PENGARUH JENIS KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN PADA UMUR SIMPAN TEH HIJAU

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH JENIS KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN PADA UMUR SIMPAN TEH HIJAU"

Transkripsi

1 PENGARUH JENIS KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN PADA UMUR SIMPAN TEH HIJAU Oleh: ADI IRFAN PANGGALIH F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2 PENGARUH JENIS KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN PADA UMUR SIMPAN TEH HIJAU SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : ADI IRFAN PANGGALIH F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

3 Judul Skripsi : PENGARUH JENIS KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN PADA UMUR SIMPAN TEH HIJAU Nama : Adi Irfan Panggalih NIM : F Menyetujui, Pembimbing I, Pembimbing II, Ir. Sugiarto, M.Si Dr. Indah Yuliasih, S.TP., M.Si. NIP : NIP : Mengetahui, Ketua Departemen, Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti NIP : Tanggal Lulus :

4 Adi Irfan Panggalih F Pengaruh Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Umur Simpan Teh Hijau. Di bawah bimbingan Sugiarto dan Indah Yuliasih RINGKASAN Teh hijau adalah pucuk dan daun muda tanaman teh (Camellia sinesis) yang telah diolah tanpa melalui proses fermentasi khusus. Pengolahan teh hijau merupakan serangkaian proses fisik dan mekanis tanpa proses oksidasi enzimatis (fermentasi) terhadap pucuk teh dengan menggunakan sistem panning. Tidak diharapkannya proses fermentasi bertujuan untuk mempertahankan kandungan di dalam daun teh segar yang baru dipetik. Hal inilah yang membuat produk teh hijau lebih banyak memiliki nilai nutrisi dan kesehatan bila dibandingkan dengan teh hitam. Pendugaan umur simpan bertujuan untuk mengetahui umur simpan teh hijau pada kondisi tertentu. Penentuan umur simpan produk dengan metode ASS (Accelerated Storage Studies) dilakukan dengan menggunakan parameter kondisi lingkungan yang dapat mempercepat proses penurunan mutu produk pangan. Pengemasan dan penyimpanan yang tepat diharapkan dapat menekan laju kerusakan dan memperpanjang umur simpan teh hijau. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan mutu, menentukan umur simpan, dan mendapatkan kemasan yang lebih baik dalam mempertahankan mutu teh hijau. Pada penelitian ini kemasan yang digunakan adalah alumunium foil dan plastik PP. Suhu penyimpanan adalah 25, 35 dan 45 C. Waktu penyimpanan pada penelitian ini adalah 3 bulan. Analisa yang dilakukan meliputi analisa kadar air, ph, kadar tanin, dan organoleptik. Berdasarkan hasil penelitian diketahui karakteristik awal teh hijau yang digunakan adalah : kadar air 5,61 %, kadar abu 5,64 %, lemak 4,05 %, protein 21,96 %, serat 6,08 %, tanin 8, 32 % dan nilai ph seduhan 5,14. Selama masa penyimpanan terjadi peningkatan kadar air pada suhu penyimpanan 25 dan 35 C, hal ini dikarenakan RH ruang penyimpanan lebih besar dari kadar air kesetimbangan bahan sehingga bahan menyerap uap air di lingkungan untuk mencapai kesetimbangan dengan RH lingkungan. Pada suhu 45 C kadar air teh hijau mengalami penurunan pada kedua kemasan, hal ini dikarenakan RH ruang penyimpanan lebih kecil dari kadar air kesetimbangan bahan sehingga kadar air pada bahan menguap untuk mencapai kesetimbangan dengan RH lingkungan. Nilai ph teh hijau selama masa penyimpanan mengalami peningkatan pada masing-masing suhu penyimpanan dan kemasan. Kenaikan ph dapat disebabkan oleh perubahan kimia komponen tanin menjadi asam tearubigin dan asam teaflavin. Semakin tinggi suhu penyimpanan maka didapatkan laju kenaikan ph yang semakin kecil. Nilai kadar tanin mengalami penurunan pada masing-masing suhu penyimpanan dan jenis kemasan. Semakin tinggi suhu penyimpanan maka didapatkan laju penurunan kadar tanin yang semakin besar. Hal ini dikarenakan, semakin tinggi suhu penyimpanan maka akan semakin menunjang terjadinya proses oksidasi tanin yang menghasilkan teaflavin dan tearubigin. Pengujian organoleptik dilakukan pada atribut warna seduhan, aroma seduhan, dan rasa seduhan teh hijau. Selama masa penyimpanan terjadi penurunan

5 tingkat kesukaan pada ketiga atribut tersebut. Penurunan tingkat kesukaan terjadi dikarenakan penurunan kadar tanin teh hijau yang teroksidasi menjadi teaflavin dan tearubigin. Kadar tanin awal teh hijau adalah 8,32%. Berdasarkan parameter kadar tanin dengan titik kritis 1%, umur simpan teh hijau kemasan alumunium foil suhu 25 C adalah 270,24 hari, suhu 35 C adalah 235,46 hari, dan suhu 45 C adalah 207,71 hari. Pada plastik PP umur simpan teh hijau suhu 25 C adalah 189,67 hari, suhu 35 C adalah 187,99 hari, dan suhu 45 C adalah 186,50 hari. Dengan demikian kemasan yang lebih baik digunakan untuk mengemas teh hijau adalah kemasan alumunium foil karena diduga mampu memberikan umur simpan yang lebih lama.

6 Adi Irfan Panggalih F Effect of Packaging Material and Storage Temperature on Green Tea s Self Life. Advised by Sugiarto and Indah Yuliasih SUMMARY Green tea is the young shoots and leaves of the tea plant (Camellia sinesis) that have been processed without fermentation process. Processing of green tea is a series of physical and mechanical processes without enzymatic oxidation process (fermentation) to the bud using the panning system. The fermentation process is not needed because to maintain content in fresh tea leaves are picked. This makes green tea products have more nutritional and health value compared with black tea. The aim of shelf life prediction is to know the shelf life of green tea on certain conditions. Determination of product shelf life using the ASS method (Accelerated Storage Studies) and the parameters are environmental conditions that can accelerate the deterioration of food products. The proper packaging and storage can reduce the rate of damage and prolong the shelf life of green tea. The purpose of this study was to determine the change of quality, determining shelf life, and get a better packaging to maintain the quality of green tea. In this study, aluminum foil and plastic PP are used as packaging. The storage s temperature are 25, 35 and 45 C. Time of storage in this study is three months. Analysis performed includes the analysis of water content, ph, levels of tannin, and organoleptic. Based on initial survey results revealed the characteristics of green tea used are: water content 5,61%, ash content 5,64%, fat 4.05%, protein 21.96%, fiber 6.08%, tannin 8,32% and ph 5,14. During the storage period there was an increase of water content on storage temperature 25 and 35 C, this is because the storage space RH is greater than the equilibrium moisture content of materials so that the material absorbs water vapor in the environment to reach an equilibrium with the RH of the environment. At a temperature of 45 C, green tea water content decreased in both the packaging, this is because the RH of storage space is smaller than the equilibrium moisture content of material that evaporates moisture on the material to reach equilibrium with the RH of the environment. Value of ph during storage period have increased at each temperature of storage and packaging. The increase in ph can be caused by chemical changes in the acid component of tannin to acid tearubigin and teaflavin. In the higher storage temperature, the rate of increase in ph, which showed smaller. The value of tannin content decreased at each storage temperature and type of packaging. In the higher storage temperature, the rate of decline was found that the greater the tannin content. This is because, the higher storage temperature will support the occurrence of tannin oxidation processes that produce tearubigin and teaflavin. Organoleptic test based on color of steeping, the aroma of steeping, and a sense of steeping green tea. During the storage period the level of preference for three attributes was decreased. The decline occurred due to decreased levels favorite green tea tannin content of the oxidized to teaflavin and tearubigin. Initial of green tea tannin content was 8.32%. Based on a tannin content with critical point 1%, green tea s shelf life in aluminum foil packaging at

7 temperature 25 C is days, at temperature 35 C is days, and at temperature 45 C is days. In PP plastic shelf life of green tea at temperature 25 C is days, at temperature 35 C is days, and at temperature 45 C is days. So the proper packaging for green tea is aluminum foil.

8 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa Skripsi dengan judul: Pengaruh Jenis Kemasan Dan Suhu Penyimpanan Pada Umur Simpan Teh Hijau Adalah karya asli saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Bogor, 8 Agustus 2010 Yang Membuat Pernyataan, Adi Irfan Panggalih NRP. F

9 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pontianak pada tanggal 20 September Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Dwihono Ismu Gunarso dan Slamet Relani. Pada tahun 1993 penulis memulai pendidikan di SDN 7 Ketapang dan lulus tahun Penulis melanjutkan pendidikan di SLTPN 4 Madiun dan lulus pada tahun Pada tahun 2005 penulis menyelesaikan pendidikan di SMAN 5 Madiun. Penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2005 melalui jalur SPMB. Pada tahun 2006, penulis masuk Departemen Teknologi Industri Pertanian. Pada tahun 2008 penulis melaksanakan kegiatan Praktek Lapang di PG. Rejo Agung Baru, Madiun, dengan judul Mempelajari Sistem Produksi, Teknologi Pengemasan, dan Pengawasan Mutu Di PG. Rejo Agung Baru, Madiun-Jawa Timur. Pada tahun 2009 penulis melaksanakan kegiatan penelitian akhir untuk memperoleh gelar sarjana dengan judul skripsi Pengaruh Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Umur Simpan Teh Hijau.

10 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun sebagai bagian dari tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen TIN, FATETA-IPB. Penulis menyadari bahwa bantuan dari berbagai pihak cukup berarti bagi penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ir. Sugiarto, M.Si selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan saran, arahan, dan bimbingan kepada penulis sampai terselesaikannya skripsi ini. 2. Dr. Indah Yuliasih, S.TP., M.Si selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan saran kepada penulis sampai terselesaikannya skripsi ini. 3. Dr. Ir. Suprihatin selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan, kritik dan saran kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. 4. Pak Sugiardi, Bu Ega, Bu Sri, dan seluruh teknisi di Laboratorium Departemen Teknologi Industri Pertanian yang telah banyak membantu dalam menjalankan penelitian. 5. Teman, sahabat, dan seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas segala bantuan dan dukungannya. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat baik bagi penulis maupun pembacanya. Amin. Bogor, Agustus 2010 Penulis

11 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR LAMPIRAN.... vi I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan Penelitian... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Teh... 3 B. Teh Hijau... 5 C. Pengemasan D. Umur Simpan... 9 III.METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat B. Metode Penelitian Karakteristik Mutu Teh Hijau Perubahan Mutu Teh Hijau Selama Masa Penyimpanan Pendugaan Umur Simpan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Produk B. Perubahan Mutu Selama Penyimpanan Kadar Air ph Tanin Organoleptik C. Pendugaan Umur Simpan V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

12 B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

13 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Karakteristik Teh Hijau Tabel 2. Nilai median dan modus tingkat kesukaan terhadap atribut teh hijau.. 23 Tabel 3. Nilai k dan ln k parameter kadar tanin teh hijau.. 25 Tabel 4. Nilai E, ln k 0, k 0, dan k tiap suhu penyimpanan parameter kadar tanin teh hijau Tabel 5. Pendugaan umur simpan teh hijau

14 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Pucuk Daun Teh dan Teh Hijau Kering Gambar 2. Perubahan kadar air teh hijau kering dalam kemasan plastik PP selama tiga bulan masa penyimpanan Gambar 3. Perubahan kadar air teh hijau kering dalam kemasan alumunium foil selama tiga bulan masa penyimpanan Gambar 4. Perubahan ph seduhan teh hijau dalam kemasan plastik PP selama tiga bulan masa penyimpanan Gambar 5. Perubahan ph seduhan teh hijau dalam kemasan alumunium Foil selama tiga bulan masa penyimpanan Gambar 6. Perubahan kadar tanin teh hijau dalam kemasan plastik PP selama tiga bulan masa penyimpanan Gambar 7. Perubahan kadar tanin teh hijau dalam kemasan alumunium foil selama tiga bulan masa penyimpanan 22 Gambar 8. Grafik Hubungan ln k dan 1/T produk teh hijau

15 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Prosedur Pengujian. 35 Lampiran 2. Data nilai kadar air (% b/b) teh hijau selama tiga bulan masa penyimpanan Lampiran 3. Data nilai ph teh hijau selama tiga bulan masa penyimpanan Lampiran 4. Data kadar tanin (% b/b) teh hijau selama tiga bulan masa penyimpanan Lampiran 5. Persamaan regresi perubahan mutu teh hijau selama tiga bulan masa penyimpanan... 41

16 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Teh (Camellia sinensis) merupakan salah satu komoditi andalan Provinsi Jawa Barat yang dikenal masyarakat sejak zaman Hindia Belanda (tahun 1860). Berdasarkan cara pengolahannya, dikenal 3 jenis teh, yaitu teh hijau, teh oolong dan teh hitam. Teh hijau (green tea/unfermented tea) diolah tanpa proses fermentasi, teh oolong (semi fermented tea) merupakan teh yang diolah secara semi fermentasi, sedangkan teh hitam (black tea/fermented tea) merupakan teh yang diolah dengan proses fermentasi. Pengolahan teh hijau pada dasarnya dilakukan dalam beberapa tahapan, yaitu tahapan proses pelayuan (inaktifasi enzim), proses penggulungan, proses pengeringan dan proses sortasi kering, yang diakhiri dengan proses pengemasan dan penyimpanan produk. Tidak adanya proses fermentasi pada pengolahan teh hijau memberikan nilai lebih pada teh hijau, karena kandungan zat-zat yang bermanfaat pada daun teh tidak mengalami perubahan selama proses pengolahan teh hijau. Teh hijau umumnya dikemas dalam berbagai kemasan. Teh dalam kemasan akan mengalami penurunan mutu yang berbeda-beda pada saat dipasarkan memungkinkan umur simpan produk menjadi berkurang. Faktor-faktor seperti panas dan paparan sinar matahari yang mengandung ultraviolet dapat menyebabkan penurunan mutu produk dengan cara mempercepat reaksi-reaksi kimia yang berhubungan dengan penurunan mutu. Hasil atau akibat berbagai reaksi kimiawi yang terjadi pada produk yang bersifat akumulatif dan tidak dapat dipulihkan kembali selama masa penyimpanan, sehingga pada saat tertentu produk tidak dapat diterima lagi. Teh merupakan bahan minuman yang secara universal dikonsumsi di banyak negara serta di berbagai lapisan masyarakat. Teh hitam diproduksi oleh lebih dari 75% negara di dunia, sedangkan teh hijau di produksi kurang lebih di 22% negara di dunia (Graham, 1984). Dengan pertimbangan nilai nutrisi dan meningkatnya trend mengkonsumsi teh hijau, maka pengembangan terhadap produk teh hijau terus dilakukan karena memiliki prospek yang sangat baik di masa mendatang.

17 Setiap bahan memiliki karakteristik masing-masing, maka umur simpan suatu komoditi tidak dapat diasumsikan sama antara satu bahan dengan bahan lainnya, sehingga perlu dilakukan penetapan atau pendugaan umur simpan. Penetapan umur simpan yang sering disebut sebagai metoda konvensional adalah penentuan tanggal kadaluarsa dengan jalan menyimpan suatu seri produk pada kondisi normal seharihari dan dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutunya hingga mencapai tingkat mutu kadaluarsa. Sedangkan pendugaan umur simpan dilakukan dengan cara mempercepat (accelerated) reaksi penurunan mutu menggunakan penyimpanan dengan suhu tinggi dan mensimulasikan data yang diperoleh. B. TUJUAN Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan karakteristik awal produk teh hijau, mengetahui perubahan mutu produk teh hijau berdasarkan jenis kemasan selama 3 bulan masa penyimpanan dan mendapatkan umur simpan produk teh hijau.

18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. TANAMAN TEH Tanaman teh (Camellia sinensis) merupakan tanaman perdu yang bercabangcabang dan berbatang bulat. Daun teh berbentuk jorong dengan tepi bergerigi. Helaian daunnya berwarna hijau serta mengkilap. Bunga teh berwarna putih yang berada di ketiak daun dengan aroma harum. Buahnya berbentuk bulat. Pada saat masih muda buah berwarna hijau lalu berubah coklat saat sudah masak (Marsito, 2004). (a) (b) Gambar 1. (a) Pucuk daun teh (Anonim,2010); (b) Teh hijau kering (Anonim, 2010) Tanaman teh umumnya ditanam di perkebunan, dipanen secara manual, dan dapat tumbuh pada ketinggian m dpl. Ada dua kelompok varietas teh yang terkenal, yaitu var. assamica yang berasal dari Assam dan var. sinensis yang berasal dari Cina. Varietas assamica daunnya agak besar dengan ujung yang runcing, sedangkan varietas sinensis daunnya lebih kecil dan ujungnya agak tumpul. Bila tidak dipangkas, pohon teh akan tumbuh kecil ramping setinggi 5-10 m, dengan bentuk tajuk seperti kerucut. Batang tanaman teh tegak, berkayu, bercabang-cabang, ujung ranting dan daun muda berambut halus. Daun teh berupa daun tunggal, bertangkai pendek, letak berseling, helai daun kaku seperti kulit tipis, bentuknya elips memanjang, ujung dan pangkal runcing, tepi bergerigi halus, pertulangan menyirip, panjang 6-18 cm, lebar 2-6 cm, warnanya hijau dan permukaan mengilap. Bunga di ketiak daun, tunggal atau beberapa bunga bergabung menjadi

19 satu, berkelamin dua, garis tengah 3-4 cm, warnanya putih cerah dengan kepala sari berwarna kuning dan harum. Buahnya buah kotak, berdinding tebal, pecah menurut ruang, masih muda hijau setelah tua cokelat kehitaman. Biji keras, 1-3. Pucuk dan daun muda yang digunakan untuk pembuatan minuman teh. Perbanyakan dengan biji, stek, sambungan atau cangkokan (Liestyartie, 1986). Komposisi kimia teh terdiri dari kafein, tanin, protein, gula dan minyak atsiri yang terbentuk setelah fermentasi dan menghasilkan aroma. Daun teh mengandung beberapa zat kimia yang dapat digolongkan menjadi empat golongan. Keempat golongan tersebut adalah substansi fenol (katekin, flavanol), bukan fenol (karbohidrat, pektin, alkaloid, protein, asam amino, klorofil dan asam organik), senyawa aromatis dan enzim (Johnson dan Paterson, 1974). Teh dapat dibedakan menjadi tiga kategori utama berdasarkan cara pengolahannya, yaitu teh hijau (tidak mengalami fermentasi), teh oolong, (semi fermentasi) dan teh hitam (fermentasi penuh). Teh hijau dibuat dengan cara menginaktivasi enzim oksidase atau fenolase yang ada dalam pucuk daun teh segar dengan cara pemanasan atau penguapan menggunakan uap panas, sehingga oksidasi enzimatis terhadap katekin dapat dicegah. Teh hitam dibuat dengan cara memanfaatkan terjadinya oksidasi enzimatis terhadap kandungan katekin teh. Sementara teh oolong dihasilkan melalui proses pemanasan yang dilakukan segera setelah proses rolling, penggulungan daun, dengan tujuan untuk menghentikan proses fermentasi (Hartoyo, 2003). Teh sebagian besar mengandung ikatan biokimia yang disebut polifenol termasuk di dalamnya flavonoid. Subkelas flavonoid yang banyak terdapat dalam teh adalah flavanols dan flavonols. Senyawa polifenol akan mengalami perubahan kimia menjadi beberapa senyawa turunan asam-asam galat dan katekin. Turunan asam galat yang terpenting adalah senyawa tanin. Senyawa ini sangat berperan penting di dalam penentuan mutu teh hitam dan teh hijau, karena hasil oksidasi tanin akan membentuk briskness, strength, dan warna seduhan teh (Eden, 1976). Polifenol sangat menentukan mutu teh, karena selama ekstraksi senyawa polifenol akan berubah menjadi senyawa yang menghasilkan warna, rasa, dan aroma yang dikehendaki. Hasil utama oksidasi polifenol akan memberikan warna yang khas pada seduhan teh. Polifenol akan teroksidasi menjadi teaflavin dan tearubigin,

20 mempengaruhi karakteristik seduhan teh meliputi warna, rasa dan aroma. Teaflavin berpengaruh pada kejernihan dan memberikan warna kuning cerah pada seduhan teh, sedangkan tearubigin memberikan warna coklat tua pada seduhan tersebut (Nasution dan Tjiptadi, 1975). Kadar tanin teh perlu diketahui karena merupakan salah satu faktor penentu mutu minuman teh. Dalam bentuk aslinya tanin terlibat proses pencoklatan pada tanaman dan memberikan rasa sepat pada minuman teh. Tanin berwarna kehijauan hingga tidak berwarna. Daya larut tanin dalam air sangat baik, dan tanin tahan terhadap pemanasan. Semakin tinggi kadar tanin maka rasanya semakin sepat atau pahit, dan semakin rendah kadar tanin maka penampakan produk akan menjadi kurang menarik (Nasution dan Tjiptadi, 1975). B. TEH HIJAU Teh hijau adalah pucuk dan daun muda tanaman teh (Camellia sinesis) yang telah diolah tanpa melalui proses fermentasi khusus (SNI ). Pengolahan teh hijau merupakan serangkaian proses fisik dan mekanis tanpa proses oksidasi enzimatis (fermentasi) terhadap pucuk teh dengan menggunakan sistem panning. Tidak diharapkannya proses fermentasi bertujuan untuk mempertahankan kandungan di dalam daun teh segar yang baru dipetik. Hal inilah yang membuat produk teh hijau lebih banyak memiliki nilai nutrisi dan kesehatan bila dibandingkan dengan teh hitam. Senyawa penting yang memberikan manfaat pada teh hijau adalah senyawa polifenol atau catechin, beberapa jenis vitamin dan unsur mikro, seperti mangan (Mn) (Arifin, 1994). Menurut Arifin (1994), proses pengolahan teh hijau secara umum antara lain : 1. Proses Pelayuan. Proses pelayuan dapat dilakukan dengan melewatkan daun tersebut pada silinder panas ± sekitar 5 menit (sistem panning) atau dilewatkan beberapa saat pada uap panas bertekanan tinggi (sistem steaming). Proses pelayuan ini bertujuan untuk mematikan aktivitas enzim polifenol oksidase, menurunkan kadar air menjadi sekitar % dan memudahkan pucuk untuk menggulung pada proses penggulungan.

21 2. Proses Penggulungan daun. Proses penggulungan daun bertujuan untuk membentuk daun teh menjadi gulungan-gulungan kecil dan untuk mengeluarkan cairan sel agar menempel di permukaan daun. 3. Proses Pengeringan. Proses pengeringan pertama akan menurunkan kadar air menjadi % dan akan memperpekat cairan sel. Proses ini dilakukan pada suhu sekitar C selama ± 30 menit. Proses pengeringan kedua akan memperbaiki bentuk gulungan daun, suhu yang dipergunakan berkisar antara C dengan waktu sekitar menit. Produk teh hijau yang dihasilkan mempunyai kadar air 4-6 %. 4. Proses sortasi. Proses ini bertujuan untuk mendapatkan teh hijau dengan berbagai kualitas mutu, yaitu Peko (daun pucuk), Jikeng (daun bawah/tua), Bubuk/kempiring (remukan daun), dan Tulang. C. PENGEMASAN Pengemasan dapat memperlambat kerusakan produk, memperpanjang umur simpan, dan menjaga atau meningkatkan kualitas dan keamanan pangan. Pengemasan juga dapat melindungi produk dari tiga pengaruh luar, yaitu kimia, biologis, dan fisik. Perlindungan kimia mengurangi perubahan komposisi yang cepat oleh pengaruh lingkungan, seperti terpapar gas (oksigen), uap air, dan cahaya (cahaya tampak, infra merah atau ultraviolet). Perlindungan biologis mampu menahan mikroorganisme (patogen dan agen pembusuk), serangga, hewan pengerat, dan hewan lainnya. Perlindungan fisik menjaga produk dari bahaya mekanik dan menghindari goncangan dan getaran selama pendistribusian (Marsh dan Bugusu, 2007). Kemasan merupakan wadah yang berfungsi sebagai pelindung produk, yang telah dilengkapi dengan tulisan, label, dan keterangan-keterangan sebagai sarana komunikasi dan promosi, serta sebagai sarana yang memberikan kemudahan bagi produsen dan konsumen. Kemudahan bagi produsen seperti kemudahan dalam penanganan, penyimpanan, dan pemasaran, sedangkan untuk konsumen kemudahan

22 dalam memperoleh produk, membawa dan menyimpan produk (Syarief dan Halid, 1991). Tujuan utama pengemasan makanan yaitu mengawetkan makanan, mempertahankan mutu, menarik selera pandang konsumen, memberikan kemudahan penyimpanan dan distribusi, kemudahan dalam penggunaan produk, serta yang lebih penting lagi yaitu dapat menekan kontaminasi dari udara dan tanah. Kontaminasi yang dimaksud adalah kontaminasi oleh mikroba pembusuk maupun mikroba yang dapat membahayakan kesehatan konsumen (Buerau, 1996) Syarief et al. (1989), menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi kerusakan bahan pangan sehubungan dengan kemasan yang digunakan dapat dibagi menjadi dua golongan. Faktor pertama yaitu sifat alamiah produk yang tidak dapat dicegah hanya dengan pengemasan seperti perubahan kimia, fisik, serta perubahan mikrobiologis produk. Faktor yang kedua adalah faktor lingkungan yang secara garis besar dapat dikontrol dengan pengemasan, kerusakan ini dapat berupa kerusakan mekanis, perubahan kadar air, absorbsi oksigen, serta penambahan dan kehilangan flavour. Bahan kemasan yang diperlukan sebaiknya memiliki berbagai fungsi dasar. Fungsi bahan kemasan antara lain adalah sebagai wadah yang dapat menjaga produk tetap bersih serta dapat melindungi produk dari kotoran dan kontaminan lainnya. Selain itu bahan kemasan juga harus efisien, ekonomis, dan mudah dalam penanganannya, baik dalam proses distribusi maupun penyimpanan. Bahan kemasan juga harus memiliki ukuran, bentuk, bobot yang sesuai dengan standar yang ada, serta mudah dibentuk dan dicetak. Fungsi lain yang harus dimiliki bahan kemasan yaitu harus dapat menunjukkan identitas, informasi dan dapat menunjang penampilan produk (Syarief et al. 1989). Plastik merupakan bahan pengemas yang berkembang pesat pada saat ini. Plastik digunakan untuk mengemas berbagai macam jenis makanan. Jenis plastik bermacam-macam. Jenis plastik tersebut dapat dibedakan berdasarkan senyawasenyawa penyusunnya. Plastik memiliki berbagai keunggulan yakni fleksibel (dapat mengikuti bentuk produk), transparan (tembus pandang), tidak mudah pecah, bentuk laminasi (dapat dikombinasikan dengan bahan kemasan lain), tidak korosif, dan harga relatif murah. Di samping memiliki beberapa kelebihan dari bahan kemasan

23 lainnya, plastik juga memiliki kelemahan yakni, tidak tahan panas, dapat mencemari produk (migrasi komponen monomer), sehingga mengandung resiko keamanan dan kesehatan konsumen, dan plastik termasuk bahan yang tidak dapat dihancurkan dengan cepat dan alami (non-biodegradable) (Latief, 2000). Polipropilen (PP) memiliki sifat lebih kaku, kuat dan ringan daripada polietilen dengan daya tembus uap air yang rendah, ketahanan yang baik terhadap lemak, stabil terhadap suhu tinggi dan cukup mengkilap. Plastik tipis yang tidak mengkilap mempunyai daya tahan yang cukup rendah terhadap suhu tetapi bukan penahan gas yang baik (Buckle, 1985). Polipropilen memiliki densitas rendah (900 kg m -3 ) dan mempunyai titik lunak yang lebih tinggi dari polietilen ( C), transmisi uap air yang rendah, bukan penahan gas yang baik, penahan minyak dan bahan kimiawi yang baik, penahan gesek yang baik dan stabil pada suhu yang tinggi. Permukaan yang halus dan jernih membuat polipropilen baik untuk pencetakan tulisan berisi informasi produk. Polipropilen bersifat hidrofob, tahan korosi dan dibuat dari bahan baku yang murah serta mudah diperoleh. PP mempunyai sifat tidak bereaksi dengan bahan, dapat mengurangi kontak antara bahan dan oksigen, tidak menimbulkan racun dan mampu melindungi bahan dari kontaminan karena memiliki gugus CH 3 pada rantai percabangannya (Robertson, 1993). Alumunium merupakan bahan kemasan yang juga banyak digunakan. Alumunium tidak memiliki ketahanan terhadap oksigen sehingga pada lapisan atas sering dilapisi dengan alumunium oksida, Al 2 O 3. Namun, ada berbagai macam gas, uap dan cairan yang agresif yang dapat merusak lapisan tersebut. Misalnya air kontak dengan logam berat (Syarief et al., 1989). Keuntungan utama penggunaan alumunium dibandingkan dengan bahan kemasan lain adalah sifat absolut kedap terhadap cahaya dan gas. Kelemahan utama adalah tingginya kebutuhan energi pada saat produksi, dimana telah diupayakan menguranginya dengan menggunakan kembali bahan-bahan kemasan alumunium (Syarief et al., 1989). Foil adalah bahan kemas dari logam, berupa lembaran alumunium yang padat dan tipis dengan ketebalan kurang dari 0,15 mm. Foil mempunyai sifat thermotis, fleksibel, dan tidak tembus cahaya. Ketebalan dari alumunium foil menentukan sifat

24 protektifnya. Foil dengan ketebalan rendah masih dapat dilalui oleh gas dan uap. Sifat alufo yang tipis dapat diperbaiki dengan member lapisan plastik atau kertas menjadi foil-plastik, foil-kertas, atau kertas-foil-plastik (Syarief et al., 1989). D. UMUR SIMPAN Floros dan Ganasekharan (1993) menyatakan, umur simpan sebagai waktu yang diperlukan oleh produk pangan dalam suatu penyimpanan untuk sampai pada satu level atau tingkatan mutu degradasi tertentu. Ketidaksesuaian umur simpan akan menimbulkan ketidakpuasan dan keluhan dari konsumen. Ketidakpuasan tersebut akan menimbulkan kesan yang buruk terhadap penerimaan produk tersebut di masyarakat atau bahkan lebih buruk lagi akan menimbulkan malnutrisi dan penyakit. Oleh karena itu, produsen makanan harus memberikan perhatian besar terhadap penentuan umur simpan ini (Robertson, 1993). Faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan adalah : a. Jenis dan karakteristik produk pangan Produk yang mengalami pengolahan akan lebih tahan lama dibanding produk segar Produk yang mengandung lemak berpotensi mengalami ketengikan, sedangkan produk yang mengandung protein dan gula berpotensi mengalami reaksi Maillard (warna coklat) b. Jenis dan karakteristik bahan kemasan Permeabilitas bahan kemasan terhadap kondisi lingkungan (uap air, cahaya, aroma, oksigen) c. Kondisi lingkungan Intensitas sinar (UV) menyebabkan terjadinya ketengikan dan degradasi warna Oksigen menyebabkan terjadinya reaksi oksidasi (Anonim, 2009). Proses perkiraan umur simpan menurut Hine (1987), sangat tergantung pada tersedianya data mengenai : 1. Mekanisme penurunan mutu produk yang dikemas

25 2. Unsur-unsur yang terdapat di dalam produk yang langsung mempengaruhi laju penurunan mutu produk 3. Mutu produk dalam kemasan 4. Bentuk dan ukuran kemasan yang diinginkan 5. Mutu produk pada saat dikemas 6. Mutu minuman dari produk yang masih dapat diterima 7. Variasi iklim selama distribusi dan penyimpanan 8. Resiko perlakuan mekanis selama distribusi dan penyimpanan yang mempengaruhi kebutuhan kemasan 9. Sifat barrier pada bahan kemasan untuk mencegah pengaruh unsur-unsur luar yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan mutu produk. Deteriorasi merupakan penyimpangan suatu produk dari mutu awalnya. Produk pangan mengalamin detoriorasi segera setelah diproduksi, dimana produk mulai bersentuhan dengan udara, oksigen, uap air, cahaya atau dengan adanya perubahan suhu. Waktu hingga produk mengalami tingkat deteriorasi tertentu, dimana terjadi perubahan yang mengakibatkan produk pangan tidak menyerupai tekstur aslinya seperti awal produksi disebut umur simpan (Arpah, 2001). Syarief et al. (1989) menambahkan, bahwa umur simpan merupakan parameter ketahanan produk selama proses penyimpanan. Faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan produk pangan yang dikemas antara lain, sifat produk, ukuran dan sifat kemasan, serta suhu dan kelembaban. Menurut Arpah (2001), reaksi deteriorasi dapat menyebabkan perubahan terhadap produk diantaranya, perubahan flavour, warna, penampakan fisik serta nilai gizi. Beberapa produk pangan olahan sangat sensitif terhadap perubahan kadar air, misalnya produk rempah atau bumbu kering yang akan mengalami aglomerasi apabila kadar airnya meningkat. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya daya kohesi dan komprebilitas serta menurunnya densitas kamba. Menurut Labuza (1982), selain peningkatan kadar air, reaksi detoriorasi pada produk bumbu atau rempah dapat memicu hilangnya flavour, rasa dan warna produk, baik secara kimia maupun secara fisik. Oleh karena itu aroma, rasa, dan warna merupakan faktor penentu untuk menentukan umur simpan dari produk.

26 Syarief dan Halid (1991) menjelaskan bahwa suhu merupakan faktor yang berpengaruh terhadap perubahan mutu makanan. Semakin tinggi suhu penyimpanan, maka laju reaksi berbagai senyawa kimia akan semakin cepat. Oleh karena itu dalam menduga kecepatan penurunan mutu selama penyimpanan perlu diperhitungkan faktor suhu. Dalam penyimpanan makanan, suhu ruangan penyimpanan berubah dari waktu ke waktu, keadaan suhu penyimpanan seperti ini dapat mempermudah pendugaan laju penurunan mutu makanan dengan persamaan Arrhenius. Penentuan umur simpan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan metode konvensional atau biasa disebut Extended Storage Studies (ESS), dimana penentuan umur simpan produk dilakukan dengan mengamati penurunan mutu produk yang disimpan pada kondisi normal sampai mencapai tingkat mutu kadaluarsa. Metode ini akurat dan tepat akan tetapi memerlukan waktu analisa yang panjang dengan parameter mutu yang relatif banyak (Arpah, 2001). Menurut Arpah (2001), metode lain yang digunakan dalam menentukan umur simpan produk adalah dengan metode dipercepat atau biasa disebut Accelerated Storange Studies (ASS). Metode ini menggunakan suatu kondisi lingkungan yang dapat mempercepat reaksi deteriorasi produk pangan, sehingga membutuhkan waktu pengujian yang relatif singkat akan tetapi tetap memiliki ketepatan dan akurasi yang tinggi. Pada metode ASS, produk disimpan pada kondisi lingkungan penyimpanan yang ekstrim, antara lain produk disimpan pada suhu atau kelembaban yang ekstrim, atau produk dapat pula disimpan dalam ruangan yang dialiri radiasi ataupun kombinasi dari beberapa perlakuan tersebut. Menurut Arpah (2001), metode ASS pada dasarnya adalah metode kinetik yang disesuaikan untuk produk pangan tertentu dengan menggunakan dua cara pendekatan. Cara yang pertama dengan menggunakan pendekatan kadar air kritis dengan bantuan teori difusi, yaitu suatu cara pendekatan yang diterapkan untuk produk kering dengan menggunakan kadar air atau aktifitas air sebagai kriteria kadaluarsa. Cara yang kedua yaitu dengan menggunakan pendekatan semi empiris dengan persamaan Arrhenius, yaitu : k = k 0 e E/RT dimana : k = konstanta laju reaksi pada temperatur T

27 k 0 E = konstanta laju absolut = energi aktivasi (J/mol) R = konstanta gas ideal (8.314 J. K -1. mol -1 ) T = suhu absolut (K) E = bilangan e (2.718)

28 III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah teh hijau kering yang berasal dari kampung Ciwaluh, Desa Watesjaya, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor. Daun teh yang telah dipetik bagian pucuk dan 2 daun di bawah nya disangrai sampai layu atau kira-kira sekitar 5 sampai 10 menit. Daun teh yang sudah layu kemudian dilakukan proses penggulungan lalu disangrai kembali sampai kering atau selama 3 jam. Bahan kemasan yang digunakan untuk penelitian ini adalah alumunium foil dan plastik polipropilen. Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis adalah CuSO 4, Na 2 SO 4, H 2 SO 4 pekat, air destilata, NaOH 50%, HCl 0,02 N, indikator mengsel (campuran metil merah 0,02% dalam alkohol dan etil biru 0,02 dalam alkohol dengan perbandingan 2 : 1), NaOH 0,02 N, pelarut heksan, H 2 SO 4 0,325 N, NaOH 1,25 N, aceton/alkohol, larutan gelatin, larutan yodium oksalat, H 2 SO 4 pekat 2 N, Na 2 S 2 O 3 0,01 N, indikator pati 1%, NaOH 0,01 N, indikator pp dan larutan buffer. Alat yang digunakan untuk penelitian terdiri atas alat untuk penyimpanan dan untuk analisis. Peralatan untuk penyimpanan berupa inkubator dengan suhu penyimpanan 25, 35, dan 45 C. Alat analisis terdiri atas oven, ph meter, timbangan analitik, stirrer, soxlet, tanur, abbe refraktometer, hot plate, desikator, cawan alumunium, cawan porselen, buret, erlenmeyer, dan beberapa alat gelas lainnya. B. METODE PENELITIAN 1. Karakteristik Mutu Teh Hijau Karakterisasi produk dilakukan dengan melakukan analisis proksimat, kadar tanin dan ph seduhan. Analisis proksimat yang dilakukan antara lain kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak kasar dan kadar serat. Metode analisis disajikan pada Lampiran Perubahan Mutu Teh Hijau Selama Masa Penyimpanan Produk teh hijau disimpan dalam inkubator dengan tiga level suhu yaitu suhu 25, 35, dan 45 C dalam 2 jenis kemasan yang berbeda yaitu kemasan plastik polipropilen dan alumunium foil. Penelitian pada tahap ini adalah melakukan kajian

29 perubahan mutu produk teh hijau. Parameter yang diamati selama penyimpanan adalah kadar air, ph Seduhan, kadar tanin, dan organoleptik. Pengamatan dilakukan setiap satu minggu sekali selama 12 minggu untuk kadar air, ph seduhan, dan kadar tanin sedangkan untuk organoleptik dilakukan pada awal dan akhir masa penyimpanan. Metode analisis penurunan mutu produk teh hijau disajikan pada lampiran Pendugaan Umur Simpan Perhitungan umur simpan dilakukan dengan metode akselerasi/arrhenius. Metode Arrhenius diterapkan dengan asumsi tidak terjadi perubahan suhu penyimpanan atau suhu dianggap stabil. Analisa pendugaan umur simpan teh hijau dengan metode Arrhenius dengan persamaan : k = k 0 e E/RT dimana : k = konstanta penurunan mutu k 0 E R T = konstanta (tidak tergantung pada suhu) = energi aktivasi = konstanta gas ideal, kal/mol. K = suhu absolut ( C+273) Persamaan di atas diubah menjadi : Ln k = ln k 0 E/RT Data hasil analisa kemudian diplotkan dalam grafik terhadap lama penyimpanan. Dari grafik dapat diperoleh persamaan regresinya dan laju perubahan mutunya (k). Kemudian nilai-nilai ini diterapkan dalam rumus Arrhenius (k, ln k, 1/T). Nilai k dan 1/T diplotkan dalam sebuah grafik. Penerapan persamaan Arrhenius ini akan dapat menentukan nilai k 0 dan k pada tiap suhu penyimpanan. Apabila telah didapatkan semua nilai diatas maka dapat diduga laju penurunan mutu suatu produk (k). Perhitungan umur simpan masing-masing suhu berdasarkan persamaan : Umur Simpan = A t - A 0 k T

30 Keterangan : A 0 A t k T = Nilai awal parameter kritis = Nilai parameter kritis setelah rusak (titik kritis) = Konstanta laju kecepatan reaksi pada suhu ke-t (Syarief dan Halid, 1991)

31 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI PRODUK Karakteristik produk diketahui dengan melakukan analisis proksimat terhadap produk teh hijau. Analisis proksimat yang dilakukan adalah kadar air, kadar abu, kadar lemak kasar, kadar protein dan kadar serat. Selain itu juga dilakukan pengujian kadar tanin dan ph seduhan. Tabel 1. Karakteristik teh hijau No Parameter SNI Menurut Nasution dan Tjiptadi (1975) 1 Keadaan - Rasa Normal - Bau Normal - Hasil Pengujian Normal Normal 2 Kadar air Maksimal 8 % 5,18 % 5,61 % 3 Kadar abu 4 8 % b/b 7,16 % 5,64 % 4 Kadar lemak kasar - - 4,05 % 5 Kadar Protein ,96 % 6 Kadar Serat - - 6,08 % 7 Kadar Tanin - 8,66 % 8,32 % 8 ph - - 5,14 Kadar air produk teh hijau berdasarkan hasil pengujian memiliki nilai 5,61%. Kadar air hasil pengujian sudah sesuai dengan ketentuan SNI yang merupakan standar produk teh hijau di Indonesia. Berdasarkan SNI, kadar air maksimal yang diizinkan tidak melebihi 8%. Masa simpan berbagai bahan makanan tergantung pada kandungan airnya, makin tinggi kandungan air dalam makanan, makanan itu akan cepat rusak. Sebaliknya makin rendah kandungan airnya, daya simpannya pada kondisi normal akan makin panjang (Crompton, 1979). Kadar abu produk teh hijau berdasarkan hasil pengujian memiliki nilai yang berada pada rentan nilai ketentuan SNI, yaitu sebesar 5,64 %. Kadar abu suatu bahan menunjukkan nilai keberadaan kandungan mineral atau bahan-bahan anorganik yang terkandung dalam bahan. Semakin rendah nilai kadar abu maka kandungan mineral

32 pada bahan semakin sedikit. Menurut Gaman dan Sherrington (1992), unsur mineral adalah unsur yang diperlukan tubuh dalam jumlah yang relatif kecil, tetapi keberadaannya tetap diperlukan sebagai zat pembangun dan pengatur. Kadar lemak kasar berdasar hasil pengujian adalah sebesar 4,05%. Menurut Pantastico (1989), kandungan lemak yang rendah dalam buah-buahan dan sayuran mempunyai peranan penting dalam mempertahankan tekstur, rasa, bau, zat warna dan lain-lain. Kadar protein berdasar hasil pengujian adalah sebesar 21,96%. Menurut Muchtadi (1989), Kadar protein yang terukur dengan metode Kjehdal antara lain merupakan protein kasar karena yang terukur tidak hanya protein, tetapi juga komponen lain yang mengandung nitrogen. Kadar serat berdasat hasil pengujian adalah sebesar 6,08%. Serat membantu mempercepat sisa makanan melalui saluran pencernaan untuk diekskresikan keluar, serat kasar menjadi seperti karet busa di dalam usus yang akan menyerap zat buangan dan membantu gerakan usus mendorong sisa makanan keluar tubuh. Kadar tanin teh perlu diketahui karena merupakan salah satu faktor penentu mutu minuman teh. Dalam bentuk aslinya tanin terlibat proses pencoklatan pada tanaman dan memberikan rasa sepat pada minuman teh. Tanin berwarna kehijauan hingga tidak berwarna. Daya larut tanin dalam air sangat baik, dan tanin tahan terhadap pemanasan. Semakin tinggi kadar tanin maka rasanya semakin sepat atau pahit, dan semakin rendah kadar tanin maka penampakan produk akan menjadi kurang menarik (Nasution dan Tjiptadi, 1975). Kadar tanin yang didapat berdasar hasil pengujian adalah sebesar 8,32%. Nilai ph seduhan yang didapatkan berdasar hasil pengujian adalah senilai 5,14. Hal ini menunjukkan bahwa seduhan teh hijau yang dihasilkan cenderung bersifat asam karena nilai ph nya kurang dari 7. B. PERUBAHAN MUTU SELAMA PENYIMPANAN Selama proses produksi, produk pangan dapat mengalami berbagai macam kerusakan. Kerusakan ini dapat menyebabkan deteriorasi pada produk tersebut dan menurunkan umur simpannya. Beberapa reaksi yang berbeda dapat muncul dan

33 menyebabkan penurunan mutu serta kehilangan kandungan nutrien. Kerusakan secara fisik juga dapat menurunkan umur simpan produk pangan (Labuza, 1982). 1. Kadar Air Kadar air merupakan salah satu karakteristik penting pada produk teh hijau. Kadar air pada teh hijau yang disimpan akan mengalami perubahan seiring dengan bertambahnya waktu penyimpanan. Kadar air yang tinggi merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme seperti bakteri, jamur, dan kapang. Hasil pengamatan terhadap perubahan nilai kadar air disajikan pada Gambar 2 dan 3. Kadar air (%) Lama Penyimpanan (Hari) T = 25 C T = 35 C T = 45 C Linear (T = 25 C) Linear (T = 35 C) Linear (T = 45 C) Gambar 2. Perubahan kadar air teh hijau kering dalam kemasan plastik PP selama tiga bulan masa penyimpanan Kadar air (%) Lama Penyimpanan (hari) T = 25 C T = 35 C T = 45 C Linear (T = 25 C) Linear (T = 35 C) Linear (T = 45 C) Gambar 3. Perubahan kadar air teh hijau kering dalam kemasan alumunium foil selama tiga bulan masa penyimpanan.

34 Pada Gambar 2 dan 3 menunjukkan perubahan kadar air yang terjadi selama 3 bulan masa penyimpanan. Sedangkan untuk data nilai kadar air teh hijau selama 3 bulan masa penyimpanan bisa dilihat pada Lampiran 2. Kadar air bahan pada suhu penyimpanan 25 dan 35 C cenderung mengalami peningkatan baik pada kemasan alumunium foil maupun pada kemasan plastik PP, sedangkan yang terjadi pada suhu penyimpanan 45 C kadar air bahan mengalami penurunan pada kedua kemasan. Kadar air pada bahan meningkat pada suhu penyimpanan 25 dan 35 C, hal ini diduga disebabkan oleh kandungan uap air lingkungan penyimpanan yang lebih besar bila dibandingkan dengan kandungan air bahan yang dikemas. Sifat bahan yang higroskopis menyebabkan bahan sangat mudah menyerap uap air lingkungan sekitarnya. Untuk menjaga kelembaban ruang penyimpanan dilakukan dengan meletakkan air yang ditempatkan pada sebuah wadah di dalam inkubator sehingga bahan akan mengalami perubahan kadar air hingga mencapai kadar air kesetimbangan antara bahan dan lingkungannya. Sedangkan pada suhu penyimpanan 45 C kadar air pada bahan mengalami penurunan. Hal ini diduga disebabkan kelembaban ruangan yang lebih kecil daripada bahan, sehingga bahan akan menguapkan sebagian airnya. Laju peningkatan kadar air teh hijau yang disimpan pada suhu 25 C dengan kemasan plastik PP dan kemasan alumunium foil yaitu sebesar 0,021 dan 0,022% per hari. Pada suhu 35 C kadar air bahan yang dikemas pada kemasan plastik PP mengalami peningkatan tiap hari sebesar 0,01%, sedangkan yang dikemas alumuinum foil mengalami peningkatan sebesar 0,017%. Laju penurunan kadar air pada suhu 45 C untuk kemasan plastik PP adalah 0,005% dan kemasan alumunium foil 0,001% per hari. Menurut Arpah (2001), produk pangan kering yang disimpan akan mengalami penurunan mutu akibat penyerapan kadar air. Laju kenaikan maupun kehilangan kadar air tergantung dari susunan produk, seperti higroskopisitas, temperatur, dan tekanan atmosfer. Laju kenaikan kadar air paling tinggi terjadi pada suhu 25 C, semakin tinggi suhu penyimpanan maka laju peningkatan kadar air semakin berkurang bahkan akan mengalami penurunan seperti yang terjadi pada suhu penyimpanan 45 C. Menurut Sewald dan Devries (2009), Produk yang dikemas mengalami perubahan kadar air

35 relatif lambat tetapi pada suatu waktu dapat mengalami perubahan signifikan pada periode waktu yang singkat. 2. ph Menurut Nielsen (2003), makanan dan minuman terdiri dari berbagai jenis asam yang dimana unsur utama pembentuk asam yaitu ion hidrogen (H + ) berperan besar. Pada larutan yang encer atau minuman, ion hidrogen berkombinasi dengan air membentuk ion hidronium (H 3 O + ). Pengukuran ion hidronium (H 3 O + ) bebas sangat diperlukan. Pengukuran ion hidronium (H 3 O + ) bebas disebut juga nilai ph (asam aktif). Nilai ph erat kaitannya dengan total asam. Pengukuran nilai ph perlu dilakukan untuk mengetahui tingkat keasaman/kebasaan produk dan juga kaitannya dengan keamanan dan umur simpan produk tersebut. Data nilai ph teh hijau selama 3 bulan masa penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 3. Hasil pengamatan terhadap perubahan nilai ph seduhan disajikan pada Gambar 4 dan ,6 5,2 ph 4,8 4, Lama Penyimpanan (Hari) T = 25 C T = 35 C T = 45 C Linear (T = 25 C) Linear (T = 35 C) Linear (T = 45 C) Gambar 4. Perubahan ph seduhan teh hijau kemasan plastik PP selama tiga bulan penyimpanan

36 6 5,6 ph 5,2 4,8 4, Lama Penyimpanan (Hari) T = 25 C T = 35 C T = 45 C Linear (T = 25 C) Linear (T = 35 C) Linear (T = 45 C) Gambar 5. Perubahan ph seduhan teh hijau kemasan alumunium foil selama tiga bulan penyimpanan Selama 3 bulan masa penyimpanan, ph teh hijau berkisar antara 4,92-5,78. Lehninger (1982) menyatakan bahwa larutan yang mempunyai ph lebih kecil dari 7 akan bersifat asam karena konsentrasi H + lebih besar daripada konsentrasi OH -. Berdasarkan nilai ph produk dapat diketahui bahwa produk teh hijau yang dihasilkan bersifat asam. Semakin lama penyimpanan, ph seduhan teh hijau semakin meningkat. Kenaikan nilai ph yang terjadi sangat kecil. Laju kenaikan ph pada suhu 25 C untuk bahan yang dikemas dengan kemasan plastik PP yaitu sebesar 0,006% per hari sedangkan pada suhu 35 dan 45 C sebesar 0,002% per hari. Pada kemasan alumunium foil, laju kenaikan ph adalah 0,003% per hari pada suhu 25 dan 35 C, sedangkan pada suhu 45 C luju kenaikan ph adalah 0,001% per hari. Semakin tinggi suhu penyimpanan maka didapatkan laju kenaikan ph yang semakin kecil. Menurut Lelani (1995), Kenaikan ph dapat disebabkan oleh perubahan kimia komponen tanin menjadi asam tearubigin dan asam teaflavin. Faktor terpaan cahaya, suhu, dan udara terutama oksigen akan memacu terjadinya oksidasi tanin. Sifat asam minuman teh berhubungan dengan adanya tearubigin dan teaflavin yang dihasilkan oleh polifenol.

37 3. Tanin Kadar tanin teh perlu diketahui karena merupakan salah satu faktor penentu mutu minuman teh. Dalam bentuk aslinya tanin terlibat proses pencoklatan pada tanaman dan memberikan rasa sepat pada minuman teh. Tanin berwarna kehijauan hingga tidak berwarna. Daya larut tanin dalam air sangat baik, dan tanin tahan terhadap pemanasan. Semakin tinggi kadar tanin maka rasanya semakin sepat atau pahit, dan semakin rendah kadar tanin maka penampakan produk akan menjadi kurang menarik (Nasution dan Tjiptadi, 1975). Hasil pengamatan terhadap perubahan nilai kadar tanin disajikan pada Gambar 6 dan 7. Kadar Tanin (%) Lama Penyimpanan (Hari) T = 25 C T = 35 C T = 45 C Expon. (T = 25 C) Expon. (T = 35 C) Expon. (T = 45 C) Gambar 6. Perubahan kadar tanin teh hijau kemasan plastik PP selama tiga bulan penyimpanan Kadar Tanin (%) Lama Penyimpanan (Hari) T = 25 C T = 35 C T = 45 C Expon. (T = 25 C) Expon. (T = 35 C) Expon. (T = 45 C) Gambar 7. Perubahan kadar tanin teh hijau kemasan alumunium foil selama tiga bulan penyimpanan

38 Selama tiga bulan penyimpanan, kadar tanin teh hijau menurun secara eksponensial. Data perubahan kadar tanin teh hijau selama 3 bulan masa penyimpanan disajikan pada Lampiran 4. Penurunan kadar tanin pada suhu 25, 35, dan 45 C untuk bahan yang dikemas dengan kemasan plastik PP berturut-turut adalah 0,0119, 0,0136, dan 0,0130% per hari, sedangkan untuk kemasan alumunium foil adalah 0,0077, 0,0079, dan 0,0103% per hari. Penurunan kadar tanin ini bisa disebabkan oleh sebagian besar tanin teroksidasi menjadi teaflavin dan tearubigin. Semakin tinggi suhu penyimpanan maka didapatkan laju penurunan kadar tanin yang semakin besar. Hal ini dikarenakan, semakin tinggi suhu penyimpanan maka akan semakin menunjang terjadinya proses oksidasi tanin yang menghasilkan teaflavin dan tearubigin. Semakin tinggi kadar tanin maka rasa seduhan teh hijau yang didapatkan akan semakin sepat atau pahit, dan semakin rendah kadar tanin maka hasil seduhan teh hijau akan menjadi kurang menarik. 4. Organoleptik Penilaian yang dilakukan pada uji organoleptik yaitu terhadap warna seduhan, aroma seduhan, dan rasa seduhan dari produk teh hijau. Nilai median dan modus terhadap penilaian ketiga atribut tersebut disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Nilai median dan modus tingkat kesukaan terhadap atribut teh hijau. Atribut Warna Seduhan Aroma Seduhan Rasa Seduhan Hari ke PP Alufo Nilai 25 C 35 C 45 C 25 C 35 C 45 C Median 4 Modus 4 Median Modus Median 4 Modus 4 Median Modus Median 4 Modus 4 Median Modus

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. (a) Pucuk daun teh (Anonim,2010); (b) Teh hijau kering (Anonim, 2010)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. (a) Pucuk daun teh (Anonim,2010); (b) Teh hijau kering (Anonim, 2010) II. TINJAUAN PUSTAKA A. TANAMAN TEH Tanaman teh (Camellia sinensis) merupakan tanaman perdu yang bercabangcabang dan berbatang bulat. Daun teh berbentuk jorong dengan tepi bergerigi. Helaian daunnya berwarna

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Karakteristik teh hijau No Parameter SNI Menurut Nasution dan Tjiptadi (1975) 1 Keadaan - Rasa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Karakteristik teh hijau No Parameter SNI Menurut Nasution dan Tjiptadi (1975) 1 Keadaan - Rasa IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI PRODUK Karakteristik produk diketahui dengan melakukan analisis proksimat terhadap produk teh hijau. Analisis proksimat yang dilakukan adalah kadar air, kadar

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7)

Lebih terperinci

PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK PANGAN

PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK PANGAN PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK PANGAN Paper Pendugaan Umur Simpan Produk Kopi Instan Formula Merk-Z Dengan Metode Arrhenius, kami ambil dari hasil karya tulis Christamam Herry Wijaya yang merupakan tugas

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah,

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah, Maksud dan tujuan penelitian, Manfaat penelitian, Kerangka Berpikir, Hipotesa penelitian dan Waktu dan tempat penelitian.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah jenis tanaman sayur umbi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah jenis tanaman sayur umbi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. bawang putih, dan asam jawa. Masing-masing produsen bumbu rujak ada yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. bawang putih, dan asam jawa. Masing-masing produsen bumbu rujak ada yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bumbu rujak Rujak manis adalah semacam salad. Rujak manis terdiri dari campuran beberapa potongan buah segar dengan dibumbui saus manis pedas. Pada umumnya bumbu rujak manis terbuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang paling banyak dikonsumsi di dunia setelah air, dengan konsumsi per

BAB I PENDAHULUAN. yang paling banyak dikonsumsi di dunia setelah air, dengan konsumsi per BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Teh sebagai minuman telah dikenal dan menjadi bagian dari kebudayaan dunia sejak berabad-abad yang lampau. Teh adalah minuman yang paling banyak dikonsumsi di dunia

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Parameter sensori sangat penting pada tahap penelitian dan pengembangan produk pangan baru. Produk baru yang dihasilkan harus memiliki penanganan yang tepat agar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Permen Jelly Pepaya Karakteristik permen jelly pepaya diketahui dengan melakukan analisis proksimat dan uji mikrobiologis terhadap produk permen jelly pepaya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I. PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi I. PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat

Lebih terperinci

ABSTRAK. Keripik pisang merupakan makanan ringan yang mudah mengalami ketengikan. Salah

ABSTRAK. Keripik pisang merupakan makanan ringan yang mudah mengalami ketengikan. Salah 1 KAJIAN LAMA SIMPAN KERIPIK PISANG KEPOK PUTIH (Musa acuminate sp.) BERDASARKAN TINGKAT AROMA, RASA DAN KERENYAHAN ORGANOLEPTIK DALAM BERBAGAI JENIS KEMASAN DENGAN MODEL PENDEKATAN ARRHENIUS Citra Ratri

Lebih terperinci

PENENTUAN KADALUWARSA PRODUK PANGAN

PENENTUAN KADALUWARSA PRODUK PANGAN PENENTUAN KADALUWARSA PRODUK PANGAN HANDOUT MATA KULIAH : REGULASI PANGAN (KI 531) OLEH : SUSIWI S JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA F P M I P A UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2009 Handout PENENTUAN KADALUWARSA

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian. BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING (Laporan Penelitian) Oleh PUTRI CYNTIA DEWI JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PETANIAN

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah permen jelly pepaya yang terbuat dari pepaya varietas IPB 1 dengan bahan tambahan sukrosa, ekstrak rumput

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Proses Pengolahan Bumbu Pasta Ayam Goreng Proses pengolahan bumbu pasta ayam goreng meliputi tahapan sortasi, penggilingan, penumisan, dan pengentalan serta pengemasan. Sortasi

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 17 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fateta-IPB.

Lebih terperinci

1. Teh Hijau (Green Tea)

1. Teh Hijau (Green Tea) Siapa yang tidak kenal dengan teh? minuman teh merupakan minuman penyegar yang paling populer dan paling banyak dikonsumsi di dunia, setelah air putih. Teh diproduksi dari pucuk daun muda tanaman teh (Camelia

Lebih terperinci

STUDI PEMBUATAN TEH DAUN KOPI

STUDI PEMBUATAN TEH DAUN KOPI STUDI PEMBUATAN TEH DAUN KOPI (Study of Tea Making from Coffee Leaves) Freddy Hotmaruli Tua Siringoringo 1*, Zulkifli Lubis 1, Rona J. Nainggolan 1 Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian USU

Lebih terperinci

PENDUGAAN MASA KADALUWARSA DENDENG LUMAT IKAN PATIN (Pangasius hypophthalmus) PADA KEMASAN ALUMINIUM FOIL. Oleh

PENDUGAAN MASA KADALUWARSA DENDENG LUMAT IKAN PATIN (Pangasius hypophthalmus) PADA KEMASAN ALUMINIUM FOIL. Oleh PENDUGAAN MASA KADALUWARSA DENDENG LUMAT IKAN PATIN (Pangasius hypophthalmus) PADA KEMASAN ALUMINIUM FOIL Oleh Elita Suryani Gultom 1), Dahlia 2), Suparmi 2) Abstract The research was to estimate the shelf

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya untuk menyelamatkan harga jual buah jambu getas merah terutama

BAB I PENDAHULUAN. upaya untuk menyelamatkan harga jual buah jambu getas merah terutama 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah jambu getas merah merupakan buah-buahan tropis yang mudah sekali mengalami kerusakan dan secara nyata kerusakannya terjadi pada saat penanganan, transportasi,

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PENGOLAHAN TEH HIJAU

TEKNOLOGI PENGOLAHAN TEH HIJAU TEKNOLOGI PENGOLAHAN TEH HIJAU Oleh: Dimas Rahadian AM, S.TP. M.Sc Email: rahadiandimas@yahoo.com JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA PUCUK DAUN TEH Pucuk teh sangat menentukan

Lebih terperinci

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Bahan dan Alat Keripik wortel sebagai bahan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil produksi sendiri yang dilakukan di laboratorium proses Balai Besar Industri

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan dan Maksud Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan bulan November 2011 sampai Januari 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Cisolok, Palabuhanratu, Jawa Barat. Analisis sampel dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari seduhan tanaman teh ( Camelia sinensis ). Secara umum teh

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari seduhan tanaman teh ( Camelia sinensis ). Secara umum teh BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Teh merupakan minuman penyegar sehari-hari tanpa alkohol yang berasal dari seduhan tanaman teh ( Camelia sinensis ). Secara umum teh dibedakan menjadi 2 yaitu teh hijau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Kendal terkenal dengan sentra pertanian, salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Kendal terkenal dengan sentra pertanian, salah satunya adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Kendal terkenal dengan sentra pertanian, salah satunya adalah budidaya jambu biji. Jambu biji jenis getas merah (Psidium guajava Linn) merupakan jenis jambu

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengemasan Buah Nanas Pada penelitian ini dilakukan simulasi transportasi yang setara dengan jarak tempuh dari pengumpul besar ke pasar. Sebelum dilakukan simulasi transportasi,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. KOPI INSTAN

II. TINJAUAN PUSTAKA A. KOPI INSTAN II. TINJAUAN PUSTAKA A. KOPI INSTAN Kopi instan dibuat dari kopi bubuk yang diekstrak dengan menggunakan air (Clarke, 1988). Di dalam Encyclopedia Britanica (1983), disebutkan bahwa pada pembuatan kopi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beras kencur dikenal sebagai minuman tradisional khas Indonesia yang terbuat dari bahan-bahan herbal segar. Komposisi utamanya ialah beras dan rimpang kencur yang memiliki

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Total Fenolat Senyawa fenolat merupakan metabolit sekunder yang banyak ditemukan pada tumbuh-tumbuhan, termasuk pada rempah-rempah. Kandungan total fenolat dendeng sapi yang

Lebih terperinci

PAPER BIOKIMIA PANGAN

PAPER BIOKIMIA PANGAN PAPER BIOKIMIA PANGAN BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu kimia terkait erat dengan kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari urusan sandang dan pangan, bahan bakar, obat-obatan sampai bahan konstruksi

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PENGOLAHAN TEH HITAM

TEKNOLOGI PENGOLAHAN TEH HITAM TEKNOLOGI PENGOLAHAN TEH HITAM Oleh: Dimas Rahadian AM, S.TP. M.Sc Email: rahadiandimas@yahoo.com JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA PUCUK DAUN TEH Kadar Air 74-77% Bahan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE A. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah rempah basah (bawang putih, bawang merah, lengkuas, kunyit, dan jahe) serta rempah kering (kemiri, merica,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu. dan termasuk ke dalam famili Solanacea. Buahnya merupakan sumber vitamin

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu. dan termasuk ke dalam famili Solanacea. Buahnya merupakan sumber vitamin I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pengawetan dengan suhu rendah bertujuan untuk memperlambat atau menghentikan metabolisme. Hal ini dilakukan berdasarkan fakta bahwa respirasi pada buah dan sayuran tetap

Lebih terperinci

III. TINJAUAN PUSTAKA

III. TINJAUAN PUSTAKA III. TINJAUAN PUSTAKA A. SUSU BUBUK Menurut Chandan (1997), susu segar secara alamiah mengandung 87.4% air dan sisanya berupa padatan susu sebanyak (12.6%). Padatan susu terdiri dari lemak susu (3.6%)

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

SHELF LIFE OF Spirulina BISCUIT WITH DIFFERENT PACKAGING By: ABSTRACT

SHELF LIFE OF Spirulina BISCUIT WITH DIFFERENT PACKAGING By:   ABSTRACT PENDUGAAN UMUR SIMPAN BISKUIT Spirulina DENGAN MENGGUNAKAN JENIS KEMASAN YANG BERBEDA Oleh: Moulitya Dila Astari (1), Dewita (2), Suparmi (2) Email: moulitya@gmail.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK EDIBLE FILM BERBAHAN DASAR KULIT DAN PATI BIJI DURIAN (Durio sp) UNTUK PENGEMASAN BUAH STRAWBERRY

KARAKTERISTIK EDIBLE FILM BERBAHAN DASAR KULIT DAN PATI BIJI DURIAN (Durio sp) UNTUK PENGEMASAN BUAH STRAWBERRY KARAKTERISTIK EDIBLE FILM BERBAHAN DASAR KULIT DAN PATI BIJI DURIAN (Durio sp) UNTUK PENGEMASAN BUAH STRAWBERRY SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan masyarakat.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perubahan Konsentrasi O dan CO dalam Kemasan mempunyai densitas antara.915 hingga.939 g/cm 3 dan sebesar,9 g/cm 3, dimana densitas berpengaruh terhadap laju pertukaran udara

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI AWAL BAHAN Karakterisistik bahan baku daun gambir kering yang dilakukan meliputi pengujian terhadap proksimat bahan dan kadar katekin dalam daun gambir kering.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Indonesia banyak sekali ditumbuhi oleh tanaman rimpang karena Indonesia merupakan negara tropis. Rimpang-rimpang tersebut dapat digunakan sebagai pemberi cita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat

BAB I PENDAHULUAN. berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan merupakan dua proses yang berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat mempengaruhi seseorang di saat mereka dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan makanan pada umumnya sangat sensitif dan mudah mengalami penurunan kualitas karena faktor lingkungan, kimia, biokimia, dan mikrobiologi. Penurunan kualitas bahan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Proksimat Komposisi rumput laut Padina australis yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu tidak larut asam dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN Proses respirasi sangat mempengaruhi penyimpanan dari buah melon yang terolah minimal, beberapa senyawa penting

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab I akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

5.1 Total Bakteri Probiotik

5.1 Total Bakteri Probiotik V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Total Bakteri Probiotik Berdasarkan hasil pengamatan (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bakteri L. acidophilus pada perbandingan tepung bonggol pisang batu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kabupaten Lampung Barat merupakan salah satu kabupaten penghasil sayuran

I. PENDAHULUAN. Kabupaten Lampung Barat merupakan salah satu kabupaten penghasil sayuran 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kabupaten Lampung Barat merupakan salah satu kabupaten penghasil sayuran terbesar di Provinsi Lampung. Terdapat 4 kecamatan yang merupakan penghasil sayuran

Lebih terperinci

Oleh. Prof. Soemantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung, Lampung ABSTRAK

Oleh. Prof. Soemantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung, Lampung ABSTRAK KAJIAN LAMA SIMPAN KERIPIK PISANG KEPOK PUTIH (Musa acuminate sp.) BERDASARKAN TINGKAT AROMA, RASA DAN KERENYAHAN ORGANOLEPTIK DALAM BERBAGAI JENIS KEMASAN DENGAN MODEL PENDEKATAN ARRHENIUS Oleh Citra

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Pengeringan yang dilakukan dua kali dalam penelitian ini bertujuan agar pengeringan pati berlangsung secara merata. Setelah dikeringkan dan dihaluskan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

I. PENDAHULUAN. (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat I. PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6)

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Nasi Goreng Beras merupakan salah satu sumber makanan pokok yang biasa dikonsumsi masyarakat, khususnya masyarakat Indonesia. Beras sebagaimana bulir serealia

Lebih terperinci

ARTIKEL ILMIAH. Evaluasi Mutu dan Waktu Kadaluarsa Sirup Teh Dari Jumlah Seduh Berbeda RINGKASAN

ARTIKEL ILMIAH. Evaluasi Mutu dan Waktu Kadaluarsa Sirup Teh Dari Jumlah Seduh Berbeda RINGKASAN 1 ARTIKEL ILMIAH Evaluasi Mutu dan Waktu Kadaluarsa Sirup Teh Dari Jumlah Seduh Berbeda RINGKASAN Penelitian mengenai Evaluasi Mutu dan Waktu Kadaluarsa Sirup Teh Dari Jumlah Seduh Berbeda telah dilakanakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nanas (Ananas comosus L. Merr) Nanas merupakan tanaman buah yang banyak dibudidayakan di daerah tropis dan subtropis. Tanaman ini mempunyai banyak manfaat terutama pada buahnya.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengasapan Ikan. Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengasapan Ikan. Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengasapan Ikan Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan untuk mempertahankan daya awet ikan dengan mempergunakan bahan bakar kayu sebagai penghasil

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGERINGAN BEKATUL Proses pengeringan bekatul dilakukan dengan pengering rak karena cocok untuk bahan padat, suhu udara dapat dikontrol, dan terdapat sirkulator udara. Kipas

Lebih terperinci

Pengeringan Untuk Pengawetan

Pengeringan Untuk Pengawetan TBM ke-6 Pengeringan Untuk Pengawetan Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan

Lebih terperinci

Bab III Bahan dan Metode

Bab III Bahan dan Metode Bab III Bahan dan Metode A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2012 di daerah budidaya rumput laut pada dua lokasi perairan Teluk Kupang yaitu di perairan Tablolong

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Organoleptik Bakso Ikan Nila Merah Uji organoleptik mutu sensorik yang dilakukan terhadap bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - digilib.uns.ac.id BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - Kompor gas - Sendok - Cetakan plastik A.2Bahan

Lebih terperinci

KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI

KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI 1 Sebagian besar dikonsumsi dalam bentuk olahan Pengolahan : Menambah ragam pangan Perpanjang masa simpan bahan pangan Bahan Pangan 2 Komponen Utama Penyusun Bahan Pangan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2011 sampai bulan Mei 2011 bertempat

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2011 sampai bulan Mei 2011 bertempat 20 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2011 sampai bulan Mei 2011 bertempat di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen, Jurusan Teknik

Lebih terperinci

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN Anna Rakhmawati,M.Si Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Email:anna_rakhmawati@uny.ac.id Bahan makanan merupakan salah satu kebutuhan primer manusia yang penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan sangat terbatas dan mudah rusak (perishable). Dengan pengawetan,

BAB I PENDAHULUAN. makanan sangat terbatas dan mudah rusak (perishable). Dengan pengawetan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan pengawet berbahaya dalam bahan makanan seperti ikan dan daging menjadi permasalahan serius yang dihadapi oleh pemerintah. Penggunaan bahan pengawet

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

UMUR SIMPAN. 31 October

UMUR SIMPAN. 31 October UMUR SIMPAN 31 October 2014 1 Outline 1. Pendahuluan 2. Umur Simpan 3. Penentuan Umur Simpan 4. Penutup 31 October 2014 2 Pendahuluan Makanan dan minuman disimpan, holding time mutu menurun. Produk minuman

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. permen soba alga laut Kappaphycus alvarezii disajikan pada Tabel 6.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. permen soba alga laut Kappaphycus alvarezii disajikan pada Tabel 6. 4.1 Angka Lempeng Total (ALT) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Angka lempeng total mikroba yang diperoleh dari hasil pengujian terhadap permen soba alga laut Kappaphycus alvarezii disajikan pada Tabel 6. Tabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang cukup murah. Selain itu, jambu biji juga memiliki khasiat untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang cukup murah. Selain itu, jambu biji juga memiliki khasiat untuk BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Jambu biji merupakan salah satu buah yang tidak asing bagi masyarakat Indonesia. Jambu biji ini sangat populer karena mudah didapat dan memiliki harga yang cukup murah.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I PENDAHULUAN Pada bab ini diuraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan sebagai usaha tanaman industri. Rimpangnya memiliki banyak

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan sebagai usaha tanaman industri. Rimpangnya memiliki banyak BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Jahe (Zingiber officinale) merupakan salah satu rempah-rempah penting. Oleh karena itu, jahe menjadi komoditas yang mempunyai prospek untuk dikembangkan sebagai usaha

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Kimia dan Laboratorium Biondustri TIN IPB, Laboratorium Bangsal Percontohan Pengolahan Hasil

Lebih terperinci

1. mutu berkecambah biji sangat baik 2. dihasilkan flavour yang lebih baik 3. lebih awet selama penyimpanan

1. mutu berkecambah biji sangat baik 2. dihasilkan flavour yang lebih baik 3. lebih awet selama penyimpanan KOPI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN PADA BAHAN PENYEGAR Mutu kopi dipengaruhi pengolahan dari awal - pemasaran. Kadar air kopi kering adalah 12-13% 13% Pada kadar air ini : 1. mutu berkecambah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. WARNA KULIT BUAH Selama penyimpanan buah pisang cavendish mengalami perubahan warna kulit. Pada awal pengamatan, buah berwarna hijau kekuningan dominan hijau, kemudian berubah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biji nangka merupakan salah satu limbah organik yang belum dimanfaatkan secara optimal, padahal biji nangka memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi yaitu karbohidrat

Lebih terperinci

METODOLOGI. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

METODOLOGI. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian 18 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium PT. Hale International dan Laboratorium Analisis Pangan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB.Penelitian dilakukan mulai bulan Januari

Lebih terperinci

Gambar 1. Wortel segar

Gambar 1. Wortel segar II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Wortel Wortel (Daucus carota) adalah tumbuhan sayur yang ditanam sepanjang tahun, terutama di daerah pegunungan yang memiliki suhu udara dingin dan lembab, kurang lebih

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG III. KERANGKA PIKIRAN DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Pikiran Salah satu permasalahan yang menyebabkan rendemen gula rendah di pabrik-pabrik gula di Indonesia adalah masalah downtime pabrik yang disebabkan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK PRODUK Karakteristik produk diketahui dengan melakukan analisis proksimat dan uji mikrobial terhadap produk kopi instan formula. Analisis proksimat yang dilakukan

Lebih terperinci

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao PENDAHULUAN Pengolahan hasil kakao rakyat, sebagai salah satu sub-sistem agribisnis, perlu diarahkan secara kolektif. Keuntungan penerapan pengolahan secara kolektif adalah kuantum biji kakao mutu tinggi

Lebih terperinci

2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan Proses thermal merupakan proses pengawetan bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Proses thermal digunak

2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan Proses thermal merupakan proses pengawetan bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Proses thermal digunak PETUNJUK PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN II Disusun oleh : Nur Aini Condro Wibowo Rumpoko Wicaksono UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO 2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan

Lebih terperinci

PERUBAHAN MUTU ABON IKAN MARLIN (Istiophorus sp.) KEMASAN VAKUM - NON VAKUM PADA BERBAGAI SUHU PENYIMPANAN DAN PENDUGAAN UMUR SIMPANNYA

PERUBAHAN MUTU ABON IKAN MARLIN (Istiophorus sp.) KEMASAN VAKUM - NON VAKUM PADA BERBAGAI SUHU PENYIMPANAN DAN PENDUGAAN UMUR SIMPANNYA PERUBAHAN MUTU ABON IKAN MARLIN (Istiophorus sp.) KEMASAN VAKUM - NON VAKUM PADA BERBAGAI SUHU PENYIMPANAN DAN PENDUGAAN UMUR SIMPANNYA ANISA TRIDIYANI DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

TEKNIK PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN Interaksi Bahan dan Teknologi Pengemasan

TEKNIK PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN Interaksi Bahan dan Teknologi Pengemasan TEKNIK PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN Interaksi Bahan dan Teknologi Pengemasan Interaksi Bahan dan Kemasan Pertukaran Udara dan Panas Kelembaban Udara Pengaruh Cahaya Aspek Biologi Penyimpanan Migrasi Zat

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pertambahan jumlah penduduk Indonesia yang disertai dengan perkembangan pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi menyebabkan terjadinya

Lebih terperinci

Proses Pembuatan Madu

Proses Pembuatan Madu MADU PBA_MNH Madu cairan alami, umumnya berasa manis, dihasilkan oleh lebah madu dari sari bunga tanaman (floral nektar); atau bagian lain dari tanaman (ekstra floral nektar); atau ekskresi serangga cairan

Lebih terperinci

UJI PRIKSIMAT ABON IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) DI KECAMATAN RIMBO ULU KABUPATEN TEBO PROVINSI JAMBI

UJI PRIKSIMAT ABON IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) DI KECAMATAN RIMBO ULU KABUPATEN TEBO PROVINSI JAMBI UJI PRIKSIMAT ABON IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) DI KECAMATAN RIMBO ULU KABUPATEN TEBO PROVINSI JAMBI Oleh : Nurkayati, Djunaidi, S.Pi., M.Si, Syafrialdi, S.Pi., M.Si nurimout16@yahoo.ci.id Program

Lebih terperinci