1.1 Latar Belakang MEMORANDUM PROGRAM SANITASI (MPS) TAHUN Kabupaten Jembrana Provinsi Bali 1
|
|
- Sri Susman
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan Sanitasi di Kabupaten Jembrana secara umum dapat disimpulkan dalam bahwa perencanaan pembangunan sanitasi yang tidak sesuai dengan permasalahan dan skala prioritas penyelesaiaan masalah, sehingga salah sasaran, tidak sesuai kebutuhan, tidak berkelanjutan dan kurangnya kesadaran masyarakat terhadap sarana sanitasi yang baik serta prilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Belajar dari pengalaman, permasalahan sanitasi tidak dapat dilakukan secara parsial. Adanya perencanaan yang tumpang tindih, tidak tepat sasaran dan tidak berkelanjutan merupakan potret buram dari masa lalu. Sanitasi harus ditangani secara multistakholder dan komprenhensif. Kondisi demikian mendorong Pemerintah Kabupaten Jembrana untuk menyusun perencanaan memorandum program sanitasi secara terpadu dalam Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman. Program dan Kegiatan dalam dokumen ini merupakan hasil konsolidasi dan integrasi dari berbagai dokumen perencanaan terkait pengembangan sektor sanitasi dari berbagai kelembagaan terkait, baik sinkronisasi dan koordinasi pada tingkat Kabupaten, Provinsi maupun Kementerian/ Lembaga untuk periode Jangka Menengah. Dari sisi penganggaran, dokumen ini juga memuat rancangan dan komitmen pendanaan untuk implementasinya, baik komitmen alokasi penganggaran pada tingkat Kabupaten, Provinsi, Pusat maupun dari sumber pendanaan lainnya. Untuk sumber penganggaran dari sektor Pemerintah, keseluruhan komitmen dalam dokumen ini akan menjadi acuan dalam tindak lanjut melalui proses penganggaran formal tahunan. Beberapa pokok utama yang telah dicapai dengan penyusunan dokumen ini antara lain: Pemrograman telah mempertimbangkan komitmen bersama antara kemampuan APBD Pemda dan pendanaan Pemerintah Pusat maupun partisipasi dari sektor pendana lain yang peduli sanitasi. Program dan Anggaran untuk 5 tahun ke depan sudah diketahui, sehingga perencanaan lebih optimal terintegrasi dan matang. Memorandum program investasi Kabupaten/Kota merupakan rekapitulasi dari semua dokumen perencanaan sanitasi dan telah disusun dengan mempertimbangkan kemampuan Kabupaten Jembrana dari aspek teknis, biaya dan waktu. Kabupaten Jembrana Provinsi Bali 1
2 Memorandum program investasi ini dilengkapi dengan kesepakatan pendanaan yang diwujudkan melalui persetujuan dan tanda tangan dari Bupati dan Gubernur selaku kepala daerah. Program investasi sektor Sanitasi ini telah disusun berdasarkan prioritas menurut kebutuhan Kabupaten Jembrana untuk memenuhi sasaran dan rencana pembangunan Kabupaten Jembrana Penyusunan rencana program investasi ini telah ditekankan aspek keterpaduan antara pengembangan wilayah/ kawasan dengan pengembangan sektor bidang yang terkait kesanitasian, yang mencakup: Koordinasi Pengaturan, Integrasi Perencanaan, dan Sinkronisasi Program berdasarkan Skala Prioritas tertentu atau yang ditetapkan yang paling sesuai dalam rangka menjawab tantangan dan permasalahan pembangunan. Memorandum program ini dilengkapi dengan tabel-tabel rencana investasi program, rencana pelaksanaannya sampai akhir 5 (lima) tahun ke depan, peta-peta pokok yang dapat menjelaskan arah pengembangan dan struktur ruang kota dan permukiman Kabupaten Jembrana 1.2 Maksud dan Tujuan Maksud : Tersusunnya dokumen rencana strategi dan komitmen pendanaan oleh pemerintah Kabupaten Jembrana dan pihak terkait untuk rancangan implementasi pembangunan sektor sanitasi yang komprehensif untuk Jangka Menengah. Secara umum Memorandum Program Sanitasi (MPS) ini secara spesifik bersifat sebagai Expenditure Plan khususnya untuk program pembangunan sektor sanitasi di Kabupaten Jembrana Tujuan : i) Dokumen Memorandum Program Sanitasi (MPS) diharapkan dapat dipakai sebagai pedoman penganggaran untuk implementasi pelaksanaan pembangunan sanitasi mulai tahun 2015 sampai dengan tahun 2019 yang telah tercantum dalam dokumen Strategi Sanitasi Kabupaten Jembrana. ii) Dapat memberikan gambaran tentang kebijakan pendanaan untuk implementasi pembangunan sanitasi di Kabupaten Jembrana selama 5 tahun yaitu tahun 2015 sampai dengan tahun iii) Dipergunakan sebagai dasar penyusunan Rencana Operasional tahapan pembangunan sanitasi di Kabupaten Jembrana dan dipergunakan sebagai dasar dan pedoman bagi semua pihak (instansi, masyarakat dan pihak swasta) yang akan melibatkan diri untuk mendukung dan berpartisipasi dalam pembangunan sanitasi di Kabupaten Jembrana. Kabupaten Jembrana Provinsi Bali 2
3 1.3 Wilayah Perencanaan Gambaran Umum Kabupaten Jembrana terletak pada belahan bagian barat Pulau Bali membujur dari barat ke timur pada posisi 8 o o LS dan 114 o o BT dengan luas wilayah Jembrana Ha. atau 14,96 % dari luas wilayah Pulau Bali. Batas-batas administrasi Kabupaten Jembrana adalah sebagai berikut: Sebelah Utara : Kabupaten Buleleng dan Selat Bali Sebelah Timur : Kabupaten Buleleng dan Kabupaten Tabanan Sebelah Selatan : Samudera Hindia Sebelah Barat : Selat Bali Secara adminstrasi wilayah dan kependudukan, Kabupaten Jembrana terdiri dari 5 Kecamatan dengan 51 Desa dan Kelurahan. Topografi wilayah bervariasi dengan ketinggian 1.0 sampai ± 1000 mdpl, dengan titik tertinggi di deretan gunung Penginuman, Gunung Klatakan, Gunung Bakungan, Gunung Nyangkrut, Gunung Sanggang dan Gunung Batas. Komposisi kemiringan lahan adalah datar (25,00 %), wilayah landai (10,16 %), wilayah berbukit (25,24 %) dan wilayah curam (39,60 %) dari luas wilayah. Geologi wilayah terdiri dari batuan gunung api berupa lava, breksi, tufa, yang diperkirakan berumur Kwarter Bawah dan daerah pedataran yang sebagian daerah persawahan terbentuk dari batuan yang tergabung dan disebut dengan Formasi Palasari yang terdiri dari batu pasir, konglomerat dan batu gamping terumbu dan diperkirakan berumur Kwarter, sedangkan untuk daerah pesisir pantai pada umumnya endapan aluvium yang terdiri dari pasir, lanau, lempung dan kerikil, yang dijumpai di sekitar daerah pantai di Pengambengan, Tegalbadeng, Prancak, Yeh Kuning, Mendoyo dan dipantai Gilimanuk. Terdapat 17 buah gunung tidak aktif, yang tertinggi Gunung Merbuk (1.386 m dpl), Gunung Mesehe (1.300 m dpl), Gunung Bangul (1.253 m dpl) dan Gunung Lesung (1.047 m dpl), untuk wilayah Kab. Jembrana memiliki jenis tanah wilayah terdiri dari : Tanah Latosol Coklat dan Litosol (Inceptisol) tersebar paling luas di Kecamatan Mendoyo ( ha), di Kecamatan Melaya ( ha) Kecamatan Negara dan Jembrana ( ha) dan Kecamatan Pekutatan ( ha). Tanah Alluvial Coklat Kelabu dengan luas kurang lebih Ha sebagian besar terdapat di Kecamatan Negara dan Kecamatan Jembrana (5.725 ha). Tanah Alluvial Coklat Kelabu mendominasi wilayah Kecamatan Melaya (1.878 ha) Tanah Regosol Cokelat Kelabu tersebar di Kecamatan Negara dan Kecamatan Jembrana seluas 772 ha dan di wilayah Kecamatan Mendoyo seluas 648 ha. Tanah Alluvial Hidromorf, di wilayah Kecamatan Negara dan Kecamatan Jembrana khususnya di sepanjang wilayah pantai selatan kurang lebih 1420 Ha. Kabupaten Jembrana Provinsi Bali 3
4 Iklim tropis, curah hujan merata sepanjang tahun (terendah bulan Agustus dan September, tertinggi bulan April). Temparatur rata-rata antara 25,4-28,4 C. Terdapat 17 sungai induk dan 20 anak sungai yang mengalir dari pegunungan ke muara sungai di bagian Selatan yaitu Samudra Hindia. Air permukaan lainnya adalah bendung Palasari dan bendungan Benel. Air tanah tersebar, dan mata air 37 buah dengan kapasitas 110 l/det. Potensi banjir di Kabupaten Jembrana secara umum diakibatkan karena berkurangnya tutupan hutan terutama di DAS Gumbrih dan sungai-sungai lainnya yang dibagian hulu sudah kehilangan vegetasinya. Lokasi sering terjadinya banjir adalah Desa Pangyangan (Kec. Pekutatan), Kelurahan Balerbaleagung, Kelurahan Lelateng dan Kelurahan Loloan Barat dan Desa Pengambengan yang diakibatkan oleh fungsi pembuangan air (drainase) kota yang kurang baik. Kawasan rawan Longsor/Erosi terletak di Desa Berangbang Kecamatan Negara, dalam Kawasan Hutan Lidung RPH Candikusuma, Desa Manggisari Kecamatan Pekutatan dan Desa Yeh Sumbul Kecamatan Mendoyo. Lokasi abrasi dan erosi pantai terdapat di kawasan Pengambengan di Kecamatan Negara, sepanjang Kecamatan Mendoyo, Kecamatan Pekutatan terjadi abrasi pantai yaitu didaerah Pengeragoan ± 80% dan Gumbrih ± 50% dan Abrasi juga terjadi disepanjang pantai di Kabupaten Jembrana. Posisi Kabupaten Jembrana yang merupakan bagian dari pulau Bali merupakan daerah yang berpotensi rawan tsunami. Desa di wilayah pesisir Kabupaten Jembrana yang memiliki tingkat kerawanan tinggi adalah Desa Candikusuma, Kelurahan Gilimanuk, Desa Melaya, Desa Nusa Sari, Desa Tuwed, Desa Air Kuning, Desa Banyubiru, Desa Budeng, Desa Cupel, Desa Pengambengan, Desa Perancak, Desa Tegal Badeng Barat, Desa Tegal Badeng Timur, Desa Yeh Kuning, Desa Delod Berawah, Desa Penyaringan, Desa Yeh Embang, Desa Yeh Embang Kangin, Desa Yeh Embang Kauh, Desa Gumbrih, Desa Medewi, Desa Pangyangan, Desa Pekutatan, Desa Pengeragoan dan Desa Yeh Sumbul. Secara adminstrasi wilayah dan kependudukan, Kabupaten Jembrana terdiri dari 5 Kecamatan dengan 51 Desa dan Kelurahan, Arah Pengembangan Kota Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional. Sedangkan pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya. Menurut Perda Kabupaten Jembrana No. 11 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jembrana Tahun , pengertian Tata Ruang Wilayah adalah Sebagai berikut : 1. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Jembrana yang selanjutnya disebut RTRWK adalah rencana tata ruang yang bersifat umum dari wilayah Kabupaten Jembrana, yang berisi tujuan, kebijakan, strategi Kabupaten Jembrana Provinsi Bali 4
5 penataan ruang wilayah kabupaten, rencana struktur ruang wilayah kabupaten, rencana pola ruang wilayah kabupaten, penetapan kawasan strategis kabupaten, arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten, dan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten. 2. Tujuan penataan ruang wilayah Kabupaten Jembrana adalah tujuan yang ditetapkan pemerintah daerah Kabupaten Jembrana yang merupakan arahan perwujudan visi dan misi pembangunan jangka panjang daerah Kabupaten Jembrana pada aspek keruangan, yang pada dasarnya mendukung terwujudnya ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional. 3. Kebijakan penataan ruang wilayah Kabupaten Jembrana adalah arahan pengembangan wilayah yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Jembrana guna mencapai tujuan penataan ruang wilayah Kabupaten Jembrana dalam kurun waktu 20 (dua puluh) tahun. 4. Strategi penataan ruang wilayah Kabupaten Jembrana adalah penjabaran kebijakan penataan ruang ke dalam langkah-langkah pencapaian tindakan yang lebih nyata yang menjadi dasar dalam penyusunan rencana struktur dan pola ruang wilayah Kabupaten Jembrana. 5. Rencana struktur ruang wilayah Kabupaten Jembrana adalah rencana yang mencakup sistem perkotaan wilayah Kabupaten Jembrana yang berkaitan dengan kawasan perdesaan dalam wilayah pelayanannya dan jaringan prasarana wilayah kabupaten yang dikembangkan untuk mengintegrasikan wilayah kabupaten selain untuk melayani kegiatan skala kabupaten yang meliputi sistem jaringan transportasi, sistem jaringan energi dan kelistrikan, sistem jaringan telekomunikasi, sistem jaringan sumber daya air, termasuk seluruh daerah hulu bendungan atau bendungan dari daerah aliran sungai, dan sistem jaringan prasarana lainnya. 6. Rencana sistem perkotaan di wilayah kabupaten adalah rencana susunan kawasan perkotaan sebagai pusat kegiatan di dalam wilayah kabupaten yang menunjukkan keterkaitan saat ini maupun rencana yang membentuk hierarki pelayanan dengan cakupan dan dominasi fungsi tertentu dalam wilayah kabupaten. 7. Kawasan Perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. 8. Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disebut PKW adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota. 9. Pusat Kegiatan Lokal Promosi yang selanjutnya disebut PKLP adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten/kota atau beberapa kecamatan untuk di kemudian hari ditetapkan sebagai PKL. 10. Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disebut PPK adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa desa. Kabupaten Jembrana Provinsi Bali 5
6 11. Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disebut PPL adalah pusat permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala antardesa. 12. Kawasan perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. 13. Rencana sistem jaringan prasarana wilayah kabupaten adalah rencana jaringan prasarana wilayah yang dikembangkan untuk mengintegrasikan wilayah kabupaten dan untuk melayani kegiatan yang memiliki cakupan wilayah layanan prasarana skala kabupaten. 14. Rencana pola ruang wilayah kabupaten adalah rencana distribusi peruntukan ruang wilayah kabupaten yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan budidaya yang dituju sampai dengan akhir masa berlakunya RTRW kabupaten yang memberikan gambaran pemanfaatan ruang wilayah kabupaten hingga 20 (dua puluh) tahun mendatang. 15. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budidaya. 16. Kawasan lindung kabupaten adalah kawasan lindung yang secara ekologis merupakan satu ekosistem yang terletak pada wilayah kabupaten, kawasan lindung yang memberikan pelindungan terhadap kawasan bawahannya yang terletak di wilayah kabupaten, dan kawasan-kawasan lindung lain yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan pengelolaannya merupakan kewenangan pemerintah daerah kabupaten. 17. Kawasan budidaya kabupaten adalah kawasan budidaya yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan. 18. Kawasan hutan lindung adalah kawasan hutan yang memiliki sifat khas yang mampu memberikan perlindungan kepada kawasan sekitarnya maupun bawahannya sebagai pengatur tata air, pencegahan banjir, dan erosi serta pemeliharaan kesuburan tanah. 19. Kawasan resapan air adalah kawasan yang mempunyai kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (akuifer) yang berguna sebagai sumber air. 20. Kawasan tempat suci adalah kawasan di sekitar Pura yang perlu dijaga kesuciannya dalam radius tertentu sesuai status Pura sebagaimana ditetapkan dalam Bhisama Kesucian Pura Parisadha Hindu Dharma Indonesia Pusat (PHDIP) Tahun Kawasan suci adalah kawasan yang disucikan oleh umat Hindu seperti kawasan gunung, danau, mata air, campuhan, loloan, sungai, pantai dan laut. 22. Kawasan sempadan pantai adalah kawasan di sekitar pantai yang berfungsi untuk mencegah terjadinya abrasi pantai dan melindungi pantai dari kegiatan yang dapat mengganggu dan atau merusak kondisi fisik dan kelestarian kawasan pantai. Kabupaten Jembrana Provinsi Bali 6
7 23. Kawasan sempadan sungai adalah kawasan di sekitar daerah aliran sungai yang berfungsi untuk melindungi sungai dari kegiatan yang dapat mengganggu atau merusak bantaran, tanggul sungai, kualitas air sungai, dasar sungai, mengamankan aliran sungai dan mencegah terjadinya bahaya banjir. 24. Kawasan sempadan jurang adalah daratan sepanjang daerah datar bagian atas dengan lebar proporsional sesuai bentuk dan kondisi fisik. 25. Kawasan sekitar mata air adalah kawasan sekeliling mata air yang mempunyai manfaat penting untuk kelestarian fungsi mata air. 26. Ruang Terbuka Hijau yang selanjutnya disingkat RTH adalah area memanjang/jalur, dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. 27. Ruang Terbuka Hijau Kota yang selanjutnya disebut RTHK adalah ruang-ruang dalam kota dalam bentuk area/kawasan maupun memanjang/jalur yang didominasi oleh tumbuhan yang dibina untuk fungsi perlindungan habitat tertentu, dan/atau sarana kota, dan/atau pengaman jaringan prasarana, dan/atau budidaya pertanian. 28. Jalur hijau adalah suatu garis hamparan lahan yang luas dan menghijau yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah sebagai kawasan yang tidak boleh dibangun. 29. Kawasan pantai berhutan bakau adalah kawasan pesisir laut yang merupakan habitat alami hutan bakau yang berfungsi memberi perlindungan kepada kehidupan pantai dan laut. 30. Kawasan Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan, pariwisata, rekreasi, dan pendidikan. 31. Konservasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah upaya perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil serta ekosistemnya untuk menjamin keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragamannya. 32. Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan adalah tempat serta ruang disekitar bangunan bernilai budaya tinggi dan sebagai tempat serta ruang disekitar situs purbakala dan kawasan yang memiliki bentukan geologi alami yang khas. 33. Kawasan peruntukan hutan produksi adalah kawasan hutan yang dibudidayakan dengan tujuan diambil hasil hutannya baik hasil hutan kayu maupun nonkayu. 34. Kawasan peruntukan hutan rakyat adalah kawasan hutan yang dikelola oleh masyarakat secara luas. 35. Kawasan peruntukan tanaman pangan adalah lahan basah beririgasi, rawa pasang surut dan lebak dan lahan basah tidak beririgasi serta lahan kering potensial untuk pemanfaatan dan pengembangan tanaman pangan. Kabupaten Jembrana Provinsi Bali 7
8 36. Kawasan peruntukan hortikultura adalah kawasan lahan kering potensial untuk pemanfaatan dan pengembangan tanaman hortikultura secara monokultur maupun tumpang sari meliputi tanaman palawija, sayur mayur, buah-buahan, tanaman hias dan tanaman pangan lainnya. 37. Kawasan peruntukan perkebunan adalah kawasan yang memiliki potensi untuk dimanfaatkan dan dikembangkan baik pada lahan basah dan atau lahan kering untuk komoditas perkebunan yang menghasilkan baik bahan pangan dan bahan baku industri. 38. Kawasan peruntukan peternakan adalah kawasan yang secara teknis dapat digunakan untuk usaha peternakan baik sebagai sambilan, cabang usaha, usaha pokok maupun industri, pasar peternakan serta sebagai padang penggembalaan ternak atau terpadu dengan komponen usaha tani (berbasis tanaman pangan, perkebunan, hortikultura atau perikanan) berorientasi ekonomi dan berakses dari hulu sampai hilir. 39. Kawasan peruntukan perikanan adalah kegiatan yang memanfaatkan peruntukkan ruang sesuai arahan pola ruang untuk kegiatan perikanan tangkap, budidaya perikanan, dan pengolahan hasil perikanan. 40. Kegiatan peruntukan pertambangan adalah kegiatan yang memanfaatkan peruntukkan ruang sesuai arahan pola ruang untuk kegiatan pertambangan. 41. Kegiatan peruntukan industri adalah kegiatan yang memanfaatkan peruntukkan ruang sesuai arahan pola ruang untuk kegiatan industri berupa tempat pemusatan kegiatan industri kecil dan menengah (IKM). 42. Kawasan Pariwisata adalah kawasan strategis pariwisata yang berada dalam geografis satu atau lebih wilayah administrasi desa/kelurahan yang di dalamnya terdapat potensi daya tarik wisata, aksesibilitas yang tinggi, ketersediaan fasilitas umum dan fasilitas pariwisata serta aktivitas sosial budaya masyarakat yang saling mendukung dalam perwujudan kepariwisataan. 43. Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus, yang selanjutnya disebut KDTWK, adalah kawasan strategis pariwisata yang berada dalam geografis satu atau lebih wilayah administrasi desa/kelurahan yang di dalamnya terdapat potensi daya tarik wisata, aksesibilitas yang tinggi, ketersediaan fasilitas umum dan fasilitas pariwisata secara terbatas serta aktivitas sosial budaya masyarakat yang saling mendukung dalam perwujudan kepariwisataan, namun pengembangannya sangat dibatasi untuk lebih diarahkan kepada upaya pelestarian budaya dan lingkungan hidup. 44. Daya Tarik Wisata, yang selanjutnya disebut DTW, adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, hasil buatan manusia serta aktivitas sosial budaya masyarakat yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan, yang dapat berupa kawasan/hamparan, wilayah desa/kelurahan, masa bangunan, bangun-bangunan dan lingkungan sekitarnya, jalur wisata yang lokasinya tersebar di wilayah kabupaten/kota. Kabupaten Jembrana Provinsi Bali 8
9 45. Kawasan peruntukan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. 46. Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan. 47. Kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan adalah wilayah, kawasan atau lokasi yang ditetapkan atau digunakan untuk kepentingan pertahanan dan keamanan. 48. Kawasan strategis kabupaten adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup Kabupaten terhadap ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan. 49. Arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten adalah arahan pengembangan wilayah untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang wilayah kabupaten sesuai dengan RTRW kabupaten melalui penyusunan dan pelaksanaan program penataan/pengembangan kabupaten beserta pembiayaannya, dalam suatu indikasi program utama jangka menengah lima tahunan kabupaten yang berisi rencana program utama, sumber pendanaan, instansi pelaksana, dan waktu pelaksanaan. 50. Indikasi program utama jangka menengah lima tahunan adalah petunjuk yang memuat usulan program utama, lokasi, besaran, waktu pelaksanaan, sumber dana, dan instansi pelaksana dalam rangka mewujudkan ruang kabupaten yang sesuai dengan rencana tata ruang. 51. Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten adalah ketentuan-ketentuan yang dibuat atau disusun dalam upaya mengendalikan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten agar sesuai dengan RTRW kabupaten yang berbentuk ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi untuk wilayah kabupaten. 52. Ketentuan umum peraturan zonasi sistem kabupaten adalah ketentuan umum yang mengatur pemanfaatan ruang/penataan kabupaten dan unsur-unsur pengendalian pemanfaatan ruang yang disusun untuk setiap klasifikasi peruntukan/fungsi ruang sesuai dengan RTRW kabupaten. 53. Ketentuan perizinan adalah ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah kabupaten sesuai kewenangannya yang harus dipenuhi oleh setiap pihak sebelum pemanfaatan ruang, yang digunakan sebagai alat dalam melaksanakan pembangunan keruangan yang tertib sesuai dengan rencana tata ruang yang telah disusun dan ditetapkan. 54. Ketentuan insentif dan disinsentif adalah perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang dan juga perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang. 55. Arahan sanksi adalah arahan untuk memberikan sanksi bagi siapa saja yang melakukan pelanggaran pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku. Kabupaten Jembrana Provinsi Bali 9
10 56. Sistem agribisnis adalah pembangunan pertanian yang dilakukan secara terpadu, tidak saja dalam usaha budidaya (on-farm) tetapi juga meliputi usaha penyediaan sarana-prasarana produksi pertanian, pengolahan hasil pertanian, pemasaran hasil pertanian dan usaha jasa seperti bank, penyuluhan, penelitian/pengkajian (off-farm). 57. Agrowisata adalah pengembangan industri wisata alam yang bertumpu pada pembudidayaan wisata alam, memanfaatkan alam tanpa melakukan eksploitasi yang berlebihan agar tetap terlindungi. 58. Ekowisata adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan dengan tujuan konservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat. 59. Kawasan Agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan pengolahan sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hierarki keruangan satuan sistem permukiman dan sistem agribisnis. 60. Kawasan Minapolitan adalah suatu bagian wilayah yang mempunyai fungsi utama ekonomi yang terdiri dari sentra produksi, pengolahan, pemasaran komoditas perikanan, pelayanan jasa, dan/atau kegiatan pendukung lainnya. 61. Masyarakat adalah orang seorang, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat, lembaga dan/atau badan hukum non-pemerintahan yang mewakili kepentingan individu, kelompok, sektor, profesi, kawasan atau wilayah tertentu dalam penyelenggaraan penataan ruang. 62. Peran masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. 63. Tri Hita Karana adalah tiga unsur keseimbangan dan keharmonisan hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan lingkungannya yang dapat mendatangkan kesejahteraan, kedamaian, dan kebahagiaan bagi kehidupan manusia. 64. Bhisama Kesucian Pura adalah norma agama yang ditetapkan oleh Sabha Pandita PHDI Pusat, sebagai pedoman pengamalan ajaran Agama Hindu tentang kawasan kesucian pura yang belum dijelaskan secara lengkap dalam kitab suci. 65. Sad Kertih adalah enam sumber kesejahteraan yang harus dilestarikan untuk mencapai kebahagiaan lahir dan batin yang terdiri dari atma kertih, wana kertih, danu kertih, segara kertih, jana kertih dan jagat kertih. 66. Tri Mandala adalah pola pembagian wilayah, kawasan, dan/atau pekarangan yang dibagi menjadi tiga tingkatan terdiri atas utama mandala, madya mandala dan nista mandala. 67. Cathus Patha adalah simpang empat sakral yang ruas-ruasnya mengarah ke empat penjuru mata angin (Utara, Timur, Selatan dan Barat) dan diperankan sebagai pusat (puser) wilayah, kawasan dan/atau desa. 68. Desa Adat/Pakraman adalah kesatuan masyarakat hukum adat di Provinsi Bali yang mempunyai satu kesatuan tradisi dan tata krama pergaulan hidup masyarakat umat Hindu secara turun temurun dalam ikatan kahyangan Kabupaten Jembrana Provinsi Bali 10
11 tiga atau kahyangan desa yang mempunyai wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri serta berhak mengurus rumah tangganya sendiri. Kebijakan penataan ruang wilayah kabupaten Jembrana dikembangkan untuk mewujudkan tujuan penataan ruang wilayah, meliputi: a. pemantapan fungsi wilayah sebagai pusat pengembangan Bali Bagian Barat; b. peningkatan jangkauan pelayanan sistem jaringan prasarana wilayah untuk mendukung peningkatan produktivitas dan pemerataan pelayanan kepada masyarakat; c. pemantapan wilayah yang hijau dan lestari sebagai penyangga pelestarian lingkungan Pulau Bali; d. pemantapan wilayah sebagai pusat kegiatan pertanian, industri dan pendayagunaan sumber daya pesisir dan kelautan dengan konsep agropolitan dan minapolitan; e. pengembangan kepariwisataan berwawasan lingkungan yang terintegrasi dengan pertanian dan potensi sumber daya pesisir dan kelautan; dan f. peningkatan fungsi kawasan untuk menunjang pertahanan dan keamanan negara. Peningkatan jangkauan pelayanan sistem jaringan prasarana wilayah untuk mendukung peningkatan produktivitas dan pemerataan pelayanan kepada masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b dalam Perda No. 11 Tahun 2012 adalah untuk mewujudkan pelayanan wilayah dengan strategi meliputi: a. meningkatkan kualitas dan keterpaduan pelayanan sistem jaringan transportasi darat dan penyeberangan; b. meningkatkan keterpaduan dan kualitas sistem jaringan jalan nasional termasuk rencana pengembangan jalan bebas hambatan yang melintasi wilayah, jalan provinsi, jalan kabupaten, dan jalan desa untuk meningkatkan aksesibilitas antar wilayah maupun antar kawasan dalam wilayah kabupaten; c. mengintegrasikan jaringan transmisi listrik lintas wilayah dan meningkatkan pemerataan distribusi tenaga listrik di seluruh wilayah; d. mengembangkan jangkauan pelayanan sistem jaringan telekomunikasi secara merata ke seluruh wilayah; e. meningkatkan keterpaduan perlindungan, pemeliharaan, penyediaan sumber daya air dan distribusi pemanfaatannya untuk irigasi dan air minum secara merata sesuai kebutuhan; f. meningkatkan pelayanan pengelolaan persampahan dan partisipasi masyarakat untuk mendukung Jembrana bersih; dan g. mengembangkan sistem pengolahan air limbah yang ramah lingkungan. Kabupaten Jembrana Provinsi Bali 11
12 sebagai berikut : Dalam Gambar 1.1. Peta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Jembrana dapat di petakan Kabupaten Jembrana Provinsi Bali 12
13 Gambar 1.1 Peta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Jembrana Provinsi Bali 13
14 Untuk memenuhi amanat Undang-Undang tersebut diatas, Pemerintah Kab. Jembrana menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah Kab. Jembrana. Semua ini sebagai perwujudan dari pada Visi dan Misi Kabupaten Jembrana yang mana Visi adalah tujuan yang hendak dicapai oleh Kabupaten Jembrana dalam melaksanakan segala arah kebijakan pemerintahan. Visi Pembangunan Jangka Menengah Pemerintah Kabupaten Jembrana adalah Terwujudnya Kesejahteraan Masyarakat Jembrana melalui Peningkatan Perekonomian dan Profesionalisme Sumber Daya Manusia yang dilandasi Semangat Kebersamaan, Kewirausahaan dan Pemberdayaan Masyarakat. Misi adalah sesuatu yang harus dilaksanakan oleh instansi pemerintah sebagai penjabaran visi yang telah ditetapkan. Dengan pernyataan misi diharapkan seluruh anggota organisasi dan pihak yang berkepentingan dapat mengetahui dan mengenal keberadaan dan peran instansi pemerintah dalam penyelenggaraan pemerintahan negara. Misi Kabupate Jembrana adalah : a. Mewujudkan pemerintah yang bersih dan akuntabel, melalui penyelenggaraan pemerintahan yang aspiratif, partisipasif dan transparan. b. Meningkatkan perekonomian daerah melalui optimalisasi petensi basis dan pemberdayaan masyarakat. c. Meningkatkan kualitas pelayanan bidang kesehatan, pendidikan dan sosial dasar lainnya. d. Meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana publik dengan memperhatikan kelestarian lingkungan. e. Meningkatkan ketentraman dan ketertiban umum Methodologi Methodologi Penyusunan Dokumen Metode yang dipergunakan dalam menyusun Memorandum Program Sanitasi (MPS) Kabupaten Sukabumi, adalah sebagai berikut: A. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dan informasi dalam menyusun MPS Kabupaten Sukabumi dilakukan dengan cara desk study (kajian literatur, data sekunder, browsing, internet dll), field research (observasi, wawancara dll), FGD (Focus Group Discussion) dan wawancara mendalam (indepth interview). Dalam pengumpulan data dilakukan beberapa langkah, yaitu: 1. Review SSK, Internalisasi, Konsultasi dengan Pokja Provinsi dan Satker terkait di provinsi, Akses Sumber Pendanaan Non-Pemerintah, Pengawalan Program dan Kegiatan kedalam mekanisme penganggaran sedangkan Pengumpulan Data Sekunder Data sekunder sektor sanitasi digunakan sebagai dasar untuk membuat pemetaan kondisi sanitasi secara aktual, serta memotret kebutuhan Kabupaten Jembrana Provinsi Bali 14
15 akan layanan sanitasi yang baik, sesuai standar kebutuhan minimal pembangunan sanitasi. Tidak hanya sekedar kompilasi, tetapi juga dilakukan proses seleksi dan verifikasi data. Dari data sekunder yang telah diperoleh, maka dilakukan verifikasi lanjutan, pengecekan silang datadata yang diperoleh dan pendalaman data tersebut dengan melaksanakan pertemuan rutin dengan anggota Pokja, kunjungan lapangan, diskusi yang bersifat teknis (focus group discussion) dilakukan dengan pihak-pihak yang terlibat dalam sanitasi. 2. Pengumpulan Data Primer Pengumpulan data primer ini dilakukan dengan teknik survey lapangan, meliputi: wawancara terstruktur, depth interview (wawancara mendalam), pengamatan langsung di lapangan (observasi), diskusi terfokus, dimana fokus sasarannya adalah masyarakat secara umum, tokoh, organisasi, pihak swasta atau pengiat sanitasi, LSM, pemerintah, dan media baik cetak atau elektronik. B. Proses Penyusunan Memorandum Program Prioritas Sanitasi (MPS) Proses penyusunan MPS terdiri dari beberapa tahapan yang tidak dapat terlepas antara satu dengan lainnya, antara lain sebagai berikut: 1. Melakukan Riview SSK khususnya untuk Kerangka Logis, Program, Kegiatan dan Penganggaran serta Prioritasi Program. 2. Melakukan konsultasi kepada SKPD terkait di Kab./Kota 3. Melakukan konsultasi teknis kepada Pokja Provinsi dan Satker terkait. 4. Melakukan pertemuan dengan sumber-sumber alternatif non pemerintah ditingkat Kab./Kota 5. Melakukan pengawalan kepada mekanisme panganggaran Sistimatika Penyajian Sistematika dokumen MPS terdiri dari 5 bab yaitu sebagai berikut: 1. Bab pertama berisi pendahuluan yang menggambarkan tentang latar belakang, maksud dan tujuan penyusunan MPS, metode penyusunan dan sistematika dokumen. 2. Bab kedua menyajikan hasil review SSK yang menyangkut kondisi eksisting sanitasi, Prioritasi Program, kerangka logis. 3. Bab ketiga berisi tentang rencana implementasi program dan kegiatan, perhitungan volume kebutuhan infrastruktur dan non infrastruktur. 4. Bab keempat berisi tentang rencana kebutuhan biaya untuk implementasi dan sumber pendanaan bagi masing-masing kegiatan. Disamping itu dalam bab ini juga menguraikan rencana antisipasi bilamana terjadi funding gap. Kabupaten Jembrana Provinsi Bali 15
16 5. Bab kelima berisi inventarisasi status kesiapan dari masing-masing kegiatan, langkah-langkah dan tindak lanjut yang harus dilakukan bagi kegiatan yang belum memenuhi kriteria kesiapan dan rencana Monev. Kabupaten Jembrana Provinsi Bali 16
MEMORANDUM PROGRAM SANITASI Program PPSP 2015
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyusunan Memorandum Program Sanitasi (MPS) Kabupaten Tolitoli merupakan suatu tahapan antara, yaitu setelah penyusunan Strategi Sanitasi Kabupaten Tolitoli (SSK)
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa pokok utama yang telah dicapai dengan penyusunan dokumen ini antara lain:
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program dan Kegiatan dalam dokumen Memorandum Program Sanitasi ini merupakan hasil konsolidasi dan integrasi dari berbagai dokumen perencanaan terkait pengembangan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa pokok utama yang telah dicapai dengan penyusunan dokumen ini antara lain:
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program dan Kegiatan dalam dokumen ini merupakan hasil konsolidasi dan integrasi dari berbagai dokumen perencanaan terkait pengembangan sektor sanitasi dari berbagai
Lebih terperinciBAB 1 MEMORANDUM PROGRAM SANITASI 2014
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program dan Kegiatan dalam dokumen ini merupakan hasil konsolidasi dan integrasi dari berbagai dokumen perencanaan terkait pengembangan sektor sanitasi dari berbagai
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa pokok utama yang telah dicapai dengan penyusunan dokumen ini antara lain:
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penyusunan Dokumen Memorandum Program Sanitasi (MPS) merupakan tindaklanjut dari penyusunan Dokumen Buku Putih (BPS) dan Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) Kabupaten
Lebih terperinciMemorandum Program Sanitasi (MPS) Kabupaten Balangan BAB 1 PENDAHULUAN
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sanitasi sebagai salah satu aspek pembangunan yang memiliki fungsi penting karena berkaitan dengan kesehatan, pola hidup serta kondisi lingkungan yang dapat memberikan
Lebih terperinciRingkasan Eksekutif (Executive Summary) Penyusunan Dokumen Memorandum Sanitasi Kabupaten (MPS)
Ringkasan Eksekutif (Executive Summary) Penyusunan Dokumen Memorandum Sanitasi Kabupaten (MPS) Kabupaten : Jembrama Provinsi : Bali Tahun : 2014 Pembangunan Nasional harus dilaksanakan secara merata diseluruh
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program dan Kegiatan dalam dokumen ini merupakan hasil konsolidasi dan integrasi dari berbagai dokumen perencanaan terkait pengembangan sektor sanitasi dari berbagai
Lebih terperinciMemorandum Program Sanitasi Tidore Kepulauan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program dan Kegiatan dalam dokumen ini merupakan hasil konsolidasi dan integrasi dari berbagai dokumen perencanaan terkait pengembangan sektor sanitasi dari berbagai
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN MEMORANDUM PROGRAM SANITASI (MPS) 1.1 Latar Belakang.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Pemerintah Indonesia mempunyai komitmen sangat kuat untuk mencapai salah satu target dalam Millenium Development Goals (MDGs), yaitu menurunnya jumlah penduduk yang
Lebih terperinciMemorandum Program Sanitasi (MPS) Kabupaten Buru Selatan Tahun 2015 BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program dan Kegiatan dalam dokumen Memorandum Program Sanitasi ini merupakan hasil konsolidasi dan integrasi dari berbagai dokumen perencanaan terkait pengembangan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) merupakan salah satu upaya pemerintah untuk memperbaiki kondisi sanitasi di Indonesia dengan mengarusutamakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luas wilayah Republik Indonesia dengan sebaran pulau, jumlah masyarakat permukiman dengan kendala pencapaian lingkungan sehat saat ini menjadi sasaran pembangunan pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. MPS Kabupaten Pesawaran Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP) merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan akses terhadap sanitasi layak perkotaan dimana didalamnya setiap
Lebih terperinciMPS Kabupaten Bantaeng Latar Belakang
MPS Kabupaten Bantaeng 1.1. Latar Belakang Kondisi sanitasi di Indonesia memang tertinggal cukup jauh dari negara-negara tetangga, apalagi dibandingkan dengan Malaysia atau Singapura yang memiliki komitmen
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso
KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah
Lebih terperinciMEMORANDUM PROGRAM SANITASI (MPS) PEMERINTAH KOTA PADANGSIDIMPUAN
Bab 1 ENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Memorandum Program Sanitasi (MPS) merupakan tahap ke 4 dari 6 (enam) tahapan program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP). Setelah penyelesaian dokumen
Lebih terperinciDokumen Memorandum Program Sanitasi Kabupaten Melawi BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program dan Kegiatan dalam dokumen ini merupakan hasil konsolidasi dan integrasi dari berbagai dokumen perencanaan terkait pengembangan sektor sanitasi dari berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi sanitasi merupakan salah satu sektor yang memiliki keterkaitan sangat erat dengan kemiskinan, tingkat pendidikan, kepadatan penduduk dan akhirnya pada masalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program dan Kegiatan dalam dokumen ini merupakan hasil konsolidasi dan integrasi dari berbagai dokumen perencanaan terkait pengembangan sektor sanitasi dari berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pokja Sanitasi Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan 1.1. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Program dan Kegiatan dalam dokumen ini merupakan hasil konsolidasi dan integrasi dari berbagai dokumen perencanaan terkait pengembangan sektor sanitasi dari berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan, pencemaran, dan pemulihan kualitas lingkungan. Hal tersebut telah menuntut dikembangkannya berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dokumen MPS yang disusun oleh Pokja Sanitasi Kota Tangerang ini merupakan tindak lanjut dari penyusunan Strategi Sanitasi Kota (SSK) dan penyusunan Buku Putih Sanitasi
Lebih terperinciBAB 1 MEMORANDUM PROGRAM SANITASI (MPS) KOTA TERNATE BAB PENDAHULUAN
PENDAHULUAN. Latar Belakang Aspek Sanitasi adalah sebagai salah satu aspek pembangunan yang memiliki fungsi penting dalam menunjang tingkat kesejahteraan masyarakat karena berkaitan dengan kesehatan, pola
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JEMBRANA TAHUN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JEMBRANA TAHUN 2012-2032 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : BUPATI JEMBRANA, a. bahwa visi
Lebih terperinciPOKJA AIR MINUM DAN SANITASI KABUPATEN KEPULAUAN ARU
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aspek adalah sebagai salah satu aspek pembangunan yang memiliki fungsi penting dalam menunjang tingkat kesejahteraan masyarakat karena berkaitan dengan kesehatan,
Lebih terperinciKeputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung
Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBUPATI BATANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BATANG TAHUN
BUPATI BATANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BATANG TAHUN 2011 2031 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATANG, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN
BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,
Lebih terperinciBAB 4 Rencana Anggaran Pembangunan Sanitasi
BAB 4 Rencana Pembangunan Sanitasi Program dan Kegiatan dalam dokumen ini merupakan hasil konsolidasi dan integrasi dari berbagai dokumen perencanaan terkait pengembangan sektor sanitasi dari berbagai
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS
KATA PENGANTAR Sesuai Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 11 ayat (2), mengamanatkan pemerintah daerah kabupaten berwenang dalam melaksanakan penataan ruang wilayah kabupaten
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undangundang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang perlu
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN
Lebih terperinciRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin
2.1 Tujuan Penataan Ruang Tujuan penataan ruang wilayah kabupaten merupakan arahan perwujudan ruang wilayah kabupaten yang ingin dicapai pada masa yang akan datang (20 tahun). Dengan mempertimbangkan visi
Lebih terperinciMOMERANDUM PROGRAM SANITASI KABUPATEN HALMAHERA TIMUR. BAB I Pendahuluan
BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Momerandum Program Sanitasi atau MPS adalah dokumen sanitasi yang disusun setelah Kabupaten/Kota selesai melakukan penyusunan dokumen Buku Putih dan Strategi Sanitasi
Lebih terperinciBAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA
PERENCANAAN WILAYAH 1 TPL 314-3 SKS DR. Ir. Ken Martina Kasikoen, MT. Kuliah 10 BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA Dalam KEPPRES NO. 57 TAHUN 1989 dan Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang PEDOMAN
Lebih terperinciBAB V PROGRAM, KEGIATAN DAN INDIKASI PENDANAAN SANITASI DI KAB. BULELENG
BAB V PROGRAM, KEGIATAN DAN INDIKASI PENDANAAN SANITASI DI KAB. BULELENG 5.. Ringkasan Program dan Kegiatan dalam dokumen ini merupakan hasil konsolidasi dan integrasi dari berbagai dokumen perencanaan
Lebih terperinciKETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP
LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN 2011-2031 I. UMUM Proses pertumbuhan dan perkembangan wilayah Kabupaten
Lebih terperinciDasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG
Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pokja Sanitasi Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan 1.1. LATAR BELAKANG
1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN Aspek Sanitasi adalah sebagai salah satu aspek pembangunan yang memiliki fungsi penting dalam menunjang tingkat kesejahteraan masyarakat karena berkaitan dengan kesehatan,
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undang-undang Nomor
Lebih terperinciPenataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian
Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL
PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI, KABUPATEN, DAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TRENGGALEK
PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TRENGGALEK 2012-2032 BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang
Lebih terperinciLAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1
LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN II CONTOH PETA RENCANA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 2 LAMPIRAN III CONTOH PETA PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS KABUPATEN L
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JEMBRANA TAHUN 2012-2032
PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JEMBRANA TAHUN 2012-2032 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : BUPATI JEMBRANA, a. bahwa visi
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undang-undang Nomor 24
Lebih terperinciDasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG
Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 gg Tentang Penataan Ruang 1 Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang
Lebih terperinciKETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;
Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI
Lebih terperinciPENDAHULUAN BAB I 1.1. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Target Millenium Development Goals (MDGs) menempatkan manusia sebagai fokus utama pembangunan yang mencakup semua komponen kegiatan yang tujuan akhirnya ialah kesejahteraan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan
Lebih terperinciKATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN
KATA PENGANTAR Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mengamanatkan bahwa RTRW Kabupaten harus menyesuaikan dengan Undang-undang tersebut paling lambat 3 tahun setelah diberlakukan.
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG
I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
Lebih terperinciBAB II PROFIL SANITASI SAAT INI
BAB II PROFIL SANITASI SAAT INI 2.1 Gambaran Wilayah 2.1.1 Administrasi WIlayah Kabupaten Jembrana terletak pada belahan bagian barat Pulau Bali membujur dari barat ke timur pada posisi 8 o 09 30-8 o 28
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik
Lebih terperinci*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciB A P P E D A D A N P E N A N A M A N M O D A L P E M E R I N T A H K A B U P A T E N J E M B R A N A. 1.1 Latar Belakang
1.1 Latar Belakang U ntuk menindak lanjuti diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 maka dalam pelaksanaan otonomi daerah yang harus nyata dan bertanggung
Lebih terperinciMemorandum Program Sanitasi (MPS)
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aspek Sanitasi adalah sebagai salah satu aspek pembangunan yang memiliki fungsi penting dalam menunjang tingkat kesejahteraan masyarakat karena berkaitan dengan kesehatan,
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 16 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI BALI TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 16 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI BALI TAHUN 2009-2029 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa ruang merupakan
Lebih terperinci2.1. Kondisi Geografi
2.1. Kondisi Geografi K abupaten Jembrana terletak di sebelah barat Pulau Bali, membentang dari arah barat ke timur pada 8 09 30 8 28 02 LS dan 114 25 53-114 56 38 BT. Batas-batas administrasi Kabupaten
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2011 NOMOR : 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2011 NOMOR : 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2010-2030 DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2011 2031 I. UMUM Ruang Wilayah Kabupaten Kepulauan Anambas yang meliputi
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN 2013-2032 I. UMUM Ruang yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara,
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciRENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa sehingga Naskah Akademis untuk kegiatan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lamongan dapat terselesaikan dengan baik
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat Undang-undang Nomor 24 Tahun
Lebih terperinciRENCANA TATA RUANG WI LAYAH KABUPATEN MAGELANG
PERATURAN DAERAH NOMOR 5 TAHUN 2011 RENCANA TATA RUANG WI LAYAH KABUPATEN MAGELANG 2010 2030 BUPATI MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN
Lebih terperinci2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.180, 2013 SDA. Rawa. Pengelolaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5460) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciTUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI
TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI 2.1. Tujuan Penataan Ruang Kota Bengkulu Tujuan penataan ruang wilayah kota dirumuskan berdasarkan: 1) visi dan misi pembangunan wilayah kota; 2) karakteristik wilayah kota;
Lebih terperinciBab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional
Bab II Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG 2.1.1 Tinjauan Penataan Ruang Nasional Tujuan Umum Penataan Ruang; sesuai dengan amanah UU Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007 tujuan penataan
Lebih terperinciLAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN
Lampiran VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR TAHUN 2011 LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2011 2031 MATRIK
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG
MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI TAHUN
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI TAHUN 2011 2031 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undang-undang Nomor
Lebih terperinciPENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN
PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2011-2031 I. UMUM 1. Faktor yang melatarbelakangi disusunnya Rencana Tata Ruang
Lebih terperincioleh para pelaku pembangunan dalam mengembangkan Kabupaten Pacitan.
1.1 LATAR BELAKANG Kabupaten Pacitan merupakan bagian dari Koridor Tengah di Pantai Selatan Jawa yang wilayahnya membentang sepanjang pantai Selatan Pulau Jawa. Berdasarkan sistem ekonomi, geokultural
Lebih terperinciPEMUTAKHIRAN SSK LAMPUNG TIMUR Tahun 2016
Created on 10/3/2016 at 9:8:38 Page 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Untuk memenuhi target pembangunan sektor sanitasi, yang meliputi pengelolaan air limbah domestik, pengelolaan persampahan, dan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2011 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2011 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2010-2030 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BINTAN TAHUN
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2011-2031 I. UMUM Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun
Lebih terperinciPERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTANG
Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG KAWASAN BANDUNG UTARA DI WILAYAH KABUPATEN BANDUNG DAN KABUPATEN BANDUNG
Lebih terperinciPROFIL SANITASI SAAT INI
BAB II PROFIL SANITASI SAAT INI Tinjauan : Tidak ada narasi yang menjelaskan tabel tabel, Data dasar kemajuan SSK sebelum pemutakhiran belum ada ( Air Limbah, Sampah dan Drainase), Tabel kondisi sarana
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PERMEN/M/2006 TENTANG
PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN KAWASAN NELAYAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT, Menimbang
Lebih terperinciRencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan
RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KOTA BANJARMASIN 2013-2032 APA ITU RTRW...? Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan Pola Ruang Wilayah Kota DEFINISI : Ruang : wadah yg meliputi
Lebih terperinciBab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan....
DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Gambar Daftar Grafik i ii vii viii Bab I Pendahuluan. 1.1. Dasar Hukum..... 1.2. Profil Wilayah Kabupaten Sijunjung... 1.2.1 Kondisi Fisik
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1490, 2014 KEMENPERA. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Daerah. Pembangunan. Pengembangan. Rencana. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinci2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.797, 2015 KEMEN PU-PR. Rawa. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinci