BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Standar prosedur operasional (SPO) pemasangan infus. kerja tertentu (perry and potter, 2005)
|
|
- Benny Susman
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Terapi Intravena 1. Standar prosedur operasional (SPO) pemasangan infus a. Pengertian SPO Suatu standar atau pedoman tertulis yang di pergunakan untuk mendorong dan menggerakan suatu kelompok untuk mencapai tujuan organisasi. Standar prosedur operasional merupakan tatacara atau tahapan yang di bakukan dan yang harus di lalui untuk menyelesaikan suatu proses kerja tertentu (perry and potter, 2005) SPO pemasangan infus langkah-langkah prosedur untuk memasukan cairan secara parenteral dengan menggunakan intravenous kateter melalui intravena. b. Tujuan SPO 1) Petugas atau pegawai menjaga konsistensi dan tingkat kinerja petugas atau pegawai atau tim dalam organisasi atau unit kerja. 2) Mengetahui dengan jelas peran dan fungsi tiap-tiap posisi dalam organisasi 3) Memperjelas alur tugas, wewenang dan tanggung jawab dari petugas atau pegai terkait 8
2 9 4) Melindungi organisasi atau unit kerja dan pegawai atau petugas dari malpraktik atau kesalahan administrasi lainya. 5) Untuk menghindari kegagalan atau kesalahan, keraguan, duplikasi, dan inefisiensi. c. Fungsi SPO 1) Memperlancar tugas petugas/pegawai atau tim/unit kerja 2) Sebagai dasar hukum bila terjadi penyimpangan 3) Mengetahui dengan jelas hambatan-hambatanya dan mudah dilacak 4) Mengarahkan petugas atau pegawai untuk sama-sama disiplin dalam bekerja d. Kapan SPO diperlukan 1) SPO harus sudah ada sebelum suatu pekerjaan dilakukan 2) SPO digunakan untuk menilai apakah pekerjaan tersebut sudah dilakukan dengan baik atau tidak 3) Uji SPO sebelum dijalankan, lakukan revisi jika ada langkah kerja yang dapat mempengaruhi lingkungan kerja. e. Keuntungan adanya SPO 1) SPO yang baik akan menjadi pedoman bagi pelaksana, menjadi alat komunikasi, pengawasan, dan menjadikan pekerjaan diselesaikan secara konsisten 2) Para pegawai akan lebih percaya diri daam bekerja dan tahu apa yang harus di capai dalam setiap pekerjaan
3 10 3) SPO juga di pergunakan sebagai salah satu alat training dan bisa dipergunakan untuk mengukur kinerja pegawai. 2. Pengertian pemasangan terapi intravena Menurut Edward (2011) pemasangan terapi intravena merupakan tindakan memasukan jarum (abocath) melalui transkutan yang kemudian disambungkan dengan selang infus. Terapi cairan intravena merupakan terapi pemberian cairan untuk penggantian cairan, pemberian obat, dan penyedianaan nutrien jika tidak ada pemberian dengan cara lain (Smeltzer & Bare, 2001). Terapi intravena adalah terapi yang bertujuan untuk mensuplai cairan melalui vena ketika pasien tidak mampu mendapatkan makanan, cairan elektrolit lewat mulut, untuk menyediakan kebutuhan garam untuk menjaga kebutuhan cairan, untuk menyediakan kebutuhan gula(glukose/dekstrosa) sebagai bahan bakar untuk metabolisme, dan untuk menyediakan beberapa jenis vitamin yang mudah larut melalui intravena serta untuk memberikan medium untuk pemberian obat secara intravena.(aryani, et. Al. 2009). 3. Tujuan Umumnya cairan intravena di berikan untuk mencapai satu atau lebih tujuan berikut ini: a. Mempertahankan dan memngganti cairan tubuh yang mengandung air,elektrolit, vitamin, protein, lemak, dan kalori yang tidak dapat di pertahankan melalui oral b. Mengoreksi dan mencegah gangguan cairan dan elektrolit
4 11 c. Memperbaiki keseimbangan asam basa d. Memberikan transfusi darah e. Menyediakan medium untuk pemberian obat melalui intravena 4. Jenis-jenis Larutan Intravena Larutan elektrolit dianggap isotonik jika elektrolit totalnya (anonim ditambah katinon) kira-kira 310 meq/l. Larutan di anggap hipotonik jika kandungan elektrolit totalnya kurang dari 250 meq/l. Larutan di anggap hipertonik jika kandungan elektrolit totalnya kurang dari 375 meq/l. Perawat juga harus mempertimbangkan osmolalitas suatu larutan, bahwa osmolalitas plasma adalah kira-kira 300 mosm/l. a. Cairan isotonis: Cairan yang di klasifikasikan isotonik mempunyai osmolalitas total yang mendekati cairan ekstraseluler dan tidak menyebabkan seldarah merah mengkerut atau membengkak. Contohnya: 1) Saline normal (0,9% natrium klorida) 2) Ringer laktat 3) Komponen-komponen darah (albumin 5%, plasma) 4) Dextrose 5% dalam air (D5W) b. Cairan hipotonik: Tujuanya adalah untuk mengganti cairan seluler, karena larutan ini bersifat hipotonis di bandingkan dengan plasma serta untuk menyediakan air bebas untuk ekskresi sampah tubuh. Pada saat-saat tertentu, larutan natrium hipotonik di gunakan untuk mengatasihi
5 12 pernatremia dan kondisi hiper osmolar yang lain. Contohnya: 1) Salin berkekuatan menengah (Nacl 0,45%) 2) Dextrose 2,5% dalam Nacl 0,45% 3) Nacl 0,2% c. Cairan hipertonik: Larutan-larutan ini menarik air dari kompartemen intra seluler dan menyebabkan sel-sel mengkerut jika diberikan dengan cepat dan dalam jumlah besar, dapat menyebabkan kelebihan volum ekstraseluler dan mencetuskan kelebihan cairan sirkulatori dan dehidrasi. Contohnya: 1) Dekstrosa 5% dalam Nacl 0,9% 2) Dextrose 5% dalam Nacl 0,45% 3) Dextrose 10% dalam air 4) Dextrose 20% dalam air 5) Nacl 3% dan 5% 6) Larutan hiperalimentasi 7) Dextrose 5% dalam ringer laktat 8) Albumin 25 (Maria & Karunia, 2012). 5. Pemilihan Ukuran kateter Pemilihan ukuran kateter, sebaiknya dipilih sesuai dengan anatomi vena pasien. Kateter terdiri dari ukuran dengan variasi panjang dari 25 sampai 45 mm. Pada umumnya, pemilihan kateter dengan ukuran yang kecil seharusnya menjadi pilihan utama pada terapi pemasangan intravena untuk
6 13 mencegah kerusakan pada vena intima dan memastikan darah mengalir disekitar kateter dengan adekuat untuk menurunkan resiko kejadian flebitis (Dougherty, 2008). Gambar 2.1 Rekomendasi dalam pemelihan kateter (Infusion Nurse Society : standard of practice, 2006) 6. Pemilihan Lokasi Insersi Kateter Intravena Lokasi insersi kateter intravena adalah tempat pemasangan kateter intravena berdasarkan anatomi ekstremitas yaitu vena perifer yang menjadi tempat pemasangan infus yaitu: vena metacarpal, dan vena sefalilika. Secara anatomis vena sefalika terdiri dari ukuran lumen dindingnya besar, elastisitas, lapisan venanya terbentuk dari sel endhothelium yang di perkuat oleh jaringan fibrus dan di batasi oleh selapis tunggal sel epitel gepeng. Sedangkan vena metacarpal secara anatomis terdiri dari ukuran lumen dindingnya kecil,
7 14 elastisitas lapisan venanya lebih tipis, kurang kuat dan kurag elastis. Kedua lokasi ini dapat memberikan dapat memberikan kemudahan bagi perawat dalam melakukan pemasangan terapi intravena tetapi sebaliknya apabila terjadi kesalahan dalam pemasangan kateter intravena akan menyebabkan kerusakan endomethelium vena sehingga jaringan vena akan terinflamasi. (Wiranata, 2012) Menurut Gayatri, Handayani, dan Amelia (2009) menyebutkan bahwa dari hasil penelitiannya, di temukan angka ideal untuk lokasi pemasangan kateter intravena yakni 3-7cm dari persendian tangan. 7. Lama Pemasangan Terapi Intravena Menurut brooker & Gould (2003) lamanya penggunaan jarum intravena (abocath) harus di ganti paling sedikit setiap 24 jam, ganti lokasi vena yang di tusuk jarum intravena setiap 48 jam. Penelitian yang di lakukan oleh masiayati (2000) dengan judul Waktu Yang Efektif Untuk Pemasangan Infus Agar Tidak Flebitis, didapatkan angka paling besar dalam waktu pemasangan terapi intravena selama jam sebesar 60%. Menurut Tietjen, dkk (2004) mengatakan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perawatan terapi intravena: a. Rotasi rutin tempat kanula harus dilakukan setiap jam dapt mengurangi flebitis dan infeksi lokal ( teflon atau polikateter lebih baik dari pada jarum logam karena tidak menembus vena saat rotasi). b. Pada pemakaian jangka pendek(<48 jam), jarum lurus atau batterfly kurang
8 15 mengakibatkan iritasi karena terbuat dari plastik dan juga infeksi lebih rendah. c. Pada perawatan tempat pemasangan, penutupan dapat di pertahankan 72 jam asal kering (jika basah, lembab, atau lepas segera di lakukan penggantian) d. Lokasi insersi kateter harus di periksa setiap 24 jam untuk mengetahui apakah ada rasa nyeri yang timbul e. Ganti botol cairan infus sebelum habis f. Set infus harus di ganti jika terjadi kerusakan atau secara rutin setiap 3X24 jam (apabila saluran baru disambungkan, udap pusat jarum atau kateter plastik cairan infus dengan alkohol 60-90% dan sambungkan kembali dengan infus set) g. Saluran tubing yang di gunakan untuk memberikan darah, produk darah atau emulsi lemak harus di ganti setiap 24 jam. 8. Standar Prosedur Operasional (SPO) pemasangan terapi intravena 1. Cuci tangan. 2. Dekatkan alat 3. Jelaskan pada klien tentang prosedur dan sensasi yang akan dirasakan selama pemasangan infus 4. Atur posisi pasien 5. Siapkan cairan dengan menyambung botol cairan dengan selang infus dan gantungkan pada standar infus
9 16 6. Menentukan area vena yang akan di tusuk 7. Pasang alas 8. Pasang torniquet pembendung ±15 cm di atas vena yang akan di tusuk 9. Pakai sarung tangan 10. Disinfeksi area yang ditusk dengan diameter 5-10 cm 11. Tusukan IV kateter ke vena dengan jarum menghadap kejantung 12. Pastikan jarum IV masuk kevena 13. Sambungan jarum IV dengan selang infus 14. Lakukan fiksasi ujung jarum IV di tempati insersi 15. Tutup area insersi dengan kasa kering kemudian plester 16. Atur tetesan infus sesuai progam medis 17. Lepas sarung tangan 18. Pasang label pemasangan tidakan yang berisi: nama pelaksana, tanggal dan jam pelaksana 19. Bereskan alat 20. Cuci tangan 21. Observasi dan evaluasi respon pasien, catat pada dokumentasi keperawatan.
10 17 9. Komplikasi Berikut adalah komplikasi dari pemasangan terapi intravena yang dapat terjadi antara lain: a. Komplikasi sistemik: kelebihan beban cairan, emboli udara, dan septikemia. b. Komplikasi lokal: infiltrasi, flebitis, trombo flebitis dan hematoma. 10. Teori Caring Teori caring menurut Watson menyebutkan bahwa asuhan keperawatan yang diberikan berdasarkan human science and human care yang artinya bahwa fokus utama dalam keperawatan adalah pada carative factors yang bermula dari perspektif humanistik yang dikombinasikan dengan dasar pengetahuan ilmiah. Konsep carative factors kemudian dikembangkan lagi oleh Watson menjadi clinical caritas processes. Clinical caritas processes menawarkan pandangan yang lebih terbuka antara lain adalah menciptakan lingkungan healing pada seluruh tingkatan, baik fisik maupun non fisik, lingkungan yang kompleks dari energi dan kesadaran, yang memiliki keholistikan, keindahan, kenyamanan, martabat, dan kedamaian serta membantu terpenuhinya kebutuhan dasar, dengan kesadaran caring yang penuh, memberikan human care essentials, yang memunculkan penyesuaian jiwa, raga dan pikiran, keholistikan, dan kesatuan diri dalam seluruh aspek care (Muhlisin & Ichsan, 2008). Watson (2008) menjelaskan ada 4 kebutuhan yang harus dikaji oleh
11 18 perawat yaitu pertama adalah biophysical needs, kebutuhan untuk tetap hidup meliputi kebutuhan nutrisi, cairan, eliminasi, dan oksigenisasi. Kedua adalah psychophysical needs yaitu kebutuhan untuk berfungsi, meliputi kebutuhan aktifitas, aman, nyaman, seksualitas. Ketiga adalah psychosocial needs yaitu kebutuhan integritas yang meliputi kebutuhan akan penghargaan dan beraffiliasi. Dan keempat adalah intrapersonal interpersonal needs, yaitu kebutuhan untuk aktualisasi diri. Model Watson dibentuk melingkupi proses asuhan keperawatan, pemberian bantuan kepada klien dalam mencapai atau mempertahankan kesehatan. Tindakan keperawatan mengacu langsung pada pemahaman hubungan antara sehat, sakit dan perilaku manusia. Keperawatan memperhatikan peningkatan dan mengembalikan kesehatan serta mencegah terjadinya penyakit. Terapi intravena merupakan bentuk perawatan (caring) yang diberikan oleh perawat terhadap pasien untuk memenuhi kebutuhan dan meningkatkan kesehatan pasien serta mencegah terjadinya penyakit yang mungkin akan timbul, dalam hal ini adalah flebitis. Kaitannya penelitian ini dengan penjelasan diatas yaitu tugas perawat adalah membantu pemenuhan kebutuhan dasar biophysical needs yang berupa pemenuhan kebutuhan cairan dalam hal ini adalah terapi intravena. Disamping untuk memenuhi kebutuhan biophysical, perawat juga harus memperhatikan faktor lain, misalnya menciptakan lingkungan healing (sembuh), lingkungan yang nyaman baik fisik ataupun yang non fisik. Terapi intravena membutuhkan
12 19 lingkungan yang nyaman secara fisik ataupun non fisik agar tidak terjadi komplikasi yang sering terjadi yakni flebitis, karena salah satu faktor penyebab flebitis berasal dari lingkungan. Selain dari itu semua, perawat harus memiliki ilmu dalam penerapan asuhan keperawatan kepada klien. Dengan begitu perawat bisa menerapkan konsep caring kepada pasien agar pasien mendapatkan kebutuhannya yang sesuai dan terhindar dari komplikasikomplikasi yang mungkin akan muncul selama terapi intravena. B. Flebitis 1. Pengertian Flebitis merupakan infeksi nosokomial yaitu infeksi oleh mikroorganisme yang di alami oleh pasien yang diperoleh selama dirawat di rumah sakit di ikuti dengan manifestasi klinis yang muncul sekurangkurangnya 3X24 jam. (Darmadi, 2008) Flebitis merupakan peradangan pada dinding vena yang disebabkan karena iritasi kimia, bakteri maupun mekanik yang di tandai dengan nyeri, kemerahan, dan bahkan kadang sampai timbul bengkak lokal sekitar area penusukan. Secara sederhana flebitis di definisikan sebagai peradangan vena, flebitis berat hampir selalu diikuti bekuan darah atau trombus pada vena yang sakit. (darmawan, 2008). 2. Klasifikasi Flebitis
13 20 Pengklasifikasian flebitis didasarkan pada faktor penyebabnya. Ada empat kategori penyebab terjadinya flebitis yaitu kimia, mekanik, agen infeksi, dan post infus (Infusion Nursing Society, 2006) a. Flebitis kimia Kejadian flebitis ini sering di hubungkan dengan bentuk respon yang terjadi pada tunika intima vena dengan bahan kimia yang menyebabkan reaksi peradangan. Reaksi peradangan dapat terjadi akibat dari jenis cairan yang diberikan karena cairan intravena yang di berikan terlalu asam atau terlalu basa (ph kurang dari 5 atau lebih dari 9) dan disebabkan oleh cairan yang hypertonis. PH darah normal terletak anatara 7,35 7,45 dan cenderung basa. PH cairan yang diperlukan dalam pemberian terapi adalah 7 yang berarti netral ada kalanya suatu larutan di perlukan konsentrasi yang lebih asam untuk mencegah terjadinya karamelisasi dekstrosa dalam proses sterilisasi autoclaf, jadi larutan yang mengandung glukosa, asam amino, dan lipid yang biasa di gunakan dalam nutrisi parenteral lebih bersifat flebitogenik. b. Flebitis mekanik Flebitis mekanik sering dihubungkan dengan pemasangan atau lokasi pemasangan kateter intravena. Lokasi pemasangan kateter pada area fleksi lebih sering meimbulkan kejadian flebitis oleh karena pada saat ekstremitas di gerakan kateter yang terpasang ikut bergerak dan menyebabkan trauma pada dinding vena. Penggunaan ukuran kateter yang
14 21 besar pada dinding vena yang kecil juga dapat mengakibatkan terjadinya iritasi pada dinding vena. c. Flebitis bakterial Flebitis bakterial disebabkan oleh adanya kontaminasi kateter selama pemasangan serta prosedur antiseptis kulit yang buruk. (rosenthal, 2006). d. Post infus flebitis Flebitis post infus juga sering diakibatkan kejadianya sebagai akibat dari pemasangan infus. Flebitis post infus adalah peradangan pada vena yang didapatkan jam setelah pelepasan infus. Faktor yang berperan dengan kejadian flebitis post infus, antara lain: 1) Teknik pemasangan kateter yang tidak baik 2) Pada pasien dengan retardasi mental 3) Kondisi vena yang baik 4) Pemberian cairan hipertonik yang terlalu asam 5) Ukuran kateter yang terlalu besar di bandingikan dengan dinding vena yang kecil. 3. Diagnosa dan Pengenalan Tanda Flebitis Flebitis dapat didiagnosa atau dinilai melalui pengamatan visual yang dilakukan oleh perawat, berikut merupakan skor visual flebitis untuk mendapat diagnosa flebitis :
15 22 Gambar 2.2 Visual Infusion Phlebitis Score (Infusion Nursing Society, 2006) 4. Mencegah dan Mengatasi Flebitis a. Mencegah flebitis bakterial Pedoman ini menekankan pada kebersihan tangan, teknik aseptik, perawatan daerah infus serta antiseptis kulit. Walaupun lebih disukai sediaan chlorhexidine-2%, tinctura yodium, iodofor atau alkohol 70% juga bisa digunakan.
16 23 b. Selalu waspada dan jangan meremehkan teknik aseptik Stopcock sekalipun ( yang digunakan untuk penyuntikan obat atau pemberian infus IV, dan pengambilan sampel darah) merupakan jalan masuk kuman yang potensial ke dalam tubuh. Pencemaran stopcock lazim dijumpai dan terjadi kira-kira 45-50% dalam serangkaian besar kajian. c. Rotasi kanul Darmawan (2008) melaporkan hasil 4 teknik pemberian nutrisi parenteral perifer (PPN), dimana mengganti (merotasi) tempat kanula ke lengan kontralateral setiap hari pada 15 pasien menyebabkan bebas flebitis. Namun dalam uji kontrol acak yang di publikasikan oleh webster dkk (1996) disimpulkan bahwa kateter bisa di biarkan aman di tempatnya lebih dari 72 jam jika tidak ada kontraindikasi. The Centers for Disease Control and Preventation menganjurkan penggantian kateter setiap 72 jam untuk membatasi potensi infeksi. d. Aseptic dressing Di anjurkan aseptic dressing untuk mencegah flebitis, kasa steril di ganti setiap 24 jam. e. Titratable acidity Titratable acidity dari suatu larutan infus tidak pernah di pertimbangkan dalam kejadian flebitis. Titratable acidity mengukur jumlah alkali yang di butuhkan untuk menetralkan ph larutan infus. Potensi flebitis dari larutan infus tidak bisa di taksir hanya berdasarkan ph atau titratable acidity
17 24 sendiri. Bahkan pada ph 4.0, larutan glukosa 10% jarang menyebabkan perubahan karena titratable acidity-nya sangat rendah (0.16 meq/l). Dengan demikian makin rendah titratable acidity larutan infus makin rendah resiko flebitisnya. f. Heparin & hidrokortison Heparin sodium, bila ditambahkan kecairan infus sampai kadar akhir 1 unit/ml, mengurangi masalah dan menambah waktu pasang kateter. Resiko flebitis yang berhubungan dengan pemberian cairan tertentu (misal, kalium klorida, lidocaine, dan antimikrobial) juga dapat di kurangi dengan pemberian aditif IV tertentu, seperti hidrokortison. Pada uji klinis dengan pasien penyakit koroner, hidrokortison secara bermakna mengurangi kekerapan flebitis pada vena yang di infus lidokain, kalium klorida atau anti mikrobial. Pada uji acak lain heparin sendiri atau di kombinasi dengan hidrokortison telah mengurangikekerapan flebitis. Tetapi penggunaan heparin pada larutan yang mengandung lipid dapat disertai sengan pembentukan endapan kalsium. g. In-line filter In-line filter dapat mengurangi kekerapan flebitis tetapi tidak ada data yang mendukung efektivitasnya dalam mencegah infeksi yang terkait dengan alat intravaskular dan sistem infus (Darmawan, 2008).
18 25 C. Kerangka Teori Bagan kerangka teori caring Teori Caring Biophysical needs Psychophysical needs Psychosocial needs Intrapersonal interpersonal needs Keperawatan Human sciene and human care Lingkungan Flebitis Mekanik 1. Ukuran kateter 2. Lokasi insersi Flebitis Kimia 1. Jenis cairan Flebitis Bakteri 1. Lama pemasangan kateter Pemenuhan biophysical needs Terapi intravena Stresor Flebitis Sehat Manusia 1. Umur pasien 2. Kondisi penyakit pasien 3. Adaptasi pasien 4. Teknik aseptik yang buruk pada perawat 5. Jarak pemasangan intravena yang terlalu jauh dari persendian tangan 6. Pelaksanaan standar prosedur operasional (SPO) pemasangan infus Gambar 2.3 (Watson, 2008; Roshenthal, 2006; Gayatri, Handiyani & Amelia, 2007). (INS, 2006; CDC, 2002)
19 26 D. Kerangka Konsep Jenis cairan Kimia Ukuran kateter. Lokasi insersi. Lama pemasangan kateter infus Mekanik Bakteri Flebitis Pelaksanaan SPO pemasangan infus Manusia Gambar 2.4 Kerangka Konsep Penelitian E. Variabel Penelitian Variabel independen : Jenis cairan, Ukuran Kateter, Lokasi Insersi, dan Lama pemasangan kateter infus, pelaksanaan SPO pemasangan infus. Variabel dependen : Kejadian flebitis F. Hipotesis Hipotesis dalam penelitan ini adalah ada hubungan yang segnifikan antara Jenis cairan, ukuran kateter, lokasi insersi, lama pemasangan infus, dan pelaksanaan SPO pemasangan infus dengan kejadian flebitis.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. sekitar tempat kateter intravaskular dipasang (kulit bagian luar). Jika flebitis
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Flebitis 2.1.1 Definisi Flebitis Flebitis adalah daerah bengkak, kemerahan, panas, dan nyeri pada kulit sekitar tempat kateter intravaskular dipasang (kulit bagian luar). Jika
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Plebitis Pemberian terapi intravena tidak bisa lepas dari adanya komplikasi. Komplikasi yang bisa didapatkan dari pemberian terapi intravena adalah komplikasi sistemik
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Lokasi Penelitian RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan berada di wilayah Kota Pekalongan namun kepemilikannya adalah milik Pemerintah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bahasa Indonesia, kepatuhan didefinisikan sebagai kesetiaan, ketaatan atau
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kepatuhan 1.1. Pengertian Kepatuhan Menurut Adiwimarta, Maulana, & Suratman (1999) dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kepatuhan didefinisikan sebagai kesetiaan,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pemberian obat secara intravena (Smeltzer & Bare, 2001).
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pemasangan infus atau terapi intravena adalah suatu tindakan pemberian cairan melalui intravena yang bertujuan untuk menyediakan air, elektrolit, dan nutrien untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tentang Pedoman Manajerial Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan kebijakan pencegahan infeksi nosokomial di rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya. Kebijakan itu tertuang dalam Keputusan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (smeltzer, 2002). Tetapi karena terapi ini diberikan secara terus menerus dan dalam
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan terapi intravena adalah terapi yang bertujuan untuk mensuplai cairan melalui vena ketika pasien tidak mampu mendapatkan makanan, cairan elektrolik lewat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. bengkak, streak formation dan atau terabanya Venous cord
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Flebitis 2.1.1 Pengertian Flebitis merupakan inflamasi pada pembuluh darah vena yang ditandai dengan adanya daerah yang nyeri, bengkak, streak formation dan atau terabanya Venous
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kepada pasien yang membutuhkan akses vaskuler (Gabriel, 2008). Lebih
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terapi intravena adalah bagian terpenting dari sebagian terapi yang diberikan di rumah sakit, dan merupakan prosedur umum yang diberikan kepada pasien yang membutuhkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Plebitis merupakan inflamasi vena yang disebabkan baik oleh iritasi kimia maupun mekanik yang sering disebabkan oleh komplikasi dari terapi intravena. 1) Terapi interavena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap orang mempunyai kemampuan untuk merawat, pada awalnya merawat adalah instinct atau naluri.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang mempunyai kemampuan untuk merawat, pada awalnya merawat adalah instinct atau naluri. Namun merawat akan menjadi kaku, statis dan tidak berkembang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Flebitis 1. Pengertian, karakteristik dan bahaya Flebitis Flebitis merupakan inflamasi vena yang disebabkan baik oleh iritasi kimia maupun mekanik yang sering disebabkan oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (Permenkes RI No. 340/MENKES/PER/III/2010). Dalam memberikan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perseorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mendapat terapi melalui IV (Hindley,2004). Pemasangan terapi. intravena merupakan tindakan memasukan jarum (abocath)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemasangan infus atau pemberian terapi cairan intravena (IV) merupakan merupakan salah satu hal yang paling sering di jumpai pada pasien yang akan melakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. secara garis besar memberikan pelayanan untuk masyarakat berupa pelayanan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Rumah sakit sebagai salah satu bagian sistem pelayanan kesehatan yang secara garis besar memberikan pelayanan untuk masyarakat berupa pelayanan kesehatan mencakup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjalani rawat inap. ( Wahyunah, 2011). Terapi intravena berisiko untuk terjadi komplikasi lokal pada daerah pemasangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Untuk mencegah dan memperbaiki ketidak seimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh manusia diperlukan terapi intravena. Menurut Perdue dalam Hankins, Lonway,
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
38 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Gambaran umum RSI Kendal Rumah Sakit Islam Kendal terletak di Jl Ar Rahmah 17-A Weleri. Tanggal 15 Januari 1996 berdiri dibawah yayasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam tubuh manusia antara lain sebagai alat transportasi nutrien, elektrolit dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tubuh manusia sebagaimana mahluk hidup yang lain tersusun atas berbagai sistem organ, puluhan organ, ribuan jaringan dan jutaan molekul. Fungsi cairan dalam tubuh manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. spesifik, sehingga dapat dikembangkan setinggi-tingginya. Hal. ini. Ada beberapa kategori tingkat pendidikan seperti perawat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Profesi keperawatan memiliki dasar pendidikan yang spesifik, sehingga dapat dikembangkan setinggi-tingginya. Hal ini menyebabkan profesi keperawatan di Indonesia
Lebih terperinciKebutuhan cairan dan elektrolit
Kebutuhan cairan dan elektrolit Cairan adalah suatu kebutuhan pokok dan sebagian besar tubuh manusia terdiri dari cairan. Bila tubuh kehilangan cairan dalam jumlah yang besar maka akan terjadi perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemasangan infus merupakan prosedur invasif dan merupakan tindakan yang sering dilakukan di rumah sakit. Namun, hal ini tinggi resiko terjadinya infeksi yang akan menambah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa neonatus adalah masa kehidupan pertama diluar rahim sampai dengan usia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa neonatus adalah masa kehidupan pertama diluar rahim sampai dengan usia 28 hari atau satu bulan,dimana pada masa ini terjadi proses pematangan organ, penyesuaian
Lebih terperinciHUBUNGAN JENIS CAIRAN DAN LOKASI PEMASANGAN INFUS DENGAN KEJADIAN FLEBITIS PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSU PANCARAN KASIH GMIM MANADO
HUBUNGAN JENIS CAIRAN DAN LOKASI PEMASANGAN INFUS DENGAN KEJADIAN FLEBITIS PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSU PANCARAN KASIH GMIM MANADO Dede Dwi Lestari Amatus Yudi Ismanto Reginus T. Malara Program Studi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keselamatan pasien di rumah sakit adalah suatu upaya yang mendorong rumah sakit untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keselamatan pasien di rumah sakit adalah suatu upaya yang mendorong rumah sakit untuk memberikan pelayanan kesehatan yang aman dan berkualitas tinggi. Panduan
Lebih terperinciBab IV. Hasil dan Pembahasan
Bab IV Hasil dan Pembahasan A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi umum lokasi penelitian Penelitian ini dilakukan pada 5 bangsal yang bernama bangsal Firdaus, bangsal Naim, bangsa Wardah, bangsal Zaitun, dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dirumah sakit merupakan bentuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dirumah sakit merupakan bentuk pelayanan yang di berikan kepada pasien melibatkan tim multi disiplin termasuk tim keperawatan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mutu pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasaan rata-rata serata
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORI
BAB II TINJAUAN TEORI A. Phlebitis 1. Pengertian Dalam pemberian terapi intravena tidak bisa lepas dari adanya komplikasi. Komplikasi yang bisa didapatkan dari pemberian terapi intravena adalah komplikasi
Lebih terperinciFAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PLEBITIS DI RUANG ANAK RSUD DR. R. SOETRASNO REMBANG
FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PLEBITIS DI RUANG ANAK RSUD DR. R. SOETRASNO REMBANG Sri Hartni, Siti Fatimah ABSTRAK Latar belakang menurut Hinlay dalam Haji (2010) sebanyak 60 % pasien yang dilakukan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORI
BAB II TINJAUAN TEORI A. Phlebitis 1. Pengertian Plebitis merupakan salah satu komplikasi dari pemberian therapi intra vena. Komplikasi dari pemberian therapi intravena bisa bersifat sistemik dan lokal.
Lebih terperinciHUBUNGAN TERAPI CAIRAN INTRAVENA TERHADAP KEJADIAN PHLEBITIS DI IRNA BEDAH RSUD SELASIH KABUPATEN PELALAWAN. Neneng Fitria Ningsih S.Kep.M.
HUBUNGAN TERAPI CAIRAN INTRAVENA TERHADAP KEJADIAN PHLEBITIS DI IRNA BEDAH RSUD SELASIH KABUPATEN PELALAWAN Neneng Fitria Ningsih S.Kep.M.Biomed Dosen S1 Keperawatan STIKes Tuanku Tambusai Riau ABSTRACT
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA A.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Phlebitis 1. Pengertian Phlebitis Phlebitis adalah inflamasi pembuluh darah vena yang disebabkan karena iritasi kimia dan mekanik, ditandai dengan adanya daerah yang memerah
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Dasar Pengetahuan Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil dari tahu dan ini telah terjadi setelah orang melakukan pengindraan suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi
Lebih terperinciPengertian. Tujuan. Ditetapkan Direktur Operasional STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL. Tanggal Terbit 15 Februari 2011
LAMPIRAN RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA UNIT 2 Jl. Wates Km 5.5 Gamping, Sleman-55294 Telp 0274 6499706 Fax. 6499727 No Dokumen : Kep. 032/II/2011 MEMASANG INFUS No Revisi : 0 Halaman : 37 / 106 STANDAR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semua pasien yang dirawat di rumah rakit setiap tahun 50%
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semua pasien yang dirawat di rumah rakit setiap tahun 50% mendapat terapi intravena (IV). Namun, terapi IV terjadi di semua lingkup pelayanan di rumah sakit yakni IGD,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Terapi intravena (IV) merupakan terapi medis yang dilakukan secara invasif
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Terapi Intravena 2.1.2 Definisi Terapi intravena (IV) merupakan terapi medis yang dilakukan secara invasif dengan menggunakan metode yang efektif untuk mensuplay cairan, elektrolit,
Lebih terperinciPENCEGAHAN INFEKSI ALIRAN DARAH PRIMER (IADP) (Rana Suryana SKep. Medical Dept. PT Widatra Bhakti)
PENCEGAHAN INFEKSI ALIRAN DARAH PRIMER (IADP) (Rana Suryana SKep. Medical Dept. PT Widatra Bhakti) I. Pendahuluan Penggunaan peralatan intravaskular (IV) tidak dapat dihindari pada pelayanan rumah sakit
Lebih terperinciABSTRAK HUBUNGAN PEMBERIAN INJEKSI INTRAVENA DENGAN KEJADIAN PHLEBITIS DI RUANG PERAWATAN ANAK RUMAH SAKIT TK II PELAMONIA MAKASSAR.
ABSTRAK HUBUNGAN PEMBERIAN INJEKSI INTRAVENA DENGAN KEJADIAN PHLEBITIS DI RUANG PERAWATAN ANAK RUMAH SAKIT TK II PELAMONIA MAKASSAR Hasriani Azis Pada tahun 2012 diperoleh data di Rumah Sakit TK II Pelamonia,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengetahuan Perawat Tentang Pemasangan Terapi. kesehatan lain sesuai dengan kewenanganya (Depkes RI,
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan Perawat Tentang Pemasangan Terapi Intravena / Infus Perawat profesional adalah perawat yang bertanggung jawab dan berwewenang memberikan pelayanan keperawatan secara
Lebih terperinciPERBEDAAN NYERI PERSALINAN KALA I FASE AKTIF PADA IBU PRIMIPARA DAN MULTIPARA TERHADAP TERAPI AKUPRESUR
LAPORAN PENELITIAN PERBEDAAN NYERI PERSALINAN KALA I FASE AKTIF PADA IBU PRIMIPARA DAN MULTIPARA TERHADAP TERAPI AKUPRESUR Disusun oleh: YETTI ENIKA YULIANI NIM. 1211166111 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
Lebih terperinciPENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP SIKAP PASIEN DALAM PENGGANTIAN POSISI INFUS DI RUANG SHOFA RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH LAMONGAN
PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP SIKAP PASIEN DALAM PENGGANTIAN POSISI INFUS DI RUANG SHOFA RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH LAMONGAN Sri Hananto Ponco Nugroho Prodi S1 Keperawatan STIKES.......ABSTRAK.....
Lebih terperinciSTANDART OPERASIONAL PROSEDUR PEMBERIAN NUTRISI PARENTERAL SOP
STANDART OPERASIONAL PROSEDUR PEMBERIAN NUTRISI PARENTERAL SOP Untuk memenuhi tugas matakuliah Keperawatan Medikal Bedah I yang dibina oleh Bapak Rudi Hamarno, M.Kep Oleh Kelompok 11 Pradnja Paramitha
Lebih terperinciDAMPAK TERAPI INTRAVENA PADA BALITA BERDASAR VIP (VISUAL INFUSION PHLEBITIS) SCORE
DAMPAK TERAPI INTRAVENA PADA BALITA BERDASAR VIP (VISUAL INFUSION PHLEBITIS) SCORE (The Effects of Intravenous Therapy in Infants Based on the VIP (Visual Infusion Phlebitis) Score) Hernantika Rahmawati
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Demografi Responden Penelitian
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Demografi Responden Penelitian Di dalam penelitian ini terdapat dua kategori responden yaitu 42 orang perawat dan 42 orang pasien yang sedang mendapatkan
Lebih terperinciUPAYA PERAWAT DALAM PENCEGAHAN PHLEBITIS PADA PASIEN DI RUMAH SAKIT BAPTIS KEDIRI
Jurnal STIKES Vol. 7, No.2, Desember 2014 UPAYA PERAWAT DALAM PENCEGAHAN PHLEBITIS PADA PASIEN DI RUMAH SAKIT BAPTIS KEDIRI NURSE S IMPLEMENTATION IN PREVENTION OF PHLEBITIS TO PATIENTS IN BAPTIST HOSPITAL
Lebih terperinciOBEDIENCE OF NURSE IN IMPLEMENTING STANDART OPERATING PROCEDURE OF INFUSION INSERTION WITH THE PHLEBITIS
Kepatuhan Perawat dalam Melaksanakan Standar Prosedur Operasional Pemasangan Infus terhadap Phlebitis Ince Maria, Erlin Kurnia KEPATUHAN PERAWAT DALAM MELAKSANAKAN STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PEMASANGAN
Lebih terperinciMODUL PRAKTIK KLINIK KETRAMPILAN DASAR KEBIDANAN
MODUL PRAKTIK KLINIK KETRAMPILAN DASAR KEBIDANAN 2015 A K A D E M I K E B I D A N A N G R I Y A H U S A D A S U R A B A Y A KETERAMPILAN KLINIK INJEKSI I. DISKRIPSI MODUL Pendahuluan Tujuan Metode Penuntun
Lebih terperinciTabel 2.3 Pungsi Vena dengan Menggunakan Jarum Berlapis Kateter Plastik
100 101 Lampiran 1. Tabel 2.3 Pungsi Vena dengan Menggunakan Jarum Berlapis Kateter Plastik Langkah-Langkah 1. Observasi tanda dan gejala yang mengindikasikan keseimbangan cairan dan elektrolit a. mata
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di rumah sakit. Anak biasanya merasakan pengalaman yang tidak menyenangkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadaan sakit pada anak usia prasekolah dan anak usia sekolah banyak ditemui di rumah sakit. Anak biasanya merasakan pengalaman yang tidak menyenangkan selama dirawat
Lebih terperinciMODUL KETERAMPILAN KLINIK ASUHAN KEBIDANAN
MODUL KETERAMPILAN KLINIK ASUHAN KEBIDANAN AKADEMI KEBIDANAN GRIYA HUSADA SURABAYA PROGRAM STUDI D-III KEBIDANAN TAHUN 2013 i KATA PENGANTAR Dengan memanjadkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (Sumijatun, 2010). Tantangan ini memaksa rumah sakit untuk mengembangkan
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rumah Sakit Rumah sakit merupakan tatanan pemberi jasa layanan kesehatan memiliki peran yang strategis dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di Indonesia (Sumijatun,
Lebih terperinciJURNAL STIKES. ISSN Volume 7, Nomor 1, Juli 2014, halaman DAFTAR ISI
JURNAL STIKES ISSN 2085-0921 Volume 7, Nomor 1, Juli 2014, halaman 1 102 DAFTAR ISI Pentingnya Sikap Pasien yang Positif dalam Pengelolaan Diabetes Mellitus Dotik Febriani Tri Sulistyarini Penurunan Kemampuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penangan oleh tim kesehatan. Penanganan yang diberikan salah satunya berupa
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasien yang menjalani rawat inap di rumah sakit perlu mendapatkan penangan oleh tim kesehatan. Penanganan yang diberikan salah satunya berupa pemasangan infus atau
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Terapi. Terapi Intravena (IV) adalah menempatkan cairan steril melalui jarum, langsung
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terapi Intravena (Infus) 2.1.1 Pengertian Terapi Intravena (Infus) Terapi Intravena (IV) adalah menempatkan cairan steril melalui jarum, langsung ke vena pasien. Biasanya cairan
Lebih terperinciHUBUNGAN PERAWATAN INFUS DENGAN TERJADINYA FLEBITIS PADA PASIEN YANG TERPASANG INFUS. Sutomo
HUBUNGAN PERAWATAN INFUS DENGAN TERJADINYA FLEBITIS PADA PASIEN YANG TERPASANG INFUS Sutomo Program Studi Profesi NERS, STIKES Dian Husada Mojokerto Email : sutomo.ners@gmail.com ABSTRAK Mempertahankan
Lebih terperinciDAFTAR RIWAYAT HIDUP. : Ade Indriya Tempat/Tanggal Lahir : Medan / 15 Januari : TASBI blok J No. 12, Medan
Lampiran 1 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : Ade Indriya Tempat/Tanggal Lahir : Medan / 15 Januari 1991 Agama : Islam Alamat : TASBI blok J No. 12, Medan Riwayat Pendidikan : 1. Sekolah Dasar Swasta Bhayangkari
Lebih terperinciTEORI CARING JEAN WATSON
TEORI CARING JEAN WATSON Disusun Oleh Kelompok I Etty sugiarti Desak made Helena haposan Linda maria Norbert alexius abatan Siti fatimah widyarni Valentina yuhnita SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SINT CAROLUS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang. Seperti halnya di Indonesia, penyakit infeksi masih merupakan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini telah terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. sakit (infeksi Nosokomial) adalah infeksi yang tidak ada atau berinkubasi pada saat
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Flebitis Infeksi flebitis merupakan salah satu dari infeksi nosokomial.menurut Bennet & Brachman (dalam Gould D & Brooker C, 2003), infeksi yang didapat dirumah sakit (infeksi
Lebih terperinciPANDUAN PENANGANAN, PENGGUNAAN DAN PEMBERIAN DARAH DAN PRODUK DARAH RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN LAMPUNG
PANDUAN PENANGANAN, PENGGUNAAN DAN PEMBERIAN DARAH DAN PRODUK DARAH RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN LAMPUNG 2 0 1 5 BAB I DEFINISI Transfusi darah adalah pemindahan darah dari donor ke dalam peredaran
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Keterampilan Keterampilan berasal dari kata terampil yang berarti cakap, mampu, dan cekatan. Iverson (2001) mengatakan keterampilan membutuhkan pelatihan dan kemampuan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan infus set (Potter & Perry, 2005). Teknik penusukan vena melalui
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemasangan Infus 2.1.1. Definisi Pemberian cairan intravena (infus) adalah memasukan cairan atau obat langsung ke dalam pembuluh darah vena dalam jumlah dan waktu tertentu dengan
Lebih terperinciPENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP SIKAP PASIEN DALAM PENGGANTIAN POSISI INFUS DI RUANG SHOFA RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH LAMONGAN
PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP SIKAP PASIEN DALAM PENGGANTIAN POSISI INFUS DI RUANG SHOFA RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH LAMONGAN Sri Hananto Ponco Nugroho.......ABSTRAK..... Banyak faktor yang mempengaruhi
Lebih terperinci1 GAMBARAN PERILAKU PERAWAT DALAM PENCEGAHAN TERJADINYA FLEBITIS DI RUANG RAWAT INAP RS. BAPTIS KEDIRI
1 GAMBARAN PERILAKU PERAWAT DALAM PENCEGAHAN TERJADINYA FLEBITIS DI RUANG RAWAT INAP RS. BAPTIS KEDIRI DESCRIPTION OF NURSE IN THE PREVENTION OF BEHAVIOR IN THE EVENT OF PLEBITIS INPATIENT KEDIRI BAPTIST
Lebih terperinciKonsep Pemberian Cairan Infus
Konsep Pemberian Cairan Infus Cairan intravena (intravenous fluids infusion) adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh, melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk menggantikan
Lebih terperinciPHLEBOTOMY. Oleh. Novian Andriyanti ( ) PSIK Reguler 2. Fakultas Kedokteran. Universitas Brawijaya. Malang
PHLEBOTOMY Oleh Novian Andriyanti (125070200111036) PSIK Reguler 2 Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang 2013 Komplikasi Phlebotomy Phlebotomy ternyata juga dapat mengakibatkan komplikasi pada
Lebih terperinciRUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI. Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) , Fax (0721)
PANDUAN CUCI TANGAN RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) 787799, Fax (0721) 787799 Email : rsia_pbh2@yahoo.co.id BAB I DEFINISI Kebersihan
Lebih terperinciSediaan Parenteral Volume Besar Sediaan Parenteral Volume Kecil. 07/10/2013 follow
Sediaan Parenteral Volume Besar Sediaan Parenteral Volume Kecil 1 Pendahuluan Pemberian cairan dalam volume besar langsung ke sirkulasi tubuh memiliki faktor risiko penyerta yang jauh lebih tinggi. Karenanya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kompetitif, toksin, replikasi intra seluler atau reaksi antigen-antibodi.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi adalah proses invasif oleh mikroorganisme dan berproliferasi didalam tubuh yang menyebabkan sakit (Potter & Perry, 2005). Infeksi adalah invasi tubuh oleh mikroorganisme
Lebih terperinciHUBUNGAN JARAK PEMASANGAN TERAPI INTRAVENA DARI PERSENDIAN TERHADAP WAKTU TERJADINYA FLEBITIS*
PENELITIAN 1 HUBUNGAN JARAK PEMASANGAN TERAPI INTRAVENA DARI PERSENDIAN TERHADAP WAKTU TERJADINYA FLEBITIS* Dewi Gayatri, Hanny Handiyani** Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan
Lebih terperinciHUBUNGAN LAMANYA PEMASANGAN KATETER INTRAVENA DENGAN KEJADIAN FLEBITIS DI RUANG PENYAKIT DALAM RSU JEND. A. YANI METRO TAHUN 2013
JURNAL KESEHATAN HOLISTIK Vol 8, No 2, April 2014 : 89-93 HUBUNGAN LAMANYA PEMASANGAN KATETER INTRAVENA DENGAN KEJADIAN FLEBITIS DI RUANG PENYAKIT DALAM RSU JEND. A. YANI METRO TAHUN 2013 Bambang Hirawan
Lebih terperinciKekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan
F. KEPERAWATAN Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan Kaji TTV, catat perubahan TD (Postural), takikardia, demam. Kaji turgor kulit, pengisian kapiler dan
Lebih terperinciTERAPI CAIRAN MAINTENANCE. RSUD ABDUL AZIS 21 April Partner in Health and Hope
TERAPI CAIRAN MAINTENANCE RSUD ABDUL AZIS 21 April 2015 TERAPI CAIRAN TERAPI CAIRAN RESUSITASI RUMATAN Kristaloid Koloid Elektrolit Nutrisi Mengganti Kehilangan Akut Koreksi 1. Kebutuhan normal 2. Dukungan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Standar Operasional Prosedur (SOP) Pemasangan Infus. kerja tertentu (Perry dan Potter (2005).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Standar Operasional Prosedur (SOP) Pemasangan Infus 1. Pengertian SOP Suatu standar / pedoman tertulis yang dipergunakan untuk mendorong dan menggerakkan suatu kelompok untuk
Lebih terperinciINDONESIA HEALTHCARE FORUM Bidakara Hotel, Jakarta WEDNESDAY, 3 February 2016
AKSES VASKULAR INDONESIA HEALTHCARE FORUM Bidakara Hotel, Jakarta WEDNESDAY, 3 February 2016 TUJUAN : Peserta mengetahui tentang pentingnya akses vaskular. Peserta mengetahui tentang jenis akses vaskular.
Lebih terperinciFARMASI FORENSIK KASUS MALPRAKTIK
FARMASI FORENSIK KASUS MALPRAKTIK Oleh : MADE CHANDRA WRASMITHA DEWI 0708505068 JURUSAN FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA BUKIT JIMBARAN 2010 KASUS Seorang warga
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan manusia tidak dapat lepas dari keberadaan mikroorganisme. Lingkungan di mana manusia hidup terdiri dari banyak jenis dan spesies mikroorganisme. Mikroorganisme
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (WHO, 2002). Infeksi nosokomial (IN) atau hospital acquired adalah
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1.Infeksi nosokomial 1.1 Pengertian infeksi nosokomial Nosocomial infection atau yang biasa disebut hospital acquired infection adalah infeksi yang didapat saat klien dirawat di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah sakit adalah suatu organisasi pelayanan sosial kemanusiaan. Secara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit adalah suatu organisasi pelayanan sosial kemanusiaan. Secara aktual pelayanan rumah sakit telah berkembang menjadi suatu industri yang berbasis pada prinsip
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terapi Intravena 2.1.1. Definisi Pemasangan kateter intravena adalah menempatkan cairan steril melalui jarum langsung ke vena pasien. Biasanya cairan steril mengandung elektrolit
Lebih terperinciSOP PERAWATAN LUKA GANGREN
SOP PERAWATAN LUKA GANGREN A. Alat dan Bahan Steril 1. Bak Instrument 1 buah 2. Pinset Anatomi 1 buah 3. Pinset Chirurgis 1 buah 4. Gunting 1 buah 5. Handschoon 1 pasang 6. Kasa, deppers 7. Korentang dalam
Lebih terperinciPROSEDUR PEMBERIAN MEDIKASI (OBAT)
PROSEDUR PEMBERIAN MEDIKASI (OBAT) A. Definisi Prosedur dan pemeriksaan khusus dalam keperawatan merupakan bagian dari tindakan untuk mengatasi masalah kesehatan yang dilaksanakan secara rutin. Perawatan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Kepatuhan 2.1.1 Defenisi Kepatuhan Kepatuhan perawat profesional adalah sejauh mana perilaku seorang perawat sesuai dengan ketentuan yang telah diberikan pimpinan perawat
Lebih terperinciFAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA PLEBITIS DI RSUD UNGARAN KABUPATEN SEMARANG ABSTRAK
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA PLEBITIS DI RSUD UNGARAN KABUPATEN SEMARANG Titin Nurhasanah*), Faridah Aini**), Abdul Wakhid***) *) Mahasiswa Program Studi Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo
Lebih terperinciHUBUNGAN PENGETAHUAN PASIEN TENTANG TERAPI INFUS (INTRAVENA) DENGAN KEJADIAN FLEBITIS DI IRINA A BAWAH RSUP PROF. DR. R. D.
HUBUNGAN PENGETAHUAN PASIEN TENTANG TERAPI INFUS (INTRAVENA) DENGAN KEJADIAN FLEBITIS DI IRINA A BAWAH RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO Febrianty J. Lumolos Mulyadi Abram Babakal Program Studi Ilmu Keperawatan
Lebih terperinciPROSEDUR PENGUKURAN TEKANAN VENA SENTRAL
PROSEDUR PENGUKURAN TEKANAN VENA SENTRAL 1. Tujuan Pembelajaran Setelah mengikuti proses pembelajaran tentang pengukuran tekanan vena sentral, mahasiswa mampu melakukan prosedur pengukuran tekanan vena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan di seluruh dunia, terlebih lagi di negara berkembang seperti Indonesia. Penyakit infeksi didapatkan dengan
Lebih terperinciPERBANDINGAN ANGKA KEJADIAN FLEBITIS PADA PEMASANGAN KATETER INTRAVENA PADA TANGAN DOMINAN DENGAN NONDOMINAN DI RUMAH SAKIT PARU
PERBANDINGAN ANGKA KEJADIAN FLEBITIS PADA PEMASANGAN KATETER INTRAVENA PADA TANGAN DOMINAN DENGAN NONDOMINAN DI RUMAH SAKIT PARU dr. ARIO WIRAWAN SALATIGA SKRIPSI Disusun Oleh: Tino Dianto 462008004 PROGRAM
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. sekaligus tempat perawatan bagi orang sakit. Menurut Hanskins et al (2004)
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rumah sakit merupakan suatu tempat pelayanan kesehatan dan sekaligus tempat perawatan bagi orang sakit. Menurut Hanskins et al (2004) mengatakan bahwa sekitar
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dari 12% pasien yang ada di rumah sakit akan terpasang kateter (Rahmawati,
BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kateterisasi perkemihan adalah tindakan memasukkan selang karet atau plastik melalui uretra ke dalam kandung kemih untuk mengeluarkan air kemih yang terdapat di dalamnya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Phlebitis 1. Pengertian Phlebitis Phlebitis didefinisikan sebagai inflamasi vena yang disebabkan oleh iritasi kimia maupun mekanik. Hal ini ditunjukkan dengan adanya daerah
Lebih terperinciFAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA PHLEBITIS DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK II. H.S. SAMSOERI MERTOJOSO SURABAYA
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA PHLEBITIS DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK II. H.S. SAMSOERI MERTOJOSO SURABAYA Factors That Effect The Nosokomial Phlebitis Infections in Hospital Bhayangkara TK II. H.S.
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Rumah Sakit Umum Kotamadya Gorontalo. Awalnya berupa satu gedung yang
27 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Rumah Sakit Umum Daerah Prof.Dr.H. Aloei Saboe Kota Gorontalo pertama kali dibangun pada tahun 1926
Lebih terperinciPENGAMBILAN SAMPLE DARAH M A R C H
D 4 A N A L I S K E S E H ATA N PENGAMBILAN SAMPLE DARAH A S S Y FA U LT I I S K A N D A R G 1 C 0 1 5 0 3 7 M A R C H 2 0 1 6 CLICK HERE FROM FIRST PENGUMPULAN SAMPEL DARAH PROSEDUR PENGAMBILAN DARAH
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KESESUAIAN UKURAN DAN LETAK PEMASANGAN INTRAVENA CATHETER TERHADAP KEJADIAN PHLEBITIS DI RSUD UNGARAN
HUBUNGAN ANTARA KESESUAIAN UKURAN DAN LETAK PEMASANGAN INTRAVENA CATHETER TERHADAP KEJADIAN PHLEBITIS DI RSUD UNGARAN *Rizka Oktyaningrum **Priyanto, S.Kep, Umi Aniroh *Mahasiswa STIKES Ngudi Waluyo Ungaran
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. sistem kardiovaskular dalam keadaan optimal yaitu dapat menghasilkan aliran
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tujuan dari terapi cairan perioperatif adalah menyediakan jumlah cairan yang cukup untuk mempertahankan volume intravaskular yang adekuat agar sistem kardiovaskular
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Propofol adalah obat intravena paling sering digunakan anestesi saat ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Propofol adalah obat intravena paling sering digunakan anestesi saat ini Percobaan klinis pertama, oleh Kay dan Rolly dan dilaporkan pada tahun 1977, menegaskan
Lebih terperinciHUBUNGAN TINGKAT KOMPETENSI PADA ASPEK KETRAMPILAN PEMASANGAN INFUS DENGAN ANGKA KEJADIAN PLEBITIS DI RSUD BANYUDONO KABUPATEN BOYOLALI
HUBUNGAN TINGKAT KOMPETENSI PADA ASPEK KETRAMPILAN PEMASANGAN INFUS DENGAN ANGKA KEJADIAN PLEBITIS DI RSUD BANYUDONO KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat Untuk meraih gelar Sarjana
Lebih terperinciHubungan Prosedur Pemasangan Infus dengan Kejadian Plebitis Di Rumah Sakit Umum Kabupaten Majene
Hubungan Prosedur Pemasangan Infus dengan Kejadian Plebitis Di Rumah Sakit Umum Kabupaten Majene Sastriani STIKES MARENDENG ABSTRAK Pencegahan dan kontrol infeksi penting untuk menciptakan lingkungan pelayanan
Lebih terperinci