PENGARUH KUALITAS AIR TERHADAP KUALITAS TANAH PADA TATA SALURAN IRIGASI PASANG SURUT DI KAB. BARITO KUALA, KALIMANTAN SELATAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH KUALITAS AIR TERHADAP KUALITAS TANAH PADA TATA SALURAN IRIGASI PASANG SURUT DI KAB. BARITO KUALA, KALIMANTAN SELATAN"

Transkripsi

1 PENGARUH KUALITAS AIR TERHADAP KUALITAS TANAH PADA TATA SALURAN IRIGASI PASANG SURUT DI KAB. BARITO KUALA, KALIMANTAN SELATAN Tania Edna Bhakty *) ABSTRACT The food production in South Kalimantan Province is mostly gained from tidal irrigation along the downstream of Barito river. Tabunganen unit an area of 5600 ha, is one of the area under Tabunganen subdistrict. Previously the rice production in Tabunganen unit was considered sufficient, with the production rate of 2,5-3,0 ton/ha. Currently some areas near the tidal ponds have very low productivity, around 1-1,5 ton/ha. Some farmers presume that the decline in productivity is caused by soil acidity. This research is aimed to investigate the influence of water quality on soil quality in Tabunganen unit. Some measurements are taken in secondary and tertiary channels (upstream, middle, downstream), the value of Fe (mg/l), DHL (µmhos) and ph. The flow and water quality measurements are taken every 3 hours within 26 hours. Water level is measured for 15 days. The result of this research shows that ph values in both secondary and tertiary (upstream, middle, downstream) are ph>6. During rise and fall tide, the ph values of the right and left ponds are still same. This condition indicated the disfunction of the ponds retaining soil acidity, especially some areas near the tidal ponds. Therefore, the field has high potency for pirit oxidation. In tertiary channel, the DHL values is DHL>3290 µmhos, ph value is 6<pH<7 and Fe value is 0,01-1 mg/l. Keywords : Water quality, tidal irrigation, Barito river. PENDAHULUAN Produksi pangan di Propinsi Kalimantan Selatan yang merupakan salah satu lumbung padi nasional, sebagian besar berasal dari persawahan rawa pasang surut yang terletak di sepanjang kanan/kiri Sungai Barito bagian hilir. Saat ini, di Kabupaten Barito Kuala terdapat 17 (tujuh belas) unit pengembangan rawa pasang-surut dan non pasang-surut yang pembangunannya telah dimulai sejak tahun 1970 seluas ha dimana unit Tabunganen termasuk diantaranya. Unit Tabunganen termasuk dalam Kecamatan Tabunganen yang terdiri dari Desa Tabunganen Muara, Tabunganen Kecil, Tabunganen Tengah, Tabunganen Pemurus, Karya Baru, Sei Teras Luar, Sei teras Dalam, *) Pengajar Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Janabadra Yogyakarta 1

2 Pengaruh Kualitas Air Terhadap Kualitas Tanah Pada Tata Saluran Irigasi Pasang Surut Di Kab. Barito Kuala, Kalimantan Selatan Beringin Kencana dan Tanggulrejo. Unit Tabunganen mempunyai luas lahan sebesar 5600 ha dengan panjang saluran primer 2,760 km., saluran sekunder kanan 9,558 km., saluran sekunder kiri 9,744 km., 142 saluran tersier dengan panjang total 205 km. Saluran sekunder kiri terdiri dari saluran tersier kiri luar 33 ray dan tersier kiri dalam 34 ray. Saluran sekunder kanan terdiri dari saluran tersier kanan luar 43 ray dan tersier kanan dalam 37 ray seperti terlihat pada gambar 1 (Wignyosukarto, 2005). Pada tahap awal, produksi padi di Unit Tabunganen ini dikatakan cukup baik, dengan tingkat produksi 2,5 3,0 ton/ha, namun pada tahun 1996 dan tahun 2003 terjadi penurunan produksi padi hingga mencapai 80%. Hasil wawancara dari beberapa responden di unit ini menunjukkan bahwa hal ini disebabkan oleh adanya susupan air asin yang bersumber dari saluran ataupun sungaisungai alam sehingga kondisi padi yang mulai mengisi menjadi kurang pengisiannya. Petani hanya menanam padi sekali setahun, karena satu-satunya sumber air untuk mengairi persawahan berasal dari air hujan, sedangkan pada saat musim kemarau kualitas air sungai sangat dipengaruhi oleh air asin. Masalah lain yang juga timbul adalah keluhan dari pemilik lahan yang dekat dengan kolam pasang. Lahan tersebut sebagian besar dibiarkan bongkor karena kondisi lahan lebih sulit diolah. Agar produksi padi di unit Tabunganen kembali meningkat dan permasalahan pemilik lahan di dekat kolam pasang dapat diselesaikan, maka perlu adanya penelitian yang mengkaji masalah kualitas air dan kondisi ketersediaan air di Unit Tabunganen. Tanggul Air Asin Kolam Pasang Saluran Sekunder Kanan Kolam Pasang Saluran Primer Sungai Barito Saluran Sekunder Kiri Tanggul Air Asin Gambar 1. Jaringan tata aluran di Unit Tabunganen Kalimantan Selatan 2

3 Tania Edna Bhakty TINJAUAN PUSTAKA Daerah pasang surut yang kaya akan air mempunyai berbagai kendala kualitas air ataupun kualitas tanah dalam pengembangan lahan pertanian yang dimanfaatkan agar memenuhi syarat sebagai media tumbuh tanaman pangan, tanaman hortikultura maupun tanaman hutan penghasil kayu. Kendala yang dapat ditemukan di lahan pasang surut, antara lain adalah pertama ph tanah yang rendah, akibat adanya lapisan pirit yang teroksidasi. Pada batas terlampau masam, maka ketersediaan berbagai unsur hara menjadi terhambat, seperti unsur P, K, Ca dan Mg. Adanya tingkat kegaraman tanah yang tinggi karena adanya intrusi air asin yang dapat meliputi areal luas karena topografi lahan yang datar. Harkat garam yang tinggi dalam tanah akan mengganggu kinerja sistem perakaran disamping juga menjadi penyebab terjadinya plasmolisis sel tanaman, sehingga mengakibatkan kematian. Hasil penelitian terhadap kualitas tanah pertanian di unit Tabunganen menunjukkan bahwa (Anonymous, 2004) : 1. Reaksi tanah baik aktual maupun potensial berharkat sangat masam, perlu pemberian kapur untuk menetralisir, takaran berkisar antara 1 sampai 2,5 ton/ha bergantung tingkat kemasaman tanah (makin masam ph tanah takaran kapur makin tinggi). 2. Tingkat reduksi tanah cukup tinggi, untuk tanaman padi tidak menjadi masalah, tetapi untuk tanaman palawija yang lain perlu adanya pengolahan tanah untuk meningkatkan aerasi tanah. 3. Seluruh areal mempunyai kadar N berharkat sedang sampai tinggi. Areal barat tepi utara memerlukan pupuk urea dengan takaran 175 sampai 200 kg/ha, areal lain cukup dengan 100 sampai 150 kg/ha. 4. Seluruh areal mempunyai kadar P tersedia berharkat tinggi sampai sangat tinggi, sehingga hanya memerlukan pupuk SP 36 dengan takaran 75 sampai 100 kg/ha. 5. Areal timur (dekat dengan percabangan saluran sekunder; dekat S Karya Tani) mempunyai ph sangat masam, sehingga terdapat tingkat keracunan Al berharkat sedang, perlu dilakukan penambahan kapur atau dolomit (2 sampai 5 ton/ha) bergantung tingkat kemasaman. Areal timur ini juga memerlukan pemupukan KCl (untuk menambah unsur K) dengan takaran 50 sampai 60 kg/ha. 6. Areal barat tepi selatan mempunyai potensi mengalami keracunan pirit, sehingga ketinggian air genangan harus dijaga cukup agar tidak terjadi penurunan ph tanah karena proses oksidasi. Suatu sistem tata saluran pasang surut dikenalkan oleh Universitas Gadjah Mada di awal tahun tujuhpuluhan guna mendukung upaya Pengembangan Persawahan Pasang Surut di daerah rawa di Provinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah. Pada awalnya lahan tersebut selalu tergenang oleh air hujan dan air limpasan sungai karena jeleknya sistem drainasi alamiahnya. Sistem tata saluran yang dikenalkan diharapkan dapat berfungsi sebagai jaringan drainasi pada waktu air surut dan berfungsi sebagai jaringan irigasi pada waktu air pasang. Air hujan yang jatuh ke lahan dan air pasang yang melimpas ke lahan diharapkan dapat mencuci hasil oksidasi pirit dan terbawa ke sungai pada saat air surut. Karena adanya aliran balik saat air pasang, 3

4 Pengaruh Kualitas Air Terhadap Kualitas Tanah Pada Tata Saluran Irigasi Pasang Surut Di Kab. Barito Kuala, Kalimantan Selatan sebagian air asam tersebut tidak dapat keluar ke sungai dan akan terakumulasi sebagian dan untuk sementara waktu di saluran, yang mungkin akan terdesak kembali masuk ke lahan. (Wignyosukarto B, 2005). AREAL BARAT TEPI UTARA AREAL TIMUR AREAL BARAT TEPI SELATAN Gambar 2. Peta Kesuburan Tanah METODOLOGI Penelitian ini dilaksanakan pada periode puncak musim kering yaitu pada bulan Oktober 2004, dengan maksud agar data yang didapat adalah data pada kondisi ekstrim. Data lapangan yang diambil meliputi data primer maupun sekunder tentang kondisi hidrologi dari hidrometri melalui kegiatan berikut : a. Pengumpulan data curah hujan dari stasiun terdekat. b. Pengumpulan data klimatologi yang terbaru dari stasiun meteorologi terdekat. c. Pengumpulan data rangkaian muka air jangka panjang di dalam jaringan tata saluran (pasang-surut) yang mengelilingi areal lokasi penelitian yang dilakukan selama 15 hari (titik 1, 2, 3 dan 4). d. Pengukuran kualitas air meliputi pengukuran kadar Fe (mg/l), Daya Hantar Listrik (µmhos), dan pengukuran nilai ph. Pengukuran dilakukan pada lokasi yang sama dimana dilakukan pengukuran tinggi muka air (point 3). Pengukuran dilakukan dengan cara mengambil sampel air setiap 3 jam selama 26 jam (titik 1, 3 dan 4). Pengukuran daya hantar listrik dilakukan dengan menggunakan DHL-meter sedangkan pengukuran ph dengan ph paper. e. Data kualitas air diperoleh dari seluruh saluran tersier (titik di hulu, tengah dan hilir), kualitas air di titik 1, 3 dan 4 selama 3 26 jam serta kualitas air pada saat kondisi pasang dan kondisi surut. f. Pengukuran kecepatan arus dilakukan pada lokasi yang dipengaruhi gerakan pasang surut yaitu selama 3 26 jam dengan memperhatikan arah aliran (titik A, C dan D). Pengukuran kecepatan arus dilakukan pada kedalaman 0.60 dari kedalaman sungai dengan menggunakan current meter. 4

5 Tania Edna Bhakty Gambar 3 memperlihatkan lokasi pengamatan pasang surut dan hidrometri. Titik 1 Titik 2 Titik 3 Sekunder Kiri Kolam Kiri Primer Sekunder Kanan Titik 4 Kolam Kanan Gambar 3. Lokasi Titik Pengamatan Pasang Surut Unit Tabunganen HASIL PENELITIAN Ketersediaan Air Analisa neraca air dilakukan dengan membandingkan hujan rerata bulanan dan evapotranspirasi bulanan yang didapat dengan metode Penmann. Berdasarkan analisis ini dapat diketahui bulan-bulan dimana terjadi kelebihan air dan defisit air. Dari data hujan di stasiun Banjar dihitung hujan bulanan rerata, dan hasilnya diberikan pada tabel 1. Tabel 1. Hujan Rerata Bulanan Stasiun Banjar, Kalimantan Selatan Bulan CH Rerata Bulanan (mm) Bulan CH Rerata Bulanan (mm) Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Berdasarkan data curah hujan terpakai dari Stasiun Banjar, diperoleh nilai curah hujan bulanan minimum yaitu pada bulan September 57,33 mm dan nilai maksimumnya pada bulan Januari yaitu 233,91 mm (tabel 1). 5

6 Pengaruh Kualitas Air Terhadap Kualitas Tanah Pada Tata Saluran Irigasi Pasang Surut Di Kab. Barito Kuala, Kalimantan Selatan Tabel 2. Nilai Evapotranspirasi Bulanan Bulan Evapotranspirasi (mm) Bulan Evapotranspirasi (mm) Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Hasil hitungan nilai evapotranspirasi yang diperoleh diperlihatkan pada tabel 2. Perbandingan Curah Hujan dan Evapotranspirasi Bulanan CH Rerata Bulanan Evapotranspirasi mm Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Bulan Gambar 5. Grafik Perbandingan Curah hujan dan Evapotranspirasi Hasil Pengukuran Hidrometri dan Hidrologi Hasil Pengukuran Kualitas Air diberikan pada tabel 3 sampai dengan tabel 8, sedangkan hasil pengukuran arus dan kualitas air diberikan pada tabel 9. Pengukuran pasang surut dilakukan selama 15 hari dengan pencatatan elevasi muka air setiap jam, hasil yang diperoleh di lapangan disajikan dalam gambar 6. 6

7 Tania Edna Bhakty Tabel 3. Kualitas Air Saluran Sekunder Kiri No. WAY POINT NOMOR KONDISI SAAT PASANG KONDISI SAAT SURUT x y SAMPEL ph DHL SAL. Fe ph DHL SAL. Fe (mohm) (per mil) (mg/lt) (mohm) (per mil) (mg/lt) KOLAM KIRI

8 Pengaruh Kualitas Air Terhadap Kualitas Tanah Pada Tata Saluran Irigasi Pasang Surut Di Kab. Barito Kuala, Kalimantan Selatan Tabel 4. Kualitas Air Saluran Tersier Kiri Dalam WP MUARA TERSIER KIRI DALAM MUARA TERSIER KIRI DALAM TENGAH TERSIER KIRI DALAM HULU No. NAMA KEADAAN SALURAN x y ph DHL SAL Fe ph DHL SAL Fe ph DHL SAL Fe SALURAN JEMBATAN PINTU KONDISI (µohm) (per mil) (mg/l) (µohm) (per mil) (mg/l) (µohm) (per mil) (mg/l) AIR 1 Kidal T baik ada tidak ada surut 2 Kidal T baik ada tidak ada surut 3 Kidal T baik ada tidak ada surut 4 Kidal T baik ada tidak ada surut 5 Kidal T sedang ada tidak ada surut 6 Kidal T baik ada tidak ada surut 7 Kidal T sedang ada tidak ada surut 8 Kidal T baik ada tidak ada surut 9 Kidal T buntu ada tidak ada surut 10 Kidal T buntu ada tidak ada surut 11 Kidal T buntu ada tidak ada surut 12 Kidal T buntu ada tidak ada surut 13 Kidal T sangat baik ada tidak ada surut 14 Kidal T jelek ada tidak ada surut 15 Kidal T sedang ada tidak ada surut 16 Kidal T sedang ada rusak surut 17 Kidal T baik ada tidak ada surut 18 Kidal T baik ada tidak ada surut 19 Kidal T sedang ada tidak ada surut 20 Kidal T baik ada tidak ada surut 21 Kidal T baik ada tidak ada surut 22 Kidal T baik ada tidak ada surut 23 Kidal T baik ada tidak ada surut 24 Kidal T sedang ada rusak surut 25 Kidal T baik ada rusak surut 26 Kidal T baik ada tidak ada surut 27 Kidal T baik ada rusak surut 28 Kidal T baik ada tidak ada surut 29 Kidal T sedang ada tidak ada surut 30 Kidal T sedang ada tidak ada surut 31 Kidal T sedang ada tidak ada surut 32 Kidal T sedang ada tidak ada surut 33 Kidal T baik tidak ada rusak surut 34 Kidal T sedang ada tidak ada surut Tabel 5. Kualitas Air Saluran Tersier Kiri Luar WP MUARA TERSIER KIRI LUAR MUARA TERSIER KIRI LUAR TENGAH TERSIER KIRI LUAR HULU No. NAMA KEADAAN BANGUNAN SALURAN x y ph DHL SAL Fe ph DHL SAL Fe ph DHL SAL Fe SALURAN JEMBATAN KONDISI (µohm) (per mil) (mg/lt) (µohm) (per mil) (mg/lt) (µohm) (per mil) (mg/lt) 1 Kilu T baik ada surut 2 Kilu T baik ada surut 3 Kilu T baik ada surut 4 Kilu T baik ada surut 5 Kilu T baik ada surut 6 Kilu T baik ada surut 7 Kilu T baik ada surut 8 Kilu T baik ada surut 9 Kilu T baik ada surut 10 Kilu T sedang ada surut 11 Kilu T sedang ada surut 12 Kilu T baik ada surut 13 Kilu T baik ada surut 14 Kilu T baik ada surut 15 Kilu T baik ada surut 16 Kilu T baik ada surut 17 Kilu T sedang ada surut 18 Kilu T sedang ada surut 19 Kilu T baik ada surut 20 Kilu T baik ada surut 21 Kilu T baik ada surut 22 Kilu T baik ada surut 23 Kilu T baik ada surut 24 Kilu T baik ada surut 25 Kilu T baik ada surut 26 Kilu T baik ada surut 27 Kilu T baik ada surut 28 Kilu T baik ada surut 29 Kilu T sedang ada surut 30 Kilu T sedang tdk ada surut 31 Kilu T sedang tdk ada surut 32 Kilu T sedang tdk ada surut 33 Kilu T sedang tdk ada surut 8

9 Tania Edna Bhakty Tabel 6. Kualitas Air Saluran Sekunder Kanan No. NOMOR WAY POINT KONDISI SAAT PASANG KONDISI SAAT SURUT x y DHL SAL. DHL SAL. SAMPEL ph Fe ph Fe (mohm) (per mil) (mg/lt) (mohm) (per mil) (mg/lt) KOLAM KANAN Tabel 7. Kualitas Air Saluran Tersier Kanan Dalam No. NAMA WP MUARA TERSIER KANAN DALAM MUARA TERSIER KANAN DALAM TENGAH TERSIER KANAN DALAM HULU KEADAAN SALURAN x y ph DHL SAL Fe ph DHL SAL Fe ph DHL SAL Fe SALURAN JEMBATAN KONDISI (µohm) (per mil) (mg/l) (µohm) (per mil) (mg/l) (µohm) (per mil) (mg/l) 1 Kadal T baik tdk ada surut 2 Kadal T baik tdk ada surut 3 Kadal T baik tdk ada surut 4 Kadal T baik ada surut 5 Kadal T baik ada surut 6 Kadal T baik ada surut 7 Kadal T baik ada surut 8 Kadal T baik ada surut 9 Kadal T baik ada surut 10 Kadal T baik ada surut 11 Kadal T baik ada surut 12 Kadal T baik ada surut 13 Kadal T baik ada surut 14 Kadal T baik ada surut 15 Kadal T baik ada surut 16 Kadal T baik ada surut 17 Kadal T baik ada surut 18 Kadal T baik ada surut 19 Kadal T baik ada surut 20 Kadal T jelek ada surut 21 Kadal T jelek ada surut 22 Kadal T jelek ada surut 23 Kadal T baik ada surut 24 Kadal T baik ada surut 25 Kadal T baik ada surut 26 Kadal T baik ada surut 27 Kadal T baik ada surut 28 Kadal T baik ada surut 29 Kadal T baik ada surut 30 Kadal T baik ada surut 31 Kadal T baik ada surut 32 Kadal T baik ada surut 33 Kadal T baik ada surut 34 Kadal T baik ada surut 35 Kadal T baik ada surut 36 Kadal T baik ada surut 37 Kadal T baik ada surut 9

10 Pengaruh Kualitas Air Terhadap Kualitas Tanah Pada Tata Saluran Irigasi Pasang Surut Di Kab. Barito Kuala, Kalimantan Selatan Tabel 8. Kualitas Air Saluran Tersier Kanan Luar No. NAMA WP MUARA TERSIER KANAN LUAR MUARA TERSIER KANAN LUAR TENGAH TERSIER KANAN LUAR HULU KEADAAN BANGUNAN SALURAN x y ph DHL SAL Fe ph DHL SAL Fe ph DHL SAL Fe SALURAN JEMBATAN PINTU KONDISI (µohm) (per mil) (mg/l) (µohm) (per mil) (mg/l) (µohm) (per mil) (mg/l) AIR 1 Kalu T bagus tidak ada tidak ada surut 2 Kalu T bagus tidak ada tidak ada surut 3 Kalu T bagus tidak ada tidak ada surut 4 Kalu T bagus tidak ada tidak ada surut 5 Kalu T bagus tidak ada tidak ada surut 6 Kalu T bagus tidak ada tidak ada surut 7 Kalu T bagus tidak ada tidak ada surut 8 Kalu T bagus tidak ada tidak ada surut 9 Kalu T bagus tidak ada tidak ada surut 10 Kalu T bagus tidak ada tidak ada surut 11 Kalu T bagus tidak ada tidak ada surut 12 Kalu T bagus rusak tidak ada surut 13 Kalu T bagus tidak ada tidak ada surut 14 Kalu T bagus tidak ada tidak ada surut 15 Kalu T bagus tidak ada tidak ada surut 16 Kalu T bagus tidak ada tidak ada surut 17 Kalu T bagus tidak ada tidak ada surut 18 Kalu T bagus rusak tidak ada surut 19 Kalu T bagus ada tidak ada surut 20 Kalu T bagus ada tidak ada surut 21 Kalu T bagus ada tidak ada surut 22 Kalu T bagus ada tidak ada surut 23 Kalu T bagus ada tidak ada surut 24 Kalu T jelek tidak ada tidak ada surut 25 Kalu T jelek tidak ada rusak surut 26 Kalu T jelek tidak ada tidak ada surut 27 Kalu T jelek tidak ada tidak ada surut 28 Kalu T jelek tidak ada tidak ada surut 29 Kalu T bagus tidak ada tidak ada surut 30 Kalu T bagus ada tidak ada surut 31 Kalu T jelek ada tidak ada surut 32 Kalu T bagus ada tidak ada surut 33 Kalu T bagus ada tidak ada surut 34 Kalu T bagus ada tidak ada surut 35 Kalu T bagus ada tidak ada surut 36 Kalu T bagus ada tidak ada surut 37 Kalu T bagus ada tidak ada surut 38 Kalu T bagus ada tidak ada surut 39 Kalu T bagus ada tidak ada surut 40 Kalu T jelek ada tidak ada surut 41 Kalu T bagus ada tidak ada surut 42 Kalu T sedang tidak ada tidak ada surut 43 Kalu T sedang tidak ada tidak ada surut 10 Tabel 9. Kecepatan / Arus & Kualitas Air 3 26 Jam No. TANGGAL WAKTU SALURAN PRIMER SALURAN SEKUNDER KANAN SALURAN SEKUNDER KIRI (Wita) x : y : x : y : x : y : ph DHL Fe V KONDISI ph DHL Fe V KONDISI ph DHL Fe V KONDISI (mohm) (mg/l) (m/d) (mohm) (mg/l) (m/d) (mohm) (mg/l) (m/d) 1 9-Oct surut surut surut 2 9-Oct surut surut surut 3 9-Oct surut surut surut 4 9-Oct surut-psg surut surut 5 9-Oct pasang pasang pasang 6 10-Oct pasang pasang pasang 7 10-Oct psg-srt pasang pasang 8 10-Oct psg-srt pasang pasang 9 10-Oct surut surut surut Oct surut surut surut

11 Tania Edna Bhakty Elevasi ma (m) W a k tu (ja m ) Gambar 6. Kurva pasang surut selama 15 hari yang diukur di Muara PEMBAHASAN Ketersediaan Air Gambar 5 memperlihatkan hubungan antara hujan bulanan dan evapotranspirasi bulanan yang menunjukan bahwa pada bulan Juni sampai Oktober nilai evapotranpirasi lebih besar dari hujan bulanan, yang berarti pada bulan-bulan tersebut terjadi defisit air. Kondisi puncak terjadinya defisit air tersebut menyebabkan pada saat awal musim penghujan terjadi pencucian lahan khususnya lahan yang tidak terluapi air pasang. Air hasil pencucian lahan tersebut membawa sifat masam dari lahan yang menyebabkan ikan dalam kolam banyak yang mati. Pasang Surut Unit Tabunganen merupakan daerah yang paling dekat dengan pantai, sehingga air yang masuk ke saluran primer melalui Sungai Barito banyak dipengaruhi oleh kualitas air laut. Gambar 5 memperlihatkan tipe pasang surut di unit Tabunganen yaitu pasang surut campuran condong ke harian tunggal. Gambar 7 menunjukkan bahwa kecepatan saat surut di saluran sekunder kanan lebih besar daripada kecepatan saat surut di saluran primer maupun saluran sekunder kiri. Pada saat pasang arus di saluran primer lebih besar dibandingkan dengan kedua saluran sekunder, namun pada periode ke dua arus saat surut di saluran primer lebih besar S S S S-P P P P-S P-S Wakt u- Kondi si Hi li r Hulu Kanan Hulu Ki r i Gambar 7. Kecepatan / Arus Pasang Surut 11

12 Pengaruh Kualitas Air Terhadap Kualitas Tanah Pada Tata Saluran Irigasi Pasang Surut Di Kab. Barito Kuala, Kalimantan Selatan Gambar 8 memperlihatkan adanya perbedaan phase pasang surut di hulu dan hilir + 1 jam yang menunjukkan bahwa di bagian hulu terdapat suatu massa air yang dapat berupa kolam atau rawa yang mampu menampung air pasang yang masuk lewat saluran. P r i me r - S e k unde r K a na n Primer- S ekunder Kiri W a k t u ( J a m) W a k t u ( J a m) Hi l i r Hul u K anan Hi l i r Hul u Ki r i (a) (b) Gambar 8. Fluktuasi Pasang Surut di Unit Tabunganen Kualitas Air Hasil pengamatan menunjukkan bahwa nilai ph tinggi (>6) di saluran sekunder maupun tersier (di bagian hulu, tengah dan muara). Nilai DHL yang sangat tinggi di kolam kiri dan kolam kanan (>4000 µohm) menunjukkan adanya intrusi air asin yang sangat intensif. Nilai ph di kolam kiri dan kanan saat surut maupun saat pasang tidak mengalami perubahan (tabel 3 dan tabel 6). Hal ini menunjukkan bahwa kolam pasang tidak berfungsi dalam menampung air masam yang merupakan hasil pencucian lahan terutama lahan yang terletak dekat kolam pasang. Saluran tersier pada lahan di dekat kolam pasang tidak mampu membawa air segar dari Sungai Barito masuk ke lahan. Berdasarkan pengamatan di lapangan, kapasitas tampungan kolam pasang sebagian besar telah berkurang karena adanya pengendapan sedimen yang berasal dari hasil pencucian tanah pirit. Kolam pasang sudah berubah menjadi hutan galam, yaitu sejenis tanaman yang hanya bisa hidup di lahan yang kondisinya masam. Di saluran tersier nilai DHL>3290 µohm, ph berkisar antara 6 7 dan nilai Fe mg/lt. Dengan membandingkan hasil penelitian kualitas air di setiap tersier (tabel 4, 5, 7, dan 8) dan hasil penelitian terhadap kualitas tanah pertanian (dalam tinjauan pustaka) terlihat bahwa nilai ph air >6 sedangkan ph tanah sangat masam. Hal ini menunjukkan bahwa pencucian lahan di areal tersebut tidak berlangsung dengan baik, terutama di areal barat tepi selatan. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa di areal ini luapan air pasang tidak dapat menggenangi lahan secara keseluruhan (tipe B) sehingga lahan berpotensi mengalami 12

13 Tania Edna Bhakty keracunan pirit karena ph tanah mengalami penurunan oleh proses oksidasi. Kondisi tanah yang dibiarkan terlalu masam, akan mengakibatkan rumput menjadi cepat tumbuh dan lebih subur, sehingga pengolahan lahan menjadi lebih sulit seperti yang dialami oleh petani pemilik lahan dekat kolam pasang. Berdasarkan pengamatan di lapangan, kondisi yang paling parah adalah lahan yang terletak dekat kolam pasang kiri baik kiri luar yaitu lahan dekat ray (tersier) 38 s/d ray 42 dan kiri dalam yaitu lahan dekat ray 37 s/d ray 41 dimana sebagian besar lahan dibiarkan bongkor. Lahan yang berada di areal timur mempunyai ph sangat masam, namun karena luapan air masin yang berasal dari saluran primer mampu menggenangi seluruh areal (Tipe A) menyebabkan rumput dan alang-alang sulit untuk tumbuh, sehingga lahan di wilayah ini tidak memerlukan pengolahan. Saluran primer, sekunder, maupun tersier lebih banyak berfungsi sebagai saluran transportasi klothok, dibandingkan untuk fungsi irigasi dan drainase. Pintu air (tabat) yang semula berfungsi untuk menahan intrusi air asin hampir tidak dijumpai di sekitar saluran, walaupun ada, sudah tidak difungsikan lagi, bahkan banyak diantaranya yang sengaja dibongkar karena dianggap menghalangi jalur transportasi klothok yang masuk-keluar saluran. Untuk menahan masuknya air masin ke lahan pada saat masa tanam, sebagian petani membuat gorong-gorong di lahannya masing-masing. KESIMPULAN Hasil kajian terhadap pengaruh kualitas air terhadap kualitas tanah di saluran irigasi menunjukkan bahwa perlu adanya normalisasi saluran tersier agar air pasang dapat menggenangi seluruh lahan pertanian sehingga ph tanah tidak mengalami penurunan karena proses oksidasi. Adanya pintu air yang terletak di saluran tersier dapat menghalangi transportasi, karena klothok adalah satu-satunya alat transportasi yang digunakan oleh petani untuk masuk ke lokasi lahan pertanian dan untuk mengangkut hasil pertanian. Untuk menghalangi intrusi air asin ke dalam sawah/lahan pada saat musim tanam maka perlu dibuat suatu bangunan air misalnya gorong-gorong yang ditutup saat musim tanam, sehingga air asin tidak masuk ke lahan. Pada saat turun hujan dengan intensitas tinggi yang menyebabkan lahan tergenang, gorong-gorong tersebut dibuka agar air bisa mengalir keluar lahan. UCAPAN TERIMA KASIH. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada PT. Puser Bumi, yang telah memperkenankan pemakaian data pekerjaan Identifikasi dan Detail Desain Upgrading Pengembangan Pengairan Pasang Surut Kabupaten Barito Kuala pada tahun 2004, saat penulis menjadi Asisten Ahli Hidraulika. Terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Budi Wignyosukarto, Dip.HE yang telah memberikan kesempatan kepada penulis ikut dalam penelitian ini. 13

14 Pengaruh Kualitas Air Terhadap Kualitas Tanah Pada Tata Saluran Irigasi Pasang Surut Di Kab. Barito Kuala, Kalimantan Selatan DAFTAR PUSTAKA 1. Anonim, 2004, Laporan Akhir Identifikasi dan Detil Desain Upgrading Pengembangan Pengairan Pasang Surut Kabupaten Barito Kuala, PT. Puser Bumi Consultant, Yogyakarta. 2. Wignyosukarto, B., 2005, Reliabilitas Rehabilitasi Kolam Pasang pada Jaringan Irigasi Pasang Surut Unit Tabung Anen, Kalimantan Selatan, Forum Teknik UGM, Yogyakarta 14

Pengelolaan Air di Areal Pasang Surut. Disampaikan Pada Materi Kelas PAM

Pengelolaan Air di Areal Pasang Surut. Disampaikan Pada Materi Kelas PAM Pengelolaan Air di Areal Pasang Surut Disampaikan Pada Materi Kelas PAM Pundu Learning Centre - 2012 DEFINISI Disampaikan Pada Materi Kelas PAM Pundu Learning Centre - 2012 DEFINISI Areal Pasang Surut

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Tangkapan Hujan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan stasiun curah hujan Jalaluddin dan stasiun Pohu Bongomeme. Perhitungan curah hujan rata-rata aljabar. Hasil perhitungan secara lengkap

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Daerah Irigasi Banjaran merupakan Daerah Irigasi terluas ketiga di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Daerah Irigasi Banjaran merupakan Daerah Irigasi terluas ketiga di BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Diskripsi Lokasi Studi Daerah Irigasi Banjaran merupakan Daerah Irigasi terluas ketiga di wilayah Kabupaten Banyumas dengan luas areal potensial 1432 ha. Dengan sistem

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Daerah Irigasi Lambunu Daerah irigasi (D.I.) Lambunu merupakan salah satu daerah irigasi yang diunggulkan Propinsi Sulawesi Tengah dalam rangka mencapai target mengkontribusi

Lebih terperinci

Tata at Ai a r Rawa (Makr

Tata at Ai a r Rawa (Makr SISTEM TATA AIR RAWA PASANG SURUT Tata Air Rawa (Makro) 1 PEDOMAN TEKNIS Tata Air Makro adalah : Penguasaan air ditingkat kawasan/areal reklamasi yang bertujuan mengelola berfungsinya jaringan drainase

Lebih terperinci

ANALISA KETERSEDIAAN AIR DAERAH ALIRAN SUNGAI BARITO HULU DENGAN MENGGUNAKAN DEBIT HASIL PERHITUNGAN METODE NRECA

ANALISA KETERSEDIAAN AIR DAERAH ALIRAN SUNGAI BARITO HULU DENGAN MENGGUNAKAN DEBIT HASIL PERHITUNGAN METODE NRECA ANALISA KETERSEDIAAN AIR DAERAH ALIRAN SUNGAI BARITO HULU DENGAN MENGGUNAKAN DEBIT HASIL PERHITUNGAN METODE NRECA Salmani (1), Fakhrurrazi (1), dan M. Wahyudi (2) (1) Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil

Lebih terperinci

Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi

Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi Kebutuhan Tanaman Padi UNIT JAN FEB MAR APR MEI JUNI JULI AGST SEPT OKT NOV DES Evapotranspirasi (Eto) mm/hr 3,53 3,42 3,55 3,42 3,46 2,91 2,94 3,33 3,57 3,75 3,51

Lebih terperinci

Rawa pasang surut adalah rawa yang terletak di pantai atau dekat pantai, di muara atau dekat muara sungai sehingga dipengaruhi oleh pasang surutnya

Rawa pasang surut adalah rawa yang terletak di pantai atau dekat pantai, di muara atau dekat muara sungai sehingga dipengaruhi oleh pasang surutnya PENGETAHUAN RAWA RAWA adalah sumber air berupa genangan air terus menerus atau musiman yang terbentuk secara alamiah merupakan satu kesatuan jaringan sumber air dan mempunyai ciri-ciri khusus secara phisik,

Lebih terperinci

KAT (mm) KL (mm) ETA (mm) Jan APWL. Jan Jan

KAT (mm) KL (mm) ETA (mm) Jan APWL. Jan Jan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kerentanan Produktifitas Tanaman Padi Analisis potensi kerentanan produksi tanaman padi dilakukan dengan pendekatan model neraca air tanaman dan analisis indeks kecukupan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanahnya memiliki sifat dakhil (internal) yang tidak menguntungkan dengan

I. PENDAHULUAN. tanahnya memiliki sifat dakhil (internal) yang tidak menguntungkan dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan sulfat masam merupakan salah satu jenis lahan yang terdapat di kawasan lingkungan rawa dan tergolong ke dalam lahan bermasalah karena tanahnya memiliki sifat dakhil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan satu-satunya tanaman pangan yang dapat tumbuh pada tanah yang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan satu-satunya tanaman pangan yang dapat tumbuh pada tanah yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan air permukaan dalam hal ini air sungai untuk irigasi merupakan salah satu diantara berbagai alternatif pemanfaatan air. Dengan penggunaan dan kualitas air

Lebih terperinci

PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE

PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE Untuk merancang suatu sistem drainase, yang harus diketahui adalah jumlah air yang harus dibuang dari lahan dalam jangka waktu tertentu, hal ini dilakukan untuk menghindari

Lebih terperinci

TATA SALURAN. TIK : Mahasiswa akan dapat memahami Sistem Tata Saluran dgn Kolam Pasang, dan dapat mendimensi saluran PENGATURAN TATA AIR LAHAN PASUT

TATA SALURAN. TIK : Mahasiswa akan dapat memahami Sistem Tata Saluran dgn Kolam Pasang, dan dapat mendimensi saluran PENGATURAN TATA AIR LAHAN PASUT TATA SALURAN TIK : Mahasiswa akan dapat memahami Sistem Tata Saluran dgn Kolam Pasang, dan dapat mendimensi saluran Novitasari, ST.,MT. PENGATURAN TATA AIR LAHAN PASUT REKLAMASI LAHAN PASUT UNTUK BUDIDAYA

Lebih terperinci

Rawa pasang surut adalah rawa yang terletak di pantai atau dekat pantai, di muara atau dekat muara sungai sehingga dipengaruhi oleh pasang surutnya

Rawa pasang surut adalah rawa yang terletak di pantai atau dekat pantai, di muara atau dekat muara sungai sehingga dipengaruhi oleh pasang surutnya RAWA adalah sumber air berupa genangan air terus menerus atau musiman yang terbentuk secara alamiah merupakan satu kesatuan jaringan sumber air dan mempunyai ciri-ciri khusus secara phisik, kimiawi dan

Lebih terperinci

KAJIAN EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI SALURAN SEKUNDER DAERAH IRIGASI BEGASING

KAJIAN EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI SALURAN SEKUNDER DAERAH IRIGASI BEGASING KAJIAN EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI SALURAN SEKUNDER DAERAH IRIGASI BEGASING Ivony Alamanda 1) Kartini 2)., Azwa Nirmala 2) Abstrak Daerah Irigasi Begasing terletak di desa Sedahan Jaya kecamatan Sukadana

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL 4.1. Analisis Curah Hujan 4.1.1. Ketersediaan Data Curah Hujan Untuk mendapatkan hasil yang memiliki akurasi tinggi, dibutuhkan ketersediaan data yang secara kuantitas dan kualitas

Lebih terperinci

KONDISI UMUM BANJARMASIN

KONDISI UMUM BANJARMASIN KONDISI UMUM BANJARMASIN Fisik Geografis Kota Banjarmasin merupakan salah satu kota dari 11 kota dan kabupaten yang berada dalam wilayah propinsi Kalimantan Selatan. Kota Banjarmasin secara astronomis

Lebih terperinci

ANALISIS DEBIT DI DAERAH ALIRAN SUNGAI BATANGHARI PROPINSI JAMBI

ANALISIS DEBIT DI DAERAH ALIRAN SUNGAI BATANGHARI PROPINSI JAMBI Analisis Debit DI Daerah Aliran Sungai Batanghari Propinsi Jambi (Tikno) 11 ANALISIS DEBIT DI DAERAH ALIRAN SUNGAI BATANGHARI PROPINSI JAMBI Sunu Tikno 1 INTISARI Ketersediaan data debit (aliran sungai)

Lebih terperinci

MATA KULIAH: PENGELOLAAN LAHAN PASUT DAN LEBAK

MATA KULIAH: PENGELOLAAN LAHAN PASUT DAN LEBAK MATA KULIAH: PENGELOLAAN LAHAN PASUT DAN LEBAK SUB POKOK BAHASAN: TEKNOLOGI PENGELOLAAN LAHAN PASANG SURUT UNTUK PERTANIAN PENDEKATAN FISIKA DAN HIDROLOGI Oleh: Ir. MUHAMMAD MAHBUB, MP PS Ilmu Tanah Fakultas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan pangan semakin meningkat sejalan dengan pertambahan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan pangan semakin meningkat sejalan dengan pertambahan PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan pangan semakin meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk. Sementara itu areal pertanian produktif di daerah padat penduduk terutama di Jawa terus menyusut akibat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban.

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban. BAB III METODOLOGI 3.1 Umum Metodologi merupakan suatu penyelidikan yang sistematis untuk meningkatkan sejumlah pengetahuan, juga merupakan suatu usaha yang sistematis dan terorganisasi untuk menyelidiki

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM. Pembukaan tanah sulfat masam untuk persawahan umumnya dilengkapi

PEMBAHASAN UMUM. Pembukaan tanah sulfat masam untuk persawahan umumnya dilengkapi 102 PEMBAHASAN UMUM Pembukaan tanah sulfat masam untuk persawahan umumnya dilengkapi dengan pembuatan saluran irigasi dan drainase agar air dapat diatur. Bila lahan tersebut dimanfaatkan untuk bertanam

Lebih terperinci

Ir. ZURAIDA TITIN MARIANA, M.Si

Ir. ZURAIDA TITIN MARIANA, M.Si Ir. ZURAIDA TITIN MARIANA, M.Si PERMASALAHAN AIR TEKNOLOGI PENGELOLAAN AIR Dalam pengelolaan tata air makro pada lahan rawa lebak menggunakan SISTEM POLDER. Pada sistem polder diperlukan bangunan air,

Lebih terperinci

PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA

PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS 217 ISBN: 978 62 361 72-3 PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA Esa Bagus Nugrahanto Balai Penelitian dan

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PENGGUNAAN AIR IRIGASI DI DAERAH IRIGASI RENTANG KABUPATEN MAJALENGKA. Hendra Kurniawan 1 ABSTRAK

OPTIMALISASI PENGGUNAAN AIR IRIGASI DI DAERAH IRIGASI RENTANG KABUPATEN MAJALENGKA. Hendra Kurniawan 1 ABSTRAK OPTIMALISASI PENGGUNAAN AIR IRIGASI DI DAERAH IRIGASI RENTANG KABUPATEN MAJALENGKA Hendra Kurniawan 1 1 Program Studi Magister Teknik Sipil, Universitas Trisakti, Jl. Kyai Tapa No. 1 Jakarta ABSTRAK Sesuai

Lebih terperinci

Optimasi Pola Tanam Menggunakan Program Linier (Waduk Batu Tegi, Das Way Sekampung, Lampung)

Optimasi Pola Tanam Menggunakan Program Linier (Waduk Batu Tegi, Das Way Sekampung, Lampung) JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-1 Optimasi Pola Tanam Menggunakan Program Linier (Waduk Batu Tegi, Das Way Sekampung, Lampung) Anindita Hanalestari Setiawan

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI II-1 BAB II 2.1 Kondisi Alam 2.1.1 Topografi Morfologi Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali secara umum di bagian hulu adalah daerah pegunungan dengan topografi bergelombang dan membentuk cekungan dibeberapa

Lebih terperinci

EVALUASI SISTEM JARINGAN IRIGASI TERSIER SUMBER TALON DESA BATUAMPAR KECAMATAN GULUK-GULUK KABUPATEN SUMENEP.

EVALUASI SISTEM JARINGAN IRIGASI TERSIER SUMBER TALON DESA BATUAMPAR KECAMATAN GULUK-GULUK KABUPATEN SUMENEP. EVALUASI SISTEM JARINGAN IRIGASI TERSIER SUMBER TALON DESA BATUAMPAR KECAMATAN GULUK-GULUK KABUPATEN SUMENEP. Cholilul Chayati,Andri Sulistriyono. Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Wiraraja

Lebih terperinci

MINI RISET METEOROLOGI DAN KLIMATOLOGI PERHITUNGAN CURAH HUJAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE

MINI RISET METEOROLOGI DAN KLIMATOLOGI PERHITUNGAN CURAH HUJAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE MINI RISET METEOROLOGI DAN KLIMATOLOGI PERHITUNGAN CURAH HUJAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE DISUSUN OLEH : Nama : Winda Novita Sari Br Ginting Nim : 317331050 Kelas : B Jurusan : Pendidikan Geografi PEDIDIKAN

Lebih terperinci

PENGARUH DIMENSI DAN JARAK SALURAN DRAINASE TERHADAP DINAMIKA LENGAS TANAH ABSTRAK

PENGARUH DIMENSI DAN JARAK SALURAN DRAINASE TERHADAP DINAMIKA LENGAS TANAH ABSTRAK PENGARUH DIMENSI DAN JARAK SALURAN DRAINASE TERHADAP DINAMIKA LENGAS TANAH Dakhyar Nazemi dan K. Anwar Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra) ABSTRAK Penelitian di lakukan pada lahan lebak tengahan,

Lebih terperinci

SUSUTAN MUKA AIR TANAH PADA LAHAN GAMBUT NON PASANG SURUT AKIBAT PENAMBAHAN SALURAN SUB TERSIER

SUSUTAN MUKA AIR TANAH PADA LAHAN GAMBUT NON PASANG SURUT AKIBAT PENAMBAHAN SALURAN SUB TERSIER SUSUTAN MUKA AIR TANAH PADA LAHAN GAMBUT NON PASANG SURUT AKIBAT PENAMBAHAN SALURAN SUB TERSIER Danang Gunanto Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura, Pontinak Jalan Ahmad Yani, Pontianak, Kalimantan

Lebih terperinci

STUDI PENGENDALIAN BANJIR KOTA TEMBILAHAN KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

STUDI PENGENDALIAN BANJIR KOTA TEMBILAHAN KABUPATEN INDRAGIRI HILIR STUDI PENGENDALIAN BANJIR KOTA TEMBILAHAN KABUPATEN INDRAGIRI HILIR Tania Edna Bhakty 1 dan Nur Yuwono 2 1Jurusan Sipil Fakultas Teknik, Universitas Janabadra, Yogyakarta Email: taniaednab@yahoo.com 2

Lebih terperinci

1.5. Potensi Sumber Air Tawar

1.5. Potensi Sumber Air Tawar Potensi Sumber Air Tawar 1 1.5. Potensi Sumber Air Tawar Air tawar atau setidaknya air yang salinitasnya sesuai untuk irigasi tanaman amat diperlukan untuk budidaya pertanian di musim kemarau. Survei potensi

Lebih terperinci

Pengelolaan tanah dan air di lahan pasang surut

Pengelolaan tanah dan air di lahan pasang surut Pengelolaan tanah dan air di lahan pasang surut Pengelolaan Tanah dan Air di Lahan Pasang Surut Penyusun IPG Widjaja-Adhi NP Sri Ratmini I Wayan Swastika Penyunting Sunihardi Setting & Ilustrasi Dadang

Lebih terperinci

PENGELOLAAN LAHAN BASAH DI INDONESIA YANG BERKELANJUTAN

PENGELOLAAN LAHAN BASAH DI INDONESIA YANG BERKELANJUTAN 1 PENGELOLAAN LAHAN BASAH DI INDONESIA YANG BERKELANJUTAN Syekhfani Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya 2 Pertanian Berkelanjutan Definisi: The ability to keep in existence; maintain or prolong; to

Lebih terperinci

Studi Optimasi Pola Tanam pada Daerah Irigasi Warujayeng Kertosono dengan Program Linier

Studi Optimasi Pola Tanam pada Daerah Irigasi Warujayeng Kertosono dengan Program Linier JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-30 Studi Optimasi Pola Tanam pada Daerah Irigasi Warujayeng Kertosono dengan Program Linier Ahmad Wahyudi, Nadjadji Anwar

Lebih terperinci

KAJIAN EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI SALURAN PRIMER DAERAH IRIGASI BEGASING KECAMATAN SUKADANA

KAJIAN EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI SALURAN PRIMER DAERAH IRIGASI BEGASING KECAMATAN SUKADANA KAJIAN EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI SALURAN PRIMER DAERAH IRIGASI BEGASING KECAMATAN SUKADANA Vika Febriyani 1) Kartini 2) Nasrullah 3) ABSTRAK Sukadana merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian di DAS Ciliwung hulu tahun ,

HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian di DAS Ciliwung hulu tahun , HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian di DAS Ciliwung hulu tahun 1990 1996, perubahan penggunaan lahan menjadi salah satu penyebab yang meningkatkan debit puncak dari 280 m 3 /det menjadi 383

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 40 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Lokasi penelitian berada di Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Kota Depok seluas 462 ha. Secara geografis daerah penelitian terletak

Lebih terperinci

PERENCANAAN KEBUTUHAN AIR PADA AREAL IRIGASI BENDUNG WALAHAR. Universitas Gunadarma, Jakarta

PERENCANAAN KEBUTUHAN AIR PADA AREAL IRIGASI BENDUNG WALAHAR. Universitas Gunadarma, Jakarta PERENCANAAN KEBUTUHAN AIR PADA AREAL IRIGASI BENDUNG WALAHAR 1 Rika Sri Amalia (rika.amalia92@gmail.com) 2 Budi Santosa (bsantosa@staff.gunadarma.ac.id) 1,2 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil

Lebih terperinci

5/15/2012. Novitasari,ST.,MT

5/15/2012. Novitasari,ST.,MT SISTEM TATA AIR MIKRO (TAM) Novitasari,ST.,MT TIK Mahasiswa akan dapat memahami prinsipprinsip sistem pengelolaan air pada sistem tata air mikro, tipekal zoning, tipekal jaringan saluran blok sekunder,

Lebih terperinci

Pengelolaan Sumbedaya Air untuk Meningkatkan Produksi Tanaman Padi Secara Berkelanjutan di Lahan Pasang Surut Sumatera Selatan

Pengelolaan Sumbedaya Air untuk Meningkatkan Produksi Tanaman Padi Secara Berkelanjutan di Lahan Pasang Surut Sumatera Selatan Pengelolaan Sumbedaya Air untuk Meningkatkan Produksi Tanaman Padi Secara Berkelanjutan di Lahan Pasang Surut Sumatera Selatan Water Resource Management to Increase Sustainably of Rice Production in Tidal

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sungai Banjaran merupakan anak sungai Logawa yang mengalir dari arah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sungai Banjaran merupakan anak sungai Logawa yang mengalir dari arah BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Lokasi Studi Sungai Banjaran merupakan anak sungai Logawa yang mengalir dari arah Utara ke arah Selatan dan bermuara pada sungai Serayu di daerah Patikraja dengan

Lebih terperinci

FLUKTUASI GENANGAN AIR LAHAN RAWA LEBAK DAN MANFAATNYA BAGI BIDANG PERTANIAN DI OGAN KOMERING ILIR

FLUKTUASI GENANGAN AIR LAHAN RAWA LEBAK DAN MANFAATNYA BAGI BIDANG PERTANIAN DI OGAN KOMERING ILIR J. Hidrosfir Indonesia Vol.3 No.2 Hal. 57-66 Jakarta, Agustus 2008 ISSN 1907-1043 FLUKTUASI GENANGAN AIR LAHAN RAWA LEBAK DAN MANFAATNYA BAGI BIDANG PERTANIAN DI OGAN KOMERING ILIR Waluyo 1), Suparwoto

Lebih terperinci

V DINAMIKA ALIRAN BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN KERAGAMAN SPASIAL DAN TEMPORAL HIDROKIMIA

V DINAMIKA ALIRAN BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN KERAGAMAN SPASIAL DAN TEMPORAL HIDROKIMIA 55 V DINAMIKA ALIRAN BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN KERAGAMAN SPASIAL DAN TEMPORAL HIDROKIMIA 5.1 Pendahuluan Di beberapa negara, penelitian tentang proses limpasan dalam suatu daerah tangkapan atau DAS berdasarkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 44 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Penggunaan Lahan di DAS Paninggahan Berdasarkan analisis penggunaan lahan tahun 1984, 1992, 22 dan 27 diketahui bahwa penurunan luas lahan terjadi pada penggunaan lahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan bagi kelangsungan hidup seluruh makhluk, terutama manusia. Dua pertiga wilayah bumi terdiri dari lautan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Neraca Air

TINJAUAN PUSTAKA. Neraca Air TINJAUAN PUSTAKA Neraca Air Neraca air adalah model hubungan kuantitatif antara jumlah air yang tersedia di atas dan di dalam tanah dengan jumlah curah hujan yang jatuh pada luasan dan kurun waktu tertentu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Namu Sira-sira.

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Namu Sira-sira. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketersediaan air (dependable flow) suatu Daerah Pengaliran Sungai (DPS) relatif konstan, sebaliknya kebutuhan air bagi kepentingan manusia semakin meningkat, sehingga

Lebih terperinci

PENGARUH PASANG SURUT TERHADAP ENDAPAN PADA ALIRAN SUNGAI KAHAYAN DI PALANGKA RAYA

PENGARUH PASANG SURUT TERHADAP ENDAPAN PADA ALIRAN SUNGAI KAHAYAN DI PALANGKA RAYA PENGARUH PASANG SURUT TERHADAP ENDAPAN PADA ALIRAN SUNGAI KAHAYAN DI PALANGKA RAYA Rendro Rismae Riady, Hendra Cahyadi, Akhmad Bestari* DPK (dipekerjakan) di Fak. Teknik Universitas Muhammadiyah Palangkaraya

Lebih terperinci

AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA

AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BAB VI. PERSIAPAN LAHAN Rizka Novi Sesanti KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

1.3. Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui pola jaringan drainase dan dasar serta teknis pembuatan sistem drainase di

1.3. Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui pola jaringan drainase dan dasar serta teknis pembuatan sistem drainase di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkebunan kelapa sawit merupakan jenis usaha jangka panjang. Kelapa sawit yang baru ditanam saat ini baru akan dipanen hasilnya beberapa tahun kemudian. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

Lampiran 1 Curah hujan (mm) di daerah pasang surut Delta Berbak Jambi

Lampiran 1 Curah hujan (mm) di daerah pasang surut Delta Berbak Jambi Lampiran 1 Curah hujan (mm) di daerah pasang surut Delta Berbak Jambi No Tahun Bulan Jumlah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 1987 206 220 368 352 218 17 34 4 62 107 200 210 1998 2 1989 183 198 205 301 150

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI Bab II Kondisi Wilayah Studi 5 BAB II KONDISI WILAYAH STUDI 2.. Tinjauan Umum DAS Bendung Boro sebagian besar berada di kawasan kabupaten Purworejo, untuk data data yang diperlukan Peta Topografi, Survey

Lebih terperinci

Pemanfaatan Pintu Pengendali Muka Air Di Jaringan Sub Kuarter Daerah Rawa Terentang Hulu Kalimantan Barat

Pemanfaatan Pintu Pengendali Muka Air Di Jaringan Sub Kuarter Daerah Rawa Terentang Hulu Kalimantan Barat Pemanfaatan Pintu Pengendali Muka Air Di Jaringan Sub Kuarter Daerah Rawa Terentang Hulu Kalimantan Barat Henny Herawati 1 1 Program Studi Teknik Sipil, Universitas Tanjungpura, Jl. Ahmad Yani Pontianak

Lebih terperinci

SISTEM DRAINASE PERMUKAAN

SISTEM DRAINASE PERMUKAAN SISTEM DRAINASE PERMUKAAN Tujuan pekerjaan drainase permukaan jalan raya adalah : a. Mengalirkan air hujan dari permukaan jalan agar tidak terjadi genangan. b. Mengalirkan air permukaan yang terhambat

Lebih terperinci

Pengelolaan Tanah dan Air di Lahan Pasang Surut

Pengelolaan Tanah dan Air di Lahan Pasang Surut Pengelolaan Tanah dan Air di Lahan Pasang Surut Penyusun IPG Widjaja-Adhi NP. Sri Ratmini I Wayan Swastika Penyunting Sunihardi Setting & Ilustrasi Dadang Suhendar Proyek Penelitian Pengembangan Pertanian

Lebih terperinci

KAJIAN PENDUGA MUKA AIR TANAH UNTUK MENDUKUNG PENGELOLAAN AIR PADA PERTANIAN LAHAN RAWA PASANG SURUT: KASUS DI SUMATERA SELATAN NGUDIANTORO

KAJIAN PENDUGA MUKA AIR TANAH UNTUK MENDUKUNG PENGELOLAAN AIR PADA PERTANIAN LAHAN RAWA PASANG SURUT: KASUS DI SUMATERA SELATAN NGUDIANTORO KAJIAN PENDUGA MUKA AIR TANAH UNTUK MENDUKUNG PENGELOLAAN AIR PADA PERTANIAN LAHAN RAWA PASANG SURUT: KASUS DI SUMATERA SELATAN NGUDIANTORO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN

Lebih terperinci

Staf Pengajar Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung komunikasi penulis,

Staf Pengajar Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung komunikasi penulis, Jurnal Teknik Pertanian Lampung Vol. 1, No. 1, Oktober 2012: 37-42 EVALUASI KINERJA JARINGAN IRIGASI TINGKAT TERSIER UNIT PELAKSANA TEKNIS PENGAIRAN KOTA METRO DAERAH IRIGASI SEKAMPUNG BATANGHARI [EVALUATION

Lebih terperinci

Bab IV Analisis Data

Bab IV Analisis Data Bab IV Analisis Data IV.1. Neraca Air Hasil perhitungan neraca air dengan debit andalan Q 8 menghasilkan tidak terpenuhi kebutuhan air irigasi, yaitu hanya 1. ha pada musim tanam I (Nopember-Februari)

Lebih terperinci

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor Data statistik menunjukkan bahwa dalam kurun waktu lima belas tahun terakhir, rata-rata

Lebih terperinci

STUDI SIMULASI POLA OPERASI WADUK UNTUK AIR BAKU DAN AIR IRIGASI PADA WADUK DARMA KABUPATEN KUNINGAN JAWA BARAT (221A)

STUDI SIMULASI POLA OPERASI WADUK UNTUK AIR BAKU DAN AIR IRIGASI PADA WADUK DARMA KABUPATEN KUNINGAN JAWA BARAT (221A) STUDI SIMULASI POLA OPERASI WADUK UNTUK AIR BAKU DAN AIR IRIGASI PADA WADUK DARMA KABUPATEN KUNINGAN JAWA BARAT (221A) Yedida Yosananto 1, Rini Ratnayanti 2 1 Jurusan Teknik Sipil, Institut Teknologi Nasional,

Lebih terperinci

PENENTUAN KINERJA PENGELOLAAN IRIGASI DAERAH IRIGASI BONDOYUDO, JAWA TIMUR 1

PENENTUAN KINERJA PENGELOLAAN IRIGASI DAERAH IRIGASI BONDOYUDO, JAWA TIMUR 1 PENENTUAN KINERJA PENGELOLAAN IRIGASI DAERAH IRIGASI BONDOYUDO, JAWA TIMUR 1 Murtiningrum 2, Wisnu Wardana 1, dan Murih Rahajeng 3 ABSTRAK Pembangunan dan pengelolaan irigasi di Indonesia bertujuan untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Paling tidak ada lima peran penting yaitu: berperan secara langsung dalam menyediakan kebutuhan pangan

Lebih terperinci

Bab 3. Deskripsi Daerah Penelitian

Bab 3. Deskripsi Daerah Penelitian Bab 3 Deskripsi Daerah Penelitian 25 III.1. Pengantar Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Aluh-Aluh, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, dengan mengambil studi kasus praktik pendidikan dan pembelajaran

Lebih terperinci

Tabel Lampiran 1. Hasil Perhitungan Analisis Neraca Air dengan Kecamatan Anjatan Kabupaten Indramayu Tahun Normal. Tabel Lampiran 2. Hasil Perhitungan

Tabel Lampiran 1. Hasil Perhitungan Analisis Neraca Air dengan Kecamatan Anjatan Kabupaten Indramayu Tahun Normal. Tabel Lampiran 2. Hasil Perhitungan LAMPIRAN 167 Tabel Lampiran 1. Hasil Perhitungan Analisis Neraca Air dengan Kecamatan Anjatan Kabupaten Indramayu Tahun Normal. Tabel Lampiran 2. Hasil Perhitungan Analisis Neraca Air dengan Kecamatan

Lebih terperinci

IV. PEMBAHASAN. 4.1 Neraca Air Lahan

IV. PEMBAHASAN. 4.1 Neraca Air Lahan 3.3.2 Pengolahan Data Pengolahan data terdiri dari dua tahap, yaitu pendugaan data suhu Cikajang dengan menggunakan persamaan Braak (Djaenuddin, 1997) dan penentuan evapotranspirasi dengan persamaan Thornthwaite

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hubungan Curah Hujan dengan Koefisien Regim Sungai (KRS) DAS Ciliwung Hulu Penggunaan indikator koefisien regim sungai pada penelitian ini hanya digunakan untuk DAS Ciliwung

Lebih terperinci

DEFINISI IRIGASI TUJUAN IRIGASI 10/21/2013

DEFINISI IRIGASI TUJUAN IRIGASI 10/21/2013 DEFINISI IRIGASI Irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian, meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa dan irigasi

Lebih terperinci

ANALISIS KETERSEDIAAN AIR PADA DAERAH IRIGASI BLANG KARAM KECAMATAN DARUSSALAM KEBUPATEN ACEH BESAR

ANALISIS KETERSEDIAAN AIR PADA DAERAH IRIGASI BLANG KARAM KECAMATAN DARUSSALAM KEBUPATEN ACEH BESAR ISSN 2407-733X E-ISSN 2407-9200 pp. 35-42 Jurnal Teknik Sipil Unaya ANALISIS KETERSEDIAAN AIR PADA DAERAH IRIGASI BLANG KARAM KECAMATAN DARUSSALAM KEBUPATEN ACEH BESAR Ichsan Syahputra 1, Cut Rahmawati

Lebih terperinci

Studi Optimasi Irigasi pada Daerah Irigasi Segaran Menggunakan Simulasi Stokastik Model Random Search

Studi Optimasi Irigasi pada Daerah Irigasi Segaran Menggunakan Simulasi Stokastik Model Random Search Studi Optimasi Irigasi pada Daerah Irigasi Segaran Menggunakan Simulasi Stokastik Model Random Search Chikal Mayrasaruf Pratama¹, Widandi Soetopo², Rini Wahyu Sayekti² ¹Mahasiswa Program Sarjana Teknik

Lebih terperinci

PENENTUAN KAPASITAS DAN TINGGI MERCU EMBUNG WONOBOYO UNTUK MEMENUHI KEBUTUHAN AIR DI DESA CEMORO

PENENTUAN KAPASITAS DAN TINGGI MERCU EMBUNG WONOBOYO UNTUK MEMENUHI KEBUTUHAN AIR DI DESA CEMORO JURNAL KARYA TEKNIK SIPIL, Volume 4, Nomor 4, Tahun 2015, Halaman 512 518 JURNAL KARYA TEKNIK SIPIL, Volume 4, Nomor 4, Tahun 2015, Halaman 512 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkts

Lebih terperinci

ABSTRAK Faris Afif.O,

ABSTRAK Faris Afif.O, ABSTRAK Faris Afif.O, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Brawijaya, November 2014, Studi Perencanaan Bangunan Utama Embung Guworejo Kabupaten Kediri, Jawa Timur, Dosen Pembimbing : Ir. Pudyono,

Lebih terperinci

PENERAPAN TEKNOLOGI PENGELOLAAN AIR DI RAWA LEBAK SEBAGAI USAHA PENINGKATAN INDEKS TANAM DI KABUPATEN MUARA ENIM

PENERAPAN TEKNOLOGI PENGELOLAAN AIR DI RAWA LEBAK SEBAGAI USAHA PENINGKATAN INDEKS TANAM DI KABUPATEN MUARA ENIM J. Hidrosfir Indonesia Vol. 4 No.1 Hal.23-28 Jakarta, April 2009 ISSN 1907-1043 PENERAPAN TEKNOLOGI PENGELOLAAN AIR DI RAWA LEBAK SEBAGAI USAHA PENINGKATAN INDEKS TANAM DI KABUPATEN MUARA ENIM Sudaryanto

Lebih terperinci

REKLAMASI TEKNIK PENGAIRAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

REKLAMASI TEKNIK PENGAIRAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 1 & 2 REKLAMASI TEKNIK PENGAIRAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA JADFAN SIDQI FIDARI Rencana Pembelajaran Semester (RPS) Rencana Pembelajaran Semester (RPS) Reklamasi Pengertian reklamasi : Istilah reklamasi adalah

Lebih terperinci

RC MODUL 2 KEBUTUHAN AIR IRIGASI

RC MODUL 2 KEBUTUHAN AIR IRIGASI RC14-1361 MODUL 2 KEBUTUHAN AIR IRIGASI SISTEM PENGAMBILAN AIR Irigasi mempergunakan air yang diambil dari sumber yang berupa asal air irigasi dengan menggunakan cara pengangkutan yang paling memungkinkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris, sehingga wajar apabila prioritas

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris, sehingga wajar apabila prioritas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris, sehingga wajar apabila prioritas utama dalam agenda pembangunan nasional dipusatkan dibidang pertanian. Salah satu sasaran pembangunan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 16 5.1 Hasil 5.1.1 Pola curah hujan di Riau BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Data curah hujan bulanan dari tahun 2000 sampai dengan 2009 menunjukkan bahwa curah hujan di Riau menunjukkan pola yang sama dengan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11/PRT/M/2015 TENTANG EKSPLOITASI DAN PEMELIHARAAN

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11/PRT/M/2015 TENTANG EKSPLOITASI DAN PEMELIHARAAN PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11/PRT/M/2015 TENTANG EKSPLOITASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN REKLAMASI RAWA PASANG SURUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

ADAPTASI VARIETAS UNGGUL BARU PADA LAHAN RAWA PASANG SURUT DI PROVINSI BENGKULU ABSTRAK

ADAPTASI VARIETAS UNGGUL BARU PADA LAHAN RAWA PASANG SURUT DI PROVINSI BENGKULU ABSTRAK ADAPTASI VARIETAS UNGGUL BARU PADA LAHAN RAWA PASANG SURUT DI PROVINSI BENGKULU Nurmegawati dan Wahyu Wibawa Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu Jl Irian km 6,5 Kota Bengkulu ABSTRAK Pemanfaatan

Lebih terperinci

PENGENDALIAN DEBIT BANJIR SUNGAI LUSI DENGAN KOLAM DETENSI DI KECAMATAN TAWANGHARJO KABUPATEN GROBOGAN

PENGENDALIAN DEBIT BANJIR SUNGAI LUSI DENGAN KOLAM DETENSI DI KECAMATAN TAWANGHARJO KABUPATEN GROBOGAN JURNAL KARYA TEKNIK SIPIL, Volume 4, Nomor 4, Tahun 2015, Halaman 471 476 JURNAL KARYA TEKNIK SIPIL, Volume 4, Nomor 4, Tahun 2015, Halaman 471 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkts

Lebih terperinci

Tz 1 = (28,4 0,59 x h ) o C

Tz 1 = (28,4 0,59 x h ) o C Kriteria yang digunakan dalam penentuan bulan kering, bulan lembab dan bulan basah adalah sebagai berikut: Bulan kering (BK): Bulan dengan C

Lebih terperinci

KAJIAN KUALITAS AIR UNTUK AKTIFITAS DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) KRUENG ACEH Susi Chairani 1), Siti Mechram 2), Muhammad Shilahuddin 3) Program Studi Teknik Pertanian 1,2,3) Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari hasil pembahasan dan analisa data diperoleh beberapa kesimpulan dan saran adalah sebagai berikut :

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari hasil pembahasan dan analisa data diperoleh beberapa kesimpulan dan saran adalah sebagai berikut : BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil pembahasan dan analisa data diperoleh beberapa kesimpulan dan saran adalah sebagai berikut : 5.1 Kesimpulan 1. Sedimen pada Embung Tambakboyo dipengaruhi oleh erosi

Lebih terperinci

ANALISA KETERSEDIAAN AIR SAWAH TADAH HUJAN DI DESA MULIA SARI KECAMATAN MUARA TELANG KABUPATEN BANYUASIN

ANALISA KETERSEDIAAN AIR SAWAH TADAH HUJAN DI DESA MULIA SARI KECAMATAN MUARA TELANG KABUPATEN BANYUASIN ANALISA KETERSEDIAAN AIR SAWAH TADAH HUJAN DI DESA MULIA SARI KECAMATAN MUARA TELANG KABUPATEN BANYUASIN Jonizar 1,Sri Martini 2 Dosen Fakultas Teknik UM Palembang Universitas Muhammadiyah Palembang Abstrak

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dalam Perencanaan Embung

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dalam Perencanaan Embung BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dalam Perencanaan Embung Memanjang dengan metode yang telah ditentukan, maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Berdasarkan

Lebih terperinci

pemakaian air bersih untuk menghitung persentase pemenuhannya.

pemakaian air bersih untuk menghitung persentase pemenuhannya. 5 3.2.1.3 Metode Pengumpulan Data Luas Atap Bangunan Kampus IPB Data luas atap bangunan yang dikeluarkan oleh Direktorat Fasilitas dan Properti IPB digunakan untuk perhitungan. Sebagian lagi, data luas

Lebih terperinci

KAJIAN DIMENSI SALURAN PRIMER EKSISTING DAERAH IRIGASI MUARA JALAI KABUPATEN KAMPAR. Abstrak

KAJIAN DIMENSI SALURAN PRIMER EKSISTING DAERAH IRIGASI MUARA JALAI KABUPATEN KAMPAR. Abstrak Kajian Dimensi Saluran Primer Eksiting Daerah Irigasi Muara Jalai KAJIAN DIMENSI SALURAN PRIMER EKSISTING DAERAH IRIGASI MUARA JALAI KABUPATEN KAMPAR SH. Hasibuan 1, Djuang Panjaitan 2 Abstrak Tujuan utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada masa awal orde baru situasi dan keadaan ketersediaan pangan Indonesia sangat memprihatinkan, tidak ada pembangunan bidang pengairan yang berarti pada masa sebelumnya.

Lebih terperinci

BMKG PRESS RELEASE BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BMKG PRESS RELEASE BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG PRESS RELEASE BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG OUTLINE I. GEMPABUMI TSUNAMI KEPULAUAN MENTAWAI (25 - oktober 2010); Komponen Tsunami Warning System (TWS) : Komponen Structure : oleh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS PEMBAHASAN 4.1. Perencanaan Pengelompokan Area Kelurahan Kedung Lumbu memiliki luasan wilayah sebesar 55 Ha. Secara administratif kelurahan terbagi dalam 7 wilayah Rukun Warga (RW) yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum Sungai adalah aliran air yang besar dan memanjang yang mengalir secara terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah satu bagian dari

Lebih terperinci

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa 3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa Lahan basah non rawa adalah suatu lahan yang kondisinya dipengaruhi oleh air namun tidak menggenang. Lahan basah biasanya terdapat di ujung suatu daerah ketinggian

Lebih terperinci

KAJIAN MUATAN SEDIMEN TERSUSPENSI DI SUNGAI CODE DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Rutsasongko Juniar Manuhana

KAJIAN MUATAN SEDIMEN TERSUSPENSI DI SUNGAI CODE DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Rutsasongko Juniar Manuhana KAJIAN MUATAN SEDIMEN TERSUSPENSI DI SUNGAI CODE DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Rutsasongko Juniar Manuhana rutsasongko@gmail.com Suprapto Dibyosaputro praptodibyo@gmail.com Abstract Rivers are media for sediment

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bendung Juwero adalah bendung tetap yang dibangun untuk memenuhi keperluan air irigasi. Bendung Juwero di sungai Bodri memiliki luas DAS ± 554 km 2 dan terletak ±

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 )

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 ) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi Pada umumnya ketersediaan air terpenuhi dari hujan. Hujan merupakan hasil dari proses penguapan. Proses-proses yang terjadi pada peralihan uap air dari laut ke

Lebih terperinci

Ada empat unsur fungsional pokok dalam suatu jaringan irigasi, yaitu :

Ada empat unsur fungsional pokok dalam suatu jaringan irigasi, yaitu : RANGKUMAN KP 01 BAGIAN PERENCANAAN Unsur dan Tingkatan Jaringan Irigasi Ada empat unsur fungsional pokok dalam suatu jaringan irigasi, yaitu : Bangunan-bangunan utama ( headworks ) di mana air diambil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah memproyeksikan

BAB I PENDAHULUAN. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah memproyeksikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah memproyeksikan jumlah penduduk Indonesia tahun 2010-2035. Proyeksi jumlah penduduk ini berdasarkan perhitungan

Lebih terperinci

Oleh Agus Salam Tiara Amran NIM : Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Program Studi Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung ABSTRAK

Oleh Agus Salam Tiara Amran NIM : Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Program Studi Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung ABSTRAK STUDI KELAYAKAN PROYEK PEMBUKAAN DAN PENCETAKAN SAWAH DAN INFRASTRUKTUR LAINNYA (PPSI) PADA LAHAN GAMBUT DI KUALA SATONG KABUPATEN KETAPANG KALIMANTAN BARAT Oleh Agus Salam Tiara Amran NIM : 15009064 Fakultas

Lebih terperinci