak Usia Dini dan Anak Hyperactive Kecamatan Godong Kabupaten Grobogan Chr Argo Widiharto, Suhendri, Venty Abstrak Kesibukan orangtua yang bekerja berdampak pada kurang diperhatikannya
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Penerimaan orangtua terhadap anak yang memiliki kebutuhan khusus sangat mempengaruhi proses perkembangan anak. Menurut Chaplin (2000) penerimaan ditandai dengan
Lebih terperinci2015 GAMBARAN KEJADIAN POSTPARTUM BLUES PADA IBU NIFAS BERDASARKAN KARAKTERISTIK DI RUMAH SAKIT UMUM TINGKAT IV SARININGSIH KOTA BANDUNG
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Melahirkan adalah sebuah karunia terbesar bagi wanita dan momen yang sangat membahagiakan, tapi ada beberapa kasus dapat menjadi momen yang menakutkan hal
Lebih terperinciBERPIKIR POSITIF MINIMALKAN PARANOID Oleh : L. Rini Sugiarti, M.Si., psikolog*
BERPIKIR POSITIF MINIMALKAN PARANOID Oleh : L. Rini Sugiarti, M.Si., psikolog* Tidak ada yang benar bagi seorang paranoid. Melihat orang tersenyum; seolah mengejek dirinya, mendengar orang saling bercakap
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Halusinasi adalah gangguan terganggunya persepsi sensori seseorang,dimana tidak terdapat stimulus. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Pasien merasa
Lebih terperinci