HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian di DAS Ciliwung hulu tahun ,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian di DAS Ciliwung hulu tahun ,"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian di DAS Ciliwung hulu tahun , perubahan penggunaan lahan menjadi salah satu penyebab yang meningkatkan debit puncak dari 280 m 3 /det menjadi 383 m 3 /det dan meningkatkan persentase hujan menjadi aliran permukaan (direct run-off) dari 53% menjadi 63%. Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa perubahan penggunaan lahan mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap perubahan kondisi hidrologi DAS Ciliwung (Fakhrudin, 2003). Wilayah Sub DAS Cibogo sebagai salah satu anak/cabang sungai Ciliwung mengalami perubahan penggunaan lahan yang sangat drastis akibat pembabatan hutan dan kebun teh menjadi daerah pertanian tanaman semusim seperti sayuran dan tanaman pangan lainnya. Praktek pertanian di daerah ini kurang mengindahkan kaidah konservasi lahan, seperti pembuatan bedengan tempat pertanaman yang memotong kontur, sehingga menyebabkan mudah terjadi erosi terutama pada saat pengolahan tanah, panen atau saat kanopi tanaman masih kurang. DAS Citeko yang masuk dalam sub Das Cibogo mempunyai daerah tangkapan air (DTA) seluas 124,5 ha dengan target irigasi 26,4 ha dan terletak pada ketinggian 925 mdpl. Terdapat 7 bangunan dam parit pada DAS Citeko yang memiliki fungsi berbeda dibandingkan dam parit pada DAS yang lain, yaitu fungsi sebagai pengendali banjir dengan membuang atau mengurangi debit pada sungai utama kemudian dialirkan ke target irigasi. Dam parit yang diteliti pada penelitian ini adalah dam parit keempat (CT-4) dan kelima (CT-5), hal ini dikarenakan kedua dam parit ini dialirkan melewati lahan pertanian dan dimanfaatkan untuk target irigasi dam parit. Dam parit Citeko keempat atau CT-4 memiliki kapasitas tampung 300 m³ dengan ukuran saluran panjang 590 cm dan lebar 90 cm dan target irigasi 42 Ha. Dam parit ini dilengkapi 34

2 dengan pintu air pada saluran agar pada saat kemarau air bisa dialirkan ke saluran irigasi. Sedangkan saluran irigasi yang mengalirkan air dari dam parit ke daerah target irigasi memiliki panjang 30 cm dan lebar 20 cm. Dam parit kelima atau CT-5 memiliki kapasitas tampung 250 m³ dengan ukuran panjang saluran 400 cm dan lebar 85 cm dengan target irigasi 1000 Ha. Dam parit ini juga dilengkapi dengan pintu air pada saluran. Sedangkan saluran irigasi yang mengalirkan air dari dam parit ke daerah target irigasi berbentuk lingkaran dan memiliki lebar 25 cm dan lebar 25 cm. Debit aliran dasar CT-4 adalah 3,0 liter/detik dan CT-5 adalah 2,8 liter/detik. Sketsa bangunan dam parit disajikan pada Gambar 10 dan Gambar Efektivitas Bangunan Dam Parit Manfaat dam parit akan lebih besar apabila dalam pembangunannya dilakukan secara bertingkat (cascade) pada setiap jalur sungai/anak sungai dan dilengkapi dengan saluran irigasi ke lahan pertanian maupun perumahan penduduk. Dam parit dibangun pada anak-anak sungai yang posisinya bisa terdapat di daerah yang berbukit dan bergunung, sehingga sangat efektif untuk menyediakan air di daerah tersebut. Pengembangan dam parit di suatu wilayah DAS perlu memperhatikan luas daerah tangkapan air, bentuk DAS, target irigasi, bentuk dan posisi penampang sungai sehingga dapat ditentukan jumlah, posisi dan dimensi masing-masing dam parit. Penelitian mengenai dam parit untuk mengatasi banjir ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh pembangunan 2 unit dam parit. Analisis pengaruh pembangunan dam parit melalui: 1) fungsi dam parit dalam mengurangi debit puncak, 2) efektivitas kapasitas tampungan dam parit berdasarkan kontruksi bangunan dam parit 3) multifungsi dam parit. 35

3 Hasil pengukuran di CT-4 menunjukkan pada bulan Desember 2007 sampai Februari 2008 tinggi muka air terendah adalah 16 cm pada kondisi tidak hujan dan tertinggi 88 cm pada kondisi hujan. Sedangkan pada CT-5 yang memiliki lebar saluran 280 cm dan tinggi maksimal saluran adalah 85 cm, tinggi muka air pada kondisi tidak hujan yang terendah adalah 16 cm dan tertinggi 84 cm pada kondisi hujan. Meskipun pada ketinggian air terendah air masih dapat masuk ke saluran irigasi, hal ini karena pada dam parit dilengkapi dengan pintu air, sehingga air selalu masuk ke saluran irigasi meskipun ketinggian air rendah. Akan tetapi pada saat hujan lebat yang diikuti naiknya ketinggian air, pintu air tidak banyak berfungsi. H= 0,9 m L=3,3 m A Spillway Saluran air Saluran air: 0,3 m dan 0,2 m Spilway: 0,5 m dan 0,5 m Gambar 10. Bangunan Dam Parit CT-4 H= 0,85 m A Saluran air L=2,8 m Spillway Saluran air: 0,25 m dan 0,25 m Spilway: 1m dan 0,5 m Gambar 11. Bangunan Dam Parit CT-5 Ukuran spillway dan saluran irigasi dam parit Citeko 4 berbeda dengan dam parit Citeko 5. Dimensi Dam parit CT 5 lebih kecil dibandingkan CT 4, akan tetapi CT-5 memiliki saluran irigasi lebih lebar dan tinggi dibandingkan CT-4. Hal ini 36

4 memungkinkan dapat berpengaruh pada efektivitas dam parit. Dimensi CT-5 yang lebih pendek dibandingkan CT-4 menyebabkan air pada dam parit akan lebih mudah melimpas ke spilway dan masuk ke saluran irigasi. Hal ini disebabkab karena air dari dam parit melimpas ke saluran irigasi dan dimensi saluran irigasi pada CT-5 lebih luas maka memungkinkan air yang masuk ke saluran irigasi lebih banyak, hal ini mengakibatkan air yang keluar dari dam parit banyak berkurang. Maka efektivitas pada dam parit CT-5 lebih besar daripada CT-4. Terlihat pada Gambar 12 bahwa penurunan debit yang masuk ke dam parit dengan debit yang keluar dari dam parit pada CT-5 lebih besar dari pada CT-4. Fluktuasi Debit CT4 - CT Debit (m3/detik) Hari Debit Masuk CT-4 Debit Keluar CT-4 Debit Masuk CT-5 Debit Keluar CT-5 Gambar 12. Fluktuasi Debit CT 4 CT Fluktuasi Debit Dam Parit Efektivitas dam parit dihitung berdasarkan perbandingan debit yang masuk ke dam parit dengan debit yang keluar dari dam parit. Air yang melewati dam parit Citeko 4 telah mengalami penurunan tetapi ketika masuk ke dam parit Citeko 5, debit kembali sama atau lebih besar daripada debit yang masuk ke CT4. Hal ini disebabkan adanya penambahan dari beberapa mata air di daerah tangkapan air CT5. Jadi debit air 37

5 yang masuk ke CT5 tidak hanya berasal dari CT4 tetapi juga penambahan pada beberapa mata air disekitarnya. Kecepatan air yang dihitung menggunakan rumus manning lebih besar dibandingkan dengan kecepatan yang di ukur di lapang. Kecepatan air pada kondisi di lapang lebih lambat. Menurut Arsyad (2006), bahwa sedimen yang terendapkan di dalam saluran, sungai, waduk dan muara sungai akan menyebabkan pendangkalan badan air tersebut, yang dapat menimbulkan kerugian oleh karena mengurangi fungsi badan air yang mengalami pendangkalan tersebut. Dam parit Citeko 4 sedimen yang banyak ditemukan adalah endapan pasir dan rumput. Sedangkan pada dam parit Citeko 5 sedimen yang banyak ditemui adalah sampah, baik sampah rumah tangga maupun dari lahan pertanian. Tabel 4. Pengukuran CT-4 Pada Kondisi Hujan dan Tidak Hujan L H A VM VL QM QL Kondisi tidak hujan 3,3 0,32 1,05 1,32 0,88 1,39 0,92 Kondisi hujan 3,3 0,8 2,64 2,1 1,54 5,56 4,06 Tabel 5. Pengukuran CT-5 Pada Kondisi Hujan dan Tidak Hujan L H A VM VL QM QL Kondisi tidak hujan 2,8 0,36 1,01 1,38 0,88 1,39 0,9 Kondisi hujan 2,8 0,83 2,32 2,43 1,62 5,66 4,36 Keterangan: L = Lebar Saluran (m) H = Tinggi Air (m) A = Luas Permukaan (m²) VM = Kecepatan Manning (m²/detik) VL = Kecepatan Lapang (m²/detik) QM = Debit Manning (m³/detik) QL = Debit Lapang (m³/detik) Debit Aliran Rendah (Low Flow) 38

6 Bulan Desember 2007 terjadi hujan dengan intensitas rendah, bulan Januari 2008 hujan dengan intensitas lebih tinggi dari bulan Desember 2007 dan bulan Februari 2008 terdapat hujan dengan intensitas tinggi. Debit aliran rendah terutama terjadi di bulan Desember. Meskipun hampir setiap hari hujan tetapi intensitasnya rendah, sehingga debit yang masuk ke dam parit rendah. Debit yang masuk ke dam parit rendah maka debit yang masuk ke spilway juga rendah sehingga ratio debit yang masuk ke dam parit dengan debit yang keluar dari dam parit tinggi. Rasio penurunan debit pada saat debit aliran rendah rata rata adalah 0,8. Artinya pada aliran rendah ratio penurunan debit tinggi, sehingga efektivitas dam parit rendah. Hal ini terjadi pada CT-4 dan CT-5, kedua dam parit ini memiliki ratio debit yang keluar dibandingkan debit yang masuk sama. Fungsi dam parit CT-4 dengan CT5 pada kondisi debit aliran rendah hanya menampung air dari sungai Citeko kemudian mengalirkannya ke saluran irigasi untuk mengairi lahan, peternakan atau kebutuhan rumah tangga. Fungsi dam parit untuk pengendalian banjir belum optimal karena debit air sungai kecil. Selain itu, kemungkinan limpasan permukaan pada bulan Desember masih mengisi air bawah tanah karena pada bulan sebelumnya infiltrasi rendah. Ratio dam parit CT-4 dan CT-5 pada saat debit aliran rendah terdapat pada Tabel 6. DP CT4 CT5 Tabel 6. Debit Aliran Rendah Curah Debit (m 3 /detik) Hujan (cm) Masuk Dam Parit Keluar Dam Parit Ratio 0 0,46 0,37 0,80 1,2 0,88 0,77 0,87 0 0,56 0,48 0,85 1,3 0,88 0,73 0,82 39

7 Berdasarkan Gambar 13 dan 14, debit yang keluar dari dam parit mengalami penurunan dibandingkan debit yang masuk ke dam parit, seiring hal itu debit pada saluran irigasi semakin bertambah. Artinya debit sungai Citeko menurun setelah melewati dam parit. Grafik bulan Desember 2007 menunjukkan bahwa garis pada CT4 dan CT5 berhimpit, yaitu jarak antara debit yang masuk dengan debit yang keluar sangat dekat. Selain itu air yang masuk ke saluran irigasi kecil. Artinya pada kondisi debit aliran rendah kemampuan dam parit dalam menurunkan debit kecil sehingga ratio antara debit yang keluar dari dam parit dengan debit yang masuk ke dam parit tinggi dan efektivitas dam parit dalam kondisi tersebut rendah. Meskipun pada saat debit aliran rendah, namun air masih tetap mengalir ke saluran irigasi. Hal ini disebabkan karena pada dam parit yang dialirkan ke target irigasi dilengkapi dengan pintu air. Pintu air berfungsi untuk menutup sebagian saluran dam parit agar pada saat musim kemarau air tetap mengalir ke saluran irigasi Debit (m3/detik) Debit Dam Parit Citeko Hari Debit Masuk Debit Spilway Debit Keluar Gambar 13. Fluktuasi Debit CT-4 40

8 Debit Dam Parit Citeko 5 Debit (m3/detik) Hari Debit Masuk Debit Spilway Debit Keluar Gambar 14. Fluktuasi Debit CT Debit Aliran Tinggi (High Flow) Hujan dengan intensitas tinggi terjadi pada bulan Januari dan semakin meningkat hingga bulan Februari. Rata rata rasio penurunan debit pada CT-4 adalah 0,7 dan pada CT-5 adalah 0,4. Pada debit aliran tinggi rasio debit yang keluar dari dam parit dengan debit yang masuk ke dam parit semakin turun. Semakin besar debit yang masuk ke dam parit maka semakin besar debit yang akan dilimpaskan ke saluran irigasi sehingga debit yang keluar dari dam parit menurun. Rasio CT 5 lebih rendah daripada CT 4 pada kondisi debit aliran tinggi (Tabel 7). Berdasarkan Gambar 13 dan 14, jarak garis pada debit yang masuk dam parit dengan debit keluar dam parit pada CT5 lebih renggang dibandingkan CT4. Artinya pada saat debit aliran tinggi kemampuan CT5 dalam melimpaskan debit ke saluran irigasi lebih besar. Hal ini dipengaruhi adanya konstruksi bangunan dam parit Citeko 5 lebih efektiv dibandingkan konstruksi bangunan dam parit Citeko 4. 41

9 CT4 CT5 DP Tabel 7. Debit Aliran Tinggi Curah Debit (m 3 /detik) Hujan (cm) Masuk Sungai Keluar Sungai Ratio 45,9 6,38 4,96 0,77 51,1 6,48 5,16 0,79 50,7 5,96 2,75 0,46 59,1 5,86 2,62 0,44 Terjadi kondisi ekstrim pada saat debit aliran tinggi di CT-4 dimana ketinggian air pada saluran dam parit mencapai maksimal. Hal ini disebabkan curah hujan yang tinggi akan tetapi kondisi ini jarang terjadi. Curah hujan ekstrim ini menyebabkan dam parit penuh kemudian spilway penuh dan saluran irigasi tidak mampu menampung lagi. Efektivitas dam parit menurun pada kondisi ini hingga dapat mencapai nilai terendah. Kemampuan dam parit dalam mengurangi debit sungai sebatas kapasitas maksimum spilway dan saluran irigasi. Air dari saluran irigasi meluap ke areal pertanian maupun ke lahan lahan disekitar dam parit. Apabila air yang telah meluap dari saluran irigasi kembali ke sungai tidak akan menambah debit sungai sehingga menyebabkan banjir karena debit puncak telah berlalu. Artinya meskipun air meluap pada saat curah hujan tinggi, dam parit masih berfungsi dalam mengurangi debit sungai dan melimpaskannya ke saluran irigasi. Selain itu air yang meluap dan masuk ke lahan disekitar dam parit dapat terinfiltrasi dan menjadi cadangan air bawah tanah. 5.3 Efektivitas Dam Parit dalam Penanggulangan Banjir Salah satu penyebab banjir adalah adanya distribuasi curah hujan yang terjadi dalam waktu yang singkat dengan intensitas tinggi atau curah hujan dengan intensitas rendah tetapi dalam waktu yang lama. Ketika kapasitas infiltrasi maksimum dan tanah tidak mampu menampung lagi, maka air hujan akan menjadi aliran permukaan. Aliran 42

10 permukaan melimpas dari hulu ke hilir, dari sungai berorde 1 kemudian berkumpul di orde 3 hingga bermuara ke laut. Bila debit dari sungai orde 1 tinggi maka pada sungai orde 2 debit yang dihasilkan volumenya akan lebih besar lagi sehingga potensi banjir di daerah hilir besar. Teknologi dam parit dalam fungsinya sebagai pengendalian banjir diharapkan dapat mengurangi debit yang berada di sungai orde 1 dan 2 sehingga pada saat hujan dan terjadinya debit puncak, debit yang terkumpul di hilir (orde 5 atau 6) berkurang dan diharapkan potensi banjir juga berkurang. Efektivitas dam parit pada DAS Citeko untuk mengetahui bahwa teknologi ini tepat guna untuk mengendalikan banjir. Efektivitas dam parit rendah pada saat debit aliran rendah dan akan semakin meningkat pada saat debit aliran tinggi. Adanya kenaikan debit air di sungai akan semakin menurunkan ratio antara debit yang keluar dari dam parit dengan debit yang masuk ke dam parit, sehingga meningkatkan efektivitas dam parit (berdasarkan Tabel 8 dan Tabel 9). Berkurangnya debit yang keluar dari dam parit pada kondisi hujan saat terjadinya debit puncak diharapkan dapat mengurangi resiko banjir. Pengembangan teknologi dam parit sangat memungkinkan untuk diterapkan dalam skala DAS. Pembuatan dam parit selama ini masih dilakukan di orde 1 dan 2, bila diterapkan di orde 3, 4 dan seterusnya maka diperlukan ukuran dan dimensi lebih besar daripada yang ada sekarang ini. Tabel 8. Efektivitas Dam Parit CT-4 Efektivitas (%) CT-4 Desember 2007 Januari 2008 Februari 2008 Terendah 10,9 10,6 17,20 Tertinggi 18,4 23,6 23,89 43

11 Tabel 9. Efektivitas Dam Parit CT-5 Efektivitas (%) CT-5 Desember 2007 Januari 2008 Februari 2008 Terendah 10,10 14,08 20,85 Tertinggi 19,10 23,56 28, Multifungsi Air Dam Parit Pembangunan dam parit berdasarkan Balitklimat, 2005 merupakan permintaan dari petani setempat, sehingga dalam pembangunannya dengan menggunakan fasilitas yang sudah ada. Saluran air yang dipakai adalah dengan memanfaatkan saluran air yang sudah ada, kemudian air yang dibendung berasal dari aliran sungai yang telah dimanfaatkan oleh petani sebelumnya. Seperti halnya pada CT-4, dam parit membendung sungai yang ada di citeko dan menggunakan saluran air yang sudah ada. Hal ini memiliki dampak keuntungan dan kendala. Keuntungannya adalah dapat menekan biaya pembuatan dam parit, sedangkan kendalanya antara lain adalah pemanfaatan spillway atau saluran air yang sudah ada, yaitu untuk menambah kapasitas air pada spillway atau pada saluran air akan menghabiskan biaya yang lebih besar lagi. Dam parit dibangun secara bertingkat pada DAS Citeko, Sub DAS Cibogo, DAS Ciliwung, Kabupaten Bogor. Yang meliputi Citeko (CT) : CT-1, CT-2, CT-3, CT-4, CT-5, CT-6 dan CT-7. Sedangkan yang menjadi fokus penelitian ini adalah CT-4 dan CT-5. Pembangunan dam parit secara bertingkat mengikuti jalur aliran yang penentuan lokasinya masih dilakukan secara manual dengan memperhatikan luas daerah tangkapan, target irigasi, penggunaan lahan, bentuk penampang jalur sungai. 44

12 Berdasarkan luasan daerah tangkapan tersebut maka diketahui pada musim kemarau ternyata debit aliran ternyata masih sangat kecil, namun di musim hujan aliran permukaan pada dam parit teratas masih cukup besar. Oleh karena itu pada dam parit bertingkat, dam parit paling atas hanya berfungsi sebagai penampung air sebagai cadangan bagi dam parit dibawahnya. Sebagian besar dam parit telah dilengkapi dengan jaringan irigasi ke daerah target dengan sistem gravitasi. Sistem irigasi terbuka dilakukan dam parit yang dibangun dam parit yang mempunyai debit aliran dasar cukup besar (> 2 lt/dt) sedangkan irigasi tertutup dilakukan pada dam parit yang dibangun pada sungai dengan debil aliran dasar lebih kecil dari 2 l/dt. Dam parit pada DAS Citeko yang dilengkapi dengan saluran irigasi adalah CT-4, CT-5, CT-6 dan CT-7. Air dialirkan secara grafitasi melalui saluran irigasi terbuka untuk memenuhi kebutuhan lahan pertanian dengan tanaman utama padi dan sayuran dataran tinggi. Dam parit CT-4 dengan target irigasi masing masing seluas 22 H di Desa Citeko, dimusim kemarau debitnya sangat turun sehingga tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan air tanaman bila disalurkan dengan sistem terbuka. Sedangkan untuk CT-5 dengan target irigasi 21 ha di desa Kuta, air cukup untuk memenuhi kebutuhan tanaman sepanjang tahun dengan pola tanam padi 2 kali dan sayuran. Air dari dam parit diperlukan untuk irigasi areal pertanian bagi tanaman sayuran dataran tinggi seperti padi, wortel, kubis, kubis bunga, cabe, sawi, pakcoi dan buncis. Sedangkan untuk keperluan rumah tangga penduduk sebanyak kurang lebih 120 KK atau 550 jiwa dan ternak kambing sebanyak 100 ekor. Pola tanam di derah target irigasi dapat dibedakan dalam beberapa pola yaitu: 1) Padi Padi Sawi 2) Padi Padi Tomat 3)Wortel Wortel Wortel 4) Padi Padi Wortel 5) Wortel Buncis Tomat 6) Kubis Wortel Kubis 7) Wortel Wortel Kubis dan 7) 45

13 Tumpang sari sayuran. Air dari dam parit yang masuk ke saluran irigasi dan masuk ke lahan pertanian dan perumahan penduduk dimanfaatkan untuk berbagai macam penggunaan. Berdasarkan pengukuran air selama tiga bulan yaitu bulan Desember 2007 hingga Februari 2008 didapatkan debit sebagai berikut: Tabel 10. Total Debit Bulan Total Debit / Bulan (m³/bulan) CT-4 CT-5 Des , ,8 Jan , ,4 Feb , ,0 Total , ,2 Analisis ekonomi penggunaan air dam parit adalah air yang dihasilkan dari dam parit yang dimanfaatkan oleh penduduk baik aspek pertanian, peternakan dan non pertanian. Aspek pertanian adalah komoditas pertanian dari penggunaan lahan yang mendapatkan manfaat dari air dam parit. Komoditas pertanian ini meliputi jagung, pisang, terong, ketela, ubi rambat, wortel, sawi, kacang, tomat dan padi. Aspek peternakan adalah adanya ternak yang merasakan manfaat dari air dam parit, yaitu ayam, kelinci dan kambing. Sedangkan aspek non pertanian adalah aspek diluar pertanian yang merasakan manfaat dari dam parit, yaitu untuk air baku mutu atau yang digunakan untuk kebutuhan sehari hari, meliputi penggunaan rumah tangga, penyediaan pada mushola dan mencuci motor. Penelitian ini menghitung keuntungan minimal dari dam parit, yaitu menghitung komoditas pertanian yang mendominasi di target irigasi dam parit. Berdasarkan data sekunder dan pengamatan di lahan, tanaman padi paling banyak ditemui pada dam parit Citeko 4. Hasil survey yang dilakukan kepada petani bahwa sebelum ada irigasi ke lahan pertanian, tanaman yang ditanam adalah jagung, karena 46

14 hanya mengandalkan air hujan. Ketika ada irigasi dari dam parit yang masuk ke lahannya, petani menggantinya dengan sawah untuk ditanami padi. Ada perubahan keuntungan dari menanam jagung menjadi menanam padi. Sebelum ada irigasi dam parit petani menanam jagung karena hanya mengandalkan air hujan, ketika ada irigasi dari dam parit petani memnfaatkan lahannya untuk menanam padi. Hal ini disebabkan padi membutuhkan banyak air daripada jagung. Terjadi kenaikan B/C pada saat menanam jagung yaitu 1,67 menjadi 1,95 setelah menanam padi. Tabel 11. Analisis Usaha Tanaman Padi Uraian Volume Harga Satuan (Rp) Biaya (Rp) * Sarana Produksi Benih 25 Kg Urea 200 Kg SP Kg KCL 25 Kg Pestisida 1 Liter Jumlah * Tenaga Kerja Pengolahan Tanah: 16 hkp - Traktor 2 hkp Meratakan Tanah 8 hkp Persemaian 2 hkp

15 Keuntungan : Keuntungan : Keuntungan : Tanam 15 hkw Mencaplak 2 hkp Pemupukan 4 hkw Penyiangan 20 hkw hkp Penyemprotan 2 hkp Panen 1150 Kg (bawon) Jumlah * Total biaya * Penerimaan hasil 6250 Kg * Untung Tabel 12. Analisis Usaha Tanaman Jagung Uraian Volume Harga Satuan (Rp) Biaya (Rp) * Sarana Produksi Benih 25 Kg Urea 100 Kg SP Kg KCL 25 Kg Pestisida 1 Liter Jumlah * Tenaga Kerja Pengolahan Tanah 10 hkp Persemaian 2 hkp Tanam 15 hkw Pemeliharaan 30 hkw Panen 425 Kg (bawon) Jumlah * Total biaya * Penerimaan hasil 3825 Kg * Untung Tabel 13. Nilai B/C Jagung dan Padi Uraian Biaya (Rp) Pendapatan(Rp) Keuntungan (Rp) B/C Jagung ,67 Padi ,95 Satu petak lahan dapat memberi penambahan keuntungan bagi areal target irigasi. Padi Oktober Padi Februari Sawi Juli 48

16 Keuntungan ini sebanding dengan biaya pembuatannya sebesar Rp dengan umur dam 5 tahun hingga 10 tahun untuk tiap dam. Tabel 14. Analisis Usaha Tanaman Sawi Uraian Volume Harga Satuan (Rp) Biaya (Rp) * Sarana Produksi Benih Kantong Urea 5 Kg SP-36 1 Kg KCL 1 Kg Pestisida 1 Liter Jumlah * Tenaga Kerja Pengolahan Tanah 3 hkp Persemaian 2 hkp Tanam 5 hkw Pemeliharaan 5 hkw Panen 130 Kg (bawon) Jumlah * Total biaya * Penerimaan hasil Kg * Untung Petani memiliki pola tanam yang berbeda beda dalam jangka waktu satu tahun. Contoh yang diambil pada penelitian ini adalah pola tanam Padi Sawi Padi. Keuntungan ekonomi selama satu tahun dalam satu petak lahan tersebut adalah akumulasi keuntungan dua kali menanam padi dan keuntungan menanam sawi. Sehingga nilai B/C ratio dari dam parit selama lima tahun dalam satu petak lahan adalah seperti tabel dibawah ini. Biaya Pembuatan Dam Parit (Rp) Tabel 15. Tabel B/C Ratio Dam Parit Pendapatan Selama 5 Tahun (Rp) B/C Ratio Keterangan ( ) x 5 = Layak = 1,43 Dilaksanakan 49

17 B/C ratio dam parit dalam satu petak lahan diatas atau lebih tinggi dari 1 maka teknologi ini dapat dilaksanakan. Bila dam parit dapat memberikan keuntungan pada satu petak lahan maka teknologi ini lebih memberi manfaat pada satu wilayah target irigasi. Hal ini karena dalam satu wilayah target irigasi tidak hanya mengairi lahan, tetapi juga untuk memberi minum ternak, keperluan rumah tangga dan dimanfaatkan pada fasilitas umum. Selain mengalir ke target irigasi, air dari dam parit ini ada yang masuk ke dalam tanah melalui infiltrasi. Air yang masuk ke dalam tanah akan dapat dimanfaatkan sebagai cadangan ketika musim kemarau. Hal ini terhitung sebagai keuntungan, namum perlu penelitian lebih lanjut untuk dapat mengkuantifikasikannya. Agar cadangan air di dam parit bisa dimanfaatkan secara lebih efektif perlu dirancang sistem penyaluran irigasi melului saluran tertutup di musim kemarau. Ketika musim kemarau, air yang tertampung di dalam dam parit air disalurkan melalui bak saluran tertutup dengan menggunakan pipa sampai bak pembagi., dari bak pembagi disalurkan ke bak penampungan masing-masing lahan target irigasi. Bak penampungan yang terdapat di masing-masing lahan air dimanfaatkan untuk menyiram tanaman palawija dan sayuran dengan cara ditimba. Berdasarkan hasil pengamatan di dam parit tersebut dengan sistem modifikasi penyaluran air ini selain masyarakat dapat menanam tanaman, pada bak penampungan juga ditanami ikan sehingga menambah pendapatan petani. Sebagian petani memanfaatkan air yang terdapat di dam parit dengan sistem pompa untuk mengairi lahan yang tidak dapat dialiri air melalui sistem saluran terbuka. 50

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun 1621, 1654 dan 1918, kemudian pada tahun 1976, 1997, 2002 dan 2007. Banjir di Jakarta yang terjadi

Lebih terperinci

PENGURANGAN RESIKO BANJIR IBUKOTA DENGAN PENGEMBANGAN DAM PARIT DI DAS CILIWUNG HULU

PENGURANGAN RESIKO BANJIR IBUKOTA DENGAN PENGEMBANGAN DAM PARIT DI DAS CILIWUNG HULU ISSN 197-877 Terbit sekali 2 bulan Volume Nomor. Juni 29 PENGURANGAN RESIKO BANJIR IBUKOTA DENGAN PENGEMBANGAN DAM PARIT DI DAS CILIWUNG HULU Curah hujan tinggi yang terjadi dalam waktu singkat menyebabkan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hubungan Curah Hujan dengan Koefisien Regim Sungai (KRS) DAS Ciliwung Hulu Penggunaan indikator koefisien regim sungai pada penelitian ini hanya digunakan untuk DAS Ciliwung

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan iklim menyebabkan musim hujan yang makin pendek dengan intensitas hujan tinggi, sementara musim kemarau makin memanjang. Kondisi ini diperparah oleh perubahan penggunaan

Lebih terperinci

PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE

PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE Untuk merancang suatu sistem drainase, yang harus diketahui adalah jumlah air yang harus dibuang dari lahan dalam jangka waktu tertentu, hal ini dilakukan untuk menghindari

Lebih terperinci

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.

Lebih terperinci

Pengembangan Sistem Panen Hujan dan Aliran Permukaan untuk Mengurangi Risiko Kekeringan Mendukung Ketahanan Pangan

Pengembangan Sistem Panen Hujan dan Aliran Permukaan untuk Mengurangi Risiko Kekeringan Mendukung Ketahanan Pangan Pengembangan Sistem Panen Hujan dan Aliran Permukaan untuk Mengurangi Risiko Kekeringan Mendukung Ketahanan Pangan Nani Heryani, telp.0251-8312760, hp 08129918252, heryani_nani@yahoo.com ABSTRAK Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Irigasi pada hakekatnya merupakan upaya pemberian air pada tanaman

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Irigasi pada hakekatnya merupakan upaya pemberian air pada tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Irigasi pada hakekatnya merupakan upaya pemberian air pada tanaman sebanyak keperluan untuk tumbuh dan berkembang. Tanaman apabila kekurangan air akan menderit (stress)

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Istimewa Yogyakarta. Gunungkidul memiliki luas 1.485,36 Km 2 terletak antara 7

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Istimewa Yogyakarta. Gunungkidul memiliki luas 1.485,36 Km 2 terletak antara 7 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Gunungkidul adalah daerah yang termasuk dalam wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Gunungkidul memiliki luas 1.485,36 Km 2 terletak antara

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Pertanaman Sayuran Lahan sayuran merupakan penggunaan lahan dominan di Desa Sukaresmi Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Tanaman sayuran yang diusahakan antara lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 I-1 BAB I 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali merupakan bagian dari Satuan Wilayah Sungai (SWS) Pemali-Comal yang secara administratif berada di wilayah Kabupaten Brebes Provinsi Jawa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang

TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang dibatasi oleh batas batas topografi secara alami sehingga setiap air hujan yang jatuh dalam

Lebih terperinci

SKRIPSI PEMANFAATAN AIR PADA BENDUNG KECIL DI SUB DAS CIOMAS - DAS CIDANAU, BANTEN. Oleh: RINI AGUSTINA F

SKRIPSI PEMANFAATAN AIR PADA BENDUNG KECIL DI SUB DAS CIOMAS - DAS CIDANAU, BANTEN. Oleh: RINI AGUSTINA F SKRIPSI PEMANFAATAN AIR PADA BENDUNG KECIL DI SUB DAS CIOMAS - DAS CIDANAU, BANTEN Oleh: RINI AGUSTINA F14103007 2007 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR PEMANFAATAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian menjadi prioritas utama dalam pembangunan wilayah berorientasi agribisnis, berproduktivitas tinggi, efisien, berkerakyatan, dan berkelanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi

Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi Kebutuhan Tanaman Padi UNIT JAN FEB MAR APR MEI JUNI JULI AGST SEPT OKT NOV DES Evapotranspirasi (Eto) mm/hr 3,53 3,42 3,55 3,42 3,46 2,91 2,94 3,33 3,57 3,75 3,51

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian

TINJAUAN PUSTAKA. secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai Sungai merupakan jaringan alur-alur pada permukaan bumi yang terbentuk secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian hilir. Air hujan

Lebih terperinci

ABSTRAK Faris Afif.O,

ABSTRAK Faris Afif.O, ABSTRAK Faris Afif.O, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Brawijaya, November 2014, Studi Perencanaan Bangunan Utama Embung Guworejo Kabupaten Kediri, Jawa Timur, Dosen Pembimbing : Ir. Pudyono,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Dalam pengumpulan data untuk mengevaluasi bendungan Ketro, dilakukan wawancara dengan pihak-pihak yang terkait, antara lain :

BAB III METODOLOGI. Dalam pengumpulan data untuk mengevaluasi bendungan Ketro, dilakukan wawancara dengan pihak-pihak yang terkait, antara lain : BAB III METODOLOGI 45 3.1. URAIAN UMUM Di dalam melaksanakan suatu penyelidikan maka, diperlukan data-data lapangan yang cukup lengkap. Data tersebut diperoleh dari hasil survey dan investigasi dari daerah

Lebih terperinci

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Sub DAS pada DAS Bekasi Hulu Berdasarkan pola aliran sungai, DAS Bekasi Hulu terdiri dari dua Sub-DAS yaitu DAS Cikeas dan DAS Cileungsi. Penentuan batas hilir dari DAS Bekasi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan kondisi hidrologi DAS sebagai dampak perluasan lahan kawasan budidaya yang tidak terkendali tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air seringkali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. DKI Jakarta terletak di daerah dataran rendah di tepi pantai utara Pulau

BAB I PENDAHULUAN. DKI Jakarta terletak di daerah dataran rendah di tepi pantai utara Pulau 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang DKI Jakarta terletak di daerah dataran rendah di tepi pantai utara Pulau Jawa, dilintasi oleh 13 sungai, sekitar 40% wilayah DKI berada di dataran banjir dan sebagian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tank Model Penerapan Tank Model dilakukan berdasarkan data harian berupa data curah hujan, evapotranspirasi dan debit aliran sungai. Data-data tersebut digunakan untuk menentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah populasi penduduk pada suatu daerah akan. memenuhi ketersediaan kebutuhan penduduk. Keterbatasan lahan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah populasi penduduk pada suatu daerah akan. memenuhi ketersediaan kebutuhan penduduk. Keterbatasan lahan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya jumlah populasi penduduk pada suatu daerah akan berpengaruh pada pemanfaatan sumberdaya lahan dalam jumlah besar untuk memenuhi ketersediaan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum Kali Tuntang mempuyai peran yang penting sebagai saluran drainase yang terbentuk secara alamiah dan berfungsi sebagai saluran penampung hujan di empat Kabupaten yaitu

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Bab 1 Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan kebutuhan hidup yang sangat mendasar bagi makhluk hidup, namun hingga kini belum semua masyarakat mampu menikmatinya secara maksimal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Karakteristik Hidrologi Di SUB DAS CIRASEA

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Karakteristik Hidrologi Di SUB DAS CIRASEA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu kawasan yang berfungsi untuk menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan sampai akhirnya bermuara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan daerah yang berfungsi sebagai daerah resapan, daerah penyimpanan air, penampung air hujan dan pengaliran air. Yaitu daerah dimana

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Konservasi Lahan Sub DAS Lesti Erni Yulianti PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Erni Yulianti Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN

Lebih terperinci

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4.1. Latar Belakang Sebagaimana diuraikan terdahulu (Bab 1), DAS merupakan suatu ekosistem yang salah satu komponen penyusunannya adalah vegetasi terutama berupa hutan dan perkebunan

Lebih terperinci

BIOFISIK DAS. LIMPASAN PERMUKAAN dan SUNGAI

BIOFISIK DAS. LIMPASAN PERMUKAAN dan SUNGAI BIOFISIK DAS LIMPASAN PERMUKAAN dan SUNGAI SUNGAI Air yang mengalir di sungai berasal dari : ALIRAN PERMUKAAN ( (surface runoff) ) ALIRAN BAWAH PERMUKAAN ( (interflow = subsurface flow) ALIRAN AIR TANAH

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kawasan Danau Singkarak terletak di dua kabupaten yaitu KabupatenSolok dan Tanah Datar. Kedua kabupaten ini adalah daerah penghasil berasdan menjadi lumbung beras bagi Provinsi

Lebih terperinci

TUJUAN PEKERJAAN DRAINASE

TUJUAN PEKERJAAN DRAINASE DRAINASE PERKOTAAN TUJUAN PEKERJAAN DRAINASE Sistem drainase perkotaan : adalah prasarana perkotaan yang terdiri dari kumpulan sistem saluran, yang berfungsi mengeringkan lahan dari banjir / genangan akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hujan adalah jatuhnya air hujan dari atmosfer ke permukaan bumi dalam wujud cair maupun es. Hujan merupakan faktor utama dalam pengendalian daur hidrologi di suatu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah maupun masyarakat mengandung pengertian yang mendalam, bukan hanya berarti penambahan pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Dalam konteksnya sebagai sistem hidrologi, Daerah Aliran Sungai didefinisikan sebagai kawasan yang terletak di atas suatu titik pada suatu sungai yang oleh

Lebih terperinci

PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA

PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS 217 ISBN: 978 62 361 72-3 PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA Esa Bagus Nugrahanto Balai Penelitian dan

Lebih terperinci

tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian (Sri Harto, 1993).

tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian (Sri Harto, 1993). batas topografi yang berarti ditetapkan berdasarkan aliran air permukaan. Batas ini tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan berkelanjutan mengandung makna bahwa pengelolaan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan sekarang tidak boleh mengurangi kemampuan sumberdaya

Lebih terperinci

RC MODUL 2 KEBUTUHAN AIR IRIGASI

RC MODUL 2 KEBUTUHAN AIR IRIGASI RC14-1361 MODUL 2 KEBUTUHAN AIR IRIGASI SISTEM PENGAMBILAN AIR Irigasi mempergunakan air yang diambil dari sumber yang berupa asal air irigasi dengan menggunakan cara pengangkutan yang paling memungkinkan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan dari bulan Desember 2007 sampai

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan dari bulan Desember 2007 sampai METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan dari bulan Desember 2007 sampai dengan Februari 2008 di dam parit Citeko sub DAS Ciliwung hulu, yang secara administratif

Lebih terperinci

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu BAB I PENDAHULUAN Pembangunan pertanian merupakan bagian integral daripada pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur (Ditjen Tanaman Pangan, 1989). Agar pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab Pendahuluan I 1

BAB I PENDAHULUAN. Bab Pendahuluan I 1 I 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. TINJAUAN UMUM Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 menyatakan bahwa Sumber Daya Air dengan luas areal irigasi lebih dari 3.000 Ha atau yang mempunyai wilayah lintas propinsi menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum Sungai adalah aliran air yang besar dan memanjang yang mengalir secara terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah satu bagian dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan sumber air yang dapat dipakai untuk keperluan makhluk hidup. Dalam siklus tersebut, secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikapundung yang meliputi area tangkapan (catchment area) seluas 142,11 Km2 atau 14.211 Ha (Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air

Lebih terperinci

STUDI PERENCANAAN BANGUNAN UTAMA EMBUNG GUWOREJO DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR BAKU DI KABUPATEN KEDIRI

STUDI PERENCANAAN BANGUNAN UTAMA EMBUNG GUWOREJO DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR BAKU DI KABUPATEN KEDIRI STUDI PERENCANAAN BANGUNAN UTAMA EMBUNG GUWOREJO DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR BAKU DI KABUPATEN KEDIRI Alwafi Pujiraharjo, Suroso, Agus Suharyanto, Faris Afif Octavio Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Embung merupakan bangunan air yang menampung, mengalirkan air menuju hilir embung. Embung menerima sedimen yang terjadi akibat erosi lahan dari wilayah tangkapan airnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan nasional dan meminimalkan perbedaan distribusi pengembangan sumber daya air di daerahdaerah, maka Pemerintah Indonesia telah

Lebih terperinci

Pengaruh Pergeseran Jadwal Tanam Terhadap Produktivitas Padi di Daerah Irigasi Krueng Aceh

Pengaruh Pergeseran Jadwal Tanam Terhadap Produktivitas Padi di Daerah Irigasi Krueng Aceh 386 Pengaruh Pergeseran Jadwal Tanam Terhadap Produktivitas Padi di Daerah Irigasi Krueng Aceh Meylis 1*, Sarah 1, A. Munir 2, Dirwan 1, Azmeri 1, dan Masimin 1 1 Universitas Syiah Kuala 2 Ranting Dinas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hidrologi Hidrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang terjadinya, pergerakan dan distribusi air di bumi, baik di atas maupun di bawah permukaan bumi, tentang sifat fisik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air permukaan (water surface) sangat potensial untuk kepentingan kehidupan. Potensi sumber daya air sangat tergantung/berhubungan erat dengan kebutuhan, misalnya untuk

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 9 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kondisi Umum Kecamatan Megamendung Kondisi Geografis Kecamatan Megamendung Kecamatan Megamendung adalah salah satu organisasi perangkat daerah Kabupaten Bogor yang terletak

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 23 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini memanfaatkan data sekunder yang tersedia pada Perum Jasa Tirta II Jatiluhur dan BPDAS Citarum-Ciliwung untuk data seri dari tahun 2002 s/d

Lebih terperinci

S. Andy Cahyono dan Purwanto

S. Andy Cahyono dan Purwanto S. Andy Cahyono dan Purwanto Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Jl. Jend A. Yani-Pabelan, Kartasura. PO BOX 295 Surakarta 57102 Telp/Fax: (0271) 716709; 716959 Email:

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

3. BAHAN DAN METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian 10 3. BAHAN DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian lapangan dilakukan di Kampung Arca Baru Sawah, Desa Sukaresmi, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Analisis tanah dan air dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB IV KAJIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV KAJIAN DAN PEMBAHASAN 36 BAB IV KAJIAN DAN PEMBAHASAN A. DAERAH LAYANAN Daerah Irigasi Cipuspa memiliki area seluas 130 Ha, dengan sumber air irigasi berasal dari Sungai Cibeber yang melalui pintu Intake bendung Cipuspa. Jaringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Kebutuhan yang paling banyak memerlukan air yaitu lahan pertanian.

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Kebutuhan yang paling banyak memerlukan air yaitu lahan pertanian. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Air adalah sumberdaya yang sangat diperlukan bagi seluruh makhluk hidup. Manusia memanfaatkan sumberdaya air untuk dapat memenuhi berbagai kebutuhan seperti

Lebih terperinci

2016 EVALUASI LAJU INFILTRASI DI KAWASAN DAS CIBEUREUM BANDUNG

2016 EVALUASI LAJU INFILTRASI DI KAWASAN DAS CIBEUREUM BANDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daur hidrologi merupakan perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke permukaan tanah dan kembali lagi ke laut, air tersebut akan tertahan (sementara)

Lebih terperinci

Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011 ISSN KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN. Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng

Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011 ISSN KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN. Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng Abstrak Sektor pertanian di Indonesia masih mempunyai peran yang penting, khususnya untuk mendukung program ketahanan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 19 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pemahaman Masyarakat Sekitar Hutan Mengenai Perubahan Iklim Perubahan iklim dirasakan oleh setiap responden, meskipun sebagian besar responden belum mengerti istilah perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan bagi kelangsungan hidup seluruh makhluk, terutama manusia. Dua pertiga wilayah bumi terdiri dari lautan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Saat ini krisis air merupakan salah satu masalah utama di Kabupaten Rembang, yang aktifitas ekonomi didukung oleh kegiatan di sektor pertanian dan perikanan. Hal ini

Lebih terperinci

1 LAYANAN KONSULTASI PADI IRIGASI Kelompok tani sehamparan

1 LAYANAN KONSULTASI PADI IRIGASI Kelompok tani sehamparan 1 LAYANAN KONSULTASI PADI IRIGASI Pilih kondisi lahan sawah Anda: O Irigasi O Tadah hujan O Rawa pasang surut Apakah rekomendasi pemupukan yang diperlukan akan digunakan untuk: O lahan sawah individu petani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010). BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Air merupakan salah satu komponen penting untuk kehidupan semua makhluk hidup di bumi. Air juga merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Menurut Bocco et all. (2005) pengelolaan sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Menurut Bocco et all. (2005) pengelolaan sumber daya alam BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sumber daya alam merupakan suatu bentuk kekayaan alam yang pemanfaatannya bersifat terbatas dan berfungsi sebagai penunjang kesejahteraan makhluk hidup khususnya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pengembangan sumber daya air merupakan salah satu faktor penting dalam menunjang berbagai sektor pembangunan seperti pertanian, industri, penyediaan sumber energi disamping

Lebih terperinci

Optimasi Pola Tanam Menggunakan Program Linier (Waduk Batu Tegi, Das Way Sekampung, Lampung)

Optimasi Pola Tanam Menggunakan Program Linier (Waduk Batu Tegi, Das Way Sekampung, Lampung) JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-1 Optimasi Pola Tanam Menggunakan Program Linier (Waduk Batu Tegi, Das Way Sekampung, Lampung) Anindita Hanalestari Setiawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang yang dibutuhkan manusia, dengan cara budidaya usaha tani. Namun pertumbuhan manusia dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah memproyeksikan

BAB I PENDAHULUAN. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah memproyeksikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah memproyeksikan jumlah penduduk Indonesia tahun 2010-2035. Proyeksi jumlah penduduk ini berdasarkan perhitungan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1 BAB I. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1 BAB I. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir merupakan peristiwa alam yang tidak bisa dicegah namun bisa dikendalikan. Secara umum banjir disebabkan karena kurangnya resapan air di daerah hulu, sementara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan penelitian dari Nippon Koei (2007), Bendungan Serbaguna

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan penelitian dari Nippon Koei (2007), Bendungan Serbaguna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan penelitian dari Nippon Koei (2007), Bendungan Serbaguna Wonogiri merupakan satu - satunya bendungan besar di sungai utama Bengawan Solo yang merupakan sungai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga

BAB I PENDAHULUAN. Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga dapat terjadi di sungai, ketika alirannya melebihi kapasitas saluran air, terutama di kelokan sungai.

Lebih terperinci

2014 EVALUASI KESESUAIAN LAHAN PERTANIAN UNTUK TANAMAN PANGAN DI KECAMATAN CIMAUNG KABUPATEN BANDUNG

2014 EVALUASI KESESUAIAN LAHAN PERTANIAN UNTUK TANAMAN PANGAN DI KECAMATAN CIMAUNG KABUPATEN BANDUNG A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN berikut : FAO dalam Arsyad (2012:206) mengemukakan pengertian lahan sebagai Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air, dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Tata Guna Lahan Tata guna lahan merupakan upaya dalam merencanakan penyebaran penggunaan lahan dalam suatu kawasan yang meliputi pembagian wilayah untuk pengkhususan fungsi-fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (suspended sediment) atau dengan pengukuran langsung di waduk (Asdak, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. (suspended sediment) atau dengan pengukuran langsung di waduk (Asdak, 2007). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sedimen merupakan hasil proses erosi baik berupa erosi permukaan, erosi parit, atau jenis erosi tanah lainnya. Sedimen umumnya mengendap di bagian bawah kaki bukit,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah aliran sungai (DAS) Cilamaya secara geografis terletak pada 107 0 31 107 0 41 BT dan 06 0 12-06 0 44 LS. Sub DAS Cilamaya mempunyai luas sebesar ± 33591.29

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai letak sangat strategis, karena terletak di antara dua benua yaitu Asia dan Australia dan juga terletak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 )

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 ) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi Pada umumnya ketersediaan air terpenuhi dari hujan. Hujan merupakan hasil dari proses penguapan. Proses-proses yang terjadi pada peralihan uap air dari laut ke

Lebih terperinci

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI Pengetahuan tentang faktor penentu kepekaan tanah terhadap longsor dan erosi akan memperkaya wawasan dan memperkuat landasan dari pengambil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Waduk Saguling merupakan waduk yang di terletak di Kabupaten Bandung Barat pada ketinggian 643 m diatas permukaan laut. Saguling sendiri dibangun pada agustus 1981

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya alam yang sangat besar terutama potensi sumber daya air. Pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. daya alam yang sangat besar terutama potensi sumber daya air. Pelaksanaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Lampung memiliki kedudukan yang strategis dalam pembangunan nasional. Di samping letaknya yang strategis karena merupakan pintu gerbang selatan Sumatera,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan tropis di Indonesia meliputi areal seluas 143 juta hektar dengan berbagai tipe dan peruntukan (Murdiyarso dan Satjaprapdja, 1997). Kerusakan hutan (deforestasi) masih

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan pengalaman, wawasan, dan keterampilan yang dikuasainya.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan pengalaman, wawasan, dan keterampilan yang dikuasainya. V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Petani Petani adalah pelaku usahatani yang mengatur segala faktor produksi untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa kualitas

Lebih terperinci

1.3. Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui pola jaringan drainase dan dasar serta teknis pembuatan sistem drainase di

1.3. Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui pola jaringan drainase dan dasar serta teknis pembuatan sistem drainase di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkebunan kelapa sawit merupakan jenis usaha jangka panjang. Kelapa sawit yang baru ditanam saat ini baru akan dipanen hasilnya beberapa tahun kemudian. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

pemakaian air bersih untuk menghitung persentase pemenuhannya.

pemakaian air bersih untuk menghitung persentase pemenuhannya. 5 3.2.1.3 Metode Pengumpulan Data Luas Atap Bangunan Kampus IPB Data luas atap bangunan yang dikeluarkan oleh Direktorat Fasilitas dan Properti IPB digunakan untuk perhitungan. Sebagian lagi, data luas

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan terhadap kondisi hidrologis di Sub Daerah Aliran Ci Karo, maka penulis dapat menarik

Lebih terperinci

INFORMASI IKLIM UNTUK PERTANIAN. Rommy Andhika Laksono

INFORMASI IKLIM UNTUK PERTANIAN. Rommy Andhika Laksono INFORMASI IKLIM UNTUK PERTANIAN Rommy Andhika Laksono Iklim merupakan komponen ekosistem dan faktor produksi yang sangat dinamis dan sulit dikendalikan. iklim dan cuaca sangat sulit dimodifikasi atau dikendalikan

Lebih terperinci

9. Dari gambar berikut, turunkan suatu rumus yang dikenal dengan rumus Darcy.

9. Dari gambar berikut, turunkan suatu rumus yang dikenal dengan rumus Darcy. SOAL HIDRO 1. Saluran drainase berbentuk empat persegi panjang dengan kemiringan dasar saluran 0,015, mempunyai kedalaman air 0,45 meter dan lebar dasar saluran 0,50 meter, koefisien kekasaran Manning

Lebih terperinci

KONSEP PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN DI KAMPUNG HIJAU KELURAHAN TLOGOMAS KOTA MALANG

KONSEP PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN DI KAMPUNG HIJAU KELURAHAN TLOGOMAS KOTA MALANG KONSEP PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN DI KAMPUNG HIJAU KELURAHAN TLOGOMAS KOTA MALANG Titik Poerwati Leonardus F. Dhari Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Institut Teknologi Nasional Malang ABSTRAKSI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bila suatu saat Waduk Jatiluhur mengalami kekeringan dan tidak lagi mampu memberikan pasokan air sebagaimana biasanya, maka dampaknya tidak saja pada wilayah pantai utara (Pantura)

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak Geografis Desa wukirsari merupakan salah satu Desa dari total 4 Desa yang berada di Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Desa Wukirsari yang berada sekitar

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK UCAPAN TERIMA KASIH

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK i UCAPAN TERIMA KASIH ii DAFTAR ISI iii DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR TABEL viii BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Rumusan Masalah 2 1.3 Tujuan Penelitian 3 1.4 Manfaat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Partisipasi Masyarakat Dalam..., Faizal Utomo, FKIP, UMP, 2016

BAB I PENDAHULUAN. Partisipasi Masyarakat Dalam..., Faizal Utomo, FKIP, UMP, 2016 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah Indonesia terletak di daerah iklim tropis dengan dua musim yaitu panas dan hujan dengan ciri-ciri adanya perubahan cuaca, suhu dan arah angin yang cukup ekstrim.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I - 1. Resti Viratami Maretria, 2011 Perencanaan Bendung Tetap Leuwikadu Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.

BAB I PENDAHULUAN I - 1. Resti Viratami Maretria, 2011 Perencanaan Bendung Tetap Leuwikadu Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian dibutuhkan sekali adanya air karena air itu sesuatu mineral yang penting untuk memberi makanan cair bagi tanaman. Yang mengisi ruang- ruang dalam tanaman

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional INACID Mei 2014, Palembang Sumatera Selatan

Prosiding Seminar Nasional INACID Mei 2014, Palembang Sumatera Selatan No Makalah : 1.17 EROSI LAHAN DI DAERAH TANGKAPAN HUJAN DAN DAMPAKNYA PADA UMUR WADUK WAY JEPARA Dyah I. Kusumastuti 1), Nengah Sudiane 2), Yudha Mediawan 3) 1) Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Jakarta sebagai ibukota negara Indonesia memiliki peranan yang sangat penting sebagai pusat administrasi, pusat ekonomi dan pusat pemerintahan. Secara topografi, 40

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pengertian Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh penulis, adalah sebagai berikut :. Hujan adalah butiran yang jatuh dari gumpalan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanfaatan sumber daya alam yang semakin meningkat tanpa memperhitungkan kemampuan lingkungan telah menimbulkan berbagai masalah. Salah satu masalah lingkungan di

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Daerah Irigasi Lambunu Daerah irigasi (D.I.) Lambunu merupakan salah satu daerah irigasi yang diunggulkan Propinsi Sulawesi Tengah dalam rangka mencapai target mengkontribusi

Lebih terperinci