PENGARUH STRUKTUR BIAYA TERHADAP KEGIATAN PENANGKAPAN IKAN DENGAN CANTRANG DI PPI BLANAKAN, KABUPATEN SUBANG, JAWA BARAT INTAN PUSPITA SARI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH STRUKTUR BIAYA TERHADAP KEGIATAN PENANGKAPAN IKAN DENGAN CANTRANG DI PPI BLANAKAN, KABUPATEN SUBANG, JAWA BARAT INTAN PUSPITA SARI"

Transkripsi

1 PENGARUH STRUKTUR BIAYA TERHADAP KEGIATAN PENANGKAPAN IKAN DENGAN CANTRANG DI PPI BLANAKAN, KABUPATEN SUBANG, JAWA BARAT INTAN PUSPITA SARI MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Pengaruh Struktur Biaya terhadap Kegiatan Penangkapan Ikan dengan Cantrang di PPI Blanakan, Kabupaten Subang, Jawa Barat adalah karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Juni 2010 Intan Puspita Sari

3 ABSTRAK INTAN PUSPITA SARI, C Pengaruh Struktur Biaya terhadap Kegiatan Penangkapan Ikan dengan Cantrang di PPI Blanakan, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Dibimbing oleh EKO SRI WIYONO dan AKHMAD SOLIHIN. Kabupaten Subang merupakan salah satu basis kegiatan perikanan tangkap bagi para nelayan di Jawa Barat. Perkembangan perikanan tangkap di Desa Blanakan setiap tahunnya cenderung mengalami peningkatan. Namun demikian, ditinjau dari produktivitas penangkapan ikan, volume produksi perikanan tangkap di Desa Blanakan cenderung fluktuatif. Salah satu jenis pukat kantong yang digunakan oleh nelayan dalam melakukan penangkapan ikan adalah cantrang. Cantrang tergolong Danish Seine. Pada prinsipnya alat tangkap ini terdiri dari bagianbagian yang terdiri dari kantong (cod end), badan (body), kaki/sayap (wing), dan mulut (mouth). Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji komposisi struktur biaya penangkapan cantrang dan pengaruhnya terhadap kegiatan penangkapan cantrang di PPI Blanakan. Analisis data yang digunakan adalah analisis regresi sederhana untuk mengetahui pengaruh struktur biaya terhadap kegiatan penangkapan ikan, analisis usaha digunakan untuk mengetahui pendapatan dan kelayakan usaha cantrang di PPI Blanakan, serta analisis sensitivitas untuk melihat dampak dari suatu keadaan yang berubah-ubah terhadap hasil suatu analisis kelayakan. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa struktur biaya penangkapan cantrang terdiri atas biaya investasi, biaya tetap, dan biaya variabel. Biaya investasi yang dikeluarkan sebesar Rp Rp , biaya variabel sebesar Rp Rp per tahun, dan biaya tetap sebesar Rp Rp per tahun. Berdasarkan perhitungan persamaan regresi hubungan harga solar dengan jumlah trip cantrang adalah Y = ,16X + ε. Nilai korelasi sebesar 0,916 yang artinya bahwa hubungan antara harga solar dengan jumlah trip cantrang sangat erat dan berdasarkan uji t struktur biaya dapat mempengaruhi kegiatan penangkapan ikan dengan cantrang. Kata kunci: cantrang, PPI Blanakan, struktur biaya

4 Hak cipta IPB, Tahun 2010 Hak cipta dilindungi Undang-Undang 1) Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber: a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2) Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.

5 PENGARUH STRUKTUR BIAYA TERHADAP KEGIATAN PENANGKAPAN IKAN DENGAN CANTRANG DI PPI BLANAKAN, KABUPATEN SUBANG, JAWA BARAT INTAN PUSPITA SARI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

6 Judul Skripsi Nama NRP Mayor : Pengaruh Struktur Biaya terhadap Kegiatan Penangkapan Ikan dengan Cantrang di PPI Blanakan, Kabupaten Subang, Jawa Barat : Intan Puspita Sari : C : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap Disetujui : Pembimbing I, Pembimbing II, Dr. Eko Sri Wiyono S.Pi, M.Si. Akhmad Solihin, S.Pi, MH NIP: NIP : Diketahui : Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc NIP: Tanggal lulus: 15 Juni 2010

7 KATA PENGANTAR Skripsi ditujukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar sarjana pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Februari 2010 ini adalah struktur biaya perikanan, dengan judul Pengaruh Struktur Biaya terhadap Kegiatan Penangkapan Ikan dengan Cantrang di PPI Blanakan, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Eko Sri Wiyono,S.Pi, M.Si dan Akhmad Solihin, S.Pi, MH selaku pembimbing yang telah membantu penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu proses penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelemahan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Semoga hasil penelitian dalam bentuk skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan. Bogor, Juni 2010 Intan Puspita Sari

8 UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan penulis kepada: 1. Bapak Dr. Eko Sri Wiyono, S.Pi, M.Si dan Bapak Akhmad Solihin, S.Pi, MH sebagai pembimbing yang memberikan pengarahan dan bimbingannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini; 2. Bapak Vita Rumanti K., S.Pi, MT sebagai Komisi Pendidikan Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan atas sarannya; 3. Bapak Ir. Ronny Irawan Wahyu M.Phil sebagai penguji tamu pada sidang ujian skripsi yang telah memberikan saran kepada penulis; 4. Bapak Ali, Bapak Yanto, Bapak Supardi, Bapak Asep, Bapak Dedi dan segenap staff KUD Inti Mina Fajar Sidik yang telah memberikan informasi yang diperlukan dalam penelitian ini dan membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian; 5. Bu Rika dan keluarga atas bantuannya selama penulis berada di Blanakan, Kabupaten Subang; 6. Ayahanda (Andiriyana), Ibunda (Lilih Hernaliah), dan adik-adik tersayang (Riko Ramadhan dan Agnes Sherliyana) yang telah memberikan dorongan, dukungan serta doanya kepada penulis; 7. Enur, Septa, Siska M, Ghea, Mertha, Riri, Ratih dan seluruh rekan PSP 43 yang telah membantu dan memberikan dukungan serta doanya kepada penulis selama menempuh pendidikan di PSP, IPB. 8. Asep Suheri yang selalu mendukung dan memberi semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, serta menemani saat suka dan duka; 9. OOPS crew (Emil, Merry, Dyan, Mutty, Ria, Fera, Mey, Mprit, Eka, Puma, Molly, dan Isti) yang telah meberikan dukungan, semangat, dan doa kepada penulis; dan 10. Pihak terkait yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

9 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 15 Februari 1989 dari Bapak Andiriyana dan Ibu Lilih Hernaliah. Penulis merupakan putri pertama dari tiga bersaudara. Penulis lulus dari SMA Negeri 1 Cileungsi pada tahun Pada tahun yang sama, penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), terdaftar sebagai mahasiswa Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor dan mengambil Supporting Course dari beberapa mata kuliah di Institut Pertanian Bogor. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam kegiatan organisasi kemahasiawaan. Penulis pernah menjabat sebagai staff Departemen Kewirausahaan Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (HIMAFARIN) tahun Selama masa kuliahnya, penulis pernah mendapatkan beasiswa BBM (Bantuan Belajar Mahasiswa) tahun Selain itu, penulis juga aktif dalam beberapa kepanitiaan dan seminar baik ruang lingkup Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan maupun lingkup Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Pada tahun 2010, penulis melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Struktur Biaya terhadap Kegiatan penangkapan Ikan dengan Cantrang di PPI Blanakan, Kabupaten Subang, Jawa Barat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana perikanan pada Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

10 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Manfaat TINJAUAN PUSTAKA Unit Penangkapan Cantrang Alat tangkap cantrang Kapal cantrang Nelayan cantrang Alat bantu penangkapan Metode pengoperasian Biaya Penggolongan Biaya Biaya Penangkapan Ikan Analisis Sensitivitas METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Metode Penelitian Analisis Data Analisis regresi sederhana Analisis pendapatan usaha Analisis kriteria investasi Analisis sensitivitas KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak Geografis, Luas Wilayah, dan Administrasi Pemerintahan Karakteristik Fisik Perairan Kabupaten Subang Kependudukan Keadaan Umum Perikanan Tangkap di PPI Blanakan Sarana dan prasarana penangkapan Perkembangan produksi dan nilai produksi di TPI Blanakan Perkembangan alat tangkap di TPI Blanakan Daerah penangkapan ikan HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil x

11 5.1.1 Deskripsi unit penangkapan cantrang Struktur biaya unit penangkapan cantrang Penerimaan unit usaha cantrang Analisis kriteria investasi Analisis sensitivitas usaha perikanan cantrang Pengaruh struktur biaya terhadap trip Pembahasan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xi

12 DAFTAR TABEL Halaman 1 Data jumlah penduduk Desa Blanakan berdasarkan tingkat pendidikan tahun Data penduduk Desa Blanakan berdasarkan tingkat kesejahteraan tahun Persentase potongan pelelangan bagi nelayan maupun bakul di TPI Blanakan Perkembangan volume produksi dan nilai produksi TPI Blanakan tahun Jumlah alat tangkap dan trip penangkapan ikan di Kabupaten Subang tahun Perkembangan alat tangkap di PPI Blanakan Spesifikasi alat tangkap cantrang di PPI Blanakan Investasi usaha perikanan cantrang per kapal Total biaya operasional unit usaha cantrang PPI Blanakan per tahun Penerimaan usaha unit perikanan cantrang Pendapatan bersih usaha perikanan cantrang berdasarkan ukuran kapal Nilai kriteria investasi usaha penangkapan cantrang PPI Blanakan Nilai sensitivitas berdasarkan ukuran kapal Perkembangan harga solar tahun Jumlah trip dan harga solar tahun Jumlah trip dan harga solar tahun Jumlah trip cantrang dan harga solar tahun xii

13 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Gedung KUD Mandiri Mina Fajar Sidik Gedung Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Blanakan Solar Packed Dealer Nelayan (SPDN) Gedung pabrik es PPI Blanakan Tali selambar Tali ris atas Pelampung besar Jaring cantrang di PPI Blanakan Subang Kapal cantrang di PPI Blanakan Konstruksi kapal cantrang di PPI Blanakan Grafik hubungan ukuran kapal cantrang dengan keuntungan Nilai Net Present Value (NPV) berdasarkan ukuran kapal cantrang Nilai sensitivitas berdasarkan ukuran kapal cantrang Grafik hubungan ukuran kapal cantrang dengan sensitivitas Grafik hubungan harga solar dengan trip tahun Diagram harga solar dan jumlah trip tahun Grafik hubungan harga solar dengan trip tahun Diagram harga solar dan jumlah trip tahun Grafik hubungan harga solar dengan jumlah trip cantrang Diagram harga solar dan jumlah trip tahun xiii

14 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Peta lokasi penelitian Peta kecamatan kabupaten Subang Contoh perhitungan analisis usaha Rincian biaya investasi unit usaha cantrang PPI Blanakan Rincian biaya tetap unit usaha cantrang PPI Blanakan Rincian biaya variabel usaha unit penangkapan cantrang Penerimaan usaha unit penangkapan cantrang PPI Blanakan Contoh perhitungan analisis cashflow unit usaha cantrang PPI Blanakan.80 9 Contoh analisis usaha dan cashflow setelah perhitungan sensitivitas Hasil tangkapan cantrang PPI Blanakan Excel output persamaan regresi.89 xiv

15 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan tangkap adalah kegiatan ekonomi dalam bidang penangkapan/pengumpulan binatang dan tanaman air, baik di laut maupun di perairan umum secara bebas (Monintja, 1989). Biaya sangat diperlukan dalam melakukan kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan. Komponen biaya terdiri dari biaya investasi, perbaikan, pemeliharaan dan operasional. Biaya operasional merupakan salah satu komponen yang menentukan keberhasilan suatu operasi penangkapan ikan. Biaya operasional dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Contoh biaya operasional tetap antara lain biaya izin berlayar, biaya Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP), biaya tambat labuh kapal, biaya pemeliharaan dan biaya penyusutan. Biaya operasional variabel antara lain es, solar (BBM), air, ransum (kebutuhan makanan), pelumas, dan minyak tanah. Kabupaten Subang merupakan salah satu basis kegiatan perikanan tangkap bagi para nelayan di Jawa Barat. Pada tahun 2008, volume produksi ikan di Kabupaten Subang mencapai kg dengan nilai produksi Rp (DKP Kabupaten Subang, 2009). Pemanfaatan sumberdaya ikan laut di Kabupaten Subang didominasi oleh para nelayan dari luar Kabupaten Subang, akan tetapi kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan tersebut memberikan kontribusi yang signifikan bagi pendapatan daerah Kabupaten Subang. Hal ini dikarenakan proses pendaratan dan penjualan dilakukan di tempat pelelangan ikan yang terdapat di Kabupaten Subang. Kegiatan perikanan tangkap di Kabupaten Subang yang terpenting bertempat di PPI Blanakan, Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan, Subang, Jawa Barat. Perkembangan perikanan tangkap di Desa Blanakan setiap tahunnya cenderung mengalami peningkatan. Namun demikian, ditinjau dari produktivitas penangkapan ikan, volume produksi perikanan tangkap di Desa Blanakan cenderung fluktuatif. Kenaikan jumlah produksi terbesar selama kurun waktu , terjadi pada tahun dengan jumlah kenaikan sebesar kg atau 0,88% dari tahun sebelumnya. Penurunan jumlah produksi terbesar terjadi pada tahun dalam kurun waktu yaitu

16 2 sebesar kg atau 4,7% dari tahun sebelumnya. Hal ini terjadi karena pada tahun tersebut banyak kapal yang tidak mendaratkan hasil tangkapan di TPI Blanakan. Perkembangan jumlah unit penangkapan yang berbasis di Desa Blanakan selama periode mengalami penurunan dari tahun ke tahun, kecuali pada tahun 2008 yang mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya sebesar 17 unit atau 1,34% dari tahun sebelumnya. Secara umum, jenis alat penangkapan ikan yang dioperasikan adalah gillnet, purse seine, cash net, pancing, dan pukat kantong. Salah satu jenis pukat kantong yang digunakan oleh nelayan dalam melakukan penangkapan ikan adalah Cantrang. Cantrang tergolong Danish Seine. Pada prinsipnya alat tangkap ini terdiri dari bagian-bagian yang terdiri dari kantong (cod end), badan (body), kaki/sayap (wing), dan mulut (mouth). Kantong merupakan bagian jaring tempat berkumpulnya hasil tangkapan. Badan (body) merupakan bagian terbesar dari jaring yang terletak di antara kantog dan kaki. Kaki/sayap merupakan bagian jaring yang merupakan sambungan badan sampai tali selambar. Bagian mulut pada cantrang berukuran sama sehingga ukuran tali ris atas dan tali ris bawah sama panjang. Hasil tangkapan cantrang pada umumnya adalah ikan petek (Leioghnatus sp), kerapu (Epinephelus sp.), ikan sebelah (Psettodes erumei), pari (Dasyatis sp.), dan berbagai macam udang (Subani dan Barus, 1989). Penelitian terdahulu yang pernah mengkaji mengenai cantrang beberapa diantaranya adalah suatu studi tentang konstruksi jaring cantrang dan kemungkinan pengembangannya (Marulam, 1989), pengaruh pemasangan rantai pemberat terhadap hasil tangkapan jaring cantrang (Sarpan, 1990), model usaha penangkapan ikan dengan jaring cantrang (Hasibuan, 1991), namun pengaruh struktur biaya terhadap kegiatan penangkapan ikan dengan cantrang di PPI Blanakan, Desa Blanakan, Kabupaten Subang belum pernah dilakukan. Sehubungan dengan hal tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh struktur biaya terhadap kegiatan penangkapan ikan dengan cantrang di PPI Blanakan, Desa Blanakan, Kabupaten Subang, Jawa Barat.

17 3 1.2 Tujuan 1) Mengkaji komposisi struktur biaya penangkapan cantrang di PPI Blanakan, Desa Blanakan, Kabupaten Subang, Jawa Barat; dan 2) Mengkaji pengaruh struktur biaya penangkapan terhadap kegiatan penangkapan ikan dengan cantrang di Desa Blanakan, Kabupaten Subang, Jawa Barat. 1.3 Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi penting yang dapat digunakan oleh semua pihak yang membutuhkan tentang struktur biaya perikanan cantrang sebagai bahan estimasi usaha perikanan cantrang khususnya di PPI Blanakan, Desa Blanakan, Kabupaten Subang, Jawa Barat.

18 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Unit Penangkapan Cantrang Unit penangkapan ikan merupakan satu kesatuan teknis dalam operasi penangkapan ikan yang terdiri atas alat tangkap, perahu atau kapal penangkap dan nelayan. Menurut Pasal 1 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, menangani, mengolah, dan atau mengawetkan di tempat yang tidak dibudidayakan dengan alat atau cara apapun Alat tangkap cantrang Menurut Badan Standardisasi Nasional (2006), pukat tarik cantrang merupakan alat penangkap ikan berkantong tanpa alat pembuka mulut pukat dengan tali selambar yang pengoperasiannya di dasar perairan dengan cara melingkari gerombolan ikan, penarikan dan pengangkatan pukat (hauling) dari atas kapal. Pukat tarik cantrang termasuk dalam klasifikasi pukat kantong (seine nets), sesuai dengan Statistik Penangkapan Perikanan Laut Indonesia. Pukat tarik cantrang merupakan salah satu alat penangkap ikan dasar dari jenis pukat tarik yang banyak dipergunakan oleh nelayan skala kecil dan skala menengah, dengan daerah penangkapan di wilayah seluruh perairan Indonesia. Ukuran besar kecilnya pukat tarik cantrang (panjang total x keliling mulut jaring) sangat beragam, tergantung dari ukuran tonase kapal dan daya motor penggerak kapal. Pengoperasian pukat tarik cantrang, kadang-kadang dilengkapi dengan palang rentang (beam) sebagai alat pembuka mulut jaring. Pengoperasian pukat tarik cantrang tidak dihela di belakang kapal yang sedang berjalan (kapal dalam keadaan berhenti). Menurut Subani dan Barus (1989), cantrang sudah sejak lama dikenal oleh nelayan Indonesia terutama di pantai utara Jawa. Cantrang tergolong Danish Seine, pada prinsipnya alat tangkap ini terdiri atas bagian:

19 5 1) Kantong (cod end), merupakan bagian jaring tempat berkumpulnya hasil tangkapan. Pada ujung kantong diikat dengan tali untuk menjaga agar hasil tangkapan tidak mudah lolos; 2) Badan (body), bagian terbesar dari jaring yang terletak diantara kantong dan kaki. Badan ini terdiri atas bagian kecil yang ukuran mata jaringnya berbedabeda. Bahan badan cantrang terbuat dari benang katun; 3) Kaki/sayap (wing), bagian jaring yang merupakan sambungan atau perpanjangan badan sampai tali selambar. Bagian ini merupakan penghalau ikan untuk kemudian masuk ke dalam kantong; 4) Mulut (mouth), pada bagian ini bagian atas mulut jaring (bibir atas) dan bagian bawah (bibir bawah) erukuran sama panjang atau sejajar; 5) Tal ris atas (head rope), adalah tali yang dipergunakan untuk menggantungkan dan menghubungkan kedua sayap jaring bagian atas melalui mulut bagian atas; 6) Tali ris bawah (ground rope), adalah tali yang dipergunakan untuk menggantungkan dan menghubungkan kedua sayap jaring bagian bawah melalui mulut bagian bawah; 7) Tali selambar (warp rope), adalah tali yang berfungsi sebagai penarik pukat tarik cantrang ke atas geladak kapal; 8) Pelampung (float), digunakan untuk membantu membuka mulut jaring ke arah atas; dan 9) Pemberat (sinker), digunakan untuk membuka mulut jaring ke arah bawah berupa batu atau timah; Kapal cantrang Menurut Pasal 1 UU No. 31/2004, definisi kapal perikanan adalah kapal, perahu, atau alat apung lain yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan-pelatihan perikanan dan penelitian/eksplorasi perikanan. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 54 Tahun 2002 tentang Usaha Perikanan, kapal penangkap ikan adalah kapal yang secara khusus

20 6 dipergunakan untuk menangkap ikan termasuk menampung, menyimpan, mendinginkan, atau mengawetkan. Kapal penangkap ikan sangat tergantung dari alat penangkap ikan yang dipergunakan untuk operasi penangkapan ikan sehingga akan mempengaruhi konstruksi kapalnya. Kapal penangkap ikan seringkali hanya disebut kapal ikan saja dalam masyarakat perikanan. Sedangkan untuk penggolongan dan penyebutan jenis kapal ikan disesuaikan dengan jenis alat penangkapnya, sehingga ada yang disebut pukat tarik (Trawler), kapal pukat kantong (Seiner), kapal pukat cincin (Purse seiner), kapal jaring insang (Gill netter), kapal rawai (Long liner), dan lain-lain (Prado dan Dremiere, 2006) Penangkapan dengan cantrang pada umumnya menggunakan perahu yang disebut ijo-ijo dengan panjang 6 7 meter, lebar 1,5 2 meter, dan dalam 0,5 1 meter atau kadang menggunakan perahu soprek. Perahu tersebut dilengkapi dengan layar maupun mesin motor tempel (Subani dan Barus, 1989). Menurut Bambang (2006), kapal yang digunakan terbuat dari kayu berukuran panjang 7 11 meter, lebar 3 meter, dan dalam 1,5 meter, bermesin duduk (inboard engine) berkekuatan HP atau lebih. Kapal dilengkapi palka berinsulasi dengan kapasitas 3 4 ton sehingga memungkinkan lama trip sampai 7 hari atau lebih Nelayan cantrang Berdasarkan Pasal 1 UU Nomor 31/2004, nelayan didefinisikan sebagai orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan, binatang air lainnya, atau tanaman air. Orang yang hanya melakukan pekerjaan seperti membuat jaring, mengangkut alat-alat atau perlengkapan ke dalam perahu atau kapal, tidak dimasukkan sebagai nelayan. Ahli mesin atau juru masak yang bekerja di atas kapal penangkap ikan dimasukkan sebagai nelayan, walaupun tidak secara langsung melakukan penangkapan. Menurut Subani dan Barus (1989), nelayan yang dibutuhkan dalam pengoperasian cantrang yaitu 2 3 orang. Menurut waktu kerjanya, nelayan diklasifikasikan ke dalam tiga kategori yaitu:

21 7 1) Nelayan penuh, yaitu nelayan yang seluruh waktu kerjanya dipergunakan untuk melakukan operasi penangkapan ikan; 2) Nelayan sambilan utama, yaitu nelayan yang sebagian besar waktu kerjanya dipergunakan untuk melakukan operasi penangkapan ikan; dan 3) Nelayan sambilan tambahan, nelayan yang sebagian kecil waktu kerjanya dipergunakan untuk melakukan operasi penangkapan ikan Alat bantu penangkapan Menurut Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan (Kepmen KP) Nomor Kep.02/MEN/2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan Penangkapan Ikan, alat bantu penangkapan ikan adalah sarana dan perlengkapan atau bendabenda lainnya yang dipergunakan untuk membantu efisiensi dan efektifitas penangkapan ikan. Alat bantu berupa winch/kapstan dibuat dari bekas gardan mobil. Pada kedua ujung gardan ini dipasang dua buah kapstan yang dibuat dari bahan kayu dengan diameter 20 cm. untuk menggerakkan winch digunakan mesin diesel (mesin bantu) berkekuatan 6 12 HP (Bambang, 2006) Metode pengoperasian Menurut Badan Standardisasi Nasional (2006), cantrang dioperasikan di dasar perairan melingkari gerombolan ikan, dengan tali selambar yang panjang. Penarikan tali selambar bertujuan untuk menarik dan mengangkat pukat tarik cantrang ke atas geladak perahu/kapal. Penarikan tali selambar dengan menggunakan permesinan penangkapan (fishing machinery) yang berupa permesinan kapstan/gardan. Pengoperasian pukat tarik cantrang dilaksanakan tanpa menghela di belakang kapal (kapal dalam keadaan berhenti), dan tanpa menggunakan papan rentang (otter board) atau palang rentang (beam). Teknik pengoperasian menurut Badan Standardisasi Nasional (2006) adalah sebagai berikut: 1) Penurunan pukat (setting) Penurunan pukat dilakukan dari salah satu sisi lambung bagian buritan perahu/kapal dengan gerakan maju perahu/kapal membentuk lingkaran sesuai dengan panjang tali selambar ( 500 meter) dengan kecepatan perahu/kapal

22 8 tertentu. Penggunaan tali selambar yang panjang bertujuan untuk memperoleh area sapuan yang luas. 2) Penarikan dan pengangkatan pukat (hauling) Penarikan dan pengangkatan pukat dilakukan dari buritan perahu/kapal dengan menggunakan permesinan penangkapan (fishing machinery) dalam kedudukan perahu/kapal bertahan. 2.2 Biaya Pengertian biaya banyak sekali dikemukakan oleh pakar, baik itu pakar ekonomi, akuntan, dan pakar lainnya. Akuntan mendefinisikan biaya (cost) sebagai suatu sumber daya yang dikorbankan (sacrified) atau dilepaskan (forgone) untuk mencapai tujuan tertentu. Suatu biaya biasanya diukur dalam unit uang yang harus dikeluarkan dalam rangka mendapatkan barang atau jasa (Horngren et al., 2005). Menurut Mulyadi (2005), biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi, yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu. Menurut Sulastiningsih dan Zulkifli (1999) dalam arti sempit biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi untuk memperoleh aktiva, sedangkan dalam arti luas biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi yang dapat diukur dalam satuan uang yang telah terjadi atau secara potensial akan terjadi untuk mencapai tujuan tertentu. Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat empat unsur dalam biaya yaitu: (1) pengorbanan sumber ekonomis, (2) diukur dalam satuan uang, (3) telah terjadi atau kemungkinan akan terjadi, dan (4) untuk mencapai tujuan tertentu. Biaya aktual (actual costs) adalah biaya yang terjadi (historical cost), untuk dibedakan dari biaya yang dianggarkan (budgeted) atau biaya yang diperkirakan (forecasted). Suatu konsep biaya secara khas akan menghitung biaya dalam dua tahap dasar yaitu akumulasi (accumulation) yang dilanjutkan dengan pembebanan (assignment). Akumulasi biaya (accumulation cost) adalah kumpulan data biaya yang diorganisir dengan sejumlah cara yang menggunakan sarana berupa sistem akuntansi. Pembebanan biaya (cost assignment) adalah istilah umum yang terdiri

23 9 atas penelusuran akumulasi biaya yang mempunyai hubungan langsung dengan objek biaya dan pengalokasian akumulasi biaya yang mempunyai hubungan tidak langsung dengan objek biaya (Horngren et al., 2005). Menurut Nicholson (1991) biaya ekonomi dari setiap masukan adalah pembayaran yang diperlukan untuk mempertahankan masukan itu dalam penggunaannya saat ini. Definisi lain yang setara biaya ekonomi sebuah masukan adalah pembayaran yang diterima masukan tersebut dalam penggunaan alternatifnya yang terbaik. Ada dua penyederhanaan tentang masukan-masukan tersebut yang dipergunakan sebuah perusahaan. Pertama, diasumsikan bahwa hanya terdapat dua masukan yaitu tenaga kerja homogen (L, diukur dalam jam tenaga kerja) dan modal homogen (K, diukur dalam jam mesin). Kedua, diasumsikan bahwa masukan-masukan untuk sebuah perusahaan dalam pasar yang bersaing sempurna. Perusahaan-perusahaan dapat membeli atau menjual semua jasa tenaga kerja dan modal yang mereka inginkan dalam tingkat sewa yang berlaku (w dan v). Berdasarkan asumsi penyederhanaan tersebut, biaya total dari sebuah perusahaan dalam satu periode direpresentasikan dengan: Biaya total = TC = wl + vk Keterangan: TC : Total cost L : Jumlah tenaga kerja K : Jumlah modal homogen w : Tingkat sewa tenaga kerja (upah per jam) v : Tingkat sewa modal 2.3 Penggolongan Biaya Biaya dapat digolongkan ke dalam beberapa kelompok. Pengelompokkan dapat berbeda-beda tergantung para pakar membaginya berdasarkan hal tertentu. Semua kegiatan yang dilakukan untuk mendukung operasional perusahaan pada hakikatnya tidak bisa lepas dari biaya. Biaya-biaya tersebut menurut Subagyo (2007) adalah: 1) Biaya modal investasi adalah dana yang dikeluarkan untuk mendapatkan aktiva tetap yang akan digunakan perusahaan untuk menjalankan aktivitas

24 10 bisnisnya. Contoh: pembelian peralatan mesin, kendaraan, pembangunan gedung dan sebagainya. 2) Biaya modal kerja adalah dana yang dikeluarkan untuk membiayai operasional perusahaan. Contoh, pembelian bensin dan solar untuk menjalankan mesin dan kendaraan. 3) Biaya start-up adalah investasi yang digunakan untuk mendanai pendirian usaha/bisnis. Contohnya, biaya legalitas dan perizinan, biaya studi kelayakan, biaya konsultan, biaya riset, serta biaya pra operasional lainnya. Menurut Nicholson (1991) biaya dapat dikelompokkan berdasarkan sumber daya yaitu biaya tenaga kerja, biaya modal, dan biaya jasa kewirausahaan. 1) Biaya tenaga kerja Bagi para akuntan, pengeluaran untuk tenaga kerja merupakan biaya lancar dan merupakan biaya produksi. Bagi para ekonom, biaya tenaga kerja merupakan biaya eksplisit. Jasa tenaga kerja (jam kerja) dikontrak dengan tingkat upah per jam (w) tertentu. Menurut Achmad Tjahjono dan Sulastiningsih (2003) biaya tenaga kerja dapat dibedakan menjadi biaya tenaga kerja langsung dan biaya tenaga kerja tidak langsung. Biaya tenaga kerja langsung adalah upah untuk para tenaga kerja yang terlibat secara langsung dalam proses produksi. Sedangkan biaya tenaga kerja tidak langsung adalah upah untuk para tenaga kerja yang terlibat secara tidak langsung dalam proses produksi. Contohnya upah untuk para mandor pabrik. Dalam praktiknya, banyak faktor yang mempengaruhi biaya tenaga kerja. Tunjangan pegawai dan potongan-potongan atas gaji dan upah akan mempengaruhi biaya tenaga kerja yang dibayarkan oleh perusahaan kepada para pegawai. Contoh tunjangan-tunjangan yang menambah upah atau gaji adalah bonus, tunjangan hari libur, tunjangan pensiun. Sedangkan contoh dari potonganpotongan atas gaji/upah adalah pajak penghasilan karyawan, iuran dana awal, dan iuran koperasi pegawai. 2) Biaya modal Para akuntan menggunakan harga historis dari mesin tertentu dan menggunakan aturan depresiasi yang dipilih. Sedangkan para ekonom

25 11 memandang harga historis dari sebuah mesin sebagai sebuah biaya hangus yang tidak relevan dalam proses produksi. Biaya ini merupakan biaya implisit. 3) Biaya jasa kewirausahaan Pemilik sebuah bisnis merupakan orang yang berhak atas apa yang tersisa dari semua pendapatan atau kerugian yang tersisa setelah membayar semua biaya masukan. Biaya ini juga disebut laba atau keuntungan yang dapat bersifat negatif atau positif. Biaya juga dapat dikelompokkan menurut hubungan biaya dengan sesuatu yang dibiayai. Sesuatu yang dibiayai dapat berupa produk atau Jasa. Dalam hubungannya dengan sesuatu yang dibiayai, biaya dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu: 1) Biaya langsung (direct cost) suatu objek biaya terkait dengan suatu objek biaya dan dapat dilacak ke objek biaya tertentu dengan cara yang layak secara ekonomi (biaya-efektifitas) (Horngren et al., 2005). Dengan kata lain biaya langsung adalah biaya yang terjadi karena ada sesuatu yang dibiayai; dan 2) Biaya tidak langsung (indirect cost) suatu objek biaya berkaitan dengan suatu objek biaya namun tidak dapat dilacak ke objek biaya tertentu dengan cara yang layak secara ekonomis (biaya-efektifitas) (Horngren et al., 2005). Dengan kata lain, biaya tidak langsung adalah biaya yang terjadi tidak tergantung kepada ada atau tidak adanya sesuatu yang dibiayai. Beberapa faktor yang mempengaruhi klasifikasi biaya langsung atau tidak langsung: 1) Materialitas suatu biaya, semakin besar nilai suatu biaya, semakin besar kemungkinan biaya tersebut dapat dilacak secara ekonomis ke objek biaya tertentu. 2) Ketersediaan teknologi pencarian informasi. 3) Pencarian informasi memungkinkan perusahaan mengelompokkan semakin banyak biaya sebagai biaya langsung. 4) Desain operasi, mengelompokkan biaya sebagai biaya langsung akan mudah jika fasilitas perusahaan digunakan secara eksklusif hanya untuk objek biaya

26 12 yang spesifik, seperti produk tertentu atau konsumen tertentu (Horngren et al., 2005) Berdasarkan pola perilaku biaya dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan, biaya dapat dikelompokkan menjadi: 1) Biaya Variabel (Variable Cost) Biaya variabel (variable cost) adalah biaya yang secara total berubah proporsional mengikuti perubahan tingkat aktivitas atau volume yang terkait (Horngren et al., 2005). Menurut Umar (2003), biaya variabel adalah biaya yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan perubahan tingkat produksi dan dinyatakan dalam satuan rupiah. 2) Biaya Tetap (Fixed Cost) Biaya tetap (Fixed cost) adalah biaya yang tidak akan berubah secara total dalam jangka waktu tertentu, sekalipun terjadi perubahan yang besar atas tingkat aktivitas atau volume yang terkait. Biaya dikatakan tetap atau variabel jika dikaitkan dengan suatu objek biaya atau jangka waktu tertentu (Horngren et al, 2005). Menurut Umar (2003), biaya tetap merupakan biaya yang jumlahnya tetap, tidak tergantung kepada perubahan tingkat kegiatan dalam menghasilkan produk di dalam interval waktu tertentu dan dinyatakan dalam satuan rupiah. Secara simultan biaya dapat berupa: 1) Biaya langsung dan variabel; 2) Biaya langsung dan tetap; 3) Biaya tidak langsung dan variabel; dan 4) Biaya tidak langsung dan tetap. Menurut Horngren et al., 2005 klasifikasi biaya manufaktur yang umum digunakan dapat dikelompokkan menjadi: 1) Biaya bahan baku langsung (direct material costs), biaya perolehan seluruh bahan baku yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari objek biaya dan yang dapat dilacak ke objek biaya dengan cara ekonomis. Biaya perolehan seluruh bahan baku langsung mencakup beban angkut, pajak pertambahan nilai, serta bea masuk;

27 13 2) Biaya tenaga kerja manufaktur langsung (direct manufacturing labour costs), yang meliputi kompensasi atas seluruh tenaga kerja manufaktur yang dapat dilacak ke objek biaya dengan cara ekonomis; dan 3) Biaya manufaktur tidak langsung (indirect manufacturing costs), adalah seluruh biaya manufaktur yang terkait dengan objek biaya namun tidak dapat dilacak ke objek biaya secara ekonomis. Contohnya, biaya tenaga listrik, perlengkapan, minyak pelumas, sewa pabrik, dan lain-lain. 2.4 Biaya Penangkapan Ikan Biaya produksi dalam usaha nelayan terdiri dari dua kategori yaitu biaya berupa pengeluaran nyata (actual cost) dan biaya yang tidak merupakan pengeluaran nyata (inputed cost). Dalam hal ini pengeluaran-pengeluaran nyata ada yang kontan dan ada yang tidak kontan. Pengeluaran-pengeluaran kontan adalah (1) Bahan bakar dan oli (2) bahan pengawet (es dan garam) (3) pengeluaran untuk konsumsi awak kapal (4) pengeluaran untuk reparasi (5) pengeluaran untuk retribusi dan pajak. Pengeluaran-pengeluaran yang tidak kontan adalah upah/gaji awak nelayan pekerjaan yang umumnya bersifat bagi hasil dan dibayar sesudah hasil dijual. Pengeluaran-pengeluaran yang tidak nyata adalah penyusutan dari kapal, mesin-mesin dan alat penangkap karena pengeluaran ini hanya merupakan penilaian yang tidak pasti, yang dilakukan disini hanya merupakan taksiran kasar (Mulyadi, 2005). Komponen biaya penangkapan terdiri dari biaya investasi, biaya perbaikan, pemeliharaan dan operasional. Biaya investasi sangat bergantung pada jenis alat tangkap dan kapal yang akan digunakan serta umur ekonomis sarana tersebut. Adapun biaya perbaikan dan pemeliharaan tergantung pada kebutuhan dan kondisi yang ada. Biaya operasional mencakup pembelian minyak tanah (untuk kapal besar), solar dan bensin (mesin bantu), serta konsumsi ABK selama beroperasi (Barani, 2005). Nilai asset (inventaris) tetap/tidak bergerak dalam satu unit penangkap disebut sebagai modal. Pada umumnya, untuk satu unit penangkap modal terdiri dari alat tangkap, kapal penangkap, alat pengolahan atau pengawet di dalam kapal, dan alat-alat pengangkutan laut. Dengan adanya bermacam-macam alat

28 14 penangkapan dan tingkatan-tingkatan kemajuan nelayan, banyaknya alat-alat tersebut pada tiap-tiap unit penangkap tidak sama. Penilaian terhadap modal usaha nelayan dapat dilakukan menurut tiga cara yaitu: 1) Penilaian didasarkan kepada nilai-nilai alat-alat baru, yaitu berupa biaya memperoleh alat-alat tersebut menurut harga yang berlaku sekarang sehingga dapat dihitung besar modal sekarang; 2) Berdasarkan harga pembelian atau pembuatan alat-alat, jadi berupa investasi awal yang telah dilaksanakan nelayan dengan memperhitungkan penyusutan tiap tahun; dan 3) Menaksir nilai alat pada waktu sekarang, yakni harga yang akan diperoleh apabila alat-alat dijual dalam hal itu penilaian dipengaruhi oleh harga alat baru dan tingkat penyusutan alat. Bagi nelayan sering juga diperhitungkan sebagai modal pengeluaranpengeluaran untuk izin kapal dan penangkapan. Hal ini dilakukan karena pengeluaran-pengeluaran ini hanya dilakukan sekali dan bukan setiap tahun. Namun tidak semua nelayan-nelayan membayar izin sebab pada umumnya yang melakukan hal tersebut terutama nelayan-nelayan besar (Mulyadi, 2005) 2.5 Analisis Sensitivitas Menurut Kadariah, Lien, dan Clive (1999) sensitivity analysis tujuannya ialah untuk melihat apa yang akan terjadi dengan hasil analisis proyek jika ada suatu kesalahan atau perubahan dalam dasar-dasar perhitungan biaya atau benefit. Perhitungan sensitivity analysis setiap kemungkinan itu harus dicoba, yang berarti bahwa tiap kali harus diadakan analisis kembali. Ini perlu sekali, karena analisis proyek didasarkan pada proyeksi-proyeksi yang mengandung banyak ketidakpastian tentang apa yang akan terjadi di waktu yang akan datang. Ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu: 1) Terdapatnya cost overrun, contohnya kenaikan dalam biaya konstruksi. Sensitivity analysis terhadap cost overrun ini perlu diadakan pada proyekproyek yang memerlukan biaya konstruksi yang besar sekali, karena biasanya orang memperhitungkan biaya konstruksi terlalu rendah dan kemudian pada waktu melaksanakan konstruksi, ternyata biayanya lebih tinggi.

29 15 2) Perubahan dalam perbandingan harga terhadap tingkat harga umum, contohnya penurunan harga hasil produksi. 3) Mundurnya waktu implementasi Analisis sensitivitas ini dapat membantu pengelola proyek dengan menunjukkan bagian-bagian yang peka yang memerlukan pengawasan yang lebih ketat untuk menjamin hasil yang diharapkan akan menguntungkan perekonomian. Kepekaan hasil analisa terhadap perubahan dalam sesuatu variabel, ditentukan bukan hanya oleh besarnya perubahan dalam variabel tersebut, melainkan juga oleh serangkaian nilai-nilai yang mungkin akan dicapai oleh variabel-variabel lain. Ada variabel yang cenderung berubah atau bergerak bersama-sama, ada yang searah, ada yang ke arah berlawanan, sebagai tanggapan terhadap sesuatu hal yang sama (Kadariah, 1988)

30 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2009 dan pada bulan Februari 2010 di PPI Blanakan, Desa Blanakan, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. 3.2 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan yaitu metode kasus. Menurut Maxfield, 1930 vide Nazir, 1988 metode penelitian kasus adalah penelitian tentang status subjek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas. Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan dengan cara pengamatan langsung di lapangan, wawancara, dan pengisian kuesioner. Perolehan data primer adalah untuk mengetahui struktur biaya penangkapan ikan dengan cantrang dari biaya investasi, operasional, pemeliharaan, pengelolaan, dan pendapatan yang diperoleh nelayan/pemilik kapal. Teknik pengambilan sampling dilakukan dengan sampling non-random, yaitu pengambilan contoh tidak secara acak. Teknik sampling non-random yang digunakan adalah purposive sampling. Teknik ini digunakan apabila anggota sampel yang dipilih secara khusus berdasarkan tujuan penelitian. Sampel dalam penelitian ini yaitu pemilik kapal cantrang sebanyak 10% dari jumlah populasi cantrang di PPI Blanakan, Subang. Wawancara dan pengisian kuesioner dilakukan terhadap pihak yang terkait. Pihak yang telah diwawancarai adalah: 1) Pihak pengelola PPI Blanakan yaitu KUD Mina Fajar Sidik. Informasi yang didapatkan adalah jumlah kapal cantrang yang ada di PPI Blanakan, volume produksi dan nilai produksi hasil tangkapan per tahun, kegiatan operasional atau jumlah trip penangkapan kapal cantrang, biaya retribusi, pelelangan, sejarah singkat KUD Mandiri Inti Mina Fajar Sidik, serta unit usaha yang terdapat di PPI Blanakan.

31 17 2) Pihak Dinas Kelautan dan Perikanan Subang. Informasi yang didapatkan mengenai perkembangan perikanan di Subang dilihat dari jumlah kapal, nelayan dan produksi hasil tangkapan serta keadaan umum perikanan tangkap di Kabupaten Subang. 3) Pihak pemerintah Kelurahan/Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan, Subang. Informasi yang didapatkan mengenai keadaan penduduk di Desa Blanakan, dan 4) Pihak pemilik kapal cantrang PPI Blanakan, Subang. Informasi yang didapatkan adalah biaya penangkapan ikan yang terdiri dari biaya investasi, operasional, pemeliharaan, pengelolaan, pendapatan yang diperoleh nelayan/pemilik kapal, spesifikasi kapal serta alat tangkap. 3.3 Analisis Data Analisis data merupakan bagian yang penting dalam metode ilmiah, karena analisis data dapat menyederhanakan data menjadi bentuk yang lebih mudah dipahami dan diinterprestasikan Analisis regresi sederhana Analisis regresi sederhana berguna untuk mendapatkan hubungan fungsional antara dua variabel atau lebih atau mendapatkan pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel tidak bebas atau meramalkan pengaruh variabel bebas terhadap variabel tidak bebas. Sementara itu, untuk mengetahui apakah hubungan tersebut positif atau negatif ditentukan oleh nilai koefisien arah regresi yang berlambangkan huruf b. Jika b positif, maka hubungan fungsionalnya positif pula. Artinya, semakin tinggi nilai X, semakin tinggi pula nilai Y (Usman dan Akbar, 2003). Analisis ini digunakan untuk mengetahui pengaruh struktur biaya penangkapan terhadap kegiatan operasional penangkapan (trip). Model regresi yang digunakan adalah:

32 18 Y = a + bx + ε Keterangan: X = Struktur biaya (variabel bebas). Struktur biaya yang dimaksud adalah harga solar karena solar merupakan input yang paling berpengaruh terhadap biaya operasional Y = Kegiatan operasional penangkapan/jumlah trip (variabel tak bebas) a = Konstanta b = Koefisien regresi untuk harga solar ε = Error/gallat Untuk menentukan derajat hubungan antara variabel kegiatan operasional penangkapan ikan dan variabel struktur biaya maka dilakukan analisis korelasi. Derajat hubungan dinyatakan dengan koefisien korelasi (r) yang merupakan akar dari koefisien determinasi (R 2 ) dengan menggunakan rumus (Walpole, 1995) Keterangan: Y = Rata-rata variabel Y Ŷ = Nilai Y dari persamaan regresi R 2 = koefisien determinasi Dimana kisaran nilai koefisien korelasi adalah: -1 r + 1 Korelasi erat jika : r 0.7 dan r -0.6 Korelasi tidak erat jika : -0.6 < r < 0.7 Uji statistik regresi linear sederhana digunakan untuk menguji signifikan atau tidaknya hubungan dua variabel melalui koefisien regresinya. Untuk regresi linear sederhana, uji statistiknya menggunakan uji t, yaitu dirumuskan sebagai berikut: Keterangan: b = koefisien kemiringan regresi B 0 = mewakili nilai B tertentu, sesuai hipotesisnya S b = simpangan baku koefisien regresi b Hipoteis yang digunakan adalah menggunakan hipotesis nol dan hipotesis tandingan,, yaitu: H 0 : B 1 = 0, artinya tidak ada hubungan linear antara X dan Y H 1 : B 1 0, artinya ada hubungan linear antara X dan Y

33 Analisis pendapatan usaha Menurut Dzamin (1984), analisis pendapatan usaha pada umumnya digunakan untuk mengukur apakah kegiatan usaha yang dilakukan pada saat ini berhasil atau tidak. Analisis pendapatan usaha bertujuan untuk mengetahui besarnya keuntungan yang diperoleh dari usaha yang dilakukan dengan rumus: Keterangan: Π = Keuntungan TR = Total Penerimaan, TC = Total Biaya Dengan kriteria: a. Jika TR>TC maka kegiatan usaha mendapatkan keuntungan; b. Jika TR<TC maka kegiatan usaha mengalami kerugian; c. Jika TR=TC maka kegiatan usaha mengalami keuntungan atau kerugian atau berada pada titik impas Analisis kriteria investasi Π = TR - TC Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (revenue-cost ratio) Analisis revenue-cost digunakan untuk mengetahui seberapa jauh setiap nilai rupiah biaya yang digunakan dalam kegiatan usaha dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan sebagai manfaatnya. Kegiatan usaha yang paling menguntungkan mempunyai R/C paling besar (Hernanto, 1989 vide Mahardika, 2008). Penghitungannya menggunakan persamaan sebagai berikut: = Dengan kriteria: a. Jika R/C>1, kegiatan usaha mendapatkan keuntungan; b. Jika R/C<1, kegiatan usaha menderita kerugian; c. Jika R/C = 1, kegiatan usaha berada pada titik impas Net Present Value (NPV) Net Present Value (NVP) digunakan untuk mengetahui layak atau tidaknya suatu bisnis. Suatu bisnis dinyatakan layak jika NPV > 0 yang artinya bisnis menguntungkan. Dengan demikian jika suatu bisnis mempunyai NPV < 0 maka bisnis tersebut tidak layak untuk dijalankan. Net Present Value (NPV) atau nilai

34 20 kini manfaat bersih adalah selisih antara total present value manfaat dengan total present value biaya, atau jumlah present value dari manfaat bersih tambahan selama umur bisnis (Nurmalina et al., 2009). Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut: Keterangan: Bt = Manfaat pada tahun t Ct = Biaya pada tahun t t = Tahun kegiatan bisnis ( t = 0,1, 2, 3,, n), i = Discount rate (DR) Dengan kriteria: a. NPV > 0, usaha layak untuk dijalankan b. NPV = 0, usaha tersebut mengembalikan sama besarnya nilai uang yang ditanamkan c. NPV < 0, usaha tidak layak untuk dijalankan Internal Rate Of Return (IRR) Menurut Nurmalina, et al. (2009), kriteria investasi dapat dinilai dari seberapa besar pengembalian bisnis terhadap investasi yang ditanamkan. Ini dapat ditunjukkan dengan mengukur besaran Internal Rate of Return (IRR). Besaran yang dihasilkan dari perhitungan ini adalah dalam satuan persentase (%). Keterangan : i 1 i 2 NPV 1 NPV 2 = Discount rate yang menghasilkan NPV positif = Discount rate yang menghasilkan NPV negatif = NPV positif = NPV negatif Dengan kriteria: a. IRR > Discount Rate (DR), usaha layak dijalankan b. IRR < Discount Rate (DR), usaha tidak layak dijalankan Payback Period (PP) Payback Period digunakan untuk mengetahui seberapa cepat investasi dapat kembali. Perhitungan Payback Period (PP) menggunakan rumus sebagai berikut:

35 21 Keterangan : I = Besarnya biaya investasi yang diperlukan Ab = Manfaat bersih yang dapat di peroleh pada setiap tahunnya Analisis sensitivitas Analisis sensitivitas digunakan untuk melihat dampak dari suatu keadaan yang berubah-ubah terhadap hasil suatu analisis kelayakan. Tujuan analisis ini adalah untuk menilai apa yang akan terjadi dengan hasil analisis kelayakan suatu kegiatan investasi atau bisnis apabila terjadi perubahan di dalam perhitungan biaya atau manfaat. Analisis sensitivitas dilakukan dengan cara mengubah besarnya variabel-variabel yang penting. Perubahan-perubahan yang biasa terjadi adalah harga input atau output, keterlambatan pelaksanaan, kenaikan dalam biaya (Cost Over Run), dan hasil produksi (Nurmalina et al., 2009)

36 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis, Luas Wilayah, dan Administrasi Pemerintahan Secara geografis Kabupaten Subang terletak di sebelah utara Provinsi Jawa Barat dan terletak pada Bujur Timur dan Lintang Selatan (Lampiran 1). Secara administrasi batas wilayah Kabupaten Subang adalah sebagai berikut: 1) Sebelah utara : Laut Jawa 2) Sebelah selatan : Kabupaten Bandung 3) Sebelah timur : Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Sumedang 4) Sebelah barat : Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Karawang Luas wilayah Kabupaten Subang adalah ,95 ha (5,39 % dari luas Provinsi Jawa Barat) dengan ketinggian antara meter di atas permukaan laut. Berdasarkan PP Nomor 48 Tahun 1999 wilayah administratif Kabupaten Subang terbagi atas 30 kecamatan dengan jumlah desa 243 dan 8 kelurahan. Kondisi permukaan lahan di wilayah Kabupaten Subang terdiri atas pegunungan, perbukitan dan dataran rendah. Berdasarkan kemiringan lahan, tercatat bahwa 80,8% wilayah Kabupaten Subang memiliki kemiringan , sedangkan sisanya memiliki kemiringan di atas Secara topografi terbagi ke dalam tiga zona, yaitu: 1) Daerah pegunungan dengan ketinggian m di atas permukaan laut dengan wilayah sekitar 20% dari seluruh luas wilayah Kabupaten Subang; 2) Daerah berbukit dengan ketinggian m di atas permukaan laut dengan luas wilayah sekitar 35,85% dari seluruh luas wilayah Kabupaten Subang; dan 3) Daerah dataran rendah dengan ketinggian 0 50 m di atas permukaan laut dengan luas wilayah sekitar 44,15% dari seluruh luas wilayah Kabupaten Subang. Secara umum daerah Kabupaten Subang beriklim tropis dengan curah hujan rata-rata per tahun sekitar mm dan rata-rata hari hujannya sebanyak 87 hari. Temperatur di kawasan perairan Kabupaten Subang berkisar antara C, besaran tersebut merupakan karakteristik perairan tropis. Kondisi ini mendukung

37 23 keberadaan ekosistem di wilayah Kabupaten Subang. Pada saat Musim Barat, pergerakan arus umumnya menuju kea rah timur atau arus timur dengan kecepatan berkisar antara 3 14 mil per hari. Sedangkan Musim Timur bergerak sebaliknya yaitu menuju arah barat dengan kecepatan antara 1 13 mil per hari. Kabupaten Subang memiliki 30 kecamatan (Lampiran 2), namun hanya 4 kecamatan yang merupakan kecamatan di wilayah pesisir dan laut dengan panjang garis pantai kurang lebih 68 km, yaitu Kecamatan Blanakan, Kecamatan Pamanukan, Kecamatan Legonkulon, dan Kecamatan Pusakanegara. Sedangkan kecamatan lainnya berada di daerah pegunungan atau dataran tinggi. Luas wilayah Kecamatan Blanakan adalah 85,81 km 2 dan terdiri atas sembilan buah desa. Diantara desa-desa tersebut yang berada di bawah naungan Kecamatan Blanakan, terdapat tujuh desa yang merupakan wilayah pesisir, yaitu Desa Cilamaya Hilir, Desa Rawameneng, Desa Jayamukti, Desa Blanakan, Desa Langensari, Desa Muara, dan Desa Tanjung Tiga. Desa Blanakan merupakan salah satu desa pesisir yang berada di Kecamatan Blanakan. Secara geografis, Desa Blanakan terletak di Bujur Timur dan Lintang Selatan. Secara administrasi batas wilayah Desa Blanakan adalah: 1) Sebelah utara : Laut Jawa dan Kecamatan Blanakan 2) Sebelah selatan : Desa Ciasem Baru dan Kecamatan Ciasem 3) Sebelah timur : Desa Langensari dan Kecamatan Blanakan 4) Sebelah barat : Desa Jayamukti dan Kecamatan Blanakan Secara umum Desa Blanakan memiliki iklim tropis dengan curah hujan ratarata per tahun sekitar mm dan rata-rata jumlah bulan hujan adalah 6 bulan dengan suhu rata-rata harian sebesar 32 0 C. Suhu tersebut mengalami peningkatan karena pada tahun-tahun sebelumnya sebesar 29 0 C. Kelembaban udara Desa Blanakan sekitar 32% RH. Secara orbitasi jarak dari Desa Blanakan ke ibu kota Kecamatan adalah 1 km dan jarak ke ibu kota kabupaten adalah 46,3 km dan jarak ke ibu kota provinsi Bandung adalah 112 km. Letak Desa Blanakan yang berada pada posisi strategis ini memberikan keuntungan tersendiri terhadap kehidupan ekonomi di Desa Blanakan. Oleh karena itu, hal tersebut berdampak positif terhadap sektor

38 24 perikanan khususnya subsektor perikanan tangkap. Salah satu contoh keuntungan dari letak strategis Desa Blanakan untuk perikanan tangkap adalah kemudahan dalam memasarkan hasil tangkapan, baik itu hasil tangkapan segar maupun hasil tangkapan yang telah diolah. 4.2 Karakteristik Fisik Perairan, Wilayah Pesisir dan Laut Kabupaten Subang Perairan pantai Subang terletak di pantai utara Jawa yang berhadapan langsung dengan Laut Jawa di sebelah utara. Morfologi dan topografi pantai Subang dicirikan oleh adanya bentuk pantai yang menjorok ke arah daratan berbentuk teluk, seperti di wilayah pantai Blanakan, maupun yang menjorok kea rah laut berbentuk tanjung, seperti di wilayah Legon Kulon. Beberapa sungai utama yang bermuara ke pantai Subang terdiri dari Sungai Cilamaya, Sungai Blanakan, Sungai Ciasem, Sungai Cileuleu yang membentuk 5 anak sungai, dan Sungai Cipunagara. Umumnya sungai-sungai tersebut dimanfaatkan oleh nelayan sebagai jalan keluar/masuk perahu untuk melakukan penangkapan ikan di perairan Pantai Subang maupun di perairan lain. Sungai Blanakan merupakan jalur yang paling ramai sebagai jalan keluar/masuk kapal penangkpan ikan dari dalam maupun luar Subang untuk mendaratkan hasil tangkapan di tempat pelelangan ikan (TPI) Blanakan. Umumnya sungai-sungai tersebut mengalami sedimentasi yang cukup tinggi yang tergambar dari tingkat kekeruhan yang relatif tinggi di sepanjang badan sungai dan muaranya. Beberapa sungai mengalami pendangkalan alami, seperti di muara sungai Blanakan sehingga perlu dilakukan pengerukan secara rutin untuk memelihara alur bagi lalu lintas perahu penangkapan ikan. Suhu dan salinitas di wilayah perairan pantai Subang berfluktuasi secara musiman yang dipengaruhi oleh dinamika perairan Laut Jawa. Secara umum fluktuasi suhu bulanan di Laut Jawa menunjukkan adanya dua puncak maksimum (sekitar 28,7 0 C) dan dua puncak minimum (sekitar 27,5 0 C). Puncak maksimum terjadi dalam periode musim peralihan (bulan Mei dan November), sedangkan puncak minimum terjadi pada bulan Agustus dan Februari (puncak musim Timur dan musim Barat). Rata-rata suhu bulanan bervariasi antara 27,5 0 C sampai 28,7

39 25 0 C. Rata-rata salinitas bulanan di perairan Laut Jawa berkisar antara 31,5 33,7. Salinitas maksimum pertama (33,7 ) dan kedua (33,3 ) terjadi pada bulan September dan November, sedangkan salinitas minimum pertama (31,8 ) dan kedua (31,3 ) terjadi masing-masing sekitar bulan Februari dan Mei. 4.3 Kependudukan Secara demografis Desa Blanakan merupakan desa yang cukup heterogen. Hal tersebut dapat diketahui dengan struktur kependudukannya yang cukup beragam. Menurut pendataan tahun 2009, penduduk Desa Blanakan berjumlah orang dimana penduduk laki-laki berjumlah orang dan penduduk perempuan berjumlah orang. Jumlah penduduk Desa Blanakan mengalami peningkatan dari jumlah penduduk tahun lalu sebanyak 91 jiwa, dengan kata lain laju pertumbuhan penduduk Desa Blanakan tahun sebesar 0,8%. Kepadatan penduduk di Desa Blanakan sebesar 12 orang/km dengan jumlah kepala keluarga sebangak orang. Agama penduduk Desa Blanakan homogen yaitu agama Islam, sedangkan etnis penduduk setempat cukup heterogen yaitu Jawa, Sunda, Minang, dan Madura. Menurut pendataan penduduk Desa Blanakan tahun 2009, tingkat pendidikan penduduk di Desa Blanakan tergolong rendah. Tingkat pendidikan penduduk Desa Blanakan sebagian besar hanya tamat sekolah dasar (SD) yakni sebesar 19,7% sedangkan jumlah penduduk yang mencapai tingkat perguruan tinggi sebesar 0,8%. Hal ini tentunya sangat berkaitan erat dengan pendapatan dan pola pikir masyarakat setempat. Data mengenai jumlah penduduk Desa Blanakan berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 1. Penduduk Desa Blanakan yang berjumlah orang dengan jumlah kepala keluarga sebanyak pada tahun 2009 dapat dibagi berdasarkan kesejahteraan keluarga. Sebagian besar penduduk Desa Blanakan tergolong keluarga prasejahtera. Hal ini berhubungan dengan tingkat pendidikan penduduk Desa Blanakan yang tergolong rendah sehingga memiliki pendapatan yang kurang. Persentase keluarga prasejahtera yang ada di Desa Blanakan sebesar 38,5% dari kepala keluarga. Data mengenai penduduk Desa Balanakan berdasarkan tingkat kesejahteraan dapat dilihat pada Tabel 2.

40 26 Tabel 1 Data jumlah penduduk Desa Blanakan berdasarkan tingkat pendidikan tahun 2009 Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%) Belum sekolah 635 5,6 Masih sekolah usia 7-18 tahun Tidak pernah sekolah ,2 SD (tidak tamat) ,5 Tamat SD/sederajat ,7 Tamat SMP/sederajat ,1 Tamat SMA/sederajat ,5 Tamat D-1/sederajat 37 0,3 Tamat D-2/sederajat 22 0,2 Tamat D-3/sederajat 17 0,2 Tamat S-1/sederajat 15 0,1 Jumlah Sumber: Desa Blanakan, Kabupaten Subang, 2009 (Diolah kembali) Tabel 2 Data penduduk Desa Blanakan berdasarkan tingkat kesejahteraan tahun 2009 Tingkat Kesejahteraan Jumlah (orang) Persentase (%) Keluarga prasejahtera ,5 Keluarga sejahtera ,9 Keluarga sejahtera ,4 Keluarga sejahtera ,8 Keluarga sejahtera 3 plus 81 2,4 Jumlah total kepala keluarga Sumber: Desa Blanakan, Kabupaten Subang, 2009 (Diolah kembali) Selain dilihat dari tingkat pendidikan dan tingkat kesejahteraan, penduduk Desa Blanakan dapat dilihat juga berdasarkan mata pencaharian pokok. Hal ini juga memberikan pengaruh bagi keheterogenan penduduk Desa Blanakan. Sebagian besar penduduk Desa Blanakan bekerja sebagai petani, buruh tani, dan nelayan. Profesi tersebut didukung oleh keadaan geografis Desa Blanakan yang memungkinkan untuk bekerja di sektor tersebut, selain itu tidak perlu memiliki keahlian dan keterampilan khusus.

41 Keadaan Umum Perikanan Tangkap di PPI Blanakan Sarana dan prasarana penangkapan Pangkalan pendaratan ikan yang ada di kecamatan Blanakan sampai saat ini ada empat buah, yaitu PPI Blanakan di Desa Blanakan, PPI Cilamaya Girang di Desa Cilamaya Girang, PPP Muara Ciasem di Desa Muara Ciasem, PPI Karya Baru di Desa Rawameneng. Dari keempat PPI yang ada di Kecamatan Blanakan, PPI Blanakan merupakan PPI yang paling ramai dikunjungi baik oleh kapal penangkap ikan, bakul, ataupun pelaku ekonomi lainnya. Hal itu dikarenakan PPI Blanakan memiliki sarana dan prasarana yang lebih lengkap daripada PPI lainnya yang berada di Kecamatan Blanakan, keamanan terjamin karena tidak ada pungutan-pungutan liar dan pengelola PPI memberikan pelayanan yang baik kepada seluruh pelaku ekonomi di PPI Blanakan. Secara umum fasilitas pelabuhan yang terdapat di PPI Blanakan dapat digolongkan menjadi: 1) Fasilitas pokok, terdiri dari dermaga dan kolam pelabuhan; 2) Fasilitas fungsional, terdiri dari Tempat Pelelangan Ikan (TPI), pabrik es, bengkel, galangan kapal, Solar Packed Dealer Nelayan (SPDN), tempat pemasaran; dan 3) Fasilitas penunjang, terdiri dari MCK, kantin, pertokoan/pujasera, perumahan nelayan, tempat ibadah (mushala), tempat parkir, kantor syahbandar, kantor POL AIR, dan kantor pengelola TPI (KUD). Fasilitas-fasilitas di PPI tersebut tergolong dalam kondisi yang baik, kecuali bengkel yang pengoperasiannya kurang baik dan pertokoan yang pengelolaannya kurang baik sehingga tidak lagi ramai seperti tahun-tahun sebelumnya. Fasilitas dan aktivitas yang ada di PPI Blanakan dikelola oleh KUD Inti Mina Fajar Sidik yang merupakan KUD mandiri sejak tahun 1990 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Koperasi RI nomor: 344/KPTS/M/III/1990. Pada mulanya KUD ini bernama Koperasi Perikanan Laut Misaya Laksana yang didirikan pada tanggal 23 Mei Pada tahun 1978 KPL Misaya Laksana berganti nama menjadi Koperasi Unit Desa Mina Fajar Sidik dibawah instruksi Presiden RI nomor 2/1978, Badan Hukum Nomor 3928 B. Nama Fajar Sidik diambil dari nama almarhum H. Fajar Sidik sebagai penghargaan selama menjabat sebagai ketua pengurus koperasi yang pertama. Selain pengelolaan TPI, aktivitas

42 28 ekonomi yang dilakukan oleh KUD Inti Mina Fajar Sidik yaitu, unit usaha pabrik es, penyediaan perumahan 150 unit type 36/120 diatas area lahan m 2, unit usaha simpan pinjam, penyediaan bahan dan alat perikanan, pertokoan dan pujasera, serta pengadaan BBM Solar melalui Solar Packed Dealer Nelayan (SPDN). Selain aktivitas ekonomi, KUD ini pun melakukan aktivitas sosial. Sebagai wujud kepedulian terhadap pendidikan, KUD menyediakan tanah untuk Sekolah Dasar (SD). Dalam hal kerohanian, KUD juga mengorganisasi dan membina aktivitas keagamaan, sementara dalam hal kebudayaan KUD memelihara dan menyelenggarakan tradisi budaya setempat yaitu acara tahunan syukuran laut/ruwatan laut. Untuk kegiatan sosial, KUD memberi santunan kepada para jompo dan anak yatim serta khitanan massal, pembinaan kelompok nelayan dan kelompok wanita nelayan, pemberian beasiswa bagi putra-putri nelayan berprestasi (bekerjasama dengan BP Migas Indonesia). Gambar 1 Gedung KUD mandiri Mina Fajar Sidik. Tempat Pelelangan Ikan (TPI) PPI Blanakan didirikan pada tahun TPI ini dikelola oleh KUD Inti Mina Fajar Sidik. Unit usaha ini merupakan unit usaha utama yang menjadi tulang punggung KUD Mandiri Mina Fajar Sidik didalam melaksanakan aktivitas ekonomi lainnya. Unit usaha TPI ini mengupayakan stabilitas dan peningkatan harga ikan melalui penambahan bakulbakul ikan (konsumen), prasarana dan sarana serta pelayanan yang baik. Pihakpihak yang berperan dalam pelelangan tersebut diantaranya adalah juru tawar, juru karcis, kasir dan keamanan. Atas jasa tersebut KUD Inti Mina Fajar Sidik

43 29 mendapatkan pemasukan dari potongan atau retribusi pelelangan ikan berdasarkan Peraturan Daerah (PERDA) dan Rapat Anggota Tahunan (RAT) KUD. Dalam pelaksanaan retribusi lelang saat ini TPI berpedoman kepada Perda Jawa Barat No.5 Tahun 2005, serta Hasil Keputusan Rapat Anggota Tahunan (RAT). Gambar 2 Gedung Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Blanakan. Berdasarkan PERDA tersebut, besarnya potongan atau retribusi biaya lelang adalah sebesar 5% dari raman kotor yang berasal dari nelayan sebesar 2% dan dari bakul/pembeli sebesar 3%. Potongan atau retribusi ongkos lelang berdasarkan Rapat Anggota Tahunan (RAT) KUD Mandiri Mina Fajar Sidik tahun 2008 adalah sebesar 3% dari raman kotor dan simpanan sukarela anggota sebesar 2%, untuk perinciannya dapat dilihat pada Tabel 3. Kebutuhan solar untuk melaut di PPI Blanakan telah disediakan oleh unit Solar Packed Dealer Nelayan (SPDN) yang diresmikan pada tanggal 28 Februari 2003 oleh Menteri Kelautan dan Perikanan pada saat itu dan mulai beroperasi pada tanggal 13 Maret Kapasitas solar yang disediakan oleh Unit SPDN ini adalah sebanyak liter/hari dengan nilai Rp pada tahun 2009.

44 30 Tabel 3 Persentase potongan pelelangan bagi nelayan maupun bakul di TPI Blanakan No. Jenis Potongan Lelang Persentase a. Potongan lelang berdasarkan PERDA No.5 Tahun Penerimaan pemerintah daerah dan pemerintah kabupaten 1,60% atau kota 2 Biaya pembinaan atau pengawasan oleh pemerintah daerah 0,30% dan pemerintah kabupaten atau kota 3 Biaya pembangunan daerah perikanan 0,30% 4 Biaya operasional PUSKUD Mina 0,15% 5 Biaya operasional TPI 1,65% 6 Tabungan nelayan 0,35% 7 Asuransi nelayan 0,15% 8 Dana paceklik 0,25% 9 Dana sosial 0,10% 10 Dana keamanan 0,10% 11 Dana bantuan kas desa 0,05% Jumlah 5% b. Potongan lelang berdasarkan Rapat Anggota Tahunan (RAT) Dana kesejahteraan pengurus/karyawan 1,60% 13 Dana bantuan pembangunan desa 0,20% 14 Dana pembangunan wilayah kerja KUD 0,20% 15 Tabungan nelayan 0,50% 16 Dana lain-lain 0,50% Jumlah 3% Jumlah total potongan lelang 8% Sumber: KUD Mandiri Mina Fajar Sidik, 2009 (diolah kembali) Gambar 3 Solar Packed Dealer Nelayan (SPDN). Unit usaha pabrik es KUD Inti Mina Fajar Sidik dikelola oleh pihak swasta yaitu PT. TIRTA RATNA sejak tahun Hal ini dilakukan karena semakin berat beban biaya yang harus ditanggung oleh pabrik es serta kondisi teknis pabrik yang semakin menurun. Jangka waktu kontrak antara KUD Inti

45 31 Mina Fajar Sidik dengan PT. TIRTA RATNA adalah 12 tahun dengan nilai kontrak sebesar Rp dengan cara pembayaran diangsur. Gambar 4 Gedung pabrik es PPI Blanakan Perkembangan produksi dan nilai produksi di TPI Blanakan Perkembangan volume produksi dan nilai produksi di TPI Blanakan dari tahun cukup fluktuatif. Hal ini dapat dilihat dari volume produksi yang mengalami kenaikan dan penurunan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2003, volume produksi mengalami penurunan dari tahun sebelumnya sebesar 1,79% dan nilai produksi mengalami penurunan sebesar Rp Pada tahun 2004 volume produksi mengalami peningkatan sebesar 0,88% dari tahun sebelumnya dan nilai produksi juga meningkat sebesar Rp Tabel 4 Perkembangan volume produksi dan nilai produksi di TPI Blanakan tahun Tahun Volume % Volume % Nilai Nilai Produksi (Kg) Produksi (Rp) Produksi Produksi ,98 16, ,19 16, ,07 18, ,37 13, ,22 11, ,66 11, ,50 12,25 Total Sumber: KUD Mandiri Inti Mina Fajar Sidik (diolah kembali)

46 32 Tahun 2005 volume produksi mengalami penurunan yang cukup besar dibandingkan tahun 2003 yaitu sebesar 4.7% dan nilai produksi mengalami penurunan Rp Hal ini dikarenakan pada tahun 2005, jumlah kapal yang mendaratkan hasil tangkapan di PPI Blanakan berkurang. Tahun 2006 volume produksi masih mengalami penurunan dari tahun sebelumnya dan merupakan volume produksi terendah yaitu sebesar kg, namun nilai produksi terendah dicapai pada tahun 2007 yaitu sebesar Rp Pada tahun 2008 volume produksi di TPI Blanakan telah mengalami peningkatan sebesar kg dengan volume produksi Rp Perkembangan alat tangkap di TPI Blanakan Pada tahun 2008 jumlah alat tangkap cantrang adalah 42 unit. Alat tangkap yang dominan di PPI Blanakan adalah jaring udang atau Trammel net sebanyak 97 unit. Tabel 5 Jumlah alat tangkap dan trip penangkapan ikan di Kabupaten Subang tahun 2008 Unit alat tangkap Trip Penangkapan Jumlah Payang Dogol/cantrang Jaring arad Jaring insang hanyut Jaring insang klitik Jaring insang tetap Pancing Perangkap lainnya/tegur Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Subang (2008) Alat tangkap yang dominan di Kabupaten Subang adalah jaring insang klitik yaitu sebanyak 180 unit dengan trip penangkapan sebanyak kali. Keberadaan cantrang di Kabupaten Subang hanya 50 unit. Jumlah alat tangkap yang terdapat di PPI Blanakan dari tahun mengalami penurunan, namun pada tahun 2008 mengalami peningkatan sebanyak 17 unit. Perkembangan jumlah cantrang yang beroperasi di PPI Blanakan

47 33 mengalami penurunan dalam kurun waktu , namun pada tahun 2008 mengalami peningkatan sebesar 3 unit (Tabel 6). Tabel 6 Perkembangan alat tangkap di PPI Blanakan No. Jenis alat tangkap Unit penangkapan Pukat Cincin/Purse seine Cantrang/Seine net Jaring Udang/Trammel net Jaring Bondet/Beach seine net Jaring Tegur Pancing/Hook and Lines Jaring Sotong Total Sumber: KUD Mandiri Inti Mina Fajar Sidik Daerah penangkapan ikan Penentuan daerah penangkapan ikan (Fishing Ground) merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan dalam penangkapan ikan. Daerah penangkapan ikan merupakan suatu wilayah perairan yang digunakan sebagai tempat pelaksanaan kegiatan penangkapan atau daerah yang diduga terdapat gerombolan ikan. Daerah penangkapan ikan bagi kapal cantrang di PPI Blanakan adalah daerah Perairan Kalimantan, daerah Perairan Sumatera, dan Laut Jawa. Penentuan fishing ground cantrang oleh nelayan PPI Blanakan biasanya menggunakan GPS atau fishfinder, informasi melalui radio dan pengalaman.

48 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Deskripsi unit penangkapan cantrang Unit penangkapan ikan merupakan satu kesatuan teknik dalam suatu operasi penangkapan ikan yang terdiri atas alat tangkap, kapal, dan nelayan. Unit penangkapan cantrang terdiri atas alat tangkap cantrang, kapal motor, dan nelayan cantrang. 1) Alat tangkap cantrang Alat tangkap cantrang yang berbasis di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Blanakan, Kabupaten Subang, Jawa Barat termasuk unit penangkapan cantrang berukuran besar karena ukuran kapal yang digunakan berukuran GT. Trip penangkapan yang dilakukan oleh nelayan cantrang di PPI Blanakan antara 7-15 hari dengan daerah penangkapan sekitar Laut Jawa, Perairan Sumatera, dan Perairan Kalimantan. Alat tangkap cantrang terdiri atas tiga bagian utama yaitu sayap, badan, dan kantong. Selain itu alat tangkap ini dilengkapi dengan tali ris atas, tali ris bawah, pemberat, dan pelampung. Penjelasan lebih rinci mengenai bagian-bagian cantrang yang terdapat di PPI Blanakan dijelaskan sebagai berikut: (1) Sayap/kaki (wings) Bagian sayap jaring terdiri atas dua bagian yaitu sayap atas dan sayap bawah yang memiliki ukuran dan bahan material yang sama. Bagian sayap terbuat dari bahan polyetilen multifilament dengan diameter benang jaring 18 mm. Ukuran mata jaring (meshsize) pada bagian sayap adalah 7-8 inch dengan panjang meter. Bagian sayap berfungsi untuk menghalau ikan dan menggiring ikan menuju badan jaring. (2) Badan jaring (body) Badan jaring merupakan bagian cantrang yang terdapat di antara mulut dan kantong. Bagian badan jaring terbuat dari bahan PE multifilament. Ukuran mata jaring (meshsize) dari bagian depan badan sampai bagian badan sebelum kantong semakin kecil yaitu, dari 6 inch sampai 2 inch. Panjang bagian badan adalah 30-40

49 35 meter. Bagian badan berfungsi untuk menggiring hasil tangkapan menuju bagian kantong. (3) Kantong (cod end) Bagian kantong merupakan bagian yang berfungsi sebagai tempat berkumpulnya hasil tangkapan. Bagian kantong jaring terbuat dari bahan PE multifilament dengan diameter benang jaring 21 mm. Ukuran mata jaring (meshsize) kantong adalah 0,5 1 inch dengan panjang kantong 5-8 meter. Pada bagian ujung kantong diikat dengan simpul cod end agar memudahkan nelayan mengeluarkan hasil tangkapan. (4) Tali selambar Tali selambar merupakan bagian yang terpenting dari alat tangkap cantrang. Tali selambar berfungsi untuk menghubungkan alat tangkap cantrang dengan perahu/kapal. Tali ini dikaitkan pada gardan dan ditarik menggunakan gardan. Bahan material tali selambar adalah polyamide multifilament yang berdiameter mm. Panjang total tali selambar pada salah satu sisi sayap kurang lebih 1000 meter. Bentuk tali selambar yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5 Tali selambar. (5) Tali ris atas Tali ris atas terbuat dari bahan plastik dengan diameter 18 mm. bahan ini digunakan karena merupakan bahan yang mudah terapung di air sehingga bagian mulut jaring dapat terbuka secara sempurna Panjang tali ris atas adalah 60 meter. Gambar tali ris atas dapat dilihat pada Gambar 6.

50 36 Gambar 6 Tali ris atas. (6) Tali ris bawah Tali ris bawah terbuat dari bahan yang sama dengan tali selambar, yaitu polyamide dengan diameter benang 30 mm. Panjang tali ris bawah sama dengan panjang tali ris atas yaitu 60 meter. (7) Pelampung (float) Pelampung pada cantrang terdiri dari tiga jenis, yaitu pelampung tanda, pelampung besar, dan pelampung kecil. Pelampung tanda terbuat dari bahan gabus dan diberi tiang bendera. Untuk pelampung kecil terbuat dari bahan karet berbentuk elips berwarna putih terletak di sepanjang tali ris atas. Pelampung besar terbuat dari bahan plastik berbentuk bulat berjumlah 3 buah yang diletakkan pada bagian tengah tali ris atas. Gambar pelampung besar dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7 Pelampung besar.

51 37 (8) Pemberat (sinker) Pemberat pada cantrang terbuat dari timah hitam sebanyak 40 buah dengan masing-masing berat 200 gram yang diletakkan di sepanjang tali ris bawah. Selain itu terdapat batu yang digunakan sebagai pemberat yang terletak di bagian kantong dengan berat 10 kg. Peletakkan pemberat di bagian kantong bertujuan agar kantong tetap berada di dasar perairan untuk memudahkan ikan target masuk ke dalamnya. Selain pemberat yang terletak pada tali ris bawah dan bagian kantong, terdapat juga pemberat pada bagian mulut terbuat dari batu sebanyak 4 buah dengan masing-masing berat 8 kg. (9) Alat bantu Alat bantu operasi penangkapan pada alat tangkap cantrang adalah gardan dengan mesin berkekuatan PK yang digunakan untuk menarik tali selambar ke arah kapal pada saat hauling dalam operasi penangkapan ikan. Gambar 8 Jaring cantrang di PPI Blanakan Subang. Bagian-bagian jaring cantrang terdiri atas sayap, badan, kantong, tali ris, tali selambar dan gardan sebagai alat bantu penangkapan pada saat hauling. Spesifikasi alat tangkap cantrang disajikan pada Tabel 7.

52 38 Tabel 7 Spesifikasi alat tangkap cantrang di PPI Blanakan Komponen Alat Tangkap Keterangan Sayap Bahan : PE multifilament Mesh size : 7-8 inch Diameter benang jaring : 18 mm Panjang : meter Badan Bahan : PE multifilament Mesh size : 6 inch mengecil sampai 2 inch ke arah kantong Diameter benang jaring : 18 mm Panjang : meter Kantong Bahan : PE multifilament Mesh size : 0,5-1 inch Diameter benang jaring : 21 mm Panjang : 5-8 meter Tali Selambar Bahan : PA (polyamide multifilament) Panjang : 1000 meter Diameter: mm Tali Ris Atas Bahan : Plastik Panjang : 60 meter Diameter : 18 mm Tali Ris Bawah Bahan : Polyamide (PA) Panjang : 60 meter Diameter : 30 mm Pemberat Bahan: 1. Timah hitam sebanyak 40 buah dengan masingmasing berat 200 gram yang diletakkan di sepanjang tali ris bawah. 2. Batu (pemberat pada bagian kantong dengan berat 10 kg dan pada bagian mulut sebanyak 4 buah dengan berat 8 kg) Pelampung 1. Pelampung tanda: terbuat dari gabus 2. Pelampung besar: terbuat dari bahan plastik diletakkan pada bagian tengah tali ris atas berjumlah 3 buah 3. Pelampung kecil: terbuat dari karet terletak di sepanjang tali ris atas Alat Bantu Gardan dengan mesin berkekuatan PK 2) Kapal cantrang Kapal yang digunakan untuk alat tangkap cantrang yang ada di PPI Blanakan merupakan jenis kapal motor yang berukuran GT. Jenis tenaga penggerak yang digunakan menggunakan mesin inboard PK bermerk

53 39 Mitsubishi berbahan bakar solar. Selain mesin utama, cantrang juga dilengkapi dengan mesin bantu untuk menggerakkan gardan berkekuatan PK bermerk dongfeng. Untuk menyimpan hasil tangkapan agar tetap segar, kapal dilengkapi dengan palka berinsulasi sebanyak 3-6 lubang berukuran panjang 1,5 meter, lebar 1 meter, dan dalam 1,5 meter. Kapal cantrang terbuat dari kayu jati (Tectona grandis), berukuran panjang meter, lebar 4-5 meter, dan dalam 1,6-3 meter. Kapal cantrang yang terdapat di PPI Blanakan sebagian besar didatangkan dari Brebes, Tegal, Indramayu, dan Batang. Gambar salah satu kapal yang terdapat di PPI Blanakan dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 9 Kapal cantrang di PPI Blanakan.

54 40 Gambar 10 Konstruksi kapal cantrang di PPI Blanakan. 3) Nelayan cantrang Nelayan memiliki peranan penting dalam operasi penangkapan ikan. Kemampuan dan keahlian dalam operasi penangkapan merupakan salah satu faktor utama keberhasilan penangkapan ikan. Jumlah nelayan atau anak buah kapal (ABK) cantrang berjumlah orang tergantung dari ukuran kapal cantrang yang digunakan. Semakin besar ukuran kapal dan alat tangkap, semakin banyak pula jumlah ABK dalam kapal tersebut. Setiap ABK memiliki tugas masing-masing, seperti juru mudi atau fishing master, motoris atau juru mesin, juru masak. Juru mudi biasanya bertindak sebagai fishing master yang memiliki tugas memimpin trip penangkapan, mengemudikan kapal, menentukan tempat atau daerah penangkapan ikan. Juru mudi biasanya memiliki kekerabatan yang erat dengan pemilik kapal atau orang kepercayaan pemilik kapal. Pemilik kapal sebagian besar adalah berasal dari Indramayu dan Brebes. Motoris atau juru mesin memiliki tugas merawat mesin selama operasi, baik itu mesin utama maupun

55 41 mesin tambahan. Juru masak atau koki memiliki tugas menyiapkan makanan untuk ABK lain selama dalam trip. ABK yang lain bertugas langsung dalam pengoperasian cantrang yaitu melakukan setting, hauling, menarik tali selambar, sortir hasil tangkapan, dan memperbaiki alat tangkap. 4) Metode pengoperasian cantrang Operasi penangkapan ikan dengan menggunakan cantrang di PPI Blanakan, Kabupaten Subang dilakukan dengan pola trip mingguan karena ukuran kapal yang digunakan oleh nelayan cantrang merupakan ukuran kapal besar yaitu, GT sehingga mampu menampung perbekalan dan hasil tangkapan yang banyak. Kapal trip mingguan biasanya berangkat dari fishing base pada pagi hari yaitu sekitar pukul WIB dan tiba di fishing ground pada malam harinya atau keesokan harinya tergantung dari jarak dari fishing base ke fishing ground. Pada umumnya setiap hari dilakukan setting sebanyak kali, sehingga satu kali trip setting dapat dilakukan sebanyak kali. Rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk satu kali hauling adalah 1 jam atau 60 menit. Metode pengoperasian cantrang terbagi menjadi beberapa tahap, yaitu tahap persiapan, tahap setting atau pemasangan dan penurunan alat tangkap, dan tahap hauling atau pengangkatan jaring. Pada tahap persiapan, ABK mempersiapkan perbekalan melaut, jaring, tali selambar, dan pelampung tanda. Tahap setting dilakukan setelah sampai di fishing ground dan setelah kapten kapal atau fishing master telah memerintahkan kepada ABK untuk mempersiapkan jaring. Tahap setting dimulai ketika fishing master memerintahkan ABK untuk menurunkan pelampung tanda yang berbendera ke laut dan kapal melingkar searah jarum jam sambil diikuti oleh penurunan tali selambar dan sayap jaring bagian kanan. Gerakan kapal membentuk setengah lingkaran dengan memposisikan kantong jaring tepat berada di tengah perputaran kapal. Setelah itu menurunkan badan jaring, kemudian tali selambar dan sayap jaring sebelah kiri diturunkan, diakhiri dengan bagian kantong. Setelah seluruh bagian jaring diturunkan kapal bergerak menuju pelampung tanda dengan melanjutkan penurunan tali selambar bagian kiri. Setelah kapal berhasil sampai di pelampung tanda, kemudian ABK mengangkat pelampung tanda tersebut dan tali selambar dikaitkan pada gardan.

56 42 Pada pengoperasian cantrang, penentuan arah arus dan angin merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan penangkapan ikan. Kesalahan dalam memperhitungkan arus dapat menyebabkan jaring terbelit dan tidak terpasang secara sempurna. Ketika tahap hauling, ABK menghidupkan mesin gardan untuk menarik tali selambar dan mesin kapal tetap hidup namun tidak dalam keadaan maksimum. Setelah seluruh tali selambar berhasil ditarik oleh mesin gardan, kemudian dilakukan penarikan jaring ke atas kapal oleh ABK secara manual sambil merapikan jaring untuk memudahkan operasi selanjutnya. Hasil tangkapan dikeluarkan dari kantong dengan membuka tali pada bagian ujung kantong. Hasil tangkapan kemudian disortir menurut jenis dan ukuran ikan kemudian disimpan ke dalam palka. Untuk hasil tangkapan yang bernilai ekonomis tinggi, dipisahkan dengan menggunakan kantong plastik terlebih dahulu agar pada saat dijual harga ikan tetap tinggi. 5) Hasil tangkapan dan daerah penangkapan ikan Hasil tangkapan alat tangkap cantrang adalah sumberdaya ikan damersal. Hasil tangkapan alat tangkap cantrang diantaranya ialah pepetek (Leiognathus sp.), biji nangka (Upeneus sulphureus), kapasan (Gerres kapas), kurisi (Upeneus vittatus), swanggi (Priacanthus tayenus), kakap merah (Lutjanus spp.), kerapu (Cephalopholis sp.), ikan sebelah (Psettodes erumei), buntal (Tetradon sp.), kwee (Caranx sp.), pari (Aetobatus spp.), cumi-cumi (Loligo spp.), ikan lidah (Cynoglosus lingua), sotong (Sepiella maindroni), dan beloso (Synodus sp.). Ikan yang dominan tertangkap antara lain pepetek (Leiognathus sp.), biji nangka (Upeneus sulphureus) atau kuniran (bahasa lokal), kurisi (Upeneus vittatus), dan kapasan (Gerres kapas). Ikan pepetek (Leiognathus sp.) merupakan ikan yang paling dominan dan biasanya apabila terlalu banyak dibuang kembali oleh nelayan karena memiliki nilai ekonomis yang rendah. Daerah penangkapan ikan (fishing ground) nelayan cantrang PPI Blanakan cukup jauh sehinnga trip operasi penangkapan dilakukan 7-15 hari. Berdasarkan hasil wawancara, daerah yang biasa dikunjungi oleh nelayan cantrang PPI Blanakan diantaranya adalah Perairan Sumatera dengan jarak tempuh lebih dari

57 mil dan waktu tempuh lebih dari 30 jam dari PPI Blanakan, Perairan Kalimantan dengan jarak tempuh lebih dari 150 mil dengan waktu lebih dari 45 jam dari PPI Blanakan, Perairan Jakarta dengan waktu tempuh 12 jam, dan sekitar Laut Utara Jawa seperti, Indramayu, Cirebon, dan Karawang Struktur biaya unit penangkapan cantrang 1) Biaya Investasi Biaya investasi merupakan biaya yang umumnya dikeluarkan pada awal kegiatan. Biaya investasi usaha perikanan cantrang meliputi pembelian kapal, alat tangkap, mesin,serta perlengkapan lain. Persentase terbesar untuk investasi adalah untuk pembelian kapal yaitu sebesar 63,83% - 86,21% dengan nilai Rp Rp Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, nelayan cantrang PPI Blanakan membeli kapal dari daerah Brebes, Tegal, Indramayu, dan Batang karena harga yang murah dengan kualitas yang baik. Nilai investasi mesin utama lebih besar daripada alat tangkap cantrang. Nilai investasi mesin utama sebesar Rp Rp dan untuk alat tangkap sebesar Rp Rp Total biaya investasi usaha perikanan cantrang adalah sebesar Rp Rp (Lampiran 4). Pada Tabel 8 akan disajikan biaya investasi cantrang per kapal dan untuk lebih jelas rincian biaya investasi dapat dilihat pada Lampiran 4. Tabel 8 Investasi usaha perikanan cantrang per kapal Nama Kapal Ukuran kapal (GT) Nilai investasi (Rp) KM Alung Jaya KM Ade dan Mas KM Bhakti Jaya KM Malinda KM Fajar Asih KM Selat Mandiri Sumber: Data primer diolah, ) Biaya operasional Biaya operasional terbagi menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh pemilik kapal, baik kapal itu beroperasi maupun tidak beroperasi. Komponen biaya tetap usaha perikanan

58 44 cantrang meliputi biaya penyusutan kapal, penyusutan mesin, penyusutan alat tangkap, pemeliharaan kapal, pemeliharaan mesin, pemeliharaan alat tangkap, dan SIUP (Surat Izin Usaha Perikanan). Rincian biaya tetap usaha perikanan cantrang disajikan pada Lampiran 5. Tabel 9 Total biaya operasional unit usaha cantrang PPI Blanakan per tahun Nama Kapal Biaya tetap (Rp) Biaya variabel (Rp) Biaya total (Rp) KM Alung Jaya KM Ade dan Mas KM Bhakti Jaya KM Malinda KM Fajar Asih KM Selat Mandiri Sumber: Data primer diolah, 2010 Biaya tetap yang harus dikeluarkan setiap tahun oleh pemilik usaha perikanan cantrang berkisar antara Rp Rp Biaya pemeliharaan terbesar adalah biaya pemeliharaan mesin dengan nilai Rp Rp dengan kontribusi sebesar 27,86% - 42,02% dari total biaya tetap yang harus dikeluarkan. Biaya penyusutan terbesar adalah biaya penyusutan kapal yaitu berkisar antara Rp Rp dengan umur teknis 20 tahun. Biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan setiap kali akan melakukan trip penangkapan ikan dan besarnya biaya dapat berubah-ubah (tidak tetap). Biaya variabel usaha perikanan cantrang meliputi konsumsi ABK, solar, oli, air tawar, es balok, retribusi, dan bagi hasil. Besarnya biaya variabel rata-rata yang harus dikeluarkan adalah Rp per tahun dengan kisaran Rp Rp Rincian komponen biaya variabel usaha perikanan cantrang dapat dilihat pada Lampiran 6. Solar merupakan komponen biaya variabel yang sangat penting dan berpengaruh terhadap kegiatan operasional penangkapan ikan karena merupakan biaya variabel terbesar yang harus dikeluarkan oleh pemilik kapal yaitu Rp Rp dengan kontribusi rata-rata 42,42% dari total biaya variabel tiap tahun.

59 Penerimaan unit usaha cantrang Penerimaan pemilik usaha cantrang diperoleh dari penjualan hasil tangkapan. Penjualan hasil tangkapan di Blanakan dilakukan melalui lelang murni, tidak melalui tengkulak. Penerimaan pemilik usaha cantrang dipengaruhi oleh dua musim, yaitu musim puncak (banyak ikan) dan musim paceklik (sedikit ikan). Musim puncak terjadi pada bulan Agustus-Maret sedangkan musim peceklik terjadi pada bulan April-Juli. Total penerimaan yang diperoleh pemilik usaha cantrang berkisar Rp Rp Pada musim puncak jumlah trip sebanyak 16 trip, sedangkan musim paceklik jumlah trip sebanyak 8 trip. Total penerimaan rata-rata usaha yang diperoleh oleh pemilik usaha cantrang sebesar Rp per tahun sebelum dikurangi total biaya variabel dan biaya tetap. Peneriman yang diperoleh oleh pemilik usaha cantrang disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Penerimaan usaha unit perikanan cantrang Nama Kapal Musim Puncak Musim Paceklik Total (Rp) (Rp) Penerimaan KM Alung Jaya KM Ade dan Mas KM Bhakti Jaya KM Malinda KM Fajar Asih KM Selat Mandiri Sumber: Data primer diolah, 2010 Penerimaan pada tabel di atas diperoleh dari penjualan ikan melalui pelelangan. Ikan-ikan yang dominan dan selalu tertangkap di setiap trip, yaitu pepetek (Leiognathus sp.), biji nangka (Upeneus sulphureus) atau kuniran (bahasa lokal), kurisi (Upeneus vittatus), kapasan (Gerres kapas), cumi-cumi (Loligo spp.), dan sotong (Sepiella maindroni). Ikan lain yang dimaksud (pada Lampiran 7) antara lain adalah swanggi (Priacanthus tayenus), kakap merah (Lutjanus spp.), kerapu (Cephalopholis sp.), ikan sebelah (Psettodes erumei), buntal (Tetradon sp.), kwee (Caranx sp.), pari (Aetobatus spp.), ikan lidah (Cynoglosus lingua), sotong (Sepiella maindroni), beloso (Synodus sp.), dan berbagai macam udang.

60 46 Ikan atau udang tersebut jumlahnya tidak banyak dan belum tentu tertangkap di setiap trip. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 7. Berdasarkan penerimaan tersebut dapat diketahui bahwa pendapatan atau keuntungan bersih (π) per tahun yang diperoleh oleh pemilik usaha cantrang setelah dikurangi total biaya (Total Cost) berkisar antara Rp Rp dengan pendapatan rata-rata Rp per tahun. Pada Tabel 11 akan disajikan pendapatan bersih usaha perikanan cantrang berdasarkan ukuran kapal. Pendapatan atau keuntungan bersih yang diperoleh setiap kapal berbedabeda. Perbedaan itu dapat disebabkan beberapa faktor, diantaranya ukuran kapal yang berbeda, keahlian fishing master untuk menentukan DPI, keahlian para ABK untuk mengoperasikan alat, teknologi alat yang digunakan. Tabel 11 Pendapatan bersih usaha perikanan cantrang berdasarkan ukuran kapal Nama Kapal Ukuran Kapal (GT) Keuntungan (Rp) KM Alung Jaya KM Ade dan Mas KM Bhakti Jaya KM Malinda KM Fajar Asih KM Selat Mandiri Sumber: Data Primer Diolah, 2010 Gambar 11 Grafik hubungan ukuran kapal cantrang dengan keuntungan.

61 Analisis kriteria investasi Analisis kriteria investasi unit usaha perikanan cantrang meliputi Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Payback Period (PP), analisis imbangan penerimaan dan biaya (revenue cost ratio). Tabel 12 menyajikan tabel kriteria investasi usaha penangkapan ikan dengan cantrang di PPI Blanakan. Tabel 12 Nilai kriteria investasi usaha penangkapan cantrang di PPI Blanakan Nama Kapal Discount Rate (20%) NPV IRR PP R/C KM Alung Jaya (15 GT) % 2,14 1,19 KM Ade dan Mas (18 GT) % 3,05 1,13 KM Bhakti Jaya (23 GT) % 2,00 1,13 KM Malinda (24 GT) % 1,99 1,17 KM Fajar Asih (26 GT) % 2,30 1,18 KM Selat Mandiri (29 GT) % 1,44 1,16 Sumber: Data primer diolah, 2010 Berdasarkan perhitungan, Net Present Value (Lampiran 8) pada tingkat suku bunga (discount rate) 20% berkisar antara Rp Rp dan nilai NPV rata- rata sebesar Rp KM Selat Mandiri memiliki nilai IRR terbesar yaitu 73% dan nilai IRR terkecil dimiliki oleh KM Ade dan Mas. Waktu pengembalian investasi atau payback period paling lama terjadi pada KM Ade dan Mas yaitu 3,05 tahun sedangkan KM selat mandiri memiliki payback period paling cepat yaitu 1,44 tahun. Nilai NPV pada discount rate 20% berdasarkan ukuran kapal dapat dilihat pada Gambar 12.

62 48 Gambar 12 Nilai Net Present Value (NPV) berdasarkan ukuran kapal cantrang. Gambar 12 menunjukkan bahwa ukuran kapal tidak berpengaruh terhadap NPV. Kapal berukuran 26 GT memiliki nilai NPV paling tinggi dibandingkan dengan nilai NPV kapal lain. Nilai NPV terendah terjadi pada kapal yang berukuran 15 GT yang merupakan ukuran kapal terkecil Analisis sensitivitas usaha perikanan cantrang Analisis sensitivitas digunakan untuk melihat dampak dari suatu keadaan yang berubah-ubah terhadap hasil suayu kelayakan. Keadaan yang berubah tersebut dapat berupa perubahan harga. Kenaikan harga input seperti solar atau pun penurunan harga output seperti hasil tangkapan dapat mempengaruhi kelayakan suatu usaha. Dalam hal ini akan dilihat seberapa besar sensitivitas suatu usaha apabila terjadi kenaikan input, yaitu solar. Solar merupakan input terbesar yang dibutuhkan (42,42%). Pada perhitungan sensitivitas usaha cantrang dengan discount rate 20% (Lampiran 9), nilai sensitivitas usaha perikanan cantrang berkisar 58% - 148,85% dengan sensitivitas rata-rata 88,22%. Hal itu berarti bahwa usaha tersebut masih layak dijalankan apabila kenaikan harga solar maksimal 88,22%. Apabila kenaikan harga solar melebihi nilai sensitivitas maka usaha tersebut tidak dapat lagi mendapatkan keuntungan. Nilai sensitivitas pada tiap-tiap kapal dapat berbeda-beda. Pada Tabel 13 akan disajikan nilai sensitivitas (discount rate 20%) berdasarkan ukuran kapal.

63 49 Sementara itu nilai sensitivitas berdasarkan ukuran kapal juga dapat dilihat dalam bentuk diagram agar lebih jelas dan dapat dilihat pada Gambar 13. Tabel 13 Nilai sensitivitas berdasarkan ukuran kapal Nama kapal Ukuran kapal (GT) Sensitivitas (%) KM alung Jaya ,85 KM Ade dan Mas 18 66,57 KM Bhakti Jaya 23 58,00 KM Malinda 24 75,04 KM Fajar Asih ,74 KM Selat Mandiri 29 80,09 Sumber: Data Primer Diolah, 2010 Gambar 13 Nilai sensitivitas berdasarkan ukuran kapal cantrang. Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa nilai sensitivitas terkecil terjadi pada kapal cantrang berukuran 23 GT yaitu 58% yang berarti bahwa kapal tersebut lebih sensitif terhadap perubahan harga solar. Ukuran kapal 15 GT memiliki nilai sensitivitas terbesar yaitu 148,85%. Untuk melihat hubungan antara ukuran kapal dengan sensitivitas dapat dilihat pada Gambar 14.

64 50 Gambar 14 Grafik hubungan ukuran kapal cantrang dengan sensitivitas. Berdasarkan grafik hubungan tersebut, diketahui bahwa derajat hubungan atau R 2 sebesar 0,221 dengan nilai korelasi 0,4701. Hal ini berarti bahwa hubungan ukuran kapal dengan sensitivitas tidak erat Pengaruh struktur biaya terhadap trip Biaya penangkapan merupakan salah satu komponen penting dalam kegiatan operasional penangkapan ikan. Seringkali biaya menjadi pembatas para nelayan atau pemilik kapal untuk melakukan penangkapan ikan (trip), karena akan berpengaruh terhadap pendapatan yang akan diperoleh berupa keuntungan atau dapat juga menimbulkan kerugian. Solar merupakan komponen biaya terbesar yang harus dikeluarkan (42,42%). Solar dapat mempengaruhi kegiatan penangkapan ikan. Harga solar sering mengalami perubahan, baik itu kenaikan harga ataupun penurunan harga. Untuk lebih jelasnya perubahan harga solar pada tahun dapat dilihat pada Tabel 14.

65 51 Tabel 14 Perkembangan harga solar tahun Tahun Harga Solar (Rp) 2005 Januari Februari Maret September Oktober Desember Januari April Mei Desember Sumber: Pertamina, 2010 Tahun 2005, harga solar mengalami kenaikan harga sebanyak dua kali, kenaikan harga solar pertama yaitu dari Rp menjadi Rp 2.100, sedangkan kenaikan harga solar kedua yaitu dari Rp menjadi Rp Kenaikan harga solar yang kedua ini mencapai 100%. Pada tahun 2006 dan 2007, harga solar stabil, tidak mengalami kenaikan dan penurunan harga solar. Tahun 2008, harga solar kembali mengalami peningkatan yaitu dari harga Rp menjadi Rp Tahun 2008 ke tahun 2009 mengalami penurunan sebanyak Rp pada tahun 2009, harga solar kembali stabil, artinya tidak ada perubahan. Berikut akan disajikan tabel jumlah trip cantrang di PPI Blanakan pada tahun 2005 dan Tabel 15 Jumlah trip dan harga solar tahun 2005 Tahun 2005 Harga Solar (Rp) Jumlah Trip Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah 2224 Sumber: KUD Inti Mina Fajar sidik dan Pertamina,2009

66 52 Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui hubungan antara harga solar dengan jumlah trip dengan menggunkan regresi sederhana yang akan disajikan pada Gambar 15. Gambar 15 Grafik Hubungan harga solar dengan trip tahun Grafik di atas dapat menunjukkan persamaan regresi Y = -0,026X + 254,2 + ε dengan R 2 = 0,831 dan nilai korelasi sebesar 0,9116. Berdasarkan perhitungan dapat diketahui bahwa standar error persamaan tersebut adalah sebesar 13,3363. Hubungan antara harga solar dengan jumlah trip juga dapat dilihat pada Gambar 16. Gambar 16 Diagram harga solar dan jumlah trip tahun 2005.

67 53 Perubahan harga solar pun terjadi pada tahun 2008, yaitu pada bulan Januari-April harga tidak berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, yaitu Rp Namun pada bulan Mei-Desember, harga solar naik menjadi Rp Pada Tabel 16 akan disajikan perubahan harga solar beserta jumlah trip tahun Tabel 16 Jumlah trip dan harga solar tahun 2008 Tahun 2008 Harga Solar (Rp) Jumlah Trip Januari Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jumlah 1739 Sumber: KUD Inti Mina Fajar Sidik dan Pertamina,2009 Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui hubungan antara harga solar dengan jumlah trip cantrang dengan menggunkan regresi sederhana yang akan disajikan pada Gambar 17. Gambar 17 Grafik hubungan harga solar dengan trip tahun 2008.

68 54 Grafik hubungan di atas menunjukkan nilai persamaan regresi Y= 0,013X + 76,91 + ε dengan R 2 sebesar 0,146 dimana variabel X adalah harga solar dan variabel Y adalah jumlah trip cantrang. Standar error dari persamaan tersebut adalah sebesar 19,9255. Nilai korelasi dari persamaan regresi tersebut adalah 0,831. Trip cantrang pada harga solar mengalami peningkatan pada awalnya mengalami penurunan yang tidak signifikan dan dapat kembali stabil. Hubungan antara harga solar dengan jumlah trip pada tahun 2008 juga dapat dilihat pada Gambar 18. Gambar 18 Diagram harga solar dan jumlah trip tahun Diagram diatas menunjukkan bahwa jumlah trip cantrang sangat berfluktuatif dan tidak tergantung terhadap harga solar, namun hanya pada awalnya saja mengalami penurunan yang tidak signifikan. Jumlah trip cantrang pada tahun tersebut dapat dipengaruhi oleh musim, yaitu musim puncak dan paceklik, trip terbanyak terjadi pada bulan November dan bulan Desember dimana bulan tersebut adalah bulan musim puncak bagi nelayan cantrang. Namun trip terendah terjadi pada bulan Januari, dimana bulan tersebut merupakan musim puncak bagi nelayan cantrang. Hal ini terjadi karena pada bulan tersebut cuaca tidak mendukung aktifitas penangkapan ikan, yaitu merupakan musim barat sehingga angin dan gelombang sedang tinggi. Sementara itu, untuk mengetahui pengaruh harga solar dari tahun , maka dibuat persamaan regresi dengan jumlah trip cantrang per tahun dan harga solar per tahun. Lebih jelasnya akan disajikan pada Tabel 17.

69 55 Tabel 17 Jumlah trip cantrang dan harga solar tahun Tahun Harga solar (Rp) Trip cantrang Sumber: KUD Inti Mina Fajar Sidik dan Pertamina, 2009 Tahun 2005, jumlah trip cantrang sebanyak 2.224, namun pada saat terjadi kenaikan solar sebesar 100% (dari Rp menjadi Rp 4.300) mengalami penurunan kukup drastis sekitar 50%, sehingga jumlah trip cantrang sebanyak Hal ini sangat dirasakan oleh nelayan karena penerimaan tidak dapat menutupi biaya total yang meningkat secara drastis dan membuat pemilik usaha mengalami kerugian sehingga tidak melakukan trip. Grafik hubungan dan persamaan regresi serta keeratan hubungan harga solar dengan kegiatan operasional penangkapan ikan (trip) tahun dapat dilihat pada Gambar 19. Gambar 19 Grafik hubungan harga solar dengan jumlah trip cantrang tahun Grafik di atas menunjukkan persamaan regresi Y = ,16X + ε dengan R 2 sebesar 0,839 dimana variabel X adalah harga solar merupakan variabel bebas, sedangkan variabel Y adalah trip cantrang yang merupakan variabel tak bebas. Nilai korelasi dari persamaan regresi tersebut adalah sebesar 0,916. Nilai a pada persamaan tersebut adalah 2.499, nilai b adalah -0,16,

70 56 sedangkan standar error sebesar 101,0957. Hubungan antara harga solar dengan jumlah trip pada tahun juga dapat dilihat pada Gambar 20. Gambar 20 Diagram harga solar dan jumlah trip tahun Diagram di atas menunjukkan bahwa jumlah trip pada tahun 2005 merupakan jumlah trip terbanyak dibandingkan tahun-tahun berikutnya. Tahun jumlah trip cukup stabil. Namun, pada saat penurunan harga solar dari Rp menjadi Rp tidak menyebabkan kenaikan jumlah trip, tetapi mengalami penurunan trip. Hal ini disebabkan karena penurunan armada unit usaha cantrang di PPI Blanakan. 5.2 Pembahasan Analisis usaha yang dilakukan dalam bidang perikanan merupakan suatu perhitungan keuangan untuk mengetahui tingkat keberhasilan dari suatu usaha yang sudah berjalan dan untuk mengetahui kelanjutan usaha tersebut di waktu yang akan datang sehingga pemilik usaha dapat membuat suatu perhitungan dan merencanakan langkah untuk memperbaiki dan meningkatkan keuntungan usahanya. Biaya penangkapan ikan terdiri dari biaya investasi, biaya tetap (fix cost) dan biaya variabel (variabel cost). Biaya investasi merupakan biaya yang umumnya dikeluarkan pada awal kegiatan. Menurut Nurmalina et al (2009), biaya investasi selain dikeluarkan di awal tahun bisnis, juga dapat dikeluarkan pada beberapa tahun setelah bisnis berjalan, missal untuk mengganti komponen atau peralatan investasi yang umurnya sudah habis namun operasional bisnisnya masih

71 57 berjalan. Dalam hal ini, pembelian jaring cantrang lebih banyak dilakukan karena umur teknisnya hanya 3 tahun. Biaya investasi setiap kapal berbeda-beda. Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa ukuran kapal tidak mempengaruhi nilai investasi usaha penangkapan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Barani (2005) bahwa biaya investasi sangat bergantung pada jenis alat tangkap dan kapal yang akan digunakan serta umur ekonomis sarana tersebut. Hal ini juga dapat dipengaruhi oleh tahun pembelian barang-barang investasi berbeda dikarenakan adanya pengaruh waktu terhadap nilai uang (time value of money). Menurut Nurmalina et al (2009), nilai uang berubah dengan berjalannya waktu ada beberapa alasan, yakni inflasi, konsumsi, dan produktivitas. Biaya investasi usaha perikanan cantrang berkisar antara Rp Rp dengan kontribusi terbesar dalah untuk pembelian kapal (63,83% - 86,21%). Jumlah investasi tersebut cukup besar sehingga nelayan atau orang yang akan berinvestasi dalam dunia perikanan tangkap harus benar-benar memahami usaha penangkapan cantrang agar tidak menimbulkan kerugian. Berdasarkan perhitungan dapat diketahui bahwa biaya tetap terbesar yang dikeluarkan adalah pemeliharaan mesin sebesar Rp Rp (Lampiran 5), karena pemeliharaan mesin penting agar operasi penangkapan ikan berjalan dengan lancar, selain itu juga setelah melakukan trip biasanya mesin mengalami kerusakan. Biaya penyusutan kapal, mesin, dan alat tangkap merupakan pengeluaran yang tidak nyata karena pengeluaran ini hanya merupakan penilaian yang tidak pasti, yang dilakukan disini hanya merupakan taksiran kasar. Berdasarkan perhitungan dapat diketahui bahwa biaya variabel terbesar yang harus dikeluarkan adalah biaya untuk pembelian solar yang memberikan kontribusi rata-rata sebesar 42,42% dari total biaya variabel (Lampiran 6). Besarnya pemakaian solar tergantung dari daerah penangkapan ikan (fishing ground) yang dituju serta lama trip yang dilakukan. Selain itu, dalam pengoperasian cantrang, kapal bergerak aktif mengelilingi suatu area perairan sehingga pemakaian solar lebih besar dibandingkan pengoperasian alat tangkap dengan kapal pasif. Solar yang dibutuhkan untuk setipa kali trip dilakukan adalah

72 liter. Bagi hasil dan retribusi termasuk biaya variabel karena besarnya ditentukan oleh hasil tangkapan yang didapatkan berbeda-beda setiap trip sehingga penerimaan yang diperoleh oleh pemilik kapal pun berbeda-beda. Menurut Mulyadi (2005), upah/gaji awak nelayan yang umumnya bersifat bagi hasil merupakan pengeluaran nyata yang tidak kontan karena dibayar sesudah hasil tangkapan dijual. Besarnya bagi hasil nelayan cantrang PPI Blanakan adalah 50% untuk pemilik kapal dan 50% untuk nelayan buruh setelah hasil lelang dikurangi biaya perbekalan melaut. Setiap ABK menerima upah yang berbeda sesuai dengan posisi ABK. Pembagian dengan system ini merupakan kesepakatan antara nelayan pemilik dengan nelayan buruh atau ABK. Jumlah pendapatan pemilik usaha cukup menguntungkan. Nahkoda atau juru mudi mendapat bagian paling besar diantara ABK yang lain, yaitu dua bagian karena memiliki tugas yang lebih berat daripada ABK yang lain. Besarnya retribusi adalah 5% seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Keuntungan nelayan pemilik kapal cantrang didapatkan dari selisih antara total revenue (TR) dengan total cost (TC). Besarnya keuntungan berkisar antara Rp Rp Penelitian yang dilakukan oleh Rodiana (2006) juga menyebutkan bahwa keuntungan yang diperoleh nelayan cantrang rata-rata sebesar Rp per tahun. Berdasarkan Tabel 11 dapat diketahui bahwa semakin besar ukuran kapal cantrang, maka akan semakin besar pendapatan yang diperoleh. Hal ini dapat disebabkan oleh kemampuan kapal untuk menampung hasil tangkapan lebih besar untuk kapal yang berukuran lebih besar. Namun tidak semua seperti itu, dalam tabel di atas pendapatan kapal cantrang berukuran 15 GT lebih dari 18 GT. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu keahlian fishing master dalam menentukan DPI berbeda-beda, kemampuan mengoperasikan alat, dan lain-lain. Suhery (2010) menjelaskan bahwa faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan penangkapan ikan dengan alat tangkap cantrang karena adanya faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi kekuatan dan ketahanan jaring dan tali selambar, kemampuan fishing master dalam membaca dan menentukan posisi penangkapan serta kinerja ABK, kemampuan olah gerak kapal dalam proses setting dan ketahanan kapal selama proses penarikan tali selambar. Faktor eksternal meliputi sumberdaya ikan, cuaca

73 59 dan musim, arus, dan substrat perairan karena cantrang beroperasi di dasar perairan. Ukuran kapal dan keuntungan memiliki hubungan yang erat (Gambar 11). Hal ini ditunjukkan dengan nilai R 2 sebesar 0,854 dan nilai korelasi sebesar 0,9241. Produktivitas kapal ikan ditetapkan dengan mempertimbangkan ukuran tonase kapal, jenis bahan kapal, kekuatan mesin kapal, jenis alat tangkap yang digunakan, jumlah trip operasi penangkapan per tahun, kemampuan tangkap ratarata per trip, dan wilayah penangkapan ikan. Semakin tinggi produktivitas kapal ikan, maka makin tinggi pula keuntungan yang akan diperoleh oleh kapal tersebut (Anonim, 2008). Berdasarkan perhitungan analisis kriteria investasi yaitu dari nilai Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Payback Period (PP), dan R/C, maka usaha penangkapan ikan dengan cantrang memenuhi kriteria kelayakan investasi dan usaha sehingga usaha penangkapan cantrang di PPI Blanakan layak untuk dijalankan dan menguntungkan. Nilai kriteria investasi berhubungan dengan penerimaan, biaya operasional, dan biaya investasi setiap kapal cantrang sehingga nilai kriteria investasi setiap kapal cantrang akan berbeda-beda. Ukuran kapal tidak mempengaruhi nilai kriteria investasi usaha penangkapan cantrang karena penerimaan, biaya operasional, dan biaya investasi setiap kapal pun tidak konsisten terhadap ukuran kapal. Analisis sensitivitas merupakan analisis yang penting dalam usaha perikanan guna mengatasi dampak dari suatu keadaan yang berubah-ubah terhadap hasil suatu analisis kelayakan. Tujuan analisis ini adalah untuk memprediksi hasil analisis kelayakan usaha apabila terjadi perubahan di dalam perhitungan biaya (Nurmalina, et al., 2009). Dalam kegiatan penangkapan ikan dengan cantrang, faktor yang sering berubah adalah BBM (solar). Nilai sensitivitas dihitung dengan cara meningkatkan harga input (solar) dari harga yang berlaku tahun 2009 dalam satuan persen. Nilai sensitivitas diperoleh dari nilai NPV positif terkecil dan usaha masih mendapatkan keuntungan setelah dilakukan kenaikan harga solar. Berdasarkan Tabel 13 dapat diketahui bahwa nilai sensitivitas tertinggi sebesar 148,85%, artinya bahwa armada yang memiliki nilai sensitivitas tersebut tidak sensitif terhadap kenaikan harga solar, yaitu KM Alung

74 60 Jaya. Hal itu disebabkan karena kebutuhan terhadap solar KM Alung Jaya lebih kecil dibandingkan dengan armada lain. KM Alung Jaya memiliki waktu trip yang lebih pendek dibandingkan dengan armada lain, yaitu 7 hari. Armada tersebut masih bisa menjalankan usahanya dengan baik sampai perubahan harga solar maksimum 148,85%, yaitu Rp dari harga yaitu Rp Nilai sensitivitas terkecil sebesar 58% yang dimiliki oleh KM Bhakti Jaya. Selanjutnya, untuk mengatasi pengaruh perubahan solar terhadap jumlah trip, telah dilakukan analisis regresi antara jumlah trip dan perubahan harga solar. Hasil analisis ini menunjukkan hubungan yang negatif. Hal ini disebabkan apabila harga solar mengalami kenaikan dengan jumlah hasil tangkapan yang sama akan menambah beban biaya operasional sehingga para nelayan mengurangi kegiatan penangkapan ikan (trip). Berdasarkan persamaan regresi sederhana tersebut dapat diketahui nilai R 2 yaitu 0,839 hal ini berarti bahwa 83,9% diantara keragaman dalam nilai-nilai Y dapat dijelaskan oleh hubungan linearnya dengan X. Nilai korelasi (r) diperoleh sebesar 0,916 yang artinya bahwa hubungan antara harga solar dengan jumlah trip cantrang sangat erat. Hal ini disebabkan karena solar merupakan komponen biaya terbesar yang harus dikeluarkan oleh nelayan pemilik usaha cantrang. Daerah penangkapan ikan (fishing ground) cantrang memiliki jarak yang cukup jauh dari Blanakan, bahkan sampai ke luar Pulau Jawa (Perairan Sumatera dan Perairan Kalimantan) sehingga solar merupakan komponen biaya yang sangat penting untuk mencapai tempat tujuan, selain itu dalam operasi penangkapan pun kapal bergerak aktif sehingga membutuhkan solar lebih banyak. Berdasarkan uji t, keputusan yang diperoleh adalah tolak H 0 yang berarti bahwa harga solar dapat mempengaruhi kegiatan penangkapan ikan dengan cantrang. Hal ini sesuai dengan kriteria yang dinyatakan oleh Walpole (1995) yaitu jika r 0,7 dan r - 0,6 berarti korelasi erat dan jika -0,6 < r < 0,7 berarti bahwa korelasi tidak erat dan t hitung berada pada wilayah kritis sehingga tolak H 0. Berdasarkan wawancara, banyak kapal cantrang yang berbasis di Blanakan pada saat kenaikan harga solar, tidak mendaratkan ikan di Blanakan dikarenakan jarak yang agak jauh sehinnga para nelayan menghemat bahan bakar. Para nelayan mendaratkan ikannya ke TPI yang lebih dekat dari fishing ground yang mereka datangi atau kembali ke daerah asal mereka seperti, Indramayu.

75 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di PPI Blanakan dapat disimpulkan bahwa: 1. Biaya investasi usaha perikanan cantrang meliputi pembelian kapal, alat tangkap, mesin, serta perlengkapan lain. Besarnya biaya investasi usaha perikanan cantrang berkisar antara Rp Rp Biaya variabel usaha perikanan cantrang meliputi konsumsi ABK, solar, oli, air tawar, es balok, retribusi, dan bagi hasil. Besarnya biaya variabel yang harus dikeluarkan berkisar antara Rp Rp per tahun. 3. Komponen biaya tetap usaha perikanan cantrang meliputi biaya penyusutan kapal, penyusutan mesin, penyusutan alat tangkap, pemeliharaan kapal, pemeliharaan mesin, pemeliharaan alat tangkap, dan SIUP (Surat Izin Usaha Perikanan). Biaya tetap rata-rata yang harus dikeluarkan setiap tahun oleh pemilik usaha perikanan cantrang adalah sebesar Rp dengan kisaran antara Rp Rp Total penerimaan yang diperoleh pemilik usaha cantrang berkisar Rp Rp Total penerimaan rata-rata usaha yang diperoleh oleh pemilik usaha cantrang sebesar Rp per tahun sebelum dikurangi total biaya variabel dan biaya tetap. Keuntungan bersih (π) per tahun yang diperoleh oleh pemilik usaha cantrang setelah dikurangi total biaya (Total Cost) berkisar antara Rp Rp dengan pendapatan rata-rata Rp Berdasarkan perhitungan persamaan regresi sederhana, hubungan harga solar dengan jumlah trip cantrang adalah Y = ,16X + ε dengan standar error 101,0957. Nilai R 2 yaitu dan nilai korelasi sebesar 0,916 yang artinya bahwa hubungan antara harga solar dengan jumlah trip cantrang sangat erat. Berdasarkan uji t, struktur biaya (solar) dapat mempengaruhi kegiatan penangkapan ikan dengan cantrang di PPI Blanakan.

76 Saran 1. Penambahan variabel X dapat dilakukan untuk mengetahui lebih jauh faktor yang mempengaruhi kegiatan penangkapan ikan dengan cantrang sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut karena perikanan cantrang ini merupakan usaha perikanan yang menghasilkan keuntungan yang besar. 2. Perikanan cantrang sebaiknya lebih dikembangkan lagi di PPI Blanakan karena usaha ini memiliki prospek yang cerah.

77 DAFTAR PUSTAKA [Anonim] Juklak Perhitungan Produktivitas Kapal Perikanan. [terhubung tidak berkala]. [6 Mei 2010] Bambang, N Petunjuk pembuatan dan Pengoperasian Cantrang dan Rawai Dasar Pantai Utara Jawa Tengah. Semarang: Balai Besar Pengembangan Penangkapan ikan. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. Departemen Kelautan dan Perikanan. 14 hal. [BSN] Badan Standardisasi Nasional Bentuk Baku Konstruksi Pukat Tarik Cantrang. [terhubung tidak berkala]. [11 April 2010] [DKP Kab. Subang] Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Subang Evaluasi Program Pembangunan Kelautan dan Perikanan. Subang. 120 hal. Desa Blanakan Subang Pendataan Profil Desa/Kelurahan Blanakan. Subang: Pemerintah Kabupaten Subang. 89 hal. Barani, HM Profil Pendapatan Usaha Penangkapan Berdasarkan Jenis Alat Tangkap di Perairan Sulsel Bagian Selatan. Buletin PSP vol XIV No.2 oktober. 90 hal. Dzamin Z Perencanaan dan Analisa Proyek. Jakarta: Lembaga Penelitian Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. 167 hal. Horngren, Datar, dan Foster Akuntansi Biaya: penekanan manajerial jilid 1. Edisi kesebelas. Jakarta: Indeks kelompok gramedia. 572 hal. Kadariah, Lien K, dan Clive G Pengantar Evaluasi Proyek. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. 181 hal. Mahardika, D Pengaruh Jenis Alat Tangkap Terhadap Tingkat Kesejahteraan Nelayan di Kelurahan Tegalsari dan Muarareja, Tegal, Jawa Tengah [Skripsi]. Bogor : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 110 hal. Monintja, D Perikanan Tangkap di Indonesia: Suatu Pengantar. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 49 hal. Mulyadi, S Ekonomi Kelautan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 223 hal. Mulyanto, RB dan Syahasta Petunjuk Teknis Identifikasi Sarana Perikanan Tangkap Kapal Perikanan (Fishing Vessel). Semarang: Balai Besar Pengembangan Penangkapan ikan. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. DKP. 53 hal. Nazir, M Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. 622 hal.

78 64 Nurmalina, R, dkk Studi Kelayakan Bisnis. Bogor: Departemen Agribisnis. Institut Pertanian Bogor. 183 hal. [ PERTAMINA] Perkembangan Harga BBM. [terhubung tidak berkala] [ 1 April 2010] Prado, J dan PY Dremiere Panduan Teknis Usaha Penangkapan Ikan (Fisherman s Workbook). Semarang: Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan. 238 hal. Rodiana, Y Analisis Teknologi Penangkapan Ikan Tepat Guna yang berbasis di Blanakan Kabupaten Subang [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 110 hal. Subagyo, A Studi Kelayakan: Teori dan Aplikasi. Jakarta: Elex Media Komputindo. 258 hal. Subani W. dan HR Barus, Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jakarta: Departemen Pertanian. 248 hal. Suhery, N Kajian Teknis Pengoperasian Cantrang di Perairan Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 81 hal. Tjahjono, A. dan Sulastiningsih Akuntansi: Pengantar Pendekatan Terpadu. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 372 hal. Tunggal, HA Undang-Undang Perikanan: UU RI Nomor 31 Tahun Jakarta: Harvarindo. 88 hal. Umar, H Studi Kelayakan Bisnis. Edisi Ketiga. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 488 hal Usman, H. dan R. Purnomo SA Pengantar Statistika. Jakarta: Bumi Aksara. 323 hal Walpole, R. E Pengantar Statistika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 516 hal. Walter, N Teori Mikroekonomi: Prinsi Dasar dan Perluasan. Edisi kelima. Daniel Wirajaya, penerjemah. Jakarta: Binarupa Aksara. 520 hal. Yustiarani, A Kajian Pendapatan Nelayan dari usaha penangkapan ikan dan bagian retribusi pelelangan ikan di PPI Muara Angke [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 112 hal.

79 65

80 LAMPIRAN

81 66 Lampiran 1 Peta lokasi penelitian 66

82 67 Lampiran 2 Peta kecamatan kabupaten Subang Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Kab.Subang, 2006 Keterangan: 1. Kecamatan Blanakan 2. Kecamatan Legonkulon 3. Kecamatan Pusakanagara 4. Kecamatan Ciasem 5. Kecamatan Sukasari 6. Kecamatan Pamanukan 7. Kecamatan Pusaka Jaya 8. Kecamatan Patokbeusi 9. Kecamatan Cikaum 10. Kecamatan Tambakdahan 11. Kecamatana Binong 12. Kecamatan Compreng 13. Kecamatan Pabuaran 14. Kecamatan Purwadadi 15. Kecamatan Pagaden Barat 16. Kecamatan Pagaden 17. Kecamatan Cipunagara 18. Kecamatan Ciupendeuy 19. Kecamatan Kalijati 20. Kecamatan Dawuan 21. Kecamatan Subang 22. Kecamatan Cibogo 23. Kecamatan Serang Panjang 24. Kecamatan Sagalaherang 25. Kecamatan Jalancagak 26. Kecamatan Cijambe 27. Kecamatan Ciater 28. Kecamatan Kasomalang 29. Kecamatan Cisalak 30. Kecamatan Tanjungsiang

83 68 Lampiran 3 Contoh perhitungan analisis usaha No Uraian Unit Satuan Harga Jumlah A INVESTASI 1. Kapal 1 unit Mesin (utama dan bantu) 1 unit Jaring cantrang 3 unit Gardan 1 unit Perlengkapan lain Total Investasi B BIAYA TETAP 1. SIUP 1 tahun Biaya Penyusutan - kapal 1 tahun Mesin 1 tahun C D - Jaring 3 tahun Biaya Pemeliharaan - Perahu 1 tahun Mesin 1 tahun Jaring 1 tahun Total Biaya Tetap BIAYA VARIABEL 1. Ransum 24 trip Solar liter Oli 60 liter Air tawar 24 trip 50,000 1,200, es balok balok Biaya retribusi 5% persen Bagi hasil 50% persen Total Biaya Variabel TOTAL BIAYA PENERIMAAN 1. Musim Timur (puncak) Musim Barat (paceklik) TOTAL PENERIMAAN E KEUNTUNGAN F R/C 1,13 G Payback Period (tahun) 3,05

84 69 Lampiran 4 Rincian biaya investasi unit usaha cantrang PPI Blanakan KM Alung Jaya (15 GT) Investasi Nilai (Rp) Persentase (%) Kapal ,57 Mesin utama ,51 Mesin bantu ,52 Alat tangkap cantrang ,26 Gardan ,45 Perlengkapan lainnya ,69 Total investasi KM Ade dan Mas (18 GT) Kapal ,90 Mesin utama ,52 Mesin bantu ,47 Alat tangkap cantrang ,26 Gardan ,14 Perlengkapan lainnya ,71 Total investasi KM Bhakti Jaya (23 GT) Kapal ,93 Mesin utama ,79 Mesin bantu ,87 Alat tangkap cantrang ,27 Gardan ,84 Perlengkapan lainnya ,30 Total investasi KM Malinda (24 GT) Kapal ,21 Mesin utama ,47 Mesin bantu ,37 Alat tangkap cantrang ,16 Gardan ,29 Perlengkapan lainnya ,51 Total investasi KM Fajar Asih (26 GT) Kapal ,15 Mesin utama ,36 Mesin bantu ,85 Alat tangkap cantrang ,54 Gardan ,27 Perlengkapan lainnya ,82 Total investasi KM Selat Mandiri (29 GT) Kapal ,83 Mesin utama ,68

85 Mesin bantu ,39 Alat tangkap cantrang ,57 Gardan ,86 Perlengkapan lainnya ,66 Total investasi Sumber : Data Primer Diolah,

86 71 Lampiran 5 Rincian biaya tetap unit usaha cantrang PPI Blanakan KM Alung Jaya (15 GT) Biaya tetap Nilai (Rp/tahun) Persentase (%) SIUP ,99 Penyusutan kapal ,86 Penyusutan mesin (mesin utama dan mesin bantu) ,92 Penyusutan alat tangkap ,90 Pemeliharaan kapal ,87 Pemeliharaan mesin (mesin utama dan mesin ,20 bantu) Pemeliharaan alat tangkap ,4 Total Biaya Tetap (Fixed cost) KM Ade dan Mas (18 GT) SIUP ,88 Penyusutan kapal ,51 Penyusutan mesin (mesin utama dan mesin bantu) ,30 Penyusutan alat tangkap ,63 Pemeliharaan kapal ,26 Pemeliharaan mesin (mesin utama dan mesin ,02 bantu) Pemeliharaan alat tangkap ,40 Total Biaya Tetap (Fixed cost) KM Bhakti Jaya (23 GT) SIUP ,81 Penyusutan kapal ,15 Penyusutan mesin (mesin utama dan mesin bantu) ,45 Penyusutan alat tangkap ,72 Pemeliharaan kapal ,20 Pemeliharaan mesin (mesin utama dan mesin ,89 bantu) Pemeliharaan alat tangkap ,78 Total Biaya Tetap (Fixed cost) KM Malinda (24 GT) SIUP ,16 Penyusutan kapal ,22 Penyusutan mesin (mesin utama dan mesin bantu) ,52 Penyusutan alat tangkap ,87 Pemeliharaan kapal ,22 Pemeliharaan mesin (mesin utama dan mesin ,86 bantu) Pemeliharaan alat tangkap ,15 Total Biaya Tetap (Fixed cost) KM Fajar Asih (26 GT) SIUP ,83 Penyusutan kapal ,77

87 72 Penyusutan mesin (mesin utama dan mesin bantu) ,67 Penyusutan alat tangkap ,95 Pemeliharaan kapal ,27 Pemeliharaan mesin (mesin utama dan mesin ,68 bantu) Pemeliharaan alat tangkap ,84 Total Biaya Tetap (Fixed cost) KM Selat Mandiri (29 GT) SIUP ,86 Penyusutan kapal ,36 Penyusutan mesin (mesin utama dan mesin bantu) ,54 Penyusutan alat tangkap ,36 Pemeliharaan kapal ,27 Pemeliharaan mesin (mesin utama dan mesin ,45 bantu) Pemeliharaan alat tangkap ,15 Total Biaya Tetap (Fixed cost) Sumber : Data Primer Diolah, 2010

88 73 Lampiran 6 Rincian biaya variabel usaha unit penangkapan cantrang KM Alung Jaya (15 GT) Biaya variabel Nilai (Rp/tahun) Persentase (%) Ransum (konsumsi ABK) ,57 Solar ,27 Oli ,94 Air tawar ,39 Es balok ,57 Retribusi ,60 Bagi hasil ,66 Total Biaya Variabel KM Ade dan Mas (18 GT) Ransum (konsumsi ABK) ,11 Solar ,50 Oli ,24 Air tawar ,20 Es balok ,67 Retribusi ,20 Bagi hasil ,07 Total Biaya Variabel KM Bhakti Jaya (23 GT) Ransum (konsumsi ABK) ,05 Solar ,46 Oli ,18 Air tawar ,15 Es balok ,66 Retribusi ,07 Bagi hasil ,43 Total Biaya Variabel KM Malinda (24 GT) Ransum (konsumsi ABK) ,76 Solar ,88 Oli ,93 Air tawar ,19 Es balok ,67 Retribusi ,27 Bagi hasil ,30 Total Biaya Variabel KM Fajar Asih (26 GT) Ransum (konsumsi ABK) ,23 Solar ,42 Oli ,24 Air tawar ,20 Es balok ,84 Retribusi ,53

89 Bagi hasil ,54 Total Biaya Variabel KM Selat Mandiri (29 GT) Ransum (konsumsi ABK) ,22 Solar ,67 Oli ,57 Air tawar ,16 Es balok ,38 Retribusi ,24 Bagi hasil ,76 Total Biaya Variabel Sumber : Data Primer Diolah,

90 75 Lampiran 7 Penerimaan usaha unit penangkapan cantrang PPI Blanakan KM Alung Jaya (15 GT) Hasil Tangkapan Jumlah/tahun (Kg) Harga (Rp) Nilai (Rp) Musim Puncak (Agusutus Maret) Pepetek (Leiognathus sp.) kg/trip x 24 trip = Biji nangka (Upeneus kg/trip x 24 trip sulphureus) = Kurisi (Upeneus vittatus) 160 kg/trip x 24 trip = Kapasan (Gerres kapas) 800 kg/trip x 24 trip = Cumi-cumi (Loligo sp.) 400 kg/trip x 24 trip = Sotong (Sepiella maindroni) 200 kg/trip x 24 trip = Ikan dan udang lainnya 310 kg/trip x 24 trip = Sub jumlah kg/trip x trip = Musim Paceklik (April-Juli) Pepetek (Leiognathus sp.) kg/trip x 12 trip = Biji nangka (Upeneus 800 kg/trip x 12 trip sulphureus) = Kurisi (Upeneus vittatus) 80 kg/trip x 12 trip = Kapasan (Gerres kapas) 400 kg/trip x 12 trip = Cumi-cumi (Loligo sp.) 600 kg/trip x 12 trip = Sotong (Sepiella maindroni) 80 kg/trip x 12 trip = Ikan dan udang lainnya 210 kg/trip x 12 trip = Sub jumlah kg/trip x trip = Total Penerimaan KM Ade dan Mas (18 GT) Musim Puncak (Agusutus Maret) Pepetek (Leiognathus sp.) kg/trip x 16 trip = Biji nangka (Upeneus kg/trip x 16 trip sulphureus) Kurisi (Upeneus vittatus) = kg/trip x 16 trip =

91 76 Kapasan (Gerres kapas) kg/trip x 16 trip = Cumi-cumi (Loligo sp.) 400 kg/trip x 16 trip = Sotong (Sepiella maindroni) 400 kg/trip x 16 trip = Ikan dan udang lainnya 400 kg/trip x 16 trip = Sub jumlah kg/trip x trip = Musim Paceklik (April-Juli) Pepetek (Leiognathus sp.) kg/trip x 8 trip = Biji nangka (Upeneus 800 kg/trip x 8 trip = sulphureus) Kurisi (Upeneus vittatus) 40 kg/trip x 8 trip = Kapasan (Gerres kapas) kg/trip x 8 trip = Cumi-cumi (Loligo sp.) 600 kg/trip x 8 trip = Sotong (Sepiella maindroni) 600 kg/trip x 8 trip = Ikan lainnya 200 kg/trip x 8 trip = Sub jumlah kg/trip x 8 trip = Total Penerimaan KM Bhakti Jaya (23 GT) Musim Puncak (Agusutus Maret) Pepetek (Leiognathus sp.) kg/trip x 16 trip = Biji nangka (Upeneus kg/trip x 16 trip sulphureus) = Kurisi (Upeneus vittatus) 80 kg/trip x 16 trip = Kapasan (Gerres kapas) kg/trip x 16 trip = Cumi-cumi (Loligo sp.) 400 kg/trip x 16 trip = Sotong (Sepiella maindroni) 400 kg/trip x 16 trip = Ikan lainnya kg/trip x 16 trip = Sub jumlah kg/trip x 16 trip = Musim Paceklik (April-Juli)

92 77 Pepetek (Leiognathus sp.) kg/trip x 8 trip = Biji nangka (Upeneus kg/trip x 8 trip sulphureus) = Kurisi (Upeneus vittatus) 40 kg/trip x 8 trip = Kapasan (Gerres kapas) kg/trip x 8 trip = Cumi-cumi (Loligo sp.) 600 kg/trip x 8 trip = Sotong (Sepiella maindroni) 600 kg/trip x 8 trip = Ikan dan udang lainnya kg/trip x 8 trip = Sub jumlah kg/trip x 8 trip = Total Penerimaan KM Malinda (24 GT) Musim Puncak (Agusutus Maret) Pepetek (Leiognathus sp.) kg/trip x 16 trip = Biji nangka (Upeneus kg/trip x 16 trip sulphureus) = Kurisi (Upeneus vittatus) kg/trip x 16 trip = Kapasan (Gerres kapas) kg/trip x 16 trip = Cumi-cumi (Loligo sp.) 400 kg/trip x 16 trip = Sotong (Sepiella maindroni) 600 kg/trip x 16 trip = Ikan dan udang lainnya kg/trip x 16 trip = Sub jumlah kg/trip x trip = Musim Paceklik (April-Juli) Pepetek (Leiognathus sp.) kg/trip x 8 trip = Biji nangka (Upeneus kg/trip x 8 trip sulphureus) = Kurisi (Upeneus vittatus) 800 kg/trip x 8 trip = Kapasan (Gerres kapas) kg/trip x 8 trip = Cumi-cumi (Loligo sp.) 600 kg/trip x 8 trip = Sotong (Sepiella maindroni) 400 kg/trip x 8 trip =

93 Ikan lainnya 800 kg/trip x 8 trip = Sub jumlah kg/trip x 8 trip = Total Penerimaan KM Fajar Asih (26 GT) Musim Puncak (Agusutus Maret) Pepetek (Leiognathus sp.) kg/trip x 16 trip = Biji nangka (Upeneus kg/trip x 16 trip sulphureus) = Kurisi (Upeneus vittatus) 40 kg/trip x 16 trip = 640 Kapasan (Gerres kapas) kg/trip x 16 trip = Cumi-cumi (Loligo sp.) 300 kg/trip x 16 trip = Sotong (Sepiella maindroni) 500 kg/trip x 16 trip = Ikan dan udang lainnya 600 kg/trip x 16 trip = Sub jumlah kg/trip x 16 trip = Musim Paceklik (April-Juli) Pepetek (Leiognathus sp.) 80 kg/trip x 8 trip = Biji nangka (Upeneus kg/trip x 8 trip sulphureus) = Kurisi (Upeneus vittatus) 10 kg/trip x 8 trip = Kapasan (Gerres kapas) kg/trip x 8 trip = Cumi-cumi (Loligo sp.) 400 kg/trip x 8 trip = Sotong (Sepiella maindroni) 400 kg/trip x 8 trip = Ikan dan udang lainnya 240 kg/trip x 8 trip = Sub jumlah kg/trip x 8 trip = Total Penerimaan KM Selat Mandiri (29 GT) Musim Puncak (Agusutus Maret) Pepetek (Leiognathus sp.) kg/trip x 16 trip = Biji nangka (Upeneus kg/trip x 16 trip

94 79 sulphureus) = Kurisi (Upeneus vittatus) 200 kg/trip x 16 trip = Kapasan (Gerres kapas) kg/trip x 16 trip = Cumi-cumi (Loligo sp.) 400 kg/trip x 16 trip = Sotong (Sepiella maindroni) 800 kg/trip x 16 trip = Ikan dan udang lainnya 620 kg/trip x 16 trip = Sub jumlah kg/trip x trip = Musim Paceklik (April-Juli) Pepetek (Leiognathus sp.) kg/trip x 8 trip = Biji nangka (Upeneus kg/trip x 8 trip sulphureus) = Kurisi (Upeneus vittatus) 80 kg/trip x 8 trip = Kapasan (Gerres kapas) kg/trip x 8 trip = Cumi-cumi (Loligo sp.) 450 kg/trip x 8 trip = Sotong (Sepiella maindroni) 500 kg/trip x 8 trip = Ikan dan udang lainnya 273 kg/trip x 8 trip = Sub jumlah kg/trip x 8 trip = Total Penerimaan Sumber : Data Primer Diolah, 2010

95 Lampiran 8 Contoh perhitungan analisis cashflow unit usaha cantrang PPI Blanakan A. inflow 1. nilai penjualan ht nilai sisa Total Inflow B. Outflow Investasi 1. kapal Mesin (utama dan bantu) 3. Jaring cantrang Total Investasi Biaya Tetap 1. SIUP Biaya Penyusutan - Perahu Mesin Jaring Biaya Pemeliharaan - Perahu

96 81 - Mesin Jaring Total Biaya Tetap Biaya Variabel 1. Ransum Solar Oli Air tawar es balok Biaya retribusi 7. Bagi hasil Total Biaya Variabel Total Outflow NET BENEFIT DISCOUNT FACTOR (20%) ( ) ,25 1,5625 1, , , , , ,

97 PRESENT ( ) VALUE PV(+) PV (-) ( ) NPV NET BC 10, IRR 29% 82

98 83 Lampiran 9 Contoh analisis usaha dan cashflow setelah perhitungan sensitivitas 1) Analisis usaha N o Uraian Unit Satuan Harga Jumlah A INVESTASI 1. kapal+gps+gardan 1 unit Mesin 190 PK + 23 PK 1 unit Jaring cantrang 3 unit Total Investasi BIAYA TETAP B 1. SIUP 1 tahun Biaya Penyusutan - kapal 1 tahun Mesin 1 tahun Jaring 3 tahun Biaya Pemeliharaan - Perahu 1 tahun Mesin 1 tahun Jaring 1 tahun Total Biaya Tetap C BIAYA VARIABEL 1. Ransum 24 trip Solar 57,600 liter Oli 60 liter Air tawar 24 trip es balok 4,800 balok Biaya retribusi 5% persen Bagi hasil 50% persen Total Biaya Variabel TOTAL BIAYA D PENERIMAAN 1. Musim Timur (puncak) Musim Barat (paceklik) TOTAL PENERIMAAN E Keuntungan F R/C 1,00 G Payback Period (tahun) ,15

99 2) Analisis Cashflow A. inflow nilai penjualan ht nilai sisa Total Inflow B. Outflow Investasi 1. kapal Mesin 120 PK + mesin 23 PK Jaring cantrang Total Investasi Biaya Tetap 1. SIUP Biaya Penyusutan - Perahu Mesin Jaring

100 85 3. Biaya Pemeliharaan - Perahu Mesin Jaring Total Biaya Tetap Biaya Variabel 1. Ransum Solar Oli Air tawar es balok Biaya retribusi Bagi hasil Total Biaya Variabel Total Outflow NET BENEFIT 85

101 86 ( ) ( ) ( ) DISCOUNT FACTOR (20%) 1 1,25 1,5625 1, , , , , , PRESENT VALUE (263,500,000) 15,975 19,969 24,961 (40,252,002) 39, ( ) PV(+) PV (-) ( ) NPV NET BC 2, IRR -11% 86

102 87 Lampiran 10 Hasil tangkapan cantrang PPI Blanakan Pepetek (Leioghnatus sp.) Kurisi (Upeneus vittatus) Ikan lidah (Cynoglosus lingua) Ikan sebelah (Psettodes erumei) Cumi-cumi (Loligo sp.) Sotong (Sepiella maindroni)

103 88 Kakap merah (Lutjanus sp.) Pari (Aetobatus sp.)

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Unit Penangkapan Cantrang Alat tangkap cantrang

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Unit Penangkapan Cantrang Alat tangkap cantrang 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Unit Penangkapan Cantrang Unit penangkapan ikan merupakan satu kesatuan teknis dalam operasi penangkapan ikan yang terdiri atas alat tangkap, perahu atau kapal penangkap dan nelayan.

Lebih terperinci

Gambar 6 Peta lokasi penelitian.

Gambar 6 Peta lokasi penelitian. 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan dimulai dengan penyusunan proposal dan penelusuran literatur mengenai objek penelitian cantrang di Pulau Jawa dari

Lebih terperinci

METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengumpulan Data

METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengumpulan Data 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2012. Tempat penelitian dan pengambilan data dilakukan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Blanakan, Kabupaten Subang. 3.2 Alat

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Karakteristik dan Klasifikasi Usaha Perikanan Tangkap

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Karakteristik dan Klasifikasi Usaha Perikanan Tangkap 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Karakteristik dan Klasifikasi Usaha Perikanan Tangkap Karakteristik merupakan satu hal yang sangat vital perannya bagi manusia, karena hanya dengan karakteristik kita dapat

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS ALAT TANGKAP TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN DI KELURAHAN TEGALSARI DAN MUARAREJA, TEGAL, JAWA TENGAH DINA MAHARDIKHA SKRIPSI

PENGARUH JENIS ALAT TANGKAP TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN DI KELURAHAN TEGALSARI DAN MUARAREJA, TEGAL, JAWA TENGAH DINA MAHARDIKHA SKRIPSI PENGARUH JENIS ALAT TANGKAP TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN DI KELURAHAN TEGALSARI DAN MUARAREJA, TEGAL, JAWA TENGAH DINA MAHARDIKHA SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.1 Deskripsi unit penangkapan cantrang Unit penangkapan ikan merupakan satu kesatuan teknik dalam suatu operasi penangkapan ikan yang terdiri atas alat tangkap, kapal,

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 20 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis, Letak Topografi dan Luas Sibolga Kota Sibolga berada pada posisi pantai Teluk Tapian Nauli menghadap kearah lautan Hindia. Bentuk kota memanjang

Lebih terperinci

Bentuk baku konstruksi pukat tarik cantrang

Bentuk baku konstruksi pukat tarik cantrang Standar Nasional Indonesia Bentuk baku konstruksi pukat tarik cantrang ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... I Prakata... II Pendahuluan... III 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah

Lebih terperinci

Bentuk baku konstruksi pukat tarik lampara dasar

Bentuk baku konstruksi pukat tarik lampara dasar Standar Nasional Indonesia Bentuk baku konstruksi pukat tarik lampara dasar ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengambilan Responden 3.5 Metode Pengumpulan Data

3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengambilan Responden 3.5 Metode Pengumpulan Data 19 3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian di lapangan dilakukan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, Sukabumi Jawa Barat. Pengambilan data di lapangan dilakukan selama 1 bulan,

Lebih terperinci

THE FEASIBILITY ANALYSIS OF SEINE NET THE MOORING AT PORT OF BELAWAN NORTH SUMATRA PROVINCE

THE FEASIBILITY ANALYSIS OF SEINE NET THE MOORING AT PORT OF BELAWAN NORTH SUMATRA PROVINCE 1 THE FEASIBILITY ANALYSIS OF SEINE NET THE MOORING AT PORT OF BELAWAN NORTH SUMATRA PROVINCE By Esra Gerdalena 1), Zulkarnaini 2) and Hendrik 2) Email: esragerdalena23@gmail.com 1) Students of the Faculty

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Usaha Penangkapan Ikan Dalam buku Statistik Perikanan Tangkap yang dikeluarkan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara 2.2 Kegiatan Operasional di Pelabuhan Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara 2.2 Kegiatan Operasional di Pelabuhan Perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) merupakan pelabuhan perikanan tipe B atau kelas II. Pelabuhan ini dirancang untuk melayani kapal perikanan yang

Lebih terperinci

C E =... 8 FPI =... 9 P

C E =... 8 FPI =... 9 P 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 (enam) bulan yang meliputi studi literatur, pembuatan proposal, pengumpulan data dan penyusunan laporan. Penelitian

Lebih terperinci

OPTIMASI PENYEDIAAN BAHAN BAKAR SOLAR UNTUK UNIT PENANGKAPAN IKAN DI PPP SUNGAILIAT, BANGKA

OPTIMASI PENYEDIAAN BAHAN BAKAR SOLAR UNTUK UNIT PENANGKAPAN IKAN DI PPP SUNGAILIAT, BANGKA OPTIMASI PENYEDIAAN BAHAN BAKAR SOLAR UNTUK UNIT PENANGKAPAN IKAN DI PPP SUNGAILIAT, BANGKA DODY SIHONO SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN aa 16 a aa a 4.1 Keadaan Geografis dan Topografis Secara geografis Kabupaten Indramayu terletak pada posisi 107 52' 108 36' BT dan 6 15' 6 40' LS. Batas wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.11/MEN/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.11/MEN/2009 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.11/MEN/2009 TENTANG PENGGUNAAN PUKAT IKAN (FISH NET) DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

KAJIAN AKTIVITAS DAN KAPASITAS FASILITAS FUNGSIONAL DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) KRONJO, TANGERANG

KAJIAN AKTIVITAS DAN KAPASITAS FASILITAS FUNGSIONAL DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) KRONJO, TANGERANG KAJIAN AKTIVITAS DAN KAPASITAS FASILITAS FUNGSIONAL DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) KRONJO, TANGERANG Oleh : Harry Priyaza C54103007 DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Perikanan Tangkap

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Perikanan Tangkap 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Perikanan Tangkap Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan menyatakan bahwa Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengolahan dan pemanfaatan sumberdaya

Lebih terperinci

OPTIMASI PENYEDIAAN BAHAN BAKAR SOLAR UNTUK UNIT PENANGKAPAN IKAN DI PPI CITUIS, TANGERANG MOHAMMAD FACHRIZAL HERLAMBANG SKRIPSI

OPTIMASI PENYEDIAAN BAHAN BAKAR SOLAR UNTUK UNIT PENANGKAPAN IKAN DI PPI CITUIS, TANGERANG MOHAMMAD FACHRIZAL HERLAMBANG SKRIPSI OPTIMASI PENYEDIAAN BAHAN BAKAR SOLAR UNTUK UNIT PENANGKAPAN IKAN DI PPI CITUIS, TANGERANG MOHAMMAD FACHRIZAL HERLAMBANG SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL TANGKAPAN UTAMA DAN SAMPINGAN PADA ALAT TANGKAP DOGOL DI GEBANG MEKAR, KABUPATEN CIREBON, JAWA BARAT ISTRIANA RACHMAWATI

ANALISIS HASIL TANGKAPAN UTAMA DAN SAMPINGAN PADA ALAT TANGKAP DOGOL DI GEBANG MEKAR, KABUPATEN CIREBON, JAWA BARAT ISTRIANA RACHMAWATI ANALISIS HASIL TANGKAPAN UTAMA DAN SAMPINGAN PADA ALAT TANGKAP DOGOL DI GEBANG MEKAR, KABUPATEN CIREBON, JAWA BARAT ISTRIANA RACHMAWATI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

KARAKTERISASI ALAT PENANGKAP IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA BARAT FIFIANA ALAM SARI SKRIPSI

KARAKTERISASI ALAT PENANGKAP IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA BARAT FIFIANA ALAM SARI SKRIPSI KARAKTERISASI ALAT PENANGKAP IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA BARAT FIFIANA ALAM SARI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis, Luas Wilayah, dan Administrasi Pemerintahan Secara geografis Kabupaten Subang terletak di sebelah utara Provinsi Jawa Barat dan terletak pada 107 0

Lebih terperinci

6 HASIL DAN PEMBAHASAN

6 HASIL DAN PEMBAHASAN 6 HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Kondisi Riil Fasilitas Kebutuhan Operasional Penangkapan Ikan di PPN Karangantu Fasilitas kebutuhan operasional penangkapan ikan di PPN Karangantu dibagi menjadi dua aspek, yaitu

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Usaha Mi Ayam Bapak Sukimin yang terletak di Ciheuleut, Kelurahan Tegal Lega, Kota Bogor. Lokasi penelitian diambil secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

Bentuk baku konstruksi pukat hela arad

Bentuk baku konstruksi pukat hela arad Standar Nasional Indonesia Bentuk baku konstruksi pukat hela arad ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah dan definisi...1

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 HASIL DAN PEMBAHASAN aa 23 a aa a 5.1 Analisis Teknis Perikanan Gillnet Millenium 5.1.1 Unit penangkapan ikan 1) Kapal Kapal gillnet millenium yang beroperasi di PPI Karangsong adalah kapal berbahan

Lebih terperinci

ABSTRAK Desty Maryam. Pengaruh kecepatan arus terhadap komponen desain jaring millenium (percobaan dengan prototipe dalam flume tank

ABSTRAK Desty Maryam. Pengaruh kecepatan arus terhadap komponen desain jaring millenium (percobaan dengan prototipe dalam flume tank PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP KOMPONEN DESAIN JARING MILLENIUM (Percobaan dengan Prototipe dalam Flume Tank) Desty Maryam SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. # Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN. # Lokasi Penelitian 35 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Timur, khususnya di PPP Labuhan. Penelitian ini difokuskan pada PPP Labuhan karena pelabuhan perikanan tersebut

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PERIKANAN TANGKAP DOGOL DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) UJUNG BATU JEPARA

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PERIKANAN TANGKAP DOGOL DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) UJUNG BATU JEPARA ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PERIKANAN TANGKAP DOGOL DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) UJUNG BATU JEPARA Finansial Feasibility Study of Danish Seine Fishing in Fish Landing Center Ujung Batu Melina

Lebih terperinci

KAJIAN SANITASI DI TEMPAT PENDARATAN DAN PELELANGAN IKAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN MUARA ANGKE SERTA PENGARUHNYA TERHADAP KUALITAS IKAN DIDARATKAN

KAJIAN SANITASI DI TEMPAT PENDARATAN DAN PELELANGAN IKAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN MUARA ANGKE SERTA PENGARUHNYA TERHADAP KUALITAS IKAN DIDARATKAN KAJIAN SANITASI DI TEMPAT PENDARATAN DAN PELELANGAN IKAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN MUARA ANGKE SERTA PENGARUHNYA TERHADAP KUALITAS IKAN DIDARATKAN VARENNA FAUBIANY SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. dan data yang diperoleh. Penelitian ini disusun sebagai penelitian induktif yaitu

BAB IV METODE PENELITIAN. dan data yang diperoleh. Penelitian ini disusun sebagai penelitian induktif yaitu BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Jenis/Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kuantitatif karena dalam pelaksanaannya meliputi data, analisis dan interpretasi tentang arti

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Indramayu Kabupaten Indramayu secara geografis berada pada 107 52'-108 36' BT dan 6 15'-6 40' LS. Berdasarkan topografinya sebagian besar merupakan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoretis Kerangka pemikiran teoretis merupakan suatu penalaran peneliti yang didasarkan pada pengetahuan, teori, dalil, dan proposisi untuk menjawab suatu

Lebih terperinci

JARING ARAD JAWA BARAT ENUR JANAH

JARING ARAD JAWA BARAT ENUR JANAH KARAKTERISTIK USAHA UNIT PERIKANANN JARING ARAD DI PPI BLANAKAN, KABUPATEN SUBANG, JAWA BARAT ENUR JANAH MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI

PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

II. KERANGKA PEMIKIRAN

II. KERANGKA PEMIKIRAN II. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan kumpulan teori yang digunakan dalam penelitian. Teori-teori ini berkaitan erat dengan permasalahan yang ada

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Pada bagian ini dijelaskan tentang konsep yang berhubungan dengan penelitian kelayakan Usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele Sangkuriang di

Lebih terperinci

EVALUASI USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PROVINSI RIAU. Oleh. T Ersti Yulika Sari ABSTRAK

EVALUASI USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PROVINSI RIAU. Oleh. T Ersti Yulika Sari   ABSTRAK EVALUASI USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PROVINSI RIAU Oleh T Ersti Yulika Sari Email: nonnysaleh2010@hotmail.com ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui usaha perikanan tangkap yang layak untuk

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian penangkapan ikan dengan menggunakan jaring arad yang telah dilakukan di perairan pantai Cirebon, daerah Kecamatan Gebang, Jawa Barat

Lebih terperinci

EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN MUROAMI DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU

EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN MUROAMI DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN MUROAMI DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU PUSPITA SKRIPSI PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian Terdahulu. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Saskia (1996), yang menganalisis

II. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian Terdahulu. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Saskia (1996), yang menganalisis II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Saskia (1996), yang menganalisis masalah Kemiskinan dan Ketimpangan pendapatan nelayan di Kelurahan Bagan Deli dan

Lebih terperinci

Bentuk baku konstruksi pukat hela ikan

Bentuk baku konstruksi pukat hela ikan Standar Nasional Indonesia Bentuk baku konstruksi pukat hela ikan ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah dan definisi... 1 3 Simbol

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat Penelitian 3.3 Metode Penelitian

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat Penelitian 3.3 Metode Penelitian aa 11 a 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan data dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juni 2011. Penelitian ini dilakukan di PPI Karangsong, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Lokasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Wilayah laut Indonesia kaya akan ikan, lagi pula sebagian besar merupakan dangkalan. Daerah dangkalan merupakan daerah yang kaya akan ikan sebab di daerah dangkalan sinar

Lebih terperinci

KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI

KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. tentang istilah-istilah dalam penelitian ini, maka dibuat definisi operasional

III. METODE PENELITIAN. tentang istilah-istilah dalam penelitian ini, maka dibuat definisi operasional III. METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional Untuk memperjelas dan menghindari kesalahpamaham mengenai pengertian tentang istilah-istilah dalam penelitian ini, maka dibuat definisi operasional sebagai

Lebih terperinci

Jumlah kapal (unit) pada ukuran (GT) >100

Jumlah kapal (unit) pada ukuran (GT) >100 34 2001, kecamatan ini mempunyai penduduk sebesar 91.881 jiwa. Luas wilayahnya adalah 26,25 km 2 dengan kepadatan penduduknya adalah 3.500,23 jiwa per km 2. PPS Belawan memiliki fasilitas pokok dermaga,

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pulau Panggang, Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, DKI

Lebih terperinci

PROPORSI HASIL TANGKAP SAMPINGAN JARING ARAD (MINI TRAWL) YANG BERBASIS DI PESISIR UTARA, KOTA CIREBON. Oleh: Asep Khaerudin C

PROPORSI HASIL TANGKAP SAMPINGAN JARING ARAD (MINI TRAWL) YANG BERBASIS DI PESISIR UTARA, KOTA CIREBON. Oleh: Asep Khaerudin C PROPORSI HASIL TANGKAP SAMPINGAN JARING ARAD (MINI TRAWL) YANG BERBASIS DI PESISIR UTARA, KOTA CIREBON Oleh: Asep Khaerudin C54102009 PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Penentuan Narasumber

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Penentuan Narasumber IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di peternakan milik Bapak Sarno yang bertempat di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa barat. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis 29 4 KEADAAN UMUM 4.1 Letak dan Kondisi Geografis Keadaan geografi Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu kabupaten yang memiliki luas laut yang cukup besar. Secara geografis Kabupaten Aceh Besar berada

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Domba Tawakkal, yang terletak di Jalan Raya Sukabumi, Desa Cimande Hilir No.32, Kecamatan Caringin, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biaya 2.1.1 Pengertian Biaya Ada beberapa pengertian biaya yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya: Daljono (2011: 13) mendefinisikan Biaya adalah suatu pengorbanan sumber

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun memiliki hak yang sama untuk mengambil atau mengeksploitasi sumberdaya didalamnya. Nelayan menangkap

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2010 di Desa Lamaran Tarung, Kecamatan Cantigi, Kabupaten Indramayu, dan Laboratorium Teknologi

Lebih terperinci

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT)

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) BUDI SANTOSO C 25102021.1 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Peralatan Penelitian 3.3 Metode Penelitian 3.4 Pengumpulan Data

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Peralatan Penelitian 3.3 Metode Penelitian 3.4 Pengumpulan Data 13 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan data lapang penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2011. Tempat penelitian berada di dua lokasi yaitu untuk kapal fiberglass di galangan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Restoran Pastel and Pizza Rijsttafel yang terletak di Jalan Binamarga I/1 Bogor. Pemilihan tempat penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur 47 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di perusahaan peternakan sapi perah di CV. Cisarua Integrated Farming, yang berlokasi di Kampung Barusireum, Desa Cibeureum, Kecamatan

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 36 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Teknik Unit penangkapan pancing rumpon merupakan unit penangkapan ikan yang sedang berkembang pesat di PPN Palabuhanratu. Berikut adalah penjelasan lebih rinci tentang

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Maju Bersama, Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek adalah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan kemanfaatan (benefit),

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS FINANSIAL

VIII. ANALISIS FINANSIAL VIII. ANALISIS FINANSIAL Analisis aspek finansial bertujuan untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan.

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian kelayakan Usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele Sangkuriang dilakukan di Perusahaan Parakbada, Katulampa, Kota Bogor, Provinsi Jawa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Perikanan adalah kegiatan ekonomi dalam bidang penangkapan atau budidaya ikan atau binatang air lainnya serta

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1. Studi Kelayakan Bisnis Bisnis adalah kegiatan yang dilakukan oleh individu dan sekelompok orang (organisasi) yang menciptakan nilai (create

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 25 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Perairan Mempawah Hilir Kabupaten Pontianak Propinsi Kalimantan Barat, yang merupakan salah satu daerah penghasil

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis, Letak Topografis dan Luas Wilayah Secara geografis Kabupaten Subang terletak di sebelah utara Propinsi Jawa Barat dan terletak pada 107 0 31 107 0

Lebih terperinci

Bentuk baku konstruksi pukat hela ganda udang (double rigger shrimp trawl)

Bentuk baku konstruksi pukat hela ganda udang (double rigger shrimp trawl) Standar Nasional Indonesia Bentuk baku konstruksi pukat hela ganda udang (double rigger shrimp trawl) ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar Isi Daftar Isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, 26 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biaya Informasi biaya sangat bermanfaat bagi manajemen perusahaan. Diantaranya adalah untuk menghitung harga pokok produksi, membantu manajemen dalam fungsi perencanaan dan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN CELAH PELOLOSAN PADA BUBU TAMBUN TERHADAP HASIL TANGKAPAN KERAPU KOKO DI PULAU PANGGANG, KEPULAUAN SERIBU DIDIN KOMARUDIN

PENGGUNAAN CELAH PELOLOSAN PADA BUBU TAMBUN TERHADAP HASIL TANGKAPAN KERAPU KOKO DI PULAU PANGGANG, KEPULAUAN SERIBU DIDIN KOMARUDIN PENGGUNAAN CELAH PELOLOSAN PADA BUBU TAMBUN TERHADAP HASIL TANGKAPAN KERAPU KOKO DI PULAU PANGGANG, KEPULAUAN SERIBU DIDIN KOMARUDIN MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Alat Penelitian

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Alat Penelitian 27 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini didahului dengan penelitian awal dan survei lapangan di PPN Kejawanan, Kota Cirebon, Jawa Barat pada awal bulan Maret 2012. Selanjutnya

Lebih terperinci

PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP DINAMIKA JARING KEJER PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK

PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP DINAMIKA JARING KEJER PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP DINAMIKA JARING KEJER PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK SINGGIH PRIHADI AJI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

4 HASIL. Gambar 8 Kapal saat meninggalkan fishing base.

4 HASIL. Gambar 8 Kapal saat meninggalkan fishing base. 31 4 HASIL 4.1 Unit Penangkapan Ikan 4.1.1 Kapal Jumlah perahu/kapal yang beroperasi di Kecamatan Mempawah Hilir terdiri dari 124 perahu/kapal tanpa motor, 376 motor tempel, 60 kapal motor 0-5 GT dan 39

Lebih terperinci

TINGKAT KEPUASAN NELAYAN TERHADAP PELAYANAN KEBUTUHAN OPERASIONAL PENANGKAPAN IKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) KARANGANTU, KOTA SERANG

TINGKAT KEPUASAN NELAYAN TERHADAP PELAYANAN KEBUTUHAN OPERASIONAL PENANGKAPAN IKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) KARANGANTU, KOTA SERANG TINGKAT KEPUASAN NELAYAN TERHADAP PELAYANAN KEBUTUHAN OPERASIONAL PENANGKAPAN IKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) KARANGANTU, KOTA SERANG DEDE SEFTIAN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL UNIT PENANGKAPAN JARING INSANG HANYUT DI DESA SUNGAI LUMPUR KABUPATEN OKI PROVINSI SUMATERA SELATAN

ANALISIS FINANSIAL UNIT PENANGKAPAN JARING INSANG HANYUT DI DESA SUNGAI LUMPUR KABUPATEN OKI PROVINSI SUMATERA SELATAN MASPARI JOURNAL Januari 2015, 7(1): 29-34 ANALISIS FINANSIAL UNIT PENANGKAPAN JARING INSANG HANYUT DI DESA SUNGAI LUMPUR KABUPATEN OKI PROVINSI SUMATERA SELATAN FINANSIAL ANALYSIS OF DRIFT GILL NET IN

Lebih terperinci

ANALISIS USAHA PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SIBOLGA KABUPATEN TAPANULI TENGAH PROVINSI SUMATERA UTARA

ANALISIS USAHA PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SIBOLGA KABUPATEN TAPANULI TENGAH PROVINSI SUMATERA UTARA 1 ANALISIS USAHA PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SIBOLGA KABUPATEN TAPANULI TENGAH PROVINSI SUMATERA UTARA THE ANALYSIS OF PURSE SEINE AT THE PORT OF SIBOLGA ARCHIPELAGO FISHERY TAPANULI REGENCY

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikirian Teoritis Penelitian tentang analisis kelayakan yang akan dilakukan bertujuan melihat dapat tidaknya suatu usaha (biasanya merupakan proyek atau usaha investasi)

Lebih terperinci

RIKA PUJIYANI SKRIPSI

RIKA PUJIYANI SKRIPSI KONDISI PERIKANANN TANGKAP DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI LEMPASING, BANDAR LAMPUNG RIKA PUJIYANI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Analisis usaha alat tangkap gillnet di pandan Kabupaten Tapanuli 28. Tengah Sumatera Utara

Analisis usaha alat tangkap gillnet di pandan Kabupaten Tapanuli 28. Tengah Sumatera Utara Analisis usaha alat tangkap gillnet di pandan Kabupaten Tapanuli 28 Jurnal perikanan dan kelautan 17,2 (2012): 28-35 ANALISIS USAHA ALAT TANGKAP GILLNET di PANDAN KABUPATEN TAPANULI TENGAH SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikirian Teoritis 3.1.1 Studi Kelayakan Proyek Studi kelayakan proyek adalah penelitian tentang dapat tidaknya suatu proyek (biasanya merupakan proyek investasi)

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah :

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah : III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Analisis Kelayakan Investasi Pengertian Proyek pertanian menurut Gittinger (1986) adalah kegiatan usaha yang rumit karena penggunaan sumberdaya

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan data di lapangan dilakukan pada bulan April Mei 2011.

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan data di lapangan dilakukan pada bulan April Mei 2011. 24 IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan data di lapangan dilakukan pada bulan April Mei 2011. Kegiatan penelitian meliputi tahap studi pustaka, pembuatan proposal, pengumpulan

Lebih terperinci

Manajemen Keuangan Agroindustri. Lab. Manajemen Agribisnis, Faculty of Agriculture, Universitas Brawijaya

Manajemen Keuangan Agroindustri. Lab. Manajemen Agribisnis, Faculty of Agriculture, Universitas Brawijaya SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT Manajemen Keuangan Agroindustri Riyanti Isaskar, SP, M.Si Lab. Manajemen Agribisnis, Faculty of Agriculture, Universitas Brawijaya Email : riyanti.fp@ub.ac.id

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 1 Peta lokasi daerah penelitian.

3 METODE PENELITIAN. Gambar 1 Peta lokasi daerah penelitian. 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2009 sampai dengan bulan April 2009 bertempat di PPI Kota Dumai, Kelurahan Pangkalan Sesai, Kecamatan Dumai

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di sebuah lokasi yang berada Desa Kanreapia Kecamatan Tombolo Pao, Kabupaten Gowa, Propinsi Sulawesi Selatan. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

TEKNO-EKONOMI PEMBANGUNAN KAPAL KAYU GALANGAN KAPAL RAKYAT DI DESA GEBANG, CIREBON, JAWA BARAT

TEKNO-EKONOMI PEMBANGUNAN KAPAL KAYU GALANGAN KAPAL RAKYAT DI DESA GEBANG, CIREBON, JAWA BARAT TEKNO-EKONOMI PEMBANGUNAN KAPAL KAYU GALANGAN KAPAL RAKYAT DI DESA GEBANG, CIREBON, JAWA BARAT Oleh : DEWI AYUNINGSARI C54103050 SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS FINANSIAL

VIII. ANALISIS FINANSIAL VIII. ANALISIS FINANSIAL Analisis finansial bertujuan untuk menghitung jumlah dana yang diperlukan dalam perencanaan suatu industri melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan

Lebih terperinci

6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI

6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI 6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI 6.1 Pendahuluan Industri surimi merupakan suatu industri pengolahan yang memiliki peluang besar untuk dibangun dan dikembangkan. Hal ini didukung oleh adanya

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 16 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Usaha pengembangan kerupuk Ichtiar merupakan suatu usaha yang didirikan dengan tujuan untuk memanfaatkan peluang yang ada. Melihat dari adanya peluang

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Analisis Kelayakan Usaha Analisis Kelayakan Usaha atau disebut juga feasibility study adalah kegiatan untuk menilai sejauh mana manfaat

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di PT Mekar Unggul Sari, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan alasan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Dian Layer Farm yang terletak di Kampung Kahuripan, Desa Sukadamai, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL USAHA PENANGKAPAN ONE DAY FISHING DENGAN ALAT TANGKAP MULTIGEAR DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) TAWANG KABUPATEN KENDAL

ANALISIS FINANSIAL USAHA PENANGKAPAN ONE DAY FISHING DENGAN ALAT TANGKAP MULTIGEAR DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) TAWANG KABUPATEN KENDAL ANALISIS FINANSIAL USAHA PENANGKAPAN ONE DAY FISHING DENGAN ALAT TANGKAP MULTIGEAR DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) TAWANG KABUPATEN KENDAL Financial Analysis of One Day Fishing Business Using Multigear

Lebih terperinci

PENGARUH KECEPATAN ARUS DAN MESH SIZE TERHADAP DRAG FORCE DAN TINGGI JARING GOYANG PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK MUHAMMAD RIFKI SKRIPSI

PENGARUH KECEPATAN ARUS DAN MESH SIZE TERHADAP DRAG FORCE DAN TINGGI JARING GOYANG PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK MUHAMMAD RIFKI SKRIPSI PENGARUH KECEPATAN ARUS DAN MESH SIZE TERHADAP DRAG FORCE DAN TINGGI JARING GOYANG PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK MUHAMMAD RIFKI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Penelitian Usaha warnet sebetulnya tidak terlalu sulit untuk didirikan dan dikelola. Cukup membeli beberapa buah komputer kemudian menginstalnya dengan software,

Lebih terperinci