BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH KABUPATEN JEMBRANA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH KABUPATEN JEMBRANA"

Transkripsi

1 BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH KABUPATEN JEMBRANA 2.1 Geografis, Administratif, dan Kondisi Fisik A. Kondisi Geografis Kabupaten Jembrana terletak pada belahan bagian barat Pulau Bali membujur dari barat ke timur pada posisi 8 o o LS dan 114 o o BT dengan luas wilayah Jembrana Ha. atau 14,96 % dari luas wilayah Pulau Bali. Batas-batas administrasi Kabupaten Jembrana adalah sebagai berikut: Sebelah Utara : Kabupaten Buleleng dan Selat Bali Sebelah Timur : Kabupaten Buleleng dan Kabupaten Tabanan Sebelah Selatan : Samudera Hindia Sebelah Barat : Selat Bali B. Kondisi Fisik Wilayah Kab. Jembrana Topografi dan Kemiringan Topografi wilayah bervariasi dengan ketinggian 1.0 sampai ± 1000 mdpl, dengan titik tertinggi di deretan gunung Penginuman, Gunung Klatakan, Gunung Bakungan, Gunung Nyangkrut, Gunung Sanggang dan Gunung Batas. Komposisi kemiringan lahan adalah datar (25,00 %), wilayah landai (10,16 %), wilayah berbukit (25,24 %) dan wilayah curam (39,60 %) dari luas wilayah. Geologi Tata Lingkungan Geologi wilayah terdiri dari batuan gunung api berupa lava, breksi, tufa, yang diperkirakan berumur Kwarter Bawah dan daerah pedataran yang sebagian daerah persawahan terbentuk dari batuan yang tergabung dan disebut dengan Formasi Palasari yang terdiri dari batu pasir, konglomerat dan batu gamping terumbu dan diperkirakan berumur Kwarter, sedangkan untuk daerah pesisir pantai pada umumnya endapan aluvium yang terdiri dari pasir, lanau, lempung dan kerikil, yang dijumpai di sekitar daerah pantai di Pengambengan, Tegalbadeng, Prancak, Yeh Kuning, Mendoyo dan dipantai Gilimanuk. Buku Putih Sanitasi (BPS) Jembrana Page 1

2 Terdapat 17 buah gunung tidak aktif, yang tertinggi Gunung Merbuk (1.386 m dpl), Gunung Mesehe (1.300 m dpl), Gunung Bangul (1.253 m dpl) dan Gunung Lesung (1.047 m dpl) Jenis Tanah Jenis tanah wilayah terdiri dari : Tanah Latosol Coklat dan Litosol (Inceptisol) tersebar paling luas di Kecamatan Mendoyo ( ha), di Kecamatan Melaya ( ha) Kecamatan Negara dan Jembrana ( ha) dan Kecamatan Pekutatan ( ha). Tanah Alluvial Coklat Kelabu dengan luas kurang lebih Ha sebagian besar terdapat di Kecamatan Negara dan Kecamatan Jembrana (5.725 ha). Tanah Alluvial Coklat Kelabu mendominasi wilayah Kecamatan Melaya (1.878 ha) Tanah Regosol Cokelat Kelabu tersebar di Kecamatan Negara dan Kecamatan Jembrana seluas 772 ha dan di wilayah Kecamatan Mendoyo seluas 648 ha. Tanah Alluvial Hidromorf, di wilayah Kecamatan Negara dan Kecamatan Jembrana khususnya di sepanjang wilayah pantai selatan kurang lebih 1420 Ha. Iklim Iklim tropis, curah hujan merata sepanjang tahun (terendah bulan Agustus dan September, tertinggi bulan April). Temparatur rata-rata antara 25,4-28,4 C. Sumber Daya Air Terdapat 17 sungai induk dan 20 anak sungai yang mengalir dari pegunungan ke muara sungai di bagian Selatan yaitu Samudra Hindia. Air permukaan lainnya adalah bendung Palasari dan bendungan Benel. Air tanah tersebar, dan mata air 37 buah dengan kapasitas 110 l/det Banjir Potensi banjir di Kabupaten Jembrana secara umum diakibatkan karena berkurangnya tutupan hutan terutama di DAS Gumbrih dan sungai-sungai lainnya yang dibagian hulu sudah kehilangan vegetasinya. Lokasi sering terjadinya banjir adalah Desa Pangyangan (Kec. Pekutatan), Kelurahan Balerbaleagung, Kelurahan Lelateng dan Kelurahan Loloan Barat dan Desa Pengambengan yang diakibatkan oleh fungsi pembuangan air (drainase) kota yang kurang baik. Buku Putih Sanitasi (BPS) Jembrana Page 2

3 Tabel 2.1. Daerah Aliran Sungai (DAS) di Wilayah Kabupaten Jembrana No Nama DAS Luas (Ha) 1 Tukad Buaya Tukad Lumpur Tukad Ngenjung Tukad Penginuman Tukad Penjarakan Tukad Sumber Batok Tukad Teluktrima Tukad Krapyak Pangkung Kemiri Tukad Pengumbahan Tukad Banyupoh Tukad Pakecor Tukad Musi Tukad Grokgak Tukad Tingatinga Tukad Yeh Leh Tukad Ceklung Tukad Gumbrih Tukad Pangyangan Tukad Yeh Lebah Pangkung Surung Tukad Pulukan Tukad Medewi Tukad Yeh Satang Tukad Yeh Sumbul Pangkung Dapdap Tukad Yeh Embang Pangkung Gede Tukad Builukpoh Tukad Sowan Perancak Tukad Cupel Tukad Banyubiru Tukad Aya Barat Tukad Sanghyang Gede Tukad Melaya Pangkung Melaya Pantai Tukad Sumber Sari Pangkung Awen Pangkung Klatakan Tukad Bajra Tukad Jembrana Tukad Blimbingsari Tukad Klatakan Tukad Gilimanuk TOTAL Sumber : Bidang SDA, PU. Kab. Jembrana Tahun 2013 Buku Putih Sanitasi (BPS) Jembrana Page 3

4 Peta 2.1: Peta Daerah Aliran Sungai di Wilayah Kabupaten/Kota Sumber:Perda 11 Tahun 2012 tentang RTRW Kabupaten Jembrana Buku Putih Sanitasi (BPS) Jembrana Page 4

5 Tanah Longsor Kawasan rawan Longsor/Erosi terletak di Desa Berangbang Kecamatan Negara, dalam Kawasan Hutan Lidung RPH Candikusuma, Desa Manggisari Kecamatan Pekutatan dan Desa Yeh Sumbul Kecamatan Mendoyo. Abrasi dan Erosi Pantai Lokasi abrasi dan erosi pantai terdapat di kawasan Pengambengan di Kecamatan Negara, sepanjang Kecamatan Mendoyo, Kecamatan Pekutatan terjadi abrasi pantai yaitu didaerah Pengeragoan ± 80% dan Gumbrih ± 50% dan Kecamatan Jembrana yaitu di sekitar pantai Pengenderan. Air Pasang Posisi Kabupaten Jembrana yang merupakan bagian dari pulau Bali merupakan daerah yang berpotensi rawan tsunami. Desa di wilayah pesisir Kabupaten Jembrana yang memiliki tingkat kerawanan tinggi adalah Desa Candikusuma, Kelurahan Gilimanuk, Desa Melaya, Desa Nusa Sari, Desa Tuwed, Desa Air Kuning, Desa Banyubiru, Desa Budeng, Desa Cupel, Desa Pengambengan, Desa Perancak, Desa Tegal Badeng Barat, Desa Tegal Badeng Timur, Desa Yeh Kuning, Desa Delod Berawah, Desa Penyaringan, Desa Yeh Embang, Desa Yeh Embang Kangin, Desa Yeh Embang Kauh, Desa Gumbrih, Desa Medewi, Desa Pangyangan, Desa Pekutatan, Desa Pengeragoan dan Desa Yeh Sumbul. C. Adminstratif Secara adminstrasi wilayah dan kependudukan, Kabupaten Jembrana terdiri dari 5 Kecamatan dengan 52 Desa dan Kelurahan, Tabel berikut adalah nama Desa/Kelurahan dan Kecamatan, Luas Wilayah dan jumlah penduduk dimasing-masing kecamatan di Kabupaten Jembrana Buku Putih Sanitasi (BPS) Jembrana Page 5

6 Tabel 2.2. Nama, luas wilayah per-kecamatan dan jumlah kelurahan di Kabupaten Jembrana Luas Wilayah Jumlah Nama Kecamatan Kelurahan/Desa Administrasi Terbangun (Ha) (%) thd total (Ha) (%) thd total Kec. Pekutatan 8 12, Kec. Mendoyo 11 29, Kec. Jembrana 10 9, Kec. Negara 12 12, Kec. Melaya 10 19, TOTAL 51 84, Sumber : BPS 2012, Jembrana Dalam Angka 2012 Buku Putih Sanitasi (BPS) Jembrana Page 6

7 Peta 2.2: Peta Administrasi Kabupaten Jembrana dan Cakupan Wilayah Kajian Sumber:Perda 11 Tahun 2012 tentang RTRW Kabupaten Jembrana Buku Putih Sanitasi (BPS) Jembrana Page 7

8 2.2 Demografi Jumlah penduduk Kabupaten Jembrana dari tahun ke tahun terus mengalami Peningkatan.Sebagai landasan perencanaan pembangunan sanitasi di Kabupaten Jembrana, perlu dibuat angka proyeksi untuk 5 tahun kedepan, dengan digunakan rumus perhitungan sebagai berikut : Pt = Po (1+r )t Di mana; Pt = Jumlah penduduk tahun ke t Po = Jumlah Penduduk awal r = rata rata pertumbuhan penduduk t = Waktu (5) Nilai rata rata pertumbuhan jumlah penduduk setiap tahun sebesar 1 %, dengan hasil proyeksi jumlah penduduk mulai tahun 2010 sampai dengan tahun 2017 dapat dilihat pada Tabel 2.4. Jumlah penduduk Kabupaten Jembrana berdasarkan Data Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Tahun 2011 adalah jiwa atau 6,72% dari total penduduk Bali ( jiwa). Jumlah penduduk Kabupaten Jembrana telah meningkat 1.27 kali sejak 30 tahun (tahun 1980 jumlah penduduk jiwa). Laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Jembrana 30 tahun terakhir adalah 0,92%/tahun jauh dibawah pertumbuhan penduduk Provinsi Bali 1,9%/tahun. Untuk lebih jelasnya jumlah penduduk dan perkembangannya disajikan pada Tabel 2.3. Kondisi jumlah penduduk tiap kecamatan di Kabupaten Jembrana pada tahun 2011 menunjukkan bahwa Kecamatan Negara memiliki jumlah penduduk tertinggi yaitu jiwa (28% dari total jumlah penduduk Jembrana) sedangkan Kecamatan yang memiliki jumlah penduduk terendah adalah Kecamatan Pekutatan, yaitu sejumlah 310,052 jiwa (10,23 % dari total jumlah penduduk Jembrana). Ditinjau dari perkembangan penduduknya, wilayah-wilayah di Kabupaten Jembrana relatif memiliki perkembangan yang cenderung statis. Hal ini ditunjukkan oleh nilai rata-rata pertahun perkembangan penduduk dalam kurun waktu diseluruh kecamatan ratarata 0,97%/tahun. Laju pertumbuhan penduduk Kecamatan Negara tahun mengalami penurunan hingga (-6,67%), karena pada tahun tersebut terjadi pemecahan kecamatan baru yaitu Kecamatan Jembrana. Buku Putih Sanitasi (BPS) Jembrana Page 8

9 Data tahun 2012, penduduk kabupaten Jembrana yang bekerja 97,77%, sisanya tidak lebih dari 2,23% penduduk adalah penggangguran. Sektor pertanian yang merupakan sektor yang diunggulkan oleh sebagian besar kecamatan-kecamatan yang ada di Kabupaten Jembrana hanya menyerap tenaga kerja sebesar 32,11% dari total jumlah tenaga kerja, kemudian diikuti oleh sektor perdagangan sebesar 20,20%, selanjutnya adalah sektor industri pengolahan yang memberikan kontribusi sebesar 19,01% dan sektor jasa sebesar 10,99% Menurut Dokumen Teknis RTRW Kabupaten Jembrana, proyeksi jumlah penduduk Kabupaten Jembrana tahun 2017 mencapai jiwa. Pertambahan penduduk dalam kurun waktu 5 tahun tersebut sekitar 6 %, jumlah yang cukup signifikan dengan laju pertumbuhan kabupaten sebesar 0,97%. Tabel 2.4 menguraikan proyeksi pertumbuhan penduduk jembrana selama priode 5 Tahun. Buku Putih Sanitasi (BPS) Jembrana Page 9

10 Tabel 2.3: Jumlah penduduk dan kepadatannya 3 tahun terakhir ( ) Jumlah Penduduk Jumlah KK Tingkat Pertumbuhan Kepadatan pddk Nama Kecamatan Tahun Tahun Tahun Tahun Rata Kec. Pekutatan Kec. Mendoyo Kec. Jembrana Kec. Negara Kec. Melaya TOTAL Sumber: Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, 2012 Buku Putih Sanitasi (BPS) Jembrana Page 10

11 Tabel 2.4: Jumlah penduduk saat ini dan proyeksinya untuk 5 tahun Nama Kecamatan Jumlah Penduduk Tahun Jumlah KK Tahun Tingkat Pertumbuhan Tahun Kepadatan Pddk Tahun Kec. Pekutatan Kec. Mendoyo Kec. Jembrana Kec. Negara Kec. Melaya Sumber: Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, 2012 Buku Putih Sanitasi (BPS) Jembrana Page 11

12 2.3 Keuangan dan Perekonomian Daerah Perekonomi Kabupaten Jembrana masih didominasi oleh sektor pertanian atau primer. Kondisi itu disebabkan oleh perkembangan industri atau sekunder dan jasa-jasa atau tersier, termasuk pariwisata pertumbuhannya sangat lamban, sehingga pertanian masih menjadi unggulan. Pertanian dalam arti luas sebagai sektor yang masih mendominasi struktur ekonomi Kabupaten Jembrana, diduga setiap tahun akan mengalami penurunan. Penurunan tersebut disebabkan oleh sumber daya alam, seperti lahan pertanian yang semakin hari semakin berkurang. Alih fungsi lahan pertanian di Kabupaten Jembrana, kendatipun tidak sedrastis di kota-kota besar, namun tetap saja mengalami penurunan setiap tahunnya. Dalam perkembangan dan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Jembrana ditandai adanya perubahan atau pergeseran dalam kontribusi sektor ekonomi terhadap produk daerah sebagai akibat terjadinya pergeseran tenaga kerja dari sektor pertanian (primer) ke sektor industri (sekunder), kemudian kearah sektor jasa-jasa (tersier). Hal ini sesuatu yang sangat wajar dan biasa terjadi di daerah yang sedang membangun dan berkembang seperti Kabupaten Jembrana. Dari sudut biaya pembangunan yang dilaksanakan di Kabupaten Jembrana, perlu dilihat kemampuan Kabupaten Jembrana dalam membiayai belanja pembangunan. Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Jembrana dalam 5 tahun terakhir dapat dilihat pada tabel 2.5 dibawah ini. Buku Putih Sanitasi (BPS) Jembrana Page 12

13 Tabel 2.5 Rekapitulasi Realisasi APBD Kabupaten Jembrana Tahun No Realisasi Anggaran Tahun Rata2 pertumbuhan A Pendapatan (a.1 + a.2 + a.3) 454,011,607, ,212,294, ,151,917, ,429,891, ,772,159, a.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD) 20,755,681, ,823,459, ,247,620, ,525,703, ,775,108, a.1.1 Pajak daerah 4,739,533, ,951,713, ,047,420, ,013,205, ,512,225, a.1.2 Retribusi daerah 7,606,105, ,516,800, ,208,460, ,409,972, ,306,800, a.1.3 Hasil pengolahan kekayaan daerah yang dipisahkan 2,039,752, ,039,752, ,602,468, ,850,000, ,850,000, a.1.4 Lain-lain pendapatan daerah yang sah 6,370,290, ,315,191, ,389,270, ,252,525, ,106,083, a.2 Dana Perimbangan (Transfer) 382,663,760, ,727,554, ,775,787, ,272,383, ,597,003, a.2.1 Dana bagi hasil 24,403,939, ,439,722, ,565,602, ,339,694, ,274,007, a.2.2 Dana alokasi umum 306,361,821, ,567,032, ,721,785, ,762,339, ,919,726, a.2.3 Dana alokasi khusus 51,898,000, ,720,800, ,488,400, ,170,350, ,403,270, Dana Penyesuaian ,515,800, ,193,860, a.3 Lain-lain Pendapatan yang Sah 50,592,165, ,661,281, ,128,509, ,631,804, ,400,047, a.3.1 Hibah a.3.2 Dana darurat a.3.3 Dana bagi hasil pajak dari provinsi kepada kab./kota 39,857,224, ,873,180, ,799,207, ,992,973, ,868,021, a.3.4 Dana penyesuaian dan dana otonomi khusus ,542,462, ,680,144, ,680,144, a.3.5 Bantuan keuangan dari provinsi/pemerintah daerah lainnya 10,734,941, ,788,100, ,786,840, ,958,687, ,851,882, Buku Putih Sanitasi (BPS) Jembrana Page 13

14 B Belanja (b1 + b.2) 514,245,614, ,991,336, ,116,858, ,713,199, ,054,950, b.1 Belanja Tidak Langsung 315,398,109, ,681,378, ,002,961, ,681,191, ,268,855, b.1.1 Belanja pegawai 248,122,606, ,884,064, ,858,769, ,976,618, ,721,421, b.1.2 Bunga 327,540, b.1.3 Subsidi 1,000,000, ,586, b.1.4 Hibah 21,496,480, ,415,000, ,810,046, ,461,250, ,410,654, b.1.5 Bantuan sosial 21,045,619, ,862,026, ,811,650, ,000, ,410,000, b.1.6 Belanja bagi hasil 324,638, ,638, ,039,983, ,888,318, ,843,126, b.1.7 Bantuan keuangan 20,695,725, ,448,005, ,982,512, ,895,004, ,383,652, b.1.8 Belanja tidak terduga 2,385,500, ,056, ,000, ,000, ,000, b.2 Belanja Langsung 198,847,504, ,309,958, ,113,896, ,032,008, ,786,095, b.2.1 Belanja pegawai 8,583,008, ,071,336, ,545,906, ,210,226, ,019,951, b.2.2 Belanja barang dan jasa 92,717,365, ,530,991, ,728,609, ,742,349, ,885,953, b.2.3 Belanja modal 97,547,131, ,707,629, ,839,380, ,079,432, ,880,190, C Pembiayaan 65,906,206, ,786,891, ,771,080, ,283,308, ,282,791, Surplus/Defisit Anggaran Sumber : Analisa diolah, Bappeda Jembrana, 2013 Buku Putih Sanitasi (BPS) Jembrana Page 14

15 Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah pendapatan Kabupaten Jembrana dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, terutama di dana lain lain pendapatan yang sah, sedangkan untuk penerimaan pembiayaan mengalami penurunan. Pendapatan terbesar berasal dari dana perimbangan. Ini menunjukkan bahwa Kabupaten Jembrana masih membutuhkan dana bantuan dari pusat (APBN) untuk membiayai pembangunannya. Sedangkan dari sisi pembelanjaan, belanja tidak langsung memiliki peningkatan yang cukup tinggi dibandingkan dengan belanja langsung.sementara itu, dari sisi Rekapitulasi dan Realisasi Belanja Sanitasi SKPD melalui sub sektor sanitasi di Kabupaten Jembrana dalam 5 tahun terakhir dapat dilihat dalam Tabel 2.6 dan Tabel 2.7 sebagi berikut : Buku Putih Sanitasi (BPS) Jembrana Page 15

16 Tabel 2.6. Rekapitulasi Realisasi Belanja Sanitasi SKPD Kabupaten Jembrana Tahun No SKPD 1 Dinas Pekerjaan Umum 1.a Investasi 0 1.b operasional/pemeliharaan (OM) 2 Kantor Lingkungan Hidup Kebersihan Pertamanan Tahun ,507, ,983, a Investasi 394,194, ,800, ,500, ,000, b operasional/pemeliharaan (OM) 3 Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Rata2 pertumb uhan 3.a Investasi b operasional/pemeliharaan (OM) Dinas Kesehatan 4.a Investasi - 22,500, ,500, b operasional/pemeliharaan (OM) 93,895, ,250, ,739, ,635, Bappeda dan PM 5.a Investasi b operasional/pemeliharaan (OM) ,505, n n.a n.b SKPD lainnya (sebutkan) Investasi operasional/pemeliharaan (OM) 8 Belanja Sanitasi ( n) Pendanaan investasi sanitasi Total (1a+2a+3a+ na) 10 Pendanaan OM (1b+2b+3b+ nb) 11 Belanja Langsung Proporsi Belanja Sanitasi Belanja 12 Langsung(8/11) 13 Proporsi Investasi Sanitasi Total Belanja Sanitasi (9/8) 14 Proporsi OM Sanitasi Total Belanja Sanitasi (10/8) Sumber : Data diolah, Bappeda Jembrana, 2013 Buku Putih Sanitasi (BPS) Jembrana Page 16

17 Tabel 2.7. Belanja Sanitasi Perkapita Kabupaten Jembrana Tahun No 1 2 Tahun D e s k r i p s i Total Belanja Sanitasi 1,019,057, ,239, ,331,623, Kabupaten/Kota 488,090, Jumlah Penduduk 304, , , , Ratarata Belanja Sanitasi Perkapita (1 / 2) 1,601 3,311 2,170 4, ,131 Sumber : Data diolah, Bappeda Jembrana, 2013 Salah satu tolok ukur keberhasilan pembangunan dibidang ekonomi, dapat dilihat dari pertumbuhan angka produk domestik regional bruto (PDRB). Dari tahun ke tahun, PDRB Kabupaten Jembrana mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Kenaikan PDRB tersebut diikuti oleh peningkatan pendapatan perkapita (PDRB per kapita) dan upah minimum regional Kabupaten Jembranai. Sedangkan pertumbuhan ekonomi maupun inflasi mengalami fluktuasi yang disebabkan oleh pengaruh ekonomi makro Indonesia. Data perekonomian di Kabupaten Jembrana dapat dilihat pada tabel 2.8 dibawah ini. Tabel 2.8. Tabel Peta Perekonomian Kabupaten Jembrana Tahun No 1 2 Tahun D e s k r i p s i PDRB harga konstan (struktur perekonomian) (Rp.) 3,277, ,604, ,936, Pendapatan Perkapita Kabupaten/Kota (Rp.) 6,434, ,634, ,878, Pertumbuhan Ekonomi (%) Sumber : Data diolah, Bappeda Jembrana, 2013 Buku Putih Sanitasi (BPS) Jembrana Page 17

18 2.4 Tata Ruang Wilayah Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional. Sedangkan pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya. Menurut Perda Kabupaten Jembrana No. 11 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jembrana Tahun , pengertian Tata Ruang Wilayah adalah Sebagai berikut : 1. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Jembrana yang selanjutnya disebut RTRWK adalah rencana tata ruang yang bersifat umum dari wilayah Kabupaten Jembrana, yang berisi tujuan, kebijakan, strategi penataan ruang wilayah kabupaten, rencana struktur ruang wilayah kabupaten, rencana pola ruang wilayah kabupaten, penetapan kawasan strategis kabupaten, arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten, dan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten. 2. Tujuan penataan ruang wilayah Kabupaten Jembrana adalah tujuan yang ditetapkan pemerintah daerah Kabupaten Jembrana yang merupakan arahan perwujudan visi dan misi pembangunan jangka panjang daerah Kabupaten Jembrana pada aspek keruangan, yang pada dasarnya mendukung terwujudnya ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional. 3. Kebijakan penataan ruang wilayah Kabupaten Jembrana adalah arahan pengembangan wilayah yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Jembrana guna mencapai tujuan penataan ruang wilayah Kabupaten Jembrana dalam kurun waktu 20 (dua puluh) tahun. 4. Strategi penataan ruang wilayah Kabupaten Jembrana adalah penjabaran kebijakan penataan ruang ke dalam langkah-langkah pencapaian tindakan yang lebih nyata yang menjadi dasar dalam penyusunan rencana struktur dan pola ruang wilayah Kabupaten Jembrana. 5. Rencana struktur ruang wilayah Kabupaten Jembrana adalah rencana yang mencakup sistem perkotaan wilayah Kabupaten Jembrana yang berkaitan dengan kawasan perdesaan dalam wilayah pelayanannya dan jaringan prasarana wilayah kabupaten yang dikembangkan untuk mengintegrasikan wilayah kabupaten selain untuk melayani kegiatan skala kabupaten yang meliputi sistem jaringan transportasi, sistem jaringan Buku Putih Sanitasi (BPS) Jembrana Page 18

19 energi dan kelistrikan, sistem jaringan telekomunikasi, sistem jaringan sumber daya air, termasuk seluruh daerah hulu bendungan atau bendungan dari daerah aliran sungai, dan sistem jaringan prasarana lainnya. 6. Rencana sistem perkotaan di wilayah kabupaten adalah rencana susunan kawasan perkotaan sebagai pusat kegiatan di dalam wilayah kabupaten yang menunjukkan keterkaitan saat ini maupun rencana yang membentuk hierarki pelayanan dengan cakupan dan dominasi fungsi tertentu dalam wilayah kabupaten. 7. Kawasan Perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. 8. Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disebut PKW adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota. 9. Pusat Kegiatan Lokal Promosi yang selanjutnya disebut PKLP adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten/kota atau beberapa kecamatan untuk di kemudian hari ditetapkan sebagai PKL. 10. Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disebut PPK adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa desa. 11. Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disebut PPL adalah pusat permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala antardesa. 12. Kawasan perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. 13. Rencana sistem jaringan prasarana wilayah kabupaten adalah rencana jaringan prasarana wilayah yang dikembangkan untuk mengintegrasikan wilayah kabupaten dan untuk melayani kegiatan yang memiliki cakupan wilayah layanan prasarana skala kabupaten. 14. Rencana pola ruang wilayah kabupaten adalah rencana distribusi peruntukan ruang wilayah kabupaten yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan budidaya yang dituju sampai dengan akhir masa berlakunya RTRW kabupaten yang memberikan gambaran pemanfaatan ruang wilayah kabupaten hingga 20 (dua puluh) tahun mendatang. 15. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budidaya. Buku Putih Sanitasi (BPS) Jembrana Page 19

20 16. Kawasan lindung kabupaten adalah kawasan lindung yang secara ekologis merupakan satu ekosistem yang terletak pada wilayah kabupaten, kawasan lindung yang memberikan pelindungan terhadap kawasan bawahannya yang terletak di wilayah kabupaten, dan kawasan-kawasan lindung lain yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan pengelolaannya merupakan kewenangan pemerintah daerah kabupaten. 17. Kawasan budidaya kabupaten adalah kawasan budidaya yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan. 18. Kawasan hutan lindung adalah kawasan hutan yang memiliki sifat khas yang mampu memberikan perlindungan kepada kawasan sekitarnya maupun bawahannya sebagai pengatur tata air, pencegahan banjir, dan erosi serta pemeliharaan kesuburan tanah. 19. Kawasan resapan air adalah kawasan yang mempunyai kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (akuifer) yang berguna sebagai sumber air. 20. Kawasan tempat suci adalah kawasan di sekitar Pura yang perlu dijaga kesuciannya dalam radius tertentu sesuai status Pura sebagaimana ditetapkan dalam Bhisama Kesucian Pura Parisadha Hindu Dharma Indonesia Pusat (PHDIP) Tahun Kawasan suci adalah kawasan yang disucikan oleh umat Hindu seperti kawasan gunung, danau, mata air, campuhan, loloan, sungai, pantai dan laut. 22. Kawasan sempadan pantai adalah kawasan di sekitar pantai yang berfungsi untuk mencegah terjadinya abrasi pantai dan melindungi pantai dari kegiatan yang dapat mengganggu dan atau merusak kondisi fisik dan kelestarian kawasan pantai. 23. Kawasan sempadan sungai adalah kawasan di sekitar daerah aliran sungai yang berfungsi untuk melindungi sungai dari kegiatan yang dapat mengganggu atau merusak bantaran, tanggul sungai, kualitas air sungai, dasar sungai, mengamankan aliran sungai dan mencegah terjadinya bahaya banjir. 24. Kawasan sempadan jurang adalah daratan sepanjang daerah datar bagian atas dengan lebar proporsional sesuai bentuk dan kondisi fisik. 25. Kawasan sekitar mata air adalah kawasan sekeliling mata air yang mempunyai manfaat penting untuk kelestarian fungsi mata air. 26. Ruang Terbuka Hijau yang selanjutnya disingkat RTH adalah area memanjang/jalur, dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Buku Putih Sanitasi (BPS) Jembrana Page 20

21 27. Ruang Terbuka Hijau Kota yang selanjutnya disebut RTHK adalah ruang-ruang dalam kota dalam bentuk area/kawasan maupun memanjang/jalur yang didominasi oleh tumbuhan yang dibina untuk fungsi perlindungan habitat tertentu, dan/atau sarana kota, dan/atau pengaman jaringan prasarana, dan/atau budidaya pertanian. 28. Jalur hijau adalah suatu garis hamparan lahan yang luas dan menghijau yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah sebagai kawasan yang tidak boleh dibangun. 29. Kawasan pantai berhutan bakau adalah kawasan pesisir laut yang merupakan habitat alami hutan bakau yang berfungsi memberi perlindungan kepada kehidupan pantai dan laut. 30. Kawasan Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan, pariwisata, rekreasi, dan pendidikan. 31. Konservasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah upaya perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil serta ekosistemnya untuk menjamin keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragamannya. 32. Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan adalah tempat serta ruang disekitar bangunan bernilai budaya tinggi dan sebagai tempat serta ruang disekitar situs purbakala dan kawasan yang memiliki bentukan geologi alami yang khas. 33. Kawasan peruntukan hutan produksi adalah kawasan hutan yang dibudidayakan dengan tujuan diambil hasil hutannya baik hasil hutan kayu maupun nonkayu. 34. Kawasan peruntukan hutan rakyat adalah kawasan hutan yang dikelola oleh masyarakat secara luas. 35. Kawasan peruntukan tanaman pangan adalah lahan basah beririgasi, rawa pasang surut dan lebak dan lahan basah tidak beririgasi serta lahan kering potensial untuk pemanfaatan dan pengembangan tanaman pangan. 36. Kawasan peruntukan hortikultura adalah kawasan lahan kering potensial untuk pemanfaatan dan pengembangan tanaman hortikultura secara monokultur maupun tumpang sari meliputi tanaman palawija, sayur mayur, buah-buahan, tanaman hias dan tanaman pangan lainnya. 37. Kawasan peruntukan perkebunan adalah kawasan yang memiliki potensi untuk dimanfaatkan dan dikembangkan baik pada lahan basah dan atau lahan kering untuk komoditas perkebunan yang menghasilkan baik bahan pangan dan bahan baku industri. Buku Putih Sanitasi (BPS) Jembrana Page 21

22 38. Kawasan peruntukan peternakan adalah kawasan yang secara teknis dapat digunakan untuk usaha peternakan baik sebagai sambilan, cabang usaha, usaha pokok maupun industri, pasar peternakan serta sebagai padang penggembalaan ternak atau terpadu dengan komponen usaha tani (berbasis tanaman pangan, perkebunan, hortikultura atau perikanan) berorientasi ekonomi dan berakses dari hulu sampai hilir. 39. Kawasan peruntukan perikanan adalah kegiatan yang memanfaatkan peruntukkan ruang sesuai arahan pola ruang untuk kegiatan perikanan tangkap, budidaya perikanan, dan pengolahan hasil perikanan. 40. Kegiatan peruntukan pertambangan adalah kegiatan yang memanfaatkan peruntukkan ruang sesuai arahan pola ruang untuk kegiatan pertambangan. 41. Kegiatan peruntukan industri adalah kegiatan yang memanfaatkan peruntukkan ruang sesuai arahan pola ruang untuk kegiatan industri berupa tempat pemusatan kegiatan industri kecil dan menengah (IKM). 42. Kawasan Pariwisata adalah kawasan strategis pariwisata yang berada dalam geografis satu atau lebih wilayah administrasi desa/kelurahan yang di dalamnya terdapat potensi daya tarik wisata, aksesibilitas yang tinggi, ketersediaan fasilitas umum dan fasilitas pariwisata serta aktivitas sosial budaya masyarakat yang saling mendukung dalam perwujudan kepariwisataan. 43. Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus, yang selanjutnya disebut KDTWK, adalah kawasan strategis pariwisata yang berada dalam geografis satu atau lebih wilayah administrasi desa/kelurahan yang di dalamnya terdapat potensi daya tarik wisata, aksesibilitas yang tinggi, ketersediaan fasilitas umum dan fasilitas pariwisata secara terbatas serta aktivitas sosial budaya masyarakat yang saling mendukung dalam perwujudan kepariwisataan, namun pengembangannya sangat dibatasi untuk lebih diarahkan kepada upaya pelestarian budaya dan lingkungan hidup. 44. Daya Tarik Wisata, yang selanjutnya disebut DTW, adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, hasil buatan manusia serta aktivitas sosial budaya masyarakat yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan, yang dapat berupa kawasan/hamparan, wilayah desa/kelurahan, masa bangunan, bangun-bangunan dan lingkungan sekitarnya, jalur wisata yang lokasinya tersebar di wilayah kabupaten/kota. 45. Kawasan peruntukan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai Buku Putih Sanitasi (BPS) Jembrana Page 22

23 lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. 46. Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan. 47. Kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan adalah wilayah, kawasan atau lokasi yang ditetapkan atau digunakan untuk kepentingan pertahanan dan keamanan. 48. Kawasan strategis kabupaten adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup Kabupaten terhadap ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan. 49. Arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten adalah arahan pengembangan wilayah untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang wilayah kabupaten sesuai dengan RTRW kabupaten melalui penyusunan dan pelaksanaan program penataan/pengembangan kabupaten beserta pembiayaannya, dalam suatu indikasi program utama jangka menengah lima tahunan kabupaten yang berisi rencana program utama, sumber pendanaan, instansi pelaksana, dan waktu pelaksanaan. 50. Indikasi program utama jangka menengah lima tahunan adalah petunjuk yang memuat usulan program utama, lokasi, besaran, waktu pelaksanaan, sumber dana, dan instansi pelaksana dalam rangka mewujudkan ruang kabupaten yang sesuai dengan rencana tata ruang. 51. Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten adalah ketentuanketentuan yang dibuat atau disusun dalam upaya mengendalikan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten agar sesuai dengan RTRW kabupaten yang berbentuk ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi untuk wilayah kabupaten. 52. Ketentuan umum peraturan zonasi sistem kabupaten adalah ketentuan umum yang mengatur pemanfaatan ruang/penataan kabupaten dan unsur-unsur pengendalian pemanfaatan ruang yang disusun untuk setiap klasifikasi peruntukan/fungsi ruang sesuai dengan RTRW kabupaten. 53. Ketentuan perizinan adalah ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah kabupaten sesuai kewenangannya yang harus dipenuhi oleh setiap pihak sebelum pemanfaatan ruang, yang digunakan sebagai alat dalam melaksanakan pembangunan keruangan yang tertib sesuai dengan rencana tata ruang yang telah disusun dan ditetapkan. Buku Putih Sanitasi (BPS) Jembrana Page 23

24 54. Ketentuan insentif dan disinsentif adalah perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang dan juga perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang. 55. Arahan sanksi adalah arahan untuk memberikan sanksi bagi siapa saja yang melakukan pelanggaran pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku. 56. Sistem agribisnis adalah pembangunan pertanian yang dilakukan secara terpadu, tidak saja dalam usaha budidaya (on-farm) tetapi juga meliputi usaha penyediaan saranaprasarana produksi pertanian, pengolahan hasil pertanian, pemasaran hasil pertanian dan usaha jasa seperti bank, penyuluhan, penelitian/pengkajian (off-farm). 57. Agrowisata adalah pengembangan industri wisata alam yang bertumpu pada pembudidayaan wisata alam, memanfaatkan alam tanpa melakukan eksploitasi yang berlebihan agar tetap terlindungi. 58. Ekowisata adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan dengan tujuan konservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat. 59. Kawasan Agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan pengolahan sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hierarki keruangan satuan sistem permukiman dan sistem agribisnis. 60. Kawasan Minapolitan adalah suatu bagian wilayah yang mempunyai fungsi utama ekonomi yang terdiri dari sentra produksi, pengolahan, pemasaran komoditas perikanan, pelayanan jasa, dan/atau kegiatan pendukung lainnya. 61. Masyarakat adalah orang seorang, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat, lembaga dan/atau badan hukum non-pemerintahan yang mewakili kepentingan individu, kelompok, sektor, profesi, kawasan atau wilayah tertentu dalam penyelenggaraan penataan ruang. 62. Peran masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. 63. Tri Hita Karana adalah tiga unsur keseimbangan dan keharmonisan hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan lingkungannya yang dapat mendatangkan kesejahteraan, kedamaian, dan kebahagiaan bagi kehidupan manusia. Buku Putih Sanitasi (BPS) Jembrana Page 24

25 64. Bhisama Kesucian Pura adalah norma agama yang ditetapkan oleh Sabha Pandita PHDI Pusat, sebagai pedoman pengamalan ajaran Agama Hindu tentang kawasan kesucian pura yang belum dijelaskan secara lengkap dalam kitab suci. 65. Sad Kertih adalah enam sumber kesejahteraan yang harus dilestarikan untuk mencapai kebahagiaan lahir dan batin yang terdiri dari atma kertih, wana kertih, danu kertih, segara kertih, jana kertih dan jagat kertih. 66. Tri Mandala adalah pola pembagian wilayah, kawasan, dan/atau pekarangan yang dibagi menjadi tiga tingkatan terdiri atas utama mandala, madya mandala dan nista mandala. 67. Cathus Patha adalah simpang empat sakral yang ruas-ruasnya mengarah ke empat penjuru mata angin (Utara, Timur, Selatan dan Barat) dan diperankan sebagai pusat (puser) wilayah, kawasan dan/atau desa. 68. Desa Adat/Pakraman adalah kesatuan masyarakat hukum adat di Provinsi Bali yang mempunyai satu kesatuan tradisi dan tata krama pergaulan hidup masyarakat umat Hindu secara turun temurun dalam ikatan kahyangan tiga atau kahyangan desa yang mempunyai wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri serta berhak mengurus rumah tangganya sendiri. Kebijakan penataan ruang wilayah kabupaten Jembrana dikembangkan untuk mewujudkan tujuan penataan ruang wilayah, meliputi: a. pemantapan fungsi wilayah sebagai pusat pengembangan Bali Bagian Barat; b. peningkatan jangkauan pelayanan sistem jaringan prasarana wilayah untuk mendukung peningkatan produktivitas dan pemerataan pelayanan kepada masyarakat; c. pemantapan wilayah yang hijau dan lestari sebagai penyangga pelestarian lingkungan Pulau Bali; d. pemantapan wilayah sebagai pusat kegiatan pertanian, industri dan pendayagunaan sumber daya pesisir dan kelautan dengan konsep agropolitan dan minapolitan; e. pengembangan kepariwisataan berwawasan lingkungan yang terintegrasi dengan pertanian dan potensi sumber daya pesisir dan kelautan; dan f. peningkatan fungsi kawasan untuk menunjang pertahanan dan keamanan negara. Peningkatan jangkauan pelayanan sistem jaringan prasarana wilayah untuk mendukung peningkatan produktivitas dan pemerataan pelayanan kepada masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b dalam Perda No. 11 Tahun 2012 adalah untuk mewujudkan pelayanan wilayah dengan strategi meliputi: Buku Putih Sanitasi (BPS) Jembrana Page 25

26 a. meningkatkan kualitas dan keterpaduan pelayanan sistem jaringan transportasi darat dan penyeberangan; b. meningkatkan keterpaduan dan kualitas sistem jaringan jalan nasional termasuk rencana pengembangan jalan bebas hambatan yang melintasi wilayah, jalan provinsi, jalan kabupaten, dan jalan desa untuk meningkatkan aksesibilitas antar wilayah maupun antar kawasan dalam wilayah kabupaten; c. mengintegrasikan jaringan transmisi listrik lintas wilayah dan meningkatkan pemerataan distribusi tenaga listrik di seluruh wilayah; d. mengembangkan jangkauan pelayanan sistem jaringan telekomunikasi secara merata ke seluruh wilayah; e. meningkatkan keterpaduan perlindungan, pemeliharaan, penyediaan sumber daya air dan distribusi pemanfaatannya untuk irigasi dan air minum secara merata sesuai kebutuhan; f. meningkatkan pelayanan pengelolaan persampahan dan partisipasi masyarakat untuk mendukung Jembrana bersih; dan g. mengembangkan sistem pengolahan air limbah yang ramah lingkungan. Dalam peta 2.3 Rencana pusat layanan & Struktur Ruang Wilayah Kabupaten Jembrana dapat di petakan sebagai berikut : Buku Putih Sanitasi (BPS) Jembrana Page 26

27 Peta 2.3: Rencana pusat layanan & Struktur Ruang Wilayah Kabupaten Jembrana Sumber:Perda 11 Tahun 2012 tentang RTRW Kabupaten Jembrana Buku Putih Sanitasi (BPS) Jembrana Page 27

28 Peta 2.4: Rencana pola ruang Kabupaten/Kota Sumber:Perda 11 Tahun 2012 tentang RTRW Kabupaten Jembrana Buku Putih Sanitasi (BPS) Jembrana Page 28

29 Dalam rincian pola ruang wilayah Kabupaten Jembrana seperti yang dipetakan dalam Peta 2.4 diatas sesuai Perda No. 11 Tahun 2012 dapat diuraikan Kebijakan Tata Ruang Wilayah Jembrana yang berkaitan dengan Sanitasi sebagai berikut : A. Sistem Jaringan Sumberdaya Air Wilayah sungai yang berada pada Kabupaten Jembrana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, yaitu Wilayah Sungai Bali-Penida yang merupakan Wilayah Sungai Strategis Nasional yang mencakup Daerah Aliran Sungai (DAS) yang terdiri atas 43 (empat puluh tiga) DAS meliputi: a. DAS lintas wilayah, terdiri atas: DAS Tukad Yeh Leh, DAS Tukad Pangyangan, DAS Tukad Yeh Lebah, AS Tukad Pulukan, DAS Tukad Medewi, DAS Tukad Yeh Satang, DAS Tukad Yeh Sumbul, Das Tukad Ijogading dan 3 (tiga) DAS tanpa nama intermitten; dan b. DAS dalam wilayah, terdiri atas DAS Tukad Cengkilung, DAS Tukad Gumbrih, DAS Pangkung Surung, DAS Pangkung Dadap, DAS Tukad Yeh Embang, DAS Pangkung Gede, DAS Tukad Biluk Poh, DAS Tukad Sowan Perancak, DAS Tukad Aya Barat, DAS Sangianggede, DAS Tukad Melaya, DAS Pangkung Melaya Pantai, DAS Tukad Sumbersari, DAS Pangkung Klatakan, DAS Pangkung Melaya Pantai, 16 (enam belas) DAS tanpa nama intermitten; dan 1 (satu) DAS tanpa nama continue. (1) Cekungan air tanah (CAT) yang berada di Kabupaten Jembrana sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf b, adalah CAT Negara dan CAT Gilimanuk, yang merupakan CAT lintas kabupaten dengan pemanfaatannya mengutamakan air permukaan. (2) Rencana pengembangan Jaringan Irigasi yang berada pada Kabupaten Jembrana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi: a. Daerah Irigasi (DI), dilayani 75 (tujuh puluh lima) Daerah Irigasi (DI) dengan luas baku kurang lebih Ha (sembilan ribu tiga puluh tiga hektar), meliputi: 1. kewenangan Pemerintah Provinsi Bali meliputi 3 (tiga) DI dengan luas baku kurang lebih Ha (dua ribu empat ratus tujuh puluh hektar) terdiri atas: a. DI Yeh Leh yang merupakan DI Lintas kabupaten/kota dengan luas baku kurang lebih 230 Ha (dua ratus tiga puluh hektar) di sebagian wilayah Kabupaten Jembrana dan Kabupaten Tabanan, dan yang berada di Buku Putih Sanitasi (BPS) Jembrana Page 29

30 wilayah Kabupaten Jembrana dengan luas baku kurang lebih 123 Ha (seratus dua puluh tiga hektar); b. DI Benel yang merupakan DI utuh kabupaten/kota dengan luas baku kurang lebih Ha (seribu empat puluh tujuh hektar); dan c. DI Palasari yang merupakan DI utuh kabupaten dengan luas baku kurang lebih Ha (seribu tiga ratus hektar). 2. kewenangan pemerintah kabupaten meliputi 72 (tujuh puluh dua) DI dengan luas baku kurang lebih Ha (enam ribu lima ratus enam puluh tiga hektar), tersebar di seluruh wilayah. b. Penanganan sistem jaringan irigasi sebagaimana dimaksud pada huruf a, meliputi: 1. pendayagunaan yang telah dibangun untuk mendukung ketersediaan air baku untuk jaringan irigasi meliputi: a. bendungan Palasari seluas Ha (seribu tiga ratus hektar) luasan baku dan luas fungsional 933 Ha (sembilan ratus tiga puluh tiga hektar), di Desa Ekasari, Kecamatan Melaya, b. bendungan Benel seluas, seluas Ha (seribu empat puluh tujuh hektar), di Desa Manistutu, Kecamatan Melaya, c. rencana pengembangan Bendungan Pohsanten, di Pohsanten, Kecamatan Mendoyo, d. sebaran bendung kecil lainnya tersebar di seluruh kecamatan. 2. peningkatan dan rehabilitasi jaringan irigasi; 3. pembuatan cekdam di Desa Warnasari; 4. peningkatan bendung di Desa Tukadaya; 5. peningkatan saluran irigasi di daerah Air Kuning; 6. pemantapan pengelolaan bendungan irigasi; 7. penyempurnaan, dan irigasi (subak) yang ada; 8. pengembangan daerah irigasi baru pada daerah kritis air dikembangkan dengan transfer air dari daerah yang surplus air, disamping mengembangkan irigasi air tanah. (3) Jaringan air baku untuk air bersih ke kelompok pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, meliputi: Buku Putih Sanitasi (BPS) Jembrana Page 30

31 a. Bendungan Palasari, Bendungan Benel, Bendungan Pohsanten, sungai-sungai di sebagian Wilayah Sungai Bali-Penida, sebagai sumber air baku permukaan; dan b. pendayagunaan sumber-sumber mata air, air tanah pada sebagian CAT Gilimanuk dan CAT Negara untuk memperbesar sediaan air baku untuk pelayanan air minum. (4) Sistem pengendalian banjir, erosi dan longsor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi pembangunan, rehabilitasi serta operasi dan pemeliharaan bangunan-bangunan pengendali banjir, normalisasi sungai, pengendalian terhadap luapan air sungai didukung oleh upaya-upaya non struktural seperti sistem peringatan dini dan pemetaan kawasan rawan banjir. B. Sistem Sarana Pengelolaan Lingkungan Sistem jaringan air minum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a Perda RTRW Kabupaten Jembrana merupakan sumber-sumber air minum, meliputi: a. sumber-sumber mata air terdiri atas: 1. Mata Air Ijogading di Kecamatan Negara; 2. Mata Air Pangkung Telepus dan Mata Air Tibutanggang di Kecamatan Jembrana; 3. Mata Air Yehembang dan Mata Air Yehsatang di Kecamatan Mendoyo; 4. Mata Air Pengeragoan di Kecamatan Pekutatan. b. Sumur Bor terdiri atas: 1. Sumur Bor Gilimanuk dan Sumur Bor Nusasari di Kecamatan Melaya; 2. Sumur Bor Pekutatan di Kecamatan Pekutatan; (2) Distribusi air minum dilaksanakan melalui pengembangan Sistem Penyedaan Air Minum (SPAM), meliputi: a. SPAM kawasan perkotaan dengan sistem perpipaan meliputi: 1. SPAM Kawasan Perkotaan Gilimanuk di Kecamatan Melaya; 2. SPAM Kawasan Perkotaan Melaya di Kecamatan Melaya; 3. SPAM Kawasan Perkotaan Negara di Kecamatan Jembrana dan Kecamatan Negara; 4. SPAM Kawasan Perkotaan Pengambengan di Kecamatan Negara; 5. SPAM Kawasan Perkotaan Mendoyo di Kecamatan Mendoyo; Buku Putih Sanitasi (BPS) Jembrana Page 31

32 6. SPAM Kawasan Perkotaan Yehembang di Kecamatan Mendoyo; dan 7. SPAM Kawasan Perkotaan Pekutatan di Kecamatan Pekutatan; b. SPAM kawasan perdesaan dengan sistem perpipaan maupun bukan perpipaan meliputi: 1. SPAM Kawasan perdesaan Kecamatan Melaya; 2. SPAM Kawasan perdesaan Kecamatan Jembana; 3. SPAM Kawasan perdesaan Kecamatan Negara; 4. SPAM Kawasan perdesaan Kecamatan Mendoyo; 5. SPAM Kawasan perdesaan Kecamatan Pekutatan; (3) Sistem pengelolaan persampahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi: a. Tempat Penampungan Sampah Sementara (TPS) yang tersebar di tiap desa di tiap kecamatan pada seluruh wilayah kabupaten; b. Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah meliputi TPA Peh, di Kecamatan Negara, TPA Melaya di Kecamatan Melaya, dan TPA Yehsumbul, di Kecamatan Mendoyo dengan metode lahan urug terkendali (controlled landfill); dan c. Pembangunan TPS/SPA (Sistem Peralihan Angkut) di Desa Yehembang, Kecamatan Mendoyo dan di Desa Pekutatan, Kecamatan Pekutatan. (4) Sistem pengelolaan persampahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, diselenggarakan melalui: a. pengurangan sampah untuk sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga meliputi pembatasan timbulan sampah, pendauran ulang sampah; dan/atau pemanfaatan kembali sampah; b. penanganan sampah untuk sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga meliputi pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir, meliputi: 1. sampah rumah tangga dan sampah sejenis rumah tangga dikumpulkan setelah melalui tahapan pengurangan sampah, ke transfer depo atau ke Tempat Penampungan Sampah Sementara (TPS) tersebar di tiap desa di tiap kecamatan seluruh wilayah kabupaten; Buku Putih Sanitasi (BPS) Jembrana Page 32

33 2. pengurangan sampah di transfer depo atau TPS sebelum diangkut ke Tempat Pemrosesan Sampah Akhir (TPA); dan 3. Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah meliputi TPA Peh, di Kecamatan Negara, TPA Melaya di Kecamatan Melaya, dan TPA Yehsumbul, di Kecamatan Mendoyo; dan 4. Pembangunan TPS/SPA (Sistem Peralihan Angkut) di Desa Yehembang, Kecamatan Mendoyo dan Desa Pekutatan, Kecamatan Pekutatan. (5) Sistem pengolahan air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas: a. sistem pengolahan air limbah setempat (on site) dilakukan secara individual dengan penyediaan bak pengolahan air limbah atau tangki septik, tersebar di seluruh wilayah; b. sistem pengolahan air limbah terpusat (off site) dengan sistem perpipaan dalam jangka panjang meliputi: 1. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Negara melayani Kawasan Perkotaan Negara; 2. IPAL Pengambengan melayani Kawasan Industri Pengambengan; 3. IPAL Gilimanuk melayani Kawasan Perkotaan Gilimanuk dan Kawasan Pelabuhan Gilimanuk; dan 4. IPAL Perancak melayani Kawasan Efektif Pariwisata Perancak. 5. IPAL Candikusuma melayani Kawasan Efektif Pariwisata Candikusuma. c. pengembangan jaringan air limbah komunal di kawasan-kawasan padat permukiman dalam bentuk Sistem Sanitasi Masyarakat (Sanimas); d. pada kawasan pelayanan yang memiliki karakterisitik kualitas dan kuantitas air limbah yang sangat berbeda, dengan lingkungan sekitarnya, di arahkan untuk memiliki sistem pengolahan dan pengelolaan secara tersendiri; dan e. rencana pengelolaan sampah yang mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. (6) Sistem jaringan drainase sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, meliputi: a. Pengembangan sistem jaringan drainase didasarkan atas kesatuan sistem dan sub sistem tata air meliputi jaringan primer berupa sungai/tukad utama, jaringan Buku Putih Sanitasi (BPS) Jembrana Page 33

34 sekunder berupa parit atau saluran-saluran yang ada di tepi jalan dan jaringan tersier berupa saluran saluran kecil yang masuk pada kawasan perumahan; b. pembangunan sistem pembuangan air hujan yang terintegrasi mulai dari lingkungan perumahan sampai saluran drainase primer yang dilengkapi bangunan pengontrol genangan, bak penampung sedimen, pembuatan konstruksi baru berupa turap/senderan, rehabilitasi saluran alam yang ada, pembuatan parit infiltrasi, operasi dan pemeliharaan; c. pemisahan antara jaringan drainase dengan jaringan irigasi dan jaringan air limbah; d. Rehabilitasi sarana dan prasarana pencegah banjir; e. Peningkatan sistem drainase di Kelurahan Baler Bale Agung; f. Normalisasi Sungai Tukad Ijogading; dan g. Peningkatan sistem jaringan drainase di Desa Mendoyo Dangin Tukad. (7) Jalur evakuasi bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi: a. jalur-jalur jalan yang posisinya berlawanan dengan arah datangnya bencana digunakan sebagai jalur penyelamatan bila terjadi bencana tanah longsor, bencana gerakan tanah, gelombang pasang, tsunami, banjir menuju ke tempat yang lebih aman, yang dipergunakan sebagai ruang evakuasi bencana; b. jalur-jalur jalan evakuasi bencana merupakan jalur menuju ke tempat evakuasi bencana meliputi: 1. jalur-jalur jalan menuju lapangan olah raga terbuka di tiap kawasan perkotaan dan di tiap kawasan perdesaan; 2. jalur jalan menuju pelataran terminal; 3. jalur-jalur jalan menuju gedung olah raga atau gedung serbaguna di tiap kawasan perkotaan dan di tiap kawasan perdesaan; dan 4. jalur-jalur jalan menuju ke rumah sakit terdekat atau rumah sakit rujukan. Lampiran Perda No. 11 Tahun 2012 Tentang Luasan Tata Pola Ruang Wilayah Kabupaten Jembrana Tahun seperti berikut : Buku Putih Sanitasi (BPS) Jembrana Page 34

35 Sumber : Lampiran Perda No. 11 Tahun 2012, Bappeda, 2013 Buku Putih Sanitasi (BPS) Jembrana Page 35

36 2.5 Sosial dan Budaya Kabupaten Jembrana A. Struktur Sosial Budaya Masyarakat Tata kehidupan kemasyarakatan di Provinsi Bali pada umumnya dan Kabupaten Jembrana pada khususnya, tata kehidupan masyarakat secara umum terbagi menjadi 2 (dua) sistem kemasyarakatan, yaitu : 1. Sistem kekerabatan yang terbentuk menurut adat yang berlaku dan dipengaruhi oleh adanya klen-klen keluarga; seperti kelompok kekerabatan disebut dadia (keturunan), pekurenan, kelompok kekerabatan yang terbentuk sebagai akibat adanya perkawinan dari anak-anak yang berasal dari suatu keluarga inti; 2. Sistem kemasyarakatan merupakan kesatuan-kesatuan sosial yang didasarkan atas kesatuan wilayah/teritorial administrasi dan teritorial adat. Dari sistem kemasyarakatan yang ada maka, warga desa bisa masuk menjadi dua keanggotaan warga desa yaitu : 1. Sistem pemerintahan Desa Dinas (Desa/Kelurahan) 2. Sistem pemerintahan Desa Pekraman Di Provinsi Bali bila terdapat dan terbentuk wadah organisasi banjar dan teritorial Desa Pekraman yang disebabkan oleh pola tempat tinggal masyarakatnya yang sekaligus menentukan hak dan kewajiban anggota keluarga, baik di banjar maupun di desa pekraman sebagai persekutuan sosial yang lebih besar. Ada sekurang-kurangnya tiga status keanggotaan dalam persekutuan banjar ataupun desa pekraman, antara lain : 1) Status pengayah pengarep, adalah mereka yang berkedudukan sebagai kepala keluarga inti senior garis laki-laki yang menetap dan menempati rumah atau pekarangan leluhur inti tersebut, yang secara formal mereka memiliki hak suara dalam musyawarah desa, sedangkan dalam aspek keagamaan mereka berlaku sebagai wakil sah keluarga inti dalam mengaktifkan upacara keagamaan di pura bale agung desa. 2) Status pengayah penyada, adalah saudara laki-laki dari keluarga inti senior. Hal ini terjadi apabila pengayah pengarep tidak dapat melaksanakan tugas-tugasnya apakah karena alasan pindah tempat tinggal ataupun meninggal dunia. 3) Status pengayah pengele, adalah mereka yang berstatus sebagai anggota persekutuan banjar (pasuka duka) karena secara teritorial berada di sekitar atau di Buku Putih Sanitasi (BPS) Jembrana Page 36

37 wilayah banjar. Status pekarangan rumah tinggalnya biasanya terlepas dengan ikatan karang desa. Apabila mereka ini adalah penduduk pendatang (warga tamiu), hak dan kewajibannya diatur dalam awig-awig desa pekraman/banjar pekraman namun biasanya tetap menjadi anggota krama desa/banjar pada desa/banjar pekraman tempat asalnya. Cakupan kesatuan wilayah administrasi desa dinas/kelurahan bila diintegrasikan dengan wewidangan/palemahan desa pekraman di Bali, polanya beraneka ragam antara lain : Satu wilayah desa dinas mencakup beberapa wilayah desa pekraman; Satu wilayah desa dinas mencakup hanya satu wilayah desa pekraman, atau bisa terjadi; Satu wilayah desa pekraman mencakup beberapa desa dinas. Sistem pemerintahan Desa Pekraman dalam sistem pemerintahan Republik awalnya hanya terjalin secara fungsional, yang terfokus pada fungsi pokok dari Desa Pekraman yaitu pada bidang adat dan agama. Namun pada perkembangannya keterlibatan pada aspek lingkungan menjadi bagian yang tidak terpisahkan, karena wewidangan/palemahan desa pekraman juga sekaligus ruang wilayah administrasi desa, Kabupaten/kota atau provinsi bila dijumlahkan. Sebaran desa pekraman di Kabupaten Jembrana tahun 2012 adalah 64 buah yang terbagi menjadi 246 dusun/banjar. Dari kehidupan masyarakat setempat lagi dibagi-bagi berdasarkan profesi dan bentuk organisasi profesi yang disebut Sekaa. Sekaa-sekaa ini berlandaskan konsepsi Tri Hita Karana dengan anggota yang mempunyai tujuan yang sama, seperti : Subak dan trunannya sepereti sekeha memula, sekeha manyi, sekeha numbeg, sekeha semal, sekeha mekajang dan lain-lainya. Tetapi dengan perkembangan transformasi dan ekonomi komersial kebanyakan sekeha-sekeha ini telah mengalami pergeseran fungsi dan tujuan. Pada bidang sosial dan budaya, didapatkan data bahwa di Kabupaten Jembrana terdapat 84 SD/setara, 1 Mi, 26 SLTP/setara, 7 MTs, 21 SMA/setara, 3 MA. Buku Putih Sanitasi (BPS) Jembrana Page 37

38 Tabel 2. 9 Fasilitas pendidikan yang tersedia di Kabupaten Jembrana Nama Kecamatan Umum Jumlah Sarana Pendidikan Agama SD SLTP SMA/SMK MI MTs MA Kec. Pekutatan Kec. Mendoyo Kec. Jembrana Kec. Negara Kec. Melaya Jumlah Sumber : Bappeda Jembrana, 2013 Tingkat kesejahteraan masyarakat juga menjadi hal yang perlu untuk diperhatikan dalam kehidupan sosial masyarakat. Untuk dapat melihat tingkat kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Jembrana, dapat digunakan data jumlah penduduk miskin sebagaimana tersaji dalam tabel 2.10 berikut ini. Tabel 2.10 Jumlah penduduk miskin per kecamatan Di Kabupaten Jembrana Nama Kecamatan Nama Desa /Kelurahan Jumlah keluarga miskin (KK) Kec. Pekutatan Medewi Pulukan 40 Pekutatan 74 Pangyangan 19 gumbrih 41 Pengeragoan 8 Asah duren 26 Manggissari 10 Kec. Mendoyo Mendoyo dauh tukad 147 1,241 Mendoyo Dangin Tukad 5 Pohsanten 96 Pergung 73 Delodbrawah 21 Tegal Cangkring 104 Buku Putih Sanitasi (BPS) Jembrana Page 38

39 Penyaringan 221 Yeh Embang Kauh 74 Yeh Embang 92 Yeh Embang kangin 142 Yeh sumbul 266 Kec. Jembrana Prancak 176 1,334 Air Kuning 147 Yeh kuning 112 Budeng 14 Sangkaragung 40 Dauhwaru 85 Loloan Timur 72 Pendem 280 Batu Agung 172 Dangin Tukad aya 236 Kec. Negara Cupel 137 1,985 Tegal Badeng barat 123 tegal Badeng timur 150 Pengambengan 290 loloan barat 56 Lelateng 127 Banjar Tengah 41 Baluk 97 Banyubiru 225 Kaliakah 259 Brangbang 259 Baler Bale Agung 221 Kec. Melaya Gilimanuk 215 1,077 Melaya 257 Candikusuma 82 Tuwed 80 Tukadaya 171 Manistutu 185 Warnasari 46 Nusasari 7 Ekasari 21 Blingbingsari 13 JUMLAH 5,905 Sumber : Data diolah Bappeda Jembrana, 2013 Buku Putih Sanitasi (BPS) Jembrana Page 39

40 Dalam hal kepemilikan tempat tinggal / rumah, masyarakat di Kabupaten Jembrana yang telah memiliki rumah adalah sebagai berikut : Tabel 2.11 Jumlah rumah per kecamatan Di Kabupaten Jembrana Nama Kecamatan Jumlah KK KK Miskin Jumlah Rumah Kec. Pekutatan ,301 7,274 Kec. Mendoyo 1, ,549 18,425 Kec. Jembrana 1, ,524 16,391 Kec. Negara 1, ,981 24,783 Kec. Melaya 1, ,280 15,172 JUMLAH 82,635 5, ,045 asumsi : 1. 1 KK = 1 Rumah % KK Miskin tidak memiliki rumah Sumber : Analisa Bappeda Kab. Jembrana, Kelembagaan Pemerintah Daerah Kabupaten Jembrana Kelembagaan Pemerintah Kabupaten Jembrana disusun berdasarkan Perda 15 Tahun 2011 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Jembrana. Satuan Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Jembrana terdiri dari Dinas Daerah, Lembaga Teknis Daerah, Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), 5 Kecamatan dan 52 Desa/ Kelurahan yang bertanggung jawab kepada Bupati Jembrana melalui Sekretaris Daerah Kabupaten Jembrana. Buku Putih Sanitasi (BPS) Jembrana Page 40

41 Gambar 2.1: Struktur organisasi pemerintah daerah Kabupaten Jembrana Sumber: Perda 15 Tahun 2011 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Jembrana Buku Putih Sanitasi (BPS) Jembrana Page 41

1.1 Latar Belakang MEMORANDUM PROGRAM SANITASI (MPS) TAHUN Kabupaten Jembrana Provinsi Bali 1

1.1 Latar Belakang MEMORANDUM PROGRAM SANITASI (MPS) TAHUN Kabupaten Jembrana Provinsi Bali 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan Sanitasi di Kabupaten Jembrana secara umum dapat disimpulkan dalam bahwa perencanaan pembangunan sanitasi yang tidak sesuai dengan permasalahan dan skala

Lebih terperinci

BAB II PROFIL SANITASI SAAT INI

BAB II PROFIL SANITASI SAAT INI BAB II PROFIL SANITASI SAAT INI 2.1 Gambaran Wilayah 2.1.1 Administrasi WIlayah Kabupaten Jembrana terletak pada belahan bagian barat Pulau Bali membujur dari barat ke timur pada posisi 8 o 09 30-8 o 28

Lebih terperinci

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 43 TAHUN 2015 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN TANAMAN KAKAO KABUPATEN JEMBRANA

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 43 TAHUN 2015 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN TANAMAN KAKAO KABUPATEN JEMBRANA BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 43 TAHUN 2015 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN TANAMAN KAKAO KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : Mengingat : BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JEMBRANA TAHUN 2012-2032

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JEMBRANA TAHUN 2012-2032 PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JEMBRANA TAHUN 2012-2032 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : BUPATI JEMBRANA, a. bahwa visi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JEMBRANA TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JEMBRANA TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JEMBRANA TAHUN 2012-2032 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : BUPATI JEMBRANA, a. bahwa visi

Lebih terperinci

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 23 TAHUN 2009 TENTANG POS KESEHATAN DESA ( POSKESDES ) DI KABUPATEN JEMBRANA

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 23 TAHUN 2009 TENTANG POS KESEHATAN DESA ( POSKESDES ) DI KABUPATEN JEMBRANA BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 23 TAHUN 2009 TENTANG POS KESEHATAN DESA ( POSKESDES ) DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif (Executive Summary) Penyusunan Dokumen Memorandum Sanitasi Kabupaten (MPS)

Ringkasan Eksekutif (Executive Summary) Penyusunan Dokumen Memorandum Sanitasi Kabupaten (MPS) Ringkasan Eksekutif (Executive Summary) Penyusunan Dokumen Memorandum Sanitasi Kabupaten (MPS) Kabupaten : Jembrama Provinsi : Bali Tahun : 2014 Pembangunan Nasional harus dilaksanakan secara merata diseluruh

Lebih terperinci

Gambaran Umum Wilayah

Gambaran Umum Wilayah Bab 2: Gambaran Umum Wilayah 2.1 Geogrfis, Administratif dan Kondisi Fisik Kabupaten Minahasa Selatan adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Sulawesi Utara. Ibukota Kabupaten Minahasa Selatan adalah Amurang,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

2.1. Kondisi Geografi

2.1. Kondisi Geografi 2.1. Kondisi Geografi K abupaten Jembrana terletak di sebelah barat Pulau Bali, membentang dari arah barat ke timur pada 8 09 30 8 28 02 LS dan 114 25 53-114 56 38 BT. Batas-batas administrasi Kabupaten

Lebih terperinci

BUPATI BATANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BATANG TAHUN

BUPATI BATANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BATANG TAHUN BUPATI BATANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BATANG TAHUN 2011 2031 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS KATA PENGANTAR Sesuai Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 11 ayat (2), mengamanatkan pemerintah daerah kabupaten berwenang dalam melaksanakan penataan ruang wilayah kabupaten

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2011-2031 I. UMUM 1. Faktor yang melatarbelakangi disusunnya Rencana Tata Ruang

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH 2.1. Geografis, Administrasi, dan Kondisi Fisik 2.1.1 Geografis Kabupaten Musi Rawas merupakan salah satu kabupaten dalam Provinsi Sumatera Selatan yang secara geografis terletak

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN

LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN Lampiran VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR TAHUN 2011 LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2011 2031 MATRIK

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Standar waktu maksimal adalah 1 (satu) hari kerja terhitung permohonan diterima di pelayanan umum dengan persyaratan lengkap.

Standar waktu maksimal adalah 1 (satu) hari kerja terhitung permohonan diterima di pelayanan umum dengan persyaratan lengkap. Standar waktu maksimal adalah 1 (satu) hari kerja terhitung permohonan diterima di pelayanan umum dengan persyaratan lengkap. Diagram 2.2 Alur Layanan Perijinan Di Pelayanan Umum Satu Loket Pemerintah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undangundang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang perlu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2011 2031 I. UMUM Ruang Wilayah Kabupaten Kepulauan Anambas yang meliputi

Lebih terperinci

2.1. Kondisi Geografi

2.1. Kondisi Geografi 2.1. Kondisi Geografi S ecara geografis Kabupaten Jembrana merupakan pintu masuk maupun keluar pulau Bali, melalui pelabuhan Gilimanuk. Angkutan barang, wisata, penumpang umum dan jasa dari Pulau Jawa

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 gg Tentang Penataan Ruang 1 Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin 2.1 Tujuan Penataan Ruang Tujuan penataan ruang wilayah kabupaten merupakan arahan perwujudan ruang wilayah kabupaten yang ingin dicapai pada masa yang akan datang (20 tahun). Dengan mempertimbangkan visi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional Bab II Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG 2.1.1 Tinjauan Penataan Ruang Nasional Tujuan Umum Penataan Ruang; sesuai dengan amanah UU Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007 tujuan penataan

Lebih terperinci

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan....

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan.... DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Gambar Daftar Grafik i ii vii viii Bab I Pendahuluan. 1.1. Dasar Hukum..... 1.2. Profil Wilayah Kabupaten Sijunjung... 1.2.1 Kondisi Fisik

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN II CONTOH PETA RENCANA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 2 LAMPIRAN III CONTOH PETA PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS KABUPATEN L

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN 2013-2032 I. UMUM Ruang yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN KATA PENGANTAR Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mengamanatkan bahwa RTRW Kabupaten harus menyesuaikan dengan Undang-undang tersebut paling lambat 3 tahun setelah diberlakukan.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa sehingga Naskah Akademis untuk kegiatan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lamongan dapat terselesaikan dengan baik

Lebih terperinci

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA PERENCANAAN WILAYAH 1 TPL 314-3 SKS DR. Ir. Ken Martina Kasikoen, MT. Kuliah 10 BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA Dalam KEPPRES NO. 57 TAHUN 1989 dan Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang PEDOMAN

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT,

Lebih terperinci

BAB 5 RTRW KABUPATEN

BAB 5 RTRW KABUPATEN BAB 5 RTRW KABUPATEN Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten terdiri dari: 1. Rencana Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang; 2. Rencana Pengelolaan Kawasan Lindung dan Budidaya; 3. Rencana Pengelolaan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2011 NOMOR : 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2011 NOMOR : 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2011 NOMOR : 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2010-2030 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undang-undang Nomor 24

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TRENGGALEK

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TRENGGALEK PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TRENGGALEK 2012-2032 BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR

Lebih terperinci

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KOTA BANJARMASIN 2013-2032 APA ITU RTRW...? Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan Pola Ruang Wilayah Kota DEFINISI : Ruang : wadah yg meliputi

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN 2011-2031 I. UMUM Proses pertumbuhan dan perkembangan wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

RENCANA TATA RUANG WI LAYAH KABUPATEN MAGELANG

RENCANA TATA RUANG WI LAYAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH NOMOR 5 TAHUN 2011 RENCANA TATA RUANG WI LAYAH KABUPATEN MAGELANG 2010 2030 BUPATI MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA 47 TAHUN 1997 (47/1997) 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA)

REPUBLIK INDONESIA 47 TAHUN 1997 (47/1997) 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA) Menimbang : PP 47/1997, RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 47 TAHUN 1997 (47/1997) Tanggal: 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA) Sumber:

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

BAB 2 GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB 2 GAMBARAN UMUM WILAYAH BAB 2 GAMBARAN UMUM WILAYAH Kota Metro dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 12 Tahun 1999 dengan luas wilayah 6.874 Ha. Kota Metro terdiri dari 5 Kecamatan dengan 22 kelurahan, yang pembentukannya berdasarkan

Lebih terperinci

2.1 Geografis, Administratif, dan Kondisi Fisik. A. Kondsi Geografis

2.1 Geografis, Administratif, dan Kondisi Fisik. A. Kondsi Geografis 2.1 Geografis, Administratif, dan Kondisi Fisik A. Kondsi Geografis Kabupaten Bolaang Mongondow adalah salah satu kabupaten di provinsi Sulawesi Utara. Ibukota Kabupaten Bolaang Mongondow adalah Lolak,

Lebih terperinci

BUPATI JEMBRANA KEPUTUSAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 265 / DTKCK / 2006 TENTANG PENETAPAN KLINIK KLINIK KELUARGA BERENCANA/ PEMBANTU

BUPATI JEMBRANA KEPUTUSAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 265 / DTKCK / 2006 TENTANG PENETAPAN KLINIK KLINIK KELUARGA BERENCANA/ PEMBANTU BUPATI JEMBRANA KEPUTUSAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 265 / DTKCK / 2006 TENTANG PENETAPAN KLINIK KLINIK KELUARGA BERENCANA/ PEMBANTU PELAYANAN KELUARGA BERENCANA RUMAH SAKIT ( PKBRS ) DI KABUPATEN JEMBRANA

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI 2.1. Tujuan Penataan Ruang Kota Bengkulu Tujuan penataan ruang wilayah kota dirumuskan berdasarkan: 1) visi dan misi pembangunan wilayah kota; 2) karakteristik wilayah kota;

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI, KABUPATEN, DAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PROFIL SANITASI SAAT INI

PROFIL SANITASI SAAT INI BAB II PROFIL SANITASI SAAT INI Tinjauan : Tidak ada narasi yang menjelaskan tabel tabel, Data dasar kemajuan SSK sebelum pemutakhiran belum ada ( Air Limbah, Sampah dan Drainase), Tabel kondisi sarana

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2011 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2011 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2011 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2010-2030 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.. Luas Wilayah Kota Tasikmalaya berada di wilayah Priangan Timur Provinsi Jawa Barat, letaknya cukup stratgis berada diantara kabupaten Ciamis dan kabupaten Garut.

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM KABUPATEN SOPPENG

BAB II GAMBARAN UMUM KABUPATEN SOPPENG BAB II GAMBARAN UMUM KABUPATEN SOPPENG 2.1. Batas Administratif Kabupaten Soppeng merupakan salah satu bagian dari Provinsi Sulawesi Selatan yang secara administratif dibagi menjadi 8 kecamatan, 21 kelurahan,

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI I. UMUM Di dalam undang-undang no 26 Tahun 2007 tentang penataan Ruang, dijelaskan

Lebih terperinci

Lokasi Sumber Dana Instansi Pelaksana. APBD Prov. APBD Kab.

Lokasi Sumber Dana Instansi Pelaksana. APBD Prov. APBD Kab. LAMPIRAN IV PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOALEMO NOMOR : 3 TAHUN 2012 TANGGAL : 11 SEPTEMBER 2012 TENTANG : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BOALEMO TAHUN 2011-2031 I. RENCANA STRUKTUR RUANG No Rencana

Lebih terperinci

REKAPITULASI REALISASI PER PROGRAM BELANJA LANGSUNG APBD KABUPATEN JEMBRANA TAHUN ANGGARAN 2014

REKAPITULASI REALISASI PER PROGRAM BELANJA LANGSUNG APBD KABUPATEN JEMBRANA TAHUN ANGGARAN 2014 REKAPITULASI REALISASI PER PROGRAM BELANJA LANGSUNG APBD KABUPATEN JEMBRANA TAHUN ANGGARAN 2014 BULAN : NOPEMBER 2014 NO 1 DINAS PENDIDIKAN, PEMUDA OLAHRAGA, PARIWISATA DAN 46.877.699.625,00 82,74 20.845.634.092,00

Lebih terperinci

INDIKATOR PROGRAM UTAMA PEMBANGUNAN PEMANFAATAN RUANG KOTA GORONTALO TAHUN

INDIKATOR PROGRAM UTAMA PEMBANGUNAN PEMANFAATAN RUANG KOTA GORONTALO TAHUN LAMPIRAN IV INDIKATOR PROGRAM UTAMA PEMBANGUNAN PEMANFAATAN RUANG KOTA GORONTALO TAHUN 2010-2030 NO. PROGRAM KEGIATAN LOKASI BESARAN (Rp) A. Perwujudan Struktur Ruang 1 Rencana Pusat - Pembangunan dan

Lebih terperinci

BUPATI PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PEMALANG TAHUN

BUPATI PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PEMALANG TAHUN - 0 - BUPATI PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PEMALANG TAHUN 2011-2031 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang

Lebih terperinci

2017, No Pengolahan Air Limbah Usaha Skala Kecil Bidang Sanitasi dan Perlindungan Daerah Hulu Sumber Air Irigasi Bidang Irigasi; Mengingat : 1.

2017, No Pengolahan Air Limbah Usaha Skala Kecil Bidang Sanitasi dan Perlindungan Daerah Hulu Sumber Air Irigasi Bidang Irigasi; Mengingat : 1. No.247, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Penggunaan DAK. Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah Usaha Skala Kecil Bidang Sanitasi dan Perlindungan Daerah Hulu Sumber Air Irigasi bidang

Lebih terperinci

5. Pelaksanaan urusan tata usaha; dan

5. Pelaksanaan urusan tata usaha; dan 5. Pelaksanaan urusan tata usaha; dan TUJUAN SASARAN STRATEGIS TARGET KET URAIAN INDIKATOR TUJUAN TARGET TUJUAN URAIAN INDIKATOR KINERJA 2014 2015 2016 2017 2018 1 2 3 4 6 7 8 9 10 13 Mendukung Ketahanan

Lebih terperinci

BAB 2 GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB 2 GAMBARAN UMUM WILAYAH BAB 2 GAMBARAN UMUM WILAYAH Kota Metro dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 12 Tahun 1999 dengan luas wilayah 6.874 Ha. Kota Metro terdiri dari 5 Kecamatan dengan 22 kelurahan, yang pembentukannya berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya lahan merupakan tumpuan kehidupan manusia dalam pemenuhan kebutuhan pokok pangan dan kenyamanan lingkungan. Jumlah penduduk yang terus berkembang sementara

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

CATATAN : - Peraturan Daerah ini memiliki 7 halaman penjelasan. - Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan 25 Februari 2015.

CATATAN : - Peraturan Daerah ini memiliki 7 halaman penjelasan. - Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan 25 Februari 2015. PENGELOLAAN SAMPAH PERDA KAB. KETAPANG NO. 1. LD. SETDA KAB. KETAPANG: 24 HLM. PERATURAN DAERAH KAB. KETAPANG TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH : - Pengelolaan sampah harus dilakukan secara komprehensif dan terpadu

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/PRT/M/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/PRT/M/2015 TENTANG PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/PRT/M/2015 TENTANG PENETAPAN GARIS SEMPADAN SUNGAI DAN GARIS SEMPADAN DANAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT.

PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT. PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011-2031 I. UMUM Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banjarnegara

Lebih terperinci

19 Oktober Ema Umilia

19 Oktober Ema Umilia 19 Oktober 2011 Oleh Ema Umilia Ketentuan teknis dalam perencanaan kawasan lindung dalam perencanaan wilayah Keputusan Presiden No. 32 Th Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Kawasan Lindung

Lebih terperinci

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 109 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 109 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 109 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR.TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR.TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR.TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAMEKASAN Menimbang : a. bahwa sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. air terbatas maka produksi pangan akan terhambat. Pada dasarnya permasalahan yang

BAB I PENDAHULUAN. air terbatas maka produksi pangan akan terhambat. Pada dasarnya permasalahan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu unsur penting bagi ketersediaan pangan. Jika ketersediaan air terbatas maka produksi pangan akan terhambat. Pada dasarnya permasalahan yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

Bab VI TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA TIDORE KEPULAUAN. 6.1 Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kota Tidore Kepulauan

Bab VI TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA TIDORE KEPULAUAN. 6.1 Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kota Tidore Kepulauan Bab VI TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA TIDORE KEPULAUAN 6.1 Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kota Tidore Kepulauan Tujuan penataan ruang wilayah Kota adalah Terwujudnya Kota Tidore

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 05 TAHUN 2014 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat Undang-undang Nomor 24 Tahun

Lebih terperinci

KONDISI UMUM BANJARMASIN

KONDISI UMUM BANJARMASIN KONDISI UMUM BANJARMASIN Fisik Geografis Kota Banjarmasin merupakan salah satu kota dari 11 kota dan kabupaten yang berada dalam wilayah propinsi Kalimantan Selatan. Kota Banjarmasin secara astronomis

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 19 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN KECAMATAN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 19 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN KECAMATAN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 19 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN KECAMATAN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa dengan perkembangan kondisi Daerah

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 45 TAHUN 2015 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KRITERIA DAN SYARAT KAWASAN PERTANIAN DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN

Lebih terperinci

BAB II ARAH PENGEMBANGAN SANITASI

BAB II ARAH PENGEMBANGAN SANITASI BAB II ARAH PENGEMBANGAN SANITASI 2.1 Visi Misi Sanitasi Visi dan Misi Kabupaten Grobogan sebagaimana tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun 2011 2016 sebagai berikut : V I S

Lebih terperinci

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.797, 2015 KEMEN PU-PR. Rawa. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci