GAMBARAN FAKTOR LETAK PEMASANGAN INFUS DAN JENIS PENYAKIT PADA KEJADIAN PLEBITIS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN CIAMIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "GAMBARAN FAKTOR LETAK PEMASANGAN INFUS DAN JENIS PENYAKIT PADA KEJADIAN PLEBITIS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN CIAMIS"

Transkripsi

1 GAMBARAN FAKTOR LETAK PEMASANGAN INFUS DAN JENIS PENYAKIT PADA KEJADIAN PLEBITIS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN CIAMIS SKRIPSI Diajukan Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan Pada Program S1 Keperawatan Oleh : CHARLI ERIK NIM : 12SP PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS 2016

2 GAMBARAN FAKTOR LETAK PEMASANGAN INFUS DAN JENIS PENYAKIT PADA KEJADIAN PLEBITIS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN CIAMIS 1 Charli Erik 2 Rudi Kurmiawan 3 Aap Apipudin 4 INTISARI Plebitis adalah peradangan pembuluh darah vena yang ditandai dengan adanya nyeri, kemerahan, bengkak, dan bahkan luka diarea penusukan. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya plebitis diantaranya adalah jenis penyakit dan lokasi vena yang digunakan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran faktor letak pemasangan infus dan jenis penyakit pada kejadian plebitis di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Ciamis. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian yang bersifat deskriptif yaitu suatu metode penelitian dengan tujuan membuat gambaran atau deskripsi suatu objek. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien yang terpasang infus intravena Di Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik sampling insidental yaitu sebayak 30 orang pasien. Hasil penelitian menunjukan bahwa kejadian plebitis Di Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis, frekuensi tertinggi pada kategori Skala 2 (Stadium Dini Flebitis) sebanyak 16 orang (63,3%), faktor letak pemasangan infus pada kejadian plebitis Di besar pada kategori dorsal sebanyak 19 orang (63,3%) dan faktor jenis penyakit pada kejadian plebitis sebagian besar pada kategori diabetes mellitus sebanyak 17 orang (56,7%). Saran diharapkan agar mengembangkan program monitoring dan evaluasi dalam bentuk supervisi kepada perawat pelaksana tentang penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi diruang rawat inap secara rutin dan selalu mengobservasi area insersi pemasangan infus guna mencegah komplikasi pemberian terapi intravena. Kata Kunci : Plebitis, Letak Pemasangan Infus, Jenis Penyakit Kepustakaan : 32 Referensi ( ) Keterangan : 1 Judul, 2 Nama Mahasiswa S1 Keperawatan, 3 Nama Pembimbing I, 4 Nama Pembimbing II v

3 THE DESCRIPTION OF FAMILY HISTORY DIABETES MELLITUS PATIENTS IN GENERAL HOSPITAL REGIONAL CIAMIS 1 Charli Erik 2 Rudi Kurmiawan 3 Aap Apipudin 4 ABSTRACT Diabetes Mellitus (DM) is a heterogeneous group of disorders are marked by an increase in blood glucose levels, or hyperglycemia. Factors associated with diabetes include age, family history of diabetes mellitus, overweight, lack of physical activity, and an unhealthy diet. A family history of diabetes mellitus including the factors that can not be modified / changed but has a close relationship with the incidence of DM, so by knowing both of these factors, people at risk of suffering from diabetes can do prevention by controlling other factors associated with the occurrence of DM. The purpose of this study was to know the description of family history diabetes mellitus patients in General Hospital Regional Ciamis. This research uses descriptive research is a research method with the ultimate aim of making a picture or description of an object. The population in this study are patients with diabetes mellitus in Ciamis District General Hospital. The samples in this study using the technique of the total population that the entire population sampled sebayak study 41 patients. The results showed that patients with a family history of diabetes mellitus in Ciamis District General Hospital, the highest frequency category there is a family history of diabetes mellitus as many as 24 people (58.5%). Family history of diabetes mellitus in Ciamis District General Hospital, the highest frequency category father / mother suffering from diabetes mellitus were 17 (41.5%). Suggestions are expected to provide information to patients about how much risk family history of diabetes mellitus on the incidence of diabetes through health promotion using indoor poster media. Keywords : Family History, Diabetes Mellitus Bibliography : 32 reference ( ) Description : 1.Title, 2. Student Name, 3. Name of Supervisor I, 4. Name of Supervisor II vi

4 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindakan terapi intravena adalah terapi yang bertujuan untuk mensuplai cairan melalui vena ketika pasien tidak mampu mendapatkan makanan, cairan elektrolik lewat mulut, untuk menyediakan kebutuhan garam untuk menjaga keseimbangan cairan, untuk menyediakan kebutuhan gula (glukosa/dekstrosa) sebagai bahan bakar untuk metabolisme, dan untuk menyediakan beberapa jenis vitamin yang mudah larut melalui intravena serta menyediakan medium untuk pemberian obat secara intravena (Brunner dan Suddart, 2010). Tetapi karena terapi ini diberikan secara terus menerus dan dalam jangka waktu tertentu tentunya akan meningkatkan kemungkinan terjadi komplikasi dari pemasangan infus, salah satunya adalah plebitis. (Perry dan Potter, 2010). Angka kejadian plebitis merupakan salah satu indikator mutu asuhan keperawatan yang diperoleh dari perbandingan jumlah kejadian plebitis dengan jumlah pasien yang mendapat terapi infus (Depkes, 2012). Infusion Nursing Standards of Practice (2006) merekomendasikan bahwa level plebitis yang harus dilaporkan adalah level 2 atau lebih. Sedangkan angka kejadian yang direkomendasikan oleh Infusion Nurses Society (INS) adalah 5% atau kurang. Dan jika ditemukan angka kejadian plebitis lebih dari 5%, maka data harus dianalisis kembali terhadap derajat plebitis dan kemungkinan penyebabnya untuk menyusun pengembangan rencana peningkatan kinerja perawat (Alexander, et al., 2010). 1

5 2 Perawat sudah seharusnya mematuhi dan menjalankan kewajibanya dengan baik dan benar karean merupakan ketetapan dan juga menjadi amah bagi perawat. Seperti firman Alloh SWT yang terkandung dalam surat al-anfal ayat 27 yang berbunyi : Artinya Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanahamanah yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.qs Al- Anfal ayat 27 Ayat tersebut menyatakn bahwa Alloh SWT memerintahkan agar kita tidak mengkhianatai amanah-amanah yang telah di percayakan pada kita. Perawat sudah mengetahui tentang kewajibanya maka perawat wajib menjalankanya dengan baik dan benar agar dalam melakukan tindakan tidak terjadi kesalahan dan menimbulkan komplikasi pasien yang diberikan tindakan. Jumlah kejadian plebitis menurut distribusi penyakit sistem sirkulasi darah pasien rawat inap di Indonesia tahun 2010 berjumlah 744 orang (17,11%) (Depkes, 2011). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Depkes tahun 2010, infeksi nosokomial banyak terjadi di Rumah Sakit Pemerintah dengan jumlah pasien dari jumlah pasien beresiko (55,1%), sedangkan pada Rumah Sakit Swasta jumlah infeksi nosokomial adalah 991 Pasien dari jumlah pasien beresiko (35,8%), dan pada Rumah Sakit ABRI jumlah Infeksi Nosokomial 254 pasien dari jumlah pasien beresiko (9,1%). Prosentase infeksi nosokomial yang tertinggi di rumah sakit swasta maupun rumah sakit pemerintah pada tahun 2010 adalah plebitis dengan jumlah pasien dari jumlah pasien yang

6 3 beresiko (1,7%) meskipun jumlah pasien beresiko cukup tinggi yaitu (4,6%) (Depkes, 2011). Angka kejadian plebitis di RSUD Ciamis pada tahun 2013 berjumlah 109 orang (0,97%) dari pasien rawat inap, pada tahun 2014 berjumlah 122 orang (1,08%) dari 11,277 pasien rawat inap dan pada tahun 2015 berjumlah 126 orang (1,11%) dari 11,317 pasien rawat inap. (Rekam Medis RSUD Ciamis, 2016). Terjadinya plebitis akan menimbulkan banyak kerugian, antara lain menyebabkan lama hari perawatan bertambah panjang, penderitaan bertambah. Biaya meningkat, beberapa kejadian infeksi nosokomial mungkin tidak menyebabkan kematian pasien akan tetapi ia menjadi penyebab penting pasien dirawat lebih lama di Rumah Sakit (Depkes, 2007). Menurut Darmadi (2008) dampak yang terjadi dari plebitis bagi pasien menimbulkan dampak yang nyata yaitu: ketidaknyamanan pasien, pergantian kanul infus baru, menambah lama perawatan dan akan menambah biaya perawatan di rumah sakit. Sedangkan untuk institusi yaitu: beban kerja atau tugas bertambah bagi tenaga kesehatan, dapat menimbulkan terjadinya tuntutan (malpraktek), dan juga dapat menurunkan citra dan kualitas pelayanan rumah sakit. Plebitis adalah inflamasi dari pembuluh darah vena dengan tanda dan gejala yang berupa nyeri, kemerahan, bengkak, maupun luka di area penusukan (Yan, 2010). Komplikasi yang menyebabkan plebitis diantaranya cairan atau obat yang diterapi infuskan (terutama ph dan tonisitasnya), ukuran dan tempat kanula yang dimasukkan, pemasangan jalur intra vena yang tidak sesuai, dan masuknya mikroorganisme pada saat penusukan (Brunner dan Suddart, 2010).

7 4 Penelitian yang dilakukan Asrin, Triyanto, dan Upoyo (2006) tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian plebitis di RSUD Purbalingga, menujukkan bahwa 22,9% pasien mengalami plebitis. Lebih lanjut dijelaskan bahwa kejadian plebitis secara signifikan dipengaruhi oleh jenis dan ukuran, letak dan lokasi pemasangan infus serta jenis cairan infus. Nurdin (2013) berpendapat bahwa tingginya infeksi plebitis di sebebabkan oleh beberapa faktor/domain seperti : ukuran kateter infus, letak pemasangna infus, fiksasi infus, faktor umur dan lama pemasangan infus. Bukan dari jenis kelamin dan diagnosa medis, karena hal ini disebabkan oleh yang berkaitan langsung dengan plebitis yaitu terapi intravena (ukuran kateter infus, letak pemasangna infus, fiksasi infus) dan usia, hal ini karena usia berpengaruh langsung pada plebitis dimana dilihat dari segi fungsi vena pasien. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya plebitis menurut Ignatavicius, et al. (2010) adalah umur, jenis penyakit (misal diabetes mellitus, hipertensi, gagal ginjal kronik, kanker), ukuran kanula, jumlah insersi (hal ini dinilai dengan berapa kali kegagalan dalam pemasangan atau insersi kanula), lokasi vena yang digunakan, lama penggantian kateter, frekuensi ganti balutan, dan jenis cairan. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 14 Maret 2016 di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Ciamis dengan metode observasi kepada 10 orang pasien yang terpasang infus 4 diantaranya mengalami tanda-tanda phlebitis dan 6 orang tidak mengalami, dari 10 orang pasien 6 orang pasien dengan posisi pemasangan intravena pada punggung tangan dengan jenis penyakit yang diderita sebagian besar adalah diabetes mellitus dan hipertensi.

8 5 Kejadian flebitis yang disebabkan oleh letak pemasang infus Potter dan Perry (2010) menyatakan bahwa posisi ekstremitas yang berubah, khususnya pada pergelangan tangan atau siku dapat mengurangi kecepatan aliran infus dan mempengaruhi aliran dalam darah. Hal ini juga dinyatakan oleh Rocca dalam Nurdin (2013) dimana lokasi-lokasi yang sering menyebabkan komplikasi seperti plebitis adalah seperti vena digitalis sampai vena dorsalis. Vena dorsalis (metacarpal/punggung tangan) berasal dari gabungan vena digitalis, dimana kerugiannya tempat/letak digunakan untuk aktivitas sehari-hari seperti makan, minum, cuci tangan dan lai-lain, hal inilah yang dapat menimbulkan komplikasi plebitis. Penyakit yang diderita pasien dapat mempengaruhi terjadinya plebitis, misalnya pada pasien diabetes mellitus yang mengalami aterosklerosis akan mengakibatkan aliran darah ke perifer berkurang sehingga jika terdapat luka mudah mengalami infeksi (Agustini, 2014). Berdasarkan latar belakang dan fenomena diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti tentang Gambaran Faktor Letak Pemasangan Infus Dan Jenis Penyakit Pada Kejadian Plebitis Di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Ciamis. B. Rumusan Masalah Tindakan terapi intravena adalah terapi yang bertujuan untuk mensuplai cairan melalui vena. Tetapi karena terapi ini diberikan secara terus menerus dan dalam jangka waktu tertentu tentunya akan meningkatkan kemungkinan terjadi komplikasi dari pemasangan infus, salah satunya adalah plebitis. Angka kejadian plebitis merupakan salah satu

9 6 indikator mutu asuhan keperawatan. Angka kejadian plebitis di RSUD Ciamis pada tahun 2015 berjumlah 126 orang (1,11%) dari 11,317 pasien rawat inap. Terjadinya plebitis akan menimbulkan banyak kerugian. Plebitis adalah peradangan pembuluh darah vena yang ditandai dengan adanya nyeri, kemerahan, bengkak, dan bahkan luka diarea penusukan. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya plebitis diantaranya adalah jenis penyakit dan lokasi vena yang digunakan. Berdasarkan uraian tersebut, maka perumusan masalah yang dapat dikembangkan yaitu Bagaimanakah Gambaran Faktor Letak Pemasangan Infus Dan Jenis Penyakit Pada Kejadian Plebitis Di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Ciamis? C. Tujuan Penelitian 1. Tujaun Umum Untuk mengetahui Gambaran Faktor Letak Pemasangan Infus Dan Jenis Penyakit Pada Kejadian Plebitis Di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Ciamis. 2. Tujuan Khusus a. Diketahuinya Gambaran Letak Pemasangan Infus Pada Kejadian Plebitis Di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Ciamis. b. Gambaran Jenis Penyakit Pada Kejadian Plebitis Di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Ciamis.

10 7 D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Dapat memberikan tambahan khasanah pengetahuan khususnya dalam mendukung pengembangan ilmu pendidikan kesehatan serta dapat dimanfaatkan sebagai acuan ilmiah untuk pengembangan ilmu kesehatan khususnya tentang plebitis 2. Manfaat Praktis a. Bagi Rumah Sakit Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengatur, mengelola dan meningkatkan kepuasan pelanggan yang menggunakan jasa rumah sakit dan sebagai bahan evaluasi terhadap pelayanan keperawatan terutama pada pemasangan infus serta kejadian plebitis. b. Bagi Institusi Pendidikan Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk meningkatkan mutu pendidikan terutama masalah keperawatan dalam pemasangan infus dan kejadian plebitis. c. Bagi Perawat Hasil penelitian ini dapat berguna sebagai bahan informasi untuk meningkatkan pelayanan keperawatan pada pemasangan infus kepada pasien agar tidak terjadi plebitis. d. Bagi Peneliti Sebagai pengalaman dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang komprehensip serta sebagai bahan pelajaran dalam melaksanakan pemasangan infus pada pasien.

11 8 e. Bagi Peneliti Lain Diharapkan penelitian ini bisa dijadikan sumber informasi atau sebagai data awal bagi penelitian selanjutnya E. Keaslian Penelitian Berdasarkan telaah literatur, penelitian Kejadian Plebitis. Penelitan lain yang berkaitan dengan judul penelitian ini, adalah sebagai berikut : Table 1.1 Keaslian Penelitian No Peneliti (Tahun) 1 Wayunah (2011) Judul Metode Variabel hubungan pengetahuan perawat tentang terapi infus dengan kejadian plebitis dan kenyamanan pasien di ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Indramayu Penelitian analitik corelational dengan pendekatan crosssectional. Variabel independen adalah : - Pengetahuan perawat tentang terapi infus, sedangkan Variabel dependen adalah : - Kejadian plebitis - Kenyamanan pasien. Populasi dan Sampel - Populasi seluruh perawat pelaksan a rawat inap - Sampel 65 perawat pelaksan a rawat inap dan 65 pasien yang dipasang infus. Alat Ukur Instrumen dalam penelitian yang digunakan adalah kuesioner, lembar dokumentasi pemasanga n infus, dan lembar observasi tanda plebitis berdasarkan skala plebitis. Hasil Hasil analisis menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan perawat tentang terapi infus dengan kejadian plebitis dan ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan perawat tentang terapi infus dengan kenyamanan. Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang pemasangan infus dan kejadian plebitis. Pada penelitian yang akan di lakukan oleh peneliti saat ini mempunyai perbedaan dengan penelitian sebelumnya yaitu judul, lokasi, waktu dan jenis penelitian pada penelitian ini deskriptif yaitu suatu metode penelitian dengan tujuan utama membuat gambaran atau deskripsi suatu objek yaitu Gambaran Faktor Letak Pemasangan Infus Dan Jenis Penyakit Pada Kejadian Plebitis.

12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Plebitis a. Pengertian Plebitis adalah reaksi inflamasi yang terjadi pada pembuluh darah vena yang ditandai dengan nyeri, kemerahan, bengkak, panas, indurasi (pengerasan) pada daerah tusukan, dan pengerasan sepanjang pembuluh darah vena (Alexander, et al., 2010). Plebitis adalah inflamasi lapisan vena dimana sel endotelia dinding vena mengalami iritasi dan permukaan sel menjadi kasar, sehingga memungkinkan platelet menempel dan kecenderungan terjadi inflamasi penyebab phlebitis (Philips, 2005 dalam Wayunah 2011). Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa flebitis itu adalah suatu kejadian peradangan pada vena yang terpasang infus karena infeksi oleh mikroorganisme selama perawatan di rumah sakit. b. Tanda dan Gejala 1) Rubor (Hyperemia) Kemerahan atau rubor biasanya merupakan kejadian pertama yang ditemukan didaerah yang mengalami peradangan. Pada reaksi peradangan arteriola yang mensuplai darah tersebut mengalami pelebaran sehingga darah yang mengalir ke mikrosirkulasi lokal lebih banyak. (Mustofa 2007). 9

13 10 2) Kalor (Hipertermi) Kalor terjadi bersamaan dengan kemerahan pada reaksi peradangan. Daerah sekitar peradangan menjadi lebih panas, karena darah yang disalurkan ke daerah tersebut lebih besar dibandingkan daerah lainnya yang normal (Mustofa 2007). 3) Tumor (Oedem) Pembengkakan lokal terjadi karena pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi kejaringan intrerstitiel, campuran antara sel yang tertimbun didaerah peradangan disebut eksudat. Pada keadaan ini reaksi peradangan eksudatnya adalah cairan (Mustofa 2007). 4) Nyeri (Dolor) Rasa nyeri pada daerah peradangan dapat disebabkan oleh perubahan ph lokal ataupun konsentrasi ion-ion tertentu yang merangsang ujung saraf selain itu juga pembengkakan yang terjadi dapat juga menyebabkan peningkatan tekanan lokal yang dapat merangsang sakit (Mustofa 2007). c. Penyebab Plebitis disebabkan baik karena faktor mekanik, kimia, maupun infektif. Alexander, et al. (2010) membagi penyebab plebitis menjadi empat kategori, yaitu plebitis cemical (kimia), plebitis mekanikal, plebitis bakterial, dan plebitis post-infusi. 1) Plebitis mekanik terjadi karena ukuran jarum yang terlalu besar sehingga mengganggu aliran darah disekitarnya, serta menyebabkan iritasi pada dinding pembuluh darah. Selain itu juga

14 11 disebabkan karena lokasi insersi yang tidak tepat, seperti jika kateter ditempatkan pada area fleksi sering menyebabkan plebitis mekanik (Alexander, et al. 2010). 2) Plebitis kimia terjadi karena iritasi tunika intima oleh obat dan/atau jenis cairan yang memiliki ph tinggi atau rendah (asam atau basa), serta osmolalitas cairan yang tinggi. Cairan atau obat dengan ph < 5 atau > 9 atau yang memiliki osmolalitas > 375 mosm/l dapat menyebabkan iritasi lapisan intima vena sehingga merangsang terjadinya proses inflamasi dan trombosis (Alexander, et al., 2010). 3) Plebitis bakterial adalah inflamasi lapisan intima vena yang disebabkan karena infeksi bakteri. Komplikasi ini dapat menjadi sangat serius, karena jika tidak ditangani dengan benar dapat berkembang menjadi komplikasi sistemik dari septicemia. Karena kurangnya teknik aseptik saat pemasangan alat intravena sehingga terjadi kontaminasi baik melalui tangan, cairan infus, set infus, dan area penusukan (Alexander, et al., 2010). Dalam hal ini, hygiene tangan orang yang memasang infus memegang peranan penting dalam timbulnya komplikasi tersebut. 4) Plebitis post-infus merupakan komplikasi lain yang biasa dilaporkan oleh pasien dengan terapi infus. Komplikasi ini berhubungan dengan inflamasi pada vena yang biasanya terjadi dalam waktu 48 sampai 96 jam setelah kateter dipasang. Faktorfaktor yang mempengaruhi terjadinya plebitis post-infus adalah: kurangnya kemampuan dalam tehnik insersi kateter; kelemahan

15 12 pasien, kondisi vena yang jelek; cairan hipertonis atau cairan yang asam; filtrasi yang tidak sesuai; ukuran kateter yang besar tetapi dipasang pada vena yang kecil; dan ketidaksesuaian dalam penggunaan alat set infus, jenis balutan, penggunaan akses injeksi, dan bahan kateter (Alexander, et al., 2010). d. Skala Plebitis Plebitis diklasifikasikan sesuai dengan faktor penyababnya. Skala plebitis yang direkomendasikan oleh Infusion Nursing Standard of Practice (2006) terdiri dari lima dengan skala 0 sampai dengan 4, dimana skala 0 menunjukkan tidak terjadi plebitis sedangkan skala 4 menunjukkan derajat plebitis yang paling berat. Berikut adalah tabel yang menunjukkan skala plebitis yang direkomendasikan oleh Infusion Nursing Standard of Practice: Tabel 2.1 Skala Plebitis Skala Kriteria Klinis 0 Tidak ditemukan gejala klinis 1 Eritema pada daerah insersi dengan atau tanpa nyeri 2 Nyeri pada daerah insersi disertai dengan eritema dan/atau edema dan/atau pengerasan sepanjang vena 3 Nyeri pada daerah insersi disertai dengan eritema, pembentukan lapisan 4 Nyeri pada daerah insersi disertai dengan eritema, pembentukan lapisan, pengerasan sepanjang vena sepanjang > 1 inchi, dan/atau keluaran purulen (Sumber: Infusion Nurse Society: Standard of Practice, (2006) dalam Alexander, et al. (2010)) Sedangkan skor visual untuk plebitis telah dikembangkan oleh Daugherty (2008) adalah sebagai berikut :

16 13 Gambar 2.1 Skor Visual Plebitis (Daugherty, 2008) Dougherty (2008) mengatakan bahwa untuk mendeteksi adanya plebitis, maka semua pasien yang terpasang infus harus diobservasi terhadap tanda plebitis sedikitnya 1 x 24 jam. Observasi juga dilakukan ketika memberikan obat intravena, mengganti cairan infus, dan terhadap perubahan kecepatan tetesan infus. Plebitis dapat dicegah dengan menggunakan teknik aseptik selama pemasangan, menggunakan ukuran kateter dan ukuran jarum yang sesuai dengan ukuran vena, mempertimbangkan komposisi cairan dan medikasi ketika memilih daerah penusukan, mengobservasi tempat penusukan akan adanya komplikasi apapun setiap jam, dan menempatkan kateter atau jarum dengan baik. e. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Plebitis Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya plebitis menurut Ignatavicius, et al. (2010) adalah umur, jenis penyakit (dalam hal ini dibedakan antara bedah dan non bedah), ukuran kanula, jumlah insersi (hal ini dinilai dengan berapa kali kegagalan dalam

17 14 pemasangan atau insersi kanula), letak pemasangan infus, lama penggantian kateter, frekuensi ganti balutan, dan jenis cairan. Adapun uraian masing- masing faktor adalah sebagai berikut : 1) Umur Umur mempengaruhi kondisi vena seseorang, dimana semakin muda manusia (misal pada usia infant) pembuluh darah masih fragil sehingga mudah pecah apalagi dengan gerakan yang tidak terkontrol meningkatkan risiko plebitis mekanik. Dan tentunya dengan ukuran pembuluh darah yang kecil akan menyulitkan dalam pemasangannya,sehingga dibutuhkan orang yang benarbenar terampil. Sebaliknya orang semakin tua mengalami kekakuan pembuluh darah hal ini juga yang menyebabkan semakin sulit untuk dipasang, serta kondisi pembuluh darah juga sudah tidak dalam kondisi baik (Dougherty, 2008). 2) Jenis Kelamin Jenis kelamin mempunyai pengaruh terhadap kejadian plebitis, dimana jenis kelamin perempuan meningkatkan risiko terjadinya plebitis. 3) Jenis Penyakit Penyakit yang diderita pasien dapat mempengaruhi terjadinya phlebitis, misalnya pada pasien Diabetes Mellitus yang mengalami aterosklerosis akan mengakibatkan aliran darah ke perifer berkurang sehingga jika terdapat luka mudah mengalami infeksi (Agustini, 2014).

18 15 Penyakit penyerta gagal ginjal kronik juga merupakan salah satu penyebab terjadinya phlebitis, dimana phlebitis pada gagal ginjal kronik ini dikaitkan pada posisi pemasangan infus. Pemasangana infus pada daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal memiliki resiko lebih besar untuk menyebabkan phlebitis karena daerah tersebut merupakan lokasi yang sering digunakan untuk pemasangan fistula arteri-vena (A-V shunt) pada tindakan hemodialisis (cuci darah) (Wiranata, 2012). Setiap pasien yang dirawat di rumah sakit umumnya mengalami penurunan kekebalan tubuh baik disebabkan karena penyakitnya maupun karena efek dari pengobatan. Pada satu waktu, 9 % pasien mengalami infeksi yang diperoleh dari rumah sakit. Riwayat penyakit seperti pembedahan, luka bakar, gangguan kardiovaskuler, gangguan ginjal, gangguan pencernaan, gangguan persyarafan dan juga keganasan dapat menimbulkan masalah keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa. Semua kondisi tersebut membutuhkan terapi intravena baik sebagai terapi utama maupun sebagai akses medikasi. Pemberian terapi intravena dapat menimbulkan risiko terjadinya infeksi, termasuk plebitis, karena adanya portal the entry and exit yang merupakan akses masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh jika tidak dilakukan tindakan pencegahan yang adekuat (Potter & Perry, 2013).

19 16 4) Materi (Bahan), Panjang dan Ukuran Kanula Materi (bahan) kanula sebaiknya non-iritatif, radiopaque (suatu materi dari logam yang jika difoto dengan sinar X maka akan mudah terlihat), dan tidak mempengaruhi terbentuknya thrombus (Dougherty 2008). Jenis material meliputi pulyvinyylchloride, Teflon TM, Vialon TM dan berbagai bahan polyurethane (Gabriel, 2005). Banyak jenis dan tipe kanula yang digunakan dengan berbagai ukuran, panjang, komposisi dan desain. Ukuran jarum berkisar antara dan panjangnya mm. Secara umum, ukuran jarum yang lebih kecil sebaiknya dipilih untuk mencegah kerusakan intima pembuluh darah dan mempertahankan aliran darah sekitar kanula untuk mengurangi risiko plebitis (Dougherty, 2008). Ukuran alat akses vaskuler yang dikeluarkan oleh pabrik berbeda dalam hal panjang dan ukuran. Panjang dinyatakan dalam millimeter atau sentimeter. Sedangkan ukuran mengacu pada diameter lumen eksternal, bukan diameter internal, dan dinyatakan denga French (Fr) atau gauge (ga) (Gabriel, et al., 2005). Ukuran kateter berkisar antara dan panjangnya mm. Secara umum, ukuran kateter yang lebih kecil sebaiknya dipilih untuk mencegah kerusakan intima pembuluh darah dan mempertahankan aliran darah sekitar kanula untuk mengurangi risiko plebitis (Dougherty, 2008). Akan tetapi pemilihan ukuran

20 17 kateter juga dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti durasi dan komposisi cairan infus, kondisi klinik, usia pasien, ukuran dan kondisi vena (Alexander, et al., 2010). Standar INS dalam pemilihan kateter harus memilih ukuran kateter yang lebih kecil dengan panjang yang terpendek untuk mengakomodasi penentuan terapi (Phillips, 2005). 5) Jumlah insersi Jumlah insersi yang dimaksud adalah jumlah insersi kateter yang dilakukan oleh perawat sebelum insersi yang berhasil merekomendasikan tidak lebih dari dua upaya penyisipan kateter oleh seorang perawat (Alexander, et al., 2010). Pemahaman ini perlu diketahui oleh semua perawat bahwa saat kateter diinsersikan kedalam vena, maka setelah itu kateter telah terkontaminasi. Jadi, ketika kateter menembus kulit, maka akan terkontaminasi mikroorganisme yang ada pada kulit. Itulah kenapa INS merekomendasikan maksimal dua kali insersi dari satu kateter jika terjadi kegagalan insersi. 6) Letak Pemasangan Infus Kejadian flebitis yang disebabkan oleh letak pemasang infus bisa di minimalisirkan dengan menggunakan vena yang lokasinya jauh dari pergelangan tangan/persendian sebagai lokasi untuk pemasangan terapi intravena mengurangi kejadian flebitis yaitu seperti yang bagus, untuk median antebrachial vein (Smeltzer, 2010)

21 18 Potter dan perry (2010) posisi ekstremitas yang berubah, khususnya pada pergelangan tangan atau siku dapat mengurangi kecepatan aliran infus dan mempengaruhi aliran dalam darah. Hal ini juga dinyatakan oleh Rocca dalam Nurdin (2013) yaitu dimana lokasi-lokasi yang sering menyebabkan komplikasi seperti flebitis, infiltrasi dll adalah seperti vena digitalis sampai vena dorsalis. Vena dorsalis (metacarpal/punggung tangan) berasal dari gabungan vena digitalis, dimana kerugiannya tempat/letak digunakan untuk aktivitas sehari-hari seperti makan,minum, cuci tangan dll, hal inilah yang dapat menimbulkan komplikasi flebitis. Infusion Nursing Standards of Practice merekomendasikan bahwa kanula perifer harus diganti setiap 72 jam dan segera mungkin jika diduga terkontaminasi, adanya komplikasi, atau ketika terapi telah dihentikan. Sedangkan Center for Desease Control (CDC) guidelines merekomendasikan pemindahan lokasi atau tempat penusukan adalah 72 sampai 96 jam meskipun beberapa literatur memperluas dukungan untuk tidak mengganti sampai dengan 144 jam. Kecuali jika sudah ada gejala infeksi, maka harus segera diganti meskipun belum 72 jam. Untuk itu perawat harus mencatat tanggal dan waktu pemasangan (Alexander, et al., 2010). 7) Frekuensi ganti balutan INS dalam Alexander, et al. (2010) merekomendasikan bahwa kriteria perawatan daerah insersi kateter yaitu: yang pertama pertemuan kulit dengan kateter harus dibersihkan dengan cairan antiseptik, dan yang kedua adalah meminimalkan kerusakan dan pergerakan kateter.

22 19 Balutan untuk menutupi tempat insersi kanula IV merupakan faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi, hal ini dipengaruhi karena faktor kelembaban. Kondisi lingkungan yang lembab menyebabkan mikroba akan lebih cepat berkembang, sehingga tempat insersi kanula IV harus dijaga agar tetap kering (Hidley, 2004). Jenis balutan moisture-permeable transparent adalah termasuk ke dalam modern dressing untuk terapi intravena, selain mudah untuk memasangnya, juga mudah dalam mengobservasi tempat insersi dari tanda-tanda infeksi, serta bersifat waterproof untuk meminimalkan potensial infeksi (Gabriel, 2008). Seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Gayatri dan Handiyani (2007) didapatkan bahwa penggunaan balutan transparan diperoleh probabilitas untuk tidak terjadinya plebitis pada 24 jam ketiga adalah 78%. Sedangkan penggunaan balutan konvensional akan meningkatkan risiko terjadinya phlebitis sebesar 4,3 kali dibandingkan dengan yang memakai balutan transparan. Ignatavicius, et al., (2010) mengatakan bahwa frekuensi penggantian balutan dilakukan berdasarkan jenis balutan. Jenis balutan yang menggunakan plester dan kassa harus diganti setiap 48 jam; sedangkan untuk jenis balutan transparan harus diganti maksimal selama 7 hari. Akan tetapi penggantian balutan dapat lebih cepat dari yang direkomendasikan. Prinsipnya balutan harus diobservasi setiap hari, dijaga supaya tetap kering, tidak boleh longgar, dan jika basah atau kotor harus segera diganti dengan t eknik aseptic atau steril.

23 20 8) Jenis cairan ph dan osmolaritas cairan infus yang ekstrem selalu diikuti risiko plebitis tinggi. ph larutan dekstrosa berkisar antara 3 5, dimana keasaman diperlukan untuk mencegah karamelisasi dekstrosa selama proses sterilisasi autoklaf, jadi larutan yang mengandung glukosa, asam amino dan lipid yang digunakan dalam nutrisi parenteral bersifat lebih flebitogenik dibandingkan normal saline. Obat suntik yang bisa menyebabkan peradangan vena yang hebat, antara lain kalium klorida, vancomycin, amphotrecin B, cephalosporins, diazepam, midazolam dan banyak obat khemoterapi. Larutan infus dengan osmolaritas > 900 mosm/l harus diberikan melalui vena sentral. Semakin tinggi osmolalitas cairan maka risiko untuk terjadinya plebitis akan semakin meningkat, karena terjadi iritasi pembuluh darah akibat gesekan. Selain konsentrasi cairan ph yang terlalu asam atau terlalu basa juga meningkatkan risiko terjadinya plebitis. Selain itu, jenis medikasi seperti anticoagulant atau pemberian kortikosteroid jangka panjang, menyebabkan vena menjadi rapuh dan rentan terjadi memar (Dougherty, 2008) Para ahli umumnya sepakat bahwa makin lambat infus larutan hipertonik diberikan makin rendah risiko plebitis. Namun, ada paradigma berbeda untuk pemberian infus obat injeksi dengan osmolaritas tinggi. Osmolaritas boleh mencapai 1000 mosm/l jika durasi hanya beberapa jam. Durasi sebaiknya kurang dari tiga jam untuk mengurangi waktu kontak campuran yang iritatif dengan dinding vena. Ini membutuhkan kecepatan

24 21 pemberian tinggi ( ml/jam). Vena perifer yang paling besar dan kateter yang sekecil dan sependek mungkin dianjurkan untuk mencapai laju infus yang diinginkan, dengan filter 0.45mm. Kanula harus diangkat bila terlihat tanda dini nyeri atau kemerahan. Infus relatif cepat ini lebih relevan dalam pemberian infus jaga sebagai jalan masuk obat, bukan terapi cairan maintenance atau nutrisi parenteral (Bier dalam Wayunah 2011). 2. Terapi intravena a. Pengertian Terapi intravena merupakan terapi medis yang dilakukan secara invasif dengan menggunakan metode yang efektif untuk mensuplai cairan, elektrolit, nutrisi dan obat melalui pembuluh darah (intravascular) (Perry & potter 2013). Menurut Dougherty (2008) mengatakan bahwa terapi intravena adalah penyediaan akses yang bertujuan untuk pemberian hidrasi intravena atau makanan dan administrasi pengobatan. Kanula biasanya dimasukkan untuk terapi jangka pendek maupun untuk injeksi bolus atau infus singkat dalam perawatan di rumah sakit ataupun di unit rawat jalan. b. Tujuan Ingnatavicius dan workman (2010) yang mengatakan bahwa alasan umum pasien mendapatkan terapi infus adalah: 1) Mempertahankan keseimbangan cairan atau koreksi keseimbangan cairan. 2) Mempertahankan elektrolit atau keseimbangan asam basa atau koreksi elektrolit.

25 22 3) Pemberian obat termasuk nutrisi. 4) Mengganti darah atau produk darah. c. Keuntungan Dan Kerugian Menurut Perry dan Potter (2010), keuntungan dan kerugian terapi intravena adalah : 1) Keuntungan Keuntungan terapi intravena antara lain : Efek terapeutik segera dapat tercapai karena penghantaran obat ke tempat target berlangsung cepat, absorbsi total memungkinkan dosis obat lebih tepat dan terapi lebih dapat diandalkan, kecepatan pemberian dapat dikontrol sehingga efek terapeutik dapat dipertahankan maupun dimodifikasi, rasa sakit dan iritasi obat-obat tertentu jika diberikan intramuskular atau subkutan dapat dihindari, sesuai untuk obat yang tidak dapat diabsorbsi dengan rute lain karena molekul yang besar, iritasi atau ketidakstabilan dalam traktus gastrointestinalis. 2) Kerugian Kerugian terapi intravena adalah : tidak bisa dilakukan drug recall dan mengubah aksi obat tersebut sehingga resiko toksisitas dan sensitivitas tinggi, kontrol pemberian yang tidak baik bisa menyebabkan speed shock dan komplikasi tambahan dapat timbul, yaitu : kontaminasi mikroba melalui titik akses ke sirkulasi dalam periode tertentu, iritasi vascular, misalnya flebitis kimia, dan inkompabilitas obat dan interaksi dari berbagai obat tambahan. d. Lokasi Pemasangan infus Menurut (Perry dan Potter 2010), tempat atau lokasi vena perifer yang sering digunakan pada pemasangan infus adalah vena

26 23 supervisial atau perifer kutan terletak di dalam fasia subcutan dan merupakan akses paling mudah untuk terapi intravena. Daerah tempat infus yang memungkinkan adalah permukaan dorsal tangan (vena supervisial dorsalis, vena basalika, vena sefalika), lengan bagian dalam (vena basalika, vena sefalika, vena kubital median, vena median lengan bawah, dan vena radialis), permukaan dorsal (vena safena magna,ramusdorsalis). Gambar 2.2 Lokasi Pemasangan Infus Sumber : Dougherty, dkk (2010) Menurut Dougherty dkk (2010), Pemilihan lokasi pemasangan terapi intravana mempertimbangkan beberapa faktor yaitu : 1) Umur pasien : misalnya pada anak kecil, pemilihan sisi adalah sangat penting dan mempengaruhi berapa lama intravena terakhir. 2) Prosedur yang diantisipasi : misalnya jika pasien harus menerima

27 24 jenis terapi tertentu atau mengalami beberapa prosedur seperti pembedahan, pilih sisi yang tidak terpengaruh oleh apapun. 3) Aktivitas pasien : misalnya gelisah, bergerak, tak bergerak, perubahan tingkat kesadaran. 4) Jenis intravena: jenis larutan dan obat-obatan yang akan diberikan sering memaksa tempat-tempat yang optimum (misalnya hiperalimentasi adalah sangat mengiritasi vena-vena perifer). 5) Durasi terapi intravena: terapi jangka panjang memerlukan pengukuran untuk memelihara vena; pilih vena yang akurat dan baik, rotasi sisi dengan hati-hati, rotasi sisi pungsi dari distal ke proksimal (misalnya mulai di tangan dan pindah ke lengan). 6) Ketersediaan vena perifer bila sangat sedikit vena yang ada, pemilihan sisi dan rotasi yang berhati-hati menjadi sangat penting ; jika sedikit vena pengganti. 7) Terapi intravena sebelumnya : flebitis sebelumnya membuat vena menjadi tidak baik untuk di gunakan, kemoterapi sering membuat vena menjadi buruk (misalnya mudah pecah atau sklerosis). 8) Pembedahan sebelumnya : jangan gunakan ekstremitas yang terkena pada pasien dengan kelenjar limfe yang telah di angkat (misalnya pasien mastektomi) tanpa izin dari dokter. 9) Sakit sebelumnya : jangan gunakan ekstremitas yang sakit pada pasien dengan stroke. 10) Kesukaan pasien : jika mungkin, pertimbangkan kesukaan alami pasien untuk sebelah kiri atau kanan dan juga sisi.

28 25 e. Jenis cairan intravena Berdasarkan osmolalitasnya, menurut (Perry dan Potter 2010) cairan intravena (infus) dibagi menjadi 3, yaitu : 1) Cairan bersifat isotonis : osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian cair dari komponen darah) sehingga terus berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus menurun). Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi. Contohnya adalah cairan Ringer-Laktat (RL), dan normal saline/larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%). 2) Cairan bersifat hipotonis : osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentrasi ion Na+ lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan menurunkan osmolaritas serum. Maka cairan ditarik dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel mengalami dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah (dialisis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke sel, menyebabkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan intrakranial (dalam otak) pada beberapa orang. Contohnya adalah NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.

29 26 3) Cairan bersifat hipertonis : osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga menarik cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak). Penggunaannya kontradiktif dengan cairan hipotonik. Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5%+Ringer-Lactate. f. Prosedur pemasangan infus sesuai teori Karena infeksi dapat menjadi komplikasi utama dari terapi intravena, peralatan intravena harus steril, juga wadah dan selang parenteral. Tempat insersi harus dibersihkan dengan kapas povidoneiodine selama 2-3 menit, mulai dari tengah ke arah tepi. Tindakan ini diikuti dengan alcohol 70%. (Hanya alcohol yang digunakan jika pasien alergi pada iodine). Perawat harus menggunakan sarung tangan sekali pakai tidak steril selama prosedur pungsi vena karena tingginya kemungkinan kontak dengan darah pasien (Asmadi 2008) 1) Memasang infus intravena a) Peralatan : (1) Seperangkat infus set steril (2) Cairan yang diperlukan (3) Kain kasa steril dalam tempatnya (4) Kapas alkohol dalam tempatnya (5) Plester (6) Gunting verband

30 27 (7) Bengkok (neirbekken) (8) Infus set lengkap dengan gantungan botol (kolf) (9) Perlak kecil dan alas (10) Tali pembendung (tourniquet) (11) Spalk dalam keadaan siap pakai, bila perlu terutama pada anak-anak. (Asmadi 2008) b) Persiapan : (1) Pastikan program medis untuk terapi intravena, periksa label larutan, dan identifikasi pasien. Kesalahan yang serius dapat dihindari dengan pemeriksaan yang teliti. (2) Jelaskan prosedur pada pasien. Pengetahuan meningkatkan kenyamanan dan kerjasama pasien. (3) Cuci tangan dan kenakan sarung tangan sekali pakai. Asepsis penting untuk mencegah infeksi. Mencegah pajanan perawat terhadap darah pasien. (4) Pasang tourniket dan identifikasi vena yang sesuai. Tourniket akan melebarkan vena dan membuatnya terlihat jelas. (5) Pilih letak insersi. Pemilihan tempat yang teliti akan meningkatkan kemungkinan pungsi vena yang berhasil dan pemeliharaan vena. (6) Pilih kanula intravena. Panjang dan diameter kanula harus sesuai baik untuk letak maupun tujuan infuse. (7) Hubungkan kantong infus dan selang, dan alirkan larutan sepanjang selang untuk mengeluarkan udara, tutup ujung selang. Mencegah penundaan; peralatan harus

31 28 dihubungkan dengan segera setelah pungsi vena yang berhasil untuk mencegah pembekuan darah. (8) Tinggikan tempat tidur sampai ketinggian kerja dan posisi pasien yang nyaman; alur pencahayaan. Posisikan lengan pasien dibawah ketinggian jantung untuk meningkatkan pengisian kapiler. Letakkan bantalan pelindung di atas tempat tidur di bawah lengan pasien. Posisi yang sesuai akan meningkatkan kemungkinan keberhasilan dan memberikan kenyamanan bagi pasien. (Smeltzer & Bare 2012) c) Prosedur (1) Tergantung pada kebijakan dan prosedur rumah sakit, lidokain 1% (tanpa epinefrin) 0,1-0,2 cc mungkin disuntikkan secara local ke tempat intravena. (Menurunkan nyeri setempat akibat prosedur). (2) Pasang tourniket baru untuk setiap pasien atau manset tekanan darah 15 sampai 20 cm (6-8 inci) di atas tempat penusukan. Palpasi nadi di distal tourniket. Minta pasien untuk membuka dan menutup kepalan tangan beberapa kali atau menggantung lengan pasien untuk melebarkan vena. (Tourniket melebarkan vena dan memudahkan pemasukan; tourniket tidak boleh ketat sehingga menghambat aliran darah arteri. Jika nadi tidak teraba di sebelah distal tourniket, maka tourniket tersebut terlalu ketat. Telapak tangan yang terkepal menyebabkan vena menjadi bulat dan kencang).

32 29 (3) Pastikan apakah pasien alergi terhadap yodium. Siapkan tempat dengan membersihkan menggunakan tiga swab betadine selama 2-3 menit dalam gerakan memutar, bergerak keluar dari tempat penusukan. Biarkan kering, kemudian bersihkan dengan alcohol 70% untuk melihat dengan jelas vena profunda. (a) Jika tempat yang dipilih sangat berambut, gunting rambut. (periksa kebijakan dan prosedur lembaga tentang hal ini) (b) Jika pasien alergi dengan povidone-yodium, maka dapat digunakan alcohol 70% saja. (Asepsis ketat dan persiapan tempat yang teliti merupakan hal yang penting untuk mencegah infeksi). (4) Dengan tangan yang tidak memegang peralatan akses vena, pegang tangan pasien dan gunakan jari atau ibu jari untuk menegangkan kulit di atas pembuluh darah. (Menerapkan traksi pada vena membantu vena untuk menstabilkannya). (5) Pegang jarum dengan bagian bevel keatas dan pada sudut derajat, tergantung pada kedalaman vena, tusuk kulit tetapi tidak menusuk vena. (Posisi bevel ke atas biasanya menyebabkan trauma yang lebih sedikit ke kulit atau vena). (6) Turunkan sudut jarum menjadi derajat atau hamper sejajar dengan kulit, kemudian masuki vena baik langsung dari atas atau dari samping dengan satu gerakan cepat.

33 30 (Prosedur dua tahap menurunkan kemungkinan menembusnya jarum melalui dinding posterior vena ketika kulit ditusuk). (7) Jika tampak aliran darah balik, luruskan sudut dan dorong jarum, langkah-langkah tambahan untuk pemasangan kateter yang membungkus jarum. (a) Dorong jarum 0,6 cm setelah pungsi vena yang berhasil. (b) Tahan hub jarum, dan dorong kateter yang membungkus jarum kedalam vena. Jangan pernah memasukkan kembali jarum ke dalam kateter plastic atau menarik kateter kembali ke jarum. (c) Lepaskan jarum, sambil menekan perlahan kulit di atas ujung kateter; tahan hub kateter di tempatnya. (Aliran balik mungkin tidak terjadi jika vena kecil; posisi ini menurunkan kemungkinan tembusnya dinding posterior vena). (8) Lepaskan tourniket dan sambungkan selang infus ; buka klem sehingga memungkinkan tetesan. (Infus harus disambungkan dengan cepat untuk mencegah terjadinya bekuan darah dalam kanula. Setelah 2 kali usaha untuk melakukan penusukan vena tidak berhasil dianjurkan meminta bantuan dari perawat lain). (9) Sisipkan bantalan kasa steril berukuran 2x2 inchi dibawah ujung kateter. (Kasa berfungsi sebagai bidang steril).

34 31 (10) Rekatkan jarum dengan kuat di tempatnya dengan plester. (Jarum yang stabil lebih sedikit kemungkinannya untuk terlepas atau mengiritasi vena). (11) Tempat penusukan kemudian ditutup dengan band-aid atau kasa steril; rekatkan dengan plester nonalergenik tetapi jangan melingkari ekstremitas. (Plester yang melingkari ekstremitas dapat berfungsi sebagai tourniket). (12) Plesterkan sedikit lengkungan selang intravena ke atas balutan. (Lengkungan selang menurunkan kemungkinan pergeseran kanul yang tidak sengaja jika selang tertarik) (13) Tutup tempat penusukan dengan balutan sesuai dengan kebijakan dan prosedur rumah sakit. Balutan kasa atau transparan mungkin digunakan. (Balutan yang transparan memungkinkan pengkajian terhadap flebitis, infiltrasi, dan infeksi pada tempat penusukan tanpa melepaskan balutan). (14) Beri label balutan dengan jenis dan panjang kanula, tanggal, dan inisial. (Pemasangan label memfasilitasi pengkajian dan penghentian yang aman). (15) Hitung kecepatan infus dan atur aliran infus. (Infus harus diatur dengan cermat untuk mencegah terjadinya infus yang berlebihan atau kekurangan). (16) Dokumentasikan tempat, jenis dan ukuran kanula, waktu, larutan, kecepatan intravena, dan respons pasien terhadap prosedur. (Pendokumentasian penting untuk memfasilitasi perawatan dan untuk tujuan legal). (Smeltzer & Bare 2012).

35 32 g. Komplikasi Terapi intravena Terapi intravena diberikan secara terus-menerus dan dalam jangka waktu yang lama tentunya akan meningkatkan kemungkinan terjadinya komplikasi. Komplikasi dari pemasangan infus yaitu flebitis, hematoma, infiltrasi, tromboflebitis, emboli udara (Hinlay 2006). 1) Flebitis Inflamasi vena yang disebabkan oleh iritasi kimia maupun mekanik. Kondisi ini dikarakteristikkan dengan adanya daerah yang memerah dan hangat di sekitar daerah insersi/penusukan atau sepanjang vena, nyeri atau rasa lunak pada area insersi atau sepanjang vena, dan pembengkakan. 2) Infiltrasi Infiltrasi terjadi ketika cairan IV memasuki ruang subkutan di sekeliling tempat pungsi vena. Infiltrasi ditunjukkan dengan adanya pembengkakan (akibat peningkatan cairan di jaringan), palor (disebabkan oleh sirkulasi yang menurun) di sekitar area insersi, ketidaknyamanan dan penurunan kecepatan aliran secara nyata. Infiltrasi mudah dikenali jika tempat penusukan lebih besar daripada tempat yang sama di ekstremitas yang berlawanan. Suatu cara yang lebih dipercaya untuk memastikan infiltrasi adalah dengan memasang torniket di atas atau di daerah proksimal dari tempat pemasangan infus dan mengencangkan torniket tersebut secukupnya untuk menghentikan aliran vena. Jika infus tetap menetes meskipun ada obstruksi vena,berarti terjadi infiltrasi.

36 33 3) Iritasi vena Kondisi ini ditandai dengan nyeri selama diinfus, kemerahan pada kulit di atas area insersi. Iritasi vena bisa terjadi karena cairan dengan ph tinggi, ph rendah atau osmolaritas yang tinggi (misal: phenytoin, vancomycin, eritromycin, dan nafcillin). 4) Hematoma Hematoma terjadi sebagai akibat kebocoran darah ke jaringan di sekitar area insersi. Hal ini disebabkan oleh pecahnya dinding vena yang berlawanan selama penusukan vena, jarum keluar vena, dan tekanan yang tidak sesuai yang diberikan ke tempat penusukan setelah jarum atau kateter dilepaskan. Tanda dan gejala hematoma yaitu ekimosis, pembengkakan segera pada tempat penusukan, dan kebocoran darah pada tempat penusukan. 5) Tromboflebitis Tromboflebitis menggambarkan adanya bekuan ditambah peradangan dalam vena. Karakteristik tromboflebitis adalah adanya nyeri yang terlokalisasi, kemerahan, rasa hangat, dan pembengkakan di sekitar area insersi atau sepanjang vena, imobilisasi ekstremitas karena adanya rasa tidak nyaman dan pembengkakan, kecepatan aliran yang tersendat, demam, malaise, dan leukositosis. 6) Trombosis Trombosis ditandai dengan nyeri, kemerahan, bengkak pada vena, dan aliran infus berhenti. Trombosis disebabkan oleh injuri sel endotel dinding vena, pelekatan platelet.

37 34 7) Occlusion (Kemacetan) Kemacetan ditandai dengan tidak adanya penambahan aliran ketika botol dinaikkan, aliran balik darah di selang infus, dan tidak nyaman pada area pemasangan/insersi. Kemacetan disebabkan oleh gangguan aliran IV, aliran balik darah ketika pasien berjalan, dan selang diklem terlalu lama. 8) Spasme vena Kondisi ini ditandai dengan nyeri sepanjang vena, kulit pucat di sekitar vena, aliran berhenti meskipun klem sudah dibuka maksimal. Spasme vena bisa disebabkan oleh pemberian darah atau cairan yang dingin, iritasi vena oleh obat atau cairan yang mudah mengiritasi vena dan aliran yang terlalu cepat. 9) Reaksi vasovagal Digambarkan dengan klien tiba-tiba terjadi kollaps pada vena, dingin, berkeringat, pingsan, pusing, mual dan penurunan tekanan darah. Reaksi vasovagal bisa disebabkan oleh nyeri atau kecemasan. 10) Kerusakan syaraf, tendon dan ligament. Kondisi ini ditandai oleh nyeri ekstrem, kebas/mati rasa, dan kontraksi otot. Efek lambat yang bisa muncul adalah paralysis, mati rasa dan deformitas. Kondisi ini disebabkan oleh tehnik pemasangan yang tidak tepat sehingga menimbulkan injuri di sekitar syaraf, tendon dan ligament. h. Pencegahan komplikasi pemasangan terapi intravena Menurut (Hidayat 2008), selama proses pemasangan infus perlu memperhatikan hal-hal untuk mencegah komplikasi yaitu :

38 35 1) Ganti lokasi tusukan setiap jam dan gunakan set infus baru. 2) Ganti kasa steril penutup luka setiap jam dan evaluasi tanda Infeksi. 3) Observasi tanda / reaksi alergi terhadap infus atau komplikasi lain. 4) Jika infus tidak diperlukan lagi, buka fiksasi pada lokasi penusukan. 5) Kencangkan klem infus sehingga tidak mengalir. 6) Tekan lokasi penusukan menggunakan kasa steril, lalu cabut jarum infus perlahan, periksa ujung kateter terhadap adanya embolus. 7) Bersihkan lokasi penusukan dengan anti septik. Bekas-bekas plester dibersihkan memakai kapas alkohol atau bensin (jika perlu). 8) Gunakan alat-alat yang steril saat pemasangan, dan gunakan tehnik sterilisasi dalam pemasangan infus. 9) Hindarkan memasang infus pada daerah-daerah yang infeksi, vena yang telah rusak, vena pada daerah fleksi dan vena yang tidak stabil. 10) Mengatur ketepatan aliran dan regulasi infus dengan tepat. 11) Penghitungan cairan yang sering digunakan adalah penghitungan milli meter perjam (ml/h) dan penghitungan tetes permenit. B. Landasan Teori Plebitis merupakan komplikasi yang sering terjadi pada pasien yang mendapatkan terapi infus. Plebitis adalah inflamasi lapisan vena yang disebabkan faktor mekanik, kimia, maupun teknik aseptik yang kurang. Plebitis dikarakteristikan dengan adanya kemerahan pada area tusukan,

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pedoman Manajerial Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pedoman Manajerial Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan kebijakan pencegahan infeksi nosokomial di rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya. Kebijakan itu tertuang dalam Keputusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap orang mempunyai kemampuan untuk merawat, pada awalnya merawat adalah instinct atau naluri.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap orang mempunyai kemampuan untuk merawat, pada awalnya merawat adalah instinct atau naluri. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang mempunyai kemampuan untuk merawat, pada awalnya merawat adalah instinct atau naluri. Namun merawat akan menjadi kaku, statis dan tidak berkembang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Flebitis 1. Pengertian, karakteristik dan bahaya Flebitis Flebitis merupakan inflamasi vena yang disebabkan baik oleh iritasi kimia maupun mekanik yang sering disebabkan oleh

Lebih terperinci

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR PEMBERIAN NUTRISI PARENTERAL SOP

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR PEMBERIAN NUTRISI PARENTERAL SOP STANDART OPERASIONAL PROSEDUR PEMBERIAN NUTRISI PARENTERAL SOP Untuk memenuhi tugas matakuliah Keperawatan Medikal Bedah I yang dibina oleh Bapak Rudi Hamarno, M.Kep Oleh Kelompok 11 Pradnja Paramitha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemasangan infus merupakan prosedur invasif dan merupakan tindakan yang sering dilakukan di rumah sakit. Namun, hal ini tinggi resiko terjadinya infeksi yang akan menambah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara garis besar memberikan pelayanan untuk masyarakat berupa pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. secara garis besar memberikan pelayanan untuk masyarakat berupa pelayanan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Rumah sakit sebagai salah satu bagian sistem pelayanan kesehatan yang secara garis besar memberikan pelayanan untuk masyarakat berupa pelayanan kesehatan mencakup

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Lokasi Penelitian RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan berada di wilayah Kota Pekalongan namun kepemilikannya adalah milik Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Permenkes RI No. 340/MENKES/PER/III/2010). Dalam memberikan

BAB I PENDAHULUAN. (Permenkes RI No. 340/MENKES/PER/III/2010). Dalam memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perseorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pemberian obat secara intravena (Smeltzer & Bare, 2001).

BAB 1 PENDAHULUAN. pemberian obat secara intravena (Smeltzer & Bare, 2001). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pemasangan infus atau terapi intravena adalah suatu tindakan pemberian cairan melalui intravena yang bertujuan untuk menyediakan air, elektrolit, dan nutrien untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Standar Operasional Prosedur (SOP) Pemasangan Infus. kerja tertentu (Perry dan Potter (2005).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Standar Operasional Prosedur (SOP) Pemasangan Infus. kerja tertentu (Perry dan Potter (2005). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Standar Operasional Prosedur (SOP) Pemasangan Infus 1. Pengertian SOP Suatu standar / pedoman tertulis yang dipergunakan untuk mendorong dan menggerakkan suatu kelompok untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Phlebitis 1. Pengertian Phlebitis Phlebitis adalah inflamasi pembuluh darah vena yang disebabkan karena iritasi kimia dan mekanik, ditandai dengan adanya daerah yang memerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bengkak, streak formation dan atau terabanya Venous cord

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bengkak, streak formation dan atau terabanya Venous cord BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Flebitis 2.1.1 Pengertian Flebitis merupakan inflamasi pada pembuluh darah vena yang ditandai dengan adanya daerah yang nyeri, bengkak, streak formation dan atau terabanya Venous

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam tubuh manusia antara lain sebagai alat transportasi nutrien, elektrolit dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam tubuh manusia antara lain sebagai alat transportasi nutrien, elektrolit dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tubuh manusia sebagaimana mahluk hidup yang lain tersusun atas berbagai sistem organ, puluhan organ, ribuan jaringan dan jutaan molekul. Fungsi cairan dalam tubuh manusia

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. sekitar tempat kateter intravaskular dipasang (kulit bagian luar). Jika flebitis

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. sekitar tempat kateter intravaskular dipasang (kulit bagian luar). Jika flebitis BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Flebitis 2.1.1 Definisi Flebitis Flebitis adalah daerah bengkak, kemerahan, panas, dan nyeri pada kulit sekitar tempat kateter intravaskular dipasang (kulit bagian luar). Jika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Plebitis merupakan inflamasi vena yang disebabkan baik oleh iritasi kimia maupun mekanik yang sering disebabkan oleh komplikasi dari terapi intravena. 1) Terapi interavena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (smeltzer, 2002). Tetapi karena terapi ini diberikan secara terus menerus dan dalam

BAB I PENDAHULUAN. (smeltzer, 2002). Tetapi karena terapi ini diberikan secara terus menerus dan dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan terapi intravena adalah terapi yang bertujuan untuk mensuplai cairan melalui vena ketika pasien tidak mampu mendapatkan makanan, cairan elektrolik lewat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dirumah sakit merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dirumah sakit merupakan bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dirumah sakit merupakan bentuk pelayanan yang di berikan kepada pasien melibatkan tim multi disiplin termasuk tim keperawatan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjalani rawat inap. ( Wahyunah, 2011). Terapi intravena berisiko untuk terjadi komplikasi lokal pada daerah pemasangan

BAB I PENDAHULUAN. menjalani rawat inap. ( Wahyunah, 2011). Terapi intravena berisiko untuk terjadi komplikasi lokal pada daerah pemasangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Untuk mencegah dan memperbaiki ketidak seimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh manusia diperlukan terapi intravena. Menurut Perdue dalam Hankins, Lonway,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 38 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Gambaran umum RSI Kendal Rumah Sakit Islam Kendal terletak di Jl Ar Rahmah 17-A Weleri. Tanggal 15 Januari 1996 berdiri dibawah yayasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Plebitis Pemberian terapi intravena tidak bisa lepas dari adanya komplikasi. Komplikasi yang bisa didapatkan dari pemberian terapi intravena adalah komplikasi sistemik

Lebih terperinci

1 GAMBARAN PERILAKU PERAWAT DALAM PENCEGAHAN TERJADINYA FLEBITIS DI RUANG RAWAT INAP RS. BAPTIS KEDIRI

1 GAMBARAN PERILAKU PERAWAT DALAM PENCEGAHAN TERJADINYA FLEBITIS DI RUANG RAWAT INAP RS. BAPTIS KEDIRI 1 GAMBARAN PERILAKU PERAWAT DALAM PENCEGAHAN TERJADINYA FLEBITIS DI RUANG RAWAT INAP RS. BAPTIS KEDIRI DESCRIPTION OF NURSE IN THE PREVENTION OF BEHAVIOR IN THE EVENT OF PLEBITIS INPATIENT KEDIRI BAPTIST

Lebih terperinci

HUBUNGAN JENIS CAIRAN DAN LOKASI PEMASANGAN INFUS DENGAN KEJADIAN FLEBITIS PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSU PANCARAN KASIH GMIM MANADO

HUBUNGAN JENIS CAIRAN DAN LOKASI PEMASANGAN INFUS DENGAN KEJADIAN FLEBITIS PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSU PANCARAN KASIH GMIM MANADO HUBUNGAN JENIS CAIRAN DAN LOKASI PEMASANGAN INFUS DENGAN KEJADIAN FLEBITIS PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSU PANCARAN KASIH GMIM MANADO Dede Dwi Lestari Amatus Yudi Ismanto Reginus T. Malara Program Studi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Dasar Pengetahuan Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil dari tahu dan ini telah terjadi setelah orang melakukan pengindraan suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di rumah sakit. Anak biasanya merasakan pengalaman yang tidak menyenangkan

BAB I PENDAHULUAN. di rumah sakit. Anak biasanya merasakan pengalaman yang tidak menyenangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadaan sakit pada anak usia prasekolah dan anak usia sekolah banyak ditemui di rumah sakit. Anak biasanya merasakan pengalaman yang tidak menyenangkan selama dirawat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. Phlebitis 1. Pengertian Plebitis merupakan salah satu komplikasi dari pemberian therapi intra vena. Komplikasi dari pemberian therapi intravena bisa bersifat sistemik dan lokal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. spesifik, sehingga dapat dikembangkan setinggi-tingginya. Hal. ini. Ada beberapa kategori tingkat pendidikan seperti perawat

BAB I PENDAHULUAN. spesifik, sehingga dapat dikembangkan setinggi-tingginya. Hal. ini. Ada beberapa kategori tingkat pendidikan seperti perawat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Profesi keperawatan memiliki dasar pendidikan yang spesifik, sehingga dapat dikembangkan setinggi-tingginya. Hal ini menyebabkan profesi keperawatan di Indonesia

Lebih terperinci

Pengertian. Tujuan. Ditetapkan Direktur Operasional STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL. Tanggal Terbit 15 Februari 2011

Pengertian. Tujuan. Ditetapkan Direktur Operasional STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL. Tanggal Terbit 15 Februari 2011 LAMPIRAN RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA UNIT 2 Jl. Wates Km 5.5 Gamping, Sleman-55294 Telp 0274 6499706 Fax. 6499727 No Dokumen : Kep. 032/II/2011 MEMASANG INFUS No Revisi : 0 Halaman : 37 / 106 STANDAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan pasien di rumah sakit adalah suatu upaya yang mendorong rumah sakit untuk

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan pasien di rumah sakit adalah suatu upaya yang mendorong rumah sakit untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keselamatan pasien di rumah sakit adalah suatu upaya yang mendorong rumah sakit untuk memberikan pelayanan kesehatan yang aman dan berkualitas tinggi. Panduan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KONSEP TEORI 1. Tindakan Pemasangan Infus Sesuai Standart Operating Procedure Kemampuan untuk mendapat akses ke sistem vena guna memberikan cairan dan obat merupakan ketrampilan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kepada pasien yang membutuhkan akses vaskuler (Gabriel, 2008). Lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. kepada pasien yang membutuhkan akses vaskuler (Gabriel, 2008). Lebih BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terapi intravena adalah bagian terpenting dari sebagian terapi yang diberikan di rumah sakit, dan merupakan prosedur umum yang diberikan kepada pasien yang membutuhkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Demografi Responden Penelitian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Demografi Responden Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Demografi Responden Penelitian Di dalam penelitian ini terdapat dua kategori responden yaitu 42 orang perawat dan 42 orang pasien yang sedang mendapatkan

Lebih terperinci

Kebutuhan cairan dan elektrolit

Kebutuhan cairan dan elektrolit Kebutuhan cairan dan elektrolit Cairan adalah suatu kebutuhan pokok dan sebagian besar tubuh manusia terdiri dari cairan. Bila tubuh kehilangan cairan dalam jumlah yang besar maka akan terjadi perubahan

Lebih terperinci

GAMBARAN PELAKSANAAN PEMASANGAN INFUS YANG TIDAK SESUAI SOP TERHADAP KEJADIAN FLEBITIS DI RSUD dr. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO KABUPATEN WONOGIRI

GAMBARAN PELAKSANAAN PEMASANGAN INFUS YANG TIDAK SESUAI SOP TERHADAP KEJADIAN FLEBITIS DI RSUD dr. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO KABUPATEN WONOGIRI GAMBARAN PELAKSANAAN PEMASANGAN INFUS YANG TIDAK SESUAI SOP TERHADAP KEJADIAN FLEBITIS DI RSUD dr. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO KABUPATEN WONOGIRI SKRIPSI Untuk memenuhi salah satu syarat ujian guna mencapai

Lebih terperinci

MODUL PRAKTIK KLINIK KETRAMPILAN DASAR KEBIDANAN

MODUL PRAKTIK KLINIK KETRAMPILAN DASAR KEBIDANAN MODUL PRAKTIK KLINIK KETRAMPILAN DASAR KEBIDANAN 2015 A K A D E M I K E B I D A N A N G R I Y A H U S A D A S U R A B A Y A KETERAMPILAN KLINIK INJEKSI I. DISKRIPSI MODUL Pendahuluan Tujuan Metode Penuntun

Lebih terperinci

Tabel 2.3 Pungsi Vena dengan Menggunakan Jarum Berlapis Kateter Plastik

Tabel 2.3 Pungsi Vena dengan Menggunakan Jarum Berlapis Kateter Plastik 100 101 Lampiran 1. Tabel 2.3 Pungsi Vena dengan Menggunakan Jarum Berlapis Kateter Plastik Langkah-Langkah 1. Observasi tanda dan gejala yang mengindikasikan keseimbangan cairan dan elektrolit a. mata

Lebih terperinci

MODUL KETERAMPILAN KLINIK ASUHAN KEBIDANAN

MODUL KETERAMPILAN KLINIK ASUHAN KEBIDANAN MODUL KETERAMPILAN KLINIK ASUHAN KEBIDANAN AKADEMI KEBIDANAN GRIYA HUSADA SURABAYA PROGRAM STUDI D-III KEBIDANAN TAHUN 2013 i KATA PENGANTAR Dengan memanjadkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mutu pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasaan rata-rata serata

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Phlebitis 1. Pengertian Phlebitis Phlebitis didefinisikan sebagai inflamasi vena yang disebabkan oleh iritasi kimia maupun mekanik. Hal ini ditunjukkan dengan adanya daerah

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERAWATAN INFUS DENGAN TERJADINYA FLEBITIS PADA PASIEN YANG TERPASANG INFUS. Sutomo

HUBUNGAN PERAWATAN INFUS DENGAN TERJADINYA FLEBITIS PADA PASIEN YANG TERPASANG INFUS. Sutomo HUBUNGAN PERAWATAN INFUS DENGAN TERJADINYA FLEBITIS PADA PASIEN YANG TERPASANG INFUS Sutomo Program Studi Profesi NERS, STIKES Dian Husada Mojokerto Email : sutomo.ners@gmail.com ABSTRAK Mempertahankan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Terapi intravena (IV) merupakan terapi medis yang dilakukan secara invasif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Terapi intravena (IV) merupakan terapi medis yang dilakukan secara invasif BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Terapi Intravena 2.1.2 Definisi Terapi intravena (IV) merupakan terapi medis yang dilakukan secara invasif dengan menggunakan metode yang efektif untuk mensuplay cairan, elektrolit,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sakit (infeksi Nosokomial) adalah infeksi yang tidak ada atau berinkubasi pada saat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sakit (infeksi Nosokomial) adalah infeksi yang tidak ada atau berinkubasi pada saat 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Flebitis Infeksi flebitis merupakan salah satu dari infeksi nosokomial.menurut Bennet & Brachman (dalam Gould D & Brooker C, 2003), infeksi yang didapat dirumah sakit (infeksi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini telah terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra

Lebih terperinci

Bab IV. Hasil dan Pembahasan

Bab IV. Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi umum lokasi penelitian Penelitian ini dilakukan pada 5 bangsal yang bernama bangsal Firdaus, bangsal Naim, bangsa Wardah, bangsal Zaitun, dan

Lebih terperinci

ABSTRAK HUBUNGAN PEMBERIAN INJEKSI INTRAVENA DENGAN KEJADIAN PHLEBITIS DI RUANG PERAWATAN ANAK RUMAH SAKIT TK II PELAMONIA MAKASSAR.

ABSTRAK HUBUNGAN PEMBERIAN INJEKSI INTRAVENA DENGAN KEJADIAN PHLEBITIS DI RUANG PERAWATAN ANAK RUMAH SAKIT TK II PELAMONIA MAKASSAR. ABSTRAK HUBUNGAN PEMBERIAN INJEKSI INTRAVENA DENGAN KEJADIAN PHLEBITIS DI RUANG PERAWATAN ANAK RUMAH SAKIT TK II PELAMONIA MAKASSAR Hasriani Azis Pada tahun 2012 diperoleh data di Rumah Sakit TK II Pelamonia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semua pasien yang dirawat di rumah rakit setiap tahun 50%

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semua pasien yang dirawat di rumah rakit setiap tahun 50% BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semua pasien yang dirawat di rumah rakit setiap tahun 50% mendapat terapi intravena (IV). Namun, terapi IV terjadi di semua lingkup pelayanan di rumah sakit yakni IGD,

Lebih terperinci

Konsep Pemberian Cairan Infus

Konsep Pemberian Cairan Infus Konsep Pemberian Cairan Infus Cairan intravena (intravenous fluids infusion) adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh, melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk menggantikan

Lebih terperinci

PENCEGAHAN INFEKSI ALIRAN DARAH PRIMER (IADP) (Rana Suryana SKep. Medical Dept. PT Widatra Bhakti)

PENCEGAHAN INFEKSI ALIRAN DARAH PRIMER (IADP) (Rana Suryana SKep. Medical Dept. PT Widatra Bhakti) PENCEGAHAN INFEKSI ALIRAN DARAH PRIMER (IADP) (Rana Suryana SKep. Medical Dept. PT Widatra Bhakti) I. Pendahuluan Penggunaan peralatan intravaskular (IV) tidak dapat dihindari pada pelayanan rumah sakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah sakit adalah suatu organisasi pelayanan sosial kemanusiaan. Secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah sakit adalah suatu organisasi pelayanan sosial kemanusiaan. Secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit adalah suatu organisasi pelayanan sosial kemanusiaan. Secara aktual pelayanan rumah sakit telah berkembang menjadi suatu industri yang berbasis pada prinsip

Lebih terperinci

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI. Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) , Fax (0721)

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI. Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) , Fax (0721) PANDUAN CUCI TANGAN RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) 787799, Fax (0721) 787799 Email : rsia_pbh2@yahoo.co.id BAB I DEFINISI Kebersihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa neonatus adalah masa kehidupan pertama diluar rahim sampai dengan usia

BAB I PENDAHULUAN. Masa neonatus adalah masa kehidupan pertama diluar rahim sampai dengan usia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa neonatus adalah masa kehidupan pertama diluar rahim sampai dengan usia 28 hari atau satu bulan,dimana pada masa ini terjadi proses pematangan organ, penyesuaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penangan oleh tim kesehatan. Penanganan yang diberikan salah satunya berupa

BAB I PENDAHULUAN. penangan oleh tim kesehatan. Penanganan yang diberikan salah satunya berupa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasien yang menjalani rawat inap di rumah sakit perlu mendapatkan penangan oleh tim kesehatan. Penanganan yang diberikan salah satunya berupa pemasangan infus atau

Lebih terperinci

DAMPAK TERAPI INTRAVENA PADA BALITA BERDASAR VIP (VISUAL INFUSION PHLEBITIS) SCORE

DAMPAK TERAPI INTRAVENA PADA BALITA BERDASAR VIP (VISUAL INFUSION PHLEBITIS) SCORE DAMPAK TERAPI INTRAVENA PADA BALITA BERDASAR VIP (VISUAL INFUSION PHLEBITIS) SCORE (The Effects of Intravenous Therapy in Infants Based on the VIP (Visual Infusion Phlebitis) Score) Hernantika Rahmawati

Lebih terperinci

Buku Panduan Pendidikan Keterampilan Klinik 1 Keterampilan Sanitasi Tangan dan Penggunaan Sarung tangan

Buku Panduan Pendidikan Keterampilan Klinik 1 Keterampilan Sanitasi Tangan dan Penggunaan Sarung tangan Buku Panduan Pendidikan Keterampilan Klinik 1 Keterampilan Sanitasi Tangan dan Penggunaan Sarung tangan Rahmawati Minhajat Dimas Bayu Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin 2014 KETERAMPILAN SANITASI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Standar prosedur operasional (SPO) pemasangan infus. kerja tertentu (perry and potter, 2005)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Standar prosedur operasional (SPO) pemasangan infus. kerja tertentu (perry and potter, 2005) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Terapi Intravena 1. Standar prosedur operasional (SPO) pemasangan infus a. Pengertian SPO Suatu standar atau pedoman tertulis yang di pergunakan untuk mendorong dan menggerakan

Lebih terperinci

SOP PERAWATAN LUKA A. KLASIFIKASI LUKA BEDAH

SOP PERAWATAN LUKA A. KLASIFIKASI LUKA BEDAH SOP PERAWATAN LUKA A. KLASIFIKASI LUKA BEDAH 1. Luka bersih Luka operasi yang tidak terinfeksi, dimana tidak ditemukan adanya inflamasi dan tidak ada infeksi saluran pernafasan, pencernaan, dan urogenital.

Lebih terperinci

PHLEBOTOMY. Oleh. Novian Andriyanti ( ) PSIK Reguler 2. Fakultas Kedokteran. Universitas Brawijaya. Malang

PHLEBOTOMY. Oleh. Novian Andriyanti ( ) PSIK Reguler 2. Fakultas Kedokteran. Universitas Brawijaya. Malang PHLEBOTOMY Oleh Novian Andriyanti (125070200111036) PSIK Reguler 2 Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang 2013 Komplikasi Phlebotomy Phlebotomy ternyata juga dapat mengakibatkan komplikasi pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Rumah Sakit Umum Kotamadya Gorontalo. Awalnya berupa satu gedung yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Rumah Sakit Umum Kotamadya Gorontalo. Awalnya berupa satu gedung yang 27 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Rumah Sakit Umum Daerah Prof.Dr.H. Aloei Saboe Kota Gorontalo pertama kali dibangun pada tahun 1926

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sekaligus tempat perawatan bagi orang sakit. Menurut Hanskins et al (2004)

BAB 1 PENDAHULUAN. sekaligus tempat perawatan bagi orang sakit. Menurut Hanskins et al (2004) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rumah sakit merupakan suatu tempat pelayanan kesehatan dan sekaligus tempat perawatan bagi orang sakit. Menurut Hanskins et al (2004) mengatakan bahwa sekitar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengetahuan Perawat Tentang Pemasangan Terapi. kesehatan lain sesuai dengan kewenanganya (Depkes RI,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengetahuan Perawat Tentang Pemasangan Terapi. kesehatan lain sesuai dengan kewenanganya (Depkes RI, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan Perawat Tentang Pemasangan Terapi Intravena / Infus Perawat profesional adalah perawat yang bertanggung jawab dan berwewenang memberikan pelayanan keperawatan secara

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Kepatuhan 2.1.1 Defenisi Kepatuhan Kepatuhan perawat profesional adalah sejauh mana perilaku seorang perawat sesuai dengan ketentuan yang telah diberikan pimpinan perawat

Lebih terperinci

PROSEDUR PEMBERIAN MEDIKASI (OBAT)

PROSEDUR PEMBERIAN MEDIKASI (OBAT) PROSEDUR PEMBERIAN MEDIKASI (OBAT) A. Definisi Prosedur dan pemeriksaan khusus dalam keperawatan merupakan bagian dari tindakan untuk mengatasi masalah kesehatan yang dilaksanakan secara rutin. Perawatan

Lebih terperinci

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PLEBITIS DI RUANG ANAK RSUD DR. R. SOETRASNO REMBANG

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PLEBITIS DI RUANG ANAK RSUD DR. R. SOETRASNO REMBANG FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PLEBITIS DI RUANG ANAK RSUD DR. R. SOETRASNO REMBANG Sri Hartni, Siti Fatimah ABSTRAK Latar belakang menurut Hinlay dalam Haji (2010) sebanyak 60 % pasien yang dilakukan

Lebih terperinci

PEMBERIAN OBAT SECARA PARENTERAL

PEMBERIAN OBAT SECARA PARENTERAL PEMBERIAN OBAT SECARA PARENTERAL Pemberian obat parenteral merupakan pemberian obat yang dilakukan dengan menyuntikkan obat tersebut ke jaringan tubuh. Pemberian obat melalui parenteral dapat dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan di seluruh dunia, terlebih lagi di negara berkembang seperti Indonesia. Penyakit infeksi didapatkan dengan

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PERAWATAN JENAZAH

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PERAWATAN JENAZAH STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PERAWATAN JENAZAH 1. Pengertian Perawatan jenazah adalah perawatan pasien setelah meninggal, perawatan termasuk menyiapkan jenazah untuk diperlihatkan pada keluarga, transportasi

Lebih terperinci

UPAYA PERAWAT DALAM PENCEGAHAN PHLEBITIS PADA PASIEN DI RUMAH SAKIT BAPTIS KEDIRI

UPAYA PERAWAT DALAM PENCEGAHAN PHLEBITIS PADA PASIEN DI RUMAH SAKIT BAPTIS KEDIRI Jurnal STIKES Vol. 7, No.2, Desember 2014 UPAYA PERAWAT DALAM PENCEGAHAN PHLEBITIS PADA PASIEN DI RUMAH SAKIT BAPTIS KEDIRI NURSE S IMPLEMENTATION IN PREVENTION OF PHLEBITIS TO PATIENTS IN BAPTIST HOSPITAL

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TEHNIK INSERSI DAN LOKASI PEMASANGAN KATETER INTRAVENA DENGAN KEJADIAN PHLEBITIS DI RSUD AMBARAWA

HUBUNGAN ANTARA TEHNIK INSERSI DAN LOKASI PEMASANGAN KATETER INTRAVENA DENGAN KEJADIAN PHLEBITIS DI RSUD AMBARAWA HUBUNGAN ANTARA TEHNIK INSERSI DAN LOKASI PEMASANGAN KATETER INTRAVENA DENGAN KEJADIAN PHLEBITIS DI RSUD AMBARAWA Ninik Lindayanti* Priyanto** *Perawat RSUD Ambarawa Kabupaten Semarang **Dosen STIKES Ngudi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang dilakukan dengan metode onal dan dengan desain penelitian Cohort Prospektif. Menurut Hidayat (2010),

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT KOMPETENSI PADA ASPEK KETRAMPILAN PEMASANGAN INFUS DENGAN ANGKA KEJADIAN PLEBITIS DI RSUD BANYUDONO KABUPATEN BOYOLALI

HUBUNGAN TINGKAT KOMPETENSI PADA ASPEK KETRAMPILAN PEMASANGAN INFUS DENGAN ANGKA KEJADIAN PLEBITIS DI RSUD BANYUDONO KABUPATEN BOYOLALI HUBUNGAN TINGKAT KOMPETENSI PADA ASPEK KETRAMPILAN PEMASANGAN INFUS DENGAN ANGKA KEJADIAN PLEBITIS DI RSUD BANYUDONO KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat Untuk meraih gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompetitif, toksin, replikasi intra seluler atau reaksi antigen-antibodi.

BAB I PENDAHULUAN. kompetitif, toksin, replikasi intra seluler atau reaksi antigen-antibodi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi adalah proses invasif oleh mikroorganisme dan berproliferasi didalam tubuh yang menyebabkan sakit (Potter & Perry, 2005). Infeksi adalah invasi tubuh oleh mikroorganisme

Lebih terperinci

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP SIKAP PASIEN DALAM PENGGANTIAN POSISI INFUS DI RUANG SHOFA RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH LAMONGAN

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP SIKAP PASIEN DALAM PENGGANTIAN POSISI INFUS DI RUANG SHOFA RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH LAMONGAN PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP SIKAP PASIEN DALAM PENGGANTIAN POSISI INFUS DI RUANG SHOFA RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH LAMONGAN Sri Hananto Ponco Nugroho Prodi S1 Keperawatan STIKES.......ABSTRAK.....

Lebih terperinci

Hubungan Prosedur Pemasangan Infus dengan Kejadian Plebitis Di Rumah Sakit Umum Kabupaten Majene

Hubungan Prosedur Pemasangan Infus dengan Kejadian Plebitis Di Rumah Sakit Umum Kabupaten Majene Hubungan Prosedur Pemasangan Infus dengan Kejadian Plebitis Di Rumah Sakit Umum Kabupaten Majene Sastriani STIKES MARENDENG ABSTRAK Pencegahan dan kontrol infeksi penting untuk menciptakan lingkungan pelayanan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (WHO, 2002). Infeksi nosokomial (IN) atau hospital acquired adalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (WHO, 2002). Infeksi nosokomial (IN) atau hospital acquired adalah BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1.Infeksi nosokomial 1.1 Pengertian infeksi nosokomial Nosocomial infection atau yang biasa disebut hospital acquired infection adalah infeksi yang didapat saat klien dirawat di

Lebih terperinci

FARMASI FORENSIK KASUS MALPRAKTIK

FARMASI FORENSIK KASUS MALPRAKTIK FARMASI FORENSIK KASUS MALPRAKTIK Oleh : MADE CHANDRA WRASMITHA DEWI 0708505068 JURUSAN FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA BUKIT JIMBARAN 2010 KASUS Seorang warga

Lebih terperinci

SOP TINDAKAN ANALISA GAS DARAH (AGD)

SOP TINDAKAN ANALISA GAS DARAH (AGD) SOP TINDAKAN ANALISA GAS DARAH (AGD) 1. Analisa Gas Darah Gas darah arteri memungkinkan utnuk pengukuran ph (dan juga keseimbangan asam basa), oksigenasi, kadar karbondioksida, kadar bikarbonat, saturasi

Lebih terperinci

JURNAL STIKES. ISSN Volume 7, Nomor 1, Juli 2014, halaman DAFTAR ISI

JURNAL STIKES. ISSN Volume 7, Nomor 1, Juli 2014, halaman DAFTAR ISI JURNAL STIKES ISSN 2085-0921 Volume 7, Nomor 1, Juli 2014, halaman 1 102 DAFTAR ISI Pentingnya Sikap Pasien yang Positif dalam Pengelolaan Diabetes Mellitus Dotik Febriani Tri Sulistyarini Penurunan Kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendapat terapi melalui IV (Hindley,2004). Pemasangan terapi. intravena merupakan tindakan memasukan jarum (abocath)

BAB I PENDAHULUAN. mendapat terapi melalui IV (Hindley,2004). Pemasangan terapi. intravena merupakan tindakan memasukan jarum (abocath) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemasangan infus atau pemberian terapi cairan intravena (IV) merupakan merupakan salah satu hal yang paling sering di jumpai pada pasien yang akan melakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginjeksian medikasi adalah prosedur invasi yang melibatkan deposisi obat melalui jarum steril yang diinsersikan kedalam jaringan tubuh. Teknik aseptic harus dipertahankan

Lebih terperinci

TERAPI CAIRAN MAINTENANCE. RSUD ABDUL AZIS 21 April Partner in Health and Hope

TERAPI CAIRAN MAINTENANCE. RSUD ABDUL AZIS 21 April Partner in Health and Hope TERAPI CAIRAN MAINTENANCE RSUD ABDUL AZIS 21 April 2015 TERAPI CAIRAN TERAPI CAIRAN RESUSITASI RUMATAN Kristaloid Koloid Elektrolit Nutrisi Mengganti Kehilangan Akut Koreksi 1. Kebutuhan normal 2. Dukungan

Lebih terperinci

PANDUAN CLINICAL SKILL LABORATORIUM INJEKSI INSULIN. Oleh. Tim Endokrin dan Metabolik

PANDUAN CLINICAL SKILL LABORATORIUM INJEKSI INSULIN. Oleh. Tim Endokrin dan Metabolik PANDUAN CLINICAL SKILL LABORATORIUM INJEKSI INSULIN Oleh Tim Endokrin dan Metabolik PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2014 TATA TERTIB Sebelum Praktikum

Lebih terperinci

Obat merupakan sebuah substansi yang diberikan kepada manusia atau binatang sebagai perawatan atau pengobatan, gangguan yang terjadi di dalam tubuhnya

Obat merupakan sebuah substansi yang diberikan kepada manusia atau binatang sebagai perawatan atau pengobatan, gangguan yang terjadi di dalam tubuhnya Obat merupakan sebuah substansi yang diberikan kepada manusia atau binatang sebagai perawatan atau pengobatan, bahkan pencegahan terhadap berbagai gangguan yang terjadi di dalam tubuhnya .1 PRINSIP PENGOBATAN

Lebih terperinci

PERAWATAN KOLOSTOMI Pengertian Jenis jenis kolostomi Pendidikan pada pasien

PERAWATAN KOLOSTOMI Pengertian Jenis jenis kolostomi Pendidikan pada pasien PERAWATAN KOLOSTOMI Pengertian * Sebuah lubang buatan yang dibuat oleh dokter ahli bedah pada dinding abdomen untuk mengeluarkan feses (M. Bouwhuizen, 1991) * Pembuatan lubang sementara atau permanen dari

Lebih terperinci

insulin dan memiliki rumus empiris C267H404N72O78S6 dan berat molekul Insulin glargine memiliki struktur sebagai berikut :

insulin dan memiliki rumus empiris C267H404N72O78S6 dan berat molekul Insulin glargine memiliki struktur sebagai berikut : DESKRIPSI Lantus (glargine insulin [rdna origin] injeksi) adalah solusi steril glargine insulin untuk digunakan sebagai injeksi subkutan. Insulin glargine adalah analog insulin manusia rekombinan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang ditunjukkan setelah pasien

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang ditunjukkan setelah pasien BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Infeksi Nosokomial Infeksi nosokomial adalah infeksi yang ditunjukkan setelah pasien menjalani proses perawatan lebih dari 48 jam, namun pasien tidak menunjukkan gejala sebelum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang. Seperti halnya di Indonesia, penyakit infeksi masih merupakan

Lebih terperinci

PROSEDUR TINDAKAN PEMBERIAN SUNTIKAN ( INJEKSI )

PROSEDUR TINDAKAN PEMBERIAN SUNTIKAN ( INJEKSI ) SOP INJEKSI PROSEDUR TINDAKAN PEMBERIAN SUNTIKAN ( INJEKSI ) A. INJEKSI INTRA VENA Injeksi ini dilakukan dengan menyuntikkan obat kedalam pembuluh darah vena Injeksi intravena diberikan jika diperlukan

Lebih terperinci

SOP PERAWATAN LUKA GANGREN

SOP PERAWATAN LUKA GANGREN SOP PERAWATAN LUKA GANGREN A. Alat dan Bahan Steril 1. Bak Instrument 1 buah 2. Pinset Anatomi 1 buah 3. Pinset Chirurgis 1 buah 4. Gunting 1 buah 5. Handschoon 1 pasang 6. Kasa, deppers 7. Korentang dalam

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (Sumijatun, 2010). Tantangan ini memaksa rumah sakit untuk mengembangkan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (Sumijatun, 2010). Tantangan ini memaksa rumah sakit untuk mengembangkan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rumah Sakit Rumah sakit merupakan tatanan pemberi jasa layanan kesehatan memiliki peran yang strategis dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di Indonesia (Sumijatun,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kohort deskriptif dengan metode pendekatan kuantitatif yang diarahkan untuk mengetahui kejadian phlebitis pada

Lebih terperinci

OBEDIENCE OF NURSE IN IMPLEMENTING STANDART OPERATING PROCEDURE OF INFUSION INSERTION WITH THE PHLEBITIS

OBEDIENCE OF NURSE IN IMPLEMENTING STANDART OPERATING PROCEDURE OF INFUSION INSERTION WITH THE PHLEBITIS Kepatuhan Perawat dalam Melaksanakan Standar Prosedur Operasional Pemasangan Infus terhadap Phlebitis Ince Maria, Erlin Kurnia KEPATUHAN PERAWAT DALAM MELAKSANAKAN STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PEMASANGAN

Lebih terperinci

Summary DESKRIPSI KEJADIAN FLEBITIS DI RUANG G2 (BEDAH) RSUD PROF.DR. ALOEI SABOE KOTA GORONTALO TAHUN 2013 ABSTRAK

Summary DESKRIPSI KEJADIAN FLEBITIS DI RUANG G2 (BEDAH) RSUD PROF.DR. ALOEI SABOE KOTA GORONTALO TAHUN 2013 ABSTRAK Summary DESKRIPSI KEJADIAN FLEBITIS DI RUANG G2 (BEDAH) RSUD PROF.DR. ALOEI SABOE KOTA GORONTALO TAHUN 2013 ABSTRAK Khumaidi Nurdin. 2013. Gambaran kejadian flebitis di ruang G2 ( bedah ) RSUD. Prof.Dr.

Lebih terperinci

INJEKSI SUB CUTAN (SC)

INJEKSI SUB CUTAN (SC) INJEKSI SUB CUTAN (SC) NO ASPEK NG DI BOBOT.... Menempatkan alat dekat klien 2.. 1 Mengatur posisi klien sesuai penyuntikan 2 Memasang perlak/pengalas 2 Mendekatkan bengkok 2 4 Memilih tempat penyuntikan

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Kepada Yth. Pasien rawat inap ruang Pinus Rumah Sakit Eka Tangerang Selatan Di tempat. : Permohonan menjadi responden

LAMPIRAN. Lampiran 1. Kepada Yth. Pasien rawat inap ruang Pinus Rumah Sakit Eka Tangerang Selatan Di tempat. : Permohonan menjadi responden Lampiran 1 LAMPIRAN Kepada Yth. Pasien rawat inap ruang Pinus Rumah Sakit Eka Tangerang Selatan Di tempat Hal : Permohonan menjadi responden Dengan hormat, Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Faktor-faktor yang mempengaruhi Phlebotomy. 2. Tempat phlebotomy yang dilakukan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Faktor-faktor yang mempengaruhi Phlebotomy. 2. Tempat phlebotomy yang dilakukan. 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Faktor-faktor yang mempengaruhi Phlebotomy 1. Pelaksanaan phlebotomy. 2. Tempat phlebotomy yang dilakukan. 3. Peralatan phlebotomy dan cara penggunaanya. 4. Keadaan pasien.

Lebih terperinci

KOMPLIKASI PHLEBOTOMY

KOMPLIKASI PHLEBOTOMY NAMA NIM/SMT : HALUMMA FADHILAH : P17434113014/ IVA ANALIS KOMPLIKASI PHLEBOTOMY A. Pendarahan Komplikasi pendarahan lebih sering terjadi pada pengambilan darah alteri. Pengambilan darah kapiler lebih

Lebih terperinci

INDONESIA HEALTHCARE FORUM Bidakara Hotel, Jakarta WEDNESDAY, 3 February 2016

INDONESIA HEALTHCARE FORUM Bidakara Hotel, Jakarta WEDNESDAY, 3 February 2016 AKSES VASKULAR INDONESIA HEALTHCARE FORUM Bidakara Hotel, Jakarta WEDNESDAY, 3 February 2016 TUJUAN : Peserta mengetahui tentang pentingnya akses vaskular. Peserta mengetahui tentang jenis akses vaskular.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Keterampilan Keterampilan berasal dari kata terampil yang berarti cakap, mampu, dan cekatan. Iverson (2001) mengatakan keterampilan membutuhkan pelatihan dan kemampuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bahasa Indonesia, kepatuhan didefinisikan sebagai kesetiaan, ketaatan atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bahasa Indonesia, kepatuhan didefinisikan sebagai kesetiaan, ketaatan atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kepatuhan 1.1. Pengertian Kepatuhan Menurut Adiwimarta, Maulana, & Suratman (1999) dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kepatuhan didefinisikan sebagai kesetiaan,

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN PASIEN TENTANG TERAPI INFUS (INTRAVENA) DENGAN KEJADIAN FLEBITIS DI IRINA A BAWAH RSUP PROF. DR. R. D.

HUBUNGAN PENGETAHUAN PASIEN TENTANG TERAPI INFUS (INTRAVENA) DENGAN KEJADIAN FLEBITIS DI IRINA A BAWAH RSUP PROF. DR. R. D. HUBUNGAN PENGETAHUAN PASIEN TENTANG TERAPI INFUS (INTRAVENA) DENGAN KEJADIAN FLEBITIS DI IRINA A BAWAH RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO Febrianty J. Lumolos Mulyadi Abram Babakal Program Studi Ilmu Keperawatan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terapi Intravena 2.1.1. Definisi Pemasangan kateter intravena adalah menempatkan cairan steril melalui jarum langsung ke vena pasien. Biasanya cairan steril mengandung elektrolit

Lebih terperinci