BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Standar prosedur operasional (SPO) pemasangan infus. kerja tertentu (perry and potter, 2005)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Standar prosedur operasional (SPO) pemasangan infus. kerja tertentu (perry and potter, 2005)"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Terapi Intravena 1. Standar prosedur operasional (SPO) pemasangan infus a. Pengertian SPO Suatu standar atau pedoman tertulis yang di pergunakan untuk mendorong dan menggerakan suatu kelompok untuk mencapai tujuan organisasi. Standar prosedur operasional merupakan tatacara atau tahapan yang di bakukan dan yang harus di lalui untuk menyelesaikan suatu proses kerja tertentu (perry and potter, 2005) SPO pemasangan infus langkah-langkah prosedur untuk memasukan cairan secara parenteral dengan menggunakan intravenous kateter melalui intravena. b. Tujuan SPO 1) Petugas atau pegawai menjaga konsistensi dan tingkat kinerja petugas atau pegawai atau tim dalam organisasi atau unit kerja. 2) Mengetahui dengan jelas peran dan fungsi tiap-tiap posisi dalam organisasi 3) Memperjelas alur tugas, wewenang dan tanggung jawab dari petugas atau pegai terkait 8

2 9 4) Melindungi organisasi atau unit kerja dan pegawai atau petugas dari malpraktik atau kesalahan administrasi lainya. 5) Untuk menghindari kegagalan atau kesalahan, keraguan, duplikasi, dan inefisiensi. c. Fungsi SPO 1) Memperlancar tugas petugas/pegawai atau tim/unit kerja 2) Sebagai dasar hukum bila terjadi penyimpangan 3) Mengetahui dengan jelas hambatan-hambatanya dan mudah dilacak 4) Mengarahkan petugas atau pegawai untuk sama-sama disiplin dalam bekerja d. Kapan SPO diperlukan 1) SPO harus sudah ada sebelum suatu pekerjaan dilakukan 2) SPO digunakan untuk menilai apakah pekerjaan tersebut sudah dilakukan dengan baik atau tidak 3) Uji SPO sebelum dijalankan, lakukan revisi jika ada langkah kerja yang dapat mempengaruhi lingkungan kerja. e. Keuntungan adanya SPO 1) SPO yang baik akan menjadi pedoman bagi pelaksana, menjadi alat komunikasi, pengawasan, dan menjadikan pekerjaan diselesaikan secara konsisten 2) Para pegawai akan lebih percaya diri daam bekerja dan tahu apa yang harus di capai dalam setiap pekerjaan

3 10 3) SPO juga di pergunakan sebagai salah satu alat training dan bisa dipergunakan untuk mengukur kinerja pegawai. 2. Pengertian pemasangan terapi intravena Menurut Edward (2011) pemasangan terapi intravena merupakan tindakan memasukan jarum (abocath) melalui transkutan yang kemudian disambungkan dengan selang infus. Terapi cairan intravena merupakan terapi pemberian cairan untuk penggantian cairan, pemberian obat, dan penyedianaan nutrien jika tidak ada pemberian dengan cara lain (Smeltzer & Bare, 2001). Terapi intravena adalah terapi yang bertujuan untuk mensuplai cairan melalui vena ketika pasien tidak mampu mendapatkan makanan, cairan elektrolit lewat mulut, untuk menyediakan kebutuhan garam untuk menjaga kebutuhan cairan, untuk menyediakan kebutuhan gula(glukose/dekstrosa) sebagai bahan bakar untuk metabolisme, dan untuk menyediakan beberapa jenis vitamin yang mudah larut melalui intravena serta untuk memberikan medium untuk pemberian obat secara intravena.(aryani, et. Al. 2009). 3. Tujuan Umumnya cairan intravena di berikan untuk mencapai satu atau lebih tujuan berikut ini: a. Mempertahankan dan memngganti cairan tubuh yang mengandung air,elektrolit, vitamin, protein, lemak, dan kalori yang tidak dapat di pertahankan melalui oral b. Mengoreksi dan mencegah gangguan cairan dan elektrolit

4 11 c. Memperbaiki keseimbangan asam basa d. Memberikan transfusi darah e. Menyediakan medium untuk pemberian obat melalui intravena 4. Jenis-jenis Larutan Intravena Larutan elektrolit dianggap isotonik jika elektrolit totalnya (anonim ditambah katinon) kira-kira 310 meq/l. Larutan di anggap hipotonik jika kandungan elektrolit totalnya kurang dari 250 meq/l. Larutan di anggap hipertonik jika kandungan elektrolit totalnya kurang dari 375 meq/l. Perawat juga harus mempertimbangkan osmolalitas suatu larutan, bahwa osmolalitas plasma adalah kira-kira 300 mosm/l. a. Cairan isotonis: Cairan yang di klasifikasikan isotonik mempunyai osmolalitas total yang mendekati cairan ekstraseluler dan tidak menyebabkan seldarah merah mengkerut atau membengkak. Contohnya: 1) Saline normal (0,9% natrium klorida) 2) Ringer laktat 3) Komponen-komponen darah (albumin 5%, plasma) 4) Dextrose 5% dalam air (D5W) b. Cairan hipotonik: Tujuanya adalah untuk mengganti cairan seluler, karena larutan ini bersifat hipotonis di bandingkan dengan plasma serta untuk menyediakan air bebas untuk ekskresi sampah tubuh. Pada saat-saat tertentu, larutan natrium hipotonik di gunakan untuk mengatasihi

5 12 pernatremia dan kondisi hiper osmolar yang lain. Contohnya: 1) Salin berkekuatan menengah (Nacl 0,45%) 2) Dextrose 2,5% dalam Nacl 0,45% 3) Nacl 0,2% c. Cairan hipertonik: Larutan-larutan ini menarik air dari kompartemen intra seluler dan menyebabkan sel-sel mengkerut jika diberikan dengan cepat dan dalam jumlah besar, dapat menyebabkan kelebihan volum ekstraseluler dan mencetuskan kelebihan cairan sirkulatori dan dehidrasi. Contohnya: 1) Dekstrosa 5% dalam Nacl 0,9% 2) Dextrose 5% dalam Nacl 0,45% 3) Dextrose 10% dalam air 4) Dextrose 20% dalam air 5) Nacl 3% dan 5% 6) Larutan hiperalimentasi 7) Dextrose 5% dalam ringer laktat 8) Albumin 25 (Maria & Karunia, 2012). 5. Pemilihan Ukuran kateter Pemilihan ukuran kateter, sebaiknya dipilih sesuai dengan anatomi vena pasien. Kateter terdiri dari ukuran dengan variasi panjang dari 25 sampai 45 mm. Pada umumnya, pemilihan kateter dengan ukuran yang kecil seharusnya menjadi pilihan utama pada terapi pemasangan intravena untuk

6 13 mencegah kerusakan pada vena intima dan memastikan darah mengalir disekitar kateter dengan adekuat untuk menurunkan resiko kejadian flebitis (Dougherty, 2008). Gambar 2.1 Rekomendasi dalam pemelihan kateter (Infusion Nurse Society : standard of practice, 2006) 6. Pemilihan Lokasi Insersi Kateter Intravena Lokasi insersi kateter intravena adalah tempat pemasangan kateter intravena berdasarkan anatomi ekstremitas yaitu vena perifer yang menjadi tempat pemasangan infus yaitu: vena metacarpal, dan vena sefalilika. Secara anatomis vena sefalika terdiri dari ukuran lumen dindingnya besar, elastisitas, lapisan venanya terbentuk dari sel endhothelium yang di perkuat oleh jaringan fibrus dan di batasi oleh selapis tunggal sel epitel gepeng. Sedangkan vena metacarpal secara anatomis terdiri dari ukuran lumen dindingnya kecil,

7 14 elastisitas lapisan venanya lebih tipis, kurang kuat dan kurag elastis. Kedua lokasi ini dapat memberikan dapat memberikan kemudahan bagi perawat dalam melakukan pemasangan terapi intravena tetapi sebaliknya apabila terjadi kesalahan dalam pemasangan kateter intravena akan menyebabkan kerusakan endomethelium vena sehingga jaringan vena akan terinflamasi. (Wiranata, 2012) Menurut Gayatri, Handayani, dan Amelia (2009) menyebutkan bahwa dari hasil penelitiannya, di temukan angka ideal untuk lokasi pemasangan kateter intravena yakni 3-7cm dari persendian tangan. 7. Lama Pemasangan Terapi Intravena Menurut brooker & Gould (2003) lamanya penggunaan jarum intravena (abocath) harus di ganti paling sedikit setiap 24 jam, ganti lokasi vena yang di tusuk jarum intravena setiap 48 jam. Penelitian yang di lakukan oleh masiayati (2000) dengan judul Waktu Yang Efektif Untuk Pemasangan Infus Agar Tidak Flebitis, didapatkan angka paling besar dalam waktu pemasangan terapi intravena selama jam sebesar 60%. Menurut Tietjen, dkk (2004) mengatakan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perawatan terapi intravena: a. Rotasi rutin tempat kanula harus dilakukan setiap jam dapt mengurangi flebitis dan infeksi lokal ( teflon atau polikateter lebih baik dari pada jarum logam karena tidak menembus vena saat rotasi). b. Pada pemakaian jangka pendek(<48 jam), jarum lurus atau batterfly kurang

8 15 mengakibatkan iritasi karena terbuat dari plastik dan juga infeksi lebih rendah. c. Pada perawatan tempat pemasangan, penutupan dapat di pertahankan 72 jam asal kering (jika basah, lembab, atau lepas segera di lakukan penggantian) d. Lokasi insersi kateter harus di periksa setiap 24 jam untuk mengetahui apakah ada rasa nyeri yang timbul e. Ganti botol cairan infus sebelum habis f. Set infus harus di ganti jika terjadi kerusakan atau secara rutin setiap 3X24 jam (apabila saluran baru disambungkan, udap pusat jarum atau kateter plastik cairan infus dengan alkohol 60-90% dan sambungkan kembali dengan infus set) g. Saluran tubing yang di gunakan untuk memberikan darah, produk darah atau emulsi lemak harus di ganti setiap 24 jam. 8. Standar Prosedur Operasional (SPO) pemasangan terapi intravena 1. Cuci tangan. 2. Dekatkan alat 3. Jelaskan pada klien tentang prosedur dan sensasi yang akan dirasakan selama pemasangan infus 4. Atur posisi pasien 5. Siapkan cairan dengan menyambung botol cairan dengan selang infus dan gantungkan pada standar infus

9 16 6. Menentukan area vena yang akan di tusuk 7. Pasang alas 8. Pasang torniquet pembendung ±15 cm di atas vena yang akan di tusuk 9. Pakai sarung tangan 10. Disinfeksi area yang ditusk dengan diameter 5-10 cm 11. Tusukan IV kateter ke vena dengan jarum menghadap kejantung 12. Pastikan jarum IV masuk kevena 13. Sambungan jarum IV dengan selang infus 14. Lakukan fiksasi ujung jarum IV di tempati insersi 15. Tutup area insersi dengan kasa kering kemudian plester 16. Atur tetesan infus sesuai progam medis 17. Lepas sarung tangan 18. Pasang label pemasangan tidakan yang berisi: nama pelaksana, tanggal dan jam pelaksana 19. Bereskan alat 20. Cuci tangan 21. Observasi dan evaluasi respon pasien, catat pada dokumentasi keperawatan.

10 17 9. Komplikasi Berikut adalah komplikasi dari pemasangan terapi intravena yang dapat terjadi antara lain: a. Komplikasi sistemik: kelebihan beban cairan, emboli udara, dan septikemia. b. Komplikasi lokal: infiltrasi, flebitis, trombo flebitis dan hematoma. 10. Teori Caring Teori caring menurut Watson menyebutkan bahwa asuhan keperawatan yang diberikan berdasarkan human science and human care yang artinya bahwa fokus utama dalam keperawatan adalah pada carative factors yang bermula dari perspektif humanistik yang dikombinasikan dengan dasar pengetahuan ilmiah. Konsep carative factors kemudian dikembangkan lagi oleh Watson menjadi clinical caritas processes. Clinical caritas processes menawarkan pandangan yang lebih terbuka antara lain adalah menciptakan lingkungan healing pada seluruh tingkatan, baik fisik maupun non fisik, lingkungan yang kompleks dari energi dan kesadaran, yang memiliki keholistikan, keindahan, kenyamanan, martabat, dan kedamaian serta membantu terpenuhinya kebutuhan dasar, dengan kesadaran caring yang penuh, memberikan human care essentials, yang memunculkan penyesuaian jiwa, raga dan pikiran, keholistikan, dan kesatuan diri dalam seluruh aspek care (Muhlisin & Ichsan, 2008). Watson (2008) menjelaskan ada 4 kebutuhan yang harus dikaji oleh

11 18 perawat yaitu pertama adalah biophysical needs, kebutuhan untuk tetap hidup meliputi kebutuhan nutrisi, cairan, eliminasi, dan oksigenisasi. Kedua adalah psychophysical needs yaitu kebutuhan untuk berfungsi, meliputi kebutuhan aktifitas, aman, nyaman, seksualitas. Ketiga adalah psychosocial needs yaitu kebutuhan integritas yang meliputi kebutuhan akan penghargaan dan beraffiliasi. Dan keempat adalah intrapersonal interpersonal needs, yaitu kebutuhan untuk aktualisasi diri. Model Watson dibentuk melingkupi proses asuhan keperawatan, pemberian bantuan kepada klien dalam mencapai atau mempertahankan kesehatan. Tindakan keperawatan mengacu langsung pada pemahaman hubungan antara sehat, sakit dan perilaku manusia. Keperawatan memperhatikan peningkatan dan mengembalikan kesehatan serta mencegah terjadinya penyakit. Terapi intravena merupakan bentuk perawatan (caring) yang diberikan oleh perawat terhadap pasien untuk memenuhi kebutuhan dan meningkatkan kesehatan pasien serta mencegah terjadinya penyakit yang mungkin akan timbul, dalam hal ini adalah flebitis. Kaitannya penelitian ini dengan penjelasan diatas yaitu tugas perawat adalah membantu pemenuhan kebutuhan dasar biophysical needs yang berupa pemenuhan kebutuhan cairan dalam hal ini adalah terapi intravena. Disamping untuk memenuhi kebutuhan biophysical, perawat juga harus memperhatikan faktor lain, misalnya menciptakan lingkungan healing (sembuh), lingkungan yang nyaman baik fisik ataupun yang non fisik. Terapi intravena membutuhkan

12 19 lingkungan yang nyaman secara fisik ataupun non fisik agar tidak terjadi komplikasi yang sering terjadi yakni flebitis, karena salah satu faktor penyebab flebitis berasal dari lingkungan. Selain dari itu semua, perawat harus memiliki ilmu dalam penerapan asuhan keperawatan kepada klien. Dengan begitu perawat bisa menerapkan konsep caring kepada pasien agar pasien mendapatkan kebutuhannya yang sesuai dan terhindar dari komplikasikomplikasi yang mungkin akan muncul selama terapi intravena. B. Flebitis 1. Pengertian Flebitis merupakan infeksi nosokomial yaitu infeksi oleh mikroorganisme yang di alami oleh pasien yang diperoleh selama dirawat di rumah sakit di ikuti dengan manifestasi klinis yang muncul sekurangkurangnya 3X24 jam. (Darmadi, 2008) Flebitis merupakan peradangan pada dinding vena yang disebabkan karena iritasi kimia, bakteri maupun mekanik yang di tandai dengan nyeri, kemerahan, dan bahkan kadang sampai timbul bengkak lokal sekitar area penusukan. Secara sederhana flebitis di definisikan sebagai peradangan vena, flebitis berat hampir selalu diikuti bekuan darah atau trombus pada vena yang sakit. (darmawan, 2008). 2. Klasifikasi Flebitis

13 20 Pengklasifikasian flebitis didasarkan pada faktor penyebabnya. Ada empat kategori penyebab terjadinya flebitis yaitu kimia, mekanik, agen infeksi, dan post infus (Infusion Nursing Society, 2006) a. Flebitis kimia Kejadian flebitis ini sering di hubungkan dengan bentuk respon yang terjadi pada tunika intima vena dengan bahan kimia yang menyebabkan reaksi peradangan. Reaksi peradangan dapat terjadi akibat dari jenis cairan yang diberikan karena cairan intravena yang di berikan terlalu asam atau terlalu basa (ph kurang dari 5 atau lebih dari 9) dan disebabkan oleh cairan yang hypertonis. PH darah normal terletak anatara 7,35 7,45 dan cenderung basa. PH cairan yang diperlukan dalam pemberian terapi adalah 7 yang berarti netral ada kalanya suatu larutan di perlukan konsentrasi yang lebih asam untuk mencegah terjadinya karamelisasi dekstrosa dalam proses sterilisasi autoclaf, jadi larutan yang mengandung glukosa, asam amino, dan lipid yang biasa di gunakan dalam nutrisi parenteral lebih bersifat flebitogenik. b. Flebitis mekanik Flebitis mekanik sering dihubungkan dengan pemasangan atau lokasi pemasangan kateter intravena. Lokasi pemasangan kateter pada area fleksi lebih sering meimbulkan kejadian flebitis oleh karena pada saat ekstremitas di gerakan kateter yang terpasang ikut bergerak dan menyebabkan trauma pada dinding vena. Penggunaan ukuran kateter yang

14 21 besar pada dinding vena yang kecil juga dapat mengakibatkan terjadinya iritasi pada dinding vena. c. Flebitis bakterial Flebitis bakterial disebabkan oleh adanya kontaminasi kateter selama pemasangan serta prosedur antiseptis kulit yang buruk. (rosenthal, 2006). d. Post infus flebitis Flebitis post infus juga sering diakibatkan kejadianya sebagai akibat dari pemasangan infus. Flebitis post infus adalah peradangan pada vena yang didapatkan jam setelah pelepasan infus. Faktor yang berperan dengan kejadian flebitis post infus, antara lain: 1) Teknik pemasangan kateter yang tidak baik 2) Pada pasien dengan retardasi mental 3) Kondisi vena yang baik 4) Pemberian cairan hipertonik yang terlalu asam 5) Ukuran kateter yang terlalu besar di bandingikan dengan dinding vena yang kecil. 3. Diagnosa dan Pengenalan Tanda Flebitis Flebitis dapat didiagnosa atau dinilai melalui pengamatan visual yang dilakukan oleh perawat, berikut merupakan skor visual flebitis untuk mendapat diagnosa flebitis :

15 22 Gambar 2.2 Visual Infusion Phlebitis Score (Infusion Nursing Society, 2006) 4. Mencegah dan Mengatasi Flebitis a. Mencegah flebitis bakterial Pedoman ini menekankan pada kebersihan tangan, teknik aseptik, perawatan daerah infus serta antiseptis kulit. Walaupun lebih disukai sediaan chlorhexidine-2%, tinctura yodium, iodofor atau alkohol 70% juga bisa digunakan.

16 23 b. Selalu waspada dan jangan meremehkan teknik aseptik Stopcock sekalipun ( yang digunakan untuk penyuntikan obat atau pemberian infus IV, dan pengambilan sampel darah) merupakan jalan masuk kuman yang potensial ke dalam tubuh. Pencemaran stopcock lazim dijumpai dan terjadi kira-kira 45-50% dalam serangkaian besar kajian. c. Rotasi kanul Darmawan (2008) melaporkan hasil 4 teknik pemberian nutrisi parenteral perifer (PPN), dimana mengganti (merotasi) tempat kanula ke lengan kontralateral setiap hari pada 15 pasien menyebabkan bebas flebitis. Namun dalam uji kontrol acak yang di publikasikan oleh webster dkk (1996) disimpulkan bahwa kateter bisa di biarkan aman di tempatnya lebih dari 72 jam jika tidak ada kontraindikasi. The Centers for Disease Control and Preventation menganjurkan penggantian kateter setiap 72 jam untuk membatasi potensi infeksi. d. Aseptic dressing Di anjurkan aseptic dressing untuk mencegah flebitis, kasa steril di ganti setiap 24 jam. e. Titratable acidity Titratable acidity dari suatu larutan infus tidak pernah di pertimbangkan dalam kejadian flebitis. Titratable acidity mengukur jumlah alkali yang di butuhkan untuk menetralkan ph larutan infus. Potensi flebitis dari larutan infus tidak bisa di taksir hanya berdasarkan ph atau titratable acidity

17 24 sendiri. Bahkan pada ph 4.0, larutan glukosa 10% jarang menyebabkan perubahan karena titratable acidity-nya sangat rendah (0.16 meq/l). Dengan demikian makin rendah titratable acidity larutan infus makin rendah resiko flebitisnya. f. Heparin & hidrokortison Heparin sodium, bila ditambahkan kecairan infus sampai kadar akhir 1 unit/ml, mengurangi masalah dan menambah waktu pasang kateter. Resiko flebitis yang berhubungan dengan pemberian cairan tertentu (misal, kalium klorida, lidocaine, dan antimikrobial) juga dapat di kurangi dengan pemberian aditif IV tertentu, seperti hidrokortison. Pada uji klinis dengan pasien penyakit koroner, hidrokortison secara bermakna mengurangi kekerapan flebitis pada vena yang di infus lidokain, kalium klorida atau anti mikrobial. Pada uji acak lain heparin sendiri atau di kombinasi dengan hidrokortison telah mengurangikekerapan flebitis. Tetapi penggunaan heparin pada larutan yang mengandung lipid dapat disertai sengan pembentukan endapan kalsium. g. In-line filter In-line filter dapat mengurangi kekerapan flebitis tetapi tidak ada data yang mendukung efektivitasnya dalam mencegah infeksi yang terkait dengan alat intravaskular dan sistem infus (Darmawan, 2008).

18 25 C. Kerangka Teori Bagan kerangka teori caring Teori Caring Biophysical needs Psychophysical needs Psychosocial needs Intrapersonal interpersonal needs Keperawatan Human sciene and human care Lingkungan Flebitis Mekanik 1. Ukuran kateter 2. Lokasi insersi Flebitis Kimia 1. Jenis cairan Flebitis Bakteri 1. Lama pemasangan kateter Pemenuhan biophysical needs Terapi intravena Stresor Flebitis Sehat Manusia 1. Umur pasien 2. Kondisi penyakit pasien 3. Adaptasi pasien 4. Teknik aseptik yang buruk pada perawat 5. Jarak pemasangan intravena yang terlalu jauh dari persendian tangan 6. Pelaksanaan standar prosedur operasional (SPO) pemasangan infus Gambar 2.3 (Watson, 2008; Roshenthal, 2006; Gayatri, Handiyani & Amelia, 2007). (INS, 2006; CDC, 2002)

19 26 D. Kerangka Konsep Jenis cairan Kimia Ukuran kateter. Lokasi insersi. Lama pemasangan kateter infus Mekanik Bakteri Flebitis Pelaksanaan SPO pemasangan infus Manusia Gambar 2.4 Kerangka Konsep Penelitian E. Variabel Penelitian Variabel independen : Jenis cairan, Ukuran Kateter, Lokasi Insersi, dan Lama pemasangan kateter infus, pelaksanaan SPO pemasangan infus. Variabel dependen : Kejadian flebitis F. Hipotesis Hipotesis dalam penelitan ini adalah ada hubungan yang segnifikan antara Jenis cairan, ukuran kateter, lokasi insersi, lama pemasangan infus, dan pelaksanaan SPO pemasangan infus dengan kejadian flebitis.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. sekitar tempat kateter intravaskular dipasang (kulit bagian luar). Jika flebitis

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. sekitar tempat kateter intravaskular dipasang (kulit bagian luar). Jika flebitis BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Flebitis 2.1.1 Definisi Flebitis Flebitis adalah daerah bengkak, kemerahan, panas, dan nyeri pada kulit sekitar tempat kateter intravaskular dipasang (kulit bagian luar). Jika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Plebitis Pemberian terapi intravena tidak bisa lepas dari adanya komplikasi. Komplikasi yang bisa didapatkan dari pemberian terapi intravena adalah komplikasi sistemik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Lokasi Penelitian RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan berada di wilayah Kota Pekalongan namun kepemilikannya adalah milik Pemerintah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bahasa Indonesia, kepatuhan didefinisikan sebagai kesetiaan, ketaatan atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bahasa Indonesia, kepatuhan didefinisikan sebagai kesetiaan, ketaatan atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kepatuhan 1.1. Pengertian Kepatuhan Menurut Adiwimarta, Maulana, & Suratman (1999) dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kepatuhan didefinisikan sebagai kesetiaan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pemberian obat secara intravena (Smeltzer & Bare, 2001).

BAB 1 PENDAHULUAN. pemberian obat secara intravena (Smeltzer & Bare, 2001). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pemasangan infus atau terapi intravena adalah suatu tindakan pemberian cairan melalui intravena yang bertujuan untuk menyediakan air, elektrolit, dan nutrien untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pedoman Manajerial Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pedoman Manajerial Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan kebijakan pencegahan infeksi nosokomial di rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya. Kebijakan itu tertuang dalam Keputusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (smeltzer, 2002). Tetapi karena terapi ini diberikan secara terus menerus dan dalam

BAB I PENDAHULUAN. (smeltzer, 2002). Tetapi karena terapi ini diberikan secara terus menerus dan dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan terapi intravena adalah terapi yang bertujuan untuk mensuplai cairan melalui vena ketika pasien tidak mampu mendapatkan makanan, cairan elektrolik lewat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bengkak, streak formation dan atau terabanya Venous cord

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bengkak, streak formation dan atau terabanya Venous cord BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Flebitis 2.1.1 Pengertian Flebitis merupakan inflamasi pada pembuluh darah vena yang ditandai dengan adanya daerah yang nyeri, bengkak, streak formation dan atau terabanya Venous

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kepada pasien yang membutuhkan akses vaskuler (Gabriel, 2008). Lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. kepada pasien yang membutuhkan akses vaskuler (Gabriel, 2008). Lebih BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terapi intravena adalah bagian terpenting dari sebagian terapi yang diberikan di rumah sakit, dan merupakan prosedur umum yang diberikan kepada pasien yang membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Plebitis merupakan inflamasi vena yang disebabkan baik oleh iritasi kimia maupun mekanik yang sering disebabkan oleh komplikasi dari terapi intravena. 1) Terapi interavena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap orang mempunyai kemampuan untuk merawat, pada awalnya merawat adalah instinct atau naluri.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap orang mempunyai kemampuan untuk merawat, pada awalnya merawat adalah instinct atau naluri. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang mempunyai kemampuan untuk merawat, pada awalnya merawat adalah instinct atau naluri. Namun merawat akan menjadi kaku, statis dan tidak berkembang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Flebitis 1. Pengertian, karakteristik dan bahaya Flebitis Flebitis merupakan inflamasi vena yang disebabkan baik oleh iritasi kimia maupun mekanik yang sering disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Permenkes RI No. 340/MENKES/PER/III/2010). Dalam memberikan

BAB I PENDAHULUAN. (Permenkes RI No. 340/MENKES/PER/III/2010). Dalam memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perseorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendapat terapi melalui IV (Hindley,2004). Pemasangan terapi. intravena merupakan tindakan memasukan jarum (abocath)

BAB I PENDAHULUAN. mendapat terapi melalui IV (Hindley,2004). Pemasangan terapi. intravena merupakan tindakan memasukan jarum (abocath) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemasangan infus atau pemberian terapi cairan intravena (IV) merupakan merupakan salah satu hal yang paling sering di jumpai pada pasien yang akan melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara garis besar memberikan pelayanan untuk masyarakat berupa pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. secara garis besar memberikan pelayanan untuk masyarakat berupa pelayanan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Rumah sakit sebagai salah satu bagian sistem pelayanan kesehatan yang secara garis besar memberikan pelayanan untuk masyarakat berupa pelayanan kesehatan mencakup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjalani rawat inap. ( Wahyunah, 2011). Terapi intravena berisiko untuk terjadi komplikasi lokal pada daerah pemasangan

BAB I PENDAHULUAN. menjalani rawat inap. ( Wahyunah, 2011). Terapi intravena berisiko untuk terjadi komplikasi lokal pada daerah pemasangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Untuk mencegah dan memperbaiki ketidak seimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh manusia diperlukan terapi intravena. Menurut Perdue dalam Hankins, Lonway,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 38 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Gambaran umum RSI Kendal Rumah Sakit Islam Kendal terletak di Jl Ar Rahmah 17-A Weleri. Tanggal 15 Januari 1996 berdiri dibawah yayasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam tubuh manusia antara lain sebagai alat transportasi nutrien, elektrolit dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam tubuh manusia antara lain sebagai alat transportasi nutrien, elektrolit dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tubuh manusia sebagaimana mahluk hidup yang lain tersusun atas berbagai sistem organ, puluhan organ, ribuan jaringan dan jutaan molekul. Fungsi cairan dalam tubuh manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. spesifik, sehingga dapat dikembangkan setinggi-tingginya. Hal. ini. Ada beberapa kategori tingkat pendidikan seperti perawat

BAB I PENDAHULUAN. spesifik, sehingga dapat dikembangkan setinggi-tingginya. Hal. ini. Ada beberapa kategori tingkat pendidikan seperti perawat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Profesi keperawatan memiliki dasar pendidikan yang spesifik, sehingga dapat dikembangkan setinggi-tingginya. Hal ini menyebabkan profesi keperawatan di Indonesia

Lebih terperinci

Kebutuhan cairan dan elektrolit

Kebutuhan cairan dan elektrolit Kebutuhan cairan dan elektrolit Cairan adalah suatu kebutuhan pokok dan sebagian besar tubuh manusia terdiri dari cairan. Bila tubuh kehilangan cairan dalam jumlah yang besar maka akan terjadi perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemasangan infus merupakan prosedur invasif dan merupakan tindakan yang sering dilakukan di rumah sakit. Namun, hal ini tinggi resiko terjadinya infeksi yang akan menambah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa neonatus adalah masa kehidupan pertama diluar rahim sampai dengan usia

BAB I PENDAHULUAN. Masa neonatus adalah masa kehidupan pertama diluar rahim sampai dengan usia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa neonatus adalah masa kehidupan pertama diluar rahim sampai dengan usia 28 hari atau satu bulan,dimana pada masa ini terjadi proses pematangan organ, penyesuaian

Lebih terperinci

HUBUNGAN JENIS CAIRAN DAN LOKASI PEMASANGAN INFUS DENGAN KEJADIAN FLEBITIS PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSU PANCARAN KASIH GMIM MANADO

HUBUNGAN JENIS CAIRAN DAN LOKASI PEMASANGAN INFUS DENGAN KEJADIAN FLEBITIS PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSU PANCARAN KASIH GMIM MANADO HUBUNGAN JENIS CAIRAN DAN LOKASI PEMASANGAN INFUS DENGAN KEJADIAN FLEBITIS PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSU PANCARAN KASIH GMIM MANADO Dede Dwi Lestari Amatus Yudi Ismanto Reginus T. Malara Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan pasien di rumah sakit adalah suatu upaya yang mendorong rumah sakit untuk

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan pasien di rumah sakit adalah suatu upaya yang mendorong rumah sakit untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keselamatan pasien di rumah sakit adalah suatu upaya yang mendorong rumah sakit untuk memberikan pelayanan kesehatan yang aman dan berkualitas tinggi. Panduan

Lebih terperinci

Bab IV. Hasil dan Pembahasan

Bab IV. Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi umum lokasi penelitian Penelitian ini dilakukan pada 5 bangsal yang bernama bangsal Firdaus, bangsal Naim, bangsa Wardah, bangsal Zaitun, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dirumah sakit merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dirumah sakit merupakan bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dirumah sakit merupakan bentuk pelayanan yang di berikan kepada pasien melibatkan tim multi disiplin termasuk tim keperawatan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mutu pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasaan rata-rata serata

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. Phlebitis 1. Pengertian Dalam pemberian terapi intravena tidak bisa lepas dari adanya komplikasi. Komplikasi yang bisa didapatkan dari pemberian terapi intravena adalah komplikasi

Lebih terperinci

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PLEBITIS DI RUANG ANAK RSUD DR. R. SOETRASNO REMBANG

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PLEBITIS DI RUANG ANAK RSUD DR. R. SOETRASNO REMBANG FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PLEBITIS DI RUANG ANAK RSUD DR. R. SOETRASNO REMBANG Sri Hartni, Siti Fatimah ABSTRAK Latar belakang menurut Hinlay dalam Haji (2010) sebanyak 60 % pasien yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. Phlebitis 1. Pengertian Plebitis merupakan salah satu komplikasi dari pemberian therapi intra vena. Komplikasi dari pemberian therapi intravena bisa bersifat sistemik dan lokal.

Lebih terperinci

HUBUNGAN TERAPI CAIRAN INTRAVENA TERHADAP KEJADIAN PHLEBITIS DI IRNA BEDAH RSUD SELASIH KABUPATEN PELALAWAN. Neneng Fitria Ningsih S.Kep.M.

HUBUNGAN TERAPI CAIRAN INTRAVENA TERHADAP KEJADIAN PHLEBITIS DI IRNA BEDAH RSUD SELASIH KABUPATEN PELALAWAN. Neneng Fitria Ningsih S.Kep.M. HUBUNGAN TERAPI CAIRAN INTRAVENA TERHADAP KEJADIAN PHLEBITIS DI IRNA BEDAH RSUD SELASIH KABUPATEN PELALAWAN Neneng Fitria Ningsih S.Kep.M.Biomed Dosen S1 Keperawatan STIKes Tuanku Tambusai Riau ABSTRACT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Phlebitis 1. Pengertian Phlebitis Phlebitis adalah inflamasi pembuluh darah vena yang disebabkan karena iritasi kimia dan mekanik, ditandai dengan adanya daerah yang memerah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Dasar Pengetahuan Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil dari tahu dan ini telah terjadi setelah orang melakukan pengindraan suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi

Lebih terperinci

Pengertian. Tujuan. Ditetapkan Direktur Operasional STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL. Tanggal Terbit 15 Februari 2011

Pengertian. Tujuan. Ditetapkan Direktur Operasional STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL. Tanggal Terbit 15 Februari 2011 LAMPIRAN RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA UNIT 2 Jl. Wates Km 5.5 Gamping, Sleman-55294 Telp 0274 6499706 Fax. 6499727 No Dokumen : Kep. 032/II/2011 MEMASANG INFUS No Revisi : 0 Halaman : 37 / 106 STANDAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semua pasien yang dirawat di rumah rakit setiap tahun 50%

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semua pasien yang dirawat di rumah rakit setiap tahun 50% BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semua pasien yang dirawat di rumah rakit setiap tahun 50% mendapat terapi intravena (IV). Namun, terapi IV terjadi di semua lingkup pelayanan di rumah sakit yakni IGD,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Terapi intravena (IV) merupakan terapi medis yang dilakukan secara invasif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Terapi intravena (IV) merupakan terapi medis yang dilakukan secara invasif BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Terapi Intravena 2.1.2 Definisi Terapi intravena (IV) merupakan terapi medis yang dilakukan secara invasif dengan menggunakan metode yang efektif untuk mensuplay cairan, elektrolit,

Lebih terperinci

PENCEGAHAN INFEKSI ALIRAN DARAH PRIMER (IADP) (Rana Suryana SKep. Medical Dept. PT Widatra Bhakti)

PENCEGAHAN INFEKSI ALIRAN DARAH PRIMER (IADP) (Rana Suryana SKep. Medical Dept. PT Widatra Bhakti) PENCEGAHAN INFEKSI ALIRAN DARAH PRIMER (IADP) (Rana Suryana SKep. Medical Dept. PT Widatra Bhakti) I. Pendahuluan Penggunaan peralatan intravaskular (IV) tidak dapat dihindari pada pelayanan rumah sakit

Lebih terperinci

ABSTRAK HUBUNGAN PEMBERIAN INJEKSI INTRAVENA DENGAN KEJADIAN PHLEBITIS DI RUANG PERAWATAN ANAK RUMAH SAKIT TK II PELAMONIA MAKASSAR.

ABSTRAK HUBUNGAN PEMBERIAN INJEKSI INTRAVENA DENGAN KEJADIAN PHLEBITIS DI RUANG PERAWATAN ANAK RUMAH SAKIT TK II PELAMONIA MAKASSAR. ABSTRAK HUBUNGAN PEMBERIAN INJEKSI INTRAVENA DENGAN KEJADIAN PHLEBITIS DI RUANG PERAWATAN ANAK RUMAH SAKIT TK II PELAMONIA MAKASSAR Hasriani Azis Pada tahun 2012 diperoleh data di Rumah Sakit TK II Pelamonia,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengetahuan Perawat Tentang Pemasangan Terapi. kesehatan lain sesuai dengan kewenanganya (Depkes RI,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengetahuan Perawat Tentang Pemasangan Terapi. kesehatan lain sesuai dengan kewenanganya (Depkes RI, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan Perawat Tentang Pemasangan Terapi Intravena / Infus Perawat profesional adalah perawat yang bertanggung jawab dan berwewenang memberikan pelayanan keperawatan secara

Lebih terperinci

PERBEDAAN NYERI PERSALINAN KALA I FASE AKTIF PADA IBU PRIMIPARA DAN MULTIPARA TERHADAP TERAPI AKUPRESUR

PERBEDAAN NYERI PERSALINAN KALA I FASE AKTIF PADA IBU PRIMIPARA DAN MULTIPARA TERHADAP TERAPI AKUPRESUR LAPORAN PENELITIAN PERBEDAAN NYERI PERSALINAN KALA I FASE AKTIF PADA IBU PRIMIPARA DAN MULTIPARA TERHADAP TERAPI AKUPRESUR Disusun oleh: YETTI ENIKA YULIANI NIM. 1211166111 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

Lebih terperinci

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP SIKAP PASIEN DALAM PENGGANTIAN POSISI INFUS DI RUANG SHOFA RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH LAMONGAN

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP SIKAP PASIEN DALAM PENGGANTIAN POSISI INFUS DI RUANG SHOFA RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH LAMONGAN PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP SIKAP PASIEN DALAM PENGGANTIAN POSISI INFUS DI RUANG SHOFA RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH LAMONGAN Sri Hananto Ponco Nugroho Prodi S1 Keperawatan STIKES.......ABSTRAK.....

Lebih terperinci

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR PEMBERIAN NUTRISI PARENTERAL SOP

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR PEMBERIAN NUTRISI PARENTERAL SOP STANDART OPERASIONAL PROSEDUR PEMBERIAN NUTRISI PARENTERAL SOP Untuk memenuhi tugas matakuliah Keperawatan Medikal Bedah I yang dibina oleh Bapak Rudi Hamarno, M.Kep Oleh Kelompok 11 Pradnja Paramitha

Lebih terperinci

DAMPAK TERAPI INTRAVENA PADA BALITA BERDASAR VIP (VISUAL INFUSION PHLEBITIS) SCORE

DAMPAK TERAPI INTRAVENA PADA BALITA BERDASAR VIP (VISUAL INFUSION PHLEBITIS) SCORE DAMPAK TERAPI INTRAVENA PADA BALITA BERDASAR VIP (VISUAL INFUSION PHLEBITIS) SCORE (The Effects of Intravenous Therapy in Infants Based on the VIP (Visual Infusion Phlebitis) Score) Hernantika Rahmawati

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Demografi Responden Penelitian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Demografi Responden Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Demografi Responden Penelitian Di dalam penelitian ini terdapat dua kategori responden yaitu 42 orang perawat dan 42 orang pasien yang sedang mendapatkan

Lebih terperinci

UPAYA PERAWAT DALAM PENCEGAHAN PHLEBITIS PADA PASIEN DI RUMAH SAKIT BAPTIS KEDIRI

UPAYA PERAWAT DALAM PENCEGAHAN PHLEBITIS PADA PASIEN DI RUMAH SAKIT BAPTIS KEDIRI Jurnal STIKES Vol. 7, No.2, Desember 2014 UPAYA PERAWAT DALAM PENCEGAHAN PHLEBITIS PADA PASIEN DI RUMAH SAKIT BAPTIS KEDIRI NURSE S IMPLEMENTATION IN PREVENTION OF PHLEBITIS TO PATIENTS IN BAPTIST HOSPITAL

Lebih terperinci

OBEDIENCE OF NURSE IN IMPLEMENTING STANDART OPERATING PROCEDURE OF INFUSION INSERTION WITH THE PHLEBITIS

OBEDIENCE OF NURSE IN IMPLEMENTING STANDART OPERATING PROCEDURE OF INFUSION INSERTION WITH THE PHLEBITIS Kepatuhan Perawat dalam Melaksanakan Standar Prosedur Operasional Pemasangan Infus terhadap Phlebitis Ince Maria, Erlin Kurnia KEPATUHAN PERAWAT DALAM MELAKSANAKAN STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PEMASANGAN

Lebih terperinci

MODUL PRAKTIK KLINIK KETRAMPILAN DASAR KEBIDANAN

MODUL PRAKTIK KLINIK KETRAMPILAN DASAR KEBIDANAN MODUL PRAKTIK KLINIK KETRAMPILAN DASAR KEBIDANAN 2015 A K A D E M I K E B I D A N A N G R I Y A H U S A D A S U R A B A Y A KETERAMPILAN KLINIK INJEKSI I. DISKRIPSI MODUL Pendahuluan Tujuan Metode Penuntun

Lebih terperinci

Tabel 2.3 Pungsi Vena dengan Menggunakan Jarum Berlapis Kateter Plastik

Tabel 2.3 Pungsi Vena dengan Menggunakan Jarum Berlapis Kateter Plastik 100 101 Lampiran 1. Tabel 2.3 Pungsi Vena dengan Menggunakan Jarum Berlapis Kateter Plastik Langkah-Langkah 1. Observasi tanda dan gejala yang mengindikasikan keseimbangan cairan dan elektrolit a. mata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di rumah sakit. Anak biasanya merasakan pengalaman yang tidak menyenangkan

BAB I PENDAHULUAN. di rumah sakit. Anak biasanya merasakan pengalaman yang tidak menyenangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadaan sakit pada anak usia prasekolah dan anak usia sekolah banyak ditemui di rumah sakit. Anak biasanya merasakan pengalaman yang tidak menyenangkan selama dirawat

Lebih terperinci

MODUL KETERAMPILAN KLINIK ASUHAN KEBIDANAN

MODUL KETERAMPILAN KLINIK ASUHAN KEBIDANAN MODUL KETERAMPILAN KLINIK ASUHAN KEBIDANAN AKADEMI KEBIDANAN GRIYA HUSADA SURABAYA PROGRAM STUDI D-III KEBIDANAN TAHUN 2013 i KATA PENGANTAR Dengan memanjadkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (Sumijatun, 2010). Tantangan ini memaksa rumah sakit untuk mengembangkan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (Sumijatun, 2010). Tantangan ini memaksa rumah sakit untuk mengembangkan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rumah Sakit Rumah sakit merupakan tatanan pemberi jasa layanan kesehatan memiliki peran yang strategis dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di Indonesia (Sumijatun,

Lebih terperinci

JURNAL STIKES. ISSN Volume 7, Nomor 1, Juli 2014, halaman DAFTAR ISI

JURNAL STIKES. ISSN Volume 7, Nomor 1, Juli 2014, halaman DAFTAR ISI JURNAL STIKES ISSN 2085-0921 Volume 7, Nomor 1, Juli 2014, halaman 1 102 DAFTAR ISI Pentingnya Sikap Pasien yang Positif dalam Pengelolaan Diabetes Mellitus Dotik Febriani Tri Sulistyarini Penurunan Kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penangan oleh tim kesehatan. Penanganan yang diberikan salah satunya berupa

BAB I PENDAHULUAN. penangan oleh tim kesehatan. Penanganan yang diberikan salah satunya berupa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasien yang menjalani rawat inap di rumah sakit perlu mendapatkan penangan oleh tim kesehatan. Penanganan yang diberikan salah satunya berupa pemasangan infus atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Terapi. Terapi Intravena (IV) adalah menempatkan cairan steril melalui jarum, langsung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Terapi. Terapi Intravena (IV) adalah menempatkan cairan steril melalui jarum, langsung BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terapi Intravena (Infus) 2.1.1 Pengertian Terapi Intravena (Infus) Terapi Intravena (IV) adalah menempatkan cairan steril melalui jarum, langsung ke vena pasien. Biasanya cairan

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERAWATAN INFUS DENGAN TERJADINYA FLEBITIS PADA PASIEN YANG TERPASANG INFUS. Sutomo

HUBUNGAN PERAWATAN INFUS DENGAN TERJADINYA FLEBITIS PADA PASIEN YANG TERPASANG INFUS. Sutomo HUBUNGAN PERAWATAN INFUS DENGAN TERJADINYA FLEBITIS PADA PASIEN YANG TERPASANG INFUS Sutomo Program Studi Profesi NERS, STIKES Dian Husada Mojokerto Email : sutomo.ners@gmail.com ABSTRAK Mempertahankan

Lebih terperinci

DAFTAR RIWAYAT HIDUP. : Ade Indriya Tempat/Tanggal Lahir : Medan / 15 Januari : TASBI blok J No. 12, Medan

DAFTAR RIWAYAT HIDUP. : Ade Indriya Tempat/Tanggal Lahir : Medan / 15 Januari : TASBI blok J No. 12, Medan Lampiran 1 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : Ade Indriya Tempat/Tanggal Lahir : Medan / 15 Januari 1991 Agama : Islam Alamat : TASBI blok J No. 12, Medan Riwayat Pendidikan : 1. Sekolah Dasar Swasta Bhayangkari

Lebih terperinci

TEORI CARING JEAN WATSON

TEORI CARING JEAN WATSON TEORI CARING JEAN WATSON Disusun Oleh Kelompok I Etty sugiarti Desak made Helena haposan Linda maria Norbert alexius abatan Siti fatimah widyarni Valentina yuhnita SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SINT CAROLUS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang. Seperti halnya di Indonesia, penyakit infeksi masih merupakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini telah terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sakit (infeksi Nosokomial) adalah infeksi yang tidak ada atau berinkubasi pada saat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sakit (infeksi Nosokomial) adalah infeksi yang tidak ada atau berinkubasi pada saat 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Flebitis Infeksi flebitis merupakan salah satu dari infeksi nosokomial.menurut Bennet & Brachman (dalam Gould D & Brooker C, 2003), infeksi yang didapat dirumah sakit (infeksi

Lebih terperinci

PANDUAN PENANGANAN, PENGGUNAAN DAN PEMBERIAN DARAH DAN PRODUK DARAH RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN LAMPUNG

PANDUAN PENANGANAN, PENGGUNAAN DAN PEMBERIAN DARAH DAN PRODUK DARAH RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN LAMPUNG PANDUAN PENANGANAN, PENGGUNAAN DAN PEMBERIAN DARAH DAN PRODUK DARAH RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN LAMPUNG 2 0 1 5 BAB I DEFINISI Transfusi darah adalah pemindahan darah dari donor ke dalam peredaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Keterampilan Keterampilan berasal dari kata terampil yang berarti cakap, mampu, dan cekatan. Iverson (2001) mengatakan keterampilan membutuhkan pelatihan dan kemampuan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan infus set (Potter & Perry, 2005). Teknik penusukan vena melalui

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan infus set (Potter & Perry, 2005). Teknik penusukan vena melalui BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemasangan Infus 2.1.1. Definisi Pemberian cairan intravena (infus) adalah memasukan cairan atau obat langsung ke dalam pembuluh darah vena dalam jumlah dan waktu tertentu dengan

Lebih terperinci

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP SIKAP PASIEN DALAM PENGGANTIAN POSISI INFUS DI RUANG SHOFA RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH LAMONGAN

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP SIKAP PASIEN DALAM PENGGANTIAN POSISI INFUS DI RUANG SHOFA RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH LAMONGAN PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP SIKAP PASIEN DALAM PENGGANTIAN POSISI INFUS DI RUANG SHOFA RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH LAMONGAN Sri Hananto Ponco Nugroho.......ABSTRAK..... Banyak faktor yang mempengaruhi

Lebih terperinci

1 GAMBARAN PERILAKU PERAWAT DALAM PENCEGAHAN TERJADINYA FLEBITIS DI RUANG RAWAT INAP RS. BAPTIS KEDIRI

1 GAMBARAN PERILAKU PERAWAT DALAM PENCEGAHAN TERJADINYA FLEBITIS DI RUANG RAWAT INAP RS. BAPTIS KEDIRI 1 GAMBARAN PERILAKU PERAWAT DALAM PENCEGAHAN TERJADINYA FLEBITIS DI RUANG RAWAT INAP RS. BAPTIS KEDIRI DESCRIPTION OF NURSE IN THE PREVENTION OF BEHAVIOR IN THE EVENT OF PLEBITIS INPATIENT KEDIRI BAPTIST

Lebih terperinci

Konsep Pemberian Cairan Infus

Konsep Pemberian Cairan Infus Konsep Pemberian Cairan Infus Cairan intravena (intravenous fluids infusion) adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh, melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk menggantikan

Lebih terperinci

PHLEBOTOMY. Oleh. Novian Andriyanti ( ) PSIK Reguler 2. Fakultas Kedokteran. Universitas Brawijaya. Malang

PHLEBOTOMY. Oleh. Novian Andriyanti ( ) PSIK Reguler 2. Fakultas Kedokteran. Universitas Brawijaya. Malang PHLEBOTOMY Oleh Novian Andriyanti (125070200111036) PSIK Reguler 2 Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang 2013 Komplikasi Phlebotomy Phlebotomy ternyata juga dapat mengakibatkan komplikasi pada

Lebih terperinci

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI. Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) , Fax (0721)

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI. Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) , Fax (0721) PANDUAN CUCI TANGAN RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) 787799, Fax (0721) 787799 Email : rsia_pbh2@yahoo.co.id BAB I DEFINISI Kebersihan

Lebih terperinci

Sediaan Parenteral Volume Besar Sediaan Parenteral Volume Kecil. 07/10/2013 follow

Sediaan Parenteral Volume Besar Sediaan Parenteral Volume Kecil. 07/10/2013 follow Sediaan Parenteral Volume Besar Sediaan Parenteral Volume Kecil 1 Pendahuluan Pemberian cairan dalam volume besar langsung ke sirkulasi tubuh memiliki faktor risiko penyerta yang jauh lebih tinggi. Karenanya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompetitif, toksin, replikasi intra seluler atau reaksi antigen-antibodi.

BAB I PENDAHULUAN. kompetitif, toksin, replikasi intra seluler atau reaksi antigen-antibodi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi adalah proses invasif oleh mikroorganisme dan berproliferasi didalam tubuh yang menyebabkan sakit (Potter & Perry, 2005). Infeksi adalah invasi tubuh oleh mikroorganisme

Lebih terperinci

HUBUNGAN JARAK PEMASANGAN TERAPI INTRAVENA DARI PERSENDIAN TERHADAP WAKTU TERJADINYA FLEBITIS*

HUBUNGAN JARAK PEMASANGAN TERAPI INTRAVENA DARI PERSENDIAN TERHADAP WAKTU TERJADINYA FLEBITIS* PENELITIAN 1 HUBUNGAN JARAK PEMASANGAN TERAPI INTRAVENA DARI PERSENDIAN TERHADAP WAKTU TERJADINYA FLEBITIS* Dewi Gayatri, Hanny Handiyani** Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan

Lebih terperinci

HUBUNGAN LAMANYA PEMASANGAN KATETER INTRAVENA DENGAN KEJADIAN FLEBITIS DI RUANG PENYAKIT DALAM RSU JEND. A. YANI METRO TAHUN 2013

HUBUNGAN LAMANYA PEMASANGAN KATETER INTRAVENA DENGAN KEJADIAN FLEBITIS DI RUANG PENYAKIT DALAM RSU JEND. A. YANI METRO TAHUN 2013 JURNAL KESEHATAN HOLISTIK Vol 8, No 2, April 2014 : 89-93 HUBUNGAN LAMANYA PEMASANGAN KATETER INTRAVENA DENGAN KEJADIAN FLEBITIS DI RUANG PENYAKIT DALAM RSU JEND. A. YANI METRO TAHUN 2013 Bambang Hirawan

Lebih terperinci

Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan

Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan F. KEPERAWATAN Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan Kaji TTV, catat perubahan TD (Postural), takikardia, demam. Kaji turgor kulit, pengisian kapiler dan

Lebih terperinci

TERAPI CAIRAN MAINTENANCE. RSUD ABDUL AZIS 21 April Partner in Health and Hope

TERAPI CAIRAN MAINTENANCE. RSUD ABDUL AZIS 21 April Partner in Health and Hope TERAPI CAIRAN MAINTENANCE RSUD ABDUL AZIS 21 April 2015 TERAPI CAIRAN TERAPI CAIRAN RESUSITASI RUMATAN Kristaloid Koloid Elektrolit Nutrisi Mengganti Kehilangan Akut Koreksi 1. Kebutuhan normal 2. Dukungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Standar Operasional Prosedur (SOP) Pemasangan Infus. kerja tertentu (Perry dan Potter (2005).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Standar Operasional Prosedur (SOP) Pemasangan Infus. kerja tertentu (Perry dan Potter (2005). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Standar Operasional Prosedur (SOP) Pemasangan Infus 1. Pengertian SOP Suatu standar / pedoman tertulis yang dipergunakan untuk mendorong dan menggerakkan suatu kelompok untuk

Lebih terperinci

INDONESIA HEALTHCARE FORUM Bidakara Hotel, Jakarta WEDNESDAY, 3 February 2016

INDONESIA HEALTHCARE FORUM Bidakara Hotel, Jakarta WEDNESDAY, 3 February 2016 AKSES VASKULAR INDONESIA HEALTHCARE FORUM Bidakara Hotel, Jakarta WEDNESDAY, 3 February 2016 TUJUAN : Peserta mengetahui tentang pentingnya akses vaskular. Peserta mengetahui tentang jenis akses vaskular.

Lebih terperinci

FARMASI FORENSIK KASUS MALPRAKTIK

FARMASI FORENSIK KASUS MALPRAKTIK FARMASI FORENSIK KASUS MALPRAKTIK Oleh : MADE CHANDRA WRASMITHA DEWI 0708505068 JURUSAN FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA BUKIT JIMBARAN 2010 KASUS Seorang warga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan manusia tidak dapat lepas dari keberadaan mikroorganisme. Lingkungan di mana manusia hidup terdiri dari banyak jenis dan spesies mikroorganisme. Mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (WHO, 2002). Infeksi nosokomial (IN) atau hospital acquired adalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (WHO, 2002). Infeksi nosokomial (IN) atau hospital acquired adalah BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1.Infeksi nosokomial 1.1 Pengertian infeksi nosokomial Nosocomial infection atau yang biasa disebut hospital acquired infection adalah infeksi yang didapat saat klien dirawat di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah sakit adalah suatu organisasi pelayanan sosial kemanusiaan. Secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah sakit adalah suatu organisasi pelayanan sosial kemanusiaan. Secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit adalah suatu organisasi pelayanan sosial kemanusiaan. Secara aktual pelayanan rumah sakit telah berkembang menjadi suatu industri yang berbasis pada prinsip

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terapi Intravena 2.1.1. Definisi Pemasangan kateter intravena adalah menempatkan cairan steril melalui jarum langsung ke vena pasien. Biasanya cairan steril mengandung elektrolit

Lebih terperinci

SOP PERAWATAN LUKA GANGREN

SOP PERAWATAN LUKA GANGREN SOP PERAWATAN LUKA GANGREN A. Alat dan Bahan Steril 1. Bak Instrument 1 buah 2. Pinset Anatomi 1 buah 3. Pinset Chirurgis 1 buah 4. Gunting 1 buah 5. Handschoon 1 pasang 6. Kasa, deppers 7. Korentang dalam

Lebih terperinci

PROSEDUR PEMBERIAN MEDIKASI (OBAT)

PROSEDUR PEMBERIAN MEDIKASI (OBAT) PROSEDUR PEMBERIAN MEDIKASI (OBAT) A. Definisi Prosedur dan pemeriksaan khusus dalam keperawatan merupakan bagian dari tindakan untuk mengatasi masalah kesehatan yang dilaksanakan secara rutin. Perawatan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Kepatuhan 2.1.1 Defenisi Kepatuhan Kepatuhan perawat profesional adalah sejauh mana perilaku seorang perawat sesuai dengan ketentuan yang telah diberikan pimpinan perawat

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA PLEBITIS DI RSUD UNGARAN KABUPATEN SEMARANG ABSTRAK

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA PLEBITIS DI RSUD UNGARAN KABUPATEN SEMARANG ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA PLEBITIS DI RSUD UNGARAN KABUPATEN SEMARANG Titin Nurhasanah*), Faridah Aini**), Abdul Wakhid***) *) Mahasiswa Program Studi Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN PASIEN TENTANG TERAPI INFUS (INTRAVENA) DENGAN KEJADIAN FLEBITIS DI IRINA A BAWAH RSUP PROF. DR. R. D.

HUBUNGAN PENGETAHUAN PASIEN TENTANG TERAPI INFUS (INTRAVENA) DENGAN KEJADIAN FLEBITIS DI IRINA A BAWAH RSUP PROF. DR. R. D. HUBUNGAN PENGETAHUAN PASIEN TENTANG TERAPI INFUS (INTRAVENA) DENGAN KEJADIAN FLEBITIS DI IRINA A BAWAH RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO Febrianty J. Lumolos Mulyadi Abram Babakal Program Studi Ilmu Keperawatan

Lebih terperinci

PROSEDUR PENGUKURAN TEKANAN VENA SENTRAL

PROSEDUR PENGUKURAN TEKANAN VENA SENTRAL PROSEDUR PENGUKURAN TEKANAN VENA SENTRAL 1. Tujuan Pembelajaran Setelah mengikuti proses pembelajaran tentang pengukuran tekanan vena sentral, mahasiswa mampu melakukan prosedur pengukuran tekanan vena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan di seluruh dunia, terlebih lagi di negara berkembang seperti Indonesia. Penyakit infeksi didapatkan dengan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN ANGKA KEJADIAN FLEBITIS PADA PEMASANGAN KATETER INTRAVENA PADA TANGAN DOMINAN DENGAN NONDOMINAN DI RUMAH SAKIT PARU

PERBANDINGAN ANGKA KEJADIAN FLEBITIS PADA PEMASANGAN KATETER INTRAVENA PADA TANGAN DOMINAN DENGAN NONDOMINAN DI RUMAH SAKIT PARU PERBANDINGAN ANGKA KEJADIAN FLEBITIS PADA PEMASANGAN KATETER INTRAVENA PADA TANGAN DOMINAN DENGAN NONDOMINAN DI RUMAH SAKIT PARU dr. ARIO WIRAWAN SALATIGA SKRIPSI Disusun Oleh: Tino Dianto 462008004 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sekaligus tempat perawatan bagi orang sakit. Menurut Hanskins et al (2004)

BAB 1 PENDAHULUAN. sekaligus tempat perawatan bagi orang sakit. Menurut Hanskins et al (2004) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rumah sakit merupakan suatu tempat pelayanan kesehatan dan sekaligus tempat perawatan bagi orang sakit. Menurut Hanskins et al (2004) mengatakan bahwa sekitar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dari 12% pasien yang ada di rumah sakit akan terpasang kateter (Rahmawati,

BAB 1 PENDAHULUAN. dari 12% pasien yang ada di rumah sakit akan terpasang kateter (Rahmawati, BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kateterisasi perkemihan adalah tindakan memasukkan selang karet atau plastik melalui uretra ke dalam kandung kemih untuk mengeluarkan air kemih yang terdapat di dalamnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Phlebitis 1. Pengertian Phlebitis Phlebitis didefinisikan sebagai inflamasi vena yang disebabkan oleh iritasi kimia maupun mekanik. Hal ini ditunjukkan dengan adanya daerah

Lebih terperinci

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA PHLEBITIS DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK II. H.S. SAMSOERI MERTOJOSO SURABAYA

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA PHLEBITIS DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK II. H.S. SAMSOERI MERTOJOSO SURABAYA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA PHLEBITIS DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK II. H.S. SAMSOERI MERTOJOSO SURABAYA Factors That Effect The Nosokomial Phlebitis Infections in Hospital Bhayangkara TK II. H.S.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Rumah Sakit Umum Kotamadya Gorontalo. Awalnya berupa satu gedung yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Rumah Sakit Umum Kotamadya Gorontalo. Awalnya berupa satu gedung yang 27 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Rumah Sakit Umum Daerah Prof.Dr.H. Aloei Saboe Kota Gorontalo pertama kali dibangun pada tahun 1926

Lebih terperinci

PENGAMBILAN SAMPLE DARAH M A R C H

PENGAMBILAN SAMPLE DARAH M A R C H D 4 A N A L I S K E S E H ATA N PENGAMBILAN SAMPLE DARAH A S S Y FA U LT I I S K A N D A R G 1 C 0 1 5 0 3 7 M A R C H 2 0 1 6 CLICK HERE FROM FIRST PENGUMPULAN SAMPEL DARAH PROSEDUR PENGAMBILAN DARAH

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KESESUAIAN UKURAN DAN LETAK PEMASANGAN INTRAVENA CATHETER TERHADAP KEJADIAN PHLEBITIS DI RSUD UNGARAN

HUBUNGAN ANTARA KESESUAIAN UKURAN DAN LETAK PEMASANGAN INTRAVENA CATHETER TERHADAP KEJADIAN PHLEBITIS DI RSUD UNGARAN HUBUNGAN ANTARA KESESUAIAN UKURAN DAN LETAK PEMASANGAN INTRAVENA CATHETER TERHADAP KEJADIAN PHLEBITIS DI RSUD UNGARAN *Rizka Oktyaningrum **Priyanto, S.Kep, Umi Aniroh *Mahasiswa STIKES Ngudi Waluyo Ungaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kardiovaskular dalam keadaan optimal yaitu dapat menghasilkan aliran

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kardiovaskular dalam keadaan optimal yaitu dapat menghasilkan aliran BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tujuan dari terapi cairan perioperatif adalah menyediakan jumlah cairan yang cukup untuk mempertahankan volume intravaskular yang adekuat agar sistem kardiovaskular

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Propofol adalah obat intravena paling sering digunakan anestesi saat ini

BAB I PENDAHULUAN. Propofol adalah obat intravena paling sering digunakan anestesi saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Propofol adalah obat intravena paling sering digunakan anestesi saat ini Percobaan klinis pertama, oleh Kay dan Rolly dan dilaporkan pada tahun 1977, menegaskan

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT KOMPETENSI PADA ASPEK KETRAMPILAN PEMASANGAN INFUS DENGAN ANGKA KEJADIAN PLEBITIS DI RSUD BANYUDONO KABUPATEN BOYOLALI

HUBUNGAN TINGKAT KOMPETENSI PADA ASPEK KETRAMPILAN PEMASANGAN INFUS DENGAN ANGKA KEJADIAN PLEBITIS DI RSUD BANYUDONO KABUPATEN BOYOLALI HUBUNGAN TINGKAT KOMPETENSI PADA ASPEK KETRAMPILAN PEMASANGAN INFUS DENGAN ANGKA KEJADIAN PLEBITIS DI RSUD BANYUDONO KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat Untuk meraih gelar Sarjana

Lebih terperinci

Hubungan Prosedur Pemasangan Infus dengan Kejadian Plebitis Di Rumah Sakit Umum Kabupaten Majene

Hubungan Prosedur Pemasangan Infus dengan Kejadian Plebitis Di Rumah Sakit Umum Kabupaten Majene Hubungan Prosedur Pemasangan Infus dengan Kejadian Plebitis Di Rumah Sakit Umum Kabupaten Majene Sastriani STIKES MARENDENG ABSTRAK Pencegahan dan kontrol infeksi penting untuk menciptakan lingkungan pelayanan

Lebih terperinci