MODEL PENERAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY OLEH MULTINATIONAL CORPORATION

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MODEL PENERAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY OLEH MULTINATIONAL CORPORATION"

Transkripsi

1 MODEL PENERAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY OLEH MULTINATIONAL CORPORATION DALAM PENGATURAN INTERNATIONAL FINANCE CORPORATION (IFC) DAN MULTILATERAL INVESTMENT GUARANTEE AGENCY (MIGA) Hikmatul Ula Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono 169 Malang Abstract The research focuses on the legal position of Corporate Social Responsibility by Multinational Corporation in the regulation of the International Finance Corporation (IFC) and the Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA) and the implementation model of Corporate Social Responsibility by Multinational Corporation in the regulation of the International Finance Corporation (IFC) and the Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA). By using the method of normative research with conceptual and analytical approach, it can be seen that the legal status of CSR in the setting of international law is voluntary norm. But in its development, IFC and MIGA position not only as the voluntary CSR norm but important condition that must be met by each company that will work with IFC and MIGA (obligatory norm). The model of Implementation of CSR in IFC and MIGA can be described in two stages, before the execution of corporate business activities (prevetive action) and after running the corporate business activities (repressive and evaluative action). As a preventive action IFC and MIGA requires every corporation to meet established performance standards particularly in terms of environmental and social. As repressive and evaluative methods, the WBG has a duty CAO institution and its function is to receive complaints and grievances of the people associated with the firm in cooperation with the IFC or MIGA. Key words: implementasi, CSR, WBG, IFC, MIGA, voluntary, obligatory norm Abstrak Penelitian itu menitikberatkan pada kedudukan hukum Corporate Sosial Responsibility oleh Multinasional Corporation dalam pengaturan International Finance Corporation (IFC) dan Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA) dan model penerapan Corporate Social Responsibility oleh Multinasional Corporation dalam pengaturan International Finance Corporation (IFC) dan Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA). Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan konseptual dan analisis, dapat diketahui bahwa Kedudukan hukum CSR dalam pengaturan hukum internasional adalah voluntary norm. Namun dalam perkembangannya IFC dan MIGA memposisikan CSR bukan hanya sebagai voluntary norm tetapi syarat penting yang harus dipenuhi oleh setiap perusahaan yang akan bekerja sama dengan IFC dan MIGA (obligatory norm). Model pelaksanaan CSR dalam IFC dan MIGA dapat dijelaskan dalam dua tahap yaitu sebelum dilaksanakannya kegiatan 13

2 14 ARENA HUKUM Volume 7, Nomor 1, April 2014, Halaman usaha korporasi (prevetif action) dan setelah kegiatan usaha korporasi berjalan (represif dan evaluatif action). Sebagai preventif action IFC dan MIGA mensyaratkan setiap korporasi untuk memenuhi standar kinerja yang telah ditetapkan khususnya dalam hal lingkungan dan sosial. Sebagai metode represif dan evaluatif, WBG memiliki lembaga CAO yang tugas dan fungsinya adalah menerima pengaduan dan keluhan dari masyarakat terkait dengan perusahaan yang bekerjasama dengan IFC atau MIGA. Kata kunci: implementasi, CSR, WBG, IFC, MIGA, voluntary, obligatory norm Latar Belakang Adanya investasi yang masuk ke suatu negara seperti dua sisi uang. Di satu sisi dapat meningkatan pendapatan negara dan memperluas lapangan kerja, disisi lain penguasaan dan pemanfaatan sumber daya alam yang tidak merata dan berlebihan sekaligus berdampak pada perusakan lingkungan hidup. Menurut catatan Medard dan Bruner, separuh dari Multinational Corporation (MNC) menguasai 50% penambangan dan pengolahan minyak, gas dan batu bara di dunia. Enam perusahaan MNC menguasai 60% dari penambangaan dan pengolahan alumunium di dunia. Sejumlah 20 MNC menguasai 90% penjualan pestisida dunia. MNC juga yang menjadi sumber dari aneka sampah beracun di dunia. Semua itu membawa dampak negatif pada lingkungan secara serius. Disamping itu, MNC dan produk MNC yang dikonsumsi menghasilkan 50% dari gas yang mengakibatkan pemanasan global. 1 Data tersebut diatas menunjukkan bahwa MNC memiliki peranan sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi global. Karena besarnya peran MNC tersebut, para ahli hukum harus merespon dengan menentukan posisi MNC dalam hukum internasional dan membuat aturan tentang MNC dalam lingkup internasional. Kedudukan hukum MNC sebagai subyek hukum internasional 2 masih menimbulkan perdebatan, ada yang mengkategorikan MNC sebagai subyek hukum internasional tetapi ada juga yang tidak setuju jika MNC termasuk dalam subyek hukum internasional. Terlepas dari perdebatan teoritis tersebut secara singkat dapat dikatakan bahwa korporasi dianggap memiliki status sebagai subyek hukum internasional secara terbatas. Status tersebut berbeda dengan subyek hukum internasional lainnya, seperti negara dan organisasi internasional. Sifat terbatas tersebut terletak pada bidang yang dijalankan oleh MNC yaitu bidang perekonomian. Seperti yang diungkapkan Asif H. Qureshi bahwa MNC memiliki legal personality di bidang ekonomi selayaknya individu. Legal personality tersebut meliputi: kemampuan 1 Thomas Friedman, The Lexus and The Olive Tree, Understanding Globalization, Rendom House, New York, 2000, page Dalam hal ini yang dimaksud subyek hukum internasional adalah dalam konteks hukum internasional publik. Penyebutan hukum internasional umumnya ditujukan kepada aspke publik dalam hukum bukan privat. Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, Alumni, Bandung, 2010, hlm. 1.

3 Hikmatul Ula, Model Penerapan Corporate Social Responsibility oleh untuk masuk dalam perjanjian/kerjasama ekonomi internasional; dapat melaksanakan perjanjian/kerjasama internasional; mendapatkan dan memberikan keuntungan dalam perjanjian/kerjasama internasional; dan mampu berpartisipasi dalam mekanisme penyelesian sengketa internasional. 3 Sebagai subyek hukum ekonomi internasional, MNC memiliki hak dan kewajiban hukum yang diatur dalam hukum ekonomi international. Hak utama MNC meliputi menjalankan usahanya dengan aman dan dapat menikmati keuntungan dari kegiatan usahanya tersebut. Sedangkan kewajiban utama MNC adalah menjaga hubungan baik dengan stakeholder perusahaan. Berdasarkan Stakeholder Theory, terdapat dua jenis stakeholder yaitu: stakeholder utama (pekerja/ buruh, konsumen, investor, dan suplier); dan stakeholder tambahan di luar stakeholder utama. 4 Salah satu bentuk tanggung jawab MNC adalah dengan menjalankan Corporate Social Responsibility (CSR). Banyak pengertian tentang CSR, hal ini terkait dengan banyaknya stakeholder yang terkandung di dalamnya. Dalam pengertian yang mendasar, terminologi CSR itu sendiri terdapat banyak pengertian berkaitan dengan para stakeholders seperti yang dibahas di pembahasan sebelumnya. Di banyak level, tanggung jawab korporasi diperhatikan dalam bentuk hubungan/relasi perusahaan dengan stakeholder, klien, suplier, kreditur dan karyawan, dan juga dengan komunitas-komunitas yang terkait operasionalnya. Pada dasarnya, CSR juga memahami bahwa perusahaan tidak hanya bertanggung jawab terhadap shareholder-nya, tetapi juga memiliki atau harus memiliki tanggung jawab kepada orang atau komunitas-komunitas baik langsung maupun tidak langsung yang bersinggungan dengan operasional perusahaan tersebut. Dilihat dari sasaran CSR yang sangat luas, yaitu mencakup seluruh stakeholder, maka CSR juga dapat diimplementasikan dalam berbagai bentuk. Bentuk implementasi CSR mengacu kepada tiga hal yaitu human rights, labour rights, environmental rights and sustainable development, ketiga hal tersebut dikatakan sebagai substansi dari CSR. Untuk menjalankan CSR tersebut, MNC membuat voluntary self regulation disesuaikan dengan kebutuhan korporasi dan lingkungannya. Bagaimanapun, dalam mengimplementasikan CSR, MNC harus berjalan selaras dengan rule of law dan codes of conduct yang berlaku umum. Meskipun sudah diatur oleh instrumen hukum internasional, tetapi implementasi terhadap perilaku MNC belum optimal. Hal ini disebabkan dua hal, pertama: tentang status kedudukan CSR oleh MNC. Kedua tidak ada aturan baku tentang bentuk pelaksanaan CSR oleh MNC, hal tersebut terkait dengan sifat voluntary dari CSR. 3 Asif H. Qureshi, International Economic Law, Manchester, Sweet and Maxwell, 1999, page A. B. Caroll dalam Ilias Bantekas, Corporate Social Responsibility in International Law, Boston University International Law Journal, Volume 22:309 Tahun 2004, page 311.

4 16 ARENA HUKUM Volume 7, Nomor 1, April 2014, Halaman CSR mempunyai karakterisitis sukarela (voluntary caracteristic) yaitu penerapannya disesuaikan dengan kemauan dan kemampuan dari MNC yang bersangkutan. Namun demikian, bukan berarti tidak dapat dilakukan penegakan hukum terhadap CSR. CSR dapat dipandang sebagai salah satu bentuk tanggung jawab yang dapat dipaksa pelaksanaanya. Beberapa norma hukum internasional telah mengisyaratkan adanya kewajiban MNC untuk melaksanakan CSR, seperti OECD Guidelines, ILO Declaration dan UN Global Compact. Bagaimanapun, aturan-aturan tersebut bersifat soft laws saja yang masih membutuhkan instrument yang spesifik untuk diimplementasikan. Intrument yang lebih spesifik tersebut dapat dilihat dari organisasi-organisasi khusus yang mengatur tentang MNC dan segala perilakunya dalam kegiatan ekonomi. Dalam ekonomi interasional terdapat lembaga Word Bank Group (WBG) yang memiliki peran sangat besar dalam mengatur konstelasi perekonomian dunia. Hampir seluruh negara-negara berkembang di dunia ikut dalam WBG. Dengan demikian, perlu dilihat instrument WBG dapat mengatur MNC dalam menerapkan CSR. Terdapat dua organisasi dibawah WBG yang khusus mengatur tentang pelaksanaan bisnis MNC yaitu: International Finance Corporation (IFC) dan Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA). IFC dan MIGA merupakan anggota WBG yang mempunyai sasaran untuk memajukan sektor privat khusunya MNC dalam melakukan investasi. IFC memberikan bantuan dengan modal atau saham, sedangkan MIGA memberikan jaminan/garansi khusus untuk non-comercial risk kepada MNC yang melakukan foreign direct investment ke negara-negara anggota WBG. Sebagai perpanjangan dari prinsip-prinsip umum instrumen publik internasional CSR, WBG melalui IFC dan MIGA menetapkan standar perilaku yang harus dipenuhi oleh setiap korporasi yang mendapat dana (IFC) atau jaminan (MIGA). Standar perilaku tersebut dideskripikan lebih lanjut dalam pedoman-pedoman mengenai lingkungan, kesehatan dan keamanan yang esensial bagi setiap perusahaan untuk memberikan atau menyediakan perlindungan terhadap stakeholders yang terkait dengan aktivitas bisnis termasuk juga pekerja-pekerja, komunitas dan lingkungan. Artikel ini ditulis berdasarkan hasil penelitian yuridis normatif dengan pendekatan analitis dan konseptual. Sebagai bahan hukum primer dalam penelitian tersebut adalah guidelines IFC dan MIGA yang khusus mengatur tentang CSR bagi MNC.

5 Hikmatul Ula, Model Penerapan Corporate Social Responsibility oleh Pembahasan A. Kedudukan Hukum Corporate Sosial Responsibility oleh Multinasional Corpration dalam Pengaturan International Finance Corporation (IFC) dan Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA) Pada mulanya, CSR hanya dianggap sebagai norma sukarela (voluntary norm) an-sich yang pengaturan dan pelaksanaannya diserahkan kepada masing-masing perusahaan. Namun pada perkembanganya ada upaya untuk meningkatkan status voluntary norm tersebut menjadi sebuah tanggung jawab yang nyata (mandatary norm). Upaya peningkatan status tersebut dapat dilihat dari banyaknya instrumen hukum internasional berupa konvensi, kode etik, resolusi, laporan dan dokumen lainnya yang telah dibuat untuk mengontrol perilaku perusahaan. Terdapat dua jenis klasifikasi instrumen hukum CSR, yaitu instrumen hukum yang terdapat dalam hukum internasional (publik) dan beberapa instrumen lebih rinci yang terkandung dalam IFC dan MIGA guidelineses. Instrumen hukum atau sumber hukum ekonomi internasional (HEI) tidak jauh berbeda dengan Hukum Internasional Publik. Namun demikian, terdapat sumber hukum tambahan berupa code of conduct dan guidelines. HEI dalam arti yang lebih luas mencakup hubungan ekonomi publik yang sifatnya (kebijakan) dan swasta (praktek kegiatan ekonomi). HEI menekankan studi terhadap lembaga-lembaga ekonomi dunia yang dikenal sebagai tiga pilar ekonomi dunia yang WBG, IMF dan WTO yang telah mempengaruhi sistem ekonomi dunia. Oleh karena itu, perlu dilihat dasar hukum HEI yang relevan dengan lembaga-lembaga ekonomi yang secara khusus mengatur tentang pelaksanaan CSR oleh MNC. Sebagai kelanjutan dari peraturanperaturan umum CSR dalam internasional publik, WBG melalui IFC dan MIGA menetapkan standar kinerja yang harus dipenuhi oleh setiap perusahaan yang akan mendapatkan pembiayaan (IFC) atau jaminan (MIGA). Pertunjukan standar dijelaskan lebih lanjut dalam pedoman lingkungan, kesehatan dan keselamatan yang sangat penting bagi setiap perusahaan untuk memberikan perlindungan kepada para pemangku kepentingan yang terkait dengan kegiatan usaha termasuk pekerja, masyarakat, dan lingkungan. 1. IFC s policy on social and environmental sustainability IFC, anggota kelompok Bank Dunia, merupakan institusi pembangunan global terbesar difokuskan pada sektor swasta di negara-negara berkembang. Tujuan IFC adalah menciptakan kesempatan bagi masyarakat untuk keluar dari kemiskinan dan meningkatkan taraf hidup mereka. IFC membantu negara-negara berkembang mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan dengan membiayai investasi, memberikan

6 18 ARENA HUKUM Volume 7, Nomor 1, April 2014, Halaman jasa pendampingan teknis kepada perusahaan dan pemerintah, serta memobilisasi kapital di pasar keuangan internasional. Dalam memberikan bantuan keuangan, IFC menentukan standart yang harus dipenuhi oleh setiap klien (perusahaan) dalam kerangka keberlanjutan melalui Kebijakan IFC mengenai Keberlanjutan Sosial dan Lingkungan atau Policy on Social and Environmental Sustainability. Kerangka Keberlanjutan IFC (IFC s sustainability framework) mengartikulasikan komitmen strategis perusahaan untuk pembangunan berkelanjutan, dan merupakan bagian integral dari pendekatan IFC dengan manajemen resiko. Kerangka Kebijakan Keberlanjutan IFC terdiri dari Standar Kinerja Keberlanjutan Lingkungan dan Sosial, dan Akses IFC untuk Kebijakan Informasi. Kebijakan Keberlanjutan Lingkungan dan Sosial menggambarkan komitmen, peran, dan tanggung jawab yang berkaitan dengan keberlanjutan lingkungan dan sosial IFC Standar Kinerja diarahkan terhadap klien memberikan bimbingan tentang cara untuk mengidentifikasi resiko dan dampak serta dirancang untuk membantu menghindari, mengurangi, mengelola resiko dan dampak sebagai cara melakukan bisnis secara berkelanjutan, termasuk keterlibatan pemangku kepentingan dan kewajiban pengungkapan klien dalam kaitannya dengan kegiatan bisnisnya. Dalam hal investasi langsung (termasuk proyek dan keuangan perusahaan diberikan melalui perantara/ lembaga keuangan), IFC membutuhkan klien untuk menerapkan Standar Kinerja untuk mengelola resiko dan dampak lingkungan dan sosial, sehingga peluang pengembangan dapat ditingkatkan. IFC menggunakan Framework keberlanjutan bersamaan dengan strategi lain, kebijakan, dan inisiatif untuk mengarahkan kegiatan usaha Perseroan dalam rangka mencapai tujuan pembangunan secara menyeluruh. Standar Kinerja juga dapat diterapkan oleh lembaga keuangan lainnya Standar Kinerja yang ditetapkan IFC terdiri dari: Standar Kinerja 1: Penilaian dan Pengelolaan Resiko dan Dampak Lingkungan dan Sosial Menggarisbawahi pentingnya mengidentifikasi resiko dan dampak lingkungan dan sosial, serta mengelola keberlanjutan lingkungan dan sosial selama menjalankan kegiatan usaha. Standar Kinerja 2: Tenaga Kerja dan Kondisi Kerja Mengakui bahwa mengejar pertumbuhan ekonomi melalui penciptaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan harus diimbangi dengan perlindungan hak-hak dasar bagi pekerja. Standar Kinerja 3: Efisiensi Sumber Daya dan Pencegahan Pencemaran Mengakui bahwa kegiatan industri meningkat dan urbanisasi sering menghasilkan tingkat lebih tinggi dari udara, air dan polusi tanah, dan bahwa ada peluang efisiensi. Standar Kinerja 4:

7 Hikmatul Ula, Model Penerapan Corporate Social Responsibility oleh Kesehatan, Keselamatan dan Keamanan Mengakui bahwa proyek-proyek dapat membawa manfaat bagi masyarakat, tetapi juga dapat meningkatkan potensi eksposur terhadap resiko dan dampak dari insiden, kegagalan struktural, dan bahan berbahaya. Standar Kinerja 5: Pembebasan Lahan dan Pemukiman Kembali Berlaku untuk pemindahan fisik dan ekonomi yang dihasilkan dari transaksi tanah seperti pengambil alihan pemukiman atau negosiasi Standar Kinerja 6: Manajemen Keanekaragaman Hayati dan Pengelolaan Berkelanjutan Hidup Sumber Daya Alam Meningkatkan perlindungan keanekaragaman hayati dan pengelolaan berkelanjutan dan penggunaan sumber daya alam. Standar Kinerja 7: Masyarakat Adat Bertujuan untuk memastikan bahwa proses pembangunan menjunjung bagi Masyarakat Adat Standar Kinerja 8: Warisan Budaya Bertujuan untuk melindungi warisan budaya dari dampak merugikan dari kegiatan proyek dan mendukung pelestariannya. Standar Kinerja 1 menetapkan pentingnya (i) penilaian secara terpadu untuk mengidentifikasi dampak lingkungan dan sosial, resiko, dan peluang proyek, (ii) keterlibatan masyarakat yang efektif melalui pengungkapan informasi terkait dengan proyek dan konsultasi dengan masyarakat lokal mengenai hal-hal yang secara langsung mempengaruhi mereka, dan (iii) manajemen klien kinerja lingkungan dan sosial sepanjang hidup proyek. Standar Kinerja 2 sampai 8 menetapkan tujuan dan persyaratan untuk menghindari, meminimalkan, dan dimana dampak / residual tetap, untuk mengkompensasi resiko dan dampak terhadap pekerja, komunitas terkena, dan lingkungan. Di samping itu, semua resiko lingkungan dan sosial yang relevan dan dampak potensial harus dianggap sebagai bagian dari penilaian, Standar Kinerja 2 sampai 8 menggambarkan resiko lingkungan dan sosial yang potensial dan dampak yang memerlukan perhatian khusus. Dimana resiko dan dampak lingkungan atau sosial diidentifikasi, nasabah diwajibkan untuk mengelolanya melalui Sistem Manajemen Lingkungan dan Sosial (SMLS)nya konsisten dengan Standar Kinerja MIGA s policy on social and environmental sustainability MIGA adalah anggota dari Kelompok Bank Dunia. Misi MIGA adalah untuk mempromosikan investasi asing secara langsung (Foreign Direct Investment/FDI) ke negara-negara berkembang untuk membantu mendukung pertumbuhan ekonomi, mengurangi kemiskinan, dan meningkatkan kehidupan masyarakat. Strategi operasional MIGA bermain untuk kekuatan utama dalam pasar- menarik investor dan asuransi swasta ke dalam lingkungan operasi yang sulit. Sebagai agen pembangunan multilateral,

8 20 ARENA HUKUM Volume 7, Nomor 1, April 2014, Halaman MIGA hanya mendukung investasi yang memenuhi standar sosial dan lingkungan yang tinggi. MIGA menerapkan seperangkat standar kinerja sosial dan lingkungan untuk semua proyek dan menawarkan keahlian yang luas dalam bekerja dengan para investor untuk memastikan kepatuhan terhadap standarstandar ini. Melalui kebijakan MIGA mengenai Keberlanjutan Sosial dan Lingkungan, MIGA menempatkan ke dalam praktek komitmennya untuk keberlanjutan sosial dan lingkungan. Kebijakan ini berlaku untuk semua jaminan investasi yang aplikasi resminya diterima setelah Oktober Standar Kinerja MIGA terdiri dari: 5 Standar Kinerja 1 : Penilaian Sosial dan Lingkungan dan Sistem Manajemen Standar Kinerja 2 : Tenaga Kerja dan Kondisi Kerja Standar Kinerja 3 : Pencegahan dan Pengurangan Polusi Standar Kinerja 4 : Kesehatan, Keselamatan dan Keamanan Standar Kinerja 5 : Pembebasan Lahan dan Pemukiman Kembali Standar Kinerja 6 : Keanekaragaman Hayati dan Pengelolaan Sumber Daya Alam Berkelanjutan Standar Kinerja 7 : Masyarakat Adat Standar Kinerja 8 : Warisan Budaya Standar Kinerja ini adalah dokumen penting untuk membantu MIGA dan kliennya/ perusahaan mengelola dan meningkatkan kinerja sosial dan lingkungan mereka melalui pendekatan berbasis hasil. Hasil yang diinginkan dijelaskan dalam tujuan masing-masing Standar Kinerja, diikuti dengan persyaratan tertentu untuk membantu klien mencapai hasil ini melalui cara-cara yang sesuai dengan sifat dan skala proyek dan sepadan dengan tingkat resiko sosial dan lingkungan (kemungkinan bahaya) dan dampak. Pusat untuk persyaratan ini adalah pendekatan yang konsisten untuk menghindari dampak buruk terhadap pekerja, masyarakat, dan lingkungan, atau jika penghindaran tidak mungkin, untuk mengurangi, mengurangi, atau mengkompensasi dampak, yang sesuai. Standar Kinerja juga menyediakan dasar yang solid dari mana klien dapat meningkatkan kelangsungan operasi bisnis mereka. Kembali kepada posisi atau kedudukan hukum CSR dalam kerangka hukum internasional, hingga saat ini masih menjadi perdebatan apakah sifat dari CSR tersebut voluntary norm atau mandatory norm. Hal ini terkat dengan sifat mengikat dari CSR. Voluntary norm tidak dapat dituntut secara hukum (unjusticiable) dengan kata lain jika suatu korporasi tidak melakukan CSR masyarakat tidak dapat menuntut kecuali pelanggaran yang dilakukan oleh korporasi telah menyentuh ranah pidana maupun perdata. Tetapi jika CSR dipandang sebagai sebuah mandatory yang telah ditetapkan dalam sebuah peraturan perundang-undangan, CSR akan bersifat mengikat serta justiciable. 5 Policy on Social and Environmental Sustainability, Section 1: Purpose of Policy.

9 Hikmatul Ula, Model Penerapan Corporate Social Responsibility oleh Terlepas dari perdebatan status dan kedudukan CSR tersebut, banyaknya instrument hukum internasional dan diperinci oleh WBG melalui IFC dan MIGA sebagaimana tersebut diatas memberikan gambaran bahwa terdapat pergeseran paradigma yang pada mulanya CSR sebagai voluntary norm menjadi norma yang penting yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan usaha korporasi, meskipun masih belum pada tahap sebagai mandatary norm. Di Indonesia, upaya mewajibkan CSR tersebut telah ada pada Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas, khususnya Pasal 2 dan 3 yang menyebutkan bahwa: (2) setiap perseroan selaku subyek hukum mempunyai tanggung jawab sosial dan lingkungan. (3) tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 menjadi kewajiban bagi perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya dibidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam berdasarkan undang-undang. Peraturan Pemerintah tersebut secara eksplisit mengisyaratkan kewajiban melaksanakan CSR bagi perusahaan, tetapi terbatas pada lingkup usaha yang berkaitan dengan sumber daya alam. Namun, dalam hukum internasional kedudukannya tetap pada voluntary norm dengan beberapa pengaturan khusus. Pengaturan secara khusus tentang CSR terdapat dalam setiap guidelines yang diberikan oleh IFC dan MIGA kepada korporasi. Klausula yang digunakan dalam guidelines tersebut adalah Should bukan must atau have to. Penggunakan terminologi should dalam guidelines menunjukkan sifat asal dari CSR yaitu voluntary norm yang pelaksanaanya disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing korporasi. Namun demikian CSR tetap menjadi bagian dari persyaratan yang harus dipenuhi oleh masing-masing korporasi. CSR menjadi bahan pertimbangan pemberian bantuan disamping syarat-syarat yang lain. dengan dijadikannya CSR sebagai bahan pertimbangan dalam memberikan bantuan, korporasi tidak lagi memandang CSR sebagai projek sampingan yang bisa saja tidak dilakukan tetapi keharusan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa saat ini sifat CSR bukan lagi voluntary norm murni melainkan menjadi obligatory norm yaitu kewajiban yang sudah diatur/disyarakkan. B. Model Penerapan Corporate Social Responsibility oleh Multinasional Corpration dalam Pengaturan International Finance Corporation (IFC) dan Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA) IFC dan MIFA memiliki model implementasi dan evaluasi CSR terhadap setiap perusahaan yang mereka bantu. IFC dan MIGA memiliki karakteristik yang sama yaitu membantu sektor swasta (MNC) sesuai dengan pengembangan investasi, mereka juga menerapkan kebijakan yang sama dalam penerapan aturan dan model evaluasi kinerja perusahaan yang mereka bantu. Umumnya,

10 22 ARENA HUKUM Volume 7, Nomor 1, April 2014, Halaman penegakan tentang CSR dapat dilihat pada dua proses, yaitu sebelum kegiatan bisnis dijalankan - sebagai tindakan preventif - dan ketika kegiatan bisnis MNC menjalankan - sebagai represif dan evaluasi. 1. Tindakan pencegahan (preventive action) Tindakan pencegahan ini dapat dilihat dalam standar kinerja yang ditetapkan oleh IFC dan MIGA dan harus dipenuhi oleh para perusahaan klien IFC dan MIGA. Dari pedoman IFC dan MIGA di atas, dapat dilihat bahwa ada beberapa langkah yang harus dipenuhi oleh perusahaan untuk mendapatkan bantuan dari IFC dan garansi MIGA, yaitu: Langkah 1 : Penerapan usulan kerjasama dengan klien untuk IFC dan MIGA. Langkah 2 : IFC dan MIGA melalui tim Lingkungan dan Sosial (L & S) melakukan penilaian tentang relevansi usulan kerjasama dengan standar kinerja dan dokumen lain yang berhubungan dengan aturan distribusi bantuan Langkah 3 : Negosiasi dan komitmen Langkah 4 : Penandatanganan kerjasama Penilaian dari tim L & S sangat penting, hal ini untuk menentukan program CSR perusahaan/klien telah sesuai dengan standart kinerja yang diberikan oleh IFC dan MIGA terutama untuk program yang memiliki resiko sosial dan lingkungan tingkat tinggi contoh: pertambangan dan perkebunan. Jika tim L & S menyimpulkan bahwa usulan program CSR klien yang tidak tepat, IFC dan MIGA tidak akan memberikan bantuan, atau klien harus mengubah usulan dan komitmen untuk peduli lingkungan, pembangunan berkelanjutan dan memiliki program CSR terhadap masyarakat sekitar yang relevan. 2. Tindakan represif (represive and evaluative action) Sebagai mekanisme monitoring dan evaluasi, IFC dan MIGA mendirikan Compliance Advisor Ombudsman/CAO. CAO adalah organ independen untuk mekanisme proyek-proyek sektor swasta yang didukung oleh Kelompok Bank Dunia - IFC dan MIGA. CAO bertanggung jawab langsung kepada Presiden WBG. CAO bekerja dengan semua pihak yang berkepentingan yang ikut ambil bagian dalam proyek-proyek untuk mencari solusi nyata dalam meningkatkan hasil sosial dan lingkungan di lapangan. Setiap invidu, kelompok, masyarakat, atau pihak manapun bisa mengajukan keluhan kepada CAO jika mereka percaya bahwa mereka, atau mungkin, terkena dampak atau dirugikan oleh kegiatan perusahaan. Keluhan tersebut harus disampaikan tertulis dan dapat ditulis dalam bahasa apapun. Keluhan dapat berhubungan dengan setiap aspek dari perencanaan, pelaksanaan, atau dampak dari proyek IFC/MIGA, termasuk namun tidak terbatas pada: 1) Proses diikuti dalam persiapan proyek; 2) kecukupan upaya untuk mitigasi dampak sosial dan lingkungan proyek; 3) Pengaturan untuk keterlibatan masyarakat

11 Hikmatul Ula, Model Penerapan Corporate Social Responsibility oleh yang terkena dampak, minoritas, dan kelompok rentan dalam proyek; 4) cara proyek dilaksanakan. CAO memiliki 3 aturan kriteria untuk setiap keluhan/komplain yang ada agar dapat diperiksa oleh CAO, yaitu: 1) keluhan terkait dengan proyek yang dibantu oleh IFC dan MIGA (termasuk proyek yang masih dalam tahap pertimbangan) 2) Keluhan berkaitan dengan isu-isu sosial dan/atau lingkungan yang terkait dengan proyek 3) Pihak yang mengajukan keluhan tersebut adalah mereka yang terkena dampak oleh isu-isu sosial dan/atau lingkungan dari kegiatan perusahaan. Di samping itu, CAO tidak menerima keluhan yang tidak memenuhi 3 kriteria sebagai berikut: 1) Apabila keluhan terkait dengan lembaga lainnya (seperti, tidak berasal dari IFC dan MIGA) CAO akan mengarahkan keluhan tersebut ke kantor/lembaga yang tepat. 2) Keluhan dengan penipuan atau fakta yang tidak benar, kasus korupsi akan ditangani langsung oleh Kantor Integritas Kelembagaan Bank Dunia. CAO juga tidak bisa merevisi keluhan yang terkait dengan keputusan IFC dan MIGA. 3) CAO tidak akan menerima keluhan yang bersifat menghasut, sepele, atau ditujukan untuk mengambil keuntungan oleh pihak-pihak tertentu. Adapun langkah-langkah atau prosedur yang dilalui CAO dalam melakukan monitoring dan evaluasi terhadap perusaan dapat digambarkan dalam langkah-langkah sebagai berikut: Langkah 1: Tanda terima Langkah 2 : Penilaian kelayakan dan keputusan apakah akan melanjutkan (tidak lebih dari 15 hari kerja) Langkah 3 : Penilaian potensi untuk mencapai resolusi keluhan (tidak lebih dari 20 hari kerja) Langkah 4 : Jika kelanjutan dari proses ombudsman CAO, maka pelaksanaan MOU melalui fasilitasi/mediasi, bersama - fakta, atau proses penyelesaian lain yang disepakati, yang mengarah ke perjanjian penyelesaian atau tujuan lainnya yang telah disepakati dan tepat. Langkah 5 : Monitoring dan tindak lanjut. Langkah 6 : Kesimpulan. CAO akan menginformasikan penerimaan pengaduan masyarakat (yang mengajukan keluhan) dalam versi bahasa keluhan itu. Dalam 15 hari kerja (keluhan dan dokumen terjemahan yang diperlukan tidak termasuk), CAO akan menginformasikan kepada pihak yang melayangkan keluhanan bahwa keluhan yang layak untuk meneliti lebih lanjut. Ketika sudah layak, pihak yang melayangkan keluhan akan menerima informasi yang menggambarkan bagaimana CAO akan

12 24 ARENA HUKUM Volume 7, Nomor 1, April 2014, Halaman bekerja sama dengan mereka untuk membantu menyelesaikan masalah bernama, dan tim spesialis dari CAO akan mengkonfirmasi secara pribadi dengan pihak yang mengajukan keluhan. CAO akan melakukan pengujian terhadap situasi, dan membantu para pihak dalam menentukan alternatif terbaik untuk menangani keluhan. Namun demikian, Ombudsman tidak membuat pembenaran dalam manfaat dari keluhan, dan juga tidak menentukan solusi. CAO akan bekerja sama dengan pihak mengidentifikasi pendekatan alternatif dan strategi untuk menangani masalah. CAO bisa terlibat pencarian fakta secara kolektif, memfasilitasi diskusi antara pihak-pihak yang berkepentingan, menengahi sengketa para pihak, atau mengatur meja dialog atau program pemantauan kolektif. CAO memiliki mediator ahli yang dilatih khusus untuk menguasai Alternatif Penyelesaian Sengketa (ADR) dengan keahlian dalam memeriksa konflik, mediasi, dan memberikan fasilitasi kepentingan semua pihak. CAO bekerja dengan mediator ahli dan independen yang memiliki reputasi khusus yang sesuai dengan kondisi tempat proyek. Meskipun CAO bukan lembaga peradilan, CAO dapat memberikan pengaruh terhadap penyelesaian konflik, membuat proposal kreatif dan praktis untuk menyelesaikan masalah, dan mendorong pihak-pihak untuk terlibat dalam dialog. Meskipun CAO tidak bisa memaksa entitas eksternal untuk mengubah perilaku mereka atau meninggalkan praktekpraktek yang ada, CAO dapat memaksa IFC dan MIGA dalam dalam memberikan teguran atau mendesak pihak (perusahaan) untuk mengadopsi rekomendasi, dan pada titik tertentu IFC dan MIGA dapat menarik bantuannya kepada perusahaan tersebut. Simpulan Kedudukan hukum CSR dalam pengaturan hukum internasional adalah voluntary norm yang berarti norma yang pelaksanaannya secara sukarela oleh subyek hukum yang ditunjuk. Namun dalam perkembangannya terdapat upaya untuk memperkuat posisi CSR tidak hanya sebagai voluntary norm an-sich tetapi menjadi sebuah kewajiban atau obligatory norm. Secara khusus aturan mengenai CSR juga diatur dalam IFC dan MIGA Guidelines dan standart kinerja. IFC dan MIGA memposisikan CSR bukan hanya sebagai voluntary norm tetapi syarat penting yang harus dipenuhi oleh setiap perusahaan yang akan bekerja sama dengan IFC dan MIGA (obligatory norm). Model pelaksanaan CSR dalam IFC dan MIGA dapat dijelaskan dalam dua tahap yaitu sebelum dilaksanakannya kegiatan usaha korporasi (prevetif action) dan setelah kegiatan usaha korporasi berjalan (represif dan evaluatif action). Sebagai preventif action IFC dan MIGA mensyaratkan setiap korporasi untuk memenuhi standar kinerja yang telah ditetapkan khususnya dalam hal lingkungan dan sosial. Sebagai metode represif dan evaluatif, WBG memiliki

13 Hikmatul Ula, Model Penerapan Corporate Social Responsibility oleh lembaga CAO yang tugas dan fungsinya adalah menerima pengaduan dan keluhan dari masyarakat terkait dengan perusahaan yang bekerjasama dengan IFC atau MIGA. CAO berwenang melakukan evaluasi dan audit terhadap perusahaan dan memfasilitasi adanya mekanisme penyelesaian sengketa dengan mengedepankan jalur non litigasi. DAFTAR PUSTAKA Buku Asif H. Qureshi., 1999, International Economic Law, Sweet and Maxwell, Manchester. Friedman Thomas, 2000, The Lexus and The Olive Tree, Understanding Globalization, Rendom House, New York. Mochtar Kusumaatmadja, 2010, Pengantar Hukum Internasional, Alumni, Bandung. Jurnal Ilias Bantekas, Corporate Social Responsibility in International Law, Boston University International Law Journal, Volume 22:309 Tahun Peraturan Perundang-undangan United Nation Code of Conduct on Transnational Corporation. United Nation Global Compact. Convention Establishing the Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA). Human Rights Principles and Responsibilities for Transnational Corporation and Other Business Enterprises. Article Agreement of Internasional Bank for Reconstruction and Development. IFC s Policy on Social and Environmental Sustainability. MIGA s Policy on Social and Environmental Sustainability. International Finance Corporation (IFC) Articles of Agreement. World Bank Group s Environmental, Health, and Safety Guidelines. Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) Guidelines for Multinational Corporation.

MODEL PENERAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY

MODEL PENERAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY MODEL PENERAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY OLEH MULTINATIONAL CORPORATION DALAM PENGATURAN INTERNATIONAL FINANCE CORPORATION (IFC) DAN MULTILATERAL INVESTMENT GUARANTEE AGENCY (MIGA) Hikmatul Ula

Lebih terperinci

Kerangka Tiga Pilar Bisnis & HAM: Uji Tuntas HAM

Kerangka Tiga Pilar Bisnis & HAM: Uji Tuntas HAM Kerangka Tiga Pilar Bisnis & HAM: Uji Tuntas HAM Iman Prihandono, Ph.D Ketua Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum, Universitas Airlangga email: iprihandono@fh.unair.ac.id Bagaimanakah bisnis mempengaruhi

Lebih terperinci

Instrumen Pertanggungjawaban Perusahaan: Perbandingan antara OECD Guidelines, ISO26000 & UN Global Compact

Instrumen Pertanggungjawaban Perusahaan: Perbandingan antara OECD Guidelines, ISO26000 & UN Global Compact Instrumen Pertanggungjawaban Perusahaan: Perbandingan antara OECD Guidelines, ISO26000 & UN Global Compact Materi ini adalah terjemahan dari buku Martje Theuws and Mariette van Huijstee, Corporate Responsibility

Lebih terperinci

Respon Pemantauan IFC ke. Audit CAO mengenai investasi IFC di

Respon Pemantauan IFC ke. Audit CAO mengenai investasi IFC di AUDIT PEMANTAUAN DAN LAPORAN PENUTUPAN CAO Audit IFC Kepatuhan CAO C-I-R6-Y08-F096 27 Maret 2013 Respon Pemantauan IFC ke Audit CAO mengenai investasi IFC di Wilmar Trading (IFC No. 20348) Delta Wilmar

Lebih terperinci

LAPORAN PENGKAJIAN CAO CAO ASSESSMENT REPORT

LAPORAN PENGKAJIAN CAO CAO ASSESSMENT REPORT LAPORAN PENGKAJIAN CAO CAO ASSESSMENT REPORT Pengaduan tentang Rajamandala Hydropower Project MIGA (11862) Agustus 2016 Kantor Compliance Advisor Ombudsman untuk International Finance Corporation dan Multilateral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial dan lingkungan atau Corporate Social Responbility (CSR) sebagai

BAB I PENDAHULUAN. sosial dan lingkungan atau Corporate Social Responbility (CSR) sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sejak DPR dan pemerintah sepakat memasukan tanggung jawab sosial dan lingkungan atau Corporate Social Responbility (CSR) sebagai suatu kewajiban dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

Masalah untuk Konsultasi Tahap 3 Pendahuluan CODE

Masalah untuk Konsultasi Tahap 3 Pendahuluan CODE Masalah untuk Konsultasi Tahap 3 Pendahuluan CODE Pada tanggal 1 Juli 2015, the Komite Keefektifan Pembangunan (Committee on Development Effectiveness/CODE) membahas draf kedua dari Tinjauan dan Pembaruan

Lebih terperinci

TINJAUAN DAN PEMBARUAN KEBIJAKAN PENGAMANAN BANK DUNIA RENCANA KONSULTASI

TINJAUAN DAN PEMBARUAN KEBIJAKAN PENGAMANAN BANK DUNIA RENCANA KONSULTASI TINJAUAN DAN PEMBARUAN KEBIJAKAN PENGAMANAN BANK DUNIA RENCANA KONSULTASI Bank Dunia memulai proses selama dua tahun untuk meninjau dan memperbaharui (update) kebijakan-kebijakan pengamanan (safeguard)

Lebih terperinci

Resolusi Serikat Pekerja/Serikat Buruh di Indonesia terhadap Tinjauan Kebijakan Perlindungan Kelompok Bank Dunia (WBG)

Resolusi Serikat Pekerja/Serikat Buruh di Indonesia terhadap Tinjauan Kebijakan Perlindungan Kelompok Bank Dunia (WBG) Resolusi Serikat Pekerja/Serikat Buruh di Indonesia terhadap Tinjauan Kebijakan Perlindungan Kelompok Bank Dunia (WBG) Seiring dengan pelaksanaan tinjauan atas kebijakan perlindungan lingkungan dan sosial

Lebih terperinci

ATAS RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA

ATAS RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.03/2017 TENTANG PENERAPAN KEUANGAN BERKELANJUTAN BAGI LEMBAGA JASA KEUANGAN, EMITEN, DAN PERUSAHAAN PUBLIK BATANG TUBUH RANCANGAN PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang

Lebih terperinci

PRISAI (Prinsip, Kriteria, Indikator, Safeguards Indonesia) Mei 2012

PRISAI (Prinsip, Kriteria, Indikator, Safeguards Indonesia) Mei 2012 PRISAI (Prinsip, Kriteria, Indikator, Safeguards Indonesia) Mei 2012 Apa saja prasyaarat agar REDD bisa berjalan Salah satu syarat utama adalah safeguards atau kerangka pengaman Apa itu Safeguards Safeguards

Lebih terperinci

IDENTITAS MATA KULIAH

IDENTITAS MATA KULIAH S I L A B I A. IDENTITAS MATA KULIAH NAMA MATA KULIAH : HUKUM EKONOMI INTERNASIONAL STATUS MATA KULIAH : WAJIB KODE MATA KULIAH : JUMLAH SKS : 2 PRASYARAT : SEMESTER SAJIAN : SEMESTER 4 KE ATAS B. DESKRIPSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan perusahaan dihadapkan dalam persoalan yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan perusahaan dihadapkan dalam persoalan yang semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berkembangnya dunia usaha yang semakin pesat dewasa ini menyebabkan perusahaan dihadapkan dalam persoalan yang semakin banyak dan semakin sulit. Pada tingkat

Lebih terperinci

MENGHORMATI SESAMA DAN MASYARAKAT: PENDEKATAN ANZ TERHADAP HAK ASASI MANUSIA. 1 Oktober 2016.

MENGHORMATI SESAMA DAN MASYARAKAT: PENDEKATAN ANZ TERHADAP HAK ASASI MANUSIA. 1 Oktober 2016. MENGHORMATI SESAMA DAN MASYARAKAT: PENDEKATAN ANZ TERHADAP HAK ASASI MANUSIA 1 Oktober 2016.. DAFTAR ISI Pendahuluan 4 Cara kami menerapkan standar kami 5 Standar-standar kami 5 Karyawan 5 Nasabah 6 Komunitas

Lebih terperinci

BAB1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perusahaan dalam melakukan kegiatan operasinya selalu berusaha untuk memaksimalkan laba untuk mempertahankan keberlangsungannya. Dalam upaya memaksimalkan laba

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkembangan era globalisasi yang terjadi saat ini telah berdampak pada

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkembangan era globalisasi yang terjadi saat ini telah berdampak pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan era globalisasi yang terjadi saat ini telah berdampak pada perubahan lingkungan yang menyebabkan semakin ketatnya persaingan dalam dunia industri. Makin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan pertumbuhan ekonomi di suatu Negara dapat memberikan dampak

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan pertumbuhan ekonomi di suatu Negara dapat memberikan dampak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Peningkatan pertumbuhan ekonomi di suatu Negara dapat memberikan dampak positif dan negatif bagi Negara tersebut. Salah satu dampak positif dari pekembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial atau yang dikenal dengan CSR (Corporate Social Responsibility),

BAB I PENDAHULUAN. sosial atau yang dikenal dengan CSR (Corporate Social Responsibility), 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam sebuah perusahaan atau badan usaha, kegiatan bisnis menjadi perilaku utama dari para pelaku bisnis. Selama ini perusahaan dianggap sebagai lembaga yang

Lebih terperinci

LAYANAN PENANGANAN KELUHAN

LAYANAN PENANGANAN KELUHAN LAYANAN PENANGANAN KELUHAN Upaya membantu individu atau masyarakat mendapatkan penyelesaian yang lebih cepat dan lebih baik atas keluhan dan pengaduan terhadap Bank Dunia. Keluhan-keluhan apa saja yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal inilah yang mendorong perubahan paradigma para pemegang saham dan

BAB I PENDAHULUAN. Hal inilah yang mendorong perubahan paradigma para pemegang saham dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era yang sekarang ini, sektor bisnis di Indonesia mulai berkembang. Tentu saja kebanyakan dari mereka masih memfokuskan tujuan utamanya pada pencarian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Keagenan (Agency Theory) Penelitian ini menggunakan teori keagenan, dimana teori ini sering kali digunakan sebagai landasan dalam penelitian mengenai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Pengertian tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility) Tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Teori Kecenderungan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Teori Kecenderungan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Kecenderungan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Menurut Gray et al., (1995) teori kecenderungan pengungkapan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Corporate Social Responsibility (CSR) di Indonesia terus mengalami perkembangan yang sangat signifikan. Meski bukan lagi menjadi isu baru, CSR dapat menjembatani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam era globalisasi sekarang ini menyebabkan persaingan dalam dunia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam era globalisasi sekarang ini menyebabkan persaingan dalam dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi sekarang ini menyebabkan persaingan dalam dunia usaha menjadi bertambah ketat. Banyak badan usaha yang membangun usaha kecil menengah yang memerlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna. Perseroan Terbatas (PT) mempunyai tanggung jawab sosial terhadap

BAB I PENDAHULUAN. berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna. Perseroan Terbatas (PT) mempunyai tanggung jawab sosial terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanggung jawab sosial dan lingkungan adalah sebuah kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap perusahaan dalam mewujudkan peran aktif perusahaan dalam pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, tanggung jawab sosial perusahaan atau yang lebih dikenal

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, tanggung jawab sosial perusahaan atau yang lebih dikenal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dewasa ini, tanggung jawab sosial perusahaan atau yang lebih dikenal dengan corporate social responsibility (CSR) semakin banyak dibahas di kalangan bisnis.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pertanggungjawaban Sosial Perusahaan Pertanggungjawaban Sosial Perusahaan adalah mekanisme bagi suatu organisasi untuk secara sukarela mengintegrasikan

Lebih terperinci

KEDUDUKAN DAN TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN MULTI- NASIONAL (MNC) DALAM HUKUM INTERNASIONAL

KEDUDUKAN DAN TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN MULTI- NASIONAL (MNC) DALAM HUKUM INTERNASIONAL KEDUDUKAN DAN TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN MULTI- NASIONAL (MNC) DALAM HUKUM INTERNASIONAL Oleh Lila Sitha Rambisa Ni Made Suksma Prijandhini Devi Salain Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya, perusahaan merupakan salah satu bentuk organisasi yang memiliki tujuan. Salah satu tujuan perusahaan yaitu untuk memenuhi kepentingan para stakeholder.

Lebih terperinci

Etika & Tanggung Jawab Sosial

Etika & Tanggung Jawab Sosial Manajemen Bisnis Internasional Etika & Tanggung Jawab Sosial Adhiatma Nanda Wardhana Irfan Dwi Nurfianto Etika itu apa ya? Studi atas proses pembelajaran yang melibatkan pemahaman moralitas, sementara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Corporate social responsibility (CSR) merupakan klaim agar. perusahaan tak hanya beroperasi untuk kepentingan para pemegang saham

BAB I PENDAHULUAN. Corporate social responsibility (CSR) merupakan klaim agar. perusahaan tak hanya beroperasi untuk kepentingan para pemegang saham 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Corporate social responsibility (CSR) merupakan klaim agar perusahaan tak hanya beroperasi untuk kepentingan para pemegang saham (shareholders) tapi juga untuk

Lebih terperinci

Manajemen Keuangan Internasional

Manajemen Keuangan Internasional Manajemen Keuangan Internasional Dr. Memen Kustiawan, SE., M.Si., Ak. Tujuan : Menguasai berbagai perangkat analitis yang dapat dimanfaatkan untuk menganalisis sistem keuangan internasional dan meningkatkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai awal munculnya konsep pembangunan berkelanjutan adalah karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai awal munculnya konsep pembangunan berkelanjutan adalah karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai awal munculnya konsep pembangunan berkelanjutan adalah karena perhatian kepada lingkungan. Terutama sumber daya alam yang tidak bisa diperbaharui sedang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. strategi yang sesuai demi tercapainya going concern perusahaan serta sustainable

BAB I PENDAHULUAN. strategi yang sesuai demi tercapainya going concern perusahaan serta sustainable BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era ekonomi modern seperti saat ini, permasalahan lingkungan hidup (pencemaran, polusi, limbah,dll) sampai saat ini menjadi isu global yang sering diperdebatkan

Lebih terperinci

Akses untuk Keadilan bagi Masyarakat yang Terkena Dampak Pertambangan PT Weda Bay Nickel Laporan Sementara Ringkasan Eksekutif

Akses untuk Keadilan bagi Masyarakat yang Terkena Dampak Pertambangan PT Weda Bay Nickel Laporan Sementara Ringkasan Eksekutif Akses untuk Keadilan bagi Masyarakat yang Terkena Dampak Pertambangan PT Weda Bay Nickel Laporan Sementara Ringkasan Eksekutif Shelley Marshall Samantha Balaton-Chrimes Omar Pidani Proyek Mekanisme Pengaduan

Lebih terperinci

Catatan informasi klien

Catatan informasi klien Catatan informasi klien Ikhtisar Untuk semua asesmen yang dilakukan oleh LRQA, tujuan audit ini adalah: penentuan ketaatan sistem manajemen klien, atau bagian darinya, dengan kriteria audit; penentuan

Lebih terperinci

15B. Catatan Sementara NASKAH REKOMENDASI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional

15B. Catatan Sementara NASKAH REKOMENDASI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional Konferensi Perburuhan Internasional Catatan Sementara 15B Sesi Ke-100, Jenewa, 2011 NASKAH REKOMENDASI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA 15B/ 1 NASKAH REKOMENDASI TENTANG PEKERJAAN

Lebih terperinci

Kebijakan tentang rantai pasokan yang berkelanjutan

Kebijakan tentang rantai pasokan yang berkelanjutan 1/5 Keberlanjutan merupakan inti dari strategi dan kegiatan operasional usaha Valmet. Valmet mendorong pelaksanaan pembangunan yang dan berupaya menangani masalah keberlanjutan di seluruh rantai nilainya

Lebih terperinci

GLossary. Badan Pembangunan Perancis (French Development Agency) Penilaian Dampak Lingkungan (Environmental Impact Assessment)

GLossary. Badan Pembangunan Perancis (French Development Agency) Penilaian Dampak Lingkungan (Environmental Impact Assessment) GLossary ADB AFD AMDAL EIA EMP ESIA ESMF ESS ESSBCM FS IFC IPP LARAP MFI PT SMI RKL-RPL SIA ToR UKL-UPL Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank) Badan Pembangunan Perancis (French Development Agency)

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Isyarat atau signal menurut Brigham dan Houston (2009) adalah suatu tindakan

BAB II LANDASAN TEORI. Isyarat atau signal menurut Brigham dan Houston (2009) adalah suatu tindakan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Signaling Theory Isyarat atau signal menurut Brigham dan Houston (2009) adalah suatu tindakan yang diambil manajemen perusahaan yang memberi petunjuk bagi investor tentang bagaimana

Lebih terperinci

PEDOMAN KEBIJAKAN CODE OF CONDUCT PT. BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO)

PEDOMAN KEBIJAKAN CODE OF CONDUCT PT. BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO) 1 PEDOMAN KEBIJAKAN CODE OF CONDUCT PT. BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO) Tbk. Pedoman Kebijakan Code of Conduct sebagaimana dimaksud pada lampiran Peraturan Direksi ini terdiri dari 5 (lima) bagian, yaitu:

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN

BAB VI KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN 191 BAB VI KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN 6.1. KESIMPULAN ATAS MASALAH PENELITIAN Kontribusi utama dalam penelitian ini adalah memberikan bukti empiris bahwa CSR bukan hanya sebagai bentuk tanggung

Lebih terperinci

R201 Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Rangga, 2011

R201 Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Rangga, 2011 R201 Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Rangga, 2011 2 R-201: Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Rangga, 2011 R201 Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak

Lebih terperinci

ANALISIS PENGATURAN DAN TUJUAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) PADA PENANAMAN MODAL DI INDONESIA

ANALISIS PENGATURAN DAN TUJUAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) PADA PENANAMAN MODAL DI INDONESIA ANALISIS PENGATURAN DAN TUJUAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) PADA PENANAMAN MODAL DI INDONESIA oleh : Ni Nyoman Ratih Kesuma Dewi Kadek Sarna Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Didirikannya sebuah perusahaan memiliki tujuan yang jelas. Tujuan perusahaan adalah mencapai laba yang sebesar-besarnya dan memakmurkan pemilik perusahaan atau para

Lebih terperinci

C-I-R5-714-F Juni Investasi IFC di Delta Wilmar Kasus Wilmar-3 / Jambi Rangkuman

C-I-R5-714-F Juni Investasi IFC di Delta Wilmar Kasus Wilmar-3 / Jambi Rangkuman COMPLIANCE ADVISOR OMBUDSMAN LAPORAN PENILAIAN Penilaian Kepatuhan CAO 26 Juni 2014 Investasi IFC di Delta Wilmar Kasus Wilmar-3 / Jambi Rangkuman Wilmar Group adalah sebuah konglomerat agrobisnis yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi keuangan saja tidak cukup menjamin nilai perusahaan tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi keuangan saja tidak cukup menjamin nilai perusahaan tumbuh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi keuangan saja tidak cukup menjamin nilai perusahaan tumbuh secara berkelanjutan. Keberlanjutan perusahaan (corporate sustainability) hanya akan terjamin

Lebih terperinci

Pertama-tama, perkenanlah saya menyampaikan permohonan maaf dari Menteri Luar Negeri yang berhalangan hadir pada pertemuan ini.

Pertama-tama, perkenanlah saya menyampaikan permohonan maaf dari Menteri Luar Negeri yang berhalangan hadir pada pertemuan ini. PAPARAN WAKIL MENTERI LUAR NEGERI NILAI STRATEGIS DAN IMPLIKASI UNCAC BAGI INDONESIA DI TINGKAT NASIONAL DAN INTERNASIONAL PADA PERINGATAN HARI ANTI KORUPSI SEDUNIA JAKARTA, 11 DESEMBER 2017 Yang terhormat

Lebih terperinci

MENGHARGAI SESAMA DAN MASYARAKAT PENDEKATAN ANZ TERHADAP HAK ASASI MANUSIA

MENGHARGAI SESAMA DAN MASYARAKAT PENDEKATAN ANZ TERHADAP HAK ASASI MANUSIA DAN MASYARAKAT 24 08 2010 PENDEKATAN ANZ TERHADAP HAK ASASI MANUSIA DAFTAR ISI PENDAHULUAN 3 BAGAIMANA KAMI MENERAPKAN STANDAR KAMI 4 STANDAR HAK ASASI MANUSIA KAMI 4 SISTEM MANAJEMEN KAMI 6 3 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jalal (2013) dalam tulisan artikelnya mengatakan bahwa tanggungjawab

BAB I PENDAHULUAN. Jalal (2013) dalam tulisan artikelnya mengatakan bahwa tanggungjawab BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jalal (2013) dalam tulisan artikelnya mengatakan bahwa tanggungjawab sosial perusahaan atau Corporate social responsibility sejak beberapa tahun belakangan seperti

Lebih terperinci

Materi Kuliah ETIKA BISNIS. Tanggungjawab Sosial Perusahaan (CSR) Pertemuan ke-6

Materi Kuliah ETIKA BISNIS. Tanggungjawab Sosial Perusahaan (CSR) Pertemuan ke-6 Materi Kuliah ETIKA BISNIS Tanggungjawab Sosial Perusahaan (CSR) Pertemuan ke-6 Latar Belakang Munculnya isu pemanasan global, penipisan ozon, kerusakan hutan, kerusakan lokasi di pertambangan, pencemaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Urian Teoritis 2.1.1 Teori Stakeholder Teori stakeholder mengatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingan sendiri namun harus mampu memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Sejarah perkembangan akuntansi yang berkembang pesat setelah terjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Sejarah perkembangan akuntansi yang berkembang pesat setelah terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah perkembangan akuntansi yang berkembang pesat setelah terjadi revolusi industri di Inggris (1760-1860), menyebabkan pelaporan akuntansi lebih banyak digunakan

Lebih terperinci

Kode Etik Bisnis Pemasok Smiths

Kode Etik Bisnis Pemasok Smiths Kode Smiths Pengantar dari Philip Bowman, Kepala Eksekutif Sebagai sebuah perusahaan global, Smiths Group berinteraksi dengan pelanggan, pemegang saham, dan pemasok di seluruh dunia. Para pemangku kepentingan

Lebih terperinci

Corporate Social Responsibility (CSR) Bidang Pertanian

Corporate Social Responsibility (CSR) Bidang Pertanian Corporate Social Responsibility (CSR) Bidang Pertanian Aspek Hukum CSR di Indonesia Dr. Ir. Teguh Kismantoroadji, M.Si. Ir. Indah Widowati, MP. Eko Murdiyanto, SP., M.Si. Pertemuan-5 PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

Lebih terperinci

Kebijakan Manajemen Risiko

Kebijakan Manajemen Risiko Kebijakan Manajemen Risiko PT Indo Tambangraya Megah, Tbk. (ITM), berkomitmen untuk membangun sistem dan proses manajemen risiko perusahaan secara menyeluruh untuk memastikan tujuan strategis dan tanggung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan merupakan isu yang sangat penting bagi perusahaan baik perusahaan nasional maupun perusahaan

Lebih terperinci

Menjalankan Nilai-Nilai Kami, Setiap Hari

Menjalankan Nilai-Nilai Kami, Setiap Hari Kode Etik Global Menjalankan Nilai-Nilai Kami, Setiap Hari Takeda Pharmaceutical Company Limited Pasien Kepercayaan Reputasi Bisnis KODE ETIK GLOBAL TAKEDA Sebagai karyawan Takeda, kami membuat keputusan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat banyaknya perusahaan menjadi semakin berkembang, maka pada saat itu pula kesenjangan sosial dan kerusakan lingkungan sekitarnya dapat terjadi, karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Masyarakat Ekonomi ASEAN merupakan sebuah komunitas negaranegara

BAB I PENDAHULUAN. Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Masyarakat Ekonomi ASEAN merupakan sebuah komunitas negaranegara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada awal Tahun 2016 telah berlaku ASEAN Economic Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Masyarakat Ekonomi ASEAN merupakan sebuah komunitas negaranegara

Lebih terperinci

MENUJU KERANGKA KERJA STRATEGIS MENGENAI PERUBAHAN IKLIM DAN PEMBANGUNAN UNTUK KELOMPOK BANK DUNIA RANGKUMAN

MENUJU KERANGKA KERJA STRATEGIS MENGENAI PERUBAHAN IKLIM DAN PEMBANGUNAN UNTUK KELOMPOK BANK DUNIA RANGKUMAN MENUJU KERANGKA KERJA STRATEGIS MENGENAI PERUBAHAN IKLIM DAN PEMBANGUNAN UNTUK KELOMPOK BANK DUNIA RANGKUMAN 11. Penanggulangan perubahan iklim merupakan tema inti agenda pembangunan dan pengentasan kemiskinan.

Lebih terperinci

pemerintah melalui peraturan daerah. Contoh kerugian jangka panjang adalah menurunnya tingkat kepercayaan perusahaan di mata masyarakat, menurunnya

pemerintah melalui peraturan daerah. Contoh kerugian jangka panjang adalah menurunnya tingkat kepercayaan perusahaan di mata masyarakat, menurunnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era pertumbuhan perusahaan yang semakin tinggi membuat kesadaran akan penerapan tanggung jawab sosial menjadi penting seiring dengan semakin maraknya kepedulian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada era globalisasi saat ini, tuntutan terhadap paradigma Good Governance dalam seluruh kegiatan tidak dapat dielakan lagi. Istilah Good Governance sendiri

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG AKSES INFORMASI KEUANGAN UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG AKSES INFORMASI KEUANGAN UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 9 TAHUN 2017 TENTANG : PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG AKSES INFORMASI KEUANGAN UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perusahaan-perusahaan pada masa kini mengalami pergeseran paradigma. Perusahaan tidak satu-satunya mempunyai tujuan utama dalam menghasilkan laba, namun perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diterima lagi. Perkembangan dunia usaha saat ini menuntut perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. diterima lagi. Perkembangan dunia usaha saat ini menuntut perusahaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pandangan dalam dunia usaha dimana perusahaan hanya bertujuan untuk mendapatkan laba yang setinggi-tingginya tanpa memperhatikan dampak yang muncul dalam kegiatan usahanya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG AKSES INFORMASI KEUANGAN UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG AKSES INFORMASI KEUANGAN UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG AKSES INFORMASI KEUANGAN UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Royal Golden Eagle (RGE) Kerangka Kerja Keberlanjutan Industri Kehutanan, Serat Kayu, Pulp & Kertas

Royal Golden Eagle (RGE) Kerangka Kerja Keberlanjutan Industri Kehutanan, Serat Kayu, Pulp & Kertas Royal Golden Eagle (RGE) Kerangka Kerja Keberlanjutan Industri Kehutanan, Serat Kayu, Pulp & Kertas I. Ruang Lingkup: Seluruh ketentuan Sustainability Framework ini berlaku tanpa pengecualian bagi: Seluruh

Lebih terperinci

KEWRAUSAHAAN, ETIKA PROFESI dan HUKUM BISNIS

KEWRAUSAHAAN, ETIKA PROFESI dan HUKUM BISNIS KEWRAUSAHAAN, ETIKA PROFESI dan HUKUM BISNIS Modul ke: Fakultas Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Magisster Akuntasi www.mercubuana.ac.id The System and Structure of GCG Dosen Pengampu : Mochammad

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanggungjawaban Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility (CSR)).

BAB I PENDAHULUAN. Pertanggungjawaban Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility (CSR)). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, menghadapi dampak globalisasi, kemajuan informasi teknologi, dan keterbukaan pasar, perusahaan harus secara serius dan terbuka memperhatikan Pertanggungjawaban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengatasi kerusakan lingkungan. Di antaranya konsumen, stakeholder,

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengatasi kerusakan lingkungan. Di antaranya konsumen, stakeholder, 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan di Indonesia kini semakin parah. Ini merupakan dampak dari pengelolaan lingkungan yang tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Kurangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahkan perusahaan yang melakukan penghindaran pajak (tax avoidance).

BAB I PENDAHULUAN. bahkan perusahaan yang melakukan penghindaran pajak (tax avoidance). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan Negara yang berasal dari rakyat. Dengan adanya pembayaran pajak maka pemerintah dapat melakukan program-program

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bertanggung jawab atas usaha tersebut (Badan Pusat Statistik, 2013). Tujuan

I. PENDAHULUAN. bertanggung jawab atas usaha tersebut (Badan Pusat Statistik, 2013). Tujuan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perusahaan merupakan suatu unit (kesatuan) usaha yang melakukan kegiatan ekonomi bertujuan menghasilkan barang atau jasa, terletak pada suatu bangunan atau lokasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. guna tercapainya visi dan misi perusahaan. Didalam komunikasi ada terbagi

BAB I PENDAHULUAN. guna tercapainya visi dan misi perusahaan. Didalam komunikasi ada terbagi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Komunikasi sebagai penyampaian pesan searah dari seseorang (atau lembaga) kepada seseorang (sekelompok orang) lainnya, baik secara langsung (tatap muka)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perusahaan merupakan suatu organisasi yang melakukan aktivitas dengan menggunakan sumber daya yang tersedia untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Lebih terperinci

2017, No penguatan basis data perpajakan untuk memenuhi kebutuhan penerimaan pajak dan menjaga keberlanjutan efektivitas kebijakan pengampunan

2017, No penguatan basis data perpajakan untuk memenuhi kebutuhan penerimaan pajak dan menjaga keberlanjutan efektivitas kebijakan pengampunan No.190, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. Perpajakan. Informasi. Akses. Penetapan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6112). UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Responsibility (selanjutnya disingkat CSR) ini menjadi trend global seiring

BAB I PENDAHULUAN. Responsibility (selanjutnya disingkat CSR) ini menjadi trend global seiring BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesadaran akan pentingnya mempraktikkan Corporate Social Responsibility (selanjutnya disingkat CSR) ini menjadi trend global seiring dengan maraknya kepedulian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemangku kepentingan (stakeholders). Praktik pengungkapan CSR

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemangku kepentingan (stakeholders). Praktik pengungkapan CSR BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility) merupakan salah satu dari beberapa tanggung jawab perusahaan kepada pemangku kepentingan (stakeholders).

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH KABUPATEN KEBUMEN DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN

Lebih terperinci

GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21

GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21 Forum Dunia tentang HAM di Kota tahun 2011 GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21 16-17 Mei 2011 Gwangju, Korea Selatan Deklarasi Gwangju tentang HAM di Kota 1

Lebih terperinci

BUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN

BUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN BUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOGOR, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dipisahkan dengan masyarakat sebagai lingkungan eksternalnya. Kontribusi dan

BAB 1 PENDAHULUAN. dipisahkan dengan masyarakat sebagai lingkungan eksternalnya. Kontribusi dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam menjaga eksistensinya di dunia bisnis, perusahaan tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat sebagai lingkungan eksternalnya. Kontribusi dan harmonisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Prinsip-prinsip GCG 1. Transparansi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Prinsip-prinsip GCG 1. Transparansi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PT PJB Services meyakini bahwa penerapan GCG secara konsisten dan berkesinambungan akan meningkatkan nilai perusahaan secara berkelanjutan. Oleh karena itu PT PJB

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kesimpulan bahwa sistem corporate governance yang buruk dalam. menimpa negara-negara ASEAN. Praktik-praktik corporate governance

BAB 1 PENDAHULUAN. kesimpulan bahwa sistem corporate governance yang buruk dalam. menimpa negara-negara ASEAN. Praktik-praktik corporate governance BAB 1 A. Latar Belakang PENDAHULUAN Menurut laporan world bank dalam Sutedi (2012), pada tahun 1999 penyebab terjadinya krisis ekonomi di asia timur dikarenakan oleh kegagalan dalam penerapan corporate

Lebih terperinci

MODUL KULIAH MANAJEMEN INDUSTRI SISTEM MANAJEMEN MUTU ISO 9000

MODUL KULIAH MANAJEMEN INDUSTRI SISTEM MANAJEMEN MUTU ISO 9000 MODUL KULIAH MANAJEMEN INDUSTRI SISTEM MANAJEMEN MUTU ISO 9000 Oleh : Muhamad Ali, M.T JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA TAHUN 2011 MODUL IX SISTEM MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perusahaan tidak hanya bertanggungjawab kepada investor dan kreditor, tetapi juga

BAB 1 PENDAHULUAN. perusahaan tidak hanya bertanggungjawab kepada investor dan kreditor, tetapi juga 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan sebagai salah satu pelaku ekonomi mempunyai pengaruh yang besar terhadap kehidupan perekonomian dan masyarkat luas, sehingga suatu perusahaan tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asing lagi di telinga kita. Pada negara maju, GCG sudah lama menjadi suatu

BAB I PENDAHULUAN. asing lagi di telinga kita. Pada negara maju, GCG sudah lama menjadi suatu BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Penelitian Good Corporate Governance (GCG) adalah suatu istilah yang sudah tidak asing lagi di telinga kita. Pada negara maju, GCG sudah lama menjadi suatu masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemanasan global telah menjadi berita sehari-hari sekarang. (Suartana,2010). Salah satu upaya tersebut terangkum dalam beragam

BAB I PENDAHULUAN. pemanasan global telah menjadi berita sehari-hari sekarang. (Suartana,2010). Salah satu upaya tersebut terangkum dalam beragam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu informasi yang sering diminta untuk diungkapkan perusahaan saat ini adalah informasi tentang tanggung jawab sosial perusahaan.tanggung jawab sosial perusahaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran yang mendasari Corporate Social Responsibility yang selanjutnya

I. PENDAHULUAN. Pemikiran yang mendasari Corporate Social Responsibility yang selanjutnya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemikiran yang mendasari Corporate Social Responsibility yang selanjutnya disebut CSR sering dianggap inti dari etika bisnis adalah bahwa perusahaan tidak hanya mempunyai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pendekatan Berbasis Sumber Daya(Resources Based Theory/Resources

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pendekatan Berbasis Sumber Daya(Resources Based Theory/Resources BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pendekatan Berbasis Sumber Daya(Resources Based Theory/Resources Based View (RBV)) Pendekatan dengan basis sumber daya (resources based view of the firm/rbv)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Weygandt et al., 2008). Keseluruhan proses akuntansi pada akhirnya akan menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. (Weygandt et al., 2008). Keseluruhan proses akuntansi pada akhirnya akan menghasilkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Akuntansi merupakan sistem informasi yang mengidentifikasi, merekam dan mengkomunikasikan kejadian ekonomik dari suatu entitas pada pengguna yang berkepentingan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGUNGKAP FAKTA

KEBIJAKAN PENGUNGKAP FAKTA Kebijakan Pengungkap Fakta KEBIJAKAN PENGUNGKAP FAKTA Pernyataan Etika Perusahaan (Statement of Corporate Ethics) Amcor Limited menetapkan kebijakannya terhadap pengungkapan fakta dan komitmennya untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dikelola untuk menghasilkan barang atau jasa (output) kepada pelanggan

BAB 1 PENDAHULUAN. dikelola untuk menghasilkan barang atau jasa (output) kepada pelanggan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum, perusahaan atau business merupakan suatu organisasi atau lembaga dimana sumber daya (input) dasar seperti bahan baku dan tenaga kerja dikelola

Lebih terperinci

ETIKA BISNIS & TANGGUNG JAWAB SOSIAL

ETIKA BISNIS & TANGGUNG JAWAB SOSIAL ETIKA BISNIS & TANGGUNG JAWAB SOSIAL By Nina Triolita, SE, MM. Pengantar Bisnis Pertemuan Ke 6 TUJUAN PEMBELAJARAN Menjelaskan tentang Etika Bisnis Menjelaskan tentang akibat dari bisnis yang tidak etis

Lebih terperinci

Makalah. WORKSHOP Memperkuat Justisiabilitas Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya : Prospek dan Tantangan

Makalah. WORKSHOP Memperkuat Justisiabilitas Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya : Prospek dan Tantangan Makalah WORKSHOP Memperkuat Justisiabilitas Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya : Prospek dan Tantangan Yogyakarta, 13-15 November 2007 Mengembangkan Tanggung Jawab Hak Asasi Manusia Perusahaan Transnasional

Lebih terperinci

Definisi dan Hubungan

Definisi dan Hubungan Materi #13 Definisi dan Hubungan 2 Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan Adalah proses dimana usaha menegosiasikan peran perusahaan dalam masyarakat. Dalam dunia bisnis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada stakeholders dan bondholders, yang secara langsung memberikan

BAB I PENDAHULUAN. kepada stakeholders dan bondholders, yang secara langsung memberikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam akuntansi konvensional, pusat perhatian perusahaan hanya terbatas kepada stakeholders dan bondholders, yang secara langsung memberikan kontribusinya bagi perusahaan,

Lebih terperinci