BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian petani adalah orang yang menggantungkan hidupnya pada lahan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian petani adalah orang yang menggantungkan hidupnya pada lahan"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Masyarakat Petani di Pedesaan Pengertian petani adalah orang yang menggantungkan hidupnya pada lahan pertanian sebagai mata pencaharian utamanya. Secara garis besar terdapat tiga jenis petani, yaitu petani pemilik lahan, petani pemilik yang sekaligus juga menggarap lahan, dan buruh tani. Masyarakat petani secara umum sering dipahami sebagai suatu kategori sosial yang seragam dan bersifat umum. Artinya, sering tidak disadari adanya diferensiasi atau perbedaan-perbedaan dalam berbagai aspek yang terkandung dalam komunitas petani ini. Sebagai contoh, diferensiasi dalam komunitas petani itu akan terlihat berdasar atas perbedaan dalam tingkat perkembangan masyarakatnya, jenis tanaman yang mereka tanam, teknologi atau alat-alat yang mereka pergunakan, sistem pertanian yang mereka pakai, topografi atau kondisi-kondisi fisik-geografik lainnya. Diantara gambaran-gambaran yang bersifat diferensiatif pada kalangan masyarakat petani pada umumnya adalah perbedaan antara petani bersahaja, yang juga sering disebut petani tradisional (termasuk golongan peasant) dan petani modern (termasuk farmer atau agricultural entreprenuer). Secara garis besar golongan pertama adalah kaum petani yang masih tergantung dan dikuasai alam karena rendahnya tingkat pengetahuan dan teknologi mereka. Produksi mereka lebih ditujukan untuk sebuah usaha menghidupi keluarga, bukan untuk tujuan mengejar keuntungan (profic oriented). Sebaliknya, farmer atau agricultural entreprenuer adalah golongan petani yang usahanya ditujukan untuk 24

2 mengejar keuntungan (profic oriented). Mereka menggunakan teknologi dan sistem pengelolaan modern dan menanam tanaman yang laku di pasaran. Mereka mengelola pertanian mereka dalam bentuk agrobisnis, agro industri atau bentuk modern lainya, sebagaimana umunya seseorang pengusaha yang profesional menjalankan usahanya. ( Rahardjo.1999:63) Jenis dan sistem pertanian Indonesia memiliki jenis dan sistem pertanian yang masih tradisional maupun yang telah modern. Dalam berbagai keberagaman aspek itu, keberagaman kondisi alam di berbagai daerah di Indonesia merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan jenis dan sistem pertanian tersebut. Kondisi alam yang besar sekali pengaruhnya terhadap jenis dan sistem pertanian di Indonesia adalah berkaitan dengan kenyataan bahwa Indonesia merupakan daerah tropis, terdiri dari kepulauan yang sangat banyak jumlahnya, serta topografinya yang banyak bergunung-gunung. Sebagai daerah tropis, pertanian di Indonesia adalah merupakan pertanian tropika dengan tanaman-tanaman khas seperti jagung, padi, tembakau, tebu, karet kelapa, dan lainya. Namun tanaman-tanaman iklim sedang seperti teh, kopi, sayur-sayuran. Adanya dua musim musim hujan, musim hujan dan musim kemarau, juga sangat menentukan jenis dan sistem pertanian di Indonesia banyaknya pulau-pulau tidak hanya berarti terpisahnya daratan satu dengan yang lainya, melainkan juga berkaitan dengan perbedaan karakteristik-karakteristik alamnya seperti jenis tanah, tingkat kesuburan, curah hujan, suhu, dan lainya. Perbedaan karakteristik ini juga mengakibatkan perbedaan dalam jenis dan sistem pertanian yang ada. (Rahardjo. 1999:135). 25

3 Variabel tipe dan sistem pertanian yang ada di Indonesia secara lebih khusus juga dapat dilihat lewat tipologi pertanian yang dikemukakan oleh Mubyarto (dalam Rahardjo. 1999: ) yang membedakan tipe pertanian rakyat dan perusahaan pertanian. Pertanian rakyat diusahakan sebagai pertanian keluarga, baik yang subsisten maupun setengah subsisten. Perusahaan pertanian adalah usaha yang sepenuhnya bersifat komersial, seperti dalam perkebunan modern. Pertanian rakyat yang ciri utamanya adalah berskala kecil dan untuk kepentingan keluarga tersebut, mencakup kegiatan pertanian pangan (seperti padi dan palawija) dan juga hortikultura (sayur-sayuran dan buah-buahan) kecuali hasil-hasil tanaman, usaha tani pertanian rakyat juga mencakup kegiatan peternakan, perikanan maupun mencari hasil-hasil hutan sebagai usaha-usaha tambahan Sistem stratifikasi sosial dalam masyarakat pertanian Berdasarkan kepemilikan tanah, masyarakat pertanian dapat dibagi atas tiga lapisan berikut : 1. Lapisan tertinggi yaitu, kaum petani yang memiliki lahan pertanian dan rumah. 2. Lapisan menengah yaitu, kaum petani yang tidak memiliki tanah pertanian, namun memiliki tanah perkarangan dan rumah. 3. Lapisan terendah yaitu, kaum petani yang tidak memiliki tanah pertanian dan pekarangan untuk rumah. Selain itu juga dapat dilihat pelapisan sosial masyarakat pertanian berdasarkan kriteria ekonomi, yaitu : 1. Lapisan pertama yang terdiri dari kaum elit desa yang memiliki cadangan 26

4 pangan dan pengembangan usaha. 2. Lapisan kedua yang terdiri dari orang yang hanya memiliki cadangan pangan saja. 3. Lapisan ketiga yang terdiri dari orang yang tidak memiliki cadangan pangan dan cadangan usaha, dan mereka bekerja untuk memenuhi kebutuhan konsumsi perutnya agar tetap hidup. Masyarakat pertanian pada umumnya masih menghargai peran pembuka tanah (cikal bakal), yaitu orang yang pertama kali membuka hutan untuk dijadikan tempat tinggal dan lahan pertanian. Cikal bakal dan keturunannya merupakan golongan elite di desanya. Biasanya mereka menjadi sesepuh atau golongan yang dituakan. Golongan kedua sesudah cikal bakal diduduki oleh pemilik tanah atau orang kaya, tetapi bukan keturunan cikal bakal. Mereka dapat memilki banyak tanah dan kaya karena keuletan dan kemampuan lainnya, kelompok kedua ini disebut dengan kuli kenceng. Golongan ketiga adalah petani yang hanya memiliki tanah sedikit dan hanya cukup untuk dikonsumsi sendiri. Untuk memenuhi kebutuhan lainnya ia harus bekerja di sektor lain, seperti berdagang kecil-kecilan. Kelompok ini disebut dengan kuli kendo. Sedangkan golongan sektor keempat adalah orang yang tidak memiliki tanah namun bekerja di sektor pertanian, kelompok ini sering disebut buruh tani. (Maryati, Kun,dkk. 2006:33) Sistem pengolahan lahan pertanian Terdapat banyak sekali jaringan dan lembaga diluar lingkungan keluarga yang dapat, dan memang sering kali, berfungsi sebagai peredam-kejutan selama krisiskerisis ekonomi dalam kehidupa petani. Seorang petani mungkin akan dibantu oleh 27

5 sanak saudara, kawan-kawanya, desanya, seorang pelindung yang berpengaruh dan malahan meskipun jarang sekali oleh negara, untuk mengatasi satu masa yang sulit akibat jatuh sakit atau panen yang gagal. Sanak saudara biasanya merasa berkewajiban untuk berbuat apa yang dapat diperbuat untuk menolong seorang kerabat dekat yang sedang dalam kesulitan, akan tetapi mereka tidak dapat menawarkan lebih dari sumberdaya yang dapat mereka himpun dikalangan mereka sendiri. Apabila beralih ke resiprositas antara kawan dan ke desa, maka beralih ke unit-unit sosial yang dapat menguasai lebih banyak sumberdaya subsistensi dibandingkan dengan sanak saudara, akan tetapi masih bagian dari dunia intim kaum petani dimana nilai-nilai bersama dan kontrol-kontrol sosial bersama-sama memperkukuh semangat gotong royong. Seorang petani mengandalkan kepada sanaksaudaranya atau patronya daripada kepada sumberdayanya sendiri, maka atas dasar timbal balik ia memberikan kepada mereka hak atas tenaga kerja dan sumberdayanya sendiri. Kerabat dan kawan yang telah menolongnya dari kesulitan akan mengharapkan perlakuan yang sama apabila mereka sendiri dalam kesulitan dan apabila ia mampu memberikan pertolongan. Dapat dikatakan bahwa mereka membantu oleh karna ada suatu konsensus yang tidak di ucapkan mengenai resiprositas, dan bantuan yang mereka berikan dapat disamakan dengan uang yang mereka simpan di bank untuk digunakan nanti apabila mereka sendiri dalam kesulitan. (Scott.1981:40-43). Bagi petani dengan penghasilan yang tinggi, lahan yang melimpah serta hasilhasil panen yang dapat diandalkan biasanya mengupah tenaga kerja dan mempunyai 28

6 tanah atau simpanan uang yang cukup (Scott.1981: 38). Sewa-menyewa tenaga manusia merupakan salah satu bagian dari terwujud melalui berbagai macam transaksi yang sudah ada di masyarakat sejak dahulu dan masih eksis hingga saat ini dengan kompensasi buruh mendapatkan upah atas jasa yang diberikan. Sistem upah pada umumnya dipandang sebagai suatu alat untuk mendistribusikan upah kepada buruh tani, pendistribusian ini berdasarkan produksi, lamanya kerja, dan berdasarkan kebutuhan hidup. Fungsi sistem upah sebagai alat distribusi adalah sama pada semua jenis dan bentuk sistem upah tetapi dasar-dasar pendistribusiannya tidak harus sama. Upah merupakan penghargaan dari energi buruh tani yang menginvestasikan sebagai hasil produksi atau suatu jasa yang dianggap sama dengan itu yang berwujud uang, maka hakekat upah adalah suatu penghargaan dari tenaga buruh tani yang dimanifestasikan dalam bentuk uang yang diberikan setelah pekerjaan yang dilakukan buruh tani tersebut selesai Sistem Kekerabatan Masyarakat Petani Menurut Ferdinand Toennies (J. Dwi Narwoko Bagong Suyanto. 2007:32-34), masyarakat dapat dibedakan kedalam dua jenis kelompok yang disebut Gemeinschaft dan Gesellschaft. Gemeinschaft merupakan bentuk kehidupan bersama, di mana antara anggotanya mempunyai hubungan batin murni yang nyata dan organis. Bentuk ini dapat ditemukan dalam kehidupan masyarakat desa, keluarga, kerabat, dan sebagainya. Gesellschaft merupakan bentuk kehidupan bersama di mana para anggotanya mempunyai hubungan yang bersifat pamrih dan dalam jangka pendek serta bersifat mekanis. Bentuk ini dapat ditemukan dalam hubungan 29

7 perjanjian yang berdasarkan ikatan timbal balik. Pada masyarakat desa yang bersifat Gemeinschaftlich, pada umumnya spesialisasi individu tidak menonjol sehingga kedudukan individual tidak begitu penting. Sehingga apabila salah seoarang anggotanya dikeluarkan maka tidak begitu terasakan oleh anggota lainya, berarti bahwa kedudukan masyarakat lebih penting dari pada kedudukan individu sehingga setrukturnya disini disebut mekanis. Sebaliknya, pada masyarakat yang bersifat kompleks (Gesellschaftlich) dimana sudah ada spesialisasi diantara para anggotanya sehingga tidak dapat hidup secara tersendiri atau dapat dipisah-pisahkan, sehingga merupakan suatu kesatuan organisme oleh karenanya strukturnya merupakan struktur organis. Selanjutnya Tonnies membedakan Gemeinschaft menjadi tiga jenis, yaitu: 1. Gemeinschaft by blood, yaitu Gemeinschaft yang mendasarkan diri pada ikatan darah atau keturunan. Di dalam pertumbuhanya masyarakat yang semacam ini makin lama makin menipis. 2. Gemeinschaft of placo (locality), yaitu Gemeinschaft yang mendasarkan diri pada tempat tinggal yang saling berdekatan sehingga dimungkinkan untuk dapatnya saling tolong menolong. 3. Gemeinschaft of mind yaitu Gemeinschaft yang mendasarkan diri pada ideology atau pikiran yang sama (J. Dwi Narwoko Bagong Suyanto. 2007:32-34) Teori Pertukaran Perilaku Homans (dalam Poloma 2004 : 52-65), menyatakan teori pertukaran sosial itu dilandaskan pada prinsip transaksi ekonomis yang elementer. Orang akan 30

8 menyediakan barang atau jasa dan sebagai imbalannya berharap memperoleh barang atau jasa yang diinginkan. Ahli teori pertukaran memiliki asumsi sederhana bahwa interaksi sosial itu mirip dengan transaksi ekonomi. Akan tetapi mereka mengakui bahwa pertukaran sosial tidak selalu dapat diukur dengan nilai uang, sebab dalam berbagai transaksi sosial dipertukarkan juga hal-hal yang nyata dan tidak nyata. Homans percaya bahwa proses pertukaran ini dapar dijelaskan lewat lima pernyataan proposisional yang saling berhubungan dan berasal dari psikologi Skinnerian. Proposisi itu adalah proposisi sukses, stimulus, nilai, deprivasi-satiasi, dan restuagresi (approval-aggression). Melalui proposisi itu banyak perilaku sosial yang dapat dijelaskan. Proposisi sukses, dalam setiap tindakan semakin sering suatu tindakan tertentu memperoleh ganjaran, maka semakin sering dia akan melakukan tindakan itu. Proposisi stimulus, jika di masa lalu terjadinya stimulus yang khusus, atau seperangkat stimuli, merupakan peritiwa dimana tindakan seseorang memperoleh ganjaran, maka semakin mirip stimuli yang sekarang ini dengan yang lalu itu, akan semakin mungkin seseorang melakukan tindakan serupa atau yang agak sama. Proposisi nilai, semakin tinggi nilai suatu tindakan maka semakin senang seseorang melakukan tindakan itu. Proposisi Deprivasi-Satiasi, semakin dimasa yang baru berlalu seseorang menerima suatu ganjaran tertentu maka semakin kurang bernilai bagi orang tersebut peningkatan setiap unit ganjaran itu. Proposisi Restu-Agresi (Approval-Agression), bila tindakan seseorang tidak memperoleh ganjaran yang diharapkannya atau menerima hukuman yang tidak diinginkan maka dia akan marah, 31

9 dia menjadi sangat cenderung memperlihatkan perilaku agresif, dan hasil perilaku demikian menjadi lebih bernilai baginya. Bilamana tindakan seseorang memperoleh ganjaran yang diharapkannya, khusus ganjaran yang lebih besar dari yang dikirakan, atau tidak memperoleh hukuman yang diharapkannya maka dua akan merasa senang, dia akan lebih mungkin melaksanakan perilaku yang disenanginya dan hasil dari perilaku yang demikian akan menjadi lebih bernilai baginya Solidaritas Sosial Dalam masyarakat atau organisasi yang menganut solidaritas mekanik, yang diutamakan adalah persamaan perilaku dan sikap. Para anggota organisasi yang diikat oleh apa yang dinamakan kesadaran kolektif atau hati nurani kolektif (collective conscience) yang merupakan suatu kesadaran bersama yang mencakup keseluruhan kepercayaan dan perasaan kelompok atau organisasi yang bersifat ekstren serta memaksa. Sedangkan solidaritas organik merupakan solidaritas yang mengikat masyarakat kompleks yang telah mengenal pembagian kerja yang rinci dan dipersatukan oleh kesalingtergantungan antar bagian. Tiap anggota menjalankan peran berbeda dan diantara berbagai peran yang ada terdapat kesalingtergantungan antara bagian yang satu dengan bagian yang lainya, karena adanya saling ketergantungan ini maka ketidakhadiran pemegang peran tertentu akan mengakibatkan gangguan pada kelangsungan hidup masyarakat (Kamanto Sunarto, 2001 hal 134). Berkaitan dengan perkembangan masyarakat, Durkheim melihat masyarakat berkembang dari masyarakat sederhana menuju masyarakat modern. Salah satu 32

10 komponen utama masyarakat yang menjadi pusat perhatian Durkheim dalam memperhatikan perkembangan masyarakat adalah bentuk solidaritas sosialnya. Masyarakat sederhana memiliki bentuk solidaritas sosial yang berbeda dengan bentuk solidaritas sosial yang ada pada masyarakat modern. Masyarakat sederhana mengembangkan bentuk solidaritas sosial mekanik, sedangkan pada masyarakat modern mengembangkan bentuk solidaritas sosial organik. Jadi, berdasarkan bentuknya, solidaritas sosial masyarakat terdiri dari dua bentuk, yaitu: (1) solidaritas sosial mekanik, dan (2) solidaritas sosial organik. Menurut Durkheim (Kamanto Sunarto, 2001: ), berdasarkan hasilnya solidaritas dapat dibedakan antara solidaritas positif dan solidaritas negatif. Solidaritas negatif tidak menghasilkan integrasi apapun dan dengan demikian tidak memiliki kekhususan, sedangkan solidaritas positif dapat dibedakan berdasarkan ciriciri : (1) solidaritas positif meningkat individu pada masyarakat secara langsung, tanpa perantara. Pada solidaritas positif yang lainya, individu tergantung dari masyarakat tersebut, (2) solidaritas positif yang kedua adalah suatu sistem fungsifungsi yang berbeda dan khusus yang menyatukan hubungan-hubungan yang tetap, walaupun sebenarnya kedua masyarakat tersebut hanya satu saja. Keduanya hanya merupakan dua wajah dari satu kenyataan yang sama, namun perlu dibedakan, (3) dari perbedaan yang kedua itu muncul perbedaan yang ketiga yang akan memberi ciri dan nama kepada kedua solidaritas itu. Ciri-ciri tipe kolektif tersebut adalah individu merupakan bagian dari masyarakat yang tidak terpisahkan, tetapi berbeda peranan dan fungsinya didalam masyaraka, namun masih tetap dalam satu kesatuan. Menurut penglihatannya, fungsi pembagian kerja adalah peningkatan 33

11 solidaritas antara kawan-kawan dan di dalam keluarga-keluarga, kelompokkelompok, organisasi-organisasi memiliki ketidaksamaan untuk menciptakan suatu ikatan sosial justru karena individu-individu melakukan mempunyai kualitas-kualitas yang berbeda-beda, maka terdapatlah keterlibatan, keselarasan, dan solidaritas di dalam masyarakat. Karena individu-individu melakukan berbagai kegiatan, maka mereka menjadi tergantung satu sama lain dan karenanya terikat satu sama lain. Karena ketertiban, keselarasan, dan solidaritas merupakan keperluan-keperluan umu atau syarat hipotesa bahwa pembagian kerja adalah syarat hidup bagi masyarakat modern yang dapat dibenarkan. Kalau ini benar maka ini merupakan kewajiban moral, karena ketertiban, keselarasan, dan solidaritas adalah kualitas-kualitas moral. Dalam masyarakat, manusia hidup bersama dan berinteraksi, sehingga timbul rasa kebersamaan diantara mereka. Rasa kebersamaan ini milik masyarakat yang secara sadar menimbulkan perasaan kolektif, selanjutnya, perasaan kolektif yang merupakan akibat (resultant) dari kebersamaan merupakan hasil aksi dan reaksi diantara kesadaran individu. Jika setiap kesadaran individual itu menggemakan perasaan kolektif, hal itu bersumber dari dorongan khusus yang berasal dari kesadaran kolektif tersebut. Pada saat solidaritas mekanik memainkan peranannya, kepribadian tiap individu boleh dikatakan lenyap, karena ia bukanlah diri individu lagi, melainkan hanya sekedar makhluk sosial kolektif. Jadi masing-masing individu diserap dalam kepribadian kolektif. Kesadaran kolektif itu mempunyai sifat keagamaan, karena mengharuskan rasa hormat serta ketaatan. Individu-individu selalu tunduk kepada kolektivitas. Isinya yang kongkret berbeda-beda dari masyarakat satu dan masyarakat lainya sesuai 34

12 dengan keadaan dimana masyarakat itu ada. Melanggar keyakinan-keyakinan bersama akan menimbulkan reaksi yang hebat dan emosional. Untuk yang bersalah akan dihukum, dan di dalam ritual pemberian hukuman itu dibalaslah penghinaan terhadap kesadaran kolektif, dan dengan kesadaran itu dipersegar dan diperkuat. 2.5 Trust (Kepercayaan) Kepercayaan adalah unsur penting dalam modal sosial yang merupakan perekat bagi langgengnya hubungan dalam kelompok masyarakat. Dengan menjaga suatu kepercayaan, orang-orang bisa bekerja sama secara efektif. Social Capital adalah kapabilitas yang muncul dari kepercayaan umum di dalam sebuah masyarakat atau bagian-bagian tertentu darinya. Social Capital bisa dilembagakan dalam kelompok sosial yang paling kecil dan paling mendasar. Demikian juga kelompokkelompok masyarakat yang paling besar, negara, dan dalam seluruh kelompokkelompok lain yang ada diantaranya (Fukuyama, 2002:37). Qianhong Fu, (Hasbullah, 2006:12 dikutip dari skripsi: Modal sosial pada pasar tradisional oleh Dedy Kurnia Putra) membagi tiga tingkatan trust yaitu pada tingkatan individual, relasi sosial dan pada tingkatan personal dan sekaligus sebagai karakteristik individu. Pada tingkatan hubungan sosial, trust merupakan atribut kolektif untuk mencapai tujuan-tujuan kelompok. Sedangkan pada tingkatan sistem sosial trust merupakan nilai yang berkembang menurut sistem sosial yang ada. Trust juga dipandang sebagai komponen ekonomi yang relevan pada kultur yang ada pada masyarakat dan membentuk kekayaan modal sosial. Kepercayaan akan menimbulkan kewajiban sosial dengan mempercayai seseorang akan menimbulkan kepercayaan kembali dari orang tersebut (resiprositas). 35

13 Dalam kaitannya dengan resiprositas dan pertukaran, Pretty dan Ward, (dalam Badaruddin, 2005:32) mengemukakan bahwa adanya hubungan-hubungan yang dilandasi oleh prinsip resiprositas dan pertukaran akan menumbuhkan kepercayaan karena setiap pertukaran akan dibayar kembali (repaid an balanced). Hal ini merupakan pelicin dari suatu hubungan kerjasama yang telah dibangun agar tetap konsisten dan berkesinambungan. Kepercayaan sosial hanya efektif dikembangkan melalui jalinan pola hubungan sosial resiprosikal atau timbal balik antar pihak yang terlibat dan berkelanjutan. Adanya trust menyebabkan mudah dibinanya kerjasama yang saling menguntungkan (mutual benefit), sehingga mendorong timbulnya hubungan resiprosikal. Hubungan resiprositas menyebabkan social capital dapat melekat kuat dan bertahan lama. Karena diantara orang-orang yang melakukan hubungan tersebut mendapat keuntungan timbal balik dan tidak ada salah satu pihak yang dirugikan. Disini hubungan telah memenuhi unsur keadilan (fairness) diantara sesama individu (Wafa, 2006:46). Coleman, (dalam Wafa, 2006:60) menegaskan bahwa kelangsungan setiap transaksi sosial ditentukan adanya dan terjaganya trust (amanah atau kepercayaan) dari pihak-pihak yang terlibat. Artinya hubungan transaksi antara manusia sebagai individu maupun kelompok baik yang bersifat ekonomi maupun non-ekonomi hanya mungkin terjadi apabila ada kelanjutan trust atau rasa saling percaya dari pihak-pihak yang melakukan interaksi. Individu-individu yang memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi memungkinkan terciptanya organisasi-organisasi bisnis yang fleksibel yang mampu bersaing dalam ekonomi global. 36

14 2.6 Sistem Gotong-royong Masyarakat Petani di Pedesaan Gotong royong merupakan suatu bentuk saling menolong yang berlaku di desa-desa indonesia. Potensi dan keterbatasanya sebagai roda pembangunan masyarakat dapat dipahami secara baik dalam konteks sosio-ekonomis dan politis dimana gotong royong ini terlaksana (yakni, daerah pedesaan dan kehidupan kolektifnya) dan dalam bentuk konteks perkembangan historisnya. Gotong royong merupakan salah satu bentuk solidaritas khas masyarakat agraris tradisional. Masyarakat-masyarakat ini terikat satu sama lain berdasarkan relasi sosial yang disebut ikatan primordial, yaitu lewat ikatan keluarga, dekatnya letak geografis, serta iman kepercayaan. Masyarakat yang hanya didasarkan pada ikatan emosional dan solidaritas mekanis, dikenal sebagai masyarakat yang terintegrasi secara struktural : pertukaran sosial bersifat langsung dan terbatas, anggota-anggota masyarakatnya bersifat homogen dalam mentalitas dan moralitas, serta mempunyai suatu kesadaran kolektif serta iman kepercayaan bersama, dan perbedaan fungsi atau pembagian kerjanya sedikit sekali. Jika timbul fungsi yang baru dan berbeda, bersamaan dengan koordinasi yang memungkinkan masyarakat tersebut untuk berfungsi secara lebih baik sebagai suatu kesatuan yang utuh, masyarakat itu dikenal sebagai masyarakat yang terintegrasi secara fungsional. Sartono Kartodirjo, (Dalam Colletta, 1987: 254) Peralihan dari integrasi struktural ke integrasi fungsional secara historis terjadi oleh meningkatnya perbedaan sosial dalam masyarakat, yaitu meningkatnya pembagian kerja. Semakin banyak bentuk solidaritas organis diperlukan untuk mengkoordinir dan memperkuat heterogenitas yang baru muncul. Menurut Durkheim, 37

15 suatu masyarakat yang terintegrasi secara fungsional terikat satu sama lain oleh hukum retributif (balas jasa), sedangkan masyarakat yang terintegrasi secara struktural di bentuk oleh hukum represif. Solidaritas sosial dalam suatu masyarakat didasarkan pada prinsip pertukaran sosial, minsalnya: Sistem bercocok tanam, yaitu pertukaran tanah dengan tenaga kerja. Pancen (bantuan tenaga kerja yang siap pakai bagi kepala desa), gugur gunung (mengerjakan suatu pekerjaan secara bersama-sama tanpa dibayar) atau kerig aji ( pergi melakukan suatu pekerjaan secara berkelompok, yaitu pertukaran tenaga kerja dengan jasa ( seperti perlindungan, keamanan, dan informasi). Sumbangan atau punjungan (memberi bantuan atau hadiah), yaitu menukarkan barang dengan barang. Teori pertukan sosial menyatakan bahwa suatu pertukaran sosial menimbulkan suatu aturan moral bagi tingkah laku anggota-anggota masyarakat yang mempunyai eksistensinya sendiri, bebas dari situasi pertukaran sosial itu sendiri. Proses pertukaran sosial, bersama moralitas yang diakibatkannya, berlaku sebagai pendorong, atau sangsi bagi kerangka hubungan kultural. Proses perubahan sosial menciptakan relasi-relasi sosial dan kultural yang ada dengan sendirinya, bebas dari tingkat perkembangan sosial dan ekonomi masyarakat. Suasana kultural ini menciptakan suatu solidaritas sosial tersendiri. Solidaritas sosial dalam suatu masyarakat ditentukan oleh intraksi antara proses pembagian kerja dan proses 38

16 pertukaran sosial dan dengan moralitas yang timbul dari pertukaran itu. Berdasarkan pertukaran itu, situasi desa-desa di indonesia sekarang ini dapat digambarkan sebagai berikut: Perbedaan struktural mengarah keperbedaan fungsional walaupun masih berada pada tingkat tradisional dan tidak mencapai tingkat perbedaan dalam masyarakat industrial. Perbedaan fungsional telah mulai meningkat; dan tidak hanya merupakan suatu pemisahan unsur-unsur yang identik. Karena adanya moralitas dan kesadaran kolektif. Walaupun perbedaan fungsional masih tetap terbatas dan bahkan menekankan perbedaan struktural, telah ada suatu solidaritas organis. Hal ini memungkinkan timbulnya integrasi fungsional yang lebih kuat dengan akibat bahwa masyarakat desa tidak merupakan suatu integritas struktural tersendiri. Sartono Kartodirjo, (Dalam Colletta, 1987: ) Djurip, dkk. (2000: 33-35) Gotong royong merupakan suatu bentuk kerja sama untuk mencapai tujuan tertentu dengan azas timbal balik (principle of reciprocity) yang mewujudkan adanya keteraturan sosial dalam masyarakat. Gotong royong ada yang dilakukan secara spontan, ada yang dilandasi pamrih dan ada pula untuk memenuhi kewajiban sosial. Dua bentuk gotong royong pertama, yakni secara spontan dan di landasi pamrih, dapat digolongkan ke dalam kegiatan tolongmenolong, sedangkan gotong-royong dapat digolongkan kedalam kegiatan kerja 39

17 bakti Falsafah Minangkabau kaba baiak baimbauan, kaba buruak baambauan, mendorong orang untuk melakukan kegiatan tolong-menolong. Dalam peristiwa kemalangan seperti musibah, bencana alam atau kematian (kaba buruak), tolong menolong dilakukan secara sepontan, sedangkan pada peristiwa kegembiraan seperti upacara perkawinan, kenduri atau selamatan lain (kaba baiak), tolong menolong dilakukan dengan dilandasi pamrih. Pamrih yang dimaksudkan disisni adalah adanya harapan dalam diri seseorang yang memberikan pertolongan bahwa suatu saat dia akan mendapat pertolongan pula jika melakukan suatu perhelatan. Adapun gotong royong untuk memenuhi kewajiban sosial dapat dilihat dari pelaksanaan kegiatan membersihkan kampung, membangun sarana-sarana ibadah atau sarana sosial. Kegiatan gotong royong yang masih ditemui di nagari Cubadak, antara lain berkaitan dengan pekerjaan dibidang pertanian dan dalam pelaksanaan upacara perkawinan. Dibidang pertanian dikenal dengan istilah tu bondar (ke bandar), yakni suatu kegiatan gotong royong untuk membersihkan tali bandar agar air yang mengalir kesawah-sawah menjadi lancar. Kegiatan lain yang dilakukan secara gotong royong adalah ma asok dan manabua. Dalam pelaksanaan helat perkawinan di nagari Cibadak juga ada tradisi Gotong Royong. Selain membantu dengan tenaga, seperti menyiapkan hidangan dan perlengkapan lain, juga ada tradisi gotong royong dengan mengumpulkan beras. Tradisi ini seperti julo-julo, dimana setiap rumah yang telah di daftar sebagai anggota mengumpulan beras setiap ada warga yang melaksanakan perhelatan perkawinan. Dengan demikian setiap anggota akan mendapat perlakuan yang sama (menerima kumpulan beras dari anggota) jika suatu saat mereka 40

18 mengadakan perhelatan perkawinan. Djurip, dkk. ( 2000: 33-35) Selain di Minangkabau, masyarakat Batak juga mengenal sistem gotong royong kuno dalam hal bercocok tanam. dalam bahasa Karo aktivitas gotong royong disebut raron, sedangkan dalam bahasa Toba disebut marsiurupan. Sekelompok orang tetangga, atau kerabat dekat, bersama-sama mengerjakan tanah dan masingmasing anggota secara bergiliran. Raron itu merupakan suatu pranata yang keanggotaanya sangat sukarela dan lamanya berdiri tergantung kepada persetujuan anggotanya. Payung Bangun (dalam Koentjaraningrat, 1993: 101) 2.7 Jaringan Sosial Jaringan sosial merupakan hubungan-hubungan yang tercipta antar banyak individu dalam suatu kelompok ataupun antar suatu kelompok dengan kelompok lainnya. Hubungan-hubungan yang terjadi bisa dalam bentuk yang formal maupun bentuk informal. Hubungan sosial adalah gambaran atau cerminan dari kerjasama dan koordinasi antar warga yang didasari oleh ikatan sosial yang aktif dan bersifat resiprositas (Damsar, 2002:157). Dalam melihat aktivitas sekelompok individu itu menjadi suatu aksi sosial maka disitulah teori jaringan sosial berperan dalam sistem sosial. Hampir seluruh masalah sosiologi adalah masalah agregasi, yaitu bagaimana aktivitas sekelompok individu dapat menimbulkan efek sosial yang dapat diamati. Hal inilah yang membuat ilmu sosiologi sangat sulit untuk memahami dan mengerti suatu fenomena secara mendalam. Teori jaringan sosial berangkat dari pengkajian atas variasi bagaimana perilaku individu berkumpul (aggregate) menjadi perilaku kolektif. Dalam hal ini analisis jaringan sosial lebih ingin mempelajari keteraturan 41

19 individu atau kelompok berperilaku ketimbang keteraturan keyakinan tentang bagaimana mereka seharusnya berperilaku (Wafa, 2006:162). Analisis jaringan sosial memulai dengan gagasan sederhana namun sangat kuat, bahwa usaha utama dalam kajian sosiologis adalah mempelajari struktur sosial dalam menganalisis pola ikatan yang menghubungkan anggota-anggota kelompoknya. Granovetter (Damsar, 2009: ) melukiskan hubungan ditingkat mikro itu seperti tindakan yang melekat dalam hubungan pribadi konkrit dan dalam struktur (jaringan sosial) terhadap hubungan itu. Hubungan ini berlandaskan gagasan bahwa setiap aktor (individu atau kolektivitas) mempunyai akses berbeda terhadap sumber daya yang bernilai seperti kekayaan, kekuasaan, dan informasi. Menurut Ritzer dan Goodman (Damsar 2009: ) terdapat sekumpulan prinsip-prinsip yang berkaitan logis, yaitu sebagai berikut: 1. Ikatan antara aktor biasanya adalah simetris baik dalam kadar maupun intensitasnya. Aktor saling memasok dengan sesuatu yang berbeda dan mereka berbuat demikian dengan intensitas yang semakin besar atau semakin kecil. 2. Ikatan antar individu harus dianalisis dalam konteks struktur jaringan lebih luas. 3. Terstrukturnya ikatan sosial menimbulkan berbagai jenis jaringan non-acak. Disatu pihak, jaringan adalah transitif: bila ada ikatan antara A dan B dan C, ada kemungkinan adanya jaringan yang meliputi A dan C. Akibatnya adalah bahwa lebih besar kemungkinan adanya jaringan yang meliputi A, B, dan C. 4. Adanya kelompok jaringan yang menyebabkan terciptanya hubungan silang antara kelompok jaringan maupun antara individu. 5. Ada ikatan asimetris antara unsur-unsur di dalam sebuah sistem jaringan dengan 42

20 akibat bahwa sumber daya yang terbatas akan terdistribusikan secara tidak merata. 6. Dengan adanya distribusi yang timpang dari sumber daya yang terbatas menimbulkan baik itu kerja sama maupun kompetisi. Beberapa kelompok akan bergabung untuk mendapatkan sumber daya yang terbatas itu dengan kerja sama, sedangkan kelompok lain bersaing dan memperebutkannya. 43

BAB II KAJIAN PUSTAKA. samping terutama untuk tempat tinggal, juga untuk semacam itu yakni yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. samping terutama untuk tempat tinggal, juga untuk semacam itu yakni yang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Masyarakat Desa Pertanian Desa merupakan suatu daerah yang dijadikan tempat tinggal masyarakat yang sebagian besar penduduknya memiliki mata pencaharian bersumber dari alam. Di

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2. 1. Modal Sosial Konsep modal sosial menawarkan betapa pentingnya suatu hubungan. Dengan membagun suatu hubungan satu sama lain, dan memeliharanya agar terjalin terus, setiap individu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Jaringan sosial merupakan hubungan-hubungan yang tercipta antar banyak individu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Jaringan sosial merupakan hubungan-hubungan yang tercipta antar banyak individu BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Jaringan Sosial Jaringan sosial merupakan hubungan-hubungan yang tercipta antar banyak individu dalam suatu kelompok ataupun antar suatu kelompok dengan kelompok lainnya. Hubunganhubungan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. bentuk informal. Hubungan sosial adalah gambaran atau cerminan dari kerjasama

BAB II KAJIAN PUSTAKA. bentuk informal. Hubungan sosial adalah gambaran atau cerminan dari kerjasama BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Jaringan Sosial Jaringan sosial merupakan hubungan-hubungan yang tercipta antar banyak individu dalam suatu kelompok ataupun antar suatu kelompok dengan kelompok lainnya. Hubungan-hubungan

Lebih terperinci

BAB II SOLIDARITAS SOSIAL DALAM PERSPEKTIF EMILE DURKHEIM. dengan pihak-pihak terkait. Peneliti memilih teori Solidaritas Emile Durkhei, teori ini

BAB II SOLIDARITAS SOSIAL DALAM PERSPEKTIF EMILE DURKHEIM. dengan pihak-pihak terkait. Peneliti memilih teori Solidaritas Emile Durkhei, teori ini BAB II SOLIDARITAS SOSIAL DALAM PERSPEKTIF EMILE DURKHEIM Melihat kondisi solidaritas dan berdasarkan observasi, serta wawancara dengan pihak-pihak terkait. Peneliti memilih teori Solidaritas Emile Durkhei,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. modal yang dimiliki melalui kegiatan tertentu yang dipilih. Suharto (2009:29)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. modal yang dimiliki melalui kegiatan tertentu yang dipilih. Suharto (2009:29) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Strategi Bertahan Strategi bertahan hidup menarik untuk diteliti sebagai suatu pemahaman bagaimana rumah tangga mengelola dan memanfaatkan aset sumber daya dan modal yang dimiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendukung statusnya sebagai negara agraris, dengan sebagian besar masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. mendukung statusnya sebagai negara agraris, dengan sebagian besar masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang memiliki potensi alam melimpah ruah yang mendukung statusnya sebagai negara agraris, dengan sebagian besar masyarakat bermukim di pedesaan

Lebih terperinci

5. STRUKTUR SOSIAL PERDESAAN

5. STRUKTUR SOSIAL PERDESAAN 5. STRUKTUR SOSIAL PERDESAAN TUJUAN PERKULIAHAN 1. Mahasiswa memahami struktur sosial di perdesaan 2. Mahasiswa mampu menganalisa struktur sosial perdesaan KONSEP DASAR STRUKTUR SOSIAL MASYARAKAT DAPAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu suku yang dapat ditemui di Sumatera bagian Utara yang ber-ibukota Medan.

BAB I PENDAHULUAN. satu suku yang dapat ditemui di Sumatera bagian Utara yang ber-ibukota Medan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pulau Sumatera merupakan salah satu pulau terbesar di Indonesia dan memiliki penduduk dengan beraneka ragam suku. Suku Batak merupakan salah satu suku yang dapat ditemui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan suatu sistem nilai yang berlaku dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan suatu sistem nilai yang berlaku dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial, berinteraksi, bermasyarakat dan menghasilkan suatu sistem nilai yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sebuah kelompok yang dibentuk oleh kepentingan bersama. Durkheim membagi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sebuah kelompok yang dibentuk oleh kepentingan bersama. Durkheim membagi BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Solidaritas Sosial Pengertian solidaritas sosial berasal dari dua pemaknaan kata yaitu solidaritas dan sosial. Solidaritas sosial merupakan perasaan atau ungkapan dalam sebuah

Lebih terperinci

BAB II TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL DAN TEORI SOLIDARITAS. Solidaritas Dan Stratifikasi Antar Petani Tambak Di Dusun Dukuan Desa

BAB II TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL DAN TEORI SOLIDARITAS. Solidaritas Dan Stratifikasi Antar Petani Tambak Di Dusun Dukuan Desa BAB II TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL DAN TEORI SOLIDARITAS A. Teori Fungsionalisme Struktural Untuk menjelaskan fenomena yang diangkat oleh peneliti yaitu Solidaritas Dan Stratifikasi Antar Petani Tambak

Lebih terperinci

Sosiologi. Kelompok & Organisasi Sosial MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 07

Sosiologi. Kelompok & Organisasi Sosial MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 07 MODUL PERKULIAHAN Kelompok & Organisasi Sosial Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 07 MK61004 Nurwidiana, SKM MPH Abstract Mata kuliah ini merupakan pengantar bagi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Modal sosial atau social capital merupakan satu terminologi baru yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Modal sosial atau social capital merupakan satu terminologi baru yang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Modal sosial Modal sosial atau social capital merupakan satu terminologi baru yang dikembangkan oleh ahli-ahli sosial untuk memperkaya pemahaman kita tentang masyarakat dan komunitas.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian

BAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian BAB V KESIMPULAN Bagian kesimpulan ini menyampaikan empat hal. Pertama, mekanisme ekstraksi surplus yang terjadi dalam relasi sosial produksi pertanian padi dan posisi perempuan buruh tani di dalamnya.

Lebih terperinci

Bab II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah patron berasal dari bahasa Latin patronus atau pater, yang berarti

Bab II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah patron berasal dari bahasa Latin patronus atau pater, yang berarti Bab II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Patron Klien pada Masyarakat Petani Istilah patron berasal dari bahasa Latin patronus atau pater, yang berarti ayah (father). Karenanya, Ia adalah seorang yang memberikan perlindungan

Lebih terperinci

BAB II : KAJIAN TEORITIK. mengajar di tingkat universitas memberikan khusus sosiologi pertama kali di

BAB II : KAJIAN TEORITIK. mengajar di tingkat universitas memberikan khusus sosiologi pertama kali di BAB II : KAJIAN TEORITIK a. Solidaritas Sosial Durkheim dilahirkan di Perancis dan merupakan anak seorang laki-laki dari keluarga Yahudi. Dia mahir dalam ilmu hukum filsafat positif. Dia terakhir mengajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang sangat tinggi, namun belum banyak upaya yang dilakukan untuk mengidentifikasi keberhasilan agribisnis

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. solidaritas dan sosial. Solidaritaas sosial merupakan perasaan atau

BAB II KAJIAN TEORI. solidaritas dan sosial. Solidaritaas sosial merupakan perasaan atau 22 BAB II KAJIAN TEORI A. Konsep Solidaritas Sosial 1. Pengertian Solidaritas Pengertian solidaritas sosial berasal dari dua pemaknaan kata yaitu solidaritas dan sosial. Solidaritaas sosial merupakan perasaan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. terdapat suatu aturan yang sudah disepakati dalam masyarakat tersebut. Salah satu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. terdapat suatu aturan yang sudah disepakati dalam masyarakat tersebut. Salah satu BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Moral Ekonomi Pedagang Kehidupan masyarakat akan teratur, baik, dan tertata dengan benar bila terdapat suatu aturan yang sudah disepakati dalam masyarakat tersebut. Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Kehidupan berbangsa dan bernegara mempengaruhi pembentukan pola

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Kehidupan berbangsa dan bernegara mempengaruhi pembentukan pola 1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Kehidupan berbangsa dan bernegara mempengaruhi pembentukan pola perilaku masyarakat. Perilaku ini tercermin dari perilaku individu selaku anggota masyarakat. Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan didukung dengan kondisi kesuburan tanah dan iklim tropis yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. dan didukung dengan kondisi kesuburan tanah dan iklim tropis yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor kehidupan masyarakat Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari mayoritas penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani dan didukung

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional.kondisi ini

Bab I PENDAHULUAN. memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional.kondisi ini Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampai saat ini Indonesia masih merupakan negara petanian, artinya petanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional.kondisi ini dapat dibuktikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan, serta berbagai peristiwa lainnya ternyata banyak ragamnya. Bagi

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan, serta berbagai peristiwa lainnya ternyata banyak ragamnya. Bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tradisi yang berkaitan dengan peristiwa kelahiran, kematian dan perkawinan, serta berbagai peristiwa lainnya ternyata banyak ragamnya. Bagi masyarakat Jawa berbagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebelum berbicara mengenai konsep dan pola Patron-Klien, Scott (1989,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebelum berbicara mengenai konsep dan pola Patron-Klien, Scott (1989, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep dan Pola Hubungan Patron Klien Sebelum berbicara mengenai konsep dan pola Patron-Klien, Scott (1989, hlm 1-18) melihat bahwa petani yang berada di daerah Asia Tenggara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. data sosial ekonomi September 2013 sektor pertanian mampu menyerap tenaga kerja

BAB I PENDAHULUAN. data sosial ekonomi September 2013 sektor pertanian mampu menyerap tenaga kerja BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris karena secara geografis daerah Indonesia sangat mendukung untuk bertani. Sebagai negara agraris menjadikan sektor pertanian sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup dalam melangsungkan kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup dalam melangsungkan kehidupannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk hidup dalam melangsungkan kehidupannya tidak lepas dari lingkungan hidup sekitarnya. Lingkungan hidup manusia tersebut menyediakan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang seharusnya dilakukan bagi setiap manusia dalam masyarakat untuk terus berinteraksi. Sama

BAB I PENDAHULUAN. yang seharusnya dilakukan bagi setiap manusia dalam masyarakat untuk terus berinteraksi. Sama BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kunci dalam hidup bermasyarakat ialah interaksi, karena memang sudah menjadi hal yang seharusnya dilakukan bagi setiap manusia dalam masyarakat untuk terus

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Etika subsistensi merupakan sebuah teori yang dikemukaan James C. Scott

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Etika subsistensi merupakan sebuah teori yang dikemukaan James C. Scott BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori Etika Subsistensi Etika subsistensi merupakan sebuah teori yang dikemukaan James C. Scott mengenai prinsip dahulukan selamat: ekonomi subsistensi bahwa petani lebih mengutamakan

Lebih terperinci

B A B I P E N D A H U L U A N

B A B I P E N D A H U L U A N B A B I P E N D A H U L U A N 1.1. Latar belakang masalah. Masyarakat adalah sekumpulan individu-individu yang saling berinteraksi satu sama lain, oleh karenanya dalam suatu masyarakat terdapat kelompok-kelompok

Lebih terperinci

MENGKAJI TEORI SOSIOLOGI MODERN: TEORI JARINGAN. Untuk Memenuhi Tugas UTS Mata Kuliah: Metode Penelitian Sosial. Dosen Pengampu : Drs. Prijana, M.

MENGKAJI TEORI SOSIOLOGI MODERN: TEORI JARINGAN. Untuk Memenuhi Tugas UTS Mata Kuliah: Metode Penelitian Sosial. Dosen Pengampu : Drs. Prijana, M. MENGKAJI TEORI SOSIOLOGI MODERN: TEORI JARINGAN Untuk Memenuhi Tugas UTS Mata Kuliah: Metode Penelitian Sosial Dosen Pengampu : Drs. Prijana, M.Si Andri Yanti, S.Sos.M.Ikom Disusun Oleh : Santi Rizki Sopianti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanaman pangan (palawija), merupakan makanan pokok bagi masyarakat. total pendapatan domestik bruto (id.wikipedia.org).

BAB I PENDAHULUAN. tanaman pangan (palawija), merupakan makanan pokok bagi masyarakat. total pendapatan domestik bruto (id.wikipedia.org). BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, artinya masyarakat banyak yang bermata pencaharian sebagai petani. Penggolongan pertanian terbagi atas dua macam, yakni

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kebudayaan Tradisional Masyarakat Desa Konsep kebudayaan tradisional mengacu pada gambaran tentang cara hidup (way of life) masyarakat desa yang belum dirasuki oleh penggunaan

Lebih terperinci

PENDEKATAN SOSIOLOGIS TENTANG EKONOMI

PENDEKATAN SOSIOLOGIS TENTANG EKONOMI PENDEKATAN SOSIOLOGIS TENTANG EKONOMI Konsep Aktor (ekonomi) Titik tolak analisis ekonomi adalah individu Individu adalah makhluk yang rasional, senantiasa menghitung dan membuat pilihan yang dapat memperbesar

Lebih terperinci

BAB II. Kajian Pustaka. Kelompok sosial atau social group adalah himpunan atau kesatuan-kesatuan

BAB II. Kajian Pustaka. Kelompok sosial atau social group adalah himpunan atau kesatuan-kesatuan BAB II Kajian Pustaka 2.1. Kelompok Sosial Kelompok sosial atau social group adalah himpunan atau kesatuan-kesatuan manusia yang hidup bersama, oleh karena adanya hubungan antara mereka. Hubungan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gotong royong merupakan salah satu budaya yang mencerminkan kepribadian luhur bangsa Indonesia yang keberadaannya meluas di seluruh wilayah Indonesia, meskipun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Keberadaan gotong royong tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan masyarakat pedesaan. Secara turun temurun gotong royong menjadi warisan budaya leluhur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijalankan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Seorang individu

BAB I PENDAHULUAN. dijalankan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Seorang individu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perilaku individu berkaitan erat dengan yang namanya peran dalam kehidupan bermasyarakat. Peran mengandung hal dan kewajiban yang harus dijalani oleh seorang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sosial (termasuk religi), ekonomi dan ekologi sehingga hubungan hutan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sosial (termasuk religi), ekonomi dan ekologi sehingga hubungan hutan dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Secara tradisional hubungan masyarakat dan hutan meliputi multi aspek yaitu sosial (termasuk religi), ekonomi dan ekologi sehingga hubungan hutan dan masyrakat sekitar hutan memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Berdasarkan sejarah diketahui bahwa masyarakat Indonesia sudah menegenal ekonomi yang disebut pasar. Pasar merupakan kegiatan jual-beli itu, biasanya (1) berlokasi yang mudah didatangi

Lebih terperinci

memasuki lingkungan yang lebih luas yakni lingkungan masyarakat. PENDAHULUAN A. Permasalahan Penelitian

memasuki lingkungan yang lebih luas yakni lingkungan masyarakat. PENDAHULUAN A. Permasalahan Penelitian PENDAHULUAN A. Permasalahan Penelitian Pendidikan merupakan aset penting bagi kemajuan sebuah bangsa dan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Setiap manusia membutuhkan pendidikan, sampai kapanpun dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor ekonomi andalan bagi perkembangan perekonomian Indonesia. Kekayaan alam Indonesia yang berlimpah dilengkapi dengan iklim

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1Perubahan Sosial Perubahan sosial dapat dibayangkan sebagai perubahan yang terjadi di dalam atau mencakup sistem sosial. Lebih tepatnya terdapat perbedaan antara keadaan sistem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Penduduk Indonesia usia 15 tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, (juta orang) No.

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Penduduk Indonesia usia 15 tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, (juta orang) No. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yaitu negara pertanian dengan daratannya yang subur dan didukung oleh iklim yang menguntungkan. Usaha pertanian, budidaya tanaman dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beberapa tujuan, kebutuhan dan cita-cita yang ingin dicapai, dimana masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. beberapa tujuan, kebutuhan dan cita-cita yang ingin dicapai, dimana masing-masing BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya memiliki dua kedudukan dalam hidup yaitu sebagai seorang individu dan mahluk sosial. Sebagai seorang individu manusia mempunyai beberapa

Lebih terperinci

TEORI KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL

TEORI KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL II. TEORI KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL A. Konflik Istilah konflik secara etimologis berasal dari bahasa latin con yang berarti bersama dan fligere yang berarti benturan atau tabrakan. Jadi, konflik dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengenai desa, masyarakat, atau komunitas desa, serta solidaritasnya.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengenai desa, masyarakat, atau komunitas desa, serta solidaritasnya. 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu pembahasan mengenai gotong royong di pedesaan ditinjau dari perspektif sejarah tidak hanya dapat dilakukan secara jelas tanpa harus menggunakan kerangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu dan sebagai makhluk sosial. Manusia memiliki kebutuhan dan

BAB I PENDAHULUAN. individu dan sebagai makhluk sosial. Manusia memiliki kebutuhan dan BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG Manusia memiliki dua sisi dalam kehidupannya, yaitu sebagai makhluk individu dan sebagai makhluk sosial. Manusia memiliki kebutuhan dan kemampuan serta kebiasaan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga rohani. Ketika mahluk hidup ingin memenuhi kebutuhannya tersebut, mereka

BAB I PENDAHULUAN. juga rohani. Ketika mahluk hidup ingin memenuhi kebutuhannya tersebut, mereka BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hakekat mahluk hidup adalah terpenuhinya kebutuhan secara jasmani dan juga rohani. Ketika mahluk hidup ingin memenuhi kebutuhannya tersebut, mereka sangat

Lebih terperinci

KELOMPOK SOSIAL GUMGUM GUMILAR, S.SOS., M.SI

KELOMPOK SOSIAL GUMGUM GUMILAR, S.SOS., M.SI KELOMPOK SOSIAL GUMGUM GUMILAR, S.SOS., M.SI Definisi Kelompok Sosial 1. Menurut Soerjono Soekanto, kelompok adalah himpunan atau kesatuan-kesatuan manusia yang hidup bersama karena saling berhubungan

Lebih terperinci

BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL

BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL 38 BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL 5.1 Pola Pemilikan Lahan Lahan merupakan faktor utama bagi masyarakat pedesaan terutama yang menggantungkan hidupnya dari bidang pertanian. Pada masyarakat pedesaan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Modal sosial memiliki peran penting dalam perkembangan industri. Bangsal. Dalam perkembanganya norma, kepercayaan, resiprositas dan

BAB V PENUTUP. 1. Modal sosial memiliki peran penting dalam perkembangan industri. Bangsal. Dalam perkembanganya norma, kepercayaan, resiprositas dan BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Dari analisis data pada bab sebelumnya dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut. 1. Modal sosial memiliki peran penting dalam perkembangan industri batu bata, karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang artinya bahwa pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan dari banyaknya

Lebih terperinci

Kelopok Sosial. Fitri dwi lestari

Kelopok Sosial. Fitri dwi lestari Kelopok Sosial Fitri dwi lestari 2 HASRAT MANUSIA SEJAK LAHIR 1. Keinginan untuk menjadi satu dengan manusia lain di sekelilingnya 2. Keinginan untuk menjadi satu dengan suasana alam di sekelilingnya.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi Bersyukur kepada sang pencipta tentang apa yang telah di anugerahkan kepada seluruh umat manusia,

Lebih terperinci

BAB VI KOMUNITAS DIBO-DIBO SEBAGAI JARINGAN YANG HIDUP

BAB VI KOMUNITAS DIBO-DIBO SEBAGAI JARINGAN YANG HIDUP BAB VI KOMUNITAS DIBO-DIBO SEBAGAI JARINGAN YANG HIDUP Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dijabarkan pada dua bab sebelumnya, dapat diidentifikasi bahwa komunitas karakter sosial dan juga karakter

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi. Selain itu juga Indonesia merupakan negara agraris

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat transisi, yaitu dari masyarakat agraris menjadi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat transisi, yaitu dari masyarakat agraris menjadi masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan kemajemukan penduduk, yang masing-masing penduduknya memiliki corak tersendiri dalam pola kehidupannya. Dan sebagian besar

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kemampuan komunitas untuk mengatur individunya merupakan modal sosial

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kemampuan komunitas untuk mengatur individunya merupakan modal sosial BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Modal Sosial Kemampuan komunitas untuk mengatur individunya merupakan modal sosial (social capital) yang mampu membuat individu individu yang ada didalam komunitas tersebut berbagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kegiatan mengenai perkembangan sistem gotong royong sebagai fenomena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kegiatan mengenai perkembangan sistem gotong royong sebagai fenomena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu pembahasan tentang mengenai gotong royong di pedesaan ditinjau dari perspektif sejarah tidak hanya dapat dilakukan secara jelas tanpa harus menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional.

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan regional memiliki peran utama dalam menangani secara langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. Peranan perencanaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kepercayaan (trust), saling pengertian (mutual understanding), dan nilai-nilai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kepercayaan (trust), saling pengertian (mutual understanding), dan nilai-nilai 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Modal Sosial Modal sosial adalah hubungan yang terjadi dan diikat oleh suatu kepercayaan (trust), saling pengertian (mutual understanding), dan nilai-nilai bersama (shared

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. ilmu tersendiri yang mempunyai manfaat yang besar dan berarti dalam proses

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. ilmu tersendiri yang mempunyai manfaat yang besar dan berarti dalam proses BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Pembangunan Pertanian Dalam memacu pertumbuhan ekonomi sektor pertanian disebutkan sebagai prasyarat bagi pengembangan dan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melihat tentang penguatan modal sosial untuk pengembangan mafkah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melihat tentang penguatan modal sosial untuk pengembangan mafkah BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penelitian-penelitian yang pernah dilakukan berhubungan dengan modal sosial antara lain, penelitian yang dilakukan oleh Slamet Widodo (2012) yang melihat tentang penguatan modal

Lebih terperinci

SOSIOLOGI KOMUNIKASI

SOSIOLOGI KOMUNIKASI Modul ke: SOSIOLOGI KOMUNIKASI Komunikasi dan Sistem Kemasyarakatan Fakultas ILMU KOMUNIKASI Enjang Pera Irawan, S.Sos, M.I.Kom Program Studi HUBUNGAN MASYARAKAT www.mercubuana.ac.id Masyarakat dan Pembagian

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Bagi suatu negara agraria, pertanian merupakan sektor yang sangat penting bagi peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya. Beberapa negara di dunia memanfaatkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Modal sosial merupakan kekuatan yang mampu membangun civil community

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Modal sosial merupakan kekuatan yang mampu membangun civil community BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Peran Modal Sosial dalam Masyarakat Modal sosial merupakan kekuatan yang mampu membangun civil community yang dapat meningkatkan pembangunan partisipatif, dengan demikian basis

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. lingkungan sekitarnya. Perubahan tersebut bisa terlihat didalam perilaku atau

BAB II KAJIAN PUSTAKA. lingkungan sekitarnya. Perubahan tersebut bisa terlihat didalam perilaku atau BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Perubahan Sosial di Pedesaan Setiap individu atau masyarakat tentunya mengalami suatu perubahan. Lambat atau cepat perubahan itu terjadi tergantung kepada banyaknya faktor di

Lebih terperinci

POLA KEHIDUPAN DAN STRATEGI BERTAHAN MASYARAKAT PETANI DI SENDANGREJO MINGGIR SLEMAN. Putri Nurida Pangesti

POLA KEHIDUPAN DAN STRATEGI BERTAHAN MASYARAKAT PETANI DI SENDANGREJO MINGGIR SLEMAN. Putri Nurida Pangesti POLA KEHIDUPAN DAN STRATEGI BERTAHAN MASYARAKAT PETANI DI SENDANGREJO MINGGIR SLEMAN Putri Nurida Pangesti putrinurida@ymail.com Dodi Widiyanto, S.Si., M.Reg.Dev. dodi_ppw@yahoo.com Abstract This research

Lebih terperinci

BAB VIII KELEMBAGAAN MAKANAN POKOK NON BERAS

BAB VIII KELEMBAGAAN MAKANAN POKOK NON BERAS 92 BAB VIII KELEMBAGAAN MAKANAN POKOK NON BERAS Kelembagaan menurut Uphoff (1993) dikutip Soekanto (2009) adalah seperangkat norma dan perilaku yang bertahan dari waktu ke waktu dengan memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB VIII KELUARGA 8.1 Pengantar 8.2 Pengertian Keluarga

BAB VIII KELUARGA 8.1 Pengantar  8.2 Pengertian Keluarga BAB VIII KELUARGA 8.1 Pengantar keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat dan merupakan gejala yang universal. Dewasa ini, lembaga keluarga banyak mengalami perubahan baik dalam struktur maupun

Lebih terperinci

BAB II KONDISI DESA BELIK KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG. melakukan berbagai bidang termasuk bidang sosial.

BAB II KONDISI DESA BELIK KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG. melakukan berbagai bidang termasuk bidang sosial. 18 BAB II KONDISI DESA BELIK KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG A. Keadaan Geografis 1. Letak, Batas, dan Luas Wilayah Letak geografis yaitu letak suatu wilayah atau tempat dipermukaan bumi yang berkenaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, bahasa maupun sikap dan perasaan (Kamanto Sunarto, 2000:149).

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, bahasa maupun sikap dan perasaan (Kamanto Sunarto, 2000:149). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial karena di dalam kehidupannya tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh manusia lain. Pada diri manusia juga terdapat

Lebih terperinci

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat,

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, BAB IV ANALISIS 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, yang secara sadar maupun tidak telah membentuk dan melegalkan aturan-aturan yang

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI DAN KERANGKA PIKIR. tingkat bunga kredit secara komparatif tinggi yaitu 20% per angsuran

BAB II KERANGKA TEORI DAN KERANGKA PIKIR. tingkat bunga kredit secara komparatif tinggi yaitu 20% per angsuran BAB II KERANGKA TEORI DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka 1. Bank Plecit Bank plecit merupakan koperasi simpan pinjam yang memberikan tingkat bunga kredit secara komparatif tinggi yaitu 20% per angsuran

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mahluk biologis merupakan individu yang mempunyai potensi-potensi diri yang

BAB I PENDAHULUAN. mahluk biologis merupakan individu yang mempunyai potensi-potensi diri yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia merupakan makhluk yang memiliki akal pikiran yang membedakan manusia dengan makhluk yang lain. Namun demikian sebagai mahluk biologis merupakan individu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Interaksi sosial adalah kunci dari semua kehidupan sosial, oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. Interaksi sosial adalah kunci dari semua kehidupan sosial, oleh karena BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Interaksi sosial adalah kunci dari semua kehidupan sosial, oleh karena tanpa interaksi sosial, tak akan mungkin ada kehidupan bersama (Young:1959, dalam Soerjono

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan yang dilaksanakan di Indonesia hingga saat ini belum mampu mensejahterakan seluruh masyarakat Indonesia. Sebagian besar masyarakat masih belum merasakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Geografi adalah mempelajari gejala-gejala di permukaan bumi secara keseluruhan dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Geografi adalah mempelajari gejala-gejala di permukaan bumi secara keseluruhan dengan 1 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Geografi Geografi adalah mempelajari gejala-gejala di permukaan bumi secara keseluruhan dengan memperhatikan tiap-tiap gejala

Lebih terperinci

MODAL SOSIAL MASYARAKAT PERKOTAAN

MODAL SOSIAL MASYARAKAT PERKOTAAN MODAL SOSIAL MASYARAKAT PERKOTAAN Banyaknya kasus-kasus kekerasan anak dan perempuan yang terjadi di kota Surabaya telah menjadi keprihatinan tersendiri. Berbagai upaya pemberdayaan kelompok sudah dilakukan.

Lebih terperinci

Mata Kuliah Sosiologi Pertanian. Sosiologi Perkebunan

Mata Kuliah Sosiologi Pertanian. Sosiologi Perkebunan Mata Kuliah Sosiologi Pertanian Sosiologi Perkebunan POKOK BAHASAN 1. Pengertian kelembagaan pertanian 2. Kebutuhan dasar manusia dan kelembagaan sosial ekonomi 3. Lembaga tradisional dan lembaga modern

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting karena pertanian berhubungan langsung dengan ketersediaan pangan. Pangan yang dikonsumsi oleh individu terdapat komponen-komponen

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Multi Level Marketing disebut juga dengan Networking Marketing

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Multi Level Marketing disebut juga dengan Networking Marketing BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Multi Level Marketing (MLM) Multi Level Marketing disebut juga dengan Networking Marketing (pemasaran berjenjang) atau direct selling yang merupakan salah satu bisnis yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB II. KONDISI WILAYAH DESA ONJE A. Letak Geografi dan Luas Wilayahnya Desa Onje adalah sebuah desa di Kecamatan Mrebet, Kabupaten

BAB II. KONDISI WILAYAH DESA ONJE A. Letak Geografi dan Luas Wilayahnya Desa Onje adalah sebuah desa di Kecamatan Mrebet, Kabupaten BAB II KONDISI WILAYAH DESA ONJE A. Letak Geografi dan Luas Wilayahnya Desa Onje adalah sebuah desa di Kecamatan Mrebet, Kabupaten Purbalingga, yang terdapat komunitas Islam Aboge merupakan ajaran Islam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. satuan kekerabatan suatu ikatan yang dituturkan dalam sebuah cerita rakyat,

PENDAHULUAN. satuan kekerabatan suatu ikatan yang dituturkan dalam sebuah cerita rakyat, BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 1.1. Identifikasi Permasalahan Adanya ikatan persaudaraan ibarat adik kakak yang terjalin antar satuan kekerabatan suatu ikatan yang dituturkan dalam sebuah cerita rakyat,

Lebih terperinci

MATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL

MATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL MATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL 1. Bentuk dan Fungsi Lembaga Sosial Pada dasarnya, fungsi lembaga sosial dalam masyarakat beraneka macam berdasarkan jenis-jenis lembaganya. Oleh karena itu, kita

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Daerah tersebut merupakan daerah yang mempunyai iklim tropis dimana terdapat

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Daerah tersebut merupakan daerah yang mempunyai iklim tropis dimana terdapat BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Geografis Penelitian ini dilakukan di Desa Kebun Durian Kecamatan Gunung Sahilan Kabupaten Kampar. Daerah ini mempunyai luas wilayah ± 28.500 Ha. Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat lereng Gunung Merapi. Banyaknya korban jiwa, harta benda dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat lereng Gunung Merapi. Banyaknya korban jiwa, harta benda dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Erupsi Merapi yang terjadi dua tahun lalu masih terngiang di telinga masyarakat lereng Gunung Merapi. Banyaknya korban jiwa, harta benda dan kehilangan mata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Kehidupan manusia baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Kehidupan manusia baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Kehidupan manusia baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota masyarakat senantiasa berhubungan dengan nilai-nilai budaya baik melalui adat istiadat,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR. disekelilingnya. Ini merupakan salah satu pertanda bahwa manusia itu

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR. disekelilingnya. Ini merupakan salah satu pertanda bahwa manusia itu 11 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR A. Kajian Pustaka 1. Kelompok Sosial Manusia pada dasarnya dilahirkan seorang diri namun di dalam proses kehidupan selanjutnya, manusia membutuhkan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan adalah sebagai sebuah proses multidimensional yang mencakup

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan adalah sebagai sebuah proses multidimensional yang mencakup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan adalah sebagai sebuah proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berbentuk Republik. Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah

BAB I PENDAHULUAN. yang berbentuk Republik. Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia lahir pada 17 Agustus 1945 adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik. Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah Indonesia terdiri atas beberapa

Lebih terperinci

Pilihan Strategi dalam Mencapai Tujuan Berdagang

Pilihan Strategi dalam Mencapai Tujuan Berdagang Bab Dua Kajian Pustaka Pengantar Pada bab ini akan dibicarakan beberapa konsep teoritis yang berhubungan dengan persoalan penelitian tentang fenomena kegiatan ekonomi pedagang mama-mama asli Papua pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Struktural Fungsional Struktur menunjuk pada kegiatan membangun sesuatu dan menghasilkan produk akhir yaitu mengembangkan suatu tindakan. Dimana tindakan tersebut membawa

Lebih terperinci

WAWASAN SOSIAL BUDAYA. Kehidupan Pedesaan Dan Perkotaan

WAWASAN SOSIAL BUDAYA. Kehidupan Pedesaan Dan Perkotaan WAWASAN SOSIAL BUDAYA Kehidupan Pedesaan Dan Perkotaan Disusun Oleh : Nur Fazheera Al Gadri (D0217023) Hendra Lesmana (D0217515) Asmirah (D0217024) Abdillah Resky Amiruddin (D0217514) FAKULTAS TEKNIK PRODI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan perekonomian Indonesia. Kekayaan alam Indonesia yang berlimpah

I. PENDAHULUAN. perkembangan perekonomian Indonesia. Kekayaan alam Indonesia yang berlimpah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor ekonomi andalan bagi perkembangan perekonomian Indonesia. Kekayaan alam Indonesia yang berlimpah dilengkapi dengan iklim tropis

Lebih terperinci

Bayu Setiyo Pamungkas Universitas Sebelas Maret

Bayu Setiyo Pamungkas Universitas Sebelas Maret Peranan Pemuda Karang Taruna dalam Kegiatan Gotong Royong Masyarakat (Studi Kasus Masyarakat Desa Kerjo Kidul, Kecamatan Ngadirojo, Kabupaten Wonogiri) Bayu Setiyo Pamungkas Universitas Sebelas Maret Abstrak:

Lebih terperinci

Gotong Royong Dalam Kehidupan Masyarakat

Gotong Royong Dalam Kehidupan Masyarakat Gotong Royong Dalam Kehidupan Masyarakat Gurniwan Kamil P* ABSTRAK Gotong-royong sebagai solidaritas sosial yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, terutama mereka yang membentuk komunitas-komunitas,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. fungsi, disfungsi, fungsi laten, fungsi manifest dan keseimbangan (equilibreum).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. fungsi, disfungsi, fungsi laten, fungsi manifest dan keseimbangan (equilibreum). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fungsionalisme Struktural Beberapa konsep penting dalam memahami struktural fungsional adalah: fungsi, disfungsi, fungsi laten, fungsi manifest dan keseimbangan (equilibreum).

Lebih terperinci