BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berupa sediaan injeksi dalam bentuk iv-admixture. Pemberian obat tersebut
|
|
- Hadian Dharmawijaya
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mayoritas pemberian obat pada pasien ICU diberikan secara parenteral yang berupa sediaan injeksi dalam bentuk iv-admixture. Pemberian obat tersebut umumnya dilakukan dengan mencampur satu atau lebih sediaan steril dalam satu wadah yang kemudian diberikan secara drip. Pencampuran larutan obat parenteral biasanya dapat terjadi dalam berbagai bentuk, yaitu pencampuran dua atau lebih obat dalam wadah yang sama atau pada Y-site dimana dua atau lebih jalur intravena bertemu (Murney, 2008). Pencampuran obat tersebut dilakukan dengan berbagai pertimbangan, salah satu pertimbangannya adalah adanya pengurangan komplikasi pasien seperti sepsis dan phlebitis yang terkait dengan pemberian terlalu banyak sediaan parenteral (Levchuk, 1992). Tujuan lain pelaksanaan pencampuran sediaan parenteral adalah untuk menyediakan dan menjaga kadar obat tetap dalam darah melalui pemberian obat secara kontinyu dengan kecepatan yang lambat dan terkontrol (Maharani dkk., 2013). Pencampuran sediaan parenteral memiliki beberapa kekurangan, salah satunya adalah kemungkinan terjadinya inkompatibilitas obat, yang dapat mengganggu stabilitas dan atau efektivitas obat yang dicampurkan (Royal College of Nursing, 2009). Inkompatibilitas obat yang timbul dapat berupa perubahan warna, kekeruhan, pembentukan gas, dan pengendapan atau dapat menyebabkan 1
2 2 reaksi kimia yang tak terlihat seperti perubahan ph atau reaksi kompleks yang dapat mengakibatkan pembentukan senyawa pengiritasi atau toksik atau mengurangi bioavailabilitas zat aktif. Data kualitatif mekanisme inkompatibilitas obat banyak, namun informasi kuantitatif dalam praktek klinik sangat terbatas (Bertsche dkk., 2008). Beberapa contoh informasi kuantitatif yang ada adalah penelitian yang di instalasi rawat inap RSUD Prof. Margono Soekarjo Purwokerto tahun 2014, peneliti mendapatkan angka kejadian inkompatibilitas fisika pencampuran sediaan intravena sebesar 4,92% dari 61 pencampuran. Hasil observasi inkompatibilitas yang didapatkan terdiri dari 3,28% kabut sementara dan 1,64% endapan sementara (Aisyiyah, 2014). Sementara di India, pada penelitian yang dilakukan di salah satu rumah sakit pendidikan tahun 2015 diperoleh 28,94% inkompatibilitas dari 114 kombinasi yang terdiri dari obat-pelarut dan obat-obat (Nagaraju dkk., 2015). Di Ceko, penelitian dilakukan pada dua ICU yaitu medical ICU dan ICU bedah diperoleh 6,82% dan 2,16% pasang obat inkompatibel pada masing-masing ICU (Machotka dkk., 2014). Melihat kurangnya penelitian mengenai inkompatibilitas pada pencampuran sediaan parenteral di Indonesia selama ini, maka penelitian mengenai hal tersebut sangat diperlukan. Hal ini mengingat inkompatibilitas dapat mempengaruhi bioavailabilitas sehingga menurunkan efektivitas obat bahkan inkompatibilitas juga dapat menyebabkan kematian. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Bethesda dengan pertimbangan rumah sakit tersebut adalah rumah sakit swasta
3 3 yang besar di Yogyakarta, banyak dirujuk serta memiliki fasilitas ICU dengan jumlah 10 tempat tidur dalam pelayanannya. B. Rumusan Masalah 1. Berapa persentase penggunaan sediaan parenteral pada pasien ICU di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta? 2. Bagaimana pola inkompatibilitas obat intravena di ICU Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta? 3. Berapa persentase potensi terjadinya inkompatibilitas pada penggunaan obat intravena pada pasien ICU di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta? C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui persentase penggunaan sediaan parenteral pada pasien ICU di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta. 2. Mengetahui pola inkompatibilitas obat intravena di ICU Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta. 3. Melihat persentase potensi terjadinya inkompatibilitas pada penggunaan obat intravena pada pasien ICU di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta.
4 4 D. Manfaat Penelitian 1. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai salah satu sumber informasi tentang kejadian inkompatibilitas pada penggunaan sediaan parenteral intravena pasien ICU di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta. 2. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai rekomendasi bagi rumah sakit untuk mengurangi risiko terjadinya inkompatibilitas pada penggunaan sediaan parenteral intravena. 3. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai masukan bagi farmasis dan tenaga kesehatan lain dalam meningkatkan pelayanan kefarmasian di rumah sakit. 4. Penelitian ini diharapkan dapat memicu peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian yang lebih lanjut dalam skala laboratorium dan cara pengatasannya. E. Tinjauan Pustaka 1. Pemberian Obat Intravenous Admixture Ketika satu atau lebih produk steril ditambahkan pada cairan untuk pemberian intravena, hasil campurannya dikenal sebagai IV-admixture (Gennaro, 2000). Cairan untuk pemberian intravena umumnya adalah larutan saline normal (NaCl 0,9%) atau dekstrosa (5%) atau kombinasi keduanya (Nagaraju dkk., 2015). Syarat pencampuran sediaan intravena antara lain adalah larutan untuk pemberian intravena yaitu berupa larutan steril yang terdiri dari gula, asam amino, atau elektrolit (zat yang mudah dibawa oleh sistem sirkulasi atau mudah terlarut).
5 5 Sediaan intravena dipreparasi dengan Water for Injection USP, bebas pirogen, bebas partikel atau tidak ada partikel yang tidak terlarut, larutan jernih, dan memastikan efek terapi serta keamanan dari campuran berdasarkan studi yang sudah dilakukan sebelumnya (Gennaro, 2000). Salah satu alasan/keadaan di mana perlu dilakukan pencampuran obat di dalam satu wadah yaitu alternatif yang paling baik pada pemberian banyak obat (multiple drugs therapy) mengingat terbatasnya pembuluh vena yang tersedia, sehingga lebih convenience (nyaman) bagi pasien (Murney, 2008). Namun demikian, campuran tersebut dapat mengubah sifat dari senyawa obat yang ada, yang kemudian menyebabkan terjadinya inkompatibilitas. 2. Inkompatibilitas Stabilitas sediaan farmasi adalah kemampuan suatu formulasi pada wadah tertentu untuk mempertahankan sifat-sifatnya baik dari aspek fisika, kimia, mikrobiologi, terapeutik, dan toksikologi. Evaluasi stabilitas sediaan farmasi dibagi menjadi stabilitas kimia dan fisika (Gennaro, 2000). Pengetahuan mengenai stabilitas fisika dalam formulasi sangat penting karena tiga alasan utama. Pertama, dari segi penampilan. Adanya perubahan penampilan fisik seperti perubahan warna atau terbentuknya kabut dapat mengurangi nilai produk dari pasien. Yang kedua, adanya beberapa produk yang dikemas dalam kemasan multiple-dose, keseragaman dosis dari zat aktif selama penyimpanan harus dijaga. Larutan yang bekabut atau emulsi yang pecah dapat menimbulkan ketidakseragaman dosis. Ketiga, zat aktif harus tetap utuh bagi pasien selama shelf life yang terprediksi. Stabilitas kimia disebabkan oleh reaksi
6 6 oksidasi, reduksi, hidrolisis, rasemisasi, dan dekarboksilasi (Gennaro, 2000). Salah satu bentuk ketidakstabilan obat adalah inkompatibilitas. Inkompatibilitas adalah reaksi yang tidak diinginkan yang terjadi antara obat dengan larutan, wadah atau dengan obat lainnya. Dua jenis inkompatibilitas yang berkaitan dengan pemberian intravena adalah inkompatibilitas fisik dan kimia (Royal College of Nursing, 2010). Sementara pada pustaka lain disebutkan bahwa inkompatibilitas terdiri dari tiga jenis yaitu inkompatibilitas fisik, kimia, dan terapeutik (Gennaro, 2000). Inkompatibilitas fisik paling mudah teramati dan dapat dideteksi dengan perubahan penampilan campuran, seperti perubahan warna, pembentukan endapan, atau timbulnya gas (Gennaro, 2000). Inkompatibilitas fisik juga dikenal sebagai inkompatibilitas farmasetik atau inkompatibilitas visual (Nagaraju dkk., 2015). Nilai ph dan kapasitas dapar (nilai pka) dari larutan intravena dan obat yang digunakan adalah faktor utama yang bertanggung jawab untuk inkompatibilitas fisik (Newton, 2009). Inkompatibilitas fisik seringnya dapat diprediksikan dengan mengetahui karakteristik kimia dari obat yang terlibat. Kejadian inkompatibilitas fisik contohnya seperti pada garam natrium dari asam lemah, seperti fenitoin natrium atau fenobarbital natrium, mengendap sebagai asam bebas ketika ditambahkan dalam larutan intravena dengan ph asam. Garam-garam kalsium mengendap ketika ditambahkan dalam media basa. Injeksi yang membutuhkan pelarut khusus seperti diazepam, mengendap ketika ditambahkan ke larutan berair karena kelarutannya yang rendah di air (Gennaro, 2000). Kejadian lainnya seperti pada
7 7 pencampuran Amoksisilin sodium dan Midazolam HCl yang membentuk endapan putih (Trissel, 1998). Inkompatibilitas fisik yang tidak terlihat adalah reaksi antara obat dengan bahan plastik (adsorpsi). Hal ini memicu obat menjadi tidak bergerak dari bagian dalam wadah infus atau selang infus dan menurunkan konsentrasi serta secara drastis menurunkan jumlah obat yang diberikan pada pasien (Trissel, 1998). Dekomposisi senyawa obat yang dihasilkan dari kombinasi sediaan parenteral disebut inkompatibilitas kimia. Kebanyakan inkompatibilitas kimia merupakan hasil dari hidrolisis, oksidasi, reduksi, atau kompleksasi dan hanya dapat dideteksi dengan metode analisis yang sesuai (Gennaro, 2000). Akibat dari inkompatibilitas kimia adalah jumlah dari zat aktif berkurang dan/atau terjadi pembentukan senyawa toksik oleh produk (Höpner, 2007). Kejadian inkompatibilitas kimia misalnya pada pencampuran Midazolam HCl dan Cefepime HCl yang menyebabkan kehilangan cefepime >10% dalam satu jam. Contoh lain yaitu pada pencampuran meropenem dengan Ringer Laktat (RL) yang menyebabkan kehilangan meropenem hingga 12% dalam 10 jam (Trissel, 1998). Salah satu masalah yang dapat ditimbulkan dari inkompatibilitas adalah ekstravasasi. Pengatasan yang dapat dilakukan jika diduga terjadi ekstravasasi: a. hentikan injeksi dengan segera; b. tinggalkan kanula/jarum pada tempatnya; c. keluarkan obat (aspirasikan) melalui kanula/jarum; dan d. naikkan anggota badan (Aslam dkk., 2003).
8 8 Inkompatibilitas terapeutik adalah interaksi farmakologi yang tidak diinginkan yang terjadi antara dua atau lebih obat yang dapat menimbulkan: a. potensiasi efek terapeutik dari zat aktif; b. hilangnya efektivitas dari satu atau lebih zat aktif; dan c. terjadinya efek toksik pada pasien (Gennaro, 2000). Adanya endapan dan senyawa toksik akibat inkompatibilitas dapat menyebabkan berbagai pengaruh buruk bagi pasien. Reduksi atau eliminasi zat aktif dapat menimbulkan kegagalan terapi. Tingkat keparahan terutama tergantung pada kondisi pasien (usia, berat badan, keparahan penyakit, dan lain-lain) dan tergantung pada jenis obat yang diberikan. Akibat dari inkompatibilitas fisikokimia obat khususnya cukup parah pada pasien neonatus dan anak-anak (Höpner, 2007). Pengemas sediaan farmasi adalah alat yang menampung obat dan kemungkinan dapat kontak langsung dengan sediaan. Immediate container merupakan pengemas yang kontak langsung dengan obat sepanjang waktu. Pengemas tidak boleh berinteraksi secara fisika maupun kimiawi dengan sediaan sehingga tidak mengubah kekuatan, kualitas, atau kemurnian zat aktifnya melebihi batas yang diperbolehkan (Gennaro, 2000). Pemilihan pengemas dapat memiliki pengaruh yang besar terhadap stabilitas beberapa sediaan. Beberapa komponen pengemas dapat menyebabkan perubahan fisika dan kimia yang mungkin bersifat time-temperature dependent. Gelas (kaca) dan plastik merupakan komponen pengemas yang banyak digunakan (Gennaro, 2000).
9 9 Penggunaan pengemas gelas memiliki beberapa kekurangan, seperti lepasnya alkali, namun hal ini dapat diatasi dengan pemilihan pengemas gelas yang sesuai dengan sediaan. Pemilihan pengemas yang sesuai dapat dilakukan berdasarkan komposisi pengemas gelas yang bervariasi tergantung jumlah dan tipe silika yang ditambahkan serta kondisi perlakuan panas yang digunakan (Gennaro, 2000). Pengemas plastik yang digunakan biasanya adalah polyethylene, polystyrene, polyvinyl chloride, dan polypropylene dengan densitas yang berbeda untuk menyesuaikan dengan sediaan tertentu. Kekurangan dari pengemas plastik yaitu bahan dari plastik sendiri dapat terlepas ke dalam sediaan, atau komponen sediaan dapat terabsorbsi oleh dinding pengemas. Salah satu contohnya yaitu pada minyak atsiri yang bersifat permeable terhadap plastik. Gas seperti oksigen atau karbon dioksida di udara, diketahui bermigrasi melalui dinding pengemas dan dapat mempengaruhi sediaan (Gennaro, 2000). Beberapa contoh obat yang terikat pada plastik selama pemberian infus dan cara pengatasannya dapat dilihat pada tabel I. Apoteker adalah tenaga kesehatan yang memiliki kualifikasi untuk bertanggung jawab dalam pencampuran sediaan parenteral dengan memiliki pengetahuan mengenai aspek fisika, kimia, dan terapeutik dari campuran sediaan parenteral. Apoteker juga dilatih untuk dapat mengambil keputusan dalam pelaksanaan pencampuran obat yang kompatibel untuk diberikan pada pasien (Gennaro, 2000).
10 10 Tabel I. Beberapa Contoh Obat yang Terikat pada Plastik Selama Pemberian Infus dan Cara Pengatasannya (Aslam dkk., 2003) Obat Jenis Plastik Makna Cara Pengatasan Insulin (Adsorpsi) Semua (termasuk gelas) Disarankan dihindari untuk Diazepam (Absorpsi) PVC Sedapat mungkin dihindari Nitrat (Permeasi) PVC, nylon Disarankan untuk dihindari Hindari penambahan pada larutan infus, berikan dalam alat pemompa (syringe pump) Hindari kantung dan perangkat PVC. Gunakan perangkat sambungan polietilen dan alat pemompa (kehilangan sedikit pada pemompa; ganti pemompa setiap jam) Hindari kantung dan perangkat PVC, gunakan kantung polietilen atau alat pemompa. Gunakan sambungan polietilen atau bahan yang tidak mengabsorbsi obat dengan pompa Hal di bawah ini dapat digunakan untuk membantu apoteker dalam mengambil keputusan terkait dapat atau tidaknya suatu campuran untuk digunakan: a. mengecek pedoman dari pabrik, Trissel s Handbook on Injectable Drugs dan sumber-sumber lain; b. coba untuk menggunakan rute lain; c. coba pisahkan obat dengan mengatur waktu pemberian obat; d. ganti obat dengan obat-obat yang dapat bercampur atau yang dapat diberikan dengan rute yang lain; e. jangan tambahkan obat ke dalam larutan obat yang berkonsentrasi tinggi atau pada produk darah;
11 11 f. jangan ada banyak obat dalam satu larutan; g. jangan mencampur obat yang perbedaan phnya besar; h. jangan mencampur obat jika salah satu obat tidak stabil, atau mempunyai waktu paruh yang pendek, atau atau obat tersebut peka akan reaksi hidrolisis atau fotolisis; i. jika suatu obat mengandung ko-solven hal itu berarti mungkin obat tersebut kurang larut, oleh karena itu jangan dicampur dengan obat lain; dan j. hindari mencampur obat yang dapat berinteraksi dengan wadah (Aslam dkk., 2003). Selain itu beberapa situasi dalam pencampuran obat dapat berisiko, berikut uraiannya dari yang berisiko paling besar: a. mencampur obat-obat berkonsentrasi tinggi pada satu alat suntik yang sama untuk jangka waktu yang lama; b. mencampur obat-obat berkonsentrasi rendah dalam satu wadah/botol untuk jangka waktu yang lama; c. menambahkan suatu obat ke dalam jalur infus yang mengandung obat lain, dekat dengan botolnya; d. menambahkan suatu obat ke dalam jalur infus yang mengandung obat lain, dekat dengan pasiennya; dan e. memberikan obat-obat melalui lumen yang berbeda pada kateter yang sama (Aslam dkk., 2003).
12 12 3. Rekam Medis Menurut Permenkes RI No. 269/MENKES/PER/III/2008, rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Dokter, dokter gigi dan/atau tenaga kesehatan tertentu bertanggungjawab atas catatan dan/atau dokumen yang dibuat pada rekam medis. Rekam medis pasien rawat inap di rumah sakit wajib disimpan sekurangkurangnya untuk jangka waktu lima tahun terhitung dari tanggal terakhir pasien berobat atau dipulangkan. Setelah batas waktu lima tahun dilampaui, rekam medis dapat dimusnahkan. Informasi rekam medis tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat pengobatan dapat dibuka dalam hal: a. untuk kepentingan kesehatan pasien; b. memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum atas perintah pengadilan; c. permintaan dan/atau persetujuan pasien sendiri; d. permintaan institusi/lembaga berdasarkan ketentuan perundangundangan; dan e. untuk kepentingan penelitian, pendidikan, dan audit medis, sepanjang tidak menyebutkan identitas pasien (Depkes RI, 2008). Permintaan rekam medis untuk tujuan tersebut harus dilakukan secara tertulis kepada pimpinan sarana pelayanan kesehatan. Pimpinan sarana pelayanan kesehatan dapat menjelaskan isi rekam medis secara tertulis atau langsung kepada
13 13 pemohon tanpa izin pasien berdasarkan peraturan perundang-undangan (Depkes RI, 2008). Pemanfaatan rekam medis dapat dipakai sebagai: a. pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien; b. alat bukti dalam proses penegakan hukum, disiplin kedokteran dan kedokteran gigi dan penegakkan etika kedokteran dan etika kedokteran gigi; c. keperluan pendidikan dan penelitian; d. dasar pembayar biaya pelayanan kesehatan; dan e. data statistik kesehatan (Depkes RI, 2008). F. Keterangan Empiris Inkompatibilitas merupakan kejadian yang tidak diharapkan terutama bagi pasien ICU yang memerlukan perawatan intensif. Oleh karena itu diperlukan identifikasi pola inkompatibilitas pada penggunaan sediaan parenteral intravena yang potensial terjadi sehingga kejadian inkompatibilitas dapat dicegah.
Kompatibilitas dan Inkompatibilitas Obat di NICU FIVA APRILIA KADI
Kompatibilitas dan Inkompatibilitas Obat di NICU FIVA APRILIA KADI PENDAHULUAN Bayi sakit kritis membutuhkan beberapa obat sekaligus dan diberikan secara kontinyu Tantangan: cara pemberian dan inkompatibilitas
Lebih terperinciSediaan Parenteral Volume Besar Sediaan Parenteral Volume Kecil. 07/10/2013 follow
Sediaan Parenteral Volume Besar Sediaan Parenteral Volume Kecil 1 Pendahuluan Pemberian cairan dalam volume besar langsung ke sirkulasi tubuh memiliki faktor risiko penyerta yang jauh lebih tinggi. Karenanya,
Lebih terperinciI. SYARAT-SYARAT PEMBAWA/PELARUT HARUS INERT SECARA FARMAKOLOGI DAPAT DITERIMA DAN DISERAP DENGAN BAIK OLEH TUBUH TIDAK TOKSIS DALAM JUMLAH YANG DISUN
Pembawa, Syarat dan Evaluasi Obat Suntik Oleh : Dra. Nazliniwaty, M.Si., Apt. I. SYARAT-SYARAT PEMBAWA/PELARUT HARUS INERT SECARA FARMAKOLOGI DAPAT DITERIMA DAN DISERAP DENGAN BAIK OLEH TUBUH TIDAK TOKSIS
Lebih terperinciDalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air.
Pendahuluan Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air. Pelarut lain yang digunakan adalah etanol dan minyak. Selain digunakan secara oral, larutan juga
Lebih terperinciPENGENALAN PERBEKALAN STERIL
BAB I PENGENALAN PERBEKALAN STERIL PENDAHULUAN Setelah mahasiswa mengikuti kuliah bab I yang diberikan pada pertemuan pertama, diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan jenis, syarat dan evaluasi dasar perbekalan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Nutrisi adalah proses dimana tubuh manusia menggunakan makanan untuk
I. PENDAHULUAN Nutrisi adalah proses dimana tubuh manusia menggunakan makanan untuk membentuk energi, mempertahankan kesehatan, pertumbuhan dan untuk berlangsungnya fungsi normal setiap organ dan jaringan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tentang Pedoman Manajerial Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan kebijakan pencegahan infeksi nosokomial di rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya. Kebijakan itu tertuang dalam Keputusan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Interaksi Obat Interaksi obat adalah peristiwa dimana aksi suatu obat di ubah atau dipengaruhi oleh obat lain yang di berikan bersamaan. Interaksi obat terjadi jika suatu obat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 983/MenKes/SK/XI/1992, rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan di berbagai instansi kesehatan dengan dukungan dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyedia sarana pelayanan kesehatan harus selalu memberikan pelayanan kesehatan kepada seluruh lapisan masyarakat agar dapat terwujud derajat kesehatan yang optimal.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah
BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah Institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sediaan injeksi merupakan sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan sebelum digunakan secara parenteral,
Lebih terperinciLAPORAN PRATIKUM FARMASETIKA II. SEDIAAN INJEKSI RINGER LAKTAT R~en~L. Di susun oleh: : Linus Seta Adi Nugraha No. Mahasiswa : 09.
LAPORAN PRATIKUM FARMASETIKA II SEDIAAN INJEKSI RINGER LAKTAT R~en~L Di susun oleh: Nama : Linus Seta Adi Nugraha No. Mahasiswa : 09.0064 LABORATORIUM TEKNOLOGI FARMASI AKADEMI FARMASI THERESIANA SEMARANG
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT. Rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi teratur,
BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi teratur, tempat pencegahan dan penyembuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.2 Rumusan Masalah Bagaimana praformulasi injeksi Difenhidramin HCl? Bagaimana formulasi injeksi Difenhidramin HCl?
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan
Lebih terperinciINTERAKSI OBAT DILUAR TUBUH MANUSIA ATIKA JAYA RANI ( )
INTERAKSI OBAT DILUAR TUBUH MANUSIA ATIKA JAYA RANI (13330716) Defenisi Interaksi obat adalah peristiwa dimana aksi suatu obat di ubah atau dipengaruhi oleh obat lain yang di berikan bersamaan. Interaksi
Lebih terperinciFARMASI FORENSIK KASUS MALPRAKTIK
FARMASI FORENSIK KASUS MALPRAKTIK Oleh : MADE CHANDRA WRASMITHA DEWI 0708505068 JURUSAN FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA BUKIT JIMBARAN 2010 KASUS Seorang warga
Lebih terperinciGambar 3.1 Skema Kerangka Konseptual
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Konseptual 3.1.1 Skema Kerangka Konseptual Pola Penggunaan Angiotensin Reseptor Bloker pada Pasien Stroke Iskemik Etiologi - Sumbatan pembuluh darah otak - Perdarahan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sediaan parenteral Sediaan parenteral bisa didefinisikan sebagai obat steril, larutan, atau suspensi yang dikemas dengan cara yang sesuai untuk pemberian melalui suntikan hiperdermis,
Lebih terperinciBatasan Partikel partikulat Kelebihan pengisian
Batasan Partikel partikulat Kelebihan pengisian BATASAN Menurut USP, larutan parenteral volume kecil (SVP) adalah injeksi yang menurut label pada kemasan, bervolume 100 ml atau kurang Termasuk ke dalam
Lebih terperinciDRUG RELATED PROBLEMS KATEGORI DOSIS LEBIH, DOSIS KURANG DI INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR.MOEWARDI SURAKARTA PERIODE TAHUN 2007
DRUG RELATED PROBLEMS KATEGORI DOSIS LEBIH, DOSIS KURANG DI INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR.MOEWARDI SURAKARTA PERIODE TAHUN 2007 SKRIPSI Oleh: TOUDA KURNIA ANDRIYA K 100 040 180 FAKULTAS
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. (Chaudhari & Kadam, 2006). Cara ini umumnya digunakan pada kondisi dimana
BAB I. PENDAHULUAN Nutrisi parenteral total dapat didefenisikan sebagai cara pemberian nutrisi melalui rute parenteral guna memenuhi kebutuhan metabolisme dan pertumbuhan (Chaudhari & Kadam, 2006). Cara
Lebih terperinciKata kunci: pencampuran, sediaan parenteral, sikap, pengetahuan, Inkompatibilitas.
PENGARUH EDUKASI APOTEKER TERHADAP SIKAP DAN PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG PENCAMPURAN SEDIAAN PARENTERAL Laksmi Maharani 1, Anisyah Achmad 2, Esti Dyah Utami 3 1,2,3 Jurusan Farmasi, Fakultas Kedokteran
Lebih terperincibaik berada di atas usus kecil (Kshirsagar et al., 2009). Dosis yang bisa digunakan sebagai obat antidiabetes 500 sampai 1000 mg tiga kali sehari.
BAB I PENDAHULUAN Saat ini banyak sekali penyakit yang muncul di sekitar lingkungan kita terutama pada orang-orang yang kurang menjaga pola makan mereka, salah satu contohnya penyakit kencing manis atau
Lebih terperinciRUMAH SAKIT. Oleh: Diana Holidah, M.Farm., Apt.
RUMAH SAKIT Oleh: Diana Holidah, M.Farm., Apt. DASAR HUKUM RUMAH SAKIT UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. PerMenKes RI Nomor 1045/menkes/per/XI/2006 Tentang Pedoman organisasi rumah sakit di lingkungan
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.1249, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Sel Punca. Klinis. Laboratorium. Penyelenggaraan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN
Lebih terperinciOleh: Dhadhang Wahyu Kurniawan 4/16/2013 1
Oleh: Dhadhang Wahyu Kurniawan 4/16/2013 1 Melibatkan berbagai investigasi bahan obat mendapatkan informasi yang berguna Data preformulasi formulasi sediaan yang secara fisikokimia stabil dan secara biofarmasi
Lebih terperinciSEDIAAN INJEKSI (PARENTERAL)
BAB II SEDIAAN INJEKSI (PARENTERAL) PENDAHULUAN Setelah mahasiswa mengikuti kuliah bab II yang diberikan pada pertemuan kedua dan ketiga, diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan komponen, prinsip pembuatan,
Lebih terperinciLAPORAN PRATIKUM FARMASETIKA II SEDIAAN INJEKSI AMINOPHYLLIN 2,4%
LAPORAN PRATIKUM FARMASETIKA II SEDIAAN INJEKSI AMINOPHYLLIN 2,4% Di susun oleh: Nama : Linus Seta Adi Nugraha No. Mahasiswa : 09.0064 Tgl. Pratikum : 28 Oktober-4 November 2010 LABORATORIUM TEKNOLOGI
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Apotek Apabila kita lihat pengertian aslinya, sebenarnya apotek berasal dari bahasa Yunani apotheca, yang secara harfiah berarti penyimpanan. Dalam bahasa Belanda, apotek disebut
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Obat suntik didefinisikan secara luas sebagai sediaan steril bebas pirogen yang dimaksudkan untuk diberikan secara parenteral. Istilah parenteral seperti yang umum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mutu pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasaan rata-rata serata
Lebih terperinciJenis kemasan Bahan pengemas Teknologi pengemasan
Jenis kemasan Bahan pengemas Teknologi pengemasan Adalah bahan kemas yang kontak langsung dengan bahan yang dikemas -produk- Antara lain: strip/blister, botol, ampul, vial, plastik, dll. Untuk menjamin
Lebih terperinciElemen Penilaian PKPO 1 Elemen Penilaian PKPO 2 Elemen Penilaian PKPO 2.1 Elemen Penilaian PKPO Elemen Penilaian PKPO 3
Elemen Penilaian PKPO 1 1. Ada regulasi organisasi yang mengelola pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat yang menyeluruh atau mengarahkan semua tahapan pelayanan kefarmasian serta penggunaan obat yang
Lebih terperinciSub Pokok Bahasan. - Batasan sediaan steril -Macam2 sediaan steril -Persyaratan steril. membuat sediaan steril - Formula sediaan
RUANG LINGKUP STERIL Oleh : Dra. Nazliniwaty, M.Si., Apt. Sub Pokok Bahasan - Batasan sediaan steril -Macam2 sediaan steril -Persyaratan steril -Kemampuan yang dituntut untuk membuat sediaan steril - Formula
Lebih terperinciPEMBAGIAN SEDIAAN CAIR PER ORAL : ORAL : TOPIKAL : PARENTERAL : KHUSUS :
LARUTAN OBAT TETES PEMBAGIAN SEDIAAN CAIR PER ORAL : ORAL : TOPIKAL : PARENTERAL : KHUSUS : LARUTAN Adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang terlarut, terdispersi secara molekuler
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Indikator WHO 1993 Indikator WHO 1993 adalah suatu metode untuk melihat pola penggunaan obat dan dapat secara langsung menggambarkan tentang penggunaan obat yang tidak sesuai.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemasangan infus merupakan prosedur invasif dan merupakan tindakan yang sering dilakukan di rumah sakit. Namun, hal ini tinggi resiko terjadinya infeksi yang akan menambah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Defenisi Rumah Sakit BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semua pasien yang dirawat di rumah rakit setiap tahun 50%
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semua pasien yang dirawat di rumah rakit setiap tahun 50% mendapat terapi intravena (IV). Namun, terapi IV terjadi di semua lingkup pelayanan di rumah sakit yakni IGD,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah DBD merupakan penyakit menular yang disebabkan virus dengue. Penyakit DBD tidak ditularkan secara langsung dari orang ke orang, tetapi ditularkan kepada manusia
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pemberian obat secara intravena (Smeltzer & Bare, 2001).
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pemasangan infus atau terapi intravena adalah suatu tindakan pemberian cairan melalui intravena yang bertujuan untuk menyediakan air, elektrolit, dan nutrien untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi akibat sekresi insulin yang tidak adekuat, kerja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Permenkes Nomor 269 Tahun 2008, sarana pelayanan kesehatan adalah tempat penyelenggaraan upaya pelayanan kesehatan yang dapat digunakan untuk praktik kedokteran
Lebih terperinciEffervescent system digunakan pada penelitian ini. Pada sistem ini formula tablet mengandung komponen polimer dengan kemampuan mengembang seperti
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang farmasi semakin pesat, khususnya dalam pengembangan berbagai macam rancangan sediaan obat. Rancangan sediaan obat
Lebih terperinciKAJIAN PERESEPAN BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NO
KAJIAN PERESEPAN BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NO. 1197/MENKES/ SK/X/2004 PADA RESEP PASIEN RAWAT JALAN DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH WONOGIRI BULAN JUNI 2008
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih dan
BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad)
BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Perkembangan Lafi Ditkesad Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) merupakan lembaga yang telah ada sejak zaman penjajahan Belanda.
Lebih terperinciObat merupakan sebuah substansi yang diberikan kepada manusia atau binatang sebagai perawatan atau pengobatan, gangguan yang terjadi di dalam tubuhnya
Obat merupakan sebuah substansi yang diberikan kepada manusia atau binatang sebagai perawatan atau pengobatan, bahkan pencegahan terhadap berbagai gangguan yang terjadi di dalam tubuhnya .1 PRINSIP PENGOBATAN
Lebih terperinciTINJAUAN ASPEK FARMASETIK PADA RESEP RACIKAN DI TIGA APOTEK KOTA SURAKARTA PERIODE JANUARI-JUNI 2008 SKRIPSI
TINJAUAN ASPEK FARMASETIK PADA RESEP RACIKAN DI TIGA APOTEK KOTA SURAKARTA PERIODE JANUARI-JUNI 2008 SKRIPSI Oleh NUR ASNI K100050249 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2009
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesehatan adalah keadaan sehat baik secara fisik, mental, spiritual maupun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semua manusia selama menjalankan kehidupan menghendaki dirinya selalu dalam kondisi sehat. Sehat bagi bangsa Indonesia dituangkan dalam Undang-undang Kesehatan Republik
Lebih terperinciBAB IV PEMBAHASAN. sakit yang berbeda. Hasil karakteristik dapat dilihat pada tabel. Tabel 2. Nama Rumah Sakit dan Tingkatan Rumah Sakit
BAB IV PEMBAHASAN A. Karakteristik Sampel Penelitian ini bertujuan untuk Rumah Sakit Umum Daerah Lombok untuk melihat gambaran Penerapan Farmasi Klinik rumah sakit sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan
Lebih terperinciMINYAK BIJI GANJA CANNABIS SATIVA SEED OIL
MINYAK BIJI GANJA CANNABIS SATIVA SEED OIL 1. N a m a Golongan Essential Oil Sinonim / Nama Dagang (3) Cannabis chinense; Cannabis indica; Hempseed oil Nomor Identifikasi Nomor CAS : 68956-68-3 (1,7) Nomor
Lebih terperinciMedication Errors - 2
Medication error Masalah dalam pemberian obat Pencegahan injury (error) pengobatan Tujuan, manfaat pemberian obat Standar obat Reaksi obat, faktor yang mempengaruhi reaksi obat Medication Errors - 2 Medication
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjalani rawat inap. ( Wahyunah, 2011). Terapi intravena berisiko untuk terjadi komplikasi lokal pada daerah pemasangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Untuk mencegah dan memperbaiki ketidak seimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh manusia diperlukan terapi intravena. Menurut Perdue dalam Hankins, Lonway,
Lebih terperinciRute Pemberian Obat. Indah Solihah
Rute Pemberian Obat Indah Solihah Rute Pemberian Jalur Enteral Jalur Parenteral Enteral Oral Sublingual Bukal Rektal Oral Merupakan rute pemberian obat yg paling umum. Obat melalui rute yg paling kompleks
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengumpulan Tanaman Pada penelitian ini digunakan Persea americana Mill yang diperoleh dari perkebunan Manoko, Lembang, sebanyak 800 gram daun alpukat dan 800 gram biji alpukat.
Lebih terperinciFAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PROSES PELEPASAN, PELARUTAN, DAN ABSOPRSI
1 FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PROSES PELEPASAN, PELARUTAN, DAN ABSOPRSI Dhadhang Wahyu Kurniawan Laboratorium Farmasetika Unsoed @Dhadhang_WK 10/ 3/2012 Faktor sifat fisiko-kimia zat aktif.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tuberculosis merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberculosis merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan ditandai oleh pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Rekapitulasi SHRI :
BAB III METODE PENELITIAN A. Kerangka Konsep Rekapitulasi SHRI : 1. Jumlah kapasitas tempat tidur ( TT) per bangsal 2011-2015 2. Jumlah hari perawatan ( HP) per bangsal 2011-2015 3. Jumlah hari/periode
Lebih terperinciDRUG RELATED PROBLEMS KATEGORI DOSIS LEBIH, DOSIS KURANG, DAN OBAT SALAH DI INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA PERIODE TAHUN 2007 SKRIPSI
DRUG RELATED PROBLEMS KATEGORI DOSIS LEBIH, DOSIS KURANG, DAN OBAT SALAH DI INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA PERIODE TAHUN 2007 SKRIPSI Oleh: ARI TYAS UTAMININGSIH K 100 040 176 FAKULTAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. secara garis besar memberikan pelayanan untuk masyarakat berupa pelayanan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Rumah sakit sebagai salah satu bagian sistem pelayanan kesehatan yang secara garis besar memberikan pelayanan untuk masyarakat berupa pelayanan kesehatan mencakup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mendapat terapi melalui IV (Hindley,2004). Pemasangan terapi. intravena merupakan tindakan memasukan jarum (abocath)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemasangan infus atau pemberian terapi cairan intravena (IV) merupakan merupakan salah satu hal yang paling sering di jumpai pada pasien yang akan melakukan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan
BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1. Defenisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dengan memberdayakan berbagai kesatuan personel terlatih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pemberian pulveres kepada pasien ini dilakukan dengan cara
BAB I PENDAHULUAN A. Pada pelayanan kefarmasian ada berbagai macam bentuk sediaan yang diresepkan oleh dokter untuk pasien, baik berupa sediaan jadi ataupun sediaan racikan. Di Indonesia bentuk sediaan
Lebih terperinciPERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT PRIMA HUSADA NOMOR : 224/RSPH/I-PER/DIR/VI/2017 TENTANG PEDOMAN REKAM MEDIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT PRIMA HUSADA NOMOR : 224/RSPH/I-PER/DIR/VI/2017 TENTANG PEDOMAN REKAM MEDIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR RUMAH SAKIT PRIMA HUSADA, Menimbang Mengingat : a.
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Pemerintah No 18 tahun 1999).
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Limbah a. Definisi Limbah Limbah adalah sisa suatu usaha dalam/ atau kegiatan (Peraturan Pemerintah No 18 tahun 1999). Limbah adalah bahan atau sisa buangan
Lebih terperinciLampiran 1. Gambar bahan yang digunakan beserta kandungannya. ph ±8 dan air untuk injeksi. b. Larutan natrium klorida 0,9% (PT.
Lampiran 1. Gambar bahan yang digunakan beserta kandungannya a. Intralipid20% Intralipid20% mengandung minyak kedelai yang dimurnikan 20%, fosfolipid yang dimurnikan 1.2%, gliserin 2.2%, natrium hidroksida
Lebih terperinciTERAPI CAIRAN MAINTENANCE. RSUD ABDUL AZIS 21 April Partner in Health and Hope
TERAPI CAIRAN MAINTENANCE RSUD ABDUL AZIS 21 April 2015 TERAPI CAIRAN TERAPI CAIRAN RESUSITASI RUMATAN Kristaloid Koloid Elektrolit Nutrisi Mengganti Kehilangan Akut Koreksi 1. Kebutuhan normal 2. Dukungan
Lebih terperinciUJIAN AKHIR SEMESTER 1 SEKOLAH MENENGAH TAHUN AJARAN 2014/2015 Mata Pelajaran : Kimia
Nama : UJIAN AKHIR SEMESTER 1 SEKOLAH MENENGAH TAHUN AJARAN 2014/2015 Mata Pelajaran : Kimia Kelas : 7 Waktu : 09.30-11.00 No.Induk : Hari/Tanggal : Jumat, 05 Desember 2014 Petunjuk Umum: Nilai : 1. Isikan
Lebih terperinciDesain formulasi tablet. R/ zat Aktif Zat tambahan (eksipien)
Defenisi tablet Berdasarkan FI III : Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung satu jenis
Lebih terperinciBAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Materi 2.2 Sifat-sifat Materi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Materi dan perubahannya merupakan objek kajian dari ilmu kimia. Ilmu kimia adalah ilmu yang mempelajari tentang materi dan perubahannya. Ilmu kimia juga merupakan ilmu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Plebitis merupakan inflamasi vena yang disebabkan baik oleh iritasi kimia maupun mekanik yang sering disebabkan oleh komplikasi dari terapi intravena. 1) Terapi interavena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Rekam medis merupakan berkas yang berisikan informasi tentang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rekam medis merupakan berkas yang berisikan informasi tentang identitas pasien, anamnese, penentuan fisik laboratorium, diagnosa segala pelayanan dan tindakan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan menyediakan pelayanan
digilib.uns.ac.id BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Rumah Sakit Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesehatan lebih terkait pada dimensi ketanggapan petugas memenuhi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi pemakai jasa pelayanan kesehatan, mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi ketanggapan petugas memenuhi kebutuhan pasien, kelancaran komunikasi petugas
Lebih terperinciBagian Pertama PENDAHULUAN UMUM
Bagian Pertama PENDAHULUAN UMUM Bioanalisis merupakan salah satu ilmu terapan yang bermanfaat dan memberikan dukungan yang cukup besar terhadap kemajuan berbagai aspek ilmu yang lain, diantaranya untuk
Lebih terperinciStabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit
Puskesmas dan sebagai bahan masukan kepada Dinas Kesehatan Kota Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.
BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu bentuk sediaan yang sudah banyak dikenal masyarakat untuk pengobatan adalah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Industri farmasi diwajibkan menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. No.43/MENKES/SK/II/1988 tentang CPOB dan Keputusan
Lebih terperinciDRUG RELATED PROBLEMS
DRUG RELATED PROBLEMS KATEGORI DOSIS LEBIH, DOSIS KURANG DAN OBAT SALAH DI INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT UMUM ISLAM KUSTATI SURAKARTA PERIODE TAHUN 2007 SKRIPSI Oleh: AMALIA FATIMAH K 100 040 178 FAKULTAS
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Perbedaan Kandungan CO 2 Sebelum dan Sesudah Pemurnian Perbedaan Kandungan CO 2 melalui Indikator Warna Pengambilan contoh biogas yang dianalisis secara kuantitatif sehingga didapatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sarana pelayanan kesehatan menurut Permenkes RI. No.269/Menkes/Per/III/2008 adalah tempat penyelenggaraan upaya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sarana pelayanan kesehatan menurut Permenkes RI No.269/Menkes/Per/III/2008 adalah tempat penyelenggaraan upaya pelayanan kesehatan yang dapat digunakan untuk praktek
Lebih terperinciFORMULASI SEDIAAN SEMISOLIDA
FORMULASI SEDIAAN SEMISOLIDA @Dhadhang_WK Laboratorium Farmasetika Unsoed 1 Pendahuluan Sediaan farmasi semisolid merupakan produk topikal yang dimaksudkan untuk diaplikasikan pada kulit atau membran mukosa
Lebih terperincimaupun sebagai masyarakat profesional (Nursalam, 2013).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keperawatan sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan, menuntut perawat bekerja secara profesional yang didasarkan pada standar praktik keperawatan dan
Lebih terperinci1. UU 29/2004 Tentang Praktik Kedokteran (UUPK) Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat rekam medis Rekam
1. UU 29/2004 Tentang Praktik Kedokteran (UUPK) Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat rekam medis Rekam medis sebagai mana dimaksud dalam ayat 1 harus segera
Lebih terperinciINTERAKSI FARMAKOLOGI. Oleh: Wantiyah
INTERAKSI FARMAKOLOGI Oleh: Wantiyah KAD: Mahasiswa mampu: Menjelaskan definisi, etiologi, dan macammacam interaksi obat Menjelaskan mekanisme terjadinya interaksi obat Menjelaskan implikasi keperawatan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Moffat, dkk., (2004), uraian tentang tramadol adalah sebagai
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tramadol HCl berikut: Menurut Moffat, dkk., (2004), uraian tentang tramadol adalah sebagai Gambar 1. Struktur Tramadol HCl Tramadol HCl dengan rumus molekul C 16 H 25 N 2, HCl
Lebih terperinciRakor Bidang Keperawatan, PP dan PA. Kirana, 9 Agustus 2016
Rakor Bidang Keperawatan, PP dan PA Kirana, 9 Agustus 2016 Semester I Tahun 2016 Tingkat Kepuasan Pasien Triwulan 1 dan 2, Tahun 2016 100,00% 98,55% 98,19% 95,00% 90,00% 85,00% 80,00% 75,00% TW I Capaian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam tubuh manusia antara lain sebagai alat transportasi nutrien, elektrolit dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tubuh manusia sebagaimana mahluk hidup yang lain tersusun atas berbagai sistem organ, puluhan organ, ribuan jaringan dan jutaan molekul. Fungsi cairan dalam tubuh manusia
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Saus Cabai Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang diperoleh dari bahan utama cabai (Capsicum sp) yang matang dan baik, dengan atau tanpa penambahan
Lebih terperinciLIMBAH. Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4.
LIMBAH Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4.B3 PENGERTIAN Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 18/1999 Jo.PP 85/1999
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit HIV & AIDS merupakan suatu penyakit yang terus berkembang dan menjadi masalah global yang melanda dunia. Indonesia merupakan negara di ASEAN yang paling tinggi
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI
39 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 PENDAHULUAN Hasil eksperimen akan ditampilkan pada bab ini. Hasil eksperimen akan didiskusikan untuk mengetahui keoptimalan arang aktif tempurung kelapa lokal pada
Lebih terperinci5. HAKEKAT PERMENKES 269/MENKES/PER/III/2008 TENTANG RM dan PERTAURAN TERKAIT LAINNYA LILY WIDJAYA,SKM.,MM D-III REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN
5. HAKEKAT PERMENKES 269/MENKES/PER/III/2008 TENTANG RM dan PERTAURAN TERKAIT LAINNYA LILY WIDJAYA,SKM.,MM D-III REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membutuhkan sehingga di rumah sakit diharapkan mampu untuk. puas dan nyaman, sesuai dengan peraturan-peraturan yang ada seperti
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan salah satu institusi kesehatan yang bergerak di bidang pelayanan jasa kesehatan kepada masyarakat yang membutuhkan sehingga di rumah sakit diharapkan
Lebih terperinciBAB 1: ILMU KEFARMASIAN
SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 FARMASI BAB 1: ILMU KEFARMASIAN Nora Susanti, M.Sc, Apk KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2016 BAB I ILMU KEFARMASIAN
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit
BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah Institusi pelayanan kesehatan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3. 1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan rancangan cross sectional. Pengambilan data yang dilakukan secara retrospektif melalui seluruh
Lebih terperinci