BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bengkak, streak formation dan atau terabanya Venous cord
|
|
- Yenny Hadiman
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Flebitis Pengertian Flebitis merupakan inflamasi pada pembuluh darah vena yang ditandai dengan adanya daerah yang nyeri, bengkak, streak formation dan atau terabanya Venous cord (Gorski, 2007: 265). Insiden flebitis meningkat sesuai dengan lamanya pemasangan jalur intravena, komplikasi cairan atau obat yang diinfuskan (terutama ph dan tonisitasnya), ukuran dan tempat kanula dimasukkan, pemasangan jalur IV yang tidak sesuai, dan masuknya mikroorganisme pada saat penusukan (Brunner & Suddarth, 2002: 289). Flebitis merupakan inflamasi pada tunika intima pembuluh darah vena, yang sering dilaporkan sebagai komplikasi pemberian terapi infus. Peradangan didapatkan dari mekanisme iritasi yang terjadi pada endhothelium tunika intima vena, dan perlekatan tombosit pada area tersebut (INS, 2006; Ariyanto, 2011). 10
2 Klasifikasi Flebitis Flebitis diklasifikasikan berdasarkan faktor penyebabnya yaitu flebitis kimiawi, flebitis mekanik, flebitis bakteri dan flebitis post infus (INS, 2006; Ariyanto, 2011); Chemical Phlebitis (Flebitis Kimiawi) Kejadian flebitis ini dihubungkan dengan bentuk respon yang terjadi pada tunika intima vena, flebitis ini disebabkan oleh bahan atau zat kimia yang mengakibatkan reaksi peradangan. Reaksi peradangan dapat terjadi akibat dari jenis cairan yang diberikan atau bahan material kateter yang digunakan. ph darah normal adalah antara 7,35 7,45 dan cenderung basa (Horne & Swearingen, 2001). ph cairan yang diperlukan dalam pemberian terapi adalah 7 (netral). Namun, pada kondisi tertentu diperlukan larutan dengan konsentrasi yang lebih asam untuk mencegah terjadinya karamelisasi dekstrosa dalam proses sterilisasi autoclaf. Larutan yang mengandung glukosa, asam amino, dan lipid yang biasa digunakan dalam nutrisi parenteral lebih bersifat flebitogenik (INS, 2006; Ariyanto, 2011). Menurut Hartono (2006), osmolalitas merupakan konsentrasi partikel per total volume perlarut, dengan kata lain osmolalitas merupakan konsentrasi sebuah larutan atau
3 12 jumlah partikel yang larut dalam suatu larutan. Osmolalitas diukur dengan satuan miliosmol per kg air (mosm/kg H 2 O). Konsentrasi plasma darah orang yang sehat adalah 285 ± 10 mosm/kg H 2 O. Larutan sering dikategorikan sebagai larutan isotonik, hipotonik atau hipertonik, sesuai dengan osmolalitas total larutan tersebut dibanding dengan osmolalitas plasma. Menurut La Rocca (1998), Larutan isotonik adalah larutan yang memiliki osmolaritas total sebesar mosm/l, misalnya; cairan Ringer Laktat (RL), NaCl 0,9% dan Dekstrosa 5% (D5), kombinasi Dekstrosa 5% dan NaCl 0,2%, kombinasi Dekstrosa 5% dan NaCl 0,3%. Larutan yang memliki osmolaritas kurang dari itu disebut hipotonik, misalnya: NaCl 0,33%, NaCl 0,45% dan Dekstrosa 2,5%. Sedangkan yang melebihi disebut larutan hipertonik, misalnya; Dekstrosa 10%, NaCl 3%, NaCl 5%, Dekstrosa 10%, Dekstrosa 20%, Dekstrosa 50%, Dekstrosa 70%, kombinasi Dekstrosa 5% dan Ringer Laktat, kombinasi Dekstrosa 5% dan NaCl 0,45%, kombinasi Dekstrosa 5% dan NaCl 0,9%, kombinasi Dekstrosa 10% dan NaCl 0,9%. Selain berpengaruh pada status fisik, tonisitas juga berpengaruh terhadap tunika intima pembuluh darah. Dinding tunika intima vena akan mengalami trauma pada
4 13 pemberian larutan hiperosmoler yang mempunyai osmolaritas lebih dari 600 mosm/l. Terlebih lagi dengan pemberian tetesan cairan yang cepat pada pembuluh vena yang kecil. Cairan isotonik akan menjadi lebih hiperosmoler apabila ditambah dengan obat, elektrolit maupun nutrisi (INS, 2006; Ariyanto, 2011). Semakin tinggi osmolaritas cairan (makin hipertonis), maka akan semakin mudah terjadi iritasi, trauma atau kerusakan pada dinding vena. Dan hal ini akan menyebabkan komplikasi lokal dan atau komplikasi sistemik, seperti: flebitis, trombophebitis, dan tromboemboli. Untuk pemberian terapi intravena jangka panjang, larutan hipertonis harus melalui vena sentral karena aliran darahnya cepat sehingga resiko terjadinya kerusakan dinding pembuluh vena lebih kecil. Kecepatan pemberian larutan intravena juga dianggap salah satu penyebab utama kejadian flebitis. Pada pemberian cairan dengan kecepatan rendah dapat mengurangi iritasi pada dinding pembuluh darah. Penggunaan material kateter juga berperan pada kejadian flebitis, bahan kateter yang terbuat dari polivinil klorida atau polietelin (teflon) mempunyai resiko terjadi flebitis lebih besar dibanding bahan yang terbuat dari silikon atau poliuretan (INS, 2006; Ariyanto, 2011).
5 14 Selain cairan infus dan material dari kateter intravena, jenis obat yang diberikan secara intravena juga berpengaruh dalam kejadian flebitis. Obat yang dapat menyebabkan peradangan vena yang berat antara lain: Kalium Klorida, Vancomysin, Amphotrecin B, Sefalosporins, Diazepam, Midazolam dan obat untuk kemoterapi (Mulyani, 2011). Pada pemberian obat secara intravena yang semula berbentuk serbuk dan kemudian diencerkan dengan aquades (4 ml atau 6 ml), perlu diperhatikan kepekatan dan kesempurnaan campuran. Obat yang terlalu pekat dapat menghambat aliran infus dan partikel yang tidak larut sempurna juga akan berkontribusi dalam kejadian flebitis Mechanical Phlebitis (Flebitis Mekanik) Flebitis mekanik sering dihubungkan dengan pemasangan atau penempatan kateter intravena. Hal ini disebabkan oleh karena perbedaan ukuran dan elastisitas vena. Ukuran dari kateter intravena juga mempengaruhi kejadian flebitis, pemasangan kateter intravena yang berukuran besar (bernomor kecil) pada vena yang kecil akan menyebabkan trauma pada tunika intima vena dan dapat menyebabkan flebitis. Fiksasi yang tidak adekuat dapat menyebabkan kateter intravena bergeser dan
6 15 mengakibatkan trauma pada dinding tunika intima vena, hal ini dapat menyebabkan flebitis (O Grady et al, 2002). Penempatan kateter pada area fleksi lebih sering menimbulkan kejadian flebitis, oleh karena pada saat ekstremitas digerakkan kateter yang terpasang dapat bergeser dan menyebabkan trauma pada tunika intima. Selain faktor di atas, lama pemasangan kateter intravena juga merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan flebitis. Semakin lama pemasangan kateter intravena resiko insidensi kejadian flebitis akan semakin meningkat. O Grady et al, 2002 dan Royal College of Nursing menganjurkan penggantian kateter setiap jam untuk membatasi potensi infeksi Bacterial Phlebitis (Flebitis Bakterial) Flebitis bakterial adalah peradangan vena yang berhubungan dengan adanya kolonisasi bakteri. Berdasarkan artikel Pheripheral Intravenous Therapy: key risk and Implications for Practice (Ingram P & Lavery I, 2005), kuman yang sering dijumpai pada pemasangan kateter infus adalah stapylococus dan bakteri gram negatif.
7 16 Tabel 2.1. Kuman Pathogen yang Sering Ditemukan di Aliran Darah Organisme Prosentase Infeksi yang Terjadi Coagulase-negative staphylococci Stapylococcus aureus 5-10 Enterococcus species 4-6 Pseudomonas aeruginosa 3-6 Candida 2-5 Enterobacter species 1-4 Acinetobacter 1-2 Serratia <1 Sumber: Ingram P & Lavery I, Terjadinya flebitis bakterial dapat menjadi masalah yang lebih serius, karena flebitis bakterial dapat menjadi faktor predisposisi dari komplikasi sistemik yaitu septisemia. Faktor-faktor yang berperan dalam kejadian flebitis bakteri antara lain : a. Tehnik cuci tangan yang tidak baik. b. Tehnik aseptik yang kurang pada saat penusukan. c. Tehnik pemasangan kateter yang buruk. d. Pemasangan yang terlalu lama. (INS, 2006; Ariyanto, 2011) e. Kurang atau tidak dilakukan perawatan infus. f. Faktor pasien, seperti: usia, jenis kelamin, kondisi dasar dari sakit yang dialami. (Mulyani, 2011)
8 Post Infus Phlebitis (Flebitis Post Infus) Flebitis post infus adalah peradangan pada vena yang terjadi jam setelah pelepasan infus. Faktor-faktor yang berperan dengan kejadian flebitis post infus, antara lain: a. Teknik pemasangan kateter intravena yang tidak baik. b. Pada pasien dengan retardasi mental. c. Kondisi vena yang tidak baik. d. Pemberian cairan yang hipertonik atau terlalu asam. e. Ukuran kateter intravena yang terlalu besar pada vena yang kecil. (INS, 2006; Ariyanto, 2011) Skala Flebitis Dalam menentukan kejadian flebitis, dapat dilihat pada tabel skala flebitis di bawah ini. Tabel 2.2. skala flebitis Manifestasi klinis Skala Manejemen Tempat pemasangan infus Tidak ada tanda dari tampak sehat 0 flebitis. Salah satu gejala yang muncul: Sedikit nyeri dekat tusukan IV, atau Kemerahan pada area tusukan IV Dua dari gejala yang mungkin muncul: Nyeri pada area tusukan IV Eritema Bengkak Semua tanda muncul dan meluas: Nyeri sepanjang kateter IV Eritema Indurasi (pengerasan) Observasi kanula Kemungkinan pertama dari flebitis. Observasi kanula Tahap awal flebitis. Pindah kanulasi gejala Flebitis tahap menengah. Pindahkan kanulasi Pertimbangkan pengobatan
9 18 Semua tanda muncul dan meluas: Nyeri sepanjang kateter IV Eritema 4 Indurasi (pengerasan) Venous cord teraba Semua tanda muncul dan meluas: Nyeri sepanjang kateter IV Eritema 5 Indurasi (pengerasan) Venous cord teraba Pyreksia (demam) Sumber: Royal College of Nursing, 2010 Flebitis tahap akhir dan awal dari tromboflebitis. Pindahkan kanulasi Pertimbangkan pengobatan Tromboflebitis tahap akhir. Lakukan pengobatan dan ganti tempat tusukan IV Kelompok yang Rentan Terkena Flebitis Menurut Ingram P dan Lavery I (2005), kelompok yang beresiko dan rentan mengalami flebitis sebagai berikut: a. Orang yang sudah tua. b. Neonatus dan anak yang masih sangat muda. c. Pasien yang bingung atau pasien dengan demensia. d. Pasien dengan gangguan komunikasi, contoh: stroke, tidak sadar atau pingsan. e. Pasien dengan diabetes, kanker, penyakit pembuluh darah perifer, fenomena Raynaud (menyebabkan spasme arteri, membahayakan sirkulasi perifer dan mengurangi aliran darah pada pembuluh vena), Sindrom Vena Cava Superior (pengurangan tekanan pada vena yang mungkin akan menyebabkan kebocoran pada tusukan intravena) dan pasien
10 19 dengan abnormalitas darah atau masalah pada sirkulasi. f. Pasien yang mendapat pengulangan pemasangan infus dan atau injeksi (mungkin karena trombosis pembuluh darah dan keterbatasan jumlah vena yang dapat diakses). Ini dapat juga terjadi pada pasien dengan penyalahgunaan zat kimia. 2.2 Letak Pemasangan Infus Pemasangan infus Pemasangan infus merupakan langkah awal untuk memulai terapi intravena. Berikut adalah prosedur pemasangan infus beserta rasionalnya, yang diambil dari buku Fundamental Keperawatan edisi ke 4 (selengkapnya ada dilampiran 1, tabel 2.3) Tangan Dominan dan Tangan Nondominan Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nassaji- Zavareh M dan Ghobarani R (2007), pemasangan kateter intravena di ekstremitas atas beresiko lebih kecil daripada di ekstremitas bawah. Pada ekstremitas atas dapat dipilih tangan kanan atau tangan kiri untuk digunakan sebagai tempat insersi kateter intravena. Kata dominan menurut KBBI (2008), dapat diartikan sebagai sesuatu yang sangat
11 20 menentukan karena kekuasaan dan pengaruh. Sedangkan kata nondominan adalah lawan dari kata dominan. Sehingga dapat diartikan bahwa tangan dominan adalah tangan yang lebih berpengaruh dan sering digunakan untuk melakukan aktivitas, karena lebih nyaman dan kuat. Tangan dominan lebih kuat oleh karena pola pembiasaan yang dilakukan. Sedangkan tangan nondominan dapat diartikan sebagai tangan yang jarang digunakan karena faktor kurang nyaman. Dalam Potter & Perry (2006), untuk letak pemasangan infus dirokemendasikan dilakukan pada tangan nondominan. Hal ini berkaitan dengan pembatasan aktivitas jika dilakukan pada tangan dominan. Tangan dominan menjadi pilihan kedua setelah tangan nondominan, karena pemasangan infus pada tangan dominan lebih beresiko mengurangi keadekuatan dari balutan. Hal ini disebabkan oleh gerakan yang mungkin terjadi. Berkurangnya keadekuatan dari balutan dapat menyebabkan kateter intravena bergeser dan mengakibatkan injuri atau trauma pada tunika intima. Injuri atau trauma pada tunika intima ini dapat berkembang menjadi flebitis oleh pengaruh dari faktor kimia, faktor mekanik dan faktor bakterial (INS, 2006; Ariyanto, 2011).
12 Sistem Pembuluh Darah Pembuluh darah dibagi menjadi 3 kategori besar, yaitu; arteri, vena dan kapiler. Pembuluh darah arteri merupakan pembuluh darah yang menyalurkan darah dari jantung ke seluruh tubuh (sistemik). Pembuluh darah vena merupakan pembuluh darah yang menyalurkan darah dari sistemik kembali ke jantung. Pembuluh kapiler merupakan pembuluh darah yang kecil, yang menjadi tempat perpindahan zat antara pembuluh darah dengan sel atau jaringan. Menurut Bloom & Fawcett (2002), pembuluh darah vena dan arteri terdiri dari tiga lapisan, yaitu; tunika adventisia, tunika media dan tunika intima. Tunika adventisia merupakan lapisan terluar dari pembuluh darah, yang berupa jaringan ikat. Tunika media merupakan lapisan yang berada di antara tunika adventisia dan tunika intima, tunika media tersusun oleh otot polos dan jaringan serabut lain yang melingkari pembuluh darah dengan serabut saraf untuk vasodilatasi dan vasokonstriksi. Tunika intima merupakan lapisan terdalam dari pembuluh darah dan tersusun oleh sel-sel endhotelial tunggal. Dalam tunika intima terbentuk pori-pori karena adanya celah antar sel endhotelial. Pembuluh kapiler hanya terdiri tunika intima,
13 22 dan oleh karena pori-pori tersebut mengakibatkan perpindahan zat antara pembuluh darah kapiler dengan sel atau jaringan menjadi mudah. Ketebalan dari ke tiga lapisan pembuluh darah ini tergantung dari lokasi pembuluh darah berada. Secara fundamental kenapa pembuluh darah vena menjadi pintu masuk untuk memberikan terapi berupa obat, nutrisi, cairan dan elektrolit adalah karena pembuluh darah vena mengalir menuju ke jantung, sehingga jantung dapat memompakannya ke sistemik. Pembuluh darah vena mempunyai tunika media yang lebih tipis daripada pembuluh darah arteri, sehingga kurang kuat dan mudah kolaps. Dalam pembuluh darah vena terdapat katub-katub yang tersusun dengan jarak tertentu untuk mencegah aliran balik darah ke bagian sebelumya karena adanya gaya gravitasi. Gambar 2.1 Mikroskopik Anatomi Vena Sumber:
14 23 Pembuluh darah vena pada ekstremitas atas yang dapat digunakan untuk memulai terapi intravena adalah vena pada Metakarpal, vena Sefalika dan vena Basilika (Royal College of Nursing, 2010). Gambar 2.2 Anatomi Vena pada Ekstremitas Atas Sumber: Royal College of Nursing, 2010 Sumber:
15 24 Pemilihan Letak pemasangan dan pergantian infus pembuluh darah menurut Royal College of Nursing (2010): a. Pemilihan lokasi untuk akses pembuluh darah sebaiknya mengkaji kondisi pasien, usia dan diagnosa, kondisi pembuluh darah, peralatan infus yang digunakan sebelumnya dan tipe serta durasi dari terapi, begitu pula dengan potensi komplikasi yang diakibatkan oleh peralatan yang digunakan. b. Vena yang sebaiknya digunakan adalah vena yang berada dorsal dan pada ekstremitas atas (lengan tangan) termasuk Metakarpal, Sefalika dan Basilika. c. Vena di ekstremitas bawah sebaiknya tidak digunakan (pada dewasa) karena beresiko terjadi emboli dan tromboflebitis. d. Pemilihan lokasi sebaiknya mengkaji kerusakan pada vena sebelum dan sesudah pemasangan. e. Pemilihan lokasi sebaiknya dimulai dari area distal pada ekstremitas atas, kemudian kanulasi berikutnya pada area proksimal dari kanulasi sebelumnya. f. Pemilihan lokasi alternatif karena terjadi infiltrasi atau ekstravasasi oleh cairan infus pada ekstremitas sebaiknya mengkaji tipe cairan infus, ph cairan,
16 25 osmolaritas, perkiraan cairan yang diinfuskan dan kondisi vena. g. Ketika dilakukan penekanan untuk menghasilkan distensi vena harus berhati-hati karena dapat membahayakan aliran darah arteri. h. Manset pada alat pengukur tekanan darah dan tourniket sebaiknya tidak dipasang pada ekstremitas tempat pemasangan infus. i. Pemilihan lokasi kanulasi sebaiknya menghindari area fleksi, meskipun ini tidak selalu dapat dilakukan dalam kondisi kegawat-daruratan, misalnya ketika resusitasi dan vena pada antekubital direkomendasikan.
17 Kerangka Konsep Kerangka teori menggambarkan bahwa secara kepustakaan kejadian flebitis disebabkan oleh faktor kimia, faktor mekanik, faktor bakterial dan faktor lain. Kerangka konsep dari kejadian flebitis adalah sebagai berikut: Gambar 2.3 Kerangka Teori Terapi Intravena Tangan dominan Tangan nondominan Flebitis Faktor Penyebab Flebitis: 1. Faktor Kimiawi: a. Cairan Infus (ph, Osmolaritas) b. Obat yang diberikan secara IV c. Material kateter IV 2. Faktor Mekanik: a. Lokasi vena yang terpasang kateter IV b. Ukuran kateter. c. Fiksasi d. Lama pemasangan. e. Teknik pemasangan. 3. Faktor Bakteri: a. Teknik aseptik. b. Peralatan infus yang tidak steril. c. Perawatan balutan 4. Faktor Post Infus: a. Kondisi vena. b. Teknik pemasangan. c. Pasien retardasi mental 5. Faktor Lain: a. Faktor Host (usia, jenis kelamin, diagnosa medis). b. Status nutrisi. Sumber: INS, 2006; Ariyanto, 2011
18 27 Gambar 2.4 Kerangka Konsep Penelitian Variabel Bebas Variabel Terikat Tangan dominan - Vena yang terpasang kateter IV - Ukuran kateter intravena - Jenis kelamin Flebitis Tangan nondominan - Lama pemasangan - Cairan infus - Obat IV - Diagnosa Medis - Usia - ph dan Osmolaritas - Material Kateter IV - Fiksasi - Faktor bakterial - Faktor post infus - Status nutrisi Keterangan: : Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti 2.4 Hipotesis Menurut Sugiyono (2010), hipotesis diartikan sebagai jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Terdapat dua macam hipotesis, yaitu hipotesis nol (Ho) dan hipotesis alternatif (Ha). Hipotesis nol diartikan sebagai tidak adanya perbedaan antara parameter dengan statistik, atau
19 28 tidak adanya perbedaan antara ukuran populasi dan ukuran sampel. Hipotesis alternatif merupakan lawan dari hipotesis nol. Dalam penelitian ini, hipotesis yang ditetapkan adalah sebagai berikut: a. Hipotesis nol: tidak ada perbedaan angka kejadian flebitis pada pemasangan kateter intravena pada tangan dominan dengan nondominan di Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga. b. Hipotesis alternatif: ada perbedaan angka kejadian flebitis pada pemasangan kateter intravena pada tangan dominan dengan nondominan di Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga.
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap orang mempunyai kemampuan untuk merawat, pada awalnya merawat adalah instinct atau naluri.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang mempunyai kemampuan untuk merawat, pada awalnya merawat adalah instinct atau naluri. Namun merawat akan menjadi kaku, statis dan tidak berkembang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Plebitis Pemberian terapi intravena tidak bisa lepas dari adanya komplikasi. Komplikasi yang bisa didapatkan dari pemberian terapi intravena adalah komplikasi sistemik
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bahasa Indonesia, kepatuhan didefinisikan sebagai kesetiaan, ketaatan atau
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kepatuhan 1.1. Pengertian Kepatuhan Menurut Adiwimarta, Maulana, & Suratman (1999) dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kepatuhan didefinisikan sebagai kesetiaan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tentang Pedoman Manajerial Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan kebijakan pencegahan infeksi nosokomial di rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya. Kebijakan itu tertuang dalam Keputusan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pemberian obat secara intravena (Smeltzer & Bare, 2001).
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pemasangan infus atau terapi intravena adalah suatu tindakan pemberian cairan melalui intravena yang bertujuan untuk menyediakan air, elektrolit, dan nutrien untuk
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Lokasi Penelitian RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan berada di wilayah Kota Pekalongan namun kepemilikannya adalah milik Pemerintah
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN. 4.1 Gambaran Umum Responden Penelitian
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Responden Penelitian 4.1.1 Gambaran Lokasi Penelitian Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan beralamat di jalan Hasanudin, No. 806 Salatiga, Jawa Tengah. Sesuai dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. secara garis besar memberikan pelayanan untuk masyarakat berupa pelayanan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Rumah sakit sebagai salah satu bagian sistem pelayanan kesehatan yang secara garis besar memberikan pelayanan untuk masyarakat berupa pelayanan kesehatan mencakup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemasangan infus merupakan prosedur invasif dan merupakan tindakan yang sering dilakukan di rumah sakit. Namun, hal ini tinggi resiko terjadinya infeksi yang akan menambah
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang dilakukan dengan metode onal dan dengan desain penelitian Cohort Prospektif. Menurut Hidayat (2010),
Lebih terperinciPERBANDINGAN ANGKA KEJADIAN FLEBITIS PADA PEMASANGAN KATETER INTRAVENA PADA TANGAN DOMINAN DENGAN NONDOMINAN DI RUMAH SAKIT PARU
PERBANDINGAN ANGKA KEJADIAN FLEBITIS PADA PEMASANGAN KATETER INTRAVENA PADA TANGAN DOMINAN DENGAN NONDOMINAN DI RUMAH SAKIT PARU dr. ARIO WIRAWAN SALATIGA SKRIPSI Disusun Oleh: Tino Dianto 462008004 PROGRAM
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (Permenkes RI No. 340/MENKES/PER/III/2010). Dalam memberikan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perseorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Plebitis merupakan inflamasi vena yang disebabkan baik oleh iritasi kimia maupun mekanik yang sering disebabkan oleh komplikasi dari terapi intravena. 1) Terapi interavena
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. sekitar tempat kateter intravaskular dipasang (kulit bagian luar). Jika flebitis
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Flebitis 2.1.1 Definisi Flebitis Flebitis adalah daerah bengkak, kemerahan, panas, dan nyeri pada kulit sekitar tempat kateter intravaskular dipasang (kulit bagian luar). Jika
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Dasar Pengetahuan Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil dari tahu dan ini telah terjadi setelah orang melakukan pengindraan suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi
Lebih terperinciFAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PLEBITIS DI RUANG ANAK RSUD DR. R. SOETRASNO REMBANG
FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PLEBITIS DI RUANG ANAK RSUD DR. R. SOETRASNO REMBANG Sri Hartni, Siti Fatimah ABSTRAK Latar belakang menurut Hinlay dalam Haji (2010) sebanyak 60 % pasien yang dilakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam tubuh manusia antara lain sebagai alat transportasi nutrien, elektrolit dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tubuh manusia sebagaimana mahluk hidup yang lain tersusun atas berbagai sistem organ, puluhan organ, ribuan jaringan dan jutaan molekul. Fungsi cairan dalam tubuh manusia
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Terapi intravena (IV) merupakan terapi medis yang dilakukan secara invasif
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Terapi Intravena 2.1.2 Definisi Terapi intravena (IV) merupakan terapi medis yang dilakukan secara invasif dengan menggunakan metode yang efektif untuk mensuplay cairan, elektrolit,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Standar prosedur operasional (SPO) pemasangan infus. kerja tertentu (perry and potter, 2005)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Terapi Intravena 1. Standar prosedur operasional (SPO) pemasangan infus a. Pengertian SPO Suatu standar atau pedoman tertulis yang di pergunakan untuk mendorong dan menggerakan
Lebih terperinciHUBUNGAN JENIS CAIRAN DAN LOKASI PEMASANGAN INFUS DENGAN KEJADIAN FLEBITIS PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSU PANCARAN KASIH GMIM MANADO
HUBUNGAN JENIS CAIRAN DAN LOKASI PEMASANGAN INFUS DENGAN KEJADIAN FLEBITIS PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSU PANCARAN KASIH GMIM MANADO Dede Dwi Lestari Amatus Yudi Ismanto Reginus T. Malara Program Studi
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Demografi Responden Penelitian
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Demografi Responden Penelitian Di dalam penelitian ini terdapat dua kategori responden yaitu 42 orang perawat dan 42 orang pasien yang sedang mendapatkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORI
BAB II TINJAUAN TEORI A. Phlebitis 1. Pengertian Plebitis merupakan salah satu komplikasi dari pemberian therapi intra vena. Komplikasi dari pemberian therapi intravena bisa bersifat sistemik dan lokal.
Lebih terperinciINDONESIA HEALTHCARE FORUM Bidakara Hotel, Jakarta WEDNESDAY, 3 February 2016
AKSES VASKULAR INDONESIA HEALTHCARE FORUM Bidakara Hotel, Jakarta WEDNESDAY, 3 February 2016 TUJUAN : Peserta mengetahui tentang pentingnya akses vaskular. Peserta mengetahui tentang jenis akses vaskular.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa neonatus adalah masa kehidupan pertama diluar rahim sampai dengan usia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa neonatus adalah masa kehidupan pertama diluar rahim sampai dengan usia 28 hari atau satu bulan,dimana pada masa ini terjadi proses pematangan organ, penyesuaian
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Flebitis 1. Pengertian, karakteristik dan bahaya Flebitis Flebitis merupakan inflamasi vena yang disebabkan baik oleh iritasi kimia maupun mekanik yang sering disebabkan oleh
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kepada pasien yang membutuhkan akses vaskuler (Gabriel, 2008). Lebih
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terapi intravena adalah bagian terpenting dari sebagian terapi yang diberikan di rumah sakit, dan merupakan prosedur umum yang diberikan kepada pasien yang membutuhkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORI
BAB II TINJAUAN TEORI A. Phlebitis 1. Pengertian Dalam pemberian terapi intravena tidak bisa lepas dari adanya komplikasi. Komplikasi yang bisa didapatkan dari pemberian terapi intravena adalah komplikasi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengetahuan Perawat Tentang Pemasangan Terapi. kesehatan lain sesuai dengan kewenanganya (Depkes RI,
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan Perawat Tentang Pemasangan Terapi Intravena / Infus Perawat profesional adalah perawat yang bertanggung jawab dan berwewenang memberikan pelayanan keperawatan secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mutu pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasaan rata-rata serata
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Terapi. Terapi Intravena (IV) adalah menempatkan cairan steril melalui jarum, langsung
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terapi Intravena (Infus) 2.1.1 Pengertian Terapi Intravena (Infus) Terapi Intravena (IV) adalah menempatkan cairan steril melalui jarum, langsung ke vena pasien. Biasanya cairan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjalani rawat inap. ( Wahyunah, 2011). Terapi intravena berisiko untuk terjadi komplikasi lokal pada daerah pemasangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Untuk mencegah dan memperbaiki ketidak seimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh manusia diperlukan terapi intravena. Menurut Perdue dalam Hankins, Lonway,
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
38 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Gambaran umum RSI Kendal Rumah Sakit Islam Kendal terletak di Jl Ar Rahmah 17-A Weleri. Tanggal 15 Januari 1996 berdiri dibawah yayasan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. sakit (infeksi Nosokomial) adalah infeksi yang tidak ada atau berinkubasi pada saat
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Flebitis Infeksi flebitis merupakan salah satu dari infeksi nosokomial.menurut Bennet & Brachman (dalam Gould D & Brooker C, 2003), infeksi yang didapat dirumah sakit (infeksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keselamatan pasien di rumah sakit adalah suatu upaya yang mendorong rumah sakit untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keselamatan pasien di rumah sakit adalah suatu upaya yang mendorong rumah sakit untuk memberikan pelayanan kesehatan yang aman dan berkualitas tinggi. Panduan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini telah terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA A.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Phlebitis 1. Pengertian Phlebitis Phlebitis adalah inflamasi pembuluh darah vena yang disebabkan karena iritasi kimia dan mekanik, ditandai dengan adanya daerah yang memerah
Lebih terperinciABSTRAK HUBUNGAN PEMBERIAN INJEKSI INTRAVENA DENGAN KEJADIAN PHLEBITIS DI RUANG PERAWATAN ANAK RUMAH SAKIT TK II PELAMONIA MAKASSAR.
ABSTRAK HUBUNGAN PEMBERIAN INJEKSI INTRAVENA DENGAN KEJADIAN PHLEBITIS DI RUANG PERAWATAN ANAK RUMAH SAKIT TK II PELAMONIA MAKASSAR Hasriani Azis Pada tahun 2012 diperoleh data di Rumah Sakit TK II Pelamonia,
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. Arikunto, Suharsimi Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktik. Ed. Rev., cet. 14. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktik. Ed. Rev., cet. 14. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Ariyanto, Debi. 2011. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Phlebitis
Lebih terperinciBab IV. Hasil dan Pembahasan
Bab IV Hasil dan Pembahasan A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi umum lokasi penelitian Penelitian ini dilakukan pada 5 bangsal yang bernama bangsal Firdaus, bangsal Naim, bangsa Wardah, bangsal Zaitun, dan
Lebih terperinciHUBUNGAN PERAWATAN INFUS DENGAN TERJADINYA FLEBITIS PADA PASIEN YANG TERPASANG INFUS. Sutomo
HUBUNGAN PERAWATAN INFUS DENGAN TERJADINYA FLEBITIS PADA PASIEN YANG TERPASANG INFUS Sutomo Program Studi Profesi NERS, STIKES Dian Husada Mojokerto Email : sutomo.ners@gmail.com ABSTRAK Mempertahankan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah sakit adalah suatu organisasi pelayanan sosial kemanusiaan. Secara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit adalah suatu organisasi pelayanan sosial kemanusiaan. Secara aktual pelayanan rumah sakit telah berkembang menjadi suatu industri yang berbasis pada prinsip
Lebih terperinciKonsep Pemberian Cairan Infus
Konsep Pemberian Cairan Infus Cairan intravena (intravenous fluids infusion) adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh, melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk menggantikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di rumah sakit. Anak biasanya merasakan pengalaman yang tidak menyenangkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadaan sakit pada anak usia prasekolah dan anak usia sekolah banyak ditemui di rumah sakit. Anak biasanya merasakan pengalaman yang tidak menyenangkan selama dirawat
Lebih terperinciDAFTAR RIWAYAT HIDUP. : Ade Indriya Tempat/Tanggal Lahir : Medan / 15 Januari : TASBI blok J No. 12, Medan
Lampiran 1 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : Ade Indriya Tempat/Tanggal Lahir : Medan / 15 Januari 1991 Agama : Islam Alamat : TASBI blok J No. 12, Medan Riwayat Pendidikan : 1. Sekolah Dasar Swasta Bhayangkari
Lebih terperinci1 GAMBARAN PERILAKU PERAWAT DALAM PENCEGAHAN TERJADINYA FLEBITIS DI RUANG RAWAT INAP RS. BAPTIS KEDIRI
1 GAMBARAN PERILAKU PERAWAT DALAM PENCEGAHAN TERJADINYA FLEBITIS DI RUANG RAWAT INAP RS. BAPTIS KEDIRI DESCRIPTION OF NURSE IN THE PREVENTION OF BEHAVIOR IN THE EVENT OF PLEBITIS INPATIENT KEDIRI BAPTIST
Lebih terperinciJURNAL STIKES. ISSN Volume 7, Nomor 1, Juli 2014, halaman DAFTAR ISI
JURNAL STIKES ISSN 2085-0921 Volume 7, Nomor 1, Juli 2014, halaman 1 102 DAFTAR ISI Pentingnya Sikap Pasien yang Positif dalam Pengelolaan Diabetes Mellitus Dotik Febriani Tri Sulistyarini Penurunan Kemampuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. spesifik, sehingga dapat dikembangkan setinggi-tingginya. Hal. ini. Ada beberapa kategori tingkat pendidikan seperti perawat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Profesi keperawatan memiliki dasar pendidikan yang spesifik, sehingga dapat dikembangkan setinggi-tingginya. Hal ini menyebabkan profesi keperawatan di Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dirumah sakit merupakan bentuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dirumah sakit merupakan bentuk pelayanan yang di berikan kepada pasien melibatkan tim multi disiplin termasuk tim keperawatan.
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kohort deskriptif dengan metode pendekatan kuantitatif yang diarahkan untuk mengetahui kejadian phlebitis pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (smeltzer, 2002). Tetapi karena terapi ini diberikan secara terus menerus dan dalam
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan terapi intravena adalah terapi yang bertujuan untuk mensuplai cairan melalui vena ketika pasien tidak mampu mendapatkan makanan, cairan elektrolik lewat
Lebih terperinciDAMPAK TERAPI INTRAVENA PADA BALITA BERDASAR VIP (VISUAL INFUSION PHLEBITIS) SCORE
DAMPAK TERAPI INTRAVENA PADA BALITA BERDASAR VIP (VISUAL INFUSION PHLEBITIS) SCORE (The Effects of Intravenous Therapy in Infants Based on the VIP (Visual Infusion Phlebitis) Score) Hernantika Rahmawati
Lebih terperinciOBEDIENCE OF NURSE IN IMPLEMENTING STANDART OPERATING PROCEDURE OF INFUSION INSERTION WITH THE PHLEBITIS
Kepatuhan Perawat dalam Melaksanakan Standar Prosedur Operasional Pemasangan Infus terhadap Phlebitis Ince Maria, Erlin Kurnia KEPATUHAN PERAWAT DALAM MELAKSANAKAN STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PEMASANGAN
Lebih terperinciTabel 2.3 Pungsi Vena dengan Menggunakan Jarum Berlapis Kateter Plastik
100 101 Lampiran 1. Tabel 2.3 Pungsi Vena dengan Menggunakan Jarum Berlapis Kateter Plastik Langkah-Langkah 1. Observasi tanda dan gejala yang mengindikasikan keseimbangan cairan dan elektrolit a. mata
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semua pasien yang dirawat di rumah rakit setiap tahun 50%
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semua pasien yang dirawat di rumah rakit setiap tahun 50% mendapat terapi intravena (IV). Namun, terapi IV terjadi di semua lingkup pelayanan di rumah sakit yakni IGD,
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan infus set (Potter & Perry, 2005). Teknik penusukan vena melalui
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemasangan Infus 2.1.1. Definisi Pemberian cairan intravena (infus) adalah memasukan cairan atau obat langsung ke dalam pembuluh darah vena dalam jumlah dan waktu tertentu dengan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Phlebitis 1. Pengertian Phlebitis Phlebitis didefinisikan sebagai inflamasi vena yang disebabkan oleh iritasi kimia maupun mekanik. Hal ini ditunjukkan dengan adanya daerah
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terapi Intravena 2.1.1. Definisi Pemasangan kateter intravena adalah menempatkan cairan steril melalui jarum langsung ke vena pasien. Biasanya cairan steril mengandung elektrolit
Lebih terperinciPROSEDUR PENGUKURAN TEKANAN VENA SENTRAL
PROSEDUR PENGUKURAN TEKANAN VENA SENTRAL 1. Tujuan Pembelajaran Setelah mengikuti proses pembelajaran tentang pengukuran tekanan vena sentral, mahasiswa mampu melakukan prosedur pengukuran tekanan vena
Lebih terperinciGAMBARAN FAKTOR LETAK PEMASANGAN INFUS DAN JENIS PENYAKIT PADA KEJADIAN PLEBITIS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN CIAMIS
GAMBARAN FAKTOR LETAK PEMASANGAN INFUS DAN JENIS PENYAKIT PADA KEJADIAN PLEBITIS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN CIAMIS SKRIPSI Diajukan Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan Pada Program
Lebih terperinciHUBUNGAN LAMANYA PEMASANGAN KATETER INTRAVENA DENGAN KEJADIAN FLEBITIS DI RUANG PENYAKIT DALAM RSU JEND. A. YANI METRO TAHUN 2013
JURNAL KESEHATAN HOLISTIK Vol 8, No 2, April 2014 : 89-93 HUBUNGAN LAMANYA PEMASANGAN KATETER INTRAVENA DENGAN KEJADIAN FLEBITIS DI RUANG PENYAKIT DALAM RSU JEND. A. YANI METRO TAHUN 2013 Bambang Hirawan
Lebih terperinciKebutuhan cairan dan elektrolit
Kebutuhan cairan dan elektrolit Cairan adalah suatu kebutuhan pokok dan sebagian besar tubuh manusia terdiri dari cairan. Bila tubuh kehilangan cairan dalam jumlah yang besar maka akan terjadi perubahan
Lebih terperinciHubungan Prosedur Pemasangan Infus dengan Kejadian Plebitis Di Rumah Sakit Umum Kabupaten Majene
Hubungan Prosedur Pemasangan Infus dengan Kejadian Plebitis Di Rumah Sakit Umum Kabupaten Majene Sastriani STIKES MARENDENG ABSTRAK Pencegahan dan kontrol infeksi penting untuk menciptakan lingkungan pelayanan
Lebih terperinciRESUSITASI CAIRAN. Ery Leksana SMF/Bagian Anestesi dan Terapi Intensif RSUP Dr Kariadi / FK UNDIP Semarang
RESUSITASI CAIRAN Ery Leksana SMF/Bagian Anestesi dan Terapi Intensif RSUP Dr Kariadi / FK UNDIP Semarang SYOK Syok adalah sindroma klinis akibat kegagalan sirkulasi, sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (Sumijatun, 2010). Tantangan ini memaksa rumah sakit untuk mengembangkan
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rumah Sakit Rumah sakit merupakan tatanan pemberi jasa layanan kesehatan memiliki peran yang strategis dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di Indonesia (Sumijatun,
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KESESUAIAN UKURAN DAN LETAK PEMASANGAN INTRAVENA CATHETER TERHADAP KEJADIAN PHLEBITIS DI RSUD UNGARAN
HUBUNGAN ANTARA KESESUAIAN UKURAN DAN LETAK PEMASANGAN INTRAVENA CATHETER TERHADAP KEJADIAN PHLEBITIS DI RSUD UNGARAN *Rizka Oktyaningrum **Priyanto, S.Kep, Umi Aniroh *Mahasiswa STIKES Ngudi Waluyo Ungaran
Lebih terperinciHUBUNGAN TERAPI CAIRAN INTRAVENA TERHADAP KEJADIAN PHLEBITIS DI IRNA BEDAH RSUD SELASIH KABUPATEN PELALAWAN. Neneng Fitria Ningsih S.Kep.M.
HUBUNGAN TERAPI CAIRAN INTRAVENA TERHADAP KEJADIAN PHLEBITIS DI IRNA BEDAH RSUD SELASIH KABUPATEN PELALAWAN Neneng Fitria Ningsih S.Kep.M.Biomed Dosen S1 Keperawatan STIKes Tuanku Tambusai Riau ABSTRACT
Lebih terperinciSTANDART OPERASIONAL PROSEDUR PEMBERIAN NUTRISI PARENTERAL SOP
STANDART OPERASIONAL PROSEDUR PEMBERIAN NUTRISI PARENTERAL SOP Untuk memenuhi tugas matakuliah Keperawatan Medikal Bedah I yang dibina oleh Bapak Rudi Hamarno, M.Kep Oleh Kelompok 11 Pradnja Paramitha
Lebih terperinciUPAYA PERAWAT DALAM PENCEGAHAN PHLEBITIS PADA PASIEN DI RUMAH SAKIT BAPTIS KEDIRI
Jurnal STIKES Vol. 7, No.2, Desember 2014 UPAYA PERAWAT DALAM PENCEGAHAN PHLEBITIS PADA PASIEN DI RUMAH SAKIT BAPTIS KEDIRI NURSE S IMPLEMENTATION IN PREVENTION OF PHLEBITIS TO PATIENTS IN BAPTIST HOSPITAL
Lebih terperinciFAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA PHLEBITIS DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK II. H.S. SAMSOERI MERTOJOSO SURABAYA
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA PHLEBITIS DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK II. H.S. SAMSOERI MERTOJOSO SURABAYA Factors That Effect The Nosokomial Phlebitis Infections in Hospital Bhayangkara TK II. H.S.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. sistem kardiovaskular dalam keadaan optimal yaitu dapat menghasilkan aliran
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tujuan dari terapi cairan perioperatif adalah menyediakan jumlah cairan yang cukup untuk mempertahankan volume intravaskular yang adekuat agar sistem kardiovaskular
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. sekaligus tempat perawatan bagi orang sakit. Menurut Hanskins et al (2004)
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rumah sakit merupakan suatu tempat pelayanan kesehatan dan sekaligus tempat perawatan bagi orang sakit. Menurut Hanskins et al (2004) mengatakan bahwa sekitar
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. pemberian dengan cara lain (Smeltzer & Bare, 2001). Terapi intravena
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Insersi Intravena Terapi cairan intravena merupakan pemberian cairan untuk penggantian cairan, pemberian obat, dan penyediaan nutrien jika tidak ada pemberian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penangan oleh tim kesehatan. Penanganan yang diberikan salah satunya berupa
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasien yang menjalani rawat inap di rumah sakit perlu mendapatkan penangan oleh tim kesehatan. Penanganan yang diberikan salah satunya berupa pemasangan infus atau
Lebih terperinciFAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA PLEBITIS DI RSUD UNGARAN KABUPATEN SEMARANG ABSTRAK
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA PLEBITIS DI RSUD UNGARAN KABUPATEN SEMARANG Titin Nurhasanah*), Faridah Aini**), Abdul Wakhid***) *) Mahasiswa Program Studi Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo
Lebih terperinciBAB I KONSEP DASAR. Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit dan
1 BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit dan jaringan subkutan biasanya disebabkan oleh invasi bakteri melalui suatu area yang robek pada kulit,
Lebih terperinciSurveillance Kejadian Phlebitis pada Pemasangan Kateter Intravena pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Ar. Bunda Prabumulih
ISSN2354-7642 Jurnal Ners dan Kebidanan Indonesia JOURNAL NERS AND MIDWIFERY INDONESIA Surveillance Kejadian Phlebitis pada Pemasangan Kateter Intravena pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Ar. Bunda
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Standar Operasional Prosedur (SOP) Pemasangan Infus. kerja tertentu (Perry dan Potter (2005).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Standar Operasional Prosedur (SOP) Pemasangan Infus 1. Pengertian SOP Suatu standar / pedoman tertulis yang dipergunakan untuk mendorong dan menggerakkan suatu kelompok untuk
Lebih terperinciPENCEGAHAN INFEKSI ALIRAN DARAH PRIMER (IADP) (Rana Suryana SKep. Medical Dept. PT Widatra Bhakti)
PENCEGAHAN INFEKSI ALIRAN DARAH PRIMER (IADP) (Rana Suryana SKep. Medical Dept. PT Widatra Bhakti) I. Pendahuluan Penggunaan peralatan intravaskular (IV) tidak dapat dihindari pada pelayanan rumah sakit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mendapat terapi melalui IV (Hindley,2004). Pemasangan terapi. intravena merupakan tindakan memasukan jarum (abocath)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemasangan infus atau pemberian terapi cairan intravena (IV) merupakan merupakan salah satu hal yang paling sering di jumpai pada pasien yang akan melakukan
Lebih terperinciPENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP SIKAP PASIEN DALAM PENGGANTIAN POSISI INFUS DI RUANG SHOFA RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH LAMONGAN
PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP SIKAP PASIEN DALAM PENGGANTIAN POSISI INFUS DI RUANG SHOFA RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH LAMONGAN Sri Hananto Ponco Nugroho Prodi S1 Keperawatan STIKES.......ABSTRAK.....
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Rumah Sakit Umum Kotamadya Gorontalo. Awalnya berupa satu gedung yang
27 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Rumah Sakit Umum Daerah Prof.Dr.H. Aloei Saboe Kota Gorontalo pertama kali dibangun pada tahun 1926
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Phlebitis 1. Definisi Phlebitis adalah peradangan pada tunika intima vena yang terjadi karena komplikasi pemberian terapi intra vena ( IV) yang di tandai dengan bengkak, kemerahan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan manusia tidak dapat lepas dari keberadaan mikroorganisme. Lingkungan di mana manusia hidup terdiri dari banyak jenis dan spesies mikroorganisme. Mikroorganisme
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemberian terapi obat melalui jalur intravena perifer (peripheral
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberian terapi obat melalui jalur intravena perifer (peripheral intravenous) merupakan tindakan yang banyak dilakukan pada pasien rumah sakit. Data penggunaan peralatan
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA LOKASI PENUSUKAN INFUS DAN TINGKAT USIA DENGAN KEJADIAN FLEBITIS DI RUANG RAWAT INAP DEWASA RSUD TUGUREJO SEMARANG
HUBUNGAN ANTARA LOKASI PENUSUKAN INFUS DAN TINGKAT USIA DENGAN KEJADIAN FLEBITIS DI RUANG RAWAT INAP DEWASA RSUD TUGUREJO SEMARANG Dewi Nurjanah**) Sri Puguh Kristiyawati**), Achmad Solechan**) *) Alumni
Lebih terperinciFARMASI FORENSIK KASUS MALPRAKTIK
FARMASI FORENSIK KASUS MALPRAKTIK Oleh : MADE CHANDRA WRASMITHA DEWI 0708505068 JURUSAN FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA BUKIT JIMBARAN 2010 KASUS Seorang warga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berupa sediaan injeksi dalam bentuk iv-admixture. Pemberian obat tersebut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mayoritas pemberian obat pada pasien ICU diberikan secara parenteral yang berupa sediaan injeksi dalam bentuk iv-admixture. Pemberian obat tersebut umumnya dilakukan
Lebih terperinciWahyu Rizky 1. Universitas Alma Ata Yogyakarta Jalan Ringroad Barat Daya No 1 Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta
ISSN2354-7642 Jurnal Ners dan Kebidanan Indonesia Tersedia online pada: http://ejournal.almaata.ac.id/index.php/jnki JOURNAL NERS AND MIDWIFERY INDONESIA Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Lebih terperinciPengertian. Tujuan. Ditetapkan Direktur Operasional STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL. Tanggal Terbit 15 Februari 2011
LAMPIRAN RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA UNIT 2 Jl. Wates Km 5.5 Gamping, Sleman-55294 Telp 0274 6499706 Fax. 6499727 No Dokumen : Kep. 032/II/2011 MEMASANG INFUS No Revisi : 0 Halaman : 37 / 106 STANDAR
Lebih terperinciPENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP SIKAP PASIEN DALAM PENGGANTIAN POSISI INFUS DI RUANG SHOFA RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH LAMONGAN
PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP SIKAP PASIEN DALAM PENGGANTIAN POSISI INFUS DI RUANG SHOFA RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH LAMONGAN Sri Hananto Ponco Nugroho.......ABSTRAK..... Banyak faktor yang mempengaruhi
Lebih terperinci1. Asetat dimetabolisme di otot, dan masih dapat ditolelir pada pasien yang mengalami gangguan hai
ASERING JENIS-JENIS CAIRAN INFUS Dehidrasi (syok hipovolemik dan asidosis) pada kondisi: gastroenteriis akut, demam berdarah dengue (DHF), luka bakar, syok hemoragik, dehidrasi berat, trauma. Komposisi:
Lebih terperinciHUBUNGAN JARAK PEMASANGAN TERAPI INTRAVENA DARI PERSENDIAN TERHADAP WAKTU TERJADINYA FLEBITIS*
PENELITIAN 1 HUBUNGAN JARAK PEMASANGAN TERAPI INTRAVENA DARI PERSENDIAN TERHADAP WAKTU TERJADINYA FLEBITIS* Dewi Gayatri, Hanny Handiyani** Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan
Lebih terperinciMODUL PRAKTIK KLINIK KETRAMPILAN DASAR KEBIDANAN
MODUL PRAKTIK KLINIK KETRAMPILAN DASAR KEBIDANAN 2015 A K A D E M I K E B I D A N A N G R I Y A H U S A D A S U R A B A Y A KETERAMPILAN KLINIK INJEKSI I. DISKRIPSI MODUL Pendahuluan Tujuan Metode Penuntun
Lebih terperinciUniversitas Tribhuwana Tunggadewi ABSTRAK
HUBUNGAN KEPATUHAN PERAWAT IGD DALAM MELAKSANAKAN SOP PEMASANGAN INFUS DENGAN KEJADIAN INFEKSI NOSOKOMIAL (PHLEBITIS) DI RSUD KOTABARU KALIMANTAN SELATAN Noviar Ridhani 1), Swito Prastiwi 2), Tri Nurmaningsih
Lebih terperinciERIYANTO NIM I
NASKAH PUBLIKASI PENGARUH IMPLEMENTASI STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMASANGAN INFUS TERHADAP KEJADIAN PHLEBITIS DI UNIT RAWAT INAP RSUD SULTAN SYARIF MOHAMAD ALKADRIE PONTIANAK ERIYANTO NIM I31111027
Lebih terperinciPERBEDAAN NYERI PERSALINAN KALA I FASE AKTIF PADA IBU PRIMIPARA DAN MULTIPARA TERHADAP TERAPI AKUPRESUR
LAPORAN PENELITIAN PERBEDAAN NYERI PERSALINAN KALA I FASE AKTIF PADA IBU PRIMIPARA DAN MULTIPARA TERHADAP TERAPI AKUPRESUR Disusun oleh: YETTI ENIKA YULIANI NIM. 1211166111 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
Lebih terperinciDefinisi fisiologi / ilmu faal Manusia sistem organ organ sel Sistem organ
Definisi fisiologi / ilmu faal Manusia sistem organ organ sel Sistem organ Membran sel Membran nukleus Retikulum endoplasma Aparatus golgi Mitokondria lisosom Kurnia Eka Wijayanti 60 % dari berat tubuh
Lebih terperinciMAKALAH KOMA HIPERGLIKEMI
MAKALAH KOMA HIPERGLIKEMI OLEH: Vita Wahyuningtias 07.70.0279 Daftar Isi Bab 1 Pendahuluan...1 Bab 2 Tujuan...2 Bab 3 Pembahasan...3 1. Pengertian...3 2. Etiologi...4 3. Patofisiologi...4 4. Gejala dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ini terdapat diseluruh dunia, bahkan menjadi problema utama di negara-negara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dalam pleura berupa transudat atau eksudat yang diakibatkan terjadinya ketidakseimbangan
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA TEHNIK INSERSI DAN LOKASI PEMASANGAN KATETER INTRAVENA DENGAN KEJADIAN PHLEBITIS DI RSUD AMBARAWA
HUBUNGAN ANTARA TEHNIK INSERSI DAN LOKASI PEMASANGAN KATETER INTRAVENA DENGAN KEJADIAN PHLEBITIS DI RSUD AMBARAWA Ninik Lindayanti* Priyanto** *Perawat RSUD Ambarawa Kabupaten Semarang **Dosen STIKES Ngudi
Lebih terperinci