PROSPEK PEMASARAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SWAMITRA MINA DI KABUPATEN CIREBON DARMAWAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PROSPEK PEMASARAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SWAMITRA MINA DI KABUPATEN CIREBON DARMAWAN"

Transkripsi

1 PROSPEK PEMASARAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SWAMITRA MINA DI KABUPATEN CIREBON DARMAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

2 PROSPEK PEMASARAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SWAMITRA MINA DI KABUPATEN CIREBON DARMAWAN Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Magister Profesional Industri Kecil Menengah SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

3 ABSTRACT DARMAWAN (F ). Marketing Prospect and Development Strategy of Micro Financial Institution of Swamitra Mina in Kabupaten Cirebon. Supervisor by Musa Hubeis as chairman and Budi Purwanto as a member. The research aimed to study performance of PEMP (Pemberdayaan Masyarakat Ekonomi Pesisir). Both two models LKM (Lembaga Keuangan Mikro) and non LKM have been evaluated in marketing aspect, expansion strategy, institutional and perception of KMP (Kelompok Masyarakat Pesisir), and impact of program to the level of earnings of coastal area communities. Objectives at research including : (1) to study marketing system of LKM Swamitra Mina to know from KMP of how far they can exploit available product or facilities; (2) to identify external factor (Opportunities and Threats) and internal factor (Strengths and Weaknesses) that can influence business of LKM Swamitra Mina; (3) to formulate strategy of LKM Swamitra Mina to expand their business.. The analysis method of this study are 1) the descriptive method was used in collecting the data of LKM Swamitra Mina profile and DKP (Departemen Kelautan dan Perikanan); they are market prospect, financial statement, volume of trading, earnings and cost, 2) Analysis of SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities and Threats) and Internal External (IE) matrix, 3) visualization data in the radar and bar chart. The result of institutional analysis on LKM and non LKM showed that the management on LKM was run professionally compared to non-lkm. The standpoint of increasing the economy of coastal society on LKM is through bankable finance institution. On the other hand non-lkm is treated as grant; the status of LKM is a cooperation since 2004 while non-lkm is society-built. Based on the SWOT analysis, LKM Swamitra Mina is prospective and potencial micro finance institution in Kabupeten Cirebon. The most appropriate strategy is focus on marketing strategy through socialization and create any programs to help customer. Keyword: institutional, micro finance, SWOT analysis

4 RINGKASAN DARMAWAN (F ) Prospek Pemasaran dan Strategi Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro Swamitra Mina di Kabupaten Cirebon. Dibimbing oleh Musa Hubeis sebagai ketua dan Budi Purwanto sebagai anggota. Pendekatan pemerintah untuk membangun keuangan pedesaan berjalan di dua sisi. Di satu sisi, sejak tahun 1970 pemerintah secara aktif campur tangan dalam menentukan pasar keuangan dengan menciptakan berbagai program pinjaman keuangan. Dimulai dengan Bimas (Bimbingan Massal), sebuah program intensifikasi padi dimana komponen kredit dimulai pada tahun 1972 yang diikuti dengan program intensifikasi untuk komoditi lain dan juga berbagai sektor pertanian terkait. Di sisi lain koperasi pertanian pernah menjadi model pengembangan pada tahun 60-an hingga tahun 70-an, namun pada dasarnya koperasi pertanian di Indonesia diperkenalkan sebagai bagian dari dukungan terhadap sektor pertanian. Tugas koperasi pertanian ketika itu adalah menyalurkan sarana produksi pertanian, terutama pupuk dengan membantu pemasaran yang berkaitan dengan program pembangunan sektor pertanian. Perkembangan koperasi pertanian ke depan lebih fokus pada basis penguatan ekonomi untuk mendukung pelayanan pertanian skala kecil, oleh karena itu konsentrasi ciri umum koperasi pertanian di masa depan adalah koperasi kredit pedesaan yang menekankan kepada kegiatan jasa keuangan dan simpan pinjam seperti yang dilakukan oleh KUD bahwa simpan pinjam telah menjadi motor untuk menjaga kelangsungan hidup koperasi, sedangkan pada subsektor perdagangan umum misalnya, 80 % usaha perdagangan eceran yang tidak berbadan hukum diwakili oleh 5,2 juta unit usaha yang hanya memiliki omset Rp 5 juta/tahun sehingga usaha ekonomi rakyat lapis bawah ini benar-benar berskala gurem dan dimasukan dalam program penanggulangan kemiskinan. Untuk itu pemerintah melakukan dua pendekatan yaitu pertama, sebagai penduduk aktif maka kegiatan ekonomi baik dalam bentuk produksi barang maupun jasa harus diberlakukan sebagai usaha mikro yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas sedangkan yang kedua yaitu sebagai rumah tangga konsumen, dimana setiap pendapatan dan pengeluaran masyarakat yang belum melampui batas garis kemiskinan harus diberlakukan sebagai penduduk miskin yang harus ditingkatkan kondisi kehidupannya hingga melewati batas terbsebut. Bertitik tolak dari sini lahir Lembaga Keuangan Mikro (LKM), yang bergerak di bidang pembiayaan usaha mikro oleh karena itu perlu dipahami secara baik berbagai aspek LKM dengan segmen-segmen pasar yang masih sangat beragam. Penelitian ini secara keseluruhan bertujuan untuk mengkaji kinerja Pemberdayaan Masyarakat Ekonomi Pesisir (PEMP) dengan model LKM atau model non LKM ditinjau dari aspek pemasaran, strategi pengembangan, kelembagaan dan persepsi Kelompok Masyarakat Pemanfaat (KMP) serta pengaruh program PEMP terhadap tingkat pendapatan masyarakat pesisir, akan

5 tetapi secara khusus penelitian difokuskan kepada LKM Swamitra Mina melalui beberapa perumusan masalah seperti : (1), Prospek pemasaran LKM Swamitra Mina di Kab. Cirebon, (2), Dilihat dari faktor eksternal dan internal apa saja yang diperlukan dalam penyusunan strategi pengembangannya, (3), Bentuk strategi pengembangan bagaimana yang diperlukan oleh LKM Swamitra Mina. Tujuan penelitian adalah (1), Mengkaji sistem pemasaran LKM Swamitra Mina untuk mengetahui dari KMP seberapa jauh dapat memanfaatkan produk atau fasilitas-fasilitas yang tersedia; (2), Mengidentifikasi faktor eksternal (peluang dan ancaman) dan internal (kekuatan dan kelemahan) yang berpengaruh terhadap maju mundurnya LKM Swamitra Mina; (3), Menyusun strategi pengembangan LKM Swamitra Mina. Hasil identifikasi faktor eksternal dan internal dirumuskan dengan menggunakan analisis SWOT untuk mendapatkan beberapa alternatif strategi. Dari analisa kelembagaan pada LKM dan non LKM didapatkan hasil bahwa LKM, manajerial dikelola secara profesional dibandingkan dengan non LKM, pada LKM telah terbentuk pandangan dan sikap dalam rangka mendorong perekonomian masyarakat pesisir melalui keuangan yang bankable sedangkan pada non LKM seperti dana hibah, pada LKM status lembaga telah berbadan hukum sejak tahun 2004 dengan bentuk koperasi dan memiliki usaha LKM sedangkan non LKM merupakan bentukan masyarakat dan tidak berbadan hukum. Sebagai ilustrasi dana Ekonomi Produktif yang diterima oleh LKM Swamitra Mina pada tahun 2004 sebesar Rp 435,85 juta dengan kelompok pemanfaat 240 orang sedangkan pada tahun 2005 mengalami kenaikan sebesar 23,16 % dibanding tahun sebelumnya dengan kelompok pemanfaat 382 orang. Pada data keuangan terdapat kenaikan simpanan pada Desember 2005 sebesar Rp 114,30 juta menjadi Rp 187 juta pada Desember 2006, naik sekitar 64 % sedangkan pada simpanan berjangka pada Desember 2006 mengalami penurunan dari 80 % sampai 55 % sebagai contoh Januari dan Desember 2005 sebesar Rp 22 juta turun menjadi 4,5 juta dan Rp 49 juta turun menjadi Rp 22 juta. Hasil kuesioner yang disebar kepada 19 kelompok pemanfaat, dimana setiap kelompok diwakili oleh 1 orang (ketua kelompok) dan digambarkan dalam matriks SWOT untuk mengetahui prospek pemasaran dan strategi pengembangan LKM Swamitra Mina, sedangkan diagram radar membandingkan analisis pemasaran di LKM Swamitra Mina secara eksternal dan internal, disamping dapat mengukur rasio keuangan sebagai bukti kinerja pemasaran. Kata kunci : kelembagaan, keuangan mikro, analisis SWOT

6 PRAKATA Puji Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang memberikan rahmat dan karunia-nya, sehingga tesis yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Industri Kecil Menengah (PS MPI), Sekolah Pascasarjana (SPS), Institut Pertanian Bogor (IPB) dapat diselesaikan. Penulis menyadari bahwa laporan akhir ini tidak akan tersusun tanpa bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Prof.Dr.Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA, selaku ketua Komisi Pembimbing atas pengarahan, bimbingan dan dorongan dalam penyusunan dan penyelesaian laporan akhir. 2. Bapak Ir. Budi Purwanto, ME, selaku anggota Komisi Pembimbing yang telah mengorbankan waktu dan pikirannya dalam melaksanakan bimbingan dan memberikan perhatian penuh dalam penyusunan laporan akhir ini. 3. Bapak Dr.Ir. Amiruddin Saleh, MS sebagai dosen penguji ujian tesis atas masukannya. 4. Seluruh staf administrasi dan dosen pengajar PS MPI IPB yang telah membantu dan membuka cakrawala dan wawasan untuk menggali informasi lebih mendalam dalam proses penyampaian materi studi. 5. Istri, anak-anak dan seluruh keluarga tercinta yang selalu memberikan do a restu, dukungan dan semangat. 6. Seluruh pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan laporan akhir ini, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis berharap bahwa laporan akhir ini dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi semua pihak yang berkepentingan. Oleh karena itu, saran dan kritik membangun akan diterima bagi perbaikan dan penyempurnaan di masa mendatang. Bogor, Juli 2008

7 Penulis

8 R I W A Y A T H I D U P Penulis dilahirkan di Bandung, Jawa Barat, pada tanggal 24 Juni 1962 dari ayah Soetarman Wiranegara dan ibu Hj. Anis Rukmanah Wiriatmadja. Penulis merupakan putra ke empat dari lima bersaudara. Pendidikan Diploma III ditempuh di Jurusan Manajemen pada Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Perbanas, Jakarta, lulus pada tahun 1985, sedangkan gelar Sarjana Ilmu Sosial ditempuh di Jurusan Ilmu Administrasi Niaga pada Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Mandala, Jakarta. Penulis bekerja di PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, sejak tahun 1984 sebagai pegawai trainee pada Bagian Pemasaran. Pada tahun 1985 diangkat sebagai pegawai tetap dan ditempatkan di Divisi Dana sebagai tenaga Pelaksana Administrasi sampai tahun Pada tahun 1988 penulis diberikan kesempatan mengikuti Pendidikan Supervisi Perbankan Umum selama satu tahun dan pada tahun 1990 penulis diangkat sebagai tenaga Pelaksana Madya. Pada tahun 1995 penulis menjabat sebagai Kepala Bagian Penyelesaian Transaksi di Divisi Tresuri, dua tahun kemudian penulis diberi kepercayaan sebagai Supervisor Kontrol Internal untuk sektor Internasional dan Tresuri dan pada tahun 1999 melalui SK. Pemimpin Divisi Treasury, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, penulis dipercaya memimpin Tim Penyelesaian Rekening Penampungan lalu tahun 2004 penulis pindah ke Divisi Kepatuhan sebagai Manajer sampai dengan tahun 2006, sejak pertengahan tahun 2006 sampai sekarang penulis bertugas di PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, Kantor Wilayah Palembang dengan pangkat Assistant Vice President dan menjabat sebagai Operational Group Head dengan wilayah supervisi meliputi; Propinsi Sumsel, Propinsi Lampung, Propinsi Jambi, Propinsi Bangka Belitung dan Propinsi Bengkulu. Penulis masuk Sekolah Pascasarjana IPB pada Program Studi Industri Kecil Menengah pada bulan Desember tahun 2006 (Angkatan 6).

9 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa Tugas Akhir berjudul: Prospek Pemasaran dan Kajian Strategi Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro Swamitra Mina di Kabupaten Cirebon adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Tugas Akhir ini. Bogor, Juli 2008 Darmawan NRP. F

10 DAFTAR ISI Halama n ABSTRACT..... RINGKASAN..... KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... iv v x xiii xiv xv I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... B. Perumusan Masalah..... C. Tujuan..... II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perkembangan Lembaga Keuangan Mikro... B. Koperasi Petani dan Nelayan... C. Perkembangan dan Modal LKM... D. Pemasaran... E. Strategi Pengembangan III. METODE KAJIAN A. Lokasi dan 16 Waktu... B. Pengumpulan 16 Data... C. Pengolahan dan Analisa Data 17

11 ... IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Umum Keadaan Umum Kabupaten 24 Cirebon LKM Swamitra 28 Mina... B. Deskripsi Hasil 31 Studi Analisis Kelembagaan non LKM dan 32 LKM Analisis Rasio 38 Keuangan Analisis Strategi 48 Pemasaran... KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran..... DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN DAFTAR TABEL No. 1 Beberapa indikator perkembangan LKM... 2 Matriks SWOT... 3 Matriks EFAS... 4 Matriks IFAS... 5 Jumlah RTP dan RTBP... Halaman

12 6 Jumlah erahu dan kapal motor Kabupaten Cirebon pada tahun Produktivitas menurut jenis alat tangkap Kabupaten Cirebon pada tahun Potensi dan pemanfaatan tambak Kabupaten Cirebon Indikator kelembagaan koperasi Indikator pengelolaan LKM dan non LKM Indikator kapasitas pemanfaat Data program PEMP Kabupaten Cirebon TA Data kelompok masyarakat pemanfaat di Kec. Mundu Angsuran dari awal pinjaman s/d Desember Kinerja keuangan Non LKM berdasarkan beberapa rasio keuangan, Tahun (per 31 Desember) Laporan keuangan LKM Swamitra Mina Kec. Gebang tahun Laporan keuangan LKM Swamitra Mina Kec. Gebang tahun Kinerja keuangan LKM Swamitra Mina berdasarkan beberapa rasio-rasio keuangan pada tahun (per 31 Desember) Matriks IFE Matriks EFE Matriks 56

13 SWOT... DAFTAR GAMBAR No. 1 Matriks IE... 2 Diagram SWOT... 3 Diagram Radar rasio keuangan... 4 Diagram Radar rasio total modal terhadap simpanan... 5 Diagram Batang struktur modal, BOPO dan ROE... 6 Diagram Batang jumlah pinjaman yang disalurkan dan simpanan pada LKM dan Non LKM... 7 Diagram Batang jumlah peminjam dan penabung pada LKM dan non LKM... Halaman

14

15 DAFTAR LAMPIRAN No. 1 Kuesioner penelitian... 2 Pengisian Matriks berpasangan faktor internal dan eksternal... Halaman 65 66

16 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki satu abad sejarah panjang dalam keuangan mikro, bila dihitung dari masa penjajahan Belanda. Pada masa tersebut, lembaga keuangan mikro (LKM) muncul diawali oleh kegiatan masyarakat pedesaan dengan cara konvensional, yaitu lumbung padi. Lumbung padi adalah cara penghimpunan padi dari setiap petani di pedesaan yang dikumpulkan menjadi satu dan dapat diambil ketika musim paceklik atau untuk keperluan pembeliaan alat-alat tani. Lumbung padi juga sering disebut lumbung desa yang bertempat di kantor kepala desa. Dalam perkembangannya, hingga saat ini terdapat berbagai bentuk formal, semi formal dan informal dari LKM. Sering kali LKM tersebut bercampur dengan program subsidi pemerintah yang berhubungan dengan pembangunan sektor pertanian yang bertujuan mengurangi kemiskinan. Pendekatan pemerintah untuk membangun keuangan pedesaan berjalan di dua sisi. Di satu sisi, sejak tahun 1970 pemerintah secara aktif campur tangan dalam menentukan pasar keuangan dengan menciptakan berbagai program pinjaman dengan persyaratan yang telah diatur untuk setiap kebutuhan yang terlihat penting. Hal ini dimulai dengan Bimbingan Massal (Bimas), sebuah program intensifikasi padi, dimana komponen kredit dimulai pada tahun 1972, yang diikuti dengan program intensifikasi untuk komoditi lain dan juga berbagai sektor pertanian terkait (BPS, 1999). Peraturan perbankan pada tahun 1996 telah mengurangi subsidi hanya untuk beberapa program yang mendukung pengembangan koperasi, menjaga stok pangan dan swasembada pangan, serta pengembangan wilayah Indonesia Timur, meskipun demikian, tekanan terhadap penyediaan program bantuan pinjaman tetap berlangsung, terutama untuk alasan politik (Bukopin 2005). Besarnya jumlah hutang-hutang bermasalah dan penyalahgunaan dana selama periode Bimas Tahun telah terulang kembali oleh penggantinya, yaitu Kredit Usaha Tani (KUT).

17 Koperasi pertanian pernah menjadi model pengembangan pada tahun 1960-an hingga awal tujuh puluhan, namun pada dasarnya koperasi pertanian di Indonesia diperkenalkan sebagai bagian dari dukungan terhadap sektor pertanian. Sejak dahulu, sektor pertanian di Indonesia selalu didekati dengan pembagian atas dasar sub-sektor seperti pertanian tanaman pangan, perkebunan dan peternakan. Cara pengenalan dan penggerakan koperasi pada saat itu mengikuti program pengembangan komoditas oleh pemerintah. Hal tersebut melahirkan koperasi pertanian, koperasi kopra, koperasi karet, koperasi nelayan dan lain-lain. Dua jenis koperasi yang tumbuh dari bawah dan jumlahnya terbatas yang ketika itu adalah koperasi peternakan sapi perah dan koperasi tebu rakyat. Kedua-duanya mempunyai ciri yang sama, yaitu menghadapi pembeli tunggal pabrik gula dan konsumen kota. Pada sub sektor pertanian tanaman pangan yang pernah diberi nama pertanian rakyat praktis sebagai alat untuk menggerakkan pembangunan pertanian, terutama untuk mencapai swasembada beras (Bukopin, 2005). Hal serupa juga di ulang oleh pemerintah Orde Baru yang mengaitkan dengan pembangunan desa dan tidak lagi terikat dengan Departemen Pertanian seperti pada masa Orde Lama dan awal Orde Baru. Tugas koperasi pertanian ketika itu adalah menyalurkan sarana produksi pertanian, terutama pupuk, dengan membantu pemasaran yang kesemuanya berkaitan dengan program pembangunan sektor pertanian. Perkembangan koperasi pertanian ke depan digambarkan sebagai restrukturisasi koperasi yang ada dengan fokus pada basis penguatan ekonomi untuk mendukung pelayanan pertanian skala kecil. Oleh karena itu, konsentrasi ciri umum koperasi pertanian di masa depan adalah koperasi kredit pedesaan, yang menekankan pada kegiatan jasa keuangan dan simpan pinjam sebagai ciri umum. Pada saat ini, hampir di semua Koperasi Unit Desa (KUD), yaitu unit simpan pinjam telah menjadi motor untuk menjaga kelangsungan hidup Koperasi. Sementara kegiatan pengadaan sarana produksi dan pemasaran hasil menjadi sangat selektif. Hal ini terkait dengan struktur pertanian dan pasar produk pertanian yang semakin kompetitif, termasuk jasa

18 pendukung pertanian (jasa penggilingan dan pelayanan lainnya) yang membatasi insentif berkoperasi. Di subsektor perdagangan umum misalnya, 80% usaha perdagangan eceran yang tidak berbadan hukum diwakili oleh 5,2 juta unit usaha hanya memiliki omset di bawah Rp. 5 juta/tahun, sehingga usaha ekonomi rakyat lapis bawah ini benar-benar berskala gurem (SMERU, 2000). Program yang secara bersinggungan mencoba mengatasi masalah ini pada umumnya masih dikaitkan dengan program penanggulangan kemiskinan. Untuk tidak mencampuradukan permasalahan, maka tawaran pendekatan yang dapat dimanfaatkan adalah melihat sisi kehidupan masyarakat ini dari dua sisi, yaitu pertama, sebagai penduduk aktif maka kegiatan ekonomi baik dalam bentuk produksi barang maupun jasa harus diperlakukan sebagai usaha mikro, sehingga tujuan utamanya adalah meningkatkan produktivitas dan kapasitas produktifnya; Kedua, sebagai rumah tangga konsumen setiap pendapatan/pengeluaran masyarakat yang masih belum melampaui batas garis kemiskinan harus diperlakukan sebagai penduduk miskin yang harus ditingkatkan kondisi kehidupannya hingga melewati batas tersebut (DKP, 2006). Untuk mendorong usaha mikro disadari bahwa modal bukan satusatunya pemecahan, tetapi tetap saja bahwa ketersediaan permodalan yang secara mudah dapat dijangkau adalah sangat vital, karena pada dasarnya kelompok inilah yang selalu menjadi korban eksploitasi oleh pelepas uang. Salah satu penyebabnya adalah ketiadaan pasar keuangan yang sehat bagi masyarakat lapisan bawah ini, sehingga setiap upaya untuk mendorong produktivitas oleh kelompok ini, nilai tambahnya terbang dan dinikmati para pelepas uang. Adanya pasar keuangan yang sehat tidak terlepas dari keberadaan lembaga keuangan yang hadir di tengah masyarakat. Lingkaran setan yang melahirkan jebakan ketidakberdayaan inilah yang menjadi alasan penting, mengapa LKM yang menyediakan pembiayaan bagi usaha mikro menempati tempat sangat strategis. Oleh karena itu, perlu dipahami secara baik berbagai aspek LKM dengan segmen-segmen pasar yang

19 masih sangat beragam, disamping hal-hal lainnya yang masing-masing terkotak-kotak. Menurut Yusuf (1999), LKM di Indonesia telah membuktikan bahwa : a. Tumbuh dan berkembang di masyarakat, serta melayani UKM. b. Diterima sebagai sumber pembiayaan anggotanya (UKM). c. Mandiri dan mengakar di masyarakat. d. Jumlah cukup banyak dan penyebarannya meluas. e. Berada dekat dengan masyarakat, dapat menjangkau (melayani) anggota dan masyarakat. f. Memiliki prosedur dan persyaratan peminjaman dana yang dapat dipenuhi anggotannya (tanpa agunan). g. Membantu memecahkan masalah kebutuhan dana yang selama ini tidak dapat dijangkau oleh kelompok miskin. h. Mengurangi berkembangnya pelepas uang (informal money lenders). i. Membantu menggerakan usaha produktif masyarakat. j. LKM dimiliki sendiri oleh masyarakat, sehingga setiap surplus yang dihasilkan oleh LKM bukan bank dapat kembali dinikmati oleh para nasabah sebagai pemilik. Keunggulan di atas menyebabkan LKM sangat penting dalam pengembangan usaha kecil, karena merupakan sumber pembiayaan yang mudah diakses oleh UKM, terutama usaha mikro. Pelajaran Bank Rakyat Indonesia (BRI)-Unit sebagai LKM telah memberikan pelayanan sampai ke pelosok tanah air dengan tingkat bunga pasar dan tidak memerlukan subsidi. Disamping itu, secara empiris tingkat pengembalian baik, mutu pelayanan lebih penting, mengenal dan pendekatan kelompok juga terbukti efektif sebagai pressure group dan mengurangi biaya dan risiko dalam penyaluran. LKM lainnya yang akhir-akhir ini tumbuh pesat adalah lembaga keuangan syariah yang penyelenggaraannya sesuai dengan prinsip-prinsip syariat Islam. Lembaga keuangan syariah terdiri dari bank khusus (bank Muamalat) dan bank lain serta Bank Perkreditan Rakyat-Syariah (BPR-S), sedangkan yang berbentuk bukan bank terdiri dari Baitul Mal Wa Tamwil (BMT) di bawah pembinaan Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK),

20 Baitul Tamwil (BTM) yang dikembangkan oleh Baitul Mal Muhammadiyah dan Koperasi Syirkah Muawanah yang digairahkan oleh pesantren-pesantren. Status legalnya ada yang berbentuk koperasi, tetapi tidak jarang masih dalam pembinaan yayasan atau sama sekali tidak terkait dengan institusi pengembang. B. Perumusan Masalah 1. Bagaimana mengkaji prospek pemasaran LKM Swamitra Mina di Kabupaten Cirebon dilihat dari rasio keuangan? 2. Faktor internal dan eksternal apakah yang diperlukan dalam penyusunan strategi pengembangan LKM Swamitra Mina di Kabupaten Cirebon? 3. Bentuk strategi pengembangan bagaimanakah yang diperlukan oleh LKM Swamitra Mina di Kabupaten Cirebon? C. Tujuan 1. Mengkaji sistem pemasaran LKM Swamitra Mina di Kabupaten Cirebon. 2. Mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal dari LKM Swamitra Mina di Kabupaten Cirebon. 3. Menyusun strategi pengembangan LKM Swamitra Mina di Kabupaten Cirebon.

21 II. TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Lembaga Keuangan Mikro Untuk mendukung pengembangan usaha skala kecil, pemerintah menyediakan Kredit Investasi Kecil (KIK) dan Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP) sejak tahun 1977 melalui bank-bank komersial. Untuk golongan usaha kecil, Kredit Candak Kulak telah disalurkan melalui KUD, yang sebagian besar dialokasikan untuk perdagangan skala kecil, sementara untuk kegiatan selain pertanian Kredit Mini dan Kredit Midi tersedia di BRI unit desa. Semua sistem ini disubsidi, dengan menerapkan suku bunga di bawah rata-rata pasar (kebanyakan sekitar 12%), dan didanai oleh pemerintah atau Bank Indonesia dengan bunga 3% per tahun. Pada era ini, sebuah kantor cabang BRI memiliki 126 program kredit dengan kondisi dan persyaratan dan pelaporan berbeda (Chaves and Vega, 2003). Program besar selanjutnya yang diperkenalkan adalah Inpres Desa Tertinggal (IDT) antara Tahun , Pembangunan Keluarga Sejahtera (PKS) pada Tahun dan KUT yang mencapai puncaknya pada tahun IDT menyalurkan dana bergulir Rp. 20 juta setiap tahun untuk setiap desa melalui kelompok masyarakat (Pokmas) untuk mendanai kegiatankegiatan ekonomi produktif (Masyhuri, 1999). Pokmas bebas menentukan kondisi-kondisi penyaluran dana ke anggotanya. Pada Maret 1997 sekitar pokmas telah terbentuk dan sekitar 3 (tiga) juta rumah tangga telah menerima dana dengan besar rataan Rp PKS dilaksanakan oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), didanai dari mobilisasi pungutan 2% dari pendapatan-pendapatan yang lebih dari Rp 100 juta dan dikelola oleh sebuah yayasan dibentuk oleh mantan Presiden Soeharto. Setiap penerima bantuan, dimana perempuan diklasifikasikan ke dalam keluarga yang kurang makmur, mendapatkan hibah Rp untuk memulai dan mengisi sebuah rekening penyimpanan, yang dinamai pinjaman Kredit Usaha Kecil Kesejahteraan Rakyat (Kukesra) setelah dana tersebut terkumpul Rp Pada tahun pertama implementasi,

22 program PKS menyatakan telah mencapai 9,8 juta kepala keluarga pada April Program yang terbaru adalah Jaring Pengaman Sosial (JPS) untuk mengurangi dampak dari krisis moneter pada tahun , yang telah mendapatkan kritikan dan terjadi demonstrasi mahasiswa sehubungan dengan salah penggalokasian (missallocation) dana di berbagai lokasi (Ismawan dan Budiantoro, 2005). Perkembangan bentuk dari lembaga-lembaga tersebut, jumlah dari lembaga keuangan mikro di Indonesia per Desember 2005, terdiri dari BRI unit, Badan Keuangan Desa (BKD), BPR (non BKD), 2,272 Lembaga Dana Kredit Pedesaan (LDKP), 264 pegadaian dan koperasi kredit, serta unit simpan pinjam (Tabel 1). Tabel 1. Beberapa indikator perkembangan LKM No Jenis LKM Jumlah (Unit) Simpanan (Rpmiliar) Penyimpan (juta rek) Pinjaman (Rp miliar) Jumlah Peminjam (juta rek) Rataan Pinjaman (Rp juta) 1 BPR ,00 5, ,00 2,40 3,93 2 BRI Unit ,00 29, ,00 3,10 4,57 3 Badan Kredit Desa ,38 0,48 0,20 0,40 0,00 4 KSP ,00 dtd 531,00 0,67 0,79 5 USP ,00 dtd 3.629,00 dtd dtd 6 LDKP ,00 dtd 358,00 1,30 0,27 7 Pegadaian ,70 0,02 9,34 8 BMT ,00 dtd 157,00 1,20 0,13 9 Credit Union & NGO ,01 0,29 505,73 0,40 1,27 Total ,39 36, ,00 9,48 3,05 Sumber : Ismawan dan Budiantoro, dtd = data tidak tersedia Untuk BKD, sejak terdaftar menjadi BPR, pengawasan secara formal dilakukan oleh Bank Indonesia. Namun, karena kurangnya pegawai dan menimbang pengalaman panjang BRI dalam mensupervisi cabang-cabangnya, Bank Indonesia telah mendelegasikan tugasnya kepada BRI untuk mendampingi dengan dukungan keuangan penuh. Pegadaian diatur sebagai satu kesatuan dengan pemerintah dan berada di bawah supervisi Menteri Keuangan. Koperasi dan unit simpan pinjam diatur di bawah peraturan

23 koperasi dan berada dibawah supervisi Menteri Koperasi dan Pengembangan Usaha Kecil-Menengah (Menkop dan UKM) (Ismawan dan Budiantoro, 2005) Koperasi Petani dan Nelayan KUD sebagai koperasi berbasis wilayah pada era reformasi jumlahnya mencapai unit (Departemen Koperasi dan UKM, 2001). Hingga menjelang dicabutnya Inpres 4/1984 pada tahun 2002, KUD hanya 25% dari jumlah koperasi yang ada ketika itu, namun dalam hal bisnis mewakili 43% dari seluruh volume bisnis koperasi di Indonesia. KUD meskipun bukan koperasi pertanian namun secara keseluruhan dibandingkan koperasi lainnya tetap lebih mendekati koperasi pertanian dan karakternya sebagai koperasi berbasis pertanian sangat menonjol. Diantara koperasi yang ada di Indonesia yang jumlahnya pada tahun 2001 lebih dari 103 ribu unit, KUD termasuk yang mempunyai jumlah KUD aktif tertinggi (92% atau unit). KUD pada saat ini tidak berbeda dengan koperasi lainnya dan tidak memperoleh privilege khusus, tidak terikat dengan wajib ikut program sektoral, sehingga pada dasarnya sudah menjadi koperasi otonomi yang memiliki rataan anggota terbesar. Pada tahun 2004 jumlah koperasi sudah mencapai unit (Menegkop dan UKM, 2004). Problematika sektor pertanian di Indonesia akan mempengaruhi corak pengembangan koperasi pertanian di masa depan, yaitu kurangnya sumber daya manusia (SDM) yang memadai telah menyebabkan terancamnya regenerasi, sehingga kegiatan pertanian menurun berpengaruh terhadap menurunnya produktivitas. Hal ini pula yang menyebabkan permintaan akan produk LKM melemah. Bukti empiris di dunia mengungkapkan bahwa pertanian keluarga tidak mampu menopang kesejahteraan yang layak setara dengan sektor lainnya dalam suasana perdagangan bebas (Shankar and Conan, 2002). Kekuatan utama Koperasi Nelayan terletak pada kekuatan monopoli penguasaan tempat pendaratan ikan dan pelelangan oleh pemerintah, maka masa depannya ditentukan oleh kebijakan daerah bersangkutan. Pemerintah daerah juga berpotensi untuk melahirkan pesaing baru dengan membangun

24 pendaratan baru. Dengan pengorganisasian atas dasar kesamaan tempat pendaratan, maka pada dasarnya kekuatannya terletak pada daya tarik tempat pendaratan. Persoalan yang dihadapi koperasi nelayan ke depan adalah alih fungsi dari nelayan tangkap menjadi nelayan budidaya, karena hampir sebagian terbesar perairan perikanan pantai sudah di kategorikan overfishing. Fenomena ini juga terjadi di negara seperti Kanada, Korea Selatan dan Eropa dimana koperasi nelayan sedang menghadapi situasi surut (DKP, 2006). Perkembangan dan Model LKM Sebagaimana dimaklumi, 97% usaha kecil di Indonesia memiliki omset di bawah Rp. 50 Juta/tahun, meskipun batas atas omset usaha kecil adalah Rp. 1 Miliar. Pada dasarnya, jika Indonesia ingin menjangkau usaha kecil, terutama usaha kecil-kecil atau usaha mikro tersebut secara khusus perlu diarahkan perhatiannya pada kelompok ini, karena mewakili lebih dari 33 juta pelaku usaha. Sampai saat ini hampir belum terlihat adanya program khusus pemberdayaan usaha mikro, padahal lapisan inilah penyedia lapangan kerja terbesar di Indonesia. Dalam setiap usaha pemberdayaan usaha kecil ada tiga aspek penting yang perlu dikembangkan, yaitu pertama, lingkungan kondusif dan sistem administrasi pemerintahan yang mendukung; kedua, dukungan non finansial berupa jasa perkreditan; dan ketiga, dukungan finansial yang khusus ditujukan bagi usaha kecil (Syukur, 2001). Menurut Syukur (2001), usaha mikro sering digambarkan sebagai kelompok Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dengan kemampuan permodalan rendah. Akses UKM terhadap lembaga keuangan formal rendah, sehingga hanya 12% UKM yang memperoleh akses terhadap kredit bank karena : a. Produk bank tidak sesuai dengan kebutuhan dan kondisi UKM. b. Adanya anggapan berlebihan terhadap besarnya risiko kredit UKM. c. Biaya transaksi kredit UKM relatif tinggi. d. Persyaratan bank teknis kurang dipenuhi (agunan dan proposal). e. Terbatasnya akses UKM terhadap pembiayaan ekuitas.

25 f. Monitoring dan koleksi kredit UKM tidak efisien. g. Bantuan teknis belum efektif dan masih harus disediakan oleh bank sendiri, sehingga biaya pelayanan UKM menjadi mahal. h. Bank pada umumnya belum terbiasa dalam pembiayaan kepada UKM. Secara singkat kredit perbankan diselenggarakan atas pertimbangan komersial, sehingga menyebabkan UKM sulit memenuhi persyaratan teknis perbankan, terutama soal agunan dan persyaratan administratif lainnya. Kredit mikro dapat diartikan bermacam-macam, karena memang produk kredit mikro sendiri tidak homogen dan lembaga pelaksananya juga bermacam-macam bila ditinjau dari segi sifat dan status legalnya. Perbedaanperbedaan ini juga merupakan ciri segmentasi pasar yang perlu dipahami dan bahkan dapat dilihat sebagai mekanisme fungsional dalam pembagian pasar dan target sasaran. Pemahaman ini diperlukan bagi penetapan kebijakan sesuai kelompok sasaran yang hendak dituju. Meskipun latar belakang program pengenalannya sangat terkait dengan munculnya tantangan yang dihadapi masyarakat ketika itu, namun demikian pembiayaan mikro tetap mempunyai universalitas sebagai penyedia jasa keuangan bagi usaha mikro dan kecil (Ismawan dan Budiantoro, 2005). Perkreditan mikro selain dilihat dari segi produk dan kelembagaannya juga dapat dilihat dari segi permintaan dan penawaran atau dari sudut sumber dan penggunaan. Gambaran ini akan menjelaskan pembagian kerja fungsional antar lembaga perkreditan mikro dengan berbagai kelompok sasaran berdasarkan tingkat pendapatan dan bahkan dapat sangat terkait dengan penggunaan kredit. Pendekatan ini sekaligus untuk memahami dinamika perkembangan lembaga perkreditan mikro bagi pengembangan ekonomi rakyat (Ismawan dan Budiantoro, 2005). Pada dasarnya, kredit dapat dibedakan dalam dua sifat penggunaan, yaitu kredit produktif dan konsumtif. Untuk melihat sejauh mana sektor-sektor ekonomi produktif memberikan tanda adanya permintaan pasar yang kuat perlu dikaji struktur ekonomi masing-masing sektor berdasarkan atas pelaku usaha, disamping itu kaitannya dengan sasaran ekspor dan tersedianya dana sendiri oleh pelaku usaha. Ciri pasar kredit mikro adalah kecepatan pelayanan

26 dan kesesuaian dengan kebutuhan pengusaha mikro (Ismawan dan Budiantoro, 2005). Berdasarkan nilai kredit besarnya kredit yang tergolong ke dalam kredit mikro lazimnya disepakati oleh perbankan untuk pinjaman sampai dengan Rp. 50 juta/ nasabah. Ada yang berpendapat bahwa dalam masyarakat perbankan internasional kredit mikro dapat mencapai maksimum US$ 1.000,-. Di Thailand baru dalam taraf pilot project oleh Bank for Agriculture Cooperative (BAC) menetapkan kredit mikro adalah kredit dengan jumlah maksimum Bath /nasabah atau setara dengan US$ 2.500,-. Dengan demikian, kredit mikro pada dasarnya menjangkau pengusaha kecil lapis bawah yang memiliki usaha dengan perputaran cepat (Ismawan dan Budiantoro, 2005). Lembaga perkreditan mikro di Indonesia pada dasarnya ada dua kelompok besar, yakni pertama, bank seperti BRI unit dan BPR yang beroperasi sampai ke pelosok tanah air; dan kelompok yang kedua adalah koperasi, baik koperasi simpan pinjam yang khusus melayani jasa keuangan maupun unit usaha simpan pinjam dalam berbagai macam koperasi. Disamping itu terdapat LKM lain yang diperkenalkan oleh berbagai lembaga, baik pemerintahan seperti seperti Lembaga Kredit Desa, Badan Kredit Kecamatan dan lain-lain, maupun swasta/ lembaga non pemerintah seperti yayasan, LSM, dan LKM lainnya termasuk lembaga keagamaan (Yusuf, 1999). Pemasaran Konsep dari pemasaran telah berkembang, bukan hanya sejedar menjual atau beriklan melainkan memuaskan kebutuhan pelanggan. Jika pemasar memahami kebutuhan pelanggan dengan baik; mengembangkan produk yang mempunyai nilai superior; dan menetapkan harga, mendistribusikan, dan mempromosikan produknys dengan efektif, maka produk (barang atau jasa) akan terjual dengan mudah. Jadi, sebenarnya penjualan dan periklanan hanyalah bagian dari bauran pemasaran (marketing mix) yang lebih besar-satu set perangkat pemasaran yang bekerja bersama-sama untuk mempengaruhi pasar (Kotler dan Amstrong, 1999).

27 Lebih lanjut, Kotler dan Amstrong (1999) menjelaskan bahwa pemasaran didefinisikan sebagai suatu proses sosial dan manajerial yang membuat individu dan kelompok memperoleh apa yang dibutuhkan dan inginkan, lewat penciptaan dan pertukaran timbal balik produk dan nilai dengan orang lain. Konsep pemasaran (marketing concept) mengatakan bahwa untuk mencapai tujuan organisasi tergantung pada penentuan kebutuhan dan keinginan pasar sasaran (target market) dan memuaskan pelanggan secara lebih efektif dan efisien daripada yang dilakukan oleh pesaing. Strategi Pengembangan Faktor lingkungan sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan pencapaian sasaran suatu organisasi atau perusahaan, untuk itu pengelola organisasi harus dapat mengantisipasi perubahan lingkungan yang sangat cepat dewasa ini dan dapat menetapkan alternatif kebijakan yang akan diambil dalam rangka penyesuaian dengan perubahan lingkungan tersebut. Dalam menghadapi perubahan yang dihadapi maka seorang manajer strategi harus melakukan analisa yang dalam terhadap semua sumber daya organisasi. Perubahan lingkungan juga akan dihadapi oleh instansi pemerintahan sehingga memaksa mereka untuk dapat melakukan penyesuaian dalam rangka menghadapi perubahan tersebut. Menurut Jauch dan Glueck (1988), strategi merupakan suatu rencana yang dipadukan secara menyeluruh dan terpadu dengan mengkaitkan keunggulan strategi perusahaan terhadap tantangan lingkungan yang dirancang sesuai dengan lingkungan, agar tujuan perusahaan dapat tercapai melalui pelaksanaan yang tepat oleh perusahaan. Selanjutnya Jauch dan Glueck (1988) mengatakan untuk menentukan strategi maka perlu analisis lingkungan. Analisis lingkungan adalah suatu proses yang digunakan dalam perencanaan strategik dalam upaya memantau sektor lingkungan untuk menentukan peluang dan ancaman terhadap usaha. Purnomo dan Zulkieflimansyah (1999) merinci beberapa manfaat dari manajemen strategi, yaitu : 1. Dapat menentukan batasan usaha/bisnis yang akan dilakukan

28 2. Membantu proses identifikasi, pemilihan prioritas, dan eksploitasi 3. Memberikan kerangka kerja sehingga dapat meningkatkan koordinasi dan pengendalian 4. Mengarahkan dan membentuk budaya perusahaan 5. Kebijakan yang diambil akan taat azas 6. Mengintegrasikan perilaku individu ke dalam perilaku kolektif 7. Meminimalkan adanya resiko karena adanya perubahan 8. Menciptakan kerangka kerja dalam komunikasi internal 9. Memberikan disiplin dan formalitas manajemen Tahap kegiatan manajemen strategi menurut Wheelen dan Hunger (2000) mencakup empat tahap, yaitu : 1. Environmental scanning, yaitu melakukan monitoring, menghimpun dan evaluasi terhadap faktor-faktor lingkungan internal dan lingkungan eksternal yang mempengaruhi perusahaan atau organisasi. 2. Formulasi strategi, yaitu menyusun suatu perencanaan dengan prinsip manajemen yang efektif berdasarkan analisa terhadap ancaman dan peluang, kemudian meminimalkan ancaman dan memanfaatkan peluang. Selanjutnya dilakukan analisa terhadap kekuatan dan kelemahan dan berupaya seoptimal mungkin untuk memanfaatkan kekuatan, serta mengeliminir kelemahan. Dalam kegiatan ini termasuk mendefinisikan misi perusahaan, menetapkan tujuan yang spesifik, menyusun strategi dan menciptakan kebijakan yang dapat mendukung pencapaian sasaran. 3. Implementasi strategi, yaitu dalam hal ini strategi dan kebijakan yang dibuat kemudian dijabarkan ke dalam suatu program, anggaran pendanaan dan membuat uraian tugas. 4. Evaluasi dan kontrol, yang merupakan kegiatan monitoring terhadap pelaksanaan dan melakukan tindakan korektif, bila ditemukan penyimpangan. Dari hasil analisis lingkungan dapat ditentukan formulasi strategi, yaitu merupakan cara atau arah suatu perusahaan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Certo dan Peter dalam Purnomo dan

29 Zulkieflimansyah (1999), bahwa sebelum menentukan formulasi strategi, maka beberapa pertanyaaan mendasar yang harus dijawab oleh manajer perusahaan, dimana pertanyaaan tersebut harus mampu menyediakan kerangka umum untuk menganalisa situasi perusahaan-perusahaan secara obyektif agar dapat menentukan formulasi strategi yang efektif. III. METODE KAJIAN Lokasi dan Waktu Tugas akhir ini dilaksanakan di Kabupaten Cirebon sebagai penerima PEMP selama 5 tahun dan terdapat dua pola, yaitu menggunakan LKM dan Non LKM. Kajian ini dilakukan pada bulan November 2007 hingga Februari 2008, dengan kegiatan meliputi pengumpulan dan pengolahan data, kajian pustaka, penelitian lapangan, penulisan laporan dan konsultasi dengan pembimbing. Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan terdiri data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan pengelola Koperasi Lembaga Ekonomi Pedesaan (LEP-M3) dan LKM, serta wawancara kepada nasabah. Data primer mencakup data internal Koperasi dan LKM seperti laporan keuangan, kondisi nasabah, perkembangan LKM dari awal sampai sekarang dan strategi pengelolaan. Data nasabah didapatkan melalui alat bantu kuesioner (Lampiran 1) berupa keadaan nasabah, pendapatan, tingkat kesejahteraan, keadaan usaha kecil dan kesempatan berusaha. Jumlah nasabah peminjam sebanyak 18 orang akan dijadikan contoh yang merupakan perwakilan (ketua kelompok) dari kelompok nelayan pemanfaat. Data sekunder dikumpulkan melalui berbagai buku dan literatur yang berhubungan dengan topik yang akan dibahas dan bermanfaat sebagai data aktual, karena merupakan pengalaman langsung dari praktisi, tetapi tidak langsung dapat

30 dijadikan sebagai tolok ukur. Data sekunder lainnya berupa laporan dari koperasi dan LKM, diantaranya posisi kredit koperasi dan LKM, khususnya kredit mikro. Jenis data yang dimaksud mencakup : 1. Data umum seperti potensi usaha kecil perikanan Kabupaten Cirebon yang meliputi lokasi, kondisi fisik, komposisi nasabah, rataan pendapatan dan lama berusaha. 2. Data tentang pandangan terhadap perbankan, faktor pendukung atau penghambat bagi akses nasabah pada LKM swamitra Mina di Kabupaten Cirebon. Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data dan analisis data dilakukan secara deskriptif kuantitatif (tabulasi keuangan) dan kualitatif (analisis pemasaran dan strategi pengembangan) Hal hal yang dilakukan dalam analisis ini adalah : a. Karakteristik LKM Swamitra Mina. Kajian ini dilakukan untuk menentukan hal-hal berikut : 1. Bentuk model LKM yang ada. 2. Sektor ekonomi/usaha yang ditekuni oleh peminjam. 3. Pola kebutuhan akan pinjaman. Informasi ini akan menjelaskan waktu kapan mulai dibutuhkannya pinjaman. b. Analisis Lingkungan Pemasaran Lingkungan pemasaran terbagi atas lingkungan eksternal dan internal. Lingkungan eksternal terdiri atas berbagai faktor ancaman dan peluang yang berada di luar kontrol LKM, sementara lingkungan internal terdiri atas berbagai faktor kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh LKM dan berada di dalam kontrol manajemen. Lingkungan eksternal yang dominan terdiri dari lima faktor, yaitu (1) sosioekonomi yang terdiri dari data kondisi ekonomi, demografi dan sosial; (2) teknologi berupa tingkat kemajuan teknologi; (3) pemasok meliputi sistem pembelian dan harga bahan baku; (4) pesaing meliputi ancaman pendatang baru, daya tawar menawar pembeli dan persaingan dalam

31 industri; (5) pemerintah meliputi kebijakan pemerintah, dukungan sarana dan prasarana bagi perkembangan UKM. Lingkungan internal yang dominan terdiri dari enam faktor, yaitu (a) Misi dan tujuan berupa data mengenai misi dan tujuan dari LKM; (b) Struktur organisasi meliputi data mengenai pola dan struktur organisasi; (c) Fasilitas dan kegiatan menghasilkan produk jasa; (d) SDM meliputi data mengenai jumlah karyawan dan kompetensi; (e) Sumber daya keuangan meliputi aspek permodalan; (f) Bauran pemasaran meliputi data produk, harga, distribusi dan promosi. Dalam analisis lingkungan pemasaran ini dibandingkan antara LKM Swamitra Mina dengan LKM Kecamatan Mundu. c. Analisis Strategi Pengembangan Analisis Strengths, Weaknesses, Opportunities dan Threats (SWOT) dilakukan untuk merumuskan strategi yang perlu diimplementasikan. Analisis ini menggolongkan faktor-faktor lingkungan yang dihadapi oleh suatu perusahaan sebagai kombinasi dari faktor kelemahan (weaknesess) dan ancaman (threats), kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities). Kekuatan merupakan sumber daya, keterampilan atau keunggulankeunggulan lain relatif terhadap pesaing dan kebutuhan pasar yang dilayani atau ingin dilayani oleh perusahaan. Kekuatan adalah kompetisi khusus (distinctive competence) yang memberikan keunggulan komparatif bagi perusahaan. Kekuatan dapat terkandung dalam sumber daya keuangan, citra, kepemimpinan pasar, hubungan pembeli dengan pemasok dan faktor-faktor lain (Pearce dan Robinson, 2001). Kelemahan menurut Pearce dan Robinson (2001), merupakan keterbatasan atau kekurangan dalam sumber daya, keterampilan dan kemampuan yang dapat menghambat kinerja efektif perusahaan. Sumbersumber kelemahan tersebut dapat meliputi fasilitas, sumber daya keuangan, kemampuan manajemen, keterampilan pemasaran dan citra produk. Peluang merupakan situasi penting yang menguntungkan dalam lingkungan industri (Pearce dan Robinson, 2001). Perkembangan trend merupakan salah satu sumber peluang. Dalam hal ini identifikasi segmen

32 pasar yang terabaikan, perubahan situasi persaingan atau peraturan, perubahan teknologi, serta membaiknya hubungan antara pembeli dengan pemasok dapat memberikan peluang bagi perusahaan. Ancaman merupakan suatu situasi penting yang tidak menguntungkan dalam lingkungan industri. Ancaman merupakan pengganggu utama bagi posisi perusahaan, misal masuknya pesaing baru, lambatnya pertumbuhan pasar, meningkatnya kekuatan tawar-menawar pembeli atau pemasok utama, perubahan teknologi dan peraturan baru yang direvisi dapat menjadi ancaman bagi keberhasilan perusahaan. Secara umum analisis SWOT dapat dijabarkan dalam Tabel 3. Strategi pemasaran terdiri dari prinsip-prinsip dasar yang melandasi manajemen untuk mencapai tujuan bisnis dan permasalahannya dalam sebuah pasar sasaran, bauran pemasaran dan alokasi pemasaran (Kotler, 2000). Tabel 2. Matriks SWOT EFAS IFAS Opportunities (O) Faktor-faktor peluang Threats (T) Faktor faktor ancaman Strengths (S) Faktor-faktor kekuatan Strategi S-O (Strategi Agresif) Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang Strategi S-T (Strategi Diferensiasi) Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan ancaman Weaknesses (W) Faktor-faktor kelemahan Strategi W-O (Strategi Diversifikasi) Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang Strategi W-T (Konsolidasi/Defensif) Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman. Sumber : Rangkuti, 2004 Keterangan : Internal Factor Analysis Summary (IFAS) External Factor Analysis Summary (EFAS) Data yang diperoleh diklasifikasikan secara kualitatif menurut analisis lingkungan internal untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan

33 LKM, serta analisis lingkungan eksternal untuk mengetahui peluang dan ancaman yang dihadapi LKM. Daftar peluang dan ancaman, serta kekuatan dan kelemahan tersebut harus dievaluasi. Untuk mengevaluasi peluang dan ancaman dapat digunakan matriks Evaluasi Faktor Strategi Eksternal atau EFAS dan untuk mengevaluasi kekuatan dan kelemahan menggunakan matriks Evaluasi Faktor Strategi Internal atau IFAS (Rangkuti, 2004) Evaluasi terhadap faktor strategi eksternal menggunakan matriks EFAS (Tabel 4). Terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan untuk mengevaluasi berbagai faktor strategi eksternal yang mempengaruhi LKM. Langkah-langkah tersebut adalah : 1) Susunlah dalam kolom 1 (5-10 peluang dan ancaman). 2) Beri bobot masing-masing faktor dalam kolom 2, mulai dari 1,0 (sangat penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting). Faktor-faktor tersebut kemungkinan dapat memberikan dampak terhadap faktor strategik. 3) Hitung rating (kolom 3) untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor) berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi perusahaan yang bersangkutan. Pemberian nilai rating untuk faktor peluang bersifat positif (peluang yang semakin besar diberi rating +4, tetapi jika peluangnya kecil, diberi rating +1). Pemberian nilai rating ancaman adalah kebalikannya. Misalnya, jika nilai ancamannya sedikit, maka ratingnya 4. 4) Kalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya berupa skor pembobotan untuk masing-masing faktor yang nilainya bervariasi mulai dari 4,0 (outstanding) sampai dengan 1,0 (poor). 5) Gunakan kolom 5 untuk memberi komentar atau catatan mengapa faktor tertentu dipilih dan bagaimana skor pembobotannya. 6) Jumlahkan skor pembobotan (kolom 4), untuk memperoleh total skor pembobotan bagi perusahaan yang bersangkutan. Nilai total

34 menunjukkan bagaimana perusahaan tertentu bereaksi pada faktorfaktor strategik eksternal. Total skor ini dapat digunakan untuk membandingkan perusahaan ini dengan perusahaan lainnya dalam kelompok industri yang sama. Total skor terbobot antara 1-4, nilai 1 pada matriks EFAS menunjukkan bahwa LKM tidak mampu memanfaatkan peluang untuk menghindari ancaman. Nilai 4 mengindikasikan bahwa LKM saat ini telah dengan sangat baik memanfaatkan peluang untuk menghadapi ancamanancaman yang ada. Nilai 2,5 menggambarkan kondisi LKM mampu merespon situasi eksternal secara rataan untuk matriks EFAS. Evaluasi terhadap faktor strategi internal menggunakan matriks IFAS (Tabel 4). Terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan untuk mengevaluasi berbagai faktor strategi internal yang mempengaruhi LKM. Langkah-langkah tersebut adalah : tentukan faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan perusahaan dalam kolom 1. Tabel 3. Matrik EFAS Faktor-Faktor Strategis Eksternal Bobot (a) Rating (b) Nilai (c = a x b) Komentar A. Peluang: Jumlah (A) B. Ancaman : Jumlah (B) Total (A+B) Tabel 4. Matrik IFAS Faktor-Faktor Strategis Internal Bobot (a) Rating (b) Nilai (c = a x b) Komentar A. Kekuatan Jumlah (A)

35 B. Kelemahan : Jumlah (B) Total (A+B) Matriks Internal-Eksternal (IE) mengindikasikan 9 sel strategi (Gambar 2), tetapi umumnya kesembilan sel tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga strategi utama. Strategi tersebut adalah : 1) Strategi pertumbuhan (Growth Strategy), merupakan kondisi pertumbuhan perusahaan (sel 1, 2 dan 5) atau upaya diversifikasi (sel 7 dan 8). 2) Strategi Stabilitas (Stability Strategy) adalah strategi yang diterapkan tanpa mengubah arah strategi yang diterapkan dengan tanpa mengubah arah strategi yang telah diterapkan. 3) Strategi Penciutan (Retrenchment Strategy) adalah usaha untuk memperkecil atau mengurangi usaha yang dilakukan perusahaan (sel 3, 6 dan 9). Total Skor Faktor Internal Kuat Rataan Lemah 4,0 3,0 2,0 1,0 Total Skor Faktor Eksternal Tinggi 3,0 Sedang 2,0 Rendah 1,0 I II III IV V VI VII VIII IX Gambar 1. Matriks IE (Rangkuti, 2004) d. Analisis Diagram Radar. Diagram radar (spider chart) merupakan cara sederhana untuk menentukan apakah suatu sebab akibat terjadi di antara dua peubah.

36 Diagram ini berguna untuk menunjukkan hubungan antara titik-titik yang dipetakan dan menggambarkan hubungan antara dua peubah. Diagram ini juga membantu memeriksa korelasi dari penyebab yang kontinu terhadap suatu karakteristik mutu. Diagram radar digunakan untuk membandingkan analisis pemasaran pada LKM Swamitra Mina. Hal lainnya digunakan untuk menunjukkan ukuran gap lima sampai sepuluh area kinerja organisasi. Gambar diagram ini menunjukkan kategori penting sebuah kinerja dan membuat konsentrasi yang nyata tentang kekuatan dan kelemahan. Analisis pemasaran adalah menganalisis bagian-bagian secara terperinci pada harga (price), produk (product), tempat (place), promosi (promotion), SDM (personality) dan fisik (physical). Hasil akhir dari diagram radar dapat menunjukkan bagaimana sebuah tim dapat terevaluasi dalam angka kinerja organisasi dalam bentuk sebuah gambar kinerja. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Umum 1. Keadaan umum Kabupaten Cirebon Kabupaten ini merupakan Kabupaten di pantai utara Jawa Barat yang terdekat di bagian paling Timur. Kabupaten ini terletak antara 108º32-108º49 BT dan 6º00-7º00 LS. Sebelah utara dibatasi Kota Cirebon dan Laut Jawa, sebelah timur dibatasi Kabupaten Brebes Provinsi Jawa Tengah, sebelah Selatan dibatasi Kabupaten Kuningan, sebelah Barat dibatasi Kabupaten Majalengka dan Indramayu. Konsentrasi kegiatan kelautan ada di 7 Kecamatan, yaitu Kapetakan, Cirebon Utara, Mundu, Astanajapura, Pangenan, Gebang, dan Losari. Jumlah Rumah Tangga Perikanan (RTP) mencapai orang (18,82%). Kecamatan Gebang memiliki jumlah RTP terbesar dan sekaligus proporsi RTP terbesar pula (Tabel 5), sedangkan Kecamatan Astanajapura tidak diperoleh informasi yang pasti. Tabel 5. Jumlah RTP dan RTBP Kabupaten Cirebon pada tahun 2003

37 Kecamatan Jumlah (org) RTP RTBP Total Nisbah* 1. Kapetakan Cirebon Utara Mundu Astanajapura 5. Pangenan Gebang Losari Total Sumber : Laporan Tahunan LKM Swamitra Mina Kecamatan Gebang, 2003, dalam LEPP- M3, Keterangan: Nisbah = persentase RTP terhadap Total RTP = Rumah Tangga Perikanan RTBP = Rumah Tangga Bukan Perikanan Seluruh RTP itu terlibat dalam kegiatan penangkapan. Indikasi itu ditunjukkan dengan jumlah perahu yang relatif sebanding dengan jumlah RTP (Tabel 6). Para nelayan menggunakan alat yang beragam. Tabel 6 menunjukkan jenis alat tangkap, produksi, dan frekuensi melaut setiap bulan. Produksi tertinggi dicapai oleh nelayan dengan alat tangkap jaring insang hanyut, dogol dan rawai tetap. Pengumpul kerang juga berhasil mencapai tingkat produksi cukup tinggi (LEPP-M3, 2006). Tabel 6. Jumlah perahu dan kapal motor Kabupaten Cirebon pada tahun 2004 Kecamatan Motor Tempel Jumlah (unit) Kapal Jumlah Motor 1. Kapetakan Cirebon Utara Mundu Astanajapura Pangenan Gebang Losari Sumber : DKP Kab. Cirebon, 2006 Total Tabel 7. Produktivitas menurut jenis alat tangkap Kabupaten Cirebon pada tahun 2004 Jenis Alat Jumlah (unit) Produksi (ton) Frekuensi (trip/bln) 1. Payang Dogol

38 3. Pukat Rantai Jaring Insang Hanyut Jaring Lingkar Jaring Insang Tetap Trammel Net Bagan Tancap Rawai Tetap Pengumpul Kerang Total Sumber : DKP Kab. Cirebon, 2006 Potensi tambak di Kabupaten Cirebon cukup besar, yaitu mencapai ha, yang baru dimanfaatkan 68,56% (Tabel 8). Potensi yang masih tersedia dalam jumlah besar adalah di Kecamatan Losari dan Pangenan. Pengembangan tambak Udang, tambak Bandeng dan rumput laut tersebar di Kecamatan Kapetakan, Gebang, Losari, Astanajapura, Pangenan, Cirebon Utara dan Mundu. Untuk pengembangan tambak udang dan bandeng tersedia lahan 500 Ha, tersebar di Kecamatan Kapetakan, Babakan, Losari, Astanajapura dan Cirebon utara. Bendung Karet di Kapetakan serta rencana Bendung Karet di Bondet dan Losari akan menunjang pembudidayaan perikanan air tawar ini. Tabel 8. Potensi dan pemanfaatan tambak Kabupaten Cirebon 2004 Kecamatan Potensi (ha) Pemanfaatan Ha % 1. Losari ,28 2. Gebang ,83 3. Pangenan ,56 4. Astanajapura ,42 5. Mundu ,00 6. Cirebon Utara ,67 7. Kapetakan ,00 Total ,56 Sumber : DKP Kab. Cirebon, 2006 Di Kabupaten Cirebon terdapat 813 unit pengolahan ikan, yang tersebar di 9 kecamatan (Tabel 8). Pengolah ikan itu pada umumnya berskala rumah tangga. Selain itu, terdapat 7 perusahaan pengolah hasil perikanan skala industri, yang mengolah jenis produk berikut : 1. Paha kodok dan udang beku (1 perusahaan).

39 2. Udang beku (1 perusahaan). 3. Chitin/chitosan (1 perusahaan). 4. Teri nasi (2 perusahaan). 5. Daging rajungan (2 perusahaan). PEMP 2001 disalurkan kepada 6 KMP yang beranggotakan 70 orang. Lokasi PEMP adalah Kecamatan Cirebon Utara (Desa Mertasinga, Grogol, dan Jatimerta) dan Kecamatan Kapetakan (Desa Karangreja). Jenis usaha yang dilayani adalah penangkapan ikan. PEMP 2002 disalurkan kepada 16 KMP yang beranggotakan 181 orang. Lokasi PEM adalah Kecamatan Pangenan (Desa Pengarengan) dan Kecamatan Gebang (Desa Gebang Mekar dan Gebang Ilir). Jenis usaha yang dilayani adalah : 1. Budidaya bandeng. 2. Pembuatan terasi. 3. Pengolahan ikan. 4. Galangan perahu. 5. Penangkapan ikan. 6. Penangkapan keong macan. PEMP 2003 disalurkan kepada 26 KMP yang beranggotakan 482 orang. PEMP dikonsentrasikan di Kecamatan Mundu (Desa Mundu Pesisir, Bandengan, Citemu, dan Waruduwur) dan Kecamatan Losari (Desa Tawangsari). Selain itu, dibangun juga 2 unit SPDN, yaitu di Kapetakan dan Gebang, masing-masing dengan kapasitas 8,000 liter. PEMP 2004 disalurkan kepada perseorangan yang dinilai bankable untuk menerima dana kredit. Tercatat ada 42 debitur, yang pada umumnya berlokasi di Kecamatan Gebang dan Losari. Sebanyak 40 debitur adalah pedagang, sedangkan nelayan hanya 2 debitur. LKM Swamitra Mina di Kabupaten Cirebon terletak di tengahtengah perkampungan nelayan di Kecamatan Gebang Ilir. LKM Swamitra Mina merupakan unit simpan-pinjam milik seluruh masyarakat pesisir yang direpresentasikan oleh Koperasi. LKM Swamitra Mina dikelola secara profesional oleh tenaga-tenaga muda pesisir yang sebelumnya telah

40 memperoleh pelatihan dari Bank Bukopin. Dengan pendampingan Bank Bukopin Cabang, Swamitra Mina diharapkan akan menjadi lembaga LKM terkemuka di daerah pesisir, yang mudah diakses oleh para nelayan dan masyarakat pesisir. Sebagai konsekuensi dari kepemilikan Swamitra Mina, maka nelayan dan masyarakat pesisir akan mendapatkan sisa hasil usaha (deviden) setiap tahun dari keuntungan Swamitra Mina. Selain itu, melalui Swamitra Mina dana masyarakat dapat dimobilisasi melalui tabungan dengan tingkat suku bunga yang kompetitif serta dana dari sumber lain, untuk akhirnya disalurkan kembali ke masyarakat pesisir dari lembaga keuangan lainnya. Swamitra Mina merupakan proses pembelajaran bagi nelayan dan masyarakat pesisir untuk mengakses dana dari pihak perbankan, begitu pula sebaliknya proses pembelajaran bagi perbankan dalam mengakses masyarakat pesisir. 2. LKM Swamitra Mina Tidak dapat disangkal lagi bahwa masyarakat pesisir merupakan segmen anak bangsa yang paling tertinggal tingkat kesejahteraannya dibandingkan dengan anak bangsa lainnya yang bergelut di sektor non perikanan. Betapa tidak, nelayan kecil yang jumlahnya cukup banyak mendiami wilayah pesisir mempunyai pendapatan hanya sekitar Rp ,-/bulan/keluarga. Memang sungguh ironis, padahal wilayah pesisir sangat kaya sumber daya kelautan dan perikanan serta jasa kelautan lainnya. Ditengarai bahwa kejadian ini terjadi karena lemahnya masyarakat pesisir dalam mengakses permodalan. Keterbatasan akses permodalan ditandai dengan realisasi modal melalui investasi pemerintah dan swasta selama periode Pembangunan Jangka Panjang Tahap Pertama (PJPT I) yang hanya 0,02 % dari keseluruhan modal pembangunan. Konsekuensinya, terutama nelayan, kebutuhan permodalan dipenuhi oleh para tengkulak, toke, atau ponggawa, yang kenyataannya tidak banyak menolong untuk meningkatkan kesejahteraan mereka, malah cenderung menjeratnya dalam lilitan utang yang tidak pernah bisa dilunasi.

41 Melihat kenyataan ini, Departemen Kelautan dan Perikanan menginisiasi program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP). Program ini pun berhasil mengangkat pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pesisir. Sukses yang diraih itu belum memuaskan, karena ada obsesi untuk menjadikan profesional dan mandiri para pengelola Koperasi LEPP-M3. Untuk itu Departemen Kelautan dan Perikanan bekerjasama dengan PT. BANK BUKOPIN mendirikan sebuah LKM Swamitra Mina. Hadirnya lembaga ini di masyarakat pesisir akan menjadi lokomotif permodalan bagi masyarakat pesisir. Lembaga ini telah hadir di 139 kabupaten/kota. Launching LKM Swamitra Mina telah dilaksanakan dan diresmikan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi pada tanggal 12 Desember 2004 di Cilincing, Jakarta Utara. Cikal bakal pelaksanaan program Swamitra Mina bermula dari program PEMP. Pada tahun 2004 program PEMP mendapat kucuran dana sebesar Rp 140 milyar untuk mengakomodir 160 kabupaten/kota. Adapun pagu untuk Dana Ekonomi Produktif (DEP) yang digunakan sebagai penguatan modal sebesar Rp ,000 yang dikelola melalui LKM Swamitra Mina, BPR-Pesisir, dan USP. Adapun jumlah LKM Swamitra Mina yang ada saat ini sebanyak 139 buah yang kesemuanya adalah Koperasi LEPP-M3/Koperasi Perikanan yang telah berbadan hukum. Dengan status berbadan hukum, maka telah memenuhi persyaratan perundang-undangan yang mensyaratkan bahwa untuk menyerap dana masyarakat dan memberikan pinjaman kepada masyarakat hanyalah lembaga perbankan dan koperasi yang berbadan hukum. Tentu bukan itu saja persyaratan yang harus dimiliki LKM Swamitra Mina. Selain berbadan hukum, juga harus mempunyai SDM yang profesional untuk mengelolanya, sebab pelaksanaan transaksi di LKM ini dilakukan pula secara profesional, yaitu penggunaan perangkat Teknologi Informasi. Dengan demikian semua transaksi yang terjadi di LKM Swamitra Mina sudah dapat dimonitoring secara real time dan on time. Dipilihnya Bank Bukopin sebagai Bank Pelaksana didasarkan bahwa hanya Bank Bukopin yang memiliki program Swamitra dan telah banyak

42 sukses di daerah pedesaan seluruh Indonesia. Yang lebih penting bahwa Bank Bukopin punya komitmen untuk berperan sebagai executor dan menyalurkan 100% dana ekonomi produktif yang dimiliki Koperasi LEPP- M3. Selain itu bank ini juga berkomitmen untuk mengadakan pelatihan dan pendampingan bagi pengelola LKM Swamitra Mina. Dengan kerja keras yang dilakukan Departemen Kelautan dan Perikanan, kini telah berdiri 139 LKM Swamitra Mina di wilayah pesisir. Dari 139 ini sampai pertengahan Februari 2005 tercatat 60 LKM Swamitra Mina telah melakukan transaksi pinjaman kepada masyarakat, dan diharapkan pada akhir Maret semua LKM ini telah melakukan transaksi kepada masyarakat pesisir. Adapun bunga pinjaman yang diterapkan di lembaga ini bervariasi antara 12 24% secara efektif per tahun. Bunga pinjaman ini dirasakan masyarakat pesisir cukup kompetitif. Begitu pula variasi bunga pinjaman ini sangat dipengaruhi oleh situasi, kondisi, dan kesepakatan masyarakat pesisir setempat. Memang disadari bahwa dalam mengelola Swamitra Mina yang lokasinya berada jauh di wilayah pesisir, diperlukan dua tipe pengelolaannya yaitu online dan offline. Apabila di lokasi tersedia jaringan telepon yang secara mutu dapat dilalui dengan data, maka LKM Swamitra Mina bersifat online. Begitu pula apabila daerah tersebut tidak mampu mendapatkan jaringan yang layak untuk data, maka dikelola secara offline. Walaupun statusnya offline tetap disediakan sarana komunikasi. Artinya pencatatan secara komputerisasi tetap dilakukan, hanya data tersebut pada waktu tertentu di upload atau dikirim rata-rata 1-2 minggu sekali, kemudian digabungkan dengan data yang online dan disatukan kemudian dikirim ke Jakarta. LKM Swamitra Mina merupakan salah satu unit usaha milik koperasi yang bergerak di bidang pelayanan permodalan bagi masyarakat pesisir, terutama untuk segmen usaha mikro. Unit usaha ini bermitra dengan Bank Bukopin dengan orientasi pelayanan permodalan berbasiskan sistem teknologi perbankan yang online. Dengan teknologi ini diharapkan kegiatan

43 usaha keuangan dapat berjalan secara profesional, transparan, dapat dipantau setiap saat, baik di tingkat pusat maupun daerah (Bukopin, 2005). Pengembangan kelembagaan LKM ini sesuai dengan tahapan PEMP, yaitu : a. Tahap Inisiasi pada tahun , b. Tahap Institusionalisasi pada tahun , c. Tahap Diversifikasi pada tahun Tahap institusionalisasi yang dimulai pada tahun telah terbentuk LKM, antara lain 141 unit Swamitra Mina (41 unit di antaranya beroperasi dengan sistem online), 9 unit Unit Simpan-Pinjam (USP) dan 20 unit BPR pesisir. Pada tahun 2005 sebanyak 80 unit LKM dikembangkan melalui diversifikasi usaha. Usaha-usaha yang dikembangkan adalah pembangunan Solar Packed Dealer untuk Nelayan (SPDN) dan Kedai Pesisir yang tersebar di beberapa daerah. Tujuannya adalah agar Koperasi LEPP-M3/Koperasi Perikanan dapat mengarah kepada cita-cita untuk menjadi holding company (DKP, 2006). Tahap institusionalisasi ditandai dengan perluasan lokasi sasaran Program PEMP melalui pembentukan LKM di 20 Kabupaten/Kota yang baru. Pada saat ini, kegiatan LKM dikerjasamakan dengan berbagai lembaga perbankan dan non perbankan, seperti Bank Bukopin, Bank BRI, Bank Pembangunan Daerah (Maluku dan Papua), dan PT Permodalan Nasional Madani (PNM). Sesuai dengan tujuannya, maka untuk daerah khusus seperti Nangro Aceh Darussalam (NAD) direncanakan pula menciptakan micro finance dan bekerjasama dengan lembaga perbankan berbasis syariah (PT Bank Mandiri Syariah). Adapun pembangunan SPDN bekerjasama dengan PT Pertamina dan PT Elnusa Petrofin dan untuk Kedai Pesisir bekerja sama dengan Distributor Ritel (DKP, 2006). Swamitra Mina merupakan unit simpan-pinjam milik seluruh masyarakat pesisir yang direpresentasikan oleh Koperasi LEPP- M3/Koperasi Perikanan lainnya. Swamitra Mina dikelola secara profesional oleh tenaga-tenaga muda pesisir yang sebelumnya telah memperoleh

44 pelatihan dari Bank Bukopin. Dengan pendampingan Bank Bukopin Cabang, Swamitra Mina diharapkan akan menjadi lembaga keuangan mikro terkemuka di daerah pesisir, yang mudah diakses oleh para nelayan dan masyarakat pesisir lainnya. Sebagai konsekuensi dari kepemilikan Swamitra Mina, maka nelayan dan masyarakat pesisir akan mendapatkan sisa hasil usaha (deviden) setiap tahun dari keuntungan Swamitra Mina. Selain itu, melalui Swamitra Mina dana masyarakat dapat dimobilisasi melalui tabungan dengan tingkat suku bunga yang kompetitif serta dana dari sumber lain, untuk akhirnya disalurkan kembali ke masyarakat pesisir dari lembaga keuangan lainnya. Swamitra Mina merupakan proses pembelajaran bagi nelayan dan masyarakat pesisir untuk mengakses dana dari pihak perbankan, begitu pula sebaliknya proses pembelajaran bagi perbankan dalam mengakses masyarakat pesisir. Agar masyarakat pesisir dapat mengakses dengan mudah LKM Swamitra Mina serta mengelola secara efesien modal yang telah diperolehnya, maka disediakan tenaga pendamping desa (TPD) masingmasing dua orang tiap kabupaten/kota. TPD tersebut terdiri atas sarjanasarjana baru yang sebelumnya dilatih secara nasional. Selain itu, juga disediakan Konsultan Manajemen (Perguruan Tinggi, LSM, atau lembaga konsultan profesional) untuk membantu mengembangkan dan meningkatkan kinerja kelembagaan dan pemasaran. Hadirnya LKM Swamitra Mina di wilayah pesisir, maka secara bertahap peran tengkulak dan rentenir akan berkurang sehingga LKM dapat memobilisasi dana masyarakat dengan adanya suku bunga tabungan yang menarik. Dengan lancarnya pengelolaan LKM Swamitra Mina maka perlahan tapi pasti bantuan modal yang disalurkan di masyarakat pesisir bukan lagi berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), tapi dari LKM Swamitra Mina itu sendiri. Sehingga LKM Swamitra Mina semakin dilirik oleh lembaga keuangan lainnya untuk bermitra mengakses permodalan. Dengan demikian LKM Swamitra Mina sebagai lokomotip dapat menggandeng lembaga keuangan lainnya dalam kiprahnya

45 membangun usaha sektor perikanan dan kelautan (Direktorat PEMP Ditjen P3K, 2005). B. Deskripsi Hasil Studi 1. Analisis kelembagaan non LKM dan LKM. Peran pelaksana lembaga ini akan sangat menentukan kondisi lembaga keuangan. Berbagai permasalahan muncul ketika kegiatan usaha dilaksanakan seperti kredit macet, kinerja pengguna jasa yang rendah dan kurangnya pengawasan dari lembaga itu sendiri. Kondisi yang spesifik di masyarakat pesisir membutuhkan pemahaman khusus dari pihak lembaga keuangan. Beberapa hal yang sangat berpengaruh dalam masyarakat nelayan dan pesisir. Hal ini perlu diperhatikan untuk pengembangan aquabisnis masyarakat nelayan. Keunikan tersebut meliputi (1) kehidupan masyarakat nelayan dan petani ikan sangat tergantung pada ekosistem dan lingkungan yang sangat rentan pada kerusakan seperti pencemaran dan degradasi kualitas lingkungan, (2) sangat tergantung pada musim, dan (3) sangat tergantung pasar. Kondisi ini menimbulkan risiko yang cukup besar pada kesinambungan permodalan usaha. Akibatnya akan menjadi sangat susah bagi nelayan untuk mengakses berbagai permodalan yang ada. Bagi lembaga keuangan memberikan akses permodalan akan memiliki risiko dalam akumulasi modal usaha serta pengembangan lembaga tersebut. Dampak pada lembaga ini akan dapat mempengaruhi kinerja lembaga keuangan yang ada. LKM dan Non LKM terbentuk melalui program PEMP.Dalam pedoman umum PEMP selalu disebutkan, bahwa pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir itu perlu didorong melalui tiga inisiatif, yaitu perbaikan manajemen, perbaikan teknologi, dan perbaikan akses masyarakat pada modal. Artinya, segala program pemberdayaan PEMP itu dirancang sebagai bentuk perbaikan tiga komponen di atas. Dalam prakteknya, kebijakan permodalan masyarakat pesisir telah berkembang menjadi jiwa program PEMP. Pemberian modal secara komersial telah menjadi penciri program PEMP.

46 PEMP yang dilaksanakan sejak tahun 2001 hingga saat ini masih terus mencari bentuk ideal bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir. Setidaknya terdapat 2 (dua) unsur penting dalam memperkuat peran PEMP sebagai akselerator peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir, yaitu penguatan peran kelembagaan (institutional strengthening) pengelola program, dan peningkatan kapasitas (capacity building) lembaga ekonomi mikro. Namun demikian, kedua unsur ini tidak dapat berperan secara optimal dan berkelanjutan jika tidak didukung oleh unsur lainnya, seperti Kelompok Masyarakat Pemanfaat (KMP), keterlibatan stakeholders dan kemitraan yang dibangun oleh program dengan instansi terkait lainnya. Adapun tabel hasil analisis kelembagaan dengan metode Focus Group Discusion (FGD) berikut : a. Kelembagaan non LKM dan LKM (Koperasi LEPP-M3) Hasil analisis kelembagaan antara LKM Swamitra Mina dan non LKM menunjukkan bahwa dari segi pemahaman terhadap tugas pokok dan fungsi (tupoksi) masing-masing jabatan, kedua lembaga tersebut masing-masing mampu memahaminya dengan baik. Namun, dari segi pelaksanaan tupoksi, terlihat bahwa manajerial LKM dikelola secara lebih profesional dibandingkan dengan non LKM dan untuk nasabah LKM memiliki hak untuk mengajukan kredit secara perorangan. LKM Swamitra Mina sudah berbadan hukum sejak awal tahun 2004 sedangkan non-lkm baru berbadan hukum pada tahun Kedua lembaga keuangan tersebut memiliki mekanisme pembentukan dan pemilihan pengurus dengan nilai baik (skor 3), karena keduanya berjalan secara transparan dan melibatkan tokoh masyarakat, sehingga dinilai ada keterlibatan langsung dari masyarakat. Dari hal tersebut diperkirakan menampung aspirasi masyarakat, yang ditunjukkan oleh masuknya tokoh-tokoh masyarakat dalam kepengurusan kedua lembaga tersebut. Namun, hal yang menjadi pembeda adalah pada LKM

47 keterwakilan nelayan dari semua unsur sudah terpenuhi termasuk adanya peran wanita, sedangkan pada non-lkm lebih didominasi oleh kaum tua dan tokoh masyarakat. Hasil analisis kelembagaan secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Indikator kelembagaan koperasi No Indikator Non LKM LKM Pemahaman terhadap Pemahaman pengurus tugas pokok dan fungsiterhadap tupoksi sudah (tupoksi) dalam pelaksanaan program. 1. berjalan dengan baik sesuai PEDUM PEMP Jumlah pengurus ada 7 orang. Nilai Baik (3) Pemahaman pengurus terhadap tupoksi sudah berjalan dengan baik PEDUM PEMP dan ketentuan Bank Bukopin. Jumlah pengurus ada 17 orang. Nilai Baik (3). 2. Terlaksananya tupoksi lembaga. Manajemen internal dan fungsi supervisi belum berjalan maksimal. Nilai Cukup (2) Manajerial dikelola secara profesional. Nasabah perorangan berhak mengajukan kredit. Nilai Baik (3) 3. Status organisasi pengelola program. Status lembaga merupakan bentukan masyarakat. Sampai tahun 2004 belum berbadan hukum. Baru tahun 2005 mulai berbentuk koperasi. Nilai Baik (3). Status Lembaga dari awal tahun 2004 sudah berbadan hukum. Nilai Baik (3). 4. Berjalannya mekanisme pembentukan dan pemilihan pengurus. Pembentukan pengurus dan pemilihan dilakukan secara transparan dengan melibatkan tokoh masyarakat. Nilai Baik (3). Pembentukan pengurus dan pemilihan dilakukan secara transparan dengan melibatkan tokoh masyarakat. Nilai Baik (3) 5. Komposisi pengurus mencerminkan keterwakilan unsurunsur masyarakat Keterwakilan didominasi kaum tua dan tokoh masyarakat. Nilai Baik (3). Keterwakilan nelayan dari segala unsur sudah terpenuhi. Nilai Baik (3).

48 6. Komposisi pengurus mencerminkan keseimbangan gender. Keterwakilan perempuan dalam pengurus tidak ada. Pengurus berjumlah 7 orang. Nilai Buruk (1). Keterwakilan perempuan dalam pengurus sudah 30%. Perempuan berjumlah 6 orang. Nilai Baik (3). Sumber : Laporan Keuangan LKM Swamitra Mina Kecamatan Gebang tahun (data diolah kembali) b. Pengelolaan non LKM dan LKM. Hasil perbandingan mengenai pengelolaan LKM Swamitra Mina dibandingkan dengan non-lkm disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Indikator pengelolaan LKM dan non LKM No Indikator Non LKM LKM 1. Pemahaman pengurus LKM dan non LKM terhadap program dan gambaran tugasnya. Pemahaman masih terfokus pada dana hibah dari pemerintah. Nilai Cukup (2) Telah terbentuk sikap dalam rangka mendorong perekonomian melalui lembaga keuangan yang bankable. Nilai Baik (3) Pengurus tetap/permanen LKM dan Non LKM dengan kualifikasi dan kompetensi yang relevan dengan bidang tugasnya. Berjalannya sistem dan mekanisme organisasi. Pengurus masih bergantung pada tokoh tradisional. Nilai Cukup (2) Sistem dan mekanisme organisasi belum berjalan secara kondusif. Nilai Cukup (2) Pengurus terdiri dari SMA (3), D1 (2), D3 (3), S1 (6), S2 (2) dan S3 (1). Nilai Baik (3) Menunjukkan kecenderungan kondusif dan efektifnya pelaksanaan manajemen. Nilai Baik (3) 4. Adanya neraca keuangan LKM dan Non LKM secara periodik. Pengadminstrasian dan pendokumentasian belum berjalan rapi. Nilai cukup (2) Sudah terjadi efektivitas dan konsistensi pengadministrasian. Nilai Baik (3) 5. Mutu portofolio LKM dan Non LKM. Mutu fortofolio berjalan stagnant dan lambat. Nilai Cukup (2) Kecenderungan membaik dan kondusifnya status perkembangan cash flow dan neraca laba rugi. Nilai Baik (3) 6. Produktivitas dan efisiensi LKM dan Non LKM Kondisi keuangan cenderung stagnan Pertambahan modal lambat. Nilai Cukup (2). Menunjukkan kondisi keuangan yang baik (perfom). Nilai cukup (2).

49 7. Persepsi nasabah terhadap peran LKM maupun Non LKM Seperti dana hibah, sehingga pengembalian lambat. Nilai cukup (2) Tingkat pengembalian bagus. Nilai cukup (2). Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa pemahaman pengurus LKM dengan non LKM berbeda. Pada LKM Swamitra Mina sudah terbentuk sikap untuk mengembangkan LKM menjadi lembaga perekonomian bankable, sedangkan pemahaman pengurus non LKM masih memandang dana yang diperoleh merupakan hibah, sehingga belum tumbuh sikap kemandirian untuk mengembangkan lembaga tersebut. Hal ini juga dipengaruhi tingkat pendidikan pengurus. Pengurus LKM Swamitra Mina memiliki pengurus yang telah mengecam pendidikan mulai dari SMA hingga perguruan tinggi (S3), sehingga tidak dapat dielakkan bahwa pengetahuan dan pengalaman nya dapat mempengaruhi cara pandang dan cara pengelolaan terhadap lembaga masing-masing termasuk sistem administrasi LKM Swamitra Mina yang meskipun masih dilakukan secara sederhana namun lebih efektif dan terstruktur dengan baik. Cara pandang pengurus dan kekonsistenan pengurus LKM, secara tidak langsung mampu mengedukasi nasabah, terutama dalam hal persepsinya terhadap peran LKM. c. Kapasitas kelompok pemanfaat. Kapasitas individu maupun kelompok peminjam sesuai dengan kondisi yang ada di LKM Swamitra Mina, seperti dimuat pada Tabel 11. Tabel 11. Indikator kapasitas pemanfaat No Indikator Non LKM LKM 1. Adanya manajemen dan administrasi keuangan Usaha Ekonomi Produktif (UEP) yang dilaksanakan. KMP sudah melaksanankan manajemen secara sederhana. Nilai Nasabah perorangan cenderung belum melaksanakan keuangan secara baik. Nilai Baik 2. Penguasaan teknis UEP yang dilaksanakan. cukup (2). Strategi usaha masing-masing KMP masih stabil. Nilai cukup (2). (3). Usaha nasabah kecenderungan meningkat, tetapi tidak terlalu nyata dalam penambahan volume produksi. Nilai Cukup (2).

50 3. Ekstensifikasi dan diversifikasi jenis UEP. Volume usaha kecenderungan masih stabil. Nilai cukup (2). Volume usaha bervariasi ada yang meningkat dan ada yang stabil. Nilai Cukup (2) Perubahan pendapatan dan bertambahnya nilai manfaat. Transformasi dan replikasi UEP bagi kelompok/individu non pemanfaat. Perubahan pendapatan cenderung meningkat 40% dari sebelumnya. Nilai cukup (2). KMP cenderung tidak terjadi perluasan. Kelompok masih tetap sama dari awal sampai sekarang. Nilai cukup (2). Menunjukkan adanya peningkatan pendapatan 70% dan tabungan meningkat. Nilai baik (3). Kecenderungan nasabah terus meningkat dan terjadi transformasi nasabah dengan masyarakat non nasabah. Nilai Baik (3). Dari Tabel 11 dapat dilihat adanya kecenderungan mengindikasikan kondisi positif dari kelompok maupun individu pemanfaat dana dari LKM Swamitra Mina terutama dari sisi proses penetapan jenis yang difasilitasi program PEMP, dan kesesuaian kriteria penerimaan Dana Ekonomi Produktif (DEP). Peubah penting lainnya pada indikator kapasitas pemanfaat terkait dengan pelaksanaan UEP dan pengelolaan DEP adalah tingkat keterampilan pemanfaat dalam memilih, menjalankan dan mengembangkan UEP. Keberhasilan UEP yang dilaksanakan oleh masyarakat pemanfaat dapat dilihat dari sisi manfaat ekonomi, status keberlanjutan, manajemen usaha yang efektif dan pengadministrasian (Kusnadi dkk, 2006). Ketiga indikator tersebut menunjukkan kelebihan dan kekurangan masing-masing kelembagaan. Indikator kelembagaan menunjukkan bahwa non LKM mempunyai nilai cukup (rataan 2,5) sedangkan LKM sudah baik (rataan 3). Indikator pengelolaan organisasi menunjukkan bahwa non LKM mempunyai nilai cukup (rataan 2,3) dan LKM sudah baik (rataan 2,6) tapi masih perlu pembenahan. Indikator kapasitas pemanfaat menunjukkan bahwa non LKM mempunyai nilai cukup (rataan 2) dan LKM mempunyai nilai baik (rataan 2,6) tapi masih perlu pembenahan. Data perhitungan terdapat pada Lampiran Analisis rasio keuangan non LKM dan LKM.

51 a. Analisis Rasio Keuangan non LKM Pada periode tahun , program PEMP di Kabupaten Cirebon menggunakan sistem revolving atau pola perguliran. Hanya pada pada Kecamatan Mundu sistem revolving masih berjalan. Sistem revolving atau Non LKM di Kecamatan Mundu dimulai pada tahun 2003 dan berlanjut sampai sekarang. Tabel 12 berikut menyajikan kondisi keuangan penyaluran Dana Ekonomi Produktif Kabupaten Cirebon pada tahun 2001 hingga 2005 berdasarkan Laporan Akhir pelaksanaan program PEMP. Tabel 12. Data program PEMP Kabupaten Cirebon TA No Tahun Kecamatan/Desa Jumlah DEP Jumlah % KMP (Rp) (Orang) Babakan/Gebang ,5% nelayan tangkap, 25,5% (Budidaya kerang hijau), 51% (Pembuat perahu, pengrajin jaring dan Tambak) Cirebon % nelayan Utara/Kapetakan Pangenan/Gebang % budidaya tambak, 40% (nelayan, pengolah dan pengrajin perahu) Mundu/Losari % nelayan, 85% pengolah, pedagang ikan dan petambak Mundu/Gebang (Swamitra Mina) Mundu/Gebang (Swamitra Mina) Sumber : DKP Kab. Cirebon, 2006 Dana awal perguliran diambilkan dari DEP program PEMP dan dibagikan kepada KMP. Dana Ekonomi Produktif ini bersumber dari APBN. Adapun pembagiannya seperti yang dimuat pada Tabel 13. Tabel 13. Data kelompok masyarakat pemanfaat di Kec. Mundu No Nama KMP Jenis Usaha Desa Jumlah Anggota (orang) Jumlah Pinjaman (Rp) 1. Lumba - Lumba Dagang Ikan Mundu Pesisir Bawal Dagang Ikan 3. Rajungan Dagang Ikan

52 4. Arker Dagang Ikan 5. Mina Mandiri Dagang Ikan 6. Nelayan Penangkapan Citemu Makmur Penangkapan 8. Kembung Jaya Pengolah Ikan 9. Maju Jerbung Dagang Ikan 10. Sampit Jaya Dagang Ikan Lanjutan Tabel 13. No Nama KMP Jenis Usaha Desa Jumlah Anggota (orang) Kupas 11. Teri rajungan 12. Layang Dagang Ikan Jumlah Pinjaman (Rp) Bandengan Tanjan Pengolah 13. pindang 14. Teri Pengolah pindang Pengolah Waruduwur Kembung pindang 16. Subur Makmur Pengolah Ikan asin 17. Tunas Jaya Kupas rajungan 18. Maju Lancar Kupas rajungan 19. Inti Laut Dagang rajungan Total Seiring dengan waktu, maka perkembangan keuangan dari LEPP- M3 di Kecamatan Mundu sampai Desember 2006 disajikan padatabel 14. Tabel 14. Angsuran dari awal pinjaman s/d Desember 2006 Desa Jumlah Pinjaman (Rp) Tanggal Pinjaman Angsuran s/d Desember 2006 (Rp) Sisa Pinjaman (Rp) Pokok Jasa Jumlah Mundu Pesisir /07/

53 Citemu /07/ Bandengan /07/ Waruduwur /07/ Berdasarkan data tentang kondisi keuangan maka dapat diketahui tingkat kesehatan LEPP-M3 Kecamatan Mundu pada tahun 2003 dan Tingkat kesehatan keuangan Non LKM tersebut tercermin pada nilai beberapa rasio keuangan yang digunakan. Adapun nilai-nilai rasio keuangan tersebut disajikan pada Tabel 15. Tabel 15. Kinerja keuangan Non LKM berdasarkan beberapa rasio-rasio keuangan, Tahun (per 31 Desember) No. Kinerja Keuangan/ Nilai Rasio Keuangan (%) Jenis Rasio Tahun 2006 Tahun 2005 Tahun Struktur Keuangan - Rasio total modal terhadap simpanan pihak ketiga 297,28 357,64 517,17 2. Aktiva Produktif - Rasio total pembiayaan - bermasalah terhadap total pembiayaan diberikan 62,32 68,68 3. Likuiditas - Rasio total pembiayaan terhadap total dana yang diterima dari anggota 66,8 78,1 74,8 4. Efisiensi - Rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional 212,3 272,48 496,28 5. Rentabilitas - Rasio laba tahun berjalan terhadap aset 15,36 24,47 29,79 - Rasio laba tahun berjalan terhadap total modal 1,11 1,77 2,16 Sumber : LEPP-M3, (Data diolah kembali). Penjelasan tentang perkembangan kinerja keuangan LEPP-M3 (Non LKM) berdasarkan perbandingan nilai rasio-rasio keuangan antara tahun yang tersaji dalam Tabel 15 dipaparkan sebagai berikut : 1) Struktur keuangan.

54 Secara keseluruhan struktur keuangan LEPP-M3 tergolong Baik. Nilai rasio struktur keuangan dari tahun 2004(517,17%), tahun 2005 (357,64%) hingga tahun 2006 (297,28%) menunjukkan modal yang dimiliki mampu menjamin kondisi keuangan tetap stabil apabila terjadi penarikan simpanan pihak ketiga secara besar-besaran. Di sisi lain, menurunnya nilai rasio keuangan ini secara beruntun dan dalam jumlah yang cukup signifikan perlu diperhatikan. Hal ini dikarenakan modal yang dimiliki sebagian besar masih berasal dari hibah dan bukan dari peningkatan modal internal. 2) Aktiva produktif Berdasarkan kecenderungan nilai rasio yang diperoleh, tampak bahwa pengelola LEPP-M3 mengalami kendala didalam menjamin kelancaran pengembalian pinjaman atau terjadinya ketidaklancaran didalam angsuran anggota. Nilai rasio di tahun 2005 (68,68%) yang tergolong Buruk mulai menurun menjadi di tahun 2006 (62,32%). Pembiayaan bermasalah dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Permasalahan ini timbul, terutama pada anggota yang berprofesi sebagai nelayan. Hal ini terkait dengan rendahnya pendapatan akibat alam yang tidak bersahabat dan akibat teknologi penangkapan yang masih tradisional yang menyebabkannya tidak mampu mendapatkan hasil tangkapan yang optimal. Pembiayaan yang diberikan pada kalangan pedagang atau bakul atau anggota yang berprofesi di pekerjaan yang berorientasi daratan tampaknya tidak menjadi suatu permasalahan (angsuran tetap lancar). 3) Likuiditas Berdasarkan kecenderungan yang terjadi diketahui bahwa kinerja keuangan LEPP-M3 cukup memprihatinkan. Nilai rasio pada tahun 2004 (74,8%), tahun 2005 (78,1%) dan tahun 2006 (66,8%) tergolong

55 Buruk. Namun demikian tampak adanya upaya pengelola koperasi untuk memperbaiki kinerja. 4) Efisiensi Berdasarkan nilai rasio keuangan yang digunakan tampak bahwa pengelolaan dana semakin efisien. Pada tahun 2004 (496,28%) menunjukkan kinerja Buruk dan 2005 (272,48%) meningkat tetapi masih dalam kategori Buruk. Namun demikian pada tahun 2006 pengurus koperasi mampu meningkatkan nilai sebesar 212,3%, tetapi masih masih dikategorikan Buruk. Kondisi ini menunjukkan bahwa penggunaan dana untuk menghasilkan pendapatan tidak efisien. 5) Rentabilitas Kemampuan LEPP-M3 dalam memperoleh laba berdasarkan aset (nilai Return On Asset atau ROA) maupun modal (nilai Return On Equity atau REO) yang dimiliki semakin meningkat. Nilai ROA sebesar 29,79% pada tahun 2004 atau tergolong Baik, tetapi menurun hingga mencapai nilai 24,47% pada tahun 2005 atau tergolong Cukup Baik. Pada tahun 2006 (15,36%) masih tergolong Cukup Baik tetapi lebih menurun lagi. Untuk ROE nilai pada tahun 2004 (2,16%) yang tergolong Buruk dan semakin memburuk pada tahun 2005 (1,77%) dan tahun 2006 (1,11%). b. Analisis rasio keuangan LKM Berdasarkan data-data tentang kondisi keuangan maka dapat diketahui tingkat kesehatan LKM Swamitra Mina Kecamatan Gebang pada tahun 2005 dan Tingkat kesehatan LKM tersebut tercermin pada nilai beberapa rasio keuangan yang digunakan. LKM Swamitra Mina yang baru berjalan pada akhir tahun 2004 sehingga baru dapat dianalisis pada tahun Data laporan keuangan LKM Swamitra Mina pada tahun 2005 dan 2006 disajikan pada Tabel 16 dan 17.

56 Tabel 16. Laporan keuangan LKM Swamitra Mina Kec.Mundu/Gebang pada tahun 2005 BULAN TOTAL ASET PINJAMAN YG DISALURKAN SIMPANAN SWAMITRA SIMPANAN BERJANGKA NOMINAL DEBITUR NOMINAL NASABAH NOMINAL NASABAH JANUARI , , , ,00 1 FEBRUARI , , , ,01 1 MARET , , , ,02 1 APRIL , , , MEI , , , JUNI , , , ,00 1 JULI , , , ,00 5 AGUSTUS , , , ,00 5 SEPTEMBER , , , ,00 5 OKTOBER , , , ,00 5 NOPEMBER , , , ,00 5 DESEMBER 2,510,696,314,07 1,506,075,132, ,297,907, ,000,000,00 5 TARGET S/D DESEMBER , , , ,00 12

57 Tabel 17. Laporan keuangan LKM Swamitra Mina Kec.Mundu/Gebang pada tahun 2006 BULAN TOTAL ASET PINJAMAN YG DISALURKAN SIMPANAN SWAMITRA SIMPANAN BERJANGKA NOMINAL DEBITUR NOMINAL NASABAH NOMINAL NASABAH DESEMBER , , , ,00 1 JANUARI , , , ,00 1 FEBRUARI , , , ,00 2 MARET , , , ,00 4 APRIL , , , ,00 3 MEI , , , ,00 3 JUNI , , , ,00 3 JULI , , , ,00 3 AGUSTUS , , , ,00 3 SEPTEMBER , , , ,00 6 OKTOBER , , , ,00 2 NOPEMBER , , , ,00 2 DESEMBER , , , ,00 1 TARGET S/D DESEMBER , , , ,00 12

58 46 Tabel 18. Kinerja keuangan LKM Swamitra Mina berdasarkan beberapa rasiorasio keuangan pada tahun (per 31 Desember) No. Kinerja Keuangan/ Nilai Rasio Keuangan (%) Jenis Rasio Tahun 2006 Tahun Struktur Keuangan - Rasio total modal terhadap simpanan pihak ketiga 851,11 233,17 2. Aktiva Produktif - Rasio total pembiayaan bermasalah terhadap total pembiayaan diberikan 15,24 3,06 3. Likuiditas - Rasio total pembiayaan terhadap total dana yang diterima dari anggota 76,60 86,61 4. Efisiensi - Rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional 74,97 80,86 5. Rentabilitas - Rasio laba tahun berjalan terhadap aset 15,76 18,61 - Rasio laba tahun berjalan terhadap total modal 21,63 23,54 Sumber : LEPP-M3, 2006 (Data diolah kembali) Penjelasan tentang perkembangan kinerja keuangan LKM Swamitra Mina Kecamatan Gebang berdasarkan perbandingan nilai rasio-rasio keuangan antara tahun tersaji dalam Tabel-18 dengan paparan sebagai berikut : 1) Struktur keuangan. Secara keseluruhan struktur keuangan Swamitra Mina tergolong Baik. Nilai rasio struktur keuangan dari tahun 2005(233,17%) dan tahun 2006 meningkat menjadi (851,11%). Kondisi ini menunjukkan modal yang dimiliki mampu menjamin kondisi keuangan tetap stabil, apabila terjadi penarikan simpanan pihak ketiga secara besar-besaran. Naiknya nilai rasio keuangan ini dan dalam jumlah yang cukup nyata ini dikarenakan peningkatan modal internal. 2) Aktiva produktif. Berdasarkan kecenderungan nilai rasio yang diperoleh tampak bahwa pengelola Swamitra Mina mengalami kendala didalam

59 69 menjamin kelancaran pengembalian pinjaman atau terjadinya ketidaklancaran didalam angsuran anggota. Pada awalnya nilai rasio di tahun 2005 (3,06%) yang tergolong Cukup Baik namun mulai menurun menjadi di tahun 2006 (15,24%) dan tergolong Buruk. Pembiayaan bermasalah dari tahun 2005 ke tahun 2006 cenderung meningkat. Permasalahan ini timbul terutama pada anggota yang berprofesi sebagai nelayan. Hal ini terkait dengan rendahnya pendapatan akibat alam yang tidak bersahabat dan akibat teknologi penangkapan yang masih tradisional yang menyebabkannya tidak mampu mendapatkan hasil tangkapan yang optimal. Pembiayaan yang diberikan pada kalangan pedagang atau bakul atau anggota yang berprofesi di pekerjaan yang berorientasi daratan tampaknya tidak menjadi suatu permasalahan (angsuran tetap lancar). 3) Likuiditas Berdasarkan kecenderungan yang terjadi diketahui bahwa kinerja keuangan Swamitra Mina cukup baik. Nilai rasio pada tahun 2005 (86,61%), tahun 2006 (76,60%) tergolong Cukup Baik. Namun pihak LKM terus berupaya untuk meningkatkan ke arah yang baik. 4) Efisiensi Berdasarkan nilai rasio keuangan yang digunakan tampak bahwa pengelolaan dana semakin efisien. Pada tahun 2005 (80,86%) menunjukkan kinerja Cukup Buruk namun pada tahun 2005 (74,97%) meningkat menjadi Baik. 5) Rentabilitas Kemampuan Swamitra dalam memperoleh laba berdasarkan aset (nilai ROA) maupun modal (nilai ROE) yang dimiliki semakin menurun. Namun nilai ROA 18,61% pada tahun 2005 atau tergolong Cukup Baik tetapi menurun hingga mencapai nilai 15,76% pada tahun 2006 tetapi masih tergolong Cukup Baik.

60 70 Untuk ROE nilai pada tahun 2005 (23,54%) dan tahun 2006 (21,63) yang tergolong Cukup Baik. Kedua lembaga keuangan tersebut mempunyai karakteristik yang berbeda. Struktur keuangan keduanya cenderung baik, tetapi pada LKM lebih baik (prosentasenya lebih besar). Kondisi aktiva produktif keduanya cenderung buruk. Likuiditas pada non LKM buruk sedangkan pada LKM cukup baik. Efisiensi pada non LKM justru memburuk sedangkan pada LKM justru membaik. Rentabilitas (Rasio laba tahun berjalan terhadap aset) pada keduanya cukup baik, sedangkan (Rasio laba tahun berjalan terhadap total modal) pada non LKM memburuk dan pada LKM cukup baik. Secara keseluruhan analisis keuangan pada LKM lebih baik dibandingkan pada non LKM, terutama pada tingkat pengembalian. Tetapi perbedaan keduanya tidak terlalu nyata.. 3. Analisis Strategi Pemasaran a. Analisis Lingkungan Internal Dari hasil analisis mengenai lingkungan internal berupa kekuatan dan kelemahan LKM Swamitra Mina, didapatkan beberapa faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan, yaitu : 1) Kekuatan i. Kejujuran dan dedikasi yang tinggi dari pihak pengelola LKM Swamitra Mina, yang merupakan kunci utama bagi berkembangnya LKM tersebut, karena tanpa adanya kejujuran akan ditemui banyak kecurangan yang merugikan nelayan akibat adanya kepentingan pribadi di dalam LKM. Sedangkan dedikasi akan memacu petugas dan pengelola LKM untuk terus memikirkan kepentingan nelayan dan mencukupi kebutuhan nelayan melalui LKM, sehingga diharapkan dengan adanya dedikasi tersebut agar kehidupan nelayan semakin membaik dan LKM terus berkembang. ii. Dana LKM yang dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sehingga ada jaminan kontinuitas dana. Tanpa

61 71 adanya jaminan kontinuitas dana, maka hal ini merupakan hal yang sia-sia, karena tidak ada juga jaminan untuk kemajuan nelayan. Dengan adanya jaminan kepastian aliran dana, maka nelayan juga akan semakin percaya dan mantap untuk memanfaatkan fasilitas/produk LKM Swamitra Mina. iii. Adanya sistem bagi hasil antara pengelola dengan penerima dana Dari keuntungan bersih yang diperoleh setiap akhir tahun dibagikan kepada anggota dihitung pershare. Bertujuan sebagai antisipasi dari penawaran pinjaman yang dilakukan rentenir dan dapat merangsang masyarakat nelayan untuk menyisihkan sebagian penghasilannya untuk disimpan di LKM Swamitra Mina. iv. Penyediaan fasilitas dan kebutuhan nelayan oleh LKM Swamitra Mina yang merupakan bukti nyata dari kepedulian LKM Swamitra Mina terhadap kebutuhan dan kemajuan nelayan, serta perbaikan ekonomi masyarakat nelayan. v. Pemberian reward kepada nelayan dengan performa baik. Hal ini merupakan kegiatan promosi yang menarik bagi nelayan di Kabupaten Cirebon, sehingga dengan adanya sistem reward tersebut, nelayan akan semakin terpacu untuk bekerja dengan giat, sehingga terjadi peningkatan kinerja dalam hal pelunasan pinjaman. vi. Adanya program pengentasan kemiskinan. Secara periodik LKM Swamitra Mina bekerjasama dengan BUKOPIN meluncurkan dana murah yang diperuntukan untuk nelayan dengan permodalan terbatas, yaitu pinjaman dengan tingkat bunga paling murah dengan rerata tingkat bunga 4,5 % per tahun. 2) Kelemahan i. Sistem pemasaran tidak dilakukan secara sporadis, tetapi hanya berita dari mulut ke mulut/ketok tular.

62 72 ii. SDM kurang handal terutama dalam hal mengelola keuangan di LKM Swamitra Mina. Uang yang sudah mengendap hanya sebagai deposito saja dan tidak dirotasikan kembali, padahal uang tersebut berpotensi untuk disalurkan melalui SBI, Deposit on Call (DOC). iii. Produk LKM hanya berupa produk simpan pinjam, sedangkan kebutuhan dari masyarakat cukup beragam antara lain perlunya pemberian bantuan secara fisik, misalnya pemberian jaring untuk menangkap ikan. iv. Pencatatan keuangan dilakukan secara sederhana Pembukuan dan laporan keuangan masih dilakukan stand alone, dan masih terdapat registrasi cash flow dilakukan secara manual, meskipun telah tersedia perangkat v. Hal ini kadangkala menyebabkan kesulitan dalam pengurusan administrasi peminjaman dan pelunasan, sehingga pengurusannya membutuhkan waktu lama yang menyebabkan nelayan kadang enggan dan lebih memilih jalan pintas untuk mendapatkan pinjaman walaupun kadang berisiko tinggi. vi. Pembinaan hanya diberikan kepada nelayan perwakilan yang mengakibatkan adanya perbedaan pengetahuan dan ketrampilan, karena apa yang disampaikan oleh LKM terhadap nelayan perwakilan biasanya tidak sama dengan apa yang diberikan nelayan perwakilan tersebut kepada anggota kelompok yang lain akibat hilangnya beberapa informasi. vii. Bantuan sebagian besar diberikan kepada nelayan-nelayan yang dikenal oleh pengelola, sehingga dari kejadian ini, timbul persepsi ketidakadilan dan juga terjadi ketimpangan antara nelayan pemanfaat dan non-pemanfaat terutama dari segi ekonomi. b. Analisis Lingkungan Eksternal Hasil analisis lingkungan eksternal berupa peluang dan ancaman, maka lingkungan eksternal yang dihadapi oleh LKM Swamitra Mina adalah :

63 73 1) Peluang i. Hasil tangkapan yang cukup potensial. ii. Dengan masih berlimpahnya potensi perikanan dan perairan di Kabupaten Cirebon, maka semakin terbuka lebar peluang nelayan untuk berusaha dan terus mendapatkan uang untuk memutar modal dan terutama melunasi pinjaman dari LKM. iii. Kemudahan dalam menjalin kerjasama dengan bank-bank, antara lain Bank Bukopin dan saat ini meluas kepada bank-bank pembangunan daerah dalam hal pendanaan iv. Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pengelola yang sudah mulai tumbuh, hal ini dibuktikan dengan kenaikan simpanan masyarakat nelayan pada LKM Swamitra Mina dari tahun ke tahun. v. Meningkatnya kebutuhan modal para nelayan dapat dilihat dari PYD pada laporan keuangan tahun 2004 dan 2005 dengan rerata peningkatan 300 %, sedangkan pada tahun 2006 sedikit mengalami penurunan. vi. Dicanangkannya pola makan sehat melalui program makan ikan, melalui penyuluhan dari tingkat desa sampai kabupaten. vii.dukungan yang diperoleh dari Departemen Kelautan dan Perikanan serta Pemerintah Daerah setempat, termasuk kelurahan dan kecamatan yang semakin memantapkan nelayan untuk memilih menjadi nasabah LKM Swamitra Mina. Diharapkan dengan adanya dukungan dari pihak-pihak tersebut, maka kebutuhannya akan semakin diperhatikan. 2) Ancaman i. Adanya rentenir di masyarakat dilatar belakangi oleh wawasan masyarakat nelayan yang masih sempit serta kebutuhan akan modal yang mendesak bahwa meminjam kepada rentenir lebih mudah prosesnya dibandingkan kepada Bank atau LKM.

64 74 ii. Sistem ijon yang masih berjalan dari tengkulak, masyarakat nelayan lebih memandang bahwa telah terjadi hutang budi kepada pemilik dana yang merasa dibantu kebutuhannya pada saat paceklik. iii. Program serupa yang menawarkan berbagai fasilitas dan kemudahan, biasanya banyak ditawarkan oleh para tengkulak untuk memenuhi kebutuhan sekunder dari masyarakat nelayan, dimana pembayarannya diperhitungkan dengan hasil tangkapan yang akan dijual kepada tengkulak tersebut. iv. Wawasan masyarakat yang masih sempit, pembinaan dan sosialisai mengenai koperasi dan LKM dari instansi terkait masih sangat kurang. v. Lemahnya kelembagaan sosial ekonomi masyarakat, kurangnya perhatian Pemda setempat untuk pemberdaayn LKM dan Koperasi, Selama ini, baik LKM maupun Koperasi dapat berjalan beredasarkan ketokohan. vi. Kenaikan harga BBM yang terus melambung, hasil tangkapan yang tidak menutupi dengan harga BBM yang terus meningkat, menjadi peluang bagi para pelaku rente dan ijon Analisis SWOT Analisis SWOT digunakan sebagai marketing framework untuk membantu LKM meningkatkan eksistensi LKM dan mencapai kesuksesan. Kekuatan (S) dan Kelemahan (W) adalah faktor internal yang dapat dikontrol oleh perusahaan. Sedangkan Peluang (O) dan Ancaman (T) adalah faktor eksternal yang tidak dapat dikontrol.

65 75 Tabel 13. Matriks IFE A. FAKTOR INTERNAL Bobot (a) Rating (b) Skor (a x b) 1. Kejujuran dan dedikasi yang tinggi dari pihak pengelola 0,077 3,611 0, Jaminan kontinuitas dana 0,088 3,889 0, Adanya sistem bagi hasil dengan pengelola 0,057 1,556 0, Penyediaan fasilitas dan kebutuhan nelayan 0,085 3,722 0, Pemberian reward kepada masyarakat nelayan dengan performa baik 0,074 2,889 0, Pembuatan program pengentasan kemiskinan 0,084 3,611 0, Sistem pemasaran tidak sporadis 0,083 3,611 0, SDM kurang handal 0,065 2,944 0, Produk LKM hanya simpan pinjam 0,069 1,500 0, Pencatatan keuangan dilakukan secara sederhana 0,052 1,222 0, Pembinaan hanya diberikan kepada nelayan perwakilan 0,083 4,000 0, Bantuan hanya diberikan kepada nelayannelayan yang dikenal oleh pengelola 0,090 4,000 0,361 Jumlah (A) 3,265 Faktor kelemahan yang sangat penting untuk diperhatikan adalah pembinaan yang hanya diberikan kepada nelayan perwakilan dan sistem pemasaran yang tidak sporadis. Hal ini tentu saja harus ditangani dengan serius, karena model pembinaan yang seperti itu akan menyebabkan keterlambatan pengembangan kemampuan dan keterampilan nelayannelayan lain. Langkah yang dapat diambil untuk mengatasi kelemahan tersebut adalah perlu adanya pelatihan secara berkala untuk seluruh anggota nelayan pemanfaat dan perlu adanya buku panduan secara lengkap yang akan lebih melengkapi proses pembelajaran seluruh nelayan. Sistem pemasaran yang hanya melalui cara ketok tular atau dari mulut ke mulut (word of mouth), menyebabkan kurang efektifnya

66 76 program promosi yang dilakukan oleh LKM Swamitra Mina. Hal ini akan berpengaruh terhadap nelayan karena tidak semua nelayan mengetahui adanya LKM tersebut dan pada akhirnya program peningaktan mutu hidup nelayan tidak merata. Hal ini harus segera diperbaiki dengan melakukan kegiatan promosi secara lebih agresif. Tabel 14. Matriks EFE B. FAKTOR EKSTERNAL Bobot (a) Rating (b) Skor (a x b) 1. Hasil tangkapan yang cukup potensil 0,119 3,556 0, Kemudahan dalam menjalin kerja sama dengan Bank- bank 0,120 4,000 0, Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pengelola yang sudah mulai tumbuh 0,109 3,556 0, Meningkatnya kebutuhan modal para nelayan 0,098 3,111 0, Dicanangkannya pola makan sehat melalui makan ikan yang meningkatkan gairah nelayan 0,067 3,111 0, Adanya rentenir yang masih ada di masyarakat 0,078 4,000 0, Sistem ijon yang masih berjalan dari tengkulak 0,082 4,000 0, Program serupa yang menawarkan berbagai fasilitas dan kemudahan 0,065 3,667 0, Wawasan masyarakat yang masih sempit 0,080 3,833 0, Lemahnya infrastrutur kelembagaan sosek masyarakat 0,083 3,722 0, Kenaikan harga BBM yang terus melambung 0,098 4,000 0, Dukungan DKP dan Pemda 0, ,369 Jumlah (B) 3,694 Dari hasil pengamatan lingkungan di luar LKM Swamitra Mina, didapatkan hasil adanya peluang yang dapat dimanfaatkan oleh LKM Swamitra Mina, yaitu peluang terbesar adalah kemudahan dalam menjalin kerjasama dengan bank-bank yang nantinya dapat membuka tingkat kepercayaan masyarakat yang besar terhadap pengelola LKM, misalnya semakin meningkatnya simpanan masyarakat sejak tahun 2004 diakibatkan peningkatan nyata pada pertengahan sampai akhir tahun Dengan demikian merupakan celah untuk meningkatkan ekspansi

67 77 pinjaman dan peluang untuk mengembangkan produk yang telah ada di LKM Swamitra Mina dimana produk simpanan tidak hanya terbatas pada simpanan biasa dan simpanan berjangka. Ancaman yang berpengaruh paling besar adalah kenaikan BBM yang terus melambung, BBM merupakan kebutuhan utama bagi masyarakat nelayan, karena daya beli terhadap BBM sangat berpengaruh terhadap hasil tangkapan, baik secara mutu maupun kuantitasnya, karena kenaikan BBM merupakan kebijakan pemerintah pusat dan sulit dihindari maka sebaiknya Pemerintah Kabupaten atau Pemerintah Kodya Cirebon memberikan bantuan semacam subsidi silang, khususnya untuk masyarakat nelayan menengah ke bawah atau pemerintah sudah mulai mengenalkan bahan bakar alternatif sebagai salah satu solusi menjawab kenaikan BBM. Jika diperhatikan dari Tabel 15, dapat disimpulkan bahwa faktor yang menjadi kekuatan utama bagi LKM Swamitra Mina adalah adanya dukungan dari Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP). Hal ini tentu saja berpengaruh sangat besar, terutama terhadap kelancaran dan pengembangan LKM tersebut. Diharapkan dengan adanya dukungan tersebut, maka terjadi kemajuan di dalam LKM, terutama dari segi pelayanan dan penyediaan fasilitas bagi nelayan yang pada akhirnya akan mempengaruhi perbaikan dan peningkatan mutu hidup kelompok nelayan. Secara langsung, dengan adanya dukungan ini terjadi jaminan kontinuitas dana bagi LKM Swamitra Mina dan tentu saja bagi nelayan.

68 78 IFAS Tabel 15. Matriks SWOT Strengths (S) Weaknesses (W) EFAS 1. Kejujuran dan dedikasi yang tinggi dari pihak LKM. 2. Ada jaminan kontinuitas dana. 3. Sistem bagi hasil pengelola dengan nelayan 4. Pemberian penghargaan kepada nelayan 1. Sistem pemasaran tidak sporadis 2. SDM kurang handal 3. Produk LKM hanya berupa produk simpan pinjam 4. Pencatatan keuangan secara sederhana 5. Pembinaan hanya kepada perwakilan 6. Bantuan hanya untuk nelayan yang sudah dikenal Opportunities (O) 1. Hasil tangkapan cukup potensil 2. Kemudahan menjalin kerja sama dengan Bank-bank 3. Tingkat kepercayan mulai tumbuh 4. Meningkatnya kebutuhan modal nelayan 5. Dukungan DKP dan Pemda 6. Pembuatan program pengentasan kemiskinan 7. Dicanangkannya program makan ikan Memperluas jaringan kerjasama dengan pihak pemerintah dan bank untuk mengembangkan LKM (S1, S2, O1, O2) Peningkatan jumlah kredit (S2, O2- O5, O6, O7) Promosi berkelanjutan (S3, S4, O3) Ekspansi pinjaman secara meluas S4,O3,O4) Program pembelian ikan oleh LKM dengan harga yang bersaing (S4, O4,O5) Perbaikan sistem pemasaran, terutama promosi merata dan berkeadilan (W1, W6, O3, O4, O5) Mengedukasi pengelola melalui pelatihan-pelatihan dan pembinaan (W2, W4, O2, O5) Pengembangan produk sesuai dengan kebutuhan nelayan (W3, O2) Pembinaan menyeluruh secara berkala untuk semua anggota anggora kelompok nelayan pemanfaat (W5, O3) Threats (T) 1. Adanya rentenir yang di masyarakat 2. Sistem ijon dari tengkulak 3. Program serupa yang menawarkan berbagai fasilitas dan kemudahan 4. Wawasan masyarakat masih sempit 5. Lemahnya infrastruktur kelembagaan sosial ekonomi masyarakat 6. Kenaikan BBM yang terus melambung Sosialisasi yang lebih agresif dan meluas mengenai keuanikan dan kelebihan program-program LKM Swamitra Mina (S1-S6, T1-T4) Penataan infrastruktur kelembagaan masyarakat dengan bantuan pihak Pemerintah (S3, T5) Pengenalan bahan bakar alternatif sebagai salah satu solusi menjawab kenaikan BBM oleh Pemerintah/pihak yang kompeten (S3, T6) Perlu diadakan pendekatan personal yang lebih intensif untuk membuka wacana dan meningkatkan kesadaran nelayan (W1, T1, T2, T4) Peninjauan kembali regulasi yang memberatkan dan menghambat kemajuan nelayan (W2, W3, T5, T6) Pengembangan dan peningkatan mutu program LKM Swamitra Mina (W3, W4, W5, W6, T3) Matriks di bawah ini menggambarkan nilai skor IFE 3,265 dan EFE 3,694 (Gambar 2) sehingga posisi LKM Swamitra Mina berada pada kuadran I yang berarti dapat terus dikembangkan/dibangun. karena posisi perusahaan berada pada kuadran I, maka strategi yang harus dilakukan adalah growth-oriented strategy atau pengembangan pasar

69 79 yang intensif dengan menggalang kekuatan pihak luar dalam mendukung modal dan kelembagaan. Matriks ini juga menggambarkan bahwa LKM Swamitra Mina mempunyai tingkat keunggulan dalam faktor internal, terutama kekuatan (jumlah total skor 1,911) namun juga menghadapi ancaman yang dinilai cukup tinggi oleh responden (jumlah total skor 1,887). Dengan diketahuinya faktor yang mendominasi, maka hal yang paling penting bagi LKM Swamitra Mina adalah bagaimana menggunakan kekuatan untuk menghadapi ancaman yang ada. Total Skor IFE 4,0 Kuat 3,0 Rata-rata 2,0 Lemah 1,0 Tinggi (3,265:3,694) II III GROWTH GROWTH RETRENCHMENT 3,0 Total Skor EFE Sedang 2,0 IV STABILITY V GROWTH/SBLT VI RETRENCHMENT Lemah VII VIII IX GROWTH GROWTH RENTRENCHMENT 1,0 Gambar 2. Posisi LKM Swamitra Mina berdasarkan Matriks SWOT Keterangan : I, II, IV = Grow and build III, V, VII = Hold and maintain VI, VII, IX = Harvest and divesture

70 Analisis diagram Radar Diagram radar (spider chart) merupakan cara sederhana untuk menentukan apakah suatu sebab akibat terjadi di antara dua peubah. Diagram ini berguna untuk menunjukkan hubungan antara titik-titik yang dipetakan dan menggambarkan hubungan antara dua peubah. Diagram ini juga membantu memeriksa korelasi dari penyebab yang kontinyu terhadap suatu karakteristik mutu. Diagram radar digunakan untuk membandingkan analisis pemasaran pada LKM Swamitra Mina secara eksternal dan internal (Gambar 3). Sebuah radar chart digunakan untuk menunjukkan ukuran gap lima sampai sepuluh area kinerja organisasi (Gambar 3 dan 4). Gambar diagram ini menunjukkan kategori penting sebuah kinerja dan membuat konsentrasi yang nyata tentang kekuatan dan kelemahan lembaga keuangan. 250 A E B LKM Non LKM D C Sumber : DKP, 2006 (data diolah kembali). Gambar 3. Diagram Radar Rasio Keuangan LKM Swamitra Mina dan Non LKM di Kabupaten Cirebon Keterangan : A = Rasio total pembiayaan bermasalah terhadap total pembiayaan diberikan B = Rasio total pembiayaan terhadap total dana yang diterima dari anggota C = Rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) D = Rasio laba tahun berjalan terhadap aset E = Rasio laba tahun berjalan terhadap total modal Dari Gambar 3 di atas terlihat jelas bahwa dalam operasionalnya LKM Swamitra Mina lebih efisien dari non LKM. Demikian pula halnya dengan kemampuan

71 81 menghasilkan laba, LKM Swamitra Mina mempunyai kemampuan menghasilkan laba yang lebih Tinggi dibandingkan dengan Non LKM. SM SM SM LKM Non LKM 5M SM SM Sumber : DKP, 2006 (data diolah kembali) Gambar 4. Diagram Radar rasio total modal terhadap simpanan pada LKM Swamitra Mina dan Non LKM di Kabupaten Cirebon Rasio total modal terhadap simpanan merupakan cerminan kemampuan lembaga keuangan untuk menarik nasabah. Dari Gambar 4 terlihat bahwa LKM Swamitra Mina semakin terlihat memperoleh kepercayaan dari nasabahnya. Sedangkan Gambar 5 memperlihatkan perkembangan struktur modal, efisiensi operasi dan kemampuan menghasilkan laba yang semakin baik dibandingkan dengan non LKM Dalam juta rp LKM 2005 LKM 2006 NON LKM 2005 NON LKM 2006 STRUKTUR MO DAL BOPO ROE Gambar 5. Diagram Batang struktur modal, BOPO dan ROE Pada LKM Swamitra Mina dan Non LKM di Kabupaten Cirebon

72 82 Kinerja pemasaran lembaga keuangan dapat dilihat dari kemampuan menambah nilai perolehan dan jumlah nasabah.atau kemampuan menambah jumlah simpanan dan kredit yang disalurkan baik dari sisi nilai maupun jumlah nasabah yang terlibat Jumlah transaksi (juta rp) 8000, , , , , , , ,00 0 0, , , , , , ,87 500, ,74 SM S M S M S M P injaman yang disalurkan Jumlah S impanan Gambar 6. Diagram Batang jumlah pinjaman yang disalurkan dan jumlah simpanan pada LKM Swamitra Mina semester I 2005 s/d semester II 2006 di Kabupaten Cirebon (dalam Jutaan Rupiah). Dari Gambar 6 dan 7 terlihat bahwa meskipun lebih baik dari non LKM, kemampuan LKM Swamitra Mina pada periode semester I 2005 s/d semester II 2006 mengalami penurunan dalam hal kemampuan menyalurkan kredit dan penurunan jumlah simpanan baik dari sisi nilai rupiah maupun jumlah nasabahnya.

73 83 Jumlah Nasabah Gambar 7. Diagram Batang jumlah peminjam dan penabung pada LKM Swamitra Mina semester I 2005 s/d semester II 2006 di Kabupaten Cirebon Eskpansi pemasaran yang efektif akan menyebabkankan kepercayaan yang tinggi para nasabah untuk cenderung menggunakan LKM. Pemasaran yang efektif akan berpengaruh terhadap tingkat efisiensi keuangan yang dipergunakan untuk memasarkan produk. Secara keseluruhan pada Gambar 5 menunjukkan bahwa LKM lebih efisien dalam mengelola keuangan yang salah satu bagiannya adalah aspek pemasaran. Keberhasilan pemasaran juga akan terlihat dari kemampuan Lembaga untuk menghasilkan laba. Kedua lembaga diatas tidak terlalu nyata perbedaannya terhadap tingkat laba namun LKM lebih baik. Strategi pemasaran yang disusun dalam pelaksanaannya perlu diuji untuk mengetahui tepat atau tidak, hal yang dimaksud tersebut, Hal ini akan tercermin dari tingkat penjualan, pangsa pasar yang dikuasai dan biaya yang dikorbankan. Untuk mendukung keberhasilan pelaksanaan strategi pemasaran yang disusun, maka dibutuhkan kesiapan organisasi LKM dan pelaksanaannya. Dalam rangka itu perlu dibuat kerangka organisasi yang jelas, efisien dan memuaskan bagi personalianya. Selanjutnya personalia organisasi LKM harus diseleksi dengan baik untuk mendapatkan tenaga yang benar-benar bermutu, terampil dan mempunyai kemampuan.

II. TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Lembaga Keuangan Mikro

II. TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Lembaga Keuangan Mikro II. TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Lembaga Keuangan Mikro Untuk mendukung pengembangan usaha skala kecil, pemerintah menyediakan Kredit Investasi Kecil (KIK) dan Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP) sejak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki satu abad sejarah panjang dalam keuangan mikro, bila dihitung dari masa penjajahan Belanda. Pada masa tersebut, lembaga keuangan mikro (LKM)

Lebih terperinci

LEMBAGA KEUANGAN MIKRO: Energi Pemberdayaan Ekonomi Rakyat? Oleh : Noer Soetrisno

LEMBAGA KEUANGAN MIKRO: Energi Pemberdayaan Ekonomi Rakyat? Oleh : Noer Soetrisno LEMBAGA KEUANGAN MIKRO: Energi Pemberdayaan Ekonomi Rakyat? Oleh : Noer Soetrisno I. Latar Belakang Sebagaimana dimaklumi 97 % usaha kecil di Indonesia memiliki omset dibawah Rp. 50 Juta/tahun, meskipun

Lebih terperinci

STRATEGI LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH DALAM MENGEMBANGKAN USAHA MIKRO (Kasus LKMS BMT KUBE SEJAHTERA Unit 20, Sleman-Yogyakarta) Oleh DIAN PRATOMO

STRATEGI LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH DALAM MENGEMBANGKAN USAHA MIKRO (Kasus LKMS BMT KUBE SEJAHTERA Unit 20, Sleman-Yogyakarta) Oleh DIAN PRATOMO STRATEGI LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH DALAM MENGEMBANGKAN USAHA MIKRO (Kasus LKMS BMT KUBE SEJAHTERA Unit 20, Sleman-Yogyakarta) Oleh DIAN PRATOMO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Strategi Perusahaan Manajemen meliputi perencanaan, pengarahan, pengorganisasian dan pengendalian atas keputusan-keputusan dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI A. Lokasi dan Waktu B. Pengumpulan Data

BAB III METODOLOGI A. Lokasi dan Waktu B. Pengumpulan Data 13 BAB III METODOLOGI A. Lokasi dan Waktu Kegiatan ini dibatasi sebagai studi kasus pada komoditas pertanian sub sektor tanaman pangan di wilayah Bogor Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 29 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Sektor UKM memiliki peran dan fungsi sangat strategik dalam pertumbuhan perekonomian Indonesia, tetapi kredit perbankan untuk sektor ini dinilai masih

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lembaga Keuangan Mikro (LKM) di Indonesia

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lembaga Keuangan Mikro (LKM) di Indonesia II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lembaga Keuangan Mikro (LKM) di Indonesia Perkembangan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) terjadi seiring dengan perkembangan UKM serta masih banyaknya hambatan UKM dalam mengakses sumber-sumber

Lebih terperinci

KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA KELOMPOK PEMBUDIDAYA IKAN MELALUI PROGRAM REPLIKA SKIM MODAL KERJA

KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA KELOMPOK PEMBUDIDAYA IKAN MELALUI PROGRAM REPLIKA SKIM MODAL KERJA KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA KELOMPOK PEMBUDIDAYA IKAN MELALUI PROGRAM REPLIKA SKIM MODAL KERJA (Studi Kasus Kelompok Tani Ikan Mekar Jaya di Lido, Bogor) RINI ANDRIYANI SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pemasaran BAB II TINJAUAN PUSTAKA Menurut Stanton dalam Tambajong (2013:1293), pemasaran adalah suatu sistem dari kegiatan bisnis yang dirancang untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan

Lebih terperinci

III..METODOLOGI. A. Lokasi dan Waktu Kajian

III..METODOLOGI. A. Lokasi dan Waktu Kajian 31 III..METODOLOGI A. Lokasi dan Waktu Kajian 1. Lokasi Kajian Kajian ini dilaksanakan di Kecamatan Semparuk Kabupaten Sambas Kalimantan Barat. Lembaga yang menjadi subyek kajian ialah Unit Pelaksana Kegiatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peran strategi dalam pembangunan nasional. Hal ini dikarenakan sebagian besar penduduk terlibat dalam kegiatan UMKM

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. teoretik. Manajemen strategi didefinisikan sebagai ilmu tentang perumusan

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. teoretik. Manajemen strategi didefinisikan sebagai ilmu tentang perumusan 22 BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Manajemen Strategi Penelitian ini menggunakan perencanaan strategi sebagai kerangka teoretik. Manajemen strategi didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Investasi Investasi merupakan suatu tindakan pembelanjaan atau penggunaan dana pada saat sekarang dengan harapan untuk dapat menghasilkan dana di masa datang yang

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian yang dilakukan ini didasarkan pada suatu pemikiran bahwa perlu dilaksanakan pengembangan agroindustri serat sabut kelapa berkaret. Pengembangan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Buah Carica 2.2. One Village One Product (OVOP)

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Buah Carica 2.2. One Village One Product (OVOP) 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Buah Carica Buah carica atau pepaya gunung merupakan rumpun buah pepaya yang hanya tumbuh di dataran tinggi. Di dunia, buah carica hanya tumbuh di tiga negara yaitu Amerika Latin,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Manajemen Manajemen merupakan proses pengkoordinasian kegiatan-kegiatan pekerjaan sehingga pekerjaan tersebut terselesaikan secara efisien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan adalah suatu keadaan yang sangat sulit untuk diramalkan,

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan adalah suatu keadaan yang sangat sulit untuk diramalkan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan adalah suatu keadaan yang sangat sulit untuk diramalkan, diperkirakan dan dipastikan di masa yang akan datang. Perusahaan tidak terlepas dari berbagai macam

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian PT. Pelni merupakan perusahaan pelayaran nasional yang bergerak dalam bidang jasa dan memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam hal pelayanan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 33 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian PT Bank Syariah Mandiri hadir, tampil, dan tumbuh sebagai bank yang mampu memadukan idealisme usaha dengan nilai-nilai rohani, yang melandasi

Lebih terperinci

BAB II MANAJEMEN PEMASARAN

BAB II MANAJEMEN PEMASARAN BAB II MANAJEMEN PEMASARAN 2.1 Konsep Pemasaran Pemasaran tidak bisa dipandang sebagai cara yang sempit yaitu sebagai tugas mencari cara-cara yang benar untuk menjual produk/jasa. Pemasaran yang ahli bukan

Lebih terperinci

Nofianty ABSTRAK

Nofianty ABSTRAK Nofianty - 0600670101 ABSTRAK PT. Surya Toto adalah sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang saniter atau alat perlengkapan mandi. Tujuan penulisan dari skripsi ini adalah mengidentifikasikan masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi perekonomian lndonesia pasca krisis ekonomi masih belum. sepenuhnya pulih, namun berdasarkan Laporan Statistik Perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi perekonomian lndonesia pasca krisis ekonomi masih belum. sepenuhnya pulih, namun berdasarkan Laporan Statistik Perekonomian BAB I PENDAHULUAN I.I. Latar Belakang Kondisi perekonomian lndonesia pasca krisis ekonomi masih belum sepenuhnya pulih, namun berdasarkan Laporan Statistik Perekonomian lndonesia tahun 2002, selama kurun

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Lokasi penelitian dilaksanakan pada perusahaan CV Septia Anugerah Jakarta, yang beralamat di Jalan Fatmawati No. 26 Pondok Labu Jakarta Selatan. CV Septia Anugerah

Lebih terperinci

Pengembangan Ekonomi Lokal Batik Tegalan: Pendekatan Swot Analisis Dan General Electrics

Pengembangan Ekonomi Lokal Batik Tegalan: Pendekatan Swot Analisis Dan General Electrics Pengembangan Ekonomi Lokal Batik Tegalan: Pendekatan Swot Analisis Dan General Electrics Suliyanto 1 1 Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto E-mail: suli_yanto@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTKA 2.1. Kajian Teori Sayuran Organik Manajemen Strategi

2. TINJAUAN PUSTKA 2.1. Kajian Teori Sayuran Organik Manajemen Strategi 2. TINJAUAN PUSTKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Sayuran Organik Pertanian organik adalah salah satu teknologi pertanian yang berwawasan lingkungan serta menghindari penggunaan bahan kimia dan pupuk yang bersifat

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Pemasaran Menurut Parkinson (1991), pemasaran merupakan suatu cara berpikir baru tentang bagaimana perusahaan atau suatu organisasi

Lebih terperinci

III. METODE KAJIAN 3.1 Lokasi dan Waktu 3.2 Pengumpulan Data

III. METODE KAJIAN 3.1 Lokasi dan Waktu 3.2 Pengumpulan Data III. METODE KAJIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di lokasi unit usaha pembenihan ikan nila Kelompok Tani Gemah Parahiyangan yang terletak di Kecamatan Cilebar, Kabupaten Karawang, Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang berkembang saat ini menghadapi banyak

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang berkembang saat ini menghadapi banyak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang berkembang saat ini menghadapi banyak permasalahan yang terkait dengan hal ekonomi dan pembangunan. Hal ini diakibatkan oleh dampak

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Koperasi Unit Desa (KUD) Puspa Mekar yang berlokasi di Jl. Kolonel Masturi, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Usaha Besar Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Usaha Besar Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu tumpuan perekonomian Indonesia. Hingga tahun 2011, tercatat sekitar 99,99 persen usaha di Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui peranan bank sebagai perantara keuangan (financial intermediary). meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

BAB I PENDAHULUAN. melalui peranan bank sebagai perantara keuangan (financial intermediary). meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor perbankan masih berperan sebagai penggerak utama pertumbuhan ekonomi di Indonesia, artinya perbankan tetap menjadi pemain utama di sistem keuangan nasional.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Usaha Mikro dan Kecil (UMK), yang merupakan bagian integral. dunia usaha nasional mempunyai kedudukan, potensi dan peranan yang

I. PENDAHULUAN. Usaha Mikro dan Kecil (UMK), yang merupakan bagian integral. dunia usaha nasional mempunyai kedudukan, potensi dan peranan yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Usaha Mikro dan Kecil (UMK), yang merupakan bagian integral dunia usaha nasional mempunyai kedudukan, potensi dan peranan yang sangat penting dan strategis

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak terjadinya krisis tahun 1998, perekonomian Indonesia belum sepenuhnya pulih kembali. Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi yang berada di atas 8% sebelum

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di PT. Kaliduren Estates yang berlokasi di Perkebunan Tugu/Cimenteng, Desa Langkap Jaya, Kecamatan Lengkong, Kabupaten Sukabumi.

Lebih terperinci

PERENCANAAN KREDIT INVESTASI DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL MENENGAH PAKAN TERNAK (STUDI KASUS PT AFI) Oleh RONALD G TAMPUBOLON

PERENCANAAN KREDIT INVESTASI DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL MENENGAH PAKAN TERNAK (STUDI KASUS PT AFI) Oleh RONALD G TAMPUBOLON PERENCANAAN KREDIT INVESTASI DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL MENENGAH PAKAN TERNAK (STUDI KASUS PT AFI) Oleh RONALD G TAMPUBOLON SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK Ronald

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak liberalisasi perbankan tahun 1988, persyaratan pembukaan bank dipermudah, bahkan setoran modal untuk mendirikan bank relatif dalam jumlah yang kecil. Kebijakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konsep mengenai strategi terus berkembang. Hal ini dapat ditujukkan oleh adanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konsep mengenai strategi terus berkembang. Hal ini dapat ditujukkan oleh adanya BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1. Konsep Strategis Strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan dan dalam perkembangannya konsep mengenai strategi terus berkembang. Hal ini dapat ditujukkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberdayaan Usaha Mikro (UM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 20 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1 Strategi Strategi merupakan cara-cara yang digunakan oleh organisasi untuk mencapai tujuannya melalui pengintegrasian segala keunggulan

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PETERNAKAN AYAM RAS PETELUR PADA PERUSAHAAN AAPS KECAMATAN GUGUAK, KABUPATEN 50 KOTA, SUMATERA BARAT

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PETERNAKAN AYAM RAS PETELUR PADA PERUSAHAAN AAPS KECAMATAN GUGUAK, KABUPATEN 50 KOTA, SUMATERA BARAT STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PETERNAKAN AYAM RAS PETELUR PADA PERUSAHAAN AAPS KECAMATAN GUGUAK, KABUPATEN 50 KOTA, SUMATERA BARAT Oleh: NIA YAMESA A14105579 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis Strategi merupakan rumusan perencanaan komprehensif tentang bagaimana perusahaan akan mencapai misi dan tujuannya. Strategi akan memaksimalkan keunggulan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan bisnis perbankan di Indonesia terus mengalami kemajuan yang sangat pesat. Bank-bank dituntut untuk menjadi lebih dinamis terhadap perubahan agar siap bersaing

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertama, Kedua, Ketiga, Keempat, Kelima, Keenam, Pertama, Kedua, Ketiga, Keempat, Kelima,

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertama, Kedua, Ketiga, Keempat, Kelima, Keenam, Pertama, Kedua, Ketiga, Keempat, Kelima, I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kebijakan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (KUKM) dewasa ini telah diatur di dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia (Perpres) Nomor 7 Tahun

Lebih terperinci

PERUMUSAN STRATEGI PERUSAHAAN PT X MENGGUNAKAN MATRIKS EVALUASI FAKTOR

PERUMUSAN STRATEGI PERUSAHAAN PT X MENGGUNAKAN MATRIKS EVALUASI FAKTOR PERUMUSAN STRATEGI PERUSAHAAN PT X MENGGUNAKAN MATRIKS EVALUASI FAKTOR Departemen Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara Abstrak: Perubahan lingkungan industri dan peningkatan persaingan

Lebih terperinci

BAB III METODE KAJIAN

BAB III METODE KAJIAN BAB III METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Kerangka yang digunakan untuk mengukur efektivitas pengelolaan penerimaan daerah dari sumber-sumber kapasitas fiskal. Kapasitas fiskal dalam kajian ini dibatasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, banyak perusahaan yang muncul dan berkembang untuk

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, banyak perusahaan yang muncul dan berkembang untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Saat ini, banyak perusahaan yang muncul dan berkembang untuk memanfaatkan berbagai peluang yang dihadapi dalam usahanya mencapai tujuan perusahaan. Dengan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Disain Penelitian Dalam penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui

Lebih terperinci

LEMBAGA KEUANGAN BERBASIS KOMUNITAS. Profil kelembagaan keuangan berbasis komunitas

LEMBAGA KEUANGAN BERBASIS KOMUNITAS. Profil kelembagaan keuangan berbasis komunitas LEMBAGA KEUANGAN BERBASIS KOMUNITAS Profil kelembagaan keuangan berbasis komunitas Indonesia telah memiliki ragam model pembiayaan termasuk pembiayaan pada usaha mikro. Ragam dan model pembiayaan meliputi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang

METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang 35 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang dipergunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemilihan Judul BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemilihan Judul Sebuah perusahaan tidak terlepas dari berbagai macam perubahan yang bersumber dari lingkungan eksternal maupun lingkungan internal. Perubahan yang

Lebih terperinci

MATERI 3 ANALISIS PEMECAHAN MASALAH DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN

MATERI 3 ANALISIS PEMECAHAN MASALAH DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN MATERI 3 ANALISIS PEMECAHAN MASALAH DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN A. Kerangka Analisis Strategis Kegiatan yang paling penting dalam proses analisis adalah memahami seluruh informasi yang terdapat pada suatu

Lebih terperinci

SURAT PERNYATAAN. Bogor, Januari Martha Prasetyani

SURAT PERNYATAAN. Bogor, Januari Martha Prasetyani ANALISIS KELAYAKAN USAHA DAN STRATEGI PERUSAHAAN PELATIHAN MATHMAGIC, STUDI KASUS PADA LEMBAGA PELATIHAN MATEMATIKA YAYASAN RUMAH AKAL DI BUKIT CIMANGGU, BOGOR MARTHA PRASETYANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang melanda beberapa Negara di Asia pada tahun menuntut

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang melanda beberapa Negara di Asia pada tahun menuntut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya persaingan dalam industri perbankan di Indonesia paska krisis ekonomi yang melanda beberapa Negara di Asia pada tahun 1997 1998 menuntut pelaku industri perbankan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Kelompok Tani Kelompok tani diartikan sebagai kumpulan orang-orang tani atau petani yang terdiri atas

Lebih terperinci

5 PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN PANCING DENGAN RUMPON DI PERAIRAN PUGER, JAWA TIMUR

5 PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN PANCING DENGAN RUMPON DI PERAIRAN PUGER, JAWA TIMUR 45 Komposisi hasil tangkapan yang diperoleh armada pancing di perairan Puger adalah jenis yellowfin tuna. Seluruh hasil tangkapan tuna yang didaratkan tidak memenuhi kriteria untuk produk ekspor dengan

Lebih terperinci

METODE KAJIAN. 3.1 Kerangka Pemikiran

METODE KAJIAN. 3.1 Kerangka Pemikiran III. METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Potensi perikanan yang dimiliki Kabupaten Lampung Barat yang sangat besar ternyata belum memberikan kontribusi yang optimal bagi masyarakat dan pemerintah daerah.

Lebih terperinci

III. METODE KAJIAN. B. Pengolahan dan Analisis Data

III. METODE KAJIAN. B. Pengolahan dan Analisis Data 19 III. METODE KAJIAN Kajian ini dilakukan di unit usaha Pia Apple Pie, Bogor dengan waktu selama 3 bulan, yaitu dari bulan Agustus hingga bulan November 2007. A. Pengumpulan Data Metode pengumpulan data

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN DEBITUR TERHADAP PELAYANAN KREDIT SISTEM REFERRAL BANK CIMB NIAGA CABANG CIBINONG KABUPATEN BOGOR

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN DEBITUR TERHADAP PELAYANAN KREDIT SISTEM REFERRAL BANK CIMB NIAGA CABANG CIBINONG KABUPATEN BOGOR ANALISIS TINGKAT KEPUASAN DEBITUR TERHADAP PELAYANAN KREDIT SISTEM REFERRAL BANK CIMB NIAGA CABANG CIBINONG KABUPATEN BOGOR Oleh : DIKUD JATUALRIYANTI A14105531 PROGRAM STUDI EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Strategi Strategi merupakan cara-cara yang digunakan oleh organisasi untuk mencapai tujuannya melalui pengintegrasian segala keunggulan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI KAJIAN

III. METODOLOGI KAJIAN 152 III. METODOLOGI KAJIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dalam rangka menyelesaikan tugas akhir ini dilaksanakan di Pengolahan Ikan Asap UKM Petikan Cita Halus yang berada di Jl. Akar Wangi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Strategi Menurut Kotler (2008:58), strategi pemasaran adalah logika pemasaran dimana perusahaan berharap untuk menciptakan nilai pelanggan dan mencapai hubungan yang

Lebih terperinci

II. ANALISIS MASALAH. a. Mengkaji karakteristik dan perilaku UKM yang berpengaruh terhadap. pola pembiayaan yang paling sesuai.

II. ANALISIS MASALAH. a. Mengkaji karakteristik dan perilaku UKM yang berpengaruh terhadap. pola pembiayaan yang paling sesuai. II. ANALISIS MASALAH A. Prinsip Analisis 1. Tujuan Tujuan analisis adalah : a. Mengkaji karakteristik dan perilaku UKM yang berpengaruh terhadap pola pembiayaan yang paling sesuai. b. Mengkaji kendala-kendala

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Modal tanah, tenaga kerja dan manajemen adalah faktor-faktor produksi,

I. PENDAHULUAN. Modal tanah, tenaga kerja dan manajemen adalah faktor-faktor produksi, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Modal tanah, tenaga kerja dan manajemen adalah faktor-faktor produksi, baik di sektor pertanian/usahatani maupun di luar sektor pertanian. Tanpa salah satu faktor produksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tahun keuangan mikro (international microfinance year 2005), dimana lembaga

I. PENDAHULUAN. tahun keuangan mikro (international microfinance year 2005), dimana lembaga I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 2005 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mencanangkan tahun keuangan mikro (international microfinance year 2005), dimana lembaga keuangan mikro juga telah

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. A. Keadaan Umum Kemiskinan Masyarakat Pesisir

II. LANDASAN TEORI. A. Keadaan Umum Kemiskinan Masyarakat Pesisir II. LANDASAN TEORI A. Keadaan Umum Kemiskinan Masyarakat Pesisir Kemiskinan bukanlah suatu gejala baru bagi masyarakat Indonesia. Pada saat ini, walaupun sudah hidup dalam kemerdekaan selama puluhan tahun,

Lebih terperinci

VI. STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PDAM KABUPATEN SUKABUMI. Dari hasil penelitian pada PDAM Kabupaten Sukabumi yang didukung

VI. STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PDAM KABUPATEN SUKABUMI. Dari hasil penelitian pada PDAM Kabupaten Sukabumi yang didukung VI. STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PDAM KABUPATEN SUKABUMI Dari hasil penelitian pada PDAM Kabupaten Sukabumi yang didukung oleh wawancara terhadap para responden dan informasi-informasi yang diperoleh dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota pada seluruh pemerintahan daerah bahwa pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. bagi suatu perusahaan untuk tetap survive di dalam pasar persaingan untuk jangka panjang. Daya

BAB II KAJIAN TEORI. bagi suatu perusahaan untuk tetap survive di dalam pasar persaingan untuk jangka panjang. Daya BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Daya Saing 2.1.1 Pengertian Daya Saing Perusahaan yang tidak mempunyai daya saing akan ditinggalkan oleh pasar. Karena tidak memiliki daya saing berarti tidak memiliki keunggulan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidupnya, saat ini persaingan yang semakin ketat dan tajam

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidupnya, saat ini persaingan yang semakin ketat dan tajam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Situasi pasar yang berubah setiap saat sulit untuk diramalkan dan dipastikan di masa mendatang. Perubahan yang terjadi pada perusahaan dapat saja bersumber dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Penyaluran Kredit Perbankan Tahun (Rp Miliar).

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Penyaluran Kredit Perbankan Tahun (Rp Miliar). I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang sebagian penduduknya bekerja di sektor pertanian. Saat ini keberpihakan pihak-pihak pemodal atau Bank baik pemerintah maupun

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 31 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada Bulan Februari 2013 hingga Agustus 2013 di kelompok pembudidaya Padasuka Koi Desa Padasuka, Kecamatan Sumedang Utara

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN PADA RESTORAN BAKMI JAPOS CABANG BOGOR SKRIPSI MARLIA PRATIWI

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN PADA RESTORAN BAKMI JAPOS CABANG BOGOR SKRIPSI MARLIA PRATIWI ANALISIS STRATEGI PEMASARAN PADA RESTORAN BAKMI JAPOS CABANG BOGOR SKRIPSI MARLIA PRATIWI PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN MARLIA PRATIWI.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dilihat dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting di dalam perekonomian suatu negara sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Analisis SWOT (strengths-weaknessesopportunities-threats)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Analisis SWOT (strengths-weaknessesopportunities-threats) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Strategi Pemasaran Strategi Pemasaran ialah paduan dari kinerja wirausaha dengan hasil pengujian dan penelitian pasar sebelumnya dalam mengembangkan keberhasilan strategi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia bisnis persaingan antara pengusaha (perusahaan) dengan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia bisnis persaingan antara pengusaha (perusahaan) dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Dalam dunia bisnis persaingan antara pengusaha (perusahaan) dengan pengusaha yang lain bukanlah hal yang baru lagi, tetepi semakin lama semakin ketat. Ini terbukti

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. Setiap perusahaan mempunyai tujuan untuk dapat tetap hidup dan

BAB II URAIAN TEORITIS. Setiap perusahaan mempunyai tujuan untuk dapat tetap hidup dan BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Setiap perusahaan mempunyai tujuan untuk dapat tetap hidup dan berkembang. Tujuan tersebut hanya dapat dicapai melalui usaha mempertahankan dan meningkatkan

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BUDIDAYA UDANG GALAH PADA KELOMPOK TANI HURANG GALUNGGUNG KECAMATAN SUKARATU TASIKMALAYA

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BUDIDAYA UDANG GALAH PADA KELOMPOK TANI HURANG GALUNGGUNG KECAMATAN SUKARATU TASIKMALAYA ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BUDIDAYA UDANG GALAH PADA KELOMPOK TANI HURANG GALUNGGUNG KECAMATAN SUKARATU TASIKMALAYA Oleh AIDI RAHMAN H 24066055 PROGRAM SARJANA MANAJEMEN PENYELENGGARAAN KHUSUS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan yang dimiliki oleh wanita dapat diketahui potensial pasar yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan yang dimiliki oleh wanita dapat diketahui potensial pasar yang cukup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wanita adalah gender yang jarang terangkat keberadaannya, namun dengan segala kelebihan yang dimiliki oleh wanita dapat diketahui potensial pasar yang cukup menjanjikan

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. Dimana : TR = Total penerimaan, TC = Total biaya, NT = Biaya tetap, dan NTT = Biaya tidak tetap.

LANDASAN TEORI. Dimana : TR = Total penerimaan, TC = Total biaya, NT = Biaya tetap, dan NTT = Biaya tidak tetap. 7 II. LANDASAN TEORI 1. Konsep Pendapatan Pendapatan tunai adalah selisih antara penerimaan tunai dan pengeluaran tunai. Pendapatan tunai merupakan ukuran kemampuan usaha dalam menghasilkan uang tunai.

Lebih terperinci

PERAN KELEMBAGAAN PERBANKAN DALAM PENGEMBANGAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH NASIONAL BANK MANDIRI

PERAN KELEMBAGAAN PERBANKAN DALAM PENGEMBANGAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH NASIONAL BANK MANDIRI PERAN KELEMBAGAAN PERBANKAN DALAM PENGEMBANGAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH NASIONAL POKOK BAHASAN I II KONDISI UMKM PERBANKAN KOMITMEN III POLA PEMBIAYAAN UMKM IV KESIMPULAN I KONDISI UMKM PERBANKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usaha mikro dan informal merupakan sektor usaha yang telah terbukti berperan strategis atau penting dalam mengatasi akibat dan dampak dari krisis ekonomi yang pernah

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Landasan teori 2.1.1 Pengertian Manajemen Menurut Robbins dan Coulter (2007, p7), manajemen adalah proses pengoordinasian kegiatan-kegiatan pekerjaan sehingga

Lebih terperinci

Strategi Pemberdayaan Lembaga Keuangan Rakyat BPR

Strategi Pemberdayaan Lembaga Keuangan Rakyat BPR Strategi Pemberdayaan Lembaga Keuangan Rakyat BPR Oleh : Marsuki Disampaikan dalam Seminar Serial Kelompok TEMPO Media dan Bank Danamon dengan Tema : Peran Pemberdayaan dalam Pengembangan Ekonomi Daerah.

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini Bab I Pendahuluan Di setiap negara manapun masalah ketahanan pangan merupakan suatu hal yang sangat penting. Begitu juga di Indonesia, terutama dengan hal yang menyangkut padi sebagai makanan pokok mayoritas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Upaya membangun suatu unit usaha bank mikro yang melayani. masyarakat golongan kecil memerlukan suatu cara metode berbeda dengan

BAB I PENDAHULUAN. Upaya membangun suatu unit usaha bank mikro yang melayani. masyarakat golongan kecil memerlukan suatu cara metode berbeda dengan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Upaya membangun suatu unit usaha bank mikro yang melayani masyarakat golongan kecil memerlukan suatu cara metode berbeda dengan praktek-praktek yang telah dilakukan

Lebih terperinci

ANALISIS PEMECAHAN MASALAH DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN. I S K A N D A R I N I Fakultas Pertanian Jurusan Sosial Ekonomi Universitas Sumatera Utara

ANALISIS PEMECAHAN MASALAH DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN. I S K A N D A R I N I Fakultas Pertanian Jurusan Sosial Ekonomi Universitas Sumatera Utara ANALISIS PEMECAHAN MASALAH DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN I S K A N D A R I N I Fakultas Pertanian Jurusan Sosial Ekonomi Universitas Sumatera Utara A. Kerangka Analisis Strategis Kegiatan yang paling penting

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Wisata Agro Tambi yang terletak di Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo. Pemilihan lokasi ini ditentukan secara sengaja

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS SWOT PENENTUAN STRATEGI PEMASARAN UNTUK PENINGKATAN DAYA SAING DI CV. GLOBAL WARNA SIDOARJO

BAB IV ANALISIS SWOT PENENTUAN STRATEGI PEMASARAN UNTUK PENINGKATAN DAYA SAING DI CV. GLOBAL WARNA SIDOARJO BAB IV ANALISIS SWOT PENENTUAN STRATEGI PEMASARAN UNTUK PENINGKATAN DAYA SAING DI CV. GLOBAL WARNA SIDOARJO A. Penentuan Strategi Pemasaran sebagai Upaya Peningkatan Daya Saing di CV. Global Warna Sidoarjo

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan sektor pertanian sampai saat ini telah banyak dilakukan di Indonesia. Selain sebagai salah satu upaya dalam meningkatkan pendapatan petani, sektor pertanian

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini membahas tentang : konsep strategi, manajemen strategi, analisis faktor internal dan eksternal serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam pembicaraan sehari-hari, bank di kenal sebagai lembaga keuangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam pembicaraan sehari-hari, bank di kenal sebagai lembaga keuangan 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pembicaraan sehari-hari, bank di kenal sebagai lembaga keuangan yang kegiatan utamanya menerima simpanan Tabungan, Giro dan Deposito. Kemudian bank juga di kenal

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di kawasan Kalimalang, Jakarta Timur.

IV METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di kawasan Kalimalang, Jakarta Timur. IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di kawasan Kalimalang, Jakarta Timur. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara sengaja berdasarkan pertimbangan

Lebih terperinci

Peran Bank Jateng Dalam Implementasi Program. Kredit Ketahanan Pangan Dan Energi (KKP-E)

Peran Bank Jateng Dalam Implementasi Program. Kredit Ketahanan Pangan Dan Energi (KKP-E) Peran Bank Jateng Dalam Implementasi Program Kredit Ketahanan Pangan Dan Energi (KKP-E) JURNAL ILMIAH Disusun Oleh: CHEVIENE CHARISMA PUTRIE NIM. 115020200111003 FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian Priyanto (2011), tentang Strategi Pengembangan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan di Kabupaten Rembang Jawa Tengah dengan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Metode Penentuan Responden

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Metode Penentuan Responden IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada usaha Durian Jatohan Haji Arif (DJHA), yang terletak di Jalan Raya Serang-Pandeglang KM. 14 Kecamatan Baros, Kabupaten

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA KECIL KERIPIK PISANG KONDANG JAYA BINAAN KOPERASI BMT AL-IKHLAASH KOTA BOGOR

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA KECIL KERIPIK PISANG KONDANG JAYA BINAAN KOPERASI BMT AL-IKHLAASH KOTA BOGOR ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA KECIL KERIPIK PISANG KONDANG JAYA BINAAN KOPERASI BMT AL-IKHLAASH KOTA BOGOR Oleh: Faisal Onassis Siregar A14105670 Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh

Lebih terperinci

STRATEGI PEMASARAN KREDIT PADA MIKRO BISNIS UNIT PT. BANK XYZ DI KAWASAN INDUSTRI PULOGADUNG JAKARTA TIMUR MULYADI

STRATEGI PEMASARAN KREDIT PADA MIKRO BISNIS UNIT PT. BANK XYZ DI KAWASAN INDUSTRI PULOGADUNG JAKARTA TIMUR MULYADI LAMPIRAN 69 70 Lampiran 1. Kuesioner kajian. STRATEGI PEMASARAN KREDIT PADA MIKRO BISNIS UNIT PT. BANK XYZ DI KAWASAN INDUSTRI PULOGADUNG JAKARTA TIMUR MULYADI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 10 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Manajemen Strategik Manajemen strategik didefinisikan sebagai sekumpulan keputusan dan tindakan yang menghasilkan perumusan (formulasi) dan pelaksanaan (implementasi) rencana-rencana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Strategi Strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan. Dalam perkembangannya, konsep strategi terus berkembang. Hal ini dapat ditunjukkan oleh adanya perbedaan konsep

Lebih terperinci