BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi tingkat produksi, harga output yang dijual, atau penggajian
|
|
- Ivan Hermanto
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsidi adalah pembayaran berbalas yang saat ini dilakukan oleh pemerintah untuk perusahaan berdasarkan tingkat aktivitas produksi, kuantitas, nilai dari barang atau jasa yang mereka produksi, jual, ekspor, atau impor, untuk mempengaruhi tingkat produksi, harga output yang dijual, atau penggajian perusahaan (IMF 2001). Subsidi juga didefinisikan sebagai tindakan pemerintah yang menurunkan biaya produksi, meningkatkan pendapatan produsen, atau menurunkan harga yang dibayarkan oleh konsumen (IEA, OECD & World Bank, 2010). Subsidi (juga disebut subvensi) adalah bentuk bantuan keuangan yang dibayarkan kepada suatu bisnis atau sektor ekonomi. Sebagian subsidi diberikan oleh pemerintah kepada produsen atau distributor dalam suatu industri untuk mencegah kejatuhan industri tersebut (misalnya karena operasi merugikan yang terus dijalankan) atau peningkatan harga produknya atau hanya untuk mendorongnya mempekerjakan lebih banyak buruh (seperti dalam subsidi upah). Contohnya adalah subsidi untuk mendorong penjualan ekspor; subsidi di beberapa bahan pangan untuk mempertahankan biaya hidup, khususnya di wilayah perkotaan; dan subsidi untuk mendorong perluasan produksi pertanian dan mencapai swasembada produksi pangan (Todaro & Smith, 2012) Dari penjelasan diatas, subsidi bisa kita kelompokkan menjadi subsidi kepada produsen dan subsidi kepada konsumen. Subsidi produsen adalah 1
2 pemberian subsidi oleh pemerintah kepada produsen untuk meningkatkan produksi atau agar produsen terbebas dari kebangkrutan dengan cara menutup sebagian biaya produksi mereka. Subsidi konsumen adalah subsidi yang diberikan kepada konsumen dalam bentuk produk konsumsi dengan harga yang lebih murah sehingga memungkinkan mereka untuk mengkonsumsi produk tersebut. Misalnya subsidi makanan dan subsidi susu untuk masyarakat miskin dimana yang disubsidi itu konsumennya bukan produknya. Subsidi merupakan kebalikan dari pajak yang diterapkan pemerintah 1. Subsidi dapat menjadi bentuk proteksionisme dengan membuat barang-barang domestik dan layanan secara artifisial (buatan) kompetitif terhadap impor. Selain mengganggu pasar, subsidi bisa memakan biaya ekonomi yang besar. 2 Bantuan keuangan dalam bentuk subsidi tidak hanya bisa dilakukan oleh pemerintah, hal ini juga bisa diberikan perorangan atau lembaga non-pemerintah misalnya LSM. Pemberlakuan subsidi akan mempengaruhi permintaan dan penawaran barang konsumsi. Jika subsidi adalah s dolar per unit konsumsi barang 1, maka dari sudut pandang konsumen, harga dari barang 1 akan menjadi P 1 -S (Varian, 2010). Dari gambar 1.1 terlihat bahwa harga penawaran sebelum subsidi pada quantitas Q 1 adalah sebesar P 1, sedangkan setelah subsidi harga akan turun menjadi P 2 dengan quantitas barang yang diminta meningkat menjadi Q 2. 1 Pajak menambah pendapatan negara sedangkan subsidi mengurangi pendapatan negara. 2 diakses 15 maret
3 Gambar 1.1 Subsidies Shift the Supply Curve Price Sumber: Nicholson & Snyder (2010) Sebelum pemberlakuan subsidi keseimbangan pasar untuk permintaan LPG berada pada titik E1, sedangkan titik keseimbangan pasar setelah subsidi adalah pada titik E2. Pengenaan subsidi menyebabkan perluasan permintaan dari LPG dan menggeser kurva penawaran jangka pendek dari S 1 ke S 2. Kemudian memperluas Kuantitas barang yang diminta dari Q 1 ke Q 2 dan subsidi dibayar pada kuantitas yang lebih besar ini (Q 2 ). Maka dari itu, total biaya subsidi tidak hanya tergantung pada jumlah LPG per galon, tetapi juga pada tingkat kenaikan kuantitas yang diminta akibat penurunan harga (Nicholson & Snyder, 2010). Subsidi BBM di Indonesia diberlakukan sejak tahun anggaran 1967 (Dillon et al., 2008; Pradiptyo & Sahadewo, 2012a). Tujuan pemberlakuan subsidi ini adalah untuk membantu konsumsi masyarakat berkemampuan finansial lemah dan bisa menggenjot pertumbuhan ekonomi Indonesia. Namun penerapan subsidi di Indonesia malah dilakukan secara keliru, subsidi tersebut diterapkan kepada produk (bukan kepada orang), sehingga masyarakat dengan kemampuan finansial 3
4 yang kuat memiliki peluang yang lebih besar untuk mengkonsumsi lebih banyak atas produk bersubsidi tersebut. Idealnya subsidi tersebut didistribusikan kepada rumah tangga yang ditargetkan berdasarkan data nama dan alamat atau by name by address (Pradiptyo & Sahadewo, 2012a), pendistribusian subsidi yang bertarget ini lebih tepat sasaran dan minim penyalahgunaan, sehingga akan benarbenar membantu untuk konsumsi masyarakat ekonomi lemah. Pemerintah Indonesia memiliki beberapa alasan untuk menaikkan harga bahan bakar bersubsidi. Alasan pertama yaitu harga bahan bakar bersubsidi terlalu murah dibanding bahan bakar non-subsidi. Jurang lebar antara harga bahan bakar subsidi dan non-subsidi mendorong konsumen untuk beralih dari bahan bakar non-subsidi Pertamax (kadar oktan 92) ke Premium (kadar oktan 88). Perbedaan harga antara bahan bakar bersubsidi dan non-subsidi selanjutnya menciptakan peluang untuk penyelundupan dan penyalahgunaan (Widodo et al., 2012). BPH Migas melaporkan bahwa antara 10 dan 15 persen dari BBM bersubsidi yang didistribusikan oleh pemerintah secara ilegal dijual ke industri, khususnya di SPBU dekat dengan industri dan daerah pertambangan (GSI, 2012). Alasan kedua, subsidi yang diberikan tersebut menimbulkan inefisiensi dalam perekonomian. Pada gambar 1.2 merupakan kasus subsidi yang yang diberikan kepada konsumen. Dalam kasus ini harga keekonomian BBM adalah sebesar P b, harga tersebut bisa jadi oleh pemerintah dianggap terlalu tinggi, kemudian pemerintah memberikan subsidi kepada konsumen. Dengan disubsidinya barang seharga P b tersebut konsumen dengan kemampuan daya beli P c bisa menjangkau barang tersebut. Dalam hal ini pemerintah Indonesia harus 4
5 menanggung beban subsidi sebesar area (1+2+3). Dari subsidi yang diberikan tersebut surplus konsumen sebesar area (1+2), produsen tidak menerima manfaat dari subsidi. Subsidi yang hilang dan tidak dinikmati oleh produsen maupun konsumen sebesar area (3), hal tersebut dikenal dengan DWL (dead-weight welfare loss). Dengan demikian subsidi yang diberikan tersebut menimbulkan inefisiensi dalam perekonomian. Gambar 1.2 Subsidi konsumen untuk barang tradable 3 Sumber : Sadoulet & Janvry (1995) Inefisiensi lainnya dari segi prioritas anggaran dalam kebijakan fiskal dan keuangan negara. Penerapan subsidi mendorong konsumsi minyak bumi secara berlebihan dan dapat menggeser (crowd out) belanja publik prioritas tinggi, termasuk pengeluaran untuk infrastruktur fisik, pendidikan, kesehatan, perlindungan sosial dan pengentasan kemiskinan ( Agustina et al., 2008; Anand et al., 2013; Coady et al., 2010; GSI, 2012). Pengurangan subsidi energi akan 3 Adalah barang yang telah biasa diperdagangkan di pasar luar negeri atau telah biasa di ekspor dan di impor termasuk BBM 5
6 memungkinkan pemerintah menggunakan dana yang awalnya diperuntukkan bagi subsidi untuk program-program yang menargetkan masyarakat miskin secara langsung dan program-program yang memiliki multiplier efek lebih besar terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesejahteran masyarakat. Alasan ketiga, sejak tahun 2004 Indonesia tidak lagi menjadi negara pengekspor bahan bakar. Dengan demikian, kenaikan harga minyak mentah internasional (ICP) akan menciptakan defisit perdagangan minyak (Widodo et al., 2012). Seperti pada gambar di bawah, di tahun 2013 konsumsi minyak bumi Indonesia barel per hari sedangkan produksi minyak bumi hanya barel per hari. Dengan demikian lebih dari separo kebutuhan konsumsi nasional Indonesia merupakan impor dari negara penghasil BBM. Gambar 1.3 Produksi dan Konsumsi Minyak Bumi Indonesia Tahun Source: Index Mundi 4 4 Diakses 17 September 2015 dari 6
7 Sebagai pengimpor bahan bakar, Indonesia harus membeli sebagian besar dari bahan bakarnya sesuai harga pasar internasional. Kemudian menjual kembali bahan bakar tersebut kepada masyarakat dengan harga yang lebih murah. Hal ini mengakibatkan kerugian besar bagi Pertamina yang akhirnya mengakibatkan beban keuangan bagi perekonomian nasional secara keseluruhan karena biaya subsidi yang besar tersebut ditanggung oleh pemerintah. Subsidi yang besar pada minyak impor membuat posisi fiskal Indonesia menjadi rentan terhadap perubahan harga energi global. Ketika harga minyak internasional naik secara drastis, sebagaimana pada 2008, pemerintah terpaksa menaikkan harga bahan bakar minyak yang sulit secara politis dan mengakibatkan kenaikan inflasi. Namun, jika pemerintah memilih untuk mempertahankan subsidi pada saat harga minyak sedang tinggi, pemerintah harus mencari tambahan hutang atau memotong pengeluaran untuk program lain. Memangkas pengeluaran di bidang infrastruktur, kesehatan atau pendidikan juga akan mengakibatkan dampak negatif jangka panjang terhadap pembangunan dan daya saing ekonomi (GSI, 2012). Alasan keempat, sesuai dengan UU 30/2007 tentang energi, disebutkan bahwa subsidi disediakan untuk kelompok kurang mampu. Dalam realisasinya di lapangan, 40% dari keluarga berpenghasilan tinggi mendapatkan keuntungan 70% dari subsidi, sementara 40% dari keluarga berpenghasilan rendah mendapatkan keuntungan hanya 15% dari subsidi. Oleh karena itu, subsidi tidak tepat sasaran dan menguntungkan orang kaya ketimbang orang miskin (IEA, 2008). on 7
8 Alasan kelima, penerapan subsidi dapat menunda penerapan teknologi hemat energi dan menghambat pengembangan energi alternatif (diversifikasi) yang lebih ekonomis, efisien dan ramah lingkungan. Harga yang lebih rendah akibat pemberlakuan subsidi juga mempengaruhi keputusan penanaman modal dan para pemasok energi untuk berinvestasi serta membangun infrastruktur baru, karena subsidi tersebut mengurangi insentif dan keuntungan finansial bagi mereka (IEA, 2008; GSI, 2012). Dengan demikian perkembangan kebutuhan energi tidak akan diimbangi oleh peningkatan produksi energi. Alasan keenam, kebijakan subsidi kepada barang 5 merupakan kebijakan yang keliru dan kurang tepat dibandingkan dengan subsidi yang langsung ditujukan pada rumah tangga. Menurut Pradiptyo & Sahadewo (2012b) subsidi yang diterapkan untuk komoditas atau barang mengakibatkan individu belum tentu menyadari bahwa mereka telah menikmati subsidi ketika mereka membeli bahan bakar. Dalam hal ini individu seolah-olah tidak pernah merasa menikmati subsidi sebesar 300 triliun yang dianggarkan oleh pemerintah. Alasan ketujuh, kebijakan subsidi di Indonesia tidak dapat dilakukan secara terus-menerus karena sangat membebani APBN. Berdasarkan data kementerian keuangan untuk satu dekade terakhir seperti gambar 1.4 di bawah, beban subsidi yang ditanggung APBN setiap tahun cenderung semakin besar. Beban yang semakin besar ini akan menyebabkan tekanan secara terus-menerus pada aspek fiskal yang pada akhirnya akan menghambat prospek pertumbuhan ekonomi (Nayak & Jena, 2014; Pradiptyo & Sahadewo, 2012a). Jika subsidi mesti 5 Seperti subsidi BBM, Pupuk dan listrik yang berlaku di Indonesia 8
9 diberikan maka harus tepat sasaran, adil, serta dinikmati oleh masyarakat yang pantas, selektif dan diberikan dalam jangka waktu yang terbatas. Gambar 1.4 Besarnya Realisasi Subsidi BBM Tahun Anggaran dalam Triliun Rupiah APBNP Sumber : Kementerian Keuangan Dalam rangka mengurangi tekanan anggaran pemerintah akibat semakin membesarnya pengeluaran subsidi BBM dan gas, pemerintah Indonesia memilih memotong biaya subsidi secara bertahap. Kebijakan pengurangan subsidi oleh pemerintah berdampak langsung terhadap kenaikan harga. Kondisi tersebut kemungkinan akan memberatkan masyarakat, terutama keluarga miskin dalam pemenuhan kebutuhan pokok, pendidikan, kesehatan dan lain-lain. Dibutuhkan kompensasi bagi masyarakat miskin yang terdampak oleh kenaikan harga akibat pengurangan subsidi tersebut berupa kebijakan dalam bentuk bantuan langsung melalui program kompensasi pengurangan subsidi. Konsumen BBM di Indonesia sangat terikat dengan subsidi. Setiap kebijakan pengurangan subsidi secara bertahap maupun tidak bertahap, akan mengundang protes dan mendapat kritik dari para demonstran. Kenaikan subsidi 9
10 BBM sangat berpengaruh kepada inflasi dan stabilitas harga. Penghapusan subsidi dianggap kerugian oleh masyarakat Indonesia. Karena itu kebijakan menaikkan BBM merupakan kebijakan yang sangat tidak populer. Menurut Susilo (2013), dengan melihat kecenderungan perekonomian domestik dan internasional, kebijakan pengurangan subsidi BBM (termasuk Non- BBM) harus dilakukan secara rasional serta bertahap. Besaran pengurangan subsidi harus memperhatikan dampak dari kenaikan harga BBM. Besaran kenaikan itu harus masuk akal dan sesuai timing yang tepat. Hal ini agar tidak memberatkan perekonomian masyarakat dan sektor ekonomi. Pada tahun 2007, pemerintah mengambil kebijakan untuk mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap bahar bakar minyak tanah (kerosene) dalam rangka pengurangan pengeluaran negara untuk mensubsidinya. Hal tersebut dilakukan melalui program konversi minyak tanah bersubsidi ke Liquefied Petroleum Gas (LPG) 3 kg. Program pemerintah tersebuh merubah pola konsumsi masyarakat Indonesia terhadap penggunaan bahan bakar yang sudah turun temurun dari generasi ke generasi. Perubahan pola konsumsi ini juga mempengaruhi perilaku, budaya dan pengeluaran anggaran rumah tangga. Pertimbangan dilakukannya program konversi ini adalah agar masyarakat dapat lebih berhemat dengan menggunakan LPG dibandingkan minyak tanah. Penggunaan LPG dapat meningkatkan efisiensi penggunaan energi yang cukup besar karena nilai kalor efektif LPG lebih tinggi dibandingkan minyak tanah dan mempunyai gas buang yang lebih bersih serta ramah lingkungan. Diperkirakan 10
11 dengan menggunakan LPG bersubsidi rumah tangga bisa menghemat pengeluaran Rp Rp per bulan (Kementerian ESDM, 2007). Elpiji adalah brand Pertamina untuk LPG (Liquefied Petroleum Gas). merupakan gas hidrokarbon produksi dari kilang minyak dan kilang gas dengan komponen utama gas campuran dari propana (C3H8) dan butana (C4H10) yang dicairkan melalui proses pendinginan 6. Karena besarnya kebutuhan dari elpiji dan ketidakmampuan produksi Indonesia dalam memenuhi kebutuhan masyarakat, kedua bahan dasar tadi dipenuhi dengan cara mengimpor dari negara pengekspor LPG. Gambar 1.5 Produksi dan Konsumsi LPG Indonesia Source: Index Mundi 7 6 Lihat diakses pada 17 September Diakses pada 20 Agustus 2015 dari : ion 11
12 Berdasarkan gambar 1.6 di bawah dapat dikatakan bahwa program konversi minyak tanah ke LPG yang dilakukan pemerintah Indonesia berhasil. Konsumsi LPG bersubsidi mencapai 70%, hal ini mengindikasikan masyarakat Indonesia sudah mulai bergantung pada bahan bakar cair tersebut. Ketergantungan masyarakat terhadap LPG belum diimbangi dengan lancarnya distribusi bahan bakar cair tersebut. Hal ini bisa kita lihat dengan selisih yang begitu besar antara harga yang ditetapkan pemerintah dengan harga perolehan masyarakat. Selain itu konversi ini belum bisa dinikmati secara maksimal oleh beberapa provinsi di Indonesia. Gambar 1.6 Mengkonsumsi LPG Bersubsidi Satu Bulan Terakhir 30,32% 0% 69,68% Yes No NA Sumber : Data Surnas LSI Agustus 2014, diolah 12
13 ACEH SUMUT SUMBAR RIAU JAMBI SUMSEL BENGKULU LAMPUNG BABEL KEPRI DKI JABAR JATENG DIY JATIM BANTEN BALI NTB NTT KALBAR KALTENG KALSEL KALTIM SULUT SULTENG SULSEL SULTRA GORONTALO SULBAR MALUKU MALUT PAPUA PAPUA BARAT KALTARA Gambar 1.7 Konsumsi LPG Bersubsidi per Provinsi Yes No Sumber : Data Surnas LSI Agustus 2014, diolah Pada tataran provinsi konsumsi LPG bersubsidi nasional terpusat di Jabar, Jateng dan Jatim. Di beberapa wilayah Indonesia timur, kebanyakan masyarakat tidak mengkonsumsi LPG bersubsidi. Kondisi ini kemungkinan terjadi karena adanya alternatif bahan bakar lain seperti penggunaan kayu bakar. Kemungkinan lainya bisa jadi karena masalah tergangunya pendistribusian atau permainan mafia yang melakukan pengoplosan isi tangki 3 kg ke dalam tangki 12 kg kemudian menjualnya kepada industri. Berdasarkan data LSI dari 60 responden di NTT, 42 orang mengkonsumsi minyak tanah dan 18 orang tidak mengkonsumsi, di Papua dari 29 responden, 24 dari mereka mengkonsumsi minyak tanah sedangkan, di Maluku dari 20 responden, 17 responden adalah konsumen minyak tanah. Jumlah keseluruhan konsumen LPG bersubsidi di Indonesia adalah 2119 responden. 13
14 Gambar 1.8 Jumlah Konsumsi LPG Bersubsidi per Tabung dalam Satu Bulan Sumber : Data Surnas LSI Agustus 2014, diolah Berdasarkan grafik konsumsi LPG bersubsidi di atas, konsumsi tertinggi LPG yaitu 1 sampai 2 tabung perbulan. Rata-rata konsumsi LPG bersubsidi di Indonesia adalah 2.66 tabung/bulan dengan konsumsi tertinggi yaitu 90 tabung. secara rata-rata penggunaan LPG tidak bermasalah karena kementerian ESDM mengasumsikan penggunaan LPG oleh masyarakat miskin 3 sampai 4 tabung sebulan. Namun pemakaian 5 tabung keatas harus didata ulang oleh pemerintah, bisa jadi konsumen tersebut tidak tepat lagi menggunakan LPG bersubsidi, karena sesuai peraturan menteri ESDM nomor 26 tahun 2009, LPG bersubsidi hanya diperuntukkan untuk rumah tangga miskin dan usaha mikro. 14
15 Gambar 1.9 Konsumsi LPG Berdasarkan Wilayah Kota atau Desa Rural Urban Sumber : Data Surnas LSI Agustus 2014, diolah Berdasarkan wilayah desa dan kota terdapat perbedaan pola konsumsi masyarakat. Pemakaian di atas 3 tabung per bulan lebih banyak di kota. Sedangkan di desa masyarakat rata-rata hanya menggunakan 1 sampai 2 tabung. Rendahnya konsumsi masyarakat di desa kemungkinan terjadi karena adanya alternatif bahan bakar lain dan kelangkaan pasokan akibat tidak lancarnya distribusi LPG. 15
16 Gambar 1.10 Harga Perolehan LPG bersubsidi per Tabung Berdasarkan Wilayah Kota dan Desa Urban Rural > Not Answer Sumber : Data Surnas LSI Agustus 2014, diolah Program konversi minyak tanah ke LPG sudah berjalan lebih dari tujuh tahun, namun di dalam pelaksanaannya banyak terjadi penyimpangan yang tidak sesuai harapan. Pemerintah mematok harga LPG Rp 4.250/ kg, dengan demikian harga LPG bersubsidi seharusnya Rp ,- per tabung. Harga yang ditetapkan pemerintah ini berbeda dengan harga di lapangan, harga untuk satu tabung LPG bersubsidi di pasaran berkisar antara Rp /tabung seperti pada gambar diatas. Penelitian tentang subsidi BBM di negara-negara yang menerapkan subsidi belum terlalu banyak dilakukan oleh peneliti. Adapun penelitian terdahulu tentang subsidi bahan bakar lebih ditekankan kepada dampak pemberian subsidi terhadap tekanan keuangan fiskal, dampak kesejahteraan dari penerapan subsidi, dampak lingkungan serta manfaat dari reformasi subsidi. Sependek pengetahuan penulis belum ada satupun penelitian tentang LPG untuk unit analisis individu seluruh 16
17 Indonesia yang melirik riset subsidi dari segi konsumen. Dari segi ini kita bisa melihat karakteristik dari pengguna bahan bakar bersubsidi apakah masyarakat strata sosial ekonomi rendah dan yang berhak atau malah sebaliknya strata sosial menengah-atas. Dari latar belakang di atas peneliti tertarik menganalisis perilaku konsumen terhadap lpg bersubsidi di indonesia 1.2. RUMUSAN MASALAH Penelitian ini akan mencoba menjawab beberapa pertanyaan berikut: 1. Faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap keputusan konsumen untuk mengkonsumsi LPG bersubsidi di Indonesia? 2. Faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap pengetahuan konsumen tentang harga eceran resmi LPG bersubsidi di Indonesia? 3. Faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap pengetahuan konsumen bahwa LPG 3 Kg disubsidi oleh pemerintah Indonesia? 1.3. Tujuan penelitian Dengan mengacu kepada pertanyaan penelitian tersebut, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan konsumen untuk mengkonsumsi LPG bersubsidi di Indonesia. 2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan konsumen tentang harga eceran resmi LPG bersubsidi di Indonesia. 3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan konsumen bahwa LPG 3 Kg disubsidi oleh pemerintah Indonesia. 17
18 1.4. Manfaat penelitian Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut 1. Bagi akademisi, hasil penelitian ini dapat berkontribusi sebagai acuan dan referensi tambahan dalam melakukan penelitian-penelitian yang sejenis. 2. Bagi pemerintah, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi instansi yang terkait, dalam hal membuat kebijakan pemberlakuan subsidi di Indonesia kedepanya. 3. Bagi masyarakat umum, penelitian ini dapat dijadikan bahan untuk memperluas wawasan dan pengenalan terhadap subsidi bahan bakar di Indonesia Data dan Metodologi Penelitian Data Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari Survei Sosial Kemasyarakatan yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada awal bulan Agustus Sampel dari survei tersebut adalah responden untuk seluruh wilayah Indonesia yang dibagi sesuai proporsi populasi tiap provinsi. Data tersedia pada level individu yang terdiri dari pendapatan, jenis kelamin, wilayah tempat tinggal, usia, pendidikan, mengkonsumsi LPG bersubsidi dan pengetahuan tentang LPG bersubsidi Model Penelitian ini bersifat eksplorasi dengan model yang dikembangkan untuk mengeksplorasi variabel yang terkait dengan variabel penelitian. Sistem persamaan yang digunakan mengacu pada model yang dibentuk dengan mengadopsi teori ekonomi dan sosial dalam penentuan variabel independen. 18
19 Model penelitian ini merupakan modifikasi minor dari Pradiptyo et al. (2015). Model Pradiptyo et al tersebut bisa dituliskan dalam persamaan berikut : d_ right_price = ( ) + year_educ + income + age + male+ urban + motor+ car + boat + Sumatera+ Kalimantan + Nusa Tenggara + Sulawesi + Maluku/Papua + year_educ* motor + year_educ* car + year_educ* boat + year_educ* Sumatera + year_educ* Kalimantan + year_educ* Nusa Tenggara + year_educ* Sulawesi + year_educ* Maluku/Papua + d_right_price = Jawaban benar tentang harga eceran resmi premium bersubsidi year_educ income age male urban motor car boat Sumatera Kalimantan Nusa Tenggara = Lama pendidikan formal responden = Pendapatan responden dalam satu bulan = Umur responden dalam satuan tahun = Jenis kelamin responden = Wilayah domisili tempat menetap responden = Responden memiliki kendaraan sepeda motor = Responden memiliki kendaraan mobil = Responden memiliki kendaraan perahu/ kapal motor = Responden yang tinggal di Sumatera = Responden yang tinggal di Kalimantan = Responden yang tinggal di Nusa Tenggara 19
20 Sulawesi Maluku/Papua = Responden yang tinggal di Sulawesi = Responden yang tinggal di Maluku/Papua Model tersebut direplikasi dan dimodifikasi untuk menganalisis faktorfaktor yang mempengaruhi keputusan konsumen untuk mengkonsumsi LPG bersubsidi, faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan konsumen tentang harga eceran resmi dan pengetahuan konsumen bahwa LPG 3 Kg disubsidi oleh pemerintah Indonesia Analisis Data Model dalam penelitian ini akan dianalisis dengan mengunakan survei logistik regresi. Data yang dikumpulkan akan diolah dengan menggunakan stata Sistematika Pembahasan Penelitian Penulisan laporan penelitian ini secara garis besar akan mengikuti format sebagai berikut: BAB I. PENDAHULUAN Bab I memuat latar belakang masalah penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, data dan metodologi penelitian serta sistematika pembahasan penelitian. BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Bab II memuat kajian pustaka terkait teori perilaku konsumen, teori pengetahuan konsumen, teori subsidi, Standar Klasifikasi untuk Menganalisis Perilaku Konsumen, penelitian terdahulu dan keaslian penelitian, serta hipotesis penelitian. 20
21 BAB III. METODOLOGI Bab III membahas alat analisis, jenis dan sumber data, definisi operasional variabel, metode analisis data serta keterbatasan penelitian. BAB IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN Bab IV menjabarkan hasil estimasi data berdasarkan metode yang digunakan dalam penelitian ini. BAB V. PENUTUP Bab V merupakan kesimpulan dalam penelitian ini dan saran dari hasil penelitian. 21
INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2015
BADAN PUSAT STATISTIK No. 46/05/Th. XVIII, 5 Mei 2015 INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2015 KONDISI BISNIS MENURUN NAMUN KONDISI EKONOMI KONSUMEN SEDIKIT MENINGKAT A. INDEKS
Lebih terperinci4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan
4 GAMBARAN UMUM 4.1 Kinerja Fiskal Daerah Kinerja fiskal yang dibahas dalam penelitian ini adalah tentang penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah, yang digambarkan dalam APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dampak yang besar terhadap perekonomian Indonesia. Dalam periode 2005
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pergerakan ekonomi dunia dan naik turunnya harga minyak mempunyai dampak yang besar terhadap perekonomian Indonesia. Dalam periode 2005 sampai 2009, salah satu faktor
Lebih terperinciINDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2013
BADAN PUSAT STATISTIK No. 34/05/Th. XVI, 6 Mei 2013 INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2013 KONDISI BISNIS DAN EKONOMI KONSUMEN MENINGKAT A. INDEKS TENDENSI BISNIS A. Penjelasan
Lebih terperinciINDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2017
BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI PAPUA INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2017 A. Penjelasan Umum 1. Indeks Tendensi Konsumen (ITK) I-2017 No. 27/05/94/Th. VII, 5 Mei 2017 Indeks Tendensi
Lebih terperinciINDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN IV-2016
BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI PAPUA INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN A. Penjelasan Umum No. 11/02/94/Th. VII, 6 Februari 2017 Indeks Tendensi Konsumen (ITK) adalah indikator perkembangan
Lebih terperinciINDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2016
No. 25/05/94/Th. VI, 4 Mei 2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN A. Penjelasan Umum Indeks Tendensi Konsumen (ITK) adalah indikator perkembangan ekonomi konsumen terkini yang dihasilkan
Lebih terperinciBADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KALIMANTAN TENGAH. 07 November 2016
BADAN PUSAT STATISTIK 07 November 2016 Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Ekonomi Kalimantan Tengah (Produk Domestik Regional Bruto) Indeks Tendensi Konsumen 7 November 2016 BADAN PUSAT STATISTIK Pertumbuhan
Lebih terperinciTABEL 1 LAJU PERTUMBUHAN PDRB MENURUT LAPANGAN USAHA (Persentase) Triw I 2011 Triw II Semester I 2011 LAPANGAN USAHA
No. 01/08/53/TH.XIV, 5 AGUSTUS PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TRIWULAN II TUMBUH 5,21 PERSEN Pertumbuhan ekonomi NTT yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada triwulan II tahun
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas penentu kelangsungan perekonomian suatu negara. Hal ini disebabkan oleh berbagai sektor dan kegiatan ekonomi di Indonesia
Lebih terperinciINDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2016
BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/05/18/Th. VI, 4 Mei 2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN I-2016 SEBESAR 101,55
Lebih terperinciINDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2015 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2015
BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/11/18.Th.V, 5 November 2015 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2015 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2015 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN III-2015 SEBESAR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 1970-an telah terjadi perubahan menuju desentralisasi di antara negaranegara,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sejak tahun 1970-an telah terjadi perubahan menuju desentralisasi di antara negaranegara, baik negara ekonomi berkembang maupun negara ekonomi maju. Selain pergeseran
Lebih terperinciINDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2017 DAN PERKIRAAN TRIWULAN III-2017
BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/08/18/Th.VII, 7 Agustus 2017 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2017 DAN PERKIRAAN TRIWULAN III-2017 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN II-2017 SEBESAR
Lebih terperinciAKSES PELAYANAN KESEHATAN. Website:
AKSES PELAYANAN KESEHATAN Tujuan Mengetahui akses pelayanan kesehatan terdekat oleh rumah tangga dilihat dari : 1. Keberadaan fasilitas kesehatan 2. Moda transportasi 3. Waktu tempuh 4. Biaya transportasi
Lebih terperinciWORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK)
WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK) KONSEP 1 Masyarakat Anak Pendidikan Masyarakat Pendidikan Anak Pendekatan Sektor Multisektoral Multisektoral Peserta Didik Pendidikan Peserta Didik Sektoral Diagram Venn:
Lebih terperinciINDEKS TENDENSI KONSUMEN
No. 10/02/91 Th. VI, 6 Februari 2012 INDEKS TENDENSI KONSUMEN A. Penjelasan Umum Indeks Tendensi Konsumen (ITK) adalah indikator perkembangan ekonomi terkini yang dihasilkan Badan Pusat Statistik melalui
Lebih terperinciINDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN III-2016
BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/08/18/Th. VI, 5 Agustus 2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN III-2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN II-2016 SEBESAR
Lebih terperinciInfo Singkat Kemiskinan dan Penanggulangan Kemiskinan
Info Singkat Kemiskinan dan Penanggulangan Kemiskinan http://simpadu-pk.bappenas.go.id 137448.622 1419265.7 148849.838 1548271.878 1614198.418 1784.239 1789143.87 18967.83 199946.591 294358.9 2222986.856
Lebih terperinciPEMBERDAYAAN DAN KEBERPIHAKAN UNTUK MENGATASI KETIMPANGAN. 23 Oktober 2017
PEMBERDAYAAN DAN KEBERPIHAKAN UNTUK MENGATASI KETIMPANGAN 23 Oktober 2017 1 Minyak Solar 48 (Gas oil) Bensin (Gasoline) min.ron 88 Rp.7 Ribu Rp.100 Ribu 59 2 Progress dan Roadmap BBM Satu Harga Kronologis
Lebih terperinciSIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
273 VII. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 7.1. Simpulan Berdasarkan hasil analisis deskripsi, estimasi, dan simulasi peramalan dampak kebijakan subsidi harga BBM terhadap kinerja perekonomian, kemiskinan,
Lebih terperinciINDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2017 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2017
BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/05/18/Th. VII, 5 Mei 2017 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2017 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2017 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN I-2017 SEBESAR 101,81
Lebih terperinciBERITA RESMI STATISTIK
Inflai BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT No. 74/11/52/Th VII, 7 November 2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) TRIWULAN III-2016 A. Penjelasan Umum Indeks Tendensi Konsumen (ITK) adalah
Lebih terperinciPOTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro)
POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Setjen, Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1. Nasional
Lebih terperinciINDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN IV-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN I-2017
BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/02/18 TAHUN VII, 6 Februari 2017 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN IV-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN I-2017 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN IV-2016 SEBESAR
Lebih terperinciINDONESIA Percentage below / above median
National 1987 4.99 28169 35.9 Converted estimate 00421 National JAN-FEB 1989 5.00 14101 7.2 31.0 02371 5.00 498 8.4 38.0 Aceh 5.00 310 2.9 16.1 Bali 5.00 256 4.7 30.9 Bengkulu 5.00 423 5.9 30.0 DKI Jakarta
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Permintaan produk peternakan terus meningkat sebagai konsekuensi. adanya peningkatan jumlah penduduk, bertambahnya proporsi penduduk
13 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan produk peternakan terus meningkat sebagai konsekuensi adanya peningkatan jumlah penduduk, bertambahnya proporsi penduduk perkotaan, pendidikan dan pengetahuan
Lebih terperinciPOTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro)
POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1. Nasional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Peningkatan kebutuhan akan energi di Indonesia terus meningkat karena makin bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya kegiatan serta pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Lebih terperinciVIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN
185 VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN Ketersediaan produk perikanan secara berkelanjutan sangat diperlukan dalam usaha mendukung ketahanan pangan. Ketersediaan yang dimaksud adalah kondisi tersedianya
Lebih terperinciINDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2016
BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/11/18/Th. VI, 7 November 2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN III-2016 SEBESAR
Lebih terperinciDIREKTORAT JENDERAL KETENAGALISTRIKAN KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
PROGRAM LISTRIK PERDESAAN DI INDONESIA: KEBIJAKAN, RENCANA DAN PENDANAAN Jakarta, 20 Juni 2013 DIREKTORAT JENDERAL KETENAGALISTRIKAN KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL KONDISI SAAT INI Kondisi
Lebih terperinciINDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI BENGKULU TRIWULAN I TAHUN 2015
No. 30/05/17/V, 5 Mei 2015 INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI BENGKULU TRIWULAN I TAHUN 2015 A. Kondisi Ekonomi Konsumen Triwulan I-2015 Indeks Tendensi Konsumen (ITK) Triwulan I-2015 di Provinsi
Lebih terperinciBPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT
BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 45/08/61/Th. XV, 6 Agustus 2012 INDEKS TENDENSI KONSUMEN KALIMANTAN BARAT TRIWULAN II- 2012 Indeks Tendensi Konsumen (ITK) Kalimantan Barat pada II-2012 sebesar 109,62;
Lebih terperinciLAPORAN MINGGUAN DIREKTORAT PERLINDUNGAN TANAMAN PANGAN PERIODE 18 MEI 2018
LAPORAN MINGGUAN DIREKTORAERLINDUNGAN TANAMAN PANGAN PERIODE 18 MEI 2018 LUAS SERANGAN OPT UTAMA PADA TANAMAN PADI 1. LUAS SERANGAN OPT UTAMA PADA TANAMAN PADI MK 2018 2. LUAS SERANGAN OPT UTAMA PADA TANAMAN
Lebih terperinciSUBSIDI BBM DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA
SUBSIDI BBM DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA I. PENDAHULUAN Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan salah satu input di dalam meningkatkan ekonomi masyarakat dan pada gilirannya akan mempengaruhi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. sumber daya alam tidak diragukan lagi Indonesia memiliki kekayaan alam yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki potensi sumber daya yang sangat besar baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia, untuk sumber daya alam tidak
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia bukanlah negara pengekspor besar untuk minyak bumi. Cadangan dan produksi minyak bumi Indonesia tidak besar, apalagi bila dibagi dengan jumlah penduduk. Rasio
Lebih terperinciPOTRET PENDIDIKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Indikator Makro)
POTRET PENDIDIKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Setjen, Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1.
Lebih terperinciCEDERA. Website:
CEDERA Definisi Cedera Cedera merupakan kerusakan fisik pada tubuh manusia yang diakibatkan oleh kekuatan yang tidak dapat ditoleransi dan tidak dapat diduga sebelumnya Definisi operasional: Cedera yang
Lebih terperinciKementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. #Energi Berkeadilan. Disampaikan pada Pekan Pertambangan. Jakarta, 26 September 2017
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral #Energi Berkeadilan Disampaikan pada Pekan Pertambangan Jakarta, 26 September 2017 1 #EnergiBerkeadilan Untuk Kesejahteraan Rakyat, Iklim Usaha dan Pertumbuhan
Lebih terperinci5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA
86 5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA Profil kinerja fiskal, perekonomian, dan kemiskinan sektoral daerah pada bagian ini dianalisis secara deskriptif berdasarkan
Lebih terperinciPANDUAN PENGGUNAAN Aplikasi SIM Persampahan
PANDUAN PENGGUNAAN Aplikasi SIM Persampahan Subdit Pengelolaan Persampahan Direktorat Pengembangan PLP DIREKTORAT JENDRAL CIPTA KARYA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT Aplikasi SIM PERSAMPAHAN...(1)
Lebih terperinciBPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT
BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 28/ 05/ 61/ Th,XVI, 6 Mei 2013 INDEKS TENDENSI KONSUMEN KALIMANTAN BARAT TRIWULAN I- 2013 A. Kondisi Ekonomi Konsumen Triwulan I-2013 Indeks Tendensi Konsumen (ITK) Kalimantan
Lebih terperinciINDEKS KEBAHAGIAAN KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2017
Nomor : 048/08/63/Th.XX, 15 Agustus 2017 INDEKS KEBAHAGIAAN KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2017 INDEKS KEBAHAGIAAN KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2017 SEBESAR 71,99 (SKALA 0-100) Kebahagiaan Kalimantan Selatan tahun
Lebih terperinciKESEHATAN ANAK. Website:
KESEHATAN ANAK Jumlah Sampel dan Indikator Kesehatan Anak Status Kesehatan Anak Proporsi Berat Badan Lahir, 2010 dan 2013 *) *) Berdasarkan 52,6% sampel balita yang punya catatan Proporsi BBLR Menurut
Lebih terperinciINDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI BENGKULU TRIWULAN III TAHUN 2016 SEBESAR 109,22
No. 66/11/17/VI, 7 November 2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI BENGKULU TRIWULAN III TAHUN 2016 SEBESAR 109,22 A. Kondisi Ekonomi Konsumen Triwulan III-2016 Indeks Tendensi Konsumen (ITK) triwulan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan fenomena umum yang terjadi pada banyak
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan merupakan fenomena umum yang terjadi pada banyak negara di dunia dan menjadi masalah sosial yang bersifat global. Hampir semua negara berkembang memiliki
Lebih terperinciPEMETAAN DAYA SAING PERTANIAN INDONESIA
Pendahuluan Policy Brief PEMETAAN DAYA SAING PERTANIAN INDONESIA 1. Dinamika perkembangan ekonomi global akhir-akhir ini memberikan sinyal tentang pentingnya peningkatan daya saing pertanian. Di tingkat
Lebih terperinciANALISIS MASALAH BBM
1 Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) ANALISIS MASALAH BBM Bahan Konferensi Pers Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Jakarta,
Lebih terperinciDisabilitas. Website:
Disabilitas Konsep umum Setiap orang memiliki peran tertentu = bekerja dan melaksanakan kegiatan / aktivitas rutin yang diperlukan Tujuan Pemahaman utuh pengalaman hidup penduduk karena kondisi kesehatan
Lebih terperinciKINERJA TATA KELOLA PROVINSI SULTENG
KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SULTENG SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada saat
Lebih terperinciBPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT
BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 65 /11 /61 /Th. XVII, 5 November 2014 INDEKS TENDENSI KONSUMEN KALIMANTAN BARAT TRIWULAN III- 2014 A. Kondisi Ekonomi Konsumen Triwulan III-2014 Indeks Tendensi Konsumen
Lebih terperinciKINERJA TATA KELOLA PROVINSI SUMATERA SELATAN
KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SUMATERA SELATAN SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif.
Lebih terperinciINDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI BENGKULU TRIWULAN IV TAHUN 2015
No. 12/02/17/VI, 5 Februari 2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI BENGKULU TRIWULAN IV TAHUN 2015 A. Kondisi Ekonomi Konsumen Triwulan IV-2015 Indeks Tendensi Konsumen (ITK) triwulan IV-2015 di
Lebih terperinciPENGUATAN KEBIJAKAN SOSIAL DALAM RENCANA KERJA PEMERINTAH (RKP) 2011
PENGUATAN KEBIJAKAN SOSIAL DALAM RENCANA KERJA PEMERINTAH (RKP) 2011 ARAHAN WAKIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN TINGKAT NASIONAL (MUSRENBANGNAS) 28 APRIL 2010
Lebih terperinciIPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014
IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014 LATAR BELAKANG Sebelum tahun 1970-an, pembangunan semata-mata dipandang sebagai fenomena ekonomi saja. (Todaro dan Smith)
Lebih terperinciBEBAN SUBSIDI BBM DALAM APBN TAHUN 2013
BEBAN SUBSIDI BBM DALAM APBN TAHUN 2013 I. PENDAHULUAN Dalam Undang-undang No.19 Tahun 2012 tentang APBN 2013, anggaran subsidi BBM dialokasikan sebesar Rp193,8 triliun meningkat Rp56,4 triliun bila dibandingkan
Lebih terperinciHASIL Ujian Nasional SMP - Sederajat. Tahun Ajaran 2013/2014
HASIL Ujian Nasional SMP - Sederajat Tahun Ajaran 213/21 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta, 13 Juni 21 1 Ringkasan Hasil Akhir UN - SMP Tahun 213/21 Peserta UN 3.773.372 3.771.37 (99,9%) ya
Lebih terperinciDATA SOSIAL EKONOMI STRATEGIS. April 2017
DATA SOSIAL EKONOMI STRATEGIS April 2017 2 Data Sosial Ekonomi Strategis April 2017 Ringkasan Indikator Strategis Pertumbuhan Ekonomi Inflasi Perdagangan Internasional Kemiskinan & Rasio Gini Ketenagakerjaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kegiatan. Salah satu sumber energi utama adalah bahan bakar. Bentuk bahan bakar
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia untuk melakukan kegiatan. Salah satu sumber energi utama adalah bahan bakar. Bentuk bahan bakar bisa berupa banyak
Lebih terperinciKINERJA TATA KELOLA PROVINSI ACEH
KINERJA TATA KELOLA PROVINSI ACEH SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada saat ini
Lebih terperinciKINERJA TATA KELOLA PROVINSI DKI JAKARTA
KINERJA TATA KELOLA PROVINSI DKI JAKARTA SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada
Lebih terperinciINDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI BENGKULU TRIWULAN I TAHUN 2016 SEBESAR 100,57
No. 28/05/17/VI, 4 Mei 2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI BENGKULU TRIWULAN I TAHUN 2016 SEBESAR 100,57 A. Kondisi Ekonomi Konsumen Triwulan I-2016 Indeks Tendensi Konsumen (ITK) triwulan I-2016
Lebih terperinciPEMETAAN DAN KAJIAN CEPAT
Tujuan dari pemetaan dan kajian cepat pemetaan dan kajian cepat prosentase keterwakilan perempuan dan peluang keterpilihan calon perempuan dalam Daftar Caleg Tetap (DCT) Pemilu 2014 adalah: untuk memberikan
Lebih terperinciPERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2017
NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN AGUSTUS SEBESAR 95,82 ATAU NAIK 0,44 PERSEN No. 51/09/63/Th.XXI, 4 September PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS A. PERKEMBANGAN NILAI
Lebih terperinciPERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JUNI 2016
PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JUNI A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 36/07/63/Th.XIX, 1 Juli NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN JUNI TURUN 0,18 PERSEN Pada NTP Kalimantan
Lebih terperinciKINERJA TATA KELOLA PROVINSI GORONTALO
KINERJA TATA KELOLA PROVINSI GORONTALO SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada saat
Lebih terperinciWAJIBKAN INDUSTRI MEMRODUKSI MOBIL BER-BBG: Sebuah Alternatif Solusi Membengkaknya Subsidi BBM. Oleh: Nirwan Ristiyanto*)
WAJIBKAN INDUSTRI MEMRODUKSI MOBIL BER-BBG: Sebuah Alternatif Solusi Membengkaknya Subsidi BBM Oleh: Nirwan Ristiyanto*) Abstrak Melalui Inpres Nomor 4 Tahun 2014, pemerintah mengambil kebijakan memotong
Lebih terperinciLaksono Trisnantoro Ketua Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada
Laksono Trisnantoro Ketua Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada 1 Pembahasan 1. Makna Ekonomi Politik 2. Makna Pemerataan 3. Makna Mutu 4. Implikasi terhadap
Lebih terperinciDr. Unggul Priyanto Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
Dr. Unggul Priyanto Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi 1 Pendahuluan Energi Primer Kelistrikan 3 Energy Resources Proven Reserve Coal 21,131.84 million tons Oil Natural Gas (as of 2010) 3,70
Lebih terperinciKINERJA TATA KELOLA PROVINSI PAPUA
KINERJA TATA KELOLA PROVINSI PAPUA SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada saat
Lebih terperinciMekanisme Pelaksanaan Musrenbangnas 2017
Mekanisme Pelaksanaan Musrenbangnas 2017 - Direktur Otonomi Daerah Bappenas - Temu Triwulanan II 11 April 2017 1 11 April 11-21 April (7 hari kerja) 26 April 27-28 April 2-3 Mei 4-5 Mei 8-9 Mei Rakorbangpus
Lebih terperinciBAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik
BAB V Kesimpulan dan Saran 5. 1 Kesimpulan 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik bruto. Indonesia merupakan negara pengekspor energi seperti batu bara dan gas alam. Seiring
Lebih terperinciPENDATAAN RUMAH TANGGA MISKIN DI WILAYAH PESISIR/NELAYAN
SEKRETARIAT WAKIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENDATAAN RUMAH TANGGA MISKIN DI WILAYAH PESISIR/NELAYAN DISAMPAIKAN OLEH : DEPUTI SESWAPRES BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT DAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN, SELAKU
Lebih terperinciKINERJA TATA KELOLA PROVINSI JAWA TIMUR
KINERJA TATA KELOLA PROVINSI JAWA TIMUR SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada
Lebih terperinciKINERJA TATA KELOLA PROVINSI DIY
KINERJA TATA KELOLA PROVINSI DIY SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada saat ini
Lebih terperinciPEMBIAYAAN KESEHATAN. Website:
PEMBIAYAAN KESEHATAN Pembiayaan Kesehatan Pembiayaan kesehatan adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk menyelenggarakan dan atau memanfaatkan upaya kesehatan/memperbaiki keadaan kesehatan yang
Lebih terperinciPERTUMBUHAN, KEMISKINAN, DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN
PERTUMBUHAN, KEMISKINAN, DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN PERTUMBUHAN, KEMISKINAN, DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN Pertumbuhan ekonomi Kemiskinan Distribusi pendapatan konsep konsep konsep ukuran ukuran Data-data Indonesia
Lebih terperinciMENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA
MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA Disampaikan pada: SEMINAR NASIONAL FEED THE WORLD JAKARTA, 28 JANUARI 2010 Pendekatan Pengembangan Wilayah PU Pengembanga n Wilayah SDA BM CK Perkim BG AM AL Sampah
Lebih terperinciKINERJA TATA KELOLA PROVINSI BENGKULU
KINERJA TATA KELOLA PROVINSI BENGKULU SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada saat
Lebih terperinciPropinsi Kelas 1 Kelas 2 Jumlah Sumut Sumbar Jambi Bengkulu Lampung
2.11.3.1. Santri Berdasarkan Kelas Pada Madrasah Diniyah Takmiliyah (Madin) Tingkat Ulya No Kelas 1 Kelas 2 1 Aceh 19 482 324 806 2 Sumut 3 Sumbar 1 7-7 4 Riau 5 Jambi 6 Sumsel 17 83 1.215 1.298 7 Bengkulu
Lebih terperinciKINERJA TATA KELOLA PROVINSI PAPUA BARAT
KINERJA TATA KELOLA PROVINSI PAPUA BARAT SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada
Lebih terperinciBukuGRATISinidapatdiperbanyakdengantidakmengubahkaidahsertaisinya.
EdisiBukuSaku Bersama-samaSelamatkanUangRakyat Disusunoleh: Tim SosialisasiPenyesuaianSubsidi BahanBakarMinyak JokoSulistyo(TataLetak) Komikoleh: @irfanamalee(creativedirector) ZahraSafirah(Naskah) Isnaeni(Ilustrator)
Lebih terperinciPOTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR (Indikator Makro)
POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Setjen, Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1. Nasional
Lebih terperinciPERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN SEPTEMBER 2016
PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN SEPTEMBER 2016 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN SEPTEMBER 2016 NAIK 0,66 PERSEN No. 54/10/63/Th.XIX, 3 Oktober
Lebih terperinciPERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MARET 2017
PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MARET A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN MARET TURUN 1,20 PERSEN No. 20/04/63/Th.XXI, 3 April Pada Maret NTP
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH
PROVINSI KALIMANTAN TENGAH No. 07/01/62/Th. XI, 3 Januari 2017 PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2016 Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kebutuhan dasar (basic needs
Lebih terperinciAssalamu alaikum Wr. Wb.
Sambutan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Assalamu alaikum Wr. Wb. Sebuah kebijakan akan lebih menyentuh pada persoalan yang ada apabila dalam proses penyusunannya
Lebih terperinciPERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI 2016
PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 15/03/63/Th.XIX, 1 Maret NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN FEBRUARI TURUN 0,22 PERSEN Pada NTP
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut memiliki peranan yang cukup penting bila dihubungkan dengan masalah penyerapan
Lebih terperinciPERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN APRIL 2017
No. 24/05/63/Th.XXI, 2 Mei PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN APRIL A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN APRIL TURUN 0,67 PERSEN Pada April NTP
Lebih terperinciEVIDENCE KAMPANYE GIZI SEIMBANG MEMASUKI 1000 HPK ( SDT- SKMI 2014)
EVIDENCE KAMPANYE GIZI SEIMBANG MEMASUKI 1000 HPK ( SDT- SKMI 2014) P R A W I D Y A K A R Y A P A N G A N D A N G I Z I B I D A N G 1 : P E N I N G K A T A N G I Z I M A S Y A R A K A T R I S E T P E N
Lebih terperinciUka Wikarya. Pengajar dan Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat,
Kajian Kebijakan BBM Bersubsidi Oleh: Uka Wikarya Pengajar dan Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat, Fakultas Ekonomi, Universitas it Indonesia Yayasan Institut Indonesia untuk Ekonomi
Lebih terperinciKINERJA TATA KELOLA PROVINSI SULAWESI SELATAN
KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SULAWESI SELATAN SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif.
Lebih terperinciEvaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *)
Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *) Oleh : Dr. Ir. Sumarjo Gatot Irianto, MS, DAA Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian *) Disampaikan
Lebih terperinciPENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN, DAN PENETAPAN HARGA LPG TABUNG 3 KILOGRAM
PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN, DAN PENETAPAN HARGA LPG TABUNG 3 KILOGRAM sumber gambar: republika.co.id I. PENDAHULUAN Energi mempunyai peran penting dan strategis untuk pencapaian tujuan sosial, ekonomi,
Lebih terperinciPerkembangan Nilai Tukar Petani Dan Harga Produsen Gabah Bulan Oktober 2017
No. 060/11/63/Th. XXI, 01 November 2017 Perkembangan Nilai Tukar Petani Dan Harga Produsen Gabah Bulan Oktober 2017 Nilai Tukar Petani (NTP) bulan Oktober 2017 sebesar 96,56 atau naik 0,49 persen. Pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. BBM punya peran penting untuk menggerakkan perekonomian. BBM
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang sangat vital. BBM punya peran penting untuk menggerakkan perekonomian. BBM mengambil peran di hampir semua
Lebih terperinciKINERJA TATA KELOLA PROVINSI BALI
KINERJA TATA KELOLA PROVINSI BALI SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada saat ini
Lebih terperinci