BAB II PROFIL SANITASI SAAT INI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II PROFIL SANITASI SAAT INI"

Transkripsi

1 BAB II PROFIL SANITASI SAAT INI 2.1 Gambaran Wilayah Administrasi WIlayah Kabupaten Jembrana terletak pada belahan bagian barat Pulau Bali membujur dari barat ke timur pada posisi 8 o o LS dan 114 o o BT dengan luas wilayah Jembrana Ha. atau 14,96 % dari luas wilayah Pulau Bali. Batas-batas administrasi Kabupaten Jembrana adalah sebagai berikut: Sebelah Utara : Kabupaten Buleleng dan Selat Bali Sebelah Timur : Kabupaten Buleleng dan Kabupaten Tabanan Sebelah Selatan : Samudera Hindia Sebelah Barat : Selat Bali Topografi dan Kemiringan Topografi wilayah bervariasi dengan ketinggian 1.0 sampai ± 1000 mdpl, dengan titik tertinggi di deretan gunung Penginuman, Gunung Klatakan, Gunung Bakungan, Gunung Nyangkrut, Gunung Sanggang dan Gunung Batas. Komposisi kemiringan lahan adalah datar (25,00 %), wilayah landai (10,16 %), wilayah berbukit (25,24 %) dan wilayah curam (39,60 %) dari luas wilayah. Geologi Tata Lingkungan Geologi wilayah terdiri dari batuan gunung api berupa lava, breksi, tufa, yang diperkirakan berumur Kwarter Bawah dan daerah pedataran yang sebagian daerah persawahan terbentuk dari batuan yang tergabung dan disebut dengan Formasi Palasari yang terdiri dari batu pasir, konglomerat dan batu gamping terumbu dan diperkirakan berumur Kwarter, sedangkan untuk daerah pesisir pantai pada umumnya endapan aluvium yang terdiri dari pasir, lanau, lempung dan kerikil, yang dijumpai di sekitar daerah pantai di Pengambengan, Tegalbadeng, Prancak, Yeh Kuning, Mendoyo dan dipantai Gilimanuk. Terdapat 17 buah gunung tidak aktif, yang tertinggi Gunung Merbuk (1.386 m dpl), Gunung Mesehe (1.300 m dpl), Gunung Bangul (1.253 m dpl) dan Gunung Lesung (1.047 m dpl) Jenis Tanah Jenis tanah wilayah terdiri dari : II - 1 P a g e

2 Tanah Latosol Coklat dan Litosol (Inceptisol) tersebar paling luas di Kecamatan Mendoyo ( ha), di Kecamatan Melaya ( ha) Kecamatan Negara dan Jembrana ( ha) dan Kecamatan Pekutatan ( ha). Tanah Alluvial Coklat Kelabu dengan luas kurang lebih Ha sebagian besar terdapat di Kecamatan Negara dan Kecamatan Jembrana (5.725 ha). Tanah Alluvial Coklat Kelabu mendominasi wilayah Kecamatan Melaya (1.878 ha) Tanah Regosol Cokelat Kelabu tersebar di Kecamatan Negara dan Kecamatan Jembrana seluas 772 ha dan di wilayah Kecamatan Mendoyo seluas 648 ha. Tanah Alluvial Hidromorf, di wilayah Kecamatan Negara dan Kecamatan Jembrana khususnya di sepanjang wilayah pantai selatan kurang lebih 1420 Ha. Iklim Iklim tropis, curah hujan merata sepanjang tahun (terendah bulan Agustus dan September, tertinggi bulan April). Temparatur rata-rata antara 25,4-28,4 C. Sumber Daya Air Terdapat 17 sungai induk dan 20 anak sungai yang mengalir dari pegunungan ke muara sungai di bagian Selatan yaitu Samudra Hindia. Air permukaan lainnya adalah bendung Palasari dan bendungan Benel. Air tanah tersebar, dan mata air 37 buah dengan kapasitas 110 l/det Banjir Potensi banjir di Kabupaten Jembrana secara umum diakibatkan karena berkurangnya tutupan hutan terutama di DAS Gumbrih dan sungai-sungai lainnya yang dibagian hulu sudah kehilangan vegetasinya. Lokasi sering terjadinya banjir adalah Desa Pangyangan (Kec. Pekutatan), Kelurahan Balerbaleagung, Kelurahan Lelateng dan Kelurahan Loloan Barat dan Desa Pengambengan yang diakibatkan oleh fungsi pembuangan air (drainase) kota yang kurang baik. II - 2 P a g e

3 Secara lebih jelas mengenai luas wilayah serta pembagian daerah administrasi di Kabupaten Jembrana ini dapat dilihat pada Tabel 2.1 Tabel 2.1 Luas Wilayah per Kecamatan dan jumlah desa/kelurahan di Kabupaten Jembrana Tahun 2015 Nama Kecamatan Jumlah Kelurahan/Desa Luas Wilayah Administrasi Terbangun (Ha) (%) thd total (Ha) (%) thd total Kec. Pekutatan 8 12, Kec. Mendoyo 11 29, Kec. Jembrana 10 9, Kec. Negara 12 12, Kec. Melaya 10 19, TOTAL 51 84, a. Sumber : Jembrana Dalam Angka, Tahun 2014 dan Kecamatan Dalam Angka, Tahun 2014 II - 3 P a g e

4 Peta 2.1: Peta Administrasi Kabupaten Jembrana dan Cakupan Wilayah Kajian SSK Sumber:Perda 11 Tahun 2012 tentang RTRW Kabupaten Jembrana II - 7 P a g e

5 2.1.2 Kependudukan Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) Jumlah penduduk Kabupaten Jembrana dari tahun ke tahun terus mengalami Peningkatan.Sebagai landasan perencanaan pembangunan sanitasi di Kabupaten Jembrana, perlu dibuat angka proyeksi untuk 5 tahun kedepan, dengan digunakan rumus perhitungan sebagai berikut : Pt = Po (1+r )t Di mana; Pt = Jumlah penduduk tahun ke t Po = Jumlah Penduduk awal r = rata rata pertumbuhan penduduk t = Waktu (5) Nilai rata rata pertumbuhan jumlah penduduk setiap tahun sebesar 1 %, dengan hasil proyeksi jumlah penduduk mulai tahun 2010 sampai dengan tahun 2017 dapat dilihat pada Tabel 2.4. Jumlah penduduk Kabupaten Jembrana berdasarkan Data Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Tahun 2011 adalah jiwa atau 6,72% dari total penduduk Bali ( jiwa). Jumlah penduduk Kabupaten Jembrana telah meningkat 1.27 kali sejak 30 tahun (tahun 1980 jumlah penduduk jiwa). Laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Jembrana 30 tahun terakhir adalah 0,92%/tahun jauh dibawah pertumbuhan penduduk Provinsi Bali 1,9%/tahun. Untuk lebih jelasnya jumlah penduduk dan perkembangannya disajikan pada Tabel 2.3. Kondisi jumlah penduduk tiap kecamatan di Kabupaten Jembrana pada tahun 2011 menunjukkan bahwa Kecamatan Negara memiliki jumlah penduduk tertinggi yaitu jiwa (28% dari total jumlah penduduk Jembrana) sedangkan Kecamatan yang memiliki jumlah penduduk terendah adalah Kecamatan Pekutatan, yaitu sejumlah 310,052 jiwa (10,23 % dari total jumlah penduduk Jembrana). Ditinjau dari perkembangan penduduknya, wilayah-wilayah di Kabupaten Jembrana relatif memiliki perkembangan yang cenderung statis. Hal ini ditunjukkan oleh nilai rata-rata pertahun perkembangan penduduk dalam kurun waktu diseluruh kecamatan rata-rata 0,97%/tahun. Laju pertumbuhan penduduk Kecamatan Negara tahun mengalami penurunan hingga (-6,67%), karena pada tahun tersebut terjadi pemecahan kecamatan baru yaitu Kecamatan Jembrana. Data tahun 2012, penduduk kabupaten Jembrana yang bekerja 97,77%, sisanya tidak lebih dari 2,23% penduduk adalah penggangguran. Sektor pertanian yang merupakan sektor yang diunggulkan oleh sebagian besar kecamatan-kecamatan yang ada di Kabupaten Jembrana hanya menyerap tenaga kerja sebesar 32,11% dari total jumlah tenaga kerja, kemudian diikuti oleh sektor perdagangan sebesar 20,20%, selanjutnya adalah sektor industri pengolahan yang memberikan kontribusi sebesar 19,01% dan sektor jasa sebesar 10,99% Menurut Dokumen Teknis RTRW Kabupaten Jembrana, proyeksi jumlah penduduk Kabupaten Jembrana tahun 2017 mencapai jiwa. Pertambahan penduduk dalam kurun waktu 5 tahun tersebut sekitar 6 %, jumlah yang cukup signifikan dengan laju pertumbuhan kabupaten sebesar 0,97%. Tabel 2.4 menguraikan proyeksi pertumbuhan penduduk jembrana selama priode 5 Tahun. Jumlah penduduk Kabupaten Jembrana serta proyeksinya per kecamatan tersaji pada Tabel 2.3. II - 8 P a g e

6 Tabel 2.2. Nama, luas wilayah per-kecamatan dan jumlah kelurahan di Kabupaten Jembrana Luas Wilayah Jumlah Nama Kecamatan Kelurahan/Desa Administrasi Terbangun (Ha) (%) thd total (Ha) (%) thd total Kec. Pekutatan 8 12, Kec. Mendoyo 11 29, Kec. Jembrana 10 9, Kec. Negara 12 12, Kec. Melaya 10 19, TOTAL 51 84, Sumber : BPS 2012, Jembrana Dalam Angka 2012 II - 9 P a g e

7 Tabel 2.4: Jumlah Penduduk dan Kepala Keluarga Saat Ini dan Proyeksinya Untuk 5 Tahun Nama Kecamatan Jumlah Penduduk Tahun Jumlah KK Tahun Tingkat Pertumbuhan Tahun Kepadatan Pddk Tahun Kec. Pekutatan Kec. Mendoyo Kec. Jembrana Kec. Negara Kec. Melaya Sumber: Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, 2012 II - 10 P a g e

8 Tabel 2.3: Tingkat Pertumbuhan Penduduk dan Kepadatan saat ini dan Proyeksinya untuk 3 Tahun Jumlah Penduduk Jumlah KK Tingkat Pertumbuhan Kepadatan pddk Nama Kecamatan Tahun Tahun Tahun Tahun Kec. Pekutatan Kec. Mendoyo Kec. Jembrana Kec. Negara Kec. Melaya TOTAL Sumber: Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, 2012 II - 11 P a g e

9 2.1.3 Jumlah Penduduk Miskin Kemiskinan tidak saja merupakan permasalahan Kabupaten Jembrana, tetapi telah merupakan permasalahan nasional dan bahkan internasional. Kompleksnya permasalahan kemiskinan, menjadikan kemiskinan tersebut belum dapat terentaskan sampai sekarang ini dan mungkin tidak akan terentaskan, karena kemiskinan tersebut sangat rentan, dalam artian sangat terpengaruh oleh kondisi ekonomi (kebijakan ekonomi), kondisi politik serta keamanan dan ketertiban suatu bangsa maupun daerah. Rumah Tangga Miskin (RTM) di Kabupaten Jembrana Tahun 2008 sebesar KK miskin atau sebesar % dari total RT miskin di Provinsi Bali ( KK). Jumlah RTM di Kabupaten Buleleng Tahun 2008 telah mengalami penurunan sebesar KK dari jumlah KK miskin Tahun 2006 yaitu sebesar KK. Namun pada Tahun 2011, jumlah RTM meningkat menjadi Rp KK atau mengalami kenaikan sebesar KK. Jumlah RT miskin terbesar terdapat di Kecamatan Gerokgak sebesar KK, sedangkan jumlah RTM terkecil terdapat di Kecamatan Busungbiu yaitu sebesar KK. Pemerintah daerah berupaya menurunkan angka kemiskinan setiap tahun sebesar Tabel 2.2. Jumlah Penduduk Miskin Perkecamatan di Kabupaten Jembrana Luas Wilayah Jumlah Nama Kecamatan Kelurahan/Desa Administrasi Terbangun (Ha) (%) thd total (Ha) (%) thd total Kec. Pekutatan 8 12, Kec. Mendoyo 11 29, Kec. Jembrana 10 9, Kec. Negara 12 12, Kec. Melaya 10 19, TOTAL 51 84, Sumber : BPS 2012, Jembrana Dalam Angka 2012 II - 12 P a g e

10 2.1.4 Tata Ruang Wilayah Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional. Sedangkan pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya. Menurut Perda Kabupaten Jembrana No. 11 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jembrana Tahun , pengertian Tata Ruang Wilayah adalah Sebagai berikut : 1. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Jembrana yang selanjutnya disebut RTRWK adalah rencana tata ruang yang bersifat umum dari wilayah Kabupaten Jembrana, yang berisi tujuan, kebijakan, strategi penataan ruang wilayah kabupaten, rencana struktur ruang wilayah kabupaten, rencana pola ruang wilayah kabupaten, penetapan kawasan strategis kabupaten, arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten, dan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten. 2. Tujuan penataan ruang wilayah Kabupaten Jembrana adalah tujuan yang ditetapkan pemerintah daerah Kabupaten Jembrana yang merupakan arahan perwujudan visi dan misi pembangunan jangka panjang daerah Kabupaten Jembrana pada aspek keruangan, yang pada dasarnya mendukung terwujudnya ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional. 3. Kebijakan penataan ruang wilayah Kabupaten Jembrana adalah arahan pengembangan wilayah yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Jembrana guna mencapai tujuan penataan ruang wilayah Kabupaten Jembrana dalam kurun waktu 20 (dua puluh) tahun. 4. Strategi penataan ruang wilayah Kabupaten Jembrana adalah penjabaran kebijakan penataan ruang ke dalam langkah-langkah pencapaian tindakan yang lebih nyata yang menjadi dasar dalam penyusunan rencana struktur dan pola ruang wilayah Kabupaten Jembrana. 5. Rencana struktur ruang wilayah Kabupaten Jembrana adalah rencana yang mencakup sistem perkotaan wilayah Kabupaten Jembrana yang berkaitan dengan kawasan perdesaan dalam wilayah pelayanannya dan jaringan prasarana wilayah kabupaten yang dikembangkan untuk mengintegrasikan wilayah kabupaten selain untuk melayani kegiatan skala kabupaten yang meliputi sistem jaringan transportasi, sistem jaringan energi dan kelistrikan, sistem jaringan telekomunikasi, sistem jaringan sumber daya air, termasuk seluruh daerah hulu bendungan atau bendungan dari daerah aliran sungai, dan sistem jaringan prasarana lainnya. 6. Rencana sistem perkotaan di wilayah kabupaten adalah rencana susunan kawasan perkotaan sebagai pusat kegiatan di dalam wilayah kabupaten yang menunjukkan keterkaitan saat ini maupun rencana yang membentuk hierarki pelayanan dengan cakupan dan dominasi fungsi tertentu dalam wilayah kabupaten. 7. Kawasan Perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. II - 15 P a g e

11 8. Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disebut PKW adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota. 9. Pusat Kegiatan Lokal Promosi yang selanjutnya disebut PKLP adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten/kota atau beberapa kecamatan untuk di kemudian hari ditetapkan sebagai PKL. 10. Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disebut PPK adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa desa. 11. Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disebut PPL adalah pusat permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala antardesa. 12. Kawasan perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. 13. Rencana sistem jaringan prasarana wilayah kabupaten adalah rencana jaringan prasarana wilayah yang dikembangkan untuk mengintegrasikan wilayah kabupaten dan untuk melayani kegiatan yang memiliki cakupan wilayah layanan prasarana skala kabupaten. 14. Rencana pola ruang wilayah kabupaten adalah rencana distribusi peruntukan ruang wilayah kabupaten yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan budidaya yang dituju sampai dengan akhir masa berlakunya RTRW kabupaten yang memberikan gambaran pemanfaatan ruang wilayah kabupaten hingga 20 (dua puluh) tahun mendatang. 15. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budidaya. 16. Kawasan lindung kabupaten adalah kawasan lindung yang secara ekologis merupakan satu ekosistem yang terletak pada wilayah kabupaten, kawasan lindung yang memberikan pelindungan terhadap kawasan bawahannya yang terletak di wilayah kabupaten, dan kawasan-kawasan lindung lain yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan pengelolaannya merupakan kewenangan pemerintah daerah kabupaten. 17. Kawasan budidaya kabupaten adalah kawasan budidaya yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan. 18. Kawasan hutan lindung adalah kawasan hutan yang memiliki sifat khas yang mampu memberikan perlindungan kepada kawasan sekitarnya maupun bawahannya sebagai pengatur tata air, pencegahan banjir, dan erosi serta pemeliharaan kesuburan tanah. 19. Kawasan resapan air adalah kawasan yang mempunyai kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (akuifer) yang berguna sebagai sumber air. 20. Kawasan tempat suci adalah kawasan di sekitar Pura yang perlu dijaga kesuciannya dalam radius tertentu sesuai status Pura sebagaimana ditetapkan dalam Bhisama Kesucian Pura Parisadha Hindu Dharma Indonesia Pusat (PHDIP) Tahun II - 16 P a g e

12 21. Kawasan suci adalah kawasan yang disucikan oleh umat Hindu seperti kawasan gunung, danau, mata air, campuhan, loloan, sungai, pantai dan laut. 22. Kawasan sempadan pantai adalah kawasan di sekitar pantai yang berfungsi untuk mencegah terjadinya abrasi pantai dan melindungi pantai dari kegiatan yang dapat mengganggu dan atau merusak kondisi fisik dan kelestarian kawasan pantai. 23. Kawasan sempadan sungai adalah kawasan di sekitar daerah aliran sungai yang berfungsi untuk melindungi sungai dari kegiatan yang dapat mengganggu atau merusak bantaran, tanggul sungai, kualitas air sungai, dasar sungai, mengamankan aliran sungai dan mencegah terjadinya bahaya banjir. 24. Kawasan sempadan jurang adalah daratan sepanjang daerah datar bagian atas dengan lebar proporsional sesuai bentuk dan kondisi fisik. 25. Kawasan sekitar mata air adalah kawasan sekeliling mata air yang mempunyai manfaat penting untuk kelestarian fungsi mata air. 26. Ruang Terbuka Hijau yang selanjutnya disingkat RTH adalah area memanjang/jalur, dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. 27. Ruang Terbuka Hijau Kota yang selanjutnya disebut RTHK adalah ruang-ruang dalam kota dalam bentuk area/kawasan maupun memanjang/jalur yang didominasi oleh tumbuhan yang dibina untuk fungsi perlindungan habitat tertentu, dan/atau sarana kota, dan/atau pengaman jaringan prasarana, dan/atau budidaya pertanian. 28. Jalur hijau adalah suatu garis hamparan lahan yang luas dan menghijau yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah sebagai kawasan yang tidak boleh dibangun. 29. Kawasan pantai berhutan bakau adalah kawasan pesisir laut yang merupakan habitat alami hutan bakau yang berfungsi memberi perlindungan kepada kehidupan pantai dan laut. 30. Kawasan Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan, pariwisata, rekreasi, dan pendidikan. 31. Konservasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah upaya perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil serta ekosistemnya untuk menjamin keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragamannya. 32. Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan adalah tempat serta ruang disekitar bangunan bernilai budaya tinggi dan sebagai tempat serta ruang disekitar situs purbakala dan kawasan yang memiliki bentukan geologi alami yang khas. 33. Kawasan peruntukan hutan produksi adalah kawasan hutan yang dibudidayakan dengan tujuan diambil hasil hutannya baik hasil hutan kayu maupun nonkayu. 34. Kawasan peruntukan hutan rakyat adalah kawasan hutan yang dikelola oleh masyarakat secara luas. II - 17 P a g e

13 35. Kawasan peruntukan tanaman pangan adalah lahan basah beririgasi, rawa pasang surut dan lebak dan lahan basah tidak beririgasi serta lahan kering potensial untuk pemanfaatan dan pengembangan tanaman pangan. 36. Kawasan peruntukan hortikultura adalah kawasan lahan kering potensial untuk pemanfaatan dan pengembangan tanaman hortikultura secara monokultur maupun tumpang sari meliputi tanaman palawija, sayur mayur, buah-buahan, tanaman hias dan tanaman pangan lainnya. 37. Kawasan peruntukan perkebunan adalah kawasan yang memiliki potensi untuk dimanfaatkan dan dikembangkan baik pada lahan basah dan atau lahan kering untuk komoditas perkebunan yang menghasilkan baik bahan pangan dan bahan baku industri. 38. Kawasan peruntukan peternakan adalah kawasan yang secara teknis dapat digunakan untuk usaha peternakan baik sebagai sambilan, cabang usaha, usaha pokok maupun industri, pasar peternakan serta sebagai padang penggembalaan ternak atau terpadu dengan komponen usaha tani (berbasis tanaman pangan, perkebunan, hortikultura atau perikanan) berorientasi ekonomi dan berakses dari hulu sampai hilir. 39. Kawasan peruntukan perikanan adalah kegiatan yang memanfaatkan peruntukkan ruang sesuai arahan pola ruang untuk kegiatan perikanan tangkap, budidaya perikanan, dan pengolahan hasil perikanan. 40. Kegiatan peruntukan pertambangan adalah kegiatan yang memanfaatkan peruntukkan ruang sesuai arahan pola ruang untuk kegiatan pertambangan. 41. Kegiatan peruntukan industri adalah kegiatan yang memanfaatkan peruntukkan ruang sesuai arahan pola ruang untuk kegiatan industri berupa tempat pemusatan kegiatan industri kecil dan menengah (IKM). 42. Kawasan Pariwisata adalah kawasan strategis pariwisata yang berada dalam geografis satu atau lebih wilayah administrasi desa/kelurahan yang di dalamnya terdapat potensi daya tarik wisata, aksesibilitas yang tinggi, ketersediaan fasilitas umum dan fasilitas pariwisata serta aktivitas sosial budaya masyarakat yang saling mendukung dalam perwujudan kepariwisataan. 43. Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus, yang selanjutnya disebut KDTWK, adalah kawasan strategis pariwisata yang berada dalam geografis satu atau lebih wilayah administrasi desa/kelurahan yang di dalamnya terdapat potensi daya tarik wisata, aksesibilitas yang tinggi, ketersediaan fasilitas umum dan fasilitas pariwisata secara terbatas serta aktivitas sosial budaya masyarakat yang saling mendukung dalam perwujudan kepariwisataan, namun pengembangannya sangat dibatasi untuk lebih diarahkan kepada upaya pelestarian budaya dan lingkungan hidup. 44. Daya Tarik Wisata, yang selanjutnya disebut DTW, adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, hasil buatan manusia serta aktivitas sosial budaya masyarakat yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan, yang dapat berupa kawasan/hamparan, wilayah desa/kelurahan, masa bangunan, bangun-bangunan dan lingkungan sekitarnya, jalur wisata yang lokasinya tersebar di wilayah kabupaten/kota. II - 18 P a g e

14 45. Kawasan peruntukan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. 46. Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan. 47. Kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan adalah wilayah, kawasan atau lokasi yang ditetapkan atau digunakan untuk kepentingan pertahanan dan keamanan. 48. Kawasan strategis kabupaten adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup Kabupaten terhadap ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan. 49. Arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten adalah arahan pengembangan wilayah untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang wilayah kabupaten sesuai dengan RTRW kabupaten melalui penyusunan dan pelaksanaan program penataan/pengembangan kabupaten beserta pembiayaannya, dalam suatu indikasi program utama jangka menengah lima tahunan kabupaten yang berisi rencana program utama, sumber pendanaan, instansi pelaksana, dan waktu pelaksanaan. 50. Indikasi program utama jangka menengah lima tahunan adalah petunjuk yang memuat usulan program utama, lokasi, besaran, waktu pelaksanaan, sumber dana, dan instansi pelaksana dalam rangka mewujudkan ruang kabupaten yang sesuai dengan rencana tata ruang. 51. Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten adalah ketentuan-ketentuan yang dibuat atau disusun dalam upaya mengendalikan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten agar sesuai dengan RTRW kabupaten yang berbentuk ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi untuk wilayah kabupaten. 52. Ketentuan umum peraturan zonasi sistem kabupaten adalah ketentuan umum yang mengatur pemanfaatan ruang/penataan kabupaten dan unsur-unsur pengendalian pemanfaatan ruang yang disusun untuk setiap klasifikasi peruntukan/fungsi ruang sesuai dengan RTRW kabupaten. 53. Ketentuan perizinan adalah ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah kabupaten sesuai kewenangannya yang harus dipenuhi oleh setiap pihak sebelum pemanfaatan ruang, yang digunakan sebagai alat dalam melaksanakan pembangunan keruangan yang tertib sesuai dengan rencana tata ruang yang telah disusun dan ditetapkan. 54. Ketentuan insentif dan disinsentif adalah perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang dan juga perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang. 55. Arahan sanksi adalah arahan untuk memberikan sanksi bagi siapa saja yang melakukan pelanggaran pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku. 56. Sistem agribisnis adalah pembangunan pertanian yang dilakukan secara terpadu, tidak saja dalam usaha budidaya (on-farm) tetapi juga meliputi usaha penyediaan sarana-prasarana produksi pertanian, pengolahan II - 19 P a g e

15 hasil pertanian, pemasaran hasil pertanian dan usaha jasa seperti bank, penyuluhan, penelitian/pengkajian (off-farm). 57. Agrowisata adalah pengembangan industri wisata alam yang bertumpu pada pembudidayaan wisata alam, memanfaatkan alam tanpa melakukan eksploitasi yang berlebihan agar tetap terlindungi. 58. Ekowisata adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan dengan tujuan konservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat. 59. Kawasan Agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan pengolahan sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hierarki keruangan satuan sistem permukiman dan sistem agribisnis. 60. Kawasan Minapolitan adalah suatu bagian wilayah yang mempunyai fungsi utama ekonomi yang terdiri dari sentra produksi, pengolahan, pemasaran komoditas perikanan, pelayanan jasa, dan/atau kegiatan pendukung lainnya. 61. Masyarakat adalah orang seorang, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat, lembaga dan/atau badan hukum non-pemerintahan yang mewakili kepentingan individu, kelompok, sektor, profesi, kawasan atau wilayah tertentu dalam penyelenggaraan penataan ruang. 62. Peran masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. 63. Tri Hita Karana adalah tiga unsur keseimbangan dan keharmonisan hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan lingkungannya yang dapat mendatangkan kesejahteraan, kedamaian, dan kebahagiaan bagi kehidupan manusia. 64. Bhisama Kesucian Pura adalah norma agama yang ditetapkan oleh Sabha Pandita PHDI Pusat, sebagai pedoman pengamalan ajaran Agama Hindu tentang kawasan kesucian pura yang belum dijelaskan secara lengkap dalam kitab suci. 65. Sad Kertih adalah enam sumber kesejahteraan yang harus dilestarikan untuk mencapai kebahagiaan lahir dan batin yang terdiri dari atma kertih, wana kertih, danu kertih, segara kertih, jana kertih dan jagat kertih. 66. Tri Mandala adalah pola pembagian wilayah, kawasan, dan/atau pekarangan yang dibagi menjadi tiga tingkatan terdiri atas utama mandala, madya mandala dan nista mandala. 67. Cathus Patha adalah simpang empat sakral yang ruas-ruasnya mengarah ke empat penjuru mata angin (Utara, Timur, Selatan dan Barat) dan diperankan sebagai pusat (puser) wilayah, kawasan dan/atau desa. 68. Desa Adat/Pakraman adalah kesatuan masyarakat hukum adat di Provinsi Bali yang mempunyai satu kesatuan tradisi dan tata krama pergaulan hidup masyarakat umat Hindu secara turun temurun dalam ikatan kahyangan tiga atau kahyangan desa yang mempunyai wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri serta berhak mengurus rumah tangganya sendiri. Kebijakan penataan ruang wilayah kabupaten Jembrana dikembangkan untuk mewujudkan tujuan penataan ruang wilayah, meliputi: II - 20 P a g e

16 a. pemantapan fungsi wilayah sebagai pusat pengembangan Bali Bagian Barat; b. peningkatan jangkauan pelayanan sistem jaringan prasarana wilayah untuk mendukung peningkatan produktivitas dan pemerataan pelayanan kepada masyarakat; c. pemantapan wilayah yang hijau dan lestari sebagai penyangga pelestarian lingkungan Pulau Bali; d. pemantapan wilayah sebagai pusat kegiatan pertanian, industri dan pendayagunaan sumber daya pesisir dan kelautan dengan konsep agropolitan dan minapolitan; e. pengembangan kepariwisataan berwawasan lingkungan yang terintegrasi dengan pertanian dan potensi sumber daya pesisir dan kelautan; dan f. peningkatan fungsi kawasan untuk menunjang pertahanan dan keamanan negara. Peningkatan jangkauan pelayanan sistem jaringan prasarana wilayah untuk mendukung peningkatan produktivitas dan pemerataan pelayanan kepada masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b dalam Perda No. 11 Tahun 2012 adalah untuk mewujudkan pelayanan wilayah dengan strategi meliputi: a. meningkatkan kualitas dan keterpaduan pelayanan sistem jaringan transportasi darat dan penyeberangan; b. meningkatkan keterpaduan dan kualitas sistem jaringan jalan nasional termasuk rencana pengembangan jalan bebas hambatan yang melintasi wilayah, jalan provinsi, jalan kabupaten, dan jalan desa untuk meningkatkan aksesibilitas antar wilayah maupun antar kawasan dalam wilayah kabupaten; c. mengintegrasikan jaringan transmisi listrik lintas wilayah dan meningkatkan pemerataan distribusi tenaga listrik di seluruh wilayah; d. mengembangkan jangkauan pelayanan sistem jaringan telekomunikasi secara merata ke seluruh wilayah; e. meningkatkan keterpaduan perlindungan, pemeliharaan, penyediaan sumber daya air dan distribusi pemanfaatannya untuk irigasi dan air minum secara merata sesuai kebutuhan; f. meningkatkan pelayanan pengelolaan persampahan dan partisipasi masyarakat untuk mendukung Jembrana bersih; dan g. mengembangkan sistem pengolahan air limbah yang ramah lingkungan. sebagai berikut : Dalam peta 2.3 Rencana pusat layanan & Struktur Ruang Wilayah Kabupaten Jembrana dapat di petakan II - 21 P a g e

17 Peta 2.3: Rencana pusat layanan & Struktur Ruang Wilayah Kabupaten Jembrana Sumber:Perda 11 Tahun 2012 tentang RTRW Kabupaten Jembrana II - 27 P a g e

18 Peta 2.4: Rencana pola ruang Kabupaten/Kota Sumber:Perda 11 Tahun 2012 tentang RTRW Kabupaten Jembrana II - 28 P a g e

19 Dalam rincian pola ruang wilayah Kabupaten Jembrana seperti yang dipetakan dalam Peta 2.4 diatas sesuai Perda No. 11 Tahun 2012 dapat diuraikan Kebijakan Tata Ruang Wilayah Jembrana yang berkaitan dengan Sanitasi sebagai berikut : A. Sistem Jaringan Sumberdaya Air Wilayah sungai yang berada pada Kabupaten Jembrana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, yaitu Wilayah Sungai Bali-Penida yang merupakan Wilayah Sungai Strategis Nasional yang mencakup Daerah Aliran Sungai (DAS) yang terdiri atas 43 (empat puluh tiga) DAS meliputi: a. DAS lintas wilayah, terdiri atas: DAS Tukad Yeh Leh, DAS Tukad Pangyangan, DAS Tukad Yeh Lebah, AS Tukad Pulukan, DAS Tukad Medewi, DAS Tukad Yeh Satang, DAS Tukad Yeh Sumbul, Das Tukad Ijogading dan 3 (tiga) DAS tanpa nama intermitten; dan b. DAS dalam wilayah, terdiri atas DAS Tukad Cengkilung, DAS Tukad Gumbrih, DAS Pangkung Surung, DAS Pangkung Dadap, DAS Tukad Yeh Embang, DAS Pangkung Gede, DAS Tukad Biluk Poh, DAS Tukad Sowan Perancak, DAS Tukad Aya Barat, DAS Sangianggede, DAS Tukad Melaya, DAS Pangkung Melaya Pantai, DAS Tukad Sumbersari, DAS Pangkung Klatakan, DAS Pangkung Melaya Pantai, 16 (enam belas) DAS tanpa nama intermitten; dan 1 (satu) DAS tanpa nama continue. (1) Cekungan air tanah (CAT) yang berada di Kabupaten Jembrana sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf b, adalah CAT Negara dan CAT Gilimanuk, yang merupakan CAT lintas kabupaten dengan pemanfaatannya mengutamakan air permukaan. (2) Rencana pengembangan Jaringan Irigasi yang berada pada Kabupaten Jembrana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi: a. Daerah Irigasi (DI), dilayani 75 (tujuh puluh lima) Daerah Irigasi (DI) dengan luas baku kurang lebih Ha (sembilan ribu tiga puluh tiga hektar), meliputi: 1. kewenangan Pemerintah Provinsi Bali meliputi 3 (tiga) DI dengan luas baku kurang lebih Ha (dua ribu empat ratus tujuh puluh hektar) terdiri atas: a. DI Yeh Leh yang merupakan DI Lintas kabupaten/kota dengan luas baku kurang lebih 230 Ha (dua ratus tiga puluh hektar) di sebagian wilayah Kabupaten Jembrana dan Kabupaten Tabanan, dan yang berada di wilayah Kabupaten Jembrana dengan luas baku kurang lebih 123 Ha (seratus dua puluh tiga hektar); b. DI Benel yang merupakan DI utuh kabupaten/kota dengan luas baku kurang lebih Ha (seribu empat puluh tujuh hektar); dan c. DI Palasari yang merupakan DI utuh kabupaten dengan luas baku kurang lebih Ha (seribu tiga ratus hektar). II - 29 P a g e

20 2. kewenangan pemerintah kabupaten meliputi 72 (tujuh puluh dua) DI dengan luas baku kurang lebih Ha (enam ribu lima ratus enam puluh tiga hektar), tersebar di seluruh wilayah. b. Penanganan sistem jaringan irigasi sebagaimana dimaksud pada huruf a, meliputi: 1. pendayagunaan yang telah dibangun untuk mendukung ketersediaan air baku untuk jaringan irigasi meliputi: a. bendungan Palasari seluas Ha (seribu tiga ratus hektar) luasan baku dan luas fungsional 933 Ha (sembilan ratus tiga puluh tiga hektar), di Desa Ekasari, Kecamatan Melaya, b. bendungan Benel seluas, seluas Ha (seribu empat puluh tujuh hektar), di Desa Manistutu, Kecamatan Melaya, c. rencana pengembangan Bendungan Pohsanten, di Pohsanten, Kecamatan Mendoyo, d. sebaran bendung kecil lainnya tersebar di seluruh kecamatan. 2. peningkatan dan rehabilitasi jaringan irigasi; 3. pembuatan cekdam di Desa Warnasari; 4. peningkatan bendung di Desa Tukadaya; 5. peningkatan saluran irigasi di daerah Air Kuning; 6. pemantapan pengelolaan bendungan irigasi; 7. penyempurnaan, dan irigasi (subak) yang ada; 8. pengembangan daerah irigasi baru pada daerah kritis air dikembangkan dengan transfer air dari daerah yang surplus air, disamping mengembangkan irigasi air tanah. (3) Jaringan air baku untuk air bersih ke kelompok pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, meliputi: a. Bendungan Palasari, Bendungan Benel, Bendungan Pohsanten, sungai-sungai di sebagian Wilayah Sungai Bali-Penida, sebagai sumber air baku permukaan; dan b. pendayagunaan sumber-sumber mata air, air tanah pada sebagian CAT Gilimanuk dan CAT Negara untuk memperbesar sediaan air baku untuk pelayanan air minum. (4) Sistem pengendalian banjir, erosi dan longsor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi pembangunan, rehabilitasi serta operasi dan pemeliharaan bangunan-bangunan pengendali banjir, normalisasi sungai, pengendalian terhadap luapan air sungai didukung oleh upaya-upaya non struktural seperti sistem peringatan dini dan pemetaan kawasan rawan banjir. B. Sistem Sarana Pengelolaan Lingkungan Sistem jaringan air minum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a Perda RTRW Kabupaten Jembrana merupakan sumber-sumber air minum, meliputi: a. sumber-sumber mata air terdiri atas: II - 30 P a g e

21 1. Mata Air Ijogading di Kecamatan Negara; 2. Mata Air Pangkung Telepus dan Mata Air Tibutanggang di Kecamatan Jembrana; 3. Mata Air Yehembang dan Mata Air Yehsatang di Kecamatan Mendoyo; 4. Mata Air Pengeragoan di Kecamatan Pekutatan. b. Sumur Bor terdiri atas: 1. Sumur Bor Gilimanuk dan Sumur Bor Nusasari di Kecamatan Melaya; 2. Sumur Bor Pekutatan di Kecamatan Pekutatan; (2) Distribusi air minum dilaksanakan melalui pengembangan Sistem Penyedaan Air Minum (SPAM), meliputi: a. SPAM kawasan perkotaan dengan sistem perpipaan meliputi: 1. SPAM Kawasan Perkotaan Gilimanuk di Kecamatan Melaya; 2. SPAM Kawasan Perkotaan Melaya di Kecamatan Melaya; 3. SPAM Kawasan Perkotaan Negara di Kecamatan Jembrana dan Kecamatan Negara; 4. SPAM Kawasan Perkotaan Pengambengan di Kecamatan Negara; 5. SPAM Kawasan Perkotaan Mendoyo di Kecamatan Mendoyo; 6. SPAM Kawasan Perkotaan Yehembang di Kecamatan Mendoyo; dan 7. SPAM Kawasan Perkotaan Pekutatan di Kecamatan Pekutatan; b. SPAM kawasan perdesaan dengan sistem perpipaan maupun bukan perpipaan meliputi: 1. SPAM Kawasan perdesaan Kecamatan Melaya; 2. SPAM Kawasan perdesaan Kecamatan Jembana; 3. SPAM Kawasan perdesaan Kecamatan Negara; 4. SPAM Kawasan perdesaan Kecamatan Mendoyo; 5. SPAM Kawasan perdesaan Kecamatan Pekutatan; (3) Sistem pengelolaan persampahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi: a. Tempat Penampungan Sampah Sementara (TPS) yang tersebar di tiap desa di tiap kecamatan pada seluruh wilayah kabupaten; b. Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah meliputi TPA Peh, di Kecamatan Negara, TPA Melaya di Kecamatan Melaya, dan TPA Yehsumbul, di Kecamatan Mendoyo dengan metode lahan urug terkendali (controlled landfill); dan c. Pembangunan TPS/SPA (Sistem Peralihan Angkut) di Desa Yehembang, Kecamatan Mendoyo dan di Desa Pekutatan, Kecamatan Pekutatan. (4) Sistem pengelolaan persampahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, diselenggarakan melalui: II - 31 P a g e

22 a.pengurangan sampah untuk sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga meliputi pembatasan timbulan sampah, pendauran ulang sampah; dan/atau pemanfaatan kembali sampah; b.penanganan sampah untuk sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga meliputi pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir, meliputi: 1. sampah rumah tangga dan sampah sejenis rumah tangga dikumpulkan setelah melalui tahapan pengurangan sampah, ke transfer depo atau ke Tempat Penampungan Sampah Sementara (TPS) tersebar di tiap desa di tiap kecamatan seluruh wilayah kabupaten; 2. pengurangan sampah di transfer depo atau TPS sebelum diangkut ke Tempat Pemrosesan Sampah Akhir (TPA); dan 3. Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah meliputi TPA Peh, di Kecamatan Negara, TPA Melaya di Kecamatan Melaya, dan TPA Yehsumbul, di Kecamatan Mendoyo; dan 4. Pembangunan TPS/SPA (Sistem Peralihan Angkut) di Desa Yehembang, Kecamatan Mendoyo dan Desa Pekutatan, Kecamatan Pekutatan. (5) Sistem pengolahan air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas: a. sistem pengolahan air limbah setempat (on site) dilakukan secara individual dengan penyediaan bak pengolahan air limbah atau tangki septik, tersebar di seluruh wilayah; b. sistem pengolahan air limbah terpusat (off site) dengan sistem perpipaan dalam jangka panjang meliputi: 1. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Negara melayani Kawasan Perkotaan Negara; 2. IPAL Pengambengan melayani Kawasan Industri Pengambengan; 3. IPAL Gilimanuk melayani Kawasan Perkotaan Gilimanuk dan Kawasan Pelabuhan Gilimanuk; dan 4. IPAL Perancak melayani Kawasan Efektif Pariwisata Perancak. 5. IPAL Candikusuma melayani Kawasan Efektif Pariwisata Candikusuma. c. pengembangan jaringan air limbah komunal di kawasan-kawasan padat permukiman dalam bentuk Sistem Sanitasi Masyarakat (Sanimas); d. pada kawasan pelayanan yang memiliki karakterisitik kualitas dan kuantitas air limbah yang sangat berbeda, dengan lingkungan sekitarnya, di arahkan untuk memiliki sistem pengolahan dan pengelolaan secara tersendiri; dan e. rencana pengelolaan sampah yang mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. (6) Sistem jaringan drainase sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, meliputi: a. Pengembangan sistem jaringan drainase didasarkan atas kesatuan sistem dan sub sistem tata air meliputi jaringan primer berupa sungai/tukad utama, jaringan sekunder berupa parit atau saluran- II - 32 P a g e

23 saluran yang ada di tepi jalan dan jaringan tersier berupa saluran saluran kecil yang masuk pada kawasan perumahan; b. pembangunan sistem pembuangan air hujan yang terintegrasi mulai dari lingkungan perumahan sampai saluran drainase primer yang dilengkapi bangunan pengontrol genangan, bak penampung sedimen, pembuatan konstruksi baru berupa turap/senderan, rehabilitasi saluran alam yang ada, pembuatan parit infiltrasi, operasi dan pemeliharaan; c. pemisahan antara jaringan drainase dengan jaringan irigasi dan jaringan air limbah; d. Rehabilitasi sarana dan prasarana pencegah banjir; e. Peningkatan sistem drainase di Kelurahan Baler Bale Agung; f. Normalisasi Sungai Tukad Ijogading; dan g. Peningkatan sistem jaringan drainase di Desa Mendoyo Dangin Tukad. (7) Jalur evakuasi bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi: a. jalur-jalur jalan yang posisinya berlawanan dengan arah datangnya bencana digunakan sebagai jalur penyelamatan bila terjadi bencana tanah longsor, bencana gerakan tanah, gelombang pasang, tsunami, banjir menuju ke tempat yang lebih aman, yang dipergunakan sebagai ruang evakuasi bencana; b. jalur-jalur jalan evakuasi bencana merupakan jalur menuju ke tempat evakuasi bencana meliputi: 1. jalur-jalur jalan menuju lapangan olah raga terbuka di tiap kawasan perkotaan dan di tiap kawasan perdesaan; 2. jalur jalan menuju pelataran terminal; 3. jalur-jalur jalan menuju gedung olah raga atau gedung serbaguna di tiap kawasan perkotaan dan di tiap kawasan perdesaan; dan 4. jalur-jalur jalan menuju ke rumah sakit terdekat atau rumah sakit rujukan. Lampiran Perda No. 11 Tahun 2012 Tentang Luasan Tata Pola Ruang Wilayah Kabupaten Jembrana Tahun seperti berikut : II - 33 P a g e

24 Sumber : Lampiran Perda No. 11 Tahun 2012, Bappeda, 2013 II - 34 P a g e

25 2.2. Kemajuan Pelaksanaan SSK Kabupaten Jembrana Dokumen SSK Kabupaten Jembrana disusun Tahun 2013 dan setiap tahun direview untuk penyempurnaan dokumen dan melihat kemajuan pelaksanaan kegiatan. Dari kegiatan dan program sanitasi Tahun 2013 sebesar Rp. 13, ,- yang terealisasi yaitu sebesar Rp atau 30 %. Dari kegiatan dan program sanitasi Tahun 2014 sebesar Rp. 94, ,- yang terealisasi yaitu sebesar Rp. 32,942,350,000 atau 35 %. Dari kegiatan dan program sanitasi Tahun 2015 sebesar Rp. 95,408,000,000,- yang terealisasi yaitu sebesar Rp. 35,300,960,000.-atau 37 % Air Limbah Domestik a. Tujuan Tujuan pengelolaan air limbah adalah meningkatnya akses cakupan pelayanan air limbah untuk wilayah perkotaan dan perdesaan serta pengembangan lebih lanjut pelayanan sistem pembuangan air limbah sehingga dapat mengurangi pencemaran sungai akibat pembuangan tinja. b. Sasaran Sasaran yang ingin dicapai dalam pengelolaan air limbah di Kabupaten Jembrana adalah sebagai berikut: Peningkatan dan pemeliharaan sarana dan prasarana pengelolaan air limbah yang layak sehingga dapat meningkatkanya akses cakupan air limbah 70% untuk perkotaan dan 60% untuk perdesaan dan pengembangan lebih lanjut pelayanan sistem pembuangan air limbah hingga Tahun 2019; Mengurangi secara bertahap hingga 100% pencemaran air limbah pada badan air di Kota Negara dan Kabupaten Jembrana Peningkatan partisipasi masyarakat swasta dalam pengelolaan air limbah. c. Tahapan Pencapaian Menghilangkan kebiasaan BAB di sembarang tempat (Stop BABS); Menyediakan MCK bagi masyarakat yang belum terlayani atau rawan sanitasi; Meningkatkan kepemilikan jamban keluarga (jaga) yang layak atau memenuhi syarat; Mengurangi pencemaran pada badan sungai dari tinja dan limbah industri (industri rumah tangga); Meningkatkan akses dan tingkat pelayanan air limbah terutama bagi penduduk berpendapatan rendah, kawasan perumahan padat dan rawan sanitasi; Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kualitas septik tank; Meningkatkan kedisiplinan warga dalam pengurasan septik tank secara reguler; dan Revitalisasi IPLT yang telah dibangun. d. Kondisi Pengelolaan Air Limbah Pengelolaan air limbah di Kabupaten Jembrana terdiri atas : II - 35 P a g e

26 - Pengelolaan oleh masyarakat secara individual melalui pembuatan septic tank perorangan dan Pengelolaan oleh Pemerintah Kabupaten atau BLHKP dengan cara menguras limbah tinja dari rumahrumah penduduk yang kemudian dibuang di IPLT Peh. IPLT terletak di Desa Peh, Kecamatan Jembrana dengan luas 0,4 Ha. Namun sudah tidak berfungsi lagi secara maksimal karena tidak adanya perawatan - Pengelolaan oleh masyarakat yang tidak mempunyai septic tank dan fasilitas sendiri (Kamar Mandi/WC) akan menggunakan MCK umum sehingga air limbahnya langsung dibuang ke badan air. Dari Survey EHRA 2016, menunjukkan proporsi rumah tangga yang membuang tinja langsung ke ruang terbuka mencakup sekitar 18.8 %, yang terdiri dari: Ke WC Helikopter : 0,5 % Jamban nonsiram yang disalurkan ke Kebun, sungai/kali/ parit/laut : 18, 3% Di Kabupaten Jembrana belum terdapat instalasi pengolahan air limbah yang terpusat untuk mengolah air buangan dari kegiatan domestik ini. Sebagian besar penduduk di Kabupaten Jembrana membuang limbah/air buangan domestiknya melalui septic tank (untuk black water). Dari studi EHRA di Kabupaten Jembrana (2016) bahwa sekitar 80, 2 % yang melaporkan menggunakan jamban siram ke septik tank, sementara proporsi rumah tangga yang membuang tinja langsung ke ruang terbuka mencakup sekitar 18.8 % (tidak memiliki fasilitas BAB sekitar 3%). Survey EHRA Tahun 2016 melaporkan bahwa prosentase tempat buang air besar (BAB) di Kabupaten Jembrana yang paling banyak digunakan oleh rumah tangga adalah jamban pribadi, proporsinya adalah sekitar %, dengan tipe kloset jongkok leher angsa yang paling banyak dimiliki responden (80,2%). Sementara fasilitas BAB lainnya yang digunakan responden yaitu MCK/WC Umum sebesar 1,6 %, WC Helikopter sebesar 0,5 %, ke sungai/pantai/laut sebesar 4,0%, ke kebun/pekarangan sebesar 0,5%, ke selokan/parit/got sebesar 0,7%, ke lubang galian sebesar 0,8%, lainnya sebesar 1,4% dan tidak tahu sebesar 0,8%. Jumlah kepemilikan jamban Tahun 2014 sebesar 80,94% dan 74,34% termasuk kategori jamban sehat. e. Realisasi Program dan Kegiatan Sampai tahun 2014 dari beberapa program dan kegiatan yang direncanakan maka beberapa kegiatan yang bisa terealisasi yaitu: Tahun 2013: - Penyediaan Prasarana dan sarana air Limbah: DED Sanimas; Pembangunan Sanimas - Fasilitasi pembinaan Teknik Pengolahan Air Limbah: Pelatihan Keteknisan Bidang PLP Pengelolaan Air Limbah - Pemantauan Kualitas Lingkungan - Peningkatan peran serta masyarakat dalam pengendalian lingkungan hidup - II - 36 P a g e

27 Tahun 2014: - Penyediaan Prasarana dan sarana air Limbah: UKL/UPL Optimalisasi IPLT; Pembangunan Sanimas; - Fasilitasi pembinaan Teknik Pengolahan Air Limbah: Bantek, Bintek dan pendampinga pengelolaan air limbah; - Pemantauan Kualitas Lingkungan - Peningkatan peran serta masyarakat dalam pengendalian lingkungan hidup Tahun 2015: - Penyediaan Prasarana dan sarana air Limbah: DED Sanimas, Pembangunan Sanimas; - Fasilitasi pembinaan Teknik Pengolahan Air Limbah: Bantek, Bintek dan pendampinga pengelolaan air limbah; - Pemantauan Kualitas Lingkungan - Peningkatan Peran serta masyarakat dan swasta: penyuluhan/kampanye dan peningkatan partisipasi masyarakat; - Peningkatan peran serta masyarakat dalam pengendalian lingkungan hidup (Desa Sadar Lingkungan). Dalam subsektor air limbah dari rencana program dan kegiatan Tahun 2013 sebesar Rp ,- yang terealisasi sebesar Rp ,- atau 22,44%. Dari rencana program dan kegiatan Tahun 2013 sebesar Rp ,- yang terealisasi sebesar Rp ,- atau 56,46%. Dari rencana program dan kegiatan Tahun 2014 sebesar Rp ,- yang terealisasi sebesar Rp ,- atau 28,17%. II - 37 P a g e

28 No. Tabel 2.3 Kemajuan Pelaksanaan SSK untuk Air Limbah Domestik Kabupaten Jembrana SSK Periode sebelumnya Tahun Pemutakhiran SSK Tahun 2016 Tujuan Sasaran Data dasar Status saat ini 1) Berkurangnya praktek Jumlah sanimas:... unit Jumlah sanimas:...unit buang air besar sembarangan Kondisi bangunan IPLT kurang Jumlah kepemilikan sebesar (BABS) dari 20 % optimal, dengan sistem 80,2 % dan 73,7% termasuk menjadi 0% ( pada tahun pengolahan Imhoff Tank, Kolam kategori jamban sehat. 2018) Anaerobic, Kolam Fakultatis, 2) Meningkatnya kesadaran Kolam Naturasi, Kolam masyarakat sebesar 20 % Pengering Lumpur (sistem atau jiwa untuk tidak gravitasi). BABS pada akhir tahun Jumlah kepemilikan jamban sebesar 71,15% dan 69,92% 3) Meningkatnya akses termasuk kategori jamban sehat. masyarakat terhadap sarana jamban keluarga dengan tangki septik yang tidak aman dari 40 % menjadi septik aman 100% pada akhir tahun ) Tersedianya Regulasi Air Limbah Permukiman domestik pada tahun ) Meningkatnya volume lumpur tinja yang masuk IPLT dari yang hanya Area Beresiko tinggi menjangkau juga seluruh are beresiko sanitasi pada tahun ) Meningkatnya volume lumpur tinja yang masuk IPLT 14 m3 sehari menjadi 350 m3 /bulan 7) Terpisahnya kelembagaan pengelola antara regulator dan operator dalam pengelolaan IPLT 8) Peningkatan pendanaan Sanitasi di Kabupaten Jembrana dari 0,2 % menjadi 2% di Tahun Meningkatnya akses cakupan pelayanan air limbah untuk wilayah perkotaan dan perdesaan sesuai target SPM Mengurangi pencemaran pada badan sungai untuk meningkatkan lingkungan yang bersih dan sehat Tersusunnya pedoman yang relevan sebagai payung hukum dalam mengatur pengelolaan pembangunan sanitasi terkait pengelolaan air limbah Meningkatkan sumber-sumber pembiayaan dalam pengelolaan air limbah Dari studi EHRA (2016) sekitar 80,6% yang melaporkan menggunakan jamban siram ke septik tank, proporsi rumah tangga yang membuang tinja langsung ke ruang terbuka mencakup sekitar 13,7% (disalurkan ke badan air/sungai 10,2%). Belum punya Master Plan Pengelolaan Air Limbah Perda yang mengatur tentang retribusi air limbah tahunnya masih lama Dari Survei EHRA (2016), sekitar 73,7 % rumah tangga yang melaporkan menggunakan jamban pribadi memiliki saluran akhir pembuangan akhir tinja berupa tangki septic, proporsi rumah tangga yang membuang tinja langsung ke ruang terbuka mencakup sekitar 8,1% (disalurkan ke badan air/sungai:1,3 % Master Plan Pengelolaan Air Limbah disusun Tahun 2014 Perda belum direvisi 2 Terwujudnya partisipasi Meningkatkan kesadaran dan Belum banyak terlihat adanya Partisipasi masyarakat sudah II - 38 P a g e

29 No. SSK Periode sebelumnya Tahun Pemutakhiran SSK Tahun 2016 Tujuan Sasaran Data dasar Status saat ini masyarakat dan swasta peran serta masyarakat dalam partisipasi masyarakat dalam meningkat seiiring dengan dalam menciptakan pembangunan sanitasi terkait pengelolaan air limbah (sanimas 3 jumlah pembangunan sanimas (6 lingkungan yang sehat. pengelolaan air limbah unit) unit); Peningkatan peran serta masyarakat dan swasta dalam pengelolaan limbah cair Sumber: Hasil Kompilasi Data Tahun 2016 Belum banyak terlihat partisipasi swasta dalam pengelolaan air limbah Peran swasta masih belum optimal Persampahan a. Tujuan Tujuannya pengelolaan persampahan adalah meningkatnya akses cakupan pelayanan persampahan serta pengurangan sampah untuk wilayah perkotaan dan perdesaan di Kabupaten Jembrana. b. Sasaran Sasaran yang hendak dicapai dalam peningkatan pengelolaan sampah: Peningkatan pelayanan pengelolaan persampahan di Kabupaten Jembrana sampai tahun 2018 direncanakan dapat menjangkau ke seluruh ibukota kecamatan dan beberapa desa di sekitar ibukota kecamatan. Peningkatan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana pengelolaan sampah; Pengurangan sampah pada sumbernya dan pengelolaan sampah secara mandiri. c. Tahapan Pencapaian Melaksanakan sosialisasi untuk membangkitkan kesadaran masyarakat, dengan harapan dapat meningkatkan peran serta masyarakat dalam hal pengelolaan sampah di Kabupaten Jembrana Melaksanakan pembinaan kepada masyarakat agar masyarakat disiplin membuang sampah pada tempatnya dan waktu membuang sampah Penegakan hukum, penerapan sanksi bagi yang melanggar. Optimalisasi pemanfaatan prasarana dan sarana pengelolaan sampah yang ada, misalnya dengan meningkatkan ritasi armada pengangkutan sampah yang ada. Meningkatkan kualitas prasarana dan sarana pengelolaan sampah yang ada dengan melaksanakan pemeliharaan dan rehab secara periodik. Menerapkan sistem pengelolaan sampah dengan pola 3R (Reduce, Reuse, Recyle) kepada masyarakat. Pengadaan/penambahan jumlah prasarana dan sarana pengelolaan sampah. Peningkatan sumber daya aparatur melalui pendidikan dan pelatihan formal bidang persampahan. d. Kondisi Pengelolaan Persampahan Sistem pengelolaan persampahan saat ini di Kabupaten Jembrana yaitu : 1. Masyarakat II - 39 P a g e

30 Masyarakat di Kabupaten Jembrana dalam melaksanakan pengelolaan sampah dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) yaitu: Masyarakat di lokasi yang wilayahnya merupakan wilayah pelayanan/sudah terjangkau oleh pelayanan pemerintah melalui BLHKP Kabupaten Jembrana. Masyarakat tersebut melaksanakan pengelolaan secara perorangan maupun dengan sistem kawasan mengumpulkan sampah dari sumbernya (Rumah Tangga) dikumpulkan di TPS (Tong/Kontainer, bak sampah, transfer station atau transfer depo) terdekat. Masyarakat yang belum terjangkau pelayanan pemerintah. Masyarakat yang lokasi wilayahnya belum terjangkau oleh pelayanan pemerintah melaksanakan pengelolaan sendiri dengan menampung sampah pada tempat tertentu dan dibakar atau menampung pada galian kemudian ditimbun. Masyarakat yang lokasi wilayahnya belum terjangkau oleh pelayanan Pemerintah, hanya memindahkan sampah dari sumbernya kemudian dikumpulkan/dibuang pada tempat tertentu yang terbuka, jurang, bahkan di saluran terbuka (got, sungai/kali). 2. Pemerintah Pada dasarnya Pemerintah Kabupaten Jembrana saat ini sudah mulai melaksanakan pengelolaan persampahan dengan sistem Pola Kumpul-Angkut-Proses. Sampah yang terkumpul di TPS baik yang dikumpulkan oleh masyarakat maupun yang dikumpulkan oleh tukang angkut dari BLHKP Kabupaten Jembrana diangkut dengan truk-truk pemerintah untuk diproses di TPA Peh Jumlah sampah yang bisa diangkut ke TPA Peh rata-rata 170 m³/hari atau 5,5 ton/hari. Wilayah yang telah terjangkau pelayanan persampahan Tahun 2015 oleh pemerintah Kabupaten Jembrana (angkutan BLHKP) adalah wilayah perkotaan Kecamatan Negara dan Kecamatan Jembrana sedangkan yang belum dilayani angkutan BLHKP adalah 3 Kecamatan. Dilihat dari kondisi itu pelayanan (dikaitkan dengan pelayanan angkutan BLHKP) pada Tahun 2015 untuk daerah perkotaan (terutama Kawasan Perkotaan Negara) sudah mencapai 100%, sementara untuk daerah perdesaan baru mencapai 21,62%. Hal ini sudah meningkat bila dibandingkan dengan tingkat pelayanan angkutan BLHKP pada Tahun 2013, untuk daerah perkotaan (terutama Perkotaan Negara) sudah mencapai 95,65%, sementara untuk daerah perdesaan baru mencapai 17,64%. Dari timbulan sampah Tahun 2015 di Kabupaten Jembrana sebesar ,40 m 3 /tahun, sampah yang dikelola di TPA sebesar m 3 /tahun (21,84%), yang dikomposting sebesar m 3 /tahun (5,62%) dan yang dikumpulkan pengepul sebesar m 3 /tahun (2,00%). Sedangkan sampah yang tidak dikelola sebesar ,40 m 3 /tahun (68,18%). Jumlah tersebut menurun bila dibandingkan Tahun 2011, dimana dari timbulan sampah Tahun 2011 di Kabupaten Jembrana sebesar ,4 m 3 /tahun, sampah yang dikelola di TPA sebesar m 3 /tahun (14,08%), yang dikomposting sebesar ,14 m 3 /tahun (2,11%) dan yang II - 40 P a g e

31 dikumpulkan pengepul sebesar 8.902,35 m 3 /tahun (1,23%). Sedangkan sampah yang tidak dikelola sebesar ,91 m 3 /tahun (82,58%). Dari studi EHRA Tahun 2016, terhadap rumah tangga, dapat diketahui Rumah Tangga yang membuang sampahnya di luar halaman rumah sebesar 34,7% merupakan yang paling banyak dijumpai. Kelompok kedua yang cukup besar adalah mereka yang membuang sampah dengan dikumpulkan di rumah kemudian diangkut petugas sebesar 23,9%. Sementara kelompok yang membuang sampah dengan menggumpulkan di tempat bersama untuk kemudian diangkut petugas sebesar 16,9%. Sedangkan kelompok yang membuang sampah di halaman rumah sebesar 17,6%. Sisanya adalah mereka yang sampahnya langsung dibakar dan dikubur masing-masing sebesar 3,3% dan 0,3%. Dari studi EHRA Tahun 2016, Sebagian besar responden menjawab bahwa cara pengelolaan sampah dengan cara dibakar sebesar 30,8%. Kelompok kedua yang cukup besar adalah mereka yang membuang sampah dengan dibuang ke lahan kosong/kebun/hutan dan dibiarkan membusuk sebesar 21,4%. Sementara kelompok yang mengelola sampah dengan cara dikumpulkan dan dibuang ke TPS sebesar 21,0%. Sedangkan kelompok yang membuang sampah ke sungai/kali/laut/danau sebesar 10,9%. Kelompok yang membuang sampahnya ke dalam lubang tetapi tidak ditutup dengan tanah sebesar 8,0%. Sisanya yang paling kecil adalah mereka yang sampahnya dikumpulkan oleh kolektor informal yang mendaur ulang sebesar 4,1%, sampah dibuang ke lubang dan ditutup dengan tanah sebesar 2,8%, sampah dibiarkan saja sampai membusuk sebesar 0,1%, lain-lain dan tidak tahu masing-masing sebesar 0,7% dan 0,1%. e. Realisasi Program dan Kegiatan Sampai tahun 2014 dari beberapa kegiatan yang direncanakan maka beberapa kegiatan yang bisa terealisasi yaitu: Tahun 2013: - Peningkatan operasi dan pemeliharaan prasarana dan sarana persampahan: operasional pelayanan persampahan, operasional dan pemeliharaan prasarana dan sarana persampahan; - Penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan persampahan:pengadaan LHC, pengadaan TPS, pengadaan mesin sampah untuk pembuatan pupuk kompos, pengadaan gerobak, - Pengembangan teknologi pengolahan sampah: pembuatan TPST - Sosialisasi Kebijakan Pengelolaan Persampahan: pembinaan/sosialisasipencemaran lingkungan; - Bintek Persampahan: pelatihan keteknisan bidang PLP Pengelolaan persampahan; - Penyusunan/Review Perda terkait pengelolaan persampahan. Tahun 2014: - Penyusunan kebijakan manajemen pengelolaan sampah: Master Plan Persampahan Kabupaten Jembrana; - Peningkatan operasi dan pemeliharaan prasarana dan sarana persampahan: peningkatan operasional pelayanan persampahan, operasional dan pemeliharaan alat berat bulldozer, excavator. II - 41 P a g e

32 - Penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan persampahan: pengadaan bulldozer, pengadaan amroll truck, pengadaan dump truck, pengadaan LHC, pengadaan TPS,, pengadaan gerobak sampah; - Pengembangan teknologi pengolahan sampah:ded TPST, Pembuatan TPST, Sosialisasi kebijakan pengelolaan persampahan: pembinaan/sosialisasi tentang kebersihan Tahun 2015: - Peningkatan operasi dan pemeliharaan prasarana dan sarana persampahan: peningkatan operasional pelayanan persampahan, operasional dan pemeliharaan alat berat bulldozer, excavator. - Penyediaan Prasarana dan sarana air Limbah: DED Rehab/Perluasan TPA : Peningkatan Kinerja TPA Bengkala; pengadaan amroll truck, pengadaan dump truck, pengadaan LHC, pengadaan mesin pencacah sampah organik, pengadaan gerobak sampah - Pengembangan teknologi pengolah sampah: DED TPST, pembuatan TPST - Kerjasama Pengelolaan Persampahan: peningkatan peran serta swasta dalam pengurangan sampah - Sosialisasi kebijakan pengelolaan persampahan: pembinaan/sosialisasi pencemaran lingkungan. Dalam subsektor persampahan dari rencana program dan kegiatan Tahun 2013 sebesar Rp ,- yang terealisasi dari rencana sebesar Rp. 4,321, ,- atau 53,47%. Dari rencana program dan kegiatan Tahun 2014 sebesar Rp ,- yang terealisasi dari rencana sebesar Rp ,- atau 98,01%. Dari rencana program dan kegiatan Tahun 2015 sebesar Rp ,- yang terealisasi dari rencana sebesar Rp ,- atau 74,92%. No. Tabel 2.4 Kemajuan Pelaksanaan SSK untuk Persampahan Kabupaten Jembrana SSK Periode sebelumnya Tahun Pemutakhiran SSK Tahun 2016 Tujuan Sasaran Data dasar Status saat ini peningkatan pelayanan persampahan di wilayah perkotaan dan di luar Kota Negara mampu melayani seluruh Ibukota Kecamatan dan beberapa desa di sekitar Ibukota Kecamatan dengan tingkat pelayanan sebesar 50%, 1. Meningkatnya akses cakupan pelayanan persampahan serta pengurangan sampah untuk wilayah perkotaan dan perdesaan di Kabupaten Jembrana. Dari 51 Desa/ Kelurahan hanya 20 Desa/ kelurahan yang baru bisa mendapat pelayanan. Dari 5 Kecamatan di Kabupaten Jembrana masih ada 3 Kecamatan yang sama sekali belum mendapat pelayanan yaitu Kecamatan Pekutatan, Mendoyo dan Kecamatan Melaya. Pelayanan Tahun 2013, untuk daerah perkotaan (terutama Perkotaan Negara) sudah mencapai 95,65%, sementara untuk daerah perdesaan baru mencapai 17,64%. Wilayah yang telah terjangkau pelayanan persampahan Tahun 2016 oleh pemerintah Kabupaten Jembrana (angkutan BLHKP) adalah 20 Desa/Kelurahan sedangkan yang belum dilayani angkutan BLHKP totalnya menjadi 31 desa/kelurahan. Pelayanan pada Tahun 2015 untuk daerah perkotaan (terutama Kawasan Perkotaan Negara) sudah mencapai 100%, sementara untuk daerah perdesaan baru mencapai 21,62%. Peningkatan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana Jumlah sarana pengelolaan sampah: - Dump Truck : 5 unit Jumlah sarana pengelolaan sampah: - Truck Biasa: 1 unit II - 42 P a g e

33 Sumber: Hasil Kompilasi Data Tahun 2016 pengelolaan sampah Meningkatkan peran serta masyarakat dan dunia usaha dalam pengelolaan persampahan Mengoptimalkan upaya 3R dalam meningkatkan pengelolaan persampahan atau pengurangan sampah pada sumbernya dan pengelolaan sampah secara mandiri - Armroll Truck: 3 unit - Transfer Depo:14 unit - LHC: 30 unit - TPS : 82 unit Jumlah TPST : 4 unit Belum ada bank sampah Belum terlihat peran serta swasta Dari timbulan sampah Tahun 2011 di Kabupaten Jembrana sebesar ,4 m 3 /tahun, sampah yang dikelola di TPA sebesar m 3 /tahun (14,08%), yang dikomposting sebesar ,14 m 3 /tahun (2,11%) dan yang di pengepul sebesar 8.902,35 m 3 /tahun (1,23%). Sedangkan sampah yang tidak dikelola sebesar ,91 m 3 /tahun (82,58%). Dari survey EHRA diperoleh gambaran bahwa sebagian besar rumah tangga sudah melakukan pemilihan sampah yaitu sebesar 6%. - Dump Truck : 7 unit - Armroll Truck: 14 unit - Transfer Depo : 13 unit - Motor Sampah: 3 unit - LHC: 41 unit - TPS Plat Besi dan Pasangan Bata: 110 unit Jumlah TPST: 24 unit (1 dikelola BLHKP) Sudah ada Bank Sampah: 10 unit Sudah ada keterlibatan swasta, seperti CSR dalam penyediaan sarana pengelolaan sampah Dari timbulan sampah Tahun 2016 di Kabupaten Jembrana sebesar ,40 m 3 /tahun, sampah yang dikelola di TPA sebesar m3/tahun (21,84%), yang dikomposting sebesar m 3 /tahun (5,62%) dan yang dikumpulkan pengepul sebesar m3/tahun (2,00%). Sedangkan sampah yang tidak dikelola sebesar ,40 m3/tahun (68,18%). Dari survey EHRA diperoleh gambaran bahwa sebagian besar rumah tangga yang sudah melakukan pemilihan sampah yaitu sebesar 15,3% Drainase a. Tujuan Tujuannya adalah meningkatnya prasarana dan sarana pengelolaan drainase serta menurunnya luas genangan pada beberapa titik/kawasan rawan banjir di wilayah Kabupaten Jembrana. b. Sasaran Sasaran yang hendak dicapai dalam pengelolaan drainase yaitu berkurangnya genangan di beberapa titik kawasan rawan banjir/genangan di wilayah Kabupaten Jembrana. c. Tahapan Pencapaian Pembuatan saluran primer, sekunder dan tersier; Pembuatan pintu-pintu air; Normalisasi saluran drainase; Pengerukan sedimen (endapan dan sampah) di saluran drainase; II - 43 P a g e

34 Rehabilitasi saluran drainase; dan Penyediaan bak kontrol. d. Kondisi Pengelolaan Drainase Dalam wilayah Kota Negara terdapat beberapa sungai yang berfungsi sebagai pembuang utama dari sistem drainase. Saluran drainase yang ada di Kabupaten Jembrana yaitu saluran drainase primer dengan panjang m, saluran drainase sekunder dengan panjang m dan saluran drainase tersier dengan panjang m. Permasalahan umum yang sering dihadapi pada setiap musim hujan adalah masalah banjir dan genangan air. Banjir dan genangan akan berdampak pada terganggunya kelancaran lalu lintas dan dapat menurunkan derajat kesehatan penduduk dan lingkungan. Terjadinya banjir dan genangan disebabkan oleh fungsi drainase kota belum tertangani secara menyeluruh baik dari segi perencanaan teknis maupun pelaksanaan fisiknya dan disamping kurangnya kesadaran masyarakat dalam memelihara saluran yang ada di sekitarnyxa. Permasalahan tersebut merupakan dampak dari perkembangan penduduk dan bangunan fisik yang sangat cepat tapi tidak terkontrol dimana terjadi penyempitan areal resapan air terutama pada musim hujan, limpasan permukaan air langsung menuju saluran drainase. Berkurangnya daerah resapan air menyebabkan saluran drainase tidak mampu menampung sehingga terjadi luapan dan banjir. Dari Hasil Studi EHRA 2013, masih terdapat Rumah Tangga yang mengalami banjir pada waktu musim hujan sekitar 14,5%. Sekitar 60,0% rumah tangga melaporkan banjir di Kabupaten Buleleng terjadi beberapa kali dalam setahun. Sekitar 28,8% rumah tangga yang mengalami sekali dalam setahun, dan yang lebih parah atau yang mengalami sebulan sekali atau lebih dijumpai sangat sedikit, yakni hanya sekitar 6,4%. Dari Hasil Studi EHRA 2016, masih terdapat Rumah Tangga yang mengalami banjir pada waktu musim hujan sekitar 8,8%. Sekitar 4,5% rumah tangga melaporkan banjir di Kabupaten Jembrana terjadi beberapa kali dalam setahun. Sekitar 0,1% rumah tangga yang mengalami sekali dalam setahun, dan yang lebih parah atau yang mengalami sebulan sekali hanya sekitar 3,2%. Luas genangan di Kabupaten Jembrana Tahun 2013 sebesar 408,68 Ha, dengan luas genangan terbesar terdapat di Kecamatan Negara dan Jembrana. Luas genangan di Kabupaten Jembrana Tahun 2015 sebesar 218,73 Ha, dengan luas genangan terbesar terdapat di Kecamatan Negara dan Jembrana. e. Realisasi Program dan Kegiatan Sampai tahun 2015 dari beberapa kegiatan yang direncanakan maka beberapa kegiatan yang bisa terealisasi yaitu: Tahun 2013: - Pembangunan saluran drainase/gorong-gorong: normalisasi alur sungai, pembangunan saluran drainase, pembuatan saluran sekunder; - Peningkatan operasi dan pemeliharaan prasarana dan sarana drainase: pemeliharaan saluran drainase; II - 44 P a g e

35 - Peningkatan pembersihan dan pengerukan sungai/kali: peningkatan pembersihan dan pengerukan saluran drainase; Tahun 2014: - Peningkatan pembersihan dan pengerukan sungai/kali: peningkatan pembersihan dan pengerukan saluran drainase; Tahun 2015: - Perencanaan Pembangunan Saluran Drainase: Master Plan Drainase - Pembangunan Saluran Drainase/Gorong-Gorong: pembangunan saluran drainase; Dalam subsektor drainase dari rencana program dan kegiatan Tahun 2013 sebesar Rp ,- yang terealisasi dari rencana sebesar Rp ,- atau 142,53%. Prosentase melebih 100, karena terdapat peningkatan biaya. Dari rencana program dan kegiatan Tahun 2014 sebesar Rp ,- yang terealisasi dari rencana sebesar Rp ,- atau 9,15%. Dari rencana program dan kegiatan Tahun 2015 sebesar Rp ,- yang terealisasi dari rencana sebesar Rp ,- atau 9,14%. No. Tabel 2.5 Kemajuan Pelaksanaan SSK untuk Drainase Kabupaten Jembrana SSK Periode sebelumnya Tahun Pemutakhiran SSK Tahun 2016 Tujuan Sasaran Data dasar Status saat ini Menurunnya luas genangan pada beberapa titik wilayah penting di wilayah Kabupaten Jembrana 1. Meningkatnya prasarana dan sarana pengelolaan drainase serta menurunnya luas genangan pada beberapa titik/kawasan rawan banjir di wilayah Kabupaten Jembrana. Sumber: Hasil Kompilasi Data Tahun 2016 Dari Hasil Studi EHRA 2013, masih terdapat Rumah Tangga yang mengalami banjir pada waktu musim hujan sekitar 14,5%. Sekitar 60,0% rumah tangga melaporkan banjir di Kabupaten Jembran terjadi beberapa kali dalam setahun. Sekitar 28,8% rumah tangga yang mengalami sekali dalam setahun, dan yang lebih parah atau yang mengalami sebulan sekali atau lebih dijumpai sangat sedikit, yakni hanya sekitar 6,4%. Luas genangan di Kabupaten Jembrana Tahun 2013 sebesar 408,68 Ha Dari Hasil Studi EHRA 2016, masih terdapat Rumah Tangga yang mengalami banjir pada waktu musim hujan sekitar 8,8%. Sekitar 4,5% rumah tangga melaporkan banjir di Kabupaten Jembrana terjadi beberapa kali dalam setahun. Sekitar 0,1% rumah tangga yang mengalami sekali dalam setahun, dan yang lebih parah atau yang mengalami sebulan sekali hanya sekitar 3,2%. Luas genangan di Kabupaten Jembrana Tahun 2015 sebesar 218,73 Ha II - 45 P a g e

36 2.3. Profil Sanitasi Saat Ini di Kabupaten Jembrana Air Limbah Domestik (1) Sistem dan Infrastruktur Pengelolaan air limbah di Kabupaten Jembrana terdiri atas : a. Pengelolaan oleh masyarakat secara individual melalui pembuatan septic tank perorangan dan Pengelolaan oleh BLHKP, dengan cara menguras limbah tinja dari rumah-rumah penduduk yang kemudian dibuang di IPLT Bengkala. Survey EHRA Tahun 2016 melaporkan bahwa prosentase tempat buang air besar (BAB) di Kabupaten Jembrana yang paling banyak digunakan oleh rumah tangga adalah jamban pribadi, proporsinya adalah sekitar 91,5%, dengan tipe kloset jongkok leher angsa yang paling banyak dimiliki responden (83,3%). Terkait dengan tempat penyaluran buangan akhir tinja, dari hasil wawancara diperoleh sekitar 998 rumah tangga atau sebesar 83,2% di Kabupaten Jembrana yang melaporakan menggunakan tangki septik. Sisanya sebesar 0,5% melaporkan saluran pembuangan akhir tinja melalui pipa sewer. Jumlah kepemilikan jamban Tahun 2014 sebesar 80,94% dan 74,34% termasuk kategori jamban sehat. b. Pengelolaan oleh masyarakat secara komunal melalui pembuatan septic tank yang dimanfaatkan oleh kelompok masyarakat. Septic tank komunal (sanimas = sanitasi berbasis masyarakat) sudah dilaksanakan pada Tahun 2006 c. Pengelolaan oleh masyarakat yang tidak mempunyai septic tank dan fasilitas sendiri (Kamar Mandi/WC) akan menggunakan MCK umum sehingga air limbahnya langsung dibuang ke badan air. Dari survey EHRA Tahun 2015, fasilitas BAB MCK/WC Umum yang digunakan responden yaitu sebesar 1,8%, WC Helikopter sebesar 0,3%, ke sungai/pantai/laut sebesar 4,0%, ke kebun/pekarangan sebesar 0,5%, ke selokan/parit/got sebesar 0,7%, ke lubang galian sebesar 0,8%, lainnya sebesar 1,4% dan tidak tahu sebesar 0,8%. Terkait dengan tempat penyaluran buangan akhir tinja, dari hasil wawancara diperoleh sekitar 8,1% proporsi rumah tangga yang membuang tinja langsung ke ruang terbuka mencakup 6,6% melalui cubluk/lubang tanah, sebesar 0,4% langsung ke drainase, sebesar 0,9% disalurkan langsung ke sungai/danau/pantai, sebesar 0,2% disalurkan ke kebun/tanah lapang. Di Kabupaten Jembrana belum terdapat instalasi pengolahan air limbah yang terpusat untuk mengolah air buangan dari kegiatan domestik ini. Sebagian besar penduduk di Kabupaten Jembrana membuang limbah/air buangan domestiknya melalui septic tank (untuk black water). Dari studi EHRA di Kabupaten Jembrana (2016) bahwa sekitar 83,2% yang melaporkan menggunakan jamban siram ke septik tank, sementara proporsi rumah tangga yang membuang tinja langsung ke ruang terbuka mencakup sekitar 8,1%. Sedangkan untuk grey water langsung disalurkan ke saluran drainase atau langsung dibuang ke sungai. Terkait dengan kepemilikan sarana II - 46 P a g e

37 pembuangan air limbah selain tinja, Survey EHRA Tahun 2016 menjumpai bahwa sebesar 682 rumah tangga atau 60,7% yang memiliki saluran pengelolaan air limbah. II - 47 P a g e

38 Gambar 2.2 Pengelolaan Limbah bagi Masyarakat yang memiliki Septic Tank dan Pengelolaan Limbah oleh Pemerintah Kabupaten Jembrana II - 48 P a g e

39 Gambar 2.3 Pengelolaan Limbah Skala Komunal (Sanimas) II - 49 P a g e

40 Gambar 2.4 Pengelolaan Limbah bagi Masyarakat yang tidak Mempunyai Fasilitas Pribadi II - 50 P a g e

41 Berdasarkan data yang diperoleh mengenai kondisi sanitasi Kabupaten Jembrana, menunjukkan bahwa cakupan layanan air limbah domestik di Kabupaten Jembrana yaitu: a. Penduduk yang tidak mempunyai sarana sebagian besar masih menggunakan sarana penduduk terdekat atau membuang limbahnya ke sungai/badan air terbuka terdekat atau melakukan BAB sembarangan jumlahnya sebesar KK atau sekitar 11,50 dimana jumlah penduduk yang BABS di wilayah perdesaan mencapai KK dan di wilayah perkotaan sebesar KK. b. Penduduk yang memiliki jamban tetapi masih dikategorikan tidak layak seperti cubluk atau tanpa tangki septic jumlahnya sekitar KK (6,65%) yang tersebar di wilayah perdesaan sebesar KK dan wilayah perkotaan sebesar KK. c. Kepemilikan jamban pribadi yang layak sebesar KK atau 73,45%, yang tersebar di wilayah perdesaan sebesar KK dan wilayah perkotaan sebesar KK. d. Penduduk yang tidak mempunyai sarana namun memanfaatkan fasilitas bersama jumlahnya sebesar KK atau sebesar 8,16% dimana tersebar di wilayah perdesaan sebanyak KK dan wilayah perkotaan sebanyak KK. e. Penduduk yang IPAL komunal (sanimas) sebesar 466 KK yang sebagian besar masih terdapat di Kecamatan Negara (Kawasan perkotaan Negara). Lebih jelasnya cakupan layanan air limbah domestik di Kabupaten Jembrana per Kecamatan dapat dilihat pada Tabel berikut. II - 51 P a g e

42 No. Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) Tabel 2.6 Cakupan Layanan Air Limbah Domestik saat ini di kabupaten Jembrana Nama kecamatan Sanitasi tidak layak Sanitasi Layak BABS Sistem Onsite Sistem Offsite Sistem Berbasis Komunal Skala Kawasan/ terpusat (KK) Cubluk, jamban tidak aman (KK) Cubluk aman/ Jamban keluarga dgn tangki septik aman (KK) MCK /Jamba n Bersam a (KK) MCK Komu nal** ** (KK) Tangk i Septi k Komu na l > 10 KK (KK) IPAL Kom u nal (KK) Sambungan Rumah yang berfungsi (KK) 1. Wilayah Perdesaan a. Pekutatan b. Mendoyo c. Negara d. Jembrana e. Melaya Wilayah Perkotaan a. Pekutatan b. Mendoyo c. Negara d. Jembrana e. Melaya Total Sumber: Hasil Kompilasi Data SKPD, Tahun 2016 Sarana dan prasarana pengelolaan air limbah di Kabupaten Jembrana yaitu: - Badan Lingkungan Hidup, Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Jembrana mempunyai 1 (satu) buah truk tangki tinja dengan kapasitas 4000 liter yang masih berfungsi baik; - Air Limbah (lumpur tinja) yang dikuras dari rumah-rumah penduduk dibuang di IPLT Peh (sistem sedot dan buang). - Retribusi jasa sedot/kuras tinja satu kali sedot dengan volume s/d liter adalah Rp dan volume liter s/d liter adalah Rp ,- berdasarkan Perda No. 18 Tahun 2011 tentang retribusi penyedotan kakus sebagai pengganti Perda No. 04 Tahun IPLT Peh dibangun tahun 2003 terletak di Desa Peh, Kecamatan Jembrana terletak di Desa Peh, dengan luas 0,4 Ha. Pada Tahun 2013 dilaksanakan kegiatan optimalisasi IPLT yang berkapasitas ,- liter per hari dengan sistem pengolahan sistem Solid Separation Camber (SSC). Bangunan IPLT yang dioptimalisasi (Imhoff Tank dimodifikasi menjadi bak penampung sementara, SSC, Kolam Anaerobic, Kolam Fakultatif, Kolam Maturasi, Bak Pengering Lumpur). Kapasitas Lumpur yang diolah II - 52 P a g e

43 dalam 1 (satu) hari pada IPLT Bengkala adalah 1,06 m 3 /hari, dimana masih sangat jauh dari beban maksimum kapasitas pengolahan yang ada yaitu 27 m 3 /hari. - Unit bangunan pengolahan pada IPLT Peh terdiri dari unit bangunan pengolahan pendahuluan dan unit bangunan pengolahan secara biologis dengan menggunakan beberapa kolam stabilisasi. - Bangunan IPLT Peh terdiri dari : 1. Unit Bangunan Penyaringan (Screen); 2. Unit Bak Penampung; 3. Solid Separation Camber 4. Unit Bangunan Kolam Anaerobik; 5. Unit Bangunan Kolam Fakultatif; 6. Unit Bangunan Kolam Pengering Lumpur (SDB); 7. Hanggar Kompos 8. Unit Bangunan Penunjang: Bak Kontrol (Bak Pembagi), Outlet dan Inlet, Pagar. - Pengelolaan air limbah skala komunal (sanimas) yang ada di Kabupaten Jembrana sampai tahun 2015 yaitu sebanyak 6 unit. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel berikut. Tabel 2. 7 Kondisi Prasarana dan Sarana Pengelolaan Air Limbah Domestik Kondisi No. Jenis Satuan Jumlah/Kapasitas Tidak Berfungsi berfungsi SPAL Setempat (Sistem Onsite) 1. Berbasis Komunal - MCK Komunal unit 1 V - 2. Truk Tinja unit 2 V - 3. IPLT: kapasitas M3/hari 27 V - SPAL Terpusat (Sistem Offsite) 1. Berbasis Komunal - Tangki Septik unit Komunal > 10KK - IPAL Komunal unit IPAL unit Kawasan/Terpusat - Kapasitas M3/hari Sistem Sumber: Dinas Kebersihan dan Pertamanan Keterangan II - 53 P a g e

44 Peta 2.2. Pemetaan Air Limbah Domestik Kabupaten Jembrana II - 54 P a g e

45 (2) Kelembagaan dan Peraturan Unit kelembagaan yang menangani air limbah (IPLT) di Kabupaten Jembrana adalah BLHKP Kabupaten Jembrana, Bidang Kebersihan, Seksi Pengelolaan Sanitasi. Secara struktur organisasi pengelolaan IPLT Jembrana masih di bawah BLHKP Kabupaten Jembrana. Jumlah pengelola berjumlah 18 orang. Pengelola IPLT tersebut menjalankan fungsi sebagai operator dan regulator. Berdasarkan Surat Keputusan Bupati Jembana No. 53 Tahun 2008 tertanggal 8 September 2008 telah diatur tentang Pemberian Wewenang BLHKP Kabupaten Jembrana. Pemberian wewenang tersebut merupakan penetapan tugas pokok dan fungsi DKP. Tugas pokok DKP adalah melaksanakan kewenangan desentralisasi di bidang kebersihan dan pertamanan. Untuk menyelenggarakan tugas pokok dimaksud, BLHKPmempunyai fungsi sebagai berikut: Merumuskan kebijakan teknis di bidang kebersihan dan pertamanan berdasarkan kebijakan yang ditetapkan oleh Bupati. Melaksanakan pemeliharaan kebersihan. Melaksanakan pembangunan dan pemeliharaan ruang terbuka hijau. Memberikan pembinaan/penyuluhan di bidang kebersihan dan ruang terbuka hijau sesuai dengan kewenangan dan atau peraturan perundang-undangan yang berlaku. Struktur organisasi Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Jembrana dapat dilihat pada Gambar 3.6. Peraturan dan kebijakan yang terkait dengan pengelolaan air limbah yaitu : a) Kebijakan Pusat : - UU No. 7 Tahun 2004 Sumber Daya Air - Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 12 Tahun 2006 tentang Persyaratan dan Tata Cara Perizinan Pembuangan Air Limbah ke Laut - UU No. 32 Tahun 2009Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup - Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 1 Tahun 2010 Tentang Tata Laksana Pengendalian Pencemaran Air - PP 82/2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air - Permen LH No. 5 Tahun 2014 tentang Baku Mutu Air Limbah b) Kebijakan Daerah - Peraturan Bupati Jembrana No. 53 Tahun 2008 tentang Tugas Pokok dan Fungsi BLHKP - Perda Kabupaten Jembrana No. 6 Tahun 2009 tentang Ketertiban umum; - Perda Kabupaten Jembrana No. 18 Tahun 2011 tentang retribusi penyedotan kakus; II - 55 P a g e

46 KEPALA DINAS Kelompok Jabatan Fungsional Sekretariat Sub Bagian Umum Sub Bagian Perencanaan Sub Bagian Keuangan Bidang Kebersihan Bidang Pertamanan dan RTH Bidang Angkutan dan Peralatan Bidang Penyuluhan Seksi Pengelolaan Sampah Seksi Pengelolaan Sanitasi Seksi Pengolahan Limbah dan Sampah Seksi Pembangunan dan Penataan Taman RTH Seksi Pemeliharaan Taman RTH Seksi Pengawasan Taman dan RTH Seksi Angkutan Seksi Peralatan Seksi Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Angkutan Seksi Penyuluhan dan Informasi Seksi Sarana dan Prasarana Permukiman Seksi Pelaporan UPTD Gambar 2.6 Susunan Organisasi BLHKP Kabupaten Jembrana. (yang menangani sektor air limbah) Kelembagaan pengelolaan limbah cair (IPLT) berjumlah 12 orang. Untuk tenaga lapangan seperti operator IPLT berjumlah 5 orang, tenaga operator truk berjumlah 4 orang dan 3 orang pengawas. KASI PENGELOLAAN SANITASI PENGAWAS LAPANGAN TENAGA OPERASIONAL TRUK TENAGA OPERASIONAL DI IPLT Gambar 2.7 Struktur Organisasi Pengelola IPLT II - 56 P a g e

47 2.1.1 Persampahan (1) Sistem dan Infrastruktur Pada dasarnya Pemerintah Kabupaten Jembrana saat ini sudah mulai melaksanakan pengelolaan persampahan dengan sistem Pola Kumpul-Angkut-Proses. Sampah yang terkumpul di TPS baik yang dikumpulkan oleh masyarakat maupun yang dikumpulkan oleh tukang angkut dari BLHKP Kabupaten Jembrana diangkut dengan truk-truk pemerintah untuk diproses di TPA Peh untuk wilayah perkotaan Negara dan Jembrana. Jumlah sampah yang bisa diangkut ke TPA Peh rata-rata 250 m³/hari atau 70 ton/hari. Masyarakat di Kabupaten Jembrana dalam melaksanakan pengelolaan sampah dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) yaitu: Masyarakat di lokasi yang wilayahnya merupakan wilayah pelayanan/sudah terjangkau oleh pelayanan pemerintah melalui Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Buleleng. Masyarakat tersebut melaksanakan pengelolaan secara perorangan maupun dengan sistem kawasan mengumpulkan sampah dari sumbernya (Rumah Tangga) dikumpulkan di TPS (Tong/Kontainer, bak sampah, transfer station atau transfer depo) terdekat. Jumlah wilayah yang sudah terjangkau oleh pelayanan pemerintah melalui Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Buleleng sebesar 26,48%. Masyarakat yang belum terjangkau pelayanan pemerintah, namun sudah dilayani oleh TPST yang dikelola oleh KSM setempat. Masyarakat yang lokasi wilayahnya belum terjangkau oleh pelayanan pemerintah namun sudah melaksanakan pengelolaan yang dilakukan oleh KSM dengan menampung sampah pada tempat tertentu kemudian diangkut dibawa ke TPST untuk dilakukan pengelolaan. Jumlah wilayah yang sudah terjangkau oleh pelayanan TPST sebesar 9,70% Masyarakat yang lokasi wilayahnya belum terjangkau oleh pelayanan Pemerintah dan TPST, hanya memindahkan sampah dari sumbernya kemudian dikumpulkan/dibuang pada tempat tertentu seperti dibakar, ditimbun, dibuang ke tempat terbuka, jurang, bahkan di saluran terbuka (got, sungai/kali). Berdasarkan hasil Studi EHRA Tahun 2016 bahwa masih terdapat beberapa Rumah Tangga yang belum menerima layanan persampahan sebesar 74,9% dimana sebagian besar cara pengelolaan sampah dengan cara dibakar sebesar 30,8%, yang membuang sampah dengan dibuang ke lahan kosong/kebun/hutan dan dibiarkan membusuk sebesar 21,4%, yang membuang sampah ke sungai/kali/laut/danau sebesar 10,9% dan kelompok yang membuang sampahnya ke dalam lubang tetapi tidak ditutup dengan tanah sebesar 8,0%. Komitmen Pemerintah Kabupaten Jembrana dalam menangani masalah persampahan sangat serius hal ini terlihat dari diterbitkannya Peraturan Bupati Jembrana Nomor 5 Tahun 2013 tentang Gerakan Kebersihan dan Penghijauan di Kabupaten Jembrana. Peraturan ini merupakan salah satu upaya untuk menangani sampah II - 57 P a g e

48 plastik di Kabupaten Jembrana melalui gerakan Aksi Bersama dalam mengurangi sampah plastik dengan kegiatan rutin berupa jumat bersih setiap bulan pada minggu ke-2. II - 58 P a g e

49 Gambar 2.8 Diagram Sistem Sanitasi Pengelolaan Persampahan II - 59 P a g e

50 Timbulan sampah di Kabupaten Jembrana dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan seiring peningkatan jumlah penduduk. Timbulan sampah terbesar terdapat di Kecamatan Jembrana sebesar 331,63 M3/hari dan terkecil terdapat di Kecamatan Pekutatan sebesar 100,68 M3/hari. Lebih jelasnya timbulan sampah di Kabupaten Jembrana dapat dilihat pada Tabel 2.8 Tabel 2.8 Timbunan Sampah per Kecamatan Volume timbulan sampah Jumlah Penduduk Perdesaan Perkotaan Total No. Kecamatan Wilayah Wilayah Total % M3/hari % M3/ % M3/hari Perdesaan Perkotaan hari 1 Pekutatan ,04 176,23 1,68 26,83 12,72 203,05 2 Mendoyo ,07 160,65 1,06 16,95 11,13 177,60 3 Negara ,13 81,93 1,17 18,75 6,31 100,68 4 Jembrana ,69 154,67 1,36 21,70 11,05 176,38 5 Melaya ,44 118,75 4,22 67,30 11,66 186,05 Jumlah , ,75 29,58 472,00 100, ,75 Sumber: Hasil Perhitungan Tahun 2016 Dari 51 desa/kelurahan di Kabupaten Jembrana, wilayah yang telah terjangkau pelayanan persampahan Tahun 2014 oleh pemerintah Kabupaten Jembrana (angkutan BLHKP) adalah 20 Desa/Kelurahan yang sebagian besar terdapat di Kecamatan Negara dan Jembrana, sedangkan yang belum dilayani angkutan BLHKP namun sudah dilayani TPST sebesar 31 desa sehingga totalnya menjadi 51 desa/kelurahan. Namun dari wilayah yang terlayani oleh angkutan BLHKP tidak semua volume sampahnya bisa terangkut 100%. Wilayah yang tidak mendapat pelayanan angkutan BLHKP namun sudah dilayani oleh TPST sebagian besar berada pada wilayah di luar Kecamatan Negara. Pada TPST umunya sampah dikelola dengan sistem 3R. Cakupan akses dan sistem layanan persampahan di Kabupaten Jembrana yaitu untuk wilayah perkotaan khususnya Kawasan Perkotaan Negara sudah 100% terlayani angkutan BLHKP, namun volume sampah yang terangkut ke TPA masih 80%. Volume sampah yang terangkut ke TPA sebesar 422,52 M3/hari dari dari 1.595,75 M3/hari timbulan sampah di Kabupaten Jembrana.. II - 60 P a g e

51 Sarana dan prasarana pengelolaan persampahan yang ada di Kabupaten Jembrana yaitu: Sarana Perangkutan Berkaitan dengan operasional pelayanan kebersihan dan pengelolaan sampah, sarana pengangkutan yang dimiliki oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kabupaten Buleleng, yaitu: Gerobak Sampah: 1-2unit/kelurahan/desa Dump Truck : 5 unit Truck Biasa : 1 unit Armroll truck : 2 unit Motor Sampah : 1 unit Sarana Pengumpulan dan Pemindahan Sarana pengumpulan dan pemindahan sampah yang dimiliki oleh BLHKP Kabupaten Jembrana yaitu: TPS Plat Besi : 71 unit TPS Pasangan Bata: 39 unit LHC : 41 unit Transfer Depo : 13 unit II - 61 P a g e

52 No. Jenis Prasarana/Sarana Satuan Tabel 2.9 Kondisi Prasarana dan Sarana Persampahan Jumlah/ Luas total terpakai Kapasitas/ daya tampung (M3/unit) Ritasi/ hari Baik Kondisi Rusak Ringan Rusak Berat Keterangan 1 Pengumpulan Setempat - Gerobak unit 1-2 unit/kel 1 2 Desa/kel - Becak/Becak Motor unit BLHKP - Kendaraan Pick Up unit Tempat Penampungan Sementara - Plat Besi dan Pasangan unit BLHKP/Desa Bata - Kontainer/LHC unit BLHKP - Transfer Stasiun unit BLHKP - SPA (Stasiun Pengalihan Antara unit Pengangkutan - Dump Truck unit BLHKP - Arm Roll Truck unit BLHKP - Compactor Truck unit - BLHKP 4 Pengolahan Sampah 5 TPA - sistem 3R unit (desa) - Incenerator unit 2 0,5 1 2 BLHKP Konstruksi: lahan urug saniter/lahan urug terkendali/penimbunan terbuka Operasional: lahan urug saniter/lahan urug terkendali/penimbunan terbuka - Luas total TPA yang Ha 4,8 BLHKP terpakai - Luas sel Landfill Ha 4 BLHKP - Daya Tampung TPA M3/hari 350 BLHKP 6 Alat Berat - Bulldozer unit 2 2 BLHKP - Whell/Truck Loader unit - BLHKP - Excavator/backhoe unit 1 1 BLHKP - Truk Tanah unit - BLHKP 7 IPL: Sistem kolam/aerasi 2 Hasil Pemeriksaan Lab (BOD dan COD) - Efluent di Inlet Mg/Lt 672 BLHKP - Efluent di Outlet Mg/Lt 389 BLHKP Sumber: Hasil Tabulasi Data SKPD, Tahun 2015 II - 62 P a g e

53 Peta 2.2 Peta Cakupan Akses dan Sistem Layanan Persampahan II - 63 P a g e

54 (2) Kelembagaan dan Peraturan Kelembagaan pelayanan persampahan dilaksanakan oleh BLHKP Kabupaten Jembrana Adapun bidang yang menangani adalah Bidang Kebersihan dan Bidang Peralatan dan Angkutan. Jumlah tenaga lapangan yang menangani persampahan berjumlah 250 orang yang terdiri dari tenaga penyapuan jalan dan pengangkutan Terkait dengan upaya optimalisasi pengelolaan sampah, Pemerintah Kabupaten Jembrana telah menetapkan kebijakan berperan bersama dan setara antara Pemerintah dan Masyarakat. Pemerintah mengambil peran pada aktivitas kegiatan pengangkutan dan pemusnahan sedangkan porsi pengumpulan sampah lebih ditekankan pada upaya partisipasi masyarakat. Pengumpulan yang dimaksud yaitu suatu kegiatan pengangkutan sampah dari sumber ke tempat pembuangan sampah sementara baik di tingkat rumah tangga maupun sampai di tingkat transfer depo. KEPALA DINAS Kelompok Jabatan Fungsional Sekretariat Sub Bagian Umum Sub Bagian Perencanaan Sub Bagian Keuangan Bidang Kebersihan Bidang Pertamanan dan RTH Bidang Angkutan dan Peralatan Bidang Penyuluhan Seksi Pengelolaan Sampah Seksi Pengelolaan Sanitasi Seksi Pengolahan Limbah dan Sampah Seksi Pembangunan dan Penataan Taman RTH Seksi Pemeliharaan Taman RTH Seksi Pengawasan Taman dan RTH Seksi Angkutan Seksi Peralatan Seksi Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Angkutan Seksi Penyuluhan dan Informasi Seksi Sarana dan Prasarana Permukiman Seksi Pelaporan UPTD Gambar 2.12 Susunan Organisasi BLHKP (yang menangani sektor persampahan) II - 64 P a g e

55 Peraturan Perundangan yang berhubungan dengan pengelolaan persampahan adalah: a. Kebijakan Pusat: - Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman - Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah - Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup - PERMEN PU No. 21 PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan. - Permendagri No. 33 Tahun 2010 tentang Pedoman Pengelolaan Sampah. - Petunjuk Teknis Nomor KDT Pet. I judul Petunjuk Teknis Spesifikasi Kompos Rumah Tangga, Tata cara Pengelolaan Sampah Dengan Sistem Daur Ulang Pada Lingkungan, Spesifikasi Area Penimbunan Sampah Dengan Sistem Lahan Urug Terkendali di TPA Sampah; b. Kebijakan Daerah: Peraturan Perundangan Daerah yang berhubungan dengan pengelolaan persampahan adalah: - Perda Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Sampah; -- Peraturan Daerah Kabupaten Jembrana No. 1 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah Drainase (1) Lokasi Genangan dan Perkiraan Luas Genangan pada area terbangun Permasalahan umum yang sering dihadapi pada setiap musim hujan adalah masalah banjir dan genangan air. Banjir dan genangan akan berdampak pada terganggunya kelancaran lalu lintas dan dapat menurunkan derajat kesehatan penduduk dan lingkungan. Terjadinya banjir dan genangan disebabkan oleh fungsi drainase kota belum tertangani secara menyeluruh baik dari segi perencanaan teknis maupun pelaksanaan fisiknya dan disamping kurangnya kesadaran masyarakat dalam memelihara saluran yang ada di sekitarnya. Permasalahan tersebut merupakan dampak dari perkembangan penduduk dan bangunan fisik yang sangat cepat tapi tidak terkontrol dimana terjadi penyempitan areal resapan air terutama pada musim hujan, limpasan permukaan air langsung menuju saluran drainase. Berkurangnya daerah resapan air menyebabkan saluran drainase tidak mampu menampung sehingga terjadi luapan dan banjir. Dari Hasil Studi EHRA 2016, masih terdapat Rumah Tangga yang mengalami banjir pada waktu musim hujan sekitar 8,8%. Sekitar 4,5% rumah tangga melaporkan banjir di Kabupaten Jembrana terjadi beberapa kali dalam setahun. Sekitar 0,1% rumah tangga yang mengalami sekali dalam setahun, dan yang lebih parah atau yang mengalami sebulan sekali hanya sekitar 3,2%. Luas genangan di Kabupaten Jembrana Tahun 2015 sebesar 218,73 Ha, dengan luas genangan terbesar terdapat di Kecamatan Negara dan Jembrana. Daerah-daerah yang berpotensi terjadi banjir dan genangan air di Kabupaten Jembrana yaitu: II - 65 P a g e

56 No. Lokasi Genangan Wilayah Genangan Luas Ketinggian Lama Frekuensi (Ha) (M) (jam/hari) (kali/tahun) 12 Tabel 2.45 Wilayah Genangan di Kabupaten Jembrana Penyebab*** Jenis Infrastruktur* Keterangan** I KECAMATAN NEGARA 1 Loloan Barat 5 Air Pasang Saluran Drainase Saluran primer p=5,64 km; Saluran sekunder p = 18,2 km; Saluran tersier p= 9,3 km 2 Loloan Timur 7 Air Pasang Saluran Drainase Saluran primer p= 3 km; Saluran sekunder p = 12 km; Saluran tersier p= 4,3 km TOTAL 218,73 Sumber: Database Permukiman, Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Jembrana, Tahun 2016 II - 66 P a g e

57 (2) Sistem dan Infrastruktur Dalam wilayah Kota Jembrana terdapat beberapa sungai yang berfungsi sebagai pembuang utama dari sistem drainase. Pada satu sistem terdapat beberapa saluran sekunder maupun tersier yang merupakan satu kesatuan pola aliran menuju pembuang akhir yakni sungai. Kondisi gorong-gorong sebagai pendukung dari sistem drainase makro, saat ini kondisinya perlu peningkatan, dari sekian banyak jumlah gorong-gorong yang ada hampir sebagian besar mengalami masalah yang sama, yakni tersumbat akibat sampah atau endapan sedimen. Saat memasuki musim penghujan banyak gorong-gorong tidak mampu mengalirkan air drainase, sehingga sering mengakibatkan genangan air di sekitar jalan atau perumahan. Hal ini terjadi karena kebiasaan masyarakat membuang sampah tidak pada tempatnya. Masih banyak masyarakat yang membuang sampah di saluran-saluran drainase, dengan harapan nantinya sampah yang dibuang tersebut akan dialirkan oleh air yang melalui saluran drainase tersebut. Saluran drainase yang ada di Kabupaten Jembrana yaitu saluran drainase primer dengan panjang m, saluran drainase sekunder dengan panjang m dan saluran drainase tersier dengan panjang m. Pendukung prasarana drainase mikro dalam hal ini bentuk saluran dan teknologi yang mendukung dalam pelaksanaan pelayanan drainase masih menggunakan sistem sederhana, yakni mengalirkan air-air buangan dari perumahan, jalan atau tempat terbuka lainnya langsung menuju saluran drainase dan dilanjutkan ke daerah buangan (sungai atau laut). Kondisi drainase Kabupaten Jembrana dari hasil survey baik saluran irigasi, saluran pematusan dan sungai yang berfungsi sebagai saluran pembuang secara umum saluran-saluran tersebut berfungsi dengan baik, khusus untuk saluran-saluran di wilayah kota yang merupakan daerah genangan dan banjir serta daerah-daerah yang belum terdapat sarana drainase secara sempurna perlu mendapat perhatian. Sistem drainase yang ada di Kabupaten Jembrana diklasifikasi sebagai sistem drainase terbuka dan sistem drainase tertutup. Berdasarkan fisiknya sistem drainase Kabupaten Jembrana, meliputi: a. Sistem saluran primer adalah saluran utama yang menerima masukan aliran dari saluran-saluran sekunder. Dimensi saluran ini relatif besar sebab letak saluran paling hilir. Akhir saluran primer adalah badan air. b. Sistem saluran sekunder adalah saluran terbuka atau tertutup yang berfungsi menerima aliran air dari saluran-saluran tersier dan limpasan air dari permukaan sekitarnya, serta meneruskan air ke saluran primer. Dimensi saluran tergantung pada debit yang dialirkan. c. Sistem saluran tersier dalah saluran drainase yang menerima aliran langsung dari saluran-saluran drainase lokal, atau langsung dari saluran-saluran kiri kanan jalan perumahan. Umumnya saluran tersier ini adalah saluran-saluran kiri-kanan jalan di depan perumahan. II - 67 P a g e

58 Pada sistem jaringan drainase Kabupaten Jembrana, air mengalir dari hulu ke hilir sesuai dengan pola aliran masing-masing saluran drainase, sehingga debit dari hulu ke hilir akan semakin besar. Kapasitas saluran drainase yang ada harus bisa menampung semua debit yang ada supaya tidak terjadi genangan atau banjir. Sehingga dalam analisa dimensi saluran drainase perlu diketahuinnya pola aliran dalam sistem jaringan drainase untuk menentukan jumlah total debit air yang harus ditampung/dialirkan tiap-tiap saluran drainase. Kondisi Sarana dan Prasarana Drainase di Kabupaten Jembrana dapat dilihat pada Tabel Tabel 2.46 Kondisi Sarana dan Prasarana Drainase di Kabupaten Buleleng No. Jenis Prasarana/Sarana Satuan Bentuk Penampang Saluran Dimensi Kondisi Frekuensi Lebar Tinngi Tidak Pemeliharaan Berfungsi (m) (m) berfungsi (kali/tahun)" I Saluran Pembuang Utama A Saluran Pembuang Utama di Wilayah Kota Negara 1 Tukad Ijo Gading Negara m' Trapesium 3,00 2,00 v Sumber: Bidang Cipta Karya, Dinas Pekerjaan Umum Kab. Jembrana, Tahun 2015 II - 68 P a g e

59 Peta 2.6 Peta Lokasi Genangan Kabupaten Jembrana II - 69 P a g e

60 (3) Kelembagaan dan Peraturan Kelembagaan pelayanan Drainase dilaksanakan oleh Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Jembrana. Adapun bidang yang menangani adalah Seksi Perumahan dan Permukiman Bidang Cipta Karya. Terkait dengan upaya optimalisasi saluran drainase dilaksanakan secara berkala dan diawasi oleh staf Bidang Cipta Karya. Dalam proses pelayanan Drainase, Bidang Cipta Karya Kabupaten Jembrana memiliki Tenaga Drainase yang beberapa wilayah Dalam satu wilayah tenaga drainase terdiri dari 1 mandor dan beberapa pekerja. Jumlah pekerja dalam satu wilayah bergantung pada luasan wilayah yang ditangani. Tenaga Operasional dan Pemeliharaan Drainase terdiri dari Mandor dan Pekerja dengan tugas sebagai berikut: a. Tugas Mandor: - Merencanakan lokasikerjaberdasarkan skala prioritas dalam wilayah kerja - Melakukan pengawasan terhadap wilayah kerja dan melakukan tindakan pengamanan saat terjadinya banjir - Mengkoordinir dan melakukan pengawasan terhadap kinerja pekerja - Menilai dan dapat merekomendasikan pemberhentian pekerja - Apabila diperlukan sanggup mengerjakan tugas-tugas bidang ke PU-an yang dibebankan atasan. b. Tugas pekerja: - Melakukan pembersihan saluran/drainase dan melakukan tindakan pengamanan saat terjadi banjir. - Apabila diperlukan sanggup mengerjakan tugas-tugas ke-pu-an yang dibebankan oleh mandor. KEPALA DINAS II - 70 P a g e

61 KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL BAGIAN TATA USAHA SUB BAGIAN PERENCANAAN SUB BAGIAN UMUM SUB BAGIAN KEUANGAN BIDANG BINA MARGA BIDANG CIPTA KARYA BIDANG PENGAIRAN BIDANG PERTAMBANGAN SEKSI PEMB. JEMBATAN & JALAN SEKSI TATA RUANG SEKSI SUNGAI PANTAI & DANAU/WADUK SEKSI TAMBANG UMUM SEKSI PEML. JEMBATAN & JALAN SEKSI TATA BANGUNAN SEKSI OP. PEMEL. PENGAIRAN SEKSI ENERGI MINYAK & GAS BUMI SEKSI PENINKT. JALAN & PENGGN. JEMBATAN SEKSI PERUMAHAN & PERMUKIMAN U P T SEKSI IRIGASI Gambar 2.13 Susunan Organisasi Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Jembrana (yang menangani sektor drainase) Peraturan dan Kebiajakan yang terkait dengan pengelolaan drainase yaitu: a. Kebijakan Pusat II - 71 P a g e

62 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman; Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air; Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2011 Tentang Sungai; Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 01/PRT/M/2014 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan dan Umum Penataan Ruang; Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 12/PRT/M/2014 tentang Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan; Petunjuk Teknis Nomor KDT Pan I judul Panduan Dan Petunjuk Praktis Pengelolaan Drainase Perkotaan; b. Kebijakan Daerah Perda Kabupaten Jembrana No. 4 Tahun 2008 tentang Pembentukan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Daerah Kabupaten Jembrana; 2.4. Area Beresiko dan Permasalahan Mendesak Sanitasi Tahap berikutnya adalah penilaian, penetapan dan pemetaan area berisiko dengan menggunakan data EHRA Data dari studi EHRA ini memperlihatkan kondisi fasilitas sanitasi dan air bersih, dan perilaku-perilaku terkait higienitas dan sanitasi yang memiliki resiko pada kesehatan Masyarakat. Studi sanitasi yang diteliti mencakup kondisi kesehatan meliputi; sistem penyedian air bersih, layanan pembuangan sampah, ketersedian jamban dan saluran pembuangan limbah dan perilaku dengan higenitas dan sanitasi meliputi ; cuci tangan pakai sabun, buang air besar, pembuangan kotoran anak dan pembuangan sampah. Pelaksanaan studi EHRA ini dilaksanakan oleh Pokja Sanitasi Kab. Jembrana dari unsur Gugus Desa/Kelurahan yang masing-masing Desa/Kelurahan di utus dua orang yaitu dari Sanitarian Puskesmas dan Kader Posyandu. Yang proses penetapan area beresiko dilakukan berdasarkan gambar di bawah ini. Interpretasi data EHRA Menyiapkan tabel matriks Menyepakati parameter dan nilai persentasenya Mengisi tabel matriks Melakukan interpretasi Menyiapkan format analisa area beresiko Merekam data EHRA ke dalam format rekanan data sekunder II - 72 P a g e

63 Dalam menilai pilihan, kinerja setiap kelurahan atas kriteria diberi skor dan pembobotan yang ditetapkan sebagaimana terlihat pada Tabel Area Beresiko Berdasarkan Data EHRA Kab. Jembrana dan Peta Area Beresiko Berdasarkan Data EHRA. Grafik Indeks Resiko Sanitasi Kabupaten Jembrana 2016 II - 73 P a g e

64 Katagori Nilai Resiko Sanitasi Kabupaten Jembrana 2016 Batas Nilai Risiko Keterangan Total Indeks Risiko Max 214 Total Indeks Risiko Min 162 Interval 13 Katagori Area Berisiko Batas Bawah Batas Atas Kurang Berisiko Berisiko Sedang Risiko Tinggi Risiko Sangat Tinggi Hasil Skoring berdasarkan Indeks Resiko Sanitasi Kabupaten Jembrana 2016 CLUSTER NILAI IRS SKOR EHRA CLUSTER Kelurahan 1 Kelurahan 2 Kelurahan 3 dst CLUSTER Kelurahan 1 Kelurahan 2 Kelurahan 3 dst CLUSTER Kelurahan 1 Kelurahan 2 Kelurahan 3 dst CLUSTER Kelurahan 1 Kelurahan 2 Kelurahan 3 dst CLUSTER Kelurahan 1 Kelurahan 2 Kelurahan 3 dst II - 74 P a g e

65 Peta Resiko Sanitasi Berdasarkan Studi EHRA Kabupaten Jembrana 2016 II - 75 P a g e

66 Skoring Kondisi Sanitasi Desa dan Kelurahan Kab. Jembrana Data/informasi baik yang berasal dari data sekunder, studi EHRA (Environmental Health Risk Assessment) tahun 2013, dan persepsi SKPD digunakan sebagai kriteria untuk menentukan pilihan area berisiko. Opsi/pilihan dilakukan terhadap 51 Desa/Kelurahan yang tersebar di 5 kecamatan. Penilaian awal area berisiko disajikan dalam tabel matriks kinerja. Tabel berikut ini menjelaskan skor yang disepakati berdasarkan data sekunder, persepsi SKPD dan hasil studi EHRA. Selain itu masih perlu ditambahkan dengan skor hasil kunjungan lapangan jika diperlukan. Berdasarkan hasil dari analisa data-data sekunder, persepsi SKPD, dan studi EHRA maka diperoleh data area beresiko yang ada di Kab. Jembrana adalah sebagai berikut: a. Hasil penilaian terhadap area berisiko untuk Kab. Jembrana telah ditetapkan oleh Pokja Sanitasi Kab. Jembrana setelah membandingkan skor penilaian terhadap data sekunder (Peta 5.1. Peta Area Beresiko Berdasarkan Data Sekunder), persepsi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) (Peta 5.2. Peta Area Beresiko Berdasarkan Persepsi SKPD),dan hasil data EHRA (Peta 5.3. Peta Area Beresiko Berdasarkan Data EHRA) yang menjadi anggota Pokja Sanitasi. b. Maka hasil kesepakatan yang telah dilakukan yaitu dengan melakukan pembobotan yaitu untuk persepsi SKPD sebesar 33 %, data sekunder 33 % dan data EHRA 45 % maka di dapat sebagaimana terlihat pada Tabel 5.1. (Peta 5.4. Peta Area Beresiko Berdasarkan Skor Yang Disepakati), menetapkan 4 (empat) kelurahan yang mempunyai resiko sangat tinggi c. Kelurahan-kelurahan tersebut adalah: Desa/Kelurahan Pengambengan, Baler Bale Agung, Tukadaya dan Manistutu Sedangkan untuk kelurahan yang mempunyai resiko tinggi (Skor 3) sebanyak 17 (Tujuh Belas) kelurahan/desa. d. Hasil awal identifikasi area berdasarkan kepadatan populasi ini kemudian disesuaikan dengan pemanfaatan detil ruang Kab. Jembrana sebagaimana tercantum dalam RTRW Tahun untuk mendapatkan hasil akhir klasifikasi tiap kelurahan yang disajikan dalam Tabel 5..5 II - 76 P a g e

67 Tabel 5.1 Area beresiko Sanitasi dan Penyebab Utamanya di Kabupaten Jembrana Penyebab Utama Area Resiko Sanitasi di Kabupaten Jembrana : Sampah dan Air Limbah Domestik Sumber : Data diolah, Penentuan Area Beresiko Sanitasi Pokja Kab. Jembrana,2016 II - 77 P a g e

68 Peta 5.1 Peta Area Berisiko Sanitasi Kabupaten Jembrana 2016 II - 78 P a g e

1.1 Latar Belakang MEMORANDUM PROGRAM SANITASI (MPS) TAHUN Kabupaten Jembrana Provinsi Bali 1

1.1 Latar Belakang MEMORANDUM PROGRAM SANITASI (MPS) TAHUN Kabupaten Jembrana Provinsi Bali 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan Sanitasi di Kabupaten Jembrana secara umum dapat disimpulkan dalam bahwa perencanaan pembangunan sanitasi yang tidak sesuai dengan permasalahan dan skala

Lebih terperinci

BUPATI BATANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BATANG TAHUN

BUPATI BATANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BATANG TAHUN BUPATI BATANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BATANG TAHUN 2011 2031 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2011-2031 I. UMUM 1. Faktor yang melatarbelakangi disusunnya Rencana Tata Ruang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JEMBRANA TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JEMBRANA TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JEMBRANA TAHUN 2012-2032 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : BUPATI JEMBRANA, a. bahwa visi

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH KABUPATEN JEMBRANA

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH KABUPATEN JEMBRANA BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH KABUPATEN JEMBRANA 2.1 Geografis, Administratif, dan Kondisi Fisik A. Kondisi Geografis Kabupaten Jembrana terletak pada belahan bagian barat Pulau Bali membujur dari barat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JEMBRANA TAHUN 2012-2032

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JEMBRANA TAHUN 2012-2032 PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JEMBRANA TAHUN 2012-2032 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : BUPATI JEMBRANA, a. bahwa visi

Lebih terperinci

LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN

LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN Lampiran VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR TAHUN 2011 LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2011 2031 MATRIK

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS KATA PENGANTAR Sesuai Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 11 ayat (2), mengamanatkan pemerintah daerah kabupaten berwenang dalam melaksanakan penataan ruang wilayah kabupaten

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif (Executive Summary) Penyusunan Dokumen Memorandum Sanitasi Kabupaten (MPS)

Ringkasan Eksekutif (Executive Summary) Penyusunan Dokumen Memorandum Sanitasi Kabupaten (MPS) Ringkasan Eksekutif (Executive Summary) Penyusunan Dokumen Memorandum Sanitasi Kabupaten (MPS) Kabupaten : Jembrama Provinsi : Bali Tahun : 2014 Pembangunan Nasional harus dilaksanakan secara merata diseluruh

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Kabupaten Balangan. 2.1 Visi Misi Sanitasi

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Kabupaten Balangan. 2.1 Visi Misi Sanitasi II-1 BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI 2.1 Visi Misi Sanitasi Visi Pembangunan Tahun 2011-2015 adalah Melanjutkan Pembangunan Menuju Balangan yang Mandiri dan Sejahtera. Mandiri bermakna harus mampu

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 gg Tentang Penataan Ruang 1 Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN KATA PENGANTAR Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mengamanatkan bahwa RTRW Kabupaten harus menyesuaikan dengan Undang-undang tersebut paling lambat 3 tahun setelah diberlakukan.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2011 NOMOR : 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2011 NOMOR : 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2011 NOMOR : 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2010-2030 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN II CONTOH PETA RENCANA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 2 LAMPIRAN III CONTOH PETA PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS KABUPATEN L

Lebih terperinci

RENCANA TATA RUANG WI LAYAH KABUPATEN MAGELANG

RENCANA TATA RUANG WI LAYAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH NOMOR 5 TAHUN 2011 RENCANA TATA RUANG WI LAYAH KABUPATEN MAGELANG 2010 2030 BUPATI MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN

Lebih terperinci

Bab 3 Kerangka Pengembangan Sanitasi

Bab 3 Kerangka Pengembangan Sanitasi 3.1. Visi dan misi sanitasi Bab 3 Kerangka Pengembangan Sanitasi Dalam rangka merumuskan visi misi sanitasi Kabupaten Lampung Tengah perlu adanya gambaran Visi dan Misi Kabupaten Lampung Tengah sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional Bab II Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG 2.1.1 Tinjauan Penataan Ruang Nasional Tujuan Umum Penataan Ruang; sesuai dengan amanah UU Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007 tujuan penataan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2011 2031 I. UMUM Ruang Wilayah Kabupaten Kepulauan Anambas yang meliputi

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

BAB III KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI BAB III KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI 3.1. Visi dan Misi Sanitasi Visi merupakan harapan kondisi ideal masa mendatang yang terukur sebagai arah dari berbagai upaya sistematis dari setiap elemen dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undangundang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang perlu

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF DIAGRAM SISTEM SANITASI PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK KABUPATEN WONOGIRI. (C) Pengangkutan / Pengaliran

RINGKASAN EKSEKUTIF DIAGRAM SISTEM SANITASI PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK KABUPATEN WONOGIRI. (C) Pengangkutan / Pengaliran RINGKASAN EKSEKUTIF Strategi Sanitasi Kabupaten Wonogiri adalah suatu dokumen perencanaan yang berisi kebijakan dan strategi pembangunan sanitasi secara komprehensif pada tingkat kabupaten yang dimaksudkan

Lebih terperinci

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin 2.1 Tujuan Penataan Ruang Tujuan penataan ruang wilayah kabupaten merupakan arahan perwujudan ruang wilayah kabupaten yang ingin dicapai pada masa yang akan datang (20 tahun). Dengan mempertimbangkan visi

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TRENGGALEK

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TRENGGALEK PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TRENGGALEK 2012-2032 BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2011 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2011 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2011 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2010-2030 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KOTA BANJARMASIN 2013-2032 APA ITU RTRW...? Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan Pola Ruang Wilayah Kota DEFINISI : Ruang : wadah yg meliputi

Lebih terperinci

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa sehingga Naskah Akademis untuk kegiatan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lamongan dapat terselesaikan dengan baik

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT,

Lebih terperinci

BAB 2 Kerangka Pengembangan Sanitasi

BAB 2 Kerangka Pengembangan Sanitasi BAB 2 Kerangka Pengembangan Sanitasi 2.1. Visi Misi Sanitasi Visi Kabupaten Pohuwato Tabel 2.1: Visi dan Misi Sanitasi Kabupaten/Kota Misi Kabupaten Pohuwato Visi Sanitasi Kabupaten Pohuwato Misi Sanitasi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA PERENCANAAN WILAYAH 1 TPL 314-3 SKS DR. Ir. Ken Martina Kasikoen, MT. Kuliah 10 BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA Dalam KEPPRES NO. 57 TAHUN 1989 dan Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang PEDOMAN

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI 2.1. Tujuan Penataan Ruang Kota Bengkulu Tujuan penataan ruang wilayah kota dirumuskan berdasarkan: 1) visi dan misi pembangunan wilayah kota; 2) karakteristik wilayah kota;

Lebih terperinci

DESKRIPSI PROGRAM UTAMA

DESKRIPSI PROGRAM UTAMA DESKRIPSI PROGRAM UTAMA PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN LATAR BELAKANG Sanitasi sebagai salah satu aspek pembangunan memiliki fungsi penting dalam menunjang tingkat kesejahteraan masyarakat,

Lebih terperinci

L-3. Kerangka Kerja Logis TABEL KKL. Pemutakhiran SSK Kabupaten Batang L3-1

L-3. Kerangka Kerja Logis TABEL KKL. Pemutakhiran SSK Kabupaten Batang L3-1 L-3 Kerangka Kerja Logis TABEL KKL Pemutakhiran SSK Kabupaten Batang L3-1 TABEL KKL SUBSEKTOR KEGIATAN AIR LIMBAH IPLT masih dalam proses optimalisasi BABs masih 34,36% Cakupan layanan sarana prasarana

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR.TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR.TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR.TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAMEKASAN Menimbang : a. bahwa sumber

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

Tersedianya perencanaan pengelolaan Air Limbah skala Kab. Malang pada tahun 2017

Tersedianya perencanaan pengelolaan Air Limbah skala Kab. Malang pada tahun 2017 Sub Sektor Air Limbah Domestik A. Teknis a. User Interface Review Air Limbah Buang Air Besar Sembarangan (BABS), pencemaran septic tank septic tank tidak memenuhi syarat, Acuan utama Air Limbah untuk semua

Lebih terperinci

penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah (pasal 6 huruf d).

penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah (pasal 6 huruf d). TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 14 Informasi Geologi Untuk Penentuan Lokasi TPA UU No.18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah 1. Melaksanakan k pengelolaan l sampah dan memfasilitasi i penyediaan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN 2013-2032 I. UMUM Ruang yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara,

Lebih terperinci

PROFIL SANITASI SAAT INI

PROFIL SANITASI SAAT INI BAB II PROFIL SANITASI SAAT INI Tinjauan : Tidak ada narasi yang menjelaskan tabel tabel, Data dasar kemajuan SSK sebelum pemutakhiran belum ada ( Air Limbah, Sampah dan Drainase), Tabel kondisi sarana

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI, KABUPATEN, DAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan....

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan.... DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Gambar Daftar Grafik i ii vii viii Bab I Pendahuluan. 1.1. Dasar Hukum..... 1.2. Profil Wilayah Kabupaten Sijunjung... 1.2.1 Kondisi Fisik

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF PEMERINTAH KABUPATEN WAKATOBI KELOMPOK KERJA SANITASI KABUPATEN WAKATOBI

RINGKASAN EKSEKUTIF PEMERINTAH KABUPATEN WAKATOBI KELOMPOK KERJA SANITASI KABUPATEN WAKATOBI RINGKASAN EKSEKUTIF Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (Program PPSP) merupakan program yang dimaksudkan untuk mengarusutamakan pembangunan sanitasi dalam pembangunan, sehingga sanitasi

Lebih terperinci

2.1. Kondisi Geografi

2.1. Kondisi Geografi 2.1. Kondisi Geografi K abupaten Jembrana terletak di sebelah barat Pulau Bali, membentang dari arah barat ke timur pada 8 09 30 8 28 02 LS dan 114 25 53-114 56 38 BT. Batas-batas administrasi Kabupaten

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN I. UMUM Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah mengamanatkan perlunya

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF PEMUTAKHIRAN STRATEGI SANITASI KABUPATEN SUMBAWA BARAT 2016

RINGKASAN EKSEKUTIF PEMUTAKHIRAN STRATEGI SANITASI KABUPATEN SUMBAWA BARAT 2016 KABUPATEN SUMBAWA BARAT 2016 RINGKASAN EKSEKUTIF Dokumen Pemutakhiran Strategi Sanitasi Kota (SSK) Tahun 2016 ini merupakan satu rangkaian yang tidak terpisahkan dengan dokumen lainnya yang telah tersusun

Lebih terperinci

Lokasi Sumber Dana Instansi Pelaksana. APBD Prov. APBD Kab.

Lokasi Sumber Dana Instansi Pelaksana. APBD Prov. APBD Kab. LAMPIRAN IV PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOALEMO NOMOR : 3 TAHUN 2012 TANGGAL : 11 SEPTEMBER 2012 TENTANG : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BOALEMO TAHUN 2011-2031 I. RENCANA STRUKTUR RUANG No Rencana

Lebih terperinci

Bab 4 Strategi Pengembangan Sanitasi

Bab 4 Strategi Pengembangan Sanitasi Bab 4 Strategi Pengembangan Sanitasi 4.. Air limbah domestik Perencanaan pembangunan air limbah domestik di Kabupaten Pati didasarkan kepada permasalahan permasalahan mendesak dan posisi pengelolaan sanitasi

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BINTAN TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BINTAN TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2011-2031 I. UMUM Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun

Lebih terperinci

Lampiran A. Kerangka Kerja Logis Air Limbah

Lampiran A. Kerangka Kerja Logis Air Limbah Lampiran A. Kerangka Kerja Logis Air Limbah Permasalahan Mendesak Tujuan Sasaran Strategi Program Kegiatan 1. Meningkatnya pembangunan Tersedianya Tersedianya Penyusunan Masterplan Penyusunan Masterplan

Lebih terperinci

5. Pelaksanaan urusan tata usaha; dan

5. Pelaksanaan urusan tata usaha; dan 5. Pelaksanaan urusan tata usaha; dan TUJUAN SASARAN STRATEGIS TARGET KET URAIAN INDIKATOR TUJUAN TARGET TUJUAN URAIAN INDIKATOR KINERJA 2014 2015 2016 2017 2018 1 2 3 4 6 7 8 9 10 13 Mendukung Ketahanan

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT.

PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT. PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya lahan merupakan tumpuan kehidupan manusia dalam pemenuhan kebutuhan pokok pangan dan kenyamanan lingkungan. Jumlah penduduk yang terus berkembang sementara

Lebih terperinci

BAB III RENCANA KEGIATAN PEMBANGUNAN SANITASI

BAB III RENCANA KEGIATAN PEMBANGUNAN SANITASI BAB III RENCANA KEGIATAN PEMBANGUNAN SANITASI 3.1 Rencana Kegiatan Air Limbah Pengolahan air limbah permukiman secara umum di Kepulauan Aru ditangani melalui sistem setempat (Sistem Onsite). Secara umum

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Tabel 2.1 : Visi Misi Sanitasi Kabupaten Aceh Jaya. Visi Sanitasi Kabupaten

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Tabel 2.1 : Visi Misi Sanitasi Kabupaten Aceh Jaya. Visi Sanitasi Kabupaten BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI 2.1 Visi Misi Sanitasi Tabel 2.1 : Visi Misi Sanitasi Kabupaten Aceh Jaya Visi Kabupaten Misi Kabupaten Visi Sanitasi Kabupaten Misi Sanitasi Kabupaten Kabupaten Aceh

Lebih terperinci

BAB 5 RTRW KABUPATEN

BAB 5 RTRW KABUPATEN BAB 5 RTRW KABUPATEN Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten terdiri dari: 1. Rencana Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang; 2. Rencana Pengelolaan Kawasan Lindung dan Budidaya; 3. Rencana Pengelolaan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KARAWANG TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KARAWANG TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KARAWANG TAHUN 2011 2031 UMUM Ruang wilayah Kabupaten Karawang dengan keanekaragaman

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undang-undang Nomor 24

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BUPATI PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PEMALANG TAHUN

BUPATI PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PEMALANG TAHUN - 0 - BUPATI PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PEMALANG TAHUN 2011-2031 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang

Lebih terperinci

AMDAL. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT.

AMDAL. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT. AMDAL Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN UULH = Undang-Undang Lingkungan Hidup no 23 Tahun 1997, yang paling baru adalah UU no 3 tahun 2009 tentang

Lebih terperinci

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 43 TAHUN 2015 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN TANAMAN KAKAO KABUPATEN JEMBRANA

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 43 TAHUN 2015 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN TANAMAN KAKAO KABUPATEN JEMBRANA BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 43 TAHUN 2015 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN TANAMAN KAKAO KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : Mengingat : BUPATI

Lebih terperinci

Sia Tofu (Bersama dan Bersatu) dan Visi Pembangunan Kabupaten Pulau Taliabu Tahun

Sia Tofu (Bersama dan Bersatu) dan Visi Pembangunan Kabupaten Pulau Taliabu Tahun .1 Visi dan Misi Sanitasi Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional menjelaskan bahwa visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir periode

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011-2031 I. UMUM Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banjarnegara

Lebih terperinci

INDIKATOR PROGRAM UTAMA PEMBANGUNAN PEMANFAATAN RUANG KOTA GORONTALO TAHUN

INDIKATOR PROGRAM UTAMA PEMBANGUNAN PEMANFAATAN RUANG KOTA GORONTALO TAHUN LAMPIRAN IV INDIKATOR PROGRAM UTAMA PEMBANGUNAN PEMANFAATAN RUANG KOTA GORONTALO TAHUN 2010-2030 NO. PROGRAM KEGIATAN LOKASI BESARAN (Rp) A. Perwujudan Struktur Ruang 1 Rencana Pusat - Pembangunan dan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN 2011-2031 I. UMUM Proses pertumbuhan dan perkembangan wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI Berdasarkan Visi dan Misi yang telah dirumuskan, dan mengacu kepada arahan tehnis operasional dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Kota Banjarbaru

Lebih terperinci

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI. 3.1 Tujuan, Sasaran, dan Strategi Pengembangan Air Limbah Domestik

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI. 3.1 Tujuan, Sasaran, dan Strategi Pengembangan Air Limbah Domestik III-1 BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI Pada bab strategi percepatan pembangunan sanitasi akan dijelaskan lebih detail mengenai tujuan sasaran dan tahapan pencapaian yang ingin dicapai dalam

Lebih terperinci

4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik

4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI Berdasarkan Visi dan Misi yang telah dirumuskan, dan mengacu kepada arahan tehnis operasional dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Kota Banjarbaru

Lebih terperinci

BAB 4 BUKU PUTIH SANITASI 2013

BAB 4 BUKU PUTIH SANITASI 2013 BAB 4 PROGRAM PENGEMBANGAN SANITASI SAAT INI DAN YANG DIRENCANAKAN Program pengembangan sanitasi saat ini dan yang akan di rencanakan berdasar pada kajian yang telah dilakukan sebelumnya pada Buku Putih

Lebih terperinci

Bab VI TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA TIDORE KEPULAUAN. 6.1 Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kota Tidore Kepulauan

Bab VI TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA TIDORE KEPULAUAN. 6.1 Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kota Tidore Kepulauan Bab VI TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA TIDORE KEPULAUAN 6.1 Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kota Tidore Kepulauan Tujuan penataan ruang wilayah Kota adalah Terwujudnya Kota Tidore

Lebih terperinci

Pangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal

Pangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Banyuasin Tahun 2012 2032merupakan suatu rencana yang disusun sebagai arahan pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten Banyuasin untuk periode jangka panjang 20

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA 47 TAHUN 1997 (47/1997) 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA)

REPUBLIK INDONESIA 47 TAHUN 1997 (47/1997) 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA) Menimbang : PP 47/1997, RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 47 TAHUN 1997 (47/1997) Tanggal: 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA) Sumber:

Lebih terperinci

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 9. Cukup jelas. Pasal 2. Pasal 3. Cukup jelas. Pasal 4. Cukup jelas. Pasal 5. Cukup jelas. Pasal 6. Cukup jelas.

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 9. Cukup jelas. Pasal 2. Pasal 3. Cukup jelas. Pasal 4. Cukup jelas. Pasal 5. Cukup jelas. Pasal 6. Cukup jelas. PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 0000 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA I. UMUM Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI I. UMUM Di dalam undang-undang no 26 Tahun 2007 tentang penataan Ruang, dijelaskan

Lebih terperinci

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 59 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 59 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 59 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci