2.1 Fisik Geografis

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "2.1 Fisik Geografis"

Transkripsi

1 2.1 Fisik Geografis Secara geografis, wilayah Provinsi Irian Jaya Barat terletak dibawah katulistiwa, antara Lintang Selatan dan Bujur Timur dengan batas batas administratif wilayah sebagai berikut: Sebelah Utara : Samudera Pasifik Sebelah Barat : Laut Seram Provinsi Maluku Sebelah Selatan : Laut Banda Provinsi Maluku Sebelah Timur : Provinsi Papua Secara administratif, Provinsi Irian Jaya Barat terdiri dari 8 Kabupaten dan 1 Kota. Luas wilayah Provinsi Irian Jaya Barat adalah ,50 km 2, dimana Kabupaten Teluk Bintuni merupakan daerah yang terluas yaitu km 2, sedangkan Kota Sorong merupakan daerah dengan luas terkecil, yaitu km 2. Gambar 2.1 : Peta Letak Geografis Provinsi Irian Jaya Barat Samudera Pasifik Laut Banda Laut Seram Provinsi Papua II - 1

2 Luas masing masing Kabupaten/Kota dan Jumlah distrik serta kampung di Provinsi Irian Jaya Barat adalah sebagaimana terdapat pada Tabel 2.1 berikut : Tabel 2.1 : Luas Wilayah dan Jumlah Distrik Se-Kabupaten/Kota No Kabupaten/Kota Luas Jumlah Km 2 Distrik Kampung Kelurahan 1 Manokwari , Teluk Bintuni , Teluk Wondama 4.996, Kaimana , Fakfak 14.32, Sorong Selatan , Sorong , Kota Sorong 1.105, Raja Ampat , Total , Sumber: Irian Jaya Barat Dalam Angka Tahun 2006 Jumlah kampung dan kelurahan sebagaimana disajikan dalam tabel di atas, yaitu sebanyak 1153 Kampung dan 47 Kelurahan. Sebaran kampung dan kelurahan berdasarkan topografinya : 33,45% berada di pesisir, 15,17% berada di daerah aliran sungai, 25% berada di lereng/punggung bukit dan 26,38% berada di dataran Iklim Provinsi Irian Jaya Barat sebagai bagian dari pulau Papua terletak di Selatan garis khatulistiwa yang dipengaruhi dengan iklim tropis sepanjang tahun. Hasil pencatatan suhu udara pada stasiun yang berada di kabupaten/kota se-provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2005 menunjukkan bahwa suhu rata-rata tertinggi di Kabupaten Sorong dan Kota Sorong yaitu sebesar 27,70 ºC. Kelembaban udara hampir merata di seluruh wilayah yakni sebesar 83,6-85 persen dimana angka terendah adalah Kabupaten Manokwari dan tertinggi di Kabupaten Fakfak. Tekanan udara rata-rata tertinggi terjadi di Kabupaten Sorong dan Kota Sorong sebesar 1.010,7 mbs. Curah hujan sepanjang Tahun 2005 di beberapa wilayah di Provinsi Irian Jaya Barat tercatat bahwa curah hujan tertinggi berada di Kabupaten Fakfak yaitu sebesar mm, sedangkan yang terendah terjadi di Kabupaten Kaimana yang hanya mencapai 127 mm Geologi dan Fisiografi Pulau Papua dalam proses pembentukan tektonik lempeng, secara umum erat kaitannya dengan posisi Indonesia dalam teori kulit bumi yang diapit oleh berbagai formasi lempeng dari berbagai arah. Posisinya terletak di ujung paling selatan dari lempeng Eurasia yang bergerak dari arah Barat Daya khatulistiwa kemudian bertumbukan dengan lempeng Indo-Australia dan Pasifik di bagian Utara Pulau II - 2

3 Papua. Kecepatan tumbukan kedua lempeng ini diperkirakan antara 7-11 cm per tahunnya akan tetapi implikasi lanjutannya sangat luar biasa seperti yang pernah terjadi pada tahun 1996 lalu, yaitu peristiwa Tsunami di Pantai Utara Papua yang berdampak pada Pesisir Utara Kabupaten Biak Numfor dan Kabupaten Manokwari. Akibat interaksi kedua lempeng kerak bumi tersebut banyak terjadi lipatan (pegunungan) dan patahan di daerah Papua. Bentukan patahan-patahan ini yang menimbulkan daerah atau wilayah-wilayah yang berpotensi gempa. Secara keseluruhan jumlah gempa bumi yang dirasakan di Papua selama tahun 2004 sebanyak 45 kali, lebih banyak dirasakan bila dibandingkan tahun sebelumnya hanya 11 kali. Topografi wilayah Kepala Burung yang menjadi wilayah Provinsi Irian Jaya Barat sangat bervariasi dari datar sampai bergunung gunung dengan puncak puncak yang tinggi, dimana daerah lembah lembah yang datar tersebar di sekitar Teluk Bintuni, Isim, Prafi, Warsamson, Wosimi dan Teluk Arguni. Sementara kelompok pegunungan dengan puncaknya yang mencapai 3000 m dpl, antara lain Pegunungan Arfak, Pegunungan Tamrauw, Pegunungan Kumawa, Pegunungan Fakfak dan Pegunungan Wondiboi. Berdasarkan data Topografi dan Kemiringan Lahan, lebih dari 50% lahan di Provinsi Irian Jaya Barat memiki prosentase kemiringan lahan lebih dari 40% atau dikategorikan sangat curam. Dari total luas lahan, hanya Ha yang potensial dikembangkan sebagai areal permukiman. Tabel 2.2 : Topografi Luas Kemiringan Lahan No. Jenis Lahan Prosentase Kemiringan (%) Luas (Ha) 1. Bergelombang Curam Sangat Curam > Sumber : Profil Daerah Provinsi Irian Jaya Barat Tahun Ekologi Pulau New Guinea secara administratif terbagi dalam dua wilayah, yaitu wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang terbagi kedalam Provinsi Papua dan Provinsi Irian Jaya Barat dan Negara Papua New Guinea. Sebagai pulau tropis yang terbesar di dunia, Pulau New Guinea memiliki keragaman dan keunikan ekosistem yang mengagumkan, termasuk glasier dan ekosistem alpine, hutan berkabut, hutan hujan dataran rendah, padang rumput, hutan Mangrove, terumbu karang dan hamparan rumput laut. Banyak spesies yang ada di New Guinea memiliki status endemik atau secara alamiah tidak dapat ditemukan di tempat lain. Secara keseluruhan, pulau New Guinea memiliki sedikitnya jenis flora dan fauna. Dari jumlah tersebut, diduga sekitar sampai jenis tanaman hidup di wilayah Propinsi Papua dan Irian Jaya Barat. II - 3

4 Ekosistem berkelas dunia yang ada di wilayah ini adalah ekosistem Mangrove yang luas ( Ha) di Teluk Bintuni yang merupakan salah satu yang terpenting di dunia dan ekosistem Terumbu Karang di Raja Ampat yang sangat kaya keanekaragaman hayatinya Kependudukan Dari hasil perhitungan berdasarkan Sensus Penduduk, laju pertumbuhan penduduk Provinsi Irian Jaya Barat selama tiga dasawarsa terakhir selalu meningkat. Rata-rata laju pertumbuhan penduduk tahun , dan berturut-turut adalah 2,78%, 3,12% dan 4,01%. Pada tahun 1971 jumlah penduduk tercatat sebanyak jiwa, tahun 1980 meningkat menjadi jiwa, dan pada tahun 1990 jumlah penduduk menjadi jiwa. Pada tahun 2000 jumlahnya menjadi jiwa. Peningkatan laju pertumbuhan penduduk ini diperkirakan akan terus berlangsung mengingat aktivitas kegiatan ekonomi dan pemekaran wilayah yang ada saat ini. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, pada tahun 2005 jumlah penduduk tercatat sebesar jiwa., terdiri dari jiwa penduduk laki-laki dan jiwa penduduk perempuan. Bila dibandingkan dengan luas wilayah, maka kepadatan penduduk 6 jiwa per km dengan rata-rata 4 anggota setiap rumah tangga. Dari persebaran penduduk, Kota Sorong mempunyai kepadatan penduduk yang sangat mencolok dibandingkan dengan kabupaten lainnya yakni 137 jiwa per km² dan yang paling sedikit adalah Kabupaten Kaimana 2 jiwa per km². Tabel 2.3 : Jumlah dan Kepadatan Penduduk per km² dan per Rumah Tangga Menurut Kabupaten/Kota Kabupaten/Kota Luas Wilayah Jumlah Kepadatan Penduduk Per km² Penduduk Rumah tangga Fakfak Kaimana Teluk Wondama Teluk Bintuni Manokwari , Sorong Selatan Kabupaten Sorong Raja Ampat Sorong Total , Sumber : BPS Provinsi Irian Jaya Barat Tenaga Kerja Per Rumah tangga Permasalahan mengenai ketenagakerjaan selalu menjadi pokok masalah yang dihadapi daerah, apalagi bagi Provinsi Irian Jaya Barat sebagai provinsi baru. Persoalan utama ketenagakerjaan adalah masih rendahnya penyediaan lapangan kerja dan minimnya tenaga terampil yang dibutuhkan oleh pasar kerja, akibat tingkat II - 4

5 pendidikan yang rendah. Sementara itu, terjadi pergeseran pekerjaan dari sektor tradisional menjadi modern terjadi di Provinsi Irian Jaya Barat juga menjadi persoalan yang harus dihadapi Provinsi Irian Jaya Barat saat ini. Secara keseluruhan alih pekerjaan dan program pembangunan ekonomi ini belum didukung sepenuhnya oleh kualitas sumber daya manusia yang memadai, sehingga masih terjadi pengangguran di seluruh wilayah. a. Usia Kerja Data usia kerja, yakni penduduk berusia 15 tahun ke atas disebut penduduk usia kerja Tahun 2005 mencapai (63%) dari total jumlah penduduk. Untuk penduduk usia kerja yang tertinggi terkonsentrasi di kelompok umur tahun yaitu sebesar orang. Sedangkan jika dilihat berdasarkan kota/kabupaten, Kabupaten Manokwari jumlah penduduk usia kerja paling banyak dibandingkan kota lainnya, yaitu sebanyak orang. Kemudian terbanyak kedua adalah Kota Sorong, sebanyak orang. Dari total Angkatan Kerja di Provinsi Irian Jaya Barat yang paling tinggi ada di Kabupaten Manokwari, sebesar orang (24,07%) untuk laki-laki dan sebanyak orang (25,90%) untuk perempuan. b. Penduduk Bekerja Menurut Usia Pendidikan Berdasarkan tingkat pendidikan, penduduk bekerja paling banyak merupakan tamatan SD ke bawah, yaitu sebesar 69,21%. Bahkan untuk perempuan yang bekerja yang berpendidikan SD ke bawah sangat tinggi, yaitu sebesar 82%. Penduduk yang bekerja dengan pendidikan S1 ke atas hanya 2,1%. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas Sumber Daya Manusia Irian Jaya Barat sangat rendah dan sulit memperoleh kesempatan dan bersaing untuk mendapatkan pekerjaan di sektor-sektor modern. c. Pengangguran Pengangguran meliputi empat kelompok, yakni penduduk yang sedang mencari pekerjaan; mempersiapkan suatu usaha; merasa tidak mungkin mendapat pekerjaan; sudah punya pekerjaan tetapi belum mulai bekerja. Berdasarkan data BPS Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2006, total jumlah pengangguran di Provinsi Irian Jaya Barat sebesar orang, yang terdiri dari laki-laki dan perempuan. II - 5

6 Gambar 2.2 : Persentase Penduduk Yang Bekerja Dirinci Menurut Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin di Provinsi Irian Jaya Barat Tahun LAKI-LAKI PEREM PUAN SD Kebawah Sumber : BPS Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2006 SLTP 2.4 Pemberdayaan Perempuan SMU & SMK D1 / II / III S1 Keatas Kesetaraan dan Keadilan Gender sudah menjadi isu yang sangat penting dan sudah menjadi komitmen bangsa-bangsa di dunia termasuk Indonesia sehingga seluruh negara menjadi terikat dan harus melaksanakan komitmen tersebut. Perempuan merupakan sumberdaya pembangunan yang cukup besar. Partisipasi aktif perempuan dalam setiap proses pembangunan akan mempercepat tercapainya tujuan pembangunan. Kurang berperannya kaum perempuan, akan memperlambat proses pembangunan atau bahkan perempuan dapat menjadi beban pembangunan itu sendiri. Kenyataannya dalam aspek pembangunan, tidak hanya di propinsi Irian Jaya Barat saja, perempuan kurang dapat berperan aktif. Hal ini disebabkan karena kondisi dan posisi perempuan yang kurang menguntungkan dibanding laki-laki, baik dalam lingkup keluarga maupun lingkungan sosial yang lebih luas. Nilai adat yang belum berpihak pada perempuan adalah salah satu kendala bagi kemajuan perempuan di Irian Jaya Barat. Akibatnya peluang dan kesempatan perempuan masih sangat terbatas dalam mengakses dan mengontrol sumber daya pembangunan, juga rendahnya tingkat pendidikan. Dari data BPS Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2006, terlihat bahwa perempuan yang bekerja dengan tingkat pendidikan SD kebawah adalah paling banyak, sebesar 82%. Ini menunjukkan bahwa masih rendahnya tingkat pendidikan perempuan di Provinsi Irian Jaya Barat. 2.5 Sosial Budaya Kesehatan Tingkat kesehatan masyarakat di wilayah ini tergolong terendah dibandingkan dengan wilayah lainnya di Indonesia. Tingginya angka kemiskinan merupakan faktor penyebab rendahnya tingkat kesehatan masyarakat. Paling serius dari risiko kesehatan tersebut adalah angka kesakitan yang tinggi, seperti penyakit menular dan penyakit yang berhubungan dengan sanitasi, seperti malaria, tuberkulosis, dan diare. II - 6

7 Disamping malaria dan tuberkulosis yang ditemukan secara luas di banyak wilayah, ancaman HIV/AIDS menyebar di seluruh bagian wilayah ini. Perkiraan jumlah tingkat infeksi di Papua pada umumnya mungkin merupakan yang tertinggi di Indonesia, akibat kombinasi faktor-faktor yang terkait dengan rendahnya tingkat kesehatan dan pendidikan, prevalensi norma dan praktek sosial serta jumlah pekerja yang berpindah-pindah. Tabel 2.4 : Fasilitas Sarana Kesehatan di Provinsi Irian Jaya Barat Menurut Jenis Kepemilikan No. Jenis Sarana Jumlah (Unit) 1. Balai Pengobatan (Klinik) Puskesmas Induk 78 Puskesmas Pembantu 297 Puskesmas Keliling (darat & laut) 74 Rumah Sakit Umum Kelas C 4 Rumah Sakit Umum Angkatan Darat 2 Rumah Sakit Umum Angkatan Laut 2 Rumah Sakit Umum Swasta 12 Sarana Alat Kesehatan Apotek 41 Sarana Alat Kesehatan Pedagang Besar Farmasi (PBF) 10 Sarana Alat Kesehatan Gudang Farmasi 9 Sarana Alat Kesehatan Jumlah Klinik KB 196 Sumber : Irian Jaya Barat dalam Angka Tahun Kemiskinan BPS Provinsi Irian Jaya Barat telah melakukan berbagai studi untuk menentukan kriteria rumah tangga miskin di Provinsi Irian Jaya Barat. Definisi Rumah tangga miskin dalam hal ini adalah rumah tangga yang memenuhi 9 atau lebih dari 14 variabel yang telah ditentukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah rumah tangga miskin di Provinsi Irian Jaya Barat sebesar atau 75,4% dari rumah tangga. Jumlah rumah tangga miskin terbanyak berada di Kabupaten Manokwari ( rumah tangga) dan terendah berada di Kabupaten Teluk Wondama (3.778 rumah tangga). II - 7

8 Tabel 2.5 : Jumlah dan Persentase Rumah Tangga Miskin di Provinsi Irian Jaya Barat menurut Kabupaten/Kota Tahun 2005/2006 Kabupaten/Kota Jumlah Rumah Tangga Jumlah Rumah Tangga Miskin % Rumah Tangga Miskin Fakfak Kaimana Teluk Wondama Teluk Bintuni Manokwari Sorong Selatan Sorong Raja Ampat Kota Sorong Irian Jaya Barat Sumber : BPS 2005 IJB Pendidikan a. Tingkat Pendidikan Penduduk Mayoritas tingkat pendidikan penduduk Provinsi Irian Jaya Barat masih tergolong rendah. Hal ini tercermin dari komposisi persentase pendidikan tertinggi yang ditamatkan oleh penduduk di Irian Jaya Barat terbanyak adalah Sekolah Dasar sebanyak 35,88%. Sedangkan masyarakat yang sama sekali tidak berpendidikan dan yang tidak tamat SD masih cukup besar persentasenya. Gambar 2.3 : Persentase Pendidikan tertinggi yang ditamatkan oleh penduduk Berumur 10 Tahun Keatas di Provinsi Irian Jaya Barat Pada Tahun 2004 SMTA Kejuruan (4.87%) D3 (0.6%) SMTA (12.23%) S1 (1.83%) D1/D2 (0.6%) Tidak/Belum pernah sekolah, (6.05%) Tidak Tamat SD (19.6%) SMTP (18.3%) SD (35.88%) Sumber : BPS Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2006 II - 8

9 b. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Tingkatan atau Level IPM dapat menggambarkan serta menyatakan kemajuan suatu daerah relatif terhadap daerah lain. IPM mencakup aspek pembangunan manusia meliputi Angka Harapan Hidup, Angka Melek Huruf, Rata-Rata Lama Sekolah dan Rata-rata Pengeluaran Riil. IPM bisa juga memberikan gambaran komprehensif mengenai upaya pembangunan yang dilakukan khususnya dampak kinerja pembangunan manusia. Dibandingkan provinsi lain di Indonesia, peringkat IPM Provinsi Irian Jaya Barat adalah berada pada urutan 30 dari 33 provinsi pada Tahun 2004, sedangkan bila dilihat berdasarkan peringkat kinerja, Provinsi Irian Jaya Barat menunjukkan kinerja pencapaian pembangunan manusia semakin membaik, hal ini terlihat dari hampir seluruh kabupaten/kota di Provinsi Irian Jaya Barat menunjukkan adanya kemajuan yang ditunjukkan oleh IPM yang meningkat. Status IPM Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2005 adalah 64,8 meningkat dari 63,7 pada tahun Peningkatan tersebut tidak berpengaruh pada status pembangunan manusia yang tetap pada tingkatan menengah bawah baik Tahun 2004 maupun Tahun Tabel 2.6 : Angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Irian Jaya Barat Tahun Provinsi/Kabupaten/Kota IPM Peringkat Provinsi/Kab di Nasional Fakfak 67,5 67, Kaimana 65,8 66, Teluk Wondama 58,8 60, Teluk Bintuni 59,8 60, Manokwari 60,7 60, Sorong Selatan 61,9 63, Sorong 64,6 65, Raja Ampat 59,8 60, Kota Sorong 73,9 74, Irian Jaya Barat 63,7 64, Sumber: BPS Pusat Tahun Nilai Adat dan Hak Ulayat Pada garis besarnya penguasaan tanah di Papua cukup dominan ditangan masyarakat adat. Dalam penguasaan tanah adat, esensi pokoknya menunjukan adanya pertalian hidup antara masyarakat adat dengan tanah. Kekuasaan penguasa adat demikian berpengaruh dan menentukan, sehingga masyarakat adat hanya dapat memanfaatkan tanah yang sifatnya sementara atau sewaktu-waktu dapat diambil kembali oleh penguasa adat. II - 9

10 Kita harus memahami masalah pertanahan dan masa depan. Persepsi mengenai tanah di Papua adalah bahwa Setiap anak yang belum lahir mempunyai hak atas tanah yang telah dijual. Cara berpikir ini masih sulit diterima oleh pendatang. Tidak ada istilah jual beli tanah. Yang ada, silakan boleh pakai, tapi jika tidak digunakan lagi, tanah harus diserahkan ke masyarakat adat. Oleh karena itu, harus ada penyelesaian hak ulayat dulu dengan jaminan hukum yang pasti, sehingga masyarakat bisa terlibat dalam pembangunan. Hal yang paling urgent perlu dilakukan adalah mengatasi bagaimana membuat hak pengelolaan tanah ulayat. Permen Agraria 1999, memberikan pengakuan terhadap hak ulayat, tapi tidak pernah diberlakukan. Jadi Permenag itu tidak cukup, Permenag perlu ditingkatkan menjadi PP atau UU. Terkait dengan persoalan Tata Ruang, harus ada jaminan kepastian hukum dulu untuk masyarakat serta sesuai dengan apa yang mereka pikirkan. 2.6 Politik Perkembangan politik di Provinsi Irian Jaya Barat pasca pelantikan gubernur dan wakil gubernur definitif hasil Pilkada Tahun 2006 menunjukan dimulainya suatu babak baru kehidupan demokrasi yang dinamis dimasa depan. Dengan modal demokrasi seperi ini diharapkan dapat menyelesaikan berbagai masalah yang timbul. Walaupun masih terdapat berbagai kendalah tetapi dengan mengedepankan peran semua elemen masyarakat pemecahan masalah tetap dapat dicapai. Disamping itu kegiatan yang menjurus kepada separatis sedikit demi sedikit untuk ditiadakan dengan pendekatan yang berbasis masyarakat. Kondisi politik yang sedang berjalan ini perlu dijaga dan ditumbuhkembangkan yang dimulai dari lapisan bawah dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan disegala bidang kehidupan dengan mengedepankan persatuan dan kesatuan didalam pemerintahan, pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan. Dengan telah definitifnya provinsi, maka organisasi politik dan kemasyarakatan mulai membentuk dan membenahi dirinya dalam rangka menampung dan mewadahi aspirasi politik dan pemberdayaan masyarakat. Kondisi politik untuk mendatang cukup baik dengan melibatkan partisipasi masyarakat dengan menjalin adanya komunikasi dan koordinasi politik dan memantapkan budaya politik serta wawasan kebangsaaan yang dimulai dari lapisan bawah dalam berbangsa dan bernegara. Dengan demikian adanya kelembagaan yang terkonsolidasi dengan baik merupakan indikasi pemerintah mendatang akan memiliki kapasitas dalam melaksanakan agenda demokrasi di Provinsi Irian Jaya Barat. Keberhasilan demokrasi tersebut akan menopang pilar politik di Provinsi Irian Jaya Barat dengan berbagai kegiatan pemerintahan dapat dilaksanakan serta semua aturan akan dapat dipatuhi untuk memperkuat sendi-sendi berbangsa dan bernegara. Ada 3 (tiga) Lembaga formal yang bertanggung jawab terhadap kebijakan politik yaitu Lembaga Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif. Keberadaan Lembaga lembaga formal ini di Provinsi Irian Jaya Barat dapat dilihat pada tabel dibawah ini. II - 10

11 Tabel 2.7 : Lembaga - Lembaga Formal di Provinsi Irian Jaya Barat No. Nama Lembaga Jumlah 1. Legislatif 4 2. Eksekutif 4 3. Yudikatif : a. Kejaksaan Negeri 4 b. Pengadilan Negeri Kelas I b 2 c. Pengadilan Kelas Ib 1 Sumber : Profil Daerah Provinsi Irian Jaya Barat Tahun Keamananan dan Ketertiban Wilayah Kondisi Provinsi Irian Jaya Barat akan bervariasi, kemajemukan suku menonjol serta pola tradisional yang cukup kuat, memerlukan sistem keamanan dan ketertiban wilayah yang khusus pula. Penanganan keamananan dan ketertiban masyarakat baik di kota, pesisir, pedalaman. Sehingga apa yang dilaksanakan tidak saling benturan tetapi keamanan dan ketertiban tetap terpelihara. Dengan tertangani berbagai masalah keamanan dan ketertiban wilayah dengan baik dan tidak menimbulkan gejolak maka merupakan modal dasar dalam pembangunan pemerintahan dan pembinaan kemansyarakatan, sehingga mewujudkan keamanan dan ketertiban wilayah yang berbasis kepada rakyat sangat diperlukan untuk ikut rasa memiliki wilayah dan rasa tanggung jawab bersama. Untuk lebih memantapkan keamanan dan ketertiban wilayah untuk dapat diaktifkan kepolisian daerah (Polda) persiapan serta lembaga penegakan hukum lainnya. Keamanan dan ketertiban wilayah yang kondusif karena adanya kerja sama dan koordinasi yang mantap maka pembangunan di segala bidang kehidupan dapat dilaksanakan. Semua elemen masyarakat mempunyai tanggung jawab bersama terhadap keamanan dan ketertiban wilayah, ini perlu dipacu secara terus menerus sehingga cegah dini (early warning) dapat dilaksanakan oleh masyarakat yang paling bawah untuk ditindaklanjuti. 2.8 Sumber Daya Alam Pertambangan Secara geologis wilayah ini dimungkinkan adanya potensi mineral yang berlimpah. Penyebaran mineral tidak merata karena tidak meratanya penyebaran jenis batuan. Dengan mengetahui informasi geologi, diperkirakan mineral tersebar di wilayah ini, namun belum dapat ditentukan besaran secara kuantitatif mengenai cadangan mineral tersebut secara pasti. Jenis pertambangan dan energi yang terdapat di Provinsi Irian Jaya Barat yang telah dan dan akan segera diekploitasi terdiri dari Minyak dan Gas Bumi, terdapat di II - 11

12 wilayah Kabupaten Sorong, Kabupaten Teluk Bintuni dan Kabupaten-Kabupaten lainnya di Provinsi Irian Jaya Barat termasuk Gas Bumi (LNG Tangguh) yang akan segera melakukan produksi di Kabupaten Teluk Bintuni. Potensi bahan tambang yang siap dieksploitasi antara lain batu bara, emas, uranium, senk dan tembaga serta batu kapur, granit dan pasir kuarsa. Potensi minyak dan gas alam terdapat di Kabupaten Sorong dan Kabupaten Teluk Bintuni. Potensi ini yang terbesar adalah di Distrik Merdey, Aranday dan Babo dengan Cadangan Minyak Bumi sebesar 20 TB dan Gas Bumi (LNG) 14 TCF. Potensi minyak yang terdapat di Kabupaten Sorong dan Teluk Bintuni merupakan komoditas unggulan Provinsi Irian Jaya Barat yang saat ini sedang dieksploitasi. Selain itu terdapat potensi terpendam lainnya yang telah diekspolitasi namun belum dieksporasi dalam waktu dekat seperti bahan galian Nikel di Kabupaten Raja Ampat dan dan Mangan di Kabupaten Fakfak dan Kabupaten Kaimana. Berdasarkan data Dinas Pertambangan dan Energi tahun 2006, Provinsi Irian Jaya Barat memiliki potensi tambang yang tersebar di kabupaten/kota se provinsi Irian Jaya Barat. Potensi tambang antara lain : 1. Manokwari Bahan Galian Strategis : Timah, Senk dan Tembaga, Emas. Bahan Galian Golongan C : Batu Gamping, Lempung, Pasir Batu, Granit, Pasir Kuarsa, Diorit, Batu Gunung Api. 2. Teluk Bintuni Bahan Galian Strategis : Minyak dan Gas Bumi, Batubara, Mika 3. Teluk Wondama: Mika, Batu Gamping 4. Raja Ampat: Cobalt, Tembaga, Nikel, Mangan, Batubara, Fosfat 5. Sorong Selatan Minyak & Gas bumi, Batu gamping, Emas, Pospat, Zink, Marmer dan Bahan Baku Semen 6. Kabupaten Sorong Tembaga, Emas, Tanah Hitam, Batubara, Kromit 7. Fakfak Mangan, Pasir Kuarsa, Batu gamping, Emas, Batubara Kehutanan Luas kawasan hutan di Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2005 tercatat seluas ,81 Ha. Berdasarkan fungsinya, hutan di Provinsi Irian Jaya Barat terdiri dari Hutan Produksi, Hutan Produksi tetap, Hutan Produksi Konversi, Hutan PPA/KSA, Hutan Lindung dan Areal Penggunaan Lain. II - 12

13 Gambar 2.4 Pembagian Areal Hutan Menurut Fungsinya Hutan Produksi Konversi 2,314,144 (23%) Hutan Produksi Tetap 1,866,280 (19%) Areal Penggunaaan Lain 342,087 (4%) Hutan Lindung 1,648,277 (17%) Hutan PPA/KSA 1,751,648 (18%) Hutan Produksi 1,847,243 (19%) Sumber : BPS Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2006 Pengelolaan hutan dilakukan melalui Hak Penguasaan Hutan (HPH) dan Hutan Tanaman Industri (HTI). Berdasarkan data Dinas Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2006, Jumlah HPH dan HTI di Provinsi Irian Jaya Barat adalah 29 perusahaan, dan 6 perusahaan diantaranya berstatus tidak aktif. Jatah Produksi Tahunan yakni Luas total penebangan sebesar Ha dengan jumlah volume produksi per tahun sebesar m³. Jenis kayu yang diproduksi di Provinsi Irian Jaya Barat adalah Merbau, Matoa, Nyatoh, Pulai, Mersawa, Resak, Medang, Bitangur, Gaharu dan non kayu seperti rotan, damar, kulit masohi, kulit lawang dan lain-lain, dengan negara-negara tujuan ekspor antara lain Jepang, Malaysia dan Korea. Potensi kayu terbesar di Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Fakfak, Kabupaten Teluk Bintuni, Kabupaten Teluk Wondama dan Kabupaten Kaimana. Sementara untuk kepentingan konservasi di Provinsi Irian Jaya Barat, data tentang kawasan konservasi yang telah ditetapkan terdiri dari 4 kawasan yaitu Cagar Alam, Suaka Marga Satwa, Taman Wisata, dan Taman Nasional. Sebanyak 16 Cagar Alam terdapat di Provinsi Irian Jaya Barat dengan total luas kawasan seluas Ha, sedangkan Suaka Marga Satwa ada 3 Kawasan dengan total seluruh kawasan Marga Satwa seluas ,53 Ha Perikanan Potensi perikanan di Provinsi Irian Jaya Barat cukup besar dan beraneka ragam terutama ikan permukaan dan ikan dasar. Perikanan memberikan andil terbesar dalam ekspor di Provinsi Irian Jaya Barat yang dihasilkan oleh Ikan Beku Campuran, yakni sebesar 65,4% dan Udang Beku 27,2%. Bagi nelayan, pemanfaatan sumberdaya perikanan bermuara pada peningkatan pendapatan nelayan serta penerimaan devisa negara. II - 13

14 Tabel 2.8 Jenis, Lokasi Penyebaran Hasil Perikanan Provinsi Irian Jaya Barat tahun 2003 No Jenis Ikan Lokasi Penyebaran 1. Ikan Tuna 2. Ikan Pelagis 3. Teripang 4. Bialola 5. Udang Lobster 6. Udang, kepiting dan Sirip Hiu Sumber : Badan Pusat Statistik Papua Tahun 2003 Sorong, Waigeo Utara, Waigeo Selatan, Kepulauan Raja Ampat, Teluk Bintuni, Fakfak dan Kaimana. Beberapa perusahaan perikanan yang beroperasi dalam wilayah Provinsi Irian Jaya Barat menurut jenis komoditi dan negara tujuan ekspor dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2.9 Perusahaan Perikanan yang beroperasi menurut Jenis Komoditi dan Negara Tujuan Ekspor di Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2003 No Eksport Komoditi 1 PT. Citra Raja Ampat Canning 2 PT. Mutiara 3 PT. WIF 4 PT. Jerman Aru 5 PT. Bintuni Mina Karya Argo 6 PT. Inter Galaxi Delta Fisheries 7 PT. Alsum Prakarsa Co 8 PT. Avona Mina Lestari Sumber : Badan Pusat Statistik Papua Tahun 2003 Ikan Tuna, Udang, Lobster, Bialola dan Teripang Negara Tujuan Jepang, Korea, Philipina dan Malaysia Tabel 2.10 Nilai Produksi Perikanan Laut menurut Jenis Ikan Di Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2003 Jenis Ikan Produksi (Ton) Persentase (%) Ikan ,65 Hewan Kulit Keras ,95 Hewan Kulit Lunak ,40 Jumlah Sumber : Badan Pusat Statistik Papua Tahun 2003 Tabel di atas menggambarkan bahwa nilai produksi perikanan terbesar di Provinsi Irian Jaya Barat disumbangkan oleh hewan laut yang berkulit keras, seperti kepiting dan udang yakni sebesar ton atau 73,95%. Jumlah ini memberikan indikasi bahwa potensi udang dan kepiting di Provinsi Irian Jaya Barat cukup besar. II - 14

15 2.9 Perekonomian Wilayah Perekonomian wilayah menggambarkan indikasi makro ekonomi yang digunakan dalam menyusun rencana pengembangan ekonomi suatu daerah dan mengukur keberhasilan pembangunan yang telah dilaksanakan. Informasi mengenai gambaran makro ekonomi daerah digambarkan oleh data pendapatan regional. Dari data ini, dapat diketahui tingkat pertumbuhan ekonomi daerah, pendapatan per kapita, struktur perekonomian daerah, tingkat inflasi dan deflasi Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan hasil kegiatan ekonomi dari seluruh unit ekonomi yang dihasilkan suatu daerah tanpa mengikutkan faktorfaktor produksi. Penyajian data PDRB terdiri dari dua jenis yaitu 1) PDRB Atas Dasar Harga Berlaku, yakni jumlah nilai barang dan jasa/pendapatan/pengeluaran yang dinilai sesuai dengan harga berlaku pada tahun bersangkutan. 2) PDRB Atas Harga Konstan, yakni jumlah nilai barang dan jasa/pendapatan/pengeluaran yang dinilai atas harga tetap (konstan) pada tahun tertentu/harga dasar (Tahun 2000). Perekonomian Provinsi Irian Jaya Barat selama tahun 2005 menunjukkan pertumbuhan positif apabila dibandingkan pada tahun Pada tahun 2005, besaran PDRB (dengan Migas) Atas Dasar Harga Berlaku yang tercipta adalah sebesar 7,9 trilliun rupiah, mengalami peningkatan dari tahun 2004 yang sebesar 6,57 trilliun rupiah. Sejak tahun dasar 2000, besaran nilai tersebut selalu meningkat setiap tahunnya. Sampai tahun 2005, perkembangan nilai tambah PDRB tersebut telah mencapai hampir dua kali lipat dari tahun Sedangkan perkembangan PDRB Atas Harga Konstan Tahun 2000 sebesar 5,3 Triliun rupiah mengalami peningkatan dari tahun 2004 yang besarnya 4,97 Triliun rupiah. Sejak tahun dasar 2000 sampai pada tahun 2005, nilai PDRB Atas Harga Konstan 2000 telah berkembang 1,3 kali lipat. Analisa PDRB tanpa Migas dilakukan dengan mengeliminir Sub sektor Pertambangan Minyak dan Gas Bumi serta Sektor Industri Pengolahan dengan Sub Sektor Pengolahan Gas dan Minyak Bumi. Hal ini dilakukan, mengingat hasil migas yang dihasilkan oleh daerah-daerah Provinsi di Indonesia secara nasional sangat berpengaruh terhadap nilai Produk Domestik Brutto. Dari hasil perhitungan yang dilakukan oleh BPS Provinsi Irian Jaya Barat, nampak bahwa pertumbuhan ekonomi riil Provinsi Irian Jaya Barat adalah sebesar 6,74%, lebih melambat bila dibandingkan Tahun 2004 yang mencapai 7,39%. Besarnya sumbangan Migas terhadap pembentukan perekonomian Provinsi Irian Jaya Barat hingga melebihi 20% tentu saja sangat mempengaruhi perekonomian Provinsi Irian Jaya Barat secara menyeluruh. Selisih antara PDRB Provinsi Irian Jaya Barat Tanpa Migas dan Dengan Migas berdasarkan Harga Berlaku mencapai 1 Triliun setiap tahunnya. Apabila mengamati pertumbuhan PDRB sektoral Provinsi Irian Jaya Barat dari sektor-sektor yang membentuk pertumbuhan ekonomi Provinsi Irian Jaya Barat, maka dapat diketahui bahwa sektor yang menunjukkan pertumbuhan ekonomi tertinggi pada II - 15

16 tahun 2005 adalah sektor-sektor Jasa yaitu sebesar 13,19% yang mengalami peningkatan dari tahun 2004 yang hanya 7,6%. Pertumbuhan tertinggi kedua setelah Sektor Jasa-Jasa adalah Sektor Angkutan dan Komunikasi sebesar 12,75% meningkat dari tahun 2004 yang hanya sebesar 10,13%. Sementara di urutan ketiga tertinggi adalah Sektor Bangunan yaitu 12,33% lebih tinggi dari tahun 2004 yang hanya sebesar 6,26%. Dari kesembilan sektor di atas, hanya sektor Pertanian, Industri Pengolahan dan Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan yang pertumbuhan ekonominya melambat pada tahun Gambar 2.5 Perkembangan PDRB (Dengan Migas) Tahun Perkembangan PDRB (dalam%) ADH Berlaku ADH Konstan 2000 Tahun Sumber : BPS Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2006 Tabel 2.11 Pertumbuhan PDRB Provinsi Irian Jaya Barat (Tanpa Migas) Tahun Tahun ADH Berlaku ADH Konstan ,49 3, ,69 5, ,83 7, ,38 7, ,17 6,74 Sumber : BPS Provinsi Irian Jaya Barat Tahun Pertumbuhan PDRB Perkapita PDRB Perkapita merupakan salah satu indikator ekonomi yang dapat digunakan untuk membandingkan tingkat kemakmuran suatu daerah dengan daerah lainnya. PDRB Perkapita diperoleh dari hasil pembagian besaran nilai PDRB atas dasar harga berlaku dengan jumlah penduduk pertengahan tahun pada tahun yang bersangkutan. Jadi besaran PDRB Perkapita sangat tergantung dari besaran PDRB yang terbentuk dengan jumlah penduduk pada pertengahan tahun. Nilai PDRB Perkapita Provinsi Irian Jaya Barat yang dihasilkan sebesar 12,29 Juta Rupiah, mengalami peningkatan sebesar 14,16% dari tahun 2004 yang hanya sebesar 10,77 Juta Rupiah. Selama kurun waktu lima tahun, sejak tahun 2000 nilai PDRB Perkapita Provinsi Irian Jaya Barat terus mengalami pertumbuhan yang II - 16

17 melambat tahun Tingginya angka PDRB per kapita jelas bukan mencerminkan tingkat kemakmuran penduduk Provinsi Irian Jaya Barat mengingat tingginya angka kemiskinan penduduk di wilayah ini Pertumbuhan Tenaga Kerja Secara umum, pertumbuhan ekonomi suatu wilayah yang ditunjukkan dengan tingkat pertumbuhan PDRB senantiasa akan diukur dengan tingkat pertumbuhan tenaga kerjanya. Begitu pun yang terjadi apabila kita mengamati tingkat pertumbuhan tersebut melalui sektor-sektor yang membentuknya. Namun apabila dicermati secara mendalam, justru yang terjadi adalah pertumbuhan tenaga kerja bertolak belakang dengan pertumbuhan PDRB. Sungguh merupakan fenomena yang sangat unik. Tingkat pertumbuhan ekonomi Provinsi Irian Jaya Barat yang tinggi ternyata tidak diimbangi oleh pertumbuhan sektor tenaga kerja. Bila pertumbuhan PDRB didominasi oleh sektor-sektor Jasa, Angkutan dan Komunikasi serta Sektor Bangunan (masing-masing sebesar 13,19%, 12,75% dan 12,33%), namun pertumbuhan tenaga kerja didominasi oleh sektor Pertanian, Jasa dan Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran masing-masing 71,07%, 8,51% dan 8,47%. Tingginya pertumbuhan PDRB pada sektor Jasa sebesar 13,19% ternyata hanya diimbangi oleh jumlah tenaga kerja sebesar 8,51% saja. Begitu pula dengan sektor PDRB lainnya yang cukup mendominasi pertumbuhan ekonomi Provinsi Irian Jaya Barat seperti Sektor Angkutan dan Komunikasi yang mendominasi sebesar 12,75% hanya diimbangi oleh jumlah tenaga kerja sebesar 4,33% dan juga Sektor Bangunan yang mendominasi sebesar 12,33% ternyata hanya diimbangi oleh jumlah tenaga kerja sebesar 3,41%. Di sisi lain, tingginya jumlah tenaga kerja tanpa diimbangi oleh tersedianya lapangan usaha yang membentuk pertumbuhan ekonomi justru akan mengakibatkan jumlah pengangguran pada sektor pertanian sebesar 71,1% sementara pertumbuhan ekonomi (PDRB) sektor Pertanian hanya sebesar 2,1% sungguh sangat ironis untuk perkembangan dan pertumbuhan ekonomi Provinsi Irian Jaya Barat ke depan. II - 17

18 Gambar 2.6 Persentase PDRB dan Mata Pencaharian Menurut Sektor Ekonomi di Provinsi Irian Jaya Barat Tahun % 70.00% 60.00% PDRB TENAGA KERJA 50.00% 40.00% 30.00% 20.00% 10.00% 0.00% Sumber : BPS Provinsi Irian Jaya Barat Tahun Struktur Perekonomian Daerah Struktur perekonomian suatu daerah sangat dipengaruhi oleh besarnya sumbangan atau peranan masing-masing sektor ekonomi dalam membentuk nilai tambah PDRB. Dari struktur perekonomian tersebut diketahui corak perekonomian daerah ini. Sektor Pertanian di Provinsi Irian Jaya Barat didominasi dari Sektor Kehutanan dan Perikanan mampu memberikan sumbangan nilai tambah yang besar bagi perekonomiannya. Hasil di Sektor Pertanian sangat besar pengaruhnya tehadap penciptaan nilai tambah PDRB Provinsi Irian Jaya Barat, walaupun sejak tahun 2001 peranannya terus mengalami penurunan hingga 27,24% pada Tahun 2005 II - 18

19 Berikut ini adalah tabel mengenai kontribusi 9 sektor ekonomi terhadap PDRB Provinsi Irian Jaya Barat. Gambar 2.7 Kontribusi Masing-Masing Sektor Ekonomi Terhadap PDRB Angkutan & Komunikasi 6% Keuangan, Persew aan & Jasa Perusahaan 2% Jasa - jasa 8% Pertanian 29% Perdag, Hotel & Restoran 10% Bangunan 7% Listrik & Air Bersih 0% Industri Pengolahan 19% Pertamb. & Penggalian 19% Sumber : BPS Provinsi Irian Jaya Barat Tahun Keuangan Daerah Peranan keuangan daerah dalam pembangunan adalah sangat vital. Daerah otonomi yang ideal memiliki ciri utama yaitu harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan sendiri, dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerahnya. Struktur Anggaran pendapatan daerah Provinsi Irian Jaya Barat terdiri dari Dana DAU, Dana Dekonsentrasi, Dana Alokasi Khusus dan Dana Reboisasi, dan Dana Otonomi Khusus dimana jumlah DAU masih mendominasi. Besarnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Irian Jaya Barat menunjukkan bahwa ketergantungan kepada bantuan pusat masih sangat besar dan belum sesuai dengan prinsip otonomi daerah. Optimalisasi sumber-sumber PAD perlu dilakukan untuk meningkatkan kemampuan daerah. Dalam hal ini Provinsi Irian Jaya Barat dituntut agar dapat memperluas sumber atau obyek pendapatan baru. Sebagai daerah otonom justru seharusnya PAD khususnya pajak dan retribusi daerah harus menjadi bagian sumber keuangan terbesar. II - 19

20 2.11 Transportasi dan Komunikasi a. Transportasi Darat Saat ini, perhubungan antar wilayah Kabupaten di Provinsi Irian Jaya Barat secara efektif melalui hubungan udara dan kapal laut. Perhubungan darat, kendatipun masih sangat terbatas sampai dengan Tahun Status serta kondisi beberapa ruas jalan yang terdapat di wilayah Provinsi Irian Jaya Barat sebagai berikut: 1. Jalur Manokwari - Maruni - Prafi - Kebar - Snopy - Ayawasi - Kambuaya - Klamono-Sorong dengan status Jalan Nasional sepanjang 546 Km, dengan kondisi 144 Km aspal, 332 Km kerikil dan 70 Km belum terbangun. 2. Manokwari - Maruni - Oransbari - Ransiki - Mameh - Bintuni yang merupakan kombinasi ruas Nasional dan Provinsi sepanjang 253,4 Km telah terbangun dengan kondisi 140 Km aspal, tanah 113,4 Km. 3. Ruas Mameh-Windesi- Ambaruni-Rasie dan Wasior dengan status jalan Nasional dan Provinsi sepanjang 346 km dalam kondisi kerikil 14 Km, tanah 20 Km dan belum terbangun 312 km. 4. Windesi- Bourof- Wondama- Tanggaruni dan Kaimana sepanjang 181 km berstatus Nasional dan Provinsi sepanjang 181 km dengan kondisi 17,6 aspal, 23,4 kerikil, 20 km tanah dan belum terbangun 150 km. 5. Bourof- Bufer- Bomberay dan Fakfak dengan status Nasional dan Provinsi sepanjang 311 Km terdiri dari 52,5 km aspal, 87,5 jalan kerikil, jalan tanah 21 km, serta 150 km belum terbangun. 6. Kambuaya - Teminabuan berstatus Jalan Provinsi sepanjang 54 km dengan kondisi 33 km aspal, kerikil 21 km. 7. Sorong - Makbon - Mega - Sausapor merupakan Jalan berstatus Provinsi sepanjang 138 km dengan kondisi 36 km aspal, 45 km kerikil, belum terbangun sepanjang 57 km. 8. Aimas Seget sepanjang 116 Km berstatus Jalan Provinsi dengan kondisi 86 km jalan kerikil, 16 km jalan tanah dan belum terbangun 14 Km. 9. Susumuk - Kamundan - Bintuni merupakan Jalan Provinsi sepanjang 225 km dengan kondisi 20 km jalan kerikil, belum terbangun sepanjang 205 km. 10. Fakfak- Siboru merupakan Jalan Provinsi sepanjang 38,8 km dengan kondisi 25 Km aspal, tanah 13,8 km. Fakfak - Kokas berstatus Provinsi sepanjang 44 km dengan kondisi 100 % aspal. Secara umum kondisi jaringan jalan di kota/kabupaten di Provinsi Irian Jaya Barat masih memprihatinkan. Jaringan hanya berada di sekitar kota/kabupaten lama yaitu Sorong, Manokwari, dan Fakfak. Lemahnya interaksi antar wilayah di Provinsi Irian Jaya Barat menjadi penyebab belum terbentuknya ekonomi regional. Hubungan antar kota/kabupaten di Provinsi Irian Jaya Barat sekarang ini sebagian besar dilayani oleh transportasi laut dan udara. Penggunaan moda transportasi udara meliputi wilayah tengah (pedalaman) kepala burung yang sebagian besar masih terdiri dari hutan. Sementara moda transportasi sungai meliputi wilayah pedalaman dengan aliran sungai besar. Sementara moda transportasi penyeberangan meliputi wilayah yang II - 20

21 memiliki pelabuhan. Jaringan transportasi darat yang ada saat ini di Kabupaten memanfaatkan jalan logging HPH, disamping sebagian diantaranya dibangun dengan dana pemerintah setiap tahun. Klasifikasi jalan berdasarkan statusnya ditinjau berkaitan dengan rencana pengembangan jaringan jalan lintas batas administrasi. Berdasarkan status dan wewenang pembinaan jalan, sistem jaringan jalan dikelompokkan sebagai berikut: 1) Jalan Negara/Nasional, yaitu jalan umum yang pembinaannya dilakukan oleh pemerintah pusat. 2) Jalan Kota, yaitu jalan umum (jalan kota termasuk jalan lokal dalam kota) yang pembinaannya dilakukan oleh pemerintah kota atau kabupaten. 3) Jalan Provinsi, yaitu jalan umum yang pembinaannya dilakukan oleh pemerintah Provinsi. 4) Jalan Khusus, yaitu jalan perumahan teratur yang belum diserahkan kepada pemerintah kota yang pembinaannya dilakukan oleh swasta/pengembang. Data mengenai panjang jalan dan jembatan di Provinsi Irian Jaya Barat dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 2.12 : Panjang Jalan Menurut Tingkat Pemerintahan yang Berwenang di Provinsi Irian Jaya Barat No. Kabupaten/Kota Status Jalan (Km) Negara Provinsi Kabupaten Total (Km) 1 Kabupaten Fakfak , Kabupaten Sorong Kabupaten Manokwari Kota Sorong ,20 235,20 Total , ,20 Sumber : Irian Jaya Barat dalam Angka Tahun 2006 Tabel 2.13 : Panjang Jalan Menurut Tingkat Permukaan di Provinsi Irian Jaya Barat Jenis Permukaan (Km) No. Kabupaten/kota Total Aspal Diperkeras Tanah Lainnya (Km) 1 Kabupaten Fakfak Kab. Sorong Kab. Manokwari Kota Sorong 170,28 19,10 45,12 0,7 235 Total 869,28 648,10 421,12 8,7 1947,20 Sumber : Irian Jaya Barat dalam Angka Tahun 2006 Tabel 2.14 : Panjang Jembatan Menurut Jenis di Provinsi Irian Jaya Barat No. Kabupaten/kota Status Jembatan (M) Beton Baja Kayu Total (M) 1 Kabupaten Fakfak 1.039, ,5 2 Kabupaten Sorong Kabupaten Manokwari 177, , Kota Sorong Sumber : Irian Jaya Barat dalam Angka Tahun 2006 II - 21

22 Banyaknya kendaraan di Provinsi Irian Jaya Barat tahun 2005 tercatat sebanyak unit. Jumlah paling banyak adalah kendaraan sepeda motor sebanyak unit. Kemudian mobil penumpang sebanyak 9697 unit. Data lengkap mengenai jumlah kendaraan di Wilayah Kepala Burung dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 2.15 : Jumlah Kendaraan Bermotor Menurut Jenis di Provinsi Irian Jaya Barat No. Kabupaten/kota Status Mobil (Unit) Total Mobil Mobil Mobil Sepeda (Unit) Penumpang Barang Bus Motor 1 Kabupaten Fakfak Kabupaten Sorong Kabupaten Manokwari Kota Sorong Total Sumber : Irian Jaya Barat dalam Angka Tahun 2006 b. Transportasi Udara Dalam bidang perhubungan udara, lapangan terbang Rendani Manokwari telah dapat didarati oleh pesawat Boeing dengan kondisi komersial, beserta Domine Eduard Osok di Sorong. Lapangan Utarum Kaimana, dapat didarati oleh Fokker 28 dengan kondisi komersial, Torea Fakfak dengan Twin Otter dan DASH 8 dengan kondisi komersial. Yang lainnya seperti : Babo, Bimtuni, Kebar, Anggi, Kambuaya, Teminabuan, Ayawasi, Inanwatan, Mayado, Merdey dan Minyambo dapat didarati oleh pesawat jenis Twin Otter dengan kondisi Perintis. c. Transportasi Laut Pelabuhan Manokwari, Sorong, Fakfak, Kaimana secara teratur telah disinggahi oleh kapal penumpang yang dioperasikan oleh PT Pelni. Selebihnya seperti Teminabuan, Bintuni, Wasior, Saonek dilayani oleh kapal perintis secara terjadwal dan belum dapat disinggahi oleh kapal penumpang sebagaimana tersebut diatas. Fungsi angkutan laut dan sungai juga menonjol di semua kabupaten karena letaknya di pesisir pantai. Bahkan untuk Kabupaten Raja Ampat sangat didominasi oleh angkutan laut. Pengembangan prasarana regional selama ini dititikberatkan pada pengembangan transportasi jalur laut dan darat berdasarkan hubungan fungsional (hubungan eksternal, antar pusat, pusat dan wilayah belakang). Pengembangan transportasi laut baik dari sisi frekuensi pelayanan dan kapasitas pelabuhannya berperan penting dalam menciptakan pertumbuhan wilayah mengingat terbatasnya pengembangan wilayah daratan. Rendahnya aksesibilitas dari dan ke tiap bagian wilayah Provinsi Irian Jaya Barat ini selain karena faktor kesulitan geografis adalah karena permintaan/demand aktual dan permintaan potensial terhadap transportasi juga masih sangat terbatas. II - 22

23 Gambar 2.8 Sebaran Infrastruktur Jaringan Jalan, Transportasi Udara dan Transportasi Laut di Provinsi Irian Jaya Barat Sumber : Dinas PU Provinsi Irian Jaya Barat 2.12 Ketersediaan Sarana Dalam bidang infrastruktur dasar, rata-rata semua kabupaten mengalami keterbatasan, terutama terkait dengan perhubungan, telekomunikasi, energi, pemukiman. Jaringan sarana perhubungan praktis belum efektif menyentuh kampung dan daerah terisolir, belum efektifnya integrasi ekonomi antar wilayah karena perhubungan yang buruk, ketidak teraturan jadwal penerbangan dan perhubungan perintis, belum terkaitnya kawasan pemukiman kampung dengan sarana perhubungan utama. Pendek kata, infrastruktur dalam wilayah Irian Jaya Barat masih belum memadai, sementara hubungan ke wilayah lain diluar Provinsi sudah baik dan teratur jadwalnya. Kualitas prasarana dasar termasuk penyediaan perumahan di semua kabupaten di Provinsi Irian Jaya Barat menunjukan bahwa tingkat ketersediaannya masih rendah. Berbeda dengan pemukiman transmigrasi yang telah tertata dengan baik prasarana dasarnya, kampung yang dimukimi oleh penduduk asli Papua belumlah demikian. Pada pemukiman penduduk asli, ketersediaan perumahan, program pembangunan perumahan dalam rangka pemukiman kembali penduduk dapat dikatakan tidak seluruhnya berhasil. II - 23

24 2.13 Aparatur Pemerintahan Dengan adanya pemekaran kabupaten induk Manokawari, Fakfak dan Sorong maka terjadi pembagian aparatur pemerintahan, pembagian dana pembangunan, dana rutin dan lain sebagainya menyebabkan masalah baru terutama masalah kapasitas aparatur pemerintahan yakni bagaimana meningkatkan kapasitas aparatur pemerintahan agar mampu melaksanakan pelayanan sebaik-baiknya kepada publik dan materi-materi pelatihan apa saja yang diberikan dalam rangka peningkatan kapasitas pemerintah daerah. Dalam konteks Provinsi Irian Jaya Barat yang mayoritas masyarakatnya merupakan penduduk yang miskin dan berpegang kuat pada adat masih memerlukan banyak tenaga penyuluhan yang kreatif memberi pemahaman kepada masyarakat bagaimana hidup sehat dan lingkungan hygienis, memenuhi kebutuhan hidup seharihari. Tenaga penyuluh diperlukan di berbagai dinas seperti Dinas Kesehatan, Pendidikan, Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan dan Dinas Kependudukan. Selain itu, peningkatan kapasitas Satu kelemahan program yang dijalankan adalah proses penerjemahan kebijakan ke tingkat lapangan. Proses pendampingan harus betul-betul intensif dilakukan. Jadi harus dilakukan 1) Monitoring Partisipasi dan Evaluasi 2) Pendampingan yang intensif (harus ada atas-bawah yang mau menjembatani) 3) Partisipasi, melibatkan pihak-pihak yang tidak ikut dalam proses-proses tersebut. Tabel 2.16 : Banyaknya Pegawai Negeri Sipil Daerah menurut Tamatan Pendidikan Tahun 2004 Tingkat Pendidikan Unit Kerja SLT SD P SLTA Diploma S1 S2 S3 Jumlah I. Pemda IJB II. Pemda Kabupaten/Kota 1. Fakfak Sorong Manokwari Kaimana Sorong Selatan Raja Ampat T. Bintuni T. Wondama Kota Sorong Jumlah Sumber: Irian Jaya Barat dalam Angka 2006 II - 24

25 Tabel 2.17 : Jumlah Aparatur Pemerintah di Provinsi Irian Jaya Barat No. Aparatur Golongan/Eselon Jumlah 1. PNS Golongan I PNS Golongan II PNS Golongan III PNS Golongan IV T O T A L Sumber : Irian Jaya Barat dalam Angka Tahun 2006 Tabel 2.18 : Jumlah Pegawai Negeri Sipil Daerah di Lingkungan Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Kota Dirinci Menurut Usia Keadaan Agustus 2004 Usia I. Pemda IJB II. Pemda Kab/Kota 1. Fak fak Sorong Manokwari Kaimana Sorong Selatan Raja Ampat T. Bintuni T. Wondama Kota Sorong Jumlah Sumber : Irian Jaya Barat dalam Angka Tahun Hukum dan Kelembagaan Dalam pembangunan hukum di Provinsi Irian Jaya Barat tetap akan mengacu kepada RPJM Nasional. Pembangunan Sistim dan Politik Hukum menjadi pedoman bagi program pembangunan yang akan dilaksanakan dalam bidang hukum. Melalui pembenahan sistim dan politik hukum maka akan diciptakan sistim hukum mnasional yang adil, konsekuen dan tidak diskriminatif serta mampu menjamin konsistensi peraturan perundang-undangan di semua tingkatan di Indonesia termasuk Provinsi Irian Jaya Barat. Pembangunan hukum akan diarahkan pada : Penataan kembali subtansi hukum melalui peninjauan dan penbataan kembali peraturan daerah Melakukan pembenahan struktur hukum dan sekaligus memberikan penghargaan dan pengakuan secara kongkrit atas hukum adat di Provinsi Irian Jaya Barat Meningkatkan budaya hukum II - 25

26 Untuk itu, program pokok yang akan dilaksanakan adalah : Evaluasi secara menyeluruh peraturan daerah Peningkatan program legislasi daerah Penataan kembali regulasi dan peraturan daerah Perumusan pola perencanaan kelembagaan hukum Peningkatan kualitas aparat penegak hukum Peningkatan kompetensi aparat hukum Peningkatan kesadaran hukum Dalam bidang kelembagaan, sasaran yang akan kita tuju adalah terwujudnya tatanan birokrasi yang bersih dan berwibawa serta membangun kapsitas kelembagaan agar mampu melaksanakan visi dan misi organisasi serta TUPOKSI-nya. Untuk itu kebijakan yang akan ditempuh adalah peningkatan kualitas SDM, penyusunan produk kelembagaan, melakukan penataan kelembagaan serta penyusunan sistim rekrutmen aparatur dan reward and punishment Daya Saing Wilayah Daya saing didefinisikan sebagai suatu kapasitas tertentu yang dimiliki dan mengungguli lainnya untuk suatu kondisi tertentu. Dengan demikian jelas bahwa kemampuan untuk bersaing merupakan kunci bagi tercapainya kemajuan. Daya saing yang tinggi akan mampu membuat posisi yang lebih baik sehingga setiap waktu dapat mengatasi berbagai tantangan serta mampu memanfaatkan peluang. Daya saing, yang pada awalnya merupakan terminologi yang dikenal dalam dunia ekonomi khususnya perusahaan, kini menjadi relevan dalam kebijakan publik. Ini berarti daya saing menjadi penting untuk diwujudkan oleh lembaga pemerintahan dalam suatu wilayah administrasi. Bagi daerah, pengembangan daya saing itu mencakup sektor publik tetapi juga dikalangan masyarakat madani serta dunia usaha. Dengan paradigma desentralisasi, kini masing-masing kabupaten akan saling bersaing menjadikan wilayahnya unggul dan otonomisasi akan menjadi realistis. Oleh sebab itu, platform pembangunan dimasing-masing daerah sangat penting karena akan menjadi acuan untuk mengembangkan daya saing masing-masing Daerah. Dalam hal ini berbagai hal yang menjadi inti pokok mengembangkan daya saing daerah adalah sebagai berikut: 1. Efektivitas pelaksanaan otonomi daerah 2. Kemampuan kelembagaan. 3. Kewenangan regulasi yang efektif di tingkat daerah. 4. Kualitas managemen wilayah 5. Pembangunan infrastruktur. 6. Tata Ruang 7. Pembangunan SDM II - 26

27 2.16 Permasalahan Pembangunan Keterisoliran Wilayah (Kampung dan Distrik) Sebagai satuan terkecil dari struktur kewilayahan, kampung memegang peranan penting dalam menampung aspirasi penduduk lokal di Tanah Papua. Dari kampung berawal berbagai aspirasi penduduk lokal mengenai kebutuhan pembangunan. Aspirasi tersebut kemudian dapat diangkat menjadi suatu isu dan kebutuhan pembangunan di tingkat distrik. Namun demikian permasalahan yang dihadapi oleh sebagian besar distrik dan kampung di Provinsi Irian Jaya Barat adalah keterisolasian wilayah. Hal ini disebabkan karena kondisi topografi di wilayah Provinsi Irian Jaya Barat sangat khas dengan daerah pegunungan, bukit, karst dan juga rawa. Wilayah kampung dan distrik yang banyak berada di daerah bukit, rawa dan pesisir, belum terhubung dengan moda transportasi yang memadai. Jalan darat belum banyak terbangun, sedangkan jalur perhubungan laut difasilitasi oleh pelayaran kapal perintis dan juga perahu-perahu kecil dengan motor tempel. Namun demikian hal ini pun belum memenuhi demand dari penduduk lokal karena adanya ketidakteraturan jadwal pelayaran akibat kapasitas muat yang kurang dari demand kebutuhan angkutan. Selain sulitnya akses menuju kampung dan distrik, sarana perhubungan dan telekomunikasi pun masih minim. Sebagian besar kampung dan distrik belum memiliki akses terhadap saluran telepon, listrik dan energi. Hal ini memperkuat kondisi keterisoliran wilayah. Demi tujuan pemerataan pembangunan di wilayah Provinsi Irian Jaya Barat maka membuka ketersoliran kampung dan distrik agar terhubung dan terintegrasi dengan pusat pertumbuhan di kota perlu dilakukan. Hal ini dapat dilakukan melalui pembangunan infrastruktur dasar seperti jalan darat dan sarana telekomunikasi yang dapat menghubungkan pusat pertumbuhan dengan daerah hinterland-nya atau daerah-daerah yang terisolir. Selain itu juga peningkatan pelayanan transportasi laut yang menghubungkan kampung-kampung di wilayah pesisir dengan distriknya perlu dilakukan sebagai alternatif yang dapat menjawab keterbatasan akses akibat kondisi topografi tersebut. a) Kualitas Permukiman yang Tidak Memadai bagi Penduduk Asli Papua Kebanyakan dari penduduk asli Papua menetap dan hidup di kampung-kampung jauh dari jangkauan pelayanan pemerintah. khususnya untuk kampung-kampung yang berada di wilayah Provinsi Irian Jaya Barat, terletak di daerah pesisir dan pegunungan. Kampung yang terletak di wilayah pesisir merupakan wujud permukiman nelayan yang memiliki prasana dasar yang sangat minim. Keberadaan sarana sanitasi dan air bersih umumnya berada dalam kondisi yang tidak layak secara kesehatan. Sehingga sub-standarisasi telah menjadi kondisi yang umum di sejumlah kampung-kampung di wilayah Provinsi Irian Jaya Barat. Demikian pula halnya dengan kondisi permukiman di kampung yang terletak di daerah pegunungan. b) Pola pembangunan yang belum sesuai dengan nilai lokal Berbagai pola pembangunan yang selama ini diterapkan oleh Pemerintah Pusat untuk pembangunan di daerah tidak semuanya dapat diimplementasikan sesuai II - 27

28 dengan kondisi daerah. Sebagai contoh konsep desa yang ada di pulau Jawa dengan kepemimpinan Kepala Desa yang digaji oleh Pemerintah tidak tepat diimplementasikan di Papua, karena di Papua telah berkembang satuan komunitas yang dikelompokkan dan diikat berdasarkan nilai dan norma adat/kekerabatan sosial. Komunitas ini dipimpin oleh tokoh adat yang dihormati dan dipilih secara hukum adat. Aturan-aturan hukum dalam komunitas ini didasarkan pada norma adat yang diajarkan secara turun-menurun oleh nenek moyang mereka. Di dalam aturan tersebut juga termasuk tata cara mengelola sumber daya alam yang menjadi sumber penghidupan bagi mereka. Adanya dualisme kepemimpinan di tingkat kampung ini telah menimbulkan konflik sosial diantara penduduk lokal yang tentunya dapat menghambat proses pembangunan. Dengan adanya kewenangan pemerintah daerah untuk membangun daerahnya berdasarkan kebutuhan dan karakteristik lokal, maka diharapkan Pemerintah Provinsi dan Daerah dapat mewujudkan pola-pola pembangunan yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan lokal Terbatasnya Kapasitas Sumber Daya Manusia Sumber Daya Manusia merupakan masalah utama di Papua khususnya di Provinsi Irian Jaya Barat. Terbatasnya kapasitas sumber daya manusia di Provinsi ini akibat dari rendahnya tingkat pendidikan dan kesehatan dari masyarakat lokal. Dalam bidang pendidikan, tingkat melek huruf orang dewasa yang paling rendah di Indonesia, yaitu sebanyak 74,4% (Indonesia Human Development Report 2004). Berdasarkan hasil serangkaian lokakarya Perencanaan Pembangunan Provinsi yang dilakukan di seluruh Kabupaten/Kota di Irian Jaya Barat (Tahun 2005), disimpulkan bahwa penyebab persoalan rendahnya tingkat pendidikan di Provinsi Irian Jaya Barat disebabkan oleh berbagai macam faktor, antara lain adalah: Ketidakefisienan anggaran untuk pendidikan. Jarak antara sekolah yang dibangun dengan desa-desa/permukiman sangat jauh dan medan yang berat. Kualitas pendidikan bermutu rendah. Keterbatasan ekonomi orang tua. Anak-anak diperlukan untuk membantu kegiatan keluarga dan desa, akibatnya pada saat musim panen mereka lebih banyak diperlukan tenaganya untuk membantu orang tuanya dan meninggalkan sekolah. Sistem pendidikan tidak menjawab kebutuhan dan keadaan lokal. Guru-guru yang ditempatkan di pedalaman menghadapi banyak hambatan yang kompleks dan kurangnya pelatihan untuk guru-guru. Fasilitas perumahan bagi guru di daerah pedesaan tidak mencukupi dan terkadang tidak ada. Guru memiliki komitmen yang rendah, akibat status yang rendah dari profesi guru selain kondisi kerja yang kurang baik. Kurikulum pendidikan yang terpusat dan sistem penyampaiannya yang ditentukan oleh pemerintah pusat dalam banyak hal kurang relevan dengan murid di Irian Jaya Barat. II - 28

29 Pada bidang kesehatan, faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya tingkat kesehatan di Irian Jaya Barat adalah sebagai berikut : Tingkat pengetahuan masyarakat akan kesehatan rendah (terkait dengan pendidikan yang rendah dan minimnya informasi) Jangkauan layanan kesehatan sangat terbatas. (Terkait dengan medan yang berat dan kondisi transportasi serta komunikasi tidak memungkinkan. Banyak daerah yang tidak terakses oleh pelayanan kesehatan yakni puskesmas keliling) Frekuensi tenaga medis yang datang ke wilayah terpencil sangat terbatas karena faktor tingginya biaya transportasi (Harga BBM). Tidak ada atau minimnya sarana perumahan bagi tenaga medis. Alokasi anggaran untuk bidang kesehatan saat ini diprioritaskan untuk penyediaan sarana dan prasarana fisik ( pengobatan ) seperti penyediaan obat-obatan, gudang obat dan bangunan puskesmas. Belum ada informasi yang jelas mengenai berapa alokasi anggaran untuk program-program penyuluhan (terkait dengan pencegahan ). Berkaitan dengan upaya-upaya perbaikan tingkat kesehatan masyarakat, maka upaya-upaya perbaikan tingkat kesehatan dititikberatkan pada : Peningkatan pelayanan kesehatan untuk dapat menurunkan angka kematian bayi dan meningkatkan usia harapan hidup. Peningkatan efisiensi anggaran bidang kesehatan. Pendekatan spasial dalam pelayanan kesehatan Penyuluhan mengenai sanitasi dan lingkungan (Pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan) Rendahnya Daya Saing Pengusaha Lokal. Kegiatan ekonomi di wilayah ini didominasi kegiatan investasi yang bergerak dalam kegiatan ekstraksi sumber daya alam. Biasanya kegiatan investasi ini dimotori oleh para perusahaan asing yang bekerja sama dengan perusahaan nasional, lokal maupun pemerintah. Sifat dari kegiatan ini adalah padat modal dan memerlukan bantuan peralatan dan teknologi tinggi. Konsekuensinya kebutuhan SDM yang dapat terlibat dalam kegiatan tersebut haruslah SDM yang memiliki kualitas yang baik dan menguasai teknologi atau ketrampilan khusus. Namun di sisi lain rendahnya kualitas SDM penduduk asli papua menyebabkan pengusaha lokal kalah bersaing dengan pengusaha dari luar daerah untuk mendapatkan proyek-proyek yang mendukung kegiatan investasi tersebut. Hal ini diantaranya disebabkan oleh adanya keterbatasan kapasitas, kelembagaan, budaya dan jaringan usaha dari pengusaha lokal. Berdasarkan hal tersebut pengusaha lokal Papua cenderung mengantungkan sumber kegiatannya kepada kegiatan program/proyek dari Pemerintah. Hasil kajian selama ini menunjukkan bahwa pengusaha lokal Papua banyak berperan dalam bidang perdagangan guna memenuhi kebutuhan Pemerintah Daerah dalam nilai transaksi yang terbatas (kurang dari Rp. 1 Milyar). Jasa kontraktual pun masih kecil dan terbatas pada pekerjaan yang membutuhkan syarat teknis yang ringan. Selain itu kebijakan untuk menggerakkan kelompok usaha lokal Papua masih menggunakan pola konvensional yaitu memberikan jatah pekerjaan atau arahan yang II - 29

30 sifatnya captive policy yang sengaja diperuntukkan untuk pengusaha lokal, dengan kata lain penentuan pemberian pekerjaan tidak didasarkan pada persyaratan bisnis profesional. Lambatnya pertumbuhan dunia usaha lokal dipicu juga oleh tidak jelasnya pola penanganan yang dikembangkan selama ini dan juga praktek KKN yang marak dilakukan. Jika hal tersebut terus berlangsung dan tidak terdapat kebijakan yang dapat meningkatkan kapasitas pengusaha lokal agar memiliki daya saing yang tinggi, maka lambat laun keberadaan pengusaha lokal asli Papua akan tereduksi, hal ini tentunya akan menghambat proses dan inisiatif pengembangan ekonomi lokal bagi kesejahteraan masyarakat asli Papua Tingginya Angka Kemiskinan Berdasarkan data BPS, prosentase kemiskinan di Provinsi Irian Jaya Barat mencapai 75,4% dari seluruh total penduduk. Penduduk miskin tersebut umumnya bermukim di kampung yang hanya mengandalkan pola hidup subsisten dan tradisional. Pada dasarnya penyebab kemiskinan adalah persoalan multi-dimensi yang membentuk suatu lingkaran kemiskinan. Persoalan ini berawal dari rendahnya tingkat pendidikan dan kesehatan masyarakat, kurangnya lapangan kerja, dan kondisi permukiman yang tak layak, keterisolasian sehingga dapat menurunkan produktivitas kerja. Semua persoalan tersebut berujung pada rendahnya pendapatan masyarakat, kecilnya laju pertumbuhan ekonomi dan tingginya tingkat pengangguran. Berdasarkan hal tersebut upaya pemberdayaan masyarakat, pembinaan komunitas adat terpencil, rehabilitasi dan perlindungan sosial bagi masyarakat marginal terutama ditingkat kampung perlu dilakukan dan diprioritaskan guna menjawab permasalahan kemiskinan. Khusus untuk wilayah Provinsi Irian Jaya Barat, pendekatan secara kultural perlu dilakukan walaupun memerlukan pendanaan yang cukup tinggi dan waktu yang lama Pertumbuhan Wilayah yang Tidak Merata Salah satu pemicu pertumbuhan wilayah adalah kegiatan perekonomian yang dinamis. Adanya faktor supply dan demand dari kegiatan perekonomian akan memunculkan berbagai eksternalitas bagi pertumbuhan wilayah. Selama ini pertumbuhan wilayah di Irian Jaya Barat terbatas pada wilayah-wilayah tempat kegiatan investasi ekstraksi sumber daya alam berlangsung. Sebagai contoh Kota Sorong, yang sejak dahulu merupakan pusat kota eksploitasi minyak bumi, telah berkembang menjadi kota yang memiliki sarana dan prasarana yang lengkap jika dibandingkan dengan kota-kota lain di Provinsi ini. Hal ini dapat dipahami karena dalam kegiatan eksploitasinya berbagai perusahaan tersebut telah berkontribusi untuk membangun infrastruktur yang diperlukan. Selain itu wilayah yang cepat tumbuh adalah wilayah yang merupakan ibu kota kabupaten, seperti Manokwari dan Sorong. Di wilayah tersebut terletak pusat kegiatan pemerintahan dan usaha yang menjadi pemicu pertumbuhan wilayah. Namun demikian wilayah hinterland dari pusat-pusat pertumbuhan tersebut belum berkembang akibat dari sulitnya akses yang menghubungkan ke pusat pertumbuhan, II - 30

31 mengingat kondisi topografis dan geografis yang membatasi ruang gerak pembangunan infrastruktur wilayah. Berdasarkan hal tersebut, suatu strategi untuk memeratakan pertumbuhan di wilayah ini perlu diimplementasikan kedalam suatu tindakan nyata. Penyebaran Pusat Pertumbuhan atau Diversified Growth Strategy dengan maksud menyebarkan pertumbuhan baik dalam konteks wilayah maupun sektor kegiatan dapat dijadikan acuan untuk mendorong pengembangan wilayah. Dengan mempertimbangkan kendala ekosistem dan juga peluang ekonomi wilayah, maka pendekatan eco-region dapat menjadi acuan untuk mendorong program sektoral di wilayah ini. Berdasarkan hal tersebut program-program spesifik dapat muncul menurut kondisi eco-region seperti pegunungan, daerah pedalaman, pesisir, dataran rendah dan kepulauan. Prioritas program tersebut perlu disesuaikan dengan keunggulan dan kapasitas yang tersedia di wilayah masing-masing. Saat ini di kelima wilayah eco-region tersebut, telah berkembang kegiatan ekonomi masyarakat lokal namun skalanya masih kecil dan sifatnya masih subsisten/tradisional. Komunitas masyarakat tersebut kebanyakan merupakan penduduk asli Papua yang telah bermukim sejak lama dengan kondisi kesejahteraan yang masih minim. Dengan membangun infrastruktur sesuai kebutuhan maka interaksi dan integrasi sektoral dan regional akan dapat terwujud Ketidakseimbangan Struktur Ekonomi Wilayah Struktur perekonomian yang membentuk PDRB di Provinsi Irian Jaya Barat masih didominasi dari sektor atau industri yang sifatnya ekstraktif terhadap sumber daya alam seperti pertambangan dan MIGAS, perikanan, dan kehutanan. Padahal produktivitas tenaga kerja pada sektor-sektor tersebut sangat rendah jika dibandingkan dengan penyerapan tenaga kerja di sektor jasa atau pertambangan dan industri. Tantangan di wilayah ini adalah mayoritas penduduk asli di wilayah ini masih memiliki pola subsisten yang sangat mengandalkan lingkungan sekitarnya untuk dapat bertahan hidup. Walaupun sebagian lainnya bermata pencaharian petani. Namun demikian kontribusi di sektor pertanian yang menjadi tumpuan penghidupan bagi kebanyakan masyarakat lokal sangat rendah jika dibandingkan dengan sektor pertambangan dan MIGAS. Dari struktur PDRB tersebut dapat diindikasikan bahwa pertumbuhan sektor modern tidak banyak menghasilkan nilai tambah bagi pertumbuhan ekonomi masyarakat lokal. II - 31

32 Berbagai permasalahan yang menjadi ketidakseimbangan struktur ekonomi wilayah tersebut berawal dari permasalahan umum sektor perekonomian rakyat seperti pertanian, perkebunan dan perikanan serta sektor penunjangnya yakni perhubungan secara lengkap diuraikan dibawah ini: Gambar 2.9 Daerah Bomberay: Potensial untuk dikembangkan sebagai peternakan skala besar a) Pertanian: Minimnya (terbatasnya) lahan dan keterbatasan pembukaan lahan baru sehingga perlu dikembangkan kawasan-kawasan sentra produksi. Minimnya tenaga-tenaga penyuluh. Tingginya biaya produksi. Hasil produksi belum berskala ekonomi Produksi petani yang masih subsisten dengan kepemilikan faktor produksi yang terbatas. Minimnya infrastruktur dasar (jaringan jalan), terutama pada kawasan sentrasentra produksi sehingga penyediaan jaringan jalan dari dan ke kawasan sentra produksi harus segera diwujudkan. Adanya masalah pertanahan dan hak ulayat b) Perikanan : Terbatasnya SDM perikanan (skill) Minimnya alat tangkap yang memadai Skala produksi yang masih kecil baik untuk perikanan tangkap maupun budidaya. Minimnya upaya pembinaan Minimnya prasarana dan sarana Pemasaran produk baru terbatas pada perdagangan antar pulau. Minimnya data dasar, seperti jumlah nelayan, produksi nelayan. Sentra produksi perikanan jauh dari pasar nasional. II - 32

33 c) Perkebunan : Minimnya pabrik pengolah sehingga banyak produk mentah terbuang Rendahnya kemampuan produksi sehingga tidak menjamin kontinuitas produksi, sehingga diperlukan upaya peningkatan produksi dan pengawetan produk. Adanya wabah serangan hama PBK yang sangat merugikan petani perkebunan rakyat. Gambar 2.10 Perkebunan Kelapa Sawit di Prafi Belum tersedianya bibit tanaman perkebunan yang terjamin kualitas. Status kepemilikan lahan oleh masyarakat adat seringkali menghambat pengembangan perkebunan besar. Jenis komoditi perkebunan yang diusahakan oleh masyarakat dan swasta di Provinsi Irian Jaya Barat antara lain : kopi, pala, cengkeh, kelapa dan lain sebagainya, termasuk produk ikutannya dan hasil-hasil pengolahan sederhana seperti minyak kelapa rakyat, kopi olahan dan pala olahan yang tersebar di Kabupaten/Kota di Provinsi Irian Jaya Barat. Secara keseluruhan luas areal tanaman perkebunan ini pada tahun 2003 sebesar Ha dengan rata-rata produksi per tahun 4,81 kw/ha. Komoditas yang memiliki luas panen terbesar adalah kelapa (52,35%) sementara kopi dan cengkeh yang merupakan komoditas ekspor hanya 5,99% selain itu komoditas lainnya adalah pala, coklat dan karet yang terdapat di Kabupaten Fakfak, Kaimana dan Teluk Bintuni. Selain komoditas tersebut juga terdapat komoditas Kelapa Sawit yang terdapat di Distrik Prafi dan Distrik Masni Kabupaten Manokwari dengan luas lahan sebesar Ha yang dikelolah oleh PTP Nusantara II yang sudah memasuki tahap Produksi. Sedangkan di Distrik Babo Kabupaten Teluk Bintuni telah dibangun Kebun Inti Kelapa Sawit oleh PT. Farita Majutama dan Kebun Kakao seluas 5000 Ha oleh PT Nusa Irian Indah dan sisa lahan yang belum dimanfaatkan Ha Kurang efektifnya Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Irian Jaya Barat kaya akan sumber daya alam baik berupa hutan, mineral, minyak dan gas bumi, maupun perairan (hasil laut). Berbagai prakarsa pembangunan dalam mengelola sumber daya tersebut telah menghasilkan dampak yang luas secara ekonomi, ekologis dan sosial-budaya di wilayah Irian Jaya Barat. Dampak positif secara makro diantaranya adalah meningkatnya penerimaan devisa negara dari hasil pemanfaatan sumber daya alam hutan, mineral dan perairan, selain itu juga terjadi perubahan pada masyarakat terutama dalam peningkatan kesejahteraan akibat pembangunan di berbagai sektor. Namun implikasi negatif yang harus dikendalikan adalah penurunan kualitas lingkungan. Akses masyarakat lokal terhadap sumber daya alam dibatasi oleh kemampuan mereka dalam mengolah dan memanfaatkan hasil alam. Adanya pergeseran paradigma dalam era desentralisasi, yang kemudian diikuti oleh II - 33

34 diberlakukannya otonomi daerah, merupakan suatu komitmen untuk memperbaiki pola pembangunan di daerah. Era desentralisasi, memunculkan paradigma baru dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian lingkungan hidup. Daerah dimungkinkan untuk mengembangkan kemampuan pengelolaan sumber daya alam berdasarkan prinsip otonomi. Namun desentralisasi yang semula diharapkan tampaknya belum mampu menjamin pengelolaan SDA secara adil dan bijaksana. Persoalan pengelolaan SDA pada dasarnya adalah bagaimana pengelolaan SDA dapat memberdayakan masyarakat lokal dan bagaimana dengan kearifan lokal (local wisdom)-nya. Pada SDA yang tidak dapat diperbaharui (non renewable) seperti pada pertambangan, persoalannya adalah bagaimana mengatasi SDA terseut sebelum habis, masyarakatnya tidak miskin. Sedangkan pada SDA yang dapat diperbaharui, yang harus dipertimbangkan adalah daya dukung (carrying capacity) SDA. Daya dukung ini penting untuk diketahui, agar SDA dikelola secara berkelanjutan Minimnya Akses Masyarakat terhadap Sumber Daya Alam Sumber daya alam yang terdapat di wilayah ini diantaranya adalah sumber daya hutan, bahan tambang, minyak dan gas bumi dan perikanan. Kegiatan eksploitasi sumber daya alam tersebut lebih banyak dilakukan dalam skala besar oleh para investor. Sementara penduduk asli yang masih memiliki pola hidup subsisten hanya dapat mengakses sebagian kecil dari sumber daya alam tersebut untuk kehidupannya. Selain memberikan tambahan pendapatan bagi pemerintah untuk kebutuhan pembangunan wilayah, kegiatan eksploitasi sumber daya alam yang dilakukan oleh investor masih menyisakan permasalahan dalam bidang lingkungan dan juga belum memberikan manfaat optimal kepada penduduk asli. Padahal penduduk setempat yang sudah lama mendiami tanahnya telah memiliki cara-cara sendiri dalam mengelola sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. Kebijakan pemanfaatan sumber daya alam yang kurang melibatkan penduduk asli dalam proses kegiatannya telah melemahkan potensi mereka dalam menjaga lingkungan. Dunia usaha dengan teknologi yang moderen mampu memanfaatkan sumber daya alam dan dapat menjangkau wilayah yang cukup luas. Sedangkan penduduk setempat dan masyarakat pada umumnya masih terbatas sehingga mereka pada akhirnya mengalami keterbatasan. Dengan demikian tidak dapat dihindari jika masih terdapat penduduk miskin di sekitar sentra-sentra produksi sumber daya alam yang berlimpah Minimnya Sarana dan Prasarana Publik Secara umum kondisi sarana dan prasarana publik di wilayah Provinsi Irian Jaya Barat masih jauh dari kondisi optimum, kecuali untuk wilayah di tiga kabupaten induk yaitu Sorong, Manokwari dan Fakfak. Prasarana publik tersebut meliputi sarana perhubungan, air bersih, perumahan dan permukiman, energi, telekomunikasi, serta sarana peningkatan kualitas sumber daya manusia. Minimnya pengadaan prasarana dasar di wilayah ini disebabkan karena adanya keterbatasan dalam pembangunannya. Sebagai contoh moda transportasi yang ada saat ini dalam menghubungkan wilayah antar-kabupaten/kota, sangat tergantung dari kondisi topografis di wilayah ini, yaitu transportasi laut (karena daerah yang II - 34

35 berkembang di wilayah ini adalah daerah pesisir), dan transportasi udara. Sedangkan transportasi darat hanya dapat menjangkau daerah-daerah di dalam kota atau kabupaten. Pelayanan transportasi laut dan udara pun masih kurang efektif akibat belum teraturnya jadwal kapal dan jadwal penerbangan. Selain itu ketersediaan prasarana dasar seperti air bersih, sanitasi, energi dan telekomunikasi di tingkat kampung masih belum memadai, terutama di kampungkampung permukiman penduduk asli. Hal ini berbeda dengan kondisi di kampung atau daerah permukiman transmigrasi. Hal ini disebabkan karena penyediaan prasarana dasar masih menggunakan pola klasik yang didasarkan pada kriteria jumlah penduduk, padahal untuk kondisi di wilayah ini kriteria tersebut tidak cocok untuk diterapkan. Distribusi penduduk asli yang mendiami kampung-kampung di Provinsi Irian Jaya Barat memiliki karakteristik yang menyebar, sehingga kriteria jumlah penduduk seringkali tidak dapat dipenuhi untuk membangun prasarana dasar di tingkat kampung. Akibatnya pelayanan tidak dapat dilaksanakan dengan baik ditingkat kampung Lemahnya Kapasitas Kelembagaan Publik Secara administratif, Provinsi Irian Jaya Barat meliputi 8 Kabupaten dan 1 Kota. Awalnya jumlah kabupaten dan kota di wilayah ini hanya meliputi 3 kabupaten induk yang kemudian dimekarkan. Dengan kondisi yang masih sangat serba baru baik kabupaten maupun Provinsi, maka dapat dipahami bahwa kapasitas kelembagaan publik yang melaksanakan tugas-tugas pemerintah untuk melakukan pembangunan di daerah masih sangat lemah. Berbagai masalah yang selama ini telah berhasil didokumentasikan diantaranya adalah struktur organisasi yang tidak tepat, keterampilan sumber daya manusia yang tidak memadai, praktik-praktik manajemen yang buruk dan kurangnya sumber daya finansial dan mekanisme kontrol finansial. Tambahan lagi, unit pemerintah daerah punya pengalamanan yang minim dengan kewenangan independen dan tanggung jawab yang lebih besar, ditambah dengan sikap yang kondusif terhadap praktikpraktik yang tidak efisien dan terhadap korupsi telah lama terbentuk. Selain itu kapasitas kelembagaan ditingkat distrik kurang diberdayakan untuk melaksanakan pelayan publik/teknis, kecuali pelayanan kesehatan melalui puskesmas dan klinik. Pemerintah daerah sendiri tidak pernah melaksanakan paradigma pembangunan yang terdesentralisasi secara konsisten dan mempertahankan kekuasaan. Dilihat dari struktur organisasi pemerintah daerah masih nampak adanya bentuk yang disebut piramide terbalik, dimana dari segi alokasi tenaga dan dana, unit perumusan kebijakan menjadi terbesar/tergemuk dan unit-unit pelayanan di tingkat distrik dan kampung justru terlemah/terkecil. Berdasarkan hal tersebut peningkatan kapasitas kelembagaan publik di Provinsi Irian Jaya Barat merupakan salah satu target utama guna melaksanakan program pembangunan yang berkelanjutan di wilayah ini Isu dan Kebutuhan Pembangunan Pembangunan Manusia Konsep pembangunan manusia sangat luas, mencakup hampir semua aspek kehidupan manusia - mulai dari kebebasan menyampaikan pendapat, kesetaraan II - 35

36 jender, kesempatan memperoleh pekerjaan, gizi anak, hingga kemampuan untuk membaca dan menulis bagi orang dewasa. Konsep tersebut menempatkan manusia sebagai pusat dari keseluruhan proses pembangunan. Dalam analisa pembangunan manusia digunakan suatu tolok ukur khusus yang disusun oleh UNDP yaitu Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebagai indikator tingkat kemiskinan non-ekonomi. IPM ini merupakan ukuran yang menggabungkan ukuran tingkat pendapatan, usia harapan hidup dan pendidikan terakhir. Secara global, IPM yang disusun UNDP di New York tahun 2001 memberi Indonesia skor 68 dari 100 dan menempatkan Indonesia pada peringkat 102 di dunia dalam hal pembangunan manusia. Permasalahan mengenai rendahnya kualitas SDM yang tercakup didalamnya adalah rendahnya tingkat pendidikan dan kesehatan, maka pembangunan manusia menjadi syarat mutlak bagi Provinsi Irian Jaya Barat untuk dapat mengejar ketertinggalannya dengan Provinsi lain dan juga untuk mensejahterakan masyarakatnya. Hal tersebut dapat dilakukan melalui peningkatan kapasitas masyarakat dalam dua hal pokok yaitu pendidikan dan kesehatan. Kuantitas dan kualitas Sumber Daya Manusia merupakan persoalan pokok yang dihadapi dalam pembangunan di wilayah ini. Terdapat perbedaan yang mencolok dalam hal kapasitas di kalangan penduduk asli dengan bukan penduduk asli. Kehidupan modern pertama kali datang di Tanah Papua terlebih dahulu di Provinsi Irian Jaya Barat. Eksplorasi dan eksploitasi minyak bumi oleh NNGPM Belanda dan kemudian dilanjutkan oleh PT Pertamina dan Kontraktor Bagi Hasil (Petromer Trend, Santa Fe, dan lain lain) dan saat ini perusahaan Gas Bumi oleh BP Tangguh, dan perusahaan kehutanan dan perikanan yang secara intensif dilakukan di Provinsi Irian Jaya Barat. Tambahan nilai modern ini belum mampu mengubah kondisi sosial ekonomi penduduk asli dan tetap saja hidup dalam keterisolasian dan subsisten. Penyebabnya adalah kapasitas yang tidak berkembang dan tidak dikembangkan. Tidak adanya atau sangat minimnya akses pendidikan menghambat perkembangan kapasitas penduduk asli. Hal ini mengakibatkan sangat minimnya penduduk asli yang dapat berpartisipasi dalam perekonomian dan pembangunan. Gambar 2.11 Pembagunan SDM menjadi syarat mutlak dalam mengatasi tantangan ketertinggalan daerah ini. Berdasarkan data yang diperoleh, angka partisipasi dalam bidang pendidikan bagi penduduk asli menunjukkan variasi antar wilayah. Angka partisipasi dalam bidang pendidikan pada umumnya cukup rendah, disamping pola pendidikan yang tidak tepat serta mutu pendidikan yang rendah menyebabkan komunitas penduduk asli Papua tetap saja tertinggal. Sarana pendidikan di Provinsi Irian Jaya Barat dari mulai TK sampai Perguruan tinggi telah lengkap di perkotaan, namun masih kurang di pedesaan. Begitu pula dengan angka partisipasi pendidikan formal di pedesaan masih rendah II - 36

37 Berdasarkan data, sarana pendidikan secara kuantitas terlengkap terdapat di Kabupaten Manokwari. Sedangkan jumlah fasilitas pendidikan terendah adalah Raja Ampat dan Teluk Wondama. Angka partisipasi pendidikan menempatkan Provinsi Irian Jaya Barat di deretan bawah di tingkat nasional dan menggambarkan situasi pembangunan yang jauh lebih serius daripada angka PDRB perkapita yang tinggi. Tabel 2.19 : Banyaknya Sarana Pendidikan di Provinsi Irian Jaya Barat dirinci menurut Jenisnya per Kabupaten/Kota SLTA Perguruan Tinggi SLT No. Kabupaten/Kota TK SD P Umu Kejurua Negeri Swasta m n 1. Fakfak Sorong Manokwari Kaimana Sorong Selatan Raja Ampat Teluk Bintuni Teluk Wondama Kota Sorong T o t a l Sumber : Dinas Pendidikan Provinsi Irian Jaya Barat Tahun 2006 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebagai indikator tingkat kemiskinan nonekonomi, menunjukkan kendati PDRB Per kapita Provinsi Irian Jaya Barat termasuk yang tinggi pada level nasional, namun secara indikator kemiskinan Non Ekonomi di tingkat Nasional, yakni Peringkat IPM, menempati deretan urutan rendah di Indonesia. Ini menunjukkan bahwa pendapatan dari sumber daya alam Provinsi Irian Jaya Barat belum diinvestasikan dengan memadai untuk memperbaiki kondisi kehidupan bagi masyarakatnya Pengakuan Hak Dasar Pengertian hak-hak dasar jika merujuk pada Deklarasi Universal terhadap Hak Asasi Manusia yang disepakati tahun 1949, menyangkut beberapa jenis hak yaitu hakhak sipil, politik, ekonomis, sosial dan budaya. Pada tahun 1986 lahir Deklarasi PBB mengenai Hak atas Pembangunan yang tidak hanya meliputi hak-hak tersebut saja tetapi juga menjamin kesediaan kesehatan, gizi dan pendidikan dengan standar yang baik. Bagi masyarakat Papua, yang sangat menjunjung tinggi adat tanah leluhurnya, pengakuan hak-hak dasar terhadap masyarakat Papua belum lengkap jika tidak diikuti dengan pengakuan terhadap hak adat mereka. Beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa sebagian besar masyarakat Papua percaya bahwa adat merupakan hal yang penting untuk memahami dan menyelesaikan masalah-masalah di Papua, mereka juga memandang bahwa adat merupakan warisan leluhur dan panduan hidup di dunia yang dapat menjamin kesejahteraan sosial dan keadilan. II - 37

38 Adat telah menjadi wahana utama bagi masyarakat Papua untuk mengekspresikan identitas lokal guna menyatakan kembali hak-hak dasar mereka yang telah diabaikan sejak lama dimasa lalu, dan guna memobilisasi anggota masyarakat untuk mengatasi tantangan dari luar. Tantangan ini meliputi eksploitasi sumber daya alam yang dilakukan oleh Pemerintah dan perusahaan swasta, kegagalan pemerintah dalam mengakui hak tanah adat dan dan pengabaian terhadap hak-hak dasarnya di masa lalu. Namun demikian upaya pengakuan hak dasar orang Papua di Provinsi Irian Jaya Barat, masih memiliki beberapa kendala. Kendala-kendalanya antara lain adalah: Belum adanya jembatan antara hukum nasional dan hukum adat. Adanya ketidakjelasan struktur/kepemimpinan masyarakat adat. Adanya ketidakjelasan batas dan dasar klaim tanah ulayat Pengembangan Ekonomi Rakyat Sektor dominan pembentuk PDRB Provinsi Irian Jaya Barat adalah pertambangan dan pertanian. Namun sektor-sektor yang memberikan kontribusi besar tersebut nyatanya tidak selalu membentuk tata kaitan ekonomi dengan sektor pertanian yang diusahakan masyarakat. Industri pengolahan cenderung berskala besar yang diusahakan oleh korporasi. Di lain pihak, produk pertanian rakyat merupakan bahan baku yang membutuhkan proses penambahan nilai melalui sektor sekunder dan mampu menggerakkan multiplier effect sektor pertanian. Strategi proses penambahan nilai sektor primer dalam skala kecil dan menengah merupakan salah satu alternatif untuk menggerakkan pertumbuhan wilayah pedalaman. Untuk itu diperlukan suatu upaya yang dapat meningkatkan nilai tambah kegiatan ekonomi bagi masyarakat lokal Gambar 2.12 Pekerjaan tradisional masyarakat asli: Menokok Sagu Penyediaan Prasarana Dasar Minimnya ketersediaan prasarana dasar yang memadai tidak hanya membatasi peluang bagi mata pencaharian potensial, akan tetapi juga memberikan hambatan serius untuk meningkatkan akses masyarakat pada layanan kesehatan dan pendidikan selain komunikasi dengan pemerintah dan pasar di luar. Berdasarkan hal tersebut, penyediaan prasarana dasar atau infrastruktur wilayah sebaiknya ditekankan pada peningkatan kapasitas prasarana kota dan pengembangan wilayah pinggiran terutama yang mendukung kelancaran arus barang dan jasa, peningkatan daya tarik investasi dan juga mendukung kegiatan perekonomian lokal. II - 38

39 Integrasi Wilayah Kendala utama dalam rangka percepatan pembangunan masyarakat di Papua adalah keterisolasian disebabkan oleh terbatasnya sarana dan prasarana transportasi, terutama transportasi darat yaitu jalan dan jembatan. Integrasi wilayah oleh sarana transportasi darat akan meningkatkan interaksi wilayah. Gambar 2.13 Kondisi Jalur transportasi darat Manokwari-Bintuni Gambar 2.14 Faktor topografis yang berat menjadi kendala dalam perwujudan integrasi wilayah ini. Beberapa fakta yang terkait dengan perwujudan integrasi wilayah adalah: 1. Faktor topografis, tipe kontur yang perbedaannya sangat tajam antara pegunungan dan lembah 2. Rasio antara luas wilayah dengan panjang jalan yang tersedia sangat tidak sebanding, mengakibatkan wilayah permukiman yang terisolir akan tetap terisolir menyebabkan masyarakat di daerah pedalaman tetap terisolir dari dunia informasi dan kesulitan dalam meningkatan taraf hidupnya. 3. Pola sebaran penduduk terpencar dan terpencil terpisah oleh medan topografi yang berat. Program pembangunan Trans Irian Jaya Barat menjadi relevan dalam masa datang untuk keperluan integreasi antar wilayah dimaksud. Sehubungan dengan hal tersebut, Gubernur Provinsi Irian Jaya Barat beserta seluruh kepala daerah masingmasing kabupaten/kota di Provinsi Irian Jaya Barat telah menandatangani Nota kesepakatan Tahun 2004 pembangunan jalan yang disebut dengan jalan Trans Irian Jaya Barat untuk memenuhi tuntutan pembangunan mencakup kecepatan dan ketepatan pelayanan di berbagai sektor pembangunan (Fisik dan Non Fisik). Dana yang dialokasikan untuk pembangunan jalan tersebut bersumber dari dana Otsus, Dana Sektoral dan Dana APBD. Pembangunan ruas jalan Trans Irian Jaya Barat adalah sebagai berikut : Seksi I : Ruas jalan yang menghubungkan Manokwari, Sorong Selatan, Kabupaten Sorong dan Kota Sorong, dimana Pemerintah Kabupaten manokwari, Sorong Selatan, Kabupaten Sorong dan II - 39

IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5 IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN.1. Kondisi Geografi dan Topografi Provinsi Papua Barat awalnya bernama Irian Jaya Barat, berdiri atas dasar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang pembentukan Provinsi

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 53 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah 2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah Provinsi Kalimantan Timur dengan ibukota Samarinda berdiri pada tanggal 7 Desember 1956, dengan dasar hukum Undang-Undang

Lebih terperinci

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 27 Secara rinci indikator-indikator penilaian pada penetapan sentra pengembangan komoditas unggulan dapat dijelaskan sebagai berikut: Lokasi/jarak ekonomi: Jarak yang dimaksud disini adalah jarak produksi

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua Provinsi Papua terletak antara 2 25-9 Lintang Selatan dan 130-141 Bujur Timur. Provinsi Papua yang memiliki luas

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Kondisi Alam 1. Letak dan Batas Wilayah Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang ada di pulau Jawa, letaknya diapit oleh dua provinsi besar

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 63 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2011) Provinsi Lampung meliputi areal dataran seluas 35.288,35 km 2 termasuk pulau-pulau yang

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Lombok Timur merupakan salah satu dari delapan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara geografis terletak antara 116-117

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Kondisi Alam 1. Letak dan Batas Wilayah Secara geografis Provinsi Sumatera Selatan terletak antara 1 0 4 0 Lintang Selatan dan 102 0-106 0 Bujur Timur dengan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI 4.1 Keadaan Umum Provinsi Jambi secara resmi dibentuk pada tahun 1958 berdasarkan Undang-Undang No. 61 tahun 1958. Secara geografis Provinsi Jambi terletak antara 0º 45

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui beberapa proses dan salah satunya adalah dengan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

IV. KONDISI UMUM WILAYAH 29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Kondisi Wilayah Letak Geografis dan Wilayah Administrasi Wilayah Joglosemar terdiri dari kota Kota Yogyakarta, Kota Surakarta dan Kota Semarang. Secara geografis ketiga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan trend ke arah zona ekonomi sebagai kota metropolitan, kondisi ini adalah sebagai wujud dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayaran antar pulau di Indonesia merupakan salah satu sarana transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan pembangunan nasional yang berwawasan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 20 BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 3.1. SITUASI GEOGRAFIS Secara geografis, Kota Bogor berada pada posisi diantara 106 derajat 43 30 BT-106 derajat 51 00 BT dan 30 30 LS-6 derajat 41 00 LS, atau kurang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum Dasar hukum penyusunan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2016, adalah sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar BAB II PROFIL WILAYAH KAJIAN Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk

Lebih terperinci

BAB 3 KERAGAAN MASALAH DAN ISU POKOK PEMBANGUNAN

BAB 3 KERAGAAN MASALAH DAN ISU POKOK PEMBANGUNAN 122 BAB 3 KERAGAAN MASALAH DAN ISU POKOK PEMBANGUNAN 3.1. Keragaan Masalah Pembangunan 3.1.1. Sumberdaya Alam dan Lingkungan Karakteristik Geologi 1) Wilayah kepala burung Papua merupakan pertemuan dua

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... Halaman BAB I. PENDAHULUAN... I-1 1.1 Latar Belakang... I-1 1.2 Dasar Hukum Penyusunan... I-3 1.3 Hubungan Antar Dokumen... I-4

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR. Provinsi Jawa Timur membentang antara BT BT dan

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR. Provinsi Jawa Timur membentang antara BT BT dan BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR 4. 1 Kondisi Geografis Provinsi Jawa Timur membentang antara 111 0 BT - 114 4 BT dan 7 12 LS - 8 48 LS, dengan ibukota yang terletak di Kota Surabaya. Bagian utara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lautan yang lebih luas dari daratan, tiga per empat wilayah Indonesia (5,8 juta km 2 ) berupa laut. Indonesia memiliki lebih dari 17.500 pulau dengan

Lebih terperinci

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 2 GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 2 GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari Bab 2 GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI Bab GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah dinyatakan secara tegas bahwa pembangunan ekonomi merupakan salah satu bagian penting daripada

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah 35 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah Provinsi Lampung adalah 3,46 juta km 2 (1,81 persen dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan UU RI No 38 Tahun 2004 tentang Jalan, dijelaskan bahwa jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Nilai (Rp) BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Penyusunan kerangka ekonomi daerah dalam RKPD ditujukan untuk memberikan gambaran kondisi perekonomian daerah Kabupaten Lebak pada tahun 2006, perkiraan kondisi

Lebih terperinci

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT 2.1. Gambaran Umum 2.1.1. Letak Geografis Kabupaten Sumba Barat merupakan salah satu Kabupaten di Pulau Sumba, salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyampaian laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD merupakan amanah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota 66 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Kota Bandarlampung 1. Letak Geografis Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota Bandarlampung memiliki luas wilayah

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Seluma Kabupaten Seluma merupakan salah satu daerah pemekaran dari Kabupaten Bengkulu Selatan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 3

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas, yaitu sekitar 3,1 juta km 2 wilayah perairan territorial dan 2,7 juta km 2 wilayah perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE)

Lebih terperinci

BAB VII PENGEMBANGAN WILAYAH MALUKU TAHUN 2011

BAB VII PENGEMBANGAN WILAYAH MALUKU TAHUN 2011 BAB VII PENGEMBANGAN WILAYAH MALUKU TAHUN 2011 7.1. Kondisi Wilayah Maluku Saat Ini Perkembangan terakhir pertumbuhan ekonomi di wilayah Maluku menunjukkan tren meningkat dan berada di atas pertumbuhan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Geografis Kabupaten Bandung terletak di Provinsi Jawa Barat, dengan ibu kota Soreang. Secara geografis, Kabupaten Bandung berada pada 6 41 7 19 Lintang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu ciri perekonomian Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar penduduk yang berpenghasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan kekayaan hayati yang melimpah, hal ini memberikan keuntungan bagi Indonesia terhadap pembangunan perekonomian melalui

Lebih terperinci

VISI PAPUA TAHUN

VISI PAPUA TAHUN ISU-ISU STRATEGIS PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA TAHUN 2013-2018 ototus Oleh : DR.Drs. MUHAMMAD MUSAAD, M.Si KEPALA BAPPEDA PROVINSI PAPUA Jayapura, 11 Maret 2014 VISI PAPUA TAHUN 2013-2018 PAPUA BANGKIT PRINSIP

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM 51 BAB IV GAMBARAN UMUM A. Keadaan Geografis 1. Keadaan Alam Wilayah Kabupaten Bantul terletak antara 07 o 44 04 08 o 00 27 Lintang Selatan dan 110 o 12 34 110 o 31 08 Bujur Timur. Luas wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006 4.1. Gambaran Umum inerja perekonomian Jawa Barat pada tahun ini nampaknya relatif semakin membaik, hal ini terlihat dari laju pertumbuhan ekonomi Jawa

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan 41 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Jakarta adalah ibu kota Negara Indonesia dan merupakan salah satu Provinsi di Pulau Jawa. Secara geografis, Provinsi

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1 Geografis dan Administratif Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 0 50 7 0 50 Lintang Selatan dan 104 0 48 108 0 48 Bujur Timur, dengan batas-batas

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT. 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT. 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terdiri dari pulau-pulau yang memiliki penduduk yang beraneka ragam, dengan latar

Lebih terperinci

BAB III Gambaran Umum BAPPEDA Kabupaten Sukabumi. derajat Bujur Timur dan 60 derajat 57 sampai 70 derajat 25 Lintang

BAB III Gambaran Umum BAPPEDA Kabupaten Sukabumi. derajat Bujur Timur dan 60 derajat 57 sampai 70 derajat 25 Lintang 33 BAB III OBYEK LAPORAN KULIAH KERJA LAPANGAN 3.1.1 Gambaran Umum BAPPEDA Kabupaten Sukabumi Kabupaten Sukabumi terletak antara 106 derajat 49 sampai 107 derajat Bujur Timur dan 60 derajat 57 sampai 70

Lebih terperinci

KAJIAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Kondisi Geografis

KAJIAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Kondisi Geografis 43 KAJIAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Kondisi Geografis Provinsi Banten dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000 Tentang Pembentukan Provinsi Banten. Wilayah Provinsi Banten berasal dari sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 69 mengamanatkan Kepala Daerah untuk menyampaikan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS A. Permasalahan Pembangunan Dari kondisi umum daerah sebagaimana diuraikan pada Bab II, dapat diidentifikasi permasalahan daerah sebagai berikut : 1. Masih tingginya angka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah sebagai salah satu wujud perubahan fundamental terhadap

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH A. Kondisi Geografis Kabupaten Kubu Raya merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 84 meter diatas permukaan laut. Lokasi Kabupaten Kubu Raya terletak pada posisi

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah 3.1.1 Kondisi Ekonomi Daerah Tahun 2011 dan Perkiraan Tahun 2012 Kerangka Ekonomi Daerah dan Pembiayaan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Situasi Wilayah Letak Geografi Secara geografis Kabupaten Tapin terletak antara 2 o 11 40 LS 3 o 11 50 LS dan 114 o 4 27 BT 115 o 3 20 BT. Dengan tinggi dari permukaan laut

Lebih terperinci

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi di Indonesia menyebabkan terjadinya pergeseran

I. PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi di Indonesia menyebabkan terjadinya pergeseran I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reformasi yang terjadi di Indonesia menyebabkan terjadinya pergeseran paradigma dan sistem pemerintahan yang bercorak monolitik sentralistik di pemerintahan pusat kearah

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH Rancangan Kerangka Ekonomi Daerah menggambarkan kondisi dan analisis statistik Perekonomian Daerah, sebagai gambaran umum untuk situasi perekonomian Kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I - 1 A. VISI DAN MISI II - 3 B. STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN DAERAH II - 5 C. PRIORITAS PEMBANGUNAN DAERAH II - 13

BAB I PENDAHULUAN I - 1 A. VISI DAN MISI II - 3 B. STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN DAERAH II - 5 C. PRIORITAS PEMBANGUNAN DAERAH II - 13 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR HAL i iv vi vii BAB I PENDAHULUAN I - 1 1.1 DASAR HUKUM I - 4 1.2 GAMBARAN UMUM DAERAH I - 3 1. Kondisi Geografis Daerah I - 5 2. Batas Administrasi

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang IV. GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR Propinsi Kalimantan Timur dengan luas wilayah daratan 198.441,17 km 2 dan luas pengelolaan laut 10.216,57 km 2 terletak antara 113º44 Bujur Timur dan 119º00

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH A. Kondisi Umum Provinsi Kalimantan Barat Setelah era reformasi yang menghasilkan adanya otonomi daerah, maka daerah administrasi di Provinsi Kalimantan Barat yang telah mengalami

Lebih terperinci

BAB IV KONTEKS LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONTEKS LOKASI PENELITIAN 27 BAB IV KONTEKS LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Kuningan 4.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kuningan terletak di ujung Timur Laut Provinsi Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Provinsi

Lebih terperinci

1. Perkembangan Umum dan Arah Perencanaan

1. Perkembangan Umum dan Arah Perencanaan Ringkasan Eksekutif Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Selatan 2012 Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik dan Pengelolaan Keuangan Daerah di Gerbang Indonesia Timur 1. Perkembangan Umum dan Arah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan transportasi sangat diperlukan dalam pembangunan suatu negara ataupun daerah. Dikatakan bahwa transportasi sebagai urat nadi pembangunan kehidupan politik,

Lebih terperinci

Analisis Isu-Isu Strategis

Analisis Isu-Isu Strategis Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 41 IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung 1. Keadaan Umum Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi di Republik Indonesia dengan areal daratan seluas 35.288 km2. Provinsi

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN. A. Kondisi Geografis dan Profil Singkat Daerah Istimewa Yogyakarta. Gambar 4.1

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN. A. Kondisi Geografis dan Profil Singkat Daerah Istimewa Yogyakarta. Gambar 4.1 58 BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN A. Kondisi Geografis dan Profil Singkat Daerah Istimewa Yogyakarta Gambar 4.1 Peta Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS), D.I.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) KABUPATEN BELITUNG TAHUN ANGGARAN 2013

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) KABUPATEN BELITUNG TAHUN ANGGARAN 2013 PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) KABUPATEN BELITUNG TAHUN ANGGARAN 2013 TANJUNGPANDAN, MARET 2014 KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan Puji Syukur Kehadirat

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 81 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Proses Kebijakan dan Indikator Pemekaran Kabupaten Raja Ampat Dalam pelaksanan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang diberlakukan sejak Januari

Lebih terperinci

PROFIL PEMBANGUNAN PAPUA BARAT

PROFIL PEMBANGUNAN PAPUA BARAT 1 PROFIL PEMBANGUNAN PAPUA BARAT A. GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI WILAYAH Secara geografis, wilayah Provinsi Irian Jaya Barat terletak dibawah katulistiwa, antara 00 25 40 18 Lintang Selatan dan 1240 0-1320

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1. Letak Geografis dan Administrasi Pemerintahan Propinsi Kalimantan Selatan memiliki luas 37.530,52 km 2 atau hampir 7 % dari luas seluruh pulau Kalimantan. Wilayah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dititikberatkan pada pertumbuhan sektor-sektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tujuan pembangunan pada dasarnya mencakup beberapa

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 44 Keterbatasan Kajian Penelitian PKL di suatu perkotaan sangat kompleks karena melibatkan banyak stakeholder, membutuhkan banyak biaya, waktu dan tenaga. Dengan demikian, penelitian ini memiliki beberapa

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN Pada bab IV ini Penulis akan menyajikan Gambaran Umum Obyek/Subyek yang meliputi kondisi Geografis, kondisi ekonomi, kondisi ketenagakerjaan, kondisi penanaman modal

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Lokasi 1. Kondisi Fisik Nusa Tenggara Barat a. Peta wilayah Sumber : Pemda NTB Gambar 4. 1 Peta Provinsi Nusa Tenggara Barat b. Konsisi geografis wilayah Letak dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membangun seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. membangun seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pembangunan ekonomi nasional adalah sebagai upaya untuk membangun seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, yaitu memajukan kesejahteraan umum,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan 16 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Urusan rumah tangga sendiri ialah urusan yang lahir atas dasar prakarsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah memiliki kaitan erat dengan demokratisasi pemerintahan di tingkat daerah. Agar demokrasi dapat terwujud, maka daerah harus memiliki kewenangan yang lebih

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Geografis Kabupaten Indragiri Hulu. yang meliputi wilayah Rengat dan Tembilahan di sebelah Hilir.

BAB III GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Geografis Kabupaten Indragiri Hulu. yang meliputi wilayah Rengat dan Tembilahan di sebelah Hilir. 37 BAB III GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Geografis Kabupaten Indragiri Hulu 1. Wilayah Pembentukan Kabupaten Indragiri Hulu pada awainya ditetapkan dengan UU No. 12 Tahun 1956 tentang pembentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH KONDISI GEOGRAFIS Kota Batam secara geografis mempunyai letak yang sangat strategis, yaitu terletak di jalur pelayaran dunia internasional. Kota Batam berdasarkan Perda Nomor

Lebih terperinci

PERANAN BALAI PEMANTAPAN KAWASAN HUTAN DALAM PEMBANGUNAN PLANOLOGI KEHUTANAN KATA PENGANTAR

PERANAN BALAI PEMANTAPAN KAWASAN HUTAN DALAM PEMBANGUNAN PLANOLOGI KEHUTANAN KATA PENGANTAR PERANAN BALAI PEMANTAPAN KAWASAN HUTAN DALAM PEMBANGUNAN PLANOLOGI KEHUTANAN KATA PENGANTAR Materi ini disusun Dinas Kehutanan Propinsi Papua dalam rangka Rapat Kerja Teknis Badan Planologi Kehutanan Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah sehingga akan

Lebih terperinci

GEOGRAFI DAN IKLIM Curah hujan yang cukup, potensial untuk pertanian

GEOGRAFI DAN IKLIM Curah hujan yang cukup, potensial untuk pertanian GEOGRAFI DAN IKLIM Curah hujan yang cukup, potensial untuk pertanian Curah hujan Kecamatan Babulu rata-rata 242,25 mm pada tahun 2010 Kecamatan Babulu memiliki luas 399,46 km 2. Secara geografis berbatasan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.. Luas Wilayah Kota Tasikmalaya berada di wilayah Priangan Timur Provinsi Jawa Barat, letaknya cukup stratgis berada diantara kabupaten Ciamis dan kabupaten Garut.

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Kondisi Alam 1. Letak, Batas Wilayah, dan Keadaan Alam Provinsi Jawa Timur merupakan satu provinsi yang terletak di Pulau Jawa selain Provinsi Daerah Khusus

Lebih terperinci

GAMBARAN SINGKAT TENTANG KETERKAITAN EKONOMI MAKRO DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM DI TIGA PROVINSI KALIMANTAN. Oleh: Dr. Maria Ratnaningsih, SE, MA

GAMBARAN SINGKAT TENTANG KETERKAITAN EKONOMI MAKRO DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM DI TIGA PROVINSI KALIMANTAN. Oleh: Dr. Maria Ratnaningsih, SE, MA GAMBARAN SINGKAT TENTANG KETERKAITAN EKONOMI MAKRO DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM DI TIGA PROVINSI KALIMANTAN Oleh: Dr. Maria Ratnaningsih, SE, MA September 2011 1. Pendahuluan Pulau Kalimantan terkenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 4.1. Gambaran Umum awa Barat adalah provinsi dengan wilayah yang sangat luas dengan jumlah penduduk sangat besar yakni sekitar 40 Juta orang. Dengan posisi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang desentralisasi membuka peluang bagi daerah untuk dapat secara lebih baik dan bijaksana memanfaatkan potensi yang ada bagi peningkatan kesejahteraan dan kualitas

Lebih terperinci

BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT

BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT 1.1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) beserta Komponennya Angka Partisipasi Kasar (APK) SLTP meningkat di tahun 2013 sebesar 1.30 persen dibandingkan pada tahun

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA KAB. TOBA SAMOSIR BAB I PENDAHULUAN

LAPORAN KINERJA KAB. TOBA SAMOSIR BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Kabupaten Toba Samosir Kabupaten Toba Samosir dimekarkan dari Kabupaten Tapanuli Utara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1998 tentang Pembentukan

Lebih terperinci