ANALISIS FAKTOR-FAKTOR FISIK YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS PADI SAWAH DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS FAKTOR-FAKTOR FISIK YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS PADI SAWAH DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS"

Transkripsi

1 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR FISIK YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS PADI SAWAH DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (Studi Kasus di Kabupaten Bogor, Jawa Barat) RANI YUDARWATI PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

2 RINGKASAN RANI YUDARWATI. Analisis Faktor-Faktor Fisik yang Mempengaruhi Produktivitas Padi Sawah dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografis (Studi Kasus Kabupaten Bogor, Jawa Barat). Dibimbing oleh KOMARSA GANDASASMITA dan MUHAMMAD ARDIANSYAH Padi merupakan tanaman pangan utama bagi penduduk Indonesia. Kebutuhan akan pangan ini akan terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat peningkatan pendapatan. Namun dilain pihak, upaya peningkatan produksi padi saat ini terganjal oleh banyak kendala, seperti konversi lahan yang menurunkan luas panen dan penyimpangan iklim yang dapat menyebabkan penurunan produktivitas. Salah satu cara untuk dapat mengoptimalkan sumber daya lahan untuk tanaman padi adalah dengan mempelajari secara obyektif hubungan antara produksi padi di suatu wilayah dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya, sehingga dapat diketahui faktor yang paling berpengaruh terhadap produksi padi. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor fisik terhadap produktivitas, serta menentukan faktor fisik mana yang mempunyai pengaruh paling besar terhadap produktivitas. Faktor fisik yang dianalisis adalah jenis tanah, fisiografi, kemiringan lereng, elevasi, curah hujan, luas area garapan, dan aksesibilitas. Untuk melihat faktor yang memiliki pengaruh besar tehadap produktivitas padi sawah di kabupaten Bogor digunakan analisis Hasayashi I. Analisis ini ditujukan untuk menduga parameter koefisien keterkaitan antara peubah-peubah penjelas dengan dengan produktivitas. Berdasarkan hasil analisis, diketahui produktivitas tertinggi umumnya berada pada jenis tanah Aluvial, fisiografi berupa dataran, kemiringan lereng kurang dari 15%, elevasi kurang dari 500 m, curah hujan rendah (< 3000 mm), luas area garapan kurang dari 2000 m 2 dan aksesbilitas dari mudah sampai sedang. Hasil analisis metode Hayashi I menunjukkan bahwa aksesibilitas, fisiografi, dan luas area garapan memiliki pengaruh yang paling besar terhadap produktivitas padi sawah. Aksesibilitas memiliki nilai korelasi parsial paling tinggi sebesar Aksesibilitas mudah dan sedang berkorelasi positif terhadap tinggi-rendahnya produktivitas padi sawah. Sedangkan aksesibilitas sulit berkorelasi negatif terhadap produktivitas padi sawah. Dari ketiga faktor tersebut, dapat dilakukan upaya peningkatan produktivitas padi sawah dimulai dengan memperbaiki aksesibilitas, dengan aksesibilitas mudah petani akan lebih mudah dan lebih murah untuk pengangkutan input yang dibutuhkan dalam penanaman padi sawah. Kata Kunci: padi sawah, produktivitas, faktor fisik, Hayashi I

3 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR FISIK YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS PADI SAWAH DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (Studi Kasus Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor RANI YUDARWATI A PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

4 Judul Skripsi Nama Nomor Pokok : Analisis Faktor-Faktor Fisik Yang Mempengaruhi Produktivitas Padi Sawah dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografis : Rani Yudarwati : A Menyetujui: Pembimbing I Pembimbing II Dr. Ir. Komarsa Gandasasmita, M.Sc. Dr. Ir. Muhammad Ardiansyah, M.Sc. NIP NIP Mengetahui: Ketua Departemen Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc. NIP Tanggal lulus :

5 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 22 Maret 1988 dari keluarga bapak H. Azwarman A.W dan ibu Hj. Yuzeiti Yunis. Penulis adalah anak terakhir dari tiga bersaudara. Riwayat pendidikan formal penulis dimulai dari jenjang sekolah dasar (SD) yang diselesaikan di SD Angkasa IX Jakarta pada tahun Pendidikan sekolah lanjuan tingkat pertama diselesaikan di SLTP Negeri 81 Jakarta pada tahun 2002, dan pada 2005 penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas di SMA Negeri 48 Jakarta. Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Ilmu Tanah dan Suberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selama di IPB, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah (HMIT) selama dua periode kepengurusan. Pada periode kepengurusan 2007/2008 penulis menjabat sebagai anggota divisi Hubungan Luar dan Alumni dan pada periode kepengurusan 2008/2009 penulis menjabat sebagai koordinator divisi Hubungan Luar dan Alumni. Selain itu, penulis berkesempatan menjadi asisten praktikum S1 untuk mata kuliah Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra tahun ajaran 2007/2008 dan 2008/2009, mata kuliah Geomorfologi dan Analisis Lansekap tahun ajaran 2008/2009, dan mata kuliah Sistem Informasi Geografi tahun ajaran 2008/2009.

6 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas berkat dan rahmat Allah SWT sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi yang berjudul Analisis Faktor-Faktor Fisik yang Mempengaruhi Produktivitas Padi Sawah Dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG), merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yag sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Dr. Komarsa Gandasasmita selaku pembimbing skripsi pertama atas bimbingan, kritik, saran, dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 2. Bapak Dr. Muhammad Ardiansyah selaku pembimbing skripsi kedua atas bimbingan, kritik dan saran yang telah diberikan. 3. Bapak Dr. Baba Barus selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan saran dalam penulisan skripsi ini 4. Bapak Dr. Kukuh Murtilaksono selaku dosen Pembimbing Akademik, yang telah memberikan nasihat, kritik, dan saran yang sangat membangun untuk penulis. 5. Kedua Orang Tua Ayahanda H. Azwarman dan Ibunda Hj. Yuzeiti, Kakakku Rizkinawati dan Richo Rahmadi, Fathur Rizki Rahmadi dan Izzan Rizki Rahmadi, serta keluarga besar tercinta atas kasih sayang, doa, dukungan, serta motivasi tanpa batas yang telah diberikan kepada penulis. 6. Rekan seperjuangan, Linda Sari Asih dan Rizma Hudayya serta staf di Laboratorium Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial, Mba Reni, Mba Agi dan Mba Nisa, yang telah banyak membantu penulis. 7. Kakakku Amanda Mawan, Dina Lucianti, dan Ikhsania Roosari serta teman-teman Istana Ceria yang telah memberikan dukungan motivasi yang tak pernah henti kepada penulis. 8. Irsyad Abdul Hakim atas bantuan, dorongan motivasi, kesabaran dan perhatian yang tulus yang telah diberikan kepada penulis. 9. Tri Bakti Oktavianti, Arief Adi Pradana, Astrid Arisinda, Lili Handayani, Ratih Ayu Annisa, dan Afifah, atas bantuan, motivasi, dan persahabatan. 10. Lina Siti Maryamah dan Rizaldy yang telah membantu penulis selama kegiatan lapang dalam penelitian ini. 11. Teman-teman MSL 42 dan semua pihak terkait lainnya yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas segala bantuan, dukungan, dan kenangan tak terlupakan yang telah kita lalui bersama.

7 Akhirnya, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat dengan baik bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Penulis menyadari skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Untuk itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Bogor, Februari 2010 Penulis

8 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA Ciri Umum Tanaman Padi Sawah Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Padi Sawah Tanah Iklim Lahan Sistem Informasi Geografi Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra Analisis Statistik Diagram Kotak Garis Metode Hayashi I III. METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Tahap Penelitian Tahap Pengumpulan Data Tahap Persiapan Data Pengolahan Citra Landsat Pengolahan Peta Topografi Pengolahan Peta Tanah Pengolahan Data Curah Hujan Penentuan Satuan Lahan... 16

9 Survey Lapang Pengolahan Data dan Analisis Pengaruh Faktor-Faktor Fisik Terhadap Produktivitas Penentuan Faktor Fisik yang Paling Berpengaruh Terhadap Produktivitas IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN Letak Geografis Kondisi Fisik Topografi Jenis Tanah dan Fisiografi Iklim dan Curah Hujan Lahan Pertanian V. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Citra Digital Hubungan Antar Faktor Fisik dengan Produktivitas Hubungan Antara Jenis Tanah dengan Produktivitas Hubungan Antara Fisiografi dengan Produktivitas Hubungan Antara Kemiringan Lereng dengan Produktivitas Hubungan Antara Elevasi dengan Produktivitas Hubungan Antara Curah Hujan dengan Produktivitas Hubungan Antara Luas Area dengan Produktivitas Hubungan Antara Aksesibilitas dengan Produktivitas Faktor yang Paling Berpengaruh Terhadap Produktivitas VI. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 40

10 DAFTAR TABEL Nomor Halaman Teks 1. Kriteria Kelas Kemiringan Lereng Kriteria Kelas Elevasi Peubah Untuk Mengidentifikasi Faktor-Faktor yang Paling Berpengaruh Terhadap Produktivitas Padi Sawah Luas Lahan Pertanian di Kabupaten Bogor Tahun Luas Masing-masing Penggunaan/Penutupan Lahan Tahun Luas Sawah Berdasarkan Jenis Tanah Luas Sawah Berdasarkan Fisiografi Luas Sawah Berdasarkan Kemiringan Lereng Luas Sawah Berdasarkan Elevasi Luas Sawah Berdasarkan Curah Hujan... 31

11 DAFTAR GAMBAR Nomor Teks Halaman 1. Tahapan Penelitian Proses Pemetaan Kelas Lereng Proses Pemetaan Kelas Elevasi Peta Administrasi Kabupaten Bogor Peta Penutupan/Penggunaan Lahan Kabupaten Bogor Peta Jenis Tanah Kabupaten Bogor Diagram Kotak Garis Antara Jenis Tanah dengan Produktivitas Padi Sawah Peta Fisiografi Kabupaten Bogor Diagram Kotak Garis Antara Fisiografi dengan Produktivitas Padi Sawah Peta Kelas Kemiringan Lereng Kabupaten Bogor Diagram Kotak Garis Antara Kemiringan Lereng dengan Produktivitas Padi Sawah Peta Elevasi Kabupaten Bogor Diagram Kotak Garis Antara Elevasi dengan Produktivitas Padi Sawah Peta Curah Hujan Kabupaten Bogor Diagram Kotak Garis Antara Curah Hujan dengan Produktivitas Padi Sawah Diagram Kotak Garis Antara Luas Area Garapan dengan Produktivitas Padi Sawah Diagram Kotak Garis Antara Aksesibilitas dengan Produktivitas Padi Sawah... 33

12 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Teks Halaman 1. Data Curah Hujan Kabupaten Bogor Tabel Hasil Analisis Spasial Pengamatan Lapang Tabel Hasil Analisis Metode Hayashi I Panorama Lokasi Pengambilan Sampel Pengamatan... 49

13 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam pelaksanaan pembangunan. Hal ini dikarenakan sektor pertanian adalah satu-satunya sektor yang mampu menyediakan kebutuhan pangan, yang merupakan kebutuhan paling mendasar. Padi merupakan tanaman pangan utama bagi penduduk Indonesia. Kebutuhan pangan ini akan terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat peningkatan pendapatan. Namun dilain pihak, upaya peningkatan produksi padi saat ini terganjal oleh banyak kendala seperti konversi lahan dan penyimpangan iklim yang dapat menyebabkan penurunan produktivitas atau gagal panen. Salah satu cara untuk dapat mengoptimalkan sumber daya lahan bagi tanaman padi adalah dengan mempelajari secara obyektif hubungan antara produksi padi di suatu wilayah dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya, sehingga dapat diketahui faktor yang paling berpengaruh terhadap produksi padi. Meningkatnya kebutuhan lahan dan semakin langkanya lahan pertanian menyebabkan terjadinya persaingan penggunaan lahan, sehingga mendorong pemanfaatan sumber daya lahan secara optimal, terarah dan berkelanjutan dengan memperhatikan berbagai kebutuhan (Tim Pusat Penelitan Tanah dan Agroklimat, 1993). Upaya-upaya peningkatan produktivitas padi dengan mengoptimalkan sumberdaya lahan yang masih tersisa dapat dilakukan dengan lebih efisien bila dilaksanakan pada lahan-lahan yang sesuai atau lahan dengan kondisi fisik yang sangat mendukung. Salah satu cara analisis untuk melihat hubungan faktor-faktor fisik terhadap produktivitas adalah dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG). SIG adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data yang bereferensi spasial atau berkoordinat (Barus dan Wiradisastra, 2000). SIG mampu menyediakan makna dari suatu informasi spasial terpadu yang dapat membantu dan mengetahui secara tepat lokasi dari berbagai masalah, seperti

14 penyebaran penduduk, penyebaran penyakit, identifikasi potensi produksi padi dan masalah-masalah lainnya. Selain menyajikan objek dalam bentuk dimensi fisik dan memiliki dimensi keruangan, SIG juga dapat menampilkan informasi peta yang dilengkapi dengan data atribut (data statistik) sehingga analisis data dapat dilakukan dengan lebih mudah dan cepat Tujuan Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk: 1. Mengetahui pengaruh faktor-faktor fisik terhadap produktivitas padi sawah. 2. Menentukan faktor fisik mana yang sangat berpengaruh terhadap produktivitas padi sawah.

15 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ciri Umum Tanaman Padi Sawah Padi diklasifikasikan sebagai family Gramineae (Poaceae). Berdasarkan klasifikasi Gould (1968) padi termasuk kedalam sub family Oryzeideae, suku Oryzeae. Spesies yang paling sering dibudidayakan di Asia adalah Oryzae sativa, sedangkan di Afrika Oryza glaberrina. Menurut Manurung dan Ismunadji (1988), Oryzae sativa dapat dibedakan dari O. glaberina yang tak memiliki cabangcabang sekunder pada malai. Ligula pada O. sativa lebih panjang dan daunnya agak besar serta dapat tumbuh secara musiman. Keseluruhan organ tanaman padi terdiri dari 2 kelompok yakni organ vegetatif dan organ generatif (reproduktif). Bagian vegetatif meliputi akar, batang, dan daun, sedangkan bagian generatif terdiri dari malai, gabah, dan bunga. Pertumbuhan tanaman padi terdiri dari 2 stadium yaitu vegetatif dan generatif. Fase vegetatif dimulai dari perkecambahan sampai inisiasi primordial malai, sedangkan fase generatif terdiri dari 2 fase lanjutan yaitu pra berbunga mulai inisiasi primordia malai sampai berbunga dan pasca berbunga mulai dari berbunga sampai masak panen (Manurung dan Ismunadji, 1988). Produktivitas tanaman padi sangat dipengaruhi oleh lingkungan seperti iklim dan kondisi lahan, varietas yang ditanam dan populasi tanaman. Lahan sebagai tempat tumbuh tanaman perlu mendapat perhatian yang seksama. Kekurangan unsur hara yang diperlukan tanaman dapat diberikan melalui pemupukan disertai pengolahan tanah yang baik (Subandi, Syam dan Widjono, 1988). Di Indonesia, padi ditanam di seluruh daerah, mulai pantai sampai ke dataran tinggi di pegunungan. Umumnya padi diusahakan sebagai padi sawah (85-90%) dan sebagian kecil diusahakan sebagai padi gogo (10 15%). Karena padi banyak diusahakan sebagai padi sawah maka penyebaran pusat-pusat padi di Indonesia cenderung erat hubungannya dengan tipe iklim, khususnya curah hujan dan topografi wilayah. Di Jawa, pusat produksi padi sawah umumnya terdapat di dataran rendah sampai medium (Ismunadji et al.,1988).

16 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Padi Sawah Tanah Padi dapat diusahakan di tanah kering dan tanah sawah. Pada tanah sawah, yang terpenting adalah tanah harus merupakan bubur yang lumat, yaitu struktur butir yang basah dan homogen yang kuat menahan air (Sumartono et al., 1974) atau disebut tanah lumpur yang subur dengan ketebalan cm. Padi sawah cocok ditanam di tanah berempung yang berat dan tanah yang memiliki lapisan keras 30 cm di bawah permukaan tanah. Karena mengalami penggenangan, tanah sawah memiliki lapisan reduksi yang tidak mengandung oksigen dan ph tanah sawah biasanya mendekati netral. Keasaman yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman padi antara ph 4,0 7,0. Pada prinsipnya tanah berkapur dengan ph 8,1-8,2 tidak merusak tanaman padi. Untuk mendapatkan tanah sawah yang memenuhi syarat diperlukan pengolahan tanah yang khusus Iklim Padi dapat tumbuh baik di daerah-daerah yang berhawa panas dan udaranya mengandung uap air. Padi dapat ditanam di dataran rendah sampai ketinggian 1300 m di atas permukaan laut. Jika terlalu tinggi, pertumbuhan akan lambat dan hasilnya akan rendah. Curah hujan yang baik rata-rata 200 mm perbulan atau lebih dengan distribusi selama 4 bulan atau sekitar mm per tahun. Padi menghendaki tempat dan lingkungan yang terbuka, terutama intensitas sinar matahari yang cukup. Intensitas sinar matahari besar pengaruhnya terhadap hasil gabah, terutama saat padi berbunga (45-30 hari sebelum panen), karena 75-80% kandungan tepung dari gabah adalah hasil fotosintesis pada masa berbunga. Menurut Sumartono et al. (1974), suhu juga merupakan faktor lingkungan yang besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan padi. Suhu tinggi pada fase pertumbuhan vegetatif aktif menambah jumlah anakan, karena meningkatnya aktivitas tanaman dalam mengambil zat makanan. Sebaliknya suhu rendah pada masa berbunga berpengaruh baik pada pertumbuhan dan hasil akan lebih tinggi. Suhu yang tinggi pada masa ini dapat menyebabkan gabah hampa, karena proses

17 5 fotosintesis akan terganggu. Suhu yang untuk pertumbuhan tanaman padi adalah 23 0 C Lahan Lahan merupakan daerah dari permukaan bumi yang dicirikan oleh adanya suatu susunan sifat-sifat khusus dan proses-proses yang saling terkait dalam ruang dan waktu dalam tanah, atmosfer dan air, bentuk lahan, vegetasi dan populasi fauna, sebagai hasil dari aktifitas manusia atau tidak (Townshend, 1981). Hadjowigeno et al., (1999), menjelaskan bahwa lahan adalah lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi, dan vegetasi, dimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaannya. Termasuk didalamnya adalah akibat kegiatan-kegiatan manusia, seperti reklamasi daerah pantai, penebangan hutan dan akibat-akibat yang merugikan seperti erosi dan akumulasi garam. Vink (1975), mengemukakan bahwa lahan adalah suatu konsep yang dinamis. Lahan merupakan tempat dari berbagai ekosistem tetapi juga merupakan bagian dari ekosistem-ekosistem tersebut. Lahan juga merupakan konsep geografis karena dalam pemanfaatannya selalu terkait dengan ruang atau lokasi tertentu, sehingga karakteristiknya juga akan sangat berbeda tergantung dari lokasinya. Dengan demikian kemampuan atau daya dukung lahan untuk suatu penggunaan tertentu juga akan berbeda dari suatu tempat ke tempat lainnya. Mather (1986), menambahkan bahwa sumberdaya lahn mungkin dinilai dalam aspek atau atribut yang berbeda dalam pemanfaatannya. Perbedaan dalam cara penilaian lahan ini akan menyebabkan perbedaan dalam penggunaannya Sistem Informasi Geografi Sistem Informasi Geografi (SIG) merupakan alat yang handal untuk menangani data spasial. Dalam SIG, data dipelihara dalam bentuk digital. Sistem ini merupakan suatu sistem komputer untuk menangkap, mengatur, mengintegrasi, memanipulasi, menganalisis, dan meyajikan data yang bereferensi ke bumi (Barus, 2005). SIG berdasarkan operasinya dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu SIG secara manual yang beroperasi memanfaatkan peta cetak dan bersifat data

18 6 analog, dan SIG secara terkomputer sehingga datanya merupakan data digital (Barus dan Wiradisastra, 1997). SIG menyajikan informasi keruangan beserta atributnya terdiri dari beberapa komponen utama ialah (Sutanto, 1995): 1. Masukan data merupakan proses pemasukan data pada komputer (dari peta tematik seperti peta jenis tanah), data statistik, data hasil analisis penginderaan jauh (data hasil pengolahan citra digital peginderaan jauh), dan lain-lain. 2. Penyiapan data dan pemanggilan kembali ialah penyimpanan data pada komputer dan pemanggilan kembali dengan cepat (penampilan pada layar monitor dan dapat ditampilkan/ cetak pada kertas). 3. Manipulasi data dan analisis ialah kegiatan yang dapat melakukan berbagai macam perintah (misalnya overlay antara dua tema peta, dan sebagainya). 4. Pelaporan data adalah dapat menyajikan data dasar (database), data hasil pengolahan data dari model menjadi bentuk peta atau data tabular. Data yang digunakan untuk pembuatan basis data terdiri dari dua kelompok ialah data spasial dan data atribut. Data spasial adalah data yang berbentuk peta yang menggambarkan suatu daerah atau wilayah yang mengacu pada lokasi geografi. Data ini haruslah bereferensi geografis dan dipresentasikan dengan koordinat-koordinat bumi yang standar (bukan koordinat lokal). Data atribut dapat berupa data statistik (data jumlah penduduk, luas desa, dan sebagainya) atau dapat pula berupa data kualitatif (misalnya data informasi tanah, drainase baik, sedang, terhambat, dan sebagainya) Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra Untuk mengumpulkan data penggunaan lahan dapat dilakukan dengan pemanfaatan data penginderaan jauh sehingga mempermudah pengguna dalam mendapatkan informasi spasialnya. Obyek penggunaan yang umumnya berupa penutup lahan dapat secara langsung diamati dari citra penginderaan jauh. Setiap obyek di permukaan bumi mempunyai ciri-ciri atau karakteristik tertentu yang

19 7 berbeda satu sama lain yang tercermin dari citra (Suryanto, Deri, Widagdo, dan Soekardi, 1998). Dalam penelitian ini peta penggunaan lahan dibuat melalui pendekatan analisis digital data satelit dalam bentuk digital. Analisis citra digital terdiri dari beberapa tahapan, yakni (1) koreksi geometrik / radiometrik, (2) penyajian citra komposit, (3) klasifikasi citra Koreksi Geometrik Data Landsat mengandung distorsi geometrik yang harus dikoreksi. Distorsi ini dihasilkan oleh faktor seperti variasi tinggi satelit, ketegakan satelit, dan kecepatannya. Prosedur yang diterapkan pada koreksi geometrik biasanya membedakan distorsi dalam dua kelompok, yakni distorsi yang dipandang sistematik atau dapat diperkirakan sebelumnya, dan distorsi yang dipandang acak atau tidak dapat diperkirakan sebelumnya. Distorsi acak dan distorsi sistematik yang rumit dikoreksi dengan menggunakan analisis titik ikat medan (Ground Control Point/ GCP). Akan tetapi metode ini memerlukan kesediaan peta yang teliti yang sesuai untuk daerah liputan citra dan titik-titik medan yang dapat dikenali pada citra. Pada proses koreksi diperlukan sejumlah besar titik ikat medan dalam bentuk koordinat citra (lajur, baris) dan koordinat peta (koordinat UTM/ Universal Transverse Mercator atau koordinat geografis). Nilai koordinat tersebut kemudian digunakan untuk analisis kuadrat terkecil guna menentukan koefisien bagi persamaan transformasi yang menghubungkan koordinat citra dengan koordinat bumi. Proses penyesuaian nilai pixel terhadap data asli disebut resampling. Ada beberapa metode resampling dari yang paling sederhana hingga paling rumit yaitu resampling tetangga terdekat (nearest neighbour resampling), interpolasi bilinier (bilinear interpolation), dan cubic conculation. Setelah setiap sel pada matrik keluaran diproses dengan cara ini, diperoleh hasil berupa matrik berdasarkan koordinat bumi berisi data digital yang mempunyai kebenaran geometrik (Lillesand dan Kiefer, 1997).

20 Penyajian Citra Komposit Penampilan citra dalam komposisi warna semu, seringkali lebih mempermudah pengenalan objek melalui perbedaan warna. Sebuah metode dikembangkan untuk mengetahui secara kuantitatif kombinasi band mana yang mampu menghasilkan komposit warna yang optimum, dengan menyertakan faktor koefisien korelasi dan jumlah total ragam diantara berbagai kombinasi band yang ada didalam perhitungannya, yaitu nilai OIF (Optimum Index Factor). Nilai OIF yang terbesar akan memiliki informasi terlengkap dan duplikasi terkecil. Dengan semakin kecil korelasi antar band maka akan semakin rendah duplikasi dalam menginterpretasi obyek pada citra (Jensen, 1996) Klasifikasi Citra Teknik kuantitatif dapat diterapkan untuk interpretasi secara automatik data digital. Pada proses ini maka pengamatan tiap piksel dievaluasi dan ditetapkan pada suatu kelompok informasi, jadi mengganti arsip data dengan suatu matrik jenis kategori (Lillesand dan Kiefer, 1997). Pada proses klasifikasi terdapat dua teknik klasifikasi, yaitu klasifikasi terbimbing (Supervised Classification) dan klasifikasi tidak terbimbing (Unsupervised Classification). Klasifikasi tidak terbimbing merupakan suatu cara untuk mengelompokan sebuah piksel pada suatu kelas spektral dimana seorang analis tidak perlu memiliki pengetahuan atau informasi tentang eksistensi atau nama kelas spektral tersebut (Hanggono, 2000). Klasifikasi tidak terbimbing lebih banyak menggunakan algorima yang mengkaji sejumlah besar piksel tidak dikenal dan membaginya kedalam sejumlah kelas berdasarkan pengelompokan nilai citra yang ada. Klasifikasi terbimbing, asumsi terpenting dalam metode ini adalah bahwa setiap kelas spektral dapat dideskripsikan oleh suatu distribusi probabilitas dalam suatu ruang penciri. Distribusi ini adalah multivariabel dengan beberapa variabel sebagai dimensi ruangnya (Hanggono, 2000). Klasifikasi ini terdiri dari tiga tahapan yaitu : 1. Penentuan daerah latihan (training area), 2. Tahap klasifikasi, dengan beberapa pendekatan antara lain adalah minimum distance (jarak minimum ke pengkelas rerata), pengkelas

21 9 parallelipiped, maximum likelihood (pengkelasan kemiripan maksimum), 3. Tahap keluaran biasanya dalam bentuk peta. Hasil dari klasifikasi ini dapat diketahui tingkat ketelitiannya melalui nilai Kappa. Citra hasil klasifikasi yang berada dalam bentuk raster ini kemudian dapat diubah kedalam bentuk vektor untuk dapat dianalisis dalam proses selanjutnya Analisis Statistik Diagram Kotak Garis Langkah awal dalam menganalisis data adalah mempelajari karakteristik data tersebut. Untuk itu, perlu diketahui pemusatan data dan penyebaran data dari nilai tengahnya, nilai ekstrim atau outliernya, dan beberapa pengukuran lainnya. Terdapat beberapa teknik untuk mempelajari karakteristik dan distribusi suatu data, salah satu tekniknya adalah dengan menggunakan diagram kotak garis (boxplot). Diagram kotak garis (boxplot/box and whisker) merupakan salah satu cara dalam deskriptif statistik untuk menggambarkan secara grafik dari data numeris melalui lima ukuran sebagai berikut : nilai observasi terkecil, kuartil pertama (Q1) yang memotong 25% dari data terendah, median (Q2) atau nilai pertengahan, kuartil ketiga (Q3) yang memotong 25% dari data tertinggi, dan nilai observasi terbesar. Dalam diagram kotak garis juga ditunjukkan nilai ekstrim (pencilan/outlier) dari data observasi. Diagram kotak garis dapat digunakan untuk menunjukkan perbedaan antara populasi tanpa menggunakan asumsi distribusi statistik yang mendasarinya. Oleh karena itu, diagram kotak garis tergolong dalam statistik non-parametrik. Jarak antara bagian-bagian dari kotak menunjukkan derajat dispersi (penyebaran) dan skewness (kecondongan) dalam data. Selain itu, diagram kotak garis juga dapat digunakan untuk melihat kesimetrisan data. Jika data simetris, garis median akan berada ditengah kotak (box) dan garis (whisker) pada bagian atas dan bagian bawah akan memiliki panjang yang sama. Jika data tidak simetris (condong), garis median tidak akan

22 10 berada ditengah kotak, dan salah satu garis akan lebih panjang dari yang lainnya. (Chaniago, 2009) Metode Hayashi I Prinsip dasar dan tujuan dari Analisis Kuantifikasi Hayashi I (Tanaka, Tarumi, dan Wakimoto, 1992) adalah sama dengan Analisis Regresi Berganda (Multiple Regression Analysis), yakni: menduga parameter koefisien keterkaitan antara variabel-variabel penjelas (explanatory variables) dengan satu variabel tujuan tertentu (objective variable). Selanjutnya, hasil uji nyata terhadap nilai penduga parameter koefisien keterkaitan ini menunjukkan variable-variabel penjelas mana saja yang paling nyata (significant) kaitannya dengan variabel tujuan. Perbedaan pokok dari Analisis Kuantifikasi Hayashi I dengan Analisis Regresi Berganda adalah: 1. Dalam Analisis Regresi Berganda, baik variabel tujuan maupun variabel-variabel penjelas secara umum diukur dalam skala kuantitatif. 2. Dalam Analisis Hayashi I, hanya variabel tujuannya yang diukur dalam skala kuantitatif (data interval atau data rasio), adapun variabel-variabel penjelasnya, semuanya diukur dalam skala kualitatif (data nominal atau data ordinal). 3. Karena perbedaan inilah, maka kalau yang dilakukan dalam Analisis Regresi Berganda adalah pendugaan parameter koefisien variabel-variabel penjelas, sedangkan yang dilakukan dalam Analisis Kuantifikasi Hayashi I adalah pendugaan parameter skor variabel-variabel penjelas.

23 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Febuari 2009 sampai Januari 2010, mengambil lokasi di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pengolahan dan Analisis data dilakukan di Laboratorium Kartografi dan Penginderaan Jauh, Departemen Ilmu Tanah dan Manajemen Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor Bahan dan Alat Penelitian Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: Peta Rupa Bumi Digital skala 1: untuk Kabupaten Bogor. Peta Tanah Tinjau Mendalam PPT tahun 1966 Skala 1: Citra Landsat tahun 2008 dengan path/row 122/064 dan 122/065. Data Curah Hujan yang mewakili di Kabupaten Bogor dari tahun Data wawancara di lapangan. Alat yang digunakan adalah GPS (Global Positioning System) dan seperangkat komputer yang dilengkapi dengan aplikasi Arc View 3.3, Erdas Imagine 9.1, Statistica v.8, QuickBasic v.45, dan M.S Office Tahap Penelitian Penelitian ini terdiri dari beberapa tahap yaitu Tahap Pengumpulan Data, Tahap Pengolahan, Tahap Pengambilan Data Lapang, dan Analisis Data. Diagram alir tahapan penelitian disajikan pada Gambar Tahap Pengumpulan Data Tahap pengumpulan data meliputi pengumpulan literatur yang berhubungan dengan topik penelitian, data laboratorium, dan data lapang. Data laboratorium yang digunakan dalam penelitian ini berupa peta, citra Landsat dan data sekunder. Sedangkan data lapang diperoleh langsung dari lokasi penelitian. Data lapang meliputi data produksi, karakteristik aksesbilitas, luas area garapan, dan permasalahan lain yang dialami langsung oleh petani.

24 12 Pengumpulan Data Literatur PetaTopografi Citra Landsat Peta Tanah Data Iklim Peta Administrasi Peta Jalan Peta Kontur Koreksi Geometri dan Klasifikasi Peta Jenis Tanah Peta Fisiografi DEM Peta Land Use Peta Curah Hujan Peta Elevasi Peta Lereng Overlay Peta Satuan Lahan Survei Lapang a. ProduktivitasTanaman b. Luas Area Tanam c. Karakteristik Jalan d. Data Pendukung lain Pengolahan dan Analisis Data Hubungan antar faktor fisik lahan terhadap produktivitas Faktor fisik yang paling berpengaruh terhadap produktivitas padi Tahap Persiapan Data Gambar 1. Tahapan Penelitian Pada persiapan data ini dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu: Pengolahan Citra Landsat Citra Landsat diolah dengan menggunakan software Erdas Imagine 9.1. Tahap pengolahan citra Landsat meliputi: penggabungan layer (stacking), pemotongan citra (cropping), penggabungan citra (mosaic), koreksi geometrik, dan klasifikasi. Koreksi Geometrik Koreksi geometrik atau rektifikasi bertujuan untuk memperbaiki distorsi geometrik sehingga diperoleh citra dengan sistem proyeksi dan koordinat seperti yang ada di peta. Koreksi geometrik dilakukan dengan cara menyesuaikan suatu daerah yang sama antara citra yang telah terkoreksi dengan citra yang belum terkoreksi.

25 13 Klasifikasi Tahap klasifikasi bertujuan untuk mendapatkan kelas-kelas penutup/penggunaan lahan dengan mengelompokkan piksel-piksel citra. Ketelitian hasil klasifikasi dinilai berdasarkan Nilai Kappa yang mencapai minimal 80,01%. Klasifikasi citra dilakukan dengan metode klasifikasi kemiripan maksimum (Maximum Likehood Classification). Dalam metode ini training set area yang mirip dengan area lainnya dijadikan kedalam satu kelas. Oleh karena itu, kualitas training set area yang dibuat akan sangat berpengaruh pada hasil klasifikasi penggunaan lahan. Untuk hasil yang lebih baik maka setelah klasifikasi kemudian dilakukan recoding, filtering majority, dan fill citra. Proses terakhir adalah dilakukan pengecekan lapang. Hal ini ditujukan untuk mengurangi kesalahan hasil klasifikasi. Pada penelitian ini cek lapang lebih ditujukan untuk mencari area padi sawah yang dominan terdapat di area penelitian Pengolahan Peta Topografi Pengolahan data ini bertujuan untuk mendapatkan peta kelas lereng, dan peta kelas elevasi dengan menggunakan software Arc View 3.3. Peta Kelas Kemiringan Lereng Peta kemiringan lereng diperoleh dari analisis kontur yang dilakukan melalui beberapa tahapan. Pertama peta kontur diubah menjadi Model Elevasi Digital (DEM). DEM adalah model kuantitatif dari elevasi pada sebagian permukaan bumi dalam bentuk digital. Proses pembuatan DEM dilakukan dengan menggunakan metode TIN (Triangulated Irregular Network) dengan memilih Surface-Create TIN from features kemudian masukkan garis kontur sebagai Height Source sehingga terlihat bentukan tiga dimensi dari topografi kabupaten Bogor. Selanjutnya hasil dari TIN tersebut dikonversi ke dalam bentuk grid (rasterisasi). Kemudian dilakukan pengkelasan kemiringan lereng dengan mengelompokkan nilai kelas lereng berdasarkan batasan nilai yang sudah ditetapkan. Kelas lereng yang dibuat berdasarkan FAO tahun Kriteria kelas kemiringan lereng dapat dilihat pada Tabel 1, sedangkan skema pembuatan kelas kemiringan lereng disajikan pada Gambar 2.

26 14 Tabel 1. Kriteria Kelas Kemiringan Lereng Kemiringan Lereng (%) Kelas Lereng Kategori < 15 1 Datar Agak Curam Curam > 50 4 Sangat Curam Sumber : FAO, 1976 Digitasi Peta Kontur DEM Pengkelasan Kemiringan Lereng Peta Kelas Kemiringan Lereng Gambar 2. Proses Pemetaan Kelas Lereng Peta Kelas Elevasi Peta Kelas Elevasi diperoleh dari digitasi peta kontur yang dibuat kembali kedalam bentuk DEM, kemudian dilakukan pengkelasan elevasi dengan interval 250 m di atas permukaan laut. Setelah itu dilakukan generalisasi untuk menghilangkan komponen yang tidak diinginkan dari kelas elevasi. Kriteria kelas elevasi dapat dilihat pada Tabel 2, sedangkan skema pembuatan kelas elevasi disajikan pada Gambar 3. Tabel 2. Kriteria Kelas Elevasi Kelas Elevasi (m dpl)

27 15 Digitasi Peta Kontur DEM Pengkelasan Elevasi Peta Elevasi Gambar 3. Proses Pemetaan Kelas Elevasi Pengolahan Peta Tanah Peta tanah digunakan untuk mendapatkan informasi jenis tanah dan fisiografis atau bentuk wilayah, sehingga dapat terbentuk Peta Jenis Tanah dan Peta Fisiografi di daerah penelitian. Peta tanah yang digunakan adalah peta tanah kabupaten Bogor skala 1: tahun 1966 produksi Pusat Penelitian Tanah. Peta tersebut didigitasi sehingga menjadi bentuk digital, kemudian dimasukkan data-data tabularnya Pengolahan Data Curah Hujan Pengolahan data curah hujan dilakukan menggunakan Poligon Thiessen. Menurut Baba Barus dan Wiradisastra (2000), Poligon Thiessen atau Voroni atau Dirichlet mendefinisikan daerah-daerah yang dipengaruhi sesamanya oleh sekelompok titik-titik. Hal ini merupakan pendekatan pengembangan data titik yang diasumsikan bahwa informasi terbaik untuk lokasi yang tanpa pengamatan adalah nilai dari lokasi terdekat dari titik tersebut. Terdapat 9 titik pengamatan curah hujan dengan selang 10 tahun. Titik pengamatan tersebut adalah Atang Sendjaja, Cikopomayak, Cibinong, Dayeuh, Leuwiliang, Kebun Raya Bogor, Ciawi, Citeko, Gunung Mas. Dari ke-9 titik pengamatan tersebut, didapatkan rata-rata curah hujan pada masing-masing wilayah (Lampiran 1). Sebelum dibuat menjadi peta curah hujan, data atribut terlebih dahulu dibuat point yang berisikan koordinat masing-masing stasiun curah hujan yang ada di kabupaten Bogor. Kemudian digunakan Extension Bappeda Tool agar point

28 16 yang telah dibuat sebelumnya dapat diubah menjadi Poligon Thiessen sehingga menghasilkan peta curah hujan Penentuan Satuan Lahan Pada penelitian ini satuan lahan diperoleh dari hasil tumpang tindih antara data topografi (peta administrasi, peta kemiringan lereng, dan peta elevasi), peta jenis tanah dan peta fisiografi yang bersumber dari peta tanah, dan peta curah hujan. Gabungan dari beberapa peta tersebut menghasilkan data spasial dan data atribut berupa satuan lahan dari berbagai karakteristik lahan sawah yang ada di kabupaten Bogor. Terdapat 129 karakteristik lahan sawah yang memiliki luasan poligon yang sangat beragam. Untuk dapat memudahkan pengamatan lapang, dipilih karakteristik lahan sawah yang dominan menyebar dan memiliki luasan poligon yang cukup luas. Dalam hal ini, poligon-poligon yang dipilih adalah poligon yang memiliki luas 25 Ha. Setelah dilakukan pemilihan, didapat 67 karakteristik lahan sawah yang dapat diamati Survey Lapang Survey lapang dilakukan untuk mengetahui kecocokan hasil interpretasi dan memperbaikinya. Pada saat survey dilakukan juga wawancara dengan para petani untuk mendapatkan data produksi, luas area yang digarap petani, karakteristik jalan serta data pendukung lainnya yang berhubungan dengan pengelolaan padi sawah Pengolahan Data dan Analisis Proses analisis dimulai dengan memasukkan data atribut dari setiap lokasi pengamatan yang didapat saat pengecekan lahan sawah, kemudian dilakukan analisis untuk melihat pengaruh faktor-faktor fisik terhadap produktivitas, dan penentuan faktor fisik mana yang paling berpengaruh terhadap perubahan produktivitas Pengaruh Faktor-Faktor Fisik Terhadap Produktivitas Pengaruh masing-masing faktor fisik terhadap produktivitas padi sawah dilakukan dengan analisis diagram kotak garis. Diagram ini memperlihatkan

29 17 pemusatan data untuk setiap faktor fisik dan pengaruh antar setiap faktor fisik dengan tingkat produktivitas, serta pada kondisi karakteristik lahan yang bagaimana, penggunaan lahan tersebut dijumpai paling banyak, paling minimum, atau bahkan tidak dijumpai sama sekali. Analisis dilakukan dengan menggunakan aplikasi komputer Statistica v Penentuan Faktor Fisik yang Paling Berpengaruh Terhadap Produktivitas Pengaruh suatu karakteristik lahan terhadap produktivitas baru terlihat jelas pada kondisi dimana karakteristik lahan tersebut menjadi pembatas untuk penggunaan lahan sawah. Semakin besar pembatas dari karakteristik lahan tersebut, akan menyebabkan semakin rendah produktivitas pada lahan sawah tersebut. Untuk mengetahui karakteristik pembatas yang sangat mempengaruhi produktivitas padi sawah di kabupaten Bogor, digunakan metode Hayashi I. Metode Hayashi I ini dapat dilakukan dengan menggunakan aplikasi QuickBasic v.45 Analisis ini ditujukan untuk menduga parameter koefisien keterkaitan antara peubah-peubah penjelas dengan dengan satu peubah tujuan. Selanjutnya dari hasil pengujian terhadap nilai penduga parameter koefisien keterkaitan ini diperoleh peubah-peubah penjelas yang nyata kaitannya produktivitas padi sawah. Peubah yang dianalisis dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 3. Persamaan pengujian korelasi parsial peubah yang berperan nyata terhadap produktivitas padi sawah adalah sebagai berikut: r = t 2 2 t n 2 dimana t= nilai t-tabel Nilai t-tabel diidentifikasi dari tabel t-student pada tingkat kepercayaan (1-α)*100% tertentu dengan derajat bebas (n-2). Dalam hal ini ditetapkan tingkat kepercayaan sebesar 95%. Dari hasil persamaan tersebut diperoleh nilai batas kritis yang digunakan sebagai titik ambang korelasi yang nyata pada tingkat kepercayaan 95% tersebut. Nilai korelasi parsial dinyatakan nyata pada tingkat kepercayaan 95% jika nilai korelasi lebih besar dari nilai r hasil perhitungan.

30 18 Tabel 3. Peubah Untuk Mengidentifikasi Faktor-Faktor yang Paling Berpengaruh Terhadap Produktivitas Padi Sawah Peubah X Kategori Jenis Tanah 1 = Aluvial 2 = Grumusol 3 = Latosol 4 = Podsoik Merah Kuning 5 = Tanah Lain Fisiografi 1 = Dataran 2 = Bukit Lipatan 3 = Volkan 4 = Volkan dan Bukit Lipatan Kemiringan Lereng 1 = < 15% 2 = 15 30% Elevasi 1 = < 500 m 2 = m 3 = > 750 m Curah Hujan 1 = Rendah 2 = Sedang 3 = Tinggi Luas Area 1 = Mudah 2 = Sedang 3 = Sulit Aksesibilitas 1 = < 2000 m 2 2 = m 2 3 = > 5000 m 2

31 IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Letak Geografis Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah yang berbatasan langsung dengan Ibukota Republik Indonesia (DKI Jakarta) dan secara geografis mempunyai luas sekitar 2.301,95 km 2 terletak antara ' 0'' ' 10'' lintang selatan dan ' 45'' ' 30'' bujur timur. Wilayah kabupaten Bogor berbatasan dengan: Sebelah Utara : Kota Depok dan DKI Jakarta Sebelah Barat : Kabupaten Lebak Sebelah Barat Daya : Kabupaten Tanggerang Sebelah Timur : Kabupaten Karawang Sebelah Timur Laut : Kabupaten Bekasi Sebelah Selatan : Kabupaten Sukabumi Sebelah Tenggara : Kabupaten Cianjur 4.2. Kondisi Fisik Topografi Kabupaten Bogor memiliki topografi yang semakin tinggi ke arah bagian selatan, dan semakin rendah ke arah utara. Bagian selatan kabupaten Bogor merupakan wilayah pegunungan, yaitu Gunung Salak dan Gunung Pangrango, sedangkan bagian utara menuju daerah Pantai Utara Pulau Jawa. Kabupaten Bogor memiliki 40 kecamatan (Gambar 4), 427 desa/kelurahan, RW dan RT. Dari jumlah desa tersebut mayoritas mempunyai ketinggian kurang dari 500 m terhadap permukaan laut, yakni 234 desa, sedangkan di antara meter ada 144 desa dan sisanya 49 desa berada pada ketinggian lebih dari 500 meter dari permukaan laut. Wilayah kabupaten Bogor memiliki ketinggian keseluruhan antara meter diatas permukaan laut. Dengan perbedaan ketinggian tersebut, maka dapat dibentuk tiga dimensi bentang lahan kabupaten Bogor, yaitu dataran, volkan, dan bukit lipatan (www. bogorkab.go.id).

32 20 Gambar 4. Peta Administrasi Kabupaten Bogor Jenis Tanah dan Fisiografi Penentuan jenis tanah pada wilayah kabupaten Bogor didasarkan pada Peta Tanah yang bersumber dari PPT tahun Terdapat 7 jenis tanah yaitu Latosol, Podsolik Merah Kuning, Aluvial, Regosol, Grumusol, Andosol, Renzina. Sedangkan fisiografi kabupaten Bogor terdiri dari dataran, volkan, bukit lipatan, serta volkan dan bukit lipatan Iklim dan Curah Hujan Berdasarkan klasifikasi Schmit dan Ferguson, iklim di Kabupaten Bogor termasuk dalam iklim tropis tipe A (sangat basah), di bagian selatan dengan suhu antara C, serta curah hujan antara 2500 mm sampai 5000 mm, dan tipe B (basah) dibagian utara dengan suhu rata-rata 25 C dan curah hujan kurang dari 2500 mm. (

33 Lahan Pertanian Luas lahan pertanian di kabupaten Bogor adalah sebagai berikut: Tabel 4. Luas Lahan Pertanian di Kabupaten Bogor Tahun 2007 No. Keterangan Luas (Ha) 1 Lahan Sawah Pertanian Lahan Kering Tegalan Perkebunan Negara Perkebunan Swasta Perkebunan Rakyat Kolam Tebat/Empang Sumber:

34 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Citra Digital Interpretasi dilakukan dengan pembuatan area contoh (training set) berdasarkan pengamatan visual terhadap karakteristik objek dari citra Landsat. Untuk memudahkan pengamatan dalam mengidentifikasi penggunaan lahan pada citra Landsat digunakan kombinasi band RGB Kombinasi band tersebut memiliki kekontrasan yang tinggi sehingga dalam membedakan penggunaan lahan akan semakin lebih mudah. Klasifikasi dilakukan dengan menggunakan metode klasifikasi terbimbing (Supervised Classification). Pada analisis ini didapat nilai Kappa sebesar %. Hasil pengamatan visual dibedakan menjadi 5 objek penggunaan lahan, yaitu hutan, pemukiman, sawah, semak belukar, tegalan/kebun campuran. Hasil analisis berupa peta penutupan/penggunaan lahan serta luas masing-masing penggunaan lahan dapat dilihat pada Gambar 5 dan Tabel 5. Gambar 5. Peta Penutupan/Penggunaan Lahan Kabupaten Bogor Tahun 2008

35 23 Tabel 5. Luas Masing-masing Penggunaan/Penutupan Lahan Tahun 2008 No. Keterangan Luas (Ha) 1 Hutan Pemukiman Sawah Semak belukar Tegalan/Kebun campuran Hubungan Antar Faktor Fisik dengan Produktivitas Hubungan Antara Jenis Tanah dengan Produktivitas Hasil pengolahan data jenis tanah dapat dilihat pada Gambar 6 terlihat bahwa kabupaten Bogor didominasi oleh jenis tanah Latosol. Menurut Subagyo et al. (2004), tanah Latosol banyak dimanfaatkan untuk perladangan berpindah, pertanian lahan kering, tegalan dan kebun campuran serta tanaman perkebunan seperti karet, kelapa sawit, bahkan kalau iklimnya memungkinkan dapat dipergunakan untuk perkebunan tebu. Lereng tanah Latosol umumnya relatif stabil dan tahan terhadap erosi. Gambar 6. Peta Jenis Tanah Kabupaten Bogor

36 24 Gambar 7 memperlihatkan bahwa produktivitas tertinggi berada di daerah yang berjenis tanah Aluvial, sedangkan produktivitas terendah secara umum berada pada daerah yang berjenis tanah Podsolik Merah Kuning. Produktivitas (ton/ha) Aluvial Grumusol Latosol Podsolik Merah Kuning Jenis Tanah Gambar 7. Diagram Kotak Garis Antara Jenis Tanah dengan Produktivitas Padi Sawah Lebih tingginya produktivitas pada tanah Aluvial menunjukkan bahwa tanah tersebut merupakan tanah yang cocok untuk pertanaman padi sawah. Hal ini dimungkinkan karena umumnya dekat dengan sumber air yang sangat dibutuhkan oleh tanaman padi sawah. Menurut Soepraptohardjo dan Suhardjo (1978), tanah Aluvial di Indonesia merupakan tanah yang paling banyak dan paling baik digunakan untuk persawahan. Tanah Aluvial merupakan tanah yang terbentuk dari lumpur sungai yang mengendap di dataran rendah, sehingga faktor air yang menjadi kunci utama dalam penanaman padi sawah selalu tersedia. Tanah aluvial berdasarkan sistem taksonomi tanah masuk kedalam ordo Entisol. Susunan kimia tanah Entisol yang berada di sekitar gunung api memperlihatkan korelasi dengan tekstur. Kadar fosfat tertinggi dikandung tanah bertekstur kasar dan berkurang dengan makin halus tekstur, sebaliknya K semakin rendah. Umumnya semakin halus tekstur tanah, semakin produktif (Rachim dan Suwardi, 1999). Tabel 6. Luas Sawah Berdasarkan Jenis Tanah No. Jenis Tanah Luas (Ha) 1 Aluvial Grumusol Latosol Podsolik Merah Kuning Tanah Lain 698

37 25 Tabel 6 memperlihatkan penanaman padi sawah yang paling dominan berada pada tanah Latosol hal ini dapat terlihat dari penyebaran data, dimana diagram kotak garis untuk jenis tanah Latosol memiliki rentang garis yang lebih panjang dari jenis tanah lainnya. Faktor yang sangat mempengaruhi mengapa petani tetap menanam padi sawah di tanah Latosol adalah karena waktu yang dibutuhkan dari menanam sampai panen relatif lebih singkat jika dibandingkan dengan menanam tanaman pangan kering atau perkebunan. Sehingga modal yang dikeluarkan dapat dengan cepat kembali dan petani bisa memulai penanaman selanjutnya. Selain itu, dengan menanam padi, petani tidak perlu khawatir jika hasil produksi nanti tidak terjual secara maksimum di pasaran, karena walaupun begitu, petani dapat menggunakan hasil produksinya untuk memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari Hubungan Antara Fisiografi dengan Produktivitas Gambar 8. Peta Fisiografi Kabupaten Bogor Hasil pengolahan data fisiografi dapat dilihat pada Gambar 8. Dari keempat fisiografi tersebut, volkan merupakan fisiografi yang paling dominan. Kabupaten Bogor didominasi fisiografi volkan dikarenakan letaknya yang berada

38 26 dekat dengan Gunung Salak dan Gunung Pangrango. Sedangkan dibagian timur laut kabupaten Bogor, didominasi oleh fisografi volkan dan bukit lipatan. Produktivitas (Ton/Ha) Dataran Bukit Lipatan Volkan Volkan dan bukit lipatan Fisiografi Gambar 9. Diagram Kotak Garis Antara Fisiografi dengan Produktivitas Padi Sawah Diagram kotak garis antara produktivitas dengan fisiografi menunjukkan bahwa daerah yang berfisiografi dataran cenderung memiliki nilai produktivitas yang dominan lebih tinggi jika dibandingkan dengan fisiografi lainnya, sedangkan nilai produktivitas paling rendah berada di fisiografi volkan dan bukit lipatan. Menurut Soepardi (1983), di dataran, air yang berlebihan sukar terbuang dengan cepat dan bila drainase tanah bersangkutan buruk, maka air tersebut dapat menggenang atau membasahi tanah sepanjang tahun. Ketersediaan air merupakan faktor yang sangat penting dalam pertumbuhan padi. Tabel 7. Luas Sawah Berdasarkan Fisiografi No. Fisiografi Luas (Ha) 1 Bukit Lipatan Dataran Volkan Volkan dan Bukit Lipatan 7763 Penanaman padi sawah dominan pada daerah yang berfisiografi volkan dan bukit lipatan. Kabupaten Bogor memang didominasi oleh fisiografi volkan karena letak geografisnya yang dikelilingi oleh beberapa gunung Hubungan Antara Kemiringan Lereng dengan Produktivitas Gambar 10 merupakan hasil pengolahan kemiringan lereng yang ada di kabupaten Bogor. Pada bagian utara kabupaten Bogor didominasi oleh kemiringan lereng 15%, sedangkan pada bagian selatan, kemiringan lereng bevariasi dari 15% hingga > 50%, namun dominasi lereng adalah 15 30%.

39 27 Gambar 10. Peta Kelas Kemiringan Lereng Kabupaten Bogor Produktivitas (ton/ha) % 15-30% Kemiringan Lereng Gambar 11. Diagram Kotak Garis Antara Kemiringan Lereng dengan Produktivitas Padi Sawah Gambar 11 memperlihatkan produktivitas tertinggi cenderung berada pada kemiringan lereng kurang dari 15%. Garis yang menghubungkan median-median pada Gambar 11, menunjukkan pola hubungan antara produktivitas dengan kemiringan lereng memiliki tren yang negatif, semakin tinggi kemiringan lereng, nilai produktivitas padi sawah cenderung menurun.

40 28 Tabel 8. Luas Sawah Berdasarkan Kemiringan Lereng No. Kemiringan Lereng Luas (Ha) 1 15% %-30% %-50% 44 4 > 50% 30 Tabel diatas menunjukkan penanaman padi paling dominan barada pada kemiringan lereng kurang dari 15%. Penanaman padi sawah membutuhkan teras yang relatif datar, sehingga sangat dibatasi oleh kecuraman lereng. Menurut Sarwono dan Widiatmaka (2007), lahan yang memiliki lereng yang masuk kategori sesuai untuk pertanaman padi sawah berkisar antara 0-15%. Lahan yang masuk kategori sangat sesuai untuk pertanian padi sawah memiliki kisaran lereng 0-3%, sedangkan yang cukup sesuai memiliki kisaran lereng 3-8%, dan lahan yang sesuai marginal berada pada kisaran lereng 8-15% Hubungan Antara Elevasi dengan Produktivitas Kabupaten Bogor memiliki elevasi yang bervariasi dari meter diatas permukaan laut. Hal tersebut dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 12. Dari hasil pengolahan data yang didapat, bagian utara kabupaten Bogor didominasi oleh elevasi meter diatas permukaan laut, sedangkan bagian selatan memiliki elevasinya semakin meningkat dan daerah yang paling selatan merupakan daerah yang memiliki elevasi paling tinggi yaitu 1500 meter diatas permukaan laut. Gambar 13 menjelaskan hubungan elevasi terhadap produktivitas padi sawah. Pada diagram ini terlihat tren dimana semakin meningkat elevasi, nilai produktivitas padi sawah cenderung semakin menurun. Dominan penanaman padi sawah juga berada pada daerah elevasi tersebut (Tabel 9). Hal ini disebabkan karena suhu udara pada masing-masing rentang elevasi memiliki perbedaan suhu yang nyata. Menurut Nasir (2003), ketinggian tempat merupakan salah satu faktor pengendali iklim yang berpengaruh kuat terhadap suhu udara. Suhu udara berpengaruh terhadap kecepatan metabolisme terutama fotosintesis dan respirasi tanaman.

41 29 Gambar 12. Peta Elevasi Kabupaten Bogor Terdapat pencilan nilai produktivitas maksimum di rentang elevasi yaitu sebesar 6.5 ton/ha. Berdasarkan hasil wawancara, petani contoh pada lokasi tersebut mampu melakukan pemeliharaan secara intensif. 7 Produktivitas (ton/ha) < 500 m m > 750 m Elevasi (m) Gambar 13. Diagram Kotak Garis Antara Elevasi dengan Produktivitas Padi Sawah Disamping itu, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingginya produktivitas di daerah tersebut adalah karena aksesbilitas yang sangat mudah, sehingga memudahkan petani untuk medapatkan input yang dibutuhkan dalam pengelolaan.

42 30 Tabel 9. Luas Sawah Berdasarkan Elevasi No. Elevasi (m) Luas (Ha) Hubungan Antara Curah Hujan dengan Produktivitas Supaya bisa mengetahui secara jelas hubungan antara curah hujan dengan produktivitas padi sawah, kesembilan data curah hujan yang telah didapat, dimasukkan kedalam kriteria curah hujan yang telah dibuat, yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Berdasarkan penelitian Yusmandhany (2004), yang menyebutkan bahwa curah hujan rata-rata kabupaten Bogor berkisar mm/tahun, maka dalam penelitian ini dibuat kriteria curah hujan sedang yaitu antara mm/tahun. Sedangkan kriteria rendah yaitu curah hujan kurang dari 3000 mm/tahun dan kriteria tinggi yaitu curah hujan lebih dari 4000 mm/tahun. Peta curah hujan dapat dilihat pada Gambar 14. Gambar 14. Peta Curah Hujan Kabupaten Bogor

43 31 Hubungan antara curah hujan dengan produktivitas dapat dilihat pada Gambar 15 diagram tersebut menunjukkan hubungan antara curah hujan dengan produktivitas padi sawah cenderung memiliki tren yang negatif. Semakin meningkatnya curah hujan, produktivitas padi sawah semakin menurun. Meskipun faktor utama dalam penanaman padi sawah adalah ketersediaan air, tetapi dengan tingginya curah hujan di suatu daerah, tidak dapat dipastikan produktivitas di daerah tersebut juga tinggi. Terdapat faktor pembatas yang berkaitan erat dengan curah hujan yaitu suhu. Daerah yang memiliki curah hujan tinggi (>4000 mm) umumnya terletak pada elevasi yang tinggi dan memiliki suhu udara yang rendah, sehingga menurunnya produktivitas padi sawah pada daerah yang memiliki curah hujan tinggi bukan disebabkan oleh curah hujan tersebut, melainkan karena faktor suhu yang tidak menunjang untuk dilakukan penanaman padi sawah. Produktivitas (ton/ha) Rendah Sedang Tinggi Curah Hujan Gambar 15. Diagram Kotak Garis Antara Curah Hujan dengan Produktivitas Padi Sawah Selain itu terdapat data pencilan yang merupakan nilai produktivitas paling tinggi pada selang tersebut. Penyebab tingginya nilai produktivitas pada lokasi tersebut ketika dilakukan wawancara lapang adalah karena petani mampu melakukan pemeliharaan secara intensif. Tabel 10. Luas Sawah Berdasarkan Curah Hujan No. Curah Hujan Luas (Ha) 1 Rendah Sedang Tinggi Tabel 10 menunjukkan penanaman padi sawah paling dominan berada pada selang mm, hal tersebut dikarenakan pada umumnya daerah yang memiliki curah hujan < 3000 mm relatif berada pada lereng datar, dimana

44 32 pada lereng tersebut konversi lahan pertanian menjadi non-pertanian banyak terjadi. Sehingga terjadi pergeseran lokasi penanaman sawah menjadi dominan di curah hujan mm Hubungan Antara Luas Area dengan Produktivitas Produktivitas < > 5000 Luas Area (m 2 ) Gambar 16. Diagram Kotak Garis Antara Luas Area dengan Produktivitas Padi Sawah Gambar 16 memperlihatkan bahwa produktivitas tinggi justru didapat pada luas area < 2000 m 2. Salah satu penyebabnya adalah karena pada luas area < 2000m 2, petani lebih intensif dalam merawat tanaman padinya dibandingkan dengan yang memiliki luas area yang lebih besar karena input yang harus diberikan agar hasil produksi bisa maksimum tidak terlalu mahal. Dari hasil pengamatan selama di lapang, hampir sebagian besar petani memiliki kesulitan terhadap modal dalam menanam padi, sehingga jika semakin besar luasan yang digarap, maka modal yang digunakan juga akan semakin besar. Selain itu, terdapat faktor luar yang menganggu proses pertanaman padi, yaitu hama dan penyakit. Semakin besar luas area sawah yang digarap, petani masih belum mampu melakukan pengendalian hama dan penyakit secara intensif. Berdasarkan hasil pengamatan di lapang, diketahui bahwa luas area antara m 2 memiliki ragam data yang paling lebar. Ketika dilakukan wawancara lapangan didapat penyebab dari luas area sawah yang digarap semakin sempit adalah tanah yang dimiliki saat ini merupakan tanah warisan dari orang tua, masing-masing pewaris mendapat hak tanahnya, dan menggunakannya sesuai dengan keperluannya. Disisi lain, menurut Ilham et al., (2003) berkurangnya luas area persawahan adalah karena pertumbuhan perekonomian yang menuntut pembangunan infrastruktur. Dengan kondisi demikian, permintaan terhadap lahan

45 33 untuk penggunaan hal tersebut semakin meningkat. Akibatnya banyak lahan sawah, mengalami alih fungsi ke penggunaan tersebut. Nilai jual yang diterima petani terhadap konversi lahan ini tentu akan lebih tinggi sehingga membuat petani befikir akan lebih mudah jika dijual atau dibuat ruang terbangun jika dibandingkan dengan menanam padi tetapi hasil yang didapatkan kurang memuaskan Hubungan Antara Aksesibilitas dengan Produktivitas Produktivitas (ton/ha) Mudah Sedang Sulit Aksesbilitas Gambar 17. Diagram Kotak Garis Antara Produktivitas Padi Sawah dengan Aksesbilitas Gambar 17 menunjukkan produktivitas maksimum cenderung berada pada aksesibilitas mudah. Tetapi, pola yang terlihat menunjukkan hubungan antara produktivitas padi sawah dengan aksesibilitas tidak sederhana, karena pada daerah yang memiliki aksesibilitas sulit, nilai produktivitasnya juga relatif tinggi. Hal ini ditunjukkan oleh garis median yang tidak begitu jauh antara masing-masing kriteria aksesibilitas. Garis yang menghubungkan antar median pada menunjukkan pola hubungan yang lebih jelas. Semakin sulit aksesibilitas menuju lahan sawah, produktivitas padi sawah semakin menurun. Alasan mengapa produktivitas menurun dengan semakin sulitnya aksesibilitas karena dengan semakin sulitnya akses, pengadaan input seperti pupuk dan pestisida dalam penanaman padi sawah akan semakin sulit. Agar dapat memenuhi input yang dibutuhkan biaya yang lebih besar untuk bisa mendapatkan input tersebut. 5.3 Faktor yang Paling Berpengaruh Terhadap Produktivitas Hasil analisis metode Hayashi I didapatkan nilai R 2 sebesar Nilai tesebut menunjukkan bahwa data yang diambil belum mampu menjelaskan mengenai tinggi-rendahnya produktivitas. Kecilnya nilai koefisien korelasi

46 34 disebabkan masih banyak faktor lain yang berpengaruh yang tidak terukur pada penelitian ini. Selain itu, mungkin dapat disebabkan juga oleh data yang diambil terlalu sedikit. Hubungan antara produktivitas dengan faktor-faktor fisik (peubah penjelas) dapat dilihat dari nilai skor kategori yang telah dijelaskan sebelumnya (Tabel 3). Apabila nilai skor kategori peubah penjelas bernilai negatif maka menunjukkan bahwa peubah penjelas tersebut berkorelasi negatif terhadap produktivitas padi sawah. Sebaliknya, apabila nilai skor kategori peubah penjelas bernilai positif maka peubah penjelas tersebut berkorelasi positif terhadap produktivitas padi sawah dan mengindikasikan bahwa peubah penjelas tersebut memiliki pengaruh yang paling besar terhadap produktivitas. Nilai skor setiap kategori dari peubahpeubah penjelas terhadap produktivitas disajikan pada Lampiran 3. Faktor-faktor fisik yang memiliki pengaruh paling besar terhadap produktivitas yang secara statistik nyata pada α=0.05 adalah Fisiografi, Luas Area Garapan, dan Aksesibilitas. Seluruh peubah tersebut memiliki nilai kolerasi parsial lebih tinggi dari nilai kritis yaitu sebesar Faktor aksesibilitas memiliki nilai korelasi parsial paling tinggi dibandingkan dengan faktor lainnya. Hal ini mengindikasikan faktor aksesibilitas memiliki pengaruh paling besar terhadap produktivitas padi sawah. Aksesibilitas mudah dan sedang berkorelasi positif terhadap tinggi-rendahnya produktivitas padi sawah. Sedangkan aksesibilitas sulit berkorelasi negatif terhadap produktivitas padi sawah. Mudahnya aksesibilitas membuat pengangkutan input yang dibutuhkan lebih murah sedangkan jika aksesibilitasnya sulit pengangkutan input akan lebih mahal, sehingga dibutuhkan perbaikan aksesibilitas supaya petani bisa lebih mudah dan lebih murah dalam pengangkutan input yang dibutuhkan dalam penanaman padi sawah. Selain aksesibilitas, fisiografi dan luas area juga memiliki nilai korelasi parsial tinggi. Fisiografi dataran dan bukit lipatan berkorelasi positif terhadap produktivitas padi sawah, sedangkan fisiografi volkan serta fisiografi volkan dan bukit lipatan, berkorelasi negatif terhadap produktivitas. Meskipun dominan penanaman padi sawah paling banyak berada pada fisiografi volkan, hal ini

47 35 menunjukkan bahwa berfisiografi volkan memang tidak sesuai untuk pertanaman padi sawah. Luas area yang kurang dari 2000 m 2 berkorelasi positif terhadap produktivitas padi sawah. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa mayoritas petani di kabupaten Bogor memiliki keterbatasan modal, sehingga dengan kecilnya luas area yang digarap oleh petani, pemeliharaan dapat dilakukan secara lebih intensif.

48 VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Hasil analisis menunjukkan bahwa jenis tanah, fisiografi, kemiringan lereng, elevasi, curah hujan rendah, luas area garapan dan aksesibilitas mempengaruhi produktivitas padi sawah. 2. Secara umum diperoleh bahwa jenis tanah Aluvial, fisiografi dataran, kemiringan lereng kurang dari 15%, elevasi kurang dari 500 m, curah hujan rendah (< 3000 mm), luas area garapan kurang dari 2000 m 2 dan aksesbilitas dari mudah sampai sedang cenderung memiliki produktivitas yang lebih tinggi. 3. Hasil analisis metode Hayashi I menunjukkan bahwa aksesibilitas, fisiografi, dan luas area garapan memiliki pengaruh yang paling besar terhadap produktivitas padi sawah. Aksesibilitas memiliki nilai korelasi parsial paling tinggi sebesar Dari ketiga faktor tersebut, dapat dilakukan upaya peningkatan produktivitas padi sawah dimulai dengan memperbaiki aksesibilitas, hal tersebut dapat membuat petani akan lebih mudah dan lebih murah dalam pengangkutan input yang dibutuhkan untuk penanaman padi sawah Saran Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi produktivitas padi sawah serta pengambilan data sampel yang lebih banyak sehingga akan dapat lebih menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas tanaman padi sawah di kabupaten Bogor.

49 DAFTAR PUSTAKA [Anonim] [Diakses pada 8 Januari 2010] [FAO] Foundation Agriculture Organization A Frame Work Of Land Evaluation. FAO Soil Bulletin No. 6. Rome. Barus, B Kamus SIG (Sistem Informasi Geografis) dengan 128 Diagram. Studio Teknologi Informasi Spasial. Bogor. Barus, B dan U.S. Wiradisastra Sistem Informasi Geografis. Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian, Departemen Tanah. Bogor Sistem Informasi Geografis. Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian, Departemen Tanah.Bogor. Chaniago, J Mengenal Boxplot /05/mengenal-boxplot.html. [Diakses pada 19 Februari 2009] Hanggono, A Penggunaan Teknik Penginderaan Jauh dan Satuan Informasi Geografis dalam Interpretasi dan Monitoring Ketersediaan Sumberdaya Lahan. Prosiding pertemuan pembahasan dan komunikasi hasil tanah dan agroklimat. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Hal Hardjowigeno, S., Widiatmaka, dan A.S. Yogaswara Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tata Guna Lahan. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Ilham, N., Y. Syaukat, dan S. Friyatno Perkembangan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. abstrack/(11)soca.pdf. [Diakses tanggal 20 Januari 2010] Ismunadji, M., S. Partohardjono, M. Syam, dan A. Widjono Padi. Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jensen, J.R Introductory Digital Image Processing, A Remote Sensing Perspective,2 nd Ed. Prentice-Hall, Inc. USA. Lillesand, T.M., dan R.W. Kiefer Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Gadjah Mada University press. Yogyakarta.

50 38 Manurung, S.O. dan M. Ismunadji Morfologi dan Fisiologi Padi, hal dalam Manurung, Ismunadji, Roechan, dan Suwardjo (penyunting). Padi Buku 1. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Padi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor. Mather, A.S Land Use. Longman. London and New York. Nasir, A Pengaruh Cuaca dan Iklim Terhadap Tanaman. Pelatihan Dosen PT SeJawa-Bali dalam Bidang Pemodelan dan Simulasi Komputer untuk Pertanian di Bogor pada tanggal 4-16 Agustus Bogor. Rachim, D.A. dan Suwardi Morfologi dan Klasifikasi Tanah. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sarwono, H. dan Widiatmaka Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tataguna Lahan. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta. Soepardi, G Sifat dan Ciri Tanah. Departemen Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Soepraptohardjo, M. and H. Suhardjo Rice in Indonesia. In: Soil and Rice. The International Rice Research Institute. Los Banos, Laguna, Philippines. Subandi, M. Syam, dan A. Widjono, Jagung. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Subagyo, H., Suharto, N. and Siswanto., A.B Tanah Pertanian di Indonesia. Dalam Pengembangan dan Manajemen Tanah-Tanah di Indonesia Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor. Sumartono, B. Saurdi, dan R. Hardjono Bercocok Tanam Padi. CV Yasaguna. Jakarta. Suryanto, W.J., H.J. Deri, Widagdo, dan M. Soekardi Interpretasi Citra Landsat Thematic Mapper untuk penggunaan Lahan Studi Kasus Daerah Malang Utara Jawa Timur. Prosiding Pertemuan Pembahasan dan Komunikasi Hasil Tanah dan Agroklimat; Bogor: Februari Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor. hlm Sutanto, P Aplikasi Sistem Informasi Geografis untuk Pengelolaan Perkebunan Besar. Institut Teknologi Surabaya Sukolilo. Surabaya. Tanaka Y., T. Tarumi, K. Wakimoto. Quantification. In: Matsuyama S (ed.). Statistical Analysis Handbook for Personal Computer; Multivariate Analysis Kyoritsu Press. Tokyo

51 39 Tim Puslitanak Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Kerjasama dengan Proyek Pembangunan Penelitian Pertanian Nasional. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Bogor. Townshend, J.R.G Terrain Analysis and Remote Sensing. George Allen and Unwin Ltd., London. Vink, A.P.A Land Use in Advancing Agriculture. Springer-Verlag. New York-Heidelberg-Berlin. Yusmadhany, E.S Kemampuan Potensial Tanah Menahan Air Hujan dan Aliran Permukaan Berdasarkan Tipe Penggunaan Lahan Di Daerah Bogor Bagian Tengah. Buletin Teknik Pertanian 9 :

52 LAMPIRAN

53 LAMPIRAN 1. Data Curah Hujan Kabupaten Bogor Pos Hujan : PLTA Karacak, Leuwiliang TAHUN JAN PEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES JUMLAH Rata-Rata 4136 Pos Hujan : Dayeuh, Jonggol TAHUN JAN PEB MAR APR MEI JUN JUL AGT SEP OKT NOP DES JUMLAH Rata-rata 3819

54 42 POS HUJAN : CIKOPOMAYAK (JASINGA) TAHUN JAN PEB MAR APR MEI JUN JUL AGT SEP OKT NOP DES JUMLAH Rata-rata 2879 POS HUJAN : ATANG SENDJAJA TAHUN JAN PEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES JUMLAH Rata-rata 2247

55 43 POS HUJAN: CIBINONG TAHUN JAN PEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES JUMLAH Rata-rata 3017 POS HUJAN:KEBUN RAYA BOGOR TAHUN JAN PEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES JUMLAH Rata-rata 3767

56 44 POS HUJAN : CIAWI TAHUN JAN PEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES JUMLAH Rata-rata 3995 POS HUJAN : GUNUNG MAS TAHUN JAN PEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES JUMLAH Rata-rata 3895

57 POS HUJAN : CITEKO TAHUN JAN PEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES JUMLAH Rata-rata

58 Lampiran 2. Tabel Hasil Analisis Spasial dan Pengamatan Lapang Sample Nama Desa Kecamatan Produktivitas Fisiografis Lereng Jenis Tanah Elevasi CH Aksesbilitas Luas Area 1 Soleh Ciareuteun ilir Cibungbulang 5.00 Dataran 15% Aluvial < 500 m Tinggi Sedang Jarkasih Cijujung Cibungbulang 2.50 Dataran 15% Aluvial < 500 m Tinggi Sulit > Saleh Cijujung Cibungbulang 6.25 Dataran 15% Aluvial < 500 m Tinggi Mudah Ujang Cibeber I Leuwiliang 4.00 Volkan 15% Latosol < 500 m Tinggi Mudah < Jarudin Sadeng Kolot Leuwisadeng 3.00 Volkan 15% Podsolik Merah Kuning < 500 m Tinggi Sedang < Aspian Sadeng Kolot Leuwisadeng 2.00 Volkan 15% Podsolik Merah Kuning < 500 m Tinggi Mudah Suhani Cibeber II Leuwiliang 2.40 Volkan 15% Podsolik Merah Kuning < 500 m Tinggi Mudah < Imam S Boj. Jengkol Ciampea 4.30 Dataran 15% Aluvial < 500 m Rendah Mudah Patah Tegalwaru Ciampea 2.00 Dataran 15% Aluvial < 500 m Rendah Mudah > Kasan Tegalwaru Ciampea 5.00 Dataran 15% Aluvial < 500 m Rendah Mudah < Asban Tapos I Tenjolaya 2.30 Volkan 15% Tanah Lain m Tinggi Mudah Majid Pangradin I Jasinga 5.00 Bukit Lipatan 15% Podsolik Merah Kuning < 500 m Rendah Sulit Oji Pangradin I Jasinga 3.75 Bukit Lipatan 15% Podsolik Merah Kuning < 500 m Rendah Sulit Ncep Pamageusari Jasinga 5.30 Bukit Lipatan 15% Podsolik Merah Kuning < 500 m Rendah Sedang < Uci Argapura I Cigudeg 4.00 Volkan 15% Latosol < 500 m Rendah Mudah < Mumuh Sukaraksa Nanggung 2.00 Volkan 15% Podsolik Merah Kuning < 500 m Tinggi Mudah Sukri Leuwi mekar Leuwiliang 4.19 Volkan 15% Latosol < 500 m Tinggi Mudah Tamim Jonggol Jonggol 3.75 Dataran 15% Podsolik Merah Kuning < 500 m Rendah Mudah > 5000 Volkan dan bukit < 500 m 25 Otang Sukasirna Jonggol 6.00 lipatan 15% Latosol Sedang Mudah < Murni Sukasirna Jonggol 4.00 Dataran 15% Podsolik Merah Kuning < 500 m Rendah Mudah > 5000 Volkan dan bukit < 500 m 27 Aman Balekambang Jonggol 4.61 lipatan 15% Latosol Sedang Mudah > 5000 Babakan < 500 m 28 Engkus Raden Cariu 4.00 Bukit Lipatan 15% Podsolik Merah Kuning Sedang Mudah m 31 H. Aca Cibunian Pamijahan 4.90 Volkan 30% Latosol Tinggi Mudah < 2000

59 47 Lampiran 2. (Lanjutan) Sample Nama Desa Kecamatan Produktivitas Fisiografis Lereng Jenis Tanah Elevasi CH Aksesbilitas Luas Area 32 Harma Purwabakti Pamijahan 2.80 Volkan 15% Latosol m Tinggi Sulit Ahmad Buta tutung Ciseeng 4.40 Dataran 15% Aluvial < 500 m Rendah Sulit Apandi Tegal Kemang 4.00 Dataran 15% Aluvial < 500 m Rendah Sulit Mad Ahla Pabuaran Kemang 2.60 Tuf Volkan 15% Podsolik Merah Kuning < 500 m Rendah Sulit > Hindun Bunar Cigudeg 4.80 Bukit Lipatan 15-30% Podsolik Merah Kuning < 500 m Rendah Sulit < H. Kabir Tenjo Tenjo 5.00 Dataran 15% Podsolik Merah Kuning < 500 m Rendah Sulit Jaja Ciampea Ciampea 5.20 Volkan 15% Tanah Lain < 500 m Tinggi Sulit Atang Selawangi Tanjung sari 3.33 Volkan dan bukit lipatan 15% Latosol < 500 m Sedang Sulit > Udin Gunung Batu Tanjung sari 2.40 Bukit Lipatan 15-30% Grumusol m Sedang Sedang Mujid Sukaharja Sukamakmur 2.85 Bukit Lipatan 15-30% Podsolik Merah Kuning m Sedang Sedang Imam Selawangi Tanjung sari 3.00 Volkan dan bukit lipatan 15-30% Latosol < 500 m Sedang Sulit Jalil Pasir tanjung Tanjung sari 3.92 Bukit Lipatan 15% Grumusol < 500 m Sedang Sulit > Radun Sukajaya Taman sari 2.00 Volkan 15% Latosol < 500 m Sedang Sulit < Ujang Lemah duhur Caringin 2.50 Volkan dan bukit lipatan 15% Latosol < 500 m Sedang Mudah > Ace Cinagara Caringin 5.00 Dataran 15% Aluvial < 500 m Sedang Sulit < Sugandi Cinagara Caringin 6.50 Dataran 15% Aluvial m Sedang Mudah Abad Tangkil Caringin 3.75 Dataran 15% Aluvial m Sedang Sedang Oom Banjarwaru Ciawi 3.50 Volkan dan bukit lipatan 15% Latosol m Sedang Sulit < Ujang Cipari Cisarua 5.00 Dataran 15% Aluvial m Sedang Mudah < Ocin Leuwimalang Cisarua 2.40 Dataran 15% Aluvial > 750 m Sedang Mudah H. Aca Batulayang Cisarua 5.00 Volkan 15-30% Tanah Lain > 750 m Sedang Mudah Ahmad Cikutamahi Cariu 3.30 Dataran 15% Aluvial < 500 m Sedang Mudah > 5000

60 Lampiran 2. (Lanjutan) Sample Nama Desa Kecamatan Produktivitas Fisiografis Lereng Jenis Tanah Elevasi CH Aksesbilitas Luas Area 62 Tigor Cikutamahi Cariu 3.75 Volkan 15% Latosol < 500 m Sedang Mudah > Asep Wargajaya Sukamakmur 3.60 Volkan 15% Latosol > 750 m Sedang Sedang Umi Wargajaya Sukamakmur 2.00 Volkan 15% Latosol m Sedang Sedang Cecep Wargajaya Sukamakmur 3.50 Bukit Lipatan 15% Grumusol < 500 m Sedang Sedang Basir Sirnajaya Sukamakmur 4.00 Volkan 15-30% Latosol < 500 m Sedang Sulit Mustafa Sukamulya Sukamakmur 2.50 Volkan 15% Latosol < 500 m Sedang Sulit Saiman Cikahuripan Klapanunggal 2.50 Bukit Lipatan 15-30% Podsolik Merah Kuning < 500 m Sedang Mudah > Asep Singasari Jonggol 4.00 Bukit Lipatan 15% Tanah Lain < 500 m Sedang Sedang > Soleh Ciherang Darmaga 3.75 Volkan 15% Tanah Lain < 500 m Rendah Mudah Udin Cijeruk Cijeruk 2.67 Volkan 15% Latosol m Sedang Sulit < 2000 H. < 500 m 76 Muslim Cipelang Cijeruk 5.71 Volkan 15% Latosol Sedang Mudah < Suganda Pasir Buncit Caringin 3.33 Dataran 15-30% Aluvial m Sedang Mudah < 2000 H. Karang < 500 m 79 Dahlan Tengah B. Madang 6.00 Volkan 15-30% Latosol Sedang Mudah > 5000 H. < 500 m 80 Enceng Cibadak Sukamakmur 2.80 Volkan dan bukit lipatan 15-30% Latosol Sedang Mudah

61 48 Lampiran 3. Tabel Hasil Analisis Metode Hayashi I No Peubah Kategori Frekuensi Nilai Kategori Korelasi Parsial 1 Jenis Tanah Aluvial Grumusol Latosol Podsolik Tanah Lain Fisiografi Dataran Bukit Lipatan Volkan Volkan dan Bukit Lipatan Lereng < 15 % % Elevasi < 500 m m m Curah Hujan Rendah Sedang Tinggi Luas Area < 2000 m m > 5000 m Aksesibilitas Mudah Sedang Tinggi R R-square 0.408

62 50 Lampiran 4. Panorama Lokasi Pengambilan Sampel Pengamatan (a) Salah satu contoh lokasi pengamatan dengan karakteristik fisik, yaitu jenis tanah Latosol, fisiografi Volkan, kemiringan lereng 15-30%, elevasi mdpl, dan bercurah hujan tinggi (> 4000 mm/tahun) di kecamatan Leuwiliang. (b) Salah satu contoh lokasi pengamatan dengan karakteristik fisik yaitu, jenis tanah Latosol, fisiografi Volkan, kemiringan lereng 30-50%, elevasi mdpl, dan bercurah hujan sedang ( mm/tahun) di kecamatan Sukamakmur.

63 50 (c) Salah satu contoh lokasi pengamatan engan karakteristik fisik yaitu, jenis tanah Latosol, fisiografis Volkan dan Bukit Lipatan, kemiringan 15-30%, elevasi mdpl dan bercurah hujan sedang ( mdpl) di kecamatan Tanjungsari. (d) Salah satu contoh lokasi pengamatan areal penanaman padi sawah yang telah dikonversi di kecamatan Tanjungsari.

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Febuari 2009 sampai Januari 2010, mengambil lokasi di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pengolahan dan Analisis

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR FISIK YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS PADI SAWAH DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR FISIK YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS PADI SAWAH DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS ANALISIS FAKTOR-FAKTOR FISIK YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS PADI SAWAH DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (Studi Kasus di Kabupaten Bogor, Jawa Barat) RANI YUDARWATI PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ciri Umum Tanaman Padi Sawah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ciri Umum Tanaman Padi Sawah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ciri Umum Tanaman Padi Sawah Padi diklasifikasikan sebagai family Gramineae (Poaceae). Berdasarkan klasifikasi Gould (1968) padi termasuk kedalam sub family Oryzeideae, suku Oryzeae.

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Citra Digital Interpretasi dilakukan dengan pembuatan area contoh (training set) berdasarkan pengamatan visual terhadap karakteristik objek dari citra Landsat. Untuk

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 11 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Februari 2009 sampai Januari 2010 yang berlokasi di wilayah administrasi Kabupaten Bogor. Analisis data dilaksanakan

Lebih terperinci

Gambar 7. Lokasi Penelitian

Gambar 7. Lokasi Penelitian III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat sebagai daerah penelitian yang terletak pada 6 56'49''-7 45'00'' Lintang Selatan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 10 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium dan di lapang. Pengolahan citra dilakukan di Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial dan penentuan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di daerah Daerah Aliran Sungai (DAS) Cipunagara dan sekitarnya, Jawa Barat (Gambar 1). DAS Cipunagara berada dibawah pengelolaan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Februari 2010 sampai Februari 2011 yang berlokasi di Daerah Aliran Sungai (DAS) Cipunagara dan sekitarnya, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan yaitu bulan Juli-Agustus 2010 dengan pemilihan lokasi di Kota Denpasar. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Kabupaten Indramayu, Jawa Barat (Gambar 1). Penelitian dimulai dari bulan Juli 2010 sampai Januari

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan sejak Juli 2010 sampai dengan Mei 2011. Lokasi penelitian terletak di wilayah Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Pengolahan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Waktu penelitian dilakukan kurang lebih selama sebelas bulan yaitu sejak Februari 2009 hingga Januari 2010, sedangkan tempat penelitian dilakukan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kawasan Hutan Adat Kasepuhan Citorek, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Pengambilan data lapangan dilaksanakan bulan Februari

Lebih terperinci

3 METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

3 METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian 8 3 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian adalah Kabupaten Bogor Jawa Barat yang secara geografis terletak pada 6º18 6º47 10 LS dan 106º23 45-107º 13 30 BT. Lokasi ini dipilih karena Kabupaten

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 22 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Sukabumi, Jawa Barat pada 7 wilayah kecamatan dengan waktu penelitian pada bulan Juni sampai November 2009. Pada lokasi penelitian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura WAR). Berdasarkan administrasi pemerintahan Provinsi Lampung kawasan ini berada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan 2.1.1 Pengertian Lahan Pengertian lahan tidak sama dengan tanah, tanah adalah benda alami yang heterogen dan dinamis, merupakan interaksi hasil kerja

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 22 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai analisis data Landsat 7 untuk estimasi umur tanaman kelapa sawit mengambil daerah studi kasus di areal perkebunan PTPN VIII

Lebih terperinci

Gambar 1. Lokasi Penelitian

Gambar 1. Lokasi Penelitian 11 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian di wilayah Kecamatan Babakan Madang dan Klapanunggal. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Analisis citra dan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 24 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penggunaan Lahan Sawah dan Tegalan di Kabupaten Bogor Penggunaan lahan di Kabupaten Bogor pada tahun 1990, 2001, 2004, dan 2008 masih didominasi oleh lahan pertanian yaitu

Lebih terperinci

SISTEM PAKAR PENENTUAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PEMILIHAN WILAYAH BUDIDAYA KOMODITAS PERTANIAN (STUDI KASUS: KECAMATAN KLARI, KARAWANG, JAWA BARAT)

SISTEM PAKAR PENENTUAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PEMILIHAN WILAYAH BUDIDAYA KOMODITAS PERTANIAN (STUDI KASUS: KECAMATAN KLARI, KARAWANG, JAWA BARAT) SISTEM PAKAR PENENTUAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PEMILIHAN WILAYAH BUDIDAYA KOMODITAS PERTANIAN (STUDI KASUS: KECAMATAN KLARI, KARAWANG, JAWA BARAT) Oleh BUDI HARDIYANTO F14101112 2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Maret sampai bulan November 2009. Objek penelitian difokuskan pada wilayah Kota Banjarmasin, Yogyakarta, dan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang. III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober 2010. Lokasi penelitian di Kota Palembang dan Laboratorium Analisis Spasial Lingkungan, Departemen Konservasi Sumberdaya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Persiapan Tahap persiapan merupakan tahapan penting dalam penelitian ini. Proses persiapan data ini berpengaruh pada hasil akhir penelitian. Persiapan yang dilakukan meliputi

Lebih terperinci

APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH. Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2

APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH. Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2 APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2 Prosedur analisis citra untuk penggunaan tanah 1. Pra-pengolahan data atau pengolahan awal yang merupakan restorasi citra 2. Pemotongan

Lebih terperinci

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Geografis Wilayah Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak antara 5 54' - 7 45' LS dan 106 22' - 108 50 BT dengan areal seluas 37.034,95

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kabupaten Bandung Barat yang merupakan kabupaten baru di Provinsi Jawa Barat hasil pemekaran dari Kabupaten Bandung. Kabupaten

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai September 2011. Kegiatan penelitian ini meliputi tahap prapenelitian (persiapan, survei), Inventarisasi (pengumpulan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara 4.1.1 Kondisi Geografis Propinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) terletak di Jazirah Tenggara Pulau Sulawesi, terletak di bagian selatan

Lebih terperinci

Gambar 9. Peta Batas Administrasi

Gambar 9. Peta Batas Administrasi IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Letak Geografis Wilayah Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada koordinat 6 56'49'' - 7 45'00'' Lintang Selatan dan 107 25'8'' - 108 7'30'' Bujur

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Beji sebagai pusat Kota Depok, Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Penelitian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tampak pada bulan Januari September Resort Pugung Tampak memiliki luas

III. METODE PENELITIAN. Tampak pada bulan Januari September Resort Pugung Tampak memiliki luas 23 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan Resort Pugung Tampak pada bulan Januari September 2012. Resort Pugung Tampak

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran 17 METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Penggunaan lahan masa lalu dan penggunaan lahan masa kini sangat dipengaruhi oleh berbagai aspek yang saling berhubungan antara lain peningkatan jumlah penduduk

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi 31 IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi Waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan penelitian ini adalah dimulai dari bulan April 2009 sampai dengan November 2009 yang secara umum terbagi terbagi menjadi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 9 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Pengambilan data atribut berupa data sosial masyarakat dilakukan di Kampung Lebak Picung, Desa Hegarmanah, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak Banten (Gambar

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster.

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster. GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 14 Sesi NGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI A. MODEL DATA SPASIAL Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster. a. Model Data Vektor

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Interpretasi Visual Penggunaan Lahan Melalui Citra Landsat Interpretasi visual penggunaan lahan dengan menggunakan citra Landsat kombinasi band 542 (RGB) pada daerah penelitian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way

III. METODE PENELITIAN. berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way 13 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni sampai dengan September 2012 yang berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way Kambas

Lebih terperinci

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4.1. Latar Belakang Sebagaimana diuraikan terdahulu (Bab 1), DAS merupakan suatu ekosistem yang salah satu komponen penyusunannya adalah vegetasi terutama berupa hutan dan perkebunan

Lebih terperinci

Gambar 8. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

Gambar 8. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kenampakan Secara Spasial Kelapa Sawit PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR-2 yang diakuisisi pada tanggal

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 17 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di Provinsi Kalimantan Barat. Provinsi Kalimantan Barat terletak di bagian barat pulau Kalimantan atau di antara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 13 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-September 2011, dengan lokasi penelitian untuk pengamatan dan pengambilan data di Kabupaten Bogor, Jawa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan dari bulan Juli sampai September 2011 di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Analisis Lingkungan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE 17 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di wilayah administrasi Kota Depok, Provinsi Jawa Barat (Gambar 8). Meliputi 6 kecamatan yaitu, Sawangan, Pancoran

Lebih terperinci

Gambar 2. Peta Batas DAS Cimadur

Gambar 2. Peta Batas DAS Cimadur 11 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian DAS, Banten merupakan wilayah yang diambil sebagai daerah penelitian (Gambar 2). Analisis data dilakukan di Laboratorium Penginderaan Jauh

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Citra 5.1.1 Kompilasi Citra Penelitian menggunakan citra Quickbird yang diunduh dari salah satu situs Internet yaitu, Wikimapia. Dalam hal ini penulis memilih mengambil

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai tambang timah rakyat dilakukan di Kabupaten Bangka Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Penelitian dilaksanakan pada bulan April

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini serta tahapan-tahapan yang dilakukan dalam mengklasifikasi tata guna lahan dari hasil

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan 15 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli sampai dengan April 2011 dengan daerah penelitian di Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur,

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG)

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG) Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG) 24/09/2012 10:58 Sistem (komputer) yang mampu mengelola informasi spasial (keruangan), memiliki kemampuan memasukan (entry), menyimpan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penutupan Lahan dan Perubahannya Penutupan lahan menggambarkan konstruksi vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

Lebih terperinci

3/30/2012 PENDAHULUAN PENDAHULUAN METODE PENELITIAN

3/30/2012 PENDAHULUAN PENDAHULUAN METODE PENELITIAN APLIKASI PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DALAM EVALUASI DAERAH RAWAN LONGSOR DI KABUPATEN BANJARNEGARA (Studi Kasus di Gunung Pawinihan dan Sekitarnya Sijeruk Kecamatan Banjarmangu Kabupaten

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Pembangunan dan pengembangan wilayah di setiap daerah merupakan kegiatan yang dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat di wilayah

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4.

III. BAHAN DAN METODE. Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4. III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dimulai dari bulan Juni sampai dengan bulan September 2009. Lokasi Penelitian adalah di Kawasan Agropolitan Cendawasari, Desa Karacak,

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian ini meliputi wilayah Kota Palangkaraya, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian adalah di Kota Jakarta Timur, dengan fokus pada Kecamatan Jatinegara. Kecamatan ini memiliki 8 Kelurahan yaitu Cipinang Cempedak, Cipinang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tabel 4 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian

BAHAN DAN METODE. Tabel 4 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan Gambar 2, pada bulan Oktober 2008 sampai dengan Februari 2011. Secara geografis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Juni Juli 2012 di area Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Alam (IUPHHK-HA) PT. Mamberamo Alasmandiri,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Vink, 1975 dalam Karim (1993)

TINJAUAN PUSTAKA. yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Vink, 1975 dalam Karim (1993) TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Evaluasi Lahan Evaluasi lahan adalah proses penilaian penampilan atau keragaman lahan jika dipergunakan untuk tujuan tertentu, meliputi pelaksanaan dan interpretasi survei serta

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 hingga Maret 2014.

III. METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 hingga Maret 2014. 33 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 hingga Maret 2014. Adapun penelitian dilaksanakan di pesisir Kabupaten Lampung Timur. Berikut ini

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Letak, Luas dan Batas Wilayah Secara Geografis Kota Depok terletak di antara 06 0 19 06 0 28 Lintang Selatan dan 106 0 43 BT-106 0 55 Bujur Timur. Pemerintah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat

TINJAUAN PUSTAKA. fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat 4 TINJAUAN PUSTAKA Pendekatan Agroekologi Agroekologi adalah pengelompokan suatu wilayah berdasarkan keadaan fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat diharapkan tidak

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DAS (Daerah Aliran Sungai) Daerah aliran sungai adalah merupakan sebuah kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis, yang menampung, menyimpan dan mengalirkan curah hujan yang

Lebih terperinci

PENGUJIAN KERAGAAN KARAKTER AGRONOMI GALUR-GALUR HARAPAN PADI SAWAH TIPE BARU (Oryza sativa L) Oleh Akhmad Yudi Wibowo A

PENGUJIAN KERAGAAN KARAKTER AGRONOMI GALUR-GALUR HARAPAN PADI SAWAH TIPE BARU (Oryza sativa L) Oleh Akhmad Yudi Wibowo A PENGUJIAN KERAGAAN KARAKTER AGRONOMI GALUR-GALUR HARAPAN PADI SAWAH TIPE BARU (Oryza sativa L) Oleh Akhmad Yudi Wibowo A34403066 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 9 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. Karakteristik Lokasi Penelitian Luas areal tanam padi adalah seluas 6 m 2 yang terletak di Desa Langgeng. Secara administrasi pemerintahan Desa Langgeng Sari termasuk dalam

Lebih terperinci

DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E

DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E14101043 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN LUKMANUL HAKIM.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penggunaan Lahan Lahan (land) adalah lingkungan fisik yang terdiri dari iklim, relief, tanah, air dan vegetasi serta benda yang ada diatasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 12 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan mulai dari Bulan Juni sampai dengan Bulan Desember 2009. Penelitian ini terbagi atas pengambilan dan pengumpulan

Lebih terperinci

III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 9 bulan (Maret - November 2009), dan obyek penelitian difokuskan pada tiga kota, yaitu Kota Padang, Denpasar, dan Makassar.

Lebih terperinci

Perumusan Masalah Bagaimana kondisi perubahan tutupan lahan yang terjadi di daerah aliran sungai Ciliwung dengan cara membandingkan citra satelit

Perumusan Masalah Bagaimana kondisi perubahan tutupan lahan yang terjadi di daerah aliran sungai Ciliwung dengan cara membandingkan citra satelit Latar Belakang Meningkatnya pembangunan di Cisarua, Bogor seringkali menimbulkan dampak tidak baik terhadap lingkungan. Salah satu contohnya adalah pembangunan yang terjadi di Daerah Aliran Sungai Ciliwung.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di kawasan perkotaan Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Pada bulan Juni sampai dengan bulan Desember 2008. Gambar 3. Citra IKONOS Wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan dapat berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

Analisa Kesesuaian Lahan Dan Potensi Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Tanah Laut Menggunakan Sistem Informasi Geografis

Analisa Kesesuaian Lahan Dan Potensi Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Tanah Laut Menggunakan Sistem Informasi Geografis Analisa Kesesuaian Lahan Dan Potensi Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Tanah Laut Menggunakan Sistem Informasi Geografis Widiarti 1 dan Nurlina 2 Abstrak: Kalimantan Selatan mempunyai potensi untuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Koreksi Geometrik Koreksi geometrik adalah suatu proses memproyeksikan data pada suatu bidang sehingga mempunyai proyeksi yang sama dengan proyeksi peta. Koreksi ini dilakukan untuk

Lebih terperinci

TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA

TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA Oleh 1207055018 Nur Aini 1207055040 Nur Kholifah ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS MULAWARMAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Tanaman ubi jalar tergolong famili Convolvulaceae suku Kangkungkangkungan,

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Tanaman ubi jalar tergolong famili Convolvulaceae suku Kangkungkangkungan, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) 1. Karakteristik Tanaman Ubi Jalar Tanaman ubi jalar tergolong famili Convolvulaceae suku Kangkungkangkungan, dan terdiri dari 400 species. Ubi jalar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan organik merupakan komponen tanah yang terbentuk dari jasad hidup (flora dan fauna) di tanah, perakaran tanaman hidup maupun mati yang sebagian terdekomposisi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengolahan Awal Citra (Pre-Image Processing) Pengolahan awal citra (Pre Image Proccesing) merupakan suatu kegiatan memperbaiki dan mengoreksi citra yang memiliki kesalahan

Lebih terperinci

III. METEDOLOGI PENELITIAN

III. METEDOLOGI PENELITIAN III. METEDOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli hingga Desember 2011, berlokasi di DAS Ciliwung Hulu, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Wilayah penelitian meliputi

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

Bab II. Tinjauan Pustaka

Bab II. Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka 2.1 Penelitian Terdahulu Principal Component Analysis (PCA) merupakan metode dalam statistika yang digunakan untuk mereduksi dimensi input dengan kehilangan informasi yang minimum,

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5. Kecamatan Leuwiliang Penelitian dilakukan di Desa Pasir Honje Kecamatan Leuwiliang dan Desa Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan pertanian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Diresmikannya Kota Tasikmalaya sebagai daerah otonom pada tanggal 17 Oktober 2001 mengandung konsekuensi adanya tuntutan peningkatan pelayanan

Lebih terperinci

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002)

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002) BAB III METODA 3.1 Penginderaan Jauh Pertanian Pada penginderaan jauh pertanian, total intensitas yang diterima sensor radar (radar backscattering) merupakan energi elektromagnetik yang terpantul dari

Lebih terperinci

Pengertian Sistem Informasi Geografis

Pengertian Sistem Informasi Geografis Pengertian Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System/GIS) yang selanjutnya akan disebut SIG merupakan sistem informasi berbasis komputer yang digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN Wilayah Bodetabek Sumber Daya Lahan Sumber Daya Manusia Jenis tanah Slope Curah Hujan Ketinggian Penggunaan lahan yang telah ada (Land Use Existing) Identifikasi Fisik Identifikasi

Lebih terperinci

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Spektral Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR-2 yang diakuisisi pada tanggal 30 Juni 2009 seperti yang tampak pada Gambar 11. Untuk dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan

I. PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan banyak digunakan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, selain itu lahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu dibandingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan bagian bentang alam (landscape) yang mencakup komponen fisik yang terdiri dari iklim, topografi (relief), hidrologi dan keadaan vegetasi alami (natural

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Konsep Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu untuk mengetahui potensi terjadinya banjir di suatu wilayah dengan memanfaatkan sistem informasi geografi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel).

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel). BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Indonesia sebagai Negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

Penelitian Untuk Skripsi S-1 Program Studi Geografi. Diajukan Oleh : Mousafi Juniasandi Rukmana E

Penelitian Untuk Skripsi S-1 Program Studi Geografi. Diajukan Oleh : Mousafi Juniasandi Rukmana E PEMODELAN ARAHAN FUNGSI KAWASAN LAHAN UNTUK EVALUASI PENGGUNAAN LAHAN EKSISTING MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH DI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI OPAK HULU Penelitian Untuk Skripsi S-1 Program Studi Geografi

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1.LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1.LATAR BELAKANG Ilmu geografi memiliki dua aspek penting dalam penerapannya yaitu aspek ruang dan aspek waktu. Data spasial merupakan hasil dari kedua aspek yang dimiliki oleh geografi.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kota Provinsi Sumatera Barat (Gambar 5), dengan pertimbangan sebagai berikut: 1. Kota merupakan salah satu dari

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI. Administrasi

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI. Administrasi KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI Administrasi Secara administrasi pemerintahan Kabupaten Sukabumi dibagi ke dalam 45 kecamatan, 345 desa dan tiga kelurahan. Ibukota Kabupaten terletak di Kecamatan

Lebih terperinci