BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A."

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Phlebitis 1. Pengertian Phlebitis Phlebitis adalah inflamasi pembuluh darah vena yang disebabkan karena iritasi kimia dan mekanik, ditandai dengan adanya daerah yang memerah dan bengkak pada lokasi infus. Lamanya pemasangan infus berisiko terjadinya phlebitis. Phlebitis dipengaruhi oleh cairan atau obat, ukuran dan bahan kateter yang digunakan 12. Phlebitis merupakan peradangan pada tunika intima pembuluh darah vena, peradangan dikarenakan adanya iritasi pada endhotelium vena tunika intima yang disebabkan lamanya pemasangan infus dalam pemberian terapi cairan Klasifikasi Phlebitis Phlebitis dibedakan berdasarkan penyebabnya ada 4 kategori yaitu kimia, mekanik, agen infeksi, dan post infus 13. a. Chemical Phlebitis (Phlebitis kimia) Peradangan pada tunika intima yang disebabkan oleh jenis cairan dan bahan kateter yang digunakan. Jenis larutan yang konsentrasinya atau kepekatannya tinggi seperti glucose, asam amino, dan lipid bersifat flebitogenik. Jenis larutan dikategorikan larutan isotonik, hipotonik dan hipertonik. Larutan isotonik merupakan larutan yang osmolaritasnya antara mosm/l, dikatakan hipotonik apabila larutan yang osmolaritasnya kurang dari mosm/l sedangkan hipertonik apabila larutan tersebut osmolaritasnya lebih dari mosm/l. b. Mechanical Phlebitis (Phlebitis mekanik) Terjadinya perdangan pada pembuluh darah vena yang disebabkan oleh tempat atau lokasi penusukan yang salah dan penggunaan

2 ukuran kateter yang bersar pada pembuluh darah vena yang kecil menimbulkan iritasi pada vena. c. Backterial Phlebitis (Phlebitis Bakteri) Peradangan ini disebabkan karena adanya perkembang biakan bakteri kateter. Tabel 2.1 Kuman pathogen yang sering ditemukan di aliran darah Pathogen Periode Phatogen Coagulase-negatif Staphylococus S Aureus Enterococcus 8 13 E coli 6 2 Enterobacter 5 5 P aeruginosa 4 4 K pneumoniae 4 3 Candida species 8 8 Gram-negatif rods Adanya bakterial phlebitis bisa menjadi masalah yang serius sebagai predisposisi komplikasi sistemik yaitu septicemia. Faktor faktor yang berperan dalam kejadian phlebitis bakteri antara lain : 1) Teknik cuci tangan yang tidak baik. 2) Teknik aseptik yang kurang pada saat penusukan. 3) Tehnik pemasangan katheter yang buruk. 4) Pemasangan yang terlalu lama. Tindakan pencegahan kontaminasi dari petugas kesehatan dalam pemasangan infus dengan cara mencuci tangan sebelum dan sesudah melaksankan tindakan. Selain penggunaan APD (sarung tangan) dan teknik aseptic sangat diperlukan, hal ini dikarenakan kemungkinan sarung tangan robek. Teknik aseptic untuk meminimalkan terjadinya kontaminasi bakteri.

3 d. Post Infus Phlebitis Terjadinya peradangan pembuluh darah vena yang disebabkan karena adanya pemasangan infus. peradangan ini muncul jam setelah pemasangan infus. Faktor yang berperan dengan kejadian phlebitis post infus antara lain: 1) Tehnik pemasangan kateter yang tidak baik. 2) Pada pasien dengan retardasi mental. 3) Kondisi vena yang baik. 4) Pemberian cairan yang hipertonik atau terlalu asam. 3. Pencegahan Phlebitis Phlebitis sering terjadi pada pemberian terapi cairan dan pemberian obat melalui intravena. Pengetahuan merupakan faktor penting untuk mencegah dan mengatasi kejadian phlebitis. Ada banyak hal yang harus diperhatikan untuk mencegah terjadinya phlebitis antar lain: 14 a. Mencegah Phlebitis bakterial Tindakan pencegahan pada phlebitis ini adalah dengan mencuci tangan, teknik aseptic, perawatan pada daerah yang terpasang infus serta anti sepsis kulit. Antisepsis bisa menggunakan chlorhexedine 2%, yodium dan alkohol 70 %. b. Waspada dan tindakan aseptik. Prinsip aseptik dalam setiap melaksanakan tindakan pemasangan infus merupakan cara untuk mencegah terjadinya phlebitis. Pada tempat pengambilan sampel darah dan stopcock (persambungan kateter dengan selang infus) tempat masuknya bakteri. c. Rotasi kateter. Mengganti tempat rotasi kateter merupakan salah satu cara mengurangi terjadinya phlebitis. Apabila tidak ada kontra indikasi penggantian kanula kateter lebih dari 72 jam bila lebih dari jam maka berisiko terjadi infeksi salah satunya adalah phlebitis.

4 d. Aseptic dressing Teknik ini merupakan bagian dari penggunaan balutan yang transparan sehingga mudah untuk di observasi bila terjadi pembengkakan dan kemerahan pada daerah lokasi pemasangan infus. e. Kecepatan pemberian cairan Tingkat risiko phlebitis ini kecil apabila lambatnya cairan infus hipertonik yang masuk mengaliri pembuluh darah vena dan penggunaan ukuran kateter yang sesuai dengan ukuran vena. Semakin tingkat osmolaritasnya tinggi dan laju kecepatan cairan yang masuk risiko terjadinya iritasi pada pembuluh darah vena semakin besar maka dianjurkan dalam memberikan terapi cairan benar benar memperhitungkan hitungan tetesan cairan yang sesuai dengan kebutuhan. f. Titrable acidity Titrable acidity adalah mengukur jumlah alkali untuk menetralkan ph pada larutan infus. Seperti larutan glucose 10 % mengandung ph 4,0 yang tidak menyebabkan perubahan titrable aciditynya rendah 0,16 meq/l maka makin rendah titrable acidity larutan infus maskin rendah risiko terjadinya phlebitis. g. Heparin dan hidrokortison Heparin merupakan cairan yang dapat menambah lama waktu pemasangan kateter. Pemberian larutan seperti kalium clorida, lidocain dan anti microbial dapat dikurangi dengan pemberian melalui intra vena. Penggunaan heparin pada larutan yang mengandung lipid dapat membentuk endapan kalsium sehingga terjadi penyumbatan pada kateter, penyumbatan pada kateter dalam jangka waktu yang lama menimbulkan risiko terjadinya phlebitis. 4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Phlebitis a. Faktor Internal 1) Usia

5 Pertahanan terhadap infeksi dapat berubah sesuai usia, adanya hubungan usia dengan kejadian phlebitis semakin tua usia pasien maka semakin tinggi kejadian phlebitis disebabkan kemampuan pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme semakin rendah 7. Pada usia lanjut ( >60 tahun) vena menjadi rapuh, tidak elastis dan mudah hilang ( kolaps) sedangkan pasien dengan usia antara tidak terjadi phlebitis dikarenakan pada usia ini pasien lebih kooperatif. pada pasien anak anak dengan vena kecil dan banyak bergerak dapat mengakibatkan kateter bergeser hal ini yang bisa menyebabkan phlebitis 8. 2) Status Gizi Status gizi pasien mempunyai peranan penting, pasien yang memiliki kerentanan terhadap gizi buruk daya tahan tubuhnya rendah menimbulkan vena tipis dan mudah rapuh sehingga terjadi perlukaan akan mudah terkena infeksi. 15 Untuk menilai keadaan gizi pasien dapat menggunakan rumus Index Massa Tubuh adalah : Berat Badan (dalam kg) / Tinggi Badan (dalam m 2 ) Kriteria penilaian : 1. Obesitas tipe 1(25 s/d <30) 2. Obesitas tipe 2(>=30) 3. Normal (18,5 s/d <23) 4. Underweight ( <18,5 ) 5. Overweight (23 s/d <25) 3) Stres Respon tubuh terhadap stress dapat mempengaruhi adapatasi imunitas Tubuh. Kecemasan dan ketakutan akan nyeri terhadap pengobatan yang mendalam cenderung akan menghindar dari perawatan medis. Dengan menurunnya imun tubuh saat dipasang infus berisiko terjadi phlebitis. 11

6 4) Keadaan vena Vena yang sering terpasang infus dan lama pemasangan berisiko terjadi phlebitis, terutama pada vena metacarpal karena pada vena ini tipis dan kecil apabila dimasukan kateter yang tidak sesuai dengan ukuran vena maka berisiko terjadi pecahnya pembuluh darah (phlebitis) 3. 5) Faktor penyakit Penyakit yang diderita pasien dapat mempengaruhi terjadinya phlebitis, misalnya pada pasien Diabetes Militus (DM) yang mengalami aterosklerosis akan mengakibatkan aliran darah ke perifer berkurang sehingga jika terdapat luka mudah mengalami infeksi 3. 6) Jenis Kelamin Adanya hubungan jenis kelamin dengan kejadian phlebitis, sebagian besar pasien yang mengalami phlebitis adalah laki laki di bandingkan perempuan. Hormon androgen pada laki laki akan merangsang kelenjar minyak yang berlebihan sehingga dapat merangsang pertumbuhan bakteri, bakteri akan tumbuh disekitar tempat pemasangan infus dan akan menyebabkan pasien terinfeksi sehingga terjadi phlebitis 14. 7) Kepatuhan Pasien Ketaatan dan kooperatifnya pasien dalam melaksanakan pengobatan merupakan modal utama untuk proses penyembuhan misalnya kepatuhan dalam pemasangan infus apabila pasien dalam penusukan jarum kateter ke pembuluh darah vena tidak tegang akan menurunkan terjadinya pecahnya pembuluh darah vena 8. b. Faktor Eksternal 1) Jenis cairan (faktor kimiawi) Tingkat keasaman (ph) dan osmolaritas cairan infus yang pekat sering terjadi phlebitis dari 19 pasien yang mendapat terap

7 intravena cairan isotonik yang mengalami phlebitis kategori ringan sebanyak 10 orang dan pasien yang mendapat cairan hipertonik yang mengalami phlebitis kategori sedang sebanyak 5 orang 7. Hal ini menunjukan bahwa cairan isotonic osmolaritasnya hampir sama dengan serum darah sehingga risiko phlebitisnya kecil 13. 2) Lokasi pemasangan (faktor mekanis) Lokasi pemasangan infus yang berisiko terjadi phlebitis adalah di vena metacarpal karena tempat pemasangan infus yang sering digunakan adalah di vena superficial yang terletak di dalam subkutan pasien yang di pasang infus di vena metacarpal 16 pasien mengalami phlebitis hal ini menunjukan bahwa pemilihan lokasi vena merupakan hal penting dalam melakukan pemasangan infus 7. 3) Aseptik dressing (faktor bakterial) Teknik aseptik dressing merupakan salah satu cara untuuk terhindar dari phlebitis bacterial. Tempat penusukan pemasangan infus merupakan jalan masuknya kuman sehingga kuman berpotensi masuk kedalam tubuh dengan melakukan perawatan infus tiap 24 jam dapat memutus perkembangbiakan kuman 12. B. Standar Operasional Prosedur (SOP) Pemasangan Infus 1. Pengertian SOP Pemasangan Infus SOP adalah pedoman tertulis yang digunakan mendorong unit kerja untuk mencapai suatu tujuan atau tata cara yang telah dibakukan untuk menyelesaikan suatu proses kerja 3. SOP infus adalah suatu cara atau pedoman untuk memasukan terapi cairan melalui intravena Tujuan SOP Pemasangan Infus Tujuan SOP pemasangan infus antar lain: 16 a. Petugas/ pegawai menjaga konsistensi dan tingkat kinerja petugas/ pegawai atau tim dalam organisasi atau unit kerja.

8 b. Mengetahui dengan jelas peran dan fungsi tiap-tiap posisi dalam organisasi. c. Memperjelas alur tugas, wewenang dan tanggung jawab dari petugas/pegawai terkait. d. Melindungi organisasi/unit kerja dan petugas dari malpraktek atau kesalahan administrasi lainnya. e. Untuk menghindari kesalahan, duplikasi dan inefisiensi 3. Fungsi SOP Pemasangan Infus Fungsi SOP antara lain: 16 a. Memperlancar tugas petugas atau unit kerja. b. Sebagai dasar hukum bila terjadi penyimpangan. c. Mengetahui dengan jelas hambatan-hambatannya dan mudah dilacak. d. Mengarahkan petugas untuk disiplin dalam bekerja. 4. Kapan SOP diperlukan a. SOP harus sudah ada sebelum suatu pekerjaan dilakukan b. SOP digunakan untuk menilai apakah pekerjaan tersebut sudah dilakukan dengan baik atau tidak c. Uji SOP sebelum dijalankan, lakukan revisi jika ada perubahan langkah kerja yang dapat mempengaruhi lingkungan kerja. 5. Keuntungan adanya SOP a. SOP yang baik akan menjadi pedoman bagi pelaksana, menjadi alat komunikasi dan pengawasan serta menjadikan pekerjaan diselesaikan secara konsisten b. Para pegawai akan lebih memiliki percaya diri dalam bekerja dan tahu apa yang harus dicapai dalam setiap pekerjaan c. SOP juga bisa dipergunakan sebagai salah satu alat trainning dan bisa digunakan untuk mengukur kinerja pegawai.

9 C. Pemasangan Infus 1. Pengertian Pemasangan Infus Pemasangan infus adalah salah satu cara atau bagian dari pengobatan untuk memasukkan obat atau vitamin ke dalam tubuh pasien 14. Terapi intravena merupakan bagian pengobatan dengan cara memasukan jarum atau kateter kedalam vena dengan tujuan memasukan cairan, vitamin atau obat masuk kedalam vena dalam jangka waktu tertentu. Pada pasien dengan kondisi gangguan keseimbangan cairan, elektrolit, dehidrasi dan shock pemberian terapi intravena sangat diperlukan untuk mengatasi gangguan tersebut Tujuan Mempertahankan atau mengganti cairan tubuh seperti air, elektrolit, vitamin, protein, lemak dan kalori merupakan tujuan pemberian therapy intravena. Pemberian terapi ini diberikan pada pasien yang tidak bisa Mempertahankan cairan dan elektrolit dalam tubuh melalui oral Keuntungan dan Kerugian Keuntungan dan kerugian terapi intravena adalah 3 : a. Keuntungan Keuntungan terapi intravena antara lain : Efek terapeutik segera dapat tercapai karena penghantaran obat ke tempat target berlangsung cepat, absorbsi memungkinkan dosis obat lebih tepat, kecepatan pemberian dapat dikontrol sehingga efek terapeutik dapat dipertahankan. b. Kerugian Kerugian terapi intravena adalah : tidak bisa dilakukan drug recall dan mengubah aksi obat tersebut sehingga resiko toksisitas dan sensitivitas tinggi, pemberian yang tidak baik bisa menyebabkan speed shock dan komplikasi tambahan seperti kontaminasi mikroba melalui titik akses ke sirkulasi dalam periode

10 tertentu, iritasi vascular (phlebitis kimia, dan inkompabilitas obat dan interaksi dari berbagai obat tambahan). 4. Lokasi Pemasangan Infus Tempat atau lokasi vena perifer yang sering digunakan pada pemasangan infus adalah vena supervisial atau perifer kutan yang terletak di dalam fasia subcutan, merupakan akses paling mudah untuk terapi intravena. Daerah tempat infus yang memungkinkan adalah permukaan dorsal tangan (vena supervisial dorsalis, vena basalika, vena sefalika), lengan bagian dalam (vena basalika, vena sefalika, vena kubital median, vena median lengan bawah, dan vena radialis), permukaan dorsal (vena safena magna, ramus dorsalis). 3 Gambar 2.1 Lokasi Pemasangan Infus Pemilihan lokasi pemasangan infus atau terapi intravana mempertimbangkan beberapa faktor yaitu: 9 a. Umur pasien:

11 pada anak kecil pemilihan vena sangat penting dan mempengaruhi berapa lama intravena digunakan. b. Prosedur yang diantisipasi Bila pasien harus menerima jenis terapi tertentu atau mengalami beberapa prosedur seperti pembedahan. c. Aktivitas pasien kondisi pasien gelisah, bergerak, tak bergerak, perubahan tingkat kesadaran d. Jenis intravena jenis larutan dan obat-obatan yang akan diberikan e. Durasi terapi intravena terapi jangka panjang memerlukan pengukuran untuk memelihara vena; pilih vena yang akurat dan baik, rotasi sisi dengan hati-hati, rotasi sisi pungsi dari distal ke proksimal. f. Ketersediaan vena perifer bila sangat sedikit vena yang ada, pemilihan vena dan rotasi yang berhati-hati menjadi sangat penting. g. Terapi intravena sebelumnya Phlebitis sebelumnya membuat vena menjadi tidak baik untuk di gunakan, kemoterapi sering membuat vena menjadi rapuh (misalnya mudah pecah atau sklerosis) h. Pembedahan sebelumnya Jangan gunakan ekstremitas yang pada pasien terkena kelenjar limfe yang telah di angkat (misalnya pasien mastektomi) tanpa izin dari dokter i. Sakit sebelumnya Jangan gunakan ekstremitas yang sakit pada pasien dengan stroke j. Kesukaan pasien Menawarkan kepasien jika memungkinkan, pertimbangkan kesukaan yang dialami pasien untuk sebelah kiri atau kanan.

12 5. Jenis cairan intravena Berdasarkan osmolalitasnya cairan intravena (infus) dibagi menjadi 3 yaitu: 9 a. Cairan bersifat isotonis Osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum darah, Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus menurun). Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi. Seperti cairan Ringer-Laktat (RL dan NaCl 0,9%). b. Cairan bersifat hipotonis Osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan darah (konsentrasi ion Na+ lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan menurunkan osmolaritas serum. Cairan ditarik dari dalam pembuluh darah keluar jaringan sekitarnya (prinsip cairan berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel mengalami dehidrasi, seperti pada pasien cuci darah (hemodialisa) dalam terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke sel, menyebabkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan intrakranial (dalam otak) pada beberapa orang. seperti NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%. c. Cairan bersifat hipertonis Osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga menarik cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak). Penggunaannya kontradiktif dengan cairan hipotonik. seperti Dextrose 5%, NaCl 45% dan Ringer-Lactate.

13 f. SOP Pemasangan Infus Standar Operasional Prosedur (SOP) pemasangan infus adalah 16 1) Cuci tangan Dalam melakukan tindakan perawat diharuskan mecuci tangan baik sebelum dan sesudah melakukan tindakan. 2) Dekatkan alat Peralatan yang dibutuhkan didekatkan agar mudah dijangkau dalam saat melakukan pemasangan infus. 3) Jelaskan kepada pasien dan keluarga tentang prosedur pemasangan infus dan efek samping setelah dipasang infus. Didalam melaksankan tindakan sebelum memasang infus perawat memberikan informasi pada pasien dan keluarga tentang maksud dan tujuan dipasang infus. 4) Atur posisi pasien Memberikan kenyamanan posisi pada pasien dan memudahkan perawat dalam menentukan vena sebelum dilakukan pemasangan infus. 5) Siapkan cairan, menyambung botol cairan dengan selang infus dan gantungkan pada standar infus Menyiapkan cairan sesuai dengan terapi dan menghilangkan udara yang ada didalam selang infus. 6) Menentukan area vena yang akan ditusuk Perawat sebelum menusukkan kateter kedalam vena harus mempertimbangkan ukuran vena dengan ukuran kateter yang digunakan. 7) Pasang alas Pengalas yang diletakan dibawah tangan pasien dengan tujuan memberikan kenyamanan pasien dan menghindari kotoran (darah, cairan) yang tumpah tidak mengenai sprai atau pakaian pasien.

14 8) Pasang tourniket pembendung ± 15 cm diatas vena yang akan ditusuk Tindakan ini dilakukan dengan tujuan mempermudah vena kelihatan membesar dan tidak bergeser sebelum tusuk dengan kateter. 9) Pakai sarung tangan Bagian dari alat pelindung diri perawat dan mengurangi proses penularan infeksi. 10) Desinfeksi area yang akan ditusuk dengan diameter 5-10 cm Membersihkan area yang akan ditusuk dengan cairan disinfektan dengan tujuan mengurangi terjadinya infeksi. 11) Tusukan IV catheter ke vena dengan jarum menghadap ke jantung Mengarahkan jarum kateter keatas agar jarum keteter tajam masuk kedalam vena. 12) Pastikan jarum IV masuk ke vena Memastikan jarum keteter masuk kedalam vena dengan cara menarik mandrain atau jarum keluar disertai darah yang keluar lewat kateter hal ini menunjukan bahwa kateter intravena sudah masuk. 13) Sambungkan jarum IV dengan selang infus Menyambungkan selang infus yang telah disiapkan dengan kateter yang telah masuk kedalam vena. 14) Lakukan fiksasi ujung jarum IV ditempat insersi Mengikat kateter dengan hepafix atau plaster bertujuan untuk tidak lepas ataupun bergeser dari vena. 15) Tutup area insersi dengan kasa kering kemudian plester Menutup kateter dengan kassa steril untuk mengurangi bakteri masuk kedalam tempat penusukan. 16) Atur tetesan infus sesuai program medis Mengatur tetesan infus sesuai dengan kebutuhan.

15 17) Lepas sarung tangan Melepas sarung tangan yang infekius kedalam tempat infeksius yang telah disediakan. 18) Pasang label pelaksanaan tindakan yang berisi: nama pelaksana, tanggal dan jam pelaksanaan. Memberikan informasi tanggal berikutnya penggantian infus kepada team sejawat (perawat). 19) Bereskan alat. Membersihakan peralatan yang telah digunakan dan dilakukan strerilisasi. 20) Cuci tangan. Mencuci tangan setelah melakuakan tindakan untuk mengurangi penularan infeksi. 21) Observasi dan evaluasi respon pasien, catat pada dokumentasi keperawatan. Mengawasi dan mengkaji keluhan pasien setelah dipasang infus dan melihat tanda tanda phlebitis. 6. Komplikasi Pemasangan Infus Terapi intravena diberikan secara terus-menerus dan dalam jangka waktu yang lama akan meningkatkan terjadinya komplikasi 17. a. Phlebitis Inflamasi vena yang disebabkan oleh iritasi kimia maupun mekanik. Kondisi ini ditandai dengan adanya daerah yang memerah dan hangat di sekitar daerah insersi/penusukan atau sepanjang vena, terjadi nyeri atau rasa lunak pada area insersi dan pembengkakan 17. b. Infiltrasi Infiltrasi terjadi ketika cairan intravena masuk kedalam subkutan ditandai dengan adanya pembengkakan (akibat peningkatan cairan di jaringan) yang menimbulkan ketidaknyamanan dan penurunan kecepatan aliran 17. Infiltrasi adalah Masuknya cairan infus ke

16 dalam jaringan sekitar (bukan pembuluh darah), terjadi akibat ujung jarum infus melewati pembuluh darah 18. c. Iritasi vena Kondisi yang ditandai dengan adanya nyeri selama diinfus, kemerahan pada kulit di atas area insersi. Iritasi vena bisa terjadi karena cairan dengan ph tinggi, ph rendah atau osmolaritas yang tinggi (misal: phenytoin, vancomycin, eritromycin, dan nafcillin) 17. d. Hematoma Hematoma terjadi akibat kebocoran darah ke jaringan di sekitar area insersi 17. Darah mengumpul dalam jaringan tubuh akibat pecahnya pembuluh darah arteri, vena, atau kapiler, terjadi akibat penekanan yang kurang tepat saat memasukkan jarum pada pembuluh darah 18. e. Tromboflebitis Tromboflebitis menggambarkan adanya bekuan darah dan peradangan dalam vena. Tromboflebitis ditandai adanya nyeri yang terlokalisasi, kemerahan, rasa hangat, dan pembengkakan di sekitar area insersi atau sepanjang vena, imobilisasi ekstremitas karena adanya rasa tidak nyaman dan pembengkakan, kecepatan aliran yang tersendat, demam, malaise, dan leukositosis. 17 Tromboflebitis atau bengkak (inflamasi) pada pembuluh vena, terjadi akibat infus yang dipasang tidak dipantau secara ketat dan benar 18. f. Trombosis Trombosis ditandai dengan adanya nyeri, kemerahan, bengkak pada vena, dan aliran infus berhenti. Trombosis disebabkan oleh injuri sel endotel dinding vena 17. g. Occlusion Occlusion ditandai dengan tidak adanya penambahan aliran ketika botol dinaikkan, aliran balik darah di selang infus, dan tidak nyaman pada area pemasangan/ insersi. Occlusion disebabkan oleh

17 gangguan aliran IV, aliran balik darah ketika pasien berjalan, dan selang diklem terlalu lama 17. h. Spasme vena Kondisi ini ditandai dengan nyeri sepanjang vena, kulit pucat di sekitar vena, aliran berhenti meskipun klem sudah dibuka maksimal. Spasme vena bisa disebabkan oleh pemberian darah atau cairan yang dingin, iritasi vena oleh obat atau cairan yang mudah mengiritasi vena dan aliran yang terlalu cepat 12. i. Reaksi vasovagal Digambarkan dengan klien tiba-tiba terjadi kollaps pada vena, dingin, berkeringat, pingsan, pusing, mual dan penurunan tekanan darah. Reaksi vasovagal bisa disebabkan oleh nyeri atau kecemasan 13. j. Kerusakan syaraf, tendon dan ligament Kondisi ini ditandai oleh nyeri ekstrem, kebas/mati rasa, dan kontraksi otot. Efek lambat yang bisa muncul adalah paralysis (mati rasa) dan deformitas. Kondisi ini disebabkan oleh tehnik pemasangan yang tidak tepat sehingga menimbulkan injuri di sekitar syaraf, tendon dan ligament 12. k. Emboli udara Masuknya udara ke dalam sirkulasi darah, terjadi akibat masuknya udara yang ada dalam cairan infus ke dalam pembuluh darah Pencegahan komplikasi pemasangan terapi intravena. Selama proses pemasangan infus perlu memperhatikan hal-hal untuk mencegah komplikasi yaitu 14 a. Ganti lokasi tusukan setiap jam dan gunakan set infus baru b. Ganti kasa steril penutup luka setiap jam dan evaluasi tanda infeksi c. Observasi tanda / reaksi alergi terhadap infus atau komplikasi lain d. Jika infus tidak diperlukan lagi, buka fiksasi pada lokasi penusukan e. Kencangkan klem infus sehingga tidak mengalir

18 f. Tekan lokasi penusukan menggunakan kasa steril, lalu cabut jarum infus perlahan, periksa ujung kateter terhadap adanya embolus g. Bersihkan lokasi penusukan dengan anti septik. Bekas-bekas plester dibersihkan memakai kapas alkohol atau bensin (jika perlu) h. Gunakan alat-alat yang steril saat pemasangan, dan gunakan tehnik sterilisasi dalam pemasangan infus i. Hindarkan memasang infus pada daerah-daerah yang infeksi, vena yang telah rusak, vena pada daerah fleksi dan vena yang tidak stabil j. Mengatur ketepatan aliran dan regulasi infus dengan tepat. Penghitungan cairan yang sering digunakan adalah penghitungan millimeter perjam (ml/h) dan penghitungan tetes permenit. D. Kepatuhan 1. Pengertian Kepatuhan Kepatuhan adalah ketaatan seseorang dalam melaksanakan suatu perintah perawatan, pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh perawat, dokter atau tenaga kesehatan lainnya 19. Perilaku kepatuhan bersifat sementara karena perilaku akan bertahan apabila ada pengawasan.bila kurang ada pengawasan maka akan timbul perilaku ketidakpatuhan. Perilaku kepatuhan ini dapat dicapai jika pengawas merupakan orang yang dapat dipercaya dan dapat memberikan motivasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku yaitu: 20 a. Faktor internal 1) Pengetahuan a) Pengertian Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan terjadi seseorang telah melakukan penginderaan terhadap suatu objek. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia

19 yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba 10. Pengetahuan merupakan suatu bentuk untuk mengenali, menuturkan dan menentukan tentang suatu hasil yang diketahui. Oleh karena itu pengetahuan menuntut adanya kesadaran obyek yang diketahui 21. Perilaku yang didasari pengetahuan umumnya bersifat dalam waktu yang lama, sebelum orang mengadopsi perilaku baru tersebut terjadi proses yang berurutan yakni 22 (1) Awareness (kesadaran): menyadari stimulus (objek) terdahulu. (2) Interest : seseorang mulai tertarik kepada stimulus. (3) Evaluation: menimbang-nimbang baik dan buruknya stimulus pada dirinya. Hal ini sikap responden sudah lebih baik. (4) Trial : orang telah mulai mencoba perilaku baru. (5) Adoption : subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus. b) Tingkat Pengetahuan Pengetahuan tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu 22 (1) Tahu (know): Memahami sesuatu yang telah dipahami tentang materi yang telah dipelajari sebelumnya. (2) Memahami (comprehension): kemampuan menjelaskan obyek yang diketahui secara benar. (3) Aplikasi (application): kemampuan menggunakan materi yang dipelajari pada kondisi yang nyata. (4) Analisis (analysis): suatu cara memahami materi yang dipelajari untuk menentukan suatu kesimpulan.

20 (5) Sintesis (synthetis): kemampuan menghubungksn bagian bagian untuk menyusun formula baru.. (6) Evaluasi (evaluation): Teknik penilaian terhadap obyek yang telah ditentukan. c) Terjadinya Pengetahuan Terjadinya pengetahuan adalah sebagai berikut: 21 (1) Pengalaman indra (sense experience) Pengetahuan terdahulu yang didapat melalui proses penginderaan yang terjadi diluar diri manusia. (2) Nalar (reason) Nalar adalah cara pandang seseorang menggabungkan pemikiran untuk mencapai tujuan baru. (3) Otoritas (authority) Suatu kekuasaan untuk mendapatkan pengakuan dari kelompoknya. (4) Intuisi (intuition) Intuisi adalah kemampuan dari dalam diri manusia yang mampu melahirkan gagasan gagasan baru berupa pengetahuan. (5) Wahyu (revelation) Wahyu adalah suatu kepercayaan yang diyakini manusia berupa berita yang disampaikan oleh Tuhan untuk kepentingan umatnya. (6) Keyakinan (faith) Keyakinan adalah suatu bentuk kepercayaan yang dimiliki manusia yang bersumber dari tuhan. d) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan yaitu: 22

21 (1) Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan yaitu kemampuan proses belajar yang dimiliki manusia berupa akal dan fikiran sehingga tingkat pendidikan dan jenis pendidikan memberikan suatu perubahan. (2) Budaya Budaya merupakan suatu bentuk keyakinan manusia yang bersumber pada agama yang dianut dan merupakan hubungan lingkungan di sekelilingnya.. (3) Pengalaman Suatu bentuk kejadian dimasa lalu yang berorientasi pada usia yang semakin bertambah. e) Alat Ukur Pengetahuan Penilaian pengetahuan diukur dengan wawancara atau mengisi angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari obyek penelitian. Data yang bersifat kualitatif digambarkan dengan kata-kata dan data yang bersifat kuantitatif berwujud angka-angka, hasil penilaian dapat diproses dengan cara dijumlahkan, dibandingkan dengan jumlah yang diinginkan dan diperoleh persentase 10. (1) Pengetahuan baik (76% - 100%) (2) Pengetahuan cukup (56% - 75%) (3) Pengetahuan kurang (< 56%) 2) Sikap a) Pengertian Sikap adalah bentuk suatu perasaan yang mendukung ( favourable ) dan perasaan yang tidak mendukung ( unfavourable ) pada obyek. Sikap berupa kesiapan untuk bereaki pada obyek tertentu 11.

22 Sikap adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus. Stimulus merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial 22. b) Tingkatan Sikap Tingkatan sikap dibagi menjadi 4 yaitu adalah 23 (1) Menerima (receiving): menerima subyek dan memperhatikan stimulus dari obyek. (2) Merespon (responding): memberi respon mengerjakan dan menyelesaikan terhadap stimulus yang diberikan merupakan bagian dari sikap. (3) Menghargai (valuing): mengajak orang lain untuk mendiskusikan suatu pemecahan masalah. (4) Bertanggung jawab (responsible): menerima segala bentuk risiko sesuatu yang dipilihnya. c) Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Sikap Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah 11 (1) Pengalaman pribadi Segala sesuatu yang telah terjadi dan mempengaruhi stimulus sosial. (2) Pengaruh orang lain yang dianggap penting Bentuk pengaruh obyek diluar dari diri manusia yang mempengaruhi sikap. (3) Pengaruh kebudayaan. Kebudayaan ini memiliki peranan penting dalam pembentukan sikap manusia untuk hubungan social atau pergaulan. (4) Media Massa

23 Sarana media komunikasi dalam pembentukan opini dan kepercayaan seseorang ( TV, Surat Kabar, Radio, Majalah dll ). (5) Lembaga pendidikan dan lembaga agama Lembaga pendidikan dan lembaga agama memiliki peranan besar dalam pembentukan sikap manusia untuk membentuk moral. (6) Pengaruh Faktor Emosional Sikap ditentukan oleh lingkungan dan pengalaman pribadi yang didasari oleh emosi sebagai penyaluran frustasi atau pertahanan ego. d) Pengukuran Sikap Salah satu aspek yang sangat penting untuk memahami sikap dan perilaku manusia adalah masalah pengungkapan (assessment) atau pengukuran (measurement) sikap. Sesungguhnya sikap dapat dipahami lebih daripada sekedar favorabel atau seberapa tidak favorabel-nya perasaan seseorang, Sikap dapat diungkap dan dipahami dari dimensinya. Beberapa karakteristik (dimensi) sikap yaitu 11 : (1) Arah Sikap mempunyai arah artinya sikap terpilah pada dua arah kesetujuan yaitu apakah setuju atau tidak setuju, apakah mendukung atau tidak mendukung, apakah memihak atau tidak memihak terhadap sesuatu objek. (2) Intensitas Sikap memiliki intensitas artinya kekuatan sikap terhadap sesuatu yang belum tentu sama walaupun arahnya mungkin tidak berbeda. (3) Keluasan

24 Sikap juga memiliki keluasan maksudnya kesetujuan atau ketidaksetujuan terhadap suatu objek baik yang spesifik maupun non spesifik. (4) Konsistensi Sikap juga konsistensi maksudnya adalah kesesuaian antara pernyataan sikap yang dikemukakan dengan responsnya terhadap objek, kesesuaian antara pernyataan sikap dan perilaku yang mudah berubah ubah dari waktu kewaktu tidak dapat diinterpretasikan. (5) Spontanitas Kesiapan individu untuk mengungkapkan sikapnya secara terbuka tanpa ada desakan dari orang lain, pembentukan sikap pada umumnya tidak terlihat. Bentuk skala sikap dapat dijawab dengan setuju atau tidak setuju. e) Pembagian Sikap Pembagian sikap antara lain dengan menggunakan skala likert : 11 (a) Sangat tidak baik : apabila nilainya 0 25% (b) Tidak baik : apabila nilainya 26 50% (c) Baik : apabila nilainya 51 75% (d) Sangat baik : apabila nilainya % b. Faktor eksternal a) Karakteristik Organisasi Keadaan dari organisasi dan struktur organisasi ditentukan oleh filosofi dari manajer organisasi. Keadaan organisasi dan struktur organisasi akan memotivasi atau gagal memotivasi perawat profesional untuk berpartisipasi pada tingkatan yang konsisten sesuai dengan tujuan. Bahwa karakteristik organisasi meliputi komitmen organisasi dan

25 hubungan antara teman sekerja dan supervisor yang akan berpengaruh terhadap kepuasan kerja dan perilaku individu 24. b) Karakteristik Kelompok kelompok adalah unit komunitas yang terdiri dari dua orang atau lebih yang memiliki suatu kesatuan tujuan dan pemikiran serta integritas antar anggota yang kuat. Karakteristik kelompok adalah 25 (1) adanya interaksi (2) adanya struktur (3) kebersamaan (4) adanya tujuan (5) ada suasana kelompok (6) adanya dinamika interdependensi. Anggota kelompok melaksanakan peran tugas, peran pembentukan, pemeliharaan kelompok, dan peran individu. Tekanan dari kelompok sangat mempengaruhi hubungan interpersonal dan tingkat kepatuhan individu karena individu terpaksa mengalah dan mengikuti perilaku mayoritas kelompok meskipun sebenarnya individu tersebut tidak menyetujuinya. c) Karakteristik Pekerjaan Karakteristik pekerjaan akan memberikan motivasi bagi karyawan untuk lebih bekerja dengan giat dan untuk menumbuhkan semangat kerja yang lebih produktif. karakteristik pekerjaan adalah proses membuat pekerjaan akan lebih berarti, menarik dan menantang sehingga dapat mencegah seseorang dari kebosanan dan aktivitas pekerjaan yang monoton sehingga pekerjaan terlihat lebih bervariasi 25. d) Karakteristik Lingkungan Perawat harus bekerja dalam lingkungan yang terbatas dan berinteraksi secara konstan dengan staf lain, pengunjung, dan tenaga kesehatan lain. Kondisi seperti ini yang dapat

26 menurunkan motivasi perawat terhadap pekerjaannya, dapat menyebabkan stress, dan menimbulkan kepenatan 25.

27 FAKTOR INTERNAL B. Kerangka Teori usia pasien : usia lanjut (>60 Th) Vena rapuh, tidak elastic, kolaps FAKTOR EKTERNAL Status gizi : Gizi Buruk Stress : Rasa Takut & Nyeri Keadaan Vena : Sering Terpasang Daya Tahan Berkurang Berontak Rapuh, tidak elastis Mudah Terinfeksi a. Jenis Cairan : Isotonik, Hipotonik, hipertonik b. Lokasi Pemasangan : Kateter yang dipasang pada daerah lekukan sering berakibat phlebitis Penyakit Penyerta : DM yang mengalami arteriosklerosis Jenis kelamin Laki laki memiliki hormon androgen Kepatuhan pasien : ketaatan pasien melaksanakan pengobatan Aliran darah ke perifer berkurang Luka Produksi kelenjar minyak > sehingga merangsang pertumbuhan bakteri Kejadian Phlebitis c. Aseptic Dressing : Teknik cuci Tangan, Mengenakan sarung Tangan, Mengganti larutan IV < 24 jam Tingkat pendidikan Budaya Pengalaman Lembaga pendidikan Pengalaman pribadi Pengaruh orang lain Pengaruh budaya Sikap Kepatuhan dalam melaksanakan SOP pemasangan infus Pengaruh emosional Media massa Bagan 2.1 Kerangka Teori 11, 3, 22

28 C. Kerangka Konsep Variabel independen Variabel dependen Pengetahuan Sikap Kepatuhan perawat dalam melaksanakan SOP pemasangan infus Bagan 2.2 Kerangka Konsep D. Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini adalah : 1. Variabel Independen (Variabel Bebas) Variabel independen dalam penelitian ini adalah pengetahuan dan sikap 2. Variabel Dependen (Variabel Terikat) Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Kepatuhan perawat dalam melaksanakan SOP pemasangan infus. E. Hipotesis Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah : 1. Ada hubungan pengetahuan perawat tentang SOP pemasangan infus dengan kepatuhan perawat dalam melaksanakan SOP pemasangan infus untuk mencegah kejadian phlebitis di bangsal rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang. 2. Ada hubungan sikap perawat tentang sop pemasangan infus dengan kepatuhan perawat dalam melaksanakan sop pemasangan infus untuk mencegah kejadian phlebitis di bangsal rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang.

29

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Standar Operasional Prosedur (SOP) Pemasangan Infus. kerja tertentu (Perry dan Potter (2005).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Standar Operasional Prosedur (SOP) Pemasangan Infus. kerja tertentu (Perry dan Potter (2005). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Standar Operasional Prosedur (SOP) Pemasangan Infus 1. Pengertian SOP Suatu standar / pedoman tertulis yang dipergunakan untuk mendorong dan menggerakkan suatu kelompok untuk

Lebih terperinci

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR PEMBERIAN NUTRISI PARENTERAL SOP

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR PEMBERIAN NUTRISI PARENTERAL SOP STANDART OPERASIONAL PROSEDUR PEMBERIAN NUTRISI PARENTERAL SOP Untuk memenuhi tugas matakuliah Keperawatan Medikal Bedah I yang dibina oleh Bapak Rudi Hamarno, M.Kep Oleh Kelompok 11 Pradnja Paramitha

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Flebitis 1. Pengertian, karakteristik dan bahaya Flebitis Flebitis merupakan inflamasi vena yang disebabkan baik oleh iritasi kimia maupun mekanik yang sering disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bengkak, streak formation dan atau terabanya Venous cord

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bengkak, streak formation dan atau terabanya Venous cord BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Flebitis 2.1.1 Pengertian Flebitis merupakan inflamasi pada pembuluh darah vena yang ditandai dengan adanya daerah yang nyeri, bengkak, streak formation dan atau terabanya Venous

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pedoman Manajerial Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pedoman Manajerial Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan kebijakan pencegahan infeksi nosokomial di rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya. Kebijakan itu tertuang dalam Keputusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Plebitis Pemberian terapi intravena tidak bisa lepas dari adanya komplikasi. Komplikasi yang bisa didapatkan dari pemberian terapi intravena adalah komplikasi sistemik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Lokasi Penelitian RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan berada di wilayah Kota Pekalongan namun kepemilikannya adalah milik Pemerintah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. Phlebitis 1. Pengertian Plebitis merupakan salah satu komplikasi dari pemberian therapi intra vena. Komplikasi dari pemberian therapi intravena bisa bersifat sistemik dan lokal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjalani rawat inap. ( Wahyunah, 2011). Terapi intravena berisiko untuk terjadi komplikasi lokal pada daerah pemasangan

BAB I PENDAHULUAN. menjalani rawat inap. ( Wahyunah, 2011). Terapi intravena berisiko untuk terjadi komplikasi lokal pada daerah pemasangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Untuk mencegah dan memperbaiki ketidak seimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh manusia diperlukan terapi intravena. Menurut Perdue dalam Hankins, Lonway,

Lebih terperinci

Pengertian. Tujuan. Ditetapkan Direktur Operasional STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL. Tanggal Terbit 15 Februari 2011

Pengertian. Tujuan. Ditetapkan Direktur Operasional STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL. Tanggal Terbit 15 Februari 2011 LAMPIRAN RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA UNIT 2 Jl. Wates Km 5.5 Gamping, Sleman-55294 Telp 0274 6499706 Fax. 6499727 No Dokumen : Kep. 032/II/2011 MEMASANG INFUS No Revisi : 0 Halaman : 37 / 106 STANDAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Permenkes RI No. 340/MENKES/PER/III/2010). Dalam memberikan

BAB I PENDAHULUAN. (Permenkes RI No. 340/MENKES/PER/III/2010). Dalam memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perseorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 38 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Gambaran umum RSI Kendal Rumah Sakit Islam Kendal terletak di Jl Ar Rahmah 17-A Weleri. Tanggal 15 Januari 1996 berdiri dibawah yayasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Plebitis merupakan inflamasi vena yang disebabkan baik oleh iritasi kimia maupun mekanik yang sering disebabkan oleh komplikasi dari terapi intravena. 1) Terapi interavena

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pemberian obat secara intravena (Smeltzer & Bare, 2001).

BAB 1 PENDAHULUAN. pemberian obat secara intravena (Smeltzer & Bare, 2001). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pemasangan infus atau terapi intravena adalah suatu tindakan pemberian cairan melalui intravena yang bertujuan untuk menyediakan air, elektrolit, dan nutrien untuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Dasar Pengetahuan Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil dari tahu dan ini telah terjadi setelah orang melakukan pengindraan suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi

Lebih terperinci

Kebutuhan cairan dan elektrolit

Kebutuhan cairan dan elektrolit Kebutuhan cairan dan elektrolit Cairan adalah suatu kebutuhan pokok dan sebagian besar tubuh manusia terdiri dari cairan. Bila tubuh kehilangan cairan dalam jumlah yang besar maka akan terjadi perubahan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini telah terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. sekitar tempat kateter intravaskular dipasang (kulit bagian luar). Jika flebitis

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. sekitar tempat kateter intravaskular dipasang (kulit bagian luar). Jika flebitis BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Flebitis 2.1.1 Definisi Flebitis Flebitis adalah daerah bengkak, kemerahan, panas, dan nyeri pada kulit sekitar tempat kateter intravaskular dipasang (kulit bagian luar). Jika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap orang mempunyai kemampuan untuk merawat, pada awalnya merawat adalah instinct atau naluri.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap orang mempunyai kemampuan untuk merawat, pada awalnya merawat adalah instinct atau naluri. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang mempunyai kemampuan untuk merawat, pada awalnya merawat adalah instinct atau naluri. Namun merawat akan menjadi kaku, statis dan tidak berkembang

Lebih terperinci

FARMASI FORENSIK KASUS MALPRAKTIK

FARMASI FORENSIK KASUS MALPRAKTIK FARMASI FORENSIK KASUS MALPRAKTIK Oleh : MADE CHANDRA WRASMITHA DEWI 0708505068 JURUSAN FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA BUKIT JIMBARAN 2010 KASUS Seorang warga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemasangan infus merupakan prosedur invasif dan merupakan tindakan yang sering dilakukan di rumah sakit. Namun, hal ini tinggi resiko terjadinya infeksi yang akan menambah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Phlebitis 1. Pengertian Phlebitis Phlebitis didefinisikan sebagai inflamasi vena yang disebabkan oleh iritasi kimia maupun mekanik. Hal ini ditunjukkan dengan adanya daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bahasa Indonesia, kepatuhan didefinisikan sebagai kesetiaan, ketaatan atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bahasa Indonesia, kepatuhan didefinisikan sebagai kesetiaan, ketaatan atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kepatuhan 1.1. Pengertian Kepatuhan Menurut Adiwimarta, Maulana, & Suratman (1999) dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kepatuhan didefinisikan sebagai kesetiaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara garis besar memberikan pelayanan untuk masyarakat berupa pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. secara garis besar memberikan pelayanan untuk masyarakat berupa pelayanan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Rumah sakit sebagai salah satu bagian sistem pelayanan kesehatan yang secara garis besar memberikan pelayanan untuk masyarakat berupa pelayanan kesehatan mencakup

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Standar prosedur operasional (SPO) pemasangan infus. kerja tertentu (perry and potter, 2005)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Standar prosedur operasional (SPO) pemasangan infus. kerja tertentu (perry and potter, 2005) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Terapi Intravena 1. Standar prosedur operasional (SPO) pemasangan infus a. Pengertian SPO Suatu standar atau pedoman tertulis yang di pergunakan untuk mendorong dan menggerakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di rumah sakit. Anak biasanya merasakan pengalaman yang tidak menyenangkan

BAB I PENDAHULUAN. di rumah sakit. Anak biasanya merasakan pengalaman yang tidak menyenangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadaan sakit pada anak usia prasekolah dan anak usia sekolah banyak ditemui di rumah sakit. Anak biasanya merasakan pengalaman yang tidak menyenangkan selama dirawat

Lebih terperinci

Konsep Pemberian Cairan Infus

Konsep Pemberian Cairan Infus Konsep Pemberian Cairan Infus Cairan intravena (intravenous fluids infusion) adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh, melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk menggantikan

Lebih terperinci

MODUL PRAKTIK KLINIK KETRAMPILAN DASAR KEBIDANAN

MODUL PRAKTIK KLINIK KETRAMPILAN DASAR KEBIDANAN MODUL PRAKTIK KLINIK KETRAMPILAN DASAR KEBIDANAN 2015 A K A D E M I K E B I D A N A N G R I Y A H U S A D A S U R A B A Y A KETERAMPILAN KLINIK INJEKSI I. DISKRIPSI MODUL Pendahuluan Tujuan Metode Penuntun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mutu pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasaan rata-rata serata

Lebih terperinci

MODUL KETERAMPILAN KLINIK ASUHAN KEBIDANAN

MODUL KETERAMPILAN KLINIK ASUHAN KEBIDANAN MODUL KETERAMPILAN KLINIK ASUHAN KEBIDANAN AKADEMI KEBIDANAN GRIYA HUSADA SURABAYA PROGRAM STUDI D-III KEBIDANAN TAHUN 2013 i KATA PENGANTAR Dengan memanjadkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dirumah sakit merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dirumah sakit merupakan bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dirumah sakit merupakan bentuk pelayanan yang di berikan kepada pasien melibatkan tim multi disiplin termasuk tim keperawatan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang. Seperti halnya di Indonesia, penyakit infeksi masih merupakan

Lebih terperinci

Tabel 2.3 Pungsi Vena dengan Menggunakan Jarum Berlapis Kateter Plastik

Tabel 2.3 Pungsi Vena dengan Menggunakan Jarum Berlapis Kateter Plastik 100 101 Lampiran 1. Tabel 2.3 Pungsi Vena dengan Menggunakan Jarum Berlapis Kateter Plastik Langkah-Langkah 1. Observasi tanda dan gejala yang mengindikasikan keseimbangan cairan dan elektrolit a. mata

Lebih terperinci

Bab IV. Hasil dan Pembahasan

Bab IV. Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi umum lokasi penelitian Penelitian ini dilakukan pada 5 bangsal yang bernama bangsal Firdaus, bangsal Naim, bangsa Wardah, bangsal Zaitun, dan

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERAWATAN INFUS DENGAN TERJADINYA FLEBITIS PADA PASIEN YANG TERPASANG INFUS. Sutomo

HUBUNGAN PERAWATAN INFUS DENGAN TERJADINYA FLEBITIS PADA PASIEN YANG TERPASANG INFUS. Sutomo HUBUNGAN PERAWATAN INFUS DENGAN TERJADINYA FLEBITIS PADA PASIEN YANG TERPASANG INFUS Sutomo Program Studi Profesi NERS, STIKES Dian Husada Mojokerto Email : sutomo.ners@gmail.com ABSTRAK Mempertahankan

Lebih terperinci

DAFTAR RIWAYAT HIDUP. : Ade Indriya Tempat/Tanggal Lahir : Medan / 15 Januari : TASBI blok J No. 12, Medan

DAFTAR RIWAYAT HIDUP. : Ade Indriya Tempat/Tanggal Lahir : Medan / 15 Januari : TASBI blok J No. 12, Medan Lampiran 1 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : Ade Indriya Tempat/Tanggal Lahir : Medan / 15 Januari 1991 Agama : Islam Alamat : TASBI blok J No. 12, Medan Riwayat Pendidikan : 1. Sekolah Dasar Swasta Bhayangkari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepatuhan Kerja 1. Kepatuhan Kepatuhan adalah suatu sikap sejauh mana seseorang sesuai dengan ketentuan yang telah diberikan secara profesional. 13 Sikap sendiri merupakan respon

Lebih terperinci

PHLEBOTOMY. Oleh. Novian Andriyanti ( ) PSIK Reguler 2. Fakultas Kedokteran. Universitas Brawijaya. Malang

PHLEBOTOMY. Oleh. Novian Andriyanti ( ) PSIK Reguler 2. Fakultas Kedokteran. Universitas Brawijaya. Malang PHLEBOTOMY Oleh Novian Andriyanti (125070200111036) PSIK Reguler 2 Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang 2013 Komplikasi Phlebotomy Phlebotomy ternyata juga dapat mengakibatkan komplikasi pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengideraan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengideraan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Pengetahuan a. Pengertian Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengideraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penangan oleh tim kesehatan. Penanganan yang diberikan salah satunya berupa

BAB I PENDAHULUAN. penangan oleh tim kesehatan. Penanganan yang diberikan salah satunya berupa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasien yang menjalani rawat inap di rumah sakit perlu mendapatkan penangan oleh tim kesehatan. Penanganan yang diberikan salah satunya berupa pemasangan infus atau

Lebih terperinci

PROSEDUR TINDAKAN PEMBERIAN SUNTIKAN ( INJEKSI )

PROSEDUR TINDAKAN PEMBERIAN SUNTIKAN ( INJEKSI ) SOP INJEKSI PROSEDUR TINDAKAN PEMBERIAN SUNTIKAN ( INJEKSI ) A. INJEKSI INTRA VENA Injeksi ini dilakukan dengan menyuntikkan obat kedalam pembuluh darah vena Injeksi intravena diberikan jika diperlukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginjeksian medikasi adalah prosedur invasi yang melibatkan deposisi obat melalui jarum steril yang diinsersikan kedalam jaringan tubuh. Teknik aseptic harus dipertahankan

Lebih terperinci

SOP TINDAKAN ANALISA GAS DARAH (AGD)

SOP TINDAKAN ANALISA GAS DARAH (AGD) SOP TINDAKAN ANALISA GAS DARAH (AGD) 1. Analisa Gas Darah Gas darah arteri memungkinkan utnuk pengukuran ph (dan juga keseimbangan asam basa), oksigenasi, kadar karbondioksida, kadar bikarbonat, saturasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kepada pasien yang membutuhkan akses vaskuler (Gabriel, 2008). Lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. kepada pasien yang membutuhkan akses vaskuler (Gabriel, 2008). Lebih BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terapi intravena adalah bagian terpenting dari sebagian terapi yang diberikan di rumah sakit, dan merupakan prosedur umum yang diberikan kepada pasien yang membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semua pasien yang dirawat di rumah rakit setiap tahun 50%

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semua pasien yang dirawat di rumah rakit setiap tahun 50% BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semua pasien yang dirawat di rumah rakit setiap tahun 50% mendapat terapi intravena (IV). Namun, terapi IV terjadi di semua lingkup pelayanan di rumah sakit yakni IGD,

Lebih terperinci

PENCEGAHAN INFEKSI ALIRAN DARAH PRIMER (IADP) (Rana Suryana SKep. Medical Dept. PT Widatra Bhakti)

PENCEGAHAN INFEKSI ALIRAN DARAH PRIMER (IADP) (Rana Suryana SKep. Medical Dept. PT Widatra Bhakti) PENCEGAHAN INFEKSI ALIRAN DARAH PRIMER (IADP) (Rana Suryana SKep. Medical Dept. PT Widatra Bhakti) I. Pendahuluan Penggunaan peralatan intravaskular (IV) tidak dapat dihindari pada pelayanan rumah sakit

Lebih terperinci

TERAPI CAIRAN MAINTENANCE. RSUD ABDUL AZIS 21 April Partner in Health and Hope

TERAPI CAIRAN MAINTENANCE. RSUD ABDUL AZIS 21 April Partner in Health and Hope TERAPI CAIRAN MAINTENANCE RSUD ABDUL AZIS 21 April 2015 TERAPI CAIRAN TERAPI CAIRAN RESUSITASI RUMATAN Kristaloid Koloid Elektrolit Nutrisi Mengganti Kehilangan Akut Koreksi 1. Kebutuhan normal 2. Dukungan

Lebih terperinci

PANDUAN PENANGANAN, PENGGUNAAN DAN PEMBERIAN DARAH DAN PRODUK DARAH RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN LAMPUNG

PANDUAN PENANGANAN, PENGGUNAAN DAN PEMBERIAN DARAH DAN PRODUK DARAH RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN LAMPUNG PANDUAN PENANGANAN, PENGGUNAAN DAN PEMBERIAN DARAH DAN PRODUK DARAH RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN LAMPUNG 2 0 1 5 BAB I DEFINISI Transfusi darah adalah pemindahan darah dari donor ke dalam peredaran

Lebih terperinci

PROSEDUR PEMBERIAN MEDIKASI (OBAT)

PROSEDUR PEMBERIAN MEDIKASI (OBAT) PROSEDUR PEMBERIAN MEDIKASI (OBAT) A. Definisi Prosedur dan pemeriksaan khusus dalam keperawatan merupakan bagian dari tindakan untuk mengatasi masalah kesehatan yang dilaksanakan secara rutin. Perawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. spesifik, sehingga dapat dikembangkan setinggi-tingginya. Hal. ini. Ada beberapa kategori tingkat pendidikan seperti perawat

BAB I PENDAHULUAN. spesifik, sehingga dapat dikembangkan setinggi-tingginya. Hal. ini. Ada beberapa kategori tingkat pendidikan seperti perawat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Profesi keperawatan memiliki dasar pendidikan yang spesifik, sehingga dapat dikembangkan setinggi-tingginya. Hal ini menyebabkan profesi keperawatan di Indonesia

Lebih terperinci

SOP PERAWATAN LUKA GANGREN

SOP PERAWATAN LUKA GANGREN SOP PERAWATAN LUKA GANGREN A. Alat dan Bahan Steril 1. Bak Instrument 1 buah 2. Pinset Anatomi 1 buah 3. Pinset Chirurgis 1 buah 4. Gunting 1 buah 5. Handschoon 1 pasang 6. Kasa, deppers 7. Korentang dalam

Lebih terperinci

INDONESIA HEALTHCARE FORUM Bidakara Hotel, Jakarta WEDNESDAY, 3 February 2016

INDONESIA HEALTHCARE FORUM Bidakara Hotel, Jakarta WEDNESDAY, 3 February 2016 AKSES VASKULAR INDONESIA HEALTHCARE FORUM Bidakara Hotel, Jakarta WEDNESDAY, 3 February 2016 TUJUAN : Peserta mengetahui tentang pentingnya akses vaskular. Peserta mengetahui tentang jenis akses vaskular.

Lebih terperinci

GAMBARAN FAKTOR LETAK PEMASANGAN INFUS DAN JENIS PENYAKIT PADA KEJADIAN PLEBITIS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN CIAMIS

GAMBARAN FAKTOR LETAK PEMASANGAN INFUS DAN JENIS PENYAKIT PADA KEJADIAN PLEBITIS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN CIAMIS GAMBARAN FAKTOR LETAK PEMASANGAN INFUS DAN JENIS PENYAKIT PADA KEJADIAN PLEBITIS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN CIAMIS SKRIPSI Diajukan Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan Pada Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompetitif, toksin, replikasi intra seluler atau reaksi antigen-antibodi.

BAB I PENDAHULUAN. kompetitif, toksin, replikasi intra seluler atau reaksi antigen-antibodi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi adalah proses invasif oleh mikroorganisme dan berproliferasi didalam tubuh yang menyebabkan sakit (Potter & Perry, 2005). Infeksi adalah invasi tubuh oleh mikroorganisme

Lebih terperinci

KOMPLIKASI PHLEBOTOMY

KOMPLIKASI PHLEBOTOMY NAMA NIM/SMT : HALUMMA FADHILAH : P17434113014/ IVA ANALIS KOMPLIKASI PHLEBOTOMY A. Pendarahan Komplikasi pendarahan lebih sering terjadi pada pengambilan darah alteri. Pengambilan darah kapiler lebih

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Kepatuhan 2.1.1 Defenisi Kepatuhan Kepatuhan perawat profesional adalah sejauh mana perilaku seorang perawat sesuai dengan ketentuan yang telah diberikan pimpinan perawat

Lebih terperinci

insulin dan memiliki rumus empiris C267H404N72O78S6 dan berat molekul Insulin glargine memiliki struktur sebagai berikut :

insulin dan memiliki rumus empiris C267H404N72O78S6 dan berat molekul Insulin glargine memiliki struktur sebagai berikut : DESKRIPSI Lantus (glargine insulin [rdna origin] injeksi) adalah solusi steril glargine insulin untuk digunakan sebagai injeksi subkutan. Insulin glargine adalah analog insulin manusia rekombinan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Hipertensi a. Pengertian Hipertensi Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dengan tekanan sistolik di atas 140 mmhg dan tekanan diastolik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kohort deskriptif dengan metode pendekatan kuantitatif yang diarahkan untuk mengetahui kejadian phlebitis pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam tubuh manusia antara lain sebagai alat transportasi nutrien, elektrolit dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam tubuh manusia antara lain sebagai alat transportasi nutrien, elektrolit dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tubuh manusia sebagaimana mahluk hidup yang lain tersusun atas berbagai sistem organ, puluhan organ, ribuan jaringan dan jutaan molekul. Fungsi cairan dalam tubuh manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan di seluruh dunia, terlebih lagi di negara berkembang seperti Indonesia. Penyakit infeksi didapatkan dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Demografi Responden Penelitian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Demografi Responden Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Demografi Responden Penelitian Di dalam penelitian ini terdapat dua kategori responden yaitu 42 orang perawat dan 42 orang pasien yang sedang mendapatkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian Analitik, mengingat

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian Analitik, mengingat BAB III METODE PENELITIAN A. JENIS PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian Analitik, mengingat variabel yang diteliti akan dibandingkan antara kelompok pasien yang diperiksa menggunakan

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PERAWATAN JENAZAH

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PERAWATAN JENAZAH STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PERAWATAN JENAZAH 1. Pengertian Perawatan jenazah adalah perawatan pasien setelah meninggal, perawatan termasuk menyiapkan jenazah untuk diperlihatkan pada keluarga, transportasi

Lebih terperinci

1 GAMBARAN PERILAKU PERAWAT DALAM PENCEGAHAN TERJADINYA FLEBITIS DI RUANG RAWAT INAP RS. BAPTIS KEDIRI

1 GAMBARAN PERILAKU PERAWAT DALAM PENCEGAHAN TERJADINYA FLEBITIS DI RUANG RAWAT INAP RS. BAPTIS KEDIRI 1 GAMBARAN PERILAKU PERAWAT DALAM PENCEGAHAN TERJADINYA FLEBITIS DI RUANG RAWAT INAP RS. BAPTIS KEDIRI DESCRIPTION OF NURSE IN THE PREVENTION OF BEHAVIOR IN THE EVENT OF PLEBITIS INPATIENT KEDIRI BAPTIST

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pengetahuan a. Pengertian Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan

Lebih terperinci

PEMBERIAN OBAT SECARA PARENTERAL

PEMBERIAN OBAT SECARA PARENTERAL PEMBERIAN OBAT SECARA PARENTERAL Pemberian obat parenteral merupakan pemberian obat yang dilakukan dengan menyuntikkan obat tersebut ke jaringan tubuh. Pemberian obat melalui parenteral dapat dilakukan

Lebih terperinci

HUBUNGAN JENIS CAIRAN DAN LOKASI PEMASANGAN INFUS DENGAN KEJADIAN FLEBITIS PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSU PANCARAN KASIH GMIM MANADO

HUBUNGAN JENIS CAIRAN DAN LOKASI PEMASANGAN INFUS DENGAN KEJADIAN FLEBITIS PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSU PANCARAN KASIH GMIM MANADO HUBUNGAN JENIS CAIRAN DAN LOKASI PEMASANGAN INFUS DENGAN KEJADIAN FLEBITIS PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSU PANCARAN KASIH GMIM MANADO Dede Dwi Lestari Amatus Yudi Ismanto Reginus T. Malara Program Studi

Lebih terperinci

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) :

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) : KONSEP PERILAKU A. Pengertian Perilaku Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja,

Lebih terperinci

UPAYA PERAWAT DALAM PENCEGAHAN PHLEBITIS PADA PASIEN DI RUMAH SAKIT BAPTIS KEDIRI

UPAYA PERAWAT DALAM PENCEGAHAN PHLEBITIS PADA PASIEN DI RUMAH SAKIT BAPTIS KEDIRI Jurnal STIKES Vol. 7, No.2, Desember 2014 UPAYA PERAWAT DALAM PENCEGAHAN PHLEBITIS PADA PASIEN DI RUMAH SAKIT BAPTIS KEDIRI NURSE S IMPLEMENTATION IN PREVENTION OF PHLEBITIS TO PATIENTS IN BAPTIST HOSPITAL

Lebih terperinci

DAMPAK TERAPI INTRAVENA PADA BALITA BERDASAR VIP (VISUAL INFUSION PHLEBITIS) SCORE

DAMPAK TERAPI INTRAVENA PADA BALITA BERDASAR VIP (VISUAL INFUSION PHLEBITIS) SCORE DAMPAK TERAPI INTRAVENA PADA BALITA BERDASAR VIP (VISUAL INFUSION PHLEBITIS) SCORE (The Effects of Intravenous Therapy in Infants Based on the VIP (Visual Infusion Phlebitis) Score) Hernantika Rahmawati

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengetahuan Perawat Tentang Pemasangan Terapi. kesehatan lain sesuai dengan kewenanganya (Depkes RI,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengetahuan Perawat Tentang Pemasangan Terapi. kesehatan lain sesuai dengan kewenanganya (Depkes RI, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan Perawat Tentang Pemasangan Terapi Intravena / Infus Perawat profesional adalah perawat yang bertanggung jawab dan berwewenang memberikan pelayanan keperawatan secara

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kewaspadaan universal (Universal Precaution) adalah suatu tindakan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kewaspadaan universal (Universal Precaution) adalah suatu tindakan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kewaspadaan Umum/Universal Precaution 2.1.1. Defenisi Kewaspadaan universal (Universal Precaution) adalah suatu tindakan pengendalian infeksi yang dilakukan oleh seluruh tenaga

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terapi Intravena 2.1.1. Definisi Pemasangan kateter intravena adalah menempatkan cairan steril melalui jarum langsung ke vena pasien. Biasanya cairan steril mengandung elektrolit

Lebih terperinci

PANDUAN CLINICAL SKILL LABORATORIUM INJEKSI INSULIN. Oleh. Tim Endokrin dan Metabolik

PANDUAN CLINICAL SKILL LABORATORIUM INJEKSI INSULIN. Oleh. Tim Endokrin dan Metabolik PANDUAN CLINICAL SKILL LABORATORIUM INJEKSI INSULIN Oleh Tim Endokrin dan Metabolik PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2014 TATA TERTIB Sebelum Praktikum

Lebih terperinci

- Memberi rasa nyaman pada klien. - Meningkatkan proses penyembuhan luka. Perawatan luka dilakukan jika luka kotor/luka basah

- Memberi rasa nyaman pada klien. - Meningkatkan proses penyembuhan luka. Perawatan luka dilakukan jika luka kotor/luka basah SOP perawatan luka ganggren SOP Perawatan Luka Ganggren Tujuan perawatan gangren: - Mencegah meluasnya infeksi - Memberi rasa nyaman pada klien - Mengurangi nyeri - Meningkatkan proses penyembuhan luka

Lebih terperinci

DIARE AKUT. Berdasarkan Riskesdas 2007 : diare merupakan penyebab kematian pada 42% bayi dan 25,2% pada anak usia 1-4 tahun.

DIARE AKUT. Berdasarkan Riskesdas 2007 : diare merupakan penyebab kematian pada 42% bayi dan 25,2% pada anak usia 1-4 tahun. DIARE AKUT I. PENGERTIAN Diare akut adalah buang air besar lebih dari 3 kali dalam 24 jam dengan konsistensi cair dan berlangsung kurang dari 1 minggu. Kematian disebabkan karena dehidrasi. Penyebab terbanyak

Lebih terperinci

GAMBARAN PELAKSANAAN PEMASANGAN INFUS YANG TIDAK SESUAI SOP TERHADAP KEJADIAN FLEBITIS DI RSUD dr. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO KABUPATEN WONOGIRI

GAMBARAN PELAKSANAAN PEMASANGAN INFUS YANG TIDAK SESUAI SOP TERHADAP KEJADIAN FLEBITIS DI RSUD dr. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO KABUPATEN WONOGIRI GAMBARAN PELAKSANAAN PEMASANGAN INFUS YANG TIDAK SESUAI SOP TERHADAP KEJADIAN FLEBITIS DI RSUD dr. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO KABUPATEN WONOGIRI SKRIPSI Untuk memenuhi salah satu syarat ujian guna mencapai

Lebih terperinci

PERAWATAN KOLOSTOMI Pengertian Jenis jenis kolostomi Pendidikan pada pasien

PERAWATAN KOLOSTOMI Pengertian Jenis jenis kolostomi Pendidikan pada pasien PERAWATAN KOLOSTOMI Pengertian * Sebuah lubang buatan yang dibuat oleh dokter ahli bedah pada dinding abdomen untuk mengeluarkan feses (M. Bouwhuizen, 1991) * Pembuatan lubang sementara atau permanen dari

Lebih terperinci

- Nyeri dapat menyebabkan shock. (nyeri) berhubungan. - Kaji keadaan nyeri yang meliputi : - Untuk mengistirahatkan sendi yang fragmen tulang

- Nyeri dapat menyebabkan shock. (nyeri) berhubungan. - Kaji keadaan nyeri yang meliputi : - Untuk mengistirahatkan sendi yang fragmen tulang 3. PERENCANAAN TINDAKAN PERAWATAN NO DIAGNOSA KEPERAWATAN Gangguan rasa nyaman TUJUAN DAN HASIL YANG DIHARAPKAN Tujuan : RENCANA TINDAKAN - Kaji keadaan nyeri yang meliputi : RASIONAL - Nyeri dapat menyebabkan

Lebih terperinci

1.5 Metode Penelitian Tahapan yang akan dilakukan dalam menyelesaikan tugas akhir ini dibagi bebrapa tahapan, diantaranya:

1.5 Metode Penelitian Tahapan yang akan dilakukan dalam menyelesaikan tugas akhir ini dibagi bebrapa tahapan, diantaranya: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu kedokteran dan teknologi yang semakin canggih menyebabkan tuntutan akan kemudahan dan ketepatan. Demikian halnya perkembangan ilmu dan teknologi di

Lebih terperinci

PERBANDINGAN ANGKA KEJADIAN FLEBITIS PADA PEMASANGAN KATETER INTRAVENA PADA TANGAN DOMINAN DENGAN NONDOMINAN DI RUMAH SAKIT PARU

PERBANDINGAN ANGKA KEJADIAN FLEBITIS PADA PEMASANGAN KATETER INTRAVENA PADA TANGAN DOMINAN DENGAN NONDOMINAN DI RUMAH SAKIT PARU PERBANDINGAN ANGKA KEJADIAN FLEBITIS PADA PEMASANGAN KATETER INTRAVENA PADA TANGAN DOMINAN DENGAN NONDOMINAN DI RUMAH SAKIT PARU dr. ARIO WIRAWAN SALATIGA SKRIPSI Disusun Oleh: Tino Dianto 462008004 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (WHO, 2002). Infeksi nosokomial (IN) atau hospital acquired adalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (WHO, 2002). Infeksi nosokomial (IN) atau hospital acquired adalah BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1.Infeksi nosokomial 1.1 Pengertian infeksi nosokomial Nosocomial infection atau yang biasa disebut hospital acquired infection adalah infeksi yang didapat saat klien dirawat di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Terapi intravena (IV) merupakan terapi medis yang dilakukan secara invasif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Terapi intravena (IV) merupakan terapi medis yang dilakukan secara invasif BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Terapi Intravena 2.1.2 Definisi Terapi intravena (IV) merupakan terapi medis yang dilakukan secara invasif dengan menggunakan metode yang efektif untuk mensuplay cairan, elektrolit,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Air Susu Ibu (ASI) 1. Pengertian ASI Air susu Ibu (ASI) mengandung semua bahan yang diperlukan bayi, mudah dicerna, memberi perlindungan terhadap infeksi, selalu segar, bersih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terhadap objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terhadap objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan 1. Pengertian Pengetahuan. Pengetahuan merupakan hasil tahu, yang terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN PERILAKU HYGIENE PERAWAT DAN FASILITAS SANITASI DALAM PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PERDAGANGAN KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2012 1. DATA UMUM A.

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Kepada Yth. Pasien rawat inap ruang Pinus Rumah Sakit Eka Tangerang Selatan Di tempat. : Permohonan menjadi responden

LAMPIRAN. Lampiran 1. Kepada Yth. Pasien rawat inap ruang Pinus Rumah Sakit Eka Tangerang Selatan Di tempat. : Permohonan menjadi responden Lampiran 1 LAMPIRAN Kepada Yth. Pasien rawat inap ruang Pinus Rumah Sakit Eka Tangerang Selatan Di tempat Hal : Permohonan menjadi responden Dengan hormat, Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN 38 BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Tempat Penelitian Rumah sakit Islam Kendal adalah rumah sakit swasta yang dikelola oleh amal usaha muhammadiyah. Rumah sakit tipe C yang sudah terakreditasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan pasien di rumah sakit adalah suatu upaya yang mendorong rumah sakit untuk

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan pasien di rumah sakit adalah suatu upaya yang mendorong rumah sakit untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keselamatan pasien di rumah sakit adalah suatu upaya yang mendorong rumah sakit untuk memberikan pelayanan kesehatan yang aman dan berkualitas tinggi. Panduan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah sakit merupakan salah satu tempat pemberian pelayanan kesehatan kepada masyarakat terutama untuk masyarakat yang sedang sakit. Tujuan utama rumah sakit

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NUTRISI PARENTERAL YSD

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NUTRISI PARENTERAL YSD ASUHAN KEPERAWATAN PADA NUTRISI PARENTERAL YSD PENGERTIAN Pemberian nutrisi parenteral : pemberian nutrisi berupa cairan infus yang di masukkan ke dalam tubuh melalui darah vena baik sentral (untuk nutrisi

Lebih terperinci

Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi)

Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi) Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi) Data menunjukkan bahwa ratusan juta orang di seluruh dunia menderita penyakit hipertensi, sementara hampir 50% dari para manula dan 20-30% dari penduduk paruh baya di

Lebih terperinci

ABSTRAK HUBUNGAN PEMBERIAN INJEKSI INTRAVENA DENGAN KEJADIAN PHLEBITIS DI RUANG PERAWATAN ANAK RUMAH SAKIT TK II PELAMONIA MAKASSAR.

ABSTRAK HUBUNGAN PEMBERIAN INJEKSI INTRAVENA DENGAN KEJADIAN PHLEBITIS DI RUANG PERAWATAN ANAK RUMAH SAKIT TK II PELAMONIA MAKASSAR. ABSTRAK HUBUNGAN PEMBERIAN INJEKSI INTRAVENA DENGAN KEJADIAN PHLEBITIS DI RUANG PERAWATAN ANAK RUMAH SAKIT TK II PELAMONIA MAKASSAR Hasriani Azis Pada tahun 2012 diperoleh data di Rumah Sakit TK II Pelamonia,

Lebih terperinci

PRAKTIKUM 7 PERAWATAN PASIEN YANG MENGGUNAKAN TRAKSI DAN ELASTIS BANDAGE

PRAKTIKUM 7 PERAWATAN PASIEN YANG MENGGUNAKAN TRAKSI DAN ELASTIS BANDAGE PRAKTIKUM 7 PERAWATAN PASIEN YANG MENGGUNAKAN TRAKSI DAN ELASTIS BANDAGE Station 1: Perawatan Pasien yang Menggunakan Traksi Gambaran Umum Traksi merupakan alat immobilisasi yang menggunakan kekuatan tarikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi Nosokomial 1. Pengertian Infeksi nosokomial atau hospital acquired infection adalah infeksi yang didapat klien ketika klien tersebut masuk rumah sakit atau pernah dirawat

Lebih terperinci

Efektivitas Pengobatan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering Pada Luka Kaki Penggunaan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering

Efektivitas Pengobatan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering Pada Luka Kaki Penggunaan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering Efektivitas Pengobatan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering Pada Luka Kaki Penggunaan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering Diabetes adalah suatu kondisi di mana tubuh tidak dapat menggunakan (menyerap) gula

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TEHNIK INSERSI DAN LOKASI PEMASANGAN KATETER INTRAVENA DENGAN KEJADIAN PHLEBITIS DI RSUD AMBARAWA

HUBUNGAN ANTARA TEHNIK INSERSI DAN LOKASI PEMASANGAN KATETER INTRAVENA DENGAN KEJADIAN PHLEBITIS DI RSUD AMBARAWA HUBUNGAN ANTARA TEHNIK INSERSI DAN LOKASI PEMASANGAN KATETER INTRAVENA DENGAN KEJADIAN PHLEBITIS DI RSUD AMBARAWA Ninik Lindayanti* Priyanto** *Perawat RSUD Ambarawa Kabupaten Semarang **Dosen STIKES Ngudi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. primitif sampai manusia. Pembuluh darah mempunyai peranan penting bagi. tubuh. Darah terdiri atas dua komponen utama yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. primitif sampai manusia. Pembuluh darah mempunyai peranan penting bagi. tubuh. Darah terdiri atas dua komponen utama yaitu : BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan teoritis 1. Darah Darah adalah suatu komponen esensial makhluk hidup,mulai dari binatang primitif sampai manusia. Pembuluh darah mempunyai peranan penting bagi semua

Lebih terperinci